HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Bambang Tanuwidjaja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Selama penelitian pada masa adaptasi terjadi kematian delapan ekor puyuh. Faktor perbedaan cuaca dan jenis pakan serta stres transportasi mungkin menjadi penyebab kematian tersebut. Hal ini karena puyuh penelitian didatangkan dari Kota Sukabumi sehingga masih menyesuaikan dengan kondisi lingkungan di Kota Bogor. Pengambilan data dilakukan setelah masa adaptasi. Pada saat pengambilan data dilakukan, terjadi kematian 2 ekor puyuh pada perlakuan kontrol. Hal ini disebabkan karena puyuh mengalami pickouts/prolapse di mana ukuran telur yang terlalu besar sehingga tidak mampu keluar dari saluran reproduksi. Rataan suhu kandang selama penelitian 26,68 ºC pada pagi hari, 30,46 ºC pada siang hari, dan 29,03 ºC pada sore hari. Suhu tersebut kurang sesuai dengan kebutuhan puyuh. Menurut Listiyowati dan Roospitasari (2004), suhu yang ideal bagi puyuh adalah ºC. Suhu lingkungan kandang yang tinggi dapat menyebabkan puyuh stres sehingga lebih banyak mengkonsumsi air minum dibandingkan dengan ransum yang diberikan serta dapat menurunkan produksi telur. Pengaruh Perlakuan terhadap Performa Puyuh Pengaruh perlakuan terhadap konsumsi pakan, energi, protein dan konversi ransum puyuh selama 10 minggu penelitian disajikan dalam Tabel 5. Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan ransum yang dimakan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi pakan puyuh dengan pemberian bromelin, tepung limbah udang, daun katuk, dan bawang putih menunjukkan hasil yang tidak berbeda dengan kontrol. Konsumsi pakan pada setiap perlakuan dapat dikatakan sama. Rataan konsumsi pakan pada perlakuan kontrol, pemberian bromelin, tepung limbah udang, daun katuk, dan bawang putih masingmasing yaitu 22,76±2,12; 22,22±1,59; 22,84±1,89; 24,00±3,22; dan 23,16±6,07 g/ekor/hari. Dalam penelitian ini, pemberian perlakuan dalam ransum tidak mempengaruhi jumlah pakan yang dikonsumsi. Hal ini menunjukkan bahwa kenaikan atau penurunan konsumsi pakan tidak dipengaruhi oleh perlakuan. Setiap 20
2 ransum perlakuan memiliki warna, aroma, dan rasa yang disukai oleh puyuh sehingga memiliki tingkat palatabilitas yang sama. Konsumsi pakan pada hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Triyanto (2007) yang memperoleh konsumsi pakan puyuh umur 6-13 minggu berkisar antara 20,96 gram/ekor/hari sampai 23,82 gram/ekor/hari. Achmanu et al. (2011) mencatat konsumsi pakan puyuh adalah 21,05-21,23 g/ekor/hari sedangkan hasil penelitian Sijabat (2007) konsumsi pakan puyuh umur 6 minggu ke atas berkisar antara 24,30-25,18 g/ekor/hari. Konsumsi ransum dipengaruhi oleh besarnya tubuh ternak, aktivitas ternak, suhu lingkungan, kualitas dan kuantitas ransum (NRC, 1994). Kandungan energi dalam ransum dapat mempengaruhi konsumsi pakan. Hal ini sesuai dengan pernyataan North dan Bell (1990) bahwa faktor yang mempengaruhi konsumsi pakan harian pada unggas adalah suhu lingkungan, kandungan energi pakan dan kapasitas tembolok. Pada penelitian ini, ransum setiap perlakuan memiliki kandungan energi dan protein kasar hampir sama. Puyuh yang digunakan juga mempunyai umur yang sama sehingga kapasitas temboloknya tidak jauh berbeda. Hal tersebut menyebabkan konsumsi pakan pada setiap perlakuan menjadi tidak berbeda. Tabel 5. Rataaan Konsumsi Pakan, Energi, Protein dan Konversi Ransum Puyuh Selama 8 Minggu Penelitian Peubah Konsumsi Pakan (g/ekor/hari) Perlakuan Ransum P0 P1 P2 P3 P4 22,76±2,12 22,22±1,59 22,84±1,89 24,00±3,22 23,16±6,07 Konversi ransum 7,67±1,71 7,32±1,99 7,95±1,95 8,17±1,82 7,31±2,94 Konsumsi Protein (g/ekor/hari) 5,13±0,37 5,02±0,36 5,16±0,43 6,18±0,83 5,23±1,37 Konsumsi Energi (kkal/ekor/hari) 64,86±4,94 62,77±4,48 65,23±5,39 72,42±9,72 66,65±17,49 Keterangan : P0 : Ransum kontrol P1 : P0 + bromelin 31,1 ppm P2 : P0 + tepung limbah udang 0,45% P3 : P0 + tepung daun katuk 10% P4 : P0 + tepung bawang putih 1% 21
3 Konversi Ransum Konversi ransum pada hasil penelitian menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Konversi ransum pada perlakuan kontrol, pemberian bromelin, tepung limbah udang, daun katuk, dan bawang putih masing-masing yaitu 7,67±1,71; 7,32±1,99; 7,95±1,95; 8,17±1,82; dan 7,31±2,94. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa pakan yang digunakan untuk menghasilkan tiap satuan produksi kurang efisien karena konversi ransum yang dihasilkan tinggi. Konversi pakan yang tinggi akan membutuhkan lebih banyak pakan untuk berproduksi. Hasil penelitian ini sesuai dengan konversi ransum yang dihasilkan Suprijatna et al. (2009) bahwa konversi ransum puyuh umur 7-14 minggu berkisar antara 8,38-6,41. Mawaddah. (2011) memperoleh konversi ransum puyuh berkisar antara 5,6-15,2. Hasil penelitian ini juga hampir sama dengan hasil penelitian Handarini et al. (2008) bahwa konversi ransum puyuh umur 6-16 minggu berkisar antara 5,80-8,03. Pakan yang diberikan efisien apabila pakan tersebut dapat dikonsumsi secara maksimal oleh unggas. Kemampuan puyuh dalam menyerap zat makanan pada setiap perlakuan tidak berbeda, sehingga tidak mempengaruhi konversi ransum. Pemberian perlakuan dalam ransum tidak mempengaruhi konversi ransum dikarenakan konsumsi pakan dan produksi telur dalam penelitian tidak berbeda nyata. Hal ini sesuai dengan pernyataan Widjastuti dan Kartasudjana (2006) bahwa adanya keseimbangan antara ransum yang dikonsumsi dengan produksi telur yang dihasilkan pada masing-masing perlakuan menyebabkan konversi ransum tidak berbeda. Konsumsi Protein dan Konsumsi Energi Konsumsi energi metabolis dan protein pada puyuh penelitian menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Konsumsi energi metabolis dan protein tidak dipengaruhi oleh pemberian perlakuan dalam ransum. Nilai konsumsi energi metabolis dan protein yang mendapatkan perlakuan kontrol masing-masing 64,86±4,94 kkal/ ekor/hari dan 5,13±0,37 gram/ekor/hari. Nilai konsumsi energi metabolis dan protein yang mendapatkan perlakuan penambahan bromelin masingmasing 62,77±4,48 kkal/ekor/hari dan 5,02±0,36 gram/ekor/hari. Konsumsi energi metabolis dan protein yang mendapatkan perlakuan penambahan tepung limbah udang masing-masing 65,23±5,39 kkal/ekor/hari dan 5,16±0,43 gram/ekor/hari. Konsumsi energi metabolis dan protein yang mendapatkan perlakuan penambahan 22
