UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER CICILIA MARINA, S. Farm ANGKATAN LXXIX FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI FARMASI DEPOK DESEMBER 2014

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN PERIODE 1 SEPTEMBER 26 SEPTEMBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker CICILIA MARINA, S. Farm ANGKATAN LXXIX FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI FARMASI DEPOK DESEMBER 2014

3 iii

4 iv

5 v

6 vi

7 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas segala rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Keselamatan Jalan Keselamatan No. 27 Manggarai Jakarta Selatan. Penulisan laporan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi. Penulis dengan segala kerendahan hati mengucapkan rasa hormat dan terima kasih kepada: 1. Dra. Azizahwati, MS., Apt. selaku Pembimbing I yang telah memberikan kesempatan, bimbingan, dan pengetahuan kepada penulis selama pelaksanaan dan penyusunan laporan PKPA. 2. Dra. Rosmala Dewi, Apt.selaku Pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis selama penyusunan laporan PKPA. 3. Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. 4. Dr. Hayun, M.Si., Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi. 5. Seluruh karyawan Apotek Keselamatan yang telah memberikan bantuan dan kerja sama yang baik selama pelaksanaan PKPA. 6. Seluruh staf pengajar dan karyawan Fakultas Farmasi atas ilmu pengetahuan, pendidikan, nasihat, motivasi, dan bantuannya selama ini. 7. Orang tua dan keluarga yang senantiasa memberikan dukungan baik moril dan materil selama pelaksanaan PKPA. 8. Teman-teman PKPA di Apotek Keselamatan atas kerja sama yang baik selama PKPA. 9. Teman-teman Apoteker angkatan LXXIX atas kebersamaannya selama satu tahun ini. vii

8 10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas segala bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung, kepada penulis selama penulisan dan penyusunan laporan ini. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi isi maupun penyajiannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan laporan ini. Semoga pengetahuan dan laporan selama menjalani PKPA ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan. Penulis 2014 viii

9 ABSTRAK Praktik Profesi Apoteker di Apotek Keselamatan Jalan Keselamatan No. 27 Manggarai bertujuan untuk memahami tugas, tanggung jawab dan seluruh kegiatan pelayanan yang dilakukan di apotek dan melakukan praktik pelayanan kefarmasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan etika yang berlaku. Tugas khusus yang diberikan adalah pembuatan poster penatalaksanaan hemoroid. Kata Kunci: Apoteker, Apotek Keselamatan Jalan Keselamatan No. 27 Manggarai, poster hemoroid. ix

10 ABSTRACT The aim of Pharmacist Internship Program at Apotek Keselamatan Jalan Keselamatan No. 27 Manggarai is to understand the duties and responsibilities of pharmacist in pharmacy management and do pharmaceutical care practice in accordance with the provisions of the legislation and ethics. Spesific task that given is making poster about treatment of hemmorrhoids. Keywords: Pharmacist, Apotek Keselamatan Jalan Keselamatan No. 27 Manggarai, Hemorrhoids Poster. x

11 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN COVER HALAMAN JUDUL HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR TABEL DAFTAR LAMPIRAN... i ii iii iv vi viii ix x BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan BAB 2 TINJAUAN UMUM Definisi Apotek Landasan Hukum Apotek Tugas dan Fungsi Apotek Studi Kelayakan Pendirian Apotek Tata Cara Perizinan Apotek Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek Pengalihan Tanggung Jawab Pengelolaan Apotek Pengelolaan Apotek Pencabutan Surat Izin Apotek Sediaan Farmasi Narkotika Psikotropika Obat Prekursor Pelayanan Apotek Pelayanan Swamedikasi Pelayanan Obat Wajib Apotek (OWA) Pengadaan Persediaan Apotek Pengendalian Persediaan Apotek Strategi Pemasaran Apotek BAB 3 TINJAUAN KHUSUS Pendahuluan Lokasi dan Tata Ruang Sumber Daya Manusia dan Struktur Organisasi Tugas dan Fungsi Tiap Jabatan Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan Lainnya Pelayanan Apotek Pengelolaan Narkotika Pengelolaan Psikotropika xi

12 3.9 Kegiatan Administrasi dan Keuangan BAB 4 PEMBAHASAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran. 71 DAFTAR ACUAN.. 72 xii

13 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1. Penandaan Obat Bebas Gambar 2.2. Penandaan Obat Bebas Terbatas Gambar 2.3. Penandaan Obat Keras Gambar 2.4. Penandaan Obat Narkotika Gambar 2.5. Penandaan Obat Psikotropika Gambar 2.6. Diagram Model Pengendalian Persediaan xiii

14 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1. Penggolongan Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas Tabel 2.2. Matriks Analisis ABC-VEN xiv

15 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Contoh Formulir Model APT Lampiran 2. Contoh Formulir Model APT Lampiran 3. Contoh Formulir Model APT Lampiran 4. Contoh Formulir Model APT Lampiran 5. Contoh Formulir Model APT Lampiran 6. Contoh Formulir Model APT Lampiran 7. Contoh Formulir Model APT Lampiran 8. Surat Pesanan Narkotika Lampiran 9. Laporan Narkotika SIPNAP Lampiran 10. Surat Pesanan Psikotropika Lampiran 11. Laporan Psikotropika SIPNAP Lampiran 12. Lokasi Apotek Keselamatan Lampiran 13. Desain Eksterior Apotek Keselamatan Lampiran 14. Desain Interior Apotek Keselamatan Lampiran 15. Denah Ruangan Apotek Keselamatan Lampiran 16. Etiket Apotek Keselamatan Lampiran 17. Salinan Resep Apotek Keselamatan Lampiran 18. Kuitansi Apotek Keselamatan Lampiran 19. Surat Pesanan Apotek Keselamatan Lampiran 20. Kartu Stok Obat Apotek Keselamatan Lampiran 21. Formulir 5 (Catatan Pengobatan Pasien) Lampiran 22. Formulir 6 (Dokumentasi Pelayanan Informasi Obat) Lampiran 23. Formulir 7 (Dokumentasi Konseling) Lampiran 24. Formulir 8 (Dokumentasi Pelayanan Kefarmasian di Rumah) Lampiran 25. Formulir 9 (Dokumentasi Pemantauan Terapi Obat) Lampiran 26. Formulir 10 (Formulir MESO) Lampiran 27. Contoh Papan Nama Apotek Lampiran 28. Daftar Perlengkapan Apotek Lampiran 29. Contoh Formulir Surat Pesanan Obat Mengandung Prekursor Farmasi dari Apotek kepada Industri Farmasi atau PBF Lampiran 30. Contoh Form Pengembalian Prekursor Farmasi Lampiran 31. Contoh Berita Acara Pemusnahan Lampiran 32. Contoh Form Laporan Pengadaan dan Penyerahan Obat Mengandung Prekursor Farmasi Lampiran 33. Contoh Laporan Kehilangan Prekursor Farmasi/Obat Mengandung Prekursor Farmasi Lampiran 34. Contoh Laporan Pemusnahan Prekursor xv

16 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang dilakukan secara terpadu, terintegrasi, dan berkesinambungan untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam bentuk pencegahan penyakit, peningkatan kesehatan, pengobatan penyakit, dan pemulihan kesehatan oleh pemerintah dan/atau masyarakat (UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan). Konsep kesatuan upaya kesehatan ini menjadi pedoman dan pegangan bagi semua fasilitas kesehatan di Indonesia termasuk apotek. Apoteker sebagai salah satu profesi tenaga kesehatan, memiliki tanggung jawab secara langsung dalam pelaksanaan upaya kesehatan, khususnya pekerjaan kefarmasian. Upaya pekerjaan kefarmasian yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Menurut PP No. 51 Tahun 2009, pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. Apotek merupakan sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker. Keberadaan apotek di lingkungan masyarakat ditujukan untuk menjamin tersedianya sediaan farmasi yang cukup bagi masyarakat. Berdasarkan PP No. 51 Tahun 2009, penyelenggaraan pelaksaanan pekerjaan kefarmasian meliputi pekerjaan kefarmasian dalam perencanaan, pengadaan, distribusi, dan pelayanan sediaan farmasi. Pekerjaan kefarmasian dalam fasilitas pelayanan sediaan farmasi salah satunya dapat dilaksanakan di apotek. Apoteker merupakan tenaga kefarmasian yang memiliki kewenangan dan tanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan kefarmasian. Seiring perkembangan zaman, profesionalisme apoteker semakin diperlukan karena pekerjaan kefarmasian tidak lagi berorientasi pada produk semata 1

17 2 (product oriented), tetapi cenderung berorientasi pada pasien (patient oriented). Konsekuensi dari perubahan orientasi tersebut maka apoteker di apotek dituntut untuk memiliki dua fungsi, yaitu fungsi manajerial dan pelayanan. Fungsi manajerial yang dilakukan diantaranya pengelolaan keuangan, perbekalan farmasi, sumber daya manusia, dan pemasaran, sedangkan fungsi pelayanan menuntut apoteker memiliki bekal keilmuan di bidang farmasi serta keterampilan agar mampu berinteraksi dan berkomunikasi aktif, baik dengan tenaga kesehatan lain maupun pasien, dalam pelayanan informasi obat dan konseling. Pentingnya fungsi dan peran seorang apoteker dalam melakukan praktik di apotek membuat calon-calon apoteker perlu dilatih agar memiliki pengetahuan, pemahaman, dan siap melakukan fungsi tersebut dengan tepat. Oleh karena itu, Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi mengadakan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di apotek sebagai salah satu upaya untuk menyiapkan calon apoteker yang cakap dan terampil. Salah satu apotek yang menjadi tempat pelaksanaan PKPA tersebut adalah Apotek Keselamatan. Melalui PKPA di Apotek Keselamatan yang dilaksanakan mulai tanggal 1 September hingga 26 September 2014, diharapkan calon apoteker dapat meningkatkan wawasan, pengetahuan, dan keterampilan dalam melakukan pengelolaan sediaan farmasi dan pelayanan pasien di apotek. 1.2 Tujuan Praktik Kerja Profesi Apoteker di Apotek Keselamatan bertujuan agar calon apoteker mengetahui dan memahami peran dan tanggung jawab seorang apoteker dalam pengelolaan apotek secara profesional yang meliputi kegiatan administrasi, pengadaan, penyimpanan, penjualan, dan pelayanan perbekalan farmasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan etika yang berlaku dalam sistem pelayanan kefarmasian di Indonesia.

18 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Definisi Apotek Pelayanan sediaan farmasi di apotek meliputi pelayanan resep dan non resep, promosi dan edukasi, serta home care berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Apotek didefinisikan sebagai tempat dilakukannya pekerjaan kefarmasian serta penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Sediaan farmasi meliputi obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika, sedangkan perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik kefarmasian oleh apoteker (Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian). Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat, dan obat tradisional. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. 2.2 Landasan Hukum Apotek Apotek sebagai fasilitas pelayanan kefarmasian dalam menjalankan praktik kefarmasiannya memiliki landasan hukum yang diatur dalam: 1. Undang-Undang Negara, yaitu : a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 3

19 4 b. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. 2. Peraturan Pemerintah, yaitu: a. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. b. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 tentang Apotek. 3. Peraturan Menteri Kesehatan, yaitu: a. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. b. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. 4. Keputusan Menteri Kesehatan, yaitu: a. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. b. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. 2.3 Tugas dan Fungsi Apotek Tugas dan fungsi apotek berdasarkan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 tentang Apotek adalah sebagai berikut: a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan.

20 5 b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan atau obat atau bahan obat. c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata. 2.4 Studi Kelayakan Pendirian Apotek (Umar, 2012) Studi kelayakan (feasibility study) adalah suatu metode penjajakan gagasan (idea) suatu proyek, dalam hal ini adalah pendirian usaha apotek, mengenai kemungkinan usaha tersebut layak atau tidak untuk dilaksanakan. Fungsi dari studi kelayakan hanya sebagai pedoman pelaksanaan pekerjaan karena dibuat berdasarkan data-data dari berbagai sumber yang dianalisis dari banyak aspek. Keberhasilan studi kelayakan dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu kemampuan sumber daya internal (kecakapan manajemen, kualitas pelayanan, jenis dan keragaman produk yang dijual serta kualitas karyawan) dan lingkungan eksternal (pertumbuhan pasar, jumlah pesaing, jumlah pemasok, dan perubahan peraturan). Tahapan pembuatan studi kelayakan terdiri dari tahap penemuan gagasan, penelitian lapangan, evaluasi data, pembuatan rencana, dan pelaksanaan rencana kerja. Kriteria gagasan yang baik untuk selanjutnya didiskusikan dan dianalisis, harus selalu diperhatikan pada tahap penemuan gagasan. Kriteria gagasan yang baik adalah sesuai dengan visi organisasi, menguntungkan organisasi, sesuai dengan kemampuan sumber daya organisasi, tidak bertentangan dengan peraturan yang berlaku, dan aman untuk jangka panjang. Gagasan ditindaklanjuti dengan penelitian di lapangan apabila hasil analisis gagasan memberikan gambaran perspektif yang baik bagi organisasi di masa mendatang. Data-data yang dibutuhkan saat melakukan penelitian lapangan adalah data ilmiah (nilai strategis lokasi, data kelas konsumen, peraturan yang berlaku, tingkat persaingan) dan data non ilmiah (intuisi yang diperoleh setelah melihat lokasi dan kondisi lingkungan di sekitarnya). Data hasil penelitian tersebut kemudian dievaluasi dengan cara: 1. Memperhatikan beberapa faktor yang berpengaruh, yang terdiri dari faktor eksternal (kelas konsumen, jumlah konsumen dan pendapatan per kapita per tahun, peraturan tentang pengembangan tata kota di lokasi yang dipilih, dan

21 6 kondisi keamanan) dan faktor internal (keuangan, tenaga kerja, barang dagangan, dan kemampuan manajemen). 2. Membuat usulan proyek yang meliputi: a. Pendahuluan, mengenai latar belakang dan tujuan. b. Analisis teknis, mengenai kebutuhan sumber daya manusia dan biaya, peta lokasi dan lingkungan sekitar, desain interior dan eksterior, serta jenis produk. c. Analisis pasar, mengenai kondisi, situasi, potensi, dan tingkat persaingan pasar. d. Analisis manajemen, mengenai bentuk badan usaha, struktur organisasi, fungsi kegiatan, jumlah kebutuhan tenaga kerja, dan program kerja. e. Analisis keuangan, mengenai jumlah biaya investasi dan modal kerja, sumber pendanaan, serta aliran kas. Apabila usulan proyek disetujui, maka dilakukan penetapan waktu untuk memulai pekerjaan sesuai dengan skala prioritas: penyediaan dana biaya investasi dan modal kerja, pengurusan izin, pembangunan gedung, perekrutan karyawan, penyiapan barang dagangan, dan pelaksanaan operasional. Suatu format yang berisi jadwal pelaksanaan pekerjaan, catatan penyimpangan yang terjadi, hasil evaluasi, dan solusi penyelesaiannya dibuat dalam pelaksanaan setiap jenis pekerjaan. 2.5 Tata Cara Perizinan Apotek Surat Izin Apotek (SIA) adalah surat izin yang dikeluarkan oleh menteri kepada apoteker atau Apoteker yang bekerja sama dengan pemilik modal untuk menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu (Pasal 1 Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002). Wewenang pemberian izin apotek dilimpahkan oleh Menteri Kesehatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selanjutnya wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek sekali setahun kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi (Pasal 4 Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002). Apoteker atau Apoteker yang bekerja sama

22 7 dengan pemilik modal yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat dan perlengkapan, termasuk sediaan farmasi dan perbekalan lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain untuk mendapatkan izin apotek. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi. Tata cara pemberian izin apotek sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek adalah sebagai berikut: Pasal 7 1. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-1 (Lampiran 1). 2. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apotek melakukan kegiatan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-2 (Lampiran 2). 3. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-3 (Lampiran 3). 4. Apoteker Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-4 (Lampiran 4) jika pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada nomor (2) dan (3) tidak dilaksanakan. 5. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek (SIA) dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-5 (Lampiran 5) dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada nomor (3) atau pernyataan nomor (4).

