Bab IV Hasil dan Pembahasan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bab IV Hasil dan Pembahasan"

Transkripsi

1 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Akar Nanas Kering dan Hidroponik Akar nanas kering yang digunakan dalam penelitian ini merupakan akar nanas yang tertanam dalam tanah, berwarna coklat dan berupa suatu serabut yang menempel pada bagian seperti bonggol. Akar dipisahkan dari bonggolnya dengan cara dipotong potong. Teksturnya berbentuk silinder agak kecil memanjang. Setelah dikeringkan dan digiling menjadi serbuk halus, terasa menjadi lebih ringan. Gambar IV.1 dan IV.2 berikut ini menampilkan akar nanas yang sudah kering dan serbuknya setelah digiling. Gambar IV.1 Akar nanas kering Gambar IV.2 Serbuk akar nanas kering

2 Akar nanas hidroponik berwarna putih kehijauan dan berbentuk serabut dengan tekstur silinder memanjang dan mengandung air. Akar hidroponik ditampilkan pada Gambar IV.3. Gambar IV.3 Akar nanas hidroponik IV.2 Penyiapan Krim Santan Krim santan yang dipakai merupakan krim bagian atas dari suatu santan yang terlihat lebih kental dan berwarna putih agak krem. Berdasarkan hasil VCO yang didapat maka dapat dipakai suatu pola pembuatan krim santan untuk mendapatkan jumlah VCO yang sesuai dengan hasil percobaan yaitu : Tabel IV.1 Pola pembuatan krim santan (tidak murni) Jumlah Air ( ml ) Massa kelapa parut ( gram ) Jumlah buah kelapa ( butir ) Volume krim santan ( ml )

3 Pola pembuatan krim pada tabel 1V.1 dijadikan acuan untuk membuat krim santan sebagai bahan untuk percobaan pembuatan VCO selanjutnya. IV.3 Pembuatan VCO dan Randemen Yang Dihasilkan Setelah proses inkubasi yang cukup lama, selama 20 jam maka campuran krim santan dengan akar nanas kering atau akar nanas hidroponik diamati dan dicoba dilakukan pengerjaan berikutnya. IV.3.1 Pembuatan VCO dengan Serbuk Akar Nanas Kering Hasil pengamatan dari pengujian yang pertama memberikan data bahwa blondo dan serbuk akar berada di lapisan paling atas, menutupi minyak yang berada di lapisan kedua. Air berada pada lapisan ketiga yaitu lapisan paling bawah. Setelah dipisahkan dengan penyaringan dan dikeringkan dengan zeolit diperoleh VCO berwarna jernih dan berbau harum / gurih / enak. Fenomena ini dapat dilihat pada Gambar IV.4. Gambar IV.4 Campuran krim santan (tidak murni) dan akar nanas kering setelah 20 jam. Lapisan paling atas berupa blondo, bila dilihat dari atas akan tampak seperti pada Gambar IV.5. Ketika blondo diambil untuk dipisahkan maka akan terlihat lapisan 58

4 VCO seperti yang disajikan pada Gambar IV.6 dan IV.7 sedangkan blondo yang sudah terpisah ditampilkan pada Gambar IV.8. Gambar IV.5 Lapisan atas berupa blondo Gambar IV.6 Lapisan kedua berupa VCO 59

5 Gambar IV.7 Lapisan kedua berupa VCO, dilihat dari samping Gambar IV.8 Blondo Setelah proses penyaringan dan pengeringan oleh zeolit, VCO dipisahkan lalu diukur volumenya dan ditentukan randemennya (Lampiran 1). Gambar IV.9 menampilkan proses penyaringan VCO dan Gambar IV.10 menunjukkan VCO hasil penyaringan. 60

6 Gambar IV.9 Proses penyaringan VCO Gambar IV.10 VCO hasil penyaringan Tabel IV.2 berikut menampilkan randemen VCO yang diperoleh berdasarkan hasil perhitungan antara perbandingan massa akar kering dan volume krim santan (tidak murni), untuk 3 variasi kelapa yaitu jenis kelapa tua, kelapa setengah tua dan kelapa lebih muda. 61

7 Tabel IV.2 Penentuan randemen VCO dengan variasi kelapa Kelapa Tua Gelas 1 Gelas 2 Gelas 3 Gelas 4 Gelas 5 Volume Krim Santan (tidak murni) (ml) Massa Serbuk Akar Kering ( g ) Perbandingan Serbuk Akar Kering dan Krim Santan (tidak murni) 1 : : : Volume VCO (ml) Randemen VCO (%) 13, Kelapa Setengah Tua Gelas 1 Gelas 2 Gelas 3 Gelas 4 Gelas 5 Volume Krim Santan (tidak murni) (ml) Massa Serbuk Akar Kering ( g ) Perbandingan Serbuk Akar Kering dan Krim Santan (tidak murni) 1 : : 50 1 : 33,3 - - Volume VCO (ml) Randemen VCO (%) Kelapa Lebih Muda Gelas 1 Gelas 2 Gelas 3 Gelas 4 Gelas 5 Volume Krim Santan (tidak murni) (ml) Massa Serbuk Akar Kering ( g ) 1,0 2,0 3,0 4,0 5,0 Perbandingan Serbuk Akar Kering dan Krim Santan (tidak murni) 1 : : : : 75 1 : 60 Volume VCO (ml) Randemen VCO (%) 2,33 8,33 8,33 3,33 3,33 Randemen VCO untuk setiap variasi kelapa dapat pula dilihat pada gambar IV.11, IV.12 dan IV.13. % VCO Massa Akar Kering : Volume Krim Santan Gambar IV.11 Randemen VCO untuk kelapa tua 62

8 % VCO Massa Akar Kering : Volume Krim Santan Gambar IV.12 Randemen VCO dari kelapa setengah tua % VCO Massa Akar Kering : Volume Krim Santan Gambar IV.13 Randemen VCO dari kelapa lebih muda Untuk jenis kelapa tua, randemen VCO terbanyak hanya diperoleh 25 %, pada saat 1 gram akar dicampurkan dalam 100 ml krim santan (tidak murni) ( 1 : 100 ). Namun ketika massa serbuk akar kering yang digunakan sebanyak 3 gram dalam 150 ml santan ( 1 : 50 ), volume VCO yang diperoleh menjadi berkurang ( 20 % ). Begitu pula untuk 1 gram akar dalam 150 ml santan ( 1 : 150 ), volume VCO yang dihasilkan berkurang yaitu sekitar 13,33 % ( Tabel IV.2 dan Gambar IV.11). Hal ini menunjukkan bahwa volume VCO yang dihasilkan tergantung sekali pada perbandingan antara jumlah massa serbuk akar dan volume santan yang dipakai. 63

