BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak yang meliputi jumlah anak dalam sekali melahirkan dan rataan bobot badan lahir anak. Data hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Rataan ± SD lama kebuntingan, jumlah anak lahir, dan bobot badan lahir anak Kelompok Parameter P K A B C Lama Kebuntingan 22 ± 0 22 ± ± ± 0 tn (Hari) Jumlah Anak dalam Sekali Melahirkan (Ekor) Rataan BB Lahir Anak (Gram) Keterangan: 7.7 ± ± ± ± 0.6 tn 5.89 ± 0.42 a 4.71 ± 0.40 b 6.69 ± 0.69 a 6.05 ± 0.14 a huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukan bahwa hasil berbeda nyata (p<0.05); K = kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan, A = kelompok perlakuan pemberian ekstrak tempe pada awal kebuntingan (usia 2-11 hari), B = kelompok perlakuan pemberian ekstrak tempe pada akhir kebuntingan (usia 12 hari-partus), C = kelompok perlakuan pemberian ekstrak tempe pada hari ke 2-11 setelah partus; tn = tidak berbeda nyata Lama kebuntingan pada kelompok kontrol (K) dan kelompok yang mendapatkan fitoestrogen selama awal kebuntingan (A), akhir kebuntingan (B) dan saat laktasi (C) tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata. Lama kebuntingan normal pada tikus Sprague Dawley adalah hari (Hrapkiewicz & Medina 1998). Namun demikian, kelompok B terlihat memiliki lama kebuntingan yang lebih pendek bila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Fitoestrogen diduga dapat menginduksi terjadinya kelahiran melalui mekanismenya yang menyerupai estrogen pada tubuh. Kadar hormon estrogen secara normal akan meningkat seiring bertambahnya usia kebuntingan. Konsentrasi estradiol melonjak secara drastis setelah usia kebuntingan 12 hari hingga mencapai konsentrasi tertinggi sebesar ±1.919 pg/ml pada usia

2 27 kebuntingan 16 hari (Tuju & Manalu 1996). Peningkatan kadar estrogen selama kehamilan akan menginduksi peningkatan konsentrasi reseptor oksitosin di miometrium secara progresif sehingga dapat menyebabkan dimulainya proses kelahiran (Sherwood 2001). Hasil pengamatan mengenai jumlah anak dalam sekali melahirkan dari seluruh kelompok tidak memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata. Jumlah anak dalam sekali melahirkan tikus Sprague Dawley menurut Hrapkiewicz & Medina (1998) adalah 6-12 ekor. Tidak adanya perbedaan yang nyata pada jumlah anak dalam sekali melahirkan dari seluruh kelompok menandakan bahwa pemberian fitoestrogen tidak memiliki pengaruh terhadap jumlah anak yang dilahirkan. Hal ini sejalan dengan penelitian Ruhlen et al. (2008) yang menyatakan bahwa jumlah anak dalam sekali melahirkan tidak dipengaruhi oleh pemberian pakan yang mengandung diet fitoestrogen rendah maupun diet fitoestrogen tinggi yang berbahan dasar kedelai. Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat beda nyata pada rataan bobot badan lahir anak kelompok A (p<0.05). Kelompok A juga terlihat memiliki bobot badan lahir anak yang lebih rendah bila dibandingkan baik dengan kelompok kontrol maupun kelompok B dan C. Sementara itu, tidak ada perbedaan yang nyata antara kelompok kontrol dengan kelompok B dan C dalam rataan bobot badan lahir anak. Perbedaan yang nyata pada kelompok A dengan kelompok kontrol ini menunjukan bahwa pemberian fitoestrogen ekstrak tempe pada usia awal kebuntingan yaitu hari ke-2 sampai hari ke-11 (H2-H11) dapat mempengaruhi rataan bobot badan lahir anak. Usia kebuntingan 2-11 hari berada dalam rentang tahapan embrionik dan sel-sel bakal anak aktif membelah. Proses organogenesis yang terdapat dalam tahapan embrionik memiliki laju yang cepat sehingga embrio paling sensitif selama trisemester pertama (awal kebuntingan). Embrio tersebut sensitif terhadap berbagai jenis gangguan seperti radiasi dan obatobatan yang dapat menyebabkan kecacatan saat lahir (Campbell et al. 2004). Fitoestrogen memiliki komponen berupa genestein yang berasal dari kelompok isoflavon. Genistein memiliki aktivitas yang secara poten dapat menghambat pembelahan sel melalui interaksinya dengan protein tirosin kinase (Akiyama et al. 1987). Penghambatan pembelahan sel oleh fitoestrogen pada sel-sel bakal anak

3 28 yang berada dalam tahapan embrionik diduga menjadi penyebab rendahnya bobot badan anak yang dilahirkan pada kelompok A. Kelompok B memiliki nilai rataan bobot badan lahir anak yang tertinggi di antara seluruh kelompok meskipun tidak memiliki nilai yang berbeda nyata dengan kelompok kontrol. Fitoestrogen diduga dapat mendukung pertumbuhan fetus dalam periode akhir kebuntingan melalui mekanisme kerjanya yang menyerupai estrogen. Pertumbuhan fetus secara alami akan meningkat secara eksponensial pada akhir kebuntingan. Besarnya tingkat pertumbuhan fetus tergantung terutama pada asupan nutrisi dan kemampuan fetus memanfaatkan nutrisi tersebut. Selain itu, faktor yang mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan fetus adalah genetik (spesies, ras, jumlah anak, genotipe), lingkungan (nutrisi induk, ukuran dan aliran darah plasenta), dan hormonal fetus (Jainudeen & Hafez 2000). Fitoestrogen merupakan substansi yang mempunyai kemampuan seperti hormon estrogen. Estrogen tubuh dapat berfungsi untuk menambah proliferasi sel dan meningkatkan penimbunan lemak sehingga estrogen dapat menyebabkan terjadinya kenaikan bobot badan (Sherwood 2001). Mekanisme inilah yang diduga sebagai faktor lain yang dapat menambah bobot badan anak di akhir kebuntingan akibat pemberian fitoestrogen melalui induk. Fitoestrogen ini dapat masuk ke dalam tubuh fetus melalui plasenta induk (Todaka et al. 2005). 4.2 Kinerja Reproduksi Anak Betina Jarak Celah Anogenital dan Usia Pubertas Jarak celah anogenital dan usia pubertas yang diekspresikan melalui vaginal opening adalah parameter awal yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian ekstrak tempe yang diberikan melalui induk terhadap kinerja reproduksi anak betina. Data hasil penelitian ini dicantumkan pada Tabel 7.

