VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA"

Transkripsi

1 VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA Penelitian ini membagi responden berdasarkan jenis lahan, yaitu lahan sawah irigasi dan tadah hujan, serta keikutsertaan petani dalam kegiatan Prima Tani sebagai pendekatan dari teknologi. Pembedaan tersebut dilakukan untuk mengetahui kondisi produksi diantara kelompok petani dengan teknologi produksi dan jenis lahan yang memiliki karakteristik berbeda Estimasi Parameter Fungsi Keuntungan Stokastik Frontir Untuk mengetahui pengaruh harga output dan harga input terhadap efisiensi produksi usahatani maka dilakukan dengan mengestimasi fungsi keuntungan stokastik frontir. Prosedur estimasi fungsi keuntungan tersebut dengan menggunakan program Frontir 4.1 terdapat pada Lampiran 4. Hasil analisis fungsi keuntungan stokastik frontir pada Tabel 29 memperlihatkan bahwa variabel harga output, yaitu harga padi pada semua agroekosistem lahan sawah berbeda nyata pada taraf 95 dan 99 persen dengan tanda positif, sedangkan harga sayur berbeda nyata 99 persen hanya pada lahan sawah tadah hujan. Pengaruh harga input, terutama harga pupuk dan upah tenaga kerja berbeda nyata pada taraf 99 persen pada semua agroekosistem lahan sawah kecuali pada kelompok petani peserta Prima Tani lahan irigasi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa harga padi dan harga input merupakan variabel penting dalam menentukan tingkat keuntungan usahatani pada lahan sawah irigasi dan lahan sawah tadah hujan. Dari hasil tersebut dapat diinterpretasikan bahwa harga padi di daerah penelitian masih menjadi faktor pendorong (insentif ekonomi) bagi petani dan

2 masih dapat dijadikan instrument kebijakan untuk meningkatkan produksi dan pendapatan karena usahatani padi masih merupakan usahatani utama, sedangkan harga sayur berpengaruh nyata hanya pada lahan sawah tadah hujan. Hal ini diduga usahatani sayuran di lahan sawah merupakan usahatani sampingan yang dapat memberikan sumbangan pendapatan dan berkontribusi mengurangi pengeluaran rumahtangga. Tabel 29. Estimasi Parameter Fungsi Keuntungan Stokastik Frontir Usahatani Padi dan Usahatani Sayur di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009 Variabel Lahan Sawah Irigasi Lahan Sawah Tadah Hujan Fungsi Keuntungan Peserta Bukan Peserta Peserta Bukan Peserta 01. Konstanta *** *** *** *** 02. Ln P *** *** *** *** 03. Ln P *** *** *** *** 04. Ln P f *** *** *** *** 05. Ln W p *** *** *** *** 06. Ln W w *** *** *** *** 07. Ln K *** *** *** *** 08. ½ Ln P 1 x Ln P *** *** *** *** 09. ½ Ln P 2 x Ln P *** *** *** *** 10. ½ Ln P f x Ln P f *** *** *** *** 11. ½ Ln W p x Ln W p *** *** *** *** 12. ½ Ln W w x Ln W w *** *** *** *** 13. Ln P 1 x Ln P *** *** *** *** 14. Ln P 1 x Ln P f *** *** *** *** 15. Ln P 1 x Ln W P *** *** *** *** 16. Ln P 1 x Ln W w *** *** *** *** 17. Ln P 2 x Ln P f *** *** *** *** 18. Ln P 2 x Ln W P *** *** *** *** 19. Ln P 2 x Ln W w *** *** *** *** 20. Ln P f x Ln W P *** *** *** *** 21. Ln P f x Ln W W *** *** *** *** 22. Ln W 1 x Ln W *** *** *** *** 23. ½ Ln K x Ln K *** *** *** *** 24. Ln P 1 x Ln K *** *** *** *** 25. LnP 2 x Ln K *** *** *** *** 26. Ln Pf x Ln K *** *** *** *** 27. Ln W 1 x Ln K *** *** *** *** 28. Ln W 2 x Ln K *** *** *** *** Sigma squared *** *** *** *** Gamma *** *** *** *** Log likelihood *** *** *** *** Keterangan : * ** berbeda nyata pada taraf 90 persen Keterangan : ** * berbeda nyata pada taraf 95 persen Keterangan : *** berbeda nyata pada taraf 99 persen

3 Hasil analisis yang menunjukkan bahwa harga input produksi (harga pupuk dan upah tenaga kerja) berpengaruh nyata dengan tanda negatif pada semua agroekosistem lahan sawah kecuali pada petani peserta Prima Tani yang menunjukkan tidak nyata, hal ini mengimplikasikan bahwa kebijakan harga pupuk tidak efektif bagi petani karena kenaikan harga pupuk akan mengurangi keuntungan usahatani. Variabel tetap, yaitu biaya lainnya yang merupakan penjumlahan dari biaya pestisida dan iuran air menunjukkan pengaruh yang nyata dengan tanda positif pada semua agroekosistem lahan sawah mengartikan bahwa keuntungan usahatani dapat ditingkatkan dengan pengendalian hama penyakit serta kontinuitas pengairan. Variabel interaksi dalam fungsi keuntungan stokastik menggambarkan hubungan antar variabel secara bersama-sama mempengaruhi efisiensi keuntungan. Hasil analisis memperihatkan bahwa interaksi variabel harga memberikan pengaruh yang berbeda pada semua kelompok petani baik pada lahan sawah irigasi maupun lahan sawah tadah hujan. Dari variabel interaksi tersebut terlihat bahwa interaksi variabel harga padi berpengaruh nyata pada semua kelompok petani. Dari pengaruh harga padi baik secara individu maupun secara interaksi yang berbeda nyata maka hal tersebut mengindikasikan bahwa harga padi masih dominan pengaruhnya terhadap keuntungan usahatani yang dilakukan oleh petani Efisiensi Keuntungan Usahatani Untuk mengetahui efisiensi keuntungan usahatani dilakukan dengan menganalisis fungsi keuntungan dengan Frontir 4.1 yang memberikan nilai efisiensi keuntungan seperti pada Tabel 30 (contoh hasil estimasi disajikan pada

4 Lampiran 5). Efisiensi keuntungan diartikan sebagai tingkat keuntungan dari usahatani padi dan usahatani sayur yang diperoleh oleh petani padi pada tingkat harga dan input tertentu. Sebagian besar petani pada kedua jenis lahan sawah (lebih dari 50 persen) baik petani peserta maupun petani bukan peserta Prima Tani telah beroperasi pada daerah frontir dengan nilai efisiensi lebih dari Tabel 30. Nilai Efisiensi Keuntungan Usahatani Padi dan Usahatani Sayur di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009 Kisaran Lahan Sawah Irigasi Lahan Sawah Tadah Hujan Nilai Peserta Bukan Peserta Peserta Bukan Peserta Efisiensi Frek. % Frek. % Frek. % Frek. % Efisiensi terendah Efisiensi tertinggi Efisiensi rata-rata Keterangan : Frek = frekuensi Efisiensi keuntungan petani peserta Prima Tani lahan sawah irigasi memiliki nilai efisiensi keuntungan tertinggi dibandingkan dengan petani lainnya dengan rata-rata dengan kisaran antara Petani peserta Prima Tani lahan irigasi mempunyai keuntungan yang lebih tinggi diduga dengan mengikuti program Prima Tani petani mendapat arahan untuk memperbaiki teknologi produksi sehingga produktivitas usahatani padi dan sayur dapat lebih tinggi dari petani bukan peserta Prima Tani. Dengan meningkatnya produktivitas maka akan meningkatkan keuntungan sehingga efisiensi keuntungan dapat lebih mendekati frontirnya. Di sisi lain, efisiensi keuntungan pada petani peserta Prima Tani lahan sawah tadah hujan tidak dapat mencapai efisiensi yang lebih tinggi dibandingkan petani bukan peserta, walaupun secara rata-rata efisiensi keuntungan yang

