PERKEMBANGAN EKONOMI JEPANG PADA ERA SHOGUNAT TOKUGAWA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "PERKEMBANGAN EKONOMI JEPANG PADA ERA SHOGUNAT TOKUGAWA"

Transkripsi

1 PERKEMBANGAN EKONOMI JEPANG PADA ERA SHOGUNAT TOKUGAWA Y.R. Subakti A. Pendahuluan Keshogunan Tokugawa ( 徳川幕府 Tokugawa bakufu?, ) atau Keshogunan Edo (Edo bakufu) adalah pemerintahan diktator militer feodalisme di Jepang yang didirikan oleh Tokugawa Ieyasu dan secara turun temurun dipimpin oleh shogun keluarga Tokugawa. Dalam periode historis Jepang, masa pemerintahan Keshogunan Tokugawa disebut zaman Edo, karena ibu kota terletak di Edo yang sekarang disebut Tokyo. Keshogunan Tokugawa memerintah dari Istana Edo hingga Restorasi Meiji. Keshogunan Tokugawa adalah pemerintahan diktator militer ketiga dan terakhir di Jepang setelah Keshogunan Kamakura dan Keshogunan Muromachi. Keshogunan Tokugawa dimulai pada tanggal 24 Maret 1603 dengan pengangkatan Tokugawa Ieyasu sebagai Sei-i Taishōgun dan berakhir ketika Tokugawa Yoshinobu mengembalikan kekuasaan ke tangan kaisar (Taisei Hōkan) pada 9 November Pemerintahan keshogunan Tokugawa selama 264 tahun disebut sebagai zaman Edo atau zaman Tokugawa. Periode terakhir Keshogunan Tokugawa yang diwarnai dengan maraknya gerakan untuk menggulingkan keshogunan Tokugawa dikenal dengan sebutan Bakumatsu. Di masa Keshogunan Tokugawa, rakyat Jepang dibagi-bagi menurut sistem kelas berdasarkan pembagian kelas yang diciptakan Toyotomi Hideyoshi. Kelas samurai berada di hirarki paling atas, diikuti petani, pengrajin dan pedagang. Pemberontakan sering terjadi akibat pembagian sistem kelas yang kaku dan tidak memungkinkan orang untuk berpindah kelas. Pajak yang dikenakan terhadap petani selalu berjumlah tetap dengan tidak memperhitungkan inflasi. Samurai yang menguasai tanah harus menanggung akibatnya, karena jumlah pajak yang berhasil dikumpulkan semakin hari nilainya semakin berkurang. Perselisihan soal pajak sering menyulut pertikaian antara petani kaya dan kalangan samurai yang terhormat tapi kurang makmur. Pertikaian sering memicu kerusuhan lokal hingga pemberontakan berskala besar yang umumnya dapat segera dipadamkan. Kelompok anti keshogunan Tokugawa justru semakin bertambah kuat setelah keshogunan Tokugawa mengambil kebijakan untuk bersekutu dengan kekuatan asing. Setelah kalah dalam Perang Boshin yang berpuncak pada Restorasi Meiji, keshogunan Tokugawa berhasil ditumbangkan oleh persekutuan Tenno dengan sejumlah daimyo yang berpengaruh dan berpihak kepada Tenno. Keshogunan Tokugawa secara resmi berakhir setelah Shogun Tokugawa ke-15 yang bernama Tokugawa Yoshinobu mundur dan kekuasaan dikembalikan ke tangan kaisar Drs. Y.R. Subakti, M.Pd., adalah dosen tetap pada Program Studi Pendidikan Sejarah, FKIP - Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2 (Taisei Hōkan). Selama berada di bawah kekuasaan Shogun Tokugawa selama 264 tahun, Jepang menghalami masa perdamaian yang panjang. Salah satu penyebab masa perdamaian ini adalah penerapan politik isolasi atau politik menutup diri yang dilakukan oleh Shogun Tokugawa. Dengan politik isolasi ini, justru Jepang mengalami kemandirian untuk memenuhi segala kebutuhan hidup bangsa Jepang tanpa tergantung bangsa lain. Salah satu perkembangan yang mencolok pada masa ini adalah bidang perdagangan. Politik isolasi tersebut sebenarnya bertujuan melakukan stabilisasi keadaan untuk mencegah kemungkinan timbulnya revolusi dari dalam dan juga untuk mencegah masuknya ide-ide baru dari luar, khususnya dari Barat, yang dapat menggoncangkan stabilitas negara. Oleh karena itu, setiap kemungkinan yang akan menimbulkan destabilitas negara selalu dicegah oleh Shogunat Tokugawa. Dalam struktur atau susunan masyarakat Jepang, khususnya pada awal-awal kekuasaan Shogun Tokugawa, kedudukan golongan pedagang/pengusaha berada pada posisi paling bawah. Dibandingkan dengan golongan petani dan golongan tukang (termasuk pandai besi), golongan pedagang kurang mendapat kehormatan. Hal ini terjadi karena masyarakat Jepang lebih menuntut adanya etika ksatria, sedangkan pada golongan pedagang etika ini sangat kurang. Di samping itu masyarakat Jepang melihat bahwa golongan pedagang dalam menjalankan perdagangan terlalu banyak mengambil untung, sehingga merugikan rakyat kebanyakan (Hane, 1972). Dalam perjalanan politik lebih lanjut, ternyata golongan pedagang mampu memperbaiki citra dirinya, yaitu eksistensinya dari golongan yang rendah akhirnya memiliki kedudukan yang cukup terpandang di Jepang pada masa-masa akhir kekuasaan Shogun Tokugawa. Pada saat-saat keruntuhan Shogun Tokugawa dari panggung kekuasaannya, golongan pedagang justru memiliki posisi yang menentukan terhadap jalannya roda pemerintahan. Mereka, di samping ada juga peranan dari golongan lain, secara tidak langsung ikut berpartisipasi dalam menumbangkan cengkeraman kekuasaan Tokugawa dan yang kemudian diikuti Restorasi Meiji (Dasuki, 1963a). Tumbuh dan berkembang serta berubahnya eksistensi golongan pedagang, dari kelompok dalam posisi rendah pada susunan masyarakat Jepang dan akhirnya mampu mengangkat citranya, sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut. Inilah yang akan menjadi masalah dalam uraian singkat ini. Kalau dieksplisitkan maka permasalahan tersebut adalah : 1) bagaimana perkembangan perekonomian di Jepang pada masa kekuasaan Shogun Tokugawa? 2) Mengapa golongan pedagang pada masa Shogunat Tokugawa mampu mengadakan perubahan-perubahan yang dapat meningkatkan citra dirinya? Dalam membahas permasalahan di atas, maka tidak akan terlepas dari kehidupan masyarakat Jepang dan situasi politik pemerintahan pada masa Shogun Tokugawa. Hal ini disebabkan posisi golongan pedagang tidak akan dapat dilepaskan dari kehidupan masyarakat Jepang pada keseluruhannya.

3 B. Struktur Masyarakat Jepang Era Tokugawa Rakyat Jepang pada masa kekuasaan Tokugawa tersebar dalam strata sosialekonomi atas, menengah dan bawah. Dalam perspektif psikososial dan keberagaman status sosial-ekonomi, mereka memiliki kebutuhan-kebutuhan psikologis dan norma sosial serta prioritas dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan yang relatif berbeda. Bagi kelompok masyarakat yang hidupnya berhasil dan masuk dalam kategori strata sosial ekonomi menengah-atas, menata dan mengelola hidup secara tertib, teratur bahkan estetis (indah) sudah menjadi kebutuhan pokok atau primer. Bagi mereka hidup dengan beragam persoalannya tidak dapat lagi diatasi dengan caracara naluriah atau instingtif. Mereka sudah memaksimalkan peran logika atau rasio. Kemampuan akal pikir dimanfaatkan untuk memandu dan memecahkan persoalan hidup. Hidup harus tertib dan tertib harus operasional atau terukur, demikian juga arti teratur bahkan indah juga harus dedefinisikan secara operasional, yakni dihitung, diuji dan dibuktikan secara empiris. Dan ukuran utama keberhasilan dalam memandu dan memecahkan persoalan hidup adalah bersifat kuantitatif dan material. Dengan kata lain, kemajuan atau progres dan keuntungan fisik, material dan empiris menjadi parameter utama keberhasilan hidup. Bagi kelompok masyarakat dengan kategori strata sosial ekonomi bawah atau orang miskin, kehidupan sehari-hari mereka diwarnai dengan perjuangan keras untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok, yakni; pangan, papan dan sandang. Persoalan utama bagi mereka adalah mempertahankan diri agar tetap bisa bertahan hidup. Sudah pasti kebiasaan-kebiasaan hidup kelompok masyarakat dengan status sosial ekonomi menengah-atas (orang kaya) sulit untuk dapat mereka tiru. Hidup tertib, teratur apalagi penuh dengan nuansa estetis jauh dari benak mereka. Hidup disikapi dan dimaknai dengan kaca mata miliknya, yakni kesederhanaan, ketidakteraturan, ketidakdisiplinan atau dengan kata lain semau gue. Ini bukan berarti mereka tidak memiliki keinginan atau impian hidup sejahtera dengan ciri tertib, teratur dan indah, namun tenaga dan pikiran sudah terkuras habis untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar. Ketidakberdayaan ini mendorong mereka menyerahkan hidup pada garis nasib, sehingga akal pikir tidak dapat berperan maksimal atau kurang fungsional. Ada jurang pemisah cukup besar antara orang kaya dengan orang miskin. Secara psikososial-ekonomi mereka terpisahkan. Masing-masing memiliki sikap, pola pikir, pola perilaku, orientasi kebutuhan hidup dan parameter keberhasilan hidup yang berbeda. Dalam konteks modernitas dengan kridonya efisiensi, efektifitas, daya guna dan kemajuan ekonomi maka orang kaya sudah pasti menjadi kelompok yang sangat representatif untuk mewakili kekuasaan pada masa Tokugawa. Status dan peran mereka ada pada level pembuat kebijakan. Sebagai pembuat dan penentu kebijakan, maka cara pandang orang kaya yang termanifestasikan dalam beragam peraturan sudah pasti akan diarahkan dan diprioritaskan untuk mendukung dan mempertahankan kepentingan-kepentingan mereka. Sementara kaum miskin hanya tinggal di pinggir menyaksikan dan menerima dirinya digusur sesewaktu demi ketertiban dan keindahan yang dipersepsikan pengambil keputusan yang jelas-jelas beda statusnya dengan mereka.