4 29 Tabel 7 Rataan ± SD jarak celah anogenital dan usia vaginal opening Parameter Jarak Celah Anogenital Anak 15 Hari (cm) Jarak Celah Anogenital Anak 21 Hari (cm) Usia Vaginal Opening (Hari) Keterangan: Kelompok K A B C 0.62 ± 0.03 c 0.70 ± 0 a 0.60 ± 0 c 0.65 ± 0 b ± 0.03 b 0.88 ± 0.03 a 0.85 ± 0 a 0.75 ± 0 b ± 0.6 c 50.7 ± 3.8 b 55.7 ± 0.6 a 51.0 ± 0 b huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukan bahwa hasil berbeda nyata (p<0.05); K = kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan, A = kelompok perlakuan pemberian ekstrak tempe pada awal kebuntingan (usia 2-11 hari), B = kelompok perlakuan pemberian ekstrak tempe pada akhir kebuntingan (usia 12 hari-partus), C = kelompok perlakuan pemberian ekstrak tempe pada hari ke 2-11 setelah partus. P Hasil penelitian menunjukan bahwa jarak celah anogenital anak pada usia 15 dan 21 hari kelompok A memiliki perbedaan yang nyata dengan kelompok kontrol dan memiliki nilai terbesar di antara semua kelompok (p<0.05). Hal ini menunjukan bahwa pemberian fitoestrogen pada induk di usia awal kebuntingan (usia 2-11 hari) dapat mempengaruhi jarak celah anogenital anak betina yang dilahirkannya. Perpanjangan jarak celah anogenital pada anak tikus betina juga pernah dilaporkan dalam penelitian Casanova et al. (1999) yang memberikan 16 mg genistein dan 14 mg daidzein per 100 gram pakan pada tikus Sparague Dawley bunting dan anak yang dilahirkannya. Perpanjangan jarak celah anogenital merupakan ciri telah terjadinya efek maskulinisasi pada individu betina yang diekspresikan pada alat kelamin luar (Baskin 2000). Fitoestrogen yang diberikan selama perlakuan dapat mempengaruhi perpanjangan jarak celah anogenital melalui interaksinya dengan protein tirosin kinase (Casanova et al. 1999). Protein tirosin kinase ini akan dihambat secara poten oleh genistein, salah satu komponen fitoestrogen (Akiyama et al. 1987), sehingga faktor-faktor pertumbuhan seperti proliferasi sel yang dipengaruhi oleh protein kinase juga terhambat (Kim et al. 1998). Masa kebuntingan awal yang merupakan tahapan embrionik dan di dalamnya terdapat fase organogenesis merupakan fase kritis terjadinya proliferasi dan diferensiasi sel. Staack et al. (2003) menyatakan bahwa sistem reproduksi betina berkembang dari duktus Mullerian atau para mesonefros yang terjadi selama masa organogenesis. Perkembangan sistem reproduksi betina

5 30 ini tidak membutuhkan stimulasi hormonal. Oleh karena itu, perkembangan sistem reproduksi betina dipengaruhi oleh keberhasilan sel-sel saat sel berkembang dan berdiferensiasi. Gangguan terhadap protein kinase oleh fitoestrogen dapat menyebabkan terhambatnya proliferasi sel termasuk dalam selsel duktus Mullerian yang akan berkembang menjadi organ genital betina. Hal inilah yang diduga sebagai faktor penyebab terjadinya efek maskulinisasi berupa perpanjangan jarak celah anogenital yang terlihat pada tikus betina. Efek maskulinisasi lain yang dapat terjadi pada tikus betina ditunjukan dengan terjadinya penundaan vaginal opening pada individu tersebut (Strand 1999). Data pengamatan memperlihatkan bahwa terjadinya vaginal opening pada anak betina dari seluruh kelompok perlakuan memiliki usia yang lebih lama dan memiliki nilai yang berbeda nyata dengan kelompok kontrol (p<0.05). Vaginal opening merupakan tanda dimulainya pubertas bagi tikus betina (Zhou et al. 2007). Hrapkiewicz & Medina (1998) menyatakan bahwa pubertas tikus normal terjadi pada usia 6-8 minggu. Usia vaginal opening yang lebih lama pada semua kelompok perlakuan yaitu kelompok A, B, dan C menandakan telah terjadi adanya penundaan pubertas karena pemberian ekstrak tempe. Penundaan pubertas karena pemberian fitoestrogen sejalan dengan penelitian Levy (1995) yang menunjukan bahwa pemberian genistein (sebagai salah satu bagian dari fitoestrogen) sebanyak μg secara subkutan pada tikus Charles River CD yang bunting usia hari dapat menyebabkan penundaan onset pubertas. Efek maskulinisasi yang terjadi pada anak betina dalam kelompok perlakuan ditunjukan dengan adanya perpanjangan jarak celah anogenital dan penundaan usia pubertas. Efek maskulinisasi ini menunjukan bahwa fitoestrogen ekstrak tempe dapat mempengaruhi kinerja reproduksi anak betina meskipun fitoestrogen diberikan melalui induk bunting dan induk laktasi. Hal ini disebabkan oleh adanya kemampuan fitoestrogen untuk dapat dipindahkan dari induk ke fetus melalui plasenta (Todaka et al. 2005) dan juga fitoestrogen dapat disekresikan melalui susu induk (Lewis et al. 2003).

