4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4. HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Organ reproduksi Jenis kelamin ikan ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap gonad ikan dan selanjutnya ditentukan tingkat kematangan gonad pada tiap-tiap ikan. Tingkat kematangan gonad ikan ditentukan secara morfologi berdasarkan bentuk, warna, ukuran, bobot gonad, dan perkembangan isi gonad. Penentuan tingkat kematangan gonad ikan menggunakan tabel modifikasi dari Cassie (Tabel 1). Pada Gambar 4 dan 5 disajikan gambar tingkat kematangan ikan kuniran (Upeneus moluccensis) yang diperoleh selama pengamatan untuk kedua jenis kelamin. TKG I TKG II TKG III TKG IV Gambar 4. Gonad ikan kuniran (Upeneus moluccensis) betina

2 18 TKG I TKG II Gambar 5. Gonad ikan kuniran (Upeneus moluccensis) jantan Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa ikan kuniran betina pada tingkat kematangan gonad pertama (TKG I) memiliki ovari seperti benang. Pada TKG II, ukuran ovari semakin besar dan berwarna merah kekuning-kuningan serta belum terlihat butir telur. Pada TKG III, ovari berwarna kuning dan secara morfologi butir telur mulai terlihat. Pada TKG IV, ukuran ovari semakin besar dan butir telur dapat terlihat dengan jelas, serta sudah dapat dipisahkan. Berdasarkan Gambar 5 terlihat bahwa ikan kuniran jantan memiliki testes seperti benang dan berwarna transparan pada TKG I. Pada TKG II, ukuran testes semakin besar dan warna testes seperti agak keputihan. Untuk TKG III pada jantan permukaan testes tampak bergerigi dan warna makin putih. Adapun untuk TKG IV pada jantan tidak ditemukan selama penelitian Perbandingan jenis kelamin Proporsi kelamin atau perbandingan jenis kelamin merupakan perbandingan jenis kelamin betina dan jantan. Jenis kelamin betina dan jantan ditentukan secara morfologi dengan mengamati bentuk dan warna gonad ikan tersebut. Pada Tabel 2 disajikan proporsi kelamin ikan kuniran (Upeneus moluccensis) betina dan jantan selama tujuh bulan pengamatan.

3 19 Tabel 2. Proporsi kelamin ikan kuniran betina dan jantan Jumlah ikan contoh (ind) Proporsi (%) Betina Jantan X² hitung X² tabel Uji Chi-square Maret 34 58,824 41,177 5,733 3,182 Tidak seimbang April 83 81,928 18,072 35,391 3,182 Tidak seimbang Mei 70 82,857 17,143 35,261 3,182 Tidak seimbang Juni 68 57,353 42,647 1,699 12,706 Seimbang Juli 75 57,333 42,667 15,209 4,303 Tidak seimbang Agustus 60 36,667 63,333 27,306 3,182 Tidak seimbang September 63 53,968 46,032 10,512 3,182 Tidak seimbang Total ,693 37,307 52,5733 3,1824 Tidak seimbang Berdasarkan Tabel 2 terlihat bahwa pada seluruh bulan pengamatan kecuali pada bulan Agustus, proporsi ikan kuniran betina lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan. Ini berarti jumlah ikan betina yang tertangkap lebih banyak dibandingkan ikan jantan. Pada bulan Agustus, proporsi ikan kuniran jantan lebih besar dibandingkan dengan ikan betina. Menurut Effendie (1997), perbandingan jenis kelamin dalam pemijahan tiap-tiap spesies ikan berbeda-beda. Keadaan tidak seimbangnya proporsi antara ikan kuniran betina dan jantan diduga ikan betina dan ikan jantan tidak berada dalam satu area pemijahan sehingga peluang tertangkapnya ikan kuniran betina dan jantan tidak sama. Selain itu, sedikitnya jumlah ikan kuniran jantan yang tertangkap dapat disebabkan karena waktu pengambilan yang kurang tepat dan siklus ikan jantan lebih pendek. Adapun ikan contoh pada bulan Agustus, ikan kuniran betina diduga melakukan ruaya untuk pemijahan yang menyebabkan pada bulan tersebut jumlah ikan kuniran betina lebih sedikit tertangkap dibandingkan dengan ikan jantan. Namun, proporsi kelamin secara total menunjukkan bahwa proporsi ikan kuniran betina lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan dengan perbandingan 1,7:1. Setelah dilakukan uji Chi-square diperoleh hasil bahwa proporsi ikan kuniran betina dan jantan dalam suatu populasi pada tujuh bulan pengamatan dalam keadaan yang tidak seimbang, kecuali pada bulan Juni dimana proporsi ikan kuniran betina dan jantan dalam keadaan yang seimbang. Namun secara keseluruhan, proporsi ikan kuniran betina dan jantan dalam keadaan yang tidak seimbang (Lampiran 3).

4 Faktor kondisi Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan secara fisik untuk bertahan hidup dan bereproduksi. Berdasarkan hasil analisis terhadap ikan kuniran selama tujuh bulan pengamatan diperoleh bahwa faktor kondisi atau kemontokan ikan, baik betina maupun jantan, pada setiap bulan berbeda-beda. Pada Gambar 6 disajikan grafik faktor kondisi ikan kuniran betina dan jantan selama tujuh bulan pengamatan. (a) Gambar 6. Nilai tengah faktor kondisi ikan kuniran (Upeneus moluccensis) betina (a) dan jantan (b) berdasarkan bulan pengamatan (b) Ikan kuniran memiliki pola pertumbuhan alometrik negatif, yaitu pertumbuhan panjang lebih dominan dibandingkan dengan pertumbuhan bobot. Berdasarkan Gambar 6 terlihat bahwa terjadi perubahan faktor kondisi pada masing-masing bulan pengamatan untuk ikan kuniran betina dan jantan. Nilai faktor kondisi ikan kuniran betina lebih besar dibandingkan dengan jantan. Nilai faktor kondisi terbesar ikan kuniran jantan dan betina terdapat pada bulan Juli, yaitu sebesar 1,0668 dan 1,2143 (Lampiran 4). Hal tersebut diduga karena ikan kuniran sedang mengalami kematangan gonad. Pada bulan tersebut juga nilai faktor kondisi tertinggi terdapat pada TKG III dan IV. Menurut Patulu (1963) in Effendie (1997), nilai faktor kondisi

5 21 ikan berfluktuasi dengan ukuran ikan tersebut. Peningkatan nilai faktor kondisi terdapat pula pada waktu ikan mengisi gonadnya dengan cell sex dan akan mencapai puncaknya sebelum terjadi pemijahan (Effendie 1997). Nilai faktor kondisi rata-rata ikan kuniran berkisar antara 0,4848-1,3952 untuk ikan betina dan pada ikan kuniran jantan berkisar antara 0,6842-1,2184. Secara keseluruhan, nilai faktor kondisi ikan betina lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan. Namun perbedaan nilai faktor kondisi tersebut tidak terlalu signifikan Ukuran pertama kali matang gonad Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan metode Spearman-Karber, ukuran pertama kali ikan kuniran (Upeneus moluccensis) matang gonad adalah 144 mm untuk ikan betina dan 159 mm untuk ikan jantan (Lampiran 5). Hal ini menunjukkan bahwa ikan kuniran betina lebih cepat mengalami matang gonad dibandingkan dengan ikan jantan Tingkat kematangan gonad (TKG) Tingkat kematangan gonad adalah tahap-tahap tertentu perkembangan gonad sebelum dan sesudah ikan memijah. Komposisi tingkat kematangan gonad pada setiap saat dapat digunakan untuk menduga waktu pemijahan pada ikan. Pada Gambar 7 disajikan grafik tingkat kematangan gonad ikan kuniran betina dan jantan berdasarkan pengamatan terhadap ikan contoh setiap bulannya. (a) Gambar 7. Tingkat kematangan gonad ikan kuniran (Upeneus moluccensis) betina (a) dan jantan (b) berdasarkan bulan pengamatan (b)

