III. KERANGKA PEMIKIRAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "III. KERANGKA PEMIKIRAN"

Transkripsi

1 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Input Produksi dan Pasar Tenaga Kerja Salah satu aspek yang digunakan dalam mengukur kinerja ekonomi adalah seberapa efektif suatu perekonomian menggunakan sumberdaya. Tenaga kerja, baik perempuan dan laki-laki, di suatu perekonomian adalah sumberdaya utama. Oleh karena itu, menjaga agar para pekerja tetap dapat bekerja menjadi pusat perhatian para pembuat kebijakan (Mankiw, 2003). Dua faktor produksi penting yang digunakan dalam proses produksi adalah modal (K) dan tenaga kerja (L). Untuk menghasilkan output (Y) dari penggunaan modal dan tenaga kerja, digunakan teknologi produksi yang digambarkan dengan fungsi produksi, seperti berikut ini : Y = F (K, L)... (1) Perekonomian dalam keadaan full employment adalah kondisi dimana seluruh sumberdaya digunakan sepenuhnya, tidak ada yang menganggur. Dalam kenyataannya sebagian dari sumberdaya tidak sepenuhnya digunakan dalam proses produksi, termasuk tenaga kerja. Henderson dan Quandt (1980); Bellante dan Jackson (1990) menjelaskan bahwa permintaan tenaga kerja sebagai input merupakan permintaan turunan (derived demand) dari produk yang dihasilkan perusahaan. Dengan demikian, permintaan terhadap tenaga kerja tergantung pada permintaan konsumen akan produk tersebut. Dalam pasar tenaga kerja, permintaan dan penawaran tenaga kerja secara bersama-sama menentukan jumlah yang akan diperkerjakan serta upah yang akan diterima. Pasar tenaga kerja memiliki kekhasan tersendiri,

2 60 dimana peran pelaku pasar dibalik, yaitu rumahtangga menjadi pemilik faktor-faktor produksi, sedangkan perusahaan berperan sebagai pihak pembeli tenaga kerja (Bellante dan Jackson, 1990). Gambaran mengenai keadaan pasar tenaga kerja, yang menunjukkan hubungan antara jumlah tenaga kerja dengan tingkat upah ditunjukkan dalam Gambar 4. Bila pasar tenaga kerja berada dalam keseimbangan, maka permintaan tenaga kerja oleh perusahaan akan sama dengan penawaran tenaga kerja oleh rumahtangga (titik A). Kondisi ini sering tidak tercapai, bila penawaran tenaga kerja lebih besar daripada jumlah yang diminta oleh perusahaan, maka akan terjadi pengangguran sebesar U. W 1 W 0 U A S L D L 0 L L 1 L 0 L 2 Sumber : Nicholson, 2000 (dimodifikasi) Gambar 4. Keseimbangan Pasar Tenaga Kerja dimana : L 2 ) D L = Permintaan tenaga kerja (0-L 1 ); S L = Penawaran tenaga kerja (0- L 0 = Jumlah tenaga kerja dalam keseimbangan L 1 = Jumlah permintaan tenaga kerja setelah kenaikan upah L 2 = Jumlah penawaran tenaga kerja setelah kenaikan upah U = L 2 -L 1 (Jumlah tenaga kerja yang menganggur) W = Tingkat upah; W 0 = Upah awal; W 1 = Upah meningkat Terdapat hubungan antara pengangguran dan GDP riil. Para pekerja

3 61 adalah pihak yang memproduksi barang dan jasa, sedangkan para penganggur tidak. Oleh karena itu, jika terjadi peningkatan pengangguran, maka akan terjadi penurunan output (GDP) riil. Hubungan negatif ini disebut sebagai Hukum Okun (Mankiw, 2003). Branson (1979) mengemukakan bahwa kurva tenaga kerja memiliki kemiringan garis menurun, yang menunjukkan bahwa perusahaan yang ingin mencapai keuntungan maksimum dapat memilih jumlah tenaga kerja yang optimal. Kondisi ini dicapai saat nilai produk marjinal dari tenaga kerja (MP L ) sama dengan tingkat upah, yang merupakan biaya marjinal untuk setiap unit tenaga kerja. Karena itu, perusahaan akan menyesuaikan penggunaan tenaga kerja dengan upah yang berlaku. Bila terjadi kenaikan upah, maka perusahaan akan mengurangi penggunaan tenaga kerja, yang akan menyebabkan penurunan permintaan jumlah tenaga kerja Keputusan Angkatan Kerja dan Utilitas Tenaga Kerja Dalam jangka pendek perubahan dalam partisipasi angkatan kerja sangat ditentukan oleh perubahan yang terjadi pada kelompok dalam masyarakat yang berusia layak kerja. Misalnya bila terjadi kenaikan upah dan kondisi pasar prospeknya cerah, maka sejumlah kaum wanita yang telah menikah dan mahasiswa, akan memasuki angkatan kerja; sebaliknya ketika kondisi pasar tenaga kerja terbalik keadaannya, mereka akan meninggalkan pasar tenaga kerja. Individu-individu seperti ini yang partisipasinya dalam angkatan kerja terputusputus dikenal dengan istilah pekerja sekunder. Sedangkan mereka yang tetap berada dalam angkatan kerja, tanpa mengikuti kecenderungan perubahan upah dan kondisi pasar tenaga kerja, dikenal sebagai pekerja primer. Umumnya mereka

4 62 adalah suami atau perempuan yang merupakan kepala rumahtangga (Bellante dan Jackson, 1990). Selanjutnya dijelaskan bahwa dengan selera dan preferensi serta upah yang dihadapi individu dalam pasar tenaga kerja tertentu, maka jumlah tenaga kerja terbaik yang dapat disediakan kemungkinan adalah nol jam. Gambar 5 mengilustrasikan hal tersebut. Seorang individu yang ingin memaksimalkan utilitasnya memilih kombinasi di titik T, yang mencakup OX untuk waktu non pasar dan nol untuk barang-barang pasar. Kondisi ini disebut sebagai corner solution, karena individu memilih menggunakan semua waktunya sebagai waktu non pasar. Berarti individu tersebut tidak berada dalam angkatan kerja. Barang-barang pasar Y IC 1 IC 2 IC 3 T 0 X Waktu non pasar Sumber : Bellante dan Jackson, Gambar 5. Utilitas Individu Bukan Peserta Angkatan Kerja Gambar 5 juga dapat membantu memberi penjelasan mengenai hubungan antara tingkat upah dengan perubahan dalam angkatan kerja. Pada tingkat upah yang berlaku, individu tersebut memilih untuk tidak menjadi peserta dalam angkatan kerja, tetapi ketika terjadi sedikit saja peningkatan

5 63 tingkat upah (dalam gambar tidak diperlihatkan), dapat mendorong individu tersebut untuk masuk angkatan kerja. Hal ini dapat terjadi, jika biaya waktu untuk kegiatan non pasar individu tersebut meningkat ketika upah pasar naik. Hal ini akan menarik individu-individu untuk masuk angkatan kerja. Perilaku individu-individu sangat berbeda, baik dalam menilai kegiatan yang dilakukan di luar angkatan kerja maupun terkait upah di pasar tenaga kerja. Individu yang termasuk dalam pekerja primer cenderung menghasilkan produktivitas rendah dalam produksi non pasar bila dibandingkan dengan upah yang dapat diperoleh di pasar. Contohnya kepala rumahtangga laki-laki. Sebaliknya, pekerja sekunder lebih cenderung mempunyai penghasilan bernilai tinggi di luar angkatan kerja dibandingkan dengan upah yang dapat diperoleh di pasar tenaga kerja. Contohnya perempuan yang sudah menikah dan mempunyai anak, dimana mereka cenderung memberi nilai tinggi untuk pekerjaan di dalam rumah. Ini selaras dengan anak sekolah yang memberi nilai tinggi untuk kegiatan pendidikan dan kaum pensiunan yang memberi nilai tinggi untuk waktu senggang mereka. Dengan demikian, bila upah pasar yang berlaku dinilai lebih rendah dari nilai kegiatan non pasar, maka mereka akan memilih tidak masuk angkatan kerja. Ini merupakan pilihan yang memaksimalkan utilitas. Terkait aspek gender, Becker (1981) menjelaskan hubungan antara umur dengan nilai waktu (upah) perempuan dan laki-laki, juga hubungan antara umur dengan produktivitas perempuan bila seluruh waktunya dialokasikan untuk mengurus rumahtangga. Hubungan tersebut dijelaskan dalam Gambar 6.

