HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUJIAN BAKTERI TRANSFORMAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUJIAN BAKTERI TRANSFORMAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUJIAN BAKTERI TRANSFORMAN Pengujian bakteri hasil transformasi dilakukan untuk memastikan bahwa gen pengkode enzim arabinosa isomerase (AI) dari Geobacillus stearothermophilus lokal yaitu gen araa benar-benar masuk ke vektor ekspresi dan kemudian dapat terekspresi dengan sistem induksi IPTG. Bakteri atau inang E.coli BL21 plyss dan E. coli BL21 (DE3) plyss pet21b digunakan sebagai pembanding. Protein target yang diharapkan terekspresi kemudian dianalisis dengan Sodium Dedocyl Sulfate Polyacrilamide Gel Electrophoresis (SDS- PAGE) berdasarkan berat molekul. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa protein atau enzim target telah terekspresi dengan sistem induksi IPTG pada bakteri transfroman E. coli BL21 pet21b(+) araa. Sedangkan pada inang E. coli BL21 tanpa plasmid ataupun E.coli BL21 dengan plasmid pet21b, protein atau enzim target tidak ada (data tidak ditampilkan). Enzim arabinosa isomerase (AI) dari Geobacillus stearothermophilus lokal memiliki berat molekul 56 kda (Fitriani & Saksono 2010). Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa enzim AI yang dikodekan oleh gen araa dari G. stearothermophilus T6, G. thermodenitrificans, B. stearothemophilus US100 dan B. stearothermophilus IAM setelah terekspresi menggunakan inang E. coli memiliki berat molekul 56 kda (Lee et al 2005a; Kim & Oh 2005; Rhimi & Bejar 2006; Cheng et al 2009). Terekspresinya enzim AI pada bakteri transforman disebabkan adanya gen araa yang mengkodenya. E. coli BL21 dan E. coli BL21 pet21b tidak memiliki gen araa asal Geobacillus stearothermophilus lokal. Gen araa ini telah disisipkan pada vektor ekpresi yaitu pet21b(+) tepatnya pada bagian hilir T7 promoter dan bagian hulu terminator. Gen araa akan diekpresikan menjadi protein atau enzim AI setelah ditambahkan senyawa penginduksi isopropyl-ß -Dthiogalactopyranoside (IPTG). IPTG menyebabkan represor terlepas dari operator. Sehingga terjadi sintesis atau pembentukan protein/enzim target dengan melibatkan T7 RNA polimerase asal bakteri BL21 (DE3) (Sorensen & Mortensen 2005). 31

2 B. PRODUKSI ENZIM ARABINOSA ISOMERASE Produksi enzim AI dilakukan dengan memodifikasi medium ekspresi. Modifikasi medium ekspresi dilakukan karena enzim target yang diharapkan tidak terekspresi secara maksimal pada medium ekspresi yang biasa digunakan yaitu media cair Luria Bertani (LB). Pita yang masih tipis dari analisis SDS-PAGE (data tidak ditampilkan) menunjukkan bahwa tidak diperolehnya kondisi overekspresi. Berdasarkan penelitian Putri (2010) diketahui bahwa limbah cair tahu yang ditambahkan ekstrak khamir dan diatur ph-nya dapat digunakan sebagai medium pertumbuhan dan medium ekspresi protein rekombinan. E. coli transfroman yang ditumbuhkan pada media limbah cair tahu dengan penambahan ekstrak kamir 0,5% (m/v) memberikan level ekspresi yang tinggi. Penggunaan limbah cair tahu sebagai medium ekspresi lebih memudahkan tahapan pemisahan enzim target dari protein membran setelah freeze-thaw dibandingkan medim LB. LB LCT+YE 116 kda M ni t s2 p2 t s2 p2 ni ~ 56 kda 66.2 kda 45 kda 35 kda 25 kda Gambar 11. Perbandingan ekpresi enzim AI pada 2 jenis medium ekpresi berbeda. Keterangan: LB = luria bertani, LCT+YE=limbah cair tahu + yeast extract, M=marker, ni= non induksi, t=total suspensi sel, s2=supernatan 2, p2=pellet 2. 32

3 Dari analisis dengan SDS-PAGE (gambar 11) telah terkonfirmasi bahwa medium ekpresi yang lebih baik untuk produksi enzim arabinosa isomerase adalah limbah cair tahu yang ditambahkan ekstrak kamir (LCT+YE). Media cair LB juga dapat digunakan sebagai medium ekspesi, akan tetapi pita (band) enzim target yang dihasilkan sangat tipis dibandingkan dengan medium LCT + YE. Perlakuan non induksi atau tanpa penambahan isopropyl-beta-d-thiogalactopyranosidasei (IPTG) bertujuan agar lebih meyakinkan bahwa yang terekspresi dengan berat molekul 56 kda adalah enzim target. Sedangkan adanya running terhadap total, supernatant ke-2 dan pellet ke-2 agar diketahui bahwa enzim AI terdapat pada supernatan. Sistem ekspresi protein rekombinan dengan inang E. coli BL21 dan plasmid pet21b merupakan sistem ekspresi modern dan telah banyak diterapkan. Gen target yang dikloning pada plasmid pet21b berada pada posisi hilir (downsteam) dari promoter atau T7 promoter. T7 promoter berada pada bagian hulu dari operator. T7 promoter ini hanya akan mengenali T7 RNA polimerase dari T7 faga pada E. coli BL21 untuk memulai transkripsi gen target. Karena keberadaan represor pada operator masing-masing genom E. coli BL21 (DE3) dan plasmid pet menyebabkan kecil kemungkinan T7 RNA polimerase diproduksi. Meskipun diproduksi, plasmid plyss yang mengkode T7 lisosim akan menginaktifkan T7 RNA polimerase sebelum bergabung dengan T7 promoter. Jika T7 lisosim tidak mampu juga menginaktifkan seluruh T7 RNA polimerase, maka keberadaan represor pada operator pet akan menghambat transkripsi gen target (Sambrook & Russell 2001). Penambahan IPTG sebagai senyawa penginduksi akan menyebabkan represor terlepas dari operator sehingga RNA polimerase diproduksi dan kemudian berikatan dengan T7 promoter (Sorensen & Mortensen 2005). Hal inilah yang menyebabkan tidak adanya enzim target yang dihasilkan apabila tidak diinduksi dengan IPTG. Oleh karena gen pengkode T7 RNA polimerase berasal dari virus bakteri (faga), maka proses transkripsi ini akan berlangsung dengan cepat dan T7 RNA polimerase diproduksi dalam jumlah banyak. 33

4 Gambar 12. Mekanisme ekspresi terinduksi IPTG pada inang E. coli BL21(DE3) dengan sistem pet (Sorensen & Mortensen 2005) Limbah cair tahu yang ditambahkan ekstrak khamir (LCT+YE) dapat digunakan sebagai medium untuk memproduksi enzim AI asal Geobacillus stearothermophilus lokal menggunakan inang E. coli BL21 plyss pet21b dikarenakan medium ekspresi ini mengandung sumber carbon (C), nitrogen (N) dan mineral yang dibutuhkan oleh bakteri transfroman tersebut. Limbah cair tahu cukup potensial digunakan sebagai media fermentasi karena masih memiliki komponen nutrisi yang cukup lengkap bagi pertumbuhan mikroba (Kawira 1993). Limbah cair tahu mengandung 0.01% sumber karbon, 0.08% sumber nitrogen dan 27.5% mineral berupa kalsium, magnesium, besi, natrium, kalium, dan fosfor (Nurdin 1989). C dan N berguna sebagai sumber energi untuk metabolisme atau sintesis protein. Sedangkan mineral berfungsi sebagai kofaktor serta membantu membawa nutrisi ke dalam sel. Pemilihan media fermentasi merupakan faktor yang sangat penting dalam memproduksi enzim dari mikroba, disamping faktor lain seperti kondisi fermentasi dan spesies mikroorganisme (Aunstrup 1979). Menurut Meyrath & Volvasek (1975), konsentrasi karbon murni yang rendah dan protein yang tinggi pada media akan meningkatkan produksi enzim dari mikroba. Ketika bakteri diinokulasikan ke dalam medium, bakteri akan memanfaatkan karbon sebagai sumber energi untuk beradaptasi dengan medium. Setelah sumber karbon murni habis atau tersisa sedikit, bakteri kemudian mulai mensintesis enzim-enzim yang dapat digunakan untuk menghidrolisis protein menjadi asam-asam amino. Asam- 34

5 asam amino ini akan digunakan sebagai sumber energi oleh bakteri untuk bertahan hidup dan melakukan replikasi. Limbah cair tahu diperkirakan masih mengandung sedikit sumber karbon dari pati kedelai. Protein pada limbah cair tahu berasal dari kedelai. Dalam proses pembuatan tahu, pada proses ekstraksi dengan air panas, sekitar 79-82% kandungan protein kedelai dapat diekstrak. Dari protein yang terekstrak ini, pada waktu pengendapan tahu tidak semuanya mengendap. Banyaknya protein yang dapat digumpalkan atau diendapkan tergantung pada jenis penggumpalnya. Karena tidak terekstraksinya dan terendapnya semua protein yang terdapat pada kedelai, maka pada limbah cair tahu masih terdapat protein kedelai (Nurdin 1989). Penambahan ekstrak khamir ke dalam media limbah cair tahu meningkatkan kandungan nutrisi medium. Ekstrak khamir merupakan protein sel tunggal yang kaya akan asam amino, peptida, vitamin-vitamin B dan trace element. Ekstrak khamir juga mengandung asam nukleat terutama RNA (Singleton & Sainsbury 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Nurdin (1989) menunjukkan bahwa limbah cair tahu lebih baik dalam menghasilkan enzim protease asal bakteri Bacillus licheniformis BCC 0607 dibandingkan medium sintetis. Pada penelitian ini, medium LCT+YE lebih baik sebagai medium ekpresi enzim AI dibandingkan LB karena LCT+YE mengandung mineral yang lebih lengkap. Natrium, kalium dan kalsium menjaga agar protein dan komponen nutrisi lainnya dapat secara simultan dibawa ke dalam sel melalui mekanisme transpor aktif. Sedangkan magnesium (Mg) berfungsi sebagai kofaktor esensial dalam sintesis protein. Sintesis protein oleh E. coli membutuhkan Mg untuk mengaktifkan asam amino dari poolnya, mengawali proses translasi (initiation) dan pada tahap pemanjangan (elongation) menjadi oligopeptida atau protein (Stader 1995; Prescott 2002). Kalsium juga diketahui dapat meningkatkan produksi enzim rekombinan pada E. coli BL21. Penelitian yang telah dilakukan oleh Delgado (2009) menunjukkan bahwa level ekpresi protein rekombinan oleh E. coli BL21 secara jelas meningkat 15% lebih tinggi pada medium LB yang ditambahkan kalsium (Ca) dibandingkan medium LB saja. Ca diduga berperan sebagai pembawa pesan intreseluler (intracellular messenger) dalam sel prokariotik. 35

