INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN KULON PROGO

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN KULON PROGO"

Transkripsi

1 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN KULON PROGO 2013 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT Kabupaten Kulon Progo 2013 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kulon Progo

2 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2013 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 i

3 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN KULON PROGO TAHUN 2013 Katalog BPS : No. ISBN : No. Publikasi : Ukuran Buku : 15,59 x 21 cm Jumlah Halaman : xxvi + 127Halaman Naskah : Seksi Statistik Sosial Gambar kulit : Seksi Statistik Sosial Diterbitkan oleh : Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo Dicetak Oleh : BPS Kabupaten Kulon Progo Boleh Dikutip dengan Menyebutkan Sumbernya ii Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

4 KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-nya sehingga Publikasi Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Kulon Progo 2013 dapat tersusun. Publikasi Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 merupakan publikasi tahunan yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo. Publikasi ini menyajikan data dasar tentang kesejahteraan rakyat Kabupaten Kulon Progo. Data dasar yang dicakup dalam publikasi ini meliputi tujuh bidang yaknikependudukan, kesehatan dan lingkungan hidup, pendidikan, ketenagakerjaan, konsumsi dan pengeluaran rumah tangga, perumahan dan permukiman, serta sosial budaya. Data yang digunakan bersumber dari Sensus Penduduk (SP), Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), serta data sekunder yang berasal dari dinas/instansi terkait. Kami sampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan publikasi ini. Kritik dan saran yang bersifat konstruktif terhadap publikasi ini sangat diharapkan bagi penyajian di masa mendatang. Wates, November 2014 Badan Pusat Statistik Kabupaten Kulon Progo Kepala, SUGENG UTOMO, SH NIP Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 iii

5 iv Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

6 KATA SAMBUTAN Tujuan pembangunan nasional adalah untuk meningkatkan kesejahteraan atau kualitas hidup penduduk di semua aspek kehidupan. Untuk mengetahui sejauh mana tingkat kesejahteraan penduduk yang telah dicapai dapat dilihat melalui berbagai indikator sosial ekonomi dari waktu ke waktu. Perencanaan pembangunan yang menyangkut bidang kesejahteraan rakyat memerlukan berbagai informasi mengenai keadaan sosial ekonomi penduduk. Informasi-informasi tersebut akan sangat berguna untuk menyusun strategi pembangunan, sehingga program dan kebijakan yang diambil untuk kesejahteraan penduduk menjadi lebih terarah. Salah satu upaya untuk melengkapi informasi dalam bidang kesejahteraan rakyat yang telah dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Kulon Progo adalah melalui penyusunan Publikasi Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Kulon Progo Banyak data/informasi dari publikasi ini yang dapat digunakan sebagai bahan kajian mengenai permasalahan sosial ekonomi. Harapan kami, para pengguna data dapat memanfaatkannya secara optimal. Akhir kata kami sampaikan selamat bekerja dan sukses, semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa memberi petunjuk dan bimbingan kepada kita sekalian. Amin. Wates, November 2014 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kulon Progo Kepala Ir. AGUS LANGGENG BASUKI NIP Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 v

7 vi Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

8 ABSTRAKSI Jumlah penduduk yang besar, jika diimbagi dengan kualitas penduduk yang memadai, akan merupakan pendorong bagi pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, jumlah penduduk yang besar dan kualitasnya rendah, menjadikan penduduk tersebut hanya sebagai beban bagi pembangunan. Berdasarkan hasil proyeksi, jumlah penduduk Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2013 mencapai jiwa. Dari sejumlah tersebut,komposisi penduduk laki-laki sebanyak jiwa dan perempuan sebanyak jiwa. Pertambahan penduduk Kulon Progo sebesar 0,95 persen dibandingkan dengan tahun Beberapa indikator penting yang digunakan untuk melihat derajat kesehatan masyarakat adalah angka kematian bayi dan angka harapan hidup. Angka kematian bayi di Kabupaten Kulon Progo dari tahun ke tahun menunjukkan adanya penurunan. Padatahun 2012 angka kematian bayi sebesar 4,31 per 1000 kelahiran hidup, dan pada tahun 2013 turun menjadi 13,06 per 1000 kelahiran hidup. Sebaliknya angka harapan hidup sejak juga semakin meningkat dari 74,09 tahun pada tahun 2009 menjadi 75,03 tahun pada tahun 2013 meningkat menjadi 75,03. Indikator lain yang dapat digunakan untuk melihat keberhasilan pembangunan dibidang pendidikan dalam meningkatkan sumber daya manusia adalah angka melek huruf dan tingkat pendidikan yang ditamatkan penduduk umur 10 tahun ke atas. Dari hasil Susenas 2013, penduduk 10 tahun ke atas yang bisa Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 vii

9 membaca dan menulis huruf latin dan lainnya sebesar94,00 persen dan penduduk umur 10 tahun ke atas yang menamatkan pendidikan SLTP keatassebesar 51,18 persen. Indikator ketenagakerjaan yang biasa digunakan untuk mengukurpartisipasi penduduk dalam dunia kerja dan ketersediaan lapangan pekerjaan adalah TPAK dan TPT. Pada periode di Kabupaten Kulon Progo terjadi peningkatan TPAK dengan diiringi penurunan TPT. TPAK pada tahun 2013 mencapai 75,61 persen, artinya bahwa dari setiap 100 penduduk usia kerja ada sekitar 76 penduduk usia kerja yang berpartisipasi aktif dalam bursa kerja (angkatan kerja). Demikian pula sebaliknya, TPT pada tahun 2013 di Kabupaten Kulon Progo mengalami penurunan, yaitu pada Agustus 2012 tercatat 3,04 persen dan pada bulan Agustus 2013 menurun menjadi 2,85 persen. Seiring dengan meningkatnya pengeluaran rumah tangga maka pengeluaran untuk konsumsi bukan makanan juga semakin meningkat dan sebaliknya pengeluaran untuk makanan semakin menurun. Penduduk dengan kondisi ekonomi terbawah (kuantil pertama), sebagian besar pendapatannya digunakan untuk pengeluaran makanan, yaitu mencapai 68,49 persen dan hanya 31,51 persen pengeluaran bukan makanan. Sebaliknya untuk lapisan penduduk dengan ekonomi teratas (kuantil kelima), pengeluaran untuk bukan makanan sudah mencapai 56,44 persen dan hanya 43,56 persen dari total pengeluaranya untuk pengeluaran makanan. viii Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

10 Indikator perumahan seperti jenis lantai terluas bukan tanah, jumlah pelanggan listrik PLN, sumber air minum yang digunakan dari air kemasan dan leding, fasilitas air minum sendiri, jarak sumber air minum dengan penampungan kotoran >10 m, fasilitas tempat buang air besar sendiri, fasilitas tempat buang air besar jenis leher angsa, tempat penampungan akhir buang air besar dengan tangki septik, jumlah pelanggan telkom, dan kepemilkan telepon selulerpada tahun 2013 persentasenya mengalami peningkatan. Semakin baik kualitas perumahan penduduk dan sarana prasarana, menunjukkan semakin tingginya kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan lingkungan perumahan. Dari segi sosial budaya, peningkatan kesejahteraan masyarakat juga dapat dilihat dari semakin banyaknya pengunjung dan pendapatan kawasan wisata. Semakin banyak jumlah sarana ibadah dan semakin tinggi pengunjung dan pendapatan yang diterima dari kawasan wisata akan sangat berpengaruh terhadap peningkatan perekonomian masyarakat di dekat kawasan wisata tersebut. Pada tahun 2013, jumlah pengunjung dan pendapatan dari kawasan wisata mengalami peningkatan. Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 ix

11 x Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

12 DAFTAR ISI Hal. Halaman Judul... i Lembar Katalog... ii Kata Pengantar... iii Kata Sambutan... v Abstraksi... vii Daftar Isi... xi Daftar Tabel... xiii Daftar Gambar... xvii Penjelasan Teknis... xix Pendahuluan... xxiii Tinjauan Umum... xxvii 1. Kependudukan Kesehatan Pendidikan Angkatan Kerja Konsumsi dan Pengeluaran Rumah Tangga Perumahan dan Permukiman Sosial dan Budaya Lampiran Daftar Pustaka Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 xi

13 xii Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

14 DAFTAR TABEL Hal. Tabel 1.1 Rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun Menurut Kabupaten/Kota di D.I. Yogyakarta, Tabel 1.2 Sebaran dan Kepadatan Penduduk di Daerah Istimewa Yogyakarta, Tabel 1.3 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Kulon Progo, Tabel 1.4 Komposisi Penduduk dan Angka Beban Ketergantungan di Kabupaten Kulon Progo, Tabel 1.5 Persentase Wanita Pernah Kawin Menurut Umur Perkawinan Pertama di Kabupaten Kulon Progo, Tabel 2.1 Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup di Kabupaten Kulon Progo, Tabel 2.2 Persentase Balita Menurut Penolong Waktu Lahir di Kabupaten Kulon Progo, Tabel 2.3 Persentase Balita Usia 2-4 Tahun yang Pernah Disusui Menurut Lamanya Disusui di Kabupaten Kulon Progo, Tabel 2.4 Banyaknya Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Kulon Progo, Tabel 2.5 Persentase Penduduk yang Berobat Jalan Menurut Tempat Berobat di Kabupaten Kulon Progo, Tabel 2.6 Persentase Penduduk Menurut Keluhan Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 xiii

15 Kesehatan di Kabupaten Kulon Progo, Tabel 2.7 Persentase Penduduk yang Berobat Sendiri Menurut Jenis Pengobatan yang Digunakan di Kabupaten Kulon Progo, Tabel 3.1 Angka Partisipasi Sekolah Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Usia Sekolah di Kabupaten Kulon Progo, Tabel 3.2 Persentase Penduduk Umur 10 Tahun ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Kabupaten Kulon Progo, Tabel 3.3 Angka Melek Huruf Penduduk 10 Tahun ke Atas di Kabupaten Kulon Progo, Tabel 3.4 Rasio Murid-Guru di Kabupaten Kulon Progo, Tahun Ajaran 2009/ / Tabel 3.5 Rasio Murid-Kelas di Kabupaten Kulon Progo, Tahun Ajaran2009/ / Tabel 4.1 Persentase Penduduk Usia Kerja Menurut Jenis Kegiatan Selama Seminggu Sebelum Pencacahan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Kulon Progo, Tabel 4.2 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Kabupaten Kulon Progo, Tabel 4.3 Persentase Penduduk 15 Tahun keatas yang Bekerja Selama Seminggu yang Lalu Menurut Lapangan Usaha Utama dan Jenis Kelamin di Kabupaten Kulon Progo, Tabel 4.4 Persentase Penduduk 15 Tahun keatas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama di xiv Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

16 Kabupaten Kulon Progo, Tabel 4.5 Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama Semingguyang Lalu Menurut JenisKelamin dan Jenis Pekerjaan Utama di Kabupaten Kulon Progo, Tabel 4.6 Persentase Penduduk 15 Tahun keatas yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja di Kabupaten Kulon Progo, Tabel 5.1 Persentase Pengeluaran Rata-rata per Kapita Sebulan Menurut Kuantil Pengeluaran per Kapita Sebulan dan Jenis Pengeluaran di Kabupaten Kulon Progo, Tabel 5.2a Komposisi Pengeluaran per Kapita Sebulan Menurut Jenis Pengeluaran Makanan di Kabupaten Kulon Progo, Tabel 5.2b Komposisi Pengeluaran Per Kapita Sebulan Menurut Jenis Pengeluaran Bukan Makanan di Kabupaten Kulon Progo, Tabel 5.3 Produksi Padi dan Jagung per Kapita per Tahun di Kabupaten Kulon Progo, (Ton) Tabel 5.4 Garis Kemiskinan dan Penduduk Miskin di Kabupaten Kulon Progo, Tabel 6.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Penerangan di Kabupaten Kulon Progo, Tabel 6.2 Jumlah Pelanggan Listrik dan Jumlah Daya Terpasang di Kabupaten Kulon Progo, Tabel 6.3 Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Air Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 xv

17 Minum di Kabupaten Kulon Progo, Tabel 6.4 Persentase Rumah Tangga Menurut Jarak Sumber Air Minum ke Tempat Penampungan Limbah Kabupaten Kulon Progo, Tabel 6.5 Banyaknya Sambungan Telepon Menurut Jenis Pelanggan di Kabupaten Kulon Progo, Tabel 7.1 Banyaknya Tempat Peribadatan di Kabupaten Kulon Progo Tabel 7.2 Jumlah Pengunjung dan Pendapatan Masuk Kawasan Wisata di Kabupaten Kulon Progo, Tabel 7.3 Jumlah Pengunjung dan Realisasi Pendapatan Retribusi Tempat Rekreasi di Kabupaten Kulon Progo, Tahun Anggaran Tabel 7.4 Banyaknya Perkumpulan Kesenian Tradisional Tari di Kabupaten Kulon Progo, xvi Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

18 DAFTAR GAMBAR Hal. Gambar 1.1 Rata-rata laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun menurut Kabupaten/Kota di D.I. Yogyakarta, Gambar 1.2 Distribusi Penduduk di D.I. Yogyakarta, Gambar 1.3 Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas Menurut Status Perkawinan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Kulon Progo, Gambar 2.1 Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup di Kabupaten Kulon Progo, Gambar 2.2 Persentase Balita Menurut Cakupan Imunisasi di Kabupaten Kulon Progo, Gambar 3.1 Angka Partisipasi Sekolah Menurut Kelompok Usia Sekolah di Kabupaten Kulon Progo, Gambar 3.2 Penduduk 10 Tahun ke Atas Menurut KemampuanBaca dan Tulis di Kabupaten Kulon Progo, Gambar 3.3 Banyaknya Fasilitas Pendidikan di Kabupaten Kulon Progo, Tahun Ajaran 2012/ Gambar 4.1 Persentase Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama dan Jenis Kelamin di Kabupaten Kulon Progo, Gambar 4.2 Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama di Kabupaten Kulon Progo, Gambar 6.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Luas Lantai Rumah per Kapita di Kabupaten Kulon Progo, Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 xvii

19 Gambar 6.2 Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Lantai Terluas di Kabupaten Kulon Progo, Gambar 6.3 Persentase Rumah Tangga Menurut Penggunaan Fasilitas Air Minum di Kabupaten Kulon Progo, Gambar 6.4 Persentase Rumah Tangga Menurut Fasilitas Tempat Buang Air Besar di Kabupaten Kulon Progo, Gambar 6.5 Persentase Rumah Tangga Menurut Fasilitas Tempat Penampungan Akhir Tinja di Kabupaten Kulon Progo, Gambar 6.3 Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Telepon Seluler (HP) di Kabupaten Kulon Progo, Gambar 7.1 Persentase Penduduk Menurut Agama yang Dianut di Kabupaten Kulon Progo, Gambar 7.2 Jumlah Pengunjung dan Pendapatan Masuk Kawasan Wisata di Kabupaten Kulon Progo, xviii Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

20 PENJELASAN TEKNIS 1. Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Republik Indonesia selama 6 bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari 6 bulan tetapi bertujuan untuk menetap. 2. Penduduk menurut kelompok umur adalah pengelompokan penduduk menurut umur dan biasanya dikelompokkan ke dalam kelompok interval 5 tahunan yang dimulai dari 0 tahun. 3. Rumah tangga adalah sekelompok orang yang mendiami seluruh bangunan fisik atau sensus (bangunan tempat tinggal) dan biasanya tinggal bersama serta pengelolaannya makan dan kebutuhan sehari-hari satu dapur/bersama-sama. 4. Kepadatan Penduduk/Km² adalah rata-rata jumlah penduduk per km². 5. Angka Beban Tanggungan adalah angka yang menyatakan perbandingan antara banyaknya orang yang tidak produktif (umur di bawah 15 tahun dan 65 tahun ke atas) dengan banyaknya orang yang memasuki usia produktif (umur ). 6. Sex ratio adalah perbandingan antara banyaknya penduduk laki-laki dengan banyaknya penduduk perempuan di suatu daerah dalam waktu tertentu. Biasanya dinyatakan dalam banyaknya penduduk laki-laki untuk setiap 100 penduduk perempuan. Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 xix

21 7. Penghitungan umur didasarkan pada tahun masehi dan menurut ulang tahun terakhir (pembulatan ke bawah). 8. Umur perkawinan pertama menunjukkan umur saat seseorang melangsungkan upacara perkawinan yang pertama. 9. Masih Bersekolah adalah mereka yang terdaftar dan aktif mengikuti pendidikan baik di suatu jenjang pendidikan formal maupun non formal (Paket A/B/C), yang berada dibawah pengawasan Kemdiknas, Kemenag, Instansi negeri lain maupun swasta. 10. Rasio murid terhadap guru SD/ SLTP/SLTA : Jumlah murid di SD/SLTP/SLTA Jumlah guru di SD/SLTP/SLTA 11. Rata-rata banyaknya murid per sekolah di SD/ SLTP/SLTA : Jumlah murid di SD/SLTP/SLTA Jumlah sekolah di SD/SLTP/SLTA 12. Seseorang dikatakan dapat membaca dan menulis apabila ia dapat membaca dan menulis surat/kalimat sederhana dengan suatu huruf. 13. Puskesmas adalah suatu kesatuan organisasi kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat yang juga membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. xx Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

22 14. Rumah Sakit adalah tempat pemeriksaan dan perawatan kesehatan yang biasanya dibawah pengawasan dokter/tenaga medis. Bila ada tempat perawatan digolongkan poliklinik. 15. Angkatan kerja adalah penduduk usia 15 tahun ke atas yang terlibat dalam kegiatan ekonomi, yaitu penduduk yang bekerja dan penduduk yang mencari pekerjaan. 16. Bekerja adalah mereka yang selama seminggu yang lalu melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan dan bekerja paling sedikit 1 (satu) jam berturut-turut dalam seminggu yang lalu. 17. Mencari Pekerjaan adalah penduduk 15 tahun ke atas yang sedang berusaha mendapatkan/mencari pekerjaan. 18. Bukan Angkatan Kerja adalah bagian dari tenaga kerja (manpower) yang tidak bekerja ataupun mencari pekerjaan. 19. Sekolah adalah penduduk 10 tahun ke Atas selama seminggu melakukan kegiatan bersekolah. 20. Mengurus Rumahtangga adalah penduduk 15 tahun ke atas yang selama seminggu yang lalu mengurus rumah tangga atau membantu mengurus rumah tangga tanpa mendapatkan upah/gaji. 21. Status Pekerjaan adalah kedudukan dalam pekerjaan dari angkatan kerja. Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 xxi

23 22. Lapangan Usaha adalah bidang kegiatan dari usaha/perusahaan/instansi dimana seseorang bekerja atau pernah bekerja. 23. Jenis Pekerjaan adalah macam pekerjaan yang sedang atau pernah dilakukan oleh orang yang termasuk mencari pekerjaan dan pernah bekerja. 24. Pengeluaran adalah pengeluaran perkapita untuk konsumsi makanan dan bukan makanan. 25. Pengeluaran rata-rata perkapita sebulan adalah rata-rata biaya yang dikeluarkan rumah tangga untuk konsumsi semua anggota rumah tangga selama sebulan dibagi dengan banyaknya anggota rumah tangga. xxii Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

24 PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Desentralisasi yang diwujudkan dalam bentuk otonomi daerah pada dasarnya merupakan upaya memberikan kesempatan kepada daerah untuk mengelola potensi dan keanekaragaman daerah secara efektif dan efesien. Seperti yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah bahwa wujud otonomi yang luas adalah keleluasaan daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan kecuali kewenangan tertentu yang diatur peraturan pemerintah. Dengan semakin dekat rentang kendali pemerintahan, maka otonomi daerah dianggap dapat menjawab tuntutan pemerataan sosial ekonomi, penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan politik. Hak otonomi memberikan peluang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang lebih merata. Peningkatan kesejahteraan rakyat merupakan salah satu tujuan utama dari program perekonomian pada otonomi daerah. Dalam kaitan tersebut diperlukan suatu perencanaan program yang matang dan dapat mengakomodir tingkat kesejahteraan bagaimana seharusnya dicapai, apa yang perlu diperhatikan terlebih dahulu, bagaimana prosedur pelaksanaannya dan bagaimana memantau Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 xxiii

25 hasil yang telah dicapai untuk mengetahui apakah sesuai dengan sasaran (target) yang diinginkan atau belum. Menyikapi hal itu perlu adanya wahana yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam pelaksanaan dan pengendalian pembangunan yang lebih komprehensip, akomodatif, objektif, terarah dan berkelanjutan. Dengan demikian diperlukan data yang memuat indikator-indikator kesejahteraan rakyat guna menghasilkan perencanaan dan pembangunan yang terarah dan tepat sasaran. Indikator-indikator kesejahteraan rakyat yang diukur dari hasil Susenas, Sakernas serta data-data pendukung lainnya seperti yang ditampilkan dalam publikasi ini diharapkan dapat menggambarkan kondisi kesejahteraan masyarakat secara umum di Kabupaten Kulon Progo. Visi Kabupaten Kulon Progo seperti yang tertera dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah adalah sebagai berikut : Terwujudnya Kabupaten Kulon Progo yang sehat, mandiri, berprestasi, adil, aman, dan sejahtera berdasarkan iman dan taqwa Dengan Visi Kabupaten Kulon Progo Tahun ini diharapkan akan mewujudkan kesejahteraan masyarakat baik materiil maupun spirituil menuju Kabupaten Kulon Progo yang mandiri dan aman, serta dapat memotivasi seluruh elemen masyarakat daam melakukan berbagai aktivitas. xxiv Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

