HASIL DAN PEMBAHASAN
|
|
- Dewi Lesmono
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 HASIL DAN PEMBAHASAN Performa adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan selama penelitian. Performa ayam petelur selama penelitian disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Rataan Performa Produksi Ayam Petelur ISA-Brown Umur Minggu Perlakuan Peubah R0 R1 R2 R3 R4 Konsumsi Ransum (g/ekor/hari) 99,10 a ±2,34 86,43 b ±11,52 84,91 b ±5,76 84,94 b ±7,44 84,39 b ±8,38 Produksi Telur Hen Day (%) 64,05 a ±7,56 28,33 c ±13,43 43,37 b ±5,33 35,11 bc ±6,68 28,91 c ±9,67 Massa Telur (g/ekor/6 minggu) 1508,40 a ±192,44 659,69 c ±320, ,40 b ±134,55 804,06 bc ±137,30 620,98 c ±284,27 Berat Telur (g/butir) 55,40 ±1,00 54,27 ±1,80 55,53 ±1,16 53,30 ±2,06 53,38 ±1,31 Konversi Ransum (g/g) 3,24 a ±0,94 8,67 b ±5,31 5,88 ab ±1,30 5,14 ab ±0,63 5,70 ab ±1,46 Keterangan : R0 : Ransum kontrol tanpa BBJP, R1 : Ransum mengandung 7,5% BBJP fermentasi, R2 : Ransum mengandung 7,5% BBJP fermentasi g selulase/ton, R3 : Ransum mengandung 7,5% BBJP fermentasi g fitase/ton, dan R4 : Ransum mengandung 7,5% BBJP fermentasi g selulase/ton g fitase/ton. Superskrip yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). Konsumsi Ransum Konsumsi adalah ransum yang dimakan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Konsumsi ransum ayam petelur dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah suhu lingkungan, bangsa, umur, jenis kelamin, imbangan zat-zat makanan dalam ransum, kecepatan pertumbuhan, tingkat produksi, bobot badan, palatabilitas dan tingkat energi metabolisme ransum (Wahju, 2004). Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa penggunaan ransum dengan penambahan 7,5% bungkil biji jarak pagar hasil fermentasi selama penelitian nyata (P<0,05) menurunkan konsumsi ransum dibandingkan dengan ransum kontrol. Rataan konsumsi ransum ayam selama 6 minggu penelitian berkisar antara 84,39-99,10 g/ekor/hari. 18
2 Konsumsi ransum pada penelitian ini masih lebih rendah dibandingkan dengan standar konsumsi ransum menurut Hendrix (2007) bahwa konsumsi ayam petelur periode produksi umur minggu berkisar g/ekor/hari. Konsumsi ransum setiap minggu dari setiap perlakuan terlihat pada Gambar Konsumsi Ransum (g/ekor/hari) R0 R1 R2 R3 R4 Umur (Minggu) Gambar 4. Grafik Konsumsi Ransum Selama 6 Minggu Pengamatan Gambar 4 menunjukkan tidak terdapat fluktuasi konsumsi ransum yang signifikan dan cenderung terjadi peningkatan seiring dengan bertambahnya umur ayam. Konsumsi ransum pada ayam yang diberi perlakuan 7,5% BBJP lebih rendah dibandingkan dengan kontrol. Rendahnya konsumsi ransum pada penelitian ini dipengaruhi oleh lingkungan yaitu suhu. Rataan suhu kandang selama penelitian 26 ºC pada pagi hari, 30 ºC pada siang hari, dan 27 ºC pada sore hari. Menurut Amrullah (2004), suhu lingkungan yang optimum untuk ayam petelur yang sedang berproduksi yaitu berkisar 18,3-23,9 ºC. Tingginya suhu lingkungan diduga membuat ayam stres sehingga ayam lebih banyak mengkonsumsi air minum dibandingkan dengan ransum yang diberikan. Selain itu rendahnya konsumsi ransum ini diduga karena masih terdapat racun dan antinutrisi pada BBJP, racun dalam BBJP sangat berpengaruh terhadap penurunan konsumsi ransum ayam. Penurunan konsumsi ransum juga disebabkan kerusakan organ hati untuk mendetosifikasi racun, hal ini sebagai mekanisme pertahanan diri terhadap racun (Sumiati et al., 2011). 19
3 Produksi Telur Hen Day (%) Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan memberikan pengaruh berbeda nyata (P<0,05) terhadap produksi telur hen day. Produksi telur hen day pada penelitian ini berkisar antara 28,91%-64,05%. Produksi telur hen day pada perlakuan R1, R2, R3, dan R4 nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (R0). Penurunan produksi telur hen day pada ayam yang diberi perlakuan R1, R2, R3, dan R4 diduga karena adanya penurunan absorbsi zat makanan oleh usus karena kandungan racun berupa phorbolester dan curcin yang masih terdapat dalam bungkil biji jarak. Phorbolester menyebabkan iritasi kulit dan pemacu terjadinya tumor karena menstimulasi PKC (Protein Kinase C), yang mempengaruhi penyaluran sinyal dan perkembangan sel dan jaringan serta berbagai efek biologis yang kuat terhadap organisme (Goel et al., 2007). Kerusakan organ pencernaan pada ayam petelur menyebabkan ayam mengalami gangguan dalam metabolisme zat makanan yang dikonsumsi dari ransum. Hal ini dapat menurunkan/menghambat produksi telur dari ayam yang sedang dalam fase puncak produksi. Racun phorbolester yang terkandung dalam BBJP pada penelitian adalah 0,015 mg/g BBJP atau 0,0011 mg/g ransum. Penelitian Sumiati et al. (2009) menunjukkan bahwa pemberian 5% BBJP yang difermentasi dengan R. oligosporus dalam ransum menunjukan hasil yang tidak berbeda nyata antar perlakuan terhadap