BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Yenny Setiabudi
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hepatosomatic Index Hepatosomatic Indeks (HSI) merupakan suatu metoda yang dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi dalam hati secara kuantitatif. Hati merupakan tempat terjadinya proses vitelogenesis. Pada penelitian ini nilai HSI dihitung untuk mengetahui perkembangan proses vitelogenesis pada ikan uji. Berdasarkan data hasil penelitian (Tabel 5) nilai rata rata HSI tertinggi terdapat pada perlakuan C (pakan + 20 g TTS per Kg induk) yaitu sebesar 0,87% dan nilai HSI terendah terdapat pada perlakuan A (Kontrol atau tanpa pemberian TTS) yaitu sebesar 0,35, sedangkan perlakuan B (pakan + 10 g TTS per Kg induk) mempunyai nilai HSI sebesar 0,61%. Tabel 5. Data Hasil Pengamatan HSI Induk Ikan Nilem Perlakuan HSI Rata-rata (%) A : Kontrol (Pelet Komersil) B : Pelet Komersil + 10 g TTS per Kg Induk 0,35 ± 0,2623 a 0,61 ± 0,2600 a Keterangan C : Pelet Komersil + 20 g TTS per Kg Induk 0,87 ± 0,3151 a : Nilai yang diikuti huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata (Non Signifikan) pada taraf kepercayaan 95% Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai HSI akan semakin meningkat atau berbanding lurus dengan pertambahan jumlah TTS yang diberikan pada ikan uji (Gambar 6) meskipun berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Tabel 5) menunjukkan bahwa pemberian TTS pada ikan nilem tidak berpengaruh nyata terhadap nilai HSI ikan nilem. Pertambahan nilai HSI tersebut terjadi diduga oleh adanya pertambahan jumlah testosteron di dalam tubuh ikan uji. 32
2 33 Gambar 6. Grafik Hepatosomatic Index Rata-rata per Perlakuan. Tepung Testis Sapi (TTS) merupakan sumber testosteron alami. Berdasarkan analisis kandungan hormon testosteron pada TTS dengan metode HPLC (High Performance Liquid Chromatography) menunjukkan bahwa kandungan testosteron yang terdapat dalam TTS yaitu sebesar 10,01 µg /g TTS (Muslim 2010). Kandungan hormon testosteron yang ada pada TTS tersebut diduga akan menaikkan jumlah hormon tesosteron dalam darah ikan uji yang diberi pakan yang dicampur dengan TTS. Proses vitelogenesis secara alami dipengaruhi oleh adanya isyarat isyarat lingkungan seperti fotoperiod, suhu, aktivitas makanan dan faktor sosial yang semuanya akan merangsang hipotalamus untuk mensekresikan hormon hormon Gonadotropin Releasing Hormon (GnRH). GnRH yang disekresikan tersebut kemudian akan merangsang hipofisa untuk mensekresikan hormon gonadotropin (GtH). GtH yang diproduksi oleh kelenjar pituitary (hipofisa) tersebut dibawa oleh darah ke dalam sel teka yang berada pada gonad untuk menstimulasi terbentuknya testosteron. Testosteron yang terbentuk kemudian akan masuk ke dalam sel granulosa untuk diubah oleh enzim aromatase menjadi hormon estradiol 17β yang selanjutnya akan dialirkan oleh darah kedalam hati untuk mensintesis vitelogenin. Vitelogenin yang dihasilkan kemudian dialirkan kembali oleh darah kedalam gonad untuk diserap oleh oosit sehingga penyerapan vitelogenin ini disertai dengan perkembangan diameter telur (Sumantri 2006). Penyerapan vitelogenin
3 34 akan terhenti pada waktu oosit mencapai ukuran maksimal atau telur mencapai kematangan. Selanjutnya telur memasuki masa dorman menunggu sinyal lingkungan untuk ovulasi dan pemijahan (Sarwoto 2001). Penambahan TTS pada pakan yang diberikan kepada ikan uji pada penelitian ini diduga akan meningkatkan kadar testosteron dalam darah. Pamungkas (2006) mengungkapkan bahwa implantasi hormon 17α- Metiltestosteron berpengaruh terhadap kadar testosteron dalam darah. Subagja (2006) menyatakan bahwa implantasi LHRH analog sebesar 100µg/Kg bobot badan yang dikombinasikan dengan hormon 17α-Metiltestosteron (hormon testosteron sintetik) sebesar 100 µg/kg bobot badan memperlihatkan nilai konsentrasi testosteron dalam plasma tertinggi yaitu sebesar 305,69 ng/ml. Sarwoto (2001) melaporkan bahwa pada akhir penyuntikan hormon testosteron pada ikan dengan dosis 0, 50, 100, 150 dan 200 µg/kg mengakibatkan terjadinya kenaikan kadar testosteron dalam darah masing-masing sebesar 0,5; 5,2; 11,4; 1,2 dan 5;4 kali dari kondisi awal percobaan. Hormon testosteron yang diproduksi tersebut akan masuk ke dalam sel granulosa gonad untuk diubah oleh enzim aromatase menjadi hormon estradiol 17β. Hormon estradiol 17β tersebut kemudian dialirkan oleh darah kedalam hati untuk mensintesis vitelogenin pada proses vitelogenesis. Aktivitas vitelogenesis dalam hati akan berdapmpak pada peningkatan nilai Hepatosomatic Index dari ikan uji. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Schulzt (1984) dan Cerda et al. (1996) dalam Indriastuti (2000) yang menyatakan bahwa aktivitas vitelogenesis akan meningkatkan Hepatosomatic Index dan Gonadosomatic Index. Penambahan jumlah testosteron dalam darah akibat adanya pemberian TTS pada pakan akan menyebabkan peningkatan jumlah testosteron yang terdapat pada darah. Peningkatan jumlah testosteron tersebut diduga akan menaikkan volume hormon estradiol 17β yang dialirkan oleh gonad melalui darah menuju hati yang kemudian akan meningkatkan nilai HSI. Indriastuti (2000) menyatakan bahwa ovari pada ikan betina akan merespon konsentrasi GtH dengan meningkatkan secara tidak langsung produksi estrogen yakni estradiol 17β. Pertambahan volume tersebut diduga akan diikuti oleh kenaikan volume dan