23 8 6. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-6 (Lampiran 6) apabila hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM sebagaimana dimaksud pada nomor (3) masih belum memenuhi syarat. 7. Apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal surat penundaan terhadap surat penundaan sebagaimana dimaksud pada nomor (6). Pasal 9 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam jangka waktu selambat lambatnya 12 (dua belas) hari kerja wajib mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasannya dengan menggunakan contoh formulir model APT-7 (Lampiran 7) terhadap permohonan izin apotek yang ternyata tidak memenuhi persyaratan atau lokasi yang tidak sesuai dengan permohonan. Jika apoteker menggunakan sarana milik pihak lain dalam pendirian apotek, yaitu mengadakan kerja sama dengan pemilik modal apotek, maka harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1. Penggunaan sarana apotek yang dimaksud, wajib didasarkan atas perjanjian kerja sama antara apoteker dan pemilik modal. 2. Pemilik modal yang dimaksud harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat sebagaimana dinyatakan dalam surat pernyataan yang bersangkutan. 2.6 Persyaratan Sarana dan Prasarana Apotek Beberapa persyaratan atau kelengkapan yang harus diperhatikan dalam pendirian sebuah apotek adalah tempat atau lokasi, bangunan, perlengkapan apotek, tenaga kerja apotek, dan perbekalan farmasi (Umar, 2012). 1. Tempat/Lokasi Persyaratan jarak minimum antarapotek tidak dipermasalahkan lagi, namun ketentuan ini dapat berbeda sesuai dengan kebijakan/peraturan daerah masing-masing. Ketentuan pelaksanaan larangan penggunaan rumah tinggal untuk

24 9 kantor atau tempat usaha terkecuali untuk penggunaan praktik keahlian perorangan yang tidak merupakan badan usaha/usaha gabungan beberapa orang ahli, dalam hal ini sebuah apotek, diizinkan berdasarkan Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 203 Tahun Lokasi apotek dapat dipilih dengan mempertimbangkan segi pemerataan pelayanan kesehatan, jumlah penduduk, jumlah praktik dokter, sarana pelayanan kesehatan lain, sanitasi, dan faktor-faktor lainnya. 2. Bangunan Tidak ada persyaratan luas bangunan tertentu untuk suatu apotek, namun agar pelaksanaan tugas dan fungsi apotek berjalan lancar, bangunan apotek hendaknya memiliki ruang tunggu pasien, ruang peracikan dan penyerahan obat, ruang administrasi dan ruang kerja apoteker, tempat pencucian alat, dan kamar kecil. Bangunan apotek hendaknya juga dilengkapi dengan sumber air yang memenuhi syarat kesehatan, sumber penerangan yang memadai, alat pemadam kebakaran, ventilasi, dan sanitasi yang baik, serta papan nama apotek. Papan nama apotek dipasang di depan bangunan dengan ketentuan memenuhi ukuran minimal panjang 80 cm dan lebar 60 cm dengan tulisan hitam di atas dasar putih serta tinggi huruf minimal 5 cm berdasarkan Surat Keputusan Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia Nomor: PO. 005/PP.IAI/1418/VII/2014. Bahan material pembuatan papan nama dapat berupa kayu, kanvas, sticker vinyl, dan flexi outdoor. Papan nama praktik harus memuat logo Ikatan Apoteker Indonesia, nama dan atau sebutan profesional sesuai Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA), nomor SIPA, nomor STRA, hari dan jam praktik, nama, alamat, dan nomor telepon Apotek (Lampiran 27). 3. Perlengkapan Apotek Apotek baru yang ingin beroperasi harus memiliki perlengkapan apotek yang memadai agar dapat mendukung pelayanan kefarmasiannya. Perlengkapan apotek yang harus dimiliki antara lain: a. Peralatan pembuatan, pengolahan, dan peracikan seperti timbangan, lumpang, alu, gelas ukur, dan lain-lain.

25 10 b. Peralatan dan tempat penyimpanan alat perbekalan farmasi seperti lemari obat, lemari pendingin (kulkas), dan lemari khusus untuk narkotika dan psikotropika. c. Wadah pengemas dan pembungkus. d. Perlengkapan administrasi, seperti blanko pesanan, salinan resep, buku catatan penjualan, buku catatan pembelian, kartu stok obat, dan kuitansi. e. Buku-buku dan literatur standar yang diwajibkan, serta kumpulan peraturan/undang-undang yang berhubungan dengan kegiatan apotek (Lampiran 28). 4. Tenaga Kesehatan di Apotek (Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 35 Tahun 2014) Tenaga kesehatan yang terlibat dalam kegiatan operasional apotek yaitu: a. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker. b. Tenaga Teknis Kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani Pekerjaan Kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus memenuhi kriteria: 1. Persyaratan administrasi a. Memiliki ijazah dari institusi pendidikan farmasi yang terakreditasi. b. Memiliki Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA). c. Memiliki sertifikat kompetensi yang masih berlaku. d. Memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA). 2. Apoteker menggunakan atribut praktik, antara lain baju praktik dan tanda pengenal. 3. Apoteker wajib mengikuti pendidikan berkelanjutan/continuing Professional Development (CPD) dan mampu memberikan pelatihan yang berkesinambungan.

26 11 4. Apoteker harus mampu mengidentifikasi kebutuhan akan pengembangan diri, baik melalui pelatihan, seminar, workshop, dan pendidikan berkelanjutan atau mandiri. 5. Apoteker harus memahami dan melaksanakan serta patuh terhadap peraturan perundang-undangan, sumpah apoteker, standar profesi (standar pendidikan, standar pelayanan, standar kompetensi dan kode etik) yang berlaku. 2.7 Pengalihan Tanggung Jawab Pengelolaan Apotek (Menteri Kesehatan RI, 2002) Tanggung jawab pengelolaan apotek dapat dialihkan dalam kondisi berikut: 1. Apoteker Pengelola Apotek harus menunjuk Apoteker Pendamping (Pasal 19 Ayat 1) apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek. Apoteker Pendamping adalah apoteker yang melaksanakan praktik paling banyak di 3 (tiga) Apotek atau puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit. 2. Apoteker Pengelola Apotek harus menunjuk Apoteker Pengganti (Pasal 19 Ayat 2) apabila Apoteker Pengelola Apotek dan Apoteker Pendamping berhalangan melakukan tugasnya. Apoteker yang menggantikan APA selama APA tersebut tidak berada ditempat lebih dari 3 bulan secara terus-menerus, telah memiliki SIPA, dan tidak bertindak sebagai Apoteker Pengelola Apotek di apotek lain disebut Apoteker Pengganti (Pasal 1). 3. Penunjukkan Apoteker Pendamping dan Apoteker Pengganti harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat (Pasal 19 Ayat 3). 4. Ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Pasal 24 Ayat 1) apabila APA meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali dua puluh empat jam. Pelaporan kejadian wajib mengikutsertakan penyerahan resep, narkotika, psikotropika, obat keras, dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika (Pasal 24 Ayat 2) apabila pada apotek tersebut tidak terdapat Apoteker Pendamping. Kejadian penyerahan tersebut dibuat Berita Acara

27 12 Serah Terima dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat, dengan tembusan Kepala Balai POM setempat (Pasal 24 Ayat 3). Setiap pengalihan tanggung jawab pengelolaan kefarmasian yang disebabkan karena penggantian APA wajib dilakukan serah terima resep, narkotika, obat, dan perbekalan farmasi lainnya, serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika menurut Pasal 23 Ayat 1 Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotik. 2.8 Pengelolaan Apotek Standar pelayanan kefarmasian di apotek menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek meliputi: 1. Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai, yaitu: perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian, serta pencatatan dan pelaporan. 2. Pelayanan farmasi klinik, yaitu: pengkajian resep, dispensing, pelayanan informasi obat (PIO), konseling, pelayanan kefarmasian di rumah (home pharmacy care), pemantauan terapi obat (PTO), dan monitoring efek samping obat (MESO). 2.9 Pencabutan Surat Izin Apotek Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dapat mencabut Surat Izin Apotek menurut Pasal 25 Ayat 1 Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MENKES/SK/X/2002 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek, apabila: a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai APA. b. Apoteker tidak memenuhi kewajibannya untuk menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. c. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari dua tahun secara terusmenerus.

28 13 d. Terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang tentang Narkotika, Undang- Undang Obat Keras, dan Undang-Undang tentang Kesehatan. e. Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) APA dicabut. f. Pemilik sarana apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundangundangan di bidang obat. g. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan untuk memperoleh izin apotek. Pelaksanaan pencabutan izin apotek dilakukan setelah dikeluarkan (Pasal 26 Ayat 1 Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MENKES/SK/X/2002): a. Peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan. b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan apotek. Apabila Surat Izin Apotek dicabut, APA atau apoteker pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengamanan yang dilakukan wajib mengikuti tata cara sebagai berikut (Pasal 29 Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MENKES/SK/X/2002): a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, psikotropika, obat keras tertentu, dan obat lainnya, serta seluruh resep yang tersedia di apotek. b. Narkotika, psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci. APA wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud dalam huruf (a). Pembekuan izin apotek dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Pencairan izin apotek dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat Sediaan Farmasi Sediaan farmasi mencakup obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik menurut Pasal 1 Ayat 2 Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Pemerintah menggolongkan obat menjadi obat bebas,

29 14 obat bebas terbatas, obat keras, serta narkotik dan psikotropik untuk menjaga keamanan penggunaan obat oleh masyarakat. 1. Obat Bebas (Menteri Kesehatan RI, 1983) Obat bebas adalah obat tanpa peringatan, yang dapat diperoleh tanpa resep dokter. Tanda khusus yang terdapat pada obat bebas adalah lingkaran bulat berwarna hijau dengan garis tepi hitam. Gambar 2.1 Penandaan Obat Bebas 2. Obat Bebas Terbatas (Menteri Kesehatan RI, 1983) Obat bebas terbatas adalah obat dengan peringatan, yang dapat diperoleh tanpa resep dokter. Tanda khusus yang terdapat pada obat bebas terbatas adalah lingkaran bulat berwarna biru dengan garis tepi hitam. Gambar 2.2 Penandaan Obat Bebas Terbatas Pada golongan obat bebas terbatas terdapat tanda peringatan yang berbentuk kotak hitam dengan huruf berwarna putih di dalamnya. Tanda peringatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Penggolongan Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas Penggolongan Tanda Peringatan Gambar Tanda Peringatan Tanda P no. 1

30 15 Tanda P no. 2 Tanda P no. 3 Tanda P no. 4 Tanda P no. 5 Tanda P no Obat Keras Daftar G (Menteri Kesehatan RI, 1986) Obat keras adalah obat yang dapat diperoleh dengan resep dokter. Tanda pada obat keras berupa lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi hitam dengan huruf K yang menyentuh garis tepi dan harus mencantumkan kalimat Harus dengan resep dokter. Gambar 2.3 Penandaan Obat Keras

31 16 4. Narkotika (Presiden Republik Indonesia, 2009) Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Tanda khusus yang terdapat pada narkotika adalah palang medali berwarna merah dengan dasar putih. Gambar 2.4 Penandaan Obat Narkotika 5. Psikotropika (Presiden Republik Indonesia, 1997) Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis, bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Gambar 2.5 Penandaan Obat Psikotropika 2.11 Narkotika (Presiden Republik Indonesia, 2009) Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengaturan narkotika menurut Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, bertujuan untuk: 1. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. 2. Mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan narkotika. 3. Memberantas peredaran gelap narkotika dan prekursor narkotika.

32 17 4. Menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan pecandu narkotika Penggolongan Narkotika 1. Narkotika Golongan I Narkotika Golongan I adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan, tidak digunakan dalam terapi dan mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: tanaman Papaver somniferum (kecuali bijinya), opium, kokain, heroin, psilosibin, dan amfetamin. 2. Narkotika Golongan II Narkotika Golongan II adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh: difenoksilat, metadon, morfin, dan petidin. 3. Narkotika Golongan III Narkotika Golongan III adalah narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contoh: kodein, dihidrokodein, dan norkodein Pengelolaan Narkotika Pengelolaan narkotika di apotek meliputi perencanaan, pengadaan/pemesanan, penyimpanan, pelayanan/penyerahan, pemusnahan, pencatatan dan pelaporan, serta dokumentasi. 1. Perencanaan Narkotika Perencanaan narkotika adalah kegiatan menetapkan jenis dan jumlah narkotika sesuai dengan kebutuhan narkotika dengan metode tertentu. Perencanaan bertujuan untuk mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah narkotika mendekati kebutuhan. Langkah-langkah dalam perencanaan:

33 18 a. Memilih atau menyeleksi narkotika untuk menentukan jenis narkotika sesuai kebutuhan. b. Memperkirakan kebutuhan narkotika. c. Menentukan jumlah narkotika sesuai dengan kebutuhan. 2. Pengadaan/Pemesanan Narkotika Apoteker hanya dapat memesan narkotika melalui Pedagang Besar Farmasi (PBF) yang telah ditunjuk khusus oleh Menteri yaitu PT. Kimia Farma dengan tujuan untuk memudahkan pengawasan peredaran narkotika. Pemesanan narkotika dilakukan dengan membuat surat pesanan narkotika asli yang terdiri dari empat rangkap (tiga untuk PBF dan satu untuk arsip apotek). Surat pesanan narkotika dilengkapi dengan nama dan tanda tangan APA, nomor Surat Izin Apotek (SIA), tanggal dan nomor surat, alamat lengkap, dan stempel apotek. Satu surat pesanan hanya untuk satu jenis narkotika (Lampiran 8) Penyimpanan Narkotika (Menteri Kesehatan RI, 1978) Apotek, berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 28/MENKES/PER/V/1978 tentang Penyimpanan Narkotika, harus memiliki tempat khusus untuk penyimpanan narkotika yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: 1. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat. 2. Harus mempunyai kunci yang kuat. 3. Dibagi dua, masing-masing dengan kunci yang berlainan; bagian pertama dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garam-garamnya serta untuk persediaan. Bagian kedua digunakan untuk menyimpan persediaan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari. 4. Apabila tempat khusus tersebut berupa lemari berukuran kurang dari 40 x 80 x100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai. 5. Lemari harus dikunci dengan baik. 6. Lemari khusus tidak boleh dipergunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika. 7. Anak kunci lemari khusus harus dikuasai oleh penanggung jawab atau pegawai lain yang dikuasakan.

34 19 8. Lemari khusus harus ditaruh di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum Pelayanan atau Penyerahan Narkotika Apotek hanya dapat melakukan penyerahan narkotika kepada rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, apotek lainnya, balai pengobatan, dokter, dan kepada pasien berdasarkan resep dari dokter menurut Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 Pasal 43. Apotek dilarang mengulangi menyerahkan narkotika atas dasar resep yang sama dari seorang dokter atau atas dasar salinan resep dokter (Undang- Undang Nomor 9 Tahun 1976 Pasal 7). Apotek boleh membuat salinan resep terhadap resep narkotika yang baru dilayani sebagian, tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani di apotek yang menyimpan resep asli. Apotek yang tidak menyimpan resep asli, tidak boleh melayani resep narkotika yang telah diiter Pencatatan dan Pelaporan Narkotika Undang-undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika menyatakan bahwa apotek wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang berada dalam penguasaannya. Pelaporan penggunaan narkotika telah dikembangkan dalam bentuk perangkat lunak atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) sejak tahun 2006 oleh Kementerian Kesehatan. Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) adalah sistem yang mengatur pelaporan penggunaan Narkotika dan Psikotropika dari Unit Layanan (Puskesmas, Rumah Sakit dan Apotek) ke Kementerian Kesehatan dengan menggunakan mekanisme pelaporan online yang menggunakan fasilitas internet (Lampiran 9). Alamat website yang digunakan untuk pelaporan Narkotika dan Prsikotropika adalah Pemusnahan Narkotika Tujuan dilakukannya pemusnahan narkotika adalah untuk menghapus pertanggungjawaban apoteker terhadap pengelolaan narkotika, menjamin narkotika yang sudah tidak memenuhi persyaratan dikelola sesuai dengan standar

35 20 yang berlaku, dan mencegah penyalahgunaan bahan narkotika serta mengurangi risiko terjadinya penggunaan obat yang substandar (Departemen Kesehatan RI, 2008). Pemusnahan narkotika dilakukan dalam hal diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku dan/atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi, kadaluwarsa, tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan, dan/atau berkaitan untuk pengembangan ilmu pengetahuan atau berkaitan dengan tindak pidana (Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika Pasal 60). Pemusnahan yang dilakukan oleh apotek dengan membuat berita acara pemusnahan narkotika dan dilaporkan kepada pihak-pihak yang terkait. Berita acara pemusnahan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.28/MENKES/PER/I/1978 tentang Penyimpanan Narkotika dan Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika, memuat: 1. Keterangan tempat, hari, tanggal, bulan, dan tahun pemusnahan. 2. Nama pemegang izin khusus, APA, dan dokter pemilik narkotika. 3. Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi dari perusahaan atau badan tersebut. 4. Nama dan jumlah narkotika yang dimusnahkan. 5. Cara pemusnahan. 6. Tanda tangan penanggung jawab apotek/pemegang izin khusus, dokter pemilik narkotika dan saksi-saksi. Berita acara pemusnahan tersebut dibuat rangkap empat untuk ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Balai Pengawasan Obat dan Makanan, dan satu disimpan sebagai arsip di apotek Psikotropika (Presiden Republik Indonesia, 1997) Psikotropika menurut Undang-undang No. 5 Tahun 1997 adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Psikotropika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan atau ilmu pengetahuan. Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah:

36 21 1. Menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan. 2. Mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika. 3. Memberantas peredaran gelap psikotropika Penggolongan Psikotropika 1. Psikotropika Golongan I Psikotropika Golongan I adalah psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh: psilosibin dan lisergida. 2. Psikotropika Golongan II Psikotropika Golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh: amfetamin, deksamfetamin, metamfetamin, dan sekobarbital. 3. Psikotropika Golongan III Psikotropika Golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh: amobarbital, pentazosin, pentobarbital, dan siklobarbital. 4. Psikotropika Golongan IV Psikotropika Golongan IV adalah psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindrom ketergantungan. Contoh: alobarbital, alprazolam, barbital, diazepam, dan fenobarbital Pemesanan Psikotropika Pemesanan psikotropika dilakukan dengan menggunakan surat pesanan psikotropika yang ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIK (Lampiran 10). Surat pesanan tersebut dibuat rangkap tiga (dua untuk PBF dan

37 22 satu untuk arsip apotek) dan setiap surat dapat digunakan untuk memesan beberapa jenis psikotropika Penyimpanan Psikotropika Penyimpanan psikotropika belum diatur di dalam perundang-undangan atau peraturan lainnya. Obat golongan psikotropika sebaiknya disimpan pada rak atau lemari khusus untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika Penyerahan Psikotropika Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lain, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan pasien. Penyerahan psikotropika kepada pasien oleh apotek dilaksanakan berdasarkan resep dokter Pemusnahan Psikotropika Pemusnahan psikotropika dilaksanakan dalam hal berhubungan dengan tindak pidana, diproduksi tanpa memenuhi standar dan persyaratan yang berlaku, dan/atau tidak dapat digunakan dalam proses produksi psikotropika, kadaluwarsa, dan tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan, dan/atau untuk kepentingan ilmu pengetahuan (Undang-undang Nomor 5 Tahun 1997 Pasal 53), namun tidak mengatur secara jelas mengenai teknis pelaksanaan pemusnahan psikotropik. Teknis pelaksanaan pemusnahan psikotropika sama seperti narkotika. Setiap pemusnahan psikotropika, wajib dibuatkan berita acara (Surat Edaran Kepala Direktur Pengawasan Narkotika dan Bahan Berbahaya Dir. Jend POM Dep. Kes. RI Nomor 010/EE/SE/81 Tanggal 8 Mei 1981 tentang Pemusnahan/Penyerahan Narkotika atau Psikotropika yang Rusak Tidak Terdaftar) Pelaporan Psikotropika Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan melalui perangkat lunak atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) (Lampiran 11). Mekanisme pelaporan psikotropika sama dengan pelaporan narkotika.

