IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Hartanti Yanti Budiono
- 6 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. PREPARASI SUBSTRAT DAN ISOLAT UNTUK PRODUKSI ENZIM PEKTINASE Tahap pengumpulan, pengeringan, penggilingan, dan homogenisasi kulit jeruk Siam, kulit jeruk Medan, kulit durian, dan daun teh tua menghasilkan substrat untuk pembuatan media fermentasi semi padat berupa tepung limbah berukuran 5 mesh. Substrat yang tersedia kemudian disimpan untuk produksi enzim pektinase. Data rendemen tepung limbah untuk masing-masing substrat dapat dilihat pada Tabel 3. di bawah ini. Tabel 3. Data rendemen limbah pertanian Jenis Limbah Bobot Sampel (g) Rendemen (%) Awal (W ) Akhir (W 2 ) Kulit Jeruk Siam Kulit Jeruk Medan Kulit Durian Daun teh tua Keterangan : W : bobot limbah sebelum pengeringan dan penggilingan (g) W2 : bobot limbah setelah pengeringan dan penggilingan (g) Rendemen : ( [W 2 W ]/ W ) x % Substrat dalam bentuk tepung limbah berukuran 5 mesh dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9. Substrat untuk media fermentasi semi padat, dari kiri ke kanan : daun teh tua, kulit jeruk Siam, kulit jeruk Medan, dan kulit durian Selain preparasi substrat, dilakukan pula preparasi isolat yaitu penumbuhan Aspergillus ustus pada media agar sebagai isolat stock untuk keperluan produksi enzim pektinase. Isolat stock kemudian disimpan di dalam ruang penyimpanan (ruang kapang) pada suhu kamar (± 25 o C) untuk menghindari kontaminasi. Isolat yang digunakan untuk produksi enzim pektinase adalah isolat segar yang berumur 5 hari. Isolat segar ini diperoleh dari proses peremajaan isolat stock. 23
2 4.2 ANALISIS SUBSTRAT 4.2. Kadar Pektin Substrat Analisis kadar pektin dilakukan terhadap keempat jenis substrat, hal ini bertujuan untuk mengetahui jumlah pektin yang tersedia untuk digunakan sebagai substrat bagi Aspergillus ustus sehingga dapat menghasilkan enzim pektinase. Persentase kadar pektin setiap jenis substrat dapat dilihat pada gambar. Kadar pektin untuk setiap jenis substrat terdapat pada Lampiran Kadar Pektin (%) KJS KJM KDU DTT Jenis Substrat Keterangan : KJS : kulit jeruk Siam KJM : kulit jeruk Medan KDU : kulit durian DTT : daun teh tua Gambar. Chart kadar pektin seluruh substrat Berdasarkan hasil analisis kadar pektin pada keempat substrat, terlihat bahwa substrat kulit jeruk Medan memiliki kadar pektin tertinggi yaitu sebesar 4.8% kemudian diikuti oleh kulit jeruk Siam dengan nilai kadar pektin sebesar 7.8%, setelah itu kulit durian sebesar 3.5%, dan terakhir daun teh tua sebesar 2.3%. Penelitian yang dilakukan oleh Khule et al. (22) menggunakan kulit jeruk lokal India menunjukkan hasil kadar pektin tertinggi yaitu sebesar 7.63% dan terendah sebesar 5.29%. Kadar pektin tertinggi didapat pada pengukuran kadar pektin menggunakan asam sitrat pada ph 2, sedangkan kadar pektin terendah didapat pada pengukuran menggunakan asam sitrat ph.2. Hasil ini jika dibandingkan dengan kadar pektin kulit jeruk Medan dan Siam menunjukkan hasil yang lebih rendah. 24
3 Perkiraan sementara dari hasil pengukuran kadar pektin keempat substrat adalah semakin banyak kandungan pektin yang tersedia pada substrat maka metabolisme dari Aspergillus ustus akan meningkat. Dengan demikian, enzim pektinase sebagai produk hasil metabolisme juga akan meningkat. Hasil ini akan dihubungkan dengan hasil dari analisis aktivitas enzim pektinase sehingga dapat diketahui bagaimana pengaruh ketersediaan pektin terhadap aktivitas enzim pektinase yang dihasilkan Kadar Proksimat Substrat Tabel 4. Data Kadar Proksimat Seluruh Substrat Jenis Kadar Proksimat Substrat Air (%) Abu (%) Lemak (%) Protein (%) Karbohidrat (%) Serat Kasar (%) KJS KJM KDU DTN Keterangan : KJS (kulit jeruk Siam); KJM (kulit jeruk Medan); KDU (kulit durian); DTN(Daun teh tua) Substrat-substrat yang diuji pada penelitian ini mengandung pektin sebagai penyusun utama karbohidratnya. Berdasarkan data proksimat diatas, terlihat bahwa kadar karbohidrat tertinggi dimiliki oleh substrat kulit jeruk Medan yaitu sebesar 78.53%. Hal ini menunjukkan hubungan yang positif dengan kadar pektin substrat yang telah diuji, yaitu semakin tinggi kadar karbohidrat maka semakin tinggi pula kadar pektin substrat. 4.3 ANALISIS AKTIVITAS ENZIM PEKTINASE SELURUH SUBSTRAT Analisis aktivitas enzim pektinase dari keempat substrat yang digunakan, dilakukan dengan menghitung nilai aktivitas enzim pektinase yang dihasilkan oleh Aspergillus ustus pada masing-masing media fermentasi semi padat. Berdasarkan hasil perhitungan aktivitas enzim pektinase diketahui bahwa aktivitas enzim pektinase tertinggi terdapat pada hasil fermentasi yang menggunakan kulit jeruk Medan (KJM) sebagai substrat, yaitu sebesar.275 U/mL, kemudian yang kedua adalah substrat kulit jeruk Siam (KJS) sebesar.2223 U/mL, yang ketiga adalah substrat kulit durian (KDU) yaitu sebesar.896 U/mL, dan aktivitas enzim pektinase terendah terdapat pada substrat daun teh tua (DTN) yaitu sebesar.365 U/mL (Gambar ). 25