9 Ada perbandingan jumlah serbuk akar dan volume santan tertentu atau bahkan kondisi tertentu yang optimum untuk mendapatkan VCO dalam jumlah yang cukup banyak. Oleh karena itu diperlukan pengujian berikutnya untuk lebih mengetahui hal tersebut. Percobaan selanjutnya masih menggunakan santan (tidak murni) yang berasal dari kelapa setengah tua, dengan jumlah serbuk akar yang bervariasi yaitu 1 g, 2 g dan 3 g dengan volume krim santan (tidak murni) yang tetap (100 ml) dapat menghasilkan VCO yang dapat dipisahkan dari blondonya, meskipun volume yang diperoleh tidak sebanyak percobaan sebelumnya. Volume VCO yang dihasilkan berturut-turut adalah 10 ml, 15 ml dan 7 ml. Dengan melihat perbandingan massa akar dengan volume santan 1 : 100 ; 1 : 50 ; 1 : 33,3, ternyata jumlah VCO terbanyak dihasilkan pada perbandingan 1 : 50, dengan hasil randemen VCO sebesar 15 % ( Tabel IV.2 dan Gambar IV.12 ). Hal ini membuktikan bahwa jumlah VCO yang maksimum sangat ditentukan oleh perbandingan antara massa serbuk akar nanas kering dan volume krim santan (tidak murni). Hal lain yang menentukan adalah jenis buah kelapa yang digunakan kurang tua, sehingga minyak yang terkandung dalam santan jumlahnya sedikit. 2 Pengulangan pembuatan VCO menggunakan jenis kelapa lebih muda, dengan variasi massa akar kering 1 g, 2 g, 3 g, 4 g dan 5 g dan volume krim santan yang sama yaitu 300 ml, berhasil dengan cukup baik meskipun volume VCO yang diperoleh tidak sebanyak sebelumnya. Pada perbandingan jumlah massa akar dan volume krim santan ( tidak murni ) yaitu 1 : 300 ; 1: 150 ; 1: 100 ; 1 : 75 ; 1 : 60 ( Tabel IV.2 dan Gambar IV.13 ), dapat dilihat bahwa jumlah VCO cukup banyak, dihasilkan oleh 2 gram akar kering dalam 300 ml krim santan ( tidak murni ) ( 1 : 150 ) dan 3 gram akar kering dalam 300 ml krim santan ( tidak murni ) (1 : 100), keduanya memiliki randemen VCO yang sama yaitu 8,33 %. Pada perbandingan 1 : 75 dan 1 : 60 maka randemen VCO yang dihasilkan berkurang, keduanya memiliki nilai randemen 64

10 yang sama pula yaitu 3,33 %. Berarti ada penurunan randemen sekitar 5 % ketika volume krim santan berkurang dari volume optimumnya pada saat diekstraksi oleh protease yang terkandung dalam serbuk akar nanas kering. Ini membuktikan bahwa protease ( akar nanas ) dan substrat ( santan ) memiliki perbandingan jumlah yang optimum untuk dapat memproduksi VCO dalam jumlah yang cukup banyak. Dengan melihat hasil randemen yang ada, secara umum dapat dikatakan bahwa VCO yang dihasilkan dengan menggunakan akar nanas kering tidaklah terlalu banyak. Hal ini dapat disebabkan oleh kelapa yang digunakan kurang tua sehingga kandungan minyak dalam kelapa sedikit atau kelapa yang dipakai sebetulnya sudah cukup tua tetapi jenis kelapa atau varietasnya tidak unggul. 2 Kemungkinan lain adalah kondisi optimum dari krim santan yang dipakai, misalnya keasaman, kurang sesuai dengan protease dari serbuk akar nanas kering. Untuk itu perlu dilakukan optimasi kondisi dan analisa atau karakterisasi terhadap jenis protease yang digunakan. Selain itu, adanya inhibitor dapat pula menjadi faktor penyebab tidak terbentuknya VCO. Pada pembuatan VCO menggunakan santan murni dengan berbagai variasi massa akar nanas kering dan volume santan murni tidak menghasilkan VCO. Hal ini dapat disebabkan karena terlalu pekatnya substrat ( krim santan murni ) sehingga aktivitas protease tidak optimum. Pada kondisi ini terbentuk krim ( koloid ) yang pekat, sehingga minyak tidak dapat dipisahkan karena bercampur menjadi satu dengan blondo. Hal ini dapat diamati dengan jelas pada Gambar IV

11 Gambar IV.14 Koloid krim santan dan blondo setelah 20 jam. Tidak terbentuknya VCO memberikan gambaran bahwa minyak yang terkandung dalam santan tidak dapat terekstraksi oleh protease. Kemungkinan baru terjadi degradasi polisakarida atau degradasi dinding sel oleh enzim pendegradasi karbohidrat saja yaitu karbohidrase. 8 Faktor lain yang dapat menjadi penyebab adalah adanya inhibitor sehingga produk VCO yang diharapkan tidak terbentuk. 15 IV.3.2 Pembuatan VCO dengan Akar Nanas Hidroponik Percobaan 1 dilakukan menggunakan akar nanas hidroponik sebanyak 1, 2, 3, 4 dan 5 gram, dengan volume krim santan (tidak murni) masing-masing sebanyak 20 ml. Percobaan 2, masing masing menggunakan 1 gram akar nanas hidroponik dengan volume krim santan ( tidak murni ) berturut turut 50, 100, 150, 200 dan 250 ml ( Tabel IV.3 ). 66

12 Tabel IV.3 Pembuatan VCO dengan akar nanas hidroponik Percobaan 1 Gelas 1 Gelas 2 Gelas 3 Gelas 4 Gelas 5 Krim Santan (tidak murni) (ml) Akar Nanas Hidroponik (g) Perbandingan Serbuk Akar Kering dan Krim Santan (tidak murni) 1 : 20 1 : 10 1 : 6,7 1 : 5 1 : 4 Volume VCO (ml) Randemen VCO (%) Percobaan 2 Gelas 1 Gelas 2 Gelas 3 Gelas 4 Gelas 5 Krim Santan (tidak murni) (ml) Akar Nanas Hidroponik (g) Perbandingan Serbuk Akar Kering dan Krim Santan (tidak murni) 1 : 50 1 : : : : 250 Volume VCO (ml) Randemen VCO (%) Dalam percobaan ini VCO terbentuk tetapi bercampur dengan krim santan (blondo) dan tidak bisa dipisahkan, meskipun dengan bantuan sentrifugasi. Kadar VCO yang terbentuk sangat sedikit sehingga tidak dapat terukur. VCO yang terbentuk cukup jernih tetapi berbau agak masam. Tidak terbentuknya VCO kemungkinan disebabkan oleh jenis protease yang terkandung dalam akar nanas hidroponik tidaklah sejenis dengan protease yang terdapat pada akar kering, sehingga ekstraksi tidak terjadi secara optimum. IV.4 Karakterisasi VCO VCO yang dihasilkan dari bahan serbuk akar nanas kering dan santan (tidak murni) dikarakterisasi untuk mengetahui kualitasnya. Karakterisasi meliputi warna, aroma, kadar air, bilangan asam, bilangan iodium dan kandungan asam lemak. IV.4.1 Warna Semua VCO yang dihasilkan memiliki warna yang jernih (bening). 67

13 IV.4.2 Aroma Aroma VCO tercium harum / enak atau gurih seperti khas bau minyak kelapa asli. IV.4.3 Kadar Air VCO yang diperoleh mempunyai kadar air 0,44 %. Nilai ini berada pada rentang kadar air yang ditentukan oleh Asian and Pacific Coconut Community (APCC) yang berkisar pada rentang 0,1 0,5 %. IV.4.4 Penentuan Bilangan Asam Bilangan asam adalah jumlah miligram basa yang dibutuhkan untuk menetralkan asam-asam lemak bebas dalam 1 gram minyak/lemak. Penentuan bilangan asam dilakukan untuk mengetahui derajat hidrolisis suatu minyak atau lemak. Pada reaksi hidrolisis, minyak atau lemak akan dirubah menjadi asam lemak bebas dan gliserol dengan adanya air. Proses ini menyebabkan minyak menjadi rusak, yang ditandai dengan perubahan bau dan rasa minyak yang tengik. Bilangan asam ditentukan melalui metoda titrasi asam basa, yaitu dengan menghitung jumlah KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam 1 gram minyak atau lemak. Jika bilangan asam suatu minyak atau lemak bernilai tinggi artinya minyak telah terhidrolisis. Pada penelitian ini, bilangan asam dari VCO yang dihasilkan adalah 0,41. Menurut standar APCC, VCO memiliki nilai bilangan asam maksimal sebesar 0,5. Hal ini menunjukkan VCO yang diperoleh berada dalam rentang standar APCC. IV.4.5 Penentuan Bilangan Iodium Bilangan iodium adalah jumlah gram iod yang dapat diserap oleh 100 gram zat kimia. Bilangan iodium dapat menunjukkan derajat kejenuhan asam lemak yang terdapat dalam minyak. Ikatan rangkap yang terdapat dalam asam lemak dapat bereaksi dengan senyawa iod melalui reaksi adisi. 68

