UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FIKA ASTRIYANI, S.Farm ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker FIKA ASTRIYANI, S.Farm ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012 i

3

4 KATA PENGANTAR Puji syukur dipanjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang senantiasa melimpahkan karunia dan rahmat-nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Apotek Kimia Farma No. 47 Jalan Radio Dalam Raya No. I-S, Gandaria Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini disusun sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh mahasiswa Program Profesi Apoteker di Departemen Farmasi untuk mencapai gelar Apoteker. Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini dapat Penulis buat dan selesaikan karena bantuan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Drs. Djamal Jusuf, Apt., selaku pembimbing di Apotek Kimia Farma No. 47 yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 2. Ibu Dra. Azizahwati, M.S., Apt., selaku pembimbing dari Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama Praktek Kerja Profesi Apoteker. 3. Ibu Prof. Dr. Yahdiana Harahap M.S., Apt., selaku Ketua Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. 4. Bapak Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia. 5. Seluruh karyawan Apotek Kimia Farma No Seluruh dosen dan karyawan Departemen Farmasi FMIPA UI yang telah memberikan ilmu yang berharga dan bantuan yang sangat berarti bagi penulis. 7. Keluarga tercinta atas dukungannya baik materil maupun moril sehingga pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker dapat berjalan lancar. 8. Teman-teman Apoteker angkatan LXXIV dan semua pihak yang telah memberikan bantuan dan semangat kepada penulis selama iii

5 pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca. Akhir kata, penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penulis peroleh selama menjalani Praktek Kerja Profesi Apoteker dapat memberikan manfaat bagi rekan-rekan sejawat dan semua pihak yang membutuhkan. Penulis 2012 iv

6 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iv DAFTAR GAMBAR... v DAFTAR LAMPIRAN... vi BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Definisi Apotek Landasan Hukum Apotek Tugas dan Fungsi Apotek Persyaratan Apotek Tata Cara Perizinan Apotek Tenaga Kefarmasian Pengalihan Tanggung Jawab Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek (APA) Pengelolaan Apotek Pelayanan Apotek Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Pencabutan Surat Izin Apotek Sediaan Farmasi di Apotek BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK KIMIA FARMA PT. Kimia Farma Apotek Apotek Kimia Farma No BAB 4 PEMBAHASAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR REFERENSI v

7 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Tanda Golongan Obat pada Kemasan Obat Gambar 2.2 Tanda Peringatan pada Kemasan Obat Bebas Terbatas Gambar 3.3 Logo PT. Kimia Farma Apotek vi

8 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Contoh Laporan Penggunaan Psikotropika Lampiran 2 Contoh Laporan Penggunaan Narkotika Lampiran 3 Struktur Organisasi PT. Kimia Farma Apotek Lampiran 4 Denah Lokasi Apotek Kimia Farma No. 47 Radio Dalam Lampiran 5 Layout Apotek Kimia Farma No.47 Radio Dalam (Lantai Lampiran 6 Bawah) Layout Apotek Kimia Farma No.47 Radio Dalam (Lantai Atas) Lampiran 7 Contoh Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA) Lampiran 8 Contoh Kuitansi Pembayaran Tunai Lampiran 9 Contoh Nomer Urut Resep Kredit Lampiran 10 Contoh Etiket Lampiran 11 Contoh Label Lampiran 12 Contoh Kartu Stok Lampiran 13 Contoh Lembar Salinan Resep vii

9 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan bagian penting dalam menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas untuk pembangunan nasional, yaitu kesehatan dalam arti keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis (Undang-Undang RI No. 36 Tahun 2009). Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional ini maka diperlukan dukungan sumber daya kesehatan, sarana kesehatan, dan sistem pelayanan kesehatan yang optimal. Salah satu sarana kesehatan yang berperan dalam mewujudkan peningkatan derajat kesehatan bagi masyarakat adalah apotek, termasuk didalamnya pekerjaan kefarmasian yang dilakukan oleh apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan, dan pendistribusian atau penyaluran obat, pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Dalam melaksanakan pekerjaan kefarmasian di apotek, apoteker harus mampu melaksanakan peran profesinya dalam memberikan pelayanan kefarmasian yang terbaik bagi masyarakat. Selain itu seorang apoteker juga harus mampu menjalankan peran manajerial di apotek dalam mengelola apoteknya secara efektif, seperti pengelolaan keuangan, perbekalan farmasi, dan sumber daya manusia. Apotek sebagai sarana yang bergerak dibidang jasa pelayanan harus mampu memberikan pelayanan kefarmasian secara tepat dan bermutu. Pada saat ini orientasi pelayanan kefarmasian telah bergeser dari pelayanan obat (drug oriented) menjadi pelayanan pasien (patient oriented). Kegiatan pelayanan yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi berubah menjadi pelayanan yang komprehensif dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, maka apoteker dituntut untuk selalu meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya agar mampu

10 2 berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lain secara aktif dan berinteraksi langsung dengan pasien disamping menerapkan keilmuannya di bidang farmasi. Oleh karena itu, diperlukan pendidikan dan pelatihan yang efisien dan efektif agar menghasilkan apoteker yang memiliki kompetensi, salah satunya yaitu pendidikan dan pelatihan bagi calon apoteker melalui Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA). Program Profesi Apoteker Departemen Farmasi FMIPA bekerja sama dengan PT. Kimia Farma Apotek, menyelenggarakan PKPA di Apotek Kimia Farma yang berlangsung dari tanggal 13 Februari sampai tanggal 22 Maret Dengan harapan agar calon apoteker dapat memahami secara langsung mengenai peranan dan tanggung jawab seorang apoteker di apotek dan sebagai sarana pelatihan untuk menerapkan ilmu yang telah didapatkan dan menambah pengetahuan serta meningkatkan keterampilan dalam pelaksanaan pekerjaan kefarmasian Tujuan Memahami fungsi, tugas, dan peranan apoteker di apotek dalam pengelolaannya sesuai dengan peraturan dan etika yang berlaku dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat, meliputi dalam hal administrasi, pengadaan, penyimpanan, pelayanan, dan manajemen.

11 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Apotek Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 51 Tahun 2009, apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh apoteker. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Selain itu, sesuai PerMenKes Nomor 922/MENKES/PER/X/1993, apotek adalah suatu tempat dilakukannya penyaluran sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan kepada masyarakat. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional, dan kosmetika sedangkan perbekalan kesehatan adalah semua bahan dan peralatan yang diperlukan untuk menyelenggarakan upaya kesehatan (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009). Apotek sebagai salah satu sarana pelayanan kesehatan perlu mengutamakan kepentingan masyarakat dan berkewajiban menyediakan, menyimpan, dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik. Dalam pengelolaannya, apotek harus dikelola oleh apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan dan dapat dibantu oleh apoteker pendamping serta tenaga teknis kefarmasian. 2.2 Landasan Hukum Apotek Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan masyarakat yang diatur dalam: 1. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. 2. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. 3. Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. 4. Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. 5. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027/MenKes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. 3

12 4 6. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MenKes/SK/X/2002 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/MenKes/Per/X/1993 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. 7. Undang-Undang No. 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. 8. Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1990 tentang Masa Bakti Apoteker, yang disempurnakan dengan Peraturan Menteri Kesehatan No. 695/MENKES/PER/VI/ Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 1980 tentang Perubahan atas PP No.26 Tahun 1965 Tentang Apotek. 2.3 Tugas dan Fungsi Apotek Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No. 25 Tahun 1980 Pasal 2, tugas dan fungsi apotek adalah: 1. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan. 2. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat. 3. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus mendistribusikan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata. 2.4 Persyaratan Apotek Pelayanan kesehatan yang diselenggarakan oleh suatu apotek baru dapat dilaksanakan jika seorang Apoteker Pengelola Apotek (APA) telah mendapatkan Surat Izin Apotek (SIA). SIA adalah surat izin yang diberikan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia kepada apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik modal untuk menyelenggarakan pelayanan apotek di suatu tempat tertentu. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/SK/X/1993 Pasal 6, dinyatakan bahwa persyaratan apotek adalah sebagai berikut: 1. Untuk mendapatkan izin apotek, apoteker atau apoteker yang bekerja sama dengan pemilik modal yang telah memenuhi persyaratan harus siap dengan

13 5 tempat, perlengkapan termasuk sediaan farmasi dan perbekalan farmasi yang lain yang merupakan milik sendiri atau milik pihak lain. 2. Sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan pelayanan komoditi yang lain di luar sediaan farmasi. 3. Apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi yang lain di luar sediaan farmasi. 2.5 Tata Cara Perizinan Apotek Di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993 disebutkan bahwa SIA adalah surat izin yang diberikan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia kepada apoteker atau apoteker bekerjasama dengan pemilik modal untuk menyelenggarakan apotek di suatu tempat tertentu. Wewenang pemberian SIA dilimpahkan oleh Menteri Kesehatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Selanjutnya Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota wajib melaporkan pelaksanaan pemberian izin, pembekuan izin, pencairan izin, dan pencabutan izin apotek kepada Badan Pengawasan Obat dan Makanan. Ketentuan dan tata cara pemberian izin apotek diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No.1332/MenKes/SK/X/2002 tentang perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan RI No.922/MenKes/Per/X/1993. Adapun ketentuannya adalah sebagai berikut: 1. Permohonan izin apotek diajukan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan contoh formulir model APT Dengan menggunakan Formulir APT-2 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota selambat-lambatnya 6 (enam) hari kerja setelah menerima permohonan dapat meminta bantuan teknis kepada Kepala Balai POM untuk melakukan pemeriksaan setempat terhadap kesiapan apotek melakukan kegiatan. 3. Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM selambatlambatnya 6 (enam) hari kerja setelah permintaan bantuan teknis dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan hasil pemeriksaan setempat dengan menggunakan contoh formulir APT Dalam hal pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam (2) dan (3) tidak

14 6 dilaksanakan, apoteker pemohon dapat membuat surat pernyataan siap melakukan kegiatan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dengan tembusan kepada Kepala Dinas Propinsi dengan menggunakan contoh formulir model APT Dalam jangka waktu 12 (dua belas) hari kerja setelah diterima laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud ayat (3) atau pernyataan dimaksud ayat (4) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat mengeluarkan Surat Izin Apotek (SIA) dengan menggunakan contoh formulir model APT Dalam hal hasil pemeriksaan Tim Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota atau Kepala Balai POM dimaksud ayat (3) masih belum memenuhi syarat, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat dalam waktu 12 (dua belas) hari kerja mengeluarkan Surat Penundaan dengan menggunakan contoh formulir model APT Terhadap Surat Penundaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (6), apoteker diberi kesempatan untuk melengkapi persyaratan yang belum dipenuhi selambat-lambatnya dalam jangka waktu satu bulan sejak tanggal Surat Penundaan. 8. Apabila apoteker menggunakan sarana pihak lain, maka penggunaan sarana dimaksud wajib didasarkan atas perjanjian kerjasama antara apoteker dan pemilik modal. 9. Pemilik modal yang dimaksud dalam ayat (8) harus memenuhi persyaratan tidak pernah terlibat dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan dibidang obat sebagaimana dinyatakan dalam surat penyataan yang bersangkutan. 10. Terhadap permohonan izin apotek dan APA atau lokasi tidak sesuai dengan pemohon, maka Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam jangka waktu selambat-lambatnya 12 hari kerja wajib mengeluarkan surat penolakan disertai dengan alasannya dengan menggunakan formulir APT Tenaga Kefarmasian Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 menyebutkan bahwa tenaga kefarmasian adalah tenaga yang melakukan pekerjaan kefarmasian, yang terdiri

15 7 dari apoteker dan tenaga teknis kefarmasian. Tenaga teknis kefarmasian adalah tenaga yang membantu apoteker dalam menjalani pekerjaan kefarmasian, yang terdiri atas Sarjana Farmasi, Ahli Madya Farmasi, Analis Farmasi, dan Tenaga Menengah Farmasi/Asisten Apoteker. Seorang APA bertanggung jawab terhadap kelangsungan hidup apotek yang dipimpinnya, juga bertanggung jawab kepada pemilik modal apotek jika dalam hal pendanaan bekerja sama dengan pemilik modal. 2.7 Pengalihan Tanggung Jawab Pengalihan tanggung jawab apoteker diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1332/MENKES/SK/X/2002 (Pasal 19 dan 24) yaitu: 1. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, APA harus menunjuk apoteker pendamping. 2. Apabila APA dan apoteker pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA menunjuk apoteker pengganti. 3. Apabila APA meninggal dunia, dalam jangka waktu dua kali dua puluh empat jam, ahli waris APA wajib melaporkan kejadian tersebut secara tertulis kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. 4. Apabila pada apotek tersebut tidak terdapat apoteker pendamping, pelaporan oleh ahli waris wajib disertai penyerahan resep, narkotika, psikotropika, obat keras, dan kunci tempat penyimpanan narkotika dan psikotropika. Serah terima tersebut dibuat Berita Acara Serah Terima yang dibuat rangkap empat dan ditandatangani kedua belah pihak yang melakukan serah terima. Penunjukkan Apoteker Pendamping dan Apoteker Pengganti harus dilaporkan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Propinsi setempat. 2.8 Persyaratan Apoteker Pengelola Apotek (APA) Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker, mereka yang berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker (Keputusan Menteri Kesehatan RI

16 8 No.1332/MenKes/SK/X/2002). Pekerjaan kefarmasian seorang apoteker di apotek adalah bentuk hakiki dari profesi apoteker. Oleh karena itu, APA berkewajiban mencurahkan waktu, pemikiran dan tenaganya untuk menguasai, memanfaatkan dan mengembangkan apotek yang didasarkan pada kepentingan masyarakat. Hal ini dikarenakan apoteker merupakan motor penggerak kemajuan suatu apotek. Sebelum melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian di apotek, seorang APA wajib memiliki Surat Izin Apotek (SIA) yang berlaku untuk seterusnya selama apotek masih aktif melakukan kegiatan dan APA masih dapat melakukan pekerjaannya serta masih memenuhi persyaratan. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian, setiap tenaga teknis kefarmasian yang melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia wajib memiliki surat tanda registrasi. Surat tanda registrasi yang dimaksud tersebut berupa Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) bagi apoteker. STRA berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diregistrasi ulang selama memenuhi persyaratan. Registrasi ulang harus dilakukan minimal 6 (enam) bulan sebelum STRA habis masa berlakunya. Untuk memperoleh STRA, apoteker harus memenuhi persyaratan sebagai berikut (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/MENKES/PER/V/2011): 1. Memiliki ijazah apoteker. 2. Memiliki sertifikat kompetensi profesi. 3. Mempunyai surat pernyataan telah mengucapkan sumpah/janji apoteker. 4. Mempunyai surat keterangan sehat fisik dan mental dari dokter yang mempunyai izin praktek. 5. Membuat surat pernyataan akan mematuhi dan melaksanakan ketentuan etika profesi. Sertifikat kompetensi profesi sebagaimana dimaksud dalam persyaratan memperoleh STRA dikeluarkan oleh organisasi profesi setelah lulus uji kompetensi. Sertifikat kompetensi profesi tersebut berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat dilakukan uji kompetensi kembali setelah habis masa berlakunya. Bagi apoteker yang baru lulus pendidikan profesi dianggap telah lulus uji kompetensi dan dapat memperoleh sertifikat kompetensi profesi secara langsung (Pasal 9 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/MENKES/PER/V/2011).

17 9 STRA dapat dicabut karena: 1. Permohonan yang bersangkutan. 2. Pemilik STRA tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan mental untuk menjalankan pekerjaan kefarmasian berdasarkan surat keterangan dokter. 3. Melakukan pelanggaran disiplin tenaga kefarmasian. 4. Melakukan pelanggaran hukum di bidang kefarmasian yang dibuktikan dengan putusan pengadilan. Pencabutan STRA disampaikan kepada pemilik STRA dengan tembusan kepada Direktur Jenderal, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan organisasi profesi. Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja, yaitu berupa Surat Izin Praktek Apoteker (SIPA) bagi apoteker penanggung jawab dan apoteker pendamping di fasilitas pelayanan kefarmasian. SIPA hanya diberikan untuk satu tempat fasilitas kefarmasian. SIPA dikeluarkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan. Untuk memperoleh SIPA, apoteker mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilaksanakan. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan SIPA paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap. Permohonan SIPA harus melampirkan (Pasal 21 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/MENKES/PER/V/2011): 1. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN (Komite Farmasi Nasional). 2. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian. 3. Surat rekomendasi dari organisasi profesi. 4. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 (dua) lembar. Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut SIPA karena (Pasal 23 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/MENKES/PER/V/2011): 1. Atas permintaan yang bersangkutan. 2. STRA tidak berlaku lagi.

