MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 109/PUU-XI/2013

Transkripsi

1 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 109/PUU-XI/2013 PERIHAL PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 37 TAHUN 2004 TENTANG KEPAILITAN DAN PENUNDAAN KEWAJIBAN PEMBAYARAN UTANG TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945 ACARA MENDENGARKAN KETERANGAN PEMERINTAH DAN DPR (III) J A K A R T A KAMIS, 20 FEBRUARI 2014

2 MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 109/PUU-XI/2013 PERIHAL Pengujian Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang [Pasal 242 ayat (2)] terhadap Undang- Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 PEMOHON 1. Amir Gunawan ACARA Mendengarkan Keterangan Pemerintah dan DPR (III) Kamis, 20 Februari 2014, Pukul WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat SUSUNAN PERSIDANGAN 1) Hamdan Zoelva (Ketua) 2) Arief Hidayat (Anggota) 3) Muhammad Alim (Anggota) 4) Harjono (Anggota) 5) Maria Farida Indrati (Anggota) 6) Ahmad Fadlil Sumadi (Anggota) Sunardi Panitera Pengganti i

3 Pihak yang Hadir: A. Kuasa Hukum Pemohon: 1. Muhammad Idris A.S. B. Pemerintah: 1. Mualimin Abdi 2. Agus Hariadi C. DPR: 1. Ruhut Poltak Sitompul ii

4 SIDANG DIBUKA PUKUL WIB 1. KETUA: HAMDAN ZOELVA Sidang Mahkamah Konstitusi dalam Perkara Nomor 109/PUU- XI/2013 dibuka dan dinyatakan terbuka untuk umum. Pemohon, kenalkan diri dulu. 2. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD IDRIS A.S. Pemohon dalam hal ini diwakili saya, Muhammad Idris. 3. KETUA: HAMDAN ZOELVA Pengacara? 4. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD IDRIS A.S. Bukan. Staf Manager (suara tidak terdengar jelas). 5. KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya. Kalau pengacara di sini, harus pakai toga, ya. Baik. Dari Pemerintah yang mewakili Presiden? 6. PEMERINTAH: AGUS HARIADI Terima kasih, Yang Mulia. Hadir, Yang Mulia, dari Pemerintah mewakili Presiden. 7. KETUA: HAMDAN ZOELVA KETUK PALU 3X Hadir. Hari ini sedianya Sidang Pleno dihadiri minimum 7 orang Hakim, tapi 2 Hakim berhalangan, jadi kita ubah namanya menjadi Sidang Panel yang diperluas, dengan tentu tidak mengurangi substansi makna sidang hari ini. Setuju, ya? Baik. Hari ini sidang untuk mendengarkan keterangan Pemerintah dan DPR. DPR tidak hadir, ya? Tidak hadir, ya? Silakan dari Pemerintah untuk memberikan keterangan. 1

