UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DEPUTI I BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN ZAT ADIKTIF JALAN PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA PUSAT PERIODE 1-24 APRIL 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ALWI SEMAR LOPUTRA, S. Farm ANGKATAN LXXVIII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA JUNI 2014

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DEPUTI I BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN ZAT ADIKTIF JALAN PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA PUSAT PERIODE 1-24 APRIL 2014 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar profesi apoteker ALWI SEMAR LOPUTRA, S.Farm ANGKATAN LXXVIII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA JUNI 2014 i

3 ii

4 iii

5 iv

6 KATA PENGANTAR Segala puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa, karena rahmat dan karunia-nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Badan POM khususnya di Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, yang telah berlangsung mulai tanggal 1 sampai 24 April 2014 sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Pendidikan Profesi Apoteker di. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih secara khusus kepada Ibu Dra. Warta Br. Ginting, Apt. selaku pembimbing PKPA di Badan POM khususnya di Direktorat Distribusi PT dan PKRT dan Kepala Seksi Analisis Risiko PT dan PKRT serta Bapak Harmita, Apt. selaku pembimbing PKPA dari Fakultas Farmasi yang telah berkenan meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan pengarahan selama PKPA. Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada: 1. Bapak Dr. Mahdi Jufri, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi. 2. Bapak Dr. Hayun, Apt. M.Si, selaku Ketua Program Pendidikan Profesi Apoteker Fakultas Farmasi. 3. Dr. Roy A. Sparringa, M. App. Sc selaku Kepala Badan POM, yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melakukan PKPA di Badan POM. 4. Panitia Pelaksanaan PKPA di Badan POM. 5. Dra. Ratna Irawati, Apt., M.Kes. selaku Direktur Pengawasan Distribusi PT dan PKRT atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk melaksanakan PKPA di Direktorat Pengawasan Distribusi PT dan PKRT. 6. Dra. Eka Purnamasari, Apt., MKM selaku Kepala Sub Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Sarana Distribusi PT dan PKRT, Dra. Yulia Purwarini, Apt., M.Epid. selaku Kepala Sub Direktorat Pengawasan Promosi dan Penandaan v

7 PT dan PKRT, Siti Asfijah Abdoellah, S.Si., Apt., M.Medsc. selaku Kepala Sub Direktorat Surveilan dan Analisis Risiko PT dan PKRT. 7. Teti Hartati, S.Si., Apt. selaku Kepala Seksi Inspeksi Sarana Distribusi PT dan PKRT, Murti Komaladewi, S.Si., Apt. selaku Kepala Seksi Sertifikasi Sarana Distribusi PT dan PKRT, Priharika Septyowati, S.Si., Apt., MKM. Selaku Kepala Seksi Penanggulangan Produk Ilegal, drg. Indah Ratnasari selaku Kepala Seksi Pengawasan Promosi PT dan PKRT, Dra. Erliza, Apt. selaku Kepala Seksi Pengawasan Penandaan PT dan PKRT, Dra. Umma Latifah, Apt. selaku Kepala Seksi Tata Operasional, Megrina Dian Agustin, dan S.Si., Apt. selaku Kepala Seksi Surveilan PT dan PKRT. 8. Seluruh staff Direktorat Pengawasan Distribusi PT dan PKRT yang telah membimbing dan memberikan ilmu kepada penulis selama pelaksanaan PKPA. 9. Bapak dan Ibu staf pengajar beserta segenap karyawan Fakultas Farmasi. 10. Rekan-rekan Program Profesi Apoteker angkatan LXXVIII atas kebersamaan dan dukungan selama menempuh pendidikan. 11. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan laporan ini. Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan ini masih terdapat banyak kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun. Akhir kata, kami berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang telah diperoleh selama PKPA ini dapat bermanfaat. Penulis 2014 vi

8 vii

9 ABSTRAK Nama : Alwi Semar Loputra Program Studi : Profesi Apoteker Judul : Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker Di Badan Pengawas Obat dan Makanan Deputi I Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Jalan Percetakan Negara No. 23 Jakarta Pusat Periode 1-24 April 2014 Praktek Kerja Profesi Apoteker di Badan Pengawas Obat dan Makanan bertujuan agar mahasiswa program profesi apoteker dapat (1) Meningkatkan pemahaman tentang peran dan tanggung jawab apoteker di dalam lembaga pemerintahan, (2) Membekali calon Apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di lembaga pemerintahan, dan (3) Meningkatkan dan melatih keterampilan komunikasi dan interaksi dengan rekan sejawat. Selain itu, pembuatan tugas khusus bertujuan agar mahasiswa program profesi apoteker dapat (1) Menelusuri penyebab peredaran obat palsu di Indonesia berdasarkan aspek distribusi, (2) Mengetahui dan memahami penerapan Cara Distribusi Obat yang Baik, khususnya dalam rantai distribusi obat, dan (3) Memahami peran dan tanggung jawab apoteker dalam pendistribusian obat. Kata kunci : praktek kerja profesi apoteker, Badan Pengawas Obat dan Makanan, Cara Distribusi Obat yang Baik, apoteker, rantai distribusi obat, penyimpanan obat, obat palsu. xvi+ 90 halaman : 2 gambar, 6 lampiran Daftar acuan : 18 ( ) viii

10 ABSTRACT Name : Alwi Semar Loputra Study Program : Apothecary Professional Program Title : Report of Apothecary Internship at National Agency Drug and Food Control Deputy I of Therapeutic and Narcotic, Psychotropic, and Addictive Compound Product Percetakan Negara Street No. 23 Central Jakarta 1-24 April 2014 Period Pharmacist Internship at National Agency Drug and Food Control aims to apothecary professional program student can get the information about (1) Improve understanding about roles and responsibilities of an apothecary at government institution, (2) To prepare the pharmacist trainee in order to have a knowledge, soft skill and practical experience to do the pharmacy s job at government institution, and (3) To improve and training communication and interaction skills with colleagues. Moreover, special assignment was made in order to apothecary professional program student can get the information about (1) To explore the cause of counterfeit drugs distribution in Indonesia based in distribution aspect, (2) To know and understand about Good Distribution Practice, especially in drug distribution chain supply, and (3) To understand about roles and responsibilities of apothecary in drug distribution. Keywords : apothecary professional program, National Agency Drug and Food Control, Good Distribution Practice, apothecary, drug distribution chain supply, drug logistic, drug counterfeit. xvi+ 90 pages : 2 pictures, 6 appendix Bibliography : 18 ( ) ix

11 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS...iii HALAMAN PENGESAHAN... v KATA PENGANTAR... v HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS... vii ABSTRAK...viii ABSTRACT... ix DAFTAR ISI... x DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR LAMPIRAN...xiii 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan TINJAUAN UMUM 2.1 Gambaran Umum Badan POM RI Visi dan Misi Badan POM Visi Misi Tugas dan Fungsi Badan POM Kewenangan Badan POM Budaya Organisasi Badan POM Struktur Organisasi Badan POM Prinsip Dasar Sistem Pengawasan Obat dan Makanan Badan POM (SisPOM) Kerangka Konsep SisPOM Kebijakan Strategis Badan POM Target Kinerja Badan POM TINJAUAN KHUSUS 3.1 Struktur Organisasi Tugas Pokok dan Fungsi Sub Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Distribusi PT dan PKRT Seksi Inspeksi Sarana Distribusi PT dan PKRT Seksi Sertifikasi Sarana Distribusi PT dan PKRT Seksi Penanggulangan Produk Ilegal Sub Direktorat Pengawasan Promosi dan Penandaan PT dan PKRT Seksi Pengawasan Promosi PT dan PKRT Seksi Pengawasan Penandaan PT dan PKRT Seksi Tata Operasional Sub Direktorat Surveilan dan Analisis Risiko PT dan PKRT Seksi Surveilan PT dan PKRT x

12 3.5.2 Seksi Analisis Risiko PT dan PKRT HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sub Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Distribusi PT dan PKRT Sub Direktorat Pengawasan Promosi dan Penandaan PT dan PKRT Sub Direktorat Surveilan dan Analisis Risiko PT dan PKRT PENUTUP 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN xi

13 DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1. Alur distribusi obat xii

14 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur organisasi Badan POM RI Lampiran 2. Struktur organisasi Direktorat Pengawasan Distribusi PT dan PKRT Lampiran 3. Form pelaporan efek samping obat xiii

15 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara berkembang yang terus menerus berusaha untuk memajukan kesejahteraan masyarakat melalui pembangunan yang menyeluruh, terarah dan terpadu di segala bidang, salah satunya adalah di bidang kesehatan. Tujuan utama pembangunan di bidang kesehatan adalah tercapainya derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat Indonesia dengan menyediakan obat-obatan yang bermutu tinggi dengan harga yang relatif terjangkau bagi masyarakat luas sehingga pada akhirnya dapat memberikan pelayanan kesehatan yang maksimal bagi masyarakat Indonesia. Untuk melindungi konsumen dari kompetisi industri dalam penyediaan produk, maka pemerintah Indonesia harus memiliki Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) yang efektif dan efisien yang mampu mendeteksi, mencegah, dan mengawasi produk-produk obat dan makanan termasuk untuk melindungi keamanan, keselamatan, dan kesehatan konsumen baik di dalam maupun di luar negeri. Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.103 tahun 2001, dibentuklah Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (Badan POM RI) sebagai institusi pemerintah yang secara resmi mengawasi obat dan makanan di Indonesia. Badan POM ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang bertanggung jawab kepada Presiden dan dikoordinasi oleh Menteri Kesehatan. Peranan Badan POM RI haruslah menyeluruh terhadap berbagai produk yang dapat mempengaruhi atau membahayakan konsumen. Untuk memudahkan dalam pelaksanaan fungsinya terdapat tiga kedeputian, yaitu Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA (Deputi I); Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen (Deputi II); dan Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya (Deputi III). Sebagai institusi yang melakukan pengawasan di bidang obat dan makanan, Badan POM RI memerlukan sumber daya manusia yang tepat dan sesuai dengan fungsinya. Terkait fungsi pengawasan terhadap produk- 1

16 2 produk kesehatan terrmasuk obat, maka dibutuhkan sumber daya manusia yang memahami tentang ilmu kefarmasian, yaitu apoteker. Disini Apoteker berperan sebagai tenaga kesehatan yang memiliki dasar pengetahuan di bidang obat dan makanan, serta diharapkan memberikan kontribusi yang positif bagi perkembangan industri obat dan makanan khususnya. Sebagai salah satu bentuk tanggung jawab sosial kepada masyarakat, apoteker dapat berperan dalam hal penyusunan kebijakan atau regulasi serta pelaksanaan pengawasan terhadap produk-produk kesehatan yang beredar di masyarakat. Hal tersebut dilakukan untuk melindungi masyarakat dari produk-produk kesehatan yang tidak memenuhi syarat. Menyadari pentingnya hal tersebut, maka Program Profesi Apoteker bekerja sama dengan Badan POM RI menyelenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) yang diikuti oleh mahasiswa Program Profesi Apoteker yang berasal dari (UI), Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Padjajaran (UNPAD), Universitas Pancasila (UP), Institut Sains dan Teknologi Nasional (ISTN), dan Universitas Muhammadiyah Prof. DR. Hamka (UHAMKA). Pada Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) ini, penulis mendapat tugas untuk mengamati langsung dan mempelajari kegiatan di Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT, yang berada di bawah Deputi I Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotik, Psikotropika dan Zat Adiktif di Badan POM RI. Kegiatan PKPA ini dilaksanakan di Badan POM RI pada tanggal 1-24 April Dengan demikian diharapkan mahasiswa calon apoteker mampu memahami dan menerapkan ilmu yang telah didapatkan setelah pelaksanaan PKPA. 1.2 Tujuan Tujuan dari Praktek Kerja Profesi Apoteker di Badan POM RI bagi mahasiswa program profesi apoteker adalah: a. Meningkatkan pemahaman tentang peran, fungsi dan tanggung jawab apoteker di dalam lembaga pemerintahan.

17 3 b. Membekali calon Apoteker agar memiliki wawasan, pengetahuan, keterampilan dan pengalaman praktis untuk melakukan pekerjaan kefarmasian di lembaga pemerintahan. c. Meningkatkan dan melatih keterampilan komunikasi dan interaksi dengan rekan sejawat. d. Memberi kesempatan kepada calon apoteker untuk melihat dan mempelajari strategi dan kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka menjalankan tugas di pemerintahan. e. Peserta PKPA dapat memahami dan menjelaskan peran dan fungsi Balai Besar atau Balai Pengawas Obat dan Makanan. f. Peserta PKPA dapat memahami dan menjelaskan kegiatan Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik (PT) dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) Badan Pengawas Obat dan Makanan Jakarta.

18 BAB 2 TINJAUAN UMUM 2.1 Gambaran Umum Badan POM RI Berdasarkan Keputusan Presiden no. 103 tahun 2001, Badan pengawas Obat dan Makanan (Badan POM) ditetapkan sebagai lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang bertanggung jawab kepada presiden dan di koordinasikan dengan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial. Badan POM mempunyai kewajiban untuk melaksanakan tugas pemerintahan dibidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Selanjutnya terjadi perubahan sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia no. 64 tahun 2005 yang menyatakan Badan POM berkoordinasi dengan Menteri Kesehatan. Selanjutnya, LPND berubah menjadi Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) berdasarkan UU RI No.39 tahun Struktur organisasi Badan POM dapat dilihat pada lampiran 1. Badan POM telah memperoleh sertifikat ISO 9001; 2008 yang merupakan standar Internasional yang mengatur menajemen mutu (Quality manajemen System). 2.2 Visi dan Misi Badan POM Visi Badan POM memiliki visi menjadi institusi terpercaya yang diakui secara internasional di bidang pengawasan obat dan makanan untuk melindungi kesehatan masyarakat Misi a. Melakukan pengawasan Pre market dan Post Market berstandar Internasional. b. Menerapkan sistem manajemen mutu secara konsisten. c. Mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan di berbagai lini. d. Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan. e. Membangun Organisasi Pembelajaran (Learning Organization). 4

19 5 2.3 Tugas dan Fungsi Badan POM Tugas Badan POM adalah melaksanakan tugas pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugasnya tersebut, Badan POM menyelenggarakan fungsi sebagai berikut : a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan Nasional di bidang pengawasan obat dan makanan. b. Pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan. c. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas Badan POM. d. Pemerintah memberikan bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi Pemerintah di bidang Pengawasan Obat dan Makanan. e. Penyelenggaraan, pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana kepegawaian, keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah tangga. 2.4 Kewenangan Badan POM Dalam menyelenggarakan fungsinya, Badan POM memiliki kewenangan sebagai berikut : a. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang pengawasan obat dan makanan. b. Perumusan kebijakan di bidang pengawasan obat dan makanan untuk mendukung pembangunan secara makro. c. Penetapan sistem informasi di bidang pengawasan obat dan makanan. d. Penetapan persyaratan penggunaan bahan tambahan (zat adiktif) tertentu untuk makanan dan penetapan pedoman pengawasan peredaran obat dan makanan. e. Pemberian izin dan pengawasan peredaran obat serta pengawasan industri farmasi. f. Penetapan pedoman penggunaan, konversi, pengembangan, dan pengawasan obat tradisional.