6 22 Berdasarkan Gambar 7 terlihat bahwa ikan kuniran (Upeneus moluccensis) betina dan jantan yang terdapat pada tiap bulan pengamatan dari bulan Maret- September lebih banyak didominasi oleh ikan-ikan yang masih dalam fase pertumbuhan (TKG I dan II). Hal ini menunjukkan bahwa ikan kuniran yang banyak tertangkap adalah ikan-ikan yang masih melakukan pertumbuhan dan belum mengalami matang gonad. Selain itu, terlihat bahwa ikan-ikan untuk kedua jenis kelamin yang telah matang gonad (TKG III dan IV) terdapat pada bulan Maret, April, Juli, Agustus, dan September. Selama penelitian, tingkat kematangan gonad yang terdapat dalam satu bulan pengamatan berbeda-beda Indeks kematangan gonad (IKG) Indeks kematangan gonad merupakan cara untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada gonad pada setiap kematangan secara kuantitatif. Selain dengan mengetahui tingkat kematangan gonad, pendugaan waktu pemijahan pada ikan dapat ditentukan dari nilai indeks kematangan gonad ikan tersebut. Effendie (1997) menyatakan bahwa sejalan dengan pertumbuhan gonad, maka gonad yang dihasilkan akan semakin bertambah besar dan berat hingga batas maksimum ketika terjadi pemijahan. Pada Gambar 8 disajikan grafik indeks kematangan gonad ikan kuniran betina dan jantan selama tujuh bulan pengamatan. Gambar 8. Indeks kematangan gonad ikan kuniran (Upeneus moluccensis) betina dan jantan berdasarkan bulan pengamatan

7 23 Berdasarkan Gambar 8 terlihat bahwa nilai indeks kematangan gonad ikan kuniran (Upeneus moluccensis) di perairan Selat Sunda mengalami fluktuasi. Pada gambar juga menunjukkan bahwa nilai indeks kematangan gonad ikan kuniran yang terbesar terdapat pada bulan Maret dan Juli. Selain itu, nilai indeks kematangan gonad ikan kuniran betina lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan (Lampiran 6) Fekunditas Fekunditas merupakan jumlah telur yang terdapat dalam ovari ikan dinamakan fekunditas individu, fekunditas mutlak atau fekunditas total (Nikolsky 1963). Nilai fekunditas pada ikan kuniran betina TKG III dan IV berdasarkan metode gabungan berada pada kisaran butir telur (Lampiran 7). Hubungan antara fekunditas dengan panjang total ikan kuniran ditunjukkan melalui persamaan F=124,9891L 0,0072 dan diperoleh nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0,0052 (Lampiran 8). Hubungan fekunditas terhadap bobot tubuh ikan kuniran ditunjukkan melalui persamaan F=20,8431W 0,0438 dan diperoleh nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0,0188 (Lampiran 9). Hal ini menunjukkan bahwa hanya 0,52% dari keragaman nilai fekunditas ikan kuniran yang dapat dijelaskan oleh panjang total dan hanya 1,88% dari keragaman nilai fekunditas yang dapat dijelaskan oleh bobot tubuh. Dari hasil analisis diperoleh variasi nilai fekunditas yang cukup besar terhadap panjang dan bobot tubuh ikan Diameter telur Diameter telur dapat diukur dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan mikrometer okuler yang sudah ditera dengan mikrometer objektif terlebih dahulu (Sulistiono et al a ). Prabhu (1956) dan Kagwade (1968) in Warjono (1990), tipe pemijahan ikan berhubungan dengan perkembangan diameter telur dalam ovarium. Pada Gambar 9 disajikan grafik diameter telur ikan kuniran betina TKG III dan IV secara total yang dilakukan selama pengamatan.

8 24 Gambar 9. Diameter telur ikan kuniran (Upeneus moluccensis) betina Berdasarkan Gambar 9 dapat terlihat bahwa sebaran diameter telur ikan kuniran mencapai puncak pada selang 0,2302-0,2518 mm yang selanjutnya terus mengalami penurunan (Lampiran 10). Diameter telur dengan frekuensi terendah terdapat pada selang kelas 0,4038-0,4254 mm. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebaran diameter telur ikan kuniran memiliki satu modus. Selain itu, selama penelitian diameter telur yang berada dalam ovarium berukuran sama Pembahasan Proporsi kelamin Ikan kuniran (Upeneus moluccensis) jantan dan betina di perairan Selat Sunda memiliki proporsi yang tidak seimbang yaitu 1:1,7. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Azhar (1992) in Sjafei dan Susilawati (2001) terhadap ikan kuniran (Upeneus tragula) di perairan Muara Kamal, Sjafei dan Susilawati (2001) terhadap ikan kuniran (U. moluccensis) di perairan Teluk Labuan, dan Triana (2011) terhadap ikan kuniran (U. moluccensis) di perairan Teluk Jakarta juga menunjukkan proporsi ikan kuniran jantan dan betina dalam keadaan yang tidak seimbang. Perbandingan ikan kuniran jantan dan betina yang diperoleh adalah 1:1,1 (Azhar 1992), 1:1,25 (Sjafei dan Susilawati 2001), dan 1:1,5 (Triana 2011). Begitu pula dengan hasil yang diperoleh oleh Ismen (2005) terhadap ikan kuniran (Upeneus moluccensis) di Teluk

