BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan"

Transkripsi

1 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah pengkode IFNα2b sintetis berjalan dua arah, dari arah dalam menuju ke luar. Urutan daerah pengkode IFNα2b sintetis berdasarkan urutan yang terdapat pada GenBank no.dq yang telah dioptimasi kecenderungan penggunaan kodonnya di E. coli. Urutan nukleotida yang dikenali oleh enzim restriksi EcoRI ditambahkan ke ujung 5` dari rantai sense dan HindIII ke ujung 5` dari rantai antisense. Oligonukleotida sintetis yang dirancang mencakup urutan basa no dari daerah sense dan basa urutan no dari daerah antisense (Tabel 4.1). Oligonukleotida sintetis dirancang memiliki daerah yang saling bertumpang tindih, dimana suhu penempelan (Tm) daerah yang saling bertumpang tindih dirancang sedemikian supaya seragam untuk menghasilkan produk yang spesifik dengan panjang nukleotida yang diinginkan. Program VectorNTi digunakan untuk mengoptimasi suhu penempelan daerah yang bertumpangtindih. Parameter yang dapat dioptimasi dengan program VectorNTi meliputi %GC, dimer, hairpin, palindrome, dan repeat. Suhu penempelan untuk daerah yang bertumpangtindih didapatkan sebesar 60,35±2,11ºC. Daerah tumpang tindih antar oligonukleotida sintetis dirancang menggunakan program sebesar nukleotida untuk memastikan terjadinya penempelan antar pasangan oligonukleotida yang relatif stabil tetapi di sisi lain juga memiliki suhu penempelan yang tidak terlalu tinggi 21

2 22 Tabel 4.1 Hasil Rancangan Oligonukleotida Keterangan: Urutan dari 5` 3` Oligonukleotida kemudian disintesis dan dimurnikan oleh Biolabs dengan metode pemurnian Polyacrilamide Gel Electrophoresis (PAGE). Oligonukleotida dimurnikan terlebih dahulu dengan PAGE untuk memastikan bahwa oligonukleotida yang digunakan untuk sintesis adalah oligonukleotida yang memiliki panjang nukleotida tepat sama dengan oligonukleotida yang dirancang. Hal ini untuk menghindarkan terjadinya delesi maupun perubahan urutan nukleotida (mutasi) dari daerah pengkode IFNα2b sintetis. Proses sintesis daerah pengkode IFNα2b sintetis dilakukan menggunakan metode PCR dua tahap. Oligonukleotida sintetis murni digunakan sebagai cetakan pada PCR tahap I yang merupakan tahap sintesis lengkap rantai panjang daerah pengkode IFNα2b sintetis. Pada PCR tahap I terjadi sintesis cetakan daerah pengkode IFNα2b sintetis berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana cetakan hasil pemanjangan pasangan oligonukleotida yang pertama kali saling menempel menjadi cetakan bagi pasangan oligonukleotida yang kedua dan seterusnya.

3 23 Hal ini diharapkan memberikan spesifisitas lebih tinggi dalam menghasilkan produk yang diinginkan, karena hanya cetakan dengan urutan nukleotida dan panjang yang benar saja yang menempel pada pasangan oligonukleotida berikutnya sampai terbentuk produk lengkap daerah pengkode IFNα2b sintetis berukuran 522 pb. PCR tahap I menggunakan DNA polimerase Pfu yang memiliki aktivitas proof reading yang mampu melakukan pembacaan dari arah 3`-5` sehingga meminimalkan kemungkinan terjadinya mutasi atau perubahan urutan nukleotida produk. Produk PCR menggunakan polimerase Pfu memiliki ujung-ujung yang tumpul. PCR tahap I dilakukan secara Hot Start dimana polimerase Pfu baru ditambahkan ke dalam reaksi setelah suhu reaksi mencapai 95ºC. PCR tahap I menghasilkan produk tidak spesifik dengan ukuran bervariasi yang relatif lebar di daerah antara pb (Gambar 4.1A lajur 1-2). Produk PCR tahap I ini kemudian dijadikan sebagai cetakan DNA untuk digunakan dalam PCR tahap II yang merupakan tahap amplifikasi daerah pengkode IFNα2b sintetis. PCR tahap II menggunakan DNA polimerase yang berbeda dengan PCR tahap I, yaitu polimerase Taq. Produk PCR tahap II menghasilkan pita tebal di daerah antara pb dan satu pita tipis di daerah 1000 pb (Gambar 4.1B lajur 2-5). Pita tebal di daerah antara pb merupakan produk dengan ukuran yang diinginkan karena sesuai dengan ukuran daerah pengkode IFNα2b sintetis yang dirancang yaitu 522 pb. Pita tipis di daerah 1000 pb merupakan produk dengan ukuran tidak diinginkan yang dapat terjadi karena cetakan DNA berasal dari PCR tahap I memiliki ukuran bervariasi. Hanya pita dengan ukuran sekitar 500 pb saja yang akan diproses lebih lanjut, oleh karena itu perlu dilakukan optimasi terhadap PCR tahap II.

4 24 Gambar 4.1 Produk PCR tahap 1 (A) dan PCR Tahap II (B). 1-2 (A) = Produk PCR TBIO; 3(A) = Kontrol negatif; 4(A) = Marka DNA 100 pb; 1,6 (B) = Produk Re-PCR; 2-5 (B) = Produk PCR Tahap II; 7 = Kontrol negatif; 8 = Marka DNA 100 pb. Optimasi ini dilakukan dengan cara melakukan PCR ulang menggunakan cetakan DNA yang berasal dari PCR tahap II. Produk PCR diamplifikasi kembali untuk menghasilkan satu pita DNA di daerah antara pb dan tidak ada pita di daerah 1000 pb (Gambar 4.1B lajur 1 dan 7). Produk PCR ini kemudian dimurnikan dari gel dan larutan menggunakan kolom GFX. Hasil pemurnian menggunakan kolom GFX setelah dielektroforesis menunjukkan satu pita di daerah 500 pb (Gambar 4.4 lajur 1-5). Tabel 4.2 Karakteristik Hasil Sekuensing Produk PCR Rantai Identitas Maksimum Forward Sense 171/178 (96%) Reverse Antisense 72/88 (81%) Analisis penentuan urutan nukleotida dilakukan terhadap produk PCR yang telah dimurnikan untuk mengetahui dan mengkonfirmasi urutan nukleotida produk PCR. Hasil penentuan urutan nukleotida menggunakan primer forward dan reverse kemudian disejajarkan dengan urutan nukleotida daerah pengkode IFNα2b sintetis yang terdapat pada GenBank menggunakan program BLAST

