4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "4 HASIL DAN PEMBAHASAN"

Transkripsi

1 28 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Perusahaan Perusahaan X merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang perikanan. Perusahaan ini berdiri sekitar 10 tahun yang lalu. Perusahaan X ini didukung oleh manajemen perusahaan yang baik dan sumber daya yang terpilih, perusahaan ini telah mampu bersaing dengan perusahaan perikanan yang lainnya dalam memproduksi dan mengeksport tuna loin ke mancanegara, diantaranya Amerika Serikat. Perusahaan A yang merupakan cikal bakal dari perusahaan X mulai beroperasi sekitar akhir tahun 1998 dengan menyewa tempat di Jakarta. Perusahaan A memproduksi kerang laut (tiger snail) dan ikan layur hingga akhir tahun Tahun 2000, perusahaan mulai memproduksi olahan tuna yaitu loin, saku, steak, strip, cubes dan chunk yang beroperasi sampai akhir tahun Awal tahun 2002, unit produksi dan manajemen mulai pindah lokasi di Jakarta dengan memproduksi tuna beku. PT X berada di tangan para investor dari Taiwan. Sejak tahun 2005, PT X mulai memfokuskan pada ekspor produk segar dengan jenis loin, steak, saku, cubes dan produk sampingan scrab dengan jumlah besar. Perusahaan X dalam melakukan proses produksi telah mendapatkan sertifikat kelayakan untuk pengolahan (SKP) dengan nilai A yang dikeluarkan Kementerian Perikanan dan Kelautan. Tujuan pendirian PT X sesuai dengan prinsip ekonomi yaitu untuk memperoleh keuntungan dan memperluas lapangan pekerjaan sehingga dapat menekan tingkat pengangguran. Data berat rataan bahan baku, rataan loin dan rataan rendemen loin dapat dilihat pada Lampiran Proses Produksi Tuna Loin Tahapan proses pengolahan tuna loin beku di PT X terdiri dari : penerimaan bahan baku, pencucian, penyimpanan sementara, penimbangan I, pemotongan, pembentukan loin, sortasi mutu, pembuangan daging gelap (trimming), pembuangan kulit (skinning), perapihan, penimbangan II, pembungkusan sementara, pemberian gas CO, pengemasan primer, pemvakuman,

2 29 pembekuan, penimbangan IV, pengemasan sekunder dan pelabelan. Diagram alir proses pengolahan tuna loin di PT X disajikan pada Lampiran Penerimaan bahan baku (receiving) Penerimaan ikan tuna setelah sampai di perusahaan langsung ditangani secara cepat dan hati-hati. Setelah di tempat penerimaan, langsung dilakukan pengecekan terhadap mutunya yaitu meliputi uji organoleptik dan pengujian suhu dengan menggunakan termokopel. Pengecekan suhu dilakukan untuk menjaga suhu pusat tubuh ikan tidak lebih dari 5 C agar tidak terjadi peningkatan kadar histamin. Pada umumnya bahan baku yang diterima adalah ikan yang memiliki suhu sekitar 1-2 C. Penerimaan bahan baku tuna dapat dilihat pada Gambar 5. Gambar 5 Penerimaan bahan baku Pencucian Proses pencucian dilakukan dengan cara mengusap seluruh bagian ikan dengan menggunakan spon halus dan membilasnya dengan air dingin mengalir bersuhu ± 2 C. Air yang digunakan telah mengalami pengujian dengan standar air minum. Pencucian ini bertujuan untuk menghilangkan dan membersihkan kotoran, darah, lendir, dan benda-benda asing yang menempel pada ikan tuna sehingga dapat mengurangi jumlah mikroba (Jenie 1988). Proses pencucian pada ikan tuna dapat dilihat pada Gambar 6. Gambar 6 Pencucian.

3 Penyimpanan sementara Penyimpanan sementara dilakukan apabila bahan baku yang diterima atau yang dibeli belum mencukupi untuk diproses. Oleh karena itu ikan tuna dikumpulkan dan disimpan dalam bak penampungan yang berisi es flake (flake ice). Dalam bak penampungan tidak ada pemisahan size atau grade ikan. Bak penampungan ikan ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan ikan sementara sebelum ikan dipotong agar suhu ikan tetap terkontrol untuk meminimalkan jumlah mikroba. Penyimpanan sementara ikan tuna dapat dilihat pada Gambar 7. Gambar 7 Penyimpanan sementara Penimbangan I Penimbangan ikan ini yaitu dengan cara meletakkan ikan tuna dalam timbangan yang sudah dikalibrasi. Tujuan dari penimbangan ini yaitu untuk mengetahui berat tuna utuh per ekor dan untuk menentukan rendemen yang akan diperoleh. Dalam penimbangan ini data dicatat oleh tally perusahaan. Penimbangan ikan tuna dapat dilihat pada Gambar 8. Gambar 8 Penimbangan Pemotongan Langkah pertama yang dilakukan dalam pemotongan yaitu dengan memotong kepala terlebih dahulu. Selanjutnya pisau dimasukkan ke dasar sirip dada dan dipotong kearah punggung. Pemotongan ini dilakukan secara cepat dan

4 31 hati- hati dan mengikuti garis operkulum (tutup insang). Selanjutnya dilakukan pemenggalan tulang belakang dengan memegang bagian kepala sampai kepala ikan terputus. Kepala dan sirip yang telah dipotong ditampung dalam bak khusus. Sebelum tulang ikan dibuang dilakukan pengambilan sisa-sisa daging yang masih menempel pada tulang. Hasil samping seperti kepala, tulang, kulit, dan daging dimanfaatkan untuk dijual kembali. Pemotongan ikan tuna dapat dilihat pada Gambar 9. Gambar 9 Pemotongan Pembentukan loin Pembentukan loin dilakukan secara manual dengan cara memotong daging ikan mulai dari ekor ke arah kepala hingga daging kedua sisi ikan terpisah dari tulang punggungnya. Satu ekor ikan dipotong menjadi empat bagian loin. Pembentukan loin dapat dilihat pada Gambar 10. Gambar 10 Pembentukan loin Pembuangan kulit (skinning) Tahapan selanjutnya adalah pembuangan kulit (skinning). Pembuangan kulit dilakukan secara manual dengan menggunakan pisau yang tajam di ruang pengolahan. Ikan tersebut dibuang kulitnya sehingga tidak terdapat sisa-sisa kulit pada daging. Pembuangan kulit dilakukan dengan cara menyisir kulit dari pangkal

5 32 ekor loin sampai menuju badan. Kemudian kulit dimasukkan ke plastik untuk dibuang. Proses pembuangan kulit dapat dilihat pada Gambar 11. Gambar 11 Pembuangan kulit (skinning) Pembuangan daging gelap Proses trimming merupakan proses pemisahan daging gelap. Daging gelap yang berada di sekitar garis linea lateralis dibersihkan bersamaan dengan sisa tulang di sekitarnya. Pembuangan daging gelap dilakukan oleh pekerja yang memiliki keterampilan dan ketelitian yang baik. Pembuangan daging gelap ini bertujuan untuk memperkecil tingkat kadar histamin. Pembuangan daging gelap dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar 12 Pembuangan daging gelap Perapihan Perapihan dilakukan pada loin yang masih terdapat sisa daging hitam dan sisa-sisa kulit dikarenakan pemotongan yang kurang benar. Perapihan dapat dilihat pada Gambar 13. Gambar 13 Perapihan.

6 Penimbangan II Loin ikan tuna ditimbang satu per satu untuk mengetahui beratnya dari tuna loin yang dihasilkan. Selain itu penimbangan awal untuk mengetahui rendemen yang dihasilkan. Penimbangan II loin ikan tuna dapat dilihat pada Gambar 14. Gambar 14 Penimbangan II Pemberian gas CO Loin atau produk yang telah dimasukkan ke dalam plastik kemudian dilakukan pemberian gas CO dengan cara menyuntikkan menggunakan alat yang berbentuk sikat ke dalam daging ikan agar dapat memberikan warna merah segar atau warna alami pada bagian dalam ikan. Pemberian gas CO pada produk hanya dilakukan untuk pasar Amerika dan Asia, biasanya pemberian CO sesuai dengan permintaan buyer (pembeli) itu sendiri. Pemberian gas CO dapat dilihat pada Gambar 15. Gambar 15 Pemberian gas CO Pengemasan primer Produk loin yang telah didinginkan dilakukan penimbangan, kemudian dilakukan pengolesan dengan menggunakan spon atau busa yang disemprotkan alkohol agar tidak tumbuh mikroba. Loin yang telah bersih kemudian dibungkus dengan kemasan primer yaitu plastik High Density Polyethilene (HDPE) yang

7 34 telah diberi label sesuai dengan kategori produk. Plastik ini merupakan pengemasan primer karena plastik tersebut berhubungan langsung dengan produksi. Pengemasan primer dapat dilihat pada Gambar 16. Gambar 16 Pengemasan primer Pemvakuman Produk loin yang telah terbungkus rapi menggunakan plastik High Density Polyethilene (HDPE) tersebut divakum menggunakan vaccum sealer sehingga produk berada dalam kondisi hampa udara sehingga plastik melekat dengan kuat karena udara di dalamnya telah dihilangkan. Pemvakuman dapat dilihat pada Gambar 17. Gambar 17 Pemvakuman Pembekuan Loin yang telah dikemas dalam plastik dan divakum, setelah itu disusun dalam long pan, kemudian diangkut ke dalam ruang pembeku dan diletakkan pada rak-rak. Alat pembeku yang digunakan adalah Air Blast Freezer (ABF). ABF merupakan sebuah ruangan atau kamar yang dimana udara dingin di dalamnya disirkulasikan dengan bantuan fan atau kipas. Proses pembekuan dilakukan selama 8 jam dengan suhu -40 C. Pembekuan dapat dilihat pada Gambar 18.

