Bab IV Hasil dan Pembahasan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab IV Hasil dan Pembahasan"

Transkripsi

1 22 Bab IV Hasil dan Pembahasan α-amilase (E.C ) merupakan salah satu enzim hidrolitik yang memegang peranan penting di dalam industri. Hidrolisis langsung dari pati mentah secara enzimatis dibawah suhu gelatinisasi sangat diperlukan untuk menekan konsumsi energi di dalam industri yang berbasis pati. Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan ini adalah mencari α-amilase baru yang memiliki kemampuan dalam mendegradasi pati mentah. Studi terhadap α-amilase dari bakteri laut Vibrio sp. SFNB 3 mengindikasikan bahwa enzim ini mampu menghidrolisis pati mentah jagung. IV.1 Kurva Pertumbuhan dan Aktivitas α-amilase Vibrio sp. SFNB 3 Kultur Vibrio sp. SFNB 3 diremajakan di dalam media agar Marine Broth (MB) dengan komposisi 0,25% (w/v) pepton, 0,05% (w/v) ekstrak ragi, 1,5% (w/v) bakto agar, 0,1% (w/v) pati dan air laut. Pepton dan ekstrak ragi merupakan sumber nitrogen organik yang berfungsi sebagai makronutrien penting untuk pertumbuhan sel. Selain itu, sumber nitrogen organik seperti pepton dan ekstrak ragi telah banyak dilaporkan meningkatkan produksi α-amilase. Pati, selain sebagai makronutrien yang penting untuk pertumbuhan sel, juga berperan sebagai sumber karbon penginduksi α-amilase (Brock et al., 1994; Gupta et al., 2003). Air laut merupakan sumber dari berbagai ion garam penting, terutama Na + yang vital diperlukan untuk pertumbuhan Vibrio sp. (Farmer and Brenner, 2006). Selain itu, keberadaan ion garam seperti Na +, Ca 2+, dan Mg 2+ di dalam media pertumbuhan telah dilaporkan dapat meningkatkan produksi α-amilase (Gupta et al., 2003: Sivaramakrishnan et al., 2006). Inokulum dibuat dari kultur Vibrio sp. SFNB 3 yang telah diremajakan. Sebanyak satu ose kultur diinokulasikan secara aseptik ke dalam erlenmeyer yang berisi MB cair (MB tanpa bakto agar) steril dan diinkubasi pada 30 o C, 150 rpm selama 16 jam. Kondisi inkubasi mempunyai pengaruh besar terhadap pertumbuhan sel. Vibrio sp. diketahui dapat tumbuh dengan baik pada suhu 30 o C (Farmer and

2 23 Brenner, 2006). Intensitas agitasi mempengaruhi pencampuran dan laju transfer oksigen di dalam media. Pada umumnya, intensitas agitasi dibawah 300 rpm dipergunakan untuk produksi α-amilase seperti telah banyak dilaporkan (Gupta et al., 2003). Setelah inkubasi selama 16 jam, 1% (v/v) inokulum dipindahkan secara aseptik ke dalam labu erlenmeyer yang berisi MB cair steril dan diinkubasi pada kondisi yang sama selama 24 jam. Sebanyak 3 ml sampel diambil secara aseptik pada jam ke-0, 2, 4, 6, 8, 10, 12, 14, 16, dan 24. OD sampel diukur pada λ 600 nm dengan menggunakan spektrofotometer. Pengukuran OD sampel pada λ tertentu merupakan salah satu cara mempelajari fenomena pertumbuhan sel. Pendekatan eksperimental ini merupakan studi pertumbuhan pada tingkat populasi. Peningkatan jumlah individu atau ukuran populasi digunakan sebagai ukuran pertumbuhan sel. Untuk uji aktivitas α-amilase, tiap sampel pada interval waktu diatas disentrifuga rpm selama 10 menit pada 4 o C. Supernatan dipisahkan dari pelet sel dan aktivitas α-amilase ditentukan dengan menggunakan metode DNS. Metode DNS didasarkan pada reaksi reduksi gugus nitro pada posisi 3 dari asam 3,5- dinitrosalisilat dan oksidasi gugus aldehida dari gula pereduksi. Produk dari reaksi ini adalah asam 3-amino-5-nitrosalisilat yang memberi serapan maksimum pada λ 500 nm. Nilai absorbansi yang didapatkan berbanding lurus dengan jumlah gula pereduksi yang terdapat di dalam sampel. Kurva pertumbuhan dan aktivitas α-amilase yang dihasilkan dari Vibrio sp. SFNB 3 diberikan dalam Gambar IV.1. Seperti tampak dalam Gambar IV.1, kurva pertumbuhan Vibrio sp. SFNB 3 mengikuti empat fase yang jelas, berturut-turut yaitu fase lag, log, stasioner, dan kematian. Fase lag terjadi pada jam ke-0 hingga jam ke-2 dan berlangsung segera setelah inokulum diinokulasikan ke dalam media segar. Fase lag merupakan periode adaptasi, saat inokulum mengenali konstituen mikromolekul maupun makromolekul dari lingkungan yang ditempatinya dan mungkin melakukan sintesis enzim, protein atau komponen-komponen struktural sel. Saat fase lag, massa atau volume sel dapat berubah tanpa terjadi perubahan jumlah sel (Judoamidjojo dkk., 1990). Rentang waktu fase lag dipengaruhi oleh

3 24 beberapa faktor seperti volume inokulum, waktu yang diperlukan untuk pulih dari kerusakan fisik atau goncangan saat transfer inokulum, dan waktu untuk sintesis koenzim-koenzim esensial atau faktor-faktor pembelahan atau enzim-enzim yang vital dalam proses metabolisme. 3,0 70 OD Sel 2,5 2,0 1,5 1,0 0,5 0, Aktivitas Amilase (U/mL) Jam ke- OD Sel Aktivitas Amilase Gambar IV.1. Kurva pertumbuhan dan aktivitas α-amilase Vibrio sp. SFNB 3 Fase pertumbuhan eksponensial atau fase log ditandai dengan peningkatan massa sel secara cepat. Fase log dari Vibrio sp. SFNB 3 dimulai pada jam ke-2 dan berlangsung selama 4 jam. Fase log merupakan periode pertumbuhan seimbang atau status mantap dengan laju pertumbuhan spesifik yang konstan. Konsumsi nutrien dan produksi zat-zat metabolik selama fermentasi akan menyebabkan perubahan komposisi kimiawi media fermentasi. Sebagai akibatnya, lingkungan sel akan berada pada suatu status yang mantap (Judoamidjojo dkk., 1990). Pada akhir fase log, laju pertumbuhan akan menurun karena berkurangnya nutrien esensial dan adanya hambatan oleh peningkatan produk metabolit. Fase stasioner terjadi bila semua sel berhenti membelah diri. Meskipun pertumbuhan bersih telah terhenti, proses metabolisme di dalam sel dan penimbunan produk di dalam cairan fermentasi mungkin masih berlangsung (Judoamidjojo dkk., 1990). Fase stasioner dari Vibrio sp. SFNB 3 berlangsung sangat singkat dari jam ke-6 hingga jam ke-8 dan langsung diikuti dengan fase kematian.