4 berdasarkan kajian di atas, pada masa kekuasaan Shogunat Tokugawa, ditinjau dari aspek sosial, masyarakat Jepang dapat dibagi berdasarkan suatu sistem kelas yang turun-temurun. Kerangka utamanya adalah berdasarkan pada sistem nilai yang berlaku, yaitu prestise yang berhubungan secara langsung dengan kekuasaan yang menjadi sarana untuk menentukan status sosial seseorang atau kelompok, bukan kekayaan (Bellah, 1992:35). Berdasarkan struktur kekuasaan yang ada di Jepang, maka hirarki kemasyarakatan di Jepang dapat dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama adalah kelompok penguasa, sedangkan kelompok kedua adalah rakyat biasa. Kelompok penguasa masih dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan seperti susunan piramidal. Menurut tradisi dan stratifikasi sosial politik di Jepang, puncak tertinggi dari kelompok penguasa diduduki oleh Tenno beserta keluarganya serta bangsawan istana. Mereka dipercaya oleh rakyat biasa sebagai keturunan Dewi Amaterasu Omikami yang diturunkan untuk memerintah Jepang. Meskipun rakyat mempercayai bahwa Tenno merupakan penguasa tertinggi, namun dalam praktik kehidupan politik sehari-hari di Jepang, kekuasaan Tenno ini sangat kecil. Termasuk di dalam kelompok ini adalah kelompok kuge. Kelompok ini dihormati karena keturunan kebangsawanannya, tetapi tidak berpengaruh dalam bidang politik dan ekonomi. Hal ini disebabkan kekuasaan politik dipegang oleh shogun dan juga oleh kelompok buke (kelompok bangsawan militer). Tenno hanya bertugas dalam hal-hal yang bersifat seremonial dan yang berkaitan dengan aspek religius atau ritual yang berkaitan dengan kepercayaan Shintoisme (Dasuki, 1963a). Posisi kedua di bawah Tenno dan kuge adalah kelompok buke yang terdiri dari shogun, para daimyo dan keluarganya. Namun para daimyo adalah penguasa daerah, sedangkan shogun Tokugawa adalah penguasa dalam bidang politik, sosial dan ekonomi di pusat kerajaan. Kelompok ini memegang kekuasaan pemerintahan sejak tahun 1600, yaitu ketika Perang Sekigara berakhir dengan kemenangan keluarga Tokugawa Ieyashu yang kemudian menjadi shogun pertama dari keluarga Tokugawa. Pusat pemerintahan Shogun Tokugawa adalah di Yedo yang sekarang bernama Tokyo (Latourette, 1957a : ). Posisi ketiga dari struktur kekuasaan di Jepang ditempati oleh para daimyo sebagai penguasa daerah. Oleh Shogunat Tokugawa mereka diberi wewenang untuk membantu kelancaran pemerintahan pusat di Yedo. Kelompok ini diberi wilayah kekuasaan dan juga apanage yang disebut dengan Han. Para daimyo diberi hak otonomi yang luas oleh Shogunat Tokugawa. Hak-hak tersebut antara lain meliputi hak memilih para pembantu pemerintahan daerah, hak menentukan besarnya pajak, hak untuk memiliki kekuatan tentara sendiri, serta hak-hak untuk menentukan kebijakan politik lainnya (Hackett, 1972:13-14). Kelompok daimyo juga masih dibagi menjadi tiga strata, yaitu daimyo shimpan, daimyo fudai dan daimyo tozama (Hane, 1972:23). Daimyo shimpan adalah daimyo yang berasal dari keturunan langsung atau mempunyai hubungan langsung dengan keluarga Tokugawa. Sedangkan daimyo fudai adalah daimyo bawahan yang setia kepada keluarga Tokugawa, terutama sewaktu terjadinya Perang Sekigara. Dengan kata lain, daimyo fudai ikut secara langsung membantu shogun Tokugawa dalam merebut kekuasaan. Kemudian untuk daimyo tozama adalah daimyo bekas

5 bawahan Toyotomo Hideyoshi yang menjadi musuh sekaligus bawahan Tokugawa. Daimyo ini tidak ikut membantu shogun dalam merebut kekuasaan. Daimyodaimyo Tozama terdiri dari beberapa keluarga, yaitu Chosu, Satsuma, Hizen dan Tosa. Oleh karena belum dapat dipercaya sepenuhnya oleh Shogun, maka berbagai pembatasan dikenakan kepada mereka antara lain tidak boleh menghadap Tenno secara langsung; menduduki jabatan-jabatan penting di Yedo; memiliki kekayaan yang berlebih-lebihan (Beasley, 1990:4). Struktur paling bawah dalam hirarki kekuasaan feodal Jepang adalah kelompok samurai atau bushi. Kelompok ini secara tradisi merupakan anggota prajurit atau pasukan perang. Namun pada masa kekuasaan Shogunat Tokugawa, mereka merangkap manjadi birokrat. Kehidupan kelompok ini sangat tergantung pada upah atau gaji yang diberikan oleh tuan mereka, yaitu para daimyo atau shogun. Para daimyo di Jepang jumlahnya sekitar (Waltz, 1950: ). Dalam pandangan masyarakat Jepang, terutama pada masa kekuasaan shogunat Tokugawa, kelas samurai merupakan kelas elit yang eksklusif. Kemana pun mereka pergi, selalu menyandang pedang panjang. Kehidupan kelas samuari sangat diwarnai oleh ajaran Bushido (Jalan Kesatria). Penekanan kesetiaan kepada tuannya menjadikan kematian bukan sesuatu yang menakutkan, apalagi kalau membela sesuatu yang benar. Mereka rela mati demi kesetiaan dengan cara harakiri atau seppuku (Bellah, 1992: ). Kelas kedua dalam struktur sosial masyarakat Jepang adalah rakyat biasa. Berdasarkan mata pencahariannya, kelas rakyat ini dapat distratifikasikan menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama adalah petani (Nomin), merupakan kelompok terbesar dan tingkatannya langsung berada di bawah golongan Bushi. Mereka hidup dari mengolah tanah yang secara hukum adalah milik Tenno yang dipinjamkan kepada para daimyo. Dengan demikian pada musim panen, para petani harus menyerahkan sebagian dari hasil panen kepada para daimyo yang kemudian menyerahkan sebagian lagi kepada Tenno (Waltz, 1950:215). Dalam sistem feodal yang dikembangkan pada masa Tokugawa, petani menjadi tumpuan utama, karena kehidupan para bakufu sangat tergantung pada produksi pertanian (Hane, 1972:31-32). Para petani harus menjamin hidup golongan kuge, buke dan samurai. Posisi golongan petani memegang peranan penting karena mereka merupakan penghasil beras. Beras dipergunakan sebagai satu-satunya ukuran, baik dalam menentukan besarnya pajak dan juga sebagai alat pembayaran dalam sistem perdagangan ketika Jepang belum mengenal sistem uang. Beras juga menjadi standar kekayaan. Status seorang daimyo diukur dalam batas penilaian pemilikan dan tingkat penghasil beras di wilayah kekuasaannya (Storry, 1963 : 73) Kelompok kedua dalam kelas masyarakat biasa adalah golongan pekerja atau pengrajin (Shokuin). Kelompok ini adalah strata di bawah petani, karena mereka juga bekerja secara langsung untuk golongan penguasa (bakufu). Mereka tinggal di pusat pemerintahan di Yedo. Oleh sebab itu, kelompok pengrajin merupakan kelompok rakyat biasa yang paling dekat dengan kelompok penguasa (Bellah, 1992:35; Waltz, 1950:215). Golongan di bawah pengrajin adalah golongan pedagang (Waltz, 1950:215). Pada

6 awalnya mereka dipandang sebagai pihak yang tidak pernah menyumbangkan jasa kepada bakufu dan dianggap kurang produktif. Pekerjaan pedagang dianggap pekerjaan yang hina, karena hanya mencari keuntungan pribadi saja. Meskipun secara sosial golongan pedagang dianggap rendah, namun dalam aspek ekonomi kelompok ini merupakan kelompok yang paling makmur di antara kelompokkelompok yang lain. Bahkan pada abad XVIII sampai abad XIX kelompok ini ada yang melebihi kekayaan para daimyo. Hal ini mendorong kedudukan golongan ini dalam strata sosial masyarakat naik dengan cepat (Hane, 1972:31-32; Bellah, 1992:36). Dari golongan-golongan yang ada di dalam masyarakat Jepang, terdapat suatu golongan yang tidak termasuk ke dalam salah satu dari golongan atau kelas di atas. Golongan ini disebut dengan Senmin yang berarti tidak boleh disentuh. Mereka adalah lapisan yang mempunyai pekerjaan-pekerjaan yang paling kotor. Golongan Senmin dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu hinin atau pengemis dan eta atau jagal, penyamak kulit. Senmin adalah golongan masyarakat yang disamakan dengan kelas binatang (Dasuki, 1963a). Shogunat Tokugawa menerapkan struktur sosial masyarakat yang tertutup yang tidak memungkinkan adanya mobilitas status sosial dalam masyarakat. Misalnya, kelas petani tidak akan beralih status sosialnya ke kelas di atasnya seperti kelas samurai. Tujuannya adalah untuk menjaga kemurnian ras yang ada, serta menjaga agar mobilitas rakyat agak terhambat. Hal ini akan mengakibatkan masyarakat tidak akan begitu kritis dalam melihat suatu ketimpangan politik. Di samping itu juga dipergunakan untuk mempertahankan prestise kekuasaan. Sebab kekuasaan yang menentukan status sosial seseorang, bukannya kekayaan seseorang (Bellah, 1992:35). Dari struktur masyarakat tersebut di atas, terlihat bahwa tanpa adanya suatu dorongan yang mampu memunculkan suatu perubahan, terutama dalam sektor perekonomian, maka tidak akan terjadi suatu mobilitas sosial suatu golongan, terutama mobilitas ke atas. Namun, struktur masyarakat Jepang era Tokugawa tersebut justru mengalami suatu perubahan yang didorong oleh perubahan dalam sektor perekonomian, terutama melalui perdagangan. Hal inilah yang kelak akan mendorong mobilitas sosial golongan pedagang ke status sosial yang lebih tinggi. C. Perkembangan Perekonomian Jepang Jaman Tokugawa Ketika Ieyasu Tokugawa menjadi shogun baru, dia pertama mendorong perdagangan luar negeri, mendirikan hubungan dagang dengan Inggris dan Belanda. Namun, dalam 1633, Shogun Iemitsu (penerus Ieyasu) kecewa perdagangan internasional dan menerapkan politik isolasi. Satu-satunya hubungan perdagangan luar negeri yang tetap dibuka adalah hubungan dengan Cina dan Belanda melalui pelabuhan Nagasaki. Dia ingin Jepang menjadi swasembada bangsa dan untuk menghindari ketergantungan pada negara-negara lain. Hal tersebut jauh berbeda di hari modern Jepang, yang merupakan bagian dari perdagangan internasional dan mungkin di dunia telekomunikasi. Pada masa kekuasaan Tokugawa di Jepang, perekonomian terdiri dari pertanian dan produk manufaktur dari Jepang. Mereka menghasilkan sutera dan kain kapas,

