UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RAWA PULE JL. KH. M. USMAN NO 46 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RAWA PULE JL. KH. M. USMAN NO 46 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RAWA PULE JL. KH. M. USMAN NO 46 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DWI FAJAR ABD. GHOFUR, S.Si ANGKATAN LXXIII FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPARTEMEN FARMASI DEPOK DESEMBER 2011

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RAWA PULE JL. KH. M. USMAN NO 46 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker DWI FAJAR ABD. GHOFUR, S.Si ANGKATAN LXXIII FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPARTEMEN FARMASI DEPOK DESEMBER 2011 ii

3 Ditetapkan di : Depok Tanggal : 13 Januari 2012 iii

4 KATA PENGANTAR Puji syukur alhamdulillah dipanjatkan kehadirat Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan karunia, rahmat dan hidayah-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan seluruh rangkaian kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA)di Apotek Rawa Pule, Kukusan Depok. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Profesi Apoteker di Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada : 1. Ibu Nadia Farhanah Syafhan, Apt, M.Si., selaku Apoteker Pengelola Apotek dan Pemilik Sarana Apotek Rawa Pule serta Pembimbing I, yang telah memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk melaksanakan PKPA dan memberikan bimbingan serta nasihat selama PKPA dan penyusunan laporan PKPA ini. 2. Ibu Dra. Juhaeni Amin, M.Si, Apt., selaku pembimbing dari Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan serta nasehat selama PKPA dan penyusunan laporan ini 3. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S, Apt., selaku Ketua Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia. 4. Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia. 5. Seluruh staf Apotek Rawa Pule atas pengarahan, keramahan dan kebaikan selama praktek kerja profesi dan penyusunan laporan ini. 6. Seluruh staf pengajar dan tata usaha Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia atas bantuan yang telah diberikan kepada penulis. 7. Keluargaku tercinta atas semua dukungan, kasih sayang, perhatian, kesabaran, dorongan, semangat dan doa yang tidak henti-hentinya. 8. Teman-teman Apoteker Angkatan 73 atas dukungan dan kerja sama selama ini. iv

5 9. Semua pihak yang telah memberikan bantuan kepada penulis selama penyusunan laporan ini. Penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang memerlukan. Penulis 2011 v

6 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR GAMBAR... viii DAFTAR TABEL... ix DAFTAR LAMPIRAN... x BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2. TINJAUAN UMUM APOTEK Pengertian Apotek Landasan Hukum Apotek Tugas dan Fungsi Apotek Tata Cara Pemberian Izin Apotek Surat Tanda Registrasi Apotek Surat Izin Praktek Apoteker/SIPA Tata Cara Memperoleh SIPA Pencabutan SIPA Pengelolaan Apotek Pelayanan Apotek Pelayanan Obat Wajib Apoteker (OWA) Pelayanan Informasi Obat (PIO) dan Swamedikasi Pengalihan Tangguna Jawab Apoteker Pencabutan Surat Izin Apotek Penggolongan Obat yang Beredar di Indonesia Obat Bebas Obat Bebas Terbatas Obat Keras Narkotika Pengelolaan Narkotika Pemesanan Narkotika Penyimpanan Narkotika Pelayanan Obat Resep yang Mengandung Narkotika Pelaporan Narkotika Pemusnahan Narkotika Pengelolaan Psikotropika Pemesanan Psikotropika Penyimpanan Psikotropika Pelaporan Psikotropika Pemusnahan Psikotropika Penyerahan Psikotropika vi

7 2.14. Pengadaan Persediaan Apotek Pengendalian Persediaan Apotek Analisa VEN (Vital, Esensial, Non Esensial) Analisa Pareto (ABC) Analisa VEN-ABC Strategi Pemasaran Apotek Attention Interest Desire Action BAB 3. TINJAUAN KHUSUS APOTEK RAWA PULE Sejarah Apotek Lokasi Bangunan dan Tata Ruang Ruang Tunggu, Ruang Pelayanan, dan Ruang Administrasi Ruang Peracikan Ruang APA Struktur Organisasi Kegiatan di Apotek Kegiatan Teknis Kefarmasian Kegiatan Non-Teknis Kefarmasian Pengelolaan Narkotik Pengadaan Narkotika Penyimpanan Narkotika Penjualan Narkotika Pelaporan Narkotika Pengelolaan Psikotropik Pengelolaan Obat Generik BAB 4. PEMBAHASAN BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN vii

8 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Penandaan obat bebas Gambar 2.2. Penandaan obat bebas terbatas Gambar 2.3. Tanda peringatan pada obat bebas terbatas (P1-P6) Gambar 2.4. Penandaan obat keras Gambar 2.5. Penandaan obat narkotika Gambar 3.1. Lokasi Apotek Rawa Pule Gambar 3.2. Tata Ruang Apotek Rawa Pule Gambar 3.3. Ruang Tunggu Apotek Rawa Pule Gambar 3.4. Ruang Racik dan Lemari Penyimpanan Gambar 3.5. Struktur Organisasi Apotek Rawa Pule Gambar 4.1. Desain Eksterior Apotek Rawa Pule Gambar 4.2. Desain Interior Apotek Rawa Pule Gambar 4.3. Neon Box Apotek Rawa Pule viii

9 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Daftar Obat Wajib Apotek Tabel 2.2. Matrik analisa VEN ABC ix

10 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 2.1. Form APT Lampiran 2.2. Form APT Lampiran 2.3. Form APT Lampiran 2.4. Form APT Lampiran 2.5. Form APT Lampiran 2.6. Form APT Lampiran 2.7. Form APT Lampiran 2.8. Form APT Lampiran 2.9. Form APT Lampiran Form APT Lampiran Form APT Lampiran 3.1. SOP Pemesanan-Penerimaan-Penyimpanan Barang Lampiran 3.2. SOP Pelayanan Obat Resep Lampiran 3.3 SOP Pelayanan Obat Non Resep Lampiran 3.4. SOP Meracik Obat Lampiran 3.5. SOP Penimbangan Obat Lampiran 3.6. SOP Identifikasi DRP Lampiran 3.7. Surat Pesanan Lampiran 3.8. Surat Pesanan Narkotik Lampiran 3.9. Surat Pesanan Psikotropik Lampiran Salinan Resep Lampiran Kuitansi Pembayaran Apotek Rawa Pule Lampiran Kuitansi Pembayaran Resep Apotek Rawa Pule Lampiran Plastik Pembungkus Obat Lampiran Etiket Obat Lampiran Tanda Terima-Tukar Faktur Lampiran 4.1. Kartu Stok Barang x

11 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pelayanan kefarmasian saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan kefarmasian yang semula hanya berfokus pada penyediaan obat sebagai komoditi menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku agar dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien. Bentuk interaksi tersebut antara lain adalah melaksanakan pemberian informasi, konseling, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui hasil pengobatan diharapkan dan terdokumentasi dengan baik. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan (medication error) dalam proses pelayanan. Oleh sebab itu apoteker dalam menjalankan praktek harus sesuai standar. Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lainnya dalam menetapkan terapi untuk mendukung penggunaan obat yang rasional (Departemen Kesehatan RI, 2006a). Apotek adalah sarana pelayana kefarmasian, yaitu tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi serta perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat. Pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi di apotek meliputi pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan, dan penyerahan obat atau bahan obat. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika, sedangkan perbekalan kesehatan adalah semua bahan selain obat dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan. Pentingnya peranan apoteker dalam mengelola apotek maka calon apoteker perlu dibekali dengan pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya dalam menjalankan peran profesinya di apotek. Oleh karena itu, Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia bekerja sama dengan Apotek Rawa Pule menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 1 Universitas Indonesia

12 Tujuan Praktek Kerja Profesi Apoteker yang diselenggarakan oleh Departemen Farmasi FMIPA Universitas Indonesia yang bekerja sama dengan Apotek Rawa Pule bertujuan untuk: a. Memahami tugas dan tanggung jawab apoteker dalam kegiatan teknis kefarmasian maupun non teknis kefarmasian di apotek. b. Memahami proses pengelolaan apotek sesuai dengan peraturan dan etika yang berlaku dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat. Universitas Indonesia

13 BAB 2 TINJAUAN UMUM APOTEK 2.1. Pengertian Apotek Apotek adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi serta perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat (Departemen Kesehatan RI, 2001). Menurut PP No. 51 Tahun 2009, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pekerjaan kefarmasian yang dilakukan meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan dan obat tradisional. Sediaan farmasi yang dimaksud adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetika (Sekertariat Negara, 2009). Sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan, maka dalam pelayanannya apotek harus mengutamakan kepentingan masyarakat yaitu menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bemutu baik. Dalam pengelolaannya, apotek harus dikelola oleh apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker Landasan Hukum Apotek Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang diatur dalam: a. Undang-Undang Kesehatan RI No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan. b. Undang-Undang No. 5 tahun 1997 tentang psikotropika. c. Undang-Undang No. 22 tahun 1997 tentang narkotika. d. Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980 tentang Perunahan atas PP No. 26 tahun 1965 tentang apotek. 3 Universitas Indonesia

14 4 e. Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 1990 tentang masa bakti apoteker, yang disempurnakan dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 184/MenKes/Per/II/1995. f. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian. g. Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MenKes/Per/X/1993 tentang ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek. h. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MenKes/SK/X/2002 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MenKes/Per/X/1993 tentang ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek. i. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027/MenKes/SK/X/2004 tentang standar pelayanan kefarmasian di apotek Tugas dan Fungsi Apotek Menurut Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 1980, tugas dan fungsi apotek adalah sebagai berikut: a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan. b. Sarana farmasi yang melakukan pengubahan bentuk dan penyerahan obat atau bahan obat. c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata Tata Cara Pemberian Izin Apotek (Departemen Kesehatan RI, 2002) Ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek diatur dalam keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MenKes/SK/X/2002 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 922/MenKes/Per/X/1993. Izin apotek diberikan oleh Menteri, yang kemudian wewenang pemberian izin dilimpahkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Adapun ketentuannya adalah sebagai berikut: a. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh Formulir APT-1. Universitas Indonesia

15 5 b. Dengan menggunakan Formulir APT-2 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan apotek melakukan kegiatan. c. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan Formulir APT-3. d. Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud di dalam butir (b) dan butir (c) tidak dilaksanakan, apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi dengan menggunakan Formulir APT-4. e. Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud butir (c), atau pernyataan butir (d) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek (SIA) dengan menggunakan Formulir APT-5. f. Dalam hal hasil pemeriksaan, Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/kota atau Kepala Balai POM dimaksud butir (c) masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota terdapat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan Formulir APT-6. g. Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam butir (f), apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal Surat Penundaan. h. Apabila apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka penggunaan sarana dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerjasama antara apoteker dan pemilik sarana. Universitas Indonesia

16 6 i. Pemilik sarana yang dimaksud butir (h) harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan dibidang obat sebagaimana dinyatakan dalam surat pernyataan yang bersangkutan. j. Terhadap permohonan izin apotek dan Apoteker Pengelola Apotek (APA) atau lokasi tidak sesuai dengan pemohon, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 hari kerja wajib mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasannnya dengan menggunakan Formulir APT Surat Tanda Registrasi Apoteker (Kementerian Kesehatan RI, 2011) Surat Tanda Registrasi Apoteker, yang selanjutnya disingkat STRA adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Menteri kepada Apoteker yang telah diregistrasi. Untuk memperoleh STRA, Apoteker harus memenuhi persyaratan: a. Memiliki ijazah Apoteker; b. Memiliki sertifikat kompetensi profesi; c. Memiliki surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji Apoteker; d. Memiliki surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik; dan e. Membuat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi. STRA berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat dilakukan uji kompetensi kembali setelah habis masa berlakunya. Bagi Apoteker yang baru lulus pendidikan profesi dianggap telah lulus uji kompetensi dan dapat memperoleh sertifikat kompetensi profesi secara langsung. Permohonan sertifikat kompetensi diajukan oleh perguruan tinggi secara kolektif 1 (satu) bulan sebelum pelantikan dan pengucapan sumpah Apoteker baru. Organisasi profesi harus memberitahukan kepada Komite Farmasi Nasional (KFN) mengenai sertifikat kompetensi yang dikeluarkan paling lama 2 (dua) minggu sebelum pelantikan dan pengucapan sumpah Apoteker. Universitas Indonesia

17 7 Uji kompetensi dilakukan oleh organisasi profesi melalui pembobotan Satuan Kredit Profesi (SKP). Pedoman penyelenggaraan uji kompetensi ditetapkan oleh KFN. Tata Cara Memperoleh STRA: a. Apoteker mengajukan permohonan kepada KFN. b. Surat permohonan STRA harus melampirkan: 1) Fotokopi ijazah Apoteker; 2) Fotokopi surat sumpah/janji Apoteker; 3) Fotokopi sertifikat kompetensi profesi yang masih berlaku; 4) Surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang memiliki surat izin praktik; 5) Surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi; dan 6) Pas foto terbaru berwarna ukuran 4 x 6 cm sebanyak 2 (dua) lembar dan ukuran 2 x 3 cm sebanyak 2 (dua) lembar. c. Permohonan STRA dapat diajukan dengan menggunakan teknologi informatika atau secara online melalui website KFN. d. KFN harus menerbitkan STRA paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap. Bagi Apoteker yang baru lulus pendidikan dapat memperoleh STRA secara langsung. Permohonan STRA diajukan oleh perguruan tinggi secara kolektif setelah memperoleh sertifikat kompetensi profesi 2 (dua) minggu sebelum pelantikan dan pengucapan sumpah Apoteker baru. STRA dapat dicabut karena: a. Permohonan yang bersangkutan; b. Pemilik STRA atau STRTTK tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan mental untuk menjalankan pekerjaan kefarmasian berdasarkan surat keterangan dokter; c. Melakukan pelanggaran disiplin tenaga kefarmasian; atau d. Melakukan pelanggaran hukum di bidang kefarmasian yang dibuktikan dengan putusan pengadilan. Universitas Indonesia

18 8 Pencabutan STRA disampaikan kepada pemilik STRA dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan organisasi profesi Surat Izin Praktek Apoteker/SIPA (Kementerian Kesehatan RI, 2011) Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja, yaitu: a. SIPA bagi Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian; b. SIPA bagi Apoteker pendamping di fasilitas pelayanan kefarmasian; c. SIKA bagi Apoteker yang melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitas produksi atau fasilitas distribusi/penyaluran; atau SIPA bagi Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian diberikan untuk 1 (satu) tempat fasilitas kefarmasian. Apoteker penanggung jawab di fasilitas pelayanan kefarmasian berupa puskesmas dapat menjadi Apoteker pendamping di luar jam kerja. SIPA bagi Apoteker pendamping dapat diberikan untuk paling banyak 3 (tiga) tempat fasilitas pelayanan kefarmasian. SIPA dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan. SIPA masih tetap berlaku sepanjang: a. STRA masih berlaku; dan b. Tempat praktik/bekerja masih sesuai dengan yang tercantum dalam SIPA Tata Cara Memperoleh SIPA Apoteker mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan. Permohonan SIPA harus melampirkan: a. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN; Universitas Indonesia

19 9 b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dar pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi atau distribusi/penyaluran; c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi; dan d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 (dua) lembar; Dalam mengajukan permohonan SIPA sebagai Apoteker pendamping harus dinyatakan secara tegas permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian pertama, kedua, atau ketiga. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan SIPA paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap Pencabutan SIPA Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut SIPA karena: a. Atas permintaan yang bersangkutan; b. STRA tidak berlaku lagi; yang bersangkutan tidak bekerja pada tempat yang tercantum dalam surat izin; c. Yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan mental untuk menjalankan pekerjaan kefarmasian berdasarkan pembinaan dan pengawasan dan ditetapkan dengan surat keterangan dokter; d. Melakukan pelanggaran disiplin tenaga kefarmasian berdasarkan rekomendasi KFN. e. Melakukan pelanggaran hukum di bidang kefarmasian yang dibuktikan dengan putusan pengadilan. Pencabutan dikirimkan kepada pemilik SIPA dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan organisasi profesi. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkanpelaksanaan pemberian SIPA serta pencabutannya setiap 3 (tiga) bulan sekali kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Kepala Dinas Kesehatan Provinsi wajib melaporkan rekapitulasi pemberian SIPA serta pencabutannya setiap 6 (enam) bulan sekali kepada Direktur Jenderal. Universitas Indonesia

20 Pengelolaan Apotek (Departemen Kesehatan RI, 1993) Seluruh upaya dan kegiatan Apoteker untuk melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan apotek disebut sebagai pengelolaan apotek. Kegiatan pengelolaan apotek dibagi menjadi dua, yaitu pengelolaan teknis farmasi dan pengelolaan non teknis farmasi. Pengelolaan non teknis kefarmasian tersebut meliputi kegiatan administrasi, keuangan, pajak, personalia, kegiatan bidang material dan bidang lain yang berhubungan dengan apotek. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MenKes/Per/X/1993, pengelolaan apotek meliputi : a. Peracikan, pengolahan, pengubahan bentuk, penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat. b. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat. c. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi, meliputi: 1) Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat. 2) Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan, bahaya atau mutu suatu obat dan perbekalan farmasi lainnya. 3) Pelayanan informasi tersebut di atas wajib didasarkan pada kepentingan masyarakat Pelayanan Apotek (Departemen Kesehatan RI, 1993) Peraturan yang mengatur tentang Pelayanan Apotek adalah Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 yaitu: a. Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin. b. Apoteker wajib melayani resep dokter, dokter gigi dan dokter hewan. Pelayanan resep ini sepenuhnya atas dasar tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat. Universitas Indonesia

21 11 c. Apoteker tidak diizinkan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat paten, namun resep dengan obat bermerek dagang atau obat paten boleh diganti dengan obat generik. d. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam resep, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter untuk memilih obat yang lebih tepat. e. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien secara tepat, aman dan rasional atas permintaan masyarakat. f. Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib menyatakan secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep. g. Salinan resep harus ditandatangani oleh apoteker. h. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu tiga tahun. i. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis kesehatan, atau petugas lain yang berwenang menurut perundangundangan yang berlaku. j. APA, apoteker pendamping atau apoteker pengganti diizinkan menjual obat keras tanpa resep yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek, yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia. k. Apabila Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka Apotek, Apoteker pengelola Apotek dapat menunjuk Apoteker Pendamping. Apabila Apoteker Pengelola Apotek dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, Apoteker Pengelola Apotek dapat menunjuk Apoteker Pengganti. l. Apoteker Pengelola Apotek turut bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker Pendamping, Apoteker Pengganti di dalam pengelolaan Apotek. Apoteker Pendamping bertanggung jawab Universitas Indonesia

22 12 atas pelaksanaan tugas pelayanan kefarmasian selama yang bersangkutan bertugas menggantikan Apoteker Pengelola Apotek. m. Dalam pelaksanaan pengelolaan apotek, APA dibantu oleh AA (Asisten Apoteker) yangmelakukan pekerjaan kefarmasian dibawah pengawasan Apoteker Pelayanan Obat Wajib Apotek (OWA) Obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter oleh apoteker di apotek disebut Obat Wajib Apotek (OWA) (Tabel 2.1.). Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 919/MENKES/PER/X/1993, obat yang dapat diserahkan tanpa resep dokter harus memenuhi kriteria berikut (Departemen Kesehatan RI, 1993): a. Tidak dikontraindikasikan untuk penggunaan pada wanita hamil, anak di bawah usia 2 tahun dan orang tua diatas 65 tahun. b. Pengobatan sendiri dengan obat dimaksud tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit. c. Penggunaan tidak memerlukan cara dan atau alat khusus yang harus dilakukan oleh tenagan kesehatan. d. Penggunaan diperlukan untuk penyakit yang prevalensinya tinggi di Indonesia. e. Obat dimaksud memiliki rasio khasiat keamanan yang dapat dipertanggung jawabkan untuk pengobatan sendiri. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No. 347/MENKES/SK/VII/1990, dalam melayani pasien yang memerlukan OWA apoteker di apotek diwajibkan untuk (Departemen Kesehatan RI, 1990): a. Memenuhi ketentuan dan batasan tiap jenis obat per pasien yang disebutkan dalam OWA yang bersangkutan. b. Membuat catatan pasien serta obat yang telah diserahkan. c. Memberikan informasi, meliputi dosis dan aturan pakainya, kontraindikasi, efek samping dan lain-lain yang perlu diperhatikan oleh pasien. Universitas Indonesia

