HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL Kebiasaaan Jenis Makanan Index Stomach Content (ISC) Hasil perhitungan indek kepenuhan isi lambung (ISC) per-tkg dapat dilihat pada Gambar 3, untuk nilai ISC dapat dilihat pada Lampiran 5. Nilai ISC yang didapat menunjukkan adanya peningkatan konsumsi makanan dengan peningkatan tingkat kematangan gonad. Gambar 3 Indek isi lambung (ISC) ikan senggaringan per-tkg Dilihat dari Gambar 4, puncak nilai ISC berada di bulan Mei, berdasarkan dari pengamatan dilapangan pada bulan Mei ikan sudah banyak yang mencapai TKG III, sedangkan pada bulan Juni dan Juli banyak ditemukan TKG IV dan V, pada bulan-bulan sebelumnya (Maret dan April) sebaran TKG III dan IV masih realtif sedikit. Umumnya ikan tidak makan pada waktu musim pemijahan dan baru setelah periode tersebut ikan mengambil makanan kembali (Effendie 2002). Menurut Krebs (1989) secara umum keadaan fisik kimia perairan membatasi penyebaran jenis-jenis organisme dan penyebaran itu mempengaruhi waktu ikan

2 aktif makan, sehingga dapat diketahui kelimpahan organisme yang dimakan di perairan serta kualitas perairannya. Gambar 4 Indek isi lambung (ISC) ikan senggaringan perbulan Kebiasaan Makanan (Indeks Bagian Terbesar atau IP) Hasil analisis isi lambung yang dilakukan (Gambar 5), menunjukkan fenomena makanan ikan senggaringan dalam melakukan reproduksinya, terjadi peralihan jenis makanan dari tiap tingkatan TKG, TKG I dominan ditemukan serpihan tumbuhan, sedangkan pada TKG II komposisi serpihan hewan mulai meningkat, namun masih besar kandungan serpihan tumbuhannya (Lampiran 12). Gambar 5 Komposisi makanan ikan senggaringan Per-TKG Hasil analisis isi lambung pada TKG I (Lampiran 6), jenis makanan yang dikonsumsi berupa serpihan tumbuhan sebesar 77,9000%, serpihan hewan sebesar 17,6100% sedangkan plankton sebesar 4,4300%. TKG II (lampiran 7), jenis

3 makanan yang didapat berupa serpihan tumbuhan sebesar 58,3250%, serpihan hewan sebesar 36,0450%, plankton sebesar 5,5470% dan makrobentos sebesar 0,0830%, dilihat dari Gambar 2 terlihat perubahan komposisi makanan ikan senggaringan, terlihat jika ikan senggaringan pada TKG II meningkatkan mengkonsumsi hewan serta mulai mengkonsumsi makrobentos. Hasil analisis isi lambung pada TKG III (Lampiran 8) mulai terjadi perubahan besar terhadap jenis makanan, didapat serpihan tumbuhan sebesar 36,9940%, serpihan hewan sebesar 61,1770%, plankton sebesar 1,7480% dan makrobenthos sebesar 0,0800%. Makrobenthos yang didapat berupa cacing, potongan udang dan gastropoda. Analisis lambung TKG IV (Lampiran 9) didapat serpihan tumbuhan sebesar 23,5110%, serpihan hewan sebesar 73,1330%, plankton sebesar 0,9720% dan makrobenthos sebesar 0,3840%. Terlihat fenomena dalam menyokong reproduksi, ikan senggaringan akan meningkatkan konsumsi pakan yang kaya akan protein yang sangat dibutuhkannya untuk aktifitasnya, hal ini terlihat dari peningkatan konsumsi hewan, pada jenis makrobenthos terlihat peningkatan konsumsi gastropoda dengan meningkatnya TKG. Analisis isi lambung TKG V (Lampiran 10) didapat serpihan tumbuhan sebesar 37,0980%, serpihan hewan sebesar 60,7950%, plankton sebesar 2,0320% dan makrobenthos sebesar 0,0750%. Hasil analisis lambung berdasarkan ukuran (Gambar 6), didapat perubahan komposisi jenis makanan, hal ini terlihat dengan kenaikan jumlah serpihan hewan sejalan dengan peningkatan ukuran tubuh, komposisi makrobenthos berupa potongan udang, gastropoda, cacing dan insect. Hubungan ketersediaan makanan, kondisi jaringan dan kematangan gonad diungkapkan Dridi et al. (2007), ketersediaan dan kelimpahan makanan erat kaitannya dengan simpanan material energi jaringan, hal ini beriringan dengan meningkatnya faktor kondisi serta berat gonad, simpanan jaringan mencapai nilai maksimum pada masa istirahat sebelum material energi yang telah diakumulasikan pada jaringan digunakan untuk proses gametogenesis, setelah terjadi pemijahan akan mencapai nilai terendah untuk simpanan material energi jaringan.

4 Gambar 6 Komposisi makanan ikan senggaringan berdasarkan ukuran Karakter Morfologi Tropik Hasil pengamatan dan pengukuran terhadap ikan Senggaringan, diketahui bahwa letak dan bentuk mulut tergolong ikan yang mempunyai tipe mulut subterminal dan dilengkapi dengan gigi yang tajam. Ukuran lebar bukaan mulut ikan Senggaringan yang diperoleh berkisar 1 1,9 cm dengan kisaran panjang total tubuh 14,6 22,5 cm. Ukuran lebar bukaan mulut ikan Senggaringan yang diperoleh berkisar 1 1,9 cm. Pengukuran lebar bukaan mulut menunjukkan jika ikan Senggaringan cenderung semakin lebar bukaan mulutnya dengan bertambahnya ukuran, karena pada pengukuran yang telah dilakukan bahwa lebar bukaan mulut ikan Senggaringan berbanding lurus dengan panjang totalnya. Hal ini menunjukkan bahwa semakin bertambahnya ukuran maka semakin besar pula kemampuannya untuk mengambil mangsa yang cukup besar ukurannya. Effendie (2002), menyatakan bahwa setelah bertambah besar ikan tersebut akan merubah makanan baik dalam ukuran maupun kualitasnya, dan rahang yang bukaannya besar maka ukuran mangsanyapun bervariasi. Menurut Kottelat et al. (1993), bahwa bukaan mulut yang besar atau lebar pada umumnya menunjukkan sifat sebagai predator yang memangsa udang dan ikan-ikan kecil, ini dibantu oleh giginya yang runcing untuk mencengkeram mangsanya. Gigi yang tumbuh pada mulutnya digunakan untuk keperluan menyergap, merobek dan menahan mangsa, serta jari-jari tapis

