II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Lingkungan Ikan Nila Gift 2.2 Distribusi dan Akumulasi Pencemar Logam oleh Hewan Air

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Lingkungan Ikan Nila Gift 2.2 Distribusi dan Akumulasi Pencemar Logam oleh Hewan Air"

Transkripsi

1 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kondisi Lingkungan Ikan Nila Gift Ikan nila gift merupakan golongan ikan euryhalien, pada salinitas > 29 ppt ikan ini masih dapat bertumbuh dengan baik tetapi tidak dapat berkembang biak. Ikan ini tumbuh baik pada lingkungan perairan bersuhu antara 27-33ºC, dengan kadar oksigen terlarut > 2 mg/l, ph 6 8,3, alkalinitas mg/l, kesadahan mg/l CaCO 3 (Anggarwati 1991). 2.2 Distribusi dan Akumulasi Pencemar Logam oleh Hewan Air Logam berat yang mencemari perairan akan mencemari juga biota air yang hidup didalamnya. Logam yang esensial maupun yang tidak esensial yang masuk ke dalam tubuh makhluk hidup akan terserap dan terdistribusi ke dalam jaringan serta tertimbun dalam jaringan tertentu. Logam yang esensial diperlukan oleh tubuh dalam jumlah yang sedikit untuk proses enzimatik. Tubuh makhluk hidup biasanya memiliki kemampuan mentoleransi logam yang tidak diperlukan tubuh (racun) melalui proses ekskresi tubuh, namun kelebihannya akan berakibat toksik bagi makhluk hidup itu sendiri (Darmono 1995). Distribusi dan akumulasi logam berbeda-beda untuk setiap organisme air, hal ini dipengaruhi oleh jenis dan konsentrasi logam dalam air, ph, dan fase pertumbuhan. Dengan adanya bahan beracun dalam perairan akan mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah jenis dan populasi organisme yang peka, dan akan meningkatkan jumlah populasi organisme yang tahan terhadap tingkat pencemaran yang telah terjadi. Suatu pencemar yang memiliki daya tahan yang tinggi terhadap penghancuran dan pembuangan dalam suatu makhluk hidup akan cenderung terakumulasi mencapai kepekatan yang relatif tinggi (Palar 1994). Selanjutnya Hutagalung (1991) menyatakan bahwa akumulasi terjadi karena logam berat dalam tubuh organisme cenderung membentuk senyawa kompleks dengan zat-zat organik yang terdapat dalam tubuh organisme, sehingga logam berat terfiksasi dan tidak diekskresikan oleh organisme yang bersangkutan.

2 6 2.3 Toksisitas Tembaga (Cu) Logam dalam jaringan organisme akuatik menurut Simkiss dan Mason (1984) dibagi menjadi dua tipe utama, yaitu logam tipe klas A seperti Na, K, Ca, dan Mg yang pada dasarnya bersifat elektrostatik dan pada larutan garam berbentuk ion hidrofilik, dan logam tipe klas B seperti Cu, Zn, dan Ni yang merupakan komponen kovalen dan jarang berbentuk ion bebas. Logam klas B ini, bila masuk ke dalam sel hewan biasanya selalu proposional dengan tingkat konsentrasi logam dalam air sekitarnya, sehingga logam dapat terikat dengan adanya ligan dalam sel. Tembaga dengan nama kimia Cupprum dilambangkan dengan Cu. Dalam tabel periodik unsur-unsur kimia tembaga menempati posisi dengan nomor atom (NA) 29 dan mempunyai bobot atom (BA) 63,546. Cu merupakan unsur tambahan yang terdapat di alam dan dapat ditemukan dalam bentuk persenyawaan atau dalam senyawa padat dalam bentuk mineral. Tembaga merupakan suatu unsur yang sangat penting dan berguna untuk metabolisme. Batas konsentrasi dari unsur ini yang berpengaruh terhadap air berkisar antara 1 5 mg/l yang merupakan konsentrasi tertinggi. Dalam industri, tembaga banyak digunakan dalam industri cat, industri fungisida serta dapat digunakan sebagai katalis, baterai elektroda, sebagai pencegah pertumbuhan lumut. Bagi makhluk hidup, tembaga berperan khususnya dalam beberapa kegiatan seperti enzim pernapasan sebagai tirosinase dan silokron oksidasi. Biota perairan sangat peka terhadap kelebihan Cu dalam perairan tempat hidupnya. Konsentrasi Cu terlarut yang mencapai 0,01 ppm dapat menyebabkan kematian bagi fitoplankton. Jenis-jenis yang termasuk keluarga krustase akan mengalami kematian dalam waktu 96 jam, bila konsentrasi Cu terlarut berada dalam kisaran 0,17-1,00 ppm. Dalam waktu yang sama, biota yang tergolong ke dalam keluarga moluska akan mengalami kematian bila Cu yang terlarut dalam badan perairan berada dalam kisaran 0,16-0,5 ppm. Konsentrasi Cu yang berada dalam kisaran 2,5 3,0 ppm dalam badan perairan dapat membunuh ikan-ikan (Palar 1994). Moore (1991) menyatakan bahwa toksisitas tembaga (EC 50 ) bagi mikroalgae Scenedesmus quadricauda berkisar antara 0,1 0,3 mg/l. Nilai LC 50

3 7 tembaga bagi avertebrata air tawar dan laut biasanya < 0,5 mg/l, sedangkan terhadap ikan-ikan air tawar biasanya berkisar antara 0,02 1,0 mg/l. Kehadiran Cu di suatu perairan dalam konsentrasi tertentu sangat penting bagi fungsi-fungsi fisiologis dari jaringan kehidupan dan proses-proses biokimia lainnya (Chapman 1992). Pada tumbuhan air, termasuk algae, tembaga berperan sebagai penyusun plastocyanin yang berfungsi dalam transpor elektron dalam proses fotosintesis. Selain itu juga tembaga ditemukan dalam protein plasma seperti seruloplasmin yang berperan dalam pembebasan Fe (besi) dari sel plasma. Apabila masuk dalam perairan yang alkalis, ion tembaga akan mengalami presipitasi dan mengendap sebagai tembaga hidroksida dan tembaga karbonat (Wedemeyer 1996). Logam berat masuk ke dalam jaringan tubuh makhluk hidup melalui beberapa jalan, yaitu: saluran pernafasan, pencernaan dan penetrasi melalui kulit. Di dalam tubuh hewan logam diabsorpsi darah, berikatan dengan protein darah yang kemudian didistribusikan ke seluruh jaringan tubuh. Akumulasi logam yang tertinggi biasanya dalam detoksikasi (hati) dan ekskresi (ginjal). Akumulasi logam berat dalam tubuh organisme tergantung pada konsentrasi logam berat dalam air/lingkungan, suhu, keadaan spesies dan aktifitas fisiologis (Connel dan Miller 1995). 2.4 Kualitas Air Karbondioksida Sebagian besar permukaan air memiliki konsentrasi karbondioksida yang sangat sedikit (1-2 mg/l) yang berasal dari atmosfer, proses dekomposisi mikroba, atau dari proses respirasi yang dilakukan oleh mikroorganisme, algae, dan tanaman air lainnya. Level CO 2 dapat meningkat ketika terjadi hujan asam atau masuknya aliran air yang bercampur dengan mineral-mineral karbonat. Namun, sumber utama CO 2 dalam kolam adalah berasal dari hasil metabolisme ikan. Karbondioksida sangat mudah larut dalam suatu larutan. Pada umumnya, perairan alami mengandung karbondioksida sebesar 2 mg/liter. Pada konsentrasi yang tinggi (> 12 mg/liter), karbondioksida dapat beracun, karena keberadaannya dalam darah dapat menghambat pengikatan oksigen oleh hemoglobin (Boyd

