VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI
|
|
- Suryadi Santoso
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI Pangan (dan gizi) merupakan salah satu komponen penting dalam pembangunan, khususnya dalam upaya peningkatan kualitas sumberdaya manusia (Yulianti et al., 2002). Pangan sebagai salah satu kebutuhan pokok manusia merupakan indikator utama kesejahteraan sosial (Khumaidi, 1989). Pangan merupakan salah satu faktor penentu dalam mencerdaskan bangsa. Di Indonesia, munculnya masalah gizi buruk yang terjadi di masyarakat, menunjukkan bahwa masalah ketahanan pangan merupakan masalah yang belum sepenuhnya tuntas. Munculnya hal ini sangat merugikan bangsa, karena dapat menyebabkan lahirnya generasi yang tidak berkualitas (Fauzi, 2007). Banyak organisasi dunia seperti Bank Dunia, FAO, WFP dan Save the Children telah berkontribusi dalam pemahaman mengenai konsep ketahanan pangan di negara berkembang. Bank Dunia mendefinisikan ketahanan pangan sebagai akses bagi semua masyarakat di setiap waktu untuk memperoleh pangan yang cukup, bagi kehidupan yang aktif dan sehat. Ini berarti bahwa rumahtangga dan individu harus memiliki ketersediaan pangan, akses ke pangan dan kemampuan untuk memenuhi seluruh kebutuhan pangan (Edralin and Collado, 2005). Mendefinisikan dan menginterpretasikan ketahanan pangan, dan mengukurnya sehingga dapat dipercaya, valid, dan dengan biaya yang efektif ternyata telah menjadi masalah yang sulit yang dihadapi oleh para peneliti dan program yang berencana memonitor resiko ketahanan pangan (Maxwell, 1996).
2 174 Untuk menganalisis masalah ketahanan pangan, terdapat sekitar 200 indikator. Rindayati (2009) menegaskan bahwa mana yang akan dipilih tergantung tujuan dan kepentingan penelitian, serta ketersediaan data. Indikator ketahanan pangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah frekuensi makan, yaitu bila anggota suatu rumahtangga bisa makan paling tidak tiga kali dalam sehari, maka masuk kriteria tahan pangan. Sedangkan rumahtangga yang anggotanya makan dua kali atau kurang dari itu, masuk kriteria tidak tahan pangan. Dalam bab ini akan didiskusikan mengenai faktor-faktor yang secara signifikan mempengaruhi ketahanan pangan rumahtangga petani di Kabupaten Konawe Selatan (Konsel), yang dikelompokkan sebagai variabel sosiodemografi gender, karakteristik rumahtangga, dan variabel usahatani. Pada awalnya diduga bahwa peluang rumahtangga untuk mencapai ketahanan pangan dipengaruhi oleh variabel-variabel jumlah produksi usahatani utama, jumlah produksi usahatani lainnya, biaya usahatani, penghasilan perempuan dari luar usahatani keluarga, penghasilan laki-laki dari luar usahatani keluarga, ukuran rumahtangga, harga pangan pokok, akses ke pasar, akses kredit, pengetahuan pangan dan gizi ibu rumahtangga, luas lahan (milik, garapan, sewa, pinjam, lahan untuk pangan, lahan untuk kebun), dan dummy pembeda desa rawan pangan dan tahan pangan. Dalam proses pengolahan data, beberapa variabel tersebut dikeluarkan dari model persamaan, karena : (1) berkorelasi tinggi dengan paling tidak satu variabel independen lainnya, dan atau (2) performa variabel kurang bagus (misalnya tanda yang tidak sesuai dengan teori).
3 175 Setelah re-spesifikasi yang dilakukan berkali-kali terhadap model persamaan yang dibangun, dalam model akhir yang diperoleh diduga bahwa ketahanan pangan dipengaruhi oleh variabel-variabel (1) pendidikan laki-laki, (2) pendidikan perempuan, (3) ukuran rumahtangga, (4) penghasilan laki-laki dari luar usahatani keluarga, (5) penghasilan perempuan dari luar usahatani keluarga, (6) penghasilan laki-laki dan perempuan dari kerja bersama di luar usahatani keluarga, (7) pendapatan usahatani, dan (8) dummy pembeda desa/kelurahan tahan pangan dan rawan pangan. Program dan hasil estimasi model ketahanan pangan rumahtangga petani dengan menggunakan metode MLE, masing-masing disajikan dalam Lampiran 12 dan 13. Dari analisis yang dilakukan terhadap model persamaan faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan rumahtangga, dapat dikatakan bahwa secara umum model yang disusun memiliki performansi yang cukup bagus. Indikatornya dapat dilihat dari nilai Persen Concordant yang nilainya sebesar Dengan demikian, penentuan peluang untuk mencapai ketahanan pangan rumahtangga pada nilai Y=1 adalah konsisten pada nilai Y = 1. Dari delapan variabel yang dimasukkan ke dalam model tersebut, terdapat lima variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap peluang rumahtangga untuk mencapai ketahanan pangan pada taraf kepercayaan 95 persen atau tingkat kesalahan yang ditolerir (α) sebesar 5 persen. Kelima variabel tersebut adalah (1) ukuran rumahtangga, (2) pendapatan laki-laki dari luar usahatani keluarga, (3) pendapatan perempuan dari luar usahatani keluarga, (4) pendapatan laki-laki dan 1 Persen concordant menunjukkan banyak pengamatan pada kategori Y=1, yaitu peluang rumahtangga untuk mencapai ketahanan pangan, yang memiliki peluang lebih besar pada Y=1 (konsisten pada Y=1) adalah sebesar 94 persen
