ANALISIS DNA MITOKONDRIA MANUSIA MELALUI KARAKTERISASI HETEROPLASMI PADA DAERAH PENGONTROL GEN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS DNA MITOKONDRIA MANUSIA MELALUI KARAKTERISASI HETEROPLASMI PADA DAERAH PENGONTROL GEN"

Transkripsi

1 KO-168 ANALISIS DNA MITOKONDRIA MANUSIA MELALUI KARAKTERISASI HETEROPLASMI PADA DAERAH PENGONTROL GEN Yohanis Ngili, 1,*) Hendrikus M.B.Bolly, 2) dan Richardo Ubyaan 3) 1) Jurusan Kimia, Faklutas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Cenderawasih Jl. Kamp Wolker Kampus Baru Waena, Jayapura, Papua Telp/Fax , 2) Bagian Biokimia, Fakultas Kedokteran, Universitas Cenderawasih 3) Program Studi Kimia, FKIP, Universitas Cenderawasih Disajikan Nop 2012 ABSTRAK Pengungkapan mutasi penyebab penyakit akibat mutasi mtdna (mitochondrial cytopathies) serta ekspresi biokimia dan manifestasi kliniknya akan meletakkan dasar-dasar pendekatan kelainan mitokondria, termasuk menentukan kriteria untuk membedakan mutasi mtdna penyebab penyakit dari polimorfisme nukleotida tunggal (SNP/single nucleotide polymorphisms). Tujuan dari riset ini adalah menentukan varian genom manusia Indonesia pada daerah pengkode gen melalui pendekatan kloning dan karakterisasi mtdna, penentuan genotype mutasi tertentu sehingga dapat melengkapi data varian mtdna yang berkaitan penyakit maternal. Konsep penting mengenai heteroplasmi mtdna muncul dari hasil riset bahwa pada kasus-kasus CPEO ini, spesies mtdna yang membawa delesi besar tersebut bersama (co-exists) dengan mtdna normal di dalam sel. Proporsi mtdna termutasi relatif ke mtdna normal merupakan salah satu faktor yang menentukan ekspresi mutasi di jaringan manusia. Contoh lain mutasi penyebab penyakit pada manusia adalah mutasi mtdna penyebab LHON. Mutasi penyebab LHON pada gen penyandi subunit ND4 kompleks respirasi I (G11778a, G3460a), yang merupakan cacat molekul mtdna. Riset ini dimulai dengan pengambilan sampel individu dengan kriteria yang diinginkan yang memenuhi kriteria eksklusi pasien mengalami mutasi dan bersifat heteroplasmi. Hasil riset ini, kami laporkan bahwa variasi panjang rangkaian poli-c pada sampel yang sama menunjukkan adanya subpopulasi mtdna pada individu tertentu, yang juga dikenal sebagai heteroplasmi. Fenomena ini diduga kuat merupakan penyebab tidak terbacanya sekuen daerah HVSI D-loop yang memiliki poli-c melalui metode direct sequencing. Hal tersebut diduga terjadi karena adanya beberapa subpopulasi yang berbeda dalam satu sampel, yang menyebabkan detektor sekuensing menerima dua sinyal fluoresens yang berbeda pada posisi yang sama. Perbedaan sinyal ini terjadi karena pergeseran basa nukleotid mtdna akibat perbedaan panjang rangkaian poli-c. Dugaan ini telah membuka kesempatan untuk dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara tidak terbacanya urutan daerah HVSI mtdna yang mengandung urutan poli-c melalui direct sequencing dengan variasi komposisi subpopulasi yang berbeda. Konsep ini penting dalam mempelajari mutasi-mutasi mtdna yang berhubungan dengan penyakit (disease-related mutations). Kata kunci: Kloning, mtdna, Heteroplasmi, Mutasi, Penyakit I. PENDAHULUAN Riset DNA mitokondria dan aplikasi-aplikasinya dalam berbagai bidang penelitian telah memberikan banyak manfaat. Salah satu tonggak penting yakni berhasilnya penentuan urutan nukleotida mtdna manusia secara lengkap dengan ukuran pasang basa (pb) yang tersusun dalam bentuk lingkaran (sirkuler) dan urutan revisinya [1-2]. Penemuan Anderson dan Andrews ini berdasarkan konvensi, selanjutnya dijadikan standar dalam berbagai studi genetika molekul terutama yang berkaitan dengan polimorfisme mtdna manusia. Organisasi mtdna manusia terdiri atas gen-gen penyandi rrna 12S dan 16S, 22 trna, dan 13 protein sub unit kompleks enzim rantai respirasi. MtDNA juga memiliki urutan nukleotida non penyandi (non-coding region) yang disebut dengan daerah Displacement-loop (D-loop) [3-4]. Mitokondria memiliki genomnya sendiri yang berbeda dengan genom inti yang terdapat pada matriksnya, yang dikenal sebagai DNA mitokondria [5-6]. MtDNA berbentuk sirkuler dan memiliki untai ganda yang terdiri atas untai Heavy (H) dan untai Light (L). Penamaan ini didasarkan pada perbedaan densitas tiap untai dalam

2 KO-169 gradien denaturan cessium chloride (CsCl), di mana untai H memiliki berat molekul yang lebih besar dibandingkan dengan untai L karena untai H memiliki lebih banyak basabasa purin yang memiliki dua buah cincin pada strukturnya. Untai L memiliki komposisi basa sebagai berikut T 24,7%, C 31,2%, A 30,9%, dan G 13,2%. Dapat dilihat bahwa komposisi basa purin (A+G) lebih kecil (44,1%) dibandingkan dengan basa pirimidin (T+C), yaitu 55,9% [7-8]. MtDNA tidak memiliki intron dan semua gen pengode terletak berdampingan [1,9]. Selain gen pengode tadi, DNA mitokondria memiliki daerah yang tidak mengkode, mulai dari nukleotida sampai 576 dan terletak di antara gen trna pro dan trna phe. Daerah yang tidak mengode ini mengandung daerah dengan variasi tinggi yang disebut dengan displacement loop (D-loop) [10]. D-loop memiliki dua daerah yang sangat bervariasi, yaitu HVS I pada nukleotida dan HVS II pada nukleotida Selain D- loop, daerah yang tidak mengode juga mengandung origin of replication untuk untai H (OH) dan promoter untuk untai H dan L (PL dan PH), oleh karena itu sering disebut daerah pengontrol (control region). Selain mengandung daerah dengan variasi tinggi, daerah yang tidak mengode juga memiliki tiga daerah yang lestari, yang disebut dengan Conserved Sequence Block (CSB) I, II, dan III. Daerah yang lestari ini diduga memegang peranan penting dalam replikasi mtdna [11-12]. II. METODE PENELITIAN Strategi pelaksanaan riset untuk mendapatkan data primer/data laboratorium urutan nukleotida terbagi dalam tiga tahapan pelaksanaan utama yakni Isolasi dan PCR dengan metode repli-g, kloning dan rekombinasi mtdna, dan sekuensing serta analisis mutasi nukleotida pada sampel manusia serta menemukan-pengujian mutasi penyebab penyakit. Pengolahan data sekunder mtdna terdiri dari sejumlah tahapan proses penyusunan dan penjajaran (alignment) basis data variasi nukleotida pada daerah polimorfik mtdna manusia serta diakhiri dengan analisis variasi nukleotida berdasarkan basis data yang disusun berdasarkan mutasi mtdna penyebab penyakit. Tahapan pengolahan data sekunder adalah meliputi: pengumpulan data mtdna manusia dari GenBank dan konsorsium penyedia data nukleotida lengkap seperti EMBL dan DDBJ; penentuan variasi nukleotida terhadap CRS maupun rcrs; penyusunan basis data variasi nukleotida, pembuatan matriks variasi nukleotida mtdna penyebab penyakit, penjajaran data variasi nukleotida terhadap CRS; dan analisis variasi mutasi nukleotida mtdna manusia dari Indonesia yang dikomparasi dengan data mutasi pada mitomap. III. HASIL DAN PEMBAHASAN Penyebab ketidakberhasilan penentuan urutan daerah HVSI mtdna manusia yang mengandung poli-c malalui direct sequencing dan keberhasilan sekuensing setelah kloning diduga terjadi karena adanya fenomena heteroplasmi. Pada bagian ini akan disajikan hasil dan pembahasan untuk menguji hipotesis tersebut dalam empat bagian besar yang meliputi (1) Screening klon rekombinan (2) Isolasi DNA plasmid, (3) Sekuensing DNA plasmid dan (4) Analisis urutan secara in-silico daerah HVI dan HV2 DNA mitokondria manusia. A. Screening klon rekombinan Tahapan screening ini dilakukan untuk melihat apakah klon-klon dari dua sampel individu berbeda, yang disimpan dalam stok gliserol mengandung plasmid yang membawa DNA sisipan daerah HVSI mtdna sepanjang 0,4 kb. Vektor plasmid yang digunakan adalah pgem-t (Gambar 1). Vektor pgem-t memiliki beberapa gen yang penting untuk proses screening, di antaranya gen resisten ampisilin (Amp r ) yang mengkode -laktamase. Enzim ini akan mendegradasi ampisilin sehingga bakteri yang membawa plasmid pgem-t dapat tumbuh pada media yang mengandung ampisilin. Gen penting lainnya adalah gen lacz yang mengkode -galaktosidase. Gen lacz ini diinduksi oleh senyawa IPTG (isopropylthio- -D-galactoside). Enzim -galaktosidase dapat bereaksi dengan X-gal (5-bromo-4- chloro-3-indolyl- -D-galactoside), yaitu suatu senyawa tidak berwarna, menghasilkan produk 5-bromo-4-kloroindigo yang berwarna biru, sehingga jika bakteri pembawa plasmid ditumbuhkan pada media mengandung IPTG dan X-gal akan terbentuk koloni berwarna biru. Penyisipan daerah D- loop: HVSI mtdna manusia sepanjang 0,4 kb pada gen lacz menyebabkan tidak terekspresikannya -galaktosidase, sehingga bakteri yang ditumbuhkan pada media mengandung IPTG dan X-gal akan membentuk koloni berwarna putih dan bukan biru. Atas dasar ini, setiap klon sampel ditumbuhkan pada media LBA yang mengandung IPTG dan X-gal. Sepuluh klon sampel Papua WMN dan satu klon sampel Papua TLK membentuk koloni berwarna putih, sementara satu klon sampel Papua TLK lainnya membentuk koloni berwarna biru.

