HASIL DAN PEMBAHASAN. Tepung Sorghum. Tepung sorghum yang dihasilkan dianalisis sifat fisik, sifat fungsional dan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Tepung Sorghum. Tepung sorghum yang dihasilkan dianalisis sifat fisik, sifat fungsional dan"

Transkripsi

1 sifat kimianya. HASIL DAN PEMBAHASAN Tepung Sorghum Tepung sorghum yang dihasilkan dianalisis sifat fisik, sifat fungsional dan Sifat Fisik Tepung Sorghum Sifat fisik tepung sorghum yang dianalisis meliputi densitas kamba, derajat putih dan ph. Hasil selengkapnya disajikan pada Tabel 3, sedangkan tampilan tepung sorghum disajikan pada Gambar 7. Tabel 3. Sifat fisik tepung sorghum dan pembandingnya Sifat fisik Jenis tepung Sorghum Terigu Densitas kamba 0.79 g/ml 0.74 g/ml * Derajat putih % 70 % ** ph ** * Muchtadi dan Sugiono (1989) ** Marahastuti (1993) Gambar 7. Tepung sorghum Densitas Kamba. Densitas kamba adalah massa partikel yang menempati suatu unit volume tertentu. Berdasarkan hasil pengukuran, tepung sorghum mempunyai nilai densitas kamba sebesar 0.79 g/ml. Tabel 3 menunjukkan nilai densitas kamba tepung sorghum tidak jauh berbeda dengan densitas kamba tepung terigu. Nilai densitas kamba dari berbagai pangan berbentuk bubuk umumnya antara g/ml (Wirakartakusumah et al 1992). Densitas kamba merupakan salah satu sifat fisik bahan yang dinyatakan dalam satuan g/ml. Suatu bahan dinyatakan kamba jika nilai densitas kambanya kecil, berarti untuk berat yang ringan dibutuhkan ruang (volume) besar (Anwar 1990). Menurut Wirakartakusumah et al (1992), densitas kamba dari pangan

2 28 berbentuk bubuk tergantung dari pengaruh faktor-faktor yang saling berhubungan seperti intensitas gaya tarik menarik antar partikel dan ukuran partikel. Derajat Putih. Derajat putih suatu bahan merupakan daya memantulkan cahaya dari bahan tersebut terhadap cahaya yang mengenai permukaan (BPPIS 1989). Hasil pengukuran derajat putih pada tepung sorghum adalah %. Secara visual, nilai tersebut ditunjukkan oleh warna tepung yang coklat muda. Nilai derajat putih tepung sorghum jauh lebih kecil dari pada derajat putih tepung terigu. Nilai derajat putih tepung terigu 70% ditunjukkan oleh warna tepung terigu yang putih. Nilai derajat putih pada tepung sorghum berkaitan dengan lapisan zat warna yang terdapat pada sorghum yang disebut dengan testa. Warna testa ini berwarna coklat (Wall dan Ross 1970), sehingga mempengaruhi warna tepung sorghum menjadi berwarna coklat muda. Nilai ph. Berdasarkan hasil analisis, tepung sorghum memiliki nilai ph sebesar 6.14, lebih tinggi dibandingkan ph tepung terigu (5.63). Nilai ph pada bahan pangan berkisar antara 3 sampai 8. Nilai ph dapat mengindikasi ada tidaknya aktifitas mikroorganisme maupun enzim pada bahan pangan. Nilai ph yang asam menunjukkan adanya aktifitas mikroorganisme maupun enzim pada bahan pangan tersebut (Winarno 2008). Data hasil analisis sifat fisik tepung sorghum dapat dilihat pada Lampiran 6. Sifat Fungsional Tepung Sorghum Analisis sifat fungsional tepung sorghum yang dilakukan meliputi daya serap air dan daya serap minyak. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Sifat fungsional tepung sorghum dan pembandingnya Sifat fungsional Jenis Tepung Sorghum (%) Terigu (%)** Daya serap air Daya serap minyak ** Marahastuti (1993) Daya Serap Air. Menunjukkan daya penyerapan tepung terhadap air pada suhu kamar. Daya serap air ini diantaranya dipengaruhi oleh kadar air, ukuran partikel, prositas dan perbedaan kandungan kimia bahan (Mulyandari 1992). Daya serap air tepung sorghum sebesar 1.51%. Artinya setiap 1 g bahan dapat menyerap

3 29 air sebanyak g. Daya serap air tepung sorghum lebih kecil dibandingkan tepung terigu. Daya serap air ini berkaitan dengan komposisi amilosa dan amilopektin pati dari tepung sorghum. Kadar amilosa sorghum sekitar %, sisanya adalah amilopektin. Rendahnya kadar amilosa tepung sorghum, menyebabkan nilai pengembangan volume akan semakin rendah. Hal itu karena dengan kadar amilosa yang tinggi maka akan menyerap air lebih banyak sehingga pengembangan volume juga semakin besar, begitu pula sebaliknya (Yuli 2009). Daya serap air juga berhubungan degan kandungan protein bahan pangan. Daya serap air yang tinggi penting peranannya untuk pembuatan produk olahan yang membutuhkan pengembangan adonan. Menurut Fardiaz, Andarwulan, Wijaya dan Puspitasari (1992), hal ini berkaitan dengan kemampuan tepung untuk menyerap dan menahan sejumlah air sampai batas maksimal tanpa pencampuran bahan tambahan guna pengembangan adonan. Sehingga tepung sorghum cocok dipakai sebagai bahan baku dalam pembuatan produk yang tidak membutuhkan pengembangan. Daya Serap Minyak. Hasil analisis menunjukkan daya serap minyak pada tepung sorghum adalah 0.98%. Artinya setiap 1 g bahan dapat menyerap minyak sebanyak g. Nilai ini lebih rendah dari pada nilai daya serap minyak pada tepung terigu. Daya serap minyak yang rendah pada tepung sorghum menunjukkan sulitnya minyak diserap oleh tepung sorghum, sehingga diperlukan waktu yang lama untuk proses penggorengan. Nilai daya serap minyak yang tinggi menunjukkan bahwa bahan tersebut lebih mudah dicampur dengan minyak (Purwani et al, 1996). Data hasil sifat fungsional tepung sorghum dapat dilihat pada Lampiran 5. Sifat Kimia Tepung Sorghum Sifat kimia tepung sorghum meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, kadar zat besi, kadar serat pangan (total serat pangan, serat pangan larut dan serat pangan tidak larut) dan bioavailabilitas zat besi. Hasil analisis sifat kimia tepung sorghum dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Sifat kimia tepung sorghum dan pembandingnya Kandungan Zat gizi Tepung Sorghum Tepung terigu (b/k) (%) (b/k) %* Kadar air Kadar abu

4 30 Kandungan Zat gizi Tepung Sorghum Tepung terigu (b/k) (%) (b/k) %* Kadar protein Kadar lemak Kadar karbohidrat Kadar serat pangan larut Kadar serat pangan tidak larut Kadar serat pangan total Kadar zat Fe *USDA (2009) Kadar Air. Air merupakan komponen penting dalam bahan pangan, karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta cita rasa pangan. Kandungan air dalam bahan pangan juga menentukan acceptability, kesegaran dan daya tahan bahan tersebut (Winarno 2008). Kadar air pada tepung sorghum adalah 11.20%, kadar air tepung sorghum lebih rendah dibandingkan kadar air tepung terigu. Kadar Abu. Abu merupakan residu dari proses pembakaran bahan-bahan organik, umumnya merupakan pertikel halus dan berwarna putih (Winarno 2008). Kadar abu pada tepung sorghum adalah 1.98%. Nilai tersebut lebih tinggi dibandingkan kadar abu tepung terigu sebesar 0.5 %. Kadar abu yang lebih tinggi pada sorghum dapat menggambarkan kandungan mineral sorghum lebih tinggi dari pada kandungan mineral tepung terigu. Kadar abu merupakan parameter kemurnian produk, yang dipengaruhi oleh unsur-unsur mineral dalam bahan pangan tersebut (Winarno 2008). Kadar abu tepung sorghum yang lebih tinggi dari pada tepung terigu dapat menggambarkan kandungan mineral tepung sorghum yang lebih tinggi dari pada kandungan mineral tepung terigu. Kadar Lemak. Lemak dalam biji sorghum rata-rata 3.6%, pada sekam 4.9%, endosperm 0.63% dan lembaga 18,9% dari berat biji. Distribusi asam-asam lemak dalam biji sorghum meliputi asam lemak utama seperti palmitat 11-13%, asam oleat 30-45% dan asam linoleat 33-49% (Suprapto dan Mudjisihono 1987). Kandungan lemak pada tepung sorghum sebanyak 1.41% nilai ini lebih kecil dari jumlah lemak biji sorghum, karena tepung sorghum sudah mengalami proses penggilingan sehingga banyak lemak-lemak utama (palmitat, asam oleat dan asam linoleat) hilang selama penggilingan. Lemak dalam biji sorghum sangat berguna bagi hewan dan manusia, tetapi dapat menyebabkan bau yang tidak enak dan ketengikan dalam

