BAB IV GOLONGAN SAMURAI SATSUMA DALAM PEMBERONTAKAN Bab empat ini merupakan pembahasan dari permasalahan yang

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV GOLONGAN SAMURAI SATSUMA DALAM PEMBERONTAKAN Bab empat ini merupakan pembahasan dari permasalahan yang"

Transkripsi

1 BAB IV GOLONGAN SAMURAI SATSUMA DALAM PEMBERONTAKAN 1877 Bab empat ini merupakan pembahasan dari permasalahan yang tertuang dalam rumusan masalah skripsi penulis yang berjudul Peranan Golongan Samurai Dalam Pemberontakan Satsuma Adapun hasil penelitian yang akan dijelaskan dalam bab ini, didasarkan pada pokokpokok permasalahan yang disesuaikan dengan rumusan masalah yang terdapat pada bab I. Untuk itu, penelitian terbagi ke dalam enam sub pokok bahasan. Sub pokok bahasan pertama membahas tentang latar belakang terbentuknya golongan samurai. Sub pokok bahasan selanjutnya mengenai kedudukan dan fungsi samurai dalam struktur masyarakat Jepang pada awal restorasi Meiji, latar belakang para samurai melakukan pemberontakan Satsuma 1877, motivasi utama para samurai melakukan pemberontakan Satsuma 1877 serta sikap golongan samurai terhadap Pemberontakan Satsuma Sub pokok pokok bahasan keenam atau terakhir membahas tentang dampak Pemberontakan Satsuma terhadap golongan samurai. 4.1 Latar Belakang Terbentuknya Golongan Samurai Golongan samurai (bushi) adalah sebuah golongan istimewa dalam hierarki masyarakat Jepang. Kemunculan golongan ini terjadi beratus tahun lalu, jauh sebelum Jepang mengalami masa modernisasi. Para tentara, pemanah, maupun prajurit pejalan kaki pada masa itu disebut sebagai protosamurai atau samurai kuno. Golongan samurai muncul pada abad ke 8 atau 45

2 46 masa awal Heian ( ). Masyarakat Heian merupakan masyarakat feodal agraris. Lahan pertanian yang dikenal dengan nama shoen dibuka dan dimiliki oleh kelompok tuan tanah bangsawan atau disebut juga sebagai daimyo. Mereka kemudian mempekerjakan para petani dan sekaligus menjadikannya sebagai budak. Bangsawan-bangsawan tersebut hidup dalam kemewahan dan kekuasaan yang melimpah. Kekuasaan dan kehidupan mewah para bangsawan di Istana Heian melahirkan ketidakpuasan dari para petani. Akibatnya, terjadi gejolak dan pemberontakan di daerah-daerah. Penjarahan yang terjadi terhadap tuan tanah baik di kota maupun di desa oleh para petani bersenjata mengakibatkan para pemilik shoen atau tuan tanah mempersenjatai keluarga serta para petani miliknya. Kondisi inilah yang kemudian melahirkan kelas prajurit bersenjata, yang dikenal dengan nama bushi (samurai). Eksistensi kaum samurai semakin menguat pada akhir zaman Heian. Pada masa ini, muncul dua kekuatan militer yang terbentuk dari dua klan besar, yaitu Taira dan Minamoto. Seperti yang diungkapkan oleh I Ketut Surajaya dalam kata pengantar buku W.G Beasley (2003:xiv-xv), kedua klan itu saling berselisih memperebutkan hegemoni di Jepang, terutama dalam melakukan pendekatan terhadap pemerintah pusat yang dipegang oleh keluarga Fujiwara. Keluarga Fujiwara merupakan satu klan (keluarga besar) pemegang kekuasaan dalam istana kekaisaran, sehingga klan yang mempunyai hubungan politik ataupun memiliki ikatan perkawinan dengan keluarga Fujiwara akan mendapatkan kedudukan dalam istana. Akan tetapi, muncul pula golongan yang kontra terhadap istana dari kaisar-kaisar

3 47 terdahulu yang anti terhadap keluarga Fujiwara. Golongan anti Fujiwara ini membentuk suatu kekuatan militer dengan kuil sebagai basis atau markas politik sekaligus pusat keagamaan. Kaum kontra tersebut dipimpin oleh Shirakawa seorang pendeta yang juga mantan kaisar. Golongan ini kemudian memanfaatkan perselisihan antara klan Minamoto dan Taira dengan melakukan pendekatan terhadap klan Minamoto. Perselisihan antara klan Minamoto dan Taira memuncak, sehingga meletuslah pertempuran diantara kedua klan itu dengan kemenangan berpihak kepada klan Taira. Kekuasaan Taira tidak berlangsung lama ( ). Klan Minamoto, semenjak dikalahkan oleh klan Taira pada tahun 1160 ternyata melakukan konsolidasi di Kamakura (satu kota pantai dekat dengan Tokyo sekarang). Pada tahun 1185 di bawah pimpinan Yoritomo, klan Minamoto berhasil membalas kekalahan mereka atas klan Taira. Setelah mengalahkan Taira dan merebut kekuasaan, Yoritomo tidak menempatkan pusat kekuatan di Kyoto, melainkan tetap bermarkas di Kamakura (Suryohadiprojo, 1987:15). Masa inilah yang mengawali masa pemerintahan feodalisme militer Jepang yang lebih dikenal dengan bakufu Kamakura. Masa Kamakura juga menjadi masa keemasan bagi para samurai yang memang bekerja sesuai fungsi mereka sebagai prajurit militer Jepang. Selama masa peperangan (sengoku jidai) sepanjang pemerintahan bakufu Kamakura, samurai memegang peranan yang sangat penting bagi perputaran pemerintahan Jepang.

4 Kedudukan dan Fungsi Samurai dalam struktur masyarakat Jepang pada awal Restorasi Meiji Sistem politik feodal Jepang pada zaman Edo atau keshogunan Tokugawa disebut Bakuhan Taisei. Baku dalam "bakuhan" berarti "tenda" yang merupakan singkatan dari bakufu (pemerintah militer atau keshogunan). Dalam sistem Bakuhan Taisei, daimyo atau bangsawan tuan tanah menguasai daerah-daerah yang disebut han dan membagi-bagikan tanah kepada pengikutnya. Sebagai imbalannya, pengikut daimyo berjanji untuk setia dan mendukung Kekuasaan pemerintah pusat berada di tangan shogun di Edo dan daimyo ditunjuk sebagai kepala pemerintahan di daerah. Daimyo memimpin provinsi sebagai wilayah berdaulat dan berhak menentukan sendiri sistem pemerintahan, sistem perpajakan, dan kebijakan dalam wilayahnya. Sebagai imbalannya, daimyo wajib setia kepada shogun yang memegang kendali hubungan internasional dan keamanan dalam negeri ( Juli 2006) Struktur atau hierarki masyarakat Jepang semasa pemerintahan Tokugawa terdiri dari beberapa golongan. Setiap golongan itu menggambarkan tinggi rendahnya kedudukan mereka di masyarakat. Struktur masyarakat Jepang sebagaimana digambarkan oleh Ruth Benedict (1979:68) adalah Kaisar sebagai pemegang kedudukan tertinggi, diikuti oleh para bangsawan (daimyo). Selanjutnya adalah empat kasta rakyat yang

5 49 urutannya terdiri dari para samurai, para petani, para tukang dan para pedagang. Di bawah keempat kasta ini masih terdapat orang-orang buangan yang kedudukannya paling rendah dan disebut sebagai golongan Eta. Dari penggolongan diatas, kelas samurai dan petani dianggap sebagai kasta yang paling cocok untuk mendukung sistem feodal semasa rezim Tokugawa. Para pedagang ditempatkan di urutan paling bawah karena bagi masyarakat feodal, kelas pedagang dapat merusak tatanan masyarakat, karena ketika kaum pedagang menjadi kaya dan disegani, feodalisme menuju kehancuran (Benedict, 1979:68). Sedangkan bagi kaum samurai, tempat mereka bekerja dan menggantungkan kehidupan adalah melalui tangan daimyo majikannya. Kemana para samurai mencari dukungan atau bantuan bukan masalah lagi, karena ia sepenuhnya mempunyai ikatan yang kuat dengan tuannya. Ikatan-ikatan kuat antara daimyo dan samurai itu biasanya tertempa dalam peperangan antar wilayah, sehingga para samurai mendapatkan perlakuan khusus dari majikannya dibandingkan kelas yang lain. Sebagaimana hak istimewa yang mereka dapatkan dari daimyo-nya, ciri khas yang membedakan seorang samurai dengan kasta yang lain adalah pedang yang mereka sandang. Pedang itu bukan sekedar perhiasan belaka, mereka berhak menggunakannya terhadap rakyat biasa atau yang mempunyai status lebih rendah dibandingkan mereka. Semasa pemerintahan Tokugawa, shogun Ieyasu mencoba menyempurnakan pemerintahan feodalnya dengan membagi para daimyo ke dalam beberapa kelompok. Daimyo Shinpan, yaitu daimyo yang berasal dari keturunan keluarga Tokugawa, Daimyo Fudai, daimyo bawahan yang setia

6 50 kepada keluarga Tokugawa dan Daimyo Tozama yaitu daimyo bekas bawahan Toyotomi Hideyoshi yang kemudian menjadi bawahan Tokugawa. (Nurhayati, 1987:38 ) Yeti Nurhayati kembali menegaskan dalam bukunya, walaupun Tokugawa Ieyasu telah berusaha untuk mengatur sistem feodalnya sebaik mungkin, namun terdapat kelemahan dalam pelaksanaan pengaturan kedudukan golongan daimyo-daimyo tersebut. Kesulitan shogun untuk melakukan pengawasan terhadap para daimyo menjadi kelemahan utama. Kebijakan-kebijakan shogun Tokugawa saat itu diarahkan kepada upaya mempertahankan dan melestarikan kekuasaannya. Untuk kepentingan tersebut, bakufu menetapkan aturan menempatkan daimyo yang setia di antara daimyo yang diragukan kesetiaannya, dengan kata lain sebagai pengawas agar segala tindakan mereka dapat dikendalikan. Selain itu, shogun mempunyai cara agar para daimyo tidak melakukan tindakantindakan yang tidak diinginkan dengan mengatur waktu tugas para daimyo. Setengah tahun pertama, daimyo-daimyo itu ditempatkan di ibukota Edo dan setengah tahun lagi bertugas di daerahnya. Ketika daimyo bertugas di daerahnya masing-masing, mereka harus menyerahkan keluarganya untuk tinggal di ibukota sebagai tawanan politik shogun. Akibatnya, mau tidak mau daimyo itu harus tunduk di bawah kekuasaan shogun. Di antara seluruh daimyo, 63 persen termasuk golongan daimyo Shinpan dan Fudai sedangkan Tozama hanya 37 persen saja. Meskipun begitu, wilayah yang dikuasai golongan Tozama lebih besar daripada wilayah Shinpan ataupun Fudai. Selain itu, letak wilayah kekuasaan daimyo

7 51 Shinpan dan Fudai lebih strategis bagi pemerintah, yaitu sekitar Edo atau pusat pemerintahan Tokugawa. Sedangkan kedudukan daimyo Tozama jauh dari Edo yakni di bagian barat dan utara serta sepanjang pesisir Laut Jepang (Suryohadiprojo, 1987:18). Akibatnya, daimyo Tozama yang berada di sebelah Barat Jepang kurang mendapatkan pengawasan ketat karena letak geografis yang cukup jauh dari ibu kota. Hal ini menyebabkan para daimyo atau penguasa wilayah daerah itu mempunyai kesempatan untuk melakukan pemberontakan terhadap pemerintah, karena semakin mengendurnya pengawasan dan penekanan yang dilakukan oleh pemerintah akibat instabilitas politik yang mulai terjadi. Sedangkan daimyo Tozama sendiri adalah gabungan klan daimyo-daimyo bawahan Toyotomi Hideyoshi yang dahulu dikalahkan di medan perang Sekigahara ketika melawan pasukan Tokugawa. Jadi, motivasi mereka untuk melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Tokugawa sangat kuat. Klan-klan atau keluarga-keluarga daimyo yang tergabung dalam golongan daimyo Tozama terdiri dari para samurai-samurai ternama dalam bidang militer karena memiliki kepiawaian dalam strategi dan teknik berperang, diantaranya adalah klan Satsuma dan Chosu. Klan-klan tersebut kemudian berkoalisi menyusun rencana dan mengadakan perundingan secara rahasia. Perundingan tersebut dilakukan secara diam-diam mengingat kewaspadaan shogun terhadap upaya-upaya yang bisa menjatuhkan pemerintahan Tokugawa. Pada awalnya, klan Satsuma dan Chosu ini berselisih, terutama ketika klan Chosu mencoba melakukan penyerangan