4 tepung daun katuk masing-masing 72,42±9,72 kkal/ekor/hari dan 6,18±0,83 gram/ekor/hari. Konsumsi energi metabolis dan protein yang mendapatkan perlakuan penambahan tepung bawang putih masing-masing 66,65 ± 17,49 kkal/ ekor/hari dan 5,23 ± 1,37 gram/ekor/hari. Tidak adanya perbedaan pada konsumsi energi metabolis dan protein karena dipengaruhi oleh konsumsi ransum yang juga tidak berbeda nyata. Selain itu, tingkat energi dan protein pada kelima ransum perlakuan juga relatif sama. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Zahra et al. (2012) yang memperoleh konsumsi energi burung puyuh umur 9-12 minggu berkisar antara 49,74-54,61 kkal/ ekor/ hari dan konsumsi protein berkisar 6,78-5,80 g/ ekor/ hari. Hasil penelitian ini juga hampir sama dengan hasil penelitian Diwayani et al. (2012) yang memperoleh rata-rata konsumsi protein puyuh umur 7-10 minggu yaitu 5,52-6,25 gram/ekor/hari dan konsumsi energi antara 54,98-61,34 kkal/ekor/hari. Konsumsi protein dan energi metabolis digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan produksi telur (Widjastuti dan Kartasudjana, 2006). Besarnya bobot telur yang dihasilkan oleh perlakuan penambahan bromelin juga dapat disebabkan karena konsumsi protein dan energi metabolis digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan sudah tercukupi, sehingga sisanya digunakan untuk menghasilkan telur yang besar. Kebutuhan hidup pokok dan pertumbuhan pada perlakuan kontrol yang belum tercukupi mengakibatkan konsumsi protein dan energi metabolis tidak banyak digunakan untuk produksi telur, sehingga bobot telur yang dihasilkan menjadi rendah. Produksi Telur Quail Day Nilai produksi telur pada setiap perlakuan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian perlakuan dalam ransum puyuh tidak mempengaruhi produksi telur. Selama kebutuhan hidup pokoknya terpenuhi, kelebihan nutrisi yang dimakan akan diarahkan untuk bertelur. Rasyaf (1993) mengemukakan bahwa selama lingkungan mendukung maka produksi telur yang sesuai dengan genetisnya akan terpenuhi. Produksi telur quail day pada perlakuan kontrol, pemberian bromelin, tepung limbah udang, daun katuk, dan 23
5 bawang putih masing-masing yaitu sebesar 32,25 ± 3,86%; 34,61 ± 6,88%; 36,16 ± 2,41%; 40,04 ± 8,91%; dan 39,50 ± 5,90%. Kandungan nutrisi antar perlakuan yang mencukupi kebutuhan puyuh sehingga tidak mempengaruhi proses pembentukan telur dan produksi telur. Hal ini didukung oleh hasil konsumsi pakan pada setiap perlakuan yang sama sehingga kandungan zat makanan yang diserap juga tidak berbeda. Produksi telur dipengaruhi oleh jumlah pakan yang dikonsumsi dan kandungan zat makanan di dalamnya. Tabel 6 menunjukkan nilai rataaan produksi telur quail day dan produksi massa telur yang diberi perlakuan selama penelitian. Tabel 6. Rataaan Produksi Telur Quail Day dan Produksi Massa Telur yang diberi Perlakuan Selama 8 Minggu Penelitian Peubah Produksi Telur Quail Day (%) Perlakuan Ransum P0 P1 P2 P3 P4 32,25±3,86 34,61±6,88 36,16±2,41 40,04±8,91 39,50±5,90 Produksi Massa Telur (g/ekor) 172,38±39,22 176,20±31,67 165,74±26,99 173,85±59,21 184,13±25,02 Keterangan : P0 : Ransum kontrol P1 : P0 + bromelin 31,1 ppm P2 : P0 + tepung limbah udang 0,45% P3 : P0 + tepung daun katuk 10% P4 : P0 + tepung bawang putih 1% Selama penelitian, umur puyuh berada dalam fase produksi sehingga memungkinkan untuk mencapai puncak produksi yang tinggi. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Handarini et al. (2008) bahwa produksi telur puyuh umur 6 16 minggu berkisar antara 38,86% - 47,94%. Zahra et al. (2012) memperoleh nilai produksi telur puyuh umur 9-12 minggu yang rendah yaitu 14% - 22%. Pada hasil penelitian Triyanto (2007) produksi telur puyuh umur 6-13 minggu mencapai 52% - 72,22%. Produksi telur yang berbeda disebabkan oleh adanya perbedaan perlakuan yang diberikan, lama pencahayaan, komposisi pakan, dan lama pemeliharaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa produksi telur masih rendah dari standar produksi telur puyuh sebesar 70% - 80%. Hal ini dikarenakan selama pemeliharaan kondisi temperatur lingkungan kandang yang kurang cocok dengan kebutuhan puyuh sehingga menyebabkan produksi telur menjadi terganggu. 24
6 Listiyowati dan Roospitasari (2004) menyatakan bahwa suhu yang ideal bagi puyuh adalah ºC. Produksi Massa Telur Nilai produksi massa telur pada hasil penelitian menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Produksi massa telur puyuh diperoleh dengan membagi jumlah telur yang ada (gram) selama penelitian dengan dengan jumlah puyuh yang masih hidup pada saat itu. Produksi massa telur dipengaruhi oleh bobot telur dan jumlah produksi telur quail day. Produksi massa telur digunakan untuk menyatakan produksi telur dalam bentuk bobot. Nilai produksi massa telur pada perlakuan kontrol, pemberian bromelin, tepung limbah udang, daun katuk, dan bawang putih selama 8 minggu penelitian masing-masing yaitu sebesar 172,38±39,22; 176,20±31,67; 165,74±26,99; 173,85±59,21 dan 184,13±25,02 gram/ekor. Hal ini disebabkan jumlah telur yang dihasilkan pada setiap perlakuan dan jumlah puyuh yang ada selama penelitian tidak berbeda nyata sehingga menghasilkan massa telur yang sama. Produksi massa telur yang diperoleh pada penelitian lebih rendah dengan hasil penelitian Muslim (2010) bahwa produksi massa telur puyuh sampai 8 minggu produksi mencapai 278,88 gram/ekor. Perbedaan ini disebabkan oleh bobot telur dan produksi telur yang dihasilkan juga lebih tinggi masing-masing yaitu sebesar 9,67 gram/butir dan 78% sehingga produksi massa telur yang dihasilkan menjadi lebih besar. Hasil penelitian ini lebih tinggi dari hasil penelitian Suprijatna et al. (2009) bahwa massa telur fase produksi (umur 7 14 minggu) berkisar antara 110,25 144,06 gram/ekor. hal ini disebabkan karena pada penelitian tersebut memiliki bobot telur yang tinggi namun produksi telurnya rendah sehingga massa telur yang dihasilkan menjadi rendah. Jumlah konsumsi energi dan protein ransum pada setiap perlakuan tidak berbeda juga menyebabkan produksi massa telur yang sama. Kandungan zat makanan pada setiap pakan perlakuan yang digunakan untuk membentuk telur hampir sama. Hal ini menunjukkan bahwa produksi massa telur tidak dipengaruhi oleh pemberian perlakuan di dalam ransum sehingga tidak mengganggu penyerapan zat makanan. 25