5 31 produk bahan pangan (Suprapto dan Mudjisihono 1987). Kandungan lemak pada tepung sorghum juga relatif sama dengan kadar lemak pada tepung terigu. Kadar Protein. Protein dalam biji sorghum dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu protein yang berada dalam lembaga dan protein yang tersimpan dalam endosperm. Senyawa protein pada sorghum banyak terdapat pada lapisan atas endosperm atau di bawah kulit biji. Kandungan asam-asam amino tertentu seperti lisin, triptofan dan treonin dalam protein sorghum rendah (Suprapto dan Mudjisihono 1987). Kandungan protein tepung sorghum adalah 11.41% nilai protein tepung sorghum lebih tinggi dibandingkan protein tepung terigu menurut USDA (2009) yaitu sebanyak 10.31%. Protein berkaitan dengan proses pengembangan roti (Winarno 2007), protein sekitar 10% pada tepung terigu hanya dapat digunakan untuk produk bakery yang tidak perlu mengembang volumenya. Tepung terigu dan tepung sorghum yang memiliki kadar protein sekitar 10%, dapat digunakan pada produk bakery yang tidak perlu mengembang volumenya. Kadar Karbohidrat. Karbohidrat dalam serealia merupakan bagian terbesar yang merupakan sumber energi bagi tubuh kita. Kandungan karbohidrat pada tepung sorghum lebih tinggi, jika dibandingkan kandungan karbohidrat tepung terigu menurut USDA (2009), yaitu 76.3%. Karbohidrat kompleks adalah pati (starch), glikogen (simpanan energi di dalam tubuh), selulosa, serat (fiber) atau dalam konsumsi sehari-hari karbohidrat kompleks dapat ditemui terkandung di dalam produk pangan seperti, nasi, kentang, jagung dan bahan pangan lainnya (Irawan 2006). Serat Pangan. Serat pangan yang tidak larut dalam air adalah komponen struktural tanaman, sedangkan yang larut adalah non komponen struktural (Koeswara 2010). Kandungan serat pangan total pada tepung sorghum sebanyak 20.66% yang terdiri dari serat pangan tidak larut air sebanyak 15.13% dan serat pangan larut air sebanyak 5.54%. Kadar serat pangan tepung sorghum jauh lebih tinggi dibandingkan tepung terigu. Tingginya serat pangan dapat dijadikan acuan dalam pembuatan snack bar dengan klaim tinggi serat pangan. Klaim high fiber, hanya boleh digunakan untuk produk yang paling tidak mengandung serat pangan 5 g per 100 g (padat) (Hariyadi 2005). Kadar Fe. Pada hewan, manusia dan tanaman, Fe termasuk logam esensial, bersifat kurang stabil dan secara perlahan berubah menjadi ferro (Fe II) atau ferri

6 32 (Fe III) (Arifin 2008). Kadar zat besi dalam tepung sorghum sebanyak 11.68%. Kadar Fe tepung sorghum lebih tinggi dari kadar Fe tepung terigu. Kadar mineral pada bahan pangan berkaitan dengan kadar abu. Kadar abu merupakan parameter kemurnian produk, yang dipengaruhi oleh unsur-unsur mineral dalam bahan pangan tersebut (Winarno 2008). Tinggi rendahnya kandungan mineral pada sorghum dapat juga dipengaruhi curah hujan, kondisi tanah dan pupuk (Deman 1997). Penetapan Formula Snack bar Penetapan Formula Snack bar dengan Berbagai Proporsi Tepung Terigu dan Tepung Sorghum (Tahap I) Pembuatan produk snack bar ini menggunakan bahan baku yang biasa digunakan untuk snack bar seperti tepung, bahan pengisi dan bahan pengikat. Formula snack bar diberi satu perlakuan, yaitu proporsi tepung terigu dan tepung sorghum sehingga diharapkan menghasilkan produk yang disukai oleh konsumen. Penggunaan tepung sorghum pada produk snack bar, berdasarkan perbandingan antara tepung sorghum dan tepung terigu yang memiliki sifat kimia yang hampir sama. Tepung terigu yang digunakan adalah tepung terigu yang memiliki kadar protein yang rendah, yang biasanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan produk bakery yang tidak perlu mengembang volumenya. Proporsi (%) penggunaan tepung sorghum dan tepung terigu adalah 0:100; 25:75; 50:50; 75:25; dan 100:0 dari basis total tepung yang digunakan. Oleh karena itu, diperoleh lima formula yang dibuat menjadi lima produk snack bar. Formula snack bar sorghum dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Formula snack bar sorghum tahap I Proporsi sorghum : terigu 0:100 25:75 50:50 75:25 100:0 Bahan Berat (g) Bahan Utama Tepung sorghum Tepung terigu Bahan Tambahan Kacang koro Cherry (merah dan hitam) Kismis Gula pasir Telur Mentega Bubuk kayu manis Total adonan Proses pembuatan snack bar diawali dengan pencampuran bahan kering seperti tepung sorghum, tepung terigu dan gula pasir dicampur. Setelah itu ditambahkan bahan basah seperti telur dan mentega. Adonan dicampur sampai

7 33 merata dan tidak lengket. Selanjutnya ditambahkan isi dari snack bar seperti kacang koro, cherry dan kismis. Kacang koro yang digunakan adalah jenis koro (Canavadia gladiata), kacang koro ini direbus pada suhu 100 o C, dicuci sebanyak lima kali agar asam sianidanya hilang, kemudian dipotong-potong. Kacang koro yang sudah dipotong, kemudian dicampurkan pada adonan snack bar. Kacang koro yang direbus kemungkinan mempengaruhi penerimaan tekstur formula karena kacang menjadi sedikit hancur. Penambahan isi tersebut dilakukan pada akhir pencampuran agar isi yang ditambahkan tidak hancur. Adonan dituang ke dalam loyang yang sudah dilapisi mentega dan tepung terigu. Adonan yang telah siap tersebut dipanggang dengan oven pada suhu 160 o C selama 40 menit. Setelah matang, snack bar didinginkan selama 30 menit. Kelima formula memiliki karakteristik yang masih jauh dari karakteristik snack bar. Formula ini lebih menyerupai cookies karena penambahan mentega yang cukup banyak. Mentega yang ditambahkan pada formula snack bar membuat tekstur snack bar lebih beremah, dan belum sesuai seperti tekstur snack bar yang agak lengket. Selain itu terdapat after taste yang kurang disukai pada kelima formula. Rasa manis yang dimiliki oleh kelima formula ini sudah cukup disukai, sehingga untuk ukuran gula pasir sudah tepat. Hasil pengamatan uji organoleptik secara terbatas dapat dilihat pada Gambar 8. Keterangan : 1. Amat sangat tidak suka 2. Sangat tidak suka 3. Agak tidak suka 4. Tidak suka 5. Biasa 6. Agak suka 7. Suka 8. Sangat suka 9. Amat sangat suka Gambar 8. Hasil isi organoleptik secara terbatas Formula 5 yang tidak ditambahkan tepung terigu lebih disukai dari keempat formula yang lain. Kekurangan dari kelima formula ini adalah masih terjadinya keretakan tekstur pada permukaan produk yang tentunya akan mengurangi nilai

8 34 penerimaan sensori produk snack bar tersebut. Selain itu, dengan penambahan tepung terigu pada snack bar memberikan hasil yang rasanya kurang disukai sehingga diputuskan hanya menggunakan tepung sorghum saja. Formula dengan persentase 100% sorghum lebih diterima dari pada dengan penambahan tepung terigu. Penambahan kacang koro pada adonan menghasilkan rasa dan tekstur yang kurang disukai, sehingga kacang koro tidak digunakan lagi pada formula selanjutnya. Kelima formula ini dinilai kurang disukai oleh panelis secara terbatas. Kelima formula kemudian diperbaiki lagi dengan menambahkan bahan perekat. Bahan perekat yang digunakan seperti karamel atau selai nanas yang biasa digunakan pada snack bar komersial. Penambahan bahan perekat pada snack bar, juga dapat memberikan flavor yang lebih disukai. Selain itu dengan pemberian selai nanas dapat mengurangi after taste (rasa ikutan) dan aroma yang tidak disukai. Bahan pembuatan snack bar dengan bahan perekat mengacu pada Chandra (2010). Selai nanas yang diberikan juga diharapkan bisa memperbaiki tekstur snack bar menjadi lebih padat, tidak hancur dan memberikan kesan tekstur agak lengket. Penetapan Formula Adonan, Jenis dan Jumlah Isi (tahap II) Formula snack bar yang dibuat pada tahap II berbeda dengan sebelumnya yaitu terdapat penambahan selai nanas sebagai bahan perekat. Penambahan air pada adonan, untuk membantu adonan lebih kalis. Variasi isi snack bar yaitu pada formula 1 dan formula 2 memiliki bahan pengisi yang terdiri dari kismis, cherry merah dan cherry hijau. Pada formula 3 dan formula 4 bahan pengisi terdiri dari manisan kismis, mangga kering dan kacang tanah. Perbedaan isi ini diharapkan dapat meningkatkan kesukaan panelis terhadap rasa, tekstur dan warna produk, serta dapat menutupi aroma sorghum yang kurang disukai. Mentega pada formula awal digantikan dengan minyak goreng sehingga dapat dihasilkan produk yang matangnya lebih merata, teksturnya lebih empuk dan tidak beremah. Agar rasa pada snack bar lebih disukai maka pada adonan ditambahkan garam sedikit. Snack bar yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 9.