8 52 terhadap keshogunan, namun tidak berhasil karena dikalahkan oleh pasukan shogun dengan bantuan samurai-samurai Satsuma. Pasca penyerangan klan Chosu terhadap keshogunan, bakufu melakukan tindakan yang secara tidak langsung merupakan satu kesalahan besar, karena hal itu membuka jalan bagi dua klan terkuat di Jepang itu untuk berkoalisi. Setelah dikalahkan pasukan shogun dan Satsuma, pimpinan Chosu akhirnya menyerah. Syarat-syarat perdamaian telah dibentuk dengan kesepakatan bersama Saigo Takamori, seorang samurai ternama dari kalangan Satsuma. Saigo Takamori terpilih mewakili pihak Satsuma karena saat itu dia berstatus sebagai pemimpin militer samurai Satsuma. Tetapi, bakufu mengeluarkan keputusan sepihak untuk memusnahkan klan Chosu dan syarat-syarat damai yang diajukan bakufu juga sangat menyulitkan pihak Chosu. Demi mempertahankan harga diri dan keberadaan klan mereka, maka pihak Chosu mengambil keputusan untuk bertempur hingga akhir ( Lan, 1962:135). Klan Satsuma pun ternyata tidak menyetujui keputusan bakufu. Oleh karena itu, ketika Klan Chosu akhirnya meminta bantuan kepada klan Satsuma, terjadi kedekatan antara kedua klan. Mereka juga menyadari bahwa kaisar saat itu tidak mempunyai kewenangan sebagaimana kedudukannya dalam pemerintahan, sehingga sudah saatnya kaisar dikembalikan kepada kedudukan yang seharusnya yaitu turut serta dalam pemerintahan Jepang. Pihak Satsuma menyetujui untuk memberikan bantuan kepada Chosu dan kedua klan itupun melakukan perundingan dengan diwakili oleh pimpinan samurai-samurai dari kedua klan tersebut.

9 53 Hasil dari perundingan itu, klan Satsuma menyatakan dengan terangterangan menentang bakufu dan menolak mengirimkan tentaranya dalam ekspedisi penghukuman terhadap klan Chosu (Nurhayati, 1987:46). Kondisi Jepang saat itu bisa dikatakan mengalami tekanan dari dalam maupun luar Jepang. Tekanan dari luar adalah akibat pembukaan Jepang pasca kedatangan Komodor Perry yang dilakukan tanpa melalui persetujuan kaisar, sedangkan dari dalam Jepang sendiri saat itu sudah mulai muncul intrik-intrik untuk menjatuhkan kekuasaan shogun. Situasi tersebut semakin menyulitkan pemerintah Tokugawa yang sedang berkuasa. Dengan adanya tekanan-tekanan baik dari dalam maupun luar Jepang membuat Shogun yang memerintah saat itu, Yoshinobu Tokugawa menyadari tidak mungkin mempertahankan pemerintahan bakufu sekarang. Di tengah kerapuhan pemerintahan Tokugawa, klan-klan penentang bakufu sekaligus pendukung Kaisar tumbuh semakin kuat dan terjadilah pertempuran antara tentara klan-klan yang bersekutu melawan keshogunan Tokugawa. Selain menginginkan perubahan atas sistem pemerintahan militer sekarang, klanklan pemberontak itu juga meruntuhkan kekuasaan atas nama Kaisar yang selama ini seolah hanya menjadi simbol pemersatu Jepang semata. Adanya serangan dari pasukan samurai yang berasal dari klan-klan dengan kekuatan militer terkuat di Jepang, membuat tentara bakufu tidak dapat memberikan perlawanan yang berarti. Dengan demikian kemenangan berpihak kepada tentara dari klan-klan yang memihak Kaisar. Pada tahun 1868, runtuhlah keshogunan Tokugawa yang berlangsung selama lebih dari dua setengah abad dan berganti dengan pemerintahan baru di tangan Kaisar.

10 54 Meskipun kekuasaan politik telah dikembalikan kepada kaisar, namun pengaruh dari pemerintahan feodal masih terasa pada tahun-tahun pertama periode Meiji terutama dalam masalah ekonomi dan sistem sosial. Karena itu, pemerintah berusaha untuk menghilangkan sisa-sisa feodal sebelum modernisasi dilaksanakan. Untuk kepentingan tersebut, pemerintah segera mengadakan perubahan dengan mencontoh dunia Barat, dengan tujuan membangun Jepang agar setaraf dengan Barat dan mencapai posisi serta mendapat tempat dalam hukum internasional. Dalam hal ini, golongan samurai memegang peranan yang sangat penting. Karena masa-masa awal restorasi Meiji, dilakukan perubahan yang secara langsung berkaitan dengan keberadaan dan peranan para samurai dalam pemerintahan. Perubahan yang dilakukan oleh pemerintah Jepang yaitu dengan cara pembentukan sistem pemerintahan yang baru. Peranan penting samurai yang pertama adalah dominasi mereka dalam jabatan-jabatan penting di pemerintahan. Hal ini bisa terlihat pada susunan pemerintahan awal restorasi Meiji dimana samurai-samurai yang menempati posisi dalam pemerintahan kebanyakan adalah para samurai yang memprakarsai meletusnya restorasi. Yeti Nurhayati (1987:51) menyatakan bahwa upaya pembentukan pemerintahan yang baru ini sebenarnya telah dilakukan beberapa tahun sebelum terjadi restorasi Meiji, tepatnya pada tahun 1863, tetapi perubahan tersebut menjadi semakin jelas tatkala terjadi restorasi. Pemerintah mengadakan perubahan dengan membentuk sistem pengganti pemerintahan bakufu. Pemerintahan yang baru dikepalai oleh Tenno (Kaisar) dan dibantu oleh tiga badan penasihat. Lebih

11 55 lanjut Nurhayati memaparkan bahwa tiga badan yang dimaksud adalah sebagai berikut ini : Pertama adalah Sosai atau Majelis Tinggi, yang dikepalai oleh seorang pangeran. Kedua, yakni Gijo atau Dewan Penasihat kelas satu yang terdiri dari anggota-anggota yang diambil dari kalangan bangsawan (Kuge) dan samurai terkemuka. Ketiga adalah Sanyo atau Dewan Penasihat kelas dua yang anggotanya terdiri dari lima orang golongan Kuge dan 15 orang dari golongan samurai. (Nurhayati,1987:51) Akan tetapi, pada tahun yang sama pemerintah mengubah kembali susunan di atas dan ketiga badan Penasihat yang ada dilebur ke dalam susunan lebih sederhana yaitu Dai-Jo-Kan (Majelis Musyawarah). Kedudukan kaum samurai semakin kuat ketika struktur pemerintahan yang telah ada diubah kembali pada September 1871 dengan dominasi penuh para samurai. Dai-Jo-Kan yang berisi dua dewan, berada di bawah kuasa Perdana Menteri (Dajo-daijin) Pangeran Sanjo Sanetomi dan Pangeran Iwakura Tomomi sebagai Menteri Luar Negeri. Adapun setiap kebijakan politik yang dikeluarkan, berasal dari Badan Penasihat Negara yang merupakan gabungan klan-klan samurai anti Tokugawa. Tokoh-tokoh yang memegang peranan paling dominan berasal dari klan Satsuma dan Chosu, sedangkan dua klan penting lainnya yaitu Tossa dan Hizen mendapat kedudukan lebih sederhana. Para pemegang posisi penting dalam Badan Penasihat Negara ini adalah Saigo Takamori dari Satsuma, Kido Takayoshi dari Chosu, Itagaki Taisuke dari Tosa, dan klan Hizen diwakili oleh Okuma Shigenobu. Tokoh lainnya yang turut serta dalam keanggotaan Badan Penasihat ini adalah Yamagata Aritomo (Chosu), Eto Shimpei, Soejima

12 56 Taneomi, dan Oki Takato (Hizen), Terashima Munonori dan Kuroda Kiyotaka (Satsuma), serta Goto Shojiro dan Sasaki Takayuki (Tosa). Okubo Toshimichi, seorang samurai klan Satsuma mendapatkan kedudukan tertinggi di Badan Penasihat sebagai pimpinan para samurai-samurai tadi. ( Norman, 1945:57). Pada tahun 1869, pemerintah mengubah nama Edo menjadi Tokyo (ibukota di timur) sebagai ibukota negara Jepang (Beasley, 2003:277). Tahun berikutnya, pemerintah mengambil tindakan untuk mengubur sistem feodal dan menghapus kekuasaan dan hak-hak istimewa para daimyo. Tindakan ini dipelopori oleh kelompok samurai yang berasal dari gabungan klan Satsuma, Chosu, Hizen dan Tossa. Kaisar selanjutnya memerintahkan agar semua daimyo menyerahkan daerah kekuasannya masing-masing ke tangan pemerintah untuk kemudian diatur langsung oleh pemerintah termasuk penunjukkan gubernur sebagai pengganti daimyo. Perubahan istilah juga terjadi dalam sistem sosial masyarakat Jepang. Para bangsawan tuan tanah (daimyo) berubah menjadi bangsawan dengan sebutan baru yaitu kazoku, kaum samurai (bushi) berganti menjadi shizoku, dan kelas-kelas dibawah mereka yaitu petani, tukang dan pedagang disebut dengan heimin atau rakyat biasa. (Yasuoka, 1978:12) Peran utama kaum samurai pada masa-masa awal restorasi Meiji selain sebagai motor penggerak keruntuhan sistem pemerintahan militer atau bakufu yang telah beratus tahun memerintah, samurai-samurai yang berpikiran moderat ternyata telah berhasil membuka mata masyarakat Jepang akan pentingnya hubungan dengan dunia luar, terutama masalah

13 57 ilmu pengetahuan. Jika melihat susunan pemerintahan Jepang yang telah diuraikan di atas, terlihat bahwa kedudukan kaum samurai tidak hanya berfungsi sebagai pasukan militer atau tentara yang melindungi Jepang secara fisik saja, tetapi mereka juga berperan penting dalam pemerintahan dan pengambil kebijakan masa restorasi Meiji. Kebijakan-kebijakan yang mereka ambil itu mengacu kepada keinginan untuk memajukan Jepang agar setara dengan negara-negara Barat. Oleh karena itu, pemerintah mengirimkan samurai-samurai muda dan berpikiran moderat untuk mempelajari ilmu di negara Barat, dengan tujuan dapat membawa perubahan bagi negaranya. ketika mereka kembali ke Jepang (Beasley, 2003: ). Ketika samurai-samurai muda yang dikirimkan ke luar Jepang kembali ke Jepang, samurai-samurai itu datang dengan membawa pemikiran baru tentang kemajuan Jepang yang semuanya berpusat pada satu titik yaitu tradisionalitas yang mengungkung Jepang harus dihapuskan, karena dianggap dapat menghambat kemajuan Jepang. Untuk memudahkan dedikasi mereka dalam proses reformasi yang saat itu sedang berlangsung di Jepang, mereka kemudian menduduki posisi-posisi strategis di pemerintahan dan memiliki pengaruh penting dalam setiap pengambilan kebijakan yang membawa perubahan-perubahan fundamental Jepang. Salah seorang tokoh keturunan samurai yang menjadi inspirasi bagi kemajuan Jepang, Fukuzawa Yukichi menyatakan dalam bukunya Gakumon no Susume bahwa yang dibutuhkan oleh Jepang adalah keterbukaan terhadap nilai-nilai Barat yang bisa memajukan Jepang. Dengan mengadopsi

14 58 budaya Barat, diharapkan Jepang dapat membuka alam pikirannya dan terlepas dari tradisionalitas yang sebenarnya merugikan Jepang sendiri. Pendapat Fukuzawa mengenai pentingnya pendidikan bagi seseorang dinyatakan dibawah ini:... seseorang yang tidak menuntut ilmu dia akan tetap dalam kegelapan, dan seseorang yang berada dalam kegelapan adalah orang bodoh. Oleh sebab itu, ada perbedaan antara pandai dan bodoh, yang pada hakikatnya ditetapkan oleh pendidikan. ( Yukichi, 1985:23-24) Salah satu pemikiran inilah yang membuka mata bangsa Jepang, bahwa seharusnya mereka telah memiliki kehidupan dan kemajuan yang setara dengan bangsa-bangsa lainnya yang telah terlebih dahulu maju. Sehingga pasca restorasi Meiji, pemerintah Jepang lebih mengutamakan perubahan-perubahan yang lebih berorientasi dan berlandaskan kepada ilmu pengetahuan demi mengejar ketertinggalan dengan negara-negara Barat. Kedudukan dan fungsi samurai pada masa awal restorasi Meiji hampir tidak jauh berbeda dengan masa pemerintahan Tokugawa, dimana golongan tersebut mendapat tempat dan perlakukan yang istimewa dari pemerintah. Tugas mereka tidak hanya sebagai prajurit militer saja, tetapi juga merambah ke dunia pemerintahan dan pendidikan. Hal ini terjadi karena para samurai tidak hanya dibekali ilmu-ilmu militer, mereka juga menguasai ilmu pendidikan, tata negara bahkan sastra dan seni. Kedudukan mereka pada masa itu ada yang menjadi pengajar ilmu-ilmu tersebut, dan tidak sedikit pula diantara mereka yang menduduki jabatan penting di pemerintahan. Walaupun demikian, fungsi samurai sebagai golongan militer mulai bergeser seiring perkembangan yang dilakukan pemerintah Meiji.

