UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN PERIODE 18 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YESSICA LISYANA, S. Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN PERIODE 18 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker YESSICA LISYANA, S. Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013 ii

3

4 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat dan rahmat-nya, penulis dapat menyelesaikan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Mediko Farma. Penulisan laporan ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Apoteker pada Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Dra. Farida Indyastuti, S.E., Apt., M.M., selaku Apoteker Pengelola Apotek Mediko Farma sekaligus dosen pembimbing yang telah memberikan kesempatan PKPA di Apotek Mediko Farma serta menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan laporan ini; 2. Dra. Azizahwati, Apt., M.S., selaku dosen pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk mengarahkan saya dalam penyusunan laporan ini; 3. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia; 4. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia; 5. Bapak dan Ibu staf pengajar serta seluruh karyawan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia; 6. Seluruh karyawan di Apotek Mediko Farma yang telah banyak membantu dalam PKPA dan usaha memperoleh data yang saya perlukan; 7. Orang tua dan keluarga saya yang telah memberikan bantuan dukungan material dan moral; 8. Sahabat-sahabat apoteker angkatan LXXVI yang telah banyak membantu dan memberi semangat kepada saya dalam meyelesaikan laporan ini; dan iv Universitas Indonesia

5 9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu saya dalam menyelesaikan laporan ini. Akhir kata, saya berharap semoga Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga laporan ini memberikan manfaat bagi pembaca. Penulis 2013 v Universitas Indonesia

6

7 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... x BAB1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2. TINJAUAN UMUM APOTEK Definisi Apotek Landasan Hukum Apotek Tugas dan Fungsi Apotek Persyaratan Apotek Tata Cara Perizinan Apotek Tenaga Kerja Apotek Pengelolaan Apotek Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Penggolongan Obat yang Beredar di Indonesia Pencabutan Surat Izin Apotek Pengalihan Tanggung Jawab Apoteker Pelayanan Swamedikasi Obat Wajib Apotek Pelayanan Informasi Obat Konseling BAB 3. TINJAUAN KHUSUS APOTEK MEDIKO FARMA Sejarah Apotek Mediko Lokasi dan Tata Ruang Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia Pengelolaan Perbekalan Farmasi Pelayanan Apotek Pengelolaan Obat Golongan Narkotika Pengelolaan Obat Golongan Psikotropika Kegiatan Non Teknis Kefarmasian BAB 4. PEMBAHASAN Lokasi dan Bangunan Apotek Sumber Daya Manusia di Apotek Pengelolaan Perbekalan Farmasi Pelayanan Kefarmasian di Apotek vi

8 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN vii

9 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1. Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas (P1-P6) Gambar 3.1. Bangunan Apotek Mediko Farma Gambar 3.2. Ruang Tunggu dan Etalase di Apotek Mediko Farma Gambar 3.3. Ruang Peracikan di Apotek Mediko Farma Gambar 3.4. Alat-alat Peracikan Puyer di Apotek Mediko Farma viii

10 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1. Logo Golongan Obat Tabel 4.1 Pembagian Shift Asisten Apoteker ix

11 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Peta Lokasi Apotek Mediko Farma Pondok Labu Lampiran 2. Denah Bangunan Apotek Mediko Farma Lampiran 3. Bagan Struktur Organisasi Apotek Mediko Farma Lampiran 4. Format Surat Pesanan Apotek Mediko Farma Lampiran 5. TandaTerima Faktur Lampiran 6. Alur Penerimaan Resep Lampiran 7. Salinan Resep Lampiran 8. Kuitansi Pembelian Obat Resep Lampiran 9. Kuitansi Pembelian Obat Bebas Lampiran 10. Format Surat Pesanan Obat Golongan Narkotika Lampiran 11. Format Surat Pesanan Obat Golongan Psikotropika x

12 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Presiden RI, 2009b). Pembangunan bidang kesehatan pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan. Salah satu tenaga kesehatan yang berperan penting dalam mewujudkan peningkatan derajat kesehatan bagi masyarakat adalah apoteker. Apoteker sebagai salah satu tenaga kefarmasian dapat menjalankan praktek kefarmasiannya pada berbagai fasilitas pelayanan kesehatan masyarakat. Salah satu fasilitas pelayanan kefarmasian yang erat hubungannya dengan apoteker adalah apotek. Tugas dan fungsi apotek adalah sebagai tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan; sebagai sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat dan sebagai sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata (Presiden RI, 2009c). Apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek wajib mengikuti paradigma pelayanan kefarmasian dan perkembangan ilmu pengetahuan serta teknologi. Pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care) merupakan bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang kefarmasian telah terjadi pergeseran orientasi pelayanan kefarmasian dari pengelolaan obat sebagai komoditi (drug oriented) kepada pelayanan yang komprehensif (pharmaceutical care) yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien (Presiden RI, 2009c). 1 Universitas Indonesia

13 2 Dalam menanggapi perubahan orientasi tersebut, maka apoteker sebagai long life learner dituntut untuk selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya agar mampu melakukan pelayanan kefarmasian dengan baik sesuai standar pelayanan yang tercantum dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Dalam standar pelayanan tersebut, selain mampu berinteraksi secara langsung dengan pasien, apoteker juga harus mampu berkomunikasi aktif dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan obat yang rasional. Oleh karena itu, diperlukan pendidikan dan pelatihan aktual di suatu apotek, Agar calon apoteker dapat menjadi apoteker yang memiliki kompetensi melalui Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA). Dalam hal ini, Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Universitas Indonesia menyelenggarakan PKPA di Apotek Mediko Farma yang berlangsung dari tanggal 18 Februari sampai tanggal 28 Mei 2013 dengan harapan agar calon apoteker dapat memahami secara langsung mengenai peranan dan tanggung jawab seorang apoteker di apotek dalam pelaksanaan pekerjaan kefarmasian Tujuan a. Mempraktekkan teori yang telah didapat selama kuliah dengan keadaan yang sebenarnya di Apotek. b. Memahami fungsi, tugas, dan peranan apoteker di apotek sesuai dengan peraturan dan etika yang berlaku dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat. c. Mengetahui pengelolaan apotek, baik dalam pelayanan kefarmasian maupun dalam sistem manajerial. Universitas Indonesia

14 BAB 2 TINJAUAN UMUM APOTEK 2.1 Definisi Apotek Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/Menkes/SK/X/2002 dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1027/Menkes/SK/IX/2004, apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, serta perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No.51 Tahun 2009, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (Departemen Kesehatan RI, 2009). Menurut PP No.51 tahun 2009, yang dimaksud dengan pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika. Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan, harus mengutamakan kepentingan masyarakat dan berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. 2.2 Landasan Hukum Apotek Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang diatur dalam: a. Undang-undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. b. Undang-undang Republik Indonesia No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. c. Undang-undang Republik Indonesia No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika. d. Peraturan Pemerintah No. 51 tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian e. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 tahun 1980 tentang Perubahan atas PP No. 26 tahun 1965 tentang Apotek. 3 Universitas Indonesia

15 4 f. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 695/ MENKES/ PER/ 2007 tentang perubahan kedua atas Peraturan Menteri Kesehatan No. 184/MENKES/PER/II/1995 tahun tentang penyempurnaan pelaksanaan masa bakti dan izin kerja apoteker. g. Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/ MENKES/ PER/ X/ 1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. h. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/ MENKES/ SK/ IX/ 2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. i. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/ MENKES/ SK/ X/ 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MENKES/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. 2.3 Tugas dan Fungsi Apotek Berdasarkan PP No. 51 Tahun 2009, tugas dan fungsi apotek adalah: a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran dan penyerahan obat atau bahan obat. c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara luas dan merata. 2.4 Persyaratan Apotek Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/Menkes/Per/X/1993, persyaratan yang harus dipenuhi oleh apotek adalah sebagai berikut: a. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker, atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan tempat, perlengkapan, termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi lainnya yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. b. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan farmasi. c. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi lainnya diluar sediaan Universitas Indonesia

16 5 farmasi. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027/Menkes/SK/ IX/2004, disebutkan bahwa : a. Sarana apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh masyarakat. b. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek. c. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat. d. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi risiko kesalahan penyerahan. e. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. f. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya, bebas dari hewan pengerat, serangga. g. Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pedingin. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027/Menkes/SK/ IX/2004, disebutkan bahwa apotek harus memiliki : a. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien. b. Tempat untuk menampilkan informasi bagi pasien, termasuk penempatan brosur/materi informasi. c. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien. d. Ruang racikan. e. Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun untuk pasien. Perlengkapan dan peralatan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rakrak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun rapi, terlindung dan debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan. 2.5 Tata Cara Perizinan Apotek Ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek diatur dalam keputusan Universitas Indonesia

17 6 Menteri Kesehatan RI No. 1332/MenKes/SK/X/2002 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MenKes/Per/X/1993. Izin apotek diberikan oleh Menteri, yang kemudian wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Adapun ketentuannya adalah sebagai berikut: a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dengan menggunakan contoh Formulir APT-1. b. Dengan menggunakan Formulir APT-2 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apotek melakukan kegiatan. c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota atau Kepala Balai POM selambat lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan Formulir APT-3. d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud di dalam butir (b) dan butir (c) tidak dilaksanakan, apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi dengan menggunakan Formulir APT-4. e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud butir (c), atau pernyataan butir (d) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek (SIA) dengan menggunakan Formulir APT-5. f. Dalam hal hasil pemeriksaan, Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/kota atau Kepala Balai POM dimaksud butir (c) masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan Formulir APT-6. g. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam butir (f), apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal Surat Penundaan. Universitas Indonesia

18 7 h. Apabila apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka penggunaan sarana dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerjasama antara apoteker dan pemilik sarana. i. Pemilik sarana yang dimaksud butir (h) harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan dibidang obat sebagaimana dinyatakan dalam surat pernyataan yang bersangkutan. j. Terhadap permohonan izin apotek dan Apoteker Pengelola Apotek (APA) atau lokasi tidak sesuai dengan pemohon, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 hari kerja wajib mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasannnya dengan menggunakan Formulir APT-7. Dalam mendirikan apotek, apoteker harus memiliki Surat Izin Apotek (SIA) yaitu surat yang diberikan Menteri Kesehatan Republik Indonesia kepada apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik sarana apotek untuk mendirikan apotek di suatu tempat tertentu. 2.6 Tenaga Kerja Apotek Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009, tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri dari apoteker dan tenaga teknis kefarmasian dan non teknis kefarmasian. Tenaga teknis kefarmasian yaitu sarjana farmasi, ahli madya farmasi rumah sakit dan tenaga menengah farmasi/ asisten apoteker yang sudah disumpah. Tenaga kefarmasian untuk kegiatan pelayanan kefarmasian di suatu apotek, antara lain: Apoteker Pengelola Apotek (APA) Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/X/2002, Apoteker Pengelola Apotek adalah apoteker yang telah diberi Surat Izin Apotek. Apoteker Pengelola Apotek bertanggung jawab penuh terhadap semua kegiatan yang berlangsung di apotek, juga bertanggung jawab kepada pemilik modal (jika bekerja sama dengan pemilik sarana apotek). Sebelum melaksanakan kegiatannya, seorang APA wajib memiliki Surat Izin Apotek (SIA) yang berlaku untuk seterusnya selama apotek masih aktif Universitas Indonesia

19 8 melakukan kegiatan dan APA dapat melakukan pekerjaannya serta masih memenuhi persyaratan. Sesuai dengan Permenkes RI No. 922/MENKES/PER/X/1993, Apoteker Pengelola Apotek (APA) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : a. Ijazahnya telah terdaftar pada Departemen Kesehatan Republik Indonesia. b. Telah mengucapkan sumpah/ janji Apoteker. c. Memiliki Surat Izin Kerja/ Surat Penugasan dari Departemen Kesehatan melalui dinas kesehatan daerah masing - masing. d. Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya sebagai apoteker. e. Tidak bekerja di suatu perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker Pengelola Apotek di apotek lain. Tugas dan Kewajiban apoteker di apotek adalah sebagai berikut: a. Memimpin seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun non teknis kefarmasian sesuai dengan ketentuan maupun perundangan yang berlaku. b. Mengatur, melaksanakan dan mengawasi administrasi. c. Mengusahakan agar apotek yang dipimpinnya dapat memberikan hasil yang optimal sesuai dengan rencana kerja dengan cara meningkatkan omset, mengadakan pembelian yang sah dan penekanan biaya serendah mungkin. d. Melakukan pengembangan apotek. Seorang Apoteker Pengelola Apotek apabila berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, maka Apoteker Pengelola Apotek harus menunjuk apoteker pendamping serta apabila Apoteker pengelola Apotek dan apoteker pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, Apoteker pengelola Apotek menunjuk Apoteker pengganti. Penunjukan dimaksud harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan kabupaten/ kotadengan tembusan kepada Kepala Dinas kesehatan propinsi setempat. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/X/2002 : a. Apoteker Pendamping, yakni apoteker yang bekerja di apotek selain APA dan/ atau menggantikan APA pada jam-jam tertentu pada hari buka apotek. b. Apoteker Pengganti adalah apoteker yang menggantikan APA jika Universitas Indonesia

