HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-)

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-)"

Transkripsi

1 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Daerah D-loop Amplifikasi daerah D-loop DNA mitokondria (mtdna) pada sampel DNA sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO dilakukan dengan menggunakan mesin PCR Applied Biosystem. Hasil optimal fragmen D-loop mtdna berhasil dilakukan amplifikasi pada kondisi annealing dengan suhu 60 C selama 45 detik, dan diperoleh produk PCR dengan panjang 1145 bp (Gambar 11). M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-) 1000 bp Keterangan : M (marker) B M P = ladder 100 bp = Bali = Madura = PO (+) Gambar 11. Hasil Ektroforesis Produk PCR Daerah D-loop mtdna Keberhasilan amplifikasi daerah D-loop sangat ditentukan dengan kondisi penempelan primer pada DNA genom, selain faktor-faktor bahan pereaksi PCR dan mesin PCR yang digunakan. Weissensteiner (2004) menyatakan bahwa suhu penempelan (annealing) primer yang sesuai merupakan hal yang paling penting untuk keberhasilan PCR disamping kosentrasi MgCl 2. Berdasarkan hasil amplifikasi yang dilakukan oleh Hassan et al. (2009) penempelan (annealing) primer daerah D- loop mtdna pada kerbau sungai dengan primer yang sama, yaitu pada suhu 59 C selama 45 detik akan menghasilkan produk PCR yang baik. Berbeda pada suhu annealing yang optimal pada penelitian ini, yaitu lebih tinggi dibandingkan dengan 20

2 suhu annealing yang digunakan oleh Hassan et al. (2009) yaitu 60 C selama 45 detik. Hal tersebut dikarenakan melting temperature (Tm) akan turun sebesar 5 C setiap terdapat 1% ketidakcocokan pada basa dalam untai ganda (Carter, 2000a). Amplifikasi daerah D-loop mtdna ini dilakukan dengan menggunakan pasangan primer forward 5 -TAGTGCTAATACCAACGGCC-3 dan primer reverse 5 -AGGCATTTTCAGTGCCTTGC-3 sesuai dengan desain yang digunakan oleh Hassan et al. (2009), yaitu primer yang digunakan untuk amplifikasi daerah D-loop kerbau sungai. Hasil analisis menunjukkan bahwa primer tersebut dapat digunakan untuk mengamplifikasi D-loop mtdna pada sapi, yang menunjukkan bahwa primer yang didesain memiliki high similarity. Hal tersebut diduga karena sapi dan kerbau masih berkerabat dekat terdapat dalam satu rumpun yaitu Bovini (Lenstra dan Bradley, 2006), yang menyebabkan keduanya masih berkerabat secara taksonomi, sehingga memiliki kemiripan basa nukleotida yang tinggi. Namun, pada primer forward terdapat dua nukleotida yang berbeda antara sapi dan kerbau. Perbedaan nukleotida tersebut terdapat pada nukleotida ke-5 dan ke-17, pada kedua urutan tersebut sapi memiliki nukleotida A dan pada kerbau sungai memiliki nukleotida G. Hal tersebut diduga karena sapi dan kerbau terdapat pada genus yang berbeda, yaitu Bos (sapi) dan Bubalus (kerbau) (Lenstra dan Bradley, 2006). Dawkin (2000) menyatakan bahwa secara taksonomi hubungan kekerabatan (filogenetik) akan memisah ketika terjadi perbedaan atau perubahan dalam basa nukleotida, semakin banyak perbedaan tersebut maka hubungan kekerabatan akan semakin jauh. Berdasarkan runutan genom utuh DNA mitokondria Bos indicus (sapi Nellore) dengan kode akses (AY126697) dari GenBank. Produk PCR hasil amplifikasi pasangan primer forward 5 -TAGTGCTAATACCAACGGCC-3 dan primer reverse 5 -AGGCATTTTCAGTGCCTTGC-3 menghasilkan pita tunggal yang jelas berukuran 1145 pb (Gambar 11). Munculnya satu pita ini menunjukkan bahwa pasangan primer yang digunakan bersifat spesifik hanya menempel pada posisi yang diharapkan (pada kondisi annealing yang digunakan) (Ratnayani et al, 2007). Hasil amplifikasi tersebut terdiri atas 53 bp fragmen gen CYT B pada posisi ke-1087 sampai dengan 1140 ( ), 69 bp trna Thr pada posisi ke-1 sampai dengan 69 ( ), 66 bp trna Pro pada posisi ke-1 sampai dengan 66 ( ), 913 bp fragmen utuh daerah D-loop pada posisi 1 sampai dengan 21

3 913 ( , 1-366), dan 41 bp fragmen trna Phe pada posisi basa ke-1 sampai dengan 41 ( ) (Lampiran 3). Ilustrasi letak penempelan pasangan primer tersebut pada daerah D-loop sapi penelitian disajikan pada Gambar 12. Hasil amplifikasi pada produk PCR primer forward menempel pada posisi basake-88 sampai dengan 108 ( ) pada bagian CYT B dan primer reverse menempel pada trna Phe posisi ke-22 sampai dengan 41 ( ) (Lampiran 3). Ilustrasi letak penempelan pasangan primer forward dan primer reverse pada daerah D-loop sapi terdapat dalam Gambar 12. Primer F 20 bp trna Thr trna Pro 69 bp 66 bp D-loop (GenBank) 913 bp Primer R 20 bp CYT B 53 bp trna Phe 41 bp Gambar 12. Sketsa Letak Penempelan Primer Forward dan Reverse untuk Mengamplifikasi pada Daerah D-loop Sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO Komposisi Basa Nukleotida Keragaman D-loop Setelah dilakukan sekuensing pada produk PCR dari dua arah yaitu primer forward dan primer reverse didapatkan hasil sekuen sepanjang 1145 bp dengan sekuen standardnya adalah sekuen Bos indicus dari GenBank (kode akses AY126697; Mirreti et al., 2002). sepanjang 913 bp. Teramplifikasi 1145 bp ( CYT B 53 bp, 69 bp trna Thr,66 bp trna Pro, D-loop utuh, 41 bptrna Phe ) Sekuen tersebut terdiri dari sekuen D-loop Analisis keragaman runutan nukleotida dilakukan setelah runutan DNA sapi Bali, Madura, Aceh, Pesisir, dan PO disejajarkan dengan Cluscal W dengan acuan utama pada runutan nuleotida sapi B. indicus (Nellore) dari GenBank (kode akses AY126697; Mirreti et al., 2002). Hasil pensejajaran sekuen tersebut diperoleh bahwa jumlah basa nukleotida pada setiap individu sapi yang diteliti tidak sama (Gambar 11). Hal tersebut dikarenakan terdapat mutasi yang menghilangkan (delesi) 22

