BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Rasio Kelamin Ikan Nilem Penentuan jenis kelamin ikan dapat diperoleh berdasarkan karakter seksual primer dan sekunder. Pemeriksaan gonad ikan dilakukan dengan mengamati perbedaan ciri-ciri morfologi ikan nilem jantan dan betina (seksual sekunder), akan tetapi permeriksaan ini hanya dapat dilakukan pada ikan dewasa berumur lebih dari 6 bulan, sehingga proses pengamatan dilakukan secara histologis yaitu dengan membedah tubuh ikan untuk memperoleh gonad dan untuk selanjutnya diidentifikasi (seksual primer). Gonad ikan nilem berjumlah sepasang, terletak disebelah atas gelembung renang. Bentuknya memanjang dan bermuara dilubang genital, gonad pada ikan nilem muda berukuran sangat kecil dan menyerupai benang tipis. Untuk memperoleh gonad ikan langkah pertama yang dilakukan yaitu ikan dimatikan terlebih dahulu dengan cara merusak bagian otak ikan menggunakan jarum, selanjutnya ikan dibedah menggunakan gunting serta pisau bedah dimulai dari bagian lubang genital melengkung keatas sampai menuju bagian tubuh dibawah sirip pectoral, selanjutnya isi bagian perut dikeluarkan secara hati-hati sehingga gonad mudah untuk diambil, seperti yang terlihat pada lampiran 12 dan gambar 6 berikut : Gambar 6. Hasil Pembedahan Tubuh Ikan Nilem dalam Proses Tahapan Identifikasi Gonad; (Panah menunjukan Letak Posisi Gonad Ikan) 25

2 26 Hasil pengamatan gonad ikan jantan memperlihatkan adanya bakal testis yang tampak seperti titik-titik berwarna merah yang tersebar merata (Gambar 7). Sedangkan pada gonad ikan betina memperlihatkan adanya bakal testis yang tampak seperti bulatan telur dengan ukuran yang berbeda-beda (Gambar 8). Selain gonad ikan jantan dan betina, ditemukan juga gonad ikan yang tidak terdiferensiasi (interseks) dimana pada gonad ini sel bakal sperma dan sel bakal telur ditemukan secara bersamaan dalam satu kantung gonad (Gambar 9). Gambar 7. Sel Bakal Sperma dalam Histologi Gonad Ikan Nilem Jantan dengan Perbesaran 400X (Pewarnaan Asetokarmin) Gambar 8. Sel Bakal Telur dalam Histologi Gonad Ikan Nilem Betina dengan Perbesaran 400X (Pewarnaan Asetokarmin)

3 27 Gambar 9. Histologi Gonad Ikan Nilem yang tidak Terdiferensiasi (Interseks), dengan Perbesaran 400X (Pewarnaan Asetokarmin); a : Sel Bakal Sperma dan b : Sel Bakal Telur Berdasarkan data hasil pengamatan rata-rata gonad ikan betina tertinggi didapatkan pada perlakuan non MT dan non TTS/K- (perlakuan A) yaitu sebesar 40,47%, diikuti dengan non MT dan TTS 9% (perlakuan C) sebesar 24,76%, MT dan non TTS/K+ (perlakuan B) sebesar 18,79%, MT dan TTS 3% (perlakuan D) sebesar 14,03%, MT dan TTS 6% (perlakuan E) sebesar 13,33% dan nilai terendah dihasilkan pada perlakuan MT dan TTS 9% (perlakuan F). Adanya peningkatan konsentrasi pemberian TTS menunjukan adanya pengaruh negatif terhadap rata-rata persentase gonad ikan betina (Gambar 10). Perbandingan ikan nilem betina dan jantan dalam satu indukan pada umumnya menghasilkan ikan betina yang lebih banyak dibandingkan dengan ikan jantan dengan perbandingan ikan betina dan jantan yaitu 62:38 (Subagja 2006). Adanya pemberian hormon sintetik dengan konsentrasi yang tidak sesuai dapat meningkatkan populasi ikan betina, hal ini disebabkan oleh effect paradoxial yaitu proses pembalikan kelamin yang terjadi dimana terhentinya sintesis hormon testosteron didalam aromatase inhibin yang diakibatkan oleh interpensi hormon berlebihan. Pada penelitian ini tidak ditemukan adanya effect paradoxial. Data menunjukan persentase ikan betina tertinggi dihasilkan pada perlakuan A (kontrol negatif/k-) yaitu sebesar 40,47%, sedangkan persentase terendah dihasilkan pada perlakuan dengan konsentrasi tertinggi yaitu perlakuan E (MT dan TTS 6%) dan perlakuan F (MT dan TTS 9%) sebesar

4 28 4,45%. Hal ini menunjukan konsentrasi yang digunakan masih berada dibawah ambang batas terjadinya effect paradoxial. Selain gonad ikan jantan dan betina, ditemukan adanya gonad ikan interseks dengan nilai tertinggi berturut-turut pada perlakuan MT dan non TTS (perlakuan B), MT dan TTS 3% (perlakuan D), MT dan TTS 6% (perlakuan E) serta MT dan TTS 9% (perlakuan F) yaitu sebesar 15,89%, 13,67%, 4,44% dan 4,44%. Sedangkan perlakuan non MT dan non TTS (kontrol negatif/k-) dan perlakuan non MT dan TTS 9% tidak ditemukan adanya ikan interseks (Gambar 10 dan Lampiran 6). a a a a b b Gambar 10. Histogram Persentase Ikan Jantan, Betina dan Interseks hasil Penelitian Adanya ikan interseks kemungkinan disebabkan kandungan hormon MT dan TTS belum mampu mengalihkan kelamin ikan menjadi jantan sehingga proses diferensiasi gonad tidak sempurna, pemberian hormon steroid dengan konsentrasi yang rendah menyebabkan terbentuknya individu interseks. Hal ini disebabkan ketidakmampuan fungsional dari steroid eksogenous yang dihasilkan oleh jaringan-jaringan dalam tubuh serta sifat genetis internal serta aktivitasaktivitas fisiologis dalam tubuh, dan bahkan dapat menyebabkan timbulnya efekefek yang bersifat patologis pada perkembangan gonad (Devlin dan Nagahama 2002). Sebaliknya konsentrasi yang terlalu tinggi akan menyebabkan efek kebalikan dari individu yang diharapkan dan terbentuknya individu steril (Yamazaki 1983). Seiring dengan meningkatnya konsentrasi MT dan TTS