6 64 Nilai waktu laki-laki dan perempuan Produk marjinal untuk perempuan bila seluruh waktu untuk kegiatan rumahtangga Tingkat upah laki-laki Tingkat upah perempuan 0 t 1 t 3 t 4 t 2 Umur Sumber : Becker, 1981 Gambar 6. Variasi Siklus Hidup dalam Bentuk Nilai Waktu Perempuan dan Laki-Laki Gambar 6 menunjukkan bahwa perempuan berada di sektor publik sebelum berumur t 1 dan sesudah t 2, yaitu pada periode dimana tingkat upah perempuan melebihi nilai produksi marjinal rumahtangga. Pada periode usia tersebut, perempuan mengalokasikan waktunya di sektor publik lebih panjang, karena harus mengganti nilai produksi marjinal rumahtangga ditambah dengan nilai upah yang mereka terima. Dengan demikian, nilai waktu perempuan di sektor publik lebih rendah daripada laki-laki. Perempuan tidak bekerja di sektor publik pada usia antara t 1 dan t 2 karena nilai waktunya lebih tinggi apabila digunakan dalam rumahtangga. Terlebih pada usia antara t 3 (> t 1 ) dan t 4 (> t 2 ), waktu di rumah nilainya lebih tinggi dibandingkan nilai waktu laki-laki di sektor publik. Oleh karena itu, nilai waktu perempuan selama hidupnya secara agregat tidak lebih rendah dibandingkan dengan nilai waktu laki-laki, tetapi nilai waktu perempuan menjadi lebih rendah daripada laki-laki apabila mereka masuk ke pasar tenaga kerja.

7 Konsep Analisis Peran Gender dalam Rumahtangga Perempuan memainkan banyak peran di dalam rumahtangga. Menurut Sajogyo (1979) peran perempuan ada dua, yaitu (1) sebagai isteri, ibu, ibu rumahtangga, dan (2) sebagai pencari nafkah. Ellis (1988) menyebut perempuan sebagai the invisible peasant. Dalam masyarakat pertanian, perempuan berkontribusi dalam pekerjaan fisik produksi pertanian, sekaligus menyangga kehidupan rumahtangga pertanian dalam banyak hal. Meskipun peran perempuan sangat besar, namun analisis ekonomi yang ada belum mampu meliput kontribusi tersebut secara tepat. Hal ini disebabkan karena sebagian besar data aktivitas ekonomi perdesaan yang dipublikasikan, diperoleh dari sensus dengan laki-laki kepala rumahtangga sebagai sumberdata utama. Karena itu, peran perempuan dalam pekerjaan usahatani, pengolahan pangan dan banyak kegiatan produktif lainnnya adalah underestimate. Dalam hal ini, asumsi neoklasik menganggap rumahtangga sebagai satu unit analisis, dimana keputusan perilaku ekonomi berlaku bagi seluruh anggota rumahtangga tanpa diferensiasi. Beberapa konsep yang relevan untuk bisa melihat peran perempuan secara lebih obyektif, agar menjadi lebih visible to peasant economic analysis adalah (1) gender division of labor (konsep pemisahan tenaga kerja berdasar gender), (2) dampak pemisahan tenaga kerja terhadap alokasi waktu perempuan dan laki-laki, (3) kekakuan dalam pemisahan tenaga kerja, (4) kontrol terhadap sumberdaya (yang sering dipegang laki-laki sebagai kepala rumahtangga), efeknya terhadap kebebasan ekonomi, akses terhadap sumberdaya dan bagian pendapatan perempuan, dan (5) dampak dari faktor-

8 66 faktor di atas terhadap hubungan produktivitas, hasil tenaga kerja, dan distribusi pendapatan rumahtangga pertanian Pemisahan Tenaga Kerja Berdasarkan Gender Konsep pemisahan tenaga kerja (division of labor) digunakan untuk menjelaskan alokasi aktivitas antara perempuan dan laki-laki dalam ekonomi pertanian. Pemisahan ini tidak secara alamiah disebabkan adanya perbedaan biologis di antara keduanya, namun lebih mengacu pada adat istiadat, kebiasaan sosial, norma, dan kepercayaan yang merupakan ruang lingkup perilaku individual. Dengan anggapan bahwa pembedaan tenaga kerja perempuan dan laki-laki cenderung ditetapkan secara sosial bukan biologis, konsep gender digunakan sebagai rujukan makna sosial untuk mengenali aturan yang berlaku dalam berbagai karakteristik masyarakat Reproduksi dan Produksi 1. Aktivitas Reproduksi Sosial Reproduksi sosial adalah cara suatu masyarakat, baik dalam aspek sosial maupun ekonomi, untuk memperbaharui diri sepanjang waktu. Dimensi reproduksi yang penting tentu saja berkaitan dengan reproduksi masyarakat dengan berbagai kepentingan yang antara lain meliputi : (1) reproduksi biologis, yaitu aktivitas perawatan dan pemberian nutrisi awal pada anak (hamil dan menyusui), (2) reproduksi generasional: yaitu aktivitas yang meliputi pemeliharaan anak, membesarkan, mensosialisasikan, serta mendidik anak, dan (3) reproduksi harian, yaitu aktivitas perempuan terkait dengan penyelenggaran kelangsungan rumahtangga, seperti memasak, mencari air dan

9 67 kayu bakar, menjahit dan mencuci pakaian, serta membersihkan rumah. 2. Aktivitas Produksi Perempuan di perdesaan umumnya juga berpartisipasi dalam aktivitas produks i yang dapat diklasifikasikan menjadi : (1) produksi langsung (produk akhir untuk konsumsi keluarga), meliputi pengolahan makanan seperti menumbuk padi, mengasin telur atau ikan dan sebagainya; menganyam tikar, membuat gerabah, dan membuat pakaian, (2) aktivitas non-farm income earning, yaitu produksi rumahtangga berupa kerajinan tangan atau produk-produk lain beserta pemasarannya di luar aktivitas pertanian, (3) aktivitas usahatani keluarga, antara lain menyiapkan lahan, menyemai, memupuk, memanen, dan (4) aktivitas off-farm wage labor, yaitu berburuh tani di usahatani milik tetangga, sebagai pembantu dalam kegiatan domestik para pemilik lahan, sebagai pekerja penuh di pabrik penggilingan lokal atau industri, dan menjadi TKI atau tenaga kerja migran ke luar daerah asalnya. 3. Aktivitas Waktu Luang Dalam hal ini meliputi semua aktivitas pribadi mulai dari konsumsi nutrisi, perawatan kesehatan, peranan sosial, dan sebagainya Alokasi Waktu Alokasi waktu merupakan konsep operasional yang menjadi dasar bagi penelitian diferensiasi gender. Konsep ini merujuk pada jumlah waktu rata-rata yang dicurahkan anggota rumahtangga secara individual untuk kategori aktivitas yang berbeda. Alokasi waktu telah menjadi bahan kajian yang secara eksplisit membuka perbedaan lelaki-perempuan dalam hal produktivitas, jam kerja, dan penerimaan. Hal ini merupakan langkah awal untuk mengenal lingkup kerjasama,