6 C. OPTIMASI PRODUKSI DENGAN LAMA WAKTU INDUKSI Ekspresi protein rekombinan dengan sistem terinduksi masih merupakan pilihan untuk memproduksi enzim AI. Enzim AI yang dihasilkan dari beberapa genus bakteri, menggunakan senyawa penginduksi supaya gen target mengalami transkripsi dan translasi. Lama waktu induksi yang digunakan untuk ekspresi enzim ini bervariasi. Lee et al (2005a) memproduksi enzim AI asal G. stearothermophilus T6 dan B. halodurans dengan lama waktu induksi 4 jam, sedangkan Lee et al (2004) menggunakan lama waktu induksi 5 jam untuk ekpresi enzim AI asal T. maritima. Chouayekh et al (2007), Cheng et al (2009) dan Cheng et al (2010) memproduksi enzim AI yang masing-masing secara berurutan berasal dari L. plantarum, B. stearothermophilus IAM 11001, dan Acidothermus cellulolytics dengan lama waktu induksi 6 jam. Kim et al (2002) menggunakan lama waktu induksi 15 jam untuk menghasilkan enzim AI asal T. neapolitana. Enzim AI asal Lactobacillus sakei dihasilkan dengan menginduksi inang ekspresi selama semalaman (overnight) (Rhimi et al 2010). Lama waktu induksi yang dilakukan pada studi tersebut diatas adalah untuk menghasilkan enzim AI, dan pada studi tersebut tidak disebutkan atau dibahas tentang optimasi produksi. Menurut Donovan (1996) terdapat dua poin penting yang perlu diperhatikan agar diperoleh hasil maksimum dari ekspresi terinduksi protein rekombinan pada bakteri. Yang pertama adalah siklus pertumbuhan bakteri tersebut, sehingga diketahui kapan induksi mulai dilakukan. Dan yang kedua yaitu lama waktu induksi. Induksi sebaiknya dilakukan pada saat siklus bakteri telah mencapai setengah fase eksponensial (mid eksponential) karena pada fase ini metabolisme bakteri berlangsung cepat dan sinstesis senyawa metabolitnya meningkat beberapa kali lipat dibandingkan fase-fase lainnya. Semakin lama induksi dilakukan maka semakin lama represor terlepas dari operator dan RNA polimerase yang dihasilkan akan semakin banyak pula. Kopetzki et al (1989) menyatakan bahwa induksi yang terlalu kuat akan menyebabkan beban metabolisme bagi inang dan bisa merangsang terbentuknya inclusion bodies. Oleh karena itu, konsentrasi senyawa penginduksi yang ditambahkan harus minimal. Konsentrasi akhir senyawa penginduksi sebesar 1 mm pada media ekpresi merupakan konsentrasi yang ideal. 36

7 Khoo et al (2010) menyimpulkan bahwa konsentrasi IPTG 1 mm adalah konsentrasi terbaik untuk menghasilkan protein rekombinan menggunakan inang E. coli. Chen & Morgan (2006) menyebutkan bahwa waktu induksi yang terlalu lama akan menyebabkan nutrisi yang diperlukan oleh kultur akan cepat habis. Sehingga sangat penting untuk menyeimbangkan kapasitas induksi dan produksi protein rekombinan, agar diperoleh enzim target dalam jumlah banyak dan dengan aktivitas maksimum Total Supernatan Pellet Optical density aktivitas enzim (U/ ml) OD = 600 nm Kultur dan lama Induksi Gambar 13. Grafik optical density (kerapatan sel) dan aktivitas enzim yang dikoleksi dari kultur serta setelah induksi 116 kda M Jam ke-0 Jam ke-4 Jam ke-8 Jam ke-12 Jam ke-16 Jam ke-20 Jam ke kda ~ 56 kda 45 kda 35 kda Gambar 14. SDS-PAGE hasil optimasi produksi enzim dengan lama waktu induksi. Running dari kiri ke kanan M=marker dan jam setelah induksi (berurutan dari kiri ke kanan: total suspensi sel, supernatan ke-2 dan pellet ke-2). 37

8 Pada gambar 14 terlihat hasil ekspresi enzim target (supernatan ke-2) antara jam ke-12, 16 dan 20 hampir sama tebal (bandnya). Akan tetapi pada gambar 13 terlihat produksi enzim AI yang paling optimum adalah dengan lama waktu induksi 16 jam. Gambar 13 menunjukkan bahwa aktivitas enzim tertinggi terdapat pada lama waktu induksi 16 jam dan 20 jam. Tetapi induksi 16 jam memiliki aktivitas enzim pada bagian supernatan yang lebih tinggi (±2000 U/ml) dibandingkan jam ke-20 (±1500 U/ml). Bagian supernatan ke-2 merupakan bagian enzim yang larut dan memiliki aktivitas tinggi. Gambar 13 menunjukkan bahwa kultur dan induksi jam ke-0 tidak memiliki aktivitas enzimatis terhadap substrat galaktosa yang diberikan. Hal ini menjelaskan bahwa tidak ada enzim AI yang diproduksi pada perlakuan tersebut. Karena jika dibandingkan dengan jam ke-4 setelah induksi, aktivitas enzim AI nampak meningkat secara tajam. Dari gambar 13 diketahui bahwa aktivitas enzim AI terus meningkat apabila waktu induksi diperpanjang hingga 16 jam. Kemudian setelah itu, aktivitas enzim AI kembali menurun. Gambar 13 juga menunjukkan bahwa enzim AI diproduksi secara optimal pada fase stasioner dari fase pertumbuhan inang ekspresi (E. coli BL21 pet21b-araa). Enzim dari mikroba dihasilkan secara optimal pada akhir fase eksponensial atau awal fase stasioner. Tetapi ada juga enzim dihasilkan secara maksimal pada fase stasioner. Optimasi produksi enzim keratinase dari bakteri termofilik diperoleh pada fase pertumbuhan stasioner (Gumulya 2004). Dan enzim protease dari Bacillus subtilis rekombinan dihasilkan secara maksimal pada awal fase stasioner (Sugiarto 2001). Saat memasuki fase stasioner, bakteri akan mengeluarkan senyawa metabolit lebih banyak. Hal ini merupakan bentuk respon stress bakteri terhadap kondisi yang sedang dialaminya, karena akan memasuki fase kematian (Jay et al 2005). Pada gambar 13 terlihat bahwa pellet ke-2 yang merupakan campuran membrane sel bakteri dan inclusion bodies tidak memiliki aktivitas apabila induksi dilakukan selama 4 dan 8 jam. Tetapi jika waktu induksi diperpanjang maka pellet sedikit memberikan aktivitas. Hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya beberapa bagian enzim yang membentuk inclusion bodies dan bergabung bersama pellet ke-2. Kemungkinan terbentuknya inclusion bodies dipertegas melalui keberadaan pita pada posisi 56 kda dibagian pellet dari perlakuan

9 jam setelah induksi (gambar 14). Sedangkan perlakuan 4 dan 8 jam setelah induksi tidak terdapat pita pada bagian pelletnya. Sorensen & Mortensen (2005) menyatakan bahwa masalah yang sering timbul ketika memproduksi enzim rekombinan adalah terbentuknya inclusion bodies. Inclusion bodies adalah aggregat protein target yang tidak larut dan tidak aktif. Inclusion bodies terbentuk karena kesalahan pelipatan (folding) protein akibat dari kondisi stress mikroba sehingga menyebabkan terjadinya beban metabolisme. Salah satu faktor penyebab terjadinya respon stress mikroba dan beban metabolisme adalah tingkat ekspresi yang tinggi. Pada penelitian ini, isolasi enzim AI dilakukan dengan 2 kali sentrifugasi. Setelah induksi dihentikan dengan meletakkan kultur di es, kemudian kultur disentrifugasi dan akan diperoleh supernatan ke-1 (S1) dan pellet ke-1 (P1). Supernatan ke-1 yang merupakan medium ekspresi dibuang sedangkan pellet ke-1 yang merupakan total suspensi sel bakteri ditambahkan larutan buffer dan diberi perlakukan freeze-thaw. Setelah itu, total suspensi sel disentrifugasi kembali untuk mendapatkan supernatan ke-2 (S2) dan pellet ke-2 (P2). Penjelasan lebih rinci mengenai mekanisme pemisahan enzim AI dengan inclusion bodies akan dibahas pada bagian purifikasi. Pada gambar 14 terlihat bahwa induksi jam ke-0 tidak terdapat pita pada posisi 56 kda. Ini karena induksi baru diberikan dan ekspresi gen target belum terjadi. Pita dari total suspensi sel pada jam ke-12, 16 dan 20 setelah induksi tidak terlalu jelas dibandingkan jam ke-4, 8 dan 24. Hal ini disebabkan karena running SDS-PAGE atau analisis dengan SDS-PAGE terhadap jam ke-4, 8 dan 24 setelah induksi dilakukan terlebih dahulu. Sedangkan running terhadap jam ke-12, 16 dan 20 setelah induksi dilakukan beberapa hari kemudian. Sehingga diduga enzim total terdegradasi oleh protease-protease yang kemungkinan terdapat pada bakteri. Menurut Stader (1995), E. coli BL21 sangat sedikit mengeluarkan protease Lon dan ompt (protease VII). Namun E. coli juga mampu menghasilkan proteaseprotease lainnya, baik protease spesifik ataupun protease non-spesifik. Beberapa protease spesifik dan non-spesifik yang mampu dihasilkan oleh E. coli antara lain yaitu protease III dan IV yang berada pada bagian dalam membran (inner membrane), protease V yang dihasilkan dari membran luar dan membran dalam 39