5 25 Hasil BLAST menggunakan primer forward (Gambar 4.2) dan primer reverse (Gambar 4.3) menunjukkan total 243 nukleotida produk PCR dikenali secara spesifik sebagai daerah pengkode IFNα2b sintetis atau 49 persen dari total panjang daerah pengkode IFNα2b sintetis (Tabel 4.2). Gambar 4.2 Hasil BLAST penentuan urutan nukleotida produk PCR menggunakan primer forward Identitas maksimum yang diperoleh dari hasil penentuan urutan nukleotida belum dapat menyatakan bahwa urutan nukleotida daerah pengkode IFNα2b sintetis adalah identik dengan urutan nukleotida yang ada di GenBank dan tidak mengandung mutasi. Identitas maksimum yang tidak terlalu tinggi ini disebabkan karena kualitas hasil sekuensing rendah. Kualitas hasil penentuan urutan nukleotida yang rendah dapat disebabkan karena kualitas DNA tidak bagus. Gambar 4.3 Hasil BLAST penentuan urutan nukleotida produk PCR menggunakan primer reverse

6 26 Produk PCR yang telah ditentukan urutan nukleotidanya dan sudah murni serta hanya mengandung produk dengan ukuran diinginkan kemudian diligasi dengan vektor kloning pgem-t menggunakan T4 DNA Ligase. Komposisi vektor : produk PCR yang digunakan adalah 1:3. Jumlah produk PCR lebih banyak dari jumlah vektor untuk meningkatkan kemungkinan terjadinya ligasi. Hasil ligasi ini kemudian ditransformasikan ke dalam sel kompeten E. coli JM109 sebagai inang melalui mekanisme induksi panas. E. coli JM109 ini kemudian ditumbuhkan di dalam media LB padat mengandung ampisilin, IPTG dan X-Gal menggunakan metode sebar. Gambar 4.4 Produk PCR yang telah dimurnikan dengan kolom GFX. 1-5 = Sampel GFX; 6=Marka DNA 100 pb. Seleksi koloni E. coli JM109 yang mengandung plasmid rekombinan dilakukan menggunakan metode seleksi antibiotika dan seleksi koloni biru putih. E. coli JM 109 yang mengandung plasmid pgem-t tanpa DNA sisipan akan berwarna biru karena plasmid tanpa DNA sisipan mengandung daerah pengkode enzim β galaktosidase yang dengan adanya IPTG sebagai penginduksi dan X-gal sebagai substrat dari enzim β galaktosidase akan menghasilkan koloni berwarna biru. Koloni putih mengandung plasmid pgem-t dengan DNA sisipan karena DNA sisipan akan merusak urutan daerah pengkode enzim β galaktosidase sehingga plasmid tidak dapat lagi menghasilkan enzim β galaktosidase yang menyebabkan tidak terjadi perubahan warna koloni menjadi biru. Koloni biru dan putih

7 27 yang diduga mengandung plasmid pgem-t -tanpa ataupun dengan DNA sisipan- ini kemudian diisolasi menggunakan metode lisis cepat dan kit reaksi GeneAid. Hasil isolasi kemudian dielektroforesis gel agarosa 1% untuk melihat apakah ada perbedaan ukuran antara plasmid pgem-t yang terdapat di dalam koloni biru dan plasmid pgem-t yang terdapat di dalam koloni putih dengan melihat jarak migrasi masing-masing plasmid. Hasil elektroforesis menunjukkan bahwa plasmid pgem-t yang diisolasi dari koloni putih menunjukkan jarak migrasi lebih lambat dibandingkan dengan plasmid pgem-t yang diisolasi dari koloni biru yang menunjukkan jarak migrasi lebih cepat (Gambar 4.5). Jarak migrasi yang lebih pendek ini menunjukkan bahwa plasmid ini lebih berat dibandingkan dengan plasmid yang terdapat di koloni biru. Untuk memastikan apakah plasmid pgem-t yang lebih berat ini mengandung DNA sisipan dilakukan analisis lebih lanjut. A B Gambar 4.5 Analisa plasmid rekombinan hasil isolasi lisis cepat (A) dan kit GeneAid (B). 1 (A) = pgem-t tanpa DNA sisipan; 2 (A) = pgem-t dengan DNA sisipan, 1-2 (B) = pgem-t dengan DNA sisipan; 3 = pgem-t tanpa DNA sisipan. Analisis selanjutnya adalah analisis pemotongan menggunakan enzim EcoRI dan HindIII. Daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang supaya memiliki sisi pengenalan terhadap enzim EcoRI dan HindIII masing-masing pada salah satu ujungnya. Plasmid pgem-t rekombinan IFNα2b sintetis kemudian dipotong dengan salah satu enzim untuk membuat

