BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kerusakan Hati Ikan Mas Hati merupakan salah satu organ yang paling banyak mengalami kerusakan. Menurut Carlton (1995) dalam Permana (2009) ada dua alasan yang menyebabkan hati mudah terkena racun. Pertama hati menerima 89% suplai darah dari vena porta yang mengalirkan darah dari sistem gastrointestinal. Substansi zatzat toksik termasuk tumbuhan, fungi, logam, mineral dan zat-zat kimia lainnya yang diserap ke dalam portal ditransportasikan ke hati. Kedua, hati menghasilkan enzim-enzim yang mempunyai kemampuan sebagai biotransformasi pada berbagai macam zat eksogen dan endogen yang dieliminasi tubuh. Berdasarkan hasil pengamatan histopatologi hati ikan mas (Cyprinus carpio L) selama penelitian(lampiran 9) kerusakan hati dapat dilihat pada Tabel 2 Tabel 2. Pengamatan Kerusakan Hati Ikan Mas Sampel Preparat Histologi Hati Stasiun Pembanding (Subang) Ulangan Ikan Ulangan Preparat Total Nilai Kerusakan Rata-Rata Nilai Kerusakan Kategori Tingkat Kerusakan 13,0 Berat 10,0 Sedang 9,0 Sedang 8,0 Sedang 8,0 Sedang 7,0 Ringan 6,0 Ringan 6,0 Ringan 7,0 Ringan 5,0 Ringan 4,0 Sedikit 4,0 Sedikit Jumlah Rata-Rata Nilai Kerusakan

2 Kerusakan Hati Ikan Mas Di Kertajaya (Stasiun 1) Berdasarkan hasil pengamatan (Tabel 2) tingkat kerusakan hati yang terjadi di Daerah Kertajaya (Stasiun 1) tergolong sedang dengan jumlah rata-rata nilai kerusakan sebesar 32. Kerusakan hati yang terjadi di Kertajaya (Stasiun 1) lebih besar dibandingkan dengan kerusakan hati yang terjadi di Margaluyu (Stasiun 2) dan di Margalaksana (Stasiun 3), hal ini kemungkinan di Daerah Kertajaya (Stasiun 1) mempunyai kualitas air yang buruk dibandingkan dengan di Daerah Margaluyu (Stasiun 2) dan Daerah Margalaksana (Stasiun 3). Hal ini didukung dengan Laporan Hasil Pemantauan Kualitas Air Waduk Cirata Badan Pengelolaan Waduk Cirata (2012) status mutu kualitas air pada Kertajaya yang merupakan Daerah Muara Sungai Citarum (Stasiun 1) yang paling buruk yang dapat dilihat pada lembar Lampiran 8. Hal ini kemungkinan bahan pencemar dari limbah pabrik dan domestik yang terdapat di Sungai Citarum terbawa dan ikut mencemari perairan di Muara Sungai Citarum. Bahan pencemar tersebut akan mengalami proses pengendapan dan penyebaran zat pencemar sehingga terakumulsi dalam jumlah dan konsentrasi yang cukup besar pada Muara Sungai Citarum yang merupakan Daerah Kertajaya (Stasiun 1). Kerusakan hati yang terjadi pada ikan di Kertajaya (Stasiun 1) terlihat lebih besar dan meningkat dibandingkan dengan ikan mas dari Subang (Tabel 2). Gambaran kerusakan hati ikan dapat dilihat pada Gambar 4a. Karyohexsis Vena Sentralis Piknosis Karyolisis (a) Keterangan : (a) Hati Ikan Mas Mengalami Nekrosis (Piknosis, Karyohexsis dan Karyolisis). (b) Hati Ikan Mas Normal dengan Pembesaran 400x dan Pewarnaan H-E. Gambar 4 a-b. Perbandingan Mikroanatomi Hati yang Mengalami Nekrosis dengan Hati Normal pada Ikan Mas (b)

3 25 Gambar 4a merupakan salah satu kerusakan hati yang terjadi di Daerah Kertajaya yang berupa Nekrosis dan Gambar 4b merupakan mikroanatomi hati normal. Nekrosis yang terjadi pada perubahan hati ikan mas di Daerah Kertajaya (Stasiun 1) cukup banyak. Nekrosis merupakan kematian lokal jaringan dalam tubuh individu yang masih hidup. Hal ini perlu diamati karena kerusakannya terjadi pada saat hewan tersebut masih hidup, sehingga merupakan bahan pemeriksaan dalam menentukan penyebab kematian hewan tersebut. Nekrosis ditandai dengan adanya piknosis, karyohexis dan karyolisis. Piknosis ditandai dengan pengerutan inti sel, karyohexis ditandai dengan inti hancur dan pecahanpecahan kromatinnya tersebar dalam sel dan karyolisis ditandai dengan inti sel kehilangan kemampuan untuk diwarnai (pucat) atau tampak samar-samar berongga dan menghilang. Adanya nekrosis akan menyebabkan respon peradangan pada jaringan yang masih hidup. Respon peradangan ditunjukkan pada Gambar 5a. Kongesti Vena Sentralis (a) Keterangan : (a) Hati Ikan Mas mengalami Kongesti (b) Hati ikan Mas Normal dengan Pembesaran 400x dan Pewarnaan H-E. Gambar 5 a-b. Perbandingan Mikroanatomi Hati yang Mengalami Kongesti dengan Hati Normal pada Ikan Mas Respon peradangan dapat ditunjukkan dengan adanya perubahan hati ikan yang mengalami kongesti Gambar 5a dan Mikroanatomi hati ikan mas normal pada Gambar 5b. Kongesti adalah pembendungan darah yang disebabkan karena gangguan sirkulasi yang dapat mengakibatkan kekurangan oksigen dan zat gizi. (b)