5 diperoleh sudah lebih dari Rendahnya efisiensi keuntungan petani peserta Prima Tani lahan sawah tadah hujan disebabkan oleh biaya produksi pada usahatani padi lebih tinggi sehingga keuntungan yang diperoleh lebih rendah. Selain itu, rendahnya efisiensi keuntungan juga disebabkan oleh jumlah petani yang memiliki efisiensi kurang dari 0.70 sebanyak persen. Persentase ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan petani bukan peserta. Jika dilihat dari nilai rata-rata efisiensi tersebut berarti petani hanya mampu mencapai keuntungan sebesar hingga persen dari keuntungan maksimal dan terdapat hingga persen keuntungan yang belum bisa dicapai oleh petani karena adanya efek inefisiensi. Dari variabel yang nyata mempengaruhi efisiensi keuntungan mencerminkan bahwa peran harga padi khususnya harga gabah kering panen masih diperlukan sebagai insentif bagi petani untuk meningkatkan produksi dan keuntungan usahatani. Uji statistik dari efisiensi yang diperoleh antara petani peserta dan petani bukan peserta Prima Tani pada lahan sawah irigasi berbeda nyata pada taraf 95 persen (t-hitung = 3.61 dan probabilitas = 0.00) sehingga dapat dikatakan bahwa perbedaan produksi padi dan sayuran dapat ditingkatkan dengan menggunakan teknologi spesifik lokasi. Demikian juga dengan hasil uji-t efisiensi keuntungan pada lahan sawah tadah hujan antara petani peserta dan bukan peserta Prima Tani secara statistik berbeda nyata pada taraf 95 persen (t-hitung = dan probabilitas = 0.035). Rendahnya jumlah petani yang mencapai efisiensi dapat disebabkan oleh penggunaan input produksi, terutama pupuk pada usahatani padi yang berlebih. Interpretasi dari hasil tersebut adalah dapat direkomendasikan bahwa peningkatan produktivitas dan keuntungan usahatani pada lahan sawah

6 dapat ditingkatkan dengan perbaikan teknologi produksi dan penyediaan air irigasi sehingga masih diperlukan perbaikan jaringan irigasi atau pengadaan sarana air atau embung air khususnya pada lahan sawah tadah hujan. Beberapa hasil penelitian dengan menganalisis efisiensi keuntungan dilakukan oleh Wang et al. (1996) memperoleh rata-rata efisiensi keuntungan 0.62 dengan kisaran untuk rumahtangga petani di pedesaan Cina, Rahman (2003) mendapatkan tingkat efisiensi keuntungan petani padi di Bangladesh ratarata 0.77 dengan variasi dan Kolawole (2006) mendapatkan tingkat efisiensi keuntungan usahatani padi di Nigeria sebesar 0.60 yang bervariasi antara Sumber-Sumber Inefisiensi Keuntungan Nilai γ yang diperoleh pada Tabel 29 sebesar hingga artinya terdapat hingga persen variasi keuntungan di tingkat petani disebabkan oleh adanya perbedaan inefisiensi. Faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap inefisiensi keuntungan usahatani adalah umur kepala keluarga, pengalaman usahatani, pendidikan kepala keluarga dan jumlah anggota keluarga. Hasil estimasi tersebut disajikan pada Tabel 31. Tabel 31. Sumber-Sumber Inefisiensi Keuntungan Usahatani Padi dan Usahatani Sayur di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009 Sumber LS Irigasi LS Tadah Hujan Inefisiensi Peserta Bukan Peserta Peserta Bukan Peserta 1. Konstanta *** *** *** *** 2. Umur kepala keluarga *** *** *** *** 3. Pengalaman usahatani *** *** *** *** 4. Pendidikan KK *** *** *** *** 5. Proporsi pendapatan dari luar pertanian *** *** *** *** 6. Jumlah anggota keluarga *** *** *** *** Keterangan : * **berbeda nyata pada taraf 90 persen Keterangan : *** berbeda nyata pada taraf 95 persen Keterangan : *** berbeda nyata pada taraf 99 persen

7 Dari beberapa faktor yang diduga menyebabkan inefisiensi keuntungan ternyata umur petani tidak mempunyai pengaruh yang nyata terhadap inefisiensi. Hal ini diduga bahwa petani berumur lebih dari 40 tahun sehingga petani masih produktif melakukan kegiatan usahatani. Pengalaman usahatani merupakan salah satu faktor yang menyebabkan berkurangnya efisiensi pada petani peserta Prima Tani lahan sawah irigasi. Hal ini diduga petani lahan sawah irigasi berumur lebih tua dari petani bukan peserta sehingga mempunyai pengalaman yang lebih lama, namun dengan umur yang lebih tua petani semakin kurang memperhatikan introduksi teknologi karena usahatani padi sudah dilakukan sehari-hari dan dalam waktu yang sudah cukup lama (lebih dari 16 tahun). Di sisi lain, teknologi produksi padi pada lahan sawah irigasi sudah sering diintroduksi melalui berbagai program kegiatan pemerintah sehingga petani sudah terbiasa dengan perubahan teknologi produksi. Pengalaman usahatani yang mengefisienkan keuntungan diperoleh dari penelitian Ogunniyi (2008) dan Kolawole (2006) dimana pengalaman usahatani berpengaruh nyata dengan tanda negatif terhadap keuntungan usahatani cocoyam dan usahatani padi skala kecil di Nigeria. Berbeda dengan pengalaman usahatani, petani yang memiliki pendidikan yang tinggi akan mau mencoba hal baru sehingga dapat mengurangi inefisiensi. Hasil yang sama diperoleh dari penelitian Abdulai dan Huffman (1998) pada petani padi di Ghana. Proporsi pendapatan dari luar pertanian secara statistik nyata mempengaruhi efisiensi di lahan irigasi dengan tanda positif menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan dari luar pertanian petani semakin tidak efisien di dalam berusahatani karena alokasi waktu untuk berusahatani menjadi berkurang

8 atau dengan semakin tinggi pendapatan dari luar pertanian menyebabkan petani menyewa tenaga kerja untuk bekerja di sawah sehingga keuntungan dari usahatani menjadi berkurang. Hasil ini sesuai dengan penelitian Rahman (2003) yang mengestimasi inefisiensi keuntungan usahatani padi bahwa semakin tinggi pendapatan dari luar usahatani akan mengurangi keuntungan petani padi di Bangladesh. Jumlah anggota keluarga merupakan variabel yang menjelaskan inefisiensi usahatani bagi petani di lahan sawah irigasi. Hal ini diduga perubahan jumlah anggota keluarga di lahan sawah irigasi akan mengubah proporsi hasil usahatani yang dijual dan yang dikonsumsi sehingga mempengaruhi keuntungan yang diperoleh. Hasil yang sama diperoleh dari penelitian Nwachukwu dan Onyenweaku (2005) serta Rahman (2003) Analisis Penawaran Output dan Permintaan Input Sesuai dengan tujuan penelitian kedua maka analisis produksi rumahtangga petani dibedakan antara lahan sawah irigasi dengan lahan sawah tadah hujan. Keikutsertaan petani dalam kegiatan Prima Tani tidak dianalisis tersendiri karena input produksi yang digunakan baik pada usahatani padi maupun usahatani sayur secara statistik tidak berbeda nyata. Estimasi fungsi pangsa output dan pangsa input diturunkan dari fungsi keuntungan terhadap harga output dan harga input. Estimasi fungsi pangsa ouput dan input dilakukan dengan menggunakan model pada persamaan (4.3) hingga (4.7). Prosedur estimasi system persamaan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 6, sedangkan hasil estimasi disajikan pada Lampiran 7 dan Lampiran 8.