14 Penentuan bilangan iodium dilakukan melalui metoda titrasi. Semakin kecil nilai bilangan iodium maka kandungan asam lemak jenuh yang terdapat dalam minyak semakin banyak. Sebaliknya makin tinggi bilangan iodium maka semakin banyak kandungan asam lemak tak jenuhnya, karena makin banyak ikatan rangkap yang dapat diadisi oleh I 2. APCC menetapkan standar bilangan iodium untuk VCO sebesar VCO yang diperoleh pada penelitian ini mempunyai bilangan iodium 9,6. Hal ini menunjukkan bahwa sampel VCO berada dalam rentang standar APCC. IV.4.6 Penentuan Komposisi Asam Lemak Komposisi asam lemak dalam VCO ditentukan dengan kromatografi gas. Dalam hal ini, waktu retensi untuk setiap asam lemak berbeda, tergantung pada spesifikasi dan kondisi alat kromatografi gas yang digunakan. Pemisahan yang terjadi dalam kolom berlangsung secara bertahap, bergantung pada berat molekul sampel. Asam lemak dengan berat molekul lebih kecil akan keluar terlebih dahulu atau akan melewati kolom lebih cepat. Berdasarkan hal ini, maka puncak puncak asam lemak dalam bentuk esternya akan teramati berturut turut metil laurat, metil miristat dan metil palmitat. Kromatogram untuk standar metil laurat, metil miristat dan metil palmitat ditunjukkan pada Gambar IV.15. Methyl Laurat Methyl Myristat Methyl Palmitate Gambar IV.15 Kromatogram standar metil laurat, metil miristat dan metil palmitat 69

15 Kromatogram VCO hasil isolasi ditunjukkan pada Gambar IV.16. Gambar IV.16 Kromatogram VCO hasil isolasi Berdasarkan Gambar IV.15 dan IV.16 dapat disimpulkan bahwa dalam sampel VCO secara kualitatif terkandung metil laurat ( pada puncak 12,812 ) dan metil miristat ( pada puncak 15,447 ). Metil palmitat tidak terdeteksi dalam VCO yang diperoleh. Komposisi ester asam lemak pada sampel VCO ditentukan dengan GCMS, dengan membandingkan persen relatif jumlah senyawa yang ditunjukkan dengan perbandingan luas area puncak setiap senyawa. Hasil GCMS ditampilkan dalam Tabel IV.4 ( Gambar GCMS dan analisis hitungannya dalam Lampiran 5). Tabel IV.4 Komposisi asam lemak dalam VCO Komposisi Senyawa (%) Sampel Metil Asam Metil laurat Asam laurat Metil Miristat Asam Miristat Palmitat Palmitat VCO 34,13 38,55 11, Jumlah 72,68 19,39 - Bila mengacu pada kandungan asam lemak pada VCO bedasarkan standar mutu VCO AFCC, maka komposisi asam-asam lemak yang terdeteksi dalam sampel 70

16 memenuhi standar, meskipun kandungan asam palmitat tidak dapat diketahui sehingga tidak dapat dibandingkan dengan standar APCC. IV.5 Isolasi Protease dari Serbuk Kering Akar Nanas Hasil isolasi protease dari serbuk kering akar nanas berupa suatu ekstrak berwarna coklat. Crude ekstrak ini kemudian digunakan untuk percobaan selanjutnya (fraksinasi dengan amonium sulfat ). IV.6 Fraksinasi Fraksinasi terhadap crude ekstrak dilakukan dengan hasil fraksinasi berupa fraksi 1 fraksi 5. Masing-masing fraksi yang diperoleh berupa suatu protein yang terendapkan, yang berwarna coklat. Masing masing fraksi dilarutkan kembali dalam 2 ml bufer fosfat 0,05 M ph 7. Setiap fraksi kemudian dilakukan pengujian untuk mengetahui aktivitas dan kadar proteinnya. V.7 Dialisis Proses dialisis dilakukan dengan membran semipermiable. Molekul protein yang berukuran besar akan tertahan dalam membran, sedangkan molekul yang ukurannya kecil dapat lolos melalui pori dan larut dalam buffer dialisis yang digunakan. Proses dialisis dipengaruhi oleh perbedaan konsentrasi zat terlarut. Oleh sebab itu penggantian buffer selama proses dialisis harus dilakukan. Dialisis dilakukan pada suhu C, agar stabilitas protein tetap terjaga. Dialisis dapat dianggap selesai bila penambahan larutan barium klorida pada buffer dialisis tidak menghasilkan endapan putih. 29 Dalam percobaan ini, hasil dialisis yang diperoleh untuk setiap fraksi protein 1 sampai dengan 5 adalah 2, 1, 3, 4 dan 3,2 ml. IV.8 Karakterisasi protease IV.8.1 Penentuan Konsentrasi Protein Penentuan konsentrasi protein dilakukan dengan metoda Lowry, menggunakan larutan standar BSA dalam berbagai konsentrasi yaitu 0, 20, 40, 80, 120, 160 dan 200 μg/ml. Absorban larutan standar dan sampel fraksi fraksi protease diukur 71

17 dengan spektronic 20 pada λ 750 nm, setelah penambahan reagen Folin Ciocalteu. Hasil yang diperoleh ditampilkan pada Tabel IV.5. Tabel IV.5 Konsentrasi protein hasil fraksinasi Konsentrasi No. Sampel μg / ml (pengenceran 10 x ) mg / ml ( pengenceran 10 x ) mg / ml ( awal ) 1. Crude 227,813 0,228 2, F 1 316,563 0,317 3, F 2 179,063 0,179 1, F 3 214,688 0,215 2, F 4 229,063 0,229 2, F 5 74,688 0,075 0,747 Dari tabel IV.5 dapat dilihat bahwa konsentrasi protein yang terbesar terdapat pada Fraksi 1 (F1) yaitu sekitar 3,166 mg/ml. Sedangkan fraksi 5 memiliki nilai konsentrasi yang paling rendah yaitu 0,747 mg/ml. IV.8.2 Penentuan Aktivitas Protease Aktivitas protease ditentukan dengan metoda Horikoshi. Pada metoda ini kasein digunakan sebagai substrat. Protease yang ada akan menghidrolisis kasein untuk menghasilkan asam amino. Besarnya aktivitas protease ditentukan berdasarkan jumlah tirosin yang dihasilkan dari hidrolisis kasein, yang dapat ditentukan secara spektrometri pada λ 275 nm. λ 275 nm merupakan panjang gelombang maksimum untuk penyerapan sinar UV oleh protein yang mengandung residu asam amino aromatik seperi tirosin dan triptophan. Protein yang mengandung sedikit residu asam amino aromatik mempunyai absorsifitas yang rendah pada λ 275 nm. Satu unit aktivitas protease didefinisikan sebagai jumlah enzim yang diperlukan untuk menghasilkan material yang larut dalam campuran TCA, yang eqivalen 72

18 dengan 1 mg tirosin yang dihasilkan oleh 0,1 ml larutan enzim dari larutan kasein 1 % (b/v) per detik pada ph 8,0 dan suhu 37 0 C. Aktivitas protease pada setiap fraksi ditunjukkan pada tabel IV.6. Tabel IV.6 Penentuan Aktivitas protease No. Aktivitas Kontrol Δ [Tirosin] Aktivitas Total Spesifik Sampel Absorbans mg/ml (unit) (unit/mg) 1. Crude 0,117 0,039 3, , F 1 0,004 0,012 0, , F 2 0,025 0,017 1, , F 3 0,155 0,049 4, , F 4 0,047 0,022 1, , F 5 0,013 0,014 1, , Dari Tabel IV.6 dapat diketahui bahwa fraksi 3 (F3) memiliki perubahan nilai absorbansi tertinggi yaitu 0,155 dan konsentrasi tirosin yang dihasilkannya memiliki nilai tertinggi pula ( 0,049 mg/ml ). Nilai aktivitas total F3 adalah 4, unit, merupakan aktivitas tertinggi dibandingkan fraksi fraksi lainnya. Aktivitas spesifik F3 adalah 1, unit/mg, merupakan aktivitas tertinggi dibandingkan dengan fraksi fraksi lainnya. Hasil tersebut mengindikasikan bahwa protease hasil isolasi terdapat pada fraksi 3 (F3). IV.8.3 Optimasi ph Optimasi ph terhadap kerja protease dilakukan pada fraksi 3 ( F3 ) dengan rentang ph 4, 5, 6, 7, 8 dan 9. Pengerjaan dilakukan dengan buffer fosfat 0,05 M pada suhu 37 0 C. Hasilnya ditunjukkan pada Gambar IV

