BAB IV Hasil dan Pembahasan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV Hasil dan Pembahasan"

Transkripsi

1 BAB IV Hasil dan Pembahasan Pada bab ini ditampilkan hasil dan pembahasan dari penyusunan basis data variasi nukleotida mtdna manusia serta sejumlah analisa variasi nukleotida pada mtdna manusia berdasarkan basis data yang telah disusun. IV.1 Penyusunan Basis Data Variasi Nukleotida mtdna Manusia Bagian ini terdiri dari hasil pengumpulan data dari basis data GenBank, pemisahan data, penentuan variasi nukleotida menggunakan program H-Man, penyusunan basis data variasi nukleotida, pembuatan matriks variasi nukleotida, dan penjajaran sampel mtdna pada tiap posisi variasi nukleotida yang ditemukan terhadap CRS. IV.1.1 Penyiapan Data mtdna Manusia Setelah dilakukan pencarian informasi complete genome mtdna manusia pada situs GenBank, ternyata sampai dengan bulan Juni 2007 terdapat sebanyak 2803 data mtdna manusia. Seluruh data mtdna dari GenBank tersebut kemudian disimpan dalam 29 file teks yang masing-masing terdiri dari 100 data mtdna manusia. File dalam format teks ini kemudian dipisahkan menjadi data mtdna tunggal untuk masing-masing individu dengan menggunakan program EditSeq DNASTAR. Proses pemisahan dan penamaan ulang ditunjukkan pada Gambar IV.1. Setiap data mtdna manusia pada basis data GenBank disertai dengan informasi mengenai penamaan kode akses sampel, jumlah pasang basa, nama penulis serta judul publikasi yang melaporkan urutan lengkap nukleotida sampel mtdna tersebut.

2 14 Gambar IV.1 Pemisahan dan penamaan ulang sampel Data dipisah menggunakan program EditSeq (DNASTAR) dan tiap sampel dilakukan penamaan ulang sesuai dengan kode akses di basis data GenBank. Setelah data terpisah menjadi 2803 file dengan format.seq (sequence) hasil pemotongan menggunakan program EditSeq, kemudian dilakukan penamaan ulang tiap sampel sesuai dengan kode akses pada basis data GenBank seperti yang ditunjukkan pada Gambar IV.1. Ternyata dari keseluruhan 2803 data mtdna manusia yang dikumpulkan dari basis data GenBank, hanya 2339 data yang menampilkan informasi panjang nukleotida sekitar 16,5 kb (panjang urutan lengkap mtdna manusia). Pada Kurva IV.1 ditampilkan informasi sebaran jumlah panjang pasang basa 2339 data mtdna manusia. Populasi sampel terbanyak adalah kelompok dengan panjang pasang basa, yaitu panjang basa yang sama dengan urutan standar mtdna manusia yang pertama kali ditemukan Anderson pada tahun Oleh karena itu, untuk selanjutnya pada penelitian ini dilakukan analisa terhadap 2339 data urutan lengkap complete genome mtdna manusia.

3 15 Jumlah sampel mtdna manusia Panjang pasang basa nukleotida sampel mtdna Kurva IV.1 Kurva sebaran sampel berdasarkan jumlah pasang basa Data terbanyak adalah sampel mtdna dengan panjang pasang basa 15659, sama dengan panjang CRS. IV.1.2 Penentuan Variasi Nukleotida terhadap CRS Tahap selanjutnya adalah melakukan penentuan variasi nukleotida 2339 data tmtdna manusia terhadap urutan nukleotida mtdna standar, CRS, menggunakan program Human mtdna Analyzer (H-Man) versi 1.2. Kemudian selanjutnya digunakan program SeqMan DNASTAR untuk keperluan pembuktian kebenaran hasil analisa program H-Man versi 1.2,. Pada Gambar IV.2 diperlihatkan contoh analisa dengan program SeqMan, yaitu melakukan penjajaran urutan 16,5 kb nukleotida sampel mtdna terhadap CRS. Program Seqman tidak menampilkan informasi posisi variasi nukleotida sebagaimana pada hasil analisa program H-Man, melainkan menggunakan penandaan dengan tampilan huruf berwarna merah pada tiap posisi nukleotida yang berbeda dengan CRS. Hal ini menyebabkan pengamatan posisi variasi nukleotida sampel terhadap CRS menggunakan SeqMan tidak secepat hasil analisa program H-Man. Hasil perbandingan posisi mutasi kedua program tersebut pada sejumlah sampel menunjukkan H-Man versi 1.2 ternyata akurat untuk penentuan posisi mutasi jenis substitusi dan delesi, sedangkan untuk penentuan posisi insersi program ini masih perlu pengembangan lebih lanjut. Oleh karena itu, tiap posisi insersi baru

4 16 yang ditemukan hasil analisa H-Man selanjutnya dianalisa ulang sesuai dengan hasil penjajaran menggunakan program SeqMan. Gambar IV.2 Contoh hasil analisa program SeqMan (DNASTAR) Pada program ini ditunjukkan penjajaran tiap nukleotida sampel terhadap CRS. Perbedaan nukleotida ditunjukkan dengan tampilan huruf berwarna merah. Hasil analisa variasi nukleotida program H-Man versi 1.2 selanjutnya disimpan dalam format coma delimited (.csv) untuk memudahkan penyusunan ke dalam basis data menggunakan program Microsoft Excel. Tanda koma dalam format.csv akan dikenali sebagai kolom, sehingga data mutasi hasil analisa program H-Man akan terpisah dengan sendirinya dalam kolom yang berbeda ketika diproses dengan program Microsoft Excel IV.1.3 Penyusunan Basis Data Variasi Nukleotida Selanjutnya seluruh informasi variasi nukleotida tiap sampel digabungkan menjadi basis data variasi nukleotida masing-masing sampel mtdna manusia terhadap CRS. Proses pemindahan data variasi nukleotida (mutasi terhadap CRS)

5 17 dari format coma delimited ke dalam basis data dilakukan menggunakan program spreadsheet macro programs pada Microsoft Excel Gambar IV.3 Basis data variasi nukleotida mtdna manusia terhadap CRS Basis data ini menampilkan kumpulan sampel sesuai kode akses nya pada GenBank, jumlah basa, jumlah dan detail variasi nukleotida terhadap CRS. Data dibagi dalam 29 sheet yang masing-masing terdapat sekitar 100 data. Pada basis data variasi nukleotida complete genome mtdna manusia yang telah berhasil disusun seperti yang ditampilkan pada Gambar IV.3 di atas, dikumpulkan informasi variasi nukleotida dengan jumlah sampel 180 kali lebih banyak dibandingkan pembuatan basis data variasi nukleotida mtdna manusia pada tahun Basis data ini merupakan informasi baru sebagai pelengkap informasi genetik DNA mitokondria manusia yang dikumpulkan pada basis data MITOMAP. IV.1.4 Pembuatan Matriks Variasi Nukleotida mtdna Manusia Tahap berikutnya adalah pembuatan matriks untuk mengumpulkan posisi-posisi variasi nukleotida yang ditemukan pada masing-masing sampel. Matriks yang disusun ditunjukkan pada Gambar IV.4.

6 18 Gambar IV.4 Matriks posisi variasi nukleotida mtdna manusia terhadap CRS Kolom pertama menampilkan posisi-posisi mutasi terhadap CRS, baris satu dan dua pada matriks adalah posisi input sampel (terdiri dari informasi kode akses, jumlah basa, jumlah variasi nukleotida, posisi dan perubahan basanya). Sel A1 dan A2 berfungsi untuk mencocokkan jumlah variasi nukleotida sampel dengan jumlah variasi yang tercatat dalam matriks, sedangkan baris 3 berfungsi untuk menentukan posisi variasi nukleotida baru yang belum tercatat dalam matriks. Akhirnya setelah selesai dimasukkan 2339 sampel mtdna manusia ke dalam matriks, diperoleh total 3998 posisi variasi nukleotida terhadap CRS. Dengan kata lain telah ditemukan 1837 posisi variasi nukleotida baru pada matriks dibandingkan hasil penelitian sebelumnya oleh Yoni F. Syukriani pada tahun IV.1.5 Penjajaran Data Variasi Nukleotida terhadap CRS Setelah semua posisi variasi nukleotida mtdna diketahui, selanjutnya seluruh sampel mtdna manusia dijajarkan terhadap CRS. Setelah itu tiap sampel kemudian dikumpulkan sesuai panjang pasang basanya. Basis data penjajaran data variasi 2339 nukleotida mtdna manusia terhadap CRS ditunjukkan pada Gambar IV.5.

7 19 Gambar IV.5 Kumpulan data penjajaran variasi nukleotida terhadap CRS Baris pertama memuat kumpulan sampel sesuai kode aksesnya beserta informasi jumlah basa, jumlah variasi nukleotida beserta penjajaran terhadap setiap posisi variasi nukleotida terhadap CRS. Kolom pertama adalah urutan basa nukleotida CRS terhadap posisi mutasi, sedangkan kolom kedua adalah posisi varisi nukleotida 2339 sampel terhadap CRS. Sampel selanjutnya dikelompokkan berdasarkan panjang basanya. Kode titik pada basis data menunjukkan nukleotida yang sama antara sampel dengan CRS. Pada basis data ini diperlihatkan perbedaan nukleotida antara sampel dengan CRS pada seluruh posisi mutasi yang ditemukan pada 2339 sampel mtdna manusia. Nukleotida yang sama antara sampel dan CRS ditunjukkan dengan tanda titik, sedangkan nukleotida yang berbeda akan dituliskan pada posisi terjadinya mutasi tersebut.. IV.2 Analisa Variasi Nukleotida mtdna Manusia Setelah basis data variasi nukleotida mtdna manusia terhadap CRS selesai disusun, kemudian dilakukan sejumlah analisa variasi nukleotida mtdna manusia. Di antaranya adalah analisa distribusi posisi mutasi berdasarkan urutan nukleotida, distribusi mutasi terhadap gen pada mtdna manusia, dan posisi mutasi yang berhubungan dengan penyakit pada manusia.