5 8. PEMERINTAH: MUALIMIN ABDI Bismillahirrahmaanirrahiim. Assalamualaikum wr. wb. Selamat pagi, salam sejahtera untuk kita semua. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Sehubungan dengan Permohonan Pengujian Ketentuan Pasal 242 ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang atau yang disebut untuk selanjutnya adalah Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, sebagaimana terregister pada Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Nomor 109/PUU- XI/2013 yang dimohonkan oleh Muhammad Idris, yang dalam hal ini hadir sendiri sebagai Prinsipal. Presiden, Yang Mulia, memberikan Kuasa kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang kemudian Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia memberikan Kuasa kepada saya selaku Kabaglitbang dan selaku PLT Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan. Yang Mulia Ketua Mahkamah Konstitusi. Bahwa terkait dengan permohonan Para Pemohon, pada intinya bahwa menurut Pemohon Pasal 242 ayat (2) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU dianggap tidak mencerminkan asas kepastian hukum karena menggugurkan sita yang telah dilaksanakan terlebih dahulu, kurang-lebih 2 tahun sebelum pelaksanaan perusahaan dalam penundaan kewajiban pembayaran utang. Kemudian, menurut Pemohon juga bahwa Pemohon tidak memperoleh haknya karena dibatasi dan dihalangi oleh ketentuan yang dimohonkan untuk diuji tersebut. Karena menurut Pemohon secara limitatif memberikan kewenangan kepada hakim pengawas dan pengurus PKPU mencabut penetapan sita jaminan yang telah dilaksanakan oleh pengadilan negeri, sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 242 ayat (2) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi. Terkait dengan kedudukan hukum Pemohon, maka Pemerintah dalam hal ini menyerahkan sepenuhnya kepada Mahkamah Konstitusi untuk menilai dan mempertimbangkannya, maka Pemohon memiliki kedudukan hukum atau tidak, sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 51 ayat (1) Undang- Undang tentang Mahkamah Konstitusi maupun berdasarkan putusanputusan Mahkamah Konstitusi yang telah dijadikan yurispudensi oleh Mahkamah Konstitusi, yaitu sejak Putusan Nomor 006/PUU-III/2005 dan Putusan Nomor 11/PUU-V/2007. Yang Mulia, Pemerintah dapat sampaikan, memang untuk menjawab hal-hal yang terkait dengan permohonan pengujian Undang- Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, memang Pemerintah telah mencoba memanggil beberapa ahli yang memang dahulu membidangi dan memprakarsai untuk membentuk atau membahas undang-undang pada saat dibuat itu. Oleh karena itu, para narasumber memang sudah agak sepuh-sepuh yang terkait dengan pada 2

6 waktu pembahasan undang-undang ini. Oleh karena itu, jujur saja Pemerintah pada saat meramu permohonan ini agak-agak kesulitan juga, namun Pemerintah mencoba untuk memberikan penjelasan yang mudahmudahan bisa menjawab dan bisa memberikan klarifikasi terhadap undang-undang atau pasal yang dimohonkan untuk diuji tersebut. Pasal 242 ayat (2) yang menyatakan kecuali telah ditetapkan tanggal yang lebih awal oleh pengadilan berdasarkan permintaan pengurus, semua sita yang telah diletakkan gugur dan dalam hal debitur disandra, debitur harus dilepaskan segera setelah diucapkan putusan penundaan kewajiban pembayaran utang tetap atau setelah putusan pengesahan perdamaian memperoleh kekuatan hukum tetap dan atas permintaan pengurus atau hakim pengawas. Jika masih diperlukan, pengadilan wajib mengangkat sita yang telah diletakkan atas benda yang termasuk harta debitur. Menurut Pemohon yang Pemerintah sudah sampaikan, dianggap bertentangan dengan ketentuan Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, sebagaimana kita ketahui bahwa Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, memang di dalam pembentukannya didasarkan kepada adanya satu atau beberapa asas, yang antara lain: asas keseimbangan, asas kelangsungan usaha, asas keadilan, dan asas integrasi. Kami Pemerintah tidak akan menguraikan secara lebih detail tentang asas-asas yang Pemerintah sebutkan karena itu ada di dalam Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Namun demikian, Yang Mulia, bahwa ada beberapa hal, ada faktor yang perlunya pengaturan Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, antara lain dapat diinformasikan bahwa yang pertama bahwa Undang-Undang Kepailitan dan PKPU adalah dalam rangka untuk menghindari perebutan harta debitur apabila dalam waktu yang sama, ada beberapa kreditor yang menagih piutangnya dari debitur. Yang kedua, untuk menghindari adanya kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang menurut haknya dengan cara menjual barang milik debitur tanpa memerhatikan kepentingan debitur atau para kreditor lainnya. Yang ketiga, untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah seorang kreditor atau debitur sendiri, misalnya debitur berusaha untuk memberi keuntungan kepada seorang atau beberapa orang kreditor tertentu, sehingga kreditor lainnya dirugikan atau adanya perbuatan yang curang dari debitur untuk melarikan semua harta kekayaannya dengan maksud untuk melepaskan tanggung jawabnya terhadap para kreditor. 3