5 29 menunjukan kecenderungan rata-rata ikan interseks semakin menurun hal ini mengindikasikan adanya efektivitas pemberian MT dan TTS dari perlakuan yang diberikan. Hasil pengamatan persentase kelamin ikan nilem jantan menunjukan perlakuan dengan perendaman 17α-Methiltestosteron sebanyak 400µg L -1 selama 8 jam yang dikombinasikan dengan pemberian tepung testis sapi sebanyak 9% (perlakuan F) menghasilkan persentase kelamin ikan jantan tertinggi yaitu sebesar 82,98% sedangkan persentase ikan jantan terendah dihasilkan dari perlakuan A (kontrol negatif/k-) yaitu sebesar 59,52%. Hasil analisis statistik menunjukan perlakuan non MT dan non TTS (K-), non MT dan TTS 9%, MT dan non TTS (K+) serta MT dan TTS 3% terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05) dengan perlakuan MT dan TTS 6% serta perlakuan MT dan TTS 9%. Perlakuan dengan kombinasi antara perendaman MT dan pemberian TTS dengan konsentrasi 3%, 6%, dan 9% berturut-turut menghasilkan persentase ikan nilem jantan sebanyak 72,30%, 82,22%, dan 82,98%, nilai ini lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan A (kontrol negatif/k-) yaitu sebesar 59,52%. Sedangkan pada perlakuan tanpa kombinasi seperti MT dan non TTS (kontrol negatif/k+) menghasilkan persentase ikan jantan sebesar 65,29%, dan non MT dan TTS 9% sebesar 75,23%. Data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2 berikut : Tabel 2. Rata-rata Persentase (%) Kelamin Ikan Nilem Jantan di Akhir Penilitian Perlakuan Persentase (%) Ikan Jantan non MT & non TTS (K-) : A MT & non TTS (K+) : B non MT & TTS 9% : C MT & TTS 3% : D MT & TTS 6% : E MT & TTS 9% : F 59,52 ± 4,34 a 65,29 ± 4,75 a 75,23 ± 13,50 a 72,30 ± 5,21 a 82,22 ± 7,70 b 82,98 ± 9,49 b Keterangan : Angka yang diingkuti dengan huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata (P 0,05); rata-rata ± SD Dari data tersebut dapat dinyatakan bahwa persentase kelamin ikan jantan semakin meningkat seiiring dengan peningkatan konsentrasi pemberian TTS, hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Muslim dkk. (2011a)

6 30 kecenderungan semakin tinggi konsentrasi pemberian TTS, maka persentase ikan jantan semakin meningkat. Tingginya persentase ikan jantan pada perlakuan non MT dan TTS 9% dibandingkan dengan perlakuan MT dan non TTS (kontrol negatif/k+) menunjukan adanya perbedaan pengaruh dari metode yang dilakukan dan jenis hormon yang digunakan. Menurut Hunter dan Donaldson (1983) faktor yang mempengaruhi keberhasilan sex reversal adalah ukuran, spesies ikan, genetik, jenis dan konsentrasi hormon yang digunakan, cara pemberian serta lama waktu pemberian. Data menunjukan bahwa pemberian TTS 9% menghasilkan persentase ikan jantan lebih besar dibandingkan dengan perlakuan pemberian hormon MT (400µg L -1 ). Tepung testis sapi (TTS) merupakan senyawa bahan alami yang memiliki kandungan testosteron, pemberian secara berkesinambungan pada larva ikan nilem mampu untuk mengalihkan kelamin ikan menjadi jantan selain itu TTS mudah dicerna oleh ikan sehingga penyerapannya mudah diterima oleh tubuh ikan, sedangkan penggunaan hormon steroid melalui perendaman (dipping) harus terlebih dahulu mengetahui konsentrasi serta lama waktu perendaman yang tepat untuk dapat menghasilkan persentase ikan jantan yang optimal, disebabkan hormon MT merupakan senyawa sintetik yang molekulnya sudah dimodifikasi agar tahan lama di dalam tubuh. Proses penyerapan hormon MT dengan metode perendaman diduga terjadi melalui proses difusi, dimana konsentrasi hormon didalam media pemeliharaan lebih tinggi dibandingkan cairan tubuh pada ikan sehingga menyebabkan terjadinya proses difusi (Arfah dkk 2002). Berbeda dengan proses penyerapan pemberian TTS yang dilakukan secara oral melalui pakan, hormon yang terkadung diserap secara langsung oleh sistem organ dalam tubuh ikan. Pemberian TTS dilakukan selama masa diferensiasi seks, penyerapan kandungan nutrisi TTS berkesinambungan seiiring dengan pemberian pakan sehingga dapat mengubah arah perkembangan kelamin kearah jantan secara sempurna. Tingginya persentase ikan nilem jantan yang dihasilkan dalam penelitian ini disebabkan oleh komposisi hormon yang