performa ayam kampung. Namun, pemberian 7,5% BBJP hasil fermentasi dalam ransum ayam petelur ISA-Brown penelitian ini menunjukan hasil yang berbeda nyata (P<0,05) menurunkan produksi telur dan terjadinya kematian, hal ini menunjukan sensitifitas ayam petelur lebih terhadap phorbolester lebih tinggi dibandingkan dengan ayam kampung. Selain itu penurunan produksi telur juga disebabkam oleh curcin. Lin et al. (2003) menyatakan bahwa curcin dapat berfungsi sebagai pengikat dari glycoprotein (biomolekul yang merupakan gabungan dari protein dan karbohidrat) pada permukaan sel. Pengikatan glycoprotein oleh curcin menyebabkan ayam kekurangan protein karena terganggunya penyerapan protein oleh usus sehingga dapat mengganggu dan menurunkan produksi telur pada ayam. Produksi telur hen day dapat dilihat pada Gambar 5. 20
4 konsumsi ransum. Konsumsi energi dan protein pada perlakuan R1, R2, R3, dan R4 lebih rendah dibandingkan dengan R0 (Tabel 7). Energi dan protein yang dikonsumsi sangat dibutuhkan untuk mempertahankan hidup pokok, pertumbuhan dan produksi pada ayam petelur, terutama untuk produksi telur. Tabel 7. Rataan Konsumsi Energi Metabolis dan Protein Ayam Petelur ISA-Brown Umur Minggu Peubah Konsumsi Energi (kkal/ekor/hari) Konsumsi Protein (g/ekor/hari) Perlakuan R0 R1 R2 R3 R4 287,64 a ±6,78 19,03 a ±0,45 251,05 b ±33,46 16,50 b ±2,20 246,63 b ±16,73 16,21 b ±1,10 246,72 b ±21,60 16,22 b ±1,42 245,12 b ±24,35 16,11 b ±1,60 Keterangan : R0 : Ransum kontrol tanpa BBJP, R1 : Ransum mengandung 7,5% BBJP fermentasi, R2 : Ransum mengandung 7,5% BBJP fermentasi g selulase/ton, R3 : Ransum mengandung 7,5% BBJP fermentasi g fitase/ton, dan R4 : Ransum mengandung 7,5% BBJP fermentasi g selulase/ton g fitase/ton. Superskrip dengan huruf berbeda pada baris yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05). Konsumsi energi metabolis ayam petelur yang diberi 7,5% BBJP hasil fermentasi (R1, R2, R3, dan R4) berkisar antara 245,12-251,05 kkal/ekor/hari dan konsumsi protein berkisar antara 16,11-16,50 g/ekor/hari. Konsumsi energi metabolis dan protein tersebut lebih rendah daripada rekomendasi Leeson dan Summers (2005), bahwa kebutuhan protein untuk ayam umur minggu adalah 20 g/ekor/hari dan kebutuhan energi metabolis (EM) sebesar 260 kkal/ekor/hari. Konsumsi energi metabolis dan protein pada ayam yang diberi ransum R0 lebih tinggi dari R1, R2, R3, dan R4. Sehingga produksi telur hen day dari ayam yang diberi ransum R0 lebih tinggi daripada R1, R2, R3 dan R4. Hal ini karena ayam pada R1, R2, R3 dan R4 tidak mampu mencukupi kebetuhan energi dan protein untuk produksi telur. Produksi Massa Telur (g/ekor) Produksi massa telur pada perlakuan R1, R2, R3, dan R4 nyata (P<0,05) lebih rendah dibandingkan dengan kontrol (R0). Produksi massa telur yang rendah pada perlakuan yang diberi ransum mengandung 7,5% BBJP hasil fermentasi ini disebabkan oleh racun phorbolester dan curcin yang merusak organ pencernaan ayam petelur dan mengganggu penyerapan zat makanan sehingga produksi massa 22
5 telur menurun. Produksi massa telur R2 lebih baik dibandingkan dengan R1, R3 dan R4. Produksi massa telur setiap perlakuan dapat dilihat pada Gambar Massa Telur (g/ekor) R0 R1 R2 R3 R Umur (Minggu) Gambar 6. Grafik Produksi Massa Telur Selama 6 Minggu Pengamatan Produksi massa telur pada saat ayam berumur 25 minggu masih rendah, lalu semakin meningkat seiring dengan bertambahya umur ayam (Gambar 6). Secara umum produksi massa telur ayam yang mendapat ransum dengan penambahan 7,5% BBJP hasil fermentasi (R1, R2, R3, dan R4) lebih rendah daripada kontrol (R0). Pada perlakuan R2 terjadi peningkatan produksi massa telur yang cukup signifikan pada saat ayam memasuki umur 27 minggu dibandingkan dengan R1, R3 dan R4, bahkan perlakuan R2 mampu menyamai produksi massa telur kontrol pada saat ayam memasuki umur 30 minggu. Hal ini diduga karena enzim selulase yang disuplementasi pada R2 yang mampu menghidrolisis serat kasar dan dapat membantu ayam dalam menyerap zat makanan, sehingga ayam mampu berproduksi secara maksimal. Berat Telur (g/butir) Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penggunaan 7,5% BBJP dalam ransum tidak berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap rataan berat telur selama penelitian. Rataan bobot telur pada penelitian ini berkisar 53,30-55,53 g/butir. Rataan tersebut tidak berbeda jauh dengan pernyataan Hendrix (2007) bahwa untuk ayam petelur strain ISA-Brown yang berumur minggu memiliki berat telur antara 23