8 28 plasmid menjadi linear dan dapat ditentukan berapa panjang basanya dengan membandingkannya dengan ukuran marka DNA. Hasil pemotongan dengan enzim EcoRI dan HindIII kemudian dielektroforesis gel agarosa 1 %. Elektroforesis menunjukkan satu pita tebal berukuran 3587 pb, baik untuk plasmid yang dipotong dengan enzim EcoRI maupun yang dipotong dengan enzim HindIII (Gambar 4.6). Ukuran ini sesuai dengan ukuran vektor pgem-t yang sebesar 3000 pb ditambah dengan daerah pengkode IFNα2b sintetis yang sebesar 522 pb. Hal ini membuktikan bahwa plasmid berhasil dipotong oleh enzim EcoRI dan HindIII dan juga membuktikan adanya DNA sisipan yang mengandung sisi pengenalan EcoRI dan HindIII karena sisi pengenalan terhadap enzim EcoRI dan HindIII secara teoritis hanya dimiliki oleh DNA sisipan daerah pengkode IFNα2b sintetis dan tidak dimiliki oleh plasmid pgem-t. A B Gambar 4.6 Hasil analisis klon dengan enzim EcoRI (A) dan HindIII (B). 2-3(A) = plasmid dengan EcoRI; 1-2(B) = plasmid dengan HindIII; 4(A) dan 3(B) = uncut plasmid; 1(A) dan 1(B) = marka DNA 1Kb. Setelah berhasil dipotong menggunakan satu jenis enzim, plasmid kemudian dipotong dengan menggunakan dua jenis enzim (EcoRI dan HindIII) untuk memperkirakan ukuran DNA sisipan pada plasmid pgem-t. Dari hasil pemotongan dapat dilihat bahwa semua plasmid terpotong oleh kedua enzim, dibuktikan dengan keberadaan pita berukuran 587 pb yang mendekati ukuran teoritis daerah pengkode IFNα2b sintetis sebesar 522 pb dan pita

9 29 berukuran 3000 pb yang merupakan ukuran plasmid pgem-t linear tanpa DNA sisipan (Gambar 4.7). Gambar 4.7 Hasil analisis klon dengan pemotongan ganda menggunakan enzim EcoRI dan HindIII. 1 = Marka DNA 1kb; 2 = pgem-t (+HindIII); 3 = uncut pgem-t; 4-7 = pgem-t (+EcoRI dan HindIII); 8 = Marka DNA 100 pb. Analisis selanjutnya untuk karakterisasi plasmid rekombinan adalah analisis PCR. Analisis PCR dilakukan untuk melihat apakah DNA sisipan daerah pengkode IFNα2b sintetis pada plasmid rekombinan dapat dikenali oleh primer. Analisis hasil PCR dengan elektroforesis gel agarosa 2% menunjukkan satu pita berukuran sekitar 500 pb yang sejajar dengan kontrol positif (Gambar 4.8). Analisis terakhir yang dilakukan adalah analisis penentuan urutan nukleotida untuk mengetahui kebenaran urutan nukleotida dari DNA sisipan yang terdapat di dalam plasmid pgem-t rekombinan. Setelah dilakukan pensejajaran urutan nukleotida yang didapat dengan analisa penentuan urutan nukleotida dengan urutan yang terdapat di GenBank, 99 persen dari keseluruhan panjang nukleotida daerah pengkode IFNα2b sintetis adalah identik dengan urutan nukleotida DNA sisipan yang terdapat di dalam plasmid pgem-t rekombinan (Gambar 4.9).

10 30 Gambar 4.8 Hasil analisis plasmid rekombinan dengan PCR. 1-5 = PCR plasmid pgem-t IFNα2b; 6 = Kontrol positif; 7 = Kontrol negatif; 8 = Marka DNA 100 pb. Perbedaan urutan sebanyak 1% terjadi sebagai akibat insersi sebanyak 2 nukleotida dan delesi sebanyak 1 nukleotida. Insersi nukleotida terjadi pada nukleotida urutan ke 170 dan ke 340, dimana terjadi penambahan satu nukleotida A pada urutan ke 170 dan satu nukleotida C pada urutan ke 340. Delesi 1 nukleotida T terjadi pada nukleotida urutan ke 251. Open Reading Frame (ORF) daerah pengkode IFNα2b sintetis pada plasmid pgem-t mengalami perubahan sebagai akibat mutasi, sehingga menghasilkan pembacaan menjadi asam-asam amino yang berbeda urutannya dengan asam-asam amino IFNα2b sesungguhnya. Hasil translasi secara teoritis dari daerah pengkode IFNα2b sintetis pada plasmid pgem-t memberikan homologi sebesar 33,5 % dengan protein IFNα2b di bank data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa plasmid pgem-t berhasil tersisipi oleh daerah pengkode IFNα2b sintetis yang disintesis menggunakan PCR dua tahap berbasis metode TBIO-Bidirectional Synthesis. Penelitian ini berhasil memodifikasi sintesis daerah pengkode IFNα2b sintetis menjadi lebih efisien dan efektif dibandingkan dengan penelitian sebelumnya (Neves et al., 2004). Dalam penelitian terdahulu, diperlukan 25 oligonukleotida sintetis yang mencakup seluruh urutan nukleotida dari rantai sense dan antisense daerah pengkode IFNα2b sintetis untuk mensintesis daerah pengkode IFNα2b.

11 31 Gambar 4.9 Hasil BLAST penentuan urutan nukleotida DNA sisipan plasmid pgem-t. Penelitian ini menggunakan 10 oligonukleotida, dimana keseluruhan oligonukleotida ini hanya mencakup setengah urutan nukleotida dari rantai sense dan setengah urutan nukleotida dari rantai antisense dari daerah pengkode IFNα2b sintetis. Perancangan oligonukleotida menggunakan metode TBIO serta penggunaan jumlah oligonukletida yang lebih sedikit akan lebih memudahkan proses sintesis dan amplifikasi daerah pengkode IFNα2b.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 14 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Konfirmasi bakteri C. violaceum dan B. cereus dilakukan dengan pewarnaan Gram, identifikasi morfologi sel bakteri, sekuensing PCR 16s rdna dan uji kualitatif aktivitas

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN. Alat elektroforesis agarosa (Biorad), autoklaf, cawan Petri, GeneAid High Speed Plasmid

BAB 3 PERCOBAAN. Alat elektroforesis agarosa (Biorad), autoklaf, cawan Petri, GeneAid High Speed Plasmid BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Alat Alat elektroforesis agarosa (Biorad), autoklaf, cawan Petri, GeneAid High Speed Plasmid Mini kit, inkubator goyang (GSL), jarum Ose bundar, kit GFX (GE Healthcare), kompor listrik

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 21 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian sebelumnya diperoleh kerangka baca terbuka gen IFNα2b yang mengandung tiga mutasi dengan lokasi mutasi yang letaknya berjauhan, sehingga mutagenesis terarah