18 10 3. Yang bersangkutan tidak bekerja pada tempat yang tercantum dalam surat izin. 4. Yang bersangkutan tidak lagi memenuhi persyaratan fisik dan mental untuk menjalankan pekerjaan kefarmasian berdasarkan pembinaan dan pengawasan dan ditetapkan dengan surat keterangan dokter. 5. Melakukan pelanggaran disiplin tenaga kefarmasian berdasarkan rekomendasi KFN. 6. Melakukan pelanggaran hukum di bidang kefarmasian yang dibuktikan dengan putusan pengadilan. 2.9 Pengelolaan Apotek Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 922/MenKes/Per/X/1993, pengelolaan apotek meliputi: 1. Pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, penyimpanan, dan penyerahan obat dan bahan obat. 2. Pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya. 3. Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi, meliputi: a. Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya yang diberikan baik kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya maupun kepada masyarakat. b. Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan, bahaya atau mutu suatu obat dan perbekalan farmasi lainnya. c. Pelayanan informasi tersebut di atas wajib didasarkan pada kepentingan masyarakat Pelayanan Apotek Peraturan yang mengatur tentang pelayanan apotek adalah Peraturan Menteri Kesehatan No. 922/MENKES/PER/X/1993 Pasal 14 sampai 22 dan Keputusan Menteri Kesehatan No.1332/MENKES/SK/X/2002 Pasal 12, yang meliputi: 1. Apoteker berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin.

19 11 2. Apoteker wajib melayani resep dokter, dokter gigi dan dokter hewan. Pelayanan resep ini sepenuhnya atas dasar tanggung jawab APA, sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat. 3. Apoteker tidak diizinkan mengganti obat generik yang ditulis dalam resep dengan obat paten, namun resep dengan obat bermerek dagang atau obat paten boleh diganti dengan obat generik. 4. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam resep, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang lebih tepat. 5. Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien secara tepat, aman, dan rasional atas permintaan masyarakat. 6. Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep yang tidak tepat, apoteker harus memberitahukan kepada dokter penulis resep. Apabila atas pertimbangan tertentu dokter penulis resep tetap pada pendiriannya, dokter wajib menyatakan secara tertulis atau membubuhkan tanda tangan yang lazim di atas resep. 7. Salinan resep harus ditandatangani oleh apoteker. 8. Resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik dalam jangka waktu tiga tahun. 9. Resep dan salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada dokter penulis resep atau yang merawat penderita, penderita yang bersangkutan, petugas kesehatan, atau petugas lain yang berwenang menurut perundang-undangan yang berlaku. 10. APA, apoteker pendamping atau apoteker pengganti diizinkan menjual obat keras tanpa resep yang dinyatakan sebagai Daftar Obat Wajib Apotek, yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 11. Apabila APA berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka apotek, APA dapat menunjuk apoteker pendamping. Apabila APA dan apoteker pendamping karena hal-hal tertentu berhalangan melakukan tugasnya, APA dapat menunjuk apoteker pengganti.

20 APA turut bertanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh apoteker pendamping dan apoteker pengganti di dalam pengelolaan apotek. Apoteker pendamping bertanggung jawab atas pelaksanaan tugas pelayanan kefarmasian selama yang bersangkutan bertugas menggantikan APA. 13. Dalam pelaksanakan pengelolaan apotek, APA dapat dibantu oleh Asisten Apoteker (AA). AA melakukan pekerjaan kefarmasian di apotek dibawah pengawasan apoteker. 14. Apotek wajib memusnahkan sediaan farmasi yang tidak dapat digunakan atau dilarang digunakan, harus dimusnahkan dengan cara dibakar atau ditanam atau dengan cara lain yang ditetapkan oleh Menteri Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Pelayanan kefarmasian adalah bentuk pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien (Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek). Pelayanan kefarmasian diimplementasikan dengan Good Pharmacy Practice (cara praktek di apotek yang baik). Dengan demikian Good Pharmacy Practice merupakan suatu pedoman yang digunakan untuk menjamin bahwa layanan yang diberikan apoteker kepada setiap pasien telah memenuhi kualitas yang tepat. Dengan adanya pedoman tersebut diharapkan bahwa masyarakat dapat menggunakan obat-obatan dan produk serta jasa kesehatan dengan lebih tepat sehingga tercapai tujuan terapi yang diinginkan. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004, standar pelayanan kefarmasian di apotek meliputi pelayanan resep, promosi dan edukasi, serta pelayanan residensial Pelayanan Resep Skrining resep Apoteker melakukan skrining resep yang meliputi persyaratan administratif, kesesuaian farmasetik dan pertimbangan klinis. Skrining terhadap persyaratan administratif meliputi nama, SIP dan alamat dokter; tanggal penulisan resep; tanda tangan/paraf dokter penulis resep; nama, alamat, umur, jenis kelamin

21 13 dan berat badan pasien; nama obat dan jumlah yang minta; cara pemakaian yang jelas; informasi lainnya. Skrining kesesuaian farmasetik meliputi bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian. Skrining pertimbangan klinis meliputi adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian dosis dengan durasi dan jumlah obat. Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan Penyiapan obat Pengambilan dan peracikan obat merupakan langkah awal dalam penyiapan obat. Peracikan merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas, dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis, dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar. Etiket harus jelas dan dapat dibaca. Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya. Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat kemudian dilakukan oleh apoteker yang disertai dengan pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi. Selain itu, apoteker harus memberikan konseling mengenai pengobatan yang diberikan sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien dan yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan yang salah dari sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti kardiovaskular, diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan dan juga melaksanakan monitoring penggunaan obat Promosi dan Edukasi

22 14 Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu memberikan informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster, penyuluhan dan lain-lainnya. Apoteker harus memberikan edukasi kepada pasien yang ingin melakukan upaya pengobatan diri sendiri (swamedikasi) untuk penyakit yang ringan dengan memilihkan obat yang sesuai. Promosi adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan memberikan inspirasi kepada masyarakat sehingga termotivasi untuk meningkatkan derajat kesehatannya secara mandiri. Edukasi adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat dengan memberikan pengetahuan tentang obat dan pengobatan serta mengambil keputusan bersama pasien setelah mendapatkan informasi, untuk tercapainya hasil pengobatan yang optimal Pelayanan Residensial (Home Care) Pelayanan kefarmasian yang diberikan kepada pasien yang dilakukan di rumah khususnya untuk kelompok lanjut usia dan pasien dengan penyakit kronis. Untuk kegiatan ini, apoteker harus membuat catatan pengobatan pasien (medication record). Pelayanan residensial dapat dilakukan dengan dua cara yaitu kunjungan langsung ke rumah dan melalui telepon Pencabutan Surat Izin Apotek Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332/Menkes/SK/X/2002, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dapat mencabut Surat Izin Apotek apabila: 1. Apoteker sudah tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai APA. 2. Apoteker tidak memenuhi kewajiban dalam pelayanan kefarmasian. 3. APA berhalangan melakukan tugasnya lebih dari 2 (dua) tahun secara terusmenerus. 4. Terjadi pelanggaran terhadap peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan kesehatan, obat keras, narkotika, dan psikotropika. 5. Surat Izin Praktek Apoteker milik APA tersebut dicabut. 6. Apotek tidak lagi memenuhi persyaratan sebagai apotek.

23 15 Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebelum melakukan pencabutan Surat Izin Apotek (SIA) berkoordinasi dengan Kepala Balai POM setempat. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332/Menkes/SK/X/2002, pelaksanaan pencabutan SIA dilakukan setelah dikeluarkan peringatan secara tertulis kepada APA sebanyak 3 (tiga) kali berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 2 (dua) bulan dan setelah dikeluarkan pembekuan izin apotek untuk jangka waktu selama-lamanya 6 (enam) bulan sejak dikeluarkannya penetapan pembekuan kegiatan apotek. Pembekuan SIA dapat dicairkan kembali apabila apotek telah membuktikan memenuhi seluruh persyaratan sesuai dengan ketentuan dalam peraturan. Pencairan izin apotek yang dimaksud tersebut dilakukan setelah menerima laporan pemeriksaan dari Tim Pemeriksaan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota setempat. Apabila SIA dicabut, APA atau apoteker pengganti wajib mengamankan perbekalan farmasinya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pengamanan tersebut wajib mengikuti tata cara sebagai berikut (Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332/Menkes/SK/X/2002): 1. Dilakukan inventarisasi terhadap seluruh persediaan narkotika, psikotropika, obat keras tertentu, dan obat lainnya serta seluruh resep yang tersedia di apotek. 2. Narkotika, psikotropika, dan resep harus dimasukkan dalam tempat yang tertutup dan terkunci. 3. APA wajib melaporkan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah Kementerian Kesehatan atau petugas yang diberi wewenang olehnya tentang penghentian kegiatan yang disertai laporan inventarisasi yang dimaksud di atas Sediaan Farmasi di Apotek Surat Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332/Menkes/KEP/X/2002 menjelaskan bahwa sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat asli Indonesia, alat kesehatan dan kosmetika. Obat merupakan satu di antara sediaan farmasi yang dapat ditemui di apotek. Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009, obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk

24 16 mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan, dan kontrasepsi untuk manusia. Obat-obat yang beredar digolongkan oleh dalam 4 (empat) kategori, yaitu obat bebas, obat bebas terbatas, obat keras (termasuk obat golongan psikotropika), dan obat golongan narkotika. Penggolongan ini dimaksudkan untuk memudahkan pengawasan terhadap peredaran dan pemakaian obat-obat tersebut. Setiap golongan obat diberi tanda pada kemasan yang terlihat. Pelayanan di apotek meliputi pelayanan obat OTC (Over The Counter) dan obat Ethical. Obat-obat yang dapat diperoleh tanpa resep dokter adalah obat OTC, termasuk didalamnya obat bebas dan obat bebas terbatas. Obat ethical adalah obat yang hanya dapat diperoleh dengan mempergunakan resep dokter, termasuk didalamnya obat keras, obat golongan psikotropika dan obat golongan narkotika Obat Bebas (Departemen Kesehatan RI, 2006) Obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep dokter adalah obat bebas. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas adalah lingkaran hijau dengan garis tepi berwarna hitam (Gambar 2.1). Logo Golongan Obat Obat Bebas Obat Bebas Terbatas Obat Keras Golongan Narkotika Gambar 2.1. Tanda golongan obat pada kemasan obat Obat Bebas Terbatas (Departemen Kesehatan RI, 2006)

25 17 Obat keras tetapi masih dapat dijual atau dibeli bebas tanpa resep dokter dan disertai dengan tanda peringatan adalah obat bebas terbatas. Tanda khusus pada kemasan dan etiket obat bebas terbatas adalah lingkaran biru dengan garis tepi berwarna hitam. Wadah atau kemasan obat bebas terbatas perlu dicantumkan tanda peringatan (P No.1 - P No.6) dan penyerahannya harus dalam bungkus aslinya. Tanda peringatan tersebut berwarna hitam dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 2 cm (atau disesuaikan dengan kemasannya) dan diberi tulisan peringatan penggunaannya dengan huruf berwarna putih. Contoh tanda peringatan dapat dilihat pada Gambar 2.2. Gambar 2.2. Tanda peringatan pada kemasan obat bebas terbatas Obat Keras (Departemen Kesehatan RI, 2006) Obat yang hanya dapat dibeli di apotek dengan resep dokter adalah obat keras. Kemasan obat keras ditandai dengan lingkaran berwarna merah yang di dalamnya terdapat huruf K yang menyentuh tepi lingkaran yang berwarna hitam. Obat-obat yang masuk ke dalam golongan ini antara lain obat jantung, antihipertensi, antihipotensi, obat diabetes, hormon, antibiotika, beberapa obat ulkus lambung, semua obat injeksi dan obat golongan psikotropika. Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Tujuan dari pengaturan psikotropika adalah untuk menjamin ketersediaan

26 18 psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika dan memberantas peredaran gelap psikotropika. Berdasarkan undang-undang No. 5 Tahun 1997, Psikotropika dibedakan ke dalam 4 golongan, yaitu: 1. Psikotropika golongan I Psikotropika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan, misalnya ekstasi, meskalin, dan psilosibin. 2. Psikotropika golongan II Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi kuat dalam mengakibatkan sindroma ketergantungan, misalnya amfetamin, metamfetamin, dan metilfenidat. 3. Psikotropika golongan III Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindroma ketergantungan, misalnya amobarbital, siklobarbital, dan luminal. 4. Psikotropika golongan IV Psikotropika yang berkhasiat pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan dalam mengakibatkan sindroma ketergantungan, misalnya derivat diazepam. Pengelolaan psikotropika di apotek adalah sebagai berikut: 1. Pemesanan Obat-obat golongan psikotropika dapat diperoleh dari Pedagang Besar Farmasi (PBF) dengan menggunakan Surat Pesanan (SP) Psikotropika dan ditandatangani oleh APA. Satu surat pesanan dapat digunakan untuk memesan lebih dari satu jenis obat golongan psikotropika. SP psikotropika dibuat rangkap 3 (tiga), yaitu sebanyak 2 (dua) rangkap diserahkan ke PBF dan 1 (satu) rangkap disimpan di apotek sebagai arsip.

27 19 2. Penyimpanan Sampai saat ini penyimpanan untuk obat golongan psikotropika belum diatur dengan suatu perundang-undangan, namun karena obat golongan psikotropika ini cenderung disalahgunakan, maka disarankan agar menyimpan obat-obatan tersebut dalam suatu rak atau lemari khusus. 3. Penyerahan (Pasal 14 UU Nomor 5 Tahun 1997) Dalam rangka peredaran, psikotropika hanya dapat diserahkan oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dan dokter. Penyerahan psikotropika oleh apotek, rumah sakit, puskesmas, dan balai pengobatan tersebut dilaksanakan berdasarkan resep dokter. Penyerahan psikotropika oleh apotek hanya dapat dilakukan kepada apotek lainnya, rumah sakit, puskesmas, balai pengobatan, dokter dan kepada pengguna/pasien. 4. Pelaporan Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan penggunaan psikotropika melalui perangkat lunak atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) setiap satu bulan sekali. SIPNAP adalah sistem yang mengatur pelaporan penggunaan Narkotika dan Psikotropika dari Unit Layanan (Puskesmas, Rumah Sakit dan Apotek) ke Suku Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dengan menggunakan pelaporan elektronik. Selanjutnya Suku Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melaporkan ke tingkat yang lebih tinggi (Dinkes Provinsi dan Ditjen Binfar dan Alkes) melalui mekanisme pelaporan online yang menggunakan fasilitas internet. Contoh laporan psikotropika dapat dilihat pada Lampiran Pemusnahan Apoteker wajib membuat berita acara pada pemusnahan psikotropika, dan disaksikan oleh pejabat yang ditunjuk dalam 7 (tujuh) hari setelah mendapat kepastian. Menurut Pasal 53 Undang-Undang No. 5 Tahun 1997, pemusnahan psikotropika dilakukan apabila berkaitan dengan tindak pidana, psikotropika yang diproduksi tidak memenuhi standar dan persyaratan bahan baku yang berlaku, kadaluarsa, serta tidak memenuhi syarat untuk digunakan pada pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu pengetahuan.