20 6 2.5 Budaya Organisasi Badan POM Budaya organisasi merupakan nilai-nilai luhur yang diyakini serta harus di hayati dan diamalkan oleh seluruh anggota organisasi dalam melaksanakan tugasnya. Agar Badan Pengawas Obat dan Makanan menjadi organisasi yang efektif dan efisien, budaya organisasi Badan POM dikembangkan dengan nilainilai dasar sebagai berikut: a. Profesionalisme (professionalism) Menegakkan profesionalisme dengan integritas, objektivitas, ketekunan dan komitmen yang tinggi. b. Kredibilitas (credibility) Memiliki kredibilitas yang diakui oleh masyarakat luas, nasional dan internasional. c. Kecepatan (speed) Cepat dan tanggap dalam bertindak mengatasi masalah. d. Kerjasama (team work) Mengutamakan kerjasama tim. e. Inovatif (Inovative) Mampu melakukan pembaharuan sesuai ilmu pengetahuan dan teknologi terkini Struktur Organisasi Badan POM Berdasarkan Keputusan Presiden No. 103 tahun 2001 yang kemudian diubah dengan Peraturan Presiden No. 64 tahun 2005, Badan POM ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) yang dibentuk untuk melaksanakan tugas kepemerintahan tertentu dari presiden dan bertanggung jawab kepada presiden dan dikoordinasikan dengan Menteri Kesehatan. Badan POM dikepalai oleh pejabat setingkat menteri. Secara struktural komponen Badan POM terdiri atas Kepala; Sekretariat Utama; tiga Deputi, yaitu Deputi I yang bertanggung jawab dalam Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA, Deputi II yang bertanggung jawab dalam Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen, serta Deputi III yang bertanggung jawab dalam Bidang Pengawasan Keamanan

21 7 Pangan dan Bahan Berbahaya; serta memiliki empat pusat, yaitu Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional, Pusat Penyidikan Obat dan Makanan, Pusat Riset Obat dan Makanan, dan Pusat Informasi Obat dan Makanan. Bagan lengkap struktur organisasi Badan POM RI dapat dilihat pada Lampiran 1. a. Kepala Badan POM Organisasi Badan POM dipimpin oleh seorang kepala yang bertugas : 1. Memimpin Badan POM sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 2. Menyiapkan kebijakan nasional dan kebijakan umum sesuai dengan tugas Badan POM. 3. Menetapkan kebijakan teknis pelaksanaan tugas Badan POM yang menjadi tanggung jawabnya. 4. Membina dan melaksanakan kerja sama dengan instansi dan organisasi yang lain. b. Sekretariat Utama Sekretariat Utama bertugas melaksanakan koordinasi perencanaan strategis dan organisasi, pengembangan pegawai, pengelolaan keuangan, bantuan hukum, hubungan masyarakat dan kerjasama internasional, serta akses masyarakat terhadap Badan POM melalui Unit Layanan Pengaduan Konsumen (ULPK) yang menerima dan menindaklanjuti berbagai pengaduan dari masyarakat di bidang obat dan makanan. Di samping itu, dilakukan pembinaan administratif beberapa pusat yang ada di lingkungan Badan POM dan unit-unit pelaksana teknis yang tersebar di seluruh Indonesia. Sekretariat Utama terdiri atas: 1. Biro Perencanaan dan Keuangan 2. Biro Kerjasama Luar Negeri 3. Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat 4. Biro Umum 5. Kelompok Jabatan Fungsional

22 8 Dalam melaksanakan tugasnya, Sekretariat Utama menyelenggarakan fungsi: a. Pengkoordinasian, sinkronisasi dan integrasi perencanaan, penganggaran, penyusunan pelaporan, pengembangan pegawai termasuk pendidikan dan pelatihan serta perumusan kebijakan teknis di lingkungan Badan POM. b. Pengkoordinasian, sinkronisasi dan integrasi penyusunan peraturan perundang-undangan, kerjasama luar negeri, hubungan antar lembaga kemasyarakatan dan bantuan hukum, terkait dengan tugas Badan POM. c. Pembinaan dan pelayanan administrasi ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, dan perlengkapan rumah tangga. d. Pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan pusat-pusat dan unit-unit pelaksana teknis di lingkungan Badan POM. e. Pelaksana tugas lain yang ditetapkan oleh kepala, sesuai dengan bidang tugasnya. Sekretariat Utama Badan POM secara administrasi membina pelaksanaan tugas sehari-hari dari Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional, Pusat Penyidikan Obat dan Makanan, Pusat Riset Obat dan Makanan dan Pusat Informasi Obat dan Makanan. c. Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAPZA) mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang Pengawasan Produk Terapetik, Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif (NAPZA). Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan NAPZA, terdiri dari Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi; Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT; Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan PKRT; Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT; dan Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif.

23 9 d. Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen memiliki tugas, yaitu melaksanakan perumusan kebijakan di bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen. Deputi ini terdiri dari Direktorat Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik; Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen; Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen; dan Direktorat Obat Asli Indonesia. e. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya mempunyai tugas, yaitu melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya. Deputi ini terdiri dari Direktorat Penilaian Keamanan Pangan; Direktorat Standardisasi Produk Pangan; Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan; Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Keamanan Pangan; dan Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya. f. Inspektorat Inspektorat dipimpin oleh inspektur yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan POM. Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari, Inspektorat dibina oleh Sekretariat Utama. Inspektorat bertugas melaksanakan pengawasan fungsional di lingkungan Badan POM. Inspektorat terdiri dari Kelompok Jabatan Fungsional dan Sub Bagian Tata Usaha. g. Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) adalah unsur pelaksana tugas Badan POM yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan POM. Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari secara teknis dibina oleh Deputi dan secara administrasi dibina oleh Sekretariat Utama. PPOMN dipimpin oleh seorang Kepala dan mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, alat

24 10 kesehatan, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta melaksanakan pembinaan mutu laboratorium pengawasan obat dan makanan. PPOMN terdiri dari Bidang Produk Terapetik dan Bahan Berbahaya; Bidang Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk komplemen; Bidang Pangan; Bidang Produk Biologi; Bidang Mikrobiologi; Kelompok Jabatan Fungsional; dan Sub Bagian Tata Usaha. h. Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Pusat Penyidikan Obat dan Makanan (PPOM) adalah unsur pelaksana tugas Badan POM yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan POM. Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari secara teknis dibina oleh Deputi dan secara administrasi dibina oleh Sekretariat Utama. PPOM dipimpin oleh seorang Kepala dan mempunyai tugas untuk melaksanakan kegiatan penyelidikan dan penyidikan terhadap perbuatan melawan hukum di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif, obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen, makanan serta produk sejenis lainnya. PPOM terdiri dari Bidang Penyidikan Produk Terapetik dan Obat Tradisional; Bidang Penyidikan Makanan Bidang Penyidikan Narkotika dan Psikotropika; Kelompok Jabatan Fungsional; dan Sub Bagian Tata Usaha. i. Pusat Riset Obat dan Makanan Pusat Riset Obat dan Makanan (PROM) adalah unsur pelaksana tugas Badan POM yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan POM. Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari secara teknis dibina oleh Deputi dan secara administrasi dibina oleh Sekretariat Utama. PROM dipimpin oleh seorang Kepala dan mempunyai tugas melaksanakan kegiatan di bidang riset toksikologi, keamanan pangan, dan produk terapetik. PROM terdiri dari tiga bidang yaitu: Bidang Toksikologi; Bidang Keamanan Pangan; Bidang Produk Terapetik; Kelompok Jabatan Fungsional; dan Sub Bagian Tata Usaha.

25 11 j. Pusat Informasi Obat dan Makanan Pusat Informasi Obat dan Makanan (PIOM) adalah unsur pelaksana tugas Badan POM yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan POM. Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari secara teknis dibina oleh Deputi dan secara administrasi dibina oleh Sekretariat Utama. PIOM dipimpin oleh seorang Kepala. PIOM mempunyai tugas melaksanakan kegiatan di bidang pelayanan informasi obat, informasi keracunan, dan teknologi informasi. PIOM terdiri dari Bidang Informasi Obat; Bidang Informasi Keracunan; Bidang Teknologi Informasi; Kelompok Jabatan Fungsional; dan Sub Bagian Tata Usaha. k. Unit Pelaksana Teknis Organisasi Unit Pelaksana Teknis Badan POM yang merupakan unit organisasi yang melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan obat dan makanan di wilayah kerjanya, diatur dengan Keputusan Kepala Badan POM setelah mendapat persetujuan tertulis dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara. Unit pelaksana teknis berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Badan, dalam pelaksanaan tugas secara teknis dibina oleh para Deputi dan secara administrasi dibina oleh Sekretaris Utama Badan. Unit pelaksana teknis dipimpin oleh seorang Kepala. l. Kelompok Jabatan Fungsional Kelompok Jabatan Fungsional bertugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari berbagai jabatan fungsional Pengawas Obat dan Makanan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan jabatan fungsional lain sesuai dengan bidang keahliannya.

26 Prinsip Dasar Sistem Pengawasan Obat dan Makanan Badan POM (SisPOM) Badan POM RI dalam melakukan pengawasan baik secara pre market maupun post market memiliki sistem pengawasan tersendiri, yaitu SisPOM. Prinsip dasar sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) tersebut adalah : a. Tindakan pengamanan cepat, tepat, akurat dan profesional. b. Tindakan dilakukan berdasarkan atas tingkat risiko dan berbasis bukti-bukti ilmiah. c. Lingkup pengawasan bersifat menyeluruh dan mencakup seluruh siklus proses. d. Berskala nasional/lintas provinsi dengan jaringan kerja internasional. e. Otoritas yang menunjang penegakan supremasi hukum. f. Memiliki jaringan laboratorium nasional yang kohesif dan kuat yang berkolaborasi dengan jaringan global. g. Memiliki jaringan sistem informasi keamanan dan mutu produk. 2.8 Kerangka Konsep SisPOM Pengawasan obat dan makanan memiliki aspek permasalahan berdimensi luas dan kompleks. Oleh karena itu, diperlukan sistem pengawasan yang komprehensif, semenjak awal proses suatu produk hingga produk tersebut beredar ditengah masyarakat. Untuk menekan sekecil mungkin resiko yang bisa terjadi, dilakukan SisPOM tiga lapis, yakni : a. Sub-Sistem Pengawasan Produsen Sistem pengawasan internal oleh produsen melalui pelaksanaan cara produksi obat yang baik (CPOB) atau good manufacturing practices (GMP) agar setiap bentuk penyimpangan dari standar mutu dapat dideteksi sejak awal. Secara hukum produsen bertanggung jawab atas keamanan produk yang dihasilkannya. Apabila terjadi penyimpangan dan pelanggaran terhadap standar yang telah ditetapkan maka produsen di kenakan sangsi, baik administratif maupun pro-justisia.

27 13 b. Sub-Sistem Pengawasan Konsumen Sistem pengawasan oleh konsumen sendiri melalui peningkatan kesadaran dan peningkatan pengetahuan mengenai kualitas produk yang digunakannya dan cara-cara penggunaan produk yang rasional. Pengawasan oleh masyarakat sendiri sangat penting dilakukan karena pada akhirnya masyarakatlah yang mengambil keputusan untuk membeli dan menggunakan suatu produk. Konsumen dengan kesadaran dan tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap mutu dan kegunaan suatu produk, di satu sisi dapat membentengi dirinya sendiri terhadap penggunaan produk-produk yang tidak memenuhi syarat dan tidak dibutuhkan sedang pada sisi yang lain akan mendorong produsen untuk ekstra hati-hati dalam menjaga kualitasnya. c. Sub-Sistem Pengawasan Pemerintah/Badan POM Sistem pengawasan oleh pemerintah melalui pengaturan dan standardisasi, penilaian keamanan, khasiat dan mutu produk sebelum diijinkan beredar di Indonesia, Inspeksi, pengujian sampel dan pengujian laboratorium produk yang beredar serta peringatan kepada publik yang didukung penegakan hukum. Untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat konsumen terhadap mutu, khasiat dan keamanan produk maka pemerintah juga melaksanakan kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi. 2.9 Kebijakan Strategis Badan POM Memenuhi tantangan perubahan lingkungan strategis yang kompleks dan dinamis, Badan POM mewujudkan visi dan misinya melalui dua kebijakan strategis, yaitu pemantapan infrastruktur dan revitalisasi program Badan POM. a. Pemantapan Infrastruktur Badan POM Agar mampu melaksanakan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, serta memiliki kemampuan beradaptasi dan berinovasi sesuai dengan kebutuhan lingkungan yang berubah dengan cepat, perlu dilakukan transformasi mendasar, mencakup antara lain: 1. Mental model dan sistem berpikir sumber daya manusia. 2. Sistem operasi yang terkendali.

28 14 3. Struktur pengambilan keputusan yang mampu menciptakan akuntabilitas publik. 4. Peraturan perundang-undangan sesuai dengan tuntutan perkembangan. b. Revitalisasi Program Badan POM Kebijakan revitalisasi Badan POM diarahkan terutama pada kegiatan prioritas yang memiliki efek sinergi dan daya ungkit yang besar terhadap tujuan perlindungan masyarakat luas, mencakup antara lain: 1. Evaluasi mutu, keamanan dan khasiat produk berisiko oleh tenaga ahli berdasarkan bukti-bukti ilmiah. 2. Standardisasi mutu produk untuk melindungi konsumen sekaligus meningkatkan daya saing menghadapi era pasar bebas. 3. Pelaksanaan cara-cara produksi dan distribusi yang baik sebagai built in control. 4. Operasi pemeriksaan dan penyidikan terhadap produksi, distribusi dan peredaran narkotik, psikotropik dan prekursor serta produk-produk ilegal. 5. Monitoring iklan dengan melibatkan peran aktif masyarakat dan organisasi profesi. 6. Komunikasi, informasi dan edukasi kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan terhadap mutu, khasiat dan keamanan produk. 7. Bimbingan teknis terutama kepada industri kecil menengah yang berfokus pada peningkatan kualitas produk Target Kinerja Badan POM Target kinerja dari Badan POM yaitu: a. Terkendalinya penyaluran produk terapetik dan NAPZA. b. Terkendalinya mutu, keamanan dan khasiat/kemanfaatan produk obat dan makanan termasuk klaim pada label dan iklan di peredaran. c. Tercegahnya resiko penggunaan bahan kimia berbahaya sebagai akibat pengelolaan yang tidak memenuhi persyaratan. d. Penurunan kasus pencemaran pangan.