9 Persamaan pangsa output yang dianalisis pada penelitian ini mencakup pangsa padi dan pangsa sayur, sedangkan pangsa input mencakup pangsa pupuk, pangsa tenaga kerja pria dan pangsa tenaga kerja wanita. Pada teori ekonomi system persamaan pangsa harus memiliki properties simetri dan homogen, oleh kerna itu untuk mengetahui property tersebut maka system persamaan dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan uji F. Hasil uji F diperoleh nilai F- hitung = 0.10 (lahan sawah irigasi) dan F-hitung = 0.58 (lahan sawah tadah hujan). F-hitung tersebut tidak berbeda nyata pada taraf 95 persen (F-tabel = 3.86). Oleh karena itu dalam pembahasan selanjutnya digunakan model pangsa output dan pangsa input dengan mengimpose restriksi simetri dan homogeniti. Hasil estimasi parameter fungsi pangsa output dan pangsa input dengan restriksi simetri dan homogeniti disajikan pada Tabel 32. Hasil estimasi parameter fungsi pangsa output dan pangsa input dengan pembatasan homogenitas dan simetri diperoleh nilai koefisien determinasi (R 2 ) system untuk lahan sawah irigasi sebesar dan R 2 pada lahan sawah tadah hujan sebesar , artinya bahwa hanya 15 sampai 18 persen keragaman di dalam persamaan pangsa output dan pangsa input disebabkan oleh keragaman variabel independen sedangkan sisanya disebabkan oleh faktor lain di luar model seperti cuaca, sikap manajemen petani, dan variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Rendahnya R 2 pada penelitian ini diduga disebabkan oleh keterbatasan variabel karena data tidak tersedia dan data yang diperoleh mempunyai keragaman yang relatif kecil. Gujarati dan Zain (1997) menjelaskan bahwa nilai R 2 yang kecil dapat ditingkatkan dengan menambah variabel penjelas pada suatu model.

10 Table 32. Estimasi Parameter Fungsi Pangsa Output dan Pangsa Input Usahatani Padi dan Usahatani Sayur di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009 Variabel Pangsa Output Pangsa Input Independen Padi Sayur 1) Pupuk TK Pria TK Wanita A. Lahan sawah irigasi : 1. Konstanta *** *** *** *** *** 2. Harga padi *** *** *** *** 3. Harga sayur *** *** *** *** 4. Harga pupuk *** *** *** *** 5. Upah TK pria *** *** *** *** 6. Upah TK wanita *** *** *** *** 7. Luas lahan *** *** *** *** 8. Biaya lain *** *** *** *** R 2 sistem *** DW *** *** *** *** B. Lahan sawah tadah hujan : 1. Konstanta *** *** *** *** 2. Harga padi *** *** *** *** 3. Harga sayur *** *** *** *** 4. Harga pupuk *** *** *** *** 5. Upah TK pria *** *** *** *** 6. Upah TK wanita *** *** *** *** 7. Luas lahan *** *** *** *** 8. Biaya lain *** *** *** *** R 2 sistem *** DW *** *** *** *** Keterangan : 1)* *dari kondisi simetri dan homogeniti Keterangan : ** *berbeda nyata pada taraf 90 persen Keterangan : ** *berbeda nyata pada taraf 95 persen Keterangan : *** berbeda nyata pada taraf 99 persen Nilai Durbin-Watson (DW) yang diperoleh pada lahan sawah irigasi berkisar antara sampai , sedangkan pada lahan sawah tadah hujan nilai DW berkisar antara hingga Dari nilai DW yang diperoleh mengindikasikan bahwa parameter yang diperoleh berada pada daerah diterima. Dengan menggunakan metode SUR dapat diungkapkan bahwa dari 35 parameter yang diduga dari pangsa output dan pangsa input variabel pada lahan sawah irigasi terdapat 18 parameter atau persen yang berbeda nyata dengan nol pada taraf 90 persen atau lebih. Secara rinci dari 15 parameter tersebut ada lima parameter yang berbeda nyata dengan nol pada taraf 99 persen, tiga

11 parameter berbeda nyata dengan nol pada taraf 95 persen dan tujuh parameter berbeda nyata dengan nol pada taraf 90 persen. Dari variabel yang dimasukkan ke dalam model, variabel yang banyak mempengaruhi pangsa output dan pangsa input adalah harga padi dan upah tenaga kerja wanita. Hal ini mengindikasikan bahwa variabel yang dominan mempengaruhi pangsa output dan pangsa input pada usahatani di lahan sawah irigasi adalah harga padi dan upah tenaga kerja wanita. Harga padi berpengaruh nyata dengan tanda positif terhadap penawaran padi dan permintaan input produksi. Hasil ini mengindikasikan bahwa harga padi masih merupakan faktor penting untuk meningkatkan produksi dan meningkatkan kemampuan petani terhadap input produksi. Selanjutnya dari 35 parameter yang diduga pada lahan sawah tadah hujan terdapat 11 parameter atau persen yang berbeda nyata dengan nol pada taraf 90 persen atau lebih. Dari 11 parameter tersebut, lima diantaranya berbeda nyata dengan nol pada taraf 99 persen, satu parameter yang berbeda dengan nol pada taraf 95 persen dan lima parameter berbeda nyata dengan nol pada taraf 90 persen. Dari variabel-variabel yang ada di dalam model, variabel yang dominan mempunyai pengaruh pangsa output dan pangsa input adalah biaya lainnya. Komponen biaya lain pada usahatani lahan tadah hujan diantaranya adalah biaya pestisida dan sewa pompa air yang mencapai persen dari biaya total usahatani. Mengamati variabel yang dominan mempengaruhi pangsa output dan pangsa input pada lahan sawah irigasi maupun lahan sawah tadah hujan adalah berbeda. Hal ini mengindikasikan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

12 pangsa output dan pangsa input berbeda walau pada usahatani yang sama. Perbedaan ini disebabkan oleh adanya perbedaan karakteristik wilayah seperti tingkat kesuburan tanah dan ketersediaan air selama musim tanam. Perubahan harga padi terhadap pangsa outputnya bertanda positif dan tidak berbeda nyata dengan nol pada lahan sawah tadah hujan. Ini berarti keputusan petani dalam berusahatani padi tidak dipengaruhi oleh harga padi karena usahatani padi merupakan usahatani dan matapencaharian utama bagi petani sehingga keputusan produksi tidak dipengaruhi oleh harga padi. Dengan tidak signifikannya harga padi mengartikan bahwa kenaikan atau penurunan harga padi tidak mempengaruhi keputusan petani untuk menawarkan komoditas padi atau harga padi bagi petani dapat diabaikan di dalam mengambil keputusan produksi. Selanjutnya koefisien harga input terhadap pangsanya sendiri bertanda negatif dan nyata pada taraf 99 persen kecuali untuk upah tenaga kerja pria pada lahan sawah tadah hujan. Hal ini diartikan bahwa peningkatan harga pupuk dan upah tenaga kerja menyebabkan pangsa permintaan pupuk dan tenaga kerja akan menurun, sebaliknya jika harga pupuk dan upah tenaga kerja menurun maka permintaan kedua input tersebut akan meningkat. Perubahan harga input relatif kecil mempengaruhi permintaannya, yaitu berkisar antara persen. Dengan meningkatnya harga input petani cenderung akan menurunkan jumlah penggunaan input sehingga pangsanya akan menurun. Oleh karena itu perubahan pangsa output dan pangsa input dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu perubahan harga dan perubahan jumlah.

