HASIL. Parameter Utama

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL. Parameter Utama"

Transkripsi

1 42 HASIL Parameter Utama Parameter utama hasil pengamatan pemberian hormon tiroksin terhadap reproduksi ikan nila yang dipelihara pada media bersalinitas terdiri dari hepato somatik indeks (HSI, %), diameter telur (DM, mm), gonad somatik indeks (GSI,%), dan fekunditas (FK, butir/ekor). Hepato Somatik Indeks (HSI, %) Perubahan nilai HSI terjadi seiring dengan terjadinya proses sintesis vitelogenin selama perkembangan gonad. Sintesis vitelogenin dalam tubuh ikan terjadi di hati, merupakan komponen utama dari oosit yang sedang tumbuh. Dari Gambar 5 dapat dilihat bahwa persentase nilai HSI terus meningkat dari minggu pertama hingga minggu ke-8 pemeliharaan. Sebagian besar perlakuan mencapai persentase nilai tertinggi (optimal) pada minggu ke-6, kemudian pada beberapa perlakuan mulai terlihat menurun pada minggu ke-8 pemeliharaan. Keterangan: (A) Tiroksin 0 ng/g bobot tubuh, salinitas 0 ppt; (B) 0,10; (C) 0,20; (D) 50,0; (E) 50,10; (F) 50,20; (G) 100,0; (H) 100,10; (I) 100,20 Gambar 5. Perkembangan persentase nilai hepato somatik indeks ikan nila merah (Oreochromi sp.) pada masing masing perlakuan selama pemeliharaan (M0-M8 = Minggu ke-0 sampai ke-8)

2 43 Nilai HSI ikan nila meningkat seiring dengan peningkatan salinitas media pemeliharaan hingga 10 ppt, dan menurun apabila dipelihara pada salinitas 20 ppt (Tabel 3). Tabel 3. Nilai rataan hepato somatik indeks (HSI, %) ikan nila merah (Oreochromis sp.) yang diberi perlakuan tiroksin dan salinitas Tiroksin (T 4 ) Salinitas (ppt) (ng/g BT) X 0 0,47+0,106 1,54+0,053 1,33+0,093 1,11+0,084 a 50 1,54+0,121 1,60+0,145 1,43+0,065 1,52+0,110 a 100 1,47+0,109 1,61+0,226 1,38+0,085 1,49+0,140 a X 1,16+0,112 b 1,58+0,141 a 1,38+0,081 b Huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukan adanya pengaruh perlakuan pada P<0,05. (BT= Bobot tubuh). Persentase nilai HSI meningkat dengan pemberian tiroksin. Pada perlakuan C (T 4 0 ng/g BT, salinitas 0 ppt) mengalami peningkatan dari 1,33+0,093 % menjadi 1,43+0,065 % dengan pemberian T 4 50 ng/g BT (Perlakuan F), namun secara statistik tidak memberikan perbedaan secara nyata antar perlakuan. Hal yang sama terjadi pada kombinasi atau interaksi antara T 4 dengan salinitas (P>0,05). Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa nilai HSI ikan nila pada perlakuan C adalah 1,33+ 0,093 % meningkat menjadi 1,54+ 0,053 % pada perlakuan B (T 4 0 ng/g BT, salinitas 10 ppt). Secara statistik menunjukkan bahwa pemeliharaan ikan pada media bersalinitas berpengaruh terhadap nilai HSI (Lampiran 8). Nilai HSI tertinggi diperoleh pada ikan yang dipelihara pada salinitas 10 ppt dengan rataan persentase nilai HSI sebesar 1,58+0,141 %. Pada salinitas 0 ppt dan 20 ppt memberikan pengaruh yang sama terhadap persentase nilai HSI ikan nila. Diameter Telur Diameter telur merupakan garis tengah telur atau ukuran panjang dari suatu telur yang diukur dengan mikrometer berskala. Dalam satu tingkat kematangan gonad (TKG), diameter telur yang dikandung tidak homogen. Berdasarkan hasil statistik, pemberian interaksi hormon tiroksin dengan pemeliharaan ikan pada beberapa media salinitas tidak memberikan pengaruh nyata terhadap diameter telur ikan nila (P<0,05) (Tabel 4) namun perkembangan

3 44 tiap perlakuan dari minggu ke-2 hingga minggu ke-8 terlihat pola yang terus meningkat. Sebagian besar perlakuan mencapai nilai maksimum pada minggu ke- 6 dan ke-8 (Gambar 6). Keterangan: (A) tiroksin 0 ng/g bobot tubuh, salinitas 0 ppt; (B) 0,10; (C) 0,20; (D) 50,0; (E) 50,10; (F) 50,20; (G) 100,0; (H) 100,10; (I) 100,20 Gambar 6. Perkembangan diameter telur (DM, mm) ikan nila merah (Oreochromis sp.) pada masing-masing perlakuan selama pemeliharaan (M0-M8= Minggu ke-0 sampai ke-8). Tabel 4. Nilai rataan diameter telur (DM, mm) ikan nila merah (Oreochromis sp.) yang diberi perlakuan tiroksin dan salinitas Tiroksin (T 4 ) Salinitas (ppt) (ng/g BT) ,51+0,030 a 1,51+0,008 a 1,47+0,094 a 50 1,54+0,073 a 1,52+0,018 a 1,50+0,047 a 100 1,52+0,014 a 1,54+0,080 a 1,48+0,024 a Huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukan adanya pengaruh perlakuan pada P<0,05 Gonad Somatik Indeks (GSI, %) Nilai rataan GSI ikan nila dari masing-masing perlakuan selama pemeliharaan memperlihatkan pola yang terus meningkat hingga minggu ke-6. Pada minggu ke-8, nilai GSI pada sebagian besar perlakuan terlihat mulai menurun (Gambar 7).

4 45 Keterangan: (A) tiroksin 0 ng/g bobot tubuh, salinitas 0 ppt; (B) 0,10; (C) 0,20; (D) 50,0; (E) 50,10; (F) 50,20; (G) 100,0; (H) 100,10; (I) 100,20. Gambar 7. Perkembangan perkembangan nilai GSI ikan nila merah (Oreochromis sp.) pada masing-masing perlakuan selama pemeliharaan Nilai GSI tertinggi diperoleh pada perlakuan H (T ng/g BT, salinitas 10 ppt) dengan nilai rataan optimal mencapai 2,44+0,181 % (Tabel 5). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian tiroksin juga dapat meningkatkan nilai GSI, namun tidak berbeda secara statistik. Tabel 5. Nilai rataan gonad somatik indeks (GSI, %) ikan nila merah (Oreochromis sp.) yang diberi perlakuan tiroksin dan salinitas Tiroksin (T 4 ) Salinitas (ppt) (ng/g BT) X 0 3,23+0,856 2,46+0,451 1,59+0,193 2,43+1,500 a 50 2,28+0,155 2,04+0,102 1,64+0,135 1,98+0,131 a 100 1,81+0,181 2,44+0,181 1,87+0,234 2,04+0,305 a X 2,44+0,500 a 1,98+0,131 a 1,70+1,986 b Huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukan adanya pengaruh perlakuan pada P<0,05. (BT= Bobot tubuh). Berdasarkan analisis ragam menunjukkan bahwa tidak terlihat interaksi antara hormon tiroksin dengan salinitas dalam memberikan pengaruh terhadap nilai GSI ikan nila (P>0,05). Pemeliharaan ikan nila pada media bersalinitas mempengaruhi nilai GSI. Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa nilai rataan GSI terendah diperoleh dari ikan yang dipelihara pada salinitas 20 ppt yaitu 1,70+1,986 % dan tertinggi pada ikan yang dipelihara pada salinitas 0 ppt dengan