38 Obat Prekursor (Peraturan Kepala BPOM RI Nomor 40 Tahun 2013 tentang Pedoman Pengelolaan Prekorsor Farmasi dan Obat Mengandung Prekursor Farmasi) Pengadaan Pengadaan obat mengandung Prekursor Farmasi harus berdasarkan Surat Pesanan (SP). Syarat-syarat Surat Pesanan untuk Obat Prekursor antara lain: 1. Asli dan dibuat tindasan sebagai arsip (Lampiran 29). 2. Ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab Apotek/Apoteker Pendamping dengan mencantumkan nama lengkap dan nomor SIPA, nomor dan tanggal SP, dan kejelasan identitas pemesanan (antara lain nama dan alamat jelas, nomor telepon/faksimil, nomor izin, dan stempel). 3. Dicantumkan nama dan alamat Industri Farmasi/Pedagang Besar Farmasi (PBF) tujuan pemesanan. Pemesanan antarapotek diperbolehkan dalam keadaan mendesak misalnya pemesanan sejumlah obat yang dibutuhkan untuk memenuhi kekurangan jumlah obat yang diresepkan. 4. Dicantumkan nama obat yang mengandung Prekursor Farmasi, jumlah, bentuk dan kekuatan sediaan, isi, dan jenis kemasan. 5. Diberi nomor urut tercetak dan tanggal dengan penulisan yang jelas atau cara lain yang dapat tertelusur. 6. Khusus untuk pesanan obat mengandung Prekursor Farmasi dibuat terpisah dari surat pesanan obat lainnya dan jumlah pesanan ditulis dalam bentuk angka dan huruf. 7. Surat pesanan asli harus diberikan pada saat serah terima barang, kecuali untuk daerah-daerah tertentu dengan kondisi geografis yang sulit transportasi dimana pengiriman menggunakan jasa ekspedisi, maka surat pesanan asli dikirimkan tersendiri, apabila pemesanan dilakukan melalui telepon (harus menyebutkan nama penelpon yang berwenang), faksimili, dan . Masing-masing apotek harus membuat SP sesuai kebutuhan kepada Industri Farmasi/PBF untuk apotek yang tergabung di dalam satu grup. SP yang tidak digunakan, harus tetap diarsipkan dengan diberi tanda pembatalan yang jelas. Apotek harus meminta surat penolakan pesanan dari Industri Farmasi/PBF apabila SP Apotek tidak bisa dilayani. Penerimaan obat mengandung Prekursor

39 24 Farmasi harus dilakukan pemeriksaan kesesuaian antara fisik obat dengan faktur penjualan dan/atau Surat Pengiriman Barang (SPB) yang meliputi: a. Kebenaran nama produsen, nama Prekursor Farmasi/obat mengandung Prekursor Farmasi, jumlah, bentuk dan kekuatan sediaan, isi dan jenis kemasan. b. Nomor batch dan tanggal kadaluwarsa. c. Obat mengandung Prekursor Farmasi harus dikembalikan kepada pengirim disertai dengan bukti retur/surat pengembalian (Lampiran 30) dan salinan faktur penjualan serta dilengkapi nota kredit dari Industri Farmasi/PBF pengirim apabila butir a, b, dan/atau kondisi kemasan termasuk segel dan penandaan rusak, terlepas, terbuka, dan tidak sesuai dengan SP. Apoteker Penanggung Jawab atau Tenaga Teknis Kefarmasian wajib menandatangani faktur penjualan dan/atau Surat Pengiriman Barang (SPB) dengan mencantumkan nama lengkap, nomor SIPA/SIKTTK, dan stempel Apotek setelah dilakukan pemeriksaan kesesuaian antara fisik obat dengan faktur penjualan dan/atau Surat Pengiriman Barang (SPB) Penyimpanan 1. Obat mengandung Prekursor Farmasi disimpan di tempat yang aman berdasarkan analisis risiko masing-masing Apotek. 2. Wadah harus dilengkapi dengan identitas obat meliputi nama, jumlah, bentuk dan kekuatan sediaan, isi dan jenis kemasan, nomor batch, tanggal kadaluwarsa, dan nama produsen apabila memiliki obat mengandung Prekursor Farmasi yang disimpan tidak dalam wadah asli. 3. Dilakukan pemisahan dan penyimpanan dengan aman obat mengandung Prekursor Farmasi yang: a. Rusak; b. Kadaluwarsa; dan c. Izin edar dibatalkan sebelum dimusnahkan atau dikembalikan kepada Industri Farmasi /PBF. 4. Dilakukan stock opname secara berkala sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali.

40 25 5. Dilakukan investigasi adanya selisih stok dengan fisik saat stock opname dan dilakukan dokumentasi hasil investigasi Penyerahan 1. Dilakukan penyerahan obat mengandung Prekursor Farmasi harus memperhatikan kewajaran jumlah yang diserahkan sesuai kebutuhan terapi. 2. Penyerahan obat mengandung Prekursor Farmasi diluar kewajaran harus dilakukan oleh Apoteker Penanggung Jawab Apotek/Apoteker Pendamping setelah dilakukan screening terhadap permintaan obat. 3. Hal-hal yang harus diwaspadai dalam melayani pembelian obat mengandung Prekursor Farmasi: a. Pembelian dalam jumlah besar, misalnya oleh Medical Representative/Sales dari Industri Farmasi atau PBF. b. Pembelian secara berulang-ulang dengan frekuensi yang tidak wajar Penarikan Kembali Obat (Recall) Apotek wajib melakukan penarikan kembali obat (recall) sesuai pemberitahuan dari pemilik izin edar Pemusnahan 1. Pemusnahan dilaksanakan terhadap obat mengandung Prekursor Farmasi yang rusak dan kadaluwarsa. 2. Harus tersedia daftar inventaris Obat mengandung Prekursor Farmasi yang akan dimusnahkan mencakup nama produsen, bentuk dan kekuatan sediaan, isi dan jenis kemasan, jumlah, nomor batch, dan tanggal kadaluwarsa. 3. Pelaksanaan pemusnahan harus dibuat dengan memperhatikan pencegahan diversi dan pencemaran lingkungan. Kegiatan pemusnahan ini dilakukan oleh Penanggung Jawab Apotek dan disaksikan oleh petugas Balai Besar/Balai POM dan/atau Dinas Kesehatan Kab/Kota setempat. Kegiatan ini didokumentasikan dalam Berita Acara Pemusnahan yang ditandatangani oleh pelaku dan saksi (Lampiran 31).

41 26 4. Berita Acara Pemusnahan yang menggunakan pihak ketiga harus ditandatangani juga oleh saksi dari pihak ketiga Pencatatan dan Pelaporan 1. Pencatatan dilakukan terhadap setiap tahapan pengelolaan mulai dari pengadaan, penyimpanan, penyerahan, penarikan kembali obat (recall), dan pemusnahan secara tertib dan akurat serta disahkan oleh Apoteker Penanggung Jawab. 2. Catatan sebagaimana dimaksud pada poin 1 sekurang-kurangnya memuat: a. Nama, jumlah, bentuk dan kekuatan sediaan, isi dan jenis kemasan, nomor batch, tanggal kadaluwarsa, dan nama produsen. b. Jumlah yang diterima, diserahkan, dan sisa persediaan. c. Tujuan penyerahan. 3. Apoteker Penanggung Jawab Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan serta mengirimkan laporan pemasukan dan pengeluaran obat mengandung Prekursor Farmasi Efedrin dan Pseudoefedrin dalam bentuk sediaan tablet/kapsul/kaplet/injeksi (Lampiran 32). 4. Laporan sebagaimana dimaksud pada poin 1 adalah: a. Laporan pemasukan dan pengeluaran obat mengandung Prekursor Farmasi Efedrin dan Pseudoefedrin dalam bentuk sediaan tablet/kapsul/kaplet/injeksi (Lampiran 32). b. Laporan kehilangan (Lampiran 33). c. Laporan pemusnahan obat mengandung Prekursor Farmasi (Lampiran 34). 5. Pelaporan pada poin 4a dikirimkan kepada Badan POM dan Direktorat Pengawasan Napza dengan tembusan ke Balai Besar/Balai POM. 6. Setiap apotek wajib menyimpan dokumen dan informasi seluruh kegiatan terkait pengelolaan obat mengandung Prekursor Farmasi dengan tertib, akurat, dan tertelusur. 7. Dokumentasi meliputi: a. Pengadaan b. Penyimpanan

42 27 c. Penyerahan d. Penanganan obat kembalian e. Pemusnahan f. Pencatatan dan Pelaporan 8. Dokumen pengadaan meliputi SP, faktur pembelian, SPB, bukti retur, nota kredit dari Industri Farmasi/PBF/Apotek pengirim, wajib diarsipkan menjadi satu berdasarkan nomor urut atau tanggal penerimaan barang dan terpisah dari dokumen obat lain. 9. Dokumentasi selain berbentuk manual dapat juga dilakukan secara sistem elektronik yang tervalidasi harus mudah ditampilkan dan ditelusuri pada saat diperlukan. Data manual harus sesuai dengan data elektronik apabila memiliki dokumentasi dalam bentuk manual dan elektronik. 10. Standar Prosedur Operasional harus tersedia terkait penanganan sistem tersebut jika tidak berfungsi apabila dokumentasi hanya dilakukan secara sistem elektronik Pelayanan Apotek Peraturan tentang Pelayanan Apotek adalah Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 922/MENKES/PER/X/1993, yaitu: 1. Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin (Pasal 12 Ayat 1). 2. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi, dan dokter hewan (Pasal 14 Ayat 1). Pelayanan resep di apotek sepenuhnya atas tanggung jawab APA (Pasal 14 Ayat 2), sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesi yang dilandasi pada kepentingan masyarakat (Pasal 15 Ayat 1). 3. Apoteker tidak diizinkan untuk menggantikan obat generik yang ditulis di dalam resep dengan obat paten (Pasal 15 Ayat 2). 4. Apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih tepat jika pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam resep (Pasal 15 Ayat 3).

43 28 5. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien dan penggunaan obat secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat (Pasal 15 Ayat 4). 6. Apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat (Pasal 16 Ayat 1). Dokter wajib menyatakannya secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep apabila karena pertimbangan tertentu, dokter penulis resep tetap pada pendiriannya (Pasal 16 Ayat 2). 7. Salinan resep harus ditandatangani oleh apoteker (Pasal 17 Ayat 1). 8. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu tiga tahun (Pasal 17 Ayat 2). 9. Resep atau salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep, penderita yang bersangkutan atau yang merawat penderita, dan petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku (Pasal 17 Ayat 3). 10. APA, Apoteker Pendamping, atau Apoteker Pengganti diizinkan untuk menjual obat keras yang dinyatakan sebagai daftar Obat Wajib Apotek tanpa resep yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan (Pasal 18). 11. APA dapat menunjuk Apoteker Pendamping apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek (Pasal 19 Ayat 1). APA dapat menunjuk Apoteker Pengganti apabila APA dan Apoteker Pendamping berhalangan melakukan tugasnya (Pasal 19 Ayat 2). 12. APA turut bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker Pendamping dan Apoteker Pengganti di dalam pengelolaan apotek (Pasal 20). 13. Apoteker Pendamping bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pelayanan kefarmasian selama yang bersangkutan bertugas menggantikan APA (Pasal 21). 14. APA dapat dibantu oleh Asisten Apoteker di bawah pengawasan apoteker dalam pelaksanaan pengelolaan apotek (Pasal 22 Ayat 1).

44 29 Pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek). Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Pelayanan kefarmasian di dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, terdiri dari: Pengkajian Resep Kegiatan pengkajian resep meliputi administrasi, kesesuaian farmasetik, dan pertimbangan klinis. 1. Kajian administrasi meliputi: a. Nama pasien, umur, jenis kelamin, dan berat badan. b. Nama dokter, nomor Surat Izin Praktik (SIP), alamat, nomor telepon, dan paraf. c. Tanggal penulisan resep. 2. Kajian kesesuaian farmasetik meliputi: a. Bentuk dan kekuatan sediaan. b. Stabilitas. c. Kompatibilitas. 3. Pertimbangan klinis meliputi: a. Ketepatan indikasi dan dosis obat. b. Aturan, cara, dan lama penggunaan obat. c. Duplikasi dan/atau polifarmasi. d. Reaksi obat yang tidak diinginkan (alergi, efek samping obat, dan manifestasi klinis lain). e. Kontraindikasi. f. Interaksi.

45 30 Apoteker harus menghubungi dokter penulis resep jika ditemukan adanya ketidaksesuaian dari hasil pengkajian Dispensing Dispensing terdiri dari penyiapan, penyerahan, dan pemberian informasi obat. Tahap selanjutnya setelah melakukan pengkajian resep, dilakukan hal sebagai berikut: 1. Disiapkan obat sesuai dengan permintaan resep. a. Dihitung kebutuhan jumlah obat sesuai dengan resep. b. Diambil obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan dengan memperhatikan nama obat, tanggal kadaluwarsa, dan keadaan fisik obat. 2. Dilakukan peracikan obat bila diperlukan. 3. Diberikan etiket sekurang-kurangnya meliputi: a. Warna putih untuk obat dalam/oral. b. Warna biru untuk obat luar dan suntik. c. Ditempelkan label Kocok Dahulu pada sediaan bentuk suspensi atau emulsi. 4. Dimasukkan obat ke dalam wadah yang tepat dan terpisah untuk obat yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan menghindari penggunaan yang salah. Setelah penyiapan obat, dilakukan hal sebagai berikut: 1. Dilakukan pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien dan etiket, cara penggunaan, serta jenis dan jumlah obat (kesesuaian antara penulisan etiket dengan resep) sebelum obat diserahkan kepada pasien. 2. Dilakukan pemanggilan nama dan nomor tunggu pasien. 3. Dilakukan pemeriksaan ulang identitas dan alamat pasien. 4. Dilakukan penyerahan obat yang disertai pemberian informasi obat. 5. Dilakukan pemberian informasi cara penggunaan obat dan hal-hal yang terkait dengan obat antara lain manfaat obat, makanan dan minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek samping, cara penyimpanan obat, dan lain-lain. 6. Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan cara yang baik, mengingat pasien dalam kondisi tidak sehat mungkin emosinya tidak stabil. 7. Dipastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya.

46 31 8. Dibuat salinan resep sesuai dengan resep asli dan diparaf oleh apoteker (apabila diperlukan). 9. Dilakukan penyimpanan resep pada tempatnya. 10. Dibuat catatan pengobatan pasien dengan menggunakan Formulir 5 (Lampiran 21). Apoteker di apotek juga dapat melayani obat non resep atau pelayanan swamedikasi. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang memerlukan obat non resep untuk penyakit ringan dengan memilihkan obat bebas atau bebas terbatas yang sesuai Pelayanan Informasi Obat (PIO) Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan lain, pasien, atau masyarakat. Informasi mengenai obat termasuk obat resep, obat bebas, dan herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metode pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan, harga, sifat fisika atau kimia dari obat, dan lain-lain. Kegiatan pelayanan informasi obat di apotek meliputi: 1. Pertanyaan baik lisan maupun tulisan dijawab. 2. Dilakukan pemmbuatan dan penyebaran buletin/brosur/leaflet dan pemberdayaan masyarakat (penyuluhan). 3. Dilakukan pemberian informasi dan edukasi kepada pasien. 4. Dilakukan pemberian pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang sedang praktik profesi. 5. Dilakukan penelitian penggunaan obat. 6. Dilakukan pembuatan atau penyampaian makalah dalam forum ilmiah. 7. Dilakukan program jaminan mutu.

47 32 Pelayanan informasi obat harus didokumentasikan untuk membantu penelusuran kembali dalam waktu yang relatif singkat dengan menggunakan Formulir 6 sebagaimana terlampir pada Lampiran 22. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi pelayanan informasi obat antara lain: 1. Topik pertanyaan. 2. Tanggal dan waktu pelayanan informasi obat diberikan. 3. Metode pelayanan informasi obat (lisan, tertulis, atau lewat telepon). 4. Data pasien (umur, jenis kelamin, berat badan, serta informasi lain seperti riwayat alergi, apakah pasiesn sedang hamil/menyusui, dan data laboratorium). 5. Uraian pertanyaan. 6. Jawaban pertanyaan. 7. Referensi. 8. Metode pemberian jawaban (lisan, tertulis, atau telepon) dan data apoteker yang memberikan pelayanan informasi obat Konseling Konseling merupakan proses interaktif antara Apoteker dengan pasien/keluarga untuk meningkatkan pengetahuan, pemahaman, kesadaran, dan kepatuhan sehingga terjadi perubahan perilaku dalam penggunaan obat dan menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien. Apoteker menggunakan three prime questions untuk mengawali konseling. Metode three prime questions perlu dilanjutkan dengan metode Health Belief Model apabila tingkat kepatuhan pasien dinilai rendah. Apoteker harus melakukan verifikasi bahwa pasien atau keluarga pasien sudah memahami obat yang digunakan. Kriteria pasien/keluarga pasien yang perlu diberi konseling: 1. Pasien kondisi khusus (pediatri, geriatri, gangguan fungsi hati dan/atau ginjal, ibu hamil dan menyusui). 2. Pasien dengan terapi jangka panjang/penyakit kronis (misalnya: TB, DM, AIDS, dan epilepsi).

