2. TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1. Ikan tuna (Thunnus sp.) Sumber :
|
|
- Yenny Sutedja
- 7 tahun lalu
- Tontonan:
Transkripsi
1 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tuna (Thunnus sp.) Klasifikasi ikan tuna menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut: Filum : Chordata Subfilum : Vertebrata Kelas : Teleostei Subkelas : Actinopterygii Ordo : Perciformes Subordo : Scombridei Familyi : Scombridae Genus : Thunnus Spesies : Thunnus obesus (bigeye tuna, tuna mata besar) T. alalunga (albacore, tuna alcar) T. tonggol (longtail tuna, tuna ekor panjang) T. albacares (yellowfin tuna, madidihang) T. macoyii (southern bluefin tuna, tuna sirip biru selatan) T. thynnus (northern bluefin tuna, tuna sirip biru utara) T. atlanticus (blackfin tuna, tuna sirip hitam) Gambar 1. Ikan tuna (Thunnus sp.) Sumber : Ikan tuna memiliki bentuk badan seperti cerutu, menandakan kecepatan dalam pergerakannya. Bagian badannya langsing, sedangkan bagian paling lebar terletak di tengah-tengah. Penampang melintang badan ikan tuna umumnya berbentuk bulat panjang atau agak membulat. Semua bagian badan ditutupi sisik (kecuali jenis cakalang sama sekali tidak mempunyai sisik) kecuali pada bagian
2 dada yang mengeras dan seperti perisai. Warna punggung biru tua kadang-kadang hampir hitam, dan cepat sekali berubah bila ikan telah mati, sedangkan bagian perut berwarna agak keputih-putihan (Simorangkir, 1993). Tuna terdapat di banyak perairan, terutama yang mempunyai kadar garam tinggi. Di Samudera Hindia penyebarannya meluas dari 30 o LS ke utara dan dari timur Australia hingga pantai Amerika. Di Samudera Atlantik meluas dari pantai Amerika hingga benua Afrika dan di Nusantara selain di kedua lautan yang mengelilingi negara kepulauan juga terdapat di laut yang dalam diantaranya Laut Bali, Laut Flores, Laut Sawu, dan Laut Arafuru serta Laut Banda (Simorangkir, 1993). Ikan tuna ada yang hidup di perairan tertentu, akan tetapi kebanyakan mengadakan migrasi sepanjang tahun dengan bergerak cepat dan bergerombol pada perairan dengan suhu o C, pada kedalaman mdpl (meter dari permukaan laut) (Tampubolon, 1983). 2.2 Tuna Loin Beku Tuna Loin mentah beku adalah produk yang dibuat dari tuna segar atau beku yang mengalami perlakuan penyiangan, pembelahan membujur menjadi 4 bagian (loin), pembuangan daging gelap (dark meat), pembuangan lemak, pembuangan kulit, perapihan, dan pembekuan cepat serta suhu pusatnya maksimum C (BSN, 2006). Cara penanganan dan pengolahan ikan tuna loin beku untuk bahan baku tuna segar yang mengacu pada SNI , adalah sebagai berikut: 1. Penerimaan Bahan baku ikan tuna yang diterima di unit pengolahan diuji secara organoleptik, untuk mengetahui mutunya. Bahan baku kemudian ditangani secara hati-hati, cepat, cermat, dan saniter dengan suhu pusat produk maksimal 4,4 0 C. 2. Penyiangan atau tanpa penyiangan Apabila ikan yang diterima masih dalam keadaan utuh, ikan disiangi dengan cara membuang kepala dan isi perut. Penyiangan dilakukan secara cepat, cermat, dan saniter sehingga tidak menyebabkan pencemaran pada tahap berikutnya dengan suhu pusat produk maksimal 4,4 0 C.
3 3. Pencucian Ikan tuna dicuci dengan hati-hati menggunakan air bersih dingin yang mengalir secara cepat, cermat, dan saniter untuk mempertahankan suhu pusat produk maksimal 4,4 0 C. 4. Pembuatan loin Pembuatan loin dilakukan dengan cara membelah ikan menjadi empat bagian secara membujur. Proses pembuatan loin dilakukan secara cepat, cermat, dan saniter dan tetap mempertahankan suhu pusat produk 4,4 0 C. 5. Pengulitan dan perapihan Tulang, daging merah, dan kulit yang ada pada loin dibuang hingga bersih. Pengulitan dan perapihan dilakukan secara cepat, cermat, dan saniter serta tetap mempertahankan suhu produk 4,4 0 C. 6. Sortasi mutu Sortasi mutu dilakukan dengan memeriksa loin apakah masih terdapat tulang, duri, daging merah, dan kulit secara manual. Sortasi dilakukan secara hatihati, cepat, cermat, dan saniter dengan suhu pusat maksimal 4,4 0 C. 7. Pembungkusan (wrapping) Loin yang sudah rapih selanjutnya dikemas dalam plastik secara individual vakum dan tidak vakum secara cepat. Proses pembungkusan dilakukan secara cepat, cermat, dan saniter serta tetap mempertahankan suhu pusat produk maksimal 4,4 0 C. 8. Pembekuan Loin yang sudah dibungkus kemudian dibekukan dengan alat pembeku (freezer) seperti Air Blast Freezer (ABF), Contact Plate Freezer (CPF), atau Immersion Freezer (IF) dengan air garam dingin (brine water) hingga suhu pusat ikan mencapai maksimal C dalam waktu maksimal 4 jam. 9. Penimbangan Loin ditimbang satu per satu dengan menggunakan timbangan yang sudah dikalibrasi. Penimbangan dilakukan dengan cepat, cermat, dan saniter serta tetap mempertahankan suhu pusat produk maksimal C.
4 10. Pengepakan Loin yang telah dilepaskan dari pan pembeku, kemudian dikemas dengan plastik dan dimasukkan dalam master karton secara cepat, cermat, dan saniter. 11. Pengemasan Produk akhir dikemas dengan cepat, cermat secara saniter dan higienis, pengemasan dilakukan dalam kondisi yang dapat mencegah terjadinya kontaminasi dari luar terhadap produk. 12. Pelabelan dan pemberian kode Setiap kemasan produk tuna loin beku yang akan diperdagangkan agar diberi tanda dengan benar dan mudah dibaca, mencantumkan bahasa yang dipersyaratkan disertai keterangan sekurang-kurangnya sebagai berikut: a. Jenis produk b. Berat bersih produk c. Nama dan alamat lengkap unit pengolahan secara lengkap d. Bila ada bahan tambahan lain diberi keterangan bahan tersebut e. Tanggal, bulan, dan tahun produksi f. Tanggal, bulan, dan tahun kadaluwarsa 13. Penyimpanan Penyimpanan tuna loin beku dalam gudang beku (cold storage) dengan suhu maksimal C dengan fluktuasi suhu maksimal ± 2 0 C. Penataan produk dalam gudang beku diatur sedemikian rupa sehingga memungkinkan sirkulasi udara dapat merata dan memudahkan pembongkaran. Persyaratan mutu dan keamanan pangan tuna loin beku yang dianjurkan sesuai dengan SNI ditunjukkan pada Tabel 1.