5 46 rataan nilai GSI 2,44+0,500%, tidak berbeda secara signifikan dengan nilai GSI ikan nila yang dipelihara pada salinitas 10 ppt. Pemberian dosis tiroksin meskipun memberikan pengaruh yang berbeda terhadap nilai GSI antar perlakuan namun secara statistik tidak menunjukkan perbedaan signifikan (Lampian 10). Fekunditas (FK, butir/ekor) Fekunditas merupakan jumlah telur yang akan dikeluarkan ikan pada saat memijah; dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti nutrisi, hormon dan faktor lingkungan. Berdasarkan hasil statistik menunjukkan bahwa interaksi perlakuan tiroksin dengan salinitas media pemeliharaan terhadap nilai fekunditas adalah berbeda nyata antar perlakuan (Tabel 6). Tabel 6. Nilai rataan fekunditas (FK, butir/ekor) ikan nila merah (Oreochromis sp.) yang diberi perlakuan tiroksin dan salinitas Tiroksin (T 4 ) Salinitas (ppt) (ng/g BT) ,8 bb ,1 ba ,8 bc ,1 bb ,2 ba ,1 bc ,7 ab ,2 aa ,9 ac Huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukan adanya pengaruh interaksi perlakuan pada P<0,05. (BT = Bobot tubuh). Pada Tabel 6 terlihat bahwa interaksi perlakuan kombinasi T ng/g BT dan pemeliharaan pada media salinitas 10 ppt terhadap fekunditas rataan optimal 1477 butir/ekor (Perlakuan H) adalah sangat berbeda nyata (P<0,05). Nilai rataan tertinggi selanjutnya berada pada perlakuan G (T ng/g BT, salinitas 10 ppt), diikuti perlakuan E (50, 10), dan fekunditas terendah diperoleh pada perlakuan C (0,20). Pengaruh hormon tiroksin terhadap fekunditas ikan nila mengikuti pola linier dengan persamaan y= 3,114x+811,9 dan nilai r 2 = 0,75. Nilai fekunditas semakin meningkat dengan meningkatnya dosis tiroksin yang diberikan (Gambar 8). Pengaruh salinitas terhadap nilai fekunditas mengikuti pola polynomial dengan persamaan y=-3,87x 2 x+2050, artinya nilai fekunditas meningkat seiring dengan peningkatan salinitas hingga 10 ppt dengan mencapai nilai rataan optimal 1477

6 47 butir/ekor dengan nilai r 2 = 0,78 dan penurunan fekunditas terjadi jika peningkatan salinitas mencapai 20 ppt (Gambar 9). Interaksi antara hormon tiroksin dan salintas disajikan pada Gambar 10. Gambar 8. Pengaruh tiroksin terhadap nilai fekunditas ikan nila merah (Oreochromis sp.) Gambar 9. Pengaruh salinitas terhadap nilai fekunditas ikan nila merah (Oreochromis sp.)

7 48 Gambar 10. Pengaruh interaksi antara tiroksin dan salinitas terhadap fekunditas ikan nila merah (Oreochromis sp.) Perkembangan Gonad Secara Histologi Perkembangan gonad ikan nila terdiri dari beberapa tingkat yang dapat didasarkan atas pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis. Struktur histologi perkembangan gonad ikan nila selama pemeliharaan disajikan pada Gambar A

8 49 11B Keterangan: a. Oosit TKG II, euvitelin (eu) dengan granular kuning telur b. Oosit TKG III, granular kuning telur (g) dan butir lemak (oi) c. Oosit TKG IV, inti (n) mulai bergerak ke tepi sel Gambar 11. Struktur histologi ikan nila merah pada perlakuan H (T ng/g BT, salinitas 10 ppt, Gambar 11A) dan kontrol B (T 4 0, 10 ppt, Gambar 11B). Klasifikasi berdasarkan Darwisto (2006). Pada gambar 11Aa dan 11Ba terlihat dimana gonad ikan nila mencapai TKG II (sampling minggu ke-0 dan ke-2) yang ditandai dengan adanya euvitelin; terdapat pada bagian bawah khorion atau luar telur yang belum matang. Pada perlakuan B (Kontrol, T 4 0 ng/g BT, salinitas 10 ppt) masih terlihat adanya oosit kecil (TKG I) yang terdapat dalam lamella. Selanjutnya, pada Gambar 11Ab dan 11Bb tambak oosit mulai membesar dengan butiran lemak yang terlihat jelas serta granula kuning telur yang sudah terbentuk (TKG III); proses vitelogenesis. Pada Gambar 11Ac dan 11Bc telur memasuki tahap akhir (TKG IV); inti sel berada di tepi. Parameter Pendukung Parameter pendukung hasil pengamatan pemberian hormon tiroksin terhadap reproduksi ikan nila yang dipelihara pada media bersalinitas terdiri dari gradient osmotik (Osmol/kg), tingkat konsumsi oksigen (TKO s, mgo 2 /g tubuh ikan/jam), glukosa darah (mg/dl), retensi protein (RP, %), retensi lemak (RL, %), dan laju pertumbuhan harian (%).

9 50 Gradien Osmotik Selisih antara nilai osmolaritas tubuh dan osmolaritas media pemeliharaan ikan dapat diartikan sebagai nilai gradien osmotik. Osmolaritas tubuh dan media ikan nila disajikan pada Gambar 12. Keterangan: (A) tiroksin 0 ng/g bobot tubuh, salinitas 0 ppt; (B) 0,10; (C) 0,20; (D) 50,0; (E) 50,10; (F) 50,20; (G) 100,0; (H) 100,10; (I) 100,20. Gambar 12. Gradien osmotik tubuh dan media pemeliharaan ikan nila merah (Oreochromis sp.) setelah pemberian hormon tiroksin dan dipelihara pada beberapa media salinitas Pada gambar 12, dapat dilihat bahwa salinitas 10 ppt merupakan kondisi yang mendekati isoosmotik, dimana konsentrasi tubuh ikan nila mendekati konsentrasi media (Perlakuan B), dengan osmolaritas tubuh 0,365 Osmol/kg, meningkat menjadi 0,401 dengan pemberian tiroksin 100 ng/g bobot tubuh. Pada salinitas 20 ppt, osmolaritas tubuh lebih rendah dengan osmolaritas media (0,298: 0,505). Peningkatan osmolaritas tubuh hingga mencapai 0,401 dengan pemberian tiroksin 100 ng/g BT (Lampiran 7). Tingkat Konsmumsi Oksigen Indikator dari respirasi adalah jumlah oksigen yang dikonsumsi oleh ikan. Tingkat konsumsi oksigen menunjukkan tingkat metabolisme. Tingkat konsumsi oksigen ikan nila meningkat apabila dipelihara pada salinitas 20 ppt (Tabel 7).

10 51 Tabel 7. Nilai rataan tingkat konsumsi oksigen (TKO s, mgo 2 /g tubuh/jam) ikan nila merah (Oreochromis sp.) yang diberi perlakuan tiroksin dan salinitas Tiroksin Salinitas (ppt) (ng/g BT) X 0 0,300+0,0144 0,304+0,0281 0,280+0,0204 0,884+0,0629 a 50 0,269+0,0139 0,312+0,0127 0,298+0,0250 0,879+0,0172 a 100 0,288+0,1212 0,317+0,0248 0,300+0,0104 0,453+0,0521 a X 0,286+0,0186 b 0,311+0,0218 a 0,293+0,0186 ab Huruf yang berbeda pada kolom dan bari yang sama menunjukan adanya pengaruh perlakuan pada P<0,05. (BT= bobot tubuh). Dari Tabel 7 terlihat bahwa tingkat konsumsi oksigen tidak dipengaruhi oleh dosis tiroksin yang diberikan pada induk ikan nila. Demikian pula tidak ada pengaruh terhadap tingkat konsumsi oksigen dari interaksi antar perlakuan tiroksin dan salinitas. Tingkat konsumsi oksigen ikan nila dipengaruhi oleh salinitas (P<0,05), dengan rataan tertinggi diperoleh pada ikan yang dipelihara pada salinitas 10 ppt yaitu 0,311+0,0218 mgo 2 /g tubuh/jam, diikuti salinitas 20 dan menurun pada salinitas 0 ppt. Glukosa Darah Glukosa darah merupakan indikasi umum yang digunakan untuk mengetahui tingkat stres pada ikan. Semakin tinggi kadar glukosa dalam darah mengindikasikan semakin tinggi pula tingkat stres pada ikan. Glukosa darah ikan nila selama pemeliharaan menunjukkan pola naik turun. Pada sebagian besar perlakuan, kadar glukosa darah menurun seiring dengan lamanya waktu pemeliharaan. Kadar glukosa darah ikan nila selama penelitian disajikan pada Tabel 8.

