BAB IV PEMBAHASAN. Nama Produk Nama Spesies. Asal Ikan. Alur Proses. Kemasan Produk. Daya Tahan Produk. Penggunaan Produk Negara Tujuan Ekspor

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB IV PEMBAHASAN. Nama Produk Nama Spesies. Asal Ikan. Alur Proses. Kemasan Produk. Daya Tahan Produk. Penggunaan Produk Negara Tujuan Ekspor"

Transkripsi

1 BAB IV PEMBAHASAN 4. Deskripsi Produk Tuna saku beku adalah loin tuna yang telah dipotong menyerupai bentuk saku yang hasil akhirnya dalam kondisi beku. Di PT. X tuna saku beku merupakan salah satu produk unggulan setelah tuna loin. Pada Tabel 5 dijelaskan deskripsi produk tuna saku beku. Nama Produk Nama Spesies Asal Ikan Alur Proses Kemasan Produk Daya Tahan Produk Penggunaan Produk Negara Tujuan Ekspor Sumber: PT. X Tabel 5. Deskripsi Produk Tuna Saku Beku Tuna Saku Beku Big eye tuna (Thunnus obesus) dan Yellow fin tuna (Thunnus albacares) Hasil penangkapan wilayah perairan ZEEI ( Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia) Samudera Hindia dengan alat tangkap longline Penerimaan, Pencucian I, Penyiangan, Pencucian II, Pembentukan Loin, Pengulitan, Perapihan, Pemberian CO, Penyimpanan, Pembuangan CO, Penimbangan I, Sortasi, Pembentukan Saku, Pengemasan & Pelabelan, Penimbangan II, Pembekuan, Metal detecting, Pengepakan, Penimbangan III, Pengujian laboratorium Kemasan dalam plastic wrap Kemasan luar master cartoon 8 bulan dalam kondisi penyimpanan pada suhu -20 C Dimasak terlebih dahulu sebelum dimakan Uni Eropa, Amerika Serikat, Kanada, Rusia, China, Jepang Sedangkan pendefinisian masalah dilakukan dengan menggunakan aplikasi konsep mutu berdasarkan SIPOC yang meliputi ( Suppliers, Inputs, Process, Outputs, dan Customers). SIPOC adalah sebuah peta proses yang didalamnya teridentifikasi siapa pemasoknya, apa inputnya, bagaimana prosesnya, apa hasilnya dan siapa saja pemakainya. 28

2 29 Suppliers Inputs Process Outputs Customers Nelayan Kapal milik perusahaan Tuna Yellow fin dan Tuna Big eye Bahan pembantu (air, es curai, klorin, gas CO) Peralatan Produksi (pisau, timbangan, talenan, metal detector, alat pemberi CO, timbangan, vacuum sealer, chilling room, cold storage, Air Blast Freezer, dll Kemasan Produk (plastic wrap dan master cartoon) Tenaga kerja Penerimaan Pencucian I Penyiangan Pencucian II Pembentukan Loin Pengulitan Perapihan Pemberian CO Penyimpanan Pembuangan CO Penimbangan I Sortasi Pembentukan Saku Pengemasan dan Pelabelan Penimbangan II Pembekuan Metal Detecting Pengepakan Penimbangan III Pengujian Laboratorium Tuna Saku Loin Tuna Tuna Steak Cube Meat Ground Meat Chunk Meat Limbah Tuna Buyer Amerika, Asia, dan Rusia Pengolah hasil limbah produksi Gambar 5. Peta SIPOC dalam Produksi Tuna Saku Beku Berdasarkan peta SIPOC diketahui bahwa pemasok ikan tuna yang diterima berasal dari hasil tangkapan PT. X dan nelayan di Pelabuhan Nizam Zachman. PT. X menggunakan kapal milik sendiri dengan jenis ukuran 00 dan 20 GT (Gross Ton) yang telah dilengkapi RSW (Refrigerated Sea Water) untuk meringankan beban cost dan untuk mengontrol secara penuh penerapan sanitasi dan higiene saat penanganan di kapal. Alat tangkap yang digunakan oleh PT. X adalah jenis longline dengan jumlah mata pancing antara yang menggunakan umpan ikan lemuru atau cumi-cumi. Penanganann ikan tuna yang dilakukan di atas kapal PT. X meliputi membunuh tuna (killing), membuang darah (bleeding), membuang insang dan jeroan ( gilling and gutting), mencuci (cleaning), dan menyimpan pada suhu rendah. Jika terjadi kekurangan bahan baku akibat terkendala minimnya hasil tangkapan sendiri, maka PT. X menggunakan bahan baku yang berasal dari nelayan sekitar pelabuhan Nizam Zachman yang sebelumnya dilakukan proses

3 0 penyortiran untuk menjaga kualitas produk. Bahan baku yang tiba ditempat transit ikan kemudian dilakukan penyortiran dengan melakukan pengecekan secara organoleptik dan pengukuran suhu. Input merupakan barang atau jasa yang dibutuhkan oleh suatu proses untuk menghasilkan output. Input dalam produksi ini meliputi bahan baku ikan tuna jenis yellow fin dan big eye dengan ukuran kg, bahan pembantu (es curai, gas CO, dan klorin), peralatan produksi (pisau, timbanga n, talenan, metal detector, vacuum sealer, chilling room yang bersuhu -5 C hingga C, cold storage yang bersuhu -6 C hingga -22 C, Air Blast Freezer yang bersuhu -5 C hingga -40 C, kemasan produk (plastic wrap dan master cartoon), dan tenaga kerja. Berat dan mutu awal ikan tuna yang akan diproses berpengaruh terhadap mutu serta berat total produk akhir yang dihasilkan. Air dan es curai yang digunakan haruslah berasal dari air hasil filterisasi dan yang telah lulus uji di laboratorium. Es curai dan klorin digunakan untuk penyimpanan ikan di ruang penerimaan yang berfungsi untuk menjaga suhu pusat dan membersihkan kotoran yang masih melekat. Sedangkan gas CO digunakan untuk memenuhi permintaan buyer khusus agar memberi warna merah pada produk tuna saku. Peralatan produksi memiliki fungsi masing-masing sesuai dengan peruntukannya. Pisau dengan pengasahnya dan talenan saat digunakan untuk proses penyiangan dan pemotongan harus dalam keadaan steril dengan cara mencuci menggunakan air yang dicampur dengan klorin konsentrasi 50 ppm. Sedangkan chilling room, cold storage, Air Blast Freezer, vacuum sealer, dan suntikan gas CO dengan ukuran jarum sebesar 0, mm harus dalam keadaan berfungsi. Sedangkan timbangan dan metal detector harus dikalibrasi secara berkala agar fungsi alat lebih maksimal dalam hal keakuratan dan ketelitian. Alat produksi yang baik belum tentu menghasilkan produk yang baik tanpa ditunjang oleh tenaga kerja yang baik pula. Oleh karena itu perusahaan menggunakan tenaga kerja yang telah terlatih untuk mengurangi tingkat kecacatan produk. Kemasan produk yang digunakan adalah plastic wrap dan master cartoon berasal dari pihak ketiga yang diproduksi oleh PT. Hilo Fish Company.

4 Proses merupakan tahapan-tahapan dari sebuah alur yang sistematis hingga menghasilkan suatu produk. Tahapan alur proses produksi tuna saku adalah penerimaan, pencucian I, penyiangan, pencucian II, pembentukan loin, pengulitan, perapihan, pemberian CO, penyimpanan, pembuangan CO, penimbangan I, sortasi, pembentukan saku, pengemasan & pelabelan, penimbangan II, pembekuan, metal detecting, pengepakan, penimbangan III, dan pengujian laboratorium. Output merupakan produk akhir dari hasil suatu proses menggunakan yang berasal dari input. Produk yang dihasilkan dalam proses produksi ini adalah tuna saku, tuna steak, tuna loin, chunk meat, ground meat, dan cube. Hasil samping dari proses produksi adalah limbah. Limbah yang dihasilkan antara lain kepala, tulang, kulit, dan daging hitam. Produk tuna saku yang sudah diproduksi dan telah lulus uji lab selanjutnya dipacking sebagai komoditas ekspor. Sedangkan hasil limbah produksi dijual untuk selanjutnya diolah untuk menjadi produk bernilai ekonomis. Tabel 6. Standar MutuTuna Saku Beku Parameter AAA AA Panjang 20 cm 7 cm Lebar 0,5 cm 7 cm Tebal cm cm Warna Pink cerah Pink kecoklatan Tekstur Serat daging rapat dan elastis Serat daging kurang rapat dan kurang elastic Bau Sangat segar Segar Sumber: PT. X Gambar 6. Tuna Saku Berdasarkan Grade