13 6.3. Elastisitas Penawaran Output dan Permintaan Input Perubahan permintaan input dapat disebabkan oleh perubahan harga input sendiri atau harga input lain. Persentase perubahan jumlah input yang diminta yang diakibatkan oleh perubahan harga input disebut dengan elastisitas harga permintaan. Elastisitas harga permintaan terdiri atas elastisitas harga sendiri (own price elasticities) dan elastisitas harga silang (cross price elasticities). Nilai elastisitas penawaran output dan permintaan input dihitung menggunakan rumus (3.59) hingga (3.69) dengan nilai koefisien regresi pada Tabel 30 serta nilai rata-rata dari pangsa output dan pangsa input. Estimasi nilai elastisitas tersebut disajikan pada Tabel 33. Tabel 33. Elastisitas Penawaran Output, Permintaan Input dan Keuntungan Usahatani Padi dan Usahatani Sayur terhadap Harga dan Upah di Sulawesi Tenggara, Tahun 2009 Elastisitas Pangsa Output Pangsa Input Terhadap Padi Sayur Pupuk TK Pria TK Wanita Keuntungan Lahan sawah irigasi Harga/upah : a. Padi b. Sayur c. Pupuk d. TK pria e. TK wanita Input tetap : a. Luas lahan b. Biaya lain Lahan sawah tadah hujan : Harga/upah : a. Padi b. Sayur c. Pupuk d. TK pria e. TK wanita Input tetap : a. Luas lahan b. Biaya lain

14 Pada umumnya elastisitas harga sendiri pangsa input bertanda negatif yang mengikuti hukum permintaan, yaitu dengan semakin tinggi harga suatu input maka permintaan terhadap input tersebut semakin berkurang, sedangkan tanda dari elastisitas harga silang tidak selalu searah dengan perubahan harga tetapi tergantung pada sifat dan hubungan antar input. Pada penawaran output nilai elastisitas harga sendiri bertanda positif, artinya bahwa semakin tinggi harga suatu output maka penawaran terhadap output itu sendiri semakin meningkat. Elastisitas harga silang menunjukkan hubungan antar variabel. Tanda negatif elastisitas harga silang pada pangsa output menunjukkan hubungan kompetitif dan apabila bertanda positif menunjukkan hubungan yang komplemen antar output, namun pada pangsa input berlaku sebaliknya Elastisitas Penawaran Output Elastisitas penawaran output terhadap harganya sendiri pada lahan irigasi memiliki tanda positif dan terhadap harga input bertanda negatif. Elastisitas yang diperoleh bersifat inelastis dengan nilai elastisitas kurang dari satu. Pada lahan sawah tadah hujan elastisitas penawaran output terhadap harganya sendiri bertanda positif, sedangkan terhadap harga input bertanda negatif dan bersifat lebih elastis dibandingkan dengan elastisitas pada lahan irigasi. Dari tanda pada nilai elastisitas maka dapat dikatakan bahwa peningkatan harga padi dan harga sayur akan meningkatkan jumlah output yang ditawarkan. Proporsi penawaran padi lebih tinggi dibandingkan dengan proporsi peningkatan penawaran sayur terhadap perubahan harga sendiri karena usahatani padi sebagai usahatani pokok sehingga perubahan harga output akan mempengaruhi petani mengambil keputusan produksi padi.

15 Elastisitas harga sendiri komoditas padi di lahan sawah irigasi (0.6960) dan elastiistas harga sayur kurang elastis dibandingkan di lahan tadah hujan ( dan ). Hal ini mengindikasikan bahwa petani lahan sawah tadah hujan lebih responsif terhadap perubahan harga padi dibandingkan petani lahan irigasi. Hasil tersebut mengimplikasikan bahwa harga padi bagi petani lahan sawah tadah hujan masih menjadi insentif ekonomi dibandingkan pada petani lahan sawah irigasi. Hal ini diduga adanya keterbatasan kondisi lahan sawah baik kesuburan lahan maupun ketersediaan air irigasi sehingga petani lebih merespon perubahan harga padi. Hasil yang sama dengan elastisitas harga padi yang inelastis diperoleh dari penelitian Sawit (1993) mendapatkan nilai elastisitas harga padi terhadap penawaran padi sebesar 0.607, Hartoyo (1994) memperoleh elastisitas harga padi yang kurang elastis yaitu 0.266, Susila (2005) mendapatkan elastisitas harga padi tidak elastis terhadap pangsa padi dengan nilai elastisitas 0.123, serta Siregar (2007) memperoleh elastisitas harga padi sebesar Hasil-hasil tersebut mengimplikasikan bahwa petani terhadap perubahan harga padi kurang responsif, namun hasil yang berbeda diperoleh dari penelitian Nur (1999) mendapatkan elastisitas harga padi ladang di Provinsi Lampung yang elastis, yaitu sebesar Perbedaan ini mengindikasikan bahwa respon petani terhadap perubahan harga padi berbeda antar wilayah dan antar jenis lahan, dan petani pada lahan kering lebih responsif terhadap perubahan harga yang diakibatkan oleh keterbatasan sumberdaya lahan dan akses ke air irigasi. Elastisitas harga silang penawaran output memberikan tanda positif dan bersifat elastis antara perubahan harga sayur terhadap penawaran padi baik di

16 lahan sawah irigasi maupun lahan sawah tadah hujan. Hal ini dapat diartikan bahwa kenaikan harga sayur digunakan untuk meningkatkan penawaran sayur dan penawaran padi dengan proporsi yang lebih kecil daripada proporsi penawaran sayur, di sisi lain jika harga padi meningkat maka penawaran padi meningkat dengan proporsi yang lebih tinggi dibandingkan dengan peningkatan penawaran sayur. Hasil yang diperoleh mengimplikasikan bahwa perubahan harga output akan mengubah pangsa output dengan proporsi yang lebih besar daripada perubahan pangsa output lainnya. Tanda positif dari nilai elastisitas harga silang antara padi dan sayur menandakan hubungan antara padi dan sayur merupakan produk yang saling melengkapi (complementary) dimana jika harga padi meningkat maka penawaran padi meningkat dan penawaran sayur juga meningkat. Hubungan komplementer juga diperoleh dari penelitian Hartoyo (1994) antara padi dengan kedelai dan ubi kayu, Siregar (2007) antara padi dengan kacang tanah dan kedelai. Elastisitas penawaran ouput terhadap harga input semua bertanda negatif dan bersifat inelastis pada kedua jenis lahan sawah. Terlihat bahwa nilai elastisitas terkecil adalah elastisitas harga pupuk terhadap penawaran padi masingmasing sebesar dan , artinya perubahan harga pupuk terhadap produksi padi sangat kecil sehingga indikasi yang dapat diperoleh adalah bahwa harga pupuk tidak responsif bagi petani di dalam mengambil keputusan produksi karena didaerah penelitian petani membeli pupuk pada harga subsidi. Demikian pula dengan beberapa hasil penelitian yang lain menemukan bahwa pengaruh harga pupuk terhadap penawaran padi juga sangat kecil, seperti dilaporkan oleh Sawit (1993) yang mengestimasi penawaran padi terhadap harga

17 pupuk sebesar , Nahraeni (2000) mengestimasi penawaran padi terhadap permintaan input pada usahatani padi Tabela mendapatkan nilai elastisitas penawaran padi terhadap pupuk Urea sebesar , pupuk TSP sebesar dan pupuk KCl sebesar dan Nur (1999) mendapatkan elastisitas harga pupuk Urea terhadap penawaran padi ladang sebesar dan pupuk TSP sebesar Dari hasil-hasil penelitian tersebut mempunyai arti bahwa untuk meningkatkan produksi padi akan lebih efektif dengan meningkatkan harga padi dibandingkan dengan menurunkan harga pupuk atau meningkatkan subsidi pupuk. Hal ini sesuai dengan pendapat Suryana (2003a) yang menyatakan bahwa kebijakan stabilitas harga padi merupakan instrumen yang cukup memberi andil dalam meningkatkan produksi padi. Elastisitas harga input terbesar pada penawaran padi adalah upah tenaga kerja pria dengan elastisitas sebesar dan masing-masing pada lahan irigasi dan tadah hujan. Penelitian Nur (1999) memperoleh elastisitas upah tenaga kerja pada usahatani padi ladang sebesar dan hasil penelitian Chaudary et al. (1998) mendapatkan elastisitas tenaga kerja sebesar Temuan ini mengimplikasikan bahwa peningkatan penawaran padi dapat dilakukan dengan menurunkan tingkat upah terutama upah tenaga kerja pria karena tingginya proporsi biaya tenaga kerja pria. Pada dua jenis lahan sawah, besaran elastisitas keuntungan terhadap harga output bertanda positif dengan elastisitas keuntungan terhadap harga padi bersifat elastis ( di lahan sawah irigasi dan di lahan tadah hujan) dan terhadap harga sayur bersifat inelastis yaitu sebesar dan Hasil yang sama diperoleh dari penelitian Sawit (1993) yang mendapatkan elastisitas