19 KURVA OPTIMASI ph Absorbans ph Gambar IV.17 Optimasi ph pada aktivitas protease Berdasarkan Gambar IV.17 terlihat bahwa aktivitas tertinggi protease berada pada ph 8, meskipun pada ph 5 protease juga menunjukkan aktivitas yang cukup tinggi dibandingkan dengan aktivitas pada ph 6 dan 7. Berdasarkan hal ini maka protease yang ada dapat digolongkan sebagai protease basa dengan ph optimum 8.!V.8.4 Optimasi Suhu Optimasi suhu dilakukan pada rentang 25 0 C, 37 0 C, 49 0 C dan 61 0 C pada ph 8. Buffer yang digunakan adalah bufer fosfat 0,05 M. Hasil pengujian ditampilkan pada Gambar IV

20 OPTIMASI SUHU ABSORBANS SUHU (CELCIUS) Gambar IV.18 Optimasi suhu pada aktivitas protease Berdasarkan Gambar IV.18 dapat diketahui bahwa suhu optimum untuk aktivitas protease adalah 37 0 C. Pada suhu di atas suhu optimum protease mengalami denaturasi akibat pemanasan. IV.8.5 Optimasi Konsentrasi Substrat Optimasi konsentrasi substrat dilakukan pada rentang konsentrasi kasein 0,1 %, 0,25 %, 0,5 %, 1 %, 1,5 % dan 2 %. Hasil pengujian ditampilkan pada Gambar IV.19. OPTIMASI KONSENTRASI SUBSTRAT Delta Absorbans Konsentrasi Kasein Gambar IV. 19 Optimasi substrat pada aktivitas protease 75

21 Berdasarkan Gambar IV.19 dapat dikatakan bahwa pada konsentraasi awal kasein yang rendah yaitu 0,1 %, aktivitas protease sangat tinggi. Aktivitas protease mengalami penurunan ketika konsentrasi kasein 0,25 %, 1 % dan 1,5 % sedangkan pada konsentrasi kasein 0,5 % dan 2 % protease tidak menunjukkan adanya aktivitas atau absorbansinya sama dengan nol. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa konsentrasi kasein yang optimum untuk aktivitas protease adalah 1 %. IV.8.6 Penggolongan Jenis Protease Penggolongan protease dilakukan dengan mempelajari pengaruh penambahan CaCl 2, EDTA dan PMSF pada aktivitas protease. Hasil pengujian dapat dilihat pada tabel IV.7. Tabel. IV.7 Pengaruh penambahan EDTA, CaCl 2 dan PMSF terhadap aktivitas protease Absorbans ZAT Blanko Kontrol enzim Enzim Δ A rata - rata F 3 + EDTA 0 0,038 0,000 0,038 0,000 0,038 F 3 + CaCl 2 0 0,003 0,193 0,003 0,193 0,190 F 3 + PMSF 0 0,214 0,214 0,214 0,214 0,000 Fraksi 3 ( F 3 ) tanpa penambahan zat 0 0,168 0,323 0,155 Dari Tabel IV.7 dapat disimpulkan bahwa EDTA dapat menurunkan aktivitas protease, CaCl 2 meningkatkan aktivitas protease sedangkan PMSF menurunkan aktivitas protease bahkan menghentikan aktivitasnya. Adanya penghambatan aktivitas protease oleh EDTA disebabkan oleh EDTA membentuk khelat dengan protein sehingga mempengaruhi konformasi sisi aktif enzim yang menyebabkan penurunan aktivitas enzim terhadap substrat. Hal ini menunjukkan bahwa protease yang dipunyai adalah termasuk protease logam. Kesimpulan ini dikonfirmasi 76

22 dengan melihat pengaruh CaCl 2, yang dapat meningkatkan aktivitas protease, PMSF menurunkan bahkan menghentikan aktivitas enzim, karena PMSF akan berinteraksi dengan residu asam amino serin sehingga menyebabkan penurunan aktivitas protease terhadap substrat. Hal ini mengindikasikan bahwa golongan protease hasil isolasi adalah protease serin. IV.8.7 Penentuan Berat Molekul Hasil SDS PAGE menunjukkan pita pita protein yang dapat dipisahkan. Hasil SDS page diperiksa dan ternyata yang dapat teramati hanya pita pita marker protein standar yang nampak, sementara sampel berupa crude memperlihatkan gambaran adanya tiga pemisahan pita tetapi masih terlihat samar, bahkan fraksi 3 (F3) yang memiliki aktivitas tertinggi tidak menunjukkan adanya pita pita pemisahan. Hasil pemisahan protein dalam SDS PAGE ditunjukkan pada gambar IV kda 100 kda 75 kda 50 kda 25 kda 15 kda 10 kda 167, , ,922 Marker Crude F3 Gambar IV.20 Hasil SDS PAGE untuk protease ekstrak kasar (crude) Pita pita pemisahan yang terlihat samar ini bisa disebabkan oleh konsentrasi protease berkurang, akibat pelarutan protease hasil freeze drying pada saat preparasi sampel tidak maksimal sehingga protease yang larut hanya sedikit. 77

23 Sedangkan pada fraksi 3 sama sekali tidak menunjukkan adanya pita, diperkirakan pada saat preparasi sampel, sangat sedikit sekali protein yang larut. Adanya beberapa pita menunjukkan bahwa protease memang terdapat dalam sampel crude tetapi masih berupa campuran protein belum mencapai pada pembuktian berupa protease yang murni dengan berat molekul yang tepat, karena masih harus dilakukan suatu proses pemurnian yang lebih lanjut untuk dapat membuktikan berat molekul protease yang sesungguhnya. Jadi dalam crude diperkirakan masih terdapat enzim-enzim lain selain protease. Bromelain tidak murni terdiri dari protease, tetapi juga mengandung komponen lain seperti fosfatase, glukosidase, peroksidase, selulase, glikoprotein dan karbohidrat. 29 Namun demikian berdasarkan hasil SDS PAGE, bisa ditentukan nilai berat molekul campuran protein yang terdapat pada serbuk akar nanas yang tengah diteliti. Berdasarkan pada kurva standar marker protein rekombinan maka nilai berat molekul protein untuk setiap pita adalah pita ke satu 167,340 kda, pita ke dua 151,182 kda dan pita ke tiga 119,922 kda. 78

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi enzim fibrinolitik Cacing tanah P. excavatus merupakan jenis cacing tanah yang agresif dan tahan akan kondisi pemeliharaan yang ekstrim. Pemeliharaan P. excavatus dilakukan

Lebih terperinci

Bab III Metodologi III.1 Bahan dan Peralatan III.1.1 Bahan Penelitian III.1.2 Bahan Kimia

Bab III Metodologi III.1 Bahan dan Peralatan III.1.1 Bahan Penelitian III.1.2 Bahan Kimia Bab III Metodologi III.1 Bahan dan Peralatan III.1.1 Bahan Penelitian Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah akar nanas yang tertanam dalam tanah di daerah perkebunan nanas di kota Subang

