HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Kandungan β-karoten dan Aktivitas Vitamin A Selama Penyimpanan Metode pertanian mempengaruhi komposisi kandungan gizi pada produk buah dan sayuran segar (Worthington 2001), termasuk kandungan β-karoten pada wortel segar. Selain itu salah satu faktor yang mempengaruhi kandungan β- karoten adalah umur simpan, semakin lama masa simpan maka semakin banyak β-karoten yang terdegradasi sehingga semakin sedikit β-karoten yang dapat dikonsumsi. Pada awal pengamatan (0 minggu) yaitu minggu sesaat setelah panen, kandungan β-karoten pada wortel organik sebesar 17,15 mg/100g dan pada wortel non-organik sebesar 16,15 mg/100g, sedangkan pada saat 6 minggu yaitu akhir pengamatan, kandungan β-karoten pada wortel organik menjadi 16,50 mg/100g dan pada wortel non-organik menjadi 15,82 mg/100g. Berikut perubahan kandungan β-karoten pada kedua jenis wortel selama masa penyimpanan dapat dilihat pada tabel 5. Tabel 6. Perubahan kandungan β-karoten pada kedua jenis wortel selama masa penyimpanan Minggu Organik (mg/100 g) Non-organik (mg/100 g) 0 17,15 16, ,99 16, ,5 15,82 Hasil sidik ragam (Lampiran 4) menunjukan bahwa perbedaan sistem pertanian yaitu organik dan non-organik tidak berpengaruh nyata terhadap kandungan β-karoten pada wortel (p>0,05), walaupun secara deskriptif terlihat bahwa setiap pengamatan kandungan β-karoten pada wortel organik lebih tinggi dibandingkan wortel non-organik. Hal ini diduga karena kadar air (gambar 9) pada wortel organik lebih tinggi dibandingkan wortel non-organik dengan perbedaan yang tidak nyata (p>0,05), karena berdasarkan uji korelasi Pearson menunjukan adanya korelasi positif yang nyata (p<0,05) antara kadar air dengan kandungan β-karoten. Hal ini dapat mengindikasikan adanya pengaruh kadar air terhadap keberadaan β-karoten pada wortel. Selain itu menurut Andarwulan dan Koswara (1992) salah satu faktor yang mempengaruhi biosintesis dan degradasi karotenoid adalah air. Karotenoid akan dengan cepat dioksidasi pada produk

2 yang kering atau mengalami dehidrasi, karena air yang terikat di dalam permukaan produk membentuk lapisan pelindung. Begitu pula dengan lama simpan, terjadi penurunan kadar β-karoten pada wortel organik dan wortel non-organik selama penyimpanan. Namun penurunan tersebut tidak berbeda nyata (p>0,05). Penurunan kandungan β-karoten meski tidak nyata diduga karena dipengaruhi turunnya kadar air (gambar 9) selama penyimpanan. Penurunan kadar air pada wortel yang disebabkan adanya transpirasi pada wortel tersebut. Sumbangan Wortel dalam Memenuhi Angka Kecukupan Gizi Vitamin A Potensi vitamin A yang berasal dari β-karoten pada wortel dapat dilihat peranannya dalam memenuhi Angka Kecukupan Gizi (AKG). Berdasarkan WNPG (2004) angka kecukupan vitamin A seorang anak balita 1-3 tahun adalah 400 RE/hari. Bagi orang dewasa angka kecukupan vitamin A adalah 600 RE (pria) dan 500 RE (wanita), sedangkan pada angka kecukupan vitamin A bagi ibu hamil dan menyusui adalah ditambah RE sehingga menjadi RE. Menurut IOM (2001), Kebutuhan vitamin A untuk anak-anak sebesar µg RAE/hari, pria dewasa sebesar 900 µg RAE/hari dan untuk wanita dewasa sebesar 700 µg RAE/hari. Berikut pada tabel 6 disajikan perkiraan jumlah vitamin A yang berasal dari β-karoten wortel organik dan wortel nonorganik dalam satuan RE dan RAE serta anjuran jumlah wortel organik maupun wortel non-organik yang dikonsumsi untuk memenuhi angka kecukupan gizi berdasarkan RE maupun RAE.

3 Tabel 7. Perkiraan jumlah vitamin A yang berasal dari β-karoten wortel organik dan wortel non-organik dalam satuan RE dan RAE dan anjuran jumlah wortel organik maupun wortel non-organik yang dikonsumsi. Satuan RE RAE Aktivitas vitamin A Lama Simpan (Minggu) Wortel 2857,9 2831,4 2750,6 1428,9 1415,7 1375,3 Organik/100 g Wortel Non- Organik/100 g 2691,5 2764,9 2636,2 1345,7 1382,4 1318,1 % AKG/100 g Wortel Organik 1. Anak-anak 2. Pria 3. Wanita Non-Organik 1. Anak-anak 2. Pria 3. Wanita Organik 1. Anak-anak 2. Pria 3. Wanita Anjuran konsumsi wortel (g/hari) ± 13,9 ± 21,3 ± 17, ± 28,4 ± 64 ± 49, Non-Organik 1. Anak-anak 2. Pria 3. Wanita ± 14,9 ± 22,3 ± 18,6 ± 29,6 ± 66,8 ± 51,9 Berdasarkan hasil perhitungan tingkat kecukupan, wortel organik maupun wortel non-organik telah memenuhi lebih dari angka kecukupan vitamin A lebih dari 100% jika mengkonsumsi wortel segar sebanyak 100 g sehari. Dengan kata lain untuk memenuhi kecukupan vitamin A/hari, maka jumlah wortel segar yang harus dikonsumsi oleh pria dewasa sebesar ± 21,3 g untuk wortel organik berdasakan satuan RE dan ± 64 g berdasakan satuan RAE, sedangkan untuk wortel non-organik ±22,3 g berdasarkan satuan RE dan ±66,8 g berdasarkan satuan RAE. Untuk wanita dewasa sebesar ±17,8 g untuk wortel organik berdasarkan satuan RE dan ±49,7 g berdasarkan satuan RAE, sedangkan untuk wortel non-organik sebesar ±18,6 g berdasarkan satuan RE dan ±51,9 g berdasarkan satuan RAE. Pada anak- anak dianjurkan konsumsi sebanyak ±13,9 g berdasakan satuan RE dan ±28,4 g berdasarkan satuan RAE untuk wortel

4 organik, dan ±14,9 g wortel non-organik berdasarkan satuan RE, ±29,6 g berdasarkan satuan RAE. Contoh perhitungan sumbangan β-karoten wortel organik dan wortel non-organik terhadap tingkap kecukupan vitamin A terlampir pada lampiran 6.1. Dapat dilihat bahwa wortel non-organik tidak berbeda jauh dalam hal pemenuhan kecukupan vitamin A. Namun cenderung lebih rendah dibandingkan wortel organik. Jika dilihat berdasarkan satuannya maka satuan yang menggunakan RAE membutuhkan asupan wortel lebih banyak dibandingkan satuan RE. Perubahan Sifat Fisik Wortel Organik dan Wortel non-organik Selama Masa Penyimpanan Dingin Intensitas Warna Warna merupakan salah satu atribut bahan pangan yang berperan penting. Selain untuk menarik konsumen secara organoleptik, warna juga dapat digunakan sebagai indikator kualitas dan kandungan gizi. Sistem pengukuran warna yang digunakan dalam penelitian ini adalah sistem Hunter. Sistem ini menghasilkan parameter L, a, b. Nilai L (Lightness atau Brightness) adalah suatu nilai yang menyatakan gelap atau terangnya warna bahan yang dianalisis. Nilai a menyatakan derajat kemerahan (a+) atau kehijauan (a-) suatu bahan. Nilai b menyatakan derajat kekuningan (b+) atau kebiruan (b-) suatu bahan. Nilai a dan b ini bila dikombinasikan akan membentuk nilai HUE, dan nilai a/b (kemerahan). Nilai HUE menyatakan jenis warna (Nielsen 1998), contoh perhitungan nilai HUE terlampir (Lampiran 6.2.). Nilai L, a, b, nilai a/b, nilai HUE dan daerah kisaran warna dari wortel organik dan wortel non-organik selama masa penyimpanan dingin ditunjukan pada Tabel 8.