9 35 Gambar 9. Produk snack bar yang dihasilkan Bahan yang pertama dicampur adalah bahan kering seperti : tepung sorghum, gula dan garam. Bahan basah di campurkan setelah bahan kering dicampur sampai merata, bahan basah yaitu seperti : selai nanas, telur, minyak dan air. Penambahan air dilakukan pada akhir pencampuran yaitu jika adonan sudah agak kalis. Adonan yang tidak ditambahkan air menghasilkan produk yang mudah hancur. Urutan pemasukan bahan kering kemudian yang basah dilakukan agar adonan yang dihasilkan bisa tercampur lebih merata dan lebih kalis. Setelah adonan kalis, adonan ditimbang dan dibagi ke loyang kecil. Komposisi formula dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Formula adonan snack bar sorghum dan kandungan gizinya Berat bahan (g) Persentase (%) Kandungan gizi bahan pangan per jumlah adonan (%) Bahan Protein Lemak KH Abu Air Serat Fe Tepung sorghum Selai nanas Telur Minyak Gula Garam Air Total Untuk mengetahui persentase penambahan isi yang lebih disukai, maka setiap formula dibedakan persentase penambahan isinya yaitu sebagai berikut : formula 1 (penambahan buah kismis, cherry merah dan cherry hijau sebanyak 30% dari total adonan), formula 2 (penambahan buah kismis, cherry merah dan cherry hijau sebanyak 50% dari total adonan), formula 3 (penambahan buah kismis, manisan mangga dan kacang tanah sebanyak 30% dari total adonan) dan formula 4 (penambahan buah kismis, manisan mangga dan kacang tanah sebanyak 50% dari total adonan). Buah kismis, cherry, manisan mangga dan kacang tanah yang

10 36 digunakan sudah dipotong-potong sebelumnya, dicampur dengan adonan di loyang yang berukuran 1.5 cm x 2 cm x 10 cm agar isi buah snack bar tidak hancur. Agar jumlah isi yang diberikan pada setiap loyang memiliki berat yang sama maka, penambahan isi dilakukan pada saat adonan sudah dicampur dan ditimbang sesuai persentasenya, kemudian dimasukkan ke dalam loyang dengan ukuran 1.5 cm x 2 cm x 10 cm dengan berat total adonan dan isi pada loyang adalah 30 g per loyang. Ukuran loyang dan berat loyang yang digunakan, seperti snack bar komersil. Jumlah adonan sebanyak 311 dapat menghasilkan 14 loyang kecil untuk formula 1 dan formula 3 sedangkan untuk formula 2 dan formula 4 menghasilkan 20 loyang kecil snack bar. Persentase penambahan isi dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Formula snack bar sorghum yang digunakan dalam penelitian lanjutan Bahan Berat formula (g) Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4 Tepung sorghum Selai nanas Telur Minyak Gula Garam Air Kismis Cherry hijau Cherry merah Manisan mangga Kacang tanah Total adonan + bahan pengisi Hasil yang diperoleh dari penelitian pendahuluan ini, digunakan pada penelitian lanjutan yaitu jenis tepung yang digunakan adalah tepung sorghum 100%, formula adonan yang digunakan adalah formula snack bar tahap II dan dihasilkan empat formula isi seperti yang telah disebutkan pada Tabel 8. Snack bar Pada snack bar dianalisis sifat kimia dan uji organoleptik. Kemudian dari hasil analisis tersebut ditetapkan produk terpilih dari keempat formula, berdasarkan kriteria paling disukai oleh panelis secara keseluruhan dan memiliki serat yang tinggi.

11 37 Sifat Kimia Snack bar Analisis sifat kimia dilakukan terhadap semua formula snack bar sorghum. Sifat kimia snack bar yang dianalisis meliputi kadar air, abu, protein, lemak, serat pangan dan kadar zat besi. Formula terpilih diuji bioavailabilitas zat besinya. Kandungan kimia gizi snack bar dapat dilihat pada Tabel 9. Hasil sidik ragam pengaruh formula snack bar terhadap sifat kimia snack bar disajikan pada Lampiran 8. Kadar Air. Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dan fungsinya tidak pernah dapat digantikan oleh senyawa lain (Winarno 2008). Formula yang memiliki rata-rata kadar air tertinggi adalah formula 1 yaitu 15.85% dan yang terendah adalah formula 4 yaitu 11.29%. Kadar air yang rendah pada formula 4 disebabkan karena isi formula 4 terdiri dari bahan-bahan kering yaitu mangga kering, kacang dan kismis dalam jumlah yang lebih banyak dari formula 3. Kadar air yang lebih tinggi pada formula dengan isi cherry diduga karena air berasal dari manisan cherry yang lebih basah dibandingkan dengan formula dengan isi mangga. Menurut Deman (1997), penurunan kadar air dapat dilakukan dengan pengeringan atau dengan penambahan senyawa larut air seperti gula dan selai. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.000) berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar air snack bar, artinya formula snack bar yang dihasilkan mempengaruhi kadar air. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada kadar air keempat formula snack bar. Urutan kadar air formula snack bar yang terendah sampai tertinggi yaitu formula 4, formula 3, formula 2 dan formula 1. Tingginya kadar air formula cherry dari pada formula mangga karena ada buah cherry yang basah. Tabel 9. Kandungan kimia gizi per 100 g formula snack bar dan produk komersil Formula (% bk) Produk Komersil Zat Gizi Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4 Produk C Produk M Kadar air (wet base) a b c d - - Kadar abu 1.54 a 1.47 a 2.17 b 2.00 b - - Kadar protein 9.45 b 7.03 a c d 8 7 Kadar lemak 4.11 a 3.77 b c d Kadar karbohidrat b a c d 5 5 Kadar serat pangan c 8.12 a b 9.83 b - - tidak larut Kadar serat pangan larut 1.57 a 2.29 b 3.66 c 4.09 d - -

12 38 Formula (% bk) Produk Komersil Zat Gizi Formula 1 Formula 2 Formula 3 Formula 4 Produk C Produk M Total serat pangan b a c c Kadar Fe 3.91 a 3.71 a 4.87 b 4.12 a 4 4 Keterangan: Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukan perbedaan nyata p<0,05 bk = basis kering Kadar Abu. Hasil analisis kadar abu terhadap formula snack bar sorghum menghasilkan nilai rata-rata mulai 1.47% (formula 2) sampai 2.17% (formula 3). Menurut Winarno (2008), bahan pangan selain mengandung bahan organik dan air, juga mengandung mineral atau bahan-bahan anorganik. Abu merupakan bahan anorganik yang tidak terbakar pada proses pembakaran. Abu dapat diartikan sebagai elemen mineral bahan. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.000) berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar abu snack bar, artinya formula snack bar yang dihasilkan mempengaruhi kadar abu. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada kadar abu formula 1 dan 2 dengan formula 3 dan 4. Rendahnya kadar abu pada formula snack bar diduga berkaitan dengan kontribusi tepung sorghum yang digunakan, berdasarkan hasil analisis kadar abu tepung sorghum per 100 g hanya mengandung 1.98 g abu, yang terdiri didalamnya mengandung berbagai mineral seperti Fe, Ca, P, Na yang juga dibutuhkan untuk kesehatan tubuh. Kadar Protein. Hasil analisis kimia keempat formula snack bar menunjukkan bahwa rata-rata kadar protein snack bar berkisar antara 7.03 % (formula 2) sampai 14.10% (formula 4). Formula 4 memiliki protein tinggi dikarenakan banyaknya penambahan kacang yang merupakan sumber protein nabati. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.000) berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar protein snack bar, artinya formula snack bar yang dihasilkan mempengaruhi kadar protein. Secara kuantitatif nilai kadar protein snack bar yang tinggi berasal dari kacang tanah yang digunakan sebagai isi formula, menurut Persagi (2009) dalam 100 g kacang tanah mengandung % protein, sehingga formula 3 dan formula 4 yang didalamnya ditambahkan kacang tanah cenderung memiliki nilai protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan formula 1 dan formula 2. Formula 1 mengandung protein lebih tinggi dari pada

13 39 formula 2 karena jumlah tepung sorghum yang digunakan lebih banyak dibandingkan formula 2. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada kadar protein keempat formula snack bar. Urutan kadar protein formula snack bar yang rendah sampai ke tinggi yaitu formula 2, formula 1, formula 3, dan formula 4. Kadar protein snack bar pada formula 1 (berisi buah cherry) lebih tinggi jika dibandingkan dengan produk komersil dengan isi yang sama, pada formula 3 dan formula 4 juga memiliki kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan produk komersil dengan isi mangga. Kadar Lemak. Rata-rata kadar lemak formula snack bar berkisar antara 3.77% (formula 2) sampai 14.63% pada (formula 4). Formula 4 memiliki kadar lemak tinggi, hal ini disebabkan banyaknya penambahan kacang selain sebagai sumber protein juga sebagai sumber lemak nabati. Formula snack bar isi mangga (formula 3 dan formula 4) memiliki kadar lemak yang lebih tinggi dibandingkan produk snack bar komersil dengan isi yang sama. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.000) berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar lemak snack bar, artinya formula snack bar yang dihasilkan mempengaruhi kadar lemak. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada kadar lemak keempat formula snack bar. Secara kuantitatif nilai kadar lemak snack bar yang tinggi berasal dari kacang tanah yang digunakan sebagai isi formula. Menurut Persagi (2009) dalam 100 g kacang tanah mengandung 42.7% lemak, sehingga formula 3 dan formula 4 yang berisi kacang tanah cenderung memiliki nilai lemak yang lebih tinggi dibandingkan dengan formula berisi buah cherry (formula 1 dan formula 2). Formula 1 lebih tinggi kadar lemaknya dari formula 2 karena jumlah tepung sorghum yang lebih banyak pada formula 1. Kadar Karbohidrat. Karbohidrat dihitung by difference, yaitu selisih dari penjumlahan kandungan gizi lainnya (kadar air, abu, protein dan lemak). Hasil analisis kimia dari keempat formula menunjukkan bahwa rata-rata kadar karbohidrat berkisar antara % (formula 4) sampai 91.1% (formula 2). Kadar karbohidrat pada formula snack bar sorghum dengan isi cherry (formula 1 dan formula 2) maupun dengan isi mangga (formula 3 dan formula 4) lebih tinggi dibandingkan kadar karbohidrat pada snack bar komersil.