5 2 Ukuran dari produk tuna saku yang terbagi menjadi dua macam yaitu yang masing-masing berbeda baik segi panjang, lebar, dan tebal. Ukuran tersebut merupakan standar produksi dari PT. X untuk memenuhi permintaan ekspor yang cukup tinggi terhadap tuna saku beku. Dalam menentukan mutu tuna saku, pihak quality control menggunakan uji organoleptik dengan parameter warna, tekstur, dan bau. Penentuan standar mutu tersebut harus mudah dimengerti dan diaplikasikan oleh tenaga kerja. Adapun standar mutu produk tuna saku sesuai spesifikasi dari PT. X yang terdapat pada Tabel 6. Produk tuna segar yang telah diolah menjadi tuna saku beku kemudian dikemas agar produk tidak mudah terjadi dekomposisi. Kemasan tersebut berfungsi untuk menjaga suhu pusat produk agar tetap beku sehingga masa simpan menjadi lebih lama. Adapun spesifikasi kemasan produk tuna saku beku yang terdapat pada Tabel 7. Tabel 7. Kemasan Luar Produk Tuna Saku Beku Grade Plastik(cm) Karton (cm) Warna Karton AAA 0 x 28 6,5 x x 6 Biru AA 0 x 28 6,5 x x 6 Merah Sumber: PT. X 4.2 Proses Produksi Tuna Saku Beku. Penerimaan (receiving) Bahan baku ikan tuna segar yang diterima di ruang penerimaan dalam keadaan tanpa insang dan isi perut. Bahan baku yang baru datang segera dilakukan proses pencucian di ruang penerimaan dengan menggunakan air bersih yang mengalir. Selanjutnya dilakukan sortasi berdasarkan grade dengan cara uji organoleptik dan pengecekan suhu dengan alat thermo cople. Penilaian organoleptik dilakukan dengan cara mengamati kenampakan, bau, dan tekstur. Ikan yang dapat diterima adalah yang memiliki suhu pusat antara - C hingga C. Ikan yang telah diterima dilewatkan ke dalam bak kecil yang berisi air dan ditambahkan klorin dengan tidak melebihi kadar 0 ppm. Setelah itu ikan

6 dipindahkan dengan menggunakan ganco ke dalam bak besar untuk direndam dengan air es dan ditambahkan klorin 0 ppm. Perendaman cepat dengan klorin berfungsi untuk menghilangkan kotoran pada tubuh ikan dan mengurangi jumlah bakteri yang ada pada bahan karena sifat antimikroba dari klorin. 2. Pencucian I (washing) Bahan baku yang telah direndam pada bak besar diangkat dengan menggunakan ganco yang telah dicuci menggunakan larutan klorin dengan konsentrasi 50 ppm. Pencucian menggunakan air dingin yang mengalir untuk membersihkan kotoran dan lendir yang menempel pada tubuh ikan. Air yang digunakan merupakan jenis air PAM.. Penyiangan Penyingan yang dilakukan di PT. X hanya bertujuan untuk mendapatkan ikan tanpa kepala dan sirip. Penghilangan isi perut tidak dilakukan karena proses ini telah dilakukan di atas kapal. Pemotongan kepala yang dilakukan menggunakan pisau besar yang telah dicuci menggunakan air klorin dengan konsentrasi 50 ppm. Teknik pemotongan yang dilakukan yaitu dengan memotong bagian antara perut bawah dan kepala dan ditarik ke bagian atas kepala mengikuti bentuk lingkar insang. Tahap selanjutnya memotong tulang belakang ikan yang menghubungkan bagian kepala dan tubuh ikan. Pemotongan kepala dilakukan secara cermat dan cepat agar tidak terjadi pengurangan rendemen dan menjaga suhu ikan tetap di bawah o C. 4. Pencucian II Setelah dilakukan proses penyiangan maka selanjutnya dilakukan tahap pencucian II. Tahap ini tidak jauh berbeda dengan teknis pelaksanaan pencucian I yaitu ikan tuna dicuci dengan menggunakan air bersih dingin untuk menghilangkan sisa kotoran dan darah yang melekat. 5. Pembentukan Loin Ikan yang telah dicuci selanjutnya diletakkan di atas talenan besar yang terbuat dari bahan mudah dibersihkan. Posisi kepala ikan berada di sebelah kiri dari tenaga kerja. Awal pembuatan loin dengan cara memfilet dari kedua sisi daging ikan tuna. Selanjutnya dilakukan pembelahan menjadi empat bagian secara

7 4 membujur. Pemotongan ikan tuna dilakukan menggunakan pisau filet dengan panjang mata pisau 0 cm dan telah dicuci menggunakan air dingin dengan konsentrasi klorin 50 ppm. Semakin besar bobot tuna maka semakin banyak bobot loin yang didapat. Pemakaian pisau yang tajam sangat membantu untuk mempercepat proses pembentukan loin. Pembuangan tulang dilakukan secara manual setelah ikan dilakukan pemfiletan. Pembuangan tulang bertujuan untuk memisahkan bagian daging ikan tuna dengan tulang yang masih menempel. Pada tahap selanjutnya tulang yang telah dibuang dilakukan pengambilan daging ikan tuna yang masih menempel pada sela sela tulang ikan tuna untuk dijadikan bahan dasar ground meat tuna. Pemisahan daging yang menempel dilakukan dengan cara manual menggunakan sendok yang telah dicuci bersih menggunakan air yang mengandung klorin 50 ppm. Daging ikan yang masih tersisa pada tulang ikan diambil secara manual untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku pembuatan ground meat. 6. Pengulitan (skinning) Proses ini bertujuan untuk menghilangkan kulit dari loin tuna. Pembuangan kulit dilakukan secara manual menggunakan pisau filet dengan panjang mata pisau 0 cm dan telah dicuci menggunakan air dingin yang mengandung klorin 50 ppm untuk mereduksi kontaminasi bakteri patogen. Pembuangan kulit harus dilakukan dengan cepat agar suhu ikan tidak meningkat. 7. Perapihan (trimming) Proses ini bertujuan untuk merapihkan permukaan loin yang tidak rata dan membuang daging gelap (dark meat). Pembuangan daging hitam bertujuan untuk menurunkan kadar histamin yang banyak terdapat di sekitar linea lateralis. Perapihan dilakukan secara manual oleh tenaga kerja yang terlatih dengan menggunakan pisau filet tajam dengan panjang mata pisau 0 cm dan telah dicuci menggunakan air dingin yang mengandung klorin 50 ppm 8. Pemberian CO Pemberian CO bertujuan untuk memberikan memberikan warna merah segar atau warna alami pada bagian dalam ikan. Proses pemberian CO dilakukan sesuai keinginan buyer yg biasanya berasal dari negara kawasan Amerika. Proses

8 5 pemberian gas CO dilakukan dengan cara menyuntikkan injektor CO yang terlebih dahulu dicuci menggunakan air dingin yang mengandung klorin 50 ppm untuk mencegah kontaminasi silang. Injektor CO memiliki konsentrasi CO 99,8% dan ukuran jarum suntiknya 0, mm. Setelah proses penyuntikan, daging ikan dimasukkan ke dalam kemasan plastik yang telah diberi busa untuk menyerap darah yang masih keluar dari daging. Selanjutnya dilakukan proses ulang dengan cara mengalirkan gas CO melalui selang ke dalam plastik agar warna merah daging ikan yang dihasilkan lebih maksimal, lalu plastik tersebut diikat kuat dan disusun di rak yang telah disediakan. Menurut Livingston dan Brown (98), suntik CO pada daging ikan dapat mempertahankan warna asli ikan dengan cara pengikatan senyawa karbonmonoksida pada myoglobin menjadi senyawa karboximioglobin. Senyawa karboximioglobin dapat mencegah terjadinya proses oksidasi pada daging ikan yang dapat merubah warna daging ikan dari merah menjadi coklat. Daging ikan tuna yang mengalami perlakuan suntik CO pada dasarnya untuk memenuhi permintaan konsumen dari amerika serikat karena warna merah daging ikan tuna sangat mempengaruhi daya beli konsumen (Pivarni dkk, 20). 9. Penyimpanan Loin yang telah diberi gas CO disimpan di chilling room bersuhu -5 C sampai dengan -2 C selama 48 jam. Proses penyimpanan bertujuan agar gas CO bereaksi terhadap loin tuna. Pendinginan selama 2 hari bertujuan untuk pembentukan senyawa karboksimioglobin dari reaksi CO dan myoglobin. Pembentukan senyawa karboksimioglobin pada dasarnya tidak memerlukan proses pendinginan, namun dikarenakan proses pembentukannya memerlukan waktu -2 hari maka perlu suhu dingin untuk mencegah terjadinya peningkatan suhu loin yang dapat mengakibatkan pertumbuhan mikroba dalam dalam loin tuna. Selama proses pendinginan suhu dalam ruang pendingin dipantau setiap satu jam sekali untuk menghindari peningkatan suhu ruang pendingin. Pemantauan dilakukan menggunakann alat data logger yang dapat merekam suhu ruang pendingin setiap satu jam sekali secara otomatis.