4 35 bobot hati yang kemudian akan meningkatkan nilai HSI. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Sarwoto (2001) yang menyatakan bahwa nilai HSI pada ikan jambal siam (Pangasius hypopthalmus) yang diberi hormon testosteron melalui emulsi W/O/W LG (C14) mengalami peningkatan pada akhir penelitian. Kenaikan tersebut disebabkan hati ikan telah aktif menyerap hormon estradiol 17 β dan memproduksi vitelogenin, sehingga bobot hati bertambah. 4.2 Indeks Kematangan Gonad Indeks kematangan gonad (IKG) atau Gonado Somatic Indeks (GSI) merupakan suatu metoda yang dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi dalam gonad secara kuantitatif. Berdasarkan data hasil penelitian (Tabel 6) nilai IKG rata rata tertinggi terdapat pada perlakuan A (kontrol atau tanpa pemberian TTS) yaitu sebesar 8,81% dan nilai IKG terendah terdapat pada perlakuan C (pakan + 20 g TTS per Kg induk) yaitu sebesar 8,05 %, sedangkan perakuan B (pakan + 10 g TTS per Kg induk) mempunyai nilai IKG sebesar 8,11%. Tabel 6. Data Hasil Pengamatan IKG Induk Ikan Nilem. Perlakuan IKG Rata-rata (%) A : Kontrol (Pelet Komersil) B : Pelet Komersil + 10 g TTS per Kg Induk 8,81 ± 1,8274 a 8,11 ± 1,1854 a C : Pelet Komersil + 20 g TTS per Kg Induk Keterangan 8,05 ± 4,1796 a : Nilai yang diikuti huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata (Non Signifikan) pada taraf kepercayaan 95% Hasil IKG rata-rata tersebut menunjukkan bahwa nilai IKG rata rata menurun seiring dengan pertambahan jumlah Tepung Testis Sapi (TTS) yang diberikan pada ikan uji (Gambar 7) meskipun berdasarkan hasil analisis sidik ragam (anova) menunjukkan bahwa pemberian TTS pada ikan nilem tidak berpengaruh nyata (P > 0,05) terhadap nilai IKG ikan nilem (Tabel 6). Penurunan nilai IKG tersebut diduga oleh adanya penurunan bobot gonad akibat adanya
5 36 proses atresia yaitu penyerapan kembali telur telur yang telah mencapai perkembangan maksimal namun tidak diovulasikan (Gambar 8). Gambar 7. Grafik Nilai Indeks Kematangan Gonad Rata-rata per Perlakuan (a) Gambar 8. Telur ikan nilem yang mengalami atresia (a) Pada Perlakuan B dan (b) Pada perlakuan C. Tanda Panah Menunjukkan Oosit yang Mengalami Atresia. (b) Pemberian TTS yang ditambahkan pada pakan yang diberikan kepada ikan uji selama penelitian diduga akan meningkatkan kadar testosteron yang ada pada darah. Peningkatan kadar testosteron tersebut diduga akan meningkatkan sintesa hormon estradiol 17β yang terjadi dalam gonad ikan uji. Semakin banyaknya volume hormon estradiol 17 β yang diproduksi di dalam gonad diduga akan meningkatkan ukuran oosit yang selanjutnya akan meningkatkan volume dan
6 37 bobot gonad ikan tersebut. Peningkatan volume dan bobot gonad selanjutnya akan berpengaruh terhadap perkembangan nilai IKG dari ikan tersebut. Nilai IKG akan semakin meningkat dan akan mencapai batas maksimum pada saat akan terjadi pemijahan. Perkembangan nilai IKG terjadi dikarenakan adanya perkembangan garis tengah telur sebagai hasil dari pengendapan kuning telur, hidrasi dan pembentukkan butir butir minyak (Effendi 1997). Fase pembentukan kuning telur dimulai sejak terjadinya penumpukkan bahan bahan kuning telur di dalam oosit (sel telur) dan berakhir setelah oosit mencapai ukuran tertentu atau nucleolus tertarik ke tengah nucleus. Setelah fase pembentukan kuning telur berakhir, oosit tidak mengalami perubahan bentuk selama beberapa saat sambil menunggu kondisi lingkungan yang baik (tahap tersebut dinamakan tahap istirahat atau dorman). Sebagian oosit tersebut atau bahkan kadang kadang seluruhnya, jika kondisi lingkungan tidak mendukung akan mengalami degradasi. Oosit yang demikian dinamakan oosit atresia (Ernawati 1999). Oosit atresia akan diabsorbsikan kembali oleh sel sel ovarium ke dalam tubuh (de Vlaming 1983 dalam Ernawati 1999). Gambar 9. Fase Perkembangan Sel Telur (Sumber : Woynarovich dan Horvath 1984 dalam Ernawati 1999)
7 38 Proses atresia tidak hanya dipengaruhi oleh keadaan lingkungan. Woodhead (1979) dalam Ernawati (1999) mengungkapkan bahwa atresia disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal antaralain disebabkan oleh lingkungan yang tidak sesuai dengan habitat optimum dari ikan, sedangkan faktor internal disebabkan antara lain oleh umur ikan dan mekanisme hormonal dari ikan tersebut. Proses atresia pada ikan uji yang diberi pakan yang dicampur TTS pada penelitian ini diduga disebabkan oleh faktor hormonal. Hal tersebut didasari oleh adanya penambahan jumlah testosteron yang ada pada tubuh yang diakibatkan oleh pemberian hormon testosteron yang terkandung dalam TTS yang diberikan pada ikan uji. Penambahan hormon testosteron tersebut diduga akan mempercepat proses pematangan telur yang terjadi di dalam gonad. Semakin cepatnya proses pematangan telur pada penelitian kali ini tidak diikuti dengan penanganan lanjutan yaitu proses pemijahan. Hal tersebut dikarenakan oleh adanya penentuan waktu pengamatan pada ikan uji yaitu 3 bulan setelah proses stripping awal. Penentuan waktu pengamatan tersebut mengakibatkan nilai IKG pada saat pengamatan menurun seiring dengan peningkatan jumlah TTS yang diberikan pada ikan uji. Penurunan nilai IKG tersebut diduga diakibatkan oleh adanya proses atresia pada telur yang ada pada gonad yang diakibatkan oleh tidak dilakukannya proses penanganan lanjutan (proses pemijahan). 