4 26 Terjadinya kongesti didahului dengan pembengkakan sel. Pembengkakan sel (Degenerasi Vakuola) adalah bertambahnya ukuran sel akibat penimbunan air dalam sel, dimana sel hati membesar yang mengakibatkan sinusoid menyempit sehingga aliran darah terganggu. Hal ini menyebabkan terjadinya pembendungan darah pada beberapa tempat (Ressang 1984). Pembengkakan sel disebabkan peningkatan permeabilitas sel, dimana sel tidak mampu mempertahankan homeostatis ion dan cairan sehingga terjadi perpindahan cairan ekstrasel ke dalam sel. Pembengkakan sel hati ditandai dengan adanya vakuola (ruang-ruang kosong) akibat hepatosit membengkak yang menyebakan sinusoid menyempit, sitoplasma tampak keruh. Pembengkakan sel terjadi karena muatan ion di luar dan di dalam sel berada dalam keadaan tidak setimbang. Ketidakstabilan sel dalam memompa ion Na+ keluar dari sel menyebabkan peningkatan masuknya cairan dari ektraseluler kedalam sel sehingga sel tidak mampu memompa ion natrium yang cukup. Hal ini akan menyebabkan sel membengkak sehingga sel akan kehilangan integritas membrannya. Sel akan mengeluarkan materi sel keluar kemudian akan terjadi kematian sel (nekrosis). Pembengkakan sel atau degenerasi vakuola bersifat reversibel sehingga apabila paparan zat toksik tidak berlanjut maka sel dapat kembali normal, namun jika pengaruh zat toksik berlangsung lama maka sel tidak dapat mentolerir kerusakan yang diakibatkan oleh zat toksik tersebut. Saleh (1996) dalam Permana (2009) mengatakan pembengkakan dapat terjadi oleh infeksi, demam, keracunan, suhu yang terlalu rendah atau tinggi, gizi buruk dan gangguan sirkulasi. Pembengkakan sel ditunjukkan pada Gambar 6a.

5 27 Vena Sentralis Deg Hidropis Deg Lemak (a) Keterangan : (a)hati Ikan Mas Mengalami Degenerasi Lemak dan Degenerasi Hidropis. (b) Hati ikan Mas Normal dengan Pembesaran 400x dan Pewarnaan H-E Gambar 6 a-b. Perbandingan Mikroanatomi Hati yang Mengalami Degenarasi Lemak dan Degenerasi Hidropis dengan Hati Normal pada Ikan Mas Pembengkakan sel atau degenerasi sel dapat berupa degenerasi hidropis dan degenerasi lemak dapat ditunjukan pada Gambar 6a dan mikroanatomi hati ikan mas normal ditunjukan pada Gambar 6b. Degenerasi hidropis merupakan kerusakan sel berupa pembengkakan sitoplasma yang berisi cairan akibat kerusakan membran sel. Degenerasi hidropis terjadi sebagai respon sekunder akibat hipoksia, toksin, radikal bebas, virus, bakteri, dan terjadi luka bermediasi imun (McGavin et al 2007). Pengamatan histopatologi pada sel yang mengalami degenerasi hidropis akan tampak seperti vakuola berisi cairan dan sitoplasma membengkak (Underwood 1992). Degenerasi lemak terjadi sebagai respon lanjut dari degenerasi hidropis, dimana sel tidak mampu melakukan metabolisme lemak dengan baik sehingga terjadi akumulasi lemak pada sel. Akumulasi lemak dalam sel terjadi bila terlalu banyak asupan asam lemak bebas ke dalam sel hati, peningkatan pembentukan lipid di dalam sel hati akibat toksik yang merusak jalur metabolisme lemak atau hipoksia yang menghambat kerja enzim pada metabolisme lemak (Cheville 1999). Tahapan reaksi peradangan pada mikroanatomi hati ikan mas yang dapat ditunjukan dengan adanya MMC (Melano Makrofag Center). MMC (Melano Makrofag Center) dapat dilihat pada Gambar 7. (b)

6 28 Gambar 7. MMC (Melano Makrofag Center) dengan Pembesaran 400x dan Pewarnaan H-E Pada Gambar 7 yang merupakan MMC (Melano Makrofag Center) ditemukan disetiap sampel hati ikan mas pada 3 stasiun pengamatan. MMC (Melano Makrofag Center) merupakan tahapan reaksi peradangan. Menurut Robet (1978) poliferasi MMC merupakan indikasi adanya reaksi pertahanan tubuh pada ikan. Ikan memiliki kumpulan-kumpulan dari makrofag, yang lebih dikenal dengan pusat melano-makrofag (MMCs). MMCs melokalisir akumulasi makrofag-makrofag yang berisi hemosiderin, lipofuchsin dan ceroid sama seperti pigmen melanin. MMCs banyak ditemukan di dalam jaringan limfoid pada kebanyakan kelompok teleost. Fungsi melanin di dalam jaringan tidak jelas, hal ini mungkin didasarkan atas material radikal bebas yang stabil dari melanin dan kemampuannya untuk menetralkan reaksi radikal bebas. Ellis (1981) menyatakan bahwa melanin pada organ viscera dapat sebagai alat perlindungan dari kerusakan akibat radikal bebas. Pada organisme yang lebih tinggi, melanin memiliki peran yang luas dalam perlindungan melawan invasi parasit tertentu pada jaringan dan juga pertahanan melawan mekanisme yang berpotensi menimbulkan bahaya pada organisme itu sendiri, selama pengaktifan sistim pertahanan dalam tubuh.