11 52 Tabel 8. Glukosa darah ikan nila merah (Oreochromis sp.) yang diberi perlakuan tiroksin dan salinitas selama pemeliharaan Perlakuan Pengamatan minggu ke- Rataan A (T 4 0,0ppt) 101,225 76,99 52,752 99,42 82,60 B (T 4 0,10ppt) 93,578 76,339 52,27 42,251 64,27 C (T 4 0,20 ppt) 142, , , , ,42 D (T 4 50,0ppt) 99,29 95,657 46,039 43,119 71,03 E (T 4 50,10ppt) 90,559 86,022 77,642 44,934 84,74 F (T 4 50,20ppt) 156, ,22 105,921 97, ,72 G (T 4 100,0ppt) 90,25 159,908 89, ,08 H (T 4 100,10ppt) 90,826 82,95 41,921 34,89 62,65 I (T 4 100,20ppt) 143, ,798 99,705 64,52 103,77 Glukosa darah tertinggi diperoleh pada perlakuan C (T 4 0 ng/g bobot tubuh, salinitas 20 ppt) dengan nilai rataan 109,908 mg/dl, diikuti perlakuan F (50, 20) yaitu 97,934 dan terendah diperoleh pada perlakuan H (0, 20) dengan nilai rataan 62,65 (Gambar 13). Keterangan: (A) tiroksin 0 ng/g bobot tubuh, salinitas 0 ppt; (B) 0,10; (C) 0,20; (D) 50,0; (E) 50,10; (F) 50,20; (G) 100,0; (H) 100,10; (I) 100,20. Gambar 13. Glukosa darah ikan nila merah (Oreochromis sp.) setelah pemberian hormon tiroksin dan dipelihara pada beberapa media salinitas

12 53 Retensi Protein Retensi protein menunjukkan kemampuan ikan dalam menyimpan dan menggunakan protein pakan. Hasil statistik menunjukkan bahwa kombinasi atau interaksi antar perlakuan tiroksin dengan salinitas memberikan pengaruh secara signifikan terhadap nilai retensi protein (P<0,05). Kombinasi T ng/g bobot tubuh dengan media salinitas 10 ppt (Perlakuan H) merupakan perlakuan yang memberikan nilai retensi protein terbaik yaitu 19,50+0,558 % (Tabel 9; Gambar 16). Tabel 9. Nilai rataan retensi protein (RP, %) ikan nila merah (Oreochromis sp.) yang diberi perlakuan tiroksin dan salinitas Tiroksin Salinitas (ppt) (ng/g bobot tubuh) ,16+0,056 ca 17,22+0,021 ca 16,99+0,099 cb 50 18,26+0,558 ba 18,28+0,615 ba 17,19+0,106 bb ,01+0,198 aa 19,50+0,558 aa 17,82+0,184 Ab Huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukan adanya pengaruh interaksi perlakuan pada P<0,05 Pengaruh hormon tiroksin terhadap nilai retensi protein ikan nila memberi kurva respon linier dengan persamaan y = 0,107x+17,07 dengan nilar r 2 0,99, Artinya nilai retensi protein meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi tiroksin yang diberikan (Gambar 14). Gambar 14. Pengaruh pemberian tiroksin terhadap nilai retensi protein ikan nila merah (Oreochromis sp.)

13 54 Pengaruh salinitas terhadap nilai retensi protein ikan nila memberi kurva respon polynomial kuadratik dengan persamaan mengikuti y=0,001x 2 +0,019x+17,16. Artinya, nilai retensi protein meningkat seiring dengan peningkatan media salinitas 10 ppt serta mencapai nilai optimal retensi lemak sebesar 19,50 %. Penurunan retensi protein menurun dengan meningkatnya salinitas hingga 20 ppt dengan nilai retensi mencapai 16,99% (Gambar 15). Gambar 15. Pengaruh media salinitas terhadap nilai retensi protein ikan nila merah (Oreochromis sp.) Gambar 16. Interaksi antara tiroksin dan salinitas terhadap nilai retensi protein ikan nila merah (Oreochromis sp.) Retensi Lemak Kemampuan ikan dalam memanfaatkan pakan dapat diartikan sebagai nilai retensi lemak. Berdasarkan hasil statistik menunjukkan bahwa interaksi antara tiroksin dan salinitas antar perlakuan tidak memberikan pengaruh terhadap nilai retensi lemak ikan nila. Retensi lemak ikan nila tidak dipengaruhi oleh faktor

14 55 lingkungan (salinitas), tetapi berbeda nyata antar perlakuan yang diberi tiroksin (Tabel 10). Tabel 10. Nilai rataan retensi lemak (RL, %) ikan nila merah (Oreochromis sp.) yang diberi perlakuan tiroksin dan salinitas Tiroksin (T 4 ) Salinitas (ng/g BT) X 0 11,66+0,869 11,79+1,301 9,64+0,743 11,67 c 50 16,99+1,808 16,85+0,869 14,85+0,502 16,83 c ,22+3,359 22,57+2,489 20,06+0,183 21,62 a X 16,96+2,012 a 17,07+1,553 a 14,85+0,476 a Huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukan adanya pengaruh perlakuan pada P<0,05. (BT= Bobot tubuh). Pemberian tiroksin secara signifikan memberikan pengaruh yang nyata dengan mengikuti pola semakin meningkat retensi lemak ikan dengan semakin tingginya konsentrasi dosis tiroksin yang diberikan. Retensi lemak tertinggi diperoleh pada ikan yang diberikan tiroksin 10 ng/g BT dengan persentase nilai mencapai 21,62 %, diikuti perlakuan dengan pemberian tiroksin 50. Nilai retensi terendah diperoleh pada ikan yang tanpa diberikan tiroksin dengan nilai rataan sebesar 11, 67 %. Pertumbuhan Harian (PH, %) Selama 56 hari perlakuan pemberian tiroksin dan pemeliharaan pada beberapa media salinitas tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan harian ikan nila (Oreochromis sp.) (Tabel 11) Tabel 11. Nilai rataan pertumbuhan harian ( %) ikan nila merah (Oreochromis sp.) yang diberi perlakuan tiroksin dan salinitas Tiroksin (T 4 ) Salinitas (ng/g BT) ,76+0,142 a 0,77+0,117 a 0,54+0,235 a 50 0,77+0,250 a 0,77+0,204 a 0,72+0,418 a 100 0,76+0,246 a 0,79+0,260 a 0,75+0,530 a Huruf yang berbeda pada kolom dan baris yang sama menunjukan adanya pengaruh perlakuan pada P<0,05. (BT= Bobot tubuh).