4.3 Diameter Telur Diameter telur adalah garis tengah atau ukuran panjang dari suatu telur yang diukur dengan menggunakan mikroskop (Hoar 1969 dalam Murtejo 2008). Diameter telur merupakan parameter yang diperlukan untuk menilai kualitas terkait dengan volume pemijahan. Diameter telur sangat mempengaruhi tingkat keberhasilan pemijahan (Murtejo 2008). Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 7) nilai rata rata diameter telur mengalami penurunan seiring dengan pertambahan jumlah TTS yang diberikan pada ikan uji yaitu 0,9825 mm pada perlakuan A (pemberian TTS 0 gr/kg induk),
8 39 0,9755 mm pada perlakuan B (pemberian TTS 10 g/kg induk) dan 0,960 mm pada perlakuan C (pemberian TTS 20 g/kg induk). Namun hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian TTS pada ikan nilem tidak berpengaruh nyata terhadap nilai rata rata diameter telur ikan nilem. Penurunan nilai rata rata diameter telur tersebut diduga terkait oleh adanya proses atresia seperti yang telah dijelaskan sebelumnnya. Tabel 7. Data Hasil Pengamatan Diameter Telur Rata-rata Induk Ikan Nilem Perlakuan Rata-rata Keterangan A : Kontrol (Pelet Komersil) B : Pelet Komersil + 10 g TTS per Kg Induk C : Pelet Komersil + 20 g TTS per Kg Induk 0,9825 ± 0,0250 a 0,9775 ± 0,0222 a 0,9650 ± 0,0451 a : Nilai yang diikuti huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata (Non Signifikan) pada taraf kepercayaan 95% Pemberian hormon testosteron dapat memberikan umpan balik positif terhadap hipotalamus atau hipofisis untuk memproduksi hormon gonadotropin (GtH) (Ernawati 1999; Sarwoto 2001; Subagja 2006). Hormon GtH yang diproduksi oleh kelenjar pituitary akan dibawa oleh darah ke dalam sel teka yang berada pada gonad untuk menstimulasi terbentuknya testosteron. Testosteron yang terbentuk kemudian akan masuk ke dalam sel granulosa untuk diubah oleh enzim aromatase menjadi hormon estradiol 17β yang selanjutnya akan dialirkan oleh darah kedalam hati untuk mensintesis vitelogenin. Vitelogenin yang dihasilkan kemudian dialirkan kembali oleh darah ke dalam gonad untuk diserap oleh oosit sehingga penyerapan vitelogenin ini disertai dengan perkembangan diameter telur (Sumantri 2006). Penyerapan vitelogenin akan terhenti pada waktu oosit mencapai ukuran maksimal atau telur mencapai kematangan. Selanjutnya telur memasuki masa dorman menunggu sinyal lingkungan untuk ovulasi dan pemijahan (Sarwoto 2001). Perkembangan diameter telur tersebut akan mencapai batas maksimum dan jika tidak diovulasikan akan menyebabkan terjadinya proses atresia. Harvey B
9 40 dan Carolsfeld (1993) dalam Subagja (2006) mengemukakan bahwa dalam proses pematangan oosit, jika keseimbangan hormon reproduksi dan kondisi lingkungan tidak mendukung maka oosit yang telah mengalami vitelogenesis akan mengalami degradasi atau kegagalan ovulasi yang dikenal dengan oosit atresia (Gambar 9). Proses tersebut terjadi karena adanya penyerapan kembali (reabsorbsi) materi oosit oleh sel-sel granulosa yang mengalami hipertrofi. Gambar 10. Kondisi Oosit yang Mengalami Atresia. Tanda Panah Menunjukkan Oosit yang Mengalami Atresia. 4.4 Fekunditas Ikan Fekunditas adalah jumlah telur per satuan berat atau panjang (Effendi 1979). Berat ovari dapat digunakan untuk menduga fekunditas dan agar memperoleh hasil yang tepat (Murtejo 2008). Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 8) nilai rata-rata fekunditas tertinggi terdapat pada perlakuan C yaitu sebesar butir telur per kilogram ikan dan nilai rata-rata fekunditas terendah terdapat pada perlakuan A yaitu sebesar butir telur per kilogram ikan. Sedangkan perakuan B mempunyai nilai rata-rata fekunditas sebesar butir telur per kilogram ikan.
10 41 Tabel 8. Data Hasil Pengamatan Fekunditas per Kilogram Bobot Induk Ikan Nilem. Ulangan Kisaran Fekunditas Perlakuan Fekunditas Per Rata-rata Perlakuan A B C Keterangan : A = Kontrol (Pelet Komersil); B = Pelet Komersil + 10 g TTS per Kg Induk; C : Pelet Komersil + 20 g TTS per Kg Induk Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa nilai rata rata fekunditas perlakuan meningkat seiring dengan pertambahan jumlah TTS yang diberikan pada ikan uji (Gambar 11). Pemberian TTS pada ikan uji diduga akan meningkatkan jumlah testosteron yang ada pada tubuh ikan uji. Peningkatan jumlah testosteron tersebut diduga akan diikuti oleh peningkatan jumlah hormon estradiol 17β. Hormon estradiol 17β merupakan hormon yang menstimulus pembentukan vitelogenin di dalam hati. Peningkatan jumlah hormon estradiol 17β diduga akan meningkatkan jumlah vitelogenin yang diproduksi oleh hati yang selanjutnya akan meningkatkan jumlah telur yang dihasilkan. Peningkatan jumlah telur tersebut mengakibatkan nilai fekunditas dari ikan tersebut meningkat pula. Gambar 11. Grafik Nilai Rata-rata Fekunditas per Kilogram Bobot Ikan 4.5 Persentase Tingkat Kematangan Telur Ikan Berdasarkan hasil penelitian (Tabel 9) nilai rata rata persentase tingkat kematangan telur berbeda beda antar perlakuan. Nilai persentase rata-rata fase
