UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENGAWASAN PRODUKSI PRODUK TERAPETIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA PUSAT PERIODE 2 24 SEPTEMER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ALIFANA JASMINDRIYATI, S.Farm ANGKATAN LXXVII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JANUARI 2014 i

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENGAWASAN PRODUKSI PRODUK TERAPETIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA PUSAT PERIODE 2 24 SEPTEMER 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker ALIFANA JASMINDRIYATI, S.Farm ANGKATAN LXXVII PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JANUARI 2014 ii

3 7 Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini adalah hasil karya saya sendiri, dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar. Nama NPM : TandaTangan, : Alifana Jasmindriyati, S.Farm n, /J /\\ I - e.-l-!)l/,":',\ \I1'r,'lr-- Tanggal : 13 Januari2}T4

4

5 KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini sebagai hasil Praktek Kerja Profesi Apoteker di Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Jalan Percetakan Negara No.23, Jakarta. Praktek Kerja Profesi Apoteker ini dilaksanakan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker dengan harapan agar penulis sebagai calon apoteker mendapatkan gambaran secara jelas mengenai pekerjaan kefarmasian di Badan POM RI yang merupakan salah satu tempat pengabdian profesi apoteker. Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini beserta penyusunan laporannya tidak terlepas dari dukungan dan bantuan berbagai pihak, untuk itu saya mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan, dukungan, petunjuk, bimbingan, saran serta berbagai fasilitas dan kemudahan bagi saya. Pada kesempatan ini izinkanlah saya mengucapkan rasa terima kasih kepada: 1. Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Indonesia. 2. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., selaku Pejabat Sementara Fakultas Farmasi sampai dengan tanggal 20 Desember Dr. Harmita, Apt., selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi yang telah memberikan dukungan dan motivasi selama penulis menempuh pendidikan di Farmasi UI. 4. Ir. Roy A. Sparringa, M.App.SC., selaku Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 5. Drs. Agus Prabowo, Apt., M.S. selaku Direktur Pengawasan Produksi Produk Terapeutik dan PKRT. 6. Bayu Wibisono, S.Farm., Apt., selaku Kepala Sub. Dit. Pengawasan Bahan Baku Obat dan Analisis CPOB sekaligus sebagai pembimbing Praktek Kerja Profesi Apoteker di Badan POM RI yang telah memberikan bimbingan dan ilmu yang sangat bermanfaat. v

6 7. Dr. Anton Bachtiar, M.Si., Ph.D., Apt., selaku pembimbing dari Falkutas Farmasi UI yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat. 8. Ibu Drs. Rumondang Simanjuntak, selaku Kepala Sub. Dit. Inspeksi dan Sertifikasi Produk Terapeutik dan PKRT 9. Ibu Dra. Mimin JW, Apt., selaku Kepala Sub. Dit. Harga Obat dan Farmakoekonomi 10. Kerja Profesi Apoteker di Fakultas Farmasi 11. Ibu Mudi Yunita, Apt., selaku Kepala Seksi Sertifikasi Produk Terapeutik dan PKRT 12. Seluruh karyawan Badan POM RI Jakarta Pusat dan khususnya Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapeutik dan PKRT yang telah memberikan bimbingan dan kerjasama selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker. Semoga Allah membalas budi baik Bapak, Ibu dan rekan-rekan seprofesi dengan balasan yang berlipat ganda. Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan PKPA ini masih jauh dari kesempurnaan. Kami berharap semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua. Penulis 2013 vi

7 Sebagai sivitas akademik, saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama NPM Program Studi Alifana Jasmindriyati, S.Farm Apoteker Fakultas Jenis karya Farmasi Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul: LAPORAN PRAKTEK KERJA PROT'ESI APOTEKER DI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN H, [. PERCETAKA]I NEGARA NO.23, JAKARTA PUSAT. PERTODE 2-24 SEPTEMBER 2013 beserta perangkat yang ada (bila diperlukan) dengan Hak Bebas Royalti Noneksklusif ini berhak menyimpan, mengalihmedia/ formatkan, mengelola dalam bentuk basis data, merawat, dan mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis/pencipta dan sebagai pemilik Hak Cipta. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenamya. Dibuat di : Depok PadaTanggal M: 13 Januari20l4 Yang menyatakan (Alifana Jasmindriyati, S.Farm.)

8 DAFTAR ISI HALAMAN SAMPUL... i HALAMAN JUDUL... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... iii HALAMAN PENGESAHAN... iv KATA PENGANTAR... v HALAMAN PERNYATAAN PUBLIKASI... vii DAFTAR ISI... viii DAFTAR TABEL... x DAFTAR LAMPIRAN... xi ABSTRAK... xii ABSTRACT... xiii BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN UMUM Gambaran Umum Badan POM RI Visi dan Misi Badan POM Tugas, Fungsi dan Kewenangan Badan POM Budaya Organisasi Prinsip Dasar Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) Kerangka Konsep Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) Kebijakan dan Sasaran Strategis Badan POM Target Kinerja Badan POM Struktur Organisasi Badan POM Filosofi Logo Badan POM BAB 3 TINJAUAN KHUSUS Tugas Pokok Landasan Hukum Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT Struktur Organisasi Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT Badan POM sebagai anggota PIC/S BAB 4 PEMBAHASAN Sub Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi PT dan PKRT Sub Direktorat Harga Obat dan Farmakoekonomi Sub Direktorat Pengawasan Bahan Baku Obat dan Analisis CPOB Inspeksi Luar Negeri viii

9 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN ix

10 DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1. Gambar dan Filosofi Logo Badan POM RI x

11 DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Struktur Organisasi Badan POM RI Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Pengawasan Produksi Terapeutik dan PKRT Lampiran 3. Prosedur Pelaksanaan Sampling dan Pengujian Lampiran 4. Prosedur Penanganan Obat TMS Lampiran 5. Prosedur Pelaksanaan Inspeksi Lampiran 6. Alur Proses Sertifikasi CPOB xi

12 ABSTRAK Nama : Alifana Jasmindriyati, S. Farm NPM : Program Studi : Profesi Apoteker Judul :Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Periode 2 24 September 2013 Praktek Kerja Profesi Apoteker di Badan Pengawas Obat dan Makanan bertujuan untuk memahami tugas dan fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan dan juga memahami tugas pokok dan fungsi dari bagian direktorat pengawasan produksi produk terapetik dan PKRT. Tugas khusus yang diberikan berjudul Kajian Nilai Ekpor dan Impor berdasarkan nilai total, dan bentuk sediaan dari produk terapetik. Sedangkan tujuan dari tugas khusus adalah untuk menetapkan standar mutu yang diakui secara Internasional dalam meningkatkan peluang Industri Farmasi lokal untuk dapat bersaing dan dapat melakukan ekspor kenegara lain, serta membandingkan nilai total penerimaan antara aktifitas ekspor dan impor dalam periode tiga tahun terakhir. Kata kunci : Badan POM RI, Nilai Ekspor dan Impor, Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT Tugas umum : viii + 52 halaman; 1 tabel; 6 lampiran Tugas khusus : ii + 20 halaman Daftar Acuan Tugas Umum : 15 ( ) Daftar Acuan Tugas Khusus : 8 ( ) xii

13 ABSTRACT Name : Alifana Jasmindriyati, S. Farm NPM : Study Program : Apothecary Title : Internship Report Apothecary in Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Periods September 2 nd 24 th 2013 Practice Pharmacist at National Agency of Drug and Food aims to understand the duties and functions of the National Agency of Drug and Food and also understand the duties and functions of the parts of the therapeutic products directorate production supervision and PKRT. Given a special task study entitled Value of exports and imports by total value, and dosage forms of therapeutic products. While the purpose of the special task is to set a quality standard that is recognized internationally in improving opportunities for the Pharmaceutical Industry can compete locally and can export to other countries, as well as comparing the value of total receipts between export and import activities in the last three years. Key : Badan POM RI, Value Eksport and Import, Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT General Report : viii + 52contents; 1 table; 6 additional Spesific Report : ii + 20 contents Reference General Report : 15 ( ) Reference Spesific Report : 8 ( ) xiii

14 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan industri yang semakin cepat baik dari sisi teknologi produksi, keanekaragaman dan pemasaran produk, termasuk Industri Farmasi, obat tradisional, suplemen makanan dan kosmetik berdampak pada perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia yang menjadi lebih konsumtif dan mudah terpengaruh oleh banyaknya iklan dan promosi produk oleh produsen di semua media baik media cetak maupun elektronik. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi ini telah membawa perubahan yang cepat dan signifikan pada Industri Farmasi, obat asli Indonesia, makanan dan kosmetika. Dengan menggunakan teknologi modern, industri-industri tersebut kini mampu memproduksi dalam skala besar mencakup berbagai produk dengan rentang luas sehingga batas wilayah perdagangan internasional semakin tipis, hal ini mengakibatkan produkproduk dapat menyebar ke berbagai negara dan menjangkau seluruh strata masyarakat dalam waktu yang singkat. Pengetahuan masyarakat masih kurang terarah untuk dapat memilih dan menggunakan produk secara tepat, benar dan aman. Iklan dan promosi yang semakin gencar dapat mendorong konsumen untuk mengkonsumsi produk tersebut kurang rasional. Hal ini menyebabkan masyarakat dituntut untuk semakin kritis dan pintar dalam memilih produk yang digunakan agar sesuai dengan tujuan penggunaannya. Industri pun mempunyai tanggung jawab yang besar dalam memproduksi dan memasarkan produknya agar selalu terjamin baik dari segi keamanan, kemanfaatan dan mutunya. Sehingga diperlukan suatu sistem pengawasan terhadap peredaran produk-produk tersebut di masyarakat untuk menjaga keamanan dan kesehatan masyarakat dalam penggunaan produk-produk tersebut. Untuk menjamin hal tersebut, untuk melindungi keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu produk yang beredar diperlukan suatu Pengawasan Obat dan Makanan yang efektif dan efisien serta mampu mendeteksi, mencegah dan mengawasi produk obat dan makanan yang melibatkan Produsen, Pemerintah 1

15 2 dan Masyarakat sebagai konsumen. Pemerintah Indonesia yang diwakili oleh Badan POM RI memiliki wewenang dan tanggung jawab dalam memegang fungsi terhadap pengawasan obat dan makanan. Untuk mempermudah dalam pelaksanaan fungsinya Badan POM memiliki tiga kedeputian, yaitu kedeputian Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA, kedeputian Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen, dan kedeputian Bidang Pengawasan dan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Apoteker adalah salah satu tenaga kesehatan dan merupakan sumber daya manusia yang berkompeten yang memiliki peran penting dalam pengawasan obat dan makanan untuk mendukung tugas Badan POM. Calon Apoteker tidak cukup hanya belajar dari teori melainkan perlu mengetahui dan memahami secara langsung mengenai pengawasan obat dan makanan yang beredar di Indonesia yang sesungguhnya melalui Praktek Kerja Profesi Apoteker. Menyadari pentingnya hal tersebut, maka diselenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Badan POM RI Jakarta Pusat. Pelaksanaan tersebut berlangsung mulai tanggal 2 24 September Pendalaman kelompok dilaksanakan di Direktorat Pengawasan Produksi PT & PKRT. 1.2 Tujuan a. Mengetahui peran dan fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan RI serta Balai Besar atau Balai Pengawas Obat dan Makanan. b. Mengetahui tugas pokok, fungsi dan kegiatan Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapeutik (PT) dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) Badan POM RI. c. Mengetahui dan memahami peran Apoteker di Badan POM dalam perannya sebagai pengawas obat dan makanan.

16 3 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1. Gambaran Umum Badan POM RI Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 tahun 2001, Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, Badan POM RI ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2005 Tentang Perubahan Keenam Atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tersebut, bahwa dalam melaksanakan tugasnya Badan POM RI dikoordinasikan oleh Menteri Kesehatan, khususnya dalam perumusan kebijakan yang berkaitan dengan instansi pemerintah lainnya serta penyelesaian permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan kebijakan yang dimaksud Visi dan Misi Badan POM RI Berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor HK Tanggal 3 November 2010 Tentang Penetapan Visi dan Misi Badan POM RI, maka Visi Badan POM RI adalah menjadi institusi pengawas obat dan makanan yang inovatif, kredibel, dan diakui secara internasional untuk melindungi masyarakat. Sedangkan Misi Badan POM RI adalah: a. Melakukan pengawasan pre-market dan post-market berstandar internasional. b. Menerapkan sistem manajemen mutu secara konsisten. c. Mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan diberbagai lini. d. Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat dan makanan yang beresiko terhadap kesehatan. e. Membangun organisasi pembelajar (Learning Organization) Tugas, Fungsi dan Kewenangan Badan POM RI Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan 3

17 4 Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, Badan POM mempunyai tugas, fungsi, dan wewenang sebagai berikut : Tugas Pokok Tugas pokok Badan POM RI adalah melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku Fungsi Dalam melaksanakan tugasnya, Badan POM RI menyelenggarakan beberapa fungsi : a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan obat dan makanan. b. Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan. c. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Badan POM RI. d. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah dan masyarakat di bidang pengawasan obat dan makanan. e. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga Kewenangan Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 tahun 2001 pasal 69, wewenang Badan POM adalah : a. Penyusunan rencana nasional secara makro dibidangnya. b. Perumusan kebijakan dibidangnya untuk mendukung pembangunan secara makro. c. Penetapan sistem informasi dibidangnya. d. Penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (zat aditif) tertentu untuk makanan dan penetapan pedoman pengawasan peredaran obat dan makanan. e. Pemberian izin dan pengawasan peredaran obat serta pengawasan industri farmasi.

18 5 f. Penetapan pedoman penggunaan konservasi, pengembangan dan pengawasan tanaman obat Budaya Organisasi Badan POM RI Sebagai suatu organisasi, Badan POM memiliki nilai-nilai yang diyakini dengan tujuan untuk dihayati dan diamalkan oleh seluruh anggota organisasi dalam melaksanakan tugas. Nilai-nilai luhur hidup dan tumbuh berkembang dalam organisasi menjadi semangat bagi seluruh anggota organisasi dalam berkarsa dan berkarya. Selain sebagai pegangan dalam bekerja, nilai ini ditujukan untuk membangun organisasi yang efektif dan efisien, budaya organisasi. Badan POM dikembangkan dengan nilai-nilai dasar sebagai berikut: a. Profesional Menegakkan profesionalisme dengan integritas, obyektivitas, ketekunan dan komitmen yang tinggi. b. Kredibel Memiliki profesionalisme dengan integritas, objektivitas, ketekunan dan komitmen yang tinggi. c. Cepat tanggap Tanggap dan cepat dalam bertindak mengatasi masalah. d. Kerjasama tim Mengutamakan keterbukaan, saling percaya dan komunikasi yang baik. e. Inovatif Mampu melakukan pembaruan sesuai ilmu pengetahuan dan teknologi terkini Prinsip Dasar Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) Prinsip dasar dari SisPOM adalah sebagai berikut: a. Tindakan pengamanan cepat, tepat, akurat dan profesional. b. Tindakan dilakukan berdasarkan atas tingkat risiko dan berbasis bukti-bukti ilmiah. c. Lingkup pengawasan bersifat menyeluruh, mencakup seluruh siklus proses. d. Berskala nasional/lintas provinsi, dengan jaringan kerja internasional.

19 6 e. Otoritas yang menunjang penegakan supremasi hukum. f. Memiliki jaringan laboratorium nasional yang kohesif dan kuat yang berkolaborasi dengan jaringan global. g. Memiliki jaringan sistem informasi keamanan dan mutu produk Kerangka Konsep Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) Pengawasan Obat dan Makanan memiliki aspek permasalahan berdimensi luas dan kompleks. Oleh karena itu diperlukan sistem pengawasan yang komprehensif, semenjak awal proses suatu produk hingga produk tersebut beredar di tengah masyarakat. Untuk menekan sekecil mungkin risiko yang bisa terjadi, dilakukan SISPOM tiga lapis yakni: a. Sub-sistem pengawasan produsen Sistem pengawasan internal oleh produsen melalui pelaksanaan cara-cara produksi yang baik atau Good Manufacturing Practices (GMP) agar setiap bentuk penyimpangan dari standar mutu dapat dideteksi sejak awal. Secara hukum produsen bertanggung jawab atas mutu dan keamanan produk yang dihasilkannya. Apabila terjadi penyimpangan dan pelanggaran terhadap standar yang telah ditetapkan maka produsen dikenakan sanksi, baik administratif maupun pro-justisia. b. Sub-sistem pengawasan konsumen Sistem pengawasan oleh masyarakat konsumen sendiri melalui peningkatan kesadaran dan peningkatan pengetahuan mengenai kualitas produk yang digunakannya dan cara-cara penggunaan produk yang rasional. Pengawasan oleh masyarakat sendiri sangat penting dilakukan karena pada akhirnya masyarakatlah yang mengambil keputusan untuk membeli dan menggunakan suatu produk. Konsumen dengan kesadaran dan tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap mutu dan kegunaan suatu produk, di satu sisi dapat membentengi dirinya sendiri terhadap penggunaan produk-produk yang tidak memenuhi syarat dan tidak dibutuhkan, sedangkan pada sisi lain akan mendorong produsen untuk lebih hatihati dalam menjaga kualitasnya.