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan 27 Bab IV Hasil dan Pembahasan IV.1 Isolasi Enzim katalase dari kentang Enzim katalase terdapat dalam peroksisom, organel yang ditemukan pada jaringan tumbuhan di luar inti sel kentang sehingga untuk mengekstraknya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi Enzim α-amilase Enzim α-amilase dari Bacillus Subtilis ITBCCB148 diperoleh dengan menanam isolat bakteri dalam media inokulum selama 24 jam. Media inokulum tersebut

Lebih terperinci

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

I. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium. Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 1 I. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April - Juli 2012 di Laboratorium Biokimia, Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath,

BAB III METODE PENELITIAN. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath, 31 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 3.1.1 Alat Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: waterbath,

Lebih terperinci

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1

ANALISIS PROTEIN. Free Powerpoint Templates. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih Page 1 ANALISIS PROTEIN Page 1 PENDAHULUAN Merupakan polimer yang tersusun atas asam amino Ikatan antar asam amino adalah ikatan peptida Protein tersusun atas atom C, H, O, N, dan pada protein tertentu mengandung

Lebih terperinci

PEMANFAATAN PROTEASE DARI AKAR NANAS PADA PROSES PEMBUATAN VIRGIN COCONUT OIL (VCO) TESIS

PEMANFAATAN PROTEASE DARI AKAR NANAS PADA PROSES PEMBUATAN VIRGIN COCONUT OIL (VCO) TESIS PEMANFAATAN PROTEASE DARI AKAR NANAS PADA PROSES PEMBUATAN VIRGIN COCONUT OIL (VCO) TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh SUSI

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PERSIAPAN BAHAN Bahan baku pada penelitian ini adalah buah kelapa segar yang masih utuh, buah kelapa terdiri dari serabut, tempurung, daging buah kelapa dan air kelapa. Sabut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Preparasi Sampel Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) 500 gram yang diperoleh dari padukuhan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. adalah Bacillus subtilis dan Bacillus cereus yang diperoleh di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. adalah Bacillus subtilis dan Bacillus cereus yang diperoleh di Laboratorium 23 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Lokasi Penelitian Objek atau bahan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Bacillus subtilis dan Bacillus cereus yang diperoleh di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Penentuan ph optimum dan rendemen VCO VCO diproduksi dengan menggunakan metode pengasaman, oleh sebab itu perlu dilakukan penentuan ph optimum dari krim kelapa.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel)

HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penelitian Pendahuluan (Pembuatan Biodiesel) Minyak nabati (CPO) yang digunakan pada penelitian ini adalah minyak nabati dengan kandungan FFA rendah yaitu sekitar 1 %. Hal ini diketahui

Lebih terperinci

Analisis kadar protein

Analisis kadar protein LAMPIRAN Lampiran 1 Bagan alir penelitian Biawak air bagian duodenum, jejenum, ileum, kolon Cuci dengan akuades dan kerok lapisan atasnya (mukosa Ekstraksi enzim protease Analisis kadar protein Pencirian

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolat Actinomycetes Amilolitik Terpilih 1. Isolat Actinomycetes Terpilih Peremajaan isolat actinomycetes dilakukan dengan tujuan sebagai pemeliharaan isolat actinomycetes agar

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENENTUAN PERBANDINGAN MASSA ALUMINIUM SILIKAT DAN MAGNESIUM SILIKAT Tahapan ini merupakan tahap pendahuluan dari penelitian ini, diawali dengan menentukan perbandingan massa

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan determinasi tanaman.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dilakukan determinasi tanaman. 49 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Determinasi Tanaman Bahan baku utama dalam pembuatan VC pada penelitian ini adalah buah kelapa tua dan buah nanas muda. Untuk mengetahui bahan baku

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis

BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Bahan Pertumbuhan dan Peremajaan Isolat Pengamatan Morfologi Isolat B. thuringiensis 13 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, IPB, dari bulan Oktober 2011 Mei 2012. Bahan Isolasi untuk memperoleh isolat B. thuringiensis

Lebih terperinci

3 Metodologi Percobaan

3 Metodologi Percobaan 3 Metodologi Percobaan 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian tugas akhir ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Kimia Analitik, Program Studi Kimia, FMIPA Institut Teknologi Bandung. Waktu penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian yang dilakukan secara eksperimental laboratorium. B. Tempat dan Waktu Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fakultas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Bentonit diperoleh dari bentonit alam komersiil. Aktivasi bentonit kimia. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan merendam bentonit dengan menggunakan larutan HCl 0,5 M yang bertujuan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium 24 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Percobaan yang dilakukan pada penelitian ini yaitu penggunaan amonium sulfat dalam menghasilkan enzim bromelin dan aplikasinya sebagai koagulan pada produksi keju. 3.1

Lebih terperinci

Lampiran 1 Prosedur uji aktivitas protease (Walter 1984, modifikasi)

Lampiran 1 Prosedur uji aktivitas protease (Walter 1984, modifikasi) 76 Lampiran Prosedur uji aktivitas protease (Walter 984, modifikasi) Pereaksi Blanko (ml) Standard (ml) Contoh ml) Penyangga TrisHCl (.2 M) ph 7. Substrat Kasein % Enzim ekstrak kasar Akuades steril Tirosin

Lebih terperinci

RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA

RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA RINGKASAN LAPORAN PENELITIAN DOSEN MUDA OPTIMASI PEMISAHAN DAN UJI AKTIVITAS PROTEIN ANTIBAKTERI DARI CAIRAN SELOM CACING TANAH Perionyx excavatus. Oleh : Yumaihana MSi Jurusan Nutrisi dan Makanan Ternak,

Lebih terperinci

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-April 2015 di Laboratorium

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-April 2015 di Laboratorium 23 III. METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari-April 2015 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH SUHU DAN WAKTU INKUBASI PADA PEMBUATAN VCO DENGAN METODA ENZIMATIS DAN PENGASAMAN. Siti Miskah

PENGARUH SUHU DAN WAKTU INKUBASI PADA PEMBUATAN VCO DENGAN METODA ENZIMATIS DAN PENGASAMAN. Siti Miskah PENGARUH SUHU DAN WAKTU INKUBASI PADA PEMBUATAN VCO DENGAN METODA ENZIMATIS DAN PENGASAMAN Siti Miskah Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Sriwijaya Jl.Raya Palembang Prabumulih Km.32, Inderalaya

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pembuatan homogenat hati tikus dan proses sentrifugasi dilakukan pada suhu 4 o C untuk menghindari kerusakan atau denaturasi enzim karena pengaruh panas. Kebanyakan

Lebih terperinci

Analisa Protein. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc.

Analisa Protein. Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Analisa Protein Adelya Desi Kurniawati, STP., MP., M.Sc. Tujuan Pembelajaran Mahasiswa mampu memahami prinsip dasar berbagai metode analisa protein Mahasiswa mampu memilih metode yang tepat untuk mengukur

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ 20:1 berturut-turut BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 5. Reaksi Transesterifikasi Minyak Jelantah Persentase konversi metil ester dari minyak jelantah pada sampel MEJ 4:1, MEJ 5:1, MEJ 9:1, MEJ 10:1, MEJ 12:1, dan MEJ

Lebih terperinci

LOMBA KOMPETENSI SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN. NASKAH SOAL (Terbuka)

LOMBA KOMPETENSI SISWA SEKOLAH MENENGAH KEJURUAN. NASKAH SOAL (Terbuka) NASKAH SOAL (Terbuka) Bidang Lomba CHEMISTRY PEMERINTAH DAERAH PROVINSI JAWA BARAT DINAS PENDIDIKAN Jl. Dr. Radjiman No. 6 Telp. (022) 4264813 Fax. (022) 4264881 Wisselbord (022) 4264944, 4264957, 4264973

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6.

BAB 3 METODE PENELITIAN. 1. Neraca Analitik Metter Toledo. 2. Oven pengering Celcius. 3. Botol Timbang Iwaki. 5. Erlenmayer Iwaki. 6. BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Alat alat 1. Neraca Analitik Metter Toledo 2. Oven pengering Celcius 3. Botol Timbang Iwaki 4. Desikator 5. Erlenmayer Iwaki 6. Buret Iwaki 7. Pipet Tetes 8. Erlenmayer Tutup

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1.