48 33 3. Pasien yang menggunakan obat dengan instruksi khusus (penggunaan kortikosteroid dengan tappering down/off). 4. Pasien yang menggunakan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin, dan teofilin). 5. Pasien dengan polifarmasi; contoh: pasien menerima beberapa obat untuk indikasi penyakit yang sama. Pemberian lebih dari satu obat untuk penyakit yang diketahui dapat disembuhkan dengan satu jenis obat dalam kelompok ini. 6. Pasien dengan tingkat kepatuhan rendah. Tahap kegiatan konseling: 1. Dilakukan pembukaan komunikasi antara apoteker dengan pasien. 2. Dilakukan penilaian pemahaman pasien tentang penggunaan obat melalui Three Prime Questions, yaitu: a. Apa yang disampaikan dokter tentang obat Anda? b. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang cara pemakaian obat Anda? c. Apa yang dijelaskan oleh dokter tentang hasil yang diharapkan setelah Anda menerima terapi obat tersebut? 3. Dilakukan penggalian informasi lebih lanjut dengan memberi kesempatan kepada pasien untuk mengeksplorasi masalah penggunaan obat. 4. Dilakukan pemberian penjelasan kepada pasien untuk menyelesaikan masalah penggunaan obat. 5. Dilakukan verifikasi akhir untuk memastikan pemahaman pasien. Apoteker mendokumentasikan konseling dengan meminta tanda tangan pasien sebagai bukti bahwa pasien memahami informasi yang diberikan dalam konseling dengan menggunakan Formulir 7 sebagaimana terlampir pada Lampiran Pelayanan Kefarmasian di Rumah (home pharmacy care) Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat melakukan Pelayanan Kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Jenis Pelayanan Kefarmasian di rumah yang dapat dilakukan oleh apoteker, meliputi:

49 34 1. Dilakukan penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan dengan pengobatan. 2. Dilakukan identifikasi kepatuhan pasien. 3. Dilakukan pendampingan pengelolaan obat dan/atau alat kesehatan di rumah, misalnya cara pemakaian obat asma, dan penyimpanan insulin. 4. Dilakukan konsultasi masalah obat atau kesehatan secara umum. 5. Dilakukan monitoring pelaksanaan, efektifitas, dan keamanan penggunaan obat berdasarkan catatan pengobatan pasien. 6. Dilakukan dokumentasi pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian di rumah dengan menggunakan Formulir 8 sebagaimana terlampir pada Lampiran Pemantauan Terapi Obat (PTO) Pemantauan Terapi Obat (PTO) merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping. Kriteria pasien antara lain: 1. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil, dan menyusui. 2. Pasien yang menerima obat lebih dari 5 (lima) jenis. 3. Pasien dengan multidiagnosis. 4. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati. 5. Pasien yang menerima obat dengan indeks terapi sempit. 6. Pasien yang menerima obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat yang merugikan. Kegiatan: 1. Dilakukan pemilihan pasien yang memenuhi kriteria. 2. Dilakukan pengambilan data yang dibutuhkan yaitu riwayat pengobatan pasien yang terdiri dari riwayat penyakit, riwayat penggunaan obat dan riwayat alergi; melalui wawancara dengan pasien atau keluarga pasien atau tenaga kesehatan lain. 3. Dilakukan identifikasi masalah terkait obat. Masalah terkait obat antara lain adalah adanya indikasi tetapi tidak diterapi, pemberian obat tanpa indikasi,

50 35 pemilihan obat yang tidak tepat, dosis terlalu tinggi, dosis terlalu rendah, terjadinya reaksi obat yang tidak diinginkan, atau terjadinya interaksi obat. 4. Apoteker menentukan prioritas masalah sesuai kondisi pasien dan menentukan apakah masalah tersebut sudah atau berpotensi akan terjadi. 5. Diberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang berisi rencana pemantauan dengan tujuan memastikan pencapaian efek terapi dan meminimalkan efek yang tidak dikehendaki. 6. Hasil identifikasi masalah terkait obat dan rekomendasi yang telah dibuat oleh apoteker harus dikomunikasikan dengan tenaga kesehatan terkait untuk mengoptimalkan tujuan terapi. 7. Dilakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi obat dengan menggunakan Formulir 9 sebagaimana terlampir pada Lampiran Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Monitoring Efek Samping Obat (MESO) merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis, dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis. Kegiatan MESO meliputi: 1. Dilakukan identifikasi obat dan pasien yang mempunyai risiko tinggi mengalami efek samping obat. 2. Dilakukan pengisian formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO). 3. Dilakukan pelaporan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional dengan menggunakan Formulir 10 sebagaimana terlampir pada Lampiran 26. Faktor yang perlu diperhatikan: 1. Kerjasama dengan tim kesehatan lain. 2. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat Pelayanan Swamedikasi Penggunaan obat bebas, obat bebas terbatas, dan Obat Wajib Apotek (OWA) dalam pengobatan sendiri (swamedikasi) harus mengikuti prinsip penggunaan obat secara aman dan rasional. Pelaksanaan swamedikasi yang

51 36 bertanggung jawab membutuhkan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat dan kualitasnya, serta membutuhkan pemilihan obat yang tepat sesuai dengan indikasi penyakit dan kondisi pasien. Apoteker mempunyai peran yang sangat penting dalam memberikan bantuan, nasihat, dan petunjuk kepada masyarakat yang ingin melakukan swamedikasi agar masyarakat dapat melakukan swamedikasi secara bertanggung jawab. Apoteker harus dapat menekankan kepada pasien bahwa walaupun penggunaan obat bebas, obat bebas terbatas, dan OWA dapat diperoleh tanpa resep dokter, tetap dapat menimbulkan bahaya dan efek samping yang tidak dikehendaki jika dipergunakan secara tidak semestinya. Apoteker memiliki dua peran yang sangat penting dalam pelaksanaan swamedikasi, yaitu menyediakan produk obat yang sudah terbukti keamanan, khasiat, dan kualitasnya serta memberikan informasi yang dibutuhkan atau memberikan informasi kepada pasien dan keluarganya agar obat digunakan secara aman, tepat, dan rasional. Pemberian informasi dilakukan terutama dalam mempertimbangkan: 1. Ketepatan penentuan indikasi atau penyakit. 2. Ketepatan pemilihan obat yang efektif, aman, dan ekonomis. 3. Ketepatan dosis dan cara penggunaan obat. Satu hal yang sangat penting dalam informasi swamedikasi adalah meyakinkan agar produk yang digunakan tidak berinteraksi negatif dengan produk-produk yang sedang digunakan pasien. Apoteker juga diharapkan dapat memberikan petunjuk kepada pasien bagaimana memantau penyakitnya dan kapan harus menghentikan pengobatannya atau kapan harus berkonsultasi kepada dokter. Informasi yang perlu disampaikan oleh apoteker pada masyarakat dalam pelaksanaan swamedikasi antara lain: 1. Khasiat obat Apoteker perlu menerangkan dengan jelas khasiat obat yang bersangkutan,sesuai atau tidak dengan indikasi atau gangguan kesehatan yang dialami pasien.

52 37 2. Kontraindikasi Pasien perlu diberi tahu dengan jelas kontraindikasi dari obat yang diberikan agar tidak menggunakannya jika memiliki kontraindikasi yang dimaksud. 3. Efek samping dan cara mengatasinya (jika ada) Pasien juga perlu diberi informasi tentang efek samping yang mungkin muncul dan apa yang harus dilakukan untuk menghindari atau mengatasinya. 4. Cara pemakaian Cara pemakaian harus disampaikan secara jelas kepada pasien untuk menghindari salah pemakaian, apakah ditelan, dihirup, dioleskan, dimasukkan melalui anus, atau cara lain. 5. Dosis Dosis harus disesuaikan dengan kondisi kesehatan pasien. Apoteker dapat menyarankan dosis sesuai dengan yang disarankan oleh produsen (sebagaimana petunjuk pemakaian yang tertera di etiket) atau dapat menyarankan dosis lain sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya. 6. Waktu pemakaian Waktu pemakaian juga harus diinformasikan dengan jelas kepada pasien, misalnya sebelum atau sesudah makan atau saat akan tidur. 7. Lama penggunaan Lama penggunaan obat juga harus diinformasikan kepada pasien agar pasien tidak menggunakan obat dalam jangka panjang karena penyakitnya belum hilang atau sudah memerlukan pertolongan dokter. Hal yang harus diperhatikan sewaktu minum obat tersebut, misalnya pantangan makanan atau tidak boleh minum obat tertentu dalam waktu bersamaan. 8. Hal yang harus dilakukan jika lupa meminum obat. 9. Cara penyimpanan obat yang baik. 10. Cara memperlakukan obat yang masih tersisa. 11. Cara membedakan obat yang masih baik dan sudah rusak. Apoteker juga perlu memberikan informasi kepada pasien tentang obat generik yang memiliki khasiat sebagaimana yang dibutuhkan, serta keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan obat generik. Hal ini penting dalam

53 38 pemilihan obat yang selayaknya harus selalu memperhatikan aspek farmakoekonomi dan hak pasien. Apoteker juga memiliki tanggung jawab lain yang lebih luas dalam swamedikasi selain konseling dalam farmakoterapi. Pernyataan bersama yang dikeluarkan oleh IPF (International Pharmaceutical Federation) dan WMI (World Self-Medication Industry) tentang swamedikasi yang bertanggung jawab (Responsible Self-Medication) dinyatakan sebagai berikut: 1. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk memberikan nasihat dan informasi yang benar, cukup, dan objektif tentang swamedikasi dan semua produk yang tersedia untuk swamedikasi. 2. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk merekomendasikan kepada pasien agar segera mencari nasihat medis yang diperlukan apabila dipertimbangkan swamedikasi tidak mencukupi. 3. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk memberikan laporan kepada lembaga pemerintah yang berwenang dan untuk menginformasikan kepada produsen obat yang bersangkutan mengenai efek yang tidak dikehendaki (adverse drug reaction) yang terjadi pada pasien yang menggunakan obat tersebut dalam swamedikasi. 4. Apoteker memiliki tanggung jawab profesional untuk mendorong anggota masyarakat agar memperlakukan obat sebagai produk khusus yang harus dipergunakan dan disimpan secara hati-hati, serta tidak boleh dipergunakan tanpa indikasi yang jelas Pelayanan Obat Wajib Apotek (OWA) (Menteri Kesehatan RI, 1990; Menteri Kesehatan RI, 1993; Menteri Kesehatan RI, 1999) Obat Wajib Apotek (OWA) yaitu obat keras yang dapat diserahkan oleh apoteker kepada pasien di apotek tanpa resep dokter. Obat yang termasuk dalam OWA ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa resep harus memenuhi kriteria sebagai berikut (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 919/MENKES/PER/X/1993 tentang kriteria obat yang dapat diserahkan tanpa resep):

54 39 1. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun, dan orang tua di atas 65 tahun. 2. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit. 3. Penggunaannya tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan. 4. Penggunaannya diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia. 5. Obat dimaksud memiliki risiko khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri. Apoteker di apotek dalam melayani pasien yang memerlukan obat wajib: 1. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat perpasien sesuai dengan yang disebutkan dalam daftar obat wajib apotek. 2. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan. 3. Memberikan informasi meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi, efek samping, dan hal-hal lain yang perlu diperhatikan oleh pasien. Obat-obat yang termasuk ke dalam daftar obat wajib apotek antara lain: 1. Obat kontrasepsi oral, baik tunggal maupun kombinasi. 2. Obat saluran cerna, yang terdiri dari : a. Antasida + sedatif/spasmodik b. Anti spasmodik c. Spasmodik + analgetik d. Antimual e. Laksan 3. Obat mulut dan tenggorokan 4. Obat saluran napas 5. Obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular, yang terdiri dari: a. Analgetik b. Antihistamin 6. Antiparasit yang terdiri dari obat cacing 7. Obat topikal untuk kulit yang terdiri dari: a. Semua salep/krim antibiotik

55 40 b. Semua salep/krim kortikosteroid c. Semua salep/krim/gel antiinflamasi nonsteroid (AINS) d. Antijamur e. Antiseptik lokal f. Enzim antiradang topikal g. Pemutih kulit 2.17 Pengadaan Persediaan Apotek Pengadaan farmasi merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi berdasarkan fungsi perencanaan dan penganggaran. Tujuan pengadaan adalah memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup dengan kualitas harga yang dapat dipertanggungjawabkan dalam waktu dan tempat tertentu secara efektif dan efisien menurut tata cara dan ketentuan yang berlaku (Quick, 1997). Pengadaan harus memenuhi beberapa syarat, yaitu (Seto, Nita, dan Triana, 2004): 1. Doematig, artinya sesuai tujuan/sesuai rencana. Pengadaan harus sesuai kebutuhan yang sudah direncanakam sebelumnya. 2. Rechtmatig, artinya sesuai hak/sesuai kemampuan. 3. Wetmatig, artinya sistem/cara pengadaannya harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jenis pengadaan secara umum berdasarkan waktu terdiri dari (Quick, 1997): 1. Annual purchasing, yaitu pemesanan dilakukan satu kali dalam satu tahun. 2. Scheduled purchasing, yaitu pemesanan dilakukan secara periodik dalam waktu tertentu misalnya mingguan, bulanan, dan sebagainya. 3. Perpetual purchasing, yaitu pemesanan dilakukan setiap kali tingkat persediaan rendah. 4. Kombinasi antara annual purchasing, scheduled purchasing, dan perpetual purchasing. Pengadaan dengan pemesanan yang bervariasi waktunya seperti cara ini dapat diterapkan tergantung dari jenis obat yang dipesan, misalnya, obat impor dari suatu negara dimana devaluasi mata uang menjadi masalah utama atau obat

56 41 berharga murah yang jarang digunakan cukup dipesan sekali dalam setahun saja. Obat-obat yang relatif slow moving, tetapi digunakan secara reguler dapat dipesan secara periodik setiap tahun (scheduled purchasing). Obat-obat yang banyak diminati serta harganya sangat mahal maka pemesanannya dilakukan secara perpetual purchasing. Pengadaan barang di apotek, setelah menentukan jenis pengadaan yang akan diterapkan berdasarkan frekuensi dan waktu pemesanan, dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu (Seto, Nita, dan Triana, 2004): 1. Pembelian kontan Pihak apotek langsung membayar harga obat yang dibeli dari distributor pada pembelian kontan. Umumnya dilakukan oleh apotek yang baru dibuka karena untuk melakukan pembayaran kredit apotek harus menunjukkan kemampuannya dalam menjual. 2. Pembelian kredit Pembelian kredit adalah pembelian yang pembayarannya dilakukan pada waktu jatuh tempo yang telah ditetapkan, misalnya 30 hari setelah obat diterima apotek. 3. Konsinyasi (titipan obat) Konsinyasi adalah titipan barang dari pemilik kepada apotek, dimana apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila barang tersebut terjual. Barang konsinyasi dapat dikembalikan pada pemiliknya jika barang tersebut tidak terjual sampai batas waktu kadaluwarsa atau waktu yang telah disepakati Pengendalian Persediaan Apotek Pengendalian persediaan dalam hal ini berhubungan dengan aktivitas dalam pengaturan persediaan obat di apotek untuk menjamin kelancaran pelayanan pasien di apotek secara efektif dan efisien. Unsur dari pengendalian persediaan mencakup penentuan cara pemesanan atau pengadaannya hingga jumlah persediaan yang optimum dan yang harus ada di apotek untuk menghindari kekosongan persediaan.