4 Aktivitas Enzim (U/mL) KJS KJM KDU DTT Jenis Substrat Gambar. Chart pengaruh jenis substrat terhadap aktivitas enzim pektinase Waktu fermentasi atau inkubasi optimum untuk menghasilkan enzim pektinase dengan aktivitas tertinggi pada masing-masing substrat adalah 2 hari, kecuali untuk substrat daun teh tua yaitu hari. Waktu fermentasi atau inkubasi optimum ini menggambarkan waktu yang dibutuhkan Aspergillus ustus menggunakan substrat untuk menghasilkan enzim pektinase secara maksimal. Kurva produksi enzim pektinase oleh Aspergillus ustus oleh berbagai substrat selama fermentasi pada suhu ruang terdapat pada Gambar 2. Aktivitas Enzim (U/mL) KJS KJM KDU DTT Lama Fermentasi (Hari) Gambar 2. Kurva aktivitas enzim pektinase oleh Aspergillus ustus pada berbagai substrat (suhu ruang) Mikroorganisme mempunyai masa pertumbuhan yang bervariasi atau biasa disebut dengan fase pertumbuhan. Fase-fase pertumbuhan tersebut sangat berpengaruh terhadap enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme untuk membantu pencernaan makanannya. Pada awal 26
5 pertumbuhan, fase yang dilalui adalah fase pertumbuhan kemudian aktivitas metabolisme akan menurun setelah mikroorganisme melewati fase puncak pertumbuhannya, fase penurunan ini disebut fase kematian (death phase). Hal ini dapat dilihat pada hasil produksi enzim pektinase oleh Aspergillus ustus pada penelitian ini, yaitu terjadinya fase pertumbuhan mulai dari hari ke- hingga mencapai fase puncak pertumbuhan yang menghasilkan aktivitas enzim tertinggi, kemudian mulai masuk ke fase kematian (death phase) yang ditandai dengan menurunnya aktivitas enzim pektinase. Penelitian mengenai produksi pektinase mengunakan media dari kulit jeruk telah banyak dilakukan, sedangkan produksi pekinase menggunakan media dari kulit durian dan daun teh tua belum pernah dilakukan. Penelitian yang dilakukan oleh Rangarajan et al. ( 2) menunjukkan bahwa sumber karbon non-glukosa (kulit jeruk) dengan tambahan sumber nitrogen organik (bungkil kedelai) dapat digunakan sebagai substrat untuk produksi enzim pektinase yang dihasilkan oleh Aspergillus niger. Karbon yang digunakan tidak bersumber dari glukosa atau fruktosa melainkan dari kulit jeruk dikarenakan glukosa atau fruktosa diindikasikan akan menyebabkan terjadinya represi katabolit, yaitu berlebihnya gula terlarut di dalam pertumbuhan sel yang dapat menekan produksi enzim. Penelitian yang dilakukan oleh Adeleke et al. (22) menggunakan kulit jeruk lokal Nigeria dengan metode fermentasi semi padat oleh Penicillium atrovenetum, Aspergillus flavus, and Aspergillus oryzae menghasilkan aktivitas pektinase masing-masing sebesar.58 U/mL, 2.2 U/mL, dan.7 U/mL. Hasil ini menunjukkan aktivitas pektinase oleh ketiga isolat tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan aktivitas pektinase oleh Aspergillus ustus pada media kulit jeruk Medan dan jeruk Siam. Perbedaan ini mungkin disebabkan oleh kemampuan isolat yang digunakan berbeda-beda dalam mendegradasi pektin dan menghasilkan pektinase. Berdasarkan hasil analisis produksi enzim pektinase pada keempat substrat, maka substrat yang akan digunakan untuk optimasi kondisi produksi enzim pektinase adalah kulit jeruk Medan yang menghasilkan enzim pektinase dengan aktivitas tertinggi dengan waktu inkubasi optimum 2 hari. Hasil ini juga menunjukkan hubungan positif antara kadar pektin dengan aktivitas enzim pektinase, yaitu semakin tinggi kadar pektin pada substrat maka aktivitas enzim pektinase yang dihasilkan juga semakin tinggi. 4.4 ANALISIS AKTIVITAS ENZIM PEKTINASE TAHAP OPTIMASI Optimasi bertujuan untuk mengetahui kondisi optimum produksi enzim pektinase. Ini dibagi menjadi tiga tahapan, yaitu optimasi konsentrasi susbtrat, optimasi ph media fermentasi semi padat, dan optimasi suhu fermentasi. 27
6 4.4. Optimasi Konsentrasi Substrat Konsentrasi substrat yang dianalisis adalah 5,, 5, 2, dan 25% padatan. Persentase tersebut menggambarkan perbandingan padatan (dalam hal ini adalah substrat yaitu kulit jeruk Medan) dengan cairan (dalam hal ini adalah buffer fosfat dan czapek s nutrient medium). Komposisi bahan pembuatan media fermentasi semi padat untuk tahap optimasi konsentrasi substrat dapat dilihat pada lampiran 2. Pengaruh konsentrasi substrat terhadap aktivitas enzim pektinase dapat dilihat pada Gambar 3. Aktivitas Enzim (U/mL) % % 5% 2% 25% Konsenstrasi Substrat (%) Gambar 3. Chart pengaruh konsentrasi substrat terhadap aktivitas enzim pektinase Berdasarkan analisis aktivitas enzim pektinase pada tahap optimasi konsentrasi substrat, diperoleh nilai aktivitas enzim pektinase tertinggi yaitu pada konsentrasi substrat % sebesar.369 