20 7 c. Sub-sistem pengawasan Pemerintah/Badan POM RI Sistem pengawasan oleh pemerintah melalui pengaturan dan standardisasi; penilaian keamanan, khasiat dan mutu produk sebelum diizinkan beredar di Indonesia; inspeksi, pengambilan sampel dan pengujian laboratorium produk yang beredar serta peringatan kepada publik yang didukung penegakan hukum. Untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat konsumen terhadap mutu, khasiat dan keamanan produk maka pemerintah juga melaksanakan kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi Kebijakan dan Strategi Badan POM RI Perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta lingkungan strategis yang kompleks dan dinamis merupakan tantangan bagi Badan POM RI untuk mempertegas keberadaannya. Badan POM RI mewujudkan visi dan misinya melalui kebijakan dan strategi Sasaran Strategis Sasaran strategis selama lima tahun ( ) adalah sebagai berikut : a. Pengawasan obat dan makanan terlaksana secara efektif untuk melindungi konsumen di dalam dan di luar negeri dengan sistem yang tergolong terbaik di ASEAN. b. Terwujudnya laboratorium pengawasan obat dan makanan yang modern dengan jaringan kerja di seluruh Indonesia dengan kompetensi dan kapabilitas terunggul di ASEAN. c. Meningkatnya kompetensi, kapabilitas dan jumlah modal insani yang unggul dalam melaksanakan pengawasan obat dan makanan. d. Diterapkannya sistem manajemen mutu di semua unit kerja Badan POM Arah Kebijakan dan Strategi Arah Kebijakan dan Strategi Nasional Arah kebijakan dan strategi nasional bidang kesehatan yang menjadi acuan pembangunan bidang Pengawasan Obat dan Makanan. a) Fokus 1 : Peningkatan Kesehatan Ibu, Bayi Balita dan Keluarga Berencana Peningkatan kesehatan ibu, bayi, balita dan Keluarga Berencana, melalui

21 8 upaya yang menjamin produk Obat dan Makanan yang memenuhi persyaratan keamanan dan mutu, yang digunakan dalam upaya: a. Peningkatan cakupan peserta KB aktif b. Pemberian makanan pemulihan bagi ibu hamil Kekurangan Energi Kronis (KEK) c. Pencapaian cakupan imunisasi yang tinggi, merata dan berkualitas pada bayi, anak sekolah dan Wanita Usia Subur (WUS) b) Fokus 2 : Perbaikan Status Gizi Masyarakat Perbaikan status gizi masyarakat, melalui pengujian laboratorium terhadap sampel-sampel produk yang digunakan untuk upaya : a. Asupan zat gizi makro, dll, untuk memenuhi angka kecukupan gizi b. Surveilans pangan dan gizi c. Pemberian makanan pendamping ASI d. Fortifikasi e. Pemberian makanan pemulihan balita gizi-kurang f. Penanggulangan gizi darurat. c) Fokus 3 : Pengendalian Penyakit Menular serta Penyakit Tidak Menular, Diikuti Penyehatan Lingkungan Pengendalian penyakit menular serta penyakit tidak menular, diikuti penyehatan lingkungan, melalui upaya pengawasan yang diarahkan untuk menurunkan proporsi Obat dan Makanan bermasalah di pasar, sebagai salah satu faktor risiko timbulnya penyakit. d) Fokus 4 : Peningkatan Ketersediaan, Keterjangkauan, Pemerataan, Mutu dan Penggunaan Obat serta Pengawasan Obat dan Makanan Peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, mutu dan penggunaan obat, serta pengawasan obat dan makanan, yang dilaksanakan melalui pelaksanaan kegiatan-kegiatan : a. Pengawasan produksi produk terapetik dan PKRT b. Pengawasan produk dan bahan berbahaya c. Pengawasan obat dan makanan di 31 Balai Besar/Balai POM d. Pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian keamanan,

22 9 manfaat dan mutu obat dan makanan serta pembinaan laboratorium POM e. Standardisasi produk terapetik dan PKRT f. Penyelidikan dan penyidikan terhadap pelanggaran di bidang obat dan makanan g. Inspeksi dan sertifikasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen h. Inspeksi dan sertifikasi makanan i. Standardisasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen j. Standardisasi makanan k. Surveilan dan penyuluhan keamanan makanan l. Pengawasan distribusi produk terapetik dan PKRT m. Pengawasan narkotika, psikotropika, prekursor dan zat adiktif n. Penilaian produk terapetik dan produk biologi o. Penilaian obat tradisional, kosmetik, dan produk komplemen p. Penilaian makanan q. Riset keamanan, khasiat, mutu obat dan makanan r. Pengembangan Obat Asli Indonesia Arah Kebijakan Strategi Badan POM a) Memperkuat Sistem Regulatori Pengawasan Obat dan Makanan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan diperkuat dengan mekanisme operasional dan infrastruktur yang handal dengan kapabilitas berkelas dunia (world class) dan menggunakan teknologi informasi yang modern Regulatori dan seluruh fungsi pengawasan, dilakukan revitalisasi yang diterapkan secara terintegrasi dan menyeluruh (comprehensive). b) Mewujudkan Laboratorium Badan POM yang handal Kapabilitas laboratorium Badan POM ditingkatkan terunggul di ASEAN dengan jaringan kerja (networking) nasional dan internasional. Cakupan dan parameter pengujian laboratorium, serta kompetensi personil laboratorium Pengawasan Obat dan Makanan ditingkatkan dengan menerapkan Good Laboratory Practices (GLP) secara konsisten serta mengembangkan sistem rujukan laboratorium nasional. c) Meningkatkan Kapasitas Manajemen Badan POM

23 10 Institusi Badan POM dikembangkan sebagai knowledge and learning organization yang kredibel, inovatif dan unggul. Pengembangan institusi berfokus terutama pada penguatan kompetensi, profesionalitas dan kapabilitas modal insani. Untuk itu dilakukan pendidikan dan pelatihan yang terstruktur dan berkelanjutan (continous training and education) yang dilaksanakan di dalam dan di luar negeri serta dengan membangun Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan POM. Implementasi Sistem Pengawasan Obat dan Makanan serta layanan publik oleh Badan POM dimantapkan dengan meningkatkan kapasitas managemen dengan mutu penyelenggaraan kepemerintahan yang efektif dan efisien. Untuk itu dilakukan penerapan standar Reformasi Birokrasi dan tata kelola pemerintahan yang baik secara menyeluruh dan konsisten. d) Memantapkan Jejaring Lintas Sektor dan Memberdayakan Masyarakat untuk Berperan Aktif dalam Pengawasan Obat dan Makanan Pengawasan Obat dan Makanan lebih diperkuat dengan memantapkan jejaring kerjasama lintas sektor terkait di dalam negeri dan kerjasama bilateral maupun multilateral dengan berbagai institusi di luar negeri. Melalui Komunikasi, Informasi dan Edukasi dilakukan pemberdayaan kepada masyarakat luas agar mampu mencegah dan melindungi diri sendiri dari penggunaan obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan Strategi Arah kebijakan Badan POM dilakukan melalui tujuh (7) strategi, yaitu : a) Strategi Pertama Peningkatan intensitas pengawsan pre market Obat dan Makanan, untuk menjamin, khasiat/manfaat dan mutu produk, diselenggarakan melalui fokus prioritas : 1) Penapisan penilaian produk Obat dan Makanan sebelum beredar sebagai antisipasi globalisasi, termasuk ASEAN China Free Trade Agreement (ACFTA). 2) Peningkatan pelayanan publik terkait pendaftaran produk Obat dan Makanan melalui online registration.

24 11 3) Pengawasan pengembangan vaksin baru produksi dalam negeri, untuk mempercepat pencapaian target Millenium Development Goals (MDGs). 4) Peningkatan technical regulatory advice untuk pengembangan jamu, herbal standar dan fitofarmaka. 5) Pengawasan pengembangan teknologi pangan (PPRG, iradiasi), untuk perlindungan konsumen dan ketersediaan pangan. 6) Peningkatan pemenuhan GMP industri obat dan makanan dalam negeri dalam rangka meningkatkan daya saing. b) Strategi Kedua Penguatan sistem, sarana, dan prasarana laboratorium Obat dan Makanan, diselenggarakan melalui fokus prioritas : 1) Pemantapan penerapan Quatity Management System dan persyaratan Good Laboratory Prictices (GLP) terkini. 2) Peningkatan sarana dan prasarana laboratorium di pusat dan daerah, sesuai dengan kemajuan IPTEK. 3) Pemenuhan peralatan laboratorium sesuai standar GLP terkini. 4) Peningkatan kompetensi SDM Laboratorium. c) Strategi Ketiga Peningkatan pengawasan post market Obat dan Makanan, diselenggarakan melalui fokus prioritas : 1) Pemantapan sampling dan pengujian Obat dan Makanan, berdasarkan risk based approaches. 2) Intensifikasi pemberantasan produk ilegal, termasuk produk palsu. 3) Perluasan cakupan pengawasan pangan jajanan anak sekolah (PJAS), melalui operasionalisasi Mobil Laboratorium. 4) Pengawasan sarana post market sesuai dengan GMP dan GDP. 5) Perkuatan pengawasan post market kosmetik melalui audit kepatuhan dan evaluasi keamanan kosmetika. d) Strategi Keempat Pemantapan regulasi dan standar di bidang pengawasan Obat dan Makanan, diselenggarakan melalui fokus prioritas:

25 12 1) Penyelarasan regulasi terkait dengan perubahan lingkungan strategis di bidang pengawsan Obat dan Makanan. 2) Peningkatan penerapan standar Obat dan Makanan yang terharmonisasi. e) Strategi Kelima Pemantapan peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di bidang tindak pidana Obat dan Makanan, diselenggarakan melalui fokus prioritas : 1) Peningkatan kualitas dan kuantitas PPNS. 2) Peningkatan pelaksanaan penyidikan Obat dan Makanan. 3) Peningkatan koordinasi dengan sektor terkait dalam rangkaian CJS untuk sustainable law enforcement tindak pidana Obat dan Makanan. f) Strategi Keenam Perkuatan Institusi, diselenggarakan melalui fokus prioritas : 1) Implementasi Reformasi Birokrasi Badan POM termasuk peningkatan pelayanan publik. 2) Perkuatan sistem pengelolaan data serta teknologi informasi dan komunikasi (TIK) termasuk strategi media komunikasi. 3) Perkuatan human capital management Badan POM. 4) Restrukturisasi Organisasi untuk menjawab tantangan perubahan lingkungan strategis. 5) Peningkatan dan penguatan peran dan fungsi Balai POM, Integrated Bottom Up Planning dan Quality System Evaluation. 6) Perkuatan legislasi di bidang pengawasan Obat dan Makanan. g) Strategi Ketujuh Meningkatkan Kerjasama Lintas Sektor dalam Rangka Pembagian Peran Badan POM dengan Lintas Sektor terkait, yang diselenggarakan melalui fokus prioritas: 1) Pemantapan koordinasi pengawasan Obat dan Makanan. 2) Pemantapan Sistem Kerjasama Operasional Pengawasan Obat dan Makanan. 3) Peningkatan operasi terpadu pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Makanan. 4) Perkuatan jejaring komunikasi.

26 13 5) Pemantapan koordinasi pengembangan jamu brand Indonesia, pengeintegrasian dengan pelayanan kesehatan. 6) Pemberdayaan masyarakat melalui KIE Target Kinerja Badan POM RI Target kinerja dari Badan POM RI adalah: a. Terkendalinya penyaluran produk terapetik dan narkotik, psikotropik dan zat adiktif. b. Terkendalinya mutu, keamanan dan khasiat/kemanfaatan produk obat dan makanan termasuk klaim pada label dan iklan di peredaran. c. Tercegahnya resiko penggunaan bahan kimia berbahaya sebagai akibat pengelolaan yang tidak memenuhi syarat. d. Penurunan kasus pencemaran pangan. e. Peningkatan kapasitas organisasi yang didukung dengan kompetensi dan keterampilan personil yang memadai. f. Terwujudnya komunikasi yang efektif dan saling menghargai antar sesama dan pihak terkait Struktur Organisasi Badan POM RI Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 tahun 2001, tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, Badan POM terdiri atas Kepala; Inspektorat; Sekretariat Utama; Deputi; dan Unit Pelaksana Teknis Balai Besar / Balai POM. Deputi terdiri dari beberapa Direktorat yang mempunyai bagiannya masing-masing. Struktur organisasi Badan POM dapat dilihat pada Lampiran Kepala Badan POM RI Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 tahun 2001 Pasal 80, Badan POM adalah pemimpin dari Badan POM dan mempunyai tugas sebagai sebagai: a. Memimpin Badan POM RI sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan yang berlaku.

27 14 b. Menyiapkan kebijakan nasional dan kebijakan umum sesuai dengan tugas Badan POM RI. c. Menetapkan kebijakan teknis pelaksanaan tugas Badan POM RI yang menjadi tanggung jawabnya. d. Membina dan melaksanakan keria sama dengan instansi dan organisasi lain Sekretariat Utama Tugas Sekertaris Utama Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 tahun 2001 Bagian Ketiga Pasal 83, Sekretariat Utama ditujukan sebagai unsur pembantu pimpinan Badan POM yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala. Dalam pelaksanaannya, Sekretariat Utama mempunyai tugas mengkoordinasikan perencanaan, pembinaan, pengendalian terhadap program, administrasi, dan sumber daya di Badan POM, seperti perencanaan strategis dan organisasi, pengembangan pegawai, pengelolaan keuangan, bantuan hukum dan legislasi, hubungan masyarakat dan kerjasama internasional, serta akses masyarakat terhadap Badan POM melalui Unit Layanan Pengaduan Konsumen yang menerima dan menindaklanjuti berbagai pengaduan dari masyarakat di bidang obat dan makanan, serta dilakukan pembinaan administratif beberapa pusat yang ada di lingkungan Badan POM dan unit-unit pelaksana teknis yang tersebar di seluruh Indonesia Fungsi Sekertaris Utama Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretariat Utama menyelenggarakan fungsi: 1) Pengkoordinasian, sinkronisasi, dan integrasi perencanaan, penganggaran, penyusunan laporan, pengembangan pegawai termasuk pendidikan dan pelatihan serta perumusan kebijakan teknis di lingkungan Badan POM RI. 2) Pengkoordinasian, sinkronisasi dan integrasi penyusunan peraturan perundang-undangan, kerjasama luar negeri, hubungan antar lembaga, kemasyarakatan dan bantuan hukum yang berkaitan dengan tugas Badan POM RI.

28 15 3) Pembinaan dan pelayanan administrasi ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, perlengkapan dan rumah tangga. 4) Pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan pusat-pusat dan unit-unit pelaksana teknis di lingkungan Badan POM RI. 5) Pengkoordinasian administrasi pelaksanaan tugas Deputi di lingkungan Badan POM RI. 6) Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai dengan bidang tugasnya Struktur Sekertaris Utama Sekretariat Utama terdiri dari: 1) Biro Perencanaan dan Keuangan. 2) Biro Kerjasama Luar Negeri. 3) Biro Hukum dan Humas. 4) Biro Umum. 5) Kelompok Jabatan Fungsional Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif. Dalam melaksanakan tugasnya, Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif menyelenggarakan fungsi : 1) Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang pengawasan produk terapetik dan narkotika, psikotropika dan zat adiktif. 2) Penyusunan rencana pengawasan produk terapetik dan narkotika, psikotropika dan zat adiktif. 3) Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang penilaian obat dan produk biologi.

29 16 4) Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang standardisasi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga. 5) Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbinganteknis di bidang pengawasan produksi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga. 6) Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang pengawasan distribusi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga. 7) Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan teknis di bidang pengawasan narkotika, psikotropika dan zat adiktif. 8) Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik dan narkotika, psikotropika dan zat adiktif. 9) Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan produk terapetik dan narkotika, psikotropika dan zat adiktif. 10) Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai bidang tugasnya. Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif terdiri dari : a. Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi. b. Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga. c. Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan RumahTangga. d. Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan RumahTangga. e. Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif. f. Kelompok Jabatan Fungsional.

30 Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Dalam melaksanakan tugasnya, Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen menyelenggarakan fungsi : 1) Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. 2) Penyusunan rencana pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. 3) Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang penilaian obat tradisional, suplemen makanan dan kosmetik. 4) Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang pengaturan dan standardisasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. 5) Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan dibidang inspeksi dan sertifikasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. 6) Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan dibidang Obat Asli Indonesia. 7) Pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. 8) Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan obattradisional, kosmetik dan produk komplemen. 9) Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. 10) Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai dengan bidang tugasnya. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen terdiri dari :

31 18 a. Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik. b. Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen. c. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen. d. Direktorat Obat Asli Indonesia. e. Kelompok Jabatan Fungsional Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya. Dalam melaksanakan tugasnya, Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya menyelenggarakan fungsi : 1) Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya. 2) Penyusunan rencana pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya. 3) Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan dibidang penilaian keamanan pangan. 4) Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan dibidang standardisasi produk pangan. 5) Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan dibidang inspeksi dan sertifikasi pangan. 6) Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan dibidang surveilan dan penyuluhan keamanan pangan. 7) Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan dibidang pengawasan produk dan bahan berbahaya.

32 19 8) Pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya. 9) Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya. 10) Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya. 11) Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai dengan bidang tugasnya. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya terdiri dari : a. Direktorat Penilaian Keamanan Pangan b. Direktorat Standardisasi Produk Pangan c. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan d. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan e. Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya f. Kelompok Jabatan Fungsional Inspektorat Inspektorat dipimpin oleh Inspektur yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan POM. Dalam pelaksanaan tugas seharihari, Inspektorat dibina oleh Sekretaris Utama Tugas Inspektorat Inspektorat memiliki tugas melaksanakan pengawasan fungsional di lingkungan Badan POM Fungsi Inspektorat Dalam melaksanakan tugasnya, Inspektorat menyelenggarakan fungsi sebagai berikut : 1) Penyiapan perumusan kebijakan, rencana dan program pengawasan fungsional. 2) Pelaksanaan pengawasan fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

33 20 3) Pengusutan mengenai kebenaran laporan atau pengaduan tentang hambatan, penyimpangan atau penyalahgunaan dalam pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh unsur atau unit di lingkungan Badan POM RI. 4) Pelaksanaan urusan Tata Usaha Inspektorat Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional Tugas Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, alat kesehatan, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta melaksanakan pembinaan mutu laboratorium pengawasan obat dan makanan Fungsi Dalam melaksanakan tugasnya, Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) menyelenggarakan fungsi, yaitu: 1) Penyusunan rencana dan program pengujian obat dan makanan. 2) Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, alat kesehatan, obat tradisional, kosmetika, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya. 3) Pembinaan mutu laboratorium Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional. 4) Pelaksanaan sistem rujukan pengawasan obat dan makanan. 5) Penyediaan baku pembanding dan pengembangan metode analisa pengujian. 6) Pelatihan tenaga ahli di bidang pengujian obat dan makanan. 7) Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan. 8) Pelaksanaan urusan Tata Usaha dan Kerumahtanggaan Pusat. Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional terdiri dari: a. Bidang Produk Terapetik dan Bahan Berbahaya. b. Bidang Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen. c. Bidang Pangan. d. Bidang Produk Biologi.