26 2. Tujuan Buku Indikator Kesra Kabupaten Kulon Progo 2013ini disusun untuk memenuhi kebutuhan informasi mengenai kesejahteraan ekonomi penduduk di Kabupaten Kulon Progo. Dengan harapan semakin tersedianya berbagai jenis statistik kesejahteraan rakyat pada tingkat kabupaten dan dapat pula dimanfaatkan oleh lembaga-lembaga penelitian atau individu yang berminat. Melalui buku ini diharapkan dapat merangsang pemikiran pembentukan indikator-indikator kesejahteraan rakyat dalam satuan yang lebih sempit. Dengan demikian gambaran menyeluruh tentang tahapan pencapaian pembangunan di masing-masing wilayah menjadi lebih baik. Hal ini tentunya akan sangat membantu dalam mengevaluasi hasil-hasil pembangunan maupun perencanaan pembangunan pada tahap selanjutnya. 3. Ruang Lingkup Indikator kesejahteraan rakyat (Inkesra) ini mencakup berbagai bidang yaitu kependudukan, pendidikan, kesehatan, konsumsi dan pengeluaran rumah tangga, angkatan kerja, perumahan dan permukiman, serta sosial budaya. Dalam pengertian yang luas sangat tidak mungkin untuk menyajikan data statistik yang mampu untuk mengukur kesejahteraan rakyat. Oleh karena itu, indikator yang disajikan dalam terbitan ini hanya menyangkut segi-segi kesejahteraan yang dapat diukur (measurable welfare). Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 xxv

27 4. Sumber Data Sumber data utama Inkesra 2013 ini bersifat primer, yakni dikumpulkan dan diolah oleh BPS seperti Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS), Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS), dan lain-lain. Selain menggunakan data primer, publikasi ini juga menggunakan data sekunder yang berasal dari instansi-instansi pemerintah yang terkait seperti Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Kanwil Departemen Agama, dan sebagainya. xxvi Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

28 TINJAUAN UMUM Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu daerah otonom di Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak paling barat. Secara geografis Kabupaten Kulon Progo terletak pada : - Sebelah Barat : Bujur Timur 110 1' 37" - Sebelah Timur : Bujur Timur ' 26" - Sebelah Utara : Lintang Selatan 7 38' 42" - Sebelah Selatan : Lintang Selatan 7 59' 3" Batas Wilayah Kabupaten Kulon Progo adalah: - Barat : Kabupaten Purworejo Provinsi Jawa Tengah - Timur : Kabupaten Sleman dan Bantul Daerah Istimewa Yogyakarta - Utara : Kabupaten Magelang Provinsi Jawa Tengah - Selatan : Samudera Indonesia Luas wilayah Kabupaten Kulon Progo adalah ,5 ha (586,28 Km²) yang terdiri dari 12 kecamatan dan 88 desa. Secara umum kondisi wilayahnya adalah daerah datar, meskipun dikelilingi pegunungan yang sebagian besar terletak pada wilayah utara. Jika dilihat letak kemiringan daratan maka 58,81 persen berada pada Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 xxvii

29 kemiringan <15, 22,46 persen pada kemiringan antara dan 18,73 persen pada kemiringan > 40. Perkiraan jumlah penduduk Kabupaten Kulon Progo tahun 2013 berdasarkan proyeksi penduduk adalah sebanyak jiwa. Berdasarkan visi yang didukung dengan keberhasilan etos kerja tirta marga saras pada periode pembangunan lima tahun sebelumnya dan dengan semangat etos kerja yang baru membangun desa menumbuhkan kota maka misi pembangunan jangka menengah Kabupaten Kulon Progo adalah sebagai berikut : 1. Mewujudkan sumberdaya manusia berkualitas tinggi dan berakhlak mulia melalui peningkatan kemandirian, kompetensi, ketrampilan, etos kerja, tingkatpendidikan, tingkat kesehatan dan kualitas keagamaan. 2. Mewujudkan peningkatan kapasitas kelembagaan dan aparatur pemerintahan yang berorientasi pada prinsipprinsip clean government dan good governance. 3. Mewujudkan kemandirian ekonomi daerah yang berbasis pada pertanian dalam arti luas, industri dan pariwisata yang berdaya saing dan berkelanjutan bertumpu pada pemberdayaan masyarakat. 4. Meningkatkan pelayanan infrastruktur wilayah. 5. Mewujudkan pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan secara optimal dan berkelanjutan. xxviii Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

30 6. Mewujudkan ketentraman dan ketertiban melalui kepastian, perlindungan dan penegakan hukum. Sampai dengan tahun 2013, pembangunan yang telah dilaksanakan di Kabupaten Kulon Progo sedikit demi sedikit telah menampakkan hasilnya. Kebijakan pembangunan di Kabupaten Kulon Progo tetap diupayakan untuk mempercepat pencapaian keberhasilan pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat dilihat perkembangannya dari tahun ke tahun dan peningkatan ini sebagai acuan tahap pembangunan berikutnya, sehingga visi Kabupaten Kulon Progo akan dapat segera tercapai. Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013 xxix

31 1 Kependudukan

32 BAB I KEPENDUDUKAN Arah kebijakan dan program pembangunan yang dilakukan pada umumnya berorientasi pada pembangunan kependudukan. Penduduk tidak saja berperan sebagai obyek pembangunan, tetapi juga menjadi subyek pembangunan. Jadi, pembangunan dapat dikatakan berhasil jika mampu meningkatkan kesejahteraan penduduk dalam arti luas yaitu kualitas fisik maupun non fisik yang melekat pada diri penduduk itu sendiri. Keadaan penduduk yang ada sangat mempengaruhi dinamika pembangunan yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah. Jumlah penduduk yang besar, jika diimbagi dengan kualitas penduduk yang memadai, akan merupakan pendorong bagi pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, jumlah penduduk yang besar dan kualitasnya rendah, menjadikan penduduk tersebut hanya sebagai beban bagi pembangunan. Informasi tentang jumlah penduduk serta komposisi penduduk menurut umur, jenis kelamin, pendidikan, tempat tinggal dan lainnya penting diketahui terutama untuk mengembangkan perencanaaan pembangunan manusia, baik itu pembangunan ekonomi, sosial, politik dan lingkungan yang terkait dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat. Peningkatan sumber daya manusia menuju manusia Kulon Progo yangg sehat, mandiri dan sejahtera menjadi target utama Indikator Kesejahteraan Rakyat

33 pembangunan. Selain menjadi target tentu saja dengan tersedianya manusia yang berkualitas, bermoral, dan mau berpikir untuk kemajuan Kulon Progo, maka proses perencanaan program pembangunan akan berjalan sesuai harapan dan implementasinya harus yang bersifat lebih mudah dijalankan dan direalisasikan. Oleh sebab itu dalam menangani permasalahan penduduk guna menunjang keberhasilan pembangunan, pemerintah tidak saja mengarahkan pada upaya pengendalian jumlah penduduk yang besar, tetapi juga menitikberatkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Dengan demikian diharapkan dapat terciptanya penduduk yang berkualitas dan tersebar merata di seluruh wilayah khususnya di Kabupaten Kulon Progo, serta diharapkan penduduk yang ada di wilayah tersebut menjadi pelaku pembangunan dan pemetik hasil-hasil pembangunan. Berbagai aspek yang menyangkut kependudukan seperti laju pertumbuhan penduduk, kepadatan penduduk, rasio jenis kelamin merupakan indikator pokok yang akan dibahas pada bab ini. 1.1 Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Laju Pertumbuhan Penduduk merupakan salah satu indikator kependudukan yang sangat penting dalam proses pembangunan suatu wilayah. Pertumbuhan penduduk yang terlalu tinggi akan menyebabkan beban pembangunan akan semakin berat. Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali dapat menimbulkan masalah kependudukan yang serius. Apabila pertumbuhan penduduk lebih besar dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi 4 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

34 dapat menimbulkan adanya ketidakmampuan ekonomi untuk mengatasi bertambahnya penduduk. Hal ini berakibat timbulnya berbagai permasalahan di bidang lain terutama yang menyangkut kesejahteraan penduduk. Oleh karena itu, upaya pengendalian pertumbuhan penduduk yang disertai dengan peningkatan kesejahteraan penduduk harus dilakukan secara berkesinambungan dengan program pembangunan. Begitu pula pertumbuhan penduduk yang terlalu rendah juga akan menjadi masalah tersendiri karena akan menyebabkan kekurangan sumber daya manusia. Penduduk suatu wilayah merupakan potensi yang harus dikembangkan untuk mendukung pencapaian pembangunan kesejahteraan masyarakat tersebut. Berdasarkan hasil proyeksi, jumlah penduduk Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2013 mencapai jiwa. Dari sejumlah tersebut,komposisi penduduk laki-laki sebanyak jiwa dan perempuan sebanyak jiwa. Pertambahan penduduk Kulon Progo sebesar 0,95 persen dibandingkan dengan tahun Laju pertumbuhan penduduk Kulon Progo berdasarkan SP1990 dan SP2000, rata-rata mencapai -0,04 persen per tahun. Selama periode , berdasarkan hasil sensus penduduk rata-rata laju pertumbuhan penduduk per tahun naik menjadi sebesar 0,48 persen per tahun. Gencarnya program Pemerintah Kabupaten Kulon Progo dalam menarik para investor untuk menanamkan modal cukup berdampak di bidang kependudukan. Berdirinya perusahaan-perusahaan,pada beberapa terakhir ini, baik Indikator Kesejahteraan Rakyat

35 swasta maupun BUMD, telah mampu menyerap tenaga kerja dan salah satu pemicu penambahan jumlah penduduk Gambar 1.1. Rata-rata Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun Menurut Kabupaten/Kota di Daerah Istimewa Yogyakarta, Kulon Progo Bantul Gunung Kidul Sleman Yogyakarta Sumber : Sensus Penduduk 1961, 1971, 1980, 1990, 2000, dan 2010 Walapun pertumbuhan penduduk di Kabupaten Kulon Progo masih tergolong rendah, akan tetapi peningkatan laju pertumbuhan penduduk pada dekade terakhir ini perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Peningkatan pertumbuhan penduduk akan berarti berdampak pada pertambahan penduduk tiap tahunnya. Hal ini tentunya memerlukan penambahan berbagai fasilitas pelayanan umum seperti fasilitas kesehatan, pendidikan, maupun pemenuhan kebutuhan pokok (pangan dan papan). Perbandingan laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Kulon progo dengan kabupaten/kota lain di Daerah Istimewa Yogyakarta, tampak bahwa rata-rata laju pertumbuhan penduduk per tahun 6 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

36 dalam jangka waktu sangat bervariasi. Pada tahun yang sama, laju pertumbuhan penduduk tertinggi terjadi di Kabupaten Sleman yaitu sebesar 1,96 persen per tahun. Sedangkan Kabupaten Kulon Progo rata-rata laju pertumbuhan penduduknya di bawah ratarata angka provinsi dan pertumbuhan penduduk terendah adalah Kota Yogyakarta yaitu -0,21 persen. Tabel 1.1. Rata rata Laju Pertumbuhan Penduduk per Tahun Menurut Kabupaten/ Kota di D.I. Yogyakarta, Kabupaten/Kota (1) (2) (3) (4) (5) Kulon Progo 0,29-0,22-0,04 0,48 Bantul 1,21 0,94 1,19 1,57 Gunung Kidul 0,68-0,13 0,30 0,07 Sleman 1,56 1,43 1,50 1,96 Yogyakarta 1,72 0,34-0,39-0,21 D.I. Yogyakarta 1,10 0,58 0,72 1,04 Sumber : Sensus Penduduk 1961, 1971, 1980, 1990, 2000, dan Sebaran dan Kepadatan Penduduk Distribusi penduduk secara geografis umumnya tidak merata pada beberapa wilayah dan tingkat kepadatannya pun berbedabeda, sehingga karakteristik demografi secara geografis cukup Indikator Kesejahteraan Rakyat

37 kompleks. Kepadatan yang sudah pada titik jenuh, kemungkinan akan lebih banyak memberi dampak negatif, akibat terjadinya ketimpangan sumber daya. Jika tidak segera dilakukan keseimbangan pemenuhan kebutuhan penduduk seperti fasilitas sosial, maka permasalahan sosial dan kriminalitas kemungkinan akan meningkat. Ukuran tingkat kepadatan yang ideal memang sulit untuk ditentukan karena sangat tergantung kepada potensi yang dimiliki suatu wilayah serta kemampuan penduduk untuk memanfaatkan potensi yang ada. Pada umumnya tingkat kepadatan penduduk yang tinggi sangat rawan terhadap terjadinya konflik sosial, disamping sangat menyulitkan pemerintah dalam penyediaan berbagai fasilitas yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sebaliknya jika tingkat kepadatan penduduk sangat rendah akan menyebabkan penyediaan fasilitas yang dibutuhkan oleh masyarakat menjadi relatif mahal. Untuk mewujudkan pemerataan dan keseimbangan berbagai cara bisa dilakukan, salah satunya adalah meningkatkan infrastrukturnya sehingga bisa meningkatkan daya tarik masing-masing kabupaten/kota. Dengan demikian diharapkan dapat mewujudkan persebaran dan kepadatan penduduk yang merata, dengan kondisi yang ideal dan seimbang antara penduduk dan ketersediaan sumber daya. Secara administrasi, Daerah Istimewa Yogyakarta terbagi menjadi 5 kabupaten/kota. Berdasarkan hasil proyeksi, penduduk pada tahun 2013 di Daerah Istimewa Yogyakarta sebagian besar 8 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

38 tinggal di Kabupaten Sleman. Kabupaten dengan jumlah penduduk terbesar berikutnya adalah Kabupaten Bantul, disusul Kabupaten Gunung Kidul. Tidak seperti tahu-tahun sebelumnya, jumlah penduduk Kota Yogyakarta tidak lagi menempati urutan terbanyak ke empat setelah Kabupaten Gunung Kidul, akan tetapi pada tahun 2013 memiliki jumlah paling sedikit se-daerah Istimewa Yogyakarta. Pada tahun 2013 jumlah penduduk terbanyak keempat telah ditempati Kabupaten Kulon Progo. Gambar 1.2. Distribusi Penduduk di Daerah Istimewa Yogyakarta, Tahun 2013 Gunungkidul 19.29% Bantul 26.57% Sleman 31.91% Kulon Progo 11.17% Yogyakarta 11.07% Sumber : Proyeksi Penduduk, BPS Bila dilihat perbandingan luas wilayah dengan jumlah penduduknya, nampak bahwa wilayah yang paling padat penduduknya adalah Kota Yogyakarta dengan rata-rata jiwa per km 2. Sementara wilayah terendah adalah Kabupaten Indikator Kesejahteraan Rakyat

39 Gunungkidul dengan rata-rata 467 jiwa per km 2, kemudian disusul Kabupaten Kulon Progo dengan rata-rata 685 jiwa per km 2. Tabel 1.2. Sebaran dan Kepadatan Penduduk di D. I. Yogyakarta, 2013 Kabupaten/Kota Luas wilayah (km2) Jumlah Penduduk Kepadatan Penduduk/Km² (1) (2) (3) (4) Kulon Progo 586, Bantul 506, Gunungkidul 1.485, Sleman 574, Yogyakarta 32, Sumber : Proyeksi Penduduk, BPS Berdasarkan tabel 1.2 terlihat bahwa tingkat kepadatan penduduk di wilayah perkotaan (Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul) umumnya lebih tinggi dibanding dengan wilayah pedesaan (Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Gunung Kidul). Hal ini karena di daerah perkotaan biasanya memiliki fasilitas kehidupan yang lebih banyak dan beragam yang dibutuhkan penduduk. Selain itu lapangan pekerjaan yang bervariasi juga merupakan daya tarik tersendiri bagi penduduk untuk melakukan 10 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

40 urbanisasi, sehingga tempat tinggal yang dipilih terkonsentrasi pada wilayah-wilayah tertentu. Berdasarkan proyeksi penduduk perkecamatan pada tabel 1.3 terlihat bahwa, pada tahun 2013 penduduk terbanyak tersebar di Kecamatan Pengasih yang mencapai jiwa, diikuti Kecamatan Sentolo yang mencapai jiwa dan Kecamatan Wates sebanyak jiwa. Sedangkan jumlah penduduk paling sedikit ada di Kecamatan Girimulyo yang hanya mencapai jiwa. Tabel Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Kulon Progo, 2013 Kecamatan Laki-laki Jenis Kelamin Perempuan Jumlah (1) (2) (3) (4) Temon Wates Panjatan Galur Lendah Sentolo Pengasih Kokap Girimulyo Nanggulan Kalibawang Samigaluh Kulon Progo Sumber : Proyeksi Penduduk, BPS Indikator Kesejahteraan Rakyat

41 1.3 Angka Beban Ketergantungan Struktur umur penduduk merupakan salah satu karakteristik pokok kependudukan disamping jenis kelamin. Struktur umur ini mempunyai pengaruh penting terhadap tingkah laku demografi maupun sosial ekonomi. Struktur umur dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu 0-14 tahun, tahun dan kelompok umur 65 tahun ke atas. Kelompok umur tahun dikategorikan sebagai kelompok usia produktif. Dikatakan demikian karena pada kelompok umur ini penduduk dianggap sebagai kelompok yang mampu melakukan kegiatan ekonomi. Untuk kelompok umur 0-14 tahun dan umur 65 tahun ke atas dikategorikan sebagai kelompok umur yang tidak produktif karena belum mampu atau sudah tidak mampu lagi melakukan kegiatan ekonomi. Dengan demikian angka ketergantungan dapat digambarkan melalui berapa besar jumlah penduduk yang tergantung pada penduduk usia kerja. Tabel 1.4. Komposisi Penduduk dan Angka Beban Ketergantungan di Kabupaten Kulon Progo, Tahun Umur Jumlah Angka Beban Ketergantungan (1) (2) (3) (4) (5) (6) ,26 64,83 11,91 100,00 54, ,11 65,03 11,87 100,00 53, ,01 65,17 11,82 100,00 53, ,94 65,28 11,78 100,00 53,19 Sumber : Proyeksi Penduduk, BPS 12 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

42 Berdasarkan tabel 1.4 terilhat bahwa persentase penduduk usia produktif semakin meningkat, sedangkan persentase penduduk usia tidak produktif semakin menurun. Pada tahun 2013, komposisi penduduk menurut umur menunjukkan bahwa 22,94 persen penduduk Kulon Progo berusia muda (umur 0-14 tahun), 65,28 persen berusia produktif (umur tahun), dan yang berumur 65 tahun ke atas sebesar 11,78 persen. Besarnya angka ketergantungan dari tahun ke tahun menunjukkan kecenderungan menurun, walaupun masih jauh untuk mencapai bonus demografi. Bonus demografi merupakan bonus yang dinikmati suatu wilayah sebagai akibat dari besarnya proporsi penduduk usia produktif dalam evolusi kependudukan yang dialaminya. Secara angka kondisi ini tercapai saat angka ketergantungan sudah berada di bawah 50 persen. Kabupaten Kulon Progo untuk mencapai kondisi ini masih dibutuhkan waktu yang relative lama. Pada tahun tahun 2013, angka ketergantungan di Kabupaten Kulon Progo telah mencapai 53,19 persen. Angka ini berarti bahwa secara rata-rata setiap 100 penduduk usia produktif menanggung sekitar 53 orang penduduk usia tidak produktif. Hal ini dengan asumsi bahwa setiap penduduk usia tahun benarbenar dapat produktif. Jika usia produktif tidak dapat diberdayakan untuk benar-benar produktif secara ekonomi atau menjadi pengangguran, maka justru akan menimbulkan masalah dalam kehidupan sosial. Indikator Kesejahteraan Rakyat

43 1.4 Status Perkawinan Karakteristik lain dalam kependudukan yang juga perlu untuk diamati adalah status perkawinan. Secara demografi status perkawinan merupakan faktor antara dalam penghitungan fertilitas, khususnya status perkawinan penduduk perempuan. Status perkawinan juga dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan secara immaterial. Makin tinggi persentase penduduk dengan status cerai hidup maka semakin terlihat bahwa semakin tidak kokohnya kualitas rumah tangga dalam masyarakat. Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan, didefinisikan bahwa perkawinan adalah merupakan ikatan batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam publikasi ini perkawinan yang dicakup tidak saja mereka yang kawin sah secara hukum (adat, agama, negara dan sebagainya), tetapi juga mereka yang hidup bersama dan oleh masyarakat sekelilingnya dianggap sebagai pasangan suami istri. Gambar 1.3 menunjukkan bahwa pada tahun 2013 dari seluruh penduduk usia 10 tahun ke atas, sebanyak 27,04 persen berstatus belum kawin, 62,82 persen berstatus kawin, 1,91 persen cerai hidup, dan mereka yang cerai mati sebesar 8,23 persen. Bila dilihat menurut jenis kelamin, persentase penduduk laki-laki yang belum kawin lebih tinggi dibandingkan perempuan. Perbandingan penduduk laki-laki dengan perempuan yang berstatus belum kawin yaitu 31,23 persen berbanding 23,06 persen. Hal ini dapat dimaklumi karena seorang laki-laki harus benar-benar siap secara mental 14 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

44 maupun menafkahi rumah tangga dalam memutuskan untuk berumah tangga. Sedang penduduk yang berstatus cerai, baik cerai hidup maupun cerai mati persentase perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki. Hal ini karena bagi laki-laki yang ditinggal pasangannya kemungkinan untuk menikah lagi biasanya lebih besar. Sedangkan untuk perempuan lebih banyak yang memilih untuk bertahan dengan status jandanya atau lebih memilih hidup sendiri. Gambar 1.3 Persentase Penduduk 10 Tahun keatas Menurut Status Perkawinan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Kulon Progo, % 62.82% 61.34% 31.23% 27.04% 23.06% 1.30% 2.49% 1.91% 3.09% 13.11% 8.23% Belum Kawin Kawin Cerai Hidup Cerai Mati Sumber : Susenas 2013 L P L+P 1.5 Umur Perkawinan Pertama Fertilitas sebagai salah satu ukuran yang sangat penting dalam demografi dimana akan mempengaruhi perubahan penduduk dari sisi penambah jumlahnya. Usia perkawinan pertama merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi tingkat fertilitas. Makin muda usia perkawinan memberikan peluang untuk memperpanjang masa reproduksi dan hal ini akan menjadikan tingkat kelahiran semakin tinggi. Sedangkan semakin tinggi usia perkawinan pertama Indikator Kesejahteraan Rakyat