5 Tabel 8. Nilai L,a,b, nilai a/b, 0 HUE dan daerah kisaran warna wortel organik dan non-organik Nilai Parameter Wortel Organik Worte Non-organik Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu L 42,56 b 40,42 c 44,39 a 44,20 a 43,23 ab 40,13 c a 17,12 e 15,89 e 10,79 g 17,30 e 13,60 f 10,68 g b 20,55 j 19,15 k 22,76 i 22,22 i 20,37 j 20,91 j a/b 0,83 u 0,82 u 0,47 w 0,78 u 0,67 v 0,51 w (kemerahan) 0 HUE 50,21 z 50,31 z 64,64 x 52,22 z 56,28 y 62,95 x Daerah Kisaran Warna Red (R) Red (R) Yellow Red (YR) Red (R) Yellow Red (YR) Keterangan : data diperoleh dari rata-rata tiga kali ulangan, huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada (p>0,05) Pada parameter L, semakin tinggi nilainya maka bahan tersebut semakin putih/terang dan sebaliknya semakin rendah nilainya maka bahan tersebut semakin hitam/gelap (Gross 1991). Kecerahan pada suatu bahan pangan mentah dapat disebabkan kurangnya pigmen pada kulit bahan pangan tersebut. Berdasarkan nilai pada tabel 6, dapat diketahui bahwa wortel non-organik pada minggu ke-0 dan minggu ke-3 mempunyai kecerahan yang lebih tinggi dan berbeda berbeda nyata (p< 0,05) dengan wortel organik. Namun pada minggu ke-6 kecerahan wortel organik meningkat secara nyata dan lebih cerah/pucat dibandingkan wortel non-organik. Hal ini dikarenakan pada minggu ke-6, warna pada wortel non-organik menjadi lebih gelap dan kering karena diduga sudah adanya kerusakan atau pembusukan akibat dehidrasi pada jaringan wortel karena terbentuknya kristal dari pembekuan air pada sel-sel dan menyebabkan jaringan menjadi kering dan menjadi hitam. Selama penyimpanan wortel non-organik mengalami penurunan yang tidak nyata pada minggu ke-3 dan penurunan yang nyata pada minggu ke-6 karena sudah mulai terjadinya pembusukan. Begitupula pada wortel organik yang mengalami penurunan pada minggu ke-3, walaupun meningkat drastis pada minggu ke-6. Berdasarkan uji korelasi Pearson, terlihat bahwa terdapat korelasi negatif yang nyata (p<0,05) antara nilai kecerahan (L) dengan kadar β-karoten. Hal ni Yellow Red (YR)

6 dapat mengindikasikan terdapat hubungan yang berkebalikan antara nilai L dan kadar β-karoten. Hubungan keterbalikan tersebut berarti semakin tinggi nilai L maka semakin rendah kadar β-karoten pada wortel tersebut, atau sebaliknya. Hal ini dapat menunjukan bahwa kepucatan warna pada wortel menandakan rendahnya kandungan β-karotennya. Menurut Gross (1991), perbandingan nilai a dan b dapat menunjukan warna bahan pangan secara umum, jika a/b bernilai positif maka bahan tersebut berwarna orange atau merah. Nilai a/b dari wortel organik pada saat pasca panen adalah 0,83 dan untuk wortel non-organik adalah 0,78. Semakin tinggi nilai a/b menunjukan warna bahan semakin merah, sehingga berdasarkan perbandingan nilai a/b pada miggu ke-0 wortel organik mempunyai warna lebih merah walaupun tidak menunjukan perbedaan yang nyata. Pada minggu ke-3 terjadi penurunan nilai a/b yang nyata (p<0,05) pada wortel organik maupun nonorganik. Namun wortel organik masih menunjukan warna yang lebih merah dibandingkan wortel non-organik dengan perbedaan yang nyata (p<0,05), ditunjukan nilai a/b 0,82 untuk wortel organik dan 0,67 untuk wortel non-organik. Namun pada minggu ke-6 warna wortel organik maupun wortel non-organik juga mengalami penurunan yang nyata (p<0,05) dan pebedaan yang tidak nyata antara wortel organik dan wortel non-organik. Selain itu ada korelasi positif yang sangat nyata antara nilai kemerahan (a/b) dengan kadar β-karoten (lampiran 4). Korelasi positif berarti adanya hubungan yang searah antara nilai a/b dengan kandungan β-karoten pada wortel yang menunjukan bahwa warna merah atau orange pada wortel dapat mengindikasikan keberadaan β-karoten yang terkandung pada suatu wortel. Jika dilihat berdasarkan nilai 0 HUE yang menunjukan posisi warna suatu produk. Wortel organik pada minggu 0 bernilai 50,21 dan berada di daerah kisaran warna Red atau merah begitu juga pada wortel non-organik yang bernilai 52,22 dan berada di daerah kisaran warna Red atau merah. Selama masa penyimpanan terjadi peningkatan nilai 0 Hue. Pada wortel organik terjadi peningkatan yang tidak nyata (p>0,05) yaitu bernilai 50,31 sehingga masih berada dalam daerah kisaran warna Red atau warna merah. Namun pada wortel non-organik terjadi peningkatan yang nyata (p<0,05) yaitu sebesar 56,28 sehingga wortel berada dalam daerah kisaran warna Yellow Red atau merah kekuningan. Pada minggu 6 terjadi peningkatan yang nyata (p<0,05) pada wortel organik maupun wortel non-organik, dan kedua macam

7 wortel tersebut berada didalam daerah kisaran warna Yellow Red atau merah kekuningan. Berdasarkan uji korelasi Pearson dapat dilihat bahwa terdapat korelasi negatif yang nyata (p<0,05) antara nilai Hue dengan β-karoten. Hal ini berarti terdapat hubungan yang berlawanan antara nilai Hue dengan kadar β-karoten, yang menunjukan bahwa semakin rendah nilai Hue maka semakin tinggi kadar β- karoten pada wortel tersebut, maupun sebaliknya. Hasil ini sesuai dengan penelitian Skrede et al.(1997) yang menunjukan korelasi negatif antara nilai Hue dengan kandungan β-karoten wortel. Secara visual warna dari wortel organik adalah orange tua atau merah dan merata sampai pada warna xylem. Namun selama penyimpanan terjadi perubahan warna menjadi orange kekuningan dan warna menjadi lebih pucat. Warna pada wortel non-organik 0 minggu adalah orange namun tidak semerah wortel organik. Namun pada bagian xylem, warna orange lebih muda dibandingkan permukaan luar maupun floem. Selama masa penyimpanan terjadi penurunan mutu baik pada wortel organik maupun non-organik. Terlihat pada minggu ke-3 terjadi pemudaran warna walaupun warna wortel organik tetap lebih jingga dibandingkan wortel non-organik. Selain itu telah terjadi perakaran pada wortel non-organik, namun tidak terjadi pada wortel organik. Pada minggu ke-6, terlihat adanya pembusukan pada wortel non-organik yang ditandai menghitamnya warna wortel dan terjadi pengkerutan pada kulit permukaan wortel serta pelunakan tekstur. Hal tersebut tidak terjadi pada wortel oganik di minggu ke-6 walaupun warnanya lebih pucat daripada pengamatan sebelumnya. Berikut dapat dilihat perbandingan warna wortel organik dan non-organik serta perubahannya selama masa penyimpanan. Minggu 0 Gambar 5. Kiri Wortel Organik dan Gambar 6. Kiri Wortel organik dan kanan Wortel non-organik 0 minggu Kanan Wortel non-organik 0 minggu

8 33 Minggu 3 Gambar 7. Kiri wortel organik dan kanan wortel non-organik 3 minggu Gambar 8. wortel organik (Kiri) dan wortel non-organik (kanan) pada penyimpanan 3 minggu Minggu 6 Gambar 9. Kiri wortel organik dan kanan wortel non-organik 6 minggu Gambar 10. Wortel organik (Kiri) dan wortel non-organik (kanan) pada penyimpanan 6 minggu

9 Perubahan Tekstur Selama Penyimpanan Kekerasan suatu produk sayuran segar mempengaruhi daya terima pada produk tersebut, semakin renyah suatu bahan pangan segar, semakin bagus kualitasnya. Menurut Muchtadi (1989) bahan hasil pertanian yag secara normal mempunyai tekstur yang keras seperti wortel, bila menjadi lunak dalam keadaan segar maka wortel tersebut berarti sudah mengalami kerusakan. Setelah sayur dipanen masih terdapat proses fisiologis yang terjadi di dalam sayuran tersebut, yaitu proses respirasi dan enzim-enzim yang masih aktif bekerja. Kerja enzim tersebut menyebabkan terjadinya perubahan tekstur sayuran selama penyimpanan. Pemecahan pektin yang merupakan penyusun dinding sel tanaman mengakibatkan terjadinya perubahan tekstur sayuran dari keras menjadi lunak (Agoes & Lisdiana 1995). Pada pengujian tekstur ini, semakin rendah nilainya berarti semakin keras produk tersebut karena semakin sulit jarum pada alat pengujian untuk dapat menembus permukaan produk tersebut. Tabel 9. Pengaruh jenis pertanian wortel (organik dan non-organik) dan lama simpan terhadap kekompakan tekstur wortel (mm/100 g/10 detik) Jenis Wortel Minggu Organik 2,23 b 2,64 b 3,27 b Non-organik 2,29 b 2,61 b 4,49 a Keterangan : data diperoleh dari rata-rata tiga kali ulangan, huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada (p>0,05) Pada tabel terlihat bahwa wortel organik mempunyai tekstur yang lebih kompak dan keras dibandingkan wortel non-organik dengan perbedaan yang tidak nyata (p>0,05). Terlihat dari rata-rata nilai kekerasan wortel organik yaitu 2,71 mm/100 g/10 detik dan pada wortel non-organik sebesar 3,13 mm/100 g/10 detik. Selama masa penyimpanan terjadi pelunakan pada jaringan wortel organik maupun wortel non-organik sehingga nilainya meningkat yang menunjukan bahwa jaringan mudah untuk rusak. Secara deskriptif wortel organik tetap lebih kompak atau keras dibandingkan wortel non-organik selama masa penyimpanan dan perbedaan ini terlihat nyata (p<0,05) pada minggu ke-6. Hal ini menujukan bahwa wortel non-organik mudah mengalami kerusakan.