4 8 1990). Selanjutnya dinyatakan bahwa, kebanyakan spesies budidaya dapat bertahan pada air yang memiliki konsentrasi CO 2 lebih dari 60 mg/l apabila masih terdapat DO dalam jumlah tinggi. Lingkungan perairan dengan konsentrasi CO2 yang tinggi, dapat menghalangi respirasi CO 2 pada insang ikan sehingga dapat menyebabkan kekurangan O 2, hal ini disebabkan karena insang ikan sangat tergantung pada perbedaan kadar konsentrasi CO 2 di dalam darah dengan air untuk memindahkan gas. Kadar CO 2 yang tinggi dapat mengurangi jumlah CO 2 yang dapat dipindahkan. Nilai ph menentukan batas toksisitas CO2 terlarut. Pada ph di bawah 5, sebagian besar karbondioksida terlarut berada dalam bentuk CO 2, pada nilai ph antara 7-9 berbentuk sebagai HCO - 3, dan pada ph diatas 11 sebagai ion CO Oksigen Terlarut (DO) Konsentrasi DO yang terlalu rendah dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada ikan, seperti hypoxia, anorexia, respiratori stres, pingsan, dan pada akhirnya dapat menyebabkan kematian. Beberapa spesies tilapia menunjukkan kemampuan bertahan hidup dengan baik pada konsentrasi DO 1 mg/l (Uchida dan King 1962; Denzer 1968, diacu dalam Stickney 1979). Masuknya oksigen kedalam perairan melalui difusi pasif dari atmosfer, suatu proses yang terjadi akibat perbedaan tekanan parsial oksigen dalam air dan udara (Wedemeyer 1996). Selanjutnya Boyd (1982) menyatakan bahwa kelarutan oksigen dalam air dipengaruhi oleh suhu, salinitas, agitasi dan tekanan. Pengaruh tekanan udara terhadap oksigen terlarut yaitu mempercepat proses kelarutan dan pelepasan oksigen Suhu Suhu berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap aktifitas enzim, tingkat metabolisme dan kadar oksigen. Tingkat penyerapan racun dapat lebih tinggi dengan adanya kenaikan suhu. Kenaikan suhu di atas kisaran toleransi organisme dapat meningkatkan laju metabolisme, seperti pertumbuhan,

5 9 reproduksi dan aktifitas organisme. Pada spesies perairan tropis memiliki suhu optimal >25ºC (Stickney 1979) Nilai ph Nilai ph merupakan suatu ekspresi dari konsentrasi ion hidrogen (H + ) dan menjelaskan logaritma negatif (-log [H + ]) dari aktifitas ion hidrogen. Jika terjadi penurunan ph dari 6 ke 5 artinya terjadi peningkatan kepekatan ion H + sebanyak 10 kali lipat. Kisaran ph di bawah 4,0 menyebabkan ikan mengalami kematian, dan pada ph 2,0-5,0 tidak dapat memijah. Swingle 1961; Mount 1973, diacu dalam Boyd 1988 menyatakan, bahwa titik mati asam dan basa untuk ikan masing-masing antara ph 4 dan ph 9. Namun demikian, jika perairan lebih asam dari ph 6,5 atau lebih basa dari ph 9,5 untuk waktu yang lama, maka pertumbuhan dan reproduksi akan menurun. Nilai ph sangat penting sebagai parameter kualitas air karena mengontrol tipe dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air. Selain itu ikan dan makhluk-makhluk akuatik lainnya hidup pada selang ph tertentu, sehingga dengan diketahuinya nilai ph maka dapat diketahui apakah air tersebut sesuai atau tidak untuk menunjang kehidupan organisme akuatik. Perubahan nilai ph mempengaruhi toksisitas suatu senyawa kimia dan juga tembaga (Cu). Nilai ph 7 merupakan nilai ph optimum yang baik bagi pertumbuhan dan reproduksi ikan, pada kondisi ini perairan berada dalam keadaan stabil Total Amonia Nitrogen (TAN) Amonia yang terkandung di perairan berasal dari perombakan bahan organik dan pengeluaran hasil metabolisme ikan maupun biota akuatik lainnya melalui ginjal dan insang. Kadar total amonia (TAN) dalam bentuk NH 3 maupun NH + 4 di dalam suatu perairan dipengaruhi juga oleh ph dari perairan tersebut. Pada ph 7 atau kurang dari 7, nilai TAN di perairan lebih banyak dalam bentuk terionisasi yang bersifat kurang toksik. Sebaliknya pada ph lebih dari 7, TAN lebih banyak dalam bentuk yang tidak terionisasi (bebas) yang bersifat toksik. Selain ph, suhu juga mempengaruhi kadar amonia (NH 3 ). Dengan meningkatnya