23 Pelayanan Informasi Obat (PIO) dan Swamedikasi Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/ MENKES/PER/X/1993, apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien, penggunaan obat yang tepat, aman dan rasional atas permintaan pasien. Dalam memberikan informasi kepada pasien minimal mencakup informasi mengenai obat yang berikan kepada pasien (Departemen Kesehatan RI, 1993). Perilaku penggunaan obat oleh pasien dapat dipengaruhi antara lain oleh tingkat pengetahuan pasien dan efektivitas informasi yang diterima pasien mengenai obat yang digunakannya. Pemberian informasi obat kepada pasien bertujuan antara lain agar pasien mengerti tentang penggunaan obat yang diterimanya, misalkan cara minum obat yang benar. Materi informasi yang diberikan antara lain mengenai nama obat, indikasi, dosis, cara penggunaan, kemungkinan interaksi dengan obat lain atau makanan, anjuran-anjuran khusus pada pemakaian obat, efek samping dan penanggulangannya, kontraindikasi dari obat yang diberikan, tindakan yang dilakukan jika lupa minum obat, cara penyimpanan dan cara menanggulangi kelalaian dalam meminum obat. Untuk memberikan informasi tersebut, diperlukan penguasaan teknik komunikasi yang berkaitan dengan pemahaman mengenai latar belakang sosial, ekonomi dan budaya penerima informasi disamping mengetahui dan memahami tentang obat dan pengobatan. Informasi yang diberikan tidak harus ilmiah yang terpenting yaitu mudah dimengerti, dipahami dan dicerna oleh pasien.informasi disampaikan secara singkat, jelas, terbuka dan menghindari sikap menggurui, memaksa dan menyalahkan. Komunikasi harus dilakukan sedemikan rupa agar terjadi komunikasi yang interaktif. Adapun swamedikasi merupakan suatu kegiatan pengobatan sendiri yang dilakukan oleh seorang individu untuk mengatasi sakit atau keluhan yang dirasakan tanpa bantuan ahli medis (Tan dan Raharja, 1993). Swamedikasi dalam terminologi lain merupakan kegiatan mengobati segala keluhan pada diri sendiri dengan obat-obat yang dibeli bebas di apotek atau toko obat atas inisiatif sendiri tanpa nasihat dokter. Swamedikasi seringkali dilakukan oleh masyarakat terutama Universitas Indonesia

24 14 masyarakat dengan klasifikasi kelas mengah ke bawah, masyarakat dengan berbagai kesibukan dan masyarakat dengan gejala penyakit yang ringan dan biasanya dapat sembuh dengan menggunakan obat-obat bebas. Swamedikasi sebenarnya bukan hal yang sulit, namun juga bukan hal yang dapat diabaikan karena kegiatan swamedikasi berhubungan dengan obat yang sejatinya adalah racun.informasi yang diperoleh dalam swamedikasi harus diperoleh dari sumber yang terpercaya. Sumber informasi yang dapat dijadikan referensi misalnya dari tenaga kesehatan (dokter dan apoteker), dan kemasan obat (karena diawasi oleh BPOM). Informasi yang berasal dari iklan masih belum lengkap, terutama terkait kelengkapan informasi, misalnya tidak menyebutkan nama bahan kimia, aturan dan cara pakai yang jelas, serta efek samping yang mungkin terjadi selama mengkonsumsi obat. Dalam melakukan tindakan swamedikasi sangat penting untuk mengetahui keluhan-keluhan mana yang dapat diobati sendiri dan mana yang tidak. Dalam praktek, batasannya ditentukan oleh obat-obat yang dapat dibeli di apotek secara bebas. Penyakit ringan yang dapat diberikan pelayanan swamedikasi meliputi demam, nyeri, pusing, batuk, influenza, maag, cacingan, diare, penyakit kulit (Departemen Kesehatan RI, 2006b). Adapun gejala berbahaya yang tidak boleh diobati sendiri diantaranya adalah batuk dan serak yang bertahan lebih lama dari 1-2 minggu, batuk darah, rasa nyeri atau sulit menelan yang tidak segera sembuh, borok yang tidak segera sembuh, buang air besar/kecil dengan darah, keluarnya lendir/darah yang luar biasa dari vagina, demam di atas 40 0 C yang bertahan lama lebih dari 2-3 hari yang disertai gejala-gejala lain, seperti nyeri tenggorokan dan diare atau muntah yang hebat (Tan dan Raharja, 1993). Hal-hal yang menguntungkan yang dijadikan dasar seseorang berswamedikasi adalah: a. Menghemat biaya. b. Segera dapat melakukan aktivitas kembali. Selain keuntungan, ada sisi buruk yang merugikan seseorang berswamedikasi, yaitu: a. Terjadi salah pengobatan (medication error). Universitas Indonesia

25 15 b. Timbulnya efek samping yang merugikan. c. Terjadi penutupan (masking) gejala-gejala yang perlu diketahui dokter untuk menentukan diagnosa. d. Penyakit bertambah parah. Tahapan swamedikasi yang baik meliputi proses sebagai berikut: a. Memperoleh informasi dan menafsirkan gejala. b. Menentukan tindakan. c. Memilih obat. d. Memberikan obat beserta informasi obat Pengalihan Tanggung Jawab Apoteker (Departemen Kesehatan RI, 2002) Pengalihan tanggung jawab apoteker diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002, yaitu: a. Apabila Apoteker Pengelola Apotek (APA) berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, APA harus menunjuk apoteker pendamping. b. Apabila APA dan Apoteker pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA menunjuk apoteker pengganti. c. Apabila APA meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali dua puluh empat jam, ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. d. Apabila pada apotek tersebut tidak terdapat Apoteker Pendamping, pelaporan oleh ahli waris wajib disertai penyerahan resep, narkotika, psikotropika, obat keras, dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. e. Pada penyerahan resep, narkotika, psikotropika dan obat keras serta kunci tersebut, dibuat berita acara serah terima dengan Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Universitas Indonesia

26 Pencabutan Surat Izin Apotek (Departemen Kesehatan RI, 2002) Menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/Menkes/SK/2002, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dapat mencabut surat izin apotek apabila: a. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi ketentuan sebagai berikut: 1) Ijazah telah terdaftar pada Departemen Kesehatan. 2) Telah mengucapkan Sumpah/Janji sebagai Apoteker. 3) Memiliki Surat Izin Kerja dari Menteri 4) Memenuhi syarat-syarat kesehatan fisik dan mental untuk melaksanakan tugasnya, sebagai Apoteker. 5) Tidak bekerja di suatu Perusahaan farmasi dan tidak menjadi Apoteker Pengelola Apotik di Apotik lain. b. Apoteker tidak lagi memenuhi kewajibannya untuk menyediakan, menyimpan dan menyerahkan sediaan farmasi yang bermutu baik dan keabsahannya terjamin. Sediaan farmasi yang karena sesuatu hal tidak dapat digunakan lagi atau dilarang digunakan, harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri. Apoteker mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat paten. c. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 tahun secara terus menerus. d. Terjadi pelanggaran terhadap Undang-Undang obat keras No. St 1973 No.541, UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, UU No. 5 tahun 1997 tentang psikotropika, UU No. 22 tahun narkotika, serta peraturan perundang-undangan lain yang berlaku. e. Surat Izin Kerja Pengelola Apotek dicabut. f. Pemilik Sarana apotek terbukti terlibat dalam pelanggaran perundangundangan di bidang obat. g. Apotek tidak dapat lagi memenuhi persyaratan mengenai kesiapan tempat pendirian apotek serta kelengkapan sediaan farmasi dan perbekalan lainnya baik merupakan milik sendiri atau pihak lain. Universitas Indonesia

27 17 Kepala Dinas Ksehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan surat izin apotek berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Pelaksanaan pencabutan surat izin apotek dilaksanakan setelah dikeluarkan: a. Peringatan secara tertulis kepada Apoteker Pengelola Apotek sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan dengan menggunakan contoh Formulir Model APT -12. b. Pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan Apotek dengan menggunakan Formulir Model APT-13. Pembekuan Izin Apotek dicabut, Apoteker Pengelola Apotek atau Apoteker Pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasi sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengamanan yang dimaksud wajib mengikuti tata cara sebagai berikut : a. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, psikotropika, obat keras tertentu dan obat lainnya serta seluruh resep yang tersedia di apotek. b. Narkotika, psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci. c. Apoteker Pengelola Apotek wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, tentang penghentian kegiatan disertai laporan inventerisasi yang dimaksud dalam huruf (a) Penggolongan Obat yang Beredar di Indonesia (Departemen Kesehatan RI, 1993) Obat Bebas Obat golongan ini adalah obat yang dapat dibeli tanpa resep dokter. Pada kemasan ditandai dengan lingkaran hitam, mengelilingi bulatan warna hijau disertai brosur yang berisi nama obat, nama dan isi zat berkhasiat, indikasi, dosis, atau aturan pemakaiannya, nomor batch, nomor registrasi, nama pabrik, dan alamat serta cara penyimpanannya. Contoh : Parasetamol. Universitas Indonesia

28 18 Gambar 2.1. Penandaan obat bebas Obat Bebas Terbatas Obat dengan golongan ini adalah obat keras yang diberi batas pada setiap takaran dan kemasan yang digunakan untuk mengobati penyakit ringan yang dapat dikenali oleh penderita sendiri. Obat ini dapat dibeli tanpa resep dokter. Obat bebas terbatas ditandai dengan lingkaran hitam, mengelilingi bulatan warna biru yang ditulis pada etiket dan bungkus luar. Contoh : CTM. Gambar 2.2. Penandaan obat bebas terbatas Disamping itu ada tanda peringatan P.No.1 sampai dengan P.No.6, dan penandaan pada etiket atau brosur terdapat nama obat yang bersangkutan, daftar bahan khasiat serta jumlah yang digunakan, nomor batch, dan tanggal kadaluarsa, nomor registrasi, nama dan alamat produsen, petunjuk penggunaan (indikasi), dan cara pemakaian, peringatan, serta kontraindikasi. Tanda peringatan pada kemasan dibuat dengan dasar hitam, tulisan putih. Gambar 2.3. Tanda peringatan pada obat bebas terbatas (P1-P6) Universitas Indonesia

29 Obat Keras Obat golongan ini adalah obat-obatan yang mempunyai khasiat mengobati, menguatkan, mendesinfeksi dan lain-lain pada tubuh manusia, baik dalam bungkusan atau tidak yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Tanda khusus lingkaran merah dengan garis tepi dan huruf K didalamnya. Psikotropika termasuk dalam golongan obat keras. Contoh : Diazepam, Phenobarbital. Gambar 2.4. Penandaan obat keras Narkotika Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Contoh : Morfin, Petidin. Gambar 2.5. Penandaan obat narkotika Berdasarkan Undang-undang No. 22 Tahun 1997, narkotika dibedakan dalam tiga golongan yaitu: a. Narkotika golongan I, yang dapat digunakan untuk kepentingan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan dilarang digunakan untuk kepentingan lainnya, serta mempunyai potensi yang sangat tinggi untuk menimbulkan ketergantungan. Contoh tanaman Papaver somniferum (kecuali biji), Erythroxylon coca, Cannabis sativa. b. Narkotika golongan II, yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan sebagai pilihan terakhir dalam terapi dan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi untuk menimbulkan ketergantungan. Contohnya adalah morfin dan petidin. Universitas Indonesia

30 20 c. Narkotika golongan III, yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan untuk menimbulkan ketergantungan, contohnya yaitu Codein Pengelolaan Narkotika Pengertian narkotika menurut Undang-undang No. 35 Tahun 2009 adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan (Sekretariat Negara, 2009). Kemasan obat narkotika ditandai dengan lingkaran yang di dalamnya terdapat palang berwarna merah (Departemen Kesehatan RI, 2006b). Menurut Undang-undang No.22 Tahun 1997 pengaturan narkotika bertujuan untuk : a. Menjamin ketersediaan narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan atau pengembangan ilmu pengetahuan; b. Mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika; dan c. Memberantas peredaran narkotika. Secara garis besar pengelolaan narkotika meliputi pemesanan, penyimpanan, pelayanan dan pemusnahan Pemesanan narkotika Apoteker hanya dapat memesan narkotika melalui Pedagang Besar Farmasi (PBF) tertentu yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan, yaitu PT. Kimia Farma, dengan tujuan untuk memudahkan pengawasan peredaran narkotika. Pemesanan narkotika dilakukan dengan menggunakan surat pesanan (SP) khusus narkotika yang terdiri dari 4 rangkap (tiap lembar untuk Dinas Kesehatan kabupaten/kota, BPOM, PBF Kimia Farma dan arsip apotek) yang ditandatangani oleh APA serta dilengkapi dengan nama jelas, stempel apotek, nomor SIK, dan SIA. Satu Surat Pemesanan (SP) hanya untuk memesan satu jenis narkotika. Universitas Indonesia

31 Penyimpanan narkotika (Departemen Kesehatan RI, 1978) Apotek harus mempunyai tempat khusus yang dikunci dengan baik untuk menyimpan narkotika. Syarat-syarat yang harus dipenuhi tempat penyimpanan narkotika ialah sebagai berikut: a. Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat. b. Harus mempunyai kunci yang kuat. c. Dibagi dua, masing-masing dengan kunci berlainan; bagian pertama dipergunakan untuk menyimpan morfin, petidin, dan garam-garamnya serta persediaan narkotika; bagian kedua dipergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari-hari. d. Apabila tempat khusus tersebut berupalemariberukuran kurang dari 40x80x100 cm, maka lemari tersebut harus dibaut pada tembok atau lantai. e. Lemari khusus tidak boleh digunakan untuk menyimpan barang lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan. f. Anak kunci lemari khusus harus dipegang oleh penanggung jawab atau pegawai lain yang dikuasakan. g. Lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum Pelayanan Resep yang Mengandung Narkotika Menurut UU No. 9 tahun 1976 tentang narkotika disebutkan bahwa: a. Narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pengobatan dan/atau ilmu pengetahuan. b. Narkotika hanya dapat dipergunakan untuk pengobatan penyakit berdasarkan resep dokter. c. Apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum dilayani sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani di apotek yang menyimpan resep asli. Salinan resep dari resep narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani sama sekali. Dengan demikian, dokter tidak boleh menambah tulisan iter pada resep yang mengandung narkotika. Universitas Indonesia

32 Pelaporan Narkotika Undang-undang No. 22 tahun 1997 pasal 11 ayat (2) menyatakan bahwa importir, eksportir, pabrik obat, pedagang besar farmasi, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan/atau pengeluaran narkotika yang ada dalam penguasaannya. Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan yang ditandatangani oleh APA. Laporan tersebut terdiri dari laporan penggunaan bahan baku narkotika, laporan penggunaan sediaan jadi narkotika dan laporan khusus menggunakan morfin, petidin dan derivatnya. Laporan dikirim ke kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat selambat lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya, dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, Balai/Balai Besar POM, dan sebagai arsip Pemusnahan Narkotika (Departemen Kesehatan RI, 1978) APA dapat melakukan pemusnahan narkotika yang rusak, kadaluarsa, atau tidak memenuhi syarat lagi untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan. APA yang memusnahkan narkotika harus membuat berita acara pemusnahan narkotika yang memuat: a. Hari, tanggal, bulan,dan tahun pemusnahan b. Nama APA c. Nama seorang saksi dari pemerintah dan seorang saksi lain dari perusahaan atau badan tersebut d. Nama dan jumlah Narkotika yang dimusnahkan e. Cara pemusnahan f. Tandatangan penanggung jawab apotek Pemusnahan narkotika harus disaksikan oleh: a. Petugas Direktorat Pengawasan Obat dan Makanan untuk importir, pabrik farmasi dan unit pergudangan pusat. Universitas Indonesia

33 23 b. Petugas Kantor Wilayah Departemen Kesehatan untuk pedagang besar farmasi penyalur narkotika, lembaga dan unit pergudangan propinsi. c. Petugas Dinas Kesehatan Daerah Tingkat II untuk apotek, rumah sakit, puskesmas dan dokter. Berita acara pemusnahan narkotika tersebut dikirimkan kepada kepala kantor Departemen Kesehatan Republik Indonesia dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi, Balai/Balai Besar POM, dan sebagai arsip. Menurut Petunjuk Teknis Peraturan Apotek Tahun 2004 mengenai Prosedur Tetap Pelayanan Resep Narkotika, yaitu: a. Melakukan pemeriksaan terhadap kelengkapan administrasi. b. Melakukan pemeriksaan kesesuaian farmasetik, yaitu bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. c. Mengkaji pertimbangan klinis, yaitu adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). d. Narkotika hanya dapat diserahkan atas dasar resep asli rumah sakit, puskesmas, apotek lainnya, balai pengobatan, dokter. Salinan resep narkotika dalam tulisan iter tidak bolah dilayani sama sekali. e. Salinan resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau yang belum dilayani sama sekali hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli. f. Mengkonsultasikan ke dokter tentang masalah resep apabila diperlukan Pengelolaan Psikotropika Menurut Undang Undang 5 Tahun 1997, psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan Narkotika yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada sasaran saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku. Psikotropika dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu: a. Psikotropika golongan I, yaitu psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta Universitas Indonesia

34 24 mempunyai potensi sangat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: lisergida dan meskalina. b. Psikotropika golongan II, yaitu psikotropika yang berkhasiat pengobatan, digunakan dalam terapi, dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: amfetamin dan metamfetamin. c. Psikotropika golongan III, yaitu psikotropika yang berkhasiat pengobatan, digunakan dalam terapi, dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: amobarbital, pentobarbital dan pentazosina. d. Psikotropika golongan IV, yaitu psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi, dan / atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contoh: barbital, alprazolam dan diazepam Pemesanan Psikotropika Surat Pesanan (SP) psikotropika harus ditandatangani oleh APA serta dilengkapi dengan nama jelas, stempel apotek, nomor SIK dan SIA. Satu surat pesanan ini dapat terdiri dari berbagai macam nama obat psikotropika dan dibuat tiga rangkap, dua lembar untuk PBF dan satu lembar untuk arsip apotek Penyimpanan Psikotropika Obat golongan psikotropika penyimpanannya belum diatur oleh perundang-undangan, namun karena kecenderungan penyalahgunaan psikotropika, maka disarankan agar obat golongan psikotropika diletakkan tersendiri dalam suatu rak atau lemari khusus Pelaporan Psikotropika Menurut UU No.5 tahun 1997, apotek wajib membuat dan menyimpan catatan mengenai kegiatan yang berhubungan dengan psikotropika dan wajib melaporkan kepada Menteri secara setiap bulan. Pelaporan psikotropika ditandatangani oleh APA ditujukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Universitas Indonesia

35 25 Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat, Balai/Balai Besar POM serta sebagai arsip apotek Pemusnahan Psikotropika Berdasarkan UU No. 5 tahun 1997, setiap pemusnahan psikotropika, wajib dibuatkan berita acara. Pemusnahan psikotropika dilaksanakan dalam hal: a. Berhubungan dengan tindak pidana b. Kadaluwarsa; c. Tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau untuk kepentingan ilmu pengetahuan. Pemusnahan psikotropika sebagaimana dimaksud: a. Pada butir (a) dilakukan oleh suatu tim yang terdiri dari pejabat yang mewakili Departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan, Kepolisian Negara Republik Indonesia, dan Kejaksaan sesuai dengan Hukum Acara Pidana yang berlaku, dan ditambah pejabat dari instansi terkait dengan tempat terungkapnya tindak pidana tersebut, dalam waktu tujuh hari setelah mendapat kekuatan hukum tetap. Untuk psikotopika khusus golongan I, wajib dilaksanakan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah dilakukan penyitaan; dan b. Pada butir (b) dan (c) dilakukan oleh apoteker yang bertanggung jawab atas peredaran psikotropika dengan disaksikan oleh pejabat Departemen yang bertanggung jawab di bidang kesehatan, dalam waktu 7 (tujuh) hari setelah mendapatkan kepastian Penyerahan Psikotropika Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter, dan pasien dengan resep dokter Pengadaan Persediaan Apotek (Quick, 1997) Pengadaan merupakan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan perbekalan farmasi berdasarkan fungsi perencanaan dan penganggaran. Tujuan pengadaan, Universitas Indonesia