6 55,30-58,10 g/butir. Masih adanya bobot telur yang rendah didukung oleh rendahnya konsumsi ransum sehingga protein yang diserap untuk pembentukan telur juga rendah. Menurut Amrullah (2004) bahwa ukuran dan berat telur dipengaruhi oleh banyaknya protein yang dikonsumsi dan besarnya ukuran kuning telur. Protein ransum yang digunakan dalam pembentukan telur berkisar 55%-60% dari total protein yang dikonsumsi. Menurut Leeson dan Summers (2001), ukuran berat telur ayam dipengaruhi oleh protein, asam amino (terutama methionin), genetik, dan ukuran tubuh. Berat telur ayam selama penelitian disajikan dalam Gambar Rataan Berat Telur (g/butir) R0 R1 R2 R3 R Umur (Minggu) Gambar 7. Grafik Berat Telur Selama 6 Minggu Pengamatan Gambar 7 menunjukan berat telur pada penelitian ini tidak beda jauh dengan standar berat telur menurut Hendrix (2007), dari gambar terlihat terjadi peningkatan berat telur dari minggu ke-25 sampai minggu ke-30. Amrullah (2004) menyatakan bahwa ayam pada awal periode bertelur cenderung menghasilkan telur yang ukurannya lebih kecil dan secara bertahap akan bertambah besar sejalan dengan bertambahnya umur ayam dan perkembangan saluran reproduksi. Peningkatan yang cukup signifikan terjadi pada R4. Hal ini dipengaruhi oleh adanya kombinasi suplementasi enzim fitsae dan selulase pada perlakuan R4, bahwa fitase ini mampu menghidrolisis asam fitat, dan selulase dapat mendegradasi serat kasar yang terdapat dalam ransum yang mengandung 7,5% BBJP. Traylor et al. (2001), menyatakan bahwa suplementasi fitase efektif memperbaiki penggunaan dan ketersediaan Ca dan P, 24
7 sehingga Ca dan P ini dapat memperbaiki berat telur, karena Ca dan P mampu diserap dalam proses pembentukan telur. Konversi Ransum Konversi ransum merupakan perbandingan jumlah ransum yang dikonsumsi dengan berat telur yang dihasilkan. Ukuran efisiensi pada ayam petelur dilihat berdasarkan jumlah produksi telur yang dicapai. Semakin rendah konversi ransum, maka efisien ternak tersebut dalam mengubah ransum untuk mengasilkan produksi semakin tinggi. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa penggunaan 7,5% BBJP hasil fermentasi dalam ransum memberikan pengaruh yang nyata (P<0,05) terhadap konversi ransum. Rataan konversi ransum ayam petelur umur minggu berkisar antara 3,24-8,67 (Tabel 6) dan grafik setiap minggunya terlihat pada Gambar 6. Konversi ransum terendah terdapat pada perlakuan R0, sedangkan perlakuan R2, R3, dan R4 memiliki konversi yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan R1. Hal ini diduga karena rendahnya produksi telur harian pada perlakuan R1. Konversi ransum yang tinggi menunjukkan rendahnya efisiensi penggunaan ransum. Tingginya nilai konversi ransum dapat terjadi karena adanya curcin yang mengikat glycoprotein. Pengikataan glycoprotein mengakibatkan ayam tidak mampu berproduksi secara maksimal meskipun telah mengkonsumsi ransum dalam jumlah besar. Konversi Ransum Umur (Minggu) R0 R1 R2 R3 R4 Gambar 8. Grafik Konversi Ransum Selama 6 Minggu Pengamatan 25
8 Gambar 8 menunjukan nilai konversi ransum mengalami penurunan selama pengamatan. Konversi ransum R2, R3 dan R4 tidak berbeda nyata dengan konversi R0, nilai konversi R0 berdeda nyata (P<0,05) lebih rendah daripada R1 (Tabel 6). Rendahnya konversi ransun R2, R3, dan R4 ini karena adanya suplementasi enzim dalam ransum yaitu enzim selulase dan fitase. Enzim fitase bermanfaat untuk mereduksi senyawa asam fitat dalam pakan, sehingga pemanfatan mineral terutama fosfor lebih optimal dalam tubuh ternak monogastrik (Greiner et al., 1997). Mortalitas Mortalitas ayam diperoleh dengan membandingkan antara jumlah ayam yang mati dengan jumlah ayam awal pemeliharaan. Mortalitas selama penelitian disajikan dalam Tabel 8. Tabel 8. Angka Mortalitas Ayam Petelur ISA-Brown Umur Minggu Umur (Minggu) Perlakuan R0 R1 R2 R3 R Total (ekor) (%) 0 15,15 7,89 24,24 11,11 Keterangan : R0 : Ransum kontrol tanpa BBJP, R1 : Ransum mengandung 7,5% BBJP fermentasi, R2 : Ransum mengandung 7,5% BBJP fermentasi g selulase/ton, R3 : Ransum mengandung 7,5% BBJP fermentasi g fitase/ton, dan R4 : Ransum mengandung 7,5% BBJP fermentasi g selulase/ton g fitase/ton Angka mortalitas dari perlakuan R1, R2, R3, dan R4 berturut-turut adalah 15,15, 7,89, 24,24, dan 11,11%. Pemberian ransum kontrol (R0) tidak menyebabkan kematian pada ayam. Terjadinya kematian pada ayam yang diberi 7,5% BBJP ini karena masih adanya racun phorbolester dalam BBJP. Phorbolester memiliki toksisitas yang cukup tinggi meskipun dalam konsentrasi yang rendah. Konsumsi phorbolester dari ayan petelur disajikan pada Tabel 9. 26