4 25 IV.2 Produksi dan Isolasi α-amilase Dari Gambar IV.1 tampak bahwa produksi α-amilase Vibrio sp. SFNB 3 berlangsung seiring dengan pertumbuhan selnya. Sintesis enzim yang mengikuti pertumbuhan sel merupakan tipe sintesis growth associated. Setelah jam ke-12, α- amilase masih memiliki aktivitas yang tinggi dan relatif stabil hingga jam ke-24. Produksi α-amilase dilakukan dengan cara seperti telah dijelaskan di dalam sub bab III.3.3. Sebanyak 500 ml MB cair digunakan untuk produksi α-amilase dari Vibrio sp. SFNB 3. Panen produksi α-amilase dilakukan pada jam ke-24. Ekstrak kasar α-amilase yang didapat dari panen produksi berjumlah 450 ml dan memiliki aktivitas spesifik 11 U/µg. Satu unit aktivitas enzim didefinisikan sebagai jumlah enzim yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 µmol glukosa tiap menit di bawah kondisi uji. Isolasi α-amilase dari ekstrak kasar dilakukan menggunakan pati mentah jagung. Metode isolasi ini mengikuti metode yang dilaporkan Najafi and Kembhavi (2005) dengan sedikit modifikasi seperti telah dijelaskan di dalam sub bab III.3.4. Isolasi α-amilase menggunakan pati mentah jagung memberi yield sebesar 30%. Dari 450 ml ekstrak kasar diperoleh 50 ml α-amilase dengan tingkat kemurnian 2 kali lipat. Aktivitas spesifik α-amilase hasil isolasi adalah 21 U/µg. Ringkasan hasil isolasi α-amilase dari Vibrio sp. SFNB 3 diberikan dalam Tabel IV.1. Tabel IV.1. Ringkasan hasil isolasi α-amilase dari Vibrio sp. SFNB 3 Tahap Isolasi Aktivitas Total (U) Total Protein (µg) Aktivitas Spesifik (U/µg) Yield (%) Tingkat Kemurnian (kali lipat) Supernatan Afinitas Pati Profil α-amilase pada tiap tahap isolasi dipelajari dengan elektroforesis gel poliakrilamid yang diikuti dengan pewarnaan menggunakan iodin seperti telah dijelaskan di dalam sub bab III Pewarnaan iodin merupakan salah satu metode untuk mendeteksi aktivitas α-amilase. Pati akan membentuk kompleks berwarna biru pekat dengan iodin. Reaksi iodin-pati disebabkan oleh adanya

5 26 heliks amilosa dan iodin dalam bentuk I 3- yang mengisi inti heliks. Hidrolisis pati secara progresif oleh α-amilase akan menyebabkan kompleks pati-iodin terurai sehingga tidak terbentuk warna (Gupta et al., 2003; Koolman and Roehm, 2005). Hasil native PAGE-zymogram dari supernatan yang dikumpulkan pada tiap tahap isolasi diberikan dalam Gambar IV.2A. Gambar IV.2. Native PAGE-zymogram (A) dan SDS PAGE-silver staining (B) dari sampel dalam tiap langkah isolasi. Ekstrak kasar α-amilase (lajur A1 dan B2), supernatan α-amilase yang tidak terikat pati mentah jagung (lajur A2 dan B3), supernatan hasil pencucian 0,5 M NaCl selama 5 menit (lajur A3), supernatan α-amilase yang terikat pati mentah jagung setelah aktivasi pada suhu 50 o C, 75 rpm selama 30 menit (lajur A4 dan B4), Promega Broad Range Protein Molecular Weight Marker (lajur A1). Seperti tampak dalam Gambar IV.2A, terdapat lebih dari satu pita pada lajur A1 untuk sampel ekstrak kasar α-amilase. Hal ini mengindikasikan bahwa Vibrio sp. SFNB 3 menghasilkan lebih dari satu macam α-amilase. Isolasi menggunakan pati mentah jagung berhasil memisahkan satu α-amilase dari yang lain. Massa molekul dari α-amilase hasil isolasi ditentukan dengan SDS PAGE seperti telah dijelaskan di dalam sub bab III Teknik native PAGE tidak dapat digunakan untuk menentukan massa molekul dari protein karena mobilitas protein

6 27 di dalam gel dipengaruhi oleh muatan dan ukuran. Jika protein diperlakukan sehingga memiliki muatan yang seragam, maka mobilitas elektroforetik utamanya akan bergantung pada ukuran protein. Ketika molekul protein diberi deterjen SDS, struktur protein akan terbuka dan menghasilkan rantai polipeptida lurus yang diselubungi oleh molekul SDS yang bermuatan negatif (Boyer, 2000). α-amilase hasil isolasi dilarutkan di dalam buffer sampel yang tidak mengandung merkaptoetanol agar ikatan disulfida yang membentuk struktur α-amilase hasil isolasi tidak terputus sehingga dapat direnaturasi. Pada SDS PAGE, gel diwarnai dengan metode silver staining. Pewarnaan dengan perak didasarkan pada reduksi ion perak yang terikat pada rantai samping asam amino (Sambrook and Russel, 2001). Dari hasil SDS PAGE-silver staining (Gambar IV.2B) diketahui bahwa massa molekul α-amilase hasil isolasi adalah sekitar 51 kda. Jika dibandingkan dengan massa molekul α-amilase mikrobial yang lain, massa molekul α-amilase hasil isolasi dari Vibrio sp. SFNB 3 termasuk ke dalam rata-rata massa molekul kebanyakan α-amilase mikrobial, yaitu antara kda (Gupta et al., 2003). IV.3 Suhu Optimum α-amilase Hasil Isolasi Suhu optimum untuk aktivitas α-amilase terkait dengan pertumbuhan mikroba sumber penghasil α-amilase tersebut (Gupta et al., 2003). Studi pengaruh suhu terhadap aktivitas α-amilase hasil isolasi dilakukan dengan cara seperti telah dijelaskan di dalam sub bab III.3.8. Profil suhu-aktivitas dari α-amilase hasil isolasi diberikan dalam Gambar IV.3. Seperti diperlihatkan dalam Gambar IV.3, suhu optimum untuk aktivitas α-amilase hasil isolasi dari Vibrio sp. SFNB 3 adalah 50 o C, berbeda halnya dengan α-amilase dari Vibrio sp. yang memiliki suhu optimum 60 o C seperti dilaporkan oleh Najafi and Kembhavi (2005).