20 9 APA berhalangan hadir selama lebih dari tiga bulan secara terus-menerus, telah memiliki Surat Izin Kerja (SIK) dan tidak bertindak sebagai APA di tempat lain Asisten Apoteker Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/X/2002 asisten apoteker adalah mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai asisten apoteker di bawah pengawasan apoteker. 2.7 Pengelolaan Apotek Seluruh upaya dan kegiatan Apoteker untuk melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan apotek, disebut pengelolaan apotek. Kegiatan dalam pengelolaan apotek dibagi menjadi dua, yaitu pengelolaan teknis farmasi dan pengelolaan non teknis farmasi. Pengelolaan non teknis kefarmasian tersebut meliputi kegiatan administrasi, keuangan, pajak, personalia, kegiatan bidang material dan bidang lain yang berhubungan dengan apotek Pengelolaan Persediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/Menkes/SK/IX/2004, pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan meliputi perencanaan, pengadaan, penyimpanan, dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistem First In First Out (FIFO) dan First Expire First Out (FEFO) Perencanaan Kegiatan perencanaan meliputi penyusunan rencana keperluan yang tepat, mencegah terjadinya kekurangan dan sedapat mungkin mencegah terjadinya kelebihan perbekalan farmasi yang tersimpan lama dalam gudang serta meningkatkan penggunaan perbekalan farmasi. Pengelolaan perbekalan farmasi yang beragam memerlukan suatu perencanaan yang dilakukan secara cermat sehingga pengelolaan dapat berjalan dengan efektif dan efisien. Hal-hal yang Universitas Indonesia

21 10 perlu diperhatikan dalam membuat perencanaan pengadaan perbekalan farmasi yaitu: pola penyakit, daya beli masyarakat dan budaya masyarakat Pengadaan Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi. Penentu utama terhadap tersedianya obat dan total biaya kesehatan adalah pengadaan perbekalan farmasi yang efektif. Untuk meningkatkan pelayanan yang efektif dan efisien kepada pasien, maka pengadaan yang meliputi ketersediaan, keamanan, dan jaminan mutu perbekalan tersebut harus diterapkan sebaik mungkin. Prinsip pengadaan tidak hanya sekedar membeli barang, tetapi juga mengandung pengertian meminta kerja sama pemasok dalam menyediakan barang yang diperlukan. Halhal yang harus diperhatikan dalam pengadaan antara lain: a. Harus sesuai dengan keperluan yang direncanakan sebelumnya. b. Harus sesuai dengan kemampuan atau kondisi keuangan yang ada. c. Sistem atau cara pengadaannya harus sesuai dengan ketentuan yang berlaku Penyimpanan Tata cara penyimpanan perbekalan farmasi dan penataannya disesuaikan dengan ketentuan peraturan yang berlaku dan sifat obat serta bentuk perbekalannya. Hal hal yang perlu dipertimbangkan dalam penyimpanan perbekalan farmasi diantaranya: a. Obat/ bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Ketika isi harus dipindahkan ke dalam wadah lain (pengecualian), maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru yang memuat sekurang-kurangnya nomor bets dan tanggal kadaluarsa. b. Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai untuk menjamin kestabilan bahan Pelayanan Apotek Peraturan yang mengatur tentang Pelayanan Apotek adalah Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/SK/X/1993, yang meliputi : Universitas Indonesia

22 11 a. Apotek wajib melayani resep dokter, dokter spesialis, dokter gigi dan dokter hewan. Pelayanan resep ini sepenuhnya atas dasar tanggung jawab Apoteker Pengelola Apotek, sesuai dengan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat. b. Apotek wajib menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan yang bermutu baik dan absah. c. Apotek tidak diizinkan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat bermerek dagang, namun resep dengan obat bermerek dagang atau obat paten boleh diganti dengan obat generik. d. Apotek wajib memusnahkan perbekalan farmasi yang tidak memenuhi syarat sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dengan membuat berita acara. Pemusnahan ini dilakukan dengan cara dibakar atau dengan ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Badan POM. e. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang diresepkan, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter penulis resep untuk pemilihan obat yang lebih tepat. f. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat. g. Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib melaksanakan secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep. h. Salinan resep harus ditandatangani oleh apoteker. i. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu 3 tahun. j. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan, atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku. k. Apoteker Pengelola Apotek, apoteker pendamping atau apoteker pengganti Universitas Indonesia

23 12 diizinkan menjual obat keras tanpa resep yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek, yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia. l. Apoteker Pengelola Apotek turut bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker pendamping, Apoteker Pengganti didalam pengelolaan apotek Administrasi Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi : a. Administrasi Umum Pada bagian ini dilakukan pencacatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. b. Administrasi Pelayanan. Pada bagian ini dilakukan pengarsipan resep, pengarsipan cacatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat. 2.8 Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Pelayanan kefarmasian pada saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian (Pharmaceutical Care). Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian informasi, monitoring penggunaan obat dan mengetahui tujuan akhir apakah sesuai harapan dan terdokumentasi dengan baik. Sebagai upaya agar para apoteker dapat melaksanakan pelayanan kefarmasian dengan baik, Ditjen Yanfar dan Alkes Departemen Kesehatan bekerja sama dengan Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia (ISFI) menyusun standar pelayanan kefarmasian di apotek untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian Universitas Indonesia

24 13 kepada masyarakat. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek disebutkan bahwa pelayanan di apotek meliputi: Pelayanan Resep (Menteri Kesehatan Republik Indonesia, 2004) Skrining Resep Apoteker melakukan skrining resep yang meliputi, persyaratan administratif (nama, SIP dan alamat dokter; tanggal penulisan resep; tanda tangan/ paraf dokter penulis resep; nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan pasien; nama obat, potensi, dosis dan jumlah yang diminta; cara pemakaian yang jelas serta informasi lainnya yang diperlukan); kesesuaian farmasetik (bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian); pertimbangan klinis (adanya alergi, efek samping, interaksi, serta kesesuaian dosis, durasi, jumlah obat, dan lain-lain) Penyiapan Obat Hal-hal yang diperhatikan dalam penyiapan obat adalah peracikan (kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah) dengan suatu prosedur tetap memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar, etiket harus jelas dan dapat dibaca, obat dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya, dan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai dengan pemberian informasi obat kepada pasien dan tenaga kesehatan. Informasi obat pada pasien sekurangkurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Apoteker juga harus memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya, penyalahgunaan atau salah penggunaan sediaan farmasi atau perbekalan farmasi lainnya. Setelah obat diserahkan oleh apoteker kepada pasien, maka apoteker Universitas Indonesia

25 14 harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat dan konseling berkelanjutan terutama untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya Promosi dan Edukasi Dalam kegiatan ini apoteker dapat berperan dalam penyebaran leaflet/ brosur, poster, penyuluhan dan lain-lainnya Pelayanan Residensial (Home Care) Apoteker diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk geriatric dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk kegiatan ini apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan. 2.9 Penggolongan Obat yang Beredar di Indonesia Obat adalah suatu zat yang digunakan dengan dosis tertentu untuk diagnosis, pengobatan, peringanan, penyembuhan atau pencegahan penyakit pada manusia atau hewan. Obat-obat yang beredar di Indonesia, digolongkan oleh Badan Pengawasan Obat dan Makanan ke dalam 5 (lima) kategori, yakni obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras, obat golongan psikotropika, dan obat golongan narkotika. Penggolongan ini dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan terhadap peredaran dan pemakaian obat-obat tersebut. Setiap golongan obat diberi tanda/ logo pada kemasan yang terlihat. Tabel 2.1 Logo Golongan Obat Golongan Obat Logo Golongan Obat Logo Obat Bebas Obat Keras Obat Bebas Terbatas Golongan Narkotik Universitas Indonesia

26 Obat OTC Obat-obat yang dapat diperoleh tanpa resep dokter adalah obat OTC (OverThe Counter). Obat OTC terdiri dari : Obat Bebas Obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter disebut obat bebas (Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas, 2006). Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam (Tabel 2.1) Obat Bebas Terbatas Obat yang sebenarnya termasuk obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter, dan disertai dengan tanda peringatan disebut dengan obat bebas terbatas. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam (Tabel 2.1). Komposisi obat bebas terbatas mengandung bahan yang relatif toksik, sehingga dalam wadah atau kemasannya perlu dicantumkan tanda peringatan (P No.1 P No.6) dan penyerahannya harus dalam bungkus aslinya. Tanda peringatan tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (atau disesuaikan dengan kemasannya) dan diberi tulisan peringatan npenggunaannya dengan huruf berwarna putih (Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas, 2006). Gambar 2.1 Tanda Peringatan Obat Bebas Terbatas (P1-P6) Universitas Indonesia

27 Obat Ethical Obat yang hanya dapat diperoleh dengan mempergunakan resep dokter disebut ethical seperti obat keras termasuk obat golongan psikotropika dan obat golongan narkotika Obat Keras Obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter disebut dengan obat keras. Kemasan obat keras ditandai dengan lingkaran yang di dalamnya terdapat huruf K yang menyentuh tepi lingkaran yang berwarna hitam dengan latar warna merah. Obat-obat yang masuk ke dalam golongan ini antara lain obat jantung, antihipertensi, antihipotensi, obat diabetes, hormon, antibiotika, beberapa obat tukak lambung dan semua obat injeksi (Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas, 2006) Obat Golongan Psikotropika Pengertian psikotropika menurut UU No. 5 tahun 1997 adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Ruang lingkup pengaturan psikotropika dalam UU No. 5 tahun 1997 adalah segala yang berhubungan dengan psikotropika yang mempunyai potensi mengakibatkan ketergantungan. Tujuan dari pengaturan psikotropika adalah untuk menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika dan memberantas peredaran gelap psikotropika. Kemasan obat psikotropik ditandai dengan lingkaran yang di dalamnya terdapat huruf K yang menyentuh tepi lingkaran yang berwarna hitam dengan latar warna merah. Psikotropika dibedakan ke dalam 4 golongan, yakni: a. Psikotropika golongan I, yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak dapat digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat dalam mengakibatkan ketergantungan, misalnya brolamfetamina, lisergida (LSD), meskalin dan psilosibin. b. Psikotropika golongan II, yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan Universitas Indonesia

28 17 dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potens yang kuat dalam mengakibatkan ketergantungan, misalnya amfetamin, metamfetamin dan metilfenidat. c. Psikotropika golongan III, yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang dalam mengakibatkan ketergantungan, misalnya amobarbital, siklobarbital, dan pentazosina. d. Psikotropika golongan IV, yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan dalam mengakibatkan ketergantungan, misalnya derivat diazepam, alprazolam, dan fenobarbital. Secara garis besar, kegiatan pengelolaan psikotropika di apotek meliputi pemesanan, penyimpanan, pelaporan, pelayanan dan pemusnahan (Presiden RI,1997): a. Pemesanan psikotropika Obat-obat golongan psikotropika dipesan apotek dari Pedagang Besar Farmasi (PBF), dengan menggunakan surat pesanan (SP) psikotropika 3 (tiga) rangkap dan ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek yang dilengkapi nomor SIK dari apoteker dan stempel apotek. Satu surat pesanan dapat digunakan untuk beberapa jenis psikotropika. b. Penyimpanan psikotropika Obat-obat golongan psikotropika ini cenderung disalahgunakan sehingga disarankan agar menyimpan obat-obatan tersebut dalam suatu rak atau lemari khusus. c. Penyerahan psikotropika Penyerahan obat-obat golongan psikotropik oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan kepada pengguna/ pasien. d. Pelaporan psikotropika Apotek wajib membuat dan menyimpan catatan kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan melaporkan kepada Direkorat Jenderal Binfar Alkes Kementerian Kesehatan secara online melalui website Universitas Indonesia

29 18 Pelaporan dilakukan setiap bulan, paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dengan tembusan kepada Balai Besar POM. e. Pemusnahan Psikotropika Pada pemusnahan psikotropika, apoteker wajib membuat berita acara dan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam tujuh hari setelah mendapat kepastian. Menurut pasal 53 UU No. 5 tahun 1997, pemusnahan psikotropika dilakukan apabila berkaitan dengan tindak pidana, psikotropika yang diproduksi tidak memenuhi standar dan persyaratan bahan baku yang berlaku, kadaluarsa, serta tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan atau pengembangan ilmu pengetahuan. Pemusnahan psikotropika yang berkaitan dengan tindak pindana dilakukan oleh suatu tim yang terdiri dari pejabat yang mewakili Departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan sesuai dengan Hukum Acara Pidana yang berlaku, dan ditambah pejabat dari instansi terkait dengan tempat terungkapnya tindak pidana tersebut, dalam waktu tujuh hari setelah mendapat kekuatan hukum tetap. Untuk psikotopika khusus golongan I, wajib dilaksanakan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah dilakukan penyitaan. Pemusnahan psikotropika yang disebabkan karena kadaluarsa serta tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan atau pengembangan ilmu pengetahuan dilakukan oleh apoteker yang bertanggung jawab atas peredaran psikotropika dengan disaksikan oleh pejabat Departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan, dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah mendapatkan kepastian Obat Golongan Narkotika Pengertian narkotika menurut Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Kemasan golongan narkotika ditandai dengan lingkaran yang di dalamnya terdapat palang berwarna merah Universitas Indonesia

30 19 (Departemen Kesehatan RI, 2006b). Narkotika dibedakan ke dalam 3 golongan yaitu: a. Narkotika golongan I, yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak dapat digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk mengakibatkan ketergantungan, misalnya opium, kokain, dan ganja. b. Narkotika golongan II, yang berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi, dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi untuk mengakibatkan ketergantungan, misalnya morfin dan petidin. c. Narkotika golongan III, yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan untuk menimbulkan ketergantungan, misalnya kodein. UU No. 35 tahun 2009 telah mengatur tata cara ekspor-impor, produk, penanaman, peredaran, penyediaan, penyimpanan dan penggunaan narkotika, untuk mencegah dan menanggulangi bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh efek samping penggunaan dan penyalahgunaan, memulihkan kembali penderita kecanduan narkotika, serta untuk memberantas peredaran gelap narkotika. Secara garis besar pengelolaan narkotika di apotek meliputi pemesanan, penyimpanan, pelaporan, pelayanan dan pemusnahan. a. Pemesanan Narkotika Kegiatan ini dilakukan ke PBF Kimia Farma dengan menggunakan surat pesanan narkotika empat rangkap yang ditandatangani oleh APA (tiga rangkap untuk PBF Kimia Farma dan satu rangkap arsip apotek), dilengkapi nomor SIK dan stempel apotek. Satu lembar surat pesanan hanya digunakan untuk memesan satu jenis narkotika. b. Penyimpanan Narkotika Di dalam Permenkes No. 28/Menkes/Per/1978 pasal 5 dan 6 dijelaskan bahwa apotek harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika, yang memenuhi persyaratan sebagai berikut: harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat; harus mempunyai kunci ganda yang berlainan; lemari Universitas Indonesia