7 kertas, kaca, dan kepentingan (jenis anggur beras). Produk manufaktur ini membuat pedagang kaya kelas yang terdiri dari grosir, pertukaran calo, pemilik bank menjadi berkuasa dalam bidang eknomi. Perekonomian Jepang hanya terdiri dari rumah tangga dan perdagangan kecil saluran ke dunia luar di Nagasaki. Produk Jepang utama dalam bidang pertanian tanaman selalu beras, dan sampai sekarang, sebagai orang masih mengolah sawah dan panen padi dengan cara yang sama mereka lakukan ratusan tahun yang lalu. Dengan berakhirnya masa Warring Barons dan naiknya Shogun Tokugawa sebagai penguasa dalam bidang politik di Jepang yang menerapkan sistem Bakuhan taiser, maka mulai terlihat beberapa perubahan ke arah perdamaian. Tokugawa berhasil menciptakan stabilitas politik dan keamanan, sehingga era ini dapat disebut sebagai era perdamaian yang panjang. Dalam masa kekuasaan Shogunat Tokugawa yang panjang tersebut, Jepang mengalami kemajuan yang pesat dalam sektor ekonomi. Ekonomi lama yang mendasarkan diri pada nilai tukar padi atau beras, diganti dengan sistem ekonomi uang. Hal ini sangat menguntungkan kelompok pedagang daripada kelompok militer yang penghasilannya diperoleh dari pasokan para petani yang berupa hasil bumi atau dalam bentuk in natura. Para pedagang kemudian menguasai perdagangan beras dan semakin besar pengaruhnya dalam bidang politik. Akibatnya golongan militer dalam hal ini adalah para daimyo dan samurai semakin tenggelam dalam lilitan hutang kepada para pedagang. Akibat dari situasi ini adalah adanya percampuran kelas yang mengakibatkan mobilitas status sosial pedagang meningkat. Dalam kondisi demikian, nasib petani adalah yang paling menyedihkan karena kondisinya justru semakin buruk. Pajak yang dipungut oleh para daimyo semakin bertambah berat dan kebutuhan golongan kuge dan buke akan uang akhirnya tetap dibebankan kepada golongan petani (Dasuki, 1963a:59). Ketika sistem sankin kōtai ( 参勤交代 ) diterapkan oleh Shogun Tokugawa, maka para daimyo diwajibkan berada di Yedo selama enam bulan setiap tahunnya. Sankin kōtai ( "alternatif kehadiran") adalah kebijakan yang Shogunat Tokugawa dalam pemerintahannya. Tujuannya adalah untuk mengontrol dan mengawasi para daimyo agar tidak melakukan pemberontakan terhadap Shogun Tokugawa. Sankin Kōtai sudah dikembangkan di Jepang sejak kekuasaan Toyotomi Hideyoshi. Dalam 1635, undang-undang yang diperlukan untuk memperkuat kedudukan sankin kōtai. Undang-undang ini tetap berlaku sampai Di atas disebutkn bahwa pihak yang paling menderita atas penerapan sistem sankin kotai ini adalah para daimyo. Sewaktu para daimyo berada di daerahnya masingmasing, maka keluarga mereka harus ditempatkan di Yedo sebagai jaminan (Beasley, 1990:5). Mereka diwajibkan membayar pembiayaan perbaikan istana bakufu di Yedo dan pekerjaan umum lainnya (Ishii, 1990:86). Dengan demikian para daimyo harus menanggung pengeluaran sangat besar dan sangat memberatkan ekonomi rumah tangga para daimyo. Untuk hal ini maka para daimyo lebih membutuhkan uang tunai daripada beras. Para daimyo mempergunakan para pedagang menjadi agen-agen dari para daimyo untuk menjualkan beras mereka. Hal ini terjadi terutama terhadap para pedagang di Osaka, yang merupakan kota dagang terbesar di Jepang pada saat itu. Para pedagang ini dikenal sebagai

8 kuramoto, yaitu penjaga gudang beras milik daimyo dan kakeya, yaitu pedagang yang bertindak sebagai agen keuangan para daimyo. Jadi sebenarnya, para pedagang yang disebut sebagai kuramoto dan kakeya tersebut dapat disebut juga sebagai pengikut para daimyo. Namun, ikatan di antara mereka tidak sekuat seperti ikatan antara daimyo dengan para samurai. Sewaktuwaktu mereka dapat melepaskan diri, terutama ketika hubungan antara mereka dengan para daimyo sudah tidak menguntungkan lagi. Kota Osaka menjadi pusat perdagangan yang sekaligus kota pelabuhan terbesar di Jepang. Sebagian besar penduduk Osaka adalah para pedagang yang menjadi gantungan hidup para daimyo ketika mereka berada di Yedo. Di antara para pedagang tersebut akhirnya ada yang menjadi kaya sekali dan menjalin hubungan yang erat dengan Bakufu. Di antara mereka adalah Konoike, Tennojiya dan Hiranoya. Mereka adalah pedagang besar yang sekaligus mengelola bank (Crawcour, 1972:106). Sebagai pedagang besar dan sekaligus bankir yang meminjamkan uang kepada para daimyo, mereka mengawasi sistem kredit untuk seluruh Jepang. Melalui sistem pelayanan penukaran uang dan pengiriman uang, mereka mengawasi sistem pasar uang yang ditentukan berdasarkan pada nilai emas dan perak. Mereka juga sekaligus bertindak sebagai agen keuangan dari Shogun Tokugawa. Akhirnya mereka mengontrol jalur-jalur keuangan antara Osaka dengan Yedo (Crawcour, 1972:106). Salah satu bankir terkenal yang memiliki jalur hubungan utama dengan para penguasa adalah Konoike. Menurut catatannya, pada tahun 1670 ia menyalurkan kredit kepada pedagang kecil sebesar 59,3 %. Dari seluruh pijaman yang disalurkan, sebesar 19 % adalah kredit untuk para daimyo. Pada tahun 1706 pinjaman para daimyo meningkat sebesar 65,8% dari seluruh kredit yang ada. Kemudian pada tahun 1795 kredit yang disalurkan untuk para daimyo meningkat menjadi 76,9%. Konoike juga mencatat bahwa ia menyalurkan pinjaman untuk 32 daimyo dan setiap tahun menerima sekitar koku beras. Jumlah ini lebih banyak daripada beras yang dimiliki oleh seorang daimyo. Daimyo yang paling kecil hanya menerima koku beras. Mereka masih harus memperhitungkan segala pembayaran biaya bagi keluarganya di Yedo (Hirschmeier, 1964:19-20). Usaha para pedagang ini dilindungi oleh Shogun karena merasa membutuhkan bantuan mereka. Bahkan Shogun membentuk suatu wadah sejenis gilde agar tidak terjadi persaingan yang tidak membahayakan kedudukan Shogun Tokugawa. Wadah ini juga bermanfaat bagi Shogun, yaitu untuk memperoleh tambahan keuangan dan mengawasi agar kemewahan yang diperoleh golongan pedagang tidak menyamai kemewahan golongan bangsawan. Hal ini menunjukkan bahwa golongan pedagang ini sebenarnya telah menjadi kelas menengah tersendiri yang makmur dan mampu mempengaruhi penguasa (Clyde, 1958:179). Sistem sankin kotai memang merugikan para daimyo, namun sebenarnya justru meningkatkan lalulintas perdagangan. Kota Yedo menjadi pusat dari semua jalur perdagangan. Hal ini memang masuk akal karena di Yedo yang menjadi pusat pemerintahan Shogun, juga tinggal para daimyo yang membutuhkan jasa para

9 pedagang. Politik isolasi yang diterapkan Shogun Tokugawa memang mampu memutuskan jalur-jalur perdagangan dengan luar negeri, namun tidak mampu untuk mematikan jalur-jalur perdagangan dalam negeri. Jepang yang wilayah geografisnya terdiri dari kepulauan, justru mendorong meningkatnya perdagangan antar pulau dengan mempergunakan sarana pelayaran. Pulau-pulau yang memegang peranan penting dalam perdagangan adalah pulau Honzu dan Hokaido. Hal ini terlihat menjelang jatuhnya Shogunat Tokugawa, terdapat 10 buah pelabuhan di kedua pulau tersebut. Pelabuhan-pelabuhan tersebut selalu penuh dengan kapal-kapal besar yang berbobot mati sekitar 1000 koku (Flershem, 1964:407).

10 Menurut Flershem (1964:405) banyaknya kapal dagang yang terdaftar dalam dokumen pada tahun adalah sebagai berikut : Daerah Pemilik Kapal Jumlah Kapal Kaga han Fukui han Chosie dan Sueo Echigo Hijogo dan Osaka Dewa dan Nambu Matsumae han Bisen Satsuma han Owari Dari data tersebut dapat dijadikan indikator bahwa sebenarnya dengan politik isolasi tersebut justru meningkatkan perdagangan antar pulau di Jepang. Hal ini disebabkan mau tidak mau Jepang harus mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Di samping itu, dengan tidak adanya persaingan perdagangan dengan dunia luar, maka perdagangan dalam negerinya terdorong untuk berkembang dengan pesat. Di muka telah disinggung bahwa sebenarnya golongan pedagang dapat menjadi tumpuan utama bagi keuangan Bakufu. Tumpuan ini disebabkan oleh sikap bakufu beserta para daimyo yang hidup secara mewah di istana Yedo. Para pedagang sering dijadikan sasaran tempat peminjaman uang. Bila keuangan Bakufu mengalami kekosongan, maka para pedagang dipaksa untuk meminjamkan uang (go-yokin) dan meningkatkan pemberian istimewa, yaitu sejenis upeti (myogakin) dan mewajibkan mereka untuk membeli beras dari para daimyo demi stabilisasi harga (Hirschmeier, 1964:16). Ketika harga beras pada tahun 1806 mengalami kemerosotan paling bawah dan mengancam nasib petani dan samurai, maka Bakufu memerintahkan 318 pedagang di Osaka untuk membeli dan menyimpan sebanyak 1,2 juta koku beras. Bagi para bankir dan pedagang, terutama yang terikat dengan penguasa, beban yang diberikan ini tidak dianggap sebagai suatu beban yang berat. Mereka justru beranggapan bahwa sudah seharusnya membantu kesulitan keuangan para penguasa. Sebab selama ini kepada mereka hanya dibebankan pajak saja yang tidak sebanding dengan besarnya kekayaan mereka. Karena kekayaan dan eratnya hubungan para pedagang dengan pihak Bakufu, maka di kota-kota mereka dianggap sebagai warga yang terhormat, meskipun status sosial mereka tetap dipandang rendah (Hirschmeier, 1964:16).