5 Tabel 1. Persyaratan mutu dan keamanan pangan tuna loin beku (SNI ) Jenis Uji Satuan Persyaratan Mutu a. Organoleptik angka (1-9) Minimal 7 b. Cemaran Mikroba*: - ALT - Escherichia coli - Salmonella - Vibrio cholerae c. Cemaran Kimia*: - Raksa (Hg) - Timbal (Pb) - Histamin - Kadmium koloni/gram APM/gram APM/gram APM/gram mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Maksimal 5, Maksimal < 2 Negatif Negatif Maksimal 1 Maksimal 0,4 Maksimal 100 Maksimal 0,5 d. Fisika - Suhu pusat o C Maksimal -18 e. Parasit ekor Maksimal 0 Sumber: Badan Standardisasi Nasional Indonesia (2006) * Apabila diperlukan Keterangan: ALT : Angka Lempeng Total APM : Angka Paling Memungkinkan 2.3 Histamin Histamin diketahui sebagai penyebab utama scombroid poisoning yang muncul akibat mengkonsumsi hewan famili scombroid seperti tuna, mackarel, cakalang, bonito dan sejenisnya. Histamin adalah senyawa amin biogenik yang terbentuk dari asam amino histidin akibat reaksi dengan enzim dekarboksilase (Sumner et al., 2004). Pembentukan histamin dapat terjadi melalui dua cara yaitu autolisis dan aktivitas bakteri. Jumlah histamin yang dihasilkan melalui aktivitas enzim selama proses autolisis sangat rendah dibandingkan dengan histamin yang dihasilkan oleh aktivitas bakteri selama proses pembusukkan berlangsung. Pada kondisi optimum jumlah maksimum histamin yang dapat diproduksi melalui proses autolisis tidak dapat melebihi mg/100 gram daging ikan. Pembentukan histamin berbeda untuk setiap spesies ikan, hal ini tergantung pada kandungan histidin, tipe, dan banyaknya bakteri yang menunjang pertumbuhan dan reaksi mikroba serta dipengaruhi oleh temperatur dan ph lingkungan (Kimata, 1961).
6 Selama proses kemunduran mutu, bakteri memproduksi enzim dekarboksilase yang akan mengubah histidin bebas dan asam amino lain pada daging ikan menjadi histamin dan amin biogenik lain seperti putresin (dari ornitin), kadaverin (dari lisin), dan spermidin dan spermin (dari arginin) (Eitenmiller dan De Souza, 1984 dalam Lehane dan Olley, 2000). Ketika enzim histidin dekarboksilase sudah terbentuk maka enzim tersebut akan terus membentuk histamin walaupun bakterinya sudah tidak aktif (Kimata, 1961). Bakteri jenis Clostridium perfringens, Enterobacter aerogenes, Klebsiella pneumoniae, Morganella morganii, Proteus mirabilis, Raoutella planticula dan Vibrio alginolyticus termasuk dalam golongan bakteri yang menyebabkan histamin terbentuk sampai tingkat membahayakan (Kanki et al 2002; Borgstrom, 1961; Taylor et al., 1979 dalam Yoshinaga dan Frank, 1982). Secara fisiologis histamin dalam dosis rendah diperlukan sebagai fungsi normal sistem tubuh. Memakan makanan yang mengandung sedikit histamin akan memberikan efek yang kecil bagi manusia, namun jika mengandung banyak histamin maka akan bersifat toksik. Sistem intestinal dari manusia mengandung enzim diamine oxidase (DAO) dan Histamin N-methyl transferase (HMT) dimana akan mendegradasi histamin menjadi produk yang tidak berbahaya, akan tetapi jika dosis histamin yang dikonsumsi besar maka kemampuan dari DAO dan HMT untuk menghancurkan histamin akan menyebabkan efek toksik dari histamin pada jaringan tubuh. Gejala keracunan histamin adalah gatal-gatal, diare, demam, sakit kepala, dan tekanan darah turun (Keer et al., 2002). Food and Drug Administration (FDA) menetapkan bahwa untuk ikan tuna dan ikan sejenisnya, 5 mg histamin/100 gram daging ikan merupakan jumlah yang harus diwaspadai, sedangkan 50 mg histamin/ 100 gram daging ikan merupakan jumlah yang membahayakan atau dapat menimbulkan keracunan. Oleh karena itu, jika ditemukan ikan dengan kandungan 5 mg histamin/100 gram daging ikan pada satu unit, maka terdapat kemungkinan pada unit yang lain, kadar histamin dapat mencapai lebih dari 50 mg/100 gram (FDA, 2001).
7 2.4 Sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) Sistem Hazard Analysis Critical Control Point (HACCP) merupakan suatu sistem yang digunakan untuk menilai bahaya dan menetapkan sistem pengendalian yang memfokuskan pada pencegahan. HACCP menekankan pentingnya mutu dan keamanan pangan, karena itu sebagai suatu sistem, HACCP dapat diterapkan pada seluruh mata rantai proses pengolahan produk pangan mulai dari bahan baku sampai produk dikonsumsi (Pierson dan Corlett, 1992). HACCP mempunyai pendekatan sistematik dalam mengidentifikasi bahaya untuk memastikan keamanan pangan. HACCP merupakan alat untuk menilai bahaya dan menerapkan kontrolnya, yang difokuskan pada pencegahan. Program HACCP didasarkan pada tujuh prinsip. Ketujuh prinsip tersebut adalah (CAC, 2003): 1. Melakukan suatu analisis bahaya (hazard analysis) dengan mengidentifikasi dan menginventarisasi bahaya-bahaya terhadap keamanan produk pangan yang dapat terjadi dalam proses produksi serta tindakan-tindakan pencegahan yang diperlukan untuk mengendalikan bahaya atau risiko potensial yang membahayakan. 2. Mengidentifikasi titik pengendalian kritis (Critical Control Point - CCP). CCP adalah tahapan dimana jika terjadi kehilangan kendali akan mengakibatkan bahaya keamanan pangan. CCP ditentukan dengan decision tree yang mengacu pada CAC (2003). 3. Menetapkan batas-batas kritis (Critical limit). Suatu batas kritis adalah nilai maksimum atau minimum yang harus dikendalikan pada setiap CCP. Biasanya berhubungan dengan kriteria seperti suhu, ph, kadar air dan lain-lain. 4. Prosedur pemantauan (monitoring) yang terdiri atas aktivitas pengamatan, pengukuran atau pengujian yang dilakukan untuk menilai apakah suatu CCP berada dalam batas-batas kritis yang ditetapkan atau tidak. 5. Melakukan tindakan korektif dan pencegahan yang diperlukan. Program HACCP harus mencakup prosedur tindakan korektif dan/atau preventif untuk menghindari pemusnahan produk dari ketidaksesuaian serta melakukan memperbaikinya.