8 35 Gambar 18 Pembekuan Penimbangan III Penimbangan III merupakan penimbangan akhir setiap loin sebelum loin dikemas. Penimbangan dilakukan untuk mengetahui size loin dalam sebuah pengemasan. Penimbangan III dapat dilihat pada Gambar 19. Gambar 19 Penimbangan III Pengemasan sekunder dan pelabelan Pengemasan loin dilakukan setelah plastik loin dibersihkan dari bunga es dengan diusap busa atau spon yang disemprotkan dengan alkohol. Untuk mempertahankan suhu loin selama distribusi digunakan bubble (plastik pelindung) untuk menyelimuti masing-masing loin. Selanjutnya loin dimasukkan ke dalam plastik dan disusun di dalam master carton. Pada bagian luar master carton diberi checklist pada kolom jenis produk dan size yang sesuai dan juga diberi kode produksi. Kode produksi merupakan rangkaian 5 atau 6 huruf terjemahan dari nomor batch dan hanya diketahui oleh staf produksi perusahaan. Selain itu setiap kemasan juga diberikan label yang mencantumkan informasi-informasi mengenai produk yang dapat membantu memudahkan konsumen dalam mengenali produk tersebut. Pengemasan sekunder dan pelabelan dapat dilihat pada Gambar 20.

9 36 Gambar 20 Pengemasan sekunder dan pelabelan. 4.3 Perancangan Metode DMAIC Perancangan metode yang digunakan adalah perancangan metode DMAIC, yaitu metode pemecahan masalah sederhana sebagai suatu sistem manajemen yang dapat meningkatkan efektivitas dan efisiensi kinerja perusahaan, serta menghilangkan faktor-faktor yang dapat menghambat peningkatan efektivitas suatu sistem produksi. Metode ini merupakan singkatan dari Define (merumuskan), Measure (mengukur), Analyze (menganalisis), Improve (meningkatkan/memperbaiki), dan Control (mengendalikan). Metode ini digunakan dalam konsep six sigma sebagai metode peningkatan bisnis yang bertujuan untuk menemukan dan mengurangi faktor-faktor penyebab kecacatan atau kesalahan, meningkatkan produktifitas, memenuhi kebutuhan pelanggan dengan lebih baik, mencapai tingkat pendayagunaan aset yang lebih tinggi (Evans dan Lindsay 2007). 1) Define (perumusan masalah) Defiine atau perumusan masalah dilakukan sebagai sasaran peningkatan proses yang konsisten dengan strategi perusahaan. Sasaran peningkatan proses pada penelitian ini adalah pengendalian mutu pada proses produksi tuna loin. Pendefinisian masalah ini dilakukan dengan menggunakan aplikasi konsep mutu berdasarkan pandangan tradisional yang meliputi (Suppliers, Inputs, Inspeksi, Prosess, Outputs, dan Customers). Hampir sama dengan SIPOC, hanya perbedaannya terletak inspeksi dimana bertujuan untuk mencegah lolosnya produk cacat. Inspeksi ini terletak sebelum dan sesudah proses produksi. Aplikasi konsep mutu berdasarkan pandangan tradisional dalam produksi tuna loin dapat dilihat pada Gambar 21.

10 37 Suppliers Nelayan Tempat Transit Ikan I N S P E Proses Pandangan Tradisional Penerimaan bahan Pencucian Pemotongan(Kepala dan loin) I N S P E Customers Komoditas ekspor Amerika Komoditas lokal Input K S Pembuangan daging K S Output Tuna Yellowfin, Big eye Es curai Pisau Karyawan Timbanga n I Bahan baku dalam keadaan segar Perapihan Penimbangan Pembekuan Pengemasan dan pelabelan I Produk yang dihasil kan sesuai Organolepti k tuna loin Rendemen Estetika bentuk tuna Gambar 21 Konsep Mutu Berdasarkan Pandangan Tradisional. Berdasarkan konsep mutu pandangan tradisional diketahui bahwa pemasok ikan tuna yang diterima berasal dari para nelayan yang kemudian dilakukan pembongkaran ikan tuna di tempat transit. Kendala yang dihadapi dari supplier meliputi pasokan ikan yang tidak tentu yang disebabkan oleh faktor cuaca yang tidak menentu. Mutu dan grade ikan yang diperoleh, serta penerapan GMP dan SSOP oleh pemasok dalam penanganan ikan. Input merupakan barang atau jasa yang dibutuhkan oleh suatu proses untuk menghasilkan output. Input dalam produksi ini meliputi ikan tuna jenis yellow fin dan big eye, karyawan, es curai, pisau, timbangan dan plastik bubble. Berat dan mutu ikan tuna yang akan diproses berpengaruh terhadap mutu serta berat total loin yang dihasilkan. Karyawan akan mempengaruhi mutu dan berat dari tuna loin karena karyawan yang teliti, telaten dan terlatih akan mengurangi tingkat kecacatan. Es curai yang digunakan haruslah berasal dari air yang bersih dan yang telah lulus uji di laboratorium, es curai ini digunakan untuk penyimpanan ikan di bak penampungan ketika sedang menunggu pemotongan yang sedang berlangsung. Ketajaman pisau dan keahlian pekerja dalam melakukan

11 38 pemotongan dan pembuatan fillet loin akan mempengaruhi nilai rendemen yang akan dihasilkan. Ketelitian dan keakuratan dari timbangan yaitu selalu dilakukan pengkalibrasian sehingga dapat mencegah penipuan ekonomi bagi pelanggan. Plastik yang digunakan adalah plastik bubble yang memiliki ukuran yang sesuai dengan panjang tuna loin dan penggunaan plastik ini bertujuan untuk mencegah kerusakan fisik agar estetika dari bentuk tuna loin. Inspeksi kedua yaitu produk yang dihasilkan harus sesuai dengan yang diinginkan oleh pembeli. Produk tuna loin yang telah memenuhi kriteria yang diminta pembeli harus segera dikirimkan. Tuna loin ini diekspor ke Amerika, akan tetapi jika produk tuna loin itu tidak memenuhi komoditas ekspor, maka produk tuna loin tersebut dijadikan komoditas untuk lokal. 2) Measure (pengukuran) Measure (pengukuran) yang dikaji adalah pada kinerja proses yang dipilih untuk mengendalikan, mengevaluasi serta mengadakan perbaikan saat ini agar dapat mencapai suatu targetan yang ditetapkan serta mengumpulkan semua data yang dibutuhkan untuk analisis. Hasil pengukuran dilakukan dengan menggunakan teknik-teknik Statistical Process Control (SPC), yang meliputi peta kendali (control chart) beserta analisis kapabilitas proses (Gasperz 2001). Hasil pengukuran untuk pengendalian mutu proses produksi tuna loin dilakukan pada rataan berat tuna segar, rataan berat tuna loin, serta rataan rendemen yang dihasilkan Pengendalian mutu terhadap rataan berat tuna Proses produksi tuna loin tentunya sangat dipengaruhi oleh berat dari tuna utuh, semakin besar ukuran atau berat dari ikan tuna utuh maka semakin besar pula berat tuna loin yang dihasilkan dalam produksi tuna loin. Di tempat transit ikan tentunya sudah ada cheeker yang senantiasa memeriksa keadaan ikan dan mencatat hasil dari timbangan berat tuna utuh. Produksi tuna loin dilakukan sesuai dengan permintaan dari pelanggan. Tuna loin yang digunakan adalah ikan tuna dari grade C, karena grade A dan B langsung di ekspor ke Jepang untuk sashimi. Hasil analisis pengendalian mutu tuna dapat ditunjukkan pada Gambar 22.

12 berat rataan tuna utuh 39 0,05 0, Peta kendali berat rataan tuna utuh UCL=55,27 0,03 0, _ X=29,08 0,01 0, ,00 29, X Observation LCL=2,89 Gambar 22 Diagram kendali rataan berat tuna utuh. Berdasarkan peta distribusi menunjukkan bahwa nilai lower spesific limit (LSL) dari perusahaan X sebesar 16,00 kg, sedangkan peta kendali menunjukkan berat rataan tuna utuh pada bulan Maret sampai bulan April 2011, didapatkan nilai rataan berat tuna yang digunakan untuk produksi loin 29,08 kg dan nilai batas kontrol atas (UCL) 55,27 kg ( <UCL) dan nilai batas kontrol bawah (LCL) 16,00 kg. Semua data berada diantara kedua batas kendali (UCL dan LCL), oleh karena itu proses ini berada dalam keadaan terkendali (Montgomery 1990). Grafik pengendalian diatas berarti menunjukkan bahwa penerimaan bahan baku berada di dalam kendali penetapan rataan bahan baku yang diterima. Untuk mengetahui kemampuan proses dilakukan pengukuran terhadap indeks kapabilitas proses. Hasil pengukuran tersebut dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil perhitungan rataan tuna utuh dari bulan Maret sampai bulan April No Statistika Nilai 1 jumlah data 30 2 rataan proses 29,08 3 standar deviasi 8,73 4 nilai minimum 19,17 5 nilai maksimum 48,70 6 Lower spesific limit (LSL) 16,00 7 standar deviasi maksimum proses (Smaks) 4,37 8 Upper control limit (UCL) 55,27 9 Lower control limit (LCL) 2,89 10 Kapabilitas proses (Cpm) 1,00 11 Defect per million opportunities (DPMO) Sigma 2,99 Berdasarkan hasil perhitungan statistik dari rataan berat tuna diatas menunjukkan bahwa berat rataan tuna utuh yang diterima 29,08 dan berat