28 Narkotika Menurut Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan. Kemasan narkotika ditandai dengan lingkaran yang di dalamnya terdapat palang berwarna merah (Departemen Kesehatan RI, 2006). Berdasarkan Undang-undang No. 35 tahun 2009, narkotika dibedakan ke dalam 3 golongan yaitu: 1. Narkotika golongan I Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan, misalnya opium, kokain, dan ganja. 2. Narkotika golongan II Narkotika berkhasiat pengobatan digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan, misalnya morfin dan petidin. 3. Narkotika golongan III Narkotika berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan, misalnya kodein. Pengelolaan narkotika di apotek adalah sebagai berikut: 1. Pemesanan Narkotika hanya dapat dilakukan pemesanan di Pedagang Besar Farmasi (PBF) Kimia Farma dengan menggunakan Surat Pesanan Narkotika yang ditandatangani oleh APA, dilengkapi nama jelas, nomor SIA dan SIPA, serta nama, alamat, dan stempel apotek. Satu lembar surat pesanan hanya dapat digunakan untuk memesan satu macam narkotika, dan perlu mencantumkan jumlah stok terakhir. Pemesanan narkotika dilakukan dengan membuat surat pesanan narkotika yang terdiri dari empat rangkap. Sebanyak 3 (tiga) rangkap diserahkan ke PBF dan 1 (satu) rangkap disimpan di apotek sebagai arsip.

29 21 2. Penyimpanan Dalam Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 28/Menkes/Per/1978 tentang Penyimpanan narkotika dijelaskan bahwa apotek harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika. Tempat tersebut harus dibuat seluruhnya dari kayu atau bahan lain yang kuat, ditempatkan di tempat yang aman dan tidak diketahui oleh umum serta mempunyai kunci ganda yang berlainan. Bila lemari khusus berukuran kurang dari cm, harus dibaut pada tembok atau lantai dan tidak dipergunakan untuk menyimpan bahan lain selain narkotika, kecuali ditentukan oleh Menteri Kesehatan. Anak kunci lemari khusus harus dikuasai oleh pegawai yang diberi kuasa. Lemari dibagi dua sekat, masing-masing dengan kunci yang berlainan; bagian pertama digunakan untuk menyimpan morfin, petidin dan garam-garamnya serta persediaan narkotika, sedangkan bagian kedua digunakan untuk penyimpanan narkotika lainnya yang digunakan sehari-hari. Lemari khusus harus ditempatkan di tempat yang aman dan yang tidak diketahui oleh umum. 3. Pelayanan resep Dalam Undang-Undang No. 35 Tahun 2009 disebutkan bahwa narkotika hanya digunakan untuk kepentingan pengobatan atau ilmu pengetahuan dan narkotika hanya dapat diserahkan kepada pasien untuk pengobatan penyakit berdasarkan resep dokter. Selain itu, berdasarkan Surat Edaran Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (sekarang Badan POM) No. 336/E/SE/1997 disebutkan bahwa apotek dilarang melayani salinan resep yang mengandung narkotika. Untuk resep narkotika yang baru dilayani sebagian atau belum sama sekali, apotek boleh membuat salinan resep tetapi salinan resep tersebut hanya boleh dilayani oleh apotek yang menyimpan resep asli. Salinan resep dari narkotika dengan tulisan iter tidak boleh dilayani. Oleh karena itu dokter tidak boleh menambahkan tulisan iter pada resep yang mengandung narkotika. 4. Pelaporan Undang-undang No. 35 Tahun 2009 Pasal 14 Ayat 2 menyatakan bahwa industri farmasi, PBF, sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah, apotek, rumah sakit, pusat kesehatan masyarakat, balai pengobatan, dokter, dan lembaga ilmu pengetahuan wajib membuat, menyampaikan, dan menyimpan laporan berkala mengenai pemasukan dan atau pengeluaran narkotika yang ada dalam

30 22 penguasaannya. Apotek berkewajiban menyusun dan mengirimkan laporan bulanan melalui perangkat lunak atau program Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP). Mekanisme pelaporan narkotika sama dengan pelaporan psikotropika. Laporan bulanan tersebut harus ditandatangani oleh APA dengan mencantumkan nomor SIK, SIA, nama jelas dan stempel apotek. Laporan penggunaan narkotika ini harus dilaporkan setiap bulan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya yang ditujukan kepada Suku Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten setempat. Laporan narkotika memuat nama apotek, nama obat, satuan, saldo awal, jumlah pemasukan, jumlah penggunaan, dan saldo akhir. Contoh laporan narkotika dapat dilihat pada Lampiran Pemusnahan Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 28/Menkes/Per/I/1978 pasal 9 mengenai pemusnahan narkotika, APA dapat memusnahkan narkotika yang rusak, kadaluarsa, dan tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan. Pemusnahan narkotika dilakukan dengan pembuatan berita acara yang sekurangkurangnya memuat: tempat dan waktu (jam, hari, bulan, dan tahun); nama pemegang izin khusus, APA atau dokter pemilik narkotika; nama, jenis, dan jumlah narkotika yang dimusnahkan; cara pemusnahan; tanda tangan dan identitas lengkap penanggung jawab apotek dan saksi-saksi pemusnahan. Berita acara pemusnahan narkotika tersebut dikirimkan kepada Suku Dinas Kesehatan setempat dengan tembusan kepada Balai Besar POM setempat.

31 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS APOTEK KIMIA FARMA 3.1 PT. Kimia Farma Apotek PT Kimia Farma Apotek merupakan anak perusahaan yang dibentuk oleh PT Kimia Farma Tbk., untuk mengelola apotek-apotek milik perusahaan yang ada. PT. Kimia Farma Apotek yang dahulu terkoordinasi dalam Unit Apotek Daerah (UAD) sejak bulan Juli tahun 2004 dibuat dalam orientasi Bisnis Manajer (BM) dan Apotek Pelayanan sebagai hasil restrukturisasi organisasi yang dilakukan. Manajemen PT. Kimia Farma Apotek melakukan perubahan struktur (restrukturisasi) organisasi dan sistem pengelolaan SDM dengan pendekatan efisiensi, produktifitas, kompetensi, dan komitmen dalam rangka mengantisipasi perubahan yang ada. Salah satu perubahan yang dilakukan adalah dengan mengubah persepsi dan citra lama tentang Kimia Farma. Dengan konsep baru bahwa setiap Apotek Kimia Farma bukan lagi terbatas sebagai gerai untuk jual obat, tetapi menjadi pusat pelayanan kesehatan yang didukung oleh berbagai aktivitas penunjang seperti laboratorium klinik, optik, praktek dokter, dan gerai untuk obat-obatan tradisional Indonesia. Perubahan yang dilakukan secara fisik antara lain dengan memperbaharui penampilan eksterior dan interior dari Apotek Kimia Farma yang tersebar di seluruh Indonesia. Bersamaan itu diciptakan pula budaya baru di lingkungan setiap apotek untuk lebih berorientasi kepada pelayanan konsumen, dimana setiap Apotek Kimia Farma haruslah mampu memberikan servis yang baik, penyediaan obat yang baik dan lengkap, berikut pelayanan yang cepat dan terasa nyaman. Pada saat ini, unit Bisnis Manajer (BM) dan apotek pelayanan merupakan garda terdepan dari PT. Kimia Farma Apotek dalam melayani kebutuhan obat kepada masyarakat. Unit BM membawahi beberapa apotek pelayanan yang berada dalam suatu wilayah tertentu, dengan tugas menangani administrasi permintaan barang dari apotek pelayanan yang berada dibawahnya, administrasi pembelian/pemesanan barang, administrasi piutang dagang, administrasi hutang dagang, dan administrasi perpajakan. Fokus dari apotek pelayanan adalah 23

32 24 pelayanan perbekalan farmasi dan informasi obat pasien, sehingga layanan apotek yang berkualitas dan berdaya saing mendukung dalam pencapaian laba melalui penjualan setinggi-tingginya Logo PT. Kimia Farma Apotek PT. Kimia Farma Apotek yaitu simbol matahari dengan jenis huruf italic. Gambar 3.1. Logo PT. Kimia Farma Apotek Maksud dari simbol matahari tersebut adalah: a. Paradigma baru Matahari terbit adalah tanda memasuki babak baru kehidupan yang lebih baik. b. Optimis Matahari memiliki cahaya sebagai sumber energi, cahaya tersebut adalah penggambaran optimisme Kimia Farma dalam menjalankan bisnisnya. c. Komitmen Matahari selalu terbit dari timur dan tenggelam dari arah barat secara teratur dan terus menerus memiliki makna adanya komitmen dan konsistensi dalam menjalankan segala tugas yang diemban oleh Kimia Farma dalam bidang farmasi dan kesehatan. d. Sumber energi Matahari sumber energi bagi kehidupan dan Kimia Farma baru memposisikan dirinya sebagai sumber energi bagi kesehatan masyarakat. e. Semangat yang abadi Warna orange berarti semangat, warna biru berarti keabadian. Harmonisasi antara kedua warna tersebut menjadi satu makna yaitu semangat yang abadi.

33 Struktur Organisasi PT. Kimia Farma Apotek PT Kimia Farma Apotek dikepalai oleh seorang Managing Director yang membawahi tiga Direktur yaitu Operation Director, Finance Director, dan Human Resource Development & General Affair Director, serta membawahi langsung Manager Bussiness Development. Ketiga Direktur tersebut bersamasama membawahi PT. Kimia Farma Diagnostik, PT. Kimia Farma Klinik, Kimia Farma Optik, dan Bisnis Manajer. Operation Director sendiri membawahi Manager controller, compliance & risk management dan principle merchandise, Finance Director membawahi Manager Accounting, Finance & IT, sedangkan bagian HRD & GA membawahi Manager Human Capital & General Affair. Struktur Organisasi PT. Kimia Farma Apotek dapat dilihat pada Lampiran 3. Bisnis Manajer membawahi beberapa apotek pelayanan yang berada dalam suatu wilayah. BM bertugas menangani pembelian, penyimpanan barang dan administrasi apotek pelayanan yang berada dibawahnya. Dengan adanya konsep BM diharapkan pengelolaan aset dan keuangan dari apotek dalam satu area menjadi lebih efektif dan efisien, demikian juga kemudahan dalam pengambilan keputusan yang menyangkut antisipasi dan penyelesaian masalah. Secara umum keuntungan yang diperoleh melalui konsep BM adalah koordinasi modal kerja menjadi lebih mudah, apotek pelayanan akan lebih fokus pada kualitas pelayanan sehingga mutu pelayanan akan meningkat yang diharapkan akan berdampak pada peningkatan penjualan, merasionalkan jumlah SDM terutama tenaga administrasi yang diharapkan berimbas pada efisiensi biaya administrasi, serta meningkatkan penawaran dengan pemasok untuk memperoleh sumber barang dagangan yang lebih murah. Tiap-tiap BM membawahi sejumlah apotek pelayanan yang berada di wilayah usahanya. Untuk unit bisnis di wilayah Jabodetabek terdapat 5 (lima) BM yaitu: 1. BM Jaya I, membawahi wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Barat dengan BM di Apotek Kimia Farma No. 42, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. 2. BM Jaya II, membawahi wilayah Jakarta Timur, Jakarta Pusat, Jakarta Utara, dan Bekasi dengan BM di Apotek Kimia Farma No. 48, Matraman. 3. BM Bogor, membawahi wilayah Bogor, Depok, dan Sukabumi dengan BM di Apotek Kimia Farma No. 7, Bogor.

34 26 4. BM Tangerang, membawahi wilayah Provinsi Banten dengan BM di Apotek Kimia Farma No. 78, Tangerang. 5. BM Rumah Sakit di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo. 3.2 Apotek Kimia Farma No Lokasi Apotek Apotek Kimia Farma No. 47 terletak di Jalan Radio Dalam Raya No. 1-S, Gandaria Utara, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Apotek ini termasuk unit perapotekan wilayah Jakarta Selatan, dimana kegiatan administrasinya dilakukan oleh BM Jaya I. Lokasi merupakan salah satu unsur penting yang harus diperhatikan dalam pembuatan apotek. Sebaiknya lokasi apotek terletak pada daerah yang strategis dan akses transportasi yang mudah. Lokasi apotek ini cukup strategis dan mudah dijangkau karena terletak di tepi jalan raya yang dilalui kendaraan dua arah, banyak dilalui oleh angkutan umum, berdekatan dengan perkantoran, bank, klinik praktek dokter, laboratorium klinik, pemukiman penduduk, pusat perbelanjaan, bengkel, sekolah, dan rumah makan (Lampiran 4). Selain itu, di apotek juga terdapat 4 (empat) praktek dokter yaitu praktek dokter umum, dokter spesialis kulit dan kelamin, dokter spesialis THT, dan dokter gigi Tata Ruang Apotek Selain lokasi, tata ruang juga merupakan unsur penting lainnya yang harus diperhatikan dalam pembuatan apotek. Apotek mempunyai penataan ruangan yang diatur sedemikian rupa untuk memberikan kemudahan dan kenyamanan bagi pelanggan dan karyawan apotek. Selain itu, terdapat area parkir yang luas yang dapat menampung 5-6 kendaraan roda empat. Bangunan apotek terdiri dari dua lantai, yaitu lantai satu yang digunakan untuk pelaksanaan kegiatan teknis dan non teknis kefarmasian dan lantai dua yang digunakan untuk kegiatan praktek dokter (Lampiran 5 dan Lampiran 6). Adapun pembagian ruang yang terdapat di apotek yaitu: Ruang tunggu Ruang tunggu dilengkapi dengan pendingin ruangan sehingga dapat memberikan kenyamanan bagi pasien yang menunggu resep. Di ruang tunggu

35 27 terdapat swalayan farmasi, loket penerimaan dan penyerahan resep, serta kasir. Lokasi swalayan farmasi berada di ruang tunggu, ditempatkan teratur dan menarik, sehingga pasien mempunyai keinginan untuk melihat-lihat produk atau bahkan mungkin membeli barang-barang (obat-obat OTC, sediaan mandi, kosmetik, perlengkapan bayi, alat kesehatan, susu, suplemen makanan, kosmetik, dan minuman dalam kemasan) Ruang peracikan dan Rak Obat Obat-obat berdasarkan resep dokter yang perlu dilakukan peracikan dilayani pada ruang peracikan. Pada ruang peracikan dilakukan kegiatan pembacaan resep, penulisan etiket, penulisan kuitansi, dan pemeriksaan obat beserta etiket oleh asisten apoteker yang bertugas. Di ruang peracikan juga terdapat rak-rak obat resep, lemari narkotika, dan psikotropika. Meja peracikan digunakan untuk penggerusan dan pencampuran obat-obat pulvis, kapsul racikan, salep, krim, dan sirup. Di sini terdapat alat-alat yang dibutuhkan dalam proses peracikan antara lain lumpang dan alu, gelas ukur, timbangan dan anak timbangan, dan lain-lain. Pada bagian belakang meja terdapat rak berisi bahan-bahan yang sering digunakan dalam peracikan obat. Di ruang bagian dalam apotek terdapat juga sebuah lemari pendingin untuk menyimpan sediaan-sediaan yang membutuhkan suhu penyimpanan antara 8 15 C, antara lain supositoria, tablet vaginal, ovula, dan sebagainya. Penyimpanan obat pada rak-rak dipisahkan sesuai dengan indikasi farmakologis, disusun secara alfabetis, dan dipisahkan sesuai dengan bentuk sediaan Ruang Apoteker Pengelola Apotek (APA) Ruangan ini merupakan tempat APA melakukan tugasnya, baik tugas administratif maupun manajerial Ruang Praktek Dokter Praktek dokter umum memiliki ruangan di sebelah kiri dari pintu masuk pada lantai 1, sedangkan ruang praktek dokter gigi, dokter spesialis kulit dan kelamin, dan dokter spesialis THT terdapat dilantai dua gedung apotek.

