4. HASIL DAN PEMBASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. HASIL DAN PEMBASAN"

Transkripsi

1 4. HASIL DAN PEMBASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan terdiri dari penentuan kurva pertumbuhan bakteri Streptoverticillium ladakanum dan konsentrasi optimum limbah cair surimi dalam produksi enzim transglutaminase. Media yang digunakan adalah media yang disubstitusi limbah cair surimi dengan berbagai konsentrasi (v/v) Waktu propagasi Waktu propagasi merupakan waktu perkembangan bakteri yang tepat untuk dipindahkan ke dalam media produksi. Pada umumnya, bakteri memiliki waktu propagasi saat fase log yang dapat dilihat pada kurva pertumbuhan. Bakteri yang dipindahkan ke dalam media produksi akan memiliki fase adaptasi yang lebih singkat saat fermentasi (Mangunwidjaja, 1994). Lamanya fase adaptasi dipengaruhi oleh volume inokulum dan kondisi fisiologisnya. Oleh karena itu, inokulum bakteri sebaiknya diinokulasikan ke dalam media fermentasi pada saat sel aktif melakukan metabolisme (fase eksponensial). Pertumbuhan mikroorganisme pada media tertentu terbagi menjadi empat zfase pertumbuhan, yaitu fase adaptasi, fase eksponensial (logaritmik), fase stasioner serta fase kematian atau penurunan (Irianto, 2006). Pengamatan pola pertumbuhan mikroba dilakukan selama 5 hari dengan selang waktu 12 jam. Pola pertumbuhan bakteri dapat dilihat pada Gambar 7. Pertumbuhan mikroba ditentukan dengan menggunakan metode biomassa. Berat kering biomassa yang telah ditimbang menunjukkan total sel bakteri pada waktu tertentu. Gambar 7. Kurva pertumbuhan bakteri Streptoverticillium ladakanum

2 27 Gambar 7 menunjukkan waktu propagasi yang terbaik pada media pertumbuhan bakteri Streptoverticillium ladakanum dicapai pada waktu inkubasi 72 jam dengan berat kering sel bakteri sebesar 5.53 g/l. Bakteri Streptoverticillium ladakanaum memiliki fase eksponensial lebih lama karena bakteri tersebut termasuk ordo Actinomycetales (bakteri tingkat tinggi) yang melakukan produksi dengan spora. Reproduksi bakteri yang termasuk genus Streptoverticillium terjadi dari salah satu miselium aerial atau dari germinasi spora. Spora tersebut memiliki permukaan yang halus sampai sedikit kasar (Holt et al., 1994) Konsentrasi optimum limbah cair surimi Produksi enzim transglutaminase menggunakan bakteri Streptoveticillium ladakanum yang dikultur dalam media substitusi dengan penambahan limbah cair surimi. Streptoverticillium ladakanum merupakan bakteri yang bersifat aerobik, tumbuh optimum pada temperatur o C dan ph 6,5-8,0 (Holt et al., 1994). Pada penelitian ini, bakteri dikultur pada media substitusi tersebut dan diinkubasi dalam inkubator goyang dengan temperatur 26 o C dan kecepatan agitasi 150 rpm selama 8 hari. Nilai ph media substitusi yang digunakan untuk kultur bakteri tersebut adalah 7,5 dan limbah cair surimi yang digunakan memiliki ph yang relatif netral (7,7). Media produksi enzim transglutaminase yang digunakan pada tahap optimasi ini adalah media yang diberi perlakuan limbah cair surimi dengan konsentrasi berbeda-beda (25%, 50%, 75% dan 100%) (v/v), sedangkan media yang ditambah sodium kasein 2% digunakan sebagai kontrol. Selama delapan hari, enzim diambil setiap harinya dan dilakukan pengujian aktivitas enzim untuk menentukan waktu produksi dan konsentrasi limbah cair surimi optimum dalam produksi enzim transglutaminase. Hasil pengujian aktivitas enzim pada media substitusi dengan penambahan konsentrasi limbah cair surimi yang berbeda-beda dapat dilihat pada Gambar 8. Waktu optimum produksi transglutaminase dapat diketahui dari nilai aktivitas yang dimiliki enzim setelah waktu tertentu. Aktivitas enzim transglutaminase ditentukan berdasarkan jumlah L-glutamic acid γ-monohydroxamate yang dibentuk oleh enzim selama proses transferasi gugus

3 28 asil dengan menggunakan CBZ-gln-gly dan hydroxylamine sebagai substrat. Senyawa L-glutamic acid γ-monohydroxamate diukur dengan metode kolorimetri. Satu unit aktivitas transglutaminase dinyatakan sebagai banyaknya enzim yang mengkatalisis pembentukan 1 µmol L-glutamic acid-monohydroxamate per menit pada suhu 37 o C. Gambar 8. Pengaruh konsentrasi limbah cair surimi terhadap aktivitas enzim transglutaminase; : kontrol; : media yang ditambah limbah cair surimi 25%; : media yang ditambah limbah cair surimi 50%; : media yang ditambah limbah cair surimi 75%; : media yang ditambah limbah cair surimi 100% Hasil uji ragam (ANOVA α=0,05) dengan rancangan acak lengkap pada media substitusi menunjukan bahwa perbedaan konsentrasi limbah cair surimi memberikan pengaruh yang tidak berbeda nyata terhadap aktivitas enzim pada tingkat kepercayaan 95% (Lampiran 5). Ini terlihat pada Gambar 8, dimana peningkatan aktivitas enzim dari masing-masing media substitusi memiliki pola yang hampir sama, yaitu pada awal inkubasi meningkat dengan lambat, kemudian mencapai titik maksimum pada hari ke-7 dan cenderung mulai menurun pada waktu inkubasi hari ke-8. Hal ini dikarenakan limbah cair surimi yang digunakan masih dalam bentuk cairan (bukan konsentrat) sehingga komponen-komponen limbah cair surimi yang dibutuhkan bakteri untuk menghasilkan enzim relatif sama pada setiap media substitusi. Hasil uji ragam juga menunjukan bahwa pengaruh pemberian konsentrasi limbah cair surimi 75% dan 100% terhadap aktivitas enzim berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol (Lampiran 5). Enzim transglutaminase yang dihasilkan pada media tanpa perlakukan (kontrol) memiliki aktivitas enzim paling

