UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 JAKARTA SELATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 JAKARTA SELATAN"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER WILDYANTI PUSPITASARI KARDIANTO, S. Farm. ( ) ANGKATAN LXXIII FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2011

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker WILDYANTI PUSPITASARI KARDIANTO, S. Farm. ( ) ANGKATAN LXXIII FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2011

3 ii

4 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kesempatan dan petunjuk sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Keselamatan, untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk menyelesaikan pendidikan Profesi Apoteker Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Dalam penulisan laporan ini, penulis tidak terlepas dari bimbingan, arahan, bantuan serta dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap, MS., Apt selaku Ketua Departemen Farmasi FMIPA UI. 2. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi FMIPA UI. 3. Bapak Drs. Jahja Atmadja, selaku pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penulisan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 4. Ibu Dra. Azizahwati, MS., Apt., yang telah memberikan bimbingan selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 5. Seluruh pegawai Apotek Keselamatan (Ibu Nikmah, Mba Rosma, Mpo Sati dan Mas Dayat) yang telah banyak membantu penulis selama pelaksanaan praktek kerja di Apotek Keselamatan. 6. Seluruh staf Departemen Farmasi FMIPA. 7. Keluarga tercinta. Terima kasih atas doa, dukungan dan bantuan moril maupun materil yang selama ini sudah kalian berikan sehingga pelaksanaan PKPA dan penyelesaian laporan dapat berjalan lancar. 8. Seluruh sahabat dan teman-teman dari Program Apoteker Universitas Indonesia Angkatan 73 serta semua pihak yang telah memberikan bantuan dan semangat kepada penulis selama pelaksanaan PKPA ini. iii

5 Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran. Penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Jakarta, Agustus 2011 Penulis iv

6 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... HALAMAN PENGESAHAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii v vii 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN UMUM APOTEK Pengertian Apotek Landasan Hukum Apotek Tugas dan Fungsi Apotek Apoteker Pengelola Apotek Studi Kelayakan Apotek Tata Cara Pemberian Izin Apotek Pengelolaan Apotek Pelayanan Apotek Pelayanan Obat Wajib Apotek (OWA) Pengalihan Tanggung Jawab Apoteker Pencabutan Surat Izin Apotek Sediaan Farmasi Pengelolaan Narkotika Pengelolaan Psikotropika Pengadaan Persediaan Apotek Strategi Pemasaran Apotek TINJAUAN KHUSUS Sejarah Apotek Keselamatan Lokasi dan Tata Ruang Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia Tugas dan Fungsi Tiap Jabatan Pengelolaan Perbekalan Farmasi Pelayanan Apotek Pengelolaan Narkotika Pengelolaan Psikotropika Kegiatan administrasi dan keuangan PEMBAHASAN KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran v

7 DAFTAR REFERENSI vi

8 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Denah Bangunan Apotek Keselamatan Lampiran 2. Desain Eksterior Apotek Keselamatan Lampiran 3. Surat Pesanan Lampiran 4. Surat Pesanan Narkotika Lampiran 5. Surat pesanan psikotropika Lampiran 6. Format Naporan Penggunaan Narkotika Lampiran 7. Format Laporan Penggunaan Psikotropika Lampiran 8. Kartu Stok Barang Lampiran 9. Salinan Resep Lampiran 10. Kuitansi Apotek Keselamatan Lampiran 11. Plastik Pembungkus Obat Lampiran 12. Etiket Obat Lampiran 13. Tanda Terima-Tukar faktur vii

9 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Apoteker berperan dalam meningkatkan kesehatan masyarakat melalui pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Sarana yang digunakan untuk menyelenggarakan pelayanan kefarmasian, yaitu apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, klinik, toko obat, dan praktek bersama (Departemen Kesehatan RI, 2009). Pekerjaan kefarmasian yang dilakukan adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional (Departemen Kesehatan RI, 2009). Dalam pelayanan dan pekerjaan kefarmasian di apotek, apoteker harus mampu melaksanakan peran profesinya untuk memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi masyarakat. Selain itu, seorang apoteker juga harus mampu menjalankan peran manajerial di apotek, yaitu dalam hal pengelolaan apotek yang efektif dan efisien berkaitan dalam hal keuangan, perbekalan di apotek, dan sumber daya manusia. Pentingnya peranan apoteker dalam penyelenggaraan apotek maka calon apoteker perlu mengaplikasikan ilmu yang selama ini didapatkan di perkuliahannya untuk menjalankan peran profesinya di apotek. Oleh karena itu, Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam bekerja sama dengan Apotek Keselamatan menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker yang berlangsung dari tanggal 13 Juni sampai tanggal 2 Juli

10 2 1.2 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Keselamatan bertujuan agar calon apoteker: a. Mengetahui dan memahami peran dan tanggung jawab apoteker di apotek. b. Mempelajari cara pengelolaan apotek dalam kegiatan administrasi, manajemen pengadaan, penyimpanan, penjualan, dan pelayanan kesehatan di apotek.

11 BAB 2 TINJAUAN UMUM APOTEK 2.1 Pengertian Apotek Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pekerjaan kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan dan obat tradisional. Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika. Pelayanan apotek harus mengutamakan kepentingan masyarakat yaitu dalam menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik. Dalam pengelolaannya, apotek harus dikelola oleh apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. 2.2 Landasan Hukum Apotek Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang diatur dalam: a. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian. b. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027/MenKes/SK/X/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek. c. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MenKes/SK/X/2002 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/MenKes/Per/X/ 1993 tentang ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek. d. Undang Undang No. 5 tahun 1997 tentang psikotropika e. Undang - Undang No. 35 tahun 2009 tentang narkotika f. Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MenKes/Per/X/1993 tentang ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek 3

12 4 g. Undang Undang Kesehatan RI No.39 tahun 2009 tentang kesehatan h. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 889/MENKES/PER/V/2011 tentang registrasi, izin praktik, dan izin kerja tenaga kefarmasian. i. Peraturan Pemerintah No.25 tahun 1980 tentang Perubahan atas PP NO.26 tahun 1965 tentang apotek. 2.3 Tugas dan Fungsi Apotek Menurut Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 tugas dan fungsi apotek adalah sebagai berikut : a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan. b. Sarana farmasi yang melakukan pengubahan bentuk dan penyerahan obat atau bahan obat. c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata. d. Sarana pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi kepada masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya. 2.4 Apoteker Pengelola Apotek Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009, apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. Dalam melakukan pekerjaan kefarmasian pada fasilitas pelayanan kefarmasian. Apoteker harus memenuhi beberapa persyaratan yaitu: a. Memiliki keahlian dan kewenangan. b. Menerapkan standar profesi. c. Didasarkan atas Standar Kefarmasian dan Standar Prosedur Operasional. d. Memiliki sertifikat kompetensi yg berlaku selama 5 tahun dan dapat diperpanjang melalui uji kompetensi.. e. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA)

13 5 f. Wajib memiliki surat izin berupa Surat Izin Praktek Apoteker bagi Apoteker Pengelola Apotek dan Apoteker Pendamping di Apotik. STRA merupakan bukti tertulis yg diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yg telah diregistrasi. Surat tanda registrasi apoteker diberikan menteri kesehatan Republik Indonesia kepada apoteker yang memiliki : a. Ijazah apoteker b. Sertifikat kompetensi c. Surat sumpah jabatan apoteker d. Surat kesehatan fisik dan mental e. Surat pernyataan akan melaksanakan etika profesi Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) merupakan surat izin yg diberikan kepada Apoteker dan Apoteker Pendamping oleh Kepala Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten, untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di Apotek atau IFRS. Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) diberikan kepada apoteker yang memiliki : a. Surat tanda registrasi apoteker (STRA) b. Tempat kerja ( fasilitas produksi, fasilitas distribusi, fasilitas pelayanan). c. Rekomendasi organisasi profesi setempat. Surat Izin Praktek Apoteker / Surat Izin Kerja batal demi hukum bila tempat kerja tidak sesuai dengan yang tercantum dalam surat izin. 2.5 Studi Kelayakan Apotek Studi kelayakan (feasibility study-fs) adalah suatu metode penjajagan gagasan (idea) suatu proyek mengenai kemungkinan layak atau tidaknya untuk dilaksanakan. Studi kelayakan pendirian suatu apotek berfungsi sebagai pedoman atau landasan pelaksanaan pekerjaan karena dibuat berdasarkan data-data dari berbagai sumber yang dianalisis dari banyak aspek. Tingkat keberhasilan dalam studi kelayakan dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu a. Kemampuan sumber daya internal (kecakapan manajemen, kualitas pelayanan, produk yang dijual, kualitas karyawan). b. Lingkungan external yang tidak dapat dipastikan (pertumbuhan pasar, pesaing, pemasok, perubahan peraturan).

14 Manfaat Studi Kelayakan Studi kelayakan dibutuhkan oleh pihak-pihak yang mempunyai kepentingan antara lain yaitu: a. Pengusaha Manfaat studi kelayakan bagi pengusaha adalah untuk mengetahui kelayakan gagasan usahanya untuk dilaksanakan atau tidak sehingga pengusaha dapat mengambil peluang atau dapat menghindari resiko kerugian. b. Kreditor Manfaat studi kelayakan bagi kreditor adalah dapat mengkaji proyek tersebut pantas diberikan kredit atau tidak. Meskipun ada faktor-faktor lain yang dijadikan pertimbangan seperti besarnya nilai jaminan, bonfiditas pengusahanya, tingkat hubungan kedua belah pihak, jaminan dan sebagainya. c. Investor Manfaat studi kelayakan bagi calon investor adalah menganalisis penanaman modal pada proyek tersebut dapat memberikan keuntungan atau tidak Proses Pembuatan Studi Kelayakan Tahapan dalam membuat sebuah studi kelayakan pendirian apotek, dapat terdiri dari 5 tahapan yaitu tahap penemuan gagasan (idea), penelitian lapangan, evaluasi data, pembuatan rencana, dan pelaksanaan rencana kerja. a. Tahap pertama yaitu penemuan suatu gagasan Gagasan adalah sebuah pemikiran terhadap sesuatu yang ingin sekali untuk dilaksanakan. Gagasan ini biasanya muncul dari sebuah pemikiran seseorang dalam suatu organisasi yang mempunyai keinginan untuk melakukan sesuatu. Gagasan yang baik untuk didiskusikan dan dianalisis, sebelum dilaksanakan adalah gagasan yang memenuhi beberapa kriteri diantaranya yaitu bahwa ide harus : 1. Sesuai dengan visi (angan-angan) organisasi. 2. Dapat menguntungkan organisasi. 3. Sesuai dengan kemampuan sumber dayanya yang dimiliki organisasi.

15 7 4. Tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku. 5. Aman untuk jangka panjang. b. Tahap kedua yaitu penelitian Setelah gagasan didiskusikan dan dianalisis dapat memberikan gambaran perspektif yang baik bagi apotek di masa yang akan datang, maka gagasan tersebut disetujui untuk ditindaklanjuti dengan penelitian di lapangan. Dalam melakukan penelitian di lapangan, data-data yang dibutuhkan yaitu : 1. Ilmiah yaitu melalui analisis data-data bisnis mengenai kondisi lingkungan external yang ada di sekitar lokasi yang ditetapkan seperti a) Nilai strategis sebuah lokasi. b) Data kelas konsumen. c) Peraturan yang berlaku di daerah tersebut. d) Tingkat persaingan yang ada saat ini. 2. Non ilmiah yaitu melalui intuisi (intuition) atau feeling yang diperoleh setelah melihat lokasi dan kondisi lingkungan di sekitarnya, karena setiap individu memiliki business feeling yang berbeda-beda ketajamannya. c. Tahap ketiga yaitu evaluasi Dalam melakukan evaluasi terhadap data hasil penelitian dilapangan, dapat dilakukan dengan cara yaitu : 1. Memperhatikan beberapa faktor yang berpengaruh, yang terdiri dari : a) Data lingkungan di sekitar lokasi (external faktor) apakah hasil analisis terhadap data external yang ada saat ini perspektif yang baik atau tidak bagi perusahaan dimasa mendatang, seperti: 1) Tipe konsumen yang akan dilayani (pemukiman, perkantoran). 2) Tingkat keuntungan yang akan diperoleh, kondisi keamanan. 3) Peraturan tentang pengembangan tata kota (pelebaran jalan) ditempat lokasi yang ditetapkan. 4) Kondisi keamanan di sekitar lokasi yang ditetapkan. b) Data kemampuan sumber daya yang dimiliki (internal faktor) apakah sumber daya yang ada saat ini mempunyai kemampuan untuk merealisasi gagasan pada lokasi yang ditetapkan, seperti:

16 8 1) Kemampuan keuangan. 2) Kertersediaan tenaga kerja. 3) Ketersedislan produk. 4) Kemampuan pengelolaan (manajemen) 2. Membuat usulan proyek (project appraisal), yang meliputi: a) Pendahuluan Latar belakang yaitu dengan menambah jumlah apotek pada suatu wilayah tertentu, maka akan terbentuk suatu jaringan apotek yang dapat melayani konsumen lebih dekat dan lebih banyak. Tujuan yaitu untuk memperoleh peningkatan penjualan dan laba, memperoleh posisi tawar yang lebih baik terhadap supplier (pemasok). b) Analisis tekhnis 1) Peta lokasi dan lingkungan di sekitarnya Gambaran mengenai pemetaan lokasi-lokasi yang menjadi target pendirian apotek baru. Situasi lingkungan yang ada di sekitar lokasi yang menjadi target seperti situasi fasilitas transportasi, jenis konsumen, jumlah praktek dokter, apotek pesaing. 2) Disain interior dan exterior Gambaran mengenai warna dan bentuk gedung serta billboard, harus dapat memberikan identitas tersendiri yang dapat membedakannya dengan apotek pesaing. Warna dan bentuk gedung serta billboard, harus dapat menarik perhatian (eye's cat) konsumen. 3) Jenis produk Jenis produk yang dijual oleh apotek, apakah dominan ethical product atau otc product. Jumlah lini produk (kelengkapan produk) yang tersedia. c) Analisis pasar 1) Jenis pasar dan strategi persaingan yaitu gambaran mengenai pasar monopoli, pasar oligopoly atau pasar persaingan bebas.

17 9 2) Potensi pasar ditinjau dari jenis konsumen yang merniliki daya beli tinggi terhadap apotek dan daya tarik laba. 3) Target pasar (konsumen sasaran) yaitu jenis konsumen yang menjadi sasaran. dan jenis konsumen yang bukan menjadi sasaran. d) Analisis manajemen 1) Struktur organisasi yaitu gambaran mengenai apotek yang berdiri sendiri atau menjadi bagian dari apotek yang sudah ada. Jumlah kebutuhan tenaga kerja yaitu gambaran mengenai jumlah karyawan yang dibutuhkan untuk omzet tertentu, jenis karyawan yang dibutuhkan. 2) Program kerja yaitu gambaran mengenai langkah-langkah penting yang menjadi prioritas untuk dikerjakan dalam memperoleh sasaran yang ditetapkan dan kapan program tersebut dilaksanakan. e) Analisis keuangan Jumlah biaya investasi dan modal kerja mengenai berapa jumlah biaya investasi yang dibutuhkan, berapa lama waktu pengembalian (payback period), berapa besar tingkat pengembalian internal yang aman (internal rate of return) per tahunnya.analisis keuangan lainnya mengenai sumber pendanaan apotek yaitu berupa sumber biaya investasi, tingkat efisiensi dibandingkan dengan sumber lain, jenis pinjaman jangka pendek atau jangka panjang. Aliran kas apotek juga harus dipelajari terutama mengenai situasi aliran kasnya selama periode investasi serta langkah yang dilakukan bila aliran kasnya selama periode investasi negatif.

18 10 d. Tahap keempat yaitu rencana pelaksanaan Setelah usulan proyek disetujui, kemudian menetapkan waktu (time schedule) untuk memulai pekerjaan sesuai dengan skala prioritas: 1. Menyediakan dana biaya investasi dan modal kerja 2. Mengurus izin 3. Membangun, merehabilitasi gedung 4. Merekrut karyawan 5. Menyiapkan barang dagangan, sarana pendukung 6. Memulai operasional e. Tahap kelima yaitu pelaksanaan Dalam melaksanakan setiap jenis pekerjaan, dibuatkan suatu format yang berisi mengenai : 1. Jadwal pelaksanaan setiap jenis pekerjaan 2. Mencatat setiap penyimpangan yang terjadi 3. Membuat evaluasi dan solusi penyesesaiannya 2.6 Tata Cara Pemberian Izin Apotek (Departemen Kesehatan, 2002) Ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MenKes/SK/X/2002 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/MenKes/Per/X/1993. Izin apotek diberikan oleh Menteri yang kemudian wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Adapun ketentuannya adalah sebagai berikut: a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh formulir APT-1. b. Dengan menggunakan formulir APT-2 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apotek melakukan kegiatan. c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari

19 11 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan formulir APT-3. d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud di dalam (nomor 2) dan (nomor 3) tidak dilaksanakan, apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi dengan menggunakan formulir APT-4. e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan sebagimana di maksud ayat (3), atau pernyataan ayat (4) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek (SIA) dengan menggunakan formulir APT-5. f. Dalam hal hasil pemeriksaan, Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud (nomor 3) masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota terdapat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan formulir APT-6. g. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam (nomor f), apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal Surat Penundaan. h. Apabila apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka penggunaan sarana dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerjasama antara apoteker dan pemilik sarana. i. Pemilik sarana yang dimaksud (nomor h) harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan dibidang obat sebagaimana dinyatakan dalam surat penyataan yang bersangkutan. j. Terhadap permohonan izin apotek dan Apoteker Pengelola Apotek (APA) atau lokasi tidak sesuai dengan pemohon, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 hari kerja wajib mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasannya dengan menggunakan formulir APT-7.