10 Perubahan Sifat Kimia Wortel Organik dan Wortel non-organik Selama Masa Penyimpanan Dingin Kadar Air Kadar air mempunyai pengaruh terhadap perubahan kimia maupun perubahan enzimatis pada suatu bahan pangan. Menurut Andarwulan dan Koswara (1992), salah satu faktor yang mempengaruhi biosintesi dan degradasi karotenoid adalah air. Karotenoid akan dengan cepat dioksidasi pada produk yang kering atau mengalami dehidrasi, karena air yang terikat di dalam permukaan produk membentuk lapisan pelindung. Bahan makanan yang dikeringkan sangat mudah mengalami kehilangan aktivitas provitamin A karena pengeringan memberi kesempatan terjadinya oksidasi melalui mekanisme oksidasi radikal bebas. Menurut Winarno (1995), secara alami komoditi pertanian baik sebelum maupun setelah diolah bersifat higroskopis, yaitu dapat melepaskan sebagian air yang terkandung ke udara dan dapat menyerap air dari udara sekelilingnya. Selama masa penyimpanan terjadi penurunan kadar air pada wortel organik. Pada minggu ke-0 wortel organik memiliki kadar air 91,8%, pada minggu ke-3 sebesar 91,9% dan pada minggu ke-6 sebesar 90,9%. Pada wortel nonorganik juga terjadi perubahan kadar air selama penyimpanan yaitu terjadi sedikit peningkatan pada minggu ke-3 dan mengalami penurunan kembali pada minggu ke-6. Kadar air pada wortel non-organik lebih rendah dibandingkankan wortel non-organik, namun perbedaan kadar air ini tidak signifikan (p>0,05). Pada minggu ke-0, wortel non-organik mempunyai kadar air sebesar 89,4%, sedangkan pada minggu ke-3 sebesar 90,9% dan pada minggu ke-6 sebesar 90%. Kecenderungan penurunan kadar air wortel organik dan wortel nonorganik selama penyimpanan dingin dapat dilihat pada gambar 11. Gambar 11. Laju perubahan kadar air Wortel Organik dan Wortel Non-organik Selama Penyimpanan

11 Penurunan kadar air selama penyimpanan terjadi karena berbagai faktor di antaranya adalah penguapan, kelembapan nisbi, lingkungan tempat penyimpanan dan keasaman bahan. Selama penyimpanan kemungkinan terjadinya penguapan air, khususnya air yang secara fisik terikat dalam jaringan matriks bahan seperti membran, kapiler dan serat. Air tipe ini mudah diuapkan dan dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroorganisme dan media bagi reaksi-reaksi kimiawi (Winarno 1995). Peningkatan kadar air pada wortel non-organik pada minggu-3 diduga karena pada suhu dingin permukaan wortel akan menyerap air dari lingkungan karena menurut Muchtadi (1989) apabila RH lingkungan lebih tinggi daripada kadar air pada bahan maka bahan pangan akan menyerap air dari udara sekitarnya sehingga terjadi peningkatan air pada bahan pangan tersebut. Namun kadar air mengalami penurunan kembali pada minggu ke-6 diduga terjadi kadar air yang terdapat di antara sel-sel pada suhu pembekuan akan menjadi kristal es. Kristal es tersebut makin lama akan menjadi besar dengan cara menyerap air dari dalam sel-sel sekitarnya sehingga sel-sel menjadi kering. Akibat dehidrasi ini menyebabkan enzim kehilangan fungsinya sehingga metabolisme berhenti dan sel-sel akan mati, kemudian membusuk. Hal ini yang menyebabkan wortel nonorganik pada minggu ke-6 menjadi kehitaman dan kering karena sudah terjadi proses pembusukan. Nilai ph Nilai ph menunjukan derajat keasaman. Nilai ph sangat mempengaruhi laju pertumbuhan mikroorganisme, aktivitas enzim dan stabilitas vitamin dalam bahan pangan (Desrosier 1988). Menurut Wirakartakusumah, Abdulah, dan Syarif (1992) sayuran pada umumnya memiliki ph mendekati normal (>4,5). Pada minggu ke-0 wortel organik memiliki ph 5,6. Sedangkan pada 3 minggu penyimpanan terjadi penurunan ph yang menjadi 4,3. Kemudian menurun kembali pada akhir penyimpanan (minggu ke-6) menjadi 3,09. ph pada wortel non-organik lebih rendah dibandingkan ph pada wortel organik. Namun secara statistik perbedaan tersebut tidak berbeda nyata (p>0,05). Pada minggu ke-0, wortel non-organik memiliki ph 3,9 dan mengalami penurunan pada minggu ke-3 yaitu sebesar 3,7. Pada minggu ke-6 mengalami penurunan kembali menjadi 3,04. Kecenderungan penurunan ph pada wortel organik dan nonorganik selama penyimpanan tersaji pada gambar 12.

12 Gambar 12. Laju Perubahan ph Pada Wortel Organik dan Wortel Non-organik Selama Penyimpanan Penurunan nilai ph selama penyimpanan terjadi sebagai akibat meningkatnya total mikroba serta aktivitasnya selama penyimpanan yang menyebabkan terjadinya kerusakan fermentatif lanjutan yang menghasilkan asam sebagai sisa metabolismenya. Asam yang terbentuk dapat menurunkan nilai ph. Sehingga dapat dilihat bahwa aktivitas mikrobiologi dari wortel organik lebih rendah dibandingkan wortel non-organik ditunjukan dengan nilai ph organik yang lebih tinggi dibandingkan nilai ph wortel non-organik. Hal tersebut sesuai dangan penelitian Nisa (2004) yang menyatakan bahwa total mikroba pada wortel organik 87 kali lebih rendah dibandingkan total mikroba pada wortel nonorganik. Total Gula Menurut Alabran dan Mabrouk (1973), kandungan gula dan asam amino pada wortel tergantung dari jenis varietas wortel, lingkungan, pertaniannya dan penyimpanannya. Akar tunggang seperti sayuran wortel menyimpan sukrosa dan gula lain dalam jumlah yang cukup banyak sehingga menyebabkan rasa manis pada sayuran ini. Selama penyimpanan ini terjadi peningkatan total gula pada wortel organik maupun wortel non-organik. Menurut Rubatzky & Yamaguchi (1997) hal ini dikarenakan penyimpanan pada suhu rendah akan meningkatkan kadar gula pada wortel. Menurut Muchtadi (1989) penyimpanan pada suhu rendah (4,4 0 C) atau lebih rendah menyebabkan terjadinya akumulasi gula sebab aktifitas metabolisme berlangsung agak lambat. Kandungan total gula pada wortel organik lebih tinggi dibandingkan pada wortel non-organik, walaupun secara

13 statistik perbedaan tersebut tidak nyata (p>0,05). Hal ini menyebabkan rasa wortel organik lebih manis dibandingkan wortel non-organik. Pada minggu ke-0, kandungan total gula pada wortel organik sebesar 2,74% dan meningkat menjadi 3,16%. Kemudian pada minggu ke-6 terjadi peningkatan lagi yang menjadi 4,03%. Begitu pula pada wotel non-organik yang mengalami peningkatan yang pada setiap pengamatan. Pada minggu ke-0 kandungan gula total pada wortel non-organik sebesar 1,92% dan meningkat pada minggu ke-3 dan ke-6 sebesar 2,23% dan 3,34%. Perubahan kandungan total gula pada wortel organik dan non-organik segar selama penyimpanan suhu dingin tersaji pada gambar 13. Gambar 13. Laju Perubahan Nilai Total Gula Wortel Organik dan Wortel Nonorganik Selama Masa Penyimpanan Peningkatan kadar gula ini sesuai dengan mutu hedonik dan tingkat kesukaan pada uji organoleptik yang menunjukan adanya peningkatan pada rasa manis dan kesukaan dari minggu 0 ke minggu 3, namun terjadi penurunan rasa manis dan tingkat kesukaan pada minggu ke 6. Hal ini diduga karena makin meningkatnya terpenoids penyebab rasa pahit pada wortel yang membuat rasa manisnya berkurang. Protein Kandungan protein pada wortel mempengaruhi kadar vitamin-vitamin yang terkandung pada wortel terutama kandungan β-karoten. Menurut Paul & Palmer (1972), β-karoten pada wortel tersebar di seluruh sitoplasma sel dan terdapat dalam beberapa bentuk yaitu membentuk ikatan dengan protein dan sebagai caroten bodies. Selain itu menurut Meyer (1978), dalam kloroplas molekul karoten bergabung dengan molekul protein yang melindunginya dari proses oksidasi.