3 KO-170 Gambar 1. Peta Vektor pgem-t. Vektor ini memiliki gen-gen yang penting untuk proses screening, diantaranya gen resisten ampisilin (Amp r ) dan gen lacz yang mengkode -galaktosidase. Daerah pengontrol gen D-loop DNA mitokondria manusia: HVSI mtdna sepanjang 0,4 kb tersisipkan pada gen lacz. (Promega). B. Isolasi DNA plasmid Teknik isolasi DNA plasmid dilakukan menggunakan metode Maniatis termodifikasi untuk melihat apakah koloni putih membawa DNA sisipan yang tepat atau tidak pada sampel Papua. Untuk itu, sel bakteri dilisis terlebih dahulu menggunakan larutan pelisis sel. Lisozim yang terkandung dalam larutan tersebut akan menghancurkan dinding sel bakteri. SDS (sodium dodecyl sulphate) akan melarutkan membran sel dan mendenaturasi protein. Adanya NaOH dalam larutan pelisis sel membantu mendenaturasi protein dan menyebabkan dua untai pada DNA non-supercoiled (fragmen linear DNA kromosom) terpisah dan dapat dihilangkan dari larutan. Larutan III yang ditambahkan selanjutnya mengandung CH3COOH yang akan menetralisir kondisi alkali karena NaOH dan K + menyebabkan SDS, yang berasosiasi dengan protein dan fragmen membran, mengendap. Sentrifugasi akan menghilangkan komponenkomponen sel sehingga dapat diperoleh DNA plasmid. Berhasil atau tidaknya isolasi plasmid yang dilakukan dapat diketahui melalui analisis menggunakan elektroforesis gel agarosa 1% (b/v) dengan penanda /HindIII. Hasil isolasi plasmid menghasilkan beberapa pita pada gel elektroforesis. Munculnya beberapa pita menandakan isolasi plasmid berhasil dilakukan karena pitapita tersebut mewakili beberapa konformasi plasmid yang mobilitasnya pada gel agarosa berbeda-beda. Konformasi tersebut adalah superhelical circular, nicked circular, dan linear. Plasmid dengan konformasi superhelical circular memiliki mobilitas paling tinggi karena bentuknya yang kecil dan compact, diikuti oleh plamid dengan konformasi linear, dan yang mobilitasnya paling rendah adalah plasmid dengan konformasi nicked circular. Plasmid hasil isolasi ini tidak dapat ditentukan ukurannya melalui perbandingan dengan penanda /HindIII karena bentuknya yang masih sirkuler. Supaya dapat ditentukan ukurannya, plasmid dilinearkan terlebih dahulu dengan cara dipotong oleh enzim restriksi PstI. Enzim PstI mengenali urutan CTGCA/G yang terdapat pada vektor pgem dan tidak pada fragmen 0,4 kb daerah Pengontrol Gen: HVSI mtdna. Hasil pemotongan dianalisis dengan elektroforesis gel agarosa 1% (b/v) menggunakan penanda /HindIII. Setelah dipotong dengan enzim PstI, diperoleh satu pita pada gel elektroforesis. Hal ini menunjukkan bahwa restriksi berhasil dilakukan. Pita yang diperoleh terletak di antara pita 4 dan 5 penanda /HindIII yang berukuran 4364 dan 2322 pb. Pita plasmid sampel Papua WMN 2 dan 3 sejajar dengan Papua WMN 1, yang merupakan sampel yang sudah diketahui membawa DNA sisipan daerah HVSI mtdna sepanjang 0,4 kb, sehingga dapat diketahui bahwa ukuran Papua WMN 2 dan 3 adalah sama dengan Papua WMN 1 yaitu 3,4 kb. C. Sekuensing DNA Plasmid Plasmid yang telah diyakini membawa DNA sisipan berupa daerah HVSI DNA mitokondria sepanjang 0,4 kb pada daerah HV1 kemudian ditentukan urutannya dengan metode Dideoksi Sanger. Plasmid pgem-t telah dilengkapi sisi pengenalan primer universal T7 forward dan SP6 reverse (Gambar 1). Reaksi sekuensing dilakukan oleh Macrogen menggunakan primer SP6 reverse berukuran 18 nukleotida dengan urutan 5 -ATTTAGGTGACACTATAG-3 (Gambar