4 176 perempuan dari kerja bersama di luar usahatani keluarga, dan (5) pendapatan usahatani. Sedangkan variabel : (1) pendidikan laki-laki, (2) pendidikan perempuan, dan (3) dummy pembeda desa/kelurahan tahan pangan dan rawan pangan pengaruhnya tidak signifikan terhadap ketahanan pangan rumahtangga. Hasil analisis mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan rumahtangga disajikan dalam Tabel 17 di bawah ini : Tabel 17. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani di Kabupaten Konawe Selatan Tahun 2009 No. Variabel Parameter Estimasi 1. PddL PddP URT Elnutkel Epnutkel Eplnutkel YUT D Keterangan : P-Value * <.0001* * * <.0001* Nilai Marginal Effect (ME) * Terdapat perbedaan yang signifikan dengan α paling besar dimana : PddL PddP URT Elnutkel Epnutkel Eplnutkel YUT D 3 = Pendidikan laki-laki (tahun) = Pendidikan perempuan (tahun) = Ukuran rumahtangga (jiwa) = Pendapatan laki-laki dari luar usahatani keluarga (Rp/tahun) = Pendapatan perempuan dari luar usahatani keluarga (Rp/tahun) = Pendapatan bersama gender dari luar usahatani keluarga (Rp/tahun) = Pendapatan usahatani keluarga (Rp/tahun) = Dummy pembeda desa/kelurahan tahan pangan dan rawan pangan
5 177 Variabel pendidikan perempuan dan laki-laki tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap peluang keluarga untuk mencapai ketahanan pangan. Meskipun seseorang memiliki pendidikan yang tinggi, namun jika pengetahuan yang diperoleh dalam proses pendidikan tersebut tidak diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari, maka pendidikan tetap saja menjadi sesuatu yang berdiri sendiri tanpa memiliki pengaruh terhadap peluang pencapaian ketahanan pangan rumahtangga. Variabel dummy pembeda desa/kelurahan tahan pangan dan rawan pangan pengaruhnya tidak signifikan terhadap ketahanan pangan rumahtangga. Artinya, tidak ada perbedaan peluang bagi rumahtangga yang tinggal di desa/kelurahan yang masuk kriteria tahan pangan ataupun rawan pangan untuk mencapai tahan pangan atau rawan pangan. Hasil ini sebenarnya kurang diharapkan, karena dugaan semula adalah akan ada perbedaan peluang antara desa/kelurahan tahan pangan dengan rawan pangan, dimana rumahtangga di desa/keluarahan tahan pangan akan lebih besar peluangnya untuk mencapai ketahanan pangan dibandingkan dengan rumahtangga yang ada di desa-desa rawan pangan. Namun hal tersebut di atas bisa saja terjadi, karena meskipun suatu daerah termasuk kategori tahan pangan, namun diantara warganya ada yang termasuk rawan pangan. Demikian juga sebaliknya, di daerah yang rawan pangan, tidak seluruh warganya termasuk kategori rawan pangan. Ini sesuai dengan pendapat Hayami (2000) yang menyatakan bahwa masalah kerawanan pangan dapat dialami oleh siapa saja, bahkan warga di negara-negara industri yang sudah maju dan mempunyai tingkat pendapatan yang tinggi, seperti Jepang dan Taiwan. Karena ketahanan pangan bukan hanya ditentukan oleh tingkat pendapatan, tetapi
6 178 oleh banyak faktor. Salah satu fakta dikemukakan oleh Republika Newsroom (2009) 2, dimana terdapat 3.5 juta orang atau sekitar 4.4 persen dari penduduk Italia hidup di bawah garis kemiskinan pangan. Terlebih di Indonesia, dimana indikator dalam penentuan kategori suatu daerah termasuk tahan pangan atau rawan pangan masih menggunakan ukuran makro (kurang spesifik), tentu saja kemungkinan adanya warga yang sebenarnya tahan pangan ditemukan di daerah rawan pangan sangat mungkin terjadi. Sebaliknya juga begitu, ada kemungkinan untuk menemukan warga tidak tahan pangan di daerah-daerah yang masuk kategori tahan pangan. Terkait hal ini, BKP (2007) menyatakan bahwa suatu daerah yang termasuk dalam kelompok rawan pangan tidak berarti bahwa semua penduduknya berada dalam kondisi rawan pangan. Sebaliknya, daerah-daerah yang masuk dalam kelompok relatif tahan pangan, tidak berarti semua penduduknya bercukupan pangan. Pemetaan yang dilakukan hanya menggambarkan kecenderungan prevalensi kerawanan pangan secara relatif. Dengan perkataan lain, daerah-daerah yang rawan pangan cenderung memiliki tingkat kerawanan pangan yang lebih tinggi dibandingkan daerah-daerah yang relatif tahan pangan. Benar apa yang dikemukakan Khumaidi (1989) bahwa adalah suatu ironi karena banyak rumahtangga di daerah perdesaan, yang sebenarnya merupakan produsen bahan pangan, mengalami kekurangan gizi akibat kekurangan bahan makanan. Situasi yang sangat berat ini banyak dialami petani miskin di perdesaan. Hal ini juga didukung oleh Fauzi (2007) bahwa masalah rawan pangan juga bisa terjadi di daerah-daerah subur dan Kinseng (2009) yang menyebutkan bahwa di 2 Republika Newsroom, 09 Oktober 2009 : 3.5 Juta Rakyat Italia Hidup di Bawah Garis Kemiskinan Pangan
7 179 negara agraris seperti Indonesia yang kaya akan sumberdaya alam pendukung pertanian, juga tidak lepas dari persoalan krisis pangan Pengaruh Variabel Sosiodemografi Gender Hasil analisis menunjukkan bahwa dari seluruh rumahtangga responden (n=194), sekitar persen (82 rumahtangga) masuk kategori tidak tahan pangan. Artinya, hampir separuh rumahtangga di daerah penelitian hanya makan dua kali dalam sehari. Hal ini tentu saja sangat memprihatinkan, mengingat bahwa kebutuhan pangan merupakan kebutuhan yang tidak bisa ditawar-tawar pemenuhannya. Bila keadaan ini terus berlanjut, artinya keadaan kekurangan pangan ini bukanlah sementara, tetapi berlangsung terus menerus, maka dampaknya akan sangat besar terhadap keseluruhan proses biologis dalam tubuh, yang pada akhirnya akan mempengaruhi kesehatan dan prestasi seseorang. Adi et al. (1999) menyebutkan bahwa frekuensi makan secara langsung akan mempengaruhi asupan zat gizi melalui konsumsi makan. Sedangkan menurut Martorell (1995) dalam Pranadji et al. (2001) bahwa konsumsi makanan itu sendiri merupakan salah satu faktor yang secara langsung berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Hasil yang ditemukan Harefa et al. (2001) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa 75 persen rumahtangga di dua desa penelitiannya di Kabupaten Cianjur Jawa Barat frekuensi makannya hanya dua kali dalam sehari. Ini merupakan salah satu penyesuaian yang dilakukan rumahtangga akibat kekurangan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan makan yang normal. Maxwell (1996) juga sependapat bahwa mengurangi konsumsi pangan merupakan
