HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ambang Batas Dari uji yang dilakukan diperoleh nilai konsentrasi ambang bawah (LC 0-48 jam) sebesar 0,06 mg/l, yaitu konsentrasi tertinggi dari moluskisida niklosamida yang tidak mematikan ikan mas dalam waktu 48 jam dan nilai ambang atas (L jam) sebesar 0,25 mg/l, yaitu konsentrasi terendah moluskisida niklosamida yang dapat mematikan 100 % ikan mas dalam waktu 24 jam (Tabel 2) Tabel 2. Data mortalitas (%) ikan mas pada uji ambang batas konsentrasi niklosamida Konsentrasi (mg/l) Jumlah ikan Mortalitas (%/ jam) (ekor) , ,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, ,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0, ,00 0,00 0,00 10,00 20,00 30,00 0, ,00 40,00 60,00 60,00 70,00 80,00 0, ,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 38

2 Waktu Letal Dari data hasil pengukuran uji waktu letal terhadap niklosamida pada air pemeliharaan ikan mas nilai ambang atas (L jam) sebesar 0,25 mg/l diperoleh bahwa pergantian air dilakukan setelah 48 jam, karena kematian ikan sebesar 80 %. (Gambar 2). Gambar 2. Mortalitas (%) ikan mas pada uji waktu letal untuk konsentrasi niklosamisa 0,25 mg/l (LC jam) Toksisitas Akut Dari nilai kisaran ambang atas-bawah dan melalui perhitungan dengan menggunakan persamaan (2 dan 3), maka uji toksisitas letal dilakukan pada konsentrasi sebagai berikut: 0,00 (kontrol); 0,08; 0,10; 0,12; 0,14; 0,17 dan 0,20 mg/l. Pengamatan gejala klinis yang timbul dan pencatatan terhadap kelangsungan hidup ikan dilakukan pada waktu 2, 4, 6, 8, 10, 12, 24, 36, 48, 60, 72, 84 dan 96 jam setelah aplikasi. Pada pengamatan jam ke 6 pada konsentrasi yang diberikan tidak ada kematian ikan. Kelangsungan hidup ikan pada konsentrasi 0,20 mg/l pengamatan jam ke-8 sebesar 83,3% sedangkan pada konsentasi 0,17 mg/l sebesar 80 %. 39

3 Selanjutnya kelangsungan hidup ikan 0% pada pengamatan jam ke 84 untuk konsentrasi 0,20 mg/l, dan untuk konsentasi 0,17 mg/l terjadi pada jam ke- 96. Pada kontrol tidak terlihat gejala klinis akibat keracunan dan tidak ditemukan ikan yang mati sampai waktu pemaparan 96 jam, hal ini menunjukkan bahwa media pemeliharaan (air) dan kondisi ikan selama pengujian dalam kondisi baik. Data kelangsungan hidup ikan mas selama uji toksisitas akut moluskisida niklosamida (Lampiran 1). Tabel 3. Nilai LC 50 moluskisida niklosamida terhadap ikan mas pada setiap waktu Pemaparan Waktu Pemaparan (jam) Nilai LC 50 (mg/l) Persamaan garis probit ,195 (0,174 0,220) 0,152 (0,137 0,169) 0,117 (0,106 0,128) 0,099 (0,094 0,104) Y =-5, ,681 X Y =-5, ,681 X Y =-5, ,086 X Y =-18, ,644 X Data mortalitas komulatif ikan mas pada uji toksisitas akut, selanjut dianalisis dengan menggunakan analisis probit (Wallace, 1982) dengan bantuan program probit analysis untuk menentukan nilai LC 50 pada waktu pemaparan 24, 48, 72 dan 96 jam (Lampiran 2, 3, 4 dan 5). Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai LC 50 pada waktu pemaparan 24, 48, 72 dan 96 jam berturut-turut adalah 0,195; 0,152; 0,117dan 0,099 mg/l (Tabel 3). Hal ini menunjukkan bahwa semakin lama waktu pemaparan nilai LC 50 moluskisida niklosamida semakin rendah terhadap ikan mas (Gambar 3). 40

4 Gambar 3. Nilai LC 50 moluskisida niklosamida terhadap ikan mas pada setiap waktu pemaparan Toksisitas Subletal Pertumbuhan Ikan Pengaruh subletal perlakuan moluskisida niklosamida terhadap laju pertumbuhan spesifik (SGR) ikan mas secara statistik bahwa konsentrasi 0,03 mg/l dan 0,05 mg/l beda nyata dibanding dengan konsentrasi 0,00 mg/l(kontrol) dan 0,01 mg/l (Tabel 4) Tabel 4. Pertumbuhan ikan mas pada berbagai konsentrasi subletal moluskisida niklosamida setelah 12 minggu pemaparan Konsentrasi (mg/l) 0,00 0,01 0,03 0,05 Bobot rataan awal (g/ekor) 2,92±0,02 2,92±0,03 2,92±0,02 2,92±0,02 Bobot rataan akhir (g/ekor) 12,41±0,57 11,42±0,57 9,72±0,48 8,45±0,16 Laju Pertumbuhan Spesifik (%)* 1,38±0,26a 1,16±0,17a 0,62±0,14b 0,57±0,07b *) Angka pada kolom sama yang diikuti huruf sama, menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05) Pertambahan bobot rata-rata ikan mas pada masing-masing perlakuan bertambah sejalan dengan waktu pemaparan (Gambar 4). Data bobot rata-rata individu ikan mas selama 12 minggu pada masing-masing perlakuan terdapat pada Lampiran 6. Selanjutnya data tersebut ditransformasi kedalam bentuk logaritma 41

5 natural (ln) untuk menghitung laju pertumbuhan spesifik dari masing-masing perlakuan (Lampiran 7 dan 8). Gambar 4. Pertambahan bobot rata-rata ikan mas selama 12 minggu pemaparan niklosamida moluskisida Gambar 5. Laju pertumbuha spesifik ikan mas selama 12 minggu pemaparan moluskisida niklosamida 42

6 Dari Gambar 5 memperlihatkan bahwa sampai minggu ke 4 belum terlihat pengaruh moluskisida niklosamida terhadap penurunan laju pertumbuhan spesifik ikan mas untuk semua perlakuan dan pengaruhnya mulai terlihat terhadap perlakuan pada minggu ke 8 untuk konsentrasi 0,05 mg/l. Selanjutnya pada minggu ke 12 penurunan laju pertumbuhan spesifik ikan mas terlihat nyata pada konsentrasi 0,03 mg/l dan 0,05 mg/l. Untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan digunakan uji Tukey (Lampiran 13) Kondisi Hematologi Data hematologi yang meliputi kadar hematokrit, hemoglobin, jumlah eritrosit dan leukosit dengan konsentrasi subletal niklosamida 0,00 (kontrol); 0,01; 0,03; 0,05 mg/l yang dipaparkan selama 12 minggu dapat dilihat pada Tabel 5; dan Gambar 6, 7, 8 dan 9 serta Lampiran 9, 10, 11, dan 12. Hasil anlisa statistik (Lampiran 13) menunjukkan bahwa pengaruh subletal moluskisida niklosamida pada ikan mas berpengaruh nyata (P< 0,05) terhadap kadar hematokrit (Ht), hemoglobin (Hb), eritrosit dan leukosit. Tabel 5. Rata-rata hematokrit, hemoglobin, eritrosit dan leukosit ikan mas setelah 12 minggu pemaparan moluskisida niklosamida Konsentrasi (mg/l) 0,00 0,01 0,03 0,05 Hematokrit (%) 27,4 ± 7,4a 41,3 ± 3,3b 44,7 ± 4,7b 51,3 ± 5,2b Hemoglobin (%) 5,1 ± 0,29a 6,3 ± 0,39bc 7,0 ± 0,63bc 8,4 ± 0,60b Eritrosit (x 10 6 ) 1,15 ± 0,01a 1,16± 0,01ab 1,19 ± 0,01b 1,26 ± 0,01c Leukosit (x 10 3 ) 5,58±0,58 a 5,27±0,38a 4,40± 0,11b 4,30± 0,07b *) Angka pada kolom sama yang diikuti huruf sama, menunjukkan tidak beda nyata (P>0,05) Dari hasil analisis statistik diperoleh kadar hematokrit pada konsentrasi 0,01; 0,03; 0,05 mg/l berbeda nyata (P<0,05) dengan kontrol (0,00 mg/l). Hal ini menunjukkan bahwa pengaruh subletal moluskisida niklosamida pada konsentrasi 0,01 mg/l atau lebih secara nyata dapat meningkatkan prosentase hematokrit darah ikan mas. 43