9 25 Iskenderun, Mediterania Timur bahwa rasio kelamin ikan jantan dan betina sebesar 1:1,07. Selain itu, diperoleh nilai L sebesar 243 mm dan K sebesar 0,218 untuk ikan kuniran betina, sedangkan L sebesar 225 mm dan K sebesar 0,236 untuk ikan kuniran jantan (Ismen 2005). Menurut hasil penelitian Fadlian (2012) terhadap ikan kuniran (U. moluccensis) di perairan Selat Sunda diperoleh L sebesar 211,22 mm dan K sebesar 0,12 untuk ikan kuniran betina, sedangkan L sebesar 166,27 mm dan K sebesar 0,23 untuk ikan kuniran jantan. Hal ini menunjukkan bahwa ikan kuniran jantan memiliki koefisien pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan dengan ikan betina, sehingga ikan kuniran jantan lebih cepat mencapai panjang asimtotik (panjang yang tidak dapat dicapai oleh ikan) yang pada akhirnya akan cepat mengalami kematian dan menyebabkan jumlah ikan kuniran betina lebih banyak tertangkap dibandingkan dengan ikan jantan. Purwanto et al. (1986) in Susilawati (2000) menyatakan bahwa perbandingan ikan jantan dan betina dalam suatu populasi diharapkan dalam keadaan yang seimbang yaitu 1:1, atau setidaknya ikan betina lebih banyak untuk mempertahankan kelestarian populasi (Purwanto et al in Sulistiono et al b ). Selain itu, ikan betina lebih aktif mencari makanan untuk proses perkembangan gonad agar dapat berkembang dengan baik dan menghasilkan telur yang baik pula (Nikolsky 1963) Ukuran pertama kali matang gonad Ukuran pertama kali ikan kuniran (Upeneus moluccensis) matang gonad adalah 144 mm untuk ikan betina dan 159 mm untuk ikan jantan. Triana (2011) menyatakan bahwa ukuran pertama kali matang gonad ikan kuniran (Upeneus moluccensis) betina di Teluk Jakarta sebesar 155 mm dan ikan jantan sebesar 173 mm. Hal ini menunjukkan bahwa ikan kuniran betina lebih cepat mengalami matang gonad dibandingkan dengan ikan jantan. Penelitian yang dilakukan oleh Sjafei dan Susilawati (2001) memperoleh ukuran pertama kali matang gonad ikan kuniran (Upeneus moluccensis) di perairan Teluk Labuan sebesar 120 mm untuk ikan jantan dan 125 mm untuk ikan betina. Sedangkan ukuran pertama kali matang gonad ikan kuniran (U. moluccensis) di Teluk Antalya, Turki sebesar 110 mm untuk ikan betina dan 105 mm untuk ikan jantan (Ozvarol et al. 2010). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Ismen (2005) terhadap ikan kuniran (U. moluccensis) di Teluk

10 26 Iskenderun, Mediterania Timur diperoleh ukuran pertama kali matang gonad ikan kuniran betina dan jantan adalah 110 mm. Adanya perbedaan kecepatan tumbuh (Nikolsky 1969 in Susilawati 2000), perbedaan strategis hidup atau pola adaptasi ikan (Busing 1987 in Susilawati 2000), serta adanya perbedaan kondisi perairan menyebabkan ikan-ikan muda yang berasal dari telur yang menetas pada waktu yang bersamaan akan mencapai tingkat kematangan gonad pada ukuran yang berlainan. Dengan demikian, dapat diduga bahwa ikan kuniran betina di perairan Selat Sunda lebih cepat mengalami matang gonad dibandingkan dengan ikan jantan untuk mempertahankan kelestariannya dalam suatu populasi. Ukuran pertama kali ikan matang gonad juga dipengaruhi oleh kelimpahan, ketersediaan makanan, suhu, periode, dan faktor lingkungan pada suatu habitat atau perairan yang berbeda-beda (Nikolsky 1963) Waktu pemijahan Waktu pemijahan pada ikan dapat diduga dengan melihat komposisi tingkat kematangan gonad ikan tersebut. Novitriana et al. (2004) menyatakan bahwa waktu pemijahan ikan adalah bulan-bulan yang memiliki jumlah ikan jantan dan betina yang telah mengalami matang gonad, sedangkan puncak pemijahan dilihat pada bulan dimana ikan jantan dan betina yang telah matang gonad terdapat dalam jumlah yang besar. Menurut Ozvarol et al. (2010), musim atau waktu pemijahan terjadi ketika nilai indeks kematangan gonad untuk kedua jenis kelamin mencapai tingkat tertinggi. Pada Gambar 7 terlihat bahwa ikan-ikan untuk kedua jenis kelamin yang telah matang gonad (TKG III dan IV) terdapat pada bulan Maret, April, Juli, Agustus, dan September, serta pada Gambar 8 terlihat bahwa nilai indeks kematangan gonad ikan kuniran yang terbesar terdapat pada bulan Maret dan Juli. Selain itu, waktu pemijahan pada ikan dapat terlihat dari nilai faktor kondisi yang dihasilkan. Nilai faktor kondisi ikan kuniran terbesar yang diperoleh terdapat pada bulan Juli. Faktor kondisi dipengaruhi oleh ketersediaan makanan dan pada ikan betina dipengaruhi oleh indeks kematangan gonad, sehingga pada waktu pemijahan ikan membutuhkan makanan yang banyak. Namun pada saat makanan berkurang jumlahnya, ikan akan cenderung menggunakan cadangan lemaknya sebagai sumber energi selama proses pematangan gonad dan pemijahan sehingga faktor kondisi ikan

11 27 menurun (Rininta 1998 in Saadah 2000). Dengan demikian, dapat diduga bahwa waktu pemijahan ikan kuniran (Upeneus moluccensis) di perairan Selat Sunda adalah pada bulan Maret, April, Juli, Agustus, dan September dengan puncak pemijahan pada bulan Maret dan Juli. Waktu pemijahan ikan kuniran (Upeneus moluccensis) di Teluk Jakarta terjadi pada bulan Juli-September (Triana 2011). Ismen (2005) memperoleh waktu pemijahan ikan kuniran (U. moluccensis) di Teluk Iskenderun, Mediterania Timur terjadi pada bulan Juni dan September. Penelitian yang dilakukan oleh Ozvarol et al. (2010) memperoleh waktu pemijahan ikan kuniran (U. moluccensis) di Teluk Antalya, Turki terjadi pada bulan Juli dan Oktober. Hal ini mengindikasikan bahwa ikan kuniran (U. moluccensis) di perairan Selat Sunda melakukan pemijahan sebanyak dua kali selama satu tahun. Bagenal (1987) in Yustina dan Arnentis (2002) menyatakan bahwa ikan yang memiliki indeks kematangan gonad lebih kecil dari 20% adalah kelompok ikan yang dapat memijah lebih dari satu kali setiap tahunnya. Selama penelitian tingkat kematangan gonad yang terdapat dalam satu bulan pengamatan berbeda-beda. Ketidakseragaman perkembangan gonad ini diduga adanya dua kelompok ikan yang waktu pemijahannya berbeda (Brojo dan Sari 2002). Nilai faktor kondisi rata-rata ikan kuniran betina berkisar antara 0,4848-1,3952. Sedangkan pada ikan kuniran jantan berkisar antara 0,6842-1,2184. Menurut Effendie (1979), nilai K yang berkisar antara 2-4 menunjukkan badan ikan tersebut berbentuk agak pipih. Sedangkan nilai K yang berkisar antara 1-3 menunjukkan bahwa badan ikan tersebut berbentuk kurang pipih. Berdasarkan hal tersebut dapat disimpulkan bahwa ikan kuniran di perairan Selat Sunda memiliki bentuk tubuh yang kurang pipih. Secara keseluruhan, nilai faktor kondisi ikan betina lebih besar dibandingkan dengan ikan jantan. Namun perbedaan nilai faktor kondisi tersebut tidak terlalu signifikan. Hal ini diduga bahwa ikan kuniran betina memiliki kondisi yang lebih baik untuk proses reproduksi dan bertahan hidup dibandingkan dengan ikan jantan (Effendie 1997).

