MELDA ANIYALISA DAHYAR C

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "MELDA ANIYALISA DAHYAR C"

Transkripsi

1 EVALUASI EFEKTIVITAS PENGENDALIAN RISIKO BAHAYA HISTAMIN PADA TITIK KENDALI KRITIS (CRITICAL CONTROL POINT-CCP) PROSES PENGOLAHAN TUNA LOIN BEKU DENGAN METODE LEAN SIX SIGMA MELDA ANIYALISA DAHYAR C DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

2 RINGKASAN MELDA ANIYALISA DAHYAR. Evaluasi Efektivitas Pengendalian Risiko Bahaya Histamin pada Titik Kendali Kritis (Critical Control Point- CCP) Proses Pengolahan Tuna Loin Beku dengan Metode Lean Six Sigma. Dibimbing oleh WINI TRILAKSANI dan BAMBANG RIYANTO. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas pengendalian risiko bahaya histamin pada titik kendali kritis (critical control point-ccp) dalam penerapan program Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) dengan metode analisis Lean Six Sigma pada industri pengolahan tuna loin beku. Metodologi penelitian meliputi penilaian kelayakan dasar (pre-requisite program - PRP), identifikasi CCP dan evaluasi pengendalian CCP dengan konsep dasar Lean Six Sigma. Jenis data yang digunakan adalah data hasil rekaman sebagai data evaluasi, data hasil penelitian sebagai data verifikasi dan data hasil pengamatan pada tahapan proses yang menjadi Critical Control Point (CCP). Evaluasi pengendalian risiko bahaya histamin pada tahap proses yang menjadi CCP pengolahan tuna loin beku dengan pendekatan DMAIC-Lean Six Sigma memperlihatkan bahwa ada tahap penerimaan bahan baku, define menunjukkan kategori pemborosan Defects (D), Overproduction (O), Waiting (W) dan Not Utilizing Employees Knowledge, Skills and Abilities (N). Tahap measure menunjukkan C pm data evaluasi dan verifikasi sebesar 1,0250 dan 1,3183 (1 C pm < 1,99). Analyze menunjukkan faktor penyebab variasi kadar histamin adalah bahan baku, ruang penerimaan dan manusia serta improvement telah dapat dilakukan dengan prinsip 6S. Pada tahap penyimpanan beku terdapat waste dengan kategori Environmental, Health and Safety (E), Overproduction (O), Waiting (W) dan Not Utilizing Employees Knowledge, Skills and Abilities (N). Tahap measure menunjukkan C pm data evaluasi dan verifikasi sebesar 0,5077 dan 0,4334 (C pm < 1,00). Analyze menunjukkan faktor penyebab dekomposisi produk adalah cold storage, mesin dan manusia serta improvement dapat dilakukan dengan prinsip 6S. Pada tahap pengecekan akhir (grading) terdapat waste dengan kategori Defects (D) dan Not Utilizing Employees Knowledge, Skills and Abilities (N). Tahap measure menunjukkan C pm data evaluasi dan verifikasi sebesar 0,9097 (C pm < 1,00) dan 1,1229 (1 C pm < 1,99). Analyze menunjukkan faktor penyebab variasi kadar histamin tuna loin beku adalah cold storage, bahan baku, manusia dan manajemen serta improvement dapat dilakukan dengan prinsip 6S. Tahap control dilakukan penerapan kaizen blitz. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa pengendalian CCP di PT Z belum efektif dan efisien. Ditunjukkan dengan nilai C pm pada setiap CCP kurang dari 2,00. Adanya wilayah true deviation pada kurva standar deviasi menunjukkan CCP masih belum dapat dikendalikan. Penerapan HACCP yang diintegrasikan dengan Lean Six Sigma akan membuat PT Z mampu mencapai tujuan utamanya untuk selalu meraih keuntungan dan terus berkembang tanpa mengabaikan food safety sehingga penerapan HACCP dapat lebih efektif dan juga efisien.

3 EVALUASI EFEKTIVITAS PENGENDALIAN RISIKO BAHAYA HISTAMIN PADA TITIK KENDALI KRITIS (CRITICAL CONTROL POINT-CCP) PROSES PENGOLAHAN TUNA LOIN BEKU DENGAN METODE LEAN SIX SIGMA SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor MELDA ANIYALISA DAHYAR C DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009

4 LEMBAR PENGESAHAN Judul Nama NRP : Evaluasi Efektivitas Pengendalian Risiko Bahaya Histamin pada Titik Kendali Kritis (Critical Control Point-CCP) Proses Pengolahan Tuna Loin Beku dengan Metode Lean Six Sigma : Melda Aniyalisa Dahyar : C Menyetujui, Pembimbing I Pembimbing II Ir. Wini Trilaksani, M.Sc Bambang Riyanto S.Pi, M.Si NIP NIP Mengetahui, Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS. M.Phill NIP Tanggal lulus :

5 PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Evaluasi Efektivitas Pengendalian Risiko Bahaya Histamin pada Titik Kendali Kritis (Critical Control Point-CCP) Proses Pengolahan Tuna Loin Beku dengan Metode Lean Six Sigma adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, September 2009 Melda Aniyalisa Dahyar

6 KATA PENGANTAR Puja dan puji kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kekuatan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini berjudul Evaluasi Efektivitas Pengendalian Risiko Bahaya Histamin pada Titik Kendali Kritis (Critical Control Point- CCP) pada Proses Pengolahan Tuna Loin Beku dengan Metode Lean Six Sigma. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih sebesarbesarnya kepada : 1. Ibu Ir. Wini Trilaksani, M.Sc dan Bapak Bambang Riyanto, S.Pi, M.Si selaku Komisi Pembimbing yang telah banyak memberikan pengarahan, nasihat dan bimbingan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini. 2. Ibu Ir. Winarti Zahiruddin, MS dan Ibu Desniar, S.Pi, M.Si selaku dosen penguji, atas segala saran dan masukan bagi penulis. 3. Bapak Dr.Ir. Agoes M. Jacoeb, Dipl. Biol selaku komisi pendidikan Departemen Teknologi Hasil Perairan atas segala bantuannya. 4. Pihak manajemen, staff dan karyawan PT Z atas segala bantuannya selama penulis melakukan penelitian. 5. Bapak Bambang S, Bapak Nanang dan Mbak Sri Marwati yang telah membantu dan membimbing penulis selama penelitian di PT Z. 6. Kedua orang tua tersayang dan adikku Muthi, harapan yang sangat besar terhadap penulis, doa dan kasih sayang yang tiada henti. 7. Kak Timor Mahendra dan Rizal Novanda yang telah memberikan saran dan waktunya untuk konsultasi skripsi kepada penulis. 8. Ali Mujahid yang selalu memberikan kasih sayang, semangat dan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 9. Ika Zaharani, Ary Apriland, Istifa Rini, Prilisa dan seluruh keluarga THP 42 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, atas bantuan dan dukungannya selama penulis menyelesaikan skripsi ini. iv

7 10. Tim asisten mata kuliah Diversifikasi Hasil Perairan (Zaen, Sofi, Pus, Martca, Fathu, Ado dll) dan tim asisten TPHP (Teteh, Ade, Dan, Rodi dll) atas atas bantuan dan dukungannya selama penulis menyelesaikan skripsi ini. 11. THP 40, 41, 43 dan Bang Mail atas bantuannya. 12. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Namun penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi yang memerlukan. Bogor, September 2009 Penulis v

8 RIWAYAT HIDUP Melda Aniyalisa Dahyar, dilahirkan di Jakarta pada tanggal 15 Juni 1987 sebagai anak pertama dari dua bersaudara, putra dari pasangan Ir. Dahyar, MBA dan Meilina Sari. Penulis mengawali pendidikan di TK Margaluyu dan menyelesaikannya pada tahun Kemudian melanjutkan di SD Pembangunan IAIN Jakarta pada tahun 1992 sampai dengan Pada tahun 1998, penulis diterima di SMP Al Azhar 3 Bintaro dan menyelesaikan pendidikannya pada tahun Setelah itu, penulis diterima di SMU Al Azhar 1 Pusat Jakarta dan lulus pada tahun Pada tahun 2005, penulis diterima menjadi mahasiswa Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Selama masa perkuliahan penulis aktif menjadi asisten praktikum mata kuliah Diversifikasi dan Pengembangan Produk Hasil Perairan, Teknologi Pemanfaatan Limbah dan Hasil Samping dan Teknologi Pengolahan Hasil Perairan. Penulis pernah mengikuti pelatihan ISO22000 di Institut Pertanian Bogor. Penulis juga pernah mengikuti Pekan Ilmiah Mahasiswa Nasional di Semarang tahun 2008 dan mendapat Juara III sebagai Penyaji Terbaik bidang Kewirausahaan dan Juara II dalam Poster Ilmiah Terbaik bidang Kewirausahaan. Penulis melakukan penelitian dengan judul Evaluasi Efektivitas Pengendalian Risiko Bahaya Histamin pada Titik Kendali Kritis (Critical Control Point- CCP) pada Proses Pengolahan Tuna Loin Beku dengan Metode Lean Six Sigma dibawah bimbingan Ibu Ir.Wini Trilaksani, M.Sc dan Bapak Bambang Riyanto S.Pi, M.Si. vi

9 DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL... ix DAFTAR GAMBAR... x 1. PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan TINJAUAN PUSTAKA Ikan Tuna Tuna Loin Mutu dan Kemunduran Mutu Ikan Histamin Sistem Manajemen Keamanan Pangan HACCP Lean Six Sigma Lean Six Sigma Alat peningkatan kualitas lean six sigma METODOLOGI Jenis Data Metode Penelitian Identifikasi titik kendali kritis (critical control point-ccp) Evaluasi dengan konsep dasar lean six sigma HASIL DAN PEMBAHASAN Penilaian Kelayakan Dasar Identifikasi Titik Kendali Kritis (Critical Control Point-CCP) Evaluasi dengan Konsep Dasar Lean Six Sigma Pendefinisian (define) Pengukuran (measure) Analisis (analyze) Perbaikan (improvement) Kontrol (control) vii

10 5. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN viii

11 DAFTAR TABEL Nomor Halaman 1. Standar mutu tuna loin beku (SNI ) Toksisitas histamin Penyimpangan persyaratan kelayakan dasar pada unit pengolahan Lembar periksa EDOWNTIME Hasil perhitungan data evaluasi dan data hasil pemantauan atau penelitian (data verifikasi) kadar histamin pada tahap penerimaan bahan baku (receiving) di PT Z Hasil perhitungan data evaluasi dan data hasil pemantauan atau penelitian (verifikasi) pemeriksaan suhu tempat penyimpanan beku (cold storage) bahan baku di PT Z Hasil perhitungan data evaluasi dan data hasil pemantauan atau penelitian (data verifikasi) kadar histamin ikan tuna loin beku pada tahap pengecekan akhir (grading) di PT Z Analisis FMEA pada tahap penerimaan bahan baku dan pengecekan akhir ix