9 6 0. Pembuangan CO Pembuangan CO ini bertujuan untuk menghilangkan gas CO di dalam plastik. Proses ini dilakukan secara manual dengan cara memasukkan selang vakum ke dalam plastik.. Penimbangan I Penimbangan bertujuan untuk melihat bobot loin tuna. Proses ini dilakukan oleh checker dengan cara menaruh loin tuna diatas timbangan. Jenis timbangan yang digunakan adalan timbangan digital agar diperoleh nilai bobot loin secara cepat dan akurat. 2. Sortasi Tujuan sortasi adalah untuk memisahkan loin tuna berdasarkan mutu dengan melihat dari ukuran bentuk, warna, dan tekstur. Pada tahap ini dilakukan pemisahan untuk Proses ini dilakukan oleh checker yang terampil dan terlatih untuk meminimalisir kesalahan.. Pembentukan Saku Tujuan proses ini adalah untuk mendapatkan produk tuna saku sesuai dengan ukuran yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Pembentukan saku dilakukan oleh tenaga kerja terampil dan terlatih secara cermat dan cepat. Alat yang digunakan adalah dengan pisau yang tajam dan steril untuk mendapatkan produk yang rapih dan terbebas dari kontaminasi mikroba. 4. Pengemasan dan Pelabelan Loin tuna yang telah dibuat menjadi produk saku selanjutnya dikemas dengan kemasan primer menggunakan plastik yang telah diberi label. Plastik yang digunakan berasal dari pihak ketiga yaitu merk KRIMSON yang berasal dari PT Hilo Fish Company. Pada label kemasan primer terdapat keterangan nama produk, nama perusahaan, negara asal, grade, berat bersih, kode produksi dan nilai gizi. Pengemasan tuna saku menggunakan alat vacuum sealer machine berukuran besar. Alat ini bertujuan untuk membuang udara yang terdapat didalam kemasan. Pembuangan udara bertujuan untuk mereduksi pertumbuhan mikroba patogen. Produk tuna saku yang telah divakum selanjutnya dilakukan pengecekan

10 7 untuk memastikan tidak terdapat kerusakan dalam plastik yang menyebabkan kontaminasi langsung dari lingkungan. 5. Penimbangan II Penimbangan bertujuan untuk melihat bobot tuna saku yang telah dikemas dengan kemasan primer (plastik) secara global. Proses ini dilakukan oleh checker dengan cara menaruh kumpulan tuna saku diatas timbangan. Jenis timbangan yang digunakan adalan timbangan digital agar diperoleh nilai bobot tuna saku secara cepat dan akurat. 6. Pembekuan Pembekuan bertujuan untuk membekukan produk hingga mencapai suhu beku secara cepat dan tidak mengakibatkan pengeringan terhadap produk tuna saku. Produk tuna saku yang telah dikemas vakum kemudian diletakkan di dalam wadah long pan dan dipisahkan berdasarkan grade. Proses ini bertujuan untuk memudahkan saat proses pengepakan. Setelah itu long pan diletakkan di dalam rak-rak yang tersedia di dalam ruangan ABF yang suhu antara -5 C hingga -40 C. Prinsip kerja dari ABF ialah dengan meniupkan udara dingin secara terus menerus ke arah produk tuna saku beku. Proses pembekuan berlangsung selama ± 8 jam. Tuna saku yang telah menjadi beku kemudian dikeluarkan dari ABF, untuk selanjutnya dilakukan proses pemeriksaan yang dilakukan di ruang anteroom. Proses ini harus dilakukan secara cepat untuk mencegah proses pelelehan pada produk karena perubahan suhu secara mendadak antara suhu di ABF dengan suhu di anteroom. 7. Metal Detecting Metal detecting merupakan salah satu proses yang bertujuan untuk mendeteksi adanya logam ataupun benda asing yang terdapat pada produk tuna saku. Proses ini menggunakan alat yang bernama metal detector, cara penggunaannya adalah dengan melewatkan tuna saku pada lubang deteksi melalui conveyor, jika pada produk terdapat logam/benda asing, maka secara otomatis conveyor akan berhenti ditandai dengan bunyi alarm. Metal detector dikalibrasi secara berkala dengan rentang waktu satu jam menggunakan logam untuk ferrous

11 8 (Fe) yaitu 2,5 mm, sedangkan untuk stainless (SUS) sebesar,0 mm. Proses pengkalibrasian bertujuan untuk mengecek sensitifitas metal detector. 8. Pengepakan Pengepakan bertujuan untuk melindungi produk tuna saku dari kontaminasi mikroba dan kerusakan selama penyimpanan saat transportasi. Produk tuna saku yang telah melewati metal detector kemudian disusun menggunakan alas plastic polyethylene dan pada kemasan sekunder menggunakan master cartoon yang berasal dari pihak ketiga yaitu PT. Hilo Fish Compay. Produk yang telah dikemas berdasarkan mutu kemudian diberi label berisi keterangan nama produk, mutu produk, berat produk dan kode produksi. Bagian luar dari master cartoon diikat menggunakan strapping ban. 9. Penimbangan III Penimbangan bertujuan untuk melihat bobot tuna saku yang telah dikemas dengan kemasan sekunder ( master cartoon) secara global. Proses ini dilakukan oleh checker dengan cara menaruh master cartoon tuna saku diatas timbangan. Jenis timbangan yang digunakan adalan timbangan digital agar diperoleh nilai secara cepat dan akurat. 20. Pengujian Laboratorium Pengujian ini bertujuan untuk melihat melihat kandungan histamin, logam berat, dan jumlah koloni mikroba. Proses ini dilakukan dengan cara mengambil sampel produk secara random untuk selanjutnya diuji oleh Laboratorium Pengolahan dan Pengujian Mutu Hasil Perikanan ( LPPMHP) DKI Jakarta, Pluit Jakarta Utara. Pengujian. Sampel produk tuna saku yang telah lolos pengujian dan telah dinyatakan memenuhi persyaratan ekspor akan mendapatkan Sertifikat mutu Ekspor (SME). 4. Analisis Pengendalian Mutu 4.. Pengendalian Mutu pada Variasi Suhu di Chilling Room Hasil perhitungan pada variasi suhu ruangan di chilling room dapat dilihat pada Tabel 8 dan Lampiran 5.

12 9 Tabel 8. Hasil Perhitungan Berdasarkan Variasi Suhu di Chilling Room No Indikator Perhitungan Nilai Jumlah data 54 2 Jumlah subgroup Rata-rata X-bar -4,4 C 4 Upper Control Limit (UCL) X-bar -,79 C 5 Lower Control Limit (LCL) X-bar -5,00 C 6 Rata-rata R-bar 0,59 C 7 Upper Control Limit (UCL) R-bar,2 C 8 Lower Control Limit (LCL) R-bar 0 C 9 Upper Specification Limit (USL) C 0 Lower Specification Limit (LSL) -5 C Kapabilitas proses (Cp),8 Sumber: Lampiran 5 Berdasarkan Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai rata-rata suhu ruangan di chilling room yang diukur selama 8 hari adalah -4,4 C. Pada bagan kendali X menunjukkan bahwa nilai batas kendali atas sebesar -,79 C dan batas kendali bawah sebesar -5,0 C. Bagan Kendali X-Bar dan R-Bar Suhu di Chilling Room Mean Suhu ( C) UCL = -.79 _ X = -4.4 LCL = Sub Group (Hari ke- ) UCL =.52 Range Suhu ( C) _ R = LCL = Sub Group (Hari ke- ) 5 7 = Proses terkendali = Proses terjadi penyimpangan Gambar 7. Bagan Kendali X-Bar dan R-Bar Suhu di Chilling Room

13 40 Berdasarkan bagan kendali X (Gambar 7) yang dibuat menggunakan program Minitab 5, hasil analisis menunjukkan bahwa suhu ruangan di chilling room dalam keadaan tidak terkendali. Hal ini terlihat dari banyaknya titik penyimpangan yang yang melewati batas kendali atas dan batas kendali bawah. Pada batas kendali atas terdapat penyimpangan pada hari ke, 4, 6, dan 5. Pada batas kendali bawah terdapat tiga kali penyimpangan yang terjadi pada hari ke 0, 2, dan 8. Berdasarkan fakta di lapangan, faktor terjadinya penyimpangan akibat dari kurangnya kedisiplinan tenaga kerja di ruang chilling room. Tenaga kerja yang lalai menutup pintu saat masuk ke chilling room dapat menyebabkan terjadinya fluktuasi suhu di dalam ruangan. Berdasarkan bagan kendali R ( Gambar 7) yang dibuat menggunakan program Minitab 5, menunjukkan bahwa nilai rata-rata selama 8 hari adalah 0,59 C dengan batas kendali atas sebesar,2 C dan batas kendali bawah 0 C. Hasil analisis menggunakan bagan kendali R menunjukkan bahwa suhu ruangan di chilling room dalam keragaman yang terkendali. Hal ini dikarenakan tidak terdapatnya titik penyimpangan. USL yang ditetapkan quality control di PT. X untuk suhu di chilling room adalah sebesar C dan LSL sebesar -5 C. Berdasarkan hasil perhitungan manual (Lampiran. 5), menunjukkan hasil perhitungan nilai kapabilitas pada suhu ruangan chilling room adalah,8. Hal ini mengindikasikan kapabilitas proses pada suhu pada ruangan chilling room tergolong baik. Dengan kata lain proses pendinginan suhu ruangan di chilling room dapat memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan oleh perusahaan Pengendalian Mutu pada Variasi Suhu di Cold Storage Hasil perhitungan secara statistik pada variasi suhu di cold storage dapat dilihat pada Tabel 9 dan Lampiran 7.