13 40 maksimum tuna yang diterima 48,70 kg, sedangkan berat minimum yang diterima 19,17 kg. Standar deviasi proses 8,73 dan nilai standar deviasi maksimal 4,37. Hasil penelitian ini identik dengan Putri (2011) dimana nilai standar deviasi proses melebihi nilai batas toleransi standar deviasi maksimum proses (Smaks) sebesar 4,37. Artinya variasi berat tuna yang diterima telah melewati batas antara rataan dengan batas spesifikasi minimal nilai standar berat penerimaan tuna. Nilai kapabilitas proses penerimaan tuna di perusahaan X adalah 1,00 1 C pm 1,99 pada tingkat sigma ±3 yaitu tepatnya berada pada tingkat sigma 3,00 sehingga didapat nilai DPMO (defect per million opportunities) atau peluang kegagalan per satu juta kali kesempatan yang artinya bahwa setiap satu juta kali produksi diperkirakan terdapat kemungkinan bahwa rataan berat tuna yang diterima tidak mampu memenuhi berat rataan spesifikasi bawah yaitu 16,00 kg. Nilai kapabilitas proses tersebut menunjukkan bahwa keadaan proses penerimaan bahan baku tuna pada perusahaan tersebut berada dalam keadaan tidak mampu sampai dengan cukup mampu untuk menghasilkan berat tuna sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi perusahaan Pengendalian mutu terhadap berat rataan tuna loin Tuna loin beku merupakan produk olahan hasil perairan dengan bahan baku tuna segar atau beku mengalami perlakuan penyiangan, pembelahan membujur menjadi 4 bagian (loin), pembuangan daging gelap (dark meat), pembuangan lemak, pembuangan kulit, perapihan dan pembekuan cepat serta suhu pusatnya maksimum -18 C. Produksi tuna loin sesuai dengan permintaan bayer dan Tuna loin diproduksi sesuai dengan bahan baku ikan yang didapatkan dan sesuai dengan pesanan pelanggan. Produksi tuna loin yang di produksi di PT X ini sesuai dengan jumlah ikan yang didapatkan, apabila terdapat banyak ikan maka ikan tuna tersebut langsung di produksi dan apabila sedikit ikan tuna di simpan dalam bak penampungan ikan. Hasil analisis pengendalian mutu tuna loin dapat dilihat pada Gambar 23.

14 berat rataan tuna loin 41 0,05 25 Peta kendali rataan tuna loin UCL=23 0, ,03 0, _ X=10,97 0,01 0, ,30 10, X Observation Gambar 23 Diagram kendali rataan berat tuna loin. LCL=-1,06 Berdasarkan peta distribusi menunjukkan nilai lower spesific limit (LSL) dari perusahaan X sebesar 2,30 kg, pada peta kendali didapat berat rataan tuna utuh pada bulan Maret sampai bulan April 2011, yang digunakan untuk produksi loin 10,97 kg dan nilai batas kontrol atas (UCL) 23,00 kg ( <UCL) dan nilai batas kontrol bawah (LCL) 1,06 kg, serta nilai batas spesifikasi bawah 2,30 kg. Dapat dilihat bahwa semua data berada diantara kedua batas kendali atas dan bawah (UCL dan LCL), hal ini menunjukkan bahwa proses ini dalam keadaan terkendali (Montgomery 1990). Untuk mengetahui kemampuan proses dalam pembuatan loin, maka dilakukan pengukuran terhadap indeks kapabilitas proses. Hasil pengukuran tersebut dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Hasil perhitungan rataan tuna loin dari bulan Maret sampai bulan April No Statistika Nilai 1 jumlah data 30 2 rataan proses 10,97 3 standar deviasi 4,01 4 nilai minimum 4,91 5 nilai maksimum 20,00 6 Lower spesific limit (LSL) 2,30 7 standar deviasi maksimum proses (Smaks) 2,37 8 Upper control limit (UCL) 23,00 9 Lower control limit (LCL) 1,06 10 Kapabilitas proses (Cpm) 1,44 11 Defect per million opportunities (DPMO) Sigma 3,66 Berdasarkan hasil perhitungan statistik dari rataan berat tuna diatas menunjukkan bahwa berat rataan tuna loin yang diterima 10,97 kg dan berat

15 berat rataan rendemen 42 maksimum tuna yang diterima 20,00 kg, sedangkan berat minimum yang diterima sebesar 4,91 kg. Standar deviasi proses sebesar 4,01 telah melebihi nilai batas toleransi standar deviasi maksimum proses (Smaks) sebesar 2,37. Hasil penelitian ini sesuai dengan Saulina (2009), dimana nilai variasi potongan tuna loin yang dihasilkan melebihi jangkauan berat rataan spesifikasi batas atas dan batas bawah yang di tetapkan. Nilai kapabilitas proses penerimaan tuna di perusahaan X adalah 1,44 (1 C pm 1,99) pada tingkat sigma ±3 yaitu tepatnya berada pada tingkat sigma 3,66 sehingga didapat nilai DPMO (defect per million opportunities) atau peluang kegagalan per satu juta kali kesempatan sebesar yang artinya bahwa setiap satu juta kali produksi diperkirakan terdapat kemungkinan bahwa rataan berat tuna loin yang diterima tidak mampu memenuhi berat rataan spesifikasi bawah tuna loin yaitu sebesar 2,30 kg. Kapabilitas proses tersebut menunjukkan bahwa keadaan proses tuna loin pada perusahaan X berada dalam keadaan tidak mampu sampai dengan cukup mampu untuk menghasilkan loin sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi perusahaan Pengendalian mutu terhadap rataan rendemen tuna loin Rendemen merupakan suatu bagian yang termanfaatkan. Rendemen tuna loin dihitung berdasarkan ratio antara total berat tuna loin yang dihasilkan dengan berat tuna utuh. Hasil pengukuran pengendalian mutu terhadap rataan rendemen tuna loin dapat dilihat pada Gambar 24 berikut. 0,04 Batas spesifikasi atas 70 Peta kendali rataan rendemen UCL=70,79 0, ,02 40 _ X=38, , LCL=5,75 0 0,00 38, X Observation Gambar 24 Diagram kendali rataan berat rendemen tuna loin. Berdasarkan peta distribusi menunjukkan bahwa nilai upper spesific limit (USL) dari perusahaan X sebesar 54,00 kg. Sedangkan berdasarkan peta kendali didapat bahwa berat rataan rendemen tuna loin yang digunakan untuk produksi

16 43 loin 38,27 kg dan nilai batas kontrol atas (UCL) 70,79 kg ( <UCL) dan nilai batas kontrol bawah (LCL) 5,75 kg serta nilai batas spesifikasi atas (USL) 54,00 ( <USL) dapat dilihat bahwa semua data berada diantara kedua batas kendali atas dan bawah (UCL dan LCL), hal ini menunjukkan bahwa proses ini dalam keadaan terkendali (Montgomery 1990). Grafik pengendalian diatas berarti menunjukkan bahwa berat rendemen loin berada di dalam kendali penetapan rataan rendemen loin yang diterima. Untuk mengetahui kemampuan proses dilakukan pengukuran kapabilitas proses. Hasil pengukuran tersebut dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil perhitungan rataan rendemen tuna loin dari bulan Maret sampai bulan April No Statistika Nilai 1 jumlah data 30 2 rataan proses 38,27 3 standar deviasi 10,84 4 nilai minimum 8,83 5 nilai maksimum 63,68 6 Upper spesific limit (USL) 54,00 7 standar deviasi maksimum proses (Smaks) 5,33 8 Upper control limit (UCL) 70,79 9 Lower control limit (LCL) 5,75 10 Kapabilitas proses (Cpm) 1,00 11 Defect per million opportunities (DPMO) Sigma 2,95 Berdasarkan hasil perhitungan statistik di atas menunjukkan bahwa berat rataan rendemen yang diterima 38,27 kg dan nilai rendemen maksimum tuna yang diterima 63,68 kg, sedangkan rendemen minimum yang diterima 8,83 kg. Standar deviasi proses 10,84 telah melebihi nilai batas toleransi standar deviasi maksimum proses (Smaks) 5,33. Hasil penelitian ini sesuai dengan (Saulina 2009). Hal ini dikarenakan nilai variasi rendemen tuna melebihi jangkauan spesifikasi batas atas dan bawah bawah rataan rendemen yang ditetapkan. Hal ini dikarenakan berat tuna yang diproses menjadi loin yang berbeda-beda serta kurang ketelitian dalam proses cutting serta penimbangan, sehingga nilai rendemen lebih beragam. Nilai kapabilitas proses rendemen tuna loin di perusahaan X sebesar 1,00 (1 C pm 1,99) pada tingkat sigma ±3 yaitu tepatnya berada pada tingkat sigma

17 44 2,95 sehingga didapat nilai DPMO (defect per million opportunities) atau peluang kegagalan per satu juta kali kesempatan sebesar yang artinya bahwa setiap satu juta kali produksi diperkirakan terdapat kemungkinan bahwa rendemen dari tuna loin yang diterima tidak mampu memenuhi rendemen spesifikasi atas rendemen tuna loin yaitu sebesar 54,00 kg. Nilai kapabilitas proses tersebut menunjukkan bahwa keadaan proses pada rendemen tuna loin pada perusahaan tersebut berada dalam keadaan tidak mampu sampai dengan cukup mampu untuk menghasilkan rendemen tuna loin sesuai dengan kebutuhan dan ekspektasi perusahaan. 3) Analyze (analisis data) Tahap analyze dalam penelitian ini berfokus menganalisis hubungan sebab akibat dari berbagai faktor yang perlu dipelajari untuk mengetahui faktor-faktor dominan yang perlu dikendalikan pada tahap selanjutnya (Kwak 2006). Dalam menganalisis suatu masalah yang terperinci untuk menemukan faktor penyebab dari akar suatu masalah, maka digunakan diagram ishikawa (sebab akibat) untuk mengetahui penyebab penyimpangan yang terjadi dalam suatu proses Diagram sebab-akibat penerimaan tuna Analisis tahap penerimaan tuna berkaitan dengan nilai variasi berat tuna yang akan diproses dalam pembuatan loin. Penerimaan tuna loin dilapangan terkadang masih kurang baik sehingga dapat menimbulkan variasi. Pernerimaan ikan tuna harus langsung dilakukan pengujian meliputi uji organoleptik. Faktor yang menyebabkan terjadinya variasi pengendalian mutu pada tahap penerimaan tuna digolongkan ke dalam tiga faktor, yaitu material, manusia, dan lingkungan. Diagram sebab-akibat pada tahap penerimaan tuna dapat dilihat pada Gambar Material (bahan baku tuna) Bahan baku kan tuna yang digunakan PT X adalah berupa ikan tuna segar yang dibeli dari transit ikan yang berasal dari Jakarta maupun dari supplier dari Malang. Ikan tuna yang dibeli atau diterima terlebih dahulu dilakukan pengecekan secara organoleptik oleh checker yang berpengalaman dan dicatat oleh tally dari perusahaan X. Pengecekan yang dilakukan meliputi, kenampakan, tekstur daging, dan suhu pusat serta penimbangan berat dari tuna tersebut. Pengecekan dilakukan