7 31 terdapat dalam MT dan TTS sesuai, juga waktu pemberian yang tepat yaitu pada saat periode diferensiasi seks. 4.2 Kelangsungan Hidup Ikan Kelangsungan hidup merupakan parameter penting dalam pemeliharaan ikan uji hasil sex reversal sehingga dapat diketahui hasil akhir dari pemberian berbagai konsentrasi perlakuan terhadap ikan uji. Rata-rata kelangsungan hidup selama pemeliharaan yang mendapat perlakuan perendaman hormon MT selama 8 jam dan pemberian TTS sebanyak 3% (perlakuan D) menghasilkan nilai tertinggi yaitu sebesar 59,3%, diikuti oleh perlakuan MT dan non TTS/K+ (perlakuan B) sebesar 23,3%, non MT dan non TTS (perlakuan A) sebesar 47,3%, non MT dan TTS 9% (perlakuan C) sebesar 47,3%, sedangkan rata-rata kelangsungan hidup terendah dihasilkan dari perlakuan MT dan TTS 6% (perlakuan E) serta MT dan TTS 9% (perlakuan F) sebesar 46,0%. Tingkat kelangsungan hidup pada setiap perlakuan tidak berbeda nyata (P<0,05), seperti pada gambar 11 berikut : Gambar 11. Rata-rata Kelangsungan Hidup Ikan (%), setiap Perlakuan selama Pemeliharaan. Pada akhir penelitian data menunjukan kelangsungan hidup ikan sangat rendah berkisar 47-59%. Rendahnya derajat kelangsungan hidup di akhir penelitian diduga selain dari faktor lingkungan kematian ikan disebabkan juga

8 32 oleh faktor genetik yaitu pengaruh hormon yang diberikan, seperti yang diungkapkan oleh Hunter dan Donaldson (1983), yang menyatakan bahwa pemberian hormon dengan konsentrasi yang tidak sesuai dapat menyebabkan tingkat kematian yang tinggi atau ikan steril (hermafrodit). Penggunaan hormon MT dalam penelitian ini yaitu pada tahap perendaman embrio fase bintik mata kemungkinan mempengaruhi kelangsungan hidup ikan, hal ini diduga adanya tekanan fisiologi terhadap ikan yang diberikan perlakuan, dikarenakan ikan uji masih dalam fase embriogenesis sehingga kondisi fisiologisnya masih lemah. Adapun kecenderungan ikan yang hidup setelah penetasan telur berada dalam keadaan ketidakmampuan fungsional dari steroid eksogenous yang dihasilkan oleh jaringan-jaringan tubuh ikan yang disebabkan dari interpensi hormon MT yang diberikan pada fase pembentukan otak dan mata (fase bintik mata), sehingga proses tumbuh dan berkembangnya organ tubuh ikan terhambat dan pada akhirnya mengalami kematian. Sedangkan perlakuan dengan pemberian TTS terhadap tingkat kelangsungan hidup cenderung tidak mempengaruhi kelangsungan hidup ikan selama pemeliharaan, menurut Muslim dkk. (2011a) TTS merupakan bahan alami yang tidak mudah larut, disukai oleh larva, mengandung nutrisi tinggi, tidak menurunkan kualitas air dan mudah dalam penyimpanan. Keadaan ini sesuai dan menyatakan bahwa pemberian TTS tidak mempengaruhi kelangsungan hidup ikan (Survival Rate) yang diberi perlakuan. 4.3 Pertumbuhan Ikan Parameter pertumbuhan diamati untuk mengetahui kondisi fisiologis ikan uji selama pemeliharaan. Pengukuran laju pertumbuhan ikan uji selama pemeliharaan dilakukan berdasarkan pertambahan bobot tubuh ikan. Data hasil pengamatan pertumbuhan ikan uji menunjukan adanya perbedaan nyata (P>0,05) dari setiap perlakuan (Tabel 3). Rata-rata bobot tertinggi dihasilkan pada kombinasi perlakuan MT dan TTS 9% (perlakuan F), sedangkan rata-rata bobot terendah dihasilkan oleh perlakuan non MT dan non TTS (perlakuan A).

9 33 Tabel 3. Rata-rata Pertumbuhan Ikan Nilem berdasarkan Pertambahan Bobot setiap Perlakuan di Akhir Penelitian Perlakuan Pertambahan bobot non MT & non TTS (K-) : A MT & non TTS (K+) : B non MT & TTS 9% : C MT & TTS 3% : D MT & TTS 6% : E MT & TTS 9% : F 0,95 ± 0,16 a 1,08 ± 0,23 ab 1,81 ± 0,09 c 1,13 ± 0,18 ab 1,29 ± 0,14 b 1,84 ± 0,03 c Keterangan : Angka yang diingkuti dengan huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata (P 0,05); rata-rata ± SD Hasil analisis data secara statistik menunjukan pertambahan bobot ikan uji cenderung meningkat dengan semakin tingginya konsentrasi TTS yang diberikan. Pada perlakuan MT dan TTS 9% (perlakuan F) pertambahan bobot ikan uji rata-rata sebesar 1,84%, non MT dan TTS 9% sebesar 1,81%, MT dan TTS 6% sebesar 1,29% dan MT dan TTS 3% sebesar 1,13% (Lampiran 9). Data menunjukan bahwa perlakuan antara non MT dan TTS 9% (perlakuan C) serta perlakuan yang dikombinasikan MT dan TTS 9% (perlakuan F) menghasilkan rata-rata yang paling signifikan dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (perlakuan A, B, D, dan E). Pada perlakuan kombinasi MT dan TTS 6% (perlakuan E) menunjukan perbedaan nyata dengan perlakuan non MT dan non TTS (perlakuan A/K-), sedangkan pada perlakuan kombinasi lainnya yaitu MT dan TTS 3% (perlakuan D) mununjukan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata dengan perlakuan lainnya (perlakuan A, B dan C). Berdasarkan hasil analisis deviasi mengenai rentang data keseragaman setiap perlakuan menunjukan hasil yang paling efektif didapatkan pada perlakuan MT dan TTS 9% sebesar 0,03 sedangkan nilai terendah dihasilkan pada perlakuan MT dan non TTS yaitu sebesar 0,23. Adanya nilai standar deviasi tersebut menunjukan tingkat keseragaman pertumbuhan pada setiap perlakuan, semakin rendah nilai deviasi maka tingkat keseragaman pertumbuhan ikan semakin merata.