14 4 Tabel 9. Hasil Perhitungan Berdasarkan Variasi Suhu di Cold Storage No Indikator Perhitungan Nilai Jumlah data 54 2 Jumlah subgroup Rata-rata X-bar -8,4 C 4 Upper Control Limit (UCL) X-bar -9,55 C 5 Lower Control Limit (LCL) X-bar -20,7 C 6 Rata-rata R-bar,8 C 7 Upper Control Limit (UCL) R-bar,04 C 8 Lower Control Limit (LCL) R-bar 0 C 9 Upper Specification Limit (USL) -6 C 0 Lower Specification Limit (LSL) -22 C Kapabilitas proses (Cp),96 Sumber: Lampiran 7 Berdasarkan Tabel 9 menunjukkan bahwa nilai rata-rata suhu di cold storage yang diukur selama 8 hari adalah -8,4 C. Pada bagan kendali X menunjukkan bahwa nilai batas kendali atas sebesar -9,55 C dan batas kendali bawah sebesar -20,7 C. Bagan Kendali X-Bar dan R-Bar Suhu di Cold Storage Mean Suhu ( C) U C L = -8.8 _ X = LC L = Sub Group (Hari ke- ) U C L = 2.9 Range Suhu ( C) 2 0 _ R =. LC L = Sub Group (Hari ke- ) = Proses terkendali = Proses terjadi penyimpangan Gambar 8. Bagan Kendali X-Bar dan R-Bar Suhu di Cold Storage

15 42 Berdasarkan bagan kendali X (Gambar 8 ) yang dibuat menggunakan program Minitab 5, hasil analisis menunjukkan bahwa suhu ruangan di cold storage dalam keadaan tidak terkendali. Hal ini terlihat dari banyaknya titik penyimpangan yang yang melewati batas kendali atas dan batas kendali bawah. Pada batas kendali atas terdapat penyimpangan pada hari ke 2,, dan 5. Pada batas kendali bawah terdapat 4 kali penyimpangan yang terjadi pada hari ke 7, 9, 0 dan 7. Penyimpangan terjadi akibat dari kurangnya kedisiplinan tenaga kerja di ruang cold storage. Tenaga kerja yang lalai menutup pintu saat masuk ke cold storage dapat menyebabkan terjadinya fluktuasi suhu di dalam ruangan. Seringnya tenaga kerja keluar masuk cold storage dapat menyebabkan terjadinya fluktuasi suhu. Berdasarkan bagan kendali R (Gambar 8 ) yang dibuat menggunakan program Minitab 5, menunjukkan bahwa nilai rata-rata selama 8 hari adalah,8 C dengan batas kendali atas sebesar,04 C dan batas kendali bawah 0 C. Hasil analisis menggunakan bagan kendali R menunjukkan bahwa suhu ruangan di cold storage dalam keragaman yang terkendali. Hal ini dikarenakan tidak terdapatnya titik penyimpangan. USL yang ditetapkan oleh quality control di PT. X untuk suhu di cold storage adalah sebesar -6 C dan LSL sebesar -22 C. Berdasarkan hasil perhitungan manual (Lampiran. 7), nilai kapabilitas suhu pada ruangan cold storage adalah,96. Hal ini mengindikasikan kapabilitas proses pada suhu pada ruangan cold storage tergolong cukup baik. Dengan kata lain proses pendinginan suhu ruangan di cold storage dapat memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan oleh perusahaan. 4.. Pengendalian Mutu pada Variasi Suhu di ABF (Air Blast Freezer) Hasil perhitungan secara statistik pada variasi suhu di ABF dapat dilihat pada Tabel 0 dan Lampiran 9.

16 4 Tabel 0. Hasil Perhitungan Berdasarkan Variasi Suhu di ABF No Indikator Perhitungan Nilai Jumlah data 54 2 Jumlah subgroup Rata-rata X-bar -7,42 C 4 Upper Control Limit (UCL) X-bar -6,47 C 5 Lower Control Limit (LCL) X-bar -8,7 C 6 Rata-rata R-bar 0,9 C 7 Upper Control Limit (UCL) R-bar 2,9 C 8 Lower Control Limit (LCL) R-bar 0 C 9 Upper Specification Limit (USL) -5 C 0 Lower Specification Limit (LSL) -40 C Kapabilitas proses (Cp),5 Sumber: Lampiran 9 Berdasarkan Tabel 0 menunjukkan bahwa nilai rata-rata suhu di ABF yang dicatat selama 8 hari adalah -7,42 C. Pada bagan kendali X menunjukkan bahwa nilai batas kendali atas sebesar -6,47 C dan batas kendali bawah sebesar -8,7 C. Bagan Kendali X-Bar dan R-Bar Suhu di Air Blast Freezer Mean Suhu ( C) Sub Group (Hari ke- ) 5 7 UCL = _ X = LCL = UCL = 2.9 Range Suhu ( C) _ R = LCL = Sub Group (Hari ke- ) 5 7 = Proses terkendali = Proses terjadi penyimpangan Gambar 9. Bagan Kendali X-Bar dan R-Bar Suhu di Air Blast Freezer

17 44 Berdasarkan bagan kendali X (Gambar 9 ) yang dibuat menggunakan program Minitab 5, hasil analisis menunjukkan bahwa suhu ruangan di ABF dalam keadaan tidak terkendali. Hal ini terlihat dari banyaknya titik penyimpangan yang yang melewati batas kendali atas dan batas kendali bawah. Pada batas kendali atas terdapat penyimpangan pada hari ke, 6, dan 5. Pada batas kendali bawah terdapat lima kali penyimpangan yang terjadi pada hari ke, 7, 8, 0, dan 6. Penyimpangan terjadi akibat dari kurangnya kedisiplinan tenaga kerja di ruang ABF. Tenaga kerja yang lalai menutup pintu saat masuk ke ABF dapat menyebabkan terjadinya fluktuasi suhu di dalam ruangan. Seringnya tenaga kerja keluar masuk ABF dapat menyebabkan terjadinya fluktuasi suhu. Dan selain itu ABF yang digunakan pada PT. X kurang terawat bagian dalam ruangannya, sehingga menyebabkan proses pembekuan tidak maksimal. Berdasarkan bagan kendali R (Gambar 9 ) yang dibuat menggunakan program Minitab 5, menunjukkan bahwa nilai rata-rata selama 8 hari adalah 0,9 C dengan batas kendali atas sebesar 2,9 C dan batas kendali bawah 0 C. Hasil analisis menggunakan bagan kendali R menunjukkan bahwa suhu ruangan di ABF dalam keragaman yang terkendali. Hal ini dikarenakan tidak terdapatnya titik penyimpangan. USL yang ditetapkan quality control di PT. X untuk suhu di ABF adalah sebesar -5 C dan LSL sebesar -40 C. Berdasarkan hasil perhitungan manual (Lampiran. 9), nilai kapabilitas suhu pada ruangan ABF adalah,5. Hal ini mengindikasikan kapabilitas proses pada suhu pada ruangan ABF tergolong cukup stabil. Dengan kata lain proses pembekuan di ABF dapat memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan oleh perusahaan Pengendalian Mutu pada Variasi Kadar Histamin Histamin pada ikan akan terbentuk melalui proses dekarboksilasi histidin oleh enzim yang secara alami terdapat pada ikan. Pembentukan histamin oleh enzim ini berlangsung selama proses autolisis (Kimata 96 dalam Fadly 20). Autolisis pada daging ikan mulai berlangsung secara biokimiawi segera setelah ikan mati terutama pada daging sekitar rongga perut. Setelah fase rigormortis

18 45 enzim dalam perut ikan aktif menguraikan komponen ikan yang menyebabkan terjadinya perubahan pada rasa, warna, tekstur, bau dan penampakan ikan (Ilyas 99). Jumlah bakteri penghasil histamin sangat berperan dalam menentukan kenaikan kadar histamin. Bakteri yang memiliki enzim histidin dekarboksilase atau biasa disebut bakteri penghasil histamin, sebagian besar termasuk ke dalam family Enterobacteriaceae. Jenis bakteri tersebut antara lain: Morganella morganii, Klebsiella pneumoniae, Hafnia alvei, Citrobacter freundii, Enterobacteraerogenes, Vibrio alginolyticus dan Proteus spp (Fadly 20). Hasil perhitungan secara statistik pada variasi kadar histamin dapat dilihat pada Tabel dan Lampiran. Tabel. Hasil Perhitungan Berdasarkan Variasi Kadar Histamin No Indikator Perhitungan Nilai Jumlah data 08 2 Jumlah subgroup 6 Rata-rata X-bar 0,4 ppm 4 Upper Control Limit (UCL) X-bar 0,5 ppm 5 Lower Control Limit (LCL) X-bar 0,8 ppm 6 Rata-rata R-bar 0,4 ppm 7 Upper Control Limit (UCL) R-bar 0,66 ppm 8 Lower Control Limit (LCL) R-bar 0 ppm 9 Upper Specification Limit (USL) 5 ppm 0 Lower Specification Limit (LSL) - Kapabilitas proses (Cp),94 Sumber: Lampiran Berdasarkan Tabel menunjukkan bahwa nilai rata-rata kadar histamin yang diukur selama 8 hari adalah 0,4 ppm. Pada bagan kendali X menunjukkan bahwa nilai batas kendali atas sebesar 0,5 ppm dan batas kendali bawah sebesar 0,8 ppm.