7 Gambar 6. Kadar hematokrit juvenil ikan mas yang terpapar moluskisida niklosamida selama 12 minggu Dari hasil analisis statistik diperoleh kadar hemoglobin pada konsentrasi subletal moluskisida niklosamida 0,01; 0,03; 0,05 mg/l. berbeda nyata (P< 0,05) dengan konsentrasi 0,00 mg/l (kontrol). Konsentrasi 0,01 dan 0,03 mg/l berbeda nyata (P< 0,05) dengan konsentrasi moluskisida niklosamida 0,05 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi subletal moluskisida niklosamida 0,01 mg/l dapat meningkatkan kadar hemoglobin dalam darah ikan mas. Gambar 7. Kadar hemoglobin juvenil ikan mas yang terpapar moluskisida niklosamida selama 12 minggu 44

8 Gambar 8. Jumlah eritrosit juvenil ikan mas yang terpapar moluskisida niklosamida selama 12 minggu Pengaruh subletal dari perlakuan moluskisida niklosamida terhadap jumlah eritosit darah ikan mas secara statistik menunjukkan bahwa konsentrasi 0,03mg/L dan 0,05 mg/l perpengaruh nyata (P< 0,05) terhadap peningkatan jumlah eritosit dibanding dengan konsentrasi niklosamida 0,01 mg/l dan 0,00 mg/l (kontrol). Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi niklosamida 0,03 mg/l atau lebih sudah mengakibatkan peningkatan eritrosit pada juvenil ikan mas. 45

9 Gambar 9. Jumlah leukosit juvenil ikan mas yang terpapar moluskisida niklosamida selama 12 minggu Pengaruh subletal dari perlakuan moluskisida niklosamida terhadap jumlah leukosit darah ikan mas secara statistik menunjukkan bahwa konsentrasi 0,03 dan 0,05 mg/l berpengaruh nyata (P< 0,05) terhadap penurunan jumlah leukosit dibanding dengan konsentrasi 0,00 mg/l (kontrol) dan 0,01 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi subletal moluskisida niklosamida 0,03 mg/l dapat menurunkan jumlah leukosit dalam darah ikan mas. 46

10 Kondisi Histopatologi Kondisi histopatologi insang, hati, dan ginjal akibat terpapar moluskisida niklosamida, Pengamatan histologi insang, hati, dan ginjal yang terpapar moluskisida niklosamida tertera pada Tabel 6 Tabel 6. Kondisi histopatologi insang, hati, dan ginjal juvenil ikan mas yang terpapar moluskisida niklosamida selama 12 minggu Konsentrasi (mg/l) 0,00 0,01 0,03 0,05 Organ Waktu pengamatan (Minggu ke) Insang normal normal normal Hati normal normal normal Ginjal normal normal normal Insang hipertropi hiperplasia - Hiperplasia - nekrosis Hati hemoragi - hemoragi - nekrosis - hemoragi - nekrosis Ginjal - hemoragi - hemoragi - hemoragi - nekrosis - nekrosis - nekrosis Insang - Fusi - hiperlasia - hiperlasia - hiperplasia - nekrosis - nekrosis Hati - hemoragi - hemoragi - hemoragi - nekrosis - nekrosis - nekrosis Ginjal - hemoragi - hemoragi - hemoragi - nekrosis - nekrosis - nekrosis Insang - Fusi - hiperlasia - hiperlasia - hyperplasia - nekrosis - nekrosis - nekrosis Hati - hemoragi - hemoragi - hemoragi Ginjal - nekrosis - hemoragi - nekrosis - nekrosis - hemoragi - nekrosis - nekrosis - hemoragi - nekrosis 47

11 Keterangan: 1= fusi; 2= hipertropi 3= hiperplasi 4= nekrosis Gambar 10. Kondisi histopatologi insang juvenil ikan mas yang terpapar moluskisida niklosamida selama 12 minggu Keterangan: 1= hemoragi 2= nekrosis Gambar 10. Kondisi histopatologi hati dan ginjal juvenil ikan mas yang terpapar moluskisida niklosamida selama 12 minggu 48

12 Kualitas air Pengukuran sifat fisika-kimia air terdiri atas: suhu, ph, oksigen terlarut, kandungan CO 2 bebas dan amonia total selama penelitian berlangsung, baik pada toksisitas akut maupun pada uji sub letal. Data fisika-kimia air tercantum pada Tabel 6. Dari data tersebut diketahui bahwa sifat fisika-kimia air selama penelitian berlangsung dalam kondisi baik dengan konsentrasi kisaran yang masih didalam nilai ambang batas (NAB) untuk perikanan. Tabel 7. Kisaran sifat fisika-kimia air pada uji toksisitas akut dan subletal moluskisida niklosamida terhadap ikan mas Uji Akut Konsentrasi Parameter (mg/l) Suhu ph DO CO 2 Amonia ( o C) (mg/l) (mg/l) (mg/l) 0, ,5-8,0 6,5-7,2 1,0-8,4 0,02-0,14 0, ,5-8,0 6,5-7,2 1,3-8,9 0,02-0,24 0, ,5-8,0 6,5-7,3 1,3-8,6 0,03-0,32 0, ,5-8,0 6,5-7,4 1,1-8,4 0,02-0,33 0, ,5-8,0 6,5-7,4 1,5-7,2 0,02-0,34 0, ,5-8,0 6,5-7,2 1,7-6,8 0,02-0,34 0, ,5-8,0 6,5-7,2 2,0-6,4 0,03-0,34 Subletal 0, ,5-8,0 6,8-7,4 1,8-6,9 0,01-0,11 0, ,5-8,0 6,5-6,6 1,8-6,9 0,02-0,18 0, ,5-8,0 6,8-7,8 1,9-6,4 0,04-0,19 0, ,5-8,0 6,5-7,2 1,9-5,6 0,04-0,28 NAB ) 6-9 3) 5-9 3) 10 2) <2,20 3) Keterangan: NAB = Nilai Ambang Batas 1) Menurut Boyd (1982) 2) Menurut Boyd (1988) 3) Menurut Chapman (1992) 49