8 20 IV.2.1 Analisa Variasi Nukleotida Berdasarkan Posisi Mutasi Analisa yang pertama dilakukan adalah mengamati jumlah mutasi yang ditemukan pada masing-masing sampel. Hal ini dilakukan untuk mengamati tingkat mutasi pada urutan nukleotida mtdna manusia, karena telah diketahui sebelumnya bahwa tingkat mutasi yang terjadi pada mtdna jauh lebih tinggi dibandingkan yang terjadi pada DNA inti (Wallace, 1992).. Kurva IV.2 Kurva jumlah mutasi pada sampel terhadap jumlah sampel Rentang jumlah variasi nukleotida terhadap CRS (mutasi) pada tiap sampel berkisar dari lima jumlah mutasi yang terkecil sampai 107 buah yang terbesar pada total 2339 sampel mtdna manusia yang digunakan dalam penelitian. Kurva IV.2 di atas menunjukkan bahwa jumlah variasi nukleotida (mutasi terhadap CRS) pada tiap sampel ternyata berkisar dari lima buah mutasi yang terkecil sampai dengan 107 jumlah mutasi yang terbesar dari total 2339 sampel mtdna manusia. Fakta ini menunjukkan bahwa meskipun telah diketahui sebelumnya bahwa tingkat mutasi pada mtdna mencapai sepuluh kali lebih

9 21 tinggi dibandingkan yang terjadi pada DNA inti, namun jumlah variasi nukleotida yang ditemukan pada tiap sampel hanya sekitar satu persen dari seluruh 16,5 kb pasang basa mtdna. Setelah diketahui bahwa ternyata hanya sebagian kecil fragmen mtdna yang mengalami mutasi, selanjutnya dilakukan analisa mengenai distribusi posisi mutasi-mutasi tersebut. Analisa ini diperlukan untuk menjawab pertanyaan apakah mutasi yang terjadi terpusat pada posisi-posisi tertentu ataukah terdistribusi merata di seluruh panjang 16,5 kb pasang basa mtdna. Kurva IV.3 Kurva posisi mutasi pada setiap 1000 nukleotida mtdna Sumbu x menunjukkan panjang 16,5 kb nukleotida mtdna yang dibagi tiap 1000 nukleotida, sedangkan sumbu y menunjukkan persentase terhadap seluruh 3998 posisi mutasi yang ditemukan pada 2339 sampel yang digunakan pada penelitian. Data mutasi dari 2339 sampel terhadap 3998 posisi variasi nukleotida menunjukkan profil distribusi mutasi pada umumnya tersebar secara merata. Pada masing-masing daerah yang dibagi menjadi 1000 nukleotida, ditemukan jumlah mutasi di bawah 11 persen dari total 3998 posisi mutasi yang ditemukan. Posisi basa nukleotida 1000 sampai dengan 3000 adalah daerah yang paling sedikit ditemukannya mutasi, yaitu masing-masing sekitar 3 persen dari total 3998 posisi

10 22 mutasi. Sedangkan daerah dengan tingkat mutasi paling tinggi adalah posisi basa nukleotida 0 sampai dengan 1000, dengan persentase mendekati 11 persen dari total 3998 posisi mutasi. Fragmen basa nukleotida 1000 sampai dengan 3000 merupakan daerah pengkode (coding region) dua unit RNA ribosom (sub unit kecil dan besar). Dua molekul ini sangat penting peranannya pada proses translasi, yaitu proses penerjemahan kode genetik dari DNA menjadi protein. Tidak adanya intron pada urutan nukleotida mtdna akan menyebabkan mutasi langsung tertuju pada daerah pengkode, sehingga mutasi yang terjadi pada fragmen basa nukleotida 1000 sampai dengan 3000 memiliki probabilitas yang tinggi mengganggu jalannya proses translasi akibat dari berubahnya struktur RNA ribosom. Seperti yang ditunjukkan pada penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa mutasi pada 12s rrna mtdna dapat menyebabkan perubahan struktur sekunder dan memicu gangguan pendengaran (Ballana et al., 2006). Ternyata hasil analisa menunjukkan pada daerah ini probabilitas terjadinya mutasi paling rendah dibandingkan dengan fragmen lainnya. Daerah yang mengalami mutasi tertinggi adalah daerah yang tidak mengkode protein ataupun RNA struktural (non coding region), D-Loop. Mutasi pada mtdna yang menyandi protein serta RNA dapat menyebabkan meningkatnya kesalahan transfer elektron pada proses fosforilasi oksidatif. Kesalahan ini akan memicu terjadinya mutasi lebih lanjut sehingga mtdna menjadi rusak, tidak dapat direplikasi dan akhirnya didegradasi oleh sel melalui proses apoptosis. Mutasi pada daerah pengkode mtdna dapat menyebabkan terhambatnya pembentukan protein dan berperan pada terjadinya sejumlah penyakit pada manusia. Sedangkan mutasi yang tidak mempengaruhi kondisi fisiologis disebut sebagai variasi normal (Marzuki et al., 1991). Mutasi pada daerah yang tidak mengkode, D-Loop, tidak berbahaya bagi kelestarian mtdna sehingga mutasi ini dapat diturunkan pada proses replikasi. Hal ini yang menjadi penyebab tingginya tingkat mutasi pada D-Loop serta rendahnya tingkat mutasi pada daerah pengkode mtdna manusia. Setelah diperoleh gambaran mengenai distribusi mutasi berdasarkan fragmen tiap 1000 basa nukleotida, analisa selanjutnya adalah pengamatan persentase mutasi

11 23 pada masing-masing posisi mutasi terhadap seluruh 2339 sampel yang diteliti. Data posisi mutasi beserta peta genetik pada mtdna ditunjukkan pada Kurva IV.4. Kurva IV.4 Kurva persentase mutasi pada tiap posisi mutasi Diagram di samping kurva menunjukkan pembagian daerah mtdna berdasarkan fungsi genetiknya disertai penunjuk panjang mtdna dalam ukuran kilobasa (kb). Daerah berwarna kuning menunjukkan daerah pengkode protein, daerah hijau pengkode rrna, oranye pengkode trna, dan biru adalah non coding region.

12 24 Analisa kurva 3998 posisi mutasi terhadap 2339 total sampel mtdna manusia memperkuat hasil analisa sebelumnya pada kurva IV.3. Diperoleh sebaran distribusi mutasi yang merata di seluruh 16.5 kb nukleotida mtdna manusia. Pada umumnya tiap posisi mutasi ditemukan pada sekitar 10 persen dari seluruh sampel mtdna yang dianalisa. Fakta menarik dari kurva persentase mutasi tersebut adalah ditemukannya posisi-posisi mutasi yang ditemukan hampir di setiap sampel mtdna. Hal ini mengindikasikan urutan konsensus mtdna manusia seperti yang ditunjukkan pada hasil penelitian sebelumnya (Marzuki et al., 1991). Oleh karena itu, posisi mutasi dengan persentase di atas 50 kemudian dipisahkan dan diamati. Berdasarkan tabel data persentase mutasi pada tiap posisi, ditemukan fakta mengenai posisi konsensus mutasi mtdna manusia. Selanjutnya disusun urutan konsensus mtdna manusia yang memiliki perbedaan pada 13 basa nukleotida terhadap CRS. 13 posisi tersebut terdiri dari 11 posisi mutasi substitusi golongan transisi, satu posisi insersi dan satu posisi delesi. Berdasarkan informasi dari basis data MITOMAP, mutasi: G4985A, T11335C, dan 3107D adalah variasi yang disebabkan kesalahan pada proses penentuan urutan nukleotida CRS. Sedangkan mutasi: A8860G, A15326G, A4769G, A263G, A1438G, 310.1C adalah bentuk polimorfisme yang umum ditemukan pada mtdna manusia. Lima dari 13 posisi tersebut merupakan informasi baru urutan konsensus mtdna manusia, yang sebelumnya tidak ditemukan pada penelitian tahun 1991 menggunakan 13 buah sampel. Lima posisi tersebut yaitu: C7028T, A2706G, A73G, G11719A, T16519C. Informasi posisi nukleotida dengan persentase populasi tinggi dibandingkan terhadap CRS ditunjukkan pada Tabel IV.1, dan data lengkap urutan konsensus mtdna manusia yang disusun berdasarkan hasil penelitian ini ditampilkan pada Lampiran H.

13 25

14 26 Enam dari 13 posisi yang berbeda terhadap CRS tersebut terletak pada daerah pengkode. Perbedaan basa nukleotida pada suatu posisi daerah pengkode dapat menyebabkan perubahan terhadap asam amino yang ditranslasikan. Informasi perbedaan nukleotida dan asam amino antara urutan konsensus dan CRS ditunjukkan pada tabel IV.3 Tabel IV.2 Perbedaan asam amino CRS dan konsensus Empat posisi tidak mengalami perubahan asam amino, sedangkan dua posisi mengalami transisi asam amino treonin dan alanin. Posisi CRS Konsensus Daerah Pengkode Asam Amino 4769 Adenin Guanin ND2 Metionin 4985 Guanin Adenin ND2 Glutamin 7028 Sitosin Timin COI Alanin 8860 Adenin Guanin ATP6 Treonin Alanin Guanin Adenin ND4 Glisin Adenin Guanin CYB Alanin Treonin Tabel IV.2 menunjukkan bahwa 67% dari enam posisi yang berbeda pada daerah pengkode antara CRS dan urutan konsensus tidak menyebabkan perubahan asam amino yang dikode. Hal ini disebabkan perbedaan yang terjadi ada pada basa ketiga dari kodon pengkode asam amino. Fenotif tidak mengalami perubahan meskipun secara genetik ada perbedaan, fenomena ini disebut sebagai silent mutation. Dua posisi yang mengalami perbedaan asam amino yang dikode yaitu pada posisi 8860 daerah pengkode ATP6 dan posisi daerah pengkode sitokrom b, terjadi transisi asam amino alanin dan treonin. Dengan kata lain asam amino Treonin pada protein pengkode subunit ATP6 dan asam amino Alanin pada protein pengkode sitokrom b yang ditemukan pada CRS merupakan bentuk minor dibandingkan asam amino yang dikode oleh mtdna manusia pada umumnya.