19 46 Bagan Kendali X-Bar dan R-Bar Kadar Histamin Mean Kadar Histamin (ppm) Sub Group (Hari ke- ) 5 7 UCL = 0.50 _ X = 0.4 LC L = 0.8 Range Kadar Histamin (ppm) Sub Group (Hari ke- ) 5 7 UC L = 0.66 _ R = 0. LC L = 0 = Proses terkendali = Proses terjadi penyimpangan Gambar 0. Bagan Kendali X-Bar dan R-Bar Kadar Histamin Berdasarkan bagan kendali X (Gambar 0) yang dibuat menggunakan program Minitab 5, menunjukkan bahwa kadar histamin dalam keadaan cukup terkendali. Hal ini terlihat dari sedikitnya titik penyimpangan yang yang melewati batas kendali. Pada batas kendali bawah terdapat penyimpangan yang terjadi pada hari ke 8 dan 7. Penyimpangan yang terjadi pada batas kendali bawah dalam artian positif. Karena penyimpangan terjadi karena nilai hari ke 8 dan 7 melewati angka LCL yang berarti jumlah kadar histamin semakin kecil. Jumlah kadar histamin berhubungan dengan sanitasi dan higiene serta penerapan rantai dingin dalam proses penanganan ataupun saat proses pengolahan sehingga sehingga pertumbuhan bakteri penghasil histidin dekarboksilase dapat dihambat (Kimata 96 dalam Hardiana 2009). Selain itu penerapan HACCP pada PT. X sangat membantu dalam menekan jumlah histamin pada produk yang akan diekspor. Berdasarkan bagan kendali R (Gambar 0) yang dibuat menggunakan program Minitab 5, menunjukkan bahwa nilai rata-rata selama 8 hari adalah 0,4 ppm dengan batas kendali atas sebesar 0,66 ppm dan batas kendali bawah 0

20 47 ppm. Hasil analisis menggunakan bagan kendali R menunjukkan bahwa kadar histamin dalam keragaman yang terkendali. Hal ini dikarenakan tidak terdapatnya titik penyimpangan. USL yang ditetapkan quality control di PT. X untuk kadar histamin adalah sebesar 5 ppm karena PT. X mengacu pada syarat mutu yang telah ditetapkan negara Amerika Serikat (FDA). Berdasarkan hasil perhitungan manual (Lampiran ) nilai kapabilitas kadar histamin adalah,94. Hal ini mengindikasikan kapabilitas proses pada suhu pada kadar histamin tergolong baik. Dengan kata lain proses pengendalian kadar histamin dapat memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan oleh perusahaan Pengendalian Mutu pada Variasi Bobot Tuna Saku Beku Hasil perhitungan secara statistik pada variasi bobot tuna saku beku dapat dilihat pada Tabel 2 dan Lampiran. Tabel 2. Hasil Perhitungan Berdasarkan Variasi Bobot Tuna Saku Beku No Indikator Perhitungan Nilai Jumlah data 6 2 Jumlah subgroup 2 Rata-rata X-bar 296, kg 4 Upper Control Limit (UCL) X-bar 68,6 kg 5 Lower Control Limit (LCL) X-bar -26, kg 6 Rata-rata R-bar 7,5 kg 7 Upper Control Limit (UCL) R-bar 560,2 kg 8 Lower Control Limit (LCL) R-bar 0 kg 9 Upper Specification Limit (USL) 2000 kg 0 Lower Specification Limit (LSL) - Kapabilitas proses (Cp),74 Sumber: Lampiran Berdasarkan Tabel 2 menunjukkan bahwa nilai rata-rata bobot tuna saku yang diukur selama 8 hari adalah 296,. Pada bagan kendali X menunjukkan bahwa nilai batas kendali atas sebesar 68,6 kg dan batas kendali bawah sebesar - 26, kg.

21 48 Bagan Kendali X-Bar dan R Bobot Tuna Saku Mean Bobot Tuna Saku (kg) UCL = 68.6 _ X = 296. LCL = -26. Sub Group (Hari ke- ) Range Bobot Tuna Saku (kg) UCL = _ R = 7.5 LCL = 0 Sub Group (Hari ke- ) = Proses terkendali = Proses terjadi penyimpangan Gambar. Bagan Kendali X-Bar dan R-Bar Bobot Tuna Saku Beku Berdasarkan bagan kendali X (Gambar ) yang dibuat menggunakan program Minitab 5, menunjukkan bahwa bobot tuna saku dalam keadaan cukup terkendali. Hal ini terlihat dari sedikitnya titik penyimpangan yang yang melewati batas kendali. Pada batas kendali atas terdapat penyimpangan yang terjadi pada hari ke 7, dan 8. Penyimpangan pada variasi bobot tuna saku beku disebabkan oleh tidak menentunya jumlah ikan tuna yang datang pada ruang penerimaan dan jumlah tenaga kerja yang tersedia. Selain itu penyimpangan juga dipengaruhi oleh jumlah permintaan konsumen yang menginginkan tuna saku beku yang akan diproduksi. Berdasarkan bagan kendali R (Gambar ) yang dibuat menggunakan program Minitab 5, menunjukkan bahwa nilai rata-rata selama 8 hari adalah 7,5 kg dengan batas kendali atas sebesar 560,2 kg dan batas kendali bawah 0. Hasil analisis menggunakan bagan kendali R menunjukkan bahwa bobot tuna saku dalam keragaman yang terkendali. Hal ini dikarenakan hanya terdapatnya titik penyimpangan yang terjadi pada hari ke.

22 49 USL yang ditetapkan PT. X pada kapasitas jumlah bobot tuna saku beku dalam satu kali produksi adalah sebesar kg dengan menimbang jumlah tenaga kerja yang ada. Hasil perhitungan manual (Lampiran ) nilai kapabilitas bobot tuna saku adalah,74. Hal ini mengindikasikan kapabilitas proses produksi tuna saku tergolong baik. Dengan kata lain proses pengendalian bobot tuna saku dapat memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan oleh perusahaan Pengendalian Mutu pada Variasi Hasil Uji TPC Hasil perhitungan secara statistik pada variasi hasil uji TPC pada produk tuna saku beku dapat dilihat pada Tabel dan Lampiran 5. Tabel. Hasil Perhitungan Berdasarkan Variasi Hasil Uji TPC No Indikator Perhitungan Nilai Jumlah data 6 2 Jumlah subgroup 2 Rata-rata X-bar 258 koloni/gram 4 Upper Control Limit (UCL) X-bar 24255,67 koloni/gram 5 Lower Control Limit (LCL) X-bar 824,2 koloni/gram 6 Rata-rata R-bar 672,22 koloni/gram 7 Upper Control Limit (UCL) R-bar 5466,49 koloni/gram 8 Lower Control Limit (LCL) R-bar 0 koloni/gram 9 Upper Specification Limit (USL) koloni/gram 0 Lower Specification Limit (LSL) - Kapabilitas proses (Cp) 07,62 Sumber: Lampiran 5 Berdasarkan Tabel menunjukkan bahwa nilai rata-rata TPC pada sampel produk tuna saku beku selama 8 hari adalah 258 koloni/gram. Pada bagan kendali X menunjukkan bahwa nilai batas kendali atas sebesar 2450,77 koloni/gram dan batas kendali bawah sebesar 824,2 koloni/gram.

23 50 Bagan Kendali X-Bar dan R-Bar Hasil Uji TPC pada Tuna Saku Beku Mean mikroba (koloni/g) Sub Group (Hari ke- ) 5 7 UCL _ = 2450,77 X = 258 LCL = 824,2 Range mikroba (koloni/g) Sub Group (Hari ke- ) 5 7 UCL = 5466,49 _ R = 672,22 LCL = 0 = Proses terkendali = Proses terjadi penyimpangan Gambar 2. Bagan Kendali X-Bar dan R-Bar TPC pada Tuna Saku Beku Berdasarkan bagan kendali X (Gambar 2) yang dibuat menggunakan program Minitab 5, menunjukkan bahwa jumlah koloni mikroba pada tuna saku beku dalam keadaan tidak terkendali. Hal ini terlihat dari banyaknya titik penyimpangan yang yang melewati batas kendali. Pada batas kendali atas terdapat penyimpangan yang terjadi pada hari ke 2,, 7,, 2, 4 dan 8. Penyimpangan ini terjadi karena proses penanganan kurang sanitasi dan tenaga kerja tidak dapat mempertahankan rantai dingin. Penyebaran bakteri biasanya terjadi pada saat proses pembuangan insang (gilling) dan penyiangan (gutting) (Sumner et al dalam Hardiana 2009). Pada batas kendali bawah terdapat penyimpangan yang terjadi pada hari ke, 4, 5, 6, 9, 0,, 5, dan 7. Penyimpangan yang terjadi pada batas kendali bawah dalam artian positif. Karena penyimpangan terjadi karena nilai hari ke, 4, 5, 6, 9, 0,, 5, dan 7 melewati angka LCL yang berarti jumlah koloni mikroba semakin kecil. Berdasarkan bagan kendali R (Gambar 2) yang dibuat menggunakan program Minitab 5, menunjukkan bahwa nilai rata-rata selama 8 hari adalah

24 5 672,22 koloni/gram dengan batas kendali atas sebesar 5466,49 koloni/gram dan batas kendali bawah 0. Hasil analisis menggunakan bagan kendali R menunjukkan bahwa hasil uji TPC pada tuna saku beku dalam keragaman yang terkendali. Hal ini dikarenakan tidak terdapatnya titik penyimpangan. Batas USL yang ditetapkan quality control di PT. X adalah sebesar koloni/gram, karena PT. X mengacu pada syarat mutu yang telah ditetapkan SNI (BSN 2006). Hasil perhitungan manual (Lampiran. 5), nilai kapabilitas proses pengendalian jumlah koloni mikroba pada produk tuna saku beku adalah 07,62. Hal ini mengindikasikan kapabilitas proses pengendalian jumlah koloni mikroba tergolong baik dan stabil. Dengan kata lain proses pengendalian jumlah koloni mikroba pada tuna saku beku dapat memenuhi spesifikasi yang telah ditetapkan oleh perusahaan.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 28 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Keadaan Umum Perusahaan Perusahaan X merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang perikanan. Perusahaan ini berdiri sekitar 10 tahun yang lalu. Perusahaan X ini

Lebih terperinci

Lampiran 1 Log book penangkapan ikan dengan alat tangkap rawai tuna dan pancing ulur.