36 26 yaitu untuk memperoleh barang atau jasa yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup dengan kualitas harga yang dapat dipertanggungjawabkan dalam waktu dan tempat tertentu secara efektif dan efisien menurut tata cara dan ketentuan yang berlaku. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam fungsi pengadaan tersebut harus memenuhi syarat, yakni: a. Doematig, artinya sesuai tujuan/sesuai rencana. Pengadaan haruslah sesuai kebutuhan yang sudah direncanakam sebelumnya. b. Rechtmatig, artinya sesuai hak/sesuai kemampuan. c. Wetmatig, artinya sistem/cara pengadaannya haruslah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku. Model pengadaan secara umum berdasarkan waktu adalah: a. Annual purchasing, yaitu pemesanan satu kali dalam satu tahun. b. Scheduled purchasing, yaitu pemesanan secara periodik dalam waktu tertentu misalnya mingguan, bulanan, dan sebagainya. c. Perpetual purchasing, yaitu pemesanan dilakukan setiap kali tingkat persediaan rendah. d. Kombinasi antara annual purchasing, scheduled purchasing, dan perpetual purchasing. Pengadaan dengan pemesanan yang bervariasi waktunya, sepert icara ini dapat diterapkan tergantung dari jenis obat yang dipesan. Misalnya obat impor dari suatu negara dimana devaluasi mata uang menjadi masalahutama, atau obat berharga murah yang jarang digunakan cukup dipesan sekalidalam setahun saja. Obat-obatan yang relatif slow moving tetapi digunakan secara reguler dapat dipesan secara periodik setiap tahun (scheduled purchasing), dan obat-obatan yang banyak diminati dan obat-obatan yang harganya sangat mahal maka pemesanan dilakukan secara perpetual purchasing. Setelah menentukan jenis pengadaan yang akan diterapkan berdasarkan frekuensi dan waktu pemesanan maka pengadaan atau pembelian barang di apotek dapat dilakukan dengan cara: Universitas Indonesia

37 27 a. Pembelian kontan Dalam pembelian kontan, pihak apotek langsung membayar harga obat yang dibeli dari distributor. Biasanya dilakukan oleh apotek yang baru dibuka karena untuk melakukan pembayaran kredit apotek harus menunjukkan kemampuannya dalam menjual. b. Pembelian kredit Pembayaran yang dilakukan pada waktu jatuh tempo yang telah ditetapkan, misalnya 30 hari setelah obat diterima apotek disebut pembelian kredit. c. Pembelian konsinyasi (titipan obat) Titipan barang dari pemilik kepada apotek, dimana apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila barang tersebut terjual disebut pembelian konsinyasi. Bila barang tersebut tidak terjual waktu yang telah disepakati, maka barang tersebut dapat dikembalikan pada pemiliknya Pengendalian Persediaan Apotek Untuk menjamin kelancaran pelayanan pasien di apotek secara efektif dan efisien, maka dalam hal ini pelu dilakukan pengendalian persediaan. Unsur dari pengendalian persediaan ini mencakup penentuan cara pemesanan atau pengadaannya, penentuan jenis persediaan yang menjadi prioritas pengadaan, hingga jumlah persediaan yang optimum dan yang harus ada di apotek untuk menghindari kekosongan persediaan. Dengan demikian, pengelolaan dan pengendalian persediaan obat di apotek berfungsi untuk memastikan pasien memperoleh obat yang dibutuhkan, mencegah risiko kualitas barang yang dipesan tidak baik sehingga harus dikembalikan, dan mendapatkan keuntungan dari pembelian dengan memilih distributor obat yang tepat, pengiriman cepat dan kualitas obat yang baik. Salah satu cara untuk menentukan dan mengendalikan jenis persediaan yang seharusnya dipesan adalah dengan melihat pergerakan keluar masuknya obat dan mengidentifikasi jenis persediaan yang menjadi prioritas pemesanan. Metode pengendalian persediaan dengan menyusun prioritas tersebut dapat dibuat dilakukan dengan menggunakan metode sebagai berikut (Quick, 1997): Universitas Indonesia

38 Analisa VEN (Vital, Esensial, Non esensial) Pengendalian obat dilakukan dengan memperhatikan kepentingan dan vitalitas obat yang harus selalu tersedia untuk melayani permintaan untuk pengobatan. a. V (Vital) Obat untuk penyelamatan hidup manusia atau untuk pengobatan karena penyakit yang mengakibatkan kematian, digolongkan dalam kelompok Vital (V). Pengadaan obat golongan ini diprioritaskan. b. E (Esensial) Obat yang banyak diminta untuk digunakan dalam tindakan atau pengobatan penyakit terbanyak, yang resepnya sering datang ke apotek, digolongkan dalam kelompok Esensial (E). Dengan kata lain, obat-obat golongan ini adalah obat yang fast-moving. c. N (Non esensial) Obat pelengkap yang sifatnya tidak esensial, tidak digunakan untuk penyelamatan hidup maupun pengobatan penyakit terbanyak digolongkan dalam kelompok Non esensial (N) Analisa Pareto (ABC) Analisa Pareto disusun berdasarkan penggolongan persediaan yang mempunyai nilai harga yang paling tinggi. Pareto membagi persediaan berdasarkan atas nilai rupiah (volume persediaan obat yang dibutuhkan dalam satu periode dikalikan harga per unit) sehingga untuk mengendalikan persediaan obat difokuskan pada item persediaan yang bernilai tinggi daripada yang bernilai rendah. Kriteria kelas dalam klasifikasi ABC: Kelas A Persediaan obat yang memiliki volume rupiah yang tinggi. Kelas ini mewakili sekitar 70% dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya sekitar 20% dari seluruh item. Memiliki dampak biaya yang tinggi. Pengendalian khusus dilakukan secara intensif. Universitas Indonesia

39 Kelas B Persediaan obat yang memiliki volume rupiah yang menengah. Kelas ini mewakili sekitar 20% dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya sekitar 30% dari seluruh item. Pengendalian khusus dilakukan secara moderat Kelas C Persediaan obat yang memiliki volume rupiah yang rendah. Kelas ini mewakili sekitar 10% dari total nilai persediaan, tapi terdiri sekitar 50% dari seluruh item. Pengendalian khusus dilakukan secara sederhana. Analisis pareto dilakukan dengan menghitung nilai investasi dari tiap sediaan obat dengan cara: a. Menghitung total investasi tiap jenis obat. b. Kelompokan berdasarkan nilai investasi dan diurutkan mulai dari nilai investasi terbesar hingga terkecil. c. Syarat pengelompokan adalah sebagai berikut: Kelompok A dengan nilai investasi 70% dari total investasi obat keseluruhan. Kelompok B dengan nilai investasi 20% dari total investasi obat keseluruhan. Kelompok C dengan nilai investasi 10% dari total investasi obat keseluruhan Analisa VEN-ABC Mengkategorikan item berdasarkan volume dan nilai penggunaannya selama periode waktu tertentu. Analisis VEN-ABC menggabungkan analisis Pareto dan VEN dalam suatu matrik sehingga analisa menjadi lebih tajam. Matrik dapat dibuat sebagai berikut: Tabel 2.2.Matrik analisa VEN - ABC V E N A VA EA NA B VB EB NB C VC EC NC Universitas Indonesia

40 30 Matrik diatas dapat dijadikan dasar dalam menetapkan prioritas untuk menyesuaikan anggaran atau perhatian dalam pengelolaan persediaan. Semua obat vital dan esensial dalam kelompok A, B, dan C. Tetapi kuantitasnya disesuaikan dengan kebutuhan konsumen apotek. Untuk obat non esensial dalam kelompok A tidak diprioritaskan, sedangkan kelompok B dan C pengadaannya disesuaikan dengan kebutuhan Strategi Pemasaran Apotek Strategi pemasaran yang umumnya dilakukan oleh apotek adalah analisis AIDA (Attention, Interest, Desire, Action) Attention Strategi ini merupakan upaya apotek untuk dapat menarik perhatian pengunjung/konsumen, yang dapat dilakukan dengan: a. Membuat desain eksterior apotek semenarik mungkin, seperti membuat papan nama yang besar dan memasang neon box agar mudah terlihat oleh siapapun yang lewat. b. Mendesain bangunan agar terlihat menarik dan juga memperhatikan kondisi ekonomi di lingkungan tempat pendirian apotek. Misalnya, jika apotek berada di lingkungan daerah menengah ke atas, maka desainnya dapat dibuat lebih mewah agar tampak meyakinkan pengunjung di lingkungan tersebut bahwa obat yang dijual lengkap dan berkualiatas. Sebaliknya, apabila apotek didirikan di lingkungan menengah ke bawah, maka desain yang dipilih tidak perlu mewah agar tidak membuat pengunjung merasa enggan atau ragu untuk datang karena memiliki sugesti obat yang dijual di apotek tersebut mahal. c. Menggunakan kaca transparan pada sisi depan apotek agar desain interior apotek dapat terlihat dari luar Interest Strategi ini bertujuan untuk menimbulkan keingintahuan pengunjung untuk masuk ke dalam apotek, yang dapat dilakukan dengan cara menyusun obat Universitas Indonesia

41 31 fast moving yang dipajang di ruang tunggu agar eye catching sehingga dapat langsung terlihat oleh pengunjung saat memasuki apotek serta obat disusun yang menarik dengan memperhatikan warna kemasan dan disusun berdasarkan efek farmakologis Desire Langkah selanjutnya setelah pengunjung masuk ke dalam apotek adalah menimbulkan keinginan mereka untuk membeli obat. Dalam hal ini, upaya yang dilakukan ialah melayani pengunjung dengan ramah, cepat tanggap dengan keinginan pelanggan, meningkatkan kelengkapan obat, dan memberikan harga yang bersaing Action Setelah melalui beberapa tahap diatas akhirnya pengunjung apotek tersebut memutuskan untuk membeli obat di apotek. Pelayanan yang dapat diberikan antara lain dengan menunjukkan kecepatan pelayanan dan pemberian informasi yang diperlukan. Universitas Indonesia

42 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK RAWA PULE 3.1. Sejarah Apotek Apotek Rawa Pule merupakan apotek profesi yang didirikan pada September 2007 dengan nomor SIA.449/ /SIAP/2007 di jalan KH. M. Usman Nomor 12C. Apoteker Pengelola Apotek (APA) sekaligus Pemilik Sarana Apotek (PSA) adalah Ibu Nadia Farhanah Syafhan, Apt., M.Si. yang memiliki surat penugasan dari Kementerian Kesehatan RI dengan nomor SP: KP Pada Agustus 2010, Apotek Rawa Pule berpindah lokasi ke Jalan KH.M.Usman No. 46, Kelurahan Kukusan, Kecamatan Beji, Kota Depok, Propinsi Jawa Barat. Nomor SIA sesuai lokasi yang baru berubah menjadi 449/95-180/SIA/BPPT/VII/2010. Pada awalnya, apotek Rawa Pule dijalankan oleh APA sendiri, kemudian apotek menambah karyawan sebagai Asisten Apoteker dan hingga sekarang memiliki 4 karyawan yang terdiri dari 3 asisten apoteker dan 1 non asisten apoteker (sebagai tenaga administrasi dan perawat), dan hingga saat ini Apotek Rawa Pule tidak memiliki Apoteker Pendamping Lokasi Apotek berada di daerah yang ramai dan padat penduduk, dekat dengan Rumah Sakit yaitu RSIA Graha Permata Ibu, Klinik Ananda, RS Sofa Marwa dan dekat dengan praktek dokter yang berlokasi di sekitar daerah Kukusan, Beji. Posisi apotek menghadap ke jalan raya dua arah yang dilalui kendaraan umum, serta memiliki halaman parkir yang cukup luas.apotek Rawa Pule juga bersebelahan dengan SMK Farmasi Galang Farmasia. Lokasi Apotek Rawa Pule dapat dilihat pada Gambar Bangunan dan Tata Ruang Bangunan Apotek Rawa Pule terdiri dari halaman parkir; ruang tunggu, ruang pelayanan dan ruang administrasi; ruang peracikan; ruang APA; dan toilet. Denah apotek Rawa Pule dapat dilihat di Gambar Universitas Indonesia

43 Ruang Tunggu, Ruang Pelayanan, dan Ruang Administrasi Ruang tunggu di apotek Rawa Pule cukup luas dan dilengkapi dengan fasilitas yang membuat pasien nyaman selama menunggu, seperti televisi yang diletakkan di sudut kiri ruang tunggu dan pendingin ruangan. Ruang tunggu yang juga merupakan ruang pelayanan apotek Rawa Pule digunakan untuk pelayanan resep, pelayanan swamedikasi dan penjualan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga(PKRT), pembayaran, serta penyerahan obat. Ruangan ini dibatasi oleh etalase untuk display produk OTC (Over The Counter) dan PKRT seperti perlengkapan bayi dan perlengkapan sehari-hari (sabun, shampoo dan lain-lain). Selain itu ruangan ini juga digunakan untuk melayani pemeriksaan darah untuk gula darah, asam urat dan kolesterol. Di ruangan ini pula dilaksanakan kegiatan administrasi seperti pencatan penjualan dan pembelian, transaksi pemesanan obat, penukaran faktur, dan pelunasan faktur yang telah jatuh tempo. Keadaan ruangan dapat dilihat Gambar Ruang Peracikan Di bagian dalam terdapat ruang peracikan yang terpisah dengan ruang tunggu. Ruang peracikan berada di dekat ruang pelayanan dan ruang APA. Ruang ini cukup luas dengan meja racik, dua lemari kayu dan satu lemari pendingin. Meja digunakan untuk menghitung, menyiapkan dan meracik obat, serta pemeriksaan obat dan menyalin resep. Lemari yang terdapat pada ruangan ini digunakan untuk menyimpan obat keras dan narkotik-psikotropika. Lemari pertama digunakan untuk menyimpan obat keras yang disusun secara alfabetis untuk memudahkan pengambilan obat. Lemari kedua digunakan untuk menyimpan narkotika dan disisi lain dari lemari digunakan untuk menyimpan psikotropika. Penyimpanan narkotika dilakukan pada lemari kayu dengan dua kunci dan senantiasa dikunci. Untuk penyimpanan sediaan pada suhu dingin seperti suppositoria, ovula, insulin, vaksin, dan obatobat suntik lain diletakkan di lemari pendingin yang telah memenuhi persyaratan. Selain sebagai ruang peracikan, ruangan ini juga sebagai gudang dan tempat penyimpanan peralatan makan. Gudang untuk menyimpan obat-obat sebagai obat pengaman ketika stok obat yang dijual habis dan untuk menyimpan Universitas Indonesia

44 34 alat pengukuran gula darah, asam urat, dan kolesterol.keadaan ruangan dapat dilihat pada Gambar Ruang APA Di sebelah ruang peracikan terdapat ruang APA yang dilengkapi dengan meja kerja dan satu buah lemari untuk menyimpan berkas-berkas apotek Struktur Organisasi Apotek Rawa Pule dipimpin oleh seorang Apoteker Pengelola Apotek sekaligus sebagai Pemilik Sarana Apotek (PSA) yang membawahi 4 (empat) orang karyawan, yaitu 3 orang asisten apoteker, dan 1 orang bagian pembelian. Kegiatan teknis kefarmasian dibantu oleh asisten apoteker yang juga merangkap sebagai kasir, sedangkan untuk kegiatan non kefarmasian seperti pembelian dilakukan oleh bagian administrasi.apotek Rawa Pule juga mempunyai satpam untuk menjaga keamanan apotek selama 24 jam. Struktur organisasi Apotek Rawa Pule dapat dilihat pada Gambar Kegiatan di Apotek Kegiatan yang dilakukan di Apotek Rawa Pule dikelompokkan menjadi dua yaitu kegiatan bidang teknis kefarmasian dan non teknis kefarmasian Kegiatan Teknis Kefarmasian Pengadaan atau pembelian perbekalan farmasi, penyimpanan barang, pembuatan obat racikan, penjualan obat, perbekalan farmasi dan PKRT kefarmasian Pengadaan/Pembelian Perbekalan Farmasi Karyawan bagianpembelianmelakukan kegiatan pengadaan perbekalan farmasi dengan menggunakan surat pesanan yang telah ditandatangani APA (Apoteker Pengelola Apotek). Pengadaan perbekalan farmasi dilaksanakan dengan tiga sistem, yaitu pembelian secara tunai, kredit, dan konsinyasi. Pembelian tunai adalah pembelian barang dimana pembayaran dilakukan secara langsung saat barang datang. Pembelian kredit adalah pembelian barang dimana Universitas Indonesia

45 35 pembayaran dilakukan secara kredit setelah jatuh tempoberdasarkan kerjasama. Pembelian konsinyasi adalah penitipan barang dari distributor kepada apotek, dimana apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila barang terjual, bila tidak terjual, barang tersebut dapat dikembalikan. Biasanya konsinyasi dilakukan untuk obat-obat baru yang belum di jual di apotek, yang sedang dalam promosi, sementara pembayaran dilakukan hanya terhadap barang yang terjual. Prinsip pengadaan barang di Apotek Rawa Pule adalah: a. Berasal dari sumber yang jelas; b. Memilih jenis dan jumlah barang disesuaikan dengan kondisi keuangan dan kategori arus barang fast moving atau slow moving; c. Berdasarkan epidemiologi atau penyakit yang sedang banyak di derita oleh masyarakat; d. Kondisi yang paling menguntungkan (mempertimbangkan mengenai harga, diskon, syarat pembayaran dan ketepatan barang datang). Pengadaan barang di apotek Rawa Pule dilakukan berdasarkan buku defekta kepada PBF dengan menggunakan surat pesanan langsung kepada salesman atau melalui telepon. Barang yang datang diterima oleh AA ataupun bagian pembelian dari PBF disertai dengan faktur pembelian serta surat pesanan dari apotek, kemudian dilakukan pengecekan kesesuaian terhadap jumlah, jenis bentuk, tanggal kadaluarsa, nomor batch serta kondisi fisik barang dengan surat pemesanan dan buku defekta. Apabila barang sesuai, maka faktur ditandatangani oleh AA atau karyawan yang menerima barang disertai dengan nama terang, tanggal dan waktu penerimaan, serta stempel apotek. Apabila terdapat barang yang dikirim tidak sesuai dengan perjanjian atau surat pesanan, atau karena barang yang diterima mendekati tanggal kadaluarsa, maka barang tersebut dikembalikan langsung atau diretur. Apotek menerima 2 lembar faktur sebagai arsip. Barang yang diterima kemudian diberi harga sesuai dengan harga yang telah ditetapkan apotek kemudian dilakukan pengecekan harga pada buku harga barang, apakah harga barang sesuai dengan buku harga barang atau tidak, apabila harga barang sudah naik, maka harga barang pada buku harga barang dilakukan penggantian. Faktur yang diterima kemudian dicatat pada buku catatan pembelian Universitas Indonesia

46 36 untuk menginventarisasi barang yang diterima dan jumlah nilai yang akan dibayarkan ketika jatuh tempo Penyimpanan dan Pengeluaran Barang Perbekalan farmasi yang telah diterima dari PBF setelah diberi harga kemudian ditempatkan di etalase atau rak penyimpanan stok barang. Penempatan barang menggunakan sistem First In First Out(FIFO) atau First Expired First Out (FEFO). Pada sistem FIFO, barang yang keluar lebih dahulu adalah barang yang lebih dahulu masuk, dan pada sistem FEFO, barang yang mempunyai tanggal kadaluarsa lebih cepat akan keluar lebih dahulu. Penyimpanan obat di Apotek Rawa Pule dilakukan dengan cara sebagai berikut: a. Obat dikelompokkan berdasarkan bentuk sediaan dan golongan obat (obat keras dan OTC); b. Tiap kelompok obat disusun secara alfabetis berdasarkan bentuk sediaan untuk mempermudah dalam pencarian/pengambilan; c. Narkotika disimpan dalam lemari khusus yang telah memenuhi persyaratan; d. Psikotropika disimpan dalam lemari khusus yang telah memenuhi persyaratan; e. Obat-obat yang harus disimpan pada suhu dingin seperti suppositoria, ovula, obat suntik dan lain-lain disimpan pada lemari pendingin. Penyusunan produk bebas dilakukan sedemikian rupa dengan penampilan warna yang menarik sehingga akan menarik perhatian pasien yang datang ke apotek. Tata cara pemesanan, penerimaan dan penyimpanan barang dapat dilihat pada Lampiran Pelayanan Apotek Pelayanan obat yang dilakukan di Apotek Rawa Pule adalah sebagai berikut: a. Pelayanan obat dengan resep Pelayanan atau penjualan dengan resep diberikan kepada pasien yang membeli obat dengan resep dokter secara tunai, proses pelayanan resepnya sebagai berikut (Lampiran 3.2): Universitas Indonesia