7 Kerusakan Hati Ikan Mas Di Margaluyu (Stasiun 2). Berdasarkan hasil pengamatan (Tabel 2) kategori tingkat kerusakan hati yang terjadi di Daerah Margaluyu (Stasiun 2) tergolong sedang dengan jumlah rata-rata kerusakan sebesar 23. Kerusakan hati yang terjadi di Daerah Margaluyu (Stasiun 2) lebih besar dibandingkan dengan Daerah Margalaksana (Stasiun 3), hal ini dikarenakan pada Daerah Margaluyu Stasiun 2 mempunyai kualitas air yang lebih buruk daripada Stasiun 3 dan didukung dengan padatnya keramba jaring apung. Data BPWC 2012 menyebutkan bahwa kepadatan budidaya KJA di Waduk Cirata yang cukup padat terdapat di daerah Margaluyu. Salah satu yang mengakibatkan turunnya kualitas air di Waduk Cirata adalah tingkat kegiatan budidaya yang melebihi batas. Kegiatan tersebut akan berkontribusi terhadap peningkatan pencemaran, yang disebabkan oleh pakan yang diberikan pada ikan yang dibudidayakan mengandung logam berat (Lampiran 1). Maka semakin banyak kegiatan KJA di perairan akan semakin meningkat beban pencemarannya sehingga menurunkan kualitas perairan tersebut. Kerusakan hati yang terjadi pada ikan di Daerah Margaluyu (Stasiun 2) terlihat lebih besar dan meningkat dibandingkan dengan ikan mas dari Subang (Tabel 2). Kerusakan hati yang ditemukan di Daerah Margaluyu (Stasiun 2) antara lain Nekrosis, Kongesti, Degenerasi hidropis, Degenerasi Lemak, dan Melano Makrofag Center (MMC). Jenis-jenis kerusakan yang terjadi di Daerah Margaluyu (Stasiun 2) sama dengan yang terjadi di Daerah Kertajaya (Stasiun 1), namun pada Stasiun 2 jumlah rata-rata nilai kerusakan hati lebih sedikit dibandingkan dengan di Daerah Kertajya (Stasiun 1) Kerusakan Hati Ikan Mas Di Margalaksana (Stasiun 3) Berdasarkan hasil pengamatan (Tabel 2) kategori tingkat kerusakan hati yang terjadi di Daerah Margalaksana (Stasiun 3) tergolong ringan dengan jumlah rata-rata kerusakan hati sebesar 19. Hal ini menunjukkan bahwa kerusakan hati yang terjadi tidak lebih parah jika dibandingkan dengan kerusakan hati yang terjadi di Daerah Kertajaya (Stasiun 1) dan Daerah Margaluyu (Stasiun 2). Hal ini

8 30 dikarenakan Daerah Margalaksana (Stasiun 3) berada di daerah batas berbahaya dimana daerah tersebut dekat dengan zona inti, pada zona tersebut tidak diperbolehkan melalukan kegiataan/aktivitas apapun. Sehingga di Daerah Margalaksana mempunyai kualitas air yang lebih baik dibandingkan dengan Daerah Kertajaya (Stasiun 1) dan Daerah Margaluyu (Stasiun 2). Kerusakan organ hati ikan yang terjadi pada di Daerah Margalaksana (Stasiun 3) terlihat lebih besar dan meningkat dibandingkan dengan ikan mas dari Subang (Tabel 2). Kerusakan hati yang ditemukan pada Daerah Margalaksana (Stasiun 3) antara lain Nekrosis, Kongesti, Degenerasi hidropis, Degenerasi Lemak, dan Melano Makrofag Center (MMC). 4.2 Pengamatan Kualitas Air Hasil pengamatan di lapangan tentang pengukuran kualitas fisik dan kimia air Waduk Cirata Jawa Barat disajikan pada Tabel 4. Tempat Tabel 4. Pengamatan Kualitas Air Suhu DO ( 0 ph C ) (mg/l) Amonia (mg/l) Stasiun 1 31,5 7,50 6,1 0,02 Stasiun 2 31,5 7,99 6,0 0,03 Stasiun 3 31,0 7,60 6,5 0,02 Subang 29,0 7,12 7,1 0,006 Kisaran ) 6,5-8,5 1) >5 1) <0,02 2) Sumber : SNI (2000) 1) PP No 82 (2001) 2) Hasil pengukuran suhu pada Daerah Kertajaya (Stasiun 1), Daerah Margaluyu (Stasiun 2) dan Daerah Margalaksana (Stasiun 3) menunjukkan suhu masing-masing Stasiun tersebut yaitu 31,5 0 C, 31,5 0 C dan 30 0 C. Suhu tertinggi terdapat pada Daerah Kertajaya (Stasiun 1) dan Daerah Margaluyu (Stasiun 2), hal ini kemungkinan dikarenakan pada Daerah Kertajaya (Stasiun 1) merupakan muara sungai citarum yang banyak terdapat beban pencemaran (dapat dilihat pada lampiran 8) dan pada Daerah Margaluyu (Stasiun 2) yang merupakan lokasi tengah waduk yang jumlah keramba jaring apung (KJA) yang terpadat. Suhu