U/mL. Konsentrasi substrat % merupakan konsentrasi optimum yang dapat menghasilkan enzim pektinase dengan aktivitas yang maksimal. Pada kosentrasi substrat di atas %, aktivitas enzim pektinase yang dihasilkan menunjukkan penurunan nilai aktivitas. Meskipun terjadi peningkatan nilai aktivitas enzim pektinase pada konsentrasi 5, 2, dan 25%, namun nilainya tidak terlalu besar. Dengan demikian, peningkatan konsentrasi substrat di atas % justru mengurangi efisiensi produksi enzim pektinase karena membutuhkan substrat yang lebih banyak namun tidak menghasilkan aktivitas enzim pektinase yang lebih tinggi. Konsentrasi substrat yang lebih kecil juga dapat menyebabkan produksi enzim menjadi tidak maksimal. Hal ini disebabkan karena substrat sebagai penyedia pektin dan penginaktif represor pada proses produksi enzim pektinase tidak cukup tersedia sehingga represor kembali aktif yang mengakibatkan produksi enzim menurun atau bahkan terhenti. Hasil yang berbeda ditunjukkan pada penelitian yang dilakukan oleh Baladhanyutham dan Thangavelu (2), aktivitas pektinase tertinggi dihasilkan pada konsentrasi substrat 2% yaitu sebesar U/mL. Pektinase ini dihasilkan oleh isolat Aspergillus awamori menggunakan media fermentasi padat yang tersusun dari rice brand dan sugar cane bagasse. Perbedaan hasil ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan isolat penghasil pektinase dan jenis substrat penyusun media fermentasi. 28
7 Berdasarkan hasil optimasi konsentrasi substrat, maka besar konsentrasi substrat yang digunakan pada tahap optimasi ph media dan optimasi suhu fermentasi adalah konsentrasi substrat % Optimasi ph Media Fermentasi Semi padat Salah satu faktor yang memengaruhi aktivitas enzim adalah ph. Mayoritas enzim sangat sensitif terhadap ph dan memiliki kisaran aktivitas yang spesifik. Aktivitas enzim akan maksimal pada ph yang optimum. Nilai ph media fermentasi semi padat yang dianalisis pada penelitian ini adalah ph 4, 5, 6, 7, dan 8. Kisaran ph ini diuji karena dianggap mewakili seluruh daerah ph, yaitu daerah asam, netral, dan basa. Hasil dari optimasi ini akan menunjukkan kondisi ph yang optimum, baik untuk pertumbuhan Aspergillus ustus, maupun metabolismenya. Aktivitas Enzim (U/mL) ph Media Gambar 4. Chart pengaruh ph terhadap aktivitas enzim pektinase Berdasarkan hasil analisis aktivitas enzim pektinase pada ph media fermentasi semi padat yang diuji maka diperoleh nilai aktivitas enzim pektinase tertinggi yaitu sebesar U/mL. Aktivitas enzim pektinase tertinggi ini diperoleh pada media fermentasi semi padat ph 4. Hasil ini menunjukkan bahwa ph optimum untuk pertumbuhan dan metabolisme berupa enzim pektinase oleh Aspergillus ustus adalah ph 4 atau dengan kata lain kondisi optimum untuk produksi enzim pektinase oleh Aspergillus ustus adalah pada daerah yang cukup asam. Penelitian yang dilakukan oleh Baladhanyutham dan Thangavelu (2) memberikan hasil yang serupa. Penelitian tersebut menggunakan Aspergillus awamori sebagai isolat dan menghasilkan aktivitas enzim pektinase yang meningkat pada kisaran ph 3-5, kemudian pada peningkatan ph media di atas ph 5, aktivitas enzim pektinase justru mengalami penurunan. Hasil yang sama juga ditunjukkan oleh aktivitas enzim pektinase yang diproduksi oleh Aspergillus niger (Baladhanyutham dan Thangavelu 2). Aktivitas enzim pektinase meningkat pada ph 4-5 kemudian mengalami penurunan aktivitas pada ph media di atas ph 5. 29
8 4.4.3 Optimasi Suhu fermentasi Selain ph, faktor lain yang memengaruhi aktivitas enzim adalah suhu. Secara umum, peningkatan suhu akan meningkatkan laju reaksi, namun kenaikan suhu yang berlebih juga dapat menurunkan laju reaksi. Hal ini karena suhu tinggi dapat menyebabkan terjadinya denaturasi protein atau putusnya ikatan ion dan hidrogen, sedangkan suhu yang terlalu rendah dapat menyebabkan enzim menjadi tidak aktif. Besaran suhu yang diuji pada penelitian ini adalah 3, 4, dan 5 o C. Pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim pektinase dapat dilihat pada Gambar 5 di bawah ini. Aktivitas Enzim (U/mL) Suhu Fermentasi (oc) Gambar 5. Chart pengaruh suhu fermentasi terhadap aktivitas enzim pektinase Berdasarkan hasil pengujian terhadap aktivitas enzim pada beberapa suhu, terlihat bahwa suhu 4 o C merupakan suhu yang menghasilkan aktivitas enzim pektinase tertinggi yaitu sebesar.994 U/mL. Penurunan aktivitas enzim pektinase terjadi pada kenaikan suhu sebesar o C, hal ini mungkin terjadi akibat terputusnya ikatan sekunder enzim karena besarnya energi kinetika dari molekul enzim sehingga mengakibatkan hilangnya struktur sekunder dan tersier enzim yang disertai dengan hilangnya aktivitas enzim (Suhartono 989). 3
III. METODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN 2.4 BAHAN DAN ALAT Bahan-bahan yang digunakan untuk preparasi media fermentasi semi padat adalah limbah pertanian berupa kulit durian, kulit jeruk Siam, kulit jeruk Medan, dan
