ENZIM ARABINOSA ISOMERASE DARI GEN BAKTERI Geobacillus stearothermophilus YONI ATMA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ENZIM ARABINOSA ISOMERASE DARI GEN BAKTERI Geobacillus stearothermophilus YONI ATMA"

Transkripsi

1 PRODUKSI DAN KARAKTERISASI ENZIM ARABINOSA ISOMERASE DARI GEN BAKTERI Geobacillus stearothermophilus LOKAL YONI ATMA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUTT PERTANIAN BOGOR BOGOR 20111

2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Produksi dan Karakterisasi Enzim Arabinosa Isomerase dari Gen Bakteri Geobacillus stearothermophilus Lokal adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini. Bogor, Juli 2011 Yoni Atma F

3 ABSTRACT YONI ATMA. Production and Characterization of an Arabinose Isomerase from Gene of Geobacillus stearothermophilus Local Strain. Under direction of MAGGY T. SUHARTONO and BUDI SAKSONO. Arabinose isomerase (AI) is an enzyme that catalyzes isomerization of galactose to tagatose. Besides being used as a low-calorie sweeteners, tagatose has been developed as a functional food because it provides many health benefits such as promoting of weight-loss, anti-halitosis, prebiotic, treating of obesity and reducing in symptoms associated with type 2 diabetes, hyperglycemia, anemia, and hemophilia. Thermostable AIs are potential for tagatose production. AI enzymes encoded by araa gene. The araa gene Geobacillus stearothermophilus originated from Tanjung Api, Poso, Indonesia has been successfully cloned and exspressed at previously study in E. coli BL21 (DE3) plyss. However expression level of AI still low by SDS-PAGE analysis. The E. coli BL21 was incubated in 37 C at 150 rpm. This research was conducted to optimize the araa gene expression. Result from this research showed that the medium tofu liquid waste consisting yeast extract 0.5% (TLW+YE) increased enzyme productivity. Optimation production was obtained by 16 hours induction. The purification was carried out with three steps of freeze-thaw at -70 C, heat treatment (60 C, 30 minutes) and DEAE ion exchange chromatography (elution buffer mm NaCl). The purified enzyme exhibited optimum activity at 60 C and ph 7. The AI activity in the presence of CaCl2 and MnCl 2 was increased to 152% and 563% respectively. Heat stability of enzymes in the presence of CaCl 2 and MnCl 2 was increased. Half-life (t 1/2 ) AI in the presence 1 mm of CaCl 2 and MnCl 2 was increased becomes 301 and 990 minutes respectively. Keywords: arabinose isomerase, tagatose, araa gene, G. stearothermophilus, E. coli BL21 (DE3) plyss, expression

4 RINGKASAN YONI ATMA. Produksi dan Karakterisasi Enzim Arabinosa Isomerase dari Gen Bakteri Geobacillus stearothermophilus Lokal. Dibimbing oleh MAGGY T. SUHARTONO dan BUDI SAKSONO. Enzim arabinosa isomerase (AI) dapat mengkatalisis secara revesible reaksi isomerisasi D-galaktosa menjadi D-tagatosa. Tagatosa telah digunakan sebagai pemanis rendah kalori (1,5 kkal/g) yang memiliki tingkat kemanisan 92% dibandingkan sukrosa. Tagatosa memberikan berbagai manfaat kesehatan diantaranya seperti menurunkan berat badan, prebiotik, anti-histolisis serta mereduksi sejumlah gejala yang berhubungan dengan diabetes tipe 2, hiperglikemia, obesitas, anemia dan hemophilia. Peran tagatosa sebagai antidiabetes akan bermanfaat sebagai gula alternatif di Indonesia, mengingat Indonesia menempati peringkat ke-4 dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia. Produksi tagatosa menggunakan katalis logam memiliki banyak kekurangan. Sedangkan penggunaan beberapa jenis enzim seperti sorbitol dehidrogenase, D-psicosa 3-epimerse, dan D-tagatosa 3-epimerase meskipun lebih ramah lingkungan dibandingkan katalis logam, akan tetapi 3 jenis enzim tersebut membutuhkan substrat yang sangat mahal. Oleh sebab itu, saat ini enzim paling banyak dicari untuk memproduksi tagatosa adalah enzim arabinosa isomerase (AI). Pembentukan tagatosa oleh enzim AI sangat efisien karena substrat yang dibutuhkan dan tahapan produksinya. Studi produksi dan pencarian enzim AI termostabil lebih difokuskan, sebab konversi D-galaktosa menjadi D-tagatosa meningkat dengan peningkatan suhu (> 50ºC). Selain itu, enzim-enzim pangan yang bersifat termostabil juga menjadi semakin penting dalam dunia industri. Hal ini berkaitan dengan keuntungan yang akan diperoleh bila proses produksi dilakukan pada suhu tinggi. Produksi enzim AI pada bakteri dilakukan dengan menggunakan inang E. coli. Gen araa yang mengkode AI dikloning melalui plasmid ke bakteri E. coli BL21. E. coli kemudian akan mengekspresikan atau menghasilkan AI setelah diberi senyawa penginduksi. Diantara beberapa bakteri temofilik yang telah diteliti, AI yang berasal dari bakteri G. stearothermophilus memiliki kemampuan tertinggi dalam menghasilkan tagatosa dan telah mendekati skala produksi komersial. Kloning dan ekspresi gen araa dari G. stearothermophilus lokal asal Tanjung Api, Poso, Indonesia menggunakan inang E. coli BL21 plyss pet21b telah dilakukan pada studi sebelumnya. Namun analisis dengan Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) menunjukkan tingkat ekspresi gen araa pada media ekspresi (fermentasi) Luria Bertani (LB) masih rendah. Ekspresi gen araa ini perlu ditingkatkan sehingga jumlah enzim AI yang dihasilkan optimal. Selain untuk meningkatkan produksi enzim, penelitian ini juga dilakukan untuk memurnikan enzim yang telah diperoleh dan menganalisis karakteristik enzim AI dari G. stearothermophilus lokal. Penelitian dilakukan dengan 3 tahap yaitu produksi, purifikasi dan karakterisasi. Penelitian diawali dengan produksi enzim melalui modifikasi medium ekpresi. Modifikasi medium ekpresi dilakukan dengan menggunakan

5 limbah cair tahu yang ditambahkan dengan 0.5% ekstrak khamir (m/v) (LCT+YE) dan diatur ph media LCT+YE tersebut sama dengan ph Luria Bertani (LB). Tingkat ekspresi enzim pada media LCT+YE dibandingkan dengan LB. Selanjutnya dilakukan optimasi produksi dengan lama waktu induksi pada medium ekspresi terpilih. Hasil yang optimal dikonfirmasi dengan SDS-PAGE (melalui ketebalan pita) dan aktivitas enzim. Hasil produksi yang paling optimal kemudian dipurifikasi dan dikarakterisasi. Purifikasi dilakukan melalui 3 langkah secara kontinu, antara lain: 1) freezethaw dengan cara memasukkannya total suspensi sel pada freezer bersuhu C sampai membeku selama ± 30 menit dan mencairkannya kembali (freeze-thaw dilakukan dengan 3 kali pengulangan), 2) heat treatment pada suhu 60 0 C selama 30 menit, dan 3) kromatografi penukar ion dengan resin dietil amino etil (DEAE). Larutan NaCl dengan konsentrasi 0, 100, 300, 400, 500 dan 1000 mm digunakan sebagai garam pengelusi ketika purifikasi menggunakan kolom kromatografi dilakukan. Enzim murni yang diperoleh kemudian dikarakterisasi yang meliputi penentuan suhu dan ph optimum, logam aktivator, stabilitas panas serta waktu paruh enzim. Analisis keberadaan enzim target dilakukan menggunakan SDS-PAGE. Metode Bradford digunakan untuk analisis protein atau enzim secara kuantitatif. Bovine serum albumin (BSA) digunakan sebagai standar protein saat analisis dengan larutan Bradford. Enzim yang telah direaksikan dengan larutan Bradford dibiarkan selama 2-5 menit pada suhu 37 0 C, kemudian absorbansinya diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 595 nm. Aktivitas enzim diukur dengan metode larutan pewarna sisten karbazol asam sulfat. Substrat galaktosa direaksikan dengan enzim, kemudian diinkubasi pada suhu 60 0 C selama 60 menit. Setelah reaksi enzimatis dihentikan, kemudian diberi larutan pewarna sisten karbazol asam sulfat dan diinkubasi kembali pada suhu 60 0 C selama 30 menit. warna diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 560 nm. Pada pengukuran aktivitas enzim, fruktosa digunakan sebagai standar produk yang telah terbentuk. Dari analisis dengan SDS-PAGE disimpulkan bahwa medium ekpresi yang lebih baik untuk produksi enzim AI adalah LCT + YE. Media cair LB juga dapat digunakan sebagai medium ekspesi, akan tetapi pita enzim target yang dihasilkan sangat tipis dibandingkan dengan medium LCT + YE. Optimasi produksi enzim AI dengan mekanisme ekspresi terinduksi yang paling optimum adalah dengan lama waktu induksi 16 jam. Aktivitas total suspensi sel tertinggi terdapat pada lama waktu induksi 16 jam dan 20 jam. Tetapi induksi selama 16 jam memiliki aktivitas enzim pada bagian supernatant ke-2 yang lebih tinggi (±2000 U/ml) dibandingkan induksi jam ke-20 (±1500 U/ml). Bagian supernatan ke-2 merupakan bagian enzim pada sitosol yang larut dan memiliki aktivitas tinggi. Pada tahapan purifikasi, analisis dengan SDS-PAGE dan uji aktivitas diketahui enzim AI terelusi pada fraksi nomor Dari SDS-PAGE diketahui bahwa enzim dengan berat molekul 56 kda berada pada fraksi 50, 51 dan 52, sedangkan pada fraksi lain tidak menunjukkan keberadaan pita pada posisi 56 kda. Pita tunggal (single band) pada fraksi 50, 51 dan 52 mengindikasikan enzim AI telah cukup murni dan terpisah dari protein lainnya. Fraksi 50, 51 dan 52 juga memiliki aktivitas yang jauh lebih tinggi dibandingkan fraksi lainnya. Fraksi terelusi oleh konsentrasi NaCl 300 mm. Aktivitas spesifik enzim murni pada

6 fraksi 50, 51 dan 52 antara lain secara berurutan adalah 345, 282 dan 364 U/mg. Kuantifikasi protein dengan metode Bradford juga mengkonfirmasikan bahwa protein hasil elusi kromatografi penukar ion lebih tinggi pada fraksi 50, 51 dan 52 dibandingkan fraksi lainnya. Enzim AI murni memiliki aktivitas optimal pada suhu 60 0 C dan ph 7. Enzim AI membutuhkan logam kalsium (Ca) dan mangan (Mn) untuk meningkatkan aktivitas dan stabilitas panasnya. Penambahan CaCl 2 meningkatkan aktivitas relatif enzim AI dari G. stearothermophilus lokal hingga menjadi 154% pada konsentrasi 1 mm dan 130% pada konsentrasi 5 mm. Dan penambahan MnCl 2 meningkatkan aktivitas relatif enzim hingga menjadi 525% pada konsentrasi 1 mm dan 560% pada konsentrasi 5 mm. Inkubasi pada suhu 65 0 C selama 150 menit menurunkan aktivitas enzim AI murni tanpa penambahan logam hingga tersisa 43%. Sedangkan dengan penambahan 1 mm logam CaCl 2 dan MnCl 2, aktivitas enzim AI masih tersisa masing-masing 70% dan 91%. Pendugaan waktu paruh (t 1/2 ) enzim AI hasil pemurnian dilakukan dengan penentuan nilai konstanta deaktivasi enzim (k) terlebih dahulu. t 1/2 enzim tanpa logam pada suhu 65 0 C adalah 136 menit. Dan dengan penambahan 1 mm CaCl 2 dan MnCl 2, t 1/2 AI meningkat menjadi masing-masing 301 dan 990 menit. Enzim AI dari beberapa bakteri termofilik yang telah diteliti tidak ada yang menunjukkan karakteristik yang 100% sama, meskipun enzim AI dihasilkan oleh gen yang sama (gen araa), namun genus, spesies, strain ataupun tempat isolasi bakteri yang berbeda dapat memberikan karakteristik yang berbeda pula. Waktu paruh enzim AI lokal pada suhu 65 0 C dengan penambahan 1 mm MnCl 2 jauh lebih lama dibandingkan beberapa enzim AI termostabil yang telah ada. Salah satu strategi peningkatan produksi tagatosa menggunakan enzim AI adalah mencari enzim dengan waktu paruh yang lama. Dari hasil penelitian ini juga dapat disimpulkan bahwa enzim AI dari G. stearothermophilus lokal dapat langsung diaplikasikan pada industri. Suhu yang direkomendasikan untuk aplikasi industri produksi tagatosa menggunakan enzim AI adalah 60-65ºC, karena pada suhu yang lebih tinggi akan menyebabkan terjadinya reaksi pengcoklatan. Kata kunci: enzim arabinosa isomerase, tagatosa, gen araa, G. stearothermophilus, E. coli BL21 (DE3) plyss pet-21b, ekspresi

7 Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

8 PRODUKSI DAN KARAKTERISASI ENZIM ARABINOSA ISOMERASE DARI GEN BAKTERI Geobacillus stearothermophilus LOKAL YONI ATMA Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Pangan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011

9 Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Budiatman Setiawihardja, M.Sc

10 HALAMAN PENGESAHAN Judul Tesis Nama Mahasiswa NRP Program Mayor : Produksi dan Karakterisasi Enzim Arabinosa Isomerase dari Gen Bakteri Geobacillus stearothermophilus Lokal : Yoni Atma : F : Ilmu Pangan Disetujui, Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Maggy T. Suhartono Ketua Budi Saksono, M.Sc Anggota Diketahui, Ketua Program Studi Ilmu Pangan Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Ratih Dewanti-Hariyadi, M.Sc Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Agr.Sc Tanggal Ujian: 13 Juli 2011 Tanggal Lulus: 22 Juli 2011

11 PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Judul tesis ini adalah Produksi dan Karakterisasi Enzim Arabinosa Isomerase dari Gen Bakteri Geobacillus stearothermophilus Lokal Terima kasih penulis ucapkan kepada para Orang Tua dan keluarga penulis atas jasa-jasanya yang tidak akan pernah penulis lupakan. Kepada Prof Dr. Ir. Maggy T. Suhartono selaku ketua komisi pembimbing yang telah memberikan bimbingan, arahan, dukungan, semangat serta pelajaran tentang berbagai macam hal sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Terima kasih juga disampaikan kepada Budi Saksono, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing atas saran dan dana penelitiannya. Kepada Dr. Ir. Budiatman Setiawihardja, M.Sc selaku dosen penguji dari Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, atas panduan ilmu dan saran-sarannya. Selain itu, terima kasih tidak lupa penulis sampaikan kepada staf peneliti laboratorium CBRG dan Puslit Bioteknologi LIPI atas kerjasama dan diskusi yang pernah diberikan. Juga pada rekan-rekan Ilmu Pangan (IPN) dan laboratorium Mikrobiologi Biokimia PAU IPB. Penulis menyadari bahwa tesis ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik demi penyempurnaan pada masa yang akan datang. Akhirnya, semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Bogor, Juli 2011 Penulis

12 RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 17 Maret 1986 dari ayah Saibunnur (Almarhum) dan ibu Zaimon Lafmi. Penulis merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara. Tahun 2003 penulis lulus dari SMA Negeri 11 Kota Jambi dan pada tahun yang sama penulis diterima di Universitas Jambi melalui jalur PKPM (Pencarian Khusus Pemandu Minat). Penulis memilih program studi Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Pertanian. Pada tahun 2008 penulis memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian (S.TP) dari Universitas Jambi. Tahun 2009 penulis melanjutkan kuliah di Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis memilih mayor Ilmu Pangan (IPN). Penulis pernah menjadi Guru Les pada lembaga bimbingan belajar Ganesha Operation cabang Depok tahun 2009 dan Nurul Ilmi cabang Dramaga tahun Sebagai syarat untuk memperoleh gelar Master of Science (M.Si), penulis menyelesaikan tesisnya dengan judul Produksi dan Karakterisasi Enzim Arabinosa Isomerase dari Gen Bakteri Geobacillus stearothermophilus Lokal dibawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Maggy Thenawidjaja Suhartono dan Budi Saksono, M.Sc.