18 45 dengan menggunakan alat couring tube yang ditusukkan pada bagian belakang sirip dada dan pangkal ekor sebelah kiri dan kanan dan ditimbang dengan menggunakan timbangan yang sudah dikalibrasi. Mutu ikan tuna yang ada ditempat transit terdiri dari mutu grade A, B, dan C. Namun, bahan baku ikan yang diterima oleh perusahaan X memiliki mutu grade B dan C. Selain itu juga setelah dilakukan proses cuting, ditemukan bagian cacat pada tubuh tuna, misalkan saja tubuh tuna terkena yake, sehingga bagian daging tuna yang akan dibuat loin menjadi berkurang. 2. Manusia Manusia merupakan salah satu faktor penyebab dari variasi pengendalian mutu karena pekerja berhubungan langsung dengan proses produksi. Pekerja yang terdapat dalam perusahaan X itu yang sudah berpengalaman dibidangnya. Ikan tuna yang sudah dibeli oleh perusahaan langsung ditangani oleh pekerja yang berpengalaman dan dilakukan proses pemotongan. Pekerja yang kurang teliti dan terampil dalam penanganan tuna dapat menyebabkan terjadinya kerusakan fisik berupa luka luar daging tuna, sehingga akan menyebabkan berkurangnya berat loin yang dihasilkan, sedangkan para pekerja yang memiliki ketelitian dan keterampilan yang baik dalam penanganan ikan tuna akan menghasilkan berat tuna yang maksimal dan baik untuk dijadikan kualitas ekspor. Pemilihan bahan baku tuna dilakukan ditempat transit ikan oleh Chekker berpengalaman untuk mencegah ketidaksesuaian mutu tuna 3. Lingkungan Lingkungan merupakan tempat dimana makhluk hidup itu berada. Lingkungan ini sangat berpengaruh terhadap bahan baku ikan yang didapat. Ikan tuna yang ditangkap di perairan yang kurang baik atau tercemar akan berpengaruh terhadap mutu daging ikan tuna yang didapat. Selain itu suhu juga sangat berpengaruh terhadap mutu suatu bahan baku. Suhu yang tinggi akan menyebabkan mutu ikan tuna menjadi kurang baik karena akan menyebabkan timbulkan warna pelangi pada daging tuna, sehingga loin yang dihasilkan tidak dapat memenuhi mutu ekspor. Oleh karena itu ikan yang sudah dibeli di tempat transit ikan harus dalam keadaan tertutup dan dalam keadaan dingin supaya mutu ikan tuna masih dalam keadaan segar. Dalam proses cutting, ikan yang belum

19 46 diproses dalam bak penampungan ikan harus dalam keadaan dingin. Suhu lingkungan yang baik adalah lingkungan yang memiliki suhu maksimum 4,4 o C. Diagram sebab akibat tahap penerimaan bahan baku ikan tuna dapat dilihat pada Gambar 25. Diagram sebab-akibat penerimaan tuna Material Manusia Mutu daging Keterampilan Ketelitian Penerimaan tuna Suhu tinggi Daerah penangkapan Lingkungan Gambar 25 Diagram sebab-akibat variasi tahap penerimaan tuna Diagram sebab-akibat produksi tuna loin Faktor penyebab variasi pengendalian mutu pada tahap produksi tuna loin digolongkan ke dalam empat faktor utama, yaitu material, manusia, peralatan dan permintaan pelanggan. Diagram sebab-akibat pada tahap produksi tuna loin dapat dilihat pada Gambar Material Kualitas ikan yang digunakan di perusahaan X adalah dengan mutu grade B dan C. Dalam proses pembuatan tuna loin, satu ekor ikan tuna dibagi menjadi empat potongan loin, Kualitas bahan baku tuna mempengaruhi mutu loin yang dihasilkan. Tuna loin di perusahaan X ini diekspor ke negara Amerika Serikat. Namun, tuna loin yang tidak memenuhi standar ekspor, maka tuna loin tersebut dijadikan untuk komoditas lokal. 2. Manusia Pekerja dibidang cutting harus memiliki ketelitian dan keterampilan yang baik karena akan mempengaruhi dalam berat dari tuna loin tersebut. Pemotongan fillet tuna yang kurang rapi akan menghasilkan loin dengan berat yang kurang maksimal, sedangkan pemotongan yang baik dan rapi akan menghasilkan berat loin yang maksimal.

20 47 3. Peralatan Salah satu peralatan yang digunakan dalam proses cutting dan fillet tuna adalah pisau. Pisau yang digunakan adalah pisau khusus yang terbuat dari bahan stainless steel. Pisau yang digunakan untuk pemotongan haruslah memiliki ketajaman yang baik agar didapatkan hasil potongan fillet yang baik. Potongan fillet yang baik akan menghasilkan potongan loin dengan berat maksimal. Sebelum pisau digunakan dalam proses pemotongan, dipastikan pisau tersebut harus dalam keadaan bersih dan tajam. 4. Permintaan pelanggan Tuna loin yang terdapat di perusahaan memiliki dua jenis bentuk loin yaitu bentuk yang regular dan CC. Pembuatan loin juga harus memperhatikan bentuk estetika dari loin tersebut, agar para pelanggan puas terhadap produk tuna loin yang telah dipesan dan di beli. Jumlah potongan loin yang dihasilkan tiap pemotongan tuna yang terdiri dari 4 bagian. Diagram sebab-akibat produksi tuna loin Material Manusia Mutu daging Keterampilan Ketelitian Variasi loin Potongan loin Ketajaman pisau Jenis pisau Permintaan pelanggan Peralatan Gambar 26 Diagram sebab-akibat variasi tahap produksi loin Diagram sebab-akibat produksi terhadap rendemen loin Rendemen merupakan bagian yang dimanfaatkan. Faktor penyebab variasi pengendalian mutu pada produksi tuna loin dengan rendemen yang dihasilkan digolongkan ke dalam empat faktor utama, yaitu material, manusia, peralatan, dan metode kerja. Diagram sebab-akibat pengaruh proses produksi terhadap rendemen loin yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 27.

21 48 1. Material Berat bahan baku tuna utuh akan mempengaruhi hasil pembentukan loin dan tentunya akan mempengaruhi hasil rendemen loin. Semakin besar berat tuna yang akan diproduksi maka semakin banyak berat daging yang dihasilkan dalam bentuk potongan loin. Mutu daging tuna sangat mempengaruhi dalam pembuatan loin dan tentunya akan mempengaruhi rendemen daging tuna yang diproses. Daging loin yang cacat akan membuat rendemen loin menjadi rendah karena ada bagian loin yang terbuang. Loin yang bebas dari cacat akan menghasilkan rendemen daging tuna loin yang besar. 2. Manusia Pekerja yang memiliki keterampilan dan ketelitian yang baik dalam proses pemotongan (cutting) dan fillet tuna akan mempengaruhi berat akhir potongan loin dan mempengaruhi rendemen dari loin tersebut. Sehingga diperlukan keahlian dan orang yang berpengalaman dalam melakukan pemotongan fillet tuna, agar menghasilkan rendemen tuna loin yang besar. 3. Peralatan Salah satu peralatan yang digunakan untuk proses fillet tuna adalah pisau khusus fillet berbahan stainless steel. Pisau yang digunakan untuk pemotongan haruslah memiliki ketajaman yang baik agar didapatkan hasil potongan fillet yang baik. Potongan fillet yang baik akan menghasilkan potongan loin dengan berat maksimal dan dengan rendemen loin yang maksimal juga. Selain itu timbangan sangat mempengaruhi dalam proses ini karena timbangan yang tidak dikalibrasi akan menghasilkan berat tuna loin yang bervariasi serta terjadi kesalahan dalam penilaian dalam penimbangan. Dalam melakukan penimbangan dari tuna loin satu ke tuna loin yang lain, tentunya timbangan harus di tare terlebih dahulu. 4. Metode kerja Salah satu yang mempengaruhi variasi rendemen ini adalah faktor dalam metode kerja. Tahapan fillet, pembuangan daging gelap dan perapihan sangat berpengaruh terhadap rendemen tuna yang dihasilkan. Pada tahap fillet harus dilakukan dengan hati-hati dan rapi agar tidak banyak daging tuna yang masih melekat pada ruas-ruas tulang. Pembuangan daging gelap harus dilakukan dengan hati-hati dan teliti agar daging loin tidak terambil banyak dan yang menyatu