15 56 Pertumbuhan harian tertinggi diperoleh pada perlakuan H (pemberian tiroksin 100 ngt 4 dan pemeliharaan pada salinitas 10 ppt) dengan nilai pertumbuhan 0,79% dan terendah diperoleh pada perlakuan C (pemeliharaan salinitas 20 ppt tanpa pemberian tiroksin) (Gambar 17). Keterangan: (A) Tiroksin 0 ng/g bobot tubuh, salinitas 0 ppt; (B) 0,10; (C) 0,20; (D) 50,0; (E) 50,10; (F) 50,20; (G) 100,0; (H) 100,10; (I) 100,20 Gambar 17. Pertumbuhan harian ikan nila merah (Oreochromis sp.) setelah pemberian hormon tiroksin dan dipelihara pada beberapa media salinitas

16 57 PEMBAHASAN Selama proses reproduksi, sebagian besar aktivitas tertuju pada perkembangan gonad sehingga menyebabkan terjadinya perubahan pada gonad itu sendiri. Hasil pengamatan parameter utama menunjukkan bahwa perbedaan salinitas media dan dosis tiroksin dapat merespon kinerja reproduksi ikan nila merah (Oreochromis sp.). Kombinasi antara tiroksin 100 ng/g bobot tubuh dengan pemeliharaan pada salinitas 10 ppt (perlakuan H) memberikan respon terbaik terhadap nilai fekunditas dengan nilai rataan optimal 1447 butir/ekor, diikuti oleh perlakuan E (T 4 0, salinitas 10). Salinitas terendah diperoleh pada perlakuan C (T 4 0, salinitas 20 ppt) (Tabel 6). Perkembangan gonad dimulai dari proses vitelogenesis atau induksi dan sintesis vitelogenin. Sintesis vitelogenin dalam tubuh ikan berlangsung di hati. Vitelogenin adalah bakal kuning telur yang merupakan komponen utama dari oosit yang sedang tumbuh sehingga menyebabkan nilai HSI terus meningkat. Persentase nilai HSI pada tiap-tiap perlakuan menunjukkan pola yang terus meningkat hingga minggu ke-8 pemeliharaan, dengan nilai maksimum dicapai pada minggu ke-6 (Gambar 5). Hal ini diduga bahwa pada minggu ke-6 merupakan waktu dimana terjadi proses sintesis vitelogenesis tertinggi. Peningkatan persentase HSI ikan diikuti oleh peningkatan diameter telur dan persentase nilai GSI. Menurut Tam (1986), pada saat menjelang ovulasi akan terjadi peningkatan diameter oosit karena diisi oleh masa kuning telur yang homogen akibat adanya peningkatan kadar estrogen dan vitelogenin sehingga menyebabkan nilai GSI ikan meningkat. Pada saat proses vitelogenesis berlangsung, granula kuning telur bertambah dalam jumlah dan ukurannya sehingga volume oosit membesar. Proses vitelogenesis dibawah pengaruh hormon-hormon pituitari, sel folikel melepaskan estrogen ke dalam aliran darah kemudian memasuki sel sasaran (hati). Beberapa hormon yang terlibat dalam pertumbuhan oosit (perkembangan gonad) adalah gonadotropin (Estrogen, FSH; follicle stimulating hormone), GH (growth hormon), insulin, tetraiodotironin dan hormon tiroksin. Ayson dan Lam (1993) menambahkan bahwa hormon T 3 dan T 4

17 58 dalam plasma induk akan ditransfer ke dalam telur dan kemudiat ke dalam kantung kuning telur (yolksac) larva. Perkembangan gonad terjadi secara makroskopik dan mikroskopik (histologi). Histologi gonad menunjukkan tingkat kematangan gonad dari ikan nila. Pada Gambar 11Aa dan 11Ba merupakan histologi awal sebelum dimulai, yaitu pada TKG II. Pada Gambar tersebut tampak kondisi oosit yang tidak seragam, karena ikan nila termasuk partial spawner yang mengeluarkan telur tidak sekaligus melainkan secara bertahap. Selanjutnya pada gambar 11Ab dan 11Bbb, terlihat jelas oosit mulai tumbuh berkembang dan tampak diameter mulai membesar (TKG III). Pada tahap ini mulai terjadi proses vitelogenesis atau fase akumulasi kuning telur. Fase pembentukan kuning telur dimulai sejak terjadinya penumpukan bahan-bahan kuning telur dalam sel telur dan berakhir setelah sel telur mencapai ukuran tertentu. Pada gambar 11Ac dan 11Bc tampak telur memasuki tahap akhir yang ditandai dengan posisi inti sel yang berada di tepi (TKG IV), yang berarti bahwa ikan siap dipijahkan. Induk yang siap dipijahkan adalah induk yang telah melewati fase pembentukan kuning telur dan masuk ke tahap dorman. Bila mana kondisi lingkungan tidak cocok dan rangsangan tidak tersedia maka telur dorman tersebut akan mengalami degradasi (rusak) lalu diserap kembali oleh lapisan folikel melalui atresia. Matty (1985) menyatakan bahwa penyerapan vitelogenin oleh oosit dibantu oleh hormon gonadotropin dan tiroksin. Perkembangan gonad selain dipengaruhi oleh hormon, juga dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti salinitas dan tingkat konsumsi oksigen. Salinitas erat kaitannya dengan tekanan osmotik ikan. Pengaruh tekanan osmotik pada pertumbuhan dan reproduksi dapat terjadi melalui osmoregulasi, upaya ikan dalam menyeimbangkan konsentrasi cairan tubuh dengan media lingkungan. Ikan mempunyai tekanan osmotik yang berbeda dengan lingkungannya, sehingga ikan harus mencegah kelebihan dan kekurangan air agar proses-proses fisiologi di dalam tubuh dapat berlangsung normal. Tiroksin merupakan salah satu hormon yang berperan dalam proses osmoregulasi.

18 59 Pengaruh tiroksin terhadap pengaturan gradien osmotik tubuh dan media terjadi melalui mekanisme pertukaran ion dalam sel klorida epitel insang. Tiroksin mempengaruhi aktivitas enzim NA + /K + ATP-ase sehingga terjadi peningkatan aktivitas natrium akibat meningkatnya konsumsi oksigen. Dari hasil penelitian (Gambar 11) terlihat bahwa ikan yang dipelihara pada media air tawar, pemberian tiroksin rendah (50 ng/gr bobot tubuh) tidak berpengaruh terhadap pengaturan osmotik tubuh. Hal yang berbeda terjadi pada ikan yang dipelihara pada salinitas 10 dan 20 ppt. Semakin tinggi dosis yang diberikan, ion atau konsentrasi tubuh ikan semakin mendekati konsentrasi media. Pemberian hormon tiroid (T 3 ) dan T 4 20, 40 dan 80 ng/gr bobot tubuh mampu meningkatkan aktivitas enzim Na + /K + ATP-ase tetapi menurun pada dosis >120 ng/gr bobot tubuh (Peter et al. 2000). Aktivitas Na + /K + ATP-ase lebih berperan pada ikan yang diadaptasikan ke air laut. Pendapat ini sesuai dengan penelitian Turned and Bagnara (1976), pada usus ikan yang dipelihara di air tawar sedikit peran Na + K + ATP-ase untuk aktivitas transport natrium ke dalam darah dari lumen usus, tetapi aktivitas Na + K + ATP-ase berperan pada ikan yang diadaptasikan ke air laut. Pada ikan air laut, air yang ditelan diangkut secara pasif selanjutnya diikuti dengan pengambilan secara aktif ion-ion oleh usus. Ion masuk ke dalam sel diperantarai oleh reseptor hormon tiroid yang terdapat pada inti sel. Hormon tiroid dapat menyebabkan kebocoran pada membran sel sehingga memudahkan masuknya Na/K + APT-ase yang menyebabkan meningkatnya transport ion ke dalam tubuh. Pengaruh salinitas terhadap pertumbuhan dan reproduksi dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh langsung salinitas adalah efek osmotiknya terhadap osmoregulasi, dan kemampuan mencerna serta mengabsorbsi nutrien pakan. Sedangkan secara tidak langsung, salinitas mempengaruhi organisme akuatik melalui perubahan kualitas air. Dalam kaitannya dengan osmoregulasi, Jobling (1994) menjelaskan bahwa pembelanjaan energi untuk osmoregulasi dapat ditekan apabila ikan dipelihara pada media yang isosmotik, sehingga pemanfaatan pakan menjadi efisien dan penggunaan untuk pertumbuhan dan reproduks ikan dapat meningkat

