UNIVERSITAS INDONESIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "UNIVERSITAS INDONESIA"

Transkripsi

1 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT INSPEKSI DAN SERTIFIKASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK, DAN PRODUK KOMPLEMEN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANANN JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA PUSAT PERIODE 4-26 FEBRUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YISKA NATHASA SITUMORANG, S.Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013

2 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT INSPEKSI DAN SERTIFIKASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK, DAN PRODUK KOMPLEMEN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANANN JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA PUSAT PERIODE 4-26 FEBRUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YISKA NATHASA SITUMORANG, S.Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013 ii

3 HALAMAN PENGESAHA Laporan Praktek Kerja Profesi Apoteker ini diajukan oleh: Nama/NPM : Yiska Nathasa Situmorang, S.Farm. / Program Studi : Profesi Apoteker Fakultas Farmasi Judul Laporan :ilaporan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen Badan Pengawas Obat dan Makanan Jl. Percetakan Negara No. 23 Jakarta Pusat Periode 4-26 Februari 2013 Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Apoteker pada Program Studi Apoteker, Fakultas Farmasi,. DEWAN PENGUJI Pembimbing I : Dra. Kristiana Haryati, Apt. (...) Pembimbing II : Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt. (...) Penguji i: (...) Penguji i: (...) Penguji i: (...) Ditetapkan di : Depok Tanggal : iii

4 KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-nya sehingga Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (Badan POM RI), khususnya di Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen pada tanggal 4-26 Februari 2013 dapat diselesaikan dengan baik. Praktek Kerja Profesi Apoteker di bidang pemerintahan dilaksanakan sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi untuk memperoleh gelar Apoteker. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada : 1. Dra. Lucky S. Slamet, M.Sc., selaku Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2. Drs. Sukiman Said Umar, Apt., selaku Direktur Inspeksi dan Sertifikasi Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 3. Dra. Kristiana Haryati, Apt., selaku Ka. Sub. Dit. Sertifikasi Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen, juga selaku pembimbing dari Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 4. Seluruh staf dan karyawan Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, khususnya Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, yang telah memberikan bantuan dan perhatian selama pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker. 5. Prof. Dr. Yahdiana Harahap, M.S., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi sekaligus pembimbing PKPA di Badan POM RI. 6. Dr. Harmita, Apt. selaku Ketua Program Profesi Apoteker Fakultas Farmasi sekaligus pembimbing akademik. 7. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Farmasi atas didikan dan bantuannya selama perkuliahan di pendidikan profesi apoteker. iv

5 8. Orang tua, kakak, dan adik yang telah memberikan semangat untuk menyelesaikan perkuliahan di pendidikan profesi apoteker. 9. Seluruh teman-teman Apoteker UI Angkatan 76 yang telah berjuang bersamasama melaksanakan PKPA untuk mendapatkan gelar apoteker. 10. Seluruh pihak yang telah membantu penulisan laporan PKPA yang tidak dapat disebutkan satu-persatu. Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa laporan ini bukan merupakan hasil yang sempurna, oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun demi penyempurnaan laporan ini sangat diharapkan. Semoga ilmu dan pengalaman yang telah diperoleh selama Praktek Kerja Profesi Apoteker di Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, khususnya pada Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen ini dapat berguna sebagai bekal untuk terjun ke masyarakat dalam rangka pengabdian profesi. Jakarta, 25 Juni 2013 Penyusun v

6 vi

7 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGESAHAN... iii KATA PENGANTAR... iv LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR LAMPIRAN... ix BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Manfaat... 3 BAB 2 TINJAUAN UMUM BADAN POM RI ivisi dan Misi Badan POM RI Kedudukan, Tugas, Fungsi, dan Kewenangan Badan ipom RI Prinsip dan Kerangka Konsep SisPOM Target Kinerja Badan POM RI Budaya Organisasi Badan POM RI Kebijakan dan Strategi Badan POM RI Struktur Organisasi Badan POM RI Reformasi Birokrasi Badan POM RI Quality Management System (QMS) Badan POM RI BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT INSPEKSI DAN SERTIFIKASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK, DAN PRODUK KOMPLEMEN Struktur Organisasi Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen Tugas dan Fungsi Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen Sub Direktorat Sertifikasi Sub Direktorat Inspeksi Produk I Sub Direktorat Inspeksi Produk II BAB 4 PEMBAHASAN Sub Direktorat Sertifikasi Sub Direktorat Inspeksi Produk I dan II vii

8 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii

9 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Struktur Organisasi Badan POM RI Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen Badan POM RI Lampiran 3. Alur Permohonan Surat Keterangan Impor (SKI) Lampiran 4. Alur Permohonan Surat Keterangan Ekspor (SKE) Lampiran 5. Alur Pemeriksaan Industri Lampiran 6. Alur Pemeriksaan Sarana Importir dan Sarana Usaha Perorangan/Badan Usaha yang Melakukan Kontrak Produksi Lampiran 7. Alur Pemeriksaan Sarana Distribusi Lampiran 8. Alur Pengawasan Promosi dan Iklan ix

10 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi yang pesat telah membawa perubahanperubahan yang signifikan pada industri farmasi dan makanan di Indonesia. Dengan adanya peningkatan teknologi produksi, obat dan makanan dapat diproduksi dalam skala yang sangat besar. Ditambah lagi dengan adanya kemajuan teknologi transportasi yang memungkinkan produk-produk tersebut dapat terdistribusi dan menjangkau seluruh lapisan masyarakat dalam waktu singkat. Selain itu, pada era globalisasi sekarang ini, entry barrier perdagangan internasional antar negara dapat dikatakan tidak ada. Hal ini menyebabkan produk-produk kesehatan seperti produk obat, obat tradisional, kosmetika, produk komplemen, makanan dan perbekalan kesehatan rumah tangga lainnya dalam waktu yang singkat dapat menyebar ke berbagai daerah dan negara. Meresponi perkembangan teknologi tersebut, diperlukan suatu institusi dan infrastruktur pengawasan yang kuat, memiliki kredibilitas profesional yang tinggi serta kewenangan terhadap penegakan hukum. Berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia No.103 tahun 2001, dibentuklah Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia sebagai institusi pemerintah yang secara resmi mengawasi obat dan makanan di Indonesia. Badan POM ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang bertanggung jawab kepada Presiden dan dikoordinasi oleh Menteri Kesehatan. Berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No /SK/KBPOM, terkait pengawasan terhadap obat tradisional, kosmetika, dan produk komplemen, Badan Pengawas Obat dan Makanan membentuk Deputi II Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen. Selanjutnya, Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetika, dan Produk Komplemen yang berada di bawah Deputi II memiliki tugas untuk melakukan penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, 1

11 2 bimbingan teknis dan evaluasi di bidang inspeksi sarana produksi dan distribusi serta sertifikasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen, dan proses produksi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. Sebagai institusi yang melakukan pengawasan di bidang obat dan makanan, Badan POM RI memerlukan sumber daya manusia yang tepat dan sesuai dengan fungsinya. Terkait fungsi pengawasan terhadap produk-produk kesehatan terrmasuk obat, maka dibutuhkan sumber daya manusia yang memahami tentang ilmu kefarmasian, yaitu apoteker. Sebagai salah satu bentuk tanggung jawab sosial kepada masyarakat, apoteker dapat berperan dalam hal penyusunan kebijakan atau regulasi serta pelaksanaan pengawasan terhadap produk-produk kesehatan yang beredar di masyarakat. Hal tersebut dilakukan untuk melindungi masyarakat dari produk-produk kesehatan yang tidak memenuhi syarat. Oleh karena itu, untuk mengenalkan mahasiswa calon apoteker kepada tugas, fungsi, serta ruang lingkup kegiatan dari institusi pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan, maka diselenggarakan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia pada periode 4-26 Februari Tujuan Berikut ini adalah tujuan pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker yang diselenggaraka di Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia pada adalah : 1. Tujuan Umum Peserta Praktek Kerja Profesi Apoteker dapat memahami dan menjelaskan peran dan fungsi Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2. Tujuan Khusus Peserta Praktek Kerja Profesi Apoteker dapat memahami dan menjelaskan kegiatan dari Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetika, dan Produk Komplemen Badan POM RI.

12 3 1.3 Manfaat Melalui pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, diharapkan calon apoteker dapat lebih siap terjun ke dunia kerja, khususnya dalam bidang pemerintahan yang terkait dengan pengawasan obat dan makanan.

13 BAB 2 TINJAUAN UMUM BADAN POM RI 2.1 Visi dan Misi Badan POM RI Berdasarkan hasil Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK tahun 2010, Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia (Badan POM RI) mempunyai visi menjadi institusi terpercaya yang diakui secara internasional di bidang pengawasan obat dan makanan untuk melindungi masyarakat. Adapun misi dari Badan POM RI adalah : 1. Melakukan pengawasan pre-market dan post-market berstandar internasional. 2. Menerapkan sistem manajemen mutu secara konsisten. 3. Mengoptimalkan kemitraan dengan pemangku kepentingan di berbagai lini. 4. Memberdayakan masyarakat agar mampu melindungi diri dari obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan. 5. Membangun organisasi pembelajar (learning organization) 2.2 Kedudukan, Tugas, Fungsi, dan Kewenangan Badan POM RI Menurut Keputusan Kepala Badan POM RI No /SK/BPOM tahun 2001, Badan POM RI merupakan lembaga pemerintah non departemen yang dibentuk untuk melaksanakan tugas kepemerintahan tertentu dari Presiden. Badan POM RI dikepalai oleh pejabat setingkat menteri.tugas Badan POM RI adalah melaksanakan tugas pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugasnya Badan POM RI melakukan fungsinya yang meliputi berbagai kegiatan sebagai berikut : 1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan obat dan makanan. 2. Pelaksanaaan kebijakan tertentu di bidang pengawasan obat dan makanan. 3. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPOM. 4

14 5 4. Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan. 5. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah tangga. Dalam menyelenggarakan fungsinya, Badan POM RI memiliki kewenangan sebagai berikut : 1. Penyusunan rencana nasional secara makro di bidang pengawasan obat dan makanan. 2. Perumusan kebijakan di bidang pengawasan obat dan makanan untuk mendukung pengobatan secara makro. 3. Penetapan sistem informasi di bidang pengawasan obat dan makanan. 4. Penetapan persyaratan penggunaan bahan makanan tambahan (zat aditif) tertentu untuk makanan dan penetapan pedoman pengemasan peredaran obat dan makanan. 5. Pemberian izin dan pengawasan peredaran obat serta pengawasan industri farmasi. 6. Penetapan pedoman penggunaan, konservasi dan pengembangan tanaman obat. 2.3 Prinsip dan Kerangka Konsep SisPOM Di dalam Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK tahun 2011 disebutkan bahwa untuk menjalankan fungsi pengawasan, Badan POM RI memiliki prinsip Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) sebagai berikut : 1. Tindakan pengamanan cepat, tepat, akurat dan profesional. 2. Tindakan dilakukan berdasarkan atas tingkat risiko dan berbasis bukti-bukti ilmiah. 3. Lingkup pengawasan bersifat menyeluruh, mencakup seluruh siklus proses. 4. Berskala nasional/lintas propinsi, dengan jaringan kerja internasional. 5. Otoritas yang menunjang penegakan supremasi hukum.

15 6 6. Memiliki jaringan laboratorium nasional yang kohesif dan kuat yang berkolaborasi dengan jaringan global. 7. Memiliki jaringan sistem informasi keamanan dan mutu produk Pengawasan obat dan makanan memiliki aspek permasalahan berdimensi luas dan kompleks. Oleh karena itu, diperlukan sistem pengawasan yang komprehensif, semenjak awal proses suatu produk hingga produk tersebut beredar ditengah masyarakat. Untuk menekan sekecil mungkin risiko yang bisa terjadi, dilakukan SisPOM tiga lapis yakni: 1. Sub-sistem pengawasan Produsen Sistem pengawasan internal oleh produsen melalui pelaksanaan cara-cara produksi yang baik atau good manufacturing practices agar setiap bentuk penyimpangan dari standar mutu dapat dideteksi sejak awal. Secara hukum produsen bertanggung jawab atas mutu dan keamanan produk yang dihasilkannya. Apabila terjadi penyimpangan dan pelanggaran terhadap standar yang telah ditetapkan maka produsen dikenakan sanksi, baik administratif maupun pro-justisia. 2. Sub-sistem pengawasan Konsumen Sistem pengawasan oleh masyarakat konsumen sendiri melalui peningkatan kesadaran dan peningkatan pengetahuan mengenai kualitas produk yang digunakannya dan cara-cara penggunaan produk yang rasional. Pengawasan oleh masyarakat sendiri sangat penting dilakukan karena pada akhirnya masyarakatlah yang mengambil keputusan untuk membeli dan menggunakan suatu produk. Konsumen dengan kesadaran dan tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap mutu dan kegunaan suatu produk, di satu sisi dapat membentengi dirinya sendiri terhadap penggunaan produk-produk yang tidak memenuhi syarat dan tidak dibutuhkan sedang pada sisi lain akan mendorong produsen untuk ekstra hati-hati dalam menjaga kualitasnya.

16 7 3. Sub-sistem pengawasan Pemerintah/Badan POM Sistem pengawasan oleh pemerintah melalui pengaturan dan standardisasi; penilaian keamanan, khasiat dan mutu produk sebelum diijinkan beredar di Indonesia; inspeksi, pengambilan sampel dan pengujian laboratorium produk yang beredar serta peringatan kepada publik yang didukung penegakan hukum. Untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat konsumen terhadap mutu, khasiat dan keamanan produk maka pemerintah juga melaksanakan kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi. 2.4 Target Kinerja Badan POM RI Berikut ini adalah target kinerja Badan POM RI menurut Keputusan Kepala Badan POM RI No. ihk tahun 2011 : 1. Terkendalinya penyaluran produk terapetik dan NAPZA 2. Terkendalinya mutu, keamanan dan khasiat/kemanfaatan produk obat dan makanan termasuk klim pada label dan iklan di peredaran; 3. Tercegahnya risiko penggunaan bahan kimia berbahaya sebagai akibat pengelolaan yang tidak memenuhi syarat; 4. Penurunan kasus pencemaran pangan; 5. Peningkatan kapasitas organisasi yang didukung dengan kompetensi dan keterampilan personil yang memadai; 6. Terwujudnya komunikasi yang efektif dan saling menghargai antar sesama dan pihak terkait 2.5 Budaya Organisasi Badan POM RI Untuk membangun organisasi yang efektif dan efisien, dalam Keputusan Kepala Badan POM RI No. ihk tahun 2011 disebutkan bahwa budaya organisasi Badan POM RI dikembangkan dengan nilai-nilai dasar sebagai berikut : 1. Profesionalisme. Menegakkan profesionalisme dengan integritas, objektivitas, ketekunan dan komitmen yang tinggi.

17 8 2. Kredibilitas. Memiliki kredibilitas yang diakui masyarakat luas, nasional dan internasional. 3. Kecepatan. Tanggap dan cepat dalam bertindak mengatasi masalah. 4. Kerjasama. Mengutamakan kerjasama tim. 2.6 Kebijakan dan Strategi Badan POM RI Kebijakan dan strategi Badan POM RI ditetapkan dalam Keputusan Kepala Badan POM lri No. HK tahun Sasaran Strategi Badan POM RI Sasaran strategis Badan POM RI selama lima tahun ( ) adalah sebagai berikut : 1. Pengawasan obat dan makanan terlaksana secara efektif untuk melindungi konsumen di dalam dan di luar negeri dengan sistim yang tergolong terbaik di ASEAN. 2. Terwujudnya laboratorium pengawasan obat dan makanan yang modern dengan jaringan kerja di seluruh indonesia dengan kompetensi dan kapabilitas terunggul di ASEAN. 3. Meningkatnya kompetensi, kapabilitas dan jumlah modal insani yang unggul dalam melaksanakan pengawasan obat dan makanan. 4. Diterapkannya sistem manajemen mutu di semua unit kerja Badan POM Arah Kebijakan dan Strategi Nasional Badan POM RI Fokus Satu Peningkatan kesehatan ibu, bayi, balita, dan keluarga berencana. Melalui upaya yang menjamin produk obat dan makanan yang memenuhi persyaratan keamanan dan mutu, yang digunakan dalam upaya peningkatan cakupan peserta KB aktif contohnya pemilihan makanan pemulihan bagi ibu hamil. Kekurangan Energi Kronik (KEK) serta pencapaian cakupan imunisasi yang tinggi, merata dan berkualitas pada bayi, anak sekolah dan Wanita Usia Subur (WUS).

18 Fokus Dua Perbaikan status gizi masyarakat, melalui pengujian laboratorium terhadap sampel-sampel produk yang digunakan untuk upaya asupan zat gizi makro, mikro, dan lainnya, untuk memenuhi angka kecukupan gizi, surveilans pangan dan gizi, pemberian makanan pendamping ASI, fortifikasi, pemberin makanan pemulihan balita gizi-kurang, serta penanggulangan gizi darurat Fokus Tiga Pengendalian penyakit menular serta penyakit tidak menular, diikuti penyehatan lingkungan, melalui upaya pengawasan yang diarahkan untuk menurunkan proposi obat dan makanan bermasalah dipasar, sebagai salah satu faktor risiko timbulnya penyakit Fokus Empat Peningkatan ketersediaan, keterjangkauan, pemerataan, mutu, dan penggunaan obat, serta pengawasan obat dan makanan, yang dilaksanakan melalui kegiatan-kegiatan pengawasan produksi Produk Terapetik (PT) dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT), pengawasan produk dan bahan berbahaya, pengawasan obat dan makanan di 31 Balai Besar/Balai POM, pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian keamanan, manfaat serta mutu obat dan makanan juga pembinaan laboratorium POM, standardisasi PT dan PKRT, penyelidikan dan penyidikan terhadap pelanggaran dibidang obat dan makanan inspeksi dan sertifikasi obat tradisional, kosmetik, dan produk komplemen, inspeksi dan sertifikasi makanan, pengawasan distribusi PT dan PKRT, pengawasan narkotika, psikotropika, prekursor, dan zat adiktif, penilaian produk terapetik dan produk biologi, penilaian obat tradisional, kosmetik, dan produk komplemen, penilaian makanan, riset keamanan, khasiat, mutu obat dan makanan serta pengembangan Obat Asli Indonesia (OAI).

19 Arah Kebijakan Strategi Badan POM RI Memperkuat Sistim Regulatori Pengawasan Obat dan Makanan Sistim pengawasan obat dan makanan diperkuat dengan mekanisme operasional infrastruktur yang handal dengan kapabilitas berkelas dunia (world class) dengan menggunakan teknologi informasi yang modern regulatori dan seluruh fungsi pengawasan, dilakukan revitalisasi yang diterapkan secara terintegrasi dan menyeluruh (comprehensive) Mewujudkan Laboratorium Badan POM yang Handal Kapabilitas laboratorium BPOM ditingkatkan terunggul di ASEAN dengan jaringan kerja (networking) nasional dan internasional. Cakupan dan parameter pengujian laboratorium, serta kompetensi personil laboratorium pengawasan obat dan makanan ditingkatkan dengan menetapkan Good Laboratory Practices (GLP) secara konsisten mengembangkan sistim rujukan laboratorium nasional Meningkatkan Kapasitas Manajemen Badan POM Institusi Badan POM dikembangkan secara knowledge and learning organization yang kredibel, inovatif dan unggul. Pengembangan institusi berfokus terutama pada penguatan kompetensi, profesionalitas, kapabilitas modal insani. Untuk itu dilakukan pendidikan dan pelatihan yang terstruktur dan berkelanjutan (continous training and education) yang dilaksanakan di dalam dan di luar negeri serta dengan membangun Pusat Pendidikan dan Pelatihan Badan POM (PPP Badan POM). Implementasi Sistim Pengawasan Obat dan Makanan serta layanan publik oleh Badan POM dimantapkan dengan meningkatkan kapasitas manajemen dengan mutu penyelenggaraan kepemerintahan yang efektif dan efisien. Untuk itu dilakukan penerapan standar Reformasi Birokrasi (RB) dan tata kelola pemerintahan yang baik secara menyeluruh dan konsisten Memantapkan Jejaring Lintas Sektor dan Memberdayakan Masyarakat Pengawasan Obat dan Makanan lebih diperkuat dengan memantapkan jejaring kerjasama lintas sektor terkait di dalam negeri dan kerjasama bilateral

20 11 maupun multilateral dengan berbagai institusi di luar negeri. Melalui Komunikasi, Informasi, dan Edukasi (KIE) dilakukan pemberdayaan kepada masyarakat luas agar mampu mencegah dan melindungi diri sendiri dari penggunaan obat dan makanan yang berisiko terhadap kesehatan Strategi Badan POM RI Strategi Pertama Peningkatan intensitas pengawsan pre market Obat dan Makanan, untuk menjamin, khasiat/manfaat dan mutu produk, diselenggarakan melalui fokus prioritas sebagai berikut : 1. Penapisan penilaian produk obat dan makanan sebelum beredar sebagai antisipasi globalisasi, termasuk ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA). 2. Peningkatan pelayanan publik terkait pendaftaran produk obat dan makanan melalui online registration. 3. Pengawasan pengembangan faksin baru produksi dalam negeri, untuk mempercepat pencapaian target Millenium Development Goal s (MDG s). 4. Peningkatan technical regulatori advice untuk pengembangan jamu, herbal terstandar, dan fitofarmaka. 5. Pengawasan Pengembangan Teknologi Pangan (PPRG), iradiasi, untuk perlindungan konsumen dan ketersedian pangan, peningkatan pemenuhan Good Manufacturing Practices (GMP) industri obat dan makanan domestik dalam rangka meningkatkan daya saing Strategi Kedua Penguatan sistim, sarana, dan prasarana laboratorium obat dan makanan diselenggarakan melalui fokus prioritas sebagai berikut : 1. Pemantapan penerapan Quality Management System (QMS) dan persyaratan Good Laboratory Practices (GLP) terkini. 2. Peningkatan sarana dan prasarana laboratorium di pusat dan di daerah, sesuai dengan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK). 3. Pemenuhan persyaratan laboratorium sesuai standar GLP terkini. 4. Peningkatan kompetensi Sumber Daya Manusia (SDM) laboratorium.