12 DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1. Ikan tuna (Thunnus Sp) Perubahan histidin menjadi histamin Simbol standar dari pemetaan proses Contoh peta kontrol Contoh diagram sebab-akibat Penilaian efektivitas pengendalian CCP dengan kurva standar deviasi Prosedur kaizen blitz Diagram alir proses pengolahan tuna loin beku di PT Z Penerimaan bahan baku Penimbangan Pembekuan Cold storage bahan baku Pembentukan loin dengan mesin Pembuangan isi perut dan otoro Pembekuan Pengecekan akhir Glazing Pembungkusan Pendekteksian logam Penimbangan Pengemasan dalam master carton Penyimpanan beku Stuffing Value Stream Process Mapping proses pengolahan tuna loin beku Kurva standar deviasi dan peta kendali data evaluasi kadar histamin ikan tuna pada tahap penerimaan bahan baku (receiving) selama bulan Januari-Desember Kurva standar deviasi dan peta kendali data hasil pemantauan atau penelitian (data verifikasi) kadar histamin ikan tuna pada tahap penerimaan bahan baku (receiving) selama bulan Februari sampai Maret x

13 27. Kurva standar deviasi dan peta kendali data evaluasi suhu tempat penyimpanan beku (cold storage) bahan baku selama bulan November 2008 sampai Januari Kurva standar deviasi data hasil pemantauan atau penelitian (data verifikasi) suhu tempat penyimpanan beku (cold storage) bahan baku selama bulan Februari sampai Maret Kurva standar deviasi dan peta kendali data evaluasi kadar histamin pada tahapan pengecekan akhir (grading) produk tuna loin beku selama bulan Januari sampai Desember Kurva standar deviasi dan peta kendali data hasil pemantauan atau penelitian (data verifikasi) kadar histamin pada tahapan pengecekan akhir (grading) produk tuna loin beku selama bulan Februari sampai Maret Diagram sebab akibat pada tahap penerimaan bahan baku (receiving) Diagram sebab akibat tahap penyimpanan beku bahan baku Diagram sebab akibat tahap pengecekan akhir (grading) xi

14 DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman 1. Deskripsi produk Standard Sanitation Operation Procedure Good Manufacturing Practices (GMP) Daftar penilaian / check list Unit Pengolahan Ikan (UPI) Lembar analisis bahaya Lembar identifikasi CCP Lembar pengendalian CCP Prosedur pengujian histamin assay kit Lay out ruang pengolahan Contoh perhitungan Tabel konversi nilai DPMO ke nilai Sigma Data verifikasi histamin Data evaluasi histamin Data verifikasi suhu cold storage Data evaluasi suhu cold storage Dokumentasi kegiatan penelitian Form 01 Record of receiving raw material Form 02. Record of final checking Form 03. Record of process temperature Form 04. Daily sanitation audit form Form 05. ABF check report Form 06 Cold storage check report Form 07 Scale calibration Form 08 Record of laboratory inspection Form 09 Control pest form Form 10 Tally sheet Data verifikasi histamin tuna loin beku Data evaluasi histamin tuna loin beku

15 29. Klasifikasi peringkat dari Severity (S), Occurrence (O) dan Detection (D) Perbedaan klasifikasi kualitas mutu (grade) ikan tuna 143 xiii

16 1. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu produsen utama tuna di dunia. Data ekspor dan impor DKP tahun 2008 menunjukkan nilai ekspor ikan tuna mencapai 337,89 juta dollar AS (DKP, 2008 a ). Walaupun mengalami peningkatan ekspor secara signifikan pada tahun 2007 sebesar 20,17% dibandingkan dengan tahun 2006 (DKP, 2008 b ), industri tuna Indonesia masih memiliki permasalahan yakni adanya penolakan oleh negara importir yang berhubungan dengan masalah keamanan pangan, terutama tingginya kadar histamin. Laporan Rapid Alert System for Food and Feed (RASFF) Uni Eropa tahun 2007 mencatat bahwa terdapat 22 kasus impor tuna dari Indonesia yang produknya mengandung histamin yang melebihi batas keamanan pangan (EC, 2007). Food and Drugs Administration Amerika Serikat (US-FDA) juga melaporkan kasus penolakan tuna Indonesia, dimana pada tahun 2007 terdapat 13 kasus penolakan dan pada tahun 2008 terdapat 7 kasus penolakan akibat kadar histamin yang melebihi ambang batas keamanan pangan (FDA, 2009). Histamin terbentuk dari dekarboksilasi asam amino histidin bebas oleh enzim histidin dekarboksilase yang ada pada tubuh ikan itu sendiri ataupun yang ada pada bakteri tertentu. Histamin banyak terdapat pada daging ikan famili Scombroidae seperti tuna (Kim et al., 2000). Keracunan histamin terjadi dalam beberapa menit sampai beberapa jam setelah mengkonsumsi ikan yang mengandung histamin tinggi. Intoksikasi histamin tersebut terjadi dengan gejala seperti kemerahan di sekitar leher dan wajah, badan terasa panas, gatal-gatal, diare dan sakit kepala (Dalgaard et al., 2008). Masalah keamanan pangan dalam industri tuna tersebut perlu dikontrol dalam suatu sistem manajemen keamanan pangan. Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) yang telah diimplementasikan hampir di semua negara adalah suatu manajemen keamanan pangan dengan pendekatan sistematik yang mengidentifikasi dan mengendalikan bahaya-bahaya untuk memastikan jaminan keamanan pangan. HACCP difokuskan pada pencegahan dengan cara

17 2 menganalisis bahaya yang ada, menentukan titik kendali kritis dan menerapkan kontrolnya pada titik kendali kritis tersebut (CAC, 2003). Walaupun sistem HACCP dapat diandalkan, namun rencana HACCP (HACCP plan) yang ada umumnya dibuat berdasarkan pernyataan normatif, terutama pada tahapan analisis bahaya (analysis of hazard) yang menjadi fokus kajian bahaya keamanan pangan, sehingga sangat sulit melihat tingkat efektifitas pengendalian bahaya potensial yang nyata yang merupakan titik kendali kritisnya (Vela dan Fernandez, 2003). Menurut penelitian Violaris et al. (2008), sebanyak 44,3 % perusahaan makanan di Cyprus tidak mengenal sistem HACCP. Menurut penelitian Ropkins dan Beck (2000), penerapan HACCP di sejumlah perusahaan makanan di Jerman dan New Zealand masih belum efektif. Ditunjukkan dengan banyaknya perusahaan makanan yang salah mengidentifikasi CCP dan menganggap jika sudah melakukan prosedur sanitasi dengan baik berarti melakukan sistem HACCP. Sedangkan di negara berkembang seperti Thailand, banyak hambatan dalam menerapkan HACCP antara lain karena masalah kurangnya pendidikan dan pelatihan mengenai HACCP. Selain itu data statistik acuan dasar tentang bahaya potensial pada negara tersebut tidak banyak tersedia, sehingga rencana HACCP yang disusun masih harus diuji efektivitasnya. Berdasarkan pertimbangan tersebut, diperlukan suatu kajian program manajemen mutu untuk mengevaluasi penerapan HACCP di perusahaan, sehingga konsep dan pelaksanaan HACCP dapat lebih dirasakan lagi manfaatnya bagi perusahaan (Panisello dan Quantick, 2000). Mazzocco (1996) menyatakan bahwa penerapan HACCP di perusahaan perlu juga diintegrasikan dengan berbagai sistem manajemen mutu lain. Pada prosedur pemantauan misalnya, data yang diperoleh dapat dianalisis secara statistik untuk mengetahui tingkat efektivitas pengendalian CCP yang telah dilakukan. Perkembangan konsep sistem manajemen mutu yang berkembang saat ini adalah Lean Six Sigma, dimana konsep ini diakui sebagai suatu sistem manajemen yang dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi kinerja perusahaan (Jugulum dan Samuel, 2008). Lean Six Sigma yang merupakan kombinasi antara Lean dan Six Sigma dapat didefinisikan sebagai suatu filosofi bisnis, pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan (waste) atau

18 3 aktivitas-aktivitas tidak bernilai tambah (non-value added activities) melalui peningkatan terus-menerus untuk mencapai tingkat kinerja 6-Sigma (Larson, 2003). Lean six sigma yang mempunyai prinsip LSS-DMAIC (Lean Six Sigma enhanced-define, Measure, Analyze, Improve and Control) ini diakui sebagai suatu sistem manajemen yang dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi kinerja perusahaan, selain juga dapat menghilangkan faktor-faktor yang menghambat peningkatan efektivitas suatu sistem produksi yang ada. Prinsip Define digunakan untuk menentukan sasaran proses, prinsip Measure digunakan untuk mengevaluasi proses yang ada dengan target yang diharapkan, prinsip Analyze digunakan untuk menganalisis masalah, prinsip Improvement digunakan untuk perbaikan-perbaikan yang dibutuhkan perusahaan untuk mencapai sasaran dan prinsip Control digunakan untuk memantau dan melakukan pengendalian terhadap proses secara terus menerus untuk meningkatkan kapabilitas proses menuju target Six Sigma (El-Haik dan Al-Aomar, 2006). Konsep Lean Six Sigma yang diterapkan pada sistem HACCP diharapkan akan menimbulkan keseimbangan dalam perusahaan yang memfokuskan tujuan perusahaan pada keamanan pangan produk sekaligus juga kepada aspek yang penting lainnya seperti sumberdaya manusia, keuangan, keuntungan, pertumbuhan serta kesinambungan dari perusahaan. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi efektivitas pengendalian risiko bahaya histamin pada titik kendali kritis (critical control point-ccp) proses pengolahan tuna loin beku dengan metode lean six sigma.