11 42 vitelogenik tertinggi terdapat pada perlakuan A yaitu sebesar 44,58%, nilai persentase rata-rata fase awal final oocyte maturation (FOM) tertinggi terdapat pada perlakuan B yaitu sebesar 49,17% dan nilai persentase rata-rata fase akhir FOM terdapat pada perlakuan C yaitu sebesar 17,92%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa tingkat kematangan telur akan semakin meningkat sesuai dengan pertambahan jumlah TTS yang diberikan pada ikan uji. Peningkatan nilai rata-rata tingkat kematangan telur tersebut diduga diakibatkan oleh adanya kenaikan kadar testosteron dalam darah setelah ikan uji diberi pakan yang mengandung TTS yang selanjutnya akan meningkatkan kadar estradiol 17β, sintesa vitelogenin dan jumlah telur yang mengalami fase kematangan telur (FOM). Tigkat kematangan telur diawali dengan adanya fase vitelogenik yang ditandai oleh adanya inti telur yang berada ditengah (cgv) yang selanjutnya akan berkembang secara bertahap menjadi fase awal FOM yang ditandai dengan adanya inti telur yang bermigrasi dari tengah ke tepi (mgv) dan inti yang berada di tepi (pgv). Perkembangan kematangan telur tersebut akan terhenti pada saat telur mengalami fase akhir FOM yang ditandai oleh adanya telur yang memiliki inti melebur (GVBD). Nilai rata-rata GVBD pada perlakuan A, B dan C berturutturut yaitu sebesar 9,17%, 15,00% dan 17,92%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa nilai rata-rata GVBD akan semakin meningkat sesuai dengan pertambahan jumlah TTS yang diberikan pada ikan uji (Gambar 12) meskipun berdasarkan hasil analisis sidik ragam (Tabel 9) menunjukkan bahwa pemberian TTS pada ikan nilem tidak berpengaruh nyata terhadap nilai rata-rata GVBD ikan nilem. Tabel 9. Data Hasil Pengamatan Tingkat Kematangan Telur Induk Ikan Nilem Persentase Tingkat Kematangan Telur Rata-rata (%) Perlakuan Fase Vitelogenik Fase Awal FOM Fase Akhir FOM A : Kontrol (Pelet Komersil) 44,58 ± 4,38 a 46,25 ± 7,12 a 9,17 ± 5,53 a B : Pelet Komersil + 10 g TTS per Kg Induk C : Pelet Komersil + 20 g TTS per Kg Induk Keterangan 35,83 ± 7,52 a 49,17 ± 8,33 a 15,00 ± 1,36 a 39,58 ± 6,44 a 42,50 ± 5,53 a 17,92 ± 10,40 a : Nilai yang diikuti huruf kecil yang sama tidak berbeda nyata (Non Signifikan) pada taraf kepercayaan 95%
12 43 Gambar 12. Grafik Nilai Rata-rata GVBD per Perlakuan Penambahan TTS pada pakan terhadap ikan uji diduga akan menaikkan kadar testosteron dalam darah yang selanjutnya diduga akan menaikkan nilai HSI yang disebabkan oleh adanya kenaikan volume hormon estradiol 17β yang dialirkan oleh gonad melalui darah. Pertambahan nilai HSI dan volume hormon estradiol 17β tersebut diduga akan diikuti oleh pertambahan jumlah vitelogenin yang dihasilkan oleh hati. Vitelogenin yang dihasilkan kemudian akan diserap oleh oosit dan disimpan dalam bentuk kuning telur. Penyerapan vitelogenin tersebut akan terhenti pada waktu oosit mencapai ukuran maksimal atau telur mencapai kematangannya. Selanjutnya telur tersebut memasuki masa dorman menunggu sinyal lingkungan untuk ovulasi dan pemijahan. apabila konsentrasi GtH II (LH) cukup, maka LH akan masuk ke dalam sel teka dan merangsang sekresi 17αhidroksiprogesteron yang selanjutnya akan masuk menuju granulosa dan bersama enzim 20βhidroksi steroid dehidrogenase membentuk 17α, 20β-hidroksi-4- pregnen-3-one. Hormon tersebut kemudian akan menuju ke dalam sel telur dan mendorong pembentukkan maturation promoting faktor (MPF). MPF kemudian akan mendorong inti telur menuju tepi dan selanjutnya mengalami GVBD (Sarwoto 2001).
13 Pengukuran Kualitas Air Berdasarkan hasil pengukuran yang telah dilakukan pada media penelitian terlihat bahwa suhu perairan pemeliharaan induk selama penelitian berkisar antara 22,4 24,5 o C, oksigen terlarut (DO) berkisar antara 3,7 6,6 ppm dan derajat keasaman (ph) berkisar antara 6,90 8,97. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ikan nilem yang dipelihara selama penelitian berada pada kisaran suhu yang optimum, sedangkan DO berada dibawah kondisi optimum dan ph memiliki nilai di atas nilai optimum (Tabel 10). Tabel 10. Hasil Pengamatan Kualitas Air Media Pemeliharaan Induk Ikan Nilem. Parameter Alat Ukur Metode Hasil Standar Sumber Pengukuran Pengukuran Oksigen DO meter Potensiometrik 3,7 6,6 ppm 5 6 ppm Wiloughby 1999 terlarut (DO) Derajat keasaman (ph) ph meter Potensiometrik 6,90 8,97 6,0-7,0 Cholik et al dalam Mulyasari 2010 Suhu Termometer Potensiometrik 22,4 24,5 o C C Cahyono 2001 Sumber : Wiloughby 1999; Cholik et al dalam Mulyasari 2010; Cahyono 2001 Kondisi tersebut memang kurang sesuai dengan persyaratan kualitar air optimum untuk ikan nilem, namun hal tersebut menunjukkan bahwa ikan nilem dapat bertahan hidup dengan toleransi kondisi lingkungan yang cukup tinggi.