29 15 e. Peningkatan kapasitas organisasi yang didukung dengan kompetensi dan keterampilan personil yang memadai. f. Terwujudnya komunikasi yang efektif dan saling menghargai antar sesama dan pihak terkait.

30 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS 3.1 Struktur Organisasi Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik (PT) dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT) berada di dalam Deputi I Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotoprika, dan Zat Adiktif. Direktorat Pengawasan Distribusi PT dan PKRT membawahi 3 Sub Direktorat, yaitu: a. Sub Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Distribusi PT dan PKRT. b. Sub Direktorat Pengawasan Promosi dan Penandaan PT dan PKRT. c. Sub Direktorat Surveilan dan Analisis Risiko PT dan PKRT. 3.2 Tugas Pokok dan Fungsi Berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM RI Nomor: HK Tahun 2004 Tentang Perubahan Atas Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat Dan Makanan Nomor 02001/SK/KBPOM Tahun 2001 Tentang Organisasi dan tata kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan Pasal 130, bahwa Direktorat Pengawasan Distribusi PT dan PKRT mempunyai tugas penyiapan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengawasan distribusi PT dan PKRT. Adapun fungsi Direktorat Pengawasan Distribusi PT dan PKRT sebagai berikut : a. Penyusunan rencana dan program pengawasan distribusi PT dan PKRT. b. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan teknis di bidang pengawasan distribusi PT dan PKRT. c. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan inspeksi dan sertifikasi distribusi PT dan PKRT. d. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengawasan promosi dan penandaan PT dan PKRT. 16

31 17 e. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan surveilan dan analisis risiko PT dan PKRT. f. Evaluasi dan penyusunan laporan pengawasan distribusi PT dan PKRT. g. Pelaksanaan urusan tata operasional di lingkungan Direktorat. 3.3 Sub Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Distribusi PT dan PKRT Sub Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Distribusi PT dan PKRT mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur serta pelaksanaan inspeksi dan sertifikasi distribusi PT dan PKRT, dan penanggulangan produk ilegal. Dalam melaksanakan tugas, Sub Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Distribusi PT dan PKRT menyelenggarakan fungsi : a. Penyusunan rencana dan program inspeksi dan sertifikasi sarana distribusi PT dan PKRT. b. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan inspeksi sarana distribusi PT dan PKRT dan penanggulangan produk ilegal. c. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan sertifikasi sarana distribusi PT dan PKRT. d. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan penanggulangan produk ilegal. e. Evaluasi dan penyusunan laporan inspeksi dan sertifikasi sarana distribusi PT dan PKRT, dan penanggulangan produk ilegal. Sub Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Distribusi PT dan PKRT terdiri dari : a. Seksi Inspeksi Sarana Distribusi PT dan PKRT; b. Seksi Sertifikasi Sarana Distribusi PT dan PKRT; c. Seksi Penanggulangan Produk Ilegal.

32 Seksi Inspeksi Sarana Distribusi PT dan PKRT Seksi Inspeksi Sarana Distribusi PT dan PKRT mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan rencana dan program, pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan laporan di bidang inspeksi sarana distribusi PT dan PKRT. Contoh kegiatan yang dilakukan oleh Seksi Inspeksi Sarana Distribusi PT dan PKRT adalah melakukan Audit Pedagang Besar Farmasi (PBF) Seksi Sertifikasi Sarana Distribusi PT dan PKRT Seksi Sertifikasi Sarana Distribusi PT dan PKRT mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan rencana dan program, pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan laporan di bidang sertifikasi sarana distribusi produk terapetik. Contoh kegiatan yang dilakukan oleh Seksi Sertifikasi Sarana Distribusi PT dan PKRT adalah menerbitkan sertifikat CDOB untuk PBF yang mengajukan permohonan sertifikasi Seksi Penanggulangan Produk Ilegal Seksi Penanggulangan Produk Ilegal mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan rencana dan program, pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan laporan di bidang penanggulangan produk ilegal. 3.4 Sub Direktorat Pengawasan Promosi dan Penandaan PT dan PKRT Subdirektorat Pengawasan Promosi dan Penandaan PT dan PKRT mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur serta pelaksanaan pengawasan promosi dan penandaan PT dan PKRT. Dalam melaksanakan tugas, Sub Direktorat Pengawasan Promosi dan Penandaan PT dan PKRT menyelenggarakan fungsi : a. Penyusunan rencana dan program pengawasan promosi dan penandaan PT dan PKRT.

33 19 b. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengawasan promosi PT dan PKRT. c. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengawasan penandaan PT dan PKRT. d. Evaluasi dan penyusunan laporan pengawasan promosi dan penandaan PT dan PKRT. e. Pelaksanaan urusan tata operasional di lingkungan Direktorat. Contoh kegiatan yang dilakukan oleh Sub Direktorat Pengawasan Promosi dan Penandaan PT dan PKRT adalah melakukan pre-audit dan post-audit terhadap iklan produk terapetik yang beredar serta mengawasi promosi produk terapetik tertentu di dalam jurnal ilmiah dan mengawasi label serta brosur produk terapetik. Sub Direktorat Pengawasan Promosi dan Penandaan PT dan PKRT terdiri dari : a. Seksi Pengawasan Promosi PT dan PKRT; b. Seksi Pengawasan Penandaan PT dan PKRT; c. Seksi Tata Operasional Seksi Pengawasan Promosi PT dan PKRT Seksi Pengawasan Promosi PT dan PKRT mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, serta penyusunan rencana dan program, pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan laporan di bidang pengawasan promosi PT dan PKRT Seksi Pengawasan Penandaan PT dan PKRT Seksi Pengawasan Penandaan PT dan PKRT mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, serta penyusunan rencana dan program, pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan laporan di bidang pengawasan penandaan PT dan PKRT.

34 Seksi Tata Operasional Seksi Tata Operasional mempunyai tugas melaksanakan tata operasional di lingkungan Direktorat. 3.5 Sub Direktorat Surveilan dan Analisis Risiko PT dan PKRT Subdirektorat Surveilan dan Analisis Risiko PT dan PKRT mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur serta pelaksanaan surveilan dan analisis risiko PT dan PKRT. Dalam melaksanakan tugas, Sub Direktorat Surveilan dan Analisis Risiko PT dan PKRT menyelenggarakan fungsi : a. Penyusunan rencana dan program surveilan dan analisis risiko PT dan PKRT. b. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan surveilan PT dan PKRT. c. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan analisis risiko PT dan PKRT. d. Evaluasi dan penyusunan laporan surveilan dan analisis risiko PT dan PKRT. Contoh kegiatan Sub Direktorat adalah melakukan monitoring efek samping obat (MESO) dan juga melakukan analisa dan evaluasi terhadap laporan efek samping obat yang diterima serta menentukan tindak lanjut terhadap laporan tersebut. Sub Direktorat Surveilan dan Analisis Risiko PT dan PKRT terdiri dari : a. Seksi Surveilan PT dan PKRT; b. Seksi Analisis Risiko PT dan PKRT Seksi Surveilan PT dan PKRT Seksi Surveilan PT dan PKRT mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan rencana dan program, pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan laporan di bidang surveilan PT dan PKRT.

35 Seksi Analisis Risiko PT dan PKRT Seksi Analisis Risiko PT dan PKRT mempunyai tugas melakukan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, dan penyusunan rencana dan program, pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan laporan di bidang analisis risiko PT dan PKRT.

36 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (Badan POM RI) ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian berdasarkan Peraturan Presiden No. 64 tahun 2005 tentang perubahan keenam atas Keputusan Presiden No. 103 tahun 2001 tentang kedudukan, tugas, fungsi, kewenangan, susunan organisasi, dan tata kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. Badan POM sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementrian (LPNK) adalah lembaga yang dibentuk untuk melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengawasan obat dan makanan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedudukan Badan POM dan pertanggung jawabannya berada langsung di bawah presiden serta memiliki garis koordinasi dengan Menteri Kesehatan. Pada kegiatan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di badan POM ini, mahasiswa peserta terbagi menjadi 17 kelompok, dimana penulis termasuk dalam kelompok empat yang akan melaksanakan kegiatan PKPA di Direktorat Pengawasan Distribusi PT dan PKRT, Deputi I, Badan POM RI. Direktorat Pengawasan Distribusi PT dan PKRT terbagi menjadi tiga Sub Direktorat dan memiliki delapan seksi. Pertama, Sub Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Distribusi PT dan PKRT yang terdiri dari tiga seksi, yaitu Seksi Inspeksi Sarana Distribusi PT dan PKRT, Seksi Sertifikasi Sarana Distribusi PT dan PKRT, serta Seksi Penanggulangan Produk Ilegal. Kedua, Sub Direktorat Surveilan dan Analisis Risiko PT dan PKRT yang terdiri dari dua seksi, yaitu Seksi Surveilan PT dan PKRT dan Seksi Analisis Risiko PT dan PKRT. Ketiga, Sub Direktorat Pengawasan Promosi dan Penandaan PT dan PKRT yang terdiri dari tiga seksi, yaitu Seksi Pengawasan Promosi PT dan PKRT, Seksi Pengawasan Penandaan PT dan PKRT dan Seksi Tata Operasional. 4.1 Sub Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Distribusi PT dan PKRT Pada Sub Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Distribusi PT dan PKRT, dilakukan pengawasan terhadap alur distribusi obat yang berlandaskan pada pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB). Objek yang diawasi 22

37 23 pendistribusian produk obatnya, meliputi industri farmasi, Perusahaan Besar Farmasi (PBF), fasilitas pelayanan kefarmasian (apotek, rumah sakit, klinik, puskesmas, toko obat, serta PBF lainnya), konsumen, dan kendaraan penghantaran produk obat. Gambar 4.1. Alur distribusi obat Tujuan dari penerapan CDOB pada alur distribusi obat adalah untuk memastikan dan mempertahankan mutu obat sepanjang alur distribusi atau penyalurannya sesuai persyaratan dan tujuan penggunaannya. Manfaat yang diperoleh dari penerapan CDOB tersebut, yaitu (1) penyebaran obat dapat terkoordinasikan dengan baik sehingga obat dapat digunakan ketika dibutuhkan, (2) terlaksananya pengamanan lalu lintas dan penggunaan obat tepat sampai kepada pihak yang membutuhkan secara sah untuk melindungi masyarakat dari kesalahan penggunaan atau penyalahgunaan obat, (3) keabsahan dan mutu obat terjamin sehingga obat yang sampai ke tangan konsumen adalah obat yang efektif, aman dan dapat digunakan sesuai dengan tujuan penggunaannya, serta (4) penyimpanan obat aman dan sesuai kondisi yang dipersyaratkan termasuk selama tranportasi untuk menjamin mutu obat tetap dalam keadaan baik.. Seksi Inspeksi Sarana Distribusi PT dan PKRT melakukan pengawasan peredaran produk terapetik, meliputi pemeriksaan keabsahan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran produk serta penyelidikan yang berkaitan dengan pelanggaran yang diduga sebagai tindak pidana kepada setiap sarana distribusi

38 24 dan sarana pelayanan obat dengan tujuan menjamin produk terapetik diedarkan melalui alur distribusi yang benar. Seksi Inspeksi Sarana Distribusi PT dan PKRT melakukan inspeksi berupa inspeksi rutin yang dilakukan pada saat terdapat kasus penyalahgunaan obat dan/atau bahan baku obat ataupun tidak. Inspeksi rutin dilakukan terhadap apotek, PBF, dan rumah sakit. Contoh pelanggaran yang dilakukan, misalnya sebuah PBF yang tidak memiliki SOP (Standard Operational Procedure) dalam pengadaan, penyimpanan, dan penjualan barang dimana hal ini sangat penting dalam menjamin mutu obat dan/atau bahan baku obat agar tetap terjaga dengan baik. Pelaksanaan inspeksi dilakukan oleh tim inspeksi yang mendapat surat tugas untuk melakukan inspeksi. Inspeksi ini juga dapat dilakukan secara gabungan dengan direktorat lain sesuai dengan kasus yang terjadi (inspeksi audit komprehensif), misalnya diketahui adanya distribusi obat psikotropika ke toko obat, maka inspeksi dilakukan secara gabungan dengan direktorat pengawasan NAPZA. Setelah melakukan inspeksi, tim inspeksi membuat berita acara pemeriksaan untuk kemudian dilaporkan. Apabila ditemukan adanya pelanggaran, maka Badan POM akan memberi sanksi berupa peringatan (P), peringatan keras (PK), penghentian sementara kegiatan (PSK), penghentian kegiatan (PKe), dan rekomendasi pencabutan izin (Rek. PI) dimana untuk pencabutan izin hanya bisa dilakukan oleh Dinas Kesehatan. Seksi Sertifikasi Sarana Distribusi PT dan PKRT menangani proses penerbitan surat keterangan impor (SKI) untuk obat, bahan baku obat, dan bahan baku pembanding. Dasar hukum terhadap pengawasan importasi tersebut adalah UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan; Peraturan Kepala Badan POM No. 27 tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan dan Makanan ke dalam Wilayah Indonesia; dan Peraturan Kepala Badan POM No. 28 tentang Pengawasan Pemasukan Obat, Bahan Obat Tradisional, Bahan Suplemen Kesehatan, dan Bahan Pangan ke dalam Wilayah Indonesia. Bahan Baku Obat dan/atau obat yang akan masuk ke Indonesia harus sudah memiliki izin edar. Pihak pengimpor harus membawa notifikasi persetujuan dari Badan POM untuk dapat mengambil obat jadi atau bahan baku obat impor di Bea Cukai. Untuk mendapatkan SKI ini, pengimpor harus datang ke Badan POM dan menyerahkan dokumen yang

39 25 diperlukan kepada Seksi Sertifikasi PT dan PKRT. Dokumen yang diperlukan untuk bahan baku obat adalah Certificate of Analysis (CoA), Invoice dan Air Way Bill (AWB)/Bill of Leading (BOL), untuk obat jadi impor kelengkapan dokumentasinya sama seperti bahan baku obat hanya saja ditambah dengan Nomor Izin Edar (NIE), Certificate Pharmaceutical Product (CPP) dan khusus untuk vaksin melampirkan Certificate Batch Release. Jika berkas permohonan lengkap, Surat Keterangan Impor diberikan dalam waktu 1 (satu) hari kerja. Tetapi sejak diberlakukannya sistem NSW (National Single Window), pengimpor tidak lagi harus datang ke Badan POM, tetapi mereka dapat melakukan registrasi secara online melalui situs e-bpom dengan mengisi formulir yang terdapat pada program ini dan meng-upload dokumen-dokumen yang diperlukan. Kemudian seksi Sertifikasi PT dan PKRT akan memeriksa dokumen-dokumen tersebut. Apabila semua persyaratan telah lengkap, surat keterangan impor akan dikirimkan secara online kepada importir dan bea cukai. Bila masih ada syarat yang belum terpenuhi, seksi Sertifikasi PT dan PKRT akan mengirim balik dokumendokumen tersebut dan memberitahukan kekurangan-kekurangan yang perlu ditambahkan importir. Seksi Penanggulangan Produk Ilegal bertanggung jawab dalam melakukan pengawasan terhadap produk ilegal. Hal ini bertujuan untuk melindungi masyarakat dari peredaran obat ilegal yang tidak memenuhi standar khasiat, keamanan dan mutu. Informasi akan adanya produk-produk yang ilegal bersumber dari laporan temuan Balai Besar POM, sampling/under cover buy, industri farmasi serta laporan dari masyarakat. Dengan adanya informasi tersebut Direktorat Pengawasan Distribusi PT dan PKRT melakukan kegiatan evaluasi, yaitu melakukan konfirmasi produk kepada Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi, melaksanakan klarifikasi kepada industri farmasi obat asli dan uji laboratorium yang dilaksanakan oleh PPOMN untuk diuji mutunya. Dari kegiatan evaluasi yang dilaksanakan tersebut dapat diketahui keaslian dari suatu produk dan jika ternyata produk tersebut positif palsu maka dilakukan penyidikan lebih lanjut oleh Pusdik Badan POM dan public warning agar masyarakat lebih waspada dengan peredaran produk palsu tesebut.