14 Kandungan protein pada wortel organik lebih tinggi dibandingkan wortel non-organik, walaupun perbedaannya tidak berbeda nyata (p>0,05). Hal ini dapat diduga terjadi karena unsur hara nitrogen pada tanah organik lebih tinggi dibandingkan tanah non-organik. Nitrogen merupakan unsur pembentuk protein. Sehingga nitrogen dapat menunjukan banyaknya protein yang terkandung dalam suatu bahan pangan. Pengaruh kandungan protein terhadap keberadaan β- karoten dapat dilihat dari uji korelasi Pearson (Lampiran 4) yang menunjukan adanya korelasi yang searah (positif) secara nyata (p<0,05) antara kadar protein dengan kandungan β-karoten. Wortel organik minggu ke-0 mengandung protein sebesar 0,82% dan mengalami penurunan yang menjadi 0,73%. Pada minggu ke-6 terjadi penurunan lagi, sehingga kadarnya menjadi 0,61%. Kandungan protein pada wortel non-organik lebih rendah dibandingkan wortel organik. Pada minggu ke-0 wortel non-organik mengandung protein sebesar 0,79 dan mengalami penurunan yang menjadi 0,68% pada minggu ke-3 dan 0,54% pada minggu ke-6. Penurunan kadar protein ini diduga disebabkan karena adanya penggumpalan dan denaturasi akibat perubahan ph. Perubahan dan perbedaan kandungan protein pada wortel organik dan wortel non-organik tersaji pada gambar 14. Gambar 14. Laju Perubahan Kandungan Protein Pada Wortel Organik dan Wortel Non-organik Selama Masa Penyimpanan Karakteristik Organoleptik Uji Organoleptik pada sayuran berguna untuk memberikan informasi mengenai kualitas dan karakteristik dari suatu produk sayuran dan merupakan salah satu faktor utama untuk meningkatkan daya terima dan kepuasan

15 konsumen. Kualitas organoleptik dari wortel ditentukan oleh kemanisan rasanya, tidak adanya rasa pahit, kerenyahan, kelunakan tekstur dan juiceness (kandungan airnya). Sifat sensori wortel tergantung jenis genotifnya, kandungan volatil dan non-volatil pada wortel. Komponen non-volatil terdiri dari gula dan asam amino, yang dapat menetukan kesegaran wortel. Sedangkan komponen volatil bersama dengan gula akan menentukan rasa dari wortel (Szymczak et al 2007). Pada Pengujian Karakteristik Organoleptik menggunakan 2 macam penyajian wortel yaitu wortel mentah dan wortel mentah yang di jus. Hal ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukaan dan daya terima dari wortel organik serta non-organik dalam bentuk padat maupun dalam bentuk minuman. Uji Mutu Hedonik Mutu hedonik diuji secara deskriptif. Pengujian ini digunakan untuk mengetahui deskripsi produk dari suatu inovasi yang baru dan membandingkannya dengan produk lain yang sama namun dengan teknik yang berbeda. Uji ini juga digunakan untuk mengetahui mutu suatu produk selama penyimpanan. Berikut deskripsi perubahan mutu hedonik wortel organik dan wortel non-organik pada gambar 15 selama penyimpanan dingin yang ditransformasikan dalam bentuk gambar. Organik Non-Organik Gambar 15. Deskripsi Mutu Hedonik Wortel Organik dan Wortel non-organik Selama Masa Penyimpanan 0,3 dan 6 minggu Keterangan : ( / ) 0 Minggu ( ) 3 Minggu ( ) 6 Minggu

16 Dari gambar telihat terjadi penurunan mutu hedonik baik pada wortel organik maupun wortel non-organik selama penyimpanan dingin. Hal ini ditunjukan dari penurunan angka tingkat mutu dari setiap kategori. Berdasarkan uji Duncan s Multiple Range Test menunjukan terjadi perbedaan yang nyata (p<0,05) pada kekerasan wortel organik minggu ke-0, kerenyahan pada wortel non-organik minggu ke-6, perubahan rasa manis pada wortel organik dan nonorganik di minggu ke-0, rasa pahit pada wortel organik dan non-organik di minggu ke-0, dan perubahan warna permukaan wortel organik pada minggu ke- 6, untuk warna permukaan wortel non-organik setiap pengujian selalu mengalami penurunan yang yang nyata. Hal ini berarti bahwa warna permukaan wortel nonorganik lebih cepat memudar dibandingkan wortel organik. Berdasarkan Uji korelasi Pearson, rasa manis pada wortel organik dan non-organik dipengaruhi oleh banyaknya total gula yang terkandung di dalam wortel. Hal ini terlihat dari adanya korelasi yang nyata (p<0,05) antara total gula dengan rasa manis pada uji mutu hedonik. Oleh karena itu perubahan yang terjadi pada total gula akan senantiasa diikuti oleh perubahan rasa manis pada uji mutu hedonik. Perbandingan wortel organik dan wortel non-organik pada 0,3, dan 6 minggu dapat dilihat pada gambar 16. Minggu Deskripsi Perbandingan Mutu Hedonik Wortel Organik dan Wortel Non-Organik 0

17 3 6 Gambar 16. Deskripsi Perbandingan Mutu Hedonik Wortel Organik dengan Wortel Non-Organik. Keterangan : ( ) wortel organik ( ---- ) wortel non-organik Berdasarkan hasil uji mutu hedonik, wortel organik memiliki aroma khas wortel yang lebih kuat dibandingkan wortel non-organik, hal ini menunjukan bahwa kandungan komponen volatil yang terkandung di dalam wortel organik lebih banyak dibandingkan wortel non-organik. Aroma tersebut terbentuk dari komponen prekusor ketika bereaksi dengan enzim pembentuk flavor (Alabran dan Mabrouk 1973). Warna pada wortel organik lebih jingga dibandingkan dengan wortel non-organik. Warna ini menunjukan tingginya β-karoten pada wortel tersebut karena menurut Skrede et al. (1997) Karotenoid merupakan pigmen alami yang memberikan warna kuning, jingga atau merah. Begitu pula pada warna xylem, wortel organik mempunyai lebih jingga dibandingkan wortel non-organik. Untuk rasa manis, wortel organik mempunyai rasa yang lebih manis dibandingkan wortel non-organik. Hal ini sesuai dengan uji kimia total gula yang menunjukan kandungan total gula pada wortel organik lebih tinggi dibandingkan wortel non-organik. Pahit pada wortel organik lebih rendah dibandingkan dengan

18 wortel non-organik, walaupun keduanya masih berada pada kategori tidak pahit (range 1-4). Hal ini karena rasa manis yang lebih tinggi membuat pahit wortel tidak terasa. Perbedaan rasa pahit ini berdasarkan uji Duncan s Multiple Range Test menunjukan adanya perbedaan yang nyata (p<0,05). Wortel organik lebih renyah dan lebih keras dibandingkan dengan wortel non-organik. Sedangkan untuk juiceness yang merupakan banyaknya air yag keluar ketika wortel di konsumsi, lebih terasa pada wortel organik dibandingkan wortel non-organik. Hal ini sesuai dengan uji kimia kandungan air yang menunjukan kadar air yang lebih tinggi pada wortel organik. Uji Deskriptif Jus Wortel Organik Non-Organik Gambar 17. Deskripsi Perbandingan Mutu Hedonik Jus Wortel Organik dan Jus Wortel Non-Organik selama masa penyimpanan 0,3 dan 6 minggu Keterangan : ( / ) 0 Minggu ( ) 3 Minggu ( ) 6 Minggu

19 Mutu hedonik pada jus wortel menunjukan selama masa penyimpanan terjadi peningkatan mutu hedonik baik pada jus wortel organik maupun jus wortel non-organik, namun perubahan tersebut tidak signifikan (p>0,05) kecuali pada rasa manis minggu ke-6 yang menunjukan perubahan yang signifikan (p<0,05). Rasa manis pada jus wortel organik dan non-organik ini mempunyai korelasi yang sangat nyata (p<0,01) terhadap total gula pada uji kimia. Hal ini berarti rasa manis pada jus wortel organik maupun non-organik sangat dipengaruhi oleh gula yang ada pada wortel tersebut. Setiap pengujian terlihat semua unsur mutu hedonik pada jus wortel organik mempunyai mutu yang lebih baik dibandingkan jus wortel non-organik, terlihat dari tingkatannya yang selalu menunjukan angka yang lebih tinggi pada jus wortel organik. Pada Uji deskriptif perbandingan jus wortel organik dan jus wortel nonorganik terlihat bahwa jus wortel organik lebih tinggi mutu hedoniknya dibandingkan jus wortel non-organik. Nilai tingkat mutu hedonik jus wortel organik terlihat lebih tinggi kecuali pada aspek rasa pahit yang tingkatannya lebih rendah dibandingkan jus wortel non-organik. Berikut deskripsi perbedaan mutu hedonik pada jus wortel organik dan jus wortel non-organik pada minggu 0, 3 dan 6 yang disajikan pada gambar 18. Minggu Deskripsi Perbandingan Mutu Hedonik Jus Wortel Organik dan Wortel Non-Organik

20 Gambar 18. Deskripsi Perbandingan Mutu Hedonik Jus Wortel Organik dan Wortel Non-Organik Selama Masa Penyimpanan Keterangan : ( ) wortel organik ( ---- ) wortel non-organik Uji Hedonik Aroma Aroma lebih banyak berhubungan dengan indera pembau. Bau-bauan baru dapat dikenali bila molekul-molekul komponen bau tersebut harus sampai menyentuh silia sel olfaktori dan diteruskan ke otak. Sayuran wortel mempunyai aroma yang khas. Menurut Rubatzky dan Yamaguchi (1997) kantong minyak dalam ruang antarsel perisikel pada umbi wortel mengandung minyak esensial yang menyebabkan bau dan aroma yang khas pada wortel. Selain itu aroma atau bau banyak menentukan kelezatan bahan makanan. Penerimaan panelis terhadap aroma wortel organik dan wortel non-organik dapat dilihat pada gambar 19 dan gambar 20 untuk jus wortel organik dan non-organik.