13 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI i DAFTAR TABEL iii DAFTAR GAMBAR. iv DAFTAR LAMPIRAN.. v PENDAHULUAN Latar Belakang... 1 Tujuan Penelitian... 4 Manfaat Penelitian. 4 TINJAUAN PUSTAKA Enzim Arabinosa Isomerase... 5 Tagatosa... 7 Konsep DNA Rekombinan 10 Purifikasi dan Karakterisasi Enzim Sodium Dedosil Sulfat Poliakrilamid Gel Elektroforesis (SDS-PAGE).. 18 Pengukuran Konsentrasi Protein METODOLOGI PENELITIAN Bahan dan Alat Metode Penelitian Produksi enzim Purifikasi enzim Karakterisasi enzim Metode Analisis Pengukuran absorbansi pada 600 nm Elektroforesis SDS-PAGE Pengukuran aktivitas enzim Penentuan kadar protein (Bradford) Perhitungan aktivitas spesifik enzim Penentuan waktu paruh enzim. 30 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengujian Bakteri Transforman.. 31

14 Produksi Enzim Arabinosa Isomerase 32 Optimasi Produksi Enzim Dengan Lama Waktu Induksi Purifikasi. 40 Karakterisasi Suhu optimum ph optimum Pengaruh logam Stabilitas panas Pendugaan waktu paruh enzim KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN

15 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1 Karakteristik fisik dan kimia tagatosa... 8 Tabel 2 Manfaat kesehatan dan aplikasi tagatosa pada produk 10 pangan... Tabel 3 Komposisi separating dan konsentrat (stacking) gel untuk SDS- 27 PAGE... Tabel 4 Bahan-bahan untuk uji aktivitas enzim 28 Tabel 5 Larutan uji aktivitas. 28 Tabel 6 Cara perhitungan aktivitas spesifik enzim 30 Tabel 7 Tabel 8 Perhitungan konsentrasi protein (metode Bradford) dan aktivitas spesifik yang diberikan.. Karakteristik suhu dan ph optimum enzim AI dari beberapa bakteri termofilik

16 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1 Ilustrasi produksi tagatosa dari laktosa menggunakan katalis 2 kalsium... Gambar 2 Reaksi isomerisasi yang dikatalisis oleh enzim AI... 5 Gambar 3 Model molekul AI ketika mengikat galaktosa 6 Gambar 4 Perbandingan struktur molekul tagatosa dan fruktosa 7 Gambar 5 Salah satu mekanisme tagatosa sebagai produk antidiabetes dan 8 hiperglikemia.. Gambar 6 Perbandingan respon glikemik tagatosa dengan beberapa 9 pemanis... Gambar 7 Plasmid sebagai vektor ekspresi. 11 Gambar 8 Peta plasmid pet-21b(+) secara garis besar.. 12 Gambar 9 Mekanisme ekspresi gen target pada E. coli BL21 plyss 14 pet Gambar 10 Skema alur penelitian. 26 Gambar 11 Perbandingan ekpresi enzim AI pada 2 jenis medium ekpresi 32 berbeda Gambar 12 Mekanisme ekspresi terinduksi IPTG pada inang E. coli 34 BL21(DE3) dengan sistem pet Gambar 13 Grafik optical density (kerapatan sel) dan aktivitas enzim yang 37 dikoleksi dari kultur serta setelah induksi.. Gambar 14 SDS-PAGE hasil optimasi produksi enzim dengan lama waktu 37 induksi Gambar 15 Pengukuran kadar protein pada 280 nm terhadap enzim AI hasil 42 kromatografi ion exchange dengan resin DEAE... Gambar 16 SDS-PAGE enzim AI ekstrak kasar dan hasil purifikasi Gambar 17 Pengukuran aktivitas terhadap enzim ekstrak kasar dan fraksi 44 hasil kromatografi... Gambar 18 Pengukuran konsentrasi protein dengan metode Bradford 45 terhadap enzim ekstrak kasar dan fraksi hasil purifikasi Gambar 19 Suhu optimum enzim AI dari G. stearothermophilus lokal Gambar 20 ph optimum enzim AI dari G. stearothermophilus lokal Gambar 21 Pengaruh penambahan ion logam terhadap aktivitas enzim AI. 52 Gambar 22 Stabilitas enzim AI pada suhu 65 0 C tanpa dan dengan keberadaan logam... Gambar 23 Hubungan ln aktivitas enzim tanpa logam terhadap waktu inkubasi pada suhu 65 0 C Gambar 24 Hubungan ln aktivitas enzim dengan penambahan logam Ca terhadap waktu inkubasi pada suhu 65 0 C Gambar 25 Hubungan ln aktivitas enzim dengan penambahan logam Mn terhadap waktu inkubasi pada suhu 65 0 C

17 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1 Data Optical Density (OD) pada 600 nm dari kultur bakteri 66 pada saat kultur dilakukan dan induksi dimulai.. Lampiran 2 Data pengukuran aktivitas enzim pada saat optimasi produksi 67 Lampiran 3 Data pengukuran protein terelusi hasil purifikasi dengan 70 kolom penukar ion. Lampiran 4 Pengukuran aktivitas enzim hasil purifikasi.. 71 Lampiran 5 Data perhitungan konsentrasi protein dengan metode Bradford 78 Lampiran 6 Data penentuan dan perhitungan suhu optimum Lampiran 7 Data penentuan dan perhitungan ph optimum.. 83 Lampiran 8 Data pengaruh penambahan logam. 88 Lampiran 9 Data stabilitas panas enzim. 92 Lampiran 10 Perhitungan untuk penentuan waktu paruh enzim.. 99

18 PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Enzim arabinosa isomerase (AI) dapat mengkatalisis secara revesible reaksi isomerisasi D-galaktosa menjadi D-tagatosa (Lee et al 2004). Tagatosa telah digunakan sebagai pemanis rendah kalori (1,5 kkal/g) (Levin 2002). Tagatosa memiliki tingkat kemanisan 92% dibandingkan sukrosa (Lee et al 2004). Tagatosa memberikan berbagai manfaat kesehatan diantaranya seperti menurunkan berat badan, prebiotik, anti-histolisis (Oh 2007) serta mereduksi sejumlah gejala yang berhubungan dengan diabetes tipe 2, hiperglikemia, obesitas, anemia dan hemophilia (Levin 2002; Lu et al 2007). Peran tagatosa sebagai antidiabetes akan bermanfaat sebagai gula alternatif di Indonesia, mengingat Indonesia menempati peringkat ke-4 dengan jumlah penderita diabetes terbesar di dunia (Wild et al 2004). Produksi tagatosa dalam bentuk bulk sweeteners telah dilakukan pada skala industri secara kimiawi menggunakan katalis kalsium (Beadle et al 1991). Tahapan-tahapan dan proses purifikasi yang kompleks, limbah kimia, serta produk akhir lainnya yang dihasilkan yang bukan tagatosa (by-product) menyebabkan penggunaan katalis kimia mulai ditinggalkan. Alternatif yang saat ini banyak digunakan adalah menggunakan katalis biologis seperti enzim. Sorbitol dehidrogenase dari sejumlah mikroorganisme awalnya dipelajari untuk memproduksi D-tagatosa dari galaktitol. D-psicosa 3-epimerse dari Agrobacterium tumefaciens dan D-tagatosa 3-epimerase dari Pseudomonas cichorii ternyata diketahui dapat membentuk tagatosa dari D-sorbosa. Namun substrat galaktitol ataupun D-sorbosa yang mahal menyebabkan pengembangan enzim ini tidak efisien (Oh 2007). Enzim yang saat ini paling banyak dicari untuk memproduksi tagatosa adalah enzim arabinosa isomerase (AI). Pembentukan tagatosa dari galaktosa ini sangat efisien karena substrat yang dibutuhkan dan tahapan produksinya. Studi produksi dan pencarian enzim AI termostabil lebih difokuskan, sebab konversi D- galaktosa menjadi D-tagatosa meningkat dengan peningkatan suhu (> 50ºC) (Kim et al 2002). Selain itu, enzim-enzim pangan yang bersifat termostabil juga 1

19 menjadi semakin penting dalam dunia industri. Hal ini berkaitan dengan keuntungan yang akan diperoleh bila proses produksi dilakukan pada suhu tinggi, diantaranya adalah mengurangi kontaminasi, meningkatkan kecepatan reaksi sehingga menghemat waktu, tenaga dan biaya, serta menurunkan viskositas larutan fermentasi sehingga memudahkan proses produksi. Suhu yang direkomendasikan untuk aplikasi industri produksi tagatosa menggunakan enzim AI adalah 60-65ºC, karena pada suhu yang lebih tinggi akan menyebabkan terjadinya reaksi pengcoklatan (Cheng et al 2009). Gambar 1. Ilustrasi produksi tagatosa dari laktosa menggunakan katalis kalsium (Skytte 2006) Sejumlah bakteri termofilik penghasil enzim AI telah dilaporkan. Beberapa diantaranya adalah Thermotoga neapolitana (Kim et al 2002), Thermus sp. (Kim et al 2003b), Thermoanaerobacter mathranii (Jorgensen et al 2004), Thermotoga maritima (Lee et al 2004), Geobacillus stearothermophilus T6 (Lee et al 2005a), Alicyclobacillus acidocaldarius (Lee et al 2005b), Bacillus stearothermophilus US100 (Rhimi & Bejar 2006), G. thermodenitrificans (Kim & Oh 2005), dan B. stearothermophilus IAM11001 (Cheng et al 2009). Produksi enzim AI yang berasal dari bakteri-bakteri termofilik tersebut diatas dilakukan dengan menggunakan inang E. coli. Gen araa yang mengkode arabinosa isomerase (AI) dikloning melalui plasmid ke bakteri E. coli BL21. E. coli kemudian akan 2

20 mengekspresikan atau menghasilkan enzim AI setelah diberi senyawa penginduksi. E. coli merupakan salah satu mikroorganisme yang banyak digunakan untuk produksi protein rekombinan karena alasan-alasan berikut: 1) E. coli dapat tumbuh dengan cepat, 2) suhu dan medium pertumbuhan lebih sederhana untuk mencapai massa sel yang tinggi, 3) karakteristik genetikanya telah diketahui dengan baik, dan 4) E. coli memiliki vektor kloning yang lebih banyak (Baneyx 1999). Diantara beberapa bakteri termofilik yang diteliti, saat ini enzim AI yang berasal dari G. stearothermophilus (Gali152) memiliki kemampuan tertinggi dalam menghasilkan tagatosa dan produktivitasnya telah mendekati kriteria produksi untuk skala komersial (Oh 2007). Kim et al (2003a) melaporkan bahwa teknik imobilisasi enzim AI dari G. stearothermophilus (Gali152) dapat menghasilkan 230 g/liter tagatosa dari 500 gram/liter galaktosa dengan produktivitas 319 g/liter per hari pada sistem batch. Sedangkan fermentasi dengan sistem kontinu menghasilkan 145 g/liter tagatosa dari 300 g/liter galaktosa dengan produktivitas 1,296 g/liter per hari (Ryu et al 2003). Fitriani dan Saksono (2010) telah melakukan kloning dan ekspresi gen araa dari strain lokal G. stearothermophilus asal Tanjung Api, Poso, Indonesia. Analisis DNA homologi yang telah dilakukan menunjukkan bahwa AI dari G. stearothermophilus lokal memiliki nilai kemiripan 98% dengan G. stearothermophilus T6, 97% dengan B. stearothermophilus US100 dan A. acidocaldarius, 96% dengan Thermus sp., 95% dengan B. stearothermophilus IAM11001, dan G. thermodentrificans. Namun analisis dengan Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) menunjukkan level ekspresi enzim AI tersebut pada media ekspresi (fermentasi) Luria Bertani (LB) masih rendah. Ekspresi gen araa ini perlu ditingkatkan sehingga jumlah enzim AI yang dihasilkan optimal. Meskipun penggunaan E. coli sebagai inang untuk memproduksi arabinosa isomerase memiliki keunggulan, akan tetapi tidak menjamin bahwa protein rekombinan yang ditargetkan terekpresikan dalam jumlah tinggi dan aktif. Apalagi suhu optimum bakteri asal berbeda dengan inang yang akan mengekpresikan, sehingga dapat mempengaruhi pembentukan dan pelipatan 3

21 protein ataupun enzim. Kesalahan dalam pelipatan protein dapat menyebabkan peningkatan ekspresi protein rekombinan yang tidak larut (insoluble). Protein rekombinan yang tidak larut biasanya memiliki aktivitas yang rendah. Peningkatan ekspresi protein rekombinan pada E.coli dapat dilakukan dengan modifikasi komponen medium ekspresi dan ini merupakan teknik yang paling efisien (Blommel et al 2007). Lama waktu induksi juga mempengaruhi tingginya ekpresi protein rekombinan pada bakteri E. coli (Donovan et al 1996; Azaman et al 2010). Penelitian yang telah dilakukan Putri (2010) menunjukkan bahwa limbah cair tahu yang ditambahkan ekstrak khamir dapat digunakan sebagai medium pertumbuhan E.coli rekombinan dan ekspresi protein rekombinannya. Penggunaan limbah cari tahu sebagai medium ekspresi mempermudah tahapan pemisahan protein aktif dengan inclusion body (insoluble protein). Selain untuk meningkatkan produksi enzim, penelitian ini juga dilakukan untuk memurnikan enzim yang telah diperoleh dan mengetahui karakteristik enzim AI dari G. stearothermophilus lokal. Karakteristik AI yang ingin diketahui mencakup suhu dan ph optimum, logam aktivator dan stabilitas panas. Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh enzim AI dari isolat lokal atau sumber daya alam Indonesia yang telah terkarakterisasi. Enzim yang dihasilkan dapat digunakan untuk memproduksi tagatosa. Karakteristik enzim AI dari strain lokal ini dapat menjadi acuan untuk dibandingkan dengan enzim AI yang telah ada. Serta apakah enzim bisa langsung diterapkan pada skala industri atau diperlukan teknik lainnya untuk meningkatkan karakteristik enzim. B. TUJUAN Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk: 1. Optimasi produksi enzim AI yang berasal dari gen araa bakteri G. stearothermophilus asal Tanjung Api, Poso, Indonesia. 2. Purifikasi dan karakterisasi enzim AI yang telah dihasilkan. C. MANFAAT Manfaat jangka panjang yang diharapkan dari penelitian ini adalah industrialisasi enzim AI. Selain itu, juga industrialisasi D-tagatosa sehingga bisa digunakan dalam industri makanan dan obat. 4

22 TINJAUAN PUSTAKA A. ENZIM ARABINOSA ISOMERASE L-Arabinosa isomerase (AI) merupakan enzim intraseluler yang berdasarkan klasifikasi enzim secara internasional atas reaksi yang dikatalisisnya diberi nomor kode EC Enzim AI dapat mengkatalisis secara revesible reaksi isomerisasi L-arabinosa menjadi L-ribulosa dan D-galaktosa menjadi D-tagatosa. Perubahan L-arabinosa menjadi L-ribulosa terjadi secara in vivo, sedangkan perubahan D- galaktosa menjadi D-tagatosa dapat terjadi secara in vitro (Lee et al 2004). Pada awalnya enzim AI diketahui karena kemampuan beberapa mikroorganisme menggunakan L-arabinosa sebagai sumber karbon. L-arabinosa akan dirubah menjadi D-selulosa-5-posfat yang merupakan reaksi intermediet dalam jalur pentosa fosfat. Reaksi tahap pertama pada jalur tersebut adalah terjadinya perubahan arabinosa menjadi L-ribulosa oleh enzim arabinosa isomerase (AI). Kemampuan AI dalam mengkatalisis reaksi isomerisasi galaktosa menjadi tagatosa dikarenakan kemiripan struktur konfigurasi antara galaktosa dengan L-arabinosa (Yoon et al 2003). Karena dapat mengkatalisis reaksi isomerisasi pada D-galaktosa, enzim AI sering juga disebut sebagai galaktosa isomerase (Zang et al 2010). Gambar 2. Reaksi isomerisasi yang dikatalisis oleh enzim AI (Lee et al 2004) 5

23 Enzim AI dapat dihasilkan oleh mikroorganisme mesofilik dan termofilik. Aerobacter aerogenes, Lactobacillus plantarum, L. gayonii, L. pentosus,l. sakei, E. coli, Mycobacterium smegmatis, Salmonella typhimurium, Bacillus subtilis dan B. halodurans merupakan mikroorganisme mesofilik penghasil enzim AI yang telah diteliti. Sedangkan mikroorganisme termofilik penghasil enzim AI yang sampai saat ini telah dipelajari antara lain seperti Thermus sp. Thermoanaerobacter mathranii, Alicyclobacillus acidocaldarius, Thermotoga neapolitana, Thermotoga maritima,, Geobacillus stearothermophilus, G. thermodenitrificans dan Acidothermus cellulolytics (Zhang et al 2007; Prabhu et al 2008; Rhimi et al 2010). Enzim AI dikodekan oleh gen araa yang terletak pada kompleks gen L- arabinosa. Gen araa terdiri dari sekitar pasang basa (bp). Jumlah pasang basa yang dimiliki gen araa tergantung mikroorganisme asalnya. Gen araa G. stearothermophilus strain lokal memiliki 1512 pasang basa (Fitriani & Saksono 2010). B. stearothermophilus US 100, G. stearothermophilus, dan G. thermodenitrificans mengekspresikan enzim AI yang berukuran 56 kda (Rhimi & Bejar 2006; Kim & Oh 2005). Sebagian besar AI terdiri dari 4 (tetramer) struktur sekunder yang berbentuk alfa-heliks. Kecuali AI dari E. coli yang berupa hexamer (Wallace et al 1978). Asam amino yang berada pada sisi aktif enzim AI adalah asam glutamat pada posisi 305 dan 330. Sisi aktif AI akan mengikat substrat arabinosa ataupun galaktosa untuk dikatalisis menjadi produk. Struktur AI pada saat mengikat substrat galaktosa dapat dilihat pada gambar 3 dibawah ini. Gambar 3. Model molekul AI ketika mengikat galaktosa (Kim et al 2009) 6

24 Enzim AI dari bakteri termofilik memiliki ph optimum , dengan ph isoelektrik sekitar dan suhu optimum antara 60-90ºC. Sebagian besar enzim AI membutuhkan ion logam Mn 2+ dan Co 2+ sebagai kofaktor. Penggunaan Co 2+ sebagai kofaktor untuk menghasilkan bahan pangan tidak direkomendasikan karena bahaya kesehatan yang ditimbulkannya (Jorgensen et al 2004). Aktivitas katalisis dan stabilitas beberapa enzim AI juga ada yang meningkat dengan keberadaan ion Fe 2+, Mg 2+, dan Ca 2+ (Oh 2007; Kim & Oh 2005). Tidak adanya ion logam sebagai kofaktor menyebabkan aktifitas enzim AI lebih rendah (Lee et al 2005a). B. TAGATOSA Tagatosa adalah monosakarida dengan rumus empiris C6H 12 O 6 dan berat molekulnya (Mr) 180,6. Tagatosa termasuk hekso-ketosa alami, akan tetapi jarang terdapat di alam. Tagatosa hanya ditemukan dalam jumlah sedikit pada beberapa buah, produk susu dan cokelat. Tagatosa memiliki struktur molekul yang hampir sama dengan fruktosa dan telah dikenal sebagai komponen yang aman digunakan pada bahan pangan dan produk farmasi. Food and Drug Administration Amerika Serikat (U.S. FDA) telah menetapkan tagatosa sebagai GRAS (Generally Recognized As Safe) komponen (Levin 2002). Gambar 4. Perbandingan struktur molekul tagatosa dan fruktosa (Skytte 2006) Suhu leleh dari tagatosa adalah 134ºC, dan stabil pada ph 2 7. Tagatosa memiliki kelarutan yang tinggi [58% (w/w) pada 21 0 C]. Karakter humektan tagatosa sama dengan sorbitol. Sifat higroskopis dari tagatosa lebih rendah jika 7