12 Potensi reproduksi Potensi reproduksi pada ikan dapat diduga dengan melihat nilai fekunditas yang dihasilkan oleh ikan tersebut. Fekunditas merupakan jumlah telur yang terdapat dalam ovari ikan dinamakan fekunditas individu, fekunditas mutlak atau fekunditas total (Nikolsky 1963). Nilai fekunditas pada ikan kuniran betina TKG III dan IV berdasarkan metode gabungan berada pada kisaran butir telur. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sjafei dan Susilawati (2001), nilai fekunditas yang dihasilkan oleh ikan kuniran (Upeneus moluccensis) di perairan Teluk Labuan, Banten berkisar antara butir telur. Penelitian yang dilakukan oleh Triana (2011) menunjukkan bahwa nilai fekunditas yang dihasilkan oleh ikan kuniran dengan spesies yang sama di perairan Teluk Jakarta berkisar antara butir telur. Penelitian yang dilakukan oleh Ismen (2005) diperoleh nilai fekunditas ikan kuniran (U. moluccensis) di Teluk Iskenderun, Mediterania Timur berkisar antara butir telur dan Ozvarol et al. (2010) memperoleh nilai fekunditas terhadap ikan kuniran (U. moluccensis) di Teluk Antalya, Turki berkisar antara butir telur. Hal ini menunjukkan bahwa ikan kuniran memiliki potensi reproduksi yang cukup tinggi, karena diduga dapat menghasilkan jumlah individu baru yang melimpah. Brojo et al. (2001) in Mulyoko (2010) menyatakan bahwa fekunditas ikan di alam akan bergantung pada kondisi lingkungannya. Apabila ikan hidup pada kondisi yang banyak ancaman predator, maka jumlah telur yang dikeluarkan akan semakin banyak atau fekunditas yang dihasilkan akan semakin besar. Sedangkan ikan yang hidup pada kondisi yang sedikit predator, maka telur yang dikeluarkan akan sedikit pula atau fekunditas yang dihasilkan kecil. Oleh karena itu, semakin banyak fekunditas yang dihasilkan oleh ikan, maka potensi reproduksi dari suatu spesies juga akan semakin besar. Hubungan antara fekunditas dengan panjang total ikan kuniran ditunjukkan melalui persamaan F=124,9891L 0,0072 dan diperoleh nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0,0052. Sedangkan hubungan bobot tubuh ikan kuniran ditunjukkan melalui persamaan F=20,8431W 0,0438 dan diperoleh nilai koefisien determinasi (R 2 ) sebesar 0,0188. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 0,52% dari keragaman nilai fekunditas ikan kuniran yang dapat dijelaskan oleh panjang total dan hanya 1,88% dari

13 29 keragaman nilai fekunditas yang dapat dijelaskan oleh bobot tubuh. Analisis hubungan fekunditas terhadap panjang total dan bobot tubuh ikan kuniran memperoleh nilai determinasi yang kecil yaitu 0,52% dan 1,88% dan diperoleh variasi nilai fekunditas yang cukup besar terhadap panjang dan bobot tubuh ikan. Menurut Warjono (1990), keeratan hubungan antara fekunditas terhadap panjang dan bobot tubuh tidak dapat dilakukan. Variasi fekunditas ini disebabkan oleh adanya kelompok ikan yang baru memijah dan sudah memijah, sehingga produksi telur cenderung lebih tinggi daripada ikan yang baru memijah. Selain itu, variasi fekunditas tersebut juga disebabkan adanya penyebaran produksi telur yang tidak merata Pola pemijahan Pola pemijahan atau tipe pemijahan pada ikan diduga dari sebaran diameter telur. Sebaran diameter telur ikan kuniran mencapai puncak pada selang 0,2302-0,2518 mm. Sebaran frekuensi diameter telur ikan kuniran terdapat modus penyebaran satu puncak yang artinya kelompok spesies ikan kuniran mengeluarkan telur secara total (total spawner). Total spawner adalah tipe pemijahan yang tidak bertahap dimana ikan melepaskan telurnya secara menyeluruh (Sulistiono et al b ). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sjafei dan Susilawati (2001), ikan kuniran (Upeneus moluccensis) di perairan Teluk Labuan, Banten memiliki tipe pemijahan total spawner dengan kisaran diameter telur antara 0,334-0,371 mm. Begitu pula dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Triana (2011) dengan spesies yang sama di perairan Teluk Jakarta dengan diameter telur yang berkisar antara 0,150-0,410 mm. Ozvarol et al. (2010) memperoleh tipe pemijahan ikan kuniran (U. moluccensis) di Teluk Antalya, Turki adalah total spawner dengan ukuran diameter telur berkisar antara 0,250-0,620 mm. Selain itu, diameter telur yang berada dalam ovarium berukuran sama. Brojo dan Sari (2002) menyatakan bahwa keseragaman ukuran diameter telur diduga ikan memijah pada satu periode dalam setiap masa pemijahan dan melepaskan telur-telurnya sekaligus dalam jangka waktu yang singkat (total spawner). Pada umumnya ikan yang tergolong total

14 30 spawner memiliki ukuran diameter telur yang kecil, fekunditas yang besar, dan musim pemijahan yang tetap (Connell 1987 in Pellokila 2009) Pengelolaan Ikan kuniran (Upeneus moluccensis) merupakan ikan demersal kecil di perairan Selat Sunda. Ikan kuniran ini merupakan ikan yang bernilai ekonomis bagi masyarakat setempat sebagai ikan konsumsi. Ikan ini dipasarkan dalam keadaan segar maupun dalam bentuk olahan. Masyarakat di Labuan mengolah ikan kuniran sebagai ikan asin yang memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan ikan dalam bentuk segar. Hal ini membuat para nelayan meningkatkan hasil tangkapan ikan kuniran. Jika upaya penangkapan terhadap ikan kuniran terus ditingkatkan, maka akan menyebabkan ikan-ikan yang tertangkap berukuran semakin kecil yang pada akhirnya akan menurunkan hasil tangkapan nelayan. Oleh karena itu, diperlukan pengelolaan yang tepat untuk menjamin keberlanjutan sumberdaya ikan dalam suatu perairan. Salah satu bentuk pengelolaan tersebut adalah melakukan pengaturan waktu penangkapan dan ukuran ikan yang diperbolehkan untuk ditangkap. Berdasarkan penelitian, ikan kuniran memijah pada bulan Maret, April, Juli, Agustus, dan September dengan puncak pemijahan pada bulan Maret dan Juli. Pengaturan waktu penangkapan ikan kuniran tidak terlalu bisa diterapkan, karena ikan kuniran diduga memijah sepanjang tahun. Menurut Widodo dan Suadi (2006), penutupan daerah atau musim penangkapan akan efektif untuk mengendalikan ukuran ikan yang tertangkap dengan syarat bahwa kedua faktor tersebut mempunyai pengaruh yang nyata atas ukuran ikan yang tertangkap. Namun, pengaturan dapat dilakukan dengan melakukan penangkapan terhadap ikan kuniran tidak pada puncak pemijahan ikan tersebut. Dari hasil penelitian tersebut juga diperoleh ukuran pertama kali ikan kuniran betina matang gonad sebesar 144 mm dan ikan jantan sebesar 159 mm. Hal tersebut menunjukkan bahwa ikan kuniran betina lebih cepat mengalami matang gonad dibandingkan dengan ikan jantan. Ukuran pertama kali ikan matang gonad memiliki peranan penting dalam pengelolaan perikanan, yaitu dapat diduga ukuran ikan tersebut mencapai dewasa dan ukuran ikan yang boleh ditangkap (Susilawati 2000). Dalam rangka mempertahankan keberlanjutan populasi