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN. Hasil pemeriksaan ciri makroskopik rambut jagung adalah seperti yang terdapat pada Gambar 4.1. BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pada awal penelitian dilakukan determinasi tanaman yang bertujuan untuk mengetahui kebenaran identitas botani dari tanaman yang digunakan. Hasil determinasi menyatakan

Lebih terperinci

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia

Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia PENGARUH PEMANASAN TERHADAP PROFIL ASAM LEMAK TAK JENUH MINYAK BEKATUL Oleh: Gun Gun Gumilar, Zackiyah, Gebi Dwiyanti, Heli Siti HM Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indinesia Email:

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci : Amilase, Zea mays L., Amonium sulfat, Fraksinasi, DNS.

ABSTRAK. Kata Kunci : Amilase, Zea mays L., Amonium sulfat, Fraksinasi, DNS. i ABSTRAK Telah dilakukan penelitian mengenaipenentuan aktivitas enzim amilase dari kecambah biji jagung lokal Seraya (Zea maysl.). Tujuan dari penelitian ini adalahuntuk mengetahui waktu optimum dari

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Penelitian penelitian pendahuluan dilakukan untuk mendapatkan jenis penstabil katalis (K 3 PO 4, Na 3 PO 4, KOOCCH 3, NaOOCCH 3 ) yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. HASIL PENELITIAN 1. Optimasi pembuatan mikrokapsul alginat kosong sebagai uji pendahuluan Mikrokapsul memberikan hasil yang optimum pada kondisi percobaan dengan

Lebih terperinci

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei-November 2013 di Laboraturium

METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei-November 2013 di Laboraturium 28 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei-November 2013 di Laboraturium Biokimia Jurusan Kimia, Laboraturium Instrumentasi Jurusan Kimia

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase adalah enzim menghidrolisis ikatan α-1,4-glikosidik pada pati. α-amilase disekresikan oleh mikroorganisme, tanaman, dan organisme tingkat tinggi. α-amilase memiliki peranan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012.

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Juni 2012. 26 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Riset Makanan dan Material Jurusan Pendidikan Kimia, Universitas Pendidikan Indonesia (UPI). Penelitian

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN A. BAHAN 1. Bahan Baku Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah santan segar. Sedangkan sumber papain diambil dari perasan daun pepaya yang mengandung getah pepaya dan

Lebih terperinci

Lampiran 1 Metode pengujian aktivitas protease (Walter 1984)

Lampiran 1 Metode pengujian aktivitas protease (Walter 1984) LAMPIRAN Lampiran 1 Metode pengujian aktivitas protease (Walter 1984) Pereaksi Blanko (µl) Standar (µl) Sampel (µl) Penyangga Tris HCl (0.2 M) ph 7.5 Substrat kasein for biochemistry (1 %) Ekstrak kasar

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN PENELITIAN

BAB III RANCANGAN PENELITIAN BAB III RANCANGAN PENELITIAN Percobaan yang akan dilakukan adalah fermentasi minyak kelapa dengan bantuan mikroorganisme yang menghasilkan enzim protease dan menganalisis kualitas minyak yang dihasilkan.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kadar air = Ekstraksi 2 dikeringkan pada suhu 105 C. Setelah 6 jam, sampel diambil dan didinginkan dalam eksikator, lalu ditimbang. Hal ini dilakukan beberapa kali sampai diperoleh bobot yang konstan (b). Kadar air sampel ditentukan

Lebih terperinci

KIMIA ORGANIK (Kode : E-11) STUDI PRODUKSI MINYAK KELAPA MURNI (VIRGIN COCONAT OIL) DENGAN CARA FERMENTASI MENGGUNAKAN Rhizopus oligosporus

KIMIA ORGANIK (Kode : E-11) STUDI PRODUKSI MINYAK KELAPA MURNI (VIRGIN COCONAT OIL) DENGAN CARA FERMENTASI MENGGUNAKAN Rhizopus oligosporus MAKALAH PENDAMPING KIMIA ORGANIK (Kode : E-11) ISBN : 978-979-1533-85-0 STUDI PRODUKSI MINYAK KELAPA MURNI (VIRGIN COCONAT OIL) DENGAN CARA FERMENTASI MENGGUNAKAN Rhizopus oligosporus Sadiah Djajasoepena

Lebih terperinci

LAMPIRAN 2 PEMBUATAN LARUTAN

LAMPIRAN 2 PEMBUATAN LARUTAN 73 LAMPIRAN 73 LAMPIRAN 1 74 75 LAMPIRAN 2 PEMBUATAN LARUTAN A. Pembuatan larutan NaOH 1. Asam Oksalat (H 2 C 2 O 4 ) ± 0,1 N dalam 100 ml aquades, sebagai larutan standar Titrasi Kjeldahl. a. Perhitungan

Lebih terperinci

4 Pembahasan Degumming

4 Pembahasan Degumming 4 Pembahasan Proses pengolahan biodiesel dari biji nyamplung hampir sama dengan pengolahan biodiesel dari minyak sawit, jarak pagar, dan jarak kepyar. Tetapi karena biji nyamplung mengandung zat ekstraktif

Lebih terperinci

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - April 2015 di Laboratorium

III. METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - April 2015 di Laboratorium 28 III. METODE A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari - April 2015 di Laboratorium Biokimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas

Lebih terperinci

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-November 2013 di Laboratorium

III. METODELOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-November 2013 di Laboratorium 24 III. METODELOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei-November 2013 di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Instrumentasi Jurusan Kimia Fakultas Matematika

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisasi Minyak Ikan Karakterisasi minyak ikan dilakukan untuk mengetahui karakter awal minyak ikan yang digunakan dalam penelitian ini. Karakter minyak ikan yang diukur

Lebih terperinci

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan

3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Alat dan Bahan 3. METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dimulai pada bulan Januari 2009 dan selesai pada bulan November 2009. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Bioteknologi II, Departemen

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN Dalam melakukan kegiatan penelitian diperlukan peralatan laboratorium, bahan serta prosedur penelitian yang akan dilakukan. Tiga hal tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

Lebih terperinci

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V.

Dari uji kompetisi, persentase penghambatan dengan rasio inokulum 1:1 sudah cukup bagi Bacillus sp. Lts 40 untuk menghambat pertumbuhan V. 27 PEMBAHASAN Dari tiga isolat sp. penghasil antimikrob yang diseleksi, isolat sp. Lts 40 memiliki aktivitas penghambatan paling besar terhadap E. coli dan V. harveyi dengan indeks penghambatan masing-masing

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan α-amilase merupakan enzim yang mempunyai peranan penting dalam bioteknologi saat ini. Aplikasi teknis enzim ini sangat luas, seperti pada proses likuifaksi pati pada proses produksi

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Pemeriksaan karakteristik dilakukan untuk mengetahui kebenaran identitas zat yang digunakan. Dari hasil pengujian, diperoleh karakteristik zat seperti yang tercantum

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak

HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Hasil Ekstraksi Daun dan Buah Takokak 15 HASIL DAN PEMBAHASAN Penetapan Kadar Air Penentuan kadar air berguna untuk mengidentifikasi kandungan air pada sampel sebagai persen bahan keringnya. Selain itu penentuan kadar air berfungsi untuk mengetahui

Lebih terperinci

KAJIAN PENAMBAHAN RAGI ROTI DAN PERBANDINGAN VOLUME STARTER DENGAN SUBSTRAT TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU VIRGIN COCONUT OIL (VCO) ABSTRAK

KAJIAN PENAMBAHAN RAGI ROTI DAN PERBANDINGAN VOLUME STARTER DENGAN SUBSTRAT TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU VIRGIN COCONUT OIL (VCO) ABSTRAK KAJIAN PENAMBAHAN RAGI ROTI DAN PERBANDINGAN VOLUME STARTER DENGAN SUBSTRAT TERHADAP RENDEMEN DAN MUTU VIRGIN COCONUT OIL (VCO) Hesti Meilina 1, Asmawati 2, Ryan Moulana 2 1 Staf Pengajar Jurusan Teknik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Tanaman kelapa (Cocos nucifera L) sering disebut tanaman kehidupan karena bermanfaat bagi kehidupan manusia diseluruh dunia. Hampir semua bagian tanaman

Lebih terperinci

PENGARUH WAKTU SENTRIFUGASI KRIM SANTAN TERHADAP KUALITAS VIRGIN COCONUT OIL (VCO) (Susanti, N. M. P., Widjaja, I N. K., dan Dewi, N. M. A. P.