10 34 Tingginya laju pertumbuhan perlakuan dengan pemberian TTS disebabkan TTS merupakan bahan alami yang kaya akan nutrisi yaitu kandungan senyawa protein yang cukup tinggi sebesar 76,26%. Senyawa protein ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan panjang tubuh maupun bobot ikan. Menurut Yamazaki (1983) pemberian pakan yang mengandung hormon metiltestosteron, dapat meningkatkan daya cerna dan laju penyerapan nutrient sehingga pertumbuhan meningkat. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ikan yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor eksternal antara lain kualitas air khususnya suhu air, nutrisi khususnya protein, dan faktor internal antara lain genetik (Dunham 2004). Salah satu faktor eksternal pada penelitian ini yaitu pemberian TTS pada ikan uji. 4.4 Kualitas Air Parameter kualitas air yang diamati selama penelitian meliputi suhu, ph, serta kandungan oksigen terlarut (DO). Hasil pengukuran yang diperoleh selama pemeliharaan memperlihatkan bahwa kisaran suhu masih berada pada batas normal yaitu berkisar C; derajat keasaman (ph) berkisar 6,00-8,00 ppm; serta rataan DO berkisar 4,01-6,13 (Tabel 4). Kualitas air dan media pemeliharaan ikan selama pemeliharaan berlangsung sudah sesuai dengan standar kualitas air untuk kebutuhan ikan sehingga tidak mempengaruhi kelangsungan hidup ikan nilem. Tabel 4. Kualitas Air selama Pemeliharaan Perlakuan Parameter yang diamati Suhu ( C) DO(ppm) ph non MT & non TTS : A ,02 6, MT & non TTS (K+) : B ,05 5, non MT & TTS 9 % (K-) : ,97 6, MT & TTS 3% : D ,10 5,80 6 7,5 MT & TTS 6% : E ,90 6, MT & TTS 9% : F ,20 5, Standar (1) 5-6 (2) 6,7-8,6 (3) Keterangan : (1) Asnawi (1983), (2) Willoughby (1999) dan (3) Susanto (2001)

11 35 Hasil pengukuran kualitas air selama pemeliharaan memperlihatkan kisaran suhu, DO, dan ph sesuai dengan standar kualitas air untuk pemeliharaan ikan nilem, hal ini berdasarkan penelitian sebelumnya dan data menunjukan kualitas air selama pemeliharaan berada pada kondisi baik untuk kelangsungan hidup ikan nilem. Parameter suhu pada perlakuan menunjukan kisaran C, adanya penggunaan heater yang dilengkapi thermostat untuk memanipulasi suhu lingkungan belum dapat menghasilkan suhu yang relatif stabil hal ini dikarenakan adanya fluktuasi suhu yang drastis terutama pada siang dan malam hari. Adapun kandungan oksigen terlarut (DO) pada media pemeliharaan yaitu pada kisaran 3,90 6,12 ppm, sedangkan optimalnya 5 6 ppm (Willoughby 1999), diduga rendahnya kandungan oksigen terlarut disebabkan oleh pemberian pakan yang berlebih serta sisa metabolisme ikan selama pemeliharaan. Pengecekan kualitas air dari sisa pakan yang tidak dimakan maupun feses ikan dilakukan setiap 3 hari sekali, yaitu dengan cara air disipon sampai bersih atau bila perlu dikuras habis dan selanjutnya dilakukan penggantian air. Derajat keasaaman (ph) menunjukan kisaran yang masih dapat ditolerir yaitu 6 8, sedangkan optimalnya pada kisaran 6,7 8,6. Parameter lain yang tidak diamati pada penelitian ini yaitu kandungan amoniak, namun berdasarkan Rizaldy (2013) kandungan amoniak yang terdapat dilokasi penelitian Hatchery Ciparanje adalah 0,0015-0,0145 ppm, sedangkan konsentrasi amoniak yang dapat ditolerir oleh larva nilem kurang dari 0,03 ppm (Muntilan 2007). Hal ini menunjukan bahwa kandungan amoniak tidak mempengaruhi kelangsungan hidup serta laju pertumbuhan ikan uji.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Derajat Kelangsungan Hidup (SR) Perlakuan Perendaman (%) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil yang diperoleh pada penelitian ini meliputi persentase jenis kelamin jantan rata-rata, derajat kelangsungan hidup (SR) rata-rata setelah perlakuan perendaman dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Persentase Ikan Jantan Salah satu faktor yang dapat digunakan dalam mengukur keberhasilan proses maskulinisasi ikan nila yaitu persentase ikan jantan. Persentase jantan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Derajat Penetasan Telur Hasil perhitungan derajat penetasan telur berkisar antara 68,67-98,57% (Gambar 1 dan Lampiran 2). Gambar 1 Derajat penetasan telur ikan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. perkawinan. Proses perkawinan biasanya terjadi pada malam hari atau menjelang

II. TINJAUAN PUSTAKA. perkawinan. Proses perkawinan biasanya terjadi pada malam hari atau menjelang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sifat Seksualitas Lobster Air Tawar Pada umumnya lobster air tawar matang gonad pada umur 6 sampai 7 bulan. Setelah mencapai umur tersebut, induk jantan dan betina akan melakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp.

TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan nila merah Oreochromis sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Karakteristik ikan nila merah Oreochromis sp. Ikan nila merupakan ikan yang berasal dari Sungai Nil (Mesir) dan danaudanau yang berhubungan dengan aliran sungai itu. Ikan nila

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan guppy adalah salah satu sumber devisa bagi Indonesia. Berdasarkan data

I. PENDAHULUAN. Ikan guppy adalah salah satu sumber devisa bagi Indonesia. Berdasarkan data I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan guppy adalah salah satu sumber devisa bagi Indonesia. Berdasarkan data profil pembudidaya di tingkat internasional, Indonesia baru dapat memenuhi pangsa pasar ikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. yang sudah dikenal luas dan termasuk komoditas ekspor. Kelebihan ikan guppy

I. PENDAHULUAN. yang sudah dikenal luas dan termasuk komoditas ekspor. Kelebihan ikan guppy I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan guppy (Poecillia reticulata) merupakan salah satu jenis ikan hias air tawar yang sudah dikenal luas dan termasuk komoditas ekspor. Kelebihan ikan guppy diantaranya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Budidaya monoseks sudah umum dilakukan pada budidaya ikan. (Beardmore et al, 2001; Devlin and Nagahama, 2002; Gomelsky, 2003), dan

I. PENDAHULUAN. Budidaya monoseks sudah umum dilakukan pada budidaya ikan. (Beardmore et al, 2001; Devlin and Nagahama, 2002; Gomelsky, 2003), dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Budidaya monoseks sudah umum dilakukan pada budidaya ikan (Beardmore et al, 2001; Devlin and Nagahama, 2002; Gomelsky, 2003), dan upaya tersebut sudah umum dilakukan dalam

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

METODE PENELITIAN. Budidaya Perairan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. III. METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitan ini dilaksanakan pada bulan November 2014 sampai bulan Januari 2015 bertempat di Desa Toto Katon, Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Ikan nila

TINJAUAN PUSTAKA Ikan nila 6 TINJAUAN PUSTAKA Ikan nila Ikan nila (Oreochromis niloticus) termasuk dalam family Chiclidae. Ciri yang spesifik pada ikan nila adalah adanya garis vertikal berwarna gelap di tubuh berjumlah 6-9 buah

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Dari penelitian maskulinisasi ikan nila dengan perendaman dalam ekstrak purwoceng diperoleh data utama berupa data persentase ikan nila jantan, kelangsungan hidup, dan pertumbuhan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nilem (Osteochilus hasselti) termasuk kedalam salah satu komoditas budidaya yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan bahwa ikan nilem

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jenis Kelamin Belut Belut sawah merupakan hermaprodit protogini, berdasarkan Tabel 3 menunjukkan bahwa pada ukuran panjang kurang dari 40 cm belut berada pada

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil pengamatan kelangsungan hidup larva ikan Nilem selama 15 hari dengan pemberian Artemia yang diperkaya dengan susu bubuk afkir 0,3 g/l, 0,5 g/l,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hepatosomatic Index Hepatosomatic Indeks (HSI) merupakan suatu metoda yang dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi dalam hati secara kuantitatif. Hati merupakan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS MADU TERHADAP PENGARAHAN KELAMIN IKAN GAPI (Poecilia reticulata Peters)

EFEKTIVITAS MADU TERHADAP PENGARAHAN KELAMIN IKAN GAPI (Poecilia reticulata Peters) Jurnal Akuakultur Indonesia, 6(2): 155 160 (2007) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 155 EFEKTIVITAS MADU TERHADAP PENGARAHAN KELAMIN IKAN GAPI

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. : Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j : Rata-rata umum : Pengaruh perlakuan ke-i. τ i

METODE PENELITIAN. : Nilai pengamatan perlakuan ke-i, ulangan ke-j : Rata-rata umum : Pengaruh perlakuan ke-i. τ i 13 METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Lab. KESDA provinsi DKI Jakarta (analisis kandungan senyawa aktif, Pimpinella alpina), Lab. Percobaan Babakan FPIK (pemeliharaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Fisiologi Hewan Air Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, pada bulan Maret 2013 sampai dengan April 2013.

Lebih terperinci

PENGARUH UMUR LARVA IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PEMBENTUKAN SEL KELAMIN JANTAN RINDHIRA HUMAIRANI Z¹, ERLITA¹

PENGARUH UMUR LARVA IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PEMBENTUKAN SEL KELAMIN JANTAN RINDHIRA HUMAIRANI Z¹, ERLITA¹ PENGARUH UMUR LARVA IKAN NILA (OREOCHROMIS NILOTICUS) TERHADAP TINGKAT KEBERHASILAN PEMBENTUKAN SEL KELAMIN JANTAN RINDHIRA HUMAIRANI Z¹, ERLITA¹ ¹Dosen Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Nilem (Osteochilus hasselti ) Taksonomi ikan nilem berdasarkan klasifikasi yang disusun oleh Saanin (1984) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia Phylum : Chordata

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pemeliharaan Induk Teknik Pemijahan ikan lele sangkuriang dilakukan yaitu dengan memelihara induk terlebih dahulu di kolam pemeliharaan induk yang ada di BBII. Induk dipelihara

Lebih terperinci

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were.

II. METODOLOGI. a) b) Gambar 1 a) Ikan nilem hijau ; b) ikan nilem were. II. METODOLOGI 2.1 Materi Uji Sumber genetik yang digunakan adalah ikan nilem hijau dan ikan nilem were. Induk ikan nilem hijau diperoleh dari wilayah Bogor (Jawa Barat) berjumlah 11 ekor dengan bobot

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 15 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ini dilakukan pada 8 induk ikan Sumatra yang mendapat perlakuan. Hasil penelitian ini menunjukan Spawnprime A dapat mempengaruhi proses pematangan akhir

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk mengetahui toleransi dan kemampuan ikan untuk hidup dan dinyatakan sebagai perbandingan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Indeks Gonad Somatik (IGS) Hasil pengamatan nilai IGS secara keseluruhan berkisar antara,89-3,5% (Gambar 1). Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa bioflok

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian telah dilaksanakan pada bulan April 2013 sampai Mei 2013 dilaksanakan di Hatchery Ciparanje, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Nila Merah Oreochromis sp.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Nila Merah Oreochromis sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Nila Merah Oreochromis sp. Klasifikasi ikan nila merah menurut Anonim (2009) ialah sebagai berikut: Filum : Chordata Sub-filum : Vertebrata Kelas : Osteichthyes Sub-kelas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu :

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. disebut arus dan merupakan ciri khas ekosistem sungai (Odum, 1996). dua cara yang berbeda dasar pembagiannya, yaitu : 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perairan Sungai Sungai adalah suatu perairan yang airnya berasal dari mata air, air hujan, air permukaan dan mengalir secara terus menerus pada arah tertentu. Aliran air

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Ginogenesis Ginogenesis pada penelitian dilakukan sebanyak delapan kali (Lampiran 3). Pengaplikasian proses ginogenesis ikan nilem pada penelitian belum berhasil dilakukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Fekunditas Pemijahan HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Derajat Pemijahan Berdasarkan tingkat keberhasilan ikan lele Sangkuriang memijah, maka dalam penelitian ini dibagi dalam tiga kelompok yaitu kelompok perlakuan yang tidak menyebabkan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi.