7 Kualitas Telur Kualitas telur merupakan kumpulan faktor-faktor yang mempengaruhi penilaian dan selera konsumen terhadap mutu telur. Kualitas telur yang baik akan memenuhi kebutuhan gizi masyarakat. Menurut Yuwanta (2010) konsumen selalu mencari telur segar, dengan berat standar, kualitas kerabang baik, warna kuning telur menarik (kuning) dan putih telur relatif kental. Nilai kualitas telur yang digunakan meliputi bobot telur, persentase bobot komponen telur puyuh, indeks telur, skor warna kuning telur, tebal kerabang telur, dan nilai Haugh unit. Bobot Telur Rataaan bobot telur dan persentase bobot komponen telur puyuh yang diberi perlakuan selama penelitian secara lengkap disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Rataaan Bobot Telur dan Persentase Bobot Komponen Telur Puyuh yang diberi Perlakuan Selama Penelitian Peubah Perlakuan Ransum P0 P1 P2 P3 P4 Bobot Telur (g) 7,84 c ±0,82 9,09 a ±0,31 8,47 ab ±0,53 8,15 b ±0,84 8,60 ab ±0,37 Putih Telur (%) 58,45±1,80 59,86±0,35 59,40±0,44 59,32±0,29 59,37±0,81 Kuning Telur (%) 30,02±0,62 29,56±0,76 30,45±0,70 30,63±0,54 30,50±0,97 Kerabang (%) 9,79±0,10 9,81±0,39 9,47±0,21 9,75±0,21 9,78±0,08 Keterangan : P0 : Ransum kontrol P1 : P0 + bromelin 31,1 ppm P2 : P0 + tepung limbah udang 0,45% P3 : P0 + tepung daun katuk 10% P4 : P0 + tepung bawang putih 1% Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) Nilai rataan bobot telur puyuh pada setiap perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda nyata. Bobot telur pada semua perlakuan nyata lebih besar (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan kontrol. Pemberian bromelin menghasilkan bobot telur yang paling besar dari perlakuan lainnya yaitu sebesar 9,09±0,31g. Bromelin adalah enzim proteolitik yang merupakan protein sederhana. Bromelin mampu memecah molekul-molekul protein menjadi bentuk asam amino. Hal ini 26
8 menunjukkan bahwa pemberian bromelin mampu meningkatkan kandungan asam amino dalam pakan sehingga membantu meningkatkan berat telur. Penyerapan protein di dalam ransum yang tinggi mengakibatkan pembentukan telur yang tinggi. Bobot telur puyuh tidak hanya dipengaruhi oleh kuantitas ransum yang dikonsumsi akan tetapi kualitas ransum berperan penting, khususnya kandungan proteinnya (Mozin, 2006). Kebutuhan protein sangat penting dalam pembentukan telur. Kekurangan protein akan mengakibatkan menurunnya besar telur dan jumlah albumen telur (Amrullah, 2003). Bobot telur pada perlakuan penambahan tepung bawang putih dan tepung limbah udang menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dan masing-masing memiliki bobot telur yaitu 8,60±0,37g dan 8,47±0,53g. Pada perlakuan penambahan tepung daun katuk menunjukkan nilai bobot telur yang kecil dari perlakuan lainnya yaitu sebesar 8,15±0,84g tetapi perlakuan kontrol memiliki bobot telur yang paling kecil yaitu 7,84±0,82g. Bobot telur yang rendah dapat disebabkan karena rendahnya penyerapan protein di dalam ransum yang digunakan untuk produksi telur, sehingga bobot telur yang dihasilkan menjadi rendah. Selain itu, kandungan asam amino di dalam pakan yang diserap tubuh tidak sebanyak pada perlakuan bromelin sehingga bobot telur yang dihasilkan menjadi lebih rendah. Hasil penelitian ini memiliki nilai bobot telur yang lebih rendah dari hasil penelitian Kul dan Seker (2004) yang memperoleh bobot telur sebesar 11,28 ± 0,06g. Hal ini dapat disebabkan karena umur puyuh yang digunakan juga berbeda yaitu umur 20 minggu. Meskipun demikian, bobot telur puyuh hasil penelitian masih pada kisaran normal. Hal ini sesuai dengan pernyataan Anggorodi (1995) bahwa telur puyuh mempunyai berat 7% - 8% dari berat induk, yaitu berkisar antar 7-11 gram per butir. Terdapat hubungan antara produksi telur dengan bobot telur puyuh. Pada saat puyuh memiliki bobot telur yang rendah, produksinya meningkat. Demikian sebaliknya, pada saat bobot telur puyuh tinggi maka produksinya menurun. Menurut Widjastuti dan Kartasudjana (2006), pada saat telur tidak dibentuk pada hari-hari tertentu, terjadi akumulasi protein sehingga ketersediaan protein untuk membentuk satu butir telur pada hari berikutnya menjadi lebih banyak yang pada gilirannya telur yang dihasilkan menjadi lebih besar. 27
9 Persentase Bobot Komponen Telur Puyuh Komponen telur puyuh terdiri dari bahan pembentuk sebutir telur yang meliputi putih telur, kuning telur, dan kerabang telur. Putih telur merupakan sumber protein utama dalam telur. Nilai persentase putih telur pada semua perlakuan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Putih telur memiliki porsi terbesar dari telur. Persentase putih telur pada perlakuan kontrol, pemberian bromelin, tepung limbah udang, daun katuk, dan bawang putih masing-masing yaitu sebesar 58,45±1,80; 59,86±0,35; 59,40±0,44; 59,32±0,29; dan 59,37±0,81%. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Kul dan Seker (2004) bahwa persentase putih telur puyuh adalah 59,83±0,14%. Pemberian perlakuan pada ransum tidak mempengaruhi proses pembentukan putih telur di magnum. Persentase putih akan menurun seiring dengan meningkatnya persentase kuning telur, sehingga tidak ada perbedaan yang nyata antara persentase kuning telur dengan persentase putih telur. Kuning telur dibungkus oleh membran vitelin dan kaya akan lemak, terutama lipovitelin sebagai bahan penyusun trigliserida, fosfitin, dan fosfolipid (Yuwanta, 2004). Proses pembentukan kuning telur tidak dipengaruhi oleh perlakuan dalam ransum. Nilai rataan persentase kuning telur menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Rataan persentase kuning telur pada perlakuan kontrol, pemberian bromelin, tepung limbah udang, daun katuk, dan bawang putih masing-masing yaitu 30,02±0,62; 29,56±0,76; 30,45±0,70; 30,63±0,54; dan 