8 180 salah satu strategi yang dilakukan rumahtangga agar bisa tetap memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga. Bila dianalisis menurut desa rawan pangan dan tahan pangan, maka hasil analisis menunjukkan bahwa di desa rawan pangan (n=144) terdapat 79 rumahtangga (54.86 persen ) yang masuk kategori tidak tahan pangan. Sebaliknya di desa tahan pangan (n=50), sebanyak 47 responden rumahtangga (94 persen) masuk kategori tahan pangan. Kondisi di kedua daerah penelitian menunjukkan situasi ketahanan pangan rumahtangga yang sangat berbeda. Nampaknya, faktor potensi sumberdaya manusia, sumberdaya alam dan ketersediaan berbagai infrastuktur di desa/kelurahan tahan pangan, merupakan hal yang mendorong pencapaian ketahanan pangan di daerah tersebut dibandingkan dengan desa-desa rawan pangan. Variabel-variabel yang berpengaruh signifikan terhadap pencapaian ketahanan pangan rumahtangga adalah ukuran rumahtangga dan penghasilan masing-masing gender, serta penghasilan dari pekerjaan yang dilakukan bersama oleh suami-isteri. Hasil ini sesuai dengan pendapat Berg (1986) bahwa pendapatan dan ukuran rumahtangga merupakan faktor yang paling menentukan kualitas dan kuantitas pangan Ukuran Rumahtangga Informasi dalam Tabel 17 di atas menunjukkan bahwa variabel ukuran rumahtangga (URT) atau jumlah anggota rumahtangga berpengaruh signifikan terhadap peluang rumahtangga untuk mencapai ketahanan pangan rumahtangga di perdesaan dengan tanda negatif. Nilai ME dari variabel ukuran rumahtangga adalah sebesar -0.12, ini berarti bahwa jika anggota rumahtangga bertambah satu
9 181 orang, maka peluang rumahtangga untuk mencapai ketahanan pangan akan berkurang sebesar Hasil ini berarti bahwa semakin banyak jumlah anggota keluarga, maka peluang untuk mencapai ketahanan pangan akan semakin kecil. Madanijah et al. (2006) dan Yuliana et al. (2002) juga menemukan hasil yang sama, bahwa jumlah anggota keluarga dapat mempengaruhi status gizi anggota rumahtangga, yang merupakan salah satu indikator ketahanan pangan. Hasil penelitian Asmarantaka (2007) juga menunjukkan bahwa konsumsi pangan di tiga desa, yaitu desa pangan (padi dan ubi kayu) dan bukan pangan (desa perkebunan kopi) sangat dipengaruhi oleh jumlah keluarga. Ini sangat logis terjadi. Bila terjadi penambahan jumlah anggota keluarga tanpa dibarengi dengan peningkatan penghasilan rumahtangga, baik itu dari usahatani maupun dari luar usahatani, maka akan menyebabkan rumahtangga menghadapi resiko kekurangan pangan. Karena sejumlah sumberdaya yang dimiliki rumahtangga, harus dibagi dengan jumlah anggota keluarga yang lebih banyak, akibatnya jumlah pangan yang dapat disediakan tidak akan mencukupi kebutuhan seluruh anggota keluarga untuk dapat hidup sehat dan berprestasi. Temuan ini sesuai dengan Suhardjo (1996) dalam Pranadji et al. (2001) yang mengemukakan bahwa tingkat pendapatan yang tinggi akan memberikan peluang yang lebih baik dalam jumlah maupun jenis makanan, sedangkan besar keluarga berhubungan erat dengan distribusi dalam jumlah maupun ragam pangan yang dikonsumsi anggota keluarga. Terkait dengan hasil ini, nampaknya perlu upaya-upaya membatasi besar keluarga, agar ketahanan pangan rumahtangga lebih terjamin. Program yang dijalankan pemerintah selama ini, seperti Keluarga Berencana merupakan salah
10 182 satu alternatif yang dapat ditempuh dan digalakkan kembali. Program seperti ini sangat sesuai dengan hasil temuan dalam penelitian ini, yaitu perlunya upaya pembatasan jumlah anggota keluarga Pendapatan Gender Dari hasil analisis nampak bahwa pendapatan gender (gender income) dari luar usahatani keluarga, baik yang dilakukan secara sendiri-sendiri (perempuan saja atau laki-laki saja), maupun hasil dari usaha/pekerjaan yang dilakukan secara bersama-sama berpengaruh signifikan dan positif terhadap ketahanan pangan rumahtangga. Ini berarti bahwa bila penghasilan gender dari luar usahatani keluarga meningkat, maka peluang rumahtangga untuk mencapai ketahanan pangan semakin besar. Temuan ini sesuai dengan hasil-hasil studi terdahulu yang dilakukan di beberapa negara berkembang lainnya, dimana masing-masing gender memiliki peran penting dalam pencapaian ketahanan pangan rumahtangga pertanian (FAO, Undated; Horenstein, 1989). Nilai ME variabel pendapatan laki-laki dari luar usahatani keluarga (Elnutkel) adalah sebesar , yang berarti bahwa jika pendapatan laki-laki dari luar usahatani keluarga bertambah sebesar Rp , maka peluang rumahtangga untuk mencapai ketahanan pangan rumahtangga petani akan bertambah sebesar 0.1. Nilai ini sangat kecil, yang menunjukkan bahwa pertambahan yang besar dalam penghasilan laki-laki dari luar usahatani keluarga, hanya memiliki pengaruh yang kecil terhadap peluang rumahtangga untuk mencapai ketahanan pangan. Nilai ME variabel pendapatan perempuan dari luar usahatani keluarga (Epnutkel) adalah sebesar , yang berarti bahwa jika pendapatan