45 akan mempersingkat masa reproduksi wanita dan itu berarti tingkat kelahiran akan rendah. Menurut beberapa pakar kesehatan usia yang baik untuk menikah adalah tahun karena secara medis reproduksi dan jumlah ovumnya masih sangat baik. Perkawinan di usia yang terlalu muda mempunyai resiko yang cukup tinggi bagi ibu dan anak. Semakin muda usia perkawinan pertama, maka semakin besar pula resiko yang dihadapi selama masa kehamilan/melahirkan, baik pada keselamatan ibu maupun anak. Demikian pula sebaliknya, semakin tua usia perkawinan pertama melebihi usia yang dianjurkan, juga semakin tinggi resiko yang dihadapi dalam masa kehamilan/ melahirkan. Berdasarkan hasil Susenas, pada tahun 2013 usia perkawinan pertama wanita di Kabupaten Kulon Progo sebagian besar sudah sesuai anjuran kesehatan yaitu berada pada kisaran umur tahun yang mencapai 55,04 persen. Pada usia ini wanita sudah dianggap cukup matang memasuki kehidupan berumah tangga maupun seksual. Dengan demikian diharapkan seorang wanita bisa melahirkan dengan lebih aman sehingga setiap keluarga tidak harus kehilangan ibu atau kehilangan anak karena persiapan yang tidak matang dan kesehatan yang tidak memadai. Pada tahun 2013 persentase wanita menikah di usia dini (usia di bawah 19 tahun) sebesar 23,51 persen. Usia perkawinan yang relatif muda dianggap sebagai salah satu penghalang untuk mencapai masa depan yang lebih baik akibat beban mengurus rumah tangga yang terlalu awal. Bagi seorang wanita, pernikahan awal, terutama melahirkan anak berpengaruh terhadap 16 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

46 kesejahteraan, pendidikan dan kemampuan memberikan andil terhadap masyarakatnya. Dengan memberikan kesempatan bersekolah yang lebih tinggi kepada wanita diharapkan dapat membantu menunda usia perkawinan pertama bagi seorang wanita yang pada akhirnya dapat menekan tingkat kelahiran. Tabel 1.5. Persentase Wanita Pernah Kawin Menurut Umur Perkawinan Pertama di Kabupaten Kulon Progo, Tahun Umur Perkawinan Pertama Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) (6) ,54 15,93 52,48 24,05 100, ,01 17,83 53,03 21,14 100, ,76 17,75 55,04 21,45 100,00 Sumber : Susenas Indikator Kesejahteraan Rakyat

47 2 Kesehatan

48 BAB II KESEHATAN Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan yang harus diwujudkan. Oleh karena itu pembangunan kesehatan mutlak harus dilaksanakan. Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan nasional yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi (Undang-undang nomor 39 tahun 2009 tentang kesehatan). Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan berasaskan perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, perlindungan, penghormatan terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan nondiskriminatif serta norma-norma agama. Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-tingginya bagi masyarakat maka perlu diselenggarakan upaya kesehatan yang terpadu dan menyeluruh dalam bentuk upaya kesehatan individu dan upaya kesehatan masyarakat dengan pendekatan promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif yang dilaksanakan secara terpadu, terintegrasi, menyeluruh, dan berkesinambungan. Upaya kesehatan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dan juga masyarakat. Pemerintah bertanggung jawab merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina dan mengawasi penyelenggaran upaya kesehatan yang merata dan terjangkau oleh masyarakat. IndikatorKesejahteraan Rakyat

49 Berbagai upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat sudah banyak dilakukan oleh pemerintah selama ini. Salah satu upaya yang dilakukan dengan menyediakan berbagai fasilitas kesehatan umum. Melalui upaya tersebut diharapkan mampu meningkatkan kualitas sumber daya manusia, kualitas hidup dan usia harapan hidup manusia, yang pada gilirannya tingkat kesejahteraan keluarga dan masyarakat dapat ditingkatkan. Sistem kesehatan nasional menggariskan pembangunan bidang kesehatan pada hakekatnya merujuk pada tercapainya kemampuan hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan masyarakat. Peningkatan derajat kesehatan masyarakat diharapkan dapat meningkatkan produktivitas sosial ekonomi. Pembangunan kesehatan yang telah dilaksanakan selama ini dianggap telah berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara cukup bermakna, walaupun masih dijumpai berbagai masalah dan hambatan. Peningkatan kesehatan penduduk diharapkan mampu meningkatkan kualitas dan produktivitas penduduk pula. Dalam keadaan kurang atau tidak sehat, kualitas pekerjaan yang dihasilkan tidak optimal. Kondisi kesehatan yang merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan penduduk diantaranya dapat dilihat dari angka kematian bayi, jumlah penduduk yang mengalami keluhan kesehatan, penolong kelahiran, balita yang diimunisasi, persentase balita yang pernah disusui, serta lamanya pemberian ASI. 20 IndikatorKesejahteraan Rakyat 2013

50 2.1 Derajat Kesehatan Masyarakat Indikator utama yang digunakan untuk melihat derajat kesehatan masyarakat antara lain angka kematian bayi dan angka harapan hidup. Angka kematian bayi atau disebut juga sebagai Infant Mortality Rate (IMR) didefinisikan sebagai banyaknya kematian bayi usia dibawah satu tahun per 1000 kelahiran hidup pada satu tahun tertentu. Sedangkan angka harapan hidup merupakan gambaran umur yang mungkin dicapai oleh seorang bayi yang baru lahir. Gambar 2.1.Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup di Kabupaten KulonProgo, AKB AHH Sumber : AKB :Laporan Pembangunan Manusia Indonesia BPS-RI (diolah), AHH :Laporan Pembangunan Manusia Indonesia BPS-RI, Angka kematian bayi di Kabupaten Kulon Progo dari tahun ke tahun menunjukkan adanya penurunan. Pada tahun 2009 angka kematian bayi sebesar 15,67 per 1000 kelahiran hidup, menjadi IndikatorKesejahteraan Rakyat

51 14,87per 1000 kelahiran hidup pada tahun Pada tahun 2011 turun menjadi 14,59 per 1000 kelahiran hidup, tahun 2012 turun lagi menjadi 14,31per 1000 kelahiran hidup, dan pada tahun 2013 turun menjadi 13,06 per 1000 kelahiran hidup. Bayi yang baru lahir sangat sensitif terhadap keadaan lingkungan dimana tempat orang tua bayi tinggal dan sangat erat kaitannya dengan status sosial orang tua dari bayi. IMR mencerminkan besarnya masalah kesehatan yang berhubungan langsung dengan kematian bayi, seperti diare, infeksi saluran pernapasan dan lain-lain. Selain itu, IMR juga mencerminkan tingkat kesehatan ibu. Dengan demikian, penurunan angka IMR ini mengindikasikan keberhasilan pembangunan pemerintah khususnya di bidang kesehatan, yang telah berhasil dalam pencegahan dan pemberantasan penyakit. Tabel 2.1. Angka Kematian Bayi dan Angka Harapan Hidup di Kabupaten Kulon Progo, Indikator Derajat Kesehatan Tahun (1) (2) (3) (4) (5) (6) Angka Kematian Bayi 15,67 14,87 14,59 14,31 13,06 Angka Harapan Hidup 74,09 74,38 74,48 74,58 75,03 Sumber : AKB : Laporan Pembangunan Manusia Indonesia BPS-RI (diolah), AHH : Laporan Pembangunan Manusia Indonesia BPS-RI, IndikatorKesejahteraan Rakyat 2013

52 Angka harapan hidup sejak juga semakin meningkat dari 74,09 pada tahun 2009 menjadi 74,38 pada tahun 2010, terus meningkat dan pada tahun 2013 meningkat menjadi 75,03. Semakin tinggi angka harapan hidup ini menunjukkkan semakin meningkatnya derajat kesehatan suatu masyarakat. Angka harapan hidup ini berhubungan erat dengan angka kematian bayi. Secara teoritis, menurunnya angka kematian bayi akan menyebabkan meningkatnya angka harapan hidup. Dengan demikian kondisi yang terjadi di Kabupaten Kulon Progo adalah sejalan dengan teori yang ada. Angka harapan hidup yang terus bertambah banyak dipengaruhi oleh tingkat kematian bayi yang semakin rendah seperti yang terlihat pada tabel Penolong Persalinan Indikator lain yang juga digunakan sebagai tolok ukur dalam melihat kondisi kesehatan masyarakat diantaranya adalah kondisi persalinan. Kesehatan ibu berpengaruh terhadap kesehatan balita, selain itu penolong kelahiran merupakan faktor lain yang mempengaruhi kondisi kesehatan balita. Penolong kelahiran merupakan salah satu indikator kesehatan terutama yang berhubungan dengan tingkat kesehatan ibu dan anak maupun ketersediaan dan kemudahan akses masyarakat ke pelayanan kesehatan secara umum. Persalinan yang ditolong oleh tenaga medis seperti dokter atau bidan dianggap lebih baik dibandingkan dengan proses kelahiran yang ditolong dukun atau lainnya. Dengan kata lain persalinan yang ditolong oleh tenaga medis IndikatorKesejahteraan Rakyat

53 menggambarkan tingkat kemajuan pelayanan kesehatan terutama pada saat kelahiran. Tabel 2.2. Persentase Balita Menurut Penolong Waktu Lahir di Kabupaten Kulon Progo, Penolong Waktu Lahir Penolong Pertama Penolong Terakhir Penolong Pertama Penolong Terakhir (1) (2) (3) (4) (5) Medis 97,22 98,22 99,12 99,37 Non Medis 2,78 1,78 0,88 0,63 Jumlah 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber :Susenas Seperti halnya tahun 2012, pada tahun 2013 hampir semua Balita proses kelahirannya ditolong oleh tenaga medis. Jika dibandingkan tahun 2012, proses kelahiran yang ditolong tenaga medis pada tahun 2013 mengalami peningkatan. Pada tahun 2013 meningkat menjadi 99,12 persen untuk penolong pertama dan 99,37 persen untuk penolong terakhir. Peningkatan persentase balita dengan penolong kelahiran pertama ke penolong kelahiran terakhir oleh tenaga medis ini menunjukkan bahwa semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya keselamatan kelahiran. Di samping itu menunjukkan adanya kecenderungan kelahiran balita pada awalnya ditolong tenaga non medis kemudian penanganan selanjutnya dilakukan oleh tenaga medis. Kondisi ini 24 IndikatorKesejahteraan Rakyat 2013

54 menggambarkan semakin majunya pelayanan kesehatan terutama pada saat kelahiran, maupun karena adanya peningkatannya kemudahan akses ke pelayanan kesehatan medis. 2.3 ASI dan Imunisasi Salah satu usaha untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia adalah dengan memperhatikan perkembangan anak sejak usia dini. Salah satu faktor penting yang mempunyai pengaruh dalam upaya tersebut adalah pemberian Air Susu Ibu (ASI). ASI merupakan makanan paling penting bagi pertumbuhan dan kesehatan bayi, karena mengandung nilai gizi yang tinggi. ASI juga mengandung zat pembentuk kekebalan tubuh terhadap penyakit. Manfaat lain yang diperoleh dari pemberian ASI diantaranya dapat menumbuhkan ikatan batin dan kasih saying antara ibu dan anak. Tabel 2.3. Persentase Balita Usia 2-4 Tahun yang Pernah Disusui Menurut Lamanya Disusui di Kabupaten Kulon Progo, LamanyaDisusui (bulan) Tahun (1) (2) (3) (4) (5) (6) ,89 1,91 10,72 14,69 64, ,51 2,86 5,98 15,02 64, ,40 1,53 5,69 23,13 69,24 Sumber :Susenas IndikatorKesejahteraan Rakyat

55 Tabel 2.3.menunjukkan bahwa rata-rata lama pemberian ASI di Kabupaten Kulon Progo sudah cukup tinggi. Masih seperti halnya pada tahun 2012, dari sejumlah balita usia 2-4 tahun tampak bahwa yang pernah disusui selama 24 bulan atau lebih selalu menunjukkan persentase tertinggi yakni sebesar 69,24 persen pada tahun Persentase balita dengan lama pemberian ASI selama bulan menduduki peringkat kedua terbanyak yaitu sebesar 23,13 persen. Persentase pemberian ASI dibawah 18 bulan semakin sedikit. Hal ini berarti bahwa pemahaman ibu menyusui mengenai pentingnya pemberian ASI semakin meningkat dibandingkan dengan tahuntahun sebelumnya. Selain pemberian ASI, balita sebagai generasi penerus perlu mendapat perhatian lain yakni mengenai masalah kesehatannya. Dengan memiliki derajat kesehatan yang tinggi, dapat menjadikan balita sebagai SDM yang berkualitas di masa mendatang. Untuk mencapai derajat kesehatan yang tinggi di masa mendatang dapat dilakukan upaya pemberian imunisasi pada balita. Imunisasi utamanya ditujukan untuk mencegah dari kemungkinan terserang penyakit berbahaya. Jenis imunisasi standar yang diberikan adalah BCG, DPT, Polio, Campak, dan Hepatitis B. Secara umum persentase balita di Kabupaten Kulon Progo yang sudah mendapat imunisasi cukup tinggi yaitu sudah di atas 80 persen untuk semua jenis imunisasi standar. Adapun cakupan imunisasi selengkapnya pada tahun 2013 dapat dilihat pada gambar IndikatorKesejahteraan Rakyat 2013

56 Gambar 2.2. Persentase Balita Menurut Cakupan Imunisasi di Kabupaten Kulon Progo, % 86.40% 81.52% 81.68% 82.03% BCG DPT Polio Campak Hepatitis B Sumber :Susenas, Ketersediaan dan Pemanfaatan Fasilitas Kesehatan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo melalui program-program pembangunan terus berupaya untuk meningkatkan derajat kesehatan penduduknya melalui penyediaan sarana dan prasarana kesehatan. Selain itu pemerintah terus berupaya meningkatkan jumlah tenaga kesehatan yang memadai baik kualitas maupun kuantitasnya. Keberadaan sarana dan prasarana kesehatan ini sangat menentukan keberhasilan pelayanan kesehatan. Beberapa program dalam upaya peningkatan kualitas kesehatan penduduk adalah dengan membangun atau memperbaiki fasilitas kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, dan sejenisnya maupun melalui penyuluhan kesehatan. Peningkatan pelayanan kesehatan melalui IndikatorKesejahteraan Rakyat

57 penyediaan fasilitas kesehatan dan penyuluhan kesehatan kepada masyarakat diharapkan mampu meningkatkan kesadaran berperilaku hidup sehat, sehingga derajat kesehatan masyarakat mampu ditingkatkan. Tabel 2.4. Banyaknya Fasilitas Kesehatan di Kabupaten Kulon Progo, Nama Fasilitas Tahun (1) (2) (3) (4) (5) (6) Rumah Sakit Puskesmas/Pustu Apotek Toko Obat Sumber :Dinas Kesehatan Kabupaten KulonProgo Sampai dengan tahun 2013 Pemerintah Kabupaten Kulon Progo telah membangun sebanyak 84 puskesmas/puskesmas pembantu yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat untuk berobat/memelihara kesehatan. Puskesmas/puskesmas pembantu ini tersebar di seluruh kecamatan yang ada di Kabupaten Kulon Progo. Sedangkan jumlah sarana rumah sakit yang ada di Kabupaten Kulon Progo sebanyak 8 buah yang terdiri dari 1 rumah sakit umum daerah, 6 rumah sakit umum swasta, dan 1 rumah sakit khusus swasta. Sarana lain yang tidak kalah penting adalah 28 IndikatorKesejahteraan Rakyat 2013

58 tersedianya apotek dan toko obat. Pada tahun 2013 jumlah apotek meningkat menjadi 26 apotek dan tersedia 4 toko obat. Tabel 2.5. Persentase Penduduk yang Berobat Jalan Menurut Tempat Berobat di Kabupaten Kulon Progo, 2013 Tempat Berobat Persentase (1) (2) Rumah Sakit 17,86 Praktek Dokter dan Poliklinik 28,96 Puskesmas/Pustu 30,41 Petugas Kesehatan 19,57 Praktek Tradisional 1,62 Lainnya 1,59 Jumlah 100,00 Sumber :Susenas 2013 Penduduk yang mengalami gangguan kesehatan pada umumnya melakukan upaya pengobatan, baik dengan berobat sendiri maupun berobat jalan. Pada tahun 2013 persentase penduduk yang mengalami keluhan kesehatan paling banyak berobat ke puskesmas/pustu yaitu sebesar 30,41 persen. Praktek dokter dan poliklinik merupakan fasilitas kesehatan kedua yang banyak dikunjungi oleh penduduk sebesar 28,96 persen, kemudian disusul petugas kesehatan sebesar 19,57 persen dan rumah sakit IndikatorKesejahteraan Rakyat

59 sebesar 17,86 persen. Besarnya persentase penduduk yang berobat ke pelayanan kesehatan medis menunjukkan semakin tingginya kesadaran masyarakat akan mutu pelayanan medis. Selain itu, meningkatnya penduduk yang berobat jalan ke fasilitas medis juga disebabkan karena semakin banyaknya jaminan kesehatan bagi masyarakat di Kabupaten Kulon Progo baik berupa Askes, Jamkesmas, Jamkesos, maupun Jamkesda. Pemilihan jenis fasilitas kesehatan yang sering digunakan oleh penduduk juga sangat dipengaruhi oleh kemudahan akses ke fasilitas kesehatan, kondisi sosial ekonomi penduduk dan ketersediaan fasilitas kesehatan. 2.5 Keluhan Kesehatan Indikator lain yang dapat digunakan untuk melihat derajat kesehatan penduduk adalah angka kesakitan (morbidity rate). Pada tahun 2013 dari penduduk di Kabupaten Kulon Progo yang mengalami keluhan kesehatan dengan berbagai jenis keluhan dalam waktu sebulan sebesar 42,48 persen. Keluhan kesehatan yang paling banyak dirasakan oleh penduduk Kabupaten Kulon Progo adalah penyakit lainnya, batuk, dan pilek, yaitu masing-masing sebanyak 52,14 persen, 35,66 persen, dan 32,42 persen. 30 IndikatorKesejahteraan Rakyat 2013

60 Tabel 2.6. Persentase Penduduk Menurut Keluhan Kesehatan di Kabupaten Kulon Progo, Keluhan Utama Kesehatan Tahun (1) (2) (3) (4) (5) 1. Panas 17,47 14,56 16,26 23,27 2. Batuk 41,45 48,68 45,51 35,66 3. Pilek 35,02 43,94 39,37 32,42 4. Asma/Nafas Sesak 3,60 2,00 3,97 4,58 5. Diare/Buang Air 2,70 2,71 4,38 2,99 6. Sakit Kepala Berulang 10,11 8,62 10,56 10,00 7. Sakit Gigi 3,75 2,84 4,22 4,51 8. Lainnya 46,28 40,09 39,25 52,14 Sumber : Susenas Dalam pencatatan keluhan kesehatan, satu orang dapat terhitung beberapa kali untuk jenis keluhan yang berbeda. Hal ini dikarenakan setiap satu orang dapat mempunyai lebih dari satu keluhan kesehatan dan sistem pengobatan yang dilakukan dapat melalui berbagai cara yaitu dengan berobat jalan atau mengobati sendiri. Berobat jalan bisa dilakukan melalui berbagai fasilitas pelayanan seperti rumah sakit negeri/swasta, praktek dokter/poliklinik, Puskesmas/pustu, praktek nakes, praktek pengobatan tradisional, dukun bersalin, atau lainnya. Jenis pengobatan diantaranya pengobatan tradisional, modern, maupun lainnya. IndikatorKesejahteraan Rakyat

61 Tabel 2.7. Persentase Penduduk yang Berobat Sendiri Menurut Jenis Pengobatan yang Digunakan di Kabupaten Kulon Progo, Tahun Jenis Pengobatan Tradisional Modern Lainnya Berobat Sendiri (1) (2) (3) (4) (5) ,18 77,64 4,72 41, ,35 81,92 6,51 41, ,61 81,31 5,61 46, ,50 86,85 8,20 41,81 Sumber :Susenas Pada tahun 2013 penduduk yang melakukan pengobatan sendiri dengan berbagai jenis pengobatan ada sebanyak 41,81 persen. Adapun jenis pengobatan sendiri yang dilakukan penduduk seperti yang terlihat pada tabel 2.7. Jenis pengobatan yang menjadi pilihan utama penduduk dalam berobat sendiri adalah pengobatan modern. Pada tahun 2013, persentase penduduk yang berobat sendiri dengan jenis pengobatan modern mencapai 86,85 persen. Sedangkan penduduk yang menggunakan cara pengobatan tradisional 16,50 persen dan jenis pengobatan lainnya (misalnya menggunakan kerokan, pijatan dll) sebesar 8,20 persen. 32 IndikatorKesejahteraan Rakyat 2013

62 3 Pendidikan

63 BAB III PENDIDIKAN Pendidikan merupakan salah satu sarana untuk meningkatkan kecerdasan dan keterampilan manusia sehingga kualitas sumber daya manusia sangat tergantung dari kualitas pendidikan. Pentingnya pendidikan tercermin dalam UUD 1945 dimana dinyatakan bahwa pendidikan merupakan hak setiap warga negara yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa. Dengan demikian program pendidikan mempunyai andil besar terhadap kemajuan sosial ekonomi suatu bangsa. Indikator yang digunakan untuk melihat hasil proses pembangunan yang berorientasi penduduk, salah satu diantaranya adalah melalui pendidikan. Pendidikan mempunyai peranan penting dalam menciptakan masyarakat yang cerdas, terampil, dan berwawasan, sehingga pembaharuan pendidikan harus terus dilakukan untuk meningkatkan kualitas pendidikan. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat di suatu daerah, maka akan semakin baik kualitas sumber daya manusia yang ada di daerah tersebut. Dalam pembangunan, pendidikan merupakan salah satu bidang yang mendapat perhatian paling besar. Hal ini karena masih ditemukannya masalah mendasar dalam bidang pendidikan. Beberapa permasalahan pendidikan seperti kesempatan memperoleh pendidikan, kualitas pendidikan, dan partisipasi masyarakat dalam bidang pendidikan erat kaitannya dengan kebutuhan lapangan kerja. Oleh karena itu perlu mendapat penanganan khusus dari pemerintah dan dukungan yang optimal Indikator Kesejahteraan Rakyat

