HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar. Tabel 4. Rataan Kandungan Protein Kasar pada tiap Perlakuan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar. Tabel 4. Rataan Kandungan Protein Kasar pada tiap Perlakuan"

Transkripsi

1 29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar Rataan kandungan protein kasar asal daun singkong pada suhu pelarutan yang berbeda disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan Kandungan Protein Kasar pada tiap Perlakuan Ulangan P 1 P 2 Perlakuan P 3 P 4 P 5. % ,94 52,79 55,37 56,10 50, ,78 51,84 54,67 56,65 51, ,53 53,85 55,93 54,94 51, ,11 52,00 57,20 53,12 53,65 Rata-rata 56,34 52,62 55,79 55,20 51,77 Keterangan: P 1 = Pelarutan protein daun singkong pada suhu 35ºC P 2 = Pelarutan protein daun singkong pada suhu 40ºC P 3 = Pelarutan protein daun singkong pada suhu 45ºC P 4 = Pelarutan protein daun singkong pada suhu 50ºC P 5 = Pelarutan protein daun singkong pada suhu 55ºC Berdasarkan Tabel 4 terlihat bahwa kandungan protein kasar produk ekstraksi daun singkong dengan menggunakan metode pelarutan pada suhu antara o C, bervariasi dari 51,77% sampai 56,34%. Kandungan protein kasar perlakuan mengalami peningkatan dibandingkan dengan kandungan protein daun singkong asal, 32,17% (Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak, 2015). Penambahan kenaikan kandungan protein kasar paling rendah, yaitu 19,60% dan paling tinggi yaitu 24,17% dari kandungan protein kasar

2 30 daun singkong asal. Kenaikan ini terjadi perubahan yang luar biasa menjadikan bahan kaya protein dan setara dengan bahan pakan sumber protein lain, seperti tepung ikan. Tepung ikan import memiliki kandungan protein kasar 55-62% dan tepung ikan lokal mempunyai kandungan protein kasar 40-50% (Sobri, 2009). Adanya pengolahan dengan metode pelarutan mengakibatkan bahan dapat meningkatkan pemberian daun singkong pada berbagai jenis ternak. Semula lebih banyak untuk ruminansia saja tetapi begitu diolah dapat bermanfaat untuk jenis ternak lain seperti unggas dan babi sebagai pakan suplemen kaya protein. Pengaruh perlakuan terhadap kandungan protein kasar dianalisis dengan sidik ragam (Lampiran 3). Hasil analisis menunjukkan bahwa suhu pelarutan berpengaruh (P<0,05) terhadap kandungan protein kasar daun singkong. Perbedaan kandungan protein kasar diduga akibat terlarutnya protein daun singkong akibat pengaruh suhu pelarutan yang menyebabkan terlarutnya protein semakin banyak. Menurut Rahmawati, dkk. (2013), kenaikan suhu yang lebih tinggi akan menyebabkan gerakan molekul pelarut semakin cepat dan acak. Sehingga tumbukan antara molekul sampel padatan dan pelarut akan lebih sering terjadi. Hal ini yang menyebabkan reaksi saat proses ekstraksi akan lebih sering terjadi. Selain itu, kenaikan suhu menyebabkan pori-pori padatan sampel mengembang dan memudahkan pelarut untuk berdifusi masuk ke dalam pori-pori padatan dan melarutkan protein. Perbedaan kandungan protein kasar antar perlakuan diuji dengan Uji Jarak Berganda Duncan. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 5.

3 Tabel 5. Hasil Analisis Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Kasar Perlakuan Rataan PK (%) Signifikansi 0,05 P 5 51,77 a P 2 52,62 a P 4 55,20 b P 3 55,79 b P 1 56,34 b Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom signifikasi menunjukan hasil yang berbeda nyata (p<0,05). 31 Berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan, rataan protein kasar dari masingmasing perlakuan menunjukan perbedaan nyata (p<0,05). Kandungan protein kasar paling rendah diperoleh pada perlakuan P 5 yaitu suhu pelarutan protein daun singkong pada suhu 55 C. Kandungan protein kasar tertinggi diperoleh pada P 1 yaitu suhu pelarutan protein daun singkong pada suhu 35 C. Kandungan protein kasar dari perlakuan yang menggunakan pelarutan protein daun singkong pada suhu 35 C (P 1 ) lebih tinggi (P<0,05) dari pelarutan protein daun singkong pada suhu 40 C (P 2 ) dan 55 C (P 5 ), tetapi tidak berbeda (P>0,05) dibandingkan dengan pelarutan protein daun singkong pada suhu 45 C (P 3 ) dan 50 C (P 4 ). Pelarutan protein pada suhu 55 C (P 5 ) lebih rendah (P<0,05) dari 35 C (P 1 ), 45 C (P 3 ), 50 C (P 4 ) tetapi tidak berbeda (P>0,05) dibandingkan dengan pelarutan protein daun singkong pada suhu 40 C (P 2 ). Umumnya, semakin tinggi suhu perendaman maka semakin tinggi pula kandungan protein kasar yang dihasilkan. Namun, penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda. Hal ini diduga karena protein mengalami denaturasi pada suhu di atas 35 C dengan pelarut air. Menurut Purwitasari, dkk. (2014), kelarutan protein meningkat jika suhu naik dari 0-40 C. Akan tetapi pada hasil penelitian pelarutan protein daun