5 insangnya menyesuaikan untuk memegang, memarut, menahan dan menggilas mangsa. Rasio panjang usus dibanding panjang total tubuh berkisar antara 0,7818 1,0656 dengan kisaran panjang tubuh total mm, nilai rasio meningkat dengan adanya pertumbuhan ikan, berdasarkan hasil tersebut maka ikan Senggaringan termasuk ikan omnivora yang cenderung ke karnivora. Keterangan ini memperjelas keterangan hasil penelitian Sulistyo & Setijanto 2002 yang mengungkapkan kecenderungan ikan senggaringan merupakan ikan yang bersifat karnivora. Al Husaini (1947), Kapoor et al. (1975), menyatakan bahwa rasio panjang usus terhadap panjang total ikan berkisar 0,5-2,4 untuk karnivora, 0,8 4 untuk omnivora dan 2 21 untuk herbivora. Menurut Kramer & Bryant diacu dalam Anjarningsih (2007), menyatakan bahwa rasio panjang usus terhadap panjang tubuh karnivora lebih pendek dari omnivora dan lebih pendek lagi dibanding herbivora, karena panjang intestine secara alometrik meningkat dengan bertambah panjang tubuh sehingga hewan karnivora akan cenderung menjadi omnivora. Aspek Reproduksi Perkembangan Gonad (Anatomis dan Histologis) Hasil pengamatan anatomis dan histologis (Gambar 7) menunjukkan perubahan dengan adanya perkembangan gonad (kenaikan TKG). Dilihat dari bentuk anatomis, ikan yang mengalami matang gonad (TKG III dan IV) akan terlihat perutnya gendut, dan dari pada TKG I dan II, jika ikan senggaringan yang matang gonad ketika perutnya disentuh permukaan perutnya akan terasa lembut, sedangkan pada papilla genitalnya akan terlihat kemerahan. Pada TKG V perut terasa lembek serta permukaan kulit terlihat ada kerutan dikarenakan adanya pengeluaran sel telur saat pemijahan, selain itu pada papilla genitalnya terlihat sedikit membesar seperti telah terjadinya proses pengeluaran sel telur. Hasil analisis hitologis (Gambar 7 dan Tabel 2), dapat dilihat perkembangan gonad ikan senggaringan secara histologis. Struktur histologis TKG I pada ovum didominasi oleh oosit stadia awal (oogonium). Dari histologi TKG II ovum dipenuhi oleh oosit bernukleus dan ukurannya lebih besar daripada

6 TKG I, oogonia mulai berkembang menjadi oosit primer dan mulai terlihat vakuola pada perifer. Keterangan : og : oogonium, op: oosit primer, os: oosit sekunder, ov: ovum, V : vakoula, Fyg: Fusionof yolk globule(butiran kuning telur) Gambar 7 Struktur histologis ovarium ikan senggaringan per-tkg ( 0,5 cm) (pemotongan 5 µm, pewarnaan hematoksilin-eosin)

7 Secara struktur histologis pada TKG III sudah mulai terlihat adanya granula kuning telur dan oosit primer berkembang menjadi oosit sekunder bakal ovum. Pada TKG IV oosit sekunder berkembang menjadi ovum. Butir kuning telur dan minyak semakin banyak yang menyebar dari sekitar inti sel hingga ke tepi. Fisher & Kane (2000) mengungkapkan secara histologis TKG IV terdapat butir-butir halus kuning telur dan vakuola dengan ukuran yang besar di dalam oviplasm. Tabel 2 Morfologi dan hitologis ovarium ikan senggaringan (Mystus nigriceps) Morfologi Histologis TKG I Ovarium berbentuk sepasang benang halus terletak pada kiri dan kanan rongga perut, warna bening. Ovarium belum matang, didominasi dengan oogonia, lamella berbentuk bulat dan lebih tebal dengan inti sel lebih besar, sitoplasma banyak dan berwarna ungu. TKG II Ovarium sudah sedikit berkembang, ukurannya lebih besar dari TKG I, warna mulai putih kebeningan hingga coklat muda, butiran telur belum dapat terlihat. TKG III Ovarium berukuran lebih besar dari TKG II dan hampir setengah rongga perut. Butiran telur sudah terlihat dengan mata telanjang, ovarium terlihat berwarna kuning. TKG IV Ovarium telah mengisi dua pertiga rongga perut. Warna menjadi lebih gelap. Ukuran telur terlihat lebih besar dari pada TKG III. TKG V Ovarium sudah mengempis dan warnanya lebih pekat. Ukuran oosit meningkat diameternya, oosit mulai berkembang menjadi oosit primer dan mulai terlihat vakuola pada perifer. Ukuran oosit terus meningkat ukuran diameternya, dan sudah terdapat oosit sekunder, ciri khas oosit sekunder ini adalah mulai terbentuknya butir kuning telur dan butiran minyak. Oosit primer berkembang menjadi ovum, diameternya meningkat dan butir kuning telur serta butiran minyak semakin banyak dan menyebar dari sekitar inti sel hingga tepi. Ukuran oosit sama dengan saat TKG IV, sebagian dinding ovum telah pecah dan terbuka.

8 Pada TKG V bentuk ovarium sudah mengempis dengan warna yang relatif gelap. Ukuran oosit hampir sama dengan TKG IV, sedangkan sebagian dinding ovum telah ada yang pecah dan terbuka serta mulai berkurangnya butir lemak pada oosit. Ukuran Pertama Kali Matang Gonad Pangamatan ukuran pertama kali matang gonad, dengan melihat hubungan antara ukuran panjang total dengan nilai gonado somatic index (GSI) menghasilkan nilai 190 mm untuk ukuran pertama kali matang gonad, dalam hal ini diasumsikan jika dimulai dengan TKG IV (Gambar 8). Ukuran pertama kali matang gonad biasanya dipengaruhi kelimpahan dan ketersediaan makanan, suhu, periode cahaya (photoperiode) dan faktor lingkungan pada suatu habitat atau perairan yang berbeda-beda (Nikolsky 1963; Mendoza et al. 2005). Sehingga pada tiap kondisi lingkungan akan memberikan dampak pada ukuran pertama kali ikan ini mulai matang gonad untuk pertama kalinya. Gambar 8 Hubungan Panjang total tubuh dan GSI ikan senggaringan per-tkg Hasil perhitungan menggunakan metode Sperman Karber dalam penentuan ukuran pertama kali matang gonad, kisaran data ukuran matang gonad yang didapat mesti berada diatas 50%. Selanjutnya Persentase dari ikan-ikan yang matang (TKG III, IV & V) diplot terhadap kelas panjang dan ukuran ikan pada