I. PENDAHULUAN. salah satu daya pikat dari ikan lele. Bagi pembudidaya, ikan lele merupakan ikan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu komoditi ikan yang menjadi primadona di Indonesia saat ini adalah ikan lele (Clarias sp). Rasa yang gurih dan harga yang terjangkau merupakan salah satu daya
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nilem (Osteochilus hasselti) termasuk kedalam salah satu komoditas budidaya yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan bahwa ikan nilem
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di beberapa sungai di Indonesia. Usaha budidaya ikan baung, khususnya pembesaran dalam keramba telah berkembang
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein. Salah satu komoditas yang menjadi primadona saat ini adalah ikan lele (Clarias sp.). Ikan
Lebih terperinciLampiran 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian. Jadwal Pelaksanaan Minggu Ke Kegiatan Penelitian
LAMPIRAN 50 51 Lampiran 1. Jadwal Pelaksanaan Penelitian No. Kegiatan Penelitian 1. Persiapan Alat dan Bahan Penelitian. 2. Pemijahan Induk Ikan Nilem. 3. Pemulihan Kondisi Induk setelah Pemijahan 4. Aklimatisasi
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Hatchery dan Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran (FPIK Unpad) pada bulan Juni
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Berdasarkan tingkat keberhasilan ikan lele Sangkuriang memijah, maka dalam penelitian ini dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok perlakuan yang tidak menyebabkan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ini dilakukan pada 8 induk ikan Sumatra yang mendapat perlakuan. Hasil penelitian ini menunjukan Spawnprime A dapat mempengaruhi proses pematangan akhir
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Sumatra Gambar 1. Ikan Sumatra Puntius tetrazona Ikan Sumatra merupakan salah satu ikan hias perairan tropis. Habitat asli Ikan Sumatra adalah di Kepulauan Malay,
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Hasil percobaan perkembangan bobot dan telur ikan patin siam disajikan pada Tabel 2. Bobot rata-rata antara kontrol dan perlakuan dosis tidak berbeda nyata. Sementara
Lebih terperinciikan jambal Siam masih bersifat musiman,
Latar Belakang Ikan jambal Siam (Pangmius hpophthalmus) dengan sinonim Pangmius sutchi termasuk famili Pangasidae yang diioduksi dari Bangkok (Thailand) pada tahun 1972 (Hardjamulia et al., 1981). Ikan-ikan
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Perlakuan penyuntikan hormon PMSG menyebabkan 100% ikan patin menjadi bunting, sedangkan ikan patin kontrol tanpa penyuntikan PMSG tidak ada yang bunting (Tabel 2).
Lebih terperinciTitin Herawati, Ayi Yustiati, Yuli Andriani
Prosiding Seminar Nasional Ikan ke 8 Relasi panjang berat dan aspek reproduksi ikan beureum panon (Puntius orphoides) hasil domestikasi di Balai Pelestarian Perikanan Umum dan Pengembangan Ikan Hias (BPPPU)
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Ikan hike adalah nama lokal untuk spesies ikan liar endemik yang hidup pada perairan kawasan Pesanggrahan Prabu Siliwangi, Desa Pajajar, Kecamatan Rajagaluh, Kabupaten Majalengka
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jenis Kelamin Belut Belut sawah merupakan hermaprodit protogini, berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa pada ukuran panjang kurang dari 40 cm belut berada pada
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN Latar Belakang
I. PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu usaha yang mutlak dibutuhkan untuk mengembangkan budi daya ikan adalah penyediaan benih yang bermutu dalam jumlah yang memadai dan waktu yang tepat. Selama ini
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele. Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Reproduksi dan Perkembangan Gonad Ikan Lele Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur 6 bulan dengan ukuran panjang tubuh sekitar 45cm dan ukuran berat tubuh
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. ukuran panjang tubuh sekitar 20 cm dan ukuran berat tubuh gram. Di
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kematangan Gonad Ikan Lele Ikan lele (Clarias sp) pertama kali matang kelamin pada umur satu tahun dengan ukuran panjang tubuh sekitar 20 cm dan ukuran berat tubuh 100-200 gram.
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang. Kebutuhan benih ikan mas, nila, jambal, bawal dan bandeng di bendungan
PENDAHULUAN Latar Belakang Kebutuhan benih ikan mas, nila, jambal, bawal dan bandeng di bendungan Cirata dan Saguling khususnya kabupaten Cianjur sekitar 8.000.000 kg (ukuran 5-8 cm) untuk ikan mas, 4.000.000
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok
Lebih terperinciGONAD MATURATION OF SEPAT RAWA (Trichogaster trichopterus Blkr) WITH DIFFERENT FEEDING TREATMENTS. By Rio Noverzon 1), Sukendi 2), Nuraini 2) Abstract
GONAD MATURATION OF SEPAT RAWA (Trichogaster trichopterus Blkr) WITH DIFFERENT FEEDING TREATMENTS By Rio Noverzon 1), Sukendi 2), Nuraini 2) Abstract The research was conducted from Februari to April 2013
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Rasio Kelamin Ikan Nilem Penentuan jenis kelamin ikan dapat diperoleh berdasarkan karakter seksual primer dan sekunder. Pemeriksaan gonad ikan dilakukan dengan mengamati
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa pertumbuhan induk ikan lele tanpa perlakuan Spirulina sp. lebih rendah dibanding induk ikan yang diberi perlakuan Spirulina sp. 2%
Lebih terperinciPEMATANGAN GONAD IKAN GABUS BETINA
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 2(2) :162-174 (2014) ISSN : 2303-2960 PEMATANGAN GONAD IKAN GABUS BETINA (Channa striata) MENGGUNAKAN HORMON Human Chorionic Gonadotropin DOSIS BERBEDA Gonadal Maturation
Lebih terperinciJatinangor, Desember Taufan Eka Yudhistira. vii
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT Tuhan sekalian alam yang telah memberikan rahmat dan hidayah-nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Percobaan Tahap I Pemberian pakan uji yang mengandung asam lemak esensial berbeda terhadap induk ikan baung yang dipelihara dalam jaring apung, telah menghasilkan data yang
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
16 TO = jumlah telur yang diovulasikan, Bg = bobot gonad (g), Bs = bobot sub sampel gonad (g), N = jumlah telur dalam sub sampel gonad (butir). Derajat Pembuahan (Fertilization Rate, FR) Telur Ikan Tawes
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Derajat Penetasan Telur Hasil perhitungan derajat penetasan telur berkisar antara 68,67-98,57% (Gambar 1 dan Lampiran 2). Gambar 1 Derajat penetasan telur ikan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit
40 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1. Oosit Pada Stadia Folikel Primer Pengaruh pencekokan ekstrak rimpang rumput teki terhadap diameter oosit pada stadia folikel primer dapat dilihat pada gambar 10.