15 27 IV.2.2 Analisa Variasi Nukleotida pada Gen mtdna Terakhir dilakukan analisa variasi nukleotida berdasarkan fragmen pada mtdna manusia yang memiliki fungsi genetik. Analisa pertama adalah pengamatan mutasi terhadap panjang atau ukuran gen. Kurva IV.5 Kurva persentase mutasi terhadap panjang gen pada mtdna manusia. Tanda kotak ( ) sebagai tanda gen pengkode rrna, tanda bintang ( ) adalah gen pengkode protein, tanda segitiga ( ) yaitu bukan pengkode, serta sisanya adalah gen pengkode trna. Diagram di bawah kurva menunjukkan pembagian daerah mtdna berdasarkan fungsi genetiknya disertai penunjuk panjang mtdna dalam ukuran kilobasa (kb). Daerah berwarna kuning menunjukkan daerah pengkode protein, daerah hijau pengkode rrna, oranye pengkode trna, dan biru bukan pengkode. Data pada Kurva IV.5 menunjukkan bahwa pada umumnya ditemukan posisi mutasi di bawah 10 persen dari seluruh panjang gen. Daerah dengan posisi mutasi tertinggi adalah daerah D-Loop. Akan tetapi, pada Kurva IV.5 diunjukkan sejumlah fragmen pada daerah pengkode yang juga menunjukkan tingkat mutasi yang cukup tinggi. Oleh karena itu dilakukan analisa jumlah mutasi yang terjadi pada D-Loop dan ATP8. ATP8 dipilih sebagai daerah pengkode yang mengalami tingkat mutasi paling tinggi, seperti yang ditampilkan pada Kurva IV.5. Hasil

16 28 analisa perbedaan distribusi mutasi daerah pengkode dan daerah bukan pengkode ditunjukkan pada Kurva IV.6. Kurva IV.6 Persentase jumlah mutasi daerah pengkode dan daerah bukan pengkode A. Jumlah mutasi pada daerah pengkode, ATP8. B. Jumlah mutasi pada daerah bukan pengkode, D-Loop. Variasi nukleotida paling banyak ditemukan pada daerah bukan pengkode dibandingkan pada daerah lainnya. Kurva IV.6 di atas menunjukkan distribusi persentase jumlah mutasi pada gen pengkode ATP8 dan D-Loop. Meskipun pada Kurva IV.5 ditunjukkan bahwa selain pada daerah D-Loop ternyata banyak posisi mutasi yang ditemukan pada daerah pengkode, tetapi jumlah variasi nukleotida tiap individu pada daerah D- Loop jauh lebih tinggi dibandingkan yang ditemukan pada daerah pengkode. Pada D-Loop terdapat daerah hipervariabel 1 (HV1) pada posisi dan daerah hipervariabel 2 (HV2) pada posisi 1 618, dimana derajat keragaman pada daerah tersebut cukup tinggi di antara individu-individu yang tidak mempunyai kekerabatan maternal. Oleh karena itu daerah ini sangat cocok digunakan dalam studi filogenetik serta analisa forensik. Hal lain yang ditemukan dari hasil analisa ini yaitu sangat sedikit sampel yang mengalami mutasi pada daerah pengkode trna. Hal ini disebabkan panjang gen pengkode trna berukuran pendek yaitu sekitar 100 nukleotida, sehingga

17 29 kemungkinan untuk mengalami mutasi jauh lebih kecil dibandingkan fragmen lainnya yang berukuran lebih besar. Selain itu informasi dari basis data MITOMAP menunjukkan bahwa mutasi yang berhubungan dengan penyakit ternyata paling banyak ditemukan daerah pengkode trna. Molekul trna sangat esensial pada proses translasi untuk mengirim asam amino yang sesuai dengan pesan genetik pada molekul mrna. Kesalahan yang terjadi pada proses ini akan dapat menyebabkan kelainan struktur dan fungsi pada protein yang diproduksi. Protein pada mtdna sangat dibutuhkan bagi proses fosforilasi oksidatif (pembentukan ATP), maka mutasi yang terjadi akan memicu terjadinya disfungsi organ dan sejumlah penyakit pada manusia. Oleh karena itu, untuk mengamati distribusi mutasi yang berkaitan dengan penyakit, dilakukan analisa berikutnya. IV.2.3 Analisa Variasi Nukleotida yang Berhubungan dengan Penyakit Terakhir dilakukan analisa variasi nukleotida yang berhubungan dengan penyakit, ternyata dari 2339 sampel mtdna manusia yang digunakan dalam penelitian ini ditemukan dua individu mtdna yang ternyata mengalami mutasi basa Adenin menjadi Guanin pada posisi 8344, seperti yang ditunjukkan pada Gambar IV.6. Penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa mutasi A8344G pada trna Lys merupakan penyebab penyakit MERRF (Noer et al., 1991). Individu pertama yang diprediksikan sebagai pembawa cacat genetik penyebab penyakit MERRF tersebut adalah salah satu sampel mtdna yang digunakan dalam penelitian mengenai analisa filogenetik terhadap rekombinasi DNA mitokondria yang terjadi pada suatu keluarga yang mengalami heteroplasmi mtdna. (Zsurka et al., 2007). Individu kedua adalah salah satu sampel mtdna yang digunakan dalam penelitian mengenai variasi mtdna pada manusia berdasarkan seleksi alam. (Mishmar et al., 2003).

18 30 Gambar IV.6 Hasil penjajaran sebagai diagnosa penyakit genetik mtdna Ditunjukkan penjajaran sampel yang didiagnosa menderita penyakit MERRF karena mengalami mutasi basa Adenin menjadi Guanin pada posisi basa nukleotida Data posisi mutasi pada mtdna yang menyebabkan penyakit pada manusia serta jumlah individu yang didiagnosa menderita penyakit genetik selengkapnya ditunjukkan pada Tabel IV.3. Tabel IV.3 Jenis mutasi yang berhubungan dengan penyakit pada manusia. Pada tabel ini juga ditunjukkan jumlah individu dari 2339 sampel mtdna yang diduga menderita penyakit. Tanda bintang menandakan jenis penyakit yang disebabkan mutasi mtdna pada sel somatik CRS Posisi Mutasi Mutasi Penyakit Jumlah Sampel T 146 T-C elderly fibroblasts* 387 C 150 C-T elderly fibroblasts* 311 T 152 T-C elderly fibroblasts* 619 A 189 A-G elderly muscle* 159 T 195 T-C elderly fibroblasts; lung cancer cells* 522 A 249 A-G elderly fibroblasts* 128 C 285 T-C elderly fibroblasts* 5 T 408 T-A elderly muscle* 9 T 460 T-A/C elderly Down's Syndrome fibroblasts* 2 A 606 A-G Myoglobinuria 3

19 31 Tabel 3 (Lanjutan) T 1095 T-C SNHL 1 C 1310 C-T DM 8 A 1555 A-G DEAF 10 T 1738 T-C colorectal tumor 25 C 2835 C-T Rett Syndrome 5 G 3196 G-A ADPD 1 C 3243 C-G/T MELAS/DM/DMDF/CPEO(G), MM(T) 2 G 3254 G-G MM 3 T 3275 T-A LHON 1 T 3308 T-C MELAS 24 G 3316 G-A NIDDM; LHON; PEO 16 T 3394 T-C LHON; NIDDM 33 A 3397 A-G ADPD 5 G 3460 G-A LHON 4 G 3496 G-T LHON 6 A 4136 A-G LHON 2 T 4216 T-C LHON 187 A 4317 A-G FICP 2 C 4320 C-T Mitochondrial Encephalocardiomyopathy 1 T 4336 T-C ADPD 20 C 4640 C-A LHON 3 A 4917 A-G LHON 83 G 5460 G-A AD 177 T 5628 T-C CPEO 3 T 5814 T-C Mitochondrial Encephalopathy 8 G 7444 G-A LHON 14 A 7543 A-G MEPR 2 A 8296 A-G DMDF / MERRF/ HCM 3 A 8344 A-G MERRF 2 A 8348 A-G Cardiomyopathy 1 T 9101 T-C LHON 3 G 9438 G-A LHON 5 G 9738 G-T LHON 2 G 9804 G-A LHON 4 T 9949 G-A colorectal tumor 2 T 9957 T-C PEM; MELAS 1 T 9997 T-C MHCM 1 A A-G GER / SIDS 11 A A-G MELAS 39 G G-A LHON 7 G G-A LHON 4 A A-G DM 14 G G-A MICM 8 C C-G CIPO 2 G G-A lung carcinoma cybrid* 2