40 Sub Direktorat Pengawasan Promosi dan Penandaan PT dan PKRT Sub Direktorat Pengawasan Promosi dan Penandaan PT dan PKRT merupakan Sub Direktorat yang melaksanakan pengawasan post market produk bagian penandaan dan promosi. Seksi Pengawasan Promosi PT dan PKRT melaksanakan pengawasan promosi sebelum dan setelah media promosi tersebut beredar. Pengawasan promosi sebelum beredar dilakukan terhadap obat bebas dan obat bebas terbatas dan pengawasan promosi setelah beredar dilakukan terhadap obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat keras. Sebelum melakukan promosi obat bebas dan obat bebas terbatas, industri farmasi mengajukan permohonan persetujuan rancangan iklan kepada Badan POM. Pemohon harus mengajukan surat permohonan kemudian mengisi formulir pendaftaran iklan, melakukan pembayaran SPB, dan menyerahkan berkas permohonan rancangan. Berkas permohonan rancangan terdiri dari dokumen administratif dan dokumen teknis. Dokumen administratif berisi surat permohonan dan bukti pembanyaran PNBP beserta SPB. Sedangkan dokumen teknis berisi fotokopi lembar persetujuan izin edar, rancangan iklan, dan fotokopi data dukung iklan untuk klaim tertentu bila diperlukan. Rancangan iklan yang diajukan berupa gambar dan tulisan untuk media cetak termasuk poster, stiker, dan spanduk, script untuk media radio dan story board untuk media televisi. Setelah pengumpulan, rancangan iklan dievaluasi lalu dirapatkan bersama Tim Ahli dan Penilai iklan obat. Rapat kemudian menghasilkan rekomendasi perbaikan, persetujuan, atau penolakan iklan yang diajukan. Iklan yang diajukan harus sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan yang berlaku serta harus memenuhi kriteria objektif, lengkap, dan tidak menyesatkan sehingga masyarakat terlindung dari penggunaan obat yang tidak tepat dan rasional. Untuk itu diperlukan pengawasan iklan setelah tayang agar memastikan iklan yang beredar di masyarakat tetap sesuai dengan ketentuan dan rancangan yang sudah disetujui. Khusus obat keras, promosi hanya diperbolehkan kepada profesi kesehatan dan dimuat dalam majalah cetak ilmiah kedokteran dan farmasi. Pengawasan iklan obat setelah beredar dilakukan oleh Balai Besar POM, Balai POM, dan Badan POM. Bila terdapat iklan yang tidak sesuai ketentuan, Balai Besar/Balai POM

41 27 yang melakukan pengawasan di lapangan akan melaporkannya ke Badan POM untuk kemudian ditindak lanjuti. Laporan dari masyarakat mengenai iklan obat juga dapat dijadikan data untuk pengawasan iklan. Sanksi yang diberikan kepada industri farmasi terkait iklan yang tidak sesuai ketentuan secara bertahap adalah peringatan, peringatan keras, lalu pembatalan izin edar obat. Seksi Pengawasan Penandaan PT dan PKRT melaksanakan pengawasan penandaan obat bebas, obat bebas terbatas, dan obat keras yang sudah beredar. Penandaan yang dimaksud berupa etiket, brosur, strip/blister, kemasan sekunder, dan ampul/vial. Evaluasi penandaan meliputi evaluasi penandaan obat siap edar yang diterima dari Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi, laporan pengawasan penandaan obat dari Balai Besar/Balai POM, dan laporan dari masyarakat terkait penandaan yang tidak memenuhi ketentuan. Evaluasi kemasan obat di pasaran dilakukan terhadap kemasan siap edar yang dikirimkan industri farmasi kepada Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi yang kemudian diteruskan ke Direktorat Pengawasan Distribusi PT dan PKRT. Kemasan obat dievaluasi kesesuaiannya dengan rancangan penandaan yang sudah disetujui dalam persetujuan izin edar. Jika kemasan tidak sesuai dengan rancangan yang telah disetujui maka Badan POM akan menindaklanjuti dengan memberikan sanksi administratif secara bertahap berupa surat peringatan, peringatan keras, dan pembatalan izin edar serta sanksi lain yang sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku kepada industri farmasi pemilik nomor izin edar produk. Setelah mendapat surat peringatan, industri farmasi dihasurkan melakukan corrective and preventive action (CAPA) terhadap kesalahan kemasan. Implementasi CAPA tersebut akan dipantau dan dievaluasi oleh Badan POM serta Balai Besar/Balai POM. 4.3 Sub Direktorat Surveilan dan Analisis Risiko PT dan PKRT Sub Direktorat Surveilan dan Analisis resiko PT dan PKRT merupakan sub direktorat yang melaksanakan fungsi pengawasan post market dalam kaitannya dengan aspek keamanan obat yang beredar.

42 28 Pengawasan post market untuk menjaga keamanan obat dilakukan berdasarkan Permenkes Nomor 1010 Tahun 2008 yang menjelaskan bahwa harus dilakukan evaluasi kembali terhadap obat yang telah beredar dengan risiko efek samping yang lebih besar dibandingkan dengan efektifitasnya. Menurut Permenkes Nomor 1799 tahun 2010 tentang Industri Farmasi menjelaskan bahwa industri farmasi wajib melakukan farmakovigilans, yaitu apabila industri farmasi menemukan bahwa obat dan/atau bahan obat hasil produksinya yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat/kemanfaatan dan mutu maka industri farmasi wajib melaporkan hal tersebut kepada kepala Badan. Karena efek obat dapat berbeda untuk setiap individu, dimana beberapa faktor dapat turut berpengaruh, seperti faktor genetik, ras, usia, dan lainnya. Untuk itu perlu dipantau keamanan penggunaannya pada populasi atau masyarakat luas. Surveilan/pemantauan keamanan produk terapetik dilakukan melalui program Monitoring Efek Samping Obat (MESO) yang bertujuan untuk mendeteksi sedini mungkin setiap kemungkinan timbulnya efek obat yang tidak diinginkan untuk mencegah kejadian serupa terjadi lebih luas, serta untuk memperoleh informasi baru mengenai efek samping obat (ESO) yang belum pernah terjadi sebelumnya, tingkat kegawatan serta frekuensi kejadiannya, sehingga dapat segera dilakukan tindak lanjut regulatori yang diperlukan. Dalam penyelenggaraan MESO, Badan POM Indonesia bekerja sama dengan pusat MESO Internasional, yaitu WHO Collaborating Centre for International Drug Monitoring yang berpusat di Uppsala, Swedia untuk melaporkan kejadian ESO, mengolah dan meneliti semua data dari seluruh dunia dan secara teratur saling memberikan informasi terkait dengan aspek keamanan obat. Tenaga kesehatan akan melaporkan ESO melalui Form kuning dan industri farmasi dengan Form CIOM. Laporan ESO yang diterima akan dilakukan validitas laporan untuk melihat kelengkapan dari laporan tersebut. Apabila laporan belum lengkap, maka perlu diminta tambahan data sedangkan untuk laporan yang sudah lengkap akan di evaluasi validitas efek samping obat dan analisa kausalitas (caussality assessment) oleh seksi Analisis Risiko. Dimana Analisa kausalitas dilaksanakan bersama tim ahli. Seksi analisis risiko juga malakukan kajian

43 29 terhadap isu keamanan obat secara global yang berasal dari negara lain atau jurnal, review keamanan obat yang terpublikasi, seperti European Medicines Agency (EMA), The US Food and Drug Administration (FDA), Australian Therapeutic Goods Administration (TGA) dan Health Canada, dan bila diperlukan dilakukan rapat pengkajian bersama tim ahli yang bertujuan untuk mengetahui informasi mengenai efek samping obat yang belum diketahui/diidentifikasi sebelumnya. Untuk meningkatkan partisipasi aktif pelaporan ESO oleh tenaga kesehatan, Badan POM menerbitkan Buletin MESO yang memuat tentang pembahasan laporan ESO dan informasi lain yang terkait dengan ESO. Buletin MESO diterbitkan secara berkala 2 (dua) kali dalam setahun, yaitu pada bulan Juni dan bulan November. Manfaat bagi tenaga kesehatan yang turut berpartisipasi dalam program MESO, antara lain berupa pertukaran informasi keamanan obat yang dapat dimanfaatkan dalam pemilihan pengobatan ataupun akses untuk informasi yang lebih rinci. Dalam menangani pelaporan tentang ESO dari tenaga kesehatan, sub direktorat Surveilan dan Analisis risiko harus melalui tahapan sebagai berikut : 1. Formulir kuning (Form kuning) dikirim bersama buletin meso atau tanpa buletin meso ke tenaga kesehatan untuk diisi efek samping obat yang terjadi dimasyarakat/konsumen. 2. Laporan/form kuning yang dikirim oleh tenaga kesehatan/pelapor diterima dan dilakukan evaluasi dengan memeriksa kelengkapan data, apabila data yang dikirm masih belum lengkap, maka data tersebut akan dikirim kembali kepada pelapor untuk dilengkapi. 3. Data nama pelapor, alamat pelapor dan Efek Samping Obat (ESO) yang dilaporkan dicatat dalam buku dokumentasi pelapor; kemudian form kuning tersebut diberi nomor sesuai dengan urutan nomor didalam buku dokumentasi tersebut. 4. Semua laporan yang sudah diterima oleh Badan POM akan diberikan surat pemberitahuan penerimaan dalam waktu kurang dari 7 hari kerja (surat ucapan terima kasih).

44 30 5. Data dari form kuning diterjemahkan ke dalam kode-kode yang telah ditetapkan oleh WHO dan hasil dari penerjemahan tersebut dituliskan kembali di form WHO. 6. Laporan yang telah terkumpul dibawa ke panitia MESO Nasional. Panitia MESO Nasional terdiri dari ahli-ahli farmakologi, psikolog, dan dokter spesialis baik dokter yang menangani penyakit tersebut maupun dokter yang terkait atas efek samping yang ditimbulkan obat tersebut dan apoteker. 7. Panitia MESO nasional mengundang komisi penilai obat jadi untuk bersamasama dengan pusat MESO/Farmakovigilans Nasional menganalisa laporanlaporan tersebut dan menentukan apakah Efek Samping Obat yang di laporkan cukup berarti dalam hal tingkat kegawatannya serta menentukan tindak lanjut dari obat tersebut. 8. Hasil analisa tersebut kemudian dilaporkan ke Pusat MESO Internasional WHO di Uppsala, Swedia untuk di evaluasi dan dianalisa kembali. Pelaporan dilakukan dengan mengisi formulir di program/software WHO Collaborating Centre For Internasional Drug Monitoring dan dikirim melalui fasilitas e- mail. 9. Kemudian dilakukan dokumentasi dengan cara mengisi kartu obat dan kartu ESO. Kartu obat berfungsi untuk merekapitulasi Efek Samping Obat (ESO) yang terjadi dari 1 jenis obat, sedangkan kartu ESO berfungsi untuk merekapitulasi obat-obat yang menyebabkan terjadinya satu jenis ESO. Form kuning dan form WHO yang telah dianalisa di simpan didalam map gantung. Pelaporan yang dilakukan oleh industri sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK Tahun 2011 Tentang Penerapan Farmakovigilans Bagi industri farmasi terdiri atas : 1. Pelaporan Spontan Kejadian Tidak Diinginkan (Spontaneous Adverse Events Reporting) Pelaporan spontan dilakukan oleh industri farmasi berdasarkan laporan tertulis atau lisan yang diperoleh dari berbagai sumber yang dapat dipertanggungjawabkan, namun bukan dalam rangka pemantauan yang direncanakan atau bagian dari suatu penelitian. Kejadian tidak diinginkan

45 31 tersebut dapat berupa kejadian serius dan non-serius. Kejadian serius meliputi kematian, keadaan yang mengancam jiwa, pasien yang memerlukan perawatan rumah sakit, perpanjangan waktu rumah sakit, cacat permanen, dan kejadian medis penting lainnya. 2. Pelaporan Berkala Pasca Pemasaran (Periodic Safety Update Report (PSUR)) Pelaporan berkala pasca pemasaran merupakan kegiatan pemantauan dan pelaporan aspek keamanan obat yang dilakukan oleh industri farmasi terhadap obat yang diedarkan. PSUR dilaporkan setiap 6 (enam) bulan untuk 2 (dua) tahun pertama, dan setiap tahun untuk 3 (tiga) tahun berikutnya setelah disetujui beredar di Indonesia. 3. Pelaporan Studi Keamanan Pasca Pemasaran Pelaporan studi keamanan pasca pemasaran harus dilakukan oleh industri farmasi pemegang izin edar untuk Obat yang dalam persetujuan izin edarnya dipersyaratkan untuk dilakukan studi tersebut atau obat tertentu yang telah beredar dan dipersyaratkan untuk dilakukan studi dalam rangka perencanaan manajemen risiko, berdasarkan pengkajian risiko-manfaat dan/atau rekomendasi tim ahli terkait. Dimana industri farmasi pemegang izin edar obat harus melaporkan hasil studi tersebut kepada Badan POM. 4. Pelaporan Publikasi/Literatur Ilmiah Industri farmasi harus sesegera mungkin melaporkan informasi keamanan obat yang mempengaruhi profil manfaat-risiko yang dimuat dalam publikasi atau literatur ilmiah kepada Badan POM, dengan melampirkan publikasi/literatur ilmiah yang dimaksud. 5. Pelaporan Tindak Lanjut Regulatori Badan Otoritas Negara Lain Industri farmasi harus segera melaporkan semua informasi tindak lanjut regulatori negara lain terkait dengan aspek keamanan mutakhir, seperti pembekuan atau pembatalan izin edar, serta penarikan obat dari pasaran yang dilakukan oleh badan otoritas negara lain. Pelaporan awal dilakukan dalam waktu 24 jam setelah informasi diterima, paling lambat pada hari kerja berikutnya.