Lebih terperinci

YOHANES NOVI KURNIAWAN KONSTRUKSI DAERAH PENGKODE INTERFERON ALFA-2B (IFNα2B) DAN KLONINGNYA PADA Escherichia coli JM109

YOHANES NOVI KURNIAWAN KONSTRUKSI DAERAH PENGKODE INTERFERON ALFA-2B (IFNα2B) DAN KLONINGNYA PADA Escherichia coli JM109 YOHANES NOVI KURNIAWAN 10702026 KONSTRUKSI DAERAH PENGKODE INTERFERON ALFA-2B (IFNα2B) DAN KLONINGNYA PADA Escherichia coli JM109 Program Studi Sains dan Teknologi Farmasi INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2007

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon DNA genomik sengon diisolasi dari daun muda pohon sengon. Hasil uji integritas DNA metode 1, metode 2 dan metode 3 pada gel agarose dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Vektor Kloning Protein rgh Isolasi Plasmid cdna GH. Plasmid pgem-t Easy yang mengandung cdna; El-mGH, Og-mGH dan Cc-mGH berhasil diisolasi dari bakteri konstruksi E. coli DH5α dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi Fragmen DNA Penyandi CcGH Mature Plasmid pgem-t Easy yang mengandung cdna GH ikan mas telah berhasil diisolasi. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pita DNA pada ukuran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. ISOLASI DNA GENOM PADI (Oryza sativa L.) KULTIVAR ROJOLELE,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. ISOLASI DNA GENOM PADI (Oryza sativa L.) KULTIVAR ROJOLELE, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. ISOLASI DNA GENOM PADI (Oryza sativa L.) KULTIVAR ROJOLELE, NIPPONBARE, DAN BATUTEGI Isolasi DNA genom padi dari organ daun padi (Oryza sativa L.) kultivar Rojolele, Nipponbare,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN bp bp bp

HASIL DAN PEMBAHASAN bp bp bp HASIL DAN PEBAHASAN Purifikasi dan Pengujian Produk PCR (Stilbena Sintase) Purifikasi ini menggunakan high pure plasmid isolation kit dari Invitrogen. Percobaan dilakukan sesuai dengan prosedur yang terdapat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI TEKNIK PCR OVERLAPPING 1. Sintesis dan amplifikasi fragmen ekson 1 dan 2 gen tat HIV-1 Visualisasi gel elektroforesis

Lebih terperinci

o C 1 menit, penempelan 50 o C 1 menit, polimerisasi 72 o C 1 menit (tiga tahap ini

o C 1 menit, penempelan 50 o C 1 menit, polimerisasi 72 o C 1 menit (tiga tahap ini 13 BAB IV PERCOBAAN IV.1 Bahan Air miliq, deoksinukleotida trifosfat (dntp), MgCl 2, (Promega), enzim Pfu DNA polymerase, dapar Pfu (Stratagene), oligonukleotida SR1, SR2, SR3, SR4, SR5, AR6, AR7, AR8,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 32 Bab IV Hasil dan Pembahasan Penggunaan α-amilase dalam beberapa sektor industri mengalami peningkatan dan sekarang ini banyak diperlukan α-amilase dengan sifat yang khas dan mempunyai kemampuan untuk

Lebih terperinci

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA LAMPIRAN 15 15 Lampiran 1 Tahapan penelitian Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri Isolasi DNA kromosom bakteri Pemotongan DNA dengan enzim restriksi Kloning DNA Isolasi DNA plasmid hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pemotongan Parsial dan Penyisipan Nukleotida pada Ujung Fragmen DNA Konstruksi pustaka genom membutuhkan potongan DNA yang besar. Untuk mendapatkan fragmen-fragmen dengan ukuran relatif

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat

BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan 3.2 Alat BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Bahan Bahan yang digunakan memiliki kualitas pro analisis atau pro biologi molekular, yaitu : primer M. tuberculosis forward: 5 GGATCCGATGAGCAAGCTGATCGAA3 (Proligo) dan primer M. tuberculosis

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

Kloning Domain KS dan Domain A ke dalam Sel E. coli DH5α. Analisis Bioinformatika. HASIL Penapisan Bakteri Penghasil Senyawa Antibakteri

Kloning Domain KS dan Domain A ke dalam Sel E. coli DH5α. Analisis Bioinformatika. HASIL Penapisan Bakteri Penghasil Senyawa Antibakteri 3 selama 1 menit, dan elongasi pada suhu 72 0 C selama 1 menit. Tahap terakhir dilakukan pada suhu 72 0 C selama 10 menit. Produk PCR dielektroforesis pada gel agarosa 1 % (b/v) menggunakan tegangan 70

Lebih terperinci

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan

Lebih terperinci

RATNA ANNISA UTAMI

RATNA ANNISA UTAMI RATNA ANNISA UTAMI 10703022 AMPLIFIKASI DAN KLONING DNA PENGKODE PROTEIN CHAPERONIN 60.1 MYCOBACTERIUM TUBERCULOSIS KE DALAM VEKTOR pgem-t PADA ESCHERICHIA COLI PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI

Lebih terperinci

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( ) Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan

Lebih terperinci

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan:

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan: Materi Kuliah Bioteknologi Pertanian Prodi Agroteknologi Pertemuan Ke 9-10 TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN Ir. Sri Sumarsih, MP. Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.ac.id

Lebih terperinci

Gambar 1. Struktur organisasi promoter pada organisme prokariot [Sumber: University of Miami 2008: 1.]

Gambar 1. Struktur organisasi promoter pada organisme prokariot [Sumber: University of Miami 2008: 1.] Gambar 1. Struktur organisasi promoter pada organisme prokariot [Sumber: University of Miami 2008: 1.] Gambar 2. Struktur organisasi promoter pada organisme eukariot [Sumber: Gilbert 1997: 1.] Gambar 3.