21 Strategi Ketiga Peningkatan pengawasan post market obat dan makanan, diselenggarakan memalui fokus prioritas sebagai berikut : 1. Penetapan sampling dan pengujian obat dan makanan, berdasarkan risk based approaches. 2. Intensifikasi pemberantasan produk ilegal, termasuk produk palsu. 3. Perluasan cakupan pengawasan Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS), melalui operasionalisasi Mobil Laboratorium (ML). 4. Pengawasan sarana post market sesuai dengan Good Manufacturing Practices (GMP) dan Good Distribution Practices (GDP). 5. Perkuatan pengawasan post market kosmetik melalui audit kepatuhan dan evaluasi keamanan kosmetik Strategi Keempat Pemantapan regulasi dan standar di bidang pengawasan obat dan makanan, diselenggarakan melalui fokus prioritas sebagai berikut : 1. Penyelarasan regulasi terkait dengan perubahan lingkungan strategis dibidang pengawasan obat dan makanan. 2. Peningkatan penerapan standar obat dan makanan yang terharmonisasi Strategi Kelima Pemantapan peran Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) dalam bidang tindak pidana obat dan makanan, diselenggarakan melalui fokus prioritas sebagai berikut : 1. Peningkatan kualitas dan kuantitas PPNS. 2. Peningkatan pelaksanaan penyidikan obat dan makanan. 3. Peningkatan koordinasi dengan sektor terkait dalam rangkaian Criminal Justice System (CJS) untuk sustainable law enforcement tindak pidana obat dan makanan.

22 Strategi Keenam Perkuatan Institusi diselenggarakan melalui prioritas sebagai berikut : 1. Implementasi RB BPOM termasuk peningkatan pelayanan publik. 2. Perkuatan sistim pengelolaan data Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) termasuk strategi media komunikasi. 3. Perkuatan human capital management BPOM. 4. Restrukturisasi Organisasi (RO) untuk menjawab tantangan perubahan lingkungan strategis. 5. Peningkatan dan penguatan peran dan fungsi Balai POM, Integrated Bottom Up Planning (IBUP) dan Quality System Evaluation (QSE). 6. Perkuatan legislasi di bidang pengawasan obat dan makanan Strategi Ketujuh Meningkatkan Kerjasama Lintas Sektor (KLS) terkait Pembagian Peran Badan POM (PPBP) dengan Lintas Sektor (LS) terkait, yang diselenggarakan melalui fokus prioritas sebagai berikut : 1. Pemantapan koordinasi pengawasan obat dan makanan, pemantapan sistim kerjasama operasional pengawasan obat dan makanan. 2. Peningkatan operasi terpadu pengawasam Obat Tradisional (OT), kosmetik, dan makanan. 3. Perkuatan jejaring komunikasi. 4. Pemantapan koordinasi pengembangan jamu brand Indonesia, pengintegrasian dengan pelayanan kesehatan. 5. Pemberdayaan masyarakat melalui KIE. 2.7 Struktur Organisasi Badan POM RI Keputusan Kepala Badan POM RI No /SK/BPOM mengatur struktur organisasi Badan POM RI. Bagan struktur organisasi Badan POM dapat dilihat pada Lampiran Kepala Badan POM RI Organisasi Badan POM RI dipimpin oleh seorang Kepala yang bertugas :

23 14 1. Memimpin Badan POM RI sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. 2. Menyiapkan kebijakan nasional dan kebijakan umum sesuai dengan tugas Badan POM RI. 3. Menetapkan kebijakan teknis pelaksanaan tugas Badan POM RI yang menjadi tanggung jawabnya. 4. Membina dan melaksanakan kerja sama dengan instansi dan organisasi yang lain Sekretariat Utama Badan POM RI Sekretariat Utama yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Utama bertugas mengkoordinasikan perencanaan, pengendalian terhadap program, administrasi dan sumber daya lingkungan Badan POM RI.Sekretariat utama terdiri atas : 1. Biro Perencanaan dan Keuangan. 2. Biro Kerjasama Luar Negeri. 3. Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat. 4. Biro Umum. 5. Kelompok Jabatan Fungsional. Adapun fungsi dari sekretariat utama adalah : 1. Pengkoordinasian, sinkronisasi dan integrasi perencanaan, penganggaran, penyusunan pelaporan, pengembangan pegawai termasuk pendidikan dan pelatihan serta perumusan kebijakan teknis di lingkungan Badan POM RI. 2. Pengkoordinasian, sinkronisasi dan integrasi penyusunan peraturan perundang-undangan, kerjasama luar negeri, hubungan antar lembaga kemasyarakatan dan bantuan hukum, terkait dengan tugas Badan POM RI. 3. Pembinaan dan pelayanan administrasi ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, perlengkapan dan rumah tangga. 4. Pembinaan dan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan pusat-pusat dan unit-unit pelaksana teknis di lingkungan Badan POM RI. 5. Pelaksana tugas lain yang ditetapkan oleh kepala, sesuai dengan bidang tugasnya.

24 15 Sekretaris Utama Badan POM RI secara administrasi membina pelaksanaan tugas sehari-hari dari Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional, Pusat Penyidikan Obat dan Makanan, Pusat Riset Obat dan Makanan, dan Pusat Informasi Obat dan Makanan Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif yang dikepalai oleh seorang Deputi bertugas melaksanakan perumusan kebijakan di bidang pengawasan terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif. Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif terdiri dari lima Direktorat, yaitu : 1. Direktorat Penilaian Obat dan Produk Biologi. 2. Direktorat Standardisasi Produk Terapetik dan Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga (PKRT). 3. Direktorat Pengawasan Produksi Produk Terapetik dan PKRT. 4. Direktorat Pengawasan Distribusi Produk Terapetik dan PKRT. 5. Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif (NAPZA). Deputi ini memiliki fungsi sebagai berikut : 1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang pengawasan produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif. 2. Penyusunan rencana pengawas produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif. 3. Pengawasan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang penilaian obat dan produk biologi. 4. Pengawasan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang standardisasi produk terapetik dan PKRT. 5. Pengawasan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian

25 16 bimbingan di bidang pengawasan produksi dan distribusi produk terapetik dan PKRT. 6. Pengawasan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang pengawasan narkotika, psikotropika dan zat adiktif (NAPZA). 7. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain. 8. Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan produk terapetik dan narkotika, psikotropika dan zat adiktif. 9. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh kepala, sesuai dengan bidang tugasnya Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk ikomplemen Deputi Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk komplemen yang dikepalai oleh seorang Deputi bertugas melaksanakan penilaian dan registrasi obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan sebelum beredar di Indonesia, selanjutnya melakukan pengawasan peredaran obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen, termasuk penandaan dan periklanan. Penegakan hukum dilakukan dengan inspeksi Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB), Cara Produksi Obat Tradisional yang Baik (CPOTB), Cara Produksi Kosmetik yang Baik (CPKB), sampling, penarikan produk, public warning sampai pro justisia, didukung antara lain oleh Tim Penilai Obat Tradisional dan Tim Penilai Kosmetik. Deputi Bidang Pengawasan Obat tradisional, Kosmetika dan Produk komplemen terdiri dari empat Direktorat, yaitu : 1. Direktorat Penilaian Obat Ttradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetik. 2. Direktorat Standarisasi Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk Komplemen. 3. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen.

26 17 4. Direktorat Obat Asli Indonesia. Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk komplemen ini memiliki fungsi sebagai berikut : 1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan umum di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetika dan produk komplemen. 2. Penyusunan rencana pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. 3. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang penilaian obat tradisional, suplemen makanan dan kosmetik. 4. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang standardisasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. 5. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang obat asli Indonesia. 6. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang inspeksi dan sertifikasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. 7. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. 8. Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. 9. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh kepala, sesuai dengan bidang tugasnya.

27 Deputi Bidang Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya Deputi bidang Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya yang dikepalai oleh seorang Deputi bertugas melaksanakan penilaian dan evaluasi keamanan pangan sebelum beredar di Indonesia dan selama peredaran seperti pengawasan terhadap sarana produksi dan distribusi maupun komiditinya, termasuk penandaan dan periklanan, dan pengamanan produk dan bahan berbahaya. Di samping itu, deputi ini melakukan sertifikasi produk pangan. Produsen dan distributor dibina untuk menerapkan sistem jaminan mutu, terutama penerapan Cara Pembuatan Makanan yang Baik (CPMB), Hazard Analysis Critical Control Points (HACCP), Cara Distribusi Makanan yang Baik (CDMB) serta Total Quality Management (TQM). Di samping itu diselenggarakan Surveilance, penyuluhan informasi keamanan pangan serta pengawasan produk dan bahan berbahaya, yang didukung antara lain oleh Tim Penilai Keamanan Pangan. Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya terdiri dari lima Direktorat, yaitu : 1. Direktorat Penilaian Keamanan Pangan. 2. Direktorat Standardisasi Produk Pangan. 3. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Pangan. 4. Direktorat Surveillance dan Penyuluhan Keamanan Pangan. 5. Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya. Deputi ini memiliki fungsi sebagai berikut : 1. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional dan kebijakan umum di bidang pengawasan pangan dan bahan berbahaya. 2. Penyusunan rencana pengawasan pangan dan bahan berbahaya. 3. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang penilaian keamanan pangan. 4. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang standardisasi keamanan pangan. 5. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang inspeksi dan sertifikasi produk pangan.

28 19 6. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang survailan dan penyuluhan keamanan pangan. 7. Perumusan kebijakan teknis, penetapan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, pengendalian pelaksanaan kebijakan teknis, pemantauan, pemberian bimbingan di bidang pengawasan produk dan bahan berbahaya. 8. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan di bidang pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya. 9. Evaluasi pelaksanaan kebijakan teknis pengawasan keamanan pangan dan bahan berbahaya. 10. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh kepala, sesuai dengan bidang tugasnya Inspektorat Badan POM RI Inspektorat yang dikepalai oleh seorang Inspektur mempunyai tugas melaksanakan pengawasan fungsional di lingkungan Badan POM RI. Inspektorat memiliki fungsi : 1. Penyiapan perumusan kebijakan, rencana, dan program pengawasan fungsional. 2. Pelaksanaan pengawasan fungsional sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 3. Pengusutan mengenai kebenaran laporan dan pengaduan tentang hambatan, penyimpangan atau penyalahgunaan dalam pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh unsur atau unit di lingkungan Badan POM RI. 4. Pelaksanaan urusan tata usaha Inspektorat. Inspektorat terdiri dari : 1. Kelompok Jabatan Fungsional. 2. Sub-bagian Tata Usaha.

29 Pusat Pengujian Obat dan Makanan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional yang dikepalai oleh seorang Kepala mempunyai tugas melaksanakan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta melaksanakan pembinaan mutu laboratorium pengawasan obat dan makanan. Deputi ini memiliki fungsi sebagai berikut : 1. Penyusunan rencana dan program pengujian obat dan makanan. 2. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, alat kesehatan, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya. 3. Pembinaan mutu laboratorium PPOMN. 4. Pelaksanaan sistem rujukan pengawasan obat dan makanan. 5. Penyediaan baku pembanding dan pengembangan metoda analisa pengujian. 6. Pelatihan tenaga ahli di bidang pengujian obat dan makanan. 7. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan. 8. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan pusat Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Pusat Penyidikan Obat dan Makanan yang dikepalai oleh seorang Kepala mempunyai tugas melaksanakan penyelidikan dan penyidikan terhadap perbuatan melawan hukum di bidang produk terapetik, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lain, obat tradisonal, kosmetik, produk komplemen dan makanan, serta produk jenis lainnya. Dalam melaksanakan tugasnya, Pusat Penyidikan Obat dan Makanan mempunyai fungsi : 1. Penyusunan fungsi rencana dan program penyelidikan dan penyidikan obat dan makanan. 2. Pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan obat dan makanan. 3. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan penyelidikan dan penyidikan obat dan makanan.

30 Pusat Riset Obat dan Makanan Pusat Riset Obat dan Makanan yang dikepalai oleh seorang Kepala mempunyai tugas melaksanakan kegiatan di bidang riset toksikologi, keamanan pangan, dan produk terapetik serta mempunyai fungsi sebagai berikut : 1. Penyusunan rencana dan program riset obat dan makanan. 2. Pelaksanaan riset obat dan makanan. 3. Evaluasi dan penyusunan laporan pelaksanaan riset obat dan makanan Pusat Informasi Obat dan Makanan Pusat Informasi Obat dan Makanan mempunyai tugas melaksanakan kegiatan di bidang pelayanan informasi obat, informasi keracunan dan teknologi informasi, serta menyelenggarakan fungsi sebagai berikut : 1. Penyusunan rencana dan program kegiatan pelayanan informasi obat dan makanan. 2. Pelaksanaan pelayanan informasi obat. 3. Pelaksanaan kegiatan informasi keracunan. 4. Pelaksanaan kegiatan di bidang teknologi informasi. 5. Evaluasi dan penyusunan laporan pelayanan informasi obat dan makanan. 6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan pusat Unit Pelaksana Teknis Badan POM RI Unit Pelaksana Teknis Badan POM RI merupakan unit organisasi yang melaksanakan tugas dan fungsi pengawasan obat dan makanan di wilayah kerjanya, diatur dengan keputusan Kepala Badan POM RI, setelah mendapat persetujuan tertulis dari menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara. Fungsi pengawasan obat dan makanan di daerah dilaksanakan oleh Balai Besar dan Balai POM yang merupakan perpanjangan tangan dari Badan POM.

31 Kelompok Jabatan Fungsional Badan POM RI Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku : 1. Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari berbagai jabatan fungsional Pengawas Farmasi dan Makanan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil, dan jabatan fungsional lain sesuai dengan bidang keahliannya. 2. Masing-masing Kelompok Jabatan Fungsional dikoordinasikan oleh seorang tenaga fungsional senior yang ditunjuk oleh Sekertaris Utama. 3. Jumlah tenaga fungsional sebagaimana dimaksud, ditentukan berdasarkan kebutuhan dan beban kerja. 4. Jenis dan jenjang jabatan fungsional, diatur berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. 2.9 Reformasi Birokrasi Badan POM RI Menurut Badan POM RI, 2010, dalam rangka tercapainya tata kelola pemerintahan yang baik, Badan POM diwajibkan melaksanaan Reformasi Birokrasi (RB) secara menyeluruh yang dilaksanakan bertahap 5 tahunan sampai tahun Berbagai peraturan sebagai landasan legal dan operasional untuk mempercepat pelaksanaan RB periode telah dikeluarkan oleh pemerintah yaitu: 1. Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi (GDRB) yang berisi rancangan induk kebijakan reformasi birokrasi secara nasional untuk kurun waktu Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN dan RB) Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi (RMRB) berisi rancangan rinci program reformasi birokrasi berdasarkan dalam kurun waktu lima tahun Sembilan Peraturan Menteri PAN dan RB sebagai pedoman operasional penyusunan dan penerapan program RB di Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah.

32 23 Adapun visi RB 2025 adalah Terwujudnya Pemerintahan Kelas Dunia, yaitu pemerintahan yang profesional dan berintegritas tinggi yang mampu memberikan pelayanan prima kepada masyarakat dan manajemen pemerintahan yang demokratis. Operasionalisasi visi tersebut dilakukan melalui empat misi, yaitu : 1. Membentuk/menyempurnakan peraturan perundang-undangan dalam rangka mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik. 2. Melakukan penataan dan penguatan organisasi, tatalaksana, manajemen sumber daya manusia aparatur, pengawasan, akuntabilitas, kualitas pelayanan publik, perubahan mind set dan cultural set. 3. Mengembangkan mekanisme kontrol yang efektif. 4. Mengelola sengketa administrasi secara efektif dan efisien. Fokus sasaran Reformasi Birokrasi pada 5 (lima) tahun pertama ( ) adalah: 1. Penguatan birokrasi pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme. 2. Meningkatnya kualitas pelayanan publik kepada masyarakat. 3. Meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi. Reformasi Birokrasi Badan POM RI dilakukan untuk mencapai tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan reformasi birokrasi di BPOM secara umum yaitu kinerja birokrasi Badan POM menjadi lebih efektif dan efisien melalui pendekatan yang sistematik untuk mencapai tata kelola pemerintahan yang baik dan menciptakan aparatur negara yang bersih, professional dan bertanggung jawab. Sedangkan tujuan reformasi birokrasi di Badan POM secara khusus adalah terselenggaranya pelayanan publik yang prima dan perlindungan masyarakat melalui Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS) dan pengamanan produk ilegal secara konsisten dan menyeluruh. Sasaran yang ingin dicapai dari proses reformasi birokrasi yang akan dilakukan di Badan POM, secara umum adalah mengubah pola pikir (mind set), budaya kerja (culture set) dan sistem manajemen Badan POM dalam pelayanan publik. Di samping itu, secara khusus sasaran yang akan dicapai dari

33 24 proses reformasi birokrasi yang akan dilakukan di Badan POM adalah sebagai berikut: 1. Kelembagaan: Organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran (right sizing). 2. Budaya organisasi: Birokrasi dengan integritas dan kinerja yang tinggi. 3. Ketatalaksanaan: Sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas, efektif, efisien, terukur dan sesuai dengan prinsip-prinsip good governance. 4. Regulasi, deregulasi birokrasi: Regulasi yang lebih tertib, tidak tumpang tindih dan kondusif. 5. Sumber daya manusia: SDM yang berintegrasi, kompetensi, professional, berkinerja tinggi dan sejahtera 6. Pelayanan publik: Pelayanan publik yang mengedepankan ke empat belas aspek pelayanan serta mampu memberikan tingkat kepuasan masyarakat yang tinggi sehingga didapat kepercayaan publik pada Badan POM. 7. Pengawasan dan Akuntabilitas: Keseluruhan proses pengawasan Obat dan Makanan dan seluruh proses pendukungnya mulai dari perencanaan, penganggaran, implementasi, administrasi keuangan dan pelaporan merupakan proses yang akuntabilitasnya terjaga dengan baik, bebas dari unsur-unsur korupsi, kolusi dan nepotisme Pola pikir pencapaian Reformasi Birokrasi Badan POM RI secara operasional diuraikan pada Gambar 2.1, yaitu dimulai dari penyempurnaan kebijakan nasional bidang aparatur yang mendorong terciptanya kelembagaan yang sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan tugas fungsi Badan POM. Kebijakan dilaksanakan melalui penataan dan penguatan peraturan perundang-undangan, organisasi, tata laksana dan SDM serta didukung sistem pengawasan dan akuntabilitas yang mampu mewujudkan pemerintahan yang berintegritas. Melalui manajemen perubahan, implementasi hal-hal tersebut di Badan POM akan mengubah mind set dan cultural set birokrat Badan POM ke arah budaya yang lebih profesional, produktif, dan akuntabel.