34 21 e. Bidang Mikrobiologi. f. Kelompok Jabatan Fungsional. g. Sub bagian Tata Usaha Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Tugas Pusat Penyidikan Obat dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan kegiatan penyelidikan dan penyidikan terhadap perbuatan melawan hukum di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif, obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen dan makanan, serta produk sejenis lainnya Fungsi Dalam melaksanakan tugasnya, Pusat Penyidikan Obat dan Makanan menyelenggarakan fungsi : 1) Penyusunan rencana dan program. 2) Penyelidikan dan penyidikan obat dan makanan. 3) Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan obat dan makanan. 4) Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan obat dan makanan Pusat Penyidikan Obat dan Makanan terdiri dari : 1) Bidang Penyidikan Produk Terapetik dan Obat Tradisional. 2) Bidang Penyidikan Makanan. 3) Bidang Penyidikan Narkotika dan Psikotropika. 4) Kelompok Jabatan Fungsional. 5) Sub bagian Tata Usaha Pusat Riset Obat dan Makanan Pusat Riset Obat dan Makanan adalah unsur pelaksana tugas Badan POM yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan POM, dalam pelaksanaan tugas sehari-hari secara teknis dibina oleh Deputi dan secara administrasi dibina oleh Sekretariat Utama. Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional dipimpin oleh seorang Kepala.

35 Tugas Pusat Riset Obat dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan kegiatan di bidang riset toksikologi, keamanan pangan dan produk terapetik. Dalam melaksanakan tugasnya, Pusat Riset Obat dan Makanan menyelenggarakan fungsi: 1) Penyusunan rencana dan program riset obat dan makanan. 2) Pelaksanaan riset obat dan makanan. 3) Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan riset obat dan makanan Pusat Riset Obat dan Makanan terdiri dari : 1) Bidang Toksikologi. 2) Bidang Keamanan Pangan. 3) Bidang Produk Terapetik. 4) Kelompok Jabatan Fungsional. 5) Sub bagian Tata Usaha Pusat Informasi Obat dan Makanan Pusat Informasi Obat dan Makanan adalah unsur pelaksana tugas Badan POM yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan POM, dalam pelaksanaan tugas sehari-hari secara teknis dibina oleh Deputi dan secara administrasi dibina oleh Sekretariat Utama. Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional dipimpin oleh seorang Kepala Tugas Pusat Informasi Obat dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan kegiatan di bidang pelayanan informasi obat, informasi keracunan dan teknologi informasi Fungsi Dalam melaksanakan tugasnya, Pusat Informasi Obat dan Makanan menyelenggarakan fungsi, yaitu: 1) Penyusunan rencana dan program kegiatan pelayanan informasi obat dan makanan. 2) Pelaksanaan pelayanan informasi obat. 3) Pelaksanaan pelayanan informasi keracunan.

36 23 4) Pelaksanaan kegiatan di bidang teknologi informasi. 5) Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan pelayanan informasi obat dan makanan. 6) Pelaksanaan urusan Tata Usaha dan Kerumahtanggaan Pusat Pusat Informasi Obat dan Makanan terdiri dari : 1) Bidang Informasi Obat. 2) Bidang Informasi Keracunan. 3) Bidang Teknologi Informasi. 4) Kelompok Jabatan Fungsional. 5) Sub bagian Tata Usaha Unit Pelaksana Teknis Badan POM RI Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan POM RI terdiri atas 19 (sembilan belas) Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan dan 12 (dua belas) Tugas unit pelaksana teknis Badan POM Balai Pengawas Obat dan Makanan. Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Badan POM RI mempunyai tugas melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, keamanan pangan dan bahan berbahaya Fungsi unit pelaksana teknis Badan POM Dalam melaksanakan tugas tersebut, Unit Pelaksana Teknis menyelenggarakan fungsi: 1) Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan 2) Pelaksanaan pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan, dan bahan berbahaya 3) Pelaksanaan pengujian laboratorium dan penilaian mutu produk secara mikrobiologi 4) Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi

37 24 5) Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus pelanggaran hukum 6) Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi 7) Pelaksanaan kegiatan pelayanan informasi konsumen 8) Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan 9) Pelaksanaan urusan Tata Usaha dan Kerumahtanggaan 10) Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala, sesuai dengan bidang tugasnya Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor HK Tahun 2007, tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Kepala Badan POM Nomor: 05018/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan POM. Unit pelaksana Teknis Badan POM RI terdiri dari : 1) Balai Besar POM (19 BBPOM) Banda Aceh, Medan, Palembang, Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, Denpasar, Makassar, Manado, Jayapura, Padang, Pekanbaru, Bandar Lampung, Mataram, Pontianak, Banjarmasin, Samarinda. 2) Balai POM (12 BPOM) Jambi, Bengkulu, Kupang, Palangkaraya, Kendari, Palu, Ambon, Batam, Pangkal Pinang, Serang, Gorontalo, Manokwari Filosofi Logo Badan POM Gambar dan filosofi logo Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia dapat dilihat pada Tabel 1.

38 25 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT PENGAWASAN PRODUKSI PRODUK TERAPETIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor HK Tahun 2004, tentang perubahan atas Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan nomor 02001/SK/KBPOM tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan. Dalam struktur organisasi Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia mempunyai tiga Kedeputian yang membawahi masing-masing direktorat. Deputi I, merupakan Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif terdiri dari beberapa direktorat, yakni: a. Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi b. Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga c. Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga d. Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga e. Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif f. Kelompok Jabatan Fungsional Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik (PT) dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) merupakan salah satu direktorat di kedeputian I, yaitu Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA). Struktur Organisasi Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT dapat dilihat dalam Lampiran 2. Di dalam struktur organisasi Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT, Direktur membawahi 3 Kepala Sub Direktorat, yaitu: 25

39 26 a. Kepala Subdirektorat Inspeksi dan Sertifikasi Produk Terapetik dan PKRT, membawahi dua kepala seksi: 1) Kasie Sertifikasi Sarana Produksi Produk Terapetik dan PKRT. 2) Kasie Inspeksi Sarana Produksi Produk Terapetik dan PKRT. b. Kepala Subdirektorat Pengawasan Bahan Baku Obat dan Analisis CPOB, membawahi tiga kepala seksi: 1) Kasie Pengawasan Bahan Baku Obat (BBO). 2) Kasie Analisis Penerapan CPOB. 3) Kasie Tata Operasional (TOP). c. Kepala Subdirektorat Harga Obat dan Farmakoekonomi, membawahi dua kepala seksi: 1) Kasie Farmakoekonomi. 2) Kasie Pemantauan dan Analisis Harga Obat Tugas Pokok dan Fungsi Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik (PT) dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) Tugas Pokok Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapeutik dan PKRT mempunyai tugas penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengawasan produksi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga Fungsi Pokok Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115 No. HK Tahun 2004, Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapeutik dan PKRT menyelenggarakan fungsi : a. Penyusunan rencana dan program pengawasan produksi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga. b. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan teknis di bidang pengawasan produksi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga. c. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan,

40 27 pemberian bimbingan teknis dan pembinaan di bidang inspeksi dan sertifikasi produksi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga. d. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian bimbingan teknis dan pembinaan di bidang harga obat. e. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian bimbingan teknis dan pembinaan di bidang pengawasan bahan baku obat dan analisis penerapan cara pembuatan obat yang baik. f. Evaluasi dan penyusunan laporan di bidang pengawasan produksi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga Landasan Hukum Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT Dalam melaksanakan tugas, fungsi dan kewenangannya maka Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT memiliki landasan hukum sebagai pedoman. Dasar hukum pengawasan produksi adalah: 1. UU No. 36 tahun 2009, tentang Kesehatan a. Pasal 98 ayat (1) : Sediaan farmasi dan alkes harus aman, berkhasiat/bermanfaat, bermutu dan terjangkau. b. Pasal 105 ayat (1) : Sediaan farmasi yang berupa Obat dan Bahan Obat harus memenuhi syarat farmakope Indonesia atau buku standar lainnya. 2. Peraturan Pemerintah No. 72 tahun 1998 pasal 5 ayat 1 a. Pasal 5 ayat (1) : Produksi Sediaan farmasi dan alat kesehatan harus dilakukan dengan cara produksi yang baik. 3. Permenkes No. 1799/MENKES/PER/XII/2010 pasal 8 ayat 1 a. Pasal 8 ayat (1) : Industri Farmasi wajib memenuhi persyaratan CPOB. 4. SK Kepala Badan POM, No. HK Tahun 2012 a. Mengesahkan dan memberlakukan Pedoman CPOB tahun 2012 sebagai pedoman bagi semua pihak yang terlibat dalam pembuatan obat. 5. Per Ka Badan POM No HK Tahun 2011

41 28 a. Tata cara Sertifikasi CPOB, Pasal (4): Pemenuhan persyaratan CPOB dibuktikan dengan sertifikat Struktur Organisasi Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT Subdirektorat Inspeksi dan Sertifikasi Produksi Produk Terapetik (PT) dan PKRT Struktur Organisasi Subdirektorat Inspeksi dan Sertifikasi Produksi Produk Terapeutik dan PKRT terdiri dari: 1) Seksi Inspeksi Sarana Produksi Produk Terapeutik dan PKRT. 2) Seksi Sertifikasi Sarana Produk Terapeutik dan PKRT Tugas Subdit. Inspeksi dan Sertifikasi Produksi Produk Terapetik dan PKRT Subdirektorat ini mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan inspeksi dan sertifikasi Produk Terapetik dan PKRT Fungsi Subdirektorat Inspeksi dan Sertifikasi Produksi Produk Terapetik dan PKRT 1) Penyusunan rencana dan program inspeksi dan sertifikasi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga. 2) Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman,standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan inspeksi sarana produksi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga. 3) Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan sertifikasi sarana produksi produk terapetik dan perbekalan kesehatan rumah tangga. 4) Evaluasi dan penyusunan laporan inspeksi dan serifikasi produk terapetik perbekalan kesehatan rumah tangga Kegiatan Utama Subdirektorat Inspeksi dan Sertifikasi Produksi Produk Terapetik dan PKRT, antara lain : a. Penyusunan jadwal inspeksi CPOB.

42 29 b. Melakukan inspeksi CPOB, melakukan evaluasi tindak lanjut hasil inspeksi CPOB, evaluasi CAPA. c. Melakukan evaluasi hasil inspeksi CPOB yang dilakukan oleh Balai Besar/Balai POM. d. Perumusan kelayakan penggunaan fasilitas produksi bersama antara obat dengan kosmetik, obat tradisional, produk komplemen di sarana produksi Indistri Farmasi. e. Perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman standar, kriteria dan prosedur, di bidang inspeksi sarana produksi produk terapetik dan PKRT, dan sarana bahan aktif obat. f. Perumusan rekomendasi izin Industri Farmasi. g. Koordinasi pelaksanaan teknis yang dilakukan oleh inspektur CPOB Badan POM dengan GMP Inspector negara tujuan ekspor dalam rangka ekspor produk Indonesia ke luar negeri. h. Pemutakhiran Pedoman CPOB bersama dengan tim ahli CPOB. i. Penyusunan dan evaluasi data inspeksi dan sertifikasi yang digunakan sebagai monitoring pengawasan obat triwulanan maupun tahunan. j. Dalam melaksanakan inspeksi, Standard yang digunakan adalah Pedoman CPOB yang berlaku dan juga bisa menggunakan standard Internasional lain seperti WHO Subdirektorat Pengawasan Bahan Baku Obat dan Analisis Cara Pembuatan Obat Yang Baik Struktur Organisasi Subdirektorat Pengawasan Bahan Baku Obat dan Analisis Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB) terdiri dari: 1) Seksi Pengawasan Bahan Baku Obat. 2) Seksi Penerapan Analisis CPOB. 3) Seksi Tata Operasional Tugas Subdirektorat Pengawasan Bahan Baku Obat dan Analisis CPOB Subdirektorat ini mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman standar, kriteria dan

43 30 prosedur,serta pelaksanaan pengawasan bahan baku obat dan analisis cara pembuatan obat yang baik Fungsi Subdirektorat Pengawasan Bahan Baku Obat dan Analisis CPOB 1) Penyusunan rencana dan program pengawasan bahan baku obat dan analisis cara pembuatan obat yang baik. 2) Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengawasan bahan baku obat. 3) Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan analisis cara pembuatan obat yang baik. 4) Evaluasi dan penyusunan laporan pengawasan bahan baku obat dan analisis cara pembuatan obat yang baik. 5) Pelaksanaan urusan tata operasional di lingkungan Direktorat Kegiatan Utama Subdirektorat Pengawasan Bahan Baku Obat dan Analisis CPOB, antara lain : 1) Mengelola evaluasi Dokumen Site Master File, Dokumen Pra Inspeksi, dan CAPA Inspeksi Luar Negeri. 2) Melakukan inspeksi dalam negeri. 3) Mengelola inspeksi Bahan Baku Obat. 4) Mengelola Sistem Mutu Inspektorat CPOB, antara lain Internal Audit, Kajian Manajemen, Pengendalian Dokumen. 5) Mengelola pelatihan dan mengembangkan pelatihan untuk inspektur (dalam dan luar negeri). 6) Mengelola Inspeksi Luar Negeri. 7) Mengembangkan Pengawasan Bahan Baku Obat. 8) Kegiatan terkait dengan PIC/S; Pertemuan ASEAN Subdirektorat Harga Obat dan Farmakoekonomi Struktur Organisasi Subdirektorat Harga Obat dan Farmakoekonomi terdiri dari : 1) Seksi Pemantauan dan Analisis Harga Obat.

44 31 2) Seksi Farmakoekonomi Tugas Subdirektorat Harga Obat dan Farmakoekonomi Subdirektorat ini mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pemantauan dan analisis harga obat dan farmakoekonomi Fungsi Subdirektorat Harga Obat dan Farmakoekonomi 1) Penyusunan rencana program pemantauan dan analisis harga obat dan farmakoekonomi. 2) Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksaaan pemantauan analisis harga obat. 3) Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksaaan farmakoekonomi. 4) Evaluasi dan penyusunan laporan pemantauan dan analisis harga obat dan farmakoekonomi Kegiatan Subdirektorat Harga Obat dan Farmakoekonomi 1) Penyusunan pedoman harga obat dan prioritas sampling. 2) Perkuatan sistem pengawasan post market beradasarkan analisis resiko. 3) Evaluasi hasil sampling dan pengujian Balai. 4) Tindak lanjut obat yang tidak memenuhi persyaratan. 5) Evaluasi tanggapan Industri Farmasi terhadap surat Recall. 6) Diskusi dengan Industri Farmasi terkait CAPA obat yang tidak memenuhi persyaratan. 7) Pemantauan harga obat dari Balai dan Industri Farmasi. 8) Kemandirian Balai. 9) Pemutakhiran Profil Obat Beredar. 10) Pengembangan Farmakoekonomi. 11) Workshop teknik sampling. 12) Penyiapan data terkait sampling dan pengujian. 13) Sistem mutu.

45 32 Subdirektorat Harga Obat dan Farmakoekonomi memiliki tugas untuk mendata hasil sampling dan pengujian yang dilaporkan dari Balai POM dan Balai Besar POM di seluruh Indonesia. Adapun tujuan adanya sampling dan pengujian adalah : 1. Melindungi masyarakat terhadap penggunaan obat yang tidak memenuhi syarat. 2. Mendeteksi sedini mungkin peredaran obat palsu, dengan harapan akhir adalah dapat menjamin konsisten mutu produk pasca pemasaran sesuai dengan spesifikasi dan standar mutu yang disetujui pada proses pemberian izin edar ( Pre-Market ). Pelaksanaan sampling diantaranya dilakukan dalam rangka compliance dan surveillance; 1) Dalam rangka Compliance Pelaksanaan sampling yang dilakukan dalam hal pemenuhan terhadap standar yang berlaku (CPOB, CDOB, dan standar mutu produk) untuk berbagai tujuan seperti sampling rutin, tindak lanjut atas temuan obat jadi yang menunjukkan tanda-tanda kerusakan (kontaminasi atau pencemaran), atau bila obat jadi tertentu dicurigai tidak efektif atau penurunan kualitas, atau dapat menyebabkan efek klinis yang tidak diinginkan. 2) Dalam rangka Surveillance Pelaksanaan sampling yang berkaitan dengan obat program pemerintah dan untuk mendeteksi secara dini peredaran obat palsu, obat ilegal, dan obat tanpa nomor izin edar (NIE). Badan POM RI menetapkan prioritas samplingnya berdasarkan kajian analisis resiko seperti, obat yang rawan terhadap kerusakan, obat yang dipakai dalam jangka waktu yang lama dan berkesinambungan, obat yang perlu diuji sterilitasnya, obat yang sering dipalsukan, produk obat dari Industri Farmasi yang belum memenuhi standar CPOB secara optimal, atau produk obat yang perlu diuji potensinya. Secara garis besar penentuan sampling dapat dikelompokkan berdasarkan kategorinya, yakni: 1) Kategori A : Obat-obat program pemerintah (obat yang banyak digunakan oleh masyarakat luas).