64 dari seluruh lapisan masyarakat, karena pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat. Pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan bagi penduduk dapat meningkatkan angka partisipasi sekolah yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas penduduk sebagai sumber daya pembangunan. Dengan tingkat pendidikan yang baik dan berkualitas, orang akan memiliki tingkat wawasan dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi yang lebih baik, sehingga lebih mampu melihat dan memanfaatkan peluang yang ada untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidupnya. Pada bab ini, gambaran pendidikan yang akan diuraikan meliputi : tingkat partisipasi sekolah, pendidikan yang ditamatkan, angka melek huruf, dan fasilitas pendidikan. 3.1 Tingkat Partisipasi Sekolah Dalam rangka pemerataan kesempatan untuk memperoleh pendidikan, pemerintah selalu berupaya meningkatkan pengadaan sarana dan prasarana pendidikan yang tersebar di berbagai pelosok daerah. Upaya-upaya tersebut misalnya penambahan jumlah sekolah terutama jenjang Sekolah Dasar dan program wajib belajar 6 tahun, yang kemudian dilanjutkan dengan program wajib belajar 9 tahun. Pembangunan bidang pendidikan bertujuan meningkatkan akses penduduk terhadap fasilitas pendidikan, sehingga banyak penduduk yang dapat bersekolah. Untuk melihat keberhasilan upaya pemerintah di bidang pendidikan, salah satunya dapat diukur dari Angka Partisipasi Sekolah (APS). 36 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

65 APS dihitung dengan membagi jumlah penduduk pada kelompok umur tertentu (umur 7-12; 13-15; atau 16-18) yang sedang bersekolah, dengan jumlah penduduk pada kelompok umur yang bersangkutan (umur 7-12; 13-15; atau 16-18) dikalikan 100 persen. Meningkatnya APS pada usia sekolah menunjukkan keberhasilan bidang pendidikan, terutama yang berkaitan dengan upaya memperluas jangkauan pelayanan pendidikan. Gambar 3.1 Angka Partisipasi Sekolah menurut Kelompok Usia Sekolah di Kabupaten Kulon Progo, 2013 (7-12) 99.63% (13-15) 97.00% (16-18) 83.41% Kelompok Usia Sekolah (Tahun) (19-24) 19.65% Sumber : Susenas, 2013 Pada tahun 2013 APS penduduk usia 7-12 tahun sebesar 99,63 persen. Artinya dari seluruh penduduk usia 7-12 tahun, hampir seluruhnya berstatus masih sekolah dan hanya 0,37 persen yang berstatus tidak bersekolah. APS kelompok usia 7-12 tahun belum mencapai 100 persen dimungkinkan karena beberapa alasan. Kegiatan Susenas 2013 menggambarkan keadaan bulan September Indikator Kesejahteraan Rakyat

66 2013, sehingga dimungkinkan pada tahun ajaran baru 2013 (Juli 2013) yang bersangkutan belum genap berusia 7 tahun dan belum bisa diterima masuk di SD. Angka Partisipasi Sekolah kelompok penduduk usia tahun lebih sedikit dibandingkan dengan kelompok penduduk usia 7-12 tahun, yaitu masih mencapai 97,00 persen. Selanjutnya pada kelompok penduduk usia tahun APS mencapai 83,41 persen, dan pada kelompok usia sebesar 19,65 persen. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan, persentase penduduk yang masih bersekolah cenderung menurun. Berbagai faktor bisa menyebabkan kondisi tersebut, baik kemungkinan dikarenakan jarak kesekolah yang relatif jauh, kondisi ekonomi keluarga yang kurang mendukung, atau mungkin sebab lainnya sehingga mereka tidak sekolah lagi. Tabel 3.1. Angka Partisipasi Sekolah Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Usia Sekolah di Kabupaten Kulon Progo, 2013 Kelompok Usia Sekolah (Tahun) Laki-laki Perempuan Laki-laki + Perempuan (1) (2) (3) (4) ,32 100,00 99, ,95 96,25 97, ,05 77,89 83, ,48 14,74 19,65 Sumber: Susenas Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

67 Berdasarkan tabel 3.1 ditunjukkan bahwa APS laki-laki pada kelompok umur 7-12 tahun lebih rendah dibandingkan APS perempuan. Akan tetapi pada kelompok umur di atasnya, APS lakilaki selalu lebih besar dibandingkan APS perempuan. 3.2 Pendidikan yang Ditamatkan Indikator lain yang dapat digunakan untuk melihat keberhasilan pembangunan di bidang pendidikan dalam meningkatkan sumber daya manusia adalah tingkat pendidikan yang ditamatkan penduduk umur 10 tahun ke atas. Tingkat pendidikan yang ditamatkan oleh penduduk menggambarkan kualitas sumber daya manusia yang dimiliki suatu wilayah. Semakin tinggi pendidikan yang ditamatkan, maka semakin baik pula kualitas sumber daya manusianya. Tabel 3.2 menyajikan besarnya persentase penduduk menurut tingkat pendidikan yang ditamatkan. Berdasarkan hasil Susenas 2013, persentase penduduk yang berpendidikan SLTP ke atas sebesar 51,18 persen. Artinya sudah lebih dari separo penduduk di Kabupaten Kulon Progo telah menempuh wajib belajar 9 tahun dan 48,82 persen sisanya masih berpendidikan SD ke bawah atau sama sekali belum pernah bersekolah. Tingginya jumlah penduduk yang berpendidikan SLTP ke atas ini menggambarkan bahwa semakin besarnya kesadaran penduduk Kabupaten Kulon Progo untuk menyelesaikan pendidikan tidak hanya di tingkat dasar tetapi sampai dengan tingkatan yang lebih tinggi yaitu sekolah menengah atas dan pentingnya pendidikan lebih tinggi di masa mendatang. Indikator Kesejahteraan Rakyat

68 Jika dilihat menurut jenis kelamin, sampai pada jenjang SD persentasenya didominasi perempuan. Sedangkan mulai pada jenjang SLTP, laki-laki berumur 10 tahun ke atas persentasenya lebih banyak dibandingkan perempuan. Seperti halnya pada tahun 2012, kondisi pendidikan pada tahun 2013 juga tidak jauh berbeda. Persentase penduduk laki-laki yang berpendidikan SLTP ke atas mencapai 56,68 persen. Sedangkan penduduk perempuan besarnya kurang dari 50 persen, yaitu sebesar 45,98 persen. Tabel 3.2. Persentase Penduduk 10 Tahun ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan di Kabupaten Kulon Progo, 2013 Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan Laki-laki Perempuan Laki-laki + Perempuan (1) (2) (3) (4) Tidak/Belum Pernah Sekolah/ Belum Tamat SD 18,43 28,09 23,39 SD 24,89 25,93 25,42 SLTP 20,93 18,21 19,53 SLTA 30,16 22,26 26,10 Diploma/Universitas 5,59 5,52 5,55 Jumlah 100,00 100,00 100,00 Sumber: Susenas Angka Melek Huruf Gambaran umum tingkat kecerdasan penduduk suatu daerah dapat ditunjukkan oleh kemampuan baca tulis atau biasa disebut 40 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

69 dengan Angka Melek Huruf (AMH). Kemampuan membaca dan menulis merupakan ketrampilan minimum yang dibutuhkan oleh setiap penduduk untuk menuju hidup sejahtera. Dengan kemampuan tersebut seseorang akan lebih mudah dalam mengakses informasi. Selain itu dengan kemampuan tersebut seseorang dapat lebih mudah mempelajari dan menyerap ilmu pengetahuan serta memahami program-program pembangunan. Kemampuan baca tulis tercermin dari angka melek huruf yang didefinisikan melalui besarnya persentase penduduk 10 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin/lainnya. Indikator ini menggambarkan mutu sumber daya manusia yang diukur melalui aspek pendidikan. Semakin tinggi nilai indikator ini semakin tinggi mutu sumber daya manusia suatu masyarakat. Laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang sama untuk meningkatkan kualitas diri dan kecerdasan. Tabel 3.3. Angka Melek Huruf Penduduk 10 Tahun ke Atas di Kabupaten Kulon Progo, 2013 Jenis Kelamin (1) (2) (3) Laki-laki 96,17 97,71 Perempuan 89,26 90,48 Laki-laki +Perempuan 92,62 94,00 Sumber : Susenas 2013 Indikator Kesejahteraan Rakyat

70 Grafik 3.2 Penduduk 10 Tahun keatas Menurut Kemampuan Baca Tulis di Kabupaten Kulon Progo, % 89.26% 92.62% 97.71% 90.48% 94.00% L P L+P Sumber : Susenas, 2013 Berdasarkan hasil Susenas 2013, banyaknya penduduk 10 tahun ke atas di Kabupaten Kulon Progo yang dapat membaca dan menulis tercatat sebanyak 94,00 persen. Sisanya sebanyak 6 persen adalah mereka yang buta huruf. Pada tabel 3.3. menunjukkan bahwa angka melek huruf laki-laki lebih tinggi dibandingkan angka melek huruf perempuan. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, angka melek huruf baik laki-laki maupun perempuan mengalami kenaikan. Hal ini sejalan dengan tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh penduduk yang tingkatannya semakin tinggi. Peningkatan angka melek huruf ini menunjukkan bahwa semakin baiknya mutu pendidikan masyarakat dan semakin tingginya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan. Perbedaan angka melek huruf antara laki-laki dan perempuan tidak terlalu tinggi, artinya sudah hampir tidak ada 42 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

71 pembedaan antara laki-laki dan perempuan dalam hal pemenuhan pendidikan, sehingga perempuan pun memiliki hak yang sama dengan laki-laki dalam meningkatkan kualitas diri dan kecerdasan pengetahuan. 3.4 Fasilitas Pendidikan Berdasarkan data Dinas Pendidikan pada tahun ajaran 2012/2013, sarana pendidikan yang terdapat di Kabupaten Kulon Progo, untuk Taman Kanak-Kanak (TK)/RA ada sebanyak 351 sekolah, SD/MI ada 370 sekolah, SLTP/MTs ada 87 sekolah dan SLTA/MA ada 54 sekolah. Sementara itu perguruan tinggi yang berada di Kabupaten Kulon Progo masih sangat terbatas dan jumlahnya hanya 3 buah yaitu Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Wates, Universitas Negeri Yogyakarta, dan IKIP PGRI Pengasih. Gambar 3.3. Banyaknya Fasilitas Pendidikan di Kabupaten Kulon Progo, Tahun Ajaran 2012/ TK SD SLTP SLTA PT Sumber : Dinas Pendidikan Kabupaten Kulon Progo Indikator Kesejahteraan Rakyat

72 Dengan melihat keadaan tersebut mencerminkan bahwa untuk tingkat pendidikan SLTA, siswa belum dapat leluasa dalam menentukan pilihan sekolah yang diinginkan terutama pilihan untuk sekolah di wilayah sendiri. Begitu pula untuk melanjutkan pada pendidikan tinggi seperti universitas, masih sedikit pilihan yang dapat dilakukan siswa dalam menentukan perguruan tinggi yang akan dipilih, sehingga banyak siswa memilih melanjutkan sekolah/kuliah di luar Kabupaten Kulon Progo. Rasio murid terhadap guru dan rasio murid terhadap kelas merupakan ukuran yang dapat menggambarkan tingkat ketersediaan sarana pendidikan. Rasio murid-guru menggambarkan beban tugas guru dalam mengajar pada suatu jenjang pendidikan. Indikator ini juga dapat digunakan untuk melihat mutu pengajaran di kelas karena semakin tinggi nilai rasio murid terhadap guru berarti semakin berkurang tingkat pengawasan atau perhatian guru terhadap murid, sehingga mutu pengajaran cenderung menurun. Sedang rasio murid terhadap kelas menggambarkan kepadatan kelas sebagai ruang belajar. Pada tahun ajaran 2012/2013 rasio murid-guru pada jenjang SD dan SLTP mengalami penurunan dibandingkan tahun ajaran 2011/2012, sedangkan pada jenjang SLTA meningkat. Penurunan rasio ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas pendidikan, karena guru akan semakin fokus dalam menyampaikan pelajaran dengan jumlah murid yang lebih sedikit. Pada tahun ajaran 2012/2013 rasio murid-guru di Kabupaten Kulon Progo untuk jenjang 44 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

73 pendidikan SD menurun menjadi 9 murid per guru dan pada jenjang pendidikan SLTP menurun menjadi 10 murid per guru dibandingkan tahun ajaran 2011/2012, sedangkan pada jenjang SLTA meningkat menjadi 9 murid per guru. Angka tersebut mengandung pengertian bahwa setiap guru SD rata-rata mengajar 9 siswa, setiap guru SLTP mengajar 10 siswa dan sebanyak 9 siswa SLTA diajar oleh guru SLTA. Rasio murid terhadap guru ini masih memenuhi persyaratan yang dianjurkan bagi seorang guru untuk bisa mengawasi dan memberi perhatian kepada murid muridnya. Tabel 3.4. Rasio Murid-Guru di Kabupaten Kulon Progo, Tahun Ajaran 2009/ /2013 Rasio Murid Guru Jenjang Pendidikan SD SLTP SLTA (1) (2) (3) (4) 2009/ / / / Sumber : Dinas Pendidikan Kabupaten Kulon Progo Rasio murid-kelas di Kabupaten Kulon Progo dari tahun ke tahun kecenderungannya menurun. Penurunan rasio ini menggambarkan bahwa semakin meningkatnya ketersediaan Indikator Kesejahteraan Rakyat

74 ruangan kelas, sehingga diharapkan mampu meningkatkan kenyamanan ruangan kelas dan pada gilirannya akan meningkatkan kualitas pendidikan. Pada tahun ajaran 2012/2013 untuk jenjang pendidikan SD, SLTP, dan SLTA berturut-turut masing-masing adalah 14, 23, dan 24. Artinya bahwa rata-rata setiap ruang kelas SD mampu dihuni 14 siswa, setiap ruang kelas SLTP dihuni 23 siswa dan setiap ruang kelas SLTA mampu dihuni oleh 24 siswa. Kedua indikator, rasio murid guru dan rasio murid-kelas, memberikan gambaran kondisi yang ideal untuk berlangsungnya proses belajar mengajar yang efektif, sehingga diharapkan mutu pengajaran bisa berjalan dengan baik dan diperoleh output pendidikan yang berkualitas. Tabel 3.5. Rasio Murid-Kelas di Kabupaten Kulon Progo, Tahun Ajaran 2009/ /2013 Rasio Murid Kelas Jenjang Pendidikan SD SLTP SLTA (1) (2) (3) (4) 2009/ / / / Sumber : Dinas Pendidikan Kabupaten Kulon Progo 46 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

75 4 Angkatan Kerja

76 BAB IV ANGKATAN KERJA Aspek penting dari bahasan ketenagakerjaan adalah tenaga kerja. Menurut pendapat Sumitro (1987), tenaga kerja adalah semua orang yang bersedia dan sanggup bekerja, termasuk mereka yang menganggur meskipun bersedia dan sanggup bekerja dan mereka yang menganggur terpaksa akibat tidak ada kesempatan kerja. Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam proses produksi, karena manusialah (tenaga kerja) yang mampu menggerakkan faktor-faktor produksi yang lain untuk menghasilkan suatu barang. Tenaga kerja terdiri dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Angkatan kerja terdiri dari kelompok penduduk yang bekerja dan pengangguran. Bekerja adalah kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan paling sedikit selama satu jam dalam seminggu yang lalu. Sedangkan pengangguran penduduk yang tidak bekerja/tidak mempunyai pekerjaan, yang mencakup angkatan kerja yang sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha, tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin mendapatkan pekerjaan atau mereka yang sudah diterima bekerja tetapi belum mulai bekerja (BPS, 2011). Besaran angkatan kerja mencerminkan besarnya penawaran tenaga kerja (supply of labor). Ketidakseimbangan permintaan terhadap tenaga kerja (demand of labor) terhadap penawaran Indikator Kesejahteraan Rakyat

77 tenaga kerja pada suatu tingkat upah tertentu berdampak pada munculnya masalah dalam bidang angkatan kerja. Ada dua jenis ketidakseimbangan tenaga kerja. Pertama, penawaran lebih besar dibandingkan permintaan tenaga kerja (excess suply of labor). Kedua, penawaran lebih kecil dibandingkan permintaan tenaga kerja (excess demand of labor). Ketidakseimbangan pertama merupakan permasalahan umum yang disebabkan karena sejumlah angkatan kerja tidak terserap dalam kegiatan ekonomi. Kelebihan pasokan tenaga kerja dalam jumlah besar akan menyebabkan masalah ketenagakerjaan yang serius dan tersebar luas yaitu: pengangguran, meledaknya sektor informal dan setengah pengangguran (Sigit, 2000). Agar dapat mencapai keadaan yang seimbang maka seyogyanya semua angkatan kerja dapat tertampung dalam lapangan pekerjaan yang ada. Hal ini akan membawa konsekwensi bahwa perekonomian harus selalu menyediakan lapangan pekerjaan bagi angkatan kerja baru. Menurut International Labor Organization (ILO) permasalahan ketenagakerjaan selain pengangguran yang umum dihadapi suatu daerah adalah rendahnya kualitas tenaga kerja, rendahnya produktivitas tenaga kerja, rendahnya tingkat kesejahteraan tenaga kerja, makin sempitnya lapangan kerja, tingginya angka ketergantungan (depency ratio), rendahnya kontribusi dan penyerapan sektor-sektor pembangunan terhadap ketenagakerjaan, dan belum teridentifikasinya keterkaitan antara pendidikan dan lapangan pekerjaan (Hadi, 2009). Melihat kondisi ketenagakerjaan 50 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

78 yang demikian, maka perlu adanya upaya menggalakkan program yang memotivasi masyarakat untuk menciptakan lapangan kerja baru. Program tersebut secara tidak langsung meningkatkan pendapatan serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Tenaga kerja yang lebih mandiri dan mempunyai kualitas yang baik akan meningkatkan produktivitas kerja dan meningkatkan taraf hidup penduduk. Untuk mengetahui gambaran umum mengenai keadaan ketenagakerjaan di Kabupaten Kulon Progo, maka pada bab ini akan disajikan ulasan mengenai karakteristik penduduk usia kerja, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT), lapangan usaha, status pekerjaan, jenis pekerjaan dan jam kerja. 4.1 Karakteristik Penduduk Usia Kerja Dalam pengumpulan data ketenagakerjaan oleh Badan Pusat Statistik, konsep dan definisi yang digunakan adalah The Labor Force Concept yang disarankan oleh ILO. Konsep ini membagi penduduk menjadi dua kelompok, yaitu penduduk usia kerja dan penduduk bukan usia kerja. Sesuai dengan ketentuan dalam UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 yang dimaksudkan dengan penduduk usia kerja adalah penduduk yang berusia 15 tahun ke atas. Penduduk usia kerja ini selanjutnya dikategorikan ke dalam angkatan kerja dan bukan angkatan kerja. Sedang yang dimaksud dengan penduduk bukan usia kerja adalah penduduk yang berusia di Indikator Kesejahteraan Rakyat

79 bawah 15 tahun. Analisa terhadap karakteristik penduduk usia kerja dapat digunakan untuk memberikan gambaran mengenai tingkat aktivitas, tingkat kesempatan kerja dan pengangguran pada situasi di pasaran tenaga kerja. Tabel 4.1. Persentase Penduduk Usia Kerja menurut Jenis Kegiatan Selama Seminggu Sebelum Pencacahan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Kulon Progo, 2013 Kegiatan L P L+P (1) (2) (3) (4) AK 86,25 65,66 75,61 Bekerja 82,98 64,55 73,46 Pengangguran Terbuka 3,27 1,11 2,15 Bukan AK 13,75 34,34 24,39 Sekolah 4,21 4,16 4,18 Mengurus rumah tangga 4,55 25,38 15,31 Lainnya 4,99 4,80 4,90 Penduduk Usia Kerja 100,00 100,00 100,00 Sumber : Sakernas Agustus 2013 Secara umum, jumlah penduduk usia kerja di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2013 hampir mencapai orang atau meningkat 1,09 persen dibandingkan tahun 2012 pada bulan yang sama. Dari jumlah ini, 75,61 persen termasuk dalam kategori angkatan kerja dan sisanya termasuk dalam kategori bukan angkatan kerja, yaitu sebanyak 24,39 persen. Kenyataan ini 52 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

80 menunjukkan bahwa sebanyak 75,61 persen penduduk usia kerja berpartisipasi aktif dalam bursa kerja, dan sisanya tidak aktif. Jika dilihat menurut jenis kelamin, tingkat aktivitas di antara laki-laki lebih tinggi dibandingkan tingkat aktivitas di antara perempuan. Fenomena kesenjangan aktivitas jelas terlihat dari persentase perempuan yang tidak aktif dalam kegiatan ekonomi di antara perempuan (34,34 persen) lebih tinggi dibandingkan diantara laki-laki (13,75 persen). Penduduk perempuan mendominasi pada kelompok bukan angkatan kerja karena kemungkinan masih adanya anggapan bahwa laki-laki adalah sebagai kepala rumah tangga yang memiliki tanggung jawab terhadap kebutuhan rumah tangga, sehingga dituntut untuk bekerja, sedangkan bagi perempuan lebih baik mengurus rumah tangga, anak-anak dan suami. Tingginya partisipasi laki-laki dibandingkan perempuan pada kelompok angkatan kerja yang bekerja atau tingginya perempuan dibandingkan laki-laki pada kelompok bukan angkatan kerja mengakibatkan kesenjangan yang cukup signifikan dalam partisipasi angkatan kerja antar jenis kelamin. Keadaan ini menunjukkan indikasi adanya ketidaksetaraan gender yang inheren, yang perlu mendapatkan perhatian yang lebih serius. 4.2 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Tingkat Pengangguran Terbuka Perkembangan aktivitas ketenagakerjaan dapat dilihat dari besarnya keterlibatan penduduk yang secara aktif dalam kegiatan ekonomi untuk memenuhi pasokan tenaga kerja untuk Indikator Kesejahteraan Rakyat