9 31 pada kedua Stasiun tersebut melampaui batas optimal untuk budidaya ikan mas, menurut SNI 2000, suhu yang baik untuk ikan mas berkisar antara 25 o C- 30 o C. Suhu merupakan salah satu faktor penting dalam budidaya keramba jaring apung (KJA), karena perubahan suhu dapat berpengaruh terhadap proses fisika, kimia, dan biologi badan air. Suhu juga sangat berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan. Suhu air berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap faktor-faktor seperti aktivitas enzim dan tingkat metabolisme. Peningkatan suhu dapat menurunkan daya tahan tubuh terhadap racun seperti logam. Selain itu menurut Kusumastanto (2004) dalam Nur (2011) bahwa konsentrasi logam berat terakumulasi dengan meningkatnya suhu lingkungan. Hasil pengukuran ph pada Daerah Kertajaya (Stasiun 1), Daerah Margaluyu (Stasiun 2) dan Daerah Margalaksana (Stasiun 3) menunjukkan bahwa ph pada masing-masing Stasiun tersebut yaitu 7,5 ; 7,99 dan 7,6. Nilai ph yang terdapat di masing-masing Stasiun menunjukkan dimana kondisi tersebut masih dalam batas kelayakan untuk kehidupan ikan mas, sesuai SNI (2000) nilai ph yang baik untuk budidaya ikan mas adalah 6,5 8,5. Connel dan Miller (1995) menyatakan kenaikan ph diperairan akan diikuti dengan penurunan kelarutan logam berat sehingga logam cenderung mengendap. Hasil pengukuran DO pada Daerah Kertajaya (Stasiun 1), Daerah Margaluyu (Stasiun 2) dan Daerah Margalaksana (Stasiun 3) menunjukkan bahwa DO pada masing-masing Stasiun tersebut yaitu 6,1 ; 6 dan 6,5. Nilai DO tertinggi terdapat di Daerah Margalaksana (Stasiun 3). Nilai DO yang terdapat di masingmasing Stasiun menunjukkan dimana kondisi tersebut masih dalam batas kelayakan untuk kehidupan ikan mas, sesuai SNI (2000) nilai DO yang baik untuk budidaya ikan mas lebih dari 5 mg/l. Connel dan Miller (1995) menyebutkan DO merupakan salah satu faktor lingkungan yang mempengaruhi kadar logam berat pada organisme air. Rendahnya DO akan meningkatkan laju respirasi ikan tersebut, sehingga dapat meningkatkan racun atau bahan kimia yang masuk kedalam tubuh ikan. Kandungan O 2 terlarut dalam suatu perairan dan dapat mempengaruhi daya tahan organisme akuatik terhadap pengaruh letal suatu kontaminan.

10 32 Hasil pengukuran amonia pada Daerah Kertajaya (Stasiun 1), Daerah Margaluyu (Stasiun 2) dan Daerah Margalaksana (Stasiun 3) menunjukkan bahwa amonia pada masing-masing Stasiun tersebut yaitu 0,02 ; 0,03 dan 0,02. Nilai amonia tertinggi terjadi di Daerah Margaluyu (Stasiun 2), hal ini terjadi kemungkinan karena kepadatan KJA di Stasiun tersebut cukup tinggi. Menurut data BPWC 2012 Daerah Tengah Waduk merupakan daerah yang paling banyak terdapat keramba jaring apung (KJA). Menurut Lesmana dan Darmawan (2001) dalam Nur (2011), amonia merupakan gas buangan terlarut hasil metabolisme ikan oleh perombakan protein, baik dari kotoran ikan sendiri maupun sisa pakan. Sisa pakan biasanya akan membusuk sehingga kadar amonia meningkat. Kisaran nilai kualitas fisik-kimia air Waduk Cirata yang diperoleh dalam pengukuran selama penelitian yang tersaji pada Tabel 4, apabila dibandingkan dengan nilai Baku Mutu parameter kualitas fisik-kimia perairan untuk kehidupan ikan ternyata kualitas fisik-kimia air uji pada umumnya masih berada dalam kisaran yang layak bagi kehidupan ikan menurut (Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air).

Jatinangor, Juli Tyani Fitrian. vii

Jatinangor, Juli Tyani Fitrian. vii KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul Studi Histopatologi Hati Ikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Struktur Mikroanatomi Hati Ikan Tagih Hasil penelitian pengaruh subletal merkuri klorida (HgCl 2 ) menggunakan konsentrasi 0,02 ppm; 0,04 ppm; dan 0,08 ppm; selama 28 hari

Lebih terperinci

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN ORGAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus VIKA YUNIAR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri tekstil selain menghasilkan suatu produk juga menghasilkan produk sampingan berupa air limbah, yang sering kali mencemari lingkungan terutama perairan.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Program pembangunan Indonesia yang dewasa ini sedang berkembang diwarnai dengan pertambahan penduduk dan kebutuhan pangan yang terus meningkat. Sumberdaya perairan

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan biodegradable) menjadi CO 2 dan H 2 O. Pada prosedur penentuan COD, oksigen yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang digunakan untuk mengoksidasi air sampel (Boyd, 1988 dalam Effendi, 2003).