7 Aktivitas Relatif (%) Suhu ( o C) Gambar IV.3. Pengaruh suhu terhadap aktivitas α-amilase hasil isolasi dari Vibrio sp. SFNB 3 Hal yang menarik dari profil suhu-aktivitas untuk α-amilase hasil isolasi ini adalah rentang suhunya yang cukup lebar. Pada suhu 30, 40, dan 60 o C, α-amilase hasil isolasi mempunyai aktivitas relatif yang tinggi, yaitu sebesar 91, 98, dan 88%, berturut-turut. Selain itu, α-amilase hasil isolasi mampu mempertahankan lebih dari 50% aktivitasnya pada suhu 90 o C. IV.4 Kestabilan α-amilase Hasil Isolasi pada Suhu Optimum Studi kestabilan α-amilase hasil isolasi dari Vibrio sp. SFNB 3 dilakukan dengan cara seperti telah dijelaskan di dalam sub bab III.3.9. Dari Gambar IV.4 tampak bahwa hingga menit ke-30 α-amilase hasil isolasi mampu mempertahankan lebih dari 96% aktivitasnya. Setelah 1 jam inkubasi pada suhu optimumnya, aktivitas relatif α-amilase hasil isolasi turun menjadi 86%. Pada jam ke-2, α-amilase hasil isolasi masih mempertahankan 68% aktivitasnya, namun setelah 4 jam inkubasi α- amilase hasil isolasi kehilangan lebih dari 50% aktivitasnya. T 1 / 2 α-amilase hasil isolasi pada 50 o C adalah 194 menit.

8 Aktivitas Relatif (%) Menit ke- Gambar IV.4. Stabilitas α-amilase hasil isolasi dari Vibrio sp. SFNB 3 pada 50 o C. IV.5 ph Optimum α-amilase Hasil Isolasi Penentuan ph optimum α-amilase hasil isolasi dari Vibrio sp. SFNB 3 dilakukan dengan cara seperti telah dijelaskan di dalam sub bab III Profil ph-aktivitas α-amilase hasil isolasi diberikan dalam Gambar IV Aktivitas Relatif (%) ph Gambar IV.5. Pengaruh ph terhadap aktivitas α-amilase hasil isolasi dari Vibrio sp. SFNB 3. Dari Gambar IV.5 tampak bahwa ph optimum untuk aktivitas α-amilase hasil isolasi adalah 8. Pada ph 5, 6, dan 7, α-amilase hasil isolasi memiliki aktivitas relatif sebesar 92, 87, dan 85%, berturut-turut. Pada ph 9, α-amilase hasil isolasi masih mempertahankan 50% aktivitasnya, namun pada ph 2, 3, 4, dan 10, α-

9 30 amilase hasil isolasi kehilangan lebih dari 50% aktivitasnya. Profil ph-aktivitas dari α-amilase hasil isolasi ini menarik, karena memiliki rentang ph yang cukup lebar dan puncak yang relatif datar. Profil ph-aktivitas dengan puncak yang datar tidak dapat dijelaskan dengan menggunakan asumsi bahwa katalisis α-amilase ditentukan oleh protonasi gugus nukleofil pada ph yang rendah dan oleh deprotonasi gugus pendonor hidrogen pada ph yang tinggi. Tahap penentu laju pada ph intermediet belum diketahui, namun diduga kuat ditentukan oleh pengikatan substrat dan pelepasan produk pada nilai ph tersebut (Nielsen et al., 2001). IV.6 Hidrolisis Pati Mentah Jagung Studi hidrolisis pati mentah jagung oleh α-amilase hasil isolasi dilakukan dengan cara seperti telah dijelaskan di dalam sub bab III Profil hidrolisis pati mentah jagung oleh α-amilase hasil isolasi diberikan dalam Gambar IV.6. Jumlah gula pereduksi yang dihasilkan dari hidrolisis pati mentah jagung 5% (w/v) oleh α- amilase hasil isolasi pada 37 o C, 150 rpm, jam ke-24, 48, dan 72 adalah 10, 12 dan 22 mikromol, berturut-turut. Pemindaian mikroskop elektron dari permukaan pati mentah jagung yang dihidrolisis oleh α-amilase hasil isolasi setelah inkubasi pada 37 o C, 150 rpm selama 72 jam diberikan dalam Gambar IV.7. Seperti tampak dalam Gambar IV.7, permukaan granula pati mentah jagung tanpa penambahan α-amilase hasil isolasi rata tak berlubang, sedangkan permukaan granula pati mentah jagung yang diberi α-amilase hasil isolasi berlubang-lubang. Hal ini mengkonfirmasi terjadinya hidrolisis enzimatik dari pati mentah jagung oleh α-amilase hasil isolasi.