9 pertama kali matang dianggap bila 50% dari individu mencapai tingkat V (Boely diacu dalam Musbir et al. 2006). Dari Gambar 9 dilihat nilai perpotongan pada garis 50% berada pada titik 151, sedangkan hasil dari perhitungan (Lampiran 13) adalah 148,9010 mm untuk ukuran pertama kali ikan senggaringan matang gonad. Gambar 9 Hubungan tingkat kematangan gonad dan panjang total tubuh ikan senggaringan Deposit Energi Berdasarkan TKG Hasil pengukuran deposit energi pada beberapa organ yang diasumsikan sebagai penyimpanan material energi pada tubuh ikan, didapat hasil seperti pada Gambar 10. Kandungan energi otot dorsal (kj/g) TKG I hingga TKG V (8,5787, 16,8225, 19,0417, 23,7516 dan 22,9592). Dapat dilihat adanya peningkatan jumlah energi hingga TKG IV dan mengalami penurunan pada TKG V. dilihat dari kandungan material energi (Lampiran 14), lemak terus mengalami kenaikan dari TKG I hingga TKG V, untuk protein mengalami fluktuatif, TKG I hingga TKG III mengalami kenaikan (32,5696%, 63,9640% dan 71,7557%), kemudian TKG IV mengalami penurunan (53,3172%) yang cukup besar dan penurunan ini terus berlanjut pada TKG V (46,6041%), hal ini menjelaskan adanya pemanfaatan material energi untuk proses reproduksi dan metabolisme pada otot dorsal. Jika Energi (kj/g) yang terdapat pada visera menunjukkan peningkatan dari TKG I hingga TKG III (15,0843, 28,6266 dan 32,3608), kemudian mengalami penurunan pada TKG IV serta V (28,3134 dan 23,0716). Material energi pada

10 visera yang dominan berupa lemak, kandungan lemak mengalami peningkatan dari TKG I hingga TKG III (21,5064%, 58,3951% dan 64,0346%) kemudian mengalami penurunan pada TKG IV dan V (52,0731% dan 45,5419%) (Lampiran 15), penurunan ini dapat juga dipengaruhi dengan adanya penumpukan lemak intraperitoneal (IPF) (Lampiran 19) pada TKG III, IPF mengalami penurunan jumlahnya pada TKG IV dan di TKG V sudah tidak terdapat lagi. Optimalisasi penggunaan protein yang berasal dari visera terjadi pada saat pemijahan, yang terlihat penurunan drastis dari TKG IV ke TKG V.

11 Gambar 10 Kandungan energi pada organ otot dorsal (a), viseral (b), adephose fin (c), hati (d) dan gonad (e) ikan senggaringan per-tkg Adephose fin atau sirip lemak kandungan material yang diukur hanya berupa lemak, hasil yang didapat menunjukkan adanya pemanfaatan lemak dari adephose fin untuk menyokong proses perkembangan serta pematangan sel telur, terlihat dari adanya terus peningkatan dari TKG I hingga TKG III (5,8892%, 44,2699% dan 73,6852%), kemudian mengalami penurunan pada TKG IV (46,8861%) dan meningkat kembali pada TKG V (61,9462%). Kandungan material energi pada adephose fin (lemak) sejalan dengan adanya perkembangan gonad (Lampiran 16) Energi (kj/g) hati mengalami kenaikan kandungan dari TKG I hingga TKG III (20,1313, 25,1412 dan 25,4829), mengalami penurunan pada TKG IV dan V (21,4105 dan 19,8709). Dilihat dari kandungan material energi (Lampiran 17), terlihat kandungan lemak mengalami penurunan dari TKG I hingga TKG III (31,2602%, 25,1843% serta 21,3740%) dan mengalami peningkatan kembali pada TKG IV dan V (22,0874% dan 22,2139%). Kandungan protein yang terjadi sebaliknya, mengalami peningkatan dari TKG I hingga TKG III (32,5696%, 63,9640% serta 71,7557%), penurunan pada TKG IV dan V (53,3172% dan

12 46,6041%). Hal serupa juga terjadi pada kandungan glikogen hati yang memiliki pola yang sama dengan protein. Kandungan protein maupun lemak serta energi yang terkandung di gonad sejalan dengan peningkatan TKG, mengalami kenaikan dari TKG III ke TKG IV, penurunan pada TKG V (Lampiran 18), kejadian ini sejalan dengan proses perkembangan gonad dimana bertambahnya material yang dialokasikan ke sel telur, pada TKG V terjadi penurunan disebabkan karena telah dikeluarkannya sel telur pada saat pemijahan. Indek-indek Morfoanatomi Hubungan Panjang Berat Analisis statistik hubungan panjang total dan berat tubuh per TKG ikan senggaringan disajikan dalam bentuk grafik (Lampiran 20). Persamaan hubungan panjang total dengan berat tubuh menunjukkan bahwa nilai koefesian regresi (b) untuk ikan senggaringan (betina) TKG I adalah 3,0690, TKG II 3,1600, TKG III 3,0440, TKG IV 2,7570 dan TKG V 3,1060. Dari hubungan panjang berat menurut Effendie (2002) nilai b ini berada pada kisaran 2,4 3,5, bila berada diluar kisaran tersebut, maka bentuk tubuh ikan tersebut di luar batas kebiasaan bentuk tubuh ikan secara umum. Lebih lanjut diterangkan lagi, bila mana harga b sama dengan 3 menunjukkan bahwa pertumbuhan ikan tidak berubah bentuknya. Pertumbuhan berat dan panjangnya seimbang, namun bila nilai b lebih kecil dari 3 hal tersebut menunjukkan pertumbuhan berat ikan relatif lambat jika dibandingkan dengan panjangnya, sebaliknya jika nilai b besar dari 3 menunjukkan jika pertumbuhan berat relatif lebih cepat dibandingkan dengan panjangnya, arti kata ikan tersebut montok. Jika dilihat dari nilai R 2, didapat nilai untuk TKG I sebesar 0,9590, TKG II 0,9820, TKG III 0,6070, TKG IV 0,7250 dan TKG V 0,8170. Sedangkan nilai korelasi (r) TKG I 0,9790, TKG II 0,9910, TKG III 0,7790, TKG IV 0,8510 dan TKG V 0,9040. TKG I dan II menunjukkan adanya hubungan antara pertambahan panjang total dengan berat tubuh, dengan kata lain berat tubuh akan bertambah dengan bertambahnya panjang total tubuh ikan, sedangkan pada TKG III korelasinya melemah dan pada TKG IV dan V mengalami kenaikan hubungan