25 dibandingkan fruktosa. Viskositas tagatosa lebih rendah dibandingkan sukrosa pada konsentrasi yang sama, akan tetapi sedikit lebih tinggi dibandingkan fruktosa dan sorbitol. Pada suhu tinggi, reaksi Maillard dan karamelisasi oleh tagatosa akan memberikan warna coklat seperti yang dihasilkan oleh sukrosa (Levin 2002). Tabel 1. Karakteristik fisik dan kimia tagatosa (Levin 2002; Skytte 2006) Karakteristik Penjelasan Nama umum D-Tagatosa, Tagatosa Sinonim D-lyxo-hexulose Melting point ºC Bulk density (g/ml) Optical rotation a 20 D = - 5ºC (c =1 dalam H 2 O) Bentuk fisik Kristal Nilai kalori < 1,5 kcal/g Odor, cooling effect dan Tidak ada Karsinogenesitas Lu et al (2007) menyatakan bahwa tagatosa digunakan sebagai produk antidiabetes dan pengendali obesitas. Tagatosa bisa meningkatkan high density lipoprotein (HDL) dan mencegah kanker kolon. Kemampuan tagatosa dalam mengendalikan gejala hiperglikemia dikarenakan tagatosa dapat menjadi inhibitor bagi enzim maltase dan sukrase. Mekanisme tagatosa sebagai inhibitor enzim maltase dan sukrase dapat dilihat pada gambar 5. Gambar 5. Salah satu mekanisme tagatosa sebagai produk antidiabetes dan hiperglikemia (Lu et al 2007) 8

26 Konsumsi tagatosa tidak menyebabkan kerusakan gigi dan efek laktasif. Tagatosa lambat diserap oleh saluran intestinal sehingga tidak berakibat pada naiknya indeks glikemik secara cepat (Lu et al 2007). Gambar 6 memperlihatkan perbandingan respon glikemik dari tagatosa dibandingkan pemanis lainnya. Menurut Skytte (2006) hanya sekitar 25% tagatosa yang diserap pada usus halus, sisanya 75% akan difermentasi dalam usus besar oleh mikroflora menjadi asam lemak rantai pendek. Tagatosa dapat meningkatkan pertumbuhan Lactobacillus dan bakteri asam laktat lainnya. Manfaat prebiotik tagatosa telah dipelajari pada manusia dan hewan (Skytte 2006). Gambar 6. Perbandingan respon glikemik tagatosa dengan beberapa pemanis (Skytte 2006) Konsentrasi penggunaan tagatosa pada produk pangan bervariasi. Tagatosa digunakan sebanyak 1% pada minuman diet berkarbonasi, 2% pada produk roti, 3% pada es krim dan 15% produk candies khusus untuk penderita diabetes (Dobbs & Bell 2010). Amerika Serikat, Korea, New Zeland dan Australia telah menerapkan penggunaan tagatosa dalam produk-produk minuman, confectionary, makanan kesehatan dan pemanis rendah kalori. 9

27 Tabel 2. Manfaat kesehatan dan aplikasi tagatosa pada produk pangan (Oh 2007) Manfaat kesehatan Jenis produk pangan Rendah kalori Makanan rendah karbohidrat, sereal, minuman ringan dan health bars No glycemic effect Diabetic food (tipe 2) Anti halistosis Supplemen Prebiotik Cokelat, candies, chewing gum Flavor enhancement Yogurt, bakery, minuman susu dan confectionary C. KONSEP DNA REKOMBINAN Prinsip teknologi rekombinasi DNA yaitu menggabungkan molekul fragmen DNA atau gen dari organisme yang berbeda sehingga menghasilkan kombinasi baru yang sebenarnya tidak terdapat secara alami (Glick & Pasternak 2003). DNA dari manusia, hewan, tumbuhan dan mikroorganisme dapat direkombinasi. DNA rekombinan buatan sangat berguna dalam penelitian genetika. Teknologi DNA rekombinan terus mengembangkan metode untuk isolasi dan menyatukan gen menjadi kombinasi baru. Tahap awal dari rekombinasi adalah isolasi gen target. Isolasi gen dapat dilakukan dengan 2 cara yakni pemotongan secara langsung dan isolasi mrna untuk persiapan cdna. Enzim endonuklease restriksi digunakan untuk memotong untai DNA. Sedangkan DNA ligase berguna untuk menggabungkan fragmen-fragmen DNA. Apabila menggunakan metode isolasi mrna, maka harus berdasarkan prinsip reverse transcription dan memerlukan penyusunan DNA primer. Gen yang telah diperoleh kemudian disisipkan pada vektor pembawa yang akan membawa gen ke dalam sel inang (host). Sel inang yang telah ditransformasi kemudian diseleksi dan digunakan ataupun dikembangkan sebagai organisme penghasil DNA rekombinan (Lehninger 2004). 1. Plasmid Cara insersi gen asing ke dalam sel inang pada teknik rekombinasi DNA dapat dilakukan dengan plasmid, bakteriophage, cosmid dan kromosom buatan (Prescott 2002). Plasmid dan bakteriophage merupakan vektor yang paling banyak digunakan. Plasmid adalah DNA berbentuk lingkaran yang ditemukan dalam sitoplasma spesies bakteri. Plasmid mengandung gen yang melakukan 10

28 replikasi, transkripsi dan translasi secara terpisah, tetapi dalam waktu yang bersamaan dengan kromosom. Plasmid memiliki sifat istimewa, sehingga sangat bermanfaat dalam teknik rekayasa genetika. Plasmid dapat melewati sel, pindah dari sel yang satu ke sel lainnya atau dari satu spesies bakteri ke spesies lainnya. Penggabungan gen asing ke dalam plasmid dapat dilakukan dengan mudah. Selain itu, plasmid dapat disisipi atau terkadang telah memiliki penanda seleksi (Tortora et al 2010). Plasmid juga bisa digunakan sebagai vektor ekspresi. Ekpresi adalah perubahan fragmen DNA atau gen menjadi protein spesifik melalui tahap transkripsi dan translasi. Untuk ekspresi, plasmid harus memiliki signal pemulai tahapan transkripsi dan translasi yang diperlukan. Tingkat ekspresi gen yang dikloning dikendalikan oleh sekuen promoter dan regulator yang terdapat pada vektor ekpresi tersebut. Promoter dan regulator memberikan isyarat tempat dimana RNA polimerase berikatan dan mulai melakukan proses transkripsi (Lehninger 2004). Pemakaian teknologi rekombinasi DNA dibidang produksi enzim secara lebih spesifik dapat dilakukan dengan beberapa cara, salah satunya aplikasi gen terpilih melalui plasmid. Pemindahan gen penyandi enzim suatu mikroba atau organisme yang bersifat unggul ke dalam mikroba lain dapat dilakukan dengan cara mengisolasi gen yang diinginkan. Kemudian memindahkan dan mengintegrasikannya ke dalam plasmid tertentu. Selanjutnya dilakukan amplifikasi gen yang diinginkan sehingga dapat meningkatkan produksi protein fungsional yang diturunkan dari gen tersebut (Suhartono 1989). Gambar 7. Plasmid sebagai vektor ekspresi (Koolman & Roehm 2005) 11

29 2. Plasmid pet-21b(+) dan Inang E. coli BL21 (DE3) plyss Plasmid pet-21b(+) merupakan salah satu plasmid yang dirancang untuk mengekspresikan gen target yang telah membawa situs pengikatan ribosom dan kodon pemulai (start codon). pet-21b(+) berukuran 5442 bp dimana peta konstruksi sistem ekspresinya terdiri dari sebuah gen laci yang mengkode protein represor, sebuah promoter T7 yang spesifik untuk hanya T7 RNA polimerase (bukan bakteri RNA polimerase dan juga tidak terdapat dalam genom prokariotik), operator lac (lac O) yang dapat menghalangi transkripsi, multiple cloning site (MCS), sebuah gen replikasi asli dari plasmid alaminya (pbr322 ORI), dan suatu gen resistensi ampisilin (Blaber 1998). Gambar 8 menampilkan secara garis besar peta plasmid kontruksi pet-21b(+). Sistem pet memberikan hasil ekspesi protein target yang tinggi dan sangat kuat dalam mengendalikan ekpresi basal yang tidak diinginkan. Sistem pet plasmid yang berdasarkan T7 promoter merupakan yang paling tepat untuk kloning dan ekspresi DNA rekombinan di dalam E. coli (Studier & Moffatt 1986; Novagen 1999). Gambar 8. Peta plasmid pet-21b(+) secara garis besar Bakteri E. coli BL21 (DE3) plyss mempunyai stabilitas yang tinggi dalam ekspresi protein. Inang ekspresi ini membawa gen T7 RNA polimerase dibawah kontrol promoter lacuv5. E. coli BL21 memiliki plasmid plyss, plasmid ini akan mengkode sejumlah kecil lisosim T7 yang mempunyai kontrol yang tinggi terhadap ekspresi protein toksik dan resisten terhadap kloramfenikol. 12

30 Plasmid plyss mempunyai sedikit inhibisi terhadap T7 RNA polimerase sehingga perlu diinduksi oleh isopropyl-ß -D-thiogalactopyranoside (IPTG). IPTG menginduksi T7 RNA polimerase dengan promoter lacuv5 sehingga ekspresi protein rekombinan dapat maksimal (Sambrook & Russell 2001). 3. Mekanisme Ekspresi Gen Target pada Kombinasi Plasmid pet-21b dan E. coli BL21 Ekpresi protein pada sistem pet21b(+) dan inang E. coli BL21 merupakan sistem operon indusibel yang sangat kompleks. Operon adalah kelompok gen yang diatur secara terkoordinasi dengan fungsi yang saling terkait. Operon terdiri dari promoter, operator, kompleks gen penyandi protein fungsional dan gen pengkode represor yang berada pada bagian terluar dari operon. Promoter berfungsi sebagai tempat RNA polimerase mengawali proses transkripsi. Operator sebagai saklar yang akan menentukan perlu atau tidaknya ekspresi suatu protein atau peptida pada operon. Saklar operator akan aktif apabila represor terlepas dari operator (Campbell et al 2003). Plasmid pet21b yang telah mengandung gen target pada posisi hilir dari T7 promoter dimasukkan ke dalam inang E. coli BL21. E. coli BL21 telah mengandung gen T7 faga yang akan menghasilkan T7 RNA polimerase. T7 RNA polimerase ini hanya bekerja dan memulai transkripsi pada situs promoter T7 (yang dalam hal ini terdapat pada plasmid pet21b[+]). Pembentukan T7 RNA polimerase diatur melalui operon tersendiri yang telah dikonstruksi pada genom E. coli BL21 (Sambrook & Russell 2001). Penambahan senyawa IPTG akan menyebabkan represor tidak dapat menginkatifkan operator yang awalnya memblok proses transkripsi, sehingga T7 RNA polimerase dihasilkan yang selanjutnya memulai tahapan transkripsi pada T7 promoter gen target. Karena T7 merupakan promoter dari virus, maka gen target akan ditranskripsikan secara cepat selama RNA polimerase ada (Sambrook & Russell 2001). Ekspresi gen target akan naik secara cepat sebagaimana jumlah mrna yang ditranskripsikan juga meningkat. Mekanisme pada plasmid ini serupa dengan mekanisme pemanfaatan laktosa oleh lac operon bakteri. 13

31 SEL INANG Gambar 9. Mekanisme ekspresi gen target pada E. coli BL21 (DE3) plyss pet21b(+) araa (Sambrook & Russell 2001). D. PURIFIKASI DAN KARAKTERISASI ENZIM Isolasi dan pemurnian enzim intraseluler mikrobial dapat dilakukan dengan cara pemecahan dinding sel. Pemecahan dinding sel bisa secara mekanis dan non mekanis. Teknik freeze-thaw merupakan teknik pemecahan dinding sel non mekanis dengan manipulasi lingkungan. Freeze-thaw dapat memisahkan protein target dari protein membran dan inclusion bodies. Perlakuan pembekuan dan pencairan sel secara cepat akan mengakibatkan rusaknya dinding sel. Pembentukan kristal es merupakan faktor utama penyebab kerusakan ini. Yang perlu diperhatikan dalam proses pemecahan sel melalui cara freeze-thaw adalah penggunaan suhu dibawah -20ºC, perlakuan yang cepat dan sistem pelarut sel. Pada proses penghancuran ditambahkan buffer atau cairan sehingga memudahkan proses ekstraksi (Suhartono, 1989). Pemisahan partikel dari cairan termasuk bagian penting operasi dalam isolasi enzim. Pemisahan dilakukan untuk memisahkan sel dari cairan kultur dan penggumpalan presipitat enzim. Enzim intraseluler yang telah dikeluarkan, 14

32 dipisahkan dari bagian sel dan dindingnya dengan proses sentrifugasi. Pemisahan dengan sentrifugasi merupakan sistem pemisahan berdasarkan berat. Partikel dengan berat yang berbeda akan mengendap pada kecepatan yang berbeda. Proses sentrifugasi pada enzim sebagian besar dilakukan pada suhu rendah, sehingga kehilangan aktivitas enzim dapat dijaga seminimal mungkin (Suhartono, 1989). Pemurnian atau purifikasi enzim adalah memisahkan enzim target dari selainnya. Tujuan pemurnian enzim adalah mendapatkan enzim target dalam keadaan murni. Untuk enzim termofolik, pemurnian dengan perlakuan panas sering kali dilakukan. Dengan perlakuan panas akan memisahkan enzim yang tahan panas dari protein lain yang tidak tahan panas. Hal penting yang harus diperhatikan dalam merencanakan tahapan pemurnian yaitu mempertahankan aktivitas enzim atau mengurangi proteolisis dan denaturasi aktivitas enzim murni serta menentukan jumlah enzim yang dibutuhkan. Enzim yang kasar dan murni dapat digunakan untuk tujuan komersial. Sedangkan untuk keperluan laboratorium diperlukan enzim murni (Harris 1989). Pemurnian enzim seringkali menggunakan kolom kromatografi. Terdapat 5 teknik kromatografi kolom yang sering digunakan antara lain seperti: kromatografi pertukaran ion, kromatografi gel filtrasi, kromatografi afinitas, kromatografi interaksi hidrofobik dan kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) (Sheehan 2009). Kromatografi penukar ion memanfaatkan perbedaan afinitas antara molekul bermuatan di dalam larutan dengan senyawa yang tidak reaktif yang bermuatan berlawanan sebagai pengisi kolom. Golongan senyawa ini merupakan polimer terhidratasi yang bersifat tidak larut seperti selulosa, dekstran dan agarosa. Gugus penukar ion diimobilisasikan pada matriks. Matriks selulosa biasanya digunakan untuk memisahkan protein (termasuk enzim), polisakarida dan asam nukleat. Beberapa gugus penukar anion yaitu aminoetil (AE-) kuntenari aminoetil (QAE-) dan dietil aminoetil (DEAE-), sedangkan gugus penukar kation yaitu sulfopropil (SP-), metil sulfonat dan karboksimetil (CM-) (Widyastuti 2007). Kromatografi penukar ion dilakukan dengan mengelusi protein enzim menggunakan buffer awal yang telah diatur. Protein enzim yang diharapkan terikat pada kolom kemudian dilepaskan dengan cara mengubah ph buffer atau 15

33 kekuatan ionik pelarut (Phage & Thorpe 2009). Molekul enzim atau protein terdiri atas muatan positif dan negatif tergantung pada rantai samping asam amino asam dan basa. ph pada kondisi jumlah muatan positif dan muatan negatif sama disebut titik isoelektrik (pi). pi sebagian besar protein berkisar antara ph 5 dan 9. Protein yang berada pada kondisi ph diatas pi akan bermuatan negatif, dan apabila ph dibawah pi akan bermuatan positif (Lehninger 2004). Karboksimetil selulosa (CMC) dan dietilaminoetil (DEAE) selulosa merupakan penukar ion yang banyak dipakai untuk keperluan fraksinasi enzim. Apabila kondisi elusi dapat dijaga dengan hati-hati, tingkat kemurnian yang tinggi seringkali dapat dicapai. Agar enzim dapat bekerja secara optimal, perlu diketahui karakteristik biokimiawi enzim, seperti suhu dan ph optimum, pengaruh ion logam, stabilitas panas dan lainnya. Kondisi lingkungan harus menunjang kondisi yang dibutuhkan enzim untuk dapat berfungsi sebagai katalis suatu reaksi (Buchholz et al 2005). Enzim adalah suatu protein, maka kenaikan suhu dapat menyebabkan terjadinya denaturasi. Apabila terjadi proses denaturasi, maka bagian aktif enzim akan terganggu dan dengan demikian konsentrasi efektif enzim akan berkurang dan kecepatan reaksinya juga akan menurun. Kenaikan suhu sebelum terjadinya proses denaturasi dapat menaikkan kecepatan reaksi, akan tetapi kenaikan suhu pada saat mulai terjadinya proses denaturasi akan mengurangi kecepatan reaksi. Peningkatan suhu tertentu menyebabkan semakin meningkatnya aktivitas katalitik enzim tetapi juga semakin bertambahnya kerusakan enzim (Illanes 2008). Struktur protein menentukan aktivitas enzim, jika strukturnya terganggu maka aktivitasnya akan berubah pula. Kenaikan suhu sampai batas tertentu dalam suatu reaksi menyebabkan peningkatan kecepatan reaksi karena bertambahnya energi kinetik yang mempercepat gerak vibrasi, translasi dan rotasi enzim dan substrat sehingga memperbesar peluang keduanya untuk bereaksi. Pada suhu yang lebih besar dari batas reaksi, protein enzim dapat mengalami perubahan konformasi yang bersifat detrimal yaitu berubahnya susunan tiga dimensi yang khas dari rantai polipeptida. Hal yang sama juga dapat terjadi pada substrat yang perubahan konformasinya dapat menyebabkan gugus reaktifnya akan mengalami kesulitan pada saat memasuki sisi aktif enzim (Machielsen et al 2007). 16