46 32 6. Pelaporan Tindak Lanjut Pemegang Izin Edar di Negara Lain Industri farmasi di Indonesia harus segera melaporkan semua tindak lanjut yang dilakukan oleh pemegang izin edar obat di negara lain sehubungan dengan aspek keamanan, seperti penarikan obat dari peredaran. Dimana Pelaporan ini dilakukan dalam waktu 24 (dua puluh empat) jam setelah informasi diterima, paling lambat pada hari kerja berikutnya. 7. Pelaporan Pelaksanaan Perencanaan Manajemen Risiko Pelaporan hasil pelaksanaan kegiatan terkait perencanaan manajemen risiko oleh industri farmasi sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan. Dari hasil pengkajian tentang aspek keamanan obat dari Indonesia atau informasi ESO internasional dapat digunakan untuk mempertimbangkan suatu tindak lanjut regulatori berupa pembatasan indikasi, pembatasan dosis, pembatasan distribusi, perubahan labeling, pembekuan izin edar dan penarikan produk, serta penarikan izin edar dan penarikan obat/produk dari peredaran, untuk menjamin perlindungan keamanan masyarakat/konsumen.

47 BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Setelah mengikuti praktek kerja Profesi Apoteker di Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, penulis dapat menyimpulkan bahwa: a) Badan POM merupakan Lembaga Pemerintahan Non Kementerian yang berfungsi melaksanakan pengawasan terhadap kualitas, keamanan, dan khasiat obat dan makanan sebelum beredar (Pre market) maupun setelah beredar (Post market) di masyarakat. b) Kegiatan Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik (PT) dan Perbekalan Kesehatan Rumah tangga (PKRT), meliputi pengawasan sarana distribusi berlandaskan pada pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), melakukan perizinan sarana distribusi, penanggulangan produk ilegal, melakukan Monitoring Efek Samping Obat (MESO) yang beredar, penyampaian informasi kepada tenaga kesehatan dalam rangka meningkatkan kewaspadaan terhadap keamanan obat serta pengawasan terhadap promosi dan penandaan produk terapetik (PT). c) Peran dan fungsi Sub Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Distribusi PT dan PKRT Badan POM RI adalah melaksanakan pengawasan terhadap sarana distribusi, berkerjasama dengan Dinas Kesehatan dalam melakukan sertifikasi terhadap sarana distribusi, serta melakukan pengawasan terhadap impor bahan baku obat dan obat jadi serta penanggulanggan produk ilegal. d) Peran dan fungsi Sub Direktorat Promosi dan Penandaan PT dan PKRT Badan POM RI adalah melakukan pengawasan terhadap segala bentuk promosi dan penandaan pada produk. e) Peran dan fungsi Sub Direktorat Surveilan dan Analisa Risiko PT dan PKRT Badan POM RI adalah pemantauan efek samping produk terapetik yang beredar, penyampaian informasi kepada tenaga kesehatan dalam rangka meningkatkan kepedulian terhadap keamanan obat, serta pengkajian terhadap 33

48 34 kejadian efek samping obat dari berbagai negara sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan di Indonesia. 5.2 Saran Adapun masukan yang dapat penulis sampaikan kepada direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga, antara lain : a) Kegiatan sampling lebih sering dilakukan, baik ke sarana distribusi maupun sarana pelayanan untuk lebih meningkatkan pengawasan terhadap peredaran produk yang tidak memenuhi syarat mmaupun obat palsu. b) Meningkatkan sosialisasi mengenai CDOB kepada pelaku usaha di bidang distribusi Produk Terapetik. c) Meningkatkan sosialisasi mengenai MESO kepada setiap Pusat Pelayanan Kesehatan serta sosialisasi mengenai cara mengisi form pelaporan MESO (form kuning) kepada tenaga kesehatan. d) Membuat sistem pengarsipan yang lebih efektif dan efisien serta memudahkan pegawai untuk mencari dokumen, jika memungkinkan pengarsipan dokumen sebaiknya juga menggunakan sistem terkomputerisasi. e) Dapat mengoptimalkan sumber daya manusia dan teknologi yang ada untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi pengawasan distribusi PT dan PKRT.

49 DAFTAR PUSTAKA Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. (2001). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor: 02001/SK/KBPOM Tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. (2001). Website Resmi Badan Pengawas Obat dan Makanan. 4 April 2014, pukul Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. (2004). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK Tahun 2004 Tentang Perubahan atas Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor /SK/KBPOM Tahun 2001 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. (2008). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK Tahun 2008 Tentang Peraturan Tingkat Layanan (Service Level Arrangement) di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan Dalam Kerangka Indonesia National Single Window. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. (2010). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK Tahun 2008 Tentang Penetapan Visi dan Misi Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. (2011). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor HK Tahun 2011 Tentang Penerangan Farmakovigilans Bagi Industri Farmasi. Jakarta Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. (2011). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK Tahun 2011 Tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Obat. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. (2012). Pedoman Monitoring Efek Samping Obat (MESO) Bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. 35

50 36 Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. (2012). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK Tahun 2012 Tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. (2013). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. 27 Tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan ke dalam Wilayah Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. (2013). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. 28 Tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Obat, Bahan Obat Tradisional, Bahan Suplemen Kesehatan, dan Bahan Pangan ke dalam Wilayah Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan. (2008). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1010/MENKES//PER/XI/2008 Tentang Registrasi Obat. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1799/MENKES//PER/XII/2010 tentang Industri Farmasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No Tahun 2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2001). Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor: 103 Tahun 2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintahan Non Departemen. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2005). Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 64 Tahun 2005 Tentang Perubahan Perubahan Keenam atas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan. Jakarta..

51 LAMPIRAN

52 37 Lampiran 1. Struktur organisasi Badan POM RI

53 38 Lampiran 2. Struktur organisasi Direktorat Pengawasan Distribusi PT dan PKRT

54 39 Lampiran 3. Form pelaporan efek samping obat

55 40 (lanjutan)

56 UNIVERSITAS INDONESIA PEREDARAN OBAT PALSU AKIBAT RANTAI DISTRIBUSI YANG TIDAK SESUAI DENGAN CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER ALWI SEMAR LOPUTRA, S. Farm ANGKATAN LXXVIII FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER UNIVERSITAS INDONESIA JUNI 2014 i

57 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR GAMBAR...iii DAFTAR LAMPIRAN... iv 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Distribusi Obat yang Benar Berdasarkan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Manajemen Mutu Organisasi, Manajemen, Personalia Bangunan & Peralatan Operasional Keluhan Obat dan/atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu dan Penarikan Kembali Transportasi Dokumentasi Alur Distribusi Obat Peran Apoteker dalam Distribusi Obat Kriteria PBF Legal Kriteria Obat Palsu METODE PELAKSANAAN 3.1 Tempat dan Waktu Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data HASIL DAN PEMBAHASAN PENUTUP 5.1 Kesimpulan Saran DAFTAR ACUAN ii

58 DAFTAR GAMBAR Gambar 4.1. Siklus distribusi dan pasokan obat iii

59 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur organisasi Badan POM RI Lampiran 2. Struktur organisasi Direktorat Pengawasan Distribusi PT dan PKRT Lampiran 3. Alur distribusi obat (a); Alur penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran barang (b) iv

60 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesehatan merupakan hal vital yang mempengaruhi seseorang dalam melakukan aktivitas. Ketika seseorang dalam keadaan sakit, maka aktivitasnya akan terhambat. Untuk itu, diperlukan suatu pengobatan untuk menyembuhkan penyakit yang diderita. Sakit sendiri dapat didefinisikan sebagai suatu kondisi tubuh dengan kesehatan yang terganggu sehingga tubuh dan pikiran dalam keadaan tidak normal. Dalam pengobatan suatu penyakit diperlukan suatu bahan yang dinamakan obat, dimana obat yang baik bersifat aman, berkhasiat dan bermutu. Pada masa kini, banyak sekali jenis obat yang dijual di pasaran. Hal ini dikarenakan derajat kesehatan masyarakat yang menurun yang memicu produsen obat untuk menciptakan variasi produk-produk obat. Akibatnya, muncul pihak ketiga yang ingin memanfaatkan hal tersebut dengan melakukan pemalsuan produk obat. Pemalsuan atau Counterfeiting adalah tindakan pelanggaran atau penyalahan terhadap hak legal dari sang pemilik intellectual property. Secara teknik, kata pemalsuan merujuk hanya pada kasus pelanggaran hak merek dagang, namun dalam prakteknya pemalsuan juga mencakup tindakan pembuatan sebuah barang yang mana bentuk fisiknya sengaja dibuat sangat mirip dengan barang aslinya. Hal tersebut terkadang dapat menyesatkan konsumen dalam mencari barang yang asli untuk dibeli. Tindakan pemalsuan biasanya identik dengan mata uang atau dokumen, tetapi saat ini pemalsuan bisa juga mencakup obat-obatan. Perkembangan kasus obat palsu di Indonesia dari tahun ke tahun tidak menunjukkan kenaikan atau penurunan yang signifikan dari segi kuantitas. Namun jika dilihat dari penyebarannya, menunjukkan adanya peningkatan. Hal ini tentu saja berdampak buruk bagi masyarakat, baik dari segi finansial maupun kesehatan. Rantai atau alur distribusi obat merupakan elemen penting yang berkaitan dengan peredaran obat palsu tersebut, dimana bila produsen, distributor maupun fasilitas pelayanan kefarmasian tidak mengedarkan obat sesuai dengan 1

61 2 alur yang benar maka obat-obat palsu akan dengan mudah masuk ke dalam rantai distribusi obat. Alur distribusi obat yang benar haruslah berlandaskan pedoman Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB), yang memuat aspek keamanan, identifikasi obat dan/atau bahan obat, deteksi dan pencegahan masuknya obat dan/atau bahan obat palsu ke dalam rantai distribusi (BPOM RI, 2012). Oleh karena itu, diperlukan antisipasi dari pemerintah untuk mengontrol rantai distribusi obat yang mampu menjamin keamanan jalur distribusi obat dari segala bentuk penyimpangan penyaluran termasuk mencegah masuknya obat palsu ke dalam jalur distribusi guna menjaga mutu dan keamanan obat beredar. Pemerintah dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan (Badan POM), diharapkan dapat memberikan edukasi kepada masyarakat dalam pemilihan obat, sehingga kesehatan masyarakat dapat terjamin baik. Berdasarkan latar belakang tersebut, maka sebagai mahasiswa Program Profesi Apoteker perlu untuk memahami tentang rantai distribusi obat yang benar yang salah satunya bermanfaat untuk mencegah peredaran obat palsu. Oleh karena itulah, bekerja sama dengan Badan POM untuk melaksanakan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) sebagai sarana dalam mendapatkan ilmu dan pengalaman dalam bidang pengawasan obat dan memahami peran apoteker di Lembaga Pemerintahan. 1.2 Tujuan Tujuan dari Kerja Praktek Profesi Apoteker di Badan POM RI bagi mahasiswa program profesi apoteker adalah: a. Menelusuri penyebab peredaran obat palsu di Indonesia berdasarkan aspek distribusi. b. Mengetahui dan memahami penerapan Cara Distribusi Obat yang Baik, khususnya dalam rantai distribusi obat. c. Memahami peran dan tanggung jawab apoteker dalam pendistribusian obat.

62 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Distribusi Obat yang Benar Berdasarkan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) Manajemen Mutu Fasilitas distribusi harus mempertahankan sistem mutu yang mencakup tanggung jawab, proses dan langkah manajemen risiko terkait dengan kegiatan yang dilaksanakan. Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa mutu obat dan/atau bahan obat dan integritas rantai distribusi dipertahankan selama proses distribusi. Seluruh kegiatan distribusi harus ditetapkan dengan jelas, dikaji secara sistematis dan semua tahapan kritis proses distribusi dan perubahan yang bermakna harus divalidasi dan didokumentasikan, sistem mutu harus mencakup prinsip manajemen risiko mutu. Pencapaian sasaran mutu merupakan tanggung jawab dari penanggung jawab fasilitas distribusi, membutuhkan kepemimpinan dan partisipasi aktif serta harus didukung oleh komitmen manajemen puncak. Manajemen mutu yang diuraikan dalam CDOB (2012), meliputi sistem mutu, pengelolaan kegiatan berdasarkan kontrak, kajian dan pemantauan manajemen, dan manajemen risiko mutu Organisasi, Manajemen, Personalia Pelaksanaan dan pengelolaan sistem manajemen mutu yang baik serta distribusi obat dan/atau bahan obat sangat bergantung pada personil yang menjalankannya sehingga harus ada personil yang cukup dan kompeten untuk melaksanakan semua tugas yang menjadi tanggung jawab fasilitas distribusi. Tanggung jawab masing-masing personil harus dipahami dengan jelas dan dicatat. Semua personil harus memahami prinsip CDOB dan harus menerima pelatihan dasar maupun pelatihan lanjutan yang sesuai dengan tanggung jawabnya. 3

63 Bangunan & Peralatan Fasilitas distribusi harus memiliki bangunan dan peralatan untuk menjamin perlindungan dan distribusi obat dan/atau bahan obat. Menurut Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (2012), fasilitas distribusi harus memililiki bangunan dan peralatan untuk menjamin perlindungan dan distribusi obat dan/atau bahan obat, meliputi gedung, gudang, dan penyimpanan Operasional Semua tindakan yang dilakukan oleh fasilitas distribusi harus dapat memastikan bahwa identitas obat dan/atau bahan obat tidak hilang dan distribusinya ditangani sesuai dengan spesifikasi yang tercantum pada kemasan. Fasilitas distribusi harus menggunakan semua perangkat dan cara yang tersedia untuk memastikan bahwa sumber obat dan/atau bahan obat yang diterima berasal dari industri farmasi dan/atau fasilitas distribusi lain yang mempunyai izin sesuai peraturan perundang-undangan untuk meminimalkan risiko obat dan/atau bahan obat palsu masuk ke dalam rantai distribusi resmi Keluhan Obat dan/atau Bahan Obat Kembalian, Diduga Palsu dan Penarikan Kembali Jika terjadi keluhan maka semua keluhan dan informasi lain tentang obat dan/atau bahan obat yang berpotensi rusak harus dikumpulkan, dikaji, dan diselidiki sesuai dengan prosedur tertulis serta harus tersedia dokumentasi untuk setiap proses penanganan keluhan termasuk pengembalian dan penarikan kembali serta dilaporkan kepada pihak yang berwenang. Jika obat dan/atau ternyata dapat dijual kembali maka harus melalui persetujuan dari personil yang bertanggung jawab sesuai dengan kewenangannya. Adapun persyaratan obat dan/atau bahan obat yang layak dijual kembali, antara lain jika: a. Obat dan/atau bahan obat dalam kemasan asli dan kondisi yang memenuhi syarat serta memenuhi ketentuan. b. Obat dan/atau bahan obat kembalian selama pengiriman dan penyimpanan ditangani sesuai dengan kondisi yang dipersyaratkan.