34 25 Gambar 2.1. Pola Pikir Reformasi Birokrasi Badan POM RI Program Reformasi Birokrasi yang dilaksanakan Badan POM meliputi: 1. Program manajemen perubahan 2. Program penataan peraturan perundangundangan 3. Program penataan dan penguatan organisasi 4. Program penataan tatalaksana 5. Program penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur 6. Program penguatan pengawasan 7. Program penguatan akuntabilitas kinerja 8. Program peningkatan kualitas pelayanan publik 9. Program monitoring, evaluasi dan pelaporan. Sebagai salah satu pilar utama yaitu penyelenggaraan pelayanan publik, Badan POM berupaya agar terjadi perbaikan terus menerus pada pelayanan publik yang dilakukan. Upaya yang telah dilakukan bahkan jauh sebelum arus utama reformasi birokrasi mengemuka adalah melaksanakan sistem pelayanan satu atap, upaya perbaikan yang akan dilakukan adalah single sign on serta upaya pelayanan registrasi online dan percepatan pelayanan. Semua hal tersebut didukung dengan perubahan pola pikir, perilaku serta internalisasi budaya kerja Badan POM. Upaya yang telah dilakukan untuk perubahan pola pikir dan perilaku adalah melakukan asesmen organisasi untuk berubah, namun sebelumnya, bahkan Badan POM telah

35 26 menggulirkan learning organization serta telah pula mengidentifikasi aspek peningkatan kapasitas organisasi. Badan POM sebagai lembaga pemberi pelayanan publik perlu melakukan pembenahan terus menerus sesuai dengan peluang dan tantangan baik internal maupun eksternal. Hasil survey integritas sektor publik tahun 2009 oleh KPK, Evaluasi produk sebelum beredar termasuk lima belas unit layanan dengan skor integritas tertinggi. Standar minimal integritas yang ditetapkan oleh KPK dalam survey ini sebesar 6,00 dari skala 0 10,00, semakin besar nilai semakin baik integritasnya. Hasil survey integritas sektor publik tahun 2010 oleh KPK untuk layanan pendaftaran MD/ML Badan POM termasuk 10 (sepuluh) teratas unit layanan dengan nilai integritas 7,48 sedangkan untuk perizinan ekspor/impor yang termasuk dalam kategori makanan dan obat-obatan memiliki nilai integritas 7,13. Dalam arus utama pemberantasan korupsi, Badan POM bertekad untuk mendukung seluruh kebijakan tersebut, salah satunya dengan meningkatkan transparansi dan akuntabilitas serta perkuatan sistem pengawasan internal. Hal yang sudah dilakukan antara lain adalah mengidentifikasi serta melakukan upaya perkuatan pengawasan pada titik-titik rawan korupsi serta pelaksanaan e- Procurement. 2.9 i Quality Management System (QMS) Badan POM RI Menurut Keputusan Badan POM RI No. HK tahun 2011, seluruh unit kerja di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan wajib menerapkan Sistem Manajemen Mutu (Quality Management System) Badan Pengawas Obat dan Makanan, yang selanjutnya disebut QMS Badan POM. QMS Badan POM didokumentasikan dalam bentuk Dokumen QMS, terdiri atas: 1. Level 1 berupa Manual Mutu Merupakan dokumen kebijakan menjelaskan kebijakan mutu dan sasaran mutu yang ditentukan oleh Badan Besar Pengawas Obat dan Makanan yang berisi struktur dan metode dalam menjalankan sistem manajemen mutu. Manual mutu merupakan merupakan acuan untuk pengembangan Dokumen QMS Level 2, Level 3 dan Level 4.

36 27 2. Level 2 berupa Standard Operating Procedures Merupakan dokumen operasional dan digunakan untuk merinci siapa saja yang terlibat dalam suatu kegiatan mutu, kapan, dimana dan bagaimana melaksanakan serta acuan yang digunakan untuk menjamin pelaksanaan kegiatan mutu sesuai dengan ketentuan. Dokumen ini dibuat oleh sekretaris utama. 3. Level 3 berupa Instruksi Kerja Instruksi kerja digunakan untuk menjelaskan lebih detil terhadap kegiatan/ tugas yang belum dijelaskan secara terperinci dalam prosedur tetap sehingga dengan instruksi tersebut mutu hasil setiap tugas dapat dipastikan seuai yang dipersyaratkan, serta mengacu kepada prosedur tetap terkait. Dokumen ini dibuat oleh kepala unit kerja. 4. Level 4 berupa Format dan Catatan yang dibentuk sesuai dengan input dari Dokumen QMS Level 2 dan Level 3. Merupakan dokumen pendukung untuk mengidentifikasi dan membuktikan pelaksanaan kegiatan mutu guna tercapainya persyaratan mutu yang telah ditentukan. Dokumen Mutu dikomunikasikan, dikoordinasikan, didistribusikan, dimengerti, diterapkan oleh semua personil dan dikembangkan. Termasuk dalam dokumen level IV ini adalah: Petunjuk Pelaksanaan (Juklak), Petunjuk Tekhnis (Juknis), Pedoman, Surat Edaran, dokumen eksternal dll. Dokumen ini dibuat oleh kepala unit kerja. Berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM RI No. HK tahun 2011, seluruh unit kerja di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan bertanggung jawab terhadap pengembangan sasaran mutu sebagai lampiran Dokumen QMS Level 1 dan pengembangan Dokumen QMS Level 2, Level 3 dan Level 4.

37 BAB 3 TINJAUAN KHUSUS DIREKTORAT INSPEKSI DAN SERTIFIKASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK, DAN PRODUK KOMPLEMEN 3.1 Struktur Organisasi Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen Berdasarkan Keputusan Kepala Badan POM RI No /SK/BPOM tahun 2001, Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen berada di bawah Deputi II Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen. Direktorat ini dipimpin oleh seorang direktur yang bertanggung jawab langsung kepada deputi tersebut. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen terdiri dari Sub Direktorat Inspeksi Produk I, Sub Direktorat Inspeksi Produk II, dan Sub Direktorat Sertifikasi. Struktur organisasi dari Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen dilampirkan pada Lampiran Tugas dan Fungsi Direktorat Inspeksi dan Sertikasi Obat Tradisional, ikosmetik, dan Produk Komplemen Menurut Keputusan Kepala Badan POM RI No /SK/BPOM tahun 2001, Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen memiliki tugas untuk melakukan penyiapan perumusan kebijakan, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, bimbingan teknis dan evaluasi di bidang inspeksi sarana produksi dan distribusi serta sertifikasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen, dan proses produksi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen menjalankan berbagai fungsi, antara lain : 28

38 29 1. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan di bidang inspeksi sarana produksi dan distribusi Produk I. 2. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan di bidang inspeksi sarana produksi dan distribusi Produk II. 3. Penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, serta pelaksanaan pengendalian, pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan di bidang sertifikasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen, dan proses produksi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. 4. Penyusunan rencana dan program inspeksi dan sertifikasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. 5. Koordinasi kegiatan fungsional pelaksanaan kebijakan teknis di bidang inspeksi dan sertifikasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. 6. Evaluasi dan penyusunan laporan inspeksi dan sertifikasi obat tradisional, kosmetik dan produk komplemen. 7. Pelaksanaan tugas lain sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan Deputi Bidang Pengawasan Produk Terapetik dan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif. 3.3 Sub Direktorat Sertifikasi Sub Direktorat Sertifikasi melakukan sertifikasi untuk produk I dan produk II (Obat Tradisional, Kosmetik, dan Suplemen Makanan). Keputusan Kepala Badan POM RI No /SK/BPOM mengatur tugas, fungsi dan struktur organisasi Sub Direktorat Sertifikasi Tugas Sub Direktorat Sertifikasi Sub Direktorat Sertifikasi memiliki tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi dan pelaksanaan sertifikasi obat tradisional, kosmetik, suplemen

39 30 makanan, fasilitas produksi dan proses produksi obat tradisional, kosmetik, dan suplemen makanan Fungsi Sub Direktorat Sertifikasi Dalam memenuhi tugasnya, Sub Direktorat Sertifikasi menjalankan beberapa fungsi, yaitu : 1. Penyusunan rencana dan program sertifikasi obat tradisional, kosmetik, suplemen makanan. 2. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan sertifikasi obat tradisional, fasilitas produksi dan proses produksi obat tradisional. 3. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan sertifikasi kosmetik dan suplemen makanan, fasilitas produksi dan proses produksi kosmetik, dan suplemen makanan. 4. Evaluasi dan penyusunan laporan sertifikasi obat tradisional, kosmetik, suplemen makanan. 5. Pelaksanaan urusan tata operasional di lingkungan direktorat Struktur Organisasi Sub Direktorat Sertifikasi Sub Direktorat Sertifikasi terdiri atas 3 seksi, yaitu Seksi Sertifikasi Obat Tradisional, Seksi Sertifikasi Kosmetik dan Suplemen Makanan serta Seksi Tata Operasional Seksi Sertifikasi Obat Tradisional Seksi Sertifikasi Obat Tradisional mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan sertifikasi obat tradisional, fasilitas produksi dan proses produksi obat tradisional.

40 Seksi Sertifikasi Kosmetik dan Suplemen Makanan Seksi Sertifikasi Kosmetik dan Suplemen Makanan mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan sertifikasi kosmetik, dan suplemen makanan, fasilitas produksi dan proses produksi kosmetik, dan suplemen makanan Seksi Tata Operasional Seksi Tata Operasional mempunyai tugas melaksanakan tata operasional di lingkungan Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen Business Process Sub Direktorat Sertifikasi Business Process pada Sub Direktorat Sertifikasi didapatkan berdasarkan Dokumen Quality Management System (QMS) Level 2 berupa Standar Prosedur Operasional untuk Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen Badan Pengawas Obat dan Makanan tahun Kegiatan Sub Direktorat Sertifikasi meliputi persetujuan denah bangunan, rekomendasi izin produksi, sertifikasi CPKB/CPOTB dan persetujuan fasilitas bersama serta penerbitan Surat Keterangan Impor (SKI) dan Surat Keterangan Ekspor (SKE) Persetujuan denah bangunan Berikut ini adalah prosedur pelaksanaan persetujuan denah bangunan : 1. Setelah menerima pengajuan permohonan persetujuan denah bangunan dari pemohon, Sub Direktorat Sertifikasi mengevaluasi dokumen pengajuan permohonan. a. Jika dokumen lengkap dan benar, maka akan diproses lebih lanjut. b. Jika dokumen belum lengkap dan belum benar, maka ditolak. 2. Sub Direktorat Sertifikasi menerbitkan persetujuan denah bangunan. 3. Sub Direktorat Sertifikasi menyerahkan persetujuan denah bangunan kepada pemohon.

41 32 4. Sub Direktorat Sertifikasi melakukan rekapitulasi dan evaluasi persetujuan denah bangunan Rekomendasi Izin Produksi Dalam proses penerbitan izin produksi, Badan Pengawas Obat dan Makanan berperan dalam memberikan rekomendasi izin produksi kepada Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Untuk lebih jelasnya, berikut ini diberikan alur permohonan izin produksi : 1. Permohonan izin produksi diajukan oleh pemohon kepada Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan tembusan kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi, dan Kepala Balai Badan Pengawas Obat dan Makanan setempat. 2. Paling lama 7 hari kerja sejak menerima tembusan, Kepala Dinas Provinsi setempat melakukan evaluasi terhadap pemenuhan persyaratan administratif. 3. Paling lama 7 hari kerja sejak menerima tembusan, Kepala Balai Badan Pengawas Obat dan Makanan setempat melakukan pemeriksaan terhadap kesiapan/pemenuhan CPKB atau CPOTB. 4. Paling lama 14 hari kerja setelah evaluasi terhadap pemenuhan persyaratan administratif dinyatakan lengkap, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat wajib menyampaikan rekomendasi kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan Badan Pengawas Obat dan Makanan. 5. Paling lama 14 hari kerja setelah pemeriksaan terhadap kesiapan/pemenuhan CPKB/CPOTB dinyatakan selesai, Kepala Balai setempat wajib menyampaikan analisis hasil pemeriksaan kepada Kepala Badan Badan Pengawas Obat dan Makanan melalui Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, Produk Komplemen kemudian akan diberikan kepada Sub. Direktorat Sertifikasi. Laporan analisi ini juga ditembuskan kepada kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Direktur Jenderal. a. Setelah Sub Direktorat Sertifikasi menerima laporan analisis hasil pemeriksaan, dilakukan tindak lanjut terhadap laporan analisis hasil pemeriksaan dan menyerahkan hasil analisis tersebut ke Deputi II Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen.

42 33 b. Deputi Deputi II Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen merekomendasi Izin Produksi. c. Paling lama 7 hari setelah menerima analisis hasil pemeriksaan, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan menerbitkan rekomendasi izin produksi yang ditujukkan kepada Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementerian Kesehatan. 6. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen melalui Sub. Direktorat Sertifikasi melakukan rekapitulasi rekomendasi izin produksi. 7. Apabila dalam 30 hari kerja setelah tembusan surat permohonan diterima oleh Kepala Balai Badan Pengawas Obat dan Makanan dan Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat, tidak dilakukan pemeriksaan/evaluasi Pemohon dapat membuat surat pernyataan siap berproduksi Kepada Direktur Jenderal dengan tembusan kepada Kepala Badan Badan Pengawas Obat dan Makanan, Kepala Dinas Kesehatan Provinsi setempat dankepala Balai Badan Pengawas Obat dan Makanan setempat. 8. Dalam jangka waktu 14 hari kerja setelah menerima rekomendasi dari Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Badan Badan Pengawas Obat dan Makanan atau setelah menerima surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada No.g, Direktur Jenderal mengeluarkan surat keputusan yang menyetujui, menunda atau menolak Izin Produksi Sertifikasi CPKB/CPOTB dan Persetujuan Fasilitas Bersama Berikut ini adalah prosedur pelaksanaan sertifikasi sarana produksi (CPKB/CPOTB) dan persetujuan fasilitas bersama : 1. Perencanaan Pemeriksaan a. Setelah menerima surat permohonan sertifikasi sarana atau fasilitas bersama dari pemohon, Sub Direktorat Sertifikasi mengevaluasi dokumen terkait permohonan sertifikasi/persetujuan fasilitas bersama. 1) Jika memenuhi syarat, memberikan persetujuan terkait dokumen kelengkapan kepada industri.

43 34 2) Jika tidak memenuhi syarat, maka pemohon diminta untuk melengkapi dokumen terkait melalui perbaikan dokumen fasilitas bersama b. Sub Direktorat Sertifikasi menyusun rencana pemeriksaan sarana produksi dalam rangka sertifikasi/persetujuan fasilitas bersama. 2. Persiapan pemeriksaan a. Sub Direktorat Sertifikasi menetapkan tim sertifikasi sarana produksi dengan menggunakan surat tugas. b. Tim sertifikasi menyiapkan dokumen dan peralatan terkait pemeriksaan sarana produksi. c. Tim sertifikasi melaksanakan rapat persiapan pemeriksaan sarana produksi untuk menyusun aide memoir, agenda inspeksi, dan rencana pelaksanaan inspeksi, daftar hadir. 3. Pelaksanaan Pemeriksaan a. Tim sertifikasi melakukan opening meeting bersama dengan pihak sarana produksi. b. Tim sertifikasi melaksanakan pemeriksaan yang meliputi site vist dan review dokumen. c. Tim sertifikasi menyusun Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan/atau daftar periksa serta menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP dan/atau daftar periksa oleh pemeriksa sarana dan pihak industri. d. Tim sertifikasi melakukan closing meeting bersama dengan pihak sarana produksi. 4. Pelaporan Hasil Pemeriksaan Tim sertifikasi membuat laporan hasil pemeriksaan berdasarkan Berita Acara Pemeriksaan (BAP dan/atau daftar periksa kemuadia mengklasifikasikan temuan menggunakan form laporan hasil pemeriksaan.

44 35 5. Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi Obat tradisional dan/atau kosmetik. a. Tim sertifikasi melakukan tindak lanjut terhadap hasil pemriksaan sesuai instruksi kerja (IK) tindak lanjut. 1) Jika hasil pemeriksaan memnuhi ketentuan, maka dibuat laporan hasil pemeriksaan sarana. 2) Jika hasil pemeriksaan tidak memenuhi ketentuan, maka dibuat surat tindak lanjut perbaikan ke pemohon. b. Tim sertifikasi menyerahkan BAP dan/atau daftar periksa, daftar hadir, form laporan hasil pemeriksaan sarana kepada Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen atau Kepala Balai Pengawas Obat dan Makanan. 6. Melakukan Evaluasi Corrective Action Preventive Action (CAPA) dari sarana produksi a. Dalam rangka sertifikasi 1) Sub Direktorat Sertifikasi menganalisis laporan CAPA dari sarana produksi. a) Sub Direktorat Sertifikasi mengeluarkan surat pemeriksaan dinyatakan selesai kepada industri jika hasil evaluasi CAPA memenuhi syarat. b) Sub Direktorat Sertifikasi mengirimkan surat evaluasi tindak lanjut terhadap sarana berdasarkan evaluasi CAPA jika tidak memenuhi syarat. 2) Sub Direktorat Sertifikasi membuat laporan hasil pemeriksaan sarana kepada Ka Badan melalui Deputi II Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk Komplemen serta membuat surat perintah pembayaran dan surat pemberitahuan sertifikasi ke Balai Besar/BPOM setempat. 3) Deputi II menganalisis laporan hasil pemeriksaan sarana. 4) Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan menyetujui laporan hasil pemeriksaan sarana.

45 36 b. Dalam rangka fasilitas bersama 1) Sub Direktorat Sertifikasi menganalisis laporan CAPA dari sarana produksi a) Sub Direktorat Sertifikasi mengeluarkan surat pemeriksaan dinyatakan selesai kepada industri bila hasil evaluasi CAPA memenuhi syarat. b) Sub Direktorat Sertifikasi mengirimkan surat evaluasi tindak lanjut terhadap sarana jika evaluasi CAPA tidak memenuhi syarat. 2) Sub Direktorat Sertifikasi membuat dan menganalisis laporan hasil pemeriksaan sarana kepada Deputi II Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetika, dan Produk Komplemen. 3) Deputi II menyetujui laporan hasil pemeriksaan sarana. 7. Penerbitan Sertifikat/Surat Persetujuan Fasilitas Bersama a. Sertifikat CPOTB/CPKB 1) Sub Direktorat Sertifikasi mengusulkan penerbitan sertifikat CPOTB dan/atau CPKB kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan melalui Deputi II Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetika, dan Produk Komplemen. 2) Deputi II merekomendasi penerbitan sertifikat CPOTBCPKB kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. 3) Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan menerbitkan sertifikat CPOTB/CPKB. 4) Sub Direktorat Sertifikasi melakukan rekapitulasi dan evaluasi sertifikat CPOTB/CPKB. b. Surat Persetujuan Fasilitas Bersama 1) Sub Direktorat Sertifikasi mengusulkan penerbitan surat persetujuan fasilitas bersama kepada Deputi II Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetika, dan Produk Komplemen. 2) Deputi II menerbitkan surat persetujuan fasilitas bersama.

46 37 3) Sub Direktorat Sertifikasi melakukan rekapitulasi dan evaluasi surat persetujuan fasilitas bersama Peneribitan Surat Keteragan Impor (SKI) dan Surat Keterangan Ekspor i iii(ske) Berikut ini adalah prosedur pelaksanaan penerbitan SKI : 1. Pemohon melakukan registrasi onleine melalui aplikasi e-bpom atau//e-bpom.pom.go.id beserta data dukung registrasi INSW. 2. Sub Direktorat Sertifikasi menerima dokumen permohonan registrasi (hard copy) dari pemohon dan melakukan pengecekan kelengkapan dan kebenaran dokumen. a. Jika dokumen lengkap dan benar, permohonan registrasi INSW disetujui. b. Jika dokumen belum lengkap dan benar, dikembalikan ke pemohon untuk dilengkapi. 3. Sub Direktorat Sertifikasi melakukan verifikasi dokumen yang telah disetujui dengan data yang telah di entry oleh pemohon ke database pada portal e- bpom. a. Jika belum sesuai maka permohonan ditolak. b. Jika telah sesuai maka permohonan registrasi dapat disetujui dengan memberikan username dan password secara elektronik. 4. Sub Direktorat Sertifikasi menerima pengajuan SKI dari pemohon dengan melampirkan bukti pembayaran PNBP (secara elektronik dan hardcopy). 5. Sub Direktorat Sertifikasi memeriksa kelengkapan dan kebenaran dokumen pengajuan permohonan SKI. a. Jika dokumen lengkap dan benar, maka akan diproses lebih lanjut dan jika diperlukan dibuat tanda terima pengajuan. b. Jika dokumen belum lengkap dan benar, dikembalikan ke pemohon untuk dilengkapi. 6. Sub Direktorat Sertifikasi mencetak draft SKI (jika diperlukan). 7. Sub Direktorat Sertifikasi melakukan evaluasi draft SKI dengan dokumen pemohon.

47 38 a. Jika evaluasi disetujui, maka akan dilakukan rekomendasi. b. Jika evaluasi tidak disetujui, maka dokumen dikembalikan ke pemohon untuk dilengkapi. 8. Jika diperlukan Sub Direktorat Sertifikasi melakukan verifikasi draft SKI ke : a. Direktorat Penilaian b. PIOM c. PPOMN d. Direktorat Standardisasi e. Instansi lain yang terkait : Dirjen Bea Cukai, Kementerian Kesehatan, kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, Kementerian Pertahanan. 9. Sub Direktorat Sertifikasi menerbitkan SKI dalam bentuk hard copy dan dalam soft copy ke portal INSW Bea Cukai. 10. Sub Direktorat Sertifikasi menyerahkan hard copy SKI ke pemohon. 11. Sub Direktorat Sertifikasi merekapitulasi pernerbitan SKI per bulan. Selanjutnya, berikut ini adalah prosedur pelaksanaan penerbitan SKE : 1. Sub Direktorat Sertifikasi menerima pengajuan SKE dari pemohon (hardcopy) dengan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan dengan melampirkan bukti pembayaran PNBP. 2. Sub Direktorat Sertifikasi memeriksa kelengkapan dan kebenaran dokumen pengajuan permohonan SKE. a. Jika berkas permohonan lengkap dan benar, diproses lebih lanjut dan jika diperlukan dibuat tanda terima pengajuan. b. Jika dokumen belum lengkap dan benar, maka dikembalikan ke pemohon untuk dilengkapi. 3. Sub Direktorat Sertifikasi mencetak draft SKE. 4. Sub Direktorat Sertifikasi melakukan evaluasi draft SKE dengan dokumen pemohon. a. Jika evaluasi disetujui, maka akan dilakukan rekomendasi. b. Jika evaluasi tidak disetujui, maka dokumen dikembalikan ke pemohon untuk dilengkapi.