15 31 ikan diperlukan adanya penerapan pengaturan ukuran ikan yang boleh ditangkap yaitu ikan-ikan yang memiliki ukuran yang lebih besar dari ukuran pertama kali ikan tersebut matang gonad, sehingga membiarkan ikan-ikan memijah minimal sekali dalam hidupnya yang akan mencegah degradasi stok (Moore 1999 in Musbir et al. 2006). Dengan demikian, ukuran ikan yang diperbolehkan ditangkap adalah ikanikan yang berada pada ukuran di atas ukuran pertama kali ikan tersebut matang gonad yaitu 159 mm.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004)

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004) 12 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-September 2011 dengan waktu pengambilan contoh setiap satu bulan sekali. Lokasi pengambilan ikan contoh

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 26 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum PPP Labuan PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai) Labuan, Banten merupakan pelabuhan perikanan pantai terbesar di Kabupaten Pandeglang yang didirikan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106⁰33 00 BT hingga 107⁰03 00 BT dan garis lintang 5⁰48

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PPI Muara Angke, Jakarta Utara dari bulan Januaribulan Maret 2010. Analisis aspek reproduksi dilakukan di Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma)

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma) 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kalibaru mulai dari bulan Agustus sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan Teluk Jakarta

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Organ Pencernaan Ikan Kuniran Ikan kuniran merupakan salah satu jenis ikan demersal. Ikan kuniran juga merupakan ikan karnivora. Ikan kuniran memiliki sungut pada bagian

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 9 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kali Baru mulai dari bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan di

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Pola reproduksi ikan swanggi (Priacanthus tayenus) pada penelitian ini adalah tinjauan mengenai sebagian aspek reproduksi yaitu pendugaan ukuran pertama

Lebih terperinci

ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM

ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM Oleh : Rido Eka Putra 0910016111008 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Ikan tembang (S. fimbriata)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Ikan tembang (S. fimbriata) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) Klasifikasi ikan tembang menurut Saanin (1984) berdasarkan tingkat sistematikanya adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sebaran Frekuensi Ikan Tetet (Johnius belangerii) Ikan contoh ditangkap setiap hari selama 6 bulan pada musim barat (Oktober-Maret) dengan jumlah total 681 ikan dan semua sampel

Lebih terperinci

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 9 dan MSY adalah: Keterangan : a : Perpotongan (intersept) b : Kemiringan (slope) e : Exponen Ct : Jumlah tangkapan Ft : Upaya tangkap (26) Model yang akan digunakan adalah model yang memiliki nilai korelasi

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh 14 Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2009. Lokasi pengambilan ikan contoh adalah tempat pendaratan ikan (TPI) Palabuhanratu. Analisis contoh dilakukan di Laboratorium Ekobiologi,

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2006, Agustus 2006 Januari 2007 dan Juli 2007 di Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi dengan sumber air berasal dari

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan selama empat bulan dari Oktober 2011 hingga Januari 2012 di Waduk Ir. H. Djuanda, Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat (Gambar 3). Pengambilan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di TPI Cilincing, Jakarta Utara. Pengambilan data primer berupa pengukuran panjang dan bobot ikan contoh yang ditangkap

Lebih terperinci

POLA PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI IKAN KUNIRAN Upeneus moluccensis (Bleeker, 1855) DI PERAIRAN LAMPUNG ABSTRAK

POLA PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI IKAN KUNIRAN Upeneus moluccensis (Bleeker, 1855) DI PERAIRAN LAMPUNG ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume V No 1 Oktober 2016 ISSN: 2302-3600 POLA PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI IKAN KUNIRAN Upeneus moluccensis (Bleeker, 1855) DI PERAIRAN LAMPUNG Puji Lestari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI

oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI &[MfP $00 4 oaj STUDI PERTUMBUHAN DAN BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI RAJUNGAN (Portiinirspelngicus) DI PERAIRAN MAYANGAN, KABWATEN SUBANG, JAWA BARAT Oleh: DEDY TRI HERMANTO C02499072 SKRIPSI Sebagai Salah

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN Upeneus moluccensis (Bleeker,1855) DARI PERAIRAN SELAT SUNDA YANG DIDARATKAN DI PPP LABUAN, BANTEN ROSILIA HERVINA

ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN Upeneus moluccensis (Bleeker,1855) DARI PERAIRAN SELAT SUNDA YANG DIDARATKAN DI PPP LABUAN, BANTEN ROSILIA HERVINA ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN Upeneus moluccensis (Bleeker,1855) DARI PERAIRAN SELAT SUNDA YANG DIDARATKAN DI PPP LABUAN, BANTEN ROSILIA HERVINA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

POLA PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus moluccensis Bleeker, 1855) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA, JAKARTA UTARA

POLA PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus moluccensis Bleeker, 1855) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA, JAKARTA UTARA POLA PERTUMBUHAN DAN REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus moluccensis Bleeker, 1855) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA, JAKARTA UTARA NANI TRIANA SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Klasifikasi ikan tembang (Sardinella maderensis Lowe, 1838 in www.fishbase.com) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum

Lebih terperinci

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi 4 2.2. Morfologi Ikan Tambakan (H. temminckii) Ikan tambakan memiliki tubuh berbentuk pipih vertikal. Sirip punggung dan sirip analnya memiliki bentuk dan ukuran yang hampir serupa. Sirip ekornya sendiri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Swanggi Priacanthus tayenus Klasifikasi dan tata nama

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Swanggi Priacanthus tayenus Klasifikasi dan tata nama 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Swanggi Priacanthus tayenus 2.1.1. Klasifikasi dan tata nama Menurut Richardson (1846) in Starnes (1988) taksonomi ikan swanggi Priacanthus tayenus (Gambar 1) dapat diklasifikasikan

Lebih terperinci

TINGKAT KEMATANGAN GONAD IKAN TEMBANG (Clupea platygaster) DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, GRESIK, JAWA TIMUR 1

TINGKAT KEMATANGAN GONAD IKAN TEMBANG (Clupea platygaster) DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, GRESIK, JAWA TIMUR 1 TINGKAT KEMATANGAN GONAD IKAN TEMBANG (Clupea platygaster) DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, GRESIK, JAWA TIMUR 1 ABSTRAK (Gonad Maturity of Herring (Clupea platygaster) in Ujung Pangkah Waters, Gresik, East

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakasanakan mulai awal bulan Maret sampai bulan Mei, dengan interval pengambilan data setiap dua minggu. Penelitian berupa pengumpulan

Lebih terperinci

Gambar 5 Peta daerah penangkapan ikan kurisi (Sumber: Dikutip dari Dinas Hidro Oseanografi 2004).

Gambar 5 Peta daerah penangkapan ikan kurisi (Sumber: Dikutip dari Dinas Hidro Oseanografi 2004). 24 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2011 sampai dengan bulan Oktober 2011. Lokasi penelitian berada di Selat Sunda, sedangkan pengumpulan data dilakukan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Cumi-Cumi Sirip Besar 4.1.1. Distribusi spasial Distribusi spasial cumi-cumi sirip besar di perairan Karang Congkak, Karang Lebar, dan Semak Daun yang tertangkap

Lebih terperinci

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks Persentase Rasio gonad perberat Tubuh Cobia 32 Pembahasan Berdasarkan hasil pengukuran rasio gonad dan berat tubuh cobia yang dianalisis statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian.