10 68 konflik, kemandirian serta peranan dalam pola kerja lelaki-perempuan Perempuan sebagai Pekerja yang Tidak Diupah Gambaran umum yang harus dipahami tentang perempuan tani adalah posisinya dalam usahatani keluarga sebagai tenaga kerja yang tidak dibayar. Hal ini berkaitan erat dengan kategori aktivitas reproduktif yang diperaninya. Istilah kerja tanpa upah muncul, karena aktivitas domestik perempuan tidak dihadapkan secara langsung dengan harga pasar, dimana sebagian besar aktivitas tersebut digunakan secara langsung, dan tidak dipertukarkan Subordinasi Perempuan Masih dalam kaitannya dengan konsep pembedaan gender dan kerja tanpa upah, ada satu hal yang harus disadari yaitu besarnya kontrol lelaki terhadap kehidupan perempuan, sebagaimana alokasi aktivitas rumahtangga. Konsep ini berusaha menjelaskan status sosial inferior perempuan dalam berbagai manifestasi subordinasi perempuan oleh lelaki. Salah satunya dapat dilihat dalam bentuk masyarakat patrilineal, dimana hubungan lelaki-perempuan dicerminkan oleh kontrol lelaki atas harta, sumberdaya dan pendapatan rumahtangga pertanian, juga atas waktu kerja, kebebasan gerak, dan tingkat konsumsi perempuan Pasar Tenaga Kerja sebagai Kelembagaan Gender Pasar tenaga kerja sebagai kelembagaan gender bekerja pada perpotongan (intersection) antara ekonomi produktif dan reproduktif, yaitu pasar yang terbentuk oleh praktek, persepsi, norma, dan jaringan, yang merupakan bearers of gender. Pada waktu yang bersamaan, praktek, persepsi, norma, dan jaringan tersebut merupakan aspek dari proses yang dinamis, yang mengandung elemen kontinyuitas dan transformasi (Elson, 1999).

11 69 Selanjutnya dipaparkan bahwa para ahli ekonomi cenderung mendekati pasar tenaga kerja sebagai arena yang netral, dimana pembeli dan penjual berinteraksi. Pembeli dan penjual mungkin berbeda berdasarkan jenis kelamin dan berbeda dalam faktor bawaan (endowment), serta preferensinya. Terdapat pengakuan dalam diskriminasi jenis kelamin pada pasar tenaga kerja, yaitu terkait perbedaan penghasilan per waktu yang tidak dapat dibukukan dalam variabel, seperti pendidikan dan pengalaman kerja pada pekerjaan tersebut. Di samping itu terdapat cara yang berbeda dalam pendekatan pasar tenaga kerja, yang tidak dimulai dari premis arena yang netral, yaitu bahwa pasar tenaga kerja adalah kelembagaan yang membawa pesan gender, dalam pengertian adanya stereotip sosial yang berhubungan dengan sifat laki-laki (maskulin) yang mempunyai kekuasaan atas mereka di tempat bekerja (menjadi bos) dan stereotype sosial tentang apa pekerjaan laki-laki dan pekerjaan perempuan. Stereotip seperti itu tidak menjadi masalah dalam preferensi individu, tetapi tertulis dalam kelembagaan. Peraturan formal dan informal dalam struktur operasi pasar tenaga kerja merupakan hubungan gender dalam masyarakat, yang merefleksikan masalah yang ada dari dominasi gender dan subordinasi, dan juga ketegangan, kontradiksi dan potensi untuk merubah karakteristik berbagai pola hubungan gender, tidak menjadi soal bagaimana kekuatan yang tidak sama tersebut didistribusikan. Adanya legislasi tenaga kerja, pemeriksa standar tenaga kerja pemerintah, serikat buruh, jaringan bisnis dan profesional, sistem evaluasi kerja, sistem organisasi kerja, struktur penentuan bayaran, semua itu membawa pesan gender, meskipun tidak ada referensi yang jelas dibuat dalam buku peraturan terhadap perbedaan gender dan ketidaksamaan gender. Analisis di atas

12 70 menunjukkan bahwa kelembagaan pasar tenaga kerja tidak hanya membawa pesan gender, tetapi juga menguatkan adanya ketidaksamaan gender Ketidaksetaraan Gender, Pendidikan dan Pertumbuhan Ekonomi Sumberdaya manusia yang terdiri atas perempuan dan laki-laki merupakan sumberdaya yang sangat penting dalam proses produksi maupun kegiatan reproduktif. Menurut Jhingan (2004) proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua macam faktor, yaitu faktor ekonomi dan non ekonomi. Faktor ekonomi antara lain : sumber alam, akumulasi modal, organisasi, dan kemajuan teknologi. Sedangkan faktor non ekonomi antara lain : faktor sosial, manusia, serta politik dan administrasi. Sumberdaya manusia merupakan faktor terpenting dalam proses pertumbuhan ekonomi yang tidak semata-mata jumlahnya tetapi lebih ditekankan pada efisiensi sumberdaya manusia tersebut. Peningkatan GNP per kapita erat kaitannya dengan pengembangan faktor manusia, yang meliputi peningkatan ilmu pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan seluruh penduduk negara tersebut. Proses peningkatan itu mencakup kesehatan, pendidikan, dan pelayanan sosial pada umumnya. Pada saat ini statistik pasar tenaga kerja di banyak negara menunjukkan penurunan gap gender dalam partisipasi angkatan kerja. Gap berkurang karena meningkatnya partisipasi perempuan dan menurunkannya partisipasi laki-laki. Pengurangan gap ini diintrepretasikan dengan adanya lebih sedikit pekerjaan pada ekonomi yang produktif yang dibayar untuk laki-laki dan lebih banyak pekerjaan dalam ekonomi produktif yang dibayar untuk perempuan (Elson, 1999). Meskipun terjadi kemajuan survei statistik, namun sebagian besar aktivitas ekonomi perempuan masih tersembunyi. Statistik status angkatan kerja cenderung

13 71 mempunyai proporsi yang lebih tinggi untuk perempuan daripada laki-laki dengan status tenaga kerja keluarga yang tidak dibayar. Pada tahun 1991 Sensus di Uganda mengindikasikan bahwa sekitar 69 persen angkatan kerja laki-laki di sektor pertanian bekerja untuk diri sendiri, 1 persen sebagai tenaga kerja orang lain, dan hampir 30 persen sebagai pekerja keluarga yang tidak dibayar. Tenaga kerja perempuan di pertanian hampir 27 persen bekerja sendiri, persentase yang dapat diabaikan untuk yang bekerja dan di atas 73 persen sebagai pekerja yang dibayar. Sama halnya di Pakistan, diperkirakan bahwa 65 persen pekerja perempuan desa adalah tenaga kerja keluarga yang tidak dibayar, dibandingkan 20 persen dengan laki-laki. Ini sejalan dengan Todaro (1998) bahwa PAK perempuan meningkat tetapi pada pekerjaan yang tidak banyak menghasilkan pendapatan. Perluasan dalam pertumbuhan ekonomi akan mengurangi ketimpangan gender. Ini terlihat pada negara-negara di Selatan-Timur dan Asia timur, bahwa pertumbuhan pada tahun 1970an dan 1980an yang meningkat dengan cepat mendorong pertumbuhan partisipasi laki-laki dan perempuan di pasar tenaga kerja (Horton, 1996 dalam Elson, 1999). Fenomena ini akan sangat berarti bagi perempuan jika persamaan gender lebih besar dalam pasar tenaga kerja. Todaro (1998) mengemukakan perempuan memegang peran penting dalam sektor produksi pertanian disamping fungsi lainnya dalam kehidupan sehari-hari, tetapi sering terabaikan. Keragaman tugas perempuan menyulitkan dalam perhitungan porsi sumbangan mereka dalam produksi pertanian, apalagi untuk menaksir nilai ekonominya. Terlebih karena mereka tidak menerima upah atas pekerjaan yang dilakukan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa perempuan di Asia dan Afrika menyediakan sekitar persen waktunya untuk produksi pertanian.