19 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Tuna Ikan tuna termasuk dalam keluarga Scombroidae, tubuhnya seperti cerutu mempunyai dua sirip pungung, sirip depan yang biasanya pendek dan terpisah dari sirip belakang. Mempunyai jari-jari sirip tambahan (finlet) di belakang sirip punggung dan sirip dubur. Sirip dada terletak agak ke atas, sirip perut kecil, sirip ekor bercagak agak ke dalam dengan jari-jari penyokong menutup seluruh ujung. Tubuh ikan tuna tertutup oleh sisik-sisik kecil, berwarna biru tua dan agak gelap pada bagian atas tubuhnya, sebagian besar memiliki sirip tambahan yang berwarna kuning cerah dengan pinggiran berwarna gelap. Ikan tuna termasuk ikan karnivor dan dapat mencapai panjang cm (Saanin, 1984). Pergerakan tuna albacore mencakup wilayah perairan samudra Atlantik dan hanya sedikit terdapat di Samudera Hindia. Tuna mata besar (bigeye tuna) dan tuna sirip kuning (yellowfin tuna) terdistribusi di sepanjang Samudera Pasifik dari Amerika ke Asia dan terdapat juga di Samudera Hindia. Cara penangkapannya dengan memakai peralatan seperti longline dan pole and line (De Leiva dan Majkowski, 2004). Migrasi ikan tuna di Indonesia mencakup wilayah perairan pantai, teritorial dan Zona Ekonomi Ekslusif Indonesia. Migrasi jenis ikan tuna di perairan Indonesia merupakan bagian dari jalur migrasi tuna dunia karena wilayah Indonesia terletak pada lintasan perairan antara Samudera Hindia dan Pasifik (DKP, 2008 c ). Bentuk ikan tuna ditunjukkan pada Gambar 1, sedangkan klasifikasi ikan tuna sebagai berikut (Saanin, 1984; Block dan Stevens, 2001): Filum : Chordata Sub filum : Vertebrata Kelas : Teleostei Sub kelas : Actinopterygii Ordo : Perciformes Sub ordo : Scombroidei Famili : Scombridae Sub famili : Scombrinae Genus : Thunnus

20 5 Species : Thunnus obesus (bigeye tuna, tuna mata besar) T. alalunga (albacore, tuna albacore) T. tonggol (longtail tuna, tuna ekor panjang) T. albacares (yellowfin tuna, madidihang) T. macoyii (southern bluefin tuna, tuna sirip biru selatan) T. thynnus (northern bluefin tuna, tuna sirip biru utara) T. atlanticus (blackfin tuna, tuna sirip hitam) Gambar 1. Ikan tuna (Thunnus Sp) (Collette dan Nauen, 1983) 2.2 Tuna Loin Tuna loin mentah beku adalah produk yang dibuat dari tuna segar atau beku yang mengalami perlakuan penyiangan, pembelahan membujur menjadi 4 bagian (loin), pembuangan daging gelap (dark meat), pembuangan lemak, pembuangan kulit, perapihan, dan pembekuan cepat (rapid freezing) serta suhu pusatnya maksimum C (Badan Standardisasi Nasional, 2006). Cara penanganan dan pengolahan ikan tuna loin berdasarkan ketentuan SNI meliputi: 1) Penerimaan Bahan baku yang diterima di unit pengolahan diuji secara organoleptik, untuk mengetahui mutunya. Bahan baku kemudian ditangani secara hati-hati, cepat, cermat dan saniter dengan suhu pusat produk maksimal 4,4 C. 2) Penyiangan atau tanpa penyiangan Apabila ikan yang diterima masih dalam keadaan utuh, ikan disiangi dengan cara membuang kepala dan isi perut. Penyiangan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter sehingga tidak menyebabkan pencemaran pada tahap berikutnya dengan suhu pusat produk maksimal 4,4 C.

21 6 3) Pencucian 1 (khusus yang menggunakan bahan baku segar). Ikan dicuci dengan hati-hati menggunakan air bersih dingin yang mengalir secara cepat, cermat dan saniter untuk mempertahankan suhu pusat produk maksimal 4,4 C. 4) Pemotongan daging (pembuatan loin) Pembuatan loin dilakukan dengan cara membelah ikan menjadi empat bagian secara membujur. Proses pembuatan loin dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dan tetap mempertahankan suhu pusat produk 4,4 C. 5) Pengulitan dan Perapihan Tulang, daging merah dan kulit yang ada pada loin dibuang hingga bersih. Pengulitan dan perapihan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dan tetap mempertahankan suhu produk 4,4 C. 6) Sortasi mutu Sortasi mutu dilakukan dengan memeriksa loin apakah masih terdapat tulang, duri, daging merah dan kulit secara manual. Sortasi dilakukan secara hati-hati, cepat, cermat dan saniter dengan suhu pusat produk maksimal 4,4 C. 7) Pembungkusan Loin yang sudah rapih selanjutnya dikemas dalam plastik secara individual vakum dan tidak vakum secara cepat. Proses pembungkusan dilakukan secara cepat, cermat dan saniter dan tetap mempertahankan suhu pusat produk maksimal 4,4 C. 8) Pembekuan Loin yang sudah dibungkus kemudian dibekukan dengan alat pembeku seperti ABF hingga suhu pusat ikan mencapai maksimal 18 C dalam waktu maksimal 4 jam. 9) Penimbangan Loin ditimbang satu per satu dengan menggunakan timbangan yang sudah dikalibrasi. Penimbangan dilakukan dengan cepat, cermat dan saniter serta tetap mempertahankan suhu pusat produk maksimal -18 C. 10) Pengepakan Loin yang telah dilepaskan dari pan pembeku, kemudian dikemas dengan plastik dan dimasukkan dalam master karton secara cepat, cermat dan saniter.

22 7 2.3 Mutu dan Kemunduran Mutu Ikan Mutu atau kualitas adalah sesuatu yang memenuhi kebutuhan atau harapan pelanggan. Mutu ikan identik dengan kesegaran ikan. Bentuk bahan baku ikan segar dapat berupa ikan utuh atau tanpa insang dan isi perut. Bahan baku harus bersih, bebas dari setiap bau yang menandakan kebusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan, bebas dari sifat alamiah lain yang dapat menurunkan mutu dan tidak membahayakan kesehatan (Bremner, 2000). Syarat mutu tuna loin mentah beku yang dianjurkan sesuai dengan SNI tercantum pada Tabel 1. Tabel 1. Standar mutu tuna loin beku (SNI ). No Jenis Uji Satuan Persyaratan 1 Organoleptik, minimum Angka (1-9) 7 2. Cemaran mikroba a. ALT, maksimum Koloni/g 5 x 10 5 b. Escherichia coli APM/g Maksimal <2 c. Salmonella APM/g Negatif d. Vibrio cholerae APM/g Negatif e. V. parahaemolyticus APM/g Negatif 3. Cemaran Kimia a.timbal, maksimum mg/kg 0,4 b. Raksa, maksimum mg/kg 1 c. Cadmium, maksimum mg/kg 0,5 d. Histamin, maksimum mg/kg Fisika a.suhu pusat, maksimum 0 C -18 b. parasit Ekor 0 Sumber: Badan Standarisasi Nasional ALT: Angka Lempeng Total APM: Angka paling memungkinkan Mutu merupakan suatu kata yang paling sering digunakan dan sangat penting dalam penelitian tentang perikanan. Kesegaran ikan memberikan

23 8 kontribusi besar terhadap mutu dari ikan tersebut. Kemunduran mutu pada ikan dapat disebabkan oleh penanganan bahan baku pada saat pascapanen ataupun saat diolah (Bremner, 2000). Perubahan reaksi biokimia dan fisika kimia yang sangat cepat terjadi mulai dari ikan tersebut dibunuh sampai dikonsumsi. Perubahan ini dapat diklasifikasikan menjadi tiga tahap yaitu (Eskin, 1990): 1) Tahap prerigor Pada tahap ini daging ikan kenyal dan lembut. Reaksi biokimia yang terjadi yaitu ATP dan kreatin fosfat menurun dan aktifnya reaksi glikolisis postmortem. Reaksi glikolisis ini mengubah glikogen menjadi asam laktat yang menyebabkan ph menurun. 2) Tahap rigor mortis Pada tahap rigor mortis, jaringan otot menjadi kaku. Perubahan rigor mortis merupakan akibat dari suatu rangkaian perubahan kimia yang kompleks di dalam otot ikan sesudah kematiannya. Pada fase ini terjadi ikatan permanen aktin dan miosin yang disebut aktomiosin. Tingkat kekakuan dan kekenyalan dari jaringan daging ikan biasanya dapat dijadikan sebagai indikator kualitas ikan tersebut oleh para konsumen. Kandungan glikogen yang tinggi dapat menunda datangnya proses rigor. Fase rigor mortis dianggap penting karena pada fase ini belum terjadi proses pembusukan dan dikenal sebagai petunjuk bahwa ikan masih dalam keadaan segar. 3) Tahap postrigor Pada saat fase post rigor mortis, daging kembali melunak dan proses autolisis mulai terjadi. Autolisis dimulai bersamaan dengan menurunnya ph. Mula-mula protein terpecah menjadi polipeptida, pepton, dan akhirnya menjadi asam amino. Disamping asam amino, autolisis juga menghasilkan sejumlah kecil pirimidin dan purin, basa yang dibebaskan pada waktu pemecahan asam nukleat. Bersamaan dengan itu, hidrolisis lemak menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol. Autolisis akan merubah struktur daging sehingga kekenyalan menurun. Autolisis tidak dapat dihentikan walaupun dalam suhu yang sangat rendah. Biasanya proses autolisis akan selalu diikuti dengan meningkatnya jumlah bakteri. Semua

24 9 hasil penguraian enzim selama proses autolisis merupakan media yang sangat cocok untuk pertumbuhan bakteri dan mikroba lainnya. Kerusakan mikrobiologis mulai intensif setelah proses rigor-mortis selesai. Bakteri yang semula hanya berada di insang, isi perut, dan kulit ikan mulai masuk ke otot dan memecahkan senyawa-senyawa sumber energi seperti protein, lemak dan karbohidrat menjadi senyawa-senyawa pembusuk berupa indol, skatol, amonia, asam sulfida, dan lain-lain. Kerusakan mikrobiologis ini merupakan yang dianggap paling bertanggung jawab dalam pembusukan ikan, baik segar maupun olahan. Bakteri merusak ikan lebih parah daripada kerusakan yang diakibatkan oleh enzim (Gram dan Dalgaard, 2002). Semula bakteri bersarang pada permukaan tubuh, insang dan di dalam perut. Bakteri ini secara bertahap memasuki daging ikan, sehingga penguraian oleh bakteri mulai berlangsung intensif ketika rigor mortis telah selesai, yaitu setelah daging menjadi lunak dan celah-celah seratnya terisi cairan. Akhir fase rigor saat hasil penguraian makin banyak, kegiatan bakteri pembusuk mulai meningkat. Aktivitas bakteri dapat menyebabkan berbagai perubahan biokimiawi dan fisikawi yang pada akhirnya menjurus pada kerusakan secara menyeluruh yang disebut sebagai kebusukan (Eskin, 1990). 2.4 Histamin Keracunan histamin atau Histamine Fish Poisoning (HFP) merupakan suatu intoksikasi akibat mengkonsumsi ikan laut yang umumnya famili scombroid seperti tuna, mackarel, cakalang dan sejenisnya. Histamin adalah senyawa amin biogenik yang terbentuk dari asam amino histidin akibat reaksi dengan enzim dekarboksilase (Dalgaard et al., 2008). Histamin memiliki struktur molekul C 5 H 9 N 3 dengan nama IUPAC 2-(1Himidazol-4-yl) ethanamine berat molekul g/mol (Paiva et al. 1970). Satuan kadar histamin dalam daging tuna dinyatakan dalam mg/100g, mg % atau ppm (mg/1000 g) (Kimata, 1961). Perubahan histidin menjadi histamin dapat dilihat pada Gambar 2.