13 korelasinya. Allometrik negatif untuk TKG IV, artinya pertumbuhan panjang lebih dominan daripada pertumbuhan berat, atau bisa jadi pada TKG IV ikan ini mengalami pengurangan komposisi material tubuh yang digunakan untuk proses reproduksi, sehingga mempengaruhi nilai kegemukan (b). Hal ini sesuai pendapat Turkmen et al. (2002), faktor fisik seperti nilai b diduga berkaitan dengan kondisi lingkungan, perbedaan umur, persediaan makanan, perkembangan gonad, penyakit dan tekanan parasit. Soumakil (1996) menambahkan, adanya perbedaan nilai b pada ikan karena adanya perbedaan tingkat kematangan gonad, musim, kesuburan perairan. Faktor Kondisi (FK) Hasil pengamatan terhadap nilai rataan faktor kondisi ikan senggaringan untuk setiap tingkat kematangan gonad menunjukkan bahwa nilai rataan faktor kondisi berkisar antara 0,6925 0,8264 (Lampiran 21). Gambar 12 menunjukkan adanya peningkatan nilai faktor kondisi dari masing-masing TKG, kecuali pada TKG V terjadi penurunan yang erat kaitannya dengan proses pemijahan, hal ini dipengaruhi oleh pengurangan berat tubuh akibat telah dikeluarkannya sebagian sel telur serta penurunan kandungan material energi yang telah dimanfaatkan untuk proses perkembangan gonad dan pemijahan. Gambar 11 Nilai faktor kondisi ikan senggaringan per-tkg

14 Visera Somatic Index (VSI) Hasil pengamatan nilai VSI menunjukkan adanya penurunan dengan kenaikan kematangan gonad (Gambar 13), nilai VSI berada antara 2, ,4320%, rataan tertinggi berada pada TKG V sebesar 4,6168% dan terendah berada pada TKG IV sebesar 2,7993% (Lampiran 22). Pengamatan secara visual pada TKG II, III dan IV, terlihat adanya intraperitonial fat (IPF) (Lampiran 19), lemak ini paling banyak ditemukan pada TKG III, sehingga rongga perut ikan dominan diisi dengan ovarium dan intraperitoneal fat (IPF). Dibandingkan dengan kandungan IPF TKG IV, maka akan terlihat pada TKG IV IPF-nya mulai sedikit dan bahkan hampir habis, menunjukkan jika pemanfaatan IPF sebagai salah satu cadangan material energi untuk reproduksi, hal ini diperkuat dengan ketiadaannya pada saat TKG V. Untuk kondisi IPF sendiri pada tiap bulannya berbeda, hal ini dapat dilihat dari berbedanya warna IPF perbulan selama pengambilan sampel. Silva et al. (1998) mengungkapkan perbedaan profil asam lemak erat kaitannya dengan pertumbuhan, kebiasaan makanan, ketersediaan makanan dan kebiasaan migrasi. Gambar 12 Nilai visera somatik index ikan senggaringan per-tkg Adepose Fin Index (AFI) Hasil pengamatan indeks adephose fin didapat nilainya antara 4,7059% hingga 12,7273%, nilai rataan tertinggi adephose fin index (AFI) terdapat pada

15 TKG III sebesar 10,5032% dan terendah terdapat pada TKG I sebesar 6,4114% (Lampiran 23). Dilihat dari Gambar 14, dapat dilihat peningkatan nilai AFI sehubungan dengan kenaikan TKG, kenaikan ini hanya sampai TKG III, pada TKG IV dan V terjadi penurunan. Kenaikan nilai AFI ini erat hubungannya dengan keberadaan material energi yang di deposit ikan senggaringan sebagai cadangan energi. Penurunan pada TKG IV menunjukkan jika ikan telah mengerahkan material energi baik diubah sebagai energi maupun material penyusun sel telur dan gonad. Gambar 13 Nilai adephose fin index ikan senggaringan per-tkg Hepato Somatic Index (HSI) Hasil pengamatan nilai HSI berkisar antara 0,6067% sampai 5,2357% (Lampiran 24). Nilai rataan tertinggi pada TKG V yaitu sebesar 1,2812% dan terendah pada TKG II sebesar 1,0008%. Nilai HIS terlihat berfluktuatif (Gambar 15), pada TKG II mengalami penurunan nilai HSI, dan TKG III terjadi peningkatan kembali, yang menandakan jika terjadi proses vitelogenesis pada hati, proses vitelogenesis erat kaitannya dengan pengalokasian material energi ke gonad. Pada TKG IV mengalami penurunan kembali, hal ini menggambarkan penurunan aktivitas di hati.

16 Gambar 14 Nilai hepato somatic index (HIS) ikan senggaringan per-tkg Gonado Somatic Index (GSI) Hasil perhitungan nilai GSI berkisar antara 0,0189% sampai 14,9830% (Lampiran 25), Nilai rataan tertinggi pada TKG IV yaitu sebesar 8,4075% dan terendah pada TKG I sebesar 0,0308%. Nilai GSI mengalami kenaikan sesuai dengan perkembangan gonad (Gambar 16), nilai GSI dari TKG I hingga TKG IV mangalami kenaikan lalu mengalami penurunan pada TKG V, penurunan ini erat kaitannya dengan proses pemijahan. Gambar 15 Nilai gonado somatix index (GSI) ikan senggaringan per-tkg

17 Kenaikan GSI erat kaitannya dengan pertumbuhan Gonad, dimana saat TKG II gonad mengalami pertumbuhan berat dan panjang juga dalam hal jumlah selnya, begitu juga pada TKG III dan IV, yang mana pertumbuhannya cukup besar juga di pengaruhi dengan mulai banyaknya material penyusun sel telur hingga tahap pematangan, dimana salah satu proses yang mempunyai peranan besar adalah vitelogenesis. Fekunditas dan Diameter Telur Dari hasil pengamatan yang dilakukan dari 25 sampel di dapat rataan nilai fekunditas 20710,3400 butir dengan kisaran antara butir (Lampiran 26). Hubungan antara panjang total tubuh terhadap nilai fekunditas (Gambar 17), nilai determinan (R 2 ) sebesar 0,2320 dan nilai koefisien korelasinya (r) sebesar 0,4820, hal ini menunjukkan jika korelasi antara panjang total tubuh dan nilai fekunditas kecil. Untuk nilai diameter telur didapat kisaran antara 392, ,7016 µm. Rukayah et al. (2003), melaporkan bahwa proporsi ukuran diameter telur pada musim kemarau masih didominasi oleh ukuran µm, lebih lanjut melaporkan bahwa strategi reproduktif ikan senggaringan ditinjau dari fekunditas mutlak berkisar antara ,61 butir Gambar 16 Hubungan panjang total tubuh terhadap fekunditas ikan senggaringan Dalam hubungan fekunditas dengan berat terdapat beberapa kesukaran, seperti adanya beberapa ikan yang tidak mengkonsumsi makanan saat melakukan