BAHAN DAN METODE. 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. III. BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan tempat Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Agustus 2009 di Balai Budidaya Air Tawar (BBAT) Jambi. 3.2 Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan dalam

Lebih terperinci

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(1) :14-22 (2013) ISSN :

Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(1) :14-22 (2013) ISSN : Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 1(1) :14-22 (2013) ISSN : 2303-2960 MASKULINISASI IKAN GAPI (Poecilia reticulata) MELALUI PERENDAMAN INDUK BUNTING DALAM LARUTAN MADU DENGAN LAMA PERENDAMAN BERBEDA Masculinitation

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan biokimia madu dan respons ikan terhadap perendaman madu, chrysin dan kalium

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Kandungan biokimia madu dan respons ikan terhadap perendaman madu, chrysin dan kalium 17 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kandungan biokimia madu dan respons ikan terhadap perendaman madu, chrysin dan kalium Hasil analisis kandungan madu menunjukkan bahwa kadar flavonoid dan kalium tertinggi

Lebih terperinci

Pengaruh Pemberian 17α Metiltestosteron Secara Oral Terhadap Maskulinisasi Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) Menggunakan Jantan Fungsional

Pengaruh Pemberian 17α Metiltestosteron Secara Oral Terhadap Maskulinisasi Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) Menggunakan Jantan Fungsional Jurnal Perikanan Kelautan Vol. VI No. 2 (1)/Desember 2015 (101-106) Pengaruh Pemberian 17α Metiltestosteron Secara Oral Terhadap Maskulinisasi Ikan Nilem (Osteochilus hasselti) Menggunakan Jantan Fungsional

Lebih terperinci

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks

statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin dan tanpa diberi Hubungan kematangan gonad jantan tanpa perlakuan berdasarkan indeks Persentase Rasio gonad perberat Tubuh Cobia 32 Pembahasan Berdasarkan hasil pengukuran rasio gonad dan berat tubuh cobia yang dianalisis statistik menggunakan T-test (α=5%), baik pada perlakuan taurin

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret hingga bulan September 2013 bertempat di Laboratorium Fisisologi Hewan Air dan hatchery Ciparanje

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae

II. TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Kelas : Pisces. Ordo : Ostariophysi. Famili : Clariidae 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Lele Klasifikasi lele menurut SNI (2000), adalah sebagai berikut : Filum: Chordata Kelas : Pisces Ordo : Ostariophysi Famili : Clariidae Genus : Clarias Spesies :

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Pengambilan data penelitian telah dilaksanakan pada bulan Desember 2012 sampai bulan Januari 2013 bertempat di Hatcery Kolam Percobaan Ciparanje

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 23 Februari sampai 11 Maret 2013, di Laboratorium Akuakultur dan untuk pengamatan selama endogenous

Lebih terperinci

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan.

BAHAN DAN METODE. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai tahap pendederan. 12 BAHAN DAN METODE Tempat dan waktu Penelitian dilakukan di Laboratorium Pemuliaan dan Genetika dan kolam percobaan pada Loka Riset Pemuliaan dan Teknologi Budidaya Perikanan Air Tawar, Jl. Raya 2 Sukamandi,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen 19 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil evaluasi terhadap kualitas semen dimaksudkan untuk menentukan kualitas semen yang selanjutnya dapat dijadikan indikator layak atau tidak semen tersebut diproses lebih

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lkan nila merupakan salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi. Ikan nila

I. PENDAHULUAN. lkan nila merupakan salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi. Ikan nila I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang lkan nila merupakan salah satu jenis ikan yang bernilai ekonomis tinggi. Ikan nila berdaging padat, tidak mempunyai banyak duri, mudah disajikan dan mudah didapatkan di

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) Perubahan bobot ikan selama masa pemeliharaan diukur dan dicatat untuk mendapatkan data mengenai laju pertumbuhan

Lebih terperinci

II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Penentuan Betina dan Jantan Identifikasi Kematangan Gonad

II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Penentuan Betina dan Jantan Identifikasi Kematangan Gonad II. METODOLOGI 2.1 Prosedur Pelaksanaan Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah belut sawah (Monopterus albus) yang diperoleh dari pengumpul ikan di wilayah Dramaga. Kegiatan penelitian terdiri

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas ikan-ikan air tawar sejak beberapa waktu lalu sedang naik daun

I. PENDAHULUAN. Komoditas ikan-ikan air tawar sejak beberapa waktu lalu sedang naik daun 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Komoditas ikan-ikan air tawar sejak beberapa waktu lalu sedang naik daun karena memiliki daya tarik yang sangat kuat, salah satu jenisnya adalah lobster air tawar (Cherax

Lebih terperinci

KHAIRUL MUKMIN LUBIS IK 13

KHAIRUL MUKMIN LUBIS IK 13 PEMBENIHAN : SEGALA KEGIATAN YANG DILAKUKAN DALAM PEMATANGAN GONAD, PEMIJAHAN BUATAN DAN PEMBESARAN LARVA HASIL PENETASAN SEHINGGA MENGHASILAKAN BENIH YANG SIAP DITEBAR DI KOLAM, KERAMBA ATAU DI RESTOCKING

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PEMIJAHAN, PENETASAN TELUR DAN PERAWATAN LARVA Pemijahan merupakan proses perkawinan antara induk jantan dengan induk betina. Pembuahan ikan dilakukan di luar tubuh. Masing-masing

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan merupakan alternatif pilihan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan protein. Salah satu komoditas yang menjadi primadona saat ini adalah ikan lele (Clarias sp.). Ikan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil 1 Pertumbuhan benih C. macropomum Grafik pertumbuhan benih C. macropomum yang dihasilkan selama 40 hari pemeliharaan disajikan pada Gambar 3. Gambar 3. Pertumbuhan C.