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis proksimat bahan uji sebelum dan sesudah diinkubasi disajikan pada Tabel 2. Hasil analisis proksimat pakan uji ditunjukkan pada Tabel 3. Sementara kecernaan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produk Fermentasi Fermentasi merupakan teknik yang dapat mengubah senyawa kompleks seperti protein, serat kasar, karbohidrat, lemak dan bahan organik lainnya
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian. Tabel 3. Pertumbuhan Aspergillus niger pada substrat wheat bran selama fermentasi Hari Fermentasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Selama fermentasi berlangsung terjadi perubahan terhadap komposisi kimia substrat yaitu asam amino, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral, selain itu juga
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. Lipase merupakan enzim yang berperan sebagai katalis dalam proses
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Lipase merupakan enzim yang berperan sebagai katalis dalam proses hidrolisis triasilgliserol menjadi di- dan mono-asilgliserol, asam lemak dan gliserol pada interfase
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong.
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Limbah industri gula tebu terdiri dari bagas (ampas tebu), molases, dan blotong. Pemanfaatan limbah industri gula tebu sebagai pakan alternatif merupakan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN KADAR C (KARBON) DAN KADAR N (NITROGEN) MEDIA KULTIVASI Hasil analisis molases dan urea sebagai sumber karbon dan nitrogen menggunakan metode Walkley-Black dan Kjeldahl,
Lebih terperinciMetode Pengukuran Spektrofotometri (Bergmeyer et al. 1974) Pembuatan Media Heterotrof Media Heterotrof Padat. Pengaruh ph, Suhu, Konsentrasi dan
4 Metode Penelitian ini dilakukan pada beberapa tahap yaitu, pembuatan media, pengujian aktivitas urikase secara kualitatif, pertumbuhan dan pemanenan bakteri, pengukuran aktivitas urikase, pengaruh ph,
Lebih terperinciBAB V. PEMBAHASAN. 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Amobilisasi sel..., Ofa Suzanti Betha, FMIPA UI, 2009
26 BAB V. PEMBAHASAN 5.1 Amobilisasi Sel Lactobacillus acidophilus FNCC116. Hasil foto SEM dengan perbesaran 50 kali memperlihatkan perbedaan bentuk permukaan butiran yang sudah mengandung sel Lactobacillus
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah
TINJAUAN PUSTAKA Ampas Sagu Pemanfaatan limbah sebagai bahan pakan ternak merupakan alternatif dalam meningkatkan ketersediaan bahan baku penyusun ransum. Limbah mempunyai proporsi pemanfaatan yang besar
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Kapang Rhizopus oligosporus Kedudukan taksonomi kapang Rhizopus oligosporus menurut Lendecker & Moore (1996) adalah sebagai berikut : Kingdom Divisio Kelas Ordo
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering
33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Hasil penelitian mengenai pengaruh biokonversi biomassa jagung oleh mikroba Lactobacillus plantarum, Saccharomyces cereviseae,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan, karena lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi kebutuhan pakan. Oleh karena
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Nutrien Berbagai Jenis Rumput Kadar nutrien masing-masing jenis rumput yang digunakan berbeda-beda. Kadar serat dan protein kasar paling tinggi pada Setaria splendida, kadar
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam broiler mempunyai potensi yang besar dalam memberikan sumbangan terhadap pemenuhan kebutuhan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia, karena sifat proses produksi
Lebih terperinciHAK CIPTA DILINDUNGI UNDANG-UNDANG
V. HASIL PEMBAHASAN 5.1. Sukrosa Perubahan kualitas yang langsung berkaitan dengan kerusakan nira tebu adalah penurunan kadar sukrosa. Sukrosa merupakan komponen utama dalam nira tebu yang dijadikan bahan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian dan (7) Tempat dan Waktu Penelitian
I. PENDAHULUAN Bab ini menguraikan mengenai: (1) Latar Belakang Masalah, (2) Identifikasi Masalah, (3) Maksud dan Tujuan Penelitian, (4) Manfaat Penelitian, (5) Kerangka Penelitian, (6) Hipotesis Penelitian
Lebih terperincipembentukan vanilin. Sedangkan produksi glukosa tertinggi dihasilkan dengan penambahan pektinase komersial. Hal ini kemungkinan besar disebabkan
63 pembentukan vanilin. Sedangkan produksi glukosa tertinggi dihasilkan dengan penambahan pektinase komersial. Hal ini kemungkinan besar disebabkan pektinase komersial merupakan enzim kasar selulase dari
Lebih terperinciBAB I PENGANTAR. dapat menghemat energi dan aman untuk lingkungan. Enzim merupakan produk. maupun non pangan (Darwis dan Sukara, 1990).
BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang Enzim menjadi primadona industri bioteknologi karena penggunaanya dapat menghemat energi dan aman untuk lingkungan. Enzim merupakan produk yang mempunyai nilai ekonomis
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Tepung Onggok Karakterisasi tepung onggok dapat dilakukan dengan menganalisa kandungan atau komponen tepung onggok melalui uji proximat. Analisis proximat adalah
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu Terhadap Aktivitas Enzim Protease dari Penicillium sp. Enzim merupakan suatu protein yang memiliki aktivitas biokimia sebagai katalis suatu reaksi. Enzim sangat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Minyak daun cengkeh merupakan hasil penyulingan daun cengkeh dengan menggunakan metode penyulingan (uap /steam). Minyak daun cengkeh berbentuk cair (oil) dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Singkong atau ubi kayu merupakan salah satu bahan makanan pokok di Indonesia. Banyak sekali produk olahan yang berasal dari singkong, salah satunya adalah tepung
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Enzim α-amilase Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan menanam isolat bakteri dalam media inokulum selama 24 jam. Media inokulum tersebut
Lebih terperinciBAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. selulosa dan lignin yang terdapat pada dinding sel tumbuhan. Oleh karena
27 BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Penyiapan Tepung Xilan Alami Bagas tebu, sekam padi dan tongkol jagung merupakan limbah pertanian yang memiliki kandungan xilan yang potensial untuk dijadikan media
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ketersediaan pakan yang cukup, berkualitas, dan berkesinambungan sangat menentukan keberhasilan dalam kegiatan budidaya ikan. Kebutuhan pakan ikan akan meningkat seiring
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Onggok Sebelum Pretreatment Onggok yang digunakan dalam penelitian ini, didapatkan langsung dari pabrik tepung tapioka di daerah Tanah Baru, kota Bogor. Onggok
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. enzim selulase dari campuran kapang Trichoderma sp., Gliocladium sp. dan Botrytis
Aktivitas Enzim Selulase (U/ml) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Suhu terhadap Aktivitas Selulase Berdasarkan penelitian yang dilakukan, data pengaruh suhu terhadap aktivitas enzim selulase dari
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perubahan Kualitas Gizi Kulit Kopi Keterbatasan pemanfaatan bahan baku yang berasal dari limbah agroindustri yaitu keberadaan serat kasar yang tinggi dan zat anti nutrisi,
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Perubahan Ion Leakage Ion merupakan muatan larutan baik berupa atom maupun molekul dan dengan reaksi transfer elektron sesuai dengan bilangan oksidasinya menghasilkan ion.