21 Gambar 19. Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma pada wortel organik dan Wortel non-organik. Keterangan : 1= Amat sangat tidak suka, 2= sangat tidak suka, 3= tidak suka, 4= agak tidak suka, 5= suka tidak,tidak suka tidak (netral), 6= Agak suka, 7= suka, 8=Sangat suka, 9= Amat sangat suka Berdasarkan uji organoleptik, rata-rata daya terima panelis terhadap aroma wortel organik selama penyimpanan 0 hingga 6 minggu mengalami peningkatan pada minggu ke-6 menjadi agak suka, sedangkan pada minggu ke- 0 dan ke-3 tidak mengalami perubahan yaitu netral. Pada wortel non-organik tingkat kesukaan mengalami penurunan pada setiap pengamatan menjadi agak tidak suka pada pengamatan terakhir (minggu ke-6). Wortel organik selama masa penyimpanan mempunyai aroma yang lebih disukai dibandingkan wortel non-organik. Hasil uji Duncan s Multiple Range Test menunjukan bahwa tingkat kesukaan panelis antara aroma wortel organik dan wortel non-organik berbeda nyata (p<0,05) pada minggu ke-6, namun pada minggu ke-0 dan ke-3 tidak menunjukan perbedaan yang nyata. Perubahan tingkat kesukaan panelis selama masa penyimpanan pada wortel organik tidak berbeda nyata. Begitu pula pada wortel non-organik, yang tidak mengalami perbedaan yang nyata pada tingkat kesukaan selama masa penyimpanan kecuali pada minggu ke-6 menunjukan perubahan yang nyata (p<0,05). yang Berdasarkan uji korelasi Pearson menunjukan bahwa tingkat kesukaan panelis pada aroma wortel mempunyai hubungan searah yang nyata (p<0,05) dengan mutu hedonik aroma wortel. Hal ini berarti mutu aroma dari suatu wortel akan mempengaruhi tingkat kesukaan pada wortel tersebut, dimana semakin kuat aroma wortel maka semakin tinggi pula tingkat kesukaannya. Aroma Jus Wortel

22 Gambar 20. Tingkat kesukaan panelis terhadap aroma pada jus wortel organik dan jus Wortel non-organik. Pada jus wortel terlihat adanya tingkat kesukaan aroma pada jus wortel organik maupun jus wortel non-organik cenderung menurun yaitu dari minggu 0 ke minggu 3, dan meningkat kembali pada minggu ke-6. Namun perubahan tersebut tidak berbeda nyata (p>0,05) untuk wortel non-organik. Untuk wortel organik terjadi perbedaan yang nyata (p<0,05) hanya pada minggu ke-6. Aroma jus wortel organik lebih disukai oleh panelis dibandingkan dengan jus wortel nonorganik, dan secara statistik perbedaan kesukaan pada wortel organik dan nonorganik menunjukan perbedaan yang nyata (p<0,05). Aroma jus wortel akan mempengaruhi tingkat kesukaan panelis pada jus wortel yang menunjukan adanya korelasi positif yang nyata (p<0,05) antara tingkat kesukaan dengan mutu aroma jus wortel. Warna Parameter lain yang dapat digunakan untuk menilai suatu produk pangan adalah parameter warna. Bahan pangan yang memiliki warna yang menarik akan menimbulkan kesan yang positif, walaupun belum tentu memiliki rasa yang enak. Hasil organoleptik faktor warna selengkapnya disajikan pada lampiran 5, sedangkan nilai rata-ratanya dapat dilihat pada gambar 21 untuk penilaian terhadap kesukaan warna permukaan, dan gambar 22 untuk penilaian terhadap warna xylem atau bagian dalam wortel serta gambar 23 untuk penilaian kesukaan terhadap jus wortel. Warna Permukaan

23 Gambar 21. Tingkat kesukaan panelis terhadap warna permukaan pada wortel organik dan Wortel non-organik. Dapat dilihat pada gambar 21 hasil uji hedonik terhadap faktor warna permukaan wortel organik mengalami penurunan setiap pengujian. Pada saat 0 minggu maupun 3 minggu tingkat kesukaan panelis pada umumnya cenderung masuk dalam kategori agak suka dan menurun kearah netral pada minggu ke-6. Pada wortel non-organik tingkat kesukaan juga mengalami penurunan mulai dari minggu ke-0 yang masuk kategori agak suka kemudian menurun pada minggu ke-3 menjadi netral dan menurun kembali menjadi agak tidak suka pada minggu ke-6. Namun secara keseluruhan warna permukaan wortel organik cenderung lebih disukai dibandingkan wortel non-organik dengan perbedaan yang nyata (p<0,05). Berdasarkan uji korelasi Pearson menunjukan bahwa terdapat hubungan positif yang nyata (p<0,05) antara tingkat kesukaan warna permukaan wortel dengan mutu hedonik warna permukaan wortel. Hal ini menunjukan bahwa semakin tinggi mutu warna permukaan wortel maka semakin tinggi pula tingkat kesukaan pada warna permukaan wortel tersebut. Warna Xylem Tingkat kesukaan panelis terhadap warna xylem pada wortel organik dan wortel non-organik cenderung berada dalam kategori normal baik pada waktu 0 minggu, 3 minggu, maupun 6 minggu, dan tidak berbeda nyata (p>0,05) pada perbandingan antar wortel organik dan non-organik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tingkat kesukaan warna xylem pada wortel tidak dipengaruhi oleh jenis wortel. Hal ini juga sesuai dengan uji korelasi Pearson, yang menunjukan tidak

24 ada korelasi yang nyata (p>0,05) antara mutu hedonik warna xylem dengan tingkat kesukaan xylem pada wortel. Gambar 22. Tingkat kesukaan panelis terhadap warna xylem pada wortel organik dan Wortel non-organik. Warna pada Jus Wortel Gambar 23. Tingkat kesukaan panelis terhadap warna pada jus wortel organik dan jus wortel non-organik. Pada warna, jus wortel organik lebih disukai dibandingkan jus wortel nonorganik dan dapat dilihat bahwa jus wortel organik cenderung berada dalam kategori suka sedangkan jus wortel non-organik cenderung berada dalam kategori agak suka. Berdasarkan uji Duncan s Multiple Range Test menunjukan bahwa tingkat kesukaan panelis antara warna jus wortel organik dan jus wortel non-organik berbeda nyata (p<0,05) pada minggu ke-0, ke-3 dan ke-6. Namun berdasarkan uji korelasi Pearson menunjukan tidak adanya hubungan yang nyata (p>0,05) antara tingkat kesukaan dengan warna pada jus wortel.

25 Rasa Rasa Manis Berdasakan Uji Duncan s Multiple Range Test diketahui bahwa tingkat kesukaan panelis antara rasa manis wortel organik dan wortel non-organik berbeda nyata (p<0,05). Tingkat kesukaan rasa manis wortel organik lebih disukai dibandingkan rasa manis wortel non-organik. Dapat dilihat rasa manis wortel organik yang cenderung berada dalam kategori agak manis dan wortel non-organik yang berada dalam kategori netral. Tingkat kesukaan rasa manis mempunyai korelasi positif yang sangat nyata (p<0,01) terhadap mutu hedonik rasa manis. Hal ini menunjukan bahwa semakin manis rasa suatu wortel maka tingkat kesukaan terhadap rasa wortel tersebut semakin tinggi. Gambar 24. Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa manis pada wortel organik dan wortel non-organik. Rasa Pahit Rasa pahit pada wortel disebabkan adanya terpenoids. Selama penyimpanan terjadi peningkatan kadar terpenoids, sehingga menyebabkan rasa pahit pada wortel meningkat. Selain itu menurut Suojala (2000), Etilen yang dihasilkan selama penyimpanan juga dapat menurunkan mutu organoleptik wortel. Karena zat ini dapat merangsang sintesis komponen fenolik yang kadang dapat menyebabkan rasa pahit pada wortel. Berikut disajikan tingkat kesukaan terhadap rasa pahit pada wortel organik dan wortel non-organik.

26 Gambar 25. Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa pahit pada wortel organik dan wortel non-organik. Dari diagram batang dapat dilihat bahwa wortel non-organik memiliki tingkat kesukaan yang lebih rendah dibandingkan wortel organik walaupun tidak berbeda nyata (p>0,05). Tingkat kesukaan wortel organik dan wortel non-organik berada disekitar wilayah agak tidak suka. Berdasarkan uji korelasi Pearson menunjukan tidak ada korelasi yang nyata (p>0,05) antara tingkat kesukaan panelis dengan mutu hedonik rasa pahit pada wortel, sehingga rasa pahit tidak mempengaruhi tingkat kesukaan panelis. Rasa Manis Pada Jus Wortel Pada jus wortel, tingkat kesukaan rasa manis meningkat baik pada jus wortel organik maupun jus wortel non-organik pada setiap pengamatan. Namun peningkatannya tidak signifikan (p>0,05). Jus wortel organik lebih disukai dibanding jus wortel non-organik, terlihat dari tingkat kesukaan jus wortel organik yang berada dalam kategori agak suka, sedangkan jus wortel non-organik berada dalam kategori netral. Tingkat kesukaan rasa manis pada jus wortel mempunyai korelasi positif yang sangat nyata (p<0,01) terhadap mutu hedonik rasa manis jus wortel. Hal ini menunjukan bahwa semakin manis rasa suatu jus wortel maka tingkat kesukaan terhadap rasa jus wortel tersebut semakin tinggi.