25 10 Gambar 2. Perubahan histidin menjadi histamin (Huss et al., 2004) Pembentukan histamin dapat terjadi melalui dua cara yaitu autolisis dan aktivitas bakteri. Jumlah histamin yang dihasilkan melalui aktivitas enzim selama proses autolisis lebih rendah dibandingkan dengan histamin yang dihasilkan oleh aktivitas bakteri selama proses pembusukkan berlangsung. Pada kondisi optimum jumlah maksimum histamin yang dapat diproduksi melalui proses autolisis tidak dapat melebihi mg/100 gram daging ikan (Kimata, 1961). Pembentukan histamin berbeda untuk setiap spesies ikan, hal ini tergantung pada kandungan histidin, jenis dan banyaknya bakteri yang menunjang pertumbuhan dan reaksi mikroba serta dipengaruhi oleh temperatur lingkungan. Kandungan histidin bebas yang tinggi pada daging ikan tuna yang menyebabkan HFP, biasanya terdapat mg/kg histidin bebas pada daging tuna. Daging ikan yang menyebabkan HFP biasanya mempunyai nilai ph 6 (Dalgaard et al., 2008). Selama proses kemunduran mutu, bakteri memproduksi enzim dekarboksilase yang akan mengubah histidin bebas dan asam amino lain pada daging ikan menjadi histamin dan amin biogenik lain seperti putresin (dari ornitin), kadaverin (dari lisin), dan spermidin dan spermin (dari arginin) (Eitenmiller dan De Souza, 1984 dalam Lehane dan Olley, 2000). Toksisitas histamin bertambah ketika ada amin biogenik lain yang ikut dikonsumsi seperti putresin dan kadverin (Rossi et al., 2002). Ketika enzim histidin dekarboksilase sudah terbentuk maka enzim tersebut akan terus membentuk histamin walaupun bakterinya sudah tidak aktif (Kimata, 1961). Bakteria jenis Clostridium perfringens, Enterobacter aerogenes, Klebsiella pneumoniae, Morganella morganii, Proteus mirabilis, Raoutella planticula dan Vibrio alginolyticus termasuk dalam golongan bakteri yang

26 11 menyebabkan histamin terbentuk sampai tingkat membahayakan pada suhu C (Kanki et al., 2002; Kimata, 1961; Taylor et al., 1979; Yoshinaga dan Frank, 1982). Bakteri Morganella psychrotolerant dan Photobacterium phosphoreum dapat memproduksi histamin pada suhu dingin, dimana sebanyak 31% ikan yang disimpan pada suhu -1 0 C sampai 5 0 C terdapat histamin sampai kadar 500 ppm (Emborg dan Dalgaard, 2008). Secara fisiologis histamin dalam dosis rendah diperlukan sebagai fungsi normal sistem tubuh. Memakan makanan yang mengandung sedikit histamin akan memberikan efek yang kecil bagi manusia, namun jika mengandung banyak histamin maka akan bersifat toksik. Sistem intestinal dari manusia mengandung enzim diamine oxidase (DAO) dan Histamin N-methyl transferase (HMT) dimana akan mendegradasi histamin menjadi produk yang tidak berbahaya, akan tetapi jika dosis histamin yang dikonsumsi besar maka kemampuan dari DAO dan HMT untuk menghancurkan histamin akan menyebabkan efek toksik dari histamin pada jaringan tubuh. Gejala keracunan histamin adalah gatal-gatal, diare, demam, sakit kepala, dan tekanan darah turun (Keer et al., 2002). Food and Drug Administration (FDA) menetapkan bahwa untuk ikan tuna dan ikan sejenisnya, 5 mg histamin/100 gram daging ikan merupakan jumlah yang harus diwaspadai dan sebagai indikator terjadinya dekomposisi, sedangkan 50 mg histamin/100 gram daging ikan merupakan jumlah yang membahayakan atau dapat menimbulkan keracunan. Oleh karena itu, jika ditemukan ikan dengan kandungan 5 mg histamin/100 gram daging ikan pada satu unit, maka terdapat kemungkinan pada unit yang lain, kadar histamin dapat mencapai lebih dari 50 mg/100 gram (FDA, 2001). Tingkat toksisitas histamin dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Toksisitas Histamin Kadar histamin per 100 g Tingkat bahaya Kurang dari 5 mg Aman dikonsumsi 5-20 mg Kemungkinan toksik mg Berpeluang toksik Lebih dari 100 mg Toksik Sumber: Shalaby (1996) dalam Sumner et al. (2004)

27 Sistem Manajemen Keamanan Pangan HACCP Sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) merupakan suatu sistem yang digunakan untuk menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian yang memfokuskan pada pencegahan. HACCP menekankan pentingnya mutu keamanan pangan, karena itu sebagai suatu sistem manajemen keamanan pangan, HACCP dapat diterapkan pada seluruh mata rantai proses pengolahan produk pangan mulai dari bahan baku sampai produk dikonsumsi (Pierson dan Corlett, 1992). HACCP mempunyai pendekatan sistematik dalam mengidentifikasi bahaya untuk memastikan keamanan pangan. HACCP merupakan alat untuk menilai bahaya dan menerapkan kontrolnya, yang difokuskan pada pencegahan (CAC, 2003). Survei yang dilakukan pada industri makanan beku di Inggris, menyatakan bahwa sebanyak 82,2% perusahaan telah menerapkan sistem HACCP secara menyeluruh, 14% dari industri tersebut baru menjalankan sistem HACCP dan hanya 4% yang belum menerapkan HACCP (Panisello et al., 1999). Selain itu, survei terhadap industri daging di Kanada menyatakan bahwa 92% dari perusahaan daging skala besar dan 81,2% dari perusahaan daging skala menengah sudah menerapkan HACCP (Herath dan Henson, 2006). Hal tersebut menunjukkan bahwa HACCP merupakan sistem manajemen keamanan pangan yang sangat diperlukan dalam industri pangan. Program HACCP didasarkan pada tujuh prinsip. Ketujuh prinsip tersebut adalah (CAC, 2003): 1) Melakukan suatu analisis bahaya (hazard analysis) dengan mengidentifikasi dan menginventarisasi bahaya-bahaya terhadap keamananan produk pangan yang dapat terjadi dalam proses produksi serta tindakan-tindakan pencegahan yang diperlukan untuk mengendalikan bahaya atau risiko potensial yang membahayakan. 2) Mengidentifikasi titik pengendalian kritis (Critical Control Point - CCP). CCP adalah tahapan dimana jika terjadi kehilangan kendali akan mengakibatkan bahaya keamanan pangan. CCP ditentukan dengan desicion tree.

28 13 3) Menetapkan batas-batas kritis (Critical limit). Suatu batas kritis adalah nilai maksimum atau minimum yang harus dikendalikan pada setiap CCP. Biasanya berhubungan dengan kriteria seperti suhu, ph, kadar air dan lain-lain. 4) Prosedur pemantauan (monitoring) yang terdiri atas aktivitas pengamatan, pengukuran atau pengujian yang dilakukan untuk menilai apakah suatu CCP berada dalam batas-batas kritis yang ditetapkan atau tidak. 5) Melakukan tindakan korektif dan pencegahan yang diperlukan. Program HACCP harus mencakup prosedur tindakan korektif dan/atau preventif untuk menghindari pemusnahan produk dari ketidaksesuaian serta melakukan memperbaikinya. 6) Melakukan verifikasi ulang terhadap rencana HACCP secara regular dan periodik untuk melihat apakah sistem efektif sesuai dengan rencana awal dan jika memungkinkan rencana-rencana dapat dimodifikasi untuk mencapai tujuan keamanan produk. Frekuensi verifikasi harus cukup untuk melihat apakah HACCP berjalan efektif. 7) Mendokumentasikan catatan-catatan untuk mengembangkan suatu prosedur pengendalian catatan yang efektif, konsisten dan dapat diandalkan harus diperoleh selama operasi program HACCP dan harus selalu tersedia untuk penggunaan dan tinjauan manajemen. Selanjutnya penerapan atau aplikasi program HACCP dilakukan dengan 12 langkah yaitu pembentukan tim HACCP, deskripsi produk, pembuatan diagram alir, verifikasi diagram alir dan penerapan tujuh prinsip HACCP (CAC, 2003). Dalam menerapkan program HACCP umumnya terdapat berbagai hambatan yaitu faktor dari pelanggan, faktor bahasa, faktor lingkungan, kompentensi, motivasi, pemahaman dan kesadaran tentang program HACCP itu sendiri (Giling et al., 2001 dalam Vela dan Fernandez, 2003). Menurut penelitian Hayes et al. (1997), aplikasi SPC yang terintegrasi dalam six sigma pada sistem HACCP digunakan untuk analisis kecenderungan (trend analysis), mengontrol dan mengevaluasi titik-titik kendali kritis (CCP) secara statistik dan memperingatkan tentang status kendali kritis lebih dini.

29 Lean Six Sigma Lean Six Sigma yang merupakan kombinasi antara Lean dan Six Sigma dapat didefinisikan sebagai suatu cara untuk memaksimalkan nilai proses dengan mencapai peningkatan tercepat dalam menyelesaikan masalah kepuasan konsumen, biaya, kualitas dan kecepatan proses (George, 2002). Pendekatan Lean bertujuan untuk menghilangkan pemborosan (waste reduction), memperlancar aliran material, produk dan informasi serta peningkatan secara terus menerus. Pendekatan Six Sigma bertujuan untuk mereduksi variasi (variation reduction), pengendalian proses dan peningkatan secara terus menerus. Integrasi Lean-Sigma akan meningkatkan kinerja bisnis dan industri melalui peningkatan kecepatan (shorter cycle time) dan akurasi (zero defect). Pendekatan Lean akan menyingkapkan proses yang tidak bernilai tambah (non value added) dan yang bernilai tambah (value added) serta membuat proses yang value added mengalir secara lancar sepanjang aliran proses-proses bernilai tambah (value stream processes), sedangkan Six Sigma akan mereduksi variasi dari proses yang value added itu (Jugulum dan Samuel, 2008) Lean Lean adalah suatu upaya terus menerus untuk menghilangkan pemborosan (waste) dan meningkatkan nilai tambah (value added) produk (barang dan atau jasa) agar memberikan nilai kepada pelanggan. Fokus Lean, yaitu fokus pelanggan dan pereduksian biaya dengan mereduksi aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah (non-value added activities) (George, 2002). Terdapat lima prinsip dasar Lean yaitu mengidentifikasi nilai produk berdasarkan keinginan pelanggan, mengidentifikasi pemetaan proses pada value stream (value stream process mapping) untuk setiap produk, membuat value flow, menghilangkan pemborosan yang tidak bernilai tambah dari semua aktivitas sepanjang proses value stream tersebut, mengorganisasikan agar produk itu mengalir secara lancar dan efisien sepanjang proses value stream dan tetap mencari berbagai teknik dan alat peningkatan (improvement tools and techniques) untuk mencapai kesempurnaan (Breyfogle, 2003). Lean berfokus pada identifikasi dan mereduksi aktivitas-aktivitas tidak bernilai tambah (non value adding activities) yang merupakan pemborosan