Lebih terperinciII. TELAAH PUSTAKA. bio.unsoed.ac.id
II. TELAAH PUSTAKA Koloni Trichoderma spp. pada medium Malt Extract Agar (MEA) berwarna putih, kuning, hijau muda, dan hijau tua. Trichoderma spp. merupakan kapang Deutromycetes yang tersusun atas banyak
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada kegiatan pemeliharaan ikan, salah satu hal yang perlu diperhatikan adalah pemberian pakan. Pakan merupakan faktor penting dalam usaha budidaya ikan intensif dan
Lebih terperinciIV PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae
25 IV PEMBAHASAN 4.1 Kandungan Protein Produk Limbah Udang Hasil Fermentasi Bacillus licheniformis Dilanjutkan oleh Saccharomyces cereviseae Rata-rata kandungan protein produk limbah udang hasil fermentasi
Lebih terperincimenjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh
HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat Keasaman (ph) Rumen Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara jenis ransum dengan taraf suplementasi asam fulvat. Faktor jenis ransum
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolat Actinomycetes Amilolitik Terpilih 1. Isolat Actinomycetes Terpilih Peremajaan isolat actinomycetes dilakukan dengan tujuan sebagai pemeliharaan isolat actinomycetes agar
Lebih terperinciGambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang
Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai
Lebih terperinciBAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pembuatan homogenat hati tikus dan proses sentrifugasi dilakukan pada suhu 4 o C untuk menghindari kerusakan atau denaturasi enzim karena pengaruh panas. Kebanyakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Penelitian Masalah yang sering dihadapi oleh peternak ruminansia adalah keterbatasan penyediaan pakan baik secara kuantitatif, kualitatif, maupun kesinambungannya sepanjang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. membuat kita perlu mencari bahan ransum alternatif yang tersedia secara
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam broiler merupakan salah satu ternak yang penting dalam memenuhi kebutuhan protein hewani masyarakat. Ransum merupakan faktor yang penting dalam peningkatan produksi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara
Lebih terperinci4.2. Kadar Abu Kadar Metoksil dan Poligalakturonat
Kualitas pektin dapat dilihat dari efektivitas proses ekstraksi dan kemampuannya membentuk gel pada saat direhidrasi. Pektin dapat membentuk gel dengan baik apabila pektin tersebut memiliki berat molekul,
Lebih terperinci4 Hasil dan Pembahasan
4 Hasil dan Pembahasan α-amilase adalah enzim menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik pada pati. α-amilase disekresikan oleh mikroorganisme, tanaman, dan organisme tingkat tinggi. α-amilase memiliki peranan
Lebih terperinciPERLAKUAN PENYEDUHAN AIR PANAS PADA PROSES FERMENTASI SINGKONG DENGAN ASPERGILLUS NIGER
PKMI-1-15-1 PERLAKUAN PENYEDUHAN AIR PANAS PADA PROSES FERMENTASI SINGKONG DENGAN ASPERGILLUS NIGER Pratiwi Erika, Sherly Widjaja, Lindawati, Fransisca Frenny Fakultas Teknobiologi, Universitas katolik
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Onggok merupakan limbah padat agro industri pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka. Ketersedian onggok yang melimpah merupakan salah satu faktor menjadikan onggok sebagai pakan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.11. Hasil pengamatan peremajaan jamur Kultur mumi hasil isolasi laboratorium Biokimia FMIPA Universitas Riau yaitu jamur Gliocladium sp. TNC73 dan Gliocladium sp.
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK)
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AKTIVITAS KUALITATIF ENZIM KITINOLITIK (INDEKS KITINOLITIK) Peremajaan dan purifikasi terhadap kedelapan kultur koleksi isolat bakteri dilakukan terlebih dahulu sebelum pengujian
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada Desember 2014 Mei 2015 di. Laboratorium Mikrobiologi FMIPA Universitas Lampung.
19 III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada Desember 2014 Mei 2015 di Laboratorium Mikrobiologi FMIPA Universitas Lampung. 3.2. Alat dan Bahan Alat yang digunakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan Pengeringan yang dilakukan dua kali dalam penelitian ini bertujuan agar pengeringan pati berlangsung secara merata. Setelah dikeringkan dan dihaluskan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Gambar 2 menunjukkan adanya penambahan biomass dari masing-masing ikan uji. Biomass rata-rata awal ikan uji perlakuan A (0 ml/kg) adalah sebesar 46,9 g sedangkan pada
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Susut Bobot Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu
Lebih terperinciEnergi Alternatif. Digester anaerob. Penambahan Bahan Aditif. Tetes Tebu
PERANAN TETES TEBU DALAM PRODUKSI BIOGAS Pembimbing : Dr. rer.nat.triwikantoro, M.Sc Dr. Melania Suweni M, M.T Oleh : Amaliyah Rohsari Indah Utami (1108201007) Latar Belakang Krisis Bahan bakar Protokol