6 Bobot Badan, Bobot Ovarium, dan Bobot Uterus-Vagina Parameter lainnya yang diamati untuk melihat pengaruh pemberian ekstrak tempe yang diberikan melalui induk terhadap kinerja reproduksi anak betina adalah bobot badan, bobot ovarium, dan bobot uterus-vagina. Data dapat dilihat pada Tabel 8 (untuk anak usia 28 hari) dan Tabel 9 (untuk anak usia 42 hari). Tabel 8 Rataan ± SD bobot badan anak, bobot ovarium, dan bobot uterus-vagina anak betina usia 28 hari Kelompok Parameter P K A B C Bobot Badan ± 3.54 a ± 0.50 b ± 1.31 a ± 4.15 a (Gram) Bobot Ovarium (Gram) Bobot Uterus- Vagina (Gram) Keterangan: 0.02 ± ± ± ± 0.00 tn 0.03 ± 0.01 a 0.02 ± 0.00 b 0.04 ± 0.00 a 0.03 ± 0.01 ab huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukan bahwa hasil berbeda nyata (p<0.05); K = kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan, A = kelompok perlakuan pemberian ekstrak tempe pada awal kebuntingan (usia 2-11 hari), B = kelompok perlakuan pemberian ekstrak tempe pada akhir kebuntingan (usia 12 hari-partus), C = kelompok perlakuan pemberian ekstrak tempe pada hari ke 2-11 setelah partus; tn = tidak berbeda nyata Hasil pengamatan mengenai bobot badan anak usia 28 hari menunjukan bahwa bobot badan anak betina kelompok A memiliki perbedaan yang nyata dengan kelompok kontrol dan memiliki nilai terkecil di antara semua kelompok (p<0.05). Kecilnya bobot badan ini diduga disebabkan oleh bobot badan anak saat lahir yang juga kecil. Hal ini diduga karena sebagian besar nutrisi yang didapatkan oleh anak sejak lahir hingga mencapai usia 28 hari merupakan nutrisi yang berasal dari susu induk. Susu induk disekresikan pada masa laktasi yang berlangsung selama 21 hari pertama setelah partus. Pada masa laktasi anak belum mempunyai kemampuan untuk mencari makanannya sendiri. Oleh karena itu, bobot badan anak kelompok A yang sejak lahir memiliki nilai yang terkecil di antara semua kelompok tidak dapat meningkatkan bobot badan yang setara dengan kelompok lainnya yang memiliki rataan bobot lahir yang lebih besar. Hasil penelitian menunjukan bahwa bobot ovarium pada seluruh kelompok tidak memiliki perbedaan yang nyata, sedangkan bobot uterus-vagina anak kelompok A pada usia 28 hari memiliki perbedaan yang nyata dengan kelompok

7 32 kontrol (p<0.05). Bobot ovarium anak kelompok A memiliki nilai yang lebih kecil dibandingkan kelompok kontrol dan bobot uterus-vaginanya memiliki nilai yang terkecil di antara semua kelompok. Bobot ovarium dan bobot uterus-vagina yang kecil berkorelasi dengan rendahnya bobot badan anak kelompok A pada usia 28 hari. Usia 28 hari belum termasuk ke dalam usia pubertas yang memiliki siklus berahi (proestrus, estrus, metestrus, dan diestrus) serta siklus hormonal seperti sekresi estrogen. Belum adanya sekresi estrogen yang memadai menyebabkan proliferasi sel-sel ovarium dan uterus-vagina belum efisien. Tabel 9 Rataan ± SD bobot badan anak, bobot ovarium, dan bobot uterus-vagina anak betina usia 42 hari Parameter Kelompok K A B C P Bobot Badan (Gram) ± ± ± ± tn Bobot Ovarium (Gram) 0.02 ± 0.00 c 0.05 ± 0.00 a 0.04 ± 0.01 b 0.03 ± 0.00 b Bobot Uterus- Vagina (Gram) 0.06 ± 0.01 c 0.10 ± 0.01 a 0.08 ± 0.01 b 0.07 ± 0.00 bc Keterangan: huruf superscript yang berbeda pada baris yang sama menunjukan bahwa hasil berbeda nyata (p<0.05); K = kelompok kontrol yang tidak diberi perlakuan, A = kelompok perlakuan pemberian ekstrak tempe pada awal kebuntingan (usia 2-11 hari), B = kelompok perlakuan pemberian ekstrak tempe pada akhir kebuntingan (usia 12 hari-partus), C = kelompok perlakuan pemberian ekstrak tempe pada hari ke 2-11 setelah partus; tn = tidak berbeda nyata Data penelitian menunjukan bahwa bobot badan anak usia 42 hari pada seluruh kelompok tidak memiliki perbedaan yang nyata dengan kelompok kontrol. Namun demikian, kelompok A memiliki nilai bobot badan anak tertinggi di antara semua kelompok. Tingginya bobot badan ini diduga merupakan proses fisiologis tubuh anak melalui mekanisme pertumbuhan pengganti (compensatory growth). Kandungan lemak dalam tubuh dapat mempengaruhi bobot badan dan asupan pakan. Selama masa pertumbuhan pengganti, individu akan mengalami hiperfagia, peningkatan bobot badan secara cepat, dan penyimpanan cadangan energi yang banyak (Jobling & Johansen 1999). Hornick et al. (2000) menyatakan bahwa individu yang sangat kurus dan kemudian diberi pakan ad libitum akan mengalami kenaikan asupan pakan sehingga individu tersebut dapat meningkatkan deposisi lemak dalam tubuhnya saat pertumbuhan pengganti berlangsung. Hal ini sejalan dengan penelitian Clearly (1986) yang menunjukan

8 33 bahwa tikus dapat mengalami kenaikan bobot badan pada masa pertumbuhan pengganti setelah tikus tersebut diberi pakan ad libitum. Pada usia 28 hari bobot badan anak kelompok A memiliki nilai yang terkecil dibandingkan dengan kelompok lainnya. Hal ini disebabkan oleh rendahnya bobot lahir anak kelompok A dan sebagian besar nutrisi yang didapatkan berasal dari susu induk dalam masa laktasi (21 hari setelah partus). Setelah usia 21 hari atau berakhirnya masa laktasi, anak mulai bisa mencari makanan sendiri dan tidak tergantung pada induk. Oleh karena itu, anak betina kelompok A bisa mendapatkan nutrisi tambahan yang berasal dari pakan untuk menaikan bobot badan dan mencapai bobot badan tertinggi di antara seluruh kelompok. Selain itu, mendekati usia 42 hari yang merupakan usia menjelang pubertas terjadi peningkatan aktivitas Gonadotropin Releasing Hormone (GnRH). Peningkatan GnRH akan berdampak terhadap meningkatnya kadar Follicle Stimulating Hormone (FSH), Luteinizing Hormone (LH), dan testosteron. Kenaikan ketiga hormon tersebut berdampak terhadap meningkatnya sintesis estrogen tubuh. Adanya estrogen yang juga berfungsi untuk menambah proliferasi sel dan meningkatkan penimbunan lemak dapat menyebabkan naiknya bobot badan anak betina (Sherwood 2001). Hasil penelitian mengenai bobot ovarium anak usia 42 hari menunjukan bahwa seluruh kelompok perlakuan memiliki nilai bobot ovarium yang berbeda nyata dengan kelompok kontrol (p<0.05). Bobot ovarium pada seluruh kelompok perlakuan memiliki nilai bobot yang lebih besar bila dibandingkan dengan kelompok kontrol. Hal yang sama juga ditunjukan pada bobot uterus-vagina yang memiliki nilai beda nyata (p<0.05) dan seluruh kelompok perlakuan memiliki nilai bobot uterus-vagina yang lebih besar dibandingkan kelompok kontrol. Kadar estrogen dalam tubuh anak usia 42 hari yang merupakan usia menjelang puber mengalami peningkatan. Pada tahap awal pubertas, hormon gonadotropin (FSH dan LH) merangsang tahap awal perkembangan folikel sehingga merangsang pematangan sel folikel. Sel-sel folikel yang telah matang dapat menghasilkan estrogen. Estrogen terhadap jaringan reproduksi berfungsi untuk merangsang pertumbuhan dan memelihara keseluruhan saluran reproduksi betina, merangsang proliferasi sel granulosa yang menyebabkan pematangan folikel, serta merangsang pertumbuhan endomentrium dan miometrium (Sherwood 2001). Keberadaan