57 Parameter Parameter dalam Pengendalian Persediaan 1. Konsumsi Rata-Rata Konsumsi rata-rata sering juga disebut permintaan (demand). Permintaan yang diharapkan pada pemesanan selanjutnya merupakan variabel kunci yang menentukan berapa banyak stok barang yang harus dipesan (Quick, 1997). 2. Waktu Tunggu/Waktu Tenggang (Lead Time) Waktu tunggu merupakan waktu tenggang yang dibutuhkan mulai dari pemesanan sampai dengan penerimaan barang. Waktu tunggu ini dapat berbedabeda untuk setiap pemasok. Faktor-faktor yang dapat berpengaruh pada waktu tunggu adalah jarak antara pemasok dengan apotek, jumlah pesanan, dan kondisi pemasok (Quick, 1997). 3. Persediaan Pengaman (Safety Stock) Persediaan pengaman merupakan persediaan yang dicadangkan untuk kebutuhan selama menunggu barang datang untuk mengantisipasi keterlambatan barang pesanan atau untuk menghadapi suatu keadaan tertentu yang diakibatkan karena perubahan pada permintaan, misalnya karena adanya permintaan barang yang meningkat secara tiba-tiba (karena adanya wabah penyakit) (Quick, 1997). Persediaan pengaman dapat dihitung dengan rumus (Quick, 1997): SS = LT x CA Keterangan: SS = Safety Stock (persediaan pengaman) LT = Lead Time (waktu tunggu) CA = Average Consumption (konsumsi rata-rata) 4. Persediaan Minimum Persediaan minimum merupakan jumlah persediaan terendah yang masih tersedia. Pemesanan harus langsung dilakukan agar kontinuitas usaha dapat berlanjut apabila penjualan telah mencapai nilai persediaan minimum ini. Stok kosong dapat terjadi jika barang yang tersedia jumlahnya sudah kurang dari jumlah persediaan minimum (Quick, 1997). 5. Persediaan Maksimum Persediaan maksimum merupakan jumlah persediaan terbesar yang telah tersedia. Pemesanan untuk menghindari terjadinya stok mati yang dapat

58 43 menyebabkan kerugian tidak perlu lagi dilakukan jika jumlah persediaan telah mencapai jumlah maksimum. Rumus perhitungan persediaan maksimum adalah (Quick, 1997): Keterangan : Smax = Persediaan maksimum Smin = Persediaan minimum PP CA = Periode pengadaan = Konsumsi rata-rata 6. Perputaran Persediaan Smax = Smin + (PP x CA) Perputaran persediaan menggambarkan jumlah siklus yang dialami barang, mulai dari pembelian hingga penjualan kembali. Suatu barang dikategorikan sebagai barang fast moving jika barang tersebut memiliki angka perputaran persediaan yang besar, sebaliknya jika angka perputaran persediaan suatu barang terbilang kecil maka barang tersebut termasuk slow moving (Quick, 1997). Perputaran persediaan dihitung dengan cara: Keterangan : So P Sn Sr = Persediaan awal = Jumlah pembelian = Persediaan akhir = Persediaan rata-rata Perputaran Persediaan = So + P Sn Sr 7. Jumlah Pesanan (Economic Order Quantity/Economic Lot Size) Jumlah persediaan yang harus ada di apotek adalah persediaan untuk jangka waktu tertentu dan disesuaikan dengan kebijakan pada pola kebutuhan. Persediaan dirancang agar setiap saat harus tersedia dan sekaligus untuk mengantisipasi permintaan yang tidak menentu, kemampuan suplier yang terbatas, waktu tenggang pesanan yang tidak menentu, ongkos kirim mahal, dan sebagainya. Faktor yang dipertimbangkan untuk membangun persediaan, berkaitan dengan biaya dan risiko penyimpanan, biaya pemesanan, dan biaya pemeliharaan (Quick, 1997). Perancangan jumlah persediaan dapat dilakukan

59 44 dengan perhitungan jumlah pesanan yang ekonomis atau dikenal dengan rumus Economic Order Quality (EOQ) (Quick, 1997): Keterangan : R P S I EOQ = = Jumlah kebutuhan dalam setahun = Harga barang/unit = Biaya memesan tiap kali pemesanan = % Harga persediaan rata-rata 8. ReOrder Point (ROP/Titik Pemesanan) 2RS PI Titik pemesanan merupakan saat dimana harus diadakan pemesanan kembali sedemikian rupa sehingga penerimaan barang yang dipesan tepat waktu, dimana persediaan di atas stok pengaman sama dengan nol, atau saat mencapai nilai persediaan minimum. Pemesanan langsung dapat dilakukan tanpa harus menunggu hari pembelian yang telah ditentukan bersama antara apotek dan pemasok pada keadaan khusus (mendesak). Rumus perhitungan ROP (Quick, 1997): Keterangan : ROP SS LT = Reorder point = Safety stock = Lead time ROP = SS + LT

60 45 Gambar 2.6 Diagram Model Pengendalian Persediaan (Quick, 1997) Model siklus pengendalian persediaan obat yang ideal dapat dilihat pada Gambar 2.6. Idealnya, kuantitas persediaan rata-rata dari suatu produk di apotek perlu mempertimbangkan dua komponen, yaitu stok kerja (working stock) dan stok pengaman (safety stock). Pemesanan diperlukan kembali terhadap produk jika tingkat persediaan sudah semakin menurun dan berada dalam level persediaan minimum. Pemesanan kembali harus memperhitungkan waktu tunggu kedatangan obat agar tidak terjadi kekosongan persediaan obat ketika menunggu obat yang dipesan datang. Tingkat persediaan meningkat kembali pada level persediaan maksimum SS+Qo saat obat yang dipesan datang (Qo). Persediaan akan kembali turun dengan berjalannya waktu dan perlu dilakukan pemesanan kembali dan begitu seterusnya. Siklus ini akan terus berputar untuk menjamin ketersediaan obat Pengendalian Persediaan Apotek Metode ini mengelompokkan obat berdasarkan nilai kepentingan dan vitalitas obat terhadap pelayanan kesehatan untuk melayani permintaan untuk pengobatan. Penentuan prioritas barang yang akan dipesan dibutuhkan dalam melakukan pengadaan. Pemilihan prioritas pengadaan dapat dilakukan dengan berbagai metode. Penyusunan prioritas dapat dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut (Quick, 1997):

61 46 1. Analisis VEN (Vital, Esensial, dan Non-esensial) Analisis VEN adalah analisis yang digunakan dalam mengelompokkan atau menyusun obat dengan memperhatikan kepentingan dan vitalitas persediaan farmasi yang harus selalu tersedia untuk melayani permintaan terhadap sediaan farmasi. a. V (Vital) Obat yang tergolong dalam kategori vital adalah obat untuk menyelamatkan hidup manusia atau untuk pengobatan karena penyakit yang mengakibatkan kematian. Pengadaan obat golongan ini diprioritaskan, contoh: obat kardiovaskuler, obat hiperlipidemia, obat antidiabetik, dan obat antihipertensi. b. E (Esensial) Kategori esensial digunakan untuk obat-obat yang banyak diminta untuk digunakan dalam tindakan atau pengobatan penyakit terbanyak di masyarakat. Obat-obat golongan ini adalah obat-obat yang fast-moving, contoh: obat flu, obat batuk, dan obat pilek. c. N (Non-esensial) Kategori non-esensial untuk obat-obat pelengkap yang sifatnya tidak esensial, tidak digunakan untuk penyelamatan hidup, maupun pengobatan penyakit terbanyak, contoh: suplemen vitamin. 2. Analisis ABC (Pareto) (Quick, 1997) Analisis pareto disusun berdasarkan penggolongan persediaan yang mempunyai nilai harga yang paling tinggi. Pareto membagi persediaan berdasarkan atas nilai rupiah (volume persediaan yang dibutuhkan dalam satu periode dikalikan harga per unit). Kriteria kelas dalam klasifikasi ABC adalah: a. Kelas A Persediaan yang memiliki volume rupiah yang tinggi. Kelas ini mewakili sekitar 75-80% dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya sekitar 10-20% dari seluruh item. Kelas A memiliki dampak biaya yang tinggi terhadap biaya pengadaan. Pengendalian khusus dilakukan secara intensif.

62 47 b. Kelas B Persediaan yang memiliki volume rupiah yang menengah. Kelas ini mewakili sekitar % dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya sekitar 10-20% dari seluruh item. c. Kelas C Persediaan yang memiliki volume rupiah yang rendah. Kelas ini mewakili sekitar 5-10% dari total nilai persediaan, tetapi terdiri dari sekitar 60-80% dari seluruh barang. Analisis pareto dilakukan dengan menghitung nilai investasi dari tiap sediaan obat dengan cara: a. Menghitung total investasi tiap jenis obat. b. Mengelompokan obat berdasarkan nilai investasi dan diurutkan mulai dari nilai investasi terbesar hingga terkecil. 3. Analisis VEN-ABC Analisis VEN-ABC menggabungkan analisis ABC dan VEN dalam suatu matriks sehingga analisis menjadi lebih tajam (Quick, 1997). Matriks analisis ABC-VEN dapat dilihat pada Tabel 2.2. Tabel 2.2. Matriks Analisis ABC-VEN V E N A VA EA NA B VB EB NB C VC EC NC Matriks tersebut dapat dijadikan dasar dalam menetapkan prioritas untuk menyesuaikan anggaran atau perhatian dalam pengelolaan persediaan. Semua obat vital dan esensial dalam kelompok A, B, dan C harus tersedia, tetapi kuantitasnya disesuaikan dengan kebutuhan konsumen apotek. Obat nonesensial dalam kelompok A tidak diprioritaskan, sedangkan kelompok B dan C pengadaannya disesuaikan dengan kebutuhan (Quick, 1997).

63 Strategi Pemasaran Apotek Strategi pemasaran yang umumnya dilakukan oleh apotek adalah strategi AIDA (Attention, Interest, Desire, Action). AIDA merupakan suatu rangkaian proses dimulai dari menarik perhatian calon pembeli hingga pembeli memutuskan untuk membeli di apotek Attention Strategi ini merupakan upaya apotek untuk dapat menarik perhatian (attention) pengunjung/konsumen. Hal pertama yang perlu dilakukan oleh pemasaran adalah meningkatkan perhatian dari konsumen. Apotek tidak akan bisa menjual produk tanpa perhatian dari konsumen karena ketidaktahuan dari konsumen tentang produk yang ada. Desain eksterior apotek harus dibuat sedemikian rupa untuk meningkatkan ketertarikan konsumen agar datang ke apotek. Desain ini terutama sangat berpengaruh dalam menjaring drop-in customer. Apotek minimal harus dapat menampilkan cirinya sedemikian rupa sehingga calon pembeli tertarik pada apotek Interest Strategi ini bertujuan untuk menimbulkan keinginan (interest) pengunjung untuk masuk ke dalam apotek, dapat dilakukan dengan cara menyusun dan memajang obat bebas dan bebas terbatas di ruang tunggu seperti memperhatikan warna kemasan untuk obat-obat yang sedang banyak iklannya dan disusun berdasarkan efek farmakologis sehingga terlihat lengkap dan menarik(eye catching). Hal tersebut dapat langsung terlihat oleh pengunjung saat memasuki apotek Desire Langkah selanjutnya setelah pengunjung masuk ke dalam apotek adalah menimbulkan keinginan mereka untuk membeli obat (desire). Upaya yang dapat dilakukan adalah melayani pengunjung dengan ramah, cepat tanggap dengan keinginan pengunjung, meningkatkan kelengkapan obat, dan memberikan harga yang bersaing.

64 Action Pengunjung apotek tersebut akhirnya memutuskan mengambil sikap untuk menjadi pembeli obat di apotek (action) setelah melalui beberapa tahap di atas. Pembeli akan merasakan sendiri pelayanan yang diberikan apotek pada tahap ini. Pelayanan yang dapat diberikan antara lain dengan menunjukkan kecepatan pelayanan dan pemberian informasi yang diperlukan.

65 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS 3.1 Pendahuluan Apotek Keselamatan didirikan pada bulan April tahun Apotek ini dikelola oleh seorang APA bernama Ibu Dra. Azizahwati, Apt., MS dengan SIPA Nomor /SIPA-31.04/1979/2254 serta STRA Nomor 87.SIA.0/04./YANKES/04. Nama Apotek Keselamatan diambil dari nama jalan tempat apotek tersebut berada. 3.2 Lokasi dan Tata Ruang Lokasi Apotek Keselamatan berlokasi di Jalan Keselamatan Nomor 27, Jakarta Selatan. Letak Apotek Keselamatan sekitar 170 m dari Jalan Raya Abdullah Syafie arah Kampung Melayu dan berada di pusat pertigaan jalan sehingga apotek cukup ramai dilalui oleh pengendara. Posisi apotek terletak di tengah pemukiman penduduk yang padat dan terdapat cukup banyak fasilitas kesehatan di sekitar apotek, contohnya klinik dokter dan puskesmas sehingga dapat memperluas sasaran pasar apotek. Apotek pesaing yang berada di sekitar apotek tersebut adalah Apotek Barkah yang terletak sekitar 450 m dari Apotek Keselamatan. Apotek lainnya seperti Apotek Amani berada cukup jauh dari Apotek Keselamatan, yaitu terletak di sepanjang Jalan Raya Lapangan Rose. Lokasi Apotek Keselamatan dapat dilihat pada Lampiran Tata Ruang Bangunan Apotek Keselamatan dengan ukuran 25 x 4 m dan 3 m x 8 m terdiri dari halaman parkir, ruang tunggu pasien, etalase obat OTC, meja kasir dan tempat penerimaan resep, ruang peracikan, meja kerja apoteker, ruang istirahat karyawan, toilet, serta tempat pencucian atau wastafel. Desain eksterior dan interior Apotek Keselamatan secara berturut-turut dapat dilihat pada Lampiran 13 dan Lampiran 14. Ruang untuk obat OTC dibuat lebih lebar dari ruang peracikan 50

66 51 karena Apotek Keselamatan berorientasi pada pengobatan sendiri/swamedikasi. Denah ruangan Apotek Keselamatan dapat dilihat pada Lampiran Sumber Daya Manusia dan Struktur Organisasi Organisasi apotek terdiri dari seorang APA ditambah juru racik. Tambahan personil lain diperlukan jika APA tidak dapat berada di apotek. Oleh karena itu, dibutuhkan peran Apoteker Pendamping untuk menggantikan APA pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. Hal ini terjadi di Apotek Keselamatan dengan komposisi personil apotek sebagai berikut: 1. Tenaga kefarmasian a. APA: 1 orang b. Apoteker Pendamping: 2 orang 2. Tenaga non kefarmasian a. Juru resep: 1 orang b. Tenaga pembantu: 1 orang 3.4 Tugas dan Fungsi Tiap Jabatan Apoteker Pengelola Apotek (APA) Tugas dan fungsi dari APA, diantaranya: 1. Menyelenggarakan pelayanan kefarmasian yang sesuai dengan fungsinya dan memenuhi segala kebutuhan perundang-undangan di bidang perapotekan yang berlaku. 2. Memimpin seluruh kegiatan manajerial apotek, termasuk mengkoordinasikan dan mengawasi dinas kerja karyawan lainnya, antara lain mengatur daftar giliran kerja, menetapkan pembagian beban kerja dan tanggung jawab masing-masing karyawan. 3. Berusaha secara aktif sesuai dengan bidang tugasnya untuk meningkatkan omset penjualan dan mengembangkan hasil usaha apotek dengan mempertimbangkan masukan dari karyawan lainnya untuk perbaikan pelayanan dan kemajuan apotek serta dengan cara merencanakan pengadaan obat di apotek.

67 52 4. Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan dan pemberian harga resep, penulisan etiket (Lampiran 16), penyiapan obat, peracikan, pengemasan, sampai dengan penyerahan obat. 5. Melaksanakan pelayanan swamedikasi. 6. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan, meliputi nomor resep, nama pasien, nama obat, bentuk sediaan obat, dan jumlah obat, kemudian menyerahkan obat kepada pasien disertai dengan pemberian informasi obat untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. 7. Membuat salinan resep (Lampiran 17) dan kuitansi (Lampiran 18) bila dibutuhkan. 8. Mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan tunai harian Apoteker Pendamping Tugas dan fungsi dari Apoteker Pendamping, diantaranya : 1. Mendata kebutuhan barang yang diperlukan. 2. Menyusun daftar masuknya barang dan menandatangani faktur obat yang masuk setiap harinya. 3. Mengatur, mengontrol, dan menyusun obat pada tempat penyimpanan obat. 4. Mencatat setiap kejadian mutasi barang. 5. Melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, mulai dari penerimaan dan pemberian harga resep, penulisan etiket, penyiapan obat, peracikan, pengemasan, sampai dengan penyerahan obat. 6. Melaksanakan pelayanan swamedikasi. 7. Memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan, meliputi nomor resep, nama pasien, nama obat, bentuk sediaan obat, dan jumlah obat, kemudian menyerahkan obat kepada pasien disertai dengan pemberian informasi obat untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. 8. Membuat salinan resep dan kuitansi bila dibutuhkan. 9. Melakukan pengecekan terhadap obat-obat yang mempunyai batas kadaluwarsa.

68 Mencatat penerimaan uang setelah dihitung terlebih dahulu, begitu juga dengan pengeluaran yang harus dilengkapi dengan kuitansi, nota, dan tanda setoran yang sudah diparaf APA atau karyawan yang ditunjuk Juru Resep Juru resep adalah tenaga yang membantu apoteker dalam meracik obat di apotek, juru resep memiliki tugas dan kewajiban sebagai berikut: 1. Membantu tugas APA dan Apoteker Pendamping dalam penyediaan atau pembuatan obat jadi maupun obat racikan. 2. Menyiapkan dan membersihkan alat-alat peracikan serta melaporkan hasil sediaan yang sudah jadi kepada apoteker. 3. Membuat obat-obat racikan standar di bawah pengawasan apoteker. 4. Menjaga kebersihan apotek Tenaga Pembantu Tenaga pembantu di Apotek Keselamatan mempunyai tanggung jawab untuk menjaga kebersihan dan kerapihan di apotek beserta sarana di dalamnya seperti etalase, rak obat, dan lain-lain. 3.5 Pengelolaan Obat dan Perbekalan Kesehatan Lainnya Pengadaan Apoteker Pendamping memiliki tugas dan wewenang untuk melakukan pengadaan obat dan perbekalan kesehatan lain, kecuali narkotika dan psikotropika yang menjadi tanggung jawab APA untuk menjaga kelancaran dan ketepatan persediaan barang. Pengadaan dilakukan di pagi hari dengan surat pesanan (Lampiran 19). Prinsip pengadaan barang di Apotek Keselamatan adalah: 1. Barang berasal dari sumber yang jelas. 2. Macam dan jumlah barang yang akan diadakan disesuaikan dengan kondisi keuangan dan kategori arus barang fast moving atau slow moving. 3. Pengadaan untuk barang-barang tertentu didasarkan pada data epidemiologi atau penyakit yang sedang banyak diderita oleh pasien.