18 proses reproduksi, sehingga material untuk pertumbuhan gonad dan energi untuk metabolisme tubuhnya diambil dari jaringan somatik, sehingga akan berpengaruh terhadap hitungan nantinya (Effendie 2002). Jika dilihat dari nilai korelasi, maka nilainya sangat rendah. Rendahnya korelasi yang didapat kemungkinan disebabkan oleh batas kisar yang ekstrim dari fekunditas pada ukuran yang sama, hal ini merupakan hal yang tidak biasa (Effendie 2002). Namun jika dilihat dari nilai b berada dalam nilai yang normal, sebagaimana yang diungkapkan Bagenal diacu dalam Effendie (2002) harga eksponen b berkisar antara 2,34 5,28 dan kebanyakan berkisar diatas 3. Hubungan nilai fekunditas dan diameter telur (Gambar 18 dan Lampiran 27) menunjukkan bahwa ikan senggaringan termasuk ikan yang total spawning pada saat pemijahannya. Gambar 17 Sebaran telur perkelompok diameter telur (dari 900 sel telur) Fisika Kimia Air Pengukuran fisika-kimia air selama penelitian di dapat kedalam tepi berkisar 0,25 1,36 m dan tengah berkisar antara 0,99 5,2 m. Suhu berkisar antara O C. Kecepatan arus berkisar antara 0,075 1,09 m/s. Kualitas kimia air nilai ph di dapat antara 6,5 7,5, oksigen terlarut antara 4,2 8,4 ppm, alkalinitas berkisar antara 70,56 87,49 mg CaCo 3 /l dan CO2 bekisar antara 1,76 8,58 ppm. Untuk kondisi fisika-kimia air masih dalam kondisi yang baik untuk sebuah perairan umum. Kondisi fisika kimia air perbulan dapat dilihat pada Lampiran 28.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Prosedur Penelitian

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Prosedur Penelitian BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan dari bulan Maret hingga Oktober 2008. Pengambilan sampel dilakukan di sungai Klawing Kebupaten Purbalingga Jawa Tengah (Lampiran 1). Analisis

Lebih terperinci

KAJIAN MAKANAN DAN KAITANNYA DENGAN REPRODUKSI IKAN SENGGARINGAN (Mystus nigriceps) DI SUNGAI KLAWING PURBALINGGA JAWA TENGAH BENNY HELTONIKA

KAJIAN MAKANAN DAN KAITANNYA DENGAN REPRODUKSI IKAN SENGGARINGAN (Mystus nigriceps) DI SUNGAI KLAWING PURBALINGGA JAWA TENGAH BENNY HELTONIKA KAJIAN MAKANAN DAN KAITANNYA DENGAN REPRODUKSI IKAN SENGGARINGAN (Mystus nigriceps) DI SUNGAI KLAWING PURBALINGGA JAWA TENGAH BENNY HELTONIKA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Ikan senggaringan merupakan ikan liar yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Dalam beberapa tahun ini, ikan ini menjadi perhatian para peneliti untuk dijadikan bahan riset, karena

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Organ Pencernaan Ikan Kuniran Ikan kuniran merupakan salah satu jenis ikan demersal. Ikan kuniran juga merupakan ikan karnivora. Ikan kuniran memiliki sungut pada bagian

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Organ reproduksi Jenis kelamin ikan ditentukan berdasarkan pengamatan terhadap gonad ikan dan selanjutnya ditentukan tingkat kematangan gonad pada tiap-tiap

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI

5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI 5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI Pengukuran parameter reproduksi akan menjadi usaha yang sangat berguna untuk mengetahui keadaan kelamin, kematangan alat kelamin dan beberapa besar potensi produksi dari

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan sebuah teluk di perairan Laut Jawa yang terletak di sebelah utara provinsi DKI Jakarta, Indonesia. Terletak

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ikan Senggaringan ( Mystus negriceps

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ikan Senggaringan ( Mystus negriceps TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ikan Senggaringan (Mystus negriceps) Ikan senggaringan dilihat dari morfologisnya termasuk dalam kelompok ikan bersungut dari ordo Siluriformes, subordo Siluroidei, famili Bagridae,

Lebih terperinci

hati, viseral, yang lebih tepatnya penumpukan lipid pada intraperitoneal serta pada sirip lemak telah dipergunakan untuk proses perkembangan gonad,

hati, viseral, yang lebih tepatnya penumpukan lipid pada intraperitoneal serta pada sirip lemak telah dipergunakan untuk proses perkembangan gonad, PEMBAHASAN Kebiasaan Makanan Komposisi makanan ikan senggaringan pertkg mengalami perubahan dengan adanya kenaikan kematangan gonad, hal ini terlihat dengan adanya perubahan komposisi serpihan hewan yang

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sebaran Frekuensi Ikan Tetet (Johnius belangerii) Ikan contoh ditangkap setiap hari selama 6 bulan pada musim barat (Oktober-Maret) dengan jumlah total 681 ikan dan semua sampel

Lebih terperinci

KAJIAN MAKANAN DAN KAITANNYA DENGAN REPRODUKSI IKAN SENGGARINGAN (Mystus nigriceps) DI SUNGAI KLAWING PURBALINGGA JAWA TENGAH BENNY HELTONIKA

KAJIAN MAKANAN DAN KAITANNYA DENGAN REPRODUKSI IKAN SENGGARINGAN (Mystus nigriceps) DI SUNGAI KLAWING PURBALINGGA JAWA TENGAH BENNY HELTONIKA KAJIAN MAKANAN DAN KAITANNYA DENGAN REPRODUKSI IKAN SENGGARINGAN (Mystus nigriceps) DI SUNGAI KLAWING PURBALINGGA JAWA TENGAH BENNY HELTONIKA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN

Lebih terperinci

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek

bio.unsoed.ac.id TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek II. TELAAH PUSTAKA A. Morfologi dan Klasifikasi Ikan Brek Puntius Orphoides C.V adalah ikan yang termasuk anggota Familia Cyprinidae, disebut juga dengan ikan mata merah. Ikan brek mempunyai garis rusuk

Lebih terperinci

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks Persentase Rasio gonad perberat Tubuh Cobia 32 Pembahasan Berdasarkan hasil pengukuran rasio gonad dan berat tubuh cobia yang dianalisis statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin

Lebih terperinci

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi

2.2. Morfologi Ikan Tambakan ( H. temminckii 2.3. Habitat dan Distribusi 4 2.2. Morfologi Ikan Tambakan (H. temminckii) Ikan tambakan memiliki tubuh berbentuk pipih vertikal. Sirip punggung dan sirip analnya memiliki bentuk dan ukuran yang hampir serupa. Sirip ekornya sendiri

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Menurut klasifikasi Bleeker, sistematika ikan selanget (Gambar 1) adalah sebagai berikut (www.aseanbiodiversity.org) :

Lebih terperinci

ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM

ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM ASPEK REPRODUKSI IKAN LELAN (Osteochilus vittatus C.V) Di SUNGAI TALANG KECAMATAN LUBUK BASUNG KABUPATEN AGAM Oleh : Rido Eka Putra 0910016111008 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma)

METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta lokasi penangkapan ikan kembung perempuan (R. brachysoma) 11 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kalibaru mulai dari bulan Agustus sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan Teluk Jakarta

Lebih terperinci

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 4(1) :22-26 (2016) ISSN :

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 4(1) :22-26 (2016) ISSN : Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 4(1) :22-26 (2016) ISSN : 2303-2960 PENDUGAAN UKURAN PERTAMA KALI MATANG GONAD IKAN SENGGARINGAN (Mystus negriceps) DI SUNGAI KLAWING, PURBALINGGA JAWA TENGAH Benny Heltonika

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai. Secara ekologis sungai 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai merupakan suatu perairan yang airnya berasal dari air tanah dan air hujan, yang mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran tersebut dapat

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 9 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Ikan contoh diambil dari TPI Kali Baru mulai dari bulan Agustus 2010 sampai dengan bulan November 2010 yang merupakan hasil tangkapan nelayan di

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Pulau Pramuka I II III BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Fisika dan Kimiawi Perairan Berdasarkan hasil penelitian di perairan Kepulauan Seribu yaitu Pulau Pramuka dan Pulau Semak Daun, diperoleh nilai-nilai parameter

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis Klasifikasi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Ciri Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Klasifikasi ikan tembang (Sardinella maderensis Lowe, 1838 in www.fishbase.com) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Subfilum

Lebih terperinci

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan

3.3. Pr 3.3. P os r ed e u d r u r Pe P n e e n l e iltiitan 12 digital dengan sensifitas 0,0001 gram digunakan untuk menimbang bobot total dan berat gonad ikan, kantong plastik digunakan untuk membungkus ikan yang telah ditangkap dan dimasukan kedalam cool box,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PPI Muara Angke, Jakarta Utara dari bulan Januaribulan Maret 2010. Analisis aspek reproduksi dilakukan di Fakultas Perikanan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Waktu dan Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan selama empat bulan dari Oktober 2011 hingga Januari 2012 di Waduk Ir. H. Djuanda, Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat (Gambar 3). Pengambilan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis Klasifikasi 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi dan Struktur Morfologis 2.1.1. Klasifikasi Ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma) (Gambar 1) merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang sangat potensial

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2006, Agustus 2006 Januari 2007 dan Juli 2007 di Daerah Aliran Sungai (DAS) Musi dengan sumber air berasal dari

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Klasifikasi ikan Juaro (Pangasius polyuranodon) menurut Kottelat dan Whitten (1993) adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Kelas

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 16 3. METODE PENELITIAN 3.1. Rancangan Penelitian Pola reproduksi ikan swanggi (Priacanthus tayenus) pada penelitian ini adalah tinjauan mengenai sebagian aspek reproduksi yaitu pendugaan ukuran pertama

Lebih terperinci

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda 116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kondisi Umum Lokasi Penelitian Berdasarkan hasil pengamatan pada lokasi penelitian, tipe habitat Danau Taliwang dikelompokkan menjadi perairan terbuka dan perairan yang

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jenis Kelamin Belut Belut sawah merupakan hermaprodit protogini, berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa pada ukuran panjang kurang dari 40 cm belut berada pada

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 17 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Pesisir Teluk Jakarta terletak di Pantai Utara Jakarta dibatasi oleh garis bujur 106⁰33 00 BT hingga 107⁰03 00 BT dan garis lintang 5⁰48

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ekosistem Sungai Sungai umumnya lebih dangkal dibandingkan dengan danau atau telaga. Biasanya arus air sungai searah, bagian dasar sungai tidak stabil, terdapat erosi atau

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani

Titin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Relasi panjang berat dan aspek reproduksi ikan beureum panon (Puntius orphoides) hasil domestikasi di Balai Pelestarian Perikanan Umum dan Pengembangan Ikan Hias (BPPPU)

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 2 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Keadaan Umum Perairan Teluk Jakarta Perairan Teluk Jakarta merupakan salah satu teluk yang terdapat di utara pulau Jawa. Secara geografis, teluk ini mempunyai panjang pantai

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 12 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Jumlah dan Sebaran Panjang Ikan Kuro Jumlah ikan kuro yang tertangkap selama penelitian berjumlah 147 ekor. Kisaran panjang dan bobot ikan yang tertangkap adalah 142-254 mm

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Ikan tembang (S. fimbriata)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 : Ikan tembang (S. fimbriata) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Tembang (Sardinella fimbriata) Klasifikasi ikan tembang menurut Saanin (1984) berdasarkan tingkat sistematikanya adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 15 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di TPI Cilincing, Jakarta Utara. Pengambilan data primer berupa pengukuran panjang dan bobot ikan contoh yang ditangkap

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 26 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Kondisi umum PPP Labuan PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai) Labuan, Banten merupakan pelabuhan perikanan pantai terbesar di Kabupaten Pandeglang yang didirikan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai. (Sosrodarsono et al., 1994 ; Dhahiyat, 2013). 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Air sungai dingin dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hepatosomatic Index Hepatosomatic Indeks (HSI) merupakan suatu metoda yang dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi dalam hati secara kuantitatif. Hati merupakan

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004)

3. METODE PENELITIAN. Gambar 3. Peta daerah penangkapan ikan kuniran di perairan Selat Sunda Sumber: Peta Hidro Oseanografi (2004) 12 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-September 2011 dengan waktu pengambilan contoh setiap satu bulan sekali. Lokasi pengambilan ikan contoh

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013

METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 18 III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan selama 4 bulan dimulai dari bulan Oktober 2013 hingga Januari 2014 agar dapat mengetahui pola pemijahan. Pengambilan sampel dilakukan

Lebih terperinci

3.KUALITAS TELUR IKAN

3.KUALITAS TELUR IKAN 3.KUALITAS TELUR IKAN Kualitas telur dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi: umur induk, ukuran induk dan genetik. Faktor eksternal meliputi: pakan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo merupakan ikan hasil perkawinan silang antara induk betina lele Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian

3 METODE PENELITIAN. Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian 3 METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan selama enam bulan dari bulan Mei - Oktober 2011. Pengambilan ikan contoh dilakukan di perairan mangrove pantai Mayangan, Kabupaten

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan baung diklasifikasikan masuk ke dalam Filum : Cordata, Kelas : Pisces,

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan baung diklasifikasikan masuk ke dalam Filum : Cordata, Kelas : Pisces, BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Ikan Baung Ikan baung diklasifikasikan masuk ke dalam Filum : Cordata, Kelas : Pisces, Sub-Kelas : Teleostei, Ordo : Ostariophysi, Sub Ordo : Siluroidea,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Perairan Bondet Perairan Bondet merupakan wilayah penangkapan kerang darah bagi nelayannelayan desa Bondet dan sekitarnya. Beberapa

Lebih terperinci

Beberapa contoh air, plankton, makrozoobentos, substrat, tanaman air dan ikan yang perlu dianalisis dibawa ke laboratorium untuk dianalisis Dari

Beberapa contoh air, plankton, makrozoobentos, substrat, tanaman air dan ikan yang perlu dianalisis dibawa ke laboratorium untuk dianalisis Dari RINGKASAN SUWARNI. 94233. HUBUNGAN KELOMPOK UKURAN PANJANG IKAN BELOSOH (Glossogobircs giuris) DENGAN KARASTERISTIK HABITAT DI DANAU TEMPE, KABUPATEN WAJO, SULAWESI SELATAN. Di bawah bimbingan Dr. Ir.