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil
31 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pemberian kombinasi pakan uji yang ditambahkan ascorbyl phosphate magnesium (APM) dan implantasi estradiol-17β pada ikan lele (Clarias gariepinus) yang dipelihara dalam
Lebih terperinciHORMON TESTOSTERON DAN ESTRADIOL 17β DALAM PLASMA DARAH INDUK BETINA IKAN BAUNG (Mystus nemurus)
e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 1 Oktober 212 ISSN: 232-36 HORMON TESTOSTERON DAN ESTRADIOL 17β DALAM PLASMA DARAH INDUK BETINA IKAN BAUNG (Mystus nemurus) TESTOSTERON AND
Lebih terperinciFOR GONAD MATURATION OF GREEN CATFISH
UTILIZATION OF ESTRADIOL-17β HORMONE FOR GONAD MATURATION OF GREEN CATFISH (Mystus nemurus CV) By Herlina Mahriani Siagian 1), Netti Aryani 2), Nuraini 2) ABSTRACT The research was conducted from April
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Nilem Ikan nilem (Osteochilus hasselti) merupakan salah satu komoditas budidaya yang mempunyai nilai ekonomis tinggi. Hal tersebut dikarenakan ikan nilem (Gambar
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Reproduksi dan Perkembangan gonad. Pertumbuhan.(G) pada ikan dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu:
TINJAUAN PUSTAKA Reproduksi dan Perkembangan gonad Pertumbuhan.(G) pada ikan dapat digolongkan menjadi 2 macam yaitu: (1) Pertumbuhan soma~ yaitu pertumbuhan pada jaringan otot, tuiang dan lainlain dan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil yang diperoleh pada penelitian ini meliputi persentase jenis kelamin jantan rata-rata, derajat kelangsungan hidup (SR) rata-rata setelah perlakuan perendaman dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN HORMON alh-rh MELALUI EMULSI W/O/W LG (C-14) PADA PERKEMBANGAN GONAD INDUK IKAN JAMBAL SIAM (Pangasius hypophthalmus)
Jurnal Akuakultur Indonesia, 3(3): 15-21 (2004) 15 PENGARUH PEMBERIAN HORMON alh-rh MELALUI EMULSI W/O/W LG (C-14) PADA PERKEMBANGAN GONAD INDUK IKAN JAMBAL SIAM (Pangasius hypophthalmus) Effect of LH-RHa
Lebih terperinciIII. METODOLOGI PENELITIAN
III. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Percobaan tahap pertama mengkaji keterkaitan asam lemak tak jenuh n-6 dan n-3 yang ditambahkan dalam pakan buatan dari sumber alami
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan bulan Juli 2011 sampai September 2011 bertempat di Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Purbolinggo, kecamatan Purbolinggo, kabupaten Lampung
Lebih terperinciKata Kunci : Induksi,Hormon,Matang gonad
PEMACU PEMATANGAN GONAD INDUK IKAN NILEM DENGAN TEKNIK INDUKSI HORMON Oleh Ninik Umi Hartanti dan Nurjanah Abstrak Induksi dengan mengunakaan berberapa hormone analog pada calon induk untuk mempercepat
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Hatchery Ciparanje dan Laboratorium Akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Padjadjaran. Penelitian
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Desember (Amornsakun dan Hassan, 1997; Yusuf, 2005). Areal pemijahan
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Reproduksi Ikan baung memijah pada musim hujan, yaitu pada bulan Oktober sampai Desember (Amornsakun dan Hassan, 1997; Yusuf, 2005). Areal pemijahan biasanya ditumbuhi tanaman air
Lebih terperinci3 METODOLOGI PENELITIAN
12 3 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Maret sampai dengan bulan November 2012 di Instalasi Penelitian Plasma Nutfah Perikanan Air Tawar, Cijeruk, Bogor. Analisis hormon testosteron
Lebih terperincistatistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks
Persentase Rasio gonad perberat Tubuh Cobia 32 Pembahasan Berdasarkan hasil pengukuran rasio gonad dan berat tubuh cobia yang dianalisis statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin
Lebih terperinciPENGARUH LAMA PENYINARAN YANG BERBEDA TERHADAP KONDISI GONAD IKAN GABUS (Channa gachua)
PENGARUH LAMA PENYINARAN YANG BERBEDA TERHADAP KONDISI GONAD IKAN GABUS (Channa gachua) Maheno Sri Widodo ABSTRAK Lama penyinaran merupakan faktor eksternal/sinyal lingkungan yang dapat mempengaruhi gonad
Lebih terperinciJURNAL. PENGARUH PEYUNTIKAN OVAPRIM DENGAN DOSIS BERBEDA TERHADAP OVULASI DAN KUALITAS TELUR IKAN SILIMANG BATANG (Epalzeorhynchos kalopterus).
JURNAL PENGARUH PEYUNTIKAN OVAPRIM DENGAN DOSIS BERBEDA TERHADAP OVULASI DAN KUALITAS TELUR IKAN SILIMANG BATANG (Epalzeorhynchos kalopterus). OLEH TARULI SIHOMBING FAKULTAS PERIKANAN DAN KELAUTAN UNIVERSITAS
Lebih terperinciPENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan
PENGANTAR Latar Belakang Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan ditingkatkan produktivitasnya untuk meningkatkan pendapatan peternak. Produktivitas itik lokal sangat
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi dan Reproduksi Ikan Baung Ikan baung (Mystus nemurus CV) secara taksonomis diklasifikasikan kedalam phylum Cordata, kelas Pisces, subkelas Teleostei, ordo Ostariophysi,
Lebih terperinciTHE EFFECT OF OVAPRIM AND PROSTAGLANDIN (PGF 2 α) COMBINATION ON OVULATION AND EEG QUALITY OF KISSING GOURAMY (Helostoma temmincki C.
THE EFFECT OF OVAPRIM AND PROSTAGLANDIN (PGF 2 α) COMBINATION ON OVULATION AND EEG QUALITY OF KISSING GOURAMY (Helostoma temmincki C.V) By M. Fikri Hardy 1), Nuraini 2) and Sukendi 2) Abstract This research
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE. Tabel 1. Subset penelitian faktorial induksi rematurasi ikan patin
II. BAHAN DAN METODE 2.1 Pelaksanaan Penelitian Penelitian ini merupakan bagian dari subset penelitian faktorial untuk mendapatkan dosis PMSG dengan penambahan vitamin mix 200 mg/kg pakan yang dapat menginduksi
Lebih terperinciHASIL. Parameter Utama
42 HASIL Parameter Utama Parameter utama hasil pengamatan pemberian hormon tiroksin terhadap reproduksi ikan nila yang dipelihara pada media bersalinitas terdiri dari hepato somatik indeks (HSI, %), diameter
Lebih terperinciKHAIRUL MUKMIN LUBIS IK 13
PEMBENIHAN : SEGALA KEGIATAN YANG DILAKUKAN DALAM PEMATANGAN GONAD, PEMIJAHAN BUATAN DAN PEMBESARAN LARVA HASIL PENETASAN SEHINGGA MENGHASILAKAN BENIH YANG SIAP DITEBAR DI KOLAM, KERAMBA ATAU DI RESTOCKING
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Waktu laten ditentukan dengan cara menghitung selisih penyuntikan kedua sampai
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1 Waktu Laten Waktu laten ditentukan dengan cara menghitung selisih penyuntikan kedua sampai dengan saat terjadinya ovulasi pada percobaan pemijahan secara semi alami dan secara
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013.