4 29 tinggi sebesar 1,018 unit/ml dengan waktu inkubasi 4 hari. Sedangkan, aktivitas enzim pada media yang diberi perlakuan limbah cair surimi memperlihatkan nilai lebih rendah dan waktu produksinya lebih lama dibandingkan kontrol. Aktivitas enzim tertinggi yang dihasilkan pada media yang diberi perlakuan limbah cair surimi ditunjukkan oleh media dengan penambahan limbah cair surimi 100% (v/v) sebesar 0,985 unit/ml dan dicapai pada waktu inkubasi pada hari ke-7. Lama waktu produksi dan rendahnya aktivitas enzim diduga disebabkan oleh kebutuhan nutrien bakteri dari lingkungannya masih tercukupi sehingga kurangnya stimulasi sel dalam mensintesis enzim dalam jumlah banyak. Dugaan ini berdasarkan pernyataan Suhartono (1989) yang menyatakan bahwa jumlah enzim di dalam sel disesuaikan oleh sel. Dalam keadaan tidak diperlukan oleh sel, enzim tidak terdapat pada konsentrasi tinggi. Apabila diperlukan, terjadi stimulasi dalam sel yang dapat meningkatkan sintesis enzim. Semakin tinggi konsentrasi limbah cair surimi, aktivitas semakin tinggi. Dengan jumlah enzim yang sama, sementara konsentrasi substrat limbah cair surimi ditingkatkan dua kalinya menyebabkan peningkatan aktivitas enzim. Hasil analisa proksimat limbah cair surimi menunjukkan bahwa protein yang ada pada limbah tersebut masih cukup tinggi, antara lain protein terlarut sebesar 20,99 mg/ml dan protein total sebesar 56,05%. Kandungan protein yang cukup tinggi ini memungkinkan limbah cair surimi ini cocok sebagai substrat pada media pertumbuhan dan produksi enzim transglutaminase oleh bakteri Streptoverticillium ladakanum. Limbah cair surimi juga mengandung beberapa mineral yang dibutuhkan oleh bakteri. Karena bahan surimi berupa ikan, maka dalam limbah cair surimi juga mengandung beberapa mineral seperti Zn, I, Fe, Cu, Mn, Ca dan Co. Selain itu, mineral lain yang bukan berasal dari daging ikan seperti Na terdapat pada limbah cair surimi. Garam NaCl (0,3-0,6) diperlukan untuk melarutkan protein miofibril serta ditambahkan pada pencucian akhir untuk memperbaiki air yang hilang (Yeong et al., 2002). Kebutuhan mikroorganisme akan mineral dengan sendirinya disesuaikan dengan kandungan unsur di dalam selnya. Komponen mineral utama yang umumnya dibutuhkan semua jenis mikroorganisme adalah fosfat, kalium,

5 30 kalsium, sulfur dan magnesium. Beberapa jenis mineral biasanya sudah terdapat bersama-sama dengan komponen substrat, seperti besi, tembaga, kobalt, mangan, seng dan sebagainya. Fosfor, sulfur dan kation lain diberikan sebagai garam mineral (Suhartono, 1989). Media yang selanjutnya digunakan untuk produksi enzim transglutaminase adalah media yang disubstitusi limbah cair surimi 100%. Mempertimbangkan media tersebut memiliki aktivitas enzim yang paling tinggi dibandingkan media substitusi lainnya yang sama diberi perlakuan limbah cair surimi. 4.2 Penelitian Utama Penelitian utama merupakan tahap karakterisasi enzim transglutaminase yang meliputi penentuan ph dan suhu optimum aktivitas enzim transglutaminase, ketahanan enzim terhadap panas, serta pengaruh aktivator (ion logam) dan inhibitor terhadap aktivitasnya serta penentuan berat molekul protein dengan metode SDS-PAGE ph optimum aktivitas enzim Aktivitas enzim sangat dipengaruhi oleh ph karena sifat ionik gugus karboksil dan gugus amino mudah dipengaruhi oleh ph, sehingga mengubah konformasi enzim, pengikatan substrat dan daya katalitik dari grup-grup pada sisi aktif enzim. Pengaruh yang mungkin akan terjadi adalah perubahan kecepatan maksimum, perubahan afinitas enzim terhadap substrat (Km), atau perubahan stabilitas enzim (Fogarty dan Kelly, 1979). Optimasi ph ditentukan dengan mereaksikan enzim dengan substrat pada berbagai variasi ph dan diinkubasi pada suhu 37 o C selama 10 menit. Variasi ph yang digunakan, yaitu 200 mm bufer asetat (ph 4-6), 200 mm bufer Tris-HCl (ph 6-7) dan 200 mm bufer borat (ph 8-7). Hasil penentuan ph optimum untuk aktivitas enzim transglutaminase dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9 menunjukkan aktivitas optimum enzim transglutaminase terjadi pada 200 mm bufer Tris-HCl ph 8, yaitu sebesar unit/ml. Aktivitas enzim transglutaminase masih ditemukan pada ph 9 sebesar 0,550 unit/ml, walaupun kemampuan enzim untuk mengkatalisis reaksi N-CBZ-Gln-Gly dan hydroxylamine mulai mengalami sedikit penurunan.

6 31 Gambar 9. Pengaruh ph pada aktivitas enzim transglutaminase; : buffer asetat (ph 4-6); : buffer Tris-HCl (ph 6-8); : buffer borat (ph 8-9) Gambar 9 menunjukkan aktivitas optimum enzim transglutaminase terjadi pada 200 mm bufer Tris-HCl ph 8, yaitu sebesar unit/ml. Aktivitas enzim transglutaminase masih ditemukan pada ph 9 sebesar 0,550 unit/ml, walaupun kemampuan enzim untuk mengkatalisis reaksi N-CBZ-Gln-Gly dan hydroxylamine mulai mengalami sedikit penurunan. Enzim memiliki ph optimum yang khas, yaitu ph yang menyebabkan aktivitas maksimal. Profil aktivitas ph enzim menggambarkan ph pada saat gugus pemberi atau penerima proton yang penting pada sisi katalitik enzim berada dalam tingkat ionisasi yang diinginkan. Nilai ph optimum tidak perlu sama dengan ph lingkungan normalnya, dengan ph yang mungkin sedikit berada di atas atau dibawah ph optimum. Aktivitas katalitik enzim di dalam sel mungkin diatur sebagian oleh perubahan pada ph medium lingkungan (Lehninger, 1993). Seperti protein pada umumnya, struktur ion enzim tergantung pada ph lingkungannya. Perubahan ph lingkungan akan berpengaruh terhadap aktivitas bagian aktif enzim dalam membentuk kompleks enzim-substrat. Disamping pengaruh terhadap struktur ion pada enzim, ph rendah, atau ph tinggi dapat pula menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan ini akan mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim (Poedjiadi, 1994). Berdasarkan Gambar 9 diketahui bahwa enzim transglutaminase yang dihasilkan dari media yang disubstitusi limbah cair surimi yang diuji cenderung bekerja pada lingkungan yang netral. Hal ini tidak berbeda jauh dengan penelitian yang dilakukan oleh Suzuki et al., (2000) yang melaporkan bahwa enzim

7 32 transglutaminase yang dihasilkan dari spora bakteri Bacillus subtilis memiliki ph optimum 8,2. Selain itu, dilaporkan bahwa ph optimum enzim transglutaminase dari ikan nila (Oreochromis niloticus) berkisar 7-7,5 (Worratao and Yongsawatdigul, 2005) Suhu optimum aktivitas enzim Suhu merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi perkembangan dari aktivitas enzim. Setiap enzim memiliki aktivitas pada suhu tertentu. Aktivitas akan meningkat dengan meningkatnya suhu, akan tetapi setelah suhu optimum tercapai maka yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu akan menurun dengan peningkatan suhu (Pelczar dan Chan, 1986). Penentuan suhu optimum dilakukan dengan cara mereaksikan enzim pada ph optimalnya dengan substrat CBZ-Gln-Gly dan hydroxylamine pada berbagai suhu. Pada penelitian ini variasi suhu yang digunakan antara 25 o C sampai 70 o C. Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim transglutaminase ditunjukkan pada Gambar 10. Gambar 10. Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim transglutaminase Pada umumnya semakin tinggi suhu maka laju reaksi kimia akan semakin cepat. Aktivitas enzim transglutaminase dari bakteri Streptoverticillium ladakanum mencapai optimum pada suhu 50 o C dalam 200 mm bufer Tris-HCl ph 8, dengan nilai sebesar 0,851 unit/ml (Gambar 10). Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Kristin (2009) menunjukkan bahwa aktivitas optimum enzim transglutaminase yang dihasilkan dari media yang menggunakan limbah cair tahu dan tapioka terjadi pada suhu 55 o C.