13 Pembahasan Dari uji waktu letal dapat diketahui kestabilan niklosamida berdasarkan kelangsungan hidup ikan uji yang akan digunakan sebagai acuan untuk menentukan priode pergantian air pada pengujian berikutnya. Pergantian air dimaksudkan untuk menjaga kestabilan konsentrasi larutan uji selama penelitian berlansung. Hasil uji waktu letal diperoleh bahwa pergantian konsentrasi dilakukan setiap 48 jam sebanyak 100 %. Sistim pergantian air semi statis ini merupakan alternatif yang dapat digunakan untuk meningkatkan akurasi hasil pengujian toksisitas. Menurut Kanazawa (1981), metode semi-statis merupakan pendekatan metode baku yaitu metode continuous-flow yang umumnya digunakan untuk mempertahankan konsentrasi bahan kimia agar stabil selama pengujian. Hasil pengamatan pada uji toksisitas akut menunjukkan bahwa gejala klinis akibat keracunan kelihatan pada ikan setelah waktu pemaparan 6 jam terutama pada konsentrasi 0,20 mg/l dan 0,17 mg/l. Gejala yang timbul hampir sama dengan hasil penelitian Schoettger (1970) dimana ikan berenang tidak teratur dengan sesekali menghetak dan kejang-kejang serta mengeluarkan lendir yang berlebihan dari permukan tubuhnya, warna kulit memucat dan frekuensi pergerakkan operkulum menjadi lebih sering tetapi tidak beraturan. Gejala tersebut merupakan tanggapan yang terjadi pada saat zat-zat fisika atau kimia menggangu proses sel atau subsel dalam makhluk hidup sampai suatu batas yang menyebabkan kematian secara langsung (Connel dan Miller, 1995) Kematian ikan mas pada uji toksisitas akut disebabkan oleh masuknya niklosamida ke dalam tubuh ikan melalui penyerapan langsung lewat kulit dan pengambilan dari air melalui membran insang. Hal ini yang menyebabkan terjadinya penghambatan ATP-ase terutama pada mitokondria akson parasinaptik dan sedikit pada endoplasmik retikulum. Menurut Tarumingkeng (1992), penghambatan ATP-ase berkaitan dengan Ca ++ yang menyebabkan peningkatan pelepasan neurotransmiter. Disamping itu, diduga kematian ikan juga disebabkan niklosamida mampu menimbulkan rangsangan pada sistem syaraf sehingga menyebabkan kejang. 50

14 Hasil analisa probit moluskisida niklosamida diketahui bahwa nilai LC jam terhadap ikan mas sangat rendah yaitu sebesar 0,099 mg/l (0,094 0,104) (Tabel 3). Berdasarkan Komisi Pestisida (1983) dan Koesoemadinata, (2003), menunjukkan bahwa toksisitas moluskisida niklosamida terhadap ikan mas diklasifikasi ke dalam golongan A yaitu pestisida yang memiliki toksisitas sangat tinggi (Tabel 1). Apabila dibandingkan dengan nilai LC jam niklosamida terhadap ikan nila sebesar 0,8570 mg/l (0,7843-0,9366) (Yosmaniar, 2008) nilainya sedikit berbeda tapi masih masuk kategori yang sama. Selanjutnya EPA (1999) menyatakan bahwa niklosamida sangat toksik terhadap ikan seperti pada ikan rainbow trout ( Oncorhyncus mykiss) dengan nilai LC jam sebesar 0,03 mg/l dan ikan lamprey laut (Petromyzon marinus) dengan nilai LC jam yaitu 0,049 mg/l selain itu juga toksik terhadap organisma air lainnya. Dari hal yang disebutkan di atas membuktikan bahwa pengunaan niklosamida sangat berbahaya bagi ikan. Dari Gambar 3 memperlihatkan bahwa sampai minggu ke 4 belum terlihat pengaruh moluskisida niklosamida terhadap penurunan laju pertumbuhan spesifik ikan mas untuk semua perlakuan dan pengaruhnya mulai terlihat terhadap perlakuan pada minggu ke 8 untuk konsentrasi 0,05 mg/l. Selanjutnya pada minggu ke 12 penurunan laju pertumbuhan spesifik ikan mas terlihat nyata pada konsentrasi 0,03 mg/l dan 0,05 mg/l. Pengaruh subletal moluskisida niklosamida mulai pada konsentrasi 0,03 mg/l dapat menurunkan laju pertumbuhan spesifik ikan mas yang merupakan tekanan lingkungan bagi ikan mas dan dapat menghambat pertumbuhan meskipun selama penelitian berjalan tidak terdapat mortalitas. Schmittou (1991) bahwa tekanan lingkungan yang disebabkan oleh pengaruh pestisida yang bersifat subletal juga merupakan faktor eksternal yang akan menyebabkan direduksinya pertumbuhan ikan. Tereduksinya pertumbuhan ikan mas terjadi karena: (1) niklosamida yang terakumulasi menyebabkan organ tubuh ikan mengalami gangguan sehingga mengurangi nafsu makan, (2) pemanfaatan energi yang berasal dari makanan lebih banyak digunakan untuk mempertahankan diri dari tekanan lingkungan serta 51

15 mengganti bagian sel yang rusak akibat kontaminasi dengan niklosamida. Pengaruh bioakumulasi insektisida endosulfan selama 12 minggu pemaparan pada benih ikan mas mereduksi pertumbuhan (Taufik, 2005). Darah merupakan bagian penting dari sistem transpor dan merupakan faktor internal yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap pertumbuhan, Karena darah berfungsi untuk mengedarkan zat makanan hasil pencernaan dan oksigen ke sel-sel tubuh serta membawa hormon dan enzim ke organ yang memerlukannya. Darah ikan tersusun dari sel-sel yang tersuspensi dalam plasma dan diedarkan keseluruh jaringan tubuh melalui sistem tertutup. Cairan darah ikan antara lain mengandung nutrient dan sisa metabolisme. Sel dan cairan darah mempunyai peran fisiologis yang sangat penting. Beberapa parameter yang dapat memperlihatkankan perubahan pada darah adalah kadar hematokrit (Ht), kadar hemoglobin (Hb), jumlah sel darah merah (eritrosit) dan jumlah sel darah putih leukosit) (Lagler et al., 1977) Pengaruh subletal dari perlakuan moluskisida niklosamida terhadap kadar hematokrit ikan mas pada konsentrasi 0,01 mg/l (41,3%) atau lebih dapat meningkatkan prosentase hematokrit darah ikan mas. Penggunaan niklosamida setelah 1 jam (minggu ke 0) dan minggu ke 4 pada Gambar 6 menunjukkan konsentrasi 0,01 dan 0,00 mg/l belum berpengaruh terhadap kadar hematokrit apabila dibandingkan dengan konsentrasi 0,03 dan 0,05 mg/l. Pada akhir penelitian pengaruh pemaparan niklosamida menunjukkan peningkatan terhadap hematokrit. Hematokrit dalam darah ikan mas pada kondisi normal adalah sebanyak 27,1% (Peter dan Cech, 1990 dalam Affandi dan Tang, 2002). Meningkatnya kadar hematokrit menunjukkan ikan dalam keadaan stress (Wedemeyer & Yasutake, 1977 dan Anderson & Siwick, 1983). Pengaruh subletal dari perlakuan moluskisida niklosamida terhadap kadar hemoglobin darah ikan mas nyata terhadap peningkatan kadar hemoglobin dibanding dengan konsentrasi 0,00 mg/l (kontrol). Pada konsentrasi niklosamida 0,01 mg/l (6,3%) dan 0,03 mg/l (7,0%) tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap peningkatan kadar hemoglobin. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi subletal moluskisida niklosamida 0,01 mg/l dapat meningkatkan kadar hemoglobin dalam darah ikan ma). 52