8 6. Melakukan verifikasi ulang terhadap rencana HACCP secara regular dan periodik untuk melihat apakah sistem efektif sesuai dengan rencana awal dan jika memungkinkan rencana-rencana dapat dimodifikasi untuk mencapai tujuan keamanan produk. Frekuensi verifikasi harus cukup untuk melihat apakah HACCP berjalan efektif. 7. Mendokumentasikan catatan-catatan untuk mengembangkan suatu prosedur pengendalian catatan yang efektif, konsisten dan dapat diandalkan. Catatancatatan ini diperoleh selama operasi program HACCP dan harus selalu tersedia untuk penggunaan dan tinjauan manajemen. Penerapan sistem HACCP di industri perikanan Indonesia ternyata masih belum efektif dilakukan untuk menjamin tidak adanya bahaya keamanan pangan (food safety). Sistem dokumentasi (record keeping), misalnya dilakukan hanya untuk memenuhi formalitas sertifikasi dari instansi yang berwenang saja dengan penekanan hanya pada aspek prasyarat kelayakan dasar (pre-requisite) yang tidak dioptimalkan fungsinya sebagai alat yang dapat memberikan informasi mengenai efektivitas proses produksi yang sedang berlangsung. Berdasarkan evaluasi dengan konsep dasar lean six sigma yang dilakukan oleh Dahyar (2009), hasil penilaian keefektivitasan dari pengendalian risiko bahaya histamin menunjukkan bahwa pengendalian CCP masih belum berjalan efektif. 2.5 Manajemen Kinerja Manajemen kinerja merupakan sebuah proses untuk menetapkan apa yang harus dicapai dan pendekatan apa yang digunakan untuk mengelola dan mengembangkan manusia melalui suatu cara yang dapat meningkatkan kemungkinan bahwa sasaran dapat dicapai dalam jangka waktu tertentu (Moeheriono, 2009). Ada beberapa hambatan yang umum dihadapi dalam perancangan dan penerapan sistem manajemen kinerja. Pertama adalah adanya sikap reluktansi (tidak mau berubah) dari individu-individu yang ada dalam organisasi. Sistem manajemen kinerja yang selama ini diberlakukan biasanya bukan dirancang secara konseptual untuk keperluan organisasi, tetapi diadopsi dari sistem yang diterapkan di negara Eropa atau Jepang. Banyak perusahaan di Indonesia menerapkan ISO, Malcom Baldrige Award, the Balance Scorecard, dan Six Sigma, namun kinerja
9 perusahaan tidak menunjukkan perbaikan yang signifikan. Bhote (2003) memperlihatkan tingkat efektivitas dari berbagai sistem manajemen kinerja seperti terlihat pada Tabel 2. Tabel 2. Efektivitas penerapan sistem manajemen kinerja No. Sistem Efektivitas (1: paling tidak efektif, 100: paling efektif) 1 ISO Deming Prize 30 3 Malcolm Baldrige 35 4 Motorola Six Sigma 50 Sumber : Bhote (2003) Berdasarkan data tersebut, dapat dilihat bahwa penerapan manajemen kinerja ternyata tidak ada yang mencapai efektivitas di atas 50 dalam skala 100. Banyak perusahaan di Indonesia yang menerapkan hampir semua pendekatan di atas secara tidak terintegrasi, sehingga sering menimbulkan sinisme di kalangan karyawan (Wibisono, 2006). Penilaian prestasi kinerja adalah proses yang meliputi, (1) penetapan standar prestasi kerja, (2) penilaian prestasi kerja aktual karyawan dalam hubungan dengan standar kerja, dan (3) memberi umpan balik kepada karyawan dengan tujuan memotivasi orang tersebut untuk menghilangkan kemunduran prestasi kerja. Ada beberapa metode penilaian kinerja yang biasa digunakan dalam perusahaan, mulai dari yang sangat sederhana hingga yang rumit. Metode yang paling sederhana adalah metode ranking langsung. Dalam metode ini atasan mengurutkan para pegawai dari yang terbaik sampai yang terburuk, berdasarkan kinerja secara keseluruhan. Metode ini hanya cocok diterapkan pada organisasi yang masih berskala kecil dan sederhana (Wibisono, 2006). Metode ranking lainnya adalah metode ranking alternatif. Dalam metode ini pegawai yang paling bagus ditempatkan pada ranking paling tinggi dan pegawai paling buruk ditempatkan pada ranking terendah. Metode lain adalah metode perbandingan berpasangan. Dalam metode ini seorang karyawan dibandingkan secara berpasangan terhadap semua kayawan, misalnya karyawan A dibandingkan dengan karyawan B, karyawan A dbandingkan dengan karyawan C, karyawan A dibandingkan dengan karyawan D, dan seterusnya. Jadi, setiap orang
10 dibandingkan dengan orang lain atas dasar keseluruhan hasil kinerja (Moeheriono, 2009). Untuk memperbaiki kinerja organisasi dibutuhkan karyawan yang bekerja sungguh-sungguh dan bahagia. Hasil riset mengenai kebahagiaan di tempat kerja menunjukkan bahwa kesejahteraan karyawan memainkan peran penting dalam peningkatan kinerja organisasi. Hasil riset tersebut juga membuktikan adanya hubungan yang kuat antara kebahagiaan karyawan dengan kesungguhan bekerja di tempat kerja (Rampersad, 2006). 2.6 Human Resource Scorecard Human resources scorecard adalah suatu sistem pengukuran sumber daya manusia yang mengaitkan manusia - strategi - kinerja untuk menghasilkan perusahaan yang unggul. Human resources scorecard menjabarkan visi, misi, dan strategi menjadi aksi human resources yang dapat diukur kontribusinya. Human resources scorecard menjabarkan sesuatu yang tak berwujud/intangible (leading/sebab) menjadi berwujud/tangible (lagging/akibat) (Becker et al., 2001). Perbedaan pokok antara tangible dan intangible asset dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perbedaan pokok antara tangible dan intangible asset Tangible asset Mudah terlihat Dapat dihitung Bagian dari neraca keuangan Investasi menghasilkan pendapatan yang diketahui Dapat dengan mudah diduplikasikan Terdepresiasi jika digunakan Contohnya mesin, peralatan, bahan baku, dll Sumber : Becker et al. (2001) Intangible asset Tidak terlihat Sulit dihitung Tidak terlacak melalui akuntasi Investasi menghasilkan pendapatan yang tidak diketahui Tidak dapat diduplikasi Terapresiasi bila dipakai Contohnya lingkungan kerja, sumber daya manusia, dll Human resource scorecard bukan hanya merupakan suatu alat pengukuran kinerja manajemen, karena bila diimplementasikan secara tepat akan membantu organisasi dalam memaksimalkan penggunaan sumber daya dan apabila terdapat penyimpangan-penyimpangan dapat membawa organisasi tersebut kembali kepada tujuan strategis yang telah ditetapkan (Kaplan dan Norton, 1996).