6 10 suhu maka akan meningkatkan kadar amonia dalam perairan. Amonia yang terlalu tinggi dapat mempengaruhi permeabilitas ikan terhadap air dan menurunkan konsentrasi ion dalam tubuhnya sehingga akan mempengaruhi tekanan osmotik tubuh, dengan demikian konsumsi oksigen pada jaringan insang meningkat sehingga mengurangi kemampuan darah dalam mengedarkan oksigen. Kadar amonia (NH 3 ) yang dapat ditoleransi oleh ikan adalah 0,098 ppm (Boyd 1990) Hidrogen Sulfida (H 2 S) Hidrogen sulfida (H2S) merupakan gas hasil uraian bahan organik yang diuraikan oleh bakteri dalam kondisi anaerob. Perubahan ph mendistribusikan asam sulfida menjadi bentuk-bentuk yang lain (H 2 S, HS -, dan S 2- ). Sulfida dihasilkan oleh beberapa bakteri heterotrofik, misalnya Desulfovibrio yang memanfaatkan sulfat dan senyawa sulfur lainnya sebagai akseptor akhir elektron dalam proses metabolisme dan menghasilkan gas belerang. Hidrogen sulfida yang tidak terionisasi sangat berbahaya bagi organisme perairan (Boyd 1989). Sifat yang ditimbulkan H 2 S yaitu mudah larut, toksik dan menimbulkan bau telur busuk. Konsentrasi maksimum H 2 S di perairan adalah sebesar 0,02 mg/l. 2.5 Histopatologi dan Gambaran Darah Ikan Histopatologi ikan Histopatologi adalah metode yang sensitif dan secara biologis bernilai untuk mengukur efek stres hewan terhadap lingkungan. Perubahan histopatologi sebagai indikator penting faktor stres dimana perubahannya dapat terjadi secara biokimia dan fisiologis. Perubahan ini biasa digunakan untuk meramal efek yang mungkin terjadi pada organisme seperti respon pertumbuhan, reproduksi, menghindarkan diri dari predator, dan stabilisasi populasi yang terjadi pada tingkat yang lebih tinggi (Mackim 1985; Meyer dan Hendricks 1985, diacu dalam Hinton dan Laurtn 1990). Untuk melihat perubahan yang ditimbulkan akibat masuknya bahan pencemar pada tubuh ikan terutama pada organ pernafasan (insang), dan ginjal maka dilakukan pengamatan secara histopatologi. Histologi adalah cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang jaringan. Patologi adalah kajian tentang

7 11 penyakit atau kajian tentang adaptasi yang tidak cukup terhadap perubahanperubahan lingkungan eksternal dan internal. Insang adalah organ yang berhubungan dengan pernapasan utama dari ikan. Epithelium insang dari ikan adalah lokasi pertukaran gas yang utama, keseimbangan asam basa, dan regulasi ion. Fungsi organ pernafasan ini adalah hal yang penting bagi kehidupan ikan, dan untuk seluruh keberadaan ikan. Oleh karena itu, jika ikan diekspos ke lingkungan yang tercemar, akan membahayakan fungsi utama dari organ pernafasan ikan tersebut. Toksisitas logam-logam berat yang melukai insang dan struktur jaringan luar lainnya, dapat menimbulkan kematian terhadap ikan yang disebabkan oleh proses anoxemia, yaitu terhambatnya fungsi pernapasan yakni sirkulasi dan eksresi dari insang. Unsurunsur logam berat yang mempunyai pengaruh terhadap insang adalah timah, seng, besi, tembaga, kadmium dan merkuri (Widodo 1980). Ginjal berfungsi untuk filtrasi dan mengekskresikan bahan yang tidak dibutuhkan oleh tubuh, termasuk polutan seperti logam berat yang toksik. Hal tersebut menyebabkan ginjal sering mengalami kerusakan oleh daya toksik logam. Ginjal berperan utama dalam ekskresi metabolisme, pencernaan dan tempat penyimpanan berbagai unsur, termasuk bahan racun. Histopatologi ginjal adalah suatu kunci indikator dari toksisitas bahan kimia Gambaran darah ikan Sel darah tersusun atas sel darah merah (eritrosit) dan sel darah putih (leukosit), dan kedua tipe sel ini terbentuk pada jaringan hematopoetik ginjal. Volume darah pada ikan lebih sedikit dibandingkan dengan vertebrata lainnya, yaitu sekitar 3% dari berat tubuhnya. Darah mempunyai fungsi vital diantaranya adalah mengedarkan nutrien ke seluruh sel-sel tubuh, membawa oksigen ke seluruh jaringan tubuh serta membawa hormon dan enzim ke organ yang memerlukannya (Wedemeyer 1996). Darah mengalir dengan membawa oksigen dari insang ke jaringan, karbondioksida ke kulit dan insang, serta produk pencernaan dari hati ke jaringan dan ion seperti Na + dan Cl - yang berperan dalam osmoregulasi. Sedangkan bahan-bahan asing atau yang tidak dibutuhkan oleh tubuh diangkut ke ginjal dan dikeluarkan melalui urin atau dipagositasi.

8 12 Parameter darah merupakan suatu indikator adanya perubahan kondisi kesehatan ikan, baik karena faktor infeksi (mikroorganisme) maupun karena faktor non infeksi oleh lingkungan, genetik, dan nutrisi. Menurut Amlacher (1970), darah mengalami perubahan-perubahan yang serius khususnya bila terkena infeksi oleh bakteri, dalam hal ini Bacterial Haemorragic Septicemia. Selain itu, kelebihan dan kekurangan makanan juga mempengaruhi komposisi darah (perubahan pada level total protein, hemoglobin, dan total eritrosit). Eritrosit pada ikan merupakan sel yang terbanyak yang berfungsi sebagai transpor oksigen. Pada ikan air tawar berjumlah sekitar 1-2 juta sel/mm 3 (Bowser 1993, diacu dalam Wedemeyer 1996). Sedangkan menurut Roberts (1978), pada ikan normal (yang tidak terkena penyakit atau gangguan-gangguan lainnya) jumlah sel darah merah berkisar 1,05-3,00 x 10 6 sel/mm 3. Rendahnya jumlah eritrosit menandakan ikan mengalami anemia dan kerusakan organ ginjal. Sedangkan tingginya jumlah eritrosit menandakan ikan dalam keadaan stres dan terserang patogen (Wedemeyer dan Yasutake 1977; Nabib dan Pasaribu 1989). Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah sel darah merah adalah spesies, perbedaan induk (genetik), kondisi nutrisi, aktifitas fisik, dan umur (Dellman dan Brown 1989). Leukosit berjumlah lebih sedikit dibandingkan dengan eritrosit, pada ikan Chanel catfish total leukosit berjumlah 64,75 x 10 3 sel/mm 3 (Wedemeyer 1996). Menurut Rastogi (1977), jumlah sel darah putih pada ikan air tawar berkisar antara sel/mm 3 darah. Jumlah leukosit yang menyimpang dari keadaan normal mempunyai arti klinis penting untuk evaluasi proses penyakit (Dellman dan Brown 1989). Leukosit berdiferensiasi di ginjal menjadi beberapa tipe khusus seperti limposit, netrofil, dan trombosit. Jumlah limposit pada ikan salmon adalah 90-98%, netrofil 1-9%, dan trombosit 1-6% sedangkan monosit sekitar 0,1% dari total leukosit. Trombosit berfungsi utama dalam pembekuan darah apabila terjadi luka pada tubuh ikan serta mengaktifkan protrombin menjadi trombin dengan bantuan kalsium. Trombosit merupakan nukleat dan berukuran lebih kecil daripada limposit tetapi sering tidak ditemukan pada darah ikan yang tidak mengalami stres (Wedemeyer 1996). Monosit beredar melalui peredaran darah dan mampu