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 1.2 Hasil Pengamatan Bentuk Sel dan Pewarnaan Gram Nama. Pewarnaan Nama

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Tabel 1.2 Hasil Pengamatan Bentuk Sel dan Pewarnaan Gram Nama. Pewarnaan Nama BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada pengujian awal, terhadap 29 bakteri dilakukan pewarnaan Gram dan pengamatan bentuk sel bakteri. Tujuan dilakukan pengujian awal adalah untuk memperkecil kemungkinan

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA Oleh: Gregorius Widodo Adhi Prasetyo A2A015009 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Total Tumbuhan Isolasi DNA total merupakan tahap awal dari pembuatan pustaka genom. DNA dipisahkan dari bahan-bahan lain yang ada dalam sel. DNA total yang diperlukan untuk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil 11 secara perlahan beberapa kali kemudian segera ditambah dengan 400 μl larutan buffer netralisasi (1.32 M natrium asetat ph 4.8), divorteks dan disentrifugasi pada suhu 4 0 C dengan kecepatan 10 000 rpm

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Konstruksi vektor over-ekspresi gen OsWRKY 1.1 Amplifikasi dan purifikasi fragmen gen OsWRKY76

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Konstruksi vektor over-ekspresi gen OsWRKY 1.1 Amplifikasi dan purifikasi fragmen gen OsWRKY76 HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan rekayasa genetik tanaman keberhasilannya tergantung pada beberapa hal, diantaranya adalah gen yang akan diintroduksikan, metode transformasi, sistem regenerasi tanaman dan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi PCR Pada penelitian konstruksi gen harus mempertimbangkan dua hal yaitu urutan nukleotida gen yang akan dikonstruksi dan vektor ekspresi yang akan digunakan. Pada

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi ini membutuhkan primer spesifik (sekuen oligonukelotida khusus) untuk daerah tersebut. Primer biasanya terdiri dari 10-20 nukleotida dan dirancang berdasarkan daerah konservatif

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Virus Hepatitis B Gibbon Regio Pre-S1 Amplifikasi Virus Hepatitis B Regio Pre-S1 Hasil amplifikasi dari 9 sampel DNA owa jawa yang telah berstatus serologis positif terhadap antigen

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Isolasi DNA genom tanaman padi T0 telah dilakukan pada 118

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Isolasi DNA genom tanaman padi T0 telah dilakukan pada 118 45 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Isolasi DNA genom tanaman padi T0 telah dilakukan pada 118 sampel. Berdasarkan hasil digesti DNA dengan enzim EcoRI, diperoleh sebanyak 74 sampel tanaman dari 118

Lebih terperinci

BAB XIII. SEKUENSING DNA

BAB XIII. SEKUENSING DNA BAB XIII. SEKUENSING DNA Pokok bahasan di dalam Bab XIII ini meliputi prinsip kerja sekuensing DNA, khususnya pada metode Sanger, pangkalan data sekuens DNA, dan proyek-proyek sekuensing genom yang ada

Lebih terperinci

ABSTRAK. ISOLASI, OPTIMASI AMPLIFIKASI DAN KLONING GEN phoq PADA Salmonella typhi

ABSTRAK. ISOLASI, OPTIMASI AMPLIFIKASI DAN KLONING GEN phoq PADA Salmonella typhi ABSTRAK ISOLASI, OPTIMASI AMPLIFIKASI DAN KLONING GEN phoq PADA Salmonella typhi Patrisia Puspapriyanti, 2008. Pembimbing I : Ernawati A.Girirachman, Ph.D. Pembimbing II : Johan Lucianus, dr., M.Si. Salmonella

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AMPLIFIKASI DAN PURIFIKASI GEN NS1 VIRUS DENGUE. Proses amplifikasi gen NS1 virus dengue merupakan tahap awal

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AMPLIFIKASI DAN PURIFIKASI GEN NS1 VIRUS DENGUE. Proses amplifikasi gen NS1 virus dengue merupakan tahap awal 38 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. AMPLIFIKASI DAN PURIFIKASI GEN NS1 VIRUS DENGUE Proses amplifikasi gen NS1 virus dengue merupakan tahap awal dalam penelitian. Fragmen gen NS1 virus dengue diamplifikasi

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Produksi Protein Rekombinan Hormon Pertumbuhan (rgh)

BAHAN DAN METODE. Produksi Protein Rekombinan Hormon Pertumbuhan (rgh) 11 BAHAN DAN METODE Penelitian ini terdiri atas 2 tahapan utama, yaitu produksi protein rekombinan hormon pertumbuhan (rgh) dari ikan kerapu kertang, ikan gurame, dan ikan mas, dan uji bioaktivitas protein

Lebih terperinci

REKAYASA GENETIKA. By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si

REKAYASA GENETIKA. By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si REKAYASA GENETIKA By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si Dalam rekayasa genetika DNA dan RNA DNA (deoxyribonucleic Acid) : penyimpan informasi genetika Informasi melambangkan suatu keteraturan kebalikan dari entropi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Fenotipe organ reproduktif kelapa sawit normal dan abnormal.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Fenotipe organ reproduktif kelapa sawit normal dan abnormal. HASIL DAN PEMBAHASAN Fenotipe organ reproduktif kelapa sawit normal dan abnormal. Dalam perkembangannya, organ reproduktif mengalami perubahan yang mengakibatkan terjadinya perbedaan fenotipe antara kelapa

Lebih terperinci

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN MENENGAH DIREKTORAT PEMBINAAN SEKOLAH MENENGAH ATAS Test Seleksi Calon Peserta International Biology Olympiad (IBO) 2014 2 8 September

Lebih terperinci

AMPLIFIKASI IN VITRO DAN IN VIVO FRAGMEN 0,4 KB D-LOOP mtdna SAMPEL FORENSIK

AMPLIFIKASI IN VITRO DAN IN VIVO FRAGMEN 0,4 KB D-LOOP mtdna SAMPEL FORENSIK AMPLIFIKASI IN VITRO DAN IN VIVO FRAGMEN 0,4 KB D-LOOP mtdna SAMPEL FORENSIK Mukhammad Asy ari *, A. Saifuddin Noer ** * Laboratorium Biokimia jurusan Kimia FMIPA UNDIP Semarang ** Laboratorium Rekayasa

Lebih terperinci

SINTESIS DAN PENGKLONAAN FRAGMEN GEN tat (TRANSAKTIVATOR) HIV-1 KE DALAM VEKTOR EKSPRESI PROKARIOT pqe-80l EKAWATI BETTY PRATIWI

SINTESIS DAN PENGKLONAAN FRAGMEN GEN tat (TRANSAKTIVATOR) HIV-1 KE DALAM VEKTOR EKSPRESI PROKARIOT pqe-80l EKAWATI BETTY PRATIWI SINTESIS DAN PENGKLONAAN FRAGMEN GEN tat (TRANSAKTIVATOR) HIV-1 KE DALAM VEKTOR EKSPRESI PROKARIOT pqe-80l EKAWATI BETTY PRATIWI 0304040257 UNIVERSITAS INDONESIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. ditranskipsi dan produk translasi yang dikode oleh gen (Nasution 1999).