8 33 Suhu di bawah 50 o C menunjukkan peningkatan aktivitas enzim karena terjadinya peningkatan energi kinetik yang mempercepat gerak vibrasi, translasi serta rotasi enzim dan substrat, sehingga memperbesar peluang keduanya untuk berinteraksi (Suhartono, 1989). Ando et al., (1989) melaporkan bahwa aktivitas optimum enzim transglutaminase terjadi pada suhu 50 o C. Sedangkan enzim transglutaminase yang diisolasi dari bakteri rekombinan Streptoverticillium platentis memiliki suhu optimum 55 o C (Lin et al., 2008). Peningkatan suhu diatas 50 o C menyebabkan putusnya ikatan hidrogen dan hidrofobik lemah yang mempertahankan struktur sekunder-tersier dari enzim, sehingga enzim mengalami denaturasi (Suhartono, 1989). Denaturasi adalah rusaknya bentuk tiga dimensi enzim yang menyebabkan enzim tidak dapat lagi berikatan dengan substrat. Denaturasi menyebabkan aktivitas enzim menurun. Jika suhu dibawah suhu optimum maka enzim tidak dapat bekerja dengan baik atau energi aktivasinya juga akan menurun. Enzim adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya denaturasi. Apabila terjadi proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim makin menjadi berkurang dan kecepatan reaksinya juga akan menurun. Kenaikan suhu sebelum terjadinya proses denaturasi dapat menaikkan kecepatan reaksi, akan tetapi kenaikkan suhu pada saat mulai terjadinya proses denaturasi akan mengurangi kecepatan reaksi (Poedjiadi, 1994). Suhu mempengaruhi laju reaksi katalistik enzim dengan dua cara. Pertama, kenaikan suhu akan meningkatkan laju reaksi enzim sampai batas tertentu. Disisi lain peningkatan suhu yang berlebihan akan berpengaruh terhadap perubahan konformasi substrat sehingga sisi aktif substrat mengalami hambatan untuk memasuki sisi aktif enzim dan akhirnya menurunkan aktivitas enzim. Kedua, peningkatan energi termal molekul yang membentuk struktur protein enzim akan menyebabkan terjadinya denaturasi pada enzim, karena rusaknya interaksi nonkovalen yang menjaga struktur tiga dimensi enzim tersebut. Denaturasi menyebabkan struktur pada lipatan enzim membuka pada bagian permukaannya sehingga sisi aktif enzim berubah dan sebagai akibatnya akan terjadi penurunan aktivitas pada enzim (Hames dan Hooper, 2000).

9 Ketahanan enzim terhadap panas Ketahanan enzim terhadap panas dilakukan dengan memanaskan enzim pada suhu tertentu selama 2 jam. Setiap 20 menit, enzim yang telah dipanaskan tersebut diambil dan diuji aktivitasnya. Variasi suhu yang digunakan adalah 37 o C, 50 o C dan 60 o C. Hasil pengujian ketahanan enzim terhadap panas dapat dilihat pada Gambar 11. Seperti terlihat pada Gambar 11, enzim transglutaminase yang dihasilkan dari media yang disubstitusi limbah cair surimi relatif stabil pada kisaran suhu yang luas (37-50 o C) selama 2 jam. Aktivitas maksimum enzim transglutaminase ditunjukkan pada suhu 37 o C pada 20 menit inkubasi, yaitu sebesar 1,148 unit/ml. Sedangkan pada suhu 60 o C, enzim transglutaminase langsung mengalami inaktivasi. Gambar 11. Pengaruh ketahanan panas terhadap aktivitas enzim transglutminase; : suhu 37 o C; : suhu 50 o C; : suhu 60 o C Enzim adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya denaturasi. Apabila terjadi proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim makin menjadi berkurang dan kecepatan reaksinya juga akan menurun. Akan tetapi kenaikan suhu sebelum terjadinya proses denaturasi dapat menaikan kecepatan reaksi (Poedjiadi, 1994). Kestabilan molekul protein dipengaruhi oleh kesetabilan ikatan-ikatan pada molekul enzim. Kestabilan molekul enzim ini mempengaruhi pengikatan enzim dengan substrat, baik secara langsung ataupun tidak langsung (Pribadi, 2005).

10 35 Dari uji ketahanan panas diketahui bahwa enzim transglutaminase yang dihasilkan ini memiliki ketahanan suhu yang relatif lebih rendah dibandingkan transglutaminase yang dihasilkan dari filarial nematode Brugia malayi yang mempunyai suhu optimum o C, tetapi menunjukkan kestabilan pada suhu 60 o C dengan aktivitas 100% sampai dengan 60 menit inkubasi (Singh and Mehta, 1994). Sebaliknya, enzim tersebut relatif tahan panas dibandingkan transglutaminase yang diisolasi dari Streptomyces hygroscopicus yang mempunyai suhu optimum o C dan stabil pada suhu 20 o C dengan aktivitas relatif 100% sampai dengan 30 menit inkubasi (Li Cui et al., 2007) Pengaruh aktivator terhadap aktivitas enzim Enzim berperan sebagai katalitik, akan tetapi tidak selalu dapat bekerja sendiri. Enzim juga memerlukan tambahan komponen kimia bagi aktivitasnya. Komponen ini disebut dengan kofaktor. Kofaktor bisa berupa molekul organik, atau mungkin juga suatu molekul organik kompleks yang disebut koenzim. Beberapa enzim membutuhkan baik koenzim maupun satu atau lebih ion logam bagi aktivitasnya (Lehninger, 1993). Penentuan pengaruh ion logam terhadap aktivitas enzim diukur dengan mereaksikan enzim pada kondisi optimum dengan 1 mm ion logam. Ion logam yang diujikan meliputi kation Na +, K +, Li +,Cu +, Ca 2+, Mg 2+, Zn 2+ dan Fe 3+. Ion logam tersebut merupakan semua kation dalam berbentuk garam klorida. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan pengaruh dari ion-ion lain selain kation dalam bentuk garam klorida terhadap kerja enzim. Hasil pengujian aktivitas enzim transglutaminase terhadap penambahan ion logam dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 12. Pengaruh ion logam terhadap aktivitas enzim transglutaminase

11 36 Ion logam mempunyai peranan penting dalam menjaga kestabilan enzim. Logam biasanya berperan sebagai pengatur aktivitas enzim (Harper et al., 1979). Ion logam dapat mengaktifkan enzim melalui berbagai kemungkinan seperti: menjaga bagian internal enzim, menghubungkan enzim dengan substrat, mengubah konstanta keseimbangan reaksi enzim, merubah tegangan permukaan protein enzim, menghilangkan inhibitor, menggantikan ion logam yang tidak efektif pada sisi aktif enzim maupun substrat, dan merubah konformasi enzim menjadi konformasi yang lebih aktif (Richardson dan Hylop, 1985). Pengaruh ion logam terhadap aktivitas relatif transglutaminase dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Pengaruh berbagai ion logam terhadap aktivitas relatif enzim transglutaminase Ion logam Konsentrasi (mm) Aktivitas relatif (%) Kontrol 100 Na ,26 K ,31 Li ,84 Cu ,06 Ca ,41 Zn Mg ,22 Fe ,46 Setiap enzim membutuhkan ion logam yang berbeda dalam jenis dan jumlahnya dan bersifat spesifik. Dari hasil pengujian terlihat bahwa penambahan ion Zn 2+ dengan konsentrasi 1 mm dapat menghambat aktivitas enzim secara keseluruhan (Gambar 12). Sementara itu, penambahan ion Mg 2+ dan Fe 3+ dengan konsentrasi 1 mm dapat menurunkan aktivitas realtif enzim transglutaminase masing-masing sebesar 19,78% dan 12,54% (Tabel 7). Pengaruh penambahan ion logam ini dapat menurunkan bahkan menghambat secara keseluruhan aktivitas enzim. Hal ini dikarenakan ion logam tersebut telah mengubah kemampuan enzim dalam mengikat substrat sehingga aktivitasnya menurun atau pun terhambat. Suhartono (1989) menjelaskan bahwa ikatan aktivator atau inhibitor dengan enzim dapat mengubah kemampuan enzim untuk mengikat substrat sehingga mengubah daya katalis enzim. Hal ini disebabkan struktur enzim sudah mengalami