14 72 Peran penting perempuan lainnya adalah dalam penyediaan makanan untuk keluarga. Meskipun terkesan sederhana, banyak waktu dan tenaga yang harus dicurahkan untuk mencari (membeli), memasak serta menghidangkan makanan. Oleh karena itu pemenuhan gizi keluarga sangat ditentukan oleh peran perempuan dan juga ditopang oleh penghasilan yang diperolehnya. Para ibu rela menghabiskan lebih banyak pendapatannya untuk kesejahteraan keluarganya daripada yang disediakan oleh suami mereka. Ketika terjadi kemerosotan status ekonomi perempuan maka tingkat kesejahteraan keluarga juga bisa menurun. Dalam hal ini pemerintah harus lebih jeli dalam merumuskan programprogramnya, khususnya dalam melibatkan peranan perempuan. Kesenjangan gender dalam bidang pendidikan merupakan fakta yang menyolok di negara-negara miskin. Padahal pendidikan memegang peranan penting dalam meningkatkan produktivitas pekerja, terutama perempuan. Todaro (1998) mengemukakan alasan mengapa pendidikan bagi perempuan sangat penting. Terjadinya diskriminasi tersebut turut menjadi sebab terhambatnya pembangunan ekonomi yang memperburuk ketimpangan kesejahteraan sosial. Data-data statistik menunjukkan bahwa pencapaian pertumbuhan ekonomi yang tinggi di negara-negara barat, bukan dipacu oleh pengembangan modal fisik, tetapi pengembangan sumberdaya manusia. Menurut Chen (2003), terdapat asosiasi positif yang secara statistik signifikan mengenai hubungan antara kesetaraan gender dengan pendidikan dan pembangunan ekonomi. Beberapa penelitian yang dikutip Chen (2003) berikut ini memperkuat argumen tersebut. Abu-Ghaida dan Klasen (2002) dalam Chen (2003) mengemukakan bahwa negara yang gagal mengurangi kesenjangan gender

15 73 dalam pendidikan akan dapat menurunkan pendapatan per kapita sebesar persen. Klasen (1999) dalam Chen (2003) juga mendapatkan bahwa jika negaranegara Asia Selatan, Afrika Sub-Sahara serta Middle East dan Afrika Utara dapat meningkatkan kesetaraan gender dalam kesempatan sekolah selama tahun secepat yang dilakukan negara-negara di Asia Timur, maka pendapatan per kapita negara-negara tersebut akan tumbuh dengan tambahan sebesar persen per tahun. Dollar dan Gatti (1999) juga menemukan bahwa pencapaian pendidikan menengah yang lebih besar bagi perempuan akan membawa pada laju pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, ketika pencapaian pendidikan laki-laki cenderung menurunkan laju pertumbuhan ekonomi. Hill dan King (1993) dalam Chen (2003) menemukan bahwa ketidaksetaraan gender dalam pendidikan memiliki efek terhadap output agregat, yaitu rendahnya rasio pendidikan dasar dan menengah perempuan-lelaki berhubungan dengan GNP yang lebih rendah. United Nations (2002) dalam Chen (2003) menyebutkan bahwa rendahnya pemberdayaan perempuan merupakan satu faktor yang secara serius menghambat pembangunan sumberdaya manusia di beberapa wilayah pada beberapa waktu terakhir. Pentingnya pendidikan juga terkait dengan pencapaian ketahanan pangan rumahtangga. Ariani et al. (2003) menemukan bahwa salah satu karakteristik yang sangat menyolok pada rumahtangga rawan pangan adalah tingkat pendidikan perempuan dan laki-laki yang rendah. Ini menjadi petunjuk pentingnya pendidikan dalam mempengaruhi berbagai aspek penting dalam kehidupan masyarakat, terutama dalam pencapaian ketahanan pangan.

16 Kerangka Konseptual Penelitian Salah satu hak asasi manusia yang juga merupakan kebutuhan yang sangat asasi adalah pemenuhan akan pangan. Belum tercapainya ketahanan pangan di Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan salah satu indikator belum tercapainya tujuan pembangunan, yaitu mencapai masyarakat yang sejahtera, yang tercukupi segala kebutuhannya, terutama kebutuhan primer (pangan, sandang dan papan). Disamping masalah kerawanan pangan, adanya masalah ketimpangan gender juga terjadi di Kabupaten Konawe Selatan. Strategi pengarusutamaan gender (PUG) dalam pembangunan nasional Indonesia bertujuan agar terjadi kesetaraan gender dalam berbagai bidang kehidupan, baik dalam partisipasi pelaksanaan pembangunan, maupun dalam menikmati hasil-hasil pembangunan itu sendiri. Ini merupakan konsekuensi dari azas demokrasi yang diadopsi dan dalam rangka memenuhi hak asasi setiap warga negara Indonesia, baik perempuan maupun laki-laki. Dalam rumahtangga, perempuan dan laki-laki memegang peran penting, selain peran dalam proses produksi (baik produksi langsung dalam menghasilkan produk yang dapat dikonsumsi anggota rumahtangga, aktivitas non-farm earning, aktivitas usahatani dan aktivitas off-farm wage labor), perempuan dan laki-laki juga memegang peranan penting dalam kegiatan reproduksi sosial di dalam rumahtangga (reproduksi biologis, generasional dan harian), yang juga sangat menentukan pencapaian kualitas sumberdaya manusia yang bermutu. Dengan keterbatasan input waktu yang dimiliki perempuan dan laki-laki, akan dialokasikan untuk berusaha atau kegiatan produktif di pasar tenaga kerja,

17 75 kegiatan produksi dan reproduksi sosial dalam rumahtangga dan selebihnya digunakan untuk leisure dan istirahat. Dalam rumahtangga juga terjadi pembagian tenaga kerja (division of labor) oleh perempuan dan laki-laki. Alokasi waktu yang merupakan input terbatas yang dimiliki perempuan dan laki-laki, dicurahkan untuk berbagai kegiatan produksi dan reproduksi, di dalam rumahtangga (housework, domestic activities), dalam usahatani keluarga (on-farm activities), di luar usahatani keluarga (off-farm activities) dan di luar sektor pertanian (non-farm activities). Dengan menganalisis pembagian kerja perempuan dan laki-laki, serta banyaknya waktu yang dialokasikan untuk kegiatan reproduksi sosial, produksi dan leisure, serta istirahat, akan diketahui peran masing-masing gender dalam hubungan suami-isteri dalam keluarga. Dari peran produktif dan reproduktif yang dilakukan oleh perempuan dan laki-laki akan dihasilkan pendapatan, baik berupa uang maupun produk yang dihasilkan dalam rumahtangga, dari upah natura, dan produk pangan dari usahatani yang akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga, khususnya untuk memenuhi kebutuhan akan pangan. Seluruh pendapatan tersebut akan disumbangkan ke dalam rumahtangga, termasuk pemberian dari keluarga lain, yang menentukan besarnya pendapatan total rumahtangga. Pendapatan rumahtangga merupakan sumber akses ekonomi sangat penting, yang akan menentukan daya beli rumahtangga terhadap berbagai kebutuhan yang diperlukan seluruh anggota keluarga, terutama kebutuhan akan pangan. Oleh karena itu peran gender (suami dan isteri) tersebut sangat menentukan pencapaian ketahanan pangan dalam rumahtangga.

18 76 Sumberdaya manusia yang terdiri dari laki-laki dan perempuan merupakan input paling penting dalam proses produksi. Dengan demikian perempuan dan laki-laki merupakan penentu utama pencapaian pertumbuhan ekonomi. Dengan syarat sumberdaya manusia tersebut harus berkualitas tinggi agar tercapai produktivitas yang tinggi. Kondisi ini sangat terkait dengan faktor pendidikan dan kesehatan perempuan dan laki-laki. Peran perempuan dan laki-laki dalam perekonomian ini akan tergambar dalam suatu lembaga dimana masing-masing memainkan peran sebagai input produksi terpenting. Pasar tenaga kerja merupakan lembaga yang membawa pesan gender. Maksudnya, keragaan pasar tenaga kerja tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh aspek sosial budaya masyarakat. Peran ini akan dilihat dari partisipasi tenaga kerja masing-masing perempuan dan laki-laki dalam sektor pertanian dan non pertanian. Misalnya perempuan yang tidak berpartisipasi di pasar tenaga kerja, bisa saja bukan karena tidak adanya insentif ekonomi yang menarik (misalnya tingkat upah), tetapi dapat disebabkan oleh pengaruh budaya setempat yang tidak memberi kebebasan bagi perempuan untuk masuk ke pasar tenaga kerja atau bekerja/berusaha di luar rumah. Indikator yang digunakan sebagai ukuran pencapaian ketahanan pangan adalah frekuensi makan anggota rumahtangga dalam sehari. Frekuensi makan merupakan indikator langsung yang dapat menjadi petunjuk apakah rumahtangga telah dapat memenuhi kebutuhan pangannya atau tidak. Secara garis besar, kerangka pemikiran konseptual penelitian ini digambarkan dalam skema pada Gambar 7.