11 Ada beberapa prinsip dasar yang harus dipahami terlebih dahulu dengan benar sebelum mengimplementasikan human resource scorecard, (Moeheriono, 2009) yaitu: a. human resource scorecard adalah bagian dari strategi perusahaan. b. dalam strategi human resource scorecard harus ada hubungan sebab terlebih dahulu baru kemudian akibat yang ditimbulkan apa, atau dengan kata lain harus ada kombinasi dari indikator akibat dan sebab. c. dasar pemikiran yang digunakan adalah apa yang dapat diukur itulah yang dapat dikelola, setelah mendapatkan apa yang dikelola baru dapat diimplementasikan dan dievaluasi. Human resource scorecard merupakan suatu pendekatan baru dalam pengukuran kinerja sumber daya manusia dalam rangka meningkatkan kinerja perusahaan. Model pengukuran ini sangat penting bagi manajer sumber daya manusia untuk menghadapi tantangan masa depan, mengingat lingkungan yang selalu berubah. Proses pelaksanaan human resource scorecard terdiri dari tujuh langkah (Becker et al., 2001), yaitu: 1. Mendefinisikan strategi bisnis secara jelas. Langkah pertama yang dilakukan sebelum membangun strategi pengembangan SDM adalah mengklarifikasi kembali kebijakan dan strategi pengembangan perusahaan secara keseluruhan. Pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan bagaimana perusahaan menciptakan nilai, strategi-strategi apa yang membuat perusahaan sukses, ukuran-ukuran apa yang bisa menunjukkan kesuksesan perusahaan harus sudah terformulasikan dengan jelas dan sudah terkomunikasikan dengan baik ke seluruh lapisan karyawan / organisasi. Kuncinya ialah menyatakan sasaran perusahaan secara demikian sehingga karyawan memahami peran mereka dan organisasi mengetahui bagaimana mengukur keberhasilannya dalam mencapai sasaran tersebut. 2. Membangun sebuah kasus bisnis untuk SDM sebagai aset strategis. Setelah perusahan mengklarifikasi strategi, profesional SDM perlu membangun kasus bisnis untuk mengetahui mengapa dan bagaimana SDM dapat mendukung pencapaian strategi tersebut. Departemen SDM dapat
12 menjadi model strategi, apalagi manajer lini dan manajer SDM mau membagi tanggung jawab dalam proses implementasi strategi tersebut. 3. Membuat peta strategis. Setiap organisasi dalam memenuhi kebutuhan pelaksanaan selalu melakukan serangkaian aktivitas-aktivitas spesifik yang jika digambarkan akan membentuk suatu rantai penciptaan nilai. Dengan peta strategis kita dapat mengetahui hubungan antara strategi bisnis dan aktivitas human resource. Tujuan peta strategi adalah untuk menunjukkan dan mendokumentasikan berbagai peran dan kontribusi yang dibuat human resource pada organisasi. Contoh peta strategi yang telah digunakan terdapat pada Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) dan Reformasi Birokrasi No. 15/2008 tentang Pedoman Umum Reformasi Birokrasi, secara visual diuraikan oleh Tjahjono dalam Kompas (21 Desember 2009) (Lampiran 20). Pihak Kementerian PAN dan Reformasi Birokrasi telah menggunakan peta strategi ini untuk melakukan reformasi birokrasi di berbagai departemen. 4. Mengidentifikasi HR Deliverable di dalam peta strategi. Peran strategis departemen SDM terjadi ketika terjadi titik temu antara strategi bisnis perusahaan dengan program-program yang dijalankan oleh departemen SDM. Semakin sering titik temu diantara keduanya terjadi, maka semakin strategis pula peran SDM dalam perusahaan tersebut. Untuk merealisasikan hal ini, para professional di departemen SDM harus memahami aspek bisnis perusahaan secara keseluruhan. Bila hal ini tidak terpenuhi, para manager dari fungsi lain tidak akan menghargai kebijakan yang diambil oleh departemen SDM. Berdasarkan strategi perusahaan, departemen SDM tersebut kemudian membuat HR Deliverable yang dirancang untuk mendukung realisasi dari strategi dan kinerja perusahaan seperti apa yang memerlukan kompetensi dan tugas organisasi yang tepat. 5. Menyelaraskan arsitektur SDM dan HR Deliverable. Setelah HR Deliverable ditentukan, maka tahap selanjutnya adalah menyesuaikan HR Deliverable tersebut dengan arsitektur SDM yang dimiliki oleh departemen SDM. Human resource strategic architecture merupakan dasar-dasar dari peranan sumber daya strategis yang mencakup
13 3 (tiga) dimensi, yaitu: fungsi sumber daya manusia, sistem sumber daya manusia, dan perilaku karyawan. Menurut Moeheriono (2009), pada langkah ini dirancang sistem sumber daya manusia yang dapat mendukung HR deliverable. 6. Merancang sistem pengukuran strategis. Setelah tercipta keselarasan antara HR deliverable dengan arsitektur SDM, maka langkah selanjutnya adalah menetapkan ukuran-ukuran strategis (key performance indicator) untuk tiap HR deliverable. Dalam proses penyusunan HR scorecard, HR deliverable merupakan sasaran strategis yang harus dicapai oleh departemen SDM. 7. Mengelola implementasi melalui pengukuran. Setelah HR scorecard dikembangkan dengan ukuran-ukuran strategis, hasilnya menjadi alat ukur yang sangat berguna untuk menjaga skor pengaruh SDM terhadap kinerja organisasi.