27 Gambar 26. Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa manis pada jus wortel organik dan jus wortel non-organik. Rasa Pahit Pada Jus Wortel Gambar 27. Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa pahit pada jus wortel organik dan jus wortel non-organik. Rasa pahit pada jus wortel non-organik lebih terasa dibandingkan dengan jus wortel organik. Hal ini terlihat dari tingkat kesukaan jus wortel non-organik yang berada pada kategori agak tidak suka sedangkan tingkat kesukaan jus wortel organik berada dalam kategori normal. Berdasarkan Uji Duncan s Multiple Range Test diketahui bahwa tingkat kesukaan panelis antara rasa pahit jus wortel organik dan jus wortel non-organik berbeda nyata (p<0,05). Namun berdasarkan uji korelasi Pearson menunjukan tidak ada korelasi yang nyata (p>0,05) antara tingkat kesukaan panelis dengan mutu hedonik rasa pahit pada jus wortel, sehingga rasa pahit tidak mempengaruhi tingkat kesukaan panelis terhadap rasa pahit jus wortel. Kerenyahan dan Kekerasan Kerenyahan pada wortel organik relatif meningkat selama masa penyimpanan. Namun pada wortel non-organik kerenyahan cenderung menurun

28 dari waktu ke waktu. Pada minggu ke-0 tingkat kesukaan terhadap kerenyahan pada wortel non-organik lebih tinggi dibandingkan wortel organik namun pada minggu ke-3 mempunyai tingkat kesukaan yang sama dan pada minggu ke-6 tingkat kesukaan terhadap kerenyahan wortel organik lebih tinggi dibandingkan wortel non-organik. Hal ini disebabkan menurunnya kekerasan wortel nonorganik yang nyata, dan sesuai dengan uji tekstur yang menunjukan penurunan kekerasaan yang nyata pada wortel non-organik sehingga daging wortel menjadi lebih empuk atau lunak. Gambar 28. Tingkat kesukaan panelis terhadap kerenyahan pada wortel organik dan wortel non-organik. Tingkat kesukaan pada uji kekerasan memberikan hasil yang sama dengan uji kerenyahan. Pada minggu ke-0 wortel non-organik mempunyai tingkat kesukaan dengan kategori agak suka sedangkan untuk wortel organik berada dalam kategori netral. Pada minggu ke-6 tingkat kesukaan wortel organik dan wortel non-organik sama yaitu netral, kemudian pada minggu ke-6 wortel organik menjadi lebih disukai dibandingkan wortel non-organik. Gambar 29. Tingkat kesukaan panelis terhadap kekerasan pada wortel organik dan wortel non-organik. Namun berdasarkan uji korelasi Pearson menunjukan korelasi yang tidak nyata (p>0,05) antara tingkat kesukaan dengan mutu hedonik pada kerenyahan

29 maupun pada kekerasan wortel. Hal ini dapat dikatakan bahwa kerenyahan dan kekerasan tidak mempengaruhi tingkat kesukaannya. Juiceness Juiceness merupakan banyaknya cairan yang dikeluarkan ketika mengunyah atau menggigit suatu bahan pangan (Szymczak 2007). Dari hasil uji hedonik, panelis menyukai sifat juiceness pada wortel organik dibandingkan wortel non-organik. Hal ini disebabkan kandungan air pada wortel organik lebih banyak dibandingkan wortel non-organik. Sifat juiceness pada wortel organik berada dalam kategori netral sedangkan untuk worel non-organik masuk ke dalam kategori agak tidak suka. Gambar 30. Tingkat kesukaan panelis terhadap sifat juiceness pada wortel organik dan Wortel non-organik. Namun berdasarkan uji korelasi Pearson menunjukan korelasi yang tidak nyata (p>0,05) antara tingkat kesukaan dengan mutu hedonik pada sifat juiceness wortel. Hal ini dapat dikatakan bahwa sifat juiceness tidak mempengaruhi tingkat kesukaannya. Kekentalan Pada komposisi perbandingan wortel dan air yang sama, kekentalan pada jus wortel organik relatif lebih disukai dibandingkan jus wortel non-organik. Terlihat jus wortel organik yang selalu berada dalam kategori agak suka sedangkan jus wortel non-organik relatif berada dalam kategori netral. Menurut hasil uji Duncan s Multiple Range Test menunjukan bahwa tingkat kesukaan panelis antara kekentalan jus wortel organik dan wortel nonorganik berbeda nyata (p<0,05). Hal ini menunjukan wortel organik dapat memberikan kepekatan yang lebih tinggi pada sifat jus dibandingkan wortel nonorganik. Namun berdasarkan korelasi Pearson menunjukan tidak ada perbedaan

30 yang nyata (p>0,05) antara kekentalan jus wortel dengan tingkat kesukaan panelis. Gambar 31. Tingkat kesukaan panelis terhadap kekentalan pada jus wortel organik dan jus wortel non-organik. Penerimaan Umum Penerimaan umum merupakan penerimaan secara keseluruhan sifat organoleptik dari suatu bahan pangan, dalam hal ini adalah wortel organik dan wortel non-organik. Tingkat kesukaan panelis secara keseluruhan terhadap wortel organik berbeda nyata (p<0,05) dibandingkan wortel non-organik, dimana panelis lebih menyukai wortel organik pada setiap pengamatan. Adapun sifat organoleptik yang secara nyata dapat menentukan penerimaan umum panelis terhadap wortel adalah aroma, warna permukaan dan rasa manis, karena ketiga sifat tersebut mempunyai korelasi positif yang nyata antara tingkat kesukaan dan mutu hedoniknya. Tingkat kesukaan wortel organik cenderung mengalami penurunan yang tidak berbeda nyata (p>0,05) dari waktu ke waktu, namun masih berada dalam daerah kategori agak suka. Begitu pula tingkat kesukaan pada wortel nonorganik yang mengalami penurunan yang tidak nyata pada minggu ke-0 dan minggu ke-3, namun terjadi penurunan yang nyata (p<0,05) pada minggu ke-6.

31 Gambar 32. Tingkat kesukaan panelis terhadap penerimaan umum pada wortel organik dan Wortel non-organik. Gambar 33. Tingkat kesukaan panelis terhadap penerimaan umum pada jus wortel organik dan jus wortel non-organik. Tingkat kesukaan panelis secara secara keseluruhan terhadap jus wortel organik berbeda nyata (p<0,05) dibandingkan jus wortel non-organik, dimana panelis lebih menyukai jus wortel organik yang terlihat dari tingkat kesukaan jus wortel organik berada pada kategori suka kecuali pada minggu ke-3 yang mempunyai tingkat kesukaan agak suka. Namun pada wortel non-organik relatif pada kategori agak suka. Pada jus wortel, sifat organoleptik yang secara nyata dapat menentukan penerimaan umum panelis adalah aroma, warna permukaan dan rasa manis, karena ketiga sifat tersebut mempunyai korelasi positif yang nyata antara tingkat kesukaan dan mutu hedoniknya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Konsentrasi KMnO 4 Terhadap Susut Berat Hasil sidik ragam pada lampiran 3a, bahwa pemberian KMnO 4 berpengaruh terhadap susut berat cabai merah berbeda nyata

Lebih terperinci

FISIK DAN KIMIA SERTA MUTU ORGANOLEPTIK PADA WORTEL

FISIK DAN KIMIA SERTA MUTU ORGANOLEPTIK PADA WORTEL KANDUNGAN β-karoten, SIFAT FISIK DAN KIMIA SERTA MUTU ORGANOLEPTIK PADA WORTEL (Daucus carota L.) ORGANIK DAN NON-ORGANIK SELAMA PENYIMPANAN SUHU DINGIN ASTARI APRIANTINI DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan mutu yang diamati selama penyimpanan buah manggis meliputi penampakan sepal, susut bobot, tekstur atau kekerasan dan warna. 1. Penampakan Sepal Visual Sepal atau biasa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN 1. Karakterisasi Wortel Segar Nilai gizi suatu produk makanan merupakan faktor yang sangat rentan terhadap perubahan perlakuan sebelum, selama, dan sesudah

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN PENDAHULUAN Dari penelitian pendahuluan diperoleh bahwa konsentrasi kitosan yang terbaik untuk mempertahankan mutu buah markisa adalah 1.5%. Pada pengamatan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat

BAHAN DAN METODE. Waktu dan Tempat BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2008 sampai bulan Januari 2009. Penelitian mengambil tempat di Laboratorium organoleptik lantai 3, Departemen Gizi Masyarakat,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. WARNA KULIT BUAH Selama penyimpanan buah pisang cavendish mengalami perubahan warna kulit. Pada awal pengamatan, buah berwarna hijau kekuningan dominan hijau, kemudian berubah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan diawali dengan melakukan uji terhadap buah salak segar Padangsidimpuan. Buah disortir untuk memperoleh buah dengan kualitas paling

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 9. Pola penyusunan acak IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Penyusunan Buah Dalam Kemasan Terhadap Perubahan Suhu Penelitian ini menggunakan dua pola penyusunan buah tomat, yaitu pola susunan acak dan pola susunan teratur. Pola