36 Ruang penunjang Ruang penunjang yang terdapat di apotek terdiri dari ruang tempat ibadah, dapur, toilet karyawan, dan toilet pengunjung Struktur Organisasi Apotek dipimpin oleh seorang apoteker sebagai APA yang bertanggung jawab terhadap keseluruhan kegiatan apotek, yang dibantu oleh seorang apoteker pendamping dan beberapa asisten apoteker. APA membawahi beberapa asisten apoteker, juru resep, dan kasir. Seorang apoteker ditunjuk sebagai supervisor untuk bertanggung jawab dalam kegiatan teknis apotek sehari-hari. Asisten apoteker bekerja dibawah pengawasan apoteker dan memiliki tugas utama menyiapkan dan memberikan obat kepada pasien, serta bertanggung jawab dalam perencanaan dan pemesanan obat ke BM. Asisten apoteker juga bertanggung jawab pada rak obat tertentu dalam rangka perencanaan persediaan obat di apotek. Sumber daya manusia yang terdapat di apotek berjumlah 12 orang yang terdiri dari: a. Apoteker Pengelola Apotek. b. Seorang apoteker pendamping. c. Seorang supervisor yang merupakan seorang apoteker. d. Asisten apoteker yang berjumlah 5 orang. e. Juru resep yang berjumlah 3 orang. f. Seorang kasir Kegiatan Apotek Kegiatan apotek dapat dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu kegiatan di bidang teknis kefarmasian dan non teknis kefarmasian Kegiatan Teknis Kefarmasian Apotek melaksanakan kegiatan teknis kefarmasian meliputi pengadaan, penyimpanan, peracikan, penjualan obat dan pembekalan farmasi lainnya, serta pengelolaan narkotika dan psikotropika.

37 29 a. Pengadaan/Pembelian Barang Bagian pembelian melakukan pengadaan barang dengan persetujuan dan pengawasan APA. Pembelian barang-barang apotek dilakukan melalui BM Jaya I, kecuali untuk pembelian narkotika yang dilakukan langsung ke Pedagang Besar Farmasi (PBF) Kimia Farma. Pengadaan dilakukan dengan cara pengumpulan data barang-barang yang akan dipesan, maka pemesanan barang diprioritaskan berdasarkan sistem pareto. Permintaan barang dilakukan dengan cara mentransfer Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA) melalui program Kimia Farma Information System yang akan melanjutkan proses pemesanan. Pemesanan barang ke distributor dilakukan oleh bagian pembelian BM dengan memperhatikan terlebih dahulu mengenai harga yang ditawarkan, besarnya potongan, sistem pembayaran yang ringan dengan jangka waktu yang lama serta pelayanan yang cepat dan tepat waktu. Prosedur pembelian barang dilakukan sebagai berikut: 1. Barang dipesan oleh petugas pengadaan di apotek dengan daftar kebutuhan barang yang dibuat dalam BPBA berdasarkan data dari buku defekta dan daftar penolakan resep. 2. BPBA yang dibuat sekali seminggu setiap hari sabtu dikirim ke bagian pembelian BM. 3. BPBA akan dikirimkan oleh bagian pembelian BM ke bagian pergudangan untuk melakukan pengecekan ketersediaan barang. Apabila barang yang dipesan tersedia di gudang BM, selanjutnya akan di dropping ke apotek pengirim BPBA. Jika barang tidak tersedia di gudang BM, maka barang akan dikirim oleh distributor ke masing-masing apotek pelayanan. 4. Surat Pesanan yang telah ditandatangani oleh BM dibuat oleh bagian pembelian sebanyak tiga rangkap. Lembar pertama (putih) diserahkan ke distributor sebagai tanda bukti pemesanan barang. Lembar kedua (merah) diserahkan pada petugas untuk mencocokkan bila barang pesanan datang, setelah selesai disimpan sebagai arsip seksi pembelian untuk mengontrol barang yang dipesan. Lembar ketiga diserahkan kepada apotek BM bagian tata usaha untuk dibukukan ke hutang dagang. 5. Barang pesanan berdasarkan Surat Pesanan (SP) yang datang ke apotek harus disertai dengan faktur dari distributor yang bersangkutan.

38 30 6. Barang yang diterima di apotek dicocokkan dan diperiksa kesesuaiannya dengan faktur dan salinan surat pesanan mengenai jenis, jumlah, spesifikasi, keadaan fisik, dan tanggal kadaluarsa barang yang dipesan. Bila barang yang datang sesuai dengan permintaan, faktur ditandatangani, diberi tanggal penerimaan, nomor urut penerimaan barang, dan diberi stempel apotek pada faktur asli dan salinan faktur oleh petugas yang menerima. 7. Data pembelian dimasukkan ke komputer sesuai dengan salinan faktur dari PBF (dua rangkap). Rangkap pertama faktur disimpan sebagai arsip dan rangkap kedua diserahkan ke BM untuk keperluan administrasi hutang dagang. Faktur asli dikembalikan kepada distributor untuk penagihan di bagian pembayaran di BM Jaya I, salinan faktur disimpan di apotek. 8. Bila barang dibayar tunai, setelah faktur asli diserahkan ke distributor maka pembayaran langsung ditagih ke kasir. 9. Dilakukan pencocokkan faktur mengenai kesesuaian harga yang telah disepakati dengan barang yang dipesan oleh petugas bagian pembelian, bila sesuai maka dicatat dalam buku pembelian 10. Barang yang telah diperiksa tersebut dicatat kedalam kartu stok dan data penerimaan barang dimasukkan ke program komputer, kemudian hasilnya dicetak untuk diserahkan ke BM Jaya I sebagai bukti penerimaan barang. Pemesanan barang menggunakan lembar BPBA yang diisi secara komputerisasi (Lampiran 7). Pembelian mendesak dapat dilakukan ke apotek pelayanan lain jika obat atau perbekalan farmasi lainnya dibutuhkan segera tetapi tidak ada persediaan. Khusus untuk pengadaan narkotika, pengadaan dilakukan oleh masing-masing apotek pelayanan melalui surat pesanan. b. Penyimpanan Barang Di apotek, penyimpanan perbekalan farmasi dibedakan menjadi dua, yaitu: 1. Penyimpanan barang di ruang racikan. Ruang peracikan merupakan tempat penyimpanan sediaan farmasi yang tidak dapat dibeli bebas. Penyimpanan barang disusun secara alfabetis dan dikelompokkan sesuai dengan efek farmakologis (antibiotik, analgetik/ antiinflamasi, susunan saraf pusat, saluran pencernaan, antialergi, kolesterol,

39 31 hormon, saluran pernafasan, diabetes, jantung dan hipertensi, vitamin dan mineral, dan asam urat) dan bentuk sediaan obat (sediaan padat, yaitu tablet dan kapsul; sediaan semi padat, yaitu krim, salep, dan gel; dan sediaan cair, yaitu sirup, suspensi, dan obat tetes). Selain itu terdapat juga tempat khusus lemari pendingin untuk penyimpanan obat yang harus disimpan pada suhu rendah seperti supositoria dan injeksi. Selain itu penyimpanan obat juga dibedakan atas obat generik, narkotika, psikotropika, dan obat asuransi kesehatan (askes). Obat generik disimpan pada bagian depan ruang peracikan. Penyimpanan narkotika dan obat mahal disimpan secara terpisah dalam suatu lemari berkunci. Khusus untuk sediaan narkotika disimpan dalam suatu lemari berkunci ganda dan untuk obat asuransi kesehatan (askes) berada terpisah dengan obat lain agar memudahkan dalam mempersiapkan obat dan terpisah dengan obat non askes. Sistem penyimpanan barang dilakukan berdasarkan sistem FEFO (First Expired First Out) atau FIFO (First In First Out). Setiap pengeluaran dan pemasukan barang dicatat dalam kartu stok yang meliputi tanggal pengisian atau pengambilan barang, nomor dokumen, jumlah barang yang diisi atau diambil, sisa barang dan paraf petugas yang melakukan pengisian atau pengambilan barang. Kartu stok ini diletakkan didalam masing-masing wadah tempat obat atau barang. 2. Penyimpanan barang di ruang penjualan bebas Barang yang diletakkan di ruang penjualan bebas merupakan barang-barang yang dapat dibeli bebas. Produk obat jenis ini sering disebut dengan produk Over The Counter (OTC). Barang atau perbekalan kesehatan yang termasuk kategori ini merupakan penjualan bebas tanpa resep dokter yang disusun di etalase atau swalayan farmasi agar mudah dilihat dan tampak menarik oleh konsumen. Barang atau alat kesehatan tersebut disusun berdasarkan kegunaan produk seperti alat kesehatan, vitamin dan suplemen makanan, obat bebas, obat bebas terbatas, produk kosmetika, dan produk keperluan bayi. c. Pelayanan Kefarmasian Pelayanan kefarmasian yang dilakukan di apotek meliputi pelayanan dengan resep dokter baik tunai maupun kredit, penjualan obat wajib apotek, dan penjualan obat bebas. Dalam melaksanakan kegiatan pelayanan kefarmasian,

40 32 apotek buka selama 24 jam dengan tiga regu kerja yaitu regu pertama mulai pukul WIB, regu kedua pukul , dan regu ketiga pukul Pelayanan dengan resep dokter Pelayanan atas resep dokter yang dilakukan di apotek berupa resep tunai ataupun resep kredit. Resep tunai merupakan resep langsung dari dokter pembayarannya dilakukan secara tunai dengan menggunakan suatu kuitansi pembayaran tunai yang seperti yang terlihat pada Lampiran 8. Resep kredit merupakan resep yang pembayarannya dilakukan secara kredit oleh apotek melalui instansi atau perusahaan yang mengadakan kerja sama dengan apotek. Resep dokter dibayar tunai merupakan permintaan obat tertulis dari dokter untuk pasien yang dibayar secara tunai oleh pasien yang bersangkutan. Prosedur pelayanan dengan resep dokter dilakukan sebagai berikut. Pertama-tama penerimaan resep dilakukan oleh asisten apoteker di bagian penerimaan resep. Kelengkapan resep diperiksa serta dilihat ada atau tidaknya obat dalam persediaan, kemudian hal tersebut diinformasikan kepada pasien dan resep obat yang ditebus diberi harga. Data pasien dimasukkan kasir ke database apotek yang meliputi nama, alamat, dan nomor resep. Kemudian pasien tersebut diberi nomor urut tunggu untuk mengambil obat (sesuai dengan nomor urut resep). Selanjutnya resep tersebut diserahkan kepada asisten apoteker di ruangan peracikan dan dikerjakan asisten apoteker dengan dibantu oleh juru resep. Setelah obat disiapkan, diberi etiket serta dikemas dalam kantong plastik, dilakukan pemeriksaan kebenaran obat, jumlah, dan etiket oleh asisten apoteker. Apabila pasien memerlukan kuitansi, maka kuitansi dibuat oleh asisten apoteker dan ditulis salinan resep di belakang kuitansi. Salinan resep dibuat bila resep tersebut perlu diulang, ditebus sebagian atau persediaan obat yang ada masih belum diberikan sebagian karena kekurangan stok barang. Setelah diperiksa kebenaran resep tersebut, obat diserahkan oleh apoteker kepada pasien sesuai dengan nomor resep disertai dengan informasi mengenai cara pemakaian dan informasi lain yang diperlukan. Lembaran resep asli kemudian disimpan sekurang-kurangnya selama tiga tahun menurut nomor urut dan tanggal resep.

41 33 Resep dokter dibayar kredit merupakan permintaan obat yang ditulis oleh dokter instansi atau perusahaan untuk pasien dari instansi atau perusahaan yang bersangkutan dan telah mempunyai perjanjian dengan apotek dimana pembayaran dilakukan dalam jangka waktu tertentu yang telah disetujui sesuai dengan kesepakatan bersama. Pada dasarnya prosedur pelayanan resep dokter dibayar kredit dan tunai tidak berbeda, kecuali pada pemberian harga dan pembayarannya. Pasien tidak membayar secara langsung tapi cukup menunjukkan kartu identitas kepegawaian kepada petugas apotek dan memenuhi administrasinya. Pada saat menerima resep kredit, tiap resep diberi nomer urut untuk memudahkan dalam proses penyiapan resep dan pemberian obat ke pasien (Lampiran 9). Penjualan resep tersebut harus dicatat pada laporan harian apotek oleh petugas tata usaha apotek. Untuk resep dokter dibayar kredit yang telah diberi harga kemudian diberikan kepada petugas tata usaha untuk dijumlahkan berdasarkan masingmasing instansi bersangkutan agar selanjutnya dapat dilakukan penagihan pada saat jatuh tempo pembayaran yang telah disepakati. Pelayanan resep kredit di apotek terlaksana dengan adanya kerja sama pada beberapa instansi, seperti Perusahaan Listrik Negara (PLN), Jaminan Sosial dan Tenaga Kerja (Jamsostek), Bank Mandiri, Jiwa Sraya, Kompas-Gramedia Group, dan lainnya. Prosedur pelayanan resep ini diawali dengan pengiriman resep, baik secara langsung ke apotek maupun melalui faksimile, dilanjutkan penyiapan obat dan pemberian resep. Penyerahan resep kredit dapat dilakukan dengan pemberian langsung kepada pasien yang datang ke apotek maupun pengiriman obat dengan sistem antar ke instansi terkait. Untuk penyerahan obat, baik resep tunai maupun kredit yang diambil langsung, Pemberian Informasi Obat (PIO) selalu diberikan oleh karyawan yang berhak yaitu apoteker pendamping atau asisten apoteker. 2. Penjualan Swalayan Farmasi atau Obat Bebas Apotek melakukan penjualan yang bersifat swalayan dimana setiap konsumen dapat langsung melihat, memilih, dan mengambil sendiri setiap produk yang diperlukan. Swalayan farmasi melayani penjualan bebas yang meliputi penjualan obat bebas, obat bebas terbatas, perlengkapan bayi, kosmetik, alat kesehatan, dan suplemen kesehatan. Setiap transaksi penjualan bebas disimpan

42 34 dalam komputer dan dicatat untuk dibuat Laporan Ikhtisar Penjualan Harian (LIPH). Prosedur penjualan bebas adalah sebagai berikut. Pertama-tama barang yang dikehendaki konsumen diperlihatkan ke petugas, kemudian harga barang yang sudah terdaftar dalam komputer diinformasikan ke konsumen. Barang yang dikehendaki kemudian dibayar konsumen di kasir. Struk bukti pembayaran dicetak dua rangkap dimana satu rangkap diberikan kepada konsumen sebagai bukti pembayaran dan sisanya disimpan oleh petugas apotek sebagai arsip. 3. Peracikan Pada bagian peracikan diperlukan ketepatan, ketelitian dan kecepatan untuk melayani resep dengan baik. Dalam pelaksanaannya asisten apoteker dibantu oleh juru resep yang bertugas menyiapkan bahan obat atau membuat racikan. Setiap resep yang diterima dikerjakan sesuai dengan nomor urut, kecuali resep yang diberi tanda cito maka resep tersebut dikerjakan terlebih dahulu. Untuk obat paten dapat diambil langsung pada rak obat, sedangkan untuk obat racikan disiapkan dalam satu wadah untuk selanjutnya diracik sesuai dengan resep. Bagian peracikan juga menyiapkan obat racikan standar (anmaak), yaitu obat-obat yang dibuat sendiri oleh apotek sesuai dengan resep standar dari buku resmi maupun obat atau bahan obat yang dikemas ulang dalam takaran yang lebih kecil. Pembuatan anmaak ini dilakukan oleh juru resep yang diawasi oleh asisten apoteker. Apoteker dan asisten apoteker memiliki tugas untuk memeriksa ulang kesesuaian setiap obat yang telah diracik beserta jumlahnya, pemberian etiket dan label terhadap resep yang tertulis sebelum obat diserahkan kepada pasien. Contoh etiket dan label apotek dapat dilihat pada Lampiran 10 dan Lampiran 11. Setiap resep yang diterima oleh apotek diurutkan sesuai tanggal dan nomor resep kemudian disimpan selama tiga tahun. Penyimpanan resep disusun seperti itu untuk mempermudah penelusuran resep apabila diperlukan baik untuk kepentingan pasien maupun pemeriksaan. Resep asuransi kesehatan dipisahkan dari resep lainnya. Begitu juga dengan resep yang mengandung narkotika dan psikotropika. Setelah 3 (tiga) tahun resep dapat dimusnahkan dan dibuat berita pemusnahan empat rangkap kemudian dikirim ke Balai POM, Dinas Kesehatan, Balai Besar POM, dan sebagai arsip apotek.