19 60 Dari Gambar 12 tampak bahwa media pemeliharaan salinitas 10 ppt adalah media yang cocok untuk pemeliharaan ikan nila. Hal ini menunjukkan bahwa salinitas 10 ppt merupakan media yang mendekati kondisi isoosmotik untuk kehidupan ikan nila sehingga proses fisiologis tubuh dapat berjalan dengan normal. Penambahan tiroksin berpengaruh terhadap pengaturan konsentrasi ion tubuh oleh ikan. Hal ini terlihat dari kondisi osmolaritas tubuh yang semakin mendekati kondisi osmolaritas media. Hal yang sama juga terjadi pada ikan dengan penambahan tiroksin pada media bersalinitas 20 ppt. Pada salinitas 20 ppt tanpa pemberian hormon tiroksin (Perlakuan C), tingkat kerja osmotik yang rendah yaitu 0,298 Osmol/L H2O, sedangkan osmolaritas medianya tinggi yaitu sebesar 0,505 Osmol/L. Pemberian tiroksin 100 ng/gr bobot tubuh mampu meningkatkan kerja osmotik hingga mencapai 0,401 Osmol/kg atau keadaan mendekati kisaran isoosmotik. Berdasarkan data hasil pengamatan (Tabel 6), fekunditas meningkat jika ikan diberikan tiroksin 100 ng/g bobot tubuh dibandingkan dengan fekunditas ikan yang dipelihara pada media air tawar. Ikan yang dipelihara dalam kondisi isoosmotik akan diuntungkan karena adanya penghematan energi sehingga kebutuhan energi tersedia untuk pertumbuhan dan reproduksi meningkat (Baldisserotto et al. 2007). Saoud et a.l (2007) mengemukakan bahwa aktivitas tertinggi Na + K + -ATPase oleh insang diperoleh pada ikan yang dipelihara pada media salinitas 10 ppt dan secara signifikan menurun pada pemeliharaan salinitas 35 ppt. Tekanan tingkat kerja osmotik berpengaruh terhadap tingkat konsumsi oksigen dan dan kadar glukoda darah (Gambar 13). Ikan yang dipelihara pada media salinitas 20 ppt terlihat adanya peningkatan konsumsi oksigen dibandingkan dengan ikan yang dipelihara pada media salinitas 0 ppt. Hal ini diduga karena adanya pengaruh respon stres (glukosa darah) terhadap perubahan lingkungan dalam hal ini adalah peningkatan media salinitas sehingga ikan harus mengkonsumsi oksigen untuk digunakan dalam proses metabolisme atau pembakaran zat-zat makanan dalam tubuh ikan dan aktivitas fisiologi lainnya sehingga memungkinan ikan dapat bertahan hidup. Energi yang diperoleh dari hasil metabolisme diperlukan tubuh untuk proses aktivitas tubuh seperti renang, pertumbuhan dan reproduksi. Selain berpengaruh terhadap tingkat konsumsi

20 61 oksigen, gradien osmotik juga turut berpengaruh terhadap kadar glukosa darah. Okoth et al. (2011) menyatakan bahwa penggunaan gaeram dapur (Nacl) dapat mengurangi kondisi stress pada ikan. Namun pada tingkat tertentu dapat meningkatkan kadar glukosa darah. Perubahan kadar glukosa darah selama penelitian terus terjadi (Tabel 8). Pada minggu kedua setelah perlakuan penurunan kadar glukosa mulai terlihat pada masing-masing perlakuan. Penurunan tingkat stres kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah karena hewan telah mengalami proses adaptasi sehingga tidak lagi merasakan adanya stres. Adaptasi tersebut terjadi karena ikan telah mengalami suatu proses tanggapan fisiologi akibat stres yang berulang (Clark et al. 1977). Stres juga menurunkan kemampuan imunitas yang akan berdampak buruk pada pertumbuhan dan reproduksi. Peningkatan salinitas hingga 20 ppt menyebabkan kadar glukosa darah meningkat. Tingginya kadar glukosa darah mengindikasikan tingginya tingkat stres akibat meningkatnya salinitas media. Pada umumnya stres dirangsang oleh sistem neuroendokrin secara bertingkat dengan melibatkan sekresi katekolamin (Zairin 2003). Pendapat yang sama dikemukakan oleh Porchas et al (2009), stres melibatkan sistem endokrin dalam pengaturan sistem tubuh oleh hipotalamus. Pada kondisi stres sel kromafin akan melepaskan hormon katekolamin dan ACTH yang merupakan hormon stres yang berhubungan dengan mobilisasi kortisol dan peningkatan glukosa darah. Respon stres sekunder selain meningkatkan kadar glukosa darah, dapat menghambat sintesis protein, mempengaruhi keseimbangan hidromineral yang menyebabkan kelebihan air pada ikan yang hidup di air tawar dan kehilangan air pada ikan yang hidup di air laut, mengganggu sistem imunitas, berdampak buruk terhadap pertumbuhan dan reproduksi ikan (Mezeaud dan Mazeaud 1981). Peningkatan kadar glukosa darah yang cepat dan tetap berada pada tingkat yang tinggi akan diikuti oleh kematian ikan (Brown 1993). Untuk faktor nutrisi, pakan yang dimakan oleh ikan bergantung pada kemampuan sensor ikan untuk mendeteksi pakan, kemampuan untuk menangkap dan memakan pakan, serta kemampuan fisiologis (biokimia) untuk mencerna dan mengubahnya menjadi nutrien yang bisa diserap, predator, kompetitor, plankton dan sebagainya (Pengaruh hormon tiroksin secara tidak langsung melalui retensi

21 62 protein dan lemak) (Kestemont and Baras 2001). Pada Tabel 9 dapat dilihat bahwa interaksi antara tiroksin dan salinitas memberikan pengaruh terhadap terhadap nilai retensi protein dengan nilai tertinggi diperoleh pada kombinasi tiroksin 100 ng/g bobot tubuh dengan pemeliharaan pada media salinitas 10 ppt dengan nilai retensi rataan adalah 19,05%). Tabel 10 terlihat bahwa salinitas tidak berpengaruh terhadap nilai retensi lemak, namun pemberian tiroksin dapat meningkatkan nilai retensi lemak (P<0,05). Retensi lemak tertinggi diperoleh pada ikan yang diberikan tiroksin 100 ng/g bobot tubuh dengan rataan nilai mencapai 21,65% dan terendah pada ikan yang tidak diberikan hormon tiroksin dengan rataan nilai 11,67%. Pengaruh tiroksin terhadap retensi protein dan lemak melalui peningkatan enzim pencernaan protease dan lipase sehingga ikan dapat menstimulasi kecernaan protein dan meningkatkan absorbsi asam amino serta asam lemak melalui usus (Woo et al. 1991; Handayani 1997). Pengaruh tiroksin terhadap metabolisme karena disebabkan oleh beberapa faktor seperti status nutrisi, dosis hormon, cara pemberian hormon, temperatur, umur ikan dan salinitas. Reproduksi membutuhkan lebih dari sekedar produksi gamet namun juga membutuhkan pengembangan seksual sekunder. Semua ini membutuhkan energi tambahan, selain untuk produksi gamet. Peningkatan kebutuhan untuk reproduksi bisa diperkirakan melalui jumlah progeni yang diproduksi per unit pakan yang dikonsumsi, namun akan ada pengurangan energi untuk ketahanan dan pertumbuhan somatik. Apabila pakan mengandung energi yang rendah, maka ikan mempergunakan sebagian protein untuk memenuhi kebutuhan energinya sehingga jumlah protein yang dapat dimanfaatkan untuk reproduksi menjadi berkurang. Energi diperoleh dari pemanfaatan lemak dan protein pakan dan diperuntukan untuk pertumbuhan, pemeliharaan tubuh dan reproduksi. Protein merupakan komponen dominan kuning telur. Protein dengan proporsi yang tinggi diubah menjadi asam amino dan sebagian di konsumsi untuk menghasilkan energi. Calow (1985); Sibly dan Calow (1986), menyatakan bahwa pada ikan dewasa, sebagian besar energi yg diperoleh digunakan untuk kegiatan reproduksi. Nutrien dan asupan pakan yang digunakan untuk reproduksi berasal dari lemak dan protein. Fungsi keduanya adalah untuk pembentukan vitelogenesis,