Lebih terperinci

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh

Gambar 4. Peta lokasi pengambilan ikan contoh 14 Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Juli 2009. Lokasi pengambilan ikan contoh adalah tempat pendaratan ikan (TPI) Palabuhanratu. Analisis contoh dilakukan di Laboratorium Ekobiologi,

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian dilakasanakan mulai awal bulan Maret sampai bulan Mei, dengan interval pengambilan data setiap dua minggu. Penelitian berupa pengumpulan

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6485.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan gurame (Osphronemus goramy, Lac) kelas induk pokok (Parent Stock) Prakata Standar induk ikan gurami kelas induk pokok diterbitkan oleh Badan Standardisasi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Hasil percobaan perkembangan bobot dan telur ikan patin siam disajikan pada Tabel 2. Bobot rata-rata antara kontrol dan perlakuan dosis tidak berbeda nyata. Sementara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian Pengambilan sampel dilakukan sebulan sekali selama 3 bulan berturutturut, yakni pada tanggal 10-11 Februari 2012, 7 Maret 2012 dan 7 April 2012. Pengambilan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Letak dan Kondisi Penelitian Kabupaten Cirebon dengan luas wilayah 990,36 km 2 merupakan bagian dari wilayah Provinsi Jawa Barat yang terletak di bagian timur dan merupakan

Lebih terperinci

FORMAT LAPORAN KETIK FHA 2017 SAMPUL (Hard Cover) COVER PUTIH COVER (terdapat tulisan sebagai syarat...dst) LEMBAR PENGESAHAN (dosen pengampu dan

FORMAT LAPORAN KETIK FHA 2017 SAMPUL (Hard Cover) COVER PUTIH COVER (terdapat tulisan sebagai syarat...dst) LEMBAR PENGESAHAN (dosen pengampu dan FORMAT LAPORAN KETIK FHA 2017 SAMPUL (Hard Cover) COVER PUTIH COVER (terdapat tulisan sebagai syarat...dst) LEMBAR PENGESAHAN (dosen pengampu dan Coass) LEMBAR PENGESAHAN (asisten) KATA PENGANTAR DAFTAR

Lebih terperinci

BAB II TINJUAN PUSTAKA

BAB II TINJUAN PUSTAKA BAB II TINJUAN PUSTAKA 2.1. Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) Klasifikasi Ikan Lele Sangkuriang (Clarias gariepinus) menurut Lukito (2002), adalah sebagai berikut : Filum : Chordata Kelas : Pisces

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. daerah yang berlumpur dan pada ekosistem mangrove. Ikan gelodok hanya

TINJAUAN PUSTAKA. daerah yang berlumpur dan pada ekosistem mangrove. Ikan gelodok hanya 21 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi dan Deskripsi Ikan Ikan gelodok adalah ikan yang hidup di habitat intertidal ditemukan di daerah yang berlumpur dan pada ekosistem mangrove. Ikan gelodok hanya ditemukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Barbichthys laevis (Froese and Pauly, 2012)

TINJAUAN PUSTAKA. : Actinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Barbichthys laevis (Froese and Pauly, 2012) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ulubatu (Barbichthys laevis) Kelas Filum Kerajaan : Chordata : Actinopterygii : Animalia Genus Famili Ordo : Cyprinidae : Barbichthys : Cypriniformes Spesies : Barbichthys laevis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Rasio Kelamin Ikan Nilem Penentuan jenis kelamin ikan dapat diperoleh berdasarkan karakter seksual primer dan sekunder. Pemeriksaan gonad ikan dilakukan dengan mengamati

Lebih terperinci

III. METODOLOGI. Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga

III. METODOLOGI. Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga III. METODOLOGI A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan di perairan Way Tulang Bawang, Kabupaten Tulang Bawang, Provinsi Lampung selama 6 bulan dimulai dari bulan April 2013 hingga September 2013.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Makanan Alami Ikan Makanan merupakan salah satu faktor yang dapat menunjang dalam perkembangbiakan ikan baik ikan air tawar, ikan air payau maupun ikan air laut. Fungsi utama

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) 2.1.1. Klasifikasi Secara biologis ikan lele dumbo mempunyai kelebihan dibandingkan dengan jenis lele lainnya, yaitu lebih mudah dibudidayakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan telur yang tidak mengenal musim, keunggulan gizi dari telur dan

I. PENDAHULUAN. Ketersediaan telur yang tidak mengenal musim, keunggulan gizi dari telur dan 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ketersediaan telur yang tidak mengenal musim, keunggulan gizi dari telur dan peningkatan jumlah penduduk di Indonesia yang diikuti dengan tingginya kesadaran

Lebih terperinci

POTENSI REPRODUKSI IKAN LALAWAK (Barbodes sp) PENDAHULUAN

POTENSI REPRODUKSI IKAN LALAWAK (Barbodes sp) PENDAHULUAN POTENSI REPRODUKSI IKAN LALAWAK (Barbodes sp) ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi reproduksi ikan lalawak (Barbodes sp). Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif, dan dianalisis

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6138 - 1999 Standar Nasional Indonesia Induk Ikan Nila Hitam (Oreochromis niloticus Bleeker) kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Pendahuluan Halaman 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1 3

Lebih terperinci

FOOD HABITS KUALITAS DAN KUANTITAS MAKANAN YANG DI MAKAN IKAN - BESARNYA POPULASI IKAN DI TENTUKAN MAKANAN YG TERSEDIA

FOOD HABITS KUALITAS DAN KUANTITAS MAKANAN YANG DI MAKAN IKAN - BESARNYA POPULASI IKAN DI TENTUKAN MAKANAN YG TERSEDIA FOOD HABITS KEBIASAAN MAKANAN ( FOOD HABITS ) : KUALITAS DAN KUANTITAS MAKANAN YANG DI MAKAN IKAN - BESARNYA POPULASI IKAN DI TENTUKAN MAKANAN YG TERSEDIA DARI MAKANAN YG TERSEDIA diperairan TERSEBUT,