69 54 4. Pengadaan untuk barang-barang yang tersedia dengan berbagai nama dagang didasarkan pada pertimbangan produk yang sedang digemari masyarakat. 5. Kondisi yang paling menguntungkan (pertimbangan harga, diskon, syarat pembayaran, dan ketepatan barang datang). Pengadaan barang dapat dilakukan dengan cara COD (Cash Order Delivery), kredit, dan konsinyasi. COD (Cash On Delivery) adalah pembayaran yang dilakukan secara tunai pada saat barang diterima. Kredit adalah menjual barang dengan pembayaran tidak secara tunai (pembayaran ditangguhkan atau diangsur). Konsinyasi merupakan suatu perjanjian dimana pihak yang memiliki barang menyerahkan sejumlah barang kepada pihak tertentu untuk dijualkan dengan memberikan komisi. Pembelian barang di apotek dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu pembelian secara terbatas, spekulasi, dan berencana. Pembelian secara terbatas adalah pembelian yang disesuaikan dengan kebutuhan pengadaan di apotek. Spekulasi merupakan dugaan atau pendapat yang tidak berdasarkan kenyataan, artinya pembelian barang akan disesuaikan dengan kondisi saat pembelian. Berencana adalah proses yang dilakukan secara terprogram baik dari segi periode pembelian, jumlah, dan tempat pemesanan obat (distributor). Apotek Keselamatan lebih menggunakan pembelian secara terbatas untuk menghindari penumpukan barang yang menyebabkan modal terhenti dari ketiga cara tersebut. Langkah-langkah pengadaan barang di Apotek Keselamatan adalah: 1. Pemeriksaan dan pencatatan barang Pemeriksaan barang di Apotek Keselamatan dilakukan setiap hari. Pencatatan nama barang di buku defekta dilakukan oleh Apoteker Pendamping untuk barang yang akan habis (untuk barang fast moving) atau barang yang sudah habis (untuk barang slow moving). Obat- obat yang belum tersedia di apotek tapi sudah mulai diresepkan atau cukup tinggi permintaannya juga dapat dicatat di buku defekta. APA akan menentukan jumlah barang untuk tiap nama barang yang tercatat di buku defekta setelah Apoteker Pendamping mencatat semua nama barang yang akan dipesan. Apoteker Pendamping selanjutnya akan melakukan pemesanan barang berdasarkan data yang ada di dalam buku defekta. Pemesanan dilakukan dua kali seminggu yaitu pada hari Senin dan Kamis.

70 55 2. Pemesanan barang Pemesanan dilakukan berdasarkan buku defekta kepada Pedagang Besar Farmasi (PBF) melalui telepon atau salesman dengan menggunakan surat pesanan. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan kerjasama dengan PBF adalah : a. Ketepatan dan kecepatan PBF dalam pelayanan. b. Kualitas dan kuantitas barang harus dapat dipertanggungjawabkan terhadap barang pesanan apabila terjadi kerusakan. c. Jaminan yang diberikan PBF terhadap barang pesanan. d. Kepastian memperoleh barang yang dipesan dari PBF. e. Diskon yang diberikan PBF. f. Lama waktu kredit. g. Barang-barang yang sudah dipesan kemudian dicatat di buku pembelian Penerimaan Petugas PBF akan mengantarkan barang yang dipesan ke apotek beserta faktur pembelian. Barang yang dipesan akan diterima oleh Apoteker Pendamping kemudian dilakukan pengecekan kesesuaian nama, bentuk sediaan, dan jumlah obat yang datang dengan faktur yang dibawa dan surat pesanan/buku pembelian. Apoteker Pendamping juga mengecek tanggal kadaluwarsa dan kondisi fisik barang yang diterima. Faktur tersebut ditandatangani Apoteker Pendamping yang menerima barang disertai dengan nama terang, tanggal penerimaan, dan pemberian stempel apotek apabila barang yang diterima telah sesuai. Barang tersebut akan dikembalikan ke PBF jika ada barang yang tidak sesuai dengan surat pesanan/buku pembelian atau karena barang yang diterima mendekati tanggal kadaluwarsa. Apotek menerima dua lembar faktur sebagai arsip.barang yang telah diterima kemudian diberi harga sesuai dengan rumus perhitungan harga jual yang telah ditetapkan oleh apotek. Faktur yang diterima dicatat pada buku pencatatan untuk menginventaris barang yang diterima dan jumlah nilai yang akan dibayarkan ketika jatuh tempo.

71 Penyimpanan Penyimpanan barang dapat dilakukan berdasarkan kestabilan, bentuk sediaan, dan alfabetis. Penyusunan barang dilakukan secara First Expired First Out (FEFO) dan First In First Out (FIFO). Barang yang mempunyai tanggal kadaluwarsa lebih cepat akan dikeluarkan lebih cepat pada sistem FEFO, sedangkan barang yang keluar lebih dahulu adalah barang yang lebih dahulu masuk pada sistem FIFO. Etalase depan di Apotek Keselamatan digunakan untuk penempatan obat-obat bebas dan obat-obat bebas terbatas, serta perbekalan kesehatan lainnya seperti perban, termometer, dan lain-lain. Produk obat bebas/bebas terbatas dan perbekalan kesehatan lainnya disusun sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian pasien yang datang ke apotek dan memudahkan pengambilan barang. Rak-rak obat yang terdapat di bagian dalam apotek digunakan untuk penyimpanan obat-obat keras. Rak obat yang tersedia di bagian dalam apotek berfungsi sebagai gudang kecil dan terdapat lemari pendingin untuk menyimpan obat-obat yang dipersyaratkan disimpan pada suhu dingin. Narkotika dan psikotropika disimpan di dalam lemari khusus yang ada di bagian dalam apotek Dokumentasi Apotek Keselamatan menerapkan pencatatan di kartu stok untuk obat dan perbekalan kesehatan lainnya. Pencatatan meliputi tanggal, jumlah barang masuk beserta sumbernya, jumlah barang keluar, saldo, dan keterangan (Lampiran 20). Pencatatan dilakukan setiap ada kejadian mutasi barang. Kartu stok untuk barangbarang yang terletak di etalase depan tersimpan terpisah dan dikelompokkan berdasarkan penyusunan obatnya sehingga memudahkan pencarian. Kartu stok untuk obat-obat yang terletak di rak obat bagian dalam apotek ditempatkan masing-masing tepat di samping obat tersebut. Hal tersebut memudahkan pencatatan serta pengecekan kesesuaian catatan dengan kondisi fisik obat.

72 Pelayanan Apotek Pelayanan Obat Bebas (Swamedikasi) Pelayanan obat bebas adalah pelayanan obat kepada konsumen tanpa resep dokter. Obat-obat yang dapat dijual bebas adalah obat yang termasuk dalam daftar obat bebas, obat bebas terbatas, kosmetika dan alat kesehatan tertentu. Pembayaran dilakukan di kasir, setelah lunas obat diserahkan kepada konsumen/pembeli. Pelayanan swamedikasi yang diberikan oleh Apotek Keselamatan telah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, yaitu hanya dilakukan untuk kondisi penyakit ringan tertentu dengan pemberian obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat wajib apotek. Penyakit ringan pasien yang diberikan pelayanan swamedikasi di Apotek Keselamatan meliputi penyakit-penyakit kulit, diare, demam, batuk, dan nyeri.persendian. APA atau Apoteker Pendamping akan merujuk pasien untuk segera memeriksakan diri ke dokter apabila keadaan pasien perlu untuk dirujuk ke dokter. Peran apoteker dalam melakukan swamedikasi di Apotek Keselamatan sangat terlihat dalam memilih obat yang efektif, aman, dan ekonomis, serta dosis obat yang diberikan Pelayanan Obat dengan Resep Pelayanan atau penjualan dengan resep diberikan kepada pasien yang membeli obat dengan resep dokter secara tunai. Proses pelayanan resep adalah sebagai berikut : 1. Resep dari pasien diterima oleh apoteker, kemudian dilakukan skrining resep, pemeriksaan ketersediaan obat di apotek, dan diberi harga. 2. Pasien diberi informasi tentang harga obat, jika pasien setuju maka pasien dipersilahkan langsung membayar pada kasir dan diminta menunggu untuk disiapkan obatnya. Apoteker dapat menawarkan obat generik bila pasien merasa keberatan dengan harga obat. 3. Resep dibawa ke bagian peracikan untuk dikerjakan juru resep. Lembaran resep diberi kertas penanda, yang berisi nomor resep, tanggal resep, harga, dan nama pasien. Obat yang telah selesai disiapkan kemudian diberi etiket dan diperiksa oleh apoteker baik bentuk sediaan, nama pasien, etiket, dan kesesuaian jumlah obat dengan resep.

73 58 4. Obat diserahkan kepada pasien disertai dengan pemberian informasi, kemudian dicatat alamat dan nomor telepon pasien, jumlah, dan harga resep ke dalam buku resep. 5. Salinan resep atau kuitansi dapat dibuat atas permintaan pasien. 6. Penyerahan narkotika atas dasar salinan resep dokter tidak diperbolehkan pada pelayanan resep yang mengandung narkotika dan resep tersebut disimpan terpisah dengan resep obat non narkotika Pelayanan Obat Wajib Apotek Pelayanan Obat Wajib Apotek adalah pelayanan obat-obat keras oleh apoteker yang dapat diberikan kepada pasien tanpa menggunakan resep dokter. Pelayanan Obat Wajib Apotek (OWA) dilakukan disertai dengan pemberian informasi obat Pelayanan Informasi Obat Setiap penyerahan obat selalu disertai dengan pemberian informasi obat (PIO) kepada pasien di Apotek Keselamatan. Pelayanan ini terutama diberikan oleh apoteker. PIO dilakukan bukan hanya apabila pasien membeli obat, namun juga saat pasien tidak membeli dan sekedar bertanya. Pertanyaan mengenai informasi obat yang biasa ditanyakan di Apotek Keselamatan meliputi indikasi, cara pemakaian, efek samping obat, interaksi dengan obat lain dan makanan, hal yang harus dihindari selama menggunakan obat, dan sebagainya. 3.7 Pengelolaan Narkotika Pengelolaan narkotika terdiri dari pemesanan, penerimaan, penyimpanan, dan pelaporan keluar masuknya obat narkotika di apotek Pemesanan Narkotika Narkotika dipesan melalui PBF Kimia Farma dan wajib menggunakan surat pesanan khusus narkotika. Pemesanan narkotika yang dilakukan memenuhi ketentuan sebagai berikut:

74 59 1. Satu lembar surat pesanan hanya diisi untuk satu jenis narkotika. 2. Mencantumkan nama dan alamat apotek, Surat Izin Apotek, nama APA, dan SIPA. 3. Surat pesanan harus ditandatangani oleh APA dan terdapat stempel apotek pemesan. 4. Surat pesanan dibuat empat rangkap, satu untuk arsip di apotek dan sisanya diserahkan kepada Pedagang Besar Farmasi Kimia Farma yang bersangkutan Penerimaan dan Penyimpanan Narkotika Narkotika yang datang diterima oleh APA. Bukti penerimaan ditandatangani oleh APA. Narkotika disimpan pada lemari khusus yang terkunci dan terjamin keamanannya, serta dapat dipertanggungjawabkan. Lemari tersebut terdiri dari tiga bagian untuk narkotika sehari-hari maupun untuk persediaan. Satu lemari digunakan sebagai tempat persediaan dan dua lemari untuk kebutuhan sehari-hari, untuk menyimpan narkotika dan psikotropika. Kartu stok terdapat di lemari penyimpanan untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran narkotika dan mengetahui stok akhir narkotika Laporan Pemasukan dan Pengeluaran Narkotika Apotek wajib membuat laporan narkotika setiap bulan berdasarkan pemasukan dan pengeluaran narkotika yang tercatat di buku harian penggunaan narkotika. Data pemasukan dan pengeluaran narkotika dimasukkan ke dalam sebuah software aplikasi SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika) yang dapat diisi secara online oleh apotek dan hasil data dikirim ke Kementrian Kesehatan. 3.8 Pengelolaan Psikotropika Pengelolaan sediaan psikotropika meliputi pemesanan, penerimaan, penyimpanan, dan pelaporan penggunaan sediaan psikotropika Pemesanan Psikotropika Pemesanan psikotropika di Apotek Keselamatan memenuhi ketentuan sebagai berikut:

75 60 1. Satu lembar surat pesanan boleh diisi lebih dari satu jenis psikotropika. 2. Surat pesanan mencantumkan nama apotek, alamat apotek, nomor Surat Izin Apotek (SIA), nama APA, dan nomor SIPA. 3. Surat pesanan harus ditandatangani oleh APA dan terdapat stempel apotek. 4. Surat pesanan dibuat tiga rangkap, dua surat salinannya digunakan untuk pengarsipan di apotek dan lembar yang asli diserahkan ke PBF yang bersangkutan. Pemesanan psikotropika tidak harus dilakukan di PBF Kimia Farma Penerimaan dan Penyimpanan Psikotropika Penerimaan psikotropika dapat dilakukan oleh APA ataupun Apoteker Pendamping. Bukti penerimaan obat diterima dan ditandatangi oleh APA. Obat psikotropika di Apotek Keselamatan disimpan di lemari khusus yang terkunci dan terjamin keamanannya Pelaporan Penggunaan Psikotropika Laporan pemakaian psikotropika dilakukan secara berkala melalui aplikasi SIPNAP secara online ke Kementrian Kesehatan. 3.9 Kegiatan Administrasi dan Keuangan Kegiatan Administrasi Apotek selain menjalankan fungsi kefarmasiannya juga melakukan kegiatan administrasi yang berfungsi untuk mencatat segala proses kegiatan kerja yang ada di apotek tersebut. Kegiatan administrasi yang dilakukan di Apotek Keselamatan meliputi: 1. Administrasi penjualan Administrasi penjualan pada Apotek Keselamatan meliputi kegiatan pencatatan obat-obat yang terjual (obat etikal dan obat bebas) di apotek. 2. Administrasi pembelian kredit atau hutang dagang Apotek Keselamatan melakukan pembelian produk dari pedagang besar farmasi dengan cara kredit dan kontan. PBF memberikan diskon, kebijakan harga, serta jatuh tempo pembayaran yang berbeda. Pencatatan terhadap pembelian

76 61 kredit dibuat berdasarkan faktur utang yang masuk dari PBF ke apotek. Hal tersebut dilakukan untuk memudahkan pengawasan terhadap pembayaran sehingga pembayaran dapat dilakukan sesuai dengan waktunya. 3. Administrasi pembukuan Administrasi pembukuan dilakukan untuk mencatat transaksi-transaksi penjualan yang telah dilaksanakan oleh Apotek Keselamatan, baik pengeluaran maupun pemasukan Sistem Administrasi Apotek Keselamatan memiliki sistem administrasi yang dikelola dengan baik. Sistem administrasi tersebut meliputi perencanaan, pengadaan, pengelolaan, dan pelaporan barang yang masuk dan keluar. Pengelolaan ini dilakukan oleh Apoteker Pendamping yang dibantu oleh karyawan. Kelengkapan administrasi di Apotek Keselamatan meliputi: 1. Buku defekta Buku ini digunakan untuk mencatat daftar nama obat atau sediaan yang habis atau yang harus segera dipesan untuk dapat memenuhi kebutuhan di apotek. Buku defekta di Apotek Keselamatan terdiri dari dua jenis, yaitu buku defekta obat dalam yang terdiri dari obat etikal dan obat luar yang terdiri dari obat OTC. Apoteker ataupun karyawan dapat mengetahui dengan pasti perbekalan farmasi yang harus dipesan dan menghindari pemesanan ganda di apotek sehingga pemesanan dapat dikontrol dengan baik dengan adanya buku defekta. 2. Surat Pesanan (SP) Surat pesanan diberikan kepada PBF untuk melakukan pemesanan perbekalan farmasi. Surat pesanan terdiri dari 4 lembar yang harus ditandatangani oleh apoteker. Surat pesanan mencantumkan tanggal pemesanan, nama PBF yang ditunjuk, nomor dan nama barang, jenis kemasan yang dipesan, jumlah pesanan, tanda tangan pemesanan, dan stempel apotek Kegiatan Keuangan Kegiatan keuangan meliputi kegiatan yang meliputi aliran uang masuk yang berasal dari setiap transaksi penjualan produk dan jasa di apotek, serta aliran

77 62 uang keluar yang berasal dari berbagai macam pengeluaran atau pembiayaan utang dagang dan biaya operasional apotek lainnya. Apotek Keselamatan setiap tahun melakukan stock opname untuk mengetahui jumlah aset obat yang tersisa akhir tahun. Administrasi kegiatan keuangan meliputi: 1. Buku kas, untuk mencatat kegiatan yang terkait dengan uang yang ada di kas apotek setiap bulannya. 2. Laporan laba rugi, untuk mengetahui keuntungan dan kerugian yang dialami apotek selama satu tahun. 3. Neraca tahunan, untuk mengetahui aset apotek, baik berupa harta lancar maupun harta tetap.