20 Pengelolaan Apotek (Departemen Kesehatan RI, 1993) Pengelolaan apotek adalah seluruh upaya dan kegiatan Apoteker untuk melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan apotek. Adapun pengelolaan apotek dibagi menjadi dua, yaitu pengelolaan teknis kefarmasian dan pengelolaan non teknis kefarmasian. Pengelolaan non-teknis kefarmasian tersebut meliputi kegiatan administrasi, keuangan, pajak, personalia, kegiatan bidang material dan bidang lain yang berhubungan dengan apotek. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/MenKes/Per/X/1993, pengelolaan apotek meliputi: a. Peracikan, pengolahan, pengubahan bentuk, penyimpanan, dan penyerahan obat atau bahan obat. b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya. c. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi, meliputi: 1. Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat. 2. Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan, bahaya atau mutu suatu obat dan perbekalan farmasi lainnya. 3. Pelayanan informasi tersebut di atas wajib didasarkan pada kepentingan masyarakat. 2.8 Pelayanan Apotek (Departemen Kesehatan RI, 1993) Peraturan yang mengatur tentang Pelayanan Apotek adalah Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 yaitu: a. Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin; b. Apoteker wajib melayani resep dokter, dokter gigi dan dokter hewan. Pelayanan resep ini sepenuhnya atas dasar tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek, sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat;

21 13 c. Apoteker tidak diizinkan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat paten. Namun resep dengan obat bermerek dagang atau obat paten boleh diganti dengan obat generik; d. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam resep, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih tepat; e. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat; f. Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib menyatakan secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep; g. Salinan resep harus ditandatangani oleh apoteker; h. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu tiga tahun; i. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan, atau petugas lain yang berwenang menurut perundangundangan yang berlaku; j. Apoteker pengelola apotek, apoteker pendamping atau apoteker pengganti diizinkan menjual obat keras tanpa resep yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek, yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia; k. Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka Apotek, Apoteker pengelola Apotek dapat menunjuk Apoteker Pendamping. Apabila Apoteker Pengelola Apotek dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, Apoteker Pengelola Apotek dapat menunjuk Apoteker Pengganti; l. Apoteker Pengelola Apotek turut bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker Pendamping, Apoteker Pengganti

22 14 didalam pengelolaan Apotek. Apoteker Pendamping bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pelayanan kefarmasian selama yang bersangkutan bertugas menggantikan Apoteker Pengelola Apotek; m. Dalam pelaksanakan pengelolaan apotek, APA dapat dibantu oleh Asisten Apoteker (AA). Asisten apoteker melakukan pekerjaan kefarmasian di Apotek dibawah pengawasan Apoteker. 2.9 Pelayanan Obat Wajib Apotek (OWA) Obat Wajib Apotek (OWA) adalah obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh apoteker di apotek. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan 919/MENKES/PER/X/1993, obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria berikut (Departemen Kesehatan RI, 1993) : a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak dibawah usia 2 tahun dan orang tua diatas 65 tahun. b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit. c. Penggunaan tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan. d. Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia. e. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/MenKes/SK/VII/1990, dalam melayani pasien yang memerlukan OWA apoteker di apotek diwajibkan untuk (Departemen Kesehatan RI, 1990) : a. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan dalam OWA yang bersangkutan. b. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan. c. Memberikan informasi, meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi, efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien. Obat-obat yang termasuk ke dalam daftar OWA antara lain: a. Oral kontrasepsi baik tunggal maupun kombinasi untuk satu siklus.

23 15 b. Obat saluran cerna yang terdiri dari: 1. Antasid + Antispasmodik + Sedatif. 2. Antispasmodik (papaverin, hioscin, atropin). 3. Analgetik + Antispasmodik. Pemberian maksimal 20 tablet. c. Obat mulut dan tenggorokan, pemberian maksimal 1 botol. d. Obat saluran nafas yang terdiri dari obat asma tablet atau mukolitik, pemberian maksimal 20 tablet. e. Obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular yang terdiri dari: 1. Analgetik (Antalgin, Asam Mefenamat, Glavenin, Antalgin+ Diazepam/derivatnya). 2. Antihistamin. Pemberian maksimal 20 tablet. f. Antiparasit yang terdiri dari obat cacing, pemberian maksimal 6 tablet. g. Obat kulit topikal yang terdiri dari: 1. Semua salep/krim antibiotik. 2. Semua salep/krim kortikosteroid. 3. Semua salep/krim antifungi. 4. Antiseptik lokal. 5. Enzim antiradang topikal. 6. Pemutih kulit. Pemberian maksimal 1 tube Pelayanan Informasi Obat (PIO) dan Swamedikasi Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.922/Menkes/Per/X/1993, Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang tepat, aman dan rasional atas permintaan pasien (Departemen Kesehatan RI, 1993). Perilaku penggunaan obat oleh pasien dapat dipengaruhi antara lain oleh tingkat pengetahuan pasien dan efektifitas informasi yang diterima pasien mengenai obat yang digunakannya. Pemberian informasi obat kepada pasien bertujuan antara lain agar pasien mengerti tentang penggunaan obat yang diterimanya, misalkan cara minum obat yang benar. Materi informasi yang

24 16 diberikan antara lain mengenai nama obat, indikasi, dosis, cara penggunaan, kemungkinan interaksi dengan obat lain atau makanan, anjuran-anjuran khusus pada pemakaian obat, efek samping dan penanggulangannya, kontra indikasi dari obat yang diberikan, tindakan yang dilakukan jika lupa minum obat, cara penyimpanan dan cara mengulangi atau memperoleh kembali. Untuk memberikan informasi tersebut perlu penguasaan teknik komunikasi yang berkaitan dengan pemahaman mengenai latar belakang sosial, ekonomi dan budaya penerima informasi disamping mengetahui dan memahami tentang obat dan pengobatan. Informasi yang diberikan tidak harus ilmiah yang terpenting yaitu penerima mudah mengerti, memahami dan mencerna informasi yang dibutuhkan. Informasi disampaikan secara singkat, jelas, terbuka dan menghindari sikap menggurui, memaksa dan menyalahkan. Komunikasi harus dilakukan sedemikian rupa agar terjadi komunikasi yang interaktif. Swamedikasi merupakan suatu kegiatan pengobatan sendiri yang dilakukan oleh seorang individu untuk mengatasi sakit atau keluhan yang dirasakan tanpa bantuan ahli medis (Tan dan Raharja, 1993). Swamedikasi dalam terminologi lain merupakan kegiatan mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obat yang dibeli bebas di apotek atau toko obat atas inisiatif sendiri tanpa nasihat dokter. Swamedikasi seringkali dilakukan oleh masyarakat terutama masyarakat dengan klasifikasi kelas menengah ke bawah, masyarakat dengan kesibukan yang padat dan masyarakat dengan gejala kesakitan yang ringan dan biasanya dapat sembuh sendiri atau segera sembuh dengan obat-obat bebas. Swamedikasi merupakan upaya pengobatan yang dilakukan sendiri. Dalam penatalaksanaan swamedikasi, masyarakat memerlukan pedoman yang terpadu agar tidak terjadi kesalahan pengobatan (medication error). Apoteker sebagai salah satu profesi kesehatan berperan sebagai pemberi informasi (drug informer) khususnya untuk obat-obat yang digunakan dalam swamedikasi. Obat-obat yang termasuk dalam golongan obat bebas dan bebas terbatas relatif aman digunakan untuk pengobatan sendiri (swamedikasi). Swamedikasi dilakukan untuk mengatasi keluhan dan penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat, seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag, kecacingan, diare, penyakit kulit, dan lain-lain. Swamedikasi menjadi

25 17 alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan pengobatan. Pada pelaksanaannya swamedikasi dapat menjadi sumber terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) karena keterbatasan pengetahuan masyarakat akan obat dan penggunaannya. Dalam hal ini Apoteker dituntut untuk dapat memberikan informasi yang tepat kepada masyarakat sehingga masyarakat dapat terhindar dari penyalahgunaan obat (drug abuse) dan penggunaan obat yang salah (drug misuse). Masyarakat cenderung hanya mengetahui merek dagang obat tanpa tahu zat berkhasiatnya (Departemen Kesehatan RI, 2006). Gejala berbahaya yang tidak boleh diobati sendiri diantaranya adalah batuk dan serak yang bertahan lebih lama dari 1-2 minggu, batuk darah, rasa nyeri atau sulit menelan yang tidak segera sembuh, borok yang tidak segera sembuh, buang air besar/kecil dengan darah, keluarnya lendir/darah yang luar biasa dari vagina, demam di atas 40ºC yang bertahan lama lebih dari 2-3 hari yang disertai gejala-gejala lain, seperti nyeri tenggorokan dan diare atau muntah yang hebat (Tan dan Raharja, 1993). Hal-hal yang menguntungkan yang dijadikan dasar seseorang berswamedikasi adalah : a. Menghemat biaya. b. Segera dapat melakukan aktivitas kembali. Sedangkan kerugian seseorang berswamedikasi, yaitu : a. Terjadi salah pengobatan (medication error). b. Timbulnya efek samping yang merugikan. c. Terjadi penutupan (masking) gejala-gejala yang perlu diketahui dokter untuk menentukan diagnosa. d. Penyakit bertambah parah. Tahapan swamedikasi yang baik meliputi proses sebagai berikut : a. Memperoleh informasi dan menafsirkan gejala b. Menentukan tindakan c. Memilih obat d. Memberikan obat beserta informasi obat

26 Pengalihan Tanggung Jawab Apoteker (Departemen Kesehatan RI, 2002) Pengalihan tanggung jawab apoteker diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MenKes/SK/X/2002, yaitu : a. Apabila Apoteker Pengelola Apotek (APA) berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, APA harus menunjuk apoteker pendamping. b. Apabila APA dan Apoteker pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA menunjuk apoteker pengganti. c. Apabila APA meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali dua puluh empat jam, ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. d. Apabila pada apotek tersebut tidak terdapat Apoteker pendamping, pelaporan oleh ahli waris wajib disertai penyerahan resep, narkotika, psikotropika, obat keras, dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. e. Pada penyerahan resep, narkotika, psikotropika dan obat keras serta kunci tersebut, dibuat berita acara serah terima dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat Pencabutan Surat Izin Apotek (Departemen Kesehatan RI, 2002) Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MenKes/SK/X/2002, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut surat izin apotek apabila : a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1. Ijazahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan. 2. Telah mengucapkan Sumpah/Janji sebagai Apoteker. 3. Memiliki Surat izin Kerja dari Menteri. 4. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan 5. Tugasnya, sebagai Apoteker.

27 19 6. Tidak bekerja di suatu Perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker Pengelola Apotik di Apotik lain b. Apoteker tidak lagi memenuhi kewajibannya untuk menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Sediaan farmasi yang karena sesuatu hal tidak dapat digunakan lagi atau dilarang digunakan, harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri. Apoteker mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat paten. c. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terus menerus. d. Terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang obat keras No. St 1973 N0.541, UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, UU No.5 tahun 1997 tentang psikotropika, UU No. 22 tahun 1997 tentang narkotika, serta ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. e. Surat Izin Kerja Apoteker Pengelola Apotek dicabut. f. Pemilik Sarana apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundangundangan di bidang obat. g. Apotek tidak dapat lagi memenuhi persyaratan mengenai kesiapan tempat pendirian apotek serta kelengkapan sediaan farmasi dan perbekalan lainnya baik merupakan milik sendiri atau pihak lain. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan surat izin apotek berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Pelaksanaan pencabutan surat izin apotek dilaksanakan setelah dikeluarkan: a. Peringatan secara tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing masing 2 (dua) bulan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-12. b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan Apotek dengan menggunakan Formulir Model APT-13. Pembekuan izin Apotek sebagaimana dimaksud dalam huruf (b) di atas, dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh

28 20 persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan ini dengan menggunaka contoh formulir Model APT-14. Pencairan Izin Apotek dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Apabila Surat Izin Apotek dicabut, Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengamanan yang dimaksud wajib mengikuti tata cara sabagai berikut : a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, psikotropika, obat keras tertentu dan obat lainnya serta seluruh resep yang tersedia di apotek. b. Narkotika, psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci. c. Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud dalam huruf (a) Sediaan Farmasi (Departemen Kesehatan RI, 1993) Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik. Untuk menjaga keamanan penggunaan obat oleh masyarakat, maka pemerintah menggolongkan obat menjadi: a. Obat Bebas Obat golongan ini adalah obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter. Pada kemasan ditandai dengan lingkaran hitam, mengelilingi bulatan warna hijau disertai brosur yang berisi nama obat, nama dan isi zat berkhasiat, indikasi, dosis, atau aturan pemakaiannya, nomor bets, nomor registrasi, nama pabrik, dan alamat serta cara penyimpanannya. Gambar 2.1. Penandaan obat bebas

29 21 b. Obat Bebas Terbatas Obat golongan ini adalah obat keras yang diberi batas pada setiap takaran dan kemasan yang digunakan untuk mengobati penyakit ringan yang dapat dikenali oleh penderita sendiri. Obat ini dapat dibeli tanpa resep dokter. Obat bebas terbatas ditandai dengan lingkaran hitam, mengelilingi bulatan warna biru yang ditulis pada etiket dan bungkus luar. Gambar 2.2. Penandaan obat bebas terbatas Di samping itu ada tanda peringatan P.No.1 sampai dengan P.No.6, dan penandaan pada etiket atau brosur terdapat nama obat yang bersangkutan, daftar bahan khasiat serta jumlah yang digunakan, nomor batch, dan tanggal kadaluarsa, nomor registrasi, nama dan alamat produsen, petunjuk penggunaan (indikasi), dan cara pemakaian, peringatan, serta kontraindikasi. Tanda peringatan pada kemasan dibuat dengan dasar hitam, tulisan putih. Gambar 2.3. Tanda peringatan pada obat bebas terbatas (P1-P6) c. Obat Keras Obat golongan ini adalah obat-obatan yang mempunyai khasiat mengobati, menguatkan, mendesinfeksi dan lain-lain pada tubuh manusia, baik dalam bungkusan atau tidak yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Tanda khusus lingkaran merah dengan garis tepi hitam dan huruf K didalamnya Psikotropika termasuk dalam golongan obat keras.

30 22 Gambar 2.4. Penandaan obat keras d. Narkotika Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Gambar 2.5. Penandaan obat narkotika Berdasarkan Undang Undang RI No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika pasal 1, narkotik adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan golongan sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini. Narkotika dibagi dalam tiga golongan, yaitu: 1. Narkotika golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak dapat digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi menyebabkan ketergantungan. Contohnya adalah tananan Papaver somniferum (kecuali bijinya), kokain, ganja, heroin, dan tiofentanil. 2. Narkotika golongan II adalah narkotika yang berkhasiat untuk pengobatan, digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contohnya adalah metadon, petidin, dan morfin. 3. Narkotika golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan

31 23 mengakibatkan ketergantungan. Contohnya adalah kodein dan etil morfin Pengelolaan Narkotika Menurut Undang-undang No.22 tahun 1997 pengaturan narkotika bertujuan untuk a. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan; b. Mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika; dan c. Memberantas peredaran gelap narkotika. Secara garis besar pengelolaan narkotika meliputi pemesanan, penyimpanan, pelayanan dan pemusnahan Pemesanan Narkotika Apoteker hanya dapat memesan narkotika melalui Pedagang Besar Farmasi (PBF) tertentu yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan, yaitu PT. Kimia Farma, dengan tujuan untuk memudahkan pengawasan peredaran narkotika. Pemesanan narkotika dilakukan dengan menggunakan surat pesanan (SP) khusus narkotika yang terdiri dari 4 rangkap yang ditandatangani oleh APA serta dilengkapi dengan nama jelas, stempel apotek, nomor SIK, dan SIA. Satu Surat Pesanan (SP) hanya untuk memesan satu jenis narkotika Penyimpanan Narkotika (Departemen Kesehatan RI, 1978) Apotek harus mempunyai tempat khusus yang dikunci dengan baik untuk menyimpan narkotika. Tempat penyimpanan narkotika di apotek harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut : a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat. b. Harus mempunyai kunci yang kuat. c. Dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan; bagian pertama dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garam-garamnya serta persediaan narkotika; bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari. d. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari 40x80x100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai.

32 24 e. Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan. f. Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh penanggung jawab atau pegawai lain yang dikuasakan. g. Lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum Pelayanan Resep yang Mengandung Narkotika Berdasarkan UU No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika, disebutkan bahwa: a. Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan IPTEK. b. Narkotika hanya dapat diserahkan pada pasien berdasarkan resep dokter. Menurut UU No. 9 tahun 1976 tentang narkotika disebutkan bahwa: a. Narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pengobatan dan/atau ilmu pengetahuan. b. Narkotika hanya dapat dipergunakan untuk pengobatan penyakit berdasarkan resep dokter. c. Apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani di apotek yang menyimpan resep asli. Salinan resep dari resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Oleh karena itu dokter tidak boleh menambah tulisan iter pada resep yang mengandung narkotika Pelaporan Narkotika Undang-undang No. 22 tahun 1997 pasal 11 ayat (2) menyatakan bahwa importer, eksportir, pabrik obat, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang ada dalam penguasaannya. Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan yang ditandatangani oleh APA. Laporan tersebut terdiri dari laporan penggunaan bahan

33 25 baku narkotika, laporan penggunaan sediaan jadi narkotika dan laporan khusus menggunakan morfin, petidin dan derivatnya. Laporan dikirim ke kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya, dengan tembusan kepada Balai/Balai Besar POM, dan sebagai arsip Pemusnahan Narkotika (Departemen Kesehatan RI, 1978) APA dapat melakukan pemusnahan narkotika yang rusak, kadaluarsa,atau tidak memenuhi syarat lagi untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan. APA yang memusnahkan narkotika harus membuat berita acara pemusnahan narkotika yang memuat: a. Hari, tanggal, bulan,dan tahun pemusnahan b. Nama APA c. Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi lain dari perusahaan atau badan tersebut d. Nama dan jumlah Narkotika yang dimusnahkan e. Cara pemusnahan f. Tandatangan penanggung jawab apotek Pemusnahan narkotik harus disaksikan oleh: a. Petugas Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan untuk Importir, pabrik farmasi dan unit pergudangan pusat b. Petugas Kantor Wilayah Departemen Kesehatan untuk pedagang besar farmasi penyalur narkotika, lembaga dan unit pergudangan propinsi c. Petugas Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II untuk apotek, rumah sakit, puskesmas dan dokter Berita acara pemusnahan narkotika tersebut dikirimkan kepada kepala kantor Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, Balai/Balai Besar POM, dan sebagai arsip. Menurut Petunjuk Teknis Peraturan Apotek Tahun 2004 mengenai Prosedur Tetap Pelayanan Resep Narkotika, yaitu: a. Melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan administrasi. b. Melakukan pemeriksaan kesesuaian farmasetik, yaitu bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.