Gambar 1 Ikan Tuna (Kardarron 2007).
6 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuna Loin Beku Tuna loin beku adalah produk yang dibuat dari tuna segar atau beku yang mengalami perlakuan penyiangan, pembelahan membujur menjadi empat bagian (loin), pembuangan
Lebih terperinciMETODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian
3. METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu penilaian program kelayakan dasar (pre requisite program), evaluasi penerapan program Hazard Analysis Critical
Lebih terperinciKETERKAITAN KINERJA DAN KOMPETENSI BERDASARKAN HUMAN RESOURCE SCORECARD
KETERKAITAN KINERJA DAN KOMPETENSI BERDASARKAN HUMAN RESOURCE SCORECARD DENGAN KEBERHASILAN IMPLEMENTASI HACCP PADA PROSES PENGOLAHAN TUNA LOIN BEKU (STUDI KASUS) IKA ZAHARANI YAHYA C34051754 DEPARTEMEN
Lebih terperinciFilet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan
Standar Nasional Indonesia Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Deskripsi Ikan Tuna
2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Tuna Klasifikasi ikan tuna (Saanin 1984) adalah sebagai berikut : Phylum : Chordata Subphylum : Vertebrata Class : Teleostei Subclass : Actinopterygi Ordo : Perciformes
Lebih terperinciSNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan
Standar Nasional Indonesia Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 2013 sampai dengan 5 Juni 2013 di PT. Awindo Internasional Jakarta. PT. Awindo Internasional terletak
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di PT. Graha Insan Sejahtera yang berlokasi di salah satu Perusahaan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Jalan Muara
Lebih terperinciSosis ikan SNI 7755:2013
Standar Nasional Indonesia Sosis ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini
Lebih terperinciSNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi
Standar Nasional Indonesia Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan
Lebih terperinciIkan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan
Standar Nasional Indonesia Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...
Lebih terperinciIkan beku Bagian 1: Spesifikasi
Standar Nasional Indonesia Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...
Lebih terperinciTugas Manajemen Mutu Terpadu. 3. Penanganan dan pengolahan Penanganan dan pengolahan cumi-cumi beku sesuai SNI :2010.
Nama : RaisAbdullah NPM : 230110097026 Kelas : Perikanan B Tugas Manajemen Mutu Terpadu Spesifikasi CUMI-CUMI BEKU SNI 2731.1:2010 1. Istilah dan definisi cumi-cumi beku merupakan produk olahan hasil perikanan
Lebih terperinciANALISIS KINERJA PERUSAHAAN TUNA LOIN DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD UNTUK PENYUSUNAN STRATEGI PENINGKATAN KEBERHASILAN HACCP
i ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN TUNA LOIN DENGAN PENDEKATAN BALANCED SCORECARD UNTUK PENYUSUNAN STRATEGI PENINGKATAN KEBERHASILAN HACCP FEDWI ANGGI INDRAYANI C34061478 DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
Lebih terperinciSiomay ikan SNI 7756:2013
Standar Nasional Indonesia Siomay ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini
Lebih terperinciGambar 1. Ikan Tongkol (Ethynnus affinis) (Sumber: Anonim b 2010 )
4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Tongkol (Euthynnus affinis) Ikan tongkol (Euthynnus affinis) termasuk dalam famili scombridae terdapat di seluruh perairan hangat Indo-Pasifik Barat,
Lebih terperinciMENGENAL LEBIH JAUH SKOMBROTOKSIN
MENGENAL LEBIH JAUH SKOMBROTOKSIN Produk perikanan merupakan salah satu jenis pangan yang perlu mendapat perhatian terkait dengan keamanan pangan. Mengingat di satu sisi, Indonesia merupakan negara maritim
Lebih terperinciTuna loin segar Bagian 2: Persyaratan bahan baku
Standar Nasional Indonesia Tuna loin segar Bagian 2: Persyaratan bahan baku ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Istilah dan definisi...
Lebih terperinci4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penilaian Program Kelayakan Dasar (PreRequisite Program) PT Makmur Jaya Sejahtera merupakan perusahaan yang bergerak dibidang perikanan. Produk unggulannya adalah tuna loin
Lebih terperinciTuna loin segar Bagian 1: Spesifikasi
Standar Nasional Indonesia Tuna loin segar Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan
Lebih terperinciSNI Standar Nasional Indonesia. Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi
Standar Nasional Indonesia Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuna Deskripsi dan klasifikasi ikan tuna ( Thunnus sp.)
6 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tuna Ikan tuna merupakan salah satu primadona komoditas ekspor produk perikanan Indonesia. Dalam statistik perikanan Indonesia, istilah tuna digunakan sebagai nama grup dari beberapa
Lebih terperinciIkan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan
Standar Nasional Indonesia Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...