10 bakteri, serta protease VI dan serin protease yang dihasilkan oleh membran luar E. coli. Setelah total suspensi sel (T) dikoleksi, kemudian total suspensi sel ini disimpan pada suhu 4ºC, sedangkan enzim pada supernatant 2 dan pellet 2 disimpan pada suhu -20ºC. Enzim pada total suspensi sel masih bergabung dengan protein-protein lain termasuk dengan protein membran sel. Sedangkan enzim pada supernatant ke-2 lebih murni dan telah terpisah dari protein membran sel serta disimpan pada suhu freezer (-20ºC) yang dapat menginaktifkan enzim secara maksimal. Oleh karena itulah pita pada supernatan ke-2 dari induksi jam ke-12, 16 dan 20 masih terlihat jelas dan tebal. D. PURIFIKASI Setelah diperoleh kondisi optimum untuk memproduksi enzim arabinosa isomerase (AI) yaitu dengan menggunakan medium (LCT+YE) dan lama waktu induksi 16 jam, kemudian enzim yang dihasilkan dimurnikan (purifikasi) untuk keperluan karakterisasi dan untuk menghilangkan protein lain yang berikatan dengan enzim AI. Purifikasi dilakukan dengan 3 tahap antara lain: 1) freeze-thaw, 2) heat treatment, dan 3) kolom ion-exchange. Pemilihan metode freeze-thaw sebagai bagian dari tahapan purifikasi karena ekstrak enzim AI berada dalam sitosol bakteri. Dengan freeze-thaw menggunakan suhu -70ºC sebanyak 3 kali ulangan, akan melukai membran sel bakteri. Kristal-kristal es yang terbentuk akan membuat lubang pada membran sel sehingga ketika disentrifugasi, cairan sitoplasma akan mudah dipisahkan dari membran atau protein membran dan inclusion bodies. Inclusion bodies adalah protein target yang tidak larut dan memiliki aktivitas yang sangat rendah, bahkan kemungkinan tidak memiliki aktivitas. Keuntungan memproduksi enzim termostabil adalah dapat mempermudah tahapan purifikasi. Menurut Olichon et al (2007), metode heat treatment dapat menyederhanakan protokol purifikasi protein termotoleran. Heat treatment atau perlakuan panas pada kondisi stabil enzim target akan mendegradasi enzim ataupun protein lain yang tidak tahan panas. Tahapan akhir dari purifikasi yaitu melewati enzim AI pada kolom yang berisi resin dietil amino etil (DEAE). Resin DEAE merupakan resin anion exchange. Resin DEAE yang bermuatan positif akan mengikat enzim AI yang 40

11 bermuatan negatif ketika enzim AI dilewatkan pada kolom. Muatan negatif pada enzim AI karena enzim ini telah dicampurkan dengan buffer tris HCl ph 7.5 pada saat isolasi. Pada kondisi ph diatas pi-nya (ph isoelektrik) enzim AI akan bermuatan negatif. Kolom kromatografi DEAE dapat memisahkan enzim AI dari protein lain yang bermuatan positif. Enzim AI yang berikatan negatif akan berikatan dengan resin DEAE yang bermuatan positif. Enzim AI dielusi dengan garam NaCl, ion garam yang bermuatan negatif dengan afinitas yang lebih kuat akan cenderung berikatan dengan DEAE, sehingga enzim AI akan meluruh. Protein yang meluruh ditampung masing-masing sebanyak 2 ml per fraksi dan kemudian diukur fingerprint proteinnya atau perkiraan kandungan proteinnya pada panjang gelombang 280 nm. Sebagian besar protein menunjukkan tingkat penyerapan maksimumnya pada panjang gelombang 280 nm, hal ini karena keberadaan rantai samping aromatik dari asam-asam amino (Gupta et al 2003). Pada gambar 15 terlihat bahwa peak protein yang muncul berada pada fraksi 3-8, dan Fraksi 1-6 kemungkinan merupakan protein atau asam amino yang tidak berikatan dengan resin DEAE. Protein ini bermuatan positif, karena ketika sampel enzim AI di masukkan ke dalam kolom, fraksi yang keluar ditampung dan diberi nomor 1 6. Pencucian atau washing terhadap enzim AI yang tidak berikatan lainnya dilakukan menggunakan 10 mm buffer tris HCl, dan fraksi yang ditampung pada tahap washing diberi nomor Ketika elusi dilakukan menggunakan 100 mm garam NaCl, protein yang awalnya berikatan mulai keluar pada fraksi Akan tetapi enzim AI yang meluruh masih sedikit, sebab ketika dilakukan elusi menggunakan 300 mm NaCl terjadi peningkatan jumlah protein yang keluar. Hal ini terlihat pada gambar 15, tepatnya pada fraksi yang puncak proteinnya sangat tinggi dibandingkan protein hasil peluruhan menggunakan 100 mm NaCl. Konsentrasi garam NaCl yang lebih tinggi menyebabkan kekuatan ionik antara resin dengan garam (ion Cl - ) lebih kuat dibandingkan dengan enzim. Sehingga posisi enzim yang terikat dengan resin DEAE digantikan oleh Cl -. DEAE adalah resin ion exchange yang lemah, artinya tidak terlalu kuat dalam mengikat anion. Maka dari itu, konsentrasi 300 mm garam NaCl sudah cukup meluruhkan sebagian besar enzim. Penggunaan garam NaCl 400 dan 500 mm dapat dinyatakan sebagai tahapan regenerasi dalam 41

12 pemurnian enzim AI. Regenerasi bertujuan untuk meluruhkan semua protein yang masih berikatan dengan resin DEAE. Dan pada penggunaan garam NaCl 1 M dapat dinyatakan bahwa protein yang keluar tidak ada lagi. Apabila semua protein telah dikeluarkan dari kolom, maka akan lebih meyakinkan bahwa semua protein yang ada telah dikoleksi dan kolom dapat digunakan untuk purifikasi berikutnya. Grafik hasil purifikasi Protein NaCl UV = 280 nm NaCl (mm) Nomor Fraksi Gambar 14. Pengukuran kadar protein pada 280 nm terhadap enzim AI hasil kromatografi ion exchange dengan fase diam resin DEAE. Garam pengelusi NaCl. Supaya dapat diketahui pada fraksi yang mana enzim AI berada, maka dilakukan pengujian SDS-PAGE dan aktivitas enzimatis pada panjang gelombang 560 nm serta konsentrasi protein dengan metode bradford. Fraksi yang dipilih adalah fraksi nomor 6, 15, 16, 35, 36, 50, 51, 52, 64, 65, 73, 74, 84 dan 85. Pemilihan fraksi ini didasarkan pada gambar 15 atas peak protein yang timbul dan fraksi-fraksi yang mewakili protein terelusi oleh berbagai gradien NaCl. Fraksi nomor 6 dipilih karena dapat mewakili fraksi sebelum dan sesudahnya yang tidak berikatan dengan resin DEAE. Fraksi 15 dan 16 merupakan fraksi yang terelusi pada saat washing atau pencucian. Tahap washing adalah tahapan pembersihan protein yang tidak berikatan dengan resin tetapi masih berada dalam kolom. Pencucian dilakukan dengan 0 mm NaCl dalam buffer tris HCl. Fraksi dipilih karena fraksi ini mewakili protein terelusi oleh 100 mm NaCl dan 42

13 peak-nya yang lebih tinggi dibandingkan peak sesama terelusi oleh 100 mm NaCl. Alasan yang sama juga menjadi dasar pemilihan fraksi 50, 51 dan 52 yang mewakili fraksi terelusi oleh 300 mm NaCl. Fraksi 64 dan 65 mewakili fraksi terelusi oleh 400 mm NaCl, fraksi 73 dan 74 mewakili terelusi oleh 500 mm NaCl, serta 84 dan 85 mewakili protein yang terelusi oleh 1 M NaCl. 0 mm 100 mm 300 mm 400 mm 500 mm 1 M NaCl NaCl NaCl NaCl NaCl NaCl M T CE P HT M HT kda 70 kda 60 kda 50 kda kda kda Gambar 16. SDS-PAGE enzim AI ekstrak kasar dan hasil purifikasi. M=marker, T = total suspensi sel, CE = ekstrak kasar hasil freezethaw, HT=enzim AI CE yang telah di heat treatment dan 6, 15, 16, 35, 36, 50, 51, 52, 64, 65, 73, 74, 84 dan 85 = nomor fraksi hasil purifikasi kolom ion exchange, P=pellet ke-2, mm NaCl = garam pengelusi. Dari gambar 16 diketahui enzim AI berada pada fraksi nomor 50, 51, 52 dan fraksi disekitarnya. Pita tunggal (single band) pada fraksi 50, 51 dan 52 mengindikasikan enzim AI telah cukup murni dan terpisah dari protein lainnya. Fraksi nomor 6, 15, 16, 64, 65, 73, 74, 84 dan 85 yang tidak memperlihatkan keberadaan pita pada posisi 56 kda. Bukti ini menunjukkan enzim AI tidak berada pada fraksi tersebut. Atau bisa jadi ada, tetapi dalam jumlah yang sangat sedikit. Hasil dari gambar 16 dikonfirmasi oleh gambar 17 yang menunjukkan bahwa fraksi 50, 51 dan 52 memiliki aktivitas tinggi (±600 U/ml). Fraksi 6, 15, 16, 35, 36, 64, 65, 73, 74, 84 dan 85 hasil pemurnian dengan kolom kromatografi 43