31 20 dibagi dua sekat, masing-masing dengan kunci yang berlainan. Bagian pertama digunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan garamnya serta persediaan narkotika, sedangkan bagian kedua digunakan untuk penyimpanan narkotika lainnya yang digunakan sehari-hari; lemari khusus tersebut berupa lemari dengan ukuran lebih kurang 40 x 80 x 100 cm dan harus dibaut pada tembok atau lantai; lemari khusus tidak dipergunakan untuk menyimpan bahan lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan; anak kunci lemari khusus harus dikuasai oleh pegawai yang diberi kuasa; lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan yang tidak diketahui oleh umum. c. Pelayanan Resep yang mengandung Narkotika Menurut UU No. 35 tahun 2009, disebutkan bahwa narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan penyakit berdasarkan resep dokter. Selain itu, berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan (sekarang Badan POM) No. 336/E/SE/1997 disebutkan bahwa apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika. Resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli. Salinan resep dari narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Oleh karena itu dokter tidak boleh menambahkan tulisan iter pada resep-resep yang mengandung narkotika. Selain kepada pasien, penyerahan obat golongan narkotika dapat dilakukan apotek kepada rumah sakit, puskesmas, apotek lain, balai pengobatan, dan dokter. d. Pelaporan Narkotika Undang-undang No. 22 tahun 1997 pasal 11 ayat 2, menyatakan bahwa importir, eksportir, pabrik obat, pabrik farmasi, PBF, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan atau pengeluaran narkotika yang ada dalam penguasaannya. Laporan penggunaan narkotika ini harus dilaporkan setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya yang ditujukan kepada bulan berikutnya yang ditujukan kepada Direkorat Jenderal Binfar Alkes Kementerian Kesehatan secara online pada website setiap bulan paling Universitas Indonesia

32 21 lambat tanggal 10 bulan dengan tembusan kepada Balai Besar POM. Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika biasa disebut dengan SIPNAP adalah sistem yang mengatur pelaporan penggunaan Narkotika dan Psikotropika dari Unit Layanan (Puskesmas, Rumah Sakit, dan Apotek). e. Pemusnahan Narkotika Sesuai dengan Permenkes RI No.28/Menkes/Per/I/1978 pasal 9 mengenai pemusnahan narkotika, Apoteker Pengelola Apotek dapat memusnahkan narkotika yang rusak, kadaluarsa, atau tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan dan atau untuk pengembangan Ilmu Pengetahuan. Pemusnahan narkotika dilakukan dengan pembuatan berita acara yang sekurangkurangnya memuat: tempat dan waktu (jam, hari, bulan, dan tahun); nama pemegang izin khusus, APA atau dokter pemilik narkotika; nama, jenis, dan jumlah narkotika yang dimusnahkan; cara pemusnahan; tanda tangan dan identitas lengkap penanggung jawab apotek dan saksi-saksi pemusnahan. Pemusnahan narkotika harus disaksikan oleh : petugas Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan untuk importir, pabrik farmasi dan unit pergudangan pusat; petugas Kantor Wilayah Departemen Kesehatan untuk pedagang besar farmasi penyalur narkotika, lembaga dan unit pergudangan propinsi, petugas Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II untuk apotek, rumah sakit, puskesmas dan dokter. Berita acara pemusnahan narkotika tersebut dikirimkan kepada kepala kantor Departemen Kesehatan Republik Indonesia dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, Balai/ Balai Besar POM, dan sebagai arsip Pencabutan Surat Izin Apotek Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/Menkes/SK/X/2002, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota setempat wajib melaporkan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek dalam jangka waktu setahun sekali kepada Menteri dan tembusan disampaikan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dapat mencabut surat izin apotek apabila : Universitas Indonesia

33 22 a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi syarat sebagai APA. b. Apoteker tidak memenuhi kewajiban dalam pelayanan kefarmasian. c. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terusmenerus. d. Terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang No. 22 tahun 1997 tentang Narkotika (sekarang UU No. 35 tahun 2009), Undang-undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, Undang-undang No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan atau ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya. e. Surat Izin Kerja (SIK) Apoteker Pengelola Apotek dicabut f. Pemilik Sarana Apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundangundangan di bidang obat. g. Apotek tidak dapat lagi memenuhi persyaratan mengenai kesiapan tempat pendirian apotek serta kelengkapan sediaan farmasi dan perbekalan lainnya baik merupakan milik sendiri atau pihak lain. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota sebelum melakukan pencabutan berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Menurut Peraturan Pemerintah nomor 51 tahun 2009, pelaksanaan pencabutan izin apotek dilakukan setelah dikeluarkan : a. Peringatan secara tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek sebanyak tiga kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing dua bulan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-12. b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya enam bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan di apotek dengan mengunakan contoh Formulir Model APT-13. Keputusan pencabutan Surat Izin Apotek dilakukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota kepada Apoteker Pengelola Apotek dengan menggunakan contoh Formulir Model APT-15 dan tembusan disampaikan kepada Menteri Kesehatan dan Kepala Dinas Kesehatan Propinsi serta Kepala Balai POM setempat. Apabila surat izin apotek tersebut dicabut, APA atau Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi yang dilakukan dengan cara: a. Seluruh persediaan narkotika, obat keras tertentu dan obat lainnya serta Universitas Indonesia

34 23 seluruh resep yang tersedia di apotek diinventarisasi. b. Narkotika, psikotropika dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci. c. Apoteker Pengelola Apotek wajib melapor secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau petugas yang diberi wewenang tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventarisasi yang dimaksud di atas. Pembekuan izin apotek dapat dicairkan kembali apabila apotek tersebut telah membuktikan memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan menggunakan contoh Formulir APT-14. Pencairan izin apotek dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari tim pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota setempat. Selama pembekuan izin, apotek dilarang menjalankan kegiatan kefarmasian, namun diberi waktu maksimal 6 bulan untuk membuktikan bahwa apotek memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan yang ada Pengalihan Tanggung Jawab Apoteker Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/Menkes/SK/X/2002 tentang pengalihan tanggung jawab apoteker : a. Pada setiap pengalihan tanggung jawab pengelolaan kefarmasian yang disebabkan karena penggantian APA kepada apoteker pengganti, wajib dilakukan serah terima resep, narkotika, obat dan perbekalan farmasi lainnya serta kunci-kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Pada kegiatan serah terima tersebut wajib dibuat berita acara serah terima sesuai dengan bentuk yang telah ditentukan dalam rangkap empat yang ditandatangani oleh kedua belah pihak. b. Apabila Apoteker Pengelola Apotek (APA) meninggal dunia, dalam jangka dua kali dua puluh empat jam, ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada kepala wilayah atau petugas yang diberi wewenang olehnya. c. Apabila pada apotek tersebut tidak terdapat apoteker pendamping, maka pelaporan oleh ahli waris tersebut wajib disertai penyerahan resep, narkotika Universitas Indonesia

35 24 psikotropika, obat keras dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. d. Pada penyerahan resep, narkotika, psikotropika dan obat keras serta kunci tersebut, dibuat berita acara serah terima dengan kepala kantor wilayah atau petugas yang diberi wewenang olehnya, selaku pihak yang menerima Pelayanan Swamedikasi Upaya masyarakat untuk mengobati dirinya sendiri dikenal dengan istilah swamedikasi. Tindakan pengobatan sendiri biasanya dilakukan untuk mengatasi keluhan-keluhan dan penyakit ringan yang banyak dialami masyarakat, seperti demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, sakit maag, kecacingan, diare, penyakit kulit dan lain-lain. Swamedikasi menjadi alternatif yang diambil masyarakat untuk meningkatkan keterjangkauan pengobatan. Walaupun pengobatan sendiri dilakukan oleh dan untuk diri sendiri, swamedikasi harus dilakukan secara rasional. Ini berarti bahwa tindakan pemilihan dan penggunaan produk bersangkutan sepenuhnya merupakan tanggung jawab bagi para penggunanya. Swamedikasi dilakukan dengan menggunakan obat tanpa resep yaitu golongan obat bebas, bebas terbatas, dan obat wajib apotek. Pemerintah juga turut berperan serta dalam meningkatkan upaya pengobatan sendiri dengan mengeluarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. 347/Menkes/SK/VII/ 1990 tentang Obat Wajib Apotek Obat Wajib Apotek Obat Wajib Apotek (OWA) adalah obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh apoteker di apotek. Obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria sebagai berikut : a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua diatas 65 tahun. b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit. c. Penggunaan tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenaga kesehatan. Universitas Indonesia

36 25 d. Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia. e. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggungjawabkan untuk pengobatan sendiri. Dalam melayani pasien yang memerlukan OWA, apoteker di apotek diwajibkan untuk : a. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan dalam OWA yang bersangkutan b. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan c. Memberikan informasi, meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi, efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien. Obat wajib apotek didasarkan pada tiga surat Keputusan Menteri Kesehatan yaitu: a. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 347/Menkes/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek No. 1 yang terdiri dari 7 kelas terapi yaitu, oral kontrasepsi, obat saluran cerna, obat mulut dan tenggorokan, obat saluran napas, obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular, antiparasit, dan obat topikal. Perubahan golongan OWA No.1 berdasarkan PerMenKes No.925 Tahun1993 memuat beberapa obat yang semula OWA berubah menjadi obat bebas terbatas atau obat bebas, selain itu juga ada keterangan pembatasannya b. Keputusan Menkes RI No. 924/Menkes/PER/IX/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 2 yang terdiri dari 34 jenis obat generik sebagai tambahan lampiran Keputusan Menkes RI No. 347/MENKES/SK/VII/1990 tentang Obat Wajib Apotek No 1. Daftar obat wajib apotek No. 2 tersebut antara lain terdiri dari albendazol, basitrasin, karbinoksamin, klindamisin, deksametason, dan dekspantenol. c. Keputusan Menkes RI No. 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 3 yang terdiri dari 6 kelas terapi yaitu, saluran pencernaan dan metabolisme, obat kulit, antiinfeksi umum, sistem muskuloskeletal, sistemn saluran pernafasan, dan organ-organ sensorik. Universitas Indonesia

37 Pelayanan Informasi Obat Pekerjaan kefarmasian di apotek tidak hanya pada pembuatan, pengolahan, pengadaan, dan penyimpanan perbekalan farmasi, tetapi juga pada pelayanan informasi obat. Tujuan diselenggarakannya PIO di apotek adalah demi tercapainya penggunaan obat yang rasional, yaitu tepat indikasi, tepat pasien, tepat regimen (dosis, cara, saat dan lama pemberian), tepat obat, dan waspada efek samping. Dalam memberikan informasi obat, hendaknya seorang apoteker mempunyai ciriciri sebagai berikut: a. Mandiri, artinya bebas dari segala bentuk keterikatan dengan pihak lain yang dapat mengakibatkan informasi yang diberikan menjadi tidak objektf. b. Objektif, artinya memberikan informasi dengan sejelas-jelasnya mengenai suatu produk obat tanpa dipengaruhi oleh berbagai kepentingan. c. Seimbang, artinya informasi diberikan setelah melihat dari berbagai sudut pandang yang mungkin berlawanan d. Ilmiah, yang artinya informasi berdasarkan sumber data atau referensi yang dapat dipercaya. e. Berorientasi pada pasien, maksudnya informasi tidak hanya mencangkup informasi produk seperti ketersediaan, kesetaraan generik, tetapi juga harus mencangkup informasi yang mempertimbangkan kondisi pasien. Oleh sebab itu peranan terhadap keberadaan apoteker di apotek dalam pemberian informasi obat tersebut kepada pasien, dokter, maupun tenaga medis lainnya sangat penting Konseling Pengertian dari konseling adalah suatu proses komunikasi dua arah yang sistematik antara apoteker dan pasien untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat dan pengobatan. Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya (Menteri Kesehatan RI, 2004). Universitas Indonesia