22 63 gonadogenesis, fekunditas, hormon dan enzim (Tylor dan Calow 1985). Aristizabal (2007) menambahkan bahwa selain protein, lemak merupakan komponen kedua bahan kering telur ikan. Bagian utama cadangan lemak kuning telur digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi, sisanya disimpan dalam bentuk embrio. Aristizabal (2007) mengatakan pada ikan diperoleh dua jenis bentuk penyimpanan energi yaitu untuk pertumbuhan dan reproduksi, dimana proses reproduksi merupakan bentuk penyimpanan energi yang dapat diukur berdasarkan energi yang terdapat pada gonad (ovari). Belanja energi pada ikan untuk reproduksi dipengaruhi oleh jenis, usia dan ukuran ikan. Penyimpanan dan pembelanjaan energi pada ikan: selama masa recovery seluruh net energi dipergunakan untuk proses pembentukan gonad (ovaries), Selain gonad, beberapa tempat yang menjadi deposit energi untuk proses pemijahan adalah hati, otot, serta lemak di rongga perut. Alokasi energi yang diperoleh ikan melalui asupan pakan, digunakan untuk pertumbuhan dan reproduksi. Berdasarkan analisis ragam, pemberian tiroksin dan pemeliharaan ikan pada media bersalinitas serta interaksi antara keduanya tidak berpengaruh secara nyata terhadap pertumbuhan ikan nila. Namun demikian, masih terlihat peningkatan bobot tubuh meskipun dengan nilai yang sangat kecil (Tabel 11). Hal ini didiuga karena pada ikan-ikan yang matang gonas, sebagian besar energi digunakan untuk reproduksi. Kestemont et al. (2001) mengemukakan bahwa pematangan gonad sering dihubungkan dengan penurunan pertumbuhan somatik dan pengambilan makanan. Meningkatnya proses reproduksi akan mengakibatkan terjadi usaha untuk meningkatkan produksi anakan dari tiap makanan yang dikonsumsi. Proses ini akan menyebabkan terjadinya penurunan biaya energi yang diperuntukan untuk perawatan tubuh dan untuk pertumbuhan somatik. Hal ini didukung oleh pendapat Jobling (1994) bahwa ukuran tubuh merupakan faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan kebutuhan energi pada ikan. Banyak studi kasus yang menjelaskan bahwa rata-rata pertumbuhan relatif menurun dengan peningkatan ukuran tubuh.

PENDAHULUAN Latar belakang

PENDAHULUAN Latar belakang 16 PENDAHULUAN Latar belakang Ikan nila merupakan salah satu komoditas unggulan perikanan yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan. Beberapa kelebihan yang dimiliki ikan ini adalah mudah dipelihara,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Tahap I Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian diperoleh data sintasan (Gambar 1), sedangkan rata-rata laju pertumbuhan bobot dan panjang harian benih ikan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan

METODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan 33 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Pemeliharaan ikan dilakukan di Laboratorium Sistem dan Teknologi Budidaya, IPB. Histologi gonad dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan (LKI), uji glukosa

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Hasil percobaan perkembangan bobot dan telur ikan patin siam disajikan pada Tabel 2. Bobot rata-rata antara kontrol dan perlakuan dosis tidak berbeda nyata. Sementara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hepatosomatic Index Hepatosomatic Indeks (HSI) merupakan suatu metoda yang dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi dalam hati secara kuantitatif. Hati merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Ikan Nila (Oreochromis sp.)

TINJAUAN PUSTAKA. Biologi Ikan Nila (Oreochromis sp.) 21 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ikan Nila (Oreochromis sp.) Nila merah (Oreochromis sp.) merupakan ikan hasil hibridisasi antara ikan Oreochromis mossambicus dan Oreochromis niloticus. Tergolong dalam ordo

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Berdasarkan tingkat keberhasilan ikan lele Sangkuriang memijah, maka dalam penelitian ini dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok perlakuan yang tidak menyebabkan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Perlakuan penyuntikan hormon PMSG menyebabkan 100% ikan patin menjadi bunting, sedangkan ikan patin kontrol tanpa penyuntikan PMSG tidak ada yang bunting (Tabel 2).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satu daya pikat dari ikan lele. Bagi pembudidaya, ikan lele merupakan ikan

I. PENDAHULUAN. salah satu daya pikat dari ikan lele. Bagi pembudidaya, ikan lele merupakan ikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu komoditi ikan yang menjadi primadona di Indonesia saat ini adalah ikan lele (Clarias sp). Rasa yang gurih dan harga yang terjangkau merupakan salah satu daya

Lebih terperinci

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks Persentase Rasio gonad perberat Tubuh Cobia 32 Pembahasan Berdasarkan hasil pengukuran rasio gonad dan berat tubuh cobia yang dianalisis statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Percobaan Tahap I Pemberian pakan uji yang mengandung asam lemak esensial berbeda terhadap induk ikan baung yang dipelihara dalam jaring apung, telah menghasilkan data yang

Lebih terperinci

KAJIAN FISIOLOGI REPRODUKSI IKAN NILA MERAH (Oreochromis sp.) SETELAH PEMBERIAN HORMON TIROKSIN DAN DIPELIHARA PADA BEBERAPA MEDIA SALINITAS

KAJIAN FISIOLOGI REPRODUKSI IKAN NILA MERAH (Oreochromis sp.) SETELAH PEMBERIAN HORMON TIROKSIN DAN DIPELIHARA PADA BEBERAPA MEDIA SALINITAS 1 KAJIAN FISIOLOGI REPRODUKSI IKAN NILA MERAH (Oreochromis sp.) SETELAH PEMBERIAN HORMON TIROKSIN DAN DIPELIHARA PADA BEBERAPA MEDIA SALINITAS ERNA THALIB C151090161 SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein. Salah satu komoditas yang menjadi primadona saat ini adalah ikan lele (Clarias sp.). Ikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele. Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA. A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele. Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan II. TINJAUAN PUSTAKA A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan ukuran panjang tubuh sekitar 45cm dan ukuran berat tubuh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laju Pertumbuhan Mutlak Nila Gift Laju pertumbuhan rata-rata panjang dan berat mutlak ikan Nila Gift yang dipelihara selama 40 hari, dengan menggunakan tiga perlakuan yakni

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Pertumbuhan biomassa ikan selama 40 hari pemeliharaan yang diberi pakan dengan suplementasi selenium organik berbeda dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini: 250,00

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang

I. PENDAHULUAN Latar Belakang I. PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu usaha yang mutlak dibutuhkan untuk mengembangkan budi daya ikan adalah penyediaan benih yang bermutu dalam jumlah yang memadai dan waktu yang tepat. Selama ini

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. Protein adalah jenis asupan makan yang penting bagi kelangsungan

BAB I. PENDAHULUAN. Protein adalah jenis asupan makan yang penting bagi kelangsungan BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Protein adalah jenis asupan makan yang penting bagi kelangsungan metabolisme di dalam tubuh, protein menyumbang paling besar kalori di dalam tubuh dibandingkan dengan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ini dilakukan pada 8 induk ikan Sumatra yang mendapat perlakuan. Hasil penelitian ini menunjukan Spawnprime A dapat mempengaruhi proses pematangan akhir

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sel Darah Merah Jumlah sel darah merah yang didapatkan dalam penelitian ini sangat beragam antarkelompok perlakuan meskipun tidak berbeda nyata secara statistik. Pola kenaikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa pertumbuhan induk ikan lele tanpa perlakuan Spirulina sp. lebih rendah dibanding induk ikan yang diberi perlakuan Spirulina sp. 2%

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jenis Kelamin Belut Belut sawah merupakan hermaprodit protogini, berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa pada ukuran panjang kurang dari 40 cm belut berada pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1. 1 Pertumbuhan, Konversi Pakan, dan Kelangsungan Hidup Pada pemeliharaan 4 minggu pertama, biomassa ikan yang diberi pakan mengandung rgh belum terlihat berbeda