11 183 perempuan dari luar usahatani keluarga bertambah sebesar Rp , maka peluang rumahtangga untuk mencapai ketahanan pangan rumahtangga petani akan bertambah sebesar 0.2. Meskipun nilai ini lebih tinggi dari ME variabel pendapatan laki-laki dari luar usahatani, namun seperti juga nilai ME variabel pendapatan laki-laki dari luar usahatani keluarga, nilai ini sangat kecil, yang menunjukkan bahwa pertambahan yang besar dalam penghasilan perempuan dari luar usahatani keluarga, hanya memiliki pengaruh yang kecil terhadap peluang rumahtangga untuk mencapai ketahanan pangan. Tabel 17 di atas juga menunjukkan nilai ME variabel pendapatan bersama perempuan dan laki-laki dari luar usahatani keluarga (Eplnutkel) adalah sebesar , yang berarti bahwa jika pendapatan bersama gender dari luar usahatani keluarga bertambah sebesar Rp , maka peluang rumahtangga untuk mencapai ketahanan pangan rumahtangga petani akan bertambah sebesar 0.2. Seperti juga nilai ME variabel pendapatan perempuan dari luar usahatani keluarga, nilai ME variabel Eplnutkel sangat kecil, yang menunjukkan bahwa pertambahan yang besar dalam penghasilan bersama perempuan dan laki-laki dari luar usahatani keluarga, hanya memiliki pengaruh yang kecil terhadap peluang rumahtangga untuk mencapai ketahanan pangan. Seperti diketahui bahwa untuk meningkatkan pendapatan keluarganya, maka persen dari responden laki-laki dan persen dari responden perempuan bekerja di luar usahatani untuk memperoleh tambahan penghasilan rumahtangga. Pendapatan merupakan sumberdaya yang dapat meningkatkan daya beli rumahtangga dalam pemenuhan kebutuhan hidup seluruh anggota keluarga. Ini menunjukkan bahwa di lokasi penelitian, faktor ekonomi tetap merupakan
12 184 variabel yang sangat penting yang menentukan ketahanan pangan rumahtangga. Ini sejalan dengan Sauqi (2002) dan Horenstein (1989) bahwa daya beli (pendapatan) rumahtangga merupakan salah satu faktor yang signifikan mempengaruhi ketahanan pangan rumahtangga. Bahkan Hardinsyah (1996) secara eksplisit menunjukkan bahwa semakin tinggi pendapatan keluarga, maka semakin tinggi mutu gizi makanan (MGM) keluarga, yang merupakan salah satu aspek penting dalam pencapaian ketahanan pangan keluarga. Sementara itu, di negara-negara maju yang tingkat pendapatannya sudah tinggi, penentu utama pencapaian ketahanan pangan bukan lagi terutama pada aspek pendapatan. Hayami (2000) menegaskan bahwa setidaknya terdapat empat krisis yang dapat menyebabkan masyarakat di suatu negara mengalami kerawanan pangan, yaitu : (1) krisis kontingen, (2) krisis siklikal, (3) krisis politik, dan (4) krisis Malthusian. Yang pertama adalah krisis yang terjadi karena adanya gangguan impor pangan secara tiba-tiba akibat adanya perang atau bencana. Yang kedua dapat terjadi ketika berkurangnya suplai pangan dan meningkatnya harga akibat hasil panen yang kurang di seluruh dunia sepanjang siklus cuaca. Yang ketiga berupa embargo dari ekportir pangan karena alasan politik dunia. Yang keempat adalah penurunan suplai pangan sementara jumlah populasi meningkat, yang dapat menyebabkan terjadinya kelaparan pada skala dunia Pengaruh Variabel Karakteristik Usahatani Dalam analisis ini, hanya terdapat satu variabel yang dimasukkan ke dalam model dan mempunyai pengaruh signifikan terhadap ketahanan pangan rumahtangga. Pada taraf kepercayaan sebesar 95 persen, variabel pendapatan usahatani berpengaruh signifikan dan positif terhadap peluang pencapaian ketahanan pangan
13 185 rumahtangga. Semakin besar pendapatan yang diperoleh dari usahatani keluarga, semakin besar peluang untuk bisa mencapai ketahanan pangan rumahtangga. Karena semakin besar pendapatan yang diperoleh, maka semakin besar kemungkinan untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga. Tabel 17 di atas menunjukkan nilai ME variabel pendapatan usahatani keluarga (YUT) adalah sebesar , yang berarti bahwa jika pendapatan usahatani bertambah sebesar Rp , maka peluang rumahtangga untuk mencapai ketahanan pangan akan bertambah sebesar 0.2. Seperti juga nilai-nilai ME pada variabel-variabel pendapatan gender, nilai ME variabel pendapatan usahatani juga nilainya kecil, yang menunjukkan bahwa pertambahan yang besar dalam pendapatan usahatani keluarga, hanya memiliki pengaruh yang kecil terhadap peluang rumahtangga untuk mencapai ketahanan pangan. Bila ditelusuri, pendapatan usahatani tersebut merupakan hasil pengurangan dari nilai produk usahatani keluarga dengan biaya usahatani yang harus dikeluarkan rumahtangga. Dengan kata lain, pendapatan usahatani tersebut sebenarnya merupakan gambaran dari keseluruhan nilai produk usahatani, yang di dalamnya meliputi nilai produk usahatani yang dikonsumsi sendiri oleh rumahtangga, yang dijual dan pemberian anak dan keluarga lainnya. Hasil ini menunjukkan bahwa faktor ketersediaan produk pangan dari usahatani memegang peranan penting dalam pencapaian ketahanan pangan keluarga. Hasil ini sesuai dengan temuan Sauqi (2002) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi ketahanan pangan rumahtangga di daerah rawan pangan di Lombok Tengah adalah ketersediaan pangan dalam rumahtangga, yang bisa berasal dari produksi usahatani sendiri, pemberian keluarga, pembelian maupun barter. Adi et al. (1999)
14 186 menegaskan bahwa ketersediaan pangan dan daya beli pangan merupakan faktor penentu ketahanan pangan. Senada dengan itu, Horenstein (1989) juga menegaskan pentingnya produksi pertanian rumahtangga untuk mencapai ketahanan pangan rumahtangga di Kenya. Bila dipilah menurut desa rawan pangan dan tahan pangan, perbedaan proporsi responden di masing-masing desa yang mengkonsumsi hasil produksinya menjadi lebih jelas, yaitu persen dari total responden di desa rawan pangan dan persen dari total responden di desa tahan pangan. Hasil ini memberi kejelasan besarnya peran produk usahatani dalam pencapaian ketahanan pangan rumahtangga petani responden. Hasil ini sesuai dengan Alderman dan Garcia (1994) bahwa ketersediaan pangan rumahtangga mempengaruhi ketahanan pangan rumahtangga, yang diukur dari status gizi anak-anak di perdesaan Pakistan. Demikian juga dengan Asmarantaka (2007) bahwa di desa kebun, konsumsi pangan dipengaruhi oleh nilai produksi kopi.
VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS
VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS Pada bagian ini akan dikemukakan beberapa ringkasan hasil dari pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya. Selanjutnya akan dikemukakan sintesis dari keseluruhan
Lebih terperinciGENDER DAN KETAHANAN PANGAN : SUATU KAJIAN PADA RUMAHTANGGA PETANI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROVINSI SULAWESI TENGGARA
GENDER DAN KETAHANAN PANGAN : SUATU KAJIAN PADA RUMAHTANGGA PETANI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROVINSI SULAWESI TENGGARA Sitti Aida Adha Taridala Jurusan/Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,
Lebih terperinciVI. ANALISIS PERAN GENDER DALAM RUMAHTANGGA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN GENDER UNTUK BEKERJA DI LUAR USAHATANI KELUARGA
VI. ANALISIS PERAN GENDER DALAM RUMAHTANGGA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN GENDER UNTUK BEKERJA DI LUAR USAHATANI KELUARGA Dalam bagian ini akan dipaparkan mengenai hasil analisis peran
Lebih terperinciKata kunci : alokasi waktu, gender, pendapatan, ketahanan pangan
Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Juni, 2012 ALOKASI WAKTU GENDER, SUMBER PENDAPATAN DAN KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI DI DAERAH RAWAN PANGAN Sitti Aida Adha Taridala 1) dan Darwis
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara bertujuan untuk mewujudkan kehidupan seluruh masyarakat yang maju, mandiri, sejahtera lahir dan batin.
Lebih terperinciV. KARAKTERISTIK WILAYAH PENELITIAN, USAHATANI DAN LATAR BELAKANG SOSIODEMOGRAFI RESPONDEN
V. KARAKTERISTIK WILAYAH PENELITIAN, USAHATANI DAN LATAR BELAKANG SOSIODEMOGRAFI RESPONDEN Karakteristik suatu wilayah, akan berpengaruh terhadap ketahanan pangan wilayah tersebut. Suatu daerah yang memiliki
Lebih terperinciANALISIS PERAN GENDER DALAM PENCAPAIAN KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Peran Gender dalam Pencapaian Ketahanan Pangan Rumah Tangga Petani (S.A.A. Taridala et al.) ANALISIS PERAN GENDER DALAM PENCAPAIAN KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI DI KABUPATEN KONAWE SELATAN, PROVINSI
Lebih terperinciprasyarat utama bagi kepentingan kesehatan, kemakmuran, dan kesejahteraan usaha pembangunan manusia Indonesia yang berkualitas guna meningkatkan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Perumusan Masalah Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang pemenuhannya menjadi hak asasi manusia. Pangan yang bermutu, bergizi, dan berimbang merupakan suatu
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. ketahanan pangan pada tingkat nasional, regional, maupun rumah tangga. Menurut
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sasaran pembangunan pangan dalam GBHN 1999 adalah terwujudnya ketahanan pangan pada tingkat nasional, regional, maupun rumah tangga. Menurut Undang-Undang No. 18 Tahun
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan agraris, dimana terdiri dari banyak pulau dan sebagian besar mata pencaharian penduduknya bercocok tanam atau petani. Pertanian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang perlu dipenuhi dalam mempertahankan hidup dan kehidupannya. Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan menyebutkan
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia masih memerlukan perhatian yang lebih terhadap persoalan pangan. Banyak kasus kurang gizi disebabkan karena rendahnya pemahaman pola konsumsi yang sehat
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut
I. PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang Salah satu output yang diharapkan dalam pembangunan nasional adalah membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut Menteri Kesehatan (2000), SDM
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kesepakatan global yang dituangkan dalam Millenium Development Goals
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Hak atas pangan telah diakui secara formal oleh banyak negara di dunia, termasuk Indonesia. Akhir -akhir ini isu pangan sebagai hal asasi semakin gencar disuarakan
Lebih terperinciLatar Belakang Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 237,6 juta jiwa atau bertambah 32,5 juta jiwa sejak tahun
Latar Belakang Berdasarkan Sensus Penduduk 2010, jumlah penduduk Indonesia sudah mencapai 237,6 juta jiwa atau bertambah 32,5 juta jiwa sejak tahun 2000. Artinya, setiap tahun selama periode 1990-2000,
Lebih terperinciVI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA
VI. PERILAKU PRODUKSI RUMAHTANGGA PETANI PADI DI SULAWESI TENGGARA Penelitian ini membagi responden berdasarkan jenis lahan, yaitu lahan sawah irigasi dan tadah hujan, serta keikutsertaan petani dalam
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. kalori yang dibutuhkan untuk kehidupan yang aktif dan sehat (Hanani, 2012).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ketersediaan Pangan Ketersediaan (food availabillity) yaitu ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup aman dan bergizi untuk semua orang baik yang berasal dari produksi sendiri,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan akan pangan yang cukup. Salah satu komoditas pangan yang dijadikan pangan pokok masyarakat Indonesia adalah beras. Beras
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kelangkaan pangan telah menjadi ancaman setiap negara, semenjak meledaknya pertumbuhan penduduk dunia dan pengaruh perubahan iklim global yang makin sulit diprediksi.
Lebih terperinciI PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertambahan penduduk yang melaju dengan cepat perlu diimbangi dengan kualitas dan kuantitas makanan sebagai bahan pokok, paling tidak sama dengan laju pertumbuhan penduduk.
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Kemiskinan merupakan salah satu isu penting dalam pelaksanaan pembangunan, bukan hanya di Indonesia melainkan hampir di semua negara di dunia. Dalam Deklarasi Millenium Perserikatan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Indonesia atau lebih dari 100 juta jiwa mengalami beraneka masalah
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada tahun 2006, tingkat kemiskinan di Indonesia masih mencapai 17,8 persen yang berarti sekitar 40 juta jiwa masih berada di bawah garis kemiskinan. Salah satu akibat
Lebih terperinciBAB 1 PENDAHULUAN. (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas, dan produktif (Hadi, 2005). bangsa bagi pembangunan yang berkesinambungan (sustainable
BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan suatu bangsa sangat tergantung kepada keberhasilan bangsa itu sendiri dalam menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, sehat, cerdas,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Salah satu kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk hidup adalah kebutuhan
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu kebutuhan dasar manusia sebagai makhluk hidup adalah kebutuhan akan pangan, sehingga kecukupan pangan bagi setiap orang setiap waktu merupakan hak asasi yang
Lebih terperinciIV. METODOLOGI PENELITIAN
IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara. Penentuan lokasi ditentukan secara sengaja (purposive), karena
Lebih terperinciANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1)
66 Pengembangan Inovasi Pertanian 1(1), 2008: 66-73 Mewa Ariani et al. ANALISIS WILAYAH RAWAN PANGAN DAN GIZI KRONIS SERTA ALTERNATIF PENANGGULANGANNYA 1) Mewa Ariani, H.P.S. Rachman, G.S. Hardono, dan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)
PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian mempunyai peranan yang strategis dalam penyerapan tenaga kerja yang ada di Indonesia, yaitu dengan tingginya penyerapan tenaga kerja sekitar 44 persen dari
Lebih terperinciIX. KESIMPULAN DAN SARAN. petani cukup tinggi, dimana sebagian besar alokasi pengeluaran. dipergunakan untuk membiayai konsumsi pangan.