47 37 1) Apoteker menerima resep dari pasien, kemudian skrining resep yang meliputi: ketersediaan obat, kesesuaian administratif, farmasetik, klinik, identifikasi DRP (Drug Related Problem)dan diberi harga; 2) Setelah disetujui, pasien langsung membayar pada kasir; 3) Resep dibawa ke bagian peracikan untuk dikerjakan oleh AA yang dibantu oleh juru resep. Obat yang telah selesai dibuat, kemudian diberi etiket dan diperiksa oleh Apoteker/AA baik bentuk sediaan, nama pasien, etiket dan kesesuaian jumlah obat dengan resep; 4) Pada saat penyerahan obat pasien, diberikan informasi (dosis, frekuensi pemakaian sehari, waktu penggunaan obat, cara penggunaan obat dan efek samping yang mungkin terjadi) kemudian dicatat alamat dan nomor telepon pasien, jumlah dan harga resep ke dalam buku resep; 5) Pada pelayanan resep yang mengandung narkotika, tidak diperbolehkan menyerahkan narkotika atas dasar salinan resep dokter dan resep tersebut disimpan terpisah dengan resep obat non narkotika. b. Pelayanan obat bebas Pelayanan obat tanpa resep dokterkepada konsumen disebut dengan pelayanan obat bebas. Obat-obat yang dapat dijual bebas adalah obat yang termasuk dalam obat golongan obat bebas, obat bebas terbatas, alat kesehatan tertentu dan perbekalan kesehatan rumah tangga. Setelah dilakukan pembayaran di kasir, obat diserahkan kepada konsumen/pembeli. Pelayanan obat non resep di Apotek Rawa Pule dapat dilihat pada Lampiran 3.2. c. Pelayanan obat wajib apotek Pelayanan obat-obat keras tanpa menggunakan resep dokter yang dilakukan oleh apoteker di apotek termasuk ke dalam pelayanan obat wajib apotek. Setiap pelayanan tersebut diberikan informasi obat dan monitoring penggunaan obat. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.922/Menkes/Per/X/1993, Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan pengunaan obat yang diserahkan kepada pasien, pengunaan obat yang tepat, aman dan rasional atas permintaan pasien. Informasi mengenai obat yang diberikan pada pasien meliputi nama obat,indikasi, dosis, cara penggunaan, Universitas Indonesia

48 38 kemungkinan interaksi dengan obat lain atau makanan, efek samping, penanggulangannya dan kontra indikasi. Selain itu, hal yang penting juga untuk diinformasikan adalah tindakan yang dilakukan jika lupa minum obat, anjuran khusus pada pemakaian obat, serta cara penyimpanan dan cara mengulangi atau memperoleh kembali. Selain memberikan informasi yang berkaitan dengan pengggunaan obat saat menyerahkan obat kepada pasien, apotek Rawa Pule juga melayani konsultasi tentang obat. Perilaku pengunaan obat oleh pasien dapat dipengaruhi antara lain oleh tingkat pengetahuan pasien dan efektivitas informasi yang diterima pasien mengenai obat yang digunakannya. Pemberian informasi obat kepada pasien bertujuan antara lain agar pasien mengerti tentang penggunaan obat yang diterimanya, misalkan cara minum obat yang benar. Untuk memberikan informasi tersebut perlu penguasaan teknik komunikasi yang berkaitan dengan pemahaman mengenai latar belakang sosial, ekonomi dan budaya penerima informasi disamping mengetahui dan memahami tentang obat dan pengobatan. Informasi yang diberikan tidak harus ilmiah, yang penting adalah penerima mudah mengerti, memahami dan mencerna informasi yang dibutuhkan. Informasi disampaikan secara singkat, jelas, terbuka dan menghindari sikap menggurui, memaksa dan menyalahkan. Komunikasi harus dilakukan sedemikian rupa agar terjadi komunikasi yang interaktif Kegiatan Non-Teknis Kefarmasian Kegiatan Administrasi Dalam melaksanakan kegiatannya, Apotek tidak hanya menjalankan fungsi kefarmasian, tetapi juga menjalankan fungsi bisnis, yaitu melakukan kegiatan administrasi yang berfungsi untuk mencatat segala proses kegiatan kerja yang ada di apotek. Kegiatan administrasi yang dilakukan di Apotek Rawa Pule meliputi: a. Administrasi Penjualan Kegiatan pencatatan nama dan harga perbekalan kesehatan rumah tangga (PKRT) dan obat-obat yang terjual baik obat bebas (OTC) maupun obat keras(ethical) di apotek serta pencatatan pelayanan pengukuran gula darah, asam Universitas Indonesia

49 39 urat, dan kolesterol termasuk ke dalam kegiatan administrasi penjualan pada apotek Rawa Pule. b. Administrasi Pembelian Kredit atau Hutang Dagang Apotek Rawa Pule melakukan pembelian produk dari PBF dengan cara kredit dan konsinyasi. Setiap PBF memberikan kebijaksanaan mengenai harga obat maupun diskon yang berbeda-beda kepada apotek. Pencatatan terhadap pembelian kredit dibuat berdasarkan faktur hutang yang masuk dari PBF ke apotek dan di buat dalam sebuah laporan oleh bagian administrasi untuk memudahkan pengawasan. c. Administrasi Pembukuan Pencatatan transaksi-transaksi yang telah dilaksanakan oleh apotek Rawa Pule memerlukan administrasi pembukuan Sistem Administrasi Apotek Rawa Pule memiliki sistem administrasi yang dikelola dengan baik, dimulai dari perencanaan, pengadaan, pengelolaan, dan pelaporan barang masuk dan keluar. Pengelolaan ini dilakukan oleh Asisten Apoteker dan karyawan yang lain. Kelengkapan administrasi di Apotek Rawa Pule meliputi : a. Buku Defekta Daftar nama obat atau sediaan yang habis atau hampir habis dicatat dalam buku defekta agar dapat memenuhi kebutuhan di apotek. Keuntungan buku ini adalah dapat digunakan untuk mengecek barang yang sudah atau hampir habis dan mempercepat proses pemesanan sehingga ketersediaan barang di apotek dapat terkontrol dan terjamin dengan baik. b. Surat Pesanan (SP) Surat yang digunakan untuk memesan barang yang diperlukan oleh apotek disebut Surat Pesanan yang terdiri dari 2 rangkap, dimana yang asli diserahkan pada pihak distributor sedangkan kopiannya merupakan SP pertinggal di apotek untuk menyesuaikan barang yang datang dengan barang yang dipesan. Surat Pesanan harus ditandatangani AA apabila akan melakukan pemesanan barang. Dalam surat pesanan, terdapat tanggal pemesanan, nama PBF yang ditunjuk, Universitas Indonesia

50 40 nomor dan nama barang, jenis kemasan yang dipesan, jumlah pesanan, tanda tangan pemesan, dan stempel apotek.(dapat dilihat pada Lampiran 3.7). c. Buku Daftar Harga Daftar harga jual apotek berasal dari PBF yang ditambah dengan pajak dan margin dapat diketahui dari buku daftar harga. Pada buku ini tercantum nama obat (merk dagang atau generik) maupun bahan baku. Penyusunan nama obat berdasarkan alfabet. Buku daftar harga pada Apotek Rawa Pule dibedakan menjadi dua, yaitu untuk buku daftar harga obat OTC dan buku daftar harga obat ethical. d. Buku Pembelian Penerimaan barang dicatat dalam buku pembeliandengan mencantumkan tanggal, nama barang, jumlah barang, nama PBF, nomor faktur, tanggal jatuh tempo faktur, nomor batch, tanggal kadaluarsa, harga satuan, diskon yang diperoleh, total harga dan total pembayaran. Pencatatan ini dilakukan saat barang datang berdasarkan faktur pengiriman barang dari PBF. d. Buku Faktur Buku ini digunakan untuk mencatat nomor faktur dari pembelian pada PBF yang berisikan nomor faktur, tanggal pembelian, nama PBF, tanggal jatuh tempo, dan jumlah pembelian. Ketika dilakukan pembayaran faktur, maka pada buku ini ditulis tanggal dan waktu pembayaran pada faktur yang sudah dibayar. e. Buku Penjualan Penjualan apotek, baik untuk produk OTC ataupun ethicaldicatat dalam buku penjualan. Pada buku ini tercantum nama barang, jumlah barang, dan harga barang. f. Buku Catatan Harian Narkotika dan Psikotropika Buku ini berfungsi untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran obat-obat golongan narkotika dan psikotropika, yang berisikan nama obat, bulan, persediaan awal, penambahan jumlah yang meliputi tanggal pembelian, jumlah, nama PBF, pengurangan dan sisa serta keterangan lain jika ada. Untuk catatan harian narkotika dan psikotropika meliputi nomor resep, nama pasien, alamat pasien, nama dokter, alamat dokter, jumlah obat yang diresepkan dan sisa obat (dalam satuan tablet). Universitas Indonesia

51 Kegiatan Keuangan Kegiatan yang berhubungan dengan aliran uang masuk dan keluar dalam apotek merupakan kegiatan keuangan. Aliran uang masuk yang berasal dari setiap transaksi penjualan yang terjadi, baik berupa produk ataupun jasa, sedangkan arus keluar berasal dari berbagai macam pengeluaran atau pembiayaan hutang dagang dan biaya operasional apotek lainnya. Keluar masuk uang dicatat dalam bukubuku harian, yaitu: a. Buku pembelian untuk mencatat semua transaksi pembelian barang dagangan baik yang termasuk produk bebas maupun produk ethical di apotek. b. Buku penjualan untuk mencatat hasil penjualan barang dagangan, baik yang termasuk produk bebas maupun produk ethical dan pelayanan obat resep di apotek Pengelolaan Narkotik Pengelolaan narkotika di Apotek Rawa Pule adalah sebagai berikut: Pengadaan Narkotika Bagian pembelian apotek, memesan narkotika ke PBF Kimia Farma, pembelian dilakukan dengan menggunakan Surat Pesanan Narkotika rangkap 4 dimana satu surat pesanan hanya berlaku untuk satu jenis narkotika, yang telah ditandatangi oleh APA dengan mencantumkan nama jelas, nomor SIK, nomor SIA, jabatan, alamat rumah, nama apotek serta sempel apotek. Contoh Surat Pesanan Narkotika dapat dilihat pada Lampiran Penyimpanan Narkotika Narkotika pesanan diterima oleh Asisten Apoteker barang dengan mencantumkan nama jelas, SIK, tanda tangan, stempel apotek dan disertai tanggal dan waktu penerimaan narkotika. Pembayaran narkotika dilakukan secara tunai. Obat-obat golongan narkotika disimpan dalam lemari kayu yang telah sesuai dengan persyaratan. Di dalam lemari narkotika juga terdapat kartu stok, resep narkotik, catatan harian. Universitas Indonesia

52 Penjualan Narkotika Apotek Rawa Pule hanya melayani resep asli yang mengandung narkotika atau sisa obat dari salinan resep yang berasal dari Apotek Rawa Pule sendiri dengan mencantumkan nama dan alamat pasien yang jelas Pelaporan Narkotika Laporan pemakaian obat-obat golongan narkotika dibuat setiap bulan paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya dengan ditandatangani APA dan mencantumkan SIK dan stempel apotek.laporan ditujukan kepada Kepala Suku Dinas Kesehatan Depok dengan tembusan kepada kepala Balai Besar POM Bandung, dimana pelaporan dilakukan dengan memberikan laporan narkotika dalam bentuk hardcopy dan softcopy. Untuk pelaporan dalam bentuk hardcopy dapat diberikan langsung ke Dinas Kesehatan atau dapat dikirim melalui pos, sedangkan untuk laporan dalam bentuk softcopy dapat diberikan dengan cara atau diberikan dalam bentuk CD. Laporan Narkotika menggunakan program SIPNAP yang diberikan oleh dinas kesehatan Pengelolaan Psikotropik Obat-obatan golongan psikotropika di Apotek Rawa Pule dipesan ke PBF sama seperti pemesanan obat lainnya, dengan menggunakan Surat Pemesanan Psikotropika. Pada pemesanan obat psikotropik, dalam satu Surat Pesanan boleh lebih dari satu jenis obat.obat-obat ini diserahkan kepada pasien berdasarkan resep dokter atau salinan resep.contoh Surat Pesanan Psikotropika dan Spesimen Relasi dapat dilihat pada Lampiran 3.9. Pelaporan penggunaan Psikotropik sama seperti pelaporan narkotika, dimana pelaporan menggunakan program SIPNAP (Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika) dan diberikan kepada Dinas Kesehatan Depok dengan tembusan ke Balai POM Bandung paling lambat tanggal 10 setiap bulannya. Pelaporan psikotropik juga diberikan dalam dua bentuk, yaitu hardcopy dan softcopy. Universitas Indonesia

53 Pengelolaan Obat Generik Obat Generik pada Apotek Rawa Pule dipesan pada PBF sama seperti pemesanan obat lainnya, yaitu dengan menggunakan Surat Pesanan biasa yang juga dapat digunakan untuk memesan obat lain. Pada Apotek Rawa Pule obat generik yang dilayani berdasarkan resep dokter, dilaporkan kepada Dinas Kesehatan Depok dengan tembusan ke Balai POM Bandung. Pelaporan ini hanya untuk obat-obat generik yang dibeli melalui resep dokter, sedangkan untuk obat generik yang tidak dibeli dengan resep tidak dilaporkan. Universitas Indonesia

54 BAB 4 PEMBAHASAN Apotek merupakan tempat pengabdian profesi apoteker yang telah memenuhi syarat sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA) bertanggung jawab penuh terhadap keberhasilan atas pengelolaan apotek.oleh karena itu, seorang APA harus mempunyai kemampuan baik dari segi kefarmasian maupun dari segi manajerial yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelayanan dan pengawasan.hal tersebut diperlukan karena usaha perapotekan selain mempunyai fungsi pelayanan kepada masyarakat juga mempunyai fungsi bisnis demi kelangsungan hidup apotek maupun kesejahteraan karyawannya. Apotek Rawa Pule berada di lokasi yang strategis dengan akses dua arah. Apotek ini terletak di kawasan padat penduduk dengan keadaan ekonomi menengah sedang dan dekat dengan Rumah Sakit Ibu dan Anak Graha Permata Ibu dan Rumah Sakit Bersalin Sofa Marwa serta beberapa klinik praktek dokter dan bidan. Dengan adanya klinik praktek dokter, bidan dan rumah sakit memberikan keuntungan tersendiri bagi apotek Rawa Pule, karena pasien yang berobat di sarana pelayanan kesehatan tersebut dapat menjadi pelanggan apotek Rawa Pule. Apotek Rawa Pule juga dikelilingi oleh beberapa apotek pesaing seperti Apotek Kukusan Farma, Apotek Bahagia Farma, dan yang terdekat adalah Apotek Mariz. Apotek Rawa Pule tetap dapat bersaing dengan apotek-apotek sekitar dengan mengutamakan swamedikasi (pengobatan mandiri) dan pelayanan informasi obat (PIO), sehingga masyarakat lebih percaya dengan apotek ini. Apotek Rawa Pule juga melayani Home Care Pharmacy, sehingga apoteker dapat datang ke rumah pasien untuk melakukan pelayanan kefarmasian atas permintaan pasien yang memerlukan pelayanan kefarmasian. Apotek Rawa Pule memiliki bangunan dan tata ruang yang didesain cukup sederhana namun efektif. Secara umum, tata ruangan apotek sudah sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/MENKES/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, yaitu ruang tunggu, ruang racikan, keranjang sampah.namun, apotek ini belum menyediakan tempat untuk 44 Universitas Indonesia

55 45 meletakkan brosur/materi informasi kesehatan dan obat. Informasi mengenai kesehatan dan obat dapat membantu masyarakat dalam hal promosi kesehatan dan penyuluhan serta memberikan edukasi bagi masyarakat yang ingin mengobati penyakitnya sendiri (swamedikasi). Apotek juga memiliki kasir, ruang apoteker, ruangan shalat, kamar mandi, tempat pencucian atau wastafel serta halaman parkir. Apotek Rawa Pule mempunyai desain eksterior yang cukup sederhana sehingga memberikan kesan bahwa apotek menjual obat dan barang-barang lainnya dengan harga yang terjangkau, mengingat penduduk yang berada di sekitar apotek merupakan kalangan menengah hingga ke bawah.tampak luar Apotek Rawa Pule dapat dilihat pada Gambar 4.1. Pasien atau pembeli dapat melihat keadaan dalam apotek dari luar, karena apotek ini menggunakan kaca tembus pandang sehingga kegiatan dan kelengkapan obat dapat terlihat dari luar. Hal inilah yang menjadi daya tarik pasien atau pembeli untuk membeli obat di apotek ini. Selain itu, dengan penggunaan tembus pandang ini karyawan apotek dapat bekerja dengan hati-hati dan baik sehingga dapat meyakinkan pasien bahwa apotek memberikan pelayanan yang baik. Apotek dilengkapi dengan tempat parkir yang cukup luas, gratis, dan aman dengan adanya satpam yang berjaga. Apotek Rawa Pule memiliki papan nama yang terletak di depan apotek yakni papan nama berukuran besar yang terbuat dari neon box dan diletakkan di sisi jalan sehingga apotek dapat terlihat jelas baik dari arah depan maupun samping pada malam hari, hal ini dilakukan agar dapat menarik perhatian pelanggan serta memudahkan pasien mengenali apotek. Sayangnya, nama Apotek Rawa Pule tidak terlihat dengan jelas sehingga orang tidak mengetahui nama apotek tersebut. Nama merupakan identitas sehingga perlu diberikan porsi yang lebih untuk penempatan nama Rawa Pule pada papan apotek. Neon box apotek Rawa Pule dapat dilihat pada Gambar 4.3. Apoteker Pengelola Apotek (APA) memiliki peran dan tanggung jawab yang sangat penting dalam mengelola semua kegiatan yang berlangsung di apotek, untuk itu APA dituntut untuk selalu berada di apotek.apabila APA tidak dapat melaksanakan tugasnya atau berhalangan hadir diperlukan apoteker pendamping untuk menggantikan tugas APA. Dalam hal menyelenggarakan pelayanan Universitas Indonesia

56 46 kefarmasian, memimpin seluruh kegiatan manajerial apotek, secara aktif berusaha untuk meningkatkan omset penjualan, melayani permintaan obat bebas dan resep dokter, dan memberikan pelayanan informasi obat (PIO), melaksanakan pelayanan swamedikasi, memeriksa kebenaran obat yang akan diserahkan kepada pasien, membuat salinan resep, serta mengatur dan mengawasi pengamanan hasil penjualan tunai harian merupakan tugas dan tanggung jawab seorang APA. Apoteker pengelola apotek dibantu oleh asisten apoteker untuk urusan pengadaan, pemesanan, penerimaan dan pelaporan keuangan serta pembukuan.semua kegiatan yang dilakukan di apotek dilaksanakan dengan kebersamaan dan kekeluargaan sehingga setiap karyawan dapat saling membantu dalam menyelesaikan tugasnya. Pemesanan obat di Apotek Rawa Pule dilakukan setiap harijika ada barang yang kosong hanya berdasarkan buku defekta baik secara langsung ketika pegawai Pedagang Besar Farmasi (PBF) datang ke apotek maupun melalui telepon. Obat yang ditulis di defekta dianalisis lagi berdasarkan golongan fast moving atau slow moving. Prioritas pemesanan adalah fast moving, setelah itu baru slow moving jika ada perjanjian dengan pasien. Dapat terjadi pergeseran produk, yang awalnya fastmoving dapat menjadi slowmoving di kemudian hari, untuk itu alangkah baiknya jika Apotek melakukan evaluasi terhadap pergerakan obat yang dilakukan setiap 3 bulan sekali. Hal ini dilakukan untuk mengetahui obat mana saja yang masih tersedia dalam jumlah yang banyak, apakah ada obat yang sudah kadaluarsa, dan jenis obat mana yang tergolong fast moving dan slow moving pada periode tersebut. Pengendalian persediaan di apotek sangat penting untuk diperhatikan untuk menjamin kelancaran pelayanan pasien di apotek secara efektif dan efisien. Apotek harus dapat menentukan cara pemesanan atau pengadaannya, menentukan jenis persediaan yang menjadi prioritas pengadaan, hingga jumlah persediaan yang optimum dan yang harus ada di apotek untuk menghindari kekosongan persediaan. Salah satu cara untuk menentukan dan mengendalikan jenis persediaan yang seharusnya dipesan adalah dengan melihat pergerakan keluar masuknya obat dan mengidentifikasi jenis persediaan yang menjadi prioritas pemesanan. Universitas Indonesia