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di PT. Peta Akuarium, Bandung pada bulan April hingga Mei 2013. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat-alat Penelitian
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Terhadap Berat Badan, Berat Testis, dan Jumlah Sperma Mencit
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Perlakuan
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1 Hasil 4.1.1 Volume Cairan Semen Penghitungan volume cairan semen dilakukan pada tiap ikan uji dengan perlakuan yang berbeda. Hasil rata-rata volume cairan semen yang didapatkan
Lebih terperinciBAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus norvegicus, L) dengan perbesaran 4x10 menggunakan teknik pewarnaan Hematoxilin-eosin
Lebih terperinciKata kunci: ikan nila merah, tepung ikan rucah, vitamin E, TKG, IKG
e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 2 Februari 2013 ISSN: 2302-3600 PENGARUH PENAMBAHAN VITAMIN E PADA PAKAN BERBASIS TEPUNG IKAN RUCAH TERHADAP KEMATANGAN GONAD IKAN NILA MERAH
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar belakang
16 PENDAHULUAN Latar belakang Ikan nila merupakan salah satu komoditas unggulan perikanan yang memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan. Beberapa kelebihan yang dimiliki ikan ini adalah mudah dipelihara,
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. jambal tergolong ikan bertulang sejati (teleostei). lkan teleostei biasanya
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.. Biologi Reproduksi lkan Pangasius djambal lkan Pangasius djambal atau yang kemudian dikenal dengan nama patin jambal tergolong ikan bertulang sejati (teleostei). lkan teleostei
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, pada bulan Maret 2013 sampai dengan April 2013.
Lebih terperinciTugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif
Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Kelompok 3 Aswar Anas 111810401036 Antin Siti Anisa 121810401006 Nenny Aulia Rochman 121810401036 Selvi Okta Yusidha 121810401037 Qurrotul Qomariyah
Lebih terperinciTHE EFFECT OF IMPLANTATION ESTRADIOL-17β FOR FERTILITY, HATCHING RATE AND SURVIVAL RATE OF GREEN CATFISH (Mystus nemurus CV)
THE EFFECT OF IMPLANTATION ESTRADIOL-17β FOR FERTILITY, HATCHING RATE AND SURVIVAL RATE OF GREEN CATFISH (Mystus nemurus CV) BY FITRIA RONAULI SIHITE 1, NETTI ARYANI 2, SUKENDI 2) ABSTRACT The research
Lebih terperinciBAB III METODOLOGI PENELITIAN
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data penelitian telah dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai bulan Januari 2013 bertempat di Hatcery Kolam Percobaan Ciparanje
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Gonad Ikan
5 TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Gonad Ikan Effendie (1997) menyebutkan bahwa pengetahuan mengenai tingkat kematangan gonad (TKG) sangat penting dan akan menunjang keberhasilan pembenihan ikan. Hal ini
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara
Lebih terperinciManfaat Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA Ikan Mas Ikan Tawes
3 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar pengembangan feromon sebagai perangsang, sehingga menjadi solusi alternatif bagi pemijahan ikan secara alami. 2 TINJAUAN PUSTAKA
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia
BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Ikan jambal Siam mencapai matang kelamin pada urnur dua sampai tiga tahun
TINJAUAN PUSTAKA Biologi Reproduksi Ikan Jambal Siam Ikan jambal Siam mencapai matang kelamin pada urnur dua sampai tiga tahun dengan bobot tiga sampai lima kilogram (Varikul dan Boonsom 1968). Pada ikan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium
III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2012 di Laboratorium Basah Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.
Lebih terperinciIII. HASIL DAN PEMBAHASAN
III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Bobot Tubuh Ikan Lele Hasil penimbangan rata-rata bobot tubuh ikan lele yang diberi perlakuan ekstrak purwoceng (Pimpinella alpina molk.) pada pakan sebanyak 0;
Lebih terperinciEfektivitas pemberian kombinasi hormon human chorionic gonadotropin... (Isriansyah)
EFEKTIVITAS PEMBERIAN KOMBINASI HORMON HUMAN CHORIONIC GONADOTROPIN DAN 17α-METILTESTOSTERON SECARA KRONIS TERHADAP KADAR ESTRADIOL-17β DAN PERKEMBANGAN TELUR IKAN BAUNG (Mystus nemurus) Isriansyah Fakultas
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai September 2011 bertempat
III. METODE PENELITIAN A. Waktu Dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2011 sampai September 2011 bertempat di Balai Benih Ikan Sentral (BBIS) Probolinggo, Lampung Timur dan analisis sampel
Lebih terperinciPROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN
Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik ikan nila merah Oreochromis sp. Ikan nila merupakan ikan yang berasal dari Sungai Nil (Mesir) dan danaudanau yang berhubungan dengan aliran sungai itu. Ikan nila
Lebih terperinciKINERJA REPRODUKSI DENGAN INDUKSI OODEV DALAM VITELOGNESIS PADA REMATURASI INDUK IKAN PATIN (Pangasius hypophthalmus) DI DALAM WADAH BUDIDAYA
Fish Scientiae, Volume 3 Nomor AgusTinus 5, Juni 2013 : Kinerja Reproduksi Dengan Induksi OODEV... KINERJA REPRODUKSI DENGAN INDUKSI OODEV DALAM VITELOGNESIS PADA REMATURASI INDUK IKAN PATIN (Pangasius
Lebih terperinciAnatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang
Anatomi sistem endokrin Kelenjar hipofisis Kelenjar tiroid dan paratiroid Kelenjar pankreas Testis dan ovum Kelenjar endokrin dan hormon yang berhubungan dengan sistem reproduksi wanita Kerja hipotalamus
Lebih terperinciProduksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar
Standar Nasional Indonesia Produksi benih ikan patin jambal (Pangasius djambal) kelas benih sebar ICS 65.150 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persentase Ikan Jantan Salah satu faktor yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan proses maskulinisasi ikan nila yaitu persentase ikan jantan. Persentase jantan
Lebih terperinciThe effect of HCG injection and ovaprim towerd ovulation and egg quality of katung (Pristolepis grooti) Abstract
The effect of HCG injection and ovaprim towerd ovulation and egg quality of katung (Pristolepis grooti) By Marwanto 1 ), Nuraini 2 ) and Sukendi 2 ) Abstract The research was conducted from February to
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Gurami 1. Klasifikasi Menurut Jangkaru (2004), klasifikasi ikan gurame adalah sebagai berikut : Kingdom Phylum Class Order Sub-Order Family Genus Species : Animalia : Chordata :
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Perubahan Warna Pengamatan selama 50 hari terhadap tingkat perubahan warna ikan koi varietas Kohaku telah dilakukan dengan menggunakan Toca Colour Finder yang telah
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Budidaya monoseks sudah umum dilakukan pada budidaya ikan. (Beardmore et al, 2001; Devlin and Nagahama, 2002; Gomelsky, 2003), dan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budidaya monoseks sudah umum dilakukan pada budidaya ikan (Beardmore et al, 2001; Devlin and Nagahama, 2002; Gomelsky, 2003), dan upaya tersebut sudah umum dilakukan dalam
Lebih terperinciII. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.