IX. KESIMPULAN DAN SARAN 9.1. Kesimpulan 1. Penggunaan tenaga kerja bagi suami dialokasikan utamanya pada kegiatan usahatani, sedangkan istri dan anak lebih banyak bekerja pada usaha di luar usahataninya
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
PENDAHULUAN Latar Belakang Perolehan pangan yang cukup baik dalam jumlah maupun mutu merupakan sesuatu yang penting bagi setiap manusia agar dapat hidup secara berkualitas. Oleh karena itu hak atas kecukupan
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
Tinjauan Pustaka TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Menurut Saliem dkk dalam Ariani dan Tribastuti (2002), pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsumsi Pangan Kualitas dan kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh suatu kelompok sosial budaya dipengaruhi banyak hal yang saling kait mengait, di samping untuk memenuhi
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. Dari perspektif sejarah, istilah ketahanan pangan (food security) mulai
II. TINJAUAN PUSTAKA A. Landasan Teori 1. Ketahanan pangan Dari perspektif sejarah, istilah ketahanan pangan (food security) mulai mengemuka saat terjadi krisis pangan dan kelaparan yang menimpa dunia
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah,
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan usahatani tomat dan faktor-faktor produksi yang mempengaruhi
Lebih terperinciBAB IX ANALISIS KEBERHASILAN BMT SWADAYA PRIBUMI
BAB IX ANALISIS KEBERHASILAN BMT SWADAYA PRIBUMI 9.1 Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi dalam Pemenuhan Kebutuhan praktis dan kebutuhan strategis Gender Keberhasilan BMT Swadaya Pribumi pada penelitian ini
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan. terjangkau dan aman dikonsumsi bagi setiap warga untuk menopang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar bagi sumberdaya manusia suatu bangsa. Untuk mencapai ketahanan pangan diperlukan ketersediaan pangan dalam jumlah dan kualitas
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kemiskinan merupakan masalah yang dialami secara global dan telah
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemiskinan merupakan masalah yang dialami secara global dan telah terjadi sejak dahulu kala. Kemiskinan sangat terkait dengan kepemilikan modal, kepemilikan lahan,
Lebih terperincie-journal Boga, Volume 04, Nomor 09, Edisi Yudisium Periode Maret 2015, hal 71-75
71 PENDAHULUAN Pada saat ini dan masa yang akan datang pembangunan di Indonesia memerlukan sumberdaya manusia yang berkualitas, yaitu sumberdaya manusia yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat
Lebih terperinciVI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK. partisipatif di lahan petani diharapkan dapat membawa dampak terhadap
VI. ADOPSI PROGRAM SISTEM INTEGRASI TANAMAN- TERNAK Penerapan program sistem integrasi tanaman-ternak yang dilakukan secara partisipatif di lahan petani diharapkan dapat membawa dampak terhadap peningkatan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1. Tinjauan Pustaka Tanaman kopi rakyat sebagian besar merupakan tanaman tua, tanaman semaian dari bibit tanaman lokal
Lebih terperinciKEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT
KEUNGGULAN KOMPETITIF SISTEM USAHATANI TANAMAN PANGAN DI KABUPATEN SUMBA TIMUR, NTT Rachmat Hendayana Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Jl Tentara Pelajar, 10 Bogor ABSTRAK Makalah
Lebih terperinciProsiding Seminar Nasional Biotik 2016 ISBN:
Prosiding Seminar Nasional Biotik 2016 ISBN: 978-602-18962-9-7 KETAHANAN PANGAN: SUATU ANALISIS KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN TERHADAP KEBUTUHAN RUMAH TANGGA PETANI DI KABUPATEN GAYO LUES Siti Wahyuni 1)
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keberhasilan pembangunan di sektor pertanian suatu daerah harus tercermin oleh kemampuan daerah tersebut dalam swasembada pangan atau paling tidak ketahanan pangan. Selain
Lebih terperinciDiterbitkan melalui:
SEGORES TINTA UNTUK NEGERI: Pemberdayaan Dalam Konteks Ketahanan Pangan Guna Mencapai Kemandirian dan Kedaulatan Pangan Oleh: Ahmad Satori Copyright 2014 by Ahmad Satori Penerbit Wafda Press www.kliksatori.blogspot.com
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2. 1 Tinjauan Pustaka Pangan adalah segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan
Lebih terperinciVII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR
VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN AGRIBISNIS PADA KOPERASI BAYTUL IKHTIAR 7.1. Karakteristik Umum Responden Responden penelitian ini adalah anggota Koperasi Baytul Ikhtiar yang sedang memperoleh
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan yang mendasar (basic need) bagi setiap manusia untuk dapat melakukan aktivitas sehari-hari guna mempertahankan hidup. Pangan juga merupakan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia, karena itu pemenuhan pangan merupakan bagian dari hak asasi individu serta sebagai komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi di Indonesia meningkat dengan pesat dalam 4 dekade terakhir ditandai dengan perbaikan kesejahteraan masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010, pendapatan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. pertanian dalam arti luas mencakup perkebunan, kehutanan, peternakan dan
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sejarah dunia pertanian mengalami lompatan yang sangat berarti, dari pertanian tradisional menuju pertanian modern. Menurut Trisno (1994), ada dua pertanian yaitu pertanian
Lebih terperinciIII. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN 3.3. PEMANTAPAN KETAHANAN PANGAN : ALTERNATIF PEMIKIRAN
III. RUMUSAN, BAHAN PERTIMBANGAN DAN ADVOKASI ARAH KEBIJAKAN PERTANIAN Pada tahun 2009, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian melakukan kegiatan analisis dan kajian secara spesifik tentang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam
Lebih terperinciSTRATEGI PENCAPAIAN KETAHANAN PANGAN PADA RUMAH TANGGA MISKIN DI PROVINSI DIY. Oleh : Suhadi Purwantoro, M.Si. Jurusan Pendidikan Geografi FISE UNY
SEMINAR PROPOSAL & INSTRUMEN PENELITIAN STRATEGIS NASIONAL TAHUN ANGGARAN 2009 STRATEGI PENCAPAIAN KETAHANAN PANGAN PADA RUMAH TANGGA MISKIN DI PROVINSI DIY Oleh : Suhadi Purwantoro, M.Si. Jurusan Pendidikan
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Indonesia telah mencapai 240 juta jiwa (BPS, 2011). Hal ini merupakan sumber daya
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia sebagai negara agraris dan maritim memiliki sumber kekayaan alam yang berlimpah dan memiliki jumlah penduduk nomor empat di dunia. Saat ini penduduk Indonesia
Lebih terperinciKementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS)
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/ Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (BAPPENAS) I. Pendahuluan II. III. IV. Pangan dan Gizi Sebagai Investasi Pembangunan Analisis Situasi Pangan dan Gizi
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Selain itu juga Indonesia merupakan negara agraris
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pangan sebagai kebutuhan dasar manusia sangat menentukan kelangsungan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pangan sebagai kebutuhan dasar manusia sangat menentukan kelangsungan hidup rakyat. Ketidakcukupan pangan berpotensi menguncang stabilitas sosial juga ketahanan nasional.