30,50±0,97%. Hasil penelitian Kul dan Seker (2004) memperoleh persentase kuning telur sebesar 32,71± 0,12%. Pada hasil penelitian ini, nilai persentase yang tidak berbeda dapat disebabkan karena tingkat konsumsi pakan yang sama sehingga penyerapan asam amino terutama metionin dan asam lemak linoleat dari pakan juga tidak berbeda. Hal ini sesuai dengan pernyataan Leeson dan Summers (2005) bahwa asupan asam amino terutama metionin dan asam lemak linoleat yang tidak berbeda akan menghasilkan bobot kuning telur yang sama. Kerabang telur terdiri atas beberapa lapisan yang meliputi kutikula, lapisan bunga karang, lapisan mamilaris, dan membran telur (Stadelman dan Cotterill, 1995). Nilai rataan persentase kerabang telur menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Dalam penelitian ini, nilai rataan persentase kerabang telur pada perlakuan kontrol, pemberian bromelin, tepung limbah udang, daun katuk, dan bawang putih masing- 28
10 masing yaitu sebesar 9,79±0,10; 9,81±0,39; 9,47±0,21; 9,75±0,21; dan 9,78±0,08%. Kandungan kalsium maupun fosfor masing-masing ransum telah memenuhi kebutuhan, sehingga tidak memberikan pengaruh terhadap persentase kerabang telur. Pemberian perlakuan pada ransum tidak mempengaruhi proses pembentukan kerabang telur di uterus, proses penyerapan, dan proses deposisi kalsium yang dibutuhkan untuk pembentukan kerabang telur. Hasil penelitian Kul dan Seker (2004) memperoleh nilai persentase kerabang lebih rendah yaitu 7,47±0,04%. Hal ini dapat disebabkan karena kandungan mineral yang digunakan dalam pakan yang tidak sama sehingga menghasilkan tebal kerabang yang berbeda. Menurut Yuwanta (2004) mineral yang paling banyak terdapat pada kerabang telur adalah CaCO 3 (98,43%); MgCO 3 (0,84%) dan Ca 3 (PO 2 ) 2 (0,75%). Rataan persentase bobot komponen telur puyuh tidak berbeda nyata menunjukkan penyerapan energi dan protein dalam ransum tidak mengalami gangguan akibat penambahan perlakuan. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Song et al. (2000) bahwa puyuh memiliki presentase bagian kuning telur 29,42% - 33,38%, putih telur 58,88% - 63,52%, dan kerabang 6,61%- 7,99%. Indeks Telur Indeks telur menunjukkan nilai kesegaran mutu telur yang diperoleh dengan cara membagi ukuran lebar telur (mm) dengan panjang telur (mm). Nilai indeks telur yang kecil menunjukkan bahwa telur tersebut berbentuk lonjong dan telur yang bulat memiliki nilai indeks telur yang besar. Pada hasil penelitian, indeks telur menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian perlakuan pada ransum puyuh tidak mempengaruhi indeks telur. Nilai indeks telur pada perlakuan kontrol, pemberian bromelin, tepung limbah udang, daun katuk, dan bawang putih masing-masing yaitu 0,79±4,36; 0,80±0,71; 0,81±1,19; 0,80±1,11; dan 0,81±1,11. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Song et al. (2000) bahwa indeks telur puyuh sebesar 0,79±3,79. Bentuk telur pada setiap perlakuan lebih bulat dibandingkan hasil penelitian Kul dan Seker (2004) yaitu dengan indeks telur sebesar 0,75±0,22. Menurut Yuwanta (2010), variasi indeks telur diakibatkan dari perputaran telur di dalam alat reproduksi karena ritme dari tekanan reproduksi atau ditentukan oleh diameter lumen alat reproduksi. 29
11 Rataan indeks telur, skor warna, tebal kerabang, dan haugh unit telur puyuh yang diberi ransum kontrol, bromelin, tepung limbah udang, daun katuk, dan bawang putih secara lengkap disajikan pada Tabel 8. Tabel 8. Rataan Indeks Telur, Skor Warna, Tebal Kerabang, dan Haugh Unit Telur Puyuh yang diberi Ransum Kontrol, Bromelin, Tepung Limbah Udang, Daun Katuk, dan Bawang Putih* Peubah Perlakuan Ransum P0 P1 P2 P3 P4 Indeks Telur 0,79±4,36 0,80±0,71 0,81±1,19 0,80±1,11 0,81±1,11 Skor Warna Kuning Telur Tebal Kerabang (mm) 4,13 b ±0,91 4,10 b ±0,20 4,17 b ±0,21 6,10 a ±0,43 4,24 b ±0,27 0,168 a ±0,01 0,167 a ±0,01 0,155 b ±0,01 0,158 ab ±0,01 0,165 ab ±0,01 Haugh Unit 92,64±1,01 91,67±0,49 91,95±1,58 91,24±1,02 91,67±1,04 Keterangan : P0 : Ransum kontrol P1 : P0 + bromelin 31,1 ppm P2 : P0 + tepung limbah udang 0,45% P3 : P0 + tepung daun katuk 10% P4 : P0 + tepung bawang putih 1% Superskrip berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05) *delapan kali pengukuran selama penelitian Skor Warna Kuning Telur Nilai skor warna kuning telur pada penelitian menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada perlakuan pemberian tepung daun katuk. Perlakuan pemberian tepung daun katuk memiliki skor warna kuning telur yang paling tinggi dibandingkan yang lain yaitu 6,10±0,43. Hal ini dapat disebabkan kandungan karotenoid pada tepung daun katuk yang tinggi sehingga meningkatkan skor warna pada kuning telur. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian Subekti (2007) bahwa penggunaan tepung daun katuk mampu meningkatkan skor warna kuning telur menjadi lebih tua (7,27). Hulshoff et al. (1997) mengemukakan bahwa pigmen penguning yang terdapat pada daun katuk sangat berperan dalam meningkatkan skor warna kuning telur. Pigmen karotenoid yang dikandung dalam bahan pakan akan meningkatkan warna kuning telur. Pigmen pemberi warna kuning telur yang ada dalam ransum 30
12 secara fisiologi akan diserap oleh organ pencernaan usus halus dan diedarkan ke organ target yang membutuhkan (Sahara, 2011). Pada perlakuan pemberian bromelin, tepung limbah udang, bawang putih, dan kontrol menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Tepung limbah udang memiliki pigmen astaxanthin yang mampu memberikan warna pada kuning telur, tetapi karena penggunaannya dalam ransum sedikit, sehingga tidak memberikan pengaruh pada skor warna. Tepung bawang putih dan bromelin tidak memiliki pigmen warna sehingga tidak mempengaruhi skor warna. Kandungan pigmen pemberi warna pada ransum tersebut tidak sebanyak pada perlakuan pemberian tepung daun katuk, sehingga tidak mempengaruhi skor warna kuning telur. Warna yang dihasilkan pada kuning telur berasal dari bahan pakan dalam ransum, yaitu jagung yang memiliki pigmen karotenoid. Perbedaan skor warna juga dapat disebabkan keragaman pada setiap individu puyuh dalam menyerap dan menyimpan pigmen warna berbeda-beda