22 49 dengan daging gelap. Salah satu tujuan dari pembuangan daging gelap adalah mengurangi kadar histamin pada daging Kapabilitas proses Diagram sebab-akibat rendemen loin Manusia Keterampilan Metode kerja Ketelitian Material Tahap perapihan loin Tahap fillet Peralatan Kapabilitas proses adalah kisaran dimana variasi alami suatu proses terjadi akibat penyebab umum suatu sistem, atau dengan kata lain pencapaian suatu proses dalam kondisi stabil. Kapabilitas proses (Cpm) merupakan suatu ukuran kerja kritis yang menunjukkan proses mampu menghasilkan produk sesuai kebutuhan dan ekspektasi pelanggan (Evan dan Lindsay 2007). Manfaat dari analisis kapabilitas proses terhadap peningkatan mutu adalah dapat menduga seberapa baik proses akan memenuhi toleransi, dapat membantu pengembang atau perancang produk dalam memilih atau mengubah proses atau mengurangi keragaman dalam proses produksi (Tang et al. 2006). Berat bahan baku Mutu bahan baku ketajaman pisau Jenis pisau Variasi rendemen loin Gambar 27 Diagram sebab-akibat pengaruh produksi terhadap rendemen loin. Hasil kapabilitas proses, tingkatan sigma, serta nilai DPMO (defect per million opportunities) yang diukur secara berturut-turut pada tahap penerimaan bahan baku, produksi tuna loin, dan nilai rendemen yang dihasilkan adalah 1,00 pada tingkat sigma 3,00, dan DPMO 68100; 1,44 pada tingkat sigma 3,66, dan DPMO 15400; serta 1,00 pada tingkat sigma 2,95, dan DPMO Hasil kapabilitas dari penerimaan bahan baku tuna, produksi tuna loin dan nilai rendemen memiliki nilai kapabilitas sebesar 1,00-1,44 Karena nilai sigma berada di kisaran tingkatan 3 sigma dengan kapabilitas 1,00 mensyaratkan bahwa suatu proses berada tepat ditengah rataan kisaran toleransi untuk mencegah adanya unit yang diproduksi diluar batas (Evans dan Lindsay 2007).

23 50 4) Improve (peningkatan/perbaikan) Perbaikan merupakan sesuatu yang cepat, menarik, memuaskan semua orang yang terlibat dalam proses tersebut (Evan dan Lindsay 2007). Dalam suatu proses peningkatan mutu. Perbaikan mutu memerlukan komitmen untuk perbaikan yang seimbang antara aspek manusia (motivasi) dan aspek teknologi (teknik) yang dilakukan secara terus menerus (quality improvement) (Gaspersz 2003). Tahap improvement dalam masalah pengendalian mutu pada proses produksi tuna loin beku di PT X, dengan mencari solusi menggunakan diagram kaizen blitz. Dimana metode ini merupakan proses perbaikan yang intens dan cepat dimana tim atau departemen mengaplikasikan sumber dayanya ke dalam suatu proyek perbaikan yang menunjukkan hubungan antara siklus Deming (PDSA) dan proses perbaikan yang terus menerus, dimana siklus Deming merupakan metode yang sederhana untuk melaksanakan perbaikan. Siklus Deming terdiri dari empat tahap: merencanakan, mengerjakan, belajar dan bertindak. Siklus Deming mirip dengan DMAIC, tetapi sebagian berfokus dari siklus Deming adalah pada implementasi dan pembelajaran sehingga melengkapi fase perbaikan DMAIC yang cukup baik. Tahap merencanakan terdiri dari mempelajari situasi saat ini dan mendeskripsikan proses tersebut dari sisi input, output, pelanggan, dan pemasok; memahami ekspektasi pelanggan; mengumpulkan data; mengidentifikasi masalah; menguji teori penyebab ; serta menyusun solusi dan rencana kegiatan. Dalam tahapan bertindak, rencana di implementasikan dengan basis percobaan, misalnya produksi awal, untuk mengevaluasi suatu solusi yang diusulkan dan menampilkan data yang objektif. Tahapan belajar menentukan apakah rencana percobaan berjalan dengan baik dengan cara mengevaluasi hasil, serta mencatat hasil pembelajaran. Pada tahapan terakhir, bertindak, perbaikan serta dikomunikasikan ke keseluruhan organisasi. Proses ini kemudian menuju kembali ke tahapan merencanakan untuk mengidentifikasi kesempatan-kesempatan perbaikan yang lainnya. Hubungan antara siklus Deming (PDSA) dan proses perbaikan yang terus menerus dapat dilihat pada Tabel 7.

24 51 Tabel 7 antara siklus Deming (PDSA) dan proses perbaikan yang terus menerus Siklus Deming (PDSA) Merencanakan (Plan,P) Transformasi kualitas Definisi proses Menilai situasi sekarang Melaksanakan (Do, D) Mempelajari (Study, S) Analisis penyebab Mencoba teori perbaikan Memeriksa hasil Bertindak (Act, A) Standarisasi perbaikan Rencana perbaikan terus-menerus Menurut Gaspersz (2003), program perbaikan mutu dapat dilakukan dengan menggunakan langkah-langkah berikut. 1. Memilih dan menetapkan program perbaikan mutu 2. Mengemukakan alasan mengapa memilih program tersebut 3. Melakukan analisis situasi melalui pengamatan situasional 4. Melakukan pengumpulan data selama beberapa waktu 5. Melakukan analisa data 6. Menetapkan rencana perbaikan melalui penetapan sasaran perbaikan kualitas 7. Melaksanakan program perbaikan selama waktu tertentu 8. Melakukan studi penilaian terhadap program perbaikan mutu 9. Mengambil tindakan korektif atas penyimpangan yang terjadi atau standardisasi terhadap aktivitas yang sesuai 5) Control (pengendalian) Control atau pengendalian merupakan aktivitas keteknikan dan manajemen sehingga ciri-ciri mutu produk dapat diukur, dibandingkan dengan spesifikasi atau persyaratannya, serta pengambilan tindakan yang sesuai jika terdapat perbedaan antara penampilan sebenarnya dengan standarnya

25 52 (Montgomery 1990). Fase pengendalian berfokus bagaimana menjaga perbaikan terus berlangsung. Perbaikan ini termasuk menentukan standar serta prosedur baru, serta merancangkan sistem pengendalian untuk meyakinkan agar perbaikan tidak lekang oleh waktu. Bentuk pengendalian dalam proses produksi tuna loin yang sederhana adalah pemeriksaan berkala untuk meyakinkan bahwa prosedur yang benar telah diikuti, dan penerapan diagram pengendalian proses statistik untuk memonitor kinerja cara pengukuran yang terpenting (Evans dan Lindsay 2007). Penerapan sistem pengendalian memiliki tiga komponen, yaitu 1. Standar dan tujuan Komponen yang pertama adalah dengan menetapkan suatu standar dan tujuan untuk pengendalian proses tuna loin yang harus dicapai. Tujuan dari standar ini dicerminkan oleh karakteristik mutu yang dapat diukur, seperti pencapaian target penerimaan bahan baku tuna, berat rataan tuna loin, serta rendemen yang dihasilkan. 2. Cara untuk mengukur keberhasilan Komponen yang kedua yaitu cara untuk mengukur keberhasilan. Pengukuran memberikan informasi mengenai apa yang sesungguhnya telah dicapai pekerja, supervisor, atau manajer dan memeriksa berat rataan penerimaan tuna, berat rataan tuna loin, serta banyaknya rendemen yang dihasilkan telah memenuhi tujuan atau standar yang ditetapkan. Jika tidak, maka perlu dilakukan perbaikan. 3. Perbandingan antara hasil sebenarnya dengan hasil standar, serta umpan balik untuk melakukan tindakan korektif. Komponen yang terakhir yaitu membandingkan hasil yang sebenarnya dengan hasil standar, serta umpan balik untuk melakukan tindakan korektif. Apabila hasil sebenarnya tidak sama dengan hasil standar yang ditetapkan oleh perusahaan, maka perlu adanya evaluasi dan melakukan tindakan korektif. Tindakan korektif terdiri dari tindakan korektif jangka pendek dan tindakan korektif jangka panjang. Tindakan korektif jangka pendek biasanya dilakukan oleh para pelaku proses yang bertanggung jawab langsung dalam melakukan proses produksi, misalnya karyawan; sedangkan tindakan korektif jangka panjang merupakan tanggung jawab manajemen (Evans dan Lindsay 2007).

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran 3.2 Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran 3.2 Metode Pengumpulan Data 30 3 METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Tunamerupakan komoditas komersial tinggi dalam perdagangan internasional. Salah satu bentuk olahan tuna adalah tuna loin, tuna steak, dan tuna saku. Tuna loin merupakan

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran 3.2 Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran 3.2 Metode Pengumpulan Data 21 3 METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Ikan Tuna (Thunnus sp.) merupakan salah satu komoditas perikanan Indonesia yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan mampu menembus pasar internasional. Salah satu

Lebih terperinci

Lampiran 1 Log book penangkapan ikan dengan alat tangkap rawai tuna dan pancing ulur.