4 32 singkong pada suhu diatas 35 C dengan lama pelarutan 60 menit mengalami penurunan. Kenaikan pelarutan dipengaruhi pula oleh jenis pelarut yang digunakan. Pada penelitian ini, pelarut air mengalami titik puncak kelarutannya terjadi pada suhu 35 C atau mungkin lebih rendah. Selain itu, diduga bahwa jenis protein yang terdapat di dalam daun singkong merupakan protein jenis sederhana yang sangat sensitif terhadap suhu tinggi (lebih dari 35 C) bila dibandingkan dengan jenis protein yang berasal dari bahan pakan yang lain sehingga semakin tinggi suhu maka tingkat kelarutan proteinnya menurun. Kandungan protein pada P 3 dan P 4 semakin menurun hal ini diduga karena pada suhu diatas 40 o C sebagian besar protein mulai tidak mantap dan mulai terjadi denaturasi pada proses ekstraksi. Rentang suhu denaturasi dan koagulasi sebagian besar protein sekitar o C (DeMan, 1997). Hal ini terjadi akibat pemanasan yang dapat menyebabkan kenaikan gerakan molekul pelarut dan mengurangi viskositas, sehingga proses pelarutan lebih cepat. Tetapi jika sudah mencapai batas optimum yaitu suhu yang sudah mendekati kerusakan protein, maka kadar proteinnya akan menurun. Laju denaturasi protein dapat mencapai 600 kali untuk tiap kenaikan 10 C (Poedjiadi, 1994). Penelitian ini berbeda dengan Utami (2010), yang menyatakan bahwa isolasi protein dari ampas kecap pada suhu 60 C dengan lama perendaman 60 menit merupakan suhu optimal dan pada suhu di atas 60 C kadar protein yang dihasilkan berkurang. Berbeda juga dengan Sudarsih dan Kurniaty (2009) yang menyatakan bahwa pengaruh suhu perendaman 60 C dengan air terhadap besarnya persentase protein tidak terekstrak pada ampas tahu semakin sedikit dan persentase kandungan protein tidak terekstrak pada ampas tahu di atas suhu 60 C semakin banyak. Perbedaan penelitian di atas dengan hasil penelitian yang

5 33 dilakukan adalah penggunaan pelarut yang berbeda. Mereka menggunakan pelarut asam sedangkan penelitian ini menggunakan pelarut air. Penggunaan pelarut asam lebih efektif pada suhu yang lebih tinggi dibandingkan dengan peralut air. Laju penurunan kandungan protein kasar daun singkong pada berbagai suhu pelarutan dapat dilihat pada Ilustrasi 1. Berdasarkan Ilustrasi 1 tampak terjadi penurunan kandungan protein kasar. Kandungan protein kasar ekstrak daun singkong tinggi pada suhu 35 C (P 1 ) dan pada suhu 45 C (P 3 ). Kandungan protein kasar ekstrak daun singkong menurun mulai suhu 40 C (P 2 ) serta semakin menurun pada suhu 50 C (P 4 ) dan suhu pelarutan 55 C (P 5 ). Ilustrasi 1. Grafik Pengaruh Berbagai Suhu Pelarutan terhadap Kandungan Protein Kasar Daun Singkong Terjadinya denaturasi dapat disebabkan oleh banyak faktor salah satunya, yaitu pengaruh suhu. Protein yang terdenaturasi secara fisik menjadi gumpalan

6 34 sehingga kelarutannya menjadi turun. Masing-masing cara mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap denaturasi (Triyono, 2010). Menurut Winarno (1997), denaturasi dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tersier, dan kuartener terhadap molekul protein, tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Denaturasi dapat pula diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam, dan terbukanya lipatan. 4.2 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Murni Data rataan kandungan protein murni hasil pelarutan daun singkong pada suhu pelarut yang berbeda disajikan pada Tabel 6. Tabel 6. Rataan Kandungan Protein Murni pada tiap Perlakuan Ulangan P 1 P 2 Perlakuan P 3 P 4 P 5. % ,88 50,29 53,25 53,41 46, ,78 50,59 52,11 53,34 47, ,53 52,48 54,56 52,13 47, ,11 50,50 54,95 50,68 49,40 Rata-rata 55,32 50,96 53,71 52,39 47,61 Keterangan: P 1 = Pelarutan protein daun singkong pada suhu 35ºC P 2 = Pelarutan protein daun singkong pada suhu 40ºC P 3 = Pelarutan protein daun singkong pada suhu 45ºC P 4 = Pelarutan protein daun singkong pada suhu 50ºC P 5 = Pelarutan protein daun singkong pada suhu 55ºC Berdasarkan Tabel 6, perlakuan pelarutan protein daun singkong pada suhu berbeda menghasilkan kandungan protein murni yang bervariasi, yaitu