43 35 d. Stok Opname Kegiatan stock opname merupakan suatu kegiatan pemeriksaan terhadap persediaan barang sebagai salah satu bentuk pengawasan apotek yang dilakukan untuk mengetahui kesesuaian jumlah barang yang tersedia sama dengan jumlah barang yang tercatat. Stock opname dilakukan oleh asisten apoteker dibantu oleh petugas apotek yang lain, dimana seluruh kegiatannya dibawah tanggung jawab APA. Contoh kartu stok yang terdapat di apotek dapat dilihat pada Lampiran 12. Tujuan dari stock opname ini adalah: 1. Menghitung jumlah fisik barang yang ada di stok untuk dicocokkan dengan data transaksi pada komputer. Hal ini berguna untuk mendeteksi secara dini adanya kehilangan barang dagangan atau obat-obatan. 2. Mendata barang-barang yang kadaluarsa atau mendekati waktu kadaluarsa. Untuk barang-barang yang kadaluarsa dipisahkan dengan barang lain kemudian dibuat laporannya tersendiri. 3. Mendeteksi barang-barang slow moving dan fast moving. Setelah selesai melaksanakan kegiatan stock opname, dibuat data untuk dilaporkan ke APA. Pelaporan ini bertujuan untuk memberikan informasi kepada APA mengenai kondisi dan nilai barang stock opname tersebut. Kemudian APA sebagai pimpinan apotek akan melakukan validasi data. Data yang telah divalidasi selanjutnya dikirimkan ke BM Jaya I. Adapun cara melakukan stock opname di apotek adalah sebagai berikut: 1. Dibuat daftar seluruh barang penjualan yang ada di apotek. 2. Jumlah fisik setiap jenis obat yang tersedia di apotek dihitung dan diperiksa tanggal kadaluarsa dari setiap barang penjualan yang ada. 3. Jumlah persediaan barang dicocokkan dengan kartu stok. e. Pengelolaan Narkotika Untuk menghindari terjadinya kemungkinan penyalahgunaan narkotika perlu pengelolaan yang diatur secara khusus mulai dari pengadaan sampai pemusnahan. Pemesanan narkotika dilakukan melalui Surat Pesanan (SP) narkotika (rangkap 4). Satu rangkap SP narkotika hanya berlaku untuk satu jenis narkotika. Pemesanan dilakukan ke PBF Kimia Farma tertentu selaku distributor

44 36 tunggal yang telah ditentukan oleh Menteri Kesehatan. Berdasarkan surat pemesanan tersebut, PBF mengirimkan narkotika beserta faktur ke apotek. SP yang berwarna putih, kuning, dan biru (SP asli dan dua lembar salinan SP) diserahkan ke PBF, dan satu lembar salinan SP berwarna merah disimpan sebagai arsip apotek. Penerimaan narkotika dari PBF wajib dilakukan oleh APA. Faktur kemudian ditandatangani oleh APA setelah dilakukan pengecekan kesesuaian dengan SP, yang meliputi pengecekan jenis dan jumlah narkotika yang dipesan. Obat-obat yang termasuk golongan narkotika disimpan dalam lemari khusus yang terkunci dengan baik. Lemari khusus yang digunakan terbuat dari bahan dasar kayu. Lemari khusus tersebut mempunyai kunci yang dipegang oleh asisten apoteker yang telah diberi kuasa. Lemari khusus ditempatkan di tempat yang aman dan tidak digunakan untuk menyimpan sediaan lain selain narkotika. Laporan penggunaan narkotika dibuat setiap bulan. Data pemasukan dan pengeluaran narkotika dimasukkan ke dalam program Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) dan hasil data dikirim ke Suku Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dalam bentuk softcopy. Laporan narkotika memuat nama apotek, nama obat, stok awal, jumlah penerimaan, jumlah pengeluaran, dan stok akhir. Laporan ditandatangani oleh APA, dilengkapi dengan nama dan Nomor SIK, serta stempel apotek. f. Pengelolaan Psikotropika Apotek melakukan kegiatan pengelolaan psikotropika yang meliputi pemesanan, penyimpanan, dan pelaporan psikotropika. Obat golongan psikotropika dipesan melalui BPBA yang dikirim ke BM. Pemesanan obat psikotropika dilakukan dengan menggunakan SP Psikotropika. Satu SP boleh digunakan untuk memesan beberapa jenis psikotropika. SP dibuat tiga rangkap yang masing-masing sebanyak dua rangkap diserahkan ke PBF yang bersangkutan dan satu rangkap disimpan sebagai arsip di apotek. Seperti halnya narkotika, obat golongan psikotropika juga disimpan di lemari khusus yang terpisah dari sediaan lain. Tata cara pelaporan penggunaan psikotropika sama dengan tata cara pelaporan narkotika yaitu dengan pelaporan dalam bentuk softcopy menggunakan program SIPNAP.

45 Kegiatan Non Teknis Kefarmasian Kegiatan non teknis kefarmasian yang dilakukan meliputi kegiatan finansial, administrasi apotek, dan manajemen SDM. Kegiatan administrasi apotek yang dilakukan oleh bagian tata usaha dan kasir besar bertujuan untuk menunjang kelancaran tugas teknis kefarmasian dan berfungsi sebagai alat kontrol. Kegiatan administrasi harian dilakukan apotek dalam bentuk pembuatan Laporan Akuntansi Keuangan. Data ini diperlukan untuk pengambilan keputusan baik yang bersifat mendadak maupun menyusun rencana jangka panjang. Secara berkala apotek mempunyai kewajiban untuk melaporkan: a. Laporan Ikhtisar Penjualan Harian (LIPH). b. Bukti setoran kasir. c. Bukti transfer bank atas penerimaan piutang. d. Bon pengeluaran. e. Kwitansi penagihan kredit. f. Stok barang dagangan. Fungsi dari laporan akuntansi keuangan bagi manajemen apotek adalah untuk mengetahui kondisi keuangan, barang, umur piutang, umur hutang, dan efisiensi penggunaan biaya melalui parameter-parameter yang terdapat pada laporan analisis rasio keuangan. Sehingga manajer mampu mengambil keputusan untuk pengembangan apotek di masa yang akan datang. Seluruh laporan akuntansi keuangan selanjutnya dilaporkan kepada BM.

46 BAB 4 PEMBAHASAN PT. Kimia Farma (Persero) Tbk. adalah salah satu perusahaan farmasi besar yang ada di Indonesia. Perusahaan tersebut memiliki anak perusahaan yang salah satunya adalah PT. Kimia Farma Apotek. Manajemen PT. Kimia Farma Apotek memiliki satu kebijakan dalam mengelola pelayanan serta keuangannya yakni sistem pengelompokkan apotek yang berada dalam suatu wilayah yang disebut dengan Bisnis Manajer (BM). Apotek Kimia Farma No. 47 merupakan salah satu apotek pelayanan yang berada dibawah manajemen BM Jaya I. Apotek dengan sistem pengelompokkan ini memiliki beberapa keuntungan dan kerugian bila dibandingkan dengan apotek lainnya yang tidak menggunakan kebijakan tersebut. Salah satu keuntungan yang paling terlihat yaitu adanya kesatuan manajemen dalam mengelola persediaan barang, baik penyimpanan maupun pembelian kepada distributor, sehingga meningkatkan efisiensi, efektivitas, serta produktivitas kerja. Kerugian dari sistem ini adalah meningkatnya waktu tunggu dalam pengadaan barang. Hal ini terjadi karena pemesanan apotek pelayanan kepada distributor dilakukan secara kolektif dalam suatu waktu berdasarkan ketentuan yang telah ditetapkan masing-masing BM. Semua barang kebutuhan apotek pelayanan yang tidak tersedia di gudang BM akan dilakukan pemesanan kepada distributor-distributor, kecuali pemesanan narkotika yang dilakukan langsung oleh apotek-apotek pelayanan dengan mengirimkan Surat Pesanan (SP) khusus kepada distributor tunggal yakni Pedagang Besar Farmasi (PBF) Kimia Farma. Apotek Kimia Farma No. 47 memiliki lokasi yang cukup strategis sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi perkembangan sebuah apotek, yaitu berada di jalan dua arah antara Pondok Indah dengan Blok M, sehingga cukup ramai dilalui oleh banyak kendaraan. Letaknya dikatakan strategis karena berada di tepi jalan raya utama yang mudah dijangkau, tidak hanya dengan kendaraan pribadi tetapi juga dengan adanya kendaraan umum seperti Koantas Bima 102 dan Metromini 72. Tidak hanya strategis dari segi letaknya di tepi jalan raya, apotek juga strategis dari segi keberadaannya di sekitar daerah pemukiman, perkantoran, 38

47 39 klinik/praktek dokter, serta pusat perbelanjaan. Selain klinik pengobatan disekitar lokasi, di apotek juga terdapat praktek dokter yang buka pada setiap hari kerja, sehingga jumlah resep yang masuk akan meningkat karena pasien akan langsung menebuskan resepnya setelah selesai berobat. Faktor lain yang juga mempengaruhi perkembangan apotek adalah desain dari bangunan apotek. Bangunan apotek telah memenuhi rancang bangun yang distandardisasi yang memiliki ciri khusus yaitu adanya tiang logo Apotek Kimia Farma di bagian depan, disertai dengan papan nama yang diperuntukkan bagi praktek dokter yang melakukan kerja sama dengan pihak apotek. Adanya papan nama ini penting bagi keberadaan apotek karena menjadikan apotek mudah dikenali dan menarik pasien khususnya yang telah mengenal reputasi atau menjadi pelanggan. Secara umum, sarana yang terdapat di apotek sudah sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, yaitu apotek memiliki ruang tunggu yang nyaman, karena dilengkapi dengan fasilitas Air Conditioner (AC), majalah tentang kesehatan yang dapat dibaca oleh konsumen selama menunggu petugas mengerjakan resep, tempat brosur/materi informasi, ruang racikan, dan keranjang sampah. Selain itu apotek memiliki kamar kecil, ruang shalat, ruang praktek dokter yang terpisah, ruang apoteker, dan tempat pencucian serta halaman parkir yang luas. Sarana yang belum dimiliki oleh apotek yaitu ruangan khusus untuk kegiatan konseling bagi pasien. Ruangan khusus konseling merupakan sarana yang diperlukan untuk menunjang pelayanan kefarmasian yang optimal, sehingga perlu dipertimbangkan penyediaan sarana tersebut dikemudian hari dengan mempertimbangkan kondisi apotek seperti sumber daya apoteker, ruangan, pendanaan, dan klasifikasi pasien yang datang ke apotek. Sumber daya manusia yang ada di apotek belum sepenuhnya memenuhi Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Dalam menjalankan pekerjaan kefarmasian di apotek, APA dibantu oleh seorang apoteker pendamping, seorang supervisor yang merupakan seorang apoteker, lima orang tenaga teknis kefarmasian (asisten apoteker), tiga orang juru resep, dan satu orang kasir. Apotek buka selama 24 jam setiap harinya dan sumber daya manusia

48 40 di apotek dibagi dalam tiga regu jam kerja sehingga terkadang dalam satu hari terdapat shift yang tidak didampingi apoteker yang bertugas. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan untuk melakukan koordinasi jam kerja antara APA, apoteker pendamping, dan supervisor sehingga pada setiap regu kerja selalu didampingi apoteker yang dapat melaksanakan pelayanan kefarmasian. Selain ketersediaan sarana dan prasarana serta tenaga kerja yang profesional, ketersediaan persediaan farmasi di apotek juga penting dalam memberikan pelayanan yang optimal kepada pasien. Ketersediaan persediaan farmasi dapat dicapai dengan pengelolaan yang baik, yang meliputi kegiatan perencanaan pengadaan dan pengawasan persediaan. Pengelolaan di apotek diawali dengan proses perencanaan yang bertujuan untuk menentukan jenis, jumlah, dan waktu pembelian, sehingga mencegah terjadinya kekosongan, kekurangan atau kelebihan persediaan farmasi, dan meningkatkan penggunaan persediaan farmasi secara efektif dan efisien. Hal-hal yang diperhatikan dalam melakukan perencanaan persediaan farmasi yaitu persediaan barang atau stok, harga barang, pola konsumsi masyarakat, pola penyakit, kondisi cuaca, dan pola penulisan resep oleh dokter. Kegiatan stock opname merupakan suatu kegiatan pemeriksaan terhadap persediaan barang sebagai salah satu bentuk pengawasan apotek yang dilakukan untuk mengetahui kesesuaian jumlah barang yang tersedia sama dengan jumlah barang yang tercatat. Tujuan dari stock opname antara lain untuk menghitung jumlah fisik barang yang ada di stok untuk dicocokkan dengan data transaksi pada komputer. Hal ini berguna untuk mendeteksi secara dini adanya kehilangan barang dagangan atau obat-obatan. Persediaan farmasi yang sudah atau akan habis diperiksa tiap minggunya dan dicatat dalam buku defekta untuk kemudian diproses dan segera dilakukan pengadaan. Pengadaan barang di apotek dilakukan melalui BM mengikuti sistem yang telah ditetapkan oleh PT. Kimia Farma Apotek. BM berfungsi untuk membuat perencanaan, mengadakan dan menyimpan barang untuk outlet-outlet yang berada dibawahnya, sehingga outlet yang berada dibawah koordinasi BM tersebut hanya fokus melaksanakan fungsi pelayanan. Hal ini akan mempermudah pekerjaan outlet karena tidak perlu mengurusi stok dan administrasi. Selain itu

49 41 sistem pengadaan yang terpusat ini akan memberikan keuntungan lebih dari potongan harga yang diperoleh dari pemasok karena pengambilan dalam jumlah besar. Barang yang dibutuhkan oleh apotek dicatat dalam Bon Pemesanan Barang Apotek (BPBA). Kemudian bagian gudang BM akan memeriksa persediaan barang dan melakukan pemesanan ke distributor jika barang di gudang tidak tersedia. Pemesanan barang di apotek dilakukan tiga kali dalam seminggu. Bila terdapat kekosongan barang dalam jumlah kecil atau terdapat kebutuhan mendesak, maka apotek dapat meminta barang ke Apotek Kimia Farma lainnya melalui media telepon atau faksimile. Dengan adanya koordinasi antar apotek, maka jumlah penolakan resep pasien karena tidak tersedianya obat akan dapat diminimalkan. Dalam pengadaan narkotika, apotek melakukan pemesanan langsung kepada distributor dengan menggunakan surat pesanan khusus narkotika yang ditandatangani oleh APA. Setelah dilakukan pemesanan barang, persediaan farmasi akan dikirim oleh BM Jaya I atau distributor. Selanjutnya dilakukan pengecekan terhadap pesanan yang datang untuk menjamin kesesuain barang. Pengecekan yang dilakukan diantaranya ialah pengecekan antara barang yang datang dengan yang tertulis di BPBA dan pengecekan barang yang datang dengan lembar dropping (jika barang dikirim dari BM Jaya I) atau faktur pembelian (jika barang dikirim langsung distributor). Pengecekan yang dilakukan meliputi jenis barang, merek, ukuran sediaan, jumlah, harga satuan, jumlah harga per jenis barang, jumlah harga keseluruhan, dan tanggal kadaluarsa. Jika ada persediaan farmasi yang tidak sesuai dengan faktur, maka dilakukan pengembalian obat untuk digantikan dengan obat yang sebenarnya dipesan. Jika sudah sesuai, faktur ditandatangani oleh petugas apotek kemudian sediaan farmasi tersebut akan dicatat di kartu stok serta disimpan dalam masing-masing kotak penyimpanan obat yang telah disediakan. Manajemen pengadaan obat dilaksanakan dalam hal pencatatan pada kartu stok masing-masing obat untuk setiap pemasukan dan pengeluaran barang. Setiap lemari penyimpanan obat dan gudang memiliki satu orang penanggung jawab yang akan memantau ketersediaan obat agar tidak terjadi kekosongan stok, dan juga memantau kesesuaian obat yang tersedia dengan data stok dalam sistem komputer. Setiap data keluar masuk obat idealnya harus dicatat di kartu stok,