48 39 5. Jika diperlukan Sub Direktorat Sertifikasi melakukan legalitas produk jadi dan penandaan yang disetujui ke Direktorat Penilaian. 6. Sub Direktorat Sertifikasi menerbitkan SKE dalam bentuk hardcopy. 7. Sub Direktorat Sertifikasi menyerahkan hardcopy SKE yang telah disahkan kepada pemohon. 8. Sub Direktorat Sertifikasi penerbitan SKE per bulan. 3.4 Sub Direktorat Inspeksi Produk I Sub Direktorat Inspeksi Produk I melakukan inspeksi untuk produk obat tradisional dan suplemen makanan. Keputusan Kepala Badan POM RI No /SK/BPOM mengatur tugas, fungsi dan struktur organisasi Sub Direktorat Inspeksi Produk I Tugas Sub Direktorat Inspeksi Produk I Sub Direktorat Inspeksi Produk I memiliki tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi serta pelaksanaan inspeksi sarana produksi dan distribusi Produk I Fungsi Sub Direktorat Inspeksi Produk I Dalam menjalankan tugasnya, Sub Direktorat Inspeksi Produk I Badan POM RI menjalankan fungsi : 1. Penyusunan rencana dan program inspeksi Produk I. 2. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan inspeksi sarana produksi dan distribusi obat tradisional dan suplemen makanan. 3. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan penandaan dan promosi obat tradisional dan suplemen makanan. 4. Evaluasi dan penyusunan laporan inspeksi Produk I.

49 Struktur Organisasi Sub Direktorat Inspeksi Produk I Sub Direktorat Inspeksi Produk I terdiri atas 2 seksi, yaitu Seksi Inspeksi Obat Tradisional dan Sumplemen Makanan serta Seksi Pengawasan Penandaan dan promosi Obat Tradisional dan Sumplemen Makanan iSeksi Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan Seksi Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan inspeksi sarana produksidan sarana distribusi obat tradisional dan suplemen makanan Seksi Pengawasan Penandaan dan Promosi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan Seksi Pengawasan Penandaan dan Promosi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan pengawasan penandaan dan promosi obat tradisional dan suplemen makanan Business Process Sub Direktorat Inspeksi Produk I Pada dasarnya, business process pada Sub Direktorat Inspeksi Produk I dan Produk II dapat dikatakan serupa dan hanya berbeda pada target yang diinspeksi. Sub Direktorat Inspeksi Produk I berfokus pada obat tradisional dan suplemen makanan sedangkan Sub Direktorat Inspeksi Produk II berfokus pada kosmetika. Berdasarkan Dokumen Quality Management System (QMS) Level 2 berupa Standar Prosedur Operasional untuk Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen Badan Pengawas Obat dan Makanan tahun 2011, kegiatan Sub Direktorat Inspeksi Produk I dan Produk II meliputi pelaksanaan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi, pelaksanaan sampling, serta pelaksanaan tindak lanjut hasil pemeriksaan dan sampling.

50 Pemeriksaan Sarana Produksi dan Distribusi Pemeriksaan/inspeksi sarana produksi dan distribusi obat tradisional,/kosmetik/suplemen makanan dilakukan dalam rangka : 1. Inspeksi/pemeriksaan rutin Inspeksi ini dilakukan untuk menilai pemenuhan ketentuan pokok di sarana produksi dan distribusi obat tradisional/kosmetik/ suplemen makanan secara berkesinambungan. Sasaran dalam inpeksi/pemeriksaan rutin adalah seluruh sarana produksi dan distribusi obat tradisional/kosmetik/ suplemen makanan yang berada di catchment area Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan masing-masing. 2. Inspeksi/pemeriksaan dalam rangka tindak lanjut hasil pemeriksaan sebelumnya Inspeksi ini dilakukan untuk mengetahui perbaikan atas temuan pemeriksaan sebelumnya. 3. Inspeksi/pemeriksaan dalam rangka investigasi dan penanganan kasus Inspeksi ini dilakukan dalam rangka melakukan penelusuran dan penanganan kasus tertentu berdasarkan laporan dari ULPK/LIK. Berikut ini adalah prosedur pemeriksaan sarana produksi dan distribusi obat tradisional/kosmetika/ suplemen makanan : 1. Perencanaan inspeksi/pemeriksaan sarana produksi dan distribusi obat tradisional, kosmetika, dan suplemen makanan. a. Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika melakukan pengumpulan data hasil inspeksi/pemeriksaan sarana produksi/distribusi. b. Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika melakukan analisis resiko terhadap data hasil pemeriksaan sarana produksi/distribusi yang telah dikumpulkan. c. Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika menyusun usulan rencana inspeksi/pemeriksaan sarana produksi/distribusi.

51 42 d. Direktorat Penilaian/ULPK/LIK sewaktu-wktu dapat mengirimkan permintaan inspeksi/pemeriksaan sarana produksi/distribusi kepada Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika 2. Persiapan inspeksi/pemeriksaan sarana produksi dan distribusi obat tradisional, kosmetik, dan produk komplemen. a. Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika menetapkan tim inspeksi/pemeriksa sarana produksi/distribusi dengan menggunakan surat tugas. b. Tim inspeksi/pemeriksa sarana produksi/distribusi menyiapkan dokumen dan peralatan terkait inspeksi/pemeriksaan sarana produksi/distribusi. c. Tim inspeksi/pemeriksa sarana produksi/distribusi melaksanakan rapat persiapan inspeksi/pemeriksaan sarana produksi/distribusi untuk menyusun agenda inspeksi dan rencana pelaksanaan inspeksi. 3. Pelaksanaan inspeksi/pemeriksaan sarana produksi dan distribusi obat tradisional, kosmetik, dan produk komplemen. a. Tim inspeksi/pemeriksa sarana produksi/distribusi melakukan opening meeting bersama dengan pihak sarana produksi/distribusi. b. Tim inspeksi/pemeriksa sarana produksi/distribusi melaksanakan pemeriksaan yang meliputi site visit dan review produk/dokumen c. Tim inspeksi/pemeriksa sarana produksi/distribusi menyusun Berita Acara Pemeriksaan (BAP). d. Tim inspeksi/pemeriksa sarana produksi/distribusi melakukan closing meeting bersama dengan sarana produksi/distribusi. 4. Pelaporan hasil inspeksi/pemeriksaan sarana produksi dan distribusi obat dan makanan a. Tim inspeksi menyusun laporan inspeksi/pemeriksaan sarana produksi/distribusi dan usulan surat tindak lanjut. b. Untuk pemeriksaan sarana distribusi dan pelayanan, proses berhenti hingga diterbitkan surat tindak lanjut. c. Tim inspeksi/pemeriksa sarana produksi/distribusi menyerahkan BAP, daftar hadir dan laporan hasil inspeksi/pemeriksaan kepada Sub

52 43 Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika. 5. imonitoring dan Evaluasi hasil Inspeksi sarana produksi dan distribusi obat tradisional, kosmetik, dan produk komplemen. Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika merekapitulasi dan melakukan tindak lanjut terhadap hasil pemeriksaan. Bila diperlukan, dapat dilakukan pengiriman surat jawaban kepada ULPK/LIK/Penilaian Sampling Produk Selain pemeriksaan terhadap sarana produksi atau sarana distribusi, dilakukan pula sampling produk yang terdapat pada sarana-sarana tersebut. Berikut ini adalah prosedur tentang sampling obat tradisional, kosmetik, dan suplemen makanan : 1. Penyusunan pedoman sampling obat tradisional/kosmetik/suplemen makanan. a. Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika menganalisis data hasil sampling dan pengujian, serta pemantauan pelaksanaan sampling dari tahun sebelumnya b. Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika melakukan evaluasi dan koreksi data hasil sampling dan pengujian, serta pemantauan pelaksanaan sampling bersama Pusat Penyidik Obat dan Makanan Nasional (PPOMN) dan Direktorat lain di kedeputian II Bidang Pengawas Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen. c. Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika memfinalisasikan pedoman/juklis sampling untuk diteruskan ke seluruh BB/Balai Pengawas Obat dan Makanan setelah diserahkan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan.

53 44 d. Balai menyusun jadwal sampling bulanan berdasarkan Pedoman/juklis sampling yang telah disahkan Kepala Pengawas Obat dan Makanan dan pila perlu berdasarkan laporan ULPK/LIK 2. Pelaksanaan sampling obat tradisional/kosmetik/suplemen makanan. a. Kepala Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan menugaskan petugas sampling untuk melakukan sampling dengan menggunakan surat tugas b. Petugas sampling melakukan pengambilan sampel sesuai pedoman sampling yang telah ditetapkan c. Petugs sampling mencatat data sampel dan membuat berita acara pengambilan sampel 3. Penyerahan sampel ke bidang pengujian Petugas sampling mengirim sampel ke bidang pengujian untuk dilakukan pengujian. 4. Pelaporan dan Evaluasi Pelaksanaan Sampling a. Bidang pengujian mengirim hasil pengujian ke pengirim sampel. b. Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika menerima laporan hasil sampling bulanan, triwulanan dari Kepala Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan 5. Monitoring dan Evaluasi Tindak Lanjut Hasil Pengujian a. Untuk hasil uji memenuhi syarat (MS), Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika melakukan pendataan dan pengkajian terhadap hasil sampling dan pengujian b. Untuk hasil uji tidak memenuhi syarat (TMS), Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika melakukan analisis terhadap spesifikasi produk dan menunggu hasil uji absah/konfirmasi tanggapan Pusat Penyidikan Obat dan Makanan Nasional (PPOMN). c. Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika mengusulkan tindak lanjut.

54 Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan dan Sampling Produk Berikut ini diuraikan berbagai jenis tindak lanjut yang dilakuakn berdasarkan hasil pemeriksaan dan sampling produk : 1.iiiTindak lanjut hasil pemeriksaan sarana produksi obat tradisional/kosmetik/suplemen makanan. a. Tim pemeriksa yang dibentuk oleh Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika serta Balai melakukan pemeriksaan di sarana produksi obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan sesuai Prosedur Pemeriksaan Sarana Produksi dan Distribusi Obat dan Makanan. b. Tim Pemeriksa melaporkan hasil pemeriksaan sarana produksi kepada Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika. c. Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika mengevaluasi dan mengklasifikasi hasil temuan berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Sarana Produksi : 1) Critical 2) Major 3) Minor d. Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika menerbitkan surat peringatan dan permintaan pembuatan Corrective Action Preventive Action (CAPA) kepada industri serta memberikan usulan tindak lanjut kepada Deputi II Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen. e. Deputi II mengeluarkan surat peringatan keras, recall dan pencabutan izin edar obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan yang izin edarnya dikeluarkan oleh Deputi II kepada industri dengan tembusan Balai setempat dan/atau mengusulkan kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan : 1) Pembekuan sementara serifikat CPOTB/CPKB. 2) Penghentian sementara kegiatan. 3) Pencabutan sertifikat CPOTB/CPKB.

55 46 4) Rekomendasi pencabutan izin industri. 5) Pembatalan izin edar untuk obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan yang izin edarnya dikeluarkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. f. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan mengeluarkan surat : 1) Rekomendasi pencabutan izin industri. 2) Penghentian sementara kegiatan. 3) Pembekuan sementara serifikat CPOTB/CPKB. 4) Pencabutan sertifikat CPOTB/CPKB. g. Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika dan Balai melakukan monitoring tindak lanjut pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan. 2. Tindak lanjut hasil pemeriksaan sarana distribusi obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan. a. Tim pemeriksa yang dibentuk oleh Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika dan Balai Pengawas Obat dan Makanan melakukan pemeriksaan di sarana distribusi obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan. b. Tim Pemeriksa melaporkan hasil pemeriksaan sarana distribusi kepada Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika dan Balai Pengawas Obat dan Makanan. c. Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika dan Balai Pengawas Obat dan Makanan mengevaluasi dan mengklarifikasi hasil temuan berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Sarana Distribusi : 1) Administrasi 2) Obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan TIE.

56 47 3) Obat tradisional dan suplemen makanan mengandung Bahan Kimia Obat. 4) Obat tradisional dan suplemen makanan tidak memenuhi syarat farmasetis. 5) Kosmetika mengandung bahan dilarang. 6) Kosmetika mengandung cemaran mikroba patogen, mikroba nonpatogen dan bahan dengan kadar melebihi batas yang dipersyaratkan. 7) Obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan tidak memenuhi ketentuan (TMK) Penandaan dan/atau Iklan Obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan Tidak Memenuhi Syarat (TMS). d. Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika dan Balai Pengawas Obat dan Makanan menerbitkan surat peringatan dan memberikan usulan tindak lanjut kepada Deputi II Bidang Pengawasan Obat dan Makanan sesuai dengan klasifikasi hasil temuan. e. Deputi II mengeluarkan surat peringatan keras, recall pencabutan izin edarnya dikeluarkan oleh Deputi II kepada industri dengan tembusan balai setempat dan/atau mengusulkan kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan : 1) Penghentian sementara kegiatan distribusi. 2) Rekomendasi pencabutan izin usaha/importasi. f. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan mengeluarkan surat : 1) Penghentian sementara kegiatan distribusi 2) Rekomendasi pencabutan izin usaha/importasi. g. Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika dan Balai Pengawas Obat dan Makanan melakukan monitoring tindak lanjut pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan.

57 48 3. itindak lanjut hasil pengujian obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan tanpa izin edar (TIE). a. Tim pemeriksa melakukan pengamanan terhadap temuan obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan tanpa izin edar. b. Tim pemeriksa melaporkan hasil pemeriksaan sarana kepada Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika dan Balai Pengawas Obat dan Makanan. c. Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika dan Balai Pengawas Obat dan Makanan mengevaluasi Laporan Hasil Pemeriksaan dan mengusulkan tindak lanjut terhadap temuan obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan tanpa izin edar dengan tembusan surat tindak lanjut kepada Balai setempat berupa : 1) Peringatan keras. 2) Surat edaran. 3) Perintah pemeriksaan sarana. d. Deputi II Bidang Pengawasan Obat dan Makanan menerbitkan peringatan keras dan surat edaran. e. Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika dan/atau Balai melaksanakan tindak lanjut terhadap temuan obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan tanpa izin edar f. Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika mengusulkan tindak lanjut terhadap sarana kepada Deputi II. g. Deputi II melaksanakan tindak lanjut berupa : 1) Surat peringatan. 2) Penghentian sementara kegiatan (PSK) 3) Mengusulkan pencabutan izin produksi kosmetik kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan. h. Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika dan Balai melakukan monitoring

58 49 tindak lanjut pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan. 4. itindak lanjut pengawasan obat tradisional dan suplemen makanan mengandung bahan kimia obat dan/atau tidak memenuhi syarat farmasetis serta kosmetika mengandung bahan dilarang dan/atau mengandung cemaran mikroba patogen dan non-patogen dan bahan dengan kadar melebihi batas yang dipersyaratkan. a. Tim pemeriksa mengambil sampel sesuai prosedur dan melakukan pengamanan terhadap temuan : 1) Obat tradisional dan suplemen makanan mengandung bahan kimia obat. 2) Obat tradisional dan suplemen makanan tidak memenuhi syarat farmasetis. 3) Kosmetika mengandung bahan dilarang. 4) Kosmetika mengandung bahan dilarang dan/atau mengandung cemaran mikroba patogen dan non-patogen dan bahan dengan kadar melebihi batas yang dipersyaratkan b. Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika dan Balai Pengawas Obat dan Makanan mengirimkan sampel ke Laboratorium PPOMN dan/atau Balai uji bila hasil uji tidak memenuhi syarat c. Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika dan Balai menerima dan melakukan evaluasi hasil pengujian dan hasil verifikasi dari PPOMN. d. Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika menerbitkan surat peringatan dan mengusulkan tindak lanjut kepada Deputi II Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen berupa : 1) Peringatan keras 2) Pembatalan izin edar 3) Surat edaran

59 50 4) Perintah pemeriksaan sarana produksi e. Deputi II menerbitkan surat tindak lanjut sesuai usulan dari Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi mengusulkan tindak lanjut kepada Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan berupa : 1) Public warning. 2) Rekomedasi penghentian sementara kegiatan. 3) Rekomendasi pencabutan izin produksi. f. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan melaksanakan tindak lanjut berupa : 1) Public warning. 2) Rekomedasi penghentian sementara kegiatan. 3) Rekomendasi pencabutan izin produksi. g. Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika atau Balai melaksanakan tindak lanjut sesuai klasifikasi temuan. h. Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika melaporkan hasil pelaksanaan tindak lanjut kepada Deputi. i. Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika melakukan monitoring tindak lanjut pengawasan obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan. 5. Tindak lanjut hasil pengawasan penandaan/label obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan. a. Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika dan Balai melakukan pengawasan iklan dan penandaan Obat Tradisional, Kosmetik dan Suplemen Makanan Balai sesuai prosedur. b. Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika serta Balai mengevaluasi dan mengklasifikasi temuan obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan tidak memenuhi ketentuan (TMK) Penandaan dan/atau iklan obat

60 51 tradisional, kosmetik dan suplemen makanan tidak memenuhi syarat (TMS). c. Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika menerbitkan surat peringatan dan mengusulkan tindak lanjut kepada Deputi bila ditemukan produk tanpa izin edar (TIE) dan mengandung bahan berbahaya/bahan kimia obat. d. Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika melaporkan hail pelaksanaan tidak lanjut kepada Deputi II Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen jika hasil pengawasan klan dan penandaan/label ditemukan obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan tanpa izin edar (TIE). e. Deputi II menerbitkan tindak lanjut sesuai dengan yang diusulkan oleh Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika. f. Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika serta Balai Setempat melakukan monitoring tindak lanjut pengawasan iklan dan penandaan obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan. 6. Tindak lanjut terhadap laporan balai a. Balai Pengawas Obat dan Makanan secara rutin mengirimkan laporan bulanan kepada Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika berupa : 1) Laporan bulanan hasil pemeriksaan sarana produksi. 2) Laporan bulanan hasil pemeriksaan sarana distribusi. 3) Laporan bulanan hasil pengujian. 4) Laporan bulanan hasil pengawasan iklan. 5) Laporan bulanan hasil pengawasan penandaan. b. Sub Direktorat Inspeksi Obat Tradisional dan Suplemen Makanan atau Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika mengevaluasi laporan, memberikan

61 52 feedback kepada Balai dan melakukan tindak lanjut sesuai dengan klasifikasi temuan obat tradisional, kosmetik dan suplemen makanan. 3.5 Sub Direktorat Inspeksi Produk II Sub Direktorat Inspeksi Produk II melakukan inspeksi untuk kosmetik. Keputusan Kepala Badan POM RI No /SK/BPOM mengatur tugas, fungsi dan struktur organisasi Sub Direktorat Inspeksi Produk II Tugas Sub Direktorat Inspeksi Produk II Sub Direktorat Inspeksi Produk II memiliki tugas melaksanakan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi serta pelaksanaan inspeksi sarana produksi dan distribusi Produk II Fungsi Sub Direktorat Inspeksi Produk II Dalam menjalankan tugasnya, Sub Direktorat Inspeksi Produk II menjalankan fungsi : 1. Penyusunan rencana dan program inspeksi Produk II. 2. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan inspeksi sarana produksi dan distribusi kosmetik. 3. Pelaksanaan penyiapan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, serta pelaksanaan pengawasan penandaan dan promosi kosmetik. 4. Evaluasi dan penyusunan laporan inspeksi Produk II Struktur Organisasi Sub Direktorat Inspeksi Produk II Sub Direktorat Inspeksi Produk I terdiri atas 2 seksi, yaitu Seksi Inspeksi Kosmetik dan Seksi Pengawasan Penandaan dan promosi Kosmetik Seksi Inspeksi Produk Kosmetik Seksi Inspeksi Kosmetik mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman,

62 53 standar, kriteria, dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan inspeksi sarana produksi dan sarana distribusi kosmetik Seksi Pengawasan Penandaan dan Promosi Kosmetik Seksi Pengawasan Penandaan dan Promosi Kosmetik mempunyai tugas menyiapkan bahan perumusan kebijakan teknis, penyusunan rencana dan program, penyusunan pedoman, standar, kriteria, dan prosedur, evaluasi dan penyusunan laporan, serta melakukan pengawasan penandaan dan promosi kosmetik Business Process Sub Direktorat Inspeksi Produk II Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, business process pada Sub Direktorat Inspeksi Produk II serupa dengan Sub Direktorat Inspeksi Produk I. Sub Direktorat Inspeksi Produk II berfokus pada kosmetika.