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI 5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI Pengukuran parameter reproduksi akan menjadi usaha yang sangat berguna untuk mengetahui keadaan kelamin, kematangan alat kelamin dan beberapa besar potensi produksi dari

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit 40 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Oosit Pada Stadia Folikel Primer Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit pada stadia folikel primer dapat dilihat pada gambar 10.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jumlah Konsumsi Pakan Perbedaan pemberian dosis vitamin C mempengaruhi jumlah konsumsi pakan (P

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh Analisis terhadap kandungan kolesterol daging, hati dan telur dilakukan saat puyuh berumur 14 minggu, diperlihatkan pada Tabel 5 dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. jualnya stabil dan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ayam broiler, tidak

PENDAHULUAN. jualnya stabil dan relatif lebih tinggi dibandingkan dengan ayam broiler, tidak I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam lokal merupakan jenis ayam yang banyak dipelihara orang di Indonesia, terutama di daerah pedesaan. Ayam lokal telah mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Hal

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di

I. PENDAHULUAN. Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di beberapa sungai di Indonesia. Usaha budidaya ikan baung, khususnya pembesaran dalam keramba telah berkembang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar glukosa, kolesterol, dan trigliserida pada monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) pada setiap tahapan adaptasi, aklimasi, dan postaklimasi dapat dilihat pada Tabel 2.

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sebaran Frekuensi Ikan Tetet (Johnius belangerii) Ikan contoh ditangkap setiap hari selama 6 bulan pada musim barat (Oktober-Maret) dengan jumlah total 681 ikan dan semua sampel

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. sebagian hidupnya dilakukan ditempat berair. Hal ini ditunjukkan dari struktur fisik

PENDAHULUAN. sebagian hidupnya dilakukan ditempat berair. Hal ini ditunjukkan dari struktur fisik I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Itik merupakan ternak unggas penghasil daging dan telur yang cukup potensial disamping ayam. Ternak itik disebut juga sebagai unggas air, karena sebagian hidupnya dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Zat Makanan Berdasarkan analisis statistik, konsumsi bahan kering nyata dipengaruhi oleh jenis ransum, tetapi tidak dipengaruhi oleh jenis domba dan interaksi antara kedua

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Derajat Kelangsungan Hidup Derajat kelangsungan hidup atau survival rate (SR) benih ikan patin yang dipelihara dengan masa pemeliharaan 30 hari memiliki hasil

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengandung dan tanpa kitosan iradiasi disajikan pada Tabel 4.

HASIL DAN PEMBAHASAN. mengandung dan tanpa kitosan iradiasi disajikan pada Tabel 4. 34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 2.1 Kadar Albumin Darah Itik Cihateup Rata-rata kadar albumin darah itik Cihateup yang diberi ransum mengandung dan tanpa kitosan iradiasi disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rata-rata

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin TINJAUAN PUSTAKA Ikan Black Ghost (Apteronotus albifrons) Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin dalam Rahman (2012), sistematika ikan black ghost adalah sebagai berikut : Kingdom

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

Lampiran 1. Tata letak wadah percobaan dan media pemeliharaan ikan nila merah (Oreochromis sp.) PIPA INLET P1U2 P7U3 P8U2 P5U3 P9U3 P5U2 P1U3

Lampiran 1. Tata letak wadah percobaan dan media pemeliharaan ikan nila merah (Oreochromis sp.) PIPA INLET P1U2 P7U3 P8U2 P5U3 P9U3 P5U2 P1U3 69 Lampiran 1. Tata letak wadah percobaan dan media pemeliharaan ikan nila merah (Oreochromis sp.) P1U2 P7U3 P8U2 P5U3 P9U3 P7U2 P3U3 P6U1 P2U1 P5U2 P1U3 P2U3 P9U1 P6U3 P4U3 P8U3 FILTER P4U2 P1U1 P5U1

Lebih terperinci

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Relasi panjang berat dan aspek reproduksi ikan beureum panon (Puntius orphoides) hasil domestikasi di Balai Pelestarian Perikanan Umum dan Pengembangan Ikan Hias (BPPPU)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Ikan senggaringan merupakan ikan liar yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Dalam beberapa tahun ini, ikan ini menjadi perhatian para peneliti untuk dijadikan bahan riset, karena

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kinerja Pertumbuhan Data hasil pengamatan penggunaan pakan uji terhadap kinerja pertumbuhan ikan nila disajikan dalam Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Data kinerja

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Akumulasi Logam Berat Pb Konsentrasi awal logam berat di air pada awal perlakuan yang terukur dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom (AAS) yaitu sebesar 2.36 mg/l.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Rasio Kelamin Ikan Nilem Penentuan jenis kelamin ikan dapat diperoleh berdasarkan karakter seksual primer dan sekunder. Pemeriksaan gonad ikan dilakukan dengan mengamati

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan selama penelitian. Performa ayam petelur selama penelitian disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Rataan Performa

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil yang diperoleh pada penelitian ini meliputi persentase jenis kelamin jantan rata-rata, derajat kelangsungan hidup (SR) rata-rata setelah perlakuan perendaman dan

Lebih terperinci

Rangkuman P-I. dr. Parwati Abadi Departemen biokimia dan biologi molekuler 2009

Rangkuman P-I. dr. Parwati Abadi Departemen biokimia dan biologi molekuler 2009 Rangkuman P-I dr. Parwati Abadi Departemen biokimia dan biologi molekuler 2009 Untuk tumbuh dan berkembang perlu energi dan prekursor untuk proses biosintesis berubah-ubah pd berbagai keadaan Utk memenuhi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran Uji Toksisitas Akut

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran Uji Toksisitas Akut 51 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran Hasil uji nilai kisaran (Range value test) merkuri pada ikan bandeng menunjukkan bahwa nilai konsentrasi ambang bawah sebesar 0.06

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Glukosa. mempengaruhi kinerja sistem tubuh. Hasil pengamatan rataan kadar glukosa dari

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Glukosa. mempengaruhi kinerja sistem tubuh. Hasil pengamatan rataan kadar glukosa dari IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Glukosa Salah satu profil biokimia darah yang berhubungan dengan proses metabolisme energi adalah glukosa. Kadar glukosa merupakan indikasi

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan PENGANTAR Latar Belakang Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan ditingkatkan produktivitasnya untuk meningkatkan pendapatan peternak. Produktivitas itik lokal sangat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Gurame ( Osphronemus goramy 2.2 Pertumbuhan Ikan Gurame

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Gurame ( Osphronemus goramy 2.2 Pertumbuhan Ikan Gurame 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Gurame (Osphronemus goramy) Ikan gurame merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang termasuk dalam keluarga Anabantidae, keturunan Helostoma dari bangsa Labyrinthici.

Lebih terperinci

Kata kunci: ikan nila merah, tepung ikan rucah, vitamin E, TKG, IKG

Kata kunci: ikan nila merah, tepung ikan rucah, vitamin E, TKG, IKG e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 2 Februari 2013 ISSN: 2302-3600 PENGARUH PENAMBAHAN VITAMIN E PADA PAKAN BERBASIS TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP KEMATANGAN GONAD IKAN NILA MERAH

Lebih terperinci

Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN

Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN Kemampuan suatu sel atau jaringan untuk berkomunikasi satu sama lainnya dimungkinkan oleh adanya 2 (dua) sistem yang berfungsi untuk mengkoordinasi semua aktifitas sel

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul

IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Total Protein Darah Ayam Sentul Pengaruh tingkat energi protein dalam ransum terhadap total protein darah ayam Sentul dapat dilihat pada Tabel 6.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitan pengaruh variasi dosis tepung ikan gabus terhadap pertumbuhan dan hemoglobin ikan lele, dengan beberapa indikator yaitu pertambahan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Tingkat keperluan terhadap hasil produksi dan permintaan masyarakat berupa daging

PENDAHULUAN. Tingkat keperluan terhadap hasil produksi dan permintaan masyarakat berupa daging I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam lokal saat ini menjadi salah satu bahan pangan yang digemari masyarakat luas untuk dikonsumsi baik dalam bentuk telur maupun dagingnya. Tingkat keperluan terhadap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Selama penelitian pada masa adaptasi terjadi kematian delapan ekor puyuh. Faktor perbedaan cuaca dan jenis pakan serta stres transportasi mungkin menjadi penyebab kematian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 27 HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Badan Berdasarkan hasil penimbangan BB monyet ekor panjang, penambahan nikotin cair pada kedua kelompok pakan terdapat kecenderungan penurunan BB dibandingkan sebelum diberi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lemak omega 3 yang ada pada ikan (Sutrisno, Santoso, Antoro, 2000).