4 dan menyisipkan (insersi) beberapa nukleotida pada sapi Bali, Madura, Aceh, Pesisir, dan PO yang setiap individu jumlahnya tidak sama (Lampiran 4). Hasil pensejajaran runutan nukleotida sapi Bali, Madura, Aceh, Pesisir, dan PO sepanjang 584 bp yang dapat dianalisis dengan acuan runutan B. indicus (Nellore) dari GenBank, maka setiap bangsa sapi yang diteliti memiliki rataan komposisi basa nukleotida yang berbeda (Tabel 2). Perbedaan jumlah basa nukleotida daerah D-loop parsial untuk masing-masing sapi dapat dilihat pada Lampiran 5. Tabel 2. Rataan Komposisi Nukleotida Daerah D-loop Parsial Sapi Bali, Madura, Aceh, Pesisir, PO Setelah Disejajarkan dengan B. indicus Dari Genbank (Ukuran 584 bp) Bangsa Sapi % n T(U) C A G A+T C+G B. indicus 3 27,3 24,2 35,7 12,8 63,0 37,0 B. taurus 4 28,2 23,5 34,9 13,4 63,1 36,9 Bali 6 26,9 25,3 34,8 13,0 61,7 38,3 Madura 4 26,9 25,1 34,9 13,1 61,8 38,2 Aceh 2 27,3 24,2 35,7 12,8 63,0 37,0 Pesisir 2 26,7 24,4 35,6 13,3 62,3 37,7 PO 4 27,0 25,4 34,8 12,9 61,8 38,3 Keterangan : n = jumlah individu sampel Rataan nukleotida T daerah D-loop tertinggi sampai terendah berturut-turut dimiliki oleh sapi Aceh 27,3%; PO 27,0%; Bali dan Madura masing-masing 26,9%; serta Pesisir 26,7%. Rataan nukleotida C daerah D-loop tertinggi sampai terendah berturut-turut dimiliki oleh sapi PO 25,4%; Bali 25,3%; Madura 25,1%; Pesisir 24,4%; dan Aceh 24,2%. Rataan nukleotida A daerah D-loop tertinggi sampai terendah berturut-turut dimiliki oleh sapi Aceh 35,7%; Pesisir 35,6%; Madura 34,9%; serta Bali dan PO masing-masing 34,8%. Rataan nukleotida G daerah D-loop tertinggi sampai terendah berturut-turut dimiliki oleh sapi Pesisir 13,3%; Madura 13,1%; Bali 13,0%; PO 12,9%; dan Aceh 12,8% (Tabel 2). Perbedaan komposisi 23

5 nukleotida A, T, G, dan C menunjukan perbedaan komposisi asam amino yang dikandungnya (Ridley, 1991) Frekuensi A+T C+G 0 Bali Madura Aceh Pesisir PO Bangsa Sapi Gambar 13. Frekuensi A+T dan G+C Daerah D-loop mtdna Parsial Berukuran 584 bp pada Sapi Bali, Madura, Aceh, Pesisir, dan PO Nukleotida A+T pada semua sapi yang diteliti yaitu sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO memiliki rataan yang lebih tinggi dibandingkan dengan rataan nukleotida G+C. Rataan nukleotida A+T dari paling tinggi hingga paling rendah berturut-turut yaitu Aceh 63,0%; Pesisir 62,3%; Madura dan PO masing-masing 61,8%; serta Bali 61,7%. Rataan nukleotida G+C dari paling tinggi hingga paling rendah berturut-turut yaitu Bali dan PO masing-massing 38,3%; Madura 38,2%, Pesisir 37,7%; dan Aceh 37,0%. Keragaman frekuensi basa nukleotida pada sapi Bali, Madura, Aceh, Pesisir, dan PO tersebut dikarenakan mtdna memiliki laju mutasi lima sampai sepuluh kali lebih cepat dari pada DNA inti (Wilson et al., 1985) dan pada daerah kontrol memiliki kecepatan evolusi kali lebih cepat dibandingkan dengan daerah mtdna lainnya (Randi, 2000). Komposisi basa nukleotida A+T memiliki frekuensi yang lebih tinggi dibadingkan dengan komposisi G+C pada hasil penelitian ini, karena pada daerah tersebut merupakan daerah noncoding. Hal tersebut diduga penyebabkan daerah noncoding memiliki laju evolusi lebih tinggi. Komposisi G+C dari mulai tertinggi hingga terendah ditunjukkan berturutturut dimiliki oleh sapi Bali 38,3%; PO 38,3%; Madura 38,2%; Pesisir 37,7%; dan 24

6 Aceh 37,0%. Pada bakteri yang mampu hidup pada suhu termofilik memiliki komposisi G+C yang tinggi (Yuwono, 2009). Hal tersebut karena ikatan antara G+C lebih stabil dari pada ikatan pada A+T. Oleh karena itu, sapi-sapi Indonesia terutama pada sapi Bali memiliki kemampuan ketahanan yang lebih baik pada lingkungan tropis dibanding sapi-sapi Bos indicus maupun Bos taurus. Sekuen Minisatelit Minisatelit DNA merupakan urutan sekuen berulang yang berurutan (Nakamura et al., 1987). Minisatelit ini terjadi karena pada DNA tersebut terdapat pasangan basa nukleotida dalam satu untaian DNA yang sama (intra-strand pairing) (Yuwono, 2009). Subtipe ini terdiri atas DNA yang berukuran kecil hingga sedang dari unit yang berulang. Secara umum terdiri atas panjang sekuen berulang yang polimorfik. Pengulangan tersebut dapat terjadi 1%-60% per genom, dengan salinan setiap sekuen individu berkisar antara per genom. Sekuen berulang yang memiliki frekuensi tinggi biasanya ditemukan pada DNA noncoding (Carter, 2000b). Berdasarkan hasil analisis sekuen dari seluruh sapi yang diteliti telah disejajarkan dengan menggunakan metode Cluscal W, maka ditemukan sekuen berulang atau minisatelit yang memiliki panjang 22 bp. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Carter (2000b) yang menyatakan bahwa panjang sekuen ulangan berurutan antara 9 bp sampai 250 bp. Motif ulangan yang ditemukan pada penelitian ini terdapat antara basa nukleotida ke-324 sampai dengan 608. Sekuen berulang pada sapi Bali terletak pada urutan basa nukleotida ke-329 sampai dengan 546, sapi Madura urutan basa nukleotida ke-345 sampai dengan 608, sapi PO urutan basa nukleotida ke-346 sampai dengan 523, sapi Pesisir urutan basa nukleotida ke-324 sampai dengan 356, dan sapi Aceh urutan basa nukleotida ke-331 sampai dengan 356 (Tabel 3). Alves et al. (2009) juga menemukan sekuen berulang pada daerah D-loop. Sekuen tersebut terdapat pada urutan basa nukleotida ke-380 sampai dengan 500, dari bagian yang dilakukan amplifikasi mulai dari basa nukleotida ke-230 sampai dengan

7 Tabel 3. Lokasi Sekuen Berulang pada Setiap Individu Sapi Bali, Madura, PO, Pesisir, dan Aceh Individu Sapi Urutan Basa Nukleotida Bali Bali Bali Bali Bali Bali Madura Madura Madura Madura PO PO PO Pesisir Pesisir Aceh Aceh Tabel 4. Jumlah Motif Ulangan Basa Nukleotida yang Ditemukan pada Bangsa Sapi Bali, Madura, PO, Pesisir, dan Aceh Bangsa sapi n Motif Ulangan Jumlah Ulangan Bali 6 2 GTACATAATATTAATGTAATAA GTACATAACATTAATGTAATAA 2, 8, 9, 9, 4, 3 Madura 4 GTACATAATATTAATGTAATAA 11, 9, 3, 12 PO 4 GTACATAATATTAATGTAATAA 8, 8, 3,8 Pesisir 2 GTACATAACATTAATGTAATAA 1,1 Aceh 2 GTACATAACATTAATGTAATAA 1,1 Keterangan : n = jumlah individu sampel Warna merah menunjukkan basa nukleotida yang berbeda 1, 1 26