11 Uang yang pada awal mulanya dianggap sebagai alat penukar yang dapat membantu memudahkan jalannya perdagangan, mulai berkembang dan menunjukkan perannya yang sangat penting. Bakufu membuat uang dari mas, perak dan tembaga dalam jumlah yang besar. Demikian juga para daimyo juga membuat uang dari kertas. Hal ini berdampak pada munculnya para bankir yang terkenal, antara lain Mitsui dan Konoike. Dengan kekayaan yang melimpah namun dengan status sosial yang rendah, maka para pedagang berusaha untuk meningkatkan eksistensi mereka. Golongan pedagang ini akhirnya banyak membeli tanah-tanah petani di desa-desa, karena para petani banyak yang menjual tanahnya untuk menutup hutang dan membayar pajak yang tinggi. Daripada para petani memiliki tanah yang luas namun tidak mampu membayar pajak, maka mereka menjual tanah mereka kepada para pedagang. Golongan pedagang ini akhirnya banyak yang menjadi tuan tanah dan menyaingi kedudukan para daimyo (Hirschmeier, 1964:76). Pada masa-masa akhir kekuasaan Shogun Tokugawa, kondisi keuangannya sangat menyedihkan. Demikian juga banyak para daimyo yang jatuh bangkrut. Para samurai akhirnya menjual gelarnya atau berkelana menjadi ronin. Bakufu dan para daimyo berusaha agar golongan pedagang yang memberi kredit kepadanya bersedia menghapus hutang-hutang mereka. Akan tetapi tindakan ini menimbulkan rasa tidak puas di kalangan kelas pedagang. Bahkan golongan ini menunggu saat yang tepat untuk meruntuhkan kekuasaan. Namun usaha ini dengan mudah dapat digagalkan oleh Shogunat Tokugawa sebagai penguasa. Dari uraian di atas terlihat bahwa politik isolasi yang diterapkan oleh Shogun Tokugawa sebagai penguasa di bidang politik, justru memperkuat sistem perekonomian dalam negeri Jepang. Hal ini dibuktikan dengan banyaknya kotakota pelabuhan dan kapal-kapal yang menghubungkan antar pulau di Jepang. Peranan dalam sektor perekonomian ini dikuasai oleh para pedagang. Para pedagang sebenarnya memberi kontribusi sangat besar terhadap jalannya roda pemerintahan Shogun Tokugawa. Dengan demikian terdapat suatu jalinan erat antara kelompok pedagang dengan para penguasa di Jepang. Hal ini mengakibatkan golongan pedagang memiliki semacam tempat perlindungan bagi usahanya yang akhirnya bermuara pada terakumulasinya kekayaan di tangan para pedagang. Shogun yang menerapkan sistem sankin kotai justru semakin memperkuat posisi golongan pedagang. Sebaliknya, sistem ini justru mendorong pemiskinan dan kebangkrutan para daimyo dan samurai. Kekayaan dan prestise mereka akhirnya menurun dan dikuasai oleh para pedagang. D. Proses Meningkatnya Strata Sosial Kelompok Pedagang Dari struktur sosial masyarakat Jepang juga terlihat bahwa kelas samurai menduduki kelas yang tinggi. Hal ini dapat terjadi karena Shogunat Tokugawa merupakan penguasa dari kalangan militer. Dengan demikian menjadi logis bila penguasa ini menempatkan posisi samurai sebagai kekuatan utama dan ditempatkan pada posisi yang tinggi. Dengan posisi ini hampir seluruh peranan

12 dalam segala bidang kehidupan dipegang oleh kelompok militer di bawah pimpinan shogun. Tidak mengherankan juga bahwa Jepang di bawah pimpinan Shogunat Tokugawa, Jepang mengalami masa kedamaian yang sangat panjang. Dengan demikian tujuan Shogunat Tokugawa untuk menegakkan ketertiban dan kedamaian di Jepang telah tercapai. Untuk menegakkan ketertiban dan kedamaian itu, Shogun memerlukan sarana legitimasi untuk melestarikan kekuasaannya. Sarana legitimasinya adalah Tenno sendiri. Shogun tidak berani menyingkirkan atau membunuh Tenno, sebab takut terhadap kemarahan rakyat Jepang yang akhirnya bermuara pada tersingkirnya Tokugawa itu sendiri. Oleh sebab itu dengan sarana legitimasi tersebut diharapkan masyarakat Jepang tetap menerima Shogunat Tokugawa sebagai penguasa yang sah dalam mewakili kekuasaan Tenno. Memang sarana legitimasi ini pada awal kekuasaan Shogunat Tokugawa diterima oleh rakyat, karena pada masa-masa itu Jepang sedang dilanda perang saudara (sengoku). Ketika Jepang mengalami masa perdamaian yang panjang dan kehidupan masyarakat menjadi normal, sarana legitimasi yang diajukan oleh Shogunat Tokugawa tersebut akhirnya juga menimbulkan masalah. Sebenarnya, kedamaian yang diciptakan oleh Shoghunat Tokugawa justru membuat Tokugawa kehilangan sarana legitimasinya untuk tetap berkuasa. Tujuan untuk memulihkan kedamaian, ketertiban dan kesejahteraan memang cukup memadai untuk masa-masa tersebut. Namun akhirnya Tokugawa cenderung tenggelam dalam stagnasi konservatisme yang kuat. Jelas akan dengan mudah bagi kelompok-kelompok yang anti bakufu untuk menggulingkan Shogunat Tokugawa, karena mereka lebih dinamis dan mempunyai tujuan yang jelas yaitu memulihkan kekuasaan Tenno (Bellah, 1992:32). Hilangnya legitimasi dirasakan menjadi masalah berat ketika terjadi kemerosotan ekonomi sebagai pendukung utama lembaga Bakufu. Kemerosotan ekonomi itu terutama melanda kelas daimyo dan samurai. Salah satu penyebabnya adalah pemberlakuan kontrol yang ketat terhadap daimyo. Cara pengawasan ketat tersebut dilakukan dengan cara pergantian tempat tinggal bagi para daimyo (sankin kotai). Para daimyo diwajibkan berada di Yedo selama enam bulan setiap tahunnya. Sewaktu para daimyo berada di daerahnya masing-masing, maka keluarga mereka harus ditempatkan di Yedo sebagai jaminan (Beasley, 1990:5). Mereka diwajibkan membayar pembiayaan perbaikan istana bakufu di Yedo dan pekerjaan umum lainnya (Ishii, 1990:86). Dengan demikian para daimyo harus menanggung pengeluaran sangat besar dan sangat memberatkan ekonomi rumah tangga para daimyo. Hal ini menjadi faktor pendorong terjadinya pemiskinan para daimyo itu sendiri yang akhirnya memunculkan dampak rantai kemiskinan terhadap kelompok di bawahnya. Proses pemiskinan para daimyo itu berdampak secara langsung pada para samurai. Hal ini disebabkan kehidupan para samurai bergantung secara langsung kepada kehidupan para daimyo, karena mereka digaji oleh para daimyo. Dengan demikian menjadi logis, bila para daimyo mengalami proses pemiskinan, maka gaji para samurai tidak akan terbayar yang akhirnya bermuara pada kemiskinan para samurai. Dalam masa kekuasaan Shogunat Tokugawa Jepang mengalami kemajuan yang

13 pesat dalam sektor ekonomi. Ekonomi lama yang mendasarkan diri pada nilai tukar padi atau beras, diganti dengan sistem ekonomi uang. Hal ini sangat menguntungkan kelompok pedagang daripada kelompok militer yang penghasilannya diperoleh dari pasokan para petani yang berupa hasil bumi atau dalam bentuk in natura. Para pedagang kemudian menguasai perdagangan beras dan semakin besar pengaruhnya dalam bidang politik. Akibatnya golongan militer dalam hal ini adalah para daimyo dan samurai semakin tenggelam dalam lilitan hutang kepada para pedagang. Akibat dari situasi ini adalah adanya percampuran kelas yang mengakibatkan mobilitas status sosial pedagang meningkat. Dalam kondisi demikian, nasib petani adalah yang paling menyedihkan karena kondisinya justru semakin buruk. Pajak yang dipungut oleh para daimyo semakin bertambah berat dan kebutuhan golongan kuge dan buke akan uang akhirnya tetap dibebankan kepada golongan petani (Dasuki, 1963a:59). Status sosial para pedagang kian meningkat manakala bakufu mengalami kemerosotan perekonomian. Bahkan kebanyakan penguasa Han juga menghadapi masalah-masalah ekonomi yang sama buruknya dengan bakufu. Meskipun dasar perekonomian Han terletak dalam sistem perkonomian agraris, namun tidak terelakkan karena pengaruh masuknya ekonomi uang dan perekonomian barang dagangan yang akhirnya mendorong mereka mengalami kesulitan ekonomi yang besar sesudah tahap akhir abad XVII (Beasley, 1990: 9-10). Kelompok daimyo juga mengalami kesulitan keuangan. Mereka akhirnya mencari jalan pemecahannya dengan cara meminjam uang kepada para pedagang di kotakota pasar yang besar yang disebut dengan kakeya dan kuramoto. Pinjaman uang tersebut dikenakan bunga yang sangat tinggi. Hal ini akhirnya menjebak para daimyo terjerat hutang dan tidak mampu membayar. Hal ini mendorong para pedagang melakukan tuntutan kepada para daimyo agar mereka diperlakukan sebagai samurai. Hal inilah yang menjadikan salah satu faktor naiknya status pedagang dalam hirarki masyarakat Jepang (Ishii, 1988). Proses pemiskinan para daimyo dan samurai akhirnya menyebabkan mereka kehilangan status sosialnya sebagai daimyo dan samurai. Kemiskinan ini mendorong golongan ini menjual statusnya kepada golongan pedagang demi mempertahankan hidupnya. Hal ini justru terjadi sebaliknya terhadap golongan pedagang. Mereka justru semakin kaya dan status sosialnya meningkat. Bahkan mereka justru menyandang status sebagai kelompok elite, yaitu kelompok samurai. Sebenarnya naiknya status para pedagang ke kelas kesatria itu tidak hanya berdasarkan pada jual beli status antara para daimyo dan samurai saja, melainkan ada suatu sarana legitimasi yang lebih kuat. Sarana legitimasi tersebut adalah perkawinan antara anak-anak para daimyo dan samurai dengan para pedagang. Para daimyo dan samurai yang benar-benar tidak mampu membayar hutanghutang mereka kepada para pedagang, dengan terpaksa merelakan anak-anak puterinya untuk dikawinkan dengan para pedagang tersebut. Di sini sebenarnya terlihat suatu hal yang bersifat simbiose mutualistis. Di sisi para daimyo dan samurai, mereka tidak akan kehilangan status kesatrianya dan hutangnya kepada para pedagang menjadi lunas. Perkawinan tersebut menjadikan pedagang yang memberi kredit kepadanya sekarang menjadi anak menantunya. Di sisi lain,

14 pedagang tersebut menjadi menantu para daimyo dan samurai dengan sendirinya meningkatkan statusnya masuk ke kelas kesatria. Dengan demikian, perkawinan menjadi salah satu sarana pelunasan hutang dan peningkatan status bagi kalangan pedagang. Akhirnya para pedagang, secara kebanyakan mampu mengubah status mereka, ketika banyak para samurai yang menjadi miskin karena para daimyo juga miskin. Para samurai banyak yang menjual statusnya kepada para pedagang, atau juga para pedagang banyak yang mengawini anak-anak kaum samurai. Dengan demikian, status mereka sekarang di mata rakyat Jepang meningkat, tidak lagi menjadi pedagang murni, namun menjadi golongan samurai yang pedagang. E. Kesimpulan Perubahan-perubahan dalam bidang perdagangan di Jepang pada masa kekuasaan Tokugawa, terjadi suatu hubungan yang erat antara para pedagang dengan para penguasa feodal. Sebenarnya hubungan ini dapat dikatakan sebagai hubungan timbal balik yang saling menguntungkan. Namun, hubungan yang bersifat simbosis mutualistis ini sangat erat dengan perkembangan perdagangan di Jepang sebagai dampak dari politik isolasi yang diterapkan oleh Shogun Tokugawa. Perkembangan perdagangan pada masa kekuasaan Shogun Tokugawa sangat baik. Hal ini sangat berkaitan erat dengan penerapan politik isolasi yang justru mendorong Jepang untuk mampu memenuhi kebutuhannya sendiri. Komoditas perdagangan utama pada awal-awal kekuasaan Shogun Tokugawa adalah beras. Bahkan komoditas ini dijadikan standar suatu harga barang dan juga besarnya kekayaan seseorang (dalam hal ini terutama para daimyo). Ketika standar pembayaran dengan beras diganti dengan uang sebagai alat penukar dalam perdagangan, maka para pedagang kian mampu menunjukkan dirinya untuk mampu menguasai sektor perekonomian Jepang. Banyak di antara mereka beralih menjadi para bankir yang justru mampu memberi kredit (pinjaman) kepada Shogunat ataupun para daimyo yang membutuhkan uang. Apalagi ketika Shogun Tokugawa menerapkan politik sankin kotai, maka justru banyak para daimyo yang sangat tergantung pada kemurahan hati para pedagang ini. Kondisi yang demikian ini mendorong naiknya posisi status sosial para pedagang yang muncul sebagai elite tersendiri yang secara tidak langsung menentukan arah roda pemerintahan. Perkembangan perdagangan pada masa Tokugawa yang sangat pesat tersebut akhirnya mampu mengubah status sosial mereka. Perubahan ini sebenarnya didorong oleh berbagai politik yang dilakukan oleh Shogunat Tokugawa dengan tujuan untuk melestarikan atau menjaga ekesistensi kekuasaannya. Hal ini terbukti ketika Shogunat Tokugawa menerapkan politik sankin kotai yang mewajibkan para daimyo berada di Yedo selama enam bulan setiap tahunnya. Politik ini berdampak pada para daimyo yang harus menanggung pengeluaran sangat besar dan sangat memberatkan ekonomi rumah tangga para daimyo. Hal ini menjadi faktor pendorong terjadinya pemiskinan para daimyo itu sendiri yang akhirnya memunculkan dampak rantai kemiskinan terhadap kelompok di bawahnya yaitu kelompok Samurai.