16 Angka (1983), kadar hemoglobin pada ikan mas dewasa adalah 8,61 ± 0,43-10,86 ± 48 (gram per 100 cc volume darah), sedangkan menurut Peter dan Cech, (1990) dalam Affandi dan Tang (2002) kadar Hb dalam darah ikan mas 6,40. Penggunaan niklosamida setelah 1 jam (minggu ke 0) pada Gambar 7 pada perlakuan konsentrasi niklosamida 0,01; 0,03 dan 0,05 mg/l memberikan berpengaruh yang relatif sama terhadap hemoglobin dibanding kontrol. Pada akhir penelitian, konsentrasi niklosamida 0,01 dan 0,03mg/L memberikan pengaruh yang hampir sama terhadap hemoglobin. Blaxhall (1972), tingginya nilai hemoglobin berkaitan dengan kondisi ikan yang stres, begitu juga dengan nilai eritrosit dan hematokrit yang tinggi menunjukkan dalam kondisi stres (Wedemeyer dan Yasutake, 1977). Dampak dari peningkatan nilai nilai hematokrit, hemoglobin dan ertirosit akibat terpapar niklosamida dapat dilihat dari hasil histologi yang menunjukkan pecahnya pembuluh darah pada hati dan ginjal yaitu untuk konsentrasi 0,01; 0,03; 0,05 mg/l sudah terlihat pada minggu ke 4 dan berlanjut sampai minggu ke 12 yang akhirnya mengakibatkan kematian sel. Peningkatan kadar hematokrit dan hemoglobin eritosit dalam darah ikan mas dengan bertambahnya konsentrasi (Tabel 5) dipengaruhi oleh kontaminasi, absorbsi dan akumulasi moluskisida niklosamida yang menyebabkan stres pada ikan mas sehingga hormon-hormon stres seperti kortisol dan epinephrine masuk kedalam peredaran darah dan menyebabkan kontraksi limpa meningkat. Fungsi utama sel darah merah adalah dalam pengangkutan oksigen. El-Deen dan Rongers (1992) peningkatan kontraksi limpa akan mengakibatkan terjadi pelepasan sel-sel darah merah sehingga nilai hematokrit, hemoglobin dan eritosit juga turut meningkat. Dengan meningkatnya nilai hematokrit, hemagolobin dan eritosit maka ikan akan memaksimalkan pengikatan oksigen yang masuk ke dalam jaringan darah Pengaruh subletal dari perlakuan moluskisida niklosamida terhadap jumlah eritosit darah ikan mas secara statistik menunjukkan bahwa konsentrasi 0,03mg/L dan 0,05 mg/l perpengaruh nyata (P< 0,05) terhadap peningkatan jumlah eritrosit 53

17 dibanding dengan konsentrasi niklosamida 0,01 mg/l dan 0,00 mg/l (kontrol). Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi subletal moluskisida niklosamida 0,03 mg/l dapat meningkatkan jumlah eritosit dalam darah ikan mas. Dari Gambar 4 dapat dilihat bahwa jumlah eritrosit setelah 1 jam ( 0 minggu) setelah pemaparan niklosamida relatif sama. Pada akhir penelitian konsentrasi niklosmida 0,05 menunjukkan peningkatan jumlah eritrosit yang paling besar diantara perlakuan. jumlah sel darah merah per 1cc darah ikan mas (1,61 ± 0,06) x 10 6 sel sampai (2,04 ± 0,09) x 10 6 sel. Eritrosit yang terdapat dalam darah ikan mas dalam kondisi normal adalah 1,43 sel x 10 6 /mm 3 (Peter dan Cech, 1990 dalam Affandi dan Tang 2002). Menurut Angka (1990), jumlah sel leukosit dalam 1cc darah merah ikan berkisar antara (14,70 ± 0,32) x 10 3 sel (19,35 ± 0,42) x 10 3 sel. Affandi dan Tang (2002) Bertambahnya jumlah eritrosit diduga berkaitan dengan kerusakan sel-sel darah akibat pengaruh radikal bebas, sebab menurut Wijaya (1976) dalam Yuda (1999) suatu bahan toksik atau racun dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang pada gilirannya dapat menimulkan pelepasan protein heme, yang akan bereaksi dengan peroksidase dan melepaskan ion Fe++. Dengan adanya ion tersebut akan terjadi reaksi fenton dan menghasilkan radikal bebas (OH) yang sangat reaktif. Akibat akhir dari reaksi ini dapat mengakibatkan kerusakan membran sel yang parah dan membahayakan kehidupan sel. Jumlah leukosit ikan mas berkurang secara nyata dibanding dengan kontrol seiring peningkatan konsentrasi subletal niklosamida. Pengurangan jumlah leukosit sebagai respon terhadap stres yang merupakan karakteristik semua jenis vertebrata (Heat, 1987). Respon tersebut dipengaruhi oleh hormon kortikosteroid dan bersifat non spesifk, sebagai akibat adanya suatu stressor baik yang berasal dari dalam maupun dari luar faktor lingkungan Bertambahnya jumlah eritrosit diduga berkaitan dengan kerusakan sel-sel darah akibat pengaruh radikal bebas, sebab menurut Wijaya (1976) dalam Yudha (1999) suatu bahan toksik atau racun dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang pada gilirannya dapat menimulkan pelepasan protein heme, yang akan bereaksi 54

18 dengan peroksidase dan melepaskan ion Fe++. Dengan adanya ion tersebut akan terjadi reaksi fenton dan menghasilkan radikal bebas (OH) yang sangat reaktif. Akibat akhir dari reaksi ini dapat mengakibatkan kerusakan membran sel yang parah dan membahayakan kehidupan sel. Pengaruh subletal dari perlakuan moluskisida niklosamida terhadap jumlah leukosit darah ikan mas secara statistik menunjukkan bahwa konsentrasi 0,03 (4,40 x 10 6 )dan 0,05 mg/l perpengaruh nyata (P< 0,05) terhadap penurunan jumlah leukosit dibanding dengan konsentrasi 0,00 mg/l (kontrol) dan 0,01 mg/l. Hal ini menunjukkan bahwa pada konsentrasi subletal moluskisida niklosamida 0,03 mg/l dapat menurunkan jumlah leukosit dalam darah ikan mas. Menurut Angka (1990), jumlah sel leukosit dalam 1cc darah merah ikan berkisar antara (14,70 ± 0,32) x 10 3 sel (19,35 ± 0,42) x 10 3 sel. Affandi dan Tang (2002) Dari Gambar 9 dapat dilihat bahwa pada penggunaan niklosamida setelah 1 jam (minggu ke 0) jumlah leukosit relatif sama, selanjutnya pada minggu ke 4 juga hampir sama, selanjutnya pada minggu ke 12 pengaruh perlakuan niklosamida untuk konsentrasi 0,03 dan 0,05 mg/l menunjukkan penurunan yang relatif sama. Pengurangan jumlah leukosit sebagai respon terhadap stres yang meupakan karakteristik semua jenis vertebrata (Heat, 1987). Dimana respon tersebut dipengaruhi oleh hormon kortikosteroid dan bersifat non spesifik, sebagai akibat adanya suatu stressor baik yang berasal dari dalam maupun dari luar faktor lingkungan. Secara umum pengaruh subletal pemaparan moluskisida niklosamida selama 12 minggu terhadap hematologi menunjukkan peningkatan secara nyata pada konsentrasi niklosamida 0,01 mg/l untuk kadar hematokrit dan kadar hemoglobin dan konsentrasi niklosamida 0,03 untuk jumlah eritrosit pada ikan mas. Sedangkan pengaruh perlakuan moluskisida niklosamida pada konsentrasi 0,03 dapat menurunkan jumlah leukosit secara nyata pada ikan mas. Sedangkan pengaruh subletal insektisida endosulfan selama 6 minggu pemaparan tidak berpengaruh terhadap kondisi hematologi (hematokrit, hemoglobin, eritrosit dan leukosit) pada ikan lele (Yudha, 1999). 55