78 BAB 4 PEMBAHASAN Pelayanan kefarmasian merupakan bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan yang tidak terpisahkan, termasuk di dalamnya pelayanan kefarmasian di apotek. Apotek merupakan sarana bagi apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian yang meliputi pembuatan, termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, serta pelayanan informasi obat. Apotek, sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan, memiliki peran strategis dalam menunjang pelayanan kesehatan masyarakat dan mendukung upaya kesehatan dasar, seperti swamedikasi atau upaya pengobatan diri sendiri. Suatu apotek harus memiliki faktor-faktor pendukung seperti lokasi, bangunan, sumber daya manusia, dan sistem manajemen yang baik untuk mendukung seluruh proses kegiatan yang berlangsung dalam apotek tersebut. Sebuah apotek juga memerlukan apoteker yang profesional, kompeten, dan berdedikasi pada perannya, baik sebagai pelaku profesi apoteker maupun sebagai pelaku wirausaha. Penulis diberikan kesempatan untuk melakukan Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Apotek Keselamatan yang berlokasi di Jalan Keselamatan No. 27, Manggarai, Jakarta Selatan selama periode 1 September sampai dengan 26 September Apotek Keselamatan ditinjau dari letaknya, terletak pada lokasi yang cukup strategis karena berdekatan dengan pemukiman penduduk. Pendirian Apotek Keselamatan tidak melanggar peraturan meskipun ada peraturan yang melarang penggunaan suatu rumah tinggal untuk kantor atau tempat usaha, karena pada Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 Pasal 49 dijelaskan bahwa sebuah rumah dapat digunakan untuk melakukan suatu kegiatan usaha secara terbatas tanpa membahayakan dan tidak mengganggu fungsi hunian. Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta No. 203 Tahun 1977 menyebutkan penggunaan suatu hunian dalam perumahan sebagai tempat menjalankan usaha 63

79 64 tidak diperbolehkan, kecuali untuk praktik keahlian seseorang, dimana dalam hal ini apotek diperbolehkan. Lokasi Apotek Keselamatan yang stategis juga disebabkan letaknya yang dekat dengan beberapa praktik dokter, seperti praktik dokter, praktik dokter gigi, Klinik Yashika, dan Puskesmas Kecamatan. Beberapa apotek kompetitor yang terdapat di sekitar lingkungan Apotek Keselamatan yaitu Apotek Amani dan Apotek Barkah, menyebabkan masyarakat mempunyai banyak alternatif untuk membeli obat. Apotek Keselamatan terletak di sisi pertigaan jalan yang ramai oleh pengendara, baik kendaraan pribadi maupun kendaraan umum, karena jalan tersebut merupakan jalan alternatif dari jalan utama seperti Jalan KH. Abdullah Syafi i dan Jalan Dr. Sahardjo. Bangunan dan fasilitas apotek merupakan faktor yang cukup penting untuk menunjang pelaksanaan pelayanan kefarmasian yang baik. Apotek Keselamatan memiliki bangunan dengan kondisi dan tata letak yang baik juga fasilitas yang cukup memadai. Papan bertuliskan Apotek terdapat di halaman depan apotek dan neon box menghadap ke kedua arah jalan sehingga dapat terlihat dari kedua arah. Papan nama Apotek Keselamatan yang keduanya terbentuk dari tulisan berwarna hitam dengan lampu penerangan yang dinyalakan saat hari mulai gelap juga terdapat di bagian depan gedung Apotek. Besar papan, besar huruf, penerangan, dan juga letak papan nama sudah sangat baik sehingga masyarakat dapat segera mengetahui dan tertarik akan keberadaan Apotek Keselamatan. Halaman depan yang ada di Apotek Keselamatan cukup luas dan dapat digunakan sebagai tempat parkir untuk dua mobil dan beberapa sepeda motor. Apotek Keselamatan bagian dalam terbagi menjadi tiga ruangan, yaitu ruang etalase depan, ruang racik, dan ruang etalase dalam. Ruang etalase depan apotek digunakan sebagai tempat untuk penerimaan resep, penyerahan obat, etalase penyimpanan obat bebas atau obat OTC (Over The Counter), kasir, dan ruang tunggu. Jumlah kursi yang disediakan di ruang tunggu cukup proporsional dibandingkan dengan jumlah pembeli yang datang perhari. Ruang tunggu selalu terjaga bersih sehingga pengunjung merasa nyaman selama menunggu penyiapan obat. Desain dari ruang tunggu yang menghadap ke etalase obat bebas memudahkan pengunjung untuk melihat barang yang dipajang di dalamnya.

80 65 Kemudahan pengunjung untuk melihat dan memilih obat bebas yang diperlukan ini memiliki efek positif terhadap apotek karena dapat meningkatkan penjualan. Ruang racik memiliki luas yang cukup untuk kegiatan peracikan obat. Fasilitas yang tersedia di ruang racik di antaranya meja racik, perlengkapan meracik seperti alu, mortar, timbangan, kertas perkamen, kapsul, pot, dan sudip. Sebuah meja besar yang biasa digunakan untuk melakukan pembukuan juga terdapat di ruang peracikan. Penataan obat bebas dan ethical di Apotek Keselamatan dibedakan penyusunannya. Obat-obat bebas atau Over The Counter (OTC) dipajang pada etalase di ruang depan tanpa ada celah kosong sehingga menimbulkan kesan Apotek Keselamatan memiliki produk yang lengkap. Penyusunan obat dilakukan berdasarkan efek farmakologi sehingga memudahkan bagi petugas dan apoteker untuk mengambil atau memberikan rekomendasi obat alternatif yang memiliki efek yang sama. Penyusunan obat juga dilakukan berdasarkan permainan warna sehingga menarik bagi pelanggan, selain berdasarkan efek farmakologi. Sebagian besar obat OTC berbentuk sediaan cair oral diletakkan berdasarkan efek farmakologi di rak tanpa kaca di bagian depan apotek. Produk kosmetik dan produk bayi diletakkan di etalase khusus bagian depan sehingga mudah dilihat oleh para pelanggan. Produk OTC yang berupa sediaan solid, semi solid, dan beberapa sediaan cair seperti minyak urut diletakkan dalam satu etalase dan disusun berdasarkan efek farmakologi dan estetika sehingga mudah dilihat dan dikenali oleh pelanggan. Penyimpanan kartu stok obat OTC, baik sediaan padat, cair, maupun semisolid, tidak diletakkan di samping obat, melainkan disimpan terpisah agar susunan obat terjaga kerapiannya. Obat yang pembeliannya harus disertai dengan resep dokter atau ethical diletakkan pada rak/lemari obat di ruang dalam. Obat diletakkan pada lemari berbeda yang dikelompokkan berdasarkan jenis sediaan, yaitu sediaan oral padat, sediaan oral cair, dan sediaan topikal. Obat golongan narkotika dan psikotropika diletakkan di lemari khusus yang terpisah dari obat ethical lainnya. Masingmasing kelompok sediaan disusun secara alfabetis dari bagian atas lemari hingga ke bagian bawah lemari sehingga memudahkan pencarian. Obat-obat generik ditempatkan pada lemari tersendiri dan beberapa obat yang sering digunakan

81 66 dalam obat racikan diletakkan pada wadah khusus yang lebih kecil di meja racik sehingga mudah dijangkau saat dibutuhkan saat dilakukan peracikan obat. Sediaan obat yang memerlukan penyimpanan pada suhu dingin disimpan dalam lemari pendingin agar stabilitas dan kualitas obat terjaga. Sediaan tersebut antara lain suppositoria, ovula, Lacto-B, dan vitamin. Kelancaran kegiatan di apotek juga ditunjang dari tersedianya sumber daya manusia yang profesional, terampil, dan dapat dipercaya. APA(Apoteker Pengelola Apotek) yang bekerja di Apotek Keselamatan dalam menjalankan kegiatannya dibantu oleh beberapa orang karyawan, yang terdiri dari dua orang Apoteker Pendamping dan satu orang juru resep. APA terutama bertanggung jawab dalam hal mengontrol manajemen stok obat dan keuangan apotek. Pengendalian persediaan di Apotek Keselamatan terlaksana dengan baik. Pemesanan stok obat dilakukan berdasarkan persetujuan APA dengan jumlah obat yang dipesan ditentukan oleh APA. Jumlah dari pemasukan dan pengeluaran keuangan dan stok obat selalu dievaluasi oleh APA dan komunikasi antara APA dengan karyawan selalu terjalin dengan baik guna menciptakan suasana kerja yang kondusif. Pengendalian persediaan di Apotek Keselamatan dimulai dari perencanaan pemesanan obat berdasarkan buku defekta. Buku defekta ini memuat stok obat yang habis dan permintaan obat tertentu dari masyarakat yang belum tersedia di apotek. Buku defekta di Apotek Keselamatan dibagi menjadi dua buku yaitu buku defekta obat OTC dan buku defekta obat ethical. Pencatatan untuk obat jenis fast moving dilakukan ketika stok barang sudah hampir mencapai jumlah persediaan minimum. Hal ini dilakukan untuk menghindari kekosongan obat karena permintaan yang tinggi dari obat jenis tersebut. Pencatatan obat-obatan jenis slow moving dilakukan ketika stok obat sudah habis. Hal ini dilakukan untuk memberikan kesempatan bagi obat lain yang sejenis terjual. Buku defekta selanjutnya diserahkan kepada APA setelah dilakukan pencatatan pada buku defekta untuk kemudian dievaluasi mengenai obat apa saja yang akan dibeli berdasarkan pertimbangan anggaran yang tersedia, harga, pola peresepan dokter, dan jumlah persediaan minimum obat di apotek.

82 67 Pemesanan obat dilakukan 2 kali seminggu yaitu setiap hari Senin dan Kamis sehingga obat-obat di apotek selalu tersedia, memiliki perputaran yang baik dan kerugian apotek akibat persediaan kosong dapat diminimalkan. Pemesanan obat disesuaikan dengan PBF yang menyediakan obat-obat tersebut. Pemesanan obat dapat dilakukan melalui telepon ataupun melalui pemesanan langsung lewat karyawan PBF (sales) yang secara rutin berkunjung ke apotek. Pemesanan obat secara langsung melalui sales yang datang ke apotek dilakukan dengan menggunakan surat pesanan, sedangkan pemesanan melalui telepon umumnya tidak menggunakan surat pesanan. Pemesanan obat-obatan ke PBF juga perlu memperhatikan jumlah dan jenisnya dengan kebutuhan apotek. Pemesanan obat-obatan jenis fast moving dapat diperbanyak untuk memenuhi kebutuhan stok satu bulan jika PBF menawarkan adanya diskon. Setiap pemesanan obat ke PBF harus memenuhi jumlah minimum pemesanan. Jumlah minimum pemesanan adalah jumlah minimum pemesanan yang harus dipenuhi apotek sehingga barang dapat dikirim. Setiap PBF memiliki jumlah minimum pemesanan yang berbeda-beda. PBF akan mengirimkan obat satu hari kemudian jika pemesanan telah memenuhi jumlah minimum pemesanan. Keterlambatan pengiriman barang kadang terjadi dikarenakan stok barang yang kosong dari PBF. Pemeriksaan dilakukan terhadap kesesuaian jenis, merek, ukuran, bentuk sediaan, tanggal kadaluwarsa, harga satuan, dan jumlah barang antara barang yang diserahkan dengan yang tertera pada faktur dan surat pesanan (SP) pada saat barang yang dipesan datang. Faktur dicap dengan stempel apotek dan ditandatangani personel apotek yang menerima barang setelah seluruhnya sesuai. Barang yang baru datang kemudian dihitung harga jualnya sesuai dengan besarnya pajak dan persentase keuntungan yang ingin diperoleh. Pencatatan selanjutnya dilakukan terhadap barang yang masuk di kartu stok. Kartu stok barang berisi jumlah barang yang masuk dan keluar beserta tanggal dan keterangan asal barang serta ke mana barang tersebut dikeluarkan. Penulisan pada kartu stok harian dimaksudkan agar jumlah persediaan barang terdokumentasi dengan baik dan dapat ditelusuri jika terjadi ketidaksesuaian antara jumlah fisik dan jumlah yang tertera pada kartu stok harian.

83 68 Pembayaran obat yang dipesan oleh Apotek Keselamatan dilakukan secara kredit dengan tujuan agar obat yang telah ada dapat diputar terlebih dahulu menjadi uang, kecuali untuk obat tertentu yang memiliki pelanggan yang langsung membayarnya secara tunai. Pembayaran dilakukan setelah karyawan PBF dan apotek melakukan tukar faktur, yaitu menetapkan waktu pembayaran obat berdasarkan periode pembayaran dan tanggal jatuh tempo yang telah disepakati. Proses tukar faktur biasanya dilakukan satu minggu setelah barang diterima. Tanggal jatuh tempo pembayaran biasanya 21 hari atau 30 hari setelah pemesanan obat. Apotek tidak harus membayar setiap hari dan tanggal pembayaran lebih teratur melalui sistem pembayaran seperti ini sehingga arus keuangan yang keluar dapat lebih mudah dikendalikan. Barang yang telah diperiksa, diberi label harga dan dicatat pada kartu stok kemudian barang diletakkan pada lemari penyimpanan sesuai jenis sediaan secara alfabetis. Barang yang disimpan di lemari obat disusun menggunakan sistem FIFO (First In First Out) dan FEFO (First Expired First Out) untuk mengurangi kerugian akibat obat-obat yang kadaluwarsa sebelum terjual. Barang dengan waktu kadaluwarsa yang tertera lebih lama diletakkan pada posisi lebih bawah atau lebih belakang, sedangkan barang dengan waktu kadaluwarsa lebih cepat diletakkan di posisi lebih atas atau lebih depan agar jika ada permintaan, personel akan mengambilnya lebih dulu dan barang lebih cepat terjual. Setiap pengeluaran barang, baik karena pembelian bebas atau resep, dicatat pada kartu stok dan buku masing-masing sesuai dengan jenis pengeluarannya. Setiap hari dilakukan pencatatan keluar/masuk obat pada kartu stok yang juga dibuktikan kebenarannya dengan memeriksa jumlah fisik sebenarnya pada lemari penyimpanan. Pengelolaan resep di Apotek Keselamatan dilakukan dengan cukup baik. Semua resep yang diterima, disimpan setiap harinya, disusun berdasarkan nomor urut resep, dan dikelompokkan berdasarkan bulannya. Resep yang mengandung narkotika dan psikotropika dipisahkan agar pelaporan setiap bulan menjadi lebih mudah. Pencatatan yang dilakukan pada buku resep meliputi tanggal pembuatan resep, nomor resep, nama obat, dan jumlah obat yang diberikan pada pengeluaran obat yang diresepkan. Resep disimpan selama 3 tahun, setelah itu dilakukan

84 69 pemusnahan resep dengan membuat berita acara yang selanjutnya dilaporkan kepada Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan. Pengelolaan obat narkotika dan psikotropika di Apotek Keselamatan dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemesanan dilakukan dengan menggunakan surat pesanan khusus yang diisi dan ditandatangani oleh APA. Penerimaan obat narkotika dan psikotropika yang telah dipesan sebelumnya hanya dilakukan oleh APA, Apoteker Pendamping, atau Asisten Apoteker yang memiliki nomor izin kerja dan telah tersertifikasi sebagai tenaga kefarmasian. Pembayaran obat golongan narkotika dilakukan secara tunai, sedangkan obat psikotropika dapat dilakukan secara kredit. Penyimpanan narkotika dan psikotropika di Apotek Keselamatan dilakukan sesuai dengan Permenkes 28 Tahun 1978 dimana obat diletakkan di lemari khusus dengan 3 pintu yang terkunci dan tersusun ke atas. Lemari bagian atas berisi obat golongan narkotika dan lemari kedua berisi obat golongan psikotropika dengan di dalamnya terdapat kartu stok yang diletakkan di samping obat-obat tersebut. Lemari ketiga atau lemari paling bawah merupakan lemari yang berisi persediaan narkotika dan psikotropika. Pelayanan resep yang mengandung obat golongan narkotika dan psikotropika telah dilakukan sesuai ketentuan yang berlaku, dan obat yang diserahkan dicatat pada buku khusus pengeluaran obat narkotika dan psikotropika. Obat golongan narkotika pada resep diberi garis bawah merah dan disimpan di tempat yang terpisah dari resep lain. Proses administrasi dalam hal pencatatan obat dilakukan secara manual. Setiap penjualan obat selalu dicatat di kartu stok obat dan catatan harian penjualan. Catatan harian penjualan merupakan catatan hasil penjualan setiap hari di Apotek Keselamatan yang berisi nama/jenis obat, jumlah, dan harga jualnya. Catatan harian penjualan antara obat OTC dengan ethical dipisahkan untuk mengetahui rincian pemasukan apotek dari kedua jenis obat tersebut. Data dari catatan harian kemudian dimasukkan ke dalam buku pemasukkan dan pengeluaran harian. Evaluasi pemasukkan dan pengeluaran setiap hari dapat dilakukan melalui buku tersebut. Data dari buku pemasukan dan pengeluaran kemudian dipindahkan ke buku kas untuk mengevaluasi pemasukkan dan

85 70 pengeluaran setiap bulannya. Evaluasi keuangan juga dilakukan dengan membuat laporan neraca dan laporan laba rugi. Hal ini penting dilakukan untuk mengetahui kemajuan apotek setiap tahunnya. Evaluasi pergerakan obat adalah cara untuk mengetahui obat mana saja yang tergolong bergerak cepat (fast moving) dan obat yang tergolong bergerak lama (slow moving) serta obat mana saja yeng sudah kedaluwarsa. Pengadaan obat di Apotek Keselamatan yang dilakukan dengan metode analisis Pareto-VEN, dimana data dapat diambil dari hasil evaluasi data penjualan dan kartu stok, menjadi bahan pertimbangan untuk menentukan obatobat apa saja yang akan disediakan di Apotek Keselamatan. Pelayanan resep ditinjau dari pelayanan yang diberikan, baik racik maupun non-racik, di Apotek Keselamatan sudah cukup baik dan efisien sehingga pengunjung tidak perlu menunggu terlalu lama. Harga produk yang dijual di Apotek Keselamatan juga cukup bersaing dengan Apotek Keselamatan juga memberikan pelayanan swamedikasi oleh apoteker. Swamedikasi atau pengobatan sendiri merupakan suatu perawatan sendiri oleh masyarakat terhadap penyakit yang umum diderita dengan menggunakan obat-obatan yang dijual bebas di pasaran atau obat keras yang bisa didapat tanpa resep dokter dan diserahkan oleh apoteker di apotek. Berdasarkan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa Pekerjaan Kefarmasian di Apotek Keselamatan sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 Tahun 2014, baik dari segi tempat, pengadaan, penyimpanan, pengelolaan obat, pendistribusian obat, maupun pelayanan obat atas resep dokter dan pelayanan informasi obat.