38 27 Tujuan dari kegiatan konseling yaitu (Menteri Kesehatan RI, 2007) : a. Tujuan umum 1. Meningkatkan keberhasilan terapi. 2. Memaksimalkan efek terapi. 3. Meminimalkan resiko efek samping. 4. Meningkatkan cost effectiveness. 5. Menghormati pilihan pasien dalam menjalankan terapi. b. Tujuan khusus 1. Meningkatkan hubungan kepercayaan antara apoteker dengan pasien 2. Menunjukkan perhatian serta kepedulian terhadap pasien 3. Membantu pasien untuk mengatur dan terbiasa dengan obatnya 4. Membantu pasien untuk mengatur dan menyesuaikan dengan penyakitnya 5. Meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan. 6. Mencegah atau meminimalkan Drug Related Problem 7. Meningkatkan kemampuan pasien untuk memecahkan masalahnya sendiri dalam hal terapi 8. Mengerti permasalahan dalam pengambilan keputusan 9. Membimbing dan mendidik pasien dalam menggunakan obat sehingga dapat mencapai tujuan pengobatan dan meningkatkan mutu pengobatan pasien Pemberian konseling ditujukan baik untuk pasien rawat jalan maupun pasien rawat inap. Konseling dapat diberikan kepada pasien langsung atau melalui perantara. Perantara yang dimaksud disini adalah keluarga pasien, pendamping pasien, perawat pasien, atau siapa saja yang bertanggung jawab dalam perawatan pasien. Pemberian konseling melalui perantara diberikan jika pasien tidak mampu mengenali obat-obatan dan terapinya, pasien pediatrik, pasien geriatrik. Pemberian konseling untuk pasien rawat jalan dapat diberikan pada saat pasien mengambil obat di apotik, puskesmas dan di sarana kesehatan lain. Kegiatan ini bisa dilakukan di counter pada saat penyerahan obat tetapi lebih efektif bila dilakukan di ruang khusus yang disediakan untuk konseling. Pemilihan tempat konseling tergantung dari kebutuhan dan tingkat kerahasian / kerumitan akan hal-hal yang perlu dikonselingkan ke pasien. Konseling pasien Universitas Indonesia

39 28 rawat jalan diutamakan pada pasien yang : 1. Menjalani terapi untuk penyakit kronis, dan pengobatan jangka panjang (Diabetes, TBC, epilepsi, HIV/ AIDS). 2. Mendapatkan obat dengan bentuk sediaan tertentu dan dengan cara pemakaian yang khusus, misalnya supositoria, inhaler, injeksi insulin dll. 3. Mendapatkan obat dengan cara penyimpanan yg khusus, misalnya insulin dll 4. Mendapatkan obat-obat dengan aturan pakai yang rumit, misalnya pemakaian kortikosteroid dengan tapering down. 5. Golongan pasien yang tingkat kepatuhannya rendah, misalnya geriatrik, pediatri. 6. Mendapatkan obat dengan indeks terapi sempit (digoksin, fenitoin, dll). 7. Mendapatkan terapi obat-obat dengan kombinasi yang banyak (polifarmasi) Universitas Indonesia

40 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK MEDIKO FARMA 3.1. Sejarah Apotek Mediko Farma Apotek Mediko Farma didirikan pada tanggal 14 September 1976 berdasarkan akta notaris Mintarsih Natamihardja, SH. Pemilik sarana Apotek Mediko Farma adalah Dr. Sri Soesilastoeti sedangkan Apoteker Pengelola Apotek (APA) di Mediko Farma saat ini adalah Dra. Farida Indyastuti, S.E., Apt., MM dengan SIA: 153/kanwil/SIA-78/ Lokasi dan Tata Ruang Lokasi Apotek Mediko Farma terletak di Jalan Pinang Raya No. 10, Pondok Labu, Jakarta Selatan. Apotek Mediko Farma berlokasi di perempatan jalan dengan badan jalan satu arah yang tidak terlalu lebar dan berada disamping pusat perbelanjaan di dekat kawasan pemukiman penduduk yang mudah dijangkau oleh kendaraan dan dilalui oleh angkutan umum. Apotek Mediko Farma dilengkapi pula dengan laboratorium klinik yang bersebelahan dengan apotek dan praktek dokter yang berada di lantai atas apotek. Praktek dokter terdiri dari dokter umum, dokter THT, dokter anak serta dokter kulit dan kelamin, sehingga dapat meningkatkan penerimaan resep di apotek. Papan nama apotek disertai nama laboratorium klinik dan praktek dokter nampak jelas di perempatan jalan dan di tempat parkir apotek sehingga membantu pelanggan baru untuk mencari lokasi Apotek Mediko Farma Tata Ruang Bangunan apotek terdiri dari tempat parkir pada halaman depan apotek, ruang bagian depan, dan ruang bagian belakang. Selain itu, apotek juga dilengkapi kamar mandi dan mushola untuk karyawan yang berada di bagian belakang apotek. Gambar bangunan apotek Mediko Farma, dapat dilihat pada Gambar 3.1. Ruang bagian depan terdiri dari ruang tunggu dilengkapi kursi-kursi yang ditata rapi dan nyaman serta mesin dispenser untuk para pengunjung, tempat 29 Universitas Indonesia

41 30 penerimaan resep dan pemberian harga obat bebas, tempat pembayaran obat resep maupun obat bebas (kasir), serta tempat pemajangan obat bebas (OTC) dan obat-obat fast moving. Penataan produk OTC dikelompokkan berdasarkan indikasi/ tujuan penggunaannya (batuk; flu; demam; sakit kepala; sakit perut; vitamin; sakit cacingan) dan bentuk sediaannya (solid, semisolid dan cair). Sediaan-sediaan yang banyak diminati pembeli diletakkan di bagian tengah etalase dan sejajar pandangan mata agar eye catching sehingga langsung dilihat oleh pengunjung yang masuk ke apotek. Selain itu, pada bagian paling atas lemari etalase terdapat beberapa box kosong berukuran besar dan mencolok yang dititipkan oleh perusahaan untuk dipajang di Apotek Mediko Farma sebagai bagian dari promosi pada setiap pelanggan yang datang ke apotek. Selain produk OTC, apotek juga menjual perlengkapan bayi, produk-produk susu, produk-produk herbal, produk-produk kosmetik yang digunakan sehari-hari, serta alat-alat kesehatan lainnya seperti masker, sarung tangan, dan alat tes kehamilan yang ditata dietalase bagian depan. Gambar ruang tunggu apotek, dapat dilihat pada Gambar 3.2. Ruang bagian belakang terdiri dari ruang peracikan, tempat administratif serta tempat pencucian. Ruang peracikan digunakan untuk kegiatan verifikasi resep, penyiapan obat, peracikan, pemberian etiket, penulisan kopi resep dan kuitansi pembayaran obat. Ruang ini terdiri dari sebuah meja besar yang diletakkan di tengah ruangan dan dikelilingi dengan lemari obat keras yang berderet membentuk huruf L di sekeliling ruangan. Penataan ruang peracikan dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat dimanfaatkan sebaik mungkin dengan memperhatikan ruang gerak bagi para pekerja. Penataan obat keras dikelompokkan berdasarkan obat generik dan obat nama dagang, berdasarkan bentuk sediaannya, dan obat yang biasa diresepkan oleh dokter yang berpraktek di lantai atas apotek. Gambar ruang peracikan apotek dapat dilihat pada Gambar 3.3. Di ruang peracikan juga terdapat lemari narkotika, lemari pendingin untuk menyimpan obat-obat termolabil seperti supositoria, meja untuk menimbang disertai peralatan menimbang, lemari untuk menyimpan buku-buku literatur (Farmakope Indonesia, ISO, dan MIMS) serta wastafel. Selain itu, dirungan ini juga terdapat tempat untuk kegiatan administrasi seperti Universitas Indonesia

42 31 pemesanan obat kepada distributor dan pendataan perbekalan farmasi yang harus dipesan. Oleh sebab itu, ruang peracikan juga dilengkapi dengan dua buah computer, printer, telepon dan mesin fax. Denah tata ruang Apotek Mediko Farma terdapat pada Lampiran Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia Apotek Mediko Farma memiliki 12 tenaga kerja, terdiri atas tenaga teknis farmasi dan tenaga non-teknis farmasi. Tenaga teknis farmasi terdiri dari satu orang Apoteker Pengelola Apotek sebagai pimpinan, satu orang apoteker pendamping yang merangkap manager keuangan dan tiga orang asisten apoteker. Tenaga non-teknis farmasi terdiri dari dua orang bagian administrasi (satu orang bagian pembelian dan satu orang bagian faktur), dua orang tenaga kasir, satu orang petugas kebersihan dan dua orang petugas keamanan. Bagan struktur organisasi apotek Mediko Farma dapat dilihat pada Lampiran 3. Apotek Mediko Farma beroperasi setiap hari Senin sampai Sabtu mulai pukul WIB, hari Minggu mulai pukul WIB, sedangkan hari libur nasional tutup Pengelolaan Perbekalan Farmasi Pengadaan Perbekalan farmasi Apotek Mediko Farma melakukan perencanaan setiap hari Minggu dan Kamis berdasarkan stok minimum dan penjualan di minggu sebelumnya. Perbekalan farmasi yang sudah hampir habis di buat daftar rencana pembelian pada buku defecta/buku pemesanan kemudian di serahkan ke bagian pembelian untuk dibuatkan surat pesanan. Pemesanan dilakukan menggunakan surat pesanan langsung kepada petugas PBF yang bersangkutan atau melalui telepon langsung ke PBF yang dimaksud. Contoh surat pesanan dapat dilihat pada Lampiran 4. Pemesanan dan pembelian dilakukan setiap hari Senin dan Kamis oleh bagian pembelian yang bertanggung jawab langsung kepada APA. Surat pesanan perbekalan farmasi untuk obat keras, obat bebas terbatas dan obat bebas ditandatangani oleh Asisten Apoteker, sedangkan untuk obat psikoropik dan narkotik ditandatangani oleh APA. Pengadaaan perbekalan farmasi pada apotek Mediko Farma dilakukan dengan cara : Universitas Indonesia

43 32 a. Cash Order Delivery (COD) COD merupakan pembelian yang pembayarannya dilakukan langsung pada saat perbekalan farmasi yang dipesan datang. Metode ini dilakukan pengadaan perbekalan farmasi yang baru dan/atau sangat dibutuhkan oleh apotek pada keadaan tertentu. b. Kredit Kredit merupakan pembelian yang pembayarannya dapat dilakukan hingga batas waktu jatuh tempo yang telah ditetapkan oleh PBF pemasok yang telah disepakati bersama dengan pihak apotek. c. Konsinyasi Konsinyasi merupakan titipan perbekalan farmasi dari pemilik kepada apotek dimana apotek bertindak sebagai Agen Komisioner yang menerima komisi bila perbekalan farmasi tersebut terjual sampai batas waktu kadaluarsa atau batas waktu yang disepakati, dan bila perbekalan farmasi tersebut tidak laku maka perbekalan farmasi tersebut dapat dikembalikan kepada pemiliknya. Biasanya konsinyasi dilakukan untuk obat-obat yang masih baru dan belum dijual di apotek dan sedang dalam masa promosi, pembayaran dilakukan hanya terhadap perbekalan farmasi yang telah terjual. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan kerjasama dengan PBF adalah ketepatan dan kecepatan dalam pelayanan, bertanggung jawab terhadap pesanan perbekalan farmasi apabila terjadi kerusakan, memberikan jaminan terhadap perbekalan farmasi pesanan, ada kepastian memperoleh perbekalan farmasi yang dipesan, diskon yang diberikan, dan lamanya tanggal jatuh tempo pembayaran Penerimaan Perbekalan farmasi Penerimaan perbekalan farmasi dilakukan setiap hari Senin dan Kamis pada jam operasional apotek oleh Asisten Apoteker. Pada saat penerimaan dilakukan pemeriksaan dokumen berupa kesesuaian antara surat pesanan dengan faktur, serta pemeriksaan fisik perbekalan farmasi yang diterima (tanggal kadaluarsa, keadaan fisik perbekalan farmasi, kode produksi/batch, dan lainlain). Apabila perbekalan farmasi yang diterima sesuai dengan surat pesanan, Universitas Indonesia

44 33 maka bagian pembelian atau asisten apoteker menandatangani dan memberi stempel apotek pada faktur. Selanjutnya, faktur asli diserahkan kembali ke PBF dan salinan faktur disimpan di apotek. Setiap hari Selasa dan Jum at PBF melakukan tukar faktur yaitu PBF memberikan faktur asli disertai faktur pajak kepada apotek untuk kemudian dibayarkan oleh apotek berdasarkan tanggal jatuh tempo faktur tersebut dan untuk contoh tanda terima faktur dapat dilihat pada Lampiran Penyimpanan Perbekalan farmasi Data mengenai perbekalan farmasi yang diterima kemudian dimasukkan ke dalam sistem komputer pada formulir penerimaan pesanan yang berisi antara lain tanggal pembelian, nama PBF, perbekalan farmasi yang diterima, tanggal kadaluarsa, potongan harga, dan harga. Setelah itu, perbekalan farmasi di tempatkan di etalase atau rak penyimpanan sediaan sesuai dengan kategori penyimpanannya. Apotek Mediko Farma melakukan penyimpanan perbekalan farmasi berdasarkan jenis perbekalan farmasi, penggolongan obat bebas dan obat resep (ethical), serta bentuk sediaan obat kemudian disusun menurut abjad. Penyimpanan obat bebas dikelompokkan pula berdasarkan indikasi/ farmakologi obat dan disusun sedemikian rupa dalam lemari kaca atau rak dengan perpaduan warna yang sesuai sehingga menarik perhatian pasien yang datang ke apotek. Obat resep (ethical) dikelompokkan pula berdasarkan generik, nama dagang dan obat yang sering diresepkan oleh dokter yang berpraktek di lantai atas apotek sehingga memudahkan pengambilan obat saat peracikan. Penyusunan perbekalan farmasi tersebut juga menggunakan sistem First In First Out (FIFO) dan First Expired First Out (FEFO). Penempatan obat sistem First In First Out (FIFO) yaitu perbekalan farmasi yang masuk lebih dulu diletakkan pada bagian yang paling depan dan/atau paling atas, agar memudahkan dalam pengambilan sehingga yang terlebih dahulu masuk akan keluar terlebih dahulu. Pada penyusunan obat berdasarkan sistem FEFO (First Expired First Out) yaitu perbekalan farmasi yang memiliki tanggal kadaluarsa terlebih dahulu diletakkan di bagian yang paling depan dan/atau paling atas, sehingga yang batas kadaluarsa lebih dulu akan keluar terlebih dahulu. Universitas Indonesia