19 Insang mudah rusak karena langsung kontak dengan air. Letak insang, struktur dan mekanisme kontak dengan lingkungan menjadikan insang sangat rentan terhadap perubahan kondisi lingkungan (Irianto, 2005). Kerusakan struktur organ insang yang ringan akan mengganggu seperti kesulitan bernafas. Berkaitan dengan hal ini dapat dilihat dari hasil histopatologi dimana pada konsentrasi 0,01 mg/l niklosamida setelah minggu ke 8 pada insang terjadi hiperplasia dan kematian sel (nekrosis), selanjutnya pada hati dan ginjal terdapat perdarahan (haemorage) dan kematian sel (nekrosis) pada miggu ke 4 Insang merupakan organ respirasi utama pada ikan, epitel insang merupakan bagian utama untuk pertukaran gas. Insang ikan mas yang terpapar niklosamida akan menghalangi penerimaan oksigen. Perubahan yang umum terjadi pada insang ikan mas adalah fusi, hipertropi, hiperplasia, dan nekrosis sel-sel epitel lamela insang seperti pada Gambar 6 kerusakan struktur yang sangat ringan sekalipun dapat menganggu osmoregulasi pada ikan mas. Robert (2001), hiperplasia pada insang terjadi pada tingkat iritasi yang lebih rendah dan biasanya disertai peningkatan jumlah sel-sel mukus di dasar lamela dan mengakibatkan fusi dari lamela. Ruang interlamela yang merupakan saluran air dan ruang produksi mukus dapat tersumbat akibat hiperplasia Hiperplasia mengakibatkan penebalan jaringan epitelium yang terletak di ujung filamen. Hiperplasia dan fusi merupakan hal yang umum akibat terpapar oleh pestisida (termasuk niklosmida). Hal ini biasanya memperlihatkan pemishan antara sel epitelium dan sistim yang mendasari sel tiang yang dapat mengarah kepada hancurnya keutuhan dari struktur lamela sekunder dan dapat menyebabkan peningkatan sel klorid. (Olurin et al, 2006). Nekrosis ditandai oleh infiltrasi sel-sel granuler eosinofilik dan kondisi ini dapat mengurangi efisiensi difusi gas (Hoole et al, 2001) Hati merupakan organ yang mudah mengalami kerusakan terkena polutan karena hati menerima 89 % suplai darah dari vena porta yang mengalirkan darah dari sistem gastrointestinal. Hal ini tercermin dari histopatologi hati dimana kematian sel (nekrosis) pada perlakuan niklosamida 0,01 mg/l pada minggu ke 8, perlakuan 0,03 dan 0,05 mg/l pada minggu ke 4. 56

20 Ginjal ikan menerima sebagian besar darah postbranchial dan luka yang terjadi pada organ ginjal sebagai indikator polusi lingkungan. Selanjutnya hasil histopatologi pada ginjal ditemukan nekrosis terjadi pada semua perlakuan konsentrasi niklosamida (0,01; 0,03; 0,05mg/L) mulai mingu ke 4, ke 8 dan ke 12. Suhu air sangat penting karena tidak hanya mempengaruhi aktivitas metabolik dan tingkah laku organisme dan pemaparan polutan (bahan pencemar). Secara umum toksisitas dari polutan akan meningkat sejalan dengan peningkatan suhu air (Mason, 1992). Selama penelitian dilaksanakan, baik pada uji akut maupun uji subletal, suhu air relatif stabil yang berkisar antara C (Tabel 6). Nilai ini masuk dalam kisaran Nilai Ambang Batas (NAB) untuk kehidupan ikan mas. Kestabilan suhu air pada penelitian ini juga memenuhi kriteria yang ditetapkan oleh Komisi Pestisida (1983) yaitu fluktuasinya tidak lebih dari 2 0 C selama penelitian. Nilai ph akan berpengaruh terhadap degradasi pestisida, yaitu laju degradasi akan lambat pada ph di bawah 6,0. Nilai ph air selama penelitian adalah antara 7,5-8,0 (Tabel 6). Kondisi ini sangat mendukung karena menurut ph air yang baik untuk budidaya ikan pada kolam air tenang adalah sekitar 7,0-8,8. Konsentrasi oksigen terlarut pada uji akut berkisar 6,5-7,4 mg/l, sedangkan pada uji subletal sebesar 6,5-7,8 mg/l (Tabel 6). Konsentrasi oksigen terlarut seperti ini menurut Chapman (1992) termasuk kedalam kisaran yang baik bagi pemeliharaan ikan. Sejumlah polutan akan menjadi lebih toksik pada konsentrasi oksigen yang rendah karena pada kondisi tersebut proses respirasi akan meningkat sehingga racun terekspos terhadap tubuh ikan juga semakin besar (Mason, 1992). Meningkat konsentrasi CO 2 dalam air yang dapat menyebabkan stress pada ikan. Kondisi stress dapat menurunkan resistensi ikan terhadap pestisida, dengan demikian akan mempengaruhi toksisitas endosulfan terhadap ikan (Arianti, 2002). Oleh karena itu dalam pengujian toksisitas terhadap organisme ikan menurut Komisi Pestisida (1983) kadar CO 2 bebas dalam air harus < 10 ppm. Kriteria tersebut terpenuhi oleh kondisi air selama penelitian ini dimana kandungan CO 2 bebas dalam air berkisar antara 1,0-8,9 mg/l (Tabel 6). 57

21 Kandungan amonia dalam air pada uji akut berkisar antara 0,02-0,34 mg/l sedangkan pada uji subletal berkisar antara 0,01-0,28 mg/l (Tabel 6). Kedua nilai kisaran tersebut masih jauh dibawah NAB untuk perikanan yaitu sebesar <2,20 mg/l (Chapman, 1992). Kadar ammonia diatas NAB dapat mereduksi masukan oksigen yang disebabkan oleh rusaknya insang, menambah energi untuk keperluan detoksikasi, mengganggu osmoregulasi dan mengakibatkan kerusakan fisik pada jaringan (Boyd, 1990). 58

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pestisida

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pestisida 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pestisida Pestisida banyak digunakan oleh petani dengan tujuan untuk mengendalikan atau membasmi organisme pengganggu yang merugikan kegiatan petani. Menurut Lodang (1994), penggunaan

Lebih terperinci

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN ORGAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus VIKA YUNIAR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4.1 Hasil IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Uji Akut Uji akut dilakukan pada konsentrasi timbal sebesar 20 ppm, 40 ppm, 80 ppm dan 160 ppm serta perlakuan kontrol negatif. Respon ikan uji terhadap deretan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Struktur Mikroanatomi Hati Ikan Tagih Hasil penelitian pengaruh subletal merkuri klorida (HgCl 2 ) menggunakan konsentrasi 0,02 ppm; 0,04 ppm; dan 0,08 ppm; selama 28 hari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Tahap I Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian diperoleh data sintasan (Gambar 1), sedangkan rata-rata laju pertumbuhan bobot dan panjang harian benih ikan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran Uji Toksisitas Akut