34 26 c. Mengkaji pertimbangan klinis, yaitu adanya alergi, efek samping, interaksi, keseuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). d. Narkotika hanya dapat diserahkan atas dasar resep asli rumah sakit, puskesmas, apotek lainnya, balai pengobatan, dokter. Salinan resep narkotika dalam tulisan iter tidak bolah dilayani sama sekali. e. Salinan resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau yang belum dilayani sama sekali hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli. f. Mengkonsultasikan ke dokter tentang masalah resep apabila diperlukan.

35 Pengelolaan Psikotropika Menurut Undang Undang No 5 Tahun 1997, psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan Narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada sasaran saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku. Psikotropika dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu: a. Psikotropika golongan I, yaitu psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: lisergida dan meskalina. b. Psikotropika golongan II, yaitu psikotropika yang berkhasiat pengobatan, digunakan dalam terapi, dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: amfetamin dan metamfetamin. c. Psikotropika golongan III, yaitu psikotropika yang berkhasiat pengobatan, digunakan dalam terapi, dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: amobarbital, pentobarbital dan pentazosina. d. Psikotropika golongan IV, yaitu psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi, dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: barbital, alprazolam dan diazepam Pemesanan Psikotropika Surat Pesanan (SP) psikotropika harus ditandatangani oleh APA serta dilengkapi dengan nama jelas, stempel apotek, nomor SIK dan SIA. Satu surat pesanan ini dapat terdiri dari berbagai macam nama obat psikotropika dan dibuat tiga rangkap Penyimpanan Psikotropika Obat golongan psikotropika penyimpanannya belum diatur oleh perundang-undangan, namun karena kecenderungan penyalahgunaan psikotropika, maka disarankan agar obat golongan psikotropika diletakkan tersendiri dalam suatu rak atau lemari khusus.

36 Pelaporan Psikotropika Menurut Undang Undang No.5 tahun 1997, apotek wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan wajib melaporkan kepada Menteri secara berkala. Pelaporan psikotropika ditandatangani oleh APA ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinkes Propinsi setempat, Balai/Balai Besar POM serta sebagai arsip apotek Pemusnahan Psikotropika Berdasarkan Undang Undang No. 5 tahun 1997, setiap pemusnahan psikotropika, wajib dibuatkan berita acara. Pemusnahan psikotropika dilaksanakan dalam hal : a. Kadaluwarsa; b. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Pemusnahan psikotropika sebagaimana dimaksud pada butir adan b dilakukan oleh apoteker yang bertanggung jawab atas peredaran psikotropika dengan disaksikan oleh pejabat departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan, dalam waktu 7 (tujuh) hari Penyerahan Psikotropika Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan pasien dengan resep dokter Pengadaan Persediaan Apotek (Quick, 1997; Seto, Yunita&Lily, 2004) Pengadaan merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi berdasarkan fungsi perencanaan dan penganggaran. Tujuan pengadaan, yaitu untuk memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup dengan kualitas harga yang dapat dipertanggungjawabkan dalam waktu dan tempat tertentu secara efektif dan efisien menurut tata cara dan ketentuan yang berlaku. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam fungsi pengadaan tersebut harus memenuhi syarat, yakni:

37 29 a. Doematig, artinya sesuai tujuan/sesuai rencana. Pengadaan haruslah sesuai kebutuhan yang sudah direncanakam sebelumnya. b. Rechtmatig, artinya sesuai hak/sesuai kemampuan. c. Wetmatig, artinya sistem/cara pengadaannya haruslah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku Model pengadaan secara umum berdasarkan waktu adalah: a. Annual purchasing, yaitu pemesanan satu kali dalam satu tahun b. Scheduled purchasing, yaitu pemesanan secara periodik dalam waktu tertentu misalnya mingguan, bulanan, dan sebagainya. c. Perpetual purchasing, yaitu pemesanan dilakukan setiap kali tingkat persediaan rendah d. Kombinasi antara annual purchasing, scheduled purchasing, dan perpetual purchasing. Pengadaan dengan pemesanan yang bervariasi waktunya, seperti cara ini dapat diterapkan tergantung dari jenis obat yang dipesan. Misalnya obat impor dari suatu negara dimana devaluasi mata uang menjadi masalah utama, atau obat berharga murah yang jarang digunakan cukup dipesan sekali dalam setahun saja. Obat-obatan yang relatif slow moving tetapi digunakan secara reguler dapat dipesan secara periodik setiap tahun (scheduled purchasing), dan obat-obatan yang banyak diminati dan obat-obatan yang harganya sangat mahal maka pemesanan dilakukan secara perpetual purchasing. Setelah menentukan jenis pengadaan yang akan diterapkan berdasarkan frekuensi dan waktu pemesanan maka pengadaan atau pembelian barang di apotek dapat dilakukan dengan cara: a. Pembelian kontan Dalam pembelian kontan, pihak apotek langsung membayar harga obat yang dibeli dari distributor. Biasanya dilakukan oleh apotek yang baru dibuka karena untuk melakukan pembayaran kredit apotek harus menunjukkan kemampuannya dalam menjual. b. Pembelian kredit

38 30 Pembelian kredit adalah pembelian yang pembayarannya dilakukan pada waktu jatuh tempo yang telah ditetapkan, misalnya 30 hari setelah obat diterima apotek. c. Pembelian konsinyasi (titipan obat) Pembelian konsinyasi adalah titipan barang dari pemilik kepada apotek, dimana apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila barang tersebut terjual. Bila barang tersebut tidak terjual sampai batas waktu kadaluarsa atau waktu yang telah disepakati maka barang tersebut dapat dikembalikan pada pemiliknya Pengendalian Persediaan Apotek Pengendalian persediaan dalam hal ini berhubungan dengan aktivitas dalam pengaturan persediaan obat di apotek untuk menjamin kelancaran pelayanan pasien di apotek secara efektif dan efisien. Unsur dari pengendalian persediaan ini mencakup penentuan cara pemesanan atau pengadaannya, menentukan jenis persediaan yang menjadi prioritas pengadaan, hingga jumlah persediaan yang optimum dan yang harus ada di apotek untuk menghindari kekosongan persediaan. Oleh karena itu, pengelolaan dan pengendalian persediaan obat di apotek berfungsi untuk memastikan pasien memperoleh obat yang dibutuhkan, mencegah risiko kualitas barang yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan, dan mendapatkan keuntungan dari pembelian dengan memilih distributor obat yang tepat, pengiriman cepat dan kualitas obat yang baik. Salah satu cara untuk menentukan dan mengendalikan jenis persediaan yang seharusnya dipesan adalah dengan melihat pergerakan keluar masuknya obat dan mengidentifikasi jenis persediaan yang menjadi prioritas pemesanan. Metode pengendalian persediaan dengan menyusun prioritas tersebut dapat dibuat dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut (Quick, 1997): Analisis VEN (Vital, Esensial, Non esensial) Pengendalian obat dengan memperhatikan kepentingan dan vitalitas obat yang harus selalu tersedia untuk melayani permintaan untuk pengobatan.

39 31 a. V (Vital) Obat untuk penyelamatan hidup manusia atau untuk pengobatan karena penyakit yang mengakibatkan kematian. Pengadaan obat golongan ini diprioritaskan. b. E (Esensial) Obat yang banyak diminta untuk digunakan dalam tindakan atau pengobatan penyakit terbanyak, yang resepnya sering datang ke apotek. Dengan kata lain, obat-obat golongan ini adalah obat yang fast-moving. c. N (Non esensial) Obat pelengkap yang sifatnya tidak esensial, digunakan untuk membantu penyembuhan penyakit Analisis Pareto (ABC) Analisis Pareto disusun berdasarkan penggolongan persediaan yang mempunyai nilai harga yang paling tinggi. Pareto membagi persediaan berdasarkan atas nilai rupiah (volume persediaan yang dibutuhkan dalam satu periode dikalikan harga per unit) sehingga untuk mengendalikan persediaan barang difokuskan pada item persediaan yang bernilai tinggi daripada yang bernilai rendah. Kriteria kelas dalam klasifikasi ABC: a. Kelas A Persediaan yang memiliki volume rupiah yang tinggi. Kelas ini mewakili sekitar % dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya sekitar 10-20% dari seluruh item. Memiliki dampak biaya yang tinggi. Pengendalian khusus dilakukan secara intensif. b. Kelas B Persediaan yang memiliki volume rupiah yang menengah. Kelas ini mewakili sekitar % dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya sekitar 30 % dari seluruh item. Pengendalian khusus dilakukan secara moderat. c. Kelas C Persediaan yang memiliki volume rupiah yang rendah. Kelas ini mewakili sekitar 5-10% dari total nilai persediaan, tapi terdiri sekitar 50% dari seluruh item. Pengendalian khusus dilakukan secara sederhana. Analisis pareto dilakukan dengan menghitung nilai investasi dari tiap sediaan obat dengan cara :

40 32 1. Menghitung total investasi tiap jenis obat. 2. Kelompokan berdasarkan nilai investasi dan diurutkan mulai dari nilai investasi terbesar hingga terkecil. 3. Syarat pengelompokan adalah sebagai berikut: a) Kelompok A dengan nilai investasi 70-80% dari total investasi obat keseluruhan. b) Kelompok B dengan nilai investasi 15-20% dari total investasi obat keseluruhan. c) Kelompok C dengan nilai investasi 5-10% dari total investasi obat keseluruhan Analisis VEN-ABC Mengkategorikan item berdasarkan volume dan nilai penggunaannya selama periode waktu tertentu. Analisis VEN-ABC menggabungkan analisis Pareto dan VEN dalam suatu matriks sehingga analisis menjadi lebih tajam. Matrik dapat dibuat sebagai berikut: Tabel 2.1 Matrix Ven - ABC V E N A VA EA NA B VB EB NB C VC EC NC Matriks diatas dapat dijadikan dasar dalam menetapkan prioritas untuk menyesuaikan anggaran atau perhatian dalam pengelolaan persediaan. Semua obat vital dan esensial dalam kelompok A, B, dan C. Tetapi kuantitasnya disesuaikan dengan kebutuhan konsumen apotek. Untuk obat non esensial dalam kelompok A tidak diprioritaskan, sedangkan kelompok B dan C pengadaannya disesuaikan dengan kebutuhan Strategi Pemasaran Apotek Strategi pemasaran yang umumnya dilakukan oleh apotek adalah analisis AIDA (Attention, Interest, Desire, Action) Attention

41 33 Strategi ini merupakan upaya apotek untuk dapat menarik perhatian pengunjung/konsumen, yang dapat dilakukan dengan: a. Membuat desain eksterior apotek semenarik mungkin, seperti membuat papan nama yang besar dan memasang neon box agar mudah terlihat oleh orang yang lewat. b. Mendesain bangunan agar terlihat menarik dan juga memperhatikan kondisi ekonomi di lingkungan tempat pendirian apotek. Misalnya, jika apotek berada di lingkungan daerah menengah ke atas, maka desainnya dapat dibuat lebih mewah agar tampak meyakinkan pengunjung di lingkungan tersebut bahwa obat yang dijual lengkap dan berkualiatas. Namun sebaliknya, apabila apotek didirikan di lingkungan menengah ke bawah, maka desain yang dipilih tidak perlu mewah agar tidak membuat pengunjung merasa enggan atau ragu untuk datang karena memiliki sugesti obat yang dijual di apotek tersebut mahal. c. Menggunakan kaca transparan pada sisi depan apotek agar desain interior apotek dapat terlihat dari luar Interest Strategi ini bertujuan untuk menimbulkan keingintahuan pengunjung untuk masuk ke dalam apotek, yang dapat dilakukan dengan cara menyusun obat fast moving yang dipajang di ruang tunggu agar eye catching sehingga dapat langsung terlihat oleh pengunjung saat memasuki apotek serta obat disusun yang menarik dengan memperhatikan warna kemasan dan disusun berdasarkan efek farmakologis Desire Langkah selanjutnya setelah pengunjung masuk ke dalam apotek adalah menimbulkan keinginan mereka untuk membeli obat. Upaya yang dapat dilakukan agar timbul keinginan tersebut adalah melayani pengunjung dengan ramah, cepat tanggap dengan keinginan pelanggan, meningkatkan kelengkapan obat, dan memberikan harga yang bersaing Action Setelah melalui beberapa tahap diatas akhirnya pengunjung apotek tersebut memutuskan mengambil sikap untuk menjadi pembeli obat di apotek. Pada tahap

42 34 ini pembeli akan merasakan sendiri pelayanan yang diberikan apotek. Pelayanan yang dapat diberikan antara lain dengan menunjukkan kecepatan pelayanan dan pemberian informasi yang diperlukan.

43 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS 3.1 Sejarah Apotek Keselamatan Apotek Keselamatan didirikan pada bulan April tahun Apotek ini dikelola oleh seorang Apoteker Pengelola Apotek, Ibu Dra. Azizahwati, Apt., MS dengan SIK NO. 2621/B dan SIA No. 87.SIA.0/04./YANKES/04. Di awal pendiriannya, apotek ini masih melakukan penyesuaian, namun memasuki bulan Juni 2004 Apotek Keselamatan sudah mulai berfungsi dalam melayani masyarakat. 3.2 Lokasi dan Tata Ruang Lokasi Apotek Keselamatan berlokasi di Jalan Keselamatan No. 27 Jakarta Selatan. Apotek ini berada di komplek perumahan padat penduduk, yang berjarak kurang lebih 200 meter dari jalan raya. Walaupun Apotek Keselamatan tidak berada di tepi jalan raya namun jalan depan Apotek Keselamatan cukup ramai dan digunakan sebagai jalan alternatif bagi kendaraan-kendaraan yang melalui jalan utama, seperti Jalan KH. Abdullah Syafi i dan Jalan Dr. Saharjo. Di samping itu, bangunan dari Apotek Keselamatan terletak tepat di pertigaan jalan sehingga dapat dijangkau dari tiga arah dan dapat dijangkau dengan kendaraan. Bangunan Apotek Keselamatan berstatus milik sendiri. Di dalam lingkungan apotek terdapat tempat praktek dokter umum, yang turut menunjang peningkatan jumlah resep yang diterima oleh Apotek Keselamatan Tata Ruang Bangunan Apotek Keselamatan terdiri dari halaman parkir, ruang tunggu, meja kasir dan tempat penerimaan resep, ruang peracikan, meja kerja apoteker, ruang praktek dokter, ruang istirahat karyawan dan tempat pencucian atau wastafel. Denah Apotek Keselamatan dapat dilihat pada Lampiran 1. 35

44 Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia Struktur organisasi adalah bagan yang menggambarkan fungsi-fungsi yang terdapat dalam suatu organisasi. Seorang APA harus dapat memprediksi dan membentuk struktur organisasi apotek, disertai dengan uraian fungsi dan tugas/ wewenang dan tanggung jawabnya agar dapat mengetahui kegiatan apa saja yang akan dilakukan dan tipe orang yang bagaimana yang dapat melaksanakan fungsi kegiatan tersebut sehingga apotek dapat beroperasional sesuai rencana. Organisasi Apotek Keselamatan dikelola oleh seorang Apoteker Pengegola Apotek (APA) yang juga merupakan Pemilik Sarana Apotek (PSA). Adapun struktur organisasi Apotek Keselamatan sebagai berikut: 3.4 Tugas dan Fungsi Tiap Jabatan Apoteker Pengelola Apotek (APA) Seorang APA bertanggung jawab terhadap kegiatan apotek, memiiki Surat Izin Kerja (SIK) dan Surat Izin Apotek (SIA). Apoteker bertanggung jawab penuh terhadap semua kegiatan yang berlangsung di apotek. Apoteker Pengelola Apotek memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: a. Menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan fungsinya (apotek sebagai tempat pengabdian profesi) dan memenuhi segala kebutuhan perundang-undangan di bidang perapotekan yang berlaku.

45 37 b. Memimpin seluruh kegiatan manajerial apotek termasuk mengkoordinasikan dan mengawasi dinas kerja karyawan lainnya antara lain mengatur daftar giliran kerja, menetapkan pembagian beban kerja, dan tanggung jawab masing-masing karyawan. c. Secara aktif berusaha sesuai dengan bidang tugasnya untuk meningkatkan omset penjualan dan mengembangkan hasil usaha apotek dengan mempertimbangkan masukan dari karyawan lainnya untuk perbaikan atau pengembangan pelayanan dan kemajuan apotek. d. Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan menyerahkankan obat. e. Memberikan Pelayanan Informasi Obat (PIO) kepada pasien untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. Dalam hal ini Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, dan bijaksana serta terkini. f. Melaksanakan pelayanan swamedikasi g. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan. h. Membuat salinan resep (copy resep) dan kuintasi bila dibutuhkan. i. Mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan tunai harian Asisten Apoteker (AA) Asisten Apoteker memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut: a. Mendata kebutuhan barang b. Mengatur, mengontrol, dan menyusun obat pada tempat penyimpanan obat di ruang peracikan.

46 38 c. Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan resep, menyiapkan obat, meracik, menulis etiket, mengemas, sampai dengan menyerahkankan obat. d. Memberi harga-harga untuk resep-resep yang masuk dan memeriksa kelengkapan resep. e. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien meliputi bentuk sediaan obat, jumlah obat, nama obat, nomor resep, nama pasien kemudian menyerahkan obat kepada pasien dan memberikan informasi tentang penggunaan obat tersebut serta informasi tambahan lain yang diperlukan. f. Mencatat keluar masuk barang g. Melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang mempunyai kadaluarsa h. Menyusun daftar masuknya barang dan menandatangani faktur obat yang masuk setiap harinya. i. Mencatat penerimaan uang setelah dihitung terlebih dahulu, begitu juga dengan pengeluaran yang harus dilengkapi dengan kuintasi, nota dan tanda setoran yang sudah diparaf APA atau karyawan yang ditunjuk Juru Resep Juru resep adalah tenaga yang membantu Asisten Apoteker dalam meracik obat di apotek. Tugas dan kewajiban juru resep adalah: a. Membantu tugas Apoteker dan Asisten Apoteker dalam penyediaan atau pembuatan obat jadi maupun obat racikan. b. Menyiapkan dan membersihkan alat-alat peracikan serta melaporkan hasil sediaan yang sudah jadi kepada Asisten Apoteker. c. Membuat obat-obat racikan standar di bawah pengawasan Asisten Apoteker. d. Menjaga kebersihan apotek Karyawan Pembantu Karyawan pembantu mempunyai tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: a. Bertanggung jawab atas kebersihan apotek.