14 40 Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.000) berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar karbohidrat snack bar, artinya formula snack bar yang dihasilkan mempengaruhi kadar karbohidrat. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada kadar karbohidrat keempat formula snack bar. Secara kuantitatif kadar karbohidrat yang tinggi pada formula cherry berasal dari manisan cherry hijau dan cherry merah, karena cherry tersebut dalam bentuk manisan yang mengandung gula yang tinggi, sehingga kadar karbohidrat formula cherry lebih tinggi dari formula mangga, sedangkan formula 3 lebih besar dari pada formula 4 karena tepung sorghum pada formula 3 lebih banyak dari pada formula 4, kadar karbohidrat pada tepung sorghum sekitar 8.76% dalam 100 g tepung sorghum. Serat Pangan. Serat pangan digolongkan menjadi dua yaitu serat pangan larut dan serat pangan tidak larut (Hartoyo 2008). Hasil analisis kimia dari keempat formula menunjukkan bahwa rata-rata kadar serat pangan tidak larut air antara 8.12% (formula 2) sampai 11.54% (formula 1). Serat pangan yang tidak larut dalam air adalah komponen struktural tanaman, sedangkan yang larut adalah non komponen struktural. Serat pangan yang tidak larut dalam air banyak terdapat pada kulit gandum, biji-bijian, sayuran dan kacang-kacangan (Koeswara 2010). Tingginya serat pangan tidak larut air kemungkinan masih banyaknya kulit sorghum yang ikut tergiling dalam tepung sorghum. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.000) berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar serat pangan tidak larut air snack bar, artinya formula snack bar yang dihasilkan mempengaruhi kadar serat pangan tidak larut air. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata kadar serat pangan tidak larut air antara formula 2 dengan formula 1, tidak terdapat perbedaan formula 3 dengan formula 4. Hasil analisis kimia serat pangan larut air menunjukkan bahwa rata-rata berada antara 1.57% (formula 1) sampai 4.09% (formula 4). Serat pangan larut air adalah serat pangan yang dapat larut dalam air hangat atau panas serta dapat terendapkan oleh perbandingan air dengan etanol 1:4. Serat pangan yang larut dalam air biasanya berupa gum dan pektin (Koeswara 2010). Tingginya serat pangan larut air pada formula 4, disebabkan banyak mangga kering yang

15 41 ditambahkan pada formula. Mangga kering yang ditambahkan memiliki pektin yang lebih tinggi dari pada buah cherry. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.000) berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar serat pangan larut air snack bar, artinya formula snack bar yang dihasilkan mempengaruhi kadar serat pangan larut air. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada kadar serat pangan larut air keempat formula snack bar. Urutan kadar serat pangan larut air formula snack bar yang terrendah sampai ke tinggi yaitu formula 1, formula 2, formula 3 dan formula 4. Serat yang larut air bermanfaat untuk menurunkan kadar kolesterol, penurunan penyerapan glukosa, mengurangi penyakit jantung dan diabetes. Serat tidak larut berfungsi menjaga keseimbangan flora usus, mencegah konstipasi dan kanker usus besar (Jahari dan Sumarno 2002) Tingginya serat pangan total pada formula disebabkan tingginya serat pangan tidak larut air pada formula, karena serat pangan total merupakan gabungan antara serat pangan tidak larut air dengan serat pangan larut air. Dapat diketahui dari hasil analisis bahwa formula snack bar sorghum memiliki kadar serat pangan tidak larut air lebih tinggi dari pada serat pangan larut air. Kadar serat pangan total yang terendah adalah 10.42% (formula 2) dan yang tertinggi adalah 13.92% (formula 4). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.000) berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar serat pangan total snack bar, artinya formula snack bar yang dihasilkan mempengaruhi kadar serat pangan total. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada kadar serat pangan total formula 1 dengan formula 2, terdapat perbedaan antara formula 1 dan 2 dengan formula 3 dan formula 4, tidak terdapat perbedaan antara formula 3 dengan formula 4. Lebih tingginya serat total pada formula 3 dan formula 4 dari pada formula 1 dan formula 2 karena kontribusi serat yang berasal dari mangga dan kacang. Lebih tingginya serat total formula 1 dari pada formula 2 karena jumlah tepung sorghum yang digunakan pada formula 1 lebih banyak dari pada yang digunakan pada adonan formula 2, kadar serat total dari tepung sorghum sekitar 20.66% per 100 g tepung sorghum. Ketiga formula snack bar (formula 1, 3 dan 4) memiliki kadar serat yang lebih tinggi dibandingkan dengan kadar serat pada snack bar komersil.

16 42 Menurut Hariyadi (2005), klaim high fiber, hanya boleh digunakan untuk produk yang paling tidak mengandung serat pangan 5 g per 100 g (padat). Berdasarkan kategori tersebut keempat formula snack bar dapat dikategorikan tinggi serat pangan karena terbukti total serat pangan yang terdapat dalam keempat snack bar sebanyak 10.42% sampai 13.92%. Kebutuhan serat pangan pada masyarakat Indonesia menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004), adalah sebanyak gr/kap/hari. Potensial efek serat pangan dalam pencegahan penyakit diantaranya : penyakit jantung koroner, resiko kanker, osteoporosis, diabetes melitus, divertikulosis, dan mencegah konstipasi (Hartoyo 2008). Kadar Fe. Hasil analisis kadar Fe berkisar antara 3.71 (formula 2) sampai 4.87 mg (formula 3). Kadar Fe pada keempat formula tergolong rendah, oleh karena itu penetapan produk terpilih untuk pengujian Bioavailabilitas Fe tidak berdasarkan mineral Fe namun berdasarkan uji organoleptik. Kadar Fe produk komersil hampir sama dengan kadar Fe snack bar sorghum. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.008) berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap kadar Fe snack bar, artinya formula snack bar yang dihasilkan mempengaruhi kadar Fe. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada kadar Fe formula 3 dengan ketiga formula snack bar yang lainnya. Perbedaan kadar Fe pada formula berisi kacang (formula 3 dan formula 4) yang lebih tinggi dari pada formula berisi cherry (formula 1 dan formula 2) karena adanya kontribusi isi kacang tanah dan tepung sorghum yang berdasarkan Persagi (2009) kadar Fe kacang tanah sebesar 5,7%, sedangkan pada formula 3 lebih tinggi dibandingkan formula 4 karena kontribusi kadar Fe tepung sorghum yang lebih banyak pada formula 3 dari pada formula 4. Sifat Organoleptik Snack bar Menurut Soekarto (1985) penilaian dengan indera disebut juga penilaian organoleptik atau penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian primitif. Uji hedonik disebut juga uji kesukaan. Tingkat-tingkat kesukaan ini disebut skala hedonik (Rahayu 1998). Menurut Setyaningsih et al (2010), skor penerimaan relatif juga dapat menunjukkan kesukaan, contoh dengan skor tertinggi berarti lebih disukai. Kesan mutu hedonik dapat bersifat umum yaitu baik-buruk dan bersifat spesifik seperti empuk-keras untuk daging (Soekarto 1985). Data rata-rata uji

17 43 hedonik snack bar dapat dilihat pada Tabel 10. Data hasil sidik ragam dapat dilihat pada Lampiran 9. Tabel 10. Data rata-rata uji hedonik snack bar Jenis Formula Nilai rata-rata uji hedonik Warna Tekstur Aroma Rasa Keseluruhan Formula 1 5,87 ab 5,74 ab 5,71 b 6,17 ab 5.87 b Formula 2 5,94 ab 6,05 b 6,07 ab 6,07 ab 6.02 b Formula 3 5,33 a 5,25 a 5,53 b 5,62 a 5.43 a Formula 4 6,38 b 5,63 ab 6,59 b 6,57 b 6.14 b Warna Warna merupakan variabel yang mempengaruhi penampilan suatu produk. Warna juga merupakan salah satu indikator kematangan atau kerusakan suatu produk, serta titik akhir dari proses pemasakan ditentukan oleh warna (Parker 2003). Tingkat kesukaan panelis terhadap warna snack bar memiliki kisaran nilai rataan 5.33 sampai Nilai ini memiliki kisaran biasa sampai agak suka. Skor penilaian warna terendah formula 3 dan skor tertinggi formula 4. Berarti warna formula yang paling disukai oleh panelis berdasarkan uji mutu hedonik berwarna coklat kekuningan (5,64). Mutu warna snack bar memiliki kisaran nilai rataan 4.10 sampai Nilai ini memiliki kisaran coklat muda sampai kuning kecoklatan. Skor penilaian mutu warna terendah terdapat pada formula 2 dan skor tertinggi terdapat pada formula 4. Berdasarkan data dapat dilihat bahwa dengan penambahan isi pada formula snack bar tidak memberikan penilaian kesukaan yang sangat berbeda satu sama lain, hal ini dikarenakan adonan pada snack bar memiliki formula yang sama dan hanya dibedakan oleh jenis dan jumlah isi formula. Skor hedonik menunjukkan bahwa produk dengan penambahan kismis, manisan mangga dan kacang sebanyak 50% dari total adonan paling disukai oleh panelis. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.016) berpengaruh nyata (p<0.05) pada tingkat kesukaan panelis terhadap warna snack bar (Lampiran 9), artinya formula snack bar mempengaruhi kesukaan panelis terhadap warna snack bar yang dihasilkan. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara formula 3 dengan formula 4, tidak terdapat perbedaan antara formula 1 dengan formula 2, tidak terdapat perbedaan antara formula 4 dengan formula 1 dan 2, tidak terdapat perbedaan antara formula 3 dengan formula