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran Uji Toksisitas Akut 51 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran Hasil uji nilai kisaran (Range value test) merkuri pada ikan bandeng menunjukkan bahwa nilai konsentrasi ambang bawah sebesar 0.06

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program pembangunan Indonesia yang dewasa ini sedang berkembang diwarnai dengan pertambahan penduduk dan kebutuhan pangan yang terus meningkat. Sumberdaya perairan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Pestisida

TINJAUAN PUSTAKA Pestisida TINJAUAN PUSTAKA Pestisida Pestisida merupakan serangkaian senyawa alamiah maupun sintetis berbagai unsur kimia yang memiliki kemampuan untuk membunuh organisme pengganggu, terutama ditujukan untuk jenis-jenis

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Benih Lele Sangkuriang yang terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis benih lele sangkuriang yang diinfeksikan Aeromonas hydrophila meliputi

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1. Penelitian Pendahuluan 3.1.1.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan Kemampuan puasa benih nila BEST sebanyak 30 ekor dapat bertahan hidup dalam keadaan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat 41 METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri atas 2 tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian inti. Penelitian pendahuluan terdiri atas 2 tahap yaitu uji nilai kisaran (range value test) dan uji

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila meliputi kelainan fisik ikan, uji refleks, dan respon

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serbaguna bagi kehidupan mahluk hidup (Yani, 2010). Air sungai saat ini banyak

I. PENDAHULUAN. serbaguna bagi kehidupan mahluk hidup (Yani, 2010). Air sungai saat ini banyak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai sebagai sumber air merupakan salah satu sumber daya alam yang berfungsi serbaguna bagi kehidupan mahluk hidup (Yani, 2010). Air sungai saat ini banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kurva Standar Berdasarkan percobaan yang dilakukan untuk mendapatkan nilai kurva standar, didapatkan bahwa semakin besar konsentrasi AS dalam akuades maka nilai

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. sawah sebagai tempat budidaya ikan perlu dicermati lebih lanjut, karena aktivitas

I. PENDAHULUAN. sawah sebagai tempat budidaya ikan perlu dicermati lebih lanjut, karena aktivitas I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Lahan bekas sawah yang sudah tidak produktif lagi merupakan salah satu alternatif sebagai tempat untuk membudidayakan ikan. Penggunaan lahan bekas sawah sebagai tempat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kerusakan Hati Ikan Mas Hati merupakan salah satu organ yang paling banyak mengalami kerusakan. Menurut Carlton (1995) dalam Permana (2009) ada dua alasan yang menyebabkan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya di area persawahan hingga saat ini semakin meningkat, dan dapat

I. PENDAHULUAN. khususnya di area persawahan hingga saat ini semakin meningkat, dan dapat I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Penggunaan pestisida pada usaha pertanian khususnya

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil perhitungan jumlah sel darah merah, kadar hemoglobin, nilai hematokrit, MCV, MCH, dan MCHC pada kerbau lumpur betina yang diperoleh dari rata-rata empat kerbau setiap

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Total Amonia Nitrogen (TAN) Konsentrasi total amonia nitrogen (TAN) diukur setiap 48 jam dari jam ke-0 hingga jam ke-120. Peningkatan konsentrasi TAN terjadi pada

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Akumulasi Logam Berat Pb Konsentrasi awal logam berat di air pada awal perlakuan yang terukur dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom (AAS) yaitu sebesar 2.36 mg/l.

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran Waktu dan Tempat 13 METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dalam 2 tahap yaitu uji, tahap I penelitian pendahuluan yang terdiri dari uji nilai kisaran dan uji toksisitas akut. Tahap II penelitian inti terdiri dari biokonsentrasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Derajat Kelangsungan Hidup Derajat kelangsungan hidup atau survival rate (SR) benih ikan patin yang dipelihara dengan masa pemeliharaan 30 hari memiliki hasil

Lebih terperinci

ANALISIS HISTOFISIOLOGIS IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.) PADA ALIRAN SUNGAI BATANG OMBILIN, SUMATERA BARAT YANG TERKENA DAMPAK PENCEMARAN

ANALISIS HISTOFISIOLOGIS IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.) PADA ALIRAN SUNGAI BATANG OMBILIN, SUMATERA BARAT YANG TERKENA DAMPAK PENCEMARAN ANALISIS HISTOFISIOLOGIS IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.) PADA ALIRAN SUNGAI BATANG OMBILIN, SUMATERA BARAT YANG TERKENA DAMPAK PENCEMARAN (Dibawah bimbingan Dr. Djong Hon Tjong, dan Dr. Indra Junaidi

Lebih terperinci

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN)

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) 1 RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) Angga Yudhistira, Dwi Rian Antono, Hendriyanto Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Air sebagai Tempat Hidup Ikan Nila (Oreochromis niloticus) Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup ikan nila.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Lingkungan Ikan Nila Gift 2.2 Distribusi dan Akumulasi Pencemar Logam oleh Hewan Air

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Lingkungan Ikan Nila Gift 2.2 Distribusi dan Akumulasi Pencemar Logam oleh Hewan Air II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Lingkungan Ikan Nila Gift Ikan nila gift merupakan golongan ikan euryhalien, pada salinitas > 29 ppt ikan ini masih dapat bertumbuh dengan baik tetapi tidak dapat berkembang

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Mas yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis pada ikan mas yang diinfeksi Aeromonas hydrophila meliputi kerusakan jaringan tubuh dan perubahan

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang

Lebih terperinci

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta KESEHATAN IKAN Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta Penyakit adalah Akumulasi dari fenomena-fenomena abnormalitas yang muncul pada organisme (bentuk tubuh, fungsi organ tubuh, produksi lendir,

Lebih terperinci

TOKSISITAS NIKLOSAMIDA TERHADAP PERTUMBUHAN, KONDISI HEMATOLOGI DAN HISTOPATOLOGI JUVENIL IKAN MAS (Cyprinus carpio) YOSMANIAR

TOKSISITAS NIKLOSAMIDA TERHADAP PERTUMBUHAN, KONDISI HEMATOLOGI DAN HISTOPATOLOGI JUVENIL IKAN MAS (Cyprinus carpio) YOSMANIAR TOKSISITAS NIKLOSAMIDA TERHADAP PERTUMBUHAN, KONDISI HEMATOLOGI DAN HISTOPATOLOGI JUVENIL IKAN MAS (Cyprinus carpio) YOSMANIAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 IPB 2009 YOSMANIAR

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. 1. Pengaruh Variasi Dosis Tepung Ikan Gabus Terhadap Pertumbuhan BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Hasil penelitan pengaruh variasi dosis tepung ikan gabus terhadap pertumbuhan dan hemoglobin ikan lele, dengan beberapa indikator yaitu pertambahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri tekstil selain menghasilkan suatu produk juga menghasilkan produk sampingan berupa air limbah, yang sering kali mencemari lingkungan terutama perairan.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Nilem yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila 4.1.1 Kerusakan Tubuh Berdasarkan hasil pengamatan, gejala klinis yang pertama kali terlihat setelah ikan diinfeksikan

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam adalah jenis ikan yang secara taksonomi termasuk spesies