7 35 berkisar antara 47,61-55,32%. Kandungan protein murni mengalami kenaikan dari protein murni daun singkong yang tidak dilakukan perlakuan yaitu 30,42% (Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak, 2015). Kenaikan kandungan protein murni dari daun singkong asal secara berturut-turut yaitu 24,9% (P 1 ), 20,54% (P 2 ), 23,29% (P 3 ), 21,97% (P 4 ), dan 17,19% (P 5 ). Untuk mengetahui adanya pengaruh antar perlakuan terhadap kandungan protein murni ekstrak daun singkong maka dilakukan uji statistik dengan menggunakan analisis sidik ragam (Lampiran 4). Hasil analisis menunjukan perlakuan berpengaruh nyata (p<0,05) terhadap kandungan protein murni. Hal ini diakibatkan karena suhu yang tinggi dapat mempercepat pergerakan molekul protein sehingga terjadi tumbukan antar molekul serta mempercepat pelarutan protein pada pelarut. Menurut Kurniati (2009), suhu yang tinggi akan berpengaruh positif karena adanya peningkatan kecepatan difusi, peningkatan kelarutan dari larutan, dan penurunan viskositas dari pelarut. Dengan viskositas pelarut yang rendah, kelarutan yang dapat dicapai lebih besar. Perbedaan kandungan protein murni antar perlakuan diuji dengan Uji Jarak Berganda Duncan, hasilnya dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Hasil Analisis Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Protein Murni Perlakuan Rataan PM (%) Signifikansi 0,05 P 5 47,61 a P 2 50,96 b P 4 52,39 bc P 3 53,71 cd P 1 55,32 d Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom signifikasi menunjukan hasil yang berbeda nyata (p<0,05).

8 36 Kandungan protein murni paling rendah diperoleh pada pelarutan protein daun singkong pada suhu 55ºC (P 5 ). Sedangkan nilai rataan kandungan protein murni tertinggi dicapai pada perlakuan pelarutan protein daun singkong pada suhu 35ºC (P 1 ). Berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan, kandungan protein murni dari perlakuan yang menggunakan pelarutan protein daun singkong pada suhu 35ºC (P 1 ) lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan kandungan protein murni yang dihasilkan pelarutan protein daun singkong pada suhu 40ºC (P 2 ), 50ºC (P 4 ), dan 55ºC (P 5 ) tetapi tidak berbeda (P>0,05) dibandingkan dengan perlakuan pelarutan protein daun singkong pada suhu 45ºC (P 3 ). Pelarutan pada suhu 45ºC (P 3 ) berbeda (P<0,05) dengan pelarutan pada suhu 40ºC (P 2 ) dan 55ºC (P 5 ) tetapi tidak berbeda (P>0,05) dengan pelarutan protein pada suhu 35ºC (P 1 ) dan 50ºC (P 4 ). Pelarutan protein pada suhu 40ºC (P 2 ) berbeda (P<0,05) dengan pelarutan pada suhu 35ºC (P 1 ), 45ºC (P 3 ), dan 55ºC (P 5 ) tetapi tidak berbeda (P>0,05) dibandingkan dengan pelarutan pada suhu 50ºC (P 4 ). Pelarutan protein pada suhu 55ºC (P 5 ) lebih rendah (P<0,05) dari pelarutan protein pada suhu 35ºC (P 1 ), 40ºC (P 2 ), 45ºC (P 3 ), dan 50ºC (P 4 ). Kandungan protein hasil pelarutan pada suhu 50ºC (P 4 ) berbeda (P<0,05) dengan pelarutan pada suhu 35ºC (P 1 ) dan 55ºC (P 5 ) tetapi tidak berbeda (P>0,05) dengan pelarutan pada suhu 40ºC (P 2 ) dan 45ºC (P 3 ). Semakin tinggi suhu pelarutan maka kandungan protein murni pada hasil ekstraksi mengalami penurunan. Hal ini diduga karena protein daun singkong diatas 35 C terkoagulasi sehingga protein yang larut pada air semakin sedikit. Menurut Pramudono, dkk. (2008), kelarutan bahan yang diekstrak biasanya akan meningkat dengan peningkatan suhu sehingga diperoleh laju ekstraksi yang tinggi. Pada suhu tertentu protein dapat larut dengan maksimal

9 37 (titik larut), akan tetapi di atas titik larut tersebut protein akan mengalami denaturasi (titik maksimal) dan akan menyebabkan semakin sedikitnya protein yang terlarut pada pelarut. Pada penelitian ini, maksimal protein yang terlarut terjadi pada pelarutan dengan suhu 35 C (P 1 ) dan semakin menurun seiring dengan naiknya suhu pelarutan, sehingga protein murni hasil ekstraksi daun singkong pada penelitian paling tinggi diperoleh pada P 1 (55,32%). Dugaan lain yang mempengaruhi kandungan protein murni pada hasil ekstraksi daun singkong ini yaitu jenis protein yang terdapat pada daun singkong. Jenis protein yang menyusunnya yaitu protein sederhana yang mudah larut dalam air dan sangat sensitif dengan suhu tinggi (diatas 35 C). Menurut Fachraniah, dkk. (2012), susunan asam amino dari protein daun total praktis sama, apapun sumbernya, namun susunan proteinnya beragam. Karena itu cukup sukar untuk mengisolasi beberapa protein tertentu. Protein yang terdapat dalam keseluruhan bagian tanaman pada semua jaringan, bahkan organ sederhana sepeti daun mengandung beberapa protein, terutama protein enzim. Laju penurunan kandungan protein murni ekstrak daun singkong pada berbagai suhu pelarutan dapat dilihat pada Ilustrasi 2. Berdasarkan Ilustrasi 2, tampak penurunan kandungan protein murni ekstrak daun singkong. Semakin tinggi suhu pelarutan, maka kandungan protein murni semakin menurun. Hal ini menunjukan bahwa suhu pelarutan berpengaruh terhadap kandungan protein murni ekstrak daun singkong.