4 KO-171 2). Prinsip reaksi sekuensing dengan metode Dideoksi Sanger adalah penghentian/terminasi DNA polimerase dengan penambahan dideoksinukleotida trifosfat (ddntp) yang kehilangan gugus hidroksi pada karbon 3 dari gula ribosa. Hilangnya gugus hidroksi ini menyebabkan DNA polimerase tidak dapat membentuk ikatan fosfodiester antara dntp sebelumnya dengan ddntp sehingga perpanjangan rantai DNA oleh DNA polimerase terhenti (Sanger et al., 1977). D. Analisis urutan daerah HVSI pengontrol gen mtdna Pada posisi antara , standar rcrs memiliki urutan yang terdiri atas sembilan C dan satu T. Mutasi substitusi T menjadi C pada posisi telah banyak dijumpai dan dapat membagi populasi menjadi dua bagian, yaitu 83% dan 17%, masing-masing untuk populasi T dan C. Mutasi ini juga menyebabkan terbentuknya rangkaian poli-c sepanjang 10C. Hasil perbandingan urutan setiap klon sampel Papua WMN (Papua WMN 1, 2, dan 3) terhadap CRS menunjukkan adanya mutasi T16189C ini. Adanya insersi satu C pada posisi antara dan untuk klon Papua WMN 1/2 serta insersi dua C pada posisi yang sama untuk klon Papua WMN 3 memperpanjang rangkaian poli-c yang terbentuk menjadi 11C dan 12C untuk masing-masingnya. Perbandingan urutan sampel Papua WMN dengan CRS ditunjukkan pada Tabel 1 berikut. Hasil sekuensing klon yang berbeda yang dilakukan pada penelitian terdahulu, Papua WMNa juga menunjukkan adanya insersi satu C pada posisi antara dan Hasil perbandingan urutan antara klon-klon ini menunjukkan adanya heteroplasmi berupa variasi panjang rangkaian poli-c, yaitu 11C untuk klon Papua WMN 1/2,a dan 12C untuk klon Papua WMN 3 (Tabel 1). Standar rcrs pada posisi memiliki urutan yang terdiri atas dua A, sembilan C, dan satu T. Seperti telah disebutkan di atas, mutasi T16189C menyebabkan terbentuknya rangkaian poli-c sepanjang 10C. Pada sampel Papua TLK, rangkaian ini diperpanjang menjadi 12C dengan adanya mutasi A16182C dan A16183C (Tabel 2). Hasil sekuensing klon lain pada penelitian terdahulu, Papua TLKa menunjukkan adanya mutasi lain selain mutasi-mutasi tersebut di atas, yaitu insersi berupa penyisipan tiga C pada posisi antara dan menghasilkan rangkaian poli- C dengan panjang 15C. Variasi panjang rangkaian poli-c dua klon ini menunjukkan bahwa sampel Papua TLK mengalami heteroplasmi. Perbandingan elektroforegram setiap sampel Papua TLK dengan CRS ditunjukkan pada Gambar 3. Adanya subpopulasi DNA mitokondria pada individu tertentu atau yang dikenal sebagai heteroplasmi seperti ditunjukkan dua sampel yang dianalisis di duga kuat merupakan penyebab tidak terbacanya urutan nukleotida setelah rangkaian poli-c melalui direct sequencing. Campuran subpopulasi yang berbeda diduga menyebabkan detektor sekuensing menerima dua sinyal fluoresens yang juga berbeda pada posisi yang sama. Perbedaan sinyal ini terjadi karena pergeseran basa akibat perbedaan panjang rangkaian poli-c tadi, seperti ditunjukkan pada Gambar 4. Dua sinyal fluoresens yang berbeda akan terdeteksi pada elektroforegram berupa pita yang tidak tajam, bertumpuk dan intensitasnya sangat rendah. Kloning dapat mengatasi masalah ini karena setiap klon yang disekuensing hanya terdiri dari satu populasi DNA mitokondria tertentu saja. Gambar 2. Tabel 1. DNA hasil rekombinan. Plasmid pgem-t berukuran 3,0 kb yang telah membawa DNA sisipan berupa daerah pengontrol gen mtdna: HVSI berukuran 0,4 kb sehingga diperoleh DNA rekombinan berukuran 3,4 kb. Perbandingan urutan sampel papua WMN terhadap rcrs dan antarklon. keempat klon Papua WMN memiliki mutasi T16189C dan insersi pada posisi antara dan terhadap rcrs.

5 KO Insersi 1 Insersi 2 rcrs C C C C C T C C C C X X Papua C C C C C C C C C C C X Papua C C C C C C C C C C C X Papua a C C C C C C C C C C C X Papua C C C C C C C C C C C C Tabel 2. Perbandingan Urutan Sampel Papua TLK Terhadap CRS dan Terhadap Antarklon Insersi 1 Insersi 2 Insersi 3 CRS A A C C C C C T C C C C X X X WMN 1 C C C C C C C C C C C C X X X WMN a C C C C C C C C C C C C C C C Catatan: Kedua klon Papua WMN memiliki mutasi A16182C, A16183C, dan T16189C. Papua TLKa memiliki insersi 3C pada posisi antara dan sedangkan Papua TLK 1 tidak sehingga terdapat panjang poli-c yang berbeda menjadi masing-masing15c dan 12C Adanya subpopulasi pada sampel Papua WMN dikenal dengan heteroplasmi. Mutasi terhadap CRS ditunjukkan dengan warna merah. Gambar 3. 2A+9C+T rcrs 12C Papua TLK 1 15C Papua TLK a Rangkaian poli-c setiap klon sampel papua TLK. Perbandingan setiap klon Papua TLK terhadap CRS menunjukkan adanya mutasi A16182C, A16183C, dan T16189C. Panjang rangkaian poli-c Papua TLK 1 dan Papua TLKa berbeda, masing-masing 12C dan 15C, karena pada Papua TLKa terdapat insersi 3C pada posisi antara dan Catatan: Ins. adalah singkatan untuk insersi. Gambar 4. Papua WMN 1, 2, a AAAACCCCCCCCCCCATGCTTACAAG AAAACCCCCCCCCCCATGCTTACAAG Papua WMN 3 AAAACCCCCCCCCCCCATGCTTACAA Papua TLK a Papua TLK 1 AACCCCCCCCCCCCCCCATGCTTACA AACCCCCCCCCCCCATGCTTACAAGC Heteroplasmi Berupa Variasi Panjang Rangkaian Poli-C Sampel Papua WMN (A) dan Papua TLK (B). Adanya heteroplasmi menyebabkan detektor sekuensing menerima dua sinyal fluoresens yang berbeda pada posisi yang sama (daerah berwarna biru pada gambar) sehingga urutan setelah poli-c tidak dapat lagi ditentukan melalui direct sequencing. A B