47 39 b. Membantu juru resep dalam hal pekerjaannya. 3.5 Pengelolaan Perbekalan Farmasi Pengelolaan perbekalan farmasi dimulai dari pengadaan, penyimpanan dan dispensing perbekalan farmasi Perencanaan Perbekalan Farmasi Perencanaan dilakukan berdasarkan data penjualan bulan lalu dan buku defecta. Setiap obat yang mendekati stok minimal akan dicatat kedalam buku defecta dan dilaporkan ke Apoteker untuk merencanakan sediaan farmasi yang akan dibeli. Berdasarkan daftar obat yang tercantum di buku defecta, dilakukan pengklasifikasian obat sesuai skala prioritasnya sehingga pengadaan yang dilakukan sesuai dengan dana yang tersedia. Obat-obat yang fast moving yang menyerap dana kecil merupakan prioritas utama dalam pengadaan, sedangkan untuk obat-obat pelengkap (misalnya vitamin) yang menyerap dana besar merupakan prioritas terakhir dalam pengadaan Pengadaan Perbekalan Farmasi Pengadaan perbekalan farmasi menjadi tugas dan wewenang APA, tetapi untuk menjaga kelancaran dan ketepatan persediaan barang, Pembelian di Apotek Keselamatan dilakukan dua kali dalam seminggu, yaitu hari Selasa dan Kamis terkecuali pada kondisi-kondisi tertentu, maka pembelian dilakukan pada saat yang dibutuhkan. Asisten Apoteker dapat melakukan pengadaan barang untuk keperluan mendesak yang dilakukan pada pagi hari dengan surat pesanan (SP) sementara yang diparaf oleh Asisten Apoteker dengan persetujuan APA kemudian dikirim ke PBF atau melalui telepon (SP akan diambil oleh sales).. Prinsip pengadaan barang pada Apotek Keselamatan : a. Berasal dari sumber PBF yang jelas. b. Macam dan jumlah di sesuaikan dengan kondisi keuangan dan kategori arus barang fast moving atau slow moving.

48 40 c. Berdasarkan epidemiologi atau penyakit yang sedang banyak diderita oleh pasien dan produk-produk brand name yang sedang digemari oleh masyarakat. d. Kondisi yang paling menguntungkan (mempertimbangkan mengenai harga, diskon, syarat pembayaran dan ketepatan barang datang). Pengadaan barang bisa dilakukan dengan cara konsinyasi/ barang titipan, COD (cash order delivery) atau kredit. Konsinyasi adalah penitipan barang dari distributor kepada apotek, dimana apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila barang terjual, bila tidak terjual barang tersebut dapat dikembalikan. Biasanya konsinyasi dilakukan untuk obat-obat baru yang belum dijual di apotek yang sedang dalam masa promosi, sementara pembayaran dilakukan hanya terhadap barang yang laku terjual. COD adalah pembelian barang dimana pembayaran dilakukan secara langsung pada saat barang datang, sedangkan pembayaran yang dilakukan secara kredit dilakukan setelah jatuh tempo. Pembayaran untuk pembelian kredit dilakukan dua kali dalam sebulan yaitu pada Rabu minggu kedua dan keempat setiap bulan. Pembelian barang di apotek dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu pembelian secara terbatas, spekulasi dan berencana. Dari ke tiga cara tersebut Apotek Keselamatan lebih menggunakan pembelian secara terbatas, hal ini untuk menghindari penumpukan barang yang menyebabkan modal terhenti Pemeriksaan dan Pencatatan Barang Setiap hari dilakukan pemeriksaan kemudian barang yang habis atau hampir habis dicatat pada buku defekta untuk dilakukan pemesanan, selain itu juga di tulis obat-obat yang belum tersedia di Apotek tapi sudah mulai diresepkan dan banyaknya permintaan dari pelanggan Pemesanan Barang Pemesanan dilakukan berdasarkan buku defekta kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) dan menggunakan surat pesanan langsung kepada salesman atau

49 41 melalui telepon. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan kerjasama dengan PBF adalah : a. Ketepatan dan kecepatan dalam pelayanan b. Bertanggung jawab terhadap barang pesanan apabila terjadi kerusakan c. Memberikan jaminan terhadap barang pesanan d. Ada kepastian memperoleh barang yang dipesan e. Diskon yang diberikan f. Bebas waktu kredit Penerimaan Barang Barang yang datang diterima oleh Asisten Apoteker dari PBF disertai dengan faktur pembelian serta surat pesanan dari apotek, kemudian dilakukan pengecekan kesesuaian terhadap jumlah, jenis, bentuk, tanggal kadaluarsa, serta kondisi fisik barang dengan surat pemesanan dan buku pemesanan barang. Apabila barang sesuai, maka faktur tersebut ditandatangani oleh Asisten Apoteker yang menerima barang disertai dengan nama terang, tanggal penerimaan dan cap apotek. Jika ada barang yang dikirim tidak sesuai dengan surat pemesanan, atau karena barang yang diterima mendekati tanggal kadaluarsa, maka barang tersebut akan dikembalikan langsung (retur). Apotek menerima dua lembar faktur sebagai arsip. Barang yang baru datang tersebut kemudian diberi harga sesuai dengan harga yang telah ditetapkan oleh apotek. Faktur yang diterima dicatat pada buku pencatatatan untuk menginventaris barang yang diterima dan jumlah nilai yang akan dibayarkan kepada PBF ketika jatuh tempo Penyimpanan Perbekalan Farmasi Barang yang baru datang/baru diterima dari PBF diberi harga terlebih dahulu dan kemudian ditempatkan di etalase obat. Penempatan barang tersebut dapat menggunakan sistem First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO). Pada sistem FIFO, barang yang keluar lebih dahulu adalah barang yang lebih dahulu masuk, sedangkan pada sistem FEFO, obat/barang yang mempunyai tanggal kadaluarsa cepat maka obat tersebut pula yang paling pertama keluar. Pada sistem FIFO, jika pengambilan barang dari belakang etalase maka barang yang baru datang

50 42 ditempatkan di depan barang yang lama, sementara jika pengambilan barang dari depan etalase maka barang yang baru datang di tempatkan di belakang barang yang lama, sehingga dapat mencegah obat melewati tanggal kadaluarsa. Sistem FEFO dapat terjadi bila suatu produk yang telah hampir kosong pabrik. Penyimpanan obat di Apotek Keselamatan dilakukan dengan cara sebagai berikut : a. Obat dikelompokkan berdasarkan bentuk sediaan dan golongan obat. b. Tiap kelompok obat disusun secara alfabetis untuk mempermudah dalam pencarian/pengambilan. c. Narkotika di simpan dalam lemari narkotika. d. Psikotropika di simpan dalam lemari psikotropika e. Obat-obat yang dipersyaratkan di simpan pada suhu dingin di simpan dalam lemari pendingin (suppositoria, ovula, tablet, serbuk). f. Untuk produk bebas disimpan di etalase ruang depan dan disusun berdasarkan efek farmakologis, bentuk sediaan dan memperhatikan estetika warna dan rapi sehingga akan menarik perhatian pasien yang datang ke apotek, terlihat obat tersedia di Apotek lengkap dan obat mudah dicari dan diambil dengan cepat oleh petugas Apotek. g. Disediakan pula produk-produk kebutuhan bayi yang disimpan di etalase tersendiri Pelayanan Perbekalan Farmasi Pelayanan perbekalan farmasi di Apotek Keselamatan, yaitu: a. Pelayanan obat dengan resep Resep yang dilayani berasal dari praktek dokter yang praktek di apotek, dokter rumah sakit ataupun praktek dokter yang berada di sekitar apotek dan juga dari dokter-dokter puskesmas. Prosedur pelayanan obat, yaitu AA menerima resep dan mengecek ketersediaan obat serta hal-hal yang terkait dengan resep. Jika obat tersedia, maka diberi harga dan dikonfirmasikan kepada pasien. Setelah dibayar oleh pasien, AA menyiapkan atau meracik obat. Obat diberikan etiket dan dikemas kemudian diserahkan kepada pasien

51 43 dengan memberikan informasi mengenai khasiat, aturan pakai, dan cara pemakaiannya. Untuk pasien yang hanya membeli sebagian dari jumlah resep, lembaran resep asli disimpan sekurang-kurangnya 3 tahun sesuai tanggal resep dan kemudian dilakukan pemusnahan resep. b. Pelayanan obat tanpa resep dokter Pelayanan obat tanpa resep berupa penjualan obat bebas, obat bebas terbatas, obat wajib apotek, perlengkapan bayi, suplemen dan alat kesehatan. Pada saat penyerahan obat disertai dengan informasi yang dibutuhkan pasien sehingga tidak terjadi kesalahan dan penyalahgunaan obat oleh pasien. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang dilakukan oleh Apotek Keselamatan berorientasi kepada pasien yang mengacu pada asuhan kefarmasian (Pharmaceutical Care). Apoteker pengelola Apotek memberikan konseling kepada pasien serta memberikan pengetahuan mengenai swamedikasi pada pasien Pencatatan dan Pelaporan Sistem pencatatan dan pelaporan digunakan untuk memudahkan dalam pengelolaan administrasi apotek. Pencatatan biasanya dilakukan oleh AA dan dibantu juru resep. Sistem pencatatan dan pelaporan terdiri dari beberapa buku, diantaranya: a. Buku defekta b. Buku pemesanan obat c. Buku pembelian d. Buku perincian pembelian e. Buku tukar faktur f. Buku pengajuan dana untuk pembayaran (untuk APA) g. Buku pembelian tunai (COD) h. Buku penjualan Selain buku-buku tersebut, system pencatatan dan pelaporan juga menggunakan kartu stok untuk tiap-tiap barang. 3.6 Pelayanan Apotek

52 44 Pelayanan obat yang dilakukan di Apotek Keselamatan adalah sebagai berikut: Pelayanan obat dengan resep Pelayanan atau penjualan dengan resep diberikan kepada pasien yang membeli obat dengan resep dokter secara tunai, proses pelayanan resepnya adalah sebagai berikut: a. Resep dokter yang dibawa oleh pasien akan diterima oleh apoteker atau AA, kemudian diperiksa kelengkapan resepnya, ketersediaan obat tersebut di apotek juga diberi harga. b. Setelah pasien setuju terhadap harga yang ditawarkan dapat langsung membayar pada kasir. c. Resep kemudian dibawa ke bagian peracikan untuk dikerjakan oleh AA yang dapat dibantu oleh juru resep sesuai permintaan yang tertera dalam resep. Lalu obat yang telah selesai dibuat, diberi etiket dan diperiksa oleh apoteker atau AA baik bentuk sediaan, nama pasien, etiket, dan jumlah obat sebelum diserahkan kepada pasien. d. Penyerahan obat kepada pasien dengan disertai pemberian informasi yang bermanfaat bagi pasien tersebut, kemudian dicatat alamat dan nomor telepon pasien, jumlah dan harga resep ke dalam buku resep yang telah disediakan di apotek. e. Pada pelayanan resep yang mengandung narkotika, tidak diperbolehkan menyerahkan narkotika atas dasar salinan resep dokter dan resep dokter tersebut harus disimpan terpisah dengan resep obat non narkotika.

53 Pelayanan obat bebas Pelayanan obat bebas adalah pelayanan obat kepada konsumen tanpa resep dokter. Obat-obat yang dapat dijual bebas adalah obat yang termasuk dalam daftar obat bebas, obat bebas terbatas, kosmetika, dan alat kesehatan tertentu. Pembayaran dilakukan di kasir, setelah lunas obat diserahkan kepada konsumen atau pembeli Pelayanan obat wajib apotek Pelayanan obat wajib apotek adalah pelayanan obat-obat keras yang terdapat dalam DOWA oleh apoteker di apotek yang dapat diberikan kepada pasien tanpa mengunakan resep dokter Pelayanan informasi obat dan monitoring penggunaan obat Salah satu kewajiban seorang apoteker sesuai dengan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.922/Menkes/Per/X/1993, yang menyatakan bahwa apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien, penggunaan obat yang tepat, aman, dan rasional atas permintaan pasien. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek, informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yag harus dihindari selama terapi. Apoteker harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau salah penggunaan sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan dan melakukan pemantauan penggunaan obat setelah diserahkan pada pasien untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya,. Untuk memberikan informasi tersebut diperlukan penguasaan teknik komunikasi yang berkaitan dengan pemahaman mengenai latar belakang sosial, ekonomi dan budaya penerima informasi disamping mengetahui dan memahami

54 46 tentang obat dan pengobatan. Informasi yang diberikan tidak harus menggunakan istilah atau bahasa ilmiah tapi yang terpenting adalah penerima mudah mengerti, memahami, dan mencerna informasi yang dibutuhkan. Informasi disampaikan secara singkat, jelas, terbuka, dan menghindari sikap menggurui, memaksa, dan menyalahkan. Komunikasi harus dilakukan sedemikian rupa agar terjadi komunikasi yang interaktif antara penerima dan pemberi informasi Pengelolaan Narkotika Pengelolaan narkotika dimulai dari pemesanan, penerimaan, penyimpanan, dan pelaporan keluar masuknya obat narkotik di apotek Pemesanan narkotika Pemesanan narkotika harus dilakukan dengan menggunakan surat pesanan khusus narkotika yang diperoleh dari pedagang besar farmasi (PBF) Kimia Farma. Peraturan pemesanan narkotika adalah sebagai berikut: a. Dalam satu lembar surat pesanan hanya untuk satu jenis narkotika. b. Mencantumkan nama dan alamat apotek, surat izin apotek, nama apoteker pengelola apotek, dan surat izin kerja. c. Surat pesanan harus ditandatangani oleh apoteker pengelola aptek dan terdapat stempel apotek pemesan. d. Surat pesanan dibuat empat rangkap, satu untuk arsip di apotek, sedangkan yang tiga lembar lagi diserahkan kepada pedagang besar farmasi Kimia Farma yang bersangkutan. Surat pesanan narkotika dapat dilihat pada Lampiran Penerimaan dan penyimpanan narkotika Penerimaan dilakukan oleh apoteker pengelola apotek (APA) atau asisten apoteker (AA) dan bukti penerimaannya diterima dan ditandangani oleh APA atau AA. Untuk penyimpanannya, narkotika disimpan pada lemari khusus yang terkunci, terjamin keamanannya, dan dapat dipertanggungjawabkan. Penyimpanan dipisahkan untuk penggunaan sehari-hari dan persediaan Pelaporan pemasukan dan pengeluaran narkotika

55 47 Undang-undang No. 22 tahun 1997 pasal 11 ayat 2, menyatakan bahwa importir, eksportir, pabrik obat, pabrik farmasi, PBF, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan atau pengeluaran narkotika yang ada dalam penguasaannya. Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan nama jelas, nomor SIPA Apoteker Pengelola Apotek, SIA, dan stempel apotek. Laporan penggunaan narkotika ini harus dilaporkan setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan dengan menggunakan sistem online SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika) yang ditujukan kepada Suku Dinas Pelayanan Kesehatan setempat dengan tembusan Balai Besar POM dan berkas untuk disimpan sebagai arsip. Sistem pelaporan Narkotika dan Psikotropika menggunakan program Sipnap versi Program Sipnap diperoleh dengan melakukan instalasi aplikasi dengan cara download dari internet dengan login ke website Setelah program diinstal, aplikasi perlu terlebih dahulu diisikan User Name (Nama Pengguna) dan User Password (Kata Sandi) untuk masuk ke aplikasi. Bagian atas aplikasi terdapat menu untuk fasilitas yang disediakan oleh aplikasi yaitu home, form, rekap total, rekap per unit pelayanan, unit pelayanan, print, aplikasi excel, dan log out. 3.8 Pengelolaan Psikotropika Pengelolaan sediaan psikotropika meliputi pemesanan, penerimaan, penyimpanan, dan pelaporan penggunaan sediaan psikotropika Pemesanan psikotropika Cara pemesanan psikotropika di Apotek Keselamatan adalah: a. Dalam satu lembar surat pesanan boleh terdapat lebih dari satu jenis psikotropika. b. Dalam surat pemesanan mencantumkan nama apotek, alamat apotek, nomor surat izin apotek, nama APA, dan nomor surat izin kerja. c. Surat pesanan harus ditandatangani oleh APA dan diberi stempel apotek.

56 48 d. Surat pesanan dibuat tiga rangkap, dua untuk arsip di apotek sedangkan satu lembar yang asli diserahkan ke PBF yang bersangkutan. Surat pesanan psikotropik dapat dilihat pada Lampiran Penerimaan dan penyimpanan psikotropika Penerimaan psikotropika dapat dilakukan oleh asisten apoteker. Bukti penerimaan obat diterima dan ditandatangani oleh APA atau AA. Obat psikotropika di Apotek Keselamatan disimpan pada lemari khusus yang terkunci dan terjamin keamanannya. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi penyalahgunaan Pelaporan penggunaan psikotropika Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan melaporkan kepada Suku Dinas Pelayanan Kesehatan (Sudin Yankes) setempat setiap satu bulan sekali, paling lambat tanggal 10 menggunakan sistem online SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika) dengan tembusan Balai Besar POM DKI Jakarta dan arsip. 3.9 Kegiatan administrasi dan keuangan Kegiatan administrasi Apotek selain menjalankan fungsi kefarmasiannya juga melakukan kegiatan administrasi yang berfungsi untuk mencatat segala proses kegiatan kerja yang ada di apotek tersebut. Kegiatan administrasi yang dilakukan di Apotek Keselamatan meliputi: a. Administrasi penjualan Administrasi penjualan pada Apotek Keselamatan meliputi kegiatan pencatatan obat-obat yang terjual (obat ethical dan obat bebas) di apotek. b. Administrasi pembelian kredit atau hutang dagang Apotek Keselamatan melakukan pembelianproduk dari pedagang besar farmasi dengan cara kredit. Setiap PBF memberikan kebijaksanaan mengenai harga obat maupun diskon yang berbeda-beda kepada apotek. Pencatatan terhadap pembelian kredit dibuat berdasarkan faktur hutang yang masuk dari

57 49 PBF ke apotek dan dibuat dalam sebuah laporan oleh bagian administrasi untuk memudahkan pengawasannya. c. Administrasi pembukuan Administrasi pembukuan diperlukan untuk mencatat transaksi-transaksi yang telah dilaksanakan oleh Apotek Keselamatan Sistem administrasi Apotek Keselamatan memiliki sistem administrasi yang dikelola dengan baik, dimulai dari perencanaan, pengadaan, pengelolaan, dan pelaporan barang yang masuk dan keluar., pengelolaan ini dilakukan oleh AA yang dibantu oleh karyawan administrasi. Kelengkapan administrasi di Apotek Keselamatan meliputi: a. Buku defekta Buku ini digunakan untuk mencatat nama obat atau sediaan yang habis atau yang harus segera dipesan agar dapat memenuhi kebutuhan di apotek. Keuntungan buku ini adalah dapat digunakan untuk mengecek barang sekaligus stok barang, menghindari terjadinya kekeliruan pemesanan kembali dan mempercepat proses pemesanan sehingga tersedianya barang di apotek dapat terkontol dan terjamin dengan baik. b. Surat pesanan (SP) Terdiri dari dua lembar yang harus ditandatangani oleh AA apabila akan melakukan pemesanan barang, dimana satu lembar pertama untuk diberikan kepada PBF dan lembar terakhir untuk keperluan arsip di apotek. Dalam surat pesanan terdapat tanggal pemesanan, nama PBF, yang ditunjuk, nomor dan nama barang, jenis kemasan yang dipesan, jumlah pesanan, tandatangan pemesanan, dan stempel apotek. Surat pesanan dapat dilihat pada Lampiran 3.