18 keuntungan terhadap perubahan harga padi bersifat elastis dengan nilai Hal ini mengindikasikan bahwa perubahan harga padi mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap pendapatan usahatani jika dibandingkan dengan perubahan harga sayur. Elastisitas keuntungan terhadap harga padi bersifat elastis dan terhadap harga sayur bersifat inelastis. Hal ini terlihat dari struktur pendapatan rumahtangga petani bahwa proporsi pendapatan dari usahatani padi rata-rata persen (lahan irigasi) dan persen (lahan tadah hujan), sedangkan kontribusi usahatani sayur terhadap pendapatan relatif kecil yaitu sebesar persen (lahan irigasi) dan 5.31 persen (lahan sawah tadah hujan). Kenyataan ini dapat disebabkan oleh areal tanam sayur yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan luas tanam padi dan usahatani sayur bukan sebagai usahatani pokok sehingga keuntungan usahatani sayur tidak responsif terhadap perubahan harga Elastisitas Permintaan Input Dengan melihat respon permintaan input terhadap harganya sendiri pada Tabel 33 terlihat bahwa semua nilai elastisitas harga sendiri permintaan input bertanda negatif sesuai dengan yang diharapkan. Elastisitas harga sendiri permintaan pupuk relatif lebih kecil nilainya dibandingkan elastisitas permintaan tenaga kerja. Hal ni dapat diartikan bahwa petani kurang responsif terhadap perubahan harga pupuk karena perubahan harga pupuk memberikan pengaruh yang relatif kecil terhadap permintaan pupuk. Elastisitas harga sendiri permintaan pupuk yang diperoleh sebesar dan dapat dikatakan bahwa setiap kenaikan satu persen harga pupuk maka permintaan pupuk menurun 0.38 persen hingga 0.43 persen. Hasil ini berbeda

19 dengan penelitian Siregar (2007) yang mendapatkan elastisitas harga sendiri permintaan pupuk yang lebih elastis, yaitu , tetapi sama dengan penelitian Sawit (1993) dan Susila (2005) yang mendapatkan elastisitas permintaan pupuk yang tidak elastis, yaitu dan Hasil-hasil ini mengindikasikan bahwa sebenarnya petani kurang responsif terhadap perubahan harga pupuk dalam menentukan permintaan pupuk karena petani membeli pupuk pada harga yang disubsidi sehingga perubahan harga pupuk lebih disebabkan oleh perbedaan cara pembayaran. Elastisitas permintaan tenaga kerja pria menunjukkan nilai yang tinggi pada kedua jenis lahan, yaitu untuk lahan irigasi dan untuk lahan tadah hujan. Dari besaran angka yang diperoleh berimplikasi bahwa komponen tenaga kerja pria merupakan input yang paling penting pada usahatani padi karena usahatani padi merupakan usaha yang padat tenaga kerja. Terkait dengan kebijakan maka diperlukan adanya insentif upah harian pada usahatani tanaman pangan khususnya usahatani padi karena biaya tenaga kerja lebih dari 70 persen dari total biaya usahatani. Besaran dari elastisitas permintaan pupuk terhadap harga padi lebih elastis dibandingkan terhadap harganya sendiri dan bertanda positif, mempunyai arti bahwa untuk meningkatkan permintaan pupuk akan lebih efektif dengan meningkatkan harga padi dibandingkan dengan menurunkan harga pupuk. Elastisitas harga silang antara permintaan input dengan harga input lainnya di lahan tadah hujan memiliki tanda negatif, sedangkan di lahan irigasi upah tenaga kerja wanita dengan permintaan pupuk memberikan tanda positif. Permintaan tenaga kerja pria terhadap perubahan harga input (harga pupuk, upah tenaga kerja

20 pria dan upah tenaga kerja wanita) bersifat elastis dan bertanda negatif, artinya petani akan segera mengubah permintaan tenaga kerja apabila terjadi perubahan harga input. Jika melihat besaran elastisitas keuntungan terhadap harga input menunjukkan tanda yang negatif, artinya semakin tinggi harga input maka keuntungan yang diperoleh semakin berkurang. Terhadap harga pupuk elastisitas keuntungan mempunyai nilai paling kecil diantara harga input lainnya yaitu sebesar di lahan irigasi dan di lahan tadah hujan. Implikasi penting dari nilai tersebut adalah dengan meningkatnya harga pupuk satu persen akan mengurangi keuntungan usahatani dengan proporsi yang sangat kecil (0.08 hingga 0.17 persen), namun jika upah tenaga kerja pria meningkat satu persen maka keuntungan usahatani akan berkurang dengan presentase yang lebih besar, yaitu 0.30 hingga 0.77 persen. Elastisitas keuntungan terhadap upah tenaga kerja terlihat besar pada upah tenaga kerja pria pada lahan tadah hujan, yaitu Dilihat dari fakta di lapangan upah tenaga kerja pria menduduki posisi teratas dari komponen biaya usahatani sehingga dampak dari kenaikan upah tenaga kerja akan mengurangi pendapatan usahatani secara signifikan. Oleh karena itu diperlukan pemberian insentif upah bagi petani yang berusahatani untuk menjaga kestabilan pendapatan rumahtangga.

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap

I. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kinerja Usahatani Padi Hingga saat ini beras masih menduduki peringkat pertama dalam konsumsi pangan rumahtangga. Selama beras masih menjadi makanan pokok penduduk Indonesia maka

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1. Analisis Fungsi Produksi Stochastic Frontier 7.1.1. Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi

Lebih terperinci

VI. HASIL PENDUGAAN FUNGSI KEUNTUNGAN, ELASTISITAS PENAWARAN OUTPUT DAN PERMINTAAN INPUT

VI. HASIL PENDUGAAN FUNGSI KEUNTUNGAN, ELASTISITAS PENAWARAN OUTPUT DAN PERMINTAAN INPUT VI. HASIL PENDUGAAN FUNGSI KEUNTUNGAN, ELASTISITAS PENAWARAN OUTPUT DAN PERMINTAAN INPUT 6.1. Pendugaan Fungsi Keuntungan Translog Menurut Shidu and Baanante (1981) bahwa fungsi keuntungan yang direstriksi

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. A. Kesimpulan. 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen,

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN. A. Kesimpulan. 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen, IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN A. Kesimpulan 1. Pada daerah sentra produksi utama di Indonesia, perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas jagung dengan periodisasi tiga musim tanam jagung

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam

II. TINJAUAN PUSTAKA. dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam 9 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori produksi Menurut Pindyck and Rubinfeld (1999), produksi adalah perubahan dari dua atau lebih input (sumberdaya) menjadi satu atau lebih output. Dalam kaitannya dengan pertanian,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan produksi dan memperluas keanekaragaman hasil pertanian. Hal ini berguna untuk memenuhi

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI JAGUNG MANIS Keberhasilan usahatani yang dilakukan petani biasanya diukur dengan menggunakan ukuran pendapatan usahatani yang diperoleh. Semakin besar pendapatan usahatani

Lebih terperinci

KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI

KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI KEBIJAKAN HARGA INPUT-OUTPUT DAN PENGARUHNYA TERHADAP KENAIKAN PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI Prof. Dr. Ir. Sri Hartoyo, MS Guru Besar Tetap Bidang Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya

I. PENDAHULUAN. Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Komoditas tanaman pangan yang sangat penting dan strategis kedudukannya adalah komoditas padi, karena komoditas padi sebagai sumber penyediaan kebutuhan pangan pokok berupa