I. TINJAUAN PUSTAKA. Ikan patin siam adalah jenis ikan yang secara taksonomi termasuk spesies I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Ikan patin siam adalah jenis ikan yang secara taksonomi termasuk spesies Pangasius hypophthalmus yang hidup di perairan tropis Indo Pasifik.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Penelitian Pendahuluan 3.1.1.1 Kemampuan Puasa Ikan Hasil uji kemampuan puasa benih ikan gurame yang dipelihara sebanyak 30 ekor menunjukkan bahwa ikan gurame

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri penyamakan kulit merupakan industri yang dapat mengubah kulit mentah menjadi kulit yang memiliki nilai ekonomi tinggi melalui proses penyamakan, akan tetapi

Lebih terperinci

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS

II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS II. KERJA BAHAN TOKSIK DALAM TUBUH ORGANISMS A. Interaksi Senyawa Kimia dengan Organisme Ilmu yang mempelajari tentang interaksi senyawa kimia dengan organisme hidup disebut farmakologi, dengan demikian

Lebih terperinci

PENGARUH METIL METSULFURON TERHADAP SEL DARAH MERAH IKAN PATIN SIAM (Pangasius hypopthalmus) ABSTRAK

PENGARUH METIL METSULFURON TERHADAP SEL DARAH MERAH IKAN PATIN SIAM (Pangasius hypopthalmus) ABSTRAK e-jurnal Rekayasa dan Teknologi Budidaya Perairan Volume II No 1 Oktober 2013 ISSN: 2302-3600 PENGARUH METIL METSULFURON TERHADAP SEL DARAH MERAH IKAN PATIN SIAM (Pangasius hypopthalmus) Qorie Astria *,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

TOKSISITAS SUBLETAL MOLUSKISIDA NIKLOSAMIDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KONDISI HEMATOLOGI YUWANA IKAN MAS (Cyprinus carpio)

TOKSISITAS SUBLETAL MOLUSKISIDA NIKLOSAMIDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KONDISI HEMATOLOGI YUWANA IKAN MAS (Cyprinus carpio) TOKSISITAS SUBLETAL MOLUSKISIDA NIKLOSAMIDA TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KONDISI HEMATOLOGI YUWANA IKAN MAS (Cyprinus carpio) Yosmaniar *), Eddy Supriyono **), Kukuh Nirmala **) dan Sukenda **) *) Balai Riset

Lebih terperinci

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi

BAB I PEDAHULUAN. banyak terdapat ternak sapi adalah di TPA Suwung Denpasar. Sekitar 300 ekor sapi BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Semakin berkurangnya lahan sebagai tempat merumputnya sapi, maka banyak peternak mencari alternatif lain termasuk melepas ternak sapinya di tempat pembuangan sampah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. lain terjadinya pencemaran di lingkungan perairan yang dapat mengakibatkan kerusakan

I. PENDAHULUAN. lain terjadinya pencemaran di lingkungan perairan yang dapat mengakibatkan kerusakan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan pestisida pada bidang pertanian dapat menimbulkan masalah lingkungan, antara lain terjadinya pencemaran di lingkungan perairan yang dapat mengakibatkan kerusakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Performa adalah pengukuran yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan selama penelitian. Performa ayam petelur selama penelitian disajikan dalam Tabel 6. Tabel 6. Rataan Performa

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3. No. 1, Maret 2012: ISSN :

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3. No. 1, Maret 2012: ISSN : Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3. No. 1, Maret 2012: 59-63 ISSN : 2088-3137 PENGARUH KONSENTRASI PEMAPARAN SURFAKTAN Alkyl Benzene Sulfonate Dwi Cindanita Hardini*, Yayat Dhahiyat** dan Eddy Afrianto**

Lebih terperinci

Penyebaran Limbah Percetakan Koran Di Kota Padang (Studi Kasus Percetakan X dan Y)

Penyebaran Limbah Percetakan Koran Di Kota Padang (Studi Kasus Percetakan X dan Y) Penyebaran Limbah Percetakan Koran Di Kota Padang (Studi Kasus Percetakan X dan Y) Oleh: Komala Sari (Dibawah bimbingan Prof. Dr. Hamzar Suyani, M.S dan Dr. Tesri Maideliza, MS) RINGKASAN Limbah percetakan

Lebih terperinci

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan Kelangsugan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Nilem Pada penelitian yang dilakukan selama 30 hari pemeliharaan, terjadi kematian 2 ekor ikan dari total 225 ekor ikan yang digunakan.

Lebih terperinci

Kompetensi Memahami mekanisme kerja fisiologis organ-organ pernafasan

Kompetensi Memahami mekanisme kerja fisiologis organ-organ pernafasan SISTEM PERNAFASAN Kompetensi Memahami mekanisme kerja fisiologis organ-organ pernafasan 1. Pernafasan Eksternal 2. Pernafasan Internal EXIT Mengapa harus bernafas? Butuh energi Butuh Oksigen C 6 H 12 O

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. khususnya di area persawahan hingga saat ini semakin meningkat, dan dapat

I. PENDAHULUAN. khususnya di area persawahan hingga saat ini semakin meningkat, dan dapat 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pestisida adalah substansi kimia dan bahan lain serta jasad renik yang digunakan untuk mengendalikan berbagai hama. Penggunaan pestisida pada usaha pertanian khususnya

Lebih terperinci

DAMPAK TOKSISITAS NIKEL TERHADAP KONDISI HEMATOLOGI IKAN BANDENG Chanos chanos Forsskal, STUDI LANJUT RESPON FISIOLOGI.

DAMPAK TOKSISITAS NIKEL TERHADAP KONDISI HEMATOLOGI IKAN BANDENG Chanos chanos Forsskal, STUDI LANJUT RESPON FISIOLOGI. Paradigma, Vol. 14 No. 2 Agustus 2010 hlm. 205 216 DAMPAK TOKSISITAS NIKEL TERHADAP KONDISI HEMATOLOGI IKAN BANDENG Chanos chanos Forsskal, STUDI LANJUT RESPON FISIOLOGI Kadir Sabilu 1) 1) Program Studi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kecerahan Warna Timbulnya warna ikan secara alami disebabkan tersedianya karotenoid dari makanan alami (Simpson et al. 1981 dalam Utomo dkk 2006), sedangkan sumber

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Penelitian Pendahuluan Hasil penelitian pendahuluan menyitir hasil penelitian Handayani (2012). 3.1.1.1 Kemampuan Puasa Ikan Kemampuan puasa benih ikan nila BEST

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian yang berjudul Tingkat Toksisitas Limbah Cair Industri Gula Tebu Tanpa Melalui Proses IPAL Terhadap Daphnia magna telah dilakukan. Hasil penelitian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Laju Pertumbuhan Spesifik Benih Ikan Mas (SGR) Perubahan bobot ikan selama masa pemeliharaan diukur dan dicatat untuk mendapatkan data mengenai laju pertumbuhan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Kelangsungan hidup dapat digunakan sebagai tolok ukur untuk mengetahui toleransi dan kemampuan ikan untuk hidup dan dinyatakan sebagai perbandingan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar eritrosit, haemoglobin, hematokrit, dan MCV ayam peterlur yang diberi dan tanpa kitosan dalam pakan, berdasarkan hasil penelitian disajikan pada Tabel 1. Tabel.1 Kadar Eritrosit,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai

HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Variabel Hama. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Variabel Hama 1. Mortalitas Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak daun pepaya dengan berbagai fase dan konsentrasi tidak memberikan pengaruh nyata terhadap mortalitas hama