9 13 menembus dinding kapiler, masuk ke dalam jaringan penyambung dan berdiferensiasi menjadi sel-sel fagositik (Rastogi 1977). Netrofil berfungsi melawan penyakit bersama-sama dengan eosinofil yang disebabkan oleh organisme mikroseluler seperti bakteri dan virus. Sifat melawan penyakit ini disebut sifat fagositik yaitu memakan dan menghancurkan sel penyebab penyakit (Lagler et al. 1977). Hematokrit merupakan perbandingan antara sel darah merah dan plasma darah, serta berpengaruh terhadap pengaturan sel darah merah (Hesser 1960). Peningkatan kadar hematokrit ini dipengaruhi oleh dua faktor yaitu perubahan parameter lingkungan terutama suhu perairan serta keadaan fisiologi ikan terkait dengan energi yang dibutuhkan (Jawad et al. 2004). Menurut Snieszko (1960) ikan rainbow trout yang normal, nilai hematokrit berkisar antara 23-33%. Apabila ikan terserang penyakit atau kehilangan nafsu makan karena sebab-sebab yang tidak jelas, maka nilai hematokrit menjadi lebih rendah (Snieszko 1960). Hal ini sesuai dengan Angka et al. (1985) yang menyatakan bahwa apabila ikan terkena penyakit atau nafsu makannya menurun, maka nilai hematokrit akan menjadi rendah. Menurut Angka et al. (1985) hematokrit ikan bervariasi tergantung pada faktor nutrisi dan umur ikan. Anak ikan dengan nutrisi baik mempunyai kadar hematokrit lebih tinggi daripada ikan dewasa atau anak ikan dengan nutrisi rendah. Nabib dan Pasaribu (1989) menyatakan bahwa nilai hematokrit di bawah 30% menunjukkan defisiensi eritrosit. Sedangkan Gallaugher et al. (1995) menyatakan bahwa nilai hematokrit yang lebih kecil dari 22% menunjukkan ikan mengalami anemia. Hemoglobin adalah protein dalam eritrosit yang tersusun atas protein globin tidak berwarna dan pigmen heme yang dihasilkan dalam eritrosit. Kemampuan darah untuk mengangkut oksigen bergantung pada kadar Hb dalam darah (Lagler et al. 1977). Disebutkan juga oleh Siakpere et al. (2005) bahwa secara fisiologis, hemoglobin menentukan tingkat ketahanan tubuh ikan dikarenakan hubungannya yang sangat erat dengan daya ikat oksigen oleh darah. Wells et al. (2005) menyatakan bahwa 1 gram hemoglobin dapat mengikat kira-kira 1,34 ml oksigen. Hemoglobin dalam darah ikan teleostei berkisar antara 37-70% (Lagler et al. 1977). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ogbulie dan

10 14 Okpokwasili (1999) diperoleh bahwa Clarias garipienus yang sehat memiliki nilai hemoglobin yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan yang sakit. Molekul hemoglobin adalah suatu protein dalam eritrosit yang terdiri dari protoporfirin, globin dan besi (Fe) bervalensi. Hemoglobin darah merupakan alat transportasi oksigen dan karbondioksida. Di dalam kapiler-kapiler insang, hemoglobin bergabung dengan oksigen membentuk oksihemoglobin. Menurut Angka et al. (1985) kadar hemoglobin dalam darah ikan mas dewasa normal adalah 8,61±0,43-10,86±0,48 g/100ml, sedangkan menurut Blaxhall (1972) bahwa kadar hemoglobin dibawah kisaran kadar hemoglobin ikan normal mengindikasikan ikan mengalami anemia. Meningkatnya kadar hemoglobin menunjukkan ikan berada dalam keadaan stres (Anderson dan Swicki 1993). 2.6 Toksisitas Cu Terhadap Konsumsi Oksigen dan Respon Hematologi Laju konsumsi oksigen dalam tubuh biota air dipengaruhi oleh banyak faktor, yaitu faktor-faktor lingkungan (eksternal) dan faktor-faktor dalam biota itu sendiri (internal). Perbedaan kebutuhan oksigen dalam suatu lingkungan bagi ikan dari spesies tertentu disebabkan oleh adanya perbedaan struktur molekul sel darah ikan, yang mempengaruhi hubungan antara tekanan parsial oksigen dalam air dan derajat kejenuhan oksigen dalam sel darah. Insang sebagai alat pernapasan ikan, juga digunakan sebagai alat pengatur tekanan antara air (lingkungan) dengan dalam tubuh ikan (osmoregulasi). Oleh sebab itu, insang merupakan organ yang penting pada ikan, yang juga sangat peka terhadap pengaruh toksisitas logam. Sel epitel insang merupakan tempat beberapa macam logam klas B terikat. Keberadaan logam berat yang berlebihan di perairan akan mempengaruhi sistem respirasi organisme akuatik.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Kadar Oksigen Terlarut Hasil pengukuran konsentrasi oksigen terlarut pada kolam pemeliharaan ikan nila Oreochromis sp dapat dilihat pada Gambar 2. Dari gambar

Lebih terperinci

TOKSISITAS LOGAM BERAT Cu PADA BERBAGAI ph TERHADAP KONSUMSI OKSIGEN DAN RESPON HEMATOLOGI IKAN NILA GIFT (Oreochromis sp) ADE YULITA HESTI LUKAS

TOKSISITAS LOGAM BERAT Cu PADA BERBAGAI ph TERHADAP KONSUMSI OKSIGEN DAN RESPON HEMATOLOGI IKAN NILA GIFT (Oreochromis sp) ADE YULITA HESTI LUKAS TOKSISITAS LOGAM BERAT Cu PADA BERBAGAI ph TERHADAP KONSUMSI OKSIGEN DAN RESPON HEMATOLOGI IKAN NILA GIFT (Oreochromis sp) ADE YULITA HESTI LUKAS SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Fisika Kimia Air Parameter fisika kimia air yang diamati pada penelitian ini adalah ph, CO 2, NH 3, DO (dissolved oxygen), kesadahan, alkalinitas, dan suhu. Pengukuran