15 Latar belakang para samurai melakukan Pemberontakan Satsuma 1877 Keruntuhan rezim Tokugawa yang terjadi pada tahun 1868 membawa perubahan besar-besaran dalam sistem pemerintahan Jepang. Sistem pemerintahan yang semula berupa sistem feodalisme berganti menjadi sistem yang meniru negara-negara Barat. Dengan berbekal semboyan sonno joi yang artinya hormati Kaisar dan usir kaum barbar, semakin menguatkan upaya perubahan Jepang bagi para pendukung kaisar atau Tenno. Meskipun semboyan itu dikumandangkan ke seluruh rakyat Jepang, namun para samurai yang pernah mengunjungi Eropa dan Amerika menyadari bahwa pengusiran bangsa asingpun harus dengan cara yang tepat. Jika tidak, maka kehidupan bangsa Jepang yang akan terancam (Suryohadiprojo, 1987:25). Karenanya, jika dapat menguasai teknologi dan ilmu pengetahuan seperti yang dimiliki oleh bangsa Barat, kehidupan bangsa Jepang akan terjamin dari ancaman dunia Barat. Perubahan ini tidak terlepas dari tangan-tangan para samurai yang memang sejak semula menyusun kekuatan untuk menggulingkan pemerintahan militer Tokugawa, terutama klan-klan pendukung Tenno dan penentang keshogunan Tokugawa. Ketidakstabilan kondisi pemerintahan Tokugawa membawa keuntungan bagi klan-klan tersebut. Ketika kekuasaan Tokugawa berhasil digulingkan, Restorasi Meiji pun dimulai dengan tatanan dan kebijakan pemerintahan yang baru. Langkah paling utama yang dilakukan oleh pemerintah Jepang saat itu adalah, rakyat Jepang dididik untuk mengarah ke

16 60 Barat. Di dalam modernisasi ini, Jepang tanpa ragu-ragu melakukan westernisasi. Sebab mereka berpendapat bahwa, hanya melalui westernisasi kelangsungan hidup Jepang dan kemajuan akan dapat dilakukan dengan lebih baik. Para pemimpin di sekeliling kaisar Meiji di bawah pimpinan Okubo Toshimichi, mengambil langkah-langkah besar yang bersifat fundamental untuk merealisasikan semboyan fukoku kyohei (negara sejahtera, tentara kuat). Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan tersebut dipaparkan oleh Sayidiman Suryohadiprojo (1987 : 26-31) yaitu sebagai berikut : 1. Penghapusan golongan samurai dan tembok pemisah yang semula memisahkan antara golongan petani, tukang serta pedagang. 2. Diadakannya pendidikan wajib dan bebas bagi seluruh rakyat selama empat tahun dan dibukanya berbagai macam tingkat sekolah. Sehingga masyarakat Jepang bisa mempunyai kesempatan berkembang sesuai dengan tambahan pengetahuan yang dimiliki. Dengan demikian, timbul perasaan dan keyakinan bahwa siapapun sekarang dapat memperoleh kemajuan asalkan dia menunjukkan kemampuan belajar. Sistem pendidikan yang digunakan disesuaikan dengan sistem pendidikan Barat, agar bisa dijadikan landasan untuk mengejar ketertinggalan Jepang dalam ilmu pengetahuan dan teknologi. 3. Kebijakan orientasi sikap Jepang yang lebih berpihak kepada kekuatan sendiri daripada berdasarkan pada bantuan luar negeri, dengan alasan menghindari adanya dominasi dari pihak-pihak asing.

17 61 4. Diadakannya wajib militer bagi masyarakat yang usianya memenuhi syarat, karena setelah dihapuskannya golongan samurai, fungsi pertahanan tidak lagi menjadi kewajiban satu golongan saja melainkan menjadi tanggung jawab seluruh rakyat. Dengan tujuan meningkatkan pertahanan negara dan menumbuhkan pengertian dan kesadaran akan pentingnya membela dan keamanan negara. Untuk melaksanakan negara yang modern, organisasi militer yang efisien merupakan kebutuhan yang mutlak. Suatu dinas militer yang hanya dimonopoli oleh kelas samurai bukan saja mencerminkan sistem feodal, tetapi juga menjadi hambatan yang serius terhadap usaha penghapusan sistem kelas feodal. 5. Perubahan sistem perpajakan dari masa pemerintahan Tokugawa yang pembayarannya menggunakan beras, diganti menjadi uang tunai sehingga tidak lagi tergantung kepada hasil panen. Hal ini berpengaruh langsung terhadap kemajuan bidang pertanian serta pemerintah dapat mengumpulkan biaya untuk kestabilan pembangunan industri dan kekuatan militer. Kebijakan-kebijakan di atas yang paling besar pengaruhnya bagi golongan samurai adalah kebijakan pertama mengenai penghapusan strata samurai dari hierarki masyarakat Jepang. Perubahan yang dilakukan diantaranya terhadap para daimyo yang dahulu menguasai daerah-daerah di Jepang dan memperoleh penghasilan dengan menarik pajak dari rakyat yang tinggal di daerah kekuasaannya. Kemudian, para samurai yang menjadi

18 62 bawahan daimyo itu juga dibiayai dari pajak yang ditarik dari rakyat tersebut. Ketika masa restorasi Meiji, keadaan berubah. Okubo dan kawankawannya meniadakan kekuasaan para daimyo dan samurai-samurai atas daerah yang semula dimilikinya. Wilayah Jepang dibagi ke dalam propinsipropinsi, pada awalnya propinsi-propinsi itu masih tetap dipimpin oleh daimyo dari daerah asal, setelah dua tahun kemudian pemerintah pusat mengangkat sendiri gubernur-gubernur sebagai pemimpin propinsi (Suryohadiprojo, 1987:26). Perubahan kekuasaan yang terjadi pada para daimyo memang tidak terlalu signifikan, tetapi berbeda lagi dengan nasib kaum samurai. Para samurai sekarang tidak berhak lagi mengambil gajinya dari pajak hasil daerah tempat dia berada, melainkan digaji oleh pemerintah pusat sehingga tidak ada kewajiban mutlak dari daimyo suatu daerah untuk membiayai samurai-samurai miliknya. Alasan dikeluarkannya kebijakan penghapusan golongan samurai dari hierarki masyarakat Jepang karena para samurai moderat atau shizoku yang duduk di pemerintahan rupanya menyadari bahwa untuk melaksanakan semboyan sonno joi dan fukoku kyohei secara baik, tidak mungkin mempertahankan struktur dan sistem masyarakat yang lama. Oleh karena itu, mereka mengambil keputusan yang cukup beresiko. Walau mereka yang duduk di pemerintahan juga adalah kaum samurai, kenyataan itu tidak membuat mereka ragu dalam mengambil keputusan. Dengan kata lain, bisa diibaratkan bahwa golongan samurai ini melikuidasikan diri sendiri karena para pengambil kebijakan itu adalah kaum samurai.

19 63 Akibat dari kebijakan tersebut, hampir dua juta samurai kehilangan mata pencaharian utama mereka dan banyak diantara mereka harus mencari lapangan pekerjaan yang baru. Lapangan pekerjaan yang paling banyak menjadi pilihan mereka tentu saja adalah bidang-bidang yang sesuai dengan sifat golongan samurai, yaitu sebagai anggota pemerintah sipil dan angkatan perang. Tetapi, jumlah kaum samurai dari masa Tokugawa kurang lebih sebanyak tujuh persen dari seluruh penduduk Jepang. Jumlah yang terlalu besar untuk bisa ditampung seluruhnya dalam pemerintahan sipil maupun militer. Keadaan ini diperkuat oleh keputusan pemerintah Jepang untuk mengadakan sistem wajib militer bagi seluruh rakyat sejak tahun 1872 (Suryohadiprojo, 1987:27). Kaum samurai yang tidak tertampung dalam pemerintahan sipil dan angkatan perang terpaksa harus mencari lapangan pekerjaan sendiri. Pemerintah memang memberikan semacam pesangon berupa surat obligasi untuk dapat membantu keuangan bagi para samurai. Tetapi, sejak tahun 1876 bantuan pemerintah menjadi sangat berkurang. Karena itu, kaum samurai kemudian mencari kehidupan baru di bidang pertanian, pertukangan atau perindustrian dan perdagangan. Dari sana, mulai terjadilah pembauran dari golongan samurai dengan golongan-golongan lain yang semula dianggap lebih rendah daripada golongan mereka. Selain itu, pemerintah juga menetapkan bahwa atribut fisik kaum samurai yaitu pedang mereka tidak boleh dipakai lagi (Suryohadiprojo, 1987:27). Hal ini tentu saja dianggap sangat merendahkan kaum samurai, karena letak kehormatan seorang samurai terletak pada pedangnya.

20 64 Menurut peraturan awal setelah dikeluarkannya kebijakan penghapusan golongan samurai, kepada kaum samurai diberikan separuh dari pendapatan mereka. Bagi para daimyo, hal ini tidak menjadi masalah malah menguntungkan mereka. Karena, walaupun saat itu mereka hanya diberikan sepersepuluh dari nominal pendapatan mereka, penghasilan itu lebih besar daripada pendapatan mereka yang sebenarnya. Karena jika sebelumnya, pendapatan nominal mereka harus digunakan untuk membiayai samurai-samurai yang bekerja pada mereka. (Lan, 162:141) Nio Joe Lan (1962:142) kembali menambahkan bahwa lain halnya dengan apa yang diterima oleh kaum samurai. Pendapatan nominal dan pendapatan sebenarnya itu tidak jauh berbeda. Malah pendapatan itu tidak terlalu besar untuk mencukupi kebutuhan hidupnya dan keluarganya. Maka, ketika pendapatan kaum samurai diubah menjadi setengahnya, mereka berada dalam kesulitan ekonomi. Kehidupan damai pada masa Tokugawa menjadikan kaum samurai terbiasa mengerjakan hal-hal yang tidak sesuai dengan tugas mereka yang seharusnya. Akibat banyaknya jumlah tanggungan tunjangan yang harus dibayarkan oleh pemerintah, persoalan ini dirasa memberatkan keuangan negara sehingga pemerintah mengambil keputusan untuk mengubah peraturan pensiun. Pemerintah mengganti pembayaran pensiun kepada para bekas daimyo dengan obligasi atas dasar sukarela. Hal ini dilakukan karena kas negara menjadi kosong sejak emas banyak mengalir ke luar negeri untuk kepentingan modernisasi. Kemudian pada tahun 1876 golongan samurai dilarang memakai gelung rambut dan dua bilah pedang yang merupakan

21 65 lambang status mereka. Gaji mereka juga dikurangi dengan cara pembayaran uang berjumlah sedikit, ditambah lagi adanya obligasi dari pemerintah. Akibatnya, mereka terpaksa mulai mencari kehidupan baru di bidang pertanian, perindustrian dan perdagangan. Dengan demikian, golongan samurai tidak lagi mempunyai hak-hak istimewa dan status mereka juga turun menjadi rakyat biasa. Dengan lenyapnya sistem pemerintahan daerah (Han), para samurai kehilangan kedudukannya sebagai kelas militer. Hal ini juga berarti bahwa golongan samurai yang semula mempunyai hak-hak istimewa telah lenyap (Nurhayati, 1987:54-55) Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Meiji ini menimbulkan pro dan kontra. Ketika pemerintah mengeluarkan keputusan untuk meniadakan golongan samurai dari strata masyarakat Jepang, terjadi pertentangan dalam diri kelompok elit samurai antara yang menginginkan tradisionalitas Jepang tetap dipertahankan dengan para samurai pengusung modernisasi. Golongan samurai kemudian seolah terbagi menjadi dua haluan, masing-masing haluan dipimpin oleh pemimpin samurai-samurai pada masa penggulingan kekuasaan Tokugawa. Golongan pengusung tradisionalisme dan pembela hak-hak para samurai dipimpin oleh samurai ternama asal klan Satsuma, Saigo Takamori. Sedangkan samurai pendukung modernisasi dibawah Okubo Toshimichi yang merupakan kawan seperjuangan Takamori dan sama-sama berasal dari klan Satsuma. Saigo Takamori sendiri mempunyai peranan penting dalam keruntuhan rezim Tokugawa dan merupakan salah satu pejabat utama dalam pemerintahan Meiji yaitu sebagai menteri Bidang Militer (Minister of War)