86 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Dari kegiatan PKPA yang telah dilakukan di Apotek Keselamatan, maka dapat disimpulkan bahwa apoteker di Apotek Keselamatan telah melakukan pengelolaan apotek sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 35 Tahun 2014, meliputi kegiatan perencanaan, pemesanan, penerimaan, pemberian harga, penyimpanan, pendistribusian/pelayanan kefarmasian, pencatatan persediaan, dan pelaporan. 5.2 Saran 1. Perlu disediakan brosur atau poster kesehatan yang dipajang di ruang tunggu guna memberikan tambahan edukasi kepada pasien. 2. Perlu dilakukannya pelatihan seperti seminar secara berkesinambungan terhadap para karyawan di Apotek Keselamatan untuk meningkatkan profesionalisme dalam pelayanan kepada masyarakat dan selalu mengikuti perkembangan terbaru tentang obat dan kesehatan. 71

87 DAFTAR ACUAN Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Review Penerapan Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) dan Sistem Pelaporan Dinamika Obat PBF Regional I, II dan III Tahun Februari Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 203 Tahun 1977 tentang Ketentuan Pelaksanaan Larangan Penggunaan Rumah Tempat Tinggal Untuk Kantor Atau Tempat Usaha. Jakarta. Menteri Kesehatan RI. (1978). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 28/MENKES/PER/V/1978 tentang Penyimpanan Narkotika. Jakarta. Menteri Kesehatan RI. (1983). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2380/A/SK/VI/83 tentang Tanda Khusus untuk Obat Bebas dan Obat Bebas Terbatas. Jakarta. Menteri Kesehatan RI. (1986). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2396/A/SK/VII/86 tentang Tanda Khusus Obat Keras Daftar G. Jakarta. Menteri Kesehatan RI. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 347/MENKES/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotik. Jakarta. Menteri Kesehatan RI. (1993). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 924/MENKES/Per/X/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotik No.2. Jakarta. Menteri Kesehatan RI. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 919/MENKES/PER/X/1993 tentang Kriteria Obat yang dapat Diserahkan Tanpa Resep. Jakarta. Menteri Kesehatan RI. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta. Menteri Kesehatan RI. (1999). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1176/MENKES/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotik No.3. Jakarta. Menteri Kesehatan RI. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta. Menteri Kesehatan RI. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta. 72

88 73 Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2014). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta Presiden Republik Indonesia. (2011). Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Jakarta.

89 LAMPIRAN

90 74 Lampiran 1. Contoh Formulir Model APT-1

91 75 Lampiran 1. Contoh Formulir Model APT-1 (lanjutan)

92 76 Lampiran 2. Contoh Formulir Model APT-2

93 77 Lampiran 3. Contoh Formulir Model APT-3

94 78 Lampiran 3. Contoh Formulir Model APT-3 (lanjutan)

95 79 Lampiran 3. Contoh Formulir Model APT-3 (Lanjutan)

96 80 Lampiran 3. Contoh Formulir Model APT-3 (Lanjutan)

97 81 Lampiran 3. Contoh Formulir Model APT-3 (Lanjutan)

98 82 Lampiran 3. Contoh Formulir Model APT-3 (Lanjutan)

99 83 Lampiran 4. Contoh Formulir Model APT-4

100 84 Lampiran 5. Contoh Formulir Model APT-5

101 85 Lampiran 5. Contoh Formulir Model APT-5 (Lanjutan)

102 86 Lampiran 5. Contoh Formulir Model APT-5 (Lanjutan)

103 87 Lampiran 6. Contoh Formulir Model APT-6

104 88 Lampiran 7. Contoh Formulir Model APT-7

105 89 Lampiran 8. Surat Pesanan Narkotika

106 90 Lampiran 9. Laporan Narkotika SIPNAP

107 91 Lampiran 9. Laporan Narkotika SIPNAP (Lanjutan)

108 92 Lampiran 9. Laporan Narkotika SIPNAP (Lanjutan)

109 93 Lampiran 10. Surat Pesanan Psikotropika

110 94 Lampiran 11. Laporan Psikotropika SIPNAP

111 95 Lampiran 11. Laporan Psikotropika SIPNAP (Lanjutan)

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MANGGARAI JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MANGGARAI JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA FEBIYANTI NORMAN, S.

Lebih terperinci

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ( No.276, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Apotek. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER LINDA JULI ASTUTI, S.Farm. 1206329770

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YULIANA, S.Farm. 1106047511 ANGKATAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan aksesibilitas,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG PERIODE 8 APRIL 17 MEI 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG PERIODE 8 APRIL 17 MEI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG PERIODE 8 APRIL 17 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SERUNI

Lebih terperinci

Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993

Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 JALAN MERDEKA NO. 24 BOGOR PERIODE 1 SEPTEMBER 30 SEPTEMBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER HANUM PRAMITA

Lebih terperinci

Pengelolaan Prekursor Farmasi dan Obat Mengandung Prekursor Farmasi. Pelatihan Napza Prekursor - IAI Kota Surabaya Oleh BBPOM Surabaya, 09-April-17

Pengelolaan Prekursor Farmasi dan Obat Mengandung Prekursor Farmasi. Pelatihan Napza Prekursor - IAI Kota Surabaya Oleh BBPOM Surabaya, 09-April-17 Pengelolaan Prekursor Farmasi dan Obat Mengandung Prekursor Farmasi Pelatihan Napza Prekursor - IAI Kota Surabaya Oleh BBPOM Surabaya, 09-April-17 RUANG LINGKUP Prekursor Farmasi Ephedrine Ergometrine

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA, KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 202 JL. KEJAYAAN RAYA BLOK XI NO. 2 DEPOK II TIMUR PERIODE 2 JANUARI 14 FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.74, 2015 KEMENKES. Narkotika. Psikotropika. Prekursor Farmasi. Pelaporan. Pemusnahan. Penyimpanan. Peredaran. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 55 JALAN KEBAYORAN LAMA NO. 50 JAKARTA BARAT PERIODE 2 APRIL 12 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER AGATHA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENDIRIAN APOTEK Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENGERTIAN ISTILAH Apotek (kepmenkes 1027 standar pelayanan kefarmasian di apotek) adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37 JAKARTA SELATAN PERIODE 6 JUNI 1 JULI 2011 DAN 1 AGUSTUS - 12 AGUSTUS 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 JL. MERDEKA NO. 24 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 JL. MERDEKA NO. 24 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 JL. MERDEKA NO. 24 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANNISA RAHMA HENDARSULA,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1

BAB 1 PENDAHULUAN. Indonesia nomor 36 tahun 2014, tentang Kesehatan, adalah. setiap orang yang mengabdikan diri dalam bidang kesehatan 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan citacita Bangsa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pancasila

Lebih terperinci

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR... TAHUN... TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN

PERATURAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR... TAHUN... TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN Masukan dapat kami terima selambat-lambatnya tanggal 12 Februari 2018 dan diperpanjang sampai dengan 19 Februari 2018 melalui email: 1. wasnapza@yahoo.co.id 2. wasnapza@gmail.com PERATURAN BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap masyarakat berhak untuk memperoleh pelayanan kesehatan terbaik bagi dirinya. Pengertian kesehatan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 Tahun

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pelayanan apotik harus diusahakan agar

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER AISYAH, S.Far. 1206329316 ANGKATAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER IMELDA PRIANA, S.Farm. 1206329713

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER Oleh Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya Disampaikan pada pertemuan Korwil PC Surabaya Tanggal 9,16 dan 23 April

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK KIMIA FARMA NO. 7, BOGOR PERIODE 2 APRIL 12 MEI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK KIMIA FARMA NO. 7, BOGOR PERIODE 2 APRIL 12 MEI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK KIMIA FARMA NO. 7, BOGOR PERIODE 2 APRIL 12 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANITA AYU DWI AJIE SAPUTRI, S.Farm. 1106046673

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI 31 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PERMITA SARI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia. Menurut Undang-undang Republik

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 49 JL. PAHLAWAN REVOLUSI NO. 53 PONDOK BAMBU JAKARTA TIMUR PERIODE 2 APRIL-11 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Pelayanan kefarmasian di apotek saat ini telah mempunyai standar dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN PENGELOLAAN OBAT-OBAT TERTENTU YANG SERING DISALAHGUNAKAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan dan memperluas akses

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MUTIA ANGGRIANI,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEREDARAN, PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN, DAN PELAPORAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA Jl. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 26 SEPTEMBER 29 OKTOBER 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER CYNTHIA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN PERIODE 18 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 298 JL. BENDUNGAN HILIR RAYA NO. 41, JAKARTA PUSAT PERIODE 3 MARET 11 APRIL 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 298 JL. BENDUNGAN HILIR RAYA NO. 41, JAKARTA PUSAT PERIODE 3 MARET 11 APRIL 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 298 JL. BENDUNGAN HILIR RAYA NO. 41, JAKARTA PUSAT PERIODE 3 MARET 11 APRIL 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta;

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta; BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DAN PEDAGANG ECERAN OBAT (TOKO OBAT) WALIKOTA BOGOR, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MITRASANA TAMAN HARAPAN BARU RUKO TAMAN HARAPAN BARU BLOK E7 NO. 9 BEKASI PERIODE JANUARI FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RAHMI RAMDANIS, S.Farm

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak paling mendasar yang harus dipenuhi setiap orang dalam mencapai kesejahteraan sosial dalam masyarakat. Menurut World Health Organization (WHO),

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI 31 AGUSTUS 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI 31 AGUSTUS 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI 31 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DEVINA LIRETHA,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO.34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 8 JANUARI 14 FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RITA ZAHARA,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Draft 07 Januari 2016 RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. Ir. H. JUANDA NO. 30, BOGOR PERIODE 2 APRIL 12 MEI 2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. Ir. H. JUANDA NO. 30, BOGOR PERIODE 2 APRIL 12 MEI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. Ir. H. JUANDA NO. 30, BOGOR PERIODE 2 APRIL 12 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER TYAS PAWESTRISIWI,

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN TENTANG

MENTERI KESEHATAN TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IJIN APOTIK MENTERI KESEHATAN MENIMBANG : a. bahwa penelenggaraan pelayanan Apotik harus diusahakan agar

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 7 APRIL 16 MEI 2014

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 7 APRIL 16 MEI 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 7 APRIL 16 MEI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RAFIKA FATHNI, S.Farm.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA No. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NENDEN PUSPITASARI,

Lebih terperinci

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt PEDAGANG BESAR FARMASI OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt Obat / Bahan Obat Ketersediaan Keterjangkauan Konsumen Aman Mutu Berkhasiat PBF LAIN PBF: Obat BBF INDUSTRI FARMASI 2 DASAR HUKUM Undangundang UU

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 115 JL. PAMULANG PERMAI RAYA D2/1A PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Laukha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan terus meningkat seiring perkembangan zaman. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat senantiasa diupayakan

Lebih terperinci

PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. Kegiatan administrasi di apotek (standar pelayanan kefarmasian) Administrasi umum pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan setiap umat manusia karena aktivitasnya dapat terhambat apabila kondisi kesehatan tidak baik.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 284 JL. SILIWANGI NO.86A, BEKASI PERIODE 13 FEBRUARI - 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JALAN BALAI PUSTAKA TIMUR NO.11 RAWAMANGUN PERIODE 17 JUNI 12 JULI DAN 29 JULI 23 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI

MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang

Lebih terperinci

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING. Artikel yang berjudul Studi Pengelolaan Obat yang Mengandung Prekursor pada Apotek di Kabupaten Buol.

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING. Artikel yang berjudul Studi Pengelolaan Obat yang Mengandung Prekursor pada Apotek di Kabupaten Buol. LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING Artikel yang berjudul Studi Pengelolaan Obat yang Mengandung Prekursor pada Apotek di Kabupaten Buol Oleh : Dewi Sartika A. Usman Telah diperiksa dan disetujui untuk di uji

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Usaha untuk mewujudkan masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan merupakan visi dari Kementerian Kesehatan RI dan telah dirumuskan dalam UU RI No. 36 tahun 2009

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144 No.206, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR, DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR, DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR, DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANDI NURWINDA, S.Si. 1006835085 ANGKATAN LXXIII FAKULTAS

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA NO. 66, JAKARTA PUSAT

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA NO. 66, JAKARTA PUSAT UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA NO. 66, JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FURQON DWI CAHYO, S.Farm 1206313135

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RAWA PULE JL. KH. M. USMAN NO 46 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RAWA PULE JL. KH. M. USMAN NO 46 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RAWA PULE JL. KH. M. USMAN NO 46 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DWI FAJAR ABD. GHOFUR, S.Si 1006835204 ANGKATAN LXXIII

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan untuk meningkatkan kualitas dan produktifitas kehidupan manusia. Pembangunan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat pada umumnya, mulai memperhatikan kesehatannya dengan cara mengatur pola makan serta berolahraga secara teratur. Kesadaran mengenai pentingnya kesehatan

Lebih terperinci

1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap mahluk hidup didunia memiliki hak untuk hidup sehat. Kesehatan merupakan suatu keadaan dimana tubuh dan jiwa yang tiap orang miliki mampu melakukan kegiatan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.2 JL. SENEN RAYA NO. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.2 JL. SENEN RAYA NO. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.2 JL. SENEN RAYA NO. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MAYA MASITHA,

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang : a.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA No.48 JL. MATRAMAN RAYA NO. 55 JAKARTA TIMUR PERIODE 3 APRIL - 30 APRIL 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA No.48 JL. MATRAMAN RAYA NO. 55 JAKARTA TIMUR PERIODE 3 APRIL - 30 APRIL 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA No.48 JL. MATRAMAN RAYA NO. 55 JAKARTA TIMUR PERIODE 3 APRIL - 30 APRIL 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FIENDA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI 16 MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI 16 MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI 16 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER STELLA, S.Farm.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE APRIL - MEI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE APRIL - MEI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE APRIL - MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER WILLY HERMAWAN, S.Farm.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 119 JALAN RAYA DELTASARI INDAH BLOK AN 10-11, WARU SIDOARJO 12 OKTOBER - 7 NOVEMBER 2015

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 119 JALAN RAYA DELTASARI INDAH BLOK AN 10-11, WARU SIDOARJO 12 OKTOBER - 7 NOVEMBER 2015 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA 119 JALAN RAYA DELTASARI INDAH BLOK AN 10-11, WARU SIDOARJO 12 OKTOBER - 7 NOVEMBER 2015 PERIODE XLV DISUSUN OLEH: FAWZIATUL KHOTIMAH, S. Farm.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK PERIODE 17 JUNI 12 JULI DAN 29 JULI 16 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 JL. IR. H. JUANDA NO. 30, BOGOR LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 JL. IR. H. JUANDA NO. 30, BOGOR LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 JL. IR. H. JUANDA NO. 30, BOGOR LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER AYUN ERWINA ARIFIANTI, S.Farm. 1206312883

Lebih terperinci

2 Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkot

2 Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkot No.906, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Kefarmasian. Puskesmas. Standar Pelayanan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Seiring perkembangan ilmu pengetahuan yang semakin maju, berkembang pula akan kesadaran masyarakat mengenai pentingnya menjaga kesehatan. Kesehatan merupakan hak asasi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER VETHREEANY SIMAMORA, S.Farm 1206330223 ANGKATAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA 34A, JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA 34A, JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA 34A, JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER GABRIELLA FREDERIKA PUNU, S.Farm. 1206329644 ANGKATAN

Lebih terperinci

PEKERJAAN KEFARMASIAN

PEKERJAAN KEFARMASIAN PEKERJAAN KEFARMASIAN Makalh ini disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Undang-undang dan Etika Farmasi Di Susun Oleh : Kelompok VII A Finti Muliati : 14340104 Yolanta Mogi Rema : 14340105 Nora Novita

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA. LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA. LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER GINARTI EKAWATI, S.Farm.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO 37 PENGADEGAN JAKARTA SELATAN PERIODE 01 APRIL 10 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Suci

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesejahteraan manusia tidak pernah terlepas dari kesehatan. Kesehatan merupakan keadaan yang sehat secara fisik, mental, spiritual dan sosial yang memungkinkan setiap

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Kesehatan Nomor 36 Tahun 2009, yang dimaksud dengan kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual, maupun sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI- 16 MARET 2012 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER I KADEK ARYA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ZETMI, S.Farm. 1206330261 ANGKATAN LXXVII FAKULTAS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu tujuan dari pembangunan suatu bangsa. Kesehatan sendiri adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE 9 JANUARI 2013 20 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MEIYANI

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.55 JALAN KEBAYORAN LAMA NO.34K JAKARTA SELATAN PERIODE 03 APRIL- 10 MEI 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.55 JALAN KEBAYORAN LAMA NO.34K JAKARTA SELATAN PERIODE 03 APRIL- 10 MEI 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.55 JALAN KEBAYORAN LAMA NO.34K JAKARTA SELATAN PERIODE 03 APRIL- 10 MEI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI, JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI, JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NUR HASMAWATI, S.Farm (1006753942)

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012

Lebih terperinci