18 44 1 dan 2. Hal ini kemungkinan karena persentase isi snack bar yang lebih banyak memberikan respon lebih disukai warnanya. Perbedaan warna yang terjadi juga karena proses pemanggangan. Secara alamiah pigmen atau warna dirusak oleh adanya pemanasan. Secara kimia, perubahan warna dapat disebabkan oleh perubahan ph atau oksidasi selama penyimpanan. Hasilnya, pangan olahan kehilangan warna dan dapat menurunkan nilai sensorik. Reaksi Maillard juga menyebabkan perubahan warna (pada pemanggangan dan penggorengan) dan dapat menyebabkan off-colours (Fellows 2000). Warna yang dihasilkan pada formula diduga juga berasal dari reaksi Maillard dan karamelisasi karena adanya pemanasan dengan oven. Reaksi tersebut terjadi karena peran tepung sorghum, gula pasir serta bahan lain yang banyak mengandung karbohidrat. Menurut Deman (1997), warna karamel dapat dihasilkan dari berbagai sumber karbohidrat. Karamel dan melanoidin terdapat dalam sirop dan produk serealia, terutama jika produk itu mengalami pemanasan. Skor mutu warna tertinggi adalah formula 4 yaitu warna coklat kekuningan sampai kuning kecoklatan (skor 5 sampai 6). Skor terendah terdapat pada formula 2 yaitu warna coklat muda sampai coklat kekuningan (skor 4 sampai 5). Warna kecoklatan pada snack bar karena adanya reaksi mailard dan karamelisasi yang juga menghasilkan aroma dan rasa karamel, yang membuat tekstur agak lengket. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.000) berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap mutu warna snack bar (Lampiran 9), artinya formula snack bar mempengaruhi mutu warna snack bar yang dihasilkan. Uji lanjut Duncan menunjukkan tidak terdapat perbedaan antara formula 2 dengan formula 1, tidak terdapat perbedaan antara formula 4 dengan formula 3, tidak terdapat perbedaan antara formula 3 dengan formula 1, namun terdapat perbedaan antara formula 2 dengan formula 4. Data rata-rata skor mutu hedonik warna dapat dilihat pada Gambar 10. Keterangan : 1. Coklat kehitaman 2.Coklat tua 3.Coklat 4.Coklat muda 5.Coklat kekuningan 6.Kuning kecoklatan 7.Kuning emas 8.Kuning keputihan 9.Putih gading

19 45 Gambar 10. Data rata-rata skor mutu hedonik warna Warna merupakan nama umum untuk semua pengindraan yang berasal dari aktifitas retina mata. Banyak sifat atau mutu komoditas dapat dinilai dari warnanya. Warna seringkali mempengaruhi respon panelis dan persepsi panelis (Setyaningsih 2010). Kesan warna pada formula juga disebabkan secara fisik tepung sorghum berwarna coklat, sehingga menghasilkan warna adonan dalam skala coklat. Tekstur. Tekstur bersifat kompleks dan terkait dengan struktur bahan, yang terdiri dari tiga elemen yaitu : mekanik (kekerasan dan kekenyalan), geometrik (berpasir dan beremah) dan mouthfeel (berminyak dan berair). Pada umumnya, bahan yang dinilai diletakkan diantara permukaan ibu jari, telunjuk atau jari tengah (Setyaningsih et al 2010). Berdasarkan tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur pada snack bar memperoleh skor rata-rata dari 5,25 sampai 6.05 yang berarti penilaian panelis terhadap formula snack bar adalah biasa sampai agak suka. Hasil skor hedonik pada produk snack bar menunjukkan bahwa produk dengan penambahan kismis dan buah cherry pada formula 2 paling disukai teksturnya oleh panelis memiliki tekstur agak padat agak empuk. Menurut panelis, formula yang teksturnya paling disukai memiliki karakteristik tekstur agak padat agak empuk. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.125) tidak berpengaruh nyata (p>0.05) pada tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur snack bar, artinya formula snack bar tidak mempengaruhi kesukaan panelis terhadap tekstur snack bar yang dihasilkan. Berdasarkan uji mutu hedonik pada tekstur didapatkan skor rata-rata tekstur formula adalah 4.46 sampai 6.07 yang artinya kisaran penilaian tekstur oleh panelis dari padat agak keras sampai agak padat empuk. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.000) berpengaruh nyata (p<0.05) terhadap mutu tekstur snack bar (Lampiran 9), artinya formula snack bar mempengaruhi mutu tekstur snack bar yang dihasilkan. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata pada formula 1 dengan ketiga formula lainnya. Tekstur empuk pada produk bisa berasal dari tekstur isi buah. Data rata-rata skor mutu hedonik tekstur dapat dilihat pada Gambar 11.

20 46 Keterangan : 1. Sangat padat sangat keras 2.Padat sangat keras 3.Padat keras 4.Padat agak keras 5.Padat 6.Agak padat agak empuk 7.Empuk 8.Empuk renyah 9.Renyah Gambar 11. Data rata-rata skor mutu hedonik tekstur Skor mutu tekstur tertinggi adalah formula 2 dengan penambahan buah cherry dan kismis 50%, sedangkan skor terendah adalah formula 3 dengan penambahan manisan formula 3. Formula yang ditambahkan manisan cherry dan kismis lebih disukai teksturnya dibandingkan dengan formula yang ditambahkan buah mangga dan kacang. Hal ini karena penambahan isi dengan mangga dan kacang membuat tekstur snack bar sedikit agak keras. Aroma. Menurut Setyaningsih et al (2010), Industri pangan menganggap uji bau sangat penting karena dapat dengan cepat memberikan hasil mengenai kesukaan konsumen terhadap produk. Agar menghasilkan bau, zat harus bersifat menguap, sedikit larut dalam air atau sedikit larut dalam minyak. Hasil uji hedonik terhadap kesukaan aroma didapatkan skor rata-rata antara 5,53 sampai 6.59, yang artinya dinilai biasa sampai agak suka. Formula yang memiliki rata-rata tertinggi adalah formula 4. Formula yang aromanya paling disukai oleh panelis, dinilai memiliki karakteristik aroma netral sampai agak harum. Skor mutu aroma tertinggi adalah formula 2 yaitu aroma netral sampai agak harum (skor 5 sampai 6). Skor terendah terdapat pada formula 3 yaitu aroma netral. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.004) berpengaruh nyata (p<0.05) pada tingkat kesukaan panelis terhadap aroma snack bar (Lampiran 9), artinya formula snack bar mempengaruhi kesukaan panelis terhadap aroma snack bar yang dihasilkan. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat tidak perbedaan antara formula 3 dengan formula 1 dan 2, terdapat perbedaan antara formula 3 dengan formula 4 (Lampiran 9). Aroma harum pada snack bar disini bisa didefinisikan seperti aroma karamel karena pemanggangan.

21 47 Golongan senyawa lain yang ada kaitannya dengan aroma pangan yang dipanaskan ialah furanon. Senyawa 4-hidroksi-2.5-dimetil-3-dihidrofuranon (1) berbau karamel atau nenas terbakar (Deman 1997). Hasil uji mutu hedonik aroma didapatkan skor rata-rata 5.40 sampai 5.78 (netral sampai agak harum). Skor mutu warna terbanyak pada semua formula 1, 2, formula 3 dan formula 4 adalah 6 (agak harum). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.672) tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap mutu aroma snack bar (Lampiran 9), artinya formula snack bar tidak mempengaruhi mutu aroma snack bar yang dihasilkan. Data rata-rata skor mutu hedonik aroma dapat dilihat pada Gambar 12. Keterangan : 1. Amat sangat apek 2.Sangat apek 3.Apek 4.Agak apek 5.Netral 6.Agak harum 7.Harum 8.Sangat harum 9.Amat sangat harum Gambar 12. Data rata-rata skor mutu hedonik aroma Hal ini berarti penambahan isi produk dengan manisan mangga atau dengan buah cherry yang berbeda jumlahnya menghasilkan mutu aroma snack bar yang hampir sama disetiap produk. Hal ini terjadi karena jenis buah yang ditambahkan adalah buah kering seperti kismis dan manisan mangga yang aromanya tidak muncul karena sudah melewati proses pengeringan atau menguap, sehingga aroma yang muncul adalah aroma dari adonan yang dicampur dengan selai nanas seperti bau karamel. Rasa. Terdapat lima rasa dasar yaitu manis, pahit, asin, asam dan umami (Setyaningsih et al 2010 dan Deman 1997). Tingkat kesukaan panelis terhadap rasa snack bar memperoleh skor rata-rata yaitu 5.6 sampai 6.5 yang berarti formula dinilai agak suka sampai suka. Hasil skor hedonik pada produk snack bar yang dihasilkan bahwa produk dengan penambahan buah dan manisan mangga lebih disukai rasanya oleh panelis dibandingkan dengan yang berisi buah cherry. Formula yang memiliki rata-rata tertinggi adalah formula 4, dengan karakteristik rasa yang

22 48 manis. Persyaratan pertama agar senyawa menghasilkan rasa ialah senyawa itu harus dapat larut dalam air. Hubungan antara struktur kimia suatu senyawa dengan rasanya lebih mudah ditentukan dari pada hubungan antara struktur kimia dan baunya (Deman 1997). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.055) tidak berpengaruh nyata (p>0.05) pada tingkat kesukaan panelis terhadap rasa snack bar (Lampiran 9), artinya formula snack bar tidak mempengaruhi kesukaan rasa snack bar oleh panelis. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa formula 4 berbeda nyata dengan ketiga formula snack bar lainnya. Rasa formula mangga yang paling disukai dideskripsikan memiliki rasa agak manis sampai manis. Formula 4 paling disukai karena adanya penambahan kacang, kismis dan manisan mangga yang lebih banyak sehingga memberikan sensasi rasa yang manis, asam dan gurih yang lebih kuat dibandingkan dengan formula 3, begitu pula dengan formula 1 dan 2 yang hanya memberikan kesan rasa manis saja. Hasil uji mutu hedonik rasa didapatkan skor rata-rata pada kisaran 6.31 sampai Rata-rata tertinggi adalah formula 2 dan terendah formula 3 yaitu 6.94 sampai Nilai ini berada pada kisaran agak manis sampai manis. Banyak panelis mendefinisikan rasa manis asam pada snack bar, rasa asam ini berasal dari kismis dan manisan mangga, sedangkan rasa manisnya dari gula dan manisan buah cherry. Kemanisan adalah sifat gula dan senyawa sejenisnya, kemanisan nisbi pada glukosa adalah Rasa asam merupakan sifat ion hidrogen, namun tidak ada hubungan yang sederhana antara kemasaman dan konsentrasi asam. Asam rasanya berbeda-beda dan kemasaman yang dirasakan dalam mulut dapat bergantung pada sifat gugus asam, ph, keasaman yang tertitrasi dan adanya senyawa lain terutama gula (Deman 1997). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.220) tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap mutu rasa snack bar, artinya formula snack bar tidak mempengaruhi mutu rasa snack bar yang dihasilkan. Data rata-rata skor mutu hedonik rasa dapat dilihat pada Gambar 13.