34 Seperti protein pada umumnya, struktur ion enzim tergantung pada ph lingkungannya. Enzim dapat berbentuk ion positif, ion negatif atau ion bermuatan ganda (zwitter ion). Dengan demikian perubahan ph lingkungan akan berpengaruh terhadap aktivitas bagian aktif enzim dalam bentuk kompleks enzim substrat. Disamping pengaruh struktur ion pada enzim, ph rendah atau ph tinggi dapat pula menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan ini akan menyebabkan menurunnya aktivitas enzim (Lehninger 2004) Enzim memiliki ph optimum yang khas, yaitu ph yang menyebabkan aktivitas maksimal. Profil aktivitas ph enzim menggambarkan ph pada saat gugus pemberi atau penerima proton yang penting pada sisi katalitik enzim berada dalam tingkat ionisasi yang diinginkan. Nilai ph optimum tidak perlu sama dengan ph lingkungan normalnya, dengan ph yang mungkin sedikit berada diatas atau dibawah ph optimum. Aktivitas katalitik enzim dalam sel mungkin diatur sebagian oleh perubahan pada ph medium atau lingkungan (Lehninger 2004). Banyak enzim yang memerlukan tambahan komponen kimia bagi aktivitasnya. Komponen ini disebut dengan kofaktor. Kofaktor bisa berupa molekul organik seperti ion Fe, Mn dan Zn atau mungkin juga molekul organik kompleks yang disebut koenzim seperti tiamin pirofosfat, FAD serta koenzim A. Beberapa enzim memerlukan satu atau lebih kofaktor dan koenzim bagi aktivitasnya. Pada beberapa enzim, koenzim atau ion logam hanya terikat secara lemah atau dalam waktu sementara. Akan tetapi pada beberapa enzim lainnya senyawa ini terikat kuat dan permanen. Dalam hal ini disebut gugus prostetik. Enzim yang strukturnya sempurna dan aktif mengkatalisis bersama-sama dengan koenzim atau gugus logam lainnya disebut holoenzim. Koenzim dan ion logam bersifat stabil selama pemanasan, sedangkan bagian protein enzim yang disebut apoenzim akan terdenaturasi oleh pemanasan (Illanes 2008). Ion logam mempunyai peranan penting dalam menjaga kestabilan enzim. Logam biasanya berperan sebagai pengatur aktivitas enzim. Ion logam dapat mengaktifkan enzim melalui berbagai kemungkinan seperti : 1) menjaga bagian internal enzim, 2) menghubungkan enzim dengan substrat 3) merubah konstanta keseimbangan reaksi enzim 4) merubah tegangan permukaan reaksi enzim 5) menghilangkan inhibitor, 6) menggantikan ion logam yang tidak efektif pada sisi 17

35 aktif enzim maupun substrat, dan 7) merubah konformasi enzim menjadi konformasi yang lebih aktif (Whitaker et al 2003). Beberapa jenis enzim mengandung ion logam yang telah terikat ataupun memerlukan ion logam yang sengaja ditambahkan bagi aktivitasnya. Metaloenzim mengandung ion logam fungsional dalam jumlah pasti, yang dipertahankan selama proses pemurnian. Enzim yang diaktifkan oleh logam memperlihatkan ikatan yang lebih lemah dengan logam, dan dengan demikian memerlukan logam tambahan. Oleh karena itu, perbedaan metaloenzim dengan enzim yang diaktifkan oleh logam terletak pada afinitas suatu enzim tertentu terhadap ion logamnya (Bugg 2004). Seperti halnya katalisator, enzim dapat mempercepat reaksi kimia dengan menurunkan energi aktivasinya. Kemampuan enzim merubah substrat menjadi produk disebut sebagai aktivitas enzim. Dengan persetujuan internasional, 1,0 unit aktivitas enzim didefinisikan sebagai jumlah yang menyebabkan pengubahan 1,0 mikromol (10-6 mol) substrat per menit pada keadaan pengukuran optimal. Aktivitas spesifik adalah jumlah unit substrat yang dirubah per milligram enzim (Lehninger 1982). E. SODIUM DEDOSIL SULFAT POLIAKRILAMID GEL ELEKTROFORESIS (SDS-PAGE) Sodium Dodecyl Sulfate Polyacrylamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) merupakan metode analisis protein secara kualitatif yang paling banyak digunakan. Secara umum SDS-PAGE bermanfaat untuk menganalisis kemurnian protein. Dan karena dapat memisahkan protein berdasarkan ukuran, maka metode ini juga dapat digunakan untuk menentukan berat molekul relatif protein (Walker 2009). Elektroforesis adalah peristiwa perpindahan partikel-partikel bermuatan karena pengaruh medan listrik. Pada tahapan SDS-PAGE, protein didenaturasi menggunakan panas, ß-merkaptoetanol, dan SDS. Protein yang terdenaturasi akan bereaksi dengan SDS yang merupakan deterjen anionik membentuk kompleks yang bermuatan negatif. Protein dalam bentuk kompleks yang bermuatan negatif ini akan dapat dipisahkan berdasarkan muatan dan ukurannya secara elektroforesis di dalam matriks gel poliakrilamid. Berat molekul protein dapat diukur dengan 18

36 bantuan protein standar (marker) yang telah diketahui berat molekulnya melalui perbandingan nilai mobilitas relatif (Rf) (Lehninger 2004). Gel poliakrilamid tersusun atas monomer monoakrilamid yang membentuk ikatan silang dengan bantuan ammonium persulfat (APS) dan N,N,N,Ntetramethylethylenediamine (TEMED). Ukuran pori gel poliakrilamid bergantung pada konsentrasi akrilamid. SDS-PAGE terdiri dari 2 gel yaitu stacking gels dan separating gels. Stacking gels memiliki kandungan akrilamid yang lebih rendah sehingga memiliki pori yang lebih besar. Stacking gels berfungsi sebagai media agar protein terdenaturasi yang telah bermuatan negatif bergabung atau berasosiasi membentuk elips masuk kedalam separating gel. Separating gels yang memiliki pori yang lebih kecil kemudian akan memisahkan protein berdasarkan ukuran. Protein yang berukuran lebih kecil akan lebih cepat melewati pori-pori pada separating gels (Walker 2009). SDS-PAGE dilakukan dengan posisi berdiri, dimana pada bagian bawah gel diberi buffer anoda (bermuatan positif) dan dibagian atas gel diberi buffer katoda (bermuatan negatif). Kompleks protein-sds yang telah bermuatan negatif akan bergerak melewati gel poliakrilamid menuju anoda dengan bantuan medan listrik dan buffer elektroforesis. Laju pergerakan protein bergantung pada ukuran pori dan kekuatan medan listrik. Setelah dilakukan elektroforesis, gel divisualisasi dengan pewarnaan. Pewarnaan protein dalam gel dapat dilakukan dengan pewarna Coomassie Brilliant Blue R-250 atau pewarna perak (silverstain). Dengan pewarnaan, protein dalam gel poliakrilamid akan terlihat membentuk band atau pita yang terpisah berdasarkan ukurannya masing-masing (Walker 2009). F. PENGUKURAN KONSENTRASI PROTEIN Menurut Walker (2009), kuantifikasi protein dapat dilakukan dengan beberapa metode diantaranya adalah dengan: 1) absorbansi dengan sinar ultraviolet (UV absorption), 2) metode Lowry, 3) bicinchoninic acid (BCA) assay dan 4) metode Bradford. Metode Bradford merupakan salah satu teknik penentuan kadar protein yang berdasarkan pada pengikatan secara langsung zat warna Coomassine Brilliant Blue G250 (CBBG) oleh protein pada kondisi ph asam. Grup trifenilmetana mengikat struktur non polar protein dan grup anion sulfonat berinteraksi dengan rantai samping protein kation (protein bermuatan positif). 19

37 Jumlah CBBG yang terikat pada protein proporsional dengan muatan positif yang ditemukan pada protein. Reagen CBBG bebas berwarna merah-kecoklatan (panjang gelombang maks 465 nm), sedangkan dalam suasana asam reagen CBBG akan berada dalam bentuk anion yang akan mengikat protein membentuk warna biru (panjang gelombang maks 595 nm). (Bradford 1976). Pada metode Bradford, penentuan protein dapat dilakukan dengan cara mikro untuk kandungan protein yang rendah dan makro untuk kandungan protein yang tinggi. Standar konsentrasi protein yang sesuai adalah µg. Konsentrasi protein 0-10 µ g biasanya digunakan dalam pengujian mikro dan µg digunakan dalam pengujian makro. Karena lebih sederhana dan lebih sensitif, metode ini adalah yang paling banyak digunakan untuk analisis protein secara kuantitatif (Kruger 2009). Hubungan absorbansi dan konsentrasi protein ditentukan melalui kurva standar yang telah dibuat sebelumnya. Penetapan kurva standar dilakukan dengan menggunakan protein tertentu seperti bovin serum albumin (BSA), dengan berbagai konsentrasi. Besarnya konsentrasi BSA sebagai protein standar adalah sekitar µg/ml (Coligan et al 2004). Hubungan antara konsentrasi larutan standar dan absorbansinya dinyatakan sebagai persamaan regresi linier: Y = a + bx. Dalam analisis dengan metode bardford ini terdapat dua jenis metode yaitu makro assay untuk konsentrasi protein tinggi dan mikro assay untuk konsentrasi protein rendah (Bradford 1976). 20

38 METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN DAN ALAT Inang atau bakteri penghasil enzim yang digunakan dalam penelitian ini adalah E. coli BL21 (DE3) plyss pet-21b yang telah ditransformasi dengan gen araa dari bakteri Geobacillus sterothermophilus strain lokal asal Tanjung Api, Poso, Indonesia di laboratorioum Carbohydrate Bioengeenering Research Grup (CBRG) Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI Cibinong. Bahan kimia yang digunakan untuk produksi, purifikasi dan karakterisasi enzim antara lain yeast extract, tripton, NaCl, limbah cair tahu, ampisilin, kloramfenikol, isopropylthiogalactoside (IPTG), Tris, HCl, gliserol, loading protein, sodium dedosil sulfat (SDS), ammonium persulfate (APS), akrilamid, N,N,N,N-tetramethylethylenediamine (TEMED), buffer elektroforesis, protein marker, coommasie blue, metanol, standar bovin serum albumin (BSA), fruktosa, galaktosa, karbazol, sistein, etanol, asam sulfat, Bradford reagent, resin dietilaminoetil (DEAE) sepharos, NaOH, sodium asetat, sodium fosfat, MnCl2.4H 2 O, CaCl 2. 2H 2 O, akuades dan alkohol 70%. Peralatan yang digunakan yakni laminar flow, sentrifus dingin, shaker inkubator, lemari pendingin (suhu 4 0 C), freezer (suhu -20 dan -70ºC), mikropipet, spektrofotometer, waterbath, vorteks, perangkat elektroforesis SDS-PAGE, hot plate, ph meter, kolom kromatografi buatan (1.5x8cm), pompa kromatografi, effendof, kuvet, autoklaf, pipet Mohr, timbangan analitik dan alat-alat gelas. B. METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dengan 3 tahap yaitu produksi, purifikasi dan karakterisasi. Penelitian diawali dengan produksi enzim menggunakan modifikasi medium ekpresi dan kemudian optimalisasi dengan lama waktu induksi pada medium ekspresi terpilih. Hasil yang optimal dikonfirmasi dengan SDS-PAGE (melalui ketebalan pita) dan aktivitas enzim. Ketebalan pita dan aktivitas yang tinggi pada supernatan dari presipitat diharapkan sehingga menunjukkan bahwa enzim yang diperoleh larut (soluble) pada supernatan. Hasil produksi yang paling optimal kemudian dipurifikasi dan dikarakterisasi. 21

39 1. Produksi Enzim a. Persiapan medium (Shin et al 1997; Putri 2010) Media Luria Bertani (LB) cair sebanyak 100 ml dibuat dengan komposisi (m/v) 1% bacto-pepton, 1% NaCl, dan 0.5% ekstrak khamir. Limbah cair tahu (LCT) diatur ph-nya menjadi kemudian ditambahkan ekstrak khamir 0.5 g per 100 ml (LCT+YE). Medium LCT dan LB disterilisasi pada temperatur 121ºC selama 15 menit. b. Persiapan kultur E. coli transfroman Untuk persiapan dan penyegaran, kultur E. coli transfroman sebanyak 20 µl ditumbuhkan dalam 2 ml media cair Luria Bertani (LB) yang mengandung 50 µg/ml ampisilin dan 50 µg/ml kloramfenikol. Selanjutnya diinkubasi selama 16 jam pada shaker inkubator (37ºC, 150 rpm). Setelah inkubasi, kultur sebanyak 800 µl dimasukkan ke dalam effendof dan ditambahkan 200 µl gliserol, kemudian disimpan pada suhu -20ºC. Setiap satu bulan dilakukan penyegaran terhadap kultur E. coli transforman. c. Produksi enzim dengan membandingkan medium ekspresi standar dengan medium ekspresi yang dimodifikasi (Modifikasi Cheng et al 2009) Kultur E. coli dengan umur 16 jam diinokulasikan masing-masing sebanyak 50 µl pada 5 ml medium cair LB dan medium LCT+YE. Kedua medium ekpresi tersebut telah ditambahkan 50 µg/ml ampisilin dan 50 µg/ml kloramfenikol. Selanjutnya kultur pada medium ekpresi diinkubasi pada shaker inkubator (37ºC, 150 rpm). Setelah optical density (OD) kedua medium mencapai (pada panjang gelombang 600 nm) maka kedua medium masing-masing dibagi menjadi 2 bagian. Untuk memisahkan perlakuan induksi dan non induksi. Induksi dilakukan dengan penambahan IPTG pada medium dengan konsentrasi akhir 1 mm, dan diinkubasi kembali selama 4 jam. Inkubasi atau waktu induksi dihentikan dengan meletakkan medium pada cairan es. Setelah itu, sel pada medium dipanen dengan setrifugasi pada kecepatan 11,000 rpm suhu 4ºC selama 15 menit. Supernatan 1 (S1) yang merupakan medium ekspresi dibuang, sedangkan pellet 1 (P1) yang tertinggal ditambahkan dengan 500 µl (25%) buffer Tris HCl ph 7.5 (kemudian divorteks untuk homogenisasi). Sebanyak 50 µl 22

40 campuran pellet dan buffer tersebut diambil dan disimpan pada lemari pendingin. Campuran pellet 1 (P1) dan buffer ini disebut juga dengan total suspensi (T). Sisa total suspensi (T) kemudian dipisahkan kembali untuk memperoleh supernatan 2 (S2) dan pellet 2 (P2) seperti yang akan dijelaskan pada tahapan purifikasi. d. Optimasi produksi enzim pada medium ekpresi terpilih Sebanyak 600 µl kultur E. coli transforman ditumbuhkan pada 60 ml medium ekpresi terpilih yang telah ditambahkan ampisilin dan kloramfenikol. Setelah OD kultur mencapai , kemudian diinduksi dengan penambahan IPTG (konsentrasi akhir IPTG pada medium = 1 mm). Sel dipanen setiap interval 0, 4, 8, 12, 16, 20 dan 24 jam setelah induksi. Pengambilan total suspensi sel dilakukan dengan cara yang sama dengan yang telah diterangkan sebelumnya. Setelah itu dilakukan pemisahan kembali dengan teknik freeze-thaw untuk mendapatkan supernatan 2 (S2) dan pellet 2 (P2). Penentuan keberadaan enzim dilakukan dengan perangkat gel elektroforesis SDS-PAGE. Sedangkan aktivitas enzim diukur pada panjang gelombang 560 nm. 2. Purifikasi a. Freeze-thaw Total suspensi sel (T) atau campuran P1 dan buffer diberi perlakuan freezethaw dengan cara memasukkannya pada freezer bersuhu C sampai membeku selama ± 30 menit dan mencairkannya kembali (freeze-thaw dilakukan dengan 3 kali pengulangan). Kemudian disentrifugasi pada kecepatan 11,000 rpm suhu 4 0 C selama 15 menit untuk memisahkan pellet 2 (P2) dan supernatan 2 (S2). Pellet 2 (P2) ditambahkan buffer Tris HCl ph 7.5, sedangkan supernatan 2 (S2) dimurnikan lebih lanjut. Penentuan keberadaan enzim AI dilakukan menggunakan SDS-PAGE. Dan penentuan konsentrasi protein pada S2 ditentukan dengan metode Bradford. Sedangkan aktivitasnya diukur pada panjang gelombang=560 nm setelah direaksikan dengan larutan pewarna sistein karbazol asam sulfat. 23

41 b. Heat treatment (Lee et al 2004) Enzim dari supernatant 2 (S2) atau enzim ekstrak kasar (Crude Extract [CE]) dipanaskan dengan waterbath pada suhu 60ºC selama 30 menit. Dengan perlakuan panas (heat treatment) akan mendenaturasi protein lain yang tidak tahan panas yang berikatan dengan enzim target. Setelah perlakuan heat treatment kemudian disentrifugasi pada kecepatan 11,000 rpm suhu 4 ºC selama 15 menit. Supernatan yang diperoleh diambil (S3), sedangkan pellet dibuang. Supernatan tersebut (S3) dianalisis dengan SDS-PAGE, diukur aktivitasnya serta konsentrasi proteinnya dengan metode Bradford. c. Kromatografi penukar anion (Cheng et al 2009) Pertama dilakukan bufferizing terhadap kolom kromatografi DEAE dengan buffer 10 mm Tris-HCl ph 7.5. Suspensi enzim L-arabinosa isomerase hasil heat treatment (S3) diaplikasikan ke dalam kolom kromatografi DEAE. Protein dielusi secara step wise menggunakan NaCl (0, 100, 300, 400, 500 mm dan 1 M) dalam Tris-HCl ph 7.5 dengan kecepatan aliran 1 ml/menit. Fraksi ditampung dalam tabung yang berbeda masing-masing sebanyak 2 ml. Kandungan protein yang terelusi masing-masing konsentrasi garam diukur dengan absorbansi sinar ultraviolet (UV) pada panjang gelombang 280 nm. Sampel dengan nilai OD 280 tertinggi kemudian digunakan dalam elektroforesis SDS-PAGE. Protein yang telah dipurifikasi disimpan pada temperatur 4 C untuk kemudian diuji aktifitasnya dan dikarakterisasi. 3. Karakterisasi a. Suhu optimum (Rhimi et al 2009) Pengujian suhu optimum untuk aktivitas enzim dilakukan dengan mengukur aktivitas enzim murni hasil kromatografi kolom penukar ion pada suhu 50, 60, 70, 80 dan 90 ºC selama 60 menit. Penentuan aktivitas dilakukan melalui absorbansi yang terukur pada panjang gelombang 560 nm setelah direaksikan dengan larutan sistein karbazol asam sulfat. 24