Lampiran 1 Log book penangkapan ikan dengan alat tangkap rawai tuna dan pancing ulur. LAMPIRAN 74 59 Lampiran 1 Log book penangkapan ikan dengan alat tangkap rawai tuna dan pancing ulur. 74 75 Lampiran 2 Tabel observasi kegiatan proses pembuatan tuna loin beku (data verivikasi) Nama tahapan

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Deskripsi Produk Tuna Loin Beku di PT. Awindo Internasional

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 5. Deskripsi Produk Tuna Loin Beku di PT. Awindo Internasional BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produk Tuna loin beku merupakan salah satu hasil penanganan ikan tuna yang diproduksi oleh PT. Awindo Internasional. Jenis bahan baku yang digunakan yaitu yellowfin

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilaksanakan di PT. X yang terdapat pada Pelabuhan Perikanan Nusantara Nizam Zachman Jakarta. Waktu penelitian telah dilaksanakan

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 27 Mei 2013 sampai dengan 5 Juni 2013 di PT. Awindo Internasional Jakarta. PT. Awindo Internasional terletak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Deskripsi Produk Tuna Steak Beku di PT. Garaha Insan Sejahtera

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 9. Deskripsi Produk Tuna Steak Beku di PT. Garaha Insan Sejahtera BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produk Tuna Steak Beku PT. Graha Insan Sejahtera ialah salah satu perusahaan perikanan di Muara Baru-Jakarta Utara yang menangani tuna menjadi produk akhir tuna

Lebih terperinci

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Filet kakap beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran 3.2 Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran 3.2 Metode Pengumpulan Data 30 3 METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Tunamerupakan komoditas komersial tinggi dalam perdagangan internasional. Salah satu bentuk olahan tuna adalah tuna loin, tuna steak, dan tuna saku. Tuna loin merupakan

Lebih terperinci

Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Ikan tuna dalam kaleng Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Sanitasi Dan Higiene Pada Tahap Penerimaan Bahan Baku. Penerapan sanitasi dan higiene diruang penerimaan lebih dititik beratkan pada penggunaan alat dan bahan sanitasi.

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian telah dilaksanakan di PT. Graha Insan Sejahtera yang berlokasi di salah satu Perusahaan Perikanan Samudera Nizam Zachman, Jalan Muara

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Deskripsi Produk cakalang precooked loin beku di PT.GEM

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Tabel 4. Deskripsi Produk cakalang precooked loin beku di PT.GEM BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produk Cakalang precooked loin beku adalah produk yang dihasilkan oleh PT..Gabungan Era Mandiri (GEM). Produk diekspor sebagai bahan baku pengalengan karena perusahaan

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN V GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 5.1. Sejarah dan Perkembangan Perusahaan PT Tridaya Eramina Bahari berdiri pada tahun 1994 di Cirebon. Perusahaan ini didirikan oleh Bapak H. Danuri sebagai komisaris dan Bapak

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi wilayah PT. Cipta Frima Jaya adalah salah satu perusahaan yang bergerak dalam penanganan pasca panen (pembekuan) untuk hasil perikanan, yang merupakan milik Bapak

Lebih terperinci

Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Ikan segar - Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi... i Prakata... ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif...

Lebih terperinci

BAB III BAHAN DAN METODE

BAB III BAHAN DAN METODE BAB III BAHAN DAN METODE 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan November 2013 di PT. AGB Palabuhanratu Kabupaten Sukabumi-Jawa Barat. 3.2 Alat dan Bahan Penelitian 3.2.1 Alat

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. H.Yusdin Abdullah dan sebagai pimpinan perusahaan adalah Bapak Azmar

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. H.Yusdin Abdullah dan sebagai pimpinan perusahaan adalah Bapak Azmar BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Wilayah PT. Cipta Frima Jaya adalah salah satu perusahaan yang bergerak dibidang proses dan pembekuan untuk hasil perikanan laut, yang merupakan milik Bapak H.Yusdin

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan

SNI Standar Nasional Indonesia. Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan Standar Nasional Indonesia Udang beku Bagian 3: Penanganan dan pengolahan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3

Lebih terperinci

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK

BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK BAB V PRAKTEK PRODUKSI YANG BAIK Good Manufacturing Practice (GMP) adalah cara berproduksi yang baik dan benar untuk menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan mutu dan keamanan. Telah dijelaskan sebelumnya

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sertifikat HACCP Frozen Cooked Tuna

Lampiran 1. Sertifikat HACCP Frozen Cooked Tuna LAMPIRAN Lampiran 1. Sertifikat HA Frozen Cooked Tuna 52 Lampiran 2. Sertifikat Keterangan Pengolahan Frozen Cooked Tuna 53 Lampiran 3. Tata Letak Bangunan PT. Gabungan Era Mandiri 54 55 Lampiran 4.Pohon

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi

SNI Standar Nasional Indonesia. Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Filet kakap beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan, di unit pembekuan ikan Tuna di PT. Hatindo

BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN. Penelitian ini dilakukan, di unit pembekuan ikan Tuna di PT. Hatindo BAB III MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan, di unit pembekuan ikan Tuna di PT. Hatindo Makmur yang berlokasi di jalan Tuna III Pelabuhan Benoa, Kabupaten

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1. WAKTU DAN TEMPAT Kegiatan penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Deskripsi Produk Ikan Layur Beku Menurut SNI 6940.1:2011 (BSN 2011), ikan layur beku merupakan produk hasil perikanan dengan bahan baku layur segar utuh yang mengalami perlakuan

Lebih terperinci

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Penilaian Program Kelayakan Dasar (PreRequisite Program) PT Makmur Jaya Sejahtera merupakan perusahaan yang bergerak dibidang perikanan. Produk unggulannya adalah tuna loin

Lebih terperinci

Sosis ikan SNI 7755:2013

Sosis ikan SNI 7755:2013 Standar Nasional Indonesia Sosis ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

Lampiran 1 Peta PPN Palabuhanratu

Lampiran 1 Peta PPN Palabuhanratu LAMPIRAN 84 Lampiran 1 Peta PPN Palabuhanratu 85 86 Lampiran 2 Daerah penangkapan madidihang kapal long line berbasis di PPN Palabuhanratu U PPN Palabuhanratu B T S Sumber: Hasil wawancara setelah diolah

Lebih terperinci

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KADAR HISTAMIN PADA YELLOWFIN TUNA (Thunnus albacore) ABSTRAK

PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KADAR HISTAMIN PADA YELLOWFIN TUNA (Thunnus albacore) ABSTRAK 1 PENGARUH LAMA PENYIMPANAN TERHADAP KADAR HISTAMIN PADA YELLOWFIN TUNA (Thunnus albacore) Replin Amrin Saidi 1, Abdul Hafidz Olii 2, Yuniarti Koniyo 2 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

Lebih terperinci

STUDI PENGEMASAN TUNA EKOR KUNING (Thunnus albacares) DI CV. CAHAYA MANDIRI DESA BOTU BARANI KELURAHAN BONE PANTAI PROVINSI GORONTALO

STUDI PENGEMASAN TUNA EKOR KUNING (Thunnus albacares) DI CV. CAHAYA MANDIRI DESA BOTU BARANI KELURAHAN BONE PANTAI PROVINSI GORONTALO STUDI PENGEMASAN TUNA EKOR KUNING (Thunnus albacares) DI CV. CAHAYA MANDIRI DESA BOTU BARANI KELURAHAN BONE PANTAI PROVINSI GORONTALO Wila Rumina Nento Program Studi Teknologi Hasil Pertanian Politeknik

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Metode Penelitian Jenis dan sumber data Metode pengumpulan data

3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2 Metode Penelitian Jenis dan sumber data Metode pengumpulan data 17 3 METODOLOGI 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Samudera (PPS) Nizam Zachman, Jakarta Utara pada bulan Agustus hingga Oktober 2010. 3.2 Metode Penelitian

Lebih terperinci

Tuna loin segar Bagian 1: Spesifikasi

Tuna loin segar Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Tuna loin segar Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup...1 2 Acuan normatif...1 3 Istilah dan

Lebih terperinci

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan

Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan Pada waktu panen peralatan dan tempat yang digunakan harus bersih dan bebas dari cemaran dan dalam keadaan kering. Alat yang digunakan dipilih dengan tepat untuk mengurangi terbawanya bahan atau tanah

Lebih terperinci

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEMUNDURAN MUTU IKAN SEGAR SECARA SENSORI, KIMIAWI, DAN MIKROBIOLOGI. Oleh : Rendra Eka A

FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEMUNDURAN MUTU IKAN SEGAR SECARA SENSORI, KIMIAWI, DAN MIKROBIOLOGI. Oleh : Rendra Eka A FAKTOR-FAKTOR YANG MENYEBABKAN KEMUNDURAN MUTU IKAN SEGAR SECARA SENSORI, KIMIAWI, DAN MIKROBIOLOGI Oleh : Rendra Eka A 1. Kemunduran mutu ikan segar secara sensori umumnya diukur dengan metode sensori

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 38 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengumpulan Data Untuk mendukung perhitungan statistikal pengendalian proses maka diperlukan data. Data adalah informasi tentang sesuatu, baik yang bersifat kualitatif

Lebih terperinci

METODOLOGI PENELITIAN

METODOLOGI PENELITIAN III. METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi

Lebih terperinci

Siomay ikan SNI 7756:2013

Siomay ikan SNI 7756:2013 Standar Nasional Indonesia Siomay ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2013 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran 3.2 Metode Pengumpulan Data

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran 3.2 Metode Pengumpulan Data 21 3 METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Ikan Tuna (Thunnus sp.) merupakan salah satu komoditas perikanan Indonesia yang memiliki nilai ekonomis tinggi dan mampu menembus pasar internasional. Salah satu