30 15 (waste). Waste adalah semuanya selain jumlah orang, usaha, material, informasi dan peralatan minimum yang digunakan dalam suatu proses untuk menghasilkan nilai tambah produk. Waste harus dihilangkan guna meningkatkan nilai produk dan selanjutnya meningkatkan customer value (George, 2002) Six Sigma Six Sigma merupakan suatu evolusi dari total quality management (TQM). Six Sigma adalah metode yang digunakan oleh kalangan industri didukung oleh ahli-ahli statistik agar dapat memperbaiki kemampuan proses untuk menghasilkan produk sebesar Six Sigma, yaitu 3,4 kemungkinan kesalahan dalam 1 juta kali kesempatan produksi (defects per million opportunities DPMO) sehingga hasilnya adalah 99,9996 % (Tang et al., 2006). Six sigma menggunakan model DMAIC, yaitu akronim dari Define, Measure, Analyze, Improvement and Control yang secara tidak langsung setiap tahap berhubungan dengan lean dan six sigma (George, 2002): a) Define, tujuan dari tahap ini adalah memperjelas tujuan dari proyek lean six sigma. Tim mendesain rencana proyek secara keseluruhan dan sasaran peningkatan proses yang konsisten. b) Measure, yaitu tahap dalam mengumpulkan data dalam suatu masalah dan dilakukan pemetaan proses. Pada tahap ini juga kinerja proses diukur menggunakan alat analisis seperti peta kontrol, pareto dan lain-lain. c) Analyze, pada tahap ini tim menganalisis penyebab cacat atau variasi pada produk dari pemetaan proses. Tahap ini juga menganalisa hubungan sebab akibat berbagai faktor yang dipelajari untuk mengetahui faktor-faktor dominan yang perlu dikendalikan pada tahap selanjutnya. d) Improve, pada tahap ini tim menggunakan alat analisis untuk mengeliminasi cacat juga mengoptimalisasikan kecepatan dan kualitas proses. e) Control, setelah proses mencapai kualitas yang diinginkan maka tahap ini digunakan untuk memantau dan melakukan pengendalian terhadap proses secara terus menerus untuk meningkatkan kapabilitas proses menuju target Six Sigma. Kapabilitas proses merupakan kemampuan proses dalam menghasilkan produk yang diinginkan. Secara umum kapabilitas proses menggambarkan

31 16 performansi terbaik dari proses tersebut, dengan demikian kapabilitas proses berkaitan dengan variasi proses. Jika proses memiliki kapabilitas yang baik, maka proses tersebut akan menghasilkan produk yang berada dalam batasan spesifikasi dan sebaliknya (Breyfogle, 2003). Kapabilitas proses (C pm ) merupakan suatu ukuran kinerja kritis yang menunjukkan proses mampu menghasilkan produk sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi pelanggan. Analisis kapabilitas proses merupakan bagian yang sangat penting dari keseluruhan program peningkatan mutu. Manfaat dari analisis kapabilitas proses terhadap peningkatan mutu adalah dapat menduga seberapa baik proses akan memenuhi toleransi, dapat membantu pengembang atau perancang produk dalam memilih atau mengubah proses dan mengurangi keragaman dalam proses produksi (Tang et al., 2006) Alat Peningkatan Kualitas Lean Six Sigma Lean Six Sigma mempunyai berbagai alat peningkatan kualitas untuk menerapkan program tersebut dengan prinsip Lean Six Sigma (LSS)-DMAIC. Alat peningkatan kualitas ini dapat digunakan untuk identifikasi masalah, mendefinisikan masalah dan problem solving (Larson, 2003) Value stream process mapping Value stream process mapping (VSPM) adalah pemetaan proses mulai dari bahan baku sampai produk jadi. Pemetaan proses yang baik seharusnya menggambarkan proses secara keseluruhan apakah adanya proses menunggu, proses pengambilan keputusan, kegiatan yang tidak menghasilkan nilai tambah dan rework. Pembuatan VSPM menggunakan simbol-simbol tertentu (Gambar 3) untuk menggambarkan proses menunggu, penyimpanan, pengambilan keputusan, antrian dan inspeksi (El-Haik dan Al-Aomar, 2006).

32 17 = Tahapan proses = Inspeksi = Penyimpanan = Menunggu atau terlambat = Pengambilan keputusan Gambar 3. Simbol standar dari pemetaan proses (El-Haik dan Al-Aomar, 2006) Statistical Process Control (SPC) Statistika dapat diartikan sebagai metode-metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian suatu gugus data sehingga memberikan informasi yang berguna. Metode statistika dapat digunakan dalam pengumpulan, penyajian, analisis dan penafsiran data. Statistika diartikan sebagai seni pengambilan keputusan tentang suatu proses atau populasi berdasarkan pada suatu analisis informasi yang terkandung di dalam suatu sampel dari populasi tersebut. Metode statistika memegang peranan penting dalam jaminan mutu. Metode statistika memberikan cara-cara pokok dalam pengambilan sampel produk, pengujian serta evaluasinya dan informasi di dalam data itu digunakan untuk mengendalikan dan meningkatkan proses pembuatan (Montgomery, 1996). Statistika pengendalian proses adalah suatu sistem yang dikembangkan untuk menjaga agar hasil produksi memiliki mutu yang seragam pada tingkat biaya minimum dan merupakan bantuan untuk mencapai efisiensi perusahaan. Peningkatan mutu ini dapat memberikan kepuasan kepada pemakai atau pelanggan serta untuk meningkatkan produktivitas sumber daya manusia dan perusahaan (Joglekar, 2003) Variasi-variasi tersebut dapat diukur menggunakan peta kontrol (control chart). Sementara untuk mengetahui apakah kondisi proses mampu untuk menghilangkan variasi penyebab khusus dan menghasilkan produk yang sesuai dengan spesifikasi, dapat dilihat dari nilai kapabilitas prosesnya (Breyfogle, 2003).

33 Peta kendali Peta kendali adalah grafik yang secara khusus memberi informasi dalam dua dimensi, distribusi proses dan kecenderungan proses. Peta kendali pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Walter Andrew Shewhart dari Bell Telephone Laboratories, Amerika Serikat, pada tahun 1924 dengan maksud menghilangkan variasi yang tidak normal melalui pemisahan variasi yang disebabkan oleh penyebab khusus (special causes variation) dari variasi yang disebabkan oleh penyebab umum (common causes variation). Tujuan penggunaan peta kendali secara rutin adalah untuk mengetahui secara mudah dan cepat jika terjadi penyimpangan-penyimpangan dalam suatu proses (Breyfogle, 2003). Peta kendali dalam Six Sigma digunakan untuk melandasi kinerja proses, evaluasi sistem pengukuran, perbandingan multiproses, perbandingan proses sebelum dan sesudah perubahan dan lain sebagainya. Grafik kontrol atau peta kendali dapat digunakan hampir semua keadaan yang berhubungan dengan karakterisasi dan analisis proses. Rath dan Strong (2005) mengemukakan bahwa setiap peta kontrol dasarnya memiliki garis tengah, batas kontrol dan tebaran nilai-nilai. Contoh peta kontrol dapat dilihat pada Gambar 4. Berikut adalah penjelasan dari karakter yang terdapat dalam peta kontrol. a) Garis tengah (central line) yang biasa dinotasikan sebagai CL. b) Sepasang batas kontrol, dimana satu batas kontrol ditempatkan di atas garis tengah yang dikenal sebagai batas kontrol atas (upper control limit UCL) dan satu lagi ditempatkan di bawah garis tengah yang dikenal sebagai batas kontrol bawah (lower control limit LCL). c) Tebaran nilai-nilai karakteristik kualitas yang menggambarkan keadaan dari proses. Jika semua nilai berada dalam batas kontrol tanpa memperlihatkan kecenderungan tertentu maka proses yang berlangsung ada pada keadaan terkontrol atau terkendali. Namun, jika nilai-nilai yang ditebarkan pada peta itu berada di luar batas kontrol atau memperlihatkan kecenderungan tertentu atau memiliki bentuk yang aneh maka proses yang berlangsung dianggap berada di luar kontrol sehingga perlu diambil tindakan korektif untuk memperbaiki proses yang ada. Contoh peta kontrol dapat dilihat pada Gambar 4.

34 19 Gambar 4. Contoh peta kontrol ( Bila proses terkendali, hampir semua titik contoh akan berada diantara kedua batas pengendali (UCL dan LCL). Variasi yang terjadi dalam batas pengendali disebabkan oleh penyebab umum. Titik yang berada di luar batas pengendali menandakan bahwa proses tidak terkendali dan disebabkan oleh variasi penyebab khusus, dalam hal ini perlu diadakan penyelidikan untuk menemukan penyebabnya dan perbaikan pada proses untuk menghilangkan penyebab tersebut (Breyfogle, 2003). Peta kontrol tidak hanya dapat sebagai alat monitoring tetapi juga dapat menunjukkan jalan ke arah peningkatan. Peta kontrol dapat memisahkan variasi penyebab khusus dan umum. Variasi adalah ketidakseragaman dalam proses operasional sehingga menimbulkan perbedaan mutu produk yang dihasilkan. Variasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut (Breyfogle, 2003): a) Variasi penyebab khusus (special-cause variation) adalah kejadian-kejadian di luar sistem proses yang mempengaruhi variasi dalam proses tersebut. Penyebab khusus dapat bersumber dari faktor-faktor khusus seperti manusia, mesin dan lain-lain. Biasanya special cause variation ini lebih jarang muncul dibandingkan dengan common cause variations. b) Variasi penyebab umum (common-cause/random variation) adalah faktorfaktor di dalam proses atau yang melekat pada proses yang menyebabkan timbulnya variasi dalam sistem itu beserta hasil-hasilnya. Variasi ini umumnya sering terjadi pada proses tetapi proses tetap stabil.

35 Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) merupakan bentuk analisis yang sistematis pada setiap tahapan aktivitas untuk dapat mengidentifikasi dan mengevaluasi tingkat kegagalan/bahaya (failure) potensial yang ada pada sistem, produk, proses terutama akar-akar fungsi yang mempengaruhi sistem, produk dan proses tersebut. Fokus FMEA adalah strategi preventif terhadap meningkatnya nilai faktor-faktor ketidaksesuaian dan merupakan salah satu perangkat kerja dalam menganalisis risiko-risiko dari bahaya yang akan timbul dalam sistem, produk dan proses yang ada (Scipioni et al., 2002). Aspek yang penting dalam FMEA adalah evaluasi risiko dari potensi kegagalan (potential failure) untuk setiap subsistem. Setiap kegagalan dinilai dari Risk Priority Number (RPN). Angka RPN (1 sampai 1000) adalah indeks hasil kali dari keparahan (severity), peluang kegagalan muncul (occurrence) dan peluang kegagalan terdeteksi (detection). Severity adalah dampak yang kemungkinan akan muncul akibat kegagalan dalam sistem. Occurrence merupakan peluang kegagalan akan timbul pada sistem. Detection merupakan peluang kegagalan terdeteksi pada sistem dengan menggunakan alat kontrol yang ada (Varzakaz dan Arvanitoyannis, 2007). Integrasi antara FMEA dengan HACCP dapat dilakukan karena adanya pendekatan yang mirip antara keduanya. Hasil dari nilai resiko pada FMEA dapat digunakan dalam HACCP plan perusahaan (Scipioni et al., 2002) Diagram Sebab-Akibat Diagram sebab-akibat (cause and effect diagram) sering disebut juga diagram tulang ikan (fishbone diagram) atau diagram ishikawa (ishikawa diagram) sesuai dengan nama Prof. Kaoru Ishikawa dari Jepang yang memperkenalkan diagram ini, adalah suatu pendekatan terstruktur yang memungkinkan dilakukan suatu analisis lebih terperinci dalam menemukan penyebab-penyebab suatu masalah, ketidaksesuaian, dan kesenjangan terjadi. Contoh diagram sebab-akibat dapat dilihat pada Gambar 5.