50 42 namun karena tingkat kesibukan yang tinggi sesekali pencatatan itu terlupakan. Hal tersebut membuat data yang tercantum dalam kartu stok dan jumlah fisik yang sebenarnya tidak sesuai. Hal ini jadi mempersulit pengawasan terhadap barang karena pengecekan barang saat stock opname hanya berdasarkan data dari komputer. Data ini seringkali tidak sesuai yang mungkin disebabkan oleh kesalahan input data, kesalahan pengambilan barang, ataupun adanya kehilangan barang. Pencatatan pada kartu stok ini bermanfaat dalam pengoreksian kesesuaian antara pencatatan pada sistem komputerisasi terhadap pencatatan pada kartu stok, serta sebagai fungsi pengawasan terhadap ketersediaan barang. Jika kartu stok dapat dicatat dengan baik maka dapat dijadikan media penelusuran bila terjadi ketidaksesuaian data stok barang. Penyimpanan perbekalan farmasi di apotek dibedakan menjadi 3 (tiga), yaitu penyimpanan barang di gudang, di ruang racikan/obat, dan di ruang penjualan bebas. Pada dasarnya, penyimpanan di apotek disusun berdasarkan ukuran sediaan, disusun secara alfabetis, dipisahkan berdasarkan kelompok farmakologis, serta berdasarkan bentuk dan jenis sediaan. Untuk juru resep yang tidak memiliki latar belakang pengetahuan mengenai efek farmakologis obat, penyimpanan berdasarkan kelompok farmakologis kemungkinan dapat membingungkan dan membuat waktu pengambilan obat menjadi lama. Oleh karena itu yang melakukan pengambilan obat dari tempat penyimpanannya adalah asisten apoteker, sedangkan juru resep hanya bertugas untuk meracik sediaan dengan bahan yang telah diambil dan disiapkan oleh asisten apoteker. Beberapa jenis sediaan yang memiliki kekuatan dosis berbeda terkadang diletakkan dalam satu wadah obat yang sama. Sebaiknya penyimpanan persediaan farmasi harus sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1027/MENKES/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, yaitu persediaan farmasi harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru, wadah sekurang-kurangnya memuat nomor bets dan tanggal kadaluarsa. Hal ini dilakukan agar mudah dilakukan identifikasi dan penarikan obat jika ada informasi oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan terhadap obat yang tidak

51 43 sesuai dengan persyaratan, mengetahui waktu kadaluarsa dan obat dapat dikembalikan kepada distributor dengan wadah asli pabrik sesuai perjanjian. Sistem penyimpanan barang dilakukan berdasarkan sistem FEFO (First Expired First Out) atau FIFO (First In First Out). Apotek melakukan pengontrolan terhadap tanggal kadaluarsa obat dengan menempelkan stiker berwarna sesuai dengan tahun kadaluarsa pada kotak penyimpanan obat. Hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam melihat dan mengontrol obat yang telah mendekati tanggal kadaluarsa, sehingga dapat meminimalisir risiko kerugian akibat obat yang tidak terjual karena sudah kadaluarsa. Pekerjaan kefarmasian lainnya yang dilakukan di apotek adalah pelayanan atas resep dokter. Pada bagian peracikan sediaan diperlukan ketepatan, ketelitian dan kecepatan dari SDM untuk melayani resep dengan baik. Dalam pelaksanaannya asisten apoteker dibantu oleh juru resep yang bertugas menyiapkan bahan obat atau membuat racikan. Untuk obat racikan disiapkan dalam satu wadah untuk selanjutnya diracik sesuai dengan resep yang diberikan dokter. Metode peracikan yang dilakukan sangat berpengaruh terhadap ketepatan dosis dan efek farmakologis yang akan dihasilkan dari obat yang diberikan pada pasien tersebut. Penggunaan alat penggerus pada peracikan puyer atau kapsul yang tidak teliti, yaitu mortir dan blender, dapat mengurangi jumlah serbuk obat yang diracik. Apabila persentase obat yang hilang karena berterbangan saat diracik atau tertinggal pada alat penggerus obat itu besar, hal ini akan mengurangi ketepatan dosis dari sediaan obat racikan tersebut sehingga pada akhirnya akan berpengaruh pada efektivitas obat yang dihasilkan saat dikonsumsi. Kesalahan ini dapat diminimalisir dengan pemilihan alat penggerus yang sesuai ketika dilakukan peracikan obat. Sediaan puyer atau kapsul yang diracik dalam jumlah yang sedikit dan memiliki kandungan zat aktif yang juga sedikit, sebaiknya digunakan mortir dengan ukuran kecil. Jika sediaan puyer atau kapsul yang diracik dalam jumlah yang banyak dan kandungan zat aktif dalam tiap tabletnya besar, dapat digunakan blender untuk mempermudah proses peracikan. Seorang apoteker dan asisten apoteker memiliki tugas untuk memeriksa ulang kesesuaian setiap obat yang akan diracik beserta jumlahnya dan memeriksa isi yang tertulis dalam etiket dan label terhadap resep yang diterima sebelum obat

52 44 diserahkan kepada pasien. Pemeriksaan ini penting dilakukan untuk meminimalisir kesalahan yang terjadi pada saat peracikan. Kesalahan lain yang cukup sering terjadi pada saat peracikan yaitu digunakannya sediaan salut, baik salut gula maupun salut enterik, dan sediaan lepas terkendali untuk kemudian diracik menjadi sediaan kapsul atau puyer. Solusi yang seharusnya dilakukan yaitu menghubungi dokter penulis resep untuk merekomendasikan pergantian bentuk sediaan obat dalam resep menjadi sediaan konvensional. Dalam proses peracikan sediaan juga harus diperhatikan faktor kebersihan dan keamanan bagi tenaga teknis kefarmasian yang melakukan peracikan sediaan. Hal itu penting dilakukan untuk menjamin kebersihan dan keamanan dari obat yang diberikan kepada pasien serta menjamin keamanan bagi tenaga teknis kefarmasian yang melakukan peracikan. Dalam pelaksanaannya, tenaga teknis kefarmasian jarang melengkapi diri dengan alat pelindung diri seperti masker dan sarung tangan saat melakukan kegiatan peracikan. Kelalaian ini dapat menyebabkan kontaminasi pada sediaan yang diracik dan juga dapat membahayakan tenaga teknis kefarmasian yang bersangkutan apabila sampai terpapar serbuk obat yang sedang diracik. Pada saat penyerahan obat kepada pasien, apoteker maupun asisten apoteker di apotek telah melaksanakan pelayanan informasi obat dengan baik, yaitu dengan memberikan informasi yang jelas mengenai indikasi/kegunaan obat, dosis dan aturan pakai obat, lama pemakaian, serta efek samping yang mungkin dapat ditimbulkan oleh obat yang digunakan. Hal ini dilakukan untuk mengurangi penyalahgunaan dan salah penggunaan obat, meningkatkan kepatuhan pasien, dan meningkatkan keberhasilan terapi. Namun terkadang pemberian informasi belum dilakukan secara maksimal. Hal ini disebabkan banyaknya obat yang masih harus diberikan kepada pasien dalam waktu yang sama dan pasien biasanya menghendaki penyampaian informasi yang cepat sehingga pemberian informasi obat lebih ditekankan pada aturan pakai dan cara penggunaan obat. Konseling atau disebut juga dengan konsultasi, dilakukan ketika pasien meminta untuk berkonsultasi dengan apoteker. Konseling dilakukan di tempat penyerahan obat biasanya oleh apoteker pendamping. Konseling bertujuan untuk meningkatkan pemahaman pasien tentang obat dan pengobatan, pasien terhindar

53 45 dari penggunaan obat yang salah sehingga tujuan terapi dapat tercapai. Kegiatan pelayanan yang dilakukan di apotek selain pemberian informasi obat dan konseling, yaitu monitoring terapi. Apoteker pendamping menghubungi pasien melalui telepon untuk memastikan pasien teratur minum obat, menanyakan perkembangan kondisi kesehatan, dan mengingatkan pasien untuk tidak lupa melanjutkan pengobatan saat obat akan habis. Apotek juga memberikan pelayanan pembelian obat tanpa resep sebagai pelayanan pengobatan swamedikasi melalui UPDS (Upaya Pengobatan Diri Sendiri) sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan No. 347/Menkes/SKA/ll/1990 tentang Obat Wajib Apotik, Keputusan Menteri Kesehatan No. 924/Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotik No. 2, dan Keputusan Menteri Kesehatan No. 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No.3. Pengobatan sendiri adalah suatu perawatan sendiri oleh masyarakat terhadap penyakit yang umum diderita, dengan menggunakan obat yang dijual bebas di pasaran, obat bebas terbatas, atau obat keras yang bisa didapat tanpa resep dokter dan diserahkan oleh apoteker di apotek. Peran apoteker di apotek dalam pelayanan kefarmasian yang terlibat langsung dalam komunikasi dan pemberian pelayanan informasi obat kepada pasien cukup baik terutama untuk layanan UPDS ini. Pelayanan yang ramah dan cepat merupakan salah satu faktor penting untuk kemajuan suatu apotek. Karyawan apotek selalu memberitahukan kepada pasien tentang pelayanan resep tunai yang agak lama jika terdapat racikan pada resep. Hal ini merupakan suatu keunggulan bagi apotek karena pasien jadi mengetahui bahwa penebusan obat membutuhkan waktu yang lebih lama bila dibandingkan resep tanpa racikan. Sistem penataan obat-obat diatur sedemikian rupa dengan tujuan mempermudah dalam pengambilan obat sehingga kerja menjadi lebih efektif. Dalam hal jaminan kecepatan pelayanan, apotek akan memberikan diskon 5% jika pelayanan lebih dari 15 menit (khusus resep non racikan dan pembayaran cash). Hal ini dapat membangun kepercayaan pasien terhadap kecepatan pelayanan dan memicu karyawan untuk memberikan pelayanan yang lebih baik. Layanan antar obat juga diberikan oleh apotek sehingga pasien dapat lebih mudah dalam memperoleh obat. Kepuasan dan

54 46 loyalitas pasien pun dapat meningkat dengan adanya layanan antar obat ini, sehingga berdampak pada peningkatan penjualan apotek. Sebagai sebuah bisnis pelayanan, maka pelanggan merupakan salah satu faktor penting yang harus dijaga oleh apotek, karena itu kenyamanan pelanggan juga harus diperhatikan. Dalam meningkatkan pelayanannya, desain interior apotek dibagi menjadi dua bagian yaitu obat over the counter (OTC) dan swalayan di bagian depan, dan obat resep dibagian dalam. Pada bagian obat OTC dan swalayan pasien dapat memilih dan mengambil sendiri obat yang diperlukan. Hal ini akan mempermudah petugas apotek dan meningkatkan kenyamanan pasien karena pasien dapat dengan leluasa melihat dan menentukan obatnya sendiri. Obat OTC dan swalayan disusun berdasarkan kelompok obat agar pasien lebih mudah dalam pencariannya, yaitu berdasarkan bentuk sediaan, kegunaan dan urutan alfabetis. Produk-produk yang dijual di swalayan farmasi dapat berupa barang farmasi maupun non farmasi. Barang non farmasi yang dijual di apotek yaitu kosmetik, produk kebersihan, makanan, serta kebutuhan bayi. Keberadaan swalayan farmasi ini menjadi salah satu keunggulan apotek karena pembeli dapat membeli seluruh kebutuhannya sendiri tanpa harus melalui petugas yang ada di loket. Selain memberikan manfaat bagi pembeli dari segi kepraktisan, swalayan farmasi juga memiliki nilai positif untuk apotek yaitu meningkatnya pendapatan apotek diluar pelayanan obat resep. Penyediaan swalayan farmasi juga memiliki sisi negatif yaitu memerlukan ruang yang cukup besar dan sangat rentan terhadap pencurian. Oleh karena itu di apotek tata letak rak swalayan farmasi dirancang sedemikian rupa sehingga posisinya memudahkan karyawan apotek untuk memantau para pembeli, selain adanya kaca bulat cembung yang berfungsi mengawasi kegiatan yang ada di swalayan. Adanya program PKPA di Apotek Kimia Farma No. 47 yang dilaksanakan selama 6 (enam) minggu telah banyak memberikan gambaran kepada calon apoteker tentang bagaimana seorang apoteker menjalankan profesinya di apotek. Tugas dan fungsi seorang apoteker di apotek tidak hanya berperan sebagai penanggung jawab teknis kefarmasian melainkan juga berperan dalam mengelola apotek.

55 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan kegiatan PKPA yang dilaksanakan di Apotek Kimia Farma dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Apoteker Pengelola Apotek berperan dalam menentukan kebijakan pengelolaan apotek serta melaksanakan fungsi pengawasan dan pengendalian terhadap semua komponen yang ada di apotek, disamping melaksanakan fungsinya sebagai seorang apoteker untuk menjamin penggunaan obat yang efektif, aman, dan rasional. 2. Proses pengelolaan apotek pada sistem manajerial meliputi pengelolaan modal dan sarana, administrasi dan keuangan, dan sumber daya manusia. Sedangkan dibidang pelayanan kefarmasian meliputi perencanaan kebutuhan obat, pengadaan obat, pendistribusian obat, penyimpanan obat, serta pelayanan informasi obat. 5.2 Saran Saran yang dapat diberikan berdasarkan kegiatan PKPA yang dilaksanakan di Apotek Kimia Farma, yaitu: 1. Melakukan koordinasi jam kerja antara APA, apoteker pendamping, dan supervisor agar setiap pelaksanaan pekerjaan kefarmasian yang dilakukan di apotek sesuai dengan Peraturan Pemerintah RI Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. 2. Melakukan edukasi untuk meningkatkan pemahaman tentang pentingnya pelaksanaan kegiatan kefarmasian yang sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedur) kepada tenaga teknis kefarmasian di apotek. 3. Interaksi antara apoteker dengan pasien selaku pengguna jasa apotek harus lebih diintensifkan dengan meningkatkan peran aktif apoteker melalui komunikasi, informasi, dan edukasi mengenai obat ke pasien dalam rangka menjamin efektifitas penggunaan obat. 47

56 DAFTAR REFERENSI Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Pedoman Penggunaan Obat Bebas dan Bebas Terbatas. Jakarta: Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2002). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1332/MenKes/SK/X/2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.922/MenKes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1999). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1176/Menkes/SK/X/1999 tentang Daftar Obat Wajib Apotek No. 3. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1993). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 924/Menkes/Per/X/1993 tentang Daftar Obat Wajib Apotik No. 2. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1990). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 347/Menkes/SKA/ll/1990 tentang Obat Wajib Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1980). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 1980 tentang Perubahan Atas PP

57 49 No.26 Tahun 1965 tentang Apotek. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1978). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 28/Menkes/Per/1978 tentang Penyimpanan Narkotika. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Review Penerapan Sistem Pelaporan Narkotika dan Psikotropika (SIPNAP) dan Sistem Pelaporan Dinamika Obat PBF Regional I, II dan III Tahun [Diakses 22 Maret 2012, Pukul 23.15] Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kimia Farma Apotek. (2010). Daftar Apotek Jabodetabek. ection&id=17&itemid=107. [Diakses 23 Maret 2012, Pukul 22:10] Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia. (1997). Undang Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia. Tim Penyelenggara dan Instruktur PKPA PT. Kimia Farma Apotek. (2012). Materi Praktek Kerja Profesi Apoteker. Jakarta: PT. Kimia Farma Apotek.