BAHAN DAN METODE. ditranskipsi dan produk translasi yang dikode oleh gen (Nasution 1999). 4 ditranskipsi dan produk translasi yang dikode oleh gen (Nasution 1999). Polymerase Chain Reaction (PCR) PCR merupakan suatu reaksi in vitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2007 hingga Juli 2009, bertempat di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik Departemen

Lebih terperinci

SUBKLONING DAN EKSPRESI Gen fim-c S. typhimurium

SUBKLONING DAN EKSPRESI Gen fim-c S. typhimurium JRSKT Vol. 3 No. 2, Desember 2013 U. Choiriyah. et. al. SUBKLONING DAN EKSPRESI Gen fim-c S. typhimurium Ulfah Choiriyah, Muktiningsih Nurjayadi, dan Fera Kurnia Dewi Jurusan Kimia, Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN Mikroba C. violaceum, Bacillus cereus dan E. coli JM 109

BAB 3 PERCOBAAN Mikroba C. violaceum, Bacillus cereus dan E. coli JM 109 9 BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Alat, Bahan dan Miroba 3.1.1 Alat Bunsen, inkubator 37 o C, sentrifuga (Mikro 200R Hettich), Eppendorf 100 ul, 500 ul, 1,5 ml, tabung mikrosentrifuga (Eppendorf), neraca timbang (Mettler

Lebih terperinci

AMPLIFIKASI IN VITRO DAN IN VIVO FRAGMEN 0,4 KB D-LOOP mtdna SAMPEL FORENSIK

AMPLIFIKASI IN VITRO DAN IN VIVO FRAGMEN 0,4 KB D-LOOP mtdna SAMPEL FORENSIK AMPLIFIKASI IN VITRO DAN IN VIVO FRAGMEN 0,4 KB D-LOOP mtdna SAMPEL FORENSIK Mukhammad Asy ari*, A. Saifuddin Noer** * Laboratorium Biokimia jurusan Kimia FMIPA UNDIP Semarang ** Laboratorium Rekayasa

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998).

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang. dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998). BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang dilakukan termasuk dalam penelitian dasar yang dilakukan dengan metode deskriptif (Nazir, 1998). B. Populasi dan Sampel 1. Populasi yang

Lebih terperinci

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan sekuen non kode (sekuen yang tidak mengalami sintesis

Lebih terperinci

TESIS. Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung RATIH ASMANA NINGRUM

TESIS. Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung RATIH ASMANA NINGRUM KLONING DAERAH PENGKODE INTERFERON ALFA-2B (IFNα2b) SINTETIK PADA Escherichia coli, OVERPRODUKSI, PURIFIKASI, DAN KARAKTERISASI PROTEIN REKOMBINAN IFNα2b TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Bab Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ix x xii I II III PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian... 2 1.4 Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 1. Waktu dan Tempat penelitian

BAHAN DAN METODE. 1. Waktu dan Tempat penelitian BAHAN DAN METODE 1. Waktu dan Tempat penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler dan Rumah Kaca Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian

Lebih terperinci

Kasus Penderita Diabetes

Kasus Penderita Diabetes Kasus Penderita Diabetes Recombinant Human Insulin Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB Sejak Banting & Best menemukan hormon Insulin pada tahun 1921, pasien diabetes yang mengalami peningkatan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Isolasi Promoter -Aktin Ikan Mas Promoter -Aktin dari ikan mas diisolasi dengan menggunakan metode PCR dengan primer yang dibuat berdasarkan data yang ada di Bank Gen. Panjang

Lebih terperinci

Kloning Gen pcbc dari Penicillium chrysogenum ke dalam Plasmid ppicza untuk Pengembangan Produksi Penisilin G

Kloning Gen pcbc dari Penicillium chrysogenum ke dalam Plasmid ppicza untuk Pengembangan Produksi Penisilin G BIOMA, Juni 2014 ISSN: 1410-8801 Vol. 16, No. 1, Hal. 33-38 Kloning Gen pcbc dari Penicillium chrysogenum ke dalam Plasmid ppicza untuk Pengembangan Produksi Penisilin G Risma Wiharyanti 1, Dudi Hardianto

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4 Vektor klon pgemt-easy dan peta restriksi yang dimiliki (Promega 1999).

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4 Vektor klon pgemt-easy dan peta restriksi yang dimiliki (Promega 1999). 8 Inkubasi selama 2 hari pada suhu 28 o C dalam kondisi gelap dengan kecepatan 150 rpm. Setelah diinkubasi selama 2 hari, hasilnya adalah terbentuknya koloni berwarna putih. Koloni yang terbentuk kemudian

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan:

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan: Materi Kuliah Bioteknologi Pertanian Prodi Agribisnis Pertemuan Ke 5 TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN Ir. Sri Sumarsih, MP. Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.ac.id

Lebih terperinci

KLONING DAN OVEREKSPRESI GEN celd DARI Clostridium thermocellum ATCC DALAM pet-blue VECTOR 1

KLONING DAN OVEREKSPRESI GEN celd DARI Clostridium thermocellum ATCC DALAM pet-blue VECTOR 1 PROPOSAL METODOLOGI PENELITIAN (BM-3001) KLONING DAN OVEREKSPRESI GEN celd DARI Clostridium thermocellum ATCC 27405 DALAM pet-blue VECTOR 1 Penyusun: Chandra 10406014 Dosen Narasumber: Dra. Maelita Ramdani

Lebih terperinci

BAB in. METODE PENELITIAN

BAB in. METODE PENELITIAN BAB in. METODE PENELITIAN Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan dari April sampai November 2009 di laboratorium Biologi Molekular dan Rekayasa Genetika, Balai Penelitian Bioteknologi

Lebih terperinci

Kloning dan Sekuensing Gen Xilanase dengan Produk Gen Berukuran 30 kda dari Bacillus halodurans CM1 pada Escherichia coli DH5α. Abstract.