3 METODE PENELITIAN. Gambar 4 Peta lokasi penelitian. 14 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilakukan di PPI Labuan, Provinsi Banten. Ikan contoh yang diperoleh dari PPI Labuan merupakan hasil tangkapan nelayan disekitar perairan Selat

Lebih terperinci

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan 12 digital dengan sensifitas 0,0001 gram digunakan untuk menimbang bobot total dan berat gonad ikan, kantong plastik digunakan untuk membungkus ikan yang telah ditangkap dan dimasukan kedalam cool box,

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 18 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 hingga Januari 2014 agar dapat mengetahui pola pemijahan. Pengambilan sampel dilakukan

Lebih terperinci

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH

PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH PARAMETER POPULASI DAN ASPEK REPRODUKSI IKAN KUNIRAN (Upeneus sulphureus) DI PERAIRAN REMBANG, JAWA TENGAH 1,2) Urip Rahmani 1, Imam Hanafi 2, Suwarso 3 Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan selat sunda Selat Sunda merupakan selat yang membujur dari arah Timur Laut menuju Barat Daya di ujung Barat Pulau Jawa atau Ujung Selatan

Lebih terperinci

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI 5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI Pengukuran parameter reproduksi akan menjadi usaha yang sangat berguna untuk mengetahui keadaan kelamin, kematangan alat kelamin dan beberapa besar potensi produksi dari

Lebih terperinci

Febyansyah Nur Abdullah, Anhar Solichin*), Suradi Wijaya Saputra

Febyansyah Nur Abdullah, Anhar Solichin*), Suradi Wijaya Saputra ASPEK BIOLOGI DAN TINGKAT PEMANFAATAN IKAN KUNIRAN (Upeneus moluccensis) YANG DIDARATKAN DI TEMPAT PELELANGAN IKAN (TPI) TAWANG KABUPATEN KENDAL PROVINSI JAWA TENGAH Aspects of Fish Biology and Utilization

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 2 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan salah satu teluk yang terdapat di utara pulau Jawa. Secara geografis, teluk ini mempunyai panjang pantai

Lebih terperinci

REPRODUKSI IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata Cuvier dan Valenciennes 1847) YANG DIDARATKAN DI PPP LABUAN, KABUPATEN PANDEGLANG, BANTEN

REPRODUKSI IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata Cuvier dan Valenciennes 1847) YANG DIDARATKAN DI PPP LABUAN, KABUPATEN PANDEGLANG, BANTEN REPRODUKSI IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata Cuvier dan Valenciennes 1847) YANG DIDARATKAN DI PPP LABUAN, KABUPATEN PANDEGLANG, BANTEN RINA SHELVINAWATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Klasifikasi ikan Juaro (Pangasius polyuranodon) menurut Kottelat dan Whitten (1993) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Kelas

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis).

2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2 Ikan kuniran (Upeneus moluccensis). 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Kuniran 2.1.1 Klasifikasi Ikan Kuniran Upeneus moluccensis, Bleeker 1855 Dalam kaitan dengan keperluan pengkajian stok sumberdaya ikan, kemampuan untuk mengidentifikasi spesies

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Letak dan Kondisi Penelitian Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur dan merupakan

Lebih terperinci

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI

STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI STUDI BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LAYUR (Superfamili Trichiuroidea) DI PERAIRAN PALABUHANRATU, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT DEVI VIANIKA SRI AMBARWATI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LEMEDUK (Barbodes schwanenfeldii) DI SUNGAI BELUMAI KABUPATEN DELI SERDANG PROVINSI SUMATERA UTARA

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LEMEDUK (Barbodes schwanenfeldii) DI SUNGAI BELUMAI KABUPATEN DELI SERDANG PROVINSI SUMATERA UTARA ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN LEMEDUK (Barbodes schwanenfeldii) DI SUNGAI BELUMAI KABUPATEN DELI SERDANG PROVINSI SUMATERA UTARA The Aspects of Reproductive Biology of Lemeduk Fish (Barbodes schwanenfeldii)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perairan Selat Sunda secara geografis menghubungkan Laut Jawa serta Selat Karimata di bagian utara dengan Samudera Hindia di bagian selatan. Topografi perairan ini secara

Lebih terperinci

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN SELAR KUNING (Selaroides leptolepis Cuvier, 1833) DI PERAIRAN SELAT SUNDA, PROVINSI BANTEN REZANINDA PRESTIANINGTYAS

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN SELAR KUNING (Selaroides leptolepis Cuvier, 1833) DI PERAIRAN SELAT SUNDA, PROVINSI BANTEN REZANINDA PRESTIANINGTYAS i ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI IKAN SELAR KUNING (Selaroides leptolepis Cuvier, 1833) DI PERAIRAN SELAT SUNDA, PROVINSI BANTEN REZANINDA PRESTIANINGTYAS DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Relasi panjang berat dan aspek reproduksi ikan beureum panon (Puntius orphoides) hasil domestikasi di Balai Pelestarian Perikanan Umum dan Pengembangan Ikan Hias (BPPPU)

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus)

2. TINJAUAN PUSTAKA Rajungan (Portunus pelagicus) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Rajungan (Portunus pelagicus) Menurut www.zipcodezoo.com klasifikasi dari rajungan adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia Filum : Arthropoda Kelas : Malacostrata Ordo : Decapoda

Lebih terperinci

ASPEK REPRODUKSI IKAN KAPASAN (Gerres kapas Blkr, 1851, Fam. Gerreidae) DI PERAIRAN PANTAI MAYANGAN, JAWA BARAT

ASPEK REPRODUKSI IKAN KAPASAN (Gerres kapas Blkr, 1851, Fam. Gerreidae) DI PERAIRAN PANTAI MAYANGAN, JAWA BARAT Jurnal Iktiologi Indonesia, 9(1):75-84, 29 ASPEK REPRODUKSI IKAN KAPASAN (Gerres kapas Blkr, 1851, Fam. Gerreidae) DI PERAIRAN PANTAI MAYANGAN, JAWA BARAT [Reproductive aspect of silver biddy (Gerres kapas

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jenis Kelamin Belut Belut sawah merupakan hermaprodit protogini, berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa pada ukuran panjang kurang dari 40 cm belut berada pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial

Lebih terperinci

REPRODUKSI IKAN KURISI Nemipterus japonicus (Bloch 1791) DARI TELUK BANTEN YANG DIDARATKAN DI PPN KARANGANTU, BANTEN NOLALIA

REPRODUKSI IKAN KURISI Nemipterus japonicus (Bloch 1791) DARI TELUK BANTEN YANG DIDARATKAN DI PPN KARANGANTU, BANTEN NOLALIA REPRODUKSI IKAN KURISI Nemipterus japonicus (Bloch 1791) DARI TELUK BANTEN YANG DIDARATKAN DI PPN KARANGANTU, BANTEN NOLALIA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 30 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi perairan Teluk Jakarta Teluk Jakarta terletak di utara kota Jakarta dengan luas teluk 285 km 2, dengan garis pantai sepanjang 33 km, dan rata-rata kedalaman