10 31 25 Total Gula Pereduksi (mikromol) Jam ke Gambar IV.6 Profil hidrolisis pati mentah jagung 5% (w/v) oleh α-amilase hasil isolasi dari Vibrio sp. SFNB 3. Uji dilakukan pada 37 o C, 150 rpm selama 24, 48, dan 72 jam. IV.7 Mode Aksi α-amilase Hasil Isolasi Mode aksi α-amilase hasil isolasi dipelajari dengan cara seperti telah dijelaskan di dalam sub bab III Pola produk hidrolisis pati oleh α-amilase hasil isolasi diberikan dalam Gambar IV.8. Seperti tampak dalam Gambar IV.8, α-amilase hasil isolasi menghidrolisis pati secara acak. Produk hidrolisis pada awal inkubasi didominasi oleh beberapa macam oligosakarida, yaitu maltotriosa (G3), maltoheksaosa (G6), dan maltoheptaosa (G7). Seiring berjalannya waktu inkubasi terjadi peningkatan produk maltosa (G2) dan glukosa (G1). Ini mengindikasikan bahwa α-amilase hasil isolasi merupakan amilase bertipe endo. Intensitas produk glukosa hingga maltoheptaosa (G1 G7) dari hidrolisis pati terlarut semakin meningkat setelah 48 jam inkubasi pada 50 o C. Rentang produk hidrolisis dari pati mentah jagung oleh α-amilase hasil isolasi pada 37 o C, 150 rpm adalah maltosa hingga maltoheptaosa (G2 G7). Variasi produk hidrolisis pati oleh α-amilase ditentukan oleh struktur sisi pengikatan substrat, jumlah subsisi di dalam sisi aktif, dan posisi substrat di dalam sisi aktif. Tiap subsisi di dalam sisi aktif berinteraksi dengan satu unit monomer dari substrat sehingga posisi substrat di dalam sisi aktif akan menentukan jenis produk yang dihasilkan serta frekuensi dihasilkannya produk tersebut (Kandra, 2003).

11 32 Gambar IV.7 SEM permukaan pati mentah jagung. Inkubasi dilakukan pada 37 o C, 150 rpm, 72 jam tanpa penambahan α-amilase hasil isolasi (A) dan dengan penambahan α-amilase hasil isolasi (B). Skala perbesaran diindikasikan di dalam tiap gambar.

12 33 Gambar IV.8. Kromatogram produk hidrolisis oleh α-amilase hasil isolasi dari Vibrio sp. SFNB 3. G1, G2, G3, G4, G5, G6, G7 berturut-turut: glukosa, maltosa, maltotriosa, maltotetraosa, maltopentaosa, maltoheksaosa, maltoheptaosa. 1: marker, 2, 3, 4, 5, 6, 7 berturut-turut: produk hidrolisis pati terlarut menit ke-30, jam ke-1, 2, 4, 24, 48. 8, 9, 10 berturut-turut: produk hidrolisis pati mentah jagung jam ke- 24, 48, 72. IV.8 Km, Vmax dan kcat α-amilase Hasil Isolasi Studi kinetika α-amilase hasil isolasi dilakukan dengan cara seperti telah dijelaskan di dalam sub bab III Hasil studi kinetika menunjukkan bahwa enzim ini mengikuti kinetika Michealis-Menten di bawah kondisi reaksi uji. Dari plot Lineweaver-Burk (Gambar IV.9) diketahui α-amilase hasil isolasi memiliki Km 10,70 mg/ml, Vmax 303 U/mL dan kcat 5 x 10 4 s -1.

13 34 0,25 0,20 1/Vo 0,15 0,10 y = 0,7774x + 0,0735 R 2 = 0,9969 0,05 0,00-0,20-0,10 0,00 0,10 0,20 0,30 1/[S] Gambar IV.9. Plot Lineweaver-Burk α-amilase hasil isolasi dari Vibrio sp. SFNB 3. Plot ini menunjukkan tipe kinetika Michealis-Menten di bawah kondisi reaksi uji.

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase adalah enzim menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik pada pati. α-amilase disekresikan oleh mikroorganisme, tanaman, dan organisme tingkat tinggi. α-amilase memiliki peranan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase merupakan enzim yang mempunyai peranan penting dalam bioteknologi saat ini. Aplikasi teknis enzim ini sangat luas, seperti pada proses likuifaksi pati pada proses produksi

Lebih terperinci

Bab III Metodologi Penelitian

Bab III Metodologi Penelitian 13 Bab III Metodologi Penelitian III.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas ukur, gelas kimia, labu erlenmeyer, tabung reaksi bertutup, spatula, batang pengaduk, tabung mikro,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolat Actinomycetes Amilolitik Terpilih 1. Isolat Actinomycetes Terpilih Peremajaan isolat actinomycetes dilakukan dengan tujuan sebagai pemeliharaan isolat actinomycetes agar

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Danau Kakaban menyimpan berbagai organisme yang langka dan unik. Danau ini terbentuk dari air laut yang terperangkap oleh terumbu karang di sekelilingnya akibat adanya aktivitas

Lebih terperinci

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan

Metode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan 4 Metode Penelitian ini dilakukan pada beberapa tahap yaitu, pembuatan media, pengujian aktivitas urikase secara kualitatif, pertumbuhan dan pemanenan bakteri, pengukuran aktivitas urikase, pengaruh ph,

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Enzim α-amilase Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan menanam isolat bakteri dalam media inokulum selama 24 jam. Media inokulum tersebut

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di 23 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2012 sampai bulan Desember 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

TESIS. TUNJUNG MAHATMANTO NIM: Program Studi Kimia

TESIS. TUNJUNG MAHATMANTO NIM: Program Studi Kimia ISOLASI dan KARAKTERISASI α-amilase dari BAKTERI LAUT Vibrio sp. SFNB 3 TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh TUNJUNG MAHATMANTO

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

3 Metode Penelitian Alat

3 Metode Penelitian Alat 3 Metode Penelitian 3.1. Alat Penelitian dilakukan di Laboratorium KBK Protein dan Enzim dan Laboratorium Biokimia, Program Studi Kimia ITB. Peralatan gelas yang digunakan terdiri atas labu erlenmeyer,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Pembahasan. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density) inkubasi D75 D92 D110a 0 0,078 0,073

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di

METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2012 sampai dengan bulan Juni 2012 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

Ekstraksi dan Pengujian Aktivitas Enzim Amilase (Hidrolisis Pati secara Enzimatis)

Ekstraksi dan Pengujian Aktivitas Enzim Amilase (Hidrolisis Pati secara Enzimatis) Ekstraksi dan Pengujian Aktivitas Enzim Amilase (Hidrolisis Pati secara Enzimatis) Disarikan dari: Buku Petunjuk Praktikum Biokimia dan Enzimologi Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian

Lebih terperinci

KINETIKA REAKSI ENZIMATIS

KINETIKA REAKSI ENZIMATIS LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA BIOPROSES KINETIKA REAKSI ENZIMATIS KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 KINETIKA REAKSI ENZIMATIS 1. Pendahuluan Amilase

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012,

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Juli sampai September 2012, bertempat di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas MIPA Universitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. pertumbuhan dan kurva produksi yang menunjukkan waktu optimum produksi xilitol.