6 KO-173 Heteroplasmi pada kedua sampel dapat terdeteksi karena subpopulasi yang berbeda terdapat dalam jumlah yang proporsional. Jika salah satu subpopulasi sangat dominan terhadap yang lain, maka diduga heteroplasmi tidak akan terdeteksi karena sekuensing hanya membaca fragmen yang dominan saja. Untuk membuktikan lebih lanjut hal ini perlu dilakukan sekuensing campuran klon yang mewakili subpopulasi yang berbeda dengan komposisi yang bervariasi. Hal lain yang mendukung pernyataan ini adalah kasus heteroplasmi pada daerah coding DNA mitokondria. Oleh karena daerah ini mengode asam amino, maka perubahan berupa substitusi satu basa dapat mengubah urutan asam amino sehingga dapat menimbulkan penyakit. Tetapi apabila populasi mtdna yang tidak mengalami mutasi jauh lebih dominan, penyakit tidak terdeteksi pada individu tersebut. IV.KESIMPULAN Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa variasi panjang rangkaian poli-c pada sampel yang sama menunjukkan adanya subpopulasi mtdna pada individu tertentu, yang juga dikenal sebagai heteroplasmi. Fenomena ini diduga kuat merupakan penyebab tidak terbacanya sekuen daerah HVSI D-loop yang memiliki poli-c melalui metode direct sequencing. Hal tersebut diduga terjadi karena adanya beberapa subpopulasi yang berbeda dalam satu sampel, yang menyebabkan detektor sekuensing menerima dua sinyal fluoresens yang berbeda pada posisi yang sama. Perbedaan sinyal ini terjadi karena pergeseran basa nukleotid mtdna akibat perbedaan panjang rangkaian poli- C tadi. Dugaan ini telah membuka kesempatan untuk dilakukannya penelitian lebih lanjut mengenai hubungan antara tidak terbacanya urutan daerah HVSI mtdna yang mengandung poli-c melalui direct sequencing dengan variasi komposisi subpopulasi yang berbeda. Konsep ini penting dalam mempelajari mutasi mtdna yang berhubungan dengan penyakit (disease-related mutations). DAFTAR PUSTAKA [1] Anderson, S., Bankier, A.T., Barrell, B.G., de Bruijn, M.H., Coulson, A.R., Drouin, J., Eperon, I.C., Nierlich, D.P., Roe, B.A., Sanger, F., Schreier, P.H., Smith, A.J., Staden, R., and Young, I.G., (1981), Sequence and organization of the human mitochondrial genome, Nature, 290 (5806) page [2] Andrews, R.M., Kubacka, I., Chinnery, P.F., Lightowlers, R.N., Turnbull, D.M., and Howell, N. (1999), Reanalysis and revision of the cambridge reference sequence for human mitochondrial DNA, Nature Genetics, 23, 147. [3] Crimi, M., Sciacco, M., Galbiati, S., Bordoni, A., Malferrari, G., Del Bo, R., Biunno, I., Bresolin, N., Comi 1, G.P., (2002), A Collection of 33 Novel Human mtdna Homoplasmic Variants, Human Mutation, Online, Wiley-Liss, inc. [4] Handoko, H.Y., Lum, J.K., Gustiani, Rismalia, Kartapradja, H., Salam, A.M.S., Marzuki, S., (2001), Length Variations in the COII-tRNA Lys Intergenic Region of Mitochondrial DNA in Indonesian Populations, Human Biology, 73 (2), page [5] Lertrit, P., Kapsa, R.M.I., Jean-Francois, M.J.B., Thyagarajan, D., Noer, A.S., Marzuki, S., and Byrne, E., (1994), Mitochondrial DNA polymorphism in disease: a possible contributor to respiratory dysfunction, Hum. Mol. Genet. 3 page [6] Marzuki, S., Noer, A.S., Lertrit, P., Thyagarajan, D., Kapsa, R.M.I., Uttahanaphol, P., Byrne, E., (1991), Normal variants of human mitochondrial DNA and translation products: the building of a reference data base, Hum. Genet. 88 (2) page [7] Mathew, C.K., and Van Holde, K.E., (1999), Biochemistry, The Benjamin/ Cumming Publishing Company Inc., Menlopark, California. [8] Moraes, C.T., Lesley Kenyon, and Huiling Hao, (1999), Mechanisms of Human Mitochondrial DNA Maintenance: The Determining Role of Primary Sequence and Length over Function, Molecular Biology of The Cell, Vol. 10, October, page [9] Wallace, D.C., (1997), Mitochondrial DNA in Aging and Disease, Scientific American, August, page [10] Thyagarajan D., Shanske S., Vazquez-Memije M., de Vivo D., Dimauro S., (1995), A novel mitochondrial ATPase 6 point mutation in familial bilateral striatal necrosis, Ann. Neurol, 38, page [11] Wallace D.C., Singh G., Lott M.T., Hodge J.A., Schurr T.G., Lezza A.M., (1988), Mitochondrial DNA mutation associated with Leber s hereditary optic neuropathy, Science, 242. page [12] Ngili, Y., Ubyaan, R., Palit, E.I.Y., Bolly, H.M.B., and Noer, A.S., (2012a), Nucleotide Mutation Variants on D-Loop HVS1/HVS2 Mitochondrial DNA Region: Studies on Papuan Population, Indonesian, European Journal of Scientific Research, 72, pp [13] Cheng, S., and Kolmodin, L.A., (1997), XL PCR amplification of long targets from genomic DNA, dalam buku Methods in Molecular Biology: PCR Cloning Protocols, Volume 67, edited by Bruce A. White, Humana Press, Totowa, New Jersey, page [14] Noer, A.S., Sudoyo, H., Lertrit, P., Thyagarajan, D., Uttahanaphol P., Kapsa, R.M.I., Byrne, E., and Marzuki, S., (1991), A trnalys mutation in the mtdna is the causal genetic lesion underlying myoclonic epilepsy and ragged-red fiber (MERRF) syndrome, Am. J. of Hum. Genet. 49 (4) page

7 KO-174 [15] Ngili. Y., Bolly, H.M.B., Ubyaan, R., Jukwati, and Palit, E.I.Y., (2012b), Studies on Specific Nucleotide Mutations in the Coding Region of the ATP6 Gene of Human Mitochondrial Genome in Populations of Papuan Province-Indonesia, Australian Journal of Basic and Applied Sciences, 6, pp [16] Cheng, S., Fockler, C., Barnes, M.W., and Higuchi, R., (1994), Effective amplification of long target from cloned inserts and human genomic DNA, Proc. of the Natl. Acad. of Sci. of the USA, 91, page [17] Ngili, Y., Palit, E.I.Y., Bolly, H.M.B., and Ubyaan, R., (2012c), Cloning and Analysis of Heteroplasmy in Hypervariable Segment I (HVS1) D-loop in Mitochondrial DNA of Human Isolates of Timika and Wamena in Highlands of Papuan Province, Indonesia, Journal of Applied Sciences Research, 8, pp [18] Barnes, M.W., (1994), PCR amplification of up to 35- kb DNA with high fidelity and high yield from bacteriophage templates, Proc. of the Natl. Acad. of Sci. of the USA volume 91, page [19] Noer, A.S., (1991), Molecular Genetics of Mitochondrial Encephalopaties, A Thesis Presented for the degree of Doctor of Philosophy Department of Biochem. Monash University, melbourne, Clayton, Victoria, Australia.

ANALISIS FILOGENETIK DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA MANUSIA PADA POPULASI PAPUA MELALUI PROSES MARKOV

ANALISIS FILOGENETIK DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA MANUSIA PADA POPULASI PAPUA MELALUI PROSES MARKOV KO-192 ANALISIS FILOGENETIK DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA MANUSIA PADA POPULASI PAPUA MELALUI PROSES MARKOV Epiphani I.Y. Palit, 1,*) Alvian Sroyer, 1) dan Hendrikus M.B. Bolly 2) 1) Bidang Biostatistika,

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. telah banyak dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenomena munculnya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. telah banyak dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenomena munculnya BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian terhadap urutan nukleotida daerah HVI mtdna manusia yang telah banyak dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenomena munculnya rangkaian poli-c merupakan fenomena

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Penyebab ketidakberhasilan penentuan urutan daerah HVSI mtdna manusia yang mengandung poli-c melalui direct sequencing dan keberhasilan sekuensing setelah kloning diduga terjadi

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan disajikan hasil dan pembahasan berdasarkan langkah-langkah penelitian yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya dalam empat bagian yang meliputi; sampel mtdna,

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagi sel tersebut. Disebut sebagai penghasil energi bagi sel karena dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagi sel tersebut. Disebut sebagai penghasil energi bagi sel karena dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mitokondria Mitokondria merupakan salah satu organel yang mempunyai peranan penting dalam sel berkaitan dengan kemampuannya dalam menghasilkan energi bagi sel tersebut. Disebut

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Isolasi Fragmen DNA Penyandi CcGH Mature Plasmid pgem-t Easy yang mengandung cdna GH ikan mas telah berhasil diisolasi. Hal ini ditunjukkan dengan adanya pita DNA pada ukuran

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 14 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Konfirmasi bakteri C. violaceum dan B. cereus dilakukan dengan pewarnaan Gram, identifikasi morfologi sel bakteri, sekuensing PCR 16s rdna dan uji kualitatif aktivitas

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Pada bab ini dipaparkan penjelasan singkat mengenai beberapa hal yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu mengenai DNA mitokondria manusia, basis data GenBank, basis data MITOMAP,

Lebih terperinci

AMPLIFIKASI IN VITRO DAN IN VIVO FRAGMEN 0,4 KB D-LOOP mtdna SAMPEL FORENSIK

AMPLIFIKASI IN VITRO DAN IN VIVO FRAGMEN 0,4 KB D-LOOP mtdna SAMPEL FORENSIK AMPLIFIKASI IN VITRO DAN IN VIVO FRAGMEN 0,4 KB D-LOOP mtdna SAMPEL FORENSIK Mukhammad Asy ari*, A. Saifuddin Noer** * Laboratorium Biokimia jurusan Kimia FMIPA UNDIP Semarang ** Laboratorium Rekayasa