Lebih terperinci

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA

BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA BAB IV PENGUMPULAN DAN PENGOLAHAN DATA 4.1 Pengumpulan Data Pengambilan data yang dilakukan penulis menggunakan data primer dan sekunder yang didapatkan pada Lini 2 bagian produksi Consumer Pack, yang

Lebih terperinci

3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian

3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 15 3 METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Palabuhanratu, Sukabumi pada bulan Desember 2010. 3.2 Bahan dan Alat Bahan dan

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Deskripsi Ikan Tuna (Thunnus sp.) Ikan Tuna adalah ikan laut yang terdiri atas beberapa spesies dari famili scombridae, terutamaa genus Thunnus. Tuna mempunyai beberapaa spesies

Lebih terperinci

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 1-5 ISSN :

Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 1-5 ISSN : Jurnal Perikanan dan Kelautan Vol. 3, No. 4, Desember 2012: 1-5 ISSN : 2088-3137 ANALISIS BAHAYA DAN PENENTUAN TITIK PENGENDALIAN KRITIS PADA PENANGANAN TUNA SEGAR UTUH DI PT. BALI OCEAN ANUGRAH LINGER

Lebih terperinci

SNI Standar Nasional Indonesia. Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi

SNI Standar Nasional Indonesia. Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Ikan tuna dalam kaleng Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam perairan baik perairan darat maupun perairan laut dengan

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam perairan baik perairan darat maupun perairan laut dengan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perikanan adalah suatu kegiatan perekonomian yang memanfaatkan sumber daya alam perairan baik perairan darat maupun perairan laut dengan menggunakan ilmu pengetahuan

Lebih terperinci

Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi

Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi Standar Nasional Indonesia Ikan beku Bagian 1: Spesifikasi ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional Daftar isi Daftar isi...i Prakata...ii 1 Ruang lingkup... 1 2 Acuan normatif... 1 3 Istilah dan definisi...

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya

II. TINJAUAN PUSTAKA. disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya 6 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terasi Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari ikan dan udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi, disertai

Lebih terperinci

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG

PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG PENANGANAN PASCA PANEN YANG BAIK (GOOD HANDLING PRACTICES/GHP) RIMPANG Balai Besar Pelatihan Pertanian Ketindan Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian (2017) TUJUAN PEMBELAJARAN

Lebih terperinci

Bgn-1. Prosedur Penanganan

Bgn-1. Prosedur Penanganan Bgn-1. Prosedur Penanganan 2 Receiving Packaging Material Dry Storage Receiving Raw Materials Washing-1 Sampling Weighing-1 Sortation Weighing-2 Washing-2 Receiving Room Number of shirm Size code Inner

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR Analisis Bahaya dan Titik Kendali Kritis pada Penanganan Tuna Loin Beku di PT. Awindo International

KATA PENGANTAR Analisis Bahaya dan Titik Kendali Kritis pada Penanganan Tuna Loin Beku di PT. Awindo International KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan pada Allah SWT yang senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: Analisis Bahaya dan Titik

Lebih terperinci

MODUL 4 PRESTO IKAN. Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu membuat presto ikan yang bercita rasa enak.

MODUL 4 PRESTO IKAN. Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu membuat presto ikan yang bercita rasa enak. MODUL 4 PRESTO IKAN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu membuat presto ikan yang bercita rasa enak. Indikator Keberhasilan: Mutu presto ikan yang dihasilkan utuh, bersih,

Lebih terperinci

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan

BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA. meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan BAB 11 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi penanganan pasca panen Penanganan pasca panen dilakukan untuk memperbaiki cita rasa dan meningkatkan daya tahan ikan mentah serta memaksimalkan manfaat hasil tangkapan

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian uji organoleptik dilaksanakan di kampus Universitas Negeri Gorontalo,

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Penelitian uji organoleptik dilaksanakan di kampus Universitas Negeri Gorontalo, BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini diaksanakan dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2012. Penelitian uji organoleptik dilaksanakan di kampus Universitas Negeri

Lebih terperinci

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI

II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI II. PENGAWETAN IKAN DENGAN PENGGARAMAN & PENGERINGAN DINI SURILAYANI 1. PENGERINGAN Pengeringan adalah suatu proses pengawetan pangan yang sudah lama dilakukan oleh manusia. Metode pengeringan ada dua,

Lebih terperinci

Lampiran 1 Good Manufacturing Practice penanganan bahan baku PT Z

Lampiran 1 Good Manufacturing Practice penanganan bahan baku PT Z 49 Lampiran 1 Good Manufacturing Practice penanganan bahan baku PT Z 1. Proses penanganan sampel tuna di PT Z Penerimaan ikan tuna dilakukan di dalam ruang penerimaan bahan baku. Ikan satu per satu diturunkan

Lebih terperinci

Tugas Manajemen Mutu Terpadu. 3. Penanganan dan pengolahan Penanganan dan pengolahan cumi-cumi beku sesuai SNI :2010.

Tugas Manajemen Mutu Terpadu. 3. Penanganan dan pengolahan Penanganan dan pengolahan cumi-cumi beku sesuai SNI :2010. Nama : RaisAbdullah NPM : 230110097026 Kelas : Perikanan B Tugas Manajemen Mutu Terpadu Spesifikasi CUMI-CUMI BEKU SNI 2731.1:2010 1. Istilah dan definisi cumi-cumi beku merupakan produk olahan hasil perikanan

Lebih terperinci

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak

2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan Proses thermal merupakan proses pengawetan bahan pangan dengan menggunakan energi panas. Proses thermal digunak PETUNJUK PRAKTIKUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PANGAN II Disusun oleh : Nur Aini Condro Wibowo Rumpoko Wicaksono UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS PERTANIAN PURWOKERTO 2016 ACARA I. BLANCHING A. Pendahuluan

Lebih terperinci

V. HASIL DA PEMBAHASA

V. HASIL DA PEMBAHASA V. HASIL DA PEMBAHASA Metode analisis kadar vitamin C pada susu bubuk yang dilakukan pada penelitian ini merupakan metode yang tercantum dalam AOAC 985.33 tentang penentuan kadar vitamin C pada susu formula

Lebih terperinci

PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN

PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN PENGGUNAAN ES SEBAGAI PENGAWET HASIL PERIKANAN Oleh : Eddy Afrianto Evi Liviawaty i DAFTAR ISI PENDAHULUAN PROSES PENURUNAN KESEGARAN IKAN PENDINGINAN IKAN TEKNIK PENDINGINAN KEBUTUHAN ES PENGGUNAAN ES

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 60 5 HASIL DAN PEMBAHASAN Mutu hasil tangkapan ikan tuna merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan, hal ini terkait dengan tujuan pemuasan pelanggan atau pembeli. Sesuai dengan pustaka Assauri

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. IDENTIFIKASI KERUSAKAN BUAH APEL FUJI SUN MOON. IDENTIFIKASI KERUSAKAN MERUPAKAN TAHAPAN AWAL PENANGANAN SORTASI BUAH

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. IDENTIFIKASI KERUSAKAN BUAH APEL FUJI SUN MOON. IDENTIFIKASI KERUSAKAN MERUPAKAN TAHAPAN AWAL PENANGANAN SORTASI BUAH BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. IDENTIFIKASI KERUSAKAN BUAH APEL FUJI SUN MOON. IDENTIFIKASI KERUSAKAN MERUPAKAN TAHAPAN AWAL PENANGANAN SORTASI BUAH BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Kerusakan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN A. Tinjauan Pustaka Ikan merupakan sumber protein hewani dan juga memiliki kandungan gizi yang tinggi di antaranya

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identifikasi Kerusakan Buah Apel Fuji Sun Moon. Identifikasi kerusakan merupakan tahapan awal penanganan sortasi buah

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Identifikasi Kerusakan Buah Apel Fuji Sun Moon. Identifikasi kerusakan merupakan tahapan awal penanganan sortasi buah BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identifikasi Kerusakan Buah Apel Fuji Sun Moon Identifikasi kerusakan merupakan tahapan awal penanganan sortasi buah apel fuji sun moon di Hypermart Gorontalo. Tahapan sortasi

Lebih terperinci

MENGENAL LEBIH JAUH SKOMBROTOKSIN

MENGENAL LEBIH JAUH SKOMBROTOKSIN MENGENAL LEBIH JAUH SKOMBROTOKSIN Produk perikanan merupakan salah satu jenis pangan yang perlu mendapat perhatian terkait dengan keamanan pangan. Mengingat di satu sisi, Indonesia merupakan negara maritim

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Proksimat Fillet Gurami Komponen penting dari komposisi kimia ikan adalah protein dan lemak. Ikan gurami mengandung 75-80% protein dan 6-9% lemak (basis kering) (Tabel 3).