42 b. ph optimum (Cheng et al 2009) Pengukuran ph optimum untuk aktivitas enzim dilakukan melalui pengkondisian reaksi enzim pada suhu optimum dengan berbagai variasi ph dari 5 sampai 9. Buffer yang digunakan antara lain sodium asetat (ph 5-5.5), sodium fosfat (ph 6-7) dan Tris HCl (ph 7.5-9). Enzim pada buffer yang memiliki ph berbeda tersebut diuji aktivitasnya. c. Pengaruh ion logam Ion-ion logam yang digunakan adalah MnCl 2 (mangan) dan CaCl 2 (kalsium). Masing-masing ion logam dicampurkan ke dalam enzim dengan variasi konsentrasi 1 dan 5 mm. Setelah itu, aktivitas enzim di ukur untuk dibandingkan dengan kontrol (tanpa ion logam). d. Stabilitas panas Enzim murni tanpa penambahan logam dan dengan penambahan masingmasing 1 mm CaCl2 dan MnCl 2 diinkubasi pada suhu 65ºC hingga rentang waktu 150 menit. Setiap interval waktu 0, 30, 60, 90, 120 dan 150 menit enzim dikoleksi dan kemudian diuji aktivitasnya. 25

43 1. Produksi Enzim Uji keberadaan gen pengkode enzim E. coli BL21 plyss E. coli BL21 plyss pet21 E. coli transforman Produksi enzim Media LB Media LCT + YE Media terpilih Optimasi produksi Lama waktu induksi (0, 4, 8, 12, 16, 20, 24) jam Lama waktu induksi terpilih 2. Purifikasi Enzim Freeze-thaw Heat treatment Kromatografi penukar ion 3. Karakterisasi Enzim murni Penentuan suhu optimum Penentuan ph optimum Pengaruh logam Stabilitas panas pada suhu 65 0 C 50, 60, 70, 80, 90 0 C 5, 5.5, 6, 6.5, 7, 7.5, 8, 8.5, 9 Mn dan Ca (1 dan 5 mm) Gambar 10. Skema alur Penelitian 26

44 C. METODE ANALISIS 1. Pengukuran pada panjang gelombang 600 nm Kultur diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer dengan panjang gelombang pengukuran 600 nm. Pengukuran absorbansi (Optical Density/OD) ini dimaksudkan untuk menduga pola pertumbuhan bakteri. Pengukuran dilakukan dengan mengencerkan 0.5 ml kultur menggunakan aquades hingga diperoleh pengenceran 10 x (0.5 ml kultur ml aquades). Blanko yang digunakan adalah medium kultur/ekspresi yang diencerkan pada pengenceran yang sama. (OD) sampel dihitung dengan cara: OD = OD terukur x Faktor Pengenceran (FP) 2. Elektroforesis SDS-PAGE (Modifikasi Walker 2009) Marker protein terdiri dari: beta-galaktosidase kda, bovine Serum albumin 66.2 kda, ovalbumin 45 kda, laktat dehidrogenase 35 kda, REase Bsp kda. Enzim dimasukkan sebanyak 10 µl ke dalam tube kecil (tube khusus PCR) dan dicampurkan dengan 10 µl loading protein untuk selanjutnya didenaturasi pada suhu 100ºC selam 5 menit. Sebelum dimasukkan ke dalam sumur pada gel elektroforesis, campuran enzim dan loading protein yang telah didenaturasi dimasukkan dalam lemari pendingin. Elektroforesis dilakukan dengan perangkat elektroforesis. Gel terdiri dari 2 bagian yaitu separating gel dan konsentrat gel. Separating gel dibuat terlebih dahulu dan berada pada bagian bawah, sedangkan konsentrat gel berada pada bagian atas. Komposisi separating dan konsentrat gel yakni: Tabel 3. Komposisi separating dan konsentrat (stacking) gel untuk SDS-PAGE Senyawa kimia Separating gel Konsentrat gel 2H 2 O 7.55 ml 3.1 ml 1.5 M Tris HCl ph ml 0.5 M Tris HCl ph ml 44% Akrilamid 3.40 ml 0.55 ml 10 % SDS 150 µl 50 µl APS 150 µl 50 µl TEMED 15 µl 5 µl Total 15 ml 5 ml 27

45 Gel dibiarkan mengering tetapi sebelumnya sumur pada gel telah dibuat. Gel dipasang pada perangkat gel elektroforesis dengan posisi berdiri dan direndam dengan buffer elektroforesis. Kemudian marker dan sampel enzim dimasukkan masing-masing sebanyak 7 µl pada sumur gel. Running elektroforesis dilakukan selama ±40 menit. Setelah itu gel dilepaskan dan direndam dalam larutan commasie blue selama 30 menit. Gel yang telah direndam dalam larutan commasie blue diletakkan pada roker. Tahap selanjutnya gel dibilas dengan aquades dan kemudian direndam kembali dalam larutan destaining selama 1 malam. Band atau pita protein dengan berat molekul berbeda akan terpisah. Hasil yang diperoleh didokumentasikan melalui alat komputer dan multiscan. 3. Pengukuran Aktivitas Enzim (Dische & Borenfreund 1951) Tabel 4. Bahan-bahan yang dipersiapkan untuk uji aktivitas enzim Bahan Blanko Blanko Blanko Campuran substrat enzim reaksi Aquades steril 225 µl 100 µl 175 µl 50 µl 1 M Buffer 25 µl 25 µl 25 µl 25 µl 100 mm Galaktosa µl µl Enzim µl 50 µl Total 250 µl 250 µl 250 µl 250 µl Larutan blanko, blanko substrat, blanko enzim dan campuran reaksi (enzim+substrat) dipersiapkan. Persiapan perlakuan tersebut dilakukan pada suhu dingin untuk menginaktifkan reaksi enzimatis. Perlakuan tersebut kemudian diinkubasi pada suhu 60ºC selama 60 menit daan selanjutnya dimasukkan dalam lemari pendingin selama 10 menit. Masing-masing perlakuan (blanko, blanko substrat, blanko enzim dan campuran reaksi) dimasukkan sebanyak 100 µl ke dalam 900 µl larutan uji aktivitas (tabel 5). Tabel 5. Larutan uji aktivitas Bahan Volume 10 mm Karbazol 30 µl 100 mm L-cystein 30 µl 9 M H 2 SO µl Total

46 Setelah dicampur dengan larutan uji aktivitas, masing-masing perlakuan kemudian diinkubasi kembali pada suhu 60ºC selama 30 menit. Standar fruktosa juga diinkubasi dengan kondisi yang sama. Pengukuran aktivitas dilakukan melalui absorbansi pada panjang gelombang 560 nm. Penentuan absorbansi dari tagatosa yang telah dibentuk dihitung dengan cara sesuai tabel berikut ini: Perlakuan Minus Blanko Reaksi Blanko A Blanko substrat B B-A = E Blanko enzim C C-A = F Campuran reaksi D D-A = G G (E+F) = H Kemudian nilai absorbansi (H) diplotkan pada kurva standar untuk menentukan konsentasi (mm atau M) tagatosa (produk) yang terbentuk. Karena konsentrasi yang terbentuk akibat dari 100 µl campuran dalam larutan uji aktivitas, sedangkan volume reaksi sendiri awalnya 250 µl, maka: Konsentrasi x 250 µl = 2.5 x Konsentrasi 100 µl Pengukuran UA/ml untuk arabinosa isomerase dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut: UA/ml = 2.5 x Konsentrasi (µm) 60 menit x (50 µl x 10-3 ) 4. Penentuan Kadar Protein Penentuan kadar protein dilakukan dengan menggunakan metode Bradford (1976). Protein sebanyak 50 µl direaksikan dengan 1.5 ml pereaksi Bradford, kemudian divortex dan diinkubasi selama 2-5 menit pada suhu 37ºC. dibaca pada panjang gelombang 595 nm. Blanko menggunakan buffer Tris-HCl yang direaksikan dengan 1.5 ml pereaksi Bradford. Standar protein menggunakan bovine serum albumin (BSA) pada kisaran µg dari stock 2 mg/ml. Penentuan kadar protein akan membantu untuk menghitung aktivitas spesifik enzim arabinosa isomerase. Aktivitas spesifik adalah jumlah unit enzim per miligram protein. 29

47 5. Pehitungan Aktivitas Spesifik Enzim (Rhimi & Bejar 2006) Tabel 6. Cara perhitungan aktivitas spesifik enzim Volume Aktivitas (U/ml) Total Aktivitas (U) Protein (mg/ml) Total Protein (mg) Aktivitas spesifik (U/mg) A B A x B = C D D x A = F AxB = C DxA F 6. Pendugaan Waktu Paruh (t 1/2 ) Enzim (Toledo 2006) Nilai t 1/2 suatu enzim adalah waktu inkubasi pada suhu tertentu yang menyebabkan aktivitas enzim tersisa 50% dari aktivitas semula. Karena laju reaksi enzim dipengaruhi oleh lebih dari satu faktor dan tidak berbanding lurus (orde satu), maka kinetika deaktivasi enzim adalah: -da/dt = k [A] ln At = A 0 kt. (1) Dimana : A = aktivitas enzim (A t dan A 0 ) t = waktu k = konstanta laju deaktivasi enzim Maka penurunan rumus untuk t 1/2 adalah: ln A t = - kt + A 0... (2) ln (A t /A 0 ) = - kt karena (A t /A 0 ) = 0.5, sehingga ln (0.5) = -kt - k = ln 0.5/t t 1/2 = - ln (0.5). (3) k 30

48 HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUJIAN BAKTERI TRANSFORMAN Pengujian bakteri hasil transformasi dilakukan untuk memastikan bahwa gen pengkode enzim arabinosa isomerase (AI) dari Geobacillus stearothermophilus lokal yaitu gen araa benar-benar masuk ke vektor ekspresi dan kemudian dapat terekspresi dengan sistem induksi IPTG. Bakteri atau inang E.coli BL21 plyss dan E. coli BL21 (DE3) plyss pet21b digunakan sebagai pembanding. Protein target yang diharapkan terekspresi kemudian dianalisis dengan Sodium Dedocyl Sulfate Polyacrilamide Gel Electrophoresis (SDS- PAGE) berdasarkan berat molekul. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa protein atau enzim target telah terekspresi dengan sistem induksi IPTG pada bakteri transfroman E. coli BL21 pet21b(+) araa. Sedangkan pada inang E. coli BL21 tanpa plasmid ataupun E.coli BL21 dengan plasmid pet21b, protein atau enzim target tidak ada (data tidak ditampilkan). Enzim arabinosa isomerase (AI) dari Geobacillus stearothermophilus lokal memiliki berat molekul 56 kda (Fitriani & Saksono 2010). Penelitian-penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa enzim AI yang dikodekan oleh gen araa dari G. stearothermophilus T6, G. thermodenitrificans, B. stearothemophilus US100 dan B. stearothermophilus IAM setelah terekspresi menggunakan inang E. coli memiliki berat molekul 56 kda (Lee et al 2005a; Kim & Oh 2005; Rhimi & Bejar 2006; Cheng et al 2009). Terekspresinya enzim AI pada bakteri transforman disebabkan adanya gen araa yang mengkodenya. E. coli BL21 dan E. coli BL21 pet21b tidak memiliki gen araa asal Geobacillus stearothermophilus lokal. Gen araa ini telah disisipkan pada vektor ekpresi yaitu pet21b(+) tepatnya pada bagian hilir T7 promoter dan bagian hulu terminator. Gen araa akan diekpresikan menjadi protein atau enzim AI setelah ditambahkan senyawa penginduksi isopropyl-ß -Dthiogalactopyranoside (IPTG). IPTG menyebabkan represor terlepas dari operator. Sehingga terjadi sintesis atau pembentukan protein/enzim target dengan melibatkan T7 RNA polimerase asal bakteri BL21 (DE3) (Sorensen & Mortensen 2005). 31

49 B. PRODUKSI ENZIM ARABINOSA ISOMERASE Produksi enzim AI dilakukan dengan memodifikasi medium ekspresi. Modifikasi medium ekspresi dilakukan karena enzim target yang diharapkan tidak terekspresi secara maksimal pada medium ekspresi yang biasa digunakan yaitu media cair Luria Bertani (LB). Pita yang masih tipis dari analisis SDS-PAGE (data tidak ditampilkan) menunjukkan bahwa tidak diperolehnya kondisi overekspresi. Berdasarkan penelitian Putri (2010) diketahui bahwa limbah cair tahu yang ditambahkan ekstrak khamir dan diatur ph-nya dapat digunakan sebagai medium pertumbuhan dan medium ekspresi protein rekombinan. E. coli transfroman yang ditumbuhkan pada media limbah cair tahu dengan penambahan ekstrak kamir 0,5% (m/v) memberikan level ekspresi yang tinggi. Penggunaan limbah cair tahu sebagai medium ekspresi lebih memudahkan tahapan pemisahan enzim target dari protein membran setelah freeze-thaw dibandingkan medim LB. LB LCT+YE 116 kda M ni t s2 p2 t s2 p2 ni ~ 56 kda 66.2 kda 45 kda 35 kda 25 kda Gambar 11. Perbandingan ekpresi enzim AI pada 2 jenis medium ekpresi berbeda. Keterangan: LB = luria bertani, LCT+YE=limbah cair tahu + yeast extract, M=marker, ni= non induksi, t=total suspensi sel, s2=supernatan 2, p2=pellet 2. 32

50 Dari analisis dengan SDS-PAGE (gambar 11) telah terkonfirmasi bahwa medium ekpresi yang lebih baik untuk produksi enzim arabinosa isomerase adalah limbah cair tahu yang ditambahkan ekstrak kamir (LCT+YE). Media cair LB juga dapat digunakan sebagai medium ekspesi, akan tetapi pita (band) enzim target yang dihasilkan sangat tipis dibandingkan dengan medium LCT + YE. Perlakuan non induksi atau tanpa penambahan isopropyl-beta-d-thiogalactopyranosidasei (IPTG) bertujuan agar lebih meyakinkan bahwa yang terekspresi dengan berat molekul 56 kda adalah enzim target. Sedangkan adanya running terhadap total, supernatant ke-2 dan pellet ke-2 agar diketahui bahwa enzim AI terdapat pada supernatan. Sistem ekspresi protein rekombinan dengan inang E. coli BL21 dan plasmid pet21b merupakan sistem ekspresi modern dan telah banyak diterapkan. Gen target yang dikloning pada plasmid pet21b berada pada posisi hilir (downsteam) dari promoter atau T7 promoter. T7 promoter berada pada bagian hulu dari operator. T7 promoter ini hanya akan mengenali T7 RNA polimerase dari T7 faga pada E. coli BL21 untuk memulai transkripsi gen target. Karena keberadaan represor pada operator masing-masing genom E. coli BL21 (DE3) dan plasmid pet menyebabkan kecil kemungkinan T7 RNA polimerase diproduksi. Meskipun diproduksi, plasmid plyss yang mengkode T7 lisosim akan menginaktifkan T7 RNA polimerase sebelum bergabung dengan T7 promoter. Jika T7 lisosim tidak mampu juga menginaktifkan seluruh T7 RNA polimerase, maka keberadaan represor pada operator pet akan menghambat transkripsi gen target (Sambrook & Russell 2001). Penambahan IPTG sebagai senyawa penginduksi akan menyebabkan represor terlepas dari operator sehingga RNA polimerase diproduksi dan kemudian berikatan dengan T7 promoter (Sorensen & Mortensen 2005). Hal inilah yang menyebabkan tidak adanya enzim target yang dihasilkan apabila tidak diinduksi dengan IPTG. Oleh karena gen pengkode T7 RNA polimerase berasal dari virus bakteri (faga), maka proses transkripsi ini akan berlangsung dengan cepat dan T7 RNA polimerase diproduksi dalam jumlah banyak. 33

51 Gambar 12. Mekanisme ekspresi terinduksi IPTG pada inang E. coli BL21(DE3) dengan sistem pet (Sorensen & Mortensen 2005) Limbah cair tahu yang ditambahkan ekstrak khamir (LCT+YE) dapat digunakan sebagai medium untuk memproduksi enzim AI asal Geobacillus stearothermophilus lokal menggunakan inang E. coli BL21 plyss pet21b dikarenakan medium ekspresi ini mengandung sumber carbon (C), nitrogen (N) dan mineral yang dibutuhkan oleh bakteri transfroman tersebut. Limbah cair tahu cukup potensial digunakan sebagai media fermentasi karena masih memiliki komponen nutrisi yang cukup lengkap bagi pertumbuhan mikroba (Kawira 1993). Limbah cair tahu mengandung 0.01% sumber karbon, 0.08% sumber nitrogen dan 27.5% mineral berupa kalsium, magnesium, besi, natrium, kalium, dan fosfor (Nurdin 1989). C dan N berguna sebagai sumber energi untuk metabolisme atau sintesis protein. Sedangkan mineral berfungsi sebagai kofaktor serta membantu membawa nutrisi ke dalam sel. Pemilihan media fermentasi merupakan faktor yang sangat penting dalam memproduksi enzim dari mikroba, disamping faktor lain seperti kondisi fermentasi dan spesies mikroorganisme (Aunstrup 1979). Menurut Meyrath & Volvasek (1975), konsentrasi karbon murni yang rendah dan protein yang tinggi pada media akan meningkatkan produksi enzim dari mikroba. Ketika bakteri diinokulasikan ke dalam medium, bakteri akan memanfaatkan karbon sebagai sumber energi untuk beradaptasi dengan medium. Setelah sumber karbon murni habis atau tersisa sedikit, bakteri kemudian mulai mensintesis enzim-enzim yang dapat digunakan untuk menghidrolisis protein menjadi asam-asam amino. Asam- 34