22 66 (Norman, 1945:63). Walaupun berada dalam jajaran pemerintahan yang sama, ternyata Takamori dan Okubo Toshimichi tidak sehaluan Takamori dapat dikatakan sebagai salah seorang yang terpenting dalam barisan samurai konservatif, sedangkan Toshimichi lebih dijadikan figur politik dalam jajaran birokrasi. (De Barry, : 14 Maret 2007). Takamori sepenuhnya tidak menentang modernisasi dan kemajuan Jepang, tetapi ketika dia melihat bahwa pemerintah Meiji banyak mengeluarkan kebijakan yang bertentangan dengan hati nurani dan hak-hak kaum samurai, muncul dilema dalam hati Saigo Takamori. Antara loyalitas terhadap pemerintah dan kesetiaan terhadap tradisi samurai. Pertentangan batin dan kesetiaan dirinya terhadap aturan samurai membuat dia mau tidak mau dia memutuskan untuk menentang kebijakan penghapusan golongan samurai serta penghilangan hak-hak istimewa mereka. Takamori juga menginginkan adanya kemajuan dalam bidang militer, tidak hanya kemajuan dalam bidang ilmu pengetahuan. Ketika fungsi kaum samurai seolah tersingkirkan, Saigo Takamori mencoba kembali mengangkat kedudukan dan kekuatan golongan militer Jepang itu dengan mengajukan wacana penaklukan wilayah Korea. Pemerintah oligarki pernah mengirimkan armadanya dalam permasalahan Korea ini dengan meniru cara-cara yang dilakukan oleh Perry terhadap pembukaan Jepang tahun Namun pemerintah Korea menolak dengan tegas upaya pembukaan yang dilakukan oleh Jepang. Di balik pembukaan dengan maksud berdagang dengan Korea, tujuan pokok

23 67 pengiriman armada ini adalah untuk menjadikan Korea sebagai daerah ekspansi atau negara jajahan Jepang, mengingat letaknya yang sangat strategis dan berdekatan dengan Jepang. Selain itu, Korea akan dijadikan sebagai negara penyuplai beras untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri Jepang (Ahdianti, 2003:55). Ketika Korea menolak armada Jepang ini, maka perlakuan Korea terhadap Jepang dianggap kurang hormat dan patut dibalas dengan mengirimkan armada yang lebih besar. Pemerintah dalam hal ini yaitu Kaisar menunjuk Saigo Takamori yang juga merupakan Minister of War atau Menteri Bagian Militer Jepang untuk membawa pasukannya ke Korea. Akan tetapi, keputusan ini ditolak oleh jajaran pejabat yang ada di pemerintahan, terutama oleh samurai-samurai yang baru datang dari luar negeri dan menyaksikan langsung kehidupan negara luar. Samurai-samurai yang berpikiran moderat itu diantaranya adalah Okubo Toshimichi, Ito Hirobumi, Iwakura Tomomi, dan Kido Koin (Ahdianti, 2003:55). Para samurai-samurai penentang keputusan ini berpendapat bahwa hal-hal penting dan mendesak saat itu adalah membangun suatu pemerintahan yang kuat dan membangkitkan perekonomian nasional. Biaya yang sekiranya digunakan untuk membiayai peperangan lebih baik untuk disalurkan kepada bidang-bidang lain karena situasi dan kondisi Jepang yang masih belum stabil. Alasan-alasan yang dikemukakan oleh Okubo dan kawan-kawannya semata demi kemajuan Jepang. Penolakan rencana penyerangan terhadap Korea karena hal tersebut dianggap suatu tindakan yang terburu-buru dan

24 68 gegabah. Alasan penolakan Okubo Toshimichi terhadap keinginan Saigo Takamori dikemukakan oleh De Barry dalam surat yang dikirimkan langsung kepada Takamori, ( Maret 2007). inti dari surat itu menjelaskan bahwa: 1. Pemerintahan negara yang baru memulai perubahan besar-besaran masih belum stabil. Di dalam negeri pun masih tidak terhitung pertumpahan darah. Jika tindakan penyerangan terhadap Korea dilakukan, semakin menambah banyaknya jumlah pertumpahan darah itu sendiri. 2. Anggaran dana pemerintah telah naik sangat tinggi karena restorasi Meiji dan terdapat kesulitan untuk menyeimbangkan anggaran yang didapat dengan pendapatan yang harus dikeluarkan. Penyerangan terhadap Korea tentu melibatkan ribuan pasukan yang akan memakan biaya sangat besar, sedangkan tidak mungkin menambah jumlah pajak kepada rakyat, sedangkan pinjaman ke luar negeri pun sudah besar. 3. Pemerintah yang sekarang bekerja keras untuk kemajuan Jepang. Baik itu dalam bidang Militer, Pendidikan, Politik dan Ekonomi. Semuanya itu membutuhkan waktu yang tidak sebentar, dan upaya pengiriman pasukan ini merupakan hal yang sia-sia saja karena akan memecahkan perhatian pemerintah dan juga biaya yang seharusnya lebih utama ditujukan untuk kepentingan Jepang.

25 69 4. Kondisi ekonomi dalam negeri Jepang yang sedang tidak menentu akibat jatuhnya harga emas menjadikan Jepang harus bekerja keras dan membutuhkan tenaga-tenaga muda yang difokuskan untuk kemajuan Jepang. Bukan untuk mengisi barisan pasukan perang yang justru dianggap sebagai suatu hal yang sia-sia. 5. Adanya orientasi politik luar negeri Jepang, baik itu dengan negaranegara Barat maupun dengan negara-negara tetangga. Sehingga masa sekarang dianggap bukanlah saat yang tepat untuk melakukan peperangan demi tercapainya orientasi politik luar negeri Jepang. Alasan-alasan di atas merupakan jawaban sekaligus penolakan terhadap surat yang dikirimkan Saigo Takamori terhadap pemerintah. Akibatnya, kekecewaan Takamori semakin menumpuk. Saat itu dia mengalami hal yang cukup dilematis, yaitu antara loyalitas terhadap negara dan mempertahankan tradisionalisme golongan samurai sedangkan saat itu hak-hak samurai semakin tersisihkan. Takamori berpendapat, dengan pengiriman pasukan ke Korea ini akan bisa mengangkat kembali citra dan hak samurai yang terabaikan. Akibat dari kekecewaan-kekecewaan itulah Takamori beserta kawan-kawan yang sehaluan dengannya yaitu Itagaki Taisuke, Goto Shojiro, dan Eto Shinpei akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri. Saigo Takamori meletakkan jabatannya sebagai Menteri Bidang Militer Jepang pada tahun 1874 dan kembali ke daerah asalnya, Kagoshima. Pengunduran diri Takamori ini juga karena dorongan yang dilakukan oleh

26 70 para samurai-samurai yang juga kecewa karena menginginkan adanya ekspansi terhadap Korea. Saigo Takamori kembali ke Kagoshima diiringi oleh samurai-samurai pengikutnya. Di Kagoshima itu dia kemudian mendirikan sebuah sekolah khusus para samurai yang disebut juga dengan shi-gakko. Sekolah pribadi (shi-gakko) yang didirikan oleh Takamori merupakan bentuk dari implementasi sosial politik Saigo Takamori. Karena selain diajarkan ilmu-ilmu umum lainnya, para samurai muda juga diberikan pelajaran mengenai taktik atau strategi-strategi militer. Tetapi yang lebih penting lagi, ditanamkan pandangan-pandangan mengenai keadaan sosial politik Jepang saat itu serta propaganda masalah ekspansi terhadap Korea (Norman, 1945:73-74). Dalam keadaan seperti itu, dan atas desakan para samurai-samurai muda yang memang sejak semula merasa tidak puas dengan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Meiji, disusunlah rencana pemberontakan yang dikenal oleh orang Jepang dengan sebutan Seinan Senso atau Pemberontakan samurai klan Satsuma. 4.4 Motivasi Utama Para Samurai Melakukan Pemberontakan Satsuma 1877 Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah Meiji tenyata tidak selalu menguntungkan dan berpihak bagi semua golongan. Ada pihak-pihak yang ternyata terdegradasi dan tersisihkan dengan keputusan yang dibuat pemerintah. Pihak yang paling tercabut hak-haknya akibat perubahan yang terjadi pasca Restorasi Meiji adalah golongan samurai. Jika pada pemerintahan keshogunan mereka mempunyai hak-hak istimewa dan

27 71 kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan strata-strata petani, pedagang, buruh dan lainnya. Maka, pada masa Meiji kedudukan mereka dihapuskan. Dengan kata lain, golongan samurai itu mempunyai kedudukan yang setara dengan strata-strata yang sebelumnya dianggap lebih rendah bahkan hina oleh mereka. Bagi samurai yang mempunyai pendidikan tinggi dan mendapat kedudukan di pemerintahan, hal itu tidak menjadi masalah karena mereka sendiri yang membuat kebijakan dan kehidupan mereka tetap terjamin. Tetapi, hal ini berdampak luar biasa bagi para samurai yang kehidupannya hanya mengandalkan pedang dan perintah daimyo mereka. Mereka secara otomatis kehilangan pekerjaannya, karena berbarengan dengan kebijakan itu pula dikeluarkan perintah pelucutan senjata bagi para samurai. Muncullah lapisan masyarakat yang tidak mempunyai pekerjaan atau penganggur yaitu para samurai. Jumlah mereka yang tidak sedikit yaitu sekitar 2 juta orang, menjadikan pemerintah cukup kesulitan memberikan langkah yang terbaik bagi para samurai-samurai itu (Norman, 1945:51). Para samurai yang telah kehilangan pekerjaannya, kemudian memasuki dan mencari pekerjaan di masyarakat. Di antaranya ada yang menjadi petani, pedagang dan bidangbidang yang umum lainnya di masyarakat. Tindakan pemerintah yang menolak pengiriman pasukan ke Korea menyebabkan Saigo Takamori dan kawan-kawannya meletakkan jabatan dari pemerintahan dan kembali ke daerah asalnya di Kagoshima. Tidak hanya itu saja, alasan penting lainnya adalah penghapusan hak-hak istimewa kaum samurai dari hierarki masyarakat Jepang membuat Takamori dan

28 72 kawan-kawan merasa kecewa. Sebagai golongan yang sangat menjunjung tinggi semangat feodal atau kesetiaan terhadap junjungan atau atasannya, tindakan itu terasa menurunkan harga diri golongan samurai. Kelas samurai dipandang sebagai perwujudan dan penjaga moralitas, karena aturan-aturan yang dipegang oleh para samurai erat kaitannya dengan tatanan sistem sosial masyarakat Jepang. Dalam bukunya, Bellah mengatakan bahwa Tokugawa Mitsukuni ( ), pangeran ketiga yang berasal dari dari Mito, menulis dalam perintah untuk para pengikutnya yaitu : Jadi, apa kegunaan dari shi, atau kelas samurai? Satu-satunya tugasnya adalah menjaga atau mempertahankan giri. Orang-orang dari kelas-kelas yang lain berurusan dengan hal-hal nyata, sedangkan samurai berurusan dengan yang tidak terlihat, tidak berwarna, tidak wadag. Jika tidak ada samurai, kebenaran (giri) akan musnah dari masyarakat manusia, rasa malu akan hilang, dan kesalahan serta ketidakadilan aka merajalela. (Bellah, 1992 : 121) Melihat makna dari kutipan diatas, bisa diasumsikan bahwa keistimewaan seorang samurai terletak pada sifat-sifat yang harus disandang oleh mereka. Bellah (1992: ) kembali menambahkan, hal yang paling utama dan menduduki peringkat teratas tentu saja adalah kesetiaan, dan terkait erat dengan kesetiaan itu adalah kepatuhan terhadap orang tua. Semenjak kanak-kanak seorang samurai telah dididik mengenai kepatuhan terhadap orang tua. Perintah untuk bersikap lurus dan memenuhi kewajiban, ditambah lagi dengan ketaatan mutlak yang seringkali di tekankan. Sikap ini terus menerus terbentuk, sehingga ketika dewasa dia akan memegang erat kesetiaan kepada majikannya. Runtuhnya bakufu Tokugawa selain karena peranan penting para samurai, juga sangat kuat dipengaruhi oleh semangat samurai.