45 34 Penyimpanan obat-obat khusus dilakukan pada tempat terpisah yaitu untuk obat golongan psikotropika dan narkotik disimpan di dalam lemari terkunci dan untuk jenis obat yang termolabil seperti supositoria disimpan dalam lemari pendingin Pengeluaran Perbekalan farmasi Apotek Mediko Farma melakukan pengeluaran perbekalan farmasi dengan sistem FEFO (First Expired First Out), yaitu perbekalan farmasi yang dikeluarkan terlebih dahulu adalah perbekalan farmasi yang memiliki batas kadaluarsa lebih awal Pembuatan Sediaan Standar (aanmaak) Apotek Mediko Farma juga melakukan pembuatan sediaan standar dan pengemasan kembali sediaan standar ke dalam wadah yang lebih kecil. Sediaan standar adalah obat-obat yang dibuat oleh apotek berdasarkan resep- resep standar dalam buku resmi untuk dijual bebas ataupun berdasarkan resep dokter. Sediaan standar ini dibuat untuk menyediakan sediaan yang jarang atau tidak terdapat di pasaran. Beberapa sediaan standar yang dibuat di Apotek Mediko Farma adalah obat batuk hitam, salep 24, AAV (Asam salisilat, Asam benzoat, dan Vaselin album), boorschudmixtuur (BSM), ichtyol zalf, rivanol, alkohol 70% dan bedak salisilat. Adapula sediaan standar yang dibeli dalam skala besar lalu dikemas kembali dalam skala kecil seperti minyak cengkeh, minyak sereh, garam inggris, dan vitamin. Sediaan standar ini ditempatkan di rak obat bebas dan disusun berdasarkan abjad Pelayanan Apotek Apotek Mediko Farma melakukan pelayanan resep dan pelayanan obat bebas dan komoditi lain di luar sediaan farmasi (perlengkapan bayi, produkproduk susu, produk-produk herbal, produk-produk kosmetik, serta alat-alat kesehatan). Pembayaran dapat dilakukan secara tunai, debit, ataupun kredit. Pembayaran secara tunai sama dengan pembayaran secara kredit, tetapi untuk pembayaran secara kredit, kuitansi pembayarannya tidak diserahkan ke pasien tetapi disimpan Apotek untuk dilakukan penagihan pada awal bulan berikutnya. Universitas Indonesia

46 Pelayanan Obat Bebas Apotek Mediko Farma melakukan pelayanan untuk obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat DOWA (Daftar Obat Wajib Apotek) yaitu penjualan obat tanpa menggunakan resep dokter. Obat bebas ditandai dengan logo lingkaran berwarna hijau, obat bebas terbatas ditandai dengan logo lingkaran berwarna biru, sedangkan obat DOWA merupakan obat dengan logo lingkaran berwarna merah dengan huruf K ditengah yang tercantum didalam Daftar Obat Wajib Apotek. Jika pasien menginginkan kuitansi pembelian obat bebas apotek dapat memberikannya. Contoh kuitansi dapat dilihat pada Lampiran Pelayanan Obat Dengan Resep Apotek Mediko Farma melakukan pelayanan resep yaiu Asisten Apoteker menerima resep dari pasien, kemudian diperiksa ketersediaan obat dan dilakukan verifikasi resep (skrining resep) baik kelengkapan administratif, kesesuaian farmasetika dan kesesuaian farmakologi. Pelayanan resep dilakukan sesuai dengan HTKP (Harga, Timbang, Kemas, Penyerahan). Resep yang diterima diberikan harga berdasarkan harga yang terdapat pada sistem komputer, dimana untuk resep yang berasal dari dokter untuk dipakai sendiri atau pada keadaan tertentu lainnya, harga yang telah dihitung kemudian dikurangi diskon sejumlah yang ditentukan. Resep yang telah diberi harga diberikan kepada kasir untuk dibayar oleh pasien serta diberikan nomor urut resep. Resep dibawa ke bagian peracikan untuk disiapkan atau diracik oleh asisten apoteker. Resep yang telah selesai dikerjakan dikemas, diberi etiket, dan dilakukan pemeriksaan akhir oleh apoteker atau asisten apoteker. Kemudian obat yang telah siap diserahkan kepada pasien oleh apoteker atas asisten apoteker disertai dengan penyampaian informasi yang berkaitan dengan obat tersebut. Pada saat penyerahan obat apoteker atau asisten apoteker meminta nomor telepon dan alamat pasien untuk data tambahan. Bagan alur penerimaan resep dapat dilihat pada Lampiran 6. Resep yang obatnya hanya diambil sebagian akan diberi salinan resep yang ditandatangani oleh apoteker/asisten apoteker dan diberi stempel apotek. Contoh salinan resep dapat dilihat pada Lampiran 7. Jika pasien menginginkan Universitas Indonesia

47 36 kuitansi pembayaran obat resep, apotek akan memberikannya. Contoh kuitansi pembelian obat resep dapat dilihat pada Lampiran 8. Resep yang telah selesai diracik dikumpulkan dan disusun berdasarkan nomor urut resep per hari lalu disimpan selama 3 tahun Pelayanan Informasi Obat Pelayanan informasi obat di Apotek Mediko Farma sudah berjalan baik secara pasif maupun secara aktif namun masih terbatas. Pemberian informasi obat secara pasif yaitu pasien menanyakan tentang obat dan asisten apoteker/apoteker menjawab. Sedangkan secara aktif yaitu pemberian informasi pada saat penyerahan obat mengenai nama obat/ zat aktif yang terkandung didalamnya, kekuatan obat (mg/g), bentuk sediaan, indikasi obat, efek samping, interaksi obat, jadwal dan cara pemakaian, cara penyimpanan serta dosis obat Swamedikasi Kegiatan swamedikasi saat ini telah dilakukan di Apotek Mediko Farma. Obat-obat yang digunakan dalam swamedikasi meliputi Obat Wajib Apotek, obat bebas terbatas, dan obat bebas. Obat Wajib Apotek merupakan obat dengan lingkaran merah dengan huruf K pada bagian tengah yang masuk dalam daftar obat wajib apotek. Penyerahan obat DOWA dilakukan oleh apoteker dan harus disertai dengan pemberian informasi tentang penggunaan, manfaat dan efek samping yang ditimbulkan oleh obat, namun yang sering bertindak dalam swamedikasi adalah asisten apoteker Pelayanan Lain Pelayanan lainnya di Mediko Farma untuk meningkatkan pendapatan apotek antara lain: a. Penjualan produk-produk herbal dan kosmetik b. Penjualan alat-alat kesehatan c. Penjualan makanan ringan. d. Praktek dokter umum, dokter spesialis anak, dokter THT, dan dokter spesialis kulit dan kelamin. Universitas Indonesia

48 37 e. Laboratorium 3.6. Pengelolaan Obat Golongan Narkotika Pengadaan Obat Golongan Narkotika Pemesanan obaat-obat golongan narkotika dilakukan oleh bagian pembelian ke PBF Kimia Farma. Pembelian dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan Narkotika rangkap 4 yang telah ditandatangi oleh APA dengan mencantumkan nama jelas, nomor SIK, nomor SIA, jabatan, nama apotek serta stempel apotek. Dalam satu Surat Pesanan hanya berlaku untuk satu jenis narkotika. Contoh surat pesanan narkotika dapat dilihat pada Lampiran Penerimaan dan Penyimpanan Obat Golongan Narkotika Penerimaan narkotika yang dipesan, diterima oleh Apoteker/ Asisten Apoteker dengan mencantumkan nama jelas, SIK, tanda tangan, stempel apotek dan disertai tanggal dan waktu penerimaan narkotika. Apoteker akan menandatangani faktur tersebut setelah dilakukan pencocokan dengan surat pesanan. Obat-obat golongan narkotika disimpan dalam lemari kayu khusus yang terkunci berukuran panjang 19,5 cm, lebar 15,5 cm dan tinggi 39 cm. Penyimpanan obat golongan narkotika dipisahkan untuk penggunaan seharihari dan untuk persediaan, namun lemari penyimpanan obat golongan narkotika pada Apotek Mediko Farma masih diletakan pada area yang sering dilalui di dalam area apotek. Contoh sediaan narkotika yang terdapat di apotek adalah Codein tablet 10 dan 20 mg, Codipront dan Codipront cum expectorant kapsul serta Codipront dan Codipront cum expectorant sirup Pelayanan Obat Golongan Narkotika Apotek Mediko farma hanya melayani resep asli yang mengandung narkotika atau salinan resep yang berasal dari Apotek Mediko Farma sendiri untuk mengambil sisa obat dengan terlebih dahulu diskrining kelengkapan resepnya serta harus disertai stempel dokter yang jelas. Pada saat penyerahan obat kepada pasien harus dicantumkan nama, nomor telepon yang dapat dihubungi, dan alamat pasien yang jelas. Universitas Indonesia

49 Pelaporan Obat Golongan Narkotika Laporan pemakaian obat-obat golongan narkotika dibuat setiap bulan dan dilaporkan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Pelaporan dilakukan langsung ke Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan (Ditjen Binfar Alkes) secara online melalui situs sipnap.binfar.depkes.go.id. Sistem pelaporan ini merupakan sistem baru dimana apotek terlebih dahulu membuat account pada situs tersebut dan mengunduh form pelaporan narkotika yang dibuat Ditjen Binfar Alkes. Setelah laporan dikirim akan ada surat balasan dari Ditjen Binfar Alkes yang menyatakan telah menerima laporan. Pelaporan narkotika yang dilakukan di Mediko Farma hanya berupa laporan narkotika untuk sediaan jadi Pengelolaan Obat Golongan Psikotropika Pengadaan Obat Golongan Psikotropika Pemesanan obat-obatan golongan psikotropika dilakukan oleh bagian pembelian ke PBF dengan menggunakan Surat Pemesanan Psikotropika rangkap 3 yang telah ditandatangi oleh APA dengan mencantumkan nama jelas, nomor SIK, nomor SIA, jabatan, nama apotek serta stempel apotek. Dalam satu Surat Pesanan boleh lebih dari satu jenis obat. Secara lengkap Surat Pesanan Psikotropika dapat dilihat pada Lampiran Penerimaan dan Penyimpanan Obat Golongan Psikotropika Penerimaan psikotropika dapat dilakukan oleh apoteker/asisten apoteker yang mempunyai SIK dan bukti penerimaan psikotropika ditandatangani oleh Apoteker Pengelola Apotek/ Asisten Apoteker. Obat golongan psikotropika ini kemudian disimpan di dalam lemari khusus dan terjamin keamanannya, hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi penyalahgunaan. Contoh sediaan psikotropika yang terdapat di apotek Mediko Farma adalah analsik tablet, braxidin tablet, esilgan 2 mg, frisium 10 mg, frixitas 0,25 mg, lexotan 5 mg, stesolid 5 mg, stesolid rectal 5 dan 10 mg, valium 2 mg, valisanbe, xanax, bellaphen tablet, cetalgin, danalgin, diazepam 2 mg, librax, neurodial 5 mg, luminal 30 mg, proneuron dan spasmium 5 mg. Universitas Indonesia

50 Pelayanan Obat Golongan Psikotropika Obat psikotropika dapat diserahkan kepada pasien berdasarkan resep dokter atau salinan salinan resep dengan terlebih dahulu diskrining kelengkapan resepnya serta harus disertai stempel dokter yang jelas. Pada saat penyerahan obat kepada pasien harus dicantumkan nama, nomor telepon yang dapat dihubungi, dan alamat pasien yang jelas Pelaporan Obat Golongan Psikotropika Laporan penggunaan psikotropika di Apotek Mediko Farma sama seperti laporan narkotika dimana di laporkan paling lambat tanggal 10 dibulan berikutnya. Pelaporan dilakukan langsung ke Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan secara online melaui situs sipnap.binfar.depkes.go.id. Sistem pelaporan ini merupakan sistem baru dimana apotek terlebih dahulu membuat account pada situs tersebut dan menngunduh form pelaporan narkotika yang dibuat Ditjen Binfar Alkes. Setelah laporan dikirim akan ada surat balasan dari Ditjen Binfar Alkes yang menyatakan telah menerima laporan Kegiatan Non teknis Kefarmasian Dalam melaksanakan kegiatannya, Apotek tidak hanya menjalankan fungsi kefarmasian, tetapi juga menjalankan fungsi bisnis, yaitu melakukan kegiatan administrasi yang berfungsi untuk mencatat segala proses kegiatan kerja yang ada di apotek. Pengelolaannya dilakukan oleh bagian administrasi dan dibantu oleh bagian pembelian, kasir serta Asisten Apoteker yang kemudian diperiksa oleh manajer Kegiatan Administrasi Kegiatan administrasi yang dilakukan di Apotek Mediko Farma meliputi: a. Administrasi Personalia Apotek Mediko Farma melakukan kegiatan administrasi personalia yang berkaitan dengan semua hal mengenai urusan pegawai yang meliputi absensi, gaji, hak cuti, dan fasilitas lain yang berhubungan dengan karyawan. b. Administrasi Penjualan Apotek Mediko Farma melakukan kegiatan administrasi penjualan dengan Universitas Indonesia