10 38 Ilustrasi 2. Grafik Pengaruh Berbagai Suhu Pelarutan terhadap Kandungan Protein Murni Daun Singkong 4.3 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Nitrogen-Non Protein Nitrogen (N-NPN) Rataan kandungan N-NPN dari ekstrak daun singkong pada suhu pelarut yang berbeda disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Rataan Kandungan Nitrogen-Non Protein Nitrogen pada tiap Perlakuan Ulangan P 1 P 2 Perlakuan P 3 P 4 P 5. %.. 1 0,17 0,40 0,34 0,43 0,55 2 0,16 0,20 0,41 0,53 0,69 3 0,16 0,22 0,22 0,45 0,74 4 0,16 0,24 0,36 0,39 0,68 Rata-rata 0,16 0,27 0,33 0,45 0,67 Keterangan: P 1 = Pelarutan protein daun singkong pada suhu 35ºC P 2 = Pelarutan protein daun singkong pada suhu 40ºC

11 39 P 3 = Pelarutan protein daun singkong pada suhu 45ºC P 4 = Pelarutan protein daun singkong pada suhu 50ºC P 5 = Pelarutan protein daun singkong pada suhu 55ºC Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa kandungan N-NPN mengalami peningkatan sesuai dengan perlakuan suhu pelarutan protein daun singkong. Kandungan N-NPN ekstrak daun singkong terendah diperoleh pada perlakuan pelarutan daun singkong pada suhu 35ºC (P 1 ), yaitu 0,16%. Sedangkan kandungan N-NPN ekstrak daun singkong tertinggi diperoleh pada perlakuan pelarutan daun singkong pada suhu 55ºC (P 5 ), yaitu 0,67%. Untuk mengetahui perbedaan antara perlakuan terhadap kandungan N- NPN ekstrak daun singkong maka dilakukan uji statistik dengan meggunakan analisis sidik ragam (Lampiran 5). Hasil analisis menunjukan perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kandungan N-NPN ekstrak daun singkong. Perbedaan kandungan N-NPN antar perlakuan diuji dengan Uji Jarak Berganda Duncan. Hasilnya dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil Analisis Duncan Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan Nitrogen-Non Protein Nitrogen Perlakuan Rataan N-NPN (%) Signifikansi 0,05 P 1 0,16 a P 2 0,27 b P 3 0,33 b P 4 0,45 c P 5 0,67 d Keterangan: Huruf yang berbeda pada kolom signifikasi menunjukan hasil yang berbeda nyata (p<0,05).

12 40 Berdasarkan Uji Jarak Berganda Duncan, seluruh rataan N-NPN dari masing-masing perlakuan menunjukan perbedaan yang berbeda. Kandungan N- NPN dari perlakuan yang menggunakan pelarutan protein daun singkong pada suhu 35 C (P 1 ) berbeda (P<0,05) dengan pelarutan pada suhu 40 C (P 2 ), 45 C (P 3 ), 50 C (P 4 ), dan 55 C (P 5 ). Pelarutan protein pada suhu 40 C (P 2 ) berbeda (P<0,05) dengan perlakuan pelarutan pada suhu 35 C (P 1 ), 50 C (P 4 ) dan 55 C (P 5 ) tetapi tidak berdeda (P>0,05) dibandingkan dengan 45 C (P 3 ). Perlakuan protein pada suhu 50 C (P 4 ) berbeda (p<0,05) dengan pelarutan protein pada suhu 35 C (P 1 ), 40 C (P 2 ), 45 C (P 3 ) dan 55 C (P 5 ). Pelarutan protein pada suhu 55 C (P 5 ) berbeda (p<0,05) dengan pelarutan protein pada suhu 35 C (P 1 ), 40 C (P 2 ), 45 C (P 3 ), dan 50 C (P 4 ). Hal ini diduga bahwa kandungan N-NPN daun singkong pada suhu tinggi terikat dengan protein yang mudah larut tetapi pada saat dikoagulasi ikut terkoagulasi sehingga menjadi bagian dari komponen protein. Diduga kandungan senyawa nitrogen yang terikat dengan protein berupa senyawa asam sianida (HCN) yang merupakan racun yang terdapat pada daun singkong. Larutnya kandungan HCN daun singkong pada proses perendaman semakin banyak sejalan dengan kenaikan suhu pelarut, hal ini dapat disebabkan oleh pemanasan yang mengaktifkan linamarase dan HCN menjadi terakumulasi. Proses perebusan tidak ditambah dengan proses pencucian akan tetapi dilakukan proses penyaringan, diduga senyawa HCN yang larut tersebut berikatan dengan protein dan ketika dikoagulasi ikut terkoagulasi sehingga terhitung sebagai komponen dari protein. Laju kenaikan kandungan N-NPN ekstrak daun singkong pada berbagai perlakuan suhu pelarut dapat dilihat pada Ilustrasi 3.

13 41 Ilustrasi 3. Grafik Pengaruh Berbagai Suhu Pelarutan terhadap Kandungan Nitrogen-Non Protein Nitrogen Daun Singkong Berdasarkan Ilustrasi 3, dapat dilihat bahwa semakin tinggi suhu pelarutan maka kandungan N-NPN ekstrak daun singkong semakin bertambah. Menurut Sulistyawati, dkk. (2012), pengikatan sianida oleh karbon dan pelepasan sianida dari bahan akan semakin meningkat apabila perlakuan waktu perendaman ditingkatkan. Dijelaskan bahwa proses pengolahan yang tepat dapat menurunkan atau menghilangkan HCN, terutama perlakuan pemanasan dan perendaman dalam air karena HCN merupakan senyawa yang mudah larut dalam air. Proses perendaman dan perebusan dilakukan supaya terjadi hidrolisisa enzimatik pada ikatan sianida dan untuk menghilangkan HCN karena salah satu sifat dari HCN adalah titik didihnya yang rendah (26 C) sehingga mudah larut dalam air.