57 47 Penjualan yang terjadi setiap hari dicatat di buku penjualan baik jenis maupun jumlahnya. Pencatatan penjualan tersebut dibedakan antara obat OTC, obat keras (ethical) dan penjualan obat atas resep. Kegiatan administrasi seperti ini di Apotek Rawa Pule sudah berjalan dengan baik dan teratur. Agar pelanggan atau pasien yang datang ke apotek merasa puas dan senang sehingga pelanggan baru dapat bertambah dan dapat mempertahankan pelanggan lama, maka ketersediaan sarana prasarana dan sumber daya di apotek, juga perlu didukung oleh pelayanan kefarmasian yang baik. Hal ini secara tidak langsung dapat meningkatkan pendapatan apotek. Pelayanan di Apotek Rawa Pule sudah berjalan dengan baik. Hal ini terlihat dengan cukup banyaknya pasien yang datang kembali untuk membeli obat dan terciptanya hubungan yang baik antara pihak apotek dan pasien. Penataan obat bebas dan bebas terbatas atau yang lebih dikenal dengan istilah obat OTC (Over The Counter)berada diruang tunggu dan diletakkan di etalase bagian depan dan belakang. Etalase depan terdiri dari tiga rak yang terdiri dari rak pertama berisi sediaan padat dan cair dalam ukuran kecil yang disusun secara farmakologi seperti analgesik-antipiretik, obat batuk-flu, vitamin, dan sediaan cair seperti obat tetes mata. Pada rak kedua berisi obat sediaan setengah padat seperti balsam, salep, krim, obat pencernaan dalam bentuk padat dan cair.sedangkan pada rak ketiga dan keempat berisi obat sedian cair seperti obat batuk-flu, dan madu. Untuk etalase belakang terdri dari dua etalase besar. Etalase belakang pertama bagian atas digunakan untuk mendisplai vitamin sediaan cair, obat luar/topikal, produk susu bayi, dan sediaan pampers bayi. Bagian bawah digunakan untuk mendisplai analgetik-antipiretik dalam bentuk cair, vitamin sediaan padat, dan untuk baris paling bawah digunakan untuk menyimpan kelebihan stok OTC. Etalase belakang kedua bagian atas untuk mendisplai produk-produk herbal dan konsinyasi. Bagian bawahnya digunakan untuk mendisplai produk PKRT yakni minyak kayu putih, minyak telon, kasa, dan alkohol. Penataan obat golongan keras untuk sediaan padat terletak diruang peracikan yang disimpan di rak kayu dan disusun secara alfabetis dengan pemisahan antara obat generik dan obat dengan nama dagang. Hal ini dapat Universitas Indonesia

58 48 membantu karyawan untuk memudahkan dalam pengambilan obat sehingga dapat meminimalkan terjadinya kesalahan pengambilan obat dan mempercepat waktu pengerjaan.persediaan obat keras sediaan cair dan semi padat baik obat dalam maupun luar dipisahkan pada rak yang berbeda yakni dibalik rak etalase OTC, hal ini dilakukan untuk memanfaatkan ruangan dan obat tetap disusun secara alfabetis. Sediaan yag dimaksud adalah sirup, tetes mata, tetes telinga, salep mata, salep kulit, nebulizer, inhaler, infus, sufratulle (gauze). Obat golongan psikotropika dan narkotika disimpan dalam lemari khusus yang telah sesuai dengan persyaratan. Hal ini dilakukan untuk memberikan perhatian bagi petugas apotek bahwa golongan obat ini berbeda dari obat keras (ethical) lainnya, sehingga perlu hati-hati dalam memberi atau memilihkan obat tersebut untuk pasien. Pencatatan penggunaan psikotropika dan narkotika serta resep yang mengandung psikotropika dan narkotika disimpan dalam lemari khusus tersebut. Kartu stok untuk semua obat disimpan terpisah agar memberikan kesan rapi.kartu stok dapat dilihat di Lampiran 4.1.Seluruh kartu stok diletakkan di sebelah meja administrasi di ruang tunggu yang dibedakan menjadi kartu stok obat OTC, obat keras, dan produk konsinyasi, dan disimpan dalam dus yang berbeda. Sedangkan untuk kartu stok obat golongan psikotropika dan golongan narkotika berada dilemari khusus bersama dengan obat-obat tersebut. Universitas Indonesia

59 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan a. Apoteker Pengelola Apotek memiliki peran dan tanggung jawab yang sangat penting dalam mengelola semua kegiatan yang berlangsung di apotek. Tugas apoteker mencakup memimpin, mengawasi, dan bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan apotek, baik kegiatan teknis maupun kegiatan non teknis kefarmasian. b. Pengelolaan apotek mencakup administrasi, manajemen pengadaan, penyimpanan, penjualan dan pelayanan telah sesuai dengan peraturan, dan etika yang berlaku dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat Saran a. Pemesanan sebaiknya dilakukan dua kali seminggu dengan memperhitungkan perputaran persediaan, agar tidak terjadi kekosongan persediaan. b. Sebaiknya dilakukan evaluasi pergerakan obat tiap 3 bulan sekali untuk mengetahui barang-barang yang diperlukan apotek dalam memenuhi kebutuhan pasien atau pelanggan, c. Sebaiknya ada Apoteker Pendamping untuk menggantikan APA jika berhalangan hadir agar pelayanan pasien dapat terlaksana lebih baik, 49 Universitas Indonesia

60 50 DAFTAR ACUAN Sekretariat Negara Republik Indonesia. (1997).Undang-undang No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika.. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Sekretariat Negara Republik Indonesia. (2009). Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Sekretariat Negara Republik Indonesia. (1980). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 25 tahun 1980 Tentang Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Sekretariat Negara Republik Indonesia. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. (2009). Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 919/Menkes/Per/X/1993. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/Menkes/PER/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1997). Peraturan Menteri Kesehatan No. 28/Menkes/Per/I/1978 tentang Tata Cara Penyimpanan Narkotika. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1997). Peraturan Menteri Kesehatan No. 28/Menkes/Per/I/1978 tentang Tata Cara Penyimpanan Narkotika.. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.(2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/Menkes/Per/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2007). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Universitas Indonesia

61 51 Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan No. 889/Menkes/Per/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian.(2011). Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006a). Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek.. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006b). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Universitas Indonesia

62 GAMBAR

63 52 Gambar 3.1. Lokasi Apotek Rawa Pule

64 53 Gambar 3.2. Tata Ruang Apotek Rawa Pule

65 54 Gambar 3.3. Ruang Tunggu Apotek Rawa Pule

66 55 Gambar 3.4. Ruang Racik dan Lemari Penyimpanan

67 56 APA Penanggung Jawab Pembelian/Administrasi AA AA Gambar 3.5. Struktur Organisasi Apotek Rawa Pule

68 57 Gambar 4.1. Tampak Luar Apotek Rawa Pule

69 58 Gambar 4.2. Tampak Dalam Apotek Rawa Pule

70 59 (A) (B) Keterangan: (A) Keadaan neon box pada siang hari; (B) keadaan neon box pada malam hari Gambar 4.3. Neon Box Apotek Rawa Pule

71 TABEL

72 Tabel Daftar Obat Wajib Apotek Daftar Obat Wajib Apotek No. 1 No. Kelas Terapi Nama Obat Indikasi Jumlah tiap jenis Catatan obat pasien per 1 Kontrasepsi Oral Linesterol Tunggal Kontrasepsi 1 siklus Untuk siklus pertama harus dengan resep dokter. Akseptor dianjurkan kontrol ke dokter tiap 6 bulan Kombinasi a. Etinodiola diasetat mestranol b. Norgestrel etinil estradiol c. Linestrenoil - etinil 2 Obat Saluran Cerna estradiol d. Etinodiol diasetat - etinil estradiol e. Levonogestrel etinil estradiol f. Norethindrone - mestranol g. Desogestrel etinil estradiol Antispasmodik Papaverin/hiosin butil bromide/atropinso4/ ekstrak beladon * Anti Mual Metoklopramid HCl Laksan Bisakodil Supp Akseptor dianjurkan kontrol ke dokter tiap 6 bulan Kontrasepsi 1 siklus Untuk akseptor lingkaran biru wajib kartu menunjukkan Kejang saluran cerna Konstipasi Maksimal 20 tablet Maksimal 20 tablet Maksimal 3 supp * Bila mual, muntah berkepanjangan, pasien dianjurkan kontrol ke dokter 53 Universitas Indonesia 60

73 Tabel 2.1. Daftar Obat Wajib Apotek (Lanjutan) 3 Obat mulut dan tenggorokan 4 Obat saluran napas Hexetidin Sariawan, radang tenggorokan Maksimal 1 botol Triamcinolone acetonide Sariawan berat Maksimal 1 tube *Obat asma Aminofilin supp Asma Maksimal 3 supp *Pemberian obat asma atas dasar obat pengobatan ulangan dari dokter 5 Obat yang mempengaruhi sistem neuromuskular Ketotifen Terbutalin SO4 Salbutamol Sekretolitik; mukolitik; Bromheksin Karbosistein Asma Asma Asma Mukolitik Mukolitik Maksimal 10 tablet sirup 1 botol Maksimal 20 tablet; 1sirup 1 botol; inhaler tabung Maksimal 20 tablet; 1sirup 1 botol; inhaler tabung Maksimal 20 tablet; sirup 1 botol Maksimal 20 tablet; sirup 1 botol Asetilsistein Mukolitik Maksimal 20 dus Oksolamin sitrat Mukolitik sirup 1 botolmaksimal Analgetik,antipiretik Metampiron Sakit kepala, pusing, panas, demam, nyeri haid Maksimal 20 tablet sirup 1 botol Asam mefenamat Sakit kepala/gigi Maksimal 20 tablet sirup 1 botol Glafenin Sakit kepala/gigi Maksimal 20 tablet Metampiron + Diazepam Antihistamin Mebhidrolin Sakit kepala yangdisertai ketegangan Antihistamin/ alergi Maksimal 20 tablet Maksimal 20 tablet 61

74 Tabel 2.1. Daftar Obat Wajib Apotek (Lanjutan) 6 Antiparasit 7 Obat kulit topikal Pheniramin hidrogen maleat Antihistamin/ alergi Maksimal 20 tablet biasa; 3 tablet lepas lambat Dimenthiden maleat Antihistamin/ alergi Maksimal 20 tablet biasa; 3 tablet lepas lambat Astemizol Antihistamin/ alergi Maksimal 20 tablet biasa; 3 tablet lepas lambat Oxomemazin Antihistamin/ alergi Maksimal 20 tablet biasa; 3 tablet lepas lambat Homochlorcyclizin HCL Dexchlorpheniramine maleat Obat cacing Mebendazol Antibiotik Tetrasiklin/oksitetrasiklin Kloramfenikol Framisetine SO4 Neomisin SO4 Gentamisin SO4 Antihistamin/ alergi Antihistamin/ alergi Cacing kremi, gelang, tambang, cambuk Infeksi bakteri pada kulit (lokal) Infeksi bakteri pada kulit (lokal) Infeksi bakteri pada kulit (lokal) Infeksi bakteri pada kulit (lokal) Infeksi bakteri pada kulit (lokal) Maksimal 20 tablet biasa; 3 tablet lepas lambat Maksimal 20 tablet biasa; 3 tablet lepas lambat Maksimal 6 tablet; sirup 1 botol Maksimal 1 tube Maksimal 1 tube Maksimal 2 lembar Maksimal 1 tube Maksimal 1 tube 62

75 Tabel 2.1. Daftar Obat Wajib Apotek (Lanjutan) Eritromisin Akne vulgaris Maksimal 1 botol Kortikosteroid Alergi dan peradangan Hidrokortison lokal Maksimal 1 tube Flupredniliden Alergi dan peradangan lokal Maksimal 1 tube Triamsinolon Alergi dan peradangan lokal Maksimal 1 tube Betametason Alergi dan peradangan lokal Maksimal 1 tube Fluokortolon/diflukortolon Alergi dan peradangan kulit Maksimal 1 tube Desoksimetason Alergi dan peradangan kulit Maksimal 1 tube Antiseptik Lokal Heksaklorofen Desinfeksi kulit Maksimal 1 botol Antifungi Mikonazol nitrat Infeksi jamur lokal Maksimal 1 tube Nistatin Infeksi jamur lokal Maksimal 1 tube Tolnaftat Infeksi jamur lokal Maksimal 1 tube Ekonazol Infeksi jamur lokal Maksimal 1 tube Anestesi lokal HCl Lidokain Anestetikum lokal Maksimal 1tube Enzim anti radang topikal kombinasi Heparinoid/ Heparin Na dengan Memar Maksimal 1 tube Hialuronidase ester nikotinat Pemucat kulit Hidroquinon Hiperpigmentasi kulit Maksimal 1 tube Hidroquinon dengan PABA Hiperpigmentasi kulit Maksimal 1 tube 63

76 Tabel 2.1. Daftar Obat Wajib Apotek (Lanjutan) Daftar Obat Wajib Apotek No. 2 No. Nama Generik Obat Jumlah maksimal tiap jenis obat per pasien Pembatasan 1 Albendazol Tab 200 mg, 6 tab Tab 400 mg, 3 tab 2 Bacitracin 1 tube Sebagai obat luar untuk infeksi bakteri pada kulit 3 Benorilate Bismuth subcitrat karbinoxamin 10 tablet 10 tablet 10 tablet 4 Klindamisin 1 tube Sebagai obat luar untuk obat akne 5 Deksametason 1 tube Sebagai obat luar untuk inflamasi 6 Dekspanthenol 1 tube Sebagai obat luar untuk kulit 7 Diklofenak 1 tube Sebagai obat luar untuk inflamasi 8 Diponium 10 tablet 9 Fenoterol 1 tabung 10 Flumetason 1 tube Sebagai obat luar untuk inflamasi 11 Hidrokortison butirat 1 tube Sebagai obat luar untuk inflamasi 12 Ibuprofen Tab 400 mg, 10 tab Tab 800 mg, 10 tab 13 Isokonazol 1 tube 14 Ketokonazol Kadar <2%: Krim1 tube Sebagai obat luar untuk infeksi jamur lokal Scalp sol.1 btl 15 Levamizole Tab 50 mg, 3 tab 16 Metilprednisolon 1 tube Sebagai obat luar untuk inflamasi 17 Niklosamid Noretisteron Omeprazol Tab 500 mg, 4 tab 1 siklus 7 tablet 18 Oksikonazol Kadar < 2%, 1 tube Sebagai obat luar untuk infeksi jamur lokal 64

77 Tabel 2.1. Daftar Obat Wajib Apotek (Lanjutan) 19 Pipazetate Piratiasin kloroteofilin Pirenzepin Sirup 1 botol 10 tablet 20 tablet 20 Piroksikam 1 tube Sebagai obat luar untuk inflamasi 21 B sulfatpolimiksin 1 tube Sebagai obat luar untuk infeksi jamur lokal 22 Prednisolon 1 tube Sebagai obat luar untuk inflamasi 23 Skopolamin 10 tablet 24 Silver sulfadiazin 1 tube Sebagai obat luaruntuk infeksi bakteri pada kulit 25 Sukralfat Sulfasalazin 20 tablet 26 Tiokonazol 1 tube Sebagai obat luar lokaluntuk infeksi jamur 27 Urea 1 tube Sebagai obat luar untuk hiperkeratosis 65

78 Tabel 2.1. Daftar Obat Wajib Apotek (Lanjutan) Daftar Obat Wajib Apotek No. 3 No Kelas terapi Namaobatgenerik Indikasi 1 Saluran pencernaan dan metabolisme 2 Obat kulit 3 Antiinfeksi umum Famotidin Antiulkus peptik Jumlah maksimal tiap jenis obat per pasien Maksimal 10 tablet 20 mg/40mg Ranitidin Antiulkus peptik Maksimal 10 tablet mg150 Asam azeleat Asamfusidat Motretinida Tolsiklat Tretinoin 1.Kategori I (2HRZE/4H3R3) Kombipak II Fase awal Isoniazid 300mg Rifampisin 450mg Pirazinamid 1500mg Etambutol 750mg Kombipak III Fase lanjutan Isoniazid 600mg Rifampisin 450mg Antiakne Antimikroba Antiakne Antifungi Antiakne Antituberkulosis Maksimal 1 tube5g Maksimal 1 tube 5g Maksimal 1 tube 5g Maksimal 1 tube 5g Maksimal 1 tube 5g Satu paket Catatan Pemberian obat hanya atas dasar pengobatan ulangan dari dokter Pemberian obat hanya atas dasar pengobatan ulangan dari dokter Kategori I Penderita baru BTA positip Penderita baru BTA negatif dan Rontgen positip yang sakit berat Penderita ekstra paru berat Sebelum fase lanjutan, penderita harus kembali ke dokter 66

79 Tabel 2.1. Daftar Obat Wajib Apotek (Lanjutan) 4 Sistem muskuloskeletal 2.Kategori II. (2HRZES/HRZE/5H3R3E3) Kombipak II Fase awal Isoniazid 300mg Rifampisin 450mg Pirazinamid 1500mg Etambutol 750mg Streptomisin 0,75mg Kombipak IV Fase lanjutan Isoniazid 600 mg Rifampisin450 mg Etambutol 1250 mg Kategori III3. (2HRZ/4H3R3) Kombipak I Fase awal Isoniazid 300 mg Rifampisin450 mg Pirazinamid 1500 mg Kombipak III Fase lanjutan Isoniazid 300 mg Rifampisin 450 mg Satu paket Satu paket Alopurinol Antigout Maksimal 10 tablet 100 mg Diklofenak natrium Antiinflamasi dan antirematik Maksimal 10 tablet 25 mg Kategori II: Penderita kambuh (relaps) BTA positip Penderita gagal pengobatan BTA positip Sebelum fase lanjutan, penderita harus kembali ke dokter Kategori III: Penderita baru BTA negatif rontgen positip Penderita ekstra paru ringan Sebelum fase lanjutan, penderita harus kembali ke dokter Dasar obat hanya atas Pemberian dari dokter ulangan pengobatan Pemberian obat hanya atas dasar pengobatan ulangan dari dokter 67

80 Tabel 2.1. Daftar Obat Wajib Apotek (Lanjutan) 5 Sistem pernapasan saluran Piroksikam Antiinflamasi dan Antirematik Maksimal 10 tablet 10 mg Klemastin Antihistamin Maksimal 10 tablet Mequitazin Antihistamin Maksimal 10 tablet atau botol 60 ml Orsiprenalin Antiasma Maksimal 1 tube inhaler Prometazin teoklat Antihistamin Maksimal 10 tablet atau botol 60 ml Setirizin Antihistamin Maksimal 10 tablet Siproheptadin Antihistamin Maksimal 10 tablet 6 Organ-organ sensorik Gentamisin Obat mata Maksimal 1 tube5g atau botol 5 ml Kloramfenikol Obat mata Maksimal 1 tube5g atau botol 5 ml Kloramfenikol Obat telinga Maksimal 1 botol 5 ml Pemberian obat hanya atas dasar pengobatan ulangan dari dokter Pemberian obat hanya atas dasar pengobatan ulangan dari dokter Pemberian obat hanya atas dasar pengobatan ulangan dari dokter Pemberian obat hanya atas dasar pengobatan ulangan dari dokter Pemberian obat hanya atas dasar pengobatan ulangan dari dokter Pemberian obat hanya atas dasar pengobatan ulangan dari dokter Pemberian obat hanya atas dasar pengobatan ulangan dari dokter Pemberian obat hanya atas dasar pengobatan ulangan dari dokter Pemberian obat hanya atas dasar pengobatan ulangan dari dokter Pemberian obat hanya atas dasar pengobatan ulangan dari dokter 68

81 LAMPIRAN 70 Universitas Indonesia

82 69 Lampiran 2.1. Formulir APT-1 No. :...,... Lampiran : Hal : Kepada Yth; Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota... di Dengan ini kami mengajukan permohonan untuk mendapatkan izin Apotek dengan data-data sebagai berikut : Data pemohon Nama pemohon :... No.Surat Izin Kerja/Surat Penugasan:... No.Kartu Tanda Penduduk :... Alamat dan No.Telepon :... Jabatan sekarang :... L/P :... Data apotek Nama apotek :... Alamat :... No.Telepon :... Kecamatan :... Propinsi :... Bangunan menggunakan sarana : milik sendiri/milik pihak lain Pemilik sarana :... Alamat :... Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) :... Bersama permohonan ini kami lampirkan : 1. Salinan/fotocopy Surat Izin Kerja Apoteker 2. Salinan/fotocopy Kartu Tanda Penduduk 3. Salinan/fotocopy denah bangunan 4. Surat yang mengatakan status bangunan dalam bentuk akte hak milik/sewa/kontrak 5. Daftar Asisten Apoteker dengan mencantumkan nama, alamat, tanggal lulus dan nomor surat izin kerja 6. Asli dan salinan/fotocopy daftar terperinci alat perlengkapan Apotik

83 70 Lampiran 2.1. Formulir APT-1 (Lanjutan) 7. Surat pernyataan dari Apoteker Pengelola Apotik bahwa tidak bekerja tetap pada perusahaan farmasi lain dan tidak menjadi Apoteker Pengelola Apotik di Apotik lain 8. Asli dan salinan/fotocopy Surat Izin atasan bagi pemohon Pegawai Negeri, Anggota ABRI dan Pegawai Instansi Pemerintah lainnya 9. Akte perjanjian kerjasama Apoteker Pengelola Apotik dengan Pemilik Sarana Apotik 10. Surat pernyataan pemilik sarana tidak terlibat pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang obat Demikian permohonan kami, atas perhatian dan persetujuannya kami sampaikan terimakasih....,

84 71 Lampiran 2.2. Formulir APT-2 DINAS KESEHATAN KABUPATEN/KOTA......,... Hal : Permohonan Izin Apotek Kepada Yth; Kepala Dinas Kesehatan Propinsi... di-... Berdasarkan surat permohonan dari Apoteker...Nomor......Tanggal... Perihal permohonan izin apotek, maka dengan ini kami tugaskan Saudara segera melaksanakan pemeriksaan terhadap permohonan Apotek... di alamat... Hasil pelaksanaan pemeriksaan tersebut supaya disampaikan kepada kami dalam berita acara (Form.APT-3) selambat-lambatnya dalam waktu 6 (enam) hari kerja sejak surat ini diterima. Mohon dilaksanakan sebagaimana mestinya. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota... NIP....