64 5 c. Obat dan/atau bahan obat kembalian diperiksa dan dinilai oleh penanggung jawab atau personil yang terlatih, kompeten dan berwenang. d. Fasilitas distribusi mempunyai bukti dokumentasi tentang kebenaran asal-usul obat dan/atau bahan obat termasuk identitas obat dan/atau bahan obat untuk memastikan bahwa obat dan/atau bahan obat kembalian tersebut bukan obat dan/atau bahan obat palsu. Sedangkan untuk obat dan/atau bahan obat diduga palsu, penyalurannya harus dihentikan, segera dilaporkan ke instansi terkait dan menunggu tindak lanjut dari instansi yang berwenang. Setelah ada pemastian bahwa obat dan/atau bahan obat tersebut palsu, maka harus segera ditindaklanjuti sesuai dengan instruksi dari instansi yang berwenang Transportasi Selama proses transportasi, harus diterapkan metode transportasi yang memadai. Obat dan/bahan obat harus diangkut dengan informasi pada kemasan. Metode transportasi yang tepat harus digunakan mencakup transportasi melalui darat, laut, udara atau kombinasi di atas. Apapun transportasi yang dipilih, harus dapat menjamin bahwa obat dan/atau bahan obat tidak mengalami perubahan kondisi selama transportasi yang dapat mengurangi mutu. Pendekatan berbasis risiko harus digunakan ketika merencanakan rute transportasi. Obat dan/atau bahan obat dan kontainer pengiriman harus aman untuk mencegah akses yang tidak sah. Kendaraan dan personil yang terlibat dalam pengiriman harus dilengkapi dengan peralatan keamanan tambahan yang sesuai untuk mencegah pencurian obat dan/atau bahan obat serta penyelewengan lainnya selama transportasi. Kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan untuk obat dan/atau bahan obat harus dipertahankan selama transportasi sesuai dengan yang ditetapkan pada informasi kemasan. Jika menggunakan kendaraan berpendingin, alat pemantau suhu selama transportasi harus dipelihara dan dikalibrasi secara berkala atau minimal sekali setahun. Persyaratan ini meliputi pemetaan suhu pada kondisi yang representatif dan harus mempertimbangkan variasi musim. Jika diperlukan, pelanggan dapat memperoleh dokumen data suhu untuk menunjukkan

65 6 bahwa obat dan/atau bahan obat tetap dalam kondisi suhu penyimpanan yang dipersyaratkan selama transportasi Dokumentasi Dokumentasi tertulis harus jelas untuk mencegah kesalahan dari komunikasi lisan dan untuk memudahkan penelusuran, antara lain sejarah bets, instruksi, dan prosedur. Dokumentasi merupakan dokumen tertulis terkait dengan distribusi (pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan pelaporan), prosedur tertulis dan dokumen lain yang terkait dengan pemastian mutu. Dokumentasi terdiri dari semua prosedur tertulis, petunjuk, kontrak, catatan dan data, dalam bentuk kertas maupun elektronik sehingga memperkecil resiko kesalahan. 2.2 Alur Distribusi Obat Berdasarkan peraturan perundangan di bidang pendistribusian obat, secara umum alur pendistribusian obat adalah dimulai dari industri farmasi yang berfungsi sebagai produsen penghasil obat. Lalu, obat dari industri farmasi tersebut distribusikan ke distributor perantara obat, yaitu Perusahaan Besar Farmasi (PBF). Dari PBF, obat didistribusikan ke fasilitas pelayanan kefarmasian, seperti apotek, rumah sakit, klinik, puskesmas, PBF lain, dan toko obat yang akhirnya akan dijual kepada pelanggan sebagai pembeli dan pemakai obat (Lihat lampiran 3a). Pada pendistribusian obat di suatu PBF, ketika barang datang dari industri farmasi dan/atau PBF lainnya, dilakukan pengecekan kesesuaian barang yang datang dengan barang yang tertera di faktur pembelian, seperti jumlah barang, nomor kadaluarsa, dan nomor bets yang dilakukan oleh apoteker penanggung jawab. Proses penerimaan tersebut dilakukan di area penerimaan (landing area). Kemudian, setelah dilakukan pemeriksaan kesesuaian barang yang dipesan, barang tersebut dimasukkan ke dalam gudang penyimpanan melalui pintu transito in dan diletakkan pada tempat yang telah ditentukan. Pada saat PBF melayani pesanan barang dari Fasilitas Pelayanan Kefarmasian, barang pesanan diambil sesuai dengan SP (Surat Pesanan) dan di cek kesesuaian barang oleh apoteker

66 7 penanggung jawab. Setelah sesuai, barang dibawa keluar gudang dan dilakukan pengemasan dan dihantar ke pelanggan (Lihat lampiran 3b). 2.3 Peran Apoteker dalam Distribusi Obat Peran apoteker pada rantai distribusi sebagaimana diuraikan dalam Pedoman CDOB, adalah sebagai penanggung jawab kefarmasian untuk menjamin mutu dan keamanan obat yang disalurkan oleh suatu fasilitas distribusi. Tanggung jawab tersebut, meliputi : a. Menyusun, memastikan, dan mempertahankan penerapan sistem manajemen mutu. b. Menjaga akurasi dan mutu dokumentasi. c. Menyusun serta menyetujui program pelatihan CDOB. d. Mengkoordinasi kegiatan penarikan obat dan/atau bahan obat. e. Memastikan keluhan ditangani dengan baik. f. Melakukan kualifikasi dan menyetujui pemasok serta pelanggan PBF. g. Meluluskan obat dan/atau bahan obat kembalian. h. Terlibat dalam perjanjian kontrak. i. Inspeksi diri secara berkala. j. Mendelegasikan tugas kepada personil yang kompeten dan bertanggung jawab pada situasi tertentu. k. Memutuskan karantina atau pemusnahan obat dan/atau bahan obat l. Memastikan pemenuhan persyaratan lain untuk obat dan/atau bahan obat. 2.4 Kriteria PBF Legal Kriteria PBF Legal, berdasarkan Permenkes No tahun 2011 tentang Pedagang Besar Farmasi, meliputi : a. Setiap pendirian PBF wajib memiliki izin dari Direktur Jendral (Menteri Kesehatan). b. Setiap pendirian PBF cabang wajib memperoleh pengakuan dari Kepala Dinas Kesehatan Propinsi di wilayah PBF cabang berada. c. Berbadan hukum berupa perseroan terbatas atau koperasi. d. Memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).

67 8 e. Memiliki secara tetap Apoteker warga Negara Indonesia sebagai penanggung jawab dan telah memiliki izin yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat. f. Apoteker penanggung jawab dilarang merangkap jabatan sebagai direksi/pengurus PBF atau PBF Cabang. g. Komisaris/dewan pengawas dan direksi/pengurus tidak pernah terlibat, baik lansung atau tidak langsung dalam pelanggaran peraturan perundangundangan di bidang farmasi. h. Menguasai bangunan dan sarana yang memadai untuk dapat melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat serta dapat menjamin kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi PBF. i. Menguasai gudang sebagai tempat penyimpanan dan perlengkapan yang dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan. j. Memiliki ruang penyimpanan obat yang terpisah dari ruangan lain sesuai CDOB. k. Untuk PBF yang menyalurkan bahan obat wajib memiliki laboratorium yang mempunyai kemampuan untuk pengujian bahan obat yang disalurkan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan direktur Jendral. l. Memiliki gudang khusus tempat penyimpanan bahan obat yang terpisah dari ruangan lain. m. PBF dan PBF Cabang hanya dapat mengadakan, menyimpan dan menyalurkan obat dan/atau bahan obat yang memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh Menteri. n. PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dari industri farmasi dan/atau sesama PBF. o. PBF hanya dapat melaksanakan pengadaan bahan obat dari industri farmasi, sesama PBF dan/atau melalui importasi. p. PBF Cabang hanya dapat melaksanakan pengadaan obat dan/atau bahan obat dari PBF pusat. q. PBF dan PBF Cabang harus melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat sesuai dengan CDOB yang ditetapkan oleh Menteri.

68 9 r. Setiap PBF atau PBF Cabang wajib melaksanakan dokumentasi pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran di tempat usahanya dengan mengikuti pedoman CDOB. s. Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menjual obat atau bahan obat secara eceran. t. Setiap PBF dan PBF Cabang dilarang menerima dan/atau melayani resep dokter. u. PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat kepada PBF atau PBF Cabang lain, dan fasilitas pelayanan kefarmasian, yaitu kepada apotek, instalasi farmasi rumah sakit, puskesmas, dan klinik. v. PBF dan PBF Cabang tidak dapat menyalurkan obat keras kepada toko obat. w. PBF Cabang hanya dapat menyalurkan obat dan/atau bahan obat di wilayah provinsi sesuai surat pengakuannya. x. PBF dan PBF Cabang hanya melaksanakan penyaluran obat berupa obat keras berdasarkan surat pesanan yang ditandatangani apoteker pengelola apotek atau apoteker penanggung jawab. y. PBF dan PBF Cabang hanya dapat menyalurkan bahan obat kepada industri farmasi, PBF dan PBF Cabang lain, apotek, instalasi farmasi rumah sakit dan lembaga ilmu pengetahuan. z. Setiap PBF dan PBF Cabang yang melakukan pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran narkotika wajib memiliki izin khusus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. aa. Setiap PBF atau PBF Cabang yang melakukan pengubahan kemasan bahan obat dari kemasan atau pengemasan kembali bahan obat dari kemasan aslinya wajib melakukan pengujian laboratorium. bb. Jika gudang PBF atau PBF Cabang berada dalam lokasi yang terpisah maka pada gudang tersebut harus memiliki apoteker. 2.5 Kriteria Obat palsu Kriteria Obat Palsu menurut WHO : a. Obat yang dibuat dengan kandungan bahan aktif sama dengan obat asli dan kemasan meniru kemasan obat asli yang telah registrasi.

69 10 b. Obat yang dibuat dengan kandungan bahan berbeda dengan obat asli dan kemasan meniru kemasan obat asli yang telah registrasi. c. Obat yang dibuat tanpa bahan aktif obat (hanya bahan pengisi) dan kemasan meniru kemasan obat asli yang telah registrasi. d. Obat yang dibuat dengan kandungan bahan sama dengan obat asli namun kadarnya lebih rendah dari yang disyaratkan dan disetujui pada saat registrasi dan kemasan meniru kemasan asli yang telah teregistrasi. e. Obat yang dibuat dengan kandungan bahan berbeda dengan obat asli yang dikemas dengan menggunakan kemasan obat asli. f. Obat yang dibuat tanpa bahan aktif obat (hanya bahan pengisi) yang dikemas dengan menggunakan kemasan obat asli. Sumber-sumber obat ilegal termasuk palsu yang dapat masuk dalam rantai distribusi obat dapat berasal dari berbagai sumber antara lain : 1. Obat palsu yang sengaja di produksi oleh orang yang tidak bertanggung jawab. 2. Obat sisa rumah sakit yang dijual kembali 3. Obat impor ilegal

70 BAB 3 METODE PELAKSANAAN 3.1. Tempat dan Waktu Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Badan POM dilaksanakan pada gedung E lantai 4 & 5 (Direktorat Pengawasan Produk Terapetik & PKRT) dan gedung F lantai 6 (sesi penyambutan, perbekalan materi, presentasi akhir, dan evaluasi) Badan POM yang terletak di Jalan Percetakan Negara No. 23, Jakarta Pusat. PKPA di Badan POM dilaksanakan pada tanggal 1 sampai 24 April 2014 setiap hari Senin hingga hari Jumat Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data Pengumpulan data dilakukan melalui observasi langsung kesesuian antara peraturan perundang-undangan dan standar yang ditentukan Badan POM. Selain itu, dilakukan juga dengan bertanya langsung kepada narasumber yang merupakan Kepala Seksi Penanggulangan Produk Ilegal di Badan POM serta Kepala Seksi Analisis Risiko selaku pembimbing. Data yang telah diperoleh dicatat dan dilakukan rekapitulasi serta dianalisis kesesuaiannya dengan literatur. 11

71 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Pada dasarnya obat dibuat untuk menyembuhkan penyakit yang dialami oleh seseorang. Namun, pada jaman sekarang ini, banyak obat yang telah disalahgunakan untuk kepentingan bisnis semata, seperti beredarnya obat-obat palsu di masyarakat. Salah satu contoh kasus pemalsuan obat yang baru-baru ini terjadi pemalsuan obat sakit gigi sebanyak 1,1 juta butir misalnya, dapat menyebabkan kematian bila dikonsumsi. Obat palsu tersebut memiliki nilai komersil sebesar 4 miliyar. Bayangkan, betapa besar profit yang didapat pada perdagangan obat-obat palsu ini dengan mengorbankan derajat kesehatan masyarakat yang akan mengkonsumsinya. Untuk itu, masyarakat perlu mengetahui perbedaan antara obat asli dengan obat palsu. Jika diteliti secara seksama, warna contoh obat yang diduga palsu tersebut sedikit lebih pudar dibandingkan obat aslinya dan tidak terdapat hologram pada kemasannya. Obat palsu tersebut didapat dari penggerebekan di gudang Perusahaan Besar Farmasi (PBF) ilegal yang dilakukan oleh dua orang distributor ilegal. Penyebab munculnya obat palsu sangat beragam dan dapat ditinjau dari berbagai aspek. Salah satu aspek yang sangat rentan mengakibatkan munculnya obat palsu adalah aspek distribusi. Aspek distribusi dapat ditinjau mulai dari obat datang dari produsen hingga obat sampai ke tangan konsumen. Memproduksi dan mengedarkan sediaan farmasi yang tidak bermutu termasuk yang tidak memiliki izin edar merupakan suatu pelanggaran pidana sebagaimana diatur dalam Undang- Undang No. 36 tahun 2009 tentang kesehatan. Berdasarkan rantai distribusi obat, alur distribusi obat dimulai dari produsen, lalu ke PBF diteruskan ke fasilitas pelayanan kefarmasian, dan terakhir obat akan sampai kepada pelanggan sebagai pemakai obat seperti yang terlihat pada Gambar