I. PENDAHULUAN. lemak omega 3 yang ada pada ikan (Sutrisno, Santoso, Antoro, 2000). I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor perikanan di Indonesia berpotensi bagi perkembangan dunia usaha khususnya sebagai komoditas perdagangan dan sumber pangan. Permintaan pasar akan produksi perikanan

Lebih terperinci

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Laju pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan terkait dengan faktor luar dan dalam

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Terhadap Berat Badan, Berat Testis, dan Jumlah Sperma Mencit

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 28 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Tingkat Energi Protein Ransum Berbeda Terhadap Total Protein Darah Ayam KUB Rataan total protein darah ayam kampung unggul Balitbangnak (KUB) pada penelitian ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Karbohidrat dan Kalori Ransum, Madu dan Kayu Manis

HASIL DAN PEMBAHASAN. Nilai Karbohidrat dan Kalori Ransum, Madu dan Kayu Manis HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai Karbohidrat dan Kalori Ransum, Madu dan Kayu Manis Hasil perhitungan konsumsi karbohidrat, protein, lemak dan sumbangan kalori dari karbohidrat, protein dan lemak dari ransum,

Lebih terperinci

III. METODOLOGI PENELITIAN

III. METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Percobaan tahap pertama mengkaji keterkaitan asam lemak tak jenuh n-6 dan n-3 yang ditambahkan dalam pakan buatan dari sumber alami

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Jumlah dan Bobot Folikel Kuning Telur Puyuh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah 23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, persentase hematokrit, MCV, MCH dan MCHC ayam broiler dengan perlakuan

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 12 3 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Maret sampai dengan bulan November 2012 di Instalasi Penelitian Plasma Nutfah Perikanan Air Tawar, Cijeruk, Bogor. Analisis hormon testosteron

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4.1 Hasil IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Uji Akut Uji akut dilakukan pada konsentrasi timbal sebesar 20 ppm, 40 ppm, 80 ppm dan 160 ppm serta perlakuan kontrol negatif. Respon ikan uji terhadap deretan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Gonad Ikan

TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Gonad Ikan 5 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Gonad Ikan Effendie (1997) menyebutkan bahwa pengetahuan mengenai tingkat kematangan gonad (TKG) sangat penting dan akan menunjang keberhasilan pembenihan ikan. Hal ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Protein Hati Broiler

HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Protein Hati Broiler IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kadar Protein Hati Broiler Berdasarkan hasil penelitian, kadar protein hati broiler yang diberi probiotik selama pemeliharaan dapat dilihat pada

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lkan nila merupakan salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi. Ikan nila

I. PENDAHULUAN. lkan nila merupakan salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi. Ikan nila I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang lkan nila merupakan salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi. Ikan nila berdaging padat, tidak mempunyai banyak duri, mudah disajikan dan mudah didapatkan di

Lebih terperinci

HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS

HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS HIPOTALAMUS DAN KELENJAR HIPOFISIS Hipotalamus merupakan bagian kecil otak yang menerima input baik langsung maupun tidak dari semua bagian otak. Hipofisis adalah kelenjar endokrin kecil yang terletak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Kebiasaaan Jenis Makanan Index Stomach Content (ISC) Hasil perhitungan indek kepenuhan isi lambung (ISC) per-tkg dapat dilihat pada Gambar 3, untuk nilai ISC dapat dilihat pada

Lebih terperinci

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rekapitulasi hasil analisis sidik ragam pertumbuhan bibit saninten BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa interaksi antara perlakuan pemberian pupuk akar NPK dan pupuk daun memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian pengaruh pemberian berbagai level tepung limbah jeruk manis (Citrus sinensis) terhadap kadar kolesterol dan trigliserida darah pada domba Padjadjaran jantan telah dilaksanakan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Prosedur Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Maret hingga Oktober 2008. Pengambilan sampel dilakukan di sungai Klawing Kebupaten Purbalingga Jawa Tengah (Lampiran 1). Analisis

Lebih terperinci

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya

Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Migrasi Ikan Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya Migrasi ikan adalah adalah pergerakan perpindahan dari suatu tempat ke tempat yang lain yang mempunyai arti penyesuaian terhadap kondisi alam yang menguntungkan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

Pengaruh Ablasi Mata dan Penembakan Soft Laser sebagai Biostimulator untuk Meningkatkan Kemampuan Reproduksi Kepiting Bakau (Scylla serrata)

Pengaruh Ablasi Mata dan Penembakan Soft Laser sebagai Biostimulator untuk Meningkatkan Kemampuan Reproduksi Kepiting Bakau (Scylla serrata) Pengaruh Ablasi Mata dan Penembakan Soft Laser sebagai Biostimulator untuk Meningkatkan Kemampuan Reproduksi Kepiting Bakau (Scylla serrata) Maria Agustini Prodi Budidaya Perairan Universitas Dr.Sutomo

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Organ reproduksi Jenis kelamin ikan ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap gonad ikan dan selanjutnya ditentukan tingkat kematangan gonad pada tiap-tiap

Lebih terperinci

MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL

MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL Berbagai organel yang terdapat di dalam sitoplasma memiliki membran yang strukturnya sama dengan membran plasma. Walaupun tebal membran plasma hanya ± 0,1 μm, membran

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. semua bagian dari tubuh rusa dapat dimanfaatkan, antara lain daging, ranggah dan 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rusa Timor (Rusa timorensis) Rusa Timor (Rusa timorensis) merupakan salah satu contoh rusa yang ada di Indonesia yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan. Hampir

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura 14 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Madura Sapi Madura termasuk dalam sapi lokal Indonesia, yang berasal dari hasil persilangan antara sapi Jawa dengan sapi Bali (Rokhana, 2008). Sapi Madura memiliki

Lebih terperinci

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA ADAPTASI FISIOLOGI Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA ADAPTASI FISIOLOGI LINGKUNGAN Adaptasi : Proses penyesuaian diri secara bertahap yang dilakukan oleh suatu organisme terhadap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rataan volume urin (ml) kumulatif tikus percobaan pada setiap jam

HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 1 Rataan volume urin (ml) kumulatif tikus percobaan pada setiap jam 13 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian ini terdiri atas volume urin, persentase ekskresi urin, kerja diuretik, aktivitas diuretik, ph, kadar natrium, dan kalium urin. Selanjutnya, hasil penelitian disajikan

Lebih terperinci

PROSES PEMANFAATAN PAKAN PADA TUBUH IKAN

PROSES PEMANFAATAN PAKAN PADA TUBUH IKAN 3. PROSES PEMANFAATAN PAKAN PADA TUBUH IKAN Sebagaimana telah diungkapkan sebelumnya bahwa pakan merupakan sumber energi dan materi bagi ikan. Di dalam proses pemanfaatannya, pakan akan mengalami beberapa

Lebih terperinci

tepat untuk mengganti pakan alami dengan pakan buatan setelah larva berumur 15 hari. Penggunaan pakan alami yang terlalu lama dalam usaha pembenihan

tepat untuk mengganti pakan alami dengan pakan buatan setelah larva berumur 15 hari. Penggunaan pakan alami yang terlalu lama dalam usaha pembenihan 145 PEMBAHASAN UMUM Peranan mikroflora dalam fungsi fisiologis saluran pencernaan ikan bandeng telah dibuktikan menyumbangkan enzim pencernaan α-amilase, protease, dan lipase eksogen. Enzim pencernaan

Lebih terperinci

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda 116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan

Lebih terperinci