PENGARUH WAKTU SENTRIFUGASI KRIM SANTAN TERHADAP KUALITAS VIRGIN COCONUT OIL (VCO) (Susanti, N. M. P., Widjaja, I N. K., dan Dewi, N. M. A. P. PENGARUH WAKTU SENTRIFUGASI KRIM SANTAN TERHADAP KUALITAS VIRGIN COCONUT OIL (VCO) Susanti, N. M. P. 1, Widjaja, I N. K. 1, dan Dewi, N. M. A. P. 1 1 Jurusan Farmasi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan Bab IV Hasil dan Pembahasan Kualitas minyak dapat diketahui dengan melakukan beberapa analisis kimia yang nantinya dibandingkan dengan standar mutu yang dikeluarkan dari Standar Nasional Indonesia (SNI).

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C

Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI ) Kadar Air (%) = A B x 100% C LAMPIRAN Lampiran 1. Prosedur Karakterisasi Komposisi Kimia 1. Analisa Kadar Air (SNI 01-2891-1992) Sebanyak 1-2 g contoh ditimbang pada sebuah wadah timbang yang sudah diketahui bobotnya. Kemudian dikeringkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Neraca analitik, tabung maserasi, rotary evaporator, water bath,

BAB III METODE PENELITIAN. Neraca analitik, tabung maserasi, rotary evaporator, water bath, BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat Neraca analitik, tabung maserasi, rotary evaporator, water bath, termometer, spatula, blender, botol semprot, batang pengaduk, gelas kimia, gelas

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dimulai dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dimulai dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dimulai dari bulan April 2010 sampai dengan bulan Januari 2011. Penelitian ini sebagian besar dilakukan di Laboratorium Riset Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Minyak dan Lemak Lemak dan minyak adalah golongan dari lipida (latin yaitu lipos yang artinya lemak). Lipida larut dalam pelarut nonpolar dan tidak larut dalam air.

Lebih terperinci

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI

FAKULTAS BIOLOGI LABORATORIUM GENETIKA & PEMULIAAN INSTRUKSI KERJA UJI ISOLASI TOTAL DNA TUMBUHAN DENGAN KIT EKSTRAKSI DNA PHYTOPURE Halaman : 1 dari 5 1. RUANG LINGKUP Metode ini digunakan untuk mengisolasi DNA dari sampel jaringan tumbuhan, dapat dari daun, akar, batang,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan

III. METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan III. METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian meliputi aspek- aspek yang berkaitan dengan preparasi sampel, bahan, alat dan prosedur kerja yang dilakukan, yaitu : A. Sampel Uji Penelitian Tanaman Ara

Lebih terperinci

A. PENETAPAN ANGKA ASAM, ANGKA PENYABUNAN DAN ANGKA IOD B. PENETAPAN KADAR TRIGLISERIDA METODE ENZIMATIK (GPO PAP)

A. PENETAPAN ANGKA ASAM, ANGKA PENYABUNAN DAN ANGKA IOD B. PENETAPAN KADAR TRIGLISERIDA METODE ENZIMATIK (GPO PAP) A. PENETAPAN ANGKA ASAM, ANGKA PENYABUNAN DAN ANGKA IOD B. PENETAPAN KADAR TRIGLISERIDA METODE ENZIMATIK (GPO PAP) DASAR TEORI Penggolongan lipida, dibagi golongan besar : 1. Lipid sederhana : lemak/ gliserida,

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,

BAHAN DAN METODE. Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September-Oktober 2013 di Laboratorium Teknologi Pangan Fakultas Pertanian, Medan. Bahan Penelitian Bahan utama yang

Lebih terperinci

laporan praktikum penentuan kadar protein metode biuret

laporan praktikum penentuan kadar protein metode biuret laporan praktikum penentuan kadar protein metode biuret V.1 HASIL PENGAMATAN 1. TELUR PUYUH BJ = 0,991 mg/ml r 2 = 0,98 VOLUME BSA ( ml) y = 0,0782x + 0,0023 KONSENTRASI ( X ) 0,1 0,125 0,010 0,2 0,25

Lebih terperinci

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B

Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu. Kadar Abu (%) = (C A) x 100 % B Lampiran 1. Prosedur Analisis Karakteristik Pati Sagu 1. Analisis Kadar Air (Apriyantono et al., 1989) Cawan Alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya diisi sebanyak 2 g contoh lalu ditimbang

Lebih terperinci

Lampiran 1 Rancangan penelitian

Lampiran 1 Rancangan penelitian LAMPIRAN 18 19 Lampiran 1 Rancangan penelitian Cacing tanah E. foetida dewasa Kering oven vakum (Setiawan) Tepung cacing kering Ekstraksi buffer dan sentrifugasi Ekstrak kasar protease Salting-out dengan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Alat dan Bahan Prosedur Penelitian 9 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan mulai bulan November 2010 sampai dengan bulan Juni 2011 di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia FMIPA dan Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka

Lebih terperinci

PENGARUH PENAMBAHAN KARBON AKTIF TERHADAP REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN (Aleurites trisperma) YANG SUDAH DIPERLAKUKAN DENGAN KITOSAN

PENGARUH PENAMBAHAN KARBON AKTIF TERHADAP REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN (Aleurites trisperma) YANG SUDAH DIPERLAKUKAN DENGAN KITOSAN Tugas Akhir / 28 Januari 2014 PENGARUH PENAMBAHAN KARBON AKTIF TERHADAP REAKSI TRANSESTERIFIKASI MINYAK KEMIRI SUNAN (Aleurites trisperma) YANG SUDAH DIPERLAKUKAN DENGAN KITOSAN IBNU MUHARIAWAN R. / 1409100046

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Penelitian ini diawali dengan pemeriksaan bahan baku. Pemeriksaan bahan baku yang akan digunakan dalam formulasi mikroemulsi ini dimaksudkan untuk standardisasi agar diperoleh

Lebih terperinci

LAMPIRAN. Lampiran 1. Foto Lokasi Pengambilan Sampel Air Panas Pacet Mojokerto

LAMPIRAN. Lampiran 1. Foto Lokasi Pengambilan Sampel Air Panas Pacet Mojokerto LAMPIRAN Lampiran 1. Foto Lokasi Pengambilan Sampel Air Panas Pacet Mojokerto Lampiran 2. Pembuatan Media dan Reagen 2.1 Pembuatan Media Skim Milk Agar (SMA) dalam 1000 ml (Amelia, 2005) a. 20 gram susu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengujian kali ini adalah penetapan kadar air dan protein dengan bahan yang digunakan Kerupuk Udang. Pengujian ini adalah bertujuan untuk mengetahui kadar air dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 22 BAB IV HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Produksi Furfural Bonggol jagung (corn cobs) yang digunakan dikeringkan terlebih dahulu dengan cara dijemur 4-5 hari untuk menurunkan kandungan airnya, kemudian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. BAHAN 1. Standar DHA murni (Sigma-Aldrich) 2. Standar DHA oil (Tama Biochemical Co., Ltd.) 3. Bahan baku dengan mutu pro analisis yang berasal dari Merck (kloroform, metanol,