20 32 Tabel 3 (Lanjutan) A A-G CPEO 224 T T-C CPEO 10 G G-A MELAS / Leigh Disease 3 G G-A LHON 144 G G-A LDYT / Leigh Disease 1 C C-A/G LHON 3 T T-C LHON 5 C C-T LHON 1 G G-A LHON 13 G G-A HCM 1 G G-A LHON 14 A A-G LIMM 79 T T-C Type 2 Diabetes; Cardiomyopathy 683 Sumber : MITOMAP ( Keterangan : LHON Leber Hereditary Optic Neuropathy MM Mitochondrial Myopathy AD Alzeimer's Disease LIMM Lethal Infantile Mitochondrial Myopathy ADPD Alzeimer's Disease and Parkinsons's Disease MMC Maternal Myopathy and Cardiomyopathy NARP Neurogenic muscle weakness, Ataxia, and Retinitis Pigmentosa;Leigh Disease FICP Fatal Infantile Cardiomyopathy Plus, a MELAS-associated cardiomyopathy MELAS Mitochondrial Encephalomyopathy, Lactic Acidosis, and Stroke-like episodes LDYT Leber's hereditary optic neuropathy and DYsTonia MERRF Myoclonic Epilepsy and Ragged Red Muscle Fibers MHCM Maternally inherited Hypertrophic CardioMyopathy CPEO Chronic Progressive External Ophthalmoplegia KSS Kearns Sayre Syndrome DM Diabetes Mellitus DMDF Diabetes Mellitus + DeaFness CIPO Chronic Intestinal Pseudoobstruction with myopathy DEAF Maternally inherited DEAFness or and Ophthalmoplegia aminoglycoside-induced DEAFness PEM Progressive encephalopathy SNHL SensoriNeural Hearing Loss Terdapat sejumlah variasi nukleotida (mutasi) yang terjadi pada mtdna yang ternyata berhubungan dengan penyakit genetik. Mutasi ini menimbulkan gangguan fungsi protein ataupun RNA struktural yang dikode oleh mtdna. Hal ini menyebabkan ATP yang diproduksi di dalam sel menjadi di bawah kadar minimum yang diperlukan oleh tubuh sehingga memicu munculnya sejumlah penyakit. Ditemukan sebanyak 66 posisi dari 3998 variasi nukleotida yang telah diketahui berhubungan dengan penyakit genetik tertentu. Hal ini berarti sekitar 98 persen variasi nukleotida yang terjadi pada mtdna manusia merupakan variasi normal, yaitu variasi yang tidak mempengaruhi kondisi fisiologis. Walaupun tingkat

21 33 mutasi pada mtdna sangat tinggi dan posisi mutasi spesifik sangat banyak ditemukan, tetapi pada umumnya mutasi-mutasi tersebut bersifat silent mutations, atau tidak menyebabkan penyakit. Posisi mutasi pada mtdna yang berhubungan dengan penyakit diperoleh dari basis data MITOMAP. Sejumlah penyakit akibat mutasi pada mtdna memungkinkan untuk diturunkan pada generasi berikutnya apabila penderita penyakit tersebut adalah wanita. Hal ini disebabkan tidak ada mitokondria pada sperma yang akan eksis pada saat fertilisasi sel telur, sehingga mtdna generasi berikutnya murni diturunkan dari ibu. Akan tetapi, terdapat sejumlah penyakit yang ternyata disebabkan oleh mutasi pada sel somatik Hal ini berarti hanya DNA mitokondria pada sel-sel otot saja yang mengalami mutasi sedangkan mtdna yang berada di jaringan lainnya tidak mengalami mutasi. Mutasi ini diperkirakan berlangsung pada saat proses pembelahan sel embrio menjadi sel otot. Sejumlah penyakit yang bersifat somatik tersebut ditunjukkan dengan tanda bintang pada Tabel IV.3. Salah satunya adalah penyakit yang dialami sejumlah individu dengan karakteristik otot yang mudah lelah ketika digunakan untuk beraktivitas. Penyakit somatik seperti ini tidak diturunkan kepada generasi berikutnya karena mutasi tidak terjadi pada sel reproduksi. Pada 2339 sampel yang digunakan pada penelitian ini ditemukan sejumlah individu yang didiagnosa menderita sejumlah penyakit yang diakibatkan mutasi pada mtdna. Penyakit dengan jumlah individu penderita tinggi diantaranya yaitu penyakit diabetes, serta gangguan saraf penglihatan dan otot. Di antara seluruh penyakit akibat mutasi mtdna, yang paling umum ditemukan adalah gangguan fungsi pada otot dan otak. Jaringan otot dan otak memerlukan pasokan energi yang lebih tinggi dibandingkan jaringan lainnya, sehingga menurunnya produksi ATP akibat mutasi pada mitokondria akan menyebabkan dua jaringan ini lebih rentan mengalami gangguan fungsional. Hal ini menunjukkan salah satu manfaat dari tersedianya basis data variasi nukleotida mtdna manusia sebagai sebuah standar referensi untuk.mendeteksi kemungkinan dideritanya suatu penyakit genetik. Terlebih lagi penyakit yang disebabkan cacat genetik pada mtdna mempunyai karakteristik mengalami

22 34 penundaan timbulnya gejala awal penyakit. Hal ini disebabkan kondisi heteroplasmi pada sel mitokondria yang terdiri dari mtdna normal dan mtdna mutan, sehingga masih terdapat sejumlah mtdna yang memproduksi ATP secara normal dan memberikan cukup pasokan energi bagi tubuh sampai dengan usia tertentu. Sampai pada akhirnya energi yang tersedia tidak mencukupi lagi untuk keperluan aktivitas jaringan tubuh yang terus menerus tumbuh dan berkembang. Pada kondisi seperti ini gejala penyakit akan mulai muncul. Proses degenerasi (penyusutan) maupun disfungsi organ yang terjadi akan bertambah parah dalam waktu yang singkat. Oleh karena itu, dengan tersedianya basis data referensi variasi nukleotida pada mtdna yang berhubungan dengan penyakit diharapkan diagnosa serta penanganan medis dapat dilakukan lebih dini.

23 Tabel IV.1 Perbandingan urutan mtdna CRS dan consensus 13 posisi nukleotida dengan persentase di atas 80% merupakan nukleotida penyusun urutan konsensus mtdna manusia Urutan Urutan Jenis Posisi Mutasi Sampel yang Persentase CRS Konsensus Mutasi Mengalami Mutasi G A Substitusi A G Substitusi T C Substitusi A G Substitusi A G Substitusi A G Substitusi C - Delesi A G Substitusi C Insersi C T Substitusi A G Substitusi A G Substitusi G A Substitusi T C Substitusi C T Substitusi A G Substitusi C T Substitusi Total Sampel 2339

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Pada bab ini dipaparkan penjelasan singkat mengenai beberapa hal yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu mengenai DNA mitokondria manusia, basis data GenBank, basis data MITOMAP,

Lebih terperinci

4 Hasil dan Pembahasan

4 Hasil dan Pembahasan 4 Hasil dan Pembahasan Dalam bab ini akan dipaparkan hasil dari tahap-tahap penelitian yang telah dilakukan. Melalui tahapan tersebut diperoleh urutan nukleotida sampel yang positif diabetes dan sampel

Lebih terperinci

PENYUSUNAN BASIS DATA VARIASI NUKLEOTIDA DNA MITOKONDRIA MANUSIA TESIS. Anton Restu Prihadi NIM PROGRAM STUDI KIMIA

PENYUSUNAN BASIS DATA VARIASI NUKLEOTIDA DNA MITOKONDRIA MANUSIA TESIS. Anton Restu Prihadi NIM PROGRAM STUDI KIMIA PENYUSUNAN BASIS DATA VARIASI NUKLEOTIDA DNA MITOKONDRIA MANUSIA TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung oleh Anton Restu Prihadi NIM.

Lebih terperinci

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan disajikan hasil dan pembahasan berdasarkan langkah-langkah penelitian yang telah diuraikan dalam bab sebelumnya dalam empat bagian yang meliputi; sampel mtdna,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini adalah :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini adalah : BAB III METODOLOGI PENELITIAN Langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini adalah : pengumpulan sampel data urutan nukleotida daerah Hipervariabel II (HVII) DNA mitokondria (mtdna) pada penderita

Lebih terperinci

2 Tinjauan Pustaka. Gambar 2. 1 Struktur mitokondria

2 Tinjauan Pustaka. Gambar 2. 1 Struktur mitokondria 2 Tinjauan Pustaka 2.1 Mitokondria Berdasarkan hipotesis endosimbiosis mitokondria berasal dari sel eukariot yang bersimbiosis dengan prokariot (bakteri) sehingga membentuk organel sel (Marguillis, 1981).

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. telah banyak dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenomena munculnya

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. telah banyak dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenomena munculnya BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Penelitian terhadap urutan nukleotida daerah HVI mtdna manusia yang telah banyak dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa fenomena munculnya rangkaian poli-c merupakan fenomena

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 13 BAB III METODE PENELITIAN Secara garis besar langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengumpulan sampel data urutan nukleotida daerah Hipervariabel I (HVI) DNA mitokondria (mtdna)

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM), atau lebih dikenal dengan istilah kencing manis,

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM), atau lebih dikenal dengan istilah kencing manis, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Penelitian Diabetes Mellitus (DM), atau lebih dikenal dengan istilah kencing manis, merupakan penyakit yang ditandai dengan peningkatan kadar gula darah yang

Lebih terperinci

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc.

Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. BIO210 Mikrobiologi Dr. Dwi Suryanto Prof. Dr. Erman Munir Nunuk Priyani, M.Sc. Kuliah 10. GENETIKA MIKROBA Genetika Kajian tentang hereditas: 1. Pemindahan/pewarisan sifat dari orang tua ke anak. 2. Ekspresi

Lebih terperinci

MATERI GENETIK. Oleh : TITTA NOVIANTI, S.Si., M. Biomed.