8 Semua sapi yang diteliti yaitu sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO ditemukan motif ulangan. Motif ulangan yang ditemukan pada penelitian ini yang terdapat di daerah D-loop DNA mitokondria yaitu sekuen dengan basa nukleotida GTACATAATATTAATGTAATAA dan GTACATAACATTAATGTAATAA yang masing-masing memiliki panjang 22 bp (Tabel 4). Motif ulangan dengan sekuen GTACATAATATTAATGTAATAA ditemukan pada sapi Bali, Madura, dan PO (Tabel 4). Setiap Bangsa sapi memiliki jumlah motif ulangan yang berbeda-beda. Motif ulangan pada sapi Bali berkisar antara 2-9 ulangan, pada sapi Madura berkisar antara 3-12, dan pada sapi PO berkisar antara 3-8. Alves et al. (2009) menemukan jumlah ulangan daerah D-loop mtdna pada babi yang memiliki jumlah ulangan antara ulangan. Jumlah motif ulangan pada sapi Bali, Madura, Pesisir, dan Aceh disajikan pada Tabel 4. Motif ulangan lain yang ditemukan pada penelitian ini juga memiliki panjang 22 bp yaitu GTACATAACATTAATGTAATAA ditemukan pada sapi Pesisir, Aceh, Bali 1, dan Bali 2 (Tabel 3). Motif ulangan ini memiliki perbedaan dengan motif ulangan sebelumnya yaitu terdapat satu basa nukleotida yang mengalami subtitusi transisi yaitu pada basa nukleotida ke-9 minisatelit atau pada basa nukleotida yang ke-438 D-loop mtdna setelah disejajarkan. Transisi tersebut dari basa nukleotida T menjadi C. Motif ulangan ini pada sapi Pesisir, Aceh, dan Bali ditemukan sebanyak satu ulangan. Hasil motif ulangan tersebut dapat digunakan untuk membedakan bangsa sapi yang berasal dari kelompok sapi Bali dengan kelompok yang lain yaitu B. indicus dan B. taurus. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Carter (2000b) dan King (2002c) bahwa motif ulangan dapat digunakan untuk fingerprinting. Carter (2000b) juga menyatakan bahwa motif ulangan dapat digunakan untuk mengestimasi heterozigositas 90%-99% marker genetik yang sangat bervariabel. Jarak Genetik Sapi Asli dan Sapi Lokal Indonesia Kedekatan hubungan genetik antara lima bangsa sapi yaitu Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO dengan sapi B. indicus dilihat dengan mengukur jarak genetik. Jarak genetik diukur dengan menggunakan analisis Pairwise Distance Calculation yang ditunjukkan dengan matriks perbedaan genetik antara lima bangsa sapi (Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO) dan sapi B. indicus yang diambil dari GenBank. 27

9 Jarak genetik model ini digunakan untuk melihat tingkat subtitusi transisi dan tranversi melalui banyaknya perbedaan nukleotida per pasangan (Abdullah, 2008). Sapi-sapi yang memiliki nilai jarak genetik semakin rendah, maka ternak tersebut memiliki hubungan kekerabatan semakin dekat. Sebaliknya ternak yang memiliki jarak genetik tinggi, maka hubungan kekerabatannya semakin jauh. Hasil perhitungan nilai jarak genetik antara individu pada lima bangsa sapi berkisar antara 0,000 sampai 0,146. Jarak genetik tertinggi dari sapi yang diteliti yaitu pada sapi Madura 1 dan Pesisir 1 maupun sapi Pesisir 2 yaitu dengan nilai 0,146. Sementara jarak genetik terendah yaitu dengan nilai 0,000 ditemukan pada sapi Aceh 1 maupun sapi Aceh 2 dan B. indicus, antara sapi Pesisir 1 dan sapi Pesisir 2, antara sapi Bali 2 dan sapi Bali 3 maupun sapi Bali 4, antara sapi Madura 2 dan sapi Bali 2, 3, dan 4, antara sapi Madura 3 dan sapi Bali 5, antara sapi PO 1 dan sapi Bali 5, antara sapi PO 3 dan sapi Bali 5, antara PO 3 dan Madura 5, dan antara PO 1 dan PO 3 (Tabel 6). Tabel 5. Jarak Genetik Berdasarkan Metode Pairwise Distance Daerah D-loop yang Dilakukan Pengelompokan pada Sapi Bali, Sapi Madura dan Sapi PO dengan Sapi B. indicus dan B.taurus dari Genbank No. Bangsa B. indicus - 2 B. taurus 0,056-3 Aceh 0,005 0,055-4 Pesisir 0,012 0,061 0,007-5 Bali 0,129 0,151 0,128 0,136-6 Madura 0,134 0,155 0,133 0,140 0,009-7 PO 0,132 0,153 0,131 0,138 0,007 0,009 - Hal yang sama juga terlihat pada perhitungan jarak genetik yang dilakukan pengelompokan. Jarak genetik tertinggi ditemukan pada sapi Madura dan sapi Pesisir, sedangkan nilai jarak genetik terendah dimiliki oleh sapi Aceh dan B. indicus. Jarak antar individu antara sapi Bali dengan sapi Bali yang lain berkisar 0,000-0,012; jarak individu antara sapi Madura dengan sapi Madura yang lain berkisar 0,003-0,022; jarak antara individu sapi Pesisir dengan sapi Pesisir yang lain 28

10 yaitu 0,000; dan jarak antara individu sapi Aceh dengan sapi Aceh yang lain yaitu 0,000. Nilai pada jarak genetik yang dilakukan pengelompokan berkisar antara 0,005 sampai 0,140. Berdasarkan nilai jarak genetik sapi Aceh memiliki jarak genetik yang lebih tinggi dengan B. taurus yaitu 0,055 bila dibandingkan dengan B. indicus yaitu 0,005, dan nilai jarak genetik sangat tinggi bila dibandingkan dengan sapi Bali yaitu 0, 128. Sementara pada sapi Pesisir juga menyatakan hal yang sama yaitu memiliki jarak genetik yang lebih dekat dengan B. indicus, namun nilai jarak genetik tersebut berbeda. Nilai jarak genetik dengan B. indicus yaitu 0,012; B. taurus yaitu 0,061; dan sapi Bali yaitu 0, 136. Berbeda dengan sapi Madura yang memiliki nilai jarak genetik yang lebih rendah terhadap sapi Bali (0,009), dibandingkan dengan B. indicus (0,134) dan B. taurus (0,155). Hal serupa juga ditunjukkan pada sapi PO, yaitu dengan nilai jarak genetik terhadap sapi Bali memiliki nilai yang lebih rendah yaitu 0,007 bila dibandingkan dengan B. indicus (0,132) dan B. taurus (0,153). Nilai-nilai jarak genetik tersebut disajikan pada Tabel 5. Jarak genetik pada sapi Aceh memiliki nilai yang lebih rendah dengan sapi Pesisir, yang menunjukkan bahwa sapi Aceh dan Pesisir memiliki hubungan yang dekat. Sementara sapi Bali nilai jarak genetik yang rendah dengan sapi Madura dan PO, yang menunjukkan hubungan sapi-sapi tersebut memiliki kedekatan. Kedekatan hubungan beberapa sapi lokal tersebut diduga karena adanya perkawinan tidak acak dan aliran gen yang terjadi akibat letak geografis yang berdekatan antara sapi-sapi tersebut, sehingga akan mengurangi perbedaan antar populasi yang telah terakumulasi akibat seleksi alam maupun genetic drift. 29

11 Tabel 6. Jarak Genetik Berdasarkan Metode Pairwise Distance Daerah D-loop Setiap Individu pada Sapi Bali, Sapi Madura dan Sapi PO dengan Sapi B. indicus dan B.taurus dari Genbank No. Sampel Nellore_(GB) - 2 Aceh_1 0,000-3 Aceh_2 0,000 0,000-4 Pesisir_1 0,007 0,007 0,007-5 Pesisir_2 0,007 0,007 0,007 0,000-6 Bali_1 0,137 0,137 0,137 0,145 0,145-7 Bali_2 0,123 0,123 0,123 0,131 0,131 0,012-8 Bali_3 0,121 0,121 0,121 0,128 0,128 0,011 0,000-9 Bali_4 0,126 0,126 0,126 0,133 0,133 0,012 0,000 0, Bali_5 0,131 0,131 0,131 0,139 0,139 0,007 0,008 0,005 0, Bali_6 0,131 0,131 0,131 0,139 0,139 0,009 0,010 0,007 0,010 0, Madura_1 0,139 0,139 0,139 0,146 0,146 0,021 0,019 0,016 0,022 0,013 0, Madura_2 0,126 0,126 0,126 0,133 0,133 0,012 0,000 0,000 0,000 0,008 0,010 0, Madura_3 0,131 0,131 0,131 0,139 0,139 0,007 0,008 0,005 0,008 0,000 0,002 0,013 0, Madura_4 0,135 0,135 0,135 0,142 0,142 0,010 0,012 0,009 0,012 0,003 0,005 0,017 0,012 0, PO_1 0,134 0,134 0,134 0,141 0,141 0,007 0,009 0,006 0,009 0,000 0,002 0,014 0,009 0,000 0, PO_2 0,135 0,135 0,135 0,142 0,142 0,012 0,013 0,011 0,013 0,005 0,007 0,018 0,013 0,005 0,008 0, PO_3 0,131 0,131 0,131 0,139 0,139 0,007 0,008 0,005 0,008 0,000 0,002 0,013 0,008 0,000 0,003 0,000 0, PO_4 0,124 0,124 0,124 0,131 0,131 0,016 0,003 0,004 0,003 0,012 0,013 0,022 0,003 0,012 0,015 0,012 0,017 0,012-30