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Dari pengamatan yang telah dilakukan, diperoleh data mengenai biomassa panen, kepadatan sel, laju pertumbuhan spesifik (LPS), waktu penggandaan (G), kandungan nutrisi,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan jumlah populasi dan produksi unggas perlu diimbangi dengan peningkatan ketersediaan bahan pakan. Bahan-bahan pakan konvensional yang selalu ada di dalam ransum
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia. Jamur ini bersifat heterotrof dan saprofit, yaitu jamur tiram
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Jamur tiram putih ( Pleurotus ostreatus ) atau white mushroom ini merupakan salah satu jenis jamur edibel yang paling banyak dan popular dibudidayakan serta paling sering
Lebih terperinciADLN - Perpustakaan Universitas Airlangga DAFTAR ISI
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i LEMBAR PERNYATAAN... ii LEMBAR PENGESAHAN... iii LEMBAR PEDOMAN PENGGUNAAN... iv KATA PENGANTAR... v ABSTRAK... vii ABSTRACT... viii DAFTAR ISI... ix DAFTAR TABEL... xi DAFTAR
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Tempe merupakan produk pangan tradisional Indonesia berbahan dasar kacang kedelai (Glycine max) yang diolah melalui proses fermentasi oleh kapang. Secara umum,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang
7 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Potensi Tanaman Singkong Tanaman Singkong (Manihot utilissima) adalah komoditas tanaman pangan yang cukup potensial di Indonesia selain padi dan jagung. Tanaman singkong termasuk
Lebih terperinciBAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil uji Somogyi-Nelson pada substrat kulit buah kakao
BAB 1V A. Hasil Uji Pendahuluan HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Pengukuran Kadar Gula Pereduksi Berdasarkan hasil uji Somogyi-Nelson pada substrat kulit buah kakao sebelum dan sesudah hidrolisis diperoleh
Lebih terperinciANALISA ph OPTIMUM UNTUK PERKEMBANGBIAKAN LACTOBACILLUS BULGARICUS DALAM PROSES FERMENTASI GLUKOSA PADA SOYGURT
Laporan Tugas Akhir ANALISA ph OPTIMUM UNTUK PERKEMBANGBIAKAN LACTOBACILLUS BULGARICUS DALAM PROSES FERMENTASI GLUKOSA PADA SOYGURT (Analysis Of Optimum ph For Lactobacillus bulgaricus Growth In Glucose
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Pola Perubahan Konsetrasi N-NH 3 Fermentasi pakan di dalam rumen ternak ruminansia melibatkan aktifitas mikroba rumen. Aktifitas fermentasi tersebut meliputi hidrolisis komponen bahan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Analisa Proksimat Batang Sawit Tahapan awal penelitian, didahului dengan melakukan analisa proksimat atau analisa sifat-sifat kimia seperti kadar air, abu, ekstraktif, selulosa
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan perkembangan jaman, dunia pengobatan saat ini semakin berkembang dengan pesat, terutama perkembangan antibiotik yang dihasilkan oleh mikrobia. Penisilin
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB. Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density)
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil dan Pembahasan. 1. Hasil pengukuran Nilai OD pada Media NB Tabel 1. Pengukuran Nilai OD pada Media NB. Waktu OD (Optical Density) inkubasi D75 D92 D110a 0 0,078 0,073
Lebih terperinciSMA Negeri 1 Nunukan Selatan METABOLISME. Pertemuan 2. Oleh. SUPARMUJI, S.Pd
SMA Negeri 1 Nunukan Selatan www.sman1nusa.com METABOLISME Pertemuan 2 Oleh SUPARMUJI, S.Pd moejie01@gmail.com TUJUAN BELAJAR Mengetahui Sifat-Sifat Enzim Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi
Lebih terperinciPENGARUH KATALISIS TERHADAP TETAPAN LAJU
PENGARUH KATALISIS TERHADAP TETAPAN LAJU Laju reaksi sering dipengaruhi oleh adanya katalis Contoh : Hidrolisis sukrosa dalam air Suhu kamar lama (bisa beberapa bulan) Namun jika hidrolisis dilakukan dalam
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kulit pisang merupakan bagian pisang terluar yang tidak dapat dikonsumsi secara langsung sehingga kulit pisang menjadi limbah organik jika dibuang ke lingkungan.
Lebih terperinciPRODUKSI GULA REDUKSI DARI BAGASSE TEBU MELALUI HIDROLISIS ENZIMATIK MENGGUNAKAN CRUDE ENZYME SELULASE DAN XYLANASE
PRODUKSI GULA REDUKSI DARI BAGASSE TEBU MELALUI HIDROLISIS ENZIMATIK MENGGUNAKAN CRUDE ENZYME SELULASE DAN XYLANASE Penyusun: Charlin Inova Sitasari (2310 100 076) Yunus Imam Prasetyo (2310 100 092) Dosen
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
47 HASIL DAN PEMBAHASAN KARAKTERISASI KIMIA BUAH VANILI SEGAR DAN KERING Bahan segar yang digunakan dalam ekstraksi, pada umumnya dikeringkan terlebih dahulu karena reduksi ukuran sampel dalam bentuk kering
Lebih terperinciBAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Data pengukuran kompos limbah pertanian (basah) dan sampah kota. Jerami Padi 10 3,94 60,60. Kulit Pisang 10 2,12 78,80
BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Percobaan 1 : Penentuan bahan baku pupuk organik Penelitian tahap I bertujuan untuk mendapatkan komposisi bahan baku pupuk organik yang berkualitas dari sampah kota dan limbah
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. tidak ramah lingkungan dalam bidang industri (Falch, 1991).