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 3 Data perubahan parameter kualitas air 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Kualitas Air Kualitas air merupakan faktor kelayakan suatu perairan untuk menunjang kehidupan dan pertumbuhan organisme akuatik yang nilainya ditentukan dalam kisaran

Lebih terperinci

PENENTUAN KUALITAS AIR

PENENTUAN KUALITAS AIR PENENTUAN KUALITAS AIR Analisis air Mengetahui sifat fisik dan Kimia air Air minum Rumah tangga pertanian industri Jenis zat yang dianalisis berlainan (pemilihan parameter yang tepat) Kendala analisis

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 23 4.1 Hasil IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.1 Uji Akut Uji akut dilakukan pada konsentrasi timbal sebesar 20 ppm, 40 ppm, 80 ppm dan 160 ppm serta perlakuan kontrol negatif. Respon ikan uji terhadap deretan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Derajat Kelangsungan Hidup Derajat kelangsungan hidup atau survival rate (SR) benih ikan patin yang dipelihara dengan masa pemeliharaan 30 hari memiliki hasil

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%)

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelangsungan Hidup Ikan Nila Nirwana Selama Masa Pemeliharaan Perlakuan Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan dari penelitian yang dilakukan selama 30 hari, diperoleh bahwa pengaruh salinitas terhadap kelangsungan hidup benih nila

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 21 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Kualitas Air Kualitas air merupakan parameter lingkungan yang memegang peranan penting dalam kelangsungan suatu kegiatan budidaya. Parameter kualitas air yang

Lebih terperinci

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic)

Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) PENGELOLAAN KUALITAS AIR DALAM KEGIATAN PEMBENIHAN IKAN DAN UDANG Ima Yudha Perwira, S.Pi, MP, M.Sc (Aquatic) DISSOLVED OXYGEN (DO) Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Pertumbuhan Mikroalga Laut Scenedesmus sp. Hasil pengamatan pengaruh kelimpahan sel Scenedesmus sp. terhadap limbah industri dengan dua pelakuan yang berbeda yaitu menggunakan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Berikut ini adalah hasil penelitian dari perlakuan perbedaan substrat menggunakan sistem filter undergravel yang meliputi hasil pengukuran parameter kualitas air dan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran Uji Toksisitas Akut

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran Uji Toksisitas Akut 51 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Pendahuluan Uji Nilai Kisaran Hasil uji nilai kisaran (Range value test) merkuri pada ikan bandeng menunjukkan bahwa nilai konsentrasi ambang bawah sebesar 0.06

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Amonia Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data berupa nilai dari parameter amonia yang disajikan dalam bentuk grafik. Dari grafik dapat diketahui

Lebih terperinci

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus

TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus TOKSISITAS MERKURI (Hg) TERHADAP TINGKAT KELANGSUNGAN HIDUP, PERTUMBUHAN, GAMBARAN DARAH DAN KERUSAKAN ORGAN PADA IKAN NILA Oreochromis niloticus VIKA YUNIAR DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian

TINJAUAN PUSTAKA. tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian TINJAUAN PUSTAKA Ikan Patin Sektor perikanan memang unik beberapa karakter yang melekat di dalamnya tidak dimiliki oleh sektor lain seperti pertanian. Tidaklah mengherankan jika kemudian penanganan masalah

Lebih terperinci

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan

2.2. Parameter Fisika dan Kimia Tempat Hidup Kualitas air terdiri dari keseluruhan faktor fisika, kimia, dan biologi yang mempengaruhi pemanfaatan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Chironomida Organisme akuatik yang seringkali mendominasi dan banyak ditemukan di lingkungan perairan adalah larva serangga air. Salah satu larva serangga air yang dapat ditemukan

Lebih terperinci

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN 4. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMANFAATAN PAKAN Faktor lingkungan dapat mempengaruhi proses pemanfaatan pakan tidak hanya pada tahap proses pengambilan, pencernaan, pengangkutan dan metabolisme saja, bahkan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kualitas Air Kualitas hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkunganya. Kualitas air yang baik dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup

Lebih terperinci

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018

Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas (Limiting Factor) Siti Yuliawati Dosen Fakultas Perikanan Universitas Dharmawangsa Medan 9 April 2018 Faktor Pembatas Keadaan yang mendekati atau melampaui batas toleransi. Kondisi batas

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini, data yang diperoleh disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Penyajian grafik dilakukan berdasarkan variabel konsentrasi terhadap kedalaman dan disajikan untuk

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan,

PENDAHULUAN. yang sering diamati antara lain suhu, kecerahan, ph, DO, CO 2, alkalinitas, kesadahan, 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kualitas air memegang peranan penting dalam bidang perikanan terutama untuk kegiatan budidaya serta dalam produktifitas hewan akuatik. Parameter kualitas air yang sering

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam

BAB I PENDAHULUAN. serta lapisan kerak bumi (Darmono, 1995). Timbal banyak digunakan dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Logam timbal atau Pb adalah jenis logam lunak berwarna coklat kehitaman dan mudah dimurnikan. Logam Pb lebih tersebar luas dibanding kebanyakan logam toksik lainnya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Kelangsungan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup (SR) Kelangsungan hidup merupakan suatu perbandingan antara jumlah organisme yang hidup diakhir penelitian dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Penelitian Tahap I Berdasarkan hasil pengamatan selama penelitian diperoleh data sintasan (Gambar 1), sedangkan rata-rata laju pertumbuhan bobot dan panjang harian benih ikan

Lebih terperinci

Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat Kelangsungan Hidup BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup Tingkat kelangsungan hidup merupakan suatu nilai perbandingan antara jumlah organisme yang hidup di akhir pemeliharaan dengan jumlah organisme

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Pengaruh kosentrasi limbah terhadap gerakan insang Moina sp Setelah dilakukan penelitian tentang gerakan insang dan laju pertumbuhan populasi Moina sp dalam berbagai kosentrasi

Lebih terperinci

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron

dari reaksi kimia. d. Sumber Aseptor Elektron I. PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Pertumbuhan didefenisikan sebagai pertambahan kuantitas konstituen seluler dan struktur organisme yang dapat dinyatakan dengan ukuran, diikuti pertambahan jumlah, pertambahan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gathot Gathot merupakan hasil fermentasi secara alami pada ketela pohon. Ketela pohon tersebut memerlukan suasana lembab untuk ditumbuhi jamur secara alami. Secara umum,