12 37 perubahan fisik dan kimiawi sehingga aktivitas hayatinya pun berubah. Beberapa laporan menunjukkan bahwa penambahan ion logam Zn 2+ mampu menghambat aktivitas transglutaminase sampai 4,5% (Li Cui et al., 2007). Demikian juga dengan beberapa transglutaminase lain seperti yang dihasilkan oleh Streptoverticillium S-8112 dengan penambahan 1 mm ZnCl 2, aktivitas enzim tersebut menurun sampai 11% (Ando et al., 1989). Ion logam seperti Na +, K +, Li +,Cu + dan Ca 2+ memberikan peningkatan terhadap aktivitas enzim. Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa aktivitas enzim tertinggi terdapat pada penambahan ion logam Na + sebesar 0,929 unit/ml dengan peningkatan aktivitas relatif hanya 8,26%. Sementara itu, penambahan ion logam lainnya seperti K +, Li +, Cu + dan Ca 2+ memberikan peningkatan aktivitas relatif hampir sama sekitar 2-6%. Peningkatan aktivitas enzim tersebut tidak menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan. Hal ini dididuga enzim tersebut memiliki kebutuhan ion logam yang masih terpenuhi dari lingkungannya. Selain itu, enzim transglutaminase yang berasal dari bakteri tidak dipengaruhi ion logam khususnya Ca 2+. Microbial transglutaminase tidak dipengaruhi ion logam Ca 2+, sehingga adanya senyawa pengkelat logam, seperti diamine tetraacetic acid (EDTA) tidak menghambat aktivitasnya (Lin et al., 2008). Li Cui et al., (2007) melaporkan bahwa aktivitas relatif enzim transglutaminase yang diisolasi dari Streptomyces hygroscopicus dapat meningkat sekitar 5-8% setelah ditambah beberapa ion logam seperti Na +, K + dan Ca 2+ dengan konsentrasi 1 mm. Selain itu, penambahan ion logam Ca 2+ pada enzim transglutaminase yang dihasilkan dari bakteri rekombinan Streptoverticillium platensis memberikan peningkatan aktivitas relatif hanya 1,9% (Lin et al., 2008) Pengaruh inhibitor terhadap aktivitas enzim Enzim sangat peka terhadap senyawa yang diikatnya. Apabila aktivitas enzim menjadi terhambat karena senyawa ini disebut inhibitor. Inhibitor cenderung akan menurunkan kecepatan reaksi yang dikatalis oleh enzim. Pada penelitian ini, inhibitor yang diujikan meliputi EDTA (ethylenediamine tetraacetic acid) dan PMSF (phenyl methyl sulfonyl fluoride), dengan menggunakan 2 konsentrasi 1 mm dan 5 mm.

13 38 Pengujian inhibitor yang dilakukan sama dengan pengujian pengaruh ion logam terhadap aktivitas enzim, yaitu enzim direaksikan dengan inhibitor 1 mm dan 5 mm pada kondisi optimum. Pengaruh inhibitor terhadap aktivitas relatif transglutaminase dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Pengaruh inhibitor terhadap aktivitas relatif enzim transglutaminase Inhibitor Konsentrasi (mm) Aktivitas relatif (%) Kontrol 100 EDTA 1 98, ,63 PMSF 1 97, ,99 Hasil Pengujian menunjukkan bahwa transglutaminase yang dihasilkan dari media yang disubstitusi limbah cair surimi tahan terhadap EDTA, tetapi terjadi penurunan aktivitas ketika ditambahkan PMSF. Semakin besar kadar PMSF yang ditambahkan, maka semakin besar pula hambatannya. Penambahan PMSF 1 mm dan 5 mm memiliki nilai aktivitas enzim secara berurutan sebesar 1,079 unit/ml dan 0,989 unit/ml dan menyebabkan penurunan aktivitas enzim sebesar 2,57% pada penambahan PMSF 1 mm, sedangkan pada konsentrasi 5 mm penurunan aktivitas yang terjadi sebesar 18,01%. Aktivitas enzim dengan penambahan EDTA 1 mm dapat menurunkan aktivitas enzim sebesar 1,1 %. Sedangkan penambahan EDTA dengan konsentrasi besar (5 mm) dapat menurunkan aktivitas enzim sebesar 9,37%. Pengaruh inhibitor terhadap aktivitas enzim transglutaminase ditunjukkan pada Gambar 13. Gambar 13. Pengaruh inhibitor terhadap aktivitas enzim transglutaminase Senyawa inhibitor adalah senyawa yang dapat merubah kemampuan enzim dalam mengikat substrat sehingga meyebabkan perubahan daya katalisator enzim.

14 39 Perubahan ini disebabkan struktur enzim mengalami perubahan fisik dan kimiawi sedemikian rupa sehingga aktivitas hayatinya menjadi berubah (Suhartono, 1989). Senyawa inhibitor seperti EDTA dan PMSF merupakan inhibitor spesifik dan dapat digunakan untuk menentukan jenis enzim tertentu. PMSF merupakan inhibitor yang umumnya digunakan untuk menonaktifkan protease serin. Senyawa EDTA merupakan pengkelat yang dapat menstabilkan enzim. Senyawa ini mampu mengkelat ion logam baik yang dibutuhkan atau tidak dibutuhkan oleh enzim. Bila suatu ion logam dikelat oleh EDTA maka akan terjadi perubahan konformasi sehingga berpengaruh terhadap aktivitas enzim. Hasil pengujian (Gambar 13) menunjukkan bahwa aktivitas enzim transglutaminase yang dihasilkan dari media yang disubstitusi limbah cair surimi tidak dihambat secara keseluruhan oleh inhibitor EDTA dan PMSF. Meskipun aktivitas relatif enzim transglutaminase yang dihasilkan lebih rendah dari kontrol, akan tetapi daya hambat yang dihasilkan tidak terlalu besar. Hal ini dikarenakan enzim yang digunakan adalah enzim kasar (bukan hasil pemurnian) sehingga masih terdapat zat-zat pengotor yang mempengaruhi kinerja enzim tersebut. Sebagai perbandingan, penelitian yang dilakukan Lin et al., (2008) menunjukkan bahwa enzim transglutaminase murni yang dihasilkan dari bakteri rekombinan Streptoverticillium platensis yang ditambah inhibitor EDTA 5 mm memiliki aktivitas relatif cukup besar (96,3%). Microbial transglutaminase tidak dipengaruhi ion logam Ca 2+, sehingga adanya senyawa pengkelat logam, seperti diamine tetraacetic acid (EDTA) tidak menghambat aktivitasnya (Lin et al., 2008). Sebaliknya, transglutaminase yang dipengaruhi ion logam Ca 2+ dapat dihambat oleh EDTA, misalnya tilapia transglutaminase (Worratao dan Yongsawatdigul 2005). Sedangkan Suzuki et al., (2000) menjelaskan bahwa enzim transglutaminase murni yang dihasilkan dari spora bakteri Bacillus subtilis mengalami penurunan aktivitas relatif sebesar 26% setelah dihambat PMSF dengan konsentrasi 5 mm Berat molekul protein dengan SDS-PAGE Penentuan berat molekul enzim transglutaminase dari bakteri Streptoverticillium ladakanum dilakukan dengan menggunakan cara analisis SDS- PAGE. Analisis ini dilakukan terhadap enzim transglutaminase kasar. Hasil uji