serta kandungan bahan pakan yang diberikan. Tebal Kerabang Nilai rata-rata tebal kerabang menunjukkan hasil yang berbeda nyata pada setiap perlakuan. Pemberian perlakuan bromelin menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dengan kontrol. Perlakuan kontrol dan pemberian bromelin memiliki kerabang yang paling tebal, masing-masing yaitu 0,168±0,01 mm dan 0,167±0,01 mm. Kerabang telur yang tebal ini dapat disebabkan karena penggunaan kalsium di dalam ransum yang cukup untuk pembentukan telur sehingga kelebihan kalsium digunakan untuk menghasilkan tebal kerabang yang tinggi. Perlakuan pemberian tepung limbah udang memiliki kerabang yang paling tipis dari yang lainnya yaitu 0,155±0,01 mm. Pada perlakuan pemberian tepung limbah udang tidak menunjukkan adanya kelebihan kalsium sehingga tebal kerabang menjadi rendah. Rendahnya tebal kerabang dapat disebabkan kandungan kalsium dalam ransum sebagian besar masih digunakan untuk memenuhi kebutuhan pokok sehingga yang digunakan untuk pembentukan telur menjadi tidak optimal. Tebal kerabang yang baik dicapai apabila kandungan kalsium dan fosfor dalam ransum seimbang. Menurut Haryono (2000), kerabang yang tipis dipengaruhi beberapa faktor, yaitu umur atau tipe puyuh, zat-zat makanan, peristiwa faal dari organ tubuh, stress dan komponen lapisan kulit telur. 31
13 Tebal kerabang pada perlakuan pemberian tepung bawang putih dan daun katuk hampir sama dengan pemberian bromelin dan kontrol yaitu masing-masing 0,165±0,01 mm dan 0,158±0,01 mm. Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Song et al. (2000) bahwa rata-rata tebal telur puyuh sebesar 0,174 mm. Kul dan Seker (2004) memperoleh nilai tebal kerabang yang lebih tinggi yaitu 0,231±0,001 mm. Adanya perbedaan kandungan kalsium dalam pakan dapat menyebabkan ketebalan kerabang yang tidak sama. Perbedaan penyerapan kalsium ke dalam tubuh yang digunakan sebagai pembentukan kerabang telur juga dapat menghasilkan tebal kerabang yang berbeda. Haugh Unit Haugh unit merupakan parameter mutu kesegaran telur yang dihitung berdasarkan tinggi putih telur dan bobot telur. Nilai haugh unit pada hasil penelitian menunjukkan bahwa pada setiap perlakuan tidak berbeda nyata dan telur tergolong pada kualitas AA (terbaik) yang ditunjukkan dengan nilai HU di atas 72 (USDA, 2000). Nilai haugh unit pada perlakuan kontrol, pemberian bromelin, tepung limbah udang, daun katuk, dan bawang putih masing-masing yaitu 92,64±1,01; 91,67±0,49; 91,95±1,58; 91,24±1,02; dan 91,67±1,04. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian perlakuan pada ransum puyuh tidak mempengaruhi nilai haugh unit. Hal ini terjadi karena belum banyak karbondioksida dan air yang menguap akibat adanya lapisan tipis kutikula yang masih melapisi pori-pori kerabang telur. Dengan demikian, permukaan putih telur belum banyak mengalami pengenceran. Menurut Haryono (2000), haugh unit ditentukan berdasarkan keadaan putih telur, yaitu merupakan korelasi antara bobot telur (gram) dengan tinggi putih telur (mm). Stadelman dan Cotterill (1995) menyatakan bahwa semakin tinggi albumen, maka tinggi pula nilai HU dan semakin bagus kualitas telur. Telur yang diukur pada penelitian ini adalah telur yang baru dihasilkan sehingga menghasilkan nilai HU yang tinggi. Pengukuran haugh unit digunakan untuk mengetahui kekentalan putih telur. Kekentalan putih telur yang semakin tinggi ditandai dengan tingginya putih telur kental. Hal ini menunjukkan bahwa telur puyuh masih berada pada kondisi segar. Kul dan Seker (2004) mengukur rataan haugh unit telur puyuh pada hasil penelitiannya juga berada pada kualitas AA yaitu sebesar 32
14 85,73. Telur yang lama disimpan kekentalan putih telur akan mengalami penurunan dan menyebabkan kualitas haugh unit telur menurun. 33
PENDAHULUAN. mempunyai potensi yang cukup besar sebagai penghasil telur karena
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) merupakan jenis unggas darat yang mempunyai potensi yang cukup besar sebagai penghasil telur karena produktivitasnya cukup tinggi.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil penelitian berupa konsumsi pakan, produksi telur, konversi pakan serta konsumsi lemak, protein, serat dan vitamin A ayam petelur pada tiap perlakuan tecantum dalam Tabel
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Konsumsi Minum Data hasil pengamatan dan analisis rata-rata konsumsi air minum selama penelitian disajikan pada Tabel 3. Tabel 1. Rata-rata konsumsi air minum (ml/ekor/minggu)
Lebih terperinciGambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Lingkungan Tempat Penelitian Pemeliharaan puyuh dilakukan pada kandang battery koloni yang terdiri dari sembilan petak dengan ukuran panjang 62 cm, lebar 50 cm, dan tinggi
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Rataan Tebal Cangkang telur puyuh.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tebal Cangkang Rataan hasil pengamatan tebal cangkang telur puyuh selama penelitian disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Rataan Tebal Cangkang telur puyuh. Ulangan Perlakuan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan performa produksi meliputi produksi telur, bobot telur, dan konversi pakan) Coturnix-coturnix japonica dengan penambahan Omega-3 dalam pakan ditampilkan pada Tabel 4. Tabel
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Performa adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan selama penelitian. Performa ayam petelur selama penelitian disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Rataan Performa
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh Puyuh merupakan salah satu komoditi unggas sebagai penghasil telur dan daging yang mendukung ketersediaan protein hewani yang murah serta mudah didapat (Permentan,
Lebih terperinciPENGARUH PENAMBAHAN BROMELIN,
PENGARUH PENAMBAHAN BROMELIN, TEPUNG LIMBAH UDANG, DAUN KATUK (Sauropus androgynus L. Merr.), ATAU BAWANG PUTIH TERHADAP PERFORMA DAN KUALITAS TELUR PUYUH SKRIPSI NIAKA MEY FILINA DEPARTEMEN ILMU NUTRISI
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi
1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertambahan jumlah penduduk Indonesia yang disertai dengan perkembangan pengetahuan dan tingkat kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan terjadinya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Ketersediaan telur yang tidak mengenal musim, keunggulan gizi dari telur dan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ketersediaan telur yang tidak mengenal musim, keunggulan gizi dari telur dan peningkatan jumlah penduduk di Indonesia yang diikuti dengan tingginya kesadaran
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil perhitungan skor warna kuning telur puyuh disajikan pada Tabel 7.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Skor Warna Kuning Telur Data hasil perhitungan skor warna kuning telur puyuh disajikan pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Skor Warna Kuning Telur Puyuh Selama Penelitian. Ulangan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Konsumsi Pakan Konsumsi pakan puyuh adalah jumlah ransum yang dikonsumsi oleh puyuh dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat energi dan palabilitas
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. gizi yang lengkap bagi pertumbuhan makhluk hidup baru. Menurut Whitaker and
II. TINJAUAN PUSTAKA.1. Telur dan Komposisi Telur Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan makhluk hidup baru. Menurut Whitaker and Tannenbaum
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Umum Burung Puyuh Burung puyuh dalam istilah asing disebut quail yang merupakan bangsa burung liar yang mengalami proses domestikasi. Ciri khas yang membedakan burung
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Suhu Lingkungan Setiap makhluk hidup memiliki suatu zona fisiologis yang disebut zona homeostasis (Noor dan Seminar, 2009). Apabila terjadi stress, maka zona homeostasis ini
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh Analisis terhadap kandungan kolesterol daging, hati dan telur dilakukan saat puyuh berumur 14 minggu, diperlihatkan pada Tabel 5 dan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. telurnya. Jenis puyuh yang biasa diternakkan di Indonesia yaitu jenis Coturnix
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Puyuh Petelur (Coturnix-coturnix japonica) Puyuh merupakan salah satu ternak unggas yang berpotensi untuk dibudidayakan masyarakat Indonesia karena dapat dimanfaatkan daging
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor
29 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Deskripsi Telur Tetas Itik Rambon Total jumlah itik yang dipelihara secara minim air sebanyak 48 ekor dengan jumlah itik betina 42 ekor dan itik jantan 6 ekor. Sex ratio
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kandang percobaan Fapet Farm Universitas Jambi bertempat di desa Mendalo Darat, selama 10 minggu yang dimulai dari
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. unggas yang lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Itik adalah salah satu jenis unggas yang memiliki kelebihan dibandingkan dengan unggas yang lain. Itik mampu mempertahankan produksi telur lebih lama dibandingkan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Hasil analisa proksimat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas nutrien bahan pakan dan dalam menghitung komponen nutrien karena kualitas nutrien bahan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Ayam Ras petelur Ayam ras petelur merupakan tipe ayam yang secara khusus menghasilkan telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh
I. TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh Coturnix coturnix japonica merupakan jenis puyuh yang populer dan banyak diternakkan di Indonesia. Puyuh jenis ini memiliki ciri kepala, punggung dan sayap berwarna coklat
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus
1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Ayam tipe petelur berperan penting sebagai sumber protein. Sasaran sub sektor
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2015 di
15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2015 di Kandang Digesti Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan, dan di Laboratorium Teknologi dan Rekayasa Pangan,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Konsumsi Ransum Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk hidup pokok dan produksi. Konsumsi ransum adalah jumlah ransum yang dihabiskan oleh ternak pada
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Breeding Center Puyuh Penelitian ini dilakukan di Pusat Pembibitan Puyuh Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaranyang terletak di lingkungan Kampus Universitas
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian
Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 8. Performa Ayam Petelur Strain ISA-Brown Umur Minggu
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kisaran rataan temperatur kandang hasil pengukuran di lokasi selama penelitian adalah pada pagi hari 26 C, siang hari 32 C, dan sore hari 30 C dengan rataan kelembaban
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Tabel 8. Rataan Konsumsi Ransum Per Ekor Puyuh Selama Penelitian
26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum Konsumsi ransum adalah banyaknya ransum yang dikonsumsi oleh setiap ekor puyuh selama penelitian. Rataan konsumsi ransum per ekor
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2010, bertempat di kandang C Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 hingga Februari 2012. Pemeliharaan puyuh dilakukan di Laboratorium Lapang Blok B, Unit Unggas, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kualitas Telur
Kedalaman Kantung Udara HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Telur Pembesaran kantung udara telur ayam ras dengan pengolesan minyak kelapa dapat ditekan sampai umur simpan 35 hari (Tabel 6). Kedalaman kantung
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Lokal Persilangan Ayam lokal persilangan merupakan ayam lokal yang telah mengalami proses persilangan, ayam ini dapat dipanen lebih cepat yaitu 2 bulan (Munandar dan
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Maret 28 April 2016 di CV.