85 72 Lampiran 2.3. Formulir APT-3 BERITA ACARA PEMERIKSAAN APOTEK Pada hari ini...tanggal...bulan...tahun... Kami yang bertanda tangan dibawah ini: 1. Nama :... Pangkat :... Jabatan :... NIP : Nama :... Pangkat :... Jabatan :... NIP :... Bardasarkan surat tugas dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota... Nomor... Tanggal...Tahun...telah melakukan pemeriksaan setempat terhadap : Nama Apotek :... Alamat :... Kecamatan :... Kabupaten/Kotamadya :... Propinsi :... Nama Apotek :... Alamat :... Kecamatan :... Kabupaten/Kotamadya :... Propinsi :...

86 73 Lampiran 2.3. Formulir APT-3 (Lanjutan) HASIL PEMERIKSAAN No. Perincian Persyaratan Kenyataan I I.1 Bangunan Sarana Apotek I.2 Bangunan apotek sekurangkurangnya memiliki ruangan khusus untuk: a. Ruangan peracikan dan penyerahan resep b. Ruangan administrasi dan kamar kerja apoteker c. WC Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan pelayanan dan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi Ada, sesuai kebutuhan Ada, sesuai kebutuhan Ada, sesuai kebutuhan Penilaian TMS MS I.3 Kelengkapan bangunan calon apotek: a. Sumber air b. Penerangan c. Alat pemadam kebakaran d. Ventilasi e. Sanitasi Harus memenuhi persyaratan kesehatan Harus cukup terang sehingga dapat menjamin pelaksanaan tugas dan fungsi apotek Harus berfungsi dengan baik sekurang-kurangnya 2 buah Yang baik serta memenuhi persyaratan higiene lainnya Harus baik serta memenuhi persyaratan hygiene lainnya Sumur/ PAM/ sumur pompa dll PLN/ generator Petromak dll buah dengan ukuran Lb Lb Jendela buah Ventilasi..buah Saluran pembuangan limbah Ada/tidak

87 74 Lampiran 2.3. Formulir APT-3 (lanjutan) I.4 Papan nama Berukuran minimal: Panjang : 60 cm Lebar : 40 cm Dengan tulisan: Hitam diatas dasar putih Tinggi huruf minimal 5 cm Tebal : 5 cm Bak-bak/tempat pembuangan sampah: Ada/tidak Berukuran: Panjang cm Lebar cm Dengan tulisan.. Alat-alat Alat administrasi a. Blanko pesanan obat b. Blanko kartu stok obat c. Blanko salinan resep d. Blanko faktur dan blanko nota penjualan e. Buku pembelian f. Buku penerimaan g. Buku pengiriman h. Buku pembukuan keuangan i. Buku pencatatan narkotika j. Buku pesanan obat narkotika k. Buku laporan obat narkotika l. Alat-alat tulis dan kertas a. Buku standar yang diwajibkan b. Sekumpulan peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan apotek Ada, dengan jumlah sesuai kebutuhan Ada, dengan jumlah sesuai kebutuhan Ada, dengan jumlah sesuai kebutuhan Ada, dengan jumlah sesuai kebutuhan Ada, dengan jumlah sesuai kebutuhan Ada, dengan jumlah sesuai kebutuhan Ada, dengan jumlah sesuai kebutuhan Ada, dengan jumlah sesuai kebutuhan Ada, dengan jumlah sesuai kebutuhan Ada, dengan jumlah sesuai kebutuhan Ada, dengan jumlah sesuai kebutuhan Ada, dengan jumlah sesuai kebutuhan Ada, dengan jumlah sesuai kebutuhan Ada, dengan jumlah sesuai kebutuhan Ada/tidak, buah Ada/tidak, buah Ada/tidak, buah Ada/tidak, buah Ada/tidak, buah Ada/tidak, buah Ada/tidak, buah Ada/tidak, buah Ada/tidak, buah Ada/tidak, buah Ada/tidak, buah Ada/tidak, buah Ada/tidak Ada/tidak

88 75 Lampiran 2.3. Formulir APT-3 (Lanjutan) III III.1 III.2 III.3 Tenaga kesehatan Apoteker pengelola apotek Apoteker pendamping Asisten apoteker Farmakoterapi Indonesia edisi terbaru 1 buah Ada dengan jumlah sesuai kebutuhan Ada orang orang orang Demikian berita acara kami buat sesungguhnya dengan penuh tanggung jawab. Berita acara dibuat dalam rangkap 3 (tiga) dan dikirim kepada : 1. Kepala Dinas Kesehatan Propinsi 2. Pemohon satu rangkap 3. Satu rangkap arsip Mengetahui Kepala Dinas Kesehatan...,... Kabupaten/Kota... Yang membuat berita acara NIP. ` NIP NIP

89 76 Lampiran 2.4. Formulir APT-4 Nomor :...,... Lampiran : Perihal : pernyataan siap melakukan pekerjaan Kepada Yth; Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota... Di... Menunjuk surat permohonan kami nomor :...tanggal...dan menunjuk ketentuan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 Pasal 7 ayat (4) dan (5), dengan ini kami laporkan bahwa apotek...yang beralamat di jalan... Kecamatan...Kabupaten... telah siap untuk melaksanakan kegiatan. Demikian untuk diketahui dan atas perhatiannya diucapkan terimakasih. Apoteker Pengelola Apoteker... SIK... Tembusan Kepada Yth; 1. Menteri Kesehatan RI di Jakarta 2. Kepala Dinas Kesehatan Propinsi...

90 77 Lampiran 2.5. Formulir APT-5 Nomor.... SURAT IZIN APOTEK KEPALA DINAS KESEHATAN KABUPATEN/KOTA Membaca : surat permohonan...tanggal......tentang permohonan untuk memperoleh izin apotek. Menimbang : bahwa pemohon telah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan dan permohonan dapat disetujui oleh karena itu menganggap perlu menetapkan dengan suatu surat keputusan. Mengingat : 1. Undang-undang obat keras (st.1937 no.541); 2. Undang-undang no.23 tahun 1992 tentang kesehatan (lembaran negara tahun 1992 no.100, tambahan lembaran negara no. 3495); 3. Undang-undang no.5 tahun 1997 tentang psikotropika (lembaran negara tahun 1997 no.10, tambahan lembaran negara no.3671); 4. Undang-undang no.22 tahun 1997 tentang narkotika (lembaran negara tahun 1997 no.67, tambahan lembaran negara no.3698); 5. Undang-undang no.22 tahun 1999 tentang pemerintahan daerah (tambahan lembaran negara no. 378); 6. Undang-undang no.25 tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah (lembaran negara republik indonesia no.72 tahun 1999 tambahan lembaran negara no.3848); 7. Peraturan Pemerintah no.25 tahun 1980 tentang perubahan atas peraturan pemerintah no.26 tahun 1965 tentang apotek;(lembaran negara Republik Indonesia tahun 1980 no.40, tambahan lembaran negara no.3169); 8. Peraturan Pemerintah no.32 tahun 1996 tentang tenaga kesehatan (lembaran negara RI no.49 tahun 1996 tambahan lembaran negara no.3637); 9. Peraturan Pemerintah no.72 tahun 1998 tentang pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan (lembaran negara no.138 tahun 1998 tambahan lembaran negara no.3781); 10. Peraturan Pemerintah no.25 tahun 2000 tentang kewenangan propinsi sebagai daerah otonomi, (lembaran negara no.54 tahun 2000, tambahan lembaran negara no.3952 tahun 2000);

91 78 Lampiran 2.5. Formulir APT-5 (Lanjutan) 11. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia no.1332/menkes/sk/x/2002 tentang perubahan atas peraturan menteri kesehatan no.922/menkes/per/x/1993 tentang ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek, jo. Peraturan Menteri kesehatan RI no. 922/Menkes/per/X/1993 tentang ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek. Memutuskan Menetapkan : Pertama : memberi izin apotek kepada : Nama :... Alamat :... Surat izin kerja nomor :... Nama apotek :... Alamat apotek :... Kecamatan :... Kabupaten/kotamadya :... Propinsi :... Dengan menggunakan sarana: milik sendiri/milik pihak lain Nama pemilik sarana :... Akte perjanjian kerjasama Nomor :... Tanggal :... Yang dibuat di hadapan notaris :... Di :... Dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Izin apotek ini berlaku untuk apoteker atau apoteker bekerjasama dengan pemilik sarana apotek, di lokasi dan sarana sebagaimana tersebut di atas. 2. Penyelenggaraan apotek harus selalu mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedua :surat keputusan ini dicabut kembali apabila terjadi hal-hal dimaksud dalam pasal 7 ayat (5) keputusan menteri kesehatan nomor.1332/menkes/sk/x/2002 tentang ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek.

92 79 Lampiran 2.5. Formulir APT-5 (Lanjutan) Ditetapkan di :... Pada tanggal :... Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota... Tembusan kepada yth; Menteri kesehatan RI di Jakarta Kepala Dinas Kesehatan Propinsi...

93 80 Lampiran 2.6. Formulir APT-6 KEPALA DINAS KESEHATAN KABUPATEN /KOTA... No. :... Lampiran : Perihal : Kepada yth; Apoteker... Di... Berdasarkan surat saudara nomor... tanggal...perihal permohonan izin apotek, maka kami beritahukan bahwa kami belum dapat menyetujui permohonan izin tersebut karena : Kepada saudara kami minta melengkapi kekurangan tersebut selambat-lambatnya dalam waktu 1 (satu) bulan sejak tanggal surat ini. Harap untuk dimaklumi. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Tembusan kepada Yth; Menteri Kesehatan RI di Jakarta KepalaDinasKesehatanPropinsi...

94 81 Lampiran 2.7. Formulir APT-7 Nomor :... Lampiran : Perihal : penolakan izin apotek Kepada yth; Apoteker pengelola apotek Di... Sehubungan dengan surat saudara nomor...tanggal... Perihal permohonan izin apotek, maka dengan ini kami beritahukan bahwa kami tidak dapat menyetujui permohonan tersebut karena : Demikian untuk diketahui. Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota Tembusan kepada yth; 1. Menteri Kesehatan RI di jakarta 2. Kepala dinas kesehatan propinsi...

95 82 Lampiran 2.8. Formulir APT-8 BERITA ACARA PEMUSNAHAN PERBEKALAN FARMASI Pada hari ini...tanggal...bulan...tahun...sesuai dengan keputusan menteri kesehatan nomor 1332/Menkes/SK/X/2002, tentang ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek. Kami yang bertanda tangan dibawah ini : Nama apoteker pengelola apotek :... SIK nomor :... Nama apotek :... Alamat apotek :... Telah melakukan pemusnahan : perbekalan farmasi sebagaimana tercantum dalam daftar terlampir. Tempat melakukan pemusnahan :... Berita acara ini dibuat dalam rangkap 2 (dua) dan dikirimkan kepada : 1. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota 2. Kepala Dinas Kesehatan Propinsi...,... Karyawan yang membantu, Yang membuat berita acara, SIK...

96 83 Lampiran 2.8. Formulir APT-8 (Lanjutan) LAMPIRAN DAFTAR PERBEKALAN FARMASI YANG DIMUSNAHKAN No. Nama Jumlah Aloasan Pemusnahan...,... Yang membuat berita acara... SIK....

97 84 Lampiran 2.9. Formulir APT-9 Nomor :... Lampiran : Perihal : lampiran penunjukan apoteker Pendamping /apoteker pengganti Kepada yth; Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota... Di... Dengan hormat, Menunjuk pada pasal 19 peraturan menteri kesehatan nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek, maka dengan ini kami laporkan bahwa kami telah menunjuk apoteker pendamping/apoteker pengganti pada apotek... sebagai berikut : Nama :... Alamat :... Nomor SIK :... Jangka waktu Penunjukkan Untuk apoteker pengganti :... Yang kami pastikan bahwa yang bersangkutan tidak bekerja pada usaha farmasi dan tidak bertindak sebagai apoteker pengelola, apoteker pendamping atau apoteker pengganti pada apotek lain. Bersama ini kami lampirkan : 1. Salinan/fotocopy surat izin kerja apoteker 2. Salinan/fotocopy kartu tanda panduduk 3. Surat pernyataan kesediaan bekerja sebagai apoteker pendamping/pengganti. Demikian laporan kami, atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.... Apoteker Pengelola Apotek... Tembusan kepada yth; 1. Menteri kesehatan RI di Jakarta 2. Kepala Dinas Kesehatan Propinsi...

98 85 Lampiran Formulir APT-10 Pada hari ini... tanggal...bulan...tahun...sesuai dengan keputusan menteri kesehatan nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang ketentuandan tata pemberian izin apotek, kami yang bertandatangan dibawah ini : A. Apoteker pengelola apotek yang lama Nama :... Nomor SIK :... Alamat :... Nama apotek :... Alamat apotek :... B. Apoteker pengelola apotek yang baru/pengganti Nama :... Nomor SIK :... Alamat :... C. Dengan disaksikan oleh : Nama :... Jabatan :... Nomor SIK :... Telah melakukan penyerahan : 1. Resep-resep Dari tanggal...sampai dengan tanggal...berjumlah...lembar. 2. Obat-obat narkotika sebagaimana tercantum dalam daftar terlampir. Kuncikunci lemari penyimpanan terdiri dari...buah. 3. Obat keras tertentu /bahan berbahaya dan obat lainnya sebagaimana daftar terlampir. 4. Kunci-kunci lemari penyimpanan obat keras tertentu/bahan berbahaya dan obat lainnya terdiri...buah. 5. Lain-lain yang dianggap perlu. Demikian berita acara serah terima ini kami buat sesungguhnya dengan penuh tanggung jawab. Berita acara ini dibuat dengan rangkap 4 (empat) dan dikirimkan kepada : 1. Direktur jenderal yanfar dan alkes Departemen Kesehatan RI 2. Kepala dinas kesehatan propinsi Kepala dinas kesehatan kabupaten/kota Satu sebagai arsip....

99 86 Lampiran Formulir APT-10 (Lanjutan) Yang menerima Apoteker Pengelola Apotek Yang menyerahkan Apoteker Pengelola Apotek lama SIK.... SIK.... Saksi-saksi :...

100 87 Lampiran Formulir APT-11 BERITA ACARA PENYERAHAN UNTUK PENGAMANAN RESEP NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA KARENA APOTEKER PENGELOLA APOTEK MENINGGAL DUNIA Pada hari ini...tanggal...bulan...tahun...sesuai dengan keputusan menteri kesehatan nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang ketentuan dan tata cara izin apotek. Kami yang bertanda tangan dibawah ini : A. Ahli waris apoteker pengelola apotik : Nama :... Alamat :... Nama apotek :... Alamat apotek :... B. 1. Dengan disaksikan oleh : Nama :... Jabatan :... Nomor SIK :... 2.Dengan disaksikan oleh : Nama :... Jabatan :... Nomor SIK :... Telah melakukan penyerahan untuk pengamanan : 1. Resep-resep Dari tanggal...sampai dengan tanggal...berjumlah...lembar. 2. Obat-obat narkotika sebagaimana tercantum dalam daftar terlampir. 3. Obat keras tertentu /bahan berbahaya dan obat lainnya sebagaimana daftar terlampir. 4. Kunci-kunci lemari tempat penyimpanan narkotika sebanyak... buah. 5. Kunci-kunci lemari penyimpanan obat keras tertentu/bahan berbahaya dan obat lainnya terdiri...buah. 6. Lain-lain yang dianggap perlu. Kepada kepala dinas kesehatan kabupaten/kota... Nama :... NIP :... Serah terima dilakukan :... Alasan serah terima: karena apoteker pengelola apotek meninggal dunia dan pada apotek tidak terdapat apoteker pendamping.

101 88 Lampiran Formulir APT-11 (Lanjutan) Demikian berita acara ini kami buat sesungguhnya dengan penuh tanggung jawab. Berita acara ini dibuat dalam rangkap 4 (empat) dan dikirimkan kepada : 1. Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Satu sebagai arsip.... Yang menerima, Ahli waris Yang menyerahkan, Apoteker Pengelola Apotek SIK.... SIK.... Saksi-saksi :...

102 89 Lampiran Formulir APT-11 (Lanjutan) DAFTAR PERINCIAN NARKOTIKA YANG DISERAHTERIMAKAN No. Nama Narkotika Jumlah Keterangan DAFTAR PERINCIAN OBAT KERAS TERTENTU ATAU BAHAN BERBAHAYA DAN OBAT LAINNYA YANG DISERAHTERIMAKAN No. Nama obat keras tertentu/bhan berbahaya lainnya Jumlah Keterangan

103 90 Lampiran Formulir APT-11 (Lanjutan) DINAS KESEHATAN KABUPATEN/KOTA... Nomor :... Lampiran : Perihal : peringatan ke... Tentang pelaksanaan ketentuan Perizinan apotek Kepada yth; Di... Sesuai dengan izin apotek nomor...tanggal...atas nama...dengan lokasi...setelah kami mengadakan pemeriksaan ternyata apotek saudara tidak memenuhi ketentuan perizinan yang berlaku, antara lain : Sehubungan dengan hal tersebut diatas, kami minta saudara untuk memenuhi ketentuan perizinan yang berlaku. Demikian untuk menjadi perhatian. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota Tembusan kepada yth; 1. Menteri Kesehatan RI di Jakarta 2. Kepala Dinas Kesehatan Propinsi...