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN LAJU RESPIRASI DENGAN PERLAKUAN PERSENTASE GLUKOMANAN Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah melon yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Suhu Suhu merupakan faktor yang sangat penting untuk memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kesegaran buah. Pada suhu dingin aktivitas metabolisme menjadi lambat sehingga

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Organoleptik Bakso Ikan Nila Merah Uji organoleptik mutu sensorik yang dilakukan terhadap bakso ikan nila merah yang dikemas dalam komposisi gas yang berbeda selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Pengawetan dengan suhu rendah bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan metabolisme. Hal ini dilakukan berdasarkan fakta bahwa respirasi pada buah dan sayuran tetap

Lebih terperinci

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus

molekul kasein yang bermuatan berbeda. Kondisi ph yang asam menyebabkan kalsium dari kasein akan memisahkan diri sehingga terjadi muatan ion dalam sus Populasi Kultur Starter HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Perhitungan populasi dilakukan untuk mendapatkan kultur starter yang terbaik dari segi jumlah maupun kualitasnya. Pada tahap pendahulan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN MBAHASAN A. SUSUT BOBOT Perubahan susut bobot seledri diukur dengan menimbang bobot seledri setiap hari. Berdasarkan hasil pengukuran selama penyimpanan, ternyata susut bobot seledri mengalami

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Konsentrasi O dan CO dalam Kemasan mempunyai densitas antara.915 hingga.939 g/cm 3 dan sebesar,9 g/cm 3, dimana densitas berpengaruh terhadap laju pertukaran udara

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. selai adalah buah yang masak dan tidak ada tanda-tanda busuk. Buah yang

BAB I PENDAHULUAN. selai adalah buah yang masak dan tidak ada tanda-tanda busuk. Buah yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah-buahan merupakan bahan pangan sumber vitamin. Buah cepat sekali rusak oleh pengaruh mekanik, kimia dan mikrobiologi sehingga mudah menjadi busuk. Oleh karena itu,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum

HASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Pemanenan buah jeruk dilakukan dengan menggunakan gunting. Jeruk yang dipanen berasal dari tanaman sehat yang berumur 7-9 tahun. Pada penelitian ini buah jeruk yang diambil

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau. IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menjelaskan mengenai : (4.1) Penelitian Pendahuluan, dan (4.2) Penelitian Utama. 4.1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan lama

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pertanian Organik. Kandungan Gizi Pangan Organik

TINJAUAN PUSTAKA. Pertanian Organik. Kandungan Gizi Pangan Organik TINJAUAN PUSTAKA Pertanian Organik Pertanian organik merupakan usaha budidaya pertanian yang hanya menggunakan bahan-bahan alami, baik yang diberikan melalui tanah maupun yang langsung kepada tanaman atau

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar air kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 0,331"

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. SUSUT BOBOT Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan mutu tomat. Perubahan terjadi bersamaan dengan lamanya waktu simpan dimana semakin lama tomat disimpan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tomat termasuk buah klimaterik dimana terjadi peningkatan proses

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Tomat termasuk buah klimaterik dimana terjadi peningkatan proses BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Tomat termasuk buah klimaterik dimana terjadi peningkatan proses respirasi setelah pemanenan. Klimakterik menghasilkan etilen lebih banyak sehingga mempercepat terjadinya

Lebih terperinci

Karakteristik mutu daging

Karakteristik mutu daging Karakteristik mutu daging Oleh: Elvira Syamsir (Tulisan asli dalam Kulinologi Indonesia edisi Maret 2011) Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik dan digunakan konsumen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Total Fenolat Senyawa fenolat merupakan metabolit sekunder yang banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan, termasuk pada rempah-rempah. Kandungan total fenolat dendeng sapi yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Laju Respirasi Respirasi merupakan proses metabolisme oksidatif yang mengakibatkan perubahan-perubahan fisikokimia pada buah yang telah dipanen.

Lebih terperinci

UJI ORGANOLEPTIK DAN DAYA SIMPAN SELAI GULMA KROKOT

UJI ORGANOLEPTIK DAN DAYA SIMPAN SELAI GULMA KROKOT UJI ORGANOLEPTIK DAN DAYA SIMPAN SELAI GULMA KROKOT (Portulaca oleracea) DENGAN PENAMBAHAN AIR PERASAN TEBU (Saccharum officinarum L.) DENGAN PERBANDINGAN YANG BERBEDA NASKAH PUBLIKASI Diajukan Oleh: RUSTONI

Lebih terperinci

MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH

MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH MUTU ORGANOLEPTIK DAN KIMIAWI STIK RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii DENGAN FORTIFIKASI TEPUNG UDANG REBON (Mysis sp.) ARTIKEL JURNAL OLEH WINAWANTI S. AMRULLAH NIM. 632 410 030 UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan bahan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan fungsinya tidak pernah digantikan oleh senyawa lain. Sebuah molekul air terdiri dari sebuah atom

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan suatu produk minuman atau jajanan tradisional yang

PENDAHULUAN. Es lilin merupakan suatu produk minuman atau jajanan tradisional yang 14 PENDAHULUAN Latar Belakang Es lilin merupakan suatu produk minuman atau jajanan tradisional yang masih digemari dari setiap kalangan baik orang dewasa maupun anak-anak, karena es lilin mempunyai rasa

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada

KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN. Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN Hasil penelitian menunjukkan bahwa subtitusi pati ganyong pada dodol susu kambing mampu meningkatkan kualitas organoleptik, meningkatkan kadar lemak, dan kadar total karbohidrat.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Proksimat Fillet Gurami Komponen penting dari komposisi kimia ikan adalah protein dan lemak. Ikan gurami mengandung 75-80% protein dan 6-9% lemak (basis kering) (Tabel 3).

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pendahuluan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian ini dilakukan percobaan pembuatan emulsi lilin dan pelapisan lilin terhadap buah sawo dengan konsentrasi 0%, 2%,4%,6%,8%,10%, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat

BAB I PENDAHULUAN. berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan dan perkembangan merupakan dua proses yang berjalan berdampingan. Kedua proses ini menjadi penting karena dapat mempengaruhi seseorang di saat mereka dewasa.

Lebih terperinci

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI

KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI KERUSAKAN BAHAN PANGAN TITIS SARI 1 Sebagian besar dikonsumsi dalam bentuk olahan Pengolahan : Menambah ragam pangan Perpanjang masa simpan bahan pangan Bahan Pangan 2 Komponen Utama Penyusun Bahan Pangan

Lebih terperinci

PAPER BIOKIMIA PANGAN

PAPER BIOKIMIA PANGAN PAPER BIOKIMIA PANGAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengemasan Buah Nanas Pada penelitian ini dilakukan simulasi transportasi yang setara dengan jarak tempuh dari pengumpul besar ke pasar. Sebelum dilakukan simulasi transportasi,

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN Latar Belakang

1. PENDAHULUAN Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Buah merupakan bahan pangan yang bersifat mudah rusak (perishable) sehingga perlu diolah untuk memperpanjang umur simpannya. Buah memiliki kandungan vitamin yang tinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Rataan Nilai Warna (L, a, b dan HUE) Dendeng Sapi dengan Metode Perlakuan Curing yang Berbeda HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Warna Dendeng Sapi Warna merupakan salah satu indikator fisik yang dapat mempengaruhi konsumen terhadap penerimaan suatu produk. Derajat warna menunjukkan tingkat warna

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Uji Organoleptik Yoghurt Sapi Dan Yoghurt Kambing

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Uji Organoleptik Yoghurt Sapi Dan Yoghurt Kambing Tingkat Kesukaam (Warna) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Uji Organoleptik Yoghurt Sapi Dan Yoghurt Kambing 4.1.1. Warna Warna merupakan salah satu parameter fisik suatu bahan pangan yang penting. Kesukaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menghasilkan bau, sebagai zat harus bersifat menguap. Dua zat atau. atau saling menutupi (Setyaningsih, dkk., 2010).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menghasilkan bau, sebagai zat harus bersifat menguap. Dua zat atau. atau saling menutupi (Setyaningsih, dkk., 2010). IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Organoleptik 1. Aroma Bau atau aroma merupakan sifat sensori yang paling sulit untuk diklasifikasikan dan dijelaskan karena ragamnya yang begitu besar, agar menghasilkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf 4.1.1 Daya Ikat Air Meatloaf Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang rawan ayam terhadap daya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal

HASIL DAN PEMBAHASAN. Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal HASIL DAN PEMBAHASAN Laju Respirasi Wortel Terolah Minimal cold chaín Perubahan laju produksi CO 2 pada wortel terolah minimal baik pada wortel utuh (W1) maupun irisan wortel (W2) pada penelitian pendahuluan

Lebih terperinci

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman,

Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman, Beberapa ciri yang membedakan antara bahan baku agroindustri dengan bahan baku industri lain antara lain : bahan baku agroindustri bersifat musiman, bulky/voluminous/menghabiskan banyak tempat, sangat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran

I. PENDAHULUAN. Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kabupaten Lampung Barat merupakan salah satu kabupaten penghasil sayuran terbesar di Provinsi Lampung. Terdapat 4 kecamatan yang merupakan penghasil sayuran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah

BAB I PENDAHULUAN. Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kabupaten Kendal terkenal dengan sentra pertanian, salah satunya adalah budidaya jambu biji. Jambu biji jenis getas merah (Psidium guajava Linn) merupakan jenis jambu

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Kadar Air Kulit Manggis Kadar air merupakan salah satu parameter penting yang menentukan mutu dari suatu produk hortikultura. Buah manggis merupakan salah satu buah yang mempunyai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. DOSIS DAN KEMASAN BAHAN PENYERAP Penentuan dosis dilakukan untuk memperoleh dosis zeolit yang paling optimal sebagai bahan penyerap etilen dalam penyimpanan buah salak pondoh

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) TINJAUAN PUSTAKA Tanaman dan Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk buah eksotik yang digemari oleh konsumen baik di dalam maupun luar negeri, karena rasanya yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci

Sifat Sensoris (Sensory Properties)

Sifat Sensoris (Sensory Properties) Analisis Sifat Sensoris Bahan Pangan By. Jaya Mahar Maligan Laboratorium Nutrisi Pangan dan Hasil Pertanian Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Jurusan Teknologi Hasil Pertanian FTP - UB 2016 Sifat

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjadi permasalahan yang dihadapi oleh para peternak. Faktor penghambat. kemarau terjadi kekurangan hijauan pakan ternak.