Lebih terperinciMELDA ANIYALISA DAHYAR C
EVALUASI EFEKTIVITAS PENGENDALIAN RISIKO BAHAYA HISTAMIN PADA TITIK KENDALI KRITIS (CRITICAL CONTROL POINT-CCP) PROSES PENGOLAHAN TUNA LOIN BEKU DENGAN METODE LEAN SIX SIGMA MELDA ANIYALISA DAHYAR C34051806
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Deskripsi Produk cakalang precooked loin beku di PT.GEM
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produk Cakalang precooked loin beku adalah produk yang dihasilkan oleh PT..Gabungan Era Mandiri (GEM). Produk diekspor sebagai bahan baku pengalengan karena perusahaan
Lebih terperinciLampiran 1. Sertifikat HACCP Frozen Cooked Tuna
LAMPIRAN Lampiran 1. Sertifikat HA Frozen Cooked Tuna 52 Lampiran 2. Sertifikat Keterangan Pengolahan Frozen Cooked Tuna 53 Lampiran 3. Tata Letak Bangunan PT. Gabungan Era Mandiri 54 55 Lampiran 4.Pohon
Lebih terperinciBAB IV PEMBAHASAN. Nama Produk Nama Spesies. Asal Ikan. Alur Proses. Kemasan Produk. Daya Tahan Produk. Penggunaan Produk Negara Tujuan Ekspor
BAB IV PEMBAHASAN 4. Deskripsi Produk Tuna saku beku adalah loin tuna yang telah dipotong menyerupai bentuk saku yang hasil akhirnya dalam kondisi beku. Di PT. X tuna saku beku merupakan salah satu produk
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sangat penting bagi masyarakat dunia. Diperkirakan konsumsi ikan secara global
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pengolahan hasil perikanan memegang peranan penting dalam kegiatan pascapanen, sebab ikan merupakan komoditi yang sifatnya mudah rusak dan membusuk, di samping itu
Lebih terperinciBakso ikan SNI 7266:2014
Standar Nasional Indonesia Bakso ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2014 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini
Lebih terperinciKepiting (Scylla Serrata) kulit lunak beku Bagian 1: Spesifikasi
Standar Nasional Indonesia Kepiting (Scylla Serrata) kulit lunak beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. proses terjadinya perubahan suhu hingga mencapai 5 0 C. Berdasarkan penelitian
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 1.1 Penelitian Pendahuluan Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui waktu pelelehan es dan proses terjadinya perubahan suhu hingga mencapai 5 0 C. Berdasarkan penelitian
Lebih terperinciBAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Tuna (Thunnus sp.) Ikan Tuna adalah ikan laut yang terdiri atas beberapa spesies dari famili scombridae, terutamaa genus Thunnus. Tuna mempunyai beberapaa spesies
Lebih terperinciBIOKIMIA HISTAMIN. DINI SURILAYANI S.Pi., M.Sc
BIOKIMIA HISTAMIN DINI SURILAYANI S.Pi., M.Sc HISTAMIN Senyawa yang terdapat pada daging ikan [umumnya dari family scombroid] yang di dalam dagingnya terdapat kadar histidin yang tinggi. Memiliki efek
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Deskripsi Produk Tuna Loin Beku di PT. Awindo Internasional
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produk Tuna loin beku merupakan salah satu hasil penanganan ikan tuna yang diproduksi oleh PT. Awindo Internasional. Jenis bahan baku yang digunakan yaitu yellowfin
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Tuna ( Thunnus sp )
5 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Tuna (Thunnus sp) Ikan tuna termasuk dalam keluarga Scrombidae, tubuh seperti cerutu, mempunyai dua sirip punggung, sirip depan yang biasanya pendek dan terpisah
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Tuna (Thunnus sp.) Menurut Saanin (1984), ikan tuna berdasarkan taksonominya dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Filum : Chordata Subfilum
Lebih terperinciPRINSIP PENERAPAN HACCP DI INDUSTRI PANGAN SIAP SAJI
PRINSIP PENERAPAN HACCP DI INDUSTRI PANGAN SIAP SAJI BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan Pedoman
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA. Gambar 1 Ikan Selais (O. hypophthalmus). Sumber : Fishbase (2011)
3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ikan Selais (Ompok hypophthalmus) Ikan Ompok hypophthalmus dikenal dengan nama daerah selais, selais danau dan lais, sedangkan di Kalimantan disebut lais
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. Penerapan sanitasi dan higiene diruang penerimaan lebih dititik beratkan pada penggunaan alat dan bahan sanitasi.
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskrpsi Ikan Tuna
4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskrpsi Ikan Tuna Tuna adalah ikan laut yang terdiri dari beberapa famili Scombridae, terutama genus Thunnus. Tuna merupakan ikan perenang handal (pernah diukur mencapai 77 km/jam).
Lebih terperinciBAB III BAHAN DAN METODE
BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2013 di PT. AGB Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi-Jawa Barat. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Deskripsi Produk Tuna Steak Beku di PT. Garaha Insan Sejahtera
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produk Tuna Steak Beku PT. Graha Insan Sejahtera ialah salah satu perusahaan perikanan di Muara Baru-Jakarta Utara yang menangani tuna menjadi produk akhir tuna
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. Tabel 1. Kandungan Gizi dan Vitamin pada Ikan Layur
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Ikan layur (Trichiurus sp.) adalah salah satu jenis ikan demersal ekonomis penting yang banyak tersebar dan tertangkap di perairan Indonesia terutama di perairan Palabuhanratu.
Lebih terperinci2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Mutu
3 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi Mutu Ada beberapa definisi mutu yang masing-masing memberikan definisi yang berbeda, ditinjau dari dasar pendefenisiannya. Adapun definisi mutu yang cukup populer ada
Lebih terperinciEVALUASI RISIKO BAHAYA KEAMANAN PANGAN (HACCP) TUNA KALENG DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL. Oleh: TIMOR MAHENDRA N C
EVALUASI RISIKO BAHAYA KEAMANAN PANGAN (HACCP) TUNA KALENG DENGAN METODE STATISTICAL PROCESS CONTROL Oleh: TIMOR MAHENDRA N C 34101055 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU
Lebih terperinciJurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 1-5 ISSN :
Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 1-5 ISSN : 2088-3137 ANALISIS BAHAYA DAN PENENTUAN TITIK PENGENDALIAN KRITIS PADA PENANGANAN TUNA SEGAR UTUH DI PT. BALI OCEAN ANUGRAH LINGER
Lebih terperinciTuna dalam kemasan kaleng
Standar Nasional Indonesia Tuna dalam kemasan kaleng ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2016 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
Lebih terperinciTUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI. Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt
TUGAS INDIVIDU PENGANTAR MIKROBIOLOGI Penerapan HACCP pada Proses Produksi Yoghurt Disusun Oleh : Yatin Dwi Rahayu 1006578 JURUSAN PENDIDIKAN TEKNOLOGI AGROINDUSTRI FAKULTAS PENDIDIKAN TEKNOLOGI KEJURUAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. di udara, darat, maupun laut. Keanekaragaman hayati juga merujuk pada
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Keanekaragaman hayati adalah seluruh keragaman bentuk kehidupan di bumi. Keanekaragaman hayati terjadi pada semua lingkungan mahluk hidup, baik di udara, darat, maupun
Lebih terperinciKEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR KEP.61/MEN/2009 TENTANG PEMBERLAKUAN WAJIB STANDAR NASIONAL INDONESIA BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN
KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN NOMOR KEP.61/MEN/2009 TENTANG PEMBERLAKUAN WAJIB STANDAR NASIONAL INDONESIA BIDANG KELAUTAN DAN PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KELAUTAN DAN
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Tuna (Thunnus thynnus)
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Tuna (Thunnus thynnus) Menurut Saanin (1984), ikan tuna berdasarkan taksonominya dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Filum Subfilum Kelas
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi wilayah PT. Cipta Frima Jaya adalah salah satu perusahaan yang bergerak dalam penanganan pasca panen (pembekuan) untuk hasil perikanan, yang merupakan milik Bapak
Lebih terperinciPENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KADAR HISTAMIN PADA YELLOWFIN TUNA (Thunnus albacore) ABSTRAK
1 PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KADAR HISTAMIN PADA YELLOWFIN TUNA (Thunnus albacore) Replin Amrin Saidi 1, Abdul Hafidz Olii 2, Yuniarti Koniyo 2 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
Lebih terperinci2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 181). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Makanan merupakan suatu kebutuhan pokok manusia, dimana persyaratan itu harus memenuhi syarat-syarat bagi kesehatan hidup manusia. Syarat-syarat makanan yang baik diantaranya
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. H.Yusdin Abdullah dan sebagai pimpinan perusahaan adalah Bapak Azmar
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Wilayah PT. Cipta Frima Jaya adalah salah satu perusahaan yang bergerak dibidang proses dan pembekuan untuk hasil perikanan laut, yang merupakan milik Bapak H.Yusdin
Lebih terperinciIkan beku SNI 4110:2014
Standar Nasional Indonesia Ikan beku ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2014 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. Morfologi jenis ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) secara sepintas
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Morfologi Klasifikasi Ikan Cakalang Morfologi jenis ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) secara sepintas memiliki ukuran tubuh yang relatif besar, panjang tubuh sekitar 25cm dan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam perairan baik perairan darat maupun perairan laut dengan
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan adalah suatu kegiatan perekonomian yang memanfaatkan sumber daya alam perairan baik perairan darat maupun perairan laut dengan menggunakan ilmu pengetahuan
Lebih terperinciUdang beku Bagian 1: Spesifikasi
Standar Nasional Indonesia Udang beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...