29 73 Keberhasilan mereka menjaga kesetiaan dan ketaatan seluruh bangsa Jepang selama ini tanpa adanya perlawanan yang berarti menunjukkan bahwa mereka telah berhasil menerapkan nilai-nilai ideal yang dimiliki oleh seorang samurai tidak hanya bagi golongannya tetapi juga bagi seluruh rakyat Jepang. Selain itu, samurai atau militer Jepang berpandangan bahwa tujuan dari semua pengabdiannya adalah untuk berbakti tanpa pamrih kepada kepentingan kolektivitas dan pimpinan bahkan kalau perlu sampai mengorbankan nyawa (Bellah, 1992:133). Oleh karena itu, tugas dengan pengabdian total adalah inti dari kehidupan seorang samurai. Karena arti simboliknya yang sangat penting bagi sistem nilai sentral masyarakat Jepang, maka sangat wajar jika golongan samurai mendapatkan tempat dan perlakuan yang istimewa dibandingkan rakyat biasa. Walaupun pada masa Tokugawa, militansi kaum samurai memudar akibat masa perdamaian yang sangat panjang. Ketika pemerintah pasca restorasi Meiji mengeluarkan kebijakankebijakan yang mengarah kepada perubahan struktur masyarakat Jepang dan menghapuskan sekat yang memisahkan antara golongan samurai dengan lapisan masyarakat yang lebih rendah, terjadi pertentangan dalam nurani para samurai. Karena kebanyakan diantara mereka harus terjun mencari mata pencaharian lain seperti rakyat pada umumnya. Tetapi bagi samuraisamurai konservatif yang menduduki jabatan penting di pemerintahan keadaan ini menimbulkan suatu dilema tersendiri bagi mereka, antara ketaatan terhadap pemimpin dan upaya mempertahankan harga diri serta tradisionalisme samurai. Wahyu Prasetyawan mengungkapkan dengan

30 74 gamblang ( 22 Januari 2007) bahwa para samurai tersebut sesunguhnya bukan tidak menyadari keadaan Jepang saat itu, mereka sadar bahwa pilihan untuk maju memang tidak banyak. Ketika itu, Eropa atau negara-negara Barat sudah sangat maju dan Jepang hanya mempunyai dua pilihan, maju atau bertahan dalam kemunduran. Hal inilah yang sebenarnya disadari oleh mereka, karena ditengah ancaman negara-negara kuat lainnya, benteng yang kuat untuk melindungi diri adalah dengan memperkuat negara Jepang dalam bidang militer maupun ilmu pengetahuan. Tindakan yang dilakukan oleh para samurai konservatif mengusulkan penaklukan ke daerah Korea mempunyai alasan tersendiri bagi mereka. Alasan dibalik usulan itu adalah untuk membuktikan bahwa kekuatan militer Jepang saat itu masih bisa diandalkan, terutama para samurainya. Tetapi, penolakan pemerintah membuat Saigo Takamori dan kawan-kawannya merasa kecewa. Ditambah lagi dengan perlakuan pemerintah terhadap golongan samurai yang dianggap merugikan baik dari segi ekonomi maupun sosial. Akibatnya, mereka memutuskan untuk mengundurkan diri dari pemerintahan. Niat ingin membuktikan eksistensi golongan samurai terhalang oleh kewajiban mematuhi perintah dari Kaisar yang merupakan atasan tertinggi bagi samurai. Sesuai dengan aturan seorang samurai, tidak ada jalan lain untuk membuktikan kehormatan seorang samurai dan menunjukkan bahwa golongan samurai masih harus diakui keberadaannya yaitu dengan menyusun rencana pemberontakan. Dengan melakukan pemberontakan itu, kaum samurai mendefinisikan arti

31 75 harga diri mereka dan juga membayar giri atau kewajiban mereka terhadap penguasa. Giri terhadap penguasa ini menuntut kesetiaan ekstrim kepada pengikutnya sampai penguasa itu melakukan penghinaan atau hal yang merendahkan harga diri samurainya. Setelah itu, walaupun pengikutnya melakukan pengkhianatan dalam bentuk apapun akan dianggap pantas (Benedict, 1979:171). Maka, tindakan pemberontakan yang dilakukan oleh mereka dianggap wajar, karena hal ini dilakukan untuk mempertahankan harga diri sebagai samurai. Pertentangan-pertentangan yang digambarkan diatas adalah antara kewajiban dan kewajiban. Kewajiban memberikan kesetiaan yang terbaik terhadap penguasanya dan kewajiban mematuhi aturan-aturan mempertahankan harga diri sebagai seorang samurai. Keduanya baik, karena dalam memilih keduanya itu tidak akan peraturan yang mempersalahkan ketika seorang samurai memilih jalannnya sendiri dan menentang pemerintah. Motivasi mempertahankan harga diri dan feodalisme inilah yang membuat Saigo Takamori dan kawan-kawannya mengangkat pedang untuk memerangi pasukan Kaisar. Kematian bagi mereka merupakan hal yang lebih terhormat di bandingkan harus hidup dengan menentang aturan samurai. 4.5 Sikap Golongan Samurai terhadap Pemberontakan Satsuma 1877 Pemberontakan Satsuma ini merupakan salah satu bentuk ketidaksetujuan golongan samurai terhadap perintah dari Kaisar yang sebenarnya merupakan kewajiban mereka. Pasca penolakan pemerintah

32 76 terhadap pengiriman armada ke Korea, perpecahan nampak di kalangan birokrat dalam tubuh pemerintahan Meiji yang terdiri dari samurai-samurai tingkat tinggi. Para samurai yang mengundurkan diri dari pemerintahan kemudian menggabungkan kekuatannya untuk melakukan gerakan-gerakan menentang samurai yang masih berkuasa di pemerintahan. Perpecahan di kalangan pemimpin dalam pemerintahan Meiji ini justru menyebabkan para samurai-samurai yang masih bertahan dalam pemerintahan memperkuat posisinya dan sikap mereka berdampak terhadap pelaksanaan dan perkembangan pemerintah selanjutnya. Pemerintah semakin berkembang tanpa memperdulikan opini dan keinginan rakyat lagi, tetapi justru semakin memupuk kekuasaannya, terutama setelah terjadi perdebatan mengenai pengiriman armada ekspansi ke Korea. Protes-protes terhadap pemerintah pun diajukan, bahkan para bekas samurai-samurai yang semula menduduki pemerintahan yaitu Itagaki Taisuke, Goto Shojiro, Eto Shimpei dan sejumlah petani kaya membentuk suatu organisasi politik yang diberi nama Aikokukoto (Partai Umum Pecinta Tanah Air) pada awal tahun 1874 (Ahdianti, 2003:58). Akibat kekalahan kelompok Saigo Takamori dalam perdebatan tentang rencana penyerangan ke Korea dan semakin meningkatnya dominasi kelompok oligarki dalam pemerintahan, terjadi banyak pemberontakan dalam negeri yang dipelopori oleh para samurai yang tidak puas terhadap kebijakan pemerintah. Salah satu pemberontakan yang cukup besar terjadi di prefektur Saga pada tahun Pemberontakan yang dipimpin oleh Eto Shimpei ini dikenal sebagai Pemberontakan Saga. Herbert Norman

33 77 (1945:71) menyebutkan bahwa pemberontakan ini terjadi pada awal Februari 1874, ketika pasukan Eto Shinpei menyerang pasukan pemerintah yang ditempatkan di Saga. Namun Okubo Toshimichi mengambil tindakan cepat dengan mengirimkan pasukan bantuan ke Saga. Eto Shinpei terdesak dan mencoba meminta bantuan kepada Saigo Takamori di Kagoshima karena dia menganggap Takamori sebagai orang yang sehaluan dengannya. Sayangnya, sebelum dia sempat tiba di Kagoshima, Eto Shinpei tertangkap di Kochi dan dibawa kembali ke kota Saga, kemudian pada April 1874 dia dihukum mati. Pemberontakan Saga ini ternyata memicu pemberontakanpemberontakan kecil lainnya yang dapat dengan mudah dipadamkan oleh pemerintah. Ahdianti (2003:66) menyebutkan bahwa pada saat itu, seakan terdapat dua alternatif utama bagi para samurai-samurai yang tidak puas dengan keadaan sosial, politik dan ekonomi masa Meiji. Pertama, menggunakan metode tradisional yaitu dengan mengangkat senjata. Kedua, menggunakan cara aksi politik tanpa kekerasan seperti mengadakan pidatopidato, menyebarkan pamflet-pamflet, dan mengajukan petisi. Alternatif pertama inilah yang kemudian dilakukan oleh Saigo Takamori untuk menunjukkan ketidakpuasannya terhadap pemerintah karena dengan statusnya sebagai seorang pemimpin militer para samurai, pemberontakan secara fisik dapat dengan lebih mudah dilakukan. Selepas pengunduran dirinya dari pemerintahan Meiji, Saigo Takamori kembali ke daerah asalnya di Kagoshima yang juga merupakan wilayah kekuasaan klan Satsuma sehingga bisa lebih mudah untuk

BAB III EKSISTENSI SAMURAI PADA MASA PEMERINTAHAN MEIJI

BAB III EKSISTENSI SAMURAI PADA MASA PEMERINTAHAN MEIJI BAB III EKSISTENSI SAMURAI PADA MASA PEMERINTAHAN MEIJI 3.1 Hak Politik dan Kekuasaan Samurai Pemerintah feodal Tokugawa yang mulai berkuasa sejak tahun 1600 sebagian besar terdiri dari kelas samurai,

Lebih terperinci

BAB 5 RINGKASAN. jatuh. Padahal ia telah menetapkan segala peraturan untuk dalam dan luar negeri. menyebabkan jatuhnya kekuasaan politik Tokugawa.

BAB 5 RINGKASAN. jatuh. Padahal ia telah menetapkan segala peraturan untuk dalam dan luar negeri. menyebabkan jatuhnya kekuasaan politik Tokugawa. BAB 5 RINGKASAN Bakufu Tokugawa yang berhasil menguasai negeri selama 267 tahun akhirnya jatuh. Padahal ia telah menetapkan segala peraturan untuk dalam dan luar negeri untuk mempertahankan pemerintahannya.