46 33 2) Kategori B : Obat untuk pengobatan infeksi yang spesifik maupun parasitik. 3) Kategori C1 : Obat yang diproduksi dalam jumlah besar (selain program pemerintah. 4) Kategori C2 : Zat aktif yang banyak kopiannya. 5) Kategori D : Obat yang pemenuhan standar Cara Pembuatan Obat yang Baik dengan memiliki riwayat Good Manufacturing Practice (GMP) dengan keluhan rendah. 6) Kategori E1 : Obat yang sering di temukan Recall, Kipi. 7) Kategori E2 : Sampling Surveilance. 8) Kategori F : Obat impor. 9) Kategori G : Obat anak (Pediatrik). 10) Kategori H : Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA), Prekusor yang rawan didiversikan. 11) Kategori I : Lain-lain : Rokok, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), Alat Kesehatan (Kondom), Sampling untuk ruang lingkup. Untuk dapat mengetahui prosedur pelaksanaan sampling dan pengujian dapat dilihat pada Lampiran 3. Pengujian dilakukan oleh Balai Besar/Balai POM seluruh Indonesia, hasilnya dilaporkan kepada Badan POM. Laporan hasil pengujian dibagi kedalam dua kelompok, yaitu: 1) Memenuhi Syarat (MS), artinya obat yang beredar di pasaran terjamin keamanan, kualitas dan kemanfaatannya sehingga dapat digunakan oleh masyarakat luas. Laporan hasil pengujian ini dilaporkan setiap bulan sebagai laporan rutin. 2) Tidak Memenuhi Syarat (TMS), Badan POM akan akan melakukan evaluasi dengan memperhatikan kemampuan pengujian dari masing-masing Balai Besar/Balai POM yang melaporkan hasil pengujian tersebut. Jika berasal dari Balai POM yang belum mampu melakukan pengujian obat-obat tersebut, maka dilakukan pengujian ulang dengan bekerjasama dengan PPOMN. Sedangkan apabila Balai Besar/Balai POM yang dinilai telah mampu melakukan pengujian, maka dapat dilakukan tindak lanjut berupa peringatan, peringatan keras, penarikan obat di pasaran (recall), dan

47 34 pembekuan Nomor Ijin Edar (NIE). Apabila ditemukan hasil pengujian yang tidak memenuhi syarat (TMS) atau jika ditemukan hasil laporan yang berbeda, maka Balai Besar/Balai POM harus melapor dalam jangka waktu 3x24 jam, setelah itu akan diverifikasi oleh PPOMN untuk ditindaklanjuti. Prosedur Penanganan obat TMS (Tidak Memenuhi Syarat) dapat dilihat pada Lampiran Badan POM sebagai anggota PIC/S Badan POM RI merupakan salah satu anggota PIC/S ( Pharmaceutical Inspection Cooperation Scheme ) yang ke-41 pada 1 Juli tahun 2012, yaitu suatu organisasi internasional yang bertugas sebagai pengawas obat dan makanan yang diakui secara internasional, dalam hal ini memiliki arti bahwa pengawasan yang dilakukan Badan POM RI sudah setara dengan pengawasan yang ada di 40 negara lain yang telah menjadi anggota sebelumnya. Oleh karena itu, jika ada Industri Farmasi luar negeri akan mengimpor obat ke Indonesia dan telah mendapatkan inspeksi dari salah satu anggota PIC/S di negara lain, maka Badan POM tidak perlu lagi melakukan inspeksi ke negara tersebut, namun evaluasi terhadap dokumen mutu, data pemenuhan CPOB melalui laporan inspeksi tetap dilakukan. Badan POM tetap melakukan pengawasan Post-Market setelah obat tersebut beredar di Indonesia. Dengan masuknya Badan POM ke dalam anggota PIC/S merupakan suatu upaya Badan POM untuk meningkatkan daya mutu nasional. Adapun tujuan organisasi internasional PIC/S, yaitu: 1) Mendorong dan memperkuat kerjasama antara participating authorities di bidang inspeksi dan bidang terkait lainnya dengan tetap menjaga kepercayaan dari masing-masing negara (mutual confidence), serta meningkatkan Quality Assurance (QA) dari inspeksi. 2) Menyediakan framework untuk pertukaran pengalaman dan informasi yang dibutuhkan oleh masing-masing anggota. 3) Mengkoordinasikan training bagi inspektur dan tenaga ahli teknis lain di bidang GMP. 4) Terus melakukan upaya untuk mewujudkan peningkatan dan harmonisasi standar dan prosedur teknis berkaitan dengan inspeksi terhadap Industri

48 35 Farmasi dan pengujian obat oleh Official National Quality Control Laboratory. 5) Terus melakukan upaya untuk mewujudkan peningkatan dan harmonisasi GMP. 6) Meningkatkan kerjasama dengan competent authorities lain yang memiliki ketentuan/ regulasi nasional yang setara dalam penerapan standard dan prosedur untuk mewujudkan harmonisasi global. Adapun manfaat yang diperoleh Badan POM dari keanggotaan PIC/S adalah: 1) Meningkatkan peluang Industri Farmasi lokal untuk dapat melakukan ekspor ke negara anggota PIC/S lainnya. 2) Sebagai indikator bahwa Badan POM memiliki inspektorat GMP yang diakui secara Internasional. 3) Meningkatkan peluang Industri Farmasi lokal untuk ekspor ke negara lain.

49 36 BAB 4 PEMBAHASAN Kegiatan praktek kerja profesi apoteker (PKPA) periode 2-24 September 2013 di Badan POM RI, kami melaksanakan kegiatan ini di bagian Deputi I, yakni Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik (PT) dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) Badan POM RI. Direktorat ini dipimpin oleh seorang Direktur Eselon II yang telah diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Direktorat ini membawahi 3 sub direktorat, yakni Sub Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Produk Terapetik dan PKRT, Sub Direktorat Pengawasan Bahan Baku Obat (BBO) dan analisis CPOB, dan Sub Direktorat Harga Obat dan Farmakoekonomi (HOFE). Sub direktorat ini dipimpin oleh seorang kepala bagian eselon III yang telah diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS). Masingmasing sub direktorat membawahi kepala seksi. Setiap kepala seksi memiliki staf dan pegawai. Masing-masing subdirektorat juga memiliki sekretaris yang membantu kepala bagian dalam menjalankan tugasnya Sub. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Produk Terapetik dan PKRT Dalam rangka menjamin keamanan, khasiat dan mutu produk terapetik dan PKRT yang diproduksi oleh industri, setiap industri farmasi harus memiliki izin Industri Farmasi. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010, setiap pendirian Industri Farmasi wajib memperoleh izin industri farmasi dari Direktur Jenderal Bina Farmasi dan Alat Kesehatan-Kementerian Kesehatan yang memiliki tugas dan tanggung jawab di bidang pembinaan kefarmasian dan alat kesehatan.berdasarkan peraturan tersebut, persyaratan untuk memperoleh izin industri farmasi adalah sebagai berikut : a. Berbadan usaha berupa perseroan terbatas. b. Memiliki rencana investasi dan kegiatan pembuatan obat. c. Memiliki nomor pokok wajib pajak. d. Memiliki secara tetap paling sedikit 3 (tiga) orang apoteker warga negara Indonesia masing-masing sebagai penanggung jawab pemastian mutu, produksi, dan pengawasan mutu; dan 36

50 37 e. Komisaris dan direksi tidak pernah terlibat, baik langsung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundang-undangan di bidang kefarmasian. Proses pembuatan obat dan/atau bahan obat hanya dapat dilakukan oleh Industri Farmasi, dimana setiap pendirian Industri Farmasi wajib memperoleh izin Industri Farmasi dari Direktur Jendral. Prosedur Izin Industri Farmasi antara lain : 1. Persetujuan Prinsip Prosedur pengajuan prinsip, yakni pemohon harus menyerahkan permohonan persetujuan prinsip yang diajukan kepada Direktur Jendral dengan tembusan Kepala Badan dan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Sebelum mengajukan permohonan persetujuan prinsip, pemohon wajib mengajukan permohonan persetujuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) kepada Kepala Badan paling lama dalam jangka waktu 14 hari kerja (HK) sejak permohonan. Persetujuan prinsip diberikan oleh Direktur Jenderal paling lama dalam waktu 14 hari kerja setelah permohonan. Persetujuan prinsip berlaku selama tiga tahun. Jika permohonan persetujuan prinsip telah diberikan, pemohon dapat langsung melakukan persiapan, pembangunan, pengadaan, pemasangan, dan instalasi peralatan, termasuk produksi percobaan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selama melaksanakan pembangunan fisik, yang bersangkutan wajib menyampaikan laporan informasi kemajuan pembangunan fisik setiap 6 (enam) bulan sekali kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. 2. Persetujuan Izin Industri Farmasi Pemohon yang telah selesai melaksanakan tahap persetujuan prinsip dapat mengajukan permohonan izin industri farmasi. Permohonan izin industri farmasi diajukan kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi. Setelah diterima permohonan tersebut, Badan POM akan melakukan audit pemenuhan persyaratan CPOB. Setelah dinyatakan memenuhi persyaratan CPOB, maka Badan POM akan mengeluarkan rekomendasi pemenuhan persyaratan CPOB kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi.

51 38 3. Prosedur pelaksanaan Inspeksi Inspeksi diawali dengan penyusunan Rencana inspeksi berdasarkan Risk Assesment yang disusun oleh Sudirektorat Inspeksi dan Sertifikasi Produk Terapetik dan PKRT bersama dengan Balai Besar/Balai POM. Penyusunan rencana ini diawali dengan pembuatan daftar industri farmasi yang tidak di inspeksi selama 2 tahun terakhir oleh pusat dan balai, menyusun program inspeksi berdasarkan pertimbangan risiko, dimana parameter yang menjadi pertimbangan dalam penyusunan rencana inspeksi sebagai berikut: jenis fasilitas/sertifikat CPOB yang dimiliki, riwayat industri farmasi, aktifitas industri farmasi, serta industri farmasi yang baru mendapat persetujuan nomor izin produk baru. Rencana inspeksi sertifikasi tahunan diawali dengan menyusun program inspeksi sertifikasi tahunan parameternya antara lain: persetujuan RIP, laporan kemajuan pelaksanaan RIP, dan pertimbangan inspeksi ulang untuk konfirmasi CAPA tentang temuan kritikal. Setelah Rencana inspeksi sertifikasi tahunan selesai disusun, kemudian dilakukan penjadwalan Rencana Inspeksi Bulanan. Recana inspeksi bulanan, mencakup nama Industri Farmasi berdasarkan program tahunan dengan prioritas ranking yang lebih tinggi (untuk inspeksi rutin) dan permohonan inspeksi dari industri farmasi serta laporan kemajuan pelaksanaan RIP (untuk inspeksi sertifikasi), tim inspeksi yang bertugas, lama inspeksi (jumlah hari) untuk tiap industri farmasi berdasarkan tujuan dan ruang lingkup inspeksi. Sesuai dengan prosedur tetap, Badan POM memberitahukan secara tertulis rencana untuk inspeksi CPOB kepada Balai dan industri farmasi paling lambat lima hari kerja sebelum pelaksanaan inspeksi. Hal ini tidak berlaku untuk inspeksi tertentu, misalnya yang berkaitan dengan kasus. Pemberitahuan ini untuk inspeksi yang berkaitan proses sertifikasi CPOB, perubahan tata ruang dan penambahan fasilitas produksi. Tujuan dari pemberitahuan adalah agar pada saat inspeksi Personil kunci/penanggung jawab dari industri farmasi berada di tempat dan melakukan persiapan teknis dan dokumen yang akan diperiksa. Apabila pada waktu yang telah ditentukan inspeksi tidak dapat dilaksanakan, maka akan diterbitkan surat pemberitahuan kepada industri farmasi dan tembusan kepada Balai. Pada saat inspeksi, apabila ditemukan pelanggaran maka dapat diambil

52 39 tindakan berupa peringatan, peringatan keras, penghentian sementara kegiatan, pencabutan sertifikat CPOB atau rekomendasi pencabutan izin. Prosedur pelaksanaan inspeksi dapat dilihat pada Lampiran Prosedur Sertifikasi Proses Sertifikasi CPOB terdapat tiga alur, alur 1 untuk calon industri farmasi yang belum memiliki izin usaha, alur 2 untuk industri farmasi yang akan menambah fasilitas produksi dan alur 3 untuk industri farmasi yang akan resertifikasi. Proses sertifikasi CPOB dimulai dengan pengajuan Rencana Induk Pembangunan (RIP) oleh pemohon kepada Badan POM dengan melampirkan persyaratan dan formulir pendaftaran. RIP kemudian didiskusikan dan dievaluasi oleh tim yang ada di Subdirektorat Inspeksi dan Sertifikasi PT dan PKRT. Bila RIP yang diajukan memenuhi syarat, maka Subdirektorat Inspeksi dan Sertifikasi PT dan PKRT menerbitkan surat persetujuan RIP, bila tidak memenuhi syarat maka industri farmasi harus melakuakan perbaikan RIP. Calon industri farmasi yang RIP nya memenuhi syarat, dapat melakukan pembangunan gedung dan melaporkan progress pembangunan kepada Badan POM. Selanjutnya, calon industri farmasi mengajukan permohonan inspeksi untuk sertifikasi. Inspektur CPOB kemudian merencanakan inspeksi dengan team inspeksi. Setelah itu dilakukan inspeksi dengan memberikan penilaian terhadap fisik gedung dan dokumen-dokumen terkait. Selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap hasil inspeksi. Berdasarkan hasil inspeksi tersebut, kemudian diterbitkan surat hasil inspeksi. Kewajiban industri farmasi untuk menyerahkan tindakan perbaikan dan tindakan pencegahan atas temuan inspeksi. Sertifikat CPOB dapat diterbitkan berdasarkan hasil evaluasi tindakan perbaikan dan pencegahan dinyatakan telah memenuhi syarat. Sertifikat berlaku untuk 5 (lima) tahun selama yang bersangkutan masih berproduksi dan memenuhi persyaratan sesuai ketentuan peraturan perundangundangan. Alur proses Sertifikasi CPOB dapat dilihat pada Lampiran 6. Inspeksi dilakukan oleh inspektur CPOB yang sudah terkualifikasi dan telah mendapat pelatihan yang berjenjang dan berkesinambungan.

53 40 Sertifikasi Sarana Produksi PT dan PKRT salah satunya adalah menangani surat persetujuan penggunaan fasilitas bersama. Dalam hal ini, fasilitas produksi boleh digunakan bersama bilamana: a. Suplemen yang diproduksi dalam bentuk sediaan tablet, kapsul, dan cairan oral. b. Bahan baku berkhasiat yang dipakai merupakan bahan yang spesifikasi dan standar mutu yang dapat diuji dan bukan simplisia. c. Sebagai bahan pembantu dan bahan lainnya harus dipakai bahan yang mempunyai kualitas Pharmaceutical Grade. d. Dilakukan pemisahan yang jelas dengan obat untuk bahan baku, bahan pengemas, dan produk jadi. e. Diberi penandaan yang jelas. Seluruh aktivitas yang menggunakan fasilitas produksi obat harus dilakukan sesuai dengan ketentuan CPOB, tersedia protap pembersihan ruangan dan peralatan, dan tersedia jadwal produksi obat dan suplemen makanan yang sesuai. Subdirektorat Inspeksi dan Sertifikasi PT dan PKRT juga melakukan pengawasan terhadap produk vaksin. Pengawasan yang dilakukan yakni berkoordinasi dengan PPOMN terkait sertifikat hasil pengujian dan sertifikat pelulusan terhadap bets produk yang telah diproduksi. Pada sertifikat pengujian terdapat hasil pengujian yang telah dilakukan oleh PPOMN dan kesimpulan. Selain itu juga terdapat nomor sertifikat pengujian, nomor bets produk yang diuji, waktu kadaluarsa produk, nomor registrasi, kode produk yang diuji, jenis sediaan dan kemasan. Pada sertifikat pelulusan bets tercantum nomor sertifikat pelulusan, nomor bets dari produk yang diluluskan, jenis sediaan produk, perusahaan yang memproduksi, kemasan produk, kode produk yang lulus uji, waktu kadaluarsa, dan jumlah kemasan produk yang lulus uji. Pada Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI No. HK tahun 2011 Tentang Pengawasan Pemasukan Obat Impor disebutkan bahwa pemasukan obat impor berupa vaksin untuk manusia harus melengkapi dokumen sebagai berikut :

54 41 a. Sertifikat pelulusan bets/lot (Batch/lot release certificate) dari badan Otoritas di negara tempat vaksin diluluskan untuk setiap kali pemasukan. b. Protokol ringkasan bets/lot (summary batch/lot protocol) yang diterbitkan oleh produsen. Hasil evalusi dan pengujian berupa sertifikat pelulusan yang dikeluarkan paling lama 10 hari kerja, setelah dokumen lengkap dan sampel diterima di laboratorium pusat pengujian obat dan makanan nasional (PPOMN), Badan POM RI. Obat impor vaksin yang belum memperoleh sertifikat pelulusan bets/lots dari badan otoritas di negara tempat vaksin diluluskan dilakukan : a. Evaluasi terhadap protokol ringkasan bets/lot, sertifikat analisis dan label. b. Pengujian pemerian. c. Pengujian potensi dan/ atau pengujian lain yang ditetapkan. Hasil evaluasi dan pengujian berupa sertifikat pelulusan dan sertifikat pengujian yang dikeluarkan paling lama 65 hari kerja setelah dokumen lengkap dan sampel diterima di laboratorium Pusat Pengujian Obat dan makanan Nasional (PPOMN) Badan POM RI Sub. Direktorat Harga Obat dan Farmakoekonomi Salah satu tugas dari Subdirektorat Harga Obat dan Farmakoekonomi mengawasi jumlah obat-obat generik yang berlogo OGB, mengawasi jumlah obatobat esensial yang meliputi persebaran obat esensial di wilayah RI terutama di 34 provinsi yang telah terdapat unit pelayanan teknis Balai Besar POM dan Balai POM, menghitung persentase jumlah obat generik terhadap obat-obat esensial yang telah mendapatkan nomor izin edar di indonesia, membuat presentasi jumlah obat esensial yang diproduksi oleh industri farmasi yang telah menerapkan CPOB dengan jumlah obat esensial yang diproduksi oleh industri farmasi yang belum menerapkan CPOB. Pada subdirektorat ini memantau harga obat yang beredar di Indonesia melalui balai-balai dan balai besar POM yang tersebar di Indonesia berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 092/MENKES/SK/II/2012, tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Generik Tahun Harga yang ditentukan oleh