17 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 10 Maret 28 April 2016 di CV. Populer Farm, Boja, Kendal. Pengukuran kualitas telur dilakukan di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan,
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Ayam Ras Petelur Ayam ras petelur merupakan tipe ayam yang secara khusus menghasilkan telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia berasal dari Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Mojosari Itik Mojosari merupakan salah satu jenis itik lokal yang cukup populer di Indonesia berasal dari Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa Timur
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler tidak dibedakan jenis kelamin jantan atau betina, umumnya dipanen
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler adalah ayam yang dipelihara untuk menghasilkan daging. Ayam broiler tidak dibedakan jenis kelamin jantan atau betina, umumnya dipanen pada umur
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian
Kandungan Nutrisi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Penggunaan Ampas Kecap terhadap Konsumsi Pakan Ayam Pedaging Periode Grower Berdasarkan hasil penelitian dan analisis statistik dengan menggunakan ANOVA tunggal
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian produksi telur ayam Arab dilaksanakan di Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor (Blok B), sedangkan penelitian kualitas internal
Lebih terperinciII KAJIAN KEPUSTAKAAN. ayam hutan merah atau red jungle fowls (Gallus gallus) dan ayam hutan hijau
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Deskripsi Ayam Sentul Ayam lokal merupakan turunan panjang dari proses sejarah perkembangan genetik perunggasan di Indonesia. Ayam lokal merupakan hasil domestikasi ayam hutan
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. japanese quail (Coturnix-coturnix Japonica) mulai masuk ke Amerika. Namun,
7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Burung Puyuh Puyuh adalah spesies atau subspesies dari genus Coturnix yang tersebar di seluruh daratan, kecuali Amerika. Pada tahun 1870, puyuh Jepang yang disebut japanese
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Keong mas (Pomacea canaliculata Lamarck) ada juga yang menyebut siput
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kajian Teoritis 1. Keong Mas Keong mas (Pomacea canaliculata Lamarck) ada juga yang menyebut siput murbei merupakan salah satu jenis keong air tawar yang berasal dari Benua Amerika,
Lebih terperinciKualitas Telur Pertama Burung Puyuh (Coturnix coturnix javonica) Dengan PemberianTepung Daun Pepaya (Carica papaya L) Dalam Ransum
JURNAL PETERNAKAN VOLUME : 01 NO : 01 TAHUN 2017 ISSN : 2548-3129 34 Kualitas Telur Pertama Burung Puyuh (Coturnix coturnix javonica) Dengan PemberianTepung Daun Pepaya (Carica papaya L) Dalam Ransum Amin
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Konsumsi Ransum Tabel 7. Pengaruh suplementasi L-karnitin dan minyak ikan lemuru terhadap performa burung puyuh Level Minyak Ikan Variabel Lemuru P0 P1 P2 P3 P4 Pr > F *) Konsumsi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk
6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Ayam Petelur Ayam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Asal mula ayam petelur adalah berasal dari ayam hutan yang ditangkap
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Indonesia pada tahun 2014 telah mencapai 12,692,213 ekor atau meningkat. sebesar 1,11 persen dibandingkan dengan tahun 2012.
I 1.1 Latar Belakang PENDAHULUAN Peternakan puyuh di Indonesia saat ini cukup berkembang, hal ini karena semakin banyaknya usaha peternakan puyuh baik sebagai usaha sampingan maupun usaha utama untuk memenuhi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur merupakan ayam yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Ayam petelur memiliki keunggulan dan kelemahan, keunggulan ayam petelur yaitu memiliki
Lebih terperinciIII BAHAN DAN METODE. dan masing-masing unit percobaan adalah lima ekor puyuh betina fase produksi.
16 III BAHAN DAN METODE 3.1 Bahan dan Alat Penelitian 3.1.1 Ternak Percobaan Penelitian ini menggunakan puyuh betina fase produksi yang dipelihara pada umur 8 minggu sebanyak 100 ekor. Puyuh dimasukkan
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Protein Kasar Tercerna Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara tingkat kepadatan kandang dengan suplementasi vitamin C terhadap nilai protein kasar tercerna
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4.
HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Performa Itik Alabio Jantan Umur 1-10 Minggu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dengan susunan asam amino lengkap. Secara umum telur ayam ras merupakan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Telur ayam ras merupakan bahan pangan yang mengandung protein cukup tinggi dengan susunan asam amino lengkap. Secara umum telur ayam ras merupakan pangan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Menurut Wiharto (2002) a yam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Menurut Wiharto (2002) a yam petelur adalah ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Suprijatna (2005) menyatakan bahwa ayam pada awalnya
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam petelur merupakan ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk
8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Ras Petelur Tipe Medium Ayam petelur merupakan ayam-ayam betina dewasa yang dipelihara khusus untuk diambil telurnya. Jenis ayam ini merupakan spesies Gallus domesticus.
Lebih terperinciPENDAHULUAN. semakin pesat termasuk itik lokal. Perkembangan ini ditandai dengan
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan usaha peternakan unggas di Indonesia berjalan semakin pesat termasuk itik lokal. Perkembangan ini ditandai dengan meningkatnya permintaan telur konsumsi maupun
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong.
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Ayam kampung dikenal sebagai jenis unggas yang mempunyai sifat dwi fungsi, yaitu sebagai ayam petelur dan ayam potong. Wahju (2004) yang menyatakan bahwa Ayam
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking
TINJAUAN PUSTAKA Itik Peking Itik peking adalah itik yang berasal dari daerah China. Setelah mengalami perkembangan di Inggris dan Amerika Serikat, itik ini menjadi popular. Itik peking dapat dipelihara
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Meningkatnya kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Meningkatnya kesadaran masyarakat tentang kebutuhan gizi menyebabkan peningkatan permintaan protein hewani seperti telur, susu, dan daging. Telur merupakan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. aaaaapuyuh secara ilmiah dikelompokkan dalam kelas Aves, ordo Galliformes,
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Puyuh Jantan aaaaapuyuh secara ilmiah dikelompokkan dalam kelas Aves, ordo Galliformes, sub ordo Phasianoide, famili Phasianidae, sub famili Phasianinae, genus Coturnix,
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Burung Puyuh Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama kali diternakkan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh Puyuh (Coturnix coturnix japonica) merupakan salah satu ternak unggas yang mempunyai potensi besar untuk dibudidayakan karena dalam pemeliharaannya tidak membutuhkan area
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan peternakan dari tahun ke tahun semakin pesat dengan meningkatnya kebutuhan protein hewani bagi masyarakat. Salah satu produk hasil peternakan yang paling disukai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mengandung protein dan zat-zat lainnya seperti lemak, mineral, vitamin yang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam merupakan salah satu daging yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat, karena banyak mengandung protein dan zat-zat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Ransum Ransum penelitian disusun berdasarkan rekomendasi Leeson dan Summers (2005) dan dibagi dalam dua periode, yakni periode starter (0-18 hari) dan periode finisher (19-35
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN TINGKAT PROTEIN DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR PUYUH (Coturnix-coturnix japonica)
PENGARUH PEMBERIAN TINGKAT PROTEIN DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS TELUR PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) THE INFLUENCE OF THE LEVEL OF PROTEIN IN THE RATIONS ON THE QUALITY OF EGGS QUAIL (Coturnix-coturnix
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler atau yang juga disebut ayam pedaging merupakan salah satu unggas yang sangat efisien dalam menghasilkan daging dan digemari oleh masyarakat Indonesia
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Konsumsi Pakan
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang adalah salah satu kebutuhan penting dalam peternakan. Fungsi utama kandang adalah untuk menjaga supaya ternak tidak berkeliaran dan memudahkan pemantauan
Lebih terperinciBAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7.
22 A. Kecernaan Protein Burung Puyuh BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Nilai Kecernaan Protein
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak puyuh mempunyai potensi yang tinggi untuk dikembangkan baik sebagai penghasil telur maupun penghasil daging. Menurut Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Bobot Telur. telur dihasilkan bobot telur berkisar antara 55,73-62,58 gram.