58 50 Lampiran 1. Contoh laporan penggunaan psikotropika

59 51 Lampiran 2. Contoh laporan penggunaan narkotika

60 52 Lampiran 3. Struktur organisasi PT. Kimia Farma Apotek

61 53 Lampiran 4. Denah lokasi Apotek Kimia Farma No. 47 Radio Dalam

62 Lampiran 5. Layout Apotek Kimia Farma No.47 Radio Dalam (Lantai Bawah) 54

63 Lampiran 6. Layout Apotek Kimia Farma No.47 Radio Dalam (Lantai Atas) 55

64 Lampiran 7. Contoh Bon Permintaan Barang Apotek (BPBA) 56

65 Lampiran 8. Contoh kuitansi pembayaran tunai 57

66 58 Lampiran 9. Contoh nomor urut resep kredit

67 59 Lampiran 10. Contoh etiket

68 60 Lampiran 11. Contoh label

69 61 Lampiran 12. Contoh kartu stok

70 62 Lampiran 13. Contoh lembar salinan resep

71 UNIVERSITAS INDONESIA ANALISIS PERENCANAAN PENGADAAN OBAT ANTIDIABETIK ORAL SECARA PARETO (ABC) DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 BERDASARKAN RESEP YANG DITERIMA SELAMA PERIODE DESEMBER 2011-FEBRUARI 2012 TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FIKA ASTRIYANI, S. Farm ANGKATAN LXXIV FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPARTEMEN FARMASI DEPOK JUNI 2012

72 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... iv DAFTAR LAMPIRAN... v BAB 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA Pengadaan dan Pengendalian Persediaan Analisis Pareto Obat Antidiabetik Oral BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR REFERENSI LAMPIRAN ii

73 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1 Persentase Volume Rupiah dan Item Total Kelompok Pareto... 9 Tabel 4.1 Pengelompokan Produk Obat-Obat Antidiabetik Oral dengan Analisis Pareto (ABC) Berdasarkan Nilai Investasi Periode Desember 2011-Februari iii

74 DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Grafik yang Menunjukkan Persediaan Obat di Apotek... 8 iv

75 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Lampiran 2. Persentase Nilai Investasi Tiap Item Obat Antidiabetik Oral di Apotek Kimia Farma No. 47, Radio Dalam Periode Desember Februari Data Analisis Pareto terhadap Produk Obat Antidiabetik Oral di Apotek Kimia Farma No. 47, Radio Dalam Periode Desember Februari v

76 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan farmasi di apotek merupakan salah satu kegiatan yang menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Salah satu pelayanan kesehatan dibidang farmasi adalah tersedianya obat-obat yang dibutuhkan. Apotek bertanggung jawab terhadap pengadaan obat, baik obat bebas maupun obat keras. Kegiatan perencanaan pengadaan obat bertujuan untuk menetapkan jenis, jumlah, dan mutu obat yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta dapat diperoleh pada saat diperlukan. Perencanaan pengadaan adalah faktor kunci sebuah apotek karena dapat meningkatkan cash flow dan meningkatkan pelayanan kepada konsumen. Penyediaan obat pada sarana pelayanan kesehatan, tidak terkecuali apotek, membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan butuh perencanaan yang sangat matang. Jika perencanaan tidak sesuai dengan kebutuhan akan terjadi pemborosan biaya, menumpuknya obat kadaluarsa, pelayanan kesehatan yang kurang efektif dan efisien, serta memicu terjadinya penyimpangan penggunaan obat. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengelolaan obat yang baik agar dapat meminimalkan risiko kerugian dan pelayanan kesehatan yang tidak efektif. Pengelolaan obat ini tidaklah mudah karena harus selalu berjalan seimbang dan berkesinambungan disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat sekitar. Di samping itu, hal terpenting yang juga harus diperhatikan dalam hal ketersediaan obat ialah harus tepat jenis dan jumlahnya harus sesuai dengan pola penyakit dan kebutuhan pada pelayanan kesehatan (Departemen Kesehatan RI, 2002). Salah satu metode pengendalian persediaan yang dapat dilakukan ialah dengan menggunakan metode Pareto (ABC). Metode ini dilakukan dengan menyesuaikan rencana pengadaan obat dengan jumlah dana yang tersedia, sehingga skala prioritas obat dan jumlah obat yang akan dibeli dapat dioptimalkan untuk menjamin ketersediaan obat yang bermutu tinggi, tepat jenis, tepat jumlah, dan tepat waktu untuk dapat digunakan secara rasional. Penggunaan metode Pareto (ABC) untuk penyediaan obat dimaksudkan untuk memprioritaskan 1

77 2 perencanaan pembelian obat yang sering digunakan dan biasanya jenisnya sedikit akan tetapi mempunyai biaya investasi yang besar. Selain itu, tanpa memperhatikan harga perlu juga dipertimbangkan pengendalian obat-obat yang paling banyak dikonsumsi masyarakat agar pelayanan kesehatan tetap dapat berjalan optimal. Pengendalian persediaan dengan metode Pareto (ABC) diharapkan dapat membantu mengetahui obat-obat mana saja yang menjadi prioritas untuk disediakan, baik dari segi nilai investasinya maupun tingkat kebutuhannya di masyarakat. Dengan demikian, ketersediaan obat di apotek dapat memberikan manfaat yang nyata dalam mendukung pembangunan kesehatan masyarakat. Melihat pentingnya peranan apoteker dalam pengendalian persediaan apotek, maka calon apoteker perlu dibekali dengan pengetahuan, pemahaman, dan aplikasinya dalam menjalankan peran profesinya tersebut di apotek. Oleh karena itu, pada Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini diberi tugas khusus untuk melakukan analisis perencanaan pengadaan dengan menggunakan metode Pareto (ABC). 1.2 Tujuan Penyusunan tugas khusus PKPA ini bertujuan untuk mengetahui kebutuhan perbekalan farmasi di Apotek Kimia Farma No. 47, Radio Dalam dengan menggunakan analisis Pareto (ABC) terhadap obat-obat antidiabetik oral yang terjual melalui resep dokter pada periode bulan Desember 2011 sampai Februari 2012.

78 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengadaan dan Pengendalian Persediaan Pengadaan Pengadaan barang dalam rutinitas sehari-hari biasa disebut sebagai pembelian. Proses pengadaan yang efektif merupakan faktor yang sangat menentukan dalam menjamin ketersediaan obat yang diperlukan dalam jumlah yang sesuai, harga yang rasional, dan dengan kualitas yang memenuhi standar mutu. Oleh karena itu, pengadaan perbekalan farmasi harus dapat diterapkan sebaik mungkin sehingga pengendalian, keamanan, dan jaminan mutu obat dalam meningkatkan pelayanan kepada pasien dapat dilakukan secara efektif dan efisien. Hal ini penting agar pasien merasa terpuaskan dengan pelayanan yang dilakukan. Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam melakukan pengadaan barang, antara lain: a. Kondisi keuangan Kondisi keuangan akan menentukan besarnya jumlah pembelian barang dan cara pembelian barang (secara kontan atau kredit atau cara lainnya). b. Waktu pembelian Waktu pembelian merupakan waktu saat suatu barang harus dibeli. Hal ini bukan mengenai tanggal, hari atau bulan tetapi mengenai keadaan persediaan barang yang menjadi kunci untuk menetapkan waktu pembelian. Waktu pembelian dapat disebut juga dengan titik pemesanan kembali. c. Lokasi Yang dimaksud dengan lokasi adalah jarak antara apotek dengan pemasok/ PBF. Semakin jauh jarak apotek dengan pemasok akan menyebabkan semakin lama waktu yang dibutuhkan, mulai dari barang dipesan sampai dengan barang pesanan datang semakin besar. Oleh karena itu, perlu menetapkan persediaan pengaman agar jangan sampai barang habis sebelum barang pesanan datang. Hal ini sangat menentukan terutama untuk apotek yang berada di kawasan terpencil yang tidak ada PBF. 3

79 4 d. Jenis barang yang akan dibeli Jenis barang yang akan dibeli didasarkan atas kebutuhan persediaan barang di apotek, kecepatan perputaran barang pada penjualan sebelumnya, kebutuhan konsumen, dan perkiraan permintaan dalam waktu dekat. Data obat ethical dapat diperkirakan dari resep yang masuk di apotek, sedangkan data obat OTC dapat diperkirakan dari kondisi lingkungan dan penduduk sekitar apotek, musim, dan obat-obat yang diiklankan di media massa. e. Frekuensi dan volume pembelian Semakin kecil volume barang yang dibeli pada saat pembelian maka semakin tinggi frekuensi dalam melakukan pembelian. Sebaliknya apabila volume pembelian barang besar, frekuensi pembelian menjadi rendah. Frekuensi pembelian yang tinggi menyebabkan kegiatan menerima, memeriksa, dan memesan barang akan meningkat. f. Pemilihan pemasok/pbf Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan pemasok diantaranya spesifikasi dan kondisi kualitas barang, harga yang kompetitif, pelayanan dan kinerja yang baik, kemudahan komunikasi, cara pembayaran (secara kontan atau kredit), kebijakan pengembalian, dan kondisi perusahaan pemasok dengan memastikan bahwa PBF adalah agen resmi agar dapat menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti pemalsuan barang Pengendalian Persediaan Persediaan adalah bahan atau barang yang disimpan yang akan digunakan untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya untuk proses produksi suatu obat atau penyediaan dalam perbekalan pengobatan. Persediaan dapat berupa bahan obat, sediaan obat jadi, atau alat-alat kesehatan. Pengendalian persediaan perlu dilakukan secara optimal di setiap sarana kesehatan, termasuk apotek. Hal ini menjadi penting karena pengendalian persediaan yang baik juga akan menunjang upaya pelayanan kesehatan masyarakat yang optimal. Beberapa fungsi dari pengendalian persediaan diantaranya (Quick, 1997): a. Menghilangkan risiko akibat keterlambatan pengiriman obat atau bahan baku obat yang dibutuhkan untuk memenuhi pelayanan kesehatan.

80 5 b. Menghilangkan risiko terhadap kemungkinan kenaikan harga atau inflasi. c. Memberikan kontribusi optimum kepada apotek dalam rangka memberikan pelayanan yang terbaik bagi pasien atau konsumen. d. Mengurangi biaya pengadaan. e. Menghilangkan risiko kekosongan persediaan ketika terjadi pengembalian barang yang dipesan karena mutu barang yang kurang baik atau jenis produk yang dipesan tidak sesuai. Dalam melakukan pengendalian persediaan, perlu diperhatikan parameterparameter yang saling berkaitan antara lain (Quick, 1997): a. Konsumsi Rata-Rata Konsumsi rata-rata sering juga disebut permintaan (demand). Permintaan yang diharapkan pada pemesanan selanjutnya merupakan variabel kunci yang menentukan berapa banyak stok barang yang harus dipesan. Walaupun banyaknya permintaan dapat diprediksi, kemungkinan adanya kehabisan atau kekosongan barang dapat terjadi apabila salah memperkirakan waktu tunggu barang tersebut. b. Waktu Tunggu (Lead Time) Waktu tunggu merupakan waktu yang dibutuhkan mulai dari pemesanan sampai dengan barang yang dipesan datang/diterima. Waktu tunggu ini berbedabeda untuk setiap pemasok. Waktu tunggu seringkali menjadi parameter yang tidak pasti, karena pada dasarnya faktor keterlambatan adalah sesuatu yang tidak bisa diduga. Kita bisa memperhitungkan waktu tunggu dengan rumus: DDe = DDp + (OD x %OD) (2.1) dimana, DDe = Waktu tunggu yang sebenarnya. DDp = Waktu tunggu yang dijanjikan pemasok. OD = Rata-rata keterlambatan. % OD = Persentase keterlambatan. c. Stok Pengaman (Safety Stock) Stok pengaman merupakan persediaan yang dicadangkan untuk memenuhi kebutuhan selama menunggu barang datang, untuk mengantisipasi keterlambatan barang pesanan atau untuk menghadapi suatu keadaan tertentu yang diakibatkan karena perubahan pada permintaan, misalnya karena adanya permintaan barang

81 6 yang meningkat secara tiba-tiba karena adanya wabah penyakit. Stok pengaman dapat dihitung dengan rumus: SS = LT x CA (2.2) dimana, SS = Stok pengaman LT = Waktu tunggu CA = Konsumsi rata-rata d. Persediaan Maksimum Persediaan maksimum merupakan jumlah persediaan terbesar yang boleh tersedia. Jika kita telah mencapai nilai persediaan maksimum, kita tidak perlu lagi melakukan pemesanan untuk menghindari terjadinya stok mati yang dapat menyebabkan kerugian. Persediaan maksimum dapat dihitung dengan rumus: S max = S min + (PP x CA) (2.3) dimana, PP = Perputaran persediaan (preocurement period) S max = Persediaan maksimum S min = Persediaan minimum e. Persediaan Minimum Persediaan minimum merupakan jumlah persediaan terendah yang masih tersedia. Apabila penjualan telah mencapai nilai persediaan minimum, pemesanan sebaiknya segera dilakukan agar kontinuitas usaha dapat berlanjut. Jika barang yang tersedia jumlahnya sudah kurang dari jumlah persediaan minimum maka dapat terjadi stok kosong. Persediaan minimum dapat dihitung dengan rumus: S min = (LT x CA) + SS (2.4) f. Perputaran persediaan Perputaran persediaan dapat dihitung dengan persamaan: So+P Sn SR atau dimana, S o = Persediaan awal P = Jumlah pembelian S n = Persediaan akhir Penjualan Rata rata Persediaan (2.5)

82 7 SR = Rata-rata persediaan g. Titik Pemesanan (Reorder Point) Titik pemesanan merupakan suatu titik di mana harus diadakan pemesanan kembali sehingga kedatangan atau penerimaan barang yang dipesan adalah tepat waktu, di mana persediaan di atas persediaan pengaman sama dengan nol. Pada keadaan khusus, dapat dilakukan pemesanan langsung tanpa harus menunggu hari pembelian yang telah ditentukan bersama antara apotek dan pemasok. ROP = SS + LT (2.6) dimana, ROP = Titik pemesanan Berbagai parameter pengendalian persediaan tersebut saling berkesinambungan satu sama lain untuk dapat menjamin ketersediaan obat dan perbekalan kesehatan. Jika produk berada dalam kuantitas persediaan rata-rata, kebutuhan permintaan produk oleh konsumen akan terpenuhi. Jika tingkat persediaan sudah semakin menurun dan berada dalam level persediaan minimum, diperlukan pemesanan kembali terhadap produk tersebut. Pemesanan kembali harus memperhitungkan waktu tunggu kedatangan obat agar tidak terjadi kekosongan persediaan obat ketika menunggu obat yang dipesan datang. Saat obat yang dipesan datang (Qo), maka tingkat persediaan meningkat kembali pada level persediaan maksimum SS+Qo. Dengan berjalannya waktu, persediaan akan kembali turun dan perlu dilakukan pemesanan kembali, dan begitu seterusnya. Siklus ini akan terus berputar untuk menjamin ketersediaan obat. Model siklus pengendalian persediaan obat yang ideal dapat dilihat pada Gambar 2.1. Pengelolaan persediaan di apotek yang memiliki banyak item obat memerlukan teknik pengelolaan yang tidak mudah. Untuk itu perlu dilakukan strategi terhadap item obat yang banyak dengan variasi harga dan tingkat keperluan serta pemakaian dalam pengelolaan persediaan yang efektif dan efisien. Metode pengendalian persediaan dapat dilakukan dengan berbagai cara, di antaranya sebagai berikut: 1. Analisis VEN. 2. Analisis Pareto (ABC).

83 8 3. Analisis Kombinasi VEN-ABC. [Quick, 1997] Gambar 2.1. Grafik yang menunjukkan persediaan obat di apotek 2.2 Analisis Pareto (ABC) (Quick, 1997) Analisa Pareto menggunakan klasifikasi ABC dimana membagi persediaan berdasarkan atas nilai mata uang sehingga pengendalian persediaan barang difokuskan pada item persediaan yang bernilai tinggi daripada yang bernilai rendah. Nilai persediaan yang dimaksud adalah volume persediaan yang dibutuhkan dalam satu periode dikalikan harga per unit. Vilfredo Pareto membagi kelompok barang yang disimpan oleh sistem persediaan menjadi tiga, yaitu: a. Kelompok A Persediaan yang memiliki volume rupiah yang tinggi. Kelompok ini mewakili sekitar 70-80% dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya sekitar 10-20% dari seluruh produk yang ada. b. Kelompok B Persediaan yang memiliki volume rupiah yang menengah. Kelas ini mewakili sekitar 15-20% dari total nilai persediaan, meskipun jumlahnya hanya sekitar 10-20% dari seluruh produk yang ada.