PENDAHULUAN. yang berasal dari bagian biji pada kebanyakan tanaman lebih banyak. diantaranya adalah daun singkong (Manihot utilisima).

PENDAHULUAN. yang berasal dari bagian biji pada kebanyakan tanaman lebih banyak. diantaranya adalah daun singkong (Manihot utilisima). 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sumber perolehan protein untuk ternak berasal dari bahan nabati dan hewani. Bahan-bahan sumber protein nabati diperoleh dari tanaman. Bagian tanaman yang banyak mengandung

Lebih terperinci

MEKANISME PRODUKSI PROTEIN ASAL DAUN SINGKONG (Manihot utilisima) SEBAGAI BAHAN PAKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PELARUTAN PADA SUHU YANG BERBEDA

MEKANISME PRODUKSI PROTEIN ASAL DAUN SINGKONG (Manihot utilisima) SEBAGAI BAHAN PAKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PELARUTAN PADA SUHU YANG BERBEDA MEKANISME PRODUKSI PROTEIN ASAL DAUN SINGKONG (Manihot utilisima) SEBAGAI BAHAN PAKAN DENGAN MENGGUNAKAN METODE PELARUTAN PADA SUHU YANG BERBEDA MECHANISMS OF PROTEIN PRODUCTION BY CASSAVA LEAF (Manihot

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Lama Perendaman Daging Ayam Kampung Dalam Larutan Ekstrak Nanas Terhadap ph Hasil penelitian pengaruh perendaman daging ayam kampung dalam larutan ekstrak nanas dengan

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. tanaman singkong. Daun singkong sebanyak 4 kg segar diperoleh dari

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. tanaman singkong. Daun singkong sebanyak 4 kg segar diperoleh dari 22 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan Penelitian (1) Daun Singkong Daun singkong yang digunakan yaitu seluruh daun dari setiap bagian tanaman singkong. Daun singkong sebanyak 4 kg segar diperoleh

Lebih terperinci

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar

Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar 38 tersebut maka produksi NH 3 semua perlakuan masih dalam kisaran normal. Semua perlakuan tidak menyebabkan keadaan ekstrim menghasilkan NH 3 diluar kisaran normal, oleh karena itu konsentrasi NH 3 tertinggi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph

HASIL DAN PEMBAHSAN. 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph IV HASIL DAN PEMBAHSAN 4.1 Pengaruh Tingkat Peggunaan Probiotik terhadap ph Derajat keasaman (ph) merupakan salah satu faktor penting yang perlu diperhatikan pada saat proses fermentasi. ph produk fermentasi

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka

I PENDAHULUAN. Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesa, dan (7) Waktu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Karakterisasi Bahan Baku Karet Crepe IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakterisasi Bahan Baku 4.1.2 Karet Crepe Lateks kebun yang digunakan berasal dari kebun percobaan Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Ciomas-Bogor. Lateks kebun merupakan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Kecernaan adalah banyaknya zat makanan yang tidak dieksresikan di dalam feses. Bahan pakan dikatakan berkualitas apabila

Lebih terperinci

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan)

PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) 4. PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Kombinasi Protein Koro Benguk dan Karagenan Terhadap Karakteristik Mekanik (Kuat Tarik dan Pemanjangan) Karakteristik mekanik yang dimaksud adalah kuat tarik dan pemanjangan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 31 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan Terhadap Daya Ikat Air (DIA) Daging Ayam Petelur Afkir Rata-rata hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi sari buah stroberi (Fragaria

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein

I PENDAHULUAN. protein berkisar antara 20% sampai 30%. Kacang-kacangan selain sumber protein I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kapang Rhizopus oligosporus Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker & Moore (1996) adalah sebagai berikut : Kingdom Divisio Kelas Ordo

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Fisik Gelatin Pengujian fisik gelatin meliputi rendemen, kekuatan gel dan viskositas. Pengujian fisik bertujuan untuk mengetahui nilai dari rendemen, kekuatan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perendam daging ayam broiler terhadap awal kebusukan disajikan pada Tabel 6.

HASIL DAN PEMBAHASAN. perendam daging ayam broiler terhadap awal kebusukan disajikan pada Tabel 6. 1 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Terhadap Awal Kebusukan Daging Ayam Broiler Hasil penelitian pengaruh berbagai konsentrasi daun salam sebagai perendam daging ayam broiler terhadap awal kebusukan

Lebih terperinci

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering. Jumlah Rata-Rata (menit)

HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering. Jumlah Rata-Rata (menit) 29 IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh terhadap Kecernaan Bahan Kering Hasil penelitian nilai rataaan kecernaan bahan kering dari tiap perlakuan perendaman NaOH dan waktu perendaman biji sorgum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3. protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan bentuk senyawa 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3 NH3 atau amonia merupakan senyawa yang diperoleh dari hasil degradasi protein dan non protein nitrogen (NPN). Amonia merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp. Enzim merupakan suatu protein yang memiliki aktivitas biokimia sebagai katalis suatu reaksi. Enzim sangat