72 13 Gambar 4.1. Siklus distribusi dan pasokan obat Masuknya obat palsu ke jalur distribusi hingga beredar di masyarakat berdasarkan aspek distribusi dapat terjadi bila terjadi penyimpangan pada saat proses penyaluran obat dan/bahan obat dari PBF penyalur Bahan Obat, produsen (industri farmasi), distributor (PBF), hingga ke fasilitas pelayanan kefarmasian (apotek, rumah sakit, klinik, puskesmas, dan toko obat). Berdasarkan teori yang tercantum dalam Pedoman CDOB, kebocoran masuknya obat palsu ke dalam jalur distribusi obat dapat terjadi bila proses pendistribusian obat tidak dilaksanakan sesuai aturan dalam CDOB. Beberapa kemungkinan tersebut, yaitu: a. Pada pengawasan mutu di PBF Tidak adanya jaminan mutu, yaitu bahwa obat yang didistribusikan mempunyai izin edar yang resmi, disimpan dengan baik, selalu dipantau kestabilannya termasuk transportasi, terhindar dari kontaminasi, diserahkan pada penerima yang tepat, tertelusur dan terdokumentasi dengan baik, serta jika terjadi kesalahan produk dapat ditarik dari peredaran secara cepat dan

73 14 mudah menyebabkan distribusi obat dapat dengan mudah dimasuki oleh obatobat yang tidak resmi, tidak bermutu, dan palsu. b. Operasional Pada aspek operasional sangat rentan obat palsu dapat masuk ke rantai distribusi jika tidak dilakukan sesuai dengan CDOB. Personil di PBF harus kompeten dan bertanggung jawab. Pembagian tanggung jawab juga harus jelas dan tertulis. Apoteker penangggung jawab juga harus memastikan prosedur operasional standar (SOP) yang berjalan di PBF merupakan SOP yang sedemikian rupa sehingga dapat mencegah masuknya obat palsu ke rantai distribusi. Misalnya harus ada SOP yang ada untuk memantau akses keluar masuk barang di ruang penyimpanan dan juga SOP yang dapat menjamin mutu dan keamanan obat yang disalurkan ke fasilitas pelayanan kefarmasian. Apoteker penanggung jawab juga harus dapat menjangkau dan berkoordinasi dengan bagian lain, seperti bagian finansial dan bagian penjualan. Bagian penjualan penting untuk dijangkau karena sales merupakan ujung tombak penyaluran obat yang berhubungan langsung dengan pelanggan. Tujuan penyaluran yang jelas dan berwenang merupakan hal yang harus diutamakan oleh distributor untuk menjamin keamanan obat yang disalurkan. Pembuktian kebenaran penyaluran (jenis maupun jumlah obat) hingga pemastian legalitas pelanggan merupakan bagian dari monitoring penerapan CDOB oleh Apoteker selaku penanggung jawab kefarmasian di suatu sarana distribusi obat. c. Transportasi Pada tahap ini, jika distributor tidak melakukan pengawasan secara ketat, maka akan menyebabkan obat dan/bahan obat dapat dimanfaatkan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab untuk melakukan diversi penyaluran obat ke sarana yang tidak berhak. d. Retur dan Penanganan keluhan Kebocoran obat juga dapat terjadi pada saat proses retur barang. Pada saat proses pengembalian, barang yang seharusnya dikembalikan ke PBF dapat disalurkan kembali ke sarana atau pihak yang tidak berwenang. Proses

74 15 tersebut merupakan proses ilegal yang dapat mengakibatkan obat ilegal terdistribusi secara luas. Maka dari itu, keluhan obat harus ditangani dan ditindaklanjuti sesuai prosedur tertulis yang telah dibuat sesuai dengan CDOB sehingga mencegah obat palsu masuk ke PBF atau beredar di pasaran. Dan dalam proses retur barang harus dilengkapi dengan bukti dokumen sebagai identitas barang yang disalurkan serta dengan persetujuan Apoteker penanggung jawab. e. Dokumentasi Tidak diterapkannya pendokumentasian yang benar atau sesuai peraturan untuk barang yang masuk, pada saat penyimpanan maupun barang yang keluar atau yang akan didistribusikan dapat mengakibatkan tidak tertelusurnya suplier maupun identitas pelanggan yang menerima obat yang disalurkan. Dokumentasi merupakan bagian penting dalam proses distribusi obat untuk menjaga identitas keaslian, mutu dan keamanan obat yang diedarkan. Selain terjadi di pihak produsen dan PBF, kebocoran obat juga dapat terjadi di pihak fasilitas pelayanan kefarmasian. Salah satu fasilitas pelayanan kefarmasian yang dimaksud disini adalah apotek. Salah satu cara untuk mencegah masuknya obat ilegal ke dalam apotek berdasarkan CDOB, yaitu obat berasal dari suplier legal dan disertai dokumen yang sah sesuai ketentuan penyaluran dari PBF ke pelanggan. Bila tidak, hal tersebut tentu merupakan tindakan ilegal dan merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan penyebaran obat ilegal. Dalam kasus ini, kesesuaian jumlah dan identitas barang dapat dilakukan dengan melihat kartu stok. Pengisian kartu stok merupakan aspek penting yang harus diawasi oleh apoteker penanggung jawab apotek sehingga kartu stok terus di update sesuai dengan jumlah barang masuk dan barang keluar dengan benar. Untuk mengatasi peredaran obat palsu tersebut, perlu diadakan pelatihan kepada para apoteker mengenai alur distribusi yang benar dan tepat agar para Apoteker dapat memahami dengan baik maksud dan tujuan dari setiap pengaturan yang ditetapkan dalam Pedoman CDOB. Melalui pemahaman aspek CDOB yang benar, diharapkan Apoteker mampu berperan aktif dalam melaksanakan kegiatannya di lingkungan distribusi obat serta menjalin komunikasi yang baik

75 16 dan selaras antara berbagai pihak yang terlibat dalam dunia usaha farmasi khususnya dalam bidang distribusi obat. Selain itu, perlu perhatian dari konsumen atau masyarakat dalam memantau dan mengoreksi mutu obat, sarana-sarana pendistribusian obat, dan penyalahgunaan obat. Konsumen dapat memberitahu kepada pihak terkait mengenai keluhan dan penyalahgunaan mengenai obat secara tidak langsung, seperti apoteker di apotek dan fasilitas distribusi yang nantinya akan meneruskan keluhan dan laporan tersebut ke Badan POM atau secara langsung melaporkan ke Badan POM via telepon.

76 BAB 5 PENUTUP 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pembahasan dapat disimpulkan bahwa : a. Penyebab-penyebab beredarnya obat palsu di Indonesia di tinjau dari aspek distribusi, meliputi : 1. Kebocoran obat di produsen, dimana kebocoran obat dapat terjadi pada saat obat akan diantar ke Perusahaan Besar Farmasi (PBF), sehingga perlu dilakukan audit penerima obat (PBF), audit penghantar barang, dan pengecekan barang sebelum dan sesudah diantar. 2. Kebocoran obat di PBF, dimana kebocoran obat dapat terjadi pada proses pengadaan barang, penyimpanan barang, dan penjualan barang, sehingga diperlukan SOP yang jelas pada masing-masing proses. Selain itu, perlu dilakukan kerjasama antara apoteker penanggung jawab dengan bagian penjualan dan finansial untuk memastikan obat di jual kepada fasilitas pelayanan kefarmasian secara benar dan tepat. 3. Kebocoran obat di fasilitas pelayanan kefarmasian, dimana kebocoran obat dapat terjadi pada proses pemesanan dan penerimaan barang. b. Rantai distribusi obat yang benar menurut CDOB, yaitu obat mulai didistribusikan dari produsen (industri farmasi), lalu ke PBF diteruskan ke fasilitas pelayanan kefarmasian (apotek, rumah sakit, klinik, puskesmas, dan toko obat), dan terakhir obat akan sampai kepada pelanggan sebagai pemakai obat. c. Peran apoteker pada rantai distribusi menurut CDOB, adalah sebagai penanggungjawab fasilitas distribusi dimana dia memiliki tugas, meliputi : 1. Menyusun, memastikan, dan mempertahankan penerapan sistem manajemen mutu, seperti membuat SOP pengadaan barang, penyimpanan barang, dan penjualan barang; melakukan kualifikasi dan menyetujui pemasok serta pelanggan; dan inspeksi diri secara berkala. 17

77 18 2. Berkoordinasi dengan petugas bagian lain di instansi tempat apoteker berkerja, seperti bagian penjualan dan finansial untuk memastikan obat sampai ke fasilitas pelayananan kefarmasian dan pelanggan dengan benar dan tepat. 3. Memantau pendistribusian dan penyalahgunaan obat, serta melaporkan kepada pihak terkait bila terjadi pelanggaran pada distribusi obat. 5.2 Saran a. Sebaiknya setiap apoteker diberikan wawasan mengenai Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) pada jenjang perkuliahan. b. Sistem pengaduan dan keluhan konsumen terhadap obat disosialisasikan lebih luas agar mempercepat pendeteksian dan penanggulangan penyebaran obat palsu di Indonesia.

78 19 DAFTAR ACUAN Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. (2012). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK Tahun 2012 Tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. Food and Drug Administration. (2004). Combating Counterfeit Drugs A Report Of The Food And Drug Administration, U.S. Department of Health and Human Services. USA. Kementerian Kesehatan. (2000). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 949/MENKES//PER/vI/2000 tentang Registrasi Obat Jadi. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan. (2008). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1010/MENKES//PER/XI/2008 tentang Registrasi Obat. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan. (2011). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No Tahun 2011 tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Jakarta. Pemerintah Republik Indonesia. (2009). Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian. Jakarta.

79 LAMPIRAN

80 20 Lampiran 1. Struktur organisasi Badan POM RI

81 21 Lampiran 2. Struktur organisasi Direktorat Pengawasan Distribusi PT dan PKRT

82 22 Lampiran 3. Alur distribusi obat (a); Alur penerimaan, penyimpanan, dan pengeluaran barang (b) (a) (b)

TUGAS POKOK DAN FUNGSI

TUGAS POKOK DAN FUNGSI Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 tahun 2001, Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, Badan Pengawas Obat dan Makanan

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG

KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG II. KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG 2.1 Sejarah dan Perkembangan BPOM RI Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bertugas untuk mengawasi obat dan makanan sehingga dapat melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : bahwa sebagai

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,

Lebih terperinci

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 DENGAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengawasan Obat dan

Lebih terperinci

2017, No beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedelapan atas Keputusan Presiden Nomor

2017, No beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedelapan atas Keputusan Presiden Nomor No.180, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KELEMBAGAAN. Badan Pengawas Obat dan Makanan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI PUSAT PENYIDIKAN OBAT DAN MAKANAN JALAN PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENILAIAN OBAT TRADISIONAL, SUPLEMEN MAKANAN DAN KOSMETIK BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENGAWASAN PRODUK DAN BAHAN BERBAHAYA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 4 29 JULI 2011 LAPORAN PRAKTEK

Lebih terperinci

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 KEMENTERIAN/ LEMBAGA : BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) 1 Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Teknis Lainnya BPOM 1.1

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA DEPUTI II DIREKTORAT STANDARDISASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN PERIODE

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT STANDARDISASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK, DAN PRODUK KOMPLEMEN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23

Lebih terperinci

LAKIP TAHUN BADAN POM i

LAKIP TAHUN BADAN POM i alam rangka menciptakan good governance dan clean government di lingkungan Badan POM, LAKIP Badan POM tahun 2011 ini disusun. Sebagai bentuk penjabaran prinsip transparansi dan akuntabilitas, penyampaian

Lebih terperinci

Obat dan Makanan Terjamin Aman, Bermutu dan Bermanfaat

Obat dan Makanan Terjamin Aman, Bermutu dan Bermanfaat Sejalan dengan prioritas pembangunan jangka menengah, tantangan, beban dan tanggung jawab pengawasan obat dan makanan dirasakan semakin berat. Untuk itu, Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) yang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENGAWASAN NARKOTIKA PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 4 JULI 29 JULI 2011

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENGAWASAN PRODUK DAN BAHAN BERBAHAYA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA PERIODE 4 JULI 2011 29 JULI 2011 DEPUTI II BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK TERAPETIK (PT) DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA (PKRT) BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN JL. PERCETAKAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PUSAT PENYIDIKAN OBAT DAN MAKANAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN JALAN PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA PUSAT PERIODE 2-24 SEPTEMBER 2013 LAPORAN

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP

Lebih terperinci

PETA BISNIS PROSES. Registrasi Obat dan Produk Biologi, Pendaftaran Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan POM-02. Evaluasi Produk dan Administrasi

PETA BISNIS PROSES. Registrasi Obat dan Produk Biologi, Pendaftaran Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan POM-02. Evaluasi Produk dan Administrasi PETA BISNIS PROSES Pemerintah Registrasi Obat dan Produk Biologi, Pendaftaran Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan Pembentukan Undang-undang Perundangundangan dan POM-02 Evaluasi Produk dan Administrasi

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN Lampiran Keputusan Direktur Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Nomor HK.06.02.351.03.15.196 Tahun 2015 Tentang Rencana Strategis Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN PEMASUKAN OBAT IMPOR

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN PEMASUKAN OBAT IMPOR PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.3.12.11.10692 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN PEMASUKAN OBAT IMPOR DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Kota Bandar Lampung

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Kota Bandar Lampung IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Kota Bandar Lampung 1. Sejarah Singkat BBPOM Kota Bandar Lampung Pada awalnya Badan Pengawas Obat dan Makanan merupakan

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN POM TAHUN Target Program

RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN POM TAHUN Target Program Lampiran 1 RKT RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN POM TAHUN 2007 Sasaran 1. Terawasinya secara efektif 1. Proporsi penyelesaian berkas 90% 1.1.1 Penilaian mutu, keamanan, dan khasiat permohonan pendaftaran

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN BADAN POM TAHUN Uraian. permohonan. Pengawasan. pendaftaran Produk. pangan sebelum Berbahaya. dan Bahan.

PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN BADAN POM TAHUN Uraian. permohonan. Pengawasan. pendaftaran Produk. pangan sebelum Berbahaya. dan Bahan. Lampiran 2 PKK PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN BADAN POM TAHUN 2007 Sasaran 1. Terawasinya secara efektif 1. Proporsi penyelesaian berkas 90% 1.1.1 Penilaian permohonan pendaftaran produk permohonan Dana (Rp)

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENGAWASAN PRODUKSI PRODUK TERAPETIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI JL. PERCETAKAN NEGARA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PUSAT INFORMASI OBAT DAN MAKANAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 2 24 SEPTEMBER 2013 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

Riati Anggriani, SH, MARS., M.Hum Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan 6 Februari 2017

Riati Anggriani, SH, MARS., M.Hum Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan 6 Februari 2017 Riati Anggriani, SH, MARS., M.Hum Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan 6 Februari 2017 Agenda Sistem Pengawasan Badan POM Peraturan Tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau 1 BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN A. TINJAUAN PANGAN OLAHAN 1. Pengertian Pangan Olahan Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 pangan adalah segala sesuatu yang berasal

Lebih terperinci

Disampaikan oleh. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Yogyakarta Jl Tompeyan I Tegalrejo Yogyakarta Telp (0274) , Fax (0274) ,

Disampaikan oleh. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Yogyakarta Jl Tompeyan I Tegalrejo Yogyakarta Telp (0274) , Fax (0274) , Disampaikan oleh Pada tanggal : Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Yogyakarta Jl Tompeyan I Tegalrejo Yogyakarta Telp (0274) 561038, Fax (0274) 552250, 519052 VISI OBAT DAN MAKANAN AMAN MENINGKATKAN

Lebih terperinci

PENERAPAN QMS ISO 9001:2015 BPOM

PENERAPAN QMS ISO 9001:2015 BPOM PENERAPAN QMS ISO 9001:2015 BPOM DASAR HUKUM KETATALAKSANAAN K/L 2 DASAR HUKUM KETATALAKSANAAN K/L (2) 3 DASAR HUKUM KETATALAKSANAAN K/L (3) 4 DASAR HUKUM KETATALAKSANAAN K/L (4) DASAR HUKUM KETATALAKSANAAN

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN PEMASUKAN BAHAN OBAT

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN PEMASUKAN BAHAN OBAT PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.3.12.11.10693 TAHUN 2011 TENTANG PENGAWASAN PEMASUKAN BAHAN OBAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENILAIAN OBAT DAN PRODUK BIOLOGI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN JALAN PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA PUSAT PERIODE 4-26 FEBRUARI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK TERAPETIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA JL. PERCETAKAN

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS, dan FUNGSI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS, dan FUNGSI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS, dan FUNGSI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Bimbingan Teknis Ujian Dinas Tingkat I dan Ujian Penyesuaian Kenaikan Pangkat Tahun 2017 Jakarta, 18 Juli 2017 DASAR HUKUM, TUGAS,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PUSAT PENYIDIKAN OBAT DAN MAKANAN PERIODE 4-26 FEBRUARI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PUSAT PENYIDIKAN OBAT DAN MAKANAN PERIODE 4-26 FEBRUARI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PUSAT PENYIDIKAN OBAT DAN MAKANAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI PERIODE 4-26 FEBRUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NETI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENILAIAN KEAMANAN PANGAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI JL. PERCETAKAN NEGARA NO.23 JAKARTA PUSAT PERIODE 2 26 SEPTEMBER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BIRO HUKUM DAN HUBUNGAN MASYARAKAT BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BIRO HUKUM DAN HUBUNGAN MASYARAKAT BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BIRO HUKUM DAN HUBUNGAN MASYARAKAT BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN JL. Percetakan Negara No. 23 Jakarta 10560 Tanggal 04 Februari 26 Februari

Lebih terperinci

Daftar Rekapitulasi Bisnis Proses Badan Pengawas Obat dan Makanan

Daftar Rekapitulasi Bisnis Proses Badan Pengawas Obat dan Makanan Daftar Rekapitulasi Bisnis Proses Badan Pengawas Obat dan Makanan CODE PROCESS NAME SUB PROCESS SUB PROCESS CODE CFM CFM CODE POM-01 Pengelolaan Perundang-undangan dan Standar Pembentukan undang-undang

Lebih terperinci

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN SUPLEMEN KESEHATAN

RANCANGAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR... TAHUN 2016 TENTANG PENGAWASAN SUPLEMEN KESEHATAN FILE EDIT 16 November 2016 Masukan dapat disampaikan kepada Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen melalui email mmi_stand_ot@yahoo.com, telp/fax 021-4241038 paling lambat

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENGAWASAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF (NAPZA) BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PUSAT INFORMASI OBAT DAN MAKANAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA JL. PERCETAKAN NEGARA NO.23 JAKARTA PUSAT PERIODE 4 29

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 25 TAHUN 2017 TENTANG TATA CARA SERTIFIKASI CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK DENGAN

Lebih terperinci

DAFTAR INFORMASI PUBLIK BADAN POM

DAFTAR INFORMASI PUBLIK BADAN POM DAFTAR INFORMASI PUBLIK BADAN POM No Ringkasan isi menguasai atau penerbitan Bentuk Informasi berkaitan dengan Profil Badan POM 1 2 Latar Belakang Visi dan Misi Biro Perencanaan dan Keuangan 3 Tugas 4

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN PURBALINGGA

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa

Lebih terperinci

REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB

REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB REGULASI PENGELOLAAN DISTRIBUSI OBAT DAN URGENCY SERTIFIKASI CDOB Disampaikan oleh: Direktur Pengawasan Distribusi Produk Terapetik & PKRT Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) IKATAN APOTEKER INDONESIA Tangerang

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.739, 2013 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN. Pengawasan. Bahan Obat. Obat Tradisional. Suplemen Kesehatan. Pangan. Pemasukan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT, BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK

Lebih terperinci

Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera, serta memperkuat perekonomian negara dan daya saing bisnis

Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera, serta memperkuat perekonomian negara dan daya saing bisnis Nawa Cita Inpres Nomor 6 Tahun 2016 Nomor 5: Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia Nomor 6: Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional Nomor 7: Mewujudkan kemandirian

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DITJEN BINFAR DAN ALKES KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA JL. H.R. RASUNA SAID

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 026 TAHUN 2013

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 026 TAHUN 2013 PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 026 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN OPERASIONAL SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN OBAT DAN MAKANAN ILEGAL DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

BAB II. KEADAAN UMUM INSTANSI

BAB II. KEADAAN UMUM INSTANSI BAB II. KEADAAN UMUM INSTANSI A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN INSTANSI Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 166 tahun 2000, Badan POM ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintahan Non Departemen (LPND) yang bertanggung

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM)Pekanbaru. Pembentukan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Pekanbaru diawali oleh terbentuknya

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT INSPEKSI DAN SERTIFIKASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK, DAN PRODUK KOMPLEMEN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANANN JL. PERCETAKAN NEGARA

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG BADAN STANDARDISASI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG BADAN STANDARDISASI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG BADAN STANDARDISASI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN POM. Organisasi Unit Pelaksana Teknis. Organisasi. Tata Kerja.

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN POM. Organisasi Unit Pelaksana Teknis. Organisasi. Tata Kerja. No.1714, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BADAN POM. Organisasi Unit Pelaksana Teknis. Organisasi. Tata Kerja. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN 2014

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 15 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

Sesuai dengan struktur organisasi, tugas tiap bidang sebagai berikut :

Sesuai dengan struktur organisasi, tugas tiap bidang sebagai berikut : Sebagai Unit Pelaksana Teknis Badan POM di daerah, Balai Besar POM Bandar Lampung melaksanakan tugas dan fungsinya berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM Nomor HK.00.05.21.4232 Tahun 2004 tentang Perubahan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2008 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2008 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.05.21.1732 TAHUN 2008 TENTANG GRAND STRATEGY BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPALA BADAN

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

BAB III OBJEK PENELITIAN. Republik Indonesia disingkat RI atau Indonesia adalah negara di Asia

BAB III OBJEK PENELITIAN. Republik Indonesia disingkat RI atau Indonesia adalah negara di Asia BAB III OBJEK PENELITIAN 3.1 Ganmbaran Umum Republik Indonesia Republik Indonesia disingkat RI atau Indonesia adalah negara di Asia Tenggara, yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara benua

Lebih terperinci

LAYANAN INFORMASI PUBLIK

LAYANAN INFORMASI PUBLIK Laporan Tahunan LAYANAN INFORMASI PUBLIK 1 Gambaran Umum Kebijakan Pelayanan Informasi Publik di Badan POM 2 Gambaran Umum Pelaksanaan Pelayanan Informasi Publik 3 Rincian Pelayanan Informasi Publik di

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.23.08.11.07456 TAHUN 2011 TENTANG TATA CARA PELAYANAN INFORMASI PUBLIK DI LINGKUNGAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB III PENGAWASAN TERHADAP PELAKU USAHA ROKOK ATAU PRODUSEN ROKOK YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PELABELAN ROKOK MENURUT PP NO.

BAB III PENGAWASAN TERHADAP PELAKU USAHA ROKOK ATAU PRODUSEN ROKOK YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PELABELAN ROKOK MENURUT PP NO. BAB III PENGAWASAN TERHADAP PELAKU USAHA ROKOK ATAU PRODUSEN ROKOK YANG TIDAK MEMENUHI KETENTUAN PELABELAN ROKOK MENURUT PP NO. 109 TAHUN 2012 3.1 Kewenangan Pengawasan Terhadap Label Produk Rokok Kewenangan

Lebih terperinci

-2- MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN.

-2- MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN. GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 103 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR HK.03.1.5.12.11.09955 TAHUN 2011 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 1799/MENKES/PER/XII/2010 TENTANG INDUSTRI FARMASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KESEHATAN, Menimbang : a. bahwa pengaturan tentang Industri Farmasi yang komprehensif

Lebih terperinci

MODUL BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM)

MODUL BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT 2017 MODUL PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) NAMA : NIM :

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN

PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKAN NOMOR: HK. 00. 05. 24.01634 TENTANG PEMBENTUKAN TIM PENYUSUN STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENDAYAGUNAAN SDM BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Menimbang : 1. bahwa

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PUSAT RISET OBAT DAN MAKANAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI JL. PERCETAKAN NEGARA NO.23 JAKARTA PUSAT PERIODE 4 JULI 28 JULI 2011 LAPORAN

Lebih terperinci

2016, No Undang Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Neg

2016, No Undang Undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 139, Tambahan Lembaran Neg No. 738, 2016 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Periklanan Pangan Olahan. Pengawasan. Pedoman. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2016 TENTANG PEDOMAN

Lebih terperinci

Dit Was Distribusi PT dan PKRT

Dit Was Distribusi PT dan PKRT ASEAN Industri Farmasi Tenaga Kesehatan/ Rumah sakit/ Asosiasi Profesi Biro Hukmas BB/BPOM DITLAI Obat &PB/Dit Standar Dit Was Distribusi PT dan PKRT Tim Pengkaji ESO POM-04.01.CFM.01 Tindak Lanjut Hasil

Lebih terperinci

BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG

BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG -1- BUPATI WAY KANAN PROVINSI LAMPUNG PERATURAN BUPATI WAY KANAN NOMOR 52 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA KABUPATEN WAY KANAN

Lebih terperinci

2016, No Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42,

2016, No Mengingat : 1. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42, BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.498, 2016 BPOM. Obat Tradisional Tidak Memenuhi Persyaratan. Penarikan dan Pemusnahan. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

Lebih terperinci

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG,

PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG, PERATURAN BUPATI SUBANG NOMOR : TAHUN 2008 TENTANG TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN SUBANG BUPATI SUBANG, Menimbang : a. bahwa Dinas Kesehatan Kabupaten Subang telah dibentuk dengan Peraturan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 47 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2009 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. Berdirinya Badan Pengawas Obat dan Makanan di Indonesia yang

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. Berdirinya Badan Pengawas Obat dan Makanan di Indonesia yang BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Berdirinya BPOM Berdirinya Badan Pengawas Obat dan Makanan di Indonesia yang pada masa penjajahan Belanda dikenal dengan apoteker yang berperan dalam pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA. BPOM. Pemasukan Bahan. Pengawasan. Ke Dalam Wilayah Indonesia. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

BERITA NEGARA. BPOM. Pemasukan Bahan. Pengawasan. Ke Dalam Wilayah Indonesia. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN No.1374, 2015 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BPOM. Pemasukan Bahan. Pengawasan. Ke Dalam Wilayah Indonesia. Pencabutan. PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.817, 2012 PPATK. Organisasi. Tata Kerja. PPATK. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR PER-07/1.01/PPATK/08/12 TENTANG ORGANISASI DAN

Lebih terperinci

PRESIDEN REPUBLIK INOONESIA TENTANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PRESIDEN REPUBLIK INOONESIA TENTANG PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, SALINAN PRESIDEN REPUBLIK INOONESIA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa pengawasan Obat dan Makanan

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 NOMOR SP DIPA-63.1-/216 DS462-7237-737-7577 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

Menimbang : Mengingat :

Menimbang : Mengingat : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.5.1.2569 TENTANG KRITERIA DAN TATA LAKSANA PENILAIAN PRODUK PANGAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : Mengingat

Lebih terperinci

BAB III PENGAWASAN PEREDARAN OBAT KUAT IMPOR OLEH BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

BAB III PENGAWASAN PEREDARAN OBAT KUAT IMPOR OLEH BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN BAB III PENGAWASAN PEREDARAN OBAT KUAT IMPOR OLEH BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN A. Keberadaan BPOM di Indonesia 1. Terbentuknya Badan Pengawas Obat dan Makananan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BLORA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5 TAHUN 2016 TENTANG PENARIKAN DAN PEMUSNAHAN OBAT TRADISIONAL YANG TIDAK MEMENUHI

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2010 TENTANG BADAN INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 34 TAHUN 2010 TENTANG BADAN INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN NOMOR 34 TAHUN 2010 TENTANG BADAN INTELIJEN NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN, Menimbang : a. bahwa dalam rangka menghadapi tuntutan dan tantangan perkembangan lingkungan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan

Lebih terperinci