Kloning dan Sekuensing Gen Xilanase dengan Produk Gen Berukuran 30 kda dari Bacillus halodurans CM1 pada Escherichia coli DH5α. Abstract. BIOMA, Desember 2016 ISSN: 1410-8801 Vol. 18, No. 2, Hal. 167-172 Kloning dan Sekuensing Gen Xilanase dengan Produk Gen Berukuran 30 kda dari Bacillus halodurans CM1 pada Escherichia coli DH5α Dearesty

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan disajikan hasil dan pembahasan berdasarkan langkah-langkah penelitian yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya dalam empat bagian yang meliputi; sampel mtdna,

Lebih terperinci

Rekombinasi Gen Penyandi -xilosidase asal Geobacillus Thermoleovorans IT-08 dalam Plasmid Phis1525

Rekombinasi Gen Penyandi -xilosidase asal Geobacillus Thermoleovorans IT-08 dalam Plasmid Phis1525 Rekombinasi Gen Penyandi -xilosidase asal Geobacillus Thermoleovorans IT-08 dalam Plasmid Phis1525 (Recombinant Gen of Encoding -Xylosidase from Geobacillus Thermoleovorans IT-08 in phis1525 Plasmid) Sri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. telah banyak dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenomena munculnya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. telah banyak dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenomena munculnya BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian terhadap urutan nukleotida daerah HVI mtdna manusia yang telah banyak dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenomena munculnya rangkaian poli-c merupakan fenomena

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN TICV Isolat Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN TICV Isolat Indonesia 23 HASIL DAN PEMBAHASAN TICV Isolat Indonesia Penyakit klorosis saat ini sudah ditemukan di Indonesia. Pertama kali ditemukan di sentra pertanaman tomat di Magelang, Jawa Tengah dan Purwakarta, Jawa Barat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan menggunakan primer NA. Primer NA dipilih karena protein neuraminidase,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi RNA total RNA total dari ujung akar G. max kultivar Slamet telah berhasil diisolasi. Kuantifikasi RNA total dengan spektrofotometer menunjukkan bahwa rendemen isolasi RNA total

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif.

BAB III METODE PENELITIAN. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif. Penelitian deskriptif adalah metode penelitian yang bertujuan untuk membuat gambaran

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,

Lebih terperinci

PRINSIP TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN

PRINSIP TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN PRINSIP TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN DEBBIE S. RETNONINGRUM SEKOLAH FARMASI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG Prinsip Teknologi DNA Rekombinan 1 PUSTAKA 1. Glick, BR and JJ Pasternak, 2003, Molecular Biotechnology:

Lebih terperinci

RNA (Ribonucleic acid)

RNA (Ribonucleic acid) RNA (Ribonucleic acid) Seperti yang telah dikemukakan bahwa, beberapa organisme prokaryot, tidak memiliki DNA, hanya memiliki RNA, sehingga RNA-lah yang berfungsi sebagai molekul genetik dan bertanggung

Lebih terperinci

PEMBUATAN DNA REKOMBINAN

PEMBUATAN DNA REKOMBINAN PEMBUATAN DNA REKOMBINAN 1 Nama enzim restriksi o Berdasarkan nama organisme dari mana enzim diisolasi, mis.: n Eco dari Escherichia coli n Hin dari Haemophilus influenzae n Hae dari Haemophilus aegyptius

Lebih terperinci

Di dalam bab ini akan dibicarakan pengertian teknologi DNA rekombinan. beserta tahapan-tahapan kloning gen, yang secara garis besar meliputi

Di dalam bab ini akan dibicarakan pengertian teknologi DNA rekombinan. beserta tahapan-tahapan kloning gen, yang secara garis besar meliputi Di dalam bab ini akan dibicarakan pengertian teknologi DNA rekombinan beserta tahapan-tahapan kloning gen, yang secara garis besar meliputi isolasi DNA kromosom dan DNA vektor, pemotongan DNA menggunakan

Lebih terperinci

STUDI HOMOLOGI DAERAH TERMINAL-C HASIL TRANSLASI INSCRIPTO BEBERAPA GEN DNA POLIMERASE I

STUDI HOMOLOGI DAERAH TERMINAL-C HASIL TRANSLASI INSCRIPTO BEBERAPA GEN DNA POLIMERASE I STUDI HOMOLOGI DAERAH TERMINAL-C HASIL TRANSLASI INSCRIPTO BEBERAPA GEN DNA POLIMERASE I T 572 MUL ABSTRAK DNA polimerase merupakan enzim yang berperan dalam proses replikasi DNA. Tiga aktivitas yang umumnya

Lebih terperinci

Gambar 2 Vektor pengklonan pgem T Easy

Gambar 2 Vektor pengklonan pgem T Easy BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2007 sampai dengan bulan April 2008. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biologi Molekuler Seluler Tanaman, dan Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IX. DASAR-DASAR TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN

BAB IX. DASAR-DASAR TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN BAB IX. DASAR-DASAR TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN Di dalam bab ini akan dibicarakan pengertian teknologi DNA rekombinan beserta tahapan-tahapan kloning gen, yang secara garis besar meliputi isolasi DNA kromosom

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Skrining Pseudomonas sp. AZM-1 mikroba pelarut fosfat Mikroba yang membawa gen pelarut fosfat adalah Pseudomonas sp. AZM-1. Peremajaan kembali mikroba hasil isolasi dilakukan dengan

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase merupakan enzim yang mempunyai peranan penting dalam bioteknologi saat ini. Aplikasi teknis enzim ini sangat luas, seperti pada proses likuifaksi pati pada proses produksi

Lebih terperinci

ABSTRAK. OPTIMASI AMPLIFIKASI DAN KLONING GEN Chaperonin 60.1 PADA Mycobacterium tuberculosis

ABSTRAK. OPTIMASI AMPLIFIKASI DAN KLONING GEN Chaperonin 60.1 PADA Mycobacterium tuberculosis ABSTRAK OPTIMASI AMPLIFIKASI DAN KLONING GEN Chaperonin 60.1 PADA Mycobacterium tuberculosis Nia Oktriviany, 2009 Pembimbing I : Ernawati Arifin Giri Rachman, Ph.D Pembimbing serta I : Debbie Sofie Retnoningrum,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis.