Lebih terperinciASESMEN RISIKO HISTAMIN SELAMA PROSES PENGOLAHAN PADA INDUSTRI TUNA LOIN. Oleh: Dhias Wicaksono C34104028
ASESMEN RISIKO HISTAMIN SELAMA PROSES PENGOLAHAN PADA INDUSTRI TUNA LOIN Oleh: Dhias Wicaksono C34104028 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciEVALUASI RISIKO SEMI-QUANTITATIVE KADAR HISTAMIN IKAN TUNA PADA PROSES PEMBONGKARAN DI TRANSIT DAN PENGOLAHAN PRODUK TUNA LOIN BEKU
EVALUASI RISIKO SEMI-QUANTITATIVE KADAR HISTAMIN IKAN TUNA PADA PROSES PEMBONGKARAN DI TRANSIT DAN PENGOLAHAN PRODUK TUNA LOIN BEKU PUSPITA KURNIA HARDIANA C34050164 DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
Lebih terperinciSistem analisa bahaya dan pengendalian titik kritis (HACCP) serta pedoman penerapannya
Standar Nasional Indonesia SNI 01-4852-1998 Sistem analisa bahaya dan pengendalian titik kritis (HACCP) serta pedoman penerapannya Badan Standardisasi i Nasional - BSN Standar ini merupakan adopsi secara
Lebih terperinciMELDA ANIYALISA DAHYAR C
EVALUASI EFEKTIVITAS PENGENDALIAN RISIKO BAHAYA HISTAMIN PADA TITIK KENDALI KRITIS (CRITICAL CONTROL POINT-CCP) PROSES PENGOLAHAN TUNA LOIN BEKU DENGAN METODE LEAN SIX SIGMA MELDA ANIYALISA DAHYAR C34051806
Lebih terperinciKAJIAN KETERKAITAN SISTEM PELAKSANAAN PROGRAM HIGIENE DALAM MEREDUKSI RISIKO BAHAYA HISTAMIN PADA PROSES PRODUKSI TUNA LOIN BEKU
1 KAJIAN KETERKAITAN SISTEM PELAKSANAAN PROGRAM HIGIENE DALAM MEREDUKSI RISIKO BAHAYA HISTAMIN PADA PROSES PRODUKSI TUNA LOIN BEKU MINAL FITRANI C34060598 DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanganan maupun pengolahan merupakan suatu cara ataupun tindakan untuk mempertahankan mutu dan kualitas bahan pangan, termasuk di sektor perikanan. Menurut data Dirjen
Lebih terperinciStudi Kelayakan Unit Pengolahan Udang Putih Beku Tanpa Kepala di PT. XX Gorontalo
Studi Kelayakan Unit Pengolahan Udang Putih Beku Tanpa Kepala di PT. XX Gorontalo 1,2 Saprin Hayade, 2 Rieny Sulistijowati, 2 Faiza A. Dali 1 saprin_hayade@yahoo.com 2 Jurusan Teknologi Perikanan Fakultas
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produk Ikan Layur Beku Menurut SNI 6940.1:2011 (BSN 2011), ikan layur beku merupakan produk hasil perikanan dengan bahan baku layur segar utuh yang mengalami perlakuan
Lebih terperinci3 METODOLOGI PENELITIAN
20 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Agustus-September 2010 di PT X, yang beralamat di Jalan Muara Baru Ujung Blok B No. 168, Kecamatan Penjaringan,
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson) Sheedy (2006), klasifikasi ilmiah ikan Tenggiri yaitu :
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Tenggiri (Scomberomorus commerson) Sheedy (2006), klasifikasi ilmiah ikan Tenggiri yaitu : Kerajaan : Animalia Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii
Lebih terperinciLampiran 1 Log book penangkapan ikan dengan alat tangkap rawai tuna dan pancing ulur.