9 Tabel 9. Konsumsi Phorbolester Ayam Petelur ISA-Brown Umur Minggu Perlakuan Konsumsi Ransum (g/ekor/hari) Kandungan BBJP Ransum (%) Kandungan Phorbolester (µg/g)* Konsumsi Phorbolester (µg/ekor/hari) R0 99, R1 86,43 7,5 15,28 99,05 R2 84,91 7,5 15,28 97,31 R3 84,94 7,5 15,28 97,34 R4 84,39 7,5 15,28 96,71 Keterangan : R0 : Ransum kontrol tanpa BBJP, R1 : Ransum mengandung 7,5% BBJP fermentasi, R2 :Ransum mengandung 7,5% BBJP fermentasi g selulase/ton, R3 : Ransum mengandung 7,5% BBJP fermentasi g fitase/ton, dan R4 : Ransum mengandung 7,5% BBJP fermentasi g selulase/ton g fitase/ton. *Kandungan phorbolester dalam 1 gram BBJP fermentasi (Sumiati et al., 2010) Konsumsi Phorbolester R1, R2, R3 dan R4 berturut-turut adalah 99,05, 97,31, 97,34 dan 96,71 µg/g. Phorbolester mempunyai sifat karsinogen, pencahar, dan mengakibatkan iritasi kulit, mabuk, muntah serta diare yang dapat menyebabkan kematian pada tikus, ayam dan domba (Goel et al., 2007). Selain disebabkan oleh phorbolester, kematian ini diduga karena masih adanya curcin yang tersisa dalam BBJP. Menurut Wardoyo (2007), curcin dalam BBJP dapat mengikat molekul gula (karbohidrat) pada dinding sel atau membran kemudian merubah fisiologi membran tersebut hingga mengakibatkan penggumpalan, mitosis, atau perubahan biokimia lain dalam sel sehingga mengakibatkan pendarahan usus (enteritis), kerusakan hati, pendarahan ginjal (hiperemi), dan pembesaran kapiler darah pada ginjal (kongesti). Mortalitas tertinggi terdapat pada saat ayam berumur 29 minggu. Menurut hasil pemeriksaan Laboratorium Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran Hewan IPB kematian ayam yang terjadi pada penelitian karena marek dan infeksi saluran pencernaan, kebengkakan hati dan limpa. Infeksi saluran pencernaan mengakibatkan ayam mengalami kesulitan dalam menyerap zat makanan, selain itu rusaknya hati menyebabkan ayam tidak mampu menetralisir racun dan akhirnya ayam mati. Infeksi saluran pencernaan yang terjadi diduga karena racun yang dikonsumsi terakumulasi didalam tubuh dari pakan yang telah dikonsumsi selama beberapa minggu. Menurut Makkar dan Becker (1997), curcin tidak menyebabkan toksisitas dalam jangka pendek, tetapi jika bergabung dengan toksin lain seperti phorbolester maka efek toksik akan meningkat dengan terakumulasinya racun yang dikonsumsi. 27
HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 8. Performa Ayam Petelur Strain ISA-Brown Umur Minggu
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Kisaran rataan temperatur kandang hasil pengukuran di lokasi selama penelitian adalah pada pagi hari 26 C, siang hari 32 C, dan sore hari 30 C dengan rataan kelembaban
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5.
HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah dan Bobot Folikel Puyuh Rataan jumlah dan bobot folikel kuning telur puyuh umur 15 minggu disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Jumlah dan Bobot Folikel Kuning Telur Puyuh
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien Bungkil Biji Jarak Pagar Fermentasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Bungkil Biji Jarak Pagar Fermentasi Kandungan nutrien bungkil biji jarak pagar (disertai kulit) sebelum dan sesudah mengalami pengolahan secara biologis (fermentasi)
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium dan Kandang Ilmu Nutrisi Ternak Unggas Laboratorium Lapang C, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor yang dilaksanakan
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei sampai dengan Agustus 2010, bertempat di kandang C Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum di dalam Kandang Rataan temperatur dan kelembaban di dalam kandang selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Suhu dan Kelembaban Relatif Kandang Selama
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Selama penelitian pada masa adaptasi terjadi kematian delapan ekor puyuh. Faktor perbedaan cuaca dan jenis pakan serta stres transportasi mungkin menjadi penyebab kematian
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Kolesterol Daging, Hati dan Telur Puyuh Analisis terhadap kandungan kolesterol daging, hati dan telur dilakukan saat puyuh berumur 14 minggu, diperlihatkan pada Tabel 5 dan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kandungan Nutrien
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Hasil analisa proksimat digunakan sebagai acuan dalam menentukan kualitas nutrien bahan pakan dan dalam menghitung komponen nutrien karena kualitas nutrien bahan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Berdasarkan hasil analisa proksimat, kandungan zat makanan ransum perlakuan disajikan pada Tabel 10. Terdapat adanya keragaman kandungan nutrien protein, abu
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Pakan Penelitian
Kandungan Nutrisi Pakan HASIL DAN PEMBAHASAN Pakan Penelitian Kandungan nutrisi pakan tergantung pada bahan pakan yang digunakan dalam pakan tersebut. Kandungan nutrisi pakan penelitian dari analisis proksimat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Keadaan Umum Penelitian
Suhu dan Kelembaban HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Suhu dalam kandang saat penelitian berlangsung berkisar antara 26,9-30,2 o C. Pagi 26,9 o C, siang 30,2 o C, dan sore 29,5 o C. Kelembaban
Lebih terperinciBAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7.