51 40 melakukan pencatatan baik menggunakan sistem komputer maupun pencatatan manual terhadap semua penjualan obat bebas dan obat bebas terbatas (OTC) maupun obat keras (ethical) serta perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) secara tunai atau debit. Selain itu, dilakukan juga pengaturan terhadap penentuan harga jual yang dimasukkan kedalam system komputer. Daftar harga jual inilah yang dijadikan sebagai acuan dalam pemberian harga jual pada pasien dan apabila terdapat perubahan harga pembelian dari PBF (Pedagang Besar Farmasi) maka harga yang terdapat pada daftar harga jual juga akan diubah. c. Administrasi Pembelian Kredit atau Hutang Dagang Apotek Mediko Farma melakukan pembelian produk dari PBF dengan cara tunai, kredit dan konsinyasi. Setiap PBF memberikan kebijaksanaan mengenai harga obat maupun diskon yang berbeda-beda kepada apotek. Pencatatan terhadap pembelian kredit dibuat berdasarkan faktur hutang yang masuk dari PBF ke apotek dan di buat dalam sebuah laporan oleh bagian administrasi untuk memudahkan pengawasan Sistem Administrasi Apotek Mediko Farma memiliki sistem administrasi untuk pengelolaan perbekalan farmasi mulai dari perencanaan, pengadaan, penerimaan, pelayanan dan pelaporan perbekalan farmasi yang masuk dan keluar. Pengelolaan ini dilakukan oleh bagian pembelian, administrasi dan asisten Apoteker. Kelengkapan administrasi di Apotek Mediko Farma meliputi : a. Buku Defekta Daftar nama obat atau sediaan yang habis atau hampir habis dicatat dalam buku defekta untuk segera dipesan agar dapat memenuhi kebutuhan di apotek. Keuntungan buku ini adalah dapat digunakan untuk mengecek perbekalan farmasi yang sudah atau hampir habis dan mempercepat proses pemesanan sehingga ketersediaan perbekalan farmasi di apotek dapat terkontrol dan terjamin dengan baik. b. Surat Pesanan (SP) Surat yang digunakan untuk memesan perbekalan farmasi yang diperlukan Universitas Indonesia

52 41 oleh apotek disebut Surat Pesanan yang terdiri dari 2 rangkap, dimana yang asli diserahkan pada pihak distributor sedangkan salinannya merupakan SP pertinggal di apotek untuk menyesuaikan perbekalan farmasi yang datang dengan perbekalan farmasi yang dipesan. Surat Pesanan ditandatangani asisten apoteker apabila akan melakukan pemesanan perbekalan farmasi. Dalam surat pesanan, terdapat tanggal pemesanan serta nama PBF yang ditunjuk. c. Daftar harga sediaan farmasi di apotek Daftar harga jual apotek berasal dari harga yang diberikan PBF ditambah dengan pajak dan margin. Harga ini dapat diketahui dari daftar harga pada sistem komputer dan sistem manual/ hardcopy. Pada sistem ini tercantum nama obat (merk dagang atau generik) yang disusun secara alfabetis serta spesifikasi produk sperti kekuatan dan volume sediaannya. d. Sistem administrasi pembelian dan faktur Penerimaan perbekalan farmasi diinput dalam sistem komputer dengan mencantumkan tanggal, nama perbekalan farmasi, jumlah perbekalan farmasi, nama PBF, nomor faktur, tanggal jatuh tempo faktur, nomor batch, tanggal kadaluarsa, harga satuan, diskon yang diperoleh, total harga dan total pembayaran. Pencatatan ini dilakukan saat perbekalan farmasi datang berdasarkan faktur pengiriman perbekalan farmasi dari PBF. Nomor faktur dari pembelian pada PBF berisikan nomor faktur, tanggal pembelian, nama PBF, tanggal jatuh tempo, dan jumlah pembelian. Ketika dilakukan pembayaran faktur, maka ditulis tanggal dan waktu pembayaran pada faktur yang sudah dibayar. e. Buku catatan penggunaan narkotika dan psikotropika Buku ini berfungsi untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran obat-obat golongan narkotika dan psikotropika, yang berisikan nama obat, bulan, persediaan awal, penambahan jumlah yang meliputi tanggal pembelian, jumlah, nama PBF, pengurangan dan sisa serta keterangan lain jika ada. Catatan harian narkotika dan psikotropika meliputi nomor resep, nama pasien, alamat pasien, nama dokter, alamat dokter, jumlah obat yang diresepkan dan sisa obat (dalam satuan tablet). Universitas Indonesia

53 BAB 4 PEMBAHASAN Apotek adalah suatu jenis bisnis eceran (retail) yang komoditasnya (barang yang diperdagangkan) terdiri dari perbekalan farmasi (obat dan bahan obat) dan perbekalan kesehatan (alat kesehatan). Seorang apoteker dalam menjalankan profesi apotekernya di apotek tidak hanya pandai sebagai penanggung jawab teknis kefarmasian saja. Apoteker juga dituntut dapat mengelola apotek sesuai dengan prinsip-prinsip bisnis yang dapat memberikan keuntungan kepada pihakpihak yang memiliki kepentingan (stake holder) tanpa harus menghilangkan fungsi sosialnya di masyakat) Lokasi dan Bangunan Apotek Apotek Mediko Farma berlokasi di Jalan Pinang Raya nomor 10, Pondok Labu, Jakarta Selatan. Apotek ini telah beroperasi melayani masyarakat selama hampir 36 tahun. Apotek ini dilengkapi dengan laboratorium klinik dan beberapa praktek dokter, mulai dari dokter umum dan dokter spesialis (spesialis anak, spesialis kulit dan kelamin, dan spesialis THT). Lokasi apotek dinilai cukup strategis. Apotek ini terletak dipertigaan jalan yang cukup ramai karena berada disamping pusat perbelanjaan yang difasilitasi oleh ATM dan dilalui kendaraan, termasuk kendaraan umum, sehingga mudah untuk dicapai pembeli. Lokasi yang strategis juga didukung dengan keberadaan sarana kesehatan lain di sekitar apotek, seperti Rumah Sakit Fatmawati, Rumah Sakit Bersalin Bina Sehat, Rumah Sakit Umum Prikasih, pemukiman penduduk yang cukup padat, serta keberadaan apotek pesaing yang cukup jauh letaknya. Desain eksterior Apotek Mediko Farma sudah cukup baik. Hal ini dapat terlihat dari papan nama petunjuk keberadaan apotek yang cukup jelas dan besar. Meskipun bangunan apotek sudah lama, namun bangunan apotek tetap terlihat bersih dan terawat. Selain itu, apotek ini memiliki halaman yang cukup luas yang dapat digunakan sebagai tempat parkir dengan kapasitas dua buah mobil dan beberapa sepeda motor. Adanya beberapa tanaman di halaman membuat apotek 42 Universitas Indonesia

54 43 terasa sejuk, asri, dan hijau. Bagian depan apotek terdiri dari jendela yang terbuat dari kaca yang bening namun agak tertutup dengan adanya beberapa banner produk sehingga alangkah baiknya jika banner produk tidak diletakkan di depan jendela agar pembeli dapat melihat desain interior apotek dan produk-produk yang ada di dalam apotek. Dari segi desain interior, Apotek Mediko Farma dapat dinilai memiliki desain yang baik. Bangunan apotek terbagi menjadi dua ruangan, yaitu ruang bagian depan dan ruang bagian belakang. Ruangan dalam Apotek Mediko Farma diberi cat warna putih sehingga memberi kesan bersih dan tenang. Penerangan yang ada pun sudah cukup baik dan tidak menyebabkan panas. Ruang bagian depan apotek digunakan sebagai counter untuk penerimaan resep, penyerahan obat, kasir, penerimaan pembelian dari PBF, dan ruang tunggu yang memiliki 16 buah kursi. Jumlah kursi ini sudah cukup untuk menampung pasien yang menunggu karena jumlah pelayanan resep per hari yang cukup banyak terutama saat sore hari ketika praktek dokter sudah dimulai. Ruang tunggu juga terjaga bersih, sudah dilengkapi pendingin ruangan atau air conditioner (AC), jam dinding, dan tersedia pula brosur dan majalah kesehatan serta air minum gratis untuk meningkatkan kenyamanan pelanggan selama menunggu obat. Penempatan obat bebas dan obat bebas terbatas pada etalase di ruang depan apotek sudah baik. Produk yang eye catching diletakkan dibagian yang dapat terlihat jelas oleh konsumen. Sedangkan, untuk obat bebas dan obat terbatas lain disusun berdasarkan farmakologi dan bentuk sediaan sehingga memberikan kenyaman dan kemudahan bagi karyawan maupun pembeli. Ruang bagian belakang digunakan untuk lemari penyimpanan obat keras (generik maupun paten), ruang racik dan ruang kerja dengan luas yang cukup untuk pekerjaan meracik. Ruang bagian belakang juga dilengkapi AC yang menjaga suhu ruangan untuk menjamin stabilitas obat selama penyimpanan dan kenyamanan tenaga kerja dalam melakukan pekerjaannya. Desain ruang racik Apotek Mediko Farma menempatkan meja racik pada bagian tengah di antara lemari obat akan mempermudah pekerjaan peracikan obat. Meja kerja diletakkan di sudut ruangan agar tidak mengganggu pekerjaan meracik obat. Universitas Indonesia

55 44 Pada ruang racik juga dilengkapi dengan wastafel yang dapat digunakan sebagai tempat pencucian alat dan kulkas yang berada disamping meja kerja untuk menyimpan obat-obat yang stabil pada suhu dingin sedangkan toilet untuk karyawan berada dibelakang ruang racik Sumber Daya Manusia di Apotek Apotek Mediko Farma memiliki 12 tenaga kerja, terdiri atas tenaga teknis farmasi dan tenaga non-teknis farmasi. Tenaga teknis farmasi terdiri dari satu orang Apoteker Pengelola Apotek sebagai pimpinan, satu orang apoteker pendamping yang merangkap manager keuangan dan tiga orang asisten apoteker. Tenaga non-teknis farmasi terdiri dari dua orang bagian administrasi (satu orang bagian pembelian dan satu orang bagian faktur), dua orang tenaga kasir, satu orang petugas kebersihan dan dua orang petugas keamanan. Bagan struktur organisasi apotek Mediko Farma dapat dilihat pada Lampiran 3. Tenaga kerja Apotek Mediko Farma bekerja secara bergantian berdasarkan jam kerja yang telah dibagi menjadi dua shift, yaitu shift pertama pukul WIB dan shift kedua pukul WIB. Sedangkan untuk hari minggu hanya ada satu shift selama 12 jam dan tenaga kerja dianggap lembur. Tabel 4.1. Pembagian Shift Asisten Apoteker Pagi ( WIB) Siang ( WIB) Lembur ( WIB) Senin - Sabtu 1 orang 2 orang - Minggu orang Berdasarkan pembagian shift tersebut, terdapat perbedaan jumlah sumber daya manusia yaitu pada jumlah asisten apoteker yang bertugas, pembagian jumlah asisten apoteker pada masing-masing shift dapat dilihat pada Table 4.1. Pembagian shift ini sudah cukup efektif mengingat jam ramai apotek berkisar pada waktu sore hingga malam karena adanya praktek dokter sehingga sumber daya manusia pada shift kedua lebih banyak dibandingkan shift pertama Pengelolaan Perbekalan Farmasi Proses pengadaan perbekalan farmasi di Apotek Mediko Farma dilakukan melalui pembelian secara kredit, tunai ataupun konsinyasi, dengan Universitas Indonesia

56 45 memperhatikan arus barang (slow moving atau fast moving) dan arus uang. Setiap hari dilakukan pemeriksaan terhadap jenis persediaan obat yang mulai menipis dan mencegah stok kosong (stock out). Pembuatan defekta dilakukan setiap hari Minggu dan Kamis dan dibuat berdasarkan stok minimum serta penjualan pada minggu sebelumnya. Perbekalan farmasi yang akan atau sudah habis tersebut kemudian dicatat kedalam buku defekta/buku pemesanan lalu disusun berdasarkan PBF yang menyediakan obat-obat tersebut dengan tujuan untuk mempermudah pemesanan dan melakukan pemilihan PBF. Jika suatu obat tersedia pada lebih dari satu PBF, maka dasar pemilihan PBF yang diterapkan adalah faktor harga (potongan harga) dan kecepatan pengiriman. Buku defekta/buku pemesanan kemudian di serahkan ke bagian pembelian untuk dibuatkan Surat Pesanan. Pemesanan perbekalan farmasi dilakukan setiap hari Senin dan Kamis tetapi untuk obat-obat keperluan mendesak (cito) dan fast moving dapat dilakukan kapan saja saat persediaan menipis karena perputaran barang lebih cepat dan untuk mencegah stok kosong maupun adanya death stock (stok mati) atau obat yang kadaluarsa (akibat terlalu lama disimpan) sehingga kerugian apotek dapat ditekan. Pemesanan obat ke distributor dilakukan melalui telepon maupun melalui sales yang datang ke apotek. Pemesanan seminggu dua kali memberikan keuntungan bagi apotek dalam hal mengurangi penumpukan yang dapat mengganggu aliran kas. Umumnya lama pengiriman barang dari distributor ke apotek kurang dari satu hari sehingga tidak ada waktu tenggang (lead time) yang panjang. Apotek Mediko Farma tidak menyediakan stok pengaman (buffer stock) bagi perbekalan famasi yang dijual kecuali untuk obat generik. Berdasarkan hasil pengamatan, pengadaan perbekalan farmasi di Apotek Mediko Farma sudah berjalan cukup baik dan efektif. Namun, belum adanya perencanaan dalam penyediaan stok pengaman (buffer stock) dan perhitungan stok minimum sebagai acuan pemesanan terkadang menyebabkan adanya kekosongan perbekalan farmasi. Dalam mengatasi hal tersebut, apotek menawarkan obat pengganti namun atau menawarkan kepada pelanggan untuk memesan terlebih dahulu kemudian mengambilnya keesokan hari penawaran ini tidak selalu diterima oleh seluruh pelanggan. Hal ini dapat merugikan apotek karena apotek Universitas Indonesia