MATERI GENETIK. Oleh : TITTA NOVIANTI, S.Si., M. Biomed. MATERI GENETIK Oleh : TITTA NOVIANTI, S.Si., M. Biomed. PENDAHULUAN Berbagai macam sifat fisik makhluk hidup merupakan hasil dari manifestasi sifat genetik yang dapat diturunkan pada keturunannya Sifat

Lebih terperinci

BIOTEKNOLOGI. Struktur dan Komponen Sel

BIOTEKNOLOGI. Struktur dan Komponen Sel BIOTEKNOLOGI Struktur dan Gambar Apakah Ini dan Apakah Perbedaannya? Perbedaan dari gambar diatas organisme Hidup ular organisme Hidup Non ular Memiliki satuan (unit) dasar berupa sel Contoh : bakteri,

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) yang umum dikenal sebagai kencing manis adalah

BAB I PENDAHULUAN. Diabetes Mellitus (DM) yang umum dikenal sebagai kencing manis adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Diabetes Mellitus (DM) yang umum dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglikemia (peningkatan kadar gula darah) yang terus-menerus

Lebih terperinci

ketebalan yang berbeda-beda dan kadang sangat sulit ditemukan dengan mikroskop. Namun, ada bukti secara kimiawi bahwa lamina inti benar-benar ada di

ketebalan yang berbeda-beda dan kadang sangat sulit ditemukan dengan mikroskop. Namun, ada bukti secara kimiawi bahwa lamina inti benar-benar ada di Membran Inti Inti sel atau nukleus sel adalah organel yang ditemukan pada sel eukariotik. Organel ini mengandung sebagian besar materi genetik sel dengan bentuk molekul DNA linear panjang yang membentuk

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tubuh manusia tersusun atas sel yang membentuk jaringan, organ, hingga

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Tubuh manusia tersusun atas sel yang membentuk jaringan, organ, hingga 6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DNA Mitokondria Tubuh manusia tersusun atas sel yang membentuk jaringan, organ, hingga sistem organ. Dalam sel mengandung materi genetik yang terdiri dari DNA dan RNA. Molekul

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan budaya dan suku yang beragam,

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara dengan budaya dan suku yang beragam, BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara dengan budaya dan suku yang beragam, dimana kondisi lingkungan geografis antara suku yang satu dengan suku yang lainnya berbeda. Adanya

Lebih terperinci

2015 IDENTIFIKASI KANDIDAT MARKER GENETIK DAERAH HIPERVARIABEL II DNA MITOKONDRIA PADA EMPAT GENERASI DENGAN RIWAYAT DIABETES MELITUS TIPE

2015 IDENTIFIKASI KANDIDAT MARKER GENETIK DAERAH HIPERVARIABEL II DNA MITOKONDRIA PADA EMPAT GENERASI DENGAN RIWAYAT DIABETES MELITUS TIPE ABSTRAK Diabetes melitus tipe 2 (DMT2) merupakan penyakit kelainan metabolisme yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula darah akibat tubuh menjadi tidak responsif terhadap insulin. Salah satu faktor

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagi sel tersebut. Disebut sebagai penghasil energi bagi sel karena dalam

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. bagi sel tersebut. Disebut sebagai penghasil energi bagi sel karena dalam BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mitokondria Mitokondria merupakan salah satu organel yang mempunyai peranan penting dalam sel berkaitan dengan kemampuannya dalam menghasilkan energi bagi sel tersebut. Disebut

Lebih terperinci

5. Kerja enzim dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut, kecuali. a. karbohidrat b. suhu c. inhibitor d. ph e. kofaktor

5. Kerja enzim dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut, kecuali. a. karbohidrat b. suhu c. inhibitor d. ph e. kofaktor 1. Faktor internal yang memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan pada tumbuhan adalah. a. suhu b. cahaya c. hormon d. makanan e. ph 2. Hormon yang termasuk ke dalam jenis hormon penghambat pertumbuhan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST MspI) Amplifikasi fragmen gen calpastatin (CAST MspI) pada setiap bangsa sapi dilakukan dengan menggunakan mesin thermal cycler (AB Bio System) pada

Lebih terperinci

REKAYASA GENETIKA. By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si

REKAYASA GENETIKA. By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si REKAYASA GENETIKA By: Ace Baehaki, S.Pi, M.Si Dalam rekayasa genetika DNA dan RNA DNA (deoxyribonucleic Acid) : penyimpan informasi genetika Informasi melambangkan suatu keteraturan kebalikan dari entropi

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang. masyarakat terhadap konsumsi susu semakin meningkat sehingga menjadikan

PENDAHULUAN. Latar Belakang. masyarakat terhadap konsumsi susu semakin meningkat sehingga menjadikan PENDAHULUAN Latar Belakang Sektor peternakan memegang peran yang sangat penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia terutama pada ternak penghasil susu yaitu sapi perah. Menurut Direktorat Budidaya Ternak

Lebih terperinci

SINTESIS PROTEIN. Yessy Andriani Siti Mawardah Tessa Devitya

SINTESIS PROTEIN. Yessy Andriani Siti Mawardah Tessa Devitya SINTESIS PROTEIN Yessy Andriani Siti Mawardah Tessa Devitya Sintesis Protein Proses dimana kode genetik yang dibawa oleh gen diterjemahkan menjadi urutan asam amino SINTESIS PROTEIN EKSPRESI GEN Asam nukleat

Lebih terperinci

BAB II Tinjauan Pustaka

BAB II Tinjauan Pustaka BAB II Tinjauan Pustaka Pada Bab II diberikan penjelasan mengenai beberapa hal yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu mengenai mitokondria, fungsi mitokondria, genom DNA mitokondria manusia, sifat

Lebih terperinci

BAB III. SUBSTANSI GENETIK

BAB III. SUBSTANSI GENETIK BAB III. SUBSTANSI ETIK Kromosom merupakan struktur padat yg tersusun dr komponen molekul berupa protein histon dan DNA (kumpulan dr kromatin) Kromosom akan tampak lebih jelas pada tahap metafase pembelahan

Lebih terperinci

Hasil dan Pembahasan

Hasil dan Pembahasan BAB IV Hasil dan Pembahasan Hasil yang diperoleh dari tahapan penelitian akan dijelaskan pada bab ini. Dimulai dengan amplifikasi gen katg, penentuan urutan nukleotida (sequencing), dan diakhiri dengan

Lebih terperinci

Profil Genetik Daerah Hipervariabel I (HVI) DNA Mitokondria pada Populasi Dataran Tinggi. Gun Gun Gumilar, Ridha Indah Lestari, Heli Siti HM.

Profil Genetik Daerah Hipervariabel I (HVI) DNA Mitokondria pada Populasi Dataran Tinggi. Gun Gun Gumilar, Ridha Indah Lestari, Heli Siti HM. Gun Gun Gumilar, Ridha Indah Lestari, Heli Siti HM. J.Si. Tek. Kim Profil Genetik Daerah Hipervariabel I (HVI) DNA Mitokondria pada Populasi Dataran Tinggi Gun Gun Gumilar, Ridha Indah Lestari, Heli Siti

Lebih terperinci

Gambar 2.1 udang mantis (hak cipta Erwin Kodiat)

Gambar 2.1 udang mantis (hak cipta Erwin Kodiat) 7 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Udang Mantis 2.1.1 Biologi Udang Mantis Udang mantis merupakan kelas Malocostraca, yang berhubungan dengan anggota Crustasea lainnya seperti kepiting, lobster, krill, amphipod,

Lebih terperinci

BAB V STUDI KASUS: HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB V STUDI KASUS: HASIL DAN PEMBAHASAN BAB V STUDI KASUS: HASIL DAN PEMBAHASAN 5. Hasil dan Pembahasan Penulis melakukan pembatasan daerah penelitian dari data yang tersedia, yaitu hanya mencari posisi yang mengalami mutasi (misalkan posisi

Lebih terperinci

AKTIVITAS GEN DAN PENGATURANNYA: SINTESIS PROTEIN. dr. Arfianti, M.Biomed, M.Sc

AKTIVITAS GEN DAN PENGATURANNYA: SINTESIS PROTEIN. dr. Arfianti, M.Biomed, M.Sc AKTIVITAS GEN DAN PENGATURANNYA: SINTESIS PROTEIN dr. Arfianti, M.Biomed, M.Sc Protein Working molecules of the cells Action and properties of cells Encoded by genes Gene: Unit of DNA that contain information

Lebih terperinci

Kasus Penderita Diabetes

Kasus Penderita Diabetes Kasus Penderita Diabetes Recombinant Human Insulin Marlia Singgih Wibowo School of Pharmacy ITB Sejak Banting & Best menemukan hormon Insulin pada tahun 1921, pasien diabetes yang mengalami peningkatan

Lebih terperinci

Keanekaragaman Genetika Ikan Lais Cryptopterus spp. dari Propinsi Riau Berdasarkan Sitokrom-b DNA Mitokondria

Keanekaragaman Genetika Ikan Lais Cryptopterus spp. dari Propinsi Riau Berdasarkan Sitokrom-b DNA Mitokondria Ill Keanekaragaman Genetika Ikan Lais Cryptopterus spp. dari Propinsi Riau Berdasarkan Sitokrom-b DNA Mitokondria Yusnarti Yus' dan Roza Elvyra' 'Program Studi Biologi, Fakultas MIPA, Universitas Riau,

Lebih terperinci

Lampiran 2. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Genetika. 1. Hubungan antara DNA, gen, dan kromosom:

Lampiran 2. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Genetika. 1. Hubungan antara DNA, gen, dan kromosom: 100 Lampiran 2. Rubrik Penilaian Jawaban Esai Genetika 1. Hubungan antara DNA, gen, dan kromosom: DNA polimer nukleotida (deoksiribosa+fosfat+basa nitrogen) gen (sekuens/dna yang mengkode suatu polipeptida/protein/sifat

Lebih terperinci

Organisasi DNA dan kode genetik

Organisasi DNA dan kode genetik Organisasi DNA dan kode genetik Dr. Syazili Mustofa, M.Biomed Lektor mata kuliah ilmu biomedik Departemen Biokimia, Biologi Molekuler, dan Fisiologi Fakultas Kedokteran Unila DNA terdiri dari dua untai

Lebih terperinci

Adalah asam nukleat yang mengandung informasi genetik yang terdapat dalam semua makluk hidup kecuali virus.