15 Faktor lain yang mendorong meningkatnya status sosial para pedagang adalah manakala bakufu mengalami kemerosotan perekonomian. Bahkan kebanyakan penguasa Han juga menghadapi masalah-masalah ekonomi yang sama buruknya dengan bakufu. Untuk menutup defisit keuangan, akhirnya mencari jalan pemecahannya dengan cara meminjam uang kepada para pedagang di kota-kota pasar yang besar yang disebut dengan kakeya dan kuramoto. Pinjaman uang tersebut dikenakan bunga yang sangat tinggi. Hal ini akhirnya menjebak para daimyo terjerat hutang dan tidak mampu membayar. Hal ini mendorong para pedagang melakukan tuntutan kepada para daimyo agar mereka diperlakukan sebagai samurai. Tuntutan ini diperkuat dengan adanya perkawinan antara anakanak daimyo dan samurai dengan para pedagang sebagai sarana pelunasan hutang. Dengan demikian mereka justru semakin kaya dan status sosialnya meningkat. Bahkan mereka justru menyandang status sebagai kelompok elite, yaitu kelompok samurai. Daftar Pustaka Beasley, W.G The Rise of Modern Japan. New York : St. Martin's Press. Bellah, R.N Religi Tokugawa. Akar-akar Budaya Jepang. Jakarta : Karti Sarana dan Gramedia Pustaka Sarana. Clyde, P.H The Far East. New York : Englewood Cliffs. Crawcour, E.S Changes in Japanese Commerce in the Tokugawa Period, dalam John a. Harrison (ed.) Japan dalam The Journal of Asian Studies , Vol. II. Dasuki, A. 1963a. Sedjarah Djepang. Djilid I. Bandung : Balai Penerbitan Guru. Flershem, R.G Some Aspects of Japan Sea Trade in the Tokugawa Period, dalam The Journal of Asian Studies, Vol. XXIII. Hackett, R.F Nishi Amane - A Tokugawa Meiji Bureucrat. Dalam John A. Harrison (ed.) Japan. Tucson, Arizona: The University of Arizona Press. Hane, M Modern Japan. A Historical Survey. Boulder, Colorado : Westview Press. Ishii, R Sejarah Institusi Jepang. Jakarta : Yayasan Kartisarana dan Gramedia. Latourette, K.S. 1957a. A Short History of the Far East. New York: The Macmillan Company. Storry, R. A A History of Japan. London : Penguins Books

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga Tokugawa ( ). Demikian pula sistem politik yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga Tokugawa ( ). Demikian pula sistem politik yang telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bulan November 1867, Tokugawa Yoshinobu mengembalikan pemerintahan kepada kaisar ( tenno ). Ini berarti jatuhnya bakufu yang sampai saat itu dikuasai oleh keluarga

Lebih terperinci

BAB 5 RINGKASAN. jatuh. Padahal ia telah menetapkan segala peraturan untuk dalam dan luar negeri. menyebabkan jatuhnya kekuasaan politik Tokugawa.

BAB 5 RINGKASAN. jatuh. Padahal ia telah menetapkan segala peraturan untuk dalam dan luar negeri. menyebabkan jatuhnya kekuasaan politik Tokugawa. BAB 5 RINGKASAN Bakufu Tokugawa yang berhasil menguasai negeri selama 267 tahun akhirnya jatuh. Padahal ia telah menetapkan segala peraturan untuk dalam dan luar negeri untuk mempertahankan pemerintahannya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga Tokugawa. Disebut zaman Edo karena pemerintahan keshogunan

BAB I PENDAHULUAN. keluarga Tokugawa. Disebut zaman Edo karena pemerintahan keshogunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zaman Edo (1603-1867) adalah zaman dimana Jepang diperintah oleh keluarga Tokugawa. Disebut zaman Edo karena pemerintahan keshogunan Tokugawa pada waktu itu

Lebih terperinci

membuka diri terhadap dunia internasional. Peristiwa ini mengakibatkan kepercayaan Daimyo terhadap kekuasaan Tokugawa menjadi menurun.

membuka diri terhadap dunia internasional. Peristiwa ini mengakibatkan kepercayaan Daimyo terhadap kekuasaan Tokugawa menjadi menurun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jepang merupakan negara di Asia yang pernah menjadi Negara imperialis. Dengan usaha melakukan politik ekspansi ke kawasan Asia Pasifik termasuk Indonesia, Jepang

Lebih terperinci

BAB III EKSISTENSI SAMURAI PADA MASA PEMERINTAHAN MEIJI

BAB III EKSISTENSI SAMURAI PADA MASA PEMERINTAHAN MEIJI BAB III EKSISTENSI SAMURAI PADA MASA PEMERINTAHAN MEIJI 3.1 Hak Politik dan Kekuasaan Samurai Pemerintah feodal Tokugawa yang mulai berkuasa sejak tahun 1600 sebagian besar terdiri dari kelas samurai,

Lebih terperinci

ABSTRAK PEMERINTAHAN REZIM SHOGUN TOKUGAWA YANG TERAKHIR

ABSTRAK PEMERINTAHAN REZIM SHOGUN TOKUGAWA YANG TERAKHIR ABSTRAK PEMERINTAHAN REZIM SHOGUN TOKUGAWA YANG TERAKHIR Pada zaman Edo, pemerintahan Negara Jepang berada di bawah kendali Shogun Tokugawa. Akan tetapi, pimpinan tertinggi di jepang bukan Shogun tokugawa,

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP FEODALISME DAN KONDISI MASYARAKAT JEPANG PADA ZAMAN EDO. Martin (1990 : ) mengatakan bahwa masyarakat feodal

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP FEODALISME DAN KONDISI MASYARAKAT JEPANG PADA ZAMAN EDO. Martin (1990 : ) mengatakan bahwa masyarakat feodal BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP FEODALISME DAN KONDISI MASYARAKAT JEPANG PADA ZAMAN EDO 2.1 Konsep Feodalisme Pada Zaman Edo Martin (1990 : 165-166) mengatakan bahwa masyarakat feodal adalah masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN. Awal penyebaran agama Kristen yang dilakukan oleh Xavier di Jepang tidak

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN. Awal penyebaran agama Kristen yang dilakukan oleh Xavier di Jepang tidak BAB IV SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan Awal penyebaran agama Kristen yang dilakukan oleh Xavier di Jepang tidak membawa sukses yang besar dibandingkan dengan penyebaran yang dilakukannya di negara Asia

Lebih terperinci

Jepang (Bagian III) Feodalisme Jepang

Jepang (Bagian III) Feodalisme Jepang Jepang (Bagian III) Feodalisme Jepang Sistem kepemilikan hak atas tanah di Jepang berbeda dengan Eropa (sistem shoen) Biaya untuk Samurai Jepang lebih murah, tanah imbalan untuk samurai lebih kecil daripada

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Fukutake Tadashi.1988.Masyarakat Jepang Dewasa Ini.Jakarta: Gramedia.

DAFTAR PUSTAKA. Fukutake Tadashi.1988.Masyarakat Jepang Dewasa Ini.Jakarta: Gramedia. DAFTAR PUSTAKA Fukutake Tadashi.1988.Masyarakat Jepang Dewasa Ini.Jakarta: Gramedia. Kusuma Aprilyna.2011.Dampak Perubahan Undang-Undang Tentang Pendidikan Wanita Terhadap Kemajuan Jepang.Skripsi Universitas

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG RESTORASI MEIJI

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG RESTORASI MEIJI BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG RESTORASI MEIJI 2.1. Faktor-Faktor Yang Mendorong Timbulnya Restorasi Meiji A. Keadaan Pemerintah Sebelum Restorasi Meiji Pada zaman Meiji, kekuasaan pemerintah sepenuhnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang yang dimulai sejak shogun pertama Tokugawa Ieyasu. Keshogunan

BAB I PENDAHULUAN. Jepang yang dimulai sejak shogun pertama Tokugawa Ieyasu. Keshogunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zaman Edo (1603-1867) adalah salah satu pembagian periode dalam sejarah Jepang yang dimulai sejak shogun pertama Tokugawa Ieyasu. Keshogunan Tokugawa di Edo

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM AWAL KESHOGUNAN TOKUGAWA. Taira pada perang Heijin tahun Setelah kekalahan tersebut keluarga

BAB II GAMBARAN UMUM AWAL KESHOGUNAN TOKUGAWA. Taira pada perang Heijin tahun Setelah kekalahan tersebut keluarga BAB II GAMBARAN UMUM AWAL KESHOGUNAN TOKUGAWA 2.1 Awal Munculnya Kekuasaan Shogun Awal munculnya kekuasaan shogun bermula dari konflik antara keluarga Minamoto dan keluarga Taira. Keluarga Minamoto dikalahkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Masyarakat Jepang pada masa Tokugawa merupakan masyarakat yang

BAB V KESIMPULAN. Masyarakat Jepang pada masa Tokugawa merupakan masyarakat yang BAB V KESIMPULAN Masyarakat Jepang pada masa Tokugawa merupakan masyarakat yang bersifat feodalisme Hal itu dapat dilihat dengan adanya pembagian status sosial menurut mata pencahariannya yakni golongan

Lebih terperinci

BAB II RESTORASI MEIJI ATAU MODERNISASI JEPANG. Edo. Zaman Edo ( ) adalah zaman dimana Jepang diperintah oleh

BAB II RESTORASI MEIJI ATAU MODERNISASI JEPANG. Edo. Zaman Edo ( ) adalah zaman dimana Jepang diperintah oleh BAB II RESTORASI MEIJI ATAU MODERNISASI JEPANG 2.1 Runtuhnya Pemerintahan Tokugawa Berbicara mengenai Tokogawa, maka sangat erat kaitannya dengan zaman Edo. Zaman Edo (1603-1867) adalah zaman dimana Jepang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang pada abad ke-16 sampai abad ke-17 merupakan negara yang masih