57 46 kehilangan penjualan dan membuat pelanggan kecewa. Selain itu, tidak adanya stok pengaman menyebabkan peningkatkan beban kerja apotek dan biaya administrasi karena pembelian barang dalam jumlah sedikit sehingga tidak mendapatkan diskon dari distributor. Oleh sebab itu, sebaiknya dilakukan perhitungan stok minimum sebagai acuan pemesanan dan pemilahan perbekalan farmasi yang dapat disediakan stok pengamannya sehingga dapat menekan kekosongan perbekalan farmasi dan memperlancar kegiatan pelayanan. Penyimpanan perbekalan farmasi di Apotek Mediko Farma telah sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, yaitu persediaan farmasi harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik dan semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai untuk menjamin kestabilannya. Hal ini dilakukan agar mudah dilakukan identifikasi dan penarikan obat jika ada informasi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan terhadap obat yang tidak sesuai dengan persyaratan; mengetahui waktu kadaluarsa dan obat dapat dikembalikan kepada distributor dengan wadah asli pabrik sesuai perjanjian. Sistem penyimpanan perbekalan farmasi dilakukan berdasarkan sistem FEFO (First Expired First Out) atau FIFO (First In First Out). Gudang untuk penyimpanan stok obat hanya ada untuk obat generik. Gudang ini berada di lemari yang sama dengan penyimpanan obat generik tersebut, hanya saja lokasinya berada di bagian bawah. Untuk narkotika dan psikotropika, harus memiliki lemari penyimpanan khusus. Akan tetapi, di Apotek Mediko Farma, penyimpanan narkotika dan psikotropika masih digabung dalam satu lemari meskipun letaknya dipisahkan. Lemari penyimpanan tersebut terbuat dari kayu namun hanya terdapat satu pintu dengan satu kunci. Hal ini masih belum sesuai dengan Permenkes No. 28/Menkes/Per/1978 pasal 5 dan 6 dijelaskan bahwa apotek harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika, yang seharusnya lemari tersebut mempunyai kunci ganda yang berlainan; lemari dibagi dua sekat, masingmasing dengan kunci yang berlainan. Pengontrolan tanggal kadaluarsa secara visual belum diberlakukan di apotek ini. Pengontrolan tanggal untuk obat-obat yang disimpan di ruang peracikan dilakukan dua kali seminggu saat pendataan defekta. Sedangkan, Universitas Indonesia

58 47 pengontrolan tanggal kadaluarsa untuk produk OTC hanya dilakukan saat penerimaan barang dari distributor. Hal tersebut berisiko menimbulkan kerugian akibat tidak terkontrolnya obat yang telah mendekati kadaluarsa dan belum terjual. Persediaan farmasi yang telah kadaluarsa dikumpulkan pada awal tahun untuk dihitung kerugiannya. Selanjutnya, produk kadaluarsa ini dimusnahkan dengan disaksikan oleh karyawan apotek. Penataan di apotek ini dilakukan untuk memberikan kemudahan dan efisiensi karyawan apotek dalam bergerak karena semua produk yang dijual di apotek hanya bisa dijangkau oleh karyawan apotek. Untuk produk-produk yang dijual di apotek ini tidak terbatas pada obat-obat bebas, terbatas maupun keras. Produk-produk yang dijual dapat berupa persediaan farmasi maupun non farmasi. Persediaan farmasi yang dijual meliputi obat, alat kesehatan, dan produk herbal.sedangkan, produk non farmasi yang dijual di apotek yaitu kosmetik, produk kebersihan, serta kebutuhan bayi. Penataan produk-produk tersebut berada di area produk OTC yang mudah terlihat oleh pengunjung dan disusun berdasarkan kegunaannya. Adanya alat kesehatan dan produk non farmasi menjadi salah satu keunggulan bagi apotek, selain untuk memudahkan pelangan mendapatkan kebutuhannya, juga dapat meningkatkan pendapatan apotek diluar pelayanan obat resep Pelayanan Kefarmasian di Apotek Pekerjaan kefarmasian lainnya yang dilakukan di apotek adalah pelayanan atas resep dokter. Pada bagian peracikan sediaan diperlukan ketepatan, ketelitian dan kecepatan dari SDM untuk melayani resep dengan baik. Dalam pelaksanaannya asisten apoteker yang melakukan peracikan, penyerahan obat hingga pelayanan informasi obat ke pasien. Apotek Mediko memiliki alur pelayanan untuk pelayanan atas resep dokter, yaitu 1. Resep dokter yang diterima diberikan kepada AA atau Apoteker. 2. AA atau Apoteker memasukkan daftar obat dan jumlah yang dibutuhkan sesuai resep ke dalam sistem komputer untuk memberikan penomoran dan melihat biaya atas resep tersebut. 3. Biaya atas resep diinformasikan kepada pasien. Universitas Indonesia

59 48 4. Jika pasien setuju dengan harganya, maka dilakukan pembayaran oleh pasien ke kasir. Pada tahap ini kasir memberikan nomor antrian, satu lembar diberikan ke pasien, satu lembar ditempel di resep. Jika pasien tidak setuju, resep dikembalikan ke pasien. 5. Resep yang sudah dibayar, diberikan kepada AA. 6. AA menyiapkan obat sesuai resep dalam satu wadah. Saat awal penyiapan, terlebih dahulu resep di-cap dengan cap HTKP. 7. Penyerahan obat dengan terlebih dahulu mencocokkan antara nomor yang dipegang oleh pasien dan nomor yang tertempel di resep. 8. Pemberian informasi obat terkait nama obat, kegunaan dan cara penggunaan. 9. Pencatatan nomor telepon pasien untuk semua jenis resep dan dilengkapi pencatatan alamat pasien untuk resep yang menuliskan obat psikotropika dan narkotika. 10. Resep asli disimpan oleh pihak Apotek, namun untuk reep yang dapat diulang, diberikan kopi resepnya ke pasien. Metode peracikan yang dilakukan sangat berpengaruh terhadap ketepatan dosis dan efek farmakologis yang akan dihasilkan dari obat yang diberikan pada pasien tersebut. Penggunaan alat penggerus pada peracikan puyer atau kapsul yang tidak teliti, yaitu mortir dan tablet crusher (mesin penghancur tablet), dapat mengurangi jumlah serbuk obat yang diracik. Pada peracikan puyer dan kapsul di apotek ini selalu menggunakan tablet crusher, sedangkan mortar dipakai untuk peracikan sediaan semi solid. Apabila sediaan puyer atau kapsul yang diracik dengan tablet crusher memiliki jumlah yang sedikit dan memiliki kandungan zat aktif yang juga sedikit, adanya kemungkinan ketidaktepatan dosis dari sediaan obat racikan menjadi lebih besar. Hal tersebut seharusnya dapat diminimalisir dengan pemilihan alat penggerus yang sesuai ketika dilakukan peracikan obat. Pada saat peracikan masih terjadi kesalahan seperti digunakannya sediaan salut, baik salut gula maupun salut enterik untuk kemudian diracik menjadi sediaan kapsul atau puyer. Solusi yang seharusnya dilakukan yaitu menghubungi dokter penulis resep untuk merekomendasikan pergantian bentuk sediaan obat dalam resep menjadi sediaan konvensional. Dalam proses peracikan sediaan juga harus diperhatikan faktor kebersihan dan keamanan bagi tenaga teknis Universitas Indonesia

60 49 kefarmasian yang melakukan peracikan sediaan. Dalam pelaksanaannya, tenaga teknis kefarmasian sudah melengkapi diri dengan alat pelindung diri seperti masker. Namun, penggunaan alat pelindung diri lain saat peracikan seperti sarung tangan belum dilakukan oleh tenaga teknis kefarmasian di apotek ini. Pemberian informasi obat pada saat penyerahan obat di apotek seringkali hanya meliputi kegunaan obat, aturan pakai, dan cara penggunaan obat. Hal ini dikarenakan banyaknya obat yang harus diberikan kepada pasien dalam waktu yang sama dan pasien biasanya menghendaki penyampaian informasi yang cepat. Namun, alangkah lebih baik lagi jika pemberian informasi obat pada saat penyerahan obat kepada pasien, sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi sehingga dapat mempercepat kesembuhan pasien dan sesuai dengan standar pelayanan di apotek yang ditetapkan. Apotek Mediko Farma dilengkapi dengan dua buah komputer dengan sistem yang tersambung pada internet dan sudah disesuaikan untuk keperluan apotek untuk membantu dalam pelayanan. Sistem komputer ini yang menjadi acuan dalam pemberian harga jual obat kepada pasien dan melihat stok obat. Berdasarkan pengamatan, sistem ini sudah efektif dalam membantu pelayanan di apotek. Namun, terkadang sistem ini mengalami masalah yang membuat loading menjadi lama dan hal ini berpengaruh pada pelayanan karena pasien perlu menunggu hingga sistem kembali normal. Hal ini tentunya memerlukan perhatian karena menyebabkan pembeli menunggu cukup lama dapat mempengaruhi kepuasan pelanggan terhadap kinerja apotek. Oleh sebab itu, alangkah lebih baik jika sistem komputer di-upgrade agar kecepatan pelayanan meningkat dan pada akhirnya dapat meningkatkan kepuasan konsumen dan membawa keuntungan bagi apotek. Konseling atau disebut juga dengan konsultasi, dilakukan ketika pasien meminta untuk berkonsultasi. Konseling dilakukan di tempat penyerahan obat biasanya oleh AA. Konseling bertujuan untuk dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Kegiatan Universitas Indonesia

61 50 pelayanan yang dilakukan di Apotek ini terbatas pada pemberian informasi obat dan konseling. Pelayanan berupa monitoring terapi baru dimulai dengan menuliskan riwayat pengobatan pasien di suatu formulir yang diisi oleh AA. Namun, untuk pemantauan secara rutin terhadap penggunaan obat oleh pasien tertentu belum dilakukan. Selain dengan resep, apotek juga memberikan pelayanan pembelian obat tanpa resep sebagai pelayanan pengobatan swamedikasi melalui UPDS (Upaya Pengobatan Diri Sendiri) sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 347/Menkes/SKA/ll/1990 tentang Obat Wajib Apotik, Keputusan Menteri Kesehatan No. 924/Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotik No. 2, dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No.3. Pelayanan yang ramah dan cepat merupakan salah satu faktor penting untuk kemajuan suatu apotek. Dalam hal kepuasan pasien mengenai waktu pelayanan, setiap karyawan apotek menjaganya dengan selalu memberitahukan kepada pasien tentang pelayanan resep yang agak lama jika terdapat racikan pada resep. Adanya program PKPA di Apotek Mediko Farma yang dilaksanakan selama 6 (enam) minggu telah banyak memberikan gambaran kepada calon apoteker tentang bagaimana seorang Apoteker seharusnya menjalankan profesinya di apotek. Tugas dan fungsi seorang apoteker di apotek tidak hanya berperan sebagai penanggung jawab teknis kefarmasian melainkan juga berperan dalam manajemen pengelolaan Apotek. Universitas Indonesia

62 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Berdasarkan program PKPA di Apotek Mediko selama 6 minggu, penulis dapat menyimpulkan: a. PKPA di apotek merupakan kegitatan yang tepat dan efektif untuk mengaplikasikan ilmu kefarmasian. b. Apoteker di apotek berperan sebagai penanggung jawab teknis kefarmasian sekaligus berperan dalam manajemen pengelolaan Apotek sehingga apotek dapat terus bertahan dan memberikan keuntungan bisnis. c. Kegiatan pengelolaan apotek di Apotek Mediko Farma sudah berjalan baik dalam segi pelayanan kefarmasian meliputi pelayanan resep dan nonresep hingga pemberian informasi kepada pasien, maupun sistem manajerial meliputi kegiatan menejemen pengadaan, penyimpanan, penjualan,dan sumber daya manusia Saran Untuk mempertahankan kinerja serta meningkatkan mutu pelayanan di apotek diperlukan upaya-upaya antara lain: a. Sebaiknya banner produk yang diletakkan di dekat jendela apotek dipindahkan agar pembeli dapat melihat desain interior apotek dan produk yang ada di dalam apotek sehingga dapat menarik pelanggan baru dan pada akhirnya meningkatkan penjualan apotek. b. Pengadaan perbekalan farmasi yang sudah berjalan dapat berjalan lebih baik dan efektif bila dilakukan perhitungan stok minimum sebagai acuan pemesanan dan pemilahan perbekalan farmasi yang dapat disediakan stok pengamannya sehingga dapat menekan kekosongan perbekalan farmasi dan memperlancar kegiatan pelayanan. c. Pengadaan lemari khusus tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika agar sesuai dengan peraturan yang berlaku. 51 Universitas Indonesia

63 52 d. Sistem komputer perlu diupgrade kinerjanya sehingga pasien tidak perlu menunggu lama untuk mengetahui berapa jumlah uang yang harus dibayar untuk meningkatkan efisiensi kerja dan kepuasan pelanggan. Universitas Indonesia

64 DAFTAR ACUAN Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006a). Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006b). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2009). Sistem Pelaporan Penggunaan Sediaan Jadi Narkotika dan Psikotropika Nasional. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1978). Peraturan Menteri Kesehatan No.28/Menkes/Per/I/1978 tentang Tata Cara Penyimpanan Narkotika. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 347/Menkes/SK/VII/1990 Tentang Obat Wajib Apotik. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1993a). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 919/Menkes/Per/X/1993. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.(1993b). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/Menkes/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia.(1993c). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 924/Menkes/Per/X/1993 Tentang Daftar Obat Wajib Apotik No. 2. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1993d). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 925/Menkes/Per/X/1993 Tentang Daftar Perubahan Golongan Obat No. 1. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (1999). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 1176/Menkes/Per/X/1993 Tentang Daftar Obat Wajib Apotik No.3. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MenKes/SK/X/2002 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/MenKes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (1997). Undang-undang No.5 tahun 1997 tentang Psikotropika. Jakarta. 53 Universitas Indonesia