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 7 1.3 Tujuan dan Kegunaan

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI UBI JALAR DI DESA CIKARAWANG Komoditas pertanian erat kaitannya dengan tingkat produktivitas dan efisiensi yang rendah. Kedua ukuran tersebut dipengaruhi oleh

Lebih terperinci

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI VIII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI Bagian ini akan menganalisis hasil melakukan simulasi, yaitu melakukan perubahan-perubahan pada satu atau beberapa

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 13 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Gambaran Umum 4.1.1. Letak Geografis Desa Beji Lor Desa Beji Lor merupakan salah satu desa di Kecamatan Suruh, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah. Desa ini terletak

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA

BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA 6.1. Analisis Fungsi Produksi Model fungsi produksi yang digunakan adalah model fungsi Cobb- Douglas. Faktor-faktor produksi yang diduga

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGARA

V. GAMBARAN UMUM RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGARA V. GAMBARAN UMUM RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGARA 5.1. Karakteristik Petani Padi Padi masih merupakan komoditas utama yang diusahakan oleh petani tanaman pangan di Kabupaten Konawe dan Konawe

Lebih terperinci

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS

VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS VI ANALISIS EFISIENSI TEKNIS Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani paprika hidroponik di lokasi penelitian adalah model fungsi Cobb-Douglas dengan pendekatan Stochastic Production

Lebih terperinci

Rib,, PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITI PAD1. Oleh : JONATARULI P SIDABALOK L A280167

Rib,, PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITI PAD1. Oleh : JONATARULI P SIDABALOK L A280167 Rib,, ti p., : ANALISIS ENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITI PAD1 SERTAKECENDE RSI LAHAN SAWM Oleh : JONATARULI P SIDABALOK L A280167 JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOlMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

Rib,, PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITI PAD1. Oleh : JONATARULI P SIDABALOK L A280167

Rib,, PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITI PAD1. Oleh : JONATARULI P SIDABALOK L A280167 Rib,, ti p., : ANALISIS ENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITI PAD1 SERTAKECENDE RSI LAHAN SAWM Oleh : JONATARULI P SIDABALOK L A280167 JURUSAN ILMU-ILMU SOSIAL EKONOlMI PERTANIAN FAKULTAS PERTANIAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Pertanian tanaman pangan masih menjadi usaha sebagian besar petani. Di Indonesia sendiri, masih banyak petani tanaman pangan yang menanam tanaman pangan untuk dikonsumsi

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN. 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Persepsi Petani terhadap Perubahan Iklim Hasil penelitian menunjukkan bahwa masing-masing petani memiliki persepsi yang berbeda terhadap perubahan iklim. Hal ini dikarenakan

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI UBI JALAR 8.1 Penerimaan Usahatani Ubi Jalar Penerimaan usahatani ubi jalar terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan penerimaan

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM KARAKTERISTIK DAN ARAH PERUBAHAN KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA Oleh : Harianto

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kebijakan Perberasan Indonesia Kebijakan mengenai perberasan di Indonesia telah dilakukan sejak tahun 1969/1970. Kebijakan tersebut (tahun 1969/1970 s/d 1998) mencakup kebijakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan beras di Indonesia pada masa yang akan datang akan meningkat. Hal ini seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk diiringi dengan besarnya konsumsi beras

Lebih terperinci

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA

VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 66 VI. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI, PERMINTAAN, IMPOR, DAN HARGA BAWANG MERAH DI INDONESIA 6.1. Keragaan Umum Hasil Estimasi Model Model ekonometrika perdagangan bawang merah dalam penelitian

Lebih terperinci

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN

VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN VIII. KESIMPULAN, IMPLIKASI KEBIJAKAN, DAN SARAN UNTUK PENELITIAN LANJUTAN 8.1. Kesimpulan Iuran irigasi berbasis komoditas dapat dirumuskan dengan memanfaatkan harga bayangan air irigasi. Dalam penelitian

Lebih terperinci

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VI. ANALISIS BIAYA USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL Sistem Pertanian dengan menggunakan metode SRI di desa Jambenenggang dimulai sekitar tahun 2007. Kegiatan ini diawali dengan adanya

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian ini dilakukan di Desa Cikarawang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Lokasi ini dipilih secara sengaja (purposive). Alasan pemilihan Kabupaten

Lebih terperinci

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT

LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT Oleh: Memed Gunawan dan Ikin Sadikin Abstrak Belakangan ini struktur perekonomian masyarakat pedesaan Jawa Barat telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang.

I. PENDAHULUAN. melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Upaya peningkatan produksi tanaman pangan khususnya pada lahan sawah melalui perluasan areal menghadapi tantangan besar pada masa akan datang. Pertambahan jumlah penduduk

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan

I. PENDAHULUAN. terpadu dan melanggar kaidah pelestarian lahan dan lingkungan. Eksploitasi lahan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Laju peningkatan produktivitas tanaman padi di Indonesia akhir-akhir ini cenderung melandai, ditandai salah satunya dengan menurunnya produksi padi sekitar 0.06 persen

Lebih terperinci

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI VII ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1 Analisis Produksi Stochastic Frontier 7.1.1 Pendugaan Model Fungsi Produksi Stochastic Frontier Model yang digunakan untuk mengestimasi fungsi produksi usahatani

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE

ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG DAN KEDELE Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Kementerian Pertanian Februari 2011 ANALISIS USAHATANI DAN KESEJAHTERAAN PETANI PADI, JAGUNG

Lebih terperinci

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1.

ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi BAB 1. ANALISIS EFISIENSI BISNIS TANAMAN PANGAN UNGGULAN DI KABUPATEN BEKASI Oleh : Nana Danapriatna dan Ridwan Lutfiadi ABSTRAK Tanaman pangan yang berkembang di Kabupaten Bekasi adalah padi, jagung, ubi kayu,

Lebih terperinci

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI

VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI VI. ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI PADI 6.1 Analisis Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dapat dijelaskan ke dalam fungsi produksi. Kondisi di lapangan menunjukkan

Lebih terperinci

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi

V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN. Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi 153 V. DESKRIPSI RUMAHTANGGA PETANI TANAMAN PANGAN Pada bagian ini akan disajikan secara singkat deskripsi statistik kondisi rumahtangga pertanian yang menjadi objek penelitian ini. Variabel-variabel yang

Lebih terperinci

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR

BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR BAB V DAMPAK BANTUAN LANGSUNG PUPUK ORGANIK TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN PETANI PADI DI PROPINSI JAWA TIMUR Penelitian dilakukan di Propinsi Jawa Timur selama bulan Juni 2011 dengan melihat hasil produksi

Lebih terperinci

VI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK. partisipatif di lahan petani diharapkan dapat membawa dampak terhadap

VI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK. partisipatif di lahan petani diharapkan dapat membawa dampak terhadap VI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK Penerapan program sistem integrasi tanaman-ternak yang dilakukan secara partisipatif di lahan petani diharapkan dapat membawa dampak terhadap peningkatan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu Pada penelitian terdahulu, para peneliti telah melakukan berbagai penelitian tentang efisiensi dan pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi sehingga akan

Lebih terperinci

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI 69 VI. HASIL PENDUGAAN MODEL PERILAKU EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI 6.1. Kinerja Umum Model Hal yang perlu diperhatikan di dalam model adalah terpenuhinya kriteria ekonomi, kriteria statistik dan kriteria

Lebih terperinci

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Ubi Jalar

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Ubi Jalar II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Empiris Ubi Jalar Ubi jalar telah banyak diteliti dari berbagai bidang disiplin ilmu, akan tetapi penelitian mengenai efisiensi teknis usahatani belum pernah dilakukan.