9 34 estrogen ini akan meningkatkan perkembangan ovari dan uterus-vagina termasuk bobot organ-organ tersebut. Tingginya bobot organ reproduksi anak usia 42 hari pada kelompok yang mendapat ekstrak tempe diduga sebagai akibat adanya fitoestrogen yang terkandung dalam ekstrak tempe. Fitoestrogen dapat dipindahkan dari induk ke anak melalui plasenta (Todaka et al. 2005) dan susu induk (Lewis et al. 2003). Oleh karena itu, fitoestrogen dapat berpengaruh terhadap kinerja reproduksi anak betina dalam hal bobot organ reproduksi meskipun fitoestrogen ekstrak tempe yang diberikan pada kelompok perlakuan dilakukan melalui induk bunting dan induk laktasi. Fitoestrogen ini dapat bekerja seperti estrogen saat di dalam tubuh. Estrogen bekerja pada keseluruhan saluran reproduksi betina termasuk dalam pertumbuhan dan proliferasi sel-sel dalam ovarium dan uterus-vagina (Sherwood 2001). Pertumbuhan dan proliferasi ovarium dan uterus-vagina dapat berakibat terhadap bertambahnya bobot organ-organ tersebut. Hal inilah yang diduga sebagai mekanisme terjadinya pertambahan bobot ovarium dan bobot uterusvagina akibat pemberian fitoestrogen ekstrak tempe.

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivitas Ekstrak Metanol Buah Adas terhadap Lama Siklus Siklus estrus terdiri dari proestrus (12 jam), estrus (12 jam), metestrus (12 jam), dan diestrus (57 jam), yang secara total

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem

BAB I PENDAHULUAN. berkaitan dengan timbulnya sifat-sifat kelamin sekunder, mempertahankan sistem BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Estrogen merupakan hormon steroid yang dihasilkan oleh sel granulosa dan sel teka dari folikel de Graaf pada ovarium (Hardjopranjoto, 1995). Estrogen berkaitan dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 40 HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Senyawa Isoflavon Tepung Kedelai dan Tepung Tempe Hasil analisis tepung kedelai dan tepung tempe menunjukkan 3 macam senyawa isoflavon utama seperti yang tertera pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sel Darah Merah Jumlah sel darah merah yang didapatkan dalam penelitian ini sangat beragam antarkelompok perlakuan meskipun tidak berbeda nyata secara statistik. Pola kenaikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia BAB I A. Latar Belakang PENDAHULUAN Pada zaman dahulu hingga sekarang banyak masyarakat Indonesia yang memanfaatkan berbagai jenis tumbuhan sebagai bahan untuk makanan maupun untuk pengobatan tradisional.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh pemberian ekstrak kacang kedelai hitam (Glycine soja) terhadap jumlah kelenjar dan ketebalan lapisan endometrium

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Rata- rata bobot ovarium dan uterus tikus putih

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5 Rata- rata bobot ovarium dan uterus tikus putih BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol purwoceng terhadap tikus putih betina pada usia kebuntingan 1-13 hari terhadap rata-rata bobot ovarium dan bobot uterus tikus putih dapat dilihat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kambing Jawarandu Kambing Jawarandu merupakan kambing lokal Indonesia. Kambing jenis ini banyak diternakkan di pesisir pantai utara (Prawirodigdo et al., 2004). Kambing Jawarandu

Lebih terperinci

5 KINERJA REPRODUKSI

5 KINERJA REPRODUKSI 5 KINERJA REPRODUKSI Pendahuluan Dengan meningkatnya permintaan terhadap daging tikus ekor putih sejalan dengan laju pertambahan penduduk, yang diikuti pula dengan makin berkurangnya kawasan hutan yang

Lebih terperinci

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH

HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH HUBUNGAN HORMON REPRODUKSI DENGAN PROSES GAMETOGENESIS MAKALAH UNTUK MEMENUHI TUGAS MATAKULIAH Teknologi Informasi dalam Kebidanan yang dibina oleh Bapak Nuruddin Santoso, ST., MT Oleh Devina Nindi Aulia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas

I. PENDAHULUAN. Selatan. Sapi pesisir dapat beradaptasi dengan baik terhadap pakan berkualitas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sapi pesisir merupakan salah satu bangsa sapi lokal yang banyak di pelihara petani-peternak di Sumatera Barat, terutama di Kabupaten Pesisir Selatan. Sapi pesisir dapat

Lebih terperinci

PENGARUH SUPEROVULASI PADA LAJU OVULASI, SEKRESI ESTRADIOL DAN PROGESTERON, SERTA PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN UTERUS DAN KELENJAR SUSU TIKUS PUTIH (Rattus Sp.) SELAMA SIKLUS ESTRUS TESIS OLEH : HERNAWATI

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α. Tabel 1 Pengamatan karakteristik estrus kelompok PGF 2α

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α. Tabel 1 Pengamatan karakteristik estrus kelompok PGF 2α HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Estrus Setelah Penyuntikan Kedua PGF 2α Hasil penelitian didapatkan 13 dari 15 ekor domba (87,67%) menunjukan respon estrus dengan penyuntikan PGF 2α. Onset estrus berkisar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Peranakan Ongole (PO) Sapi Peranakan Ongole (PO) merupakan salah satu sapi yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat di Indonesia. Populasi sapi PO terbesar berada di