15 40 SDS-PAGE 12% terhadap enzim transglutaminase kasar Streptoverticillium ladakanum menunjukkan jumlah pita protein sebanyak tiga buah pita dengan berat molekul 16,0; 40,2 dan 94,0 kda (Gambar 14). Standar yang digunakan adalah marker LMW yang mengandung phosphorylase B, 97,0 kda; albumin, 66,0 kda; ovalbumin, 45,0 kda; carbonic anhydrase, 30,0 kda; trypsin inhibitor, 20,1 kda; dan α-lactabumin, 14,4 kda. Berdasarkan hasil karakterisasi oleh Kristin (2009) terhadap enzim transglutaminase Streptoverticillium ladakanum yang diproduksi dari media dengan penambahan limbah tahu dan tapioka yang kemudian dilakukan ultrafiltrasi diketahui bahwa enzim tersebut memiliki berat molekul sebesar 37,0 kda. Hasil ini membuktikan bahwa enzim kasar mengandung campuran protein yang ukurannya berbeda sehingga menghasilkan lebih dari satu pita protein. Berat molekul enzim transglutaminase Physarum polycephalum sebesar 39,6 kda (Klein et al., 1992). Enzim transglutaminase dari bakteri Streptoverticillium S-8112 dan Streptoverticillium platensis memilliki berat molekul sebesar 40,0 kda (Ando et al., 1989; Lin et al., 2008). Bakteri Streptomyces hygroscopicus menghasilkan enzim transglutaminase dengan berat molekul 38,0 kda (Li Cui et al., 2007). Suzuki (2000) melaporkan bahwa enzim transglutaminase yang dihasilkan dari spora bakteri Bacillus subtilis memiliki berat molekul sebesar 29,0 kda. 97,0 kda 66,0 kda 45,0 kda 30,0 kda 20,1 kda 14,4 kda 94,0 kda 40,2 kda 16,0 kda M TG1 TG2 Gambar 14. Berat molekul protein dari enzim transglutaminase Keterangan: M = marker LMW, TG = enzim kasar transglutaminase

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2. Alat dan Bahan 3.3 Metode Penelitian 17 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian Produksi dan Karakterisasi Enzim Transglutaminase dari Streptoverticillium ladakanum dengan Media yang Disubstitusi Limbah Cair Surimi dilaksanakan

Lebih terperinci

Lampiran 1. Bahan-bahan yang digunakan untuk pengujian aktivitas enzim (Grossowicz et al., 1950) (a). Reagen A 1. 0,2 M bufer Tris-HCl ph 6,0 12,1 gr

Lampiran 1. Bahan-bahan yang digunakan untuk pengujian aktivitas enzim (Grossowicz et al., 1950) (a). Reagen A 1. 0,2 M bufer Tris-HCl ph 6,0 12,1 gr 46 47 Lampiran 1. Bahan-bahan yang digunakan untuk pengujian aktivitas enzim (Grossowicz et al., 1950) (a). Reagen A 1. 0,2 M bufer Tris-HCl ph 6,0 12,1 gr Tris base dilarutkan dalam 200 ml akuades, kemudian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Enzim α-amilase Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan menanam isolat bakteri dalam media inokulum selama 24 jam. Media inokulum tersebut

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolat Actinomycetes Amilolitik Terpilih 1. Isolat Actinomycetes Terpilih Peremajaan isolat actinomycetes dilakukan dengan tujuan sebagai pemeliharaan isolat actinomycetes agar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp. Enzim merupakan suatu protein yang memiliki aktivitas biokimia sebagai katalis suatu reaksi. Enzim sangat

Lebih terperinci

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan 4 Metode Penelitian ini dilakukan pada beberapa tahap yaitu, pembuatan media, pengujian aktivitas urikase secara kualitatif, pertumbuhan dan pemanenan bakteri, pengukuran aktivitas urikase, pengaruh ph,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Pembahasan. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density) inkubasi D75 D92 D110a 0 0,078 0,073

Lebih terperinci

Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb.

Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb. Rangkaian reaksi biokimia dalam sel hidup. Seluruh proses perubahan reaksi kimia beserta perubahan energi yg menyertai perubahan reaksi kimia tsb. Anabolisme = (biosintesis) Proses pembentukan senyawa

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase adalah enzim menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik pada pati. α-amilase disekresikan oleh mikroorganisme, tanaman, dan organisme tingkat tinggi. α-amilase memiliki peranan

Lebih terperinci

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Prosedur Analisis Data Analisis statisik yang digunakan adalah rancangan faktorial dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan ulangan 3 kali dengan model linier yang digunakan (Matjik dan Sumertajaya

Lebih terperinci

KARAMTERlSWSl PWOTEWSE [BAR! FERMENTAS! CAfJPURAN

KARAMTERlSWSl PWOTEWSE [BAR! FERMENTAS! CAfJPURAN KARAMTERlSWSl PWOTEWSE [BAR! FERMENTAS! CAfJPURAN Oleh L U K M A N F 23. 0142 199 1 JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN GlZl FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Lukman. F 23.0142. Karakterisasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, IPB, dari bulan Oktober 2011 Mei 2012. Bahan Isolasi untuk memperoleh isolat B. thuringiensis

Lebih terperinci

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V.

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V. 27 PEMBAHASAN Dari tiga isolat sp. penghasil antimikrob yang diseleksi, isolat sp. Lts 40 memiliki aktivitas penghambatan paling besar terhadap E. coli dan V. harveyi dengan indeks penghambatan masing-masing

Lebih terperinci

Protein ENZIM Mempercepat reaksi dengan jalan menurunkan tenaga aktivasi Tidak mengubah kesetimbangan reaksi Sangat spesifik

Protein ENZIM Mempercepat reaksi dengan jalan menurunkan tenaga aktivasi Tidak mengubah kesetimbangan reaksi Sangat spesifik E N Z I M Sukarti Moeljopawiro Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada Protein ENZIM Mempercepat reaksi dengan jalan menurunkan tenaga aktivasi Tidak mengubah kesetimbangan reaksi Sangat spesifik ENZIM

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enzim merupakan suatu protein yang berfungsi sebagai biokatalisator. Katalisator didefinisikan sebagai percepatan reaksi kimia oleh beberapa senyawa dimana senyawanya

Lebih terperinci

UJI KUALITATIF ETANOL YANG DIPRODUKSI SECARA ENZAMATIS MENGGUNAKAN Z. MOBILIS PERMEABEL

UJI KUALITATIF ETANOL YANG DIPRODUKSI SECARA ENZAMATIS MENGGUNAKAN Z. MOBILIS PERMEABEL UJI KUALITATIF ETANOL YANG DIPRODUKSI SECARA ENZAMATIS MENGGUNAKAN Z. MOBILIS PERMEABEL Dian Pinata NRP. 1406 100 005 DOSEN PEMBIMBING Drs. Refdinal Nawfa, M.S LATAR BELAKANG Krisis Energi Sumber Energi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemilahan Isolat Penghasil Kolagenase Tertinggi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Pemilahan Isolat Penghasil Kolagenase Tertinggi HASIL DAN PEMBAHASAN Pemilahan Isolat Penghasil Kolagenase Tertinggi Fermentasi Fermentasi untuk produksi protease dilakukan pada media Luria Bertani broth (LB) dan media LB + kolagen 5%. Pengamatan dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Produksi Enzim β-galaktosidase dari Enterobacter cloacae

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Produksi Enzim β-galaktosidase dari Enterobacter cloacae 6 dilarutkan dalam 1 ml bufer fosfat 0.05 M ph 6.5. Aktivitas yang tinggi menunjukan persentase kejenuhan amonium sulfat yang optimum. Jumlah amonium sulfat (gram) yang digunakan untuk melarutkan 1 liter

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kapang Rhizopus oligosporus Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker & Moore (1996) adalah sebagai berikut : Kingdom Divisio Kelas Ordo

Lebih terperinci

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009 26 BAB V. PEMBAHASAN 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Hasil foto SEM dengan perbesaran 50 kali memperlihatkan perbedaan bentuk permukaan butiran yang sudah mengandung sel Lactobacillus

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Enzim Transglutaminase

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Enzim Transglutaminase 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Enzim Transglutaminase Transglutaminase termasuk ke dalam kelompok enzim transferase dan mempunyai nama sistematis, yaitu protein glutamin γ-glutamyltransferase (EC 2.3.2.13).