81 menghasilkan barang/jasa. Keterlibatan penduduk dalam kegiatan ekonomi diukur dengan jumlah penduduk yang masuk dalam pasar kerja (bekerja atau mencari pekerjaan) yang biasa disebut sebagai Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK). Selain itu, besarnya partisipasi penduduk dibidang ketenagakerjaan dapat dilihat melalui indikator Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) yang merupakan perbandingan antara banyaknya penduduk usia kerja yang menganggur dengan banyaknya angkatan kerja. Meskipun jumlah penduduk usia kerja perempuan lebih banyak dari pada penduduk laki-laki, namun dari tahun ke tahun TPAK laki-laki ada kecenderungan selalu lebih tinggi dibandingkan TPAK perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun penduduk usia kerja dalam jumlah besar bukan merupakan jaminan akan meningkatkan tenaga kerja yang potensial, karena tidak semua penduduk usia kerja masuk dalam golongan angkatan kerja. Tabel 4.2. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di Kabupaten Kulon Progo, Jenis Kelamin TPAK TPT 2012*) *) 2013 (1) (2) (3) (4) (5) Laki-laki 83,52 86,25 3,28 3,79 Perempuan 67,82 65,66 2,76 1,69 L + P 75,40 75,61 3,04 2,85 Sumber : Sakernas Agustus (*Revisi Data) 54 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

82 Berdasarkan Tabel 4.2 terlihat bahwa pada periode di Kabupaten Kulon Progo terjadi peningkatan TPAK dengan diiringi penurunan TPT. Hal ini menunjukkan bahwa semakin bertambahnya partisipasi penduduk dalam dunia kerja dan ketersediaan lapangan pekerjaan mampu mengurangi tingkat pengangguran. TPAK pada tahun 2013 mencapai 75,61 persen, artinya bahwa dari setiap 100 penduduk usia kerja ada sekitar 76 penduduk usia kerja yang berpartisipasi aktif dalam bursa kerja (angkatan kerja) dan sekitar 24 persen penduduk usia kerja sisanya tidak aktif dalam bursa kerja (bukan angkatan kerja). Kesenjangan TPAK jelas terlihat antara penduduk laki-laki dan perempuan. TPAK laki-laki mencapai 86,25 persen, jauh lebih tinggi dibandingkan TPAK perempuan yang hanya mencapai 65,66 persen. Demikian pula sebaliknya, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada tahun 2013 di Kabupaten Kulon Progo mengalami penurunan. TPT pada Agustus 2012 tercatat 3,04 persen dan pada bulan Agustus 2013 menurun menjadi 2,85 persen. 4.3 Penduduk Yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Salah satu ukuran untuk melihat potensi sektor perekonomian dalam menyerap tenaga kerja adalah komposisi penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan. Selain itu, indikator tersebut juga mencerminkan struktur perekonomian suatu wilayah. Untuk mengetahui sektor-sektor yang banyak menyerap tenaga kerja perlu dilakukan analisis mengenai lapangan pekerjaan. Indikator Kesejahteraan Rakyat

83 Seperti halnya dengan tahun-tahun sebelumnya, lapangan usaha yang banyak menyerap tenaga kerja di Kabupaten Kulon Progo adalah di sektor pertanian. Pada tahun 2013, sektor pertanian masih merupakan sektor yang paling dominan dalam menyerap tenaga, bahkan lebih dari separuhnya. Hal ini juga sejalan dengan kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), dimana ekonomi Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2013 sebagian besar bersifat pertanian. Gambar 4.1. Persentase Penduduk 15 Tahun yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha Utama di Kabupaten Kulon Progo, 2013 Industri 11.61% Perdagangan 17.80% Jasa-jasa 12.17% Pertanian 50.24% Lainnya 8.18% Sumber : Sakernas Agustus 2013 Seperti halnya pada tahun 2012, pada tahun 2013 sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja sektor pertanian, yaitu mencapai 50,24 persen. Hal ini dapat dimaklumi karena Kabupaten Kulon Progo termasuk sebagai daerah agraris, dimana sebagian besar mata pencaharian penduduknya bergantung dari di sektor pertanian. Sektor berikutnya yang banyak menyerap tenaga kerja 56 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

84 adalah sektor perdagangan, sektor jasa, sektor industry dan terakhir sektor lainnya. Persentase penduduk yang bekerja di sektor perdagangan mencapai 17,80 persen, sektor jasa sebesar 12,17 persen, sektor industri sebesar 11,61 persen dan sektor lainnya hanya mampu menyerap 8,18 persen. Tabel Persentase Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama Seminggu yang Lalu menurut Lapangan Usaha Utama dan Jenis Kelamin di Kabupaten Kulon Progo, 2013 Lapangan Usaha Laki-Laki Perempuan Lk + Pr (1) (2) (3) (4) 1. Pertanian 52,85 47,10 50,24 2. Industri 8,85 14,93 11,61 3. Perdagangan 14,71 21,52 17,80 4. Jasa-jasa 10,79 13,83 12,17 5. Lainnya 12,79 2,62 8,18 Jumlah 100,00 100,00 100,00 Sumber : Sakernas Agustus 2013 Dua sektor serupa juga merupakan penyerap tenaga kerja terbanyak baik untuk tenaga kerja laki-laki maupun perempuan, yaitu sektor pertanian dan sektor perdagangan. Catatan penting dari Tabel 4.3 bahwa sektor pertanian mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja laki-laki, sedangkan pada sektor perdagangan lebih banyak menyerap tenaga kerja perempuan. Tingginya tenaga kerja perempuan yang bekerja di sektor perdagangan, karena selain Indikator Kesejahteraan Rakyat

85 dibutuhkan ketelatenan dalam berusaha, pekerjaan ini dapat dilakukan di sekitar tempat tinggal sambil mengurus rumah tangga. 4.3 Penduduk Yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Indikator yang digunakan untuk memberikan gambaran tentang kedudukan pekerja dalam suatu pekerjaan adalah status pekerjaan. Dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya komposisi status pekerjaan di Kulon progo tidak menunjukkan perbedaan yang besar. Tabel 4.4 Persentase Penduduk 15 Tahun Ke Atas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama di Kabupaten Kulon Progo, 2013 Status Pekerjaan Utama L P L+P (1) (2) (3) (4) Berusaha sendiri 9,05 12,37 10,56 Berusaha dibantu buruh tdk tetap 45,12 12,95 30,52 Berusaha dibantu buruh tetap 2,78 3,78 3,23 Buruh/Karyawan 23,96 22,33 23,22 Pekerja bebas di pertanian 1,92 0,98 1,49 Pekerja bebas non pertanian 5,62 0,60 3,34 Pekerja tidak dibayar/keluarga 11,55 46,97 27,62 Jumlah 100,00 100,00 100,00 Sumber : Sakernas Agustus Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

86 Tenaga kerja yang berusia 15 tahun ke atas dengan status berusaha dengan dibantu buruh tidak tetap merupakan status pekerjaan yang paling banyak dilakukan yaitu sebesar 30,52 persen. Status pekerjaan yang terbanyak berikutnya adalah para pekerja tidak dibayar/pekerja keluarga yaitu sebesar 27,62 persen dan buruh/karyawan sebanyak 23,22 persen. Tingginya penduduk yang bekerja sebagai pekerja tidak dibayar/pekerja keluarga memberi indikasi bahwa tenaga kerja tersebut belum sepenuhnya dimanfaatkan secara optimal, sehingga mereka hanya sekedar membantu usaha dalam suatu kegiatan ekonomi tanpa memperoleh upah/gaji. Kelompok ini merupakan pekerja dengan tingkat produktivitas yang rendah atau kalah bersaing dalam kompetisi memperebutkan lapangan pekerjaan. Fenomena ini kemungkinan disebabkan karena pertumbuhan kesempatan kerja hanya terkonsentrasi pada sektor-sektor yang tidak efisien dalam menciptakan lapangan kerja produktif sehingga sektor-sektor dimana pekerja tidak produktif tidak memiliki akses yang baik ke sana. Pertumbuhan kesempatan kerja juga mungkin terkonsentrasi ke sektor-sektor yang memiliki multiplier effect yang kecil. Jika dilihat menurut jenis kelamin, tenaga kerja laki-laki paling banyak bekerja dengan status berusaha dengan dibantu buruh tidak tetap yang mencapai 44,12 persen, diikuti pekerja dengan status buruh/karyawan (23,96 persen) dan pekerja tidak dibayar/keluarga (11,55 persen). Sedangkan status pekerjaan yang lain persentasenya kurang dari 10 persen. Berbeda dengan perempuan Indikator Kesejahteraan Rakyat

87 paling lebih banyak bekerja dengan status pekerja tidak dibayar/keluarga yang mencapai 46,97 persen. Diikuti perempuan berstatus buruh/karyawan (22,33 persen), berusaha dibantu buruh tidak tetap (12,95 persen), diikuti berusaha sendiri yang mencapai 12,37 persen, sedangkan sektor yang lain persentasenya kurang dari 5 persen. Kenyataan ini bisa dimaklumi karena berusaha dengan buruh tidak tetap biasanya terjadi pada sektor pertanian yang banyak menyerap tenaga kerja kerja laki-laki. Masih adanya anggapan bahwa penanggung jawab nafkah utama keluarga adalah kaum laki-laki, sehingga wajar jika perempuan lebih banyak bekerja dengan status pekerja keluarga. Gambar 4.3. Persentase Penduduk 15 Tahun keatas yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan Utama di Kabupaten Kulon Progo, 2013 Berusaha sendiri Berusaha dibantu buruh tdk tetap Berusaha dibantu buruh tetap Buruh/Karyawan L P L+P Pekerja bebas di pertanian Pekerja bebas non pertanian Pekerja keluarga Sumber : Sakernas Agustus Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

88 4.4 Penduduk Yang Bekerja Menurut Jenis Pekerjaan Utama Sejalan dengan lapangan pekerjaan penduduk yang masih banyak di sektor pertanian, jenis pekerjaan penduduk di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2013 sebagian besar juga merupakan tenaga usaha pertanian yaitu sekitar 44,56 persen. Jenis pekerjaan terbesar berikutnya adalah yang bekerja sebagai tenaga produksi sebesar 27,58 persen, diikuti tenaga usaha penjualan sebesar 14,45 persen, sedangkan jenis pekerjaan lainya persentasenya masih di bawah sebesar 5 persen. Tabel 4.5. Persentase Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama Seminggu yang Lalu menurut Jenis Kelamin dan Jenis Pekerjaan Utama di Kabupaten Kulon Progo, 2013 Jenis Pekerjaan Utama Laki-laki Perempuan Laki-laki + Perempuan (1) (2) (3) (4) Tenaga professional 3,30 7,02 4,99 Tenaga kepemimpinan 0,46 0,00 0,25 Pejabat pelaksana tata usaha 2,99 3,42 3,18 Tenaga usaha penjualan 11,25 18,30 14,45 Tenaga usaha jasa 4,16 4,93 4,51 Tenaga usaha pertanian 52,33 35,19 44,56 Tenaga produksi 24,63 31,14 27,58 Lainnya 0,88 0,00 0,48 Jumlah 100,00 100,00 100,00 Sumber : Sakernas Agustus 2013 Indikator Kesejahteraan Rakyat

89 Pola yang sama juga terjadi jika dilihat menurut jenis kelamin. Tiga besar jenis pekerjaan utama di atas juga dilakukan laki-laki maupun perempuan. Tenaga usaha pertanian menempati urutan terbanyak pertama, dimana laki-laki mencapai 52,33 persen dan perempuan 35,19 persen. Peringkat terbanyak kedua adalah tenaga produksi. Tenaga produksi yang dilakukan laki-laki sebanyak 24,63 persen, sedangkan perempuan sebanyak 31,14 persen. Seperti halnya pada jenis pekerjaan umumnya, tenaga usaha penjulan baik laki-laki maupun perempuan juga menempati urutan terbanyak ketiga. Tenaga kerja laki-laki dengan jenis pekerjaan utama sebagai tenaga usaha penjulan mencapai 11,25 persen dan perempuan sebanyak 18,30 persen. 4.5 Jam Kerja Dalam mengukur produktivitas tenaga kerja, variabel jam kerja seringkali digunakan sebagai tolok ukurnya. Idealnya semakin banyak jam kerja yang digunakan maka diharapkan output (produktivitas) yang dihasilkan juga semakin banyak. Namun jumlah jam kerja selama seminggu ini tidak sepenuhnya dapat memberikan gambaran tingkat produktivitas, terutama bagi mereka yang memang menghendaki jam kerja rendah. Seseorang dikatakan sebagai pekerja penuh (full employed) atau tidak penuh (under employed) ditunjukkan oleh jumlah jam kerja dalam seminggu. Dikatakan sebagai pekerja penuh bila jam kerja seseorang telah mencapai 35 jam atau lebih dalam seminggu. 62 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

90 Distribusi penduduk yang bekerja berdasarkan kelompok jam kerja digambarkan dalam tabel 4.6. Secara umum di Kabupaten Kulon Progo sebagian besar pekerja masuk kategori pekerja penuh, yaitu sebanyak 52,06 persen. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa produktivitas penduduk yang bekerja di Kulon Progo sudah baik dari segi penggunaan jam kerja (lebih dari jam kerja normal). Namun demikian masih terdapat 47,94 persen yang bekerja di bawah jam kerja normal, yang merupakan setengah pengangguran. Tabel 4.6. Persentase Penduduk 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Menurut Jumlah Jam Kerja di Kabupaten Kulon Progo, 2013 Jumlah Jam Kerja (Jam) Jenis Kelamin L P L+P (1) (2) (3) (4) 0 (Sementara Tidak Bekerja) 4,12 5,19 4, ,60 8,28 5, ,45 28,41 22, ,19 15,19 14, ,52 17,38 19, ,33 17,07 23, ,79 8,49 9,20 Jumlah 100,00 100,00 100,00 Sumber : Sakernas Agustus 2013 Indikator Kesejahteraan Rakyat

91 Jika dilihat menurut jenis kelamin, tenaga kerja laki-laki yang masuk kategori pekerja penuh mencapai 59,64 persen dan perempuan jauh lebih sedikit, yaitu hanya mencapai 42,94 persen. Tabel 4.6. juga menunjukkan bahwa persentase setengah pengangguran pekerja perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki. Setengah pengangguran laki-laki mencapai 40,36 persen dari total penduduk laki-laki yang bekerja dan setengah penganggur perempuan sebanyak 57,06 persen dari total penduduk perempuan yang bekerja. Bila seorang pekerja dalam seminggu yang lalu (dalam periode survei) sementara tidak bekerja atau jam kerjanya nol jam, maka tidak dikategorikan sebagai setengah pengangguran atau pengangguran terbuka. Pengecualian ini berlaku karena sebenarnya statusnya adalah sebagai pekerja, tetapi karena selama pencacahan sedang cuti, sakit, menunggu panen dan sebagainya, maka yang bersangkutan dikategorikan sebagai sementara tidak bekerja. Perlu dicatat, sementara tidak bekerja selama seminggu yang lalu masih termasuk ke dalam kelompok angkatan kerja. 64 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

92 5 Konsumsi&Pengeluaran Rumah Tangga

93 BAB V KONSUMSI DAN PENGELUARAN RUMAH TANGGA Pendapatan merupakan salah satu indikator untuk melihat tingkat kesejahteraan penduduk. Semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang maka secara materi meningkat pula kesejahteraannya. Selain itu tingkat kesejahteraan juga bisa dilihat dari bagaimana seseorang mengalokasikan pendapatan yang diperolehnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Pada kondisi pendapatan terbatas, pemenuhan kebutuhan makanan akan menjadi prioritas utama, sehingga pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah akan terlihat bahwa sebagian besar pendapatannya digunakan untuk membeli makanan. Seiring dengan peningkatan pendapatan maka lambat laun akan terjadi pergeseran pola pengeluaran, yaitu penurunan porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk makanan dan peningkatan porsi pendapatan yang dibelanjakan untuk bukan makanan. Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa semakin rendah persentase pengeluaran untuk makanan terhadap total pengeluaran, maka semakin baik tingkat perekonomian penduduk. Seperti hukum yang dikemukakan oleh Engel (1896) bahwa saat pendapatan meningkat, proporsi pendapatan yang dihabiskan untuk membeli makanan akan berkurang. Terkait dengan Hukum Engel ini, Bennet dalam Latief (2000) menyebutkan bahwa peningkatan pendapatan akan mengakibatkan individu cenderung meningkatkan kualitas konsumsi pangannya yang ditunjukkan oleh semakin mahalnya Indikator Kesejahteraaan Rakyat

94 harga (nilai uang) per zat gizi yang dikonsumsi. Berdasarkan hal itu, Bouis dalam Latief (2000) menyatakan bahwa hal ini dapat dilihat sebagai keterkaitan atas struktur permintaan pangan. Pada tingkat pendapatan per kapita yang rendah, permintaan terhadap pangan akan tertuju pada pangan yang padat kalori, terutama berupa padipadian. Selanjutnya Alderman seperti dikutip oleh Latief (2000) berpendapat bahwa peningkatan pendapatan akan mengakibatkan pangan yang dikonsumsi lebih beragam, serta umumnya akan terjadi peningkatan konsumsi pangan yang lebih kaya gizi. Berdasarkan penjelasan tersebut jelaslah bahwa pola konsumsi pangan merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan penduduk di suatu wilayah. Indikator kesejahteraan yang diulas dalam publikasi ini dilihat dari dua pendekatan, yaitu pendekatan permintaan (demand approach) dan permintaan) dan pendekatan penawaran (supply approach). Konsumsi rumah tangga merupakan pendekatan dari sisi permintaan, sedangkan sisi penawaran lebih banyak berbicara pada banyaknya produksi bahan makanan yang mampu dihasilkan produsen pada tahun Dalam operasionalnya di lapangan, untuk mendapatkan data pendapatan rumah tangga bukanlah hal yang mudah. Keterbukaan dan kesediaan rumah tangga sendiri untuk memberikan informasi yang sesungguhnya masih dirasa kurang kooperatif, sehingga informasi pendapatan rumahtangga akan cenderung under estimate. Maka dalam berbagai penelitian tingkat penghasilan rumah tangga 68 Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013

95 sering dilakukan dengan pendekatan/proksi pengeluaran konsumsi (consumption approach). 5.1 Pengeluaran Rumah Tangga Pola konsumsi rumah tangga merupakan salah satu indikator yang dapat memberikan gambaran keadaan kesejahteraan penduduk. Semakin tinggi pendapatan maka porsi pendapatan untuk pengeluaran akan bergeser dari pengeluaran untuk makanan ke pengeluaran bukan makanan. Menurut Berg (1986) di negara berkembang biasanya jumlah pengeluaran yang digunakan untuk memenuhi keperluan bahan makanan adalah 2/3 dari total pendapatan. Pada keluarga dengan pendapatan terbatas menggunakan 80 persen dari total pendapatan keluarga untuk membeli bahan makanan, sedangkan pada keluarga dengan tingkat pendapatan lebih tinggi hanya sekitar 45 persen saja yang digunakan untuk keperluan membeli bahan makanan. Menurut Engel (1896), bila persentase makanan terhadap total pengeluaran lebih dari 80 persen maka tingkat kesejahteraan sangat rendah. Selanjutnya tabel 5.1 menunjukkan persentase pengeluaran rata-rata per kapita sebulan menurut kuantil pengeluaran per kapita sebulan dan jenis pengeluaran. Pada tabel tersebut menunjukkan bahwa, seiring dengan meningkatnya pengeluaran rumah tangga maka pengeluaran untuk konsumsi bukan makanan juga semakin meningkat dan sebaliknya pengeluaran untuk makanan semakin menurun. Kondisi ini sesuai dengan hukum yang dikemukakan oleh Engel bahwa bila pendapatan meningkat maka persentase pengeluaran untuk makanan akan menurun. Indikator Kesejahteraaan Rakyat

96 Tabel 5.1. Persentase Pengeluaran Rata-rata Per Kapita Sebulan Menurut Kuantil Pengeluaran Per Kapita Sebulan dan Jenis Pengeluaran di Kabupaten Kulon Progo, 2013 Kuantil Pengeluaran Per Kapita Sebulan Makanan Bukan Makanan Total (1) (2) (3) (4) Pertama 68,49 31,51 100,00 Kedua 69,43 30,57 100,00 Ketiga 65,10 34,90 100,00 Keempat 60,79 39,21 100,00 Kelima 43,56 56,44 100,00 Rata-rata 55,46 44,54 100,00 Sumber: Susenas 2013 Di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2013 penduduk yang berada pada kuantil pertama sampai kuantil keempat persentase pengeluaran untuk makanan masih di atas 60 persen persen atau pengeluaran bukan makanan masih di bawah 40 persen. Penduduk dengan kondisi ekonomi terbawah (kuantil pertama), sebagian besar pendapatannya digunakan untuk pengeluaran makanan, yaitu mencapai 68,49 persen dan hanya 31,51 persen pengeluaran bukan makanan. Sebaliknya untuk lapisan penduduk dengan ekonomi teratas (kuantil kelima), pengeluaran untuk bukan makanan sudah mencapai 56,44 persen dan hanya 43,56 persen dari total pengeluaranya untuk pengeluaran makanan. 70 Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013

97 Tabel 5.2.a Komposisi Pengeluaran per Kapita Sebulan Menurut Jenis Pengeluaran Makanan di Kabupaten Kulon Progo, 2013 Komposisi 2013 (1) (2) Padi-padian 10,65 Umbi-umbian 0,51 Ikan 1,29 Daging 1,99 Telur dan Susu 3,83 Sayur-sayuran 4,74 Kacang-kacangan 2,18 Buah-buahan 2,68 Minyak dan Lemak 2,22 Bahan Minuman 2,89 Bumbu-bumbuan 0,71 Konsumsi lainnya 1,30 Makanan& Minuman Jadi 15,81 Minuman Alkohol 0,00 Tembakau dan Sirih 4,66 Jumlah Makanan 55,46 Sumber : Susenas, 2013 Konsumsi rata-rata per kapita sebulan untuk beberapa jenis bahan makanan penting dapat dilihat pada tabel 5.2.a. Seperti halnya pada tahun 2012, pada tahun 2013 ini jenis pengeluaran yang persentasenya paling tinggi adalah makanan jadi, kemudian padi-padian dan sayur-sayuran. Jenis pengeluaran untuk rokok dan Indikator Kesejahteraaan Rakyat