104 91 Lampiran 3.1. SOP Pemesanan-Penerimaan-Penyimpanan Barang

105 92 Lampiran 3.2. SOP Pelayanan Obat Resep

106 93 Lampiran 3.3. SOP Pelayanan Obat Non Resep

107 94 Lampiran 3.4. SOP Meracik Obat

108 95 Lampiran 3.5. SOP Penimbangan Obat

109 96 Lampiran 3.6. SOP Identifikasi DRP

110 97 Lampiran 3.7. Surat Pesanan

111 98 Lampiran 3.8. Surat Pesanan Narkotik

112 99 Lampiran 3.9. Surat Pesanan Psikotropik

113 100 Lampiran Salinan Resep

114 101 Lampiran Kuitansi Pembayaran Apotek Rawa Pule

115 102 Lampiran Kuitansi Pembayaran Resep Apotek Rawa Pule

116 103 Lampiran Plastik Pembungkus Obat

117 104 Lampiran Etiket Obat Apotek Rawa Pule Jl. K.H. Usman No. 12C Kukusan Depok Nadia Farhanah Syafhan, S. Farm., Apt. K.P No: Tanggal: X sehari Bungkus / Tablet / Kapsul Sebelum/Sesudah Makan

118 105 Lampiran 3.15.TandaTerima-TukarFaktur

119 106 Lampiran 4.1.KartuStokBarang (A) (B) (C) Keterangan: Kartu stok untuk (A) Obat Keras, Narkotik, dan Psikotropika; (B) Obat Bebas; (C) Obat atau Barang Konsinyasi

120 107

121 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PARETO TERHADAP PRODUK OBAT BATUK DAN PILEK DI APOTEK RAWA PULE PERIODE JANUARI - JUNI TAHUN 2011 TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DWI FAJAR ABDUL GHOFUR, S.Si ANGKATAN LXXIII FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER - DEPARTEMEN FARMASI DEPOK DESEMBER 2011

122 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR GAMBAR... iii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR LAMPIRAN... v 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Manajemen Persediaan Pengadaan dan Pengendalian Persediaan Pengadaan Pengendalian Persediaan Analisis Pareto (ABC) Obat Batuk dan Pilek METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Pengambilan Data Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN ii Universitas Indonesia

123 DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1. Diagram pie analisis pareto (ABC) produk obat batuk dan pilek di apotek Rawa Pule ditinjau dari jumlah item produk per kelompok periode januari-juni Gambar 4.2. Diagram pie analisis pareto (ABC) produk obat batuk dan pilek di apotek Rawa Pule ditinjau dari nilai investasi produk per kelompok periode januari-juni iii Universitas Indonesia

124 DAFTAR TABEL Tabel 2.1. Persentase volume rupiah dan item total kelompok pareto... 9 Tabel 4.1. Pengelompokan produk obat batuk dan flu dengan analsis ABC berdasarkan nilai investasi periode Januari-Juni tahun Tabel 4.2. Data analisis pareto terhadap produk obat batuk dan pilek di apotek Rawa Pule periode Januari-Juni tahun iv Universitas Indonesia

125 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 4.1. Perhitungan persentasase item dan persentase investasi v Universitas Indonesia

126 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sesuai dengan standar pelayanan apotek, kemampuan yang harus dimiliki seorang apoteker pengelola apotek (APA) salah satunya adalah senantiasa menyediakan dan memberikan pelayanan terbaik kepada konsumen. Ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan perlu diperhatikan dalam pelayanan yang baik di apotek. Perencanaan obat dan perbekalan kesehatan merupakan awal yang menentukan dalam pengadaan obat. Pada umumnya persediaan di apotek terdiri dari berbagai jenis obat dan perbekalan kesehatan yang sangat banyak jumlahnya. Berbagai macam item memiliki tingkat prioritas yang berbeda. Pengendalian persediaan obat dan perbekalan kesehatan yang tepat memiliki pengaruh yang kuat dan langsung terhadap perolehan kembali atas investasi apotek karena jumlah yang diinvestasikan dalam persediaan obat begitu besar. Selain itu pengendalian persediaan obat menjadi penting untuk menjaga stok agar dapat melayani pasiennya dengan baik (Soerjono, 2004). Untuk mengetahui obat mana yang perlu mendapatkan prioritas dapat digunakan analisis Pareto (ABC), yang merupakan salah satu cara pengendalian persediaan dengan mengelompokkan persediaan menjadi 3 klasifikasi berdasarkan nilai investasi barang yaitu kelompok A, B dan C. Analisis Pareto digunakan untuk menentukan item mana yang pantas untuk dihitung berapa jumlah yang harus dipesan (Economic Order Quantitiy/EOQ) dan titik pemesanan ulangnya (Reorder Point/ROP) serta mana yang memerlukan metode pengendalian lain yang kurang intensif (Soerjono, 2004). Batuk dan pilek merupakan gejala penyakit ringan yang dapat diobati secara swamedikasi. Untuk itu pengadaan golongan obat batuk dan pilek menjadi salah satu komoditi penting yang harus tersedia di apotek agar memenuhi permintaan konsumen yang sedang memerlukan produk tersebut. Dengan demikian penulis ingin mengetahui bagaimana pengelompokkan produk obat batuk dan pilek di Apotek Rawa Pule dengan metode Pareto (ABC). 1 Universitas Indonesia

127 2 1.2 Tujuan Tujuan penyusunan tugas khusus Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Rawa Pule ini adalah untuk mengetahui keperluan produk obat batuk dan pilek di Apotek Rawa Pule dengan menggunakan analisis Pareto (ABC) pada periode Januari-Juni Universitas Indonesia

128 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Manajemen Persediaan Persediaan adalah bahan atau barang yang meliputi bahan obat, sediaan obat jadi, atau alat-alat kesehatan, yang disimpan dan akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu seperti proses peracikan obat atau penyediaan perbekalan pengobatan. Persediaan obat merupakan harta paling besar dari sebuah apotek. Mempertimbangkan begitu besar jumlah yang diinvestasikan untuk persediaan, maka manajemen persediaan obat yang tepat memliki pengaruh kuat dan langsung terhadap perolehan kembali atas investasi apotek (Quick et. al., 1997). Manajemen persediaan memiliki beberapa fungsi, yaitu menghilangkan risiko akibat keterlambatan pengiriman obat atau bahan baku obat yang dibutuhkan untuk memenuhi pelayanan kesehatan, menghilangkan risiko terhadap kemungkinan kenaikan harga atau inflasi, memberikan kontribusi optimum kepada apotek dalam rangka memberikan pelayanan yang terbaik bagi pasien atau konsumen, mengurangi biaya pengadaan, dan menghilangkan risiko kekosongan persediaan ketika terjadi pengembalian barang yang dipesan karena mutu barang yang kurang baik atau jenis produk yang dipesan tidak sesuai (Quick et. al., 1997). Menurut Soerjono (2004) fungsi-fungsi manajemen tersebut dapat dapat dilaksanakan secara efektif jika memperhatikan faktor-faktor berikut: a. Jumlah suatu item obat/barang akan dipesan pada suatu waktu. b. Waktu dilakukan pemesanan ulang terhadap item tersebut. c. Kelompok dari item-item obat perlu dilakukan pengawasan khusus. 2.2 Pengadaan dan Pengendalian Persediaan Pengadaan Dalam sehari-hari pengadaan barang disebut juga pembelian yang merupakan langkah awal dari pengendalian persediaan. Manajemen pengadaan diperlukan untuk meningkatkan laba apotek dan memuaskan konsumen dengan memenuhi kebutuhannya. Pembelian barang dapat dilakukan dengan cara, antara lain (Quick, 1997): 3 Universitas Indonesia

129 4 a. Pembelian tunai Dalam pembelian tunai, pihak apotek langsung membayar harga obat yang dibeli dari distributor. Biasanya dilakukan oleh apotek yang baru dibuka karena untuk melakukan pembayaran kredit apotek harus menunjukkan kemampuannya dalam menjual. b. Pembelian kredit Pembelian yang pembayarannya dilakukan pada waktu jatuh tempo yang telah ditetapkan, misalnya 30 hari setelah obat diterima apotek, disebut dengan pembelian secara kredit. c. Pembelian konsinyasi (kredit atau titipan obat) Penitipan barang dari pemilik kepada apotek, di mana apotek bertindak sebagai agen komisioner yang menerima komisi bila barang tersebut terjual dikenal dengan istilah konsinyasi. Jika barang tersebut tidak terjual sampai batas waktu kadaluarsa atau waktu yang telah disepakati, barang tersebut dapat dikembalikan pada pemiliknya Pengendalian Persediaan Beberapa fungsi dari pengendalian persediaan, diantaranya (Quick, 1997) : a. Menghilangkan risiko akibat keterlambatan pengiriman obat atau bahan baku obat yang dibutuhkan untuk memenuhi pelayanan kesehatan b. Menghilangkan risiko terhadap kemungkinan kenaikan harga atau inflasi c. Memberikan kontribusi optimum kepada apotek dalam rangka memberikan pelayanan yang terbaik bagi pasien atau konsumen d. Mengurangi biaya pengadaan e. Menghilangkan risiko kekosongan persediaan ketika terjadi pengembalian barang yang dipesan karena mutu barang yang kurang baik atau jenis produk yang dipesan tidak sesuai Pengendalian persediaan yang efektif adalah mengoptimalkan dua tujuan, yaitu (Soerjono, 2004) : a. Memperkecil total investasi pada persediaan obat b. Menjual berbagai produk yang tepat untuk memenuhi permintaan konsumen Universitas Indonesia

130 5 Pengendalian persediaan pun erat kaitannya dengan jumlah stok yang terdapat pada apotek. Bila pengendalian tidak baik, akan terjadi kekurangan stok maupun penumpukan stok yang masing-masing mempunyai pengaruh terhadap apotek itu sendiri. a. Stok terlalu kecil: 1) Permintaan kerap kali tidak terpenuhi sehingga pasien atau konsumen tidak puas, maka kesempatan untuk mendapatkan keuntungan dapat hilang. 2) Diperlukan tambahan biaya untuk mendapatkan bahan obat dengan waktu cepat guna memuaskan pasien atau konsumen. b. Stok terlalu besar: 1) Menyebabkan biaya penyimpanan terlalu tinggi. 2) Kemungkinan obat menjadi rusak/kadaluwarsa. 3) Ada risiko bila harga bahan/obat turun. Parameter-parameter dalam pengendalian persediaan antara lain, sebagai berikut (Quick, 1997): a. Konsumsi rata-rata Jumlah permintaan pada suatu periode disebut juga dengan konsumsi ratarata. Permintaan yang diharapkan pada pemesanan selanjutnya merupakan variabel kunci yang menentukan berapa banyak stok barang yang harus dipesan. Walaupun banyaknya permintaan dapat diprediksi, kemungkinan adanya kehabisan atau kekosongan barang dapat terjadi apabila salah memperkirakan waktu tunggu barang tersebut. b. Waktu tunggu (Lead Time) Lead time merupakan waktu yang dibutuhkan mulai dari pemesanan sampai dengan barang yang dipesan datang/diterima. Lead time berbeda-beda untuk setiap pemasok. Lead time seringkali menjadi parameter yang tidak pasti, karena pada dasarnya faktor keterlambatan adalah sesuatu yang tidak bisa diduga, namun lead time dapat diperhitungkan dengan rumus: DDe = DDp + (OD x % OD)...(2.1) Universitas Indonesia

131 6 Keterangan: DDe = waktu tunggu yang sebenarnya. DDp = waktu tunggu yang dijanjikan supplier OD = rata-rata keterlambatan. % OD = % keterlambatan. c. Stok Pengaman (Safety stock) Persediaan yang dicadangkan atau stok pengaman diperlukan untuk memenuhi kebutuhan selama menunggu barang datang, untuk mengantisipasi keterlambatan barang pesanan atau untuk menghadapi suatu keadaan tertentu yang diakibatkan karena perubahan pada permintaan, misalnya karena adanya permintaan barang yang meningkat secara tiba-tiba (karena adanya wabah penyakit). Stok Pengaman dapat dihitung dengan rumus : SS = LT x CA...(2.2) Keterangan: SS = Stok Pengaman LT = Waktu tunggu CA = Konsumsi rata-rata d. Persediaan maksimum Jumlah persediaan terbesar yang boleh tersedia disebut sebagai persediaan maksimum. Jika nilai persediaan maksimum telah tercapai, pemesanan tidak perlu lagi dilakukan untuk menghindari terjadinya stok mati yang dapat menyebabkan kerugian. Smax = Smin + (PP x CA)...(2.3) Keterangan: PP = waktu pemesanan e. Persediaan minimum Jumlah persediaan terendah yang masih tersedia disebut sebagai persediaan minimum. Apabila penjualan telah mencapai nilai persediaan minimum, pemesanan sebaiknya segera dilakukan agar kontinuitas usaha dapat Universitas Indonesia

132 7 berlanjut. Jika barang yang tersedia jumlahnya sudah kurang dari jumlah persediaan minimum maka dapat terjadi stok kosong. Smin = (LT x CA) + SS...(2.4) Keterangan : Smin = Persediaan minimum f. Perputaran persediaan Dihitung dengan cara: (So + P - N) / SR...(2.5) Keterangan: So = Persediaan awal P = Jumlah pembelian Sn = Persediaan akhir SR = Rata-rata persediaan g. Reorder Point (ROP / Titik pemesanan) Titik pemesanan merupakan suatu titik di mana harus diadakan pemesanan kembali sehingga kedatangan atau penerimaan barang yang dipesan adalah tepat waktu, di mana persediaan di atas persediaan pengaman sama dengan nol. Pada keadaan khusus (CITO), dapat dilakukan pemesanan langsung tanpa harus menunggu hari pembelian yang telah ditentukan bersama antara apotek dan pemasok. ROP = SS + LT...(2.6) Keterangan: ROP = Titik pemesanan SS = Stok Pengaman LT = Waktu tunggu Berbagai paremeter pengendalian persediaan tersebut di atas saling berkesinambungan satu sama lain untuk dapat menjamin ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan. Universitas Indonesia

133 8 Pengelolaan persediaan di apotek yang memiliki banyak item obat memerlukan teknik pengelolaan yang tidak mudah. Untuk itu perlu dilakukan strategi terhadap item obat yang banyak dengan variasi harga dan tingkat keperluan serta pemakaian dalam pengelolaan persediaan yang efektif dan efisien. Metode pengendalian persediaan dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya sebagai berikut: a. Analisis VEN, yaitu pengelompokan barang ke dalam kelompok vital, esensial dan nonesensial berdasarkan kepentingan dan vitalitas produk farmasi yang harus tersedia di apotek. b. Analisis PARETO (ABC), yaitu pengelompokan berdasarkan nilai investasi barang untuk memberikan prioritas perhatian pada barang-barang dengan nilai investasi tinggi dan jumlah pemakaian besar. c. Analisis kombinasi VEN dan Pareto, yaitu pengelompokan berdasarkan nilai investasi barang dengan memperhatikan kepentingan dan vitalitas produk yang harus tersedia. 2.3 Analisis Pareto (ABC) (Quick, 1997) Analisa Pareto menggunakan klasifikasi ABC dimana membagi persediaan berdasarkan atas nilai rupiah sehingga pengendalian persediaan barang difokuskan pada item persediaan yang bernilai tinggi daripada yang bernilai rendah. Nilai persediaan yang dimaksud adalah volume persediaan yang dibutuhkan dalam satu periode dikalikan harga per unit. Kelompok dalam klasifikasi ABC, antara lain : a. Kelompok A Persediaan yang memiliki volume rupiah yang tinggi dan mewakili sekitar 75-80% dari total nilai persediaan disebut sebagai kelompok A. Meskipun jumlahnya hanya sekitar 10-20% dari seluruh produk yang ada, kelompok ini memiliki dampak biaya yang tinggi. b. Kelompok B Persediaan yang memiliki volume rupiah yang menengah termasuk ke dalam keompok B. Kelas ini mewakili sekitar 15-20% dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya sekitar 10-20% dari seluruh produk yang ada. Universitas Indonesia

134 9 c. Kelompok C Persediaan yang memiliki volume rupiah yang rendah terdapat di dalam kelompok C. Kelompok ini mewakili sekitar 5-10% dari total nilai persediaan, tapi jumlahnya lebih dari 60-80% dari seluruh produk yang ada. Persentase volume rupiah dan item total kelompok Pareto selengkapnya dapat dilihai pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Persentase volume rupiah dan item total kelompok pareto Kelompok % dari Volume Rupiah Total % dari Item Total Barang A B C Obat Batuk dan Pilek. Infeksi saluran napas atas adalah infeksi-infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme. Infeksi saluran napas atas mencakup common cold, faringitis atau sore throat, (radang tenggorokan), laringitis dan influenza tanpa komplikasi. Sebagian besar infeksi disebabkan oleh virus, walaupun bakteri juga dapat terlibat baik sejak awal atau bersifat sekunder terhadap infeksi virus. Semua jenis infeksi mengaktifkan respon imun dan peradangan sehingga terjadi pembengkakan dan edema jaringan yang terinfeksi. Reaksi peradangan menyebabkan peningkatan pembentukan mukus yang berperan menimbulkan gejala-gejala infeksi yaitu hidung tersumbat, sputum berlebihan dan pilek. Nyeri kepala, demam ringan dan malaise juga timbul akibat reaksi peradangan (Corwin, 2000). Refleks batuk adalah mekanisme pertahanan terhadap infeksi pada saluran pernapasan atas dengan mengeluarkan benda asing dan mikro-organisme dan membuang mukus yang tertimbun (Corwin, 2000). Batuk yang disertai dengan mukus yang kental atau sputum disebut batuk produktif, sedangkan batuk yang tidak disertai sputum disebut batuk non-produktif. Selain akibat infeksi saluran napas atas, batuk dan pilek juga dapat merupakan gejala dari penyakit non-infeksi seperti rhinitis alergi, asma, chronic obstructive pulmonary disease, dan gastroesophageal reflux disease (Sweetman, 2007). Universitas Indonesia

135 10 Obat-obat yang digunakan untuk meringankan gejala batuk dan pilek antara lain (Estuningtyas dan Arif, 2007; Sweetman, 2007): a. Obat penekan batuk (antitussive) yaitu obat yang dapat menghambat refleks batuk dengan mempengaruhi sistem saraf pusat. Contoh : Dekstrometorfan HBr, Difenhidramin HCl, Codein HCl. b. Ekspektoran yaitu obat yang dapat merangsang pengeluaran dahak dari saluran napas (ekspektorasi). Mekanisme kerjanya diduga berdasarkan stimulasi mukosa lambung dan selanjutnya secara refleks merangsang sekresi kelenjar saluran napas melalui saraf vagus, sehingga menurunkan viskositas dan mempermudah pengeluaran dahak. Contoh : Gliseril guaikolat, Amonium Klorida, OBH, dan lain-lain. c. Mukolitik adalah obat yang dapat mengencerkan sekret saluran napas dengan cara memecah benang-benang mukoprotein dan mukopolisakarida dari sputum. Contoh: Ambroxol, Bromhexin, Asetil Sistein. d. Simpatomimetik digunakan sebagai nasal dekongestan oleh aktivitasnya pada alfa-adrenergiksehingga menyebabkan vasokonstriksi. Redistribusi aliran darah lokal mengurangi udem pada mukosa nasal sehingga memperbaiki ventilasi dan mengurangi hidung tersumbat. Obat dekongestan oral antara lain: Fenilpropanolamin, Fenilefrin, Pseudoefedrin dan Efedrin. e. Antihistamin bekerja dengan menghambat kerja histamin yang menyebabkan terjadinya reaksi alergi. Obat yang tergolong antihistamin antara lain: Klorfeniramin maleat /CTM, Difenhidramin HCl. f. Obat penghilang rasa nyeri (analgesik) dan penurun panas (antipiretik) digunakan untuk mengurangi rasa nyeri dengan menghambat sintesa prostaglandin di sistem saraf pusat dan menurunkan suhu tubuh dengan mempengaruhi pusat pengaturan panas di hipotalamus. Obat yang tergolong ke dalam analgesik dan antipiretik antara lain : Parasetamol, Aspirin, Ibuprofen, dan lain-lain. Universitas Indonesia

136 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan selama 4 minggu dari tanggal 4 Juli-28 Agustus 2011 di Apotek Rawa Pule. Data yang digunakan antara lain nama produk, harga jual, dan jumlah yang terjual per sediaan obat. Data ini diperoleh buku penjualan harian. 3.2 Analisis Data Analisis data dilakukan dengan menghitung nilai investasi dari tiap sediaan obat dengan cara (Quick, 1997) : a. Membuat daftar produk obat batuk dan pilek berdasarkan alfabetis beserta harga satuannya. b. Memasukkan jumlah item produk obat batuk dan pilek periode Januari-Juni c. Hitung total investasi tiap item produk obat batuk dan pilek dengan mengalikan harga satuan obat dengan jumlah penjualan obat selama satu periode. d. Hitung persentase nilai investasi tiap produk obat batuk dan pilek, yaitu dengan membagi nilai investasi tiap item obat dengan total nilai investasi seluruh produk obat batuk dan pilek. f. Kelompokkan berdasarkan nilai investasi produk obat batuk dan pilek, dimulai dari nilai investasi terbesar hingga terkecil. g. Hitung persentase kumulatif dari total nilai investasi untuk setiap item. Tentukan batasan kelas A, B, dan C dari persentase kumulatif tersebut. Syarat pengelompokan adalah sebagai berikut : a. Kelompok A dengan nilai investasi 80% dari total investasi obat keseluruhan atau mewakili sekitar 10-20% dari jumlah item yang ada. Kelompok B dengan nilai investasi 15% dari total investasi obat keseluruhan atau mewakili sekitar 10-20% dari jumlah item yang ada. Kelompok C dengan nilai investasi 5% 11 Universitas Indonesia