Lebih terperinciPENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator berjalannya roda perekonomian suatu negara. Ketika ekonomi tumbuh, maka ada peningkatan produksi barang dan jasa yang memerlukan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pangan merupakan kebutuhan dasar dan pokok yang dibutuhkan oleh manusia guna memenuhi asupan gizi dan sebagai faktor penentu kualitas sumber daya manusia. Salah satu
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu tujuan pembangunan pertanian di Indonesia adalah pengembangan hortikultura untuk meningkatkan pendapatan petani kecil. Petani kecil yang dimaksud dalam pengembangan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pertanian menjadi daerah permukiman, industri, dan lain-lain. Menurut BPN
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Lahan pertanian setiap tahunnya berkurang kuantitas maupun kualitasnya. Dari sisi kuantitas, lahan pertanian berkurang karena alih fungsi lahan pertanian menjadi
Lebih terperinciPERKEMBANGAN PENCAPAIAN
BAGIAN 2. PERKEMBANGAN PENCAPAIAN 25 TUJUAN 1: TUJUAN 2: TUJUAN 3: TUJUAN 4: TUJUAN 5: TUJUAN 6: TUJUAN 7: Menanggulagi Kemiskinan dan Kelaparan Mencapai Pendidikan Dasar untuk Semua Mendorong Kesetaraan
Lebih terperinciKERANGKA PENDEKATAN TEORI. tahun 1970an bersamaan dengan adanya krisis pangan dan kelaparan dunia
II. KERANGKA PENDEKATAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Ketahanan pangan Konsep ketahanan pangan (food security) mulainya berkembang pada tahun 1970an bersamaan dengan adanya krisis pangan dan kelaparan dunia
Lebih terperinciWorld Hunger Organization (WHO), terdapat empat jenis masalah kekurangan. Anemia Gizi Besi (AGB), Kurang Vitamin A (KVA) dan Gangguan Akibat
yang terkait. Masalah kekurangan gizi juga merupakan masalah kesehatan tertinggi di dunia, terutama di negara negara berkembang. Menurut data dari pada World Hunger Organization (WHO), terdapat empat jenis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. MDGs lainnya, seperti angka kematian anak dan akses terhadap pendidikan
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kasus kekurangan gizi pada anak balita yang diukur dengan prevalensi anak balita gizi kurang dan gizi buruk digunakan sebagai indikator kelaparan, karena mempunyai
Lebih terperinciVI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN
VI KARAKTERISTIK UMUM RESPONDEN Karakteristik umum dari responden pada penelitian ini diidentifikasi berdasarkan jenis kelamin, usia, status pernikahan, tingkat pendidikan, pendapatan di luar usahatani
Lebih terperinciTINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN
TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN Tinjauan Pustaka Pangan adalah komoditas strategi karena merupakan kebutuhan dasar manusia. Pangan tidak saja berarti strategis
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peran sektor pertanian bagi perekonomian Indonesia adalah pembentuk Produk Domestik Bruto (PDB), sumber penghasil devisa, penyediaan bahan baku industri dan bahan pangan
Lebih terperinciBAB IX KESIMPULAN. bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai
163 BAB IX KESIMPULAN 9.1. Kesimpulan Status laki-laki dan perempuan dalam keluarga berkaitan dengan bagaimana laki-laki dan perempuan diperlakukan dalam keluarga. Sistem nilai mengenai status anak laki-laki
Lebih terperinciPOLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN
POLITIK KETAHANAN PANGAN MENUJU KEMANDIRIAN PERTANIAN Emlan Fauzi Pangan merupakan kebutuhan yang paling mendasar dari suatu bangsa. Mengingat jumlah penduduk Indonesia yang sudah mencapai sekitar 220
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. hidup anak sangat tergantung pada orang tuanya (Sediaoetama, 2008).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Balita Anak balita merupakan kelompok yang menunjukkan pertumbuhan yang pesat sehingga memerlukan zat gizi yang tinggi setiap kilogram berat badannya. Anak balita ini justru
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Indonesia merupakan negara agraris dan sebagian besar penduduknya bermata pencaharian di bidang pertanian. Sebenarnya negara ini diuntungkan karena dikaruniai
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pertanian dan Pangan (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2000), pp
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia telah mengalami pemulihan yang cukup berarti sejak krisis ekonomi tahun 1998. Proses stabilisasi ekonomi Indonesia berjalan cukup baik setelah mengalami krisis
Lebih terperinciLAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA
LAPORAN AKHIR PENELITIAN TA 2009 MODEL PROYEKSI JANGKA PENDEK PERMINTAAN DAN PENAWARAN KOMODITAS PERTANIAN UTAMA Oleh : Reni Kustiari Pantjar Simatupang Dewa Ketut Sadra S. Wahida Adreng Purwoto Helena
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting karena pertanian berhubungan langsung dengan ketersediaan pangan. Pangan yang dikonsumsi oleh individu terdapat komponen-komponen
Lebih terperinciII. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup
7 II. TINAJUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN A. Tinjauan Pustaka 1. Pola makan anak balita Pangan merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap makhluk hidup khususnya manusia. Pangan merupakan bahan yang
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. mencapai sasaran-sasaran pembangunan yang dituju harus melibatkan dan pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Pembangunan nasional yang dinilai berhasil pada hakikatnya adalah yang dilakukan oleh dan untuk seluruh rakyat. Dengan demikian, dalam upaya mencapai sasaran-sasaran
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian, khususnya tanaman pangan bertujuan untuk meningkatkan produksi dan memperluas keanekaragaman hasil pertanian. Hal ini berguna untuk memenuhi