7 Kemudian, Yang Mulia, dapat Pemerintah sampaikan terhadap materi muatan yang dimohonkan untuk diuji oleh Pemohon, Pemerintah dapat memberikan keterangan sebagai berikut. Yang pertama bahwa dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, memang ada dua cara di dalam penyelesaian utang-piutang, yaitu melalui kepailitan atau penundaan kewajiban pembayaran utang. Cara penyelesaian utang dengan PKPU adalah sebuah cara yang digunakan oleh debitur maupun kreditor dalam hal debitur atau kreditor menilai debitur tidak dapat atau diperkirakan tidak akan dapat lagi melanjutkan pembayaran utang-utangnya yang sudah jatuh tempo dan dapat ditagih. Dengan cara debitur mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagian atau seluruh utang kepada kreditor agar debitur tidak perlu dipailitkan sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 222 juncto Pasal 228 ayat (5) Undang-Undang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Yang kedua bahwa penundaan kewajiban pembayaran utang merupakan sarana penting dalam menyelesaikan utang-piutang oleh debitur dan tidak hanya melalui kepailitan. Dalam Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, para kreditor juga diberikan suatu kewenangan untuk mengajukan suatu PKPU (Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang) terhadap debiturnya. Dalam PKPU, seorang debitur yang beriktikad baik, masih memiliki hak untuk mengajukan PKPU sebelum diucapkannya putusan pernyataan pailit oleh majelis hakim. PKPU pada dasarnya merupakan cara penyelesaian utang-piutang dengan mengajukan rencana perdamaian dari debitur yang diberikan kesempatan oleh kreditornya untuk merestrukturisasi utang-utangnya yang dapat meliputi pembayaran seluruh atau sebagian utang kepada para kreditornya tersebut, baik kreditor konkuren maupun kreditor lainnya yang didahulukan atau yang disebut sebagai kreditor preferen. Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi bahwa sesuai dengan ketentuan Pasal 222 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, maka PKPU dapat diminta baik oleh debitur maupun oleh kreditor, yaitu dalam hal pertama, seorang debitur dalam jangka waktu yang cukup, dapat memperbaiki kesulitannya dan akhirnya akan dapat melunasi atau membayar utang-utangnya di kemudian hari tanpa harus menutup perusahaannya. Dan yang berikutnya, bagi pihak kreditor karena adanya PKPU ini, kemungkinan piutangnya dapat dibayarkan oleh debitur secara penuh, sehingga tidak merugikan kreditor. Kemudian, Yang Mulia, selanjutnya bahwa di dalam PKPU ini ada satu jangka waktu tertentu yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan pengadilan niaga. Dan jangka waktu tersebut kepada kreditor dan debitur diberikan kesempatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran utang-utangnya dengan menawarkan rencana perdamaian 4