23 49 Keterangan : 1. Pahit 2.Pahit asam 3.Pahit manis 4.Agak pahit 5.Hambar 6.Agak manis 7.Manis 8.Agak manis 9.Asam manis Gambar 13. Data rata-rata skor mutu hedonik rasa Keseluruhan. Variabel keseluruhan adalah penilaian panelis yang yang berupa kombinasi variabel penerimaan panelis terhadap parameter warna, aroma, rasa dan tekstur. Nilai kesukaan terhadap keseluruhan adalah acuan yang digunakan untuk menentukan formula terpilih. Produk yang paling disukai berdasarkan warna, tekstur, aroma dan rasa adalah formula 4. Berarti panelis menilai formula snack bar adalah mulai agak suka. Hasil skor hedonik pada produk snack bar yang dihasilkan bahwa produk dengan penambahan kacang dan penambahan manisan mangga formula 4 paling disukai secara keseluruhan oleh panelis. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa formula snack bar (p=0.10) tidak berpengaruh nyata (p>0.05) terhadap tingkat kesukaan panelis secara keseluruhan snack bar (Lampiran 9), artinya formula snack bar tidak mempengaruhi kesukaan panelis secara keseluruhan snack bar. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa terdapat perbedaan antara formula 3 dengan formula 1, formula 2 dan formula 4. Tidak terdapat perbedaan antara formula 4 dengan formula 1 dan formula 2. Data rata-rata skor hedonik keseluruhan dapat dilihat pada Gambar 14 dan formula 4 dapat dilihat pada Gambar 15. Keterangan : 1. Amat sangat tidak suka 2. Sangat tidak suka 3. Agak tidak suka 4. Tidak suka 5. Biasa 6. Agak suka 7. Suka 8. Sangat suka 9. Amat sangat suka

24 50 Gambar 14. Data rata-rata skor hedonik keseluruhan Gambar 15. Produk snack bar terpilih formula 4 Bioavailabilitas Fe Snack bar Bioavailabilitas Fe sangat terkait dengan proses absorpsi Fe dalam usus halus sehingga istilah Bioavailabilitas Fe dapat disamakan dengan absorpsi dalam usus (Latunde dan Neale 1986). Hasil uji Bioavailabilitas Fe pada sampel tepung sorghum yaitu 2.25% dan formula 4 yaitu 8.61%. Menurut Meiri (2005), pada sayuran terjadi penyerapan Fe non hem antara 2-3.5%. Pada keadaan normal, diperkirakan seseorang dewasa menyerap dan mengeluarkan Fe sekitar 0.5 sampai 2 mg/hari (Winarno 2008). Pengujian Bioavailabilitas Fe dilakukan terhadap formula 4 karena formula 4 merupakan formula terpilih yang paling disukai secara keseluruhan oleh panelis. Lebih tingginya Fe yang dapat diserap dari formula 4, kemungkinan disebabkan adanya penambahan buah-buahan seperti mangga dan selai nanas yang mengandung vitamin C pada formula. Asam askorbat yang dikonsumsi bersama-sama dalam bahan pangan akan meningkatkan penyerapan sebesar 3-6 kali (Palupi et al 2010). Hal ini juga dipaparkan oleh Latunde dan Neale (1986), bahwa kandungan vitamin C yang tinggi dapat membantu proses absorpsi Fe. Pada formula mangga tersebut juga memiliki serat pangan, namun kerja asam askorbat sebagai faktor pendorong yang kemungkinan lebih berperan dalam penyerapan Fe dibandingkan

25 51 serat pangan yang terdapat dalam formula 4. Rendahnya nilai Bioavailabilitas Fe pada tepung sorghum, karena tingginya serat pangan yang terdapat pada tepung sorghum. Senyawa-senyawa yang termasuk sebagai inhibitor penyerapan Fe antara lain adalah: tanin, fitat, polifenol, oksalat dan serat pangan (Palupi et al 2010) (Latunde dan Neale 1986). Hal ini juga sesuai dengan yang dipaparkan oleh Meiri (2005), tidak semua mineral kalsium dan Fe yang terdapat pada bayam yang merupakan sayur kaya akan kalsium dan Fe, dapat diserap oleh tubuh dalam jumlah yang banyak, karena kalsium dan Fe dalam bayam terikat oleh gugus oksalat dan fitat. Serat pangan juga dapat menghalangi penyerapan Fe dan beberapa mineral lainnya. Hal ini terbukti pada tepung sorghum yang memiliki jumlah serat pangan yang tinggi sekitar 23.27g/100g sehingga Bioavailabilitas Fe menjadi rendah. Menurut Yuanita (2008) diet tinggi serat pangan menyebabkan ketidaktersediaan mineral Fe terutama disebabkan karena kemampuan serat pangan mengikat Fe. Kontribusi zat gizi, Fe dan serat pangan snack bar formula terpilih terhadap angka Acuan Label Gizi (ALG) kelompok konsumen umum Berdasarkan uji hedonik, produk snack bar yang terpilih adalah formula 4, karena formula 4 merupakan produk yang paling disukai secara keseluruhan menurut 30 orang panelis. Klaim tinggi serat, hanya boleh digunakan untuk produk yang paling tidak mengandung serat 5 gam per 100 gam (padat) (Hariyadi 2005). Klaim high vitamin dan mineral adalah sebanyak 30% dari Nutrient Reference Value (NRV) per 100 g bahan dan 15% dari NRV per 100 g dapat diklaim sebagai source vitamin (Blanchfield 2000). Di Indonesia tidak menggunakan NRV maka untuk menetapkan klaim gizi digunakan ALG (Acuan Label Gizi), yaitu angka kecukupan gizi untuk pelabelan. Berdasarkan keputusan Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPPOM) tentang Acuan Label Gizi, acuan label gizi untuk serat pangan sebesar 25 g dan zat Fe 26 mg bagi kategori umum. Produk snack bar pada penelitian ini hanya menekankan kontribusi serat pangan dan zat besi yang diberikan terhadap pemenuhan untuk kelompok konsumen umum. Serat pangan yang harus dipenuhi pertakaran saji untuk kelompok konsumen umum sehingga pangan dapat dikatakan sebagai tinggi serat pangan adalah 5 g serat pangan dari 100 g bahan (padat), sedangkan zat Fe sebesar 15% dari 26 mg yaitu sebesar 3.9 mg. Berdasarkan Food Drug and

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan meliputi pembuatan tepung jerami nangka, analisis sifat fisik dan kimia tepung jerami nangka, serta pembuatan dan formulasi cookies dari

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian.

1 I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Waktu dan Tempat Penelitian. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat

METODE Waktu dan Tempat Bahan dan Alat METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Pangan, Laboratorium Penilaian Organoleptik, dan Laboratorium Kimia dan Analisis Makanan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 18 HASIL DAN PEMBAHASAN Perubahan Mutu Organoleptik Biskuit Selama Penyimpanan Uji kesukaan dan mutu hedonik merupakan salah satu cara untuk uji sensori suatu produk. Uji kesukaan dan mutu hedonik dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Beras merah (Oriza sativa) merupakan beras yang hanya dihilangkan kulit bagian luar atau sekamnya, sehingga masih mengandung kulit ari (aleuron) dan inti biji beras

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tepung Tulang Ikan Tuna 4.1.1 Rendemen Rendemen merupakan suatu parameter yang penting untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Cookies Tepung Beras 4.1.1 Penyangraian Penyangraian bahan bakunya (tepung beras) terlebih dahulu, dituangkan pada wajan dan disangrai menggunakan kompor,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Tepung Tulang Ikan Rendemen tepung tulang ikan yang dihasilkan sebesar 8,85% dari tulang ikan. Tepung tulang ikan patin (Pangasius hypopthalmus) yang dihasilkan

Lebih terperinci

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies.

Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Force (Gf) V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.2 Tekstur Tekstur merupakan parameter yang sangat penting pada produk cookies. Tekstur biasanya digunakan untuk menilai kualitas baik tidaknya produk cookies. Tekstur

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Buah Kurma Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah kurma dalam bentuk yang telah dikeringkan dengan kadar air sebesar 9.52%. Buah kurma yang

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kadar Air Rata-rata kadar air kukis sagu MOCAL dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil uji lanjut DNMRT terhadap kadar air kukis (%) SMO (Tepung sagu 100%, MOCAL 0%) 0,331"

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang

I PENDAHULUAN. selain sebagai sumber karbohidrat jagung juga merupakan sumber protein yang I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

5.1 Total Bakteri Probiotik

5.1 Total Bakteri Probiotik V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Total Bakteri Probiotik Berdasarkan hasil pengamatan (Lampiran 3) menunjukkan bahwa perlakuan penambahan bakteri L. acidophilus pada perbandingan tepung bonggol pisang batu

Lebih terperinci

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN

PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN PERBANDINGAN TEPUNG SINGKONG DENGAN TEPUNG TALAS DAN KONSENTRASI SERBUK TEH HIJAU TERHADAP KARAKTERISTIK COOKIES (KUE KERING) BERBASIS UMBI- UMBIAN TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Sidang Program

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

I. PENDAHULUAN. kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus oestreatus) merupakan jamur konsumsi dari jenis jamur kayu yang memiliki nilai gizi tinggi dan dapat dimanfaaatkan untuk berbagai jenis

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya

I PENDAHULUAN. Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya I PENDAHULUAN Penelitian merupakan sebuah proses dimana dalam pengerjaannya dibutuhkan penulisan laporan mengenai penelitian tersebut. Sebuah laporan tugas akhir biasanya berisi beberapa hal yang meliputi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan

BAB I PENDAHULUAN. pembuatan tempe, tahu, kecap, oncom, susu, dan lain-lain. Kacangkacangan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kacang-kacangan (Leguminosa), seperti kacang hijau, kacang tolo, kacang gude, kacang merah, kacang kedelai, dan kacang tanah, sudah dikenal dan dimanfaatkan secara luas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN. (Depkes RI, 2014).