II. METODOLOGI 2.1 Materi Uji Sumber genetik yang digunakan adalah ikan nilem hijau dan ikan nilem were. Induk ikan nilem hijau diperoleh dari wilayah Bogor (Jawa Barat) berjumlah 11 ekor dengan bobot
Lebih terperinciII. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Persiapan Wadah Persiapan dan Pemeliharaan Induk Peracikan dan Pemberian Pakan
II. BAHAN DAN METODE 2.1 Prosedur Percobaan ini dilakukan di Kolam Percobaan Babakan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan-IPB, Dramaga. Percobaan dilakukan dari bulan Mei hingga Agustus 2011. 2.1.1 Persiapan
Lebih terperinciSNI : Standar Nasional Indonesia. Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock)
SNI : 01-6483.3-2000 Standar Nasional Indonesia Produksi induk ikan patin siam (Pangasius hyphthalmus) kelas induk pokok (Parent Stock) DAFTAR ISI Halaman Pendahuluan 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan... 1
Lebih terperinciEfektivitas Dan Efisiensi Pemberian Ekstrak Kelenjar Hipofisa Terhadap Pemijahan Ikan Betok (Anabas testudineus Bloch)
Efektivitas Dan Efisiensi Pemberian Ekstrak Kelenjar Hipofisa Terhadap Pemijahan Ikan Betok (Anabas testudineus Bloch) Effectiveness and Efficiency of the Pituitary Gland Extract For Spawning of Climbing
Lebih terperinciINDUKSI OVULASI DAN PEMIJAHAN SEMI ALAMI PADA IKAN PATIN (Pangasianodon hypopthalmus) MENGGUNAKAN KOMBINASI HORMON AROMATASE INHIBITOR DAN OKSITOSIN
INDUKSI OVULASI DAN PEMIJAHAN SEMI ALAMI PADA IKAN PATIN (Pangasianodon hypopthalmus) MENGGUNAKAN KOMBINASI HORMON AROMATASE INHIBITOR DAN OKSITOSIN MAHDALIANA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Lebih terperinciPENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG BIJI PEPAYA MUDA (Carica papaya) PADA PAKAN TERHADAP GONADO SOMATIK INDEKS DAN FEKUNDITAS IKAN MAS (Cyprinus carpio L)
PENGARUH PENAMBAHAN TEPUNG BIJI PEPAYA MUDA (Carica papaya) PADA PAKAN TERHADAP GONADO SOMATIK INDEKS DAN FEKUNDITAS IKAN MAS (Cyprinus carpio L) JURNAL OLEH ROIS NASIBU 631 411 044 JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Waktu dan Tempat Penelitian. Alat dan Bahan
33 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Pemeliharaan ikan dilakukan di Laboratorium Sistem dan Teknologi Budidaya, IPB. Histologi gonad dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan (LKI), uji glukosa
Lebih terperinciBAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Bahan
BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan dari April 2010 sampai Januari 2011, di Laboratorium Pembenihan Ikan Ciparanje dan Laboratorium Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitan ini dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai bulan Januari 2015 bertempat di Desa Toto Katon, Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Umur terhadap Bobot Ovarium. Hasil penelitian mengenai pengaruh umur terhadap bobot ovarium domba
24 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Umur terhadap Bobot Ovarium Hasil penelitian mengenai pengaruh umur terhadap bobot ovarium domba lokal terlihat bahwa perbedaan umur mengakibatkan terjadinya perubahan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia mempunyai dua ovarium yang berfungsi memproduksi sel telur dan mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur (oogenesis). Pada
Lebih terperinciJurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(2) : (2013) ISSN :
Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(2) :127-134 (2013) ISSN : 2303-2960 KEMATANGAN GONAD IKAN SEPAT MUTIARA (Trichogaster leeri Blkr) DENGAN PEMBERIAN PAKAN YANG BERBEDA Gonad Maturation Of Sepat Mutiara(Trichogaster
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Hematokrit Ikan Hematokrit adalah persentase sel darah merah dalam darah, bila kadar hematokrit 40% berarti dalam darah tersebut terdiri dari 40% sel darah merah dan
Lebih terperinciIII. BAHAN DAN METODE
22 III. BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Riset Perikanan Budidaya Air Tawar (BRPBAT), Depok, Jawa Barat. Penelitian ini dimulai sejak Juni sampai Desember
Lebih terperinci5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI
5. PARAMETER-PARAMETER REPRODUKSI Pengukuran parameter reproduksi akan menjadi usaha yang sangat berguna untuk mengetahui keadaan kelamin, kematangan alat kelamin dan beberapa besar potensi produksi dari
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sel Darah Merah Jumlah sel darah merah yang didapatkan dalam penelitian ini sangat beragam antarkelompok perlakuan meskipun tidak berbeda nyata secara statistik. Pola kenaikan
Lebih terperinciPENGARUH SUPEROVULASI PADA LAJU OVULASI, SEKRESI ESTRADIOL DAN PROGESTERON, SERTA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN UTERUS DAN KELENJAR SUSU TIKUS PUTIH (Rattus Sp.) SELAMA SIKLUS ESTRUS TESIS OLEH : HERNAWATI
Lebih terperinci