58 50 c. Buku daftar harga Berfungsi untuk mencatat harga netto apotek (HNA) maupun harga eceran tertinggi (HET), pada buku ini tercantum nama obat dengan merek dagang, generik, maupun bahan baku, penyusunan nama obat berdasarkan alfabet yang dibedakan antara obat bebas dan obat ethical. d. Buku pembelian Berfungsi sebagai buku penerimaan barang, dalam buku ini tercantum tanggal, nomor urut, nama PBF, nomor faktur, nomor bets, tanggal kadaluarsa, nama barang, jumlah, harga satuan, diskon yang diperoleh, total harga, dan total pembayaran. Pencatatan ini dilakukan saat barang dating berdasarkan faktur pengiriman barang dari PBF. e. Buku pembelian dan penggunaan narkotika dan psikotropika Bertujuan untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran obat-obat narkotika dan psikotropika, yang tercantum nama obat, bulan, persediaan awal, penambahan jumlah yang meliputi tanggal pembelian, jumlah, nama PBF, pengurangan dan sisa serta keterangan lain jika ada Kegiatan keuangan Kegiatan keuangan meliputi kegiatan yang meliputi aliran uang masuk dan uang keluar dalam apotek. Aliran uang masuk yang berasal dari setiap transaksi penjualan yang terjadi produk dan jasa di apotek, sedangkan arus uang keluar berasal dari berbagai macam pengeluaran atau pembiayaan hutang dagang dan biaya operasional apotek lainnya. Keluar masuknya uang dicatat dalam buku-buku harian, yaitu: a. Buku kas untuk mencatat kegiatan yang terkait dengan uang yang ada di kas apotek setiap harinya b. Buku pembelian untuk mencatat semua transaksi pembelian barang dagangan baik yang termasuk produk bebas maupun produk ethical di apotek. c. Buku penjualan digunakan untuk mencatat hasil penjualan barang dagangan baik yang termasuk produk bebas maupun produk ethical di apotek.

59 BAB 4 PEMBAHASAN Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi serta perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Sebagai sarana pelayanan kesehatan, apotek merupakan sarana terkecil yang memiliki peran strategis dalam menunjang pelayanan kesehatan masyarakat dan mendukung upaya kesehatan dasar, seperti swamedikasi atau upaya pengobatan diri sendiri. Salah satu cara untuk mendukung upaya kesehatan dasar maka perlu adanya pemberian informasi obat kepada masyarakat dan tenaga kesehatan lainnya sehingga masyarakat mendapatkan pengetahuan yang benar tentang obat. Hal ini sangat penting untuk menghindari terjadinya salah penggunaan dan penyalahgunaan obat di masyarakat. Apotek Keselamatan berlokasi di Jalan Keselamatan No.27 Jakarta Selatan. Berdasarkan dari letaknya, apotek memiliki lokasi yang cukup strategis sehingga masyarakat dapat dengan mudah mengenali dan mengaksesnya. Hal ini disebabkan oleh posisinya yang terletak di pertigaan jalan dan merupakan jalan alternatif bagi kendaraan-kendaraan yang melalui jalan utama, seperti Jalan KH. Abdullah Syafi i dan Jalan Dr. Saharjo yang banyak dilalui kendaraan. Selain itu apotek berada di pemukiman padat penduduk yang umumnya penduduknya cenderung untuk melakukan swamedikasi. Bangunan dari apotek menyatu dengan rumah dari Pemilik Sarana Apotek (PSA) sekaligus Apoteker Penanggung Jawab Apotek (APA). Adanya praktek dokter serta dekatnya Apotek Keselamatan dengan praktek bidan, Balai Pengobatan Umum Yakin, Balai Pengobatan Yashika, Puskesmas binaan Kecamatan dan Kelurahan Tebet, dan praktek dokter di sekitar apotek juga menjadi keuntungan tersendiri bagi apotek karena pasien yang berobat di sarana pelayanan kesehatan tersebut dapat menjadi pelanggan di apotek. Terdapat beberapa apotek pesaing di sekitar Apotek Keselamatan seperti Apotek Amani, Apotek La Rose, dan yang terdekat yaitu Apotek Barkah. Adanya 51

60 52 beberapa apotek pesaing ini mengakibatkan resep-resep obat dari berbagai sarana pelayanan kesehatan yang berada di sekitar Apotek Keselamatan menjadi terbagi ke berbagai Apotek pesaing ini. Secara umum, letak ruang Apotek Keselamatan sudah sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Insonesia Nomor 1027/MENKES/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, yaitu apotek memiliki ruang tunggu, ruang racikan, keranjang sampah, alat pemadam kebakaran dan tempat mendisplai informasi. Selain itu, di apotek juga terdapat kasir, kamar mandi yang letaknya tidak melalui ruang racik, ruang shalat, ruang istirahat karyawan, ruang praktek dokter yang terpisah, ruang Apoteker, dan tempat pencucian atau wastafel serta halaman parkir. Denah Apotek Keselamatan dapat dilihat pada Lampiran 1. Apotek Keselamatan memiliki desain eksterior yang sederhana tapi tetap terlihat bersih sehingga pengunjung yang datang tidak memberi kesan bahwa obat yang dijual memiliki harga yang mahal, mengingat sebagian penduduk di sekitar apotek merupakan kalangan menengah hingga menengah ke bawah. Pada pekarangan sekaligus tepat parkir apotek ditanami beberapa tanaman hias menciptakan suasana yang hijau dan sejuk serta area sekitar tempat parkir kendaraan diberikan atap agar kendaraan yang parkir disekitar pelataran apotek tidak kehujanan dan kepanasan, selain itu,dapat digunakan juga sebagai tempat orang berteduh ketika hujan. Pintu gerbang pada bagian depan apotek dibiarkan terbuka ketika jam buka apotek, hal ini dimaksudkan agar pengunjung dari luar dapat melihat kondisi interior apotek dengan etalase berisi obat terlihat yang lengkap dengan adanya ruang tunggu yang nyaman. Apotek juga dilengkapi dengan televisi dan beberapa majalah agar pengunjung dapat membaca atau menonton saat menunggu. Desain eksterior Apotek Keselamatan dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 2. Dari luar, desain apotek menggambarkan kondisi apotek yang rapi, bersih, dan memiliki obat yang lengkap yang terlihat pada etalase apotek. Selain itu, apotek juga dilengkapi dengan tempat parkir yang cukup luas dan mudah dipantau sehingga pelanggan dapat memarkir kendaraannya dengan mudah, aman, dan gratis. Apotek Keselamatan memiliki 2 papan nama yang terletak di depan

61 53 apotek, yaitu papan nama yang pertama terbuat dari neon box yang terletak di depan apotek pada sisi jalan dan papan nama yang kedua dengan ukuran lebih besar terbuat dari kayu diletakkan tepat di atas bagian depan apotek. Pada siku jalan yang berjarak 20 meter dari apotek juga terdapat papan penunjuk menuju Apotek Keselamatan yang dipasang pada tiang listrik sehingga masyarakat dapat dengan mudah mengetahui keberadaan apotek. Desain interior Apotek Keselamatan untuk obat luar tersusun rapih dan bersih dalam etalase dan rak. Perabotan apotek, seperti timbangan, mortir alu, dan buku-buku referensi tertata dengan rapi pada tempatnya. Obat-obatan juga tersusun dengan rapi, terlindung dari debu, kelembapan, dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dan temperatur yang sesuai. Penataan obat dibedakan atas jenis sediaan, seperti obat luar yaitu obat Over The Counter (OTC), obat dalam yaitu obat ethical termasuk obat golongan narkotika dan psikotropika. Penataan obat-obat tersebut berdasarkan bentuk sediaan seperti cair dan semi solid yang disimpan secara terpisah. Persediaan untuk obat OTC disimpan di etalase tengah dan samping pada bagian depan apotek. Obat OTC yang berbentuk padat diletakkan di etalase bagian paling depan berdampingan dengan komoditi kosmetik dan produk bayi yang disusun berdasarkan efek farmakologinya. Obat OTC dengan bentuk sediaan cair disusun berdasarkan efek farmakologinya di lemari etalase tanpa kaca bagian depan dengan memperhatikan estetika warna agar penyusunan obat terlihat lebih menarik dan eye catching. Kartu stok untuk obat OTC disimpan terpisah agar rapi serta disusun secara berurutan sesuai dengan letak obatnya sehingga memudahkan dalam pencarian dan pengisian kartu stok. Kartu stok di Apotek Keselamatan dapat dilihat pada Lampiran 8. Penataan obat ethical, umumnya golongan obat keras, disimpan di rak kayu dan disusun secara alfabetis. Obat ethical yang berbentuk cair disimpan pada rak kayu di belakang rak kaca untuk obat luar yang berbentuk cair. Penataan ini memudahkan karyawan dalam pengambilan sediaan karena mudah terjangkau namun tidak terlihat dari pandangan konsumen. Obat ethical berupa sedian padat disimpan di rak kayu di ruang peracikan dan disusun secara alfabetis serta rakraknya terpisah antara golongan obat dengan nama dagang dan obat generik serta

62 54 jenis sediaannya. Kartu stok untuk obat dalam diletakkan di sebelah kiri obat tersebut. Persediaan obat dalam diletakkan di rak kayu bagian tengah secara alfabetis. Obat-obat tertentu yang tidak stabil dalam suhu ruangan dan membutuhkan suhu penyimpanan khusus, misalnya dalam kondisi sejuk dan dingin seperti supossitoria dan Lacto B, disimpan di dalam lemari pendingin. Obat-obat lepasan untuk peracikan yang terkemas dalam botol besar berisi ratusan tablet disimpan didekat meja peracikan. Sedangkan eksipien dan kertas perkamen serta yang diperlukan untuk peracikan disimpan pada rak kayu di bagian bawah, terpisah dengan obat dalam. Obat yang sediannya semi solid dan cair seperti salep, krim, dan tetes mata juga dipisahkan pada rak berbeda agar mempermudah karyawan mengambil obat saat melayani konsumen. Penataan dan penyimpanan obat golongan psikotropika dan narkotika di dalam lemari khusus yang terdiri dari tiga bagian dengan daun pintu dan kunci ganda yang berbeda. Satu bagian digunakan untuk menyimpan persediaan obat narkotika, dua bagian lainnya untuk menyimpan obat psikotropika dan narkotika keperluan sehari-hari. Hal ini dilakukan untuk memberikan kemudahan bagi petugas apotek dalam pengadaan dan perhitungan stok obat narkotika dan psikotropika. Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku, apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang profesional. Fungsi profesional, termasuk fungsi yang berhubungan dengan pengendalian produk farmasi. Fungsi teknis dalam praktek kefarmasiaan. Fungsi administratif, pembinaan dan manajemen. Fungsi kewirausahaan yang berhubungan dengan investasi modal dan kepemilikan dari usaha farmasi. Seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa pada Apotek Keselamatan baik APA maupun PSA dijalankan oleh apoteker yang sama sehingga keempat fungsi tersebut berjalan secara berkesinambungan. Jumlah karyawan yang bekerja di Apotek Keselamatan adalah empat orang, terdiri dari asisten apoteker, juru resep, tenaga administrasi, dan pegawai pembantu. Semua karyawan memiliki fungsi dan peranan sendiri-sendiri, sehingga dalam hal ini APA harus memiliki kemampuan untuk dapat membagibagi dan mengkoordinasikan pekerjaannya sesuai dengan kewenangan profesi dan keahlian masing-masing pegawai. Dalam memberikan pelayanan kepada pasien,

63 55 APA dibantu oleh Asisten Apoteker dan juru resep. Untuk masalah pengadaan, pemesanan, penerimaan dan pelaporan keuangan serta pembukuan APA dibantu oleh tenaga administrator dan asisten Apoteker. Semua saling bekerja sama sehingga manajemen pengadaan barang di apotek dan perputaran modal mampu berjalan dengan baik dan efektif. APA menganggap bahwa karyawannya juga pelanggan yang harus dijaga kenyamanannya untuk bekerja. Dengan demikian, rasa kekeluargaan dan kebersamaan sangat terasa di Apotek ini yang terlihat dari hubungan antara apoteker dengan pegawainya juga antara sesama pegawai, seperti misalnya kesediaan mereka untuk membantu pegawai lain untuk mengerjakan tugas utama, seperti melakukan pemesanan dan menerima obat. Hal lain yang juga harus diperhatikan agar suatu apotek dapat bertahan dan maju adalah pengendalian persediaan yang efektif dan efisien di apotek, karena persediaan merupakan aset yang sangat besar di apotek. Hal ini disebabkan oleh begitu besar jumlah yang diinvestasikan dalam persediaan sehingga pengendalian persediaan obat berpengaruh langsung terhadap perolehan kembali atas investasi apotek. Selain itu pengendalian persediaan obat juga sangat penting dikarenakan apotek harus mempunyai stok yang cukup agar dapat melayani pasiennya dengan maksimal. Bila produk tidak tersedia, apotek akan mengecewakan konsumen juga terjadi penundaan bahkan kehilangan pendapatan. Bila hal ini sering terjadi maka apotek akan kehilangan kesempatan untuk mendapakan konsumen baru bahkan kehilangan konsumen lama. Oleh karena itu, pengendalian persediaan yang efektif adalah dengan mengoptimalkan dua tujuan yaitu memperkecil total investasi pada persediaan obat dan menjual berbagai produk yang sesuai dengan kebutuhan dan permintaan konsumen. Pengadaan dilakukan bila persediaan diperkirakan sudah tidak tidak mencukupi untuk pelayanan terhadap pasien. Apabila ada permintaan akan suatu jenis obat yang tidak dimiliki oleh apotek karena persediaannya habis dan barang belum datang, maka pegawai apotek akan mengusahakan dengan membelinya di apotek terdekat atau merekomendasikan nama dagang lain dengan isi atau khasiat yang sama sesuai kesepakatan dengan konsumen. Hal ini perlu dilakukan agar setiap konsumen yang datang tidak kecewa karena obat yang dibutuhkannya tidak ada. Pemesanan dan pembelian obat oleh Apotek Keselamatan tidak dilakukan

64 56 dalam jumlah besar sehingga tidak disediakan gudang khusus untuk menyimpan obat persediaan. Selain itu, pemesanan dalam jumlah kecil tersebut juga untuk menghindari perputaran modal terhenti jika sewaktu-waktu obat tersebut tidak laku terjual. Oleh karena itu untuk menghindari kekosongan barang pemesanan obat ke PBF dilakukan dua kali dalam seminggu yaitu setiap hari Senin dan Kamis. Pengendalian persediaan barang di apotek dijalankan oleh suatu sistem administrasi yang sudah berjalan dengan baik dan lancar. Pengawasan terhadap barang yang habis atau hampir habis dilakukan dengan menggunakan buku defekta selanjutnya pemesanan obat dilakukan sesuai dengan yang tertulis di buku defekta. Jenis dan jumlah obat yang terjual setiap harinya dicatat di buku penjualan dan dibedakan antara obat OTC dan obat ethical. Penempatan obatobatan di apotek menggunakan sistem First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO). Pada sistem FIFO, barang yang keluar lebih dahulu adalah barang yang lebih dahulu masuk, sedangkan pada sistem FEFO, obat yang mempunyai tanggal kadaluarsa cepat maka obat tersebut pula yang paling pertama keluar. Pada sistem FIFO, jika pengambilan obat dari belakang etalase maka barang yang baru datang ditempatkan di depan barang yang lama, sementara jika pengambilan barang dari depan etalase maka barang yang baru datang di tempatkan di belakang barang yang lama, sehingga dapat mencegah obat melewati tanggal kadaluarsa. Untuk obat-obat baru yang tidak terdapat di apotek juga dicatat dan dievaluasi oleh APA apakah perlu dibuat pemesanan obat baru tersebut. Semua kegiatan yang berkaitan dengan administrasi dan keuangan Apotek Keselamatan dibuat laporan harian secara rinci dan jelas sehingga mempermudah pembuatan laporan setiap bulannya. Evaluasi keuangan dilakukan setiap tahun dengan membuat neraca laba rugi sehingga APA mampu menilai perkembangan apoteknya. Selain pengawasan terhadap keuangan apotek, pengawasan dan pengendalian juga dilakukan pada seluruh kegiatan dan persediaan di apotek. Pencocokkan jumlah barang yang terdapat dalam kartu stok dengan jumlah fisik barang dilakukan pada saat mengambil atau mengeluarkan obat, atau ketika menghitung jumlah pemasukan dan persediaan obat pada saat akhir shift atau

65 57 pergantian shift. Akan tetapi kegiatan rutin mencocokkan obat juga dilakukan pada akhir tahun (stok opname) dan dianalisa juga barang yang termasuk slow moving dan fast moving. Pengelolaan terhadap resep yang masuk dilakukan dengan cara mengelompokkan resep tiap bulan berdasarkan bulan penerimaan resep dan di urutkan sesuai dengan nomor, serta harga dari resep juga dicatat. Nomor resep yang mengandung obat narkotika dan psikotropika dipisahkan untuk penyusunan laporan ke Suku Dinas Kesehatan. Laporan penggunaan narkotika dan psikotropika yang harus diserahkan pada Suku Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dicatat rinciannya oleh asisten apoteker, dan diperiksa serta ditandatangani oleh APA. Untuk manajemen pemasaran Apotek Keselamatan antara lain dilakukan dengan mempertahankan pelanggan lama dan menarik pelanggan baru. Seorang APA tidak hanya dapat menyediakan obat apa yang dibutuhkan bagi pasien tapi mampu memperlakukan pasien dengan baik sehingga dia merasa puas dan diperhatikan. Informasi obat yang bisa diberikan kepada pasien tidak hanya terbatas dari khasiat dan cara pakai seperti yang tertulis di resep. APA Apotek Keselamatan senantiasa selalu memberikan informasi tambahan jika ada seperti cara penyimpanan obat, apa yang boleh dimakan atau dihindari, khasiat, efek samping dan informasi lain yang harus diketahui oleh pasien dan belum diberikan oleh dokter. Tidak jarang juga pasien datang ke apotek hanya untuk dipilihkan dan direkomendasikan jenis obat yang cocok untuk penyakitnya tanpa bermaksud untuk pergi ke dokter kepada APA Apotek Keselamatan. Akan tetapi obat yang direkomendasikan hanya terbatas dengan DOWA, di luar itu APA akan merekomendasikan ke dokter untuk didiagnosa lebih lanjut. Selain itu, keramahan, keakraban dan kesigapan dari APA atau pegawai Apotek Keselamatan kepada pasien yang datang memberikan nilai lebih sehingga hubungan dengan pelanggan sudah terbangun cukup baik. Tidak jarang banyak pasien yang datang ke apotek berasal dari daerah yang letaknya jauh dari apotik dan tidak hanya itu mereka juga merupakan pelanggan setia. Hal ini menunjukkan manajemen pelanggan yang baik akan menumbuhkan kepercayaan pada pasien, sehingga tidak menutup kemungkinan pelanggan tersebut akan menginformasikan kepada kerabat atau kenalannya untuk membeli obat di Apotek Keselamatan.