4. PEMBAHASAN. (Depkes RI, 2014). 4. PEMBAHASAN Snack atau yang sering disebut dengan makanan selingan adalah suatu produk yang biasannya dikonsumsi diantara waktu makan utama. Snack biasa dikonsumsi dengan jangka waktu 2-3 jam sebelum

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang

I PENDAHULUAN. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang I PENDAHULUAN Cookies merupakan salah satu produk yang banyak menggunakan tepung. Karakteristik tepung yang digunakan akan menentukan karakteristik cookies yang dihasilkan. Tepung kacang koro dan tepung

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian

PENDAHULUAN. Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian PENDAHULUAN Latar Belakang Buah-buahan tidak selalu dikonsumsi dalam bentuk segar, tetapi sebagian besar diolah menjadi berbagai bentuk dan jenis makanan. Pengolahan buahbuahan bertujuan selain untuk memperpanjang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. batok sabut kelapa (lunggabongo). Sebelum dilakukan pengasapan terlebih dahulu BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan tongkol (Euthynnus affinis) segar diperoleh dari TPI (Tempat Pelelangan Ikan) kota Gorontalo. Bahan bakar yang digunakan dalam pengasapan ikan adalah batok sabut kelapa

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif

TINJAUAN PUSTAKA. Daging ayam juga merupakan bahan pangan kaya akan gizi yang sangat. diperlukan manusia. Daging ayam dalam bentuk segar relatif II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Nugget Ayam Bahan pangan sumber protein hewani berupa daging ayam mudah diolah, dicerna dan mempunyai citarasa yang enak sehingga disukai banyak orang. Daging ayam juga merupakan

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi.

1 I PENDAHULUAN. yang cukup baik terutama kandungan karbohidrat yang tinggi. 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.. Hasil 4... Penelitian Pendahuluan Sebelum dilakukan penelitian utama, terlebih dahulu dilakukan penelitian pendahuluan pembuatan permen cokelat dengan penambahan daging ikan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2)

I PENDAHULUAN. Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) I PENDAHULUAN Pada pendahuluan menjelaskan mengenai (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN WAKTU PENGGORENGAN VAKUM TERHADAP MUTU KERIPIK DURIAN Pada tahap ini, digunakan 4 (empat) tingkat suhu dan 4 (empat) tingkat waktu dalam proses penggorengan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian adalah penelitian eksperimen di bidang Teknologi Pangan. B. Tempat dan Waktu Penelitian Tempat pembuatan cake rumput laut dan mutu organoleptik

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau.

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pengkukusan kacang hijau dalam pembuatan noga kacang hijau. IV HASIL DAN PEMBAHASAN Bab ini akan menjelaskan mengenai : (4.1) Penelitian Pendahuluan, dan (4.2) Penelitian Utama. 4.1. Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan bertujuan untuk menentukan lama

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Bekatul Bekatul merupakan hasil samping penggilingan gabah yang berasal dari berbagai varietas padi. Bekatul adalah bagian terluar dari bagian bulir, termasuk sebagian kecil endosperm

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Pengolahan Kerupuk Jagung 4.1.1 Pencampuran Adonan Proses pencampuran adonan ada dua kali yaitu dengan cara manual (tangan) dan kedua dengan menggunakan mixer. Langkah

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA DAN KACANG-KACANGAN. ( Food Bar )

LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA DAN KACANG-KACANGAN. ( Food Bar ) LAPORAN PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN TEKNOLOGI PENGOLAHAN SEREALIA DAN KACANG-KACANGAN ( Food Bar ) Oleh : Nama NRP Kelompok Meja Tanggal Praktikum Asisten : Lutfi Hanif : 143020097 :D : 02 (

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN GULA PASIR DAN GULA MERAH TERHADAP TINGKAT KESUKAAN DODOL NANAS

PENGARUH PENAMBAHAN GULA PASIR DAN GULA MERAH TERHADAP TINGKAT KESUKAAN DODOL NANAS PENGARUH PENAMBAHAN GULA PASIR DAN GULA MERAH TERHADAP TINGKAT KESUKAAN DODOL NANAS Aniswatul Khamidah 1 dan Eliartati 2 1 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur 2 Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras.

II. TINJAUAN PUSTAKA. Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Beras analog merupakan beras tiruan yang terbuat dari tepung lokal non-beras. Disebut beras analog karena bentuknya yang oval menyerupai beras, tapi tidak terproses

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Formulasi Tepung Bumbu Ayam Goreng Pada proses pengolahan tepung bumbu ayam goreng, formula dasar diperoleh dari hasil survei dari internet dan buku yang kemudian dimodifikasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup. Pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan

BAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup. Pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar yang penting bagi manusia untuk mempertahankan hidup. Pemenuhan kebutuhan pangan dapat dilakukan dengan mengoptimalkan penggunaan sumber

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging

HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian Tahap Pertama. Tabel 6. Komposisi Kimia TDTLA Pedaging TDTLA Pedaging HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian Tahap Pertama Penelitian tahap pertama adalah pembuatan tepung daging-tulang leher ayam yang dilakukan sebanyak satu kali proses pembuatan pada waktu yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Jenang adalah salah satu hasil olahan dari tepung ketan. Selain tepung ketan, dalam pembuatan jenang diperlukan bahan tambahan berupa gula merah dan santan kelapa. Kedua bahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai

BAB I PENDAHULUAN. kuning melalui proses fermentasi jamur yaitu Rhizopus oryzae, Rhizopus stolonifer, atau Rhizopus oligosporus. Tempe dikenal sebagai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia mempunyai beranekaragam biji-bijian kacang polong yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan tempe seperti kacang merah, kacang hijau, kacang tanah, biji kecipir,

Lebih terperinci

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW

PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW JURNAL TEKNOLOGI AGRO-INDUSTRI Vol. 3 No.1 ; Juni 2016 ISSN 2407-4624 PENGARUH PENGGUNAAN PEWARNA ALAMI, WAKTU PENGUKUSAN DAN SUHU TERHADAP PEMBUATAN SNACK MIE KERING RAINBOW *RIZKI AMALIA 1, HAMDAN AULI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pembuatan Tepung Gaplek Menurut Soetanto (2008), umbi ketela atau singkong umumnya dapat dipanen saat tanaman berumur 6-12 bulan setelah tanam. Pada penelitian ini bahan dasar tepung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi

BAB I PENDAHULUAN. Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu masalah gizi yang utama di Indonesia adalah Kurang Energi Protein (KEP). KEP merupakan suatu keadaan seseorang yang kurang gizi disebabkan oleh rendahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein

BAB I PENDAHULUAN. sebagian besar masyarakat. Sampai saat ini produk-produk sumber protein BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Kekurangan konsumsi protein diduga sebagai salah satu penyebab gizi buruk di Indonesia. Hal ini yang diakibatkan oleh rendahnya taraf perekonomian sebagian besar masyarakat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pengganti beras dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia.

BAB I PENDAHULUAN. alternatif pengganti beras dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Tanaman jagung (Zea mays) merupakan salah satu bahan makanan alternatif pengganti beras dan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Selain itu, jagung juga

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PROSES PENGOLAHAN BERAS PRATANAK Gabah yang diperoleh dari petani masih bercampur dengan jerami kering, gabah hampa dan kotoran lainnya sehingga perlu dilakukan pembersihan.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu :

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perbandingan Tepung Tapioka : Tepung Terigu : 28 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisis Sensoris Pengujian sensoris untuk menentukan formulasi terbaik kerupuk goring dengan berbagai formulasi penambahan tepung pisang kepok kuning dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap. Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pembuatan Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Asap Pengolahan ikan tongkol (Euthynnus affinis) asap diawali dengan melakukan preparasi ikan. Selanjutnya diberi perlakuan penggaraman

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan

I. PENDAHULUAN. Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan I. PENDAHULUAN Bab ini akan menjelaskan tentang : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis

Lebih terperinci

Karakteristik mutu daging

Karakteristik mutu daging Karakteristik mutu daging Oleh: Elvira Syamsir (Tulisan asli dalam Kulinologi Indonesia edisi Maret 2011) Mutu merupakan gabungan atribut produk yang dinilai secara organoleptik dan digunakan konsumen

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat

I PENDAHULUAN. dapat diperoleh di pasar atau di toko-toko yang menjual bahan pangan. Abon dapat I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu

I PENDAHULUAN. 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu dan Tempat Penelitian. keperluan. Berdasarkan penggolongannya tepung dibagi menjadi dua, yaitu I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : 1. Latar Belakang, 2. Identifikasi Masalah, 3. Maksud dan Tujuan Penelitian, 4. Manfaat Penelitian, 5. Kerangka Pemikiran, 6. Hipotesis Penelitian, dan 7. Waktu

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu

1 I PENDAHULUAN. Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian, dan (1.7) Waktu 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1) Latar Belakang Masalah, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Meningkatnya status ekonomi masyarakat dan banyaknya iklan produk-produk pangan menyebabkan perubahan pola konsumsi pangan seseorang. Salah satunya jenis komoditas pangan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan 20 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Universitas Lampung dan Laboratorium Politeknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Perkembangan teknologi menyebabkan terjadinya perubahan pada berbagai aspek kehidupan manusia, salah satunya adalah aspek informasi. Kemudahan dalam mengakses informasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan bahan tambahan lain, seperti 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biskuit Menurut SNI 2973-2011, biskuit merupakan salah satu produk makanan kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari bahan dasar tepung terigu atau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu

I. PENDAHULUAN. dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latin Cucurbita moschata (Prasbini et al., 2013). Labu kuning tergolong

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang

I PENDAHULUAN. Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian. dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan bernilai gizi tinggi seperti kacang I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas mengenai : Latar Belakang, Identifikasi Masalah, Maksud dan Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Kerangka Pemikiran, Hipotesis Penelitian, Tempat dan Waktu Penelitian.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung 83-87,5 g air; 3,3 4,9 g protein dan; 4 7,3 g lemak. Susu kambing

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. mengandung 83-87,5 g air; 3,3 4,9 g protein dan; 4 7,3 g lemak. Susu kambing 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Susu Kambing Susu kambing menurut hasil penelitian dalam Sodiq dan Abidin (2008) mengandung 83-87,5 g air; 3,3 4,9 g protein dan; 4 7,3 g lemak. Susu kambing dapat dikonsumsi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram putih (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini membahas mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah

I. PENDAHULUAN. Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Produk pangan fungsional (fungtional food) pada beberapa tahun ini telah berkembang dengan cepat. Pangan fungsional yang merupakan konvergensi antara industri, farmasi

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat

METODE. Waktu dan Tempat 13 METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari 2012 hingga Mei 2012 bertempat di Laboratorium Analisis makanan, Laboratorium pengolahan pangan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas

Lebih terperinci

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

1 I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat 1 I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Peneltian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis Penelitian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. berlebihan dapat disinyalir menyebabkan penyakit jantung dan kanker. Menurut

I PENDAHULUAN. berlebihan dapat disinyalir menyebabkan penyakit jantung dan kanker. Menurut I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan.