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Minyak daun cengkeh merupakan hasil penyulingan daun cengkeh dengan menggunakan metode penyulingan (uap /steam). Minyak daun cengkeh berbentuk cair (oil) dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Morfologi dan Rendemen Tubuh Cangkang Kijing Lokal (Pilsbryoconcha sp.) Cangkang kijing lokal yang diperoleh dari danau Teratai yang terdapat di Kec. Mananggu Kab. Boalemo

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Hasil penelitian mengenai pengaruh biokonversi biomassa jagung oleh mikroba Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae,

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein (Suherman, 2012). Koro pedang (Canavalia

I PENDAHULUAN. untuk memenuhi kebutuhan protein (Suherman, 2012). Koro pedang (Canavalia I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar belakang, (2) Identifikasi masalah, (3) Maksud dan tujuan penelitian, (4) Manfaat penelitian, (5) Kerangka pemikiran, dan (6) Hipotesis. 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENELITIAN PENDAHULUAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui kadar proksimat dari umbi talas yang belum mengalami perlakuan. Pada penelitian ini talas yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7.

BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7. 22 A. Kecernaan Protein Burung Puyuh BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Nilai Kecernaan Protein

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Enzim α-amilase Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan menanam isolat bakteri dalam media inokulum selama 24 jam. Media inokulum tersebut

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. pengolahan, penanganan dan penyimpanan (Khalil, 1999 dalam Retnani dkk, 2011).

HASIL DAN PEMBAHASAN. pengolahan, penanganan dan penyimpanan (Khalil, 1999 dalam Retnani dkk, 2011). 22 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Berat Jenis Berat jenis merupakan perbandingan antara massa bahan terhadap volumenya. Berat jenis memegang peranan penting dalam berbagai proses pengolahan, penanganan dan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGERINGAN BEKATUL Proses pengeringan bekatul dilakukan dengan pengering rak karena cocok untuk bahan padat, suhu udara dapat dikontrol, dan terdapat sirkulator udara. Kipas

Lebih terperinci

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae

IV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae 25 IV PEMBAHASAN 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae Rata-rata kandungan protein produk limbah udang hasil fermentasi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Uji Pembedaan Segitiga Ikan Teri (Stolephorus sp.) Kering Uji pembedaan segitiga dilakukan untuk melihat perbedaan ikan teri hasil perlakuan dengan ikan teri komersial.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. fosfor, besi atau mineral lain. Protein disusun dari 23 atau lebih unit yang

BAB I PENDAHULUAN. fosfor, besi atau mineral lain. Protein disusun dari 23 atau lebih unit yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Protein adalah senyawa organik besar, yang mengandung atom karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen. Beberapa diantaranya mengandung sulfur, fosfor, besi atau

Lebih terperinci

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan

BAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Bobot Mutlak dan Laju Pertumbuhan Bobot Harian Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi

Lebih terperinci

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi, 1997). Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan melalui atom O (Barrer, 1982). Klasifikasi zeolit dapat didasarkan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. berhubungan melalui atom O (Barrer, 1982). Klasifikasi zeolit dapat didasarkan 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Zeolit Zeolit merupakan mineral hasil tambang yang kerangka dasarnya terdiri dari unit-unit tetrahedral alumina (AlO 4 ) dan silika (SiO 4 ) yang saling berhubungan melalui

Lebih terperinci

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG

HAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG 49 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Kandungan Klorofil Pada Ekstrak Sebelum Pengeringan dan Bubuk Klorofil Terenkapsulasi Setelah Pengeringan Perhitungan kandungan klorofil pada ekstrak sebelum pengeringan

Lebih terperinci

EKSTRAKSI GELATIN DARI LIMBAH TULANG IKAN TENGGIRI (Scomberomorus sp.) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI ASAM YANG BERBEDA

EKSTRAKSI GELATIN DARI LIMBAH TULANG IKAN TENGGIRI (Scomberomorus sp.) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI ASAM YANG BERBEDA EKSTRAKSI GELATIN DARI LIMBAH TULANG IKAN TENGGIRI (Scomberomorus sp.) DENGAN JENIS DAN KONSENTRASI ASAM YANG BERBEDA TUGAS AKHIR Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi Teknologi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Daya Rekat Telur Ikan Komet Daya rekat merupakan suatu lapisan pada permukaan telur yang merupakan bagian dari zona radiata luar yang mengandung polisakarida dan sebagian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan selama penelitian. Performa ayam petelur selama penelitian disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Rataan Performa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh Analisis terhadap kandungan kolesterol daging, hati dan telur dilakukan saat puyuh berumur 14 minggu, diperlihatkan pada Tabel 5 dan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran, dan (6) Tempat dan Waktu Penelitian. (Canavalia ensiformis L.). Koro pedang (Canavalia ensiformis), secara luas

I PENDAHULUAN. Pemikiran, dan (6) Tempat dan Waktu Penelitian. (Canavalia ensiformis L.). Koro pedang (Canavalia ensiformis), secara luas I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Tujuan Penelitian, (3) Identifikasi Masalah, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, dan (6) Tempat dan Waktu

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTIKUM II.3 BIOKIMIA (AKKC 223) DENATURASI PROTEIN

LAPORAN PRAKTIKUM II.3 BIOKIMIA (AKKC 223) DENATURASI PROTEIN LAPORAN PRAKTIKUM II.3 BIOKIMIA (AKKC 223) DENATURASI PROTEIN Dosen Pengasuh : Drs. H. Hardiansyah, M. Si Dra. Noorhidayati, M. Si Asisten : Istiqamah Muhammad Robbi Febian Oleh: Widya Rizky Amalia A1C211018