66 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan a. Apoteker Pengelola Apotek sekaligus Pemilik Sarana Apotek di Apotek Keselamatan memiliki peran dan tanggung jawab yang sangat penting dalam mengelola semua kegiatan yang berlangsung di Apotek, mencakup aspek pengelolaan teknis kefarmasian maupun pengelolaan non teknis kefarmasian. b. Pengelolaan Apotek mencakup administrasi, manajemen pengadaan, penyimpanan, penjualan dan pelayanan telah sesuai dengan peraturan, dan etika yang berlaku dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat. 5.2 Saran a. Perlu ditambahnya media informasi yang bersifat edukatif seperti poster, brosur, dan majalah kesehatan untuk mendukung swamedikasi oleh masyarakat. b. Perlu dilakukan desain tambahan pada papan nama apotek agar lebih terlihat dari depan jalan seperti misalnya lampu-lampu kecil berwarna-warni yang dilekatkan di sekeliling neon box. c. Perlu dilakukan penambahan jenis komoditi lainnya seperti kosmetik, makanan dan minuman sehat yang sedang digemari oleh masyarakat d. Perlu dibuat area khusus untuk tempat para pasien berkonsultasi dengan APA, mengingat banyaknya permintaan akan konseling mengenai pilihan obat yang tepat untuk mengatasi penyakitnya masing-masing. 59

67 DAFTAR ACUAN Sekretariat Negara Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Sekretariat Negara Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/MenKes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.922/MenKes/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Sekretariat Negara Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997Tentang Psikotropika. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Sekretariat Negara Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.922/Menkes/PER/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan 919/MENKES/PER/X/1993 Tentang Kriteria Obat yang Dapat Diserahkan Tanpa Resep. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 917/MENKES/PER/X/1993 Tentang Wajib Daftar Obat Jadi. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor: 347/MenKes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotek. Sekretariat Negara Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28/Menkes/PER/I/1978 Tentang Penyimpanan Narkotika. 60

68 61 Sekretariat Negara Republik Indonesia. Undang Undang Nomor 9 Tahun 1976 Tentang Narkotika. Quick, J. (1997). Managing Drug Supply, The selection, Procurement, Distribution, and Use of Pharmaceuticals, 2nd ed. Revised and Expanded. Kumarian Press. Seto, S., Yunita, N., & T, L. (2004). Manajemen Farmasi. Jakarta: Airlangga University Press. Tan, H.T. dan Raharja, Kirana. (1993). Swamedikasi Edisi Pertama. Jakarta : Badan Pengawas Obat dan Makanan.

69 Lampiran 1. Denah Bangunan Apotek Keselamatan (Lanjutan) 62

70 63

71 Lampiran 2. Desain Eksterior Apotek Keselamatan 64

72 Lampiran 3. Surat Pesanan Lampiran 4. Surat Pesanan Narkotika 65

73 66

74 Lampiran 5. Surat Pesanan Psikotropika 67

75 Lampiran 6. Format Laporan Penggunaan Narkotika Laporan Narkotika Bulan Mei 2011 Unit Pelayanan : AP KESELAMATAN Data ini sudah di verifikasi oleh Apoteker Penanggung Jawab Apotek: Azizahwati Tanggal : Nama Satuan Saldo Awal Pemasukan Penggunaan Saldo Akhir Dari Jumlah Untuk Jumlah Codein 10 mg Tablet Codein 15 mg Tablet Codipront Capsul Codipront Syrup Doveri 100 mg Tablet Doveri 100 mg Tablet Tablet Tablet Kapsul Botol Tablet Tablet 68

76 Lampiran 7. Format Laporan Penggunaan Psikotropika Laporan Psikotropika Bulan Mei 2011 Unit Pelayanan : AP KESELAMATAN Data ini sudah di verifikasi oleh Apoteker Penanggung Jawab Apotek: Tanggal : Nama Satuan Saldo Awal Pemasukan Penggunaan Saldo Akhir Dari Jumlah Untuk Jumlah Analsik Tab Tablet Sanbe Far Danalgin Tab Tablet ENSEVAL Frisium 10 mg Tablet Librax Tablet Spasmium 5 mg Tab Tablet Stesolid 2 mg Tablet Stesolid 5 mg Tablet Valisanbe 2 mg Tab Tablet Valisanbe 5 mg Tab Tablet Xanax 0,25 mg Tab Tablet Xanax 0,5 mg Tab Tablet 69

77 Lampiran 8. Kartu Stok Barang 70

78 Lampiran 9. Salinan Resep 71

79 Lampiran 10. Kuitansi Apotek Keselamatan 72

80 Lampiran 11. Plastik Pembungkus Obat 73

81 Lampiran 12. Etiket Obat 74

82 Lampiran 13. Tanda Terima-Tukar Faktur 75

83 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PARETO (ABC) DAN KOMSUMSI RATA-RATA TERHADAP PRODUK VITAMIN BERDASARKAN PENJUALAN DI APOTEK KESELAMATAN PERIODE JUNI 2010 MEI 2011 TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER WILDYANTI PUSPITASARI KARDIANTO, S. Farm. ( ) ANGKATAN LXXIII FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM DEPARTEMEN FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK DESEMBER 2011

84 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL... ii iii iv 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Pengadaan dan Pengendalian Persediaan Analisis Pareto (ABC) Vitamin METODE PENGAMATAN Waktu dan Tempat Pengamatan Metode Pengolahan Data PEMBAHASAN Hasil Pembahasan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR REFERENSI ii

85 DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1 Diagram pie analisis pareto (ABC) produk vitamin di Apotek Keselamatan ditinjau dari persentase produk per kelompok periode Juni 2010 Mei Gambar 4.2 Diagram pie analisis pareto (ABC) produk vitamin di Apotek Keselamatan ditinjau dari nilai investasi produk per kelompok periode Juni 2010 Mei iii

86 DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Pengelompokan Produk Vitamin dengan Analisis Pareto (ABC) Berdasarkan Nilai Investasi Periode Juni Mei Tabel 4.2 Persentase Nilai Investasi Tiap Item Vitamin di Apotek Keselamatan Periode Juni Mei Tabel 4.3 Data analisis Pareto terhadap Vitamin di Apotek Keselamatan Periode Juni Mei Tabel 4.4 Konsumsi Rata-Rata Per Produk Vitamin di Apotek Keselamatan Periode Juni 2010 Mei iv

87 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009, apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker, seperti pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Dalam hal ini, obat merupakan salah satu elemen penting bagi apotek. Pengendalian persediaan yang efektif adalah mengoptimalkan dua tujuan yaitu memperkecil total investasi dan menjual berbagai produk yang benar untuk memenuhi permintaan konsumen. Menjual berbagai produk yang benar adalah sama pentingnya, tetapi dengan menekankan pada pengecilan investasi maka analisis keuangan yang diterapkan (Seto, Yunita, & T, 2004). Salah satu komponen penting dalam manajemen pengendalian persediaan adalah pemesanan atau pengadaan barang di apotek. Pemesanan barang tersebut terkait dengan jumlah pendapatan yang dikeluarkan di apotek. Apotek harus mempunyai produk yang dibutuhkan pasien dalam jumlah yang dibutuhkan pasien. Selain itu, pengendalian persediaan memiliki pengaruh yang kuat dan langsung terhadap perolehan kembali atas investasi apotek (Departemen Kesehatan RI, 2002) (Soerjono, 2004). Salah satu solusi dalam pengendalian persediaan dengan item produk yang banyak dapat dilakukan dengan menggunakan metode Pareto (ABC), yaitu dengan menyesuaikan rencana pengadaan obat dengan jumlah dana yang tersedia sehingga skala prioritas obat dan jumlah obat yang akan dibeli dapat dioptimalkan untuk menjamin ketersediaan obat yang bermutu tinggi, tepat jenis, tepat jumlah, dan tepat waktu untuk dapat digunakan secara rasional (Quick, 1997). 1

88 2 1.2 Tujuan Penyusunan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Keselamatan ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan perbekalan farmasi khususnya obat over the counter (OTC) yang mengandung vitamin di Apotek Keselamatan dengan menggunakan analisis Pareto (ABC) periode Juni 2010 sampai Mei 2011.

89 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengadaan dan Pengendalian Persediaan Pengadaan Manajemen pengadaan diperlukan untuk meningkatkan laba apotek dan memuaskan konsumen dengan memenuhi kebutuhannya. Pengadaan produk harus berdasarkan kebutuhan dan permintaan dari konsumen. Dalam melakukan pengadaan dapat dengan pembelian dalam rangka memenuhi kebutuhannya. Pembelian barang dapat dilakukan dengan cara, antara lain (Quick, 1997): a. Pembelian kontan Dalam pembelian kontan, pihak apotek langsung membayar harga obat yang dibeli dari distributor. Biasanya dilakukan oleh apotek yang baru dibuka karena untuk melakukan pembayaran kredit apotek harus menunjukkan kemampuannya dalam menjual. b. Pembelian kredit Pembelian kredit adalah pembelian yang pembayarannya dilakukan pada waktu jatuh tempo yang telah ditetapkan, misalnya 30 hari setelah obat diterima apotek. c. Pembelian konsinyasi (kredit atau titipan obat) Pembelian konsinyasi adalah titipan barang dari pemilik kepada apotek, di mana apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila barang tersebut terjual. Jika barang tersebut tidak terjual sampai batas waktu kadaluarsa atau waktu yang telah disepakati, barang tersebut dapat dikembalikan pada pemiliknya Pengendalian persediaan Apotek harus mempunyai produk yang dibutuhkan pasien dalam jumlah yang dibutuhkan pasien. Selain itu, pengendalian persediaan memiliki pengaruh yang kuat dan langsung terhadap perolehan kembali atas investasi apotek (Departemen 3

90 4 Kesehatan RI, 2002) (Soerjono, 2004). Pengendalian yang efektif berakibat pada investasi yang lebih kecil. Untuk suatu laba tertentu, pengendalian stok obat atau dengan menyingkirkan barang atau obat yang tidak mudah djiual dan bila pengurangan ini digunakan untuk menurunkan modal sendiri, maka perolehan kembali atas modal sendiri akan meningkat. Sebaliknya, bila investasi atau penanaman modal atas persediaan obat atau barang dagangan dinaikkan, perolehan atas modal dengan sendirinya akan menurun (Seto, Yunita, &T, 2004). Pengendalian persediaan berhubungan dengan aktivitas dalam pengaturan barang agar dapat menjamin persediaan obat di apotek. Untuk pengaturan ini perlu ditetapkan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang berkenaan dengan persediaan, baik mengenai pemesanannya maupun mengisi tingkat persediaan yang optimum. Untuk pemesanan perlu ditentukan bagaimana cara pemesanannya, berapa jumlah yang dipesan agar pemesanan tersebut ekonomis dan kapan pemesanan dilakukan. Untuk penyimpanan perlu ditentukan berapa besarnya persediaan pengaman, persediaan pada waktu pemesanan kembali, dan besarnya persediaan maksimum. Pengendalian persediaan dapat dilaksanakan secara efektif apabila dipertimbangkan tiga hal berikut, yaitu : (Seto, Yunita, &T, 2004) a. Berapa banyak suatu item obat atau barang akan dipesan pada suatu waktu b. Kapan dilakukan pesanan ulang terhadap item tersebut c. Yang mana dari item-item perlu dilakukan pengawasan Pengendalian persediaan mempunyai beberapa fungsi, beberapa diantaranya yaitu (Quick, 1997): a. Menghilangkan resiko akibat keterlambatan pengiriman obat atau bahan baku obat yang dibutuhkan untuk memenuhi pelayanan kesehatan b. Menghilangkan resiko terhadap kemungkinan kenaikan harga atau inflasi c. Memberikan kontribusi optimum kepada apotek dalam rangka memberikan pelayanan yang terbaik bagi pasien atau konsumen d. Mengurangi biaya pengadaan

91 5 e. Menghilangkan resiko kekosongan persediaan ketika terjadi pengembalian barang yang dipesan karena mutu barang yang kurang baik atau jenis produk yang dipesan tidak sesuai. Untuk melaksanakan pengendalian persediaan yang efektif perlu dilakukan pengontrolan jumlah stok untuk memenuhi kebutuhan dengan cara paling ekonomis. Bila stok terlalu kecil, permintaan kerap kali tidak terpenuhi sehingga pasien atau konsumen kecewa dan tidak puas, sehingga dapat terjadi kehilangan konsumen. Selain itu, diperlukan tambahan biaya untuk mendapatkan bahan obat cepat guna memuaskan pasien atau konsumen. Sedangkan bila stok terlalu besar, menyebabkan biaya penyimpanan, resiko kehilangan, rusak atau kadaluarsa semakin tinggi. Di dalam mengambil keputusan tentang persediaan baik jumlah maupun waktu pemesanannya harus diperhatikan dan dipertimbangkan biaya-biaya variable sebagai berikut : (Seto, Yunita, &T, 2004) a. Biaya penyimpanan Biaya ini berhubungan langsung dengan jumlah persediaan, antara lain biaya fasilitas penyimpanan (penerangan, penyimpanan suhu dingin, dan lain-lain), biaya resiko kerusakan dan kecurian, biaya asuransi persediaan, biaya pajak persediaan, dan biaya pengelolaan atau administrasi penyimpanan b. Biaya pemesanan Setiap kali suatu bahan atau obat dipesan akan menanggung biaya pemesanan seperti biaya telepon atau surat menyurat, pemrosesan pesanan dan biaya ekspedisi, upah, biaya pengepakan dan penimbangan, biaya pemeriksaan penerimaan, dan biaya pengiriman ke gudang dan lain-lain. Biaya tidak tergantung pada jumlah per item barang yang dipesan setiap kali pemesanan. Biaya pemesanan dipengaruhi frekuensi pemesanan per periode kegiatan. Semakin sering dilakukan pemesanan, semakin besar pula total biaya pemesanannya. Biaya pemesanan per periode dihitung sebagai perkalian antara jumlah frekuensi pesanan dikalikan dengan biaya setiap kali pesan. c. Biaya kekurangan atau kekosongan bahan

92 6 Biaya ini terjadi apabila persediaan tidak mencukupi terhadap permintaan atas bahan tersebut. Biaya ini meliputi kehilangan penjualan, kehilangan pelanggan, biaya karena pemesanan khusus biaya, biaya perjalanan, biaya karena terganggunya operasi, dan biaya kegiatan administrasi dan lain-lain. Parameter-parameter dalam pengendalian persediaan antara lain, sebagai berikut (Quick, 1997): a. Konsumsi rata-rata Konsumsi rata-rata sering juga disebut permintaan. Permintaan yang diharapkan pada pemesanan selanjutnya merupakan variabel kunci yang menentukan berapa banyak stok barang yang harus dipesan. Walaupun banyaknya permintaan dapat diprediksi, kemungkinan adanya kehabisan atau kekosongan barang dapat terjadi apabila salah memperkirakan waktu tunggu barang tersebut. b. Waktu tunggu (lead time) Waktu tunggu (lead time) merupakan waktu yang dibutuhkan mulai dari pemesanan sampai dengan barang yang dipesan datang/diterima. Lead time ini berbeda-beda untuk setiap pemasok. Lead time seringkali menjadi parameter yang tidak pasti, karena pada dasarnya faktor keterlambatan adalah sesuatu yang tidak bisa diduga. Namun, kita bisa tetap memperhitungkan lead time dengan rumus: DDe = DDp + (OD x % OD) Keterangan: DDe = waktu tunggu yang sebenarnya. DDp = waktu tunggu yang dijanjikan supplier. OD = rata-rata keterlambatan. % OD = % keterlambatan. c. Stok pengaman (safety stock) Stok pengaman merupakan persediaan yang dicadangkan untuk memenuhi kebutuhan selama menunggu barang datang, untuk