52 asam amino ini akan digunakan sebagai sumber energi oleh bakteri untuk bertahan hidup dan melakukan replikasi. Limbah cair tahu diperkirakan masih mengandung sedikit sumber karbon dari pati kedelai. Protein pada limbah cair tahu berasal dari kedelai. Dalam proses pembuatan tahu, pada proses ekstraksi dengan air panas, sekitar 79-82% kandungan protein kedelai dapat diekstrak. Dari protein yang terekstrak ini, pada waktu pengendapan tahu tidak semuanya mengendap. Banyaknya protein yang dapat digumpalkan atau diendapkan tergantung pada jenis penggumpalnya. Karena tidak terekstraksinya dan terendapnya semua protein yang terdapat pada kedelai, maka pada limbah cair tahu masih terdapat protein kedelai (Nurdin 1989). Penambahan ekstrak khamir ke dalam media limbah cair tahu meningkatkan kandungan nutrisi medium. Ekstrak khamir merupakan protein sel tunggal yang kaya akan asam amino, peptida, vitamin-vitamin B dan trace element. Ekstrak khamir juga mengandung asam nukleat terutama RNA (Singleton & Sainsbury 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Nurdin (1989) menunjukkan bahwa limbah cair tahu lebih baik dalam menghasilkan enzim protease asal bakteri Bacillus licheniformis BCC 0607 dibandingkan medium sintetis. Pada penelitian ini, medium LCT+YE lebih baik sebagai medium ekpresi enzim AI dibandingkan LB karena LCT+YE mengandung mineral yang lebih lengkap. Natrium, kalium dan kalsium menjaga agar protein dan komponen nutrisi lainnya dapat secara simultan dibawa ke dalam sel melalui mekanisme transpor aktif. Sedangkan magnesium (Mg) berfungsi sebagai kofaktor esensial dalam sintesis protein. Sintesis protein oleh E. coli membutuhkan Mg untuk mengaktifkan asam amino dari poolnya, mengawali proses translasi (initiation) dan pada tahap pemanjangan (elongation) menjadi oligopeptida atau protein (Stader 1995; Prescott 2002). Kalsium juga diketahui dapat meningkatkan produksi enzim rekombinan pada E. coli BL21. Penelitian yang telah dilakukan oleh Delgado (2009) menunjukkan bahwa level ekpresi protein rekombinan oleh E. coli BL21 secara jelas meningkat 15% lebih tinggi pada medium LB yang ditambahkan kalsium (Ca) dibandingkan medium LB saja. Ca diduga berperan sebagai pembawa pesan intreseluler (intracellular messenger) dalam sel prokariotik. 35

53 C. OPTIMASI PRODUKSI DENGAN LAMA WAKTU INDUKSI Ekspresi protein rekombinan dengan sistem terinduksi masih merupakan pilihan untuk memproduksi enzim AI. Enzim AI yang dihasilkan dari beberapa genus bakteri, menggunakan senyawa penginduksi supaya gen target mengalami transkripsi dan translasi. Lama waktu induksi yang digunakan untuk ekspresi enzim ini bervariasi. Lee et al (2005a) memproduksi enzim AI asal G. stearothermophilus T6 dan B. halodurans dengan lama waktu induksi 4 jam, sedangkan Lee et al (2004) menggunakan lama waktu induksi 5 jam untuk ekpresi enzim AI asal T. maritima. Chouayekh et al (2007), Cheng et al (2009) dan Cheng et al (2010) memproduksi enzim AI yang masing-masing secara berurutan berasal dari L. plantarum, B. stearothermophilus IAM 11001, dan Acidothermus cellulolytics dengan lama waktu induksi 6 jam. Kim et al (2002) menggunakan lama waktu induksi 15 jam untuk menghasilkan enzim AI asal T. neapolitana. Enzim AI asal Lactobacillus sakei dihasilkan dengan menginduksi inang ekspresi selama semalaman (overnight) (Rhimi et al 2010). Lama waktu induksi yang dilakukan pada studi tersebut diatas adalah untuk menghasilkan enzim AI, dan pada studi tersebut tidak disebutkan atau dibahas tentang optimasi produksi. Menurut Donovan (1996) terdapat dua poin penting yang perlu diperhatikan agar diperoleh hasil maksimum dari ekspresi terinduksi protein rekombinan pada bakteri. Yang pertama adalah siklus pertumbuhan bakteri tersebut, sehingga diketahui kapan induksi mulai dilakukan. Dan yang kedua yaitu lama waktu induksi. Induksi sebaiknya dilakukan pada saat siklus bakteri telah mencapai setengah fase eksponensial (mid eksponential) karena pada fase ini metabolisme bakteri berlangsung cepat dan sinstesis senyawa metabolitnya meningkat beberapa kali lipat dibandingkan fase-fase lainnya. Semakin lama induksi dilakukan maka semakin lama represor terlepas dari operator dan RNA polimerase yang dihasilkan akan semakin banyak pula. Kopetzki et al (1989) menyatakan bahwa induksi yang terlalu kuat akan menyebabkan beban metabolisme bagi inang dan bisa merangsang terbentuknya inclusion bodies. Oleh karena itu, konsentrasi senyawa penginduksi yang ditambahkan harus minimal. Konsentrasi akhir senyawa penginduksi sebesar 1 mm pada media ekpresi merupakan konsentrasi yang ideal. 36

54 Khoo et al (2010) menyimpulkan bahwa konsentrasi IPTG 1 mm adalah konsentrasi terbaik untuk menghasilkan protein rekombinan menggunakan inang E. coli. Chen & Morgan (2006) menyebutkan bahwa waktu induksi yang terlalu lama akan menyebabkan nutrisi yang diperlukan oleh kultur akan cepat habis. Sehingga sangat penting untuk menyeimbangkan kapasitas induksi dan produksi protein rekombinan, agar diperoleh enzim target dalam jumlah banyak dan dengan aktivitas maksimum Total Supernatan Pellet Optical density aktivitas enzim (U/ ml) OD = 600 nm Kultur dan lama Induksi Gambar 13. Grafik optical density (kerapatan sel) dan aktivitas enzim yang dikoleksi dari kultur serta setelah induksi 116 kda M Jam ke-0 Jam ke-4 Jam ke-8 Jam ke-12 Jam ke-16 Jam ke-20 Jam ke kda ~ 56 kda 45 kda 35 kda Gambar 14. SDS-PAGE hasil optimasi produksi enzim dengan lama waktu induksi. Running dari kiri ke kanan M=marker dan jam setelah induksi (berurutan dari kiri ke kanan: total suspensi sel, supernatan ke-2 dan pellet ke-2). 37

55 Pada gambar 14 terlihat hasil ekspresi enzim target (supernatan ke-2) antara jam ke-12, 16 dan 20 hampir sama tebal (bandnya). Akan tetapi pada gambar 13 terlihat produksi enzim AI yang paling optimum adalah dengan lama waktu induksi 16 jam. Gambar 13 menunjukkan bahwa aktivitas enzim tertinggi terdapat pada lama waktu induksi 16 jam dan 20 jam. Tetapi induksi 16 jam memiliki aktivitas enzim pada bagian supernatan yang lebih tinggi (±2000 U/ml) dibandingkan jam ke-20 (±1500 U/ml). Bagian supernatan ke-2 merupakan bagian enzim yang larut dan memiliki aktivitas tinggi. Gambar 13 menunjukkan bahwa kultur dan induksi jam ke-0 tidak memiliki aktivitas enzimatis terhadap substrat galaktosa yang diberikan. Hal ini menjelaskan bahwa tidak ada enzim AI yang diproduksi pada perlakuan tersebut. Karena jika dibandingkan dengan jam ke-4 setelah induksi, aktivitas enzim AI nampak meningkat secara tajam. Dari gambar 13 diketahui bahwa aktivitas enzim AI terus meningkat apabila waktu induksi diperpanjang hingga 16 jam. Kemudian setelah itu, aktivitas enzim AI kembali menurun. Gambar 13 juga menunjukkan bahwa enzim AI diproduksi secara optimal pada fase stasioner dari fase pertumbuhan inang ekspresi (E. coli BL21 pet21b-araa). Enzim dari mikroba dihasilkan secara optimal pada akhir fase eksponensial atau awal fase stasioner. Tetapi ada juga enzim dihasilkan secara maksimal pada fase stasioner. Optimasi produksi enzim keratinase dari bakteri termofilik diperoleh pada fase pertumbuhan stasioner (Gumulya 2004). Dan enzim protease dari Bacillus subtilis rekombinan dihasilkan secara maksimal pada awal fase stasioner (Sugiarto 2001). Saat memasuki fase stasioner, bakteri akan mengeluarkan senyawa metabolit lebih banyak. Hal ini merupakan bentuk respon stress bakteri terhadap kondisi yang sedang dialaminya, karena akan memasuki fase kematian (Jay et al 2005). Pada gambar 13 terlihat bahwa pellet ke-2 yang merupakan campuran membrane sel bakteri dan inclusion bodies tidak memiliki aktivitas apabila induksi dilakukan selama 4 dan 8 jam. Tetapi jika waktu induksi diperpanjang maka pellet sedikit memberikan aktivitas. Hal ini kemungkinan disebabkan karena adanya beberapa bagian enzim yang membentuk inclusion bodies dan bergabung bersama pellet ke-2. Kemungkinan terbentuknya inclusion bodies dipertegas melalui keberadaan pita pada posisi 56 kda dibagian pellet dari perlakuan

56 jam setelah induksi (gambar 14). Sedangkan perlakuan 4 dan 8 jam setelah induksi tidak terdapat pita pada bagian pelletnya. Sorensen & Mortensen (2005) menyatakan bahwa masalah yang sering timbul ketika memproduksi enzim rekombinan adalah terbentuknya inclusion bodies. Inclusion bodies adalah aggregat protein target yang tidak larut dan tidak aktif. Inclusion bodies terbentuk karena kesalahan pelipatan (folding) protein akibat dari kondisi stress mikroba sehingga menyebabkan terjadinya beban metabolisme. Salah satu faktor penyebab terjadinya respon stress mikroba dan beban metabolisme adalah tingkat ekspresi yang tinggi. Pada penelitian ini, isolasi enzim AI dilakukan dengan 2 kali sentrifugasi. Setelah induksi dihentikan dengan meletakkan kultur di es, kemudian kultur disentrifugasi dan akan diperoleh supernatan ke-1 (S1) dan pellet ke-1 (P1). Supernatan ke-1 yang merupakan medium ekspresi dibuang sedangkan pellet ke-1 yang merupakan total suspensi sel bakteri ditambahkan larutan buffer dan diberi perlakukan freeze-thaw. Setelah itu, total suspensi sel disentrifugasi kembali untuk mendapatkan supernatan ke-2 (S2) dan pellet ke-2 (P2). Penjelasan lebih rinci mengenai mekanisme pemisahan enzim AI dengan inclusion bodies akan dibahas pada bagian purifikasi. Pada gambar 14 terlihat bahwa induksi jam ke-0 tidak terdapat pita pada posisi 56 kda. Ini karena induksi baru diberikan dan ekspresi gen target belum terjadi. Pita dari total suspensi sel pada jam ke-12, 16 dan 20 setelah induksi tidak terlalu jelas dibandingkan jam ke-4, 8 dan 24. Hal ini disebabkan karena running SDS-PAGE atau analisis dengan SDS-PAGE terhadap jam ke-4, 8 dan 24 setelah induksi dilakukan terlebih dahulu. Sedangkan running terhadap jam ke-12, 16 dan 20 setelah induksi dilakukan beberapa hari kemudian. Sehingga diduga enzim total terdegradasi oleh protease-protease yang kemungkinan terdapat pada bakteri. Menurut Stader (1995), E. coli BL21 sangat sedikit mengeluarkan protease Lon dan ompt (protease VII). Namun E. coli juga mampu menghasilkan proteaseprotease lainnya, baik protease spesifik ataupun protease non-spesifik. Beberapa protease spesifik dan non-spesifik yang mampu dihasilkan oleh E. coli antara lain yaitu protease III dan IV yang berada pada bagian dalam membran (inner membrane), protease V yang dihasilkan dari membran luar dan membran dalam 39

57 bakteri, serta protease VI dan serin protease yang dihasilkan oleh membran luar E. coli. Setelah total suspensi sel (T) dikoleksi, kemudian total suspensi sel ini disimpan pada suhu 4ºC, sedangkan enzim pada supernatant 2 dan pellet 2 disimpan pada suhu -20ºC. Enzim pada total suspensi sel masih bergabung dengan protein-protein lain termasuk dengan protein membran sel. Sedangkan enzim pada supernatant ke-2 lebih murni dan telah terpisah dari protein membran sel serta disimpan pada suhu freezer (-20ºC) yang dapat menginaktifkan enzim secara maksimal. Oleh karena itulah pita pada supernatan ke-2 dari induksi jam ke-12, 16 dan 20 masih terlihat jelas dan tebal. D. PURIFIKASI Setelah diperoleh kondisi optimum untuk memproduksi enzim arabinosa isomerase (AI) yaitu dengan menggunakan medium (LCT+YE) dan lama waktu induksi 16 jam, kemudian enzim yang dihasilkan dimurnikan (purifikasi) untuk keperluan karakterisasi dan untuk menghilangkan protein lain yang berikatan dengan enzim AI. Purifikasi dilakukan dengan 3 tahap antara lain: 1) freeze-thaw, 2) heat treatment, dan 3) kolom ion-exchange. Pemilihan metode freeze-thaw sebagai bagian dari tahapan purifikasi karena ekstrak enzim AI berada dalam sitosol bakteri. Dengan freeze-thaw menggunakan suhu -70ºC sebanyak 3 kali ulangan, akan melukai membran sel bakteri. Kristal-kristal es yang terbentuk akan membuat lubang pada membran sel sehingga ketika disentrifugasi, cairan sitoplasma akan mudah dipisahkan dari membran atau protein membran dan inclusion bodies. Inclusion bodies adalah protein target yang tidak larut dan memiliki aktivitas yang sangat rendah, bahkan kemungkinan tidak memiliki aktivitas. Keuntungan memproduksi enzim termostabil adalah dapat mempermudah tahapan purifikasi. Menurut Olichon et al (2007), metode heat treatment dapat menyederhanakan protokol purifikasi protein termotoleran. Heat treatment atau perlakuan panas pada kondisi stabil enzim target akan mendegradasi enzim ataupun protein lain yang tidak tahan panas. Tahapan akhir dari purifikasi yaitu melewati enzim AI pada kolom yang berisi resin dietil amino etil (DEAE). Resin DEAE merupakan resin anion exchange. Resin DEAE yang bermuatan positif akan mengikat enzim AI yang 40

58 bermuatan negatif ketika enzim AI dilewatkan pada kolom. Muatan negatif pada enzim AI karena enzim ini telah dicampurkan dengan buffer tris HCl ph 7.5 pada saat isolasi. Pada kondisi ph diatas pi-nya (ph isoelektrik) enzim AI akan bermuatan negatif. Kolom kromatografi DEAE dapat memisahkan enzim AI dari protein lain yang bermuatan positif. Enzim AI yang berikatan negatif akan berikatan dengan resin DEAE yang bermuatan positif. Enzim AI dielusi dengan garam NaCl, ion garam yang bermuatan negatif dengan afinitas yang lebih kuat akan cenderung berikatan dengan DEAE, sehingga enzim AI akan meluruh. Protein yang meluruh ditampung masing-masing sebanyak 2 ml per fraksi dan kemudian diukur fingerprint proteinnya atau perkiraan kandungan proteinnya pada panjang gelombang 280 nm. Sebagian besar protein menunjukkan tingkat penyerapan maksimumnya pada panjang gelombang 280 nm, hal ini karena keberadaan rantai samping aromatik dari asam-asam amino (Gupta et al 2003). Pada gambar 15 terlihat bahwa peak protein yang muncul berada pada fraksi 3-8, dan Fraksi 1-6 kemungkinan merupakan protein atau asam amino yang tidak berikatan dengan resin DEAE. Protein ini bermuatan positif, karena ketika sampel enzim AI di masukkan ke dalam kolom, fraksi yang keluar ditampung dan diberi nomor 1 6. Pencucian atau washing terhadap enzim AI yang tidak berikatan lainnya dilakukan menggunakan 10 mm buffer tris HCl, dan fraksi yang ditampung pada tahap washing diberi nomor Ketika elusi dilakukan menggunakan 100 mm garam NaCl, protein yang awalnya berikatan mulai keluar pada fraksi Akan tetapi enzim AI yang meluruh masih sedikit, sebab ketika dilakukan elusi menggunakan 300 mm NaCl terjadi peningkatan jumlah protein yang keluar. Hal ini terlihat pada gambar 15, tepatnya pada fraksi yang puncak proteinnya sangat tinggi dibandingkan protein hasil peluruhan menggunakan 100 mm NaCl. Konsentrasi garam NaCl yang lebih tinggi menyebabkan kekuatan ionik antara resin dengan garam (ion Cl - ) lebih kuat dibandingkan dengan enzim. Sehingga posisi enzim yang terikat dengan resin DEAE digantikan oleh Cl -. DEAE adalah resin ion exchange yang lemah, artinya tidak terlalu kuat dalam mengikat anion. Maka dari itu, konsentrasi 300 mm garam NaCl sudah cukup meluruhkan sebagian besar enzim. Penggunaan garam NaCl 400 dan 500 mm dapat dinyatakan sebagai tahapan regenerasi dalam 41