19 77 Sektor Pertanian Kerawanan Pangan dan Ketimpangan Gender di Kabupaten Konsel Pendidikan Aspek Ekonomi Aspek Non Ekonomi Kesehatan Sektor Non Pertanian Peran Gender Budaya Alokasi Waktu Produksi Reproduksi sosial Leisure Kegiatan : produksi langsung, non-farm income earning, usahatani, dan offfarm wage labor Reproduksi biologis, generasional dan harian Aktivitas pribadi (konsumsi nutrisi, peranan sosial, dll) KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA : Frekuensi Makan Gambar 7. Kerangka Pemikiran Konseptual Secara rinci, keterkaitan antara variabel endogen dan eksogen pada model keputusan perempuan dan laki-laki untuk bekerja di luar usahatani keluarga di sajikan pada Gambar 8 dan 9. Sedangkan pada Gambar 10 disajikan gambaran keterkaitan variabel ketahanan pangan dengan variabel-variabel yang mempengaruhinya. Masing-masing model tersebut disusun atas dasar tinjauan teoritis dan empiris.

20 78 Keputusan Perempuan untuk bekerja di luar usahatani keluarga Masuk atau tidak garis kemiskinan Pembeda desa rawan pangan dan tahan pangan Pendidikan laki-laki Jumlah Anak umur < 10 Tahun Pendidikan perempuan Umur perempuan saat menikah Ada-tidaknya keterampilan perempuan Gambar 8. Keterkaitan Keputusan Perempuan untuk Bekerja di Luar Usahatani Keluarga dengan Variabel yang Mempengaruhinya Keputusan laki-laki untuk bekerja di luar usahatani keluarga Pendapatan/kapita Pembeda desa rawan pangan dan tahan pangan Ada-tidaknya kesempatan kerja Umur laki-laki saat menikah Umur laki-laki Ada-tidaknya keterampilan laki-laki Gambar 9. Keterkaitan Keputusan Laki-Laki untuk Bekerja di Luar Usahatani Keluarga dengan Variabel yang Mempengaruhinya

21 79 Ketahanan Pangan Rumahtangga Petani : Frekuensi Makan Ukuran rumahtangga Pendapatan usahatani keluarga Pembeda desa tahan pangan dan rawan pangan Pendidikan laki-laki Pendidikan perempuan Pendapatan perempuan dari luar usahatani keluarga Pendapatan laki-laki dari luar usahatani keluarga Pendapatan bersama gender dari luar usahatani keluarga Gambar 10. Keterkaitan Ketahanan Pangan dengan Variabel yang Mempengaruhinya 3.3. Hipotesis Beberapa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Keputusan perempuan dan laki-laki untuk bekerja di luar usahatani keluarga secara umum ditentukan oleh faktor sosiodemografi gender, karakteristik rumahtangga dan lokasi. Secara khusus : a. keputusan perempuan ditentukan oleh variabel pendidikan, usia saat menikah, dan ada tidaknya keterampilan perempuan, pendidikan pasangan, rumahtangga masuk garis kemiskinan atau tidak, jumlah anak berusia < 10 tahun, dan lokasi tempat tinggal. Variabel pendidikan perempuan, ada tidaknya keterampilan perempuan, pendidikan pasangan, dan lokasi tempat tinggal diduga berpengaruh positif terhadap keputusan perempuan untuk bekerja di luar usahatani keluarga.

22 80 Sedangkan variabel usia perempuan saat menikah, rumahtangga masuk garis kemiskinan atau tidak, dan jumlah anak berusia < 10 tahun yang ada dalam keluarga diduga berpengaruh negatif terhadap keputusan perempuan untuk bekerja di luar usahatani keluarga. b. keputusan laki-laki ditentukan oleh variabel umur, usia saat menikah, dan ada tidaknya keterampilan laki-laki, pendapatan/kapita keluarga, adatidaknya kesempatan kerja di desa, dan lokasi tempat tinggal keluarga. Keseluruhan variabel tersebut diduga berpengaruh positif terhadap keputusan laki-laki untuk bekerja di luar usahatani keluarga. 2. Perempuan dan laki-laki memiliki peran penting dalam pencapaian ketahanan pangan rumahtangga di Kabupaten Konawe Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara, dimana : a. perempuan berperan dominan dalam pengelolaan pekerjaan rumahtangga dan mengasuh anak, laki-laki berperan dominan dalam pekerjaan di usahatani keluarga b. sumbangan pendapatan laki-laki dari luar usahatani keluarga lebih besar daripada sumbangan pendapatan perempuan. 3. Ketahanan pangan rumahtangga ditentukan oleh faktor-faktor pendidikan gender, pendapatan gender, ukuran keluarga, pendapatan usahatani, dan lokasi tempat tinggal keluarga. Keseluruhan variabel tersebut diduga berpengaruh positif terhadap pencapaian ketahanan pangan rumahtangga, kecuali variabel ukuran rumahtangga.

VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS

VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS VIII. RINGKASAN DAN SINTESIS Pada bagian ini akan dikemukakan beberapa ringkasan hasil dari pembahasan yang telah dilakukan pada bab-bab sebelumnya. Selanjutnya akan dikemukakan sintesis dari keseluruhan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Faktor yang Mempengaruhi Wanita Bekerja Dalam penelitian yang dilakukan oleh Riyani, dkk (2001) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan wanita untuk bekerja adalah

Lebih terperinci

VI. ANALISIS PERAN GENDER DALAM RUMAHTANGGA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN GENDER UNTUK BEKERJA DI LUAR USAHATANI KELUARGA

VI. ANALISIS PERAN GENDER DALAM RUMAHTANGGA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN GENDER UNTUK BEKERJA DI LUAR USAHATANI KELUARGA VI. ANALISIS PERAN GENDER DALAM RUMAHTANGGA DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEPUTUSAN GENDER UNTUK BEKERJA DI LUAR USAHATANI KELUARGA Dalam bagian ini akan dipaparkan mengenai hasil analisis peran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA 14 II. TINJAUAN PUSTAKA Aktivitas ekonomi rumahtangga petani lahan sawah erat kaitannya dengan upaya meningkatkan ketahanan pangan rumahtangga. Ketahanan pangan rumahtangga sebagaimana hasil rumusan Internasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara

I. PENDAHULUAN. Pada hakekatnya pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pada hakekatnya pembangunan yang dilaksanakan oleh suatu negara bertujuan untuk mewujudkan kehidupan seluruh masyarakat yang maju, mandiri, sejahtera lahir dan batin.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan indikator berjalannya roda perekonomian suatu negara. Ketika ekonomi tumbuh, maka ada peningkatan produksi barang dan jasa yang memerlukan

Lebih terperinci

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang

BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN. Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang BAB IV. KERANGKA PEMIKIRAN Bab ini merupakan rangkuman dari studi literatur dan kerangka teori yang digunakan pada penelitian ini. Hal yang dibahas pada bab ini adalah: (1) keterkaitan penerimaan daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat

BAB I PENDAHULUAN. kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Data kemiskinan yang baik dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian

PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Penelitian Isu tentang peran perempuan Indonesia dalam pembangunan nasional dewasa ini menjadi semakin penting dan menarik. Peran perempuan Indonesia dalam pembangunan nasional

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Agroforestri Secara umum agroforestri adalah manajemen pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari, dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang

I. PENDAHULUAN. Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian masih menjadi sumber mata pencaharian utama bagi masyarakat Indonesia. Pada tahun 2010 diperhitungkan sekitar 0,8 juta tenaga kerja yang mampu diserap dari berbagai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan

I. PENDAHULUAN. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan 1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Migrasi merupakan perpindahan orang dari daerah asal ke daerah tujuan. Keputusan migrasi didasarkan pada perbandingan untung rugi yang berkaitan dengan kedua daerah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara kesetaraan jender dengan proses pembangunan ekonomi

BAB I PENDAHULUAN. Hubungan antara kesetaraan jender dengan proses pembangunan ekonomi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Hubungan antara kesetaraan jender dengan proses pembangunan ekonomi merupakan hal penting untuk memutuskan sebuah kebijakan, hal ini karena bagian dari pembangunan

Lebih terperinci

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH

VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 59 VI. ALOKASI WAKTU KERJA, KONTRIBUSI PENDAPATAN, DAN POLA PENGELUARAN RUMAHTANGGA PETANI LAHAN SAWAH 6.1. Curahan Tenaga Kerja Rumahtangga Petani Lahan Sawah Alokasi waktu kerja dalam kegiatan ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut

I. PENDAHULUAN. membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut I. PENDAHULUAN 1.I. Latar Belakang Salah satu output yang diharapkan dalam pembangunan nasional adalah membentuk sumberdaya manusia (SDM) Indonesia yang berkualitas. Menurut Menteri Kesehatan (2000), SDM

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adang nutu. Syair yang terjemahan bebasnya berbunyi ; Balada kue putu, lelaki

BAB I PENDAHULUAN. adang nutu. Syair yang terjemahan bebasnya berbunyi ; Balada kue putu, lelaki BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Emplek-emplek menir ketepu, wong lanang goleke kayu wong wadon sing adang nutu. Syair yang terjemahan bebasnya berbunyi ; Balada kue putu, lelaki carilah kayu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang

BAB I PENDAHULUAN. yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sebuah negara tidak akan pernah bisa lepas dari berbagai permasalahan yang berhubungan dengan warga negaranya. Terlebih pada negara-negara yang memiliki

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi

I. PENDAHULUAN. Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Proses pembangunan memerlukan Gross National Product (GNP) yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Di banyak negara syarat utama bagi terciptanya penurunan kemiskinan

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS 36 KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS Kerangka Berpikir Pembangunan sebagai upaya terencana untuk meningkatkan mutu kehidupan dan kesejahteraan penduduk khususnya di negara-negara berkembang senantiasa mencurahkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teori 1. Definisi Swalayan Menurut Kotler dan Keller (2007), pasar swalayan adalah satu toko yang cukup besar yang menyediakan seluruh kebutuhan rumah tangga, barang-barang

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 26 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Teoritis Penelitian 3.1.1 Model Ekonomi Rumahtangga Pertanian Pada umumnya rumahtangga pertanian di pedesaan mempunyai ciri semi komersial karena penguasaan skala

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Becker (1965), mengembangkan teori yang mempelajari tentang perilaku rumahtangga (household behavior). Teori tersebut memandang rumahtangga sebagai pengambil

Lebih terperinci

LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS)

LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) LAPORAN AKHIR PANEL PETANI NASIONAL (PATANAS) Oleh: A. Rozany Nurmanaf Adimesra Djulin Herman Supriadi Sugiarto Supadi Nur Khoiriyah Agustin Julia Forcina Sinuraya Gelar Satya Budhi PUSAT PENELITIAN DAN

Lebih terperinci

V. STRUKTUR PASAR TENAGA KERJA INDONESIA

V. STRUKTUR PASAR TENAGA KERJA INDONESIA 63 V. STRUKTUR PASAR TENAGA KERJA INDONESIA Bab berikut membahas struktur pasar tenaga kerja yang ada di Indonesia. Tampak bahwa sebagian besar tenaga kerja Indonesia terserap di sektor jasa. Sektor jasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk yang sangat banyak, serta memiliki sumber kekayaan alam yang melimpah, hal ini membuat Indonesia pantas disebut

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang mencakup berbagai perubahan mendasar atau struktur sosial, sikap-sikap masyarakat, dan institusi-institusi nasional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam

I. PENDAHULUAN. Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk. ini juga merupakan proses investasi sumberdaya manusia secara efektif dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengembangan sumberdaya manusia merupakan proses untuk meningkatkan pengetahuan manusia, kreativitas dan keterampilan serta kemampuan orang-orang dalam masyarakat. Pengembangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang. Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Isi pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 diantaranya menyatakan bahwa salah satu tujuan negara Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum. Hal ini tidak terlepas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Peran Perempuan Dalam Pengelolaan Sumberdaya Hutan Hutan memiliki kedekatan hubungan dengan masyarakat disekitarnya terkait dengan faktor ekonomi, budaya dan lingkungan. Hutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB)

BAB I PENDAHULUAN. mengurangi kemiskinan (Madris, 2010). Indikator ekonomi makro (PDRB) BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kondisi perekonomian menjadi salah satu indikator kemajuan suatu daerah. Pembangunan ekonomi daerah tidak hanya bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, melainkan

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL PENELITIAN

ANALISIS HASIL PENELITIAN 69 VI. ANALISIS HASIL PENELITIAN Bab ini membahas hubungan antara realisasi target pertumbuhan ekonomi dan pengeluaran pemerintah terhadap ketimpangan gender di pasar tenaga kerja Indonesia. Pertama, dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan ekonomi nasional yang dapat dicapai melalui pembenahan taraf hidup masyarakat, perluasan lapangan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan Negara kepulauan agraris, dimana terdiri dari banyak pulau dan sebagian besar mata pencaharian penduduknya bercocok tanam atau petani. Pertanian

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan sistem usahatani yang selama ini dilakukan pada umumnya belum sepenuhnya menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan. Hal ini ditunjukkan oleh rendahnya produktivitas

Lebih terperinci

Kata kunci : alokasi waktu, gender, pendapatan, ketahanan pangan

Kata kunci : alokasi waktu, gender, pendapatan, ketahanan pangan Seminar Nasional : Kedaulatan Pangan dan Energi Juni, 2012 ALOKASI WAKTU GENDER, SUMBER PENDAPATAN DAN KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI DI DAERAH RAWAN PANGAN Sitti Aida Adha Taridala 1) dan Darwis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000 adalah deklarasi Millenium

BAB I PENDAHULUAN. 189 negara anggota PBB pada bulan September 2000 adalah deklarasi Millenium BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sebagai sebuah negara berkembang, Indonesia turut serta dan berperan aktif dalam setiap kegiatan dan program-program pembangunan yang menjadi agenda organisasi negara-negara

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 23 III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Dasar Ekonomi Rumahtangga Becker (1976), menganalisis keadaan ekonomi rumahtangga yang dalam penelitiannya tersebut menggunakan analisis simultan untuk melihat rumahtangga

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

BAB I PENDAHULUAN. menjadi lebih baik atau meningkat. Pembangunan Nasional yang berlandaskan. dan stabilitas nasional yang sehat dan dinamis. 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan suatu langkah dalam membuat sesuatu yang belum ada menjadi ada atau membuat suatu perubahan yaitu membuat sesuatu menjadi lebih baik atau meningkat.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan perkembangan Indonesia kearah modernisasi maka semakin banyak peluang bagi perempuan untuk berperan dalam pembangunan. Tetapi berhubung masyarakat

Lebih terperinci

BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU

BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU BAB V PROFIL RUMAHTANGGA MISKIN DI DESA BANJARWARU Secara umum, rumahtangga miskin di Desa Banjarwaru dapat dikatakan homogen. Hal ini terlihat dari karakteristik individu dan rumahtangganya. Hasil tersebut

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau

I. PENDAHULUAN. setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kemiskinan merupakan suatu masalah yang dihadapi dan menjadi perhatian di setiap negara, terutama di negara-negara berkembang. Negara terbelakang atau berkembang adalah

Lebih terperinci

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar

GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar GENDER DAN PENDIDIKAN: Pengantar 90 menit Managed by IDP Education Australia IAPBE-2006 TUJUAN Peserta mampu: 1. Memahami konsep gender sebagai konstruksi sosial 2. Memahami pengaruh gender terhadap pendidikan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan kualitas sumberdaya manusia di Indonesia masih perlu mendapat prioritas dalam pembangunan nasional. Berdasarkan laporan United Nation for Development Programme

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS. secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep usahatani Soekartawi (1995) menyatakan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. terdapat di Indonesia, baik sebagai tanaman liar maupun sebagai tanaman di

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN. terdapat di Indonesia, baik sebagai tanaman liar maupun sebagai tanaman di TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN Tinjauan Pustaka Tanaman jeruk (Citrus sp) adalah tanaman tahunan berasal dari Asia Tenggara, terutama Cina. Sejak ratusan tahun yang lampau, tanaman

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut berdasarkan pada jenis kelamin tentunya terdiri atas laki-laki dan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut berdasarkan pada jenis kelamin tentunya terdiri atas laki-laki dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penduduk suatu negara merupakan sumber daya manusia yang memiliki potensi atau peranan yang cukup besar dalam pembangunan ekonomi. Penduduk tersebut berdasarkan pada

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.