65 54 Presiden Republik Indonesia. (2009a). Undang-undang No.35 tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta. Presiden Republik Indonesia.(2009b). Undang-undang No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009c). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta Universitas Indonesia

66 GAMBAR

67 55 Gambar 3.1. Bangunan Apotek Mediko Farma Gambar 3.2. Ruang Tunggu dan Etalase di Apotek Mediko Farma

68 56 Gambar 3.3. Ruang Peracikan di Apotek Mediko Farma Keterangan : (a) Tablet crusher (mesin penghancur tablet) (b) Sealing machine (mesin pengemas) (c) Medicine packet (pembungkus puyer) (d) Plastic spoon (sendok plastik) Gambar 3.4. Alat-Alat Peracikan Puyer di Apotek Mediko Farma

69 LAMPIRAN

70 57 Lampiran 1. Peta Lokasi Apotek Mediko Farma Pondok Labu

71 58 Lampiran 2. Denah Bangunan Apotek Mediko Farma

72 59 Lampiran 3. Bagan Struktur Organisasi Apotek Mediko Farma

73 60 Lampiran 1. Format Surat Pesanan Apotek Mediko Farma

74 61 Lampiran 5. Tanda Terima Faktur

75 62 Lampiran 6. Alur Penerimaan Resep

76 63 Lampiran 7. Salinan Resep

77 64 Lampiran 8. Kuitansi Pembelian Obat Resep

78 65 Lampiran 9. Kuitansi Pembelian Obat Bebas

79 66 Lampiran 10. Format Surat Pesanan Obat Golongan Narkotika

80 67 Lampiran 11. Format Surat Pesanan Obat Golongan Psikotropika

81 UNIVERSITAS INDONESIA EFEK SAMPING DAN KONTRAINDIKASI DAFTAR OBAT DI APOTEK MEDIKO FARMA TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YESSICA LISYANA, S.Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RAHMI RAMDANIS, S.Farm

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA MENIMBANG : bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak asasi manusia, setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di dalamnya mendapat

Lebih terperinci

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG .. MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN 01 APOTEK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. (Peraturan Pemerintah no 51 tahun 2009). Sesuai ketentuan perundangan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA, KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ( No.276, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Apotek. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pelayanan apotik harus diusahakan agar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Pelayanan kesehatan adalah

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan dan memperluas akses

Lebih terperinci

Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993

Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA Jl. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 26 SEPTEMBER 29 OKTOBER 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER CYNTHIA

Lebih terperinci

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT Peranan Apoteker Farmasi Rumah Sakit adalah : 1. Peranan Dalam Manajemen Farmasi Rumah Sakit Apoteker sebagai pimpinan Farmasi Rumah Sakit harus mampu mengelola Farmasi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 115 JL. PAMULANG PERMAI RAYA D2/1A PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Laukha

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat kesehatan demi peningkatan kualitas hidup yang lebih

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MUTIA ANGGRIANI,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.2 JL. SENEN RAYA NO. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.2 JL. SENEN RAYA NO. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.2 JL. SENEN RAYA NO. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MAYA MASITHA,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Masalah kesehatan di Indonesia sebagai salah satu negara berkembang menjadi prioritas utama program pemerintah menuju masyarakat yang sehat dan sejahtera. Untuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN PERIODE 17 JUNI-16 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 9 APRIL 15 MEI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 9 APRIL 15 MEI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 9 APRIL 15 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YODIFTA ASTRININGRUM,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MANGGARAI JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MANGGARAI JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA FEBIYANTI NORMAN, S.

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN. Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN. Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG IZIN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Obat merupakan komoditi utama yang digunakan manusia untuk menunjang kesehatannya. Semua orang rela mengeluarkan uangnya untuk mendapatkan kesehatan, bahkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34, JAKARTA PUSAT

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34, JAKARTA PUSAT UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34, JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Tri Setiawan, S.Farm. 1006754075 ANGKATAN LXXIII

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: ROSY MELLISSA K.100.050.150 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN SRAGEN TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh: WAHID BEKTI FITRIANTO K 100 040 146 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37 JAKARTA SELATAN PERIODE 6 JUNI 1 JULI 2011 DAN 1 AGUSTUS - 12 AGUSTUS 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. Kegiatan administrasi di apotek (standar pelayanan kefarmasian) Administrasi umum pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika

Lebih terperinci

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 FARMASI BAB 11: PERBEKALAN FARMASI Nora Susanti, M.Sc, Apk KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 BAB XI PERBEKALAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 284 JL. SILIWANGI NO.86A, BEKASI PERIODE 13 FEBRUARI - 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan

Lebih terperinci

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN TENTANG

MENTERI KESEHATAN TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IJIN APOTIK MENTERI KESEHATAN MENIMBANG : a. bahwa penelenggaraan pelayanan Apotik harus diusahakan agar

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI- 16 MARET 2012 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER I KADEK ARYA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA No. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NENDEN PUSPITASARI,

Lebih terperinci

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Oleh : DWI KURNIYAWATI K 100 040 126 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengawasan dan pemantauan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JALAN TOLE ISKANDAR No. 4 5 DEPOK PERIODE 7 JANUARI 15 FEBRUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MIFTAHUL HUDA,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG PERIODE 8 APRIL 17 MEI 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG PERIODE 8 APRIL 17 MEI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG PERIODE 8 APRIL 17 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SERUNI

Lebih terperinci

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.74, 2015 KEMENKES. Narkotika. Psikotropika. Prekursor Farmasi. Pelaporan. Pemusnahan. Penyimpanan. Peredaran. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MELDA SILVIA SARI SILALAHI, S.Farm. 1206313343

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI 16 MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI 16 MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI 16 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER STELLA, S.Farm.

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN BREBES TAHUN 2008 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN BREBES TAHUN 2008 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KABUPATEN BREBES TAHUN 2008 SKRIPSI Oleh: ASRI MUHTAR WIJIYANTI K 100 040 150 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA SURAKARTA

Lebih terperinci

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta;

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta; BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DAN PEDAGANG ECERAN OBAT (TOKO OBAT) WALIKOTA BOGOR, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.50 JL. MERDEKA NO.24 BOGOR PERIODE 2 APRIL - 12 MEI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.50 JL. MERDEKA NO.24 BOGOR PERIODE 2 APRIL - 12 MEI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.50 JL. MERDEKA NO.24 BOGOR PERIODE 2 APRIL - 12 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DIAN RENI AGUSTINA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 JALAN MERDEKA NO. 24 BOGOR PERIODE 1 SEPTEMBER 30 SEPTEMBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER HANUM PRAMITA

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI Oleh : LINDA WIDYA RETNA NINGTYAS K 100 050 110 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan aksesibilitas,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA. LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA. LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER GINARTI EKAWATI, S.Farm.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI, JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI, JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NUR HASMAWATI, S.Farm (1006753942)

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR, DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR, DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR, DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANDI NURWINDA, S.Si. 1006835085 ANGKATAN LXXIII FAKULTAS

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE 9 JANUARI 2013 20 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MEIYANI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RAWA PULE JL. KH. M. USMAN NO 46 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RAWA PULE JL. KH. M. USMAN NO 46 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RAWA PULE JL. KH. M. USMAN NO 46 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DWI FAJAR ABD. GHOFUR, S.Si 1006835204 ANGKATAN LXXIII

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34 A, JAKARTA PUSAT PERIODE 6 SEPTEMBER 17 OKTOBER 2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34 A, JAKARTA PUSAT PERIODE 6 SEPTEMBER 17 OKTOBER 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34 A, JAKARTA PUSAT PERIODE 6 SEPTEMBER 17 OKTOBER 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANITA HASAN,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YULIANA, S.Farm. 1106047511 ANGKATAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.7 JALAN H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.7 JALAN H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.7 JALAN H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK PROFESI APOTEKER DEWI NUR ANGGRAENI,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 202 JL. KEJAYAAN RAYA BLOK XI NO. 2 DEPOK II TIMUR PERIODE 2 JANUARI 14 FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE APRIL - MEI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE APRIL - MEI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE APRIL - MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER WILLY HERMAWAN, S.Farm.

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI

MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/Per/X/1993

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA NO. 66, JAKARTA PUSAT

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA NO. 66, JAKARTA PUSAT UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA NO. 66, JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FURQON DWI CAHYO, S.Farm 1206313135

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEREDARAN, PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN, DAN PELAPORAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 298 JL. BENDUNGAN HILIR RAYA NO. 41, JAKARTA PUSAT PERIODE 3 MARET 11 APRIL 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 298 JL. BENDUNGAN HILIR RAYA NO. 41, JAKARTA PUSAT PERIODE 3 MARET 11 APRIL 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 298 JL. BENDUNGAN HILIR RAYA NO. 41, JAKARTA PUSAT PERIODE 3 MARET 11 APRIL 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA No.48 JL. MATRAMAN RAYA NO. 55 JAKARTA TIMUR PERIODE 3 APRIL - 30 APRIL 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA No.48 JL. MATRAMAN RAYA NO. 55 JAKARTA TIMUR PERIODE 3 APRIL - 30 APRIL 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA No.48 JL. MATRAMAN RAYA NO. 55 JAKARTA TIMUR PERIODE 3 APRIL - 30 APRIL 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FIENDA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek. dalam rangka keselamatan pasien (patient safety) (Menkes, RI., 2014). BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Apotek Pelayanan kefarmasian di apotek saat ini telah mempunyai standar dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 7 APRIL 16 MEI 2014

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 7 APRIL 16 MEI 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 7 APRIL 16 MEI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RAFIKA FATHNI, S.Farm.

Lebih terperinci

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt PEDAGANG BESAR FARMASI OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt Obat / Bahan Obat Ketersediaan Keterjangkauan Konsumen Aman Mutu Berkhasiat PBF LAIN PBF: Obat BBF INDUSTRI FARMASI 2 DASAR HUKUM Undangundang UU

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 96 JALAN S. PARMAN KAV G/12, JAKARTA BARAT PERIODE 1 MEI 2012-8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YENNY

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 42 JL. SULTAN HASANUDDIN NO.42 KEBAYORAN BARU, BLOK M PERIODE 3 APRIL 30 APRIL 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER CICILIA MARINA, S. Farm. 1306502333

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JAKARTA PERIODE 10 JANUARI - 28 FEBRUARI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JAKARTA PERIODE 10 JANUARI - 28 FEBRUARI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JAKARTA PERIODE 10 JANUARI - 28 FEBRUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NISA YULIANTI SUPRAHMAN 1206313412 ANGKATAN

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap manusia memiliki hak asasi yang diatur dalam perundang-undangan, salah satunya yaitu hak mengenai kesehatan, sesuai dengan UU No. 36 tahun 2009 bahwa kesehatan

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER Oleh Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya Disampaikan pada pertemuan Korwil PC Surabaya Tanggal 9,16 dan 23 April

Lebih terperinci

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa:

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa: I.PENDAHULUAN Apotek adalah suatu tempat tertentu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian berupa penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat dan tempat dilakukannya praktik kefarmasian

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2012 di Apotek RSUD Toto

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2012 di Apotek RSUD Toto BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 25 Maret 2012 di Apotek RSUD Toto Kabupaten Bone Bolango. Dalam rangka memperoleh data yang diperlukan,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK SAFA, JL. BUKIT DURI TANJAKAN NO. 68 TEBET, JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK SAFA, JL. BUKIT DURI TANJAKAN NO. 68 TEBET, JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK SAFA, JL. BUKIT DURI TANJAKAN NO. 68 TEBET, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DESY INDRIWINARNI, S.Farm. 1106046780

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JAKARTA PERIODE 10 JANUARI - 28 FEBRUARI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JAKARTA PERIODE 10 JANUARI - 28 FEBRUARI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JAKARTA PERIODE 10 JANUARI - 28 FEBRUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NITA KARTIKA, S. Farm. 1206313425 ANGKATAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JALAN BALAI PUSTAKA TIMUR NO.11 RAWAMANGUN PERIODE 17 JUNI 12 JULI DAN 29 JULI 23 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

U NIVERSITAS INDONESIA

U NIVERSITAS INDONESIA U NIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PR AKTEK KERJA PROFESI APOTEK ER DI APOTEK ATRIKA JALAN KAR TINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUS AT PERIODE 4 FEBRUARI 1 MARET 2013 DAN 1 24 MEI 2013 LAPORAN PR AKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 55 JALAN KEBAYORAN LAMA NO. 50 JAKARTA BARAT PERIODE 2 APRIL 12 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER AGATHA

Lebih terperinci

satu sarana kesehatan yang memiliki peran penting di masyarakat adalah apotek. Menurut Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2014, tenaga kesehatan

satu sarana kesehatan yang memiliki peran penting di masyarakat adalah apotek. Menurut Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2014, tenaga kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu Hak Asasi Manusia (HAM) dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia adalah kesehatan. Berdasarkan

Lebih terperinci

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

PENDIRIAN APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENDIRIAN APOTEK Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENGERTIAN ISTILAH Apotek (kepmenkes 1027 standar pelayanan kefarmasian di apotek) adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI 31 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PERMITA SARI,

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JALAN TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK PERIODE 8 APRIL 17 MEI 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JALAN TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK PERIODE 8 APRIL 17 MEI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JALAN TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK PERIODE 8 APRIL 17 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ROSHAMUR CAHYAN FORESTRANIA,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 APRIL 10 MEI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 APRIL 10 MEI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 APRIL 10 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ILMA NAFIA, S.Farm.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT Menimbang : a. bahwa dalam rangka melindungi masyarakat dari peredaran obat yang tidak memenuhi persyaratan,

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144 No.206, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN

Lebih terperinci