63 BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Sub Direktorat Sertifikasi Sub Direktorat Sertifikasi melakukan sertifikasi untuk obat tradisional, kosmetika, dan suplemen makanan. Sub Direktorat Sertifikasi terdiri atas 3 seksi, yaitu Seksi Sertifikasi Obat Tradisional, Seksi Sertifikasi Kosmetik dan Suplemen Makanan serta Seksi Tata Operasional. Berbeda dengan kedua seksi lainnya, Seksi Tata Operasional tidak melakukan fungsi pengawasan terhadap obat tradisional, kosmetik, dan suplemen makanan. Seksi Tata Operasional mempunyai tugas melaksanakan tata operasional di lingkungan Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen. Ruang lingkup kerja Sub. Direktorat Sertifikasi, Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk komplemen terdiri dari pemberian persetujuan denah bangunan yang juga merupakan persyaratan mendapatkan izin produksi, pemberian rekomendasi izin produksi, sertifikasi sarana produksi (CPKB/CPOTB) dan persetujuan fasilitas bersama serta penerbitan Surat Keterangan Impor (SKI) dan Surat Keterangan Ekspor (SKE) Persetujuan denah bangunan. Setiap industri obat tradisional, kosmetik, dan suplemen makanan wajib memiliki izin produksi (Peraturan Menteri Kesehatan RI No tahun 2010 tentang Izin Produksi Kosmetika dan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 006 tahun 2012 tentang Industri Usaha Obat Tradisional). Dalam proses penerbitan izin produksi, pemohon harus melampirkan denah bangunan industri yang harus disetujui oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan melalui Sub Direktorat Sertifikasi. Selain memberikan persetujuan denah bangunan, Sub Direktorat Sertifikasi juga memberikan layanan konsultasi terkait denah bangunan industri kosmetik dan obat tradisional. 54

64 Rekomendasi izin produksi Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya bahwa setiap industri obat tradisional, kosmetik, dan suplemen makanan wajib memiliki izin produksi (Peraturan Menteri Kesehatan RI No tahun 2010 tentang Izin Produksi Kosmetika dan Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 006 tahun 2012 tentang Industri Usaha Obat Tradisional). Dalam proses penerbitan izin produksi, Badan Pengawas Obat dan Makanan berperan dalam memberikan rekomendasi izin produksi kepada Direktorat Jendral Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Rekomendasi tersebebut diberikan berdasarkan hasil pemeriksaan sarana produksi oleh Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan yang ada di seluruh Indonesia Sertifikasi sarana (CPOTB/CPKB) dan Persetujuan Fasilitas Bersama Tidak semua industri kosmetika atau obat tradisional wajib memiliki sertifikat CPKB/CPOTB. Sampai saat ini, sertifikasi CPKB/CPOTB hanya bersifat sukarela, namun prinsip CPKB/CPOTB tetap wajib diterapkan pada sarana produksi. Akan tetapi, sertifikat CPKB/CPOTB menjadi sebuah keharusan bagi Industri Obat Tradisional (IOT) serta industri kosmetika yang melakukan kontrak produksi kepada industri kosmetika lain. Selain mengurus sertifikasi sarana produksi (CPKB/CPOTB), Sub Direktorat Sertfikasi juga melakukan persetujuan fasilitas bersama. Fasilitas bersama adalah fasilitas produksi industri obat tradisional/kosmetik yang digunakan untuk memproduksi sediaan diluar obat tradisional/kosmetik Penerbitan Surat Keterangan Impor (SKI) dan Surat Keterangan iiekspor (SKE) Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK tahun 2011, No. HK tahun 2008, dan No. HK tahun 2009 mengatur tentang pengawasan pemasukan kosmetika, bahan obat tradisional, dan obat tradisional ke Indonesia. Bentuk pengawasan terhadap barang-barang impor tersebut ialah melalui penerbitan Surat Keterangan Impor (SKI). Setiap pemasukan (shipment) barang ke wilayah

65 56 Indonesia harus disertai dengan Surat Keterangan Impor (SKI). Saat ini, pengajuan permohonan SKI dilakukan secara elektronik melalui website Badan Pengawas Obat dan Makanan. Surat Keterangan Impor (SKI) dalam bentuk softcopy dapat dikeluarkan dan diintegrasikan kepada bea cukai oleh Sub Direktorat Sertifikasi dalam jangka waktu kurang dari 1 hari melalui portal Indonesian Single Windows (INSW). Sedangkan bentuk hardcopy dari Surat Keterangan Impor (SKI) dapat diberikan kepada pemohon dalam jangka waktu 1 hari. Alur permohonan Surat Keterangan Impor (SKI) diberikan pada Lampiran 4. Untuk mendukung kegiatan ekspor produk kosmetika, obat tradisional, dan suplemen makanan Indonesia ke luar negeri, Sub Direktorat Sertifikasi juga memfasilitasi penerbitan Surat Keterangan Ekspor (SKE). Surat keterangan ini dapat berupa Certificate of Pharmaceutical Product (CoPP), Certificate of Health (CoH)/To Whom It May Concern (TW), Certificate of Free Sale (CFS), Safety Data Sheet (SDS), atau Product Description. Pembuatan surat ini bersifat opsional, tergantung kebijakan dari negeri tujuan ekspor. Alur permohonan Surat Keterangan Ekspor (SKE) diberikan pada Lampiran Sub Direktorat Inspeksi Produk I dan II Sub Direktorat Inspeksi Produk I melakukan inspeksi untuk produk obat tradisional dan suplemen makanan sedangkan Sub Direktorat Inspeksi Produk II melakukan inspeksi untuk produk kosmetik. Kedua Sub Direktorat ini masingmasing terdiri dari 2 seksi, yaitu yaitu Seksi Inspeksi Produk I/II serta Seksi Pengawasan Penandaan dan Promosi Produk I/II. Pada dasarnya, hal yang membedakan pekerjaan kedua Sub Direktorat ini adalah target produk yang diawasi. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa Sub Direktorat Inspeksi Produk I melakukan inspeksi untuk produk obat tradisional dan suplemen makanan sedangkan Sub Direktorat Inspeksi Produk II melakukan inspeksi untuk produk kosmetik. Selain itu, kegiatan yang dilakukan oleh kedua Sub Direktorat ini dapat dikatakan serupa. Kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh kedua Sub Direktorat ini pada dasarnya terdiri dari kegiatan

66 57 pengawasan sarana produksi dan sarana distribusi termasuk produkobat tradisional/kosmetik/suplemen makanan yang ada di dalamnya. Pengawasan sarana dilakukan terhadap industri, importir, dan usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi dengan industri yang telah memiliki izin produksi. Selain itu, juga dilakukan pengawasan sarana distribusi yang meliputi distributor, agen, klinik kecantikan/salon/spa, swalayan/apotek/toko obat/toko kosmetik, stokis Multi Level Marketing (MLM), dan pengecer. Pengawasan yang dilakukan terhadap produk obat tradisional/kosmetika/suplemen makanan yang beredar meliputi pemeriksaan ijin edar, keamanan/manfaat/mutu, penandaan dan klaim serta promosi. Alur pemeriksaan industri, sarana importir dan sarana usaha/perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi, sarana distribusi, pengawasan iklan dan promosi masing-masing diberikan pada Lampiran 5, 6, 7, dan 8.

67 BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker di Badan Pengawas Obat dan Makanan Jl. Percetakan Negara No. 23, Jakarta Pusat pada periode 4-26 Februari 2013, dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu : 1. Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (Badan POM RI) sebagai institusi pemerintah yang resmi mengawasi obat dan makanan di Indonesia. Badan POM ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) yang bertanggung jawab kepada Presiden dan dikoordinasi oleh Menteri Kesehatan. 2. Untuk meningkatkan perlindungan kepada masyarakat dari akibat pelanggaran-pelangaran hukum di bidang obat tradisional, kosmetika, dan produk komplemen, maka Badan POM RI membentuk Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetika, dan Produk Komplemen dibawah naungan Deputi II (Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen). 3. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetika, dan Produk Komplemen terdiri dari 3 sub direktorat, yaitu Sub Direktorat Sertifikasi, Sub Direktorat Inspeksi Produk I, dan Sub Direktorat Inspeksi Produk II. 4. Sub Direktorat Sertifikasi melakukan sertifikasi terhadap obat tradisional, kosmetika, dan suplemen makanan, Sub Direktorat Inspeksi Produk I melakukan pengawasan terhadap obat tradisional dan suplemen makanan, sedangkan Sub Direktorat Produk II melakukan pengawasan terhadap kosmetika. 5. Ruang lingkup kerja Sub Direktorat Sertifikasi terdiri dari pemberian persetujuan denah bangunan yang juga merupakan persyaratan mendapatkan izin produksi, pemberian rekomendasi izin produksi, sertifikasi sarana produksi (CPKB/CPOTB) dan persetujuan fasilitas bersama serta penerbitan Surat Keterangan Impor (SKI) dan Surat Keterangan Ekspor (SKE). 58

68 59 6. Kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh Sub Direktorat Inspeksi Produk I dan II pada dasarnya terdiri dari kegiatan pengawasan sarana produksi dan sarana distribusi termasuk produk obat tradisional/kosmetik/suplemen makanan yang ada di dalamnya. 7. Pengawasan sarana dilakukan terhadap industri, importir, dan usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi dengan industri yang telah memiliki izin produksi. 8. Selain itu, juga dilakukan pengawasan sarana distribusi yang meliputi distributor, agen, klinik kecantikan/salon/spa, swalayan/apotek/toko obat/toko kosmetik, stokis Multi Level Marketing (MLM), dan pengecer. Pengawasan yang dilakukan terhadapiprodukiobatitradisional/kosmetika/suplemen makanan yang beredar meliputi pemeriksaan ijin edar, keamanan/manfaat/mutu, penandaan dan klaim serta promosi. 5.2 Saran Pelaksanaan Praktek Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di Badan Pengawas Obat dan Makanan khususnya di Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen didominasi oleh penelusuran literatur (Undang-undang/Peraturan Kepala Badan POM) dan penyusunan laporan saja. Diharapkan peserta PKPA dapat lebih diiukut sertakan dalam kegiatan dalam unit-unit kerja yang ada pada direktorat yang telah ditetapkan. Dengan demikian, peserta PKPA dapat lebih mudah memahami kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing unit kerja tersebut. Selama pelaksanaan PKPA, peserta hanya dilibatkan dalam unit kerja penerbitan Surat Keterangan Impor (SKI) dan Surat Keterangan Ekspor (SKE) yang berada di bawah Sub Direktorat Sertifikasi, Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen. Mengingat pekerjaan yang dilakukan pada Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetika, dan Produk Komplemen sangat banyak sekali, diharapkan dapat dilakukan penambahan sumber daya manusia. Oleh karena peserta PKPA hanya diikutsertakan dalam kegiatan pada unit kerja penerbitan SKI dan SKE, adapun saran yang dapat diberikan kepada Sub

69 60 Direktorat Sertifikasi adalah agar dapat lebih menertibkan alur pelayanan yang diberikan. Berdasarkan hasil pengamatan di loket, para pemohon Surat Keterangan Impor (SKI) dan/atau Surat Keterangan Ekspor (SKE) terlihat kurang tertib dalam mengantri dan tidak mempedulikan nomor antrian yang sudah diberikan di awal. Hal ini menyebabkan suasana loket menjadi sedikit kacau. Diharapkan dapat diterapkan suatu sistem antrian yang dapat menaggulangi permasalahan tersebut, misalnya dengan membuat alur antrian yang dibatasi dengan rantai atau sejenis sekat lainnya.

70 DAFTAR PUSTAKA Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2010). Pelaksanaan Program dan Kegiatan Reformasi Birokrasi Badan POM RI. Diunduh dari 13 Februari 2013 Pk WIB. Badan Pengawas Obat dan Makanan. (2011). Dokumen Quality Management System (QMS) Level 2 Standard Opertional Procedures. Jakarta. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2001). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No /SK/BPOM tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2008). Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. HK tahun 2008 tentang Pengawasan Pemasukan Obat Tradisional. Jakarta. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2009). Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. HK tahun 2009 tentang Pengawasan Pemasukan Bahan Baku Obat Tradisional. Jakarta. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2010). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No tahun 2010 tentang Penetapan Visi dan Misi Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2011). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK tahun 2011 tentang Penerapan Sistem Manajemen Mutu (Quality Management System) Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2011). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK tahun 2011 tentang Operasionalisasi Pengembangan Sistem Manajemen Mutu (Quality Management System) Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta. 61

71 62 Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. HK tahun 2011 tentang Pengawasan Pemasukan Kosmetika. Jakarta. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK tahun 2011 tentang Pengawasan Produksi dan Peredaran Kosmetika. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No tahun 2010 tentang Izin Produksi Kosmetika. Jakarta. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2012). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 006 tahun 2012 tentang Industri Usaha Obat Tradisional. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2001). Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. Jakarta.

72 63 Lampiran 1. Struktur Organisasi Badan POM RI [sumber: Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No /SK/BPOM, telah diolah kembali]

73 64 Lampiran 2. Struktur Organisasi Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen Badan POM RI DIREKTUR INSPEKSI SERTIFIKASI OT, KOSMETIK DAN PK Drs. Sukiman Said Umar, Apt KA. SUB DIREKTORAT IINSPEKSI PRODUK I Dra. Mauizzati Purba, M.Kes KA. SUB DIREKTORAT INSPEKSI PRODUK II Dra.Tita Nursjafrida, M.KM, Apt KA. SUB DIREKTORAT SERTIFIKASI Dra. Kristiana Haryati, Apt KA. SEKSI INSPEKSI PRODUK I Widha Diana Sari,S.Si, Apt 4 STAFF KA. SEKSI PENGAWASAN PENANDAAN PRODUK II Rita Kholihah, S.Si., Apt. 2 STAFF KA. SEKSI SERTIFIKASI OBAT TRADISIONAL Dra. Nelvya Roza, Apt 3 STAFF KA. SEKSI PENGAWASAN PENANDAAN DAN PROMOSI PRODUK I Imelda Ester Riana, S.T, M.KM KA. SEKSI INSPEKSI PRODUK II Titik Nuryani, S.Si, Apt KA. SEKSI SERTIFIKASI KOSMETIK DAN SM Better Ridder,S.Si,M.Bus, Apt 5 STAFF 3 STAFF 5 STAFF KA. SEKSI TATA OPERASIONAL Anita Kembaren, S.Si, Apt 6 STAFF Keterangan : Produk I = Obat Tradisional dan Suplemen Makanan I iproduk II = Kosmetik [sumber: Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No /SK/BPOM, telah diolah kembali]

74 65 Lampiran 3. Alur Permohonan Surat Keterangan Impor (SKI) Keterangan : NSW : National Single Window [sumber: Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. HK tahun 2011, telah diolah kembali]

75 66 Lampiran 4. Alur Permohonan Surat Keterangan Ekspor (SKE) Keterangan: CFS : Certificate Of Free Sale CoPP : Certificate of Pharmaceutical Product TW : To Whom It May Concern HC : Health Certificate [sumber: Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. HK tahun 2011, telah diolah kembali]

76 67 Lampiran 5. Alur Pemeriksaan Industri Pemeriksaan Industri - Pemeriksaan dokumen/catatan lain yang diduga memuat keterangan mengenai produk dan kegiatan sarana - Pemeriksaan penerapan CPKB/CPOTB - Pemeriksaan penandaan & klaim - Pengambilan contoh atau sampling berdasarkan analisis resiko dan prioritas sampling untuk dilakukan pengujian laboratorium - Pemantauan hasil penarikan dan pemusnahan produk yang TMS produk Keterangan : MK : Memenuhi Ketentuan; TMK : Tidak Memenuhi Ketentuan MS : Memenuhi Syarat; TMS : Tidak Memenuhi Syarat [sumber : Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK tentang Pengawasan Produksi dan Peredaran Kosmetika, telah diolah kembali]

77 68 Lampiran 6. Alur Pemeriksaan Sarana Importir dan Sarana Usaha/ iperorangan/badan Usaha yang Melakukan Kontrak Produksi - Pemeriksaan dokumen/catatan lain yang diduga memuat keterangan mengenai produk dan kegiatan sarana - Pemeriksaan sarana penyimpanan produk - Pemeriksaan penandaan & klaim - Pengambilan contoh atau sampling berdasarkan analisis resiko dan prioritas sampling untuk dilakukan pengujian laboratorium - Pemantauan hasil penarikan dan pemusnahan produk yang TMS produk Keterangan : MK : Memenuhi Ketentuan; TMK : Tidak Memenuhi Ketentuan MS : Memenuhi Syarat; TMS : Tidak Memenuhi Syarat [sumber : Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK tentang Pengawasan Produksi dan Peredaran Kosmetika, telah diolah kembali]

78 69 Lampiran 7. Alur Pemeriksaan Sarana Distribusi - Pemeriksaan dokumen/catatan lain yang diduga memuat keterangan mengenai produk dan kegiatan sarana - Pemeriksaan sarana penyimpanan produk - Pemeriksaan penandaan & klaim - Pengambilan contoh atau sampling berdasarkan analisis resiko dan prioritas sampling untuk dilakukan pengujian laboratorium produk Keterangan : MK : Memenuhi Ketentuan; TMK : Tidak Memenuhi Ketentuan MS : Memenuhi Syarat; TMS : Tidak Memenuhi Syarat [sumber : Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK tentang Pengawasan Produksi dan Peredaran Kosmetika, telah diolah kembali]

79 70 Lampiran 8. Alur Pengawasan Iklan dan Promosi Pemantauan materi dan promosi Evaluasi materi iklan dan promosi Keterangan : MK : Memenuhi Ketentuan; TMK : Tidak Memenuhi Ketentuan [sumber : Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK tentang Pengawasan Produksi dan Peredaran Kosmetika, telah diolah kembali]

80 iii UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN STRATEGI PEMBERANTASAN KOSMETIKA YANG TIDAK MEMENUHI SYARAT TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YISKA NATHASA SITUMORANG, S.Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013

81 ii UNIVERSITAS INDONESIA KAJIAN STRATEGI PEMBERANTASAN KOSMETIKA YANG TIDAK MEMENUHI SYARAT TUGAS KHUSUS PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER YISKA NATHASA SITUMORANG, S.Farm ANGKATAN LXXVI FAKULTAS FARMASI PROGRAM PROFESI APOTEKER DEPOK JUNI 2013 ii

82 iii DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i DAFTAR ISI... iii DAFTAR LAMPIRAN... iv BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Sistematika Penulisan... 3 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Kosmetika Izin Produksi Kosmetika Notifikasi Kosmetika Persyaratan Teknis Kosmetika Pengawasan Kosmetika BAB 3 KAJIAN DAN PEMBAHASAN Kajian Pengawasan Sarana Produksi Kajian Pengawasan Sarana Distribusi Kajian Pengawasan Penandaan dan Promosi Kosmetika Kajian terhadap Sanksi Pelanggaran BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN Indoenesia iii Universitas

83 iv DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Alur Permohonan Untuk Mendapatkan Izin Produksi Kosmetika Lampiran 2. Alur Permohonan Untuk Mendapatkan Notifikasi Kosmetika... i26 Lampiran 3. Alur Pemeriksaan Prduk dan Klaim Kosmetika Lampiran 4. Alur Pmeriksaan Industri Kosmetika Lampiran 5. Alur Pemeriksaan Sarana Importir dan Sarana Usaha Perorangan/Badan Usaha yang Melakukan Kontrak Produksi Lampiran 6. Alur Pemeriksaan Sarana Distribusi Lampiran 7. Alur Pengawasan Penandaan dan Promosi Kosmetika Indoenesia iv Universitas

84 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Keputusan Presiden No. 103 tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, Badan Pengawas Obat dan Makanan merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang diberikan tugas untuk melakukan pengawasan terhadap obat dan makanan. Dalam menjalankan tugasnya untuk melindungi masyarakat dari obat dan makanan yang tidak memenuhi syarat, Badan Pengawas Obat dan Makanan menerapkan sistem pengawasan full spectrum yang meliputi pengawasan pre-market sampai post-market. Sistem pengawasan ini terdiri dari 3 lapis pengawasan yang melibatkan pelaku usaha, masyarakat, dan pemerintah. Sistem pengawasan oleh pemerintah dilakukan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan melalui pengaturan dan standardisasi, penilaian keamanan, khasiat dan mutu produk sebelum diijinkan beredar di Indonesia, inspeksi, pengambilan sampel dan pengujian laboratorium produk yang beredar serta peringatan kepada publik yang didukung oleh penegakan hukum. Terkait pengawasan terhadap obat tradisional, kosmetika, dan produk komplemen, Badan Pengawas Obat dan Makanan membentuk Deputi II Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen. Pada masa sekarang ini, penggunaan kosmetika sudah merupakan suatu kebutuhan bagi masyarakat. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi, beragam kosmetika muncul di pasaran. Penerapan Harmonisasi ASEAN pada tahun 2011 juga turut serta mendukung sistem perdagangan bebas kosmetika di Indoenesia. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No tahun 2010 tentang Notifikasi Kosmetika, untuk dapat beredar di Indonesia, produk kosmetika hanya perlu melalui proses notifikasi atau pemberitahuan yang diberikan kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan. Produsen/pelaku usaha diberikan tanggung jawab penuh terhadap produk kosmetika yang diproduksinya. Dengan demikian, bentuk pengawasan postmarket terhadap kosmetika dilakukan secara lebih ketat. Pengawasan ini 1