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian 4.1.1 Palabuhan Ratu Perairan Palabuhan Ratu merupakan teluk semi tertutup yang berada di pantai selatan Jawa Barat, termasuk kedalam wilayah

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Palau Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Octinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Osteochilus Spesies : Osteochilus vittatus

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 32 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Ikan Kurisi di Perairan Teluk Banten Penduduk di sekitar Teluk Banten kebanyakan memiliki profesi sebagai nelayan. Alat tangkap yang banyak digunakan oleh para nelayan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1. 1.Kondisi umum Perairan Utara Jawa Perairan Utara Jawa dulu merupakan salah satu wilayah perikanan yang produktif dan memilki populasi penduduk yang padat. Panjang

Lebih terperinci

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI DAN PERTUMBUHAN IKAN LEMURU (Sardirtella lortgiceps C.V) DI PERAIRAN TELUK SIBOLGA, SUMATERA-UTARA

ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI DAN PERTUMBUHAN IKAN LEMURU (Sardirtella lortgiceps C.V) DI PERAIRAN TELUK SIBOLGA, SUMATERA-UTARA ASPEK BIOLOGI REPRODUKSI DAN PERTUMBUHAN IKAN LEMURU (Sardirtella lortgiceps C.V) DI PERAIRAN TELUK SIBOLGA, SUMATERA-UTARA Oleh: RIAMA VERAWATY TAMPUBOLON C02495025 PROGRAM STUD1 MANAJEMEN SUMBERDAYA

Lebih terperinci

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian

METODE. Waktu dan Tempat Penelitian 17 METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Suaka Margasatwa Muara Angke, Penjaringan Jakarta Utara, pada bulan Februari 2012 sampai April 2012. Stasiun pengambilan contoh ikan merupakan

Lebih terperinci

Reproduksi ikan rejung (Sillago sihama Forsskal) di perairan Mayangan, Subang, Jawa Barat

Reproduksi ikan rejung (Sillago sihama Forsskal) di perairan Mayangan, Subang, Jawa Barat Jurnal Iktiologi Indonesia, 11(1):55-65 Reproduksi ikan rejung (Sillago sihama Forsskal) di perairan Mayangan, Subang, Jawa Barat [Reproduction of silver sillago (Sillago sihama Forsskal) in Mayangan Waters,

Lebih terperinci

KAJIAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN TEMBANG (Sardinella maderensis Lowe, 1838) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA YANG DIDARATKAN DI PPI MUARA ANGKE, JAKARTA UTARA

KAJIAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN TEMBANG (Sardinella maderensis Lowe, 1838) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA YANG DIDARATKAN DI PPI MUARA ANGKE, JAKARTA UTARA KAJIAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN TEMBANG (Sardinella maderensis Lowe, 1838) DI PERAIRAN TELUK JAKARTA YANG DIDARATKAN DI PPI MUARA ANGKE, JAKARTA UTARA ADISTI SKRIPSI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

KAJIAN STOK IKAN KUNIRAN Upeneus moluccensis (Bleeker, 1855) DI PERAIRAN SELAT SUNDA YANG DIDARATKAN DI PPP LABUAN, BANTEN NURUL HIKMAH AMALIA

KAJIAN STOK IKAN KUNIRAN Upeneus moluccensis (Bleeker, 1855) DI PERAIRAN SELAT SUNDA YANG DIDARATKAN DI PPP LABUAN, BANTEN NURUL HIKMAH AMALIA KAJIAN STOK IKAN KUNIRAN Upeneus moluccensis (Bleeker, 1855) DI PERAIRAN SELAT SUNDA YANG DIDARATKAN DI PPP LABUAN, BANTEN NURUL HIKMAH AMALIA DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif.

Gambar 6 Sebaran daerah penangkapan ikan kuniran secara partisipatif. 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Wilayah Sebaran Penangkapan Nelayan Labuan termasuk nelayan kecil yang masih melakukan penangkapan ikan khususnya ikan kuniran dengan cara tradisional dan sangat tergantung pada

Lebih terperinci

Berk. Penel. Hayati: 15 (45 52), 2009

Berk. Penel. Hayati: 15 (45 52), 2009 BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATRA SELATAN Yunizar Ernawati 1, Eko Prianto 2, dan A. Ma suf 1 1 Dosen Departemen MSP, FPIK-IPB; 2 Balai Riset Perikanan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Metode dan Desain Penelitian

METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Metode dan Desain Penelitian 13 METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Danau Matano, Sulawesi Selatan. Sampling dilakukan setiap bulan selama satu tahun yaitu mulai bulan September 2010 sampai dengan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai

III. METODE PENELITIAN. Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilakukan pada bulan April sampai dengan Desember 2013 di Sungai Tulang Bawang. Pengambilan sampel dilakukan satu kali dalam satu bulan, dan dilakukan

Lebih terperinci

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di :

JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman Online di : JOURNAL OF MANAGEMENT OF AQUATIC RESOURCES. Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman 73-80 Online di : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/maquares ASPEK REPRODUKSI IKAN NILA (Oreochromis niloticus)

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Perikanan Layur di PPN Palabuhanratu Secara geografis, Teluk Palabuhanratu ini terletak di kawasan Samudera Hindia pada posisi 106 10-106 30 BT dan 6 50-7 30 LS dengan

Lebih terperinci

ASPEK REPRODUKSI IKAN LIDAH, Cynoglossus lingua H.B DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, JAWA TIMUR

ASPEK REPRODUKSI IKAN LIDAH, Cynoglossus lingua H.B DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, JAWA TIMUR Jurnal Iktiologi Indonesia, 9(2): 175-185, 2009 ASPEK REPRODUKSI IKAN LIDAH, Cynoglossus lingua H.B. 1822 DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, JAWA TIMUR [Reproductive aspect of long tonguesole, Cynoglossus lingua

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 12 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah dan Sebaran Panjang Ikan Kuro Jumlah ikan kuro yang tertangkap selama penelitian berjumlah 147 ekor. Kisaran panjang dan bobot ikan yang tertangkap adalah 142-254 mm

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga

III. METODOLOGI. Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di perairan Way Tulang Bawang, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga September 2013.