Lebih terperinci

AMPLIFIKASI IN VITRO DAN IN VIVO FRAGMEN 0,4 KB D-LOOP mtdna SAMPEL FORENSIK

AMPLIFIKASI IN VITRO DAN IN VIVO FRAGMEN 0,4 KB D-LOOP mtdna SAMPEL FORENSIK AMPLIFIKASI IN VITRO DAN IN VIVO FRAGMEN 0,4 KB D-LOOP mtdna SAMPEL FORENSIK Mukhammad Asy ari *, A. Saifuddin Noer ** * Laboratorium Biokimia jurusan Kimia FMIPA UNDIP Semarang ** Laboratorium Rekayasa

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,

Lebih terperinci

Bab IV Hasil dan Pembahasan

Bab IV Hasil dan Pembahasan 32 Bab IV Hasil dan Pembahasan Penggunaan α-amilase dalam beberapa sektor industri mengalami peningkatan dan sekarang ini banyak diperlukan α-amilase dengan sifat yang khas dan mempunyai kemampuan untuk

Lebih terperinci

VARIAN NON-DELESI 9 PASANG BASA DNA MITOKONDRIA MANUSIA SAMPEL FORENSIK BALI

VARIAN NON-DELESI 9 PASANG BASA DNA MITOKONDRIA MANUSIA SAMPEL FORENSIK BALI Jurnal Pengajaran MIPA, Vol. 6 No. 1 Juni 2005 ISSN: 1412-0917 VARIAN NON-DELESI 9 PASANG BASA DNA MITOKONDRIA MANUSIA SAMPEL FORENSIK BALI Oleh : Gun Gun Gumilar 1), A. Saifuddin Noer 2) Jurusan Pendidikan

Lebih terperinci

BAB IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV Hasil dan Pembahasan BAB IV Hasil dan Pembahasan Pada bab ini ditampilkan hasil dan pembahasan dari penyusunan basis data variasi nukleotida mtdna manusia serta sejumlah analisa variasi nukleotida pada mtdna manusia berdasarkan

Lebih terperinci

BAB XIII. SEKUENSING DNA

BAB XIII. SEKUENSING DNA BAB XIII. SEKUENSING DNA Pokok bahasan di dalam Bab XIII ini meliputi prinsip kerja sekuensing DNA, khususnya pada metode Sanger, pangkalan data sekuens DNA, dan proyek-proyek sekuensing genom yang ada

Lebih terperinci

ANALISIS VARIASI NUKLEOTIDA DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA PADA SATU INDIVIDU SUKU BALI NORMAL

ANALISIS VARIASI NUKLEOTIDA DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA PADA SATU INDIVIDU SUKU BALI NORMAL ISSN 1907-9850 ANALISIS VARIASI NUKLEOTIDA DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA PADA SATU INDIVIDU SUKU BALI NORMAL Ketut Ratnayani, I Nengah Wirajana, dan A. A. I. A. M. Laksmiwati Jurusan Kimia FMIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tubuh manusia tersusun atas sel yang membentuk jaringan, organ, hingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tubuh manusia tersusun atas sel yang membentuk jaringan, organ, hingga 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DNA Mitokondria Tubuh manusia tersusun atas sel yang membentuk jaringan, organ, hingga sistem organ. Dalam sel mengandung materi genetik yang terdiri dari DNA dan RNA. Molekul

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. ISOLASI DNA GENOM PADI (Oryza sativa L.) KULTIVAR ROJOLELE,

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. ISOLASI DNA GENOM PADI (Oryza sativa L.) KULTIVAR ROJOLELE, BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. ISOLASI DNA GENOM PADI (Oryza sativa L.) KULTIVAR ROJOLELE, NIPPONBARE, DAN BATUTEGI Isolasi DNA genom padi dari organ daun padi (Oryza sativa L.) kultivar Rojolele, Nipponbare,

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan tinjauan pustaka yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, yang meliputi informasi mengenai genom mitokondria, DNA mitokondria sebagai materi

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada penelitian ini terdapat lima tahapan penelitian yang dilakukan yaitu pengumpulan sampel berupa akar rambut, ekstraksi mtdna melalui proses lisis akar rambut, amplifikasi

Lebih terperinci

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA

TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA TUGAS TERSTRUKTUR BIOTEKNOLOGI PERTANIAN VEKTOR DNA Oleh: Gregorius Widodo Adhi Prasetyo A2A015009 KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PROGRAM

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap

BAB III METODE PENELITIAN. Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap BAB III METODE PENELITIAN Dalam penelitian ini dilakukan lima tahap utama yang meliputi tahap penyiapan templat mtdna, amplifikasi fragmen mtdna pada daerah D-loop mtdna manusia dengan teknik PCR, deteksi

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fungsi dan Struktur Mitokondria Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma. Mitokondria berfungsi sebagai organ respirasi dan pembangkit energi dengan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN 19 HASIL DAN PEMBAHASAN Vektor Kloning Protein rgh Isolasi Plasmid cdna GH. Plasmid pgem-t Easy yang mengandung cdna; El-mGH, Og-mGH dan Cc-mGH berhasil diisolasi dari bakteri konstruksi E. coli DH5α dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR;

BAB III METODE PENELITIAN. amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan teknik PCR; BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar, langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah HVI mtdna

Lebih terperinci

ANALISIS URUTAN NUKLEOTIDA DAERAH HIPERVARIABEL I (HVI) DNA MITOKONDRIA PADA SUKU SUNDA UNTUK MENENTUKAN MOTIF POPULASINYA

ANALISIS URUTAN NUKLEOTIDA DAERAH HIPERVARIABEL I (HVI) DNA MITOKONDRIA PADA SUKU SUNDA UNTUK MENENTUKAN MOTIF POPULASINYA ANALISIS URUTAN NUKLEOTIDA DAERAH HIPERVARIABEL I (HVI) DNA MITOKONDRIA PADA SUKU SUNDA UNTUK MENENTUKAN MOTIF POPULASINYA ABSTRAK Iman P. Maksum Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Padjadjaran Jl. Raya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling 16 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian akan diawali dengan preparasi alat dan bahan untuk sampling sel folikel akar rambut. Sampel kemudian dilisis, diamplifikasi dan disekuensing dengan metode dideoksi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN bp bp bp

HASIL DAN PEMBAHASAN bp bp bp HASIL DAN PEBAHASAN Purifikasi dan Pengujian Produk PCR (Stilbena Sintase) Purifikasi ini menggunakan high pure plasmid isolation kit dari Invitrogen. Percobaan dilakukan sesuai dengan prosedur yang terdapat

Lebih terperinci

REKAYASA GENETIKA. By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si

REKAYASA GENETIKA. By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si REKAYASA GENETIKA By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si Dalam rekayasa genetika DNA dan RNA DNA (deoxyribonucleic Acid) : penyimpan informasi genetika Informasi melambangkan suatu keteraturan kebalikan dari entropi

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini

BAB III METODE PENELITIAN. Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel; lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh; amplifikasi daerah D-loop

Lebih terperinci

DAFTAR PUSTAKA. Asian Elephant distribution. EleAid. Retrieved on May 2007

DAFTAR PUSTAKA. Asian Elephant distribution. EleAid. Retrieved on May 2007 DAFTAR PUSTAKA Asian Elephant distribution. EleAid. Retrieved on May 2007 Asian Elephant Specialist Group (1996). Elephas maximus. 2006 IUCN Red List of Threatened Species. IUCN 2006 Blanc, JJ; Barnes,

Lebih terperinci

Gambar 1. Struktur organisasi promoter pada organisme prokariot [Sumber: University of Miami 2008: 1.]

Gambar 1. Struktur organisasi promoter pada organisme prokariot [Sumber: University of Miami 2008: 1.] Gambar 1. Struktur organisasi promoter pada organisme prokariot [Sumber: University of Miami 2008: 1.] Gambar 2. Struktur organisasi promoter pada organisme eukariot [Sumber: Gilbert 1997: 1.] Gambar 3.