55 42 Industri Farmasi dipantau laporan kepada Kementrian Kesehatan untuk dilakukan tindak lanjut terkait penerapan dan penyimpangan yang terjadi. Penetapan harga obat oleh industri farmasi terutama obat generik, harus dibawah harga eceran tertinggi (HET) karena adanya kebijakan pemerintah yang mengatur harga obat agar dapat terjangkau oleh semua lapisan masyarakat. Selain melakukan pemantauan harga obat, Sub Direktorat ini juga melakukan evaluasi terhadap hasil sampling produk terapetik. Pada umumnya, sampling dilakukan untuk produk yang memiliki parameter kritis, sepeti antibiotik beta laktam, sefalosporin, produk sitotoksin, onkologi, hormon, dll. Sampling dilakukan oleh Petugas Balai Besar/ Balai POM berdasarkan: a. Pedoman sampling yang disusun berdasarkan profil obat beredar di wilayah dan lokasi terkait. Profil obat beredar tersebut didapat dari hasil survei obat beredar. Profil yang didapat dapat digunakan antara lain untuk Mengetahui proporsi peredaran obat per provinsi. b. Revitalisasi metodologi sampling obat (pemastian ketersediaan sampel dalam rangka menjaga mutu obat beredar). c. Confirmatory data registrasi. d. Resertifikasi CPOB. Sampling dilakukan agar suatu produk tersebut terjamin mutunya. Sebelum sampling dilakukan perencanaan sampling untuk menentukan target jumlah produk-produk yang akan disampling dari berbagai provinsi di Indonesia. Setelah itu dilakukan persiapan pra-sampling untuk melihat ketersediaan jumlah dan jenis produk-produk yang akan disampling yang masih beredar di pasaran dan setelah melakukan sampling dibuat suatu laporan untuk mengevaluasi dan untuk memberikan feedback terhadap hasil sampling kepada produsen atau pelaku usaha yang mengeluarkan atau memproduksi produk tersebut. Pada umunnya sampling dilakukan per-triwulan. Selain sampling, dilakukan pengujian terhadap produk terapetik sebelum ataupun setelah beredar. Pengujian ini dilakukan untuk menjamin agar produk yang dihasilkan memiliki konsistensi mutu, keamanan dan khasiat yang sama dengan produk saat produk tersebut diregistrasi dan pertama kali produk tersebut mendapat nomor izin edar. Pengawasan tersebut termasuk pengawasan post-

56 43 market. Penetapan item obat yang disampling dilakukan berdasarkan profil obat beredar pada masing-masing provinsi berdasarkan analisa resiko dan obat esensial. Pedoman sampling disahkan dalam keputusan Kepala Badan POM RI nomor HK Tahun 2012, tentang pedoman sampling obat dan makanan. Berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM RI tersebut disebutkan bahwa tujuan sampling, yakni untuk melindungi masyarakat dari penggunaan produk yang tidak memenuhi persyaratan mutu, khasiat, dan keamanan, menjamin konsistensi mutu produk pasca pemasaran, dan untuk mendeteksi sedini mungkin adanya produk palsu/ produk ilegal/ tidak terdaftar. Dalam melakukan sampling diperlukan suatu strategi yang digunakan untuk mengetahui pemenuhan persyaratan mutu yang ditetapkan dengan melakukan sampling compliance dan sampling yang dilakukan dalam rangka mendeteksi sedini mungkin obat palsu/illegal, yakni dengan melakukan sampling surveilens. Sampling produk terapetik ditetapkan berdasarkan profil obat yang beredar diwilayah masing-masing BBPOM/BPOM dengan mempertimbangkan kriteria sebagai berikut, yakni obat yang banyak beredar, bentuk sediaan yang berisiko, obat esensial, obat program, obat yang ditemukan tidak memenuhi persyaratan pada tahun sebelumya, obat yang sering dipalsukan, obat yang sering digunakan sebagai bahan baku obat dalam obat tradisional, dan narkotik, psikotropik, dan obat yang mengandung senyawa yang digunakan sebagai prekursor yang rawan didiversikan. Kebijakan sampling yang dilakukan oleh badan POM RI, yakni apabila jumlah obat dari bets yang sama pada satu sarana tidak mencukupi untuk disampling, maka dapat dilakukan pengambilan sampel dengan bets yang sama dari beberapa sarana. Pengambilan sampel terhadap nomor bets yang sama tidak dibenarkan, untuk obat-obat tertentu yang slow moving seperti kodein dan fenobarbital diperbolehkan sampling dengan nomor bets yang sama dengan interval waktu paling cepat 3 bulan pada sarana yang berbeda. Penetapan sampel merek obat yang disampling diutamakan industri farmasi yang produknya pernah/ sering ditemukan tidak memenuhi syarat, terhadap sampling surveilens, jumlah obat dengan bets yang sama dapat disesuaikan dengan ketersediaan obat

57 44 dilapangan. Pada penanganan sampling surveilens, jika ditemukan obat tanpa izin edar, obat tidak perlu dilakukan pengujian dan terhadap temuan tersebut dilakukan penelusuran lebih lanjut. Untuk produk termasuk vaksin yang mendekati kadaluarsa, dapat disampling minimal 6 bulan sebelum batas kadaluarsa. Melalui survei obat yang beredar disarana pelayanan kefarmasian di apotek, data yang dihasilkan dari survei harus akurat dan memenuhi kaidah kaidah yang berkaitan dengan survei dan diperlukan pula persamaan persepsi dari pelaksanaan survei. Berkaitan dengan hal tersebut, maka kegiatan survei diperlukan pedoman untuk pelaksanaannnya. Ruang lingkup dalam melakukan survei adalah obat beredar yang telah mempunyai nomor izin edar 15 digit ataupun 7 digit, obat program, obat SAS (Special Acecess Shame),obat donasi, ketentuan obat yang didata saat survei yakni semua obat yang beredar yang telah memiliki nomor izin edar diapotek, obat dengan beda kekuatan, obat dengan beda bentuk sediaan,obat yang tidak terdata dalam database namun mempunyai NIE, dan obat dengan berbeda kemasan Sub. Direktorat Pengawasan Bahan Baku Obat dan Analisis CPOB Tingginya angka komoditi farmasi yang diimpor ke Indonesia mengharuskan Badan POM menciptakan sistem yang kuat untuk menjamin keamanan, khasiat dan mutu produk terapetik dan PKRT termasuk yang diproduksi oleh industri luar negeri. Untuk pembagian kerja yang efektif, Badan POM RI yang dalam hal ini diwakili oleh Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik membentuk unit kerja yang lebih spesifik dibawah Subdit. Pengawasan Bahan Baku Obat dan Analisis CPOB, yaitu Seksi Analisis CPOB, Seksi Pengawasan Bahan Baku Obat, dan Seksi Tata Operasional. Seksi Analisis CPOB yang bertanggung jawab kepada Kepala Subdit. Pengawasan Bahan Baku Obat dan Analisis CPOB bertugas mengevaluasi sejauh mana industri farmasi di luar negeri memenuhi regulasi CPOB sesuai yang dipersyaratkan di Indonesia. Informasi tersebut dapat dilihat pada Dokumen Induk Industri Farmasi (DIIF)/Dokumen Site Master File (SMF). SMF ini disampaikan oleh pendaftar sebagai salah satu syarat yang harus dilampirkan jika Industri

58 45 Farmasi luar negeri akan mendaftarkan produk di Indonesia. Dokumen ini berisi informasi spesifik dan sistematis dari industri farmasi di luar negeri tentang kebijakan manajemen mutu, aktivitas produksi dan pengawasan mutu dari kegiatan pembuatan obat dari bahan obat yang dilaksanakan pada lokasi tersebut dan kegiatan terkait pada bangunan di sekitarnya. Dari Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi kemudian dokumen SMF akan disampaikan ke Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT. Pedoman Penyiapan Dokumen Induk Industri Farmasi (DIIF) terdapat pada Peraturan Kepala Badan POM RI No HK Tahun 2012 Tentang Dokumen Induk Industri Farmasi Dan Industri Obat Tradisional. Dokumen SMF kemudian dilakukan pemeriksaan awal oleh Staf sub Direktorat yang ditunjuk (administrator) terhadap status Evaluasi dokumen Site Master File dilakukan oleh tim evaluator dokumen Site Master File yang diajukan dan dimasukkan ke dalam sistem database. Evaluasi dokumen Site Master File dilakukan oleh tim evaluator sesuai dengan tenggang waktu yang telah ditetapkan sejak dokumen diterima. Tenggang waktu yang ditetapkan adalah sebagai berikut: 1. Sediaan Non-steril (24 hari kerja). 2. Sediaan Steril (30 hari kerja). 3. Produk Biologi (36 hari kerja). 4. Produk Darah (42 hari kerja). Hasil evaluasi dokumen SMF dinyatakan belum lengkap, maka Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT menyampaikan permintaan data dokumen SMF kepada pendaftar melalui Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi dengan tenggang waktu penyerahan kembali data tambahan selama empat bulan. Jika pihak pendaftar tidak dapat memenuhi dokumen tambahan yang diperlukan selama waktu yang telah ditentukan, evaluasi dokumen SMF dihentikan dan pendaftar harus mengajukan dokumen SMF berdasarkan prosedur awal. Apabila berdasarkan hasil evaluasi, dokumen SMF dinyatakan lengkap, maka Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik menyampaikan hasil evaluasi kepada pendaftar melalui Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi

59 46 dan disertakan pertimbangan perlu/ tidaknya dilakukan inspeksi setempat. Adapun kriteria industri farmasi yang perlu dilakukan site visit, antara lain: 1. Tingkat resiko produk yang didaftarkan tinggi. 2. Tidak termasuk anggota PIC/S, kecuali: a. Ada pertimbangan lain, seperti adanya sistem mutu GMP Inspectorate dari negara asal produsen yang sudah diakui implementasinya. b. Hasil laporan inspeksi dua tahun terakhir oleh National Regulatory Authority (NRA) setempat dan NRA luar negeri memenuhi syarat terkait dengan produk yang didaftarkan (setelah dokumen SMF dinyatakan lengkap). 3. Belum pernah diinspeksi oleh Badan POM atau inspeksi terakhir melebihi dua tahun sejak dokumen Site Master File diajukan. 4. Adanya temuan yang kritikal pada inspeksi oleh Badan POM atau National Regulatory Authority (NRA) setempat dan NRA negara lain yang setara dengan klasifikasi temuan kritikal Badan POM selama dua tahun terakhir. 5. Jika semua pengujian atau pengujian kritis dikontrakkan, maka laboratorium penerima kontrak juga harus diinspeksi. Seksi Pengawasan Bahan Baku Obat bertugas mengawasi sistem pengelolaan mutu pada industri bahan baku aktif obat sesuai dengan pedoman Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan Cara Pembuatan Bahan Baku Aktif Obat yang Baik (CPBBAOB). Pedoman ini digunakan juga untuk membantu memastikan bahwa obat yang masuk ke wilayah Indonesia memenuhi persyaratan keamanan, khasiat dan mutu, serta bahan aktif obat (BAO) juga memenuhi persyaratan mutu dan kemurnian yang diklaim atau sifat yang dimilikinya. Menurut Pedoman Cara Pembuatan Bahan Baku Aktif Obat yang Baik (CPBBAOB) yang tertera pada Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor HK Tahun 2012 Tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik, mutu hendaklah menjadi tanggung jawab seluruh personil yang terlibat dalam pembuatan. Tiap pabrik pembuat hendaklah mengadakan, mendokumentasikan dan menerapkan sistem yang efektif untuk mengelola mutu yang melibatkan partisipasi aktif manajemen dan personil pembuatan yang tepat. Sistem untuk mengelola mutu hendaklah mencakup

60 47 struktur organisasi, prosedur, proses dan sumber daya serta kegiatan yang dibutuhkan untuk memastikan keyakinan bahwa Bahan Aktif Obat akan memenuhi spesifikasi yang dimaksud dalam hal mutu dan kemurnian. Semua kegiatan yang berkaitan dengan mutu hendaklah ditetapkan dan didokumentasikan. Salah satu tugas dari Seksi Pengawasan Bahan Baku Obat adalah menjadwalkan inspeksi luar negeri setelah evaluasi SMF dinyatakan selesai. Ruang lingkup inspeksi luar negeri yang menjadi tanggung jawab Seksi Pengawasan Bahan Baku Obat antara lain: a. Evaluasi dokumen pra inspkesi setelah evaluasi terhadap dokumen SMF (DIIF) dinyatakan lengkap. b. Pelaksanaan inspeksi terhadap industri farmasi luar negeri yang sedang dalam proses registrasi obat impor (pengawasan pre market). c. Pelaksanaan inspeksi terhadap industri farmasi luar negeri yang produknya sudah memiliki ijin edar (pengawasan post market). Setelah dokumen SMF dinyatakan lengkap dan perlu dilaksanakan inspeksi luar negeri, maka pendaftar diharuskan menyerahkan Dokumen Pra-inspeksi dan membayar PNBP sebagai biaya evaluasi Dokumen Pra Inspeksi. Tim evaluasi kemudian melakukan pemeriksaan kelengkapan Dokumen Pra-inspeksi dan mengevaluasi sesuai pedoman CPOB. Jika ada tambahan data yang diperlukan, maka di buat surat kepada pihak pendaftar agar segera melengkapi dokumen yang diminta dan melakukan evaluasi kembali dokumen tambahan tersebut. Apabila Dokumen Pra-inspeksi sudah selesai dievaluasi dan dinyatakan lengkap, kemudian ditentukan pelaksanaan inspeksi luar negeri Inspeksi Luar Negeri Inspeksi luar negeri dibedakan atas dua sifat, yaitu pre-market dan postmarket. Inspeksi pre-market dilakukan sebagai persyaratan bagi industri farmasi saat mereka akan mendaftarkan produknya untuk mendapatkan izin edar di Indonesia. Sedangkan inspeksi post-market dilakukan untuk mengetahui konsistensi industri farmasi dalam mengelola sistem mutu sesuai persyaratan CPOB yang telah didaftarkan sebelumnya.

61 48 a. Inspeksi Pre-market Inspeksi pre-market diawali dari penyampaian surat permohonan pelaksanan inspeksi luar negeri oleh pendaftar. Setelah surat permohonan disetujui, jadwal dan rencana inspeksi luar negeri kemudian diinformasikan kepada pendaftar terkait hal yang perlu disiapkan oleh pendaftar untuk pelaksanan inspeksi ke sarana produksi industri farmasi yang didaftarkan. Pendaftar juga diwajibkan membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) terkait inspeksi yang akan dilakukan. Setelah persiapan inspeksi luar negeri selesai kemudian dilaksanakan oleh tim inspeksi sesuai dengan Prosedur Tetap Pelaksanaan Inspeksi CPOB yang berlaku. Setelah inspeksi selesai dilaksanakan, tim inspeksi kemudian membuat laporan hasil inspeksi untuk dilaporkan kepada Deputi 1 dan surat terkait laporan inspeksi CPOB dan permintaan perbaikannya kepada pendaftar. b. Inspeksi Post-market Secara umum, tahapan yang dilakukan, tenggang waktu yang diberikan, dan serta evaluasi CAPA (Corrective and Preventive Action) yang dilakukan dalam rangka inspeksi post market sama dengan yang dilakukan untuk inspeksi pre market. Perbedaan yang spesifik terdapat pada tindak lanjut yang diberikan jika ditemukan penyimpangan bersifat kritikal pada saat inpeksi luar negeri dilakukan. Adapun tindak lanjut yang dilakukan antara lain: 1) Meminta pemberhentian proses distribusi produk impor yang berasal dari lokasi terkait sampai dengan tindakan perbaikan dan pencegahan CAPA diselesaikan. 2) Meminta Balai untuk melakukan monitoring terhadap produk impor dan melaporkan hasil monitoring ke Pusat. 3) Jika pendaftar tidak dapat menyampaikan CAPA dalam jangka waktu yang ditentukan (satu bulan) seperti yang ditetapkan, maka industri bersangkutan diberikan sanksi berupa penarikan seluruh produk yang ada di pasaran dan pengajuan rekomendasi kepada Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi untuk membekukan nomor izin edar (NIE). 4) Setelah sanksi pembekuan NIE dikeluarkan, jika pendaftar tidak dapat menyelesaikan CAPA dalam jangka waktu satu bulan, maka akan dibuat

62 49 rekomendasi kepada Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi untuk melakukan pembatalan NIE. 5) Meminta untuk melakukan pemusnahan terkait produk impor yang dibatalkan nomor izin edarnya dan melaporkan ke pusat Setelah inspeksi selesai dilaksanakan dan laporan hasil Inspeksi dibuat oleh tim inspeksi, industri farmasi yang bersangkutan kemudian menyampaikan CAPA (Corrective and Preventive Action) terkait temuan yang tercantum pada laporan hasil inspeksi dan membayar PNBP untuk biaya evaluasi dokumen CAPA inspeksi luar negeri. Evaluasi CAPA ini dapat terus berlanjut hingga industri farmasi yang bersangkutan dinyatakan memenuhi persyaratan dengan tenggang waktu 2 tahun. Apabila industri farmasi tersebut tidak dapat memenuhi persyaratan maka harus dilakukan inspeksi ulang. Hasil inspeksi yang telah memenuhi syarat kemudian akan dijadikan sebagai salah satu pertimbangan dalam pemberian nomor izin edar oleh Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi.

63 50 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Badan POM RI berperan melindungi masyarakat dari produk obat, obat tradisional, kosmetik, makanan dan suplemen makanan yang keamanan, kemanfaatan dan mutunya tidak memenuhi syarat. Tugas pokok Badan POM RI adalah melakukan pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan mengkoordinasikan tugasnya dengan Menteri Kesehatan. Badan POM RI berfungsi mengkaji, menyusun, melaksanakan, mengkoordinasi dan memantau kebijakan dan kegiatan di bidang pengawasan obat dan makanan. Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT mewakili Badan POM RI dalam melakukan fungsi pengawasan pada sarana dan proses produksi PT dan PKRT baik dalam maupun luar negeri. Direktorat ini membawahi tiga subdirektorat, pertama adalah Subdirektorat Inspeksi dan Sertifikasi PT dan PKRT yang berkaitan dengan pelaksanaan inspeksi dan sertifikasi industri farmasi, kedua adalah Subdirektorat Harga Obat dan Farmakoekonomi (HOFE) yang bertugas memantau harga obat di peredaran serta mengawasi kegiatan sampling yang dilakukan oleh balai POM yang tersebar di Indonesia, ketiga adalah Subdirektorat Pengawasan Bahan Baku Obat dan Analisis CPOB yang bertugas dalam melakukan pengawasan terkait bahan baku obat dan juga melakukan pengawasan dalam rangka pendaftaran obat yang akan di impor ke Indonesia Saran a. Seiring perkembangan Industri Farmasi dan semakin tingginya komoditi farmasi yang diimpor ke Indonesia, perlu dilakukan peningkatan sistem pengawasan lebih komprehensif oleh Badan POM RI. b. Diperlukan penambahan personalia yang kompeten di bidangnya dalam jumlah yang signifikan dirasa perlu dilakukan agar fungsi pengawasan dan sistem mutu yang dijalankan oleh Badan POM RI khususnya Direktorat 50

64 51 Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT dapat berjalan dengan lebih efektif. c. Penambahan jumlah personalia seperti yang disebutkan sebelumnya sebaiknya juga dibarengi dengan peningkatan kompetensi personalia yang sudah ada melalui pendidikan dan pelatihan yang diperlukan. d. Koordinasi seluruh Balai POM, Balai Besar POM dengan Badan POM dalam melakukan tugas masing-masing bagian Subdirektorat yang ada dibagian pengawasan produksi produk terapetik dan PKRT. Contohnya, dalam hal inspeksi yang dilakukan ke industri farmasi yang terdapat pada masingmasing daerah setempat harus ada koordinasi antara BPOM dengan Balai Besar POM atau Balai POM.