137 12 dari total investasi obat keseluruhan atau mewakili sekitar 60-80% dari jumlah item yang ada. b. Data yang diperoleh kemudian disajikan dalam bentuk tabel c. Data yang tersedia kemudian disusun berdasarkan jumlah item yang terjual selama periode Januari-Juni 2011 dari yang terbesar hingga terkecil. Universitas Indonesia

138 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Berdasarkan analisa data diperoleh hasil sebagai berikut : a. Kelompok Pareto-A : Jumlah investasi sebesar Rp ,- atau 79,96 % dari total investasi dengan jumlah jenis produk 33 item atau 35,48 % dari total item yang ada. b. Kelompok Pareto-B : Jumlah investasi sebesar Rp ,- atau 14,97 % dari total investasi dengan jumlah jenis produk 27 item atau 29,03 % dari total item yang ada. c. Kelompok Pareto-C : Jumlah investasi sebesar Rp ,- atau 5,07 % dari total investasi dengan jumlah jenis produk 33 item atau 35,48 % dari total item yang ada. 4.2 Pembahasan Hasil analisa data menunjukkan bahwa kelompok A memiliki nilai investasi sebesar Rp ,- atau 79,96 % dari total investasi dengan jumlah produk 33 item atau 35,48 % dari total item yang ada dengan tiga teratas adalah Bisolvon extra, Actifed Plus Expectorant dan OBH Nelco, data selengkapnya dapat dilihat pada tabel 4.2. Terdapat dua kelompok jenis obat yang mewakili kelompok A, yaitu obat dengan jumlah penjualan sedikit namun memiliki harga yang mahal dan obat dengan dengan harga rendah atau sedang namun perputarannya cepat (fast moving). Kelompok A memiliki nilai investasi yang besar, sehingga ketersediaan kelompok obat ini akan sangat mempengaruhi pendapatan apotek. Kelompok A sebaiknya dimonitor dengan hati-hati dengan menghitung titik pemesanan ulang dan economic order quantity (EOQ)-nya serta melakukan pencatatan persediaan secara detail dan tepat agar analisis data yang berhubungan dengan produk kelompok A dapat dilakukan secara tepat (Quick et. al., 1997 dan Seto, 2004). Kelompok B menggambarkan kelompok obat yang mempunyai tingkat penjualan sedang dengan dampak biaya pengadaan yang lebih rendah dibandingkan dengan kelompok A. Kelompok ini terdiri dari 27 item atau 29,03% 13 Universitas Indonesia

139 14 dengan tiga teratas adalah Actifed syrup, Woods Peppermint Expectorant dan Panadol cold dan flu, dengan nilai investasi sebesar Rp ,- atau 14,97% dari total investasi. Kelompok B biasanya cukup dikendalikan dengan kartu stok tanpa perlu memonitor secara ketat. Pada kelompok C jenis produk didominasi oleh obat-obat dengan harga yang rendah dan kelompok obat yang perputarannya paling lambat (slow moving) terdiri dari 33 item atau 35,48% dari total item dengan tiga teratas adalah Itrabat syrup, Ikadryl syrup dan Bodrexin flu dan batuk, dengan nilai investasi sebesar Rp ,- atau 5,07% dari total investasi. Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa kelompok C memiliki jumlah item produk yang sangat banyak, tetapi memberikan kontribusi yang paling kecil terhadap total pendapatan apotek. Pengendalian pada kelompok C dilakukan secara lebih sederhana, yaitu dengan menjamin bahwa item-item yang bernilai rendah ada dalam persediaan dan mempunyai persediaan yang cukup sehingga tidak terjadi kekurangan ketika ada permintaan. Pengelola/Apoteker secara periodik sebaiknya memonitor kelompok C untuk menentukan apakah obat tersebut sebaiknya dikeluarkan dari persediaan. Mengeluarkan produk-produk di kelompok C yang lambat perputarannya merupakan metode praktis mengurangi jumlah obat atau barang dan investasi dalam persediaan (Soerjono, 2004). Perbedaan kelompok tiap-tiap jenis produk tersebut dapat disebabkan oleh perbedaan tingkat penjualan masing-masing produk. Selain faktor promosi yang dilakukan oleh pihak produsen, beberapa faktor lain yang mempengaruhi tingkat penjualan suatu produk obat adalah peran apoteker yang membantu mengarahkan konsumen saat melakukan swamedikasi, harga obat, serta perilaku konsumen yang cenderung menggunakan obat yang sama untuk mengobati penyakit yang yang pernah dialaminya. Sebuah apotek biasa menjual obat dan barang lainnya dengan ragam jenis yang begitu banyak. Akan sangat membingungkan dan tidak praktis untuk menghitung titik pemesanan ulang dan EOQ untuk tiap produk. Penggunaan analisis ABC dalam perencanaan bertujuan untuk melakukan identifikasi produk menurut jumlah pemakaiannya dan nilai investasi, sehingga manajemen yang efektif dapat berkonsentrasi pada produk obat yang memiliki nilai investasi yang Universitas Indonesia

140 15 besar. Dengan pengelompokan ini, apabila apotek mampu mengendalikan produk kelompok A dan B berarti sudah bisa mengendalikan sekitar 80-95% dari nilai total produk. Untuk memudahkan penggolongan produk-produk ke dalam kelompok A, B, dan C dapat diproses dengan bantuan komputer melalui program analisa laporan perputaran produk yang telah disiapkan di dalamnya. Komputerisasi diperlukan terutama dalam menunjang fungsi pengawasan. Sistem komputerisasi memungkinkan apotek melakukan pengendalian persediaan secara terus-menerus seperti halnya dalam sistem kartu barang. Perhitungan EOQ, jumlah stok maksimum dan minimum juga dapat diprogramkan ke dalam komputer. Suatu apotek harus dapat mempertahankan suatu jumlah persediaan yang optimum yang dapat menjamin kebutuhan bagi kelancaran kegiatan apotek dengan jumlah dan mutu yang tepat serta dengan biaya yang serendah-rendahnya. Persediaan yang terlalu berlebihan akan merugikan apotek akibat lebih banyak uang atau modal yang tertanam dan biaya yang ditimbulkan dengan adanya persediaan tersebut. Sebaliknya suatu persediaan yang terlalu kecil akan merugikan perusahaan karena kelancaran dari kegiatan pelayanan apotek akan terganggu. Upaya pengadaan serta pengendalian persediaan yang efektif dan efisien akan menciptakan keseimbangan antara permintaan konsumen dengan persediaan di apotek sehingga akan membawa dampak yang positif terhadap citra apotek. Universitas Indonesia

141 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Hasil analisis Pareto (ABC) terhadap produk obat batuk dan pilek di Apotek Rawa Pule periode Januari-Juni 2011diperoleh data bahwa kelompok A terdiri dari 23 item atau 35,48% dari total item dengan nilai investasi sebesar Rp ,- atau 79,96% dari total investasi. Kelompok B terdiri dari 27 item atau 29,03% dengan nilai investasi sebesar Rp ,- atau 14,97% dari total investasi. Sedangkan kelompok C terdiri dari 33 item atau 35,48% dari total item dengan nilai investasi Rp ,- atau 5,07% dari total investasi. 5.2 Saran a. Setelah menentukan prioritas kelompok obat sebaiknya dihitung titik pemesanan kembali dan jumlah pemesanannya agar tercapai inventory control yang efektif. b. Komputer di apotek sebaiknya dilengkapi dengan program aplikasi pengolah data apotek untuk memudahkan pengolahan data dan memudahkan pemantauan persediaan. 16 Universitas Indonesia

142 17 DAFTAR ACUAN Corwin, EJ. (2001) Buku Saku Patofisiologi (Brahm U., Penerjemah.) Jakarta: EGC. DepKes RI.(2006). Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Depkes RI Estuningtyas, A., & Arif, A. (2007). Obat Lokal. Dalam Gunawan, S (Ed.). Farmakologi dan Terapi (Ed. Ke-5). Jakarta: Gaya Baru, Quick, JD., et al. (1997). Managing drug supply: The Selection, Procurement, Distribution, and Use of Pharmaceuticals (2nd ed.). Connecticut: Kumarian Press, Seto, Soerjono. (2004). Pengendalian Persediaan. Dalam Seto, Soerjono., Nita, Yunita., dan Triana, Lily. (Ed.). Manajemen Farmasi lingkup: Apotek, Farmasi Rumah Sakit, Pedagang Besar Farmasi, Industri Farmasi (Ed. Ke-2). Surabaya: Airlangga Univ. Press, Sweetman, S. (Ed.).(2007). Martindale: The Complete Drug Reference (Electronic version, 35 th Edition). UK: Pharmaceutical Press Universitas Indonesia

143 18 Jumlah item tiap kelompok C 35.48% A 35.48% B 29.03% Gambar 4.1. Diagram pie analisis pareto (ABC) ditinjau dari jumlah item produk obat batuk dan pilek per kelompok di apotek Rawa Pule periode Januari - Juni 2011 Nilai Investasi tiap kelompok A 79.96% B 14.97% C 5.07% Gambar 4.2. Diagram pie analisis pareto (ABC) ditinjau dari nilai investasi produk obat batuk dan pilek per kelompok di apotek Rawa Pule periode Januari - Juni 2011

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA No. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NENDEN PUSPITASARI,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pelayanan apotik harus diusahakan agar

Lebih terperinci

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ( No.276, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Apotek. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993

Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MUTIA ANGGRIANI,

Lebih terperinci

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta;

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta; BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DAN PEDAGANG ECERAN OBAT (TOKO OBAT) WALIKOTA BOGOR, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER WILDYANTI PUSPITASARI KARDIANTO, S. Farm.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA, KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37 JAKARTA SELATAN PERIODE 6 JUNI 1 JULI 2011 DAN 1 AGUSTUS - 12 AGUSTUS 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI 31 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PERMITA SARI,

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA Jl. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 26 SEPTEMBER 29 OKTOBER 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER CYNTHIA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 JAKARTA

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 JAKARTA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 JAKARTA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ZILFIA MUTIA RANNY, S.Farm. 1006835601 ANGKATAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI 16 MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI 16 MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI 16 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER STELLA, S.Farm.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI- 16 MARET 2012 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER I KADEK ARYA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.7 JALAN H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.7 JALAN H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.7 JALAN H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK PROFESI APOTEKER DEWI NUR ANGGRAENI,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI 31 AGUSTUS 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI 31 AGUSTUS 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI 31 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DEVINA LIRETHA,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RAHMI RAMDANIS, S.Farm

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN PERIODE 18 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 JL. H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 5 SEPTEMBER 15 OKTOBER 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YUDHO PRABOWO,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan dan memperluas akses

Lebih terperinci

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.74, 2015 KEMENKES. Narkotika. Psikotropika. Prekursor Farmasi. Pelaporan. Pemusnahan. Penyimpanan. Peredaran. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 JL. MERDEKA NO. 24 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 JL. MERDEKA NO. 24 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 JL. MERDEKA NO. 24 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANNISA RAHMA HENDARSULA,

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER Oleh Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya Disampaikan pada pertemuan Korwil PC Surabaya Tanggal 9,16 dan 23 April

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 202 JL. KEJAYAAN RAYA BLOK XI NO. 2 DEPOK II TIMUR PERIODE 2 JANUARI 14 FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN. Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN. Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG IZIN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA. LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA. LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER GINARTI EKAWATI, S.Farm.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MANGGARAI JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MANGGARAI JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA FEBIYANTI NORMAN, S.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 115 JL. PAMULANG PERMAI RAYA D2/1A PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Laukha

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 55 JALAN KEBAYORAN LAMA NO. 50 JAKARTA BARAT PERIODE 2 APRIL 12 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER AGATHA

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. (Peraturan Pemerintah no 51 tahun 2009). Sesuai ketentuan perundangan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO 37 PENGADEGAN JAKARTA SELATAN PERIODE 01 APRIL 10 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Suci

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. H. JUANDA NO. 30, BOGOR PERIODE 5 SEPTEMBER 15 OKTOBER 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DEDDY RIFANDI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YULIANA, S.Farm. 1106047511 ANGKATAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI, JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI, JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NUR HASMAWATI, S.Farm (1006753942)

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 9 APRIL 15 MEI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 9 APRIL 15 MEI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 9 APRIL 15 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YODIFTA ASTRININGRUM,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.2 JL. SENEN RAYA NO. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.2 JL. SENEN RAYA NO. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.2 JL. SENEN RAYA NO. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MAYA MASITHA,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 284 JL. SILIWANGI NO.86A, BEKASI PERIODE 13 FEBRUARI - 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan aksesibilitas,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN TENTANG

MENTERI KESEHATAN TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IJIN APOTIK MENTERI KESEHATAN MENIMBANG : a. bahwa penelenggaraan pelayanan Apotik harus diusahakan agar

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEREDARAN, PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN, DAN PELAPORAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 49 JL. PAHLAWAN REVOLUSI NO. 53 PONDOK BAMBU JAKARTA TIMUR PERIODE 2 APRIL-11 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER CICILIA MARINA, S. Farm. 1306502333

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR, DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR, DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR, DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANDI NURWINDA, S.Si. 1006835085 ANGKATAN LXXIII FAKULTAS

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 96 JALAN S. PARMAN KAV G/12, JAKARTA BARAT PERIODE 1 MEI 2012-8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YENNY

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 JL. Ir. H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ARMELIA

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI

MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 T E N T A N G PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.55 JALAN KEBAYORAN LAMA NO.34K JAKARTA SELATAN PERIODE 03 APRIL- 10 MEI 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.55 JALAN KEBAYORAN LAMA NO.34K JAKARTA SELATAN PERIODE 03 APRIL- 10 MEI 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.55 JALAN KEBAYORAN LAMA NO.34K JAKARTA SELATAN PERIODE 03 APRIL- 10 MEI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA 34A, JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA 34A, JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA 34A, JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER GABRIELLA FREDERIKA PUNU, S.Farm. 1206329644 ANGKATAN

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung

Lebih terperinci

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 FARMASI BAB 11: PERBEKALAN FARMASI Nora Susanti, M.Sc, Apk KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 BAB XI PERBEKALAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengawasan dan pemantauan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK KIMIA FARMA NO. 7, BOGOR PERIODE 2 APRIL 12 MEI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK KIMIA FARMA NO. 7, BOGOR PERIODE 2 APRIL 12 MEI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK KIMIA FARMA NO. 7, BOGOR PERIODE 2 APRIL 12 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANITA AYU DWI AJIE SAPUTRI, S.Farm. 1106046673

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 278 RUKO VERSAILLES FB NO.15 SEKTOR 1.6 BSD SERPONG PERIODE 3 30 APRIL 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE 9 JANUARI 2013 20 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MEIYANI

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA No.48 JL. MATRAMAN RAYA NO. 55 JAKARTA TIMUR PERIODE 3 APRIL - 30 APRIL 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA No.48 JL. MATRAMAN RAYA NO. 55 JAKARTA TIMUR PERIODE 3 APRIL - 30 APRIL 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA No.48 JL. MATRAMAN RAYA NO. 55 JAKARTA TIMUR PERIODE 3 APRIL - 30 APRIL 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FIENDA

Lebih terperinci

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt

PEDAGANG BESAR FARMASI. OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt PEDAGANG BESAR FARMASI OLEH REZQI HANDAYANI, M.P.H., Apt Obat / Bahan Obat Ketersediaan Keterjangkauan Konsumen Aman Mutu Berkhasiat PBF LAIN PBF: Obat BBF INDUSTRI FARMASI 2 DASAR HUKUM Undangundang UU

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 298 JL. BENDUNGAN HILIR RAYA NO. 41, JAKARTA PUSAT PERIODE 3 MARET 11 APRIL 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 298 JL. BENDUNGAN HILIR RAYA NO. 41, JAKARTA PUSAT PERIODE 3 MARET 11 APRIL 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 298 JL. BENDUNGAN HILIR RAYA NO. 41, JAKARTA PUSAT PERIODE 3 MARET 11 APRIL 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 JALAN MERDEKA NO. 24 BOGOR PERIODE 1 SEPTEMBER 30 SEPTEMBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER HANUM PRAMITA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE 19 AGUSTUS 30 AGUSTUS 2013 DAN 30 SEPTEMBER 25 OKTOBER 2013 LAPORAN PRAKTEK

Lebih terperinci

PERMENKES No. 889/MENKES/PER/V/2011 Tentang REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN 4/1/2013 1

PERMENKES No. 889/MENKES/PER/V/2011 Tentang REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN 4/1/2013 1 PERMENKES No. 889/MENKES/PER/V/2011 Tentang REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN 4/1/2013 1 PENDAHULUAN Bab I. Ketentuan Umum Bab II. Registrasi Bab III. Izin Praktik dan Izin Kerja

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ZETMI, S.Farm. 1206330261 ANGKATAN LXXVII FAKULTAS

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG PERIODE 8 APRIL 17 MEI 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG PERIODE 8 APRIL 17 MEI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG PERIODE 8 APRIL 17 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SERUNI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER VETHREEANY SIMAMORA, S.Farm 1206330223 ANGKATAN

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 1191/MENKES/SK/IX/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR: 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE APRIL - MEI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE APRIL - MEI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE APRIL - MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER WILLY HERMAWAN, S.Farm.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TAHUN 2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 JL. IR. H. JUANDA NO. 30, BOGOR LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 JL. IR. H. JUANDA NO. 30, BOGOR LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 JL. IR. H. JUANDA NO. 30, BOGOR LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER AYUN ERWINA ARIFIANTI, S.Farm. 1206312883

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN

MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR : 918/MENKES/PER/X/1993 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. Mengingat b. 1. 2. 3. 4. bahwa persyaratan tentang pedagang besar farmasi seperti

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 7 APRIL 16 MEI 2014

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 7 APRIL 16 MEI 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 7 APRIL 16 MEI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RAFIKA FATHNI, S.Farm.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan terus meningkat seiring perkembangan zaman. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat senantiasa diupayakan

Lebih terperinci

Perpustakaan Unika LAMPIRAN- LAMPIRAN

Perpustakaan Unika LAMPIRAN- LAMPIRAN LAMPIRAN- LAMPIRAN Perkiraan Biaya Istalasi dan Operasional Sistem Informasi akuntansi Berbasis Komputer Apotek Fatma Medika A. Investasi 1 Set Komputer Pentium IV Rp. 2.500.000,- 1 Set Printer Epson LX

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MITRASANA TAMAN HARAPAN BARU RUKO TAMAN HARAPAN BARU BLOK E7 NO. 9 BEKASI PERIODE JANUARI FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 APRIL 10 MEI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 APRIL 10 MEI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 APRIL 10 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ILMA NAFIA, S.Farm.

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO 96. JL. JEND. S. PARMAN KAV G/12 SLIPI, JAKARTA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO 96. JL. JEND. S. PARMAN KAV G/12 SLIPI, JAKARTA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER i UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO 96. JL. JEND. S. PARMAN KAV G/12 SLIPI, JAKARTA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SHEILA NOOR AISYAH, S.Farm.

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Draft 07 Januari 2016 RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK RINI JALAN BALAI PUSTAKA TIMUR NO.11 RAWAMANGUN PERIODE 17 JUNI 12 JULI DAN 29 JULI 23 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Izin Apotek Pasal 1 ayat (a): Apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan 5 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Apotek Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1332/Menkes/SK/X/2002 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/Menkes/Per/X/1993

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: ROSY MELLISSA K.100.050.150 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. Kegiatan administrasi di apotek (standar pelayanan kefarmasian) Administrasi umum pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34A JAKARTA PUSAT PERIODE 2 OKTOBER 7 NOVEMBER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER BHATA BELLINDA,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JALAN PANCORAN TIMUR NO. 37 JAKARTA SELATAN PERIODE 17 JUNI - 12 JULI, 29 JULI - I2 AGUSTUS, DAN 19-23 AGUSTUS 2013 LAPORAN

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. Ir. H. JUANDA NO. 30, BOGOR PERIODE 2 APRIL 12 MEI 2012

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. Ir. H. JUANDA NO. 30, BOGOR PERIODE 2 APRIL 12 MEI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. Ir. H. JUANDA NO. 30, BOGOR PERIODE 2 APRIL 12 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER TYAS PAWESTRISIWI,

Lebih terperinci