12 Analisis Filogenetik Pohon filogenetik atau pohon evolusi adalah pohon yang menunjukkan hubungan evolusi antara berbagai spesies yang diyakini memiliki nenek moyang yang sama diantara beberapa spesies. Pohon filogenetik dapat dilakukan dengan mengidentifikasi urutan nukleotida yang homolog pada mtdna (Dawkin, 2000). Rekonstruksi pohon filogenetik sapi asli dan sapi lokal dilakukan berdasarkan urutan nukleotida daerah kontrol dari genom DNA mitokondria yang dianalisis secara parsial. Panjang sekuen D-loop yang dapat dianalisis hanya sepanjang 584 bp. Hal tersebut dikarenakan pada beberapa sapi yang diteliti terdapat variasi ulangan minisatelit dan adanya delesi pada sekuen basa nukleotida pada beberapa sapi. Selain itu juga dikarenakan mtdna memiliki laju mutasi lima sampai sepuluh kali lebih cepat dari pada DNA inti (Wilson et al., 1985) dan pada daerah kontrol memiliki kecepatan evolusi kali lebih cepat dibandingkan dengan daerah mtdna lainnya (Randi, 2000), sehingga segmen ini lebih banyak situs polimorfik yang berguna dalam rekonstruksi pohon filogeni intraspesifik. Pohon filogenetik ini dibentuk dengan menggunakan metoda Neighbor-joining yang termasuk dalam metoda jarak dengan prinsip pengelompokkan taksa berdasarkan nilai jarak evolusioner pasangan-pasangan operational taxonomyunit dimana setiap percabangan yang terdapat dalam pohon filogeni berevolusi pada kecepatan yang tidak sama (Hartl, 2000). Konstruksi pohon filogeni bangsa-bangsa sapi asli dan sapi lokal Indonesia berdasarkan jarak genetik p-distance dari susunan dan komposisi basa-basa nukleotida daerah D-loop menunjukkan adanya perbedaan materi-materi genetik diantara kelompok maupun individu sapi-sapi tersebut. Berdasarkan analisis perbedaan genetik antar individu untuk membentuk pohon filogeni berdasarkan metode 2 parameter Kimura dalam uji bootsrap 1000 kali pengulangan, diperoleh dua klaster sapi lokal Indonesia, yaitu klaster pertama klaster A yang terdiri dari sapi Bali, Madura, serta PO dan klaster yang kedua yaitu klaster B yang terdiri dari sapi Aceh dan Pesisir (Gambar 14). Klaster A yaitu sapi Aceh dan Pesisir termasuk dalam kelompok B. indicus dari GenBank dengan nilai uji bootstrap 98%. Pengklasteran sapi Aceh dan Pesisir terpisah terhadap sapi Bali (B. javanicus). Nilai uji bootstrap 100% yang 31

13 menunjukkan sapi Madura dan PO termasuk dalam klaster A yaitu klaster sapi Bali. Pembobotan rendah antar individu dijumpai pada sapi Bali, Madura, dan PO yaitu berkisar 18%-57% serta sapi Aceh yaitu berkisar 25%-28%. Walaupun demikian posisi sapi Bali, Madura, serta PO dan sapi Aceh, Pesisir, serta B. indicus dari GenBank akan tetap sama posisinya. Namun posisi antar individu dalam kelompok sapi Bali, Madura, PO, dan Aceh diduga masih dapat berubah-ubah karena nilai bootstrapnya rendah. Berdasarkan hasil analisis filogenetik sapi Bali, Madura, Aceh, Pesisir, dan PO yang dilakukan dengan pengelompokan yang disajikan pada Gambar 15, maka terdapat dua subklaster sapi lokal Indonesia golongan sapi B. indicus dan sapi Bali. Sapi yang terdapat pada kelompok B. indicus yaitu sapi Aceh dan pesisir, sementara pada golongan sapi Bali yaitu sapi Madura dan PO. Sapi Madura dan PO merupakan golongan B. javanicus yaitu sapi Bali yang sangat terpisah dari B. indicus dan B. taurus GenBank. Perbedaan genetik tersebut merupakan akibat adanya proses kehidupan sapi dari pengaruh mutasi dan lingkungan yang berbeda-beda, yang muncul melalui pewarisan dengan modifikasi dari spesies nenek moyangnya untuk menyesuaikan terhadap lingkungan yang bekerja secara terus menerus selama periode waktu yang sangat panjang (Dawkin, 2000). Pengelompokan sapi Aceh dan Pesisir ke dalam klaster B. indicus menunjukkan bahwa sapi Aceh dan Pesisir memiliki kekerabatan yang dekat dengan B. indicus dan terpisah dengan B. taurus maupun kelompok sapi Bali. Menurut Abdullah (2008) dan Jakaria (2008) karena nenek moyang (ancestor) sapi Aceh dan Pesisir berasal dari hibridisasi dengan sapi zebu. Hal tersebut menunjukkan bahwa sapi Aceh dan Pesisir berasal dari maternal zebu. Perbedaan bangsa pada dua kelompok sapi tersebut dikarenakan adanya dugaan bahwa hal tersebut timbul dari bentuk nenek moyangnya melalui akumulasi adaptasi secara bertahap terhadap lingkungan hidup yang berbeda (Dawkin, 2000). Pengelompokkan sapi Madura dalam klaster sapi Bali (B. javanicus) menunjukkan bahwa sapi Madura berasal dari maternal banteng (B. javanicus) bukan berasal dari maternal zebu (B. indicus). Sementara sapi Bali merupakan hasil domestikasi langsung dari banteng (Otsuka et al., 1980; Nijman et al., 2003; Mohammad et al., 2009). Hal tersebut dilihat berdasarkan DNA mitokondria, 32

14 kromosom Y dan mikrosatelit (Mohammad et al., 2009) dan ukuran tengkorak pada sapi Bali juga menyerupai banteng (Hayashi et al., 1980). A B C Keterangan : GB (GenBank) : Sekuen D-loop mtdna sampel yang diperoleh dari GenBank Gambar 14. Konstruksi Pohon Filogeni Antar Individu Sapi Berdasarkan Metode Neighbor-Joining 33

15 Gambar 15. Konstruksi Pohon Filogeni Kelompok Sapi Berdasarkan Metode Neighbor-Joining Sapi PO terdapat pada kelompok sapi Bali dan Madura, menunjukkan bahwa sapi PO yang diteliti diduga berasal dari maternal banteng. Hal tersebut tidak sesuai dengan pendapat Otsuka et al. (1980) menyatakan bahwa sapi PO (Filial Ongole) merupakan keturunan langsung dari sapi Ongole dari B. indicus. Pengelompokan sapi PO pada klaster sapi Bali dan Madura, diduga karena sapi PO yang diteliti bukan merupakan sapi PO murni, sesuai dengan pendapat Otsuka et al. (1980) yang menyatakan bahwa PO merupakan turunan langsung dari sapi Ongole. Sapi tersebut diduga telah mengalami percampuran dengan sapi Bali. Uggla (2008) juga menemukan beberapa maternal sapi PO yang diteliti berasal dari banteng. Hal tersebut diduga karena ada aliran gen akibat letak geografis yang berdekatan yaitu antara Jawa dan Bali. 34