14 penukar ion tidak menunjukkan adanya aktivitas. Pengukuran aktivitas enzim AI dilakukan dengan mereaksikan enzim dan substrat galaktosa. AI akan merubah galaktosa menjadi tagatosa. Dengan adanya larutan karbazol sistein asam sulfat, maka tagatosa yang merupakan gula ketosa akan berwarna ungu. Semakin banyak tagatosa yang dibentuk maka aktivitas enzimatik AI berarti semakin tinggi. Semakin banyak tagatosa akan menyebabkan intensitas warna ungu semakin meningkat sehingga absorbansi pada panjang gelombang 560 nm juga akan semakin tinggi (Dische & Borenfreund 1951) Aktivitas enzim (U/ ml) Enzim ekstrak kasar dan hasil purifikasi Gambar 17. Pengukuran aktivitas terhadap enzim ekstrak kasar dan fraksi hasil kromatografi dengan kolom DEAE. Putri (2010) melakukan penelitian tentang purifikasi enzim AI menggunakan kolom penukar ion dengan fase diam resin DEAE. Hasil yang diperoleh menunjukkan enzim AI terelusi pada konsentrasi 300 mm NaCl. Pada penelitian ini, fraksi 50, 51 dan 52 terelusi pada konsentrasi 300 mm NaCl. Penentuan konsentrasi protein juga dianalisis dengan metode Bradford terhadap enzim ektrak kasar dan enzim hasil pemurnian, serta fraksi yang mewakili masing-masing elusi hasil pemurnian dengan kolom DEAE. Hal ini dilakukan untuk memastikan konsentrasi protein karena pada panjang gelombang 44

15 280 nm keberadaan asam amino atau asam nukleat juga kemungkinan dapat terdeteksi oleh spektrofotometer (Gupta et al 2003). Gambar 18 menunjukkan bahwa konsentrasi protein hasil pemurnian kolom kromatografi lebih tinggi dibandingkan fraksi lainnya. Gambar 18 sesuai dengan gambar 17 dimana aktivitas enzim tinggi dikarenakan konsentrasi proteinnya juga tinggi dan sebaliknya aktivitas enzim AI tidak ada disebabkan protein atau enzim AI-nya juga tidak ada atau rendah. Gambar 18 juga menjawab ketidakpuasan dari gambar 15 dimana absorbansi fraksi 6 pada panjang gelombang 280 nm paling tinggi dibandingkan fraksi hasil kromatografi penukar ion lainnya tetapi ketika analisis dengan SDS-PAGE tidak terdeteksi keberadaan proteinnya (gambar 16). Gambar 18 menunjukkan bahwa konsentrasi protein fraksi 6 sangat rendah dan bahkan tidak terdeteksi dengan metode Bradford. Tingginya absorbansi fraksi 6 pada panjang gelombang 280 nm kemungkinan disebabkan terdeteksinya beberapa komponen yang bukan protein. Menurut Chang (2010), kelemahan analisis protein pada panjang gelombang 280 nm karena pada panjang gelombang ini asam nukleat, asam amino aromatik yang bukan protein, dan senyawa pengotor yang menyebabkan keruhnya larutan juga ikut terserap Konsentrasi protein (mg/ ml) Enzim ekstrak kasar dan hasil pemurnian Gambar 18. Pengukuran konsentrasi protein dengan metode Bradford terhadap enzim ekstrak kasar dan fraksi hasil purifikasi dengan kolom DEAE. 45

16 Tabel 7. Perhitungan konsentrasi protein (metode Bradford) dan aktivitas spesifik yang diberikan Perlakuan Volume (ml) Protein (mg/ml) Total Protein (mg) Aktivitas (U/ml) Total aktivitas (U) Aktivitas spesifik (U/mg) Ekstrak kasar Heat treatment Fraksi Fraksi Fraksi Tabel 7 menunjukkan aktivitas spesifik enzim AI murni pada fraksi 50, 51 dan 52 masing-masing secara berurutan adalah 345, 282 dan 364 U/mg. Aktivitas spesifik ini lebih rendah dibandingkan enzim kasar dan enzim hasil heat treatment. Penurunan aktivitas spesifik enzim setelah pemurnian kemungkinan disebabkan oleh pengukuran aktivitas enzim yang dilakukan pada masing-masing fraksi secara terpisah. Apabila fraksi yang telah disimpulkan mengandung enzim AI yaitu fraksi kemudian digabungkan dan dihomogenkan serta dipekatkan, maka aktivitas spesifik enzim hasil pemurnian tersebut kemungkinan dapat meningkat. Pemekatan akan meningkatkan konsentrasi protein. Berdasarkan pada grafik hasil purifikasi (gambar 15), SDS-PAGE (gambar 16), aktivitas enzim (gambar 17) dan konsentrasi protein (gambar 18) diatas, maka fraksi dengan nomor dan disekitar 50, 51 serta 52 dikoleksi untuk keperluan karakterisasi. E. KARAKTERISASI Aktivitas dan stabilitas enzim dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya adalah waktu penyimpanan, suhu, ph, logam dan senyawa-senyawa yang dapat menginaktifkan enzim. Aktivitas enzim merupakan karakter terpenting dari enzim. Aktivitas enzim dibawah pengaruh suhu tertentu dapat dinyatakan dengan aktivitas relatif atau aktivitas sisa. Aktivitas relatif adalah hasil bagi antara aktivitas enzim pada kondisi (suhu, ph dan waktu) tertentu dengan aktivitas enzim pada suhu optimum. Aktivitas sisa sering kali dinyatakan sebagai aktivitas enzim setelah mengalami pra-inkubasi (Gumulya 2004). 46

17 Menurut Suhartono (1989), konfigurasi struktur tersier enzim dipertahankan oleh ikatan sulfida, interaksi hidrofobik dan ikatan hidrogen. Struktur tersier ini secara keseluruhan berperan penting dalam membentuk ruang tiga dimensi pada tapak aktif, sehingga dengan adanya perubahan pada struktur ini dapat mengakibatkan terhambatnya pengikatan dan pengubahan substrat. Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi struktur tersier dari enzim diantaranya adalah suhu, ph dan kekuatan ion. 1. Suhu Optimum Pada umumnya semakin tinggi suhu semakin naik laju reaksi kimia, baik yang tidak dikatalisis maupun yang dikatalisis oleh enzim. Enzim adalah protein, jadi semakin tinggi suhu maka proses inaktivasi enzim juga semakin meningkat. Keduanya mempengaruhi laju enzimatik secara keseluruhan. Penentuan suhu optimum aktivitas enzim sangat diperlukan dalam penerapan suatu enzim. Pada penelitian ini penentuan suhu optimum dilakukan pada suhu 50, 60, 70, 80 dan 90 ºC. Enzim AI murni dari lokal G. stearothermophilus adalah enzim yang bersifat termostabil. Suhu pertumbuhan ideal bakteri termofilik G. stearothermophilus berkisar antara 55-65ºC (Nazina et al 2001). Dasar lain pemilihan kisaran suhu-suhu tersebut karena beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa enzim AI dari genus yang sama memiliki suhu optimum 60-80ºC. Aktivitas relatif (%) Suhu ( 0 C) Gambar 19. Suhu optimum enzim murni AI dari strain lokal G. stearothermophilus 47

18 Suhu optimum enzim AI dari strain lokal G. stearothermophilus adalah 60ºC (gambar 19). Aktivitas enzim AI belum mencapai maksimum pada suhu 50ºC yakni hanya memiliki aktivitas relatif sebesar 70%. Pada suhu 70ºC, aktivitas relatif enzim AI adalah 80% dibandingkan aktivitas pada suhu optimum. Apabila suhu dinaikkan melebihi 70ºC, aktivitas enzim AI semakin menurun. Secara umum terdapat hubungan antara suhu dengan aktivitas maksimum dari enzim. Setiap enzim berfungsi secara optimum pada suhu tertentu. Mulai dari suhu rendah, aktivitas enzim bertambah dengan naiknya suhu sampai aktivitas optimumnya tercapai. Kenaikan suhu lebih lanjut berakibat berkurangnya aktivitas dan pada akhirnya terjadi denaturasi enzim (Nurdin 1989). Meningkatnya aktivitas enzim hingga sampai suhu maksimum disebabkan oleh meningkatnya energi kinetik molekul-molekul enzim. Dengan demikian gerak vibrasi, rotasi enzim dan substrat dipercepat sehingga memperbesar peluang keduanya untuk bertumbukan dan bereaksi. Sebaliknya setelah melewati suhu optimum (60ºC), konformasi enzim mengalami perubahan sehingga tapak aktif tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Pada suhu tinggi substrat juga mengalami perubahan konformasi, akibatnya mengalami kesulitan dalam memasuki dan mengenali enzim (Machielsen et al 2007). Menurut Cheng et al (2009) suhu 60-65ºC merupakan suhu yang tepat untuk memproduksi tagatosa menggunakan enzim AI pada skala industri. Penggunaan suhu yang lebih tinggi atau = 80ºC akan mengawali terjadinya pengaruh yang tidak diinginkan seperti reaksi browning dan terbentuknya produk sampingan. 2. ph Optimum Enzim mempunyai aktivitas maksimum pada suatu kisaran ph yang disebut ph optimum. Suatu enzim memiliki kisaran ph optimum yang sangat sempit. Apabila enzim berada pada kondisi ph lingkungan optimum, maka enzim akan mempunyai stabilitas yang tinggi. Pada penelitian ini kisaran ph yang digunakan adalah 5-9. Sebagian besar penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menyatakan bahwa enzim AI mempunyai aktivitas maksimum pada ph netral atau 48

19 sedikit basa. AI yang berasal dari bakteri asam pun memiliki aktivitas maksimum pada kondisi mendekati ph netral (ph 6.5) (Lee et al 2005b). Seperti yang terlihat pada gambar 20 dibawah, ph optimum enzim AI dari strain lokal G. stearothermophilus adalah 7. Enzim AI ini masih cukup stabil pada ph 7.5 dimana aktivitasnya hanya menurun 15%. Sedangkan pada ph 8 dan 8.5 aktivitas enzim AI turun sekitar 60% dibandingkan aktivitas maksimumnya. Pada ph 9 aktivitas enzim AI menurun hingga tersisa 35%. Enzim AI dari penelitian ini tergolong ke dalam enzim yang tidak tahan asam. Karena pada ph 6.5 aktivitas enzim AI hilang hingga 60% lebih. Apabila ph terus diturunkan sampai 5, maka aktivitas relatif enzim AI hanya tersisa 8% saja Aktivitas relatif (%) ph Gambar 20. ph optimum enzim murni AI dari strain lokal G. stearothermophilus Enzim bersifat amfolitik, yang berarti enzim mempunyai konstanta disosiasi pada gugus asam maupun gugus basanya terutama pada gugus residu terminal karboksil dan terminal aminonya. Perubahan keaktifan enzim akibat perubahan ph lingkungan disebabkan oleh terjadinya perubahan ionisasi pada gugus ionik enzim pada sisi aktifnya atau sisi lain yang secara tidak langsung mempengaruhi sisi aktif. Gugus ionik berperan dalam menjaga konformasi sisi aktif dalam mengikat substrat dan dalam mengikat substrat menjadi produk. Perubahan ionisasi juga dapat dialami oleh substrat atau kompleks enzim-substrat (Illanes 2008). 49