22 A. Kecernaan Protein Burung Puyuh BAB 1V HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan kecernaan protein ransum puyuh yang mengandung tepung daun lamtoro dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Rataan Nilai Kecernaan Protein
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil penelitian berupa konsumsi pakan, produksi telur, konversi pakan serta konsumsi lemak, protein, serat dan vitamin A ayam petelur pada tiap perlakuan tecantum dalam Tabel
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kualitas Ransum Ransum penelitian disusun berdasarkan rekomendasi Leeson dan Summers (2005) dan dibagi dalam dua periode, yakni periode starter (0-18 hari) dan periode finisher (19-35
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar. Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak
34 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan adalah bagian zat makanan dari pakan/ransum yang tidak diekskresikan dalam feses (Tillman, dkk., 1998). Zat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing
37 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum Rataan konsumsi ransum setiap ekor ayam kampung dari masing-masing perlakuan selama penelitian disajikan pada Tabel 6. Tabel
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Konsumsi ransum Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang dikonsumsi dalam jangka waktu tertentu. Ransum yang dikonsumsi oleh ternak digunakan untuk memenuhi kebutuhan energi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Umum Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Umum Penelitian Kandang Penelitian Rataan suhu kandang pada pagi, siang, dan sore hari selama penelitian secara berturut-turut adalah 25,53; 30,41; dan 27,67 C. Suhu kandang
Lebih terperinciPENDAHULUAN. sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ayam kampung merupakan salah satu jenis unggas lokal yang berpotensi sebagai penghasil telur dan daging sehingga banyak dibudidayakan oleh masyarakat terutama yang bertempat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Penambahan daun Som Jawa pada ransum menurunkan kandungan serat kasar dan bahan kering ransum, namun meningkatkan protein kasar ransum. Peningkatan protein disebabkan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat makanan yang
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pakan adalah campuran berbagai macam bahan organik dan anorganik yang diberikan kepada ternak untuk memenuhi kebutuhan zat makanan yang diperlukan bagi pertumbuhan, perkembangan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Perah Ternak perah adalah ternak yang diusahakan untuk menghasikan susu sebanyak-banyaknya, disamping hasil lainnya. Macam - macam sapi perah yang ada di dunia adalah
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Rataan Tebal Cangkang telur puyuh.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tebal Cangkang Rataan hasil pengamatan tebal cangkang telur puyuh selama penelitian disajikan pada Tabel 9. Tabel 9. Rataan Tebal Cangkang telur puyuh. Ulangan Perlakuan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Deskripsi Ayam Ras petelur Ayam ras petelur merupakan tipe ayam yang secara khusus menghasilkan telur sehingga produktivitas telurnya melebihi dari produktivitas ayam lainnya.
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Data rata-rata parameter uji hasil penelitian, yaitu laju pertumbuhan spesifik (LPS), efisiensi pemberian pakan (EP), jumlah konsumsi pakan (JKP), retensi protein
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Secara umum penelitian ini sudah berjalan dengan cukup baik. Terdapat sedikit hambatan saat akan memulai penelitian untuk mencari ternak percobaan dengan umur
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF. dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada domba
33 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan NDF NDF adalah bagian dari serat kasar yang biasanya berhubungan erat dengan konsumsi (Parakkasi,1999). Rataan nilai kecernaan NDF pada
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Konsumsi Pakan Konsumsi pakan puyuh adalah jumlah ransum yang dikonsumsi oleh puyuh dalam jangka waktu tertentu. Tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh tingkat energi dan palabilitas
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Isa Brown, Hysex Brown dan Hyline Lohmann (Rahayu dkk., 2011). Ayam
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Petelur Ayam petelur merupakan ternak unggas petelur yang banyak dikembangkan di Indonesia. Strain ayam petelur ras yang dikembangkan di Indonesia antara lain Isa Brown,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Nutrien dan Asam Fitat Pakan Pakan yang diberikan kepada ternak tidak hanya mengandung komponen nutrien yang dibutuhkan ternak, tetapi juga mengandung senyawa antinutrisi.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. dengan kaidah-kaidah dalam standar peternakan organik. Pemeliharaan
21 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pemeliharaan Semiorganik Pemeliharaan hewan ternak untuk produksi pangan organik merupakan bagian yang sangat penting dari unit usaha tani organik dan harus dikelola sesuai
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L) Sumber : Dokumentasi Penelitian (2010)
TINJAUAN PUSTAKA Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas) Tanaman jarak merupakan tanaman yang dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur, tetapi memiliki drainase yang baik dan tidak tergenang air. Tanaman
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Rataan jumlah konsumsi pakan pada setiap perlakuan selama penelitian dapat. Perlakuan R1 R2 R3 R4 R5
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Konsumsi Pakan Rataan jumlah konsumsi pakan pada setiap perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Rataan konsumsi pakan ayam kampung super yang diberi
Lebih terperinciTingkat Kelangsungan Hidup
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk,
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Seiring dengan perkembangan waktu, pertambahan jumlah penduduk, peningkatan pendapatan, dan kesadaran masyarakat akan arti pentingnya gizi bagi kesehatan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Retensi Bahan Kering Rataan konsumsi, ekskresi dan retensi bahan kering ransum ayam kampung yang diberi Azolla microphyla fermentasi (AMF) dapat di lihat pada Tabel 8.