Lebih terperinci

Berk. Penel. Hayati: 15 (45 52), 2009

Berk. Penel. Hayati: 15 (45 52), 2009 BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATRA SELATAN Yunizar Ernawati 1, Eko Prianto 2, dan A. Ma suf 1 1 Dosen Departemen MSP, FPIK-IPB; 2 Balai Riset Perikanan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Hatchery dan Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran (FPIK Unpad) pada bulan Juni

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 16 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kajian populasi Kondisi populasi keong bakau lebih baik di lahan terlantar bekas tambak dibandingkan di daerah bermangrove. Hal ini ditunjukkan oleh nilai kepadatan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

Gambar 3 Peta Lokasi Penelitian

Gambar 3 Peta Lokasi Penelitian III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Kegiatan penelitian dilaksanakan di wilayah pengelolaan perikanan (WPP) tiga, yaitu Laut Jawa dari bulan Desember 2008 sampai dengan bulan Desember

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Berdasarkan tingkat keberhasilan ikan lele Sangkuriang memijah, maka dalam penelitian ini dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok perlakuan yang tidak menyebabkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842)

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Octinopterygii. : Cypriniformes. Spesies : Osteochilus vittatus ( Valenciennes, 1842) II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Palau Kingdom : Animalia Filum : Chordata Kelas : Octinopterygii Ordo : Cypriniformes Famili : Cyprinidae Genus : Osteochilus Spesies : Osteochilus vittatus

Lebih terperinci

HASIL. Parameter Utama

HASIL. Parameter Utama 42 HASIL Parameter Utama Parameter utama hasil pengamatan pemberian hormon tiroksin terhadap reproduksi ikan nila yang dipelihara pada media bersalinitas terdiri dari hepato somatik indeks (HSI, %), diameter

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin

TINJAUAN PUSTAKA. Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin TINJAUAN PUSTAKA Ikan Black Ghost (Apteronotus albifrons) Menurut Bernhard Grzimek (1973) dalam Yovita H.I dan Mahmud Amin dalam Rahman (2012), sistematika ikan black ghost adalah sebagai berikut : Kingdom

Lebih terperinci

MENENTUKAN TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPlTlNG BAKAU KAITANNYA DENGAN PERKEMBANGAH GAMET

MENENTUKAN TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPlTlNG BAKAU KAITANNYA DENGAN PERKEMBANGAH GAMET MENENTUKAN TINGKAT KEMATANGAN GONAD KEPlTlNG BAKAU Scy[la serrata ( FORSKAL ) SEGARA MORFOLOGIS DAN KAITANNYA DENGAN PERKEMBANGAH GAMET Olela TITIK RETNOWATI C 23.1695 JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Clownfish Klasifikasi Clownfish menurut Burges (1990) adalah sebagai berikut: Kingdom Filum Ordo Famili Genus Spesies : Animalia : Chordata : Perciformes

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai dari April hingga September

METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai dari April hingga September III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan dimulai dari April hingga September 2013. Pengambilan sampel dilakukan di sepanjang Way Tulang Bawang dengan 4 titik

Lebih terperinci

Kata kunci: ikan nila merah, tepung ikan rucah, vitamin E, TKG, IKG

Kata kunci: ikan nila merah, tepung ikan rucah, vitamin E, TKG, IKG e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 2 Februari 2013 ISSN: 2302-3600 PENGARUH PENAMBAHAN VITAMIN E PADA PAKAN BERBASIS TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP KEMATANGAN GONAD IKAN NILA MERAH

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) menurut Froese R, Pauly D

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) menurut Froese R, Pauly D II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Labiobarbus ocellatus Klasifikasi ikan Lumo (Labiobarbus ocellatus) menurut Froese R, Pauly D. 2012. Labiobarbus ocellatus (Heckel, 1843) dalam http://www.fishbase.org/summary/

Lebih terperinci

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi, 1997). Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Penentuan Betina dan Jantan Identifikasi Kematangan Gonad

II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Penentuan Betina dan Jantan Identifikasi Kematangan Gonad II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah belut sawah (Monopterus albus) yang diperoleh dari pengumpul ikan di wilayah Dramaga. Kegiatan penelitian terdiri

Lebih terperinci

IKAN LOU HAN (Cichlasoma sp)

IKAN LOU HAN (Cichlasoma sp) IKAN LOU HAN (Cichlasoma sp) MENGENAL IKAN LOUHAN -Nama lain : flower horn, flower louhan dan sungokong. -Tidak mengenal musim kawin. -Memiliki sifat gembira, cerdas dan cepat akrab dengan pemiliknya.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pertambahan bobot (gram) BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Media terhadap Pertambahan biomassa Cacing Tanah Eudrilus eugeniae. Pengambilan data pertambahan biomassa cacing tanah dilakukan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Suaka Margasatwa Muara Angke yang di

BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Penelitian telah dilaksanakan di Suaka Margasatwa Muara Angke yang di BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di Suaka Margasatwa Muara Angke yang di tumbuhi mangrove pada bulan Februari 2013. Analisis organ pencernaan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Ikan Bawal (Colossoma macropomum) Ikan bawal air tawar (Colossoma macropomum) merupakan spesies ikan yang potensial untuk dibudidayakan baik di kolam maupun di keramba.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Domba Ekor Gemuk yang secara turun-temurun dikembangkan masyarakat di BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Wonosobo Domba Wonosobo merupakan domba hasil persilangan antara domba Texel yang didatangkan pada tahun 1957 dengan Domba Ekor Tipis dan atau Domba Ekor Gemuk yang secara

Lebih terperinci

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF

BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF BIOLOGI REPRODUKSI IKAN JUARO (Pangasius polyuranodon) DI DAERAH ALIRAN SUNGAI MUSI, SUMATERA SELATAN ABDUL MA SUF DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT

Lebih terperinci

3. METODE PENELITIAN

3. METODE PENELITIAN 13 3. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di perairan Cirebon yang merupakan wilayah penangkapan kerang darah. Lokasi pengambilan contoh dilakukan pada dua lokasi yang

Lebih terperinci

J. Aquawarman. Vol. 3 (1) : April ISSN : AQUAWARMAN

J. Aquawarman. Vol. 3 (1) : April ISSN : AQUAWARMAN AQUAWARMAN JURNAL SAINS DAN TEKNOLOGI AKUAKULTUR Alamat : Jl. Gn. Tabur. Kampus Gn. Kelua. Jurusan Ilmu Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Mulawarman Kondisi Biologi Reproduksi

Lebih terperinci

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock)

SNI : Standar Nasional Indonesia. Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) SNI : 01-6484.1-2000 Standar Nasional Indonesia Induk ikan lele dumbo (Clarias gariepinus x C.fuscus) kelas induk pokok (Parent Stock) Daftar Isi Halaman Prakata... 1 Pendahuluan... 1 1 Ruang lingkup...

Lebih terperinci