20 Suhu dan ph optimum enzim AI dari strain lokal berada pada kisaran suhu dan ph optimum enzim AI dari beberapa bakteri termofilik lainnya. Enzim AI dikodekan oleh gen yang sama yaitu araa. Similaritas gen araa strain lokal dengan beberapa bakteri termofilik lainnya sangat tinggi ( > 95%) (Fitriani & Saksono 2010), sehingga kisaran suhu dan ph optimum enzim AI dari strain lokal ini dapat diterima. Dari karakteristik suhu dan ph optimum enzim AI diketahui bahwa meskipun berasal dari jenis, genus dan spesies yang sama bahkan dikodekan oleh gen yang sama, karakteristik yang diberikan oleh enzim AI tidak ada yang 100% sama. Masing-masing mempunyai karakter yang berbeda apabila sumber isolasi bakteri berbeda. Tabel 8. Karakteristik suhu dan ph optimum enzim AI dari beberapa bakteri termofilik Nama bakteri Suhu ph optimum optimum Referensi G. stearothermophilus lokal 60ºC 7 Penelitian ini G. stearothermophilus T6 70ºC 7.5 Lee et al 2005a B. stearothermophilus US100 80ºC 7.5 Rhimi & Bejar 2006 A. acidocaldarius 65ºC Lee et al 2005b Thermus sp. 60ºC 8 Kim et al 2003 B. stearothermophilus IAM ºC 7.5 Cheng et al 2009 G. thermodentrificans 70ºC 8.5 Kim & Oh 2005 Tabel 5 menunjukkan bahwa kisaran suhu optimum enzim AI dari beberapa bakteri termofilik yang telah diteliti adalah 60-80ºC. Sedangkan ph optimumnya berkisar antara Enzim AI dari beberapa bakteri termofilik yang telah diteliti tidak ada yang menunjukkan karakteristik suhu dan ph optimum yang sama. Dari tabel 5 diketahui bahwa meskipun enzim AI dihasilkan oleh gen yang sama (gen araa), namun genus, spesies, strain ataupun tempat isolasi bakteri yang berbeda dapat memberikan karakteristik yang berbeda pula. 3. Pengaruh Logam Penelitian pengaruh ion logam terhadap aktivitas enzim AI dilakukan menggunakan logam yang diperkiran adalah logam aktivator atau yang dapat meningkatkan aktivitas enzim. Enzim AI dari berbagai jenis bakteri sangat membutuhkan logam Mn 2+ dan Co 2+ untuk meningkatkan aktivitasnya dan 50

21 mempertahankan stabilitasnya. Dalam penelitian ini logam yang diujikan adalah logam Mn 2+. Logam Co 2+ tidak diujikan karena diharapkan enzim AI nantinya akan digunakan untuk memproduksi tagatosa yang aplikasinya pada produk pangan ataupun aplikasi oral (suplemen dan obat). Logam Co 2+ termasuk logam berat yang berbahaya terhadap kesehatan. Logam lain yang digunakan adalah kalsium (Ca), besi (Fe) dan magnesium (Mg). Pemilihan logam-logam ini karena diketahui ada enzim AI dari beberapa bakteri yang aktivitasnya ditingkatkan oleh logam-logam tersebut. Meskipun juga ada aktivitas enzim AI yang tidak dipengaruhi atau bahkan dihambatnya. Percobaan awal menunjukkan bahwa logam Ca dan Mn meningkatkan aktivitas enzim AI, logam Mg tidak mempengaruhi aktivitas enzim, sedangkan logam Fe menghambat enzim (data tidak ditampilkan). Oleh sebab itu, pada penelitian ini logam yang diujikan adalah Ca dan Mn. Penambahan masingmasing logam adalah sebesar 1 dan 5 mm. Konsentrasi 1 mm logam Co dan Mn sudah dapat meningkatkan aktivitas enzim AI (Rhimi & Bejar 2005; Lee et al 2004). Penelitian Cheng et al (2009) menunjukkan konsentrasi optimum ion logam Mn 2+ terhadap aktivitas enzim AI asal B. stearothermophilus IAM11001 adalah 1 mm. Penelitian Kim & Oh (2005) menunjukkan konsentrasi optimum ion logam Mn 2+ terhadap aktivitas enzim AI asal G. thermodenitrificans adalah 5 mm, jika konsentrasi ditingkatkan hingga 10 mm aktivitas enzimnya menurun. Kebanyakan penelitian-penelitain tersebut diatas dilakukan dengan memberikan perlakuan kelating menggunakan senyawa EDTA terhadap enzimnya. Enzim AI dari strain lokal pada penelitian ini tidak diberi perlakuan kelating dengan EDTA sebelum diuji aktivitasnya. Penambahan ion logam dilakukan secara langsung pada enzim murni hasil kromatografi penukar ion. Gambar 21 menunjukkan bahwa aktivitas enzim AI sangat membutuhkan logam Mn untuk meningkatkan aktivitasnya. Logam Mn meningkatkan aktivitas enzim AI dari G. stearothermophilus lokal hingga 525% pada konsentrasi 1 mm dan 560% pada konsentrasi 5 mm. Logam Ca meningkatkan aktivitas enzim sebesar 54% pada konsentrasi 1 mm dan 30% pada konsentrasi 5 mm. 51

22 Perbandingan peningkatan aktivitas enzim dilakukan dengan enzim tanpa penambahan logam (kontrol). Kontrol Penambahan Ca Penambahan Mn Aktivitas relatif (%) Konsentrasi Logam (mm) Gambar 21. Pengaruh penambahan ion logam terhadap aktivitas enzim AI Enzim AI dari B. stearothermophilus IAM11001 (BSAI IAM11001) aktivitasnya meningkat 4 kali lipat atau menjadi 404% dengan keberadaan 1 mm logam Mn, tetapi keberadaan Ca menghambat aktivitas BSAI IAM11001 (Cheng et al 2009). Penelitian Kim et al (2003b) menyatakan enzim AI dari Thermus sp. (TAI) aktivitasnya ditingkatkan oleh keberadaan logam Mn hingga 90%. Sedangkan Ca menurunkan aktivitas enzim TAI sebesar 20%. Enzim AI asal Geobacillus thermodenitrificans (GTAI) aktivitasnya meningkat dengan keberadaan logam Mn dan Ca masing-masing sebesar 34% dan 11%. Jika konsentrasi Mn yang ditambahkan sebesar 5 mm, maka aktivitas relatif GTAI meningkat hingga 75% (Kim & Oh 2005). Logam Mn meningkatkan aktivitas enzim AI asal A. acidocaldarius menjadi 2,3 kali lipatnya (Lee et al 2005b). Penelitian yang dilakukan Rhimi & Bejar (2006) memberikan hasil bahwa enzim AI dari B. stearothermophilus US100 (BSAI US100) meningkat aktivitasnya dengan keberadaan logam Mn sebesar 24%. Sedangkan Ca menurunkan aktivitas BSAI US100 sebesar 7%. Enzim AI dari G. 52

23 stearothermophilus T6 membutuhkan logam Mn dan Ca untuk meningkatkan aktivitasnya. Aktivitas relatif enzim AI dari bakteri G. stearothermophilus T6 meningkat 75% dan 49% masing-masing secara berurutan dengan keberadaan logam Mn dan Ca (Lee et al 2005a). Menurut Illanes (2008), sebagian besar enzim membutuhkan ion logam (kofaktor) untuk meningkatkan aktivitasnya. Peningkatan aktivitas dengan keberadaan ion logam karena logam akan berikatan pada sisi aktif enzim dan meningkatkan kekuatan ion enzim. Dengan peningkatan kekuatan ion pada konformasi sisi aktif enzim, maka enzim akan lebih cenderung kuat mengikat substrat dan reaksi katalisisnya menjadi lebih cepat. Ion logam biasanya akan terikat kuat pada struktur enzim sehingga tidak terlepas dari enzim selama reaksi enzimatis berlangsung. 4. Stabilitas Panas Stabilitas enzim merupakan faktor penting pada aplikasi komersial terutama dengan jangka waktu yang lama dalam biokonservasi enzimatik. Untuk mengetahui stabilitas panas enzim AI dari G. stearothermophilus strain lokal, maka enzim diuji pada suhu 65ºC tanpa logam serta dengan keberadaan logam Mn dan Ca. Pemilihan suhu 65ºC karena produksi tagatosa menggunakan enzim AI yang direkomendasikan untuk aplikasi skala industri adalah suhu 60-65ºC (Cheng et al 2009). Pada gambar 22 terlihat bahwa semakin lama waktu inkubasi, maka stabilitas enzim AI semakin menurun. Inkubasi pada suhu 65ºC hingga 150 menit menurunkan aktivitas enzim AI murni sekitar 57%. Penambahan logam Ca dan Mn meningkatkan kestabilan enzim. Aktivitas enzim AI menurun 30% selama 150 menit inkubasi pada suhu 65ºC dengan keberadaan logam Ca. Sedangkan dengan keberadaan logam Mn, aktivitas enzim AI hanya menurun 9%. Pada penelitian Cheng et al (2009), native enzim AI dari B. stearothermophilus IAM11001 aktivitasnya menurun 50% setelah diinkubasi selama 1 jam. Tetapi dengan keberadaan logam Mn, aktivitas enzim AI stabil hingga 2 jam inkubasi. Cheng et al (2009) menyatakan bahwa BSAI IAM11001 sebagai enzim termostabil. 53