Lampiran 1 Log book penangkapan ikan dengan alat tangkap rawai tuna dan pancing ulur. LAMPIRAN 74 59 Lampiran 1 Log book penangkapan ikan dengan alat tangkap rawai tuna dan pancing ulur. 74 75 Lampiran 2 Tabel observasi kegiatan proses pembuatan tuna loin beku (data verivikasi) Nama tahapan

Lebih terperinci

BAB IV PEMBAHASAN. Nama Produk Nama Spesies. Asal Ikan. Alur Proses. Kemasan Produk. Daya Tahan Produk. Penggunaan Produk Negara Tujuan Ekspor

BAB IV PEMBAHASAN. Nama Produk Nama Spesies. Asal Ikan. Alur Proses. Kemasan Produk. Daya Tahan Produk. Penggunaan Produk Negara Tujuan Ekspor BAB IV PEMBAHASAN 4. Deskripsi Produk Tuna saku beku adalah loin tuna yang telah dipotong menyerupai bentuk saku yang hasil akhirnya dalam kondisi beku. Di PT. X tuna saku beku merupakan salah satu produk

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Sejarah Pengendalian Kualitas Pada tahun 1924, W.A. Shewart dari Bell Telephone Laboratories mengembangkan diagram atau grafik statistik untuk mengendalikan

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian 3. METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu penilaian program kelayakan dasar (pre requisite program), evaluasi penerapan program Hazard Analysis Critical

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 38 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data Untuk mendukung perhitungan statistikal pengendalian proses maka diperlukan data. Data adalah informasi tentang sesuatu, baik yang bersifat kualitatif

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. merupakan UKM yang bergerak dibidang produksi furniture.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. merupakan UKM yang bergerak dibidang produksi furniture. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya dan faktor penyebab banyaknya re-work dari proses produksi kursi pada PT. SUBUR MANDIRI, yang merupakan

Lebih terperinci

PENGENDALIAN MUTU PADA PROSES PRODUKSI TUNA LOIN (Thunnus sp.) DENGAN METODE SIX SIGMA STUDI KASUS: PT X MARIAH

PENGENDALIAN MUTU PADA PROSES PRODUKSI TUNA LOIN (Thunnus sp.) DENGAN METODE SIX SIGMA STUDI KASUS: PT X MARIAH PENGENDALIAN MUTU PADA PROSES PRODUKSI TUNA LOIN (Thunnus sp.) DENGAN METODE SIX SIGMA STUDI KASUS: PT X MARIAH DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, persaingan antara perusahaan-perusahaan tidak hanya terjadi di

BAB I PENDAHULUAN. Saat ini, persaingan antara perusahaan-perusahaan tidak hanya terjadi di 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Saat ini, persaingan antara perusahaan-perusahaan tidak hanya terjadi di wilayah lokal saja, akan tetapi sudah meluas sampai kawasan nasional bahkan internasional.

Lebih terperinci

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Data Atribut Menganalisis CTQ ( Critical to Quality) Mengidentifikasi Sumber-sumber dan Akar Penyebab Kecacatan

BAB V PEMBAHASAN 5.1 Data Atribut Menganalisis CTQ ( Critical to Quality) Mengidentifikasi Sumber-sumber dan Akar Penyebab Kecacatan BAB V PEMBAHASAN 5.1 Data Atribut Dari perhitungan yang telah dilakukan didapatkan nilai sigma untuk data atribut produk wajan super ukuran 20 sebesar 3,53. 5.1.1 Menganalisis CTQ (Critical to Quality)

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 2013 sampai dengan 5 Juni 2013 di PT. Awindo Internasional Jakarta. PT. Awindo Internasional terletak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. setiap ahli memiliki teori sendiri-sendiri mengenai hal ini. Menurut (Davis, 1994)

BAB II LANDASAN TEORI. setiap ahli memiliki teori sendiri-sendiri mengenai hal ini. Menurut (Davis, 1994) BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian kualitas Kualitas memiliki kaitan yang sangat erat dengan dunia perindustrian, baik industri barang maupun jasa. Definisi dari kualitas sendiri bermacam-macam, karena

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 39 BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH Metodologi pemecahan masalah merupakan gambaran dari langkahlangkah sistematis yang akan menjadi pedoman dalam penyelesaian masalah. Melalui pembuatan flowchart penelitian

Lebih terperinci

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Setelah mengevaluasi berbagai data-data kegiatan produksi, penulis mengusulkan dasar evaluasi untuk mengoptimalkan sistem produksi produk

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian menguraikan seluruh kegiatan yang dilaksanakan selama penelitian berlangsung dari awal proses penelitian sampai akhir penelitian. Setiap tahapan dalam

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 94 BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Flow Chart Metodologi Penelitian Metodologi pemecahan masalah (flow diagram) merupakan diagram yang menggambarkan pola berpikir serta menjelaskan tahap-tahap penelitian

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai Pengendalian Mutu Industri Gula Kelapa (Kasus UD.

METODE PENELITIAN. Penelitian mengenai Pengendalian Mutu Industri Gula Kelapa (Kasus UD. III. METODE PENELITIAN A. Metode Dasar Penelitian mengenai Pengendalian Mutu Industri Gula Kelapa (Kasus UD. Ngudi Lestari 1 Kecamatan Kebasen, Banyumas) ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di PT SEI Bogor pada Bulan September 2016 sampai dengan Bulan Desember 2016. PT SEI Bogor merupakan perusahaan yang bergerak

Lebih terperinci

BAB III SIX SIGMA. Six Sigma pertama kali digunakan oleh perusahaan Motorola pada tahun

BAB III SIX SIGMA. Six Sigma pertama kali digunakan oleh perusahaan Motorola pada tahun 34 BAB III SIX SIGMA 3.1 Sejarah Six Sigma Six Sigma pertama kali digunakan oleh perusahaan Motorola pada tahun 1980-an oleh seorang engineer bernama Bill Smith. Hal ini dilatarbelakangi oleh hilangnya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tidak ada yang menyangkal bahwa kualitas menjadi karakteristik utama

BAB I PENDAHULUAN. Tidak ada yang menyangkal bahwa kualitas menjadi karakteristik utama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Tidak ada yang menyangkal bahwa kualitas menjadi karakteristik utama dalam perusahaan agar tetap survive. Buruknya kualitas ataupun penurunan kualitas akan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di PT. X yang terdapat pada Pelabuhan Perikanan Nusantara Nizam Zachman Jakarta. Waktu penelitian telah dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN 1 BAB III METODE PENELITIAN Metode penelitian merupakan gambaran dari tahapan yang dilalui dalam menyelesaikan suatu masalah yang ditemui dalam sebuah penelitian, dimana dibuat berdasarkan latar belakang

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Operasi Untuk mengelola suatu perusahaan atau organisasi selalu dibutuhkan sistem manajemen agar tujuan dari perusahaan atau organisasi tersebut dapat tercapai.

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

SNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3

Lebih terperinci

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPABILITAS PROSES DALAM PENENTUAN LEVEL SIGMA DAN DPMO

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPABILITAS PROSES DALAM PENENTUAN LEVEL SIGMA DAN DPMO ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KAPABILITAS PROSES DALAM PENENTUAN LEVEL SIGMA DAN DPMO Huwae Elias P Progam Studi Teknik Manajemen Industri, STMI Jakatra ABSTRAK Kualitas merupakan salah satu

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi adalah suatu proses berpikir yang dilakukan dalam penulisan suatu laporan, mulai dari menentukan judul dan permasalahan, melakukan pengumpulan data yang akan digunakan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN LITERATUR

BAB II KAJIAN LITERATUR BAB II KAJIAN LITERATUR 2.1 PENGENDALIAN KUALITAS 2.1.1 Pengertian Kualitas Keistimewaan atau keunggulan suatu produk dapat diukur melalui tingkat kepuasan pelanggan. Salah satunya dapat dilihat dari sisi

Lebih terperinci

Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Diagram Alir Metodologi Penelitian Start Penelitian Pendahuluan Identifikasi Masalah Studi Pustaka Tujuan Penelitian Pengumpulan Data : -Data Data Pengolahan Data

Lebih terperinci

BAB IV METODE PENELITIAN. kuantitatif dan kualitatif. Desain Penelitian ini adalah deskriptif eksploratif yaitu

BAB IV METODE PENELITIAN. kuantitatif dan kualitatif. Desain Penelitian ini adalah deskriptif eksploratif yaitu BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Jenis /Desain Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dan kualitatif. Desain Penelitian ini adalah deskriptif eksploratif

Lebih terperinci

Pengendalian Kualitas Statistik. Lely Riawati

Pengendalian Kualitas Statistik. Lely Riawati 1 Pengendalian Kualitas Statistik Lely Riawati 2 SQC DAN SPC SPC dan SQC bagian penting dari TQM (Total Quality Management) Ada beberapa pendapat : SPC merupakan bagian dari SQC Mayelett (1994) cakupan

Lebih terperinci

Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Dasar evaluasi untuk mengoptimasi sistem produksi percetakan koran Lampung Post pada PT. Masa Kini Mandiri yaitu dengan menggunakan metode

Lebih terperinci

USULAN PERBAIKAN KUALITAS PRODUK DUDUKAN MAGNET DENGAN METODE ENAM SIGMA

USULAN PERBAIKAN KUALITAS PRODUK DUDUKAN MAGNET DENGAN METODE ENAM SIGMA USULAN PERBAIKAN KUALITAS PRODUK DUDUKAN MAGNET DENGAN METODE ENAM SIGMA Moh. Umar Sidik Daryanto (Fakultas Teknologi Industri Jurusan Teknik Industri, Universitas Gunadarma) ABSTRAK PT. Teknik Makmur

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Penelitian di bawah ini: Langkah-langkah penelitian dapat dilihat pada diagram alir penelitian Mulai Studi Pendahuluan Identifikasi Masalah Tinjauan Pustaka

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. I.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Produk yang dikatakan berkualitas adalah produk yang mampu memenuhi kebutuhan konsumen. Maka dari itu setiap perusahaan berlomba-lomba untuk menghasilkan produk berupa

Lebih terperinci

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Setelah siklus DMAIC telah diterapkan dan diperoleh hasilnya, tujuan dari

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN. Setelah siklus DMAIC telah diterapkan dan diperoleh hasilnya, tujuan dari BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Setelah siklus DMAIC telah diterapkan dan diperoleh hasilnya, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui beberapa hal tertentu yang dibagi menjadi tiga

Lebih terperinci

Sejarah Six Sigma Jepang ambil alih Motorola produksi TV dng jumlah kerusakan satu dibanding duapuluh Program Manajemen Partisipatif Motorola (Partici