98 sirih merupakan pengeluaran keempat tertinggi. Masih tingginya konsumsi rokok ini, disamping harga rokok yang tinggi juga masih kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya mengalokasikan pendapatannya untuk jenis komoditi yang mampu meningkatkan kesehatan keluarga. Dominannya kontribusi dan meningkatnya konsumsi bahan makanan/minuman jadi ini dimungkinkan terjadi karena perubahan pola konsumsi masyarakat yang ingin lebih praktis dan siap saji serta kemudahan akses berbagai jenis makanan minuman jadi. Tabel 5.2.b Komposisi Pengeluaran per Kapita Sebulan Menurut Jenis Pengeluaran Bukan Makanan di Kabupaten Kulon Progo, 2013 Komposisi 2013 (1) (2) Perumahan 14,93 Barang dan Jasa 11,50 Biaya Pendidikan 4,07 Biaya Kesehatan 3,18 Pakaian, Alas Kaki & Tutup Kepala 2,44 Barang Tahan Lama 6,04 Pajak dan Asuransi 1,91 Keperluan Pesta & Upacara 0,47 Jumlah Bukan Makanan 44,54 Sumber: Susenas, Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013

99 5.2 Perkiraan Produksi Pertanian Berdasarkan penjelasan pada bab angkatan kerja terlihat bahwa sebagian besar penduduk Kabupaten Kulon Progo bekerja di sektor pertanian. Mereka umumnya bekerja sebagai petani dengan jenis tanaman utamanya tanaman bahan makanan seperti padi, jagung, dan sebagainya. Selain padi sebagai komoditi unggulan tanaman bahan makanan pokok, jagung sebagai substitusi makanan pokok beras juga menjadi komoditi unggulan bahan makanan yang cukup diandalkan. Tabel 5.3. Produksi Padi dan Jagung per Kapita per Tahun di Kabupaten Kulon Progo, (Ton) Uraian Tahun *) 2012 *) 2013 *) (1) (2) (3) (4) (5) (6) Padi Jagung Jumlah Penduduk (Estimasi BPS) Per Kapita Per Tahun Padi 0,328 0,275 0,338 0,340 0,286 Jagung 0,088 0,072 0,076 0,079 0,068 Sumber: Dinas Pertanian dan Kelautan, Kab. Kulon Progo (*Revisi Data Estimasi Penduduk) Kebutuhan konsumsi bahan makanan penduduk Kabupaten Kulon Progo selain dicukupi pasokan dari daerah lain, juga harus Indikator Kesejahteraaan Rakyat

100 didukung oleh kemampuan penduduk untuk menyediakan kebutuhan pangan sendiri. Pada tahun 2013 produksi padi di Kabupaten Kulon Progo mencapai ton atau mengalami penurunan 15,19 persen dibandingkan tahun 2012 yang mencapai ton. Penurunan ini mengakibatkan rata-rata produksi padi pada tahun 2013 juga mengalami penurunan menjadi 286 kg per kapita per tahun. Penurunan juga terjadi pada produksi jagung. Berdasarkan Susenas Modul Konsumsi tahun 2013, rata-rata konsumsi beras penduduk Kabupaten Kulon Progo mencapai 0,23 kg per kapita per hari atau 82,80 kg per kapita per tahun. Jika diasumsikan konversi padi (gabah kering giling) menjadi beras sebesar 60 persen, maka produksi beras yang berasal dari Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2013 mencapai 171,6 kg per kapita per tahun. Walaupun produksi padi menurun, akan tetapi kebutuhan konsumsi beras di Kabupaten Kulon Progo masih bisa dicukupi dari produksi sendiri. Berdasarkan hal tersebut menunjukkan bahwa kebutuhan konsumsi beras penduduk yang hanya mencapai 82,80 kg per kapita pertahun sudah mampu dicukupi dari produksi padi sendiri. Keadaan ini menunjukkan bahwa Kabupaten Kulon Progo sudah mampu berswasembada beras. Surplus beras bisa dimanfaatkan sebagai bahan industri makaanan atau dimungkinkan ekspor beras ke luar Kabupaten Kulon Progo. Hal ini sejalan dengan program bela beli produk Kulon Progo yang dicanangkan oleh Pemerintah Kabupaten Kulon Progo. Salah satu implementasi program ini, Pemerintah Kabupaten Kulon Progo telah melakukan MoU dengan Bulog tentang penyediaan beras miskin (raskin) berasal dari produksi lokal Kulon Progo. 74 Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013

101 5.3 Kemiskinan Kemiskinan adalah kondisi kehidupan yang serba kekurangan yang dialami seseorang atau rumahtangga sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan minimal/yang layak bagi kehidupannya. Secara operasional penduduk miskin merupakan merupakan penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulannya di bawah garis kemiskinan (BPS, 2012). Tabel 5.4. Garis Kemiskinan dan Penduduk Miskin di Kabupaten Kulon Progo, Tahun Garis Kemiskinan (Rp) Penduduk Miskin Jumlah (000 jiwa) Persentase (%) (1) (2) (3) (4) ,91 24, , ,76 23, ,20 23, ,50 21,39 Sumber: Susenas Pada tahun 2013 penduduk miskin di Kabupaten Kulon Progo mencapai 21,39 persen. Jika dibandingkan dengan tahuntahun sebelumnya persentase penduduk miskin di Kabupaten Kulon Progo terus mengalami penurunan. Dibandingkan dengan tahuntahun sebelumnya, penurunan pada tahun 2013 relatif cukup tinggi, yaitu mencapai 1,92 poin dari 23,31 persen pada tahun 2012 Indikator Kesejahteraaan Rakyat

102 menjadi 21,39 pada tahun Penurunan ini kemungkinan selain disebabkan karena banyaknya program perlindungan sosial yang diluncurkan oleh pemerintah pusat juga diakibatkan karena gencarnya pembangunan yang dilakukan Pemerintah Kabupaten Kulon Progo yang terkait dengan program pengentasan kemiskinan seperti program bela beli produk kulon progo, bedah rumah, dan lain sebagainya. 76 Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013

103 6 Perumahan & Permukiman

104 BAB VI PERUMAHAN DAN PERMUKIMAN Rumah pada hakekatnya merupakan salah satu kebutuhan dasar (basic needs) manusia selain sandang, pangan, pendidikan dan kesehatan. Undang-undang nomor 1 tahun 2011 tentang perumahan dan kawasan permukiman menjamin bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapat lingkungan hidup yang baik dan sehat, yang merupakan kebutuhan dasar manusia, dan yang mempunyai peran yang sangat strategis dalam pembentukan watak serta kepribadian bangsa sebagai salah satu upaya membangun manusia Indonesia seutuhnya, berjati diri, mandiri, dan produktif. Pemerintah perlu lebih berperan dalam menyediakan dan memberikan kemudahan serta bantuan perumahan bagi masyarakat untuk memperoleh perumahan, agar masyarakat mampu bertempat tinggal serta menghuni rumah yang layak dan terjangkau di dalam perumahan yang sehat, aman, harmonis dan berkelanjutan.. Pembangunan perumahan yang bertumpu pada masyarakat juga memberikan hak dan kesempatan seluas-luasnya bagi masyarakat untuk ikut berperan. Pemerintah baik pemerintah pusat maupun daerah mempunyai tanggung jawab sebagai fasilitator, memberikan bantuan dan kemudahan kepada masyarakat serta melakukan penelitian dan pengembangan juga menyediakan peraturan perundang-undangan yang mendukung. Indikator Kesejahteraan Rakyat

105 Dalam upaya penyediaan perumahan lengkap dengan sarana dan prasarana permukimannya, semestinya tidak sekedar untuk mencapai target secara kuantitatif (banyaknya rumah yang tersedia) semata-mata, melainkan harus dibarengi pula dengan pencapaian sasaran secara kualitatif (mutu dan kualitas rumah sebagai hunian), karena berkaitan langsung dengan harkat dan martabat manusia selaku pemakai. Pemenuhan kebutuhan akan perumahan dan permukiman yang layak, akan dapat meningkatkan kualitas kehidupan dan kesejahteraan masyarakat. Bahkan di dalam masyarakat, perumahan merupakan pencerminan dan pengejawatahan dari diri pribadi manusia, baik secara perorangan maupun dalam satu kesatuan dan kebersamaan dalam lingkungan alamnya. Pada dasarnya, rumah berfungsi sebagai tempat untuk berteduh dari panas dan hujan, berlindung dari berbagai gangguan, serta tempat beristirahat untuk melepaskan lelah sepulang dari bekerja. Lebih dari itu, idealnya rumah memiliki fungsi yang lebih kompleks. Sebaiknya rumah memiliki fungsi sebagai tempat berlangsungnya pendidikan agama dan spiritual, moral, akademis, serta psikologis bagi para penghuninya. Rumah yang diciptakan dengan suasana yang bersih, sehat, aman, nyaman, dan harmonis, diharapkan mampu berperan dalam upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia. Pada masa sekarang ini, rumah sudah menjadi bagian dari gaya hidup dan bahkan dapat mencerminkan status lambang sosial dari pemiliknya (Azwar, 1996; Mukono, 2000). Kondisi ekonomi dan kesehatan seseorang salah satunya bisa dilihat dari rumahnya. Rumah merupakan salah satu determinan 78 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

106 kesehatan masyarakat. Karena itu, rumah yang sehat tentunya memiliki kriteria standar kelayakan sebuah rumah. Rumah yang layak untuk tempat tinggal harus memenuhi syarat kesehatan sehingga penghuninya tetap sehat. Rumah yang sehat adalah bangunan tempat berlindung dan beristirahat serta sebagai sarana pembinaan keluarga yang dapat memberikan suasana dan lingkungan yang nyaman dan berdampak baik bagi kesehatan para penghuninya. Kualitas rumah tinggal pada umumnya ditentukan oleh fisik rumah yang dapat terlihat dari fasilitas yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Fasilitas rumah tinggal yang ditempati dapat mencerminkan tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga. Berbagai fasilitas yang mencerminkan kesejahteraan rumah tangga tersebut diantaranya dapat dilihat dari luas lantai, jenis lantai terluas, jenis atap, jenis dinding, sumber air minum dan fasilitas buang air besar rumah tangga. 6.1 Luas Lantai Luas lantai bangunan rumah sehat harus cukup untuk penghuni di dalamnya, artinya luas lantai bangunan tersebut harus disesuaikan dengan jumlah penghuninya. Luas bangunan yang tidak sebanding dengan jumlah penghuninya akan menyebabkan kepadatan yang akan berdampak kurang baik terhadap kesehatan penghuninya. Rumah yang padat penghuni menyebabkan kurangnya konsumsi oksigen, disamping itu bila salah satu anggota keluarga terkena penyakit infeksi, akan mudah menular kepada anggota keluarga yang lain. Indikator Kesejahteraan Rakyat

107 Rumah yang layak untuk tempat tinggal harus memenuhi syarat kesehatan sehingga penghuninya tetap sehat. Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) salah satu kriteria rumah sehat adalah rumah tinggal yang memiliki luas lantai minimal 10 m 2 perkapita. Rumah dengan luas lantai lebih dari 10 m 2 perkapita diharapkan penghuninya tidak berdesak-desakan sehingga dapat menghirup oksigen dengan cukup dan bisa merasa lebih nyaman. Gambar 6.1. Persentase Rumah Tangga Menurut Luas Lantai Rumah Per Kapita Penduduk di Kabupaten Kulon Progo, , % 30-39, % 10-19, % < % % 40-49, % Sumber : Susenas 2013 Di Kabupaten Kulon Progo berdasarkan hasil Susenas 2013, rumah tangga yang menempati rumah dengan luas lantai per kapita lebih dari 10 m 2 ke atas sudah mencapai 95,58 persen dan hanya 80 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

108 tinggal 4,42 persen rumah tangga yang menempati rumah dengan luas lantai kurang dari10 m 2 per kapita. Hal ini menggambarkan bahwa sebagian besar penduduk sudah menghuni rumah dengan luas yang memadai dan memenuhi kriteria sehat dari segi luas lantainya. 6.2 Jenis Lantai Ada berbagai jenis lantai rumah, diantaranya adalah ada yang terbuat dari semen atau ubin, keramik, atau cukup tanah biasa yang dipadatkan. Syarat lantai pada rumah sehat yang penting adalah tidak berdebu pada musim kemarau dan tidak becek pada musim hujan. Lantai yang basah atau berdebu akan menjadi sarang penyakitdan dapat mempengaruhi kesehatan anggota rumah tangga. Gambar 6.1. Persentase Rumah Tangga Menurut Jenis Lantai Terluas di Kabupaten Kulon Progo, 2013 Tegel/teraso 5.53% Semen 48.56% Marmer/keram ik/granit 25.16% Lainnya 0.47% Tanah 20.27% Sumber : Susenas 2013 Indikator Kesejahteraan Rakyat

109 Berdasarkan Gambar 6.2 terlihat bahwa rumah tangga mayoritas sudah berlantaikan semen, yaitu mencapai 48,56 persen. Lantai terluas berikutnya berlantaikan marmer/keramik/granit (25,16 persen), sedangkan yang berlantaikan tanah masih ada sebanyak 20,27 persen. Semakin berkurangnya rumah yang berlantaikan tanah ini mengindikasikan semakin baiknya tingkat kesehatan tempat tinggal dan kesejahteraan rumah tangga. 6.3 Sumber Penerangan Fasilitas perumahan lain yang juga penting adalah penerangan. Penerangan selain mencerminkan tingkat kesehatan rumah beserta lingkungannya, dapat pula digunakan sebagai indikator pengukur keberhasilan program pembangunan pemerintah. Fasilitas penerangan ini dapat bersumber dari listrik atau bukan listrik seperti petromak/aladin, pelita/sentir/obor, dan lainnya. Listrik merupakan sumber penerangan yang mempunyai nilai paling tinggi dibandingkan dengan penerangan petromak, pelita, dan sumber penerangan lainnya. Hal ini disebabkan karena cahaya listrik lebih terang, praktis dan modern, serta tidak menimbulkan polusi. Berdasarkan tabel 6.1 terlihat bahwa penggunaan listrik sebagai sumber penerangan dari tahun ke tahun terus kecenderungannya meningkat. Pada tahun 2013, rumah tangga yang sudah menggunakan listrik sebagai sumber penerangan utama sudah mencapai 99,54 persen dan hanya tinggal 0,46 persen yang belum menggunakan. Belum menggunakanya listrik ini bukan berarti bahwa tempat tinggalnya tersebut belum terjangkau listrik PLN, akan 82 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

110 tetapi kemungkinan yang bersangkutan tidak mampu membayar biaya listrik atau atas pertimbangan keamanan rumah tangga (takut setrum). Rumah tangga yang menggunakan listrik sebagai sumber penerangan ini dianggap mempunyai tingkat kesejahteraan yang lebih baik. Tabel 6.1. Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Penerangan di Kabupaten Kulon Progo, Tahun Listrik Sumber Penerangan Bukan Listrik (1) (2) (3) ,71 0, ,73 0, ,06 0, ,54 0,46 Sumber : Susenas Semakin meningkatnya kesadaran rumah tangga yang menggunakan sumber penerangan listrik dari tahun ke tahun juga tak lepas dari program pemerintah yang selalu berupaya meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat. Berdasarkan data dari PLN, jumlah pelanggan listrik PLN dari tahun ke tahun terus bertambah. Pada tahun 2010 jumlah pelanggan listrik ada sebanyak pelanggan dan selama kurun waktu empat tahun jumlah Indikator Kesejahteraan Rakyat

111 pelanggan listrik PLN meningkat 8,72 persen atau menjadi pelanggan pada tahun Tabel 6.2. Jumlah Pelanggan Listrik dan Jumlah Daya Terpasang di Kabupaten Kulon Progo, Tahun Jumlah Pelanggan Jumlah Daya Terpasang (Kilo Watt) (1) (2) (3) Sumber : PT PLN Kabupaten Kulon Progo Untuk mengimbangi peningkatan jumlah pelanggan ini, PLN mengupayakannya dengan menambah daya terpasang. Selama empat tahun terakhir ini PLN meningkatkan daya terpasangnya sebesar 17,78 persen atau menjadi kilo watt pada tahun Hal ini menunjukkan bahwa telah banyak dibangun pembangkit-pembangkit listrik dengan harapan agar dapat mencukupi kebutuhan penduduk akan listrik. Pembangkit listrik PLN telah meluaskan jaringan dan pelayanannya sampai ke desa-desa yang diharapkan pelayanan tersebut dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Oleh sebab itu persentase rumah tangga yang menggunakan sumber penerangan listrik dapat digunakan sebagai 84 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

112 suatu indikator untuk melihat tingkat kesejahteraan suatu daerah. Semakin tinggi persentase rumah tangga yang menggunakan sumber penerangan listrik berarti semakin tinggi pula tingkat kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut. Meskipun demikian, bukan berarti setiap rumah tangga yang menggunakan sumber penerangan listrik sebagai pelanggan listrik, tetapi masih ada beberapa rumah tangga yang menggunakan listrik atas nama satu pelanggan. Kondisi seperti ini terjadi terutama di daerah pegunungan karena jarak jaringan listrik dengan rumah penduduk terlalu jauh sehingga satu unit meteran listrik dipakai oleh beberapa rumah. 6.4 Sumber Air Minum Selain dilihat dari kondisi fisik bangunannya, kualitas perumahan juga ditentukan oleh fasilitas yang ada di dalamnya. Fasiltas pokok yang penting agar suatu rumah menjadi nyaman dan sehat untuk ditinggali salah satunya adalah tersedianya air bersih untuk minum. Air minum bersih merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi rumah tangga dalam kehidupan sehari-hari. Ketersediaan dalam jumlah yang cukup terutama untuk keperluan minum dan masak merupakan tujuan dari program penyediaan air minum bersih yang terus menerus diupayakan pemerintah. Untuk menyediakan air bersih dalam jumlah yang cukup perlu diperhatikan asal sumber air minumnya. Hal ini dikarenakan sumber air minum sangat mempengaruhi kualitas air minumnya. Kualitas air yang dikonsumsi tubuh sangat erat kaitannya dengan kesehatan tubuh penghuninya. Indikator Kesejahteraan Rakyat

113 Di samping itu, sumber air minum yang digunakan penduduk juga dapat digunakan sebagai salah satu indikator kesejahteraan penduduk baik ditinjau dari segi kesehatan maupun keadaan ekonomi. Semakin banyak penduduk yang mengunakan air bersih bisa mengindikasikan bahwa kesehatan masyarakat semakin baik dan semakin banyak penduduk yang menggunakan air leding maupun air dalam kemasan sebagai sumber air minum sehari-hari mengindikasikan adanya peningkatan daya beli atau kesejahteraan rakyat. Tabel 6.3. Persentase Rumah Tangga Menurut Sumber Air Minum di Kabupaten Kulon Progo, Tahun Air Kemasan Leding Sumber Air Minum Sumur Pompa Sumur/ Perigi Mata Air Lainnya (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) ,63 11,81 1,69 68,73 15,79 0, ,52 8,19 2,33 70,28 16,68 0, ,94 9,13 1,89 67,24 17,32 0, ,85 9,67 2,21 66,92 17,17 0,18 Sumber: Susenas Sumber air minum yang sampai saat ini masih dianggap terbaik adalah air dalam kemasan, karena sifatnya yang higienis. Pada tahun 2013 rumah tangga yang menggunakan air minum 86 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

114 dalam kemasan baru mencapai oleh 3,85 persen dari seluruh rumah tangga di Kabupaten Kulon Progo. Meskipun penggunaan air minum kemasan masih relatif rendah, tetapi dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan. Pada tahun 2013 sudah menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan tahun Sumur/perigi paling banyak digunakan rumah tangga yaitu tercatat 66,92 persen. Sumber air minum berikutnya yang juga banyak digunakan rumah tangga adalah mata air sebanyak 17,17 persen. Dibandingkan dengan tahun 2012, pada tahun 2013 rumah tangga yang menggunakan air leding sebagai sumber air minum meningkat menjadi 9,67 persen. Kenaikan atau penurunan persentase penggunaan suatu jenis sumber air minum ini bukan berarti bahwa rumah tangga tersebut berhenti menggunakan sumber air tersebut, tetapi rumah tangga ke sumber lain yang mereka anggap lebih higenis dan menggunakan sumber air yang lebih dulu digunakan bukan sebagai sumber air minum namun untuk keperluan lain seperti mencuci maupun memasak. Berdasarkan pemilikan fasilitas air minum, rumah tangga yang memiliki fasilitas sumber air minum sendiri merupakan fasilitas sebagian besar rumah tangga di Kabupaten Kulon Progo. Pada tahun 2013 persentase rumah tangga yang memiliki fasilitas sumber air minum sendiri sebanyak 61,62 persen dan yang tidak mempunyai fasilitas hanya tinggal 0,12 persen. Indikator Kesejahteraan Rakyat

115 Gambar 6.3. Persentase Rumah Tangga Menurut Penggunaan Fasilitas Air Minum di Kabupaten Kulon Progo, 2013 Sendiri 61.62% Bersama 32.91% Tidak ada 0.12% Umum 5.36% Sumber : Susenas 2013 Sumber air minum sangat mempengaruhi kualitas air minum. Bila sumber air minum dari sumur/perigi atau mata air maka perlu dilihat lagi apakah sumber tersebut terlindung dari air limbah/bekas pakai dan jarak dengan pembuangan akhir/limbah memenuhi syarat. Sumber air minum yang tidak terlindung air limbah/bekas pakai dan jarak penampungan air kotor ataupun limbah yang terlalu dekat dengan sumber air minum akan menyebabkan terjadinya perembesan ke dalam sumber air minum. Bila terjadi perembesan maka akan mempengaruhi kualitas air yang digunakan untuk 88 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