MELDA ANIYALISA DAHYAR C

MELDA ANIYALISA DAHYAR C EVALUASI EFEKTIVITAS PENGENDALIAN RISIKO BAHAYA HISTAMIN PADA TITIK KENDALI KRITIS (CRITICAL CONTROL POINT-CCP) PROSES PENGOLAHAN TUNA LOIN BEKU DENGAN METODE LEAN SIX SIGMA MELDA ANIYALISA DAHYAR C34051806

Lebih terperinci

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan tuna (Thunnus sp.) Sumber :

2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan tuna (Thunnus sp.) Sumber : 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tuna (Thunnus sp.) Klasifikasi ikan tuna menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Teleostei Subkelas

Lebih terperinci

Gambar 1 Ikan Tuna (Kardarron 2007).

Gambar 1 Ikan Tuna (Kardarron 2007). 6 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuna Loin Beku Tuna loin beku adalah produk yang dibuat dari tuna segar atau beku yang mengalami perlakuan penyiangan, pembelahan membujur menjadi empat bagian (loin), pembuangan

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Deskripsi Ikan Tuna

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Deskripsi Ikan Tuna 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Tuna Klasifikasi ikan tuna (Saanin 1984) adalah sebagai berikut : Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Teleostei Subclass : Actinopterygi Ordo : Perciformes

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran 3.2 Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran 3.2 Metode Pengumpulan Data 30 3 METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Tunamerupakan komoditas komersial tinggi dalam perdagangan internasional. Salah satu bentuk olahan tuna adalah tuna loin, tuna steak, dan tuna saku. Tuna loin merupakan

Lebih terperinci

ANALISIS PENGENDALIAN RISIKO BAHAYA DALAM PENERAPAN PROGRAM HACCP DENGAN METODE LEAN SIX SIGMA PADA INDUSTRI PENGOLAHAN UDANG BEKU

ANALISIS PENGENDALIAN RISIKO BAHAYA DALAM PENERAPAN PROGRAM HACCP DENGAN METODE LEAN SIX SIGMA PADA INDUSTRI PENGOLAHAN UDANG BEKU ANALISIS PENGENDALIAN RISIKO BAHAYA DALAM PENERAPAN PROGRAM HACCP DENGAN METODE LEAN SIX SIGMA PADA INDUSTRI PENGOLAHAN UDANG BEKU Oleh: Rizal Novanda C34102052 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian 3. METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu penilaian program kelayakan dasar (pre requisite program), evaluasi penerapan program Hazard Analysis Critical

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran 3.2 Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran 3.2 Metode Pengumpulan Data 21 3 METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Ikan Tuna (Thunnus sp.) merupakan salah satu komoditas perikanan Indonesia yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan mampu menembus pasar internasional. Salah satu

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGAKUAN... ii. SURAT PENGAMBILAN DATA DARI PERUSAHAAN... iii. HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN...

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGAKUAN... ii. SURAT PENGAMBILAN DATA DARI PERUSAHAAN... iii. HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGAKUAN... ii SURAT PENGAMBILAN DATA DARI PERUSAHAAN... iii HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... iv HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... v HALAMAN PERSEMBAHAN... vi HALAMAN

Lebih terperinci

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Setelah mengevaluasi berbagai data-data kegiatan produksi, penulis mengusulkan dasar evaluasi untuk mengoptimalkan sistem produksi produk

Lebih terperinci

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Dasar evaluasi untuk mengoptimasi sistem produksi percetakan koran Lampung Post pada PT. Masa Kini Mandiri yaitu dengan menggunakan metode

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di PT. Graha Insan Sejahtera yang berlokasi di salah satu Perusahaan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Jalan Muara

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... SURAT PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... HALAMAN PERSEMBAHAN... MOTTO...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... SURAT PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... HALAMAN PERSEMBAHAN... MOTTO... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... SURAT PERNYATAAN... LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING... LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI... HALAMAN PERSEMBAHAN... MOTTO... KATA PENGANTAR..... ABSTRAK..... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL...

Lebih terperinci

PENGENDALIAN MUTU PADA PROSES PRODUKSI TUNA LOIN (Thunnus sp.) DENGAN METODE SIX SIGMA STUDI KASUS: PT X MARIAH

PENGENDALIAN MUTU PADA PROSES PRODUKSI TUNA LOIN (Thunnus sp.) DENGAN METODE SIX SIGMA STUDI KASUS: PT X MARIAH PENGENDALIAN MUTU PADA PROSES PRODUKSI TUNA LOIN (Thunnus sp.) DENGAN METODE SIX SIGMA STUDI KASUS: PT X MARIAH DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI Fase atau tahapan yang banyak menghasilkan produk yang cacat adalah di bagian proses stripping, terlihat dari diagram Pareto nya dari ketiga tahapan di area produksi Produk X. 2.1

Lebih terperinci

EVALUASI RISIKO BAHAYA KEAMANAN PANGAN (HACCP) TUNA KALENG DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL. Oleh: TIMOR MAHENDRA N C

EVALUASI RISIKO BAHAYA KEAMANAN PANGAN (HACCP) TUNA KALENG DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL. Oleh: TIMOR MAHENDRA N C EVALUASI RISIKO BAHAYA KEAMANAN PANGAN (HACCP) TUNA KALENG DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL Oleh: TIMOR MAHENDRA N C 34101055 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global

BAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengolahan hasil perikanan memegang peranan penting dalam kegiatan pascapanen, sebab ikan merupakan komoditi yang sifatnya mudah rusak dan membusuk, di samping itu

Lebih terperinci

ASESMEN RISIKO HISTAMIN SELAMA PROSES PENGOLAHAN PADA INDUSTRI TUNA LOIN. Oleh: Dhias Wicaksono C

ASESMEN RISIKO HISTAMIN SELAMA PROSES PENGOLAHAN PADA INDUSTRI TUNA LOIN. Oleh: Dhias Wicaksono C ASESMEN RISIKO HISTAMIN SELAMA PROSES PENGOLAHAN PADA INDUSTRI TUNA LOIN Oleh: Dhias Wicaksono C34104028 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

Sejarah Six Sigma Jepang ambil alih Motorola produksi TV dng jumlah kerusakan satu dibanding duapuluh Program Manajemen Partisipatif Motorola (Partici

Sejarah Six Sigma Jepang ambil alih Motorola produksi TV dng jumlah kerusakan satu dibanding duapuluh Program Manajemen Partisipatif Motorola (Partici Topik Khusus ~ Pengantar Six Sigma ~ ekop2003@yahoo.com Sejarah Six Sigma Jepang ambil alih Motorola produksi TV dng jumlah kerusakan satu dibanding duapuluh Program Manajemen Partisipatif Motorola (Participative

Lebih terperinci

KETERKAITAN KINERJA DAN KOMPETENSI BERDASARKAN HUMAN RESOURCE SCORECARD

KETERKAITAN KINERJA DAN KOMPETENSI BERDASARKAN HUMAN RESOURCE SCORECARD KETERKAITAN KINERJA DAN KOMPETENSI BERDASARKAN HUMAN RESOURCE SCORECARD DENGAN KEBERHASILAN IMPLEMENTASI HACCP PADA PROSES PENGOLAHAN TUNA LOIN BEKU (STUDI KASUS) IKA ZAHARANI YAHYA C34051754 DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. Gramedia Cikarang yaitu dengan menggunakan metode DMAIC (Define,

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. Gramedia Cikarang yaitu dengan menggunakan metode DMAIC (Define, BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Dasar evaluasi untuk mengoptimasi sistem produksi Percetakan Gramedia Cikarang yaitu dengan menggunakan metode DMAIC (Define, Measure,

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 2013 sampai dengan 5 Juni 2013 di PT. Awindo Internasional Jakarta. PT. Awindo Internasional terletak

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 28 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Perusahaan Perusahaan X merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang perikanan. Perusahaan ini berdiri sekitar 10 tahun yang lalu. Perusahaan X ini

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Sejarah Pengendalian Kualitas Pada tahun 1924, W.A. Shewart dari Bell Telephone Laboratories mengembangkan diagram atau grafik statistik untuk mengendalikan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. proses terjadinya perubahan suhu hingga mencapai 5 0 C. Berdasarkan penelitian

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. proses terjadinya perubahan suhu hingga mencapai 5 0 C. Berdasarkan penelitian BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui waktu pelelehan es dan proses terjadinya perubahan suhu hingga mencapai 5 0 C. Berdasarkan penelitian

Lebih terperinci

BAB IV PERANCANGAN SISTEM TERINTEGRASI

BAB IV PERANCANGAN SISTEM TERINTEGRASI BAB IV PERANCANGAN SISTEM TERINTEGRASI 4.1 Tahap Perancangan Sistem Terintegrasi Setelah dilakukan brainstorming dan studi pustaka, maka langkah selanjutnya adalah membuat sistem terintegrasi dari metode

Lebih terperinci

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan kriteria optimasi Dasar evaluasi untuk mengoptimasi kualitas produksi pipa pada perusahaan ini yaitu dengan menggunakan metode DMAIC (Define, Measure, Analyze,

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH 5.1. Analisa Tahap Define Adapun persentase produk cacat terbesar periode September 2012 s/d Desember 2012 terdapat pada produk Polyester tipe T.402 yaitu dengan persentase

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Tuna (Thunnus sp.) Ikan Tuna adalah ikan laut yang terdiri atas beberapa spesies dari famili scombridae, terutamaa genus Thunnus. Tuna mempunyai beberapaa spesies

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tidak ada yang menyangkal bahwa kualitas menjadi karakteristik utama

BAB I PENDAHULUAN. Tidak ada yang menyangkal bahwa kualitas menjadi karakteristik utama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tidak ada yang menyangkal bahwa kualitas menjadi karakteristik utama dalam perusahaan agar tetap survive. Buruknya kualitas ataupun penurunan kualitas akan

Lebih terperinci

PENGENDALIAN MUTU PADA PROSES PEMBEKUAN UDANG MENGGUNAKAN STATISTICAL PROCESS CONTROL (SPC) STUDI KASUS : DI PT LOLA MINA JAKARTA UTARA.