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh terhadap Bobot Telur Hasil penelitian mengenai penggunaan grit dan efeknya terhadap bobot telur dihasilkan bobot telur berkisar antara 55,73-62,58 gram. Hasil rataan
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. dengan menggunakan bahan pakan sumber kalsium (ISA, 2009). kerabang maka kalsium dapat diserap sampai 72% (Oderkirk, 2001).
II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Mineral 2.1.1. Kalsium Kalsium merupakan golongan mineral yang dibutuhkan oleh ayam petelur untuk pembentukan kerabang telur dan pemenuhan akan zat ini tidak cukup
Lebih terperinci1. PENDAHULUAN. Telur itik adalah salah satu pilihan sumber protein hewani yang memiliki rasa
1 1. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Telur itik adalah salah satu pilihan sumber protein hewani yang memiliki rasa yang lezat, mudah dicerna, bergizi tinggi, dan harganya relatif murah sehingga
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau
I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Daging unggas adalah salah jenis produk peternakan yang cukup disukai oleh masyarakat. Harga yang relatif terjangkau membuat masyarakat atau konsumen lebih banyak memilih
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. tercapainya kecukupan gizi masyarakat (Sudaryani, 2003). Telur sebagai sumber
7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Telur Itik Tegal Telur merupakan produk peternakan yang memberikan sumbangan terbesar bagi tercapainya kecukupan gizi masyarakat (Sudaryani, 2003). Telur sebagai sumber
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16
16 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dengan judul Pengaruh Penambahan Aditif Cair Buah Naga Merah (Hylocereus polyrhizus) terhadap Performa Burung Puyuh Betina Umur 16-50 Hari dilaksanakan pada bulan
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan
13 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian tentang pengaruh penggunaan tepung limbah kecambah kacang hijau terhadap bobot relatif dan panjang organ pencernaan itik Magelang jantan dilaksanakan pada tanggal
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. dengan kaidah-kaidah dalam standar peternakan organik. Pemeliharaan
21 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemeliharaan Semiorganik Pemeliharaan hewan ternak untuk produksi pangan organik merupakan bagian yang sangat penting dari unit usaha tani organik dan harus dikelola sesuai
Lebih terperinciMATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Materi Ternak Kandang Peralatan dan Perlengkapan Pakan dan Air Minum
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Pemeliharaan puyuh dilaksanakan di Kandang C, Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Unggas dan pengambilan data dilakukan di Laboratorium Nutrisi Ternak Unggas, Departemen
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Peking Itik Peking merupakan itik tipe pedaging yang termasuk dalam kategori unggas air yang cocok untuk dikembangbiakkan di Indonesia. Sistem pemeliharaan itik Peking
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur merupakan ternak unggas petelur yang banyak dikembangkan di Indonesia. Strain ayam petelur ras yang dikembangkan di Indonesia antara lain Isa Brown,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk.
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kelinci New Zealand White Kelinci New Zealand White berasal dari Amerika. Menurut Tambunan dkk. (2015) kelinci dapat mengubah dan memanfaatkan bahan pakan kualitas rendah
Lebih terperinciBAB III METODE PENELITIAN. Alat yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Alat yang Digunakan dalam Penelitian.
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di Desa Dutohe Barat Kecamatan Kabila Kabupaten Bone Bolango. Lama penelitian berlangsung selama 3 bulan dari
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Keadaan Umum Kampung Teras Toyib Desa Kamaruton
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Kampung Teras Toyib Desa Kamaruton Desa Kamaruton adalah salah satu bagian dari Kecamatan Lebak Wangi, yang berbatasan dengan desa Teras Bendung di sebelah utara
Lebih terperinciPengaruh Suplementasi Selenium Organik (Se) dan Vitamin E terhadap Performa Itik Pegagan
Jurnal Peternakan Sriwijaya Vol. 4, No. 1, Juni 2015, pp. 28-34 ISSN 2303 1093 Pengaruh Suplementasi Selenium Organik (Se) dan Vitamin E terhadap Performa Itik Pegagan F.N.L. Lubis *, R. Alfianty, & E.
Lebih terperinciPEMBERIAN JUS BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP KUALITAS FISIK TELUR BURUNG PUYUH SKRIPSI. Oleh ARIF PUJIYONO
PEMBERIAN JUS BUAH NAGA MERAH (Hylocereus polyrhizus) TERHADAP KUALITAS FISIK TELUR BURUNG PUYUH SKRIPSI Oleh ARIF PUJIYONO PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
Lebih terperinciIII BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Ayam petelur yang digunakan adalah ayam petelur yang berumur 27
17 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1. Bahan Penelitian dan Peralatan Penelitian 3.1.1. Ternak Percobaan Ayam petelur yang digunakan adalah ayam petelur yang berumur 27 minggu sebanyak 90 ekor dengan
Lebih terperinciPENGARUH PEMBERIAN PAKAN BEBAS PILIH (Free choice feeding) TERHADAP PERFORMANS AWAL PENELURAN BURUNG PUYUH (Coturnix coturnix japonica)
Animal Agricultural Journal, Vol. 1. No. 1, 2012, p 23 32 Online at : http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/aaj PENGARUH PEMBERIAN PAKAN BEBAS PILIH (Free choice feeding) TERHADAP PERFORMANS AWAL PENELURAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. yaitu tipe pedaging, tipe petelur dan tipe dwiguna. Ayam lokal yang tidak
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Lokal Persilangan Ayam lokal merupakan ayam hasil domestikasi dari ayam hutan (Gallus gallus). Jenis-jenis ayam lokal di Indonesia sangat beragam, baik ayam lokal asli
Lebih terperinciGambar 1. Struktur Telur (Romanoff dan Romanoff, 1963)
TINJAUAN PUSTAKA Struktur dan Komposisi Telur Telur merupakan bahan pangan yang sempurna, karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap bagi pertumbuhan mahluk hidup baru. Protein yang terdapat pada telur
Lebih terperinciKAJIAN KEPUSTAKAAN. pertama kali diternakkan di Amerika Serikat pada tahun 1870.
7 II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Puyuh Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama kali
Lebih terperinciSeminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2004
PENGARUH PROTEIN RANSUM PADA FASE PRODUKSI TELUR II (UMUR 52 64 MINGGU) TERHADAP KUALITAS TELUR TETAS DAN PERTUMBUHAN ANAK ITIK TEGAL SAMPAI UMUR SATU MINGGU (Effects of Protein Ratio a Phase II of Eggs
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan tempat asal dari itik ini. Itik Tegal memiliki kelebihan dibanding
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Tegal Itik Tegal (Anas javanica) merupakan itik yang berasal dari Tegal yang merupakan tempat asal dari itik ini. Itik Tegal memiliki kelebihan dibanding dengan unggas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. untuk mensejahterakan kehidupan makhluknya termasuk manusia agar dapat
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Itik merupakan salah satu jenis ternak unggas yang diciptakan Allah SWT untuk mensejahterakan kehidupan makhluknya termasuk manusia agar dapat dimanfaatkan baik dari
Lebih terperinci