65 52 DAFTAR PUSTAKA Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. (2001). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, Nomor : 02001/SK/KBPOM tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. (2001). Website Resmi Badan Pengawas Obat dan Makanan. /profile/index_ind.asp Jakarta. Diakses 4 September Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. (2004). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Nomor HK Tahun 2004 tentang Perubahan atas Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Badan POM RI. (2007). Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor HK Tahun 2007 Tentang Perubahan Kedua Atas Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor 05018/SK/KBPOM Tahun 2001 Tentang Organisasi Dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan POM RI. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Badan POM RI. (2011). Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI No. HK Tahun 2011 Tentang Pengawasan Pemasukan Obat Impor. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Badan POM RI. (2011). Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor HK Tahun 2011 Tentang Tata Cara Sertifiksi Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Badan POM RI. (2012). Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK tentang Pedoman Sampling Obat dan Makanan Tahun Anggaran Badan POM RI : Jakarta-Indonesia. Badan POM RI. (2012). Pedoman Pelaksanaan Survey Obat beredar di Sarana Legal Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Badan POM RI. (2012). Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor HK Tahun 2012 Tentang Pedoman Sampling Obat dan Makanan. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan RI.

66 53 Badan POM RI. (2012). Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor HK Tahun 2012 Tentang Penerapan Pedoman Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Badan POM RI. (2012). Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor HK Tahun 2012 Tentang Dokumen Induk Industri Farmasi dan Industri Obat Tradisional. Jakarta: Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. Kementrian Kesehatan RI. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1799/MENKES/PER/XII/2010 Tentang Industri Farmasi. Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. Kementrian Kesehatan RI Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 092/MENKES/SK/II/2012 Tentang Harga Eceran Tertinggi Obat Generik Tahun Jakarta: Kementrian Kesehatan RI. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 103 tahun 2001 Pasal September 2013.

67 54 DAFTAR TABEL

68 55 Tabel 2.1. Filosofi Logo Badan POM RI Logo Filosofi Unsur pertama dalam logo Badan POM RI adalah tameng yang melambangkan perlindungan terhadap masyarakat dari penggunaan obat dan makanan yang tidak memenuhi persyaratan mutu. Selain sebagai tameng unsur tersebut dapat juga dilihat sebagai tanda checklist yang merepresentasikan trust atau rasa kepercayaan. Pengambilan makna filosofis mata elang sebagai unsur kedua adalah karena elang memiliki pandangan yang tajam sesuai dengan fungsi Badan POM RI yang bertanggung jawab melindungi masyarakat dengan mengawasi penggunaan obat dan makanan di Indonesia. Garis yang bergerak dari tipis menjadi semakin tebal melambangkan langkah ke depan, yaitu DitJen POM yang berubah menjadi Badan POM RI. Selain itu dapat juga dilihat sebagai representasi keadaan Badan POM RI sebagai badan yang

69 56 memberikan perlindungan (dilambangkan dengan garis hijau) terhadap masyarakat (garis biru tebal) dari pengusaha obat dan makanan (garis biru tipis). Tampak logo secara keseluruhan memadukan unsur-unsur tersebut dalam satu kesatuan yang padu dan serasi sehingga peletakan tulisan Badan POM RI secara tipografis menjadi lebih bebas. Sedangkan pemilihan warna biru pekat (dark blue) menggambarkan perlindungan dan warna hijau (green) menggambarkan scientific base.

70 57 LAMPIRAN

71 58 Lampiran 1. Struktur Organisasi Badan POM RI KEPALA BADAN INSPEKTORAT SEKRETARIAT UTAMA 1. Biro Perencanaan dan Keuangan 2. Biro Kerjasama Luar Negeri 3. Biro Hukum dan Humas 4. Biro Umum Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional Pusat Penyidikan Obat Makanan Pusat Riset Obat dan Makanan Pusat Informasi Obat dan Makanan DEPUTI I Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA 1. Direkterot Penilaian Obat dan Produk Biologi 2. Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT 3. Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT 4. Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT 5. Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif. DEPUTI II Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen 1. Direkterot Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik. 2. Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen 3. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk Komplemen 4. Direktorat Obat Asli Indonesia DEPUTI III Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya 1. Direktorat Penilaian Keamanan Pangan 2. Direktorat Standardisasi Produk Pangan 3. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Produk Pangan 4. Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan 5. Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya Unit Pelaksanaan Teknis BPOM

72 59 Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Pengawasan Produksi Terapeutik dan PKRT

73 60 Lampiran 3. Prosedur Pelaksanaan Sampling dan Pengujian Mulai Badan POM RI Sampling dan Pengujian MS PPOMN TMS PPOMN Direktorat Pengawasan Produksi PT dan PKRT Evaluasi, Peringatan dan Penarikan Kembali Produk Ilegal Direktorat Distribusi PT dan PKRT dengan PPOMN Selesai

74 61 Lampiran 4. Prosedur Penanganan Obat TMS Balai Besar/Balai POM mendapat surat Peringatan agar menerapkan Laboratorium yang baik Balai Besar/Balai POM Program Sampling dan Surveillance Laporan Obat TMS hasil pengujian Balai Besar/Balai POM Tembusan Surat Tindak Lanjut ke Balai Besar atau Balai POM Evaluasi oleh DitWas Produksi PT dan PKRT Peta Kemampuan Balai POM Belum Mampu Mampu Hasil Uji Banding PPOMN MS MS Hasil MS atau TMS TMS Klasifikasi TMS Tindak Lanjut Peringatan Recall

75 62 Lampiran 5. Prosedur Pelaksanaan Inspeksi

76 63 Lampiran 6. Alur Proses Sertifikasi CPOB Alur III MULAI Industri Farmasi Mengajukan Permohonan Resertifikasi Formulir Pengajuan MULAI Alur I Pemohon Mengajukan RIP DIREKTORAT Alur II Formulir Pengajuan Direktorat Evaluasi riwayat hasil inspeksi dan riwayat produk TMS/recall Administrasi Menerima surat beserta formulir Tdk perlu inspeksi Perlu inspeksi Evaluasi&diskusi MS TMS Catatan Alur 1: untuk calon industri farmasi (belum memiliki ijin usaha) Alur 2: Indutri Farmasi yang akan menambah fasilitas produksi Alur 3 : Industri farmasi yang akan resertifikasi HK : hari kerja 14 HK Direktorat Menerbitkan persetujuan RIP Pemohon Menerima surat Calon Industri Farmasi Alur II Industri Farmasi Alur I Industri Farmasi Perbaikan RIP Calon/Industri Farmasi Melakukan pembangunan dan melaporkan progres pembangunan DIREKTORAT Administrasi Menerima surat bukti pembayaran Calon/Industri Farmasi Mengajukan permohonan inspeksi untuk sertifikasi Monitoring oleh Direktorat Bukti bayar Inspektur CPOB INSPEKSI TIM INSPEKSI Penilaian fisik dan dokumen Direktorat Membuat rekomendasi IUIF ke Kemenkes Direktorat Menerima tembusan IUIF dari Depkes 14 HK Alur I Calon Industri Farmasi MS Alur II Alur III 14 HK SERTIFIKAT CPOB Industri Farmasi Menerima Sertifikat Evaluasi hasil inspeksi MS Industri Farmasi Menyerahkan CAPA SELESAI Evaluasi CAPA TMS TIM INSPEKSI Penilaian dokumen TMS

77 UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN NILAI EKSPOR DAN IMPOR BERDASARKAN NILAI TOTAL, DAN BENTUK SEDIAAN DARI PRODUK TERAPETIK TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA ALIFANA JASMINDRIYATI, S.Farm ANGKATAN LXXVII PROGRAM PROFESI APOTEKER FAKULTAS FARMASI DEPOK JANUARI 2014 i

78 DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL... DAFTAR ISI... BAB 1 PENDAHULUAN LatarBelakang Tujuan... 2 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Dasar Teori Analisa Obat Impor Analisa Obat Ekspor Analisa Terkait Regulasi... 7 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Pengambilan Data Evaluasi Data BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA i ii ii

79 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kesehatan merupakan hal terpenting yang diperlukan oleh tubuh manusia. Upaya peningkatan kualitas hidup manusia di bidang kesehatan, merupakan suatu usaha yang sangat luas dan menyeluruh, usaha tersebut meliputi peningkatan kesehatan masyarakat baik fisik maupun non-fisik. Pengertian kesehatan yang diberikan oleh dunia internasional sebagai: A state of complete physical, mental, and social, well being and not merely the absence of desease or infirmity yang berarti suatu negara yang sudah mapan secara fisik, mental, dan sosial, tidak sepenuhnya bebas dari masalah kesehatan dan kelemahanannya (Nasution, 2005). Kesehatan masyarakat merupakan salah satu modal pokok dalam rangka pertumbuhan dan kehidupan bangsa. Untuk mewujudkan hal ini secara optimal, diselenggarakanlah upaya kesehatan, dan untuk mendukungnya maka didirikan Industri Farmasi. Industri-industri tersebut bersaing dalam rangka memenuhi kebutuhan pasar. Persaingan antar Industri Farmasi semakin meningkat dengan berlakunya perdagangan bebas, baik berasal dari Industri Farmasi pemilik modal dalam negeri (PMDN), maupun dari Industri Farmasi pemilik modal asing (PMA). Industri-industri ini senantiasa berusaha meningkatkan daya saingnya melalui pembaharuan, baik dari segi manajemen, kebijakan, maupun teknologi produksinya agar dihasilkan produk farmasi bermutu, berkhasiat, aman dan terjangkau. Kebutuhan masyarakat akan obat mendorong Industri Farmasi untuk menyediakan obat yang berkualitas tinggi dengan berpedoman pada CPOB (Cara Pembuatan Obat yang Baik) dalam seluruh proses produksinya. CPOB merupakan suatu konsep dalam Industri Farmasi mengenai prosedur atau langkah-langkah yang dilakukan dalam suatu Industri Farmasi untuk menjamin mutu obat jadi, yang diproduksi dengan menerapkan Good Manufacturing Practices dalam seluruh aspek dan rangkaian kegiatan produksi sehingga obat yang dihasilkan senantiasa memenuhi persyaratan mutu yang ditentukan sesuai dengan tujuan penggunaannya. Perkembangan yang sangat pesat dalam teknologi farmasi 1

80 2 menyebabkan perubahan-perubahan yang sangat cepat pula dalam konsep serta persyaratan CPOB. Konsep CPOB bersifat dinamis yang memerlukan penyesuaian dari waktu ke waktu mengikuti perkembangan teknologi di bidang farmasi (CPOB, 2012) Industri Farmasi Indonesia tidak dapat mengisolasi diri dari perkembangan persaingan regional maupun global. Harmonisasi regulasi farmasi ASEAN yang dilaksanakan pada tahun 2008 akan menciptakan pasar tunggal farmasi ASEAN yang lebih rumit dengan implikasi yang luas, yang melahirkan lanskap baru pada persaingan pasar farmasi di wilayah ASEAN. Hal ini membawa implikasi yang luas dan lanskap persaingan Industri Farmasi akan sangat berbeda dengan keadaan sebelumnya. Produk-produk farmasi akan lebih leluasa keluar masuk diantara negara-negara anggota ASEAN tanpa adanya barrier baik tariff barrier maupun non- tariff barrier. Industri farmasi adalah pemain yang sangat aktif pada lini terdepan global brain evolution. Dengan demikian Industri Farmasi mempunyai peran strategi, baik dalam ekonomi maupun aspek sosial kemanusiaan (Sampurno, 2007). Penerapan Good Manufacturing Practice (GMP) bagi Industri Farmasi di Indonesia lebih menekankan pada sistem atau manajemen (management/system) pada setiap kegiatan di industri serta konsistensi Industri Farmasi yang bersangkutan dalam melaksanakan berbagai peraturan dan persyaratan tersebut. Selain itu dengan adanya kenggotaan Indonesia sebagai anggota PIC/S, maka Badan POM sebagai regulator menggunakan standar kelulusan audit PIC/S sebagai standar kelulusan audit GMP di perusahaan farmasi Indonesia, secara otomatis perusahaan farmasi yang diaudit harus memiliki standar yang minimal sama atau mungkin lebih baik daripada persyaratan PIC/S. Upaya-upaya tersebut semata-mata agar dapat meningkatkan standar mutu yang diakui secara Internasional, sehingga meningkatkan peluang untuk Industri Farmasi Lokal dapat melakukan ekspor ke negara anggota PIC/S atau ke negara lain Tujuan a. Menetapkan satu standar mutu yang diakui secara Internasional sehingga dapat menghasilkan obat yang berkualitas tinggi.

81 3 b. Meningkatkan peluang Industri Farmasi lokal untuk dapat bersaing dan dapat melakukan ekspor ke negara lain. c. Mengetahui dan membandingkan nilai total penerimaan dalam aktifitas ekspor dan impor obat dalam periode tiga tahun terakhir ( ). d. Mengetahui jenis bentuk sediaan yang akan diekspor maupun yang akan diimpor dalam periode tiga tahun terakhir ( ).

82 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Dasar Teori Untuk menunjang pengembangan Industri Farmasi diperlukan informasi kegiatan Industri Farmasi yang jelas dan memadai. Data informasi kegiatan Industri Farmasi harus terkumpul dan lengkap serta berkesinambungan. Untuk itu Industri Farmasi yang telah memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi wajib menyampaikan informasi secara berkala mengenai kegiatan dan hasil produksinya. Informasi yang harus disampaikan berupa laporan, yakni berupa: a. Data perusahaan Industri Farmasi b. Data tahunan produksi dan pemasarannya c. Data realisasi produksi obat jadi d. Data realisasi produksi bahan baku farmasi (khusus bagi Industri Farmasi yang memproduksi bahan baku farmasi e. Data realisasi penggunaan bahan baku/penolong f. Data realisasi impor obat jadi g. Data realisasi ekspor obat jadi dan atau bahan baku farmasi Sistem pelaporan ini wajib disampaikan secara berkala. Pada pelaporan data perusahaan Industri Farmasi, serta data tahunan produksi dan pemasarannya, dilaporkan sekali dalam setahun namun harus dilaporkan kembali apabila terjadi perubahan. Pada pelaporan data produksi obat jadi, data produksi bahan baku farmasi dan data penggunaan bahan baku/penolong disampaikan setiap tiga bulan sekali. Pada pelaporan data impor dan ekspor obat jadi/bahan baku farmasi disampaikan setiap satu bulan sekali. Laporan data tersebut disampaikan kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan dengan tembusan kepada Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan setempat selambat-lambatnya satu bulan setelah masa laporan yang bersangkutan, kecuali laporan data realisasi ekspor dan impor selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya (BPOM, 2003). 4

83 5 Berdasarkan peraturan dari Badan POM, obat yang beredar di Indonesia harus memiliki izin edar yang telah disetujui oleh Badan POM (Permenkes, 2011). Begitu juga dengan obat yang di ekspor, harus memiliki Surat Keterangan Ekspor (SKE), dan obat yang di impor ke Indonesia harus mendapatkan Surat Keterangan Impor (SKI) dari Badan POM, kecuali obat impor yang berupa psikotropika, narkotika dan bahan yang mengandung prekursor. Obat yang di ekspor maupun yang diimpor harus memenuhi persyaratan keamanan, khasiat dan mutu. Pemasukan obat impor hanya dapat dilakukan oleh Industri Farmasi pemilik izin edar dan dapat menunjuk Industri Farmasi lain atau pedagang besar farmasi importir sebagai pelaksana impor obat (BPOM, 2011). 2.2 Analisa Obat Impor Berdasarkan Peraturan Kepala Badan POM RI Nomor HK Tahun 2011 tentang Pengawasan Obat Impor, pengertian Obat Impor adalah obat yang dibuat oleh industri farmasi luar negeri dalam bentuk produk jadi atau produk ruahan dalam kemasan primer yang akan diedarkan di Indonesia, tidak termasuk Obat Impor berupa narkotika, psikotropika dan yang mengandung prekursor. Pemasukan Obat Impor hanya dapat dilakukan oleh Industri Farmasi pemilik Izin Edar, dimana dapat menunjuk Industri Farmasi lain atau Pedagang Besar Farmasi importir sebagai pelaksana impor obat. Dokumen mengenai pemasukan Obat Impor harus didokumentasikan sesuai dengan Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik, sehingga mudah dilakukan pemeriksaan. Obat yang di Impor ke Indonesia harus mendapatkan Surat Keterangan Impor (SKI) dari Badan POM. Menurut Peraturan Kepala Badan POM Nomor 27 Tahun 2013, Tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan ke dalam wilayah Indonesia, bahwa Surat Keterangan Impor merupakan surat keterangan untuk pemasukan Obat dan Makanan ke dalam wilayah Indonesia. Setiap SKI hanya berlaku untuk 1 (satu) kali pemasukan. Permohonan SKI dikenai biaya sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak yang tercantum dalam PP No.48 Tahun 2010 (BPOM, 2011). Obat jadi yang dimasukkan ke dalam wilayah Indonesia harus memiliki masa simpan paling sedikit 1/3 (satu per tiga) dari masa simpannya (BPOM, 2013). SKI dapat

84 6 diberikan atas dasar permohonan dengan diajukannya secara elektronik melalui website Badan POM dengan mekanisme Single Sign On untuk mendapatkan akun pendaftar berupa user ID dan password. Permohonan SKI harus dilengkapi dengan dokumen elektronik sebagai berikut: a. Persetujuan Izin Edar; b. Sertifikat analisis; c. Faktur (invoice); d. Packing list; e. Bill of Lading (B/L) atau Air Way Bill (AWB); dan f. Bukti pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Selain itu pemohon juga harus dapat melengkapi beberapa dokumen pendukung sebagaimana tercantum dalam Peraturan Kepala Badan POM Nomor 27 Tahun 2013, Tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan ke dalam wilayah Indonesia, terdiri atas: a. Asli Surat Permohonan yang ditandatangani oleh Direktur atau Kuasa Direksi dan bermaterai; b. Asli Surat Pernyataan Penanggung Jawab yang bermaterai; c. Fotokopi Angka Pengenal Impor (API); d. Fotokopi Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP); e. Fotokopi Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); f. Fotokopi Surat Kuasa Pemasukan yang dibuat dalam bentuk Akta Umum oleh Notaris, dalam hal pemohon merupakan perusahaan yang diberi kuasa untuk mengimpor; g. Izin Industri Farmasi dalam hal pemasukan Obat; h. Izin PBF, untuk PBF yang mendapat kuasa dari industri farmasi untuk melakukan pemasukan obat; i. Daftar HS Code yang akan diimpor. Setelah dirasa semua persyaratan lengkap, maka akan dikeluarkannya persetujuan pemasukan Obat Impor. Dokumen pemasukan Obat Impor harus didokumentasikan sesuai dengan Pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik, sehingga mudah dilakukan pemeriksaan. Setiap saat dapat dilakukan pemeriksaan terhadap dokumen oleh petugas Badan Pengawas Obat dan Makanan.