Lebih terperinci

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g)

dimana a = bobot sampel awal (g); dan b = bobot abu (g) Lampiran 1. Metode analisis proksimat a. Analisis kadar air (SNI 01-2891-1992) Kadar air sampel tapioka dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri. Cawan aluminium dikeringkan dengan oven pada suhu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Seperti firman Allah Subhanahu wa Ta ala dalam Al-Qur an Surat Al-

BAB I PENDAHULUAN. Seperti firman Allah Subhanahu wa Ta ala dalam Al-Qur an Surat Al- BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Allah telah memberikan kenikmatan tak terhingga kepada manusia salah satunya adalah tumbuhan yang diciptakan untuk kesejahteraan manusia. Seperti firman Allah Subhanahu

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS AIR PERASAN BUAH NANAS (Ananas comocus) PADA PENINGKATAN NILAI MUTU MINYAK KELAPA (Coconus nucifera)

EFEKTIVITAS AIR PERASAN BUAH NANAS (Ananas comocus) PADA PENINGKATAN NILAI MUTU MINYAK KELAPA (Coconus nucifera) EFEKTIVITAS AIR PERASAN BUAH NANAS (Ananas comocus) PADA PENINGKATAN NILAI MUTU MINYAK KELAPA (Coconus nucifera) Korry Novitriani M.Si, Novi Sapitri, Amd. Ak Program Studi D-III Analis Kesehatan STIKes

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL 1. Optimasi esterifikasi DHA Dilakukan dua metode esterifikasi DHA yakni prosedur Lepage dan Merck, kemudian larutan DHA (oil) yang termetilasi dengan kadar akhir DHA

Lebih terperinci

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8

setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 40 setelah pengeringan beku) lalu dimasukan ke dalam gelas tertutup dan ditambahkan enzim I dan enzim II masing-masing sebanyak 1 ml dan aquadest 8 ml. Reaksi enzimatik dibiarkan berlangsung selama 8 jam

Lebih terperinci

Kurva Kalibrasi Larutan Standar Bovine Serum Albumine (BSA) Absorbansi BSA pada berbagai konsentrasi untuk menentukan kurva standar protein yaitu:

Kurva Kalibrasi Larutan Standar Bovine Serum Albumine (BSA) Absorbansi BSA pada berbagai konsentrasi untuk menentukan kurva standar protein yaitu: 57 Lampiran 1 Kurva Kalibrasi Larutan Standar Bovine Serum Albumine (BSA) Kurva standar BSA digunakan untuk menentukan kadar protein (metode Lowry). Untuk mendapatkan gambar kurva standar BSA digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Seleksi Mikroorganisme Pada tahap ini digunakan 9 spesies mikroorganisme seperti tertera pada Tabel 4.1. Komposisi medium untuk pertumbuhan mikroorganisme terdiri dari

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai

BAB III METODE PENELITIAN. Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan Pada penelitian ini digunakan berbagai jenis alat antara lain berbagai macam alat gelas, labu Kjeldahl, set alat Soxhlet, timble ekstraksi, autoclave, waterbath,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium

BAB III METODE PENELITIAN. formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium 30 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi Penelitian Penelitian validasi metode dan penentuan cemaran melamin dalam susu formula menggunakan HPLC Hitachi D-7000 dilaksanakan di Laboratorium Kimia Instrumen

Lebih terperinci

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

BAB III METODA PENELITIAN. yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga, 24 BAB III METODA PENELITIAN A. Alat dan Bahan 1. Alat Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah semua alat gelas yang umum digunakan di laboratorium kimia, set alat refluks (labu leher tiga,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1

BAB III METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Bagan Alir Penelitian 3.1.1 Bagan Alir Pembuatan Keju Cottage Penelitian ini dilaksanakan berdasarkan bagan alir yang ditunjukkan pada gambar 3.1 900 g Susu skim - Ditambahkan

Lebih terperinci

Pengambilan Minyak Kelapa dengan Menggunakan Enzim Papain

Pengambilan Minyak Kelapa dengan Menggunakan Enzim Papain Pengambilan Minyak Kelapa dengan Menggunakan Enzim Papain Ganjar Andaka, Karomatul Fitri 2 Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Sains & Teknologi AKPRIND Yogyakarta ganjar_andaka@akprind.ac.id

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Determinasi Tumbuhan Tumbuhan yang akan diteliti dideterminasi di Jurusan Pendidikan Biologi FPMIPA UPI Bandung untuk mengetahui dan memastikan famili dan spesies tumbuhan

Lebih terperinci

Tabel 3. Hubungan antara berbagai tingkat kejenuhan ammonium sulfat (0-80%) dengan aktivitas spesifik enzim selulase. Aktivitas Unit (U/mL)

Tabel 3. Hubungan antara berbagai tingkat kejenuhan ammonium sulfat (0-80%) dengan aktivitas spesifik enzim selulase. Aktivitas Unit (U/mL) 65 Lampiran 1 Tabel 3. Hubungan antara berbagai tingkat kejenuhan ammonium sulfat (0-80%) dengan aktivitas spesifik enzim selulase Fraksi Aktivitas Unit (U/mL) Kadar Protein (ml/mg) Aktivitas Spesifik

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Alat dan Bahan Prosedur Penelitian METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Desember 2010 sampai dengan Mei 2011 di Laboratorium Kimia Organik, Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor (IPB),

Lebih terperinci

ANALISIS. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih

ANALISIS. Analisis Zat Gizi Teti Estiasih ANALISIS KARBOHIDRAT Analisis Zat Gizi Teti Estiasih 1 Definisi Ada beberapa definisi Merupakan polihidroksialdehid atau polihidroksiketon Senyawa yang mengandung C, H, dan O dengan rumus empiris (CH2O)n,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan Dalam pembuatan dan analisis kualitas keju cottage digunakan peralatan waterbath, set alat sentrifugase, set alat Kjedalh, AAS, oven dan autoklap, ph meter,

Lebih terperinci

MINYAK KELAPA. Minyak diambil dari daging buah kelapa dengan salah satu cara berikut, yaitu: 1) Cara basah 2) Cara pres 3) Cara ekstraksi pelarut

MINYAK KELAPA. Minyak diambil dari daging buah kelapa dengan salah satu cara berikut, yaitu: 1) Cara basah 2) Cara pres 3) Cara ekstraksi pelarut MINYAK KELAPA 1. PENDAHULUAN Minyak kelapa merupakan bagian paling berharga dari buah kelapa. Kandungan minyak pada daging buah kelapa tua adalah sebanyak 34,7%. Minyak kelapa digunakan sebagai bahan baku

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini

III. METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November Penelitian ini III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-November 2013. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Laboratorium Biomassa Jurusan Kimia

Lebih terperinci

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989)

Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) LAMPIRAN Lampiran 1. Penentuan kadar ADF (Acid Detergent Fiber) (Apriyantono et al., 1989) Pereaksi 1. Larutan ADF Larutkan 20 g setil trimetil amonium bromida dalam 1 liter H 2 SO 4 1 N 2. Aseton Cara

Lebih terperinci

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bab IV Hasil Penelitian dan Pembahasan Bab IV asil Penelitian dan Pembahasan IV.1 Isolasi Kitin dari Limbah Udang Sampel limbah udang kering diproses dalam beberapa tahap yaitu penghilangan protein, penghilangan mineral, dan deasetilasi untuk

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN. Pada bab ini dibahas mengenai percobaan yang dilakukan meliputi bahan dan alat serta prosedur yang dilakukan.

BAB 3 PERCOBAAN. Pada bab ini dibahas mengenai percobaan yang dilakukan meliputi bahan dan alat serta prosedur yang dilakukan. BAB 3 PERCOBAAN Pada bab ini dibahas mengenai percobaan yang dilakukan meliputi bahan dan alat serta prosedur yang dilakukan. 3.1 Bahan Buah jeruk nipis, belimbing, jeruk lemon, vitamin C baku (PPOMN),

Lebih terperinci