24 Tanpa keberadaan logam, aktivitas enzim AI dari B. stearothermophilus US100 menurun 50% setelah diinkubasi 2 jam pada suhu 70ºC. Pengujian pada kondisi diatas suhu optimumnya (80ºC), aktivitas BSAI US100 menurun hingga 90% dalam waktu 30 menit. Dengan keberadaan logam Mn, aktivitas BSAI US100 turun 60% setelah diinkubasi 2 jam pada suhu 80ºC (Rhimi & Bejar 2006). Penelitian Kim & Oh (2005) menunjukkan bahwa tanpa logam pada suhu optimumnya, aktivitas enzim AI dari G. thermodenitrificans (GTAI) tersisa 65% setelah 2 jam. Sedangkan dengan adanya logam Mn, aktivitasnya masih tersisa 80% setelah 2 jam inkubasi. Pada kondisi diatas suhu optimumnya (80ºC), aktivitas GTAI hilang setelah 50 menit jika tidak ada logam. Dan dengan keberadaan Mn, aktivitas GTAI turun 50% setelah 50 menit pada suhu 80ºC Enzim non logam Enzim+Logam Ca Enzim+Logam Mn Aktivitas sisa (%) Lama Inkubasi (menit) Gambar 22. Stabilitas enzim AI pada suhu 65ºC tanpa dan dengan keberadaan logam Pengaruh ion logam Stabilitas enzim dipertahankan oleh adanya ikatan hidrogen antara H, O, N dan S dari molekul-molekul asam amino penyusunnya, ikatan van der waals, interaksi hidrofobik dan gaya elektrostatik dari muatan-muatan yang dimiliki oleh molekul protein itu sendiri. Menurut Illanes (2008), stabilitas termal molekul enzim tergantung pada beberapa faktor antara lain substrat, inhibitor, molekul protein lain, ion logam dan molekul polimer. Beberapa jenis enzim memerlukan 54

25 ion logam tertentu untuk menjaga aktivitasnya. Ion logam dapat terikat pada jembatan disulfida dari enzim sehingga mempertahankan struktur enzim dan menstabilkan enzim terhadap denaturasi oleh panas. Logam Mn lebih baik dalam menjaga stabilitas panas GSAI lokal dibandingkan logam Ca kemungkianan disebabkan karena logam Mn lebih kuat dan stabil selama berikatan dengan enzim. 5. Pendugaan waktu paruh (t 1/2 ) enzim Konstanta laju deaktivasi enzim (k) dapat ditentukan dari hubungan ln aktivitas enzim terhadap waktu inkubasi (pemanasan) pada suhu tertentu. Slope persamaan linier hubungan ln aktivitas enzim terhadap waktu inkubasi dinyatakan sebagai nilai k. Nilai k enzim AI tanpa logam pada suhu 65ºC adalah /menit (gambar 24). Semakin tinggi suhu maka konsanta deaktivasi enzim biasanya semakin tinggi. 14 Ln aktivitas (U/ L) y = x Lama Inkubasi (menit) Gambar 23. Hubungan ln aktivitas enzim tanpa logam terhadap waktu inkubasi pada suhu 65ºC Waktu paruh enzim murni pada suhu 65ºC diperoleh dari penurunan rumus kinetika deaktivasi enzim (pada metodologi, persamaan 3). Dari persamaan tersebut diperoleh nilai t1/2 enzim AI tanpa logam pada suhu 65ºC adalah 136 menit. Artinya pemanasan pada suhu 65ºC dengan lama waktu inkubasi 136 menit, aktivitas GSAI strain lokal tinggal setengahnya. Penelitian Kim & Oh 55

26 (2005) menunjukkan GTAI memiliki waktu paruh 203 menit pada suhu optimumnya. Nilai t 1/2 GSAI dari penelitian Kim et al (2003a) adalah 72, 14 dan 2.4 menit masing-masing pada suhu 65, 70 dan 80 ºC. BSAI US100 tanpa logam pada suhu 70, 75 dan 80 memiliki t 1/2 masing-masing 90, 60 dan 10 menit (Rhimi & Bejar 2006). Keberadaan logam Ca menurunkan nilai k dari enzim. Nilai k enzim dengan keberadaan logam Ca pada suhu 65ºC menjadi /menit. Nilai t 1/2 enzim GSAI strain lokal dengan keberadan logam Ca menjadi 301 menit pada suhu 65 ºC. Hubungan ln aktivitas AI terhadap waktu inkubasi dengan keberadaan logam Ca dapat dilihat pada gambar Dengan logam Ca Ln aktivitas (U/ L) y = x Lama Inkubasi (menit) Gambar 24. Hubungan ln aktivitas enzim dengan penambahan logam Ca terhadap waktu inkubasi pada suhu 65 0 C Dengan adanya logam Mn, nilai k enzim AI semakin kecil dibandingkan dengan keberadaan logam Ca dan tanpa logam. Hal ini menunjukkan bahwa kinetika deaktifasi enzim semakin lambat. Nilai k enzim AI dengan keberadaan logam Mn adalah /menit pada suhu 65ºC. Perhitungan waktu paruh (t1/2) enzim AI dengan keberadaan logam Mn memberikan nilai sebesar 990 menit atau 16.5 jam pada suhu 65ºC. Gambar 25 memperlihatkan hubungan ln aktivitas enzim terhadap lama inkubasi dengan keberadaan logam Mn. 56

27 Dengan logam Mn Ln aktivitas (U/ L) y = x Lama Inkubasi (menit) Gambar 25. Hubungan ln aktivitas enzim dengan penambahan logam Mn terhadap waktu inkubasi pada suhu 65 0 C Enzim AI dari G. thermodenitrificans dengan keberadaan logam Mn memiliki nilai t 1/2 366 menit pada suhu optimumnya (70ºC) dan 41.7 menit pada suhu 75ºC (Kim & Oh 2005). Penelitian Rhimi & Bejar (2006) menyatakan nilai t 1/2 enzim BSAI US100 dengan keberadaan logam pada suhu 75 dan 80 ºC masing-masing adalah sebesar 110 menit dan 18 menit. Kim (2004) menyatakan bahwa salah satu strategi peningkatan produksi tagatosa menggunakan enzim AI adalah mencari enzim dengan waktu paruh yang lama. 57

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Enzim α-amilase Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan menanam isolat bakteri dalam media inokulum selama 24 jam. Media inokulum tersebut

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolat Actinomycetes Amilolitik Terpilih 1. Isolat Actinomycetes Terpilih Peremajaan isolat actinomycetes dilakukan dengan tujuan sebagai pemeliharaan isolat actinomycetes agar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp. Enzim merupakan suatu protein yang memiliki aktivitas biokimia sebagai katalis suatu reaksi. Enzim sangat

Lebih terperinci

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V.

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V. 27 PEMBAHASAN Dari tiga isolat sp. penghasil antimikrob yang diseleksi, isolat sp. Lts 40 memiliki aktivitas penghambatan paling besar terhadap E. coli dan V. harveyi dengan indeks penghambatan masing-masing

Lebih terperinci

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan 4 Metode Penelitian ini dilakukan pada beberapa tahap yaitu, pembuatan media, pengujian aktivitas urikase secara kualitatif, pertumbuhan dan pemanenan bakteri, pengukuran aktivitas urikase, pengaruh ph,

Lebih terperinci

Pengujian Inhibisi RNA Helikase Virus Hepatitis C (Utama et al. 2000) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekspresi dan Purifikasi RNA

Pengujian Inhibisi RNA Helikase Virus Hepatitis C (Utama et al. 2000) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekspresi dan Purifikasi RNA 8 kromatografi kemudian diuji aktivitas inhibisinya dengan metode kolorimetri ATPase assay. Beberapa fraksi yang memiliki aktivitas inhibisi yang tinggi digunakan untuk tahapan selanjutnya (Lampiran 3).

Lebih terperinci

ENZIM ARABINOSA ISOMERASE DARI GEN BAKTERI Geobacillus stearothermophilus YONI ATMA

ENZIM ARABINOSA ISOMERASE DARI GEN BAKTERI Geobacillus stearothermophilus YONI ATMA PRODUKSI DAN KARAKTERISASI ENZIM ARABINOSA ISOMERASE DARI GEN BAKTERI Geobacillus stearothermophilus LOKAL YONI ATMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUTT PERTANIAN BOGOR BOGOR 20111 PERNYATAAN MENGENAI TESIS

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase merupakan enzim yang mempunyai peranan penting dalam bioteknologi saat ini. Aplikasi teknis enzim ini sangat luas, seperti pada proses likuifaksi pati pada proses produksi

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan 27 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Isolasi Enzim katalase dari kentang Enzim katalase terdapat dalam peroksisom, organel yang ditemukan pada jaringan tumbuhan di luar inti sel kentang sehingga untuk mengekstraknya

Lebih terperinci

RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA

RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA OPTIMASI PEMISAHAN DAN UJI AKTIVITAS PROTEIN ANTIBAKTERI DARI CAIRAN SELOM CACING TANAH Perionyx excavatus. Oleh : Yumaihana MSi Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Pembahasan. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density) inkubasi D75 D92 D110a 0 0,078 0,073

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase adalah enzim menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik pada pati. α-amilase disekresikan oleh mikroorganisme, tanaman, dan organisme tingkat tinggi. α-amilase memiliki peranan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. selulosa dan lignin yang terdapat pada dinding sel tumbuhan. Oleh karena

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. selulosa dan lignin yang terdapat pada dinding sel tumbuhan. Oleh karena 27 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyiapan Tepung Xilan Alami Bagas tebu, sekam padi dan tongkol jagung merupakan limbah pertanian yang memiliki kandungan xilan yang potensial untuk dijadikan media

Lebih terperinci

Analisis Bobot Molekul Protein Inhibitor RNA Helikase HCV (Hairany 2010 termodifikasi) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Isolasi RNA Helikase HCV

Analisis Bobot Molekul Protein Inhibitor RNA Helikase HCV (Hairany 2010 termodifikasi) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Isolasi RNA Helikase HCV 7 diinkubasi pada suhu 37ºC selama 30 menit. Absorbansi diukur menggunakan panjang gelombang 562 nm. Standar protein yang digunakan adalah albumin serum sapi (Bovine Serum Albumin (BSA)) pada kisaran 0.05

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Reaksi isomerisasi yang dikatalisis oleh enzim AI (Lee et al 2004)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Reaksi isomerisasi yang dikatalisis oleh enzim AI (Lee et al 2004) TINJAUAN PUSTAKA A. ENZIM ARABINOSA ISOMERASE L-Arabinosa isomerase (AI) merupakan enzim intraseluler yang berdasarkan klasifikasi enzim secara internasional atas reaksi yang dikatalisisnya diberi nomor