59 pemurnian enzim AI. Regenerasi bertujuan untuk meluruhkan semua protein yang masih berikatan dengan resin DEAE. Dan pada penggunaan garam NaCl 1 M dapat dinyatakan bahwa protein yang keluar tidak ada lagi. Apabila semua protein telah dikeluarkan dari kolom, maka akan lebih meyakinkan bahwa semua protein yang ada telah dikoleksi dan kolom dapat digunakan untuk purifikasi berikutnya. Grafik hasil purifikasi Protein NaCl UV = 280 nm NaCl (mm) Nomor Fraksi Gambar 14. Pengukuran kadar protein pada 280 nm terhadap enzim AI hasil kromatografi ion exchange dengan fase diam resin DEAE. Garam pengelusi NaCl. Supaya dapat diketahui pada fraksi yang mana enzim AI berada, maka dilakukan pengujian SDS-PAGE dan aktivitas enzimatis pada panjang gelombang 560 nm serta konsentrasi protein dengan metode bradford. Fraksi yang dipilih adalah fraksi nomor 6, 15, 16, 35, 36, 50, 51, 52, 64, 65, 73, 74, 84 dan 85. Pemilihan fraksi ini didasarkan pada gambar 15 atas peak protein yang timbul dan fraksi-fraksi yang mewakili protein terelusi oleh berbagai gradien NaCl. Fraksi nomor 6 dipilih karena dapat mewakili fraksi sebelum dan sesudahnya yang tidak berikatan dengan resin DEAE. Fraksi 15 dan 16 merupakan fraksi yang terelusi pada saat washing atau pencucian. Tahap washing adalah tahapan pembersihan protein yang tidak berikatan dengan resin tetapi masih berada dalam kolom. Pencucian dilakukan dengan 0 mm NaCl dalam buffer tris HCl. Fraksi dipilih karena fraksi ini mewakili protein terelusi oleh 100 mm NaCl dan 42

60 peak-nya yang lebih tinggi dibandingkan peak sesama terelusi oleh 100 mm NaCl. Alasan yang sama juga menjadi dasar pemilihan fraksi 50, 51 dan 52 yang mewakili fraksi terelusi oleh 300 mm NaCl. Fraksi 64 dan 65 mewakili fraksi terelusi oleh 400 mm NaCl, fraksi 73 dan 74 mewakili terelusi oleh 500 mm NaCl, serta 84 dan 85 mewakili protein yang terelusi oleh 1 M NaCl. 0 mm 100 mm 300 mm 400 mm 500 mm 1 M NaCl NaCl NaCl NaCl NaCl NaCl M T CE P HT M HT kda 70 kda 60 kda 50 kda kda kda Gambar 16. SDS-PAGE enzim AI ekstrak kasar dan hasil purifikasi. M=marker, T = total suspensi sel, CE = ekstrak kasar hasil freezethaw, HT=enzim AI CE yang telah di heat treatment dan 6, 15, 16, 35, 36, 50, 51, 52, 64, 65, 73, 74, 84 dan 85 = nomor fraksi hasil purifikasi kolom ion exchange, P=pellet ke-2, mm NaCl = garam pengelusi. Dari gambar 16 diketahui enzim AI berada pada fraksi nomor 50, 51, 52 dan fraksi disekitarnya. Pita tunggal (single band) pada fraksi 50, 51 dan 52 mengindikasikan enzim AI telah cukup murni dan terpisah dari protein lainnya. Fraksi nomor 6, 15, 16, 64, 65, 73, 74, 84 dan 85 yang tidak memperlihatkan keberadaan pita pada posisi 56 kda. Bukti ini menunjukkan enzim AI tidak berada pada fraksi tersebut. Atau bisa jadi ada, tetapi dalam jumlah yang sangat sedikit. Hasil dari gambar 16 dikonfirmasi oleh gambar 17 yang menunjukkan bahwa fraksi 50, 51 dan 52 memiliki aktivitas tinggi (±600 U/ml). Fraksi 6, 15, 16, 35, 36, 64, 65, 73, 74, 84 dan 85 hasil pemurnian dengan kolom kromatografi 43

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Reaksi isomerisasi yang dikatalisis oleh enzim AI (Lee et al 2004)

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Reaksi isomerisasi yang dikatalisis oleh enzim AI (Lee et al 2004) TINJAUAN PUSTAKA A. ENZIM ARABINOSA ISOMERASE L-Arabinosa isomerase (AI) merupakan enzim intraseluler yang berdasarkan klasifikasi enzim secara internasional atas reaksi yang dikatalisisnya diberi nomor

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUJIAN BAKTERI TRANSFORMAN

HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUJIAN BAKTERI TRANSFORMAN HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGUJIAN BAKTERI TRANSFORMAN Pengujian bakteri hasil transformasi dilakukan untuk memastikan bahwa gen pengkode enzim arabinosa isomerase (AI) dari Geobacillus stearothermophilus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Senyawa D-tagatosa merupakan suatu monosakarida hasil isomerisasi dari D- galaktosa. Monosakarida ini telah ditetapkan sebagai material GRAS (Generally Recognized as

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Enzim α-amilase Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan menanam isolat bakteri dalam media inokulum selama 24 jam. Media inokulum tersebut

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolat Actinomycetes Amilolitik Terpilih 1. Isolat Actinomycetes Terpilih Peremajaan isolat actinomycetes dilakukan dengan tujuan sebagai pemeliharaan isolat actinomycetes agar

Lebih terperinci

TRANSFORMASI DAN EKSPRESI pet-endo-β-1,4-xilanase DALAM Escherichia coli BL21 SKRIPSI. Oleh : Eka Yuni Kurniawati NIM

TRANSFORMASI DAN EKSPRESI pet-endo-β-1,4-xilanase DALAM Escherichia coli BL21 SKRIPSI. Oleh : Eka Yuni Kurniawati NIM TRANSFORMASI DAN EKSPRESI pet-endo-β-1,4-xilanase DALAM Escherichia coli BL21 SKRIPSI Oleh : Eka Yuni Kurniawati NIM 101810301003 JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS

Lebih terperinci

TEKNOLOGI PRODUKSI ENZIM MIKROBIAL

TEKNOLOGI PRODUKSI ENZIM MIKROBIAL TEKNOLOGI PRODUKSI ENZIM MIKROBIAL Ani Suryani FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR PENDAHULUAN Sumber Enzim Tanaman dan Hewan Mikroba Enzim dari Tanaman Enzim dari Hewan Enzim dari Mikroba

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis.

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis. Secara umum penyebaran bakteri ini melalui inhalasi, yaitu udara yang tercemar oleh penderita

Lebih terperinci

Pengujian Inhibisi RNA Helikase Virus Hepatitis C (Utama et al. 2000) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekspresi dan Purifikasi RNA

Pengujian Inhibisi RNA Helikase Virus Hepatitis C (Utama et al. 2000) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ekspresi dan Purifikasi RNA 8 kromatografi kemudian diuji aktivitas inhibisinya dengan metode kolorimetri ATPase assay. Beberapa fraksi yang memiliki aktivitas inhibisi yang tinggi digunakan untuk tahapan selanjutnya (Lampiran 3).

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Selulase merupakan salah satu enzim yang dapat dihasilkan oleh beberapa kelompok hewan yang mengandung bakteri selulolitik, tumbuhan dan beberapa jenis fungi.

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase merupakan enzim yang mempunyai peranan penting dalam bioteknologi saat ini. Aplikasi teknis enzim ini sangat luas, seperti pada proses likuifaksi pati pada proses produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Tumbuhan saat ini telah menjadi sumber karbon terbarukan dan sumber energi baru yang ada di bumi. Setiap tahunnya tumbuhan dapat memproduksi sekitar 4 x

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Pembahasan. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density) inkubasi D75 D92 D110a 0 0,078 0,073

Lebih terperinci

EKSTRAKSI DNA. 13 Juni 2016

EKSTRAKSI DNA. 13 Juni 2016 EKSTRAKSI DNA 13 Juni 2016 Pendahuluan DNA: polimer untai ganda yg tersusun dari deoksiribonukleotida (dari basa purin atau pirimidin, gula pentosa,dan fosfat). Basa purin: A,G Basa pirimidin: C,T DNA

Lebih terperinci

REKAYASA GENETIKA. By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si

REKAYASA GENETIKA. By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si REKAYASA GENETIKA By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si Dalam rekayasa genetika DNA dan RNA DNA (deoxyribonucleic Acid) : penyimpan informasi genetika Informasi melambangkan suatu keteraturan kebalikan dari entropi

Lebih terperinci

Kasus Penderita Diabetes

Kasus Penderita Diabetes Kasus Penderita Diabetes Recombinant Human Insulin Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB Sejak Banting & Best menemukan hormon Insulin pada tahun 1921, pasien diabetes yang mengalami peningkatan

Lebih terperinci

REKAYASA GENETIKA. Genetika. Rekayasa. Sukarti Moeljopawiro. Laboratorium Biokimia Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada

REKAYASA GENETIKA. Genetika. Rekayasa. Sukarti Moeljopawiro. Laboratorium Biokimia Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada REKAYASA GENETIKA Sukarti Moeljopawiro Laboratorium Biokimia Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada Rekayasa Genetika REKAYASA GENETIKA Teknik untuk menghasilkan molekul DNA yang berisi gen baru yang

Lebih terperinci

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V.

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V. 27 PEMBAHASAN Dari tiga isolat sp. penghasil antimikrob yang diseleksi, isolat sp. Lts 40 memiliki aktivitas penghambatan paling besar terhadap E. coli dan V. harveyi dengan indeks penghambatan masing-masing

Lebih terperinci

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA DAFTAR ISI

ADLN- PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA DAFTAR ISI DAFTAR ISI Halaman Sampul Luar... i Sampul Dalam... ii Halaman Prasyarat Gelar... iii Halaman Pengesahan... iv UCAPAN TERIMA KASIH... v ABSTRAK... vi ABSTRACT... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4 LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA PERCOBAAN KE 2 PEMISAHAN PROTEIN PUTIH TELUR DENGAN FRAKSINASI (NH 4 ) 2 SO 4 Disusun oleh : Ulan Darulan - 10511046 Kelompok 1 Asisten Praktikum : R. Roro Rika Damayanti (10510065)

Lebih terperinci

Protein ENZIM Mempercepat reaksi dengan jalan menurunkan tenaga aktivasi Tidak mengubah kesetimbangan reaksi Sangat spesifik

Protein ENZIM Mempercepat reaksi dengan jalan menurunkan tenaga aktivasi Tidak mengubah kesetimbangan reaksi Sangat spesifik E N Z I M Sukarti Moeljopawiro Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada Protein ENZIM Mempercepat reaksi dengan jalan menurunkan tenaga aktivasi Tidak mengubah kesetimbangan reaksi Sangat spesifik ENZIM

Lebih terperinci

ENZIM. Ir. Niken Astuti, MP. Prodi Peternakan, Fak. Agroindustri, UMB YOGYA

ENZIM. Ir. Niken Astuti, MP. Prodi Peternakan, Fak. Agroindustri, UMB YOGYA ENZIM Ir. Niken Astuti, MP. Prodi Peternakan, Fak. Agroindustri, UMB YOGYA ENZIM ENZIM ADALAH PROTEIN YG SANGAT KHUSUS YG MEMILIKI AKTIVITAS KATALITIK. SPESIFITAS ENZIM SANGAT TINGGI TERHADAP SUBSTRAT

Lebih terperinci

Nama-nama dan jenis-jenis Enzim dalam Sistem Pencernaan

Nama-nama dan jenis-jenis Enzim dalam Sistem Pencernaan Nama-nama dan jenis-jenis Enzim dalam Sistem Pencernaan Saluran Pencernaan Mulut (Kelenjar Ludah / Saliva) Lambung (Kelenjar Lambung) Pankreas (Saluran Pankreas) Usus (Kelenjar Usus) Nama enzim dan fungsinya

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp. Enzim merupakan suatu protein yang memiliki aktivitas biokimia sebagai katalis suatu reaksi. Enzim sangat

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA Oleh: Gregorius Widodo Adhi Prasetyo A2A015009 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM

Lebih terperinci

SKRIPSI SCREENING AWAL ENZIM ENDONUKLEASE RESTRIKSI SPESIFIK DARI BAKTERI. Oleh: FENNI RUSLI F

SKRIPSI SCREENING AWAL ENZIM ENDONUKLEASE RESTRIKSI SPESIFIK DARI BAKTERI. Oleh: FENNI RUSLI F i SKRIPSI SCREENING AWAL ENZIM ENDONUKLEASE RESTRIKSI SPESIFIK DARI BAKTERI Oleh: FENNI RUSLI F24102090 2006 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR ii INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS

Lebih terperinci

ENZIM Enzim : adalah protein khusus yang mengkatalisis reaksi biokimia tertentu

ENZIM Enzim : adalah protein khusus yang mengkatalisis reaksi biokimia tertentu ENZIM Enzim : adalah protein khusus yang mengkatalisis reaksi biokimia tertentu terikat pada satu atau lebih zat-zat yang bereaksi. Dengan demikian enzim menurunkan barier energi (jumlah energi aktivasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizki Indah Permata Sari,2014

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Rizki Indah Permata Sari,2014 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia adalah negara tropis yang dikelilingi oleh perairan dengan luas lebih dari 60% dari wilayah teritorialnya. Perairan Indonesia memiliki sumberdaya hayati

Lebih terperinci

Analisis Bobot Molekul Protein Inhibitor RNA Helikase HCV (Hairany 2010 termodifikasi) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Isolasi RNA Helikase HCV

Analisis Bobot Molekul Protein Inhibitor RNA Helikase HCV (Hairany 2010 termodifikasi) HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Isolasi RNA Helikase HCV 7 diinkubasi pada suhu 37ºC selama 30 menit. Absorbansi diukur menggunakan panjang gelombang 562 nm. Standar protein yang digunakan adalah albumin serum sapi (Bovine Serum Albumin (BSA)) pada kisaran 0.05

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Enzim merupakan biokatalis yang banyak digunakan dalam industri, karena enzim

I. PENDAHULUAN. Enzim merupakan biokatalis yang banyak digunakan dalam industri, karena enzim I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Enzim merupakan biokatalis yang banyak digunakan dalam industri, karena enzim mempunyai tenaga katalitik yang luar biasa dan umumnya jauh lebih besar dibandingkan dengan

Lebih terperinci

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA LAMPIRAN 15 15 Lampiran 1 Tahapan penelitian Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri Isolasi DNA kromosom bakteri Pemotongan DNA dengan enzim restriksi Kloning DNA Isolasi DNA plasmid hasil

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 6. TEKNIK DASAR KLONING Percobaan pertama penggabungan fragmen DNA secara in vitro dilakukan sekitar 30 tahun yang lalu oleh Jackson et al. (1972). Melakukan penyisipan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi aplikasi enzim menyebabkan penggunaan enzim dalam industri semakin

BAB I PENDAHULUAN. teknologi aplikasi enzim menyebabkan penggunaan enzim dalam industri semakin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kemajuan dalam bidang teknologi fermentasi, rekayasa genetika, dan teknologi aplikasi enzim menyebabkan penggunaan enzim dalam industri semakin meningkat. Enzim

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, IPB, dari bulan Oktober 2011 Mei 2012. Bahan Isolasi untuk memperoleh isolat B. thuringiensis

Lebih terperinci

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan 4 Metode Penelitian ini dilakukan pada beberapa tahap yaitu, pembuatan media, pengujian aktivitas urikase secara kualitatif, pertumbuhan dan pemanenan bakteri, pengukuran aktivitas urikase, pengaruh ph,

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN SORBITOL TERHADAP STABILITAS ph ENZIM PROTEASE DARI Bacillus subtilis ITBCCB148

PENGARUH PENAMBAHAN SORBITOL TERHADAP STABILITAS ph ENZIM PROTEASE DARI Bacillus subtilis ITBCCB148 J. Sains MIPA, Desember 2010, Vol. 16, No. 3, Hal.: 149-154 ISSN 1978-1873 PENGARUH PENAMBAHAN SORBITOL TERHADAP STABILITAS ph ENZIM PROTEASE DARI Bacillus subtilis ITBCCB148 Yandri*, Milya Purnamasari,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Etanol merupakan salah satu sumber energi alternatif yang dapat dijadikan sebagai energi alternatif dari bahan bakar nabati (BBN). Etanol mempunyai beberapa kelebihan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Danau Kakaban menyimpan berbagai organisme yang langka dan unik. Danau ini terbentuk dari air laut yang terperangkap oleh terumbu karang di sekelilingnya akibat adanya aktivitas

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 14 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Konfirmasi bakteri C. violaceum dan B. cereus dilakukan dengan pewarnaan Gram, identifikasi morfologi sel bakteri, sekuensing PCR 16s rdna dan uji kualitatif aktivitas

Lebih terperinci

RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA

RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA OPTIMASI PEMISAHAN DAN UJI AKTIVITAS PROTEIN ANTIBAKTERI DARI CAIRAN SELOM CACING TANAH Perionyx excavatus. Oleh : Yumaihana MSi Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI TEKNIK PCR OVERLAPPING 1. Sintesis dan amplifikasi fragmen ekson 1 dan 2 gen tat HIV-1 Visualisasi gel elektroforesis

Lebih terperinci

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan:

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan: Materi Kuliah Bioteknologi Pertanian Prodi Agroteknologi Pertemuan Ke 9-10 TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN Ir. Sri Sumarsih, MP. Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.ac.id

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Enzim selulase termasuk dalam kelas hidrolase (menguraikan suatu zat dengan bantuan air) dan tergolong enzim karbohidrase (menguraikan golongan karbohidrat)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN TICV Isolat Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN TICV Isolat Indonesia 23 HASIL DAN PEMBAHASAN TICV Isolat Indonesia Penyakit klorosis saat ini sudah ditemukan di Indonesia. Pertama kali ditemukan di sentra pertanaman tomat di Magelang, Jawa Tengah dan Purwakarta, Jawa Barat

Lebih terperinci

1. Pengertian Enzim. Makalah Baru Amilase I. PENDAHULUAN

1. Pengertian Enzim. Makalah Baru Amilase I. PENDAHULUAN Makalah Baru Amilase I. PENDAHULUAN Peranan enzim sebagai biokatalisator dalam berbagai bidang industri semakin penting. Enzim yang diproduksi secara komersial, telah banyak digunakan dalam bidang industri,

Lebih terperinci

KLONING DAN OVEREKSPRESI GEN celd DARI Clostridium thermocellum ATCC DALAM pet-blue VECTOR 1

KLONING DAN OVEREKSPRESI GEN celd DARI Clostridium thermocellum ATCC DALAM pet-blue VECTOR 1 PROPOSAL METODOLOGI PENELITIAN (BM-3001) KLONING DAN OVEREKSPRESI GEN celd DARI Clostridium thermocellum ATCC 27405 DALAM pet-blue VECTOR 1 Penyusun: Chandra 10406014 Dosen Narasumber: Dra. Maelita Ramdani