BAB I PENDAHULUAN. Jepang pada abad ke-16 sampai abad ke-17 merupakan negara yang masih BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Jepang pada abad ke-16 sampai abad ke-17 merupakan negara yang masih banyak terdapat perang perebutan supremasi kekuasaan di dalam negeri, walaupun kepala pemerintahan

Lebih terperinci

BAB II SEJARAH SHOGUN TOKUGAWA Latar Belakang Berdirinya Shogun Tokugawa. berlangsung pada zaman Edo ( ) dari kesinambungan keberadaan

BAB II SEJARAH SHOGUN TOKUGAWA Latar Belakang Berdirinya Shogun Tokugawa. berlangsung pada zaman Edo ( ) dari kesinambungan keberadaan BAB II SEJARAH SHOGUN TOKUGAWA 2.1. Latar Belakang Berdirinya Shogun Tokugawa Shogun Tokugawa adalah Shogun generasi ketiga dan terakhir yang berlangsung pada zaman Edo (1603-1867) dari kesinambungan keberadaan

Lebih terperinci

PERBANDINGAN SISTEM BAKUHAN DAN SISTEM SEWA TANAH RAFFLES DI PULAU JAWA PADA TAHUN Oleh : Amaliatun Saleha NIP:

PERBANDINGAN SISTEM BAKUHAN DAN SISTEM SEWA TANAH RAFFLES DI PULAU JAWA PADA TAHUN Oleh : Amaliatun Saleha NIP: PERBANDINGAN SISTEM BAKUHAN DAN SISTEM SEWA TANAH RAFFLES DI PULAU JAWA PADA TAHUN 1811-1830 Oleh : Amaliatun Saleha NIP: 19760609 200312 2 001 JURUSAN SASTRA JEPANG FAKULTAS SASTRA UNIVERSITAS PADJADJARAN

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN SISTEM PEMERINTAHAN FEODALISME TERHADAP PEMBENTUKAN SISTEM STRATIFIKASI SOSIAL (SHINOKOSHO) PADA ZAMAN EDO

DAMPAK PELAKSANAAN SISTEM PEMERINTAHAN FEODALISME TERHADAP PEMBENTUKAN SISTEM STRATIFIKASI SOSIAL (SHINOKOSHO) PADA ZAMAN EDO DAMPAK PELAKSANAAN SISTEM PEMERINTAHAN FEODALISME TERHADAP PEMBENTUKAN SISTEM STRATIFIKASI SOSIAL (SHINOKOSHO) PADA ZAMAN EDO Sri Dewi Andriani Jurusan Sastra Jepang, Fakultas Humaniora, BINUS University

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zaman sejarah Jepang yaitu dimulai dari zaman Nara, zaman Heian (794 1192) sampai dengan zaman Meiji (1868 sekarang). Dari urutan-urutan zaman sejarah Jepang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. surut. Dua periode penting tersebut adalah masa Kaisar Meiji ( ) dan. yang kemudian dikenal dengan Restorasi Meiji.

BAB I PENDAHULUAN. surut. Dua periode penting tersebut adalah masa Kaisar Meiji ( ) dan. yang kemudian dikenal dengan Restorasi Meiji. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sepanjang sejarah, kekaisaran Jepang beberapa kali mengalami masa pasang surut. Dua periode penting tersebut adalah masa Kaisar Meiji (1868-1912) dan Kaisar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Jepang adalah negara kepulauan yang terdiri dari 3000 pulau bahkan lebih. Tetapi hanya ada empat pulau besar yang merupakan pulau utama di negara Jepang,

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Secara umum, pendekatan penelitian atau disebut dengan paradigma penelitian yang cukup dominan adalah pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Seorang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. dari posisinya sebagai kanpaku untuk melancarkan jalan bagi Hideyori menjadi

BAB V KESIMPULAN. dari posisinya sebagai kanpaku untuk melancarkan jalan bagi Hideyori menjadi BAB V KESIMPULAN Perang Sekigahara yang terjadi pada tahun 1600 dipicu adanya pertentangan diantara dua istri Hideyoshi yaitu Yodogimi dan Kodaiin. Karena kecemburuan yang besar terhadap Yodogimi, kelahiran

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bangsa Jepang adalah salah satu bangsa tertua di dunia dan yang paling dibanggakan orang-orang Jepang adalah kerajaan atau dinasti-dinastinya yg merupakan satu kesatuan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemenangan Klan Tokugawa dalam Perang Sekigahara (Sekigahara no

BAB I PENDAHULUAN. Kemenangan Klan Tokugawa dalam Perang Sekigahara (Sekigahara no 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemenangan Klan Tokugawa dalam Perang Sekigahara (Sekigahara no Tatakai) pada tahun 1600, menjadikan Tokugawa Ieyasu sebagai shogun 1 dan tanda dimulainya Tokugawa

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM

BAB II GAMBARAN UMUM BAB II GAMBARAN UMUM 2.1. Jepang Pasca Perang Dunia II Pada saat Perang Dunia II, Jepang sebagai negara penyerang menduduki negara Asia, terutama Cina dan Korea. Berakhirnya Perang Dunia II merupakan kesempatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan pendidikan sebagai langkah dalam membangun negaranya. Pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan pendidikan sebagai langkah dalam membangun negaranya. Pendidikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang yang berangkat dari keterbelakangan, adalah salah satu negara yang menggunakan pendidikan sebagai langkah dalam membangun negaranya. Pendidikan Jepang telah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini memaparkan mengenai hasil kajian pustaka untuk mengkaji judul

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini memaparkan mengenai hasil kajian pustaka untuk mengkaji judul BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini memaparkan mengenai hasil kajian pustaka untuk mengkaji judul Gerakan Sosial Petani Jepang (Pemberontakan Shimabara 1637-1638). Dalam bab ini pengkajian dan penelahan terhadap

Lebih terperinci

Jepang pada masa sebelum Perang Dunia (PD) II

Jepang pada masa sebelum Perang Dunia (PD) II Kata Pengantar Jepang pada masa sebelum Perang Dunia (PD) II merupakan negara yang menganut sistim kenegaraan monarki absolute, yaitu sebuah negara yang dipimpin langsung oleh Raja. Di Jepang, seorang

Lebih terperinci

Menurut kamus bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti sifat-sifat. Negara dan bangsa akan maju jika ada prinsip kejujuran. Salah satu bangsa yang

Menurut kamus bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti sifat-sifat. Negara dan bangsa akan maju jika ada prinsip kejujuran. Salah satu bangsa yang BAB II GAMBARAN UMUM PRODUKTIFITAS ORANG JEPANG 2.1 Pengertian Karakter Menurut kamus bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari

Lebih terperinci

BAB IV GOLONGAN SAMURAI SATSUMA DALAM PEMBERONTAKAN Bab empat ini merupakan pembahasan dari permasalahan yang

BAB IV GOLONGAN SAMURAI SATSUMA DALAM PEMBERONTAKAN Bab empat ini merupakan pembahasan dari permasalahan yang BAB IV GOLONGAN SAMURAI SATSUMA DALAM PEMBERONTAKAN 1877 Bab empat ini merupakan pembahasan dari permasalahan yang tertuang dalam rumusan masalah skripsi penulis yang berjudul Peranan Golongan Samurai

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM ISTANA KAISAR TOKYO. 30 LU - 47 LU dan 128 BT BT, sedangkan secara geografis terletak di

BAB II GAMBARAN UMUM ISTANA KAISAR TOKYO. 30 LU - 47 LU dan 128 BT BT, sedangkan secara geografis terletak di BAB II GAMBARAN UMUM ISTANA KAISAR TOKYO 2.1 Letak Istana Kaisar Tokyo Jepang merupakan negara kepulauan yang terletak di timur laut Benua Asia dan sebelah barat laut Samudera Pasifik. Secara astronomis

Lebih terperinci

BAB II GEOGRAFI JEPANG DAN ZAMAN MEIJI. astronomis, Jepang berada antara 30 LU - 46 LU dan 128 BT 179 BT. Luas

BAB II GEOGRAFI JEPANG DAN ZAMAN MEIJI. astronomis, Jepang berada antara 30 LU - 46 LU dan 128 BT 179 BT. Luas BAB II GEOGRAFI JEPANG DAN ZAMAN MEIJI 2.1 Geografi Jepang Jepang merupakan negara kepulauan yang terletak di kawasan Asia Timur, tepatnya terletak di sebelah Timur daratan Semenanjung Korea. Secara astronomis,

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN KESHOGUNAN DI JEPANG TAHUN SKRIPSI. Oleh. Edy Supriyadi NIM

PEMERINTAHAN KESHOGUNAN DI JEPANG TAHUN SKRIPSI. Oleh. Edy Supriyadi NIM PEMERINTAHAN KESHOGUNAN DI JEPANG TAHUN 1192-1867 SKRIPSI Oleh Edy Supriyadi NIM 100210302061 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

JEPANG. Part IV Edo - Meiji

JEPANG. Part IV Edo - Meiji JEPANG Part IV Edo - Meiji Perkembangan Kondisi Masyarakat Edo Perang seratus tahun justru mendorong perekonomian Jepang Sumber Kekayaan : tanah/pertanian (samurai) dan berdagang Kelas Penguasa : Shogun,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA PERAN WANITA DALAM KELUARGA SAMURAI PADA KESHOGUNAN TOKUGAWA MAKALAH NON SEMINAR MUHAMMAD RIDZKY DIMAS

UNIVERSITAS INDONESIA PERAN WANITA DALAM KELUARGA SAMURAI PADA KESHOGUNAN TOKUGAWA MAKALAH NON SEMINAR MUHAMMAD RIDZKY DIMAS UNIVERSITAS INDONESIA PERAN WANITA DALAM KELUARGA SAMURAI PADA KESHOGUNAN TOKUGAWA MAKALAH NON SEMINAR MUHAMMAD RIDZKY DIMAS 0806394596 FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA JURUSAN PROGRAM STUDI JEPANG DEPOK

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak kedatangan orang Portugis pada awal abad ke-16, agama Kristen mulai

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak kedatangan orang Portugis pada awal abad ke-16, agama Kristen mulai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Kedatangan Para Misionaris Portugis 1.1.1.1Zaman Momoyama Sejak kedatangan orang Portugis pada awal abad ke-16, agama Kristen mulai mencoba menanamkan pengaruh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gerakan sosial yang dibahas dalam studi ini terjadi di Semenanjung

BAB I PENDAHULUAN. Gerakan sosial yang dibahas dalam studi ini terjadi di Semenanjung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gerakan sosial yang dibahas dalam studi ini terjadi di Semenanjung Shimabara, Kyushu. Sebagian besar pelaku dari gerakan ini adalah para petani dan ronin (samurai

Lebih terperinci

Jepang Abad NIHON/NIPPON I

Jepang Abad NIHON/NIPPON I Jepang Abad 18-19 NIHON/NIPPON I Sejarah Asia Timur Pendidikan Sejarah Pertemuan 12,13 Rhoma Dwi Aria Yuliantri, M. Pd Email: ariayuliantri@uny.ac.id Abad 18 Shogun ke delapan Eyoshimune, keadaan ekonomi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PADA MASYARAKAT PETANI JEPANG SEBELUM PERANG DUNIA II