116 keperluan rumah tangga. Jarak antara penampungan air dengan sumber air minum yang dianjurkan adalah lebih dari 10 meter. Di Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2013 rumah tangga yang mempunyai jarak sumber air minum ke tempat penampungan kotoran di atas 10 m sebanyak 81,89 persen dan hanya 15,06 persen yang jarak penampungan terdekatnya kurang dari 10 m. Hal ini menunjukkan bahwa rumah tangga yang memiliki penampungan air dengan sumber air minum yang dianjurkan sudah relatif banyak dan diharapkan sumber air minumnya sehat untuk dikonsumsi. Tabel 6.4. Persentase Rumah Tangga Menurut Jarak Sumber Air Minum ke Tempat Penampungan Limbah di Kabupaten Kulon Progo, Jarak ke Penampungan (m) Tahun <10 10 Tidak Tahu (1) (2) (3) (4) ,56 77,24 3, ,77 83,62 0, ,20 84,52 3, ,06 81,89 3,05 Sumber: Susenas Fasilitas Buang Air Besar Fasilitas buang air besar (jamban) merupakan salah satu sarana pokok untuk mewujudkan kehidupan yang sehat. Indikator Kesejahteraan Rakyat

117 Tersedianya fasilitas yang memadai akan berpengaruh terhadap lingkungan dan kesehatan pribadi manusia. Oleh karena itu peningkatan jenis fasilitas buang air besar dan peningkatan wawasan masyarakat tentang pentingnya sarana ini harus terus disampaikan secara persuasif dan intens. Berdasarkan Gambar 6.4 terlihat bahwa bahwa pada tahun 2013 fasilitas tempat buang air besar berjenis leher angsa merupakan jenis yang paling banyak digunakan rumah tangga di Kabupaten Kulon Progo, yaitu mencapai 82,21 persen. Fasilitas tempat buang air besar jenis leher angsa dianggap sebagai tempat buang air besar yang paling sehat, karena di bawahnya terdapat saluran berbentuk huruf U untuk menampung kotoran sehingga bau kotoran tidak keluar. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa hampir semua rumah tangga di Kabupaten Kulon Progo menggunakan fasilitas tempat buang air besar yang relative sehat. Gambar 6.4 Persentase Rumah Tangga Menurut Fasilitas Tempat Buang Air Besar di Kabupaten Kulon Progo, 2013 Leher Angsa 82.21% Cubluk 17.30% Plengsengan 0,49% Lainnya 0.00% Sumber : Susenas Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

118 Selain jenis fasilitas tempat buang air besar,fasilitas perumahan yang berhubungan dengan kesehatan lingkungan yaitu tempat penampungan akhir buang air besar. Pada Gambar 6.5 dapat dilihat bahwa sebagian besar rumah tangga menggunakan tangki septik sebagai tempat penampungan akhir buang air besar yaitu sebanyak 80,31 persen.tempat penampungan akhir buang air besar jenis tangki septik ini merupakan cara yang paling memenuhi persyaratan, oleh sebab itu, cara pembuangan tinja semacam ini yang dianjurkan. Sedangkan rumah tangga yang tempat penampungan akhir buang air besar kolam/sawah, sungai/danau/laut, lobang tanah, dan lainnya (pantai/kebun) di bawah 20 persen. Gambar 6.5 Persentase Rumah Tangga Menurut Tempat Penampungan Akhir Tinja di Kabupaten Kulon Progo, 2013 Tangki Septik, 75.42% Lobang Tanah, 21.12% Kolam / Sawah, 0.66% Sungai / Danau, 2.16% Lainnya, 0.64% Sumber : Susenas 2013 Indikator Kesejahteraan Rakyat

119 6.6 Teknologi Informasi dan Komunikasi Seiring dengan berkembangannya ilmu pengetahuan dan teknologi, sarana informasi dan komunikasi juga mengalami perkembangan yang cukup pesat. Salah satu indikator semakin berkembangnya sarana informasi dan komunikasi adalah semakin banyaknya masyarakat yang mempunyai sarana telepon, baik telepon rumah maupun telepon seluler. Pada era sebelum tahun 2000, kepemilikan telepon khususnya telepon seluler menjadi identitas gaya hidup dalam suatu masyarakat. Penggunaan telepon seluler sebagai sarana atau alat komunikasi sekarang ini lebih populer dikalangan masyarakat dibanding telepon biasa. Dewasa ini kepemilikan telepon seluler tidak lagi menjadi identitas gaya hidup, akan tetapi sudah menjadi tuntutan kebutuhan hidup agar mudah berkomunikasi. Tabel 6.5. Banyaknya Sambungan Telepon Menurut Jenis Pelanggan di Kabupaten Kulon Progo, Banyaknya Sambungan Telepon Tahun Perorangan/ Perusahaan Dinas/ Instansi Pemerintah Telepon Umum Jumlah (1) (2) (3) (4) (5) Sumber: PT Telekomunikasi Cabang Wates 92 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

120 Tabel 6.5 memperlihatkan jumlah sambungan telepon terus meningkat dari tahun ke tahun. Selama kurun waktu tahun jumlah sambungan telepon meningkat dari sambungan pada tahun 2010 menjadi sambungan pada tahun 2013 atau meningkat sebesar 2,78 persen selama 4 tahun terakhir. Peningkatan sambungan telepon terutama terjadi pada konsumen perorangan/perusahaan dan dinas/instansi pemerintah, sedangkan jumlah sambungan telepon umum justru mengalami penurunan. Rumah tangga/perusahaan yang berlangganan telepon rumah pada tahun 2013 mengalami peningkatan menjadi sambungan dan sambungan untuk dinas/instansi pemerintah juga meningkat menjadi 479 sambungan. Sedangkan telepon umum menurun dari 15 sambungan pada tahun 2012 menjadi 13 sambungan pada tahun Jumlah telepon umum yang jumlahnya semakin menurun ini disebabkan karena pengguna telepon umum semakin berkurang atau beralih ke telepon selular meskipun harga telepon seluler maupun pulsanya lebih mahal. Gambar 6.3. Persentase Rumah Tangga yang Memiliki Telepon Seluler (HP) di Kabupaten Kulon Progo, % 72.84% 82.59% 81.85% 86.37% Sumber : Susenas 2013 Indikator Kesejahteraan Rakyat

121 Penggunaan telepon seluler dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Peningkatan ini berbeda dengan peningkatan kepemilikan telepon rumah. Peningkatan kepemilikan telepon seluler cukup drastis dari tahun ke tahun. Pada tahun 2009 rumah tangga yang memiliki telepon seluler mencapai 66,96 persen dan tahun 2013 meningkat hampir dua kali lipat, yaitu mencapai 86,37 persen. Dratisnya peningkatan ini selain disebabkan karena telepon seluler sebagai tuntutan kebutuhan hidup juga disebabkan karena telepon seluler lebih praktis dibawa kemana saja sehingga memudahkan pengguna berkomunikasi di manapun berada dan ditunjang oleh jasa layanan jaringan (provider) yang semakin luas. 94 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2013

122 7 Sosial Budaya

123 BAB VII SOSIAL BUDAYA Kebudayaan merupakan identitas suatu bangsa yang dapat membedakan antara suatu bangsa dengan bangsa yang lain. Kebudayaan adalah hasil karya manusia dalam usahanya mempertahankan hidup, mengembangkan keturunan dan meningkatkan taraf kesejahteraan dengan segala keterbatasan kelengkapan jasmaninya serta sumber-sumber alam yang ada disekitarnya. Sedangkan kebudayaan nasional Indonesia adalah puncak-puncak kebudayaan daerah, yaitu unsur-unsur kebudayaan daerah yang berhasil masuk ke dalam dan diterima sebagai bagian dari sistem makna nasional, yang bersifat multi-daerah dan multietnis. Kebudayaan diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya melalui proses belajar. Pemerintah mempunyai tugas memajukan kebudayaan nasional untuk melestarikan nilai-nilai budaya yang ada pada masyarakat. Pemerintah juga harus memfasilitasi tumbuh dan berkembangnya kebudayaan nasional dan kebudayaan daerah serta kehidupan berkesenian yang dimiliki kelompok-kelompok masyarakat etnis dan suku bangsa yang ada di Indonesia sesuai dengan tradisi yang telah mereka anut selama ini. Kemajuan kebudayaan nasional ditujukan untuk membentuk jati diri bangsa yang maju dan bermartabat, untuk itu dibutuhkan sinergi dari segenap komponen bangsa dan strategi dengan terus memperkuat iklim kebebasan berekspresi dengan menjunjung nilai-nilai demokrasi. Indikator Kesejahteraaan Rakyat

124 Keanekaragaman seni dan budaya merupakan potensi nasional dan sebagai modal sosial pembangunan. Hal ini dapat dimanfaatkan tidak hanya untuk seni dan budaya itu sendiri, melainkan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat sebagai subjek/pelaku utama kebudayaan tersebut. Peran pemerintah dalam menjaga keanekaragaman kebudayaan adalah sangat penting. Dalam konteks ini pemerintah berfungsi sebagai pengayom dan pelindung bagi warganya, sekaligus sebagai penjaga tata hubungan interaksi antar kelompokkelompok kebudayaan yang ada. Budaya terbentuk dari banyak unsur diantaranya adalah agama, adat istiadat, bahasa, dan karya seni. Sebagai bagian dari kota pendidikan dan budaya, Kabupaten Kulon Progo memiliki beberapa jenis budaya, yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Keragaman budaya itu menjadi kekayaan yang harus dilestarikan dan dikembangkan. Pada bagian ini penulisan hanya dibatasi tentang agama, kesenian dan pariwisata. 7.1 Agama Agama adalah satu prinsip kepercayaan kepada Tuhan yang harus dimiliki setiap manusia. Dengan beragama manusia bisa mengenal dirinya serta Tuhannya, dan dengan beragama manusia bisa tahu hak dan kewajibannya sebagai makhluk yang diciptakan Tuhan. Agama sebagai institusi moral mengajarkan nilai-nilai yang harus dihidupi untuk menciptakan kesejahteraan bersama. 98 Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013

125 Kebebasan setiap warga negara untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah menurut agama dan kepercayaannya ini dijamin oleh negara. Pengakuan ini dieksplisitkan dalam Sila Pertama Pancasila dan dalam Pembukaan UUD 1945 yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa. Pengakuan akan adanya Tuhan ini memberi landasan bagi pengakuan akan pluralisme agama dan kepercayaan, dan pengakuan akan kebebasan dalam menganut agama dan menjalankan ibadah bagi setiap warga negara. Dengan demikian, para pendiri bangsa telah mengantar kita kepada pemahaman akan kerukunan antara umat beragama dan penghargaan akan perbedaan sebagai kekayaan. Penghargaan terhadap kebebasan untuk memeluk agama dan menjalankan ibadat adalah perwujudan dari penghargaan terhadap martabat pribadi manusia. Gambar 7.1. Persentase Penduduk Menurut Agama yang Dianut di Kabupaten Kulon Progo, 2013 Islam, 93.74% Kristen, 1.41% Budha,.15% Hindu,.01% Katholik, 4.69% Sumber : Kemenag Kabupaten Kulon Progo Indikator Kesejahteraaan Rakyat

126 Menurut catatan Kementerian Agama Kabupaten Kulon Progo pada tahun 2013, sebagian besar penduduk Kulon Progo adalah pemeluk Islam yaitu sebesar 93,74 persen. Sedangkan penduduk yang memeluk agama Katolik sebanyak 4,69 persen,pemeluk agama Kristen Protestan ada sebanyak 1,41 persen, dan kurang dari 1 persen pemeluk agama Hindu maupun Budha. Perbedaan jumlah pemeluk agama merupakan salah satu sumber keragaman kebinekaan bangsa Indonesia. Agama yang satu dengan yang lain ini hendaknya dilihat sebagai partner untuk menciptakan kesejahteraan bersama. Kehidupan beragama di Kabupaten Kulon Progo selama ini berlangsung dalam toleransi yang cukup tinggi. Keharmonisan tersebut salah satunya dapat dilihat dari banyaknya tempat ibadah yang ada di sekitar warga yang majemuk, serta kondusifnya situasi kehidupan beragama dalam menjalankan ibadah sesuai agama dan keyakinannya masing-masing. Berdasarkan catatan Kementerian Agama, tempat ibadah yang tersedia di Kabupaten Kulon Progo cukup memadai. Pada tahun 2013 jumlah tempat ibadah umat Islam berjumlah buah yang terdiri dari Masjid, Musholla dan Langgar. Tempat ibadah untuk umat Nasrani Gereja/rumah kebaktian Katolik sebanyak 53 buah dan Gereja Kristen sebanyak 42 buah. Sedang untuk umat Budha Vihara/Cetya sebanyak 7 buah dan untuk Pura/Sanggar sampai dengan tahun 2013 ini masih belum ada, walaupun ada pemeluknya. Dibidang kehidupan beragama tantangan yang dihadapi adalah mewujudkan ajaran agama yang mampu menjadi sumber inspirasi 100 Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013

127 dan ajaran moral untuk menggerakkan masyarakat dalam membangun, serta mewujudkan kerukunan antar dan intern umat beragama. Tabel 7.1. Banyaknya Tempat Peribadatan di Kabupaten Kulon Progo, Tempat Peribadatan (1) (3) (4) (5) (6) Masjid/Mushola/Langgar Gereja Kristen/ Rumah Kebaktian Kristen 21 *) Gereja/Rumah Kebaktian Katolik Pura/Sanggar Vihara/Cetya Sumber : Kementerian Agama, Kabupaten Kulon Progo *) Tidak termasuk Rumah Kebaktian Kristen 7.2 Kesenian dan Pariwisata Industri pariwisata di Kabupaten Kulon Progo menjadi sektor yang layak diperhitungkan untuk mengangkat pertumbuhan dan perkembangan ekonomi daerah.pariwisata jika dikelola dengan baik, maka akan memberikan kontribusi secara langsung pada masyarakat di sekitar daerah pariwisata, terutama dari sektor perekonomian. Secara tidak langsung pariwisata memberikan kontribusi signifikan kepada Penerimaan Asli Daerah (PAD). Indikator Kesejahteraaan Rakyat

128 Pendapatan Asli Daerah yang merupakan gambaran potensi keuangan daerah pada umumnya mengandalkan unsur pajak daerah dan retribusi daerah. Berkaitan dengan pendapatan asli daerah dari sektor retribusi, maka daerah dapat menggali potensi sumber daya alam yang berupa obyek wisata. Pemerintah menyadari bahwa sektor pariwisata bukanlah merupakan sektor penyumbang terbesar dalam pendapatan daerah, tetapi berpotensi dalam meningkatkan Pendapatan Asli Daerah. Gambar 7.2. Jumlah Pengunjung dan Pendapatan Masuk Kawasan Wisata di Kabupaten Kulon Progo, Pengunjung (000) orang Pendapatan (000000) Rp Sumber : Disbudparpora Kabupaten Kulon Progo Gambar 7.2 memperlihatkan bahwa pengembangan sektor industri pariwisata di Kabupaten Kulon Progo menunjukkan perkembangan yang positif. Hal demikian ditunjukkan dengan adanya peningkatan PAD dari tahun ke tahun pada periode tahun Berdasarkan data yang dikutip Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Kabupaten Kulon Progo,jumlah perjalanan wisatawan di 102 Indikator Kesejahteraaan Rakyat 2013

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK Katalog BPS : 4102004.1111 Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara Jl. T. Chik Di Tiro No. 5 Telp/Faks. (0645) 43441 Lhokseumawe 24351 e-mail : bpsacehutara@yahoo.co.id, bps1111@bps.go.id BADAN PUSAT

Lebih terperinci

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya

Boleh dikutip dengan mencantumkan sumbernya INDIKATOR KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PROVINSI ACEH 2016 Nomor Publikasi : 11522.1605 Katalog BPS : 4102004.11 Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : xvii + 115 Halaman Naskah Gambar Kulit Diterbitkan

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 12 IndikatorKesejahteraanRakyat,2013 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 No. ISSN : 0854-9494 No. Publikasi : 53522.1002 No. Katalog : 4102004 Ukuran Buku Jumlah Halaman N a s k a

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G /

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G / Katalog BPS : 4103.5371 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT K O T A K U P A N G 2 0 0 5 / 2 0 0 6 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA KUPANG INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA KUPANG 2005/2006 No. Publikasi : 5371.0612

Lebih terperinci

BUKU SAKU DATA DAN INDIKATOR SOSIAL SUMATERA SELATAN

BUKU SAKU DATA DAN INDIKATOR SOSIAL SUMATERA SELATAN BUKU SAKU DATA DAN INDIKATOR SOSIAL SUMATERA SELATAN 2006 2010 BUKU SAKU DATA DAN INDIKATOR SOSIAL SUMATERA SELATAN 2006 2010 Nomor Publikasi: 16522.11.04 Katalog BPS: 3101017.16 Naskah: Seksi Statistik

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN

BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN BAB IV GAMBARAN UMUM PENELITIAN A. Gambaran Umum Obyek Kabupaten Kulonprogo dengan ibu kotanya berada di Kota Wates memiliki luas wilayah 598.627.512 ha (586,28 km 2 ), terdiri dari 12 kecamatan 87 desa,

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN A. PROFIL KABUPATEN KULON PROGO Berdasarkan website resmi Pemerintah Kabupaten Kulon Progo (www.kulonprogo.go.id), profil daerah Kabupaten Kulon Progo yaitu: 1. Kondisi

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Kabupaten Kulonprogo Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu dari lima daerah otonom di propinsi Daerah Istimewa

Lebih terperinci

KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG

KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG KATALOG BPS : 4102004.3322 KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN SEMARANG KATALOG BPS : 4102004.3322 KERJASAMA BAPPEDA KABUPATEN SEMARANG BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii iv ix BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN GUNUNGKIDUL WELFARE INDICATORS OF GUNUNGKIDUL REGENCY 2015

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN GUNUNGKIDUL WELFARE INDICATORS OF GUNUNGKIDUL REGENCY 2015 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN GUNUNGKIDUL WELFARE INDICATORS OF GUNUNGKIDUL REGENCY 2015 No. ISBN ISBN Number : 4102004.3403 No. Publikasi Publication Number : 3403.16.066 Naskah Manuscript

Lebih terperinci

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber

(Sakernas), Proyeksi Penduduk Indonesia, hasil Sensus Penduduk (SP), Pendataan Potensi Desa/Kelurahan, Survei Industri Mikro dan Kecil serta sumber I. Pendahuluan Salah satu tujuan Millenium Development Goals (MDGs) dari delapan tujuan yang telah dideklarasikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tahun 2000 adalah mendorong kesetaraan gender dan

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN WANITA 2014 ISSN : No. Publikasi : 5314.1420 Katalog BPS : 2104003.5314 Ukuran Buku : 16 x 21 cm Jumlah Halaman : xiv + 31 halaman Naskah : BPS Kabupaten Rote Ndao Penyunting :

Lebih terperinci

Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2013

Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2013 Indikator Sosial Kabupaten Pulau Morotai 2013 INDIKATOR SOSIAL KABUPATEN PULAU MOROTAI 2013 Jumlah Halaman : ix + 77 halaman Naskah : BPS Kabupaten Pulau Morotai Diterbitkan Oleh : BAPPEDA Kabupaten Pulau

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Latar Belakang

PENDAHULUAN Latar Belakang PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perempuan Indonesia memiliki peranan dan kedudukan sangat penting sepanjang perjalanan sejarah. Kiprah perempuan di atas panggung sejarah tidak diragukan lagi. Pada tahun

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... xii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen... I-7 1.4.

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN

BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN BAB II DESKRIPSI WILAYAH PENELITIAN A. PROFIL KABUPATEN KULON PROGO 1. Kondisi Umum Kabupaten Kulon Progo a. Geografis Kabupaten Kulon Progo merupakan satu dari lima kabupaten/kota yang berada di Daerah

Lebih terperinci

PROFIL DATA PENDIDIKAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013

PROFIL DATA PENDIDIKAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013 PROFIL DATA PENDIDIKAN TAHUN PELAJARAN 2012/2013 DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN KULON PROGO Jln. Ki Josuto, Kulon Progo, 55611 Tlp. (0274) 774535 KATA PENGANTAR Penyusunan Profil Data Pendidikan merupakan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH DAN ISU STRATEGIS... II-1

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH DAN ISU STRATEGIS... II-1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1 LATAR BELAKANG... I-1 2.1 MAKSUD DAN TUJUAN... I-2 1.2.1 MAKSUD... I-2 1.2.2 TUJUAN... I-2 1.3 LANDASAN PENYUSUNAN...

Lebih terperinci

Kata pengantar. Tanjungpinang, September 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau

Kata pengantar. Tanjungpinang, September 2014 Kepala Badan Pusat Statistik Provinsi Kepulauan Riau Kata pengantar Publikasi Statistik Sosial Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2014 merupakan publikasi yang berisi data penduduk, ketenagakerjaan, pendidikan, kesehatan, kemiskinan, dan Indeks Demokrasi Indonesia

Lebih terperinci

BAB II DESKRIPSI WILAYAH

BAB II DESKRIPSI WILAYAH BAB II DESKRIPSI WILAYAH 1.1 Kondisi Geografis 2.1.1 Kota Magelang a. Letak Wilayah Berdasarkan letak astronomis, Kota Magelang terletak pada posisi 110 0 12 30 110 0 12 52 Bujur Timur dan 7 0 26 28 7

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL. Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Desa/Kelurahan... 17

DAFTAR TABEL. Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Desa/Kelurahan... 17 DAFTAR TABEL Taks Halaman Tabel 2.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan dan Desa/Kelurahan... 17 Tabel 2.2 Posisi dan Tinggi Wilayah Diatas Permukaan Laut (DPL) Menurut Kecamatan di Kabupaten Mamasa... 26 Tabel

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Daerah tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2011-2016; LEMBARAN DAERAH KABUPATEN

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. 1. Visi dan Misi Pembangunan Daerah MASYARAKAT KABUPATEN KULON PROGO YANG MAJU,

BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN. 1. Visi dan Misi Pembangunan Daerah MASYARAKAT KABUPATEN KULON PROGO YANG MAJU, BAB II GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN A. Deskripsi Wilayah Kabupaten Kulon Progo 1. Visi dan Misi Pembangunan Daerah a. Visi Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005-2025 disebutkan

Lebih terperinci

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA PALU DT - TAHUN

RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH KOTA PALU DT - TAHUN DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Luas Wilayah Kota Palu Menurut Kecamatan Tahun 2015.. II-2 Tabel 2.2 Banyaknya Kelurahan Menurut Kecamatan, Ibu Kota Kecamatan Dan Jarak Ibu Kota Kecamatan Dengan Ibu Kota Palu Tahun

Lebih terperinci

Ketenagakerjaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta

Ketenagakerjaan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Katalog BPS : 2301003.34 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA Statistik BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN PASER TAHUN : Bappeda Kabupaten Paser bekerjasama dengan. Badan Pusat Statistik Kabupaten Paser

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN PASER TAHUN : Bappeda Kabupaten Paser bekerjasama dengan. Badan Pusat Statistik Kabupaten Paser INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KABUPATEN PASER TAHUN 2012 Ukuran buku : 21 cm x 29,7 cm Jumlah halaman : 60 + ix halaman Naskah : Badan Pusat Statistik Kabupaten Paser Penyunting : Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP

Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP Penilaian Pencapaian MDGs di Provinsi DIY Oleh Dyna Herlina Suwarto, SE, SIP Sejak tahun 2000, Indonesia telah meratifikasi Millenium Development Goals (MDGs) di bawah naungan Persatuan Bangsa- Bangsa.