Lebih terperinci

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih

Gambar 2. Grafik Pertumbuhan benih ikan Tagih BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Laju pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam periode waktu tertentu. Pertumbuhan terkait dengan faktor luar dan dalam

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa pertumbuhan induk ikan lele tanpa perlakuan Spirulina sp. lebih rendah dibanding induk ikan yang diberi perlakuan Spirulina sp. 2%

Lebih terperinci

SEKS REVERSAL PADA IKAN TETRA KONGO STADIA LARVA Sex Reversal on Congo Tetra Fish (Micraleptus intterruptus ) Larvae

SEKS REVERSAL PADA IKAN TETRA KONGO STADIA LARVA Sex Reversal on Congo Tetra Fish (Micraleptus intterruptus ) Larvae Sex Jurnal Reversal Akuakultur pada Indonesia, Ikan Tetra (): Kongo 69 () Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai 69 http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id SEKS REVERSAL PADA IKAN TETRA

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan terhadap ikan didapatkan suatu parameter pertumbuhan dan kelangsungan hidup berupa laju pertumbuhan spesifik, pertumbuhan panjang mutlak dan derajat kelangsungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas

II. TINJAUAN PUSTAKA. Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas 6 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Morfologi Daphnia sp. digolongkan ke dalam Filum Arthropoda, Kelas Crustacea, Subkelas Branchiopoda, Divisi Oligobranchiopoda, Ordo Cladocera, Famili Daphnidae,

Lebih terperinci

3 METODOLOGI PENELITIAN

3 METODOLOGI PENELITIAN 12 3 METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan sejak bulan Maret sampai dengan bulan November 2012 di Instalasi Penelitian Plasma Nutfah Perikanan Air Tawar, Cijeruk, Bogor. Analisis hormon testosteron

Lebih terperinci

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Buah per Tandan. Perkembangan ini dapat dilihat dari beberapa indikator seperti jumlah buah,

HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN. A. Pengamatan Buah per Tandan. Perkembangan ini dapat dilihat dari beberapa indikator seperti jumlah buah, 20 IV. HASIL ANALISIS DAN PEMBAHASAN A. Pengamatan Buah per Tandan Salah satu ciri perkembangan pada buah yang baik yaitu ditentukan bertambahnya volume dan biomassa selama proses tersebut berlangsung.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Tahap I Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian diperoleh data sintasan (Gambar 1), sedangkan rata-rata laju pertumbuhan bobot dan panjang harian benih ikan

Lebih terperinci

HASIL DAN BAHASAN. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai akhir tahap pendederan.

HASIL DAN BAHASAN. Percobaan 1. Pengaruh pemberian bahan aromatase inhibitor pada tiga genotipe ikan nila sampai akhir tahap pendederan. 20 HASIL DAN BAHASAN Hasil penelitian ini dibagi menjadi 2 bagian. Bagian pertama adalah hasil percobaan tahap 1 meliputi nisbah kelamin, bobot individu dan sintasan benih ikan nila sampai umur 95 hari

Lebih terperinci

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi, 1997). Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

PENGARUH DOSIS AKRIFLAVIN YANG DIBERIKAN SECARA ORAL KEPADA LARVA IKAN NILA MERAH (Oreochromis sp.) TERHADAP NISBAH KELAMINNYA

PENGARUH DOSIS AKRIFLAVIN YANG DIBERIKAN SECARA ORAL KEPADA LARVA IKAN NILA MERAH (Oreochromis sp.) TERHADAP NISBAH KELAMINNYA Jurnal Akuakultur Indonesia, 4 (2): 131 17 (2005) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 131 PENGARUH DOSIS AKRIFLAVIN YANG DIBERIKAN SECARA ORAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. salah satu daya pikat dari ikan lele. Bagi pembudidaya, ikan lele merupakan ikan

I. PENDAHULUAN. salah satu daya pikat dari ikan lele. Bagi pembudidaya, ikan lele merupakan ikan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu komoditi ikan yang menjadi primadona di Indonesia saat ini adalah ikan lele (Clarias sp). Rasa yang gurih dan harga yang terjangkau merupakan salah satu daya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo

HASIL DAN PEMBAHASAN. Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo. Tabel 4 Karakteristik fisik reproduksi lele dumbo HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Fisik Reproduksi Lele dumbo Lele dumbo merupakan salah satu jenis ikan konsumsi air tawar yang memiliki bentuk tubuh memanjang, memiliki sungut dengan permukaan tubuh

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. banyak diminati oleh semua kalangan masyarakat. Dapat dikatakan lebih lanjut

I. PENDAHULUAN. banyak diminati oleh semua kalangan masyarakat. Dapat dikatakan lebih lanjut I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki potensi besar sebagai salah satu negara penghasil ikan hias terbesar di dunia. Saat ini permintaan ikan hias tidak hanya berasal

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4 Pengamatan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4 Pengamatan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengamatan Tingkah Laku Ikan Selama Proses Pemingsanan Pengamatan perubahan tingkah laku ikan selama proses pemingsanan dilakukan setiap 15 menit dengan percobaan trial and run

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a b c

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. a b c BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perkembangan Embrio Ikan Nilem Hasil pengamatan embriogenesis ikan nilem, setelah pencampuran sel sperma dan telur kemudian telur mengalami perkembangan serta terjadi fase