Lebih terperinci

Jepang (Bagian III) Feodalisme Jepang

Jepang (Bagian III) Feodalisme Jepang Jepang (Bagian III) Feodalisme Jepang Sistem kepemilikan hak atas tanah di Jepang berbeda dengan Eropa (sistem shoen) Biaya untuk Samurai Jepang lebih murah, tanah imbalan untuk samurai lebih kecil daripada

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. keluarga Tokugawa. Disebut zaman Edo karena pemerintahan keshogunan

BAB I PENDAHULUAN. keluarga Tokugawa. Disebut zaman Edo karena pemerintahan keshogunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zaman Edo (1603-1867) adalah zaman dimana Jepang diperintah oleh keluarga Tokugawa. Disebut zaman Edo karena pemerintahan keshogunan Tokugawa pada waktu itu

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga Tokugawa ( ). Demikian pula sistem politik yang telah

BAB 1 PENDAHULUAN. keluarga Tokugawa ( ). Demikian pula sistem politik yang telah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bulan November 1867, Tokugawa Yoshinobu mengembalikan pemerintahan kepada kaisar ( tenno ). Ini berarti jatuhnya bakufu yang sampai saat itu dikuasai oleh keluarga

Lebih terperinci

ABSTRAK PEMERINTAHAN REZIM SHOGUN TOKUGAWA YANG TERAKHIR

ABSTRAK PEMERINTAHAN REZIM SHOGUN TOKUGAWA YANG TERAKHIR ABSTRAK PEMERINTAHAN REZIM SHOGUN TOKUGAWA YANG TERAKHIR Pada zaman Edo, pemerintahan Negara Jepang berada di bawah kendali Shogun Tokugawa. Akan tetapi, pimpinan tertinggi di jepang bukan Shogun tokugawa,

Lebih terperinci

membuka diri terhadap dunia internasional. Peristiwa ini mengakibatkan kepercayaan Daimyo terhadap kekuasaan Tokugawa menjadi menurun.

membuka diri terhadap dunia internasional. Peristiwa ini mengakibatkan kepercayaan Daimyo terhadap kekuasaan Tokugawa menjadi menurun. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Jepang merupakan negara di Asia yang pernah menjadi Negara imperialis. Dengan usaha melakukan politik ekspansi ke kawasan Asia Pasifik termasuk Indonesia, Jepang

Lebih terperinci

BAB II RESTORASI MEIJI ATAU MODERNISASI JEPANG. Edo. Zaman Edo ( ) adalah zaman dimana Jepang diperintah oleh

BAB II RESTORASI MEIJI ATAU MODERNISASI JEPANG. Edo. Zaman Edo ( ) adalah zaman dimana Jepang diperintah oleh BAB II RESTORASI MEIJI ATAU MODERNISASI JEPANG 2.1 Runtuhnya Pemerintahan Tokugawa Berbicara mengenai Tokogawa, maka sangat erat kaitannya dengan zaman Edo. Zaman Edo (1603-1867) adalah zaman dimana Jepang

Lebih terperinci

PERANAN SAIGO TAKAMORI DALAM PEMBERONTAKAN KAUM SAMURAI. Yessy Harun Sastra Jepang Fakultas Sastra. Abstrak

PERANAN SAIGO TAKAMORI DALAM PEMBERONTAKAN KAUM SAMURAI. Yessy Harun Sastra Jepang Fakultas Sastra. Abstrak PERANAN SAIGO TAKAMORI DALAM PEMBERONTAKAN KAUM SAMURAI Yessy Harun Sastra Jepang Fakultas Sastra Abstrak Saigo Takamori, salah satu tokoh penting dalam menggulingkan keshogunan tokugawa. Penghapusan sistem

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. dari posisinya sebagai kanpaku untuk melancarkan jalan bagi Hideyori menjadi

BAB V KESIMPULAN. dari posisinya sebagai kanpaku untuk melancarkan jalan bagi Hideyori menjadi BAB V KESIMPULAN Perang Sekigahara yang terjadi pada tahun 1600 dipicu adanya pertentangan diantara dua istri Hideyoshi yaitu Yodogimi dan Kodaiin. Karena kecemburuan yang besar terhadap Yodogimi, kelahiran

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM AWAL KESHOGUNAN TOKUGAWA. Taira pada perang Heijin tahun Setelah kekalahan tersebut keluarga

BAB II GAMBARAN UMUM AWAL KESHOGUNAN TOKUGAWA. Taira pada perang Heijin tahun Setelah kekalahan tersebut keluarga BAB II GAMBARAN UMUM AWAL KESHOGUNAN TOKUGAWA 2.1 Awal Munculnya Kekuasaan Shogun Awal munculnya kekuasaan shogun bermula dari konflik antara keluarga Minamoto dan keluarga Taira. Keluarga Minamoto dikalahkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kemenangan Klan Tokugawa dalam Perang Sekigahara (Sekigahara no

BAB I PENDAHULUAN. Kemenangan Klan Tokugawa dalam Perang Sekigahara (Sekigahara no 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kemenangan Klan Tokugawa dalam Perang Sekigahara (Sekigahara no Tatakai) pada tahun 1600, menjadikan Tokugawa Ieyasu sebagai shogun 1 dan tanda dimulainya Tokugawa

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG RESTORASI MEIJI

BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG RESTORASI MEIJI BAB II GAMBARAN UMUM TENTANG RESTORASI MEIJI 2.1. Faktor-Faktor Yang Mendorong Timbulnya Restorasi Meiji A. Keadaan Pemerintah Sebelum Restorasi Meiji Pada zaman Meiji, kekuasaan pemerintah sepenuhnya

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diperoleh oleh penulis. Dalam hal ini tinjauan pustaka bermanfaat sebagai landasan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. diperoleh oleh penulis. Dalam hal ini tinjauan pustaka bermanfaat sebagai landasan BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka Tinjauan Pustaka merupakan hasil penelaahan terhadap sumber-sumber yang diperoleh oleh penulis. Dalam hal ini tinjauan pustaka bermanfaat sebagai landasan berfikir

Lebih terperinci

JEPANG. Part IV Edo - Meiji

JEPANG. Part IV Edo - Meiji JEPANG Part IV Edo - Meiji Perkembangan Kondisi Masyarakat Edo Perang seratus tahun justru mendorong perekonomian Jepang Sumber Kekayaan : tanah/pertanian (samurai) dan berdagang Kelas Penguasa : Shogun,

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Fukutake Tadashi.1988.Masyarakat Jepang Dewasa Ini.Jakarta: Gramedia.

DAFTAR PUSTAKA. Fukutake Tadashi.1988.Masyarakat Jepang Dewasa Ini.Jakarta: Gramedia. DAFTAR PUSTAKA Fukutake Tadashi.1988.Masyarakat Jepang Dewasa Ini.Jakarta: Gramedia. Kusuma Aprilyna.2011.Dampak Perubahan Undang-Undang Tentang Pendidikan Wanita Terhadap Kemajuan Jepang.Skripsi Universitas

Lebih terperinci

PENGARUH RESTORASI MEIJI TERHADAP EKSISTENSI KELAS SAMURAI

PENGARUH RESTORASI MEIJI TERHADAP EKSISTENSI KELAS SAMURAI PENGARUH RESTORASI MEIJI TERHADAP EKSISTENSI KELAS SAMURAI Teguh A - M.Mossadeq Bahri Jurnal Makalah Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Program Studi Sastra Jepang Universitas Indonesia 2013 Daftar Isi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zaman sejarah Jepang yaitu dimulai dari zaman Nara, zaman Heian (794 1192) sampai dengan zaman Meiji (1868 sekarang). Dari urutan-urutan zaman sejarah Jepang

Lebih terperinci

Menurut kamus bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti sifat-sifat. Negara dan bangsa akan maju jika ada prinsip kejujuran. Salah satu bangsa yang

Menurut kamus bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti sifat-sifat. Negara dan bangsa akan maju jika ada prinsip kejujuran. Salah satu bangsa yang BAB II GAMBARAN UMUM PRODUKTIFITAS ORANG JEPANG 2.1 Pengertian Karakter Menurut kamus bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Menurut Jepang Wikipedia dan Foklor Jepang, tercatat keterangan Jepang seperti dibawa (bahasa Jepang: Nippon/nihon, nama resmi: Nipponkoku/Nihonkoku) adalah

Lebih terperinci

Jepang Abad NIHON/NIPPON I

Jepang Abad NIHON/NIPPON I Jepang Abad 18-19 NIHON/NIPPON I Sejarah Asia Timur Pendidikan Sejarah Pertemuan 12,13 Rhoma Dwi Aria Yuliantri, M. Pd Email: ariayuliantri@uny.ac.id Abad 18 Shogun ke delapan Eyoshimune, keadaan ekonomi

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM

BAB II GAMBARAN UMUM BAB II GAMBARAN UMUM 2.1. Jepang Pasca Perang Dunia II Pada saat Perang Dunia II, Jepang sebagai negara penyerang menduduki negara Asia, terutama Cina dan Korea. Berakhirnya Perang Dunia II merupakan kesempatan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang adalah sebuah negara maju yang berada di Asia Timur. Dalam Hal keyakinan, Jepang merupakan negara yang membebaskan warga negaranya dalam beragama, seperti yang

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak kedatangan orang Portugis pada awal abad ke-16, agama Kristen mulai

BAB 1 PENDAHULUAN. Sejak kedatangan orang Portugis pada awal abad ke-16, agama Kristen mulai BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.1.1 Kedatangan Para Misionaris Portugis 1.1.1.1Zaman Momoyama Sejak kedatangan orang Portugis pada awal abad ke-16, agama Kristen mulai mencoba menanamkan pengaruh

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini memaparkan mengenai hasil kajian pustaka untuk mengkaji judul

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Bab ini memaparkan mengenai hasil kajian pustaka untuk mengkaji judul BAB II TINJAUAN PUSTAKA Bab ini memaparkan mengenai hasil kajian pustaka untuk mengkaji judul Gerakan Sosial Petani Jepang (Pemberontakan Shimabara 1637-1638). Dalam bab ini pengkajian dan penelahan terhadap

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tahun 1853, dengan kapal perangnya yang besar, Komodor Perry datang ke Jepang. Pada saat itu, Jepang adalah negara feodal yang terisolasi dari negara-negara lainnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. surut. Dua periode penting tersebut adalah masa Kaisar Meiji ( ) dan. yang kemudian dikenal dengan Restorasi Meiji.

BAB I PENDAHULUAN. surut. Dua periode penting tersebut adalah masa Kaisar Meiji ( ) dan. yang kemudian dikenal dengan Restorasi Meiji. BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sepanjang sejarah, kekaisaran Jepang beberapa kali mengalami masa pasang surut. Dua periode penting tersebut adalah masa Kaisar Meiji (1868-1912) dan Kaisar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dan masyarakat Jepang merupakan hal yang cukup menarik

BAB I PENDAHULUAN. Sejarah dan masyarakat Jepang merupakan hal yang cukup menarik BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sejarah dan masyarakat Jepang merupakan hal yang cukup menarik perhatian umat manusia karena berbagai hal. Jepang mula-mula terkenal sebagai bangsa Asia pertama

Lebih terperinci

PEMERINTAHAN KESHOGUNAN DI JEPANG TAHUN SKRIPSI. Oleh. Edy Supriyadi NIM

PEMERINTAHAN KESHOGUNAN DI JEPANG TAHUN SKRIPSI. Oleh. Edy Supriyadi NIM PEMERINTAHAN KESHOGUNAN DI JEPANG TAHUN 1192-1867 SKRIPSI Oleh Edy Supriyadi NIM 100210302061 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Masyarakat Jepang pada masa Tokugawa merupakan masyarakat yang

BAB V KESIMPULAN. Masyarakat Jepang pada masa Tokugawa merupakan masyarakat yang BAB V KESIMPULAN Masyarakat Jepang pada masa Tokugawa merupakan masyarakat yang bersifat feodalisme Hal itu dapat dilihat dengan adanya pembagian status sosial menurut mata pencahariannya yakni golongan

Lebih terperinci

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN. Awal penyebaran agama Kristen yang dilakukan oleh Xavier di Jepang tidak

BAB IV SIMPULAN DAN SARAN. Awal penyebaran agama Kristen yang dilakukan oleh Xavier di Jepang tidak BAB IV SIMPULAN DAN SARAN 4.1 Simpulan Awal penyebaran agama Kristen yang dilakukan oleh Xavier di Jepang tidak membawa sukses yang besar dibandingkan dengan penyebaran yang dilakukannya di negara Asia

Lebih terperinci

Jepang pada masa sebelum Perang Dunia (PD) II

Jepang pada masa sebelum Perang Dunia (PD) II Kata Pengantar Jepang pada masa sebelum Perang Dunia (PD) II merupakan negara yang menganut sistim kenegaraan monarki absolute, yaitu sebuah negara yang dipimpin langsung oleh Raja. Di Jepang, seorang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang yang dimulai sejak shogun pertama Tokugawa Ieyasu. Keshogunan

BAB I PENDAHULUAN. Jepang yang dimulai sejak shogun pertama Tokugawa Ieyasu. Keshogunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Zaman Edo (1603-1867) adalah salah satu pembagian periode dalam sejarah Jepang yang dimulai sejak shogun pertama Tokugawa Ieyasu. Keshogunan Tokugawa di Edo

Lebih terperinci

BAB II JEPANG DALAM PERANG DUNIA II

BAB II JEPANG DALAM PERANG DUNIA II 8 BAB II JEPANG DALAM PERANG DUNIA II Keterlibatan Jepang dalam Perang Dunia II mempunyai sejarah yang panjang dan berkaitan antara satu peristiwa yang satu dengan peristiwa lainnya. Ada yang berpendapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mengenang sejarah Jerman akan selalu tertuju pada Perang Dunia II dan sosok pemimpinnya yaitu Adolf Hitler. Adolf Hitler menjabat sebagai kanselir Jerman di usia

Lebih terperinci

BAB I. Pendahuluan. berbatasan dengan Samudra Pasifik, sedangkan di bagian utara berbatasan dengan

BAB I. Pendahuluan. berbatasan dengan Samudra Pasifik, sedangkan di bagian utara berbatasan dengan BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Jepang adalah negara kepulauan. Secara geografis terletak di bagian timur berbatasan dengan Samudra Pasifik, sedangkan di bagian utara berbatasan dengan Rusia dan di