IDENTIFIKASI KERAGAMAN D-LOOP DNA MITOKONDRIA PADA SAPI POTONG DI INDONESIA

IDENTIFIKASI KERAGAMAN D-LOOP DNA MITOKONDRIA PADA SAPI POTONG DI INDONESIA IDENTIFIKASI KERAGAMAN D-LOOP DNA MITOKONDRIA PADA SAPI POTONG DI INDONESIA SKRIPSI SRI RAHAYU DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 i RINGKASAN

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi. Tabel 1. Jumah Sampel Darah Ternak Sapi Indonesia Ternak n Asal Sapi Bali 2 4 MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler Ternak, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. penelitian ini

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Hasil Amplifikasi Gen FSHR Alu-1pada gel agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen FSHR Alu-1 Amplifikasi fragmen gen FSHR Alu-1 dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dilakukan dengan kondisi annealing 60 C selama 45 detik dan diperoleh produk

Lebih terperinci

The Origin of Madura Cattle

The Origin of Madura Cattle The Origin of Madura Cattle Nama Pembimbing Tanggal Lulus Judul Thesis Nirmala Fitria Firdhausi G352080111 Achmad Farajallah RR Dyah Perwitasari 9 Agustus 2010 Asal-usul sapi Madura berdasarkan keragaman

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Usaha peternakan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara umum telah dilakukan secara turun temurun meskipun dalam jumlah kecil skala rumah tangga, namun usaha tersebut telah

Lebih terperinci

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST AluI) Amplifikasi fragmen gen CAST AluI dilakukan dengan menggunakan mesin PCR dengan kondisi annealing 60 0 C selama 45 detik, dan diperoleh produk

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi

TINJAUAN PUSTAKA. Klasifikasi Sapi TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Sapi Penggolongan sapi ke dalam suatu bangsa (breed) sapi, didasarkan atas sekumpulan persamaan karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, mereka

Lebih terperinci

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas

PRAKATA. Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas PRAKATA Alhamdulillah syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah swt., atas segala nikmat dan karunia-nya, penulisan Tugas Akhir dengan judul Keragaman Genetik Abalon (Haliotis asinina) Selat Lombok

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita

HASIL DAN PEMBAHASAN. divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Amplifikasi Gen Mx Amplifikasi gen Mx telah berhasil dilakukan. Hasil amplifikasi gen Mx divisualisasikan padaa gel agarose seperti terlihat pada Gambar 4.1. Ukuran pita yang

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 4 Amplifikasi gen GH exon 4 pada kambing Peranakan Etawah (PE), Saanen dan PESA (Persilangan PE-Saanen) diperoleh panjang fragmen 200 bp (Gambar 8). M 1 2 3

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Indonesia Indonesia merupakan salah satu negara di Asia Tenggara yang memiliki banyak bangsa sapi dan hewan-hewan lainnya. Salah satu jenis sapi yang terdapat di Indonesia adalah

Lebih terperinci

Tabel 1. Komposisi nukleotida pada gen sitokrom-b parsial DNA mitokondria Cryptopterus spp.

Tabel 1. Komposisi nukleotida pada gen sitokrom-b parsial DNA mitokondria Cryptopterus spp. 12 V. HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan Lais Cryptopterus spp. yang didapatkan dari S. Kampar dan Indragiri terdiri dari C. limpok dan C. apogon. Isolasi DNA total dilakukan terhadap cuplikan otot ikan Lais Cryptopterus

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Virus Hepatitis B Gibbon Regio Pre-S1 Amplifikasi Virus Hepatitis B Regio Pre-S1 Hasil amplifikasi dari 9 sampel DNA owa jawa yang telah berstatus serologis positif terhadap antigen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi ini membutuhkan primer spesifik (sekuen oligonukelotida khusus) untuk daerah tersebut. Primer biasanya terdiri dari 10-20 nukleotida dan dirancang berdasarkan daerah konservatif

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen GH Exon 2 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Exon 2 Gen GH exon 2 pada ternak kambing PE, Saanen, dan persilangannya (PESA) berhasil diamplifikasi menggunakan teknik PCR (Polymerase Chain Reaction). Pasangan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang 1 PENDAHULUAN Latar Belakang Sapi asli Indonesia secara genetik dan fenotipik umumnya merupakan: (1) turunan dari Banteng (Bos javanicus) yang telah didomestikasi dan dapat pula (2) berasal dari hasil

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. masyarakat terhadap konsumsi susu semakin meningkat sehingga menjadikan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. masyarakat terhadap konsumsi susu semakin meningkat sehingga menjadikan PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor peternakan memegang peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia terutama pada ternak penghasil susu yaitu sapi perah. Menurut Direktorat Budidaya Ternak

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Hormon Pertumbuhan (GH) Amplifikasi gen hormon pertumbuhan pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, dan BET Cipelang; serta sapi pedaging (sebagai

Lebih terperinci

Keanekaragaman Genetika Ikan Lais Cryptopterus spp. dari Propinsi Riau Berdasarkan Sitokrom-b DNA Mitokondria

Keanekaragaman Genetika Ikan Lais Cryptopterus spp. dari Propinsi Riau Berdasarkan Sitokrom-b DNA Mitokondria Ill Keanekaragaman Genetika Ikan Lais Cryptopterus spp. dari Propinsi Riau Berdasarkan Sitokrom-b DNA Mitokondria Yusnarti Yus' dan Roza Elvyra' 'Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Riau,

Lebih terperinci

menggunakan program MEGA versi

menggunakan program MEGA versi DAFTAR ISI COVER... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRACT... xii PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Morfologi Pada penelitian ini digunakan lima sampel koloni karang yang diambil dari tiga lokasi berbeda di sekitar perairan Kepulauan Seribu yaitu di P. Pramuka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikembangbiakkan dengan tujuan utama untuk menghasilkan daging. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. dikembangbiakkan dengan tujuan utama untuk menghasilkan daging. Menurut BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Babi domestik (Sus scrofa) merupakan hewan ternak yang dikembangbiakkan dengan tujuan utama untuk menghasilkan daging. Menurut Sihombing (2006), daging babi sangat digemari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan budaya dan suku yang beragam,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan budaya dan suku yang beragam, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan budaya dan suku yang beragam, dimana kondisi lingkungan geografis antara suku yang satu dengan suku yang lainnya berbeda. Adanya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit Amplifikasi DNA mikrosatelit pada sapi Katingan dianalisis menggunakan tiga primer yaitu ILSTS073, ILSTS030 dan HEL013. Ketiga primer tersebut dapat mengamplifikasi

Lebih terperinci

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau

PENGANTAR. Latar Belakang. Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau PENGANTAR Latar Belakang Itik yang dikenal saat ini adalah hasil penjinakan itik liar (Anas Boscha atau Wild Mallard). Proses penjinakan telah terjadi berabad-abad yang lalu dan di Asia Tenggara merupakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit

HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi DNA Mikrosatelit Amplifikasi DNA dilakukan dengan tiga macam primer yaitu ILSTS028, ILSTS052 dan ILSTS056 serta masing-masing lokus menganalisis 70 sampel DNA. Hasil amplifikasi