93 7 mengantisipasi keterlambatan barang pesanan atau untuk menghadapi suatu keadaan tertentu yang diakibatkan karena perubahan pada permintaan, misalnya karena adanya permintaan barang yang meningkat secara tiba-tiba (karena adanya wabah penyakit). Stok Pengaman dapat dihitung dengan rumus : SS = LT x CA Keterangan: SS = Stok Pengaman LT = Waktu tunggu CA = Konsumsi rata-rata d. Persediaan maksimum Persediaan maksimum merupakan jumlah persediaan terbesar yang boleh tersedia. Jika kita telah mencapai nilai persediaan maksimum, kita tidak perlu lagi melakukan pemesanan untuk menghindari terjadinya stok mati yang dapat menyebabkan kerugian. Smax = Smin + (PP x CA) Keterangan: PP = waktu pemesanan e. Persediaan minimum Persediaan minimum merupakan jumlah persediaan terendah yang masih tersedia. Apabila penjualan telah mencapai nilai persediaan minimum, pemesanan sebaiknya segera dilakukan agar kontinuitas usaha dapat berlanjut. Jika barang yang tersedia jumlahnya sudah kurang dari jumlah persediaan minimum maka dapat terjadi stok kosong. Smin = (LT x CA) + SS Keterangan : Smin = Persediaan minimum Smin = (LT x CA) + SS Smax = Smin + (PP x CA)

94 8 SS = LT x CA f. Perputaran persediaan Dihitung dengan cara: So + P - Sn atau Penjualan SR rata-rata persediaan Keterangan: So = Persediaan awal P = Jumlah pembelian Sn = Persediaan akhir SR = Rata-rata persediaan g. Reorder point (ROP /titik pemesanan) Titik pemesanan merupakan suatu titik di mana harus diadakan pemesanan kembali sehingga kedatangan atau penerimaan barang yang dipesan adalah tepat waktu, di mana persediaan di atas persediaan pengaman sama dengan nol. Pada keadaan khusus (CITO), dapat dilakukan pemesanan langsung tanpa harus menunggu hari pembelian yang telah ditentukan bersama antara apotek dan pemasok. ROP = SS + LT Keterangan: ROP = Titik pemesanan SS = Stok Pengaman LT = Waktu tunggu Berbagai paremeter pengendalian persediaan tersebut di atas saling berkesinambungan satu sama lain untuk dapat menjamin ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan. Jika produk berada dalan kuantitas persediaan rata-rata, kebutuhan permintaan produk oleh konsumen akan terpenuhi. Idealnya kuantitas persediaan rata-rata dari suatu produk di apotek perlu mempertimbangkan 2 komponen, yaitu stok kerja dan stok pengaman. Jika

95 9 tingkat persediaan sudah semakin menurun dan berada dalam level persediaan minimum, diperlukan pemesanan kembali (reorder point) terhadap produk tersebut. Pemesanan kembali harus memperhitungkan waktu tunggu (lead time) kedatangan obat agar tidak terjadi kekosongan persediaan obat ketika menunggu obat yang dipesan datang. Saat obat yang dipesan datang (Qo), maka tingkat persediaan meningkat kembali pada level persediaan maksimum SS+Qo (stok on hand). Dengan berjalannya waktu, persediaan akan kembali turun dan perlu dilakukan pemesanan kembali, dan begitu seterusnya. Siklus ini akan terus berputar untuk menjamin ketersediaan obat. Model siklus pengendalian persediaan obat yang ideal dapat dilihat selengkapnya pada Gambar 2.1. Sumber : Quick, 1997 Gambar 2.1. Grafik yang menunjukkan persediaan obat di apotek Pengelolaan persediaan di apotek yang memiliki banyak item obat memerlukan teknik pengelolaan yang tidak mudah. Untuk itu perlu dilakukan strategi terhadap item obat yang banyak dengan variasi harga dan tingkat keperluan serta pemakaian dalam pengelolaan persediaan yang efektif dan efisien. Metode pengendalian persediaan dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya sevagai berikut:

96 10 1. Analisis VEN 2. Analisis PARETO (ABC) 3. Analisis kombinasi VEN dan Pareto 2.2 Analisis Pareto (ABC) Analisa Pareto menggunakan klasifikasi ABC dimana membagi persediaan berdasarkan atas nilai rupiah sehingga pengendalian persediaan barang difokuskan pada item persediaan yang bernilai tinggi daripada yang bernilai rendah. Nilai persediaan yang dimaksud adalah volume persediaan yang dibutuhkan dalam satu periode dikalikan harga per unit (Quick, 1997). Analisis Pareto dapat diaplikasikan dalam beberapa proses pengelolaan obat di apotek, meliputi (Quick, 1997): a. Pemilihan Obat Analisis Pareto membantu dalam mengidentifikasi pemilihan item obat yang perlu disediakan untuk memenuhi kebutuhan apotek. Misalnya, beberapa item obat Kelompok A membutuhkan biaya pengadaan yang cukup tinggi, jika pemilihan obat yang diperlukan tidak tepat, akan mengakibatkan biaya penyimpanan obat menjadi tinggi. b. Pengadaan Obat Analisis Pareto pada proses pengadaan sangat berguna dalam menentukan beberapa hal, diantaranya frekuensi pemesanan, seperti menentukan rata-rata pemesanan untuk stok pengaman, jumlah pemesanan, beban pengadaan, dan pencarian PBF untuk item obat kelompok A. Proses pengadaan sebaiknya cenderung untuk memilih PBF yang memberikan harga lebih murah atau potongan harga yang lebih besar, terutama untuk item obat kelompok A, karena dengan mencari sumber yang lebih murah akan mengurangi biaya untuk item obat kelompok A. Selain itu, analisis Pareto juga dapat digunakan untuk memantau status pemesanan, terutama untuk item obat kelompok A karena kekurangan item obat kelompok A yang tidak terduga dapat mengakibatkan pembelian langsung dengan harga yang lebih

97 11 tinggi. Di samping itu, juga bermanfaat untuk memantau prioritas pengadaan karena analisis ABC membantu pemantauan pola pengadaan yang disesuaikan dengan prioritas sistem kesehatan. c. Distribusi dan Pengelolaan Persediaan Analisis Pareto dapat membantu dalam memantau waktu penyimpanan, menentukan jadwal pengiriman pesanan, jumlah stok, dan penyimpanan. d. Penggunaan Dengan menggunakan analisis Pareto dapat diketahui jenis obat apa saja yang sering direkomendasikan oleh dokter atau sering dibutuhkan oleh konsumen. Kelompok dalam klasifikasi ABC, antara lain (Quick, 1997) a. Kelompok A Persediaan yang memiliki volume rupiah yang tinggi. Kelompok ini mewakili sekitar 75-80% dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya sekitar 10-20% dari seluruh produk yang ada. Memiliki dampak biaya yang tinggi. b. Kelompok B Persediaan yang memiliki volume rupiah yang menengah. Kelas ini mewakili sekitar 15-20% dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya sekitar 10-20% dari seluruh produk yang ada. c. Kelompok C Persediaan yang memiliki volume rupiah yang rendah. Kelompok ini mewakili sekitar 5-10% dari total nilai persediaan, tapi jumlahnya lebih dari 60-80% dari seluruh produk yang ada. Persentase volume rupiah dan item total kelompok Pareto selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.1 Tabel 2.1. Persentase volume rupiah dan item total kelompok Pareto

98 12 Kelompok % dari Volume Rupiah Total % dari Item Total Barang A B C (Sumber : Quick, 1997) 2.3 Vitamin (Murray, 2006) Vitamin adalah kelompok nutrien organik yang dibutuhkan dalam jumlah kecil untuk berbagai fungsi biokimia dan umumnya tidak dapat diintesi oleh tubuh sehingga harus dipasok dari makanan. Vitamin larut lipid adalah senyawa hidrofobik yang dapat diserap secara efisien hanya jika penyerapan emak berlangsung normal. Seperti lipid lain, vitamin ini diangkut darah dalam bentuk lipoprotein atau meleka pada protein pengikat spesifik. Vitamin kelompok ini memiliki beragam fungsi, misalnya vitamin A untuk penglihatan dan diferensiasi sel, vitamin D untuk metabolisme kalsium dan fosfat serta diferensiasi sel,vitamin E untuk antioxidan, dan vitamin K untuk pembekuan darah. Diet yang tidak adekuat dan gangguan pencernaan dan penyerapan vitamin dapat menyebabkan sindrom defisiensi vitamin. Toksisitas dapat terjadi akibat asupan vitamin yang berlebihan Vitamin larut lemak terdiri dari vitamin B dan C, keduanya terutama berfungsi ebagai kofaktor enzim. Asam fola berfungsi sebagai pembawa unit satu-karbon. Defisiensi salah satu dari vitamin B kompleks jarang dijumpai karena diet yang kurang umumnya berkaitan dengan keadaan defisien multipel. Untuk setiap zat gizi, terdapat kisaran asupan antara hal yang jelas inadekuat yang menyebabkan keadaan defisiensi klinis, dan hal yang jauh melebihi kapasitas metaolik tubu sehingg timbul gejala-gejala toksisitas. Di antara kedua keadaan ekstrem ini terdapat tingkat asupan yang cukup untuk kesehatan normal dan untuk mempertahankan integritas metabolik. Kebutuhan akan nutrien untuk setiap orang tidak sama meskipun dihitung berdasarkan ukuran tubuh atau pengeluaran energi.

99 BAB 3 METODE PENGAMATAN 3.1 Waktu dan Tempat Pengamatan Pengambilan data dilakukan selama satu minggu yaitu Juni 2011 di Apotek Keselamatan. Data yang dibutuhkan adalah nama dan jumah produk vitamin yang terjual beserta harga ualny. Data tersebut diperoleh dari buku penjualan apotek periode Juni 2010-Mei Metode Pengolahan Data Analisis data dilakukan dengan menghitung nilai investasi dari setiap produk vitamin dengan cara sebagai berikut (Quick et al, 1997) : a. Membuat daftar penjualan dari setiap produk vitamin setiap bulan periode Juni 2010-Mei b. Menghitung investasi dari tiap produk vitamin dengan mengalikan harga satuan produk dengn jumlah penjualan produk dan nilai investasi total seluruh produk. c. Mengurutkan produk berdasarkan nilai investasi tiap produk vitamin dari produk yang memiliki investasi terbesar sampai yang terkecil. d. Menghitung persentase nilai investasi tiap produk vitamin, yaitu dengan membagi nilai investasi tiap produk dengan nilai investasi total seluruh produk. e. Menghitung persentase kumulatif dari nilai total investasi untuk setiap produk vitamin. f. Menentukan batasan kelompok A, B, dan C dari presentase kumulatif tersebut dengan kriteria sebagai berikut: 1) Kelompok A adalah kelompok dari produk-produk yang memiliki nilai investasi sekitar 70% dari nilai investasi total produk atau meakili sekitar 10-20% dari total produk yang ada. 2) Kelompok B adalah kelompok dari produk-produk yang memiliki nilai investasi sekitar 20% dari nilai investasi total produk atau meakili sekitar 20-60% dari total produk yang ada. 13

100 14 3) Kelomok C adalah kelompok dari produk-produk yang memiliki nilai investasi sekitar 10% dari nilai investasi total produk atau meakili sekitar 60-80% dari total produk yang ada. g. Membuat tabel dari data yang diperoleh untuk memudahkan dalam pengamatan. h. Memberi peringkat produk vitamin berdasarkan banyaknya produk yang terjual dari resep selama periode Juni 2010-Mei i. Membuat tabel produk vitamin berdasarkan banyaknya produk yang terjua selama periode Juni 2010-Mei 2011.

101 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Hasil yang diperoleh dari analisis yang dilakukan terhadap data didapat yaitu: a. Kelompok pareto A: jumlah investasi sebesar Rp ,- atau 69,40% dari total investasi dengan jumlah 25 produk vitamin atau 33,78% dari total produk vitamin yang ada. b. Kelompok pareto B: jumlah investasi sebesar Rp ,- atau 20,39% dari total investasi dengan jumlah 21 produk vitamin atau 28,38% dari total produk vitamin yang ada. c. Kelompok pareto A: jumlah investasi sebesar Rp ,- atau 10,21% dari total investasi dengan jumlah 28 produk vitamin atau 37,84% dari total produk vitamin yang ada. 4.2 Pembahasan Tujuan dari manajemen pengedalian persediaan adalah untuk melindungi barang atau persediaan dari kehilangan, kerusakan,, pencurian atau pemakaian yang tidak berguna selama proses penyaluran dari PB ke konsumen. Selain itu, pengendalian persediaan juga bermanfaat untuk memastikan bahwa sistem distribusi selalu memiliki barang yang tepat dengan jumlah yang tepat pula. Pengendalian ini dilakukan dengan melakukan perencanaan serta pengadaan produk yang meliputi kegiatan perolehan data mengenai hasil penjualan produk pada bulan sebelumnya dan jumlah barang yang tersisa. Hasil penjualan dapat dilihat melalui penjualan resep atau non resep (Seto, 2004). Pengendalian yang efektif dan efisien dari persediaan obat di apotek sangat diperlukan untuk mengatur perencanaan dan pengadaan obat. Perencanaan untuk pengadaan obat dibuat berdasarkan pada kebutuhan dan permintaan konsumen serta dana yang ada. Pada tahap perencanaan dari pengadaan obat yang pertama dilakukan adalah pemilihan obat, yaitu menentukan obat yang benarbenar perlu diadakan sesuai dengan kebutuhan apotek berdasarkan pada buffer stock dan stok minimum. Setelah pemilihan obat, maka perlu dilakukan 15

102 16 penyesuaian rencana pengadaan obat yang bertujuan untuk penentuan skala prioritas dari kebutuhan perbekalan kesehatan. Ketidakseimbangan pengendalian persediaan obat di apotek seperti persediaan yang kurang ataupun berlebihan maka dapat mengakibatkan kerugian bagi apotek. Jika persediaan terlalu sedikit maka permintaan konsumen tidak terpenuhi sehingga konsumen pun menjadi kecewa yang dapat mengakibatkan kehilangan mendapatkan kesempatan konsumen baru ataupun loyalitas konsumen lama yang berujung ada pendapatan apotek. Sedangkan persediaan yang berlebihan akan membutuhkan biaya yang lebih untuk penyimpanan, resiko yang lebih tinggi untuk obat hilang, rusak atau kadaluarsa, maupun resiko harga bahan atau obat turun (Soerjono, 2004). Salah satu metode analisis dalam tahap penyesuaian rencana pengadaan adalah metode analisis Pareto (ABC). Analisis Pareto (ABC) merupakan salah satu metode penyusunan prioritas pengadaan berdasarkan nilai investasi atau nilai rupiahnya, yaitu volume persediaan yang dibutuhkan dalam satu periode dikalikan harga tiap item. Dengan kata lain, analisis Pareto (ABC) merupakan salah satu metode yang tepat dalam mengklasifikasikan setiap item produk berdasarkan kontribusi item tersebut terhadap total nilai penggunaan setiap periodenya (Quick et. al., 1997 dan Tanwari dkk., 2002). Analisis Pareto (ABC) dapat digunakan untuk mengendalikan persediaan produk secara efektif dan efisien karena dapat disesuaikan dengan dana yang dimiliki apotek serta sifat perputaran dari produk. Obat-obat yang permintaannya tinggi dan perputarannya tinggi maka obat tersebut dikatakan fast moving. Sedangkan obat-obat yang permintaanya tidak terlalu tinggi dan perputarannya lambat maka obat tersebut termasuk slow moving. Apabila pergerakan obat tidak diperhatikan, tidak hanya pelayanan yang kurang memuaskan saja yang akan diterima konsumen, tetapi apotek juga akan kehilangan konsumen sehingga secara tidak langsung dapat menurunkan pendapatan apotek (Tanwari dkk., 2002). Hasil analisis data produk vitamin di Apotek Keselamatan periode Juni- Mei 2010 dengan menggunakan metode Pareto (ABC) menunjukkan bahwa kelompok A memiliki jumlah investasi sebesar Rp ,- atau 69,40% dari total investasi dengan jumlah 25 produk vitamin atau 33,78% dari total produk

103 17 vitamin yang ada. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.1, Tabel 4.2 dan Tabel 4.3. Kelompok A tersebut merupakan tulang punggung apotek yang memiliki dampak biaya yang tinggi, sehingga memerlukan pengendalian khusus seperti pemonitoran yang hati-hati dari setiap produk termasuk memonitor angka/titik pemesanan kembali produk dan pencatatan persediaan secara detail dan tepat agar analisis data yang berhubungan dengan produk kelompok A dapat tepat (Quick et. al., 1997 dan Seto, 2004). Obat-obatan yang termasuk dalam kelompok ini adalah produk-produk dengan harga satuan yang mahal seperti CDR, Redoxon, sirup Stimuno, dan lain-lain yang dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 atau produk-produk yang memiliki harga satuan yang murah tetapi penjualannya selama satu periode tersebut sangat tinggi (fast moving) seperti Enervon, Natur E, Vitacimin, Fatigon, Adem Sari, Vitalong C, dan lainlain yang dapat dilihat pada Tabel 4.3. Vitamin yang mewakili kelompok B jumlah investasi sebesar Rp ,- atau 20,39% dari total investasi dengan jumlah 21 produk vitamin atau 28,38% dari total produk vitamin yang ada. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.1, Tabel 4.2 dan Tabel 4.3. Kelompok B tersebut mempunyai tingkat penjualan rata-rata dengan dampak biaya pengadaan yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok A. Pengendalian terhadap persediaan produk kelompok B dapat dilakukan hanya melalui kartu stok obat. Pemonitoran yang dilakukan juga tidak harus seketat kelompok A serta penyesuaian persediaan setiap item produk dapat dilakukan melalui kuantitas pemesanan atau titik pemesanan kembali produk tersebut (Tanwari dkk., 2002). Kelompok C memberikan jumlah investasi sebesar Rp ,- atau 10,21% dari total investasi dengan jumlah 28 produk vitamin atau 37,84% dari total produk vitamin yang ada. Data selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 4.1, Tabel 4.2 dan Tabel 4.3. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa kelompok C memiliki jumlah item produk yang sangat banyak, tetapi memberikan kontribusi yang paling kecil terhadap total pendapatan apotek. Kelompok C didominasi oleh produk-produk yang memiliki harga murah atau yang frekuensi penjualannya kecil (slow moving) (Tanwari dkk., 2002 dan Seto, 2004). Pengendalian pada kelompok C dilakukan secara lebih sederhana, yaitu dengan menjamin bahwa