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air besar yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai, sehingga dasar sungai tersebut yang menjadi bagian terdalam dari sebuah waduk. Waduk

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman

Bab V Hasil dan Pembahasan. Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Gambar V.10 Konsentrasi Nitrat Pada Setiap Kedalaman Dekomposisi material organik akan menyerap oksigen sehingga proses nitrifikasi akan berlangsung lambat atau bahkan terhenti. Hal ini ditunjukkan dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

Lampiran 1. Rata-rata Kandungan Logam Berat (mg/kg berat basah) dalam Pakan Ikan yang Digunakan Di Waduk Cirata.

Lampiran 1. Rata-rata Kandungan Logam Berat (mg/kg berat basah) dalam Pakan Ikan yang Digunakan Di Waduk Cirata. LAMPIRAN 9 40 Lampiran. Rata-rata Kandungan Logam Berat (mg/kg berat basah) dalam Pakan Ikan yang Digunakan Di Waduk Cirata. No Jenis Logam Rata-rata ± Satuan Merk A Merk B Merk C Berat S.D Timbal (Pb)

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian 1. Uji Pendahuluan Uji pendahuluan dilakukan untuk menentukan kadar ambang atas (LC 100-24 jam) dan kadar ambang bawah (LC 0-48 jam) limbah cair

Lebih terperinci

ANALISIS HISTOFISIOLOGIS IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.) PADA ALIRAN SUNGAI BATANG OMBILIN, SUMATERA BARAT YANG TERKENA DAMPAK PENCEMARAN

ANALISIS HISTOFISIOLOGIS IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.) PADA ALIRAN SUNGAI BATANG OMBILIN, SUMATERA BARAT YANG TERKENA DAMPAK PENCEMARAN ANALISIS HISTOFISIOLOGIS IKAN BAUNG (Hemibagrus nemurus Blkr.) PADA ALIRAN SUNGAI BATANG OMBILIN, SUMATERA BARAT YANG TERKENA DAMPAK PENCEMARAN (Dibawah bimbingan Dr. Djong Hon Tjong, dan Dr. Indra Junaidi

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian di Stasiun-1 Maroko Kondisi Stasiun Maroko dan Ikan Patin Hasil Tangkapan.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Hasil Penelitian di Stasiun-1 Maroko Kondisi Stasiun Maroko dan Ikan Patin Hasil Tangkapan. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian di Stasiun-1 Maroko. 4.1.1 Kondisi Stasiun Maroko dan Ikan Patin Hasil Tangkapan. Stasiun Maroko (Stasiun 1) adalah salah satu pusat kegiatan budidaya perikanan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Data primer berupa gambaran histologi ginjal dan kadar kreatinin hewan coba setelah pemberian polisakarida krestin (PSK) dari jamur Coriolus versicolor

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. serbaguna bagi kehidupan mahluk hidup (Yani, 2010). Air sungai saat ini banyak

I. PENDAHULUAN. serbaguna bagi kehidupan mahluk hidup (Yani, 2010). Air sungai saat ini banyak I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sungai sebagai sumber air merupakan salah satu sumber daya alam yang berfungsi serbaguna bagi kehidupan mahluk hidup (Yani, 2010). Air sungai saat ini banyak dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila meliputi kelainan fisik ikan, uji refleks, dan respon

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Waduk Cirata Waduk Cirata merupakan salah satu waduk yang dibangun di DAS Citarum, yang pada saat pembangunannya ditunjukan sebagai pembangkit listrik. Waduk ini dibangun pada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya

Lebih terperinci

Pengaruh logam timbal (pb) terhadap jaringan hati ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis)

Pengaruh logam timbal (pb) terhadap jaringan hati ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) 42 Maspari Journal 01 (2010) 42-47 http://masparijournal.blogspot.com Pengaruh logam timbal (pb) terhadap jaringan hati ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) Ade Elha Triadayani, Riris Aryawati, dan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Rataan bobot badan ayam (gram) yang diberikan ekstrak tanaman obat dari minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-4

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 2 Rataan bobot badan ayam (gram) yang diberikan ekstrak tanaman obat dari minggu ke-1 sampai dengan minggu ke-4 28 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Evaluasi dataperforman Ayam Dari hasil penelitian didapatkan rataan bobot badan ayam pada masing-masing kelompok perlakuan, data tersebut dapat dilihat pada Tabel

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan pada bulan Maret-Mei 2013. Pengambilan sampel ikan mas berasal dari ikan hasil budidaya dalam keramba jaring apung

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat

TINJAUAN PUSTAKA. Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat TINJAUAN PUSTAKA Ekosistem Air Ekosistem air terdiri atas perairan pedalaman (inland water) yang terdapat di daratan, perairan lepas pantai (off shore water) dan perairan laut. Ekosistem air yang terdapat

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 19 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1. Pertumbuhan beberapa tanaman air Pertumbuhan adalah perubahan dimensi (panjang, berat, volume, jumlah, dan ukuran) dalam satuan waktu baik individu maupun komunitas.