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein TINJAUAN PUSTAKA Sapi Perah Friesian Holstein Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan bangsa sapi yang paling banyak terdapat di Amerika Serikat, sekitar 80-90% dari seluruh sapi perah yang berada di sana.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen GH Gen GH exon 3 pada kambing PE, Saanen, dan PESA (Persilangan PE dan Saanen) berhasil diamplifikasi menggunakan metode PCR (Polymerase Chain Reaction). Panjang fragmen

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah

TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah TINJAUAN PUSTAKA Sapi Lokal Kalimantan Tengah Berdasarkan aspek pewilayahan Kalimantan Tengah mempunyai potensi besar untuk pengembangan peternakan dilihat dari luas lahan 153.564 km 2 yang terdiri atas

Lebih terperinci

ASAL USUL SAPI MADURA BERDASARKAN PENANDA DNA MITOKONDRIA

ASAL USUL SAPI MADURA BERDASARKAN PENANDA DNA MITOKONDRIA 1 ASAL USUL SAPI MADURA BERDASARKAN PENANDA DNA MITOKONDRIA NIRMALA FITRIA FIRDHAUSI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010 2 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini

Lebih terperinci

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI

BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI BAB XII. REAKSI POLIMERISASI BERANTAI Di dalam Bab XII ini akan dibahas pengertian dan kegunaan teknik Reaksi Polimerisasi Berantai atau Polymerase Chain Reaction (PCR) serta komponen-komponen dan tahapan

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN. Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Oligonukleotida sintetis daerah pengkode IFNα2b sintetis dirancang menggunakan program komputer berdasarkan metode sintesis dua arah TBIO, dimana proses sintesis daerah

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Ternak Lokal Keanekaragaman ternak sapi di Indonesia terbentuk dari sumber daya genetik ternak asli dan impor. Impor ternak sapi Ongole (Bos indicus) atau Zebu yang

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN Sebelum melakukan PCR, terlebih dahulu dilakukan perancangan primer menggunakan program DNA Star. Pemilihan primer dilakukan dengan mempertimbangkan parameter spesifisitas,

Lebih terperinci

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M

III. HASIL DAN PEMBAHASAN M III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Hasil 3.1.1. Profil RAPD Keragaman profil penanda DNA meliputi jumlah dan ukuran fragmen DNA. Hasil amplifikasi dengan menggunakan primer OPA-02, OPC-02, OPC-05 selengkapnya

Lebih terperinci

HASIL Amplifikasi Ruas Target Pemotongan dengan enzim restriksi PCR-RFLP Sekuensing Produk PCR ruas target Analisis Nukleotida

HASIL Amplifikasi Ruas Target Pemotongan dengan enzim restriksi PCR-RFLP Sekuensing Produk PCR ruas target Analisis Nukleotida 2 sampai ke bagian awal gen trna Phe. Komposisi reaksi amplifikasi bervolume 25 µl adalah sampel DNA sebagai cetakan 2 µl (10-100 ng), 2,5nM Primer 2 µl; Taq polimerase (New England Biolabs) 1 unit beserta

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Polimorfisme RAPD dan Mikrosatelit Penelitian ini menggunakan primer dari Operon Technology, dimana dari 10 primer acak yang diseleksi, primer yang menghasilkan pita amplifikasi yang

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. mahoni dan mimba. Hasil seleksi primer yang dilakukan terhadap 13 primer spesifik dari BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Amplifikasi silang jenis Mindi Amplifikasi DNA merupakan proses penggandaan DNA dimana basa penyusun DNA direplikasi dengan bantuan primer. Primer merupakan potongan rantai

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i ABSTRACT... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii

DAFTAR ISI. Halaman ABSTRAK... i ABSTRACT... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii DAFTAR ISI ABSTRAK... i ABSTRACT... ii DAFTAR ISI... iii DAFTAR GAMBAR... vi DAFTAR TABEL... vii DAFTAR LAMPIRAN... viii BAB I PENDAHULUAN... 1 A. Latar Belakang Penelitian... 1 B. Rumusan Masalah Penelitian...

Lebih terperinci

Hubungan Kekerabatan Sapi Aceh dengan Menggunakan Daerah Displacement-loop

Hubungan Kekerabatan Sapi Aceh dengan Menggunakan Daerah Displacement-loop Hubungan Kekerabatan Sapi Aceh dengan Menggunakan Daerah Displacement-loop (Relationship of aceh cattle using displacement-loop region) Mohd. Agus Nashri Abdullah 1 1 Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian,

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi

MATERI DAN METODE. Lokasi dan Waktu. Materi MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Genetika Molekuler, Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. dua lembar plastik transparansi dan semua sisinya direkatkan hingga rapat.

HASIL DAN PEMBAHASAN. Hasil. dua lembar plastik transparansi dan semua sisinya direkatkan hingga rapat. (Polyacrilamide Gel Elektroforesis) 5,5% pada tegangan 85 V selama 6 jam. Standar DNA yang digunakan adalah ladder (Promega) Gel polyacrilmide dibuat dengan menggunakan 30 ml aquades, 4 ml 10xTBE, 5,5

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Deteksi Fabavirus pada Tanaman Nilam Deteksi Fabavirus Melalui Uji Serologi Tanaman nilam dari sampel yang telah dikoleksi dari daerah Cicurug dan Gunung Bunder telah berhasil diuji

Lebih terperinci

KARAKTERISASI GENETIK SAPI ACEH MENGGUNAKAN ANALISIS KERAGAMAN FENOTIPIK, DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA DAN DNA MIKROSATELIT

KARAKTERISASI GENETIK SAPI ACEH MENGGUNAKAN ANALISIS KERAGAMAN FENOTIPIK, DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA DAN DNA MIKROSATELIT KARAKTERISASI GENETIK SAPI ACEH MENGGUNAKAN ANALISIS KERAGAMAN FENOTIPIK, DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA DAN DNA MIKROSATELIT MOHD. AGUS NASHRI ABDULLAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Lebih terperinci

KARAKTERISTIK MARKA GENETIK DNA MITOKONDRIA SEBAGAI ACUAN KONSERVASI GENETIK HARIMAU SUMATERA ULFI FAIZAH

KARAKTERISTIK MARKA GENETIK DNA MITOKONDRIA SEBAGAI ACUAN KONSERVASI GENETIK HARIMAU SUMATERA ULFI FAIZAH KARAKTERISTIK MARKA GENETIK DNA MITOKONDRIA SEBAGAI ACUAN KONSERVASI GENETIK HARIMAU SUMATERA ULFI FAIZAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN

BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN 14 BAB 4 HASIL PERCOBAAN DAN BAHASAN Konfirmasi bakteri C. violaceum dan B. cereus dilakukan dengan pewarnaan Gram, identifikasi morfologi sel bakteri, sekuensing PCR 16s rdna dan uji kualitatif aktivitas

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom

HASIL DAN PEMBAHASAN. DNA Genom IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Isolasi DNA Metode isolasi dilakukan untuk memisahkan DNA dari komponen sel yang lain (Ilhak dan Arslan, 2007). Metode isolasi ini sesuai dengan protokol yang diberikan oleh

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Variasi Gen COI dan Gen COII S. incertulas di Jawa dan Bali

PEMBAHASAN Variasi Gen COI dan Gen COII S. incertulas di Jawa dan Bali 41 PEMBAHASAN Variasi Gen COI dan Gen COII S. incertulas di Jawa dan Bali Sekuen individu S. incertulas untuk masing-masing gen COI dan gen COII dapat dikelompokkan menjadi haplotipe umum dan haplotipe-haplotipe

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang

BAB I PENDAHULUAN. Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Burung anggota Famili Columbidae merupakan kelompok burung yang mudah dikenali dan distribusinya tersebar luas di dunia. Dominan hidupnya di habitat terestrial. Kelimpahan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis DNA 4.1.1 Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler. Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Purifikasi DNA Total DNA total yang diperoleh dalam penelitian bersumber dari darah dan bulu. Ekstraksi DNA yang bersumber dari darah dilakukan dengan metode phenolchloroform,

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. dikenal dengan sebutan sapi kacang atau sapi kacangan, sapi pekidulan, sapi

PENDAHULUAN. dikenal dengan sebutan sapi kacang atau sapi kacangan, sapi pekidulan, sapi I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sapi Pasundan merupakan sapi lokal di Jawa Barat yang diresmikan pada tahun 2014 oleh Menteri pertanian (mentan), sebagai rumpun baru berdasarkan SK Nomor 1051/kpts/SR.120/10/2014.