85 3 dilakukan untuk menjamin bahwa produk kosmetika yang telah ternotifikasi dan beredar di masyarakat benar-benar memenuhi persyaratan keamanan, kemanfatan, mutu, penandaan, dan klaim. Oleh karena itu, untuk melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang dapat merugikan kesehatan, maka perlu dilakukan pengawasan untuk mencegah produksi dan peredaran kosmetika yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, kemanfaatan, mutu, penandaan, dan klaim tersebut. Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetika, dan Produk Komplemen yang berada di bawah Deputi II Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen mempunyai Sub Direktorat Inspeksi Produk II yang memiliki tugas melaksanakan penyiapan bahan, perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi serta pelaksanaan inspeksi sarana produksi dan distribusi kosmetika. Berdasarkan Laporan Kinerja Pengawasan Obat dan Makanan RI Semester I Tahun 2012, terkait tugas dan fungsi Sub Direktorat Inspeksi Produk Kosmetika disebutkan bahwa dari total produk kosmetika yang sudah dinotifikasi, telah dilakukan inspeksi terhadap 62 sarana produksi dan 2300 sarana distribusi kosmetika. Menurut hasil inspeksi terhadap sarana produksi kosmetika, ditemukan 47 (75,81%) sarana produksi kosmetika yang tidak memenuhi ketentuan. Sarana produksi kosmetika tersebut melakukan pelanggaran karena melakukan produksi terhadap kosmetika yang tidak memiliki izin edar, belum menerapkan Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB), tidak melaksanakan administrasi dan dokumentasi produk yang baik, serta memproduksi produk kosmetika yang mengandung bahan berbahaya dan tidak memenuhi persyaratan penandaan. Sedangkan berdasarkan hasil inspeksi terhadap sarana distribusi kosmetika, ditemukan 718 (31,22%) sarana distribusi kosmetika yang tidak memenuhi ketentuan. Sarana distribusi kosmetika tersebut melakukan pelanggaran karena melakukan distribusi produk kosmetika yang tidak memiliki izin edar (termasuk produk kosmetika palsu), mengandung bahan dilarang, dan tidak memenuhi persyaratan penandaan. Menurut data tersebut, dapat disimpulkan bahwa masih banyak sarana produksi dan distribusi kosmetika yang tidak memenuhi ketentuan. Hal ini juga

86 3 mengindikasikan bahwa masih banyak produk kosmetika yang tidak memenuhi syarat keamanan, kemanfaatan, mutu, penandaan serta klaim beredar Indonesia. Oleh karena itu, melalui makalah ini, penulis selaku masyarakat yang juga merupakan bagian dari sistem pengawasan tiga lapis yang dilakukan Badan Pengawas Obat dan Makanan, melakukan kajian terhadap strategi pemberantasan produk kosmetika tidak memenuhi syarat. Diharapkan melalui kajian ini, penulis dapat memberikan masukan demi peningkatan pengawasan untuk melindungi masyarakat dari produk kosmetika yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, kemanfaatan, mutu, penandaan, dan klaim. 1.2 Tujuan Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah : 1. Melakukan kajian terhadap strategi pemberantasan produk kosmetika tidak memenuhi syarat yang dilakukan oleh Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika, Direktorat Inspeksi dan Sertifikasi Obat Tradisional, Kosmetika dan Produk Komplemen, Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2. Memberikan saran dan masukan demi peningkatan pengawasan untuk melindungi masyarakat dari produk kosmetika yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, kemanfaatan, mutu, penandaan, dan klaim. 1.3 Sistematika Penulisan Berikut ini adalah sistematika penulisan makalah ini : BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan 1.3 Sistematika Penulisan BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kosmetika 2.2 Ijin Produksi Kosmetika 2.3 Notifikasi Kosmetika 2.4 Persyaratan Teknis Kosmetika 2.5 Pengawasan Kosmetika

87 4 BAB 3 KAJIAN DAN PEMBAHASAN 3.1 Kajian Pengawasan Sarana Produksi 3.2 Kajian Pengawasan Sarana Distribusi 3.3 Kajian Penandaan dan Promosi Kosmetika 3.4 Kajian terhadap Sanksi Pelanggaran BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA

88 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kosmetika Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No tahun 2010 tentang Izin Produksi Kosmetika, disebutkan bahwa Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No tahun 2003tentang Kosmetika juga menyebutkan bahwa Kosmetika lisensi adalah kosmetika yang diproduksi di wilayah Indonesia atas dasar penunjukan atau persetujuan tertulis dari pabrik induk di negara asalnya. Kosmetika kontrak adalah kosmetika yang produksinya dilimpahkan kepada produsen lain berdasarkan kontrak. Kosmetika impor adalah kosmetika produksi pabrik kosmetika luar negeri yang dimasukkan dan diedarkan di wilayah Indonesia. 2.2 Izin Produksi Kosmetika Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No tahun 2010 tentang Izin Produksi Kosmetik, pembuatan kosmetika hanya dapat dilakukan oleh industri kosmetika yang memiliki izin produksi. Izin produksi tersebut diberikan oleh Menteri Kesehatan melalui Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan yang juga melibatkan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Izin produksi tersebut berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang selama memenuhi ketentuan yang berlaku. Alur permohonan untuk mendapatkan izin produksi kosmetika dapat dilihat pada Lampiran 1. 5

89 6 Izin produksi kosmetika diberikan sesuai bentuk dan jenis sediaan kosmetika yang akan dibuat. Izin produksi tersebut dibedakan atas 2 (dua) golongan, yaitu : 1. Golongan A yaitu izin produksi untuk industri kosmetika yang dapat membuat semua bentuk dan jenis sediaan kosmetika. 2. Golongan B yaitu izin produksi untuk industri kosmetika yang dapat membuat bentuk dan jenis sediaan kosmetika tertentu dengan menggunakan teknologi sederhana. Terdapat perbedaan persyaratan untuk mendapatkan izin produksi kosmetika golongan A dan B. Izin produksi industri kosmetika golongan A diberikan dengan persyaratan sebagai berikut : 1. Memiliki apoteker sebagai penanggung jawab. 2. Memiliki fasilitas produksi sesuai dengan produk yang akan dibuat. 3. Memiliki fasilitas laboratorium. 4. Wajib menerapkan Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB). Sedangkan izin produksi industri kosmetika golongan B diberikan dengan persyaratan sebagai berikut : 1. Memiliki sekurang-kurangnya tenaga teknis kefarmasian sebagai penanggung jawab. 2. Memiliki fasilitas produksi dengan teknologi sederhana sesuai produk yang akan dibuat berdasarkan Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK tahun 2011 tentang Bentuk dan Jenis Sediaan Tertentu yang Dapat Diproduksi oleh Industri Kosmetik yang Memiliki Izin Produksi Golongan B. 3. Mampu menerapkan higiene sanitasi dan dokumentasi sesuai CPKB. Setiap perubahan yang meliputi perubahan golongan/nama industri, penambahan bentuk dan jenis sediaan, perubahan alamat/ lokasi, perubahan nama direktur/pengurus/ penanggung jawab dilokasi yang sama, harus dilakukan perubahan izin produksi. Izin produksi dicabut, dalam hal : 1. Atas permohonan sendiri.

90 7 2. Izin usaha industri atau tanda daftar industri habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang. 3. Izin produksi habis masa berlakunya dan tidak diperpanjang. 4. Tidak berproduksi dalam jangka waktu 2 (dua) tahun berturut turut. 5. Tidak memenuhi standar dan persyaratan untuk memproduksi kosmetika. 2.3 Notifikasi Kosmetika Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No tahun 2010 tentang Notifikasi Kosmetika, setiap kosmetika hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar dari Menteri Kesehatan berupa notifikasi melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan. Namun, hal ini dikecualikan bagi kosmetika yang digunakan untuk penelitian dan sampel kosmetika untuk pameran dalam jumlah terbatas dan tidak diperjualbelikan. Alur permohonan untuk mendapatkan notifikasi dari Badan Pengawas Obat dan Makanan dapat dilihat pada Lampiran 2. Pemohon notifikasi dapat terdiri atas: 1. Industri kosmetika yang berada di wilayah Indonesia yang telah memiliki izin produksi. 2. Importir kosmetika yang mempunyai Angka Pengenal Impor (API) dan surat penunjukkan keagenan dari produsen negara asal. 3. Usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi dengan industri kosmetika yang telah memiliki izin produksi. Secara khusus untuk produk kosmetika impor, Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. HK tahun 2011 tentang Pengawasan Pemasukan Kosmetika juga mengatur bahwa selain ijin edar berupa notifikasi, produk kosmetik yang masuk ke Indonesia harus dilengkapi dengan Surat Keterangan Impor (SKI) yang diberikan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan. Surat keterangan ini hanya berlaku untuk setiap kali pemasukan (shipment). Industri kosmetika, importir kosmetika, atau usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi harus memiliki Dokumen Informasi Produk (DIP) sebelum kosmetika dinotifikasi. Industri kosmetika, importir kosmetika, atau usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi

91 8 tersebut wajib menyimpan DIP dan menunjukkan DIP bila sewaktu-waktu diperiksa/diaudit oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan. Notifikasi kosmetika berlaku untuk jangka waktu 3 tahun. Notifikasi perubahan harus dilakukan apabila selama jangka waktu tersebut dilakukan perubahan atas : 1. Nama industri/importir/badan usaha yang melakukan notifikasi tanpa perubahan hak untuk mengedarkan atau status kepemilikan. 2. Alamat industri/importir/badan usaha yang melakukan notifikasi dengan tidak terjadi perubahan lokasi pabrik. 3. Nama pimpinan industri/importir/badan usaha yang melakukan notifikasi; 4. Ukuran dan jenis kemasan. Apabila terjadi perubahan selain seperti yang disebutkan di atas, industri/importir/badan usaha harus memperbaharui notifikasi. Notifikasi kosmetika yang telah habis jangka waktu berlakunya harus diperbaharui. Permohonan pembaharuan notifikasi untuk kosmetika yang telah habis masa berlakunya, diajukan paling lama 1 bulan sebelum habis masa berlaku notifikasi sesuai dengan tata cara membuat notifikasi baru. Notifikasi menjadi batal atau dapat dibatalkan, apabila : 1. Izin produksi kosmetika, izin usaha industri, atau tanda daftar industri sudah tidak berlaku, atau Angka Pengenal Importir (API) sudah tidak berlaku. 2. Berdasarkan evaluasi, kosmetika yang telah beredar tidak memenuhi persyaratan teknis kosmetika. 3. Atas permintaan pemohon notifikasi. 4. Perjanjian kerjasama antara pemohon dengan perusahaan pemberi lisensi/industri penerima kontrak produksi, atau surat penunjukkan keagenan dari produsen negara asal sudah berakhir dan tidak diperbaharui. 5. Kosmetika yang telah beredar tidak sesuai dengan data dan/atau dokumen yang disampaikan pada saat permohonan notifikasi. 6. Pemohon notifikasi tidak memproduksi, atau mengimpor dan mengedarkan kosmetika maksimal 6 bulan setelah notifikasi disetujui.

92 9 Sistem notifikasi kosmetika membuat industri kosmetika, importir kosmetika, atau usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi lebih bertanggung jawab terhadap kosmetika yang diedarkan. Apabila terjadi kerugian atau kejadian yang tidak diinginkan akibat penggunaan kosmetika, maka industri kosmetika, importir kosmetika, atau usaha perorangan/ badan usaha yang melakukan kontrak produksi mempunyai tanggungjawab untuk menangani keluhan dan/atau menarik kosmetika yang bersangkutan dari peredaran. Industri kosmetika, importir kosmetika, atau usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi bertanggungjawab terhadap kosmetika yang tidak lagi diproduksi atau diimpor yang masih ada di peredaran. 2.4 Persyaratan Teknis Kosmetika Kosmetika yang beredar harus memenuhi persyaratan teknis yang meliputi meliputi persyaratan keamanan, kemanfaatan, mutu, penandaan, dan klaim. Persyaratan ini secara detail dijelaskan dalam dalam Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK tahun 2010 tentang Persyaratan Teknis Kosmetika dan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika Persyaratan Keamanan Setiap kosmetika harus diproduksi menggunakan bahan kosmetika yang aman dan diperbolehkan oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk digunakan dalam kosmetika. Bahan kosmetika adalah bahan atau campuran bahan yang berasal dari alam dan/atau sintetik yang merupakan komponen kosmetika termasuk bahan pewarna, bahan pengawet dan bahan tabir surya. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK tahun 2011 mengatur secara detail tentang bahan yang diperbolehkan digunakan dalam produksi kosmetika. Peraturan tersebut tersebut memberikan 5 lampiran persyaratan teknis bahan kosmetika yang terdiri dari : 1. Lampiran I yang berisi 110 bahan kosmetika yang diperbolehkan digunakan dalam kosmetika dengan pembatasan dan persyaratan penggunaan.

93 10 2. Lampiran II yang berisi 156 bahan pewarna yang diperbolehkan digunakan dalam kosmetika dengan pembatasan dan persyaratan penggunaan. 3. Lampiran III yang berisi 55 bahan pengawet yang diperbolehkan digunakan dalam kosmetika dengan pembatasan dan persyaratan penggunaan serta peringatan. 4. Lampiran IV yang berisi 28 bahan tabir surya yang diperbolehkan digunakan dalam kosmetika dengan pembatasan dan persyaratan penggunaan serta peringatan. 5. Lampiran V yang berisi bahan yang dilarang digunakan dalam pembuatan kosmetika. Selain harus memenuhi persyaratan teknis bahan kosmetika, menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK tahun 2011 tentang Persyaratan Batas Cemaran Mikroba dan Logam Berat dalam Kosmetika, kosmetika yang beredar harus memenuhi syarat batas cemaran mikroba yang meliputi Angka Lempeng Total, Angka Kapang dan Khamir, Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus aureus, dan Candida albicans serta batas cemaran logam berat yang meliputi merkuri, timbal, dan arsen Persyaratan Mutu Kosmetika harus memenuhi persyaratan mutu sesuai dengan persyaratan mutu sebagaimana tercantum dalam Kodeks Kosmetika Indonesia atau standar lain yang diakui Persyaratan Manfaat yang selaras dengan Penandaan dan Klaim Persyaratan Penandaan Penandaan adalah keterangan lengkap mengenai kosmetika meliputi aspek keamanan dan manfaat, serta informasi lain yang dianggap perlu yang dicantumkan pada etiket, brosur, atau bentuk lain yang disertakan pada kosmetika. Penandaan harus berisi keterangan mengenai kosmetika secara lengkap, obyektif, dan tidak menyesatkan.

94 11 Penandaan pada kosmetika harus mudah dibaca, sedemikian rupa sehingga tidak mudah lepas atau terpisah dari kemasannya dan tidak mudah luntur atau rusak. Penandaan harus menggunakan bahasa Indonesia yang sedikitnya berisi informasi nama kosmetika, komposisi, nama dan negara produsen, nama pemberi lisensi untuk kosmetika yang dibuat berdasarkan lisensi atau nama industri yang melakukan pengemasan primer untuk kosmetika yang dikemas dalam kemasan primer oleh industri yang terpisah dari industri pembuat. Selain itu, juga perlu diberikan keterangan kegunaan, cara penggunaan (kecuali untuk kosmetika yang sudah jelas kegunaan dan cara penggunaannya), nomor bets, tanggal kadaluwarsa, ukuran isi/berat bersih serta peringatan dan keterangan lain yang dipersyaratkan Persyaratan Klaim Klaim kosmetika adalah pernyataan pada penandaan berupa informasi mengenai manfaat, keamanan dan/atau pernyataan lain. Klaim dapat dicantumkan berdasarkan bahan yang digunakan, hasil pengujian sesuai dengan protokol uji yang dapat diterima secara ilmiah dan/atau data pendukung lain seperti namun tidak terbatas pada jurnal ilmiah, sertifikat halal, surat keterangan asal. Klaim kosmetika tidak boleh berisi pernyataan seolah-olah sebagai obat. Pedoman proses identifikasi produk dan klaim kosmetika diberikan pada Lampiran Pengawasan Kosmetika Peranan Sub Direktorat Inspeksi Kosmetik Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK tahun 2011 tentang Pengawasan Produksi dan Peredaran Kosmetika, kosmetika yang beredar wajib memenuhi persyaratan keamanan, kemanfaatan, mutu, penandaan, klaim dan wajib dinotifikasi. Sub Direktorat Inspeksi Produk II yang memiliki tugas melaksanakan penyiapan bahan, perumusan kebijakan teknis, penyusunan pedoman, standar, kriteria dan prosedur, evaluasi serta pelaksanaan inspeksi sarana produksi dan distribusi kosmetika. Sub Direktorat Inspeksi Produk II memiliki 2 seksi, yaitu Seksi Inspeksi Kosmetika dan Seksi Pengawasan Penandaan dan Promosi Kosmetika.

95 12 Inspeksi/pemeriksaan dilakukan terhadap sarana produksi dan sarana distribusi serta produk kosmetik yang ada di dalamnya (pelaksanaan sampling produk). Inspeksi/pemeriksaan tersebut dilakukan oleh seluruh Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan yang tersebar di 31 provinsi di Indonesia sedangkan Sub Direktorat Inspeksi Produk II berperan dalam hal memberikan advokasi dan supervisi. Akan tetapi, untuk kasus-kasus tertentu, Sub Direktorat Inspeksi Produk II juga dapat turut turun ke lapangan untuk memberikan bantuan. Pemeriksaan (inspeksi) dilakukan oleh petugas secara rutin dan khusus. Pemeriksaan rutin dilakukan untuk mengetahui pemenuhan standar/persyaratan sedangkan pemeriksaan khusus dilakukan untuk menindaklanjuti hasil pengawasan danatau informai adanya indikasi pelanggaran. Pengawasan sarana dilakukan terhadap industri kosmetika, importir kosmetika, usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi dengan industri yang telah memiliki izin produksi. Selain itu, juga dilakukan pengawasan sarana distribusi yang meliputi distributor, agen, klinik kecantikan/salon/spa, swalayan/apotek/toko obat/toko kosmetik, stokis Multi Level Marketing (MLM), dan pengecer juga terhadap penjualan kosmetika melalui media elektronik. Pengawasan yang dilakukan terhadap produk kosmetika yang beredar meliputi pemeriksaan izin edar kosmetika, keamanan, kemanfaatan, mutu, penandaan, klaim serta promosi/iklan kosmetika Pengawasan Sarana Produksi Pemeriksaan terhadap industri kosmetika meliputi antara lain : 1. Pemeriksaan dokumen atau catatan lain yang diduga memuat keterangan mengenai kosmetika dan legalitas sarana. 2. Pemeriksaan penerapan CPKB. Pemeriksaan legalitas sarana, industri kosmetika dengan izin produksi golongan A harus menerapkan seluruh aspek CPKB sedangkan industri kosmetika dengan izin produksi golongan B sekurang-kurangnya menerapkan aspek higiene, sanitasi dan dokumentasi. 3. Pemeriksaan penandaan dan klaim kosmetika

96 13 4. Pengambilan contoh atau sampling berdasarkan analisis risiko dan prioritas sampling untuk dilakukan pengujian laboratorium. 5. Pemantauan hasil penarikan dan pemusnahan kosmetika yang tidak memenuhi persyaratan. Alur pemeriksaan terhadap industri kosmetik diberikan pada Lampiran 4. Pemeriksaan sarana importir kosmetika dan sarana usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi dengan industri kosmetika yang telah memiliki izin produksi, anatara lain meliputi : 1. Pemeriksaan dokumen atau catatan lain yang diduga memuat keterangan mengenai kosmetika dan legalitas sarana. 2. Pemeriksaan sarana penyimpanan kosmetika. 3. Pemeriksaan penandaan dan klaim kosmetika 4. Pengambilan contoh atau sampling berdasarkan analisis risiko dan prioritas sampling untuk dilakukan pengujian laboratorium. 5. Pemeriksaan cara penanganan keluhan terhadap kosmetika. 6. Pemantauan hasil penarikan dan pemusnahan kosmetika yang tidak mmenuhi persyaratan. Alur pemeriksaan terhadap importir kosmetika dan sarana usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi dengan industri kosmetika yang telah memiliki izin produksi diberikan pada Lampiran Pengawasan Sarana Distribusi Pemeriksaan sarana distribusi antara lain meliputi : 1. Pemeriksaan dokumen atau catatan lain yang diduga memuat keterangan mengenai kosmetika dan legalitas sarana. 2. Pemeriksaan sarana penyimpanan kosmetika. 3. Pemeriksaan penandaan dan klaim kosmetika. 4. Pengambilan contoh atau sampling berdasarkan analisis risiko dan prioritas sampling untuk dilakukan pengujian laboratorium. Alur pemeriksaan terhadap sarana distribusi kosmetika diberikan pada Lampiran 6

97 Pengawasan Penandaan dan Promosi Kosmetika Pengawasan iklan dan promosi kosmetika dilakukan saat iklan atau promosi kosmetika tersebut telah beredar melalui media cetak atau media elektronik. Pengawasan iklan dan promosi kosmetika antara lain meliputi : 1. Pemantauan materi iklan dan promosi. 2. Evaluasi materi iklan dan promosi. Alur pengawasan penandaan dan promosi kosmetika diberikan pada Lampiran Sanksi terhadap Pelanggaran Apabila terjadi pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan yang telah dijelaskan diatas, sanksi yang diberikan dapat berupa sanksi administratif dan sanksi pidana. Sanksi administratif yang diberikan sebagai tindak lanjut terhadap pelanggaran yang ditemukan pada saat inspeksi disesuaikan berdasarkan analisis resiko. Terhadap produk kosmetik yang tidak memenuhi persyaratan dapat dilakukan pengamanan, penarikan, bahkan pemusnahan. Sedangkan terhadap sarana, dapat diberikan sanksi administratif yang dimulai dari pemberian peringatan I, peringatan II, peringatan keras, penghentian sementara kegiatan, pembatalan notifikasi bahkan sampai penarikan izin produksi. Apabila hasil pemeriksaan menunjukkan adanya dugaan atau patut diduga adanya tindak pidana di bidang kosmetika, segera dilakukan penyidikan oleh Penyidik Badan Pengawas Obat dan Makanan. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan ditemukan tindak pidana di bidang kosmetika, dapat diberikan sanksi pidana. Menurut Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia No. 36 tahun 2009, setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi termasuk kosmetika yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan manfaaat dapat dipidana dengan pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda maskimal Rp ,00 sedangkan setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi termasuk kosmetika yang tidak memiliki izin edar dapat dipidana dengan pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp ,00.