PENGENDALIAN MUTU PADA PROSES PEMBEKUAN UDANG MENGGUNAKAN STATISTICAL PROCESS CONTROL (SPC) STUDI KASUS : DI PT LOLA MINA JAKARTA UTARA. PENGENDALIAN MUTU PADA PROSES PEMBEKUAN UDANG MENGGUNAKAN STATISTICAL PROCESS CONTROL (SPC) STUDI KASUS : DI PT LOLA MINA JAKARTA UTARA Oleh: HERNITA SAULINA S C34052091 DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI. karena apabila diterapkan secara rinci antara produsen dan konsumen akan terjadi

BAB 2 LANDASAN TEORI. karena apabila diterapkan secara rinci antara produsen dan konsumen akan terjadi 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kualitas Kualitas merupakan ukuran yang tidak dapat didefinisikan secara umum, karena apabila diterapkan secara rinci antara produsen dan konsumen akan terjadi perspektif yang

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskrpsi Ikan Tuna

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskrpsi Ikan Tuna 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskrpsi Ikan Tuna Tuna adalah ikan laut yang terdiri dari beberapa famili Scombridae, terutama genus Thunnus. Tuna merupakan ikan perenang handal (pernah diukur mencapai 77 km/jam).

Lebih terperinci

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. PT. Citra Tunas Baru Gramindo adalah sebuah perusahaan garmen yang

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. PT. Citra Tunas Baru Gramindo adalah sebuah perusahaan garmen yang BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi PT. Citra Tunas Baru Gramindo adalah sebuah perusahaan garmen yang memproduksi kemeja pria dewasa dengan harga Rp. 41.000 Rp. 42.500 perkemeja.

Lebih terperinci

Pengendalian Kualitas Statistik. Lely Riawati

Pengendalian Kualitas Statistik. Lely Riawati 1 Pengendalian Kualitas Statistik Lely Riawati 2 SQC DAN SPC SPC dan SQC bagian penting dari TQM (Total Quality Management) Ada beberapa pendapat : SPC merupakan bagian dari SQC Mayelett (1994) cakupan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. merupakan UKM yang bergerak dibidang produksi furniture.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. merupakan UKM yang bergerak dibidang produksi furniture. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya dan faktor penyebab banyaknya re-work dari proses produksi kursi pada PT. SUBUR MANDIRI, yang merupakan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA DAN INTEPRETASI

BAB V ANALISA DAN INTEPRETASI 56 BAB V ANALISA DAN INTEPRETASI Pada Bab ini dibahas tahap Analyze (A), Improve (I), dan Control (C) dalam pengendalian kualitas terus menerus DMAIC sebagai langkah lanjutan dari kedua tahap sebelumnya.

Lebih terperinci

BAB3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 57 BAB3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Metodologi Penelitian Secara umum metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Terdapat empat kata

Lebih terperinci

STATISTICAL PROCESS CONTROL

STATISTICAL PROCESS CONTROL STATISTICAL PROCESS CONTROL Sejarah Statistical Process Control Sebelum tahun 1900-an, industri AS umumnya memiliki karakteristik dengan banyaknya toko kecil menghasilkan produk-produk sederhana, seperti

Lebih terperinci

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI PENGURANGAN WASTE PADA PROSES PRODUKSI BENANG KARET DENGAN PENDEKATAN LEAN SIX SIGMA DI PT. INDUSTRI KARET NUSANTARA TUGAS SARJANA Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Dari Syarat-Syarat Memperoleh Gelar Sarjana

Lebih terperinci

PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G KELOMPOK : IV (EMPAT)

PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G KELOMPOK : IV (EMPAT) TUGAS PENDAHULUAN APLIKASI TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL LAUT PENGUJIAN TINGKAT KESEGARAN MUTU IKAN DISUSUN OLEH: NAMA : F. I. RAMADHAN NATSIR NIM : G 311 09 003 KELOMPOK : IV (EMPAT) LABORATORIUM PENGAWASAN

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB II KAJIAN LITERATUR BAB II KAJIAN LITERATUR 2.1 PENGENDALIAN KUALITAS 2.1.1 Pengertian Kualitas Keistimewaan atau keunggulan suatu produk dapat diukur melalui tingkat kepuasan pelanggan. Salah satunya dapat dilihat dari sisi

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Dasar dari Kualitas Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda, dan bervariasi dari yang konvensional sampai yang lebih strategik. Definisi konvensional dari

Lebih terperinci

BAB III METODE CONTROL CHART. sebagai metode grafik yang di gunakan untuk mengevaluasi apakah suatu proses

BAB III METODE CONTROL CHART. sebagai metode grafik yang di gunakan untuk mengevaluasi apakah suatu proses BAB III METODE CONTROL CHART 3.1 Control Chart Peta kendali atau Control Chart merupakan suatu teknik yang dikenal sebagai metode grafik yang di gunakan untuk mengevaluasi apakah suatu proses berada dalam

Lebih terperinci

Tuna loin segar Bagian 1: Spesifikasi

Tuna loin segar Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Tuna loin segar Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan layur (Trichiurus sp.) adalah salah satu jenis ikan demersal ekonomis penting yang banyak tersebar dan tertangkap di perairan Indonesia terutama di perairan Palabuhanratu.

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Subjek dan Objek Penelitian Subjek penelitian ini adalah proses produksi di PT. XY, sedangkan objek penelitian ini adalah perbaikan dan meminimalisir masalah pada proses produksi

Lebih terperinci

Tugas Manajemen Mutu Terpadu. 3. Penanganan dan pengolahan Penanganan dan pengolahan cumi-cumi beku sesuai SNI :2010.

Tugas Manajemen Mutu Terpadu. 3. Penanganan dan pengolahan Penanganan dan pengolahan cumi-cumi beku sesuai SNI :2010. Nama : RaisAbdullah NPM : 230110097026 Kelas : Perikanan B Tugas Manajemen Mutu Terpadu Spesifikasi CUMI-CUMI BEKU SNI 2731.1:2010 1. Istilah dan definisi cumi-cumi beku merupakan produk olahan hasil perikanan

Lebih terperinci

Gambar 1. Ikan Tongkol (Ethynnus affinis) (Sumber: Anonim b 2010 )

Gambar 1. Ikan Tongkol (Ethynnus affinis) (Sumber: Anonim b 2010 ) 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Ikan tongkol (Euthynnus affinis) termasuk dalam famili scombridae terdapat di seluruh perairan hangat Indo-Pasifik Barat,

Lebih terperinci

ANALISIS MANAJEMEN KUALITAS PERSPEKTIF SIX SIGMA PADA DIVISI PRODUKSI BAGIAN FISH FILLET PT DHARMA SAMUDERA FISHING INDUSTRIES

ANALISIS MANAJEMEN KUALITAS PERSPEKTIF SIX SIGMA PADA DIVISI PRODUKSI BAGIAN FISH FILLET PT DHARMA SAMUDERA FISHING INDUSTRIES ANALISIS MANAJEMEN KUALITAS PERSPEKTIF SIX SIGMA PADA DIVISI PRODUKSI BAGIAN FISH FILLET PT DHARMA SAMUDERA FISHING INDUSTRIES Tbk TANJUNG PRIOK, JAKARTA UTARA INTAN IDUL FITHRI YUNINDARI SHOLICHIN PROGRAM

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuna Deskripsi dan klasifikasi ikan tuna ( Thunnus sp.)

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuna Deskripsi dan klasifikasi ikan tuna ( Thunnus sp.) 6 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuna Ikan tuna merupakan salah satu primadona komoditas ekspor produk perikanan Indonesia. Dalam statistik perikanan Indonesia, istilah tuna digunakan sebagai nama grup dari beberapa

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Tuna ( Thunnus sp )

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Tuna ( Thunnus sp ) 5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Tuna (Thunnus sp) Ikan tuna termasuk dalam keluarga Scrombidae, tubuh seperti cerutu, mempunyai dua sirip punggung, sirip depan yang biasanya pendek dan terpisah

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Punch, Kualitas, DMAIC, Upaya Menekan Variasi Kualitas Produk

ABSTRAK. Kata Kunci: Punch, Kualitas, DMAIC, Upaya Menekan Variasi Kualitas Produk ABSTRAK PT Wahana Pancha Nugraha merupakan perusahaan manufaktur yang bergerak di bidang penyediaan permesinan dan sparepart untuk industri farmasi. Salah satu produk yang dihasilkan dari perusahaan ini

Lebih terperinci

Tuna loin segar Bagian 2: Persyaratan bahan baku

Tuna loin segar Bagian 2: Persyaratan bahan baku Standar Nasional Indonesia Tuna loin segar Bagian 2: Persyaratan bahan baku ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT SEI Bogor pada Bulan September 2016 sampai dengan Bulan Desember 2016. PT SEI Bogor merupakan perusahaan yang bergerak

Lebih terperinci

Damper DB2B24SSC, diantaranya adalah:

Damper DB2B24SSC, diantaranya adalah: BAB III. METODE PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi PT.Dulmison Indonesia merupakan sebuah perusahaan yang bergerak dibidang hardware energi yang memproduksi alat-alat berat dan aksesoris

Lebih terperinci

Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi

Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH Berikut ini adalah metode yang digunakan dalam melakukan penelitian dan pengolahan data: Mula i Observasilapangan / studi awal Studipusta ka Identifikasi dan perumusan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... ii SURAT PERNYATAAN HASIL KARYA PRIBADI... iii ABSTRAK... iv KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH... v DAFTAR ISI...

DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN... ii SURAT PERNYATAAN HASIL KARYA PRIBADI... iii ABSTRAK... iv KATA PENGANTAR DAN UCAPAN TERIMA KASIH... v DAFTAR ISI... ABSTRAK PT Wahana Pancha Nugraha, Bandung adalah perusahaan yang bergerak di bidang pembuatan Parts Manufacturing. Salah satu produk yang dihasilkan dari perusahaan ini adalah Dies mesin tablet untuk pharmaceutical

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. berkenan memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat ANALISA PENERAPAN KONSEP LEAN THINKING

KATA PENGANTAR. berkenan memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat ANALISA PENERAPAN KONSEP LEAN THINKING KATA PENGANTAR Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah berkenan memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan judul : ANALISA

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Persyaratan utama untuk mencapai kepuasan pelanggan (customer

BAB II LANDASAN TEORI. Persyaratan utama untuk mencapai kepuasan pelanggan (customer BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep SPC dan Pengendalian Kualitas Persyaratan utama untuk mencapai kepuasan pelanggan (customer satisfaction) dalam dunia industri manufaktur adalah kualitas dari produk maupun

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 15 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Plastik Plastik mencakup semua bahan sintetik organik yang berubah menjadi plastis setelah dipanaskan dan mampu dibentuk di bawah pengaruh tekanan. Bahan

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA

BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 37 BAB 4 PENGUMPULAN DAN ANALISA DATA 4.1 Pengumpulan Data Data-data yang diperlukan dalam pembuatan skripsi ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer bertujuan untuk membuktikan adanya

Lebih terperinci

BAB III SIX SIGMA. Six Sigma pertama kali digunakan oleh perusahaan Motorola pada tahun

BAB III SIX SIGMA. Six Sigma pertama kali digunakan oleh perusahaan Motorola pada tahun 34 BAB III SIX SIGMA 3.1 Sejarah Six Sigma Six Sigma pertama kali digunakan oleh perusahaan Motorola pada tahun 1980-an oleh seorang engineer bernama Bill Smith. Hal ini dilatarbelakangi oleh hilangnya

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi adalah suatu proses berpikir yang dilakukan dalam penulisan suatu laporan, mulai dari menentukan judul dan permasalahan, melakukan pengumpulan data yang akan digunakan

Lebih terperinci

Gambar I.1 Part utama Penyusun meter air

Gambar I.1 Part utama Penyusun meter air BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Menurut Gaspersz (2011, p.92), Lean Six sigma merupakan suatu filosofi bisnis, pendekatan sistemik dan sistematik dan sistematik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi

SNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanganan maupun pengolahan merupakan suatu cara ataupun tindakan untuk mempertahankan mutu dan kualitas bahan pangan, termasuk di sektor perikanan. Menurut data Dirjen

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Operasi Untuk mengelola suatu perusahaan atau organisasi selalu dibutuhkan sistem manajemen agar tujuan dari perusahaan atau organisasi tersebut dapat tercapai.