I. PENDAHULUAN. menjadi permasalahan yang dihadapi oleh para peternak. Faktor penghambat. kemarau terjadi kekurangan hijauan pakan ternak. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang berpotensi besar untuk penyediaan hijauan pakan, namun sampai saat ini ketersedian hijauan pakan ternak masih menjadi permasalahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penentuan Laju Respirasi dengan Perlakuan Persentase Glukomanan Proses respirasi sangat mempengaruhi penyimpanan dari buah sawo yang terolah minimal, beberapa senyawa penting

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia. Salah satu genus umbi-umbian yaitu genus Dioscorea atau

BAB I PENDAHULUAN. seperti Indonesia. Salah satu genus umbi-umbian yaitu genus Dioscorea atau BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman umbi-umbian dapat tumbuh di daerah yang beriklim tropis seperti Indonesia. Salah satu genus umbi-umbian yaitu genus Dioscorea atau uwi-uwian. Genus Dioscorea

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Organoleptik Ikan Layang Data hasil penelitian pengaruh konsentrasi belimbing terhadap nilai organoleptik ikan layang dapat dilihat pada Lampiran 2. Histogram hasil

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian PENDAHULUAN Latar Belakang Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis makanan. Pengolahan buahbuahan bertujuan selain untuk memperpanjang

Lebih terperinci

KANDUNGAN VITAMIN C DAN UJI ORGANOLEPTIK FRUITHGURT KULIT BUAH SEMANGKA DENGAN PENAMBAHAN GULA AREN DAN KAYU SECANG NASKAH PUBLIKASI

KANDUNGAN VITAMIN C DAN UJI ORGANOLEPTIK FRUITHGURT KULIT BUAH SEMANGKA DENGAN PENAMBAHAN GULA AREN DAN KAYU SECANG NASKAH PUBLIKASI KANDUNGAN VITAMIN C DAN UJI ORGANOLEPTIK FRUITHGURT KULIT BUAH SEMANGKA DENGAN PENAMBAHAN GULA AREN DAN KAYU SECANG NASKAH PUBLIKASI Disusun oleh: WIDYA AGUSTINA A 420 100 076 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bahan dalam pembuatan selai adalah buah yang belum cukup matang dan

BAB I PENDAHULUAN. bahan dalam pembuatan selai adalah buah yang belum cukup matang dan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi pangan semakin maju seiring dengan perkembangan zaman. Berbagai inovasi pangan dilakukan oleh beberapa industry pengolahan pangan dalam menciptakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Ketebalan dan Rendemen pada Nata

4. PEMBAHASAN 4.1. Karakteristik Fisik Ketebalan dan Rendemen pada Nata 4. PEMBAHASAN Nata merupakan senyawa selulosa yang dihasilkan dari fermentasi substrat dengan bantuan mikroba yaitu Acetobacter xylinum. Selama proses fermentasi untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dari A.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pati bahan edible coating berpengaruh terhadap kualitas stroberi (Fragaria x

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pati bahan edible coating berpengaruh terhadap kualitas stroberi (Fragaria x 57 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Jenis Pati Bahan Edible Coating terhadap Kualitas Stroberi (Fragaria x ananassa) Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa jenis pati bahan

Lebih terperinci

1989).Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500ml. balik. Didihkan selama 30 menit dan kadang kala digoyang- goyangkan.

1989).Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500ml. balik. Didihkan selama 30 menit dan kadang kala digoyang- goyangkan. Penentuan kadar serat kasar Kadar serat kasar dianalisa dengan menggunakan metode Sudarmadji dkk, 1989).Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500ml kemudian ditambahkan 200 ml H 2 SO4

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR PENGARUH LAMA PENYIMPANAN DAGING RAJUNGAN (Portunus pelagicus) REBUS PADA SUHU KAMAR Sri Purwaningsih 1, Josephine W 2, Diana Sri Lestari 3 Abstrak Rajungan (Portunus pelagicus) merupakan hasil laut yang

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Udang merupakan salah satu komoditi hasil perikanan yang banyak digemari oleh masyarakat karena selain rasanya enak juga merupakan sumber protein hewani. Kandungan protein

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Konsentrasi Usar Tempe 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Air (%) Tempe Dengan Penambahan Tepung Belut dan Variasi Purata kadar air (% ± SE) tempe dengan penambahan tepung belut dan variasi usar tempe berkisar antara 60,37 ±

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan,

BAB I PENDAHULUAN. makanan sangat terbatas dan mudah rusak (perishable). Dengan pengawetan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penggunaan pengawet berbahaya dalam bahan makanan seperti ikan dan daging menjadi permasalahan serius yang dihadapi oleh pemerintah. Penggunaan bahan pengawet

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Kualitas Kimia pada Yoghurt dengan Penambahan Ekstrak Buah Jambu Biji Bangkok (Psidium guajava L.) Rerata hasil analisis statistik untuk uji kualitas kimia yang meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu

BAB I PENDAHULUAN. (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu BAB I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Sosis Sapi HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Sosis Sapi Nilai ph Sosis Sapi Substrat antimikroba yang diambil dari bakteri asam laktat dapat menghasilkan senyawa amonia, hidrogen peroksida, asam organik (Jack

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2)

I. PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan Penentuan Konsentrasi Mikroenkapsulan

4. PEMBAHASAN 4.1. Penelitian Pendahuluan Penentuan Konsentrasi Mikroenkapsulan 4. PEMBAHASAN Pada penelitian ini, dilakukan pembuatan minuman serbuk instan campuran sari buah jambu biji merah dan wortel dengan menggunakan alat pengering semprot/ spary dryer. Komponen-komponen nutrisi

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia bayi dibawah tiga tahun merupakan fase emas pertumbuhan yang harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. Winarno dan Rika

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Formulasi Minuman Sari Buah Duwet Tahap pertama dari penelitian ini adalah pembuatan minuman sari buah dengan bahan dasar buah duwet. Pembuatan minuman sari buah dilakukan berdasarkan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK

PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK PENGARUH PENAMBAHAN SUKROSA DAN GLUKOSA PADA PEMBUATAN PERMEN KARAMEL SUSU KAMBING TERHADAP SIFAT KIMIA, MIKROBIOLOGI DAN ORGANOLEPTIK (Laporan Penelitian) Oleh RIFKY AFRIANANDA JURUSAN TEKNOLOGI HASIL

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Bakso merupakan salah satu produk olahan daging khas Indonesia, yang banyak digemari oleh semua lapisan masyarakat dan mempunyai nilai gizi yang tinggi karena kaya akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung 83-87,5 g air; 3,3 4,9 g protein dan; 4 7,3 g lemak. Susu kambing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung 83-87,5 g air; 3,3 4,9 g protein dan; 4 7,3 g lemak. Susu kambing 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Kambing Susu kambing menurut hasil penelitian dalam Sodiq dan Abidin (2008) mengandung 83-87,5 g air; 3,3 4,9 g protein dan; 4 7,3 g lemak. Susu kambing dapat dikonsumsi

Lebih terperinci

3. PEMBAHASAN 3.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Bayam

3. PEMBAHASAN 3.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Bayam 3. PEMBAHASAN 3.1.Karakteristik Fisik Mi Jagung Bayam Pada pengujian fisik mi bayam yang dilakukan meliputi tensile strength dan warna. Salah satu kriteria yang utama pada mi adalah tekstur. Tekstur mi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGERINGAN BEKATUL Proses pengeringan bekatul dilakukan dengan pengering rak karena cocok untuk bahan padat, suhu udara dapat dikontrol, dan terdapat sirkulator udara. Kipas

Lebih terperinci

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Force (Gf) V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.2 Tekstur Tekstur merupakan parameter yang sangat penting pada produk cookies. Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Tekstur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pengamatan dilakukan terhadap sifat fisik (uji lipat), organoleptik (uji hedonik), uji skoring dan analisis kimia (Pb). 1.1 Uji Lipat Uji lipat (folding test) merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kuning atau merah (Prajnanta, 2003).

I. PENDAHULUAN. kuning atau merah (Prajnanta, 2003). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semangka (Citrullus vulgaris Schard.) merupakan buah yang digemari masyarakat Indonesia karena rasanya manis, renyah, dan kandungan airnya banyak, kulitnya keras dapat

Lebih terperinci