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang 5 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Resirkulasi Sistem resirkulasi merupakan sistem yang memanfaatkan kembali air yang sudah digunakan dengan cara memutar air secara terus-menerus melalui perantara sebuah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Pakan Sapi Perah Faktor utama dalam keberhasilan usaha peternakan yaitu ketersediaan pakan. Biaya untuk memenuhi pakan mencapai 60-70% dari total biaya produksi (Firman,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Benih Lele Sangkuriang yang terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis benih lele sangkuriang yang diinfeksikan Aeromonas hydrophila meliputi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kualitas Air Kualitas air secara biologis ditentukan oleh banyak parameter, yaitu parameter mikroba pencemar, patogen dan penghasil toksin. Banyak mikroba yang sering bercampur

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan terukur yang melebihi 0,1 mg/l tersebut dikarenakan sifat ortofosfat yang cenderung mengendap dan membentuk sedimen, sehingga pada saat pengambilan sampel air di bagian dasar ada kemungkinan sebagian material

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penelitian Keberadaan industri dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat namun juga tidak jarang merugikan masyarakat, yaitu berupa timbulnya pencemaran lingkungan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. lingkungan adalah industri kecil tahu. Industri tahu merupakan salah satu industri

PENDAHULUAN. lingkungan adalah industri kecil tahu. Industri tahu merupakan salah satu industri 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu industri kecil yang banyak mendapat sorotan dari segi lingkungan adalah industri kecil tahu. Industri tahu merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Vertikal Oksigen Terlarut Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi sumberdaya suatu perairan karena akan berpengaruh secara langsung pada kehidupan

Lebih terperinci

Gambar 4.1. Stasiun 1, Situ Cisanti (Sumber: Dokumentasi pribadi)

Gambar 4.1. Stasiun 1, Situ Cisanti (Sumber: Dokumentasi pribadi) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian Penentuan lokasi penelitian untuk pengambilan sampel ikan dan air ditentukan berdasarkan kondisi perairan dan penelitianpenelitian sebelumnya

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983)

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 2. Zonasi pada perairan tergenang (Sumber: Goldman dan Horne 1983) 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Waduk Waduk merupakan badan air tergenang yang dibuat dengan cara membendung sungai, umumnya berbentuk memanjang mengikuti bentuk dasar sungai sebelum dijadikan waduk. Terdapat

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Industri penyamakan kulit merupakan industri yang dapat mengubah kulit mentah menjadi kulit yang memiliki nilai ekonomi tinggi melalui proses penyamakan, akan tetapi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor.

BAB I PENDAHULUAN. untuk menelitinya lebih jauh adalah Coriolus versicolor. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Jamur telah menjadi bahan pengobatan tradisional di daerah oriental, seperti Jepang, Cina, Korea, dan daerah Asia lainnya sejak berabad-abad lalu, (Ooi,

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen Kualitas air merupakan salah satu sub sistem yang berperan dalam budidaya, karena akan mempengaruhi kehidupan komunitas biota

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN BAB IV METODOLOGI PENELITIAN Maksud dari penelitian ini adalah untuk meneliti pengaruh berkembangnya aktivitas kolam jaring apung di Waduk Cirata terhadap kualitas air Waduk Cirata. IV.1 KERANGKA PENELITIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Kemampuan suatu perairan dalam menerima suatu beban bahan tertentu dari luar sistem perairannya sehingga dapat dinetralkan atau distabilkan kembali dalam jangka waktu

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1. Penelitian Pendahuluan 3.1.1.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Selama Pemuasaan Kemampuan puasa benih nila BEST sebanyak 30 ekor dapat bertahan hidup dalam keadaan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi

BAB I PENDAHULUAN. sejauh mana tingkat industrialisasi telah dicapai oleh satu negara. Bagi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kegiatan pembangunan industri adalah salah satu kegiatan sektor ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kontribusi sektor industri terhadap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu yang sudah tidak memiliki nilai manfaat lagi, baik itu yang bersifat basah

BAB I PENDAHULUAN. suatu yang sudah tidak memiliki nilai manfaat lagi, baik itu yang bersifat basah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Limbah adalah sisa dari suatu usaha atau aktivitas yang dianggap sebagai suatu yang sudah tidak memiliki nilai manfaat lagi, baik itu yang bersifat basah maupun kering,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran kortikosteroid mulai dikenal sekitar tahun 1950, dan preparat

BAB I PENDAHULUAN. kedokteran kortikosteroid mulai dikenal sekitar tahun 1950, dan preparat BAB I PENDAHULUAN I.I Latar Belakang Kortikosteroid bukan merupakan obat baru bagi masyarakat. Di dunia kedokteran kortikosteroid mulai dikenal sekitar tahun 1950, dan preparat kortikosteroid mulai berkembang

Lebih terperinci

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Waduk adalah genangan air yang sengaja dibuat dengan membendung aliran sungai. Waduk juga merupakan penampungan alami dalam pengumpulan unsur hara, bahan padatan, dan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian TINJAUAN PUSTAKA Ikan Patin Sektor perikanan memang unik beberapa karakter yang melekat di dalamnya tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian penanganan masalah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan pesisir dikenal sebagai ekosistem perairan yang memiliki potensi sumberdaya yang sangat besar. Wilayah tersebut telah banyak dimanfaatkan dan memberikan sumbangan