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20

HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Bahan Kering (BK) 300, ,94 Total (g/e/hr) ± 115,13 Konsumsi BK Ransum (% BB) 450,29 ± 100,76 3,20 HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering (BK) Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok, produksi, dan reproduksi. Ratarata konsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tradisional maupun pasar modern. Kacang kedelai hitam juga memiliki kandungan

BAB I PENDAHULUAN. tradisional maupun pasar modern. Kacang kedelai hitam juga memiliki kandungan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Makanan di era modern ini semakin beragam bahan yang digunakan, tidak terkecuali bahan yang digunakan adalah biji-bijian. Salah satu jenis biji yang sering digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur

BAB I PENDAHULUAN. mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Manusia mempunyai dua ovarium yang berfungsi memproduksi sel telur dan mengeluarkan hormon. Di dalam setiap ovarium terjadi perkembangan sel telur (oogenesis). Pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. diambil berdasarkan gambar histologik folikel ovarium tikus putih (Rattus A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian mengenai pengruh pemberian ekstrak kacang merah (Phaseolus vulgaris, L.) terhadap perkembangan folikel ovarium tikus putih diambil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut:

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. tikus putih (Rattus norvegicus, L.) adalah sebagai berikut: BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitian mengenai pengaruh ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap ketebalan lapisan endometrium dan kadar hemoglobin tikus putih (Rattus

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan

BAB I PENDAHULUAN. penelitian, pengujian dan pengembangan serta penemuan obat-obatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemanfaatan obat tradisional di Indonesia saat ini sudah cukup luas. Pengobatan tradisional terus dikembangkan dan dipelihara sebagai warisan budaya bangsa yang

Lebih terperinci

F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi. 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc.

F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi. 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc. F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc. Sasaran Pembelajaran Mahasiswa dapat menjelaskan sistem reproduksi dan laktasi Materi Kontrol gonad dan perkembangan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di

I. PENDAHULUAN. Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan baung (Mystus nemurus) adalah ikan air tawar yang terdapat di beberapa sungai di Indonesia. Usaha budidaya ikan baung, khususnya pembesaran dalam keramba telah berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun sekitar 1,49 persen. Pada periode

BAB I PENDAHULUAN. dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun sekitar 1,49 persen. Pada periode 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam periode 10 tahun terakhir jumlah penduduk Indonesia meningkat dengan laju pertumbuhan penduduk per tahun sekitar 1,49 persen. Pada periode 10 tahun sebelumnya,

Lebih terperinci

Anatomi/organ reproduksi wanita

Anatomi/organ reproduksi wanita Anatomi/organ reproduksi wanita Genitalia luar Genitalia dalam Anatomi payudara Kelainan organ reproduksi wanita Fisiologi alat reproduksi wanita Hubungan ovarium dan gonadotropin hormon Sekresi hormon

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian. Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Gambaran mikroskopik folikel ovarium tikus putih betina ((Rattus norvegicus, L) dengan perbesaran 4x10 menggunakan teknik pewarnaan Hematoxilin-eosin

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan

HASIL DAN PEMBAHASAN. pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina akan menolak dan 30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Estrus 4.1.1 Tingkah Laku Estrus Ternak yang mengalami fase estrus akan menunjukkan perilaku menerima pejantan untuk dikawini. Diluar fase estrus, ternak betina

Lebih terperinci

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi.

1. Perbedaan siklus manusia dan primata dan hormon yang bekerja pada siklus menstruasi. Nama : Hernawati NIM : 09027 Saya mengkritisi makalah kelompok 9 No 5 tentang siklus menstruasi. Menurut saya makalah mereka sudah cukup baik dan ketikannya juga sudah cukup rapih. Saya di sini akan sedikit

Lebih terperinci

Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh

Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh Proses-proses reproduksi berlangsung di bawah pengaturan NEURO-ENDOKRIN melalui mekanisme HORMONAL. HORMON : Substansi kimia yang disintesa oleh kelenjar endokrin dan disekresikan ke dalam aliran darah

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2016.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2016. A. HASIL PENELITIAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian yang mengenai hubungan status gizi dengan siklus menstruasi pada remaja putri yang dilakukan di SMP N 2 Gamping Sleman Yogyakarta,

Lebih terperinci

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN

PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Pendahuluan 5. PROFIL HORMON TESTOSTERON DAN ESTROGEN WALET LINCHI SELAMA PERIODE 12 BULAN Hormon steroid merupakan derivat dari kolesterol, molekulnya kecil bersifat lipofilik (larut dalam lemak) dan

Lebih terperinci

BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN

BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN BAB II SINKRONISASI ALAMI A. PENDAHULUAN Pokok bahasan kuliah sinkronisasi alami ini meliputi pengertian hormon reproduksi mulai dari definisi, jenis, macam, sumber, cara kerja, fungsi dan pengaruhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. pendidikan, perumahan, pelayanan kesehatan, sanitasi dan lingkungan (Shah et al.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Permasalahan. pendidikan, perumahan, pelayanan kesehatan, sanitasi dan lingkungan (Shah et al. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan Jumlah penduduk merupakan salah satu masalah terbesar yang dihadapi oleh setiap negara, karena membawa konsekuensi di segala aspek antara lain pekerjaan,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Penulis

KATA PENGANTAR. Penulis ii iii iv KATA PENGANTAR Assalamu alaikum warahmatullohi wabarakatuh Alhamdulillahi robbil alamin, segala puji bagi Allah hanya karena rakhmat dan hidayah-nya penulisan buku dengan judul Efektivitas pemberian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ciri perkembangannya seorang remaja dibagi menjadi tiga

BAB I PENDAHULUAN. Berdasarkan ciri perkembangannya seorang remaja dibagi menjadi tiga BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seorang remaja akan tumbuh dan berkembang menuju tahap dewasa. Berdasarkan ciri perkembangannya seorang remaja dibagi menjadi tiga tahap antara lain masa remaja awal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Jati Belanda (Guazuma ulmifolia Lamk.) Terhadap Berat Badan, Berat Testis, dan Jumlah Sperma Mencit

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mengamati preparat uterus di mikroskopdengan menghitung seluruh

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. mengamati preparat uterus di mikroskopdengan menghitung seluruh BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Pengaruh pemberian ekstrak daun kenari terhadap jumlah kelenjar endometrium Pengamatan jumlah kelenjar endometrium dilakukan di Laboratorium

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah suatu tahap peralihan antara masa anak-anak. menuju dewasa. Sebelum memasuki masa remaja, seseorang akan