II. TINJAUAN PUSTAKA. atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Perdagangan Internasional Menurut Oktaviani dan Novianti (2009) perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan negara lain

Lebih terperinci

KOMPOSISI UMUR PENDUDUK: MUNCULNYA BONUS DEMOGRAFI DAN PENDUDUK MENUA

KOMPOSISI UMUR PENDUDUK: MUNCULNYA BONUS DEMOGRAFI DAN PENDUDUK MENUA KOMPOSISI UMUR PENDUDUK: MUNCULNYA BONUS DEMOGRAFI DAN PENDUDUK MENUA (Diterjemahkan dari Salim, E dkk 2015, Population Dynamics and Sustainable Development in Indonesia, UNFPA Indonesia, Jakarta) Jumlah

Lebih terperinci

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1

MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 MENINGKATKAN PERAN SEKTOR PERTANIAN DALAM PENANGGULANGAN KEMISKINAN 1 A. KONDISI KEMISKINAN 1. Asia telah mencapai kemajuan pesat dalam pengurangan kemiskinan dan kelaparan pada dua dekade yang lalu, namun

Lebih terperinci

KERANGKA BERPIKIR Kerangka Konseptual Kegiatan Bekerja dalam Keluarga ).

KERANGKA BERPIKIR Kerangka Konseptual Kegiatan Bekerja dalam Keluarga ). 45 KERANGKA BERPIKIR Kerangka Konseptual Kegiatan Bekerja dalam Keluarga Menurut Gronau (1977), untuk menghasilkan barang dan jasa melakukan aktivitas produktif yang menghasilkan pendapatan (dibayar) dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah 7 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1. Pengertian Tenaga Kerja Menurut Undang-undang No. 13 Tahun 2003 Pasal 1, tenaga kerja adalah tiap orang yang mampu melaksanakan pekerjaan baik di dalam

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dan peternakan untuk mendapatkan keanekaragaman dan berkelanjutan

II. TINJAUAN PUSTAKA. pertanian dan peternakan untuk mendapatkan keanekaragaman dan berkelanjutan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Agroforestri Agroforestri adalah sistem manajemen sumberdaya alam yang bersifat dinamik dan berbasis ekologi, dengan upaya mengintegrasikan pepohonan dalam usaha pertanian dan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011)

PENDAHULUAN. 1 http ://cianjur.go.id (diakses15 Mei 2011) PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan pertanian mempunyai peranan yang strategis dalam penyerapan tenaga kerja yang ada di Indonesia, yaitu dengan tingginya penyerapan tenaga kerja sekitar 44 persen dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006)

BAB I PENDAHULUAN. kesempatan kerja sangatlah terbatas (Suratiyah dalam Irwan, 2006) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Secara umum masalah utama yang sedang dihadapi secara nasional adalah sedikitnya peluang kerja, padahal peluang kerja yang besar dalam aneka jenis pekerjaan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan

TINJAUAN PUSTAKA. ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Gender Gender menggambarkan peran laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari ontribusi sosial budaya. Perbedaan peran ini bukan disebabkan perbedaan biologis, melainkan oleh

Lebih terperinci

III. KERANGKA TEORITIS

III. KERANGKA TEORITIS III. KERANGKA TEORITIS 3.1. Kebijakan Fiskal dan Kebijakan Moneter Kebijakan fiskal mempengaruhi perekonomian (pendapatan dan suku bunga) melalui permintaan agregat pada pasar barang, sedangkan kebijakan

Lebih terperinci

Kesetaraan Gender dan Pembangunan di Indonesia

Kesetaraan Gender dan Pembangunan di Indonesia Kesetaraan Gender dan Pembangunan di Indonesia Oleh: Chitrawati Buchori and Lisa Cameron Maret 2006 Kesetaraan Gender dan Pembangunan di Indonesia Kemajuan signifikan yang mengarah pada pencapaian keseimbangan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Statistik Ketenagakerjaan Provinsi Bali (2012:10) konsep dan definisi yang

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS. Menurut Statistik Ketenagakerjaan Provinsi Bali (2012:10) konsep dan definisi yang BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Konsep dan Definisi Bekerja Menurut Statistik Ketenagakerjaan Provinsi Bali (2012:10) konsep dan definisi yang digunakan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki

BAB 1 PENDAHULUAN. Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gender adalah perbedaan jenis kelamin berdasarkan budaya, di mana lakilaki dan perempuan dibedakan sesuai dengan perannya masing-masing yang dikonstruksikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia hingga saat ini masih tergolong negara yang sedang berkembang dengan tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi. Selain itu juga Indonesia merupakan negara agraris

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. penduduk yang timbul akibat mortalitas, fertilitas, migrasi serta mobilitas social.

BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN. penduduk yang timbul akibat mortalitas, fertilitas, migrasi serta mobilitas social. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori dan Konsep 2.1.1 Sosial Demografi Demografi merupakan ilmu yang memepelajari struktur dan proses di suatu wilayah. Demografi menurut PhilipM.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi pekerja perempuan di Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Jika

BAB I PENDAHULUAN. Partisipasi pekerja perempuan di Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Jika BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Partisipasi pekerja perempuan di Indonesia setiap tahun semakin meningkat. Jika dahulu dunia pekerjaan hanya didominasi oleh kaum laki-laki, sekarang fenomena tersebut

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kondisi Geografis dan Demografis Provinsi Kalimantan Timur Provinsi Kalimantan Timur terletak pada 113 0 44-119 0 00 BT dan 4 0 24 LU-2 0 25 LS. Kalimantan Timur merupakan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat.

I. PENDAHULUAN. Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Keluarga merupakan suatu kelompok yang menjadi bagian dalam masyarakat. Keluarga terdiri dari kesatuan orang-orang yang berinteraksi dan berkomunikasi menciptakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk

BAB I PENDAHULUAN. masih memandang mereka sebagai subordinat laki-laki. Salah satu bentuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Konstruksi budaya patriarki yang masih mengakar kuat di Indonesia hingga saat ini, mengakibatkan posisi perempuan semakin terpuruk, terutama pada kelompok miskin. Perempuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah

BAB I PENDAHULUAN. integral dan menyeluruh. Pendekatan dan kebijaksanaan sistem ini telah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator penting untuk menganalisis pembangunan ekonomi yang terjadi disuatu Negara yang diukur dari perbedaan PDB tahun

Lebih terperinci

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender

Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender XVII Peningkatan Kualitas dan Peran Perempuan, serta Kesetaraan Gender Salah satu strategi pokok pembangunan Propinsi Jawa Timur 2009-2014 adalah pengarusutamaan gender. Itu artinya, seluruh proses perencanaan,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pembangunan ekonomi, pertumbuhan ekonomi, dan teori konvergensi. BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar dari pokok permasalahan yang diamati. Teori yang dibahas dalam bab ini terdiri dari pengertian pembangunan ekonomi,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara agraris karena dari 186 juta hektar luas daratan Indonesia sekitar 70 persennya lahan tersebut digunakan untuk usaha pertanian. Selain daratan,

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN. 1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris dimana sebagian besar penduduknya mempunyai mata pencaharian sebagai petani. Mereka menggantungkan hidupnya dari hasil bercocok tanam atau