HASIL DAN PEMBAHASAN. pertumbuhan dan kurva produksi yang menunjukkan waktu optimum produksi xilitol. 8 pertumbuhan dan kurva produksi yang menunjukkan waktu optimum produksi xilitol. Optimasi Konsentrasi Substrat (Xilosa) Prosedur dilakukan menurut metode Eken dan Cavusoglu (1998). Sebanyak 1% Sel C.tropicalis

Lebih terperinci

3 Percobaan. 3.1 Tempat dan Bahan Penelitian. 3.2 Peralatan

3 Percobaan. 3.1 Tempat dan Bahan Penelitian. 3.2 Peralatan 3 Percobaan 3.1 Tempat dan Bahan Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Biokimia milik Program Studi Kimia Institut Teknologi Bandung. Ragi Saccharomyces cerevisiae yang mengandung

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, IPB, dari bulan Oktober 2011 Mei 2012. Bahan Isolasi untuk memperoleh isolat B. thuringiensis

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol

BAB III METODE PENELITIAN. dengan mengadakan manipulasi terhadap objek penelitian serta adanya kontrol 24 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Penelitian yang dilakukan termasuk penelitian dasar dengan metode penelitian eksperimen. Penelitian eksperimen adalah penelitian yang dilakukan dengan mengadakan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Bab ini terdiri dari 6 bagian, yaitu optimasi pembuatan membran PMMA, uji kinerja membran terhadap air, uji kedapat-ulangan pembuatan membran menggunakan uji Q Dixon, pengujian aktivitas

Lebih terperinci

UJI KUALITATIF ETANOL YANG DIPRODUKSI SECARA ENZAMATIS MENGGUNAKAN Z. MOBILIS PERMEABEL

UJI KUALITATIF ETANOL YANG DIPRODUKSI SECARA ENZAMATIS MENGGUNAKAN Z. MOBILIS PERMEABEL UJI KUALITATIF ETANOL YANG DIPRODUKSI SECARA ENZAMATIS MENGGUNAKAN Z. MOBILIS PERMEABEL Dian Pinata NRP. 1406 100 005 DOSEN PEMBIMBING Drs. Refdinal Nawfa, M.S LATAR BELAKANG Krisis Energi Sumber Energi

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Amilase, Zea mays L., Amonium sulfat, Fraksinasi, DNS.

ABSTRAK. Kata Kunci : Amilase, Zea mays L., Amonium sulfat, Fraksinasi, DNS. i ABSTRAK Telah dilakukan penelitian mengenaipenentuan aktivitas enzim amilase dari kecambah biji jagung lokal Seraya (Zea maysl.). Tujuan dari penelitian ini adalahuntuk mengetahui waktu optimum dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Tanaman kelapa (Cocos nucifera L) sering disebut tanaman kehidupan karena bermanfaat bagi kehidupan manusia diseluruh dunia. Hampir semua bagian tanaman

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-November 2012 di

BAB III METODE PENELITIAN. A. Waktu dan Tempat Penelitian. Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-November 2012 di digilib.uns.ac.id BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-November 2012 di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

Asam laktat (%)= V1 N BE FP 100% V2 1000

Asam laktat (%)= V1 N BE FP 100% V2 1000 7 Sebanyak 1 ml supernatan hasil fermentasi dilarutkan dengan akuades menjadi 25 ml di dalam labu Erlenmeyer. Larutan ditambahkan 2-3 tetes indikator phenolftalein lalu dititrasi dengan larutan NaOH.1131

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp. Enzim merupakan suatu protein yang memiliki aktivitas biokimia sebagai katalis suatu reaksi. Enzim sangat

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur uji aktivitas protease (Walter 1984, modifikasi)

Lampiran 1 Prosedur uji aktivitas protease (Walter 1984, modifikasi) 76 Lampiran Prosedur uji aktivitas protease (Walter 984, modifikasi) Pereaksi Blanko (ml) Standard (ml) Contoh ml) Penyangga TrisHCl (.2 M) ph 7. Substrat Kasein % Enzim ekstrak kasar Akuades steril Tirosin

Lebih terperinci

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob

Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob Pertumbuhan total bakteri (%) IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Total Bakteri Anaerob dalam Rekayasa GMB Pengujian isolat bakteri asal feses sapi potong dengan media batubara subbituminous terhadap

Lebih terperinci

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan didefenisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah, pertambahan

Lebih terperinci

Air Panas. Isolat Murni Bakteri. Isolat Bakteri Selulolitik. Isolat Terpilih Bakteri Selulolitik. Kuantitatif

Air Panas. Isolat Murni Bakteri. Isolat Bakteri Selulolitik. Isolat Terpilih Bakteri Selulolitik. Kuantitatif 75 Lampiran 1. Metode Kerja L.1.1 Bagan kerja Air Panas - Isolasi dan Seleksi Bakteri Pemurnian Bakteri Isolat Murni Bakteri Uji Bakteri Penghasil Selulase Secara Kualitatif Isolat Bakteri Selulolitik

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 1 I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium Biokimia, Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. selulosa dan lignin yang terdapat pada dinding sel tumbuhan. Oleh karena

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. selulosa dan lignin yang terdapat pada dinding sel tumbuhan. Oleh karena 27 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyiapan Tepung Xilan Alami Bagas tebu, sekam padi dan tongkol jagung merupakan limbah pertanian yang memiliki kandungan xilan yang potensial untuk dijadikan media

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini di laksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

METODE PENELITIAN. Penelitian ini di laksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini di laksanakan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung dari bulan Juni 2011 sampai dengan Januari 2012

Lebih terperinci

4. PENGARUH FAKTOR FISIKOKIMIA TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI DAN ATAU PEMBENTUKAN PIGMEN

4. PENGARUH FAKTOR FISIKOKIMIA TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI DAN ATAU PEMBENTUKAN PIGMEN 4. PENGARUH FAKTOR FISIKOKIMIA TERHADAP PERTUMBUHAN BAKTERI DAN ATAU PEMBENTUKAN PIGMEN 4.1 Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan bakteri dan pembentukan pigmen Hasil identifikasi dari sampel bakteri yang