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. Gambar 2. 1 Struktur mitokondria

2 Tinjauan Pustaka. Gambar 2. 1 Struktur mitokondria 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Mitokondria Berdasarkan hipotesis endosimbiosis mitokondria berasal dari sel eukariot yang bersimbiosis dengan prokariot (bakteri) sehingga membentuk organel sel (Marguillis, 1981).

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

OPTIMASI KONSENTRASI MgCl2 DAN SUHU ANNEALING PADA PROSES AMPLIFIKASI MULTIFRAGMENS mtdna DENGAN METODA PCR

OPTIMASI KONSENTRASI MgCl2 DAN SUHU ANNEALING PADA PROSES AMPLIFIKASI MULTIFRAGMENS mtdna DENGAN METODA PCR OPTIMASI KONSENTRASI MgCl2 DAN SUHU ANNEALING PADA PROSES AMPLIFIKASI MULTIFRAGMENS mtdna DENGAN METODA PCR Mukhammad Asy ari 1) dan A. Saifuddin Noer 2) 1) Laboratorium Biokimia jurusan Kimia FMIPA UNDIP

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini adalah :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini adalah : BAB III METODOLOGI PENELITIAN Langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini adalah : pengumpulan sampel data urutan nukleotida daerah Hipervariabel II (HVII) DNA mitokondria (mtdna) pada penderita

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 21 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Pada penelitian sebelumnya diperoleh kerangka baca terbuka gen IFNα2b yang mengandung tiga mutasi dengan lokasi mutasi yang letaknya berjauhan, sehingga mutagenesis terarah

Lebih terperinci

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan:

Pengertian TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN. Cloning DNA. Proses rekayasa genetik pada prokariot. Pemuliaan tanaman konvensional: TeknologiDNA rekombinan: Materi Kuliah Bioteknologi Pertanian Prodi Agroteknologi Pertemuan Ke 9-10 TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN Ir. Sri Sumarsih, MP. Email: Sumarsih_03@yahoo.com Weblog: Sumarsih07.wordpress.com Website: agriculture.upnyk.ac.id

Lebih terperinci

Profil Genetik Daerah Hipervariabel I (HVI) DNA Mitokondria pada Populasi Dataran Tinggi. Gun Gun Gumilar, Ridha Indah Lestari, Heli Siti HM.

Profil Genetik Daerah Hipervariabel I (HVI) DNA Mitokondria pada Populasi Dataran Tinggi. Gun Gun Gumilar, Ridha Indah Lestari, Heli Siti HM. Gun Gun Gumilar, Ridha Indah Lestari, Heli Siti HM. J.Si. Tek. Kim Profil Genetik Daerah Hipervariabel I (HVI) DNA Mitokondria pada Populasi Dataran Tinggi Gun Gun Gumilar, Ridha Indah Lestari, Heli Siti

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon DNA genomik sengon diisolasi dari daun muda pohon sengon. Hasil uji integritas DNA metode 1, metode 2 dan metode 3 pada gel agarose dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI

ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI 1 ANALISA HASIL TRANSFORMASI DENGAN MENGGUNAKAN PCR KOLONI DAN RESTRIKSI PENDAHULUAN Polimerase Chain Reaction (PCR) PCR adalah suatu reaksi invitro untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Diabetes diturunkan dari bahasa Yunani yaitu diabêtês yang berarti pipa air

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Diabetes diturunkan dari bahasa Yunani yaitu diabêtês yang berarti pipa air BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diabetes Mellitus Diabetes diturunkan dari bahasa Yunani yaitu diabêtês yang berarti pipa air melengkung (syphon). Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit dimana kadar

Lebih terperinci

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( )

Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella ( ) Identifikasi Gen Abnormal Oleh : Nella (10.2011.185) Identifikasi gen abnormal Pemeriksaan kromosom DNA rekombinan PCR Kromosom waldeyer Kromonema : pita spiral yang tampak pada kromatid Kromomer : penebalan

Lebih terperinci

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM), atau lebih dikenal dengan istilah kencing manis,

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM), atau lebih dikenal dengan istilah kencing manis, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Diabetes Mellitus (DM), atau lebih dikenal dengan istilah kencing manis, merupakan penyakit yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. SINTESIS DAN AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN tat HIV-1 MELALUI TEKNIK PCR OVERLAPPING 1. Sintesis dan amplifikasi fragmen ekson 1 dan 2 gen tat HIV-1 Visualisasi gel elektroforesis

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Pemotongan Parsial dan Penyisipan Nukleotida pada Ujung Fragmen DNA Konstruksi pustaka genom membutuhkan potongan DNA yang besar. Untuk mendapatkan fragmen-fragmen dengan ukuran relatif

Lebih terperinci

Organisasi DNA dan kode genetik

Organisasi DNA dan kode genetik Organisasi DNA dan kode genetik Dr. Syazili Mustofa, M.Biomed Lektor mata kuliah ilmu biomedik Departemen Biokimia, Biologi Molekuler, dan Fisiologi Fakultas Kedokteran Unila DNA terdiri dari dua untai

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Virus Hepatitis B Gibbon Regio Pre-S1 Amplifikasi Virus Hepatitis B Regio Pre-S1 Hasil amplifikasi dari 9 sampel DNA owa jawa yang telah berstatus serologis positif terhadap antigen

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci

RNA (Ribonucleic acid)

RNA (Ribonucleic acid) RNA (Ribonucleic acid) Seperti yang telah dikemukakan bahwa, beberapa organisme prokaryot, tidak memiliki DNA, hanya memiliki RNA, sehingga RNA-lah yang berfungsi sebagai molekul genetik dan bertanggung

Lebih terperinci

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB. Kolokium Ajeng Ajeng Siti Fatimah, Achmad Farajallah dan Arif Wibowo. 2009. Karakterisasi Genom Mitokondria Gen 12SrRNA - COIII pada Ikan Belida Batik Anggota Famili Notopteridae. Kolokium disampaikan

Lebih terperinci

URUTAN NUKLEOTIDA DAERAH HVSI DNA MITKONDRIA MANUSIA POLI-C

URUTAN NUKLEOTIDA DAERAH HVSI DNA MITKONDRIA MANUSIA POLI-C URUTAN NUKLEOTIDA DAERAH HVSI DNA MITKONDRIA MANUSIA POLI-C SKRIPSI DEA PUSPITASARI NIM : 10503041 PROGRAM STUDI KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2007 URUTAN

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut:

BAB III METODE PENELITIAN Bagan Alir Penelitian ini secara umum dapat digambarkan pada skema berikut: BAB III METODE PENELITIAN Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah: pengumpulan sampel, lisis terhadap sampel mtdna yang telah diperoleh, amplifikasi daerah HVI mtdna sampel dengan menggunakan

Lebih terperinci

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan

URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan URAIAN MATERI 1. Pengertian dan prinsip kloning DNA Dalam genom sel eukariotik, gen hanya menempati sebagian kecil DNA kromosom, selain itu merupakan sekuen non kode (sekuen yang tidak mengalami sintesis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis.