BAB I PENDAHULUAN. Remaja adalah suatu tahap peralihan antara masa anak-anak. menuju dewasa. Sebelum memasuki masa remaja, seseorang akan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Remaja adalah suatu tahap peralihan antara masa anak-anak menuju dewasa. Sebelum memasuki masa remaja, seseorang akan mengalami periode pubertas terlebih dahulu. Pada

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 11 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah anak, rataan bobot lahir, bobot sapih, total bobot lahir, dan jumlah anak sekelahiran pada kelompok domba kontrol dan superovulasi, baik yang tidak diberi dan diberi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Berat badan dewasa : - jantan - betina g. Konsumsi air minum tikus dewasa

TINJAUAN PUSTAKA. Berat badan dewasa : - jantan - betina g. Konsumsi air minum tikus dewasa 19 TINJAUAN PUSTAKA Biologi Umum Tikus Tikus digolongkan ke dalam kelas Mamalia, bangsa Rodentia, suku Muridae dan marga Rattus (Meehan 1984). Tikus merupakan hewan mamalia yang mempunyai peranan penting

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. berfungsi dengan matang (Kusmiran, 2011). Menstruasi adalah siklus discharge

BAB 1 PENDAHULUAN. berfungsi dengan matang (Kusmiran, 2011). Menstruasi adalah siklus discharge BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menstruasi sebagai proses alamiah yang akan terjadi pada setiap remaja, dimana terjadinya proses pengeluaran darah yang menandakan bahwa organ kandungan telah berfungsi

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Pertambahan Bobot Badan Tikus

Gambar 4. Grafik Pertambahan Bobot Badan Tikus BAB IV HASIL PEMBAHASAN Pengaruh pemberian ekstrak etanol purwoceng (Pimpinella alpina) terhadap pertambahan bobot badan tikus betina bunting pada umur kebuntingan 0-13 hari dapat dilihat pada Tabel 2.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tempe Tempe dibuat dari biji kedelai yang difermentasi dengan bantuan ragi (Boga 2005). Ragi yang terdapat dalam pembuatan tempe adalah Rhyzopus oligosporus, Rhyzopus oryzae,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio.

BAB I PENDAHULUAN. (dengan cara pembelahan sel secara besar-besaran) menjadi embrio. BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Seorang wanita disebut hamil jika sel telur berhasil dibuahi oleh sel sperma. Hasil pembuahan akan menghasilkan zigot, yang lalu berkembang (dengan cara pembelahan sel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan lekosit tikus putih (Rattus norvegicus) betina adalah sebagai berikut :

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. dan lekosit tikus putih (Rattus norvegicus) betina adalah sebagai berikut : BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. HASIL Hasil penelitian tentang pengaruh pemberian ekstrak biji pepaya (Carica papaya, L.) terhadap jumlah kelenjar endometrium, jumlah eritrosit dan lekosit tikus putih (Rattus

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN A.

BAB I. PENDAHULUAN A. 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Aplikasi bioteknologi reproduksi di bidang peternakan merupakan suatu terobosan untuk memacu pengembangan usaha peternakan. Sapi merupakan salah satu jenis ternak

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan PENGANTAR Latar Belakang Itik lokal di Indonesia merupakan plasma nutfah yang perlu dilestarikan dan ditingkatkan produktivitasnya untuk meningkatkan pendapatan peternak. Produktivitas itik lokal sangat

Lebih terperinci

Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN

Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN Rijalul Fikri FISIOLOGI ENDOKRIN Kemampuan suatu sel atau jaringan untuk berkomunikasi satu sama lainnya dimungkinkan oleh adanya 2 (dua) sistem yang berfungsi untuk mengkoordinasi semua aktifitas sel

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Berdasarkan tingkat keberhasilan ikan lele Sangkuriang memijah, maka dalam penelitian ini dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok perlakuan yang tidak menyebabkan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda

TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda 3 TINJAUAN PUSTAKA Siklus Reproduksi Kuda Siklus reproduksi terkait dengan berbagai fenomena, meliputi pubertas dan kematangan seksual, musim kawin, siklus estrus, aktivitas seksual setelah beranak, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan

I. PENDAHULUAN. jika ditinjau dari program swasembada daging sapi dengan target tahun 2009 dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sapi potong merupakan salah satu ternak penghasil daging dan merupakan komoditas peternakan yang sangat potensial. Dalam perkembangannya, populasi sapi potong belum mampu

Lebih terperinci

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang

Anatomi sistem endokrin. Kerja hipotalamus dan hubungannya dengan kelenjar hormon Mekanisme umpan balik hormon Hormon yang Anatomi sistem endokrin Kelenjar hipofisis Kelenjar tiroid dan paratiroid Kelenjar pankreas Testis dan ovum Kelenjar endokrin dan hormon yang berhubungan dengan sistem reproduksi wanita Kerja hipotalamus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4. 1. Sel Darah Merah Pemeriksaan darah dilakukan selama tiga puluh hari dari awal kebuntingan, yaitu hari ke-1, 3, 6, 9, 12, 15, dan 30. Pemilihan waktu pemeriksaan dilakukan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Perlakuan penyuntikan hormon PMSG menyebabkan 100% ikan patin menjadi bunting, sedangkan ikan patin kontrol tanpa penyuntikan PMSG tidak ada yang bunting (Tabel 2).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein. Salah satu komoditas yang menjadi primadona saat ini adalah ikan lele (Clarias sp.). Ikan

Lebih terperinci

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D.

HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD. Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. HUBUNGAN HIPOTALAMUS-HIPOFISE- GONAD Oleh: Ir. Diah Tri Widayati, MP, Ph.D Ir. Kustono, M.Sc., Ph.D. Mekanisme umpan balik pelepasan hormon reproduksi pada hewan betina Rangsangan luar Cahaya, stress,

Lebih terperinci

PEMBERIAN FITOESTROGEN EKSTRAK TEMPE PADA INDUK BUNTING DAN INDUK LAKTASI TERHADAP FUNGSI REPRODUKSI ANAK BETINA TIKUS SPRAGUE DAWLEY RIDA TIFFARENT

PEMBERIAN FITOESTROGEN EKSTRAK TEMPE PADA INDUK BUNTING DAN INDUK LAKTASI TERHADAP FUNGSI REPRODUKSI ANAK BETINA TIKUS SPRAGUE DAWLEY RIDA TIFFARENT PEMBERIAN FITOESTROGEN EKSTRAK TEMPE PADA INDUK BUNTING DAN INDUK LAKTASI TERHADAP FUNGSI REPRODUKSI ANAK BETINA TIKUS SPRAGUE DAWLEY RIDA TIFFARENT FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA. Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Siklus Menstruasi Remaja Perkembangan fase prapubertas menjadi pubertas membutuhkan jalur yang utuh dari hipotalamus-hipofise-ovarium. Struktur alat reproduksi, status nutrisi,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting

BAB I PENDAHULUAN. hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Estrogen adalah salah satu hormon yang berperan dalam reproduksi hewan betina. Menurut Shabib (1989: 51-53), bentuk aktif estrogen terpenting adalah estradiol

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

BAHAN DAN METODE PENELITIAN BAHAN DAN METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juni 2010 sampai dengan bulan Desember 2010 di kandang percobaan Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian

Lebih terperinci

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif

Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Tugas Endrokinologi Kontrol Umpan Balik Positif Dan Negatif Kelompok 3 Aswar Anas 111810401036 Antin Siti Anisa 121810401006 Nenny Aulia Rochman 121810401036 Selvi Okta Yusidha 121810401037 Qurrotul Qomariyah

Lebih terperinci

Materi 5 Endokrinologi selama siklus estrus

Materi 5 Endokrinologi selama siklus estrus Materi 5 Endokrinologi selama siklus estrus MK. Ilmu Reproduksi LABORATORIUM REPRODUKSI TERNAK FAPET UB 1 Sub Pokok Bahasan Hormon-hormon reproduksi dan peranannya (GnRH, FSH,LH, estrogen, Progesteron,

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA A.

II. TINJAUAN PUSTAKA A. 3 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi Perah Peranakan Friesian Holstein Sapi peranakan Fresian Holstein (PFH) merupakan sapi hasil persilangan sapi-sapi jantan FH dengan sapi lokal melalui perkawinan alam (langsung)

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk

PENDAHULUAN. pemotongan hewan (TPH) adalah domba betina umur produktif, sedangkan untuk 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak yang dapat menyediakan kebutuhan protein hewani bagi masyarakat Indonesia selain dari sapi, kerbau dan unggas. Oleh karena itu populasi dan kualitasnya

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pubertas 2.1.1. Definisi Pubertas Pubertas adalah masa dimana ciri-ciri seks sekunder mulai berkembang dan tercapainya kemampuan untuk bereproduksi. Antara usia 10 sampai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental Peranakan Ongole (SimPO)

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Sapi Persilangan Simmental Peranakan Ongole (SimPO) 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Persilangan Simmental Peranakan Ongole (SimPO) Pelaksanaan Inseminasi Buatan (IB) di Peternakan rakyat masih sekedar menyilangkan sapi lokal (terutama induk sapi PO)

Lebih terperinci

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12

Siklus menstruasi. Nama : Kristina vearni oni samin. Nim: Semester 1 Angkatan 12 Nama : Kristina vearni oni samin Nim: 09031 Semester 1 Angkatan 12 Saya mengkritisi tugas biologi reproduksi kelompok 7 tentang siklus menstruasi yang dikerjakan oleh saudari Nela Soraja gusti. Tugas mereka

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASI Eksklusif 1. Pengertian Air Susu Ibu (ASI) adalah makanan terbaik bagi bayi sampai usia 6 bulan. Pemberian ASI eksklusif yaitu pemberian ASI tanpa cairan atau makanan lain,

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di

BAB II LANDASAN TEORI. mengeluarkan hormon estrogen (Manuaba, 2008). Menarche terjadi di 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Menarche a. Pengertian menarche Menarche adalah pengeluaran darah menstruasi pertama yang disebabkan oleh pertumbuhan folikel primodial ovarium yang mengeluarkan

Lebih terperinci

F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi. 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc.

F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi. 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc. F I S I O L O G I Reproduksi dan Laktasi 10 & 17 Februari 2014 Drh. Fika Yuliza Purba, M.Sc. Kebuntingan dan Kelahiran Kebuntingan Fertilisasi: Proses bersatunya/fusi antara sel kelamin betina (oosit)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 9 A B Hari ke- 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16-17 Gambar 8 Teknik penyuntian PGF 2α. (A) Penyuntikan pertama, (B) Penyuntikan kedua, (C) Pengamatan estrus yang dilakukan tiga kali sehari yaitu pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Lokasi Penelitian Kabupaten Bone Bolango merupakan salah satu kabupaten diantara 5 Kabupaten yang terdapat di provinsi Gorontalo dan secara geografis memiliki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedelai (Glycine max (L.) Merrill) merupakan salah satu hasil bumi yang sangat dikenal di Indonesia. Kedelai yang dibudidayakan terdiri dari dua spesies, yaitu, kedelai

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peristiwa ovulasi (Sophia, 2003).Berahi diawali dengan turunnya hormon

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. peristiwa ovulasi (Sophia, 2003).Berahi diawali dengan turunnya hormon 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tanda tanda Berahi Masa subur ditandai dengan dilepaskannya sel telur betina matang melalui peristiwa ovulasi (Sophia, 2003).Berahi diawali dengan turunnya hormon progesteron

Lebih terperinci

Proses fisiologis dan biokimiawi yang meregulasi proses persalinan

Proses fisiologis dan biokimiawi yang meregulasi proses persalinan Proses fisiologis dan biokimiawi yang meregulasi proses persalinan Terdiri dari beberapa proses seperti: 1. Perubahan anatomis dan fisiologis miometrium Pertama, terjadi pemendekan otot polos miometrium

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah burung 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi Merak Hijau (Pavo muticus) Merak hijau (Pavo muticus) termasuk dalam filum chordata dengan subfilum vertebrata atau hewan bertulang belakang. Merak hijau adalah

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Siklus Menstruasi Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dan siklik dari uterus, disertai pelepasan (deskuamasi) endometrium (Prawirohardjo, 2005), sedangkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai 17 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Domba merupakan ruminansia kecil yang relatif mudah dibudidayakan oleh masyarakat desa dengan keadaan desa yang alami dan mampu memberikan suplai pakan berupa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdapat sekitar tumbuhan, diduga sekitar spesies

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia terdapat sekitar tumbuhan, diduga sekitar spesies BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Indonesia dikenal sebagai megabiodiversity country, yaitu Negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang besar. Di hutan tropis Indonesia terdapat sekitar 30.000 tumbuhan,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43 juta atau dari 18%