Lebih terperinci

ENZIM. Ir. Niken Astuti, MP. Prodi Peternakan, Fak. Agroindustri, UMB YOGYA

ENZIM. Ir. Niken Astuti, MP. Prodi Peternakan, Fak. Agroindustri, UMB YOGYA ENZIM Ir. Niken Astuti, MP. Prodi Peternakan, Fak. Agroindustri, UMB YOGYA ENZIM ENZIM ADALAH PROTEIN YG SANGAT KHUSUS YG MEMILIKI AKTIVITAS KATALITIK. SPESIFITAS ENZIM SANGAT TINGGI TERHADAP SUBSTRAT

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tentang skrining dan uji aktivitas enzim protease bakteri hasil isolasi dari limbah Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pacar Keling Surabaya menghasilkan data-data sebagai

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 22 Bab IV Hasil dan Pembahasan α-amilase (E.C 3.2.1.1) merupakan salah satu enzim hidrolitik yang memegang peranan penting di dalam industri. Hidrolisis langsung dari pati mentah secara enzimatis dibawah

Lebih terperinci

KINETIKA REAKSI ENZIMATIS

KINETIKA REAKSI ENZIMATIS LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA BIOPROSES KINETIKA REAKSI ENZIMATIS KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 KINETIKA REAKSI ENZIMATIS 1. Pendahuluan Amilase

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

KARAKTERISASI BEBERAPA ION LOGAM TERHADAP AKTIVITAS ENZIM TRIPSIN (THE CHARACTERIZATION OF SEVERAL METAL IONS TOWARDS THE ENZYME TRYPSIN ACTIVITY)

KARAKTERISASI BEBERAPA ION LOGAM TERHADAP AKTIVITAS ENZIM TRIPSIN (THE CHARACTERIZATION OF SEVERAL METAL IONS TOWARDS THE ENZYME TRYPSIN ACTIVITY) KARAKTERISASI BEBERAPA ION LOGAM TERHADAP AKTIVITAS ENZIM TRIPSIN (THE CHARACTERIZATION OF SEVERAL METAL IONS TOWARDS THE ENZYME TRYPSIN ACTIVITY) Eddy Sulistyowati, Das Salirawati, dan Amanatie Fakultas

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme sel. Bekerja dengan uruturutan yang teratur, enzim mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menguraikan molekul nutrien,

Lebih terperinci

dilakukan lisis sel untuk memperoleh enzimnya. Kerja enzim ekstraseluler yaitu memecah atau mengurai molekul-molekul kompleks menjadi molekul yang

dilakukan lisis sel untuk memperoleh enzimnya. Kerja enzim ekstraseluler yaitu memecah atau mengurai molekul-molekul kompleks menjadi molekul yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara yang mempunyai hasil pertanian dan perkebunan yang cukup tinggi. Indonesia merupakan salah satu sumber penghasil selulosa utama

Lebih terperinci

RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA

RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA OPTIMASI PEMISAHAN DAN UJI AKTIVITAS PROTEIN ANTIBAKTERI DARI CAIRAN SELOM CACING TANAH Perionyx excavatus. Oleh : Yumaihana MSi Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak,

Lebih terperinci

FISIOLOGI TUMBUHAN MKK 414/3 SKS (2-1)

FISIOLOGI TUMBUHAN MKK 414/3 SKS (2-1) FISIOLOGI TUMBUHAN MKK 414/3 SKS (2-1) OLEH : PIENYANI ROSAWANTI PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA 2017 METABOLISME Metabolisme adalah proses-proses

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase merupakan enzim yang mempunyai peranan penting dalam bioteknologi saat ini. Aplikasi teknis enzim ini sangat luas, seperti pada proses likuifaksi pati pada proses produksi

Lebih terperinci

Ciri-Ciri Organisme/ Mahkluk Hidup

Ciri-Ciri Organisme/ Mahkluk Hidup DASAR-DASAR KEHIDUPAN Ciri-Ciri Organisme/ Mahkluk Hidup 1.Reproduksi/Keturunan 2.Pertumbuhan dan perkembangan 3.Pemanfaatan energi 4.Respon terhadap lingkungan 5.Beradaptasi dengan lingkungan 6.Mampu

Lebih terperinci

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - April 2015 di Laboratorium

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - April 2015 di Laboratorium 28 III. METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - April 2015 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

Nimas Mayang Sabrina S, STP, MP Lab. Bioindustri, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya

Nimas Mayang Sabrina S, STP, MP Lab. Bioindustri, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya SELF-PROPAGATING ENTREPRENEURIAL EDUCATION DEVELOPMENT BAHAN BAKU DAN PRODUK BIOINDUSTRI Nimas Mayang Sabrina S, STP, MP Lab. Bioindustri, Jur Teknologi Industri Pertanian Universitas Brawijaya Email :

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-November 2013 di Laboratorium

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-November 2013 di Laboratorium 24 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-November 2013 di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

wanibesak.wordpress.com

wanibesak.wordpress.com 1. Diberikan beberapa pernyataan 1) katalis dapat mempercepat laju reaksi dengan cara menaikan energi aktivasi 2) tahap penentu laju reaksi adalah tahap reaksi yang berlangsung paling lambat 3) laju reaksi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari Oktober. penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Universitas Lampung.

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari Oktober. penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Universitas Lampung. 28 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari Oktober 2015 dan tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Universitas Lampung. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN KADAR C (KARBON) DAN KADAR N (NITROGEN) MEDIA KULTIVASI Hasil analisis molases dan urea sebagai sumber karbon dan nitrogen menggunakan metode Walkley-Black dan Kjeldahl,

Lebih terperinci

PERTUMBUHAN JASAD RENIK

PERTUMBUHAN JASAD RENIK PERTUMBUHAN JASAD RENIK DEFINISI PERTUMBUHAN Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Pada organisme multiselular, yang disebut pertumbuhan

Lebih terperinci

ENZIM IKA PUSPITA DEWI

ENZIM IKA PUSPITA DEWI ENZIM IKA PUSPITA DEWI 1 2 Enzim Klasifikasi enzim Komponen dan struktur enzim Kerja enzim sebagai katalisator 3 Enzim Enzim merupakan Polimer biologis yang mengkatalisis reaksi kimia Protein yang dapat

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Menurut B u t c h e r ( 1 9 5 9 ) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut: Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales Sub ordo Genus

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Akar Nanas Kering dan Hidroponik Akar nanas kering yang digunakan dalam penelitian ini merupakan akar nanas yang tertanam dalam tanah, berwarna coklat dan berupa suatu

Lebih terperinci

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat Media Kultur Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat Pendahuluan Medium untuk pertumbuhan skala laboratorium umumnya mahal sehingga dibutuhkan perubahan agar dapat dipakai medium yang