BAB I PENDAHULUAN. Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis. BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mycobacterium tuberculosis adalah bakteri patogen penyebab tuberkulosis. Secara umum penyebaran bakteri ini melalui inhalasi, yaitu udara yang tercemar oleh penderita

Lebih terperinci

2015 IDENTIFIKASI KANDIDAT MARKER GENETIK DAERAH HIPERVARIABEL II DNA MITOKONDRIA PADA EMPAT GENERASI DENGAN RIWAYAT DIABETES MELITUS TIPE

2015 IDENTIFIKASI KANDIDAT MARKER GENETIK DAERAH HIPERVARIABEL II DNA MITOKONDRIA PADA EMPAT GENERASI DENGAN RIWAYAT DIABETES MELITUS TIPE ABSTRAK Diabetes melitus tipe 2 (DMT2) merupakan penyakit kelainan metabolisme yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula darah akibat tubuh menjadi tidak responsif terhadap insulin. Salah satu faktor

Lebih terperinci

STUDI HOMOLOGI DAERAH TERMINAL-C HASIL TRANSLASI INSCRIPTO BEBERAPA GEN DNA POLIMERASE I

STUDI HOMOLOGI DAERAH TERMINAL-C HASIL TRANSLASI INSCRIPTO BEBERAPA GEN DNA POLIMERASE I STUDI HOMOLOGI DAERAH TERMINAL-C HASIL TRANSLASI INSCRIPTO BEBERAPA GEN DNA POLIMERASE I T 572 MUL ABSTRAK DNA polimerase merupakan enzim yang berperan dalam proses replikasi DNA. Tiga aktivitas yang umumnya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,

Lebih terperinci

Struktur DNA dan Pengaruh Perubahannya

Struktur DNA dan Pengaruh Perubahannya Struktur DNA dan Pengaruh Perubahannya Denny AP G64130017 / Q08.1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Asam nukleat merupakan suatu polinukleotida, yaitu polimer linier yang tersusun dari monomer-monomer nukleotida

Lebih terperinci

3 Metodologi Penelitian

3 Metodologi Penelitian 3 Metodologi Penelitian 3.1 Alat Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian Biokimia, Program Studi Kimia, Institut Teknologi Bandung. Peralatan yang digunakan pada penelitian ini diantaranya

Lebih terperinci

REKAYASA GENETIKA ( VEKTOR PLASMID )

REKAYASA GENETIKA ( VEKTOR PLASMID ) MAKALAH REKAYASA GENETIKA ( VEKTOR PLASMID ) Disusun oleh: NAMA : LASINRANG ADITIA NIM : 60300112034 KELAS : BIOLOGI A TUGAS : REKAYASA GENETIKA JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA

Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri. Isolasi DNA kromosom bakteri. Kloning DNA LAMPIRAN 15 15 Lampiran 1 Tahapan penelitian Pembuatan Media Kultur Bakteri Pemanenan sel bakteri Isolasi DNA kromosom bakteri Pemotongan DNA dengan enzim restriksi Kloning DNA Isolasi DNA plasmid hasil

Lebih terperinci

REKAYASA GENETIKA DENGAN MIKROBTA

REKAYASA GENETIKA DENGAN MIKROBTA REKAYASA GENETIKA DENGAN MIKROBTA Rekayasa genetika adalah teknik memanipulasi gen-gen secara biokimia untuk mendapatkan mikrobia yang telah mengalami peningkatan atau perubahan aktivitasnya. Rekayasa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Total Tumbuhan Isolasi DNA total merupakan tahap awal dari pembuatan pustaka genom. DNA dipisahkan dari bahan-bahan lain yang ada dalam sel. DNA total yang diperlukan untuk

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan November 2007 hingga Juli 2009, bertempat di Laboratorium Reproduksi dan Genetika Organisme Akuatik Departemen

Lebih terperinci

K. Ratnayani, Sagung Chandra Yowani, dan Liangky Syane S. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran ABSTRAK

K. Ratnayani, Sagung Chandra Yowani, dan Liangky Syane S. Jurusan Kimia FMIPA Universitas Udayana, Bukit Jimbaran ABSTRAK AMPLIFIKASI FRAGMEN 0,4 KB DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA LIMA INDIVIDU SUKU BALI TANPA HUBUNGAN KEKERABATAN DENGAN METODE POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) K. Ratnayani, Sagung Chandra Yowani, dan Liangky

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-) HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Daerah D-loop Amplifikasi daerah D-loop DNA mitokondria (mtdna) pada sampel DNA sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO dilakukan dengan menggunakan mesin PCR Applied

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil 11 secara perlahan beberapa kali kemudian segera ditambah dengan 400 μl larutan buffer netralisasi (1.32 M natrium asetat ph 4.8), divorteks dan disentrifugasi pada suhu 4 0 C dengan kecepatan 10 000 rpm

Lebih terperinci

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc.

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. BIO210 Mikrobiologi Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. Kuliah 10. GENETIKA MIKROBA Genetika Kajian tentang hereditas: 1. Pemindahan/pewarisan sifat dari orang tua ke anak. 2. Ekspresi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang berada di sana.

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 29 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik isolat bakteri dari ikan tuna dan cakalang 4.1.1 Morfologi isolat bakteri Secara alamiah, mikroba terdapat dalam bentuk campuran dari berbagai jenis. Untuk

Lebih terperinci

menggunakan program MEGA versi

menggunakan program MEGA versi DAFTAR ISI COVER... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRACT... xii PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

BAB 3 PERCOBAAN. Alat elektroforesis agarosa (Biorad), autoklaf, cawan Petri, GeneAid High Speed Plasmid

BAB 3 PERCOBAAN. Alat elektroforesis agarosa (Biorad), autoklaf, cawan Petri, GeneAid High Speed Plasmid BAB 3 PERCOBAAN 3.1 Alat Alat elektroforesis agarosa (Biorad), autoklaf, cawan Petri, GeneAid High Speed Plasmid Mini kit, inkubator goyang (GSL), jarum Ose bundar, kit GFX (GE Healthcare), kompor listrik

Lebih terperinci

KLONING DAN OVEREKSPRESI GEN celd DARI Clostridium thermocellum ATCC DALAM pet-blue VECTOR 1

KLONING DAN OVEREKSPRESI GEN celd DARI Clostridium thermocellum ATCC DALAM pet-blue VECTOR 1 PROPOSAL METODOLOGI PENELITIAN (BM-3001) KLONING DAN OVEREKSPRESI GEN celd DARI Clostridium thermocellum ATCC 27405 DALAM pet-blue VECTOR 1 Penyusun: Chandra 10406014 Dosen Narasumber: Dra. Maelita Ramdani

Lebih terperinci

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan

Lebih terperinci

Transformasi Plasmid Dengan Sel Bakteri Escherichia coli Menggunakan Metode Heat Shock ISSN: Maya Ekaningtias

Transformasi Plasmid Dengan Sel Bakteri Escherichia coli Menggunakan Metode Heat Shock ISSN: Maya Ekaningtias Transformasi Plasmid Dengan Sel Bakteri Escherichia coli Maya Ekaningtias Abstrak: Transformasi merupakan proses memperkenalkan DNA asing ke dalam sel-sel hidup. Umumnya, transformasi bertujuan mengekspresikan

Lebih terperinci

Di dalam bab ini akan dibicarakan pengertian teknologi DNA rekombinan. beserta tahapan-tahapan kloning gen, yang secara garis besar meliputi

Di dalam bab ini akan dibicarakan pengertian teknologi DNA rekombinan. beserta tahapan-tahapan kloning gen, yang secara garis besar meliputi Di dalam bab ini akan dibicarakan pengertian teknologi DNA rekombinan beserta tahapan-tahapan kloning gen, yang secara garis besar meliputi isolasi DNA kromosom dan DNA vektor, pemotongan DNA menggunakan

Lebih terperinci

Kloning Domain KS dan Domain A ke dalam Sel E. coli DH5α. Analisis Bioinformatika. HASIL Penapisan Bakteri Penghasil Senyawa Antibakteri

Kloning Domain KS dan Domain A ke dalam Sel E. coli DH5α. Analisis Bioinformatika. HASIL Penapisan Bakteri Penghasil Senyawa Antibakteri 3 selama 1 menit, dan elongasi pada suhu 72 0 C selama 1 menit. Tahap terakhir dilakukan pada suhu 72 0 C selama 10 menit. Produk PCR dielektroforesis pada gel agarosa 1 % (b/v) menggunakan tegangan 70

Lebih terperinci

MUTASI DAERAH D-LOOP mtdna SEL DARAH, EPITEL, DAN RAMBUT DARI INDIVIDU YANG BERBEDA

MUTASI DAERAH D-LOOP mtdna SEL DARAH, EPITEL, DAN RAMBUT DARI INDIVIDU YANG BERBEDA i MUTASI DAERAH D-LOOP mtdna SEL DARAH, EPITEL, DAN RAMBUT DARI INDIVIDU YANG BERBEDA TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh RAFIUDDIN

Lebih terperinci

ABSTRAK. ISOLASI, OPTIMASI AMPLIFIKASI DAN KLONING GEN phoq PADA Salmonella typhi

ABSTRAK. ISOLASI, OPTIMASI AMPLIFIKASI DAN KLONING GEN phoq PADA Salmonella typhi ABSTRAK ISOLASI, OPTIMASI AMPLIFIKASI DAN KLONING GEN phoq PADA Salmonella typhi Patrisia Puspapriyanti, 2008. Pembimbing I : Ernawati A.Girirachman, Ph.D. Pembimbing II : Johan Lucianus, dr., M.Si. Salmonella

Lebih terperinci

Gambar 1. Visualisasi elektroforesis hasil PCR (kiri) dan Sekuen Gen Hf1-exon 1 Petunia x hybrida cv. Picotee Rose yang berhasil diisolasi.