Adalah asam nukleat yang mengandung informasi genetik yang terdapat dalam semua makluk hidup kecuali virus. DNA DAN RNA Adalah asam nukleat yang mengandung informasi genetik yang terdapat dalam semua makluk hidup kecuali virus. ADN merupakan blue print yang berisi instruksi yang diperlukan untuk membangun komponen-komponen

Lebih terperinci

M A T E R I G E N E T I K

M A T E R I G E N E T I K M A T E R I G E N E T I K Tujuan Pembelajaran: Mendiskripsikan struktur heliks ganda DNA, sifat dan fungsinya. Mendiskripsikan struktur, sifat dan fungsi RNA. Mendiskripsikan hubungan antara DNA, gen dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. World Health Organization (WHO) mendefinisikan. obesitas sebagai suatu keadaan akumulasi lemak yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang. World Health Organization (WHO) mendefinisikan. obesitas sebagai suatu keadaan akumulasi lemak yang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang World Health Organization (WHO) mendefinisikan obesitas sebagai suatu keadaan akumulasi lemak yang abnormal atau berlebihan yang menimbulkan risiko gangguan terhadap

Lebih terperinci

Sejak kapan manusia mengenal pengetahuan GENETIKA?

Sejak kapan manusia mengenal pengetahuan GENETIKA? GENETIKA Sejak kapan manusia mengenal pengetahuan GENETIKA? Bapak Burik, anaknya tentu Burik Pepatah yang kita jumpai di seluruh dunia. Secara tak sadar mengekspresikan penyebaran pengetahuan genetika

Lebih terperinci

STRUKTUR KIMIAWI MATERI GENETIK

STRUKTUR KIMIAWI MATERI GENETIK STRUKTUR KIMIAWI MATERI GENETIK Mendel; belum terfikirkan ttg struktur, lokus, sifat kimiawi serta cara kerja gen. Sesudah Mendel barulah dipelajari ttg komposisi biokimiawi dari kromosom. Materi genetik

Lebih terperinci

BAHAN GENETIK SITOPLASMA

BAHAN GENETIK SITOPLASMA BAHAN GENETIK SITOPLASMA Bahan genetik Kromosom Ekstrakromosom Prokaryot: Plasmid Bahan genetik ekstrakromosom Eukaryot: Mitokondria Kloroplast Bahan genetik sitoplasma Sel Suharsono. 2005. BTK505. IPB

Lebih terperinci

Home -- Reproduksi Sel -- Hereditas -- Struktur & Ekspresi Gen. Regulasi Ekspresi Gen Teknologi DNA Rekombinan -- Genom Manusia GLOSSARY

Home -- Reproduksi Sel -- Hereditas -- Struktur & Ekspresi Gen. Regulasi Ekspresi Gen Teknologi DNA Rekombinan -- Genom Manusia GLOSSARY Home -- Reproduksi Sel -- Hereditas -- Struktur & Ekspresi Gen Regulasi Ekspresi Gen Teknologi DNA Rekombinan -- Genom Manusia GLOSSARY Adenin: salah satu jenis basa purin yang terdapat pada DNA dan RNA

Lebih terperinci

Tabel 1. Komposisi nukleotida pada gen sitokrom-b parsial DNA mitokondria Cryptopterus spp.

Tabel 1. Komposisi nukleotida pada gen sitokrom-b parsial DNA mitokondria Cryptopterus spp. 12 V. HASIL DAN PEMBAHASAN Ikan Lais Cryptopterus spp. yang didapatkan dari S. Kampar dan Indragiri terdiri dari C. limpok dan C. apogon. Isolasi DNA total dilakukan terhadap cuplikan otot ikan Lais Cryptopterus

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma. BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fungsi dan Struktur Mitokondria Mitokondria merupakan organel yang terdapat di dalam sitoplasma. Mitokondria berfungsi sebagai organ respirasi dan pembangkit energi dengan

Lebih terperinci

19/10/2016. The Central Dogma

19/10/2016. The Central Dogma TRANSKRIPSI dr.syazili Mustofa M.Biomed DEPARTEMEN BIOKIMIA DAN BIOLOGI MOLEKULER FK UNILA The Central Dogma 1 The Central Dogma TRANSKRIPSI Transkripsi: Proses penyalinan kode-kode genetik yang ada pada

Lebih terperinci

ANALISIS VARIASI NUKLEOTIDA DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA PADA SATU INDIVIDU SUKU BALI NORMAL

ANALISIS VARIASI NUKLEOTIDA DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA PADA SATU INDIVIDU SUKU BALI NORMAL ISSN 1907-9850 ANALISIS VARIASI NUKLEOTIDA DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA PADA SATU INDIVIDU SUKU BALI NORMAL Ketut Ratnayani, I Nengah Wirajana, dan A. A. I. A. M. Laksmiwati Jurusan Kimia FMIPA Universitas

Lebih terperinci

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN. Pengambilan sampel. Penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel 16 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN Bab ini menggambarkan tahapan penelitian yang terdiri dari pengambilan sampel, penyiapan templat mtdna dengan metode lisis sel, amplifikasi D-loop mtdna dengan teknik

Lebih terperinci

SUBSTANSI HEREDITAS. Dyah Ayu Widyastuti

SUBSTANSI HEREDITAS. Dyah Ayu Widyastuti SUBSTANSI HEREDITAS Dyah Ayu Widyastuti Sel Substansi Hereditas DNA RNA Pengemasan DNA dalam Kromosom DNA dan RNA Ukuran dan Bentuk DNA Double helix (untai ganda) hasil penelitian Watson & Crick (1953)

Lebih terperinci

menggunakan program MEGA versi

menggunakan program MEGA versi DAFTAR ISI COVER... i HALAMAN PENGESAHAN... ii HALAMAN PERSEMBAHAN... iii PRAKATA... iv DAFTAR ISI... vi DAFTAR TABEL... viii DAFTAR GAMBAR... ix DAFTAR LAMPIRAN... x INTISARI... xi ABSTRACT... xii PENDAHULUAN...

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Virus Hepatitis B Gibbon Regio Pre-S1 Amplifikasi Virus Hepatitis B Regio Pre-S1 Hasil amplifikasi dari 9 sampel DNA owa jawa yang telah berstatus serologis positif terhadap antigen

Lebih terperinci

Polimerase DNA : enzim yang berfungsi mempolimerisasi nukleotidanukleotida. Ligase DNA : enzim yang berperan menyambung DNA utas lagging

Polimerase DNA : enzim yang berfungsi mempolimerisasi nukleotidanukleotida. Ligase DNA : enzim yang berperan menyambung DNA utas lagging DNA membawa informasi genetik dan bagian DNA yang membawa ciri khas yang diturunkan disebut gen. Perubahan yang terjadi pada gen akan menyebabkan terjadinya perubahan pada produk gen tersebut. Gen sering

Lebih terperinci

Bimbingan Olimpiade SMA. Paramita Cahyaningrum Kuswandi ( FMIPA UNY 2012

Bimbingan Olimpiade SMA. Paramita Cahyaningrum Kuswandi (  FMIPA UNY 2012 Bimbingan Olimpiade SMA Paramita Cahyaningrum Kuswandi (email : paramita@uny.ac.id) FMIPA UNY 2012 Genetika : ilmu yang memperlajari tentang pewarisan sifat (hereditas = heredity) Ilmu genetika mulai berkembang

Lebih terperinci

Pokok Bahasan: Ekspresi gen

Pokok Bahasan: Ekspresi gen Pokok Bahasan: Ekspresi gen Sub Pokok Bahasan : 3.1. Regulasi Ekspresi 3.2. Sintesis Protein 3.1. Regulasi ekspresi Pengaruh suatu gen dapat diamati secara visual misalnya pada anggur dengan warna buah

Lebih terperinci

BAB IV Hasil dan Pembahasan

BAB IV Hasil dan Pembahasan BAB IV Hasil dan Pembahasan Bab ini akan membahas hasil PCR, hasil penentuan urutan nukleotida, analisa in silico dan posisi residu yang mengalami mutasi dengan menggunakan program Pymol. IV.1 PCR Multiplek

Lebih terperinci

TERAPI GEN. oleh dr.zulkarnain Edward MS PhD

TERAPI GEN. oleh dr.zulkarnain Edward MS PhD TERAPI GEN oleh dr.zulkarnain Edward MS PhD Pendahuluan Penyakit-penyakit metabolik bawaan biasanya akibat tidak adanya gen atau adanya kerusakan pada gen tertentu. Pengobatan yang paling radikal adalah

Lebih terperinci

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MIPA

UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA FAKULTAS MIPA RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN 1. Fakultas / Program Studi : FMIPA / Biologi 2. Mata Kuliah / Kode : Genetika Molekuler / SBG 252 3. Jumlah SKS : Teori = 2