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a)

HASIL DAN PEMBAHASAN. (a) 8 tampak diskor secara manual. Kriteria penskoran berdasarkan muncul tidaknya lokus, lokus yang muncul diberi skor 1 dan yang tidak muncul diberi skor 0. Data biner yang diperoleh selanjutnya diolah menjadi

Lebih terperinci

Seminar Dewinta G

Seminar Dewinta G Seminar Dewinta G34063443 Dewinta, Achmad Farajallah, dan Yusli Wardiatno. 2010. Pola Distribusi Geografis pada Udang Mantis di Pantai Jawa Berdasarkan Genom Mitokondria. Seminar disampaikan tanggal 11

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN 41 Amplifikasi Gen Hormon Pertumbuhan Amplifikasi fragmen gen hormon pertumbuhan (GH) yang dilakukan pada sapi pesisir, sapi bali, sapi limousin, dan sapi simmental menunjukkan adanya

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon

HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon HASIL DAN PEMBAHASAN Isolasi DNA Genomik Sengon DNA genomik sengon diisolasi dari daun muda pohon sengon. Hasil uji integritas DNA metode 1, metode 2 dan metode 3 pada gel agarose dapat dilihat pada Gambar

Lebih terperinci

PEMBAHASAN UMUM Evolusi Molekuler dan Spesiasi

PEMBAHASAN UMUM Evolusi Molekuler dan Spesiasi PEMBAHASAN UMUM Evolusi Molekuler dan Spesiasi Taksonomi atau sistematik adalah hal yang penting dalam klasifikasi organisme dan meliputi beberapa prosedur seperti identifikasi dan penamaan. Sekarang dikenal

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini adalah :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini adalah : BAB III METODOLOGI PENELITIAN Langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini adalah : pengumpulan sampel data urutan nukleotida daerah Hipervariabel II (HVII) DNA mitokondria (mtdna) pada penderita

Lebih terperinci

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB.

Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari-Agustus 2010 di Laboratorium Zoologi Departemen Biologi, FMIPA, IPB. Kolokium Ajeng Ajeng Siti Fatimah, Achmad Farajallah dan Arif Wibowo. 2009. Karakterisasi Genom Mitokondria Gen 12SrRNA - COIII pada Ikan Belida Batik Anggota Famili Notopteridae. Kolokium disampaikan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi

TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi TINJAUAN PUSTAKA Bangsa-Bangsa Sapi Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tertentu tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. telah banyak dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenomena munculnya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. telah banyak dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenomena munculnya BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian terhadap urutan nukleotida daerah HVI mtdna manusia yang telah banyak dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenomena munculnya rangkaian poli-c merupakan fenomena

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Sapi Lokal Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Sapi Lokal Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Sumber Daya Genetik Sapi Lokal Indonesia Ternak sapi di Indonesia dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori, yaitu terak asli, ternak yang telah beradaptasi dan ternak impor (Sarbaini,

Lebih terperinci

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel

4.1. Alat dan Bahan Penelitian a. Alat Penelitian. No. URAIAN ALAT. A. Pengambilan sampel 7 IV. METODE PENELITIAN Ikan Lais diperoleh dari hasil penangkapan ikan oleh nelayan dari sungaisungai di Propinsi Riau yaitu S. Kampar dan S. Indragiri. Identifikasi jenis sampel dilakukan dengan menggunakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah

TINJAUAN PUSTAKA. Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Domba Lokal Indonesia Domba lokal merupakan salah satu ternak yang ada di Indonesia, telah beradaptasi dengan iklim tropis dan beranak sepanjang tahun. Domba lokal ekor tipis

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbesar di seluruh dunia. Nenek moyang ikan mas diduga berasal dari Laut Kaspia

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. terbesar di seluruh dunia. Nenek moyang ikan mas diduga berasal dari Laut Kaspia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Ikan mas merupakan salah satu ikan dengan penyebaran dan domestikasi terbesar di seluruh dunia. Nenek moyang ikan mas diduga berasal dari Laut Kaspia dan dari lokai

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan disajikan hasil dan pembahasan berdasarkan langkah-langkah penelitian yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya dalam empat bagian yang meliputi; sampel mtdna,

Lebih terperinci

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN...

DAFTAR ISI DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... DAFTAR ISI Bab Halaman DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR LAMPIRAN... ix x xii I II III PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang... 1 1.2 Identifikasi Masalah... 2 1.3 Tujuan Penelitian... 2 1.4 Kegunaan Penelitian...

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Babi Babi adalah sejenis hewan ungulata yang bermoncong panjang dan berhidung leper dan merupakan hewan yang aslinya berasal dari Eurasia. Didalam Al-Qur an tertera dengan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai ekonomi untuk budidaya sapi pedaging. Sapi Pesisir dan sapi Simmental merupakan salah satu jenis

Lebih terperinci

ANALISIS SEKUENS D-LOOP DNA MITOKONDRIA SAPI BALI DAN BANTENG DIBANDINGKAN DENGAN BANGSA SAPI LAIN DI DUNIA

ANALISIS SEKUENS D-LOOP DNA MITOKONDRIA SAPI BALI DAN BANTENG DIBANDINGKAN DENGAN BANGSA SAPI LAIN DI DUNIA ANALISIS SEKUENS D-LOOP DNA MITOKONDRIA SAPI BALI DAN BANTENG DIBANDINGKAN DENGAN BANGSA SAPI LAIN DI DUNIA ANAK AGUNG NGURAH GEDE DWINA WISESA 1, TJOK GEDE OKA PEMAYUN 2, I GUSTI NGURAH KADE MAHARDIKA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki kekayaan hasil perikanan yang beranekaragam, sehingga mendatangkan devisa negara yang cukup besar terutama dari

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan 30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan menggunakan primer NA. Primer NA dipilih karena protein neuraminidase,

Lebih terperinci

ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau

ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau ABSTRAK Polimorfisme suatu lokus pada suatu populasi penting diketahui untuk dapat melihat keadaan dari suatu populasi dalam keadaan aman atau terancam. Penelitian ini bertujuan untuk mengkarakterisasi

Lebih terperinci

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth

MATERI DAN METODE. Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober Amplifikasi gen Growth III. MATERI DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Pengambilan sampel darah domba dilakukan di Kecamatan Koto Tengah Kota Padang Sumatera Barat pada bulan Oktober 2012. Amplifikasi gen Growth Hormone menggunakan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstraksi dan Amplifikasi Sampel Daun Ekstraksi dalam penelitian ini menggunakan metode CTAB yang telah dilakukan terhadap 30 sampel daun. Hasil elektroforesis rata-rata menunjukkan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagi sel tersebut. Disebut sebagai penghasil energi bagi sel karena dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagi sel tersebut. Disebut sebagai penghasil energi bagi sel karena dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mitokondria Mitokondria merupakan salah satu organel yang mempunyai peranan penting dalam sel berkaitan dengan kemampuannya dalam menghasilkan energi bagi sel tersebut. Disebut

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul Sapi di Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul Sapi di Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Asal Usul Sapi di Indonesia MacHugh (1996) menyatakan jika terdapat dua spesies sapi yang tersebar diseluruh dunia yaitu spesies tidak berpunuk dari Eropa, Afrika Barat, dan Asia Utara

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Asal Usul Sapi Lokal Indonesia

TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Asal Usul Sapi Lokal Indonesia TINJAUAN PUSTAKA Sejarah Asal Usul Sapi Lokal Indonesia Ternak sapi merupakan anggota famili bovidae yang muncul pada era Pleistosen. Ternak sapi berasal dari keturunan aurok liar (Bos primigenius) (Mannen

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang berasal dari Banteng liar (Bibos

BAB I PENDAHULUAN. Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang berasal dari Banteng liar (Bibos BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Sapi Bali adalah sapi asli Indonesia yang berasal dari Banteng liar (Bibos Banteng Syn Bos sondaicus) yang didomestikasi. Menurut Meijer (1962) proses penjinakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. peningkatan yang diiringi dengan kesadaran masyarakat akan pemenuhan

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. peningkatan yang diiringi dengan kesadaran masyarakat akan pemenuhan BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi masyarakat Indonesia saat ini mengalami peningkatan yang diiringi dengan kesadaran masyarakat akan pemenuhan kebutuhan gizi. Bahan pangan asal hewan

Lebih terperinci

HALAMAN JUDUL LEMBAR PERSETUJUAN...