Sejarah Six Sigma Jepang ambil alih Motorola produksi TV dng jumlah kerusakan satu dibanding duapuluh Program Manajemen Partisipatif Motorola (Partici Topik Khusus ~ Pengantar Six Sigma ~ ekop2003@yahoo.com Sejarah Six Sigma Jepang ambil alih Motorola produksi TV dng jumlah kerusakan satu dibanding duapuluh Program Manajemen Partisipatif Motorola (Participative

Lebih terperinci

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan kriteria optimasi Dasar evaluasi untuk mengoptimasi kualitas produksi pipa pada perusahaan ini yaitu dengan menggunakan metode DMAIC (Define, Measure, Analyze,

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam bab ini dijelaskan mengenai tahapan-tahapan yang dilakukaan oleh

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Dalam bab ini dijelaskan mengenai tahapan-tahapan yang dilakukaan oleh BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini dijelaskan mengenai tahapan-tahapan yang dilakukaan oleh penulis dalam proses penelitian. Metodologi penelitian yang digunakan dalam penyusunan tugas akhir ini

Lebih terperinci

BAB3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 57 BAB3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 3.1 Metodologi Penelitian Secara umum metode penelitian diartikan sebagai cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Terdapat empat kata

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian yang dilakukan dalam penyusunan tugas akhir ini mencakup langkah-langkah sebagai berikut :

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Metodologi penelitian yang dilakukan dalam penyusunan tugas akhir ini mencakup langkah-langkah sebagai berikut : III-1 BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi penelitian yang dilakukan dalam penyusunan tugas akhir ini mencakup langkah-langkah sebagai berikut : 3.1 Studi Pendahuluan Sebelum melakukan penelitian lebih

Lebih terperinci

STATISTICAL PROCESS CONTROL

STATISTICAL PROCESS CONTROL STATISTICAL PROCESS CONTROL Sejarah Statistical Process Control Sebelum tahun 1900-an, industri AS umumnya memiliki karakteristik dengan banyaknya toko kecil menghasilkan produk-produk sederhana, seperti

Lebih terperinci

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskrpsi Ikan Tuna

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskrpsi Ikan Tuna 4 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Deskrpsi Ikan Tuna Tuna adalah ikan laut yang terdiri dari beberapa famili Scombridae, terutama genus Thunnus. Tuna merupakan ikan perenang handal (pernah diukur mencapai 77 km/jam).

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 69 BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Metode Penelitian Metode Penelitian dilakukan dengan mengadakan pengamatan/observasi secara langsung dengan mengunjungi PT.Delident Chemical Indonesia untuk melihat secara

Lebih terperinci

V. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN B. TAHAP-TAHAP PENELITIAN. 1. Observasi Lapang. 2. Pengumpulan Data Kuantitatif

V. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN B. TAHAP-TAHAP PENELITIAN. 1. Observasi Lapang. 2. Pengumpulan Data Kuantitatif V. METODOLOGI A. KERANGKA PEMIKIRAN Kegiatan magang yang dilakukan di PT Kemang Food Industries dimaksudkan untuk mengevaluasi bobot bersih dan membandingkan kesesuaian antara data bobot bersih yang didapat

Lebih terperinci

BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH

BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH BAB VI ANALISIS PEMECAHAN MASALAH 6.1. AnalisisTahap Define Adapun persentase produk cacat terbesar periode September 2012 s/d Desember 2012 terdapat pada produk Polyester tipe T.402 yaitu dengan persentase

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penilaian Program Kelayakan Dasar (PreRequisite Program) PT Makmur Jaya Sejahtera merupakan perusahaan yang bergerak dibidang perikanan. Produk unggulannya adalah tuna loin

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGAKUAN... ii. SURAT PENGAMBILAN DATA DARI PERUSAHAAN... iii. HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN...

DAFTAR ISI. HALAMAN PENGAKUAN... ii. SURAT PENGAMBILAN DATA DARI PERUSAHAAN... iii. HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... iv. HALAMAN PERSEMBAHAN... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... i HALAMAN PENGAKUAN... ii SURAT PENGAMBILAN DATA DARI PERUSAHAAN... iii HALAMAN PENGESAHAN PEMBIMBING... iv HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI... v HALAMAN PERSEMBAHAN... vi HALAMAN

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Dasar Pengendalian Kualitas Kualitas dapat diartikan dengan berbagai macam pendapat, kebanyakan orang mempunyai pengertian kualitas sebagai bagaimana sebuah proses dapat menghasilkan

Lebih terperinci

memuaskan pelanggan dan memenangkan persaingan PT. ITS selalu berasaha mengurangi adanya aktivitas tambahan atau pemborosan yang disebabkan karena

memuaskan pelanggan dan memenangkan persaingan PT. ITS selalu berasaha mengurangi adanya aktivitas tambahan atau pemborosan yang disebabkan karena BABV PEMBAHASAN 5.1 Tahap Define (Pendefinisian) PT. Indonesia Toray Synthetics (PT. ITS) merupakan perusahaan manufaktur dengan sistem produksi make to order, dimana proses produksi dilakukan berdasarkan

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data Pengambilan data yang dilakukan penulis menggunakan data primer dan sekunder yang didapatkan pada Lini 2 bagian produksi Consumer Pack, yang

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Alur Penelitian Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan, diperlukan adanya desain atau skema langkah penelitian sebagai acuan

Lebih terperinci

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. PT. Citra Tunas Baru Gramindo adalah sebuah perusahaan garmen yang

BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. PT. Citra Tunas Baru Gramindo adalah sebuah perusahaan garmen yang BAB 3 LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi PT. Citra Tunas Baru Gramindo adalah sebuah perusahaan garmen yang memproduksi kemeja pria dewasa dengan harga Rp. 41.000 Rp. 42.500 perkemeja.

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN ANALISA

BAB V HASIL DAN ANALISA BAB V HASIL DAN ANALISA Pada bab ini, penulis akan menjabarkan hasil yang di dapat dari pengumpulan dan pengolahan data, serta melakukan analisis terhadap masing-masing hasil tersebut. 5.1. Tahap Define

Lebih terperinci

BAB III PENGUMPULAN DATA

BAB III PENGUMPULAN DATA BAB III PENGUMPULAN DATA 3. FASE PENDEFINISIAN 3.. Sekilas tentang Perusahaan PT Batman Kencana merupakan perusahaan manufaktur nasional yang bergerak di bidang produksi balon dan permen. Jenis produk

Lebih terperinci

BAB III METODE CONTROL CHART. sebagai metode grafik yang di gunakan untuk mengevaluasi apakah suatu proses

BAB III METODE CONTROL CHART. sebagai metode grafik yang di gunakan untuk mengevaluasi apakah suatu proses BAB III METODE CONTROL CHART 3.1 Control Chart Peta kendali atau Control Chart merupakan suatu teknik yang dikenal sebagai metode grafik yang di gunakan untuk mengevaluasi apakah suatu proses berada dalam

Lebih terperinci

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. Gramedia Cikarang yaitu dengan menggunakan metode DMAIC (Define,

BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH. Gramedia Cikarang yaitu dengan menggunakan metode DMAIC (Define, BAB III LANGKAH PEMECAHAN MASALAH 3.1 Penetapan Kriteria Optimasi Dasar evaluasi untuk mengoptimasi sistem produksi Percetakan Gramedia Cikarang yaitu dengan menggunakan metode DMAIC (Define, Measure,

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI Pada bab ini, penulis akan membahas mengenai tinjauan pustaka dan dasar teori yang digunakan sebagai pendekatan metode yang terkait dalam penelitian. 2.1. Pengertian

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN ANALISIS

BAB V HASIL DAN ANALISIS BAB V HASIL DAN ANALISIS 5.1 Hasil Penelitian Hasil dari pengolahan data pada metode DMAIC dalam tahap penentuan (Define) dan tahap pengukuran (Measure) adalah terungkapnya faktor-faktor yang menjadi sumber

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan dunia industri saat ini mengalami era globalisasi dimana semakin hari semakin dihadapkan dengan banyaknya persaingan antar perusahaan-perusahaan yang saling

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT Tridaya Eramina Bahari berdiri pada tahun 1994 di Cirebon. Perusahaan ini didirikan oleh Bapak H. Danuri sebagai komisaris dan Bapak

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 40 BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data 4.1.1 Sejarah Perusahaan National Garment merupakan perusahaan yang bergerak dibidang industri pembuatan barang fashion seperti kaos,kemeja,celana,jaket

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 35 A. Metode Dasar Penelitian III. METODE PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode dasar analisis deskriptif analitis. Metode ini berkaitan dengan pengumpulan data yang berguna untuk memberikan gambaran

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Diagram Alir Gambar 3.1 Diagram alir 37 3.2 Langkah Langkah Penelitian Dalam metode penelitian ini merupakan tahapan tahapan yang dibuat untuk memudahkan dan mengarahkan

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Manajemen Operasi Dalam mengelolah suatu perusahaan atau organisasi dibutuhkan sistem manajemen agar tujuan dari perusahaan atau organisasi dapat tercapai. Manajemen

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 8 BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian Dasar dari Kualitas Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda, dan bervariasi dari yang konvensional sampai yang lebih strategik. Definisi konvensional dari

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Produksi merupakan sebuah siklus yang dilakukan oleh perusahaan dalam penyediaan barang atau jasa yang akan ditawarkan kepada pasar demi keberlangsungan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Deskripsi Produk Tuna Loin Beku di PT. Awindo Internasional

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Deskripsi Produk Tuna Loin Beku di PT. Awindo Internasional BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produk Tuna loin beku merupakan salah satu hasil penanganan ikan tuna yang diproduksi oleh PT. Awindo Internasional. Jenis bahan baku yang digunakan yaitu yellowfin

Lebih terperinci

BAB III SIX SIGMA. Gambar 3.1 Jarak nilai rata-rata terhadap salah satu batas toleransi