85 7 2.3 Analisis Obat Ekspor Keanggotaan Indonesia dalam Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme (PIC/S) akan meningkatkan daya saing Industri Farmasi Indonesia, meningkatkan potensi ekspor obat dan obat tradisional serta memperbesar level of confidence sebagai negara produsen, juga adanya pengakuan GMP certificate secara internasional. Pengawasan obat yang terstruktur juga diperlukan untuk menjamin mutu obat yang komprehensif dalam rangka menerapkan Total Drug Quality Management (TQDM) System. Keanggotaan PIC/S akan memantapkan posisi Industri Farmasi Indonesia di era globalisasi dimana produk yang beredar di Indonesia memiliki standar yang sesuai standar internasional dan pada akhirnya masyarakat sebagai end user tentunya akan mendapatkan produk obat dan obat tradisional yang bermutu sesuai standar mutu terkini. Kondisi faktual di Indonesia menunjukan sebagian besar penerapan CPOB di industri farmasi cukup memadai dan mampu bersaing. 2.4 Analisis Terkait Regulasi Indonesia Menjadi Anggota Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme (PIC/S) Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme (PIC/S) adalah organisasi internasional yang didirikan sebagai forum kerjasama antar lembaga yang berwenang untuk melakukan pengawasan terhadap penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB). Misi PIC/S adalah untuk memimpin dalam pengembangan, pelaksanaan dan pemeliharaan standar CPOB yang terharmonisasi dan sistem mutu di Inspektorat CPOB. Badan POM telah diterima menjadi anggota ke-41 Pharmaceutical Inspection Cooperation Scheme (PIC/S) yang keanggotaannya akan mulai berlaku pada tanggal 1 Juli Penerimaan keanggotaan BPOM pada PIC/S tersebut dilakukan pada sidang PIC/S Committee ke-34 di Jenewa pada bulan Mei 2012 lalu. Keanggotaan Indonesia dalam lembaga tersebut diharapkan dapat memberikan manfaat bagi Badan POM Indonesia khususnya sebagai lembaga Drug Regulatory Authority yang diakui kompetensinya secara internasional, dalam hal ini memiliki arti bahwa pengawasan yang dilakukan Badan POM RI

86 8 sudah setara dengan pengawasan yang ada di 40 negara lain yang telah menjadi anggota sebelumnya. Oleh karena itu, jika ada Industri Farmasi luar negeri akan mengimpor obat ke Indonesia dan telah mendapatkan inspeksi dari salah satu anggota PIC/S di negara lain, maka Badan POM tidak perlu lagi melakukan inspeksi ke negara tersebut, dan obat boleh langsung diimpor, namun evaluasi terhadap dokumen mutu, data pemenuhan CPOB melalui laporan inspeksi tetap dilakukan evaluasi, begitu pun sebaliknya. Badan POM tetap melakukan pengawasan Post-Market setelah obat tersebut beredar di Indonesia. Adapun anggota PIC/S yang lain yaitu pada Benua Amerika terdapat negara Argentina (ANMAT), Canada (HPFBI), USA (FDA); pada Benua Eropa, terdapat negara Austria (AGES), Belgium (AFMPS), Cyprus (CyPHS), Czech Republik (SUKL & ISCVBM), Denmark (DKMA), Estonia (SAM), Finland (FIMEA), France (AFSSAPS & ANSES), Germany (BMG & ZLG), Greece (EOF), Hungary (NIP), Iceland (IMA), Ireland (IMB), Italy (AIFA), Latvia (ZNA), Liechtenstein (AG), Lithuania (SCMA), Malta (MAM), Netherland (IGZ), Norway (NOMA), Oland (MPI), Portugal (INFARMED), Romania (NAMMD), Slovak Republic (SIDC), Slovenia (JAZMP), Spain (AEMPS), Sweden (MPA), Switzerland (Swissmedic), Ukraine (SAUMP), United Kingdom (MHRA); pada Benua Asia terdapat negara Indonesia (Badan POM RI), Malaysia (NPCB), Singapore (HAS) dan juga terdapat negara Australia (TGA), Israel (ISCP), South Africa (MCC) Upaya Indonesia (Badan POM) untuk Masuk dalam Keanggotaan PIC/S Keanggotaan Indonesia (Badan POM) dalam PIC/S ini merupakan hal yang penting dalam kaitan implementasi kesepakatan ASEAN di bidang harmonisasi obat, yaitu Mutual Recognition Arrangement (MRA) on GMP Inspection yang ditandatangani 10 (sepuluh) negara ASEAN pada April Keanggotaan PIC/S ini lebih jauh dapat memiliki implikasi terhadap daya saing industri farmasi di Indonesia secara Internasional. Sejak tahun 2005, dokumen-dokumen terkait dengan sistem manajemen mutu yang diperlukan untuk masuk dalam keanggotaan PIC/S telah dipersiapkan. Kemudian pada bulan April 2008, Badan POM mengirimkan permintaan untuk

87 9 menjadi anggota PIC/S. Pada tanggal 1-5 November 2010, Tim Audit PIC/S yang datang ke Badan POM berasal dari empat negara, yaitu Inggris, Perancis, Singapura dan Australia. Fokus penilaian PIC/S adalah kepatuhan Badan POM dalam melakukan pengawasan penerapan CPOB dengan mengacu kepada perundang-undangan terkait dengan CPOB termasuk terhadap sistem lisensi produk farmasi dan penerapan sistem manajemen mutu dalam melakukan inspeksi CPOB. Untuk memperoleh hasil audit yang maksimal, Tim PIC/S menggunakan dua jenis pendekatan, yaitu dengan mengkaji peraturan perundang-undangan yang berlaku serta pendokumentasiannya dan dengan mengamati kegiatan inspeksi CPOB yang dilakukan oleh Inspektur CPOB Badan POM. Pada pertemuan komite PIC/S di Kuala Lumpur, Malaysia, telah dinyatakan bahwa meskipun masih banyak hal yang harus diperbaiki, Badan POM telah memenuhi sebagian besar persyaratan PIC/S. Dengan melakukan perbaikan yang berkesinambungan, diharapkan Badan POM dapat menjadi anggota PIC/S pada tahun Badan POM telah resmi diterima menjadi anggota ke-41 Pharmaceutical Inspection Cooperation Scheme (PIC/S) yang keanggotaannya akan mulai berlaku pada tanggal 1 Juli Manfaat menjadi Anggota PIC/S Menjadi anggota PIC/S memberikan manfaat yang sangat besar bagi Indonesia karena keanggotaan Indonesia dalam PIC/S akan dapat memperkuat kedudukan Badan POM dengan regulator negara anggota PIC/S lainnya, mempercepat akses informasi (Rapid Alert System), meningkatkan peluang untuk dapat menjadi anggota expert dalam penyusunan pedoman serta memfasilitasi kerjasama dan jejaring sehingga meningkatkan rasa saling percaya (mutual confidence) antara Badan POM dan Organisasi Internasional. Melalui keanggotaan pada PIC/S tersebut, BPOM RI juga dapat memperoleh akses terhadap informasi dan perkembangan terakhir di bidang "Global Movement of Medicinal Supply ", pelatihan dan pembangunan kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM). Sebagai informasi, Indonesia merupakan sedikit dari negara-negara di Asia yang telah diterima menjadi anggota PIC/S tersebut. Sebelumnya, sejumlah

88 10 negara ASEAN yaitu Malaysia dan Singapura telah diterima menjadi anggota. Sementara negara-negara besar di Asia seperti Jepang, China, Republik Korea masih dalam proses untuk menjadi anggota PIC/S Selain itu manfaat kenggotaan Indonesia, yakni Badan POM dalam organisasi PIC/S di dalam Industri Famasi adalah: a. Meningkatnya peluang Industri Farmasi lokal untuk ekspor ke negara anggota PIC/S b. Meningkatnya peluang Industri Farmasi lokal untuk ekspor ke negara lain c. Sebagai indikator bahwa negara tersebut memiliki Inspektorat GMP yang diakui secara Internasional Kesiapan dan Tantangan bagi Industri Farmasi Indonesia Keanggotaan Indonesia dalam PIC/S akan meningkatkan daya saing industri farmasi Indonesia, meningkatkan potensi ekspor obat dan obat tradisional serta memperbesar level of confidence sebagai negara produsen, juga adanya pengakuan GMP certificate secara internasional. Keanggotaan PIC/S akan memantapkan posisi Industri Farmasi Indonesia di era globalisasi dimana produk yang beredar di Indonesia memiliki standar yang sesuai standar internasional dan pada akhirnya masyarakat sebagai end user tentunya akan mendapatkan produk obat dan obat tradisional yang bermutu sesuai standar mutu terkini. Kondisi faktual di Indonesia menunjukan sebagian besar penerapan CPOB di Industri Farmasi cukup memadai dan mampu bersaing. Untuk beberapa aspek CPOB, terutama untuk persyaratan Quality System, validasi proses, validasi metode analisis, Air Handling Unit (AHU) dan water system masih diperlukan upaya perbaikan yang lebih intensif. Dengan keanggotaan Indonesia dalam PIC/S diharapkan Industri Farmasi Indonesia dapat menerapkan CPOB terkini secara konsisten dan berkesinambungan. Dalam kaitan tersebut, perlu dilakukan upayaupaya strategis dari pemerintah, industri, dan berbagai pihak terkait secara sinergis untuk menciptakan keunggulan di bidang farmasi. Pengawasan obat yang terstruktur juga diperlukan untuk menjamin mutu obat yang komprehensif dalam rangka menerapkan Total Drug Quality Management (TQDM) System. Dukungan regulasi yang kuat dan komitmen dari berbagai pihak terkait termasuk pemerintah

89 11 dan industri juga sangat diperlukan untuk mewujudkan masuknya Indonesia khususnya profil Badan POM dalam sejumlah kegiatan terkait pengembangan dan implementasi standardisasi GMP yang sesuai dengan kualitas produk dalam keanggotaan PIC/S, yang akan memantapkan posisi Indonesia baik dalam harmonisasi ASEAN maupun dalam dunia internasional secara keseluruhan.

90 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Pengambilan Data Pengambilan data dilakukan selama satu bulan dari tanggal 02 september sampai 24 September 2013, di Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, Badan POM RI. 3.2 Evaluasi Data Pengambilan data dilakukan dengan metode retrospektif, yaitu berdasarkan data dari periode yang sudah berlalu. Data yang diambil berasal dari data laporan tahunan internal tahun , berupa data laporan realisasi produksi dari Industri Farmasi yang telah dilaporkan kepada Badan POM RI. 12

91 13 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam rangka menjamin keamanan, khasiat, dan mutu obat terapetik yang di produksi oleh Industri, setiap Industri Farmasi harus memiliki izin Industri Farmasi. Setiap produk yang beredar di Indonesia akan diawasi secara ketat supaya masyarakat terjamin keamanannya dalam penggunaan suatu produk di pasaran. Badan POM perlu melakukan pengaturan dan pengawasan mengenai semua obat yang diperjualbelikan kepada masyarakat terutama untuk obat yang di ekspor ataupun yang diimpor. Pengaturan pengawasan produk berupa obat dapat dilakukan saat proses pre-market dan post-market. Bagian pengawasan premarket produk obat dilakukan oleh bagian Sub Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Produksi Produk Terapetik dan PKRT, yang bernaung dalam Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT, dan berada di bawah naungan Deputi I. Sub Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Produksi Produk Terapetik dan PKRT, akan mengawasi produk obat baik yang akan di ekspor maupun yang akan di impor, salah satunya dengan cara mengevaluasi pelaporan berkas dokumen produksi baik yang akan di ekspor maupun yang di impor, diberikan dari Industri Farmasi kepada Badan POM RI. Untuk menunjang pengembangan Industri Farmasi diperlukan informasi kegiatan Industri Farmasi yang jelas dan memadai. Data informasi kegiatan Industri Farmasi harus terkumpul dan lengkap serta berkesinambungan. Untuk itu Industri Farmasi yang telah memperoleh Izin Usaha Industri Farmasi wajib menyampaikan informasi secara berkala mengenai kegiatan dan hasil produksinya. Sistem pelaporan ini wajib disampaikan secara berkala. Pada pelaporan data produksi obat jadi, data produksi bahan baku farmasi dan data penggunaan bahan baku/penolong disampaikan setiap tiga bulan sekali. Pada pelaporan data impor dan ekspor obat jadi/bahan baku farmasi disampaikan setiap satu bulan sekali. Berdasarkan peraturan dari Badan POM, obat yang beredar di Indonesia harus memiliki izin edar yang telah disetujui oleh Badan POM (Permenkes, 2011). Begitu juga dengan obat yang di ekspor, harus memiliki Surat Keterangan Ekspor (SKE), dan obat yang di impor ke Indonesia harus 13

92 14 mendapatkan Surat Keterangan Impor (SKI) dari Badan POM, kecuali obat impor yang berupa psikotropika, narkotika dan bahan yang mengandung prekursor Tingginya angka komoditi farmasi yang diimpor ke Indonesia mengharuskan Badan POM menciptakan suatu sistem yang kuat untuk menjamin keamanan, khasiat, dan mutu obat terapetik dan PKRT yang di produksi oleh Industri Luar Negeri. Pemasukan obat impor hanya dapat dilakukan oleh Industri Farmasi pemilik izin edar dan dapat menunjuk Industri Farmasi lain atau pedagang besar farmasi importir sebagai pelaksana impor obat. Berikut ini merupakan perbandingan bentuk sediaan terhadap jumlah yang akan di impor, tersaji dalam Gambar SERBUK TRANSDERMAL SIRUP GEL KRIM JUMLAH INHALER INJEKSI DRY INJEKSI FILM COATED TABLET KAPSUL SPRAY ORAL 0 SUSPENSI INJEKSI TAHUN 2013 INFUS Gambar 4.1. Perbandingan Bentuk Sediaan terhadap Jumlah yang di Impor pada Tahun

93 15 Dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan yang signifikan jumlah yang di impor pada bentuk sediaan salut selaput. Sementara pada bentuk sediaaan yang bersifat konvensional seperti misalnya pada tablet, kapsul, serbuk, dan lain-lain terjadi penurunan import bentuk sediaan obat tersebut. Hal ini dikarenakan Badan POM RI berusaha melindungi perusahaan farmasi lokal yang masih sanggup memproduksi obat dengan bentuk sediaan tersebut agar dapat diproduksi di dalam negeri sendiri, sehingga pengeluaran negara dapat ditekan dan perusahaan farmasi lokal dapat bersaing lebih baik dengan perusahaan farmasi di luar. Jika dilihat dari nilai rupiah yang dikeluarkan, hal ini sebanding terhadap banyaknya jumlah yang diimpor. Dikarenakan nilai impor sangat dipengaruhi oleh fluktuatifnya nilai dolar, maka dalam grafik yang tersaji pada Gambar 4.2., terjadi penurunan terhadap nilai rupiah yang dikeluarkan pada masing-masing bentuk sediaan. NILAI (Rp) , , , , , ,00 SERBUK TRANSDERMAL SIRUP GEL KRIM INHALER INJEKSI DRY INJEKSI FILM COATED TABLET KAPSUL SPRAY ORAL 0, TAHUN 2013 SUSPENSI INJEKSI INFUS Gambar 4.2. Perbandingan Bentuk Sediaan yang di Impor terhadap Nilai Rupiah yang dikeluarkan pada Tahun Keanggotaan Indonesia dalam Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme (PIC/S) akan meningkatkan daya saing Industri Farmasi Indonesia,

TUGAS POKOK DAN FUNGSI

TUGAS POKOK DAN FUNGSI Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 tahun 2001, Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, Badan Pengawas Obat dan Makanan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENILAIAN OBAT TRADISIONAL, SUPLEMEN MAKANAN DAN KOSMETIK BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS, dan FUNGSI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS, dan FUNGSI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS, dan FUNGSI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Bimbingan Teknis Ujian Dinas Tingkat I dan Ujian Penyesuaian Kenaikan Pangkat Tahun 2017 Jakarta, 18 Juli 2017 DASAR HUKUM, TUGAS,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA PERIODE 4 JULI 2011 29 JULI 2011 DEPUTI II BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL,

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG

KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG II. KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG 2.1 Sejarah dan Perkembangan BPOM RI Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bertugas untuk mengawasi obat dan makanan sehingga dapat melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENGAWASAN PRODUK DAN BAHAN BERBAHAYA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENGAWASAN NARKOTIKA PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 4 JULI 29 JULI 2011