HALAMAN JUDUL LEMBAR PERSETUJUAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PERSETUJUAN... i LEMBAR PENGESAHAN... ii LEMBAR PERNYATAAN... iii ABSTRAK... iv ABSTRACT... v KATA PENGANTAR... vi DAFTAR ISI... vii DAFTAR GAMBAR... x DAFTAR TABEL... xi

Lebih terperinci

DESAIN PRIMER SECARA IN SILICO UNTUK AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN rpob Mycobacterium tuberculosis DENGAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR)

DESAIN PRIMER SECARA IN SILICO UNTUK AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN rpob Mycobacterium tuberculosis DENGAN POLYMERASE CHAIN REACTION (PCR) Desain Primer secara in silico untuk Amplifikasi Fragmen Gen rpob Mycobacterium tuberculosis DESAIN PRIMER SECARA IN SILICO UNTUK AMPLIFIKASI FRAGMEN GEN rpob Mycobacterium tuberculosis DENGAN POLYMERASE

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Sintesis fragmen gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur 20 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI Sintesis fragmen 688--1119 gen HA Avian Influenza Virus (AIV) galur A/Indonesia/5/2005 dilakukan dengan teknik overlapping extension

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat

II. TINJAUAN PUSTAKA. dibedakan dari bangsa lain meskipun masih dalam spesies. bangsa sapi memiliki keunggulan dan kekurangan yang kadang-kadang dapat II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Keragaman Bangsa Sapi Lokal Bangsa (breed) adalah sekumpulan ternak yang memiliki karakteristik tertentu yang sama. Atas dasar karakteristik tersebut, suatu bangsa dapat dibedakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fungsi dan Struktur Mitokondria Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma. Mitokondria berfungsi sebagai organ respirasi dan pembangkit energi dengan

Lebih terperinci

POLIMORFISME GEN LEPTIN DAN GEN MIOSTATIN PADA SAPI POTONG ACEH DAN MADURA KAMALIAH

POLIMORFISME GEN LEPTIN DAN GEN MIOSTATIN PADA SAPI POTONG ACEH DAN MADURA KAMALIAH POLIMORFISME GEN LEPTIN DAN GEN MIOSTATIN PADA SAPI POTONG ACEH DAN MADURA KAMALIAH SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya

Lebih terperinci

KAJIAN MOLEKULER BAKTERI ASAM LAKTAT ISOLAT 9A HASIL ISOLASI DARI KOLON SAPI BALI MELALUI ANALISIS GEN 16S rrna SKRIPSI

KAJIAN MOLEKULER BAKTERI ASAM LAKTAT ISOLAT 9A HASIL ISOLASI DARI KOLON SAPI BALI MELALUI ANALISIS GEN 16S rrna SKRIPSI KAJIAN MOLEKULER BAKTERI ASAM LAKTAT ISOLAT 9A HASIL ISOLASI DARI KOLON SAPI BALI MELALUI ANALISIS GEN 16S rrna SKRIPSI Diajukan untuk Melengkapi Tugas-Tugas dan Memenuhi Persyaratan untuk Mencapai Gelar

Lebih terperinci

BIO306. Prinsip Bioteknologi

BIO306. Prinsip Bioteknologi BIO306 Prinsip Bioteknologi KULIAH 7. PUSTAKA GENOM DAN ANALISIS JENIS DNA Konstruksi Pustaka DNA Pustaka gen merupakan sumber utama isolasi gen spesifik atau fragmen gen. Koleksi klon rekombinan dari

Lebih terperinci

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis

KATAPENGANTAR. Pekanbaru, Desember2008. Penulis KATAPENGANTAR Fuji syukut ke Hadirat Allah SWT. berkat rahmat dan izin-nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang beijudul "Skrining Bakteri Vibrio sp Penyebab Penyakit Udang Berbasis Teknik Sekuens

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil 5.1.1. Deteksi Gen Target E6 HPV 18 Penelitian ini dilakukan dalam rangka mengidentifikasi variasi molekuler (polimorfisme) gen E6 HPV 18 yang meliputi variasi urutan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Spesies Azadirachta indica memiliki nama lokal mimba atau nimbi. Tanaman mimba dapat beradaptasi di daerah tropis. Di Indonesia, tanaman mimba dapat tumbuh dengan

Lebih terperinci

Elektroforesis Hasil Amplifikasi Analisis Segregasi Marka SSR Amplifikasi DNA Kelapa Sawit dengan Primer Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN

Elektroforesis Hasil Amplifikasi Analisis Segregasi Marka SSR Amplifikasi DNA Kelapa Sawit dengan Primer Mikrosatelit HASIL DAN PEMBAHASAN 11 annealing yang tepat dengan mengatur reaksi pada berbagai suhu dalam satu reaksi sekaligus sehingga lebih efektif dan efisien. Proses optimasi dilakukan menggunakan satu sampel DNA kelapa sawit yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. daging yang beredar di masyarakat harus diperhatikan. Akhir-akhir ini sering

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Penelitian. daging yang beredar di masyarakat harus diperhatikan. Akhir-akhir ini sering BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Produk makanan olahan saat ini sedang berkembang di Indonesia. Banyaknya variasi bentuk produk makanan olahan, terutama berbahan dasar daging yang beredar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh

BAB I PENDAHULUAN. Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Famili Columbidae merupakan kelompok burung dengan ciri umum tubuh kokoh, leher pendek, paruh ramping dan cere berdaging. Distribusi burung Famili Columbidae tersebar

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tubuh manusia tersusun atas sel yang membentuk jaringan, organ, hingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tubuh manusia tersusun atas sel yang membentuk jaringan, organ, hingga 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DNA Mitokondria Tubuh manusia tersusun atas sel yang membentuk jaringan, organ, hingga sistem organ. Dalam sel mengandung materi genetik yang terdiri dari DNA dan RNA. Molekul

Lebih terperinci

4. POLIMORFISME GEN Pituitary Positive Transcription Factor -1 (Pit-1) PADA AYAM LOKAL DI INDONESIA ABSTRAK

4. POLIMORFISME GEN Pituitary Positive Transcription Factor -1 (Pit-1) PADA AYAM LOKAL DI INDONESIA ABSTRAK 26 4. POLIMORFISME GEN Pituitary Positive Transcription Factor -1 (Pit-1) PADA AYAM LOKAL DI INDONESIA ABSTRAK Pituitary Positive Transcription Factor-1 (Pit-1) merupakan salah satu gen yang berkaitan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada bagian ini akan diuraikan teori-teori dasar yang dijadikan sebagai landasan dalam penulisan tugas akhir ini. 2.1 Ilmu Bioinformatika Bioinformatika merupakan kajian yang mengkombinasikan

Lebih terperinci