BAB III SIX SIGMA. Gambar 3.1 Jarak nilai rata-rata terhadap salah satu batas toleransi BAB III SIX SIGMA 3.1 Kajian Teori Six Sigma 3.1.1 Pengertian Six Sigma (Dasar Statistika) Ditinjau dari perspektif statistik, six sigma ( 6 σ ) memiliki tinjauan grafis sebagai berikut. Gambar 3.1 Jarak

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. Persyaratan utama untuk mencapai kepuasan pelanggan (customer

BAB II LANDASAN TEORI. Persyaratan utama untuk mencapai kepuasan pelanggan (customer BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Konsep SPC dan Pengendalian Kualitas Persyaratan utama untuk mencapai kepuasan pelanggan (customer satisfaction) dalam dunia industri manufaktur adalah kualitas dari produk maupun

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Umum Pada penelitian ini dilakukan pengamatan langsung terhadap aliran proses produk dan pengumpulan data-data yang dibutuhkan di PT XYZ. Data-data tersebut kemudian

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN 4.1 Proses Produksi Botol Kemasan Sabun Lifebuoy Bahan baku utama untuk pembuatan botol kemasan sabun lifebuoy adalah biji plastik berwarna putih yang sudah memenuhi standar

Lebih terperinci

Oleh : Miftakhusani

Oleh : Miftakhusani USULAN MINIMASI CACAT PRODUK PERALATAN MAKANAN GARPU ART 401 DENGAN METODE SIX SIGMA DI PT. INDOMETAL SEDJATI ENT. LTD. JAKARTA Oleh : Miftakhusani 2010-21-012 JURUSAN TEKNIK INDUSTRI FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS

Lebih terperinci

PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK DENGAN METODE SIX SIGMA DALAM UPAYA MENCAPAI ZERO DEFECT

PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK DENGAN METODE SIX SIGMA DALAM UPAYA MENCAPAI ZERO DEFECT PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK DENGAN METODE SIX SIGMA DALAM UPAYA MENCAPAI ZERO DEFECT Tantri Windarti STMIK STIKOM Surabaya Jl. Raya Kedung Baruk 98 Surabaya Email : tantri@stikom.edu ABSTRAK Dalam persaingan

Lebih terperinci

Penerapan Metode DMAIC di PT. Coca-Cola Bottling Indonesia Jawa Timur. Oleh Zubdatu Zahrati Dosen Pembimbing : Dra.

Penerapan Metode DMAIC di PT. Coca-Cola Bottling Indonesia Jawa Timur. Oleh Zubdatu Zahrati Dosen Pembimbing : Dra. Penerapan Metode DMAIC di PT. Coca-Cola Bottling Indonesia Jawa Timur Oleh Zubdatu Zahrati 32 05 004 Dosen Pembimbing : Dra. Lucia Aridinanti Pendahuluan Latar Belakang Permasalahan Tujuan Manfaat Batasan

Lebih terperinci

Universitas Sumatera Utara

Universitas Sumatera Utara BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) secara singkatnya bisa diartikan sebagai bentuk integrasi ekonomi ASEAN dimana semua negara-negara yang berada di kawasan Asia Tenggara

Lebih terperinci

BAB ll LANDASAN TEORI

BAB ll LANDASAN TEORI BAB ll LANDASAN TEORI 1.1 Definisi Pengendalian kualitas 1.1.1 Pengendalian Kualitas Produk Produk merupakan titik pusat dari kegiatan pemasaran karena produk merupakan hasil dari suatu perusahaan yang

Lebih terperinci

Seminar Nasional Waluyo Jatmiko II FTI UPN Veteran Jawa Timur

Seminar Nasional Waluyo Jatmiko II FTI UPN Veteran Jawa Timur Peningkatan dan Perbaikan Kualitas Produk "Sepatu" dengan Menggunakan Siklus Dmaic pada Six Sigma di CV. X Mojokerto Rusindiyanto FTI UPN Veteran Jawa Timur Abstraksi Di tengah persaingan bisnis yang semakin

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 15 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Sukabumi pada bulan Desember 2010. 3.2 Bahan dan Alat Bahan dan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Deskripsi Tahapan Penelitian 3.1.1 Identifikasi Dan Perumusan Masalah Langkah ini merupakan langkah awal untuk melakukan penelitian dengan melakukan observasi ke unit

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1

BAB I PENDAHULUAN I.1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam menghadapi persaingan global pada umumnya setiap perusahaan mengharapakan keberhasilan dalam menghasilkan produk yang dapat memenuhi kebutuhan konsumen. Konsumen

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metode dapat diartikan sebagai cara yang tepat. Kemudian, penelitian merupakan kegiatan ilmiah untuk memperoleh pengetahuan yang benar tentang suatu masalah. Langkah langkah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan menerapkan berbagai macam cara agar produk-produk mereka dapat

BAB I PENDAHULUAN. perusahaan menerapkan berbagai macam cara agar produk-produk mereka dapat BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Dalam menghadapi persaingan pasar bebas yang semakin ketat, setiap perusahaan menerapkan berbagai macam cara agar produk-produk mereka dapat terus bertahan. Untuk

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan produk plastik pada saat ini cukup pesat dimana semakin

BAB 1 PENDAHULUAN. Perkembangan produk plastik pada saat ini cukup pesat dimana semakin 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan produk plastik pada saat ini cukup pesat dimana semakin meningkatnya pemesanan oleh masyarakat. Oleh karena itu PT. PANCA BUDI IDAMAN lebih meningkatkan

Lebih terperinci

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH

BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH BAB V ANALISA PEMECAHAN MASALAH 5.1. Analisa Tahap Define Adapun persentase produk cacat terbesar periode September 2012 s/d Desember 2012 terdapat pada produk Polyester tipe T.402 yaitu dengan persentase

Lebih terperinci

Lampiran 1 Peta PPN Palabuhanratu

Lampiran 1 Peta PPN Palabuhanratu LAMPIRAN 84 Lampiran 1 Peta PPN Palabuhanratu 85 86 Lampiran 2 Daerah penangkapan madidihang kapal long line berbasis di PPN Palabuhanratu U PPN Palabuhanratu B T S Sumber: Hasil wawancara setelah diolah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Metodologi adalah suatu proses berpikir yang dilakukan dalam penulisan suatu laporan, mulai dari menentukan judul dan permasalahan, melakukan pengumpulan data yang akan digunakan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. Penerapan sanitasi dan higiene diruang penerimaan lebih dititik beratkan pada penggunaan alat dan bahan sanitasi.

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI 5 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Pengendalian Pengendalian merupakan suatu proses dalam mengarahkan sekumpulan variabel untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Dasar

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI. suatu produk atau jasa yang ditentukan oleh pemakai atau customer dan diperoleh

BAB II LANDASAN TEORI. suatu produk atau jasa yang ditentukan oleh pemakai atau customer dan diperoleh 1 BAB II LANDASAN TEORI 2.1. Pengertian Kualitas Secara umum dapat dikatakan bahwa kualitas atau mutu adalah karakteristik dari suatu produk atau jasa yang ditentukan oleh pemakai atau customer dan diperoleh

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. H.Yusdin Abdullah dan sebagai pimpinan perusahaan adalah Bapak Azmar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. H.Yusdin Abdullah dan sebagai pimpinan perusahaan adalah Bapak Azmar BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Wilayah PT. Cipta Frima Jaya adalah salah satu perusahaan yang bergerak dibidang proses dan pembekuan untuk hasil perikanan laut, yang merupakan milik Bapak H.Yusdin

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH

BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH 30 BAB 3 METODOLOGI PEMECAHAN MASALAH Studi Pendahuluan Identifikasi & Perumusan Masalah Pengumpulan Data M enentukan CTQ M enghitung Proporsi Kesalahan M enghitung Kapabilitas Sigma M embuat Peta Kendali

Lebih terperinci

BAB 2 LANDASAN TEORI

BAB 2 LANDASAN TEORI 6 BAB 2 LANDASAN TEORI Kualitas adalah segala sesuatu yang mampu memenuhi keinginan atau kebutuhan pelanggan (meeting the needs of customers) (Gasperz, 2006). Pengendalian kualitas secara statistik dengan

Lebih terperinci

BAB V ANALISIS HASIL

BAB V ANALISIS HASIL BAB V ANALISIS HASIL 5.1. Tahap Pemeriksaan Peta Kontrol Mutu PSF Pemeriksaan peta kontrol mutu PSF hasil proses pengolahan bertujuan untuk mencegah berlanjutnya pengolahan PSF yang tidak memenuhi syarat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHAHULUAN I.1

BAB I PENDAHAHULUAN I.1 BAB I PENDAHAHULUAN I.1 Latar Belakang Setiap perusahaan tentunya ingin selalu meningkatkan kepuasan pelanggan dengan meningkatkan hasil produksinya. Produk yang berkualitas merupakan produk yang memenuhi

Lebih terperinci

FAKULTAS EKONOMI JURUSAN MANAJEMEN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG

FAKULTAS EKONOMI JURUSAN MANAJEMEN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG Perencanaan Perbaikan Kualitas Produk Shuttlecock Merk Supermen Dengan Metode Six Sigma Pada MIDO Shuttlecock Industry Tegal SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mendapatkan Gelar Strata Satu ( S1) Pada

Lebih terperinci

BAB 4 PEMBAHASAN. Pengumpulan data dilakukan sebagai bahan pengolahan data yang perlu

BAB 4 PEMBAHASAN. Pengumpulan data dilakukan sebagai bahan pengolahan data yang perlu 48 BAB 4 PEMBAHASAN 4.1 Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan sebagai bahan pengolahan data yang perlu dilakukan. Data-data yang dikumpulkan selama masa observasi adalah sebagai berikut : Data jumlah

Lebih terperinci