BAB II TINJAUAN UMUM PADA MASYARAKAT PETANI JEPANG SEBELUM PERANG DUNIA II BAB II TINJAUAN UMUM PADA MASYARAKAT PETANI JEPANG SEBELUM PERANG DUNIA II 2.1 Sejarah Awal Pertanian Jepang Jepang adalah sebuah negara kepulauan yang berada di sebelah timur benua Asia. Di Jepang terdapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Jepang Wikipedia dan Foklor Jepang, tercatat keterangan Jepang seperti dibawa (bahasa Jepang: Nippon/nihon, nama resmi: Nipponkoku/Nihonkoku) adalah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 1853, dengan kapal perangnya yang besar, Komodor Perry datang ke Jepang. Pada saat itu, Jepang adalah negara feodal yang terisolasi dari negara-negara lainnya

Lebih terperinci

RASA SOLIDARITAS KELOMPOK, RASA MEMILIKI, DAN RASA KESETIAAN SEBAGAI NILAI-NILAI TRADISI JEPANG DALAM SISTEM MANAJEMEN PERUSAHAAN DI JEPANG

RASA SOLIDARITAS KELOMPOK, RASA MEMILIKI, DAN RASA KESETIAAN SEBAGAI NILAI-NILAI TRADISI JEPANG DALAM SISTEM MANAJEMEN PERUSAHAAN DI JEPANG bidang HUMANIORA RASA SOLIDARITAS KELOMPOK, RASA MEMILIKI, DAN RASA KESETIAAN SEBAGAI NILAI-NILAI TRADISI JEPANG DALAM SISTEM MANAJEMEN PERUSAHAAN DI JEPANG DEWI SOETANTI Jurusan Sastra Jepang Universitas

Lebih terperinci

BAB I. 1.1 Latar Belakang

BAB I. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada jaman Edo tepatnya pada tahun 1633, shogun Tokugawa Iemitsu mengeluarkan kebijakan untuk mentutup atau mengisolasi total seluruh Jepang dari semua hubungan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang adalah sebuah negara maju yang berada di Asia Timur. Dalam Hal keyakinan, Jepang merupakan negara yang membebaskan warga negaranya dalam beragama, seperti yang

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. berbatasan dengan Samudra Pasifik, sedangkan di bagian utara berbatasan dengan

BAB I. Pendahuluan. berbatasan dengan Samudra Pasifik, sedangkan di bagian utara berbatasan dengan BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Jepang adalah negara kepulauan. Secara geografis terletak di bagian timur berbatasan dengan Samudra Pasifik, sedangkan di bagian utara berbatasan dengan Rusia dan di

Lebih terperinci

BAB II SEJARAH SAMURAI. pergolakan sosial, intrik politik, dan konflik militer hampir konstan yang berlangsung sekitar dari

BAB II SEJARAH SAMURAI. pergolakan sosial, intrik politik, dan konflik militer hampir konstan yang berlangsung sekitar dari BAB II SEJARAH SAMURAI 2.1 Sengoku Jidai Sengoku jidai atau yang disebut juga zaman sengoku dalam sejarah Jepang adalah masa pergolakan sosial, intrik politik, dan konflik militer hampir konstan yang berlangsung

Lebih terperinci

SILABUS. II. Standar Kompetensi Mampu menganalisis perkembangan sejarah Negara-negara kawasan Asia Timur

SILABUS. II. Standar Kompetensi Mampu menganalisis perkembangan sejarah Negara-negara kawasan Asia Timur UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS ILMU SOSIAL SILABUS FRM/FISE/46-01 12 Januari 2009 Fakultas : Ilmu Sosial Jurusan/Program Studi : Pendidikan Sejarah/Ilmu Sejarah Mata Kuliah : Sejarah Asia Timur

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Darma Persada

BAB I PENDAHULUAN. 1 Universitas Darma Persada BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Bila membicarakan Jepang, maka hal yang akan terbayang adalah sebuah Negara modern di mana penduduknya memiliki kedisiplinan yang tinggi, maju, kaya, dan sebutan-sebutan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dan masyarakat Jepang merupakan hal yang cukup menarik

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dan masyarakat Jepang merupakan hal yang cukup menarik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah dan masyarakat Jepang merupakan hal yang cukup menarik perhatian umat manusia karena berbagai hal. Jepang mula-mula terkenal sebagai bangsa Asia pertama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara yang patut diperhitungkan dalam

BAB I PENDAHULUAN. Jepang merupakan salah satu negara yang patut diperhitungkan dalam BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Jepang merupakan salah satu negara yang patut diperhitungkan dalam perekonomian dunia. Jepang dewasa ini menjadi negara yang paling maju di Asia bahkan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan

BAB I PENDAHULUAN. pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu daerah yang berkembang dengan sektor pertanian sebagai sumber mata pencaharian dari mayoritas penduduknya. Dengan demikian, sebagian

Lebih terperinci

Adam Smith Sebuah Primer Bagian 4: Tentang Wealth of Nations. Upah bergantung pada pertumbuhan ekonomi

Adam Smith Sebuah Primer Bagian 4: Tentang Wealth of Nations. Upah bergantung pada pertumbuhan ekonomi Adam Smith Sebuah Primer Bagian 4: Tentang Wealth of Nations Upah bergantung pada pertumbuhan ekonomi Ketidaksempurnaan tersebut terjadi juga di pasar kerja. Tanah, modal dan kerja mungkin bisa saling

Lebih terperinci

Tinjauan Sosiologi Terhadar Perilaku Homoseksual Samurai pada Keshogunan Tokugawa dalam Film Ooku Karya Fuminori Kaneko JOURNAL

Tinjauan Sosiologi Terhadar Perilaku Homoseksual Samurai pada Keshogunan Tokugawa dalam Film Ooku Karya Fuminori Kaneko JOURNAL Tinjauan Sosiologi Terhadar Perilaku Homoseksual Samurai pada Keshogunan Tokugawa dalam Film Ooku Karya Fuminori Kaneko JOURNAL BY Erfamia, Lislillah Rininta NIM 105110209111015 STUDY PROGRAM OF JAPAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya,

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa penghadangan terhadap tentara Jepang di daerah Kubang Garut oleh

Lebih terperinci

BERSATU MENGATASI KRISIS BANGKIT MEMBANGUN BANGSA

BERSATU MENGATASI KRISIS BANGKIT MEMBANGUN BANGSA BERSATU MENGATASI KRISIS BANGKIT MEMBANGUN BANGSA Oleh : PROF. DR. 1 TERIMA KASIH ATAS UNDANGAN UNTUK MENGIKUTI TEMU NASIONAL ORMAS KARYA KEKARYAAN GAGASAN TENTANG UPAYA MENGATASI KRISIS DAN KEBIJAKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di Kagoshima pada tahun 1549, menjadikan banyak warga Jepang memeluk

BAB I PENDAHULUAN. di Kagoshima pada tahun 1549, menjadikan banyak warga Jepang memeluk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kedatangan seorang misionaris asal Portugis bernama Fransiskus Xaverius di Kagoshima pada tahun 1549, menjadikan banyak warga Jepang memeluk agama Kristen dan jumlahnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Arni Febriani, 2013

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Arni Febriani, 2013 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Jepang adalah sebuah negara kepulauan di Asia Timur. Letaknya di ujung barat Samudra Pasifik, di sebelah timur Laut Jepang, dan bertetangga dengan Republik

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Bagian ini merupakan pemaparan tentang hasil analisis yang dilakukan pada bab

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Bagian ini merupakan pemaparan tentang hasil analisis yang dilakukan pada bab BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Bagian ini merupakan pemaparan tentang hasil analisis yang dilakukan pada bab sebelumnya. Untuk mengarahkan deskripsi kepada kesimpulan penelitian terhadap respon

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG MASYARAKAT AGRARIS DAN INDUSTRI. dalam kode hukum sipil meiji ( ) ( Fukute, 1988:37 ).

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG MASYARAKAT AGRARIS DAN INDUSTRI. dalam kode hukum sipil meiji ( ) ( Fukute, 1988:37 ). BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG MASYARAKAT AGRARIS DAN INDUSTRI 2.1. Masyarakat Agraris Sejak zaman tokugawa sampai akhir perang dunia II, sistem keluarga Jepang diatur oleh konsep Ie dan bahkan mendapat

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu isu yang muncul menjelang berakhirnya abad ke-20 adalah persoalan gender. Isu tentang gender ini telah menjadi bahasan yang memasuki setiap analisis sosial. Gender

Lebih terperinci

BAB II BUSHIDO DAN KEDUDUKAN SAMURAI

BAB II BUSHIDO DAN KEDUDUKAN SAMURAI BAB II BUSHIDO DAN KEDUDUKAN SAMURAI A. Kebudayaan Jepang 1. Budaya Jepang Kebudayaan di Jepang telah banyak perubahan dari tahun ke tahun, dari kebudayaan asli negara ini, Jomon, sampai kebudayaan kini,

Lebih terperinci

PENGUASAAN TANAH DAN STRUKTUR SOSIAL DI PEDESAAN JAWA

PENGUASAAN TANAH DAN STRUKTUR SOSIAL DI PEDESAAN JAWA PENGUASAAN TANAH DAN STRUKTUR SOSIAL DI PEDESAAN JAWA Indonesia lahir sebagai sebuah negara republik kesatuan setelah Perang Dunia II berakhir. Masalah utama yang dihadapai setelah berakhirnya Perang Dunia

Lebih terperinci

ANALISIS ARTIKEL STRUKTUR PERUBAHAN MASYARAKAT PETANI

ANALISIS ARTIKEL STRUKTUR PERUBAHAN MASYARAKAT PETANI ANALISIS ARTIKEL STRUKTUR PERUBAHAN MASYARAKAT PETANI Abstrak Struktur sosial masyarakat terbagi berdasarkan luas kepemilikan lahan menjadi dua golongan besar yaitu buruh tani dan pemilik tanah. Buruh

Lebih terperinci

Nihonshi( 日本史 ) SEJARAH JEPANG

Nihonshi( 日本史 ) SEJARAH JEPANG Nihonshi( 日本史 ) SEJARAH JEPANG PEMBAGIAN ZAMAN : SEJARAH JEPANG SECARA GARIS BESAR DIBAGI MENJADI 1.Genshi jidai( 原始時代 ) - Jomon jidai( 叙門時代 ) - Yayoi jidai( 弥生時代 )( 8 SM 3 M) 2. Kodai ( 古代 ) Abad 3 abad

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diperoleh oleh penulis. Dalam hal ini tinjauan pustaka bermanfaat sebagai landasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diperoleh oleh penulis. Dalam hal ini tinjauan pustaka bermanfaat sebagai landasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan Pustaka merupakan hasil penelaahan terhadap sumber-sumber yang diperoleh oleh penulis. Dalam hal ini tinjauan pustaka bermanfaat sebagai landasan berfikir

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Nakane, antropolog dan dosen pensiunan Universitas Tokyo, Totman yang merupakan dosen sejarah dari Universitas Yale, & Ōishi yang merupakan spesialis sejarah

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Negara Jepang meskipun sekarang merupakan negara yang cukup maju

Bab 5. Ringkasan. Negara Jepang meskipun sekarang merupakan negara yang cukup maju Bab 5 Ringkasan Negara Jepang meskipun sekarang merupakan negara yang cukup maju namun Jepang pernah menjadi negara yang terisolasi dari masuknya unsur-unsur asing atau yang lebih dikenal dengan politik