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Berdasarkan BPS (2010), jumlah penduduk miskin di Indonesia mengalami penurunan sebesar 1,5 juta orang. Pada Maret 2009, jumlah penduduk miskin sebesar 32,5 juta orang, sedangkan

Lebih terperinci

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian dan sektor basis baik tingkat Provinsi Sulawsi Selatan maupun Kabupaten Bulukumba. Kontribusi sektor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan,

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan, BAB II TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini akan dijelaskan mengenai teori yang menjadi dasar pokok penelitian. Teori yang dibahas dalam bab ini meliputi definisi kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, inflasi, pengangguran,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (http://www.bps.go.id/brs_file/tenaker-15mei09.pdf). kekuatan posisi tawar (Bargaining Power) yang sejajar dengan pengusaha dan

BAB I PENDAHULUAN. (http://www.bps.go.id/brs_file/tenaker-15mei09.pdf). kekuatan posisi tawar (Bargaining Power) yang sejajar dengan pengusaha dan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010, jumlah angkatan kerja Indonesia berjumlah 107,7 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, yang bekerja sebagai buruh sebanyak

Lebih terperinci

Konsep Dasar Ekonomi Pembangunan. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM

Konsep Dasar Ekonomi Pembangunan. Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Konsep Dasar Ekonomi Pembangunan Oleh Ruly Wiliandri, SE., MM Permasalahan Pembangunan Ekonomi - Pendekatan perekonomian : Pendekatan Makro - Masalah dalam perekonomian : rendahnya pertumbuhan ekonomi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Pengertian Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pembangunan Ekonomi dan Pertumbuhan Ekonomi Dewasa ini perhatian para ahli ekonomi terhadap masalah pembangunan ekonomi di setiap negara sangat besar sekali, karena

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang dengan sektor pertanian sebagai mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian besar penduduknya

Lebih terperinci

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc

KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN. Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc KONTRIBUSI EKONOMI PEREMPUAN Dr. Ir. Herien Puspitawati, M.Sc., M.Sc Tuntutan Kemiskinan terhadap Peran Ekonomi Perempuan Permasalahan keluarga yang ada saat ini didominasi oleh adanya masalah sosial ekonomi

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena

I. PENDAHULUAN. Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebijakan pembangunan merupakan persoalan yang kompleks, karena melibatkan seluruh sistem yang terlibat dalam suatu negara. Di negara-negara berkembang modifikasi kebijakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Kedua, distribusi yang

BAB I PENDAHULUAN. masalah infrastruktur yang belum merata dan kurang memadai. Kedua, distribusi yang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Temuan lembaga riset "The Indonesian Institute" tahun 2014 mencatat, ada tiga hal besar yang masih menjadi persoalan dalam bidang kesehatan di Indonesia. Pertama,

Lebih terperinci

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH

BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH BAB III VISI, MISI, DAN ARAH PEMBANGUNAN DAERAH 3.1. Visi Berdasarkan kondisi masyarakat dan modal dasar Kabupaten Solok saat ini, serta tantangan yang dihadapi dalam 20 (dua puluh) tahun mendatang, maka

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BAB IV KONDISI SOSIAL EKONOMI PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Pertumbuhan Ekonomi, Pendapatan Per Kapita dan Struktur Ekonomi Tingkat pertumbuhan ekonomi Provinsi Nusa Tenggara Timur dalam lima tahun terakhir

Lebih terperinci

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2015

KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2015 No. 06/05/53/Th. XV, 5 Mei 2015 KEADAAN KETENAGAKERJAAN NTT FEBRUARI 2015 FEBRUARI 2015: TINGKAT PENGANGGURAN TERBUKA NTT SEBESAR 3,12% Angkatan kerja NTT pada Februari 2015 mencapai 2.405.644 orang, bertambah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penduduk berpengaruh positif apabila perekonomian dapat menyerap tambahan

BAB I PENDAHULUAN. penduduk berpengaruh positif apabila perekonomian dapat menyerap tambahan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pertumbuhan penduduk dan tenaga kerja adalah dua hal yang berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan penduduk menjadi potensi terjaminnya ketersediaan

Lebih terperinci

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN

VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN VI. EVALUASI DAMPAK KEBIJAKAN ALOKASI PENGELUARAN PEMERINTAH DAERAH TERHADAP DEFORESTASI KAWASAN DAN DEGRADASI TNKS TAHUN 1994-2003 6.1. Hasil Validasi Kebijakan Hasil evaluasi masing-masing indikator

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih

BAB I PENDAHULUAN. lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dimensi masalah ketenagakerjaan bukan hanya sekedar keterbatasan lapangan atau peluang kerja serta rendahnya produktivitas, namun jauh lebih serius dengan penyebab

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu

BAB I PENDAHULUAN. Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya setiap negara di dunia memiliki tujuan utama yaitu meningkatkan taraf hidup atau mensejahterakan seluruh rakyat melalui pembangunan ekonomi. Dengan kata

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Kesenjangan Ekonomi Antar Wilayah Sjafrizal (2008) menyatakan kesenjangan ekonomi antar wilayah merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan pembangunan

Lebih terperinci

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI

VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KETAHANAN PANGAN RUMAHTANGGA PETANI Pangan (dan gizi) merupakan salah satu komponen penting dalam pembangunan, khususnya dalam upaya peningkatan kualitas sumberdaya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. faktor produksi yang penting karena manusia merupakan pelaku dan sekaligus

BAB I PENDAHULUAN. faktor produksi yang penting karena manusia merupakan pelaku dan sekaligus BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada masa pembangunan sekarang ini sumber daya manusia merupakan faktor produksi yang penting karena manusia merupakan pelaku dan sekaligus tujuan pembangunan. Produktivitas

Lebih terperinci

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP KESENJANGAN UPAH GENDER

PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP KESENJANGAN UPAH GENDER PENGARUH PERTUMBUHAN EKONOMI TERHADAP KESENJANGAN UPAH GENDER Dara Veri Widayanti 1 Nindy Sintya Indriani Rachman 2 Widya Mauretya 3 1,2 Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma Jl. Margonda

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kultural, dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa secara

BAB I PENDAHULUAN. kultural, dengan tujuan utama meningkatkan kesejahteraan warga bangsa secara BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan yang mencakup seluruh aspek kehidupan masyarakat, termasuk aspek sosial, ekonomi, politik dan kultural, dengan tujuan

Lebih terperinci

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP)

BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) 58 BAB VI KARAKTERISTIK INDIVIDU DAN RUMAHTANGGA PETANI PESERTA PROGRAM PEMBERDAYAAN PETANI MELALUI TEKNOLOGI DAN INFORMASI PERTANIAN (P3TIP) Bab ini mendeskripsikan karakteristik demografi individu petani

Lebih terperinci

TUJUAN 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan

TUJUAN 3. Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan TUJUAN 3 Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan 43 Tujuan 3: Mendorong Kesetaraan Gender dan Pemberdayaan Perempuan Target 4: Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan dasar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Masalah. Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Kebutuhan manusia selalu berkembang sejalan dengan tuntutan zaman, tidak sekedar memenuhi kebutuhan hayati saja, namun juga menyangkut kebutuhan lainnya seperti

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Di negara sedang berkembang kemiskinan adalah masalah utama. Menurut Chambers (1983), kemiskinan yang dialami oleh sebagian besar rakyat di negara sedang berkembang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. memberantas kemiskinan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kajian perempuan merupakan suatu kajian yang sangat menarik perhatian. Hal ini terbukti banyak penelitian tentang kaum perempuan. Perempuan merupakan hal penting

Lebih terperinci

HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PERAN GENDER DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN

HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PERAN GENDER DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN 39 HUBUNGAN KARAKTERISTIK RUMAH TANGGA DAN KONDISI SOSIAL EKONOMI DENGAN PERAN GENDER DALAM RUMAH TANGGA PERIKANAN Pembagian peran/aktivitas yang dilakukan dalam rumah tangga perikanan berkaitan dengan

Lebih terperinci