Lebih terperincikonsumsi merupakan salahsatu indikator pengukuran tingkat ketahanan pangan. Dengan demikian, bila tingkat konsumsi rumahtangga sudah terpenuhi maka
21 KERANGKA PEMIKIRAN Ketahanan pangan rumahtangga dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah karakteristik rumahtangga (meliputi ukuran rumahtangga, pendidikan kepala dan ibu rumahtangga, dan
Lebih terperinciPENDAHULUAN. Latar Belakang
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan pertanian merupakan bagian integral dari pembangunan ekonomi nasional. Pembangunan pertanian memberikan sumbangsih yang cukup besar bagi perekonomian
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. sangat penting untuk mencapai beberapa tujuan yaitu : menarik dan mendorong
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Strategi pembangunan pertanian yang berwawasan agribisnis dan agroindustri pada dasarnya menunjukkan arah bahwa pengembangan agribisnis merupakan suatu upaya
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. lebih dari dua pertiga penduduk Propinsi Lampung diserap oleh sektor
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Salah satu sektor andalan perekonomian di Propinsi Lampung adalah pertanian. Kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Propinsi Lampung
Lebih terperinciPRODUKSI PANGAN INDONESIA
65 PRODUKSI PANGAN INDONESIA Perkembangan Produksi Pangan Saat ini di dunia timbul kekawatiran mengenai keberlanjutan produksi pangan sejalan dengan semakin beralihnya lahan pertanian ke non pertanian
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN. A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional
III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup pengertian yang digunakan untuk mendapatkan data dan melakukan analisis sehubungan dengan
Lebih terperinciMETODE PENELITIAN. Konsep dasar dan definisi operasional mencakup semua pengertian yang
III. METODE PENELITIAN A. Konsep Dasar dan Definisi Operasional Konsep dasar dan definisi operasional mencakup semua pengertian yang dipergunakan untuk mendapatkan data yang akan dianalisis sesuai dengan
Lebih terperinciPROPORSI PENGELUARAN DAN KONSUMSI PANGAN PADA DAERAH RAWAN BANJIR DI KABUPATEN BOJONEGORO MENUJU EKONOMI KREATIF BERBASIS KETAHANAN PANGAN WILAYAH
PROPORSI PENGELUARAN DAN KONSUMSI PANGAN PADA DAERAH RAWAN BANJIR DI KABUPATEN BOJONEGORO MENUJU EKONOMI KREATIF BERBASIS KETAHANAN PANGAN WILAYAH RINGKASAN Suprapti Supardi dan Aulia Qonita Penelitian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang artinya bahwa pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat ditunjukkan dari banyaknya
Lebih terperinciTabel 15. Hubungan Luas Lahan dengan Tingkat Pendapatan Tahun 2011
59 BAB VII HUBUNGAN PENGARUH TINGKAT PENGUASAAN LAHAN TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI RUMAH TANGGA PETANI 7.1 Hubungan Pengaruh Luas Lahan Terhadap Tingkat Pendapatan Pertanian Penguasaan lahan merupakan
Lebih terperinciLAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT
LAHAN PERTANIAN, TENAGA KERJA DAN SUMBER PENDAPATAN DI BEBERAPA PEDESAAN JAWA BARAT Oleh: Memed Gunawan dan Ikin Sadikin Abstrak Belakangan ini struktur perekonomian masyarakat pedesaan Jawa Barat telah
Lebih terperinciI PENDAHULUAN
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar penduduknya bermata pencarian sebagai petani. Hal ini perlu mendapat perhatian berbagai pihak, karena sektor pertanian
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. pendapatan perkapita diharapkan masalah-masalah seperti pengangguran, kemiskinan, dan
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pada awalnya upaya pembangunan Negara Sedang Berkembang (NSB) diidentikkan dengan upaya meningkatkan pendapatan perkapita. Dengan meningkatnya pendapatan perkapita diharapkan
Lebih terperinciIII. METODE PENELITIAN
digilib.uns.ac.id 24 III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode dekriptif analitis. Metode deskriptif memusatkan perhatian pada pemecahan
Lebih terperinciBAB VIII KEMISKINAN DAN KETAHANAN PANGAN DI SUMATERA SELATAN
BAB VIII KEMISKINAN DAN KETAHANAN PANGAN DI SUMATERA SELATAN Faharuddin, M.Si. (Bidang Statistik Sosial BPS Provinsi Sumatera Selatan) 8.1. Konsep Dasar Ketahanan Pangan Ketahanan pangan dikonseptualisasikan
Lebih terperinciPENDAHULUAN Latar Belakang
27 PENDAHULUAN Latar Belakang Paradigma baru pembangunan Indonesia lebih diorientasikan pada sektor pertanian sebagai sumber utama pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan kapasitas lokal. Salah satu fokus
Lebih terperinciKETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI PENGHASIL BERAS ORGANIK (Kasus di Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya)
1 KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI PENGHASIL BERAS ORGANIK (Kasus di Kecamatan Manonjaya, Kabupaten Tasikmalaya) Hepi Hapsari 1, Endah Djuwendah 1, Eliana Wulandari 1 1 Program Studi Agribisnis, Fakultas
Lebih terperinciBAB III PENDEKATAN LAPANGAN
BAB III PENDEKATAN LAPANGAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Sidakaton, Kecamatan Dukuhturi, Kabupaten Tegal, Propinsi Jawa Tengah (Lampiran 1). Lokasi penelitian ditentukan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani pertama kali diperkenalkan pada Tahun 1964 dengan nama Bimbingan Masal (BIMAS). Tujuan
Lebih terperinciIII. KERANGKA PEMIKIRAN
26 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis Penelitian 3.1.1 Model Ekonomi Rumahtangga Pertanian Pada umumnya rumahtangga pertanian di pedesaan mempunyai ciri semi komersial karena penguasaan skala
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. indeks pembangunan manusia (Badan Pusat Statistik, 2013). Walaupun Indonesia
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia yang memiliki penduduk 230 juta dengan beraneka ragam budaya, sosio-ekonomi dan letak geografis menduduki peringkat 107 dari 177 negara untuk indeks pembangunan
Lebih terperinci