Lebih terperinci

Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995)

Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995) Lampiran 1. Analisis Kadar Pati Dengan Metode Luff Schroll (AOAC, 1995) Bahan sejumlah kurang lebih 1 g ditimbang. Sampel dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml dan ditambahkan 200 ml HCl 3%. Sampel kemudian

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE

III. BAHAN DAN METODE III. BAHAN DAN METODE 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dari bulan November 2006 sampai dengan Januari 2008. Penelitian bertempat di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi,

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-November 2013 di Laboratorium

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-November 2013 di Laboratorium 24 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-November 2013 di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

Sampel air panas. Pengenceran 10-1

Sampel air panas. Pengenceran 10-1 Lampiran 1. Metode kerja Sampel air panas Diambil 10 ml Dicampur dengan media selektif 90ml Di inkubasi 24 jam, suhu 50 C Pengenceran 10-1 Di encerkan sampai 10-10 Tiap pengenceran di tanam di cawan petri

Lebih terperinci

Effect of ammonium concentration on alcoholic fermentation kinetics by wine yeasts for high sugar content

Effect of ammonium concentration on alcoholic fermentation kinetics by wine yeasts for high sugar content NAMA : FATMALIKA FIKRIA H KELAS : THP-B NIM : 121710101049 Effect of ammonium concentration on alcoholic fermentation kinetics by wine yeasts for high sugar content 1. Jenis dan sifat Mikroba Dalam fermentasi

Lebih terperinci

Protein ENZIM Mempercepat reaksi dengan jalan menurunkan tenaga aktivasi Tidak mengubah kesetimbangan reaksi Sangat spesifik

Protein ENZIM Mempercepat reaksi dengan jalan menurunkan tenaga aktivasi Tidak mengubah kesetimbangan reaksi Sangat spesifik E N Z I M Sukarti Moeljopawiro Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada Protein ENZIM Mempercepat reaksi dengan jalan menurunkan tenaga aktivasi Tidak mengubah kesetimbangan reaksi Sangat spesifik ENZIM

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Proses produksi enzim lipase ekstraseluler dari Aspergillus niger dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain jenis strain yang digunakan, proses fermentasi yang dilakukan

Lebih terperinci

Kurva Kalibrasi Larutan Standar Bovine Serum Albumine (BSA) Absorbansi BSA pada berbagai konsentrasi untuk menentukan kurva standar protein yaitu:

Kurva Kalibrasi Larutan Standar Bovine Serum Albumine (BSA) Absorbansi BSA pada berbagai konsentrasi untuk menentukan kurva standar protein yaitu: 57 Lampiran 1 Kurva Kalibrasi Larutan Standar Bovine Serum Albumine (BSA) Kurva standar BSA digunakan untuk menentukan kadar protein (metode Lowry). Untuk mendapatkan gambar kurva standar BSA digunakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan

BAB III METODE PENELITIAN. yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 6 ulangan,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Enzim adalah produk protein sel hidup yang berperan sebagai biokatalisator

II. TINJAUAN PUSTAKA. Enzim adalah produk protein sel hidup yang berperan sebagai biokatalisator II. TINJAUAN PUSTAKA A. Enzim Enzim adalah produk protein sel hidup yang berperan sebagai biokatalisator dalam proses biokimia, baik yang terjadi di dalam sel maupun di luar sel (Poedjadi, 1994). Berdasarkan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari Oktober. penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Universitas Lampung.

III. METODE PENELITIAN. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari Oktober. penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Universitas Lampung. 28 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari Oktober 2015 dan tempat penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia Universitas Lampung. B. Alat dan Bahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Isolat Lumpur Aktif Penghasil Bioflokulan

HASIL DAN PEMBAHASAN. Isolat Lumpur Aktif Penghasil Bioflokulan HASIL DAN PEMBAHASAN Isolat Lumpur Aktif Penghasil Bioflokulan Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa bioflokulan dapat bersumber dari mikrob yang ada di dalam lumpur aktif (LA) dan tanah (Shimizu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. pemotongan hewan Pacar Keling, Surabaya. dengan waktu pengamatan setiap 4 jam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian tentang skrining dan uji aktivitas enzim protease bakteri hasil isolasi dari limbah Rumah Pemotongan Hewan (RPH) Pacar Keling Surabaya menghasilkan data-data sebagai

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi 17 III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada Januari

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

PRODUKSI ENZIM AMILASE

PRODUKSI ENZIM AMILASE LAPORAN PRAKTIKUM MIKROB DAN POTENSINYA PRODUKSI ENZIM AMILASE KHAIRUL ANAM P051090031/BTK BIOTEKNOLOGI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010 PRODUKSI ENZIM AMILASE Pendahuluan Amilase merupakan

Lebih terperinci

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009 26 BAB V. PEMBAHASAN 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Hasil foto SEM dengan perbesaran 50 kali memperlihatkan perbedaan bentuk permukaan butiran yang sudah mengandung sel Lactobacillus

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Desember 2014 Mei 2015 di. Laboratorium Mikrobiologi FMIPA Universitas Lampung.

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Desember 2014 Mei 2015 di. Laboratorium Mikrobiologi FMIPA Universitas Lampung. 19 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Desember 2014 Mei 2015 di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA Universitas Lampung. 3.2. Alat dan Bahan Alat yang digunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan April - September 2015. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan

Lebih terperinci

IV. Hasil dan Pembahasan

IV. Hasil dan Pembahasan IV. Hasil dan Pembahasan 4.1. Keasaman Total, ph. Ketebalan Koloni Jamur dan Berat Kering Sel pada Beberapa Perlakuan. Pada beberapa perlakuan seri pengenceran kopi yang digunakan, diperoleh data ph dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang

I. PENDAHULUAN. Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah Ubi jalar (Ipomoea batatas L) merupakan salah satu hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dan sumber kalori yang cukup tinggi, sumber vitamin (A, C,

Lebih terperinci

Pembiakan dan Pertumbuhan Bakteri

Pembiakan dan Pertumbuhan Bakteri Pembiakan dan Pertumbuhan Bakteri A. Pertumbuhan Sel Pertumbuhan merupakan proses bertambahnya ukuran atau subtansi atau masa zat suatu organisme, Pada organisme bersel satu pertumbuhan lebih diartikan

Lebih terperinci

pembentukan vanilin. Sedangkan produksi glukosa tertinggi dihasilkan dengan penambahan pektinase komersial. Hal ini kemungkinan besar disebabkan

pembentukan vanilin. Sedangkan produksi glukosa tertinggi dihasilkan dengan penambahan pektinase komersial. Hal ini kemungkinan besar disebabkan 63 pembentukan vanilin. Sedangkan produksi glukosa tertinggi dihasilkan dengan penambahan pektinase komersial. Hal ini kemungkinan besar disebabkan pektinase komersial merupakan enzim kasar selulase dari

Lebih terperinci

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT

II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT II. METODOLOGI C. BAHAN DAN ALAT Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah pati sagu (Metroxylon sp.) yang diperoleh dari industri pati sagu rakyat di daerah Cimahpar, Bogor. Khamir yang digunakan

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Biomassa Jurusan Kimia

Lebih terperinci

TERHADAP PRODUKSI INHIBITOR PROTEASE YANG DIHASILKAN OLEH

TERHADAP PRODUKSI INHIBITOR PROTEASE YANG DIHASILKAN OLEH Vol IX Nomor Tahun PENGARUH VARIASI DAN NaCl TERHADAP PRUKSI INHIBITOR PROTEASE YANG DIHASILKAN OLEH Acinetobacter baumanii (BAKTERI YANG BERASOSIASI DENGAN SPONS Plakortis nigra) Tati Nurhayati 1), Maggy

Lebih terperinci

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Prosedur Analisis Data Analisis statisik yang digunakan adalah rancangan faktorial dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan ulangan 3 kali dengan model linier yang digunakan (Matjik dan Sumertajaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. pengepresan (Abbas et al., 1985). Onggok yang dihasilkan dari proses pembuatan

I. PENDAHULUAN. pengepresan (Abbas et al., 1985). Onggok yang dihasilkan dari proses pembuatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Industri tapioka merupakan salah satu industri yang cukup banyak menghasilkan limbah padat berupa onggok. Onggok adalah limbah yang dihasilkan pada poses pengolahan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Mei 2015 di Laboratorium

METODE PENELITIAN. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Mei 2015 di Laboratorium 15 III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Mei 2015 di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Enzim merupakan protein yang berfungsi sebagai katalisator reaksi-reaksi kimia dalam sistem biologis. Enzim memiliki daya katalitik yang tinggi dan mampu meningkatkan

Lebih terperinci

TEKNIK FERMENTASI (FER)

TEKNIK FERMENTASI (FER) MODUL PRAKTIKUM LABORATORIUM INSTRUKSIONAL TEKNIK KIMIA TEKNIK FERMENTASI (FER) Disusun oleh: Jasmiandy Dr. M. T. A. P. Kresnowati Dr. Ardiyan Harimawan PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae 25 IV PEMBAHASAN 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae Rata-rata kandungan protein produk limbah udang hasil fermentasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) Peremajaan dan purifikasi terhadap kedelapan kultur koleksi isolat bakteri dilakukan terlebih dahulu sebelum pengujian

Lebih terperinci

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU LAMPIRAN

DEPARTEMEN BIOLOGI FMIPA USU LAMPIRAN LAMPIRAN Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian Peremajaan Bacillus Isolasi Bakteri Oportunistik Produksi Antimikrob Penghitungan Sel Bakteri Oportunistik Pengambilan Supernatan Bebas Sel Pemurnian Bakteri

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM PERSIAPAN MEDIA DAN STERILISASI OLEH : : RITA ANGGREANI WIDIASTUTI NIM : D1C KELOMPOK : IV KELAS : TPG-A 2014

LAPORAN PRAKTIKUM PERSIAPAN MEDIA DAN STERILISASI OLEH : : RITA ANGGREANI WIDIASTUTI NIM : D1C KELOMPOK : IV KELAS : TPG-A 2014 LAPORAN PRAKTIKUM PERSIAPAN MEDIA DAN STERILISASI OLEH : NAMA : RITA ANGGREANI WIDIASTUTI NIM : D1C1 14 155 KELOMPOK : IV KELAS : TPG-A 2014 JURUSAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI DAN INDUSTRI PERTANIAN

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam penelitian tugas akhir ini dibuat membran bioreaktor ekstrak kasar enzim α-amilase untuk penguraian pati menjadi oligosakarida sekaligus sebagai media pemisahan hasil penguraian

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG V. HASIL PEMBAHASAN 5.1. Sukrosa Perubahan kualitas yang langsung berkaitan dengan kerusakan nira tebu adalah penurunan kadar sukrosa. Sukrosa merupakan komponen utama dalam nira tebu yang dijadikan bahan

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. adalah Bacillus subtilis dan Bacillus cereus yang diperoleh di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. adalah Bacillus subtilis dan Bacillus cereus yang diperoleh di Laboratorium 23 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bacillus subtilis dan Bacillus cereus yang diperoleh di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 22 BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Produksi Furfural Bonggol jagung (corn cobs) yang digunakan dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur 4-5 hari untuk menurunkan kandungan airnya, kemudian

Lebih terperinci

ISOLASI DAN PENGUJIAN AKTIVITAS ENZIM α AMILASE DARI Aspergillus niger DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA CAMPURAN ONGGOK DAN DEDAK

ISOLASI DAN PENGUJIAN AKTIVITAS ENZIM α AMILASE DARI Aspergillus niger DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA CAMPURAN ONGGOK DAN DEDAK ISOLASI DAN PENGUJIAN AKTIVITAS ENZIM α AMILASE DARI Aspergillus niger DENGAN MENGGUNAKAN MEDIA CAMPURAN ONGGOK DAN DEDAK Firman Sebayang Departemen Kimia FMIPA USU Abstrak Telah dilakukan ekstraksi enzim

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama

TINJAUAN PUSTAKA. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama 7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Nannochloropsis sp. Fitoplankton adalah alga yang berfungsi sebagai produsen primer, selama hidupnya tetap dalam bentuk plankton dan merupakan makanan langsung bagi

Lebih terperinci

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS. A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006)

LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS. A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006) LAMPIRAN A PROSEDUR ANALISIS A.1. Pengujian Daya Serap Air (Water Absorption Index) (Ganjyal et al., 2006; Shimelis el al., 2006) Pengujian daya serap air (Water Absorption Index) dilakukan untuk bahan

Lebih terperinci

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V.

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V. 27 PEMBAHASAN Dari tiga isolat sp. penghasil antimikrob yang diseleksi, isolat sp. Lts 40 memiliki aktivitas penghambatan paling besar terhadap E. coli dan V. harveyi dengan indeks penghambatan masing-masing

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di 25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di Laboratorium Instrumentasi dan Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia

Lebih terperinci

Isolasi dan Perbaikan. Kultur. Rancang Media. Rancang Media 3/3/2016. Nur Hidayat Materi Kuliah Mikrobiologi Industri

Isolasi dan Perbaikan. Kultur. Rancang Media. Rancang Media 3/3/2016. Nur Hidayat Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Isolasi dan Perbaikan Kultur 3/3/2016 Nur Hidayat Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Rancang Media 1. Buat kisaran medium dengan nutrien pembatas berbeda (misal C, N, P atau O). 2. Untuk tiap tipe nutrien

Lebih terperinci

PEMANFAATAN TETES TEBU (MOLASES) DAN UREA SEBAGAI SUMBER KARBON DAN NITROGEN DALAM PRODUKSI ALGINAT YANG DIHASILKAN OLEH BAKTERI

PEMANFAATAN TETES TEBU (MOLASES) DAN UREA SEBAGAI SUMBER KARBON DAN NITROGEN DALAM PRODUKSI ALGINAT YANG DIHASILKAN OLEH BAKTERI PEMANFAATAN TETES TEBU (MOLASES) DAN UREA SEBAGAI SUMBER KARBON DAN NITROGEN DALAM PRODUKSI ALGINAT YANG DIHASILKAN OLEH BAKTERI Pseudomonas aeruginosa Desniar *) Abstrak Alginat merupakan salah satu produk

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitianini dilaksanakandaribulanagustus - Desember 2015 di

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitianini dilaksanakandaribulanagustus - Desember 2015 di III. METODOLOGI PENELITIAN A. WaktudanTempat Penelitianini dilaksanakandaribulanagustus - Desember 2015 di LaboratoriumBiokimiaFakultasMatematikadanIlmuPengetahuanAlamUniversitas Lampung. B. AlatdanBahan

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Foto Lokasi Pengambilan Sampel Air Panas Pacet Mojokerto

LAMPIRAN. Lampiran 1. Foto Lokasi Pengambilan Sampel Air Panas Pacet Mojokerto LAMPIRAN Lampiran 1. Foto Lokasi Pengambilan Sampel Air Panas Pacet Mojokerto Lampiran 2. Pembuatan Media dan Reagen 2.1 Pembuatan Media Skim Milk Agar (SMA) dalam 1000 ml (Amelia, 2005) a. 20 gram susu

Lebih terperinci

1 ml enzim + 1 ml larutan pati 1% (dalam bufer) Diinkubasi (suhu optimum, 15 menit) + 2 ml DNS. Dididihkan 5 menit. Didinginkan 5 menit

1 ml enzim + 1 ml larutan pati 1% (dalam bufer) Diinkubasi (suhu optimum, 15 menit) + 2 ml DNS. Dididihkan 5 menit. Didinginkan 5 menit LAMPIRAN 10 11 Lampiran 1 Skema metode Bernfeld (1955) 1 ml enzim + 1 ml larutan pati 1% (dalam bufer) Diinkubasi (suhu optimum, 15 menit) + 2 ml DNS Dididihkan 5 menit Didinginkan 5 menit Absorbansi diukur

Lebih terperinci

Pokok Bahasan III PERTUMBUHAN MIKROBIA DALAM BIOREAKTOR

Pokok Bahasan III PERTUMBUHAN MIKROBIA DALAM BIOREAKTOR Pokok Bahasan III PERTUMBUHAN MIKROBIA DALAM BIOREAKTOR Deskripsi Singkat Pertumbuhan mikrobia adalah peningkatan semua komponen sel sehingga menghasilkan peningkatan ukuran sel dan jumlah sel (kecuali

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Menurut B u t c h e r ( 1 9 5 9 ) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut: Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales Sub ordo Genus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4 Isolat-isolat yang diisolasi dari lumpur aktif.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4 Isolat-isolat yang diisolasi dari lumpur aktif. 7 diidentifikasi dilakukan pemurnian terhadap isolat potensial dan dilakukan pengamatan morfologi sel di bawah mikroskop, pewarnaan Gram dan identifikasi genus. Hasil identifikasi genus dilanjutkan dengan

Lebih terperinci

3 Metodologi Percobaan

3 Metodologi Percobaan 3 Metodologi Percobaan 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia, FMIPA Institut Teknologi Bandung. Waktu penelitian

Lebih terperinci

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - April 2015 di Laboratorium

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - April 2015 di Laboratorium 28 III. METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - April 2015 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD) HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri

Analisis Nitrit Analisis Chemical Oxygen Demand (COD)  HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi dan Identifikasi Bakteri 11 didinginkan. absorbansi diukur pada panjang gelombang 410 nm. Setelah kalibrasi sampel disaring dengan milipore dan ditambahkan 1 ml natrium arsenit. Selanjutnya 5 ml sampel dipipet ke dalam tabung

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. enzim selulase dari campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Botrytis

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. enzim selulase dari campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Botrytis Aktivitas Enzim Selulase (U/ml) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Selulase Berdasarkan penelitian yang dilakukan, data pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim selulase dari

Lebih terperinci

Karakteristik Biologis Tanah

Karakteristik Biologis Tanah POLUSI TANAH DAN AIR TANAH Karakteristik Biologis Tanah Prof. Dr. Budi Indra Setiawan Dr. Satyanto Krido Saptomo, Allen Kurniawan ST., MT. Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor

Lebih terperinci

BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase

BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase BAB IV Pemilihan Jamur untuk Produksi Lakase Abstrak Jamur pelapuk putih merupakan mikroorganisme yang mampu mendegradasi lignin pada proses pelapukan kayu. Degradasi lignin melibatkan aktivitas enzim

Lebih terperinci