8 (composition plan) terhadap seluruh atau sebagian utangnya, termasuk apabila perlu merestrukturisasi utangnya tersebut. Selanjutnya, Yang Mulia, permohonan PKPU oleh debitur ini dilakukan sebelum permohonan pernyataan pailit diajukan oleh pihak lain kepada debitur. Namun ada kalanya, PKPU ini diajukan oleh debitur pada saat diajukan permohonan pernyataan pailit terhadap debitur oleh pihak lain ke pengadilan. Apabila permohonan pernyataan pailit dan permohonan PKPU ini diperiksa pada saat yang bersamaan, maka permohonan PKPU ini harus diputus lebih dahulu, sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 229 ayat (3) dan ayat (4) Undang-Undang Kepailitian dan PKPU. Maka sesuai dengan ketentuan Pasal 243 ayat (1) Undang-Undang Kepailitian dan PKPU bahwa PKPU tidak menghentikan berjalannya perkara yang sudah dimulai oleh pengadilan atau menghalangi diajukannya perkara baru. Kemudian, Yang Mulia, pengajuan PKPU juga tidak mengurangi kewajiban debitur untuk membayar utangnya. Karena dengan pengajuan PKPU, debitur mencari jalan untuk bisa membayar utangnya, tanpa menghentikan jalannya perusahaan debitur. Oleh karena itu, menurut pemerintah, dalil Pemohon yang menganggap atau yang menyatakan bahwa pasal yang dimohonkan untuk diuji tidak memiliki kepastian hukum, menurut Pemerintah adalah kurang tepat karena dengan adanya ketentuan ini, maka menurut Pemerintah debitur akan dapat dibayarkan utang-utangnya tanpa harus menutup perusahaan debitur itu sendiri dan kreditor dalam hal ini juga dapat menagih piutang secara keseluruhan. Selanjutnya, Yang Mulia. Apabila sampai batas waktu yang telah ditentukan, sebagaimana diatur di dalam Pasal 228 ayat (6) Undang- Undang Kepailitan dan PKPU, maka rencana perdamaian yang diajukan oleh debitur gagal atau tidak disetujui oleh kreditor, maka debitur dinyatakan pailit. Apabila pengadilan telah menyatakan debitur pailit, maka berlaku ketentuan tentang kepailitan sebagaimana dimaksud dalam Bab 2, kecuali atau yang dikecualikan dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 14, yaitu di dalam sebagaimana ditentukan di dalam Pasal 290 Undang-Undang Kepailitan dan PKPU. Oleh karena itu, Yang Mulia. Menurut Pemerintah sebagaimana telah diuraikan atau berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, maka menurut Pemerintah permohonan Para Pemohon yang terkait dengan Permohonan Pengujian Undang-Undang atau Ketentuan Pasal 224 ayat (2) yang dianggap tidak memiliki kepastian hukum dan merugikan hakhak konstitusional Pemohon, menurut Pemerintah adalah tidak tepat. Karena justru ketentuan yang dimohonkan untuk diuji tersebut memungkinkan adanya kelangsungan usaha debitur. Sehingga dengan keberlangsungan usaha tersebut, memberikan waktu yang cukup bagi debitur untuk melunasi utang-piutangnya kepada kreditor secara keseluruhan berdasarkan rencana perdamaian yang disepakati dalam Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Dan hal ini menurut 5

9 Pemerintah, telah memenuhi nilai keadilan bagi para pihak dan telah memenuhi nilai-nilai kepastian hukum yang dimiliki oleh para debitur maupun kreditor. Kesimpulannya, Yang Mulia. Berdasarkan seluruh penjelasan di atas, Pemerintah memohon kepada Yang Mulia Ketua Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi yang memeriksa, mengadili, dan memutus Permohonan Pengujian Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagaimana diregister dalam register Nomor 109/PUU-XI/2013, dapat memberikan putusan sebagai berikut. 1. Menolak permohonan pengujian Pemohon seluruhnya atau setidatidaknya menyatakan permohonan Para Pemohon permohonan Pemohon tidak dapat diterima. 2. Menerima keterangan Presiden atau Pemerintah secara keseluruhan dan menyatakan ketentuan Pasal 242 ayat (2) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, tidak bertentangan dengan ketentuan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun Demikian, Yang Mulia, atas perkenan perhatian Ketua dan Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi, diucapkan terima kasih. Jakarta, 20 Februari. Hormat kami, Kuasa Hukum Presiden Republik Indonesia, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Amir Syamsuddin, yang dalam hal ini dibacakan oleh saya sendiri Mualimin Abdi. Terima kasih. Wabillahitaufiq walhidayah wassalamualaikum wr. wb. 9. KETUA: HAMDAN ZOELVA Selanjutnya, silakan dari DPR, Pak Ruhut. 10. DPR: RUHUT POLTAK SITOMPUL Assalamualaikum wr. wb. Terima kasih, Ketua. Permohonan dari kami, maaf sebesar-besarnya atas keterlambatan ini karena saya pasokan cadangan, Pak, sudah ditugaskan yang lain, tapi rasa hormat kami kepada MK, tadi saya datang, tapi terlambat. Kepada Pemohon, Termohon yang kami muliakan. Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Keterangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia atas Permohonan Uji Materiil Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam Perkara Nomor 109/PUU-XI/2013, 20 Februari