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf. Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Sifat Fisik Meatloaf 4.1.1 Daya Ikat Air Meatloaf Hasil penelitian mengenai pengaruh berbagai konsentrasi tepung tulang rawan ayam terhadap daya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang

Lebih terperinci

Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Asam Sianida (HCN) Kulit Ubi Kayu Sebagai Pakan Alternatif. Oleh : Sri Purwanti *)

Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Asam Sianida (HCN) Kulit Ubi Kayu Sebagai Pakan Alternatif. Oleh : Sri Purwanti *) Pengaruh Perlakuan Terhadap Kadar Asam Sianida (HCN) Kulit Ubi Kayu Sebagai Pakan Alternatif Oleh : Sri Purwanti *) Pendahuluan Pangan produk peternakan terutama daging, telur dan susu merupakan komoditas

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat

I PENDAHULUAN. (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan mengenai : (1) Latar Belakang Penelitian, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba 33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF NDF adalah bagian dari serat kasar yang biasanya berhubungan erat dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar 37 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan diartikan sebagai nutrien yang tidak diekskresikan dalam feses dimana nutrien lainnya diasumsikan diserap oleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak diekskresikan dalam feses (Tillman, dkk., 1998). Zat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil pengamatan kelangsungan hidup larva ikan Nilem selama 15 hari dengan pemberian Artemia yang diperkaya dengan susu bubuk afkir 0,3 g/l, 0,5 g/l,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Pengeringan Matahari Penelitian ini dilakasanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2011 di Fakultas Peternakan, Institut Petanian Bogor, Dramaga. Keadaan cuaca pada

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian.

I PENDAHULUAN. Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian. I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai : (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran,(6) Hipotesis Penelitian, dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Perubahan Protein Kasar. Hasil penelitian pengaruh penambahan asam propionat dan formiat dengan

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Perubahan Protein Kasar. Hasil penelitian pengaruh penambahan asam propionat dan formiat dengan IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Perubahan Protein Kasar Hasil penelitian pengaruh penambahan asam propionat dan formiat dengan berbagai perlakuan, terhadap perubahan kandungan protein

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - :

BAB I PENDAHULUAN. industri tapioka, yaitu : BOD : 150 mg/l; COD : 300 mg/l; TSS : 100 mg/l; CN - : BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Industri tapioka merupakan industri rumah tangga yang memiliki dampak positif bila dilihat dari segi ekonomis. Namun dampak pencemaran industri tapioka sangat dirasakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan

Lebih terperinci

R E A K S I U J I P R O T E I N

R E A K S I U J I P R O T E I N R E A K S I U J I P R O T E I N I. Tujuan Percobaan Memahami proses uji adanya protein (identifikasi protein) secara kualitatif. II. Teori Dasar Protein adalah suatu polipeptida yang mempunyai bobot molekul

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing 37 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing perlakuan selama penelitian disajikan pada Tabel 6. Tabel

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik oleh industri atau rumah tangga, sedangkan kapasitas produksi tepung terigu

I. PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. baik oleh industri atau rumah tangga, sedangkan kapasitas produksi tepung terigu I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia memiliki konsumsi yang besar terhadap produk tepung terigu baik oleh industri atau rumah tangga, sedangkan kapasitas produksi tepung terigu nasional masih belum

Lebih terperinci

PENGARUH PERLAKUAN PADA PROSES BLANCHING DAN KONSENTRASI NATRIUM BIKARBONAT TERHADAP MUTU SUSU KEDELAI

PENGARUH PERLAKUAN PADA PROSES BLANCHING DAN KONSENTRASI NATRIUM BIKARBONAT TERHADAP MUTU SUSU KEDELAI PROSIDING SEMINAR NASIONAL REKAYASA KIMIA DAN PROSES 2004 ISSN : 1411-4216 PENGARUH PERLAKUAN PADA PROSES BLANCHING DAN KONSENTRASI NATRIUM BIKARBONAT TERHADAP MUTU SUSU KEDELAI Susiana Prasetyo S. dan

Lebih terperinci

SKRIPSI HIDROLISIS PROTEIN KONSENTRAT DALAM BLONDO LIMBAH HASIL PRODUK VIRGIN COCONUT OIL (VCO)

SKRIPSI HIDROLISIS PROTEIN KONSENTRAT DALAM BLONDO LIMBAH HASIL PRODUK VIRGIN COCONUT OIL (VCO) SKRIPSI HIDROLISIS PROTEIN KONSENTRAT DALAM BLONDO LIMBAH HASIL PRODUK VIRGIN COCONUT OIL (VCO) Disusun oleh : NAFRI FIRMANSYAH 0731010036 SEFRIAN SUKMA NURSIERA 0731010038 JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009

BAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009 26 BAB V. PEMBAHASAN 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Hasil foto SEM dengan perbesaran 50 kali memperlihatkan perbedaan bentuk permukaan butiran yang sudah mengandung sel Lactobacillus

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN 4.1.1. Analisis Kandungan Senyawa Kimia Pada tahap ini dilakukan analisis proksimat terhadap kandungan kimia yang terdapat dalam temulawak kering yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara

BAB I PENDAHULUAN. Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Total produksi penangkapan dan perikanan udang dunia menurut Food and Agriculture Organization pada tahun 2009 berkisar 6 juta ton pada tahun 2006 [1] dan mempunyai