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Bangsa Jepang adalah salah satu bangsa tertua di dunia dan yang paling dibanggakan orang-orang Jepang adalah kerajaan atau dinasti-dinastinya yg merupakan satu kesatuan

Lebih terperinci

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH

DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH DEKLARASI UNIVERSAL HAK ASASI MANUSIA 1 MUKADIMAH Bahwa pengakuan atas martabat yang melekat pada dan hak-hak yang sama dan tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia adalah landasan bagi

Lebih terperinci

BAB II SEJARAH SAMURAI. pergolakan sosial, intrik politik, dan konflik militer hampir konstan yang berlangsung sekitar dari

BAB II SEJARAH SAMURAI. pergolakan sosial, intrik politik, dan konflik militer hampir konstan yang berlangsung sekitar dari BAB II SEJARAH SAMURAI 2.1 Sengoku Jidai Sengoku jidai atau yang disebut juga zaman sengoku dalam sejarah Jepang adalah masa pergolakan sosial, intrik politik, dan konflik militer hampir konstan yang berlangsung

Lebih terperinci

BAB 3 METODE PENELITIAN

BAB 3 METODE PENELITIAN BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian Secara umum, pendekatan penelitian atau disebut dengan paradigma penelitian yang cukup dominan adalah pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Seorang

Lebih terperinci

BAB IV MODERNISASI SISTEM PENDIDIKAN DI JEPANG. Dibawah kekuasaan Tokugawa, Jepang mengadopsi nilai-nilai Konfusianisme

BAB IV MODERNISASI SISTEM PENDIDIKAN DI JEPANG. Dibawah kekuasaan Tokugawa, Jepang mengadopsi nilai-nilai Konfusianisme BAB IV MODERNISASI SISTEM PENDIDIKAN DI JEPANG Dibawah kekuasaan Tokugawa, Jepang mengadopsi nilai-nilai Konfusianisme di dalam sistem pendidikannya. Sistem pendidikan ini dapat bertahan kurang lebih selama

Lebih terperinci

Bab 5. Ringkasan. Negara Jepang meskipun sekarang merupakan negara yang cukup maju

Bab 5. Ringkasan. Negara Jepang meskipun sekarang merupakan negara yang cukup maju Bab 5 Ringkasan Negara Jepang meskipun sekarang merupakan negara yang cukup maju namun Jepang pernah menjadi negara yang terisolasi dari masuknya unsur-unsur asing atau yang lebih dikenal dengan politik

Lebih terperinci

RASA SOLIDARITAS KELOMPOK, RASA MEMILIKI, DAN RASA KESETIAAN SEBAGAI NILAI-NILAI TRADISI JEPANG DALAM SISTEM MANAJEMEN PERUSAHAAN DI JEPANG

RASA SOLIDARITAS KELOMPOK, RASA MEMILIKI, DAN RASA KESETIAAN SEBAGAI NILAI-NILAI TRADISI JEPANG DALAM SISTEM MANAJEMEN PERUSAHAAN DI JEPANG bidang HUMANIORA RASA SOLIDARITAS KELOMPOK, RASA MEMILIKI, DAN RASA KESETIAAN SEBAGAI NILAI-NILAI TRADISI JEPANG DALAM SISTEM MANAJEMEN PERUSAHAAN DI JEPANG DEWI SOETANTI Jurusan Sastra Jepang Universitas

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya,

BAB V KESIMPULAN. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, BAB V KESIMPULAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan bahwa penghadangan terhadap tentara Jepang di daerah Kubang Garut oleh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dengan berdirinya negara Republik Indonesia dan TNI serta diakui kedaulatannya

BAB I PENDAHULUAN. Dengan berdirinya negara Republik Indonesia dan TNI serta diakui kedaulatannya BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang. Dengan berdirinya negara Republik Indonesia dan TNI serta diakui kedaulatannya oleh Belanda pada tanggal 27 Desember 1949, maka pada tahun 1950 KNIL dibubarkan. Berdasarkan

Lebih terperinci

Bab 1. Pendahuluan. Selama hampir 700 tahun, dari 1192 sampai 1867, Jepang dikuasai oleh pemerintahan

Bab 1. Pendahuluan. Selama hampir 700 tahun, dari 1192 sampai 1867, Jepang dikuasai oleh pemerintahan Bab 1 Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Selama hampir 700 tahun, dari 1192 sampai 1867, Jepang dikuasai oleh pemerintahan samurai. Pada mulanya samurai adalah ksatria yang mengendarai kuda yang kemudian terorganisir

Lebih terperinci

SURAT KEPERCAYAAN GELANGGANG SENIMAN MERDEKA INDONESIA

SURAT KEPERCAYAAN GELANGGANG SENIMAN MERDEKA INDONESIA Surat Kepercayaan Gelanggang SURAT KEPERCAYAAN GELANGGANG SENIMAN MERDEKA INDONESIA Kami adalah ahli waris yang sah dari kebudayaan dunia dan kebudayaan ini kami teruskan dengan cara kami sendiri. kami

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP SAMURAI DAN RESTORASI MEIJI

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP SAMURAI DAN RESTORASI MEIJI BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP SAMURAI DAN RESTORASI MEIJI 2.1. Pengertian Samurai Samurai ( 侍 ), atau dalam bahasa Jepang disebut bushi ( 武士 ) atau buke ( 武家 ), adalah bangsawan militer abad pertengahan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA PERAN WANITA DALAM KELUARGA SAMURAI PADA KESHOGUNAN TOKUGAWA MAKALAH NON SEMINAR MUHAMMAD RIDZKY DIMAS

UNIVERSITAS INDONESIA PERAN WANITA DALAM KELUARGA SAMURAI PADA KESHOGUNAN TOKUGAWA MAKALAH NON SEMINAR MUHAMMAD RIDZKY DIMAS UNIVERSITAS INDONESIA PERAN WANITA DALAM KELUARGA SAMURAI PADA KESHOGUNAN TOKUGAWA MAKALAH NON SEMINAR MUHAMMAD RIDZKY DIMAS 0806394596 FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA JURUSAN PROGRAM STUDI JEPANG DEPOK

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 105 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dan saran dari skripsi dengan judul GEJOLAK PATANI DALAM PEMERINTAHAN THAILAND (Kajian Historis Proses Integrasi Rakyat Patani

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini akan dibahas mengenai kesimpulan dan saran dari sebuah kajian skripsi dengan judul PERANAN ADOLF HITLER DALAM PERKEMBANGAN SCHUTZSTAFFEL (1925-1945): Suatu Perspektif

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki pemerintah dan pemerintahan yang berjalan, hukum,

BAB I PENDAHULUAN. tersebut memiliki pemerintah dan pemerintahan yang berjalan, hukum, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suatu wilayah baru dapat dikatakan sebagai negara apabila wilayah tersebut memiliki pemerintah dan pemerintahan yang berjalan, hukum, pengakuan dari negara lain, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan rumpun. Koentjaraningrat (1976 : 28) menjelaskan budaya adalah daya

BAB I PENDAHULUAN. kesamaan rumpun. Koentjaraningrat (1976 : 28) menjelaskan budaya adalah daya 1.1. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Kebudayaan dimiliki oleh setiap bangsa,oleh karena itu kebudayaan dari setiap bangsa saling berbeda, walaupun terkadang ada kesamaan seperti halnya kesamaan

Lebih terperinci

BAB IV KESIMPULAN. Kebijakan pemerintahan Francisco..., Fadhil Patra Dwi Gumala, FISIP UI, Universitas Indonesia

BAB IV KESIMPULAN. Kebijakan pemerintahan Francisco..., Fadhil Patra Dwi Gumala, FISIP UI, Universitas Indonesia 68 BAB IV KESIMPULAN Pasca berakhirnya perang saudara di Spanyol pada tahun 1939, Francisco Franco langsung menyatakan dirinya sebagai El Claudilo atau pemimpin yang menggunakan kekuasaannya dengan menerapkan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Bagian ini merupakan pemaparan tentang hasil analisis yang dilakukan pada bab

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Bagian ini merupakan pemaparan tentang hasil analisis yang dilakukan pada bab BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Bagian ini merupakan pemaparan tentang hasil analisis yang dilakukan pada bab sebelumnya. Untuk mengarahkan deskripsi kepada kesimpulan penelitian terhadap respon

Lebih terperinci

DAMPAK PELAKSANAAN SISTEM PEMERINTAHAN FEODALISME TERHADAP PEMBENTUKAN SISTEM STRATIFIKASI SOSIAL (SHINOKOSHO) PADA ZAMAN EDO

DAMPAK PELAKSANAAN SISTEM PEMERINTAHAN FEODALISME TERHADAP PEMBENTUKAN SISTEM STRATIFIKASI SOSIAL (SHINOKOSHO) PADA ZAMAN EDO DAMPAK PELAKSANAAN SISTEM PEMERINTAHAN FEODALISME TERHADAP PEMBENTUKAN SISTEM STRATIFIKASI SOSIAL (SHINOKOSHO) PADA ZAMAN EDO Sri Dewi Andriani Jurusan Sastra Jepang, Fakultas Humaniora, BINUS University

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Jepang pada abad ke-16 sampai abad ke-17 merupakan negara yang masih

BAB I PENDAHULUAN. Jepang pada abad ke-16 sampai abad ke-17 merupakan negara yang masih BAB I PENDAHULUAN 1. 1 Latar Belakang Jepang pada abad ke-16 sampai abad ke-17 merupakan negara yang masih banyak terdapat perang perebutan supremasi kekuasaan di dalam negeri, walaupun kepala pemerintahan

Lebih terperinci

Pada tanggal 1 September 1945, Komite Sentral dari Komite-komite Kemerdekaan Indonesia mengeluarkan sebuah manifesto:

Pada tanggal 1 September 1945, Komite Sentral dari Komite-komite Kemerdekaan Indonesia mengeluarkan sebuah manifesto: Yusuf Budianto 0906636075 BAB 7-BAB 12 Adanya rencana pembuangan para tahanan Indonesia ke Tanah Merah membuat reputasi Belanda memburuk. Hal ini juga menimbulkan protes keras dari orang Indonesia, apalagi

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. mengacu pada bab I serta hasil analisis pada bab IV. Sesuai dengan rumusan

BAB V KESIMPULAN. mengacu pada bab I serta hasil analisis pada bab IV. Sesuai dengan rumusan BAB V KESIMPULAN Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan dan mengacu pada bab I serta hasil analisis pada bab IV. Sesuai dengan rumusan masalah pada bab I, terdapat empat hal

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP FEODALISME DAN KONDISI MASYARAKAT JEPANG PADA ZAMAN EDO. Martin (1990 : ) mengatakan bahwa masyarakat feodal

BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP FEODALISME DAN KONDISI MASYARAKAT JEPANG PADA ZAMAN EDO. Martin (1990 : ) mengatakan bahwa masyarakat feodal BAB II TINJAUAN UMUM TERHADAP FEODALISME DAN KONDISI MASYARAKAT JEPANG PADA ZAMAN EDO 2.1 Konsep Feodalisme Pada Zaman Edo Martin (1990 : 165-166) mengatakan bahwa masyarakat feodal adalah masyarakat yang

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN. Faktor-faktor kemenangan..., Nilam Nirmala Anggraini, FISIP UI, Universitas 2010 Indonesia

BAB 5 KESIMPULAN. Faktor-faktor kemenangan..., Nilam Nirmala Anggraini, FISIP UI, Universitas 2010 Indonesia 101 BAB 5 KESIMPULAN Bab ini merupakan kesimpulan dari bab-bab sebelumnya. Fokus utama dari bab ini adalah menjawab pertanyaan penelitian. Bab ini berisi jawaban yang dapat ditarik dari pembahasan dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. tentang dirinya sendiri. Semua usaha yang tidak menentu untuk mencari identitas-identitas

BAB I PENDAHULUAN. tentang dirinya sendiri. Semua usaha yang tidak menentu untuk mencari identitas-identitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Revolusi yang menjadi alat tercapainya kemerdekaan bukan hanya merupakan kisah sentral dalam sejarah Indonesia, melainkan unsur yang kuat dalam persepsi bangsa Indonesia

Lebih terperinci

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Teks tidak dalam format asli. Kembali: tekan backspace dicabut: UU 3-2002 lihat: UU 1-1988 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No. 51, 1982 (HANKAM. POLITIK. ABRI. Warga negara. Wawasan Nusantara. Penjelasan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalamnya. Untuk dapat mewujudkan cita-cita itu maka seluruh komponen yang

I. PENDAHULUAN. dalamnya. Untuk dapat mewujudkan cita-cita itu maka seluruh komponen yang 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perubahan suatu negara untuk menjadi lebih baik dari aspek kehidupan merupakan cita-cita dan sekaligus harapan bagi seluruh rakyat yang bernaung di dalamnya.