Lebih terperinci

3.1. Kualitas Sumberdaya Manusia

3.1. Kualitas Sumberdaya Manusia 3.1. Kualitas Sumberdaya Manusia Manusia pada hakekatnya merupakan mahluk Tuhan yang sangat kompleks, dimana secara hirarki penciptaan manusia dilatarbelakangi adanya asal usul manusia sebagai mahluk yang

Lebih terperinci

RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS Jumlah (1) (2) (3) (4) Penduduk yang Mengalami keluhan Sakit. Angka Kesakitan 23,93 21,38 22,67

RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS Jumlah (1) (2) (3) (4) Penduduk yang Mengalami keluhan Sakit. Angka Kesakitan 23,93 21,38 22,67 RINGKASAN EKSEKUTIF HASIL PENDATAAN SUSENAS 2015 Dalam kaitan dengan upaya peningkatan kesejahteraan, meningkatnya derajat kesehatan penduduk di suatu wilayah, diharapkan dapat meningkatkan produktivitas

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA TANGERANG SELATAN 2 0 1 4 ISSN : 2089-4619 Katalog BPS : 4102004.3674 Ukuran Buku : 25 cm x 17,6 cm Jumlah Halaman : x + 76 Halaman / pages Naskah: Badan Pusat Statistik

Lebih terperinci

BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL BAB III PERNIKAHAN ANAK DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL Pernikahan anak menjadi salah satu persoalan sosial di Kabupaten Gunungkidul. Meskipun praktik pernikahan anak di Kabupaten Gunungkidul kian menurun di

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Kabupaten Wonogiri di bagian tenggara, Kabupaten Klaten di bagian timur laut,

BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN. Kabupaten Wonogiri di bagian tenggara, Kabupaten Klaten di bagian timur laut, BAB IV GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN A. Profil Daerah Istimewa Yogyakarta Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan salah satu dari 34 provinsi di Indonesia yang terletak di pulau jawa bagian selatan tengah.

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013

STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013 Katalog BPS : 1101002.6271012 STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013 STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2013

Lebih terperinci

KATALOG DALAM TERBITAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT TAHUN 2017

KATALOG DALAM TERBITAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT TAHUN 2017 KATALOG DALAM TERBITAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT TAHUN 2017 Nomor ISBN : 979-599-884-6 Nomor Publikasi : 52085.11.08 Ukuran Buku : 18.2 x 25.7cm Jumlah Halaman : 50 Halaman Naskah : Dinas Komunikais

Lebih terperinci

STATISTIK GENDER 2011

STATISTIK GENDER 2011 STATISTIK GENDER 211 STATISTIK GENDER 211 ISBN: 978-979 - 64-46 - 9 No. Publikasi: 421.111 Katalog BPS: 21412 Ukuran Buku: 19 cm x 11 cm Naskah: Sub Direktorat Statistik Rumah tangga Gambar Kulit: Sub

Lebih terperinci

PAPARAN Rancangan Awal RPJMD Tahun Wates, 27 September 2017

PAPARAN Rancangan Awal RPJMD Tahun Wates, 27 September 2017 PAPARAN Rancangan Awal RPJMD Tahun 2017-2022 Wates, 27 September 2017 1 PDRB PER KAPITA MENURUT KABUPATEN/ KOTA DI D.I. YOGYAKARTA ATAS DASAR HARGA BERLAKU, 2012-2016 (JUTA RUPIAH) 1 PERSENTASE PENDUDUK

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 52 TAHUN 2009 TENTANG PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa hakikat

Lebih terperinci

Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA

Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA Katalog BPS : 1101002.6271012 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PALANGKA RAYA STATISTIK DAERAH KECAMATAN JEKAN RAYA 2014 ISSN : 2089-1725 No. Publikasi : 62710.1415 Katalog BPS : 1101002.6271012 Ukuran Buku

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BENGKONG

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BENGKONG STATISTIK DAERAH KECAMATAN BENGKONG 2015 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BENGKONG 2015 No Publikasi : 2171.15.31 Katalog BPS : 1102001.2171.081 Ukuran Buku : 24,5 cm x 17,5 cm Jumlah Halaman : 11 hal. Naskah

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN LEMBEH UTARA

STATISTIK DAERAH KECAMATAN LEMBEH UTARA STATISTIK DAERAH KECAMATAN LEMBEH UTARA 2016 B A D A N P U S AT S TAT I S T I K KO TA B I T U N G Statistik Kecamatan Lembeh Utara 2016 Statistik Kecamatan Lembeh Utara 2016 No. Publikasi : 7172.1616 Katalog

Lebih terperinci

BAB II PERENCANAAN KINERJA

BAB II PERENCANAAN KINERJA 6 BAB II PERENCANAAN KINERJA Laporan Kinerja Kabupaten Purbalingga Tahun mengacu pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 53 Tahun 2014 tentang Petunjuk

Lebih terperinci

BAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek

BAB III TINJAUAN LOKASI. 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek BAB III TINJAUAN LOKASI 3.1 Tinjauan Umum Kabupaten Kulon Progo sebagai Wilayah Sasaran Proyek 3.1.1 Kondisi Administratif Kabupaten Kulon Progo Kabupaten Kulon Progo merupakan salah satu kabupaten dari

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah utama yang dihadapi oleh pemerintah pusat dan daerah dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat saat ini adalah masih tingginya angka kemiskinan dan

Lebih terperinci

BAB IV TINJAUAN LOKASI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

BAB IV TINJAUAN LOKASI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA BAB IV TINJAUAN LOKASI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA 4.1. Letak geografis wilayah Yogyakarta 1 Secara geografis Daerah Istimewa Yogyakarta terletak diantara 7 33-8 15 Lintang Selatan dan 110 5-110 50 Bujur

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN

PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PEMERINTAH KABUPATEN SLEMAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN SLEMAN NOMOR 9 TAHUN 2010 TENTANG RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA MENENGAH DAERAH TAHUN 2011-2015 Diperbanyak oleh: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2008 T E N T A N G

PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2008 T E N T A N G PEMERINTAH KOTA YOGYAKARTA PERATURAN DAERAH KOTA YOGYAKARTA NOMOR 10 TAHUN 2008 T E N T A N G PEMBENTUKAN, SUSUNAN, KEDUDUKAN DAN TUGAS POKOK DINAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA YOGYAKARTA,

Lebih terperinci

INDIKATOR KETENAGAKERJAAN

INDIKATOR KETENAGAKERJAAN INDIKATOR KETENAGAKERJAAN KABUPATEN MAMUJU TAHUN 2012 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MAMUJU INDIKATOR KETENAGAKERJAAN KABUPATEN MAMUJU TAHUN 2012 No Publikasi : 76042.1202 Katalog BPS : 2302003.7604 Ukuran

Lebih terperinci

Katalog : pareparekota.bps.go.id

Katalog : pareparekota.bps.go.id Katalog : 1101002.7372011 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BACUKIKI BARAT TAHUN 2014 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BACUKIKI BARAT TAHUN 2014 ISSN : Katalog BPS : 1101002.7372011 Ukuran Buku : 21 cm x 14,8 cm Jumlah

Lebih terperinci

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO

PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PEMERINTAH KABUPATEN KULON PROGO PERATURAN DAERAH KABUPATEN KULON PROGO NOMOR : 5 TAHUN 2008 TENTANG PEMBENTUKAN ORGANISASI DAN TATA KERJA UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2015 Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2015 Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2014 dapat

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xix BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen RPJMD

Lebih terperinci

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN

VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN VISI MISI KABUPATEN KUDUS TAHUN 2013 2018 Visi Terwujudnya Kudus Yang Semakin Sejahtera Visi tersebut mengandung kata kunci yang dapat diuraikan sebagai berikut: Semakin sejahtera mengandung makna lebih

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BALARAJA 2015 Badan Pusat Statistik Kabupaten Tangerang Katalog BPS : 1101002.3603.130 STATISTIK DAERAH KECAMATAN BALARAJA TAHUN 2015 Badan Pusat Statistik Kabupaten Tangerang

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret Bupati Bogor, Hj. NURHAYANTI LAPORAN KINERJA PEMERINTAH (LAKIP) KABUPATEN BOGOR KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Kinerja Pemerintah Kabupaten Bogor Tahun 2015 dapat

Lebih terperinci

Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK KOTA MAKASSAR

Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK KOTA MAKASSAR Katalog BPS : 4103.7371 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA MAKASSAR KATA PENGANTAR BADAN PUSAT STATISTIK KOTA MAKASSAR Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Makassar 2015 disusun sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keluarga sebagai unit terkecil dalam

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara

BAB IV GAMBARAN UMUM. Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Daerah Istimewa Yogyakarta 1. Kondisi Fisik Daerah Posisi Daerah Istimewa Yogyakarta yang terletak antara 7.33-8.12 Lintang Selatan dan antara 110.00-110.50 Bujur

Lebih terperinci

Katalog BPS:

Katalog BPS: Katalog BPS: 4103.1409 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT (INKESRA) KABUPATEN ROKAN HILIR TAHUN 2013 No. Katalog : 4103.1409 Ukuran Buku Jumlah Halaman Naskah Gambar Kulit dan Setting Diterbitkan Oleh Kerjasama

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun

KATA PENGANTAR. Salatiga, Oktober Tim Penyusun KATA PENGANTAR Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan taufik dan hidayah-nya, sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan review dokumen Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah

Lebih terperinci

Profile Perempuan Indonesia

Profile Perempuan Indonesia Profile Perempuan Indonesia PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebangkitan nasional sebagai awal perjuangan perempuan yang terorganisir, ditandai dengan diselenggarakannya Kongres Perempuan Indonesia tingkat

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Letak Geografis Secara administratif Kota Yogyakarta berada di bawah pemerintahan Propinsi DIY (Daerah Istimewa Yogyakarta) yang merupakan propinsi terkecil setelah Propinsi

Lebih terperinci

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN

KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN 49 KONDISI UMUM DAERAH PENELITIAN Kondisi Geografis dan Administratif Pulau Jawa merupakan salah satu dari lima pulau besar di Indonesia, yang terletak di bagian Selatan Nusantara yang dikenal sebagai

Lebih terperinci

BADANPUSATSTATISTIKPROVINSILAMPUNG

BADANPUSATSTATISTIKPROVINSILAMPUNG KatalogBPS:4102004.18 Kerjasama BadanPerencanaanPembangunanDaerahLampung dan BadanPusatStatitistikProvinsiLampung BADANPUSATSTATISTIKPROVINSILAMPUNG INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT PROVINSI LAMPUNG 2012

Lebih terperinci

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT

PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN LOMBOK BARAT i DAFTAR ISI PERATURAN BUPATI LOMBOK BARAT KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL i ii viii BAB I PENDAHULUAN 1 1.1 Latar Belakang 1 1.2 Dasar Hukum 3 1.3 Hubungan Antar Dokumen 4 1.4 Sistimatika Dokumen

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Kondisi Geografis dan Profil Singkat Daerah Istimewa Yogyakarta. Gambar 4.1

BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN. A. Kondisi Geografis dan Profil Singkat Daerah Istimewa Yogyakarta. Gambar 4.1 58 BAB IV GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Kondisi Geografis dan Profil Singkat Daerah Istimewa Yogyakarta Gambar 4.1 Peta Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS), D.I.

Lebih terperinci

PP 21/1994, PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PP 21/1994, PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Copyright 2000 BPHN PP 21/1994, PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA *33776 Bentuk: PERATURAN PEMERINTAH (PP) Oleh: PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA Nomor: 21 TAHUN 1994 (21/1994) Tanggal: 1 JUNI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan

BAB I PENDAHULUAN. manusia atau masyarakat suatu bangsa, dalam berbagai kegiatan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan sering dikaitkan dalam perkembangan ekonomi suatu negara dengan tujuan sebagai upaya untuk mewujudkan kesejahteraan hidup manusia atau masyarakat suatu bangsa,

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2014 Bupati Bogor, RACHMAT YASIN

KATA PENGANTAR. Cibinong, Maret 2014 Bupati Bogor, RACHMAT YASIN KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas berkat rahmat dan hidayah-nya, maka Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP)

Lebih terperinci

No. Katalog :

No. Katalog : No. Katalog : 23303003.3375 No. Katalog: 2303003.3375 PROFIL KETENAGAKERJAAN KOTA PEKALONGAN 2014 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PEKALONGAN PROFIL KETENAGAKERJAAN KOTA PEKALONGAN 2014 ISSN : - Nomor Publikasi

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PEKALONGAN TAHUN 2008

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PEKALONGAN TAHUN 2008 Katalog BPS : 4103.3375 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PEKALONGAN TAHUN 2008 Kerjasama BAPPEDA KOTA PEKALONGAN Dengan BADAN PUSAT STATISTIK KOTA PEKALONGAN INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PEKALONGAN

Lebih terperinci

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA

BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA BUPATI BUTON PROVINSI SULAWESI TENGGARA PERATURAN DAERAH KABUPATEN BUTON NOMOR 12 TAHUN 2014 TENTANG PENYELENGGARAAN PERKEMBANGAN KEPENDUDUKAN DAN PEMBANGUNAN KELUARGA DI KABUPATEN BUTON DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

Publikasi Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Mamuju merupakan publikasi tahunan yang diterbitkan BPS Kabupaten Mamuju. Publikasi ini memuat

Publikasi Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Mamuju merupakan publikasi tahunan yang diterbitkan BPS Kabupaten Mamuju. Publikasi ini memuat Publikasi Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Mamuju merupakan publikasi tahunan yang diterbitkan BPS Kabupaten Mamuju. Publikasi ini memuat gambaran umum tentang keadaan kesejahteraan di Kabupaten

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan

BAB I PENDAHULUAN. membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka membangun manusia Indonesia yang tangguh. Pembangunan dalam sektor kesehatan merupakan faktor

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN. yaitu penelitian yang menggambarkan dan menganalisis potensi penduduk,

BAB III METODE PENELITIAN. yaitu penelitian yang menggambarkan dan menganalisis potensi penduduk, BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Berdasarkan tujuannya, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang menggambarkan dan menganalisis potensi penduduk, interaksi wilayah,

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BACUKIKI BARAT 2012

STATISTIK DAERAH KECAMATAN BACUKIKI BARAT 2012 Katalog : 1101002.7372011 1101002 i STATISTIK DAERAH KECAMATAN BACUKIKI BARAT 2012 ISSN : Katalog BPS : 1101002.7372011 Ukuran Buku : 21 cm x 14,8 cm Jumlah Halaman : 20 halaman Naskah : Koordinator Statistik

Lebih terperinci

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN

BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN BAB V VISI, MISI, TUJUAN DAN SASARAN 5.1 VISI Dalam periode Tahun 2013-2018, Visi Pembangunan adalah Terwujudnya yang Sejahtera, Berkeadilan, Mandiri, Berwawasan Lingkungan dan Berakhlak Mulia. Sehingga

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KABUPATEN SUBANG

BAB III GAMBARAN UMUM KABUPATEN SUBANG BAB III GAMBARAN UMUM KABUPATEN SUBANG 3.1. Kualitas Sumberdaya Manusia Manusia adalah makhluk Tuhan yang terdiri dari ruh dan jasad yang dilengkapi dengan potensi dan kelebihan dibandingkan makhluk lainnya,

Lebih terperinci

INIJIKATDR RAKYAT. ~~QI!i. l~e~ejaht&raan. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Pekalongan dengan Badan Pusat Statistik Kota Pekalongan

INIJIKATDR RAKYAT. ~~QI!i. l~e~ejaht&raan. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Pekalongan dengan Badan Pusat Statistik Kota Pekalongan INIJIKATDR l~e~ejaht&raan RAKYAT ~~QI!i Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Pekalongan dengan Badan Pusat Statistik Kota Pekalongan INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT KOTA PEKALONGAN 2015

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA LEMBARAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR : 3 TAHUN 2009 SERI E PERATURAN DAERAH KABUPATEN PURWAKARTA NOMOR 3 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA (KIBBLA) DI KABUPATEN

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 13 TAHUN 2015 TENTANG KESEHATAN IBU, BAYI BARU LAHIR, BAYI DAN ANAK BALITA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE,

Lebih terperinci

DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA

DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA 1. Gambaran Umum Demografi DEMOGRAFI KOTA TASIKMALAYA Kondisi demografi mempunyai peranan penting terhadap perkembangan dan pertumbuhan suatu wilayah karena faktor demografi ikut mempengaruhi pemerintah

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KOTA SUKABUMI. Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada

BAB IV GAMBARAN UMUM KOTA SUKABUMI. Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada 4.1. Profil Wilayah BAB IV GAMBARAN UMUM KOTA SUKABUMI Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 49 29 Lintang Selatan dan 6 0 50 44

Lebih terperinci

BAB IV VISI DAN MISI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN

BAB IV VISI DAN MISI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN BAB IV VISI DAN MISI PEMBANGUNAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2005-2025 4.1 VISI PEMBANGUNAN KABUPATEN SEMARANG TAHUN 2005-2025 Mengacu kepada Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) Nasional, Rencana

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Tual

Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Tual Katalog BPS : 4102004.8172 Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Tual 2012 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN MALUKU TENGGARA Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Tual Tahun 2012 ISSN : 0216.4769 Katalog BPS

Lebih terperinci

pareparekota.bps.go.id

pareparekota.bps.go.id INDIKATOR SOSIAL KOTA PAREPARE TAHUN 2015 ISSN : 2460-2450 Nomor Publikasi : 73720.1503 Katalog BPS : 4102004.7372 Ukuran Buku : 21 cm x 15 cm Jumlah Halaman : 87 Naskah : Seksi Statistik Sosial BPS Kota

Lebih terperinci

madiunkota.bps.go.id

madiunkota.bps.go.id Statistik Kesejahteraan Rakyat Kota Madiun Tahun 2015 Nomor Publikasi : 35770.1610 Katalog BPS : 3101001.3577 Naskah oleh : Seksi Statistik Sosial Gambar Kulit oleh : Seksi Statistik Sosial Diterbitkan

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Profil Penduduk Lanjut Usia 2009

KATA PENGANTAR. Profil Penduduk Lanjut Usia 2009 25 KATA PENGANTAR Struktur penduduk dunia termasuk Indonesia saat ini menuju proses penuaan yang ditandai dengan meningkatnya jumlah dan proporsi penduduk lanjut usia. Meningkatnya jumlah penduduk lanjut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah

BAB I PENDAHULUAN. perkapita sebuah negara meningkat untuk periode jangka panjang dengan syarat, jumlah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan ekonomi adalah proses yang dapat menyebabkan pendapatan perkapita sebuah

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih

I. PENDAHULUAN. Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sejak tahun 2001 Indonesia telah memberlakukan desentralisasi yang lebih dikenal dengan istilah otonomi daerah sebagai salah satu wujud perubahan fundamental terhadap

Lebih terperinci

BAB 1V GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN

BAB 1V GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN BAB 1V GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Sumber : Google Map Gambar 4.1 Denah lokasi pasar tradisional Wates Pada gambar diatas terdapat lingkaran merah yang merupakan lokasi

Lebih terperinci

KATALOG BPS:

KATALOG BPS: KATALOG BPS: 1101002.190 STATISTIK DAERAH KECAMATAN GIRI 2013 Katalog BPS : 1101002.3510190 Ukuran Buku : 18,2 cm x 25,7 cm Jumlah Halaman : vi + 14 Halaman Pembuat Naskah : Koordinator Statistik Kecamatan

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH. Kecamatan Sukajadi Kota Bandung Tahun 2015 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BANDUNG. Katalog BPS nomor :

STATISTIK DAERAH. Kecamatan Sukajadi Kota Bandung Tahun 2015 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BANDUNG. Katalog BPS nomor : Katalog BPS nomor : 9213.3273.240 RSUP HASAN SADIKIN BANDUNG KECAMATAN SUKAJADI MAJU STATISTIK DAERAH Kecamatan Sukajadi Kota Bandung Tahun 2015 BADAN PUSAT STATISTIK KOTA BANDUNG STATISTIK DAERAH KECAMATAN

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 21 TAHUN 1994 TENTANG PENYELENGGARAAN PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: a. bahwa keluarga sebagai unit terkecil dalam

Lebih terperinci

STATISTIK DAERAH KECAMATAN SILIRAGUNG 2013 Katalog BPS : 1101002.3510011 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 25,7 cm x 18,2 cm : vi + 14 Halaman Pembuat Naskah : Koordinator Statistik Kecamatan Siliragung Badan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. infrastruktur, ekonomi, kapasitas sumber daya, dan lain-lain.

BAB I PENDAHULUAN. infrastruktur, ekonomi, kapasitas sumber daya, dan lain-lain. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Seiring dengan pelaksanaan Otonomi Daerah, setiap daerah dituntut untuk lebih meningkatkan potensi-potensi yang dimilikinya dalam rangka peningkatan perekonomian

Lebih terperinci