Lebih terperinci

BEBERAPA ASPEK BIOLOGI IKAN PETEK (Leiognathus splendens Cuv.) DI PERAIRAN TELUK LABUAN, JAWA BARAT SKRIPSI

BEBERAPA ASPEK BIOLOGI IKAN PETEK (Leiognathus splendens Cuv.) DI PERAIRAN TELUK LABUAN, JAWA BARAT SKRIPSI BEBERAPA ASPEK BIOLOGI IKAN PETEK (Leiognathus splendens Cuv.) DI PERAIRAN TELUK LABUAN, JAWA BARAT OLEH : SAADAH C02495018 SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pada Fakultas

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN KUNIRAN Upeneus moluccensis Bleeker, 1855 DI PERAIRAN SELAT SUNDA

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN KUNIRAN Upeneus moluccensis Bleeker, 1855 DI PERAIRAN SELAT SUNDA Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 8, No. 2, Hlm. 701-711, Desember 2016 BIOLOGI REPRODUKSI IKAN KUNIRAN Upeneus moluccensis Bleeker, 1855 DI PERAIRAN SELAT SUNDA REPRODUCTION BIOLOGY OF GOLDBAND

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR ISI vi KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI vi DAFTAR TABEL vii DAFTAR GAMBAR ix I. PENDAHULUAN 1 II. SISTIMATIKA DAN DISTRIBUSI 8 A. Sistimatika 8 B. Distribusi 13 III. BIOLOGI REPRODUKSI 20 A. Nisbah

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN BELANAK Chelon subviridis (Valenciennes 1836) DI PERAIRAN KARANGSONG, INDRAMAYU SRI RATNANINGSIH

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN BELANAK Chelon subviridis (Valenciennes 1836) DI PERAIRAN KARANGSONG, INDRAMAYU SRI RATNANINGSIH BIOLOGI REPRODUKSI IKAN BELANAK Chelon subviridis (Valenciennes 1836) DI PERAIRAN KARANGSONG, INDRAMAYU SRI RATNANINGSIH DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 25 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum perairan Teluk Banten Perairan Karangantu berada di sekitar Teluk Banten yang secara geografis terletak pada 5 0 49 45 LS sampai dengan 6 0 02

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama enam bulan dari bulan Mei - Oktober 2011. Pengambilan ikan contoh dilakukan di perairan mangrove pantai Mayangan, Kabupaten

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan layur (Trichiurus lepturus) (Sumber :

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Ikan layur (Trichiurus lepturus) (Sumber : 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Layur (Tricihurus lepturus) Layur (Trichiurus spp.) merupakan ikan laut yang mudah dikenal dari bentuknya yang panjang dan ramping. Ikan ini tersebar di banyak perairan dunia.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot Floss Floss merupakan bagian kokon yang berfungsi sebagai penyangga atau kerangka kokon. Pada saat akan mengokon, ulat sutera akan mencari tempat lalu menetap di tempat tersebut

Lebih terperinci

Aspek biologi reproduksi ikan layur, Trichiurus lepturus Linnaeus 1758 di Palabuhanratu

Aspek biologi reproduksi ikan layur, Trichiurus lepturus Linnaeus 1758 di Palabuhanratu Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Aspek biologi reproduksi ikan layur, Trichiurus lepturus Linnaeus 1758 di Palabuhanratu Nur ainun Muchlis, Prihatiningsih Balai Penelitian Perikanan Laut, Unit Pelaksana

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Prosedur Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Maret hingga Oktober 2008. Pengambilan sampel dilakukan di sungai Klawing Kebupaten Purbalingga Jawa Tengah (Lampiran 1). Analisis

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Terisi Menurut Richardson (1846) (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut :

2. TINJAUAN PUSTAKA Ikan Terisi Menurut Richardson (1846)  (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut : 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Terisi Menurut Richardson (1846) www.fishbase.org (2010) klasifikasi ikan terisi (Gambar 2) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Penentuan Betina dan Jantan Identifikasi Kematangan Gonad

II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Penentuan Betina dan Jantan Identifikasi Kematangan Gonad II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah belut sawah (Monopterus albus) yang diperoleh dari pengumpul ikan di wilayah Dramaga. Kegiatan penelitian terdiri

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Sungai Sungai umumnya lebih dangkal dibandingkan dengan danau atau telaga. Biasanya arus air sungai searah, bagian dasar sungai tidak stabil, terdapat erosi atau

Lebih terperinci

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti

TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti TUGAS: RINGKASAN EKSEKUTIF Nama: Yuniar Ardianti Sebuah lagu berjudul Nenek moyangku seorang pelaut membuat saya teringat akan kekayaan laut Indonesia. Tapi beberapa waktu lalu, beberapa nelayan Kepulauan

Lebih terperinci

ANALISIS ASPEK BIOLOGI IKAN KUNIRAN (Upeneus spp) BERDASARKAN JARAK OPERASI PENANGKAPAN ALAT TANGKAP CANTRANG DI PERAIRAN KABUPATEN PEMALANG

ANALISIS ASPEK BIOLOGI IKAN KUNIRAN (Upeneus spp) BERDASARKAN JARAK OPERASI PENANGKAPAN ALAT TANGKAP CANTRANG DI PERAIRAN KABUPATEN PEMALANG ANALISIS ASPEK BIOLOGI IKAN KUNIRAN (Upeneus spp) BERDASARKAN JARAK OPERASI PENANGKAPAN ALAT TANGKAP CANTRANG DI PERAIRAN KABUPATEN PEMALANG The Goatfish (Upeneus spp) Biological Aspect Analysis Based

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Kebiasaaan Jenis Makanan Index Stomach Content (ISC) Hasil perhitungan indek kepenuhan isi lambung (ISC) per-tkg dapat dilihat pada Gambar 3, untuk nilai ISC dapat dilihat pada

Lebih terperinci

ASPEK REPRODUKSI IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata Cuvier dan Valenciennes 1847) DI PERAIRAN TELUK BANTEN ALIN PUSPA SARI

ASPEK REPRODUKSI IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata Cuvier dan Valenciennes 1847) DI PERAIRAN TELUK BANTEN ALIN PUSPA SARI ASPEK REPRODUKSI IKAN TEMBANG (Sardinella fimbriata Cuvier dan Valenciennes 1847) DI PERAIRAN TELUK BANTEN ALIN PUSPA SARI DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

Gambar 3 Peta Lokasi Penelitian

Gambar 3 Peta Lokasi Penelitian III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) tiga, yaitu Laut Jawa dari bulan Desember 2008 sampai dengan bulan Desember

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian Berdasarkan hasil pengamatan pada lokasi penelitian, tipe habitat Danau Taliwang dikelompokkan menjadi perairan terbuka dan perairan yang

Lebih terperinci

BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI IKAN KRESEK (Thryssa mystax) PADA BULAN JANUARI-JUNI DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, JAWA TIMUR LISA FATIMAH

BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI IKAN KRESEK (Thryssa mystax) PADA BULAN JANUARI-JUNI DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, JAWA TIMUR LISA FATIMAH BEBERAPA ASPEK REPRODUKSI IKAN KRESEK (Thryssa mystax) PADA BULAN JANUARI-JUNI DI PERAIRAN UJUNG PANGKAH, JAWA TIMUR LISA FATIMAH DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang sangat tinggi dan dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan bahan industri. Salah satu sumberdaya tersebut adalah

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Komposisi Hasil Tangkapan Hasil tangkapan selama periode pengamatan menunjukkan kekayaan jenis ikan karang sebesar 16 famili dengan 789 spesies. Jumlah tertinggi ditemukan

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR

KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR KARAKTERISTIK FISIKA KIMIA PERAIRAN DAN KAITANNYA DENGAN DISTRIBUSI SERTA KELIMPAHAN LARVA IKAN DI TELUK PALABUHAN RATU NURMILA ANWAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 0 I. PENDAHULUAN

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemetaan Partisipatif Daerah Penangkapan Ikan kurisi dapat ditangkap dengan menggunakan alat tangkap cantrang dan jaring rampus. Kapal dengan alat tangkap cantrang memiliki

Lebih terperinci