10 Kepada yang kami muliakan Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dan Hakim Konstitusi di Jakarta. Saya Ruhut Poltak Sitompul mewakili DPR sesuai dengan Nomor 118/PIM/1/ , tanggal 16 Oktober Kami ditugaskan 12 orang, saya langsung saja. Yang kami hormati Majelis, dan Pemohon, dan Termohon. Kami langsungkan saja keterangan DPR-RI. Kami masuk ke poin 2, pengujian atas Pasal 242 ayat (2) Undang-Undang Kepailitan. Terhadap Permohonan Pengujian Pasal 242 ayat (2) Undang-Undang Kepailitan, DPR menyampaikan keterangan sebagai berikut. a. Bahwa dalam penjelasan umum Undang-Undang Kepailitan secara jelas dinyatakan terdapat beberapa faktor yang menjadi urgency dari perlunya pengaturan mengenai kepailitan dan penundaan kewajiban pembayaran utang, yaitu pertama untuk menghindari perebutan harta debitur, apabila dalam waktu yang sama ada beberapa kreditor yang menagih piutangnya dari debitur. Kedua, untuk menghindari adanya kreditor pemegang hak jaminan kebendaan yang menuntut haknya dengan cara menjual barang milik debitur tanpa memerhatikan kepentingan debitur atau para kreditor lainnya. Ketiga, untuk menghindari adanya kecurangan-kecurangan yang dilakukan oleh salah seorang kreditor atau debitur sendiri. Misalnya, debitur berusaha untuk memberi keuntungan kepada seorang atau beberapa orang kreditor tertentu, sehingga kreditor lainnya dirugikan atau adanya perbuatan curang dari debitur untuk melahirkan semua harta kekayaannya dengan maksud untuk melepaskan tanggung jawabnya terhadap para kreditor. b. Bahwa permohonan Pemohon terkait dengan pengaturan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, selanjutnya disingkat PKPU sebagaimana diatur dalam Bab 3 Undang-Undang Kepailitan. Menurut DPR, tujuan pengaturan PKPU sebagaimana tersirat dalam ketentuan Pasal 222 ayat (2) Undang-Undang Kepailitan adalah untuk mengajukan rencana perdamaian yang meliputi tawaran pembayaran sebagai atau seluruh utang kepada kreditor. Selanjutnya, menurut penjelasan Pasal 222 ayat (2) undang-undang a quo yang dimaksud dengan kreditor adalah baik kreditor konkuren maupun kreditor yang didahulukan, sehingga tujuan dilakukannya PKPU adalah terpenuhinya hak-hak masing-masing pihak sesuai dengan ketentuan dan perjanjian antar para pihak. Hal ini mengingat PKPU merupakan suatu keringanan yang diberikan kepada suatu debitur untuk menunda pembayaran utangnya. Si debitur mempunyai harapan dalam waktu yang relatif tidak lama akan memperoleh penghasilan yang akan cukup melunasi semua utang-utangnya. c. Bahwa PKPU merupakan suatu prosedur hukum atau upaya hukum untuk memberikan hak kepada setiap debitur maupun kreditor yang tidak dapat memperkirakan melanjutkan pembayaran utangnya yang sudah jatuh tempo. Di mana menurut pandangan pakar Munir Fuady, 7