Gambar 1. Visualisasi elektroforesis hasil PCR (kiri) dan Sekuen Gen Hf1-exon 1 Petunia x hybrida cv. Picotee Rose yang berhasil diisolasi. GTGGCCGGTGATCGG-3 ) dan reverse (5 -CCGATATGAGTCGAGAGGGCC-3 ). Hasil PCR dicek dengan elektroforesis pada agarose 1,5%. Sekuensing gen target dilakukan di 1st Base Malaysia. Hasil sekuensing berupa elektroferogram

Lebih terperinci

Kasus Penderita Diabetes

Kasus Penderita Diabetes Kasus Penderita Diabetes Recombinant Human Insulin Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB Sejak Banting & Best menemukan hormon Insulin pada tahun 1921, pasien diabetes yang mengalami peningkatan

Lebih terperinci

Gambar 2.1 udang mantis (hak cipta Erwin Kodiat)

Gambar 2.1 udang mantis (hak cipta Erwin Kodiat) 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Udang Mantis 2.1.1 Biologi Udang Mantis Udang mantis merupakan kelas Malocostraca, yang berhubungan dengan anggota Crustasea lainnya seperti kepiting, lobster, krill, amphipod,

Lebih terperinci

BAB IX. DASAR-DASAR TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN

BAB IX. DASAR-DASAR TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN BAB IX. DASAR-DASAR TEKNOLOGI DNA REKOMBINAN Di dalam bab ini akan dibicarakan pengertian teknologi DNA rekombinan beserta tahapan-tahapan kloning gen, yang secara garis besar meliputi isolasi DNA kromosom

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN TICV Isolat Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN TICV Isolat Indonesia 23 HASIL DAN PEMBAHASAN TICV Isolat Indonesia Penyakit klorosis saat ini sudah ditemukan di Indonesia. Pertama kali ditemukan di sentra pertanaman tomat di Magelang, Jawa Tengah dan Purwakarta, Jawa Barat

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

Polimerase DNA : enzim yang berfungsi mempolimerisasi nukleotidanukleotida. Ligase DNA : enzim yang berperan menyambung DNA utas lagging

Polimerase DNA : enzim yang berfungsi mempolimerisasi nukleotidanukleotida. Ligase DNA : enzim yang berperan menyambung DNA utas lagging DNA membawa informasi genetik dan bagian DNA yang membawa ciri khas yang diturunkan disebut gen. Perubahan yang terjadi pada gen akan menyebabkan terjadinya perubahan pada produk gen tersebut. Gen sering

Lebih terperinci

BIOTEKNOLOGI PERTANIAN TEORI DASAR BIOTEKNOLOGI

BIOTEKNOLOGI PERTANIAN TEORI DASAR BIOTEKNOLOGI BIOTEKNOLOGI PERTANIAN TEORI DASAR BIOTEKNOLOGI BAHAN GENETIK DNA RNA DEFINISI Genom Ekspresi gen Transkripsi Translasi Kromosom eukaryot Protein Histon dan Protamin Kromosom prokaryot DNA plasmid Asam

Lebih terperinci

YOHANES NOVI KURNIAWAN KONSTRUKSI DAERAH PENGKODE INTERFERON ALFA-2B (IFNα2B) DAN KLONINGNYA PADA Escherichia coli JM109

YOHANES NOVI KURNIAWAN KONSTRUKSI DAERAH PENGKODE INTERFERON ALFA-2B (IFNα2B) DAN KLONINGNYA PADA Escherichia coli JM109 YOHANES NOVI KURNIAWAN 10702026 KONSTRUKSI DAERAH PENGKODE INTERFERON ALFA-2B (IFNα2B) DAN KLONINGNYA PADA Escherichia coli JM109 Program Studi Sains dan Teknologi Farmasi INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG 2007

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. dua lembar plastik transparansi dan semua sisinya direkatkan hingga rapat.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. dua lembar plastik transparansi dan semua sisinya direkatkan hingga rapat. (Polyacrilamide Gel Elektroforesis) 5,5% pada tegangan 85 V selama 6 jam. Standar DNA yang digunakan adalah ladder (Promega) Gel polyacrilmide dibuat dengan menggunakan 30 ml aquades, 4 ml 10xTBE, 5,5

Lebih terperinci

ketebalan yang berbeda-beda dan kadang sangat sulit ditemukan dengan mikroskop. Namun, ada bukti secara kimiawi bahwa lamina inti benar-benar ada di

ketebalan yang berbeda-beda dan kadang sangat sulit ditemukan dengan mikroskop. Namun, ada bukti secara kimiawi bahwa lamina inti benar-benar ada di Membran Inti Inti sel atau nukleus sel adalah organel yang ditemukan pada sel eukariotik. Organel ini mengandung sebagian besar materi genetik sel dengan bentuk molekul DNA linear panjang yang membentuk

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan budaya dan suku yang beragam,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan budaya dan suku yang beragam, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan budaya dan suku yang beragam, dimana kondisi lingkungan geografis antara suku yang satu dengan suku yang lainnya berbeda. Adanya

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengumpulan sampel data urutan nukleotida daerah Hipervariabel I (HVI) DNA mitokondria (mtdna)

Lebih terperinci

GENETIKA DASAR Rekayasa Genetika Tanaman. Definisi. Definisi. Definisi. Rekayasa Genetika atau Teknik DNA Rekombinan atau Manipulasi genetik

GENETIKA DASAR Rekayasa Genetika Tanaman. Definisi. Definisi. Definisi. Rekayasa Genetika atau Teknik DNA Rekombinan atau Manipulasi genetik Definisi GENETIKA DASAR Rekayasa Genetika Tanaman Oleh: Dr. Ir. Dirvamena Boer, M.Sc.Agr. HP: 081 385 065 359 e-mail: dirvamenaboer@yahoo.com Fakultas Pertanian, Universitas Haluoleo, Kendari Dipublikasi

Lebih terperinci

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok

Lebih terperinci

PENGENALAN BIOINFORMATIKA

PENGENALAN BIOINFORMATIKA PS-S1 Jurusan Biologi, FMIPA, UNEJ (2017) PENGENALAN BIOINFORMATIKA Oleh: Syubbanul Wathon, S.Si., M.Si. Pokok Bahasan Sejarah Bioinformatika Istilah-istilah biologi Pangkalan data Tools Bioinformatika

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Konstruksi vektor over-ekspresi gen OsWRKY 1.1 Amplifikasi dan purifikasi fragmen gen OsWRKY76

HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Konstruksi vektor over-ekspresi gen OsWRKY 1.1 Amplifikasi dan purifikasi fragmen gen OsWRKY76 HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan rekayasa genetik tanaman keberhasilannya tergantung pada beberapa hal, diantaranya adalah gen yang akan diintroduksikan, metode transformasi, sistem regenerasi tanaman dan

Lebih terperinci