BAB I PENDAHULUAN tahun jumlahnya meningkat dari 21 juta menjadi 43 juta atau dari 18% BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Setiap satu diantara enam penduduk dunia adalah remaja. Sedangkan 85% diantaranya hidup di negara berkembang. Di Indonesia, jumlah remaja dan kaum muda berkembang sangat

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Monosodium glutamate (MSG) adalah garam sodium L-glutamic acid

BAB 1 PENDAHULUAN. Monosodium glutamate (MSG) adalah garam sodium L-glutamic acid BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Monosodium glutamate (MSG) adalah garam sodium L-glutamic acid yang digunakan sebagai bahan penyedap makanan untuk merangsang selera. MSG adalah hasil dari purifikasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White (NZW) bukan berasal dari New Zealand, tetapi dari Amerika (Masanto dan Agus, 2013). Kelinci New Zealand White memiliki

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menyusui eksklusif. Pada ibu menyusui eksklusif memiliki kecenderungan yang

BAB 1 PENDAHULUAN. menyusui eksklusif. Pada ibu menyusui eksklusif memiliki kecenderungan yang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menyusui dan kehamilan merupakan hal yang sangat penting dalam kesehatan reproduksi wanita. Kembalinya menstruasi dan ovulasi bervariasi setiap ibu postpartum, hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Menstruasi A. Pengertian Menstruasi Menstruasi merupakan keadaan fisiologis, yaitu peristiwa keluarnya darah, lendir ataupun sisa-sisa sel secara berkala. Sisa sel tersebut

Lebih terperinci

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik

PEMBAHASAN. Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan Borax Terhadap Performa Fisik Bobot Badan Tikus Ekstrak rumput kebar yang diberikan pada tikus dapat meningkatkan bobot badan. Pertambahan bobot badan tikus normal yang diberi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satu daya pikat dari ikan lele. Bagi pembudidaya, ikan lele merupakan ikan

I. PENDAHULUAN. salah satu daya pikat dari ikan lele. Bagi pembudidaya, ikan lele merupakan ikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu komoditi ikan yang menjadi primadona di Indonesia saat ini adalah ikan lele (Clarias sp). Rasa yang gurih dan harga yang terjangkau merupakan salah satu daya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini menggunakan tikus putih Sprague Dawley yang belum

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini menggunakan tikus putih Sprague Dawley yang belum 36 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini menggunakan tikus putih Sprague Dawley yang belum pernah mendapat perlakuan, usia 4-5 bulan, sehat, siap kawin dan bunting. Tikus dipelihara

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai

I. PENDAHULUAN. dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia yang dikembangkan dengan tujuan untuk menghasilkan daging, susu, dan sumber tenaga kerja sebagai hasil utama serta pupuk organik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Fertilisasi in vitro (FIV) merupakan salah satu cara bagi pasangan infertil untuk memperoleh keturunan. Stimulasi ovarium pada program FIV dilakukan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia mulai dalam kandungan sampai mati tampaklah. perkembangan, sedangkan pada akhirnya perubahan itu menjadi kearah

BAB I PENDAHULUAN. Kehidupan manusia mulai dalam kandungan sampai mati tampaklah. perkembangan, sedangkan pada akhirnya perubahan itu menjadi kearah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Kehidupan manusia mulai dalam kandungan sampai mati tampaklah manusia itu akan melalui suatu proses yang sama, yaitu semuanya selalu dalam perubahan. Pada awal hidup

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Derajat Penetasan Telur Hasil perhitungan derajat penetasan telur berkisar antara 68,67-98,57% (Gambar 1 dan Lampiran 2). Gambar 1 Derajat penetasan telur ikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 22 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sel Darah Merah Hasil penghitungan jumlah sel darah merah setiap bulan selama lima bulan dari setiap kelompok perlakuan memberikan gambaran nilai yang berbeda seperti terlihat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Monosodium glutamat (MSG) yang lebih dikenal dengan merk dagang. Ajinomoto telah lama digunakan sebagai tambahan penyedap masakan.

BAB I PENDAHULUAN. Monosodium glutamat (MSG) yang lebih dikenal dengan merk dagang. Ajinomoto telah lama digunakan sebagai tambahan penyedap masakan. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Monosodium glutamat (MSG) yang lebih dikenal dengan merk dagang Ajinomoto telah lama digunakan sebagai tambahan penyedap masakan. Penggunanya bukan hanya ibu-ibu rumah

Lebih terperinci

HORMON REPRODUKSI JANTAN

HORMON REPRODUKSI JANTAN HORMON REPRODUKSI JANTAN TIU : 1 Memahami hormon reproduksi ternak jantan TIK : 1 Mengenal beberapa hormon yang terlibat langsung dalam proses reproduksi, mekanisme umpan baliknya dan efek kerjanya dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh Analisis terhadap kandungan kolesterol daging, hati dan telur dilakukan saat puyuh berumur 14 minggu, diperlihatkan pada Tabel 5 dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 20 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Proliferasi Berdasarkan Population Doubling Time (PDT) Population Doubling Time (PDT) adalah waktu yang diperlukan oleh populasi sel untuk menjadikan jumlahnya dua

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ini dilakukan pada 8 induk ikan Sumatra yang mendapat perlakuan. Hasil penelitian ini menunjukan Spawnprime A dapat mempengaruhi proses pematangan akhir

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil yang diperoleh pada penelitian ini meliputi persentase jenis kelamin jantan rata-rata, derajat kelangsungan hidup (SR) rata-rata setelah perlakuan perendaman dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berperan, sampai saat ini masih menjadi perhatian dalam dunia kedokteran. Hal ini

BAB I PENDAHULUAN. berperan, sampai saat ini masih menjadi perhatian dalam dunia kedokteran. Hal ini 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Perkembangan sistem reproduksi manusia dan berbagai faktor yang berperan, sampai saat ini masih menjadi perhatian dalam dunia kedokteran. Hal ini terkait

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk

I. PENDAHULUAN. Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Propinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar untuk pengembangan ternak sapi potong. Kemampuan menampung ternak sapi di Lampung sebesar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Anak sekolah dengan usia 6-14 tahun saat sedang duduk di bangku SD

BAB I PENDAHULUAN. Anak sekolah dengan usia 6-14 tahun saat sedang duduk di bangku SD BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak sekolah dengan usia 6-14 tahun saat sedang duduk di bangku SD dan SMP sedang menjalani pendidikan dasar yang merupakan titik awal anak mengenal sekolah yang sesungguhnya

Lebih terperinci