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti

TINJAUAN PUSTAKA. memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif seperti hewan. Inti II. TINJAUAN PUSTAKA A. Klasifikasi dan Biologi Tetraselmis sp. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki empat buah flagella. Flagella ini bergerak secara aktif

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari

I. PENDAHULUAN. perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam budidaya perikanan. Pakan juga merupakan faktor penting karena mewakili 40-50% dari biaya produksi. Pakan

Lebih terperinci

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK

PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK PERANAN MIKROORGANISME DALAM SIKLUS UNSUR DI LINGKUNGAN AKUATIK 1. Siklus Nitrogen Nitrogen merupakan limiting factor yang harus diperhatikan dalam suatu ekosistem perairan. Nitrgen di perairan terdapat

Lebih terperinci

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA

BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA Siklus Biogeokimia 33 BAB 4 SIKLUS BIOGEOKIMIA Kompetensi Dasar: Menjelaskan siklus karbon, nitrogen, oksigen, belerang dan fosfor A. Definisi Siklus Biogeokimia Siklus biogeokimia atau yang biasa disebut

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Danau Maninjau merupakan danau yang terdapat di Sumatera Barat, Kabupaten Agam. Secara geografis wilayah ini terletak pada ketinggian 461,5 m di atas permukaan laut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Industri tekstil selain menghasilkan suatu produk juga menghasilkan produk sampingan berupa air limbah, yang sering kali mencemari lingkungan terutama perairan.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pertambangan timah di Indonesia dimulai pada abad ke-18. Sejak tahun 1815 penambangan timah di pulau Bangka dilaksanakan oleh pemerintah Hindia Belanda dan berlanjut sampai PT.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 PENELITIAN PENDAHULUAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.1 PENELITIAN PENDAHULUAN Penelitian pendahuluan dilakukan untuk menentukan titik kritis pengenceran limbah dan kondisi mulai mampu beradaptasi hidup pada limbah cair tahu. Limbah

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm.

2. TINJAUAN PUSTAKA. berflagel. Selnya berbentuk bola berukuran kecil dengan diameter 4-6 µm. 3 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Nannochloropsis sp Mikroalga adalah tumbuhan tingkat rendah yang memiliki klorofil, yang dapat digunakan untuk melakukan proses fotosintesis. Mikroalga tidak memiliki

Lebih terperinci

MODUL 2-1 NUTRISI MINERAL TUMBUHAN

MODUL 2-1 NUTRISI MINERAL TUMBUHAN MODUL 2-1 NUTRISI MINERAL TUMBUHAN Elemen esensial: Fungsi, absorbsi dari tanah oleh akar, mobilitas, dan defisiensi Oleh : Retno Mastuti 1 N u t r i s i M i n e r a l Jurusan Biologi, FMIPA Universitas

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Pangasianodon, Spesies Pangasianodon hypopthalmus (Saanin 1984).

TINJAUAN PUSTAKA. Pangasianodon, Spesies Pangasianodon hypopthalmus (Saanin 1984). 3 TINJAUAN PUSTAKA Ikan Patin Siam Pangasianodon hypopthalmus Ikan patin siam adalah ikan yang termasuk kedalam Kelas Pisces, Sub Kelas Teleostei, Ordo Ostariophsy, Sub Ordo Siluroidea, Famili Pangasidae,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Hasil penelitian menunjukkan bahwa kelangsungan hidup dari setiap perlakuan memberikan hasil yang berbeda-beda. Tingkat kelangsungan hidup yang paling

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi

BAB I PENDAHULUAN. lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kadmium (Cd) merupakan logam berat yang banyak ditemukan di lingkungan, khususnya lingkungan perairan, dan memiliki toksisitas yang tinggi pada konsentrasi yang rendah

Lebih terperinci

IV HASIL DAN PEMBAHASAN

IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil 4.1.1 Total Amonia Nitrogen (TAN) Konsentrasi total amonia nitrogen (TAN) diukur setiap 48 jam dari jam ke-0 hingga jam ke-120. Peningkatan konsentrasi TAN terjadi pada

Lebih terperinci

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA

ADAPTASI FISIOLOGI. Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA ADAPTASI FISIOLOGI Ani Rahmawati Jurusan Perikanan Fakultas Pertanian UNTIRTA ADAPTASI FISIOLOGI LINGKUNGAN Adaptasi : Proses penyesuaian diri secara bertahap yang dilakukan oleh suatu organisme terhadap

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebutuhan Mineral dalam Makanan Ikan 2.2 Mineral Seng (Zn)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebutuhan Mineral dalam Makanan Ikan 2.2 Mineral Seng (Zn) II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebutuhan Mineral dalam Makanan Ikan Semua spesies akuatik memerlukan mineral untuk menunjang proses kehidupan yang normal (Lall dalam Halver 1989). Mineral dibutuhkan dalam proses

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen

4 HASIL DAN PEMBAHASAN. 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis Deskriptif Fisika Kimia Air dan Sedimen Kualitas air merupakan salah satu sub sistem yang berperan dalam budidaya, karena akan mempengaruhi kehidupan komunitas biota

Lebih terperinci

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN)

RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) 1 RESPON ORGANISME AKUATIK TERHADAP VARIABEL LINGKUNGAN (ph, SUHU, KEKERUHAN DAN DETERGEN) Angga Yudhistira, Dwi Rian Antono, Hendriyanto Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan

2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Sumber oksigen terlarut dalam perairan 4 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Oksigen Terlarut Oksigen terlarut dibutuhkan oleh semua jasad hidup untuk pernapasan, proses metabolisme, atau pertukaran zat yang kemudian menghasilkan energi untuk pertumbuhan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp.