Lebih terperinci

Aulia Dwita Pangestika A2A Fakultas Kesehatan Masyarakat. DNA dan RNA

Aulia Dwita Pangestika A2A Fakultas Kesehatan Masyarakat. DNA dan RNA Aulia Dwita Pangestika A2A014018 Fakultas Kesehatan Masyarakat DNA dan RNA DNA sebagai senyawa penting yang hanya ada di mahkluk hidup. Di mahkluk hidup senyawa ini sebagai master kehidupan untuk penentuan

Lebih terperinci

NUTRIGENOMIK. Titta Novianti

NUTRIGENOMIK. Titta Novianti NUTRIGENOMIK Titta Novianti Pendahuluan Nutrigenomik adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara faktor genetik dengan nutrisi yang memiliki komposisi spesifik dan mampu menginduksi ekspresi gen dalam

Lebih terperinci

ANALISIS FILOGENETIK DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA MANUSIA PADA POPULASI PAPUA MELALUI PROSES MARKOV

ANALISIS FILOGENETIK DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA MANUSIA PADA POPULASI PAPUA MELALUI PROSES MARKOV KO-192 ANALISIS FILOGENETIK DAERAH D-LOOP DNA MITOKONDRIA MANUSIA PADA POPULASI PAPUA MELALUI PROSES MARKOV Epiphani I.Y. Palit, 1,*) Alvian Sroyer, 1) dan Hendrikus M.B. Bolly 2) 1) Bidang Biostatistika,

Lebih terperinci

BIOTEKNOLOGI PERTANIAN TEORI DASAR BIOTEKNOLOGI

BIOTEKNOLOGI PERTANIAN TEORI DASAR BIOTEKNOLOGI BIOTEKNOLOGI PERTANIAN TEORI DASAR BIOTEKNOLOGI BAHAN GENETIK DNA RNA DEFINISI Genom Ekspresi gen Transkripsi Translasi Kromosom eukaryot Protein Histon dan Protamin Kromosom prokaryot DNA plasmid Asam

Lebih terperinci

Pengertian Mitokondria

Pengertian Mitokondria Home» Pelajaran» Pengertian Mitokondria, Struktur, dan Fungsi Mitokondria Pengertian Mitokondria, Struktur, dan Fungsi Mitokondria Pengertian Mitokondria Mitokondria adalah salah satu organel sel dan berfungsi

Lebih terperinci

EKSPRESI GEN. Kuliah ke 5 Biologi molekuler Erlindha Gangga

EKSPRESI GEN. Kuliah ke 5 Biologi molekuler Erlindha Gangga EKSPRESI GEN Kuliah ke 5 Biologi molekuler Erlindha Gangga Mengalirnya informasi dari DNA menuju protein tidak dapat berjalan secara langsung. Pertama DNA akan digunakan sebagai model / cetakan dalam sintesis

Lebih terperinci

EKSPRESI GEN. Dyah Ayu Widyastuti

EKSPRESI GEN. Dyah Ayu Widyastuti EKSPRESI GEN Dyah Ayu Widyastuti Ekspresi Gen Gen sekuen DNA dengan panjang minimum tertentu yang mengkode urutan lengkap asam amino suatu polipeptida, atau RNA (mrna, trna, rrna) Ekspresi Gen Enam tahapan

Lebih terperinci

DNA FINGERPRINT. SPU MPKT B khusus untuk UI

DNA FINGERPRINT. SPU MPKT B khusus untuk UI DNA FINGERPRINT SPU MPKT B khusus untuk UI 1 Pengertian umum Bioteknologi : seperangkat teknik yang memanfaatkan organisme hidup atau bagian dari organisme hidup, untuk menghasilkan atau memodifikasi produk,

Lebih terperinci

MATERI GENETIK A. KROMOSOM

MATERI GENETIK A. KROMOSOM MATERI GENETIK A. KROMOSOM Kromosom pertama kali ditemukan pada kelompok makhluk hidup eukariot. Namun, di lain pihak dewasa ini kromosom tidak hanya dimiliki oleh klompok makhluk hidup eukariot tetapi

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Pituitary-Specific Positive Transcription Factor 1 (Pit1) Exon 3 Amplifikasi gen Pit1 exon 3 pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, BPPT Cikole,

Lebih terperinci

adalah proses DNA yang mengarahkan sintesis protein. ekspresi gen yang mengodekan protein mencakup dua tahap : transkripsi dan translasi.

adalah proses DNA yang mengarahkan sintesis protein. ekspresi gen yang mengodekan protein mencakup dua tahap : transkripsi dan translasi. bergerak sepanjang molekul DNA, mengurai dan meluruskan heliks. Dalam pemanjangan, nukleotida ditambahkan secara kovalen pada ujung 3 molekul RNA yang baru terbentuk. Misalnya nukleotida DNA cetakan A,

Lebih terperinci

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 3 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Pada bab ini akan diuraikan tinjauan pustaka yang berkaitan dengan penelitian yang dilakukan, yang meliputi informasi mengenai genom mitokondria, DNA mitokondria sebagai materi

Lebih terperinci

PEMBAHASAN Variasi Gen COI dan Gen COII S. incertulas di Jawa dan Bali

PEMBAHASAN Variasi Gen COI dan Gen COII S. incertulas di Jawa dan Bali 41 PEMBAHASAN Variasi Gen COI dan Gen COII S. incertulas di Jawa dan Bali Sekuen individu S. incertulas untuk masing-masing gen COI dan gen COII dapat dikelompokkan menjadi haplotipe umum dan haplotipe-haplotipe

Lebih terperinci

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. prevalensinya yang signifikan dalam 30 tahun terakhir. Prevalensi overweight dan

BAB I. PENDAHULUAN. I.1. Latar Belakang. prevalensinya yang signifikan dalam 30 tahun terakhir. Prevalensi overweight dan BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Obesitas telah menarik perhatian masyarakat dunia karena peningkatan prevalensinya yang signifikan dalam 30 tahun terakhir. Prevalensi overweight dan obesitas meningkat

Lebih terperinci

Definisi Sintesis Protein

Definisi Sintesis Protein Definisi Sintesis Protein Manusia, hewan, dan tumbuhan sangat memerlukan protein sebagai unsur utama penyusun tubuhnya. Protein pada manusia dan hewan terdapat paling banyak pada membran sel, sitoplasma,

Lebih terperinci

KODE GENETIK DAN MUTASI

KODE GENETIK DAN MUTASI KODE GENETIK DAN MUTASI Sjarif Hidajat Effendi Ridha K. T. Juli 2012 BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PADJADJARAN RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HASAN SADIKIN BANDUNG DAFTAR ISI Halaman

Lebih terperinci

MUTASI DAERAH D-LOOP mtdna SEL DARAH, EPITEL, DAN RAMBUT DARI INDIVIDU YANG BERBEDA

MUTASI DAERAH D-LOOP mtdna SEL DARAH, EPITEL, DAN RAMBUT DARI INDIVIDU YANG BERBEDA i MUTASI DAERAH D-LOOP mtdna SEL DARAH, EPITEL, DAN RAMBUT DARI INDIVIDU YANG BERBEDA TESIS Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister dari Institut Teknologi Bandung Oleh RAFIUDDIN

Lebih terperinci

bagian yang disebut suppressor yang menekan intensitas, dan ada yang disebut enhancer yang memperkuatnya.

bagian yang disebut suppressor yang menekan intensitas, dan ada yang disebut enhancer yang memperkuatnya. TRANSKRIPSI Transkripsi (dari bahasa Inggris: transcription) dalam genetika adalah pembuatan RNA dengan menyalin sebagian berkas DNA. Transkripsi adalah bagian dari rangkaian ekspresi genetik. Pengertian

Lebih terperinci

REPRODUKSI MIKROORGANISME

REPRODUKSI MIKROORGANISME REPRODUKSI MIKROORGANISME PENDAHULUAN Reproduksi mikroorganisme ialah perkembangbiakan mikroorganisme. Mikroorganisme mengadakan perkembangbiakan dengan dua cara, yaitu secara aseksual dan seksual. Reproduksi

Lebih terperinci

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%.

Gambar 5. Hasil Amplifikasi Gen Calpastatin pada Gel Agarose 1,5%. HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Calpastatin (CAST AluI) Amplifikasi fragmen gen CAST AluI dilakukan dengan menggunakan mesin PCR dengan kondisi annealing 60 0 C selama 45 detik, dan diperoleh produk

Lebih terperinci

Ada 2 kelompok basa nitrogen yang berikatan pada DNA yaitu

Ada 2 kelompok basa nitrogen yang berikatan pada DNA yaitu DNA DNA adalah rantai doble heliks berpilin yang terdiri atas polinukleotida. Berfungsi sebagi pewaris sifat dan sintesis protein. Struktur DNA (deoxyribosenucleic acid) yaitu: 1. gula 5 karbon (deoksiribosa)

Lebih terperinci

Ringkasan Materi Genetika. Pewarisan Sifat pada Ekstrakromosom

Ringkasan Materi Genetika. Pewarisan Sifat pada Ekstrakromosom Ringkasan Materi Genetika Pewarisan Sifat pada Ekstrakromosom Nama : Muhammad Shobirin NIM : 140341808629 Genetika ekstranuklear mempelajari bagaimana fungsi dari genom organisme yang terdapat diluar inti,

Lebih terperinci

Rangkaian Ekspresi Gen

Rangkaian Ekspresi Gen TRANSKRIPSI Ekspresi Gen Gen berekspresi dengan cara mengendalikan. sifat organisme Pengendalian dilakukan melalui pembentukan enzim/protein yang berperan dalam proses metabolisme Pengendalian pembentukan

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-)

HASIL DAN PEMBAHASAN. Amplifikasi Daerah D-loop M B1 B2 B3 M1 M2 P1 P2 (-) HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Daerah D-loop Amplifikasi daerah D-loop DNA mitokondria (mtdna) pada sampel DNA sapi Bali, Madura, Pesisir, Aceh, dan PO dilakukan dengan menggunakan mesin PCR Applied