Lebih terperinci

LAKIP TAHUN BADAN POM i

LAKIP TAHUN BADAN POM i alam rangka menciptakan good governance dan clean government di lingkungan Badan POM, LAKIP Badan POM tahun 2011 ini disusun. Sebagai bentuk penjabaran prinsip transparansi dan akuntabilitas, penyampaian

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENILAIAN KEAMANAN PANGAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI JL. PERCETAKAN NEGARA NO.23 JAKARTA PUSAT PERIODE 2 26 SEPTEMBER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA DEPUTI II DIREKTORAT STANDARDISASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PUSAT INFORMASI OBAT DAN MAKANAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 2 24 SEPTEMBER 2013 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT STANDARDISASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK, DAN PRODUK KOMPLEMEN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23

Lebih terperinci

Obat dan Makanan Terjamin Aman, Bermutu dan Bermanfaat

Obat dan Makanan Terjamin Aman, Bermutu dan Bermanfaat Sejalan dengan prioritas pembangunan jangka menengah, tantangan, beban dan tanggung jawab pengawasan obat dan makanan dirasakan semakin berat. Untuk itu, Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) yang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENGAWASAN PRODUK DAN BAHAN BERBAHAYA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 4 29 JULI 2011 LAPORAN PRAKTEK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI PUSAT PENYIDIKAN OBAT DAN MAKANAN JALAN PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK TERAPETIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA JL. PERCETAKAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : bahwa sebagai

Lebih terperinci

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 DENGAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PUSAT INFORMASI OBAT DAN MAKANAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA JL. PERCETAKAN NEGARA NO.23 JAKARTA PUSAT PERIODE 4 29

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT INSPEKSI DAN SERTIFIKASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK, DAN PRODUK KOMPLEMEN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANANN JL. PERCETAKAN NEGARA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BIRO HUKUM DAN HUBUNGAN MASYARAKAT BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BIRO HUKUM DAN HUBUNGAN MASYARAKAT BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BIRO HUKUM DAN HUBUNGAN MASYARAKAT BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN JL. Percetakan Negara No. 23 Jakarta 10560 Tanggal 04 Februari 26 Februari

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 NOMOR SP DIPA-63.1-/216 DS462-7237-737-7577 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU

Lebih terperinci

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 KEMENTERIAN/ LEMBAGA : BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) 1 Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Teknis Lainnya BPOM 1.1

Lebih terperinci

Lampiran-1 RINCIAN TAMBAHAN FORMASI CPNS PUSAT DARI PELAMAR UMUM BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TAHUN ANGGARAN 2014

Lampiran-1 RINCIAN TAMBAHAN FORMASI CPNS PUSAT DARI PELAMAR UMUM BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TAHUN ANGGARAN 2014 Lampiran-1 RINCIAN TAMBAHAN FORMASI CPNS PUSAT DARI PELAMAR UMUM BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN TAHUN ANGGARAN 2014 NO NAMA JABATAN KUALIFIKASI PENDIDIKAN 1 Apoteker. III/b 192 1 Direktorat Standardisasi

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2007 TENTANG

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2007 TENTANG PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.00.05.21.3592 TAHUN 2007 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR 05018/SK/KBPOM TAHUN 2001 TENTANG

Lebih terperinci

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MATA PELAJARAN : KEBIJAKAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DEPUTI I BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN ZAT ADIKTIF JALAN PERCETAKAN

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK TERAPETIK (PT) DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA (PKRT) BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN JL. PERCETAKAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PUSAT PENYIDIKAN OBAT DAN MAKANAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN JALAN PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA PUSAT PERIODE 2-24 SEPTEMBER 2013 LAPORAN

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Kota Bandar Lampung

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Kota Bandar Lampung IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Kota Bandar Lampung 1. Sejarah Singkat BBPOM Kota Bandar Lampung Pada awalnya Badan Pengawas Obat dan Makanan merupakan

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN Lampiran Keputusan Direktur Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Nomor HK.06.02.351.03.15.196 Tahun 2015 Tentang Rencana Strategis Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN POM TAHUN Target Program

RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN POM TAHUN Target Program Lampiran 1 RKT RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN POM TAHUN 2007 Sasaran 1. Terawasinya secara efektif 1. Proporsi penyelesaian berkas 90% 1.1.1 Penilaian mutu, keamanan, dan khasiat permohonan pendaftaran

Lebih terperinci

PETA BISNIS PROSES. Registrasi Obat dan Produk Biologi, Pendaftaran Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan POM-02. Evaluasi Produk dan Administrasi

PETA BISNIS PROSES. Registrasi Obat dan Produk Biologi, Pendaftaran Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan POM-02. Evaluasi Produk dan Administrasi PETA BISNIS PROSES Pemerintah Registrasi Obat dan Produk Biologi, Pendaftaran Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan Pembentukan Undang-undang Perundangundangan dan POM-02 Evaluasi Produk dan Administrasi

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PUSAT PENYIDIKAN OBAT DAN MAKANAN PERIODE 4-26 FEBRUARI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PUSAT PENYIDIKAN OBAT DAN MAKANAN PERIODE 4-26 FEBRUARI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PUSAT PENYIDIKAN OBAT DAN MAKANAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI PERIODE 4-26 FEBRUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NETI

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN BADAN POM TAHUN Uraian. permohonan. Pengawasan. pendaftaran Produk. pangan sebelum Berbahaya. dan Bahan.

PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN BADAN POM TAHUN Uraian. permohonan. Pengawasan. pendaftaran Produk. pangan sebelum Berbahaya. dan Bahan. Lampiran 2 PKK PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN BADAN POM TAHUN 2007 Sasaran 1. Terawasinya secara efektif 1. Proporsi penyelesaian berkas 90% 1.1.1 Penilaian permohonan pendaftaran produk permohonan Dana (Rp)

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENILAIAN OBAT DAN PRODUK BIOLOGI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN JALAN PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA PUSAT PERIODE 4-26 FEBRUARI

Lebih terperinci

2017, No beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedelapan atas Keputusan Presiden Nomor

2017, No beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedelapan atas Keputusan Presiden Nomor No.180, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KELEMBAGAAN. Badan Pengawas Obat dan Makanan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengawasan Obat dan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DITJEN BINFAR DAN ALKES KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA JL. H.R. RASUNA SAID

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau 1 BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN A. TINJAUAN PANGAN OLAHAN 1. Pengertian Pangan Olahan Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 pangan adalah segala sesuatu yang berasal

Lebih terperinci

OPERASI PANGEA VIII TAHUN 2015 BERANTAS PEREDARAN ONLINE PRODUK OBAT ILEGAL. Roy Sparringa Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan

OPERASI PANGEA VIII TAHUN 2015 BERANTAS PEREDARAN ONLINE PRODUK OBAT ILEGAL. Roy Sparringa Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan OPERASI PANGEA VIII TAHUN 2015 BERANTAS PEREDARAN ONLINE PRODUK OBAT ILEGAL Roy Sparringa Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Press Release Hasil Operasi Pangea VIII tahun 2015 Jakarta, 25 Juni 2015

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN JL PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA PUSAT PERIODE 1 APRIL 24 APRIL

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM)Pekanbaru. Pembentukan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Pekanbaru diawali oleh terbentuknya

Lebih terperinci

Daftar Rekapitulasi Bisnis Proses Badan Pengawas Obat dan Makanan

Daftar Rekapitulasi Bisnis Proses Badan Pengawas Obat dan Makanan Daftar Rekapitulasi Bisnis Proses Badan Pengawas Obat dan Makanan CODE PROCESS NAME SUB PROCESS SUB PROCESS CODE CFM CFM CODE POM-01 Pengelolaan Perundang-undangan dan Standar Pembentukan undang-undang

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2008 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2008 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.05.21.1732 TAHUN 2008 TENTANG GRAND STRATEGY BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPALA BADAN

Lebih terperinci

SUSUNAN KEANGGOTAAN DAN URAIAN TUGAS TIM RB BPOM

SUSUNAN KEANGGOTAAN DAN URAIAN TUGAS TIM RB BPOM LAMPIRAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.04.1.22.03.18.1314 TAHUN 2018 TENTANG PEMBENTUKAN TIM REFORMASI BIROKRASI BIROKRASI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN JALAN PERCETAKAN NEGARA NOMOR 23 JAKARTA PUSAT PERIODE 2-26 SEPTEMBER 2014 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKAN NOMOR: HK. 00. 05. 24.01634 TENTANG PEMBENTUKAN TIM PENYUSUN STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENDAYAGUNAAN SDM BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Menimbang : 1. bahwa

Lebih terperinci

PENERAPAN QMS ISO 9001:2015 BPOM

PENERAPAN QMS ISO 9001:2015 BPOM PENERAPAN QMS ISO 9001:2015 BPOM DASAR HUKUM KETATALAKSANAAN K/L 2 DASAR HUKUM KETATALAKSANAAN K/L (2) 3 DASAR HUKUM KETATALAKSANAAN K/L (3) 4 DASAR HUKUM KETATALAKSANAAN K/L (4) DASAR HUKUM KETATALAKSANAAN

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN PURBALINGGA

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan I

2017, No c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan I No.1273, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMEN-KOMINFO. ORTA. UPT Monitor Frekuensi Radio. Pencabutan. PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG

Lebih terperinci

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. Berdirinya Badan Pengawas Obat dan Makanan di Indonesia yang

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. Berdirinya Badan Pengawas Obat dan Makanan di Indonesia yang BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Berdirinya BPOM Berdirinya Badan Pengawas Obat dan Makanan di Indonesia yang pada masa penjajahan Belanda dikenal dengan apoteker yang berperan dalam pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN 1. Staf Ahli Bidang Ekonomi Kesehatan; 2. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi; 3. Staf Ahli Bidang Desentralisasi Kesehatan; dan 4. Staf Ahli Bidang Hukum Kesehatan STAF AHLI STRUKTUR

Lebih terperinci

ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN POM

ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN POM MODUL MATERI UJIAN DINAS DAN UJIAN PENYESUAIAN KENAIKAN PANGKAT (UPKP) PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN POM 2014 Organisasi dan Kerja Badan POM 1 BAB I PENDAHULUAN A.

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENGAWASAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF (NAPZA) BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN POM. Organisasi Unit Pelaksana Teknis. Organisasi. Tata Kerja.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN POM. Organisasi Unit Pelaksana Teknis. Organisasi. Tata Kerja. No.1714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN POM. Organisasi Unit Pelaksana Teknis. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2009 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA, MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PERATURAN MENTERI KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2017 TENTANG LAPORAN HARTA KEKAYAAN PENYELENGGARA NEGARA DI LINGKUNGAN KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMATIKA DENGAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PUSAT INFORMASI OBAT DAN MAKANAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23, JAKARTA PERIODE 4-26 FEBRUARI

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 026 TAHUN 2013

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 026 TAHUN 2013 PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 026 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN OPERASIONAL SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN OBAT DAN MAKANAN ILEGAL DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB III PENGAWASAN PEREDARAN OBAT KUAT IMPOR OLEH BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

BAB III PENGAWASAN PEREDARAN OBAT KUAT IMPOR OLEH BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN BAB III PENGAWASAN PEREDARAN OBAT KUAT IMPOR OLEH BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN A. Keberadaan BPOM di Indonesia 1. Terbentuknya Badan Pengawas Obat dan Makananan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

Lebih terperinci

MODUL BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM)

MODUL BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT 2017 MODUL PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) NAMA : NIM :

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya

BAB I PENDAHULUAN. untuk menunjang penampilan seseorang, bahkan bagi masyarakat dengan gaya BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kosmetik merupakan salah satu kebutuhan manusia yang sudah ada dan semakin berkembang dari waktu ke waktu, disamping itu pula kosmetik berperan penting untuk menunjang

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT, BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 63

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 63 BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 63 PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

BAB II. KEADAAN UMUM INSTANSI

BAB II. KEADAAN UMUM INSTANSI BAB II. KEADAAN UMUM INSTANSI A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN INSTANSI Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 166 tahun 2000, Badan POM ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintahan Non Departemen (LPND) yang bertanggung

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Balai Besar POM Pekanbaru. 1. Pengertian dan Latar Belakang Balai Besar Obat dan Makanan

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Gambaran Umum Balai Besar POM Pekanbaru. 1. Pengertian dan Latar Belakang Balai Besar Obat dan Makanan BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Gambaran Umum Balai Besar POM Pekanbaru 1. Pengertian dan Latar Belakang Balai Besar Obat dan Makanan Balai Besar POM Pekanbaru berlokasi di Jl. Diponegoro No.

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

Sesuai dengan struktur organisasi, tugas tiap bidang sebagai berikut :

Sesuai dengan struktur organisasi, tugas tiap bidang sebagai berikut : Sebagai Unit Pelaksana Teknis Badan POM di daerah, Balai Besar POM Bandar Lampung melaksanakan tugas dan fungsinya berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.21.4232 Tahun 2004 tentang Perubahan

Lebih terperinci

KEPALA BADAN SAR NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK.07 TAHUN 2010 TENTANG

KEPALA BADAN SAR NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK.07 TAHUN 2010 TENTANG KEPALA BADAN SAR NASIONAL PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR : PK.07 TAHUN 2010 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN SAR NASIONAL NOMOR: PER.KBSN-01/2008 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA

Lebih terperinci

-2- MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN.

-2- MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN. GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 103 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PUSAT RISET OBAT DAN MAKANAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI JL. PERCETAKAN NEGARA NO.23 JAKARTA PUSAT PERIODE 4 JULI 28 JULI 2011 LAPORAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI ALAT KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA PUSAT PERIODE 2-24 SEPTEMBER

Lebih terperinci

PENGAWASAN POST MARKET PRODUK PANGAN

PENGAWASAN POST MARKET PRODUK PANGAN PENGAWASAN POST MARKET PRODUK PANGAN DIAN PUTRANTI Kepala Subdit Inspeksi Produksi dan Peredaran Produk Pangan DIREKTORAT INSPEKSI DAN SERTIFIKASI PANGAN DEPUTI BIDANG PENGAWASAN KEAMANAN PANGAN & BAHAN

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PENJABARAN TUGAS DINAS KESEHATAN, PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA BERENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS A. KONDISI UMUM Sesuai dengan UUD 1945, pembangunan kesehatan merupakan upaya untuk memenuhi salah satu hak dasar rakyat,

Lebih terperinci

PERAN APOTEKER DALAM PEMBANGUNAN KESEHATAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN OBAT DALAM ERA GLOBALISASI. Kepala Badan Pengawas Obat & Makanan

PERAN APOTEKER DALAM PEMBANGUNAN KESEHATAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN OBAT DALAM ERA GLOBALISASI. Kepala Badan Pengawas Obat & Makanan PERAN APOTEKER DALAM PEMBANGUNAN KESEHATAN DAN PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN OBAT DALAM ERA GLOBALISASI Kepala Badan Pengawas Obat & Makanan Disampaikan Pada Seminar Nasional The 2nd Indonesian Pharmacist

Lebih terperinci

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS

BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS BAB 27 PENINGKATAN AKSES MASYARAKAT TERHADAP LAYANAN KESEHATAN YANG LEBIH BERKUALITAS A. KONDISI UMUM Sesuai dengan UUD 1945,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. Dalam Undang-undang no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam Undang-undang no.36 tahun 2009 tentang Kesehatan, kesehatan diartikan sebagai keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA TAHUN Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya

LAPORAN KINERJA TAHUN Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya KATA PENGANTAR Tahun 2016 merupakan tahun kedua pelaksanaan Rencana Strategis Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL

PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL r PERATURAN KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL NOMOR 16 TAHUN 2014 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN NARKOTIKA NASIONAL, Menimbang :

Lebih terperinci

DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN

DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK PANGAN Oleh: Dra. Deksa Presiana, Apt., M.Kes. Kasubdit. Standardisasi Bahan Baku dan Bahan Tambahan Pangan Disampaikan Pada Acara: Praktek Kerja Profesi Apoteker Jakarta,

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG BADAN STANDARDISASI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG BADAN STANDARDISASI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG BADAN STANDARDISASI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA,

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR P.15/Menlhk/Setjen/OTL.0/1/2016 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BALAI PENGAMANAN DAN PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Lebih terperinci

RPJMN dan RENSTRA BPOM

RPJMN dan RENSTRA BPOM RPJMN 2015-2019 dan RENSTRA BPOM 2015-2019 Kepala Bagian Renstra dan Organisasi Biro Perencanaan dan Keuangan Jakarta, 18 Juli 2017 1 SISTEMATIKA PENYAJIAN RPJMN 2015-2019 RENCANA STRATEGIS BPOM 2015-2019

Lebih terperinci

UPAYA PERBAIKAN TATA KELOLA PERIZINAN OBAT

UPAYA PERBAIKAN TATA KELOLA PERIZINAN OBAT Komite Advokasi Nasional Antikorupsi Sektor Kesehatan UPAYA PERBAIKAN TATA KELOLA PERIZINAN OBAT Togi J. Hutadjulu Direktur Penilaian Obat dan Produk Biologi 1. PENDAHULUAN 2. PELAYANAN PUBLIK BADAN POM

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANYUMAS

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANYUMAS BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PELAYANAN KEFARMASIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE

Lebih terperinci

Waspada Keracunan Akibat Produk Pangan Ilegal

Waspada Keracunan Akibat Produk Pangan Ilegal Waspada Keracunan Akibat Produk Pangan Ilegal Latar Belakang Derasnya arus globalisasi memberikan warna dan nuansa pada pola perdagangan nasional maupun internasional. Perkembangan sistem perdagangan dunia

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 23 TAHUN 2010 TENTANG BADAN NARKOTIKA NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 67 ayat (3) Undang- Undang Nomor

Lebih terperinci

PROPIL BALAI BESAR POM DI PEKAN BARU

PROPIL BALAI BESAR POM DI PEKAN BARU PROPIL BALAI BESAR POM DI PEKAN BARU Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Pekanbaru Drs, Sumaryanta,Apt.MSI NIP. 19620401 199202 1 001 Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Pekanbaru mempunyai

Lebih terperinci