LAMPIRAN 74 59 Lampiran 1 Log book penangkapan ikan dengan alat tangkap rawai tuna dan pancing ulur. 74 75 Lampiran 2 Tabel observasi kegiatan proses pembuatan tuna loin beku (data verivikasi) Nama tahapan
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. manusia untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan sepanjang siklus kehidupan,
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Makanan merupakan kebutuhan dasar yang paling esensial bagi manusia untuk mempertahankan hidup dan kehidupan. Makanan sebagai sumber zat gizi yaitu karbohidrat, lemak,
Lebih terperinci2 MEMUTUSKAN: Menetapkan : PERATURAN PEMERINTAH TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL P
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.181, 2015 LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5726). PERATURAN
Lebih terperinciAnalisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian
Analisis Risiko Pengolahan Hasil Pertanian Tekn. Penanganan dan Pengolahan Hasil Pertanian Mas ud Effendi Risiko Risiko merupakan ketidakpastian (risk is uncertainty) dan kemungkinan terjadinya hasil yang
Lebih terperinciGambaran pentingnya HACCP dapat disimak pada video berikut
A. Penerapan Cara Peoduksi Perikanan laut yang Baik (GMP/SSOP/HACCP) HACCP merupakan suatu sistem yang mengidentifikasi, mengevaluasi dan mengontrol setiap tahapan proses yang rawan terhadap risiko bahaya
Lebih terperinciBABI PENDAHULUAN. Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi oleh Samudera
BABI PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara kepulauan yang dikelilingi oleh Samudera Indonesia d~n Samudera Pasifik dengan Iuas wi/ayah yang sangat besar, kaya akan sumber peri kanan,
Lebih terperinciDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 57 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM JAMINAN MUTU DAN KEAMANAN HASIL PERIKANAN SERTA PENINGKATAN NILAI TAMBAH PRODUK HASIL PERIKANAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA
Lebih terperinciThe Hazard Analysis and Critical Control Point System
The Hazard Analysis and Critical Control Point System HACCP merupakan metode yang rasional & alamiah untuk penjaminan mutu makanan. Sistem ini terdiri atas identifikasi serta pengkajian yang sistematis
Lebih terperinciAnalisa Mikroorganisme
19 Analisa Mikroorganisme Pemeriksaan awal terhadap 36 sampel daging ayam dan 24 sampel daging sapi adalah pemeriksaan jumlah mikroorganisme. Hasil yang diperoleh untuk rataan jumlah mikroorganisme daging
Lebih terperinciTEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN
SUMBER BELAJAR PENUNJANG PLPG 2017 MATA PELAJARAN/PAKET KEAHLIAN TEKNIK PENGOLAHAN HASIL PERTANIAN BAB XV PENGENDALIAN MUTU SELAMA PROSES KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN DIREKTORAT JENDERAL GURU
Lebih terperinciKAJIAN PENOLAKAN EKSPOR PRODUK PERIKANAN INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT. Rinto*
KAJIAN PENOLAKAN EKSPOR PRODUK PERIKANAN INDONESIA KE AMERIKA SERIKAT Rinto* Peningkatan volume ekspor produk perikanan Indonesia selalu diiringi dengan penolakan penolakan. Pada tahun 2010 tercatat 146
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. pengontrolan kualitas ikan tuna sangat ditunjang oleh pengetahuan terhadap
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Umum Ikan Tuna Tuna merupakan ikan ekonomis penting dalam perdagangan perikanan dunia dan termasuk golongan ikan pelagis. Efektivitas tindakan dalam pengontrolan kualitas
Lebih terperinciII. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya
6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terasi Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari ikan dan udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, disertai
Lebih terperinciMutu karkas dan daging ayam
Standar Nasional Indonesia Mutu karkas dan daging ayam ICS 67.120.20 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...
Lebih terperinciSarden dan makerel dalam kemasan kaleng
Standar Nasional Indonesia Sarden dan makerel dalam kemasan kaleng ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2016 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian
Lebih terperinci4 HASIL DAN PEMBAHASAN
28 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Perusahaan Perusahaan X merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang perikanan. Perusahaan ini berdiri sekitar 10 tahun yang lalu. Perusahaan X ini
Lebih terperinciSNI 4482:2013 Standar Nasional Indonesia Durian ICS Badan Standardisasi Nasional
Standar Nasional Indonesia Durian ICS 67.080.10 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini dengan
Lebih terperinciDAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR PUSTAKA... 70 LAMPIRAN DAFTAR TABEL Tabel 2.1. komposisi Kimia Daging Tanpa Lemak (%)... 12 Tabel 2.2. Masa Simpan Daging Dalam Freezer... 13 Tabel 2.3. Batas Maksimum Cemaran Mikroba Pada Pangan...
Lebih terperinciNur Hidayat Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang
Nur Hidayat Jurusan Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya Malang http://nurhidayat.lecture.ub.ac.id Materi Sosialisasi GMP dan Keamanan Pangan 11/17/2011 1 HACCP
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA. penghasil devisa dari sumber hayati perikanan Indonesia. Menurut James (1989) ikan
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Tuna Ikan tuna (Thunnus sp) tergolong ikan berkualitas baik dan merupakan penghasil devisa dari sumber hayati perikanan Indonesia. Menurut James (1989) ikan tuna mempunyai
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. keamanan makanan serta efektivitas dalam proses produksi menjadi suatu
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Di era globalisasi ini perkembangan zaman yang diingiringi dengan inovasi-inovasi dalam bidang pangan khususnya. Pola konsumsi masyarakat terhadap suatu produk makanan
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Ikan Layur (Trichiurus sp.) Ikan layur (Trichiurus sp.) menurut taksonominya diklasifikasikan sebagai berikut (Saanin 1984) Phyllum : Chordata Sub Phylum : Vertebrata Class
Lebih terperinciTanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI
Tanya Jawab Seputar DAGING AYAM SUMBER MAKANAN BERGIZI KEMENTERIAN PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL PETERNAKAN DAN KESEHATAN HEWAN 2012 DAFTAR ISI 1. Apa Kandungan gizi dalam Daging ayam? 2. Bagaimana ciri-ciri
Lebih terperinciBAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Ikan Cakalang (Katsuwonus pelamis) Ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) atau skipjack tuna menurut taksonominya diklasifikasikan sebagai berikut (Saanin
Lebih terperinciHASIL DAN PEMBAHASAN
xxix HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel daging ayam beku yang diambil sebagai bahan penelitian berasal dari daerah DKI Jakarta sebanyak 16 sampel, 11 sampel dari Bekasi, 8 sampel dari Bogor, dan 18 sampel dari
Lebih terperinciBAB I PENDAHULUAN. protein hewani yang mengandung omega-3 dan protein yang cukup tinggi sebesar
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Ikan tuna (Thunnus sp) merupakan salah satu sumber makanan sehat bagi masyarakat. Sebagai sumber makanan sehat, ikan tuna merupakan salah satu sumber protein hewani
Lebih terperinciPENGENDALIAN MUTU PADA PROSES PRODUKSI TUNA LOIN (Thunnus sp.) DENGAN METODE SIX SIGMA STUDI KASUS: PT X MARIAH
PENGENDALIAN MUTU PADA PROSES PRODUKSI TUNA LOIN (Thunnus sp.) DENGAN METODE SIX SIGMA STUDI KASUS: PT X MARIAH DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN
Lebih terperinciMenerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan
1 Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan Pengertian Abon Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau,
Lebih terperinciI. PENDAHULUAN. dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Daging adalah semua jaringan hewan, baik yang berupa daging dari karkas, organ, dan semua produk hasil pengolahan jaringan yang dapat dimakan dan tidak menimbulkan gangguan
Lebih terperinciBAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6.
4.1 Angka Lempeng Total (ALT) BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Angka lempeng total mikroba yang diperoleh dari hasil pengujian terhadap permen soba alga laut Kappaphycus alvarezii disajikan pada Tabel 6. Tabel
Lebih terperinci