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 1 I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium Biokimia, Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi Faktor yang mempengaruhi laju reaksi adalah sebagai berikut. Konsentrasi Jika konsentrasi suatu larutan makin besar, larutan akan mengandung jumlah partikel

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini isolat actinomycetes yang digunakan adalah ANL 4,

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pada penelitian ini isolat actinomycetes yang digunakan adalah ANL 4, IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Actinomycetes Pada penelitian ini isolat actinomycetes yang digunakan adalah ANL 4, isolat ini telah berhasil diisolasi dari sedimen mangrove pantai dengan ciri

Lebih terperinci

Enzim dan koenzim - 3

Enzim dan koenzim - 3 Enzim dan koenzim Macam-macam enzim Cara kerja enzim Sifat kinetik enzim Faktor-faktor yang mempengaruhi katalisis enzim Regulasi dan aktivitas enzim Enzim dan koenzim - 2 Enzim dan koenzim - 3 Substansi

Lebih terperinci

Enzim dan koenzim Macam-macam enzim Cara kerja enzim Sifat kinetik enzim Faktor-faktor yang mempengaruhi katalisis enzim Regulasi dan aktivitas enzim

Enzim dan koenzim Macam-macam enzim Cara kerja enzim Sifat kinetik enzim Faktor-faktor yang mempengaruhi katalisis enzim Regulasi dan aktivitas enzim Enzim dan koenzim Macam-macam enzim Cara kerja enzim Sifat kinetik enzim Faktor-faktor yang mempengaruhi katalisis enzim Regulasi dan aktivitas enzim Enzim dan koenzim - 2 Substansi yang terdapat didalam

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. selulosa dan lignin yang terdapat pada dinding sel tumbuhan. Oleh karena

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. selulosa dan lignin yang terdapat pada dinding sel tumbuhan. Oleh karena 27 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyiapan Tepung Xilan Alami Bagas tebu, sekam padi dan tongkol jagung merupakan limbah pertanian yang memiliki kandungan xilan yang potensial untuk dijadikan media

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enzim merupakan protein yang berfungsi sebagai katalisator reaksi-reaksi kimia dalam sistem biologis. Enzim memiliki daya katalitik yang tinggi dan mampu meningkatkan

Lebih terperinci

Penyerapan Logam Berat Timbal (PB) Dengan Enzim Protease Dari Bakteri Bacillus Subtilis

Penyerapan Logam Berat Timbal (PB) Dengan Enzim Protease Dari Bakteri Bacillus Subtilis Penyerapan Logam Berat Timbal (PB) Dengan Enzim Protease Dari Bakteri Bacillus Subtilis Roni Saputra, M.Si 1 Dosen Program Studi Ilmu Kesehatan Lingkungan, STIKes Ibnu Sina Batam ronniegodzilla@gmail.com

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu reaksi kimia, khususnya antara senyawa organik, yang dilakukan dalam laboratorium memrlukan suatu kondisi yang ditentukan oleh beberapa faktor, speerti suhu,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Nannochloropsis sp. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama hidupnya tetap dalam bentuk plankton dan merupakan makanan langsung bagi

Lebih terperinci

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN... 1

DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... BAB I PENDAHULUAN... 1 DAFTAR ISI ABSTRAK... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii v vi ix BAB I PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 6 1.3 Batasan

Lebih terperinci

II. KARAKTERISTIK ENZIM

II. KARAKTERISTIK ENZIM II. KARAKTERISTIK ENZIM 2.1. Definisi Enzim Enzim merupakan katalisator suatu reaksi, artinya dapat mempercepat suatu reaksi tanpa terjadinya perubahan yang permanen dalam struktur enzim itu sendiri. Kata

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. enzim selulase dari campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Botrytis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. enzim selulase dari campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Botrytis Aktivitas Enzim Selulase (U/ml) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Selulase Berdasarkan penelitian yang dilakukan, data pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim selulase dari

Lebih terperinci

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME Metabolisme adalah seluruh reaksi kimia yang dilakukan oleh organisme. Metabolisme juga dapat dikatakan sebagai proses

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

ANALISISN AIR METODE TITRIMETRI TENTANG KESADAHAN AIR. Oleh : MARTINA : AK

ANALISISN AIR METODE TITRIMETRI TENTANG KESADAHAN AIR. Oleh : MARTINA : AK ANALISISN AIR METODE TITRIMETRI TENTANG KESADAHAN AIR Oleh : MARTINA : AK.011.046 A. PENGERTIAN AIR senyawa kimia yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia dan makhluk hidup lainnya karena fungsinya

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selulase merupakan salah satu enzim yang dapat dihasilkan oleh beberapa kelompok hewan yang mengandung bakteri selulolitik, tumbuhan dan beberapa jenis fungi.

Lebih terperinci

Definisi Umum Enzim yg berfungsi sbg biokatalisator

Definisi Umum Enzim yg berfungsi sbg biokatalisator ENZIM Definisi Umum Dlm system biologi reaksi kimia selalu memerlukan katalis. Tanpa katalis sangat lama shg diperlukan Enzim yg berfungsi sbg biokatalisator protein yang berfungsi untuk mempercepat reaksi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. PREPARASI SUBSTRAT DAN ISOLAT UNTUK PRODUKSI ENZIM PEKTINASE Tahap pengumpulan, pengeringan, penggilingan, dan homogenisasi kulit jeruk Siam, kulit jeruk Medan, kulit durian,

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan 27 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Isolasi Enzim katalase dari kentang Enzim katalase terdapat dalam peroksisom, organel yang ditemukan pada jaringan tumbuhan di luar inti sel kentang sehingga untuk mengekstraknya

Lebih terperinci

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan didefenisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah, pertambahan

Lebih terperinci

METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh WENI ASTUTI

METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase. Skripsi Sarjana Kimia. Oleh WENI ASTUTI METODA AKTIVASI ZEOLIT ALAM DAN APLIKASINYA SEBAGAI MEDIA AMOBILISASI ENZIM α-amilase Skripsi Sarjana Kimia Oleh WENI ASTUTI 07132011 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Media Kultur. Pendahuluan

Media Kultur. Pendahuluan Media Kultur Materi Kuliah Bioindustri Minggu ke 4 Nur Hidayat Pendahuluan Medium untuk pertumbuhan skala laboratorium umumnya mahal sehingga dibutuhkan perubahan agar dapat dipakai medium yang murah sehingga

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

Energi Alternatif. Digester anaerob. Penambahan Bahan Aditif. Tetes Tebu

Energi Alternatif. Digester anaerob. Penambahan Bahan Aditif. Tetes Tebu PERANAN TETES TEBU DALAM PRODUKSI BIOGAS Pembimbing : Dr. rer.nat.triwikantoro, M.Sc Dr. Melania Suweni M, M.T Oleh : Amaliyah Rohsari Indah Utami (1108201007) Latar Belakang Krisis Bahan bakar Protokol

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

PENGUJIAN STABILITAS ENZIM BROMELIN YANG DIISOLASI DARI BONGGOL NANAS SERTA IMOBILISASI MENGGUNAKAN KAPPA KARAGENAN

PENGUJIAN STABILITAS ENZIM BROMELIN YANG DIISOLASI DARI BONGGOL NANAS SERTA IMOBILISASI MENGGUNAKAN KAPPA KARAGENAN Vol 10, No.1, 06: 26 PENGUJIAN STABILITAS ENZIM BROMELIN YANG DIISOLASI DARI BONGGOL NANAS SERTA IMOBILISASI MENGGUNAKAN KAPPA KARAGENAN Firman Sebayang Departemen Kimia FMIPA Universitas Sumatera Utara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan melalui atom O (Barrer, 1982). Klasifikasi zeolit dapat didasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan melalui atom O (Barrer, 1982). Klasifikasi zeolit dapat didasarkan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Zeolit Zeolit merupakan mineral hasil tambang yang kerangka dasarnya terdiri dari unit-unit tetrahedral alumina (AlO 4 ) dan silika (SiO 4 ) yang saling berhubungan melalui