104 18 item-item yang bernilai rendah ada dalam persediaan dan mempunyai persediaan yang cukup sehingga tidak terjadi kekurangan ketika ada permintaan. Melipatgandakan jumlah persediaan yang masuk kelompok C tidak akan memberatkan biaya penyimpanan, tetapi pemonitoran secara periodik terhadap kelompok C juga perlu dilakukan untuk menentukan apakah obat tersebut semestinya ditiadakan dari persediaan atau tidak sehingga dapat meminimalkan penimbunan obat yang bersifat slow moving di apotek (Seto, 2004). Adanya perbedaan kelompok tiap-tiap jenis vitamin tersebut disebabkan oleh perbedaan tingkat penjualan. Perbedaan tersebut dapat diakibatkan karena vitamin termasuk produk over the counter (OTC) sehingga adanya pengaruh promosi melalui iklan dari media massa seperti televisi, radio, koran, atau pendapat dokter lain terhadap swamedikasi dari masyarakat. Pengadaan dari vitamin dalam apotek ini perlu juga memperhatikan promosi-promosi tersebut yaitu produk apa saja yang gencar dipromosikan dan kesesuaiannya dengan daya beli masyarakat selaku konsumen apotek untuk kemudian disediakan dalam apotek. Seperti misalnya Vitacimin memiliki jumlah penjualan per satuan paling banyak di antara produk sejenisnya. Hal ini kemungkinan disebabkan produk Vitacimin ini sudah melekat erat dalam benak konsumen (top of mind) karena iklan produk Vitacimin lebih gencar dan menarik untuk diminati konsumen. Selain itu, pengadaan dari vitamin perlu juga dilihat dari segi jumlah yang terjual (fast atau slow moving). Meskipun harga produknya murah tapi permintaan dan penjualannya tinggi sehingga perputarannya pun cepat (fast moving) maka pengadaannya diutamakan. Contohnya adalah Enervon C yang per strip isi 4 kapsul dengan harga Rp 3.600,- dalam satu tahun telah terjual sebanyak 533 strip dengan nilai investasi urutan ke 3 terbesar dari total. Selain itu semakin tingginya konsumsi rata-rata dari suatu produk maka semakin tinggi juga perputaran poduk tersebut seperti misalnya Vitacimin yang memiliki konsumsi rata-rata per bulannya tinggi maka dalam pengadaannya perlu diperhatikan titik pemesanannya untuk menghindari kekosongan stok. Sedangkan, jika suatu produk dengan harga yang mahal dan permintaan dan penjualannya rendah sehingga perputarannya pun lambat (slow moving) maka pengadaannya pun seperlunya saja yaitu agar hanya tidak terjadi kekosongan stok untuk mencegah persediaan yang mati (death

105 19 moving). Contohnya adalah Vistrum sirup yang dalam satu tahun hanya terjual 1 botol, untuk lebih lengkapnya konsumsi rata-rata per produk dapat dilihat pada Tabel 4.4. Berdasarkan pembahasan di atas, pengendalian persediaan obat melalui perencanaan dan pengadaan keperluan obat yang tepat sangat diperlukan untuk menjamin dan meningkatkan ketersediaan obat di apotek. Adanya ketersediaan obat yang cukup di apotek akan berpengaruh terhadap kontribusi optimum apotek dalam memberikan pelayanan kesehatan yang terbaik bagi masyarakat (konsumen) dan sebagai usaha apotek dalam meningkatkan pendapatannya. Dengan pelayanan yang optimum akan dapat memuaskan pelanggan sehingga pelanggan lama dapat dipertahankan dan dapat menambah pelanggan baru.

106 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Nilai analisis Pareto (ABC) terhadap sediaan vitamin di Apotek Keselamatan periode Juni 2010 Mei 2011 diperoleh data bahwa vitamin kelompok pareto A didominasi oleh obat-obatan dengan kuantitas penjualan yang tinggi dengan harga rendah atau kuantitas penjualan yang rendah dengan harga tinggi dan memiliki jumlah investasi sebesar Rp ,- atau 69,40% dari total investasi dengan jumlah produk 25 items atau 33,78% dari total item yang ada. Sedangkan kelompok Pareto B diwakili oleh produk yang tingkat penjualannya sedang dengan nilai investasi sebesar Rp ,- atau 20,39% dari total investasi dengan jumlah produk 21 items atau 28,38% dari total item yang ada. Kelompok Pareto C meliputi obat-obat dengan tingkat penjualan yang lebih rendah dengan jumlah investasi sebesar Rp ,- atau 10,21% dari total investasi dengan jumlah produk 28 items atau 37,84% dari total item yang ada Saran Perencanaan, pengadaan, dan pengendalian vitamin dilakukan dengan efektif sesuai analisis ABC (Pareto) yang telah dilakukan, yaitu dengan memaksimalkan anggaran yang ada untuk penyediaan produk yang termasuk dalam kelompok pareto A dan produk yang jumlah penjualannya tinggi (fast moving). 20

107 DAFTAR REFERENSI Anwaruddin, Tanwari; Abdul, Q.L, dan Ghulam, Y.S. ( 2002). ABC analysis as an inventory control technique Agustus 2011 pukul WIB Departemen Kesehatan RI. (2002). Pedoman Teknis Pengadaan Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan Untuk Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD). Jakarta: Departemen Kesehatan RI Murray, Robert K.; Daryl K Granner, Victor W Rodwell. (2006). Biokimia Harper. Jakarta: EGC Quick, JD. (1997). Managing Drug Supply: The Selection, Procurement, Distribution, and Use o Pharmaceuticals 2 nd ed. Connecticut Kumarian Press Seto, Soerjono; Yunita Nita, Lily Triana. (2004). Manajemen Farmasi. Surabaya: Airlangga Univ. Press 21

108 Pareto C 38% Pareto A 34% Pareto B 28% Gambar 4.1 Diagram pie analisis pareto (ABC) produk vitamin di Apotek Keselamatan ditinjau dari persentase produk per kelompok periode Juni 2010 Mei 2011 Pareto B 20% Pareto C 10% Pareto A 70% Gambar 4.2 Diagram pie analisis pareto (ABC) produk vitamin di Apotek Keselamatan ditinjau dari nilai investasi produk per kelompok periode Juni 2010 Mei

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 JAKARTA

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 JAKARTA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 JAKARTA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ZILFIA MUTIA RANNY, S.Farm. 1006835601 ANGKATAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RAWA PULE JL. KH. M. USMAN NO 46 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RAWA PULE JL. KH. M. USMAN NO 46 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RAWA PULE JL. KH. M. USMAN NO 46 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DWI FAJAR ABD. GHOFUR, S.Si 1006835204 ANGKATAN LXXIII

Lebih terperinci

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ( No.276, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Apotek. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993

Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pelayanan apotik harus diusahakan agar

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA No. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NENDEN PUSPITASARI,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MUTIA ANGGRIANI,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA, KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YULIANA, S.Farm. 1106047511 ANGKATAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 9 APRIL 15 MEI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 9 APRIL 15 MEI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 9 APRIL 15 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YODIFTA ASTRININGRUM,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37 JAKARTA SELATAN PERIODE 6 JUNI 1 JULI 2011 DAN 1 AGUSTUS - 12 AGUSTUS 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63

Lebih terperinci

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.74, 2015 KEMENKES. Narkotika. Psikotropika. Prekursor Farmasi. Pelaporan. Pemusnahan. Penyimpanan. Peredaran. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA Jl. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 26 SEPTEMBER 29 OKTOBER 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER CYNTHIA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI- 16 MARET 2012 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER I KADEK ARYA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN PERIODE 18 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI 16 MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI 16 MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI 16 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER STELLA, S.Farm.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 55 JALAN KEBAYORAN LAMA NO. 50 JAKARTA BARAT PERIODE 2 APRIL 12 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER AGATHA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MANGGARAI JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MANGGARAI JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA FEBIYANTI NORMAN, S.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI 31 AGUSTUS 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI 31 AGUSTUS 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI 31 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DEVINA LIRETHA,

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN. Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN. Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG IZIN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 JL. MERDEKA NO. 24 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 JL. MERDEKA NO. 24 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 JL. MERDEKA NO. 24 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANNISA RAHMA HENDARSULA,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI 31 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PERMITA SARI,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta;

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta; BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DAN PEDAGANG ECERAN OBAT (TOKO OBAT) WALIKOTA BOGOR, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER CICILIA MARINA, S. Farm. 1306502333

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan aksesibilitas,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR, DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR, DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR, DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANDI NURWINDA, S.Si. 1006835085 ANGKATAN LXXIII FAKULTAS

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt PEDAGANG BESAR FARMASI OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt Obat / Bahan Obat Ketersediaan Keterjangkauan Konsumen Aman Mutu Berkhasiat PBF LAIN PBF: Obat BBF INDUSTRI FARMASI 2 DASAR HUKUM Undangundang UU

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.7 JALAN H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.7 JALAN H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.7 JALAN H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK PROFESI APOTEKER DEWI NUR ANGGRAENI,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE 19 AGUSTUS 30 AGUSTUS 2013 DAN 30 SEPTEMBER 25 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK KIMIA FARMA NO. 7, BOGOR PERIODE 2 APRIL 12 MEI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK KIMIA FARMA NO. 7, BOGOR PERIODE 2 APRIL 12 MEI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK KIMIA FARMA NO. 7, BOGOR PERIODE 2 APRIL 12 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANITA AYU DWI AJIE SAPUTRI, S.Farm. 1106046673

Lebih terperinci

PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. Kegiatan administrasi di apotek (standar pelayanan kefarmasian) Administrasi umum pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 202 JL. KEJAYAAN RAYA BLOK XI NO. 2 DEPOK II TIMUR PERIODE 2 JANUARI 14 FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RAHMI RAMDANIS, S.Farm

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.2 JL. SENEN RAYA NO. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.2 JL. SENEN RAYA NO. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.2 JL. SENEN RAYA NO. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MAYA MASITHA,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.55 JALAN KEBAYORAN LAMA NO.34K JAKARTA SELATAN PERIODE 03 APRIL- 10 MEI 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.55 JALAN KEBAYORAN LAMA NO.34K JAKARTA SELATAN PERIODE 03 APRIL- 10 MEI 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.55 JALAN KEBAYORAN LAMA NO.34K JAKARTA SELATAN PERIODE 03 APRIL- 10 MEI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

Perpustakaan Unika LAMPIRAN- LAMPIRAN

Perpustakaan Unika LAMPIRAN- LAMPIRAN LAMPIRAN- LAMPIRAN Perkiraan Biaya Istalasi dan Operasional Sistem Informasi akuntansi Berbasis Komputer Apotek Fatma Medika A. Investasi 1 Set Komputer Pentium IV Rp. 2.500.000,- 1 Set Printer Epson LX

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 49 JL. PAHLAWAN REVOLUSI NO. 53 PONDOK BAMBU JAKARTA TIMUR PERIODE 2 APRIL-11 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI, JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI, JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NUR HASMAWATI, S.Farm (1006753942)

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG PERIODE 8 APRIL 17 MEI 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG PERIODE 8 APRIL 17 MEI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG PERIODE 8 APRIL 17 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SERUNI

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER Oleh Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya Disampaikan pada pertemuan Korwil PC Surabaya Tanggal 9,16 dan 23 April

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN TENTANG

MENTERI KESEHATAN TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IJIN APOTIK MENTERI KESEHATAN MENIMBANG : a. bahwa penelenggaraan pelayanan Apotik harus diusahakan agar

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 115 JL. PAMULANG PERMAI RAYA D2/1A PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Laukha

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan dan memperluas akses

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEREDARAN, PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN, DAN PELAPORAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB 4 ANALISA PROSES BISNIS AWAL

BAB 4 ANALISA PROSES BISNIS AWAL BAB 4 ANALISA PROSES BISNIS AWAL Bab keempat ini akan berisi data-data yang dibutuhkan dalam pengerjaan sistem serta pembahasan mengenai pemetaan proses bisnis. Pemetaan proses bisnis merupakan penjabaran

Lebih terperinci

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENDIRIAN APOTEK Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENGERTIAN ISTILAH Apotek (kepmenkes 1027 standar pelayanan kefarmasian di apotek) adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 298 JL. BENDUNGAN HILIR RAYA NO. 41, JAKARTA PUSAT PERIODE 3 MARET 11 APRIL 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 298 JL. BENDUNGAN HILIR RAYA NO. 41, JAKARTA PUSAT PERIODE 3 MARET 11 APRIL 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 298 JL. BENDUNGAN HILIR RAYA NO. 41, JAKARTA PUSAT PERIODE 3 MARET 11 APRIL 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 284 JL. SILIWANGI NO.86A, BEKASI PERIODE 13 FEBRUARI - 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 JL. H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 5 SEPTEMBER 15 OKTOBER 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YUDHO PRABOWO,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE APRIL - MEI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE APRIL - MEI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE APRIL - MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER WILLY HERMAWAN, S.Farm.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI

MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO 96. JL. JEND. S. PARMAN KAV G/12 SLIPI, JAKARTA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO 96. JL. JEND. S. PARMAN KAV G/12 SLIPI, JAKARTA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER i UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO 96. JL. JEND. S. PARMAN KAV G/12 SLIPI, JAKARTA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SHEILA NOOR AISYAH, S.Farm.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 JL. IR. H. JUANDA NO. 30, BOGOR LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 JL. IR. H. JUANDA NO. 30, BOGOR LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 JL. IR. H. JUANDA NO. 30, BOGOR LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER AYUN ERWINA ARIFIANTI, S.Farm. 1206312883

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT Menimbang : a. bahwa dalam rangka melindungi masyarakat dari peredaran obat yang tidak memenuhi persyaratan,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MELDA SILVIA SARI SILALAHI, S.Farm. 1206313343

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengawasan dan pemantauan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 JALAN MERDEKA NO. 24 BOGOR PERIODE 1 SEPTEMBER 30 SEPTEMBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER HANUM PRAMITA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 96 JALAN S. PARMAN KAV G/12, JAKARTA BARAT PERIODE 1 MEI 2012-8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YENNY

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 APRIL 10 MEI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 APRIL 10 MEI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 APRIL 10 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ILMA NAFIA, S.Farm.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 7 APRIL 16 MEI 2014

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 7 APRIL 16 MEI 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 7 APRIL 16 MEI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RAFIKA FATHNI, S.Farm.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. H. JUANDA NO. 30, BOGOR PERIODE 5 SEPTEMBER 15 OKTOBER 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DEDDY RIFANDI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. (Peraturan Pemerintah no 51 tahun 2009). Sesuai ketentuan perundangan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA. LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA. LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER GINARTI EKAWATI, S.Farm.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO 37 PENGADEGAN JAKARTA SELATAN PERIODE 01 APRIL 10 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Suci

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE 9 JANUARI 2013 20 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MEIYANI

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34 A, JAKARTA PUSAT PERIODE 6 SEPTEMBER 17 OKTOBER 2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34 A, JAKARTA PUSAT PERIODE 6 SEPTEMBER 17 OKTOBER 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34 A, JAKARTA PUSAT PERIODE 6 SEPTEMBER 17 OKTOBER 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANITA HASAN,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA 34A, JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA 34A, JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA 34A, JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER GABRIELLA FREDERIKA PUNU, S.Farm. 1206329644 ANGKATAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA NO. 66, JAKARTA PUSAT

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA NO. 66, JAKARTA PUSAT UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA NO. 66, JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FURQON DWI CAHYO, S.Farm 1206313135

Lebih terperinci

PEKERJAAN KEFARMASIAN

PEKERJAAN KEFARMASIAN PEKERJAAN KEFARMASIAN Makalh ini disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Undang-undang dan Etika Farmasi Di Susun Oleh : Kelompok VII A Finti Muliati : 14340104 Yolanta Mogi Rema : 14340105 Nora Novita

Lebih terperinci

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 FARMASI BAB 11: PERBEKALAN FARMASI Nora Susanti, M.Sc, Apk KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 BAB XI PERBEKALAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER VETHREEANY SIMAMORA, S.Farm 1206330223 ANGKATAN

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. Mengingat b. 1. 2. 3. 4. bahwa persyaratan tentang pedagang besar farmasi seperti

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. Ir. H. JUANDA NO. 30, BOGOR PERIODE 2 APRIL 12 MEI 2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. Ir. H. JUANDA NO. 30, BOGOR PERIODE 2 APRIL 12 MEI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. Ir. H. JUANDA NO. 30, BOGOR PERIODE 2 APRIL 12 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER TYAS PAWESTRISIWI,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengobatan Sendiri 1. Definisi dan Peran Pengobatan sendiri atau swamedikasi yaitu mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obat yang dibeli bebas di apotik atau

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ZETMI, S.Farm. 1206330261 ANGKATAN LXXVII FAKULTAS

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Draft 07 Januari 2016 RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/Per/X/1993

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.50 JL. MERDEKA NO.24 BOGOR PERIODE 2 APRIL - 12 MEI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.50 JL. MERDEKA NO.24 BOGOR PERIODE 2 APRIL - 12 MEI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.50 JL. MERDEKA NO.24 BOGOR PERIODE 2 APRIL - 12 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DIAN RENI AGUSTINA,

Lebih terperinci

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen

Perencanaan. Pengadaan. Penggunaan. Dukungan Manajemen Perencanaan Penggunaan Pengadaan Dukungan Manajemen Distribusi Penyimpanan Menjamin tersedianya obat dgn mutu yang baik, tersebar secara merata dan teratur, sehingga mudah diperoleh pada tempat dan waktu

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JALAN TOLE ISKANDAR No. 4 5 DEPOK PERIODE 7 JANUARI 15 FEBRUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MIFTAHUL HUDA,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 42 JL. ST. HASANUDDIN NO.1 KEBAYORAN BARU JAKARTA SELATAN PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 JL. Ir. H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ARMELIA

Lebih terperinci

FARMASI PERAPOTIKAN. syofyan

FARMASI PERAPOTIKAN. syofyan FARMASI PERAPOTIKAN syofyan Kronologis Pengaturan apotik telah dilakukan sejak zaman kolonial Belanda berdasarkan Het Reglement op de Dienst der Volksgezoindheid disingkat Reglement DVG (Stbld. 1882 No.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

Resep. Penggunaan obat berlabel dan tidak berlabel Aspek legal. Pengertian Unsur resep Macam-macam resep obat

Resep. Penggunaan obat berlabel dan tidak berlabel Aspek legal. Pengertian Unsur resep Macam-macam resep obat Resep Pengertian Unsur resep Macam-macam resep obat Penggunaan obat berlabel dan tidak berlabel Aspek legal Kewenangan bidan dalam pemberian obat selama memberikan pelayanan kebidanan pada masa kehamilan,

Lebih terperinci