Lebih terperinci

VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN

VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN VII. DAMPAK PERUBAHAN FAKTOR-FAKTOR EKONOMI TERHADAP KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PERTANIAN 7.1. Hasil Validasi Model Simulasi model dilakukan untuk menganalisis dampak perubahan berbagai faktor ekonomi

Lebih terperinci

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT VIII PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP PENDAPATAN PETANI PADI SEHAT 8.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Produktivitas rata-rata gabah padi sehat petani responden sebesar 6,2 ton/ha. Produktivitas rata-rata

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT

VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT VII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI PADI SEHAT 7.1. Penerimaan Usahatani Padi Sehat Penerimaan usahatani padi sehat terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan

Lebih terperinci

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT

KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT Rachmat Hendayana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jl Tentara Pelajar, 10 Bogor ABSTRAK Makalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional.

I. PENDAHULUAN. Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Sektor pertanian berperan penting dalam pembangunan ekonomi nasional. Paling tidak ada lima peran penting yaitu: berperan secara langsung dalam menyediakan kebutuhan pangan

Lebih terperinci

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH

KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH KAJIAN KEBIJAKAN HPP GABAH Oleh: Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian TUJUAN KEBIJAKAN DAN KETENTUAN HPP Harga jual gabah kering panen (GKP) petani pada saat panen raya sekitar bulan Maret-April

Lebih terperinci

VII. PENGARUH PROGRAM ITTARA TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN

VII. PENGARUH PROGRAM ITTARA TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN VII. PENGARUH PROGRAM ITTARA TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN 7.1. Pengaruh Program ITTARA terhadap Produksi Ubi Kayu Fungsi produksi meliputi Wilayah A (Model I), Wilayah B (Model 11), Wilayah C (Model

Lebih terperinci

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least

VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU. model fungsi produksi Cobb-Douglas dengan penduga metode Ordinary Least VIII. ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI USAHATANI UBI KAYU 8.1. Pendugaan dan Pengujian Fungsi Produksi Hubungan antara faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi dapat dimodelkan ke

Lebih terperinci

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM POLICY BRIEF DINAMIKA SOSIAL EKONOMI PERDESAAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM 2007-2015 Pendahuluan 1. Target utama Kementerian Pertanian adalah mencapai swasembada

Lebih terperinci

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH

VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH VIII ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI BAWANG MERAH 8.1. Penerimaan Usahatani Bawang Merah Penerimaan usahatani bawang merah terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai. Penerimaan tunai merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode two stage least squares (2SLS). Pada bagian ini akan dijelaskan hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. metode two stage least squares (2SLS). Pada bagian ini akan dijelaskan hasil VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Seperti yang telah dijelaskan pada Bab IV, model integrasi pasar beras Indonesia merupakan model linier persamaan simultan dan diestimasi dengan metode two stage least squares

Lebih terperinci

VII. MODEL PERMINTAAN IKAN DI INDONESIA

VII. MODEL PERMINTAAN IKAN DI INDONESIA 161 VII. MODEL PERMINTAAN IKAN DI INDONESIA Pemodelan suatu fenomena seringkali tidak cukup hanya dengan satu persamaan, namun diperlukan beberapa persamaan. Pada Bab IV telah disebutkan bahwa ditinjau

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas

Lebih terperinci

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN

VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN VI. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI PUPUK DAN SEKTOR PERTANIAN 6.1. Hasil Pendugaan Model Ekonomi Pupuk dan Sektor Pertanian Kriteria pertama yang harus dipenuhi dalam analisis ini adalah adanya kesesuaian

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI... HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... HALAMAN PERNYATAAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... INTISARI... ABSTRACT... ii iii iv v vii

Lebih terperinci

ANALISIS PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI PADA USAHATANI PADI DI KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR

ANALISIS PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI PADA USAHATANI PADI DI KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR Jurnal Ilmiah AgrIBA No2 Edisi September Tahun 2014 ANALISIS PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI PADA USAHATANI PADI DI KABUPATEN OGAN KOMERING ILIR Oleh : Siska Alfiati Dosen PNSD dpk STIPER Sriwigama Palembang

Lebih terperinci

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI

VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 103 VII. ANALISIS FUNGSI PRODUKSI DAN EFISIENSI 7.1. Pemilihan Model Sebagaimana yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya bahwa model fungsi produksi yang digunakan adalah model stocastic frontier Cobb-Douglas.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas tanam, produksi, dan produktivitas tanaman padi dan jagung per Kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan, Tahun 2008.

I. PENDAHULUAN. Tabel 1. Luas tanam, produksi, dan produktivitas tanaman padi dan jagung per Kecamatan di Kabupaten Lampung Selatan, Tahun 2008. A. Latar Belakang dan Masalah I. PENDAHULUAN Sektor pertanian di Indonesia memegang peranan strategis karena merupakan sebagai tumpuan hidup sebagian besar penduduk Indonesia, dimana hampir setengah dari

Lebih terperinci

Harianto dan Dwi Astuti Bertha Susila

Harianto dan Dwi Astuti Bertha Susila Jurnal Agribisnis dan Ekonomi Pertanian (Volume 2. No 1 Juni 2008) 29 MISKIN TETAPI EFISIEN? SUATU TELAAH TERHADAP FUNGSI PRODUKSI PADI -Harianto 1 dan Dwi Astuti Bertha Susila 2 1 Departemen Agribisnis,

Lebih terperinci

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani.

sosial yang menentukan keberhasilan pengelolaan usahatani. 85 VI. KERAGAAN USAHATANI PETANI PADI DI DAERAH PENELITIAN 6.. Karakteristik Petani Contoh Petani respoden di desa Sui Itik yang adalah peserta program Prima Tani umumnya adalah petani yang mengikuti transmigrasi

Lebih terperinci

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA

V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA V. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN DAN PENAWARAN BERAS DI INDONESIA 5.1. Hasil Estimasi Model Hasil estimasi model dalam penelitian ini ditunjukkan secara lengkap pada Lampiran 4 sampai Lampiran

Lebih terperinci

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL

VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL VII. ANALISIS PERBANDINGAN PENDAPATAN USAHA TANI PADI SAWAH METODE SRI DAN PADI KONVENSIONAL 7.1 Analisis Perbandingan Penerimaan Usaha Tani Analisis ini dilakukan untuk mengetahui perbandingan antara

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Keterangan : KV = risiko produksi padi σ y. = standar deviasi = rata rata produksi

2. TINJAUAN PUSTAKA. Keterangan : KV = risiko produksi padi σ y. = standar deviasi = rata rata produksi 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Risiko Produktivitas Setiap aktivitas manusia selalu mengandung risiko karena ada keterbatasan dalam memprediksi hal yang akan terjadi di masa yang akan datang. Kejadian yang memiliki

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi jagung manis dilakukan di Desa Gunung Malang, Kecamatan Tenjolaya, Kabupaten Bogor.

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON PENAWARAN KACANG TANAH DI INDONESIA. Oleh : TIAS ARUM NARISWARI H

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON PENAWARAN KACANG TANAH DI INDONESIA. Oleh : TIAS ARUM NARISWARI H ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON PENAWARAN KACANG TANAH DI INDONESIA Oleh : TIAS ARUM NARISWARI H14053612 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

Lebih terperinci

VII ANALISIS PENDAPATAN

VII ANALISIS PENDAPATAN VII ANALISIS PENDAPATAN Analisis pendapatan yang dibahas dalam penelitian ini meliputi penerimaan, biaya, dan pendapatan dari usahatani padi sawah pada decision making unit di Desa Kertawinangun pada musim

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2008 SINTESIS KONSORSIUM PENELITIAN: KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI PETANI PADA BERBAGAI AGROEKOSISTEM Oleh : Sumaryanto PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN

LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2012 KAPASITAS ADAPTASI PETANI TANAMAN PANGAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM UNTUK MENDUKUNG KEBERLANJUTAN KETAHANAN PANGAN Oleh : Sumaryanto Sugiarto Muhammad Suryadi PUSAT ANALISIS