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada saat ini pengembangan di bidang peternakan dihadapkan pada masalah kebutuhan pakan, yang mana ketersedian pakan khususnya untuk unggas harganya dipasaran sering
Lebih terperinciIV. HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Konsumsi Ransum Tabel 7. Pengaruh suplementasi L-karnitin dan minyak ikan lemuru terhadap performa burung puyuh Level Minyak Ikan Variabel Lemuru P0 P1 P2 P3 P4 Pr > F *) Konsumsi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. merupakan tempat asal dari itik ini. Itik Tegal memiliki kelebihan dibanding
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Tegal Itik Tegal (Anas javanica) merupakan itik yang berasal dari Tegal yang merupakan tempat asal dari itik ini. Itik Tegal memiliki kelebihan dibanding dengan unggas
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Bahan Kering Konsumsi adalah jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan produksi. Rataan konsumsi rumput, konsentrat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai rataan konsumsi protein kasar (PK), kecernaan PK dan retensi nitrogen yang dihasilkan dari penelitian tercantum pada Tabel 5. Tabel 5. Rataan Konsumsi, Kecernaan PK, Retensi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012) menunjukkan bahwa konsumsi telur burung
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ternak puyuh mempunyai potensi yang tinggi untuk dikembangkan baik sebagai penghasil telur maupun penghasil daging. Menurut Dirjen Peternakan dan Kesehatan Hewan (2012)
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah
23 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh rata-rata jumlah eritrosit, kadar hemoglobin, persentase hematokrit, MCV, MCH dan MCHC ayam broiler dengan perlakuan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Peubah* Konsumsi Ekstrak Daun Konsumsi Saponin
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ekstrak Daun Mengkudu dan Saponin Dosis pemberian ekstrak daun mengkudu meningkat setiap minggunya, sebanding dengan bobot badan ayam broiler setiap minggu. Rataan konsumsi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Peternakan di Indonesia saat ini sudah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perkembangan tersebut diiringi pula dengan semakin meningkatnya kebutuhan masyarakat
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 7. Rataan Konsumsi Ransum, Provitamin A dan Kandungan Vitamin A di Hati
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa penambahan marigold (Tabel 7) dalam pakan memberikan pengaruh nyata (P
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum. Tabel 8. Rataan Konsumsi Ransum Per Ekor Puyuh Selama Penelitian
26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Konsumsi Ransum Konsumsi ransum adalah banyaknya ransum yang dikonsumsi oleh setiap ekor puyuh selama penelitian. Rataan konsumsi ransum per ekor
Lebih terperinciBAB IV HASIL. Pertumbuhan. Perlakuan A (0%) B (5%) C (10%) D (15%) E (20%) gurame. Pertambahan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Bobot Mutlak dan Laju Pertumbuhan Bobot Harian Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Indonesia berasal dari Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Itik Mojosari Itik Mojosari merupakan salah satu jenis itik lokal yang cukup populer di Indonesia berasal dari Kecamatan Mojosari Kabupaten Mojokerto Propinsi Jawa Timur
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Perusahaan penetasan final stock ayam petelur selalu mendapatkan hasil samping (by product) berupa anak ayam jantan petelur. Biasanya, satu hari setelah
Lebih terperinciGambar 3. Kondisi Kandang yang Digunakan pada Pemeliharaan Puyuh
HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Lingkungan Tempat Penelitian Pemeliharaan puyuh dilakukan pada kandang battery koloni yang terdiri dari sembilan petak dengan ukuran panjang 62 cm, lebar 50 cm, dan tinggi
Lebih terperinciIV HASIL DAN PEMBAHASAN
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Konsumsi Ransum Hasil penelitian menunjukkan data nilai rataan konsumsi ransum ayam Sentul Warso dari tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3. Suhu Kandang Selama Lima Minggu Penelitian Pengukuran Suhu ( o C) Pagi Siang Sore 28-32
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Lingkungan Mikro Kandang Kandang Penelitian Kandang penelitian yang digunakan yaitu tipe kandang panggung dengan dinding terbuka. Jarak lantai kandang dengan tanah sekitar
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar
37 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein Kasar Kecernaan diartikan sebagai nutrien yang tidak diekskresikan dalam feses dimana nutrien lainnya diasumsikan diserap oleh
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. dengan jumlah ransum yang tersisa (Fadilah, 2006). Data rataan konsumsi ransum
HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Konsumsi Ransum Konsumsi ransum merupakan jumlah ransum yang diberikan dikurangi dengan jumlah ransum yang tersisa (Fadilah, 2006). Data rataan konsumsi ransum broiler pada penelitian
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Konsumsi Ransum Puyuh mengkonsumsi ransum guna memenuhi kebutuhan zat-zat untuk hidup pokok dan produksi. Konsumsi ransum adalah jumlah ransum yang dihabiskan oleh ternak pada
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Penggunaan Ampas Kecap terhadap Konsumsi Pakan Ayam Pedaging Periode Grower Berdasarkan hasil penelitian dan analisis statistik dengan menggunakan ANOVA tunggal
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Ransum Banyaknya pakan yang dikonsumsi akan mempengaruhi kondisi ternak, karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan dapat ditentukan banyaknya zat makanan yang masuk
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar. Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi
IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan Terhadap Kecernaan Serat Kasar Kecernaan serat suatu bahan pakan penyusun ransum akan mempengaruhi keseluruhan kecernaan ransum. Nilai kecernaan yang paling
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh Puyuh (Coturnix coturnix japonica) merupakan salah satu ternak unggas yang mempunyai potensi besar untuk dibudidayakan karena dalam pemeliharaannya tidak membutuhkan area
Lebih terperinciTingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol
Lebih terperinciPENDAHULUAN. masyarakat. Permintaan daging broiler saat ini banyak diminati oleh masyarakat
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Broiler merupakan unggas penghasil daging sebagai sumber protein hewani yang memegang peranan cukup penting dalam pemenuhan kebutuhan gizi masyarakat. Permintaan daging
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Persentase Karkas Rataan bobot potong, bobot karkas dan persentase karkas itik cihateup jantan umur 10 minggu dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan Bobot Potong, Bobot Karkas
Lebih terperinciPEMBAHASAN. Zat Makanan Ransum Kandungan zat makanan ransum yang diberikan selama penelitian ini secara lengkap tercantum pada Tabel 4.
PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Rata-rata suhu lingkungan dan kelembaban kandang Laboratotium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja sekitar 26,99 0 C dan 80,46%. Suhu yang nyaman untuk domba di daerah
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Gambar 3. Domba yang Digunakan Dalam Penelitian
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak Daging dan Kerja untuk tahap pemeliharaaan serta analisis sampel di Laboratorium Ilmu dan Teknologi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Suprijatna, 2006). Karakteristik ayam broiler yang baik adalah ayam aktif, lincah,
3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler adalah ayam jantan atau betina yang umumnya di panen pada umur 4-5 minggu dengan tujuan sebagai penghasil daging (Kartasudjana dan Suprijatna, 2006).
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Zat Makanan Berdasarkan analisis statistik, konsumsi bahan kering nyata dipengaruhi oleh jenis ransum, tetapi tidak dipengaruhi oleh jenis domba dan interaksi antara kedua
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Ayam broiler tidak dibedakan jenis kelamin jantan atau betina, umumnya dipanen
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Broiler Ayam broiler adalah ayam yang dipelihara untuk menghasilkan daging. Ayam broiler tidak dibedakan jenis kelamin jantan atau betina, umumnya dipanen pada umur
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Bakteri biasanya dikategorikan ke dalam dua kelompok. Bakteri yang
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang kaya akan keanekaragaman hayati. Salah satunya adalah banyaknya hutan tropis yang membentang dari sabang sampai merauke. Hutan tropis merupakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan
Konsumsi Bahan Kering (BK) HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Konsumsi pakan merupakan jumlah pakan yang dimakan oleh ternak yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan hidup pokok dan proses produksi
Lebih terperinciPENDAHULUAN. terhadap lingkungan tinggi, dan bersifat prolifik. Populasi domba di Indonesia pada
1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia yang banyak dipelihara masyarakat dan dimanfaatkan produksinya sebagai ternak penghasil daging dan sebagai tabungan. Domba memiliki
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4.
HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Itik Alabio Jantan Rataan performa itik Alabio jantan selama pemeliharaan (umur 1-10 minggu) disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Performa Itik Alabio Jantan Umur 1-10 Minggu
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Pellet Kandungan nutrien suatu pakan yang diberikan ke ternak merupakan hal penting untuk diketahui agar dapat ditentukan kebutuhan nutrien seekor ternak sesuai status
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh
TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik Puyuh Puyuh merupakan salah satu komoditi unggas sebagai penghasil telur dan daging yang mendukung ketersediaan protein hewani yang murah serta mudah didapat (Permentan,
Lebih terperinciPengaruh Penggunaan...Trisno Marojahan Aruan
PENGARUH PENGGUNAAN TEPUNG BUAH MENGKUDU (Morinda Citrifolia L.) DALAM RANSUM TERHADAP RETENSI KALSIUM DAN FOSFOR PADA PUYUH PETELUR (Coturnix Coturnix Japonica) Trisno Marojahan Aruan*, Handi Burhanuddin,
Lebih terperinciI. TINJAUAN PUSTAKA. A. Puyuh
I. TINJAUAN PUSTAKA A. Puyuh Coturnix coturnix japonica merupakan jenis puyuh yang populer dan banyak diternakkan di Indonesia. Puyuh jenis ini memiliki ciri kepala, punggung dan sayap berwarna coklat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN ,8 ton (49,97%) dari total produksi daging (Direktorat Jenderal Peternakan,
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daging ayam broiler adalah bahan pangan sumber protein hewani yang berkualitas tinggi karena mengandung asam amino esensial yang lengkap, lemak, vitamin, dan mineral serta
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Ayam tipe petelur yang jantan dikenal dengan sebutan ayam jantan tipe medium,
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Ayam Jantan Tipe Medium Ayam tipe petelur yang jantan dikenal dengan sebutan ayam jantan tipe medium, karena pertumbuhan ayam jantan tipe medium berada diantara ayam petelur ringan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. yaitu ekor menjadi ekor (BPS, 2016). Peningkatan
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ternak Domba Garut merupakan ternak ruminansia kecil yang banyak dipelihara oleh masyarakat, karena pemeliharaannya yang tidak begitu sulit, dan sudah turun temurun dipelihara
Lebih terperinciKOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING
Seminar Nasional Hasil Penelitian, 2016 KOMBINASI AZOLLA MICROPHYLLA DENGAN DEDAK PADI SEBAGAI ALTERNATIF SUMBER BAHAN PAKAN LOKAL AYAM PEDAGING Aju Tjatur Nugroho Krisnaningsih, Mardhiyah Hayati Universitas
Lebih terperinciPengaruh Suplementasi Selenium Organik (Se) dan Vitamin E terhadap Performa Itik Pegagan
Jurnal Peternakan Sriwijaya Vol. 4, No. 1, Juni 2015, pp. 28-34 ISSN 2303 1093 Pengaruh Suplementasi Selenium Organik (Se) dan Vitamin E terhadap Performa Itik Pegagan F.N.L. Lubis *, R. Alfianty, & E.