Lebih terperinci

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA

PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA 825 Pengaruh frekuensi pemberian pakan terhadap... (Moch. Nurdin) PENGARUH FREKUENSI PEMBERIAN PAKAN TERHADAP PRODUKSI PEMBESARAN IKAN MAS (Cyprinus carpio) DI KERAMBA JARING APUNG WADUK CIRATA Mochamad

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

1 Universitas Kristen Maranatha

1 Universitas Kristen Maranatha BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hepar merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia, dengan berat 1.200-1.500 gram. Pada orang dewasa ± 1/50 dari berat badannya sedangkan pada bayi ± 1/18 dari berat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan

I. PENDAHULUAN. Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Waduk adalah wadah air yang terbentuk sebagai akibat dibangunnya bendungan dan berbentuk pelebaran alur atau badan atau palung sungai (PerMen LH No 28 Tahun 2009). Waduk

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Maninjau merupakan danau yang terdapat di Sumatera Barat, Kabupaten Agam. Secara geografis wilayah ini terletak pada ketinggian 461,5 m di atas permukaan laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pulau Panggang adalah salah satu pulau di gugusan Kepulauan Seribu yang memiliki berbagai ekosistem pesisir seperti ekosistem mangrove, padang lamun, dan terumbu

Lebih terperinci

II. Pertumbuhan dan aktivitas makhluk hidup

II. Pertumbuhan dan aktivitas makhluk hidup II. Pertumbuhan dan aktivitas makhluk hidup Kompetensi: Setelah mengikuti kuliah mahasiswa dapat menjelaskan aktivitas makhluk hidup yang dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan lingkungan A. Sifat pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hati adalah organ terbesar dalam tubuh. Penyakit pada hati merupakan salah satu masalah kesehatan yang serius. Hepatitis adalah suatu peradangan difus jaringan hati

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Nilem yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila 4.1.1 Kerusakan Tubuh Berdasarkan hasil pengamatan, gejala klinis yang pertama kali terlihat setelah ikan diinfeksikan

Lebih terperinci

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta

KESEHATAN IKAN. Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta KESEHATAN IKAN Achmad Noerkhaerin P. Jurusan Perikanan-Untirta Penyakit adalah Akumulasi dari fenomena-fenomena abnormalitas yang muncul pada organisme (bentuk tubuh, fungsi organ tubuh, produksi lendir,

Lebih terperinci

LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT DENGAN TANAMAN

LIMBAH CAIR PENYAMAKAN KULIT DENGAN TANAMAN BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Permasalahan pencemaran air yang disebabkan oleh industri penyamakan kulit di kawasan Sukaregang, Kabupaten Garut terus menjadi sorotan berbagai pihak. Industri ini

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai penanganan pencemaran limbah laboratorium

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Penelitian mengenai penanganan pencemaran limbah laboratorium BAB II TINJAUAN PUSTAKA Penelitian mengenai penanganan pencemaran limbah laboratorium sebenarnya sudah banyak dilakukan, namun pada prosesnya banyak yang menggunakan proses konvensional baik secara fisik

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. hal yang penting dan harus tetap dijaga kestabilannya (Effendi, 2003).

PENDAHULUAN. hal yang penting dan harus tetap dijaga kestabilannya (Effendi, 2003). PENDAHULUAN Latar Belakang Air merupakan sumberdaya alam yang diperlukan sebagai hajat hidup orang banyak. Semua makhluk hidup membutuhkan air untuk kehidupannya sehingga sumberdaya air perlu dilindungi

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di perairan Waduk Cirata dengan tahap. Penelitian Tahap I merupakan penelitian pendahuluan dengan tujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL

MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL MEKANISME TRANSPOR PADA MEMBRAN SEL Berbagai organel yang terdapat di dalam sitoplasma memiliki membran yang strukturnya sama dengan membran plasma. Walaupun tebal membran plasma hanya ± 0,1 μm, membran

Lebih terperinci

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan

Gambar 5. Grafik Pertambahan Bobot Rata-rata Benih Lele Dumbo pada Setiap Periode Pengamatan BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Laju Pertumbuhan Harian Laju Pertumbuhan adalah perubahan bentuk akibat pertambahan panjang, berat, dan volume dalam periode tertentu (Effendi, 1997). Berdasarkan hasil

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila

BAB IV PEMBAHASAN. Gambar 4. Borok Pada Ikan Mas yang Terinfeksi Bakteri Aeromonas hydrophila BAB IV PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Ikan Mas yang Terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis pada ikan mas yang diinfeksi Aeromonas hydrophila meliputi kerusakan jaringan tubuh dan perubahan

Lebih terperinci

TUGAS AKHIR (SB )

TUGAS AKHIR (SB ) TUGAS AKHIR (SB-091358) Akumulasi Logam Berat Timbal (Pb) pada Juvenile Ikan Mujair (Oreochromis mossambicus) secara In-Situ di Kali Mas Surabaya Oleh : Robby Febryanto (1507 100 038) Dosen Pembimbing

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan Menurut Odum (1971), pencemaran adalah perubahan sifat fisik, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah dan air. Sedangkan menurut Saeni

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

Penyebaran Limbah Percetakan Koran Di Kota Padang (Studi Kasus Percetakan X dan Y)