11 PKPU adalah suatu periode waktu tertentu yang diberikan oleh undang-undang melalui putusan pengadilan niaga, di mana dalam periode waktu tersebut kepada kreditor dan debitur diberikan kesepakatan untuk memusyawarahkan cara-cara pembayaran utangutangnya dengan memberikan rencana perdamaian (composition plan) terhadap seluruh atau sebagian utangnya itu, termasuk apabila perlu merestrukturisasi utang tersebut. d. Bahwa PKPU dapat diajukan secara sukarela oleh debitur yang telah memperkirakan bahwa ia tidak akan dapat membayar utangutangnya. PKPU terbagi dalam dua tahap, yaitu tahap PKPU sementara dan tahap PKPU tetap. Berdasarkan Pasal 225 ayat (2) Undang-Undang Kepailitan, pengadilan niaga harus mengabulkan permohonan PKPU, sementara PKPU sementara diberikan untuk jangka waktu 45 hari. Sebelum diselenggarakan rapat kreditor untuk memberikan kesempatan kepada debitur untuk mempresentasikan rencana perdamaian yang diajukannya, sedangkan PKPU tetap diberikan untuk jangka waktu maksimum 270 hari. Apabila pada hari ke-45 atau rapat kreditor belum dapat memberikan suara mereka terhadap rencana perdamaian tersebut, Pasal 228 ayat (6) undangundang a quo. e. Bahwa salah satu akibat hukum dari berlangsungnya PKPU menurut Pasal 242 ayat (1) undang-undang a quo adalah bahwa debitur tidak dapat dipaksa untuk membayar utang-utangnya. Selain itu, semua tindakan eksekusi yang telah dimulai dalam rangka pelunasan utang harus ditangguhkan. Dapat diartikan keadaan ini berlangsung baik secara baik selama PKPU sementara maupun selama PKPU tetap. Selanjutnya, dalam Pasal 242 ayat (2) a quo menentukan: 1. Kecuali telah ditetapkan tanggal yang lebih awal oleh pengadilan berdasarkan permintaan pengurus. Semua sita yang telah diletakkan gugur, berakhir. Dan, 2. Dalam hal debitur disandra, debitur harus dilepaskan segera setelah diucapkan putusan PKPU tetap. Atau, 3. Setelah putusan pengesahan perdamaian memperoleh kekuatan hukum tetap dan atas permintaan pengurus atau hakim pengawas jika masih diperlukan, pengadilan wajib mengangkat sita yang telah diletakkan atas benda yang termasuk harta debitur. f. Bahwa berdasarkan Pasal 242 ayat (3) Undang-Undang Kepailitan. Ketentuan Pasal 242 ayat (1) dan ayat (2) Undang-Undang Kepailitan berlaku untuk terhadap eksekusi dan sita yang telah dimulai atas benda yang tidak dibebani, sekalipun eksekusi dan sita tersebut berkenan dengan tagihan kreditor yang dijamin dengan gadai, fidusia, hak tanggungan hipotek, dan agunan atas kebendaan lainnya, atau dengan hak yang diistimewakan berkaitan dengan kekayaan tertentu berdasarkan undang-undang. 8

12 g. Bahwa ketentuan Pasal 242 Undang-Undang Kepailitan harus dibaca secara keseluruhan, mengingat ketentuan ini tidak serta-merta menggugurkan semua sita yang telah diletakkan dengan tanpa memerhatikan proses atau upaya hukum yang sedang berjalan dipengadilan. Ketentuan Pasal 242 ayat (2) a quo memberikan suatu persyaratan atau kondisi, yakni kecuali telah ditetapkan tanggal yang lebih awal oleh pengadilan berdasarkan permintaan pengurus, sehingga mekanisme PKPU tidak berusaha mengabaikan adanya keputusan dari lembaga peradilan jika telah ada keputusan yang mengikat. Hal ini dikuatkan dengan ketentuan Pasal 243 ayat (1) yang menyatakan bahwa penundaan kewajiban pembayaran utang tidak menghentikan perjalanan perkara yang sudah dimulai oleh pengadilan atau menghalangi diajukannya perkara baru. Namun, jika perkara tersebut mengenai gugatan pembayaran suatu piutang yang sudah diakui debitur, sedangkan penggugat tidak mempunyai kepentingan untuk memperoleh suatu putusan untuk melaksanakan hak terhadap pihak ketiga, setelah dicatatnya pengakuan tersebut. Hakim dapat menangguhkan putusan sampai berakhirnya PKPU. Dalam hal ini, debitur tidak dapat menjadi penggugat ataupun tergugat dalam perkara mengenai hak atau kewajiban yang menyangkut harta kekayaannya tanpa persetujuan pengurus, Pasal 243 ayat (2) dan ayat (3). h. Bahwa ketentuan dan pengaturan dalam pasal-pasal terkait PKPU, tidak lain diatur sedemikian rupa agar tujuan dari proses PKPU itu sendiri dapat tercapai, yakni dengan keringanan yang diberikan debitur dalam waktu yang relatif tidak lama akan memperoleh penghasilan yang akan cukup melunasi semua utang-utangnya. Terlebih PKPU diberikan hanya pada saat-saat debitur benar-benar sudah tidak mampu yang harus dibuktikan dengan putusan pengadilan. Putusan pengadilan yang menyatakan penerimaan PKPU sementara. Demikian Yang Mulia Ketua dan Anggota Majelis, begitu juga Termohon dan Pemohon. Keterangan DPR-RI kami sampaikan untuk dapat menjadi bahan pertimbangan Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, memutus pengadilan perkara a quo. Hormat kami, tim Kuasa Hukum Pieter C. Zulkifli Simaboea, Aziz Syamsuddin, Al Muzzammil Yusuf, Ir. Tjatur Sapto Edy, Harry Witjaksono, Nudirman Munir, M. Nurdin, Adang Daradjatun, Ahmad Yani, Martin Hutabarat, Syarifuddin Sudding, dan saya Ruhut Poltak Sitompul. Terima kasih penyampain kami yang kurang berkenan. Sekali lagi kami mohon dibukakan pintu maaf. Wabillahitaufiq walhidayah wassalamualaikum wr. wb. 9