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama dengan sistem multi partai yang dilakukan secara terbuka,

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama dengan sistem multi partai yang dilakukan secara terbuka, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pemilu 1955 merupakan pemilihan umum pertama dengan sistem multi partai yang dilakukan secara terbuka, bebas dan jujur.tetapi pemilihan umum 1955 menghasilkan

Lebih terperinci

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN... TENTANG KOMPONEN CADANGAN PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:a. bahwa pertahanan negara

Lebih terperinci

BAB II BUSHIDO DAN KEDUDUKAN SAMURAI

BAB II BUSHIDO DAN KEDUDUKAN SAMURAI BAB II BUSHIDO DAN KEDUDUKAN SAMURAI A. Kebudayaan Jepang 1. Budaya Jepang Kebudayaan di Jepang telah banyak perubahan dari tahun ke tahun, dari kebudayaan asli negara ini, Jomon, sampai kebudayaan kini,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Aceh memiliki kedudukan yang sangat strategis sebagai pusat perdagangan. Aceh banyak menghasilkan lada dan tambang serta hasil hutan. Oleh karena itu, Belanda

Lebih terperinci

BAB II GEOGRAFI JEPANG DAN ZAMAN MEIJI. astronomis, Jepang berada antara 30 LU - 46 LU dan 128 BT 179 BT. Luas

BAB II GEOGRAFI JEPANG DAN ZAMAN MEIJI. astronomis, Jepang berada antara 30 LU - 46 LU dan 128 BT 179 BT. Luas BAB II GEOGRAFI JEPANG DAN ZAMAN MEIJI 2.1 Geografi Jepang Jepang merupakan negara kepulauan yang terletak di kawasan Asia Timur, tepatnya terletak di sebelah Timur daratan Semenanjung Korea. Secara astronomis,

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Pada bab V, penulis memaparkan kesimpulan dan rekomendasi dari hasil penelitian secara keseluruhan yang dilakukan dengan cara studi literatur yang data-datanya diperoleh

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI

KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI KEBIJAKAN PEMERINTAH FILIPINA DALAM MENANGANI GERAKAN SEPARATIS MORO DI MINDANAO RESUME SKRIPSI Disusun Oleh: TRI SARWINI 151070012 JURUSAN ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Lebih terperinci

Pasang surut hubungan partai komunis dan partai nasionalis di cina tahun

Pasang surut hubungan partai komunis dan partai nasionalis di cina tahun Pasang surut hubungan partai komunis dan partai nasionalis di cina tahun 1934-1949 UNIVERSITAS SEBELAS MARET OLEH : Ana Rochayani K 4404012 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Cina adalah sebuah

Lebih terperinci

NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 20 TAHUN 1982 TENTANG KETENTUAN-KETENTUAN POKOK PERTAHANAN KEMANAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA Menimbang: DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi Jepang dimulai pada saat Jepang melakukan Restorasi Meiji.

BAB I PENDAHULUAN. Modernisasi Jepang dimulai pada saat Jepang melakukan Restorasi Meiji. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Modernisasi Jepang dimulai pada saat Jepang melakukan Restorasi Meiji. Sebelum melakukan Restorasi, Jepang mengalami masa isolasi selama kurang lebih 250 tahun selama

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dapat dibagi dalam 4 daerah, yaitu Gayo Laut yang mendiami sekitar danau Laut

BAB I PENDAHULUAN. dapat dibagi dalam 4 daerah, yaitu Gayo Laut yang mendiami sekitar danau Laut BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Suku Bangsa Gayo menurut daerah kediaman dan tempat tinggalnya dapat dibagi dalam 4 daerah, yaitu Gayo Laut yang mendiami sekitar danau Laut Tawar, Gayo Linge yang

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 119 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Kesimpulan yang penulis dapatkan dari hasil penulisan skripsi ini merupakan hasil kajian dan pembahasan dari bab-bab sebelumnya. Wilayaha Eritrea yang terletak

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perjuangan kemerdekaan melawan penjajahan telah terjadi sejak kedatangan penjajah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Perjuangan kemerdekaan melawan penjajahan telah terjadi sejak kedatangan penjajah BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Perjuangan kemerdekaan melawan penjajahan telah terjadi sejak kedatangan penjajah Barat di Nusantara. Perjuangan itu berawal sejak kedatangan bangsa Portugis

Lebih terperinci

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global.

memperoleh status, kehormatan, dan kekuatan dalam menjaga kedaulatan, keutuhan wilayah, serta pengaruhnya di arena global. BAB V PENUTUP Kebangkitan Cina di awal abad ke-21tidak dapat dipisahkan dari reformasi ekonomi dan modernisasi yang ia jalankan. Reformasi telah mengantarkan Cina menemukan momentum kebangkitan ekonominya

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH UNDANG-UNDANG NOMOR 44 TAHUN 1999 TENTANG PENYELENGGARAAN KEISTIMEWAAN PROPINSI DAERAH ISTIMEWA ACEH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa sejarah panjang perjuangan rakyat Aceh

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes

BAB I PENDAHULUAN. suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nasionalisme adalah suatu konsep dimana suatu bangsa merasa memiliki suatu persamaan-persamaan dan berbeda dari bangsa-bangsa lainnya. Menurut Hayes (Chavan,

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN EKONOMI JEPANG PADA ERA SHOGUNAT TOKUGAWA

PERKEMBANGAN EKONOMI JEPANG PADA ERA SHOGUNAT TOKUGAWA PERKEMBANGAN EKONOMI JEPANG PADA ERA SHOGUNAT TOKUGAWA Y.R. Subakti A. Pendahuluan Keshogunan Tokugawa ( 徳川幕府 Tokugawa bakufu?, 1603 1868) atau Keshogunan Edo (Edo bakufu) adalah pemerintahan diktator

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Universitas Indonesia BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Nakane, antropolog dan dosen pensiunan Universitas Tokyo, Totman yang merupakan dosen sejarah dari Universitas Yale, & Ōishi yang merupakan spesialis sejarah

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan pendidikan sebagai langkah dalam membangun negaranya. Pendidikan

BAB 1 PENDAHULUAN. menggunakan pendidikan sebagai langkah dalam membangun negaranya. Pendidikan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jepang yang berangkat dari keterbelakangan, adalah salah satu negara yang menggunakan pendidikan sebagai langkah dalam membangun negaranya. Pendidikan Jepang telah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. memberikan kesempatan lebih luas bagi kaum wanita untuk lebih berkiprah maju

I. PENDAHULUAN. memberikan kesempatan lebih luas bagi kaum wanita untuk lebih berkiprah maju 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peristiwa Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang diproklamirkan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945 merupakan babak baru bagi perjuangan rakyat Indonesia

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kusut. Karya novel biasanya mengangkat berbagai fenomena yang terjadi

BAB I PENDAHULUAN. kusut. Karya novel biasanya mengangkat berbagai fenomena yang terjadi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Sastra merupakan hasil cipta atau karya manusia yang dapat dituangkan melalui ekspresi yang berupa tulisan yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya. Selain

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gerakan sosial yang dibahas dalam studi ini terjadi di Semenanjung

BAB I PENDAHULUAN. Gerakan sosial yang dibahas dalam studi ini terjadi di Semenanjung BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Gerakan sosial yang dibahas dalam studi ini terjadi di Semenanjung Shimabara, Kyushu. Sebagian besar pelaku dari gerakan ini adalah para petani dan ronin (samurai

Lebih terperinci

PENGARUH AIPAC TERHADAP KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT PASCA PERISTIWA 11 SEPTEMBER 2001

PENGARUH AIPAC TERHADAP KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT PASCA PERISTIWA 11 SEPTEMBER 2001 PENGARUH AIPAC TERHADAP KEBIJAKAN AMERIKA SERIKAT PASCA PERISTIWA 11 SEPTEMBER 2001 Oleh: Muh. Miftachun Niam (08430008) Natashia Cecillia Angelina (09430028) ILMU HUBUNGAN INTERNASIONAL FAKULTAS ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. hampir bersamaan muncul gerakan-gerakan pendaulatan dimana targetnya tak

BAB I PENDAHULUAN. hampir bersamaan muncul gerakan-gerakan pendaulatan dimana targetnya tak BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Periode 1945-1949 merupakan tahun-tahun ujian bagi kehidupan masyarakat Indonesia, karena selalu diwarnai dengan gejolak dan konflik sebagai usaha untuk merebut dan

Lebih terperinci

BAB II SEJARAH DAN PERKEMBANGAN AGAMA BUDDHA DI JEPANG PADA ZAMAN YAMATO SAMPAI ZAMAN EDO

BAB II SEJARAH DAN PERKEMBANGAN AGAMA BUDDHA DI JEPANG PADA ZAMAN YAMATO SAMPAI ZAMAN EDO BAB II SEJARAH DAN PERKEMBANGAN AGAMA BUDDHA DI JEPANG PADA ZAMAN YAMATO SAMPAI ZAMAN EDO 2.1 Masuknya Agama Buddha di Jepang Ketika penyerahan hadiah sebagai simbol dimulainya hubungan diplomatik dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perhatian yang khusus. Perjuangan dalam pergerakan kebangsaan Indonesia

I. PENDAHULUAN. perhatian yang khusus. Perjuangan dalam pergerakan kebangsaan Indonesia 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Abad ke 20 bukan hanya menjadi saksi perjuangan bangsa Indonesia, akan tetapi dalam hal gerakan-gerakan anti penjajahan yang bermunculan di masa ini menarik perhatian

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 20 TAHUN 1999 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN,

PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 20 TAHUN 1999 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, PERATURAN DAERAH KOTA TARAKAN NOMOR 20 TAHUN 1999 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TARAKAN, Menimbang Mengingat : : a. bahwa untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN. Malaka membuat jalur perdagangan beralih ke pesisir barat Sumatra.

BAB V KESIMPULAN. Malaka membuat jalur perdagangan beralih ke pesisir barat Sumatra. BAB V KESIMPULAN Sumatra Barat punya peran penting dalam terbukanya jalur dagang dan pelayaran di pesisir barat Sumatra. Berakhirnya kejayaan perdagangan di Selat Malaka membuat jalur perdagangan beralih

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1957 TENTANG POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DAERAH *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1957 TENTANG POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DAERAH *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 1957 TENTANG POKOK-POKOK PEMERINTAHAN DAERAH *) PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa berhubung dengan perkembangan ketatanegaraan maka Undang-undang

Lebih terperinci

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara

Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Bab I : Kejahatan Terhadap Keamanan Negara Pasal 104 Makar dengan maksud untuk membunuh, atau merampas kemerdekaan, atau meniadakan kemampuan Presiden atau Wakil Presiden memerintah, diancam dengan pidana

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Emansipasi adalah suatu gerakan yang di dalamnya memuat tentang

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. Emansipasi adalah suatu gerakan yang di dalamnya memuat tentang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Emansipasi adalah suatu gerakan yang di dalamnya memuat tentang perjuangan seorang perempuan yang ingin memperjuangkan perempuan lain, agar mendapatkan haknya. Tujuan

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 3 TAHUN 2002 TENTANG PERTAHANAN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah

Lebih terperinci

Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia

Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia Pernyataan Umum tentang Hak-Hak Asasi Manusia Mukadimah Menimbang bahwa pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama dan mutlak dari semua anggota keluarga manusia adalah dasar kemerdekaan, keadilan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2007 NOMOR : 15 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2007 NOMOR : 15 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG LEMBARAN DAERAH KOTA BANDUNG TAHUN : 2007 NOMOR : 15 PERATURAN DAERAH KOTA BANDUNG NOMOR 15 TAHUN 2007 TENTANG PERUSAHAAN DAERAH PASAR BERMARTABAT KOTA BANDUNG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA

Lebih terperinci

Lampiran. Ringkasan Novel KoKoro. Pertemuan seorang mahasiswa dengan seorang laki-laki separuh baya di pantai

Lampiran. Ringkasan Novel KoKoro. Pertemuan seorang mahasiswa dengan seorang laki-laki separuh baya di pantai Lampiran Ringkasan Novel KoKoro Pertemuan seorang mahasiswa dengan seorang laki-laki separuh baya di pantai Kamakura menjadi sejarah dalam kehidupan keduanya. Pertemuannya dengan sensei merupakan hal yang

Lebih terperinci