Lebih terperinci

PERBEDAAN SEL EUKARIOTIK DAN PROKARIOTIK

PERBEDAAN SEL EUKARIOTIK DAN PROKARIOTIK PERBEDAAN SEL EUKARIOTIK DAN PROKARIOTIK EDITOR : VENNA AGATHA DESTRIANASARI NIM : G1C015011 PROGRAM STUDI DIV ANALIS KESEHATAN FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN DAN KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

Lebih terperinci

[Mata Pelajaran Biologi SMA Negeri 1 Nunukan Selatan] Tahun Pembelajaran 2013/2014 Oleh SUPARMUJI

[Mata Pelajaran Biologi SMA Negeri 1 Nunukan Selatan] Tahun Pembelajaran 2013/2014 Oleh SUPARMUJI BIMBEL UN 2014 [Mata Pelajaran Biologi SMA Negeri 1 Nunukan Selatan] Tahun Pembelajaran 2013/2014 Oleh SUPARMUJI UJIAN NASIONAL TAHUN PELAJARAN 2010/2011 UTAMA D15 PAKET A (15) Faktanya : 1. Jumlah soal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit

BAB I PENDAHULUAN. ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Thalassemia adalah kelainan genetik bersifat autosomal resesif yang ditandai dengan menurunnya kadar hemoglobin dalam darah individu. Eritrosit mengandung hemoglobin

Lebih terperinci

Toksikologi lingkungan dan genetika

Toksikologi lingkungan dan genetika Toksikologi lingkungan dan genetika Darmono Profesor riset bidang Toksikologi Lingkungan disekitar kita sangat mempengaruhi kehidupan kita dan makhluk hidup lainnya (faktor biotik) yang berada dikawasan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan dengan populasi manusia yang

BAB I PENDAHULUAN. Indonesia adalah negara kepulauan dengan populasi manusia yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan dengan populasi manusia yang beranekaragam baik suku, budaya, bahasa, dan lain-lain. Keadaan geografis dari suku-suku yang berbeda

Lebih terperinci

Pewarisan sifat ekstrakromosom

Pewarisan sifat ekstrakromosom Pewarisan sifat ekstrakromosom Sejauh ini dalam perlakuan kita terkait dengan transmisi genetik pada eukariota, kita telah berurusan dengan kromosom inti dan gen. Tentu saja, DNA inti adalah materi genetik

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Diabetes diturunkan dari bahasa Yunani yaitu diabêtês yang berarti pipa air

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Diabetes diturunkan dari bahasa Yunani yaitu diabêtês yang berarti pipa air BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Diabetes Mellitus Diabetes diturunkan dari bahasa Yunani yaitu diabêtês yang berarti pipa air melengkung (syphon). Diabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit dimana kadar

Lebih terperinci

QUALITY OF LIFE PADA PENDERITA LEBER HEREDITARY OPTIC NEUROPATHY (LHON) JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA

QUALITY OF LIFE PADA PENDERITA LEBER HEREDITARY OPTIC NEUROPATHY (LHON) JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA QUALITY OF LIFE PADA PENDERITA LEBER HEREDITARY OPTIC NEUROPATHY (LHON) JURNAL MEDIA MEDIKA MUDA Disusun untuk memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai derajat sarjana strata-1 kedokteran umum Nida

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 15 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Analisis DNA 4.1.1 Ekstraksi DNA Ekstraksi DNA merupakan langkah awal dalam analisis molekuler. Masalah-masalah yang timbul dalam ekstraksi DNA merupakan hal yang penting

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Amplifikasi Gen Hormon Pertumbuhan (GH) Amplifikasi gen hormon pertumbuhan pada sapi FH yang berasal dari BIB Lembang, BBIB Singosari, dan BET Cipelang; serta sapi pedaging (sebagai

Lebih terperinci

MUTASI BARU G9053A DNA MITOKONDRIA PADA PASIEN DIABETES TIPE 2 MATERNAL DAN KATARAK DAN PENGARUH MUTASI TERHADAP STRUKTUR SUBUNIT ATP6

MUTASI BARU G9053A DNA MITOKONDRIA PADA PASIEN DIABETES TIPE 2 MATERNAL DAN KATARAK DAN PENGARUH MUTASI TERHADAP STRUKTUR SUBUNIT ATP6 MUTASI BARU G9053A DNA MITOKONDRIA PADA PASIEN DIABETES TIPE 2 MATERNAL DAN KATARAK DAN PENGARUH MUTASI TERHADAP STRUKTUR SUBUNIT ATP6 Iman P. Maksum 1*), Merry J. Silaen 1), O. Suprijana 1), G. Natadisastra

Lebih terperinci

Indikator 30. Urutan yang sesuai dengan sintesis protein adalah

Indikator 30. Urutan yang sesuai dengan sintesis protein adalah Indikator 30 1. Fase-fase sintesis protein: 1) RNAd meninggalkan inti menuju ribosom 2) RNAt mengikat asam amino yang sesuai 3) RNAd dibentuk di dalam inti oleh DNA 4) Asam amino berderet sesuai dengan

Lebih terperinci

ANALISIS URUTAN NUKLEOTIDA DAERAH HIPERVARIABEL I (HVI) DNA MITOKONDRIA PADA SUKU SUNDA UNTUK MENENTUKAN MOTIF POPULASINYA

ANALISIS URUTAN NUKLEOTIDA DAERAH HIPERVARIABEL I (HVI) DNA MITOKONDRIA PADA SUKU SUNDA UNTUK MENENTUKAN MOTIF POPULASINYA ANALISIS URUTAN NUKLEOTIDA DAERAH HIPERVARIABEL I (HVI) DNA MITOKONDRIA PADA SUKU SUNDA UNTUK MENENTUKAN MOTIF POPULASINYA ABSTRAK Iman P. Maksum Jurusan Kimia, FMIPA, Universitas Padjadjaran Jl. Raya

Lebih terperinci

XI. Expresi Gen (From Gene to Protein) Diambil dari Campbell et al (2009), Biology 8th

XI. Expresi Gen (From Gene to Protein) Diambil dari Campbell et al (2009), Biology 8th 14/17 November 2011 Tatap Muka 8: Heredity III XI. Expresi Gen (From Gene to Protein) Diambil dari Campbell et al (2009), Biology 8th Pada bab sebelumnya telah dijelaskan bahwa sifat (trait) yang diturunkan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Studi Arkeologis dan Genetik Masyarakat Bali

BAB II KAJIAN PUSTAKA. 2.1 Studi Arkeologis dan Genetik Masyarakat Bali BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Studi Arkeologis dan Genetik Masyarakat Bali Masyarakat Bali saat ini merupakan hasil perkembangan masyarakat Bali yang menghuni Bali sejak zaman prasejarah. Hal tersebut dapat

Lebih terperinci

ASAM NUKLEAT (NUCLEIC ACID)

ASAM NUKLEAT (NUCLEIC ACID) ASAM NUKLEAT (NUCLEIC ACID) Terdapat pada semua sel hidup Merupakan makromolekul dengan monomer Mononukleotida Fungsi : 1. Menyimpan, mereplikasi dan mentranskripsi informasi genetika 2. Turut dalam metabolisme

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii I. Pendahuluan...1 II. Tinjauan Pustaka...4 III. Kesimpulan...10 DAFTAR PUSTAKA...

DAFTAR ISI. KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii I. Pendahuluan...1 II. Tinjauan Pustaka...4 III. Kesimpulan...10 DAFTAR PUSTAKA... DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii I. Pendahuluan...1 II. Tinjauan Pustaka...4 III. Kesimpulan...10 DAFTAR PUSTAKA...11 I. PENDAHULUAN Latar Belakang Munculnya uniseluler dan multi seluler

Lebih terperinci

III. KARAKTERISTIK AYAM KUB Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb

III. KARAKTERISTIK AYAM KUB Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb III. KARAKTERISTIK AYAM KUB-1 A. Sifat Kualitatif Ayam KUB-1 1. Sifat Kualitatif Warna Bulu, Shank dan Comb Sifat-sifat kualitatif ayam KUB-1 sama dengan ayam Kampung pada umumnya yaitu mempunyai warna

Lebih terperinci

Modifikasi String dan Pattern untuk Mempercepat Pencocokan Rantai Asam Amino pada Rantai DNA

Modifikasi String dan Pattern untuk Mempercepat Pencocokan Rantai Asam Amino pada Rantai DNA Modifikasi String dan Pattern untuk Mempercepat Pencocokan Rantai Asam Amino pada Rantai DNA Septu Jamasoka - 13509080 Program Studi Teknik Informatika Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi

Lebih terperinci

Kromosom, gen,dna, sinthesis protein dan regulasi

Kromosom, gen,dna, sinthesis protein dan regulasi Kromosom, gen,dna, sinthesis protein dan regulasi Oleh: Fatchiyah dan Estri Laras Arumingtyas Laboratorium Biologi Molekuler dan Seluler Universitas Brawijaya Malang 2006 2.1.Pendahuluan Era penemuan materi

Lebih terperinci

VARIASI MUTASI GEN ATPase 6 mtdna MANUSIA PADA POPULASI DATARAN RENDAH

VARIASI MUTASI GEN ATPase 6 mtdna MANUSIA PADA POPULASI DATARAN RENDAH Jurnal Sains dan Teknologi Kimia, Vol 1, No.1 ISSN 2087-7412 April 2010, Hal 80-87 VARIASI MUTASI GEN ATPase 6 mtdna MANUSIA PADA POPULASI DATARAN RENDAH Tanti Himayanti, Heli Siti H. M., Yoni F. Syukriani,

Lebih terperinci