13 11. KETUA: HAMDAN ZOELVA Terima kasih, Pak Ruhut yang sudah memberikan keterangan dari DPR. Pemohon, apakah akan mengajukan ahli atau saksi? 12. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD IDRIS A.S. Terima kasih, Yang Mulia. Pemohon sudah berusaha mencari saksi/ahli, saksi/ahli itu banyak, Yang Mulia. Tapi, saksi eh, ahli dalam bersaksi saya belum ketemukan. Jadi ( ) 13. KETUA: HAMDAN ZOELVA Enggak. Ini, ini, begini, begini. Saksi itu di sini beda dengan ahli. Kalau saksi, ya saksi. Ahli, ya ahli. 14. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD IDRIS A.S. Ya. 15. KETUA: HAMDAN ZOELVA Saksi itu yang menyaksikan peristiwanya secara langsung. Kalau ahli, itu karena keahliannya. 16. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD IDRIS A.S. Ya. 17. KETUA: HAMDAN ZOELVA Ada enggak Saudara menyiapkan ahli untuk perkara ini? 18. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD IDRIS A.S. Sedang dicari, Yang Mulia. 19. KETUA: HAMDAN ZOELVA Ndak bisa, di sini harus kita pastikan. Karena kita punya agenda sidang. Apa mengajukan atau tidak? Pastikan saja. 20. KUASA HUKUM PEMOHON: MUHAMMAD IDRIS A.S. Tidak, Yang Mulia. 10

14 21. KETUA: HAMDAN ZOELVA Tidak mengajukan. Jadi, dari Presiden? Samalah pasti. 22. PEMERINTAH: AGUS HARIADI Cukup, Yang Mulia. 23. KETUA: HAMDAN ZOELVA Cukup. Sama DPR biasanya. 24. DPR: RUHUT POLTAK SITOMPUL Sama. Terima kasih, Yang Mulia. Kami cukup. 25. KETUA: HAMDAN ZOELVA Ya, baik. Ya, kalau begitu, Saudara masih bisa mengajukan kesimpulan, sekaligus untuk menanggapi keterangan DPR dan Pemerintah. Kalau Pemerintah dan DPR kan sudah menanggapi permohonan Saudara ya. Baik, jadi karena itu, sidang ini, dalam perkara ini selesai, tidak ada keterangan ahli dan saksi yang akan diajukan oleh para pihak. Dan selanjutnya, Saudara khusus Pemohon ini dapat menyampaikan kesimpulan paling lambat pada hari Selasa, 4 Maret 2014, pukul WIB, langsung disampaikan kepada Kepaniteraan dan waktu juga bagi Pemerintah apabila menyampaikan keterangan yang tertulis secara resmi ya. Baik, dengan demikian sidang ini selesai dan sidang saya nyatakan ditutup. KETUK PALU 3X SIDANG DITUTUP PUKUL WIB Jakarta, 20 Februari 2014 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d Rudy Heryanto NIP Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya. 11