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase adalah enzim menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik pada pati. α-amilase disekresikan oleh mikroorganisme, tanaman, dan organisme tingkat tinggi. α-amilase memiliki peranan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi Fragmen DNA Penyandi CcGH Mature Plasmid pgem-t Easy yang mengandung cdna GH ikan mas telah berhasil diisolasi. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pita DNA pada ukuran

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. protein dalam jumlah besar (Reece dkk., 2011). kompeten biasanya dibuat dari inokulum awal dengan konsentrasi 2% ( v / v )

I. PENDAHULUAN. protein dalam jumlah besar (Reece dkk., 2011). kompeten biasanya dibuat dari inokulum awal dengan konsentrasi 2% ( v / v ) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Plasmid merupakan molekul DNA berukuran relatif kecil, melingkar, dan beruntai ganda. Plasmid membawa gen-gen yang terpisah dari kromosom bakteri. Plasmid digunakan

Lebih terperinci

Enzim dan koenzim - 3

Enzim dan koenzim - 3 Enzim dan koenzim Macam-macam enzim Cara kerja enzim Sifat kinetik enzim Faktor-faktor yang mempengaruhi katalisis enzim Regulasi dan aktivitas enzim Enzim dan koenzim - 2 Enzim dan koenzim - 3 Substansi

Lebih terperinci

Enzim dan koenzim Macam-macam enzim Cara kerja enzim Sifat kinetik enzim Faktor-faktor yang mempengaruhi katalisis enzim Regulasi dan aktivitas enzim

Enzim dan koenzim Macam-macam enzim Cara kerja enzim Sifat kinetik enzim Faktor-faktor yang mempengaruhi katalisis enzim Regulasi dan aktivitas enzim Enzim dan koenzim Macam-macam enzim Cara kerja enzim Sifat kinetik enzim Faktor-faktor yang mempengaruhi katalisis enzim Regulasi dan aktivitas enzim Enzim dan koenzim - 2 Substansi yang terdapat didalam

Lebih terperinci

FISIOLOGI TUMBUHAN MKK 414/3 SKS (2-1)

FISIOLOGI TUMBUHAN MKK 414/3 SKS (2-1) FISIOLOGI TUMBUHAN MKK 414/3 SKS (2-1) OLEH : PIENYANI ROSAWANTI PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN DAN KEHUTANAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALANGKARAYA 2017 METABOLISME Metabolisme adalah proses-proses

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan 27 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Isolasi Enzim katalase dari kentang Enzim katalase terdapat dalam peroksisom, organel yang ditemukan pada jaringan tumbuhan di luar inti sel kentang sehingga untuk mengekstraknya

Lebih terperinci

Di dalam bab ini akan dibicarakan pengertian teknologi DNA rekombinan. beserta tahapan-tahapan kloning gen, yang secara garis besar meliputi

Di dalam bab ini akan dibicarakan pengertian teknologi DNA rekombinan. beserta tahapan-tahapan kloning gen, yang secara garis besar meliputi Di dalam bab ini akan dibicarakan pengertian teknologi DNA rekombinan beserta tahapan-tahapan kloning gen, yang secara garis besar meliputi isolasi DNA kromosom dan DNA vektor, pemotongan DNA menggunakan

Lebih terperinci

ENZIM IKA PUSPITA DEWI

ENZIM IKA PUSPITA DEWI ENZIM IKA PUSPITA DEWI 1 2 Enzim Klasifikasi enzim Komponen dan struktur enzim Kerja enzim sebagai katalisator 3 Enzim Enzim merupakan Polimer biologis yang mengkatalisis reaksi kimia Protein yang dapat

Lebih terperinci

VERlFlKASl POTONGAN DNA PENYANDI PROTEASE BADA PLASMID pnltsl DEWGAM HlBRlDISASl SOUTHERN. O!eh F

VERlFlKASl POTONGAN DNA PENYANDI PROTEASE BADA PLASMID pnltsl DEWGAM HlBRlDISASl SOUTHERN. O!eh F T[T?4 1 Y'jy 0oSY - * s - VERlFlKASl POTONGAN DNA PENYANDI PROTEASE BADA PLASMID pnltsl DEWGAM HlBRlDISASl SOUTHERN O!eh M A R D I F 27. 0387 1994 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

Enzim-enzim Yang Terlibat Dalam Bioteknologi ( Kuliah S2)

Enzim-enzim Yang Terlibat Dalam Bioteknologi ( Kuliah S2) Enzim-enzim Yang Terlibat Dalam Bioteknologi ( Kuliah S2) Enzim : merupakan suatu protein yang berperan sebagai katalis dalam reaksi yang terjadi di dalam makhluk hidup (Biokatalis) 1. Struktur Enzim Holoenzim:

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Gram HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Morfologi Sel dan Pewarnaan Karakteristik morfologi L. plantarum yang telah didapat adalah positif, berbentuk batang tunggal dan koloni berantai pendek. Karakteristik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN bp bp bp

HASIL DAN PEMBAHASAN bp bp bp HASIL DAN PEBAHASAN Purifikasi dan Pengujian Produk PCR (Stilbena Sintase) Purifikasi ini menggunakan high pure plasmid isolation kit dari Invitrogen. Percobaan dilakukan sesuai dengan prosedur yang terdapat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Selulase merupakan enzim yang menghidrolisis ikatan glikosidik -β- 1,4 pada rantai selulosa. Selulase dapat diproduksi oleh fungi, bakteri, protozoa, tumbuhan

Lebih terperinci

Komponen Kimia penyusun Sel (Biologi) Ditulis pada September 27, 2012

Komponen Kimia penyusun Sel (Biologi) Ditulis pada September 27, 2012 Komponen Kimia penyusun Sel (Biologi) Ditulis pada September 27, 2012 Sel disusun oleh berbagai senyawa kimia, seperti karbohidrat, protein,lemak, asam nukleat dan berbagai senyawa atau unsur anorganik.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enzim merupakan protein yang berfungsi sebagai katalisator reaksi-reaksi kimia dalam sistem biologis. Enzim memiliki daya katalitik yang tinggi dan mampu meningkatkan

Lebih terperinci

Lampiran 2. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Genetika. 1. Hubungan antara DNA, gen, dan kromosom:

Lampiran 2. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Genetika. 1. Hubungan antara DNA, gen, dan kromosom: 100 Lampiran 2. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Genetika 1. Hubungan antara DNA, gen, dan kromosom: DNA polimer nukleotida (deoksiribosa+fosfat+basa nitrogen) gen (sekuens/dna yang mengkode suatu polipeptida/protein/sifat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. digunakan menjadi energi melalui tahapan metabolisme, dimana semua proses

BAB I PENDAHULUAN. digunakan menjadi energi melalui tahapan metabolisme, dimana semua proses 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap makhluk hidup memiliki kebutuhan energi untuk melakukan aktivitas di kehidupannya. Bahan bakar energi tersebut salah satunya adalah makanan berupa karbohidrat,

Lebih terperinci

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME

SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME JENJANG KELAS MATA PELAJARAN TOPIK BAHASAN SMA XII (DUA BELAS) BIOLOGI METABOLISME Metabolisme adalah seluruh reaksi kimia yang dilakukan oleh organisme. Metabolisme juga dapat dikatakan sebagai proses

Lebih terperinci

BAB IX. DASAR-DASAR TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN

BAB IX. DASAR-DASAR TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN BAB IX. DASAR-DASAR TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN Di dalam bab ini akan dibicarakan pengertian teknologi DNA rekombinan beserta tahapan-tahapan kloning gen, yang secara garis besar meliputi isolasi DNA kromosom

Lebih terperinci

RNA (Ribonucleic acid)

RNA (Ribonucleic acid) RNA (Ribonucleic acid) Seperti yang telah dikemukakan bahwa, beberapa organisme prokaryot, tidak memiliki DNA, hanya memiliki RNA, sehingga RNA-lah yang berfungsi sebagai molekul genetik dan bertanggung

Lebih terperinci

KARAMTERlSWSl PWOTEWSE [BAR! FERMENTAS! CAfJPURAN

KARAMTERlSWSl PWOTEWSE [BAR! FERMENTAS! CAfJPURAN KARAMTERlSWSl PWOTEWSE [BAR! FERMENTAS! CAfJPURAN Oleh L U K M A N F 23. 0142 199 1 JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN DAN GlZl FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Lukman. F 23.0142. Karakterisasi

Lebih terperinci

BAB I PENGANTAR. dapat menghemat energi dan aman untuk lingkungan. Enzim merupakan produk. maupun non pangan (Darwis dan Sukara, 1990).

BAB I PENGANTAR. dapat menghemat energi dan aman untuk lingkungan. Enzim merupakan produk. maupun non pangan (Darwis dan Sukara, 1990). BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Enzim menjadi primadona industri bioteknologi karena penggunaanya dapat menghemat energi dan aman untuk lingkungan. Enzim merupakan produk yang mempunyai nilai ekonomis

Lebih terperinci

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat

Media Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat Media Kultur Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat Pendahuluan Medium untuk pertumbuhan skala laboratorium umumnya mahal sehingga dibutuhkan perubahan agar dapat dipakai medium yang

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN.. HALAMAN PENGESAHAN.. RIWAYAT HIDUP.. i ABSTRAK... ii ABSTRACT.. iii UCAPAN TERIMAKASIH. iv DAFTAR ISI....... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Jamur Trichoderma sp. Jamur tanah merupakan salah satu golongan yang penting dari golongangolongan populasi tanah yang tersebar secara luas. Bentuk-bentuk tertentu merupakan

Lebih terperinci

REKAYASA GENETIKA ( VEKTOR PLASMID )

REKAYASA GENETIKA ( VEKTOR PLASMID ) MAKALAH REKAYASA GENETIKA ( VEKTOR PLASMID ) Disusun oleh: NAMA : LASINRANG ADITIA NIM : 60300112034 KELAS : BIOLOGI A TUGAS : REKAYASA GENETIKA JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Produksi Enzim β-galaktosidase dari Enterobacter cloacae

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil Produksi Enzim β-galaktosidase dari Enterobacter cloacae 6 dilarutkan dalam 1 ml bufer fosfat 0.05 M ph 6.5. Aktivitas yang tinggi menunjukan persentase kejenuhan amonium sulfat yang optimum. Jumlah amonium sulfat (gram) yang digunakan untuk melarutkan 1 liter

Lebih terperinci

Analisa Protein. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

Analisa Protein. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Analisa Protein Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mampu memahami prinsip dasar berbagai metode analisa protein Mahasiswa mampu memilih metode yang tepat untuk mengukur

Lebih terperinci

BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA. yang teratur, mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menyimpan dan

BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA. yang teratur, mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menyimpan dan BAB. II. TINJAUAN PUSTAKA A. Enzim Enzim merupakan unit fungsional dari metabolisme sel, bekerja dengan urutanurutan yang teratur, mengkatalisis ratusan reaksi bertahap yang menyimpan dan mentransformasikan

Lebih terperinci

AKTIVITAS GEN DAN PENGATURANNYA: SINTESIS PROTEIN. dr. Arfianti, M.Biomed, M.Sc

AKTIVITAS GEN DAN PENGATURANNYA: SINTESIS PROTEIN. dr. Arfianti, M.Biomed, M.Sc AKTIVITAS GEN DAN PENGATURANNYA: SINTESIS PROTEIN dr. Arfianti, M.Biomed, M.Sc Protein Working molecules of the cells Action and properties of cells Encoded by genes Gene: Unit of DNA that contain information

Lebih terperinci

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( ) Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan

Lebih terperinci

YOHANES NOVI KURNIAWAN KONSTRUKSI DAERAH PENGKODE INTERFERON ALFA-2B (IFNα2B) DAN KLONINGNYA PADA Escherichia coli JM109

YOHANES NOVI KURNIAWAN KONSTRUKSI DAERAH PENGKODE INTERFERON ALFA-2B (IFNα2B) DAN KLONINGNYA PADA Escherichia coli JM109 YOHANES NOVI KURNIAWAN 10702026 KONSTRUKSI DAERAH PENGKODE INTERFERON ALFA-2B (IFNα2B) DAN KLONINGNYA PADA Escherichia coli JM109 Program Studi Sains dan Teknologi Farmasi INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2007

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Enzim adalah biokatalisis atau polimer biologis yang dihasilkan oleh tubuh untuk mengkatalisis reaksi kimia dan meningkatkan laju reaksi yang terjadi dalam

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tidak ramah lingkungan dalam bidang industri (Falch, 1991).

BAB I PENDAHULUAN. tidak ramah lingkungan dalam bidang industri (Falch, 1991). BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian enzim yang sifatnya efisien, selektif, mengkatalis reaksi tanpa produk samping dan ramah lingkungan meningkat pesat pada akhir dekade ini. Industri enzim

Lebih terperinci

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Prosedur Analisis Data Analisis statisik yang digunakan adalah rancangan faktorial dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan ulangan 3 kali dengan model linier yang digunakan (Matjik dan Sumertajaya

Lebih terperinci

diregenerasikan menjadi tanaman utuh. Regenerasi tanaman dapat dilakukan baik secara orgnogenesis ataupun embriogenesis (Sticklen 1991; Zhong et al.

diregenerasikan menjadi tanaman utuh. Regenerasi tanaman dapat dilakukan baik secara orgnogenesis ataupun embriogenesis (Sticklen 1991; Zhong et al. PENDAHULUAN Perbaikan suatu sifat tanaman dapat dilakukan melalui modifikasi genetik baik dengan pemuliaan secara konvensional maupun dengan bioteknologi khususnya teknologi rekayasa genetik (Herman 2002).

Lebih terperinci

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc.

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. BIO210 Mikrobiologi Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. Kuliah 4-5. METABOLISME Ada 2 reaksi penting yang berlangsung dalam sel: Anabolisme reaksi kimia yang menggabungkan bahan

Lebih terperinci

PROFIL PLASMID Bacillus thuringiensis ISOLAT JAKARTA, BOGOR, TANGERANG, DAN BEKASI WISNU HERLAMBANG

PROFIL PLASMID Bacillus thuringiensis ISOLAT JAKARTA, BOGOR, TANGERANG, DAN BEKASI WISNU HERLAMBANG PROFIL PLASMID Bacillus thuringiensis ISOLAT JAKARTA, BOGOR, TANGERANG, DAN BEKASI WISNU HERLAMBANG PROGRAM STUDI BIOKIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

Lebih terperinci

5 SINTESIS OBAT SECARA BIOLOGI

5 SINTESIS OBAT SECARA BIOLOGI 5 SINTESIS OBAT SECARA BIOLOGI 5.1 PENDAHULUAN Bioteknologi adalah pemanfaatan mikroorganisme untuk memproduksi produk-produk penting dan bermanfaat seperti protein dan enzim tertentu. Rekayasa genetika

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBASAN

4. HASIL DAN PEMBASAN 4. HASIL DAN PEMBASAN 4.1 Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan terdiri dari penentuan kurva pertumbuhan bakteri Streptoverticillium ladakanum dan konsentrasi optimum limbah cair surimi dalam produksi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. komunitas mikroba dari sampel tanah yang dapat diisolasi dengan kultivasi sel

BAB I PENDAHULUAN. komunitas mikroba dari sampel tanah yang dapat diisolasi dengan kultivasi sel BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pendekatan klasik untuk memperoleh akses biokatalis baru adalah dengan menumbuhkembangkan mikroorganisme dari sampel lingkungan, seperti tanah dalam media berbeda dan

Lebih terperinci

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

1 0,53 0,59 2 0,3 0,2 3 0,02 0,02 4 0,04 0,04 5 0,3 0,3 Ilustrasi rangkaian isolasi DNA tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 berikut. PERBANDINGAN BEBERAPA METODE ISOLASI DNA UNTUK PENENTUAN KUALITAS LARUTAN DNA TANAMAN SINGKONG (Manihot esculentum L.) Molekul DNA dalam suatu sel dapat diekstraksi atau diisolasi untuk berbagai macam

Lebih terperinci

PRODUKSI ENZIM AMILASE

PRODUKSI ENZIM AMILASE LAPORAN PRAKTIKUM MIKROB DAN POTENSINYA PRODUKSI ENZIM AMILASE KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 PRODUKSI ENZIM AMILASE Pendahuluan Amilase merupakan

Lebih terperinci

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc.

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. BIO210 Mikrobiologi Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. Kuliah 10. GENETIKA MIKROBA Genetika Kajian tentang hereditas: 1. Pemindahan/pewarisan sifat dari orang tua ke anak. 2. Ekspresi

Lebih terperinci

PENGENALAN ENZIM DAN ENZIM INDUSTRIAL

PENGENALAN ENZIM DAN ENZIM INDUSTRIAL PENGENALAN ENZIM DAN ENZIM INDUSTRIAL Ani Suryani MATA KULIAH TEKNOLOGI ENZIM INDUSTRI Manfaat dan Karakteristik serta Teknikteknik Produksi Enzim dalam Industri Enzim Industrial dan Aplikasinya Teknologi

Lebih terperinci

II. KARAKTERISTIK ENZIM

II. KARAKTERISTIK ENZIM II. KARAKTERISTIK ENZIM 2.1. Definisi Enzim Enzim merupakan katalisator suatu reaksi, artinya dapat mempercepat suatu reaksi tanpa terjadinya perubahan yang permanen dalam struktur enzim itu sendiri. Kata

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang semakin tinggi serta adanya tekanan dari para ahli dan pecinta

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan yang semakin tinggi serta adanya tekanan dari para ahli dan pecinta BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Dalam dasawarsa terakhir ini, pemakaian enzim yang sifatnya efisien, selektif, mengkatalisis reaksi tanpa produk samping dan ramah lingkungan meningkat pesat. Industri

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Amilase, Zea mays L., Amonium sulfat, Fraksinasi, DNS.

ABSTRAK. Kata Kunci : Amilase, Zea mays L., Amonium sulfat, Fraksinasi, DNS. i ABSTRAK Telah dilakukan penelitian mengenaipenentuan aktivitas enzim amilase dari kecambah biji jagung lokal Seraya (Zea maysl.). Tujuan dari penelitian ini adalahuntuk mengetahui waktu optimum dari

Lebih terperinci

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat.

Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. PROTEIN Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pembentuk jaringanjaringan

Lebih terperinci