Lebih terperinci

MENGENAL LEBIH JAUH SKOMBROTOKSIN

MENGENAL LEBIH JAUH SKOMBROTOKSIN MENGENAL LEBIH JAUH SKOMBROTOKSIN Produk perikanan merupakan salah satu jenis pangan yang perlu mendapat perhatian terkait dengan keamanan pangan. Mengingat di satu sisi, Indonesia merupakan negara maritim

Lebih terperinci

Sosis ikan SNI 7755:2013

Sosis ikan SNI 7755:2013 Standar Nasional Indonesia Sosis ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Bab ini membahas mengenai metode yang digunakan dalam penelitian untuk pemecahan masalah dimana setiap pembahasan diuraikan dalam bentuk tahapan terstruktur. Tahapan penelitian

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian menguraikan seluruh kegiatan yang dilaksanakan selama penelitian berlangsung dari awal proses penelitian sampai akhir penelitian. Setiap tahapan dalam

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada: Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur.

KATA PENGANTAR. mengucapkan terima kasih yang sebesarnya kepada: Pembangunan Nasional Veteran Jawa Timur. KATA PENGANTAR Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan InayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Analisa

Lebih terperinci

ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN TUNA LOIN DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD UNTUK PENYUSUNAN STRATEGI PENINGKATAN KEBERHASILAN HACCP

ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN TUNA LOIN DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD UNTUK PENYUSUNAN STRATEGI PENINGKATAN KEBERHASILAN HACCP i ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN TUNA LOIN DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD UNTUK PENYUSUNAN STRATEGI PENINGKATAN KEBERHASILAN HACCP FEDWI ANGGI INDRAYANI C34061478 DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

Lebih terperinci

3.1 Persiapan Penelitian

3.1 Persiapan Penelitian BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Persiapan Penelitian Dalam mengerjakan Tugas Akhir ini dilakukan langkah-angkah perancangan yang jelas agar tujuan dari Tugas Akhir ini dapat tercapai. Pada bab ini akan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Nama Produk Nama Spesies. Asal Ikan. Alur Proses. Kemasan Produk. Daya Tahan Produk. Penggunaan Produk Negara Tujuan Ekspor

BAB IV PEMBAHASAN. Nama Produk Nama Spesies. Asal Ikan. Alur Proses. Kemasan Produk. Daya Tahan Produk. Penggunaan Produk Negara Tujuan Ekspor BAB IV PEMBAHASAN 4. Deskripsi Produk Tuna saku beku adalah loin tuna yang telah dipotong menyerupai bentuk saku yang hasil akhirnya dalam kondisi beku. Di PT. X tuna saku beku merupakan salah satu produk

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. Pengumpulan data dilakukan sebagai bahan pengolahan data yang perlu

BAB 4 PEMBAHASAN. Pengumpulan data dilakukan sebagai bahan pengolahan data yang perlu 48 BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan sebagai bahan pengolahan data yang perlu dilakukan. Data-data yang dikumpulkan selama masa observasi adalah sebagai berikut : Data jumlah

Lebih terperinci

PENERAPAN METODE LEAN SIX SIGMA PADA PROSES PRODUKSI BAN DALAM MOBIL (Studi Kasus Pada PT. United Kingland)

PENERAPAN METODE LEAN SIX SIGMA PADA PROSES PRODUKSI BAN DALAM MOBIL (Studi Kasus Pada PT. United Kingland) PENERAPAN METODE LEAN SIX SIGMA PADA PROSES PRODUKSI BAN DALAM MOBIL (Studi Kasus Pada PT. United Kingland) Rahmi Maulidya, Andri Bagio Satrio dan Rico Susanto Jurusan Teknik Industri, Universitas Trisakti

Lebih terperinci

METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Diagram Alir Metodologi Penelitian Start Penelitian Pendahuluan Identifikasi Masalah Studi Pustaka Tujuan Penelitian Pengumpulan Data : -Data Data Pengolahan Data

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH 6.1. AnalisisTahap Define Adapun persentase produk cacat terbesar periode September 2012 s/d Desember 2012 terdapat pada produk Polyester tipe T.402 yaitu dengan persentase

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Waktu siklus Pengukuran waktu adalah kegiatan mengamati pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja atau oleh operator serta mencatat waktu-waktu kerjanya baik waktu setiap elemen maupun

Lebih terperinci

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA

BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 28 BAB 4 PENGUMPULAN, PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 4.1 Identifikasi masalah Pada bagian produksi di Stamping Plant PT. Astra Daihatsu Motor, banyak masalah yang muncul berkaitan dengan kualitas yang dihasilkan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian PT. Abdi Juang Investama bergerak di bidang pembuatan Trolly Shopping Cart berdiri pada tahun 2014. PT Abdi Juang Investama ini sudah mengembangkan bisnisnya

Lebih terperinci

ABSTRAK. Kata Kunci: Slide Bracket, Kualitas, Six Sigma, DMAIC, DPMO, Usulan Peningkatan Kualitas

ABSTRAK. Kata Kunci: Slide Bracket, Kualitas, Six Sigma, DMAIC, DPMO, Usulan Peningkatan Kualitas ABSTRAK Peningkatan kualitas produk ataupun jasa yang dihasilkan merupakan sesuatu yang mutlak perlu dilakukan oleh setiap perusahaan untuk dapat bertahan di era yang semakin kompetitif ini. Penelitian

Lebih terperinci

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha

ABSTRAK. Universitas Kristen Maranatha ABSTRAK Perusahaan Collection Shoes merupakan perusahaan sepatu yang sudah berdiri cukup lama. Dalam penelitian saat ini pengamatan dilakukan pada produksi sepatu pantofel. Masalah utama dari bagian produksi

Lebih terperinci

PENGUKURAN KUALITAS PRODUK FURNITURE DENGAN METODE SIX SIGMA UNTUK MEMINIMUMKAN KACACATAN PRODUK DI CV. TIGA PUTRA MALANG SKRIPSI OLEH :

PENGUKURAN KUALITAS PRODUK FURNITURE DENGAN METODE SIX SIGMA UNTUK MEMINIMUMKAN KACACATAN PRODUK DI CV. TIGA PUTRA MALANG SKRIPSI OLEH : PENGUKURAN KUALITAS PRODUK FURNITURE DENGAN METODE SIX SIGMA UNTUK MEMINIMUMKAN KACACATAN PRODUK DI CV. TIGA PUTRA MALANG SKRIPSI OLEH : SOLYKHUL ANWAR 0532015018 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KADAR HISTAMIN PADA YELLOWFIN TUNA (Thunnus albacore) ABSTRAK

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KADAR HISTAMIN PADA YELLOWFIN TUNA (Thunnus albacore) ABSTRAK 1 PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KADAR HISTAMIN PADA YELLOWFIN TUNA (Thunnus albacore) Replin Amrin Saidi 1, Abdul Hafidz Olii 2, Yuniarti Koniyo 2 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) secara singkatnya bisa diartikan sebagai bentuk integrasi ekonomi ASEAN dimana semua negara-negara yang berada di kawasan Asia Tenggara

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI...iii. HALAMAN MOTTO.. v. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL xiv. DAFTAR GAMBAR...xv. 1.1 Latar Belakang Masalah.

DAFTAR ISI. LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI...iii. HALAMAN MOTTO.. v. DAFTAR ISI... viii. DAFTAR TABEL xiv. DAFTAR GAMBAR...xv. 1.1 Latar Belakang Masalah. DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL...i LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING...ii LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI...iii HALAMAN PERSEMBAHAN...iv HALAMAN MOTTO.. v KATA PENGANTAR vi DAFTAR ISI..... viii DAFTAR TABEL xiv DAFTAR

Lebih terperinci

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 181). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt

TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt Disusun Oleh : Yatin Dwi Rahayu 1006578 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN

Lebih terperinci

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA

UNIVERSITAS BINA NUSANTARA UNIVERSITAS BINA NUSANTARA Jurusan Teknik Industri Skripsi Sarjana Semester Ganjil 2007/2008 ANALISA PENGENDALIAN KUALITAS DENGAN METODE DMAIC UNTUK MENGURANGI CACAT PADA PART CRANK CASE L TIPE KVL PROSES

Lebih terperinci

Bab 2 Landasan Teori

Bab 2 Landasan Teori Bab 2 Landasan Teori 2.1. Pengertian Kualitas Kualitas memiliki pengertian yang luas, setiap sudut pandang yang mendefinisikannya pasti memiliki perbedaan. Sebagaian besar orang mempunyai konsep pemahaman

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI Kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers) (Gasperz, 2006). Pengendalian kualitas secara statistik dengan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Operasi Dalam mengelolah suatu perusahaan atau organisasi dibutuhkan sistem manajemen agar tujuan dari perusahaan atau organisasi dapat tercapai. Manajemen

Lebih terperinci

PENINGKATAN KUALITAS SEPATU DENGAN MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA DI PT. ECCO INDONESIA SIDOARJO

PENINGKATAN KUALITAS SEPATU DENGAN MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA DI PT. ECCO INDONESIA SIDOARJO PENINGKATAN KUALITAS SEPATU DENGAN MENGGUNAKAN METODE SIX SIGMA DI PT. ECCO INDONESIA SIDOARJO SKRIPSI Disusun oleh : SABRINA DWI C 0632010035 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI UNIVERSITAS

Lebih terperinci

SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN

SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN SISTEM-SISTEM TERKAIT MANAJEMEN MUTU PADA INDUSTRI PANGAN ISO 22000 ISO 14001 ISO 17025 OHSAS Budaya Kerja 5S/5R Budaya Kerja K3 Sistem Manajemen Halal ISO 9001 Konsumen/Masyarakat IMPLEMENTASI ISO 9001:

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. setiap ahli memiliki teori sendiri-sendiri mengenai hal ini. Menurut (Davis, 1994)

BAB II LANDASAN TEORI. setiap ahli memiliki teori sendiri-sendiri mengenai hal ini. Menurut (Davis, 1994) BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian kualitas Kualitas memiliki kaitan yang sangat erat dengan dunia perindustrian, baik industri barang maupun jasa. Definisi dari kualitas sendiri bermacam-macam, karena

Lebih terperinci