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat merupakan salah satu sentra produksi tanaman bahan makanan di I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki lahan pertanian yang sangat luas dan sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani. Jawa Barat merupakan

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan

IV. METODE PENELITIAN. Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan IV. METODE PENELITIAN 4.1. Waktu dan Lokasi Penelitian Lokasi pengambilan data primer adalah di Desa Pasirlaja, Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja

Lebih terperinci

PERILAKU PRODUKSI DAN KONSUMSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA DEWI SAHARA

PERILAKU PRODUKSI DAN KONSUMSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA DEWI SAHARA PERILAKU PRODUKSI DAN KONSUMSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA DEWI SAHARA SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011 SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN ANALISIS ELASTISITAS HARGA PUPUK TERHADAP PRODUKTIVITAS PADI

LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN ANALISIS ELASTISITAS HARGA PUPUK TERHADAP PRODUKTIVITAS PADI LAPORAN AKHIR ANALISIS KEBIJAKAN ANALISIS ELASTISITAS HARGA PUPUK TERHADAP PRODUKTIVITAS PADI Oleh Pantjar Simatupang Sri Hery Susilowati Supriyati Eni Darwati PUSAT SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... i ii v viii ix I. PENDAHULUAN... 1 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Rumusan Masalah... 4 1.3 Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Teori Produksi Setiap tindakan dalam proses produksi selalu diiringi dengan tujuan yang hendak dicapai yaitu memaksimalkan keuntungan dengan mengalokasikan sumberdaya

Lebih terperinci

VI. PENGARUH PERILAKU PETANI DALAM MENGHADAPI RISIKO PRODUKSI TERHADAP ALOKASI INPUT USAHATANI TEMBAKAU

VI. PENGARUH PERILAKU PETANI DALAM MENGHADAPI RISIKO PRODUKSI TERHADAP ALOKASI INPUT USAHATANI TEMBAKAU VI. PENGARUH PERILAKU PETANI DALAM MENGHADAPI RISIKO PRODUKSI TERHADAP ALOKASI INPUT USAHATANI TEMBAKAU Penelitian ini membagi responden berdasarkan agroekosistem (pegunungan, sawah dan tegalan) dan sistem

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber. penduduknya menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan negara agraris dengan sektor pertanian sebagai sumber matapencaharian dari mayoritas penduduknya, sehingga sebagian besar penduduknya menggantungkan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten Kerinci 5.1.1 Kondisi Geografis Kabupaten Kerinci terletak di sepanjang Bukit Barisan, diantaranya terdapat gunung-gunung antara lain Gunung

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN

BAB I. PENDAHULUAN. adalah mencukupi kebutuhan pangan nasional dengan meningkatkan. kemampuan berproduksi. Hal tersebut tertuang dalam RPJMN 1 BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Menurut Dillon (2009), pertanian adalah sektor yang dapat memulihkan dan mengatasi krisis ekonomi di Indonesia. Peran terbesar sektor pertanian adalah

Lebih terperinci

VII. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN. rumahtangga petani peternak sapi di Sulawesi Utara dengan menggunakan

VII. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN. rumahtangga petani peternak sapi di Sulawesi Utara dengan menggunakan VII. HASIL PENDUGAAN MODEL EKONOMI RUMAHTANGGA PETANI USAHA TERNAK SAPI-TANAMAN Untuk menjawab tujuan penelitian ini telah dilakukan analisis perilaku rumahtangga petani peternak sapi di Sulawesi Utara

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tanah dan sumber daya lainnnya sangat berpotensi dan mendukung kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. tanah dan sumber daya lainnnya sangat berpotensi dan mendukung kegiatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang sebagian besar penduduknya bekerja di sektor pertanian. Di mana kondisi geografis yang berada di daerah tropis dengan iklim, tanah

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

IV. METODOLOGI PENELITIAN. Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Pasir Gaok, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.

IX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan. IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Penggunaan tenaga kerja bagi suami dialokasikan utamanya pada kegiatan usahatani, sedangkan istri dan anak lebih banyak bekerja pada usaha di luar usahataninya

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Diversifikasi Siegler (1977) dalam Pakpahan (1989) menyebutkan bahwa diversifikasi berarti perluasan dari suatu produk yang diusahakan selama ini ke produk baru yang

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS)

LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) Oleh: A. Rozany Nurmanaf Adimesra Djulin Herman Supriadi Sugiarto Supadi Nur Khoiriyah Agustin Julia Forcina Sinuraya Gelar Satya Budhi PUSAT PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal

I. PENDAHULUAN. Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat penting perananya dalam Perekonomian di sebagian besar negara-negara yang sedang berkembang. hal tersebut bisa kita lihat

Lebih terperinci

IV METODE PENELITIAN

IV METODE PENELITIAN IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT Saung Mirwan. Pemilihan PT Saung Mirwan dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa PT Saung Mirwan

Lebih terperinci

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN

ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN ANALISIS USAHATANI PADI DAN PALAWIJA PADA LAHAN KERING DI KALIMANTAN SELATAN (Studi Kasus di Desa Budi Mulia, Kabupaten Tapin) Oleh : Adreng Purwoto*) Abstrak Di masa mendatang dalam upaya mencukupi kebutuhan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR GRAFIK... DAFTAR LAMPIRAN... i iv v vi vii BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Perumusan Masalah... 5 1.3 Tujuan Penelitian...

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Teori Penawaran dan Kurva Penawaran. (ceteris paribus) (Lipsey et al, 1995). Adapun bentuk kurva penawaran dapat

TINJAUAN PUSTAKA Teori Penawaran dan Kurva Penawaran. (ceteris paribus) (Lipsey et al, 1995). Adapun bentuk kurva penawaran dapat 10 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Pustaka 2.1.1. Teori Penawaran dan Kurva Penawaran Hukum penawaran pada dasarnya mengatakan bahwa makin tinggi harga sesuatu barang, semakin banyak jumlah barang tersebut

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian mengenai risiko produksi cabai merah ini dilakukan di Desa Perbawati, Kecamatan Sukabumi, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat. Lokasi

Lebih terperinci

diterangkan oleh variabel lain di luar model. Adjusted R-squared yang bernilai 79,8%

diterangkan oleh variabel lain di luar model. Adjusted R-squared yang bernilai 79,8% VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis di Provinsi Jawa Barat Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh pada Tabel 16 menunjukkan bahwa model yang

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Pertanian Bogor (PSP3 IPB) dan PT. Pertani di Propinsi Jawa Timur tahun 2010.

BAB III METODE PENELITIAN. Pertanian Bogor (PSP3 IPB) dan PT. Pertani di Propinsi Jawa Timur tahun 2010. BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data primer dari survey rumah tangga petani dalam penelitian Dampak Bantuan Langsung Pupuk dan Benih

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PADI SAWAH DI DESA KARANG ANYAR KECAMATAN SEMIDANG ALAS MARAS KABUPATEN SELUMA

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PADI SAWAH DI DESA KARANG ANYAR KECAMATAN SEMIDANG ALAS MARAS KABUPATEN SELUMA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PRODUKSI PADI SAWAH DI DESA KARANG ANYAR KECAMATAN SEMIDANG ALAS MARAS KABUPATEN SELUMA Eddy Makruf, Yulie Oktavia, Wawan Eka Putra, dan Andi Ishak Balai Pengkajian Teknologi

Lebih terperinci

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN

IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 199 IX. KESIMPULAN DAN IMPLIKASI KEBIJAKAN 9.1. Kesimpulan 1. Berdasarkan data Susenas tahun 2008, dapat dikatakan bahwa sebagian besar penduduk Indonesia di berbagai wilayah lebih banyak mengkonsumsi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik

BAB I PENDAHULUAN. perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari kontribusi yang dominan, baik secara langsung maupun

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk

I. PENDAHULUAN. perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sektor pertanian memegang peran strategis dalam upaya peningkatan perekonomian di Bali. Sektor ini menyumbang sebesar 14,64% dari total Produk Domestik Regional Bruto

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci