VI. ANALISIS PERAN GENDER DALAM RUMAHTANGGA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN GENDER UNTUK BEKERJA DI LUAR USAHATANI KELUARGA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI. ANALISIS PERAN GENDER DALAM RUMAHTANGGA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN GENDER UNTUK BEKERJA DI LUAR USAHATANI KELUARGA"

Transkripsi

1 VI. ANALISIS PERAN GENDER DALAM RUMAHTANGGA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN GENDER UNTUK BEKERJA DI LUAR USAHATANI KELUARGA Dalam bagian ini akan dipaparkan mengenai hasil analisis peran gender (perempuan dan laki-laki) menurut konsep-konsep yang dikemukakan oleh Ellis (1988), terutama terkait pembagian tenaga kerja dan alokasi waktu berdasar gender, yaitu pada sub bab 6.1., 6.2. dan 6.3. Dengan analisis ini, diharapkan akan diperoleh gambaran menyeluruh mengenai peran perempuan dan laki-laki dalam rumahtangga pertanian. Dalam bagian 6.4. dibicarakan mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan perempuan dan laki-laki untuk bekerja di luar usahatani keluarga. Ellis (1988) menyebut perempuan sebagai the invisible peasant. Dalam masyarakat pertanian, perempuan berkontribusi dalam pekerjaan fisik produksi pertanian, sekaligus menyangga kehidupan rumahtangga pertanian dalam banyak hal. Meskipun peran perempuan sangat besar, namun analisis ekonomi yang ada belum mampu meliput kontribusi tersebut secara tepat. Hal ini disebabkan karena sebagian besar data aktivitas ekonomi perdesaan yang dipublikasikan, diperoleh dari sensus dengan laki-laki kepala rumahtangga sebagai sumberdata utama. Karena itu, peran perempuan dalam pekerjaan usahatani, pengolahan pangan dan banyak kegiatan produktif lainnnya adalah underestimate. Dalam hal ini, asumsi neoklasik menganggap rumahtangga sebagai satu unit analisis, dimana keputusan perilaku ekonomi berlaku bagi seluruh anggota rumahtangga tanpa diferensiasi.

2 Pembagian Tenaga Kerja Berdasar Gender Konsep pemisahan tenaga kerja (gender division of labor) digunakan untuk menjelaskan alokasi aktivitas antara perempuan dan laki-laki dalam ekonomi pertanian. Pemisahan ini tidak secara alamiah disebabkan adanya perbedaan biologis diantara keduanya, namun lebih mengacu pada adat istiadat, kebiasaan sosial, norma, dan kepercayaan yang merupakan ruang lingkup perilaku individual (Ellis, 1988). Oleh karena itu, dengan anggapan bahwa pembedaan tenaga kerja perempuan dan laki-laki cenderung ditetapkan secara sosial bukan biologis, konsep gender digunakan sebagai rujukan makna sosial untuk mengenali aturan yang berlaku dalam berbagai karakteristik masyarakat Pembagian Kerja dalam Usahatani Keluarga Seperti juga di daerah lain, dalam rumahtangga pertanian di Kabupaten Konawe Selatan, melakukan pekerjaan di dalam usahatani keluarga merupakan aktivitas penting yang dilakukan petani dan keluarganya, baik itu dalam usahatani pangan (padi, jagung, sayuran), perkebunan maupun perikanan (darat dan laut). Suami dan isteri yang menjadi fokus dalam penelitian ini, melakukan pekerjaanpekerjaan dalam usahatani dengan aktivitas yang relatif berbeda. FAO (Undated) menjelaskan bahwa di pertanian, perempuan dan laki-laki mempunyai peran yang bervariasi, baik antar wilayah maupun negara. Pada beberapa kasus, perempuan dan laki-laki mempunyai peran yang saling melengkapi, berbagi tugas dalam produksi hasil panen, peningkatan peternakan, perikanan, dan pemanfaatan hutan. Pada kasus lain, perempuan dan laki-laki mempunyai tugas dan tanggung jawab yang sangat berbeda dalam pemanenan dan peternakan, perikanan, dan kehutanan. Walaupun pemanenan langsung dalam skala besar telah diperkenalkan namun

3 140 keterlibatan laki-laki lebih diutamakan, khususnya dalam pertanian dengan mekanisasi tinggi. Tanggung jawab perempuan meningkat terhadap produksi pangan dalam skala rumahtangga dan pemanenan langsung dalam skala kecil dengan menggunakan teknologi rendah. Hasil wawancara terhadap responden di lokasi penelitian menunjukkan bahwa umumnya laki-laki melakukan pekerjaan yang relatif banyak membutuhkan curahan tenaga yang besar, sebaliknya perempuan melakukan pekerjaan yang relatif sedikit membutuhkan curahan fisik. Misalnya dalam usahatani pangan, umumnya laki-laki melakukan pekerjaan mengolah lahan, memperbaiki pematang, memupuk dan memberantas hama penyakit, sedangkan perempuan lebih banyak melakukan kegiatan penanaman padi, penyiangan gulma pada usahatani pangan, dan pemanenan. Pada usahatani kebun, laki-laki merupakan pihak yang umumnya melakukan pembuatan lubang untuk penanaman bibit tanaman, penyiapan lahan, membuat ajir untuk tanaman merica, melakukan pemangkasan dahan pohon kakao, dan pembersihan gulma. Sedangkan perempuan lebih banyak melakukan pemanenan dan penanganan pasca panen, hingga pemasaran hasil. Dalam rumahtangga nelayan, laki-laki umumnya melakukan kegiatan penyiapan peralatan tangkap ikan, penangkapan dan atau pemancingan ikan, baik di laut maupun di danau, lalu juga melakukan pemasaran hasil yang diperoleh. Perempuan umumnya menyiapkan bekal makanan untuk suami, juga melakukan pemasaran terhadap hasil ikan yang diperoleh, dan penanganan pasca panen. Hasil di atas secara umum menunjukkan bahwa suami merupakan pelaku utama dalam melakukan aktivitas usahatani keluarga. Hasil ini sesuai dengan

4 141 temuan Sitepu (2007) dan Hendratno (2006) bahwa kegiatan usahatani didominasi laki-laki. Demikian juga Mangkuprawira (1985) berpendapat bahwa dilihat dari aspek budaya, peran untuk mencari nafkah dalam rumahtangga lebih banyak dilakukan oleh suami, sedangkan pekerjaan rumahtangga lebih banyak dilakukan oleh perempuan (isteri). Todaro (1998) mengemukakan perempuan memegang peran penting dalam sektor produksi pertanian disamping fungsi lainnya dalam kehidupan sehari-hari, tetapi sering terabaikan. Keragaman tugas perempuan menyulitkan dalam perhitungan porsi sumbangan mereka dalam produksi pertanian, apalagi untuk menaksir nilai ekonominya. Terlebih karena mereka tidak menerima upah atas pekerjaan yang dilakukan. Untuk melihat lebih jauh mengenai peran perempuan dalam aktivitas di rumahtangga, pada bagian di bawah ini akan disajikan analisis terkait alokasi waktu gender (perempuan dan laki-laki) dalam melakukan pekerjaan rumahtangga Pembagian Kerja dalam Rumahtangga Selain melakukan pekerjaan dalam usahatani keluarga, perempuan dan laki-laki juga melakukan pekerjaan-pekerjaan reproduktif di dalam rumahtangga, demi keberlangsungan kehidupan keluarga. Meskipun pekerjaan rumahtangga lebih banyak dilakukan oleh perempuan (isteri), namun suami juga terlibat dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan tersebut, meski dengan alokasi waktu yang lebih sedikit. Seperti juga di daerah lain, nilai-nilai budaya yang berlaku di daerah ini memang memberi tanggung jawab yang besar kepada isteri dalam penyelesaian pekerjaan-pekerjaan reproduksi dalam rumahtangga. Sedangkan suami hanyalah membantu sekedarnya saja. Hasil penelitian Ariyanto (2004) menguatkan hal ini, yaitu bahwa perempuan lebih banyak mencurahkan waktunya untuk kegiatan

5 142 reproduksi dibandingkan laki-laki. Bahkan Setyawati (2008) menegaskan bahwa laki-laki hanya melakukan aktivitas produksi dan sosial kemasyarakatan. Terkait hal ini, Maume (2006) menyatakan bahwa kewajiban terhadap keluarga lebih dipengaruhi oleh tradisionalisme gender daripada egalitarianisme. Hasil di atas bertentangan dengan temuan Lewin-Epstein dan Stier (2006), dimana perempuan dan laki-laki Israel mencurahkan waktu yang lebih sedikit dalam pekerjaan rumahtangga, sedangkan pekerjaan rumahtangga di Jerman lebih terpisah, mirip di Indonesia. Hal ini disebabkan karena kedua negara berbeda dalam karakteristik demografi. Hasil studi Binswanger dan Rosenzweig (1981) menyimpulkan bahwa pola-pola yang ada di berbagai negara dengan corak sosial budaya yang berbeda, tidak mudah dijelaskan, baik dengan pembagian tenaga kerja (division of labor), ataupun dengan perbedaan produktivitas pasar. Temuan di lokasi penelitian menunjukkan bahwa pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan responden dalam rumahtangga antara lain adalah mencuci pakaian, memasak, mengurus anak, menyiapkan bekal untuk ke kebun, mengambil air, membersihkan pekarangan, mencari sayur ke kebun, ke warung, dan menyetrika. Dari wawancara dengan responden diketahui bahwa suami juga melakukan pekerjaan-pekerjaan tersebut (meski dengan porsi waktu yang jauh lebih sedikit), kecuali mencari sayur ke kebun. Memasak, mengurus anak, mencuci, dan membersihkan pekarangan merupakan kegiatan utama yang dilakukan perempuan dalam kehidupan sehari-hari, disamping pekerjaanpekerjaan domestik lainnya. Disini nampak besarnya peran perempuan dalam pencapaian ketahanan pangan rumahtangga, terkait dengan penyiapan pangan yang akan dikonsumsi

6 143 seluruh anggota rumahtangga. Mulai dari mencari bahan pangan di kebun, menyiapkannya, dan menghidangkan makanan. Keseluruhan proses tersebut sangat menentukan pencapaian ketahanan pangan rumahtangga. Dengan alokasi waktu dan tenaganya, perempuan melakukan pekerjaan-pekerjaan tersebut, karena secara tradisional perempuan memegang tanggung jawab yang besar dalam pemenuhan pangan seluruh anggota rumahtangga. Peran tersebut sesuai dengan pendapat Todaro (1998) bahwa peran penting perempuan lainnya adalah dalam penyediaan makanan untuk keluarga. Meskipun terkesan sederhana, banyak waktu dan tenaga yang harus dicurahkan untuk mencari (membeli), memasak, serta menghidangkan makanan. Oleh karena itu pemenuhan gizi keluarga sangat ditentukan oleh peran perempuan dan juga ditopang oleh penghasilan yang diperolehnya. Ini sesuai dengan FAO (Undated) bahwa peran perempuan lainnya adalah dalam pengolahan pangan yang berkontribusi terhadap ketahanan pangan melalui penurunan kehilangan pangan, penganekaragaman diet, dan mensuplai vitamin penting bagi tubuh. Perempuan juga bertanggung jawab terhadap waktu konsumsi, penggilingan, pengasapan ikan dan daging, mengolah, dan memelihara buah dan sayur yang dihasilkan dari pekarangan rumah, bertanggung jawab secara universal dalam penyiapan makanan keluarga, dan menjamin kualitas gizi seluruh anggota keluarga. Selanjutnya dijelaskan bahwa sebagai penerima gaji, perempuan bertanggung jawab dalam penyediaan pangan untuk keluarga. Jika tidak sebagai penghasil, maka sebagai penerima penghasilan, perempuan tetap berkewajiban membeli pangan. Pada perempuan desa dan kota, proporsi terbesar dari upah

7 144 mereka digunakan untuk membeli makanan bagi anggota keluarga. Ketika perempuan mempunyai kontrol terhadap kelebihan penghasilan, maka mereka dapat mempertahankan tingkat kesejahteraan keluarga, khususnya pada perbaikan kualitas gizi anggota keluarga (FAO, Undated). Perempuan merupakan penghasil pendapatan (income earners), baik yang diperoleh dari hasil usahatani maupun non usahatani. Perempuan mempunyai tanggung jawab utama dalam pembelian makanan, kemampuan mereka dalam mengontrol penghasilan menjadi sangat penting dalam pencapaian ketahanan pangan. Perempuan memegang peranan kritis sebagai penyedia makanan, yaitu dalam memilih jenis makanan yang tersedia di pasar atau yang dihasilkan dari kebun, mengalokasikan jumlah makanan untuk anggota keluarga, mempersiapkan makanan, dan membuat variasi pada setiap makanan (Horenstein, 1989). Dengan pembahasan yang dilakukan di atas dapat dikatakan bahwa peran perempuan dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan rumahtangga, nampaknya sepele dan tidak bernilai ekonomis, namun ternyata sangatlah menentukan pencapaian ketahanan pangan rumahtangga petani. Dengan ditunjang oleh penghasilan yang diperolehnya sendiri dan dari suami, serta kemampuan mengelola pendapatan tersebut, dibarengi dengan curahan fikiran dan tenaga dalam melakukan pekerjaan-pekerjaan domestik, maka kemungkinan untuk mencapai ketahanan pangan rumahtangga akan lebih besar. Dengan demikian tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa peran perempuan tersebut sangat menentukan kualitas kehidupan anak dan anggota keluarga secara keseluruhan. Peran yang dilakukan saat ini akan memberi dampak pada kehidupan seluruh anggota keluarga saat ini dan dimasa yang akan datang.

8 Pembagian Kerja di Luar Usahatani Keluarga Karena kebutuhan keluarga yang meningkat, sementara pendapatan dari usahatani keluarga tidak mencukupi untuk memenuhi seluruh keperluan dalam rumahtangga, mendorong perempuan dan laki-laki untuk bekerja lebih giat (Suprihatin, 1986). Karena kesempatan kerja di sektor pertanian yang sangat terbatas di perdesaan, sehingga perempuan hanya bisa menjadi buruh tanam atau panen di usahatani tetangga. Kesempatan kerja ini menjadi semakin langka, karena masa tanam dan panen paling tidak hanya dapat dilakukan dua kali dalam setahun, yaitu sesuai dengan musim tanam untuk tanaman pangan. Laki-laki nampaknya mempunyai kesempatan kerja yang lebih beragam, karena dapat memperoleh upah dari pekerjaan-pekerjaan, seperti buruh cangkul, buruh nelayan, memperbaiki pematang, dan buruh panjat kelapa. Karena pertimbangan fisik, maka suami tidak hanya dapat bekerja di usahatani pangan, namun juga di perkebunan atau menjadi buruh nelayan, dimana pekerjaanpekerjaan ini relatif lebih sering dilakukan Pembagian Kerja di Luar Pertanian Karena dorongan untuk memperoleh pendapatan dalam rangka memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga dan didorong oleh kurangnya kesempatan kerja dan atau berusaha di sektor pertanian, maka perempuan dan laki-laki berupaya mencarinya di luar sektor pertanian. Untuk itu, perempuan menjadi pedagang, baik di rumah maupun di pasar (menjual sayur dan sembako), menjadi guru, tukang pijat, guru mengaji, bahkan ada yang ikut mendulang emas. Di sisi lain, responden laki-laki umumnya menjadi tukang ojek, membuat atap, buruh bangunan, guru mengaji, pedagang, mendulang emas, Satpam, dan tukang pijit.

9 146 Pekerjaan-pekerjaan di luar pertanian ini umumnya merupakan pekerjaanpekerjaan yang tidak melibatkan aspek upah, tetapi lebih merupakan usaha mandiri yang dikelola responden dengan keterbatasan modal dan pengetahuan. Dengan demikian, hasil yang diperoleh juga sangat ditentukan oleh besarkecilnya modal yang ditanamkan dan kemampuan manajerial dari responden. Pekerjaan-pekerjaan upahan seperti menjadi Satpam dan guru mengaji sangat jarang dan memerlukan persyaratan yang umumnya tidak dimiliki responden Alokasi Waktu Berdasar Gender Dalam rumahtangga petani, disamping lahan sebagai aset paling berharga, juga waktu (24 jam) yang dimiliki masing-masing perempuan dan laki-laki merupakan sumberdaya keluarga yang dapat dialokasikan pada berbagai aktivitas, baik untuk pekerjaan di dalam rumahtangga, di usahatani maupun pada berbagai kegiatan di luar usahatani. Alokasi waktu pada berbagai kegiatan tersebut, disamping untuk tujuan ekonomi, kepentingan sosial, dan leisure. Dengan menghitung dan membandingkan pola curahan kerja (waktu) antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai aktivitas produktif dan reproduktif, maupun leisure, akan dapat diketahui gambaran mengenai posisi dan status sosial perempuan dan laki-laki dalam perekonomian rumahtangga. Ini akan mempertajam konsepsi peran masing-masing gender dalam rumahtangga, serta dalam masyarakat secara lebih luas. Ini sesuai dengan pendapat (Doyle, 1985 dalam Sajiharjo, 1990) bahwa analisis gender merupakan suatu analisis tentang hubungan (relasi) antara perempuan dan laki-laki dalam kehidupan sosial. Dengan demikian, analisis gender dapat digunakan untuk mengamati hubungan perempuan dan laki-laki melalui hubungan suami-isteri dalam keluarganya.

10 147 Untuk menjawab tujuan pertama penelitian ini, akan dilakukan pengamatan terhadap jenis kegiatan dan alokasi waktu perempuan dan laki-laki dalam kegiatan produktif, reproduktif, dan leisure, yang akan dianalisis secara deskriptif kualitatif berdasarkan konsep yang dikemukakan oleh Ellis (1988). Analisis yang dilakukan adalah dengan membandingkan alokasi waktu dari semua kegiatan yang dilakukan perempuan dan laki-laki selama 24 jam, yang dipilah menurut kegiatan (1) dalam usahatani keluarga, (2) pertanian di luar usahatani keluarga, (3) kerja di luar pertanian, (4) pekerjaan rumahtangga, (5) waktu luang, dan (6) istirahat. Hasil analisis secara ringkas mengenai aktivitas perempuan dan laki-laki yang dilakukan selama 24 jam terakhir disajikan dalam tabel berikut ini : Tabel 12. Perbandingan Alokasi Waktu menurut Gender dalam Berbagai Aktivitas 24 Jam Lalu di Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2009 Kategori Desa/ Kelurahan Rawan Kelompok Aktivitas Kerja di usahatani kel. Jumlah Jam Kerja 1.63 Perempuan Persentase (%) 6.79 Jumlah Jam Kerja 5.65 Laki Laki Persentase (%) Pangan Kerja diluar usahatani kel n=136 Kerja diluar pertanian Pekerjaan rumahtangga Waktu luang Istirahat Jumlah Tahan Kerja di usaha tani kel Pangan Kerja diluar usahatani kel n=49 Kerja diluar pertanian Pekerjaan rumahtangga Waktu luang Istirahat Jumlah

11 Aktivitas dalam Usahatani Keluarga Pada tabel di atas tampak untuk daerah rawan pangan, besar alokasi waktu perempuan untuk kegiatan dalam usahatani keluarga (on-farm activities) rata-rata hanya sebesar 1.63 jam atau hanya 6.79 persen dari total 24 jam yang dimiliki. Sedangkan laki-laki mengalokasikan 5.65 jam dari waktunya untuk mengelola usahatani keluarga, atau sekitar persen dari 24 jam yang dimilikinya. Hasil ini menunjukkan bahwa pengelolaan usahatani keluarga secara langsung masih didominasi oleh suami, sedangkan isteri perannya lebih kecil. Hasil penelitian Soepriati (2006) memper-kuat hal ini bahwa peran istri pada usahatani lebih kecil dibandingkan suami. Hasil analisis menunjukkan keadaan yang agak berbeda untuk desa tahan pangan, dimana alokasi waktu perempuan dan laki-laki dalam usahatani keluarga lebih tinggi dibandingkan di desa rawan pangan, yaitu mencapai 3.81 jam (15.88 persen) untuk perempuan dan 7.31 jam (30.46 persen) untuk laki-laki. Ini menunjukkan bahwa di desa tahan pangan, para responden memberi perhatian yang besar terhadap usahatani keluarga, dan usahatani ini bisa diandalkan sebagai sumber penghidupan yang utama dalam pemenuhan kebutuhan anggota rumahtangga. Hal ini diperkuat dengan data bahwa dari keseluruhan responden penelitian (n=190), hanya 75 orang isteri (39.47 persen) yang bekerja atau membantu suami secara langsung dalam usahatani keluarga. Jumlah responden perempuan yang tidak ikut bekerja dalam usahatani keluarga mencapai persen. Temuan Kimhi dan Rapaport (2004) sejalan dengan hasil penelitian ini, bahwa penawaran tenaga kerja perempuan lebih rendah daripada laki-laki, baik di dalam usahatani maupun di luar usahatani.

12 149 Bila dipilah menurut desa rawan pangan dan tahan pangan, hasil di atas mirip keadaannya dengan responden di desa rawan pangan, dimana hanya sekitar persen dari 140 responden perempuan yang bekerja langsung dalam usahatani keluarga. Bandingkan dengan responden di desa tahan pangan (n=50), yang persentase partisipasi perempuan dalam usahatani keluarga mencapai 62 persen. Rendahnya curahan waktu perempuan dalam usahatani keluarga adalah karena responden perempuan lebih banyak mencurahkan waktunya untuk pekerjaan domestik dalam rumahtangga, seperti mengurus keperluan anak dan suami, memasak, dan kegiatan lainnya, termasuk menyiapkan berbagai keperluan suami untuk bekerja di usahatani, misalnya untuk bekal makan siang. Hasil-hasil yang diperoleh di atas sesuai dengan temuan Sitepu (2007) yang menunjukkan pola relasi gender yang umumnya didominasi oleh laki-laki dan Hendratno (2006) yang hasil penelitiannya membuktikan adanya dominasi suami dalam kegiatan produksi Aktivitas Pertanian di Luar Usahatani Keluarga Alokasi waktu perempuan dan laki-laki untuk kegiatan pertanian di luar usahatani keluarga (off-farm activities) merupakan curahan waktu paling kecil diantara keenam kelompok aktivitas, baik di daerah rawan pangan maupun di daerah tahan pangan. Di desa rawan pangan, alokasi waktu perempuan hanya sebesar 0.04 jam (0.17 persen), sedangkan laki-laki adalah 0.68 jam (2.83 persen). Alokasi waktu perempuan di desa tahan pangan lebih tinggi dibandingkan responden di desa rawan pangan, yaitu mencapai 0.35 jam (1.46 persen), sedangkan laki-laki lebih rendah, yaitu 0.20 jam (0.83 persen). Hasil ini juga mengindikasikan kecilnya kesempatan kerja di sektor pertanian di luar usahatani

13 150 keluarga. Hal ini memang fenomena yang umum terjadi di perdesaan, dimana kesempatan kerja yang tersedia sangat terbatas. Inilah salah satu yang mendorong arus urbanisasi ke kota-kota besar, dalam rangka mendapatkan alternatif pendapatan dari berbagai kegiatan informal di perkotaan. Padahal sebenarnya, alokasi waktu di luar usahatani keluarga sebenarnya bisa menjadi alternatif penting dalam perolehan pendapatan, seperti yang dikemukakan oleh Newman dan Canagarajah (2000) bahwa aktivitas di luar usahatani penting karena dapat menyebabkan penurunan kemiskinan rumahtangga petani di Ghana dan Uganda Aktivitas Ekonomi di Luar Pertanian Seperti juga di sektor pertanian, sektor non pertanian di desa juga tidak cukup menyediakan kesempatan bagi para responden untuk bekerja, baik di desadesa rawan pangan maupun tahan pangan. Hal ini dapat dilihat dari kecilnya alokasi waktu perempuan dan laki-laki dalam kegiatan ekonomi non pertanian (nonfarm activities). Dalam hal ini, perempuan mengalokasikan waktunya hanya sebesar 0.74 jam (3.08 persen), sedangkan laki-laki mencapai 1.51 jam (6.29 persen). Keadaannya agak lebih baik bagi perempuan di daerah tahan pangan, dimana alokasi waktu perempuan dalam kegiatan non pertanian mencapai 1.48 jam (6.17 persen). Kebalikannya bagi para suami, alokasi waktunya hanya mencapai 0.37 jam atau hanya 1.54 persen dari total waktu yang dimilikinya. Ini menunjukkan adanya kesempatan bekerja dan atau berusaha yang lebih besar bagi perempuan di daerah tahan pangan. Hal ini diindikasikan oleh Setyawati (2008), yang menunjukkan peran yang dilakukan perempuan selain aktivitas domestik, adalah juga kegiatan di luar rumah dan mengerjakan

14 151 aktivitas produktif (bekerja), serta melakukan pekerjaan sosial kemasyarakatan. Sitorus (1994) menyebutkan bahwa peran ekonomi perempuan pada rumahtangga nelayan miskin sangatlah besar, yaitu disamping bekerja di dalam usahatani keluarga dan atau usahatani tetangga, juga di luar sektor pertanian atau perikanan. Pentingnya aktivitas di luar pertanian sebagai sumber pendapatan bagi rumahtangga telah banyak diketahui. Oleh karena itu, alokasi waktu responden yang ditujukan untuk kegiatan di luar pertanian merupakan upaya untuk memperoleh pendapatan yang lebih besar bagi rumahtangganya. Mishra et al. (2002) dalam Goodwin dan Mishra (2004) menyatakan bahwa 92 persen pendapatan petani di Amerika Serikat berasal dari non usahatani. Beberapa kegiatan yang dapat dilakukan di luar pertanian adalah berjualan di pasar, membuka kios sembako dan menjual makanan bagi perempuan, sedangkan bagi laki-laki adalah mengojek, menjual di pasar dan menambang emas Aktivitas dalam Rumahtangga Alokasi waktu perempuan yang rendah dalam usahatani keluarga, maupun dalam kegiatan ekonomi lainnya, ternyata karena perempuan lebih banyak mengalokasikan waktunya untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan dalam rumahtangga (housework, or domestic activities), seperti memasak, mencuci, mengurus anak, termasuk menyiapkan berbagai keperluan suami untuk ke kebun, misalnya untuk bekal makan siang. Waktu yang dialokasikan responden perempuan di desa rawan pangan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan rumahtangga mencapai 5.38 jam atau persen dari total waktunya, sedangkan laki-laki sangat sedikit, yaitu hanya sebesar 0.63 jam (2.63 persen). Hasil ini sesuai temuan Soepriati (2006) bahwa peran isteri dalam kegiatan reproduktif di rumahtangga lebih tinggi

15 152 daripada suami, bahkan Koesoemowidjojo (2000) menyimpulkan bahwa sekitar 29 persen isteri sepenuhnya hanya mengurus rumahtangga, selebihnya bekerja di sektor publik. Keadaan yang mirip terjadi juga di desa tahan pangan meski ada sedikit peningkatan dalam alokasi waktu suami dalam pekerjaan rumahtangga dan menurunnya alokasi waktu perempuan dalam melakukan pekerjaan rumahtangga. Ini berarti bahwa di daerah tahan pangan, peran perempuan dan laki-laki dalam penyelesaian pekerjaan rumahtangga lebih berimbang. Hasil ini sesuai dengan temuan Megawangi dan Sumarwan (1996), yaitu pada daerah yang berbeda peran suami dalam rumahtangga bisa berbeda, di Sulawesi Utara suami lebih banyak terlibat dalam pekerjaan rumahtangga dibandingkan dengan suami pada rumahtangga di Jawa Timur. Hasil ini juga menunjukkan bahwa dalam rumahtangga responden, para lelaki lebih banyak memusatkan kegiatannya pada pengelolaan usahatani keluarga, sedangkan perempuan alokasi waktunya lebih pada tanggung jawab menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan domestik di dalam rumahtangga. Kurangnya responden laki-laki yang membantu melakukan pekerjaan dalam rumahtangga adalah karena mereka menganggap itu adalah pekerjaan perempuan dan anak-anak di rumah. Terkecuali bila isteri dalam kondisi yang tidak mampu melakukannya, misalnya setelah melahirkan atau dalam keadaan sakit, maka suami akan membantu pekerjaan rumahtangga. Secara umum dapat dikatakan bahwa dalam masyarakat di Kabupaten Konawe Selatan, pelaksanaan pekerjaan-pekerjaan rumahtangga terutama masih menjadi tanggung jawab isteri. Sedangkan kegiatan mencari nafkah, terutama masih menjadi tanggung jawab suami. Kalaupun isteri membantu, itu merupakan

16 153 inisiatif dan keinginan kuat dari isteri sendiri untuk menambah penghasilan. Dengan adanya tambahan penghasilan, maka kebutuhan pangan dalam rumahtangga akan lebih terjamin ketersediaannya. Namun terdapat juga beberapa orang responden yang harus bekerja mencari nafkah sendiri, karena suaminya sakit. Meskipun kegiatan dalam rumahtangga tidak menghasilkan pendapatan tunai, namun perempuan menganggap bahwa pekerjaan dalam rumahtangga merupakan pekerjaan yang penting, terutama ketika anak-anak masih berumur di bawah 10 tahun. Temuan ini sesuai dengan teori Becker (1981) tentang nilai waktu perempuan, dimana pada saat tertentu nilai waktu perempuan lebih tinggi daripada upah di pasar tenaga kerja atau penghasilan yang mungkin diperoleh bila melakukan aktivitas di luar pekerjaan domestik, sehingga mereka lebih memilih mencurahkan waktunya dalam pekerjaan domestik, daripada bekerja di luar rumah. Hal ini senada dengan Cunningham (2001), bahwa keputusan untuk berpartisipasi dalam pasar tenaga kerja secara umum dimodelkan sebagai maksimisasi individu atas lifetime utility (happiness) dengan kendala anggaran dan waktu yang tersedia. Bila utilitas dari upah marjinal harapan lebih tinggi daripada jam marjinal pada pekerjaan non pasar (pekerjaan rumahtangga), maka individu akan memasuki angkatan kerja (Cunningham, 2001). Terkait dengan alokasi waktu perempuan, Alvarez dan Miles (Undated) menyebutkan bahwa temuan-temuan empiris dari berbagai kajian di negara maju secara konsisten menunjukkan bahwa perempuan tetap merupakan penanggung jawab atas pekerjaan rumahtangga. Para responden perempuan di Kabupaten Konsel juga menganggap bahwa pekerjaan rumahtangga merupakan kewajiban utama bagi perempuan, sedangkan laki-laki mempunyai tanggung jawab utama

17 154 sebagai pencari nafkah. Kecuali dalam kondisi suami sakit, maka isteri mempunyai peran yang lebih berat, karena disamping tetap harus merawat suami dan mengerjakan berbagai pekerjaan domestik, juga tetap harus mencari nafkah untuk keperluan keluarga. Terkait ketimpangan gender dalam rumahtangga di lokasi penelitian, meskipun perempuan telah ikut mencari nafkah, namun tanggung jawab utama dalam penyelesaian berbagai pekerjaan rumahtangga tetap menjadi tugas isteri. Ini adalah beban ganda yang harus ditanggung perempuan, karena faktor budaya yang masih kuat di kalangan masyarakat, yang beranggapan bahwa tugas utama penyelesaian berbagai pekerjaan rumahtangga adalah tanggung jawab perempuan Aktivitas Waktu Luang Kegiatan yang termasuk dalam aktivitas waktu luang (leisure) adalah sholat, menonton, mengunjungi tetangga yang sakit, dan ngobrol dengan tamu atau tetangga. Dalam hal ini, alokasi waktu perempuan dan laki-laki, baik di desa tahan pangan maupun di desa rawan pangan, tidak menunjukkan perbedaan yang menyolok. Alokasi waktu perempuan di desa rawan pangan untuk aktivitas ini sebesar 6.26 jam (26.06 persen) dan laki-laki sebesar 6.39 jam (26.63 persen). Di desa tahan pangan, alokasi waktu perempuan untuk kegiatan ini adalah sebesar 5.13 jam (21.38 persen), sedangkan laki-laki sebesar 5.35 jam (22.29 persen). Hasil ini menunjukkan bahwa waktu yang dialokasikan untuk kegiatan leisure cukup seimbang bagi seluruh responden di kedua wilayah penelitian, baik laki-laki maupun perempuan. Menurut Apps (2004), disamping konsumsi, waktu yang dialokasikan untuk leisure merupakan salah satu indikator kesejahteraan. Bila leisure dijadikan sebagai salah satu ukuran kesejahteraan, maka seluruh

18 155 responden telah menikmati waktu yang cukup untuk aktivitas yang disukainya. Nampaknya, tingginya alokasi waktu untuk leisure bagi responden di lokasi penelitian, tidak menunjukkan bahwa mereka telah sejahtera, namun lebih disebabkan oleh kurangnya kesempatan kerja dan atau berusaha yang tersedia Istirahat Istirahat merupakan sesuatu yang wajib dilakukan oleh setiap manusia. Secara normal, waktu yang cukup untuk istirahat adalah sekitar 1/3 dari total waktu yang dimiliki, atau 8 jam. Nampaknya porsi waktu untuk istirahat merupakan alokasi waktu paling tinggi diantara seluruh kelompok aktivitas responden. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa seluruh responden dikedua lokasi penelitian telah menikmati istirahat yang cukup, yang mencapai 9 jam lebih dalam sehari-semalam. Besarnya alokasi waktu untuk istirahat ini bisa saja bukan hal yang diinginkan oleh responden, namun disebabkan oleh ketiadaan lapangan kerja dan atau berusaha yang umumnya terjadi di perdesaan. Dilihat dari aspek gender, tidak ada perbedaan menyolok antara waktu istirahat yang dialokasikan oleh laki-laki dan perempuan dalam aktivitasnya selama 24 jam. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa dalam hal kesempatan untuk menikmati istirahat, tidak ada ketimpangan antara laki-laki dan perempuan Kontrol terhadap Sumberdaya dan Pendapatan Rumahtangga Dalam rumahtangga pertanian, salah satu aspek penting dalam analisis gender menurut Ellis (1988) adalah terkait kontrol terhadap sumberdaya dan pendapatan rumahtangga. Terkait ketahanan pangan, Horenstein (1989) menjelaskan bahwa keputusan mengenai apa dan berapa banyak tanaman yang dialokasikan untuk dijual dan dibeli, seiring dengan penambahan pengetahuan

19 156 mengenai siapa yang memperoleh penghasilan dan bagaimana penghasilan tersebut digunakan, merupakan variabel kunci untuk mencapai ketahanan pangan dalam rumahtangga. Hasil analisis menunjukkan bahwa penanggung jawab utama seluruh kegiatan dalam usahatani keluarga adalah laki-laki (suami), baik rumahtangga di desa rawan pangan maupun tahan pangan. Hasil ini sesuai dengan hasil pembahasan pada bagian sebelumnya, di mana laki-laki merupakan pihak yang lebih banyak mengalokasikan waktunya dalam pelaksanaan aktivitas usahatani keluarga. Hasil pengolahan data mengenai pihak-pihak yang menjadi pengambil keputusan dalam pelaksanaan kegiatan usahatani dan produksi usahatani di Kabupaten Konawe Selatan disajikan dalam Tabel 13. Tabel 13. Penanggung Jawab Kegiatan Usahatani dan Pengambil Keputusan terhadap Hasil Produksi Usahatani di Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2009 Kategori Desa/ Kelurahan Rawan Pengambil Keputusan Suami sendiri Penanggung Jawab Kegiatan Usahatani Keluarga Jumlah Persentase Responden (%) Pengambil Keputusan terhadap Produksi Usahatani Jumlah Persentase Responden (%) Pangan Suami isteri Suami dominan Isteri dominan Isteri sendiri Jumlah Tahan Suami sendiri Pangan Suami isteri Suami dominan Isteri dominan Isteri sendiri Jumlah

20 157 Sementara itu, hanya sekitar 3.00 persen responden perempuan yang mempunyai tanggung jawab terhadap seluruh aktivitas dalam usahatani keluarga, baik di desa tahan pangan maupun rawan pangan. Hasil ini juga sesuai dengan temuan pada bahasan sebelumnya bahwa alokasi waktu perempuan dalam aktivitas usahatani keluarga lebih kecil dibandingkan laki-laki. Terkait keputusan terhadap produksi usahatani yang diperoleh keluarga, apakah akan dikonsumsi atau dijual, serta berapa bagian yang akan dikonsumsi atau dijual, nampaknya suami merupakan penentu keputusan yang lebih dominan di desa rawan pangan (51.43 persen) dibandingkan dengan responden di desa tahan pangan (27.59 persen). Ini dapat menjadi gambaran terjadinya subordinasi perempuan oleh pihak laki-laki, yaitu bahwa status sosial perempuan lebih rendah dibandingkan laki-laki. Hasil temuan ini juga menegaskan kembali mengenai budaya patrilineal yang terjadi dalam masyarakat Konawe Selatan, seperti juga yang umum ditemui di daerah lain di Indonesia, dimana hubungan lelakiperempuan dicerminkan oleh kontrol lelaki atas harta, sumberdaya, dan pendapatan rumahtangga pertanian, disamping juga atas aspek-aspek kehidupan perempuan lainnya. Khusus di desa tahan pangan, terdapat keseimbangan peran antara suami dan isteri dalam pengambilan keputusan terkait penggunaan produksi usahatani keluarga. Nampaknya, hasil ini juga mendukung temuan-temuan sebelumnya mengenai peran perempuan yang cenderung meningkat dalam usahatani keluarga di desa tahan pangan dibandingkan di desa rawan pangan. Artinya, di desa tahan pangan, kontrol atas aktivitas usahatani keluarga tidak lagi didominasi oleh laki-

21 158 laki, namun perempuan memiliki peran yang lebih seimbang dengan laki-laki dalam pengelolaan usahatani keluarga. Terkait keputusan dalam proses penjualan hasil usahatani dan alokasi penggunaan dari pendapatan usahatani tersebut, ringkasan hasilnya disajikan dalam Tabel 14. Informasi dalam tabel tersebut mengindikasikan bahwa dalam keputusan terkait proses penjualan hasil usahatani, baik di desa rawan pangan maupun tahan pangan, peran bersama antara suami dan isteri lebih dominan dibandingkan peran masing-masing gender, yaitu di desa rawan pangan mencapai persen dan persen didesa tahan pangan. Ini berarti bahwa dalam hal proses penjualan produk usahatani, suami, dan isteri lebih kompromistis dibandingkan pada keputusan lainnya dalam proses produksi usahatani keluarga. Tabel 14. Pihak Penentu dalam Proses Penjualan Hasil dan Alokasi Pendapatan Usahatani di Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2009 Kategori Desa/ Kelurahan Rawan Pengambil Keputusan Suami sendiri Penentu Keputusan Penjualan Hasil Usahatani Jumlah Persentase Responden (%) Penentu Alokasi Penggunaan Pendapatan Usahatani Jumlah Persentase Responden (%) Pangan Suami isteri Suami dominan Isteri dominan Isteri sendiri Jumlah Tahan Suami sendiri Pangan Suami isteri Suami dominan Isteri dominan Isteri sendiri Jumlah

22 159 Hal yang juga menarik dari tabel di atas, yaitu bahwa peran perempuan secara sendiri di kedua lokasi penelitian terkait pengambilan keputusan dalam proses penjualan hasil usahatani adalah lebih dominan dibandingkan laki-laki. Namun bila dipilah menurut lokasi penelitian, peran perempuan secara sendiri dalam proses penjualan hasil usahatani lebih besar untuk responden di desa rawan pangan daripada responden perempuan di desa tahan pangan. Dari hasil penjualan produk usahatani, akan diperoleh pendapatan usahatani yang merupakan hasil kerja bersama anggota keluarga, terutama suami dan isteri. Hasil pendapatan ini dapat digunakan untuk memenuhi berbagai keperluan rumahtangga. Dalam hal ini, penentu utama penggunaan pendapatan usahatani di desa rawan pangan adalah perempuan (40 persen), sedangkan di desa tahan pangan diputuskan atas kompromi bersama suami dan isteri, yaitu mencapai persen. Ini menunjukkan bahwa terdapat keseimbangan peran antara lakilaki dan perempuan dalam kontrol terhadap pendapatan usahatani keluarga. Terkait ketahanan pangan, dengan besarnya kontrol perempuan terhadap pendapatan yang diperoleh keluarga, maka ini akan berdampak besar terhadap ketahanan pangan rumahtangga. Seperti diketahui bahwa perempuan merupakan penanggung jawab utama dan pihak yang terlibat langsung dalam pengadaan, pengolahan, penyimpanan dan penyiapan pangan dalam rumahtangga, sehingga dengan kontrol atas pendapatan yang dimilikinya, akan memberinya keleluasaan dalam keseluruhan proses penyediaan dan konsumsi pangan untuk seluruh anggota keluarga. Ini sesuai temuan FAO (Undated) bahwa bila perempuan mempunyai kontrol terhadap pendapatan, maka ini akan dapat mempertahankan tingkat kesejahteraan keluarga, khususnya pada perbaikan kualitas gizi anggota keluarga.

23 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Gender untuk Bekerja di Luar Usahatani Keluarga Pada rencana awal penelitian, kajian ini sebenarnya untuk menduga faktorfaktor yang mempengaruhi keputusan gender (perempuan dan laki-laki) untuk masuk atau tidak masuk ke pasar kerja. Setelah pengambilan data di lapangan, ternyata hanya persen dari keseluruhan responden yang benar-benar menerima upah dari aktivitas kerja yang dilakukan. Artinya, kurang dari separuh dari total responden yang terlibat dalam pasar kerja yang melibatkan variabel upah. Sebagian responden lainnya, yaitu sekitar persen dari total responden melakukan pekerjaan atau usaha mandiri di luar usahatani keluarga untuk memperoleh pendapatan, antara lain mengojek motor, berdagang, menambang emas, buruh bangunan, buruh nelayan, dan membuat atap. Pekerjaan-pekerjaan tersebut dilakukan diluar sistem upah, sehingga dalam penelitian ini, digunakan pendapatan/hari dari aktivitas yang dilakukan di luar pertanian sebagai proksi dari upah di luar pertanian. Pengukuran seperti ini juga digunakan oleh Castagnini et al. (2004). Dalam bagian ini akan dibahas mengenai faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi keputusan masing-masing perempuan dan laki-laki untuk bekerja atau tidak bekerja di luar usahatani keluarga. Menurut Kimhi (1996) dalam Kimhi dan Rapaport (2004), variabel demografi rumahtangga mempengaruhi penawaran tenaga kerja. Disamping variabel demografi (Mangkuprawira, 1985), alokasi waktu perempuan dan laki-laki dalam mencari nafkah juga dipengaruhi oleh faktor ekonomi dan ekologi. Secara khusus, Widarti (1998) menunjukkan bahwa keputusan perempuan menikah untuk bekerja atau tidak bekerja ditentukan oleh tingkat pendidikannya

24 161 dan adanya anak berumur di bawah lima tahun di rumah. Variabel terakhir ini berpengaruh negatif terhadap partisipasi perempuan menikah di pasar tenaga kerja. Hal senada dikemukakan Damanik (2003) bahwa faktor utama yang mendorong perempuan untuk bekerja adalah untuk mendapatkan penghasilan, karena penghasilan yang diperoleh suami masih kurang dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Sedangkan faktor pendorong bagi perempuan untuk tidak bekerja adalah karena perempuan harus mengasuh anak di rumah Analisis Keputusan Kerja Perempuan Pada awalnya diduga bahwa peluang perempuan untuk bekerja atau tidak bekerja di luar usahatani keluarga dipengaruhi oleh variabel-variabel tingkat upah di sektor pertanian, tingkat upah di luar pertanian, umur saat penelitian, umur ketika pertama menikah, pendidikan, dummy akses jalan, dummy akses kredit, ukuran rumahtangga, jumlah anak di rumah yang berumur < 10 tahun, pengeluaran rumahtangga, dummy konservatisme agama, dummy kesempatan kerja, dummy dukungan pasangan, luas lahan (milik, garapan, sewa, pinjam, lahan untuk pangan, lahan untuk kebun), biaya total usahatani, penerimaan total usahatani, dan dummy pembeda desa. Dalam proses pengolahan data, beberapa variabel dikeluarkan dari model persamaan, karena terjadi korelasi yang tinggi antar variabel independen, sehingga menyebabkan performansi model secara keseluruhan menjadi kurang bagus. Ini ditunjukkan oleh tanda dari beberapa variabel yang tidak sesuai dengan teori, jumlah variabel yang pengaruhnya tidak signifikan meningkat, serta nilai persen Concordant yang menurun.

25 162 Setelah re-spesifikasi yang dilakukan berkali-kali terhadap model persamaan yang dibangun, dalam model akhir yang diperoleh diduga bahwa peluang perempuan untuk bekerja atau tidak bekerja di luar usahatani keluarga dipengaruhi oleh variabel-variabel (1) pendidikan laki-laki, (2) pendidikan perempuan, (3) dummy keterampilan yang dimiliki, (4) dummy keluarga masuk garis kemiskinan atau tidak, (5) usia saat pertama menikah, (6) jumlah anak di rumah yang berusia < 10 tahun, dan (7) dummy pembeda desa/kelurahan tahan pangan dan rawan pangan. Program dan hasil estimasi model keputusan perempuan untuk bekerja di luar usahatani keluarga dengan menggunakan metode MLE, masing-masing disajikan dalam Lampiran 8 dan 9. Dari analisis yang dilakukan dengan menggunakan metode penduga maximum likelihood terhadap model persamaan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan perempuan untuk bekerja di luar usahatani keluarga, dapat dikatakan bahwa secara umum model yang disusun memiliki performansi yang cukup bagus. Indikatornya dapat dilihat dari nilai Persen Concordant yang nilainya sebesar Dengan demikian, penentuan peluang untuk mencapai ketahanan pangan rumahtangga pada nilai Y=1 adalah konsisten pada nilai Y = 1. Dari tujuh variabel yang dimasukkan ke dalam model tersebut, terdapat empat variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap peluang perempuan untuk bekerja atau tidak bekerja di luar usahatani keluarga pada taraf kepercayaan 95 persen atau tingkat kesalahan yang ditolerir (α) sebesar 5 persen. Keempat variabel tersebut adalah (1) pendidikan perempuan, (2) pendidikan laki-laki, (3) dummy keterampilan yang dimiliki, dan (4) dummy pembeda desa/kelurahan 1 Persen concordant menunjukkan banyak pengamatan pada kategori Y=1, yaitu peluang perempuan untuk bekerja di luar usahatani keluarga, yang memiliki peluang lebih besar pada Y=1 (konsisten pada Y=1) adalah sebesar 82.2 persen

26 163 tahan pangan dan rawan pangan. Sedangkan variabel : (1) usia perempuan ketika pertama menikah, (2) dummy keluarga masuk garis kemiskinan atau tidak, dan (3) jumlah anak di rumah yang berusia < 10 tahun, pengaruhnya tidak signifikan terhadap peluang perempuan untuk bekerja atau tidak bekerja di luar usahatani keluarga. Hasil analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan perempuan untuk bekerja di luar usahatani keluarga ringkasannya disajikan dalam Tabel 15 berikut ini. Tabel 15. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keputusan Perempuan untuk Bekerja di Luar Usahatani Keluarga di Konawe Selatan Tahun 2009 No. Variabel Parameter Estimasi 1. PddP PddL KETp UMp1 Ymis DAn D P-Value * * * * Nilai Marginal Effect (ME) Keterangan : * Terdapat perbedaan yang signifikan dengan α paling besar 0.05 dimana : KETp n = Dummy perempuan memiliki keterampilan tertentu (ada=1; tidak ada=0) Ymis n = Dummy keluarga masuk garis kemiskinan atau tidak (Bila pendapatan/kapita rumahtangga > Rp.182,000/bulan=1, bila Rp.182,000/bulan 2 =0) UMpn1 n = Dummy usia menikah (UMpn1=1 bila menikah ketika usia < 19 tahun dan Lainnya=0) Up1 n = Dummy usia perempuan saat penelitian (Upn1=1 bila usia tahun, Lainnya=0) DA n = Jumlah anak berumur < 10 tahun di rumah (jiwa) D 1n = Dummy pembeda desa tahan pangan dan rawan pangan (Desa tahan pangan=1, desa rawan pangan=0) 2 Garis kemiskinan versi BPS = Rp /bulan/orang

27 164 Variabel pendidikan perempuan mempunyai pengaruh yang signifikan dan positif terhadap peluang perempuan untuk bekerja atau tidak bekerja di luar usahatani keluarga. Nilai ME dari variabel pendidikan perempuan adalah sebesar Ini berarti bahwa jika pendidikan perempuan bertambah satu tahun, maka peluang perempuan untuk bekerja di luar usahatani keluarga akan meningkat sebesar Hasil ini sangat logis, karena dengan meningkatnya pendidikan, maka akan memberikan peluang yang lebih besar bagi perempuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi di luar usahataninya. Karena dengan meningkatnya pendidikan, perempuan akan memiliki kapabilitas yang lebih baik, sehingga ketika masuk ke dunia kerja akan lebih mudah diterima dan bila berusaha secara mandiri, maka ia akan mampu mengelola usahanya tersebut dengan lebih baik. Hasil ini sejalan dengan temuan Kimhi dan Rapaport (2004) bahwa faktor pendidikan memiliki efek yang positif terhadap pekerjaan di luar usahatani, tetapi tidak berpengaruh terhadap pekerjaan dalam usahatani. Ini dapat terjadi, karena hal-hal yang dipelajari di bangku pendidikan formal, tidak terkait langsung dengan pekerjaan-pekerjaan dalam usahatani. Alasan lain adalah bahwa aktivitas dalam usahatani tidak memerlukan tingkat pendidikan formal tertentu, tetapi dapat dipelajari dan dilakukan dengan relatif lebih mudah. Adanya keterampilan khusus yang dimiliki perempuan mempunyai pengaruh yang signifikan dan positif terhadap peluang perempuan untuk bekerja di luar usahatani keluarga. Nilai ME dari variabel dummy keterampilan perempuan adalah sebesar Ini berarti bahwa jika perempuan memiliki keterampilan khusus, maka peluang perempuan untuk bekerja di luar usahatani keluarga akan meningkat sebesar

28 165 Hasil ini sangat logis, karena dengan adanya keterampilan khusus yang dimiliki, maka akan memberikan peluang yang lebih besar bagi perempuan untuk berpartisipasi dalam aktivitas ekonomi di luar usahataninya, baik di sektor upah maupun mengelola suatu usaha mandiri. Disamping peluang untuk memperoleh pekerjaan yang lebih besar, dengan adanya keterampilan khusus tersebut, biasanya seseorang juga akan memperoleh upah yang lebih tinggi dibanding seseorang yang tidak mempunyai keterampilan khusus. Di dunia usaha juga demikian, seseorang yang memiliki keterampilan tertentu, akan lebih mudah untuk menyelenggarakan suatu usaha mandiri dan mengelolanya dengan lebih baik, karena ia mengetahui cara-cara menjalankan usaha tersebut. Dari keseluruhan responden perempuan (n=194), hanya 7.22 persen yang memiliki keterampilan khusus, yaitu antara lain berupa keterampilan menjahit, membuat kue, dan mengajar (guru). Sedangkan persen diantaranya tidak mempunyai keterampilan khusus. Bila dianalisis menurut desa rawan pangan dan tahan pangan, maka keadaannya juga cukup memprihatinkan. Dari keseluruhan responden perempuan di desa rawan pangan (n=144), hanya sekitar 5.56 persen yang memiliki keterampilan. Persentase perempuan yang tidak memiliki keterampilan jauh lebih besar, yaitu sebesar persen. Sedangkan di desa tahan pangan (n=50), persentase perempuan yang memiliki keterampilan khusus lebih besar, yaitu sebesar 12 persen. Dari gambaran di atas nampak adanya korelasi positif antara keterampilan perempuan dengan partisipasinya dalam aktivitas ekonomi diluar usahatani keluarga. Ketika jumlah responden yang mempunyai keterampilan khusus cukup rendah, maka partisipasinya pada aktivitas ekonomi di luar usahatani keluarga juga rendah.

29 166 Variabel pendidikan laki-laki (suami) mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan terhadap peluang perempuan untuk bekerja di luar usahatani keluarga. Nilai ME dari variabel pendidikan laki-laki adalah sebesar Ini berarti bahwa jika pendidikan suami bertambah satu tahun, maka peluang perempuan untuk bekerja di luar usahatani keluarga akan menurun sebesar Hasil ini dapat saja terjadi, yaitu ketika pendidikan suami meningkat, maka isterinya dilarang untuk berpartisipasi pada kegiatan ekonomi di luar usahatani keluarga. Pola-pola seperti ini bisa berbeda pada waktu dan tempat yang berbeda, karena sangat dipengaruhi oleh faktor budaya dan kondisi suatu masyarakat pada saat tertentu. Variabel dummy pembeda desa rawan pangan dan tahan pangan berpengaruh signifikan dan positif terhadap peluang perempuan untuk bekerja di luar usahatani keluarga. Nilai ME dari variabel dummy pembeda desa adalah sebesar Ini berarti bahwa di desa tahan pangan, responden perempuan mempunyai peluang yang lebih besar untuk bekerja di luar usahatani keluarga sebesar Perlu dijelaskan bahwa dua desa/kelurahan yang masuk kategori tahan pangan dalam penelitian ini, merupakan daerah yang relatif lebih maju dibandingkan dengan desa-desa rawan pangan yang menjadi lokasi penelitian. Di kedua kelurahan ini (salah satu kelurahan ini merupakan ibu kota Kecamatan Laeya), disamping usahatani sawah dan perkebunan yang memberikan hasil cukup tinggi bagi petani, juga terdapat beberapa kantor instansi pemerintah dan sekolah-sekolah (SD, SMP dan SMA). Keadaan potensi desa/kelurahan dan infrastuktur di daerah tahan pangan memang jauh lebih baik dibandingkan dengan desa-desa di daerah rawan pangan.

30 167 Sarana dan prasarana yang terdapat di daerah tahan pangan antara lain adalah jalan beraspal yang merupakan jalan provinsi, sehingga arus lalu lintas sangat lancar. Disamping itu juga terdapat irigasi yang dilengkapi saluran primer dan sekunder, pasar, Koperasi Unit Desa, dan sumber penerangan dari PLN. Ini merupakan faktor pendorong untuk lebih berkembangnya perekonomian di daerah ini, sehingga dapat menyediakan kesempatan kerja dan berusaha yang lebih besar bagi warga masyarakatnya Analisis Keputusan Kerja Laki-Laki Seperti juga pada model keputusan perempuan untuk berpartisipasi di pasar kerja, pada rencana awal penelitian ini beberapa variabel yang diduga mempengaruhi keputusan laki-laki untuk berpartisipasi pada aktivitas ekonomi diluar usahatani keluarga adalah variabel-variabel tingkat upah di sektor pertanian, tingkat upah di luar pertanian, umur saat penelitian, umur ketika pertama menikah, pendidikan, dummy akses jalan, dummy akses kredit, ukuran rumahtangga, pengeluaran rumahtangga, dummy konservatisme agama, dummy kesempatan kerja, dummy dukungan pasangan, luas lahan (milik, garapan, sewa, pinjam, lahan untuk pangan, lahan untuk kebun), biaya total usahatani, penerimaan total usahatani, dan dummy pembeda desa. Dalam proses pengolahan data, beberapa variabel dikeluarkan dari model persamaan, karena terjadi korelasi yang tinggi antar variabel independen, sehingga menyebabkan performansi model secara keseluruhan menjadi kurang bagus. Ini ditunjukkan oleh tanda dari beberapa variabel yang tidak sesuai dengan teori, jumlah variabel yang pengaruhnya tidak signifikan meningkat, serta nilai persen Concordant yang menurun.

VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS

VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS Pada bagian ini akan dikemukakan beberapa ringkasan hasil dari pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya. Selanjutnya akan dikemukakan sintesis dari keseluruhan

Lebih terperinci

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI Pangan (dan gizi) merupakan salah satu komponen penting dalam pembangunan, khususnya dalam upaya peningkatan kualitas sumberdaya

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis 3.1.1. Input Produksi dan Pasar Tenaga Kerja Salah satu aspek yang digunakan dalam mengukur kinerja ekonomi adalah seberapa efektif suatu perekonomian menggunakan

Lebih terperinci

Kata kunci : alokasi waktu, gender, pendapatan, ketahanan pangan

Kata kunci : alokasi waktu, gender, pendapatan, ketahanan pangan Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Juni, 2012 ALOKASI WAKTU GENDER, SUMBER PENDAPATAN DAN KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI DI DAERAH RAWAN PANGAN Sitti Aida Adha Taridala 1) dan Darwis

Lebih terperinci

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 59 VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 6.1. Curahan Tenaga Kerja Rumahtangga Petani Lahan Sawah Alokasi waktu kerja dalam kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

V. KARAKTERISTIK WILAYAH PENELITIAN, USAHATANI DAN LATAR BELAKANG SOSIODEMOGRAFI RESPONDEN

V. KARAKTERISTIK WILAYAH PENELITIAN, USAHATANI DAN LATAR BELAKANG SOSIODEMOGRAFI RESPONDEN V. KARAKTERISTIK WILAYAH PENELITIAN, USAHATANI DAN LATAR BELAKANG SOSIODEMOGRAFI RESPONDEN Karakteristik suatu wilayah, akan berpengaruh terhadap ketahanan pangan wilayah tersebut. Suatu daerah yang memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang mampu diserap dari berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara bertujuan untuk mewujudkan kehidupan seluruh masyarakat yang maju, mandiri, sejahtera lahir dan batin.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adang nutu. Syair yang terjemahan bebasnya berbunyi ; Balada kue putu, lelaki

BAB I PENDAHULUAN. adang nutu. Syair yang terjemahan bebasnya berbunyi ; Balada kue putu, lelaki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Emplek-emplek menir ketepu, wong lanang goleke kayu wong wadon sing adang nutu. Syair yang terjemahan bebasnya berbunyi ; Balada kue putu, lelaki carilah kayu

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara. Penentuan lokasi ditentukan secara sengaja (purposive), karena

Lebih terperinci

KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PERIKANAN DI DESA TANJUNG PASIR

KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PERIKANAN DI DESA TANJUNG PASIR 31 KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PERIKANAN DI DESA TANJUNG PASIR Pengertian kondisi sosial ekonomi adalah suatu keadaan atau kedudukan yang diatur secara sosial dan menetapkan seseorang dalam posisi

Lebih terperinci

ANALISIS PERAN GENDER DALAM PENCAPAIAN KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROVINSI SULAWESI TENGGARA

ANALISIS PERAN GENDER DALAM PENCAPAIAN KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROVINSI SULAWESI TENGGARA Peran Gender dalam Pencapaian Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani (S.A.A. Taridala et al.) ANALISIS PERAN GENDER DALAM PENCAPAIAN KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROVINSI

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KERJA SUAMI DAN ISTRI DI LUAR SEKTOR PERIKANAN Rumahtangga adalah basis unit kegiatan produksi dan konsumsi dimana anggota rumahtangga merupakan sumberdaya manusia

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Selain itu juga Indonesia merupakan negara agraris

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011) PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian mempunyai peranan yang strategis dalam penyerapan tenaga kerja yang ada di Indonesia, yaitu dengan tingginya penyerapan tenaga kerja sekitar 44 persen dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam

I. PENDAHULUAN. Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sub sektor perikanan menjadi salah satu sub sektor andalan dalam perekonomian Indonesia karena beberapa alasan antara lain: (1) sumberdaya perikanan, sumberdaya perairan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan agraris, dimana terdiri dari banyak pulau dan sebagian besar mata pencaharian penduduknya bercocok tanam atau petani. Pertanian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian telah terbukti memiliki peranan penting bagi pembangunan perekonomian suatu bangsa. Hal ini didasarkan pada kontribusi sektor pertanian yang berperan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu dan Lokasi Penelitian

METODE PENELITIAN. Desain, Waktu dan Lokasi Penelitian 46 METODE PENELITIAN Desain, Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini merupakan studi cross-sectional karena data dikumpulkan pada satu waktu tidak berkelanjutan (Singarimbun dan Effendi 1991). Penelitian

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Isu tentang peran perempuan Indonesia dalam pembangunan nasional dewasa ini menjadi semakin penting dan menarik. Peran perempuan Indonesia dalam pembangunan nasional

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 36 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Pembangunan sebagai upaya terencana untuk meningkatkan mutu kehidupan dan kesejahteraan penduduk khususnya di negara-negara berkembang senantiasa mencurahkan

Lebih terperinci

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA KELOMPOK WANITA TANI PADI DI DESA BANJARAN KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA

PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA KELOMPOK WANITA TANI PADI DI DESA BANJARAN KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA PENGARUH FAKTOR-FAKTOR SOSIAL TERHADAP CURAHAN WAKTU KERJA KELOMPOK WANITA TANI PADI DI DESA BANJARAN KECAMATAN BANGSRI KABUPATEN JEPARA Rosalina Berliani, Dyah Mardiningsih, Siwi Gayatri Program Studi

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) 58 BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) Bab ini mendeskripsikan karakteristik demografi individu petani

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Agroforestri Secara umum agroforestri adalah manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian

Lebih terperinci

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT Oleh: Memed Gunawan dan Ikin Sadikin Abstrak Belakangan ini struktur perekonomian masyarakat pedesaan Jawa Barat telah

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS)

LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) Oleh: A. Rozany Nurmanaf Adimesra Djulin Herman Supriadi Sugiarto Supadi Nur Khoiriyah Agustin Julia Forcina Sinuraya Gelar Satya Budhi PUSAT PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PERAN GENDER DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN

HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PERAN GENDER DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN 39 HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PERAN GENDER DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN Pembagian peran/aktivitas yang dilakukan dalam rumah tangga perikanan berkaitan dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor

I. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor andalan perekonomian di Propinsi Lampung adalah pertanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Lampung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. akses, bersifat privat dan tergantung kepada pihak lain (laki-laki). Perempuan

BAB I PENDAHULUAN. akses, bersifat privat dan tergantung kepada pihak lain (laki-laki). Perempuan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perempuan merupakan makhluk sosial yang membutuhkan pengakuan dan penghormatan untuk memosisikan dirinya sebagai manusia yang bermartabat. Dalam pandangan politik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Perolehan pangan yang cukup baik dalam jumlah maupun mutu merupakan sesuatu yang penting bagi setiap manusia agar dapat hidup secara berkualitas. Oleh karena itu hak atas kecukupan

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN

BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN BAB V GAMBARAN UMUM RESPONDEN 5.1. Usia Usia responden dikategorikan menjadi tiga kategori yang ditentukan berdasarkan teori perkembangan Hurlock (1980) yaitu dewasa awal (18-40), dewasa madya (41-60)

Lebih terperinci

Kontribusi Pendapatan Buruh (Lisna Listiani)

Kontribusi Pendapatan Buruh (Lisna Listiani) Kontribusi Pendapatan Buruh (Lisna Listiani) KONTRIBUSI PENDAPATAN BURUH TANI PEREMPUAN TERHADAP TOTAL PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI DI DESA BABAKANMULYA KECAMATAN JALAKSANA KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada. peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan

I. PENDAHULUAN. Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada. peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Sasaran pembangunan pertanian tidak saja dititik-beratkan pada peningkatan produksi, namun juga mengarah pada peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN

HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN 45 HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN Pengambilan keputusan yang dilakukan dalam rumah tangga perikanan berkaitan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian perempuan merupakan suatu kajian yang sangat menarik perhatian. Hal ini terbukti banyak penelitian tentang kaum perempuan. Perempuan merupakan hal penting

Lebih terperinci

PERAN WANITA DALAM USAHATANI PADI SAWAH DI DESA LAWADA KECAMATAN SAWERIGADI KABUPATEN MUNA BARAT. Oleh : Nur Rahmah dan Erni Wati ABSTRAK PENDAHULUAN

PERAN WANITA DALAM USAHATANI PADI SAWAH DI DESA LAWADA KECAMATAN SAWERIGADI KABUPATEN MUNA BARAT. Oleh : Nur Rahmah dan Erni Wati ABSTRAK PENDAHULUAN PERAN WANITA DALAM USAHATANI PADI SAWAH DI DESA LAWADA KECAMATAN SAWERIGADI KABUPATEN MUNA BARAT Oleh : Nur Rahmah dan Erni Wati ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran dan alokasi waktu

Lebih terperinci

RINGKASAN. sistem kekerabatan dan segala aspek yang berkenaan dengan relasi gender dalam. pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria.

RINGKASAN. sistem kekerabatan dan segala aspek yang berkenaan dengan relasi gender dalam. pemilikan dan penguasaan sumberdaya agraria. RINGKASAN FEBRI SASTIVIANI PUTRI CANTIKA. RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA. Kasus pada Rumahtangga Petani Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Propinsi

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM Oleh : Sumaryanto PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian

BAB V KESIMPULAN. pedesaan yang sesungguhnya berwajah perempuan dari kelas buruh. Bagian BAB V KESIMPULAN Bagian kesimpulan ini menyampaikan empat hal. Pertama, mekanisme ekstraksi surplus yang terjadi dalam relasi sosial produksi pertanian padi dan posisi perempuan buruh tani di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya di kehidupan sehari-hari, sehingga akan terjadi beberapa masalah

BAB I PENDAHULUAN. dilakukannya di kehidupan sehari-hari, sehingga akan terjadi beberapa masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perempuan merupakan makhluk yang diciptakan dengan berbagai kelebihan, sehingga banyak topik yang diangkat dengan latar belakang perempuan. Kelebihan-kelebihan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu

I. PENDAHULUAN. dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Tujuan pembangunan ekonomi adalah peningkatan pendapatan nasional dan pengurangan kemiskinan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dikembangkan dan dikelola sumberdaya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut I. PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang Salah satu output yang diharapkan dalam pembangunan nasional adalah membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut Menteri Kesehatan (2000), SDM

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan. IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Penggunaan tenaga kerja bagi suami dialokasikan utamanya pada kegiatan usahatani, sedangkan istri dan anak lebih banyak bekerja pada usaha di luar usahataninya

Lebih terperinci

MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN

MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN MARGINALISASI PEREMPUAN DALAM PEMBANGUNAN PERTANIAN Dina Novia Priminingtyas Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya Malang ABSTRAK Potensi perempuan dalam pembangunan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI. Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai V. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN DAN KERAGAAN EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Keadaan Umum Wilayah Penelitian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan provinsi yang mempunyai ratio jumlah rumahtangga petani

Lebih terperinci

1 Universitas Indonesia

1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia hingga saat ini belum mampu mensejahterakan seluruh masyarakat Indonesia. Sebagian besar masyarakat masih belum merasakan

Lebih terperinci

RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA

RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA RELASI GENDER DALAM PEMILIKAN DAN PENGUASAAN SUMBERDAYA AGRARIA (Kasus pada Rumahtangga Petani Desa Cipeuteuy Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi Propinsi Jawa Barat) Oleh FEBRI SATIVIANI PUTRI CANTIKA

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENELITIAN

ANALISIS HASIL PENELITIAN 69 VI. ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini membahas hubungan antara realisasi target pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan gender di pasar tenaga kerja Indonesia. Pertama, dilakukan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Gender Gender menggambarkan peran laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan biologis, melainkan oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstruksi budaya patriarki yang masih mengakar kuat di Indonesia hingga saat ini, mengakibatkan posisi perempuan semakin terpuruk, terutama pada kelompok miskin. Perempuan

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi 153 V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi rumahtangga pertanian yang menjadi objek penelitian ini. Variabel-variabel yang

Lebih terperinci

BAB IX KESIMPULAN. bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai

BAB IX KESIMPULAN. bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai 163 BAB IX KESIMPULAN 9.1. Kesimpulan Status laki-laki dan perempuan dalam keluarga berkaitan dengan bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai mengenai status anak laki-laki

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

BAB VI PERAN (PEMBAGIAN KERJA) DALAM RUMAHTANGGA PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN BMT SWADAYA PRIBUMI

BAB VI PERAN (PEMBAGIAN KERJA) DALAM RUMAHTANGGA PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN BMT SWADAYA PRIBUMI BAB VI PERAN (PEMBAGIAN KERJA) DALAM RUMAHTANGGA PESERTA PRODUK PEMBIAYAAN BMT SWADAYA PRIBUMI 6.1 Peran (Pembagian Kerja) dalam Rumahtangga Peserta Peran atau pembagian kerja tidak hanya terdapat dalam

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Becker (1965), mengembangkan teori yang mempelajari tentang perilaku rumahtangga (household behavior). Teori tersebut memandang rumahtangga sebagai pengambil

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator berjalannya roda perekonomian suatu negara. Ketika ekonomi tumbuh, maka ada peningkatan produksi barang dan jasa yang memerlukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (http://www.bps.go.id/brs_file/tenaker-15mei09.pdf). kekuatan posisi tawar (Bargaining Power) yang sejajar dengan pengusaha dan

BAB I PENDAHULUAN. (http://www.bps.go.id/brs_file/tenaker-15mei09.pdf). kekuatan posisi tawar (Bargaining Power) yang sejajar dengan pengusaha dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah angkatan kerja Indonesia berjumlah 107,7 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, yang bekerja sebagai buruh sebanyak

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN

V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN V. GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 5.1. Gambaran Umum Desa Purwasari Desa Purwasari merupakan salah satu Desa pengembangan ubi jalar di Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor. Usahatani ubi jalar menjadi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sumber daya alam hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam 7 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Hutan Marga dan Hutan Rakyat 1. Hutan Marga Berdasarkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 KARAKTERISTIK RESPONDEN Sebelum membahas pola pembagian peran dalam keluarga responden, terlebih dahulu akan di jelaskan mengenai karakteristik responden yang akan dirinci

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten

BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten BAB V GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Letak Geografis Desa Banjar termasuk salah satu wilayah di Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng dengan jarak kurang lebih 18 km dari ibu kota Kabupaten Buleleng

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Responden A. Umur Kisaran umur responden yakni perempuan pada Kasus LMDH Jati Agung III ini adalah 25-64 tahun dengan rata-rata umur 35,5 tahun. Distribusi

Lebih terperinci

KESEMPATAN KERJA DI PEDESAAN SULAWESI SELATAN*

KESEMPATAN KERJA DI PEDESAAN SULAWESI SELATAN* KESEMPATAN KERJA DI PEDESAAN SULAWESI SELATAN* Oleh : Chaerul Saleh Dalam tulisan ini pengukuran jenis dan besarnya kapasitas penyerapan tenaga per jenis kegiatan dicoba didekati dengan data jumlah tenaga

Lebih terperinci

VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN. Pendapatan rumahtangga nelayan terdiri dari pendapatan di dalam sub

VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN. Pendapatan rumahtangga nelayan terdiri dari pendapatan di dalam sub VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN Pendapatan rumahtangga nelayan terdiri dari pendapatan di dalam sub sektor perikanan dan pendapatan di luar sub sektor perikanan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar

BAB I PENDAHULUAN. berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu ciri perekonomian Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang adalah adanya kegiatan ekonomi subsistence, yakni sebagian besar penduduk yang berpenghasilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Patriarki adalah sebuah sistem sosial yang menempatkan laki-laki sebagai sosok otoritas utama yang sentral dalam organisasi sosial. Kebanyakan sistem patriarki juga

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Bagi negara-negara yang sedang berkembang, termasuk Indonesia, pembangunan pertanian pada abad ke-21 selain bertujuan untuk mengembangkan sistem pertanian yang berkelanjutan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian menjadi dasar dalam pemenuhan kebutuhan pokok nasional. Disamping produk pangan, produk pertanian lainnya seperti produk komoditas sayuran, sayuran, perikanan,

Lebih terperinci

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH

BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH 67 BAB 4 EVALUASI KEEFEKTIFAN PROGRAM DALAM MENINGKATKAN PRODUKSI PADI SAWAH Bab ini akan membahas keefektifan Program Aksi Masyarakat Agribisnis Tanaman Pangan (Proksi Mantap) dalam mencapai sasaran-sasaran

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN Latar Belakang

1 PENDAHULUAN Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kota Tangerang Selatan merupakan daerah otonom baru yang sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Tangerang Provinsi Banten berdasarkan Undang-Undang Nomor 51 Tahun 2008

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur. Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur. Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Petani 1. Keadaan Anggota Kelompok Wanita Tani Menurut Umur Anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Dusun Pakel Jaluk juga merupakan ibu rumah tangga yang mengurusi kebutuhan

Lebih terperinci

VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN TRADISIONAL

VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN TRADISIONAL VIII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PELUANG KEMISKINAN RUMAHTANGGA NELAYAN TRADISIONAL Pendapatan rumahtangga nelayan tradisional terdiri dari pendapatan di dalam sektor perikanan dan pendapatan di luar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. besar dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka

BAB I PENDAHULUAN. besar dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang mendapatkan perhatian cukup besar dari pemerintah dikarenakan peranannya yang sangat penting dalam rangka pembangunan ekonomi

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum Wilayah Kota Bogor Kota Bogor terletak diantara 16 48 BT dan 6 26 LS serta mempunyai ketinggian minimal rata-rata 19 meter, maksimal 35 meter dengan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep usahatani Soekartawi (1995) menyatakan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI 69 VI. HASIL PENDUGAAN MODEL PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI 6.1. Kinerja Umum Model Hal yang perlu diperhatikan di dalam model adalah terpenuhinya kriteria ekonomi, kriteria statistik dan kriteria

Lebih terperinci

DEFINISI OPERASIONAL

DEFINISI OPERASIONAL 18 DEFINISI OPERASIONAL Definisi operasional untuk masing-masing variabel sebagai berikut: 1. Tingkat pendidikan yaitu pendidikan formal terakhir yang ditempuh oleh responden pada saat penelitian berlangsung.

Lebih terperinci

PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP STRATEGI BERTAHAN HIDUP PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI

PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP STRATEGI BERTAHAN HIDUP PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI 48 PENGARUH KETIMPANGAN GENDER TERHADAP STRATEGI BERTAHAN HIDUP PADA RUMAH TANGGA BURUH TANI Bab berikut menganalisis pengaruh antara variabel ketimpangan gender dengan strategi bertahan hidup pada rumah

Lebih terperinci

II. KAJIAN PUSTAKA. Dalam bab ini akan dikemukakan beberapa konsep penting dan aspekaspek. gender dan ketahanan pangan dalam rumahtangga.

II. KAJIAN PUSTAKA. Dalam bab ini akan dikemukakan beberapa konsep penting dan aspekaspek. gender dan ketahanan pangan dalam rumahtangga. II. KAJIAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dikemukakan beberapa konsep penting dan aspekaspek lain seperti seks, gender, analisis gender, pangan, peran pangan dalam pembangunan, ketahanan pangan dan indikatornya,

Lebih terperinci

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Petani Hutan Rakyat 5.1.1. Karakteristik Petani Hutan Rakyat Karakteristik petani hutan rakyat merupakan suatu karakter atau ciri-ciri yang terdapat pada responden.

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 26 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis Penelitian 3.1.1 Model Ekonomi Rumahtangga Pertanian Pada umumnya rumahtangga pertanian di pedesaan mempunyai ciri semi komersial karena penguasaan skala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan kualitas sumberdaya manusia di Indonesia masih perlu mendapat prioritas dalam pembangunan nasional. Berdasarkan laporan United Nation for Development Programme

Lebih terperinci

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN

BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN BAB VI STRATEGI NAFKAH MASYARAKAT SEBELUM DAN SESUDAH TERJADINYA KONVERSI LAHAN 6.1. Strategi Nafkah Sebelum Konversi Lahan Strategi nafkah suatu rumahtangga dibangun dengan mengkombinasikan aset-aset

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 14 II. TINJAUAN PUSTAKA Aktivitas ekonomi rumahtangga petani lahan sawah erat kaitannya dengan upaya meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga. Ketahanan pangan rumahtangga sebagaimana hasil rumusan Internasional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat

BAB I PENDAHULUAN. dan didukung dengan kondisi kesuburan tanah dan iklim tropis yang dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan salah satu sektor kehidupan masyarakat Indonesia. Hal ini dapat dilihat dari mayoritas penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani dan didukung

Lebih terperinci

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG

KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG KETERKAITAN JENIS SUMBERDAYA LAHAN DENGAN BESAR DAN JENIS PENGELUARAN RUMAH TANGGA DI PEDESAAN LAMPUNG Aladin Nasution*) Abstrak Secara umum tingkat pendapatan dapat mempengaruhi pola konsumsi suatu rumah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagaimana yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014, pemerintah menetapkan bahwa dalam kerangka pencapaian pembangunan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tebel silang memperoleh kesimpulan bahwa 1) Aktivitas usaha luar tani di

TINJAUAN PUSTAKA. tebel silang memperoleh kesimpulan bahwa 1) Aktivitas usaha luar tani di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu Yanti (2004) dalam penelitiannya yang menggunakan tabel frekwensi dan tebel silang memperoleh kesimpulan bahwa 1) Aktivitas usaha luar tani di Limbang Weton

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 24 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Keadaan Wilayah dan Potensi Sumber daya Alam Desa Cikarawang adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan luas wilayah 2.27

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambahan penduduk Indonesia setiap tahunnya berimplikasi pada semakin meningkatkan kebutuhan pangan sebagai kebutuhan pokok manusia. Ketiadaan pangan dapat disebabkan oleh

Lebih terperinci

BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU

BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU Secara umum, rumahtangga miskin di Desa Banjarwaru dapat dikatakan homogen. Hal ini terlihat dari karakteristik individu dan rumahtangganya. Hasil tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah

I. PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor agribisnis merupakan sektor ekonomi terbesar dan terpenting dalam perekonomian nasional. Peran terpenting sektor agribisnis saat ini adalah kemampuannya dalam menyerap

Lebih terperinci

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA

VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA Penelitian ini membagi responden berdasarkan jenis lahan, yaitu lahan sawah irigasi dan tadah hujan, serta keikutsertaan petani dalam

Lebih terperinci