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kinerja Induk Parameter yang diukur untuk melihat pengaruh pemberian fitoestrogen ekstrak tempe terhadap kinerja induk adalah lama kebuntingan, dan tingkat produksi anak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan nilem (Osteochilus hasselti) merupakan ikan yang banyak dipelihara di daerah Jawa Barat dan di Sumatera (khususnya Sumatera Barat). Ikan nilem ini mempunyai cita

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Prolarva 4.1.1 Laju Penyerapan Kuning Telur Penyerapan kuning telur pada larva lele dumbo diamati selama 72 jam, dengan rentang waktu pengamatan 12 jam. Pengamatan pada

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) 2.1.1. Klasifikasi Secara biologis ikan lele dumbo mempunyai kelebihan dibandingkan dengan jenis lele lainnya, yaitu lebih mudah dibudidayakan

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

PENGARUH PEMBERIAN AROMATASE INHIBITOR MELALUI PERENDAMAN LARVA TERHADAP KEBERHASILAN SEX REVERSAL DAN PERTUMBUHAN IKAN NILA MERAH Oreochromis sp.

PENGARUH PEMBERIAN AROMATASE INHIBITOR MELALUI PERENDAMAN LARVA TERHADAP KEBERHASILAN SEX REVERSAL DAN PERTUMBUHAN IKAN NILA MERAH Oreochromis sp. PENGARUH PEMBERIAN AROMATASE INHIBITOR MELALUI PERENDAMAN LARVA TERHADAP KEBERHASILAN SEX REVERSAL DAN PERTUMBUHAN IKAN NILA MERAH Oreochromis sp. ARGA WAWANG ARTANTO DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

H. Arfah dan O. Carman. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Kampus Darmaga, Bogor 16680

H. Arfah dan O. Carman. Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Kampus Darmaga, Bogor 16680 Jurnal Akuakultur Indonesia, 7(1): 33 38 (2008) Available : http://journal.ipb.ac.id/index.php/jai http://jurnalakuakulturindonesia.ipb.ac.id 33 MANIPULASI HORMON DAN SUHU UNTUK PRODUKSI JANTAN HOMOGAMETIK

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Derajat Kelangsungan Hidup Derajat kelangsungan hidup atau survival rate (SR) benih ikan patin yang dipelihara dengan masa pemeliharaan 30 hari memiliki hasil

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Perlakuan penyuntikan hormon PMSG menyebabkan 100% ikan patin menjadi bunting, sedangkan ikan patin kontrol tanpa penyuntikan PMSG tidak ada yang bunting (Tabel 2).

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman. antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Tinggi Tanaman Dari (tabel 1) rerata tinggi tanaman menunjukkan tidak ada interaksi antara pengaruh pemangkasan dan pemberian ZPT paklobutrazol. Pada perlakuan pemangkasan menunjukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh

HASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh Analisis terhadap kandungan kolesterol daging, hati dan telur dilakukan saat puyuh berumur 14 minggu, diperlihatkan pada Tabel 5 dan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Daya Rekat Telur Ikan Komet Daya rekat merupakan suatu lapisan pada permukaan telur yang merupakan bagian dari zona radiata luar yang mengandung polisakarida dan sebagian

Lebih terperinci

PENGGUNAAN SUHU DAN DOSIS PROPOLIS YANG BERBEDA TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN GUPPY (Poecilia reticulata)

PENGGUNAAN SUHU DAN DOSIS PROPOLIS YANG BERBEDA TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN GUPPY (Poecilia reticulata) e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume I No 1 Oktober 2012 ISSN: 2302-3600 PENGGUNAAN SUHU DAN DOSIS PROPOLIS YANG BERBEDA TERHADAP NISBAH KELAMIN IKAN GUPPY (Poecilia reticulata) EFFECTS

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil Berdasarkan hasil yang diperoleh dari kepadatan 5 kijing, persentase penurunan total nitrogen air di akhir perlakuan sebesar 57%, sedangkan untuk kepadatan 10 kijing

Lebih terperinci

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda

genus Barbodes, sedangkan ikan lalawak sungai dan kolam termasuk ke dalam species Barbodes ballaroides. Susunan kromosom ikan lalawak jengkol berbeda 116 PEMBAHASAN UMUM Domestikasi adalah merupakan suatu upaya menjinakan hewan (ikan) yang biasa hidup liar menjadi jinak sehingga dapat bermanfaat bagi manusia. Domestikasi ikan perairan umum merupakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan lele Clarias mossambius yang 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Lele dumbo merupakan ikan hasil perkawinan silang antara induk betina lele Clarias fuscus yang asli Taiwan dengan induk jantan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat

I. PENDAHULUAN. Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat I. PENDAHULUAN Waduk merupakan salah satu bentuk perairan menggenang yang dibuat dengan cara membendung aliran sungai sehingga aliran air sungai menjadi terhalang (Thohir, 1985). Wibowo (2004) menyatakan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Diameter Tubulus Seminiferus Hasil pengukuran diameter tubulus seminiferus pada gonad ikan lele jantan setelah dipelihara selama 30 hari disajikan pada Gambar

Lebih terperinci

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun

I. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Pertumbuhan Tanaman. tinggi tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 1. Rerata Tinggi Tanaman dan Jumlah Daun 16 1. Tinggi Tanaman (cm) I. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pertumbuhan Tanaman Hasil sidik ragam tinggi tanaman ( lampiran 6 ) menunjukkan perlakuan kombinasi limbah cair industri tempe dan urea memberikan pengaruh

Lebih terperinci

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian 5.1.1. Pertumbuhan Bobot dan Panjang Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Setelah 112 hari pemeliharaan benih ikan selais (Ompok hypophthalmus) didapatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan

I. PENDAHULUAN. Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Indonesia, permintaan konsumen terhadap produk hasil ternak juga meningkat. Produk hasil ternak yang dipilih

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laju Pertumbuhan Mutlak Nila Gift Laju pertumbuhan rata-rata panjang dan berat mutlak ikan Nila Gift yang dipelihara selama 40 hari, dengan menggunakan tiga perlakuan yakni

Lebih terperinci