Penyebaran Limbah Percetakan Koran Di Kota Padang (Studi Kasus Percetakan X dan Y) Penyebaran Limbah Percetakan Koran Di Kota Padang (Studi Kasus Percetakan X dan Y) Oleh: Komala Sari (Dibawah bimbingan Prof. Dr. Hamzar Suyani, M.S dan Dr. Tesri Maideliza, MS) RINGKASAN Limbah percetakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat merupakan salah satu masalah penting yang sering terjadi di perairan Indonesia, khususnya di perairan yang berada dekat dengan kawasan industri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Untuk melangsungkan kehidupannya itu, manusia banyak melakukan

BAB I PENDAHULUAN. kehidupan. Untuk melangsungkan kehidupannya itu, manusia banyak melakukan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Manusia sebagai mahluk hidup, tidak lepas dari lingkungan sebagai sumber kehidupan. Untuk melangsungkan kehidupannya itu, manusia banyak melakukan caranya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Industri tahu mempunyai dampak positif yaitu sebagai sumber pendapatan, juga memiliki sisi negatif yaitu berupa limbah cair. Limbah cair yang dihasilkan oleh

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. Air merupakan komponen lingkungan hidup yang kondisinya

BAB II LANDASAN TEORI. A. Tinjauan Pustaka. Air merupakan komponen lingkungan hidup yang kondisinya BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka 1. Air dan Sungai 1.1 Air Air merupakan komponen lingkungan hidup yang kondisinya mempengaruhi dan dipengaruhi oleh komponen lainnya. Penurunan kualitas air akan

Lebih terperinci

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan

BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA. A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan BAB III PENCEMARAN SUNGAI YANG DIAKIBATKAN OLEH LIMBAH INDUSTRI RUMAH TANGGA A. Penyebab dan Akibat Terjadinya Pencemaran Sungai yang diakibatkan Industri Tahu 1. Faktor Penyebab Terjadinya Pencemaran

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Akumulasi Logam Berat Pb Konsentrasi awal logam berat di air pada awal perlakuan yang terukur dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom (AAS) yaitu sebesar 2.36 mg/l.

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL JURNAL KAJIAN HUBUNGAN ANTARA KUALITAS AIR DAN PRODUKTIVITAS BUDIDAYA IKAN NILA DI DANAU LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO

LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL JURNAL KAJIAN HUBUNGAN ANTARA KUALITAS AIR DAN PRODUKTIVITAS BUDIDAYA IKAN NILA DI DANAU LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO LEMBAR PENGESAHAN ARTIKEL JURNAL KAJIAN HUBUNGAN ANTARA KUALITAS AIR DAN PRODUKTIVITAS BUDIDAYA IKAN NILA DI DANAU LIMBOTO KABUPATEN GORONTALO OLEH: RIVAL S. NAKI NIM. 631409029 1 KAJIAN HUBUNGAN ANTARA

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pestisida

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pestisida 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pestisida Pestisida banyak digunakan oleh petani dengan tujuan untuk mengendalikan atau membasmi organisme pengganggu yang merugikan kegiatan petani. Menurut Lodang (1994), penggunaan

Lebih terperinci

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang

Gambar 4. Grafik Peningkatan Bobot Rata-rata Benih Ikan Lele Sangkuriang Bobot ikan (g) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Laju Pertumbuhan Pertumbuhan merupakan penambahan jumlah bobot ataupun panjang ikan dalam satu periode waktu tertentu. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya

BAB I PENDAHULUAN. pembangunan instalasi pengolahan limbah dan operasionalnya. Adanya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pabrik tahu merupakan industri kecil (rumah tangga) yang jarang memiliki instalasi pengolahan limbah dengan pertimbangan biaya yang sangat besar dalam pembangunan

Lebih terperinci

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL

BAB VI PEMBAHASAN. 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Ketaatan Terhadap Kewajiban Mengolahan Limbah Cair Rumah Sakit dengan IPAL Berdasarkan hasil pengamatan sarana pengolahan limbah cair pada 19 rumah sakit di Kota Denpasar bahwa terdapat

Lebih terperinci

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas Keadaan yang mendekati atau melampaui batas toleransi. Kondisi batas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. coco. Berikut data mortalitas uji pendahuluan: Jumlah Ikan (ekor)

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. coco. Berikut data mortalitas uji pendahuluan: Jumlah Ikan (ekor) A. Hasil Penelitian BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Uji Pendahuluan Variasi Kadar Limbah (% vol.) Uji pendahuluan dilakukan untuk memperoleh kadar ambang atas (LC 100-24 jam) dan ambang bawah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran lingkungan perairan yang disebabkan oleh logam-logam berat

BAB I PENDAHULUAN. Pencemaran lingkungan perairan yang disebabkan oleh logam-logam berat 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran lingkungan perairan yang disebabkan oleh logam-logam berat yang berasal dari limbah industri sudah lama diketahui. Limbah cair yang mengandung logam berat

Lebih terperinci

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan Kelangsugan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Nilem Pada penelitian yang dilakukan selama 30 hari pemeliharaan, terjadi kematian 2 ekor ikan dari total 225 ekor ikan yang digunakan.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya

I. PENDAHULUAN. menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kualitas perairan merupakan faktor utama yang harus dipenuhi sebelum menjalankan aktivitas budidaya. Air yang digunakan untuk keperluan budidaya perikanan tidak sekedar

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Subjek penelitian ini adalah anak yang diperoleh dari induk tikus Rattus norvegicus galur Sprague-dawley yang telah diinduksi hipoksia iskemik pada usia kehamilan 7

Lebih terperinci