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBASAN

4. HASIL DAN PEMBASAN 4. HASIL DAN PEMBASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan terdiri dari penentuan kurva pertumbuhan bakteri Streptoverticillium ladakanum dan konsentrasi optimum limbah cair surimi dalam produksi

Lebih terperinci

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009 26 BAB V. PEMBAHASAN 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Hasil foto SEM dengan perbesaran 50 kali memperlihatkan perbedaan bentuk permukaan butiran yang sudah mengandung sel Lactobacillus

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Akar Nanas Kering dan Hidroponik Akar nanas kering yang digunakan dalam penelitian ini merupakan akar nanas yang tertanam dalam tanah, berwarna coklat dan berupa suatu

Lebih terperinci

EKSTRAKSI DNA. 13 Juni 2016

EKSTRAKSI DNA. 13 Juni 2016 EKSTRAKSI DNA 13 Juni 2016 Pendahuluan DNA: polimer untai ganda yg tersusun dari deoksiribonukleotida (dari basa purin atau pirimidin, gula pentosa,dan fosfat). Basa purin: A,G Basa pirimidin: C,T DNA

Lebih terperinci

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air

HASIL DA PEMBAHASA. Kadar Air Pemilihan Eluen Terbaik Pelat Kromatografi Lapis Tipis (KLT) yang digunakan adalah pelat aluminium jenis silika gel G 60 F 4. Ekstrak pekat ditotolkan pada pelat KLT. Setelah kering, langsung dielusi dalam

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI Halaman : 1 dari 5 ISOLASI TOTAL DNA HEWAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan hewan, dapat dari insang, otot, darah atau jaringan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tentang skrining dan uji aktivitas enzim protease bakteri hasil isolasi dari limbah Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pacar Keling Surabaya menghasilkan data-data sebagai

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, IPB, dari bulan Oktober 2011 Mei 2012. Bahan Isolasi untuk memperoleh isolat B. thuringiensis

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Danau Kakaban menyimpan berbagai organisme yang langka dan unik. Danau ini terbentuk dari air laut yang terperangkap oleh terumbu karang di sekelilingnya akibat adanya aktivitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Produksi Enzim β-galaktosidase dari Enterobacter cloacae

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Produksi Enzim β-galaktosidase dari Enterobacter cloacae 6 dilarutkan dalam 1 ml bufer fosfat 0.05 M ph 6.5. Aktivitas yang tinggi menunjukan persentase kejenuhan amonium sulfat yang optimum. Jumlah amonium sulfat (gram) yang digunakan untuk melarutkan 1 liter

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tumbuhan saat ini telah menjadi sumber karbon terbarukan dan sumber energi baru yang ada di bumi. Setiap tahunnya tumbuhan dapat memproduksi sekitar 4 x

Lebih terperinci

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Prosedur Analisis Data Analisis statisik yang digunakan adalah rancangan faktorial dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan ulangan 3 kali dengan model linier yang digunakan (Matjik dan Sumertajaya

Lebih terperinci

BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA. yang teratur, mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menyimpan dan

BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA. yang teratur, mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menyimpan dan BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Enzim Enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme sel, bekerja dengan urutanurutan yang teratur, mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menyimpan dan mentransformasikan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 22 Bab IV Hasil dan Pembahasan α-amilase (E.C 3.2.1.1) merupakan salah satu enzim hidrolitik yang memegang peranan penting di dalam industri. Hidrolisis langsung dari pati mentah secara enzimatis dibawah

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA LAMPIRAN 15 15 Lampiran 1 Tahapan penelitian Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri Isolasi DNA kromosom bakteri Pemotongan DNA dengan enzim restriksi Kloning DNA Isolasi DNA plasmid hasil

Lebih terperinci

PRODUKSI ENZIM AMILASE

PRODUKSI ENZIM AMILASE LAPORAN PRAKTIKUM MIKROB DAN POTENSINYA PRODUKSI ENZIM AMILASE KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 PRODUKSI ENZIM AMILASE Pendahuluan Amilase merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) Peremajaan dan purifikasi terhadap kedelapan kultur koleksi isolat bakteri dilakukan terlebih dahulu sebelum pengujian

Lebih terperinci

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam

Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi. atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam Untuk mengetahui pengaruh ph medium terhadap profil disolusi atenolol dari matriks KPI, uji disolusi juga dilakukan dalam medium asam klorida 0,1 N. Prosedur uji disolusi dalam asam dilakukan dengan cara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Senyawa D-tagatosa merupakan suatu monosakarida hasil isomerisasi dari D- galaktosa. Monosakarida ini telah ditetapkan sebagai material GRAS (Generally Recognized as

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA DAFTAR ISI

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA DAFTAR ISI DAFTAR ISI Halaman Sampul Luar... i Sampul Dalam... ii Halaman Prasyarat Gelar... iii Halaman Pengesahan... iv UCAPAN TERIMA KASIH... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Abomasum dan Rennet Ekstrak Kasar Hasil penimbangan menunjukkan berat abomasum, fundus, serta mukosa fundus dari kedua sampel bervariasi (Tabel 1). Salah satu faktor yang berpengaruh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel

HASIL DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan Kemurnian Isolat Bakteri Asam Laktat dan Bakteri Patogen Indikator Morfologi Sel HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil yang diperoleh pada penelitian ini diawali dengan pemeriksaan karakteristik morfologi dan kemurnian isolat bakteri yang digunakan. Isolat bakteri yang digunakan adalah BAL indigenous

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat Media Kultur Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat Pendahuluan Medium untuk pertumbuhan skala laboratorium umumnya mahal sehingga dibutuhkan perubahan agar dapat dipakai medium yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunitas mikroba dari sampel tanah yang dapat diisolasi dengan kultivasi sel

BAB I PENDAHULUAN. komunitas mikroba dari sampel tanah yang dapat diisolasi dengan kultivasi sel BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pendekatan klasik untuk memperoleh akses biokatalis baru adalah dengan menumbuhkembangkan mikroorganisme dari sampel lingkungan, seperti tanah dalam media berbeda dan

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-November 2012 di

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-November 2012 di digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-November 2012 di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. PREPARASI SUBSTRAT DAN ISOLAT UNTUK PRODUKSI ENZIM PEKTINASE Tahap pengumpulan, pengeringan, penggilingan, dan homogenisasi kulit jeruk Siam, kulit jeruk Medan, kulit durian,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. enzim selulase dari campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Botrytis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. enzim selulase dari campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Botrytis Aktivitas Enzim Selulase (U/ml) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Selulase Berdasarkan penelitian yang dilakukan, data pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim selulase dari

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Biomassa Jurusan Kimia

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - April 2015 di Laboratorium

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - April 2015 di Laboratorium 28 III. METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - April 2015 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI ENZIM MIKROBIAL

TEKNOLOGI PRODUKSI ENZIM MIKROBIAL TEKNOLOGI PRODUKSI ENZIM MIKROBIAL Ani Suryani FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PENDAHULUAN Sumber Enzim Tanaman dan Hewan Mikroba Enzim dari Tanaman Enzim dari Hewan Enzim dari Mikroba

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Amilase, Zea mays L., Amonium sulfat, Fraksinasi, DNS.

ABSTRAK. Kata Kunci : Amilase, Zea mays L., Amonium sulfat, Fraksinasi, DNS. i ABSTRAK Telah dilakukan penelitian mengenaipenentuan aktivitas enzim amilase dari kecambah biji jagung lokal Seraya (Zea maysl.). Tujuan dari penelitian ini adalahuntuk mengetahui waktu optimum dari

Lebih terperinci

KINETIKA REAKSI ENZIMATIS

KINETIKA REAKSI ENZIMATIS LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA BIOPROSES KINETIKA REAKSI ENZIMATIS KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 KINETIKA REAKSI ENZIMATIS 1. Pendahuluan Amilase

Lebih terperinci

Lampiran 1 Rancangan penelitian

Lampiran 1 Rancangan penelitian LAMPIRAN 18 19 Lampiran 1 Rancangan penelitian Cacing tanah E. foetida dewasa Kering oven vakum (Setiawan) Tepung cacing kering Ekstraksi buffer dan sentrifugasi Ekstrak kasar protease Salting-out dengan

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SORBITOL TERHADAP STABILITAS ph ENZIM PROTEASE DARI Bacillus subtilis ITBCCB148

PENGARUH PENAMBAHAN SORBITOL TERHADAP STABILITAS ph ENZIM PROTEASE DARI Bacillus subtilis ITBCCB148 J. Sains MIPA, Desember 2010, Vol. 16, No. 3, Hal.: 149-154 ISSN 1978-1873 PENGARUH PENAMBAHAN SORBITOL TERHADAP STABILITAS ph ENZIM PROTEASE DARI Bacillus subtilis ITBCCB148 Yandri*, Milya Purnamasari,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Enzim merupakan biokatalis yang banyak digunakan dalam industri, karena enzim

I. PENDAHULUAN. Enzim merupakan biokatalis yang banyak digunakan dalam industri, karena enzim I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enzim merupakan biokatalis yang banyak digunakan dalam industri, karena enzim mempunyai tenaga katalitik yang luar biasa dan umumnya jauh lebih besar dibandingkan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN Produksi Bakteriosin HASIL DAN PEMBAHASAN Bakteriosin merupakan senyawa protein yang berasal dari Lactobacillus plantarum 2C12. Senyawa protein dari bakteriosin telah diukur konsentrasi dengan menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair tahu adalah air buangan dari proses produksi tahu. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Limbah cair tahu adalah air buangan dari proses produksi tahu. Menurut 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah cair tahu adalah air buangan dari proses produksi tahu. Menurut Sugiharto (1994) umumnya kandungan organik yang terdapat pada limbah cair tahu, adalah protein

Lebih terperinci

KROMATOGRAFI PENUKAR ION Ion-exchange chromatography

KROMATOGRAFI PENUKAR ION Ion-exchange chromatography KROMATOGRAFI PENUKAR ION Ion-exchange chromatography Merupakan pemisahan senyawa senyawa polar dan ion berdasarkan muatan Dapat digunakan untk hampir semua molekul bermuatan termasuk proteins, nucleotides

Lebih terperinci

Media Kultur. Pendahuluan

Media Kultur. Pendahuluan Media Kultur Materi Kuliah Bioindustri Minggu ke 4 Nur Hidayat Pendahuluan Medium untuk pertumbuhan skala laboratorium umumnya mahal sehingga dibutuhkan perubahan agar dapat dipakai medium yang murah sehingga

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol

BAB III METODE PENELITIAN. dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol 24 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan termasuk penelitian dasar dengan metode penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selulase merupakan salah satu enzim yang dapat dihasilkan oleh beberapa kelompok hewan yang mengandung bakteri selulolitik, tumbuhan dan beberapa jenis fungi.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar. Tabel 4. Rataan Kandungan Protein Kasar pada tiap Perlakuan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar. Tabel 4. Rataan Kandungan Protein Kasar pada tiap Perlakuan 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar Rataan kandungan protein kasar asal daun singkong pada suhu pelarutan yang berbeda disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Karakteristik morfologi L. plantarum yang telah didapat adalah positif, berbentuk batang tunggal dan koloni berantai pendek. Karakteristik

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan mempunyai fungsi penting sebagai katalisator reaksi biokimia

II. TINJAUAN PUSTAKA. dan mempunyai fungsi penting sebagai katalisator reaksi biokimia II. TINJAUAN PUSTAKA A. Enzim Enzim adalah golongan protein yang paling banyak terdapat dalam sel hidup, dan mempunyai fungsi penting sebagai katalisator reaksi biokimia (Wirahadikusumah, 1977) yang terjadi

Lebih terperinci

Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb.

Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb. Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb. Anabolisme = (biosintesis) Proses pembentukan senyawa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil 1. Pengamatan Pertumbuhan Jamur Hasil pengamatan pertumbuhan T. asperellum TNC52 dan T. asperellum TNJ63 dari proses inokulasi ke media agar miring ditumbuhi spora pada hari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang semakin tinggi serta adanya tekanan dari para ahli dan pecinta

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang semakin tinggi serta adanya tekanan dari para ahli dan pecinta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dasawarsa terakhir ini, pemakaian enzim yang sifatnya efisien, selektif, mengkatalisis reaksi tanpa produk samping dan ramah lingkungan meningkat pesat. Industri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enzim merupakan suatu protein yang berfungsi sebagai biokatalisator. Katalisator didefinisikan sebagai percepatan reaksi kimia oleh beberapa senyawa dimana senyawanya

Lebih terperinci

Effect of ammonium concentration on alcoholic fermentation kinetics by wine yeasts for high sugar content

Effect of ammonium concentration on alcoholic fermentation kinetics by wine yeasts for high sugar content NAMA : FATMALIKA FIKRIA H KELAS : THP-B NIM : 121710101049 Effect of ammonium concentration on alcoholic fermentation kinetics by wine yeasts for high sugar content 1. Jenis dan sifat Mikroba Dalam fermentasi

Lebih terperinci

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus )

BAB IV. karakterisasi sampel kontrol, serta karakterisasi sampel komposit. 4.1 Sintesis Kolagen dari Tendon Sapi ( Boss sondaicus ) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian yang dibahas pada bab ini meliputi sintesis kolagen dari tendon sapi (Bos sondaicus), pembuatan larutan kolagen, rendemen kolagen, karakterisasi sampel kontrol,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri dan pengobatan (Moon dan Parulekar, 1993). merupakan satu dari tiga kelompok enzim terbesar dari industri enzim dan

BAB I PENDAHULUAN. industri dan pengobatan (Moon dan Parulekar, 1993). merupakan satu dari tiga kelompok enzim terbesar dari industri enzim dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dampak pencemaran dan pemborosan energi dapat dikurangi dengan penerapan di bidang bioteknologi, misalnya dengan aplikasi enzim (Aunstrup, 1993). Hal ini disebabkan,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penyiapan Sampel Sampel daging buah sirsak (Anonna Muricata Linn) yang diambil didesa Monggupo Kecamatan Atinggola Kabupaten Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo, terlebih

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizki Indah Permata Sari,2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizki Indah Permata Sari,2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara tropis yang dikelilingi oleh perairan dengan luas lebih dari 60% dari wilayah teritorialnya. Perairan Indonesia memiliki sumberdaya hayati

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 1 I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium Biokimia, Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan

Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti yang paling utama) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan A. Protein Protein (asal kata protos dari bahasa Yunani yang berarti "yang paling utama") adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur uji aktivitas protease (Walter 1984, modifikasi)

Lampiran 1 Prosedur uji aktivitas protease (Walter 1984, modifikasi) 76 Lampiran Prosedur uji aktivitas protease (Walter 984, modifikasi) Pereaksi Blanko (ml) Standard (ml) Contoh ml) Penyangga TrisHCl (.2 M) ph 7. Substrat Kasein % Enzim ekstrak kasar Akuades steril Tirosin

Lebih terperinci

ISOLASI DAN KARAKTERISASI AMILASE DARI BIJI DURIAN (DURIO

ISOLASI DAN KARAKTERISASI AMILASE DARI BIJI DURIAN (DURIO ISOLASI DAN KARAKTERISASI AMILASE DARI BIJI DURIAN (DURIO SP.) LELA SRIWAHYUNI, TINA DEWI ROSAHDI,* DAN ASEP SUPRIADIN. Jurusan Kimia, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Jl.

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL PEMBAHASAN 5.1. Sukrosa Perubahan kualitas yang langsung berkaitan dengan kerusakan nira tebu adalah penurunan kadar sukrosa. Sukrosa merupakan komponen utama dalam nira tebu yang dijadikan bahan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian murni yang dilakukan dengan metode deskriptif, yaitu suatu metode penelitian untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis zat antibakteri isolat NS(9) dari bekasam ikan nila (Oreochromis niloticus) terdiri dari tiga tahap penelitian. Tahap pertama adalah karakterisasi isolat NS(9) yang bertujuan

Lebih terperinci

TERHADAP PRODUKSI INHIBITOR PROTEASE YANG DIHASILKAN OLEH

TERHADAP PRODUKSI INHIBITOR PROTEASE YANG DIHASILKAN OLEH Vol IX Nomor Tahun PENGARUH VARIASI DAN NaCl TERHADAP PRUKSI INHIBITOR PROTEASE YANG DIHASILKAN OLEH Acinetobacter baumanii (BAKTERI YANG BERASOSIASI DENGAN SPONS Plakortis nigra) Tati Nurhayati 1), Maggy

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. 33 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi TiO2 Dalam penelitian ini digunakan TiO2 yang berderajat teknis sebagai katalis. TiO2 dapat ditemukan sebagai rutile dan anatase yang mempunyai fotoreaktivitas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Enzim selulase termasuk dalam kelas hidrolase (menguraikan suatu zat dengan bantuan air) dan tergolong enzim karbohidrase (menguraikan golongan karbohidrat)

Lebih terperinci

Analisis kadar protein

Analisis kadar protein LAMPIRAN Lampiran 1 Bagan alir penelitian Biawak air bagian duodenum, jejenum, ileum, kolon Cuci dengan akuades dan kerok lapisan atasnya (mukosa Ekstraksi enzim protease Analisis kadar protein Pencirian

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. adalah Bacillus subtilis dan Bacillus cereus yang diperoleh di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. adalah Bacillus subtilis dan Bacillus cereus yang diperoleh di Laboratorium 23 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bacillus subtilis dan Bacillus cereus yang diperoleh di Laboratorium

Lebih terperinci

Kurva Kalibrasi Larutan Standar Bovine Serum Albumine (BSA) Absorbansi BSA pada berbagai konsentrasi untuk menentukan kurva standar protein yaitu:

Kurva Kalibrasi Larutan Standar Bovine Serum Albumine (BSA) Absorbansi BSA pada berbagai konsentrasi untuk menentukan kurva standar protein yaitu: 57 Lampiran 1 Kurva Kalibrasi Larutan Standar Bovine Serum Albumine (BSA) Kurva standar BSA digunakan untuk menentukan kadar protein (metode Lowry). Untuk mendapatkan gambar kurva standar BSA digunakan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pembuatan homogenat hati tikus dan proses sentrifugasi dilakukan pada suhu 4 o C untuk menghindari kerusakan atau denaturasi enzim karena pengaruh panas. Kebanyakan

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) 4. PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) Karakteristik mekanik yang dimaksud adalah kuat tarik dan pemanjangan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 37 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian ini sampel komposit hidroksiapatit-gelatin dibuat menggunakan metode freeze drying kemudian dilakukan variasi waktu perendaman SBF yaitu 0 hari, 1 hari, 7 hari

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa, dan (7) Waktu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Tanaman kelapa (Cocos nucifera L) sering disebut tanaman kehidupan karena bermanfaat bagi kehidupan manusia diseluruh dunia. Hampir semua bagian tanaman

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 14 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Konfirmasi bakteri C. violaceum dan B. cereus dilakukan dengan pewarnaan Gram, identifikasi morfologi sel bakteri, sekuensing PCR 16s rdna dan uji kualitatif aktivitas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Desember 2014 Mei 2015 di. Laboratorium Mikrobiologi FMIPA Universitas Lampung.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Desember 2014 Mei 2015 di. Laboratorium Mikrobiologi FMIPA Universitas Lampung. 19 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Desember 2014 Mei 2015 di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA Universitas Lampung. 3.2. Alat dan Bahan Alat yang digunakan

Lebih terperinci

IV. Hasil dan Pembahasan

IV. Hasil dan Pembahasan IV. Hasil dan Pembahasan 4.1. Keasaman Total, ph. Ketebalan Koloni Jamur dan Berat Kering Sel pada Beberapa Perlakuan. Pada beberapa perlakuan seri pengenceran kopi yang digunakan, diperoleh data ph dan

Lebih terperinci

Kasus Penderita Diabetes

Kasus Penderita Diabetes Kasus Penderita Diabetes Recombinant Human Insulin Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB Sejak Banting & Best menemukan hormon Insulin pada tahun 1921, pasien diabetes yang mengalami peningkatan

Lebih terperinci

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc.

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. BIO210 Mikrobiologi Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. Kuliah 6. NUTRISI DAN MEDIA Kebutuhan dan syarat untuk pertumbuhan, ada 2 macam: fisik suhu, ph, dan tekanan osmosis. kimia

Lebih terperinci