BAB I. PENDAHULUAN. harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masa usia bayi dibawah tiga tahun merupakan fase emas pertumbuhan yang harus diberi perhatian khusus karena menentukan kualitas otak bayi kedepan. Winarno dan Rika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang

BAB I PENDAHULUAN. berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Buah naga (Hylocereus sp.) merupakan tanaman jenis kaktus yang berasal dari Amerika Tengah, Amerika Selatan dan Meksiko. Tanaman yang awalnya dikenal sebagai tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada anak-anak membuat anak buta setiap tahunnya

BAB I PENDAHULUAN. ditemukan pada anak-anak membuat anak buta setiap tahunnya 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Defisiensi vitamin A merupakan penyebab kebutaan yang paling sering ditemukan pada anak-anak membuat 250.000-500.000 anak buta setiap tahunnya dan separuh diantaranya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai

I. PENDAHULUAN. Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sayur-sayuran dan buah-buahan adalah jenis komoditi pertanian yang mempunyai sifat mudah rusak. Oleh karena itu memerlukan penanganan pascapanen yang serius

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan

1. PENDAHULUAN. Jenis makanan basah ataupun kering memiliki perbedaan dalam hal umur simpan 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Parameter sensori sangat penting pada tahap penelitian dan pengembangan produk pangan baru. Produk baru yang dihasilkan harus memiliki penanganan yang tepat agar

Lebih terperinci

BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI

BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI BAHAN MAKANAN SETENGAH JADI Definisi : * Bahan makanan olahan yang harus diolah kembali sebelum dikonsumsi manusia * Mengalami satu atau lebih proses pengolahan Keuntungan: * Masa simpan lebih panjang

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,

PENDAHULUAN. (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA. Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Beras Analog Upaya mengurangi ketergantungan konsumsi beras masyarakat Indonesia adalah dengan mengembangkan alternatif pangan. Program diversifikasi pangan belum dapat berhasil

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kuning atau merah (Prajnanta, 2003).

I. PENDAHULUAN. kuning atau merah (Prajnanta, 2003). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Semangka (Citrullus vulgaris Schard.) merupakan buah yang digemari masyarakat Indonesia karena rasanya manis, renyah, dan kandungan airnya banyak, kulitnya keras dapat

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah,(3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka Berpikir, (6) Hipotesa penelitian dan (7)

Lebih terperinci

LOGO BAKING TITIS SARI

LOGO BAKING TITIS SARI LOGO BAKING TITIS SARI PENGERTIAN UMUM Proses pemanasan kering terhadap bahan pangan yang dilakukan untuk mengubah karakteristik sensorik sehingga lebih diterima konsumen KHUSUS Pemanasan adonan dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan

BAB I PENDAHULUAN. Bab I Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Snack telah menjadi salah satu makanan yang sering dikonsumsi oleh masyarakat. Hampir seluruh masyarakat di dunia mengonsumsi snack karena kepraktisan dan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Pengamatan suhu alat pengering dilakukan empat kali dalam satu hari selama tiga hari dan pada pengamatan ini alat pengering belum berisi ikan (Gambar

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang

I. PENDAHULUAN. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan salah satu jenis sayuran sehat yang dewasa ini sudah banyak dikenal dan dikonsumsi oleh berbagai kalangan masyarakat.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola

II. TINJAUAN PUSTAKA. tapioka menjadi adonan yang kemudian dibentuk menjadi bola-bola seukuran bola II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bakso Ayam Bakso merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia yang terbuat dari daging. Dihasilkan dengan mencampur daging, garam, bawang, dan tepung tapioka menjadi adonan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar Nasional Indonesia mendefinisikan tepung terigu sebagai

II. TINJAUAN PUSTAKA. Standar Nasional Indonesia mendefinisikan tepung terigu sebagai 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tepung Terigu Standar Nasional Indonesia 01-3751-2006 mendefinisikan tepung terigu sebagai tepung yang berasal dari endosperma biji gandum Triticum aestivum L.(Club wheat) dan

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Naan bread merupakan salah satu olahan roti tradisional dari daerah Timur Tengah yaitu India. Naan bread biasanya berbentuk bulat hingga agak lonjong, terbuat dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki potensi di sektor

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki potensi di sektor I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang memiliki potensi di sektor pertanian yang cukup besar. Berbagai komoditas pertanian memiliki kelayakan yang cukup baik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Bolu Kukus Kue bolu merupakan kue berbahan dasar tepung terigu dengan penambahan telur dan gula. Terdapat banyak macam kue bolu, misalnya kue tart yang biasa dihidangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara yang terkenal dengan kekayaannya termasuk kekayaan tentang makanan tradisional, banyak makanan tradisional yang tidak dijumpai di negara lain

Lebih terperinci

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia

4. PEMBAHASAN 4.1. Analisa Kimia 4. PEMBAHASAN Biskuit adalah salah satu makanan ringan yang disukai oleh masyarakat, sehingga dilakukan penelitian untuk mengembangkan produk biskuit yang lebih sehat. Pembuatan biskuit ini menggunakan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Syarbini ( 2013 : 15 ), tepung terigu adalah hasil dari

BAB II LANDASAN TEORI. Menurut Syarbini ( 2013 : 15 ), tepung terigu adalah hasil dari BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Tepung Terigu 2.1.1 Pengertian Tepung Terigu Menurut Syarbini ( 2013 : 15 ), tepung terigu adalah hasil dari penggilingan biji gandum. Gandum merupakan salah satu tanaman biji-bijian

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1.1.) Latar Belakang, (1.2.) Identifikasi Masalah, (1.3.) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4.) Manfaat Penelitian, (1.5.) Kerangka Pemikiran, (1.6.) Hipotesis

Lebih terperinci

PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR

PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR PERBANDINGAN KADAR GLUKOSA DAN UJI ORGANOLEPTIK PRODUK OLAHAN MAKANAN DENGAN BAHAN DASAR KENTANG DAN UBI JALAR NASKAH PUBLIKASI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah

TINJAUAN PUSTAKA. Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kacang Merah Kacang merah atau kacang jogo tergolong pangan nabati. Kacang merah atau kacang jogo ini mempunyai nama ilmiah yang sama dengan kacang buncis, yaitu Phaseolus vulgaris

Lebih terperinci

1989).Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500ml. balik. Didihkan selama 30 menit dan kadang kala digoyang- goyangkan.

1989).Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500ml. balik. Didihkan selama 30 menit dan kadang kala digoyang- goyangkan. Penentuan kadar serat kasar Kadar serat kasar dianalisa dengan menggunakan metode Sudarmadji dkk, 1989).Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer 500ml kemudian ditambahkan 200 ml H 2 SO4

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur

TINJAUAN PUSTAKA. kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur TINJAUAN PUSTAKA Tempe Tempe adalah bahan makanan hasil fermentasi kacang kedelai atau jenis kacang-kacangan lainnya yang dibuat secara tradisional dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Daging Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain

Lebih terperinci

PAPER BIOKIMIA PANGAN

PAPER BIOKIMIA PANGAN PAPER BIOKIMIA PANGAN BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ilmu kimia terkait erat dengan kehidupan manusia sehari-hari. Mulai dari urusan sandang dan pangan, bahan bakar, obat-obatan sampai bahan konstruksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. seperti selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Karbohidrat pada ubi jalar juga

BAB I PENDAHULUAN. seperti selulosa, hemiselulosa, dan pektin. Karbohidrat pada ubi jalar juga BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Kandungan gizi utama pada ubi jalar adalah karbohidrat sebanyak 75-90% berat kering ubi merupakan gabungan dari pati, gula, dan serat seperti selulosa, hemiselulosa,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Indeks Glikemik

TINJAUAN PUSTAKA Indeks Glikemik TINJAUAN PUSTAKA Indeks Glikemik Indeks Glikemik pertama dikembangkan tahun 1981 oleh Dr. David Jenkins, seorang Profesor Gizi pada Universitas Toronto, Kanada, untuk membantu menentukan pangan yang paling

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menghasilkan bau, sebagai zat harus bersifat menguap. Dua zat atau. atau saling menutupi (Setyaningsih, dkk., 2010).

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. menghasilkan bau, sebagai zat harus bersifat menguap. Dua zat atau. atau saling menutupi (Setyaningsih, dkk., 2010). IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Uji Organoleptik 1. Aroma Bau atau aroma merupakan sifat sensori yang paling sulit untuk diklasifikasikan dan dijelaskan karena ragamnya yang begitu besar, agar menghasilkan

Lebih terperinci