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Kebijakan pemerintahan Francisco..., Fadhil Patra Dwi Gumala, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB IV KESIMPULAN. Kebijakan pemerintahan Francisco..., Fadhil Patra Dwi Gumala, FISIP UI, Universitas Indonesia 68 BAB IV KESIMPULAN Pasca berakhirnya perang saudara di Spanyol pada tahun 1939, Francisco Franco langsung menyatakan dirinya sebagai El Claudilo atau pemimpin yang menggunakan kekuasaannya dengan menerapkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Tinjauan Pustaka Beras merupakan bahan pangan pokok yang sampai saat ini masih dikonsumsi oleh sekitar 90% penduduk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan

BAB 1 PENDAHULUAN. untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Pertumbuhan ekonomi dan kemiskinan merupakan indikator penting untuk melihat keberhasilan pembangunan suatu negara. Setiap negara akan berusaha keras untuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. melarat, dan mereka yang berada ditengah tengahnya. Uraian yang dikemukakan Aristoteles itu

BAB I PENDAHULUAN. melarat, dan mereka yang berada ditengah tengahnya. Uraian yang dikemukakan Aristoteles itu BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banyak terjadi perubahan dalam kehidupan, kehidupan yang berlangsung di dunia bersifat dinamis. Namun, kita dapat mengetahui perubahan-perubahan yang telah terjadi

Lebih terperinci

SEIKATSU KAIZEN. Reformasi Pola Hidup Jepang

SEIKATSU KAIZEN. Reformasi Pola Hidup Jepang SEIKATSU KAIZEN Reformasi Pola Hidup Jepang SEIKATSU KAIZEN Reformasi Pola Hidup Jepang Panduan Menjadi Masyarakat Unggul dan Modern Susy ONG Penerbit PT Elex Media Komputindo SEIKATSU KAIZEN Reformasi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki kekayaan sumberdaya ekonomi melimpah. Kekayaan sumberdaya ekonomi ini telah dimanfaatkan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN Prosperity Outhority faktor sosial ekonomi politik

BAB IV KESIMPULAN Prosperity Outhority faktor sosial ekonomi politik BAB IV KESIMPULAN Setelah melakukan beberapa analisa data melalui pembahasan pada bab-bab sebelumnya, maka penulis dapat menyimpulkan penelitian ini kedalam beberapa hal pokok untuk menjawab pertanyaan

Lebih terperinci

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI No. 5355 PEMBANGUNAN. EKONOMI. Warga Negara. Kesejahteraan. Koperasi. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 212) PENJELASAN ATAS UNDANG-UNDANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki pemerintah dan pemerintahan yang berjalan, hukum,

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki pemerintah dan pemerintahan yang berjalan, hukum, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu wilayah baru dapat dikatakan sebagai negara apabila wilayah tersebut memiliki pemerintah dan pemerintahan yang berjalan, hukum, pengakuan dari negara lain, dan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam penyediaan pangan, pangsa pasar, dan hasil produksi.

I. PENDAHULUAN. peranan penting dalam penyediaan pangan, pangsa pasar, dan hasil produksi. 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Sektor pertanian berpengaruh bagi pertumbuhan perekonomian Indonesia, terutama pada wilayah-wilayah di pedesaan. Sektor pertanian juga memegang peranan penting

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Menurut Kuznet dalam todaro (2003:99) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara bersangkutan untuk menyediakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi pada jaman keshogunan Tokugawa karena Zaman Edo atau sering

BAB I PENDAHULUAN. ekonomi pada jaman keshogunan Tokugawa karena Zaman Edo atau sering BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Pada penelitian skripsi ini penulis sangat tertarik membahas politik dan ekonomi pada jaman keshogunan Tokugawa karena Zaman Edo atau sering juga disebut masa

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Jepang merupakan sebuah negara yang minim sumber daya alamnya, tetapi Jepang

Bab 1. Pendahuluan. Jepang merupakan sebuah negara yang minim sumber daya alamnya, tetapi Jepang Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Jepang merupakan sebuah negara yang minim sumber daya alamnya, tetapi Jepang memiliki kekayaan teknologi yang berkembang pesat dikarenakan adanya sumber daya manusia

Lebih terperinci

BAB 9: SOSIOLOGI MODERNISASI. PROGRAM PERSIAPAN SBMPTN BIMBINGAN ALUMNI UI. e. Kemakmuran masyarakat luas

BAB 9: SOSIOLOGI MODERNISASI.  PROGRAM PERSIAPAN SBMPTN BIMBINGAN ALUMNI UI. e. Kemakmuran masyarakat luas 1. Makna modernisasi di bidang ekonomi a. Penggunaan sistem ekonomi liberal seperti negara-negara Eropa b. Proses industrialisasi yang dapat menggantikan sistem ekonomi pertanian c. Pelaksanaan sistem

Lebih terperinci

PENGARUH RESTORASI MEIJI TERHADAP EKSISTENSI KELAS SAMURAI

PENGARUH RESTORASI MEIJI TERHADAP EKSISTENSI KELAS SAMURAI PENGARUH RESTORASI MEIJI TERHADAP EKSISTENSI KELAS SAMURAI Teguh A - M.Mossadeq Bahri Jurnal Makalah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Program Studi Sastra Jepang Universitas Indonesia 2013 Daftar Isi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. Keluarga Tokugawa menguasai bakufu dan berhasil memerintah negeri

BAB 2 LANDASAN TEORI. Keluarga Tokugawa menguasai bakufu dan berhasil memerintah negeri BAB 2 LANDASAN TEORI Keluarga Tokugawa menguasai bakufu dan berhasil memerintah negeri Jepang selama lebih dari 250 tahun, dari 1603 1867 sehingga masa pemerintahannya disebut The Great Peace. Tokugawa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Masalah. Modernisasi telah membawa arus perubahan besar terhadap cara pandang

BAB I PENDAHULUAN Latar belakang Masalah. Modernisasi telah membawa arus perubahan besar terhadap cara pandang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masalah Modernisasi telah membawa arus perubahan besar terhadap cara pandang manusia ke arah yang lebih rasional. Perubahan arus yang begitu kencang yang ditandai

Lebih terperinci

SEJARAH PEMILU DUNIA

SEJARAH PEMILU DUNIA SEJARAH PEMILU DUNIA PENGERTIAN PAKAR Secara etimologis kata Demokrasi terdiri dari dua kata Yunani yaitu damos yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat dan cratein atau cratos yang berarti kedaulatan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, PARADIGMA

II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, PARADIGMA II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, PARADIGMA A. Tinjauan Pustaka 1. Konsep Perjuangan Pengertian perjuangan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk mencapai tujuan, yang dilakukan dengan menempuh

Lebih terperinci

STRATIFIKASI SOSIAL fitri dwi lestari

STRATIFIKASI SOSIAL fitri dwi lestari STRATIFIKASI SOSIAL fitri dwi lestari Stratifikasi sosial muncul karena adanya sesuatu yang dianggap berharga dalam masyarakat. Pitirim Sorokin Sistem stratifikasi adalah pembedaan penduduk atau masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa 40 tahun sesudah Perang Dunia Ke-2, Jepang mencapai. kedudukan sebagai negara adikuasa dalam bidang ekonomi dan merupakan

BAB I PENDAHULUAN. Pada masa 40 tahun sesudah Perang Dunia Ke-2, Jepang mencapai. kedudukan sebagai negara adikuasa dalam bidang ekonomi dan merupakan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pada masa 40 tahun sesudah Perang Dunia Ke-2, Jepang mencapai kedudukan sebagai negara adikuasa dalam bidang ekonomi dan merupakan pesaing berat dalam bidang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maupun spiritual. Masyarakat seperti ini akan tercapai dengan dihapuskannya

BAB I PENDAHULUAN. maupun spiritual. Masyarakat seperti ini akan tercapai dengan dihapuskannya BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi suatu negara memiliki arah dan strategi untuk senantiasa mewujudkan masyarakat adil dan makmur secara merata, baik materiil maupun spiritual. Masyarakat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kusut. Karya novel biasanya mengangkat berbagai fenomena yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. kusut. Karya novel biasanya mengangkat berbagai fenomena yang terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil cipta atau karya manusia yang dapat dituangkan melalui ekspresi yang berupa tulisan yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Selain

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 101 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Bab ini merupakan kesimpulan dan saran dari penulisan skripsi yang berjudul Blokade Ekonomi Napoleon Bonaparte dan Dampaknya Terhadap Perekonomian Inggris

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Terciptanya budaya feodalisme dapat terjadi apabila masyarakat selalu

BAB II KAJIAN PUSTAKA. Terciptanya budaya feodalisme dapat terjadi apabila masyarakat selalu BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Konsep Budaya Feodalisme Terciptanya budaya feodalisme dapat terjadi apabila masyarakat selalu berorientasi pada atasan, senior, dan pejabat untuk menjalankan suatu kegiatan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM NEGARA JEPANG. Kepulauan Jepang yang terletak lepas pantai timur benua Asia,

BAB II GAMBARAN UMUM NEGARA JEPANG. Kepulauan Jepang yang terletak lepas pantai timur benua Asia, BAB II GAMBARAN UMUM NEGARA JEPANG 2.1. Letak Geografis Kepulauan Jepang yang terletak lepas pantai timur benua Asia, membentang seperti busur yang ramping sepanjang 3.800 KM. Luas totalnya adalah 377.815

Lebih terperinci

BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN

BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN BAHAN KULIAH 10 SOSIOLOGI PEMBANGUNAN TEORI DEPENDENSI Dr. Azwar, M.Si & Drs. Alfitri, MS JURUSAN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS ANDALAS Latar Belakang Sejarah Teori Modernisasi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1 Pengertian Koperasi Menurut Subandi (2011) Koperasi berasal dari bahasa Inggris co-operation yang berarti usaha bersama. Dengan kata lain berarti segala

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hampir bersamaan muncul gerakan-gerakan pendaulatan dimana targetnya tak

BAB I PENDAHULUAN. hampir bersamaan muncul gerakan-gerakan pendaulatan dimana targetnya tak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Periode 1945-1949 merupakan tahun-tahun ujian bagi kehidupan masyarakat Indonesia, karena selalu diwarnai dengan gejolak dan konflik sebagai usaha untuk merebut dan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM MENGENAI KELUARGA IE. belakangi oleh nilai-nilai yang memperhitungkan untung dan rugi, melainkan

BAB II GAMBARAN UMUM MENGENAI KELUARGA IE. belakangi oleh nilai-nilai yang memperhitungkan untung dan rugi, melainkan BAB II GAMBARAN UMUM MENGENAI KELUARGA IE 2.1 Konsep Ie Dalam tradisi masyarakat Jepang hubungan sosial tidak hanya di latar belakangi oleh nilai-nilai yang memperhitungkan untung dan rugi, melainkan diikat

Lebih terperinci

yang korup dan lemah. Berakhirnya masa pemerintahan Dinasti Qing menandai masuknya Cina ke dalam era baru dengan bentuk pemerintahan republik yang

yang korup dan lemah. Berakhirnya masa pemerintahan Dinasti Qing menandai masuknya Cina ke dalam era baru dengan bentuk pemerintahan republik yang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Republik Rakyat Cina (RRC) adalah salah satu negara maju di Asia yang beribukota di Beijing (Peking) dan secara geografis terletak di 39,917 o LU dan 116,383

Lebih terperinci