Lebih terperinci

PERCOBAAN VII PENGARUH ph TERHADAP KEAKTIFAN SUATU ENZIM : RR. DYAH RORO ARIWULAN NIM : H

PERCOBAAN VII PENGARUH ph TERHADAP KEAKTIFAN SUATU ENZIM : RR. DYAH RORO ARIWULAN NIM : H LAPRAN PRAKTIKUM BIKIMIA PERCBAAN VII PENGARU p TERADAP KEAKTIFAN SUATU ENZIM NAMA : RR. DYA RR ARIWULAN NIM : 411 10 272 KELMPK : VI (EMPAT) ARI / TANGGAL : RABU/ 9 NVEMBER 2011 ASISTEN : MU. SYARIF AQA

Lebih terperinci

Analisis kadar protein

Analisis kadar protein LAMPIRAN Lampiran 1 Bagan alir penelitian Biawak air bagian duodenum, jejenum, ileum, kolon Cuci dengan akuades dan kerok lapisan atasnya (mukosa Ekstraksi enzim protease Analisis kadar protein Pencirian

Lebih terperinci

III. NUTRISI DAN MEDIUM KULTUR MIKROBA

III. NUTRISI DAN MEDIUM KULTUR MIKROBA III. NUTRISI DAN MEDIUM KULTUR MIKROBA Medium pertumbuhan (disingkat medium) adalah tempat untuk menumbuhkan mikroba. Mikroba memerlukan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan energi dan untuk bahan pembangun

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Danau Kakaban menyimpan berbagai organisme yang langka dan unik. Danau ini terbentuk dari air laut yang terperangkap oleh terumbu karang di sekelilingnya akibat adanya aktivitas

Lebih terperinci

MODUL 2-1 NUTRISI MINERAL TUMBUHAN

MODUL 2-1 NUTRISI MINERAL TUMBUHAN MODUL 2-1 NUTRISI MINERAL TUMBUHAN Elemen esensial: Fungsi, absorbsi dari tanah oleh akar, mobilitas, dan defisiensi Oleh : Retno Mastuti 1 N u t r i s i M i n e r a l Jurusan Biologi, FMIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA. yang teratur, mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menyimpan dan

BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA. yang teratur, mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menyimpan dan BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Enzim Enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme sel, bekerja dengan urutanurutan yang teratur, mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menyimpan dan mentransformasikan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

BAB III METODE PENELITIAN. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi dan Genetika Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Proses produksi enzim lipase ekstraseluler dari Aspergillus niger dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis strain yang digunakan, proses fermentasi yang dilakukan

Lebih terperinci

PENGARUH AKTIVATOR SISTEIN DAN NATRIUM KLORIDA TERHADAP AKTIVITAS PAPAIN

PENGARUH AKTIVATOR SISTEIN DAN NATRIUM KLORIDA TERHADAP AKTIVITAS PAPAIN Jurnal Sains Kimia Vol.8, No.1, 2004: 26-28 PENGARUH AKTIVATOR SISTEIN DAN NATRIUM KLORIDA TERHADAP AKTIVITAS PAPAIN Daniel S Dongoran Jurusan Kimia FMIPA Universitas Sumatera Utara Jl. Bioteknologi No.

Lebih terperinci

Nama-nama dan jenis-jenis Enzim dalam Sistem Pencernaan

Nama-nama dan jenis-jenis Enzim dalam Sistem Pencernaan Nama-nama dan jenis-jenis Enzim dalam Sistem Pencernaan Saluran Pencernaan Mulut (Kelenjar Ludah / Saliva) Lambung (Kelenjar Lambung) Pankreas (Saluran Pankreas) Usus (Kelenjar Usus) Nama enzim dan fungsinya

Lebih terperinci

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI ENZIM TRANSGLUTAMINASE DARI Streptoverticillium ladakanum DENGAN MEDIA YANG DISUBSTITUSI LIMBAH CAIR SURIMI

PRODUKSI DAN KARAKTERISASI ENZIM TRANSGLUTAMINASE DARI Streptoverticillium ladakanum DENGAN MEDIA YANG DISUBSTITUSI LIMBAH CAIR SURIMI PRODUKSI DAN KARAKTERISASI ENZIM TRANSGLUTAMINASE DARI Streptoverticillium ladakanum DENGAN MEDIA YANG DISUBSTITUSI LIMBAH CAIR SURIMI MUHAMAD FAUZI RIDWAN C34050211 DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. adalah Bacillus subtilis dan Bacillus cereus yang diperoleh di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. adalah Bacillus subtilis dan Bacillus cereus yang diperoleh di Laboratorium 23 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bacillus subtilis dan Bacillus cereus yang diperoleh di Laboratorium

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Biomassa Jurusan Kimia

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL PEMBAHASAN 5.1. Sukrosa Perubahan kualitas yang langsung berkaitan dengan kerusakan nira tebu adalah penurunan kadar sukrosa. Sukrosa merupakan komponen utama dalam nira tebu yang dijadikan bahan

Lebih terperinci

SMA Negeri 1 Nunukan Selatan METABOLISME. Pertemuan 2. Oleh. SUPARMUJI, S.Pd

SMA Negeri 1 Nunukan Selatan  METABOLISME. Pertemuan 2. Oleh. SUPARMUJI, S.Pd SMA Negeri 1 Nunukan Selatan www.sman1nusa.com METABOLISME Pertemuan 2 Oleh SUPARMUJI, S.Pd moejie01@gmail.com TUJUAN BELAJAR Mengetahui Sifat-Sifat Enzim Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi

Lebih terperinci

ENZIM Enzim : adalah protein khusus yang mengkatalisis reaksi biokimia tertentu

ENZIM Enzim : adalah protein khusus yang mengkatalisis reaksi biokimia tertentu ENZIM Enzim : adalah protein khusus yang mengkatalisis reaksi biokimia tertentu terikat pada satu atau lebih zat-zat yang bereaksi. Dengan demikian enzim menurunkan barier energi (jumlah energi aktivasi

Lebih terperinci

SATUAN ACARA PERKULIAHAN

SATUAN ACARA PERKULIAHAN SATUAN ACARA PERKULIAHAN Mata Kuliah : Biokimia I Jumlah SKS : 3 SKS Deskipsi singkat : Mata kuliah ini memberikan pengetahuan kepada mahasiwa untuk mampu menjelaskan pengertian dan wawasan biokimia, peran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang semakin tinggi serta adanya tekanan dari para ahli dan pecinta

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang semakin tinggi serta adanya tekanan dari para ahli dan pecinta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dasawarsa terakhir ini, pemakaian enzim yang sifatnya efisien, selektif, mengkatalisis reaksi tanpa produk samping dan ramah lingkungan meningkat pesat. Industri

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Minyak Ikan Karakterisasi minyak ikan dilakukan untuk mengetahui karakter awal minyak ikan yang digunakan dalam penelitian ini. Karakter minyak ikan yang diukur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh ph dan Komposisi Kimia Pelarut serta Ukuran Butir Batuan Reaksi batuan dengan penambahan pelarut air hujan (kontrol), asam humat gambut (AHG) dan asam humat lignit (AHL) menunjukkan

Lebih terperinci