98 BAB 3 KAJIAN DAN PEMBAHASAN 3.1 Kajian Pengawasan Sarana Produksi Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. HK tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Kosmetika mengatur secara detail tentang persyaratan bahan kosmetika yang diijinkan dalam proses produksi. Namun, pada kenyataannya masih ditemukan adanya sarana produksi yang memproduksi kosmetika yang menggunakan bahan-bahan terlarang atau tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku Hal ini mungkin disebabkan karena pengawasan terhadap bahan kosmetika yang penggunaannya dibatasi atau bahkan dilarang tersebut dinilai belum kuat. Alangkah lebih baik jika dilakukan pengawasan lebih ketat terhadap distribusi dan penggunaan bahan-bahan kosmetika yang jumlahnya dibatasi atau dilarang tersebut tersebut. Sampai saat ini, Badan Pengawas Obat dan Makanan baru memiliki Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya yang berada di bawah Deputi III Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya. Direktorat ini pasti secara khusus mengawasi distribusi dan penggunaan bahan berbahaya yang digunakan pada makanan. Namun, ada kemungkinan bahwa bahan-bahan yang digunakan pada makanan juga digunakan pada kosmetik, misalnya bahan-bahan seperti rhodamin. Untuk meningkatkan pengawasan terhadap distribusi dan penggunaan bahan kosmetika yang penggunaannya dibatasi atau bahkan dilarang, dapat dilakukan kerjasama dengan Direktorat Pengawasan Produk dan Bahan Berbahaya. Atau, jika dinilai perlu, Deputi II Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetika, dan Produk Komplemen dapat membuat Direktorat atau Sub Direktorat atau mungkin Seksi yang bertugas melakukan pengawasan terhadap distribusi dan penggunaan bahan-bahan yang dibatasi atau dilarang penggunaannya dalam kosmetika. Sub Direktorat maupun seksi tersebut dalam melaksanakan tugasnya bekerjasama dengan Deputi III, Kementerian Perdagangan serta Kementrian Perindustrian. Tentu hal ini juga harus didukung dengan regulasi yang kuat dan memiliki tingkat yudisial yang 15

99 16 lebih tinggi terkait penggunaan bahan-bahan kimia dalam berbagai produk kesehatan termasuk kosmetika. 3.2 Kajian Pengawasan Sarana Distribusi Pemeriksaan sarana distribusi kosmetika dilakukan terhadap sarana distribusi tersebut sekaligus terhadap produk kosmetika yang ada di dalamnya. Proses sampling produk merupakan salah satu bentuk pemeriksaan yang dilakukan terhadap sarana distribusi. Ketersebaran produk kosmetik di seluruh pelosok tanah air menjadi salah satu kendala dalam pelaksanaan sampling. Tidak semua sarana distribusiiyangidiperiksa memiliki jumlah produk kosmetik yang memenuhi syarat jumlah sampel yang akan diuji. Selain itu, dalam melakukan pengambilan sampel produk kosmetika, petugas pemeriksa dari Balai Besar/Balai /Badan Pengawas Obat dan Makanan harus membeli produk kosmetika tersebut untuk di uji. Hal ini juga menjadi suatu kendala karena sebagian besar produk kosmetika adalah produk yang memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi, sehingga anggaran yang diperlukan dalam proses pemeriksaan terbilang cukup tinggi. Lebih dari itu, menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika, disebutkan bahwa terdapat sekitar jenis bahan-bahan yang dibatasi atau dilarang penggunaannya pada kosmetika. Selama ini Badan Pengawas Obat dan Makanan telah memiliki metode analisis yang dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan atau menentukan kadar dari bahanbahan yang berdasarkan analisis resiko memiliki prevalensi yang cukup tinggi untuk disalahgunakan seperti merkuri, hidrokinon, asam retinoat, dan lain sebagainya. Akan tetapi, memang belum semua bahan-bahan yang dibatasi atau dilarang penggunaannya dalam kosmetika tersebut telah ditetapkan metode analisisnya. Bisa jadi, meskipun sudah ditetapkan metode analisisnya, tidak semua Balai Pengawas Obat dan Makanan di seluruh Indonesia mampu melakukan analisis bahan-bahan tersebut. Hal ini membuat tidak semua sampel produk kosmetika yang diperoleh dapat ditindak lanjuti dengan pengujian laboratorium yang secara akurat dapat mendeteksi keberadaan atau kadar bahan-bahan yang

100 17 dibatasi atau dilarang tersebut. Mungkin hal-hal ini juga merupakan kendala dalam proses pemeriksaan/inspeksi produk kosmetika pada sarana produksi. Terkait masalah anggaran pelaksanaan sampling produk kosmetika, selama ini telah dilakukan metode subsidi silang anggaran sampling. Terhadap anggaran yang ada, dilakukan alokasi dana berdasarkan analisis resiko untuk produk kosmetikaiyanginilai ekonomisnya tinggi sampai produk kosmetika yang nilai ekonomisnya rendah. Namun, seiring dengan sistem perdagangan bebas kosmerika yang telah berlaku di Indonesia, mulai marak bermunculan kosmetikakosmetika impor yang memiliki nilai ekonomis relatif tinggi. Dengan demikian, dapat dilakukan pengajuan anggaran sampling yang selalu disesuaikan dengan perkembangan tersebut. Dengan demikian, bentuk pengawasan melalui sampling produk kosmetika yang benilai ekonomi rendah sampai tinggi dapat dilakukan dengan maksimal. Sehubungan dengan begitu banyaknya bahan-bahan yang dibatasi atau dilarang penggunaannya pada kosmetika, Badan Pengawas Obat dan Makanan khususnya melalui Pusat Riset Obat dan Makanan yang bekerjasama dengan Pusat Pengujian Obat dan Makanan Nasional dapat terus mengembangkan berbagai metode analisis yang dapat digunakan untuk menguji bahan-bahan yang dibatasi atau dilarang penggunaannya dalam kosmetika. Selain itu, juga harus selalu dilakukan pelatihan-pelatihan kepada petugas yang berada di seluruh Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan di Indonesia terkait pengujian laboratorium yang sangat mendukung pelaksanaan sampling. 3.3 Kajian Penandaan dan Promosi Kosmetika Terkait penandaan produk kosmetika, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. tahun 2010 tentang Persyaratan Teknis Kosmetika tidak mengharuskan produsen kosmetika mencantumkan nomor/kode notifikasi pada penandaan produk kosmetika. Diharapkan pencantuman nomor/kode notifikasi tersebut dapat dijadikan suatu keharusan penandaan sehingga masyarakat dapat ikut serta melakukan pengawasan dengan cara mengecek legalitas produk kosmetik tersebut. Badan Pengawas Obat dan Makanan melalui website memberikan sarana untuk mengecek nomor/kode registrasi

101 18 produk termasuk kosmetika. Hal ini tentu menjadi kurang efektif jika pencantuman nomor/kode notifikasi kosmetika tidak dijadikan sebuah kewajiban pada penandaan produk kosmetik. Selama ini, pengawasan promosi dan iklan kosmetika hanya dilakukan setelah promosi dan iklan kosmetika tersebut beredar di media cetak ataupun media elektronik. Sebaiknya pengawasan juga dilakukan sebelum promosi dan iklan kosmetika tersebut beredar di media cetak ataupun media elektronik. Menurut Peraturan Menteri Komunikasi dan Informasi Republik Indonesia No. 3 tahun 2009, sebelum diedarkan/ditayangkan, setiap siaran termasuk iklan harus mendapatkan izin penyiaran. Sedangkan menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 32 tahun 2002 disebutkan bahwa setiap materi iklan yang akan disiarkan, termasuk iklan yang mempromosikan kosmetik harus memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Komisi Penyiaran Indonesia.. Alangkah lebih baik jika Badan Pengawas Obat dan Makanan dapat turut serta berkerja sama dengan Komisi Penyiaran Indonesia dalam memberikan rekomendasi izin penyiaran iklan, khususnya iklan kosmetik sebelum iklan kosmetik tersebut disiarkan lewat media radio atau televisi. Terkait pengawasan iklan kosmetika yang beredar baik di media cetak dan elektronik, selama ini acuan yang digunakan adalah Keputusan Menteri Kesehatan No. 386 tahun 1994 tentang Pedoman Periklanan Obat Bebas, Obat Tradisional, Alat Kesehatan, Kosmetika, Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan Makanan Minuman. Seiring dengan perkembangan zaman, diharapkan dapat dilakukan revisi atau penyesuaian pedoman yang digunakan dalam pengawasan iklan. Menurut Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK tahun 2011 tentang Pengawasan Produksi dan Peredaran Kosmetika disebutkan bahwa pengawasan kosmetika juga dilakukan terhadap sarana penjualan kosmetika melalui media elektronik. Namun, di dalam peraturan tersebut tidak diberikan keterangan mengenai tata cara pemeriksaan sarana penjualan kosmetika melalui media elektonik. Mengingat maraknya penjualan kosmetika secara on-line, diharapkan Sub Direktorat Inspeksi Kosmetik dapat membuat pedoman khusus dalam melakukan inspeksi/pemeriksaan terhadap sarana penjualan kosmetika melalui media elektronik.

102 Kajian terhadap Sanksi Pelanggaran Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, setiap pelanggaran yang dilakukan terhadap ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dapat diberikan sanksi berupa sanksi administratif dan sanksi pidana. Sampai saat ini, sanksi administratif yang paling berat hanya berupa pembatalan notifikasi produk kosmetika atau pencabutan izin produksi. Jika ada pelanggaran pidana di bidang kosmetika, sanksi pidana yang diberikan pada akhirnya juga dinilai terlalu ringan. Menurut Undang-Undang Kesehatan Republik Indonesia No. 36 tahun 2009, setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi termasuk kosmetika yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu, dan manfaaat dapat dipidana dengan pidana penjara maksimal 10 tahun dan denda maskimal Rp ,00 sedangkan setiap orang yang dengan sengaja memproduksi atau mengedarkan sediaan farmasi termasuk kosmetika yang tidak memiliki izin edar dapat dipidana dengan pidana penjara maksimal 15 tahun dan denda maksimal Rp ,00. Berdasarkan peraturan perundang-undangan tersebut, terlihat bahwa sanksi pidana yang diberikan bagi pelanggaran pidana di bidang kosmetika termasuk berat. Namun, dalam pelaksanaannya, sulit sekali menemukan pelaku tindak pidana di bidang kosmetika yang akhirnya mendapat sanksi pidana berat seperti yang diatur dalam undang-undang. Menurut Laporan Kinerja Pengawasan Obat dan Makanan Semester I Tahun 2012, telah ditemukan 47 (75,81%) sarana produksi dan 718 (31,22%) sarana distribusi kosmetika yang tidak memenuhi ketentuan. Akan tetapi, dari seluruh kasus tersebut, hanya diberikan tindak lanjut berupa pembinaan, peringatan, pengamanan, dan pemusnahan produk namun tidak ada tindak lanjut pada sanksi pidana karena tidak ditemukan cukup bukti. Jika dikaji secara keseluruhan terhadap pemeriksaan obat dan makanan pada periode yang sama, telah ditemukan 229 kasus pelanggaran di bidang obat dan makanan. Dari total kasus tersebut, 48 kasus ditindaklanjuti dengan pro justisia dan 181 kasus lainnya ditindaklanjuti dengan sanksi administratif. Akan tetapi, dari 48 kasus pro justisia tersebut, belum ada kasus yang mendapat putusan pengadilan. Proses persidangan yang lama tersebut pun pada akhirnya hanya memberikan sanksi pidana yang ringan dan kurang memberikan efek jera bagi

103 20 para pelaku pelanggaran tersebut. Sulistyawaty, 2012 menyebutkan bahwa selama lima tahun terakhir ini, dari total 219 kasus di bidang obat dan makanan yang diajukan ke pengadilan, sanksi putusan pengadilan yang paling tinggi adalah hukuman penjara 2 tahun 1 bulan. Seharusnya pelaksanaan proses penegakan hukum lebih ditingkatkan lagi, proses persidangan yang melibatkan hakim dan jaksa penuntut umum harus dilakukan secara bersih dan adil agar para pelaku pelanggaran tersebut benar-benar mendapatkan ganjaran yang setimpal atas perbuatannya yang telah merugikan kesehatan masyarakat.

104 BAB 4 KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil pengkajian yang dilakukan terhadap strategi pemberantasan kosmetika yang tidak memenuhi syarat, berikut ini adalah kesimpulan serta saran yang dapat diberikan kepada Sub Direktorat Inspeksi Kosmetika : 1. Pada sarana produksi masih ditemukan penggunaan bahan-bahan kosmetika yang dilarang atau melebihi batas. Hal ini mungkin dapat diatasi dengan memperketat jalur distibusi dan penggunaan bahan-bahan tersebut pada kosmetika. Perlu dibuat regulasi yang jelas dan dengan tingkat yudisial lebih tinggi untuk mengatur distribusi dan penggunaan bahan-bahan tersebut pada kosmetika. 2. Terkait pemeriksaan kosmetika di sarana distribusi: a. Mengingat bahwa kosmetika merupakan salah satu sediaan farmasi dengan nilai ekonomis yang relatif tinggi, maka dapat diajukan peningkatan anggaran sampling agar bentuk pengawasan melalui sampling produk kosmetika dapat dilakukan dengan maksimal. b. Terkait besarnya jumlah bahan-bahan yang dibatasi atau dilarang penggunaannya pada kosmetika, Badan/Balai Pengawas Obat dan Makanan belum menetapkan metode analisis yang dapat menguji keberadaan atau kadar dari semua bahan-bahan tersebut. Jika ada, mungkin tidak semua Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan di seluruh tanah air dapat melakukan analisis tersebut. Oleh karena itu, Badan Pengawas Obat dan Makanan melalui Pusat Riset Obat dan Makanan serta Pusat Penelitian Obat dan Makanan perlu terus mengembangkan berbagai metode analisis yang dapat digunakan secara akurat untuk menguji keberadaan atau kadar bahan-bahan tersebut. Selain itu, juga harus selalu dilakukan pelatihan-pelatihan kepada seluruh Balai Besar/Balai Pengawas Obat dan Makanan di Indonesia terkait pengujian laboratorium. 21 Universitas Indonesia

105 3. Terkait pengawasan penandaan dan promosi kosmetika : a. Dalam hal penandaan, diharapkan pencantuman nomor/kode notifikasi kosmetika dapat dijadikan suatu keharusan dalam penandaan produk kosmetika. Dengan demikian, masyarakat dapat secara aktif melindungi dirinya sendiri dengan secara mandiri mengecek nomor/kode notifikasi tersebut pada website Badan Pengawas Obat dan Makanan. b. Dalam hal periklanan produk kosmetika, selama ini evaluasi hanya dilakukan setelah iklan tersebut beredar di masyarakat. Sebaiknya sebelum beredar baik di media cetak atau media elektronik, segala bentuk promosi dan iklan tersebut telah memlalui evaluasi yang juga melibatkan Badan Pengawas Obat dan Makanan. Diharapkan pula dilakukan revisi atau penyesuaian pedoman periklanan yang dijadikan acuan dalam pengawasan. c. Mengingat maraknya penjualan kosmetika secara on-line, diharapkan Sub Direktorat Inspeksi Kosmetik dapat membuat pedoman khusus dalam melakukan inspeksi/pemeriksaan terhadap sarana penjualan kosmetika melalui media elektronik. 4. Terkait sanksi terhadap pelanggaran yang di lakukan di bidang kosmetika, Baik sanksi administratif ataupun sanksi pidana yang pada akhirnya diberikan kurang memberikan efek jera bagi para pelaku pelanggaran tersebut. Seharusnya pelaksanaan penegakkan hukum lebih ditingkatkan lagi, proses persidangan harus dilakukan secara bersih dan adil agar para pelaku pelanggaran tersebut benar-benar mendapatkan ganjaran yang setimpal atas perbuatannya yang telah merugikan kesehatan masyarakat. Indonesia 21 Universitas

106 DAFTAR PUSTAKA Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Report to the Nation : Laporan Kinerja Pengawasan Obat dan Makanan RI Semester I Tahun Diunduh dari pada 15 Februari 2013 Pk WIB. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2001). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No /SK/BPOM tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan. Jakarta. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2003). Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No tahun 2003 tentang Kosmetik. Jakarta. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK tahun 2010 tentang Persyaratan Teknis Kosmetika. Jakarta. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK tahun 2010 tentang Kriteria dan Tata Cara Notifikasi Kosmetika. Jakarta. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2010). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan tahun HK tahun 2010 tentang Pedoman Dokumen Informasi Produk.iJakarta. iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK tahun 2011 tentang Pengawasan Produksi dan Peredaran Kosmetika. Jakarta. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK tahun 2011 tentang Persyaratan Teknis Bahan Kosmetika. Jakarta. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK tahun 2011tahun 2010 tentang Persyaratan Cemaran Kosmetika. Jakarta. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK tahun 2011tentang Bentuk dan Jenis Sediaan Tertentu yang Dapat Diproduksi oleh Industri Kosmetik yang Memiliki Izin Produksi Golongan B. Jakarta. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. (2011). Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan No. 23

107 24 HK tahun 2011 tentang Pengawasan Pemasukan Kosmetika. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2001). Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No tahun 2010 tentang Izin Produksi Kosmetika. Jakarta. Presiden Republik Indonesia. (2010). Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No tahun 2010 tentang Notifikasi Kosmetika. Jakarta Sulistyawaty, R Kosmetika Berbahaya Masih Beredar. Diunduh dari pada tanggal 21 Februari 2013 Pk WIB.

108 25 Lampiran 1. Alur Permohonan Untuk Mendapatkan Izin Produksi Kosmetika Keterangan : HK = Hari Kerja [sumber : Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No tahun 2010 tentang Izin Produksi Kosmetika, telah diolah kembali]

109 26 Lampiran 2. Alur Permohonan Untuk Mendapatkan Notifikasi Kosmetika Keterangan : SPB : Surat Perintah Bayar [sumber : Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan No. HK tahun 2010 tentang Kriteria dan Tata Cara Notifikasi Kosmetika, telah diolah kembali]

TUGAS POKOK DAN FUNGSI

TUGAS POKOK DAN FUNGSI Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 103 tahun 2001, Tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen, Badan Pengawas Obat dan Makanan

Lebih terperinci

LAKIP TAHUN BADAN POM i

LAKIP TAHUN BADAN POM i alam rangka menciptakan good governance dan clean government di lingkungan Badan POM, LAKIP Badan POM tahun 2011 ini disusun. Sebagai bentuk penjabaran prinsip transparansi dan akuntabilitas, penyampaian

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA PERIODE 4 JULI 2011 29 JULI 2011 DEPUTI II BIDANG PENGAWASAN OBAT TRADISIONAL,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENILAIAN OBAT TRADISIONAL, SUPLEMEN MAKANAN DAN KOSMETIK BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA

Lebih terperinci

KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG

KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG II. KEADAAN UMUM INSTANSI MAGANG 2.1 Sejarah dan Perkembangan BPOM RI Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) bertugas untuk mengawasi obat dan makanan sehingga dapat melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan

Lebih terperinci

Obat dan Makanan Terjamin Aman, Bermutu dan Bermanfaat

Obat dan Makanan Terjamin Aman, Bermutu dan Bermanfaat Sejalan dengan prioritas pembangunan jangka menengah, tantangan, beban dan tanggung jawab pengawasan obat dan makanan dirasakan semakin berat. Untuk itu, Sistem Pengawasan Obat dan Makanan (SisPOM) yang

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN : KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN N0M0R : 02001/SK/KBPOM TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, Menimbang : bahwa sebagai

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENGAWASAN NARKOTIKA PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 4 JULI 29 JULI 2011

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PUSAT INFORMASI OBAT DAN MAKANAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA JL. PERCETAKAN NEGARA NO.23 JAKARTA PUSAT PERIODE 4 29

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI APOTEKER DI PUSAT INFORMASI OBAT DAN MAKANAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 2 24 SEPTEMBER 2013 LAPORAN PRAKTIK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005

PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 PERBANDINGAN STRUKTUR ORGANISASI DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN DEPARTEMEN KESEHATAN NOMOR 1575/MENKES/PER/IX/2005 DENGAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN NOMOR

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENGAWASAN PRODUK DAN BAHAN BERBAHAYA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA PERIODE 4 29 JULI 2011 LAPORAN PRAKTEK

Lebih terperinci

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011

MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 MATRIK 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/ LEMBAGA TAHUN 2011 KEMENTERIAN/ LEMBAGA : BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN (BPOM) 1 Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Teknis Lainnya BPOM 1.1

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA DEPUTI II DIREKTORAT STANDARDISASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK DAN PRODUK KOMPLEMEN PERIODE

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG BALAI PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN, DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN 1.1 Balai Pengawas Obat dan Makanan 1.1.1 Kedudukan, tugas, fungsi, dan kewenangan balai POM Republik Indonesia Berdasarkan

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan

II. TINJAUAN PUSTAKA Keamanan Pangan II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keamanan Pangan Keamanan pangan merupakan kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu,

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENILAIAN KEAMANAN PANGAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI JL. PERCETAKAN NEGARA NO.23 JAKARTA PUSAT PERIODE 2 26 SEPTEMBER

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI PUSAT PENYIDIKAN OBAT DAN MAKANAN JALAN PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENGAWASAN PRODUKSI PRODUK TERAPETIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI JL. PERCETAKAN NEGARA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BIRO HUKUM DAN HUBUNGAN MASYARAKAT BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BIRO HUKUM DAN HUBUNGAN MASYARAKAT BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BIRO HUKUM DAN HUBUNGAN MASYARAKAT BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN JL. Percetakan Negara No. 23 Jakarta 10560 Tanggal 04 Februari 26 Februari

Lebih terperinci

RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN POM TAHUN Target Program

RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN POM TAHUN Target Program Lampiran 1 RKT RENCANA KINERJA TAHUNAN BADAN POM TAHUN 2007 Sasaran 1. Terawasinya secara efektif 1. Proporsi penyelesaian berkas 90% 1.1.1 Penilaian mutu, keamanan, dan khasiat permohonan pendaftaran

Lebih terperinci

PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN BADAN POM TAHUN Uraian. permohonan. Pengawasan. pendaftaran Produk. pangan sebelum Berbahaya. dan Bahan.

PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN BADAN POM TAHUN Uraian. permohonan. Pengawasan. pendaftaran Produk. pangan sebelum Berbahaya. dan Bahan. Lampiran 2 PKK PENGUKURAN KINERJA KEGIATAN BADAN POM TAHUN 2007 Sasaran 1. Terawasinya secara efektif 1. Proporsi penyelesaian berkas 90% 1.1.1 Penilaian permohonan pendaftaran produk permohonan Dana (Rp)

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENGAWASAN PRODUK DAN BAHAN BERBAHAYA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT STANDARDISASI PRODUK TERAPETIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN RUMAH TANGGA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA JL. PERCETAKAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PUSAT PENYIDIKAN OBAT DAN MAKANAN PERIODE 4-26 FEBRUARI 2013

UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PUSAT PENYIDIKAN OBAT DAN MAKANAN PERIODE 4-26 FEBRUARI 2013 UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI PUSAT PENYIDIKAN OBAT DAN MAKANAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI PERIODE 4-26 FEBRUARI 2013 LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER NETI

Lebih terperinci

BAB. I PENDAHULUAN Lampiran Keputusan Direktur Pengawasan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif Nomor HK.06.02.351.03.15.196 Tahun 2015 Tentang Rencana Strategis Direktorat Pengawasan Narkotika, Psikotropika

Lebih terperinci

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI

MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MODUL MATERI UJIAN PERPINDAHAN JABATAN FUNGSIONAL PENGAWAS FARMASI DAN MAKANAN TERAMPIL KE AHLI PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS) BADAN POM RI MATA PELAJARAN : KEBIJAKAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT STANDARDISASI OBAT TRADISIONAL, KOSMETIK, DAN PRODUK KOMPLEMEN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER PUSAT PENYIDIKAN OBAT DAN MAKANAN BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN JALAN PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA PUSAT PERIODE 2-24 SEPTEMBER 2013 LAPORAN

Lebih terperinci

REFORMASI BIROKRASI. (Presentasi Materi Subtansi Instansi) Jakarta, 18 Juli 2017

REFORMASI BIROKRASI. (Presentasi Materi Subtansi Instansi) Jakarta, 18 Juli 2017 REFORMASI BIROKRASI (Presentasi Materi Subtansi Instansi) Jakarta, 18 Juli 2017 Kegiatan Belajar 1 Reformasi Birokrasi Pengertian Reformasi Birokrasi Salah satu cara untuk membangun kepercayaan masyarakat.

Lebih terperinci

PETA BISNIS PROSES. Registrasi Obat dan Produk Biologi, Pendaftaran Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan POM-02. Evaluasi Produk dan Administrasi

PETA BISNIS PROSES. Registrasi Obat dan Produk Biologi, Pendaftaran Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan POM-02. Evaluasi Produk dan Administrasi PETA BISNIS PROSES Pemerintah Registrasi Obat dan Produk Biologi, Pendaftaran Obat Tradisional dan Suplemen Kesehatan Pembentukan Undang-undang Perundangundangan dan POM-02 Evaluasi Produk dan Administrasi

Lebih terperinci

PENERAPAN QMS ISO 9001:2015 BPOM

PENERAPAN QMS ISO 9001:2015 BPOM PENERAPAN QMS ISO 9001:2015 BPOM DASAR HUKUM KETATALAKSANAAN K/L 2 DASAR HUKUM KETATALAKSANAAN K/L (2) 3 DASAR HUKUM KETATALAKSANAAN K/L (3) 4 DASAR HUKUM KETATALAKSANAAN K/L (4) DASAR HUKUM KETATALAKSANAAN

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 69 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN SIDOARJO DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

2017, No beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedelapan atas Keputusan Presiden Nomor

2017, No beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedelapan atas Keputusan Presiden Nomor No.180, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA KELEMBAGAAN. Badan Pengawas Obat dan Makanan. PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 80 TAHUN 2017 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa pengawasan Obat dan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA PRODUKSI DAN DISTRIBUSI KEFARMASIAN DITJEN BINFAR DAN ALKES KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA JL. H.R. RASUNA SAID

Lebih terperinci

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG SALINAN BUPATI PURBALINGGA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI PURBALINGGA NOMOR 79 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN PURBALINGGA

Lebih terperinci

KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA,

KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA, KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.04.1.24.11.12.7154 TAHUN 2012 TENTANG PEMBENTUKAN TIM REFORMASI BIROKRASI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPALA BADAN PENGAWAS

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau

BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN. digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau 1 BAB III TINJAUAN TEORITIS PENDAFTARAN PANGAN OLAHAN A. TINJAUAN PANGAN OLAHAN 1. Pengertian Pangan Olahan Menurut Peraturan Pemerintah RI nomor 28 tahun 2004 pangan adalah segala sesuatu yang berasal

Lebih terperinci

Daftar Rekapitulasi Bisnis Proses Badan Pengawas Obat dan Makanan

Daftar Rekapitulasi Bisnis Proses Badan Pengawas Obat dan Makanan Daftar Rekapitulasi Bisnis Proses Badan Pengawas Obat dan Makanan CODE PROCESS NAME SUB PROCESS SUB PROCESS CODE CFM CFM CODE POM-01 Pengelolaan Perundang-undangan dan Standar Pembentukan undang-undang

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENILAIAN OBAT DAN PRODUK BIOLOGI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN JALAN PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA PUSAT PERIODE 4-26 FEBRUARI

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN BAB II GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Sejarah Berdirinya Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM)Pekanbaru. Pembentukan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Pekanbaru diawali oleh terbentuknya

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2008 TENTANG

KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK TAHUN 2008 TENTANG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN RI KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.00.05.21.1732 TAHUN 2008 TENTANG GRAND STRATEGY BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN KEPALA BADAN

Lebih terperinci

UPAYA PERBAIKAN TATA KELOLA PERIZINAN OBAT

UPAYA PERBAIKAN TATA KELOLA PERIZINAN OBAT Komite Advokasi Nasional Antikorupsi Sektor Kesehatan UPAYA PERBAIKAN TATA KELOLA PERIZINAN OBAT Togi J. Hutadjulu Direktur Penilaian Obat dan Produk Biologi 1. PENDAHULUAN 2. PELAYANAN PUBLIK BADAN POM

Lebih terperinci

RPJMN dan RENSTRA BPOM

RPJMN dan RENSTRA BPOM RPJMN 2015-2019 dan RENSTRA BPOM 2015-2019 Kepala Bagian Renstra dan Organisasi Biro Perencanaan dan Keuangan Jakarta, 18 Juli 2017 1 SISTEMATIKA PENYAJIAN RPJMN 2015-2019 RENCANA STRATEGIS BPOM 2015-2019

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya pembentukan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT PENGAWASAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA DAN ZAT ADIKTIF (NAPZA) BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN JL. PERCETAKAN NEGARA NO. 23 JAKARTA

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Kota Bandar Lampung

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. A. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Kota Bandar Lampung IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Kota Bandar Lampung 1. Sejarah Singkat BBPOM Kota Bandar Lampung Pada awalnya Badan Pengawas Obat dan Makanan merupakan

Lebih terperinci

BAB II. KEADAAN UMUM INSTANSI

BAB II. KEADAAN UMUM INSTANSI BAB II. KEADAAN UMUM INSTANSI A. SEJARAH DAN PERKEMBANGAN INSTANSI Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 166 tahun 2000, Badan POM ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintahan Non Departemen (LPND) yang bertanggung

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI BLORA PROVINSI JAWA TENGAH PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 56 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BLORA DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG

BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG BUPATI TRENGGALEK PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI TRENGGALEK NOMOR 15 TAHUN 2017 TENTANG PENJABARAN TUGAS DINAS KESEHATAN, PENGENDALIAN PENDUDUK DAN KELUARGA BERENCANA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT,

BUPATI LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK BARAT, BUPATI LOMBOK BARAT PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT NOMOR 23 TAHUN 2011 TENTANG RINCIAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN LOMBOK BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI LOMBOK

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL BERITA DAERAH KABUPATEN GUNUNGKIDUL ( Berita Resmi Pemerintah Kabupaten Gunungkidul ) Nomor : 7 Tahun : 2011 Seri : D PERATURAN BUPATI GUNUNGKIDUL NOMOR 62 TAHUN 2011 TENTANG URAIAN TUGAS DINAS KESEHATAN

Lebih terperinci

-2- MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN.

-2- MEMUTUSKAN : Menetapkan : PERATURAN GUBERNUR TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN. GUBERNUR BALI PERATURAN GUBERNUR BALI NOMOR 103 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI, SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN PROVINSI BALI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DEPUTI I BIDANG PENGAWASAN PRODUK TERAPETIK DAN NARKOTIKA, PSIKOTROPIKA, DAN ZAT ADIKTIF JALAN PERCETAKAN

Lebih terperinci

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA,

- 1 - DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA, - 1 - PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 16 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN KEPALA ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2015 TENTANG PEDOMAN RETENSI ARSIP

Lebih terperinci

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT

BUPATI KOTAWARINGIN BARAT BUPATI KOTAWARINGIN BARAT PERATURAN BUPATI KOTAWARINGIN BARAT NOMOR 10 TAHUN 2009 T E N T A N G TUGAS POKOK DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN KABUPATEN KOTAWARINGIN BARAT DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI

ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI KEBIJAKAN Reformasi Birokrasi NASIONAL ROAD MAP REFORMASI BIROKRASI Pengorganisasian Pelaksanaan Tim Pengarah Kementerian/Lembaga Ketua: Pimpinan K/L Sekretaris: Sekjen Anggota: Pejabat Eselon I Pemerintah

Lebih terperinci

LAPORAN KINERJA TAHUN Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya

LAPORAN KINERJA TAHUN Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya LAPORAN KINERJA TAHUN 2016 Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya KATA PENGANTAR Tahun 2016 merupakan tahun kedua pelaksanaan Rencana Strategis Deputi Bidang Pengawasan Keamanan Pangan

Lebih terperinci

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA

BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKAN NOMOR: HK. 00. 05. 24.01634 TENTANG PEMBENTUKAN TIM PENYUSUN STRATEGI PENGEMBANGAN DAN PENDAYAGUNAAN SDM BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Menimbang : 1. bahwa

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 026 TAHUN 2013

PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 026 TAHUN 2013 PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN NOMOR 026 TAHUN 2013 TENTANG PEDOMAN OPERASIONAL SATUAN TUGAS PEMBERANTASAN OBAT DAN MAKANAN ILEGAL DI PROVINSI KALIMANTAN SELATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

Lebih terperinci

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN

GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN SALINAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA PERATURAN GUBERNUR DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR

Lebih terperinci

Perda Kab. Belitung No. 17 Tahun

Perda Kab. Belitung No. 17 Tahun PERATURAN DAERAH KABUPATEN BELITUNG NOMOR 17 TAHUN 2003 TENTANG ORGANISASI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BELITUNG, Menimbang : a. bahwa dengan telah ditetapkannya Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

Penandatanganan Berita Acara Konsensus Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi

Penandatanganan Berita Acara Konsensus Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Penandatanganan Berita Acara Konsensus Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi Pertemuan Penandatanganan Berita Acara Konsensus Penilaian Mandiri Pelaksanaan Reformasi Birokrasi (PMPRB) dilaksanakan

Lebih terperinci

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANYUMAS

BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANYUMAS BUPATI BANYUMAS PERATURAN BUPATI BANYUMAS NOMOR 36 TAHUN 2008 TENTANG PENJABARAN TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN BANYUMAS DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANYUMAS, Menimbang

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN 1. Staf Ahli Bidang Ekonomi Kesehatan; 2. Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi; 3. Staf Ahli Bidang Desentralisasi Kesehatan; dan 4. Staf Ahli Bidang Hukum Kesehatan STAF AHLI STRUKTUR

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH

PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH PERATURAN DAERAH KABUPATEN AGAM NOMOR 7 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA TEKNIS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI AGAM, Menimbang : a. bahwa untuk mewujudkan

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB. Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015

RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB. Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015 RENCANA STRATEGIS SEKRETARIAT KEMENTERIAN PANRB Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi 2015 Kata Pengantar Sekretariat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Lebih terperinci

BAB III PENGAWASAN PEREDARAN OBAT KUAT IMPOR OLEH BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

BAB III PENGAWASAN PEREDARAN OBAT KUAT IMPOR OLEH BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN BAB III PENGAWASAN PEREDARAN OBAT KUAT IMPOR OLEH BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN A. Keberadaan BPOM di Indonesia 1. Terbentuknya Badan Pengawas Obat dan Makananan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)

Lebih terperinci

GAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH,

GAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH, SALINAN GAH GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH PERATURAN GUBERNUR KALIMANTAN TENGAH NOMOR 54 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS, FUNGSI DAN TATA KERJA DINAS PERDAGANGAN DAN PERINDUSTRIAN PROVINSI

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.817, 2012 PPATK. Organisasi. Tata Kerja. PPATK. PERATURAN KEPALA PUSAT PELAPORAN DAN ANALISIS TRANSAKSI KEUANGAN NOMOR PER-07/1.01/PPATK/08/12 TENTANG ORGANISASI DAN

Lebih terperinci

Penataan Tatalaksana Dalam Kerangka Reformasi Birokrasi

Penataan Tatalaksana Dalam Kerangka Reformasi Birokrasi KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA DAN REFORMASI BIROKRASI Penataan Tatalaksana Dalam Kerangka Reformasi Birokrasi Ir. Deddy S. Bratakusumah, BE., MURP., M.Sc, PhD. DEPUTI BIDANG TATALAKSANA deddys@menpan.go.id

Lebih terperinci

SUSUNAN KEANGGOTAAN DAN URAIAN TUGAS TIM RB BPOM

SUSUNAN KEANGGOTAAN DAN URAIAN TUGAS TIM RB BPOM LAMPIRAN KEPUTUSAN KEPALA BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR HK.04.1.22.03.18.1314 TAHUN 2018 TENTANG PEMBENTUKAN TIM REFORMASI BIROKRASI BIROKRASI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

Lebih terperinci

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016

SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 2016 NOMOR : SP DIPA /2016 SURAT PENGESAHAN DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN (SP-DIPA) INDUK TAHUN ANGGARAN 216 NOMOR SP DIPA-63.1-/216 DS462-7237-737-7577 A. DASAR HUKUM 1. 2. 3. UU No. 17 Tahun 23 tentang Keuangan Negara. UU

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS, dan FUNGSI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN

STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS, dan FUNGSI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN STRUKTUR ORGANISASI, TUGAS, dan FUNGSI BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN Bimbingan Teknis Ujian Dinas Tingkat I dan Ujian Penyesuaian Kenaikan Pangkat Tahun 2017 Jakarta, 18 Juli 2017 DASAR HUKUM, TUGAS,

Lebih terperinci

WALIKOTA TASIKMALAYA

WALIKOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA KEPUTUSAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR : 15 TAHUN 2003 TENTANG TUGAS POKOK, FUNGSI DAN RINCIAN TUGAS UNIT DINAS KESEHATAN KOTA TASIKMALAYA WALIKOTA TASIKMALAYA Menimbang : a. bahwa dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG BADAN STANDARDISASI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG BADAN STANDARDISASI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4 TAHUN 2018 TENTANG BADAN STANDARDISASI NASIONAL DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 63

BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 63 BERITA DAERAH KABUPATEN BANJARNEGARA TAHUN 2016 NOMOR 63 PERATURAN BUPATI BANJARNEGARA NOMOR 63 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI, TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN

Lebih terperinci

PEMBANGUNAN SOSIAL BUDAYA

PEMBANGUNAN SOSIAL BUDAYA Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2006 PEMBANGUNAN SOSIAL BUDAYA (BIDANG KESEHATAN) Disampaikan dalam Rapat Kerja dengan Komisi VIII DPR RI Jakarta, 23 November 2005 AGENDA PEMBANGUNAN AGENDA PEMBANGUNAN

Lebih terperinci

Kepala Dinas mempunyai tugas :

Kepala Dinas mempunyai tugas : Kepala Dinas mempunyai tugas : a. menyelenggarakan perumusan dan penetapan program kerja Dinas; d. menyelenggarakan perumusan kebijakan teknis di bidang kesehatan; e. menyelenggarakan urusan pemerintahan

Lebih terperinci

UNIVERSITAS INDONESIA

UNIVERSITAS INDONESIA UNIVERSITAS INDONESIA LAPORAN PRAKTEK KERJA PROFESI APOTEKER DI DIREKTORAT BINA OBAT PUBLIK DAN PERBEKALAN KESEHATAN DIREKTORAT JENDERAL BINA KEFARMASIAN DAN ALAT KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK

Lebih terperinci

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. Berdirinya Badan Pengawas Obat dan Makanan di Indonesia yang

BAB II PROFIL PERUSAHAAN. Berdirinya Badan Pengawas Obat dan Makanan di Indonesia yang BAB II PROFIL PERUSAHAAN A. Sejarah Berdirinya BPOM Berdirinya Badan Pengawas Obat dan Makanan di Indonesia yang pada masa penjajahan Belanda dikenal dengan apoteker yang berperan dalam pelayanan kesehatan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.221, 2012 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA PERATURAN KEPALA LEMBAGA SANDI NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 2 TAHUN 2012 TENTANG REFORMASI BIROKRASI LEMBAGA SANDI NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara

4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara BUPATI TASIKMALAYA PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI TASIKMALAYA NOMOR 60 TAHUN 2016 TENTANG RINCIAN TUGAS DAN FUNGSI DINAS KESEHATAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI TASIKMALAYA, Menimbang

Lebih terperinci

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 86 TAHUN 2016 TENTANG

BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 86 TAHUN 2016 TENTANG BUPATI SIDOARJO PROVINSI JAWA TIMUR PERATURAN BUPATI SIDOARJO NOMOR 86 TAHUN 2016 TENTANG KEDUDUKAN, SUSUNAN ORGANISASI,TUGAS DAN FUNGSI SERTA TATA KERJA DINAS PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN KABUPATEN SIDOARJO

Lebih terperinci

BAB 1 BISNIS PROSES DALAM REFORMASI BIROKRASI. A. Pendahuluan

BAB 1 BISNIS PROSES DALAM REFORMASI BIROKRASI. A. Pendahuluan BAB 1 BISNIS PROSES DALAM REFORMASI BIROKRASI A. Pendahuluan Salah satu area perubahan dalam reformasi birokrasi yang wajib dilaksanakan oleh kementerian/lembaga/pemerintah daerah adalah penataan tata

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

Riati Anggriani, SH, MARS., M.Hum Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan 6 Februari 2017

Riati Anggriani, SH, MARS., M.Hum Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan 6 Februari 2017 Riati Anggriani, SH, MARS., M.Hum Kepala Biro Hukum dan Humas Badan Pengawas Obat dan Makanan 6 Februari 2017 Agenda Sistem Pengawasan Badan POM Peraturan Tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa kesejahteraan

Lebih terperinci

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN

STRUKTUR ORGANISASI KEMENTERIAN KESEHATAN 1. Staf Ahli Bid. Teknologi Kesehatan dan Globalisasi; 2. Staf Ahli Bid. Pembiayaan & Pemberdayaan Masyarakat; 3. Staf Ahli Bid. Perlindungan Faktor Resiko Kesehatan; 4. Staf Ahli Bid Peningkatan Kapasitas

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa dengan telah

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 2015 TENTANG KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa dengan telah ditetapkannya

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN BONDOWOSO

PEMERINTAH KABUPATEN BONDOWOSO PEMERINTAH KABUPATEN BONDOWOSO PERATURAN DAERAH KABUPATEN BONDOWOSO NOMOR 12 TAHUN 2010 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA INSPEKTORAT, BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH, DAN LEMBAGA TEKNIS DAERAH DENGAN

Lebih terperinci

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat

Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat Walikota Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat PERATURAN WALIKOTA TASIKMALAYA NOMOR 54 TAHUN 2016 Menimbang TENTANG TUGAS POKOK DAN RINCIAN TUGAS UNIT DINAS KESEHATAN KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 192 TAHUN 2014 TENTANG BADAN PENGAWASAN KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa kesejahteraan

Lebih terperinci