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis. Secara umum penyebaran bakteri ini melalui inhalasi, yaitu udara yang tercemar oleh penderita

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi DNA Metode isolasi dilakukan untuk memisahkan DNA dari komponen sel yang lain (Ilhak dan Arslan, 2007). Metode isolasi ini sesuai dengan protokol yang diberikan oleh

Lebih terperinci

REKAYASA GENETIKA ( VEKTOR PLASMID )

REKAYASA GENETIKA ( VEKTOR PLASMID ) MAKALAH REKAYASA GENETIKA ( VEKTOR PLASMID ) Disusun oleh: NAMA : LASINRANG ADITIA NIM : 60300112034 KELAS : BIOLOGI A TUGAS : REKAYASA GENETIKA JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Lampiran 2. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Genetika. 1. Hubungan antara DNA, gen, dan kromosom:

Lampiran 2. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Genetika. 1. Hubungan antara DNA, gen, dan kromosom: 100 Lampiran 2. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Genetika 1. Hubungan antara DNA, gen, dan kromosom: DNA polimer nukleotida (deoksiribosa+fosfat+basa nitrogen) gen (sekuens/dna yang mengkode suatu polipeptida/protein/sifat

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. protein dalam jumlah besar (Reece dkk., 2011). kompeten biasanya dibuat dari inokulum awal dengan konsentrasi 2% ( v / v )

I. PENDAHULUAN. protein dalam jumlah besar (Reece dkk., 2011). kompeten biasanya dibuat dari inokulum awal dengan konsentrasi 2% ( v / v ) I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Plasmid merupakan molekul DNA berukuran relatif kecil, melingkar, dan beruntai ganda. Plasmid membawa gen-gen yang terpisah dari kromosom bakteri. Plasmid digunakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA II.1 Karakteristik Interferon IFN tipe I adalah keluarga sitokin dengan kemiripan urutan asam amino mencapai 30-80%. Protein IFNα merupakan monomer dan protein IFN β merupakan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR...... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang...

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Penyebab ketidakberhasilan penentuan urutan daerah HVSI mtdna manusia yang mengandung poli-c melalui direct sequencing dan keberhasilan sekuensing setelah kloning diduga terjadi

Lebih terperinci

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria

Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Kolokium Departemen Biologi FMIPA IPB: Ria Maria Ria Maria (G34090088), Achmad Farajallah, Maria Ulfah. 2012. Karakterisasi Single Nucleotide Polymorphism Gen CAST pada Ras Ayam Lokal. Makalah Kolokium

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 24 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Perhitungan Kepadatan Artemia dan Kutu Air serta Jumlah Koloni Bakteri Sebanyak 1,2 x 10 8 sel bakteri hasil kultur yang membawa konstruksi gen keratin-gfp ditambahkan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian

METODE PENELITIAN. Tabel 1 Sampel yang digunakan dalam penelitian 12 METODE PEELITIA Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan April 2010, bertempat di Bagian Fungsi Hayati dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu

Lebih terperinci

MEINILA SARI KONFIRMASI CHROMOBACTERIUM VIOLACEUM SEBAGAI MIKROBA PENGHASIL KITINASE DAN KLONING FRAGMEN GENNYA

MEINILA SARI KONFIRMASI CHROMOBACTERIUM VIOLACEUM SEBAGAI MIKROBA PENGHASIL KITINASE DAN KLONING FRAGMEN GENNYA MEINILA SARI 10703007 KONFIRMASI CHROMOBACTERIUM VIOLACEUM SEBAGAI MIKROBA PENGHASIL KITINASE DAN KLONING FRAGMEN GENNYA PROGRAM STUDI SAINS DAN TEKNOLOGI FARMASI SEKOLAH FARMASI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

Lebih terperinci

KLONING GEN FIM-C SALMONELLA TYPHIMURIUM DENGAN VEKTOR pgem-t easy UNTUK PENGEMBANGAN VAKSIN REKOMBINAN PENYAKIT TYPHUS PADA MANUSIA

KLONING GEN FIM-C SALMONELLA TYPHIMURIUM DENGAN VEKTOR pgem-t easy UNTUK PENGEMBANGAN VAKSIN REKOMBINAN PENYAKIT TYPHUS PADA MANUSIA M. Nurjayadi. et. al. JRSKT Vol. 3 No. 2, Desember 2013 KLONING GEN FIM-C SALMONELLA TYPHIMURIUM DENGAN VEKTOR pgem-t easy UNTUK PENGEMBANGAN VAKSIN REKOMBINAN PENYAKIT TYPHUS PADA MANUSIA Muktiningsih

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan BAB IV Hasil dan Pembahasan Hasil yang diperoleh dari tahapan penelitian akan dijelaskan pada bab ini. Dimulai dengan amplifikasi gen katg, penentuan urutan nukleotida (sequencing), dan diakhiri dengan

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Lumbrokinase merupakan enzim fibrinolitik yang berasal dari cacing tanah L. rubellus. Enzim ini dapat digunakan dalam pengobatan penyakit stroke. Penelitian mengenai lumbrokinase,

Lebih terperinci

GENETIKA DASAR Rekayasa Genetika Tanaman. Definisi. Definisi. Definisi. Rekayasa Genetika atau Teknik DNA Rekombinan atau Manipulasi genetik

GENETIKA DASAR Rekayasa Genetika Tanaman. Definisi. Definisi. Definisi. Rekayasa Genetika atau Teknik DNA Rekombinan atau Manipulasi genetik Definisi GENETIKA DASAR Rekayasa Genetika Tanaman Oleh: Dr. Ir. Dirvamena Boer, M.Sc.Agr. HP: 081 385 065 359 e-mail: dirvamenaboer@yahoo.com Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo, Kendari Dipublikasi

Lebih terperinci