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Biologi Spirulina sp. Spirulina sp. merupakan mikroalga yang menyebar secara luas, dapat ditemukan di berbagai tipe lingkungan, baik di perairan payau, laut dan tawar. Spirulina

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil Hasil dari penelitian yang dilakukan berupa parameter yang diamati seperti kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman

Lebih terperinci

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling

Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling Tabel V.9 Konsentrasi Seng Pada Setiap Titik Sampling dan Kedalaman Konsentrasi (mg/l) Titik Sampling 1 (4 April 2007) Sampling 2 (3 Mei 2007) Sampling A B C A B C 1 0,062 0,062 0,051 0,076 0,030 0,048

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Laju Pertumbuhan Mutlak Nila Gift Laju pertumbuhan rata-rata panjang dan berat mutlak ikan Nila Gift yang dipelihara selama 40 hari, dengan menggunakan tiga perlakuan yakni

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Pendahuluan Kelimpahan Nannochloropsis sp. pada penelitian pendahuluan pada kultivasi kontrol, kultivasi menggunakan aerasi (P1) dan kultivasi menggunakan karbondioksida

Lebih terperinci

Ciri-Ciri Organisme/ Mahkluk Hidup

Ciri-Ciri Organisme/ Mahkluk Hidup DASAR-DASAR KEHIDUPAN Ciri-Ciri Organisme/ Mahkluk Hidup 1.Reproduksi/Keturunan 2.Pertumbuhan dan perkembangan 3.Pemanfaatan energi 4.Respon terhadap lingkungan 5.Beradaptasi dengan lingkungan 6.Mampu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gejala Klinis Benih Lele Sangkuriang yang terinfeksi Aeromonas hydrophila Pengamatan gejala klinis benih lele sangkuriang yang diinfeksikan Aeromonas hydrophila meliputi

Lebih terperinci

SISTEM EKSKRESI. - Sistem ekskresi pada uniseluler dan multiseluler. - Pembuangan limbah nitrogen dan CO 2

SISTEM EKSKRESI. - Sistem ekskresi pada uniseluler dan multiseluler. - Pembuangan limbah nitrogen dan CO 2 SISTEM EKSKRESI 1. Pendahuluan - Pengertian Ekskresi - Sistem ekskresi pada uniseluler dan multiseluler 2. Fungsi pokok sistem ekskresi - Pembuangan limbah nitrogen dan CO 2 - Keseimbangan air, garam,

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Produktivitas Primer Fitoplankton Berdasarkan hasil penelitian di Situ Cileunca didapatkan nilai rata-rata produktivitas primer (PP) fitoplankton pada Tabel 6. Nilai PP

Lebih terperinci

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA

BY: Ai Setiadi FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA BY: Ai Setiadi 021202503125002 FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSSITAS SATYA NEGARA INDONESIA Dalam budidaya ikan ada 3 faktor yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan budidaya, karena hasil

Lebih terperinci

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh

, NO 3-, SO 4, CO 2 dan H +, yang digunakan oleh TINJAUAN PUSTAKA Penggenangan Tanah Penggenangan lahan kering dalam rangka pengembangan tanah sawah akan menyebabkan serangkaian perubahan kimia dan elektrokimia yang mempengaruhi kapasitas tanah dalam

Lebih terperinci

Sistem Transportasi Manusia L/O/G/O

Sistem Transportasi Manusia L/O/G/O Sistem Transportasi Manusia L/O/G/O Apersepsi 1. Pernahkan bagian tubuhmu terluka, misalnya karena terjatuh atau terkena bagian tajam seperti pisau dan paku? 2. Apakah bagian tubuh yang terluka tersebut

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 27 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Distribusi Vertikal Oksigen Terlarut Oksigen terlarut merupakan salah satu faktor pembatas bagi sumberdaya suatu perairan karena akan berpengaruh secara langsung pada kehidupan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengamatan Gejala Klinis Pengamatan gejala klinis pada benih ikan mas yang diinfeksi bakteri Aeromonas hydrophila meliputi kelainan fisik ikan, uji refleks, dan respon

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai

TINJAUAN PUSTAKA. manusia atau oleh proses alam, sehingga kualitas lingkungan turun sampai TINJAUAN PUSTAKA Pencemaran Pencemaran lingkungan adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain kedalam lingkungan oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Patin Siam ( Pangasius hypopthalmus 2.2. Transportasi Ikan

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Patin Siam ( Pangasius hypopthalmus 2.2. Transportasi Ikan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Ikan Patin Siam (Pangasius hypopthalmus) Ikan patin siam adalah jenis ikan patin yang diintroduksi dari Thailand (Khairuman dan Amri, 2008; Slembrouck et al., 2005). Ikan patin

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Tanah Tanah adalah kumpulan benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horison-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Ambang Batas Dari uji yang dilakukan diperoleh nilai konsentrasi ambang bawah (LC 0-48 jam) sebesar 0,06 mg/l, yaitu konsentrasi tertinggi dari moluskisida niklosamida yang tidak

Lebih terperinci

Kompetensi Memahami mekanisme kerja fisiologis organ-organ pernafasan

Kompetensi Memahami mekanisme kerja fisiologis organ-organ pernafasan SISTEM PERNAFASAN Kompetensi Memahami mekanisme kerja fisiologis organ-organ pernafasan 1. Pernafasan Eksternal 2. Pernafasan Internal EXIT Mengapa harus bernafas? Butuh energi Butuh Oksigen C 6 H 12 O

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN. Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Kualitas Air Dari hasil pengukuran terhadap beberapa parameter kualitas pada masingmasing perlakuan selama penelitian adalah seperti terlihat pada Tabel 1 Tabel 1 Kualitas Air

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kerusakan Hati Ikan Mas Hati merupakan salah satu organ yang paling banyak mengalami kerusakan. Menurut Carlton (1995) dalam Permana (2009) ada dua alasan yang menyebabkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia Sehat 2010 yang telah dicanangkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia mempunyai visi yang sangat ideal, yakni masyarakat Indonesia yang penduduknya

Lebih terperinci

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur

1 Asimilasi nitrogen dan sulfur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tumbuhan tingkat tinggi merupakan organisme autotrof dapat mensintesa komponen molekular organik yang dibutuhkannya, selain juga membutuhkan hara dalam bentuk anorganik

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat

METODE PENELITIAN Persiapan Penelitian Penelitian Pendahuluan Tahap 1 Waktu dan Tempat 41 METODE PENELITIAN Penelitian ini terdiri atas 2 tahap yaitu penelitian pendahuluan dan penelitian inti. Penelitian pendahuluan terdiri atas 2 tahap yaitu uji nilai kisaran (range value test) dan uji

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Benih ikan mas (Cyprinus carpio) tergolong ikan ekonomis penting karena ikan ini sangat dibutuhkan masyarakat dan hingga kini masih belum dapat dipenuhi oleh produsen

Lebih terperinci

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan

Gambar 4. Kelangsungan Hidup Nilem tiap Perlakuan Kelangsugan Hidup (%) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Kelangsungan Hidup Nilem Pada penelitian yang dilakukan selama 30 hari pemeliharaan, terjadi kematian 2 ekor ikan dari total 225 ekor ikan yang digunakan.