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pemakaian enzim yang sifatnya efisien, selektif, mengkatalis reaksi tanpa produk samping dan ramah lingkungan meningkat pesat pada akhir dekade ini. Industri enzim
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Ikan merupakan salah satu hewan yang banyak dibudidayakan oleh
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan merupakan salah satu hewan yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat Indonesia karena memiliki potensi keuntungan yang menjanjikan. Seiring dengan meningkatnya
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Karakterisasi awal blotong dan sludge pada penelitian pendahuluan menghasilkan komponen yang dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9. Karakteristik blotong dan sludge yang digunakan
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
25 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku Karekteristik bahan baku merupakan salah satu informasi yang sangat diperlukan pada awal suatu proses pengolahan, termasuk pembuatan pupuk. Bahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Enzim adalah senyawa protein yang dihasilkan oleh berbagai jenis
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Enzim adalah senyawa protein yang dihasilkan oleh berbagai jenis organisme seperti tanaman, hewan dan mikrobia untuk mendukung aktivitas metabolisme sel. Salah satu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan,
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu faktor penentu keberhasilan usaha peternakan, lebih dari separuh biaya produksi digunakan untuk memenuhi kebutuhan pakan, oleh karena itu penyediaan
Lebih terperinciHaris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN
Haris Dianto Darwindra BAB VI PEMBAHASAN Berbagai jenis makanan dan minuman yang dibuat melalui proses fermentasi telah lama dikenal. Dalam prosesnya, inokulum atau starter berperan penting dalam fermentasi.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. industri dan pengobatan (Moon dan Parulekar, 1993). merupakan satu dari tiga kelompok enzim terbesar dari industri enzim dan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dampak pencemaran dan pemborosan energi dapat dikurangi dengan penerapan di bidang bioteknologi, misalnya dengan aplikasi enzim (Aunstrup, 1993). Hal ini disebabkan,
Lebih terperinciBAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. PENELITIAN PENDAHULUAN 4.1.1. Komposisi Kimia Ampas Kulit Nanas Penelitian pendahuluan pertama dilakukan untuk mengetahui karakteristik bahan baku yang akan digunakan,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Zat Makanan Biomineral Dienkapsulasi Kandungan nutrien biomineral tanpa proteksi dan yang diproteksi serta mineral mix dapat dilihat pada Tabel 7. Kandungan nutrien biomineral
Lebih terperinciSTUDI PEMBUATAN GUM XANTHAN DARI AMPAS TAHU. MENGGUNAKAN Xanthomonas campestris (KAJIAN KONSENTRASI KULTUR DAN PENAMBAHAN GULA) SKRIPSI
STUDI PEMBUATAN GUM XANTHAN DARI AMPAS TAHU MENGGUNAKAN Xanthomonas campestris (KAJIAN KONSENTRASI KULTUR DAN PENAMBAHAN GULA) SKRIPSI Oleh : Asri Maulina NPM : 103301009 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pakan merupakan faktor utama penentu keberhasilan usaha peternakan, karena sekitar 60% biaya produksi berasal dari pakan. Salah satu upaya untuk menekan biaya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pakan sangat penting bagi kesuksesan peternakan unggas karena dalam
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pakan sangat penting bagi kesuksesan peternakan unggas karena dalam budidaya ternak unggas secara intensif biaya pakan menduduki urutan pertama yaitu mencapai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan pakan, yang mana ketersedian pakan khususnya untuk unggas harganya dipasaran sering
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di
25 III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret sampai bulan Agustus 2013 di Laboratorium Instrumentasi dan Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia
Lebih terperinciIV. Hasil dan Pembahasan
IV. Hasil dan Pembahasan 4.1. Keasaman Total, ph. Ketebalan Koloni Jamur dan Berat Kering Sel pada Beberapa Perlakuan. Pada beberapa perlakuan seri pengenceran kopi yang digunakan, diperoleh data ph dan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Menurut Peraturan Pemerintah No. 18/1999 Jo PP 85/1999, limbah didefinisikan sebagai buangan dari suatu usaha atau kegiatan manusia. Salah satu limbah yang banyak
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. utama MOL terdiri dari beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber
5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Mikroorganisme Lokal (MOL) Mikroorganisme lokal (MOL) adalah mikroorganisme yang dimanfaatkan sebagai starter dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Bahan utama
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN Latar Belakang
1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Enzim amilase termasuk dalam enzim amilolitik yaitu enzim yang dapat mengurai pati menjadi molekul-molekul penyusunnya. Amilase merupakan salah satu enzim yang sangat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai
6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Limbah Sayuran Limbah kota pada umumnya didominasi oleh sampah organik ± 70% sebagai konsekuensi logis dari aktivitas serta pemenuhan kebutuhan penduduk kota. Berdasarkan sumber
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. panjang serta bersifat anaerob fakultatif dan katalase negatif (Prescott et al.,
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Lactobacillus merupakan genus terbesar dalam kelompok bakteri asam laktat (BAL) dengan hampir 80 spesies berbeda. Bakteri ini berbentuk batang panjang serta bersifat
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Konsumsi tempe rata-rata per orang per
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Konsumsi tempe rata-rata per orang per tahun di Indonesia saat
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Penentuan ph optimum untuk pertumbuhan T. asperellum TNJ63 pada media produksi enzim selulase. Optimalisasi pertumbuhan T. asperellum TNJ63 dilakukan dengan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. nabati seperti bungkil kedelai, tepung jagung, tepung biji kapuk, tepung eceng
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Nila BEST Ikan nila adalah ikan omnivora yang cenderung herbivora sehingga lebih mudah beradaptasi dengan jenis pakan yang dicampur dengan sumber bahan nabati seperti
Lebih terperinciGambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi, 1997). Berdasarkan hasil
Lebih terperinciPERTUMBUHAN JASAD RENIK
PERTUMBUHAN JASAD RENIK DEFINISI PERTUMBUHAN Pertumbuhan dapat didefinisikan sebagai pertambahan secara teratur semua komponen di dalam sel hidup. Pada organisme multiselular, yang disebut pertumbuhan
Lebih terperinciMedia Kultur. Pendahuluan. Komposisi Media 3/9/2016. Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat
Media Kultur Materi Kuliah Mikrobiologi Industri Minggu ke 3 Nur Hidayat Pendahuluan Medium untuk pertumbuhan skala laboratorium umumnya mahal sehingga dibutuhkan perubahan agar dapat dipakai medium yang
Lebih terperinci