Lebih terperincimenjaga kestabilan kondisi rumen dari pengaruh aktivitas fermentasi. Menurut Ensminger et al. (1990) bahwa waktu pengambilan cairan rumen berpengaruh
HASIL DAN PEMBAHASAN Derajat Keasaman (ph) Rumen Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa tidak terdapat interaksi (P>0,05) antara jenis ransum dengan taraf suplementasi asam fulvat. Faktor jenis ransum
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Jarak Pagar Tanaman jarak pagar termasuk famili Euphorbiaceae, satu famili dengan karet dan ubi kayu. Tanaman ini berupa tanaman perdu dengan tinggi 1-7 m, bercabang tidak teratur.
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Waktu dan Lokasi. Materi
MATERI DAN METODE Waktu dan Lokasi Penelitian ini dilaksanakan di Kandang B, Laboratorium Biologi Hewan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi, Laboratorium Terpadu Departemen Ilmu Nutrisi
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas
BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN Penelitian ini dilakasanakan di Laboratorium Produksi Ternak Potong dan Kandang Hewan Percobaan, Laboratorium fisiologi dan biokimia, Fakultas Peternakan Universitas
Lebih terperinciBAB III MATERI DAN METODE. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2015 di
15 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian telah dilaksanakan pada bulan September - Desember 2015 di Kandang Digesti Laboratorium Ilmu Nutrisi dan Pakan, dan di Laboratorium Teknologi dan Rekayasa Pangan,
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering
30 IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Bahan Kering Kecernaan adalah banyaknya zat makanan yang tidak dieksresikan di dalam feses. Bahan pakan dikatakan berkualitas apabila
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Salah satu sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi tinggi adalah
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu sumber protein hewani yang memiliki nilai gizi tinggi adalah daging dan menduduki peringkat teratas sebagai salah satu sumber protein hewani yang paling banyak
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Kandungan Nutrien Silase dan Hay Daun Rami (%BK)
HASIL DAN PEMBAHASAN Kandungan Nutrien Ransum Hasil analisis kandungan nutrien silase dan hay daun rami yang dilakukan di Laboratorium PAU IPB dapat dilihat pada Tabel 4 dan kandungan nutrien ransum disajikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Usaha peternakan merupakan salah satu usaha yang dapat dilakukan untuk pemenuhan kebutuhan protein hewani masyarakat yang semakin meningkat, sejalan dengan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. luas. Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi ayam broiler adalah pakan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ayam broiler mempunyai potensi yang besar dalam memberikan sumbangan terhadap pemenuhan kebutuhan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia, karena sifat proses produksi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan, Bobot Badan dan Mortalitas Puyuh Puyuh yang digunakan dalam penilitian ini adalah Coturnix-coturnix japonica betina periode bertelur. Konsumsi pakan per hari, bobot
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Materi
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang dan Laboratorium Ilmu Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan,
Lebih terperinciBAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN Rataan hasil penelitian pengaruh pemberian bakteri asam laktat dalam air minum terhadap konsumsi air minum dan ransum dan rataan pengaruh pemberian bakteri asam laktat dalam
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
HASIL DAN PEMBAHASAN Performa Produksi Bobot Badan Akhir dan Pertambahan Bobot Badan Harian Bobot badan merupakan salah satu indikator untuk mengetahui performa produksi suatu ternak. Performa produksi
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. P2 * hari hari hari
HASIL DAN PEMBAHASAN Konsumsi Pakan Pra Sapih Konsumsi pakan dihitung berdasarkan banyaknya pakan yang dikonsumsi setiap harinya. Pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan ternak tersebut. Pakan
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN. Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Ayam Broiler Awal Penelitian DOC yang dipelihara pada penelitian ini sebanyak 1000 ekor. DOC memiliki bobot badan yang seragam dengan rataan 37 g/ekor. Kondisi DOC sehat dengan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA Ayam Kampung Super dan Produktivitasnya. Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2014), populasi ayam kampung di
4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ayam Kampung Super dan Produktivitasnya Ayam kampung atau disebut pula ayam lokal merupakan kekayaan sumber daya genetik ternak unggas lokal Indonesia yang berpotensi besar
Lebih terperinciMATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi Ternak Percobaan. Kandang dan Perlengkapan
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli sampai bulan Agustus 2008 di Desa Pamijahan, Leuwiliang, Kabupaten Bogor, menggunakan kandang panggung peternak komersil. Analisis
Lebih terperinci