Lebih terperinci

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN

KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN KULIAH 2 HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN HUBUNGAN AIR, TANAH DAN TANAMAN Hubungan air tanah dan Tanaman Fungsi air bagi tanaman Menjaga tekanan sel Menjaga keseimbangan suhu Pelarut unsur hara Bahan fotosintesis

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Biogas Biogas adalah gas yang terbentuk melalui proses fermentasi bahan-bahan limbah organik, seperti kotoran ternak dan sampah organik oleh bakteri anaerob ( bakteri

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pestisida

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pestisida 3 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pestisida Pestisida banyak digunakan oleh petani dengan tujuan untuk mengendalikan atau membasmi organisme pengganggu yang merugikan kegiatan petani. Menurut Lodang (1994), penggunaan

Lebih terperinci

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN

HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN HUBUNGAN AIR DAN TANAMAN STAF LAB. ILMU TANAMAN FUNGSI AIR Penyusun tubuh tanaman (70%-90%) Pelarut dan medium reaksi biokimia Medium transpor senyawa Memberikan turgor bagi sel (penting untuk pembelahan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Indonesia merupakan salah satu negara penghasil batubara yang cukup banyak. Sumber daya alam yang melimpah dapat dijadikan alternatif sebagai pemanfaatan

Lebih terperinci

BAB VIII PROSES FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FIKSASI NITROGEN OLEH TANAMAN

BAB VIII PROSES FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FIKSASI NITROGEN OLEH TANAMAN BAB VIII PROSES FOTOSINTESIS, RESPIRASI DAN FIKSASI NITROGEN OLEH TANAMAN 8.1. Fotosintesis Fotosintesis atau fotosintesa merupakan proses pembuatan makanan yang terjadi pada tumbuhan hijau dengan bantuan

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

III. HASIL DAN PEMBAHASAN III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1 Hasil 3.1.1 Jumlah Konsumsi Pakan Perbedaan pemberian dosis vitamin C mempengaruhi jumlah konsumsi pakan (P

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur

I. PENDAHULUAN. atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Ayam petelur adalah ayam yang mempunyai sifat unggul dalam produksi telur atau ayam yang kemampuan produksi telurnya tinggi. Karakteristik ayam petelur yaitu

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Penelitian Penelitian pembuatan pupuk organik cair ini dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Limbah Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Secara

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah senyawa kimia yang terdiri dari dua atom hydrogen (H) dan satu

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Air adalah senyawa kimia yang terdiri dari dua atom hydrogen (H) dan satu BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Air Air adalah senyawa kimia yang terdiri dari dua atom hydrogen (H) dan satu atom oksigen (O) yang berikatan secara kovalen yang sangat penting fungsinya. Dengan adanya penyediaan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. KARAKTERISTIK LIMBAH CAIR Limbah cair tepung agar-agar yang digunakan dalam penelitian ini adalah limbah cair pada pabrik pengolahan rumput laut menjadi tepung agaragar di PT.

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Kemajuan sektor perindustrian di Indonesia yang semakin meningkat

PENDAHULUAN. Kemajuan sektor perindustrian di Indonesia yang semakin meningkat I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kemajuan sektor perindustrian di Indonesia yang semakin meningkat membawa dampak bagi masyarakat Indonesia. Dampak positif dari industriindustri salah satunya yaitu terbukanya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Aktivitas pencemaran lingkungan yang dihasilkan dari suatu kegiatan industri merupakan suatu masalah yang sangat umum dan sulit untuk dipecahkan pada saat

Lebih terperinci

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton. Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Plankton Ima Yudha Perwira, SPi, Mp Suhu Tinggi rendahnya suhu suatu badan perairan sangat mempengaruhi kehidupan plankton. Semakin tinggi suhu meningkatkan kebutuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. Prinsipnya jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti sebuah alur yang

BAB II TINJAUAN PUSATAKA. Prinsipnya jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti sebuah alur yang BAB II TINJAUAN PUSATAKA 2.1 Air 2.1.1 Air Bersih Prinsipnya jumlah air di alam ini tetap dan mengikuti sebuah alur yang dinamakan siklus hidrologi. Air yang berada di permukaan menguap ke langit, kemudian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kadar Hematokrit Ikan Hematokrit adalah persentase sel darah merah dalam darah, bila kadar hematokrit 40% berarti dalam darah tersebut terdiri dari 40% sel darah merah dan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi

4. HASIL DAN PEMBAHASAN. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pertumbuhan Chaetoceros sp. Kultur Chaetoceros sp. dilakukan skala laboratorium dengan kondisi parameter kualitas air terkontrol (Lampiran 4). Selama kultur berlangsung suhu

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 52 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Kadar Logam Berat Timbal (Pb) Pada Kerang Bulu (Anadara antiquata) Setelah Perendaman dalam Larutan Buah Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia Swingle.) dan Belimbing Wuluh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pencemaran logam berat merupakan salah satu masalah penting yang sering terjadi di perairan Indonesia, khususnya di perairan yang berada dekat dengan kawasan industri,

Lebih terperinci

Bab V Hasil dan Pembahasan

Bab V Hasil dan Pembahasan terukur yang melebihi 0,1 mg/l tersebut dikarenakan sifat ortofosfat yang cenderung mengendap dan membentuk sedimen, sehingga pada saat pengambilan sampel air di bagian dasar ada kemungkinan sebagian material

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki

II. TINJAUAN PUSTAKA. : Volvocales. : Tetraselmis. Tetraselmis sp. merupakan alga bersel tunggal, berbentuk oval elips dan memiliki II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tetraselmis sp. Menurut B u t c h e r ( 1 9 5 9 ) klasifikasi Tetraselmis sp. adalah sebagai berikut: Filum : Chlorophyta Kelas : Chlorophyceae Ordo : Volvocales Sub ordo Genus

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Kelangsungan Hidup Berdasarkan hasil pengamatan selama 40 hari massa pemeliharaan terhadap benih ikan lele dumbo (Clarias gariepinus) diketahui rata-rata tingkat kelangsungan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pencemaran Perairan Menurut Odum (1971), pencemaran adalah perubahan sifat fisik, kimia dan biologi yang tidak dikehendaki pada udara, tanah dan air. Sedangkan menurut Saeni

Lebih terperinci

BAB VII SISTEM UROGENITALIA

BAB VII SISTEM UROGENITALIA BAB VII SISTEM UROGENITALIA Sistem urogenital terdiri dari dua system, yaitu system urinaria (systema uropoetica) dan genitalia (sytema genitalia). Sistem urinaria biasa disebut sistem ekskresi. Fungsinya

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus

I. PENDAHULUAN. Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Indonesia merupakan salah satu negara yang jumlah penduduknya terus mengalami peningkatan sehingga permintaan akan ketersediaan makanan yang memiliki nilai

Lebih terperinci