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh kosentrasi limbah terhadap gerakan insang Moina sp Setelah dilakukan penelitian tentang gerakan insang dan laju pertumbuhan populasi Moina sp dalam berbagai kosentrasi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 16 HASIL DAN PEMBAHASAN Jumlah Eritrosit (Sel Darah Merah) Profil parameter eritrosit yang meliputi jumlah eritrosit, konsentrasi hemoglobin, dan nilai hematokrit kucing kampung (Felis domestica) ditampilkan

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PENGELOLAAN KUALITAS AIR DALAM KEGIATAN PEMBENIHAN IKAN DAN UDANG Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) DISSOLVED OXYGEN (DO) Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak ditemukan di lingkungan (WHO, 2010). Logam plumbum disebut non

BAB 1 PENDAHULUAN. banyak ditemukan di lingkungan (WHO, 2010). Logam plumbum disebut non BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Plumbum adalah salah satu logam berat yang bersifat toksik dan paling banyak ditemukan di lingkungan (WHO, 2010). Logam plumbum disebut non essential trace element

Lebih terperinci

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA ADAPTASI FISIOLOGI Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA ADAPTASI FISIOLOGI LINGKUNGAN Adaptasi : Proses penyesuaian diri secara bertahap yang dilakukan oleh suatu organisme terhadap

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jumlah Konsumsi Pakan Perbedaan pemberian dosis vitamin C mempengaruhi jumlah konsumsi pakan (P

Lebih terperinci

Ilmu Pengetahuan Alam

Ilmu Pengetahuan Alam Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah SEKOLAH DASAR TETUM BUNAYA Kelas Yupiter Nama Pengajar: Kak Winni Ilmu Pengetahuan Alam Sistem Peredaran Darah A. Bagian-Bagian Darah Terdiri atas apakah darah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. kelompok hewan berdasarkan bentuk tubuh dan sifat - sifat aslinya. Cara

TINJAUAN PUSTAKA. kelompok hewan berdasarkan bentuk tubuh dan sifat - sifat aslinya. Cara TINJAUAN PUSTAKA Morfologi Ikan Mas (Cyprinus carpio L.) Klasifikasi ikan mas dimaksudkan untuk memasukkan ikan mas dalam kelompok hewan berdasarkan bentuk tubuh dan sifat - sifat aslinya. Cara pengelompokan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Laju Pertumbuhan Bobot Harian Bobot benih ikan nila hibrid dari setiap perlakuan yang dipelihara selama 28 hari meningkat setiap minggunya. Bobot akhir benih ikan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Tingkat Kelangsungan Hidup (SR) Benih Ikan Lele Rata-rata tingkat kelangsungan hidup (SR) tertinggi dicapai oleh perlakuan naungan plastik transparan sebesar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Perilaku Kanibalisme Ketersediaan dan kelimpahan pakan dapat mengurangi frekuensi terjadinya kanibalisme (Katavic et al. 1989 dalam Folkvord 1991). Menurut Hecht dan Appelbaum

Lebih terperinci

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi, 1997). Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Tingkat Kelangsungan Hidup Benih Ikan Patin Siam Jumlah rata rata benih ikan patin siam sebelum dan sesudah penelitian dengan tiga perlakuan yakni perlakuan A kepadatan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 17 III. METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Lingkungan Departemen Budidaya Perairan, Institut Pertanian Bogor dan dilaksanakan selama 3 (tiga) bulan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter)

HASIL DAN PEMBAHASAN Padat Tebar (ekor/liter) 9 III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut adalah hasil dari perlakuan padat tebar yang dilakukan dalam penelitian yang terdiri dari parameter biologi, parameter kualitas air dan parameter ekonomi.

Lebih terperinci

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan %

Tingkat Penggunaan Limbah Laju Pertumbuhan % BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Berdasarkan hasil pengamatan terhadap benih Lele Sangkuriang selama 42 hari masa pemeliharaan diketahui bahwa tingkat penggunaan limbah ikan tongkol

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan

PENDAHULUAN. adalah Timbal (Pb). Timbal merupakan logam berat yang banyak digunakan 1 I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah pencemaran lingkungan oleh logam berat cukup membahayakan kehidupan. Salah satu logam berbahaya yang menjadi bahan pencemar tersebut adalah Timbal (Pb). Timbal

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Hematokrit Ikan Hematokrit adalah persentase sel darah merah dalam darah, bila kadar hematokrit 40% berarti dalam darah tersebut terdiri dari 40% sel darah merah dan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR (SB )

TUGAS AKHIR (SB ) TUGAS AKHIR (SB-091358) Akumulasi Logam Berat Timbal (Pb) pada Juvenile Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) secara In-Situ di Kali Mas Surabaya Oleh : Robby Febryanto (1507 100 038) Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Parameter Air Sebagai Tempat Hidup Ikan Bawal Air Tawar Hasil analisis kualitas media air yang digunakan selama penelitian ditampilkan pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil analisis kualitas

Lebih terperinci

VI IDENTIFIKASI RISIKO PERUSAHAAN

VI IDENTIFIKASI RISIKO PERUSAHAAN VI IDENTIFIKASI RISIKO PERUSAHAAN 6.1 Sumber-sumber Risiko pada Usaha Pemasaran Benih Ikan Patin PT Mitra Mina Nusantara (PT MMN) dalam menjalankan kegiatan usahanya menghadapi risiko operasional. Risiko

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang

HASIL DAN PEMBAHASAN. ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang 26 IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi fisiologis ternak dapat diketahui melalui pengamatan nilai hematologi ternak. Darah terdiri dari dua komponen berupa plasma darah dan bagian padat yang mengandung butir-butir

Lebih terperinci

HASIL PENELITIAN. Kondisi Kualitas Air

HASIL PENELITIAN. Kondisi Kualitas Air HASIL PENELITIAN Kondisi Kualitas Air Kualitas Air pada Tahap Eksplorasi Salinitas yang digunakan sebagai perlakuan didasarkan pada penelitian pendahuluan yang menghasilkan petunjuk batas kisaran optimal

Lebih terperinci

MANAJEMEN KUALITAS AIR

MANAJEMEN KUALITAS AIR MANAJEMEN KUALITAS AIR Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

I. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ikan patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Klasifikasi ikan patin siam menurut Saanin, 1984 adalah sebagai berikut:

I. TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ikan patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Klasifikasi ikan patin siam menurut Saanin, 1984 adalah sebagai berikut: I. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Biologi Ikan patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Klasifikasi ikan patin siam menurut Saanin, 1984 adalah sebagai berikut: Filum Sub Filum Kelas Sub Kelas Ordo Sub Ordo Famili Genus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Pakan Sapi Perah Faktor utama dalam keberhasilan usaha peternakan yaitu ketersediaan pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi (Firman,

Lebih terperinci

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian

II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian II. BAHAN DAN METODE 2.1 Bahan Penelitian Ikan nila yang digunakan adalah ikan nila strain BEST yang berasal dari Instalasi Riset Plasma Nutfah, Cijeruk dengan ukuran panjang 4,52±3,9 cm dan bobot 1,35±0,3

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air

Lebih terperinci

SISTEM PEMBULUH DARAH MANUSIA. OLEH: REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt

SISTEM PEMBULUH DARAH MANUSIA. OLEH: REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt SISTEM PEMBULUH DARAH MANUSIA OLEH: REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt ARTERI Membawa darah bersih (oksigen) kecuali arteri pulmonalis Mempunyai dinding yang tebal Mempunyai jaringan yang elastis Katup hanya

Lebih terperinci