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA, KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika (

2017, No Tahun 1997 Nomor 10, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3671); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika ( No.276, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Apotek. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IZIN APOTIK MENTERI KESEHATAN Menimbang : a. bahwa penyelenggaraan pelayanan apotik harus diusahakan agar

Lebih terperinci

Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993

Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993 KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor : 1332/MENKES/SK/X/2002 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN RI NOMOR. 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 47 JALAN RADIO DALAM RAYA NO. 1-S, GANDARIA UTARA KEBAYORAN BARU, JAKARTA SELATAN PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA Jl. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 26 SEPTEMBER 29 OKTOBER 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER CYNTHIA

Lebih terperinci

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT

PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT PERANAN APOTEKER DI RUMAH SAKIT Peranan Apoteker Farmasi Rumah Sakit adalah : 1. Peranan Dalam Manajemen Farmasi Rumah Sakit Apoteker sebagai pimpinan Farmasi Rumah Sakit harus mampu mengelola Farmasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Apotek Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. (Peraturan Pemerintah no 51 tahun 2009). Sesuai ketentuan perundangan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK

KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA MENIMBANG : bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 51 TAHUN 2009 TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.1 JL. GARUDA NO.47 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MUTIA ANGGRIANI,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.2 JL. SENEN RAYA NO. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.2 JL. SENEN RAYA NO. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.2 JL. SENEN RAYA NO. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MAYA MASITHA,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 6 JL. DANAU TONDANO NO.1 PEJOMPONGAN JAKARTA PUSAT PERIODE 2 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit

Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas adalah unit Puskesmas dan sebagai bahan masukan kepada Dinas Kesehatan Kota Stabat dalam rangka pembinaan Puskesmas. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat yang disingkat puskesmas

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 115 JL. PAMULANG PERMAI RAYA D2/1A PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Laukha

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA No. 66 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NENDEN PUSPITASARI,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RAHMI RAMDANIS, S.Farm

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MEDIKO FARMA JL. PINANG RAYA NO. 10 PONDOK LABU CILANDAK JAKARTA SELATAN PERIODE 18 FEBRUARI 28 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR TAHUN TENTANG PEKERJAAN KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 63

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER

PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER PERATURAN PERUNDANGAN PRAKTEK APOTEKER Oleh Dra. Liza Pristianty,MSi,MM,Apt Fakultas Farmasi Universitas Airlangga PC IAI Surabaya Disampaikan pada pertemuan Korwil PC Surabaya Tanggal 9,16 dan 23 April

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MANGGARAI JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MANGGARAI JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER KARTIKA FEBIYANTI NORMAN, S.

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 284/MENKES/PER/III/2007 TENTANG APOTEK RAKYAT MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan dan memperluas akses

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA. LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA. LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 7 Jl. H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER GINARTI EKAWATI, S.Farm.

Lebih terperinci

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta;

a. bahwa apotek dan pedagang eceran obat merupakan pelayanan kesehatan yang dapat dilaksanakan oleh swasta; BERITA DAERAH KOTA BOGOR TAHUN 2006 NOMOR 10 SERI E PERATURAN WALIKOTA BOGOR NOMOR 19 TAHUN 2006 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DAN PEDAGANG ECERAN OBAT (TOKO OBAT) WALIKOTA BOGOR, Menimbang: a. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesehatan merupakan hak asasi manusia, setiap orang mempunyai hak untuk hidup layak, baik dalam kesehatan pribadi maupun keluarganya termasuk di dalamnya mendapat

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Definisi Pengetahuan Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu dan ini setelah orang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera

Lebih terperinci

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK

BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK BUPATI BANTUL DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN BUPATI BANTUL NOMOR 22 TAHUN 2018 TENTANG PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANTUL, Menimbang : a. bahwa untuk mendukung

Lebih terperinci

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144

2017, No Indonesia Nomor 5062); 3. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144 No.206, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 74 TAHUN 2016 TENTANG STANDAR PELAYANAN

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 9 TAHUN 2017 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa untuk meningkatkan aksesibilitas,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat.

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan dalam membantu mewujudkan tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Pelayanan kesehatan adalah

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN. Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN. Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007 LEMBARAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN Tahun 2007 No. 15 PERATURAN DAERAH KABUPATEN OGAN KOMERING ULU SELATAN NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG IZIN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.50 JL. MERDEKA NO.24 BOGOR PERIODE 2 APRIL - 12 MEI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.50 JL. MERDEKA NO.24 BOGOR PERIODE 2 APRIL - 12 MEI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.50 JL. MERDEKA NO.24 BOGOR PERIODE 2 APRIL - 12 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DIAN RENI AGUSTINA,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 96 JALAN S. PARMAN KAV G/12, JAKARTA BARAT PERIODE 1 MEI 2012-8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YENNY

Lebih terperinci

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI

SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI SURVEI KESALAHAN DALAM PENULISAN RESEP DAN ALUR PELAYANANNYA DI APOTEK KECAMATAN AMPEL KABUPATEN BOYOLALI SKRIPSI Oleh : DWI KURNIYAWATI K 100 040 126 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

2 Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkot

2 Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844); 3. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkot No.906, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENKES. Kefarmasian. Puskesmas. Standar Pelayanan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 9 TAHUN 2013 TENTANG IZIN USAHA APOTEK DAN IZIN USAHA PEDAGANG ECERAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO.27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YULIANA, S.Farm. 1106047511 ANGKATAN

Lebih terperinci

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG

MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA. Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG .. MEHTERIKESEHATAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI KESEHAT AN REPUBLIK INDONESIA Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 TENTANG STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN 01 APOTEK MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA NO. 66, JAKARTA PUSAT

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA NO. 66, JAKARTA PUSAT UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 2 JL. SENEN RAYA NO. 66, JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FURQON DWI CAHYO, S.Farm 1206313135

Lebih terperinci

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI

TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI TINJAUAN ASPEK ADMINISTRASI PADA RESEP DI TIGA APOTEK DI KABUPATEN PEMALANG PERIODE JANUARI - JUNI 2008 SKRIPSI Oleh : LINDA WIDYA RETNA NINGTYAS K 100 050 110 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34, JAKARTA PUSAT

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34, JAKARTA PUSAT UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34, JAKARTA PUSAT LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Tri Setiawan, S.Farm. 1006754075 ANGKATAN LXXIII

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37 JAKARTA SELATAN PERIODE 6 JUNI 1 JULI 2011 DAN 1 AGUSTUS - 12 AGUSTUS 2011 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 9 APRIL 15 MEI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 9 APRIL 15 MEI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 9 APRIL 15 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YODIFTA ASTRININGRUM,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1010/MENKES/PER/XI/2008 TENTANG REGISTRASI OBAT Menimbang : a. bahwa dalam rangka melindungi masyarakat dari peredaran obat yang tidak memenuhi persyaratan,

Lebih terperinci

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T

2015, No.74 2 Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 T BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.74, 2015 KEMENKES. Narkotika. Psikotropika. Prekursor Farmasi. Pelaporan. Pemusnahan. Penyimpanan. Peredaran. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 284 JL. SILIWANGI NO.86A, BEKASI PERIODE 13 FEBRUARI - 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan

Lebih terperinci

MENTERI KESEHATAN TENTANG

MENTERI KESEHATAN TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN Nomor : 922/MENKES/PER/X/1993 TENTANG KETENTUAN DAN TATA CARA PEMBERIAN IJIN APOTIK MENTERI KESEHATAN MENIMBANG : a. bahwa penelenggaraan pelayanan Apotik harus diusahakan agar

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 298 JL. BENDUNGAN HILIR RAYA NO. 41, JAKARTA PUSAT PERIODE 3 MARET 11 APRIL 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 298 JL. BENDUNGAN HILIR RAYA NO. 41, JAKARTA PUSAT PERIODE 3 MARET 11 APRIL 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 298 JL. BENDUNGAN HILIR RAYA NO. 41, JAKARTA PUSAT PERIODE 3 MARET 11 APRIL 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG PERIODE 8 APRIL 17 MEI 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG PERIODE 8 APRIL 17 MEI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ARAFAH JL. ARAFAH I NO. F/8 VILLA ILHAMI ISLAMIC - TANGERANG PERIODE 8 APRIL 17 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER SERUNI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.7 JALAN H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.7 JALAN H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.7 JALAN H. JUANDA NO. 30 BOGOR PERIODE 13 FEBRUARI 22 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK PROFESI APOTEKER DEWI NUR ANGGRAENI,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi mendorong masyarakat untuk semakin memperhatikan derajat kesehatan demi peningkatan kualitas hidup yang lebih

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 7 APRIL 16 MEI 2014

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 7 APRIL 16 MEI 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JL. KARTINI RAYA NO. 34A, JAKARTA PUSAT PERIODE 7 APRIL 16 MEI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER RAFIKA FATHNI, S.Farm.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI- 16 MARET 2012 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER I KADEK ARYA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE APRIL - MEI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE APRIL - MEI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE APRIL - MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER WILLY HERMAWAN, S.Farm.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 278 RUKO VERSAILLES FB NO.15 SEKTOR 1.6 BSD SERPONG PERIODE 3 30 APRIL 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 JALAN MERDEKA NO. 24 BOGOR PERIODE 1 SEPTEMBER 30 SEPTEMBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER HANUM PRAMITA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 A JAKARTA PUSAT PERIODE 9 JANUARI 2013 20 MARET 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MEIYANI

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.55 JALAN KEBAYORAN LAMA NO.34K JAKARTA SELATAN PERIODE 03 APRIL- 10 MEI 2014

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.55 JALAN KEBAYORAN LAMA NO.34K JAKARTA SELATAN PERIODE 03 APRIL- 10 MEI 2014 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO.55 JALAN KEBAYORAN LAMA NO.34K JAKARTA SELATAN PERIODE 03 APRIL- 10 MEI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa pengaturan tentang Industri Farmasi yang komprehensif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengetahuan masyarakat akan pentingnya kesehatan terus meningkat seiring perkembangan zaman. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat senantiasa diupayakan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 202 JL. KEJAYAAN RAYA BLOK XI NO. 2 DEPOK II TIMUR PERIODE 2 JANUARI 14 FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR, DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR, DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR, DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANDI NURWINDA, S.Si. 1006835085 ANGKATAN LXXIII FAKULTAS

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 889/MENKES/PER/V/2011 TENTANG REGISTRASI, IZIN PRAKTIK, DAN IZIN KERJA TENAGA KEFARMASIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 55 JALAN KEBAYORAN LAMA NO. 50 JAKARTA BARAT PERIODE 2 APRIL 12 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER AGATHA

Lebih terperinci

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa:

Apoteker berperan dalam mengelola sarana dan prasarana di apotek. Selain itu, seorang apoteker juga harus menjamin bahwa: I.PENDAHULUAN Apotek adalah suatu tempat tertentu yang digunakan untuk melakukan pekerjaan kefarmasian berupa penyaluran perbekalan farmasi kepada masyarakat dan tempat dilakukannya praktik kefarmasian

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI 16 MARET 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI 16 MARET 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 6 FEBRUARI 16 MARET 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER STELLA, S.Farm.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kehidupan manusia dalam melakukan segala aktivitas dengan baik dan maksimal yang harus diperhatikan salah satu hal yaitu kesehatan. Kesehatan merupakan Hak Asasi Manusia

Lebih terperinci

PEKERJAAN KEFARMASIAN

PEKERJAAN KEFARMASIAN PEKERJAAN KEFARMASIAN Makalh ini disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Undang-undang dan Etika Farmasi Di Susun Oleh : Kelompok VII A Finti Muliati : 14340104 Yolanta Mogi Rema : 14340105 Nora Novita

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 APRIL 10 MEI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 APRIL 10 MEI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ATRIKA JALAN KARTINI RAYA NO. 34 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 APRIL 10 MEI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ILMA NAFIA, S.Farm.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JALAN TOLE ISKANDAR No. 4 5 DEPOK PERIODE 7 JANUARI 15 FEBRUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MIFTAHUL HUDA,

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH

PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH PERATURAN DAERAH KOTA PRABUMULIH NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG RETRIBUSI PENYELENGGARAAN APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA PRABUMULIH Menimbang : a. bahwa dalam rangka pengawasan dan pemantauan

Lebih terperinci

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI

BAB 11: PERBEKALAN FARMASI SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2016 FARMASI BAB 11: PERBEKALAN FARMASI Nora Susanti, M.Sc, Apk KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU DAN TENAGA KEPENDIDIKAN 2016 BAB XI PERBEKALAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI, JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI, JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI, JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NUR HASMAWATI, S.Farm (1006753942)

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ERRA MEDIKA JL. TOLE ISKANDAR No. 4-5 DEPOK LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER MELDA SILVIA SARI SILALAHI, S.Farm. 1206313343

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 42 JL. ST. HASANUDDIN NO.1 KEBAYORAN BARU JAKARTA SELATAN PERIODE 1 MEI 8 JUNI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2014 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt.

PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK. Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. PENGELOLAAN OBAT DAN ADMINISTRASI APOTEK Heru Sasongko, S.Farm.,Apt. Kegiatan administrasi di apotek (standar pelayanan kefarmasian) Administrasi umum pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA No.48 JL. MATRAMAN RAYA NO. 55 JAKARTA TIMUR PERIODE 3 APRIL - 30 APRIL 2013

LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA No.48 JL. MATRAMAN RAYA NO. 55 JAKARTA TIMUR PERIODE 3 APRIL - 30 APRIL 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA No.48 JL. MATRAMAN RAYA NO. 55 JAKARTA TIMUR PERIODE 3 APRIL - 30 APRIL 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER FIENDA

Lebih terperinci

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI

GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI GAMBARAN PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK WILAYAH KECAMATAN LAWEYAN KOTA SOLO TAHUN 2007 SKRIPSI Oleh: ROSY MELLISSA K.100.050.150 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PEREDARAN, PENYIMPANAN, PEMUSNAHAN, DAN PELAPORAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN PREKURSOR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 JL. MERDEKA NO. 24 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 JL. MERDEKA NO. 24 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KIMIA FARMA NO. 50 JL. MERDEKA NO. 24 BOGOR PERIODE 2 APRIL 11 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANNISA RAHMA HENDARSULA,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI 31 AGUSTUS 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI 31 AGUSTUS 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI 31 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DEVINA LIRETHA,

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 548/MENKES/PER/V/2007 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN PRAKTIK OKUPASI TERAPIS

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 548/MENKES/PER/V/2007 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN PRAKTIK OKUPASI TERAPIS PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 548/MENKES/PER/V/2007 TENTANG REGISTRASI DAN IZIN PRAKTIK OKUPASI TERAPIS MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa sebagai pelaksanaan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK ENDEH JL. PANCORAN TIMUR NO. 37, JAKARTA SELATAN PERIODE 15 JULI 31 AGUSTUS 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PERMITA SARI,

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA Draft 07 Januari 2016 RANCANGAN PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2015 TENTANG APOTEK DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK KESELAMATAN JALAN KESELAMATAN NO. 27 MANGGARAI JAKARTA SELATAN LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER CICILIA MARINA, S. Farm. 1306502333

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK KIMIA FARMA NO. 7, BOGOR PERIODE 2 APRIL 12 MEI 2012

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK KIMIA FARMA NO. 7, BOGOR PERIODE 2 APRIL 12 MEI 2012 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER APOTEK KIMIA FARMA NO. 7, BOGOR PERIODE 2 APRIL 12 MEI 2012 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ANITA AYU DWI AJIE SAPUTRI, S.Farm. 1106046673

Lebih terperinci

satu sarana kesehatan yang memiliki peran penting di masyarakat adalah apotek. Menurut Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2014, tenaga kesehatan

satu sarana kesehatan yang memiliki peran penting di masyarakat adalah apotek. Menurut Peraturan Pemerintah No. 35 tahun 2014, tenaga kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Salah satu Hak Asasi Manusia (HAM) dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia adalah kesehatan. Berdasarkan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI APOTEK MITRASANA TAMAN HARAPAN BARU RUKO TAMAN HARAPAN BARU BLOK E7 NO. 9 BEKASI PERIODE JANUARI FEBRUARI 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER

PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER PEMERINTAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 11 TAHUN 2013 TENTANG IZIN PRAKTEK DOKTER, PRAKTEK PERAWAT, PRAKTEK BIDAN DAN PRAKTEK APOTEKER DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan adalah salah satu faktor yang sangat penting bagi kehidupan setiap umat manusia karena aktivitasnya dapat terhambat apabila kondisi kesehatan tidak baik.

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan

Lebih terperinci