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi dapat dilihat pada Tabel

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil analisis P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi dapat dilihat pada Tabel 26 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 P-larut Hasil analisis P-larut batuan fosfat yang telah diasidulasi dapat dilihat pada Tabel 9 (Lampiran), dan berdasarkan hasil analisis ragam pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. perah dan limbah kubis (Brassica oleracea) pada pembuatan pupuk organik cair

HASIL DAN PEMBAHASAN. perah dan limbah kubis (Brassica oleracea) pada pembuatan pupuk organik cair 36 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kandungan N Data hasil pengamatan pengaruh perbandingan limbah peternakan sapi perah dan limbah kubis (Brassica oleracea) pada pembuatan pupuk

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. PREPARASI SUBSTRAT DAN ISOLAT UNTUK PRODUKSI ENZIM PEKTINASE Tahap pengumpulan, pengeringan, penggilingan, dan homogenisasi kulit jeruk Siam, kulit jeruk Medan, kulit durian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang 26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi fisiologis ternak dapat diketahui melalui pengamatan nilai hematologi ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang mengandung butir-butir

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya

BAB I PENDAHULUAN. rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air limbah atau air buangan adalah sisa air yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum lainnya dan pada umumnya yang mengandung

Lebih terperinci

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh

menjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat Keasaman (ph) Rumen Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara jenis ransum dengan taraf suplementasi asam fulvat. Faktor jenis ransum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitan pengaruh variasi dosis tepung ikan gabus terhadap pertumbuhan dan hemoglobin ikan lele, dengan beberapa indikator yaitu pertambahan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan selama Proses Pengeringan Kondisi lingkungan merupakan aspek penting saat terjadinya proses pengeringan. Proses pengeringan dapat memberikan pengaruh terhadap sifat

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. L Kadar Protein Hasil sidik ragam kadar protein kecap manis air kelapa menunjukkan bahwa penambahan gula aren dengan formulasi yang berbeda dalam pembuatan kecap manis air kelapa

Lebih terperinci

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat

4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat Kualitas pektin dapat dilihat dari efektivitas proses ekstraksi dan kemampuannya membentuk gel pada saat direhidrasi. Pektin dapat membentuk gel dengan baik apabila pektin tersebut memiliki berat molekul,

Lebih terperinci

KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DIHALUSKAN (TEPUNG) DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA

KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DIHALUSKAN (TEPUNG) DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA 0 KADAR BIOETANOL LIMBAH TAPIOKA PADAT KERING DIHALUSKAN (TEPUNG) DENGAN PENAMBAHAN RAGI DAN LAMA FERMENTASI YANG BERBEDA SKRIPSI Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1 Program

Lebih terperinci

c. Suhu atau Temperatur

c. Suhu atau Temperatur Pada laju reaksi terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi laju reaksi. Selain bergantung pada jenis zat yang beraksi laju reaksi dipengaruhi oleh : a. Konsentrasi Pereaksi Pada umumnya jika konsentrasi

Lebih terperinci

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN

rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 rv. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman (cm) Hasil sidik ragam parameter tinggi tanaman (Lampiran 6 ) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kascing dengan berbagai sumber berbeda nyata terhadap tinggi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa 1. Tinggi tanaman IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam 5% terhadap tinggi tanaman menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Hasil Uji

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Nutrien HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Nutrien Konsumsi pakan merupakan faktor penting untuk menentukan kebutuhan hidup pokok dan produksi karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan maka dapat ditentukan kadar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci dengan Berbagai Konsentrasi Garam 44 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Konsentrasi Garam Terhadap Rendemen Kerupuk Kulit Kelinci Hasil penelitian pengaruh konsentrasi garam terhadap rendemen kerupuk kulit kelinci tercantum pada Tabel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3)

I PENDAHULUAN. Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) I PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Pemikiran, (6) Hipotesis Penelitian, (7)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan Kualitas Gizi Kulit Kopi Keterbatasan pemanfaatan bahan baku yang berasal dari limbah agroindustri yaitu keberadaan serat kasar yang tinggi dan zat anti nutrisi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Retensi Bahan Kering Rataan konsumsi, ekskresi dan retensi bahan kering ransum ayam kampung yang diberi Azolla microphyla fermentasi (AMF) dapat di lihat pada Tabel 8.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 52 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Kadar Logam Berat Timbal (Pb) Pada Kerang Bulu (Anadara antiquata) Setelah Perendaman dalam Larutan Buah Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle.) dan Belimbing Wuluh

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kimia/Biokimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian, Universitas Lampung pada bulan Juli

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat

PENDAHULUAN. Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging ayam merupakan daging yang paling banyak dikonsumsi masyarakat Indonesia karena rasanya disukai dan harganya jauh lebih murah di banding harga daging lainnya. Daging

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISASI AWAL BAHAN Karakterisistik bahan baku daun gambir kering yang dilakukan meliputi pengujian terhadap proksimat bahan dan kadar katekin dalam daun gambir kering.

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat

I PENDAHULUAN. Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat I PENDAHULUAN Bab ini akan menguraikan mengenai : (1.1) Latar Belakang, (1.2) Identifikasi Masalah, (1.3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (1.4) Manfaat Penelitian, (1.5) Kerangka Pemikiran, (1.6) Hipotesis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Peternakan Rakyat di Ciater Peternakan rakyat di Ciater Kabupaten Subang merupakan peternakan yang tergabung dalam Koperasi Peternak Sapi Perah Bandung Utara (KPSBU)

Lebih terperinci