Lebih terperinci

APPENDIX A PERHITUNGAN NERACA MASSA

APPENDIX A PERHITUNGAN NERACA MASSA APPENDIX A PERHITUNGAN NERACA MASSA Kapasitas Pabrik : 0.000 Kg/hari Satuan Waktu : hari Satuan Massa : Kg Jumlah Freezer : buah Jumlah Batch : batch. Pencucian I Asumsi: berat air dan es yang digunakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Pangsa Ekspor Udang Indonesia Menurut Pasar Tujuan Utama Negara Tujuan ekspor Persentase Jumlah (kg) Nilai (US$)

BAB I PENDAHULUAN. Tabel 1.1 Pangsa Ekspor Udang Indonesia Menurut Pasar Tujuan Utama Negara Tujuan ekspor Persentase Jumlah (kg) Nilai (US$) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Udang merupakan komoditi perikanan Indonesia yang kian mengalami peningkatan permintaan ekspor udang per tahun. Potensi ekspor udang meningkat dari 251.763 ton pada

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu

METODE PENELITIAN. A. Tempat dan Waktu III. METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Perubahan Parameter Fisik dan Organoleptik Pada Perlakuan Blansir 1. Susut Bobot Hasil pengukuran menunjukkan bahwa selama penyimpanan 8 hari, bobot rajangan selada mengalami

Lebih terperinci

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Mempelajari, Mendeskripsikan dan Memverifikasi Proses Pembuatan Tuna Loin Beku di PT X PT X merupakan perusahaan yang memproduksi tuna loin beku dengan tujuan ekspor utama Amerika

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN xxix HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel daging ayam beku yang diambil sebagai bahan penelitian berasal dari daerah DKI Jakarta sebanyak 16 sampel, 11 sampel dari Bekasi, 8 sampel dari Bogor, dan 18 sampel dari

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Cabai Merah (Capsicum annuum L.) Karakteristik awal cabai merah (Capsicum annuum L.) diketahui dengan melakukan analisis proksimat, yaitu kadar air, kadar vitamin

Lebih terperinci

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit

2 ekspor Hasil Perikanan Indonesia. Meskipun sebenarnya telah diterapkan suatu program manajemen mutu terpadu berdasarkan prinsip hazard analysis crit TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA RI LINGKUNGAN HIDUP. Perikanan. Hasil. Jaminan Mutu. Keamanan. Sistem. (Penjelasan Atas Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 181). PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan

Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas. KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan 1 Menerapkan Teknik Pengolahan Menggunakan Media Penghantar Panas KD 1. Melakukan Proses Pengolahan Abon Ikan Pengertian Abon Abon merupakan salah satu jenis makanan awetan berasal dari daging (sapi, kerbau,

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. pengendalian kualitas dalam pembuatan produk. standar (Montgomery, 1990). Statistical Quality Control (SQC) merupakan salah

BAB 1 PENDAHULUAN. pengendalian kualitas dalam pembuatan produk. standar (Montgomery, 1990). Statistical Quality Control (SQC) merupakan salah 1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengendalian kualitas merupakan taktik dan strategi perusahaan global dengan produk perusahaan lain. Kualitas menjadi faktor dasar keputusan konsumen dalam memilih

Lebih terperinci

Bunga. Sayuran. Cold Storage. Hortikultura

Bunga. Sayuran. Cold Storage. Hortikultura Cold Storage Hortikultura Panen C 6 H 12 O 6 + O 2 Respirasi 6 CO 2 + 6 H 2 O + 673 Kal Umur simpan produk Tergantung dari laju evolusi panas Kondisi lingkungan daun buah Sayuran : kailan, brokoli, horenzo,

Lebih terperinci

PROSES PEMBEKUAN KAKAP MERAH (Lutjanus sanguineus) PRODUK Whole Gutted Gilled Scalled (WGGS) DI PT. KELOLA MINA LAUT GRESIK

PROSES PEMBEKUAN KAKAP MERAH (Lutjanus sanguineus) PRODUK Whole Gutted Gilled Scalled (WGGS) DI PT. KELOLA MINA LAUT GRESIK PROSES PEMBEKUAN KAKAP MERAH (Lutjanus sanguineus) PRODUK Whole Gutted Gilled Scalled (WGGS) DI PT. KELOLA MINA LAUT GRESIK LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN OLEH : NATHANIA CHRISTINE P.

Lebih terperinci

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN. Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik Nilai Organoleptik BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Nilai Organoleptik Data hasil penelitian pengaruh penambahan garam terhadap nilai organoleptik ikan lolosi merah (C. chrysozona) dapat di lihat pada analisis

Lebih terperinci

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 32 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Hasil Penelitian 5.1.1 Produksi madidihang di PPN Palabuhanratu Hasil tangkapan yang didaratkan di PPN Palabuhanratu memiliki kuantitas yang tergolong cukup banyak dalam hal

Lebih terperinci

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Bahan dan Alat Keripik wortel sebagai bahan yang digunakan dalam penelitian ini merupakan hasil produksi sendiri yang dilakukan di laboratorium proses Balai Besar Industri

Lebih terperinci

LAMPIRAN NOMOR 78 TAHUN 2016 TENTANG BAB I PENDAHULUAN

LAMPIRAN NOMOR 78 TAHUN 2016 TENTANG BAB I PENDAHULUAN LAMPIRAN KEPUTUSAN MENTERI KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 78 TAHUN 2016 TENTANG PENETAPAN STANDAR KOMPETENSI KERJA NASIONAL INDONESIA KATEGORI INDUSTRI PENGOLAHAN GOLONGAN POKOK INDUSTRI MAKANAN

Lebih terperinci

UPAYA PENANGANAN MUTU IKAN TUNA SEGAR HASIL TANGKAPAN KAPAL TUNA LONGLINE UNTUK TUJUAN EKSPOR

UPAYA PENANGANAN MUTU IKAN TUNA SEGAR HASIL TANGKAPAN KAPAL TUNA LONGLINE UNTUK TUJUAN EKSPOR Marine Fisheries ISSN 2087-4235 Vol. 4, No. 2, November 2013 Hal: 153-162 UPAYA PENANGANAN MUTU IKAN TUNA SEGAR HASIL TANGKAPAN KAPAL TUNA LONGLINE UNTUK TUJUAN EKSPOR Fresh Tuna Handling Quality for Tuna

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya 2.1 Komposisi Kimia Udang BAB II TINJAUAN PUSTAKA Udang merupakan salah satu produk perikanan yang istimewa, memiliki aroma spesifik dan mempunyai nilai gizi cukup tinggi. Bagian kepala beratnya lebih

Lebih terperinci

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG

PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG PEMBUATAN TEPUNG JAGUNG Qanytah Tepung jagung merupakan butiran-butiran halus yang berasal dari jagung kering yang dihancurkan. Pengolahan jagung menjadi bentuk tepung lebih dianjurkan dibanding produk

Lebih terperinci

PEMBEKUAN IKAN DI PT. INTI LUHUR FUJA ABADI BEJI-PASURUAN LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN

PEMBEKUAN IKAN DI PT. INTI LUHUR FUJA ABADI BEJI-PASURUAN LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN PEMBEKUAN IKAN DI PT. INTI LUHUR FUJA ABADI BEJI-PASURUAN LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN OLEH: MELVIN MEINHART S 6103013038 ANDREAS UTOMO P.S 6103013074 RYAN REYNALDI L. 6103013096 PROGRAM

Lebih terperinci

Lampiran 1. Sertifikat Penerapan HACCP PT. Awindo Internasional

Lampiran 1. Sertifikat Penerapan HACCP PT. Awindo Internasional LAMPIRAN 65 Lampiran 1. Sertifikat Penerapan HACCP PT. Awindo Internasional 66 Lampiran 2. Layout PT. Awindo Internasional 67 68 Lampiran 3. Foto-foto Alat Penanganan Tuna Loin Beku Meja Kerja Stainless

Lebih terperinci

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan

Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan 1 P a g e Menerapkan Teknik Pemanasan Tidak Langsung dalam Pengolahan KD 1: Melakukan Proses Pengasapan Ikan Pengasapan Ikan Menurut perkiraan FAO,2 % dari hasil tangkapan ikan dunia diawetkan dengan cara

Lebih terperinci

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian

METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian 3. METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Penelitian Penelitian ini terdiri dari tiga tahap, yaitu penilaian program kelayakan dasar (pre requisite program), evaluasi penerapan program Hazard Analysis Critical

Lebih terperinci

PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA

PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA PENGEMBANGAN PROSEDUR DAN LEMBAR KERJA BAHAYA BIOLOGIS BAHAYA KIMIA AMANKAN PANGAN dan BEBASKAN PRODUK dari BAHAN BERBAHAYA BAHAYA FISIK BEBAS BAHAYA Direktorat Surveilan dan Penyuluhan 1 PROSEDUR Direktorat

Lebih terperinci

LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN

LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN PERUSAHAAN PEMBEKUAN FILLET IKAN KERAPU DI PT. INTI LUHUR FUJA ABADI BEJI-PASURUAN LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN OLEH : ALBERT RYAN SUSILO 6103012069 REVELINNO 6103012077 EDOARDUS KEVIN

Lebih terperinci

MENERAPKAN TEKNIK PENGOLAHAN SUHU TINGGI KD 1 PRINSIP-PRINSIP PENGAWETAN DENGAN PENGOLAHAN

MENERAPKAN TEKNIK PENGOLAHAN SUHU TINGGI KD 1 PRINSIP-PRINSIP PENGAWETAN DENGAN PENGOLAHAN 1 MENERAPKAN TEKNIK PENGOLAHAN SUHU TINGGI KD 1 PRINSIP-PRINSIP PENGAWETAN DENGAN PENGOLAHAN Pengalengan Metode pengawetan dengan pengalengan ditemukan oleh Nicolas Appert, seorang ilmuwan Prancis. Pengertian

Lebih terperinci

Ir. Khalid. ToT Budidaya Kopi Arabika Gayo Secara Berkelanjutan, Pondok Gajah, 06 s/d 08 Maret Page 1 PENDAHULUAN

Ir. Khalid. ToT Budidaya Kopi Arabika Gayo Secara Berkelanjutan, Pondok Gajah, 06 s/d 08 Maret Page 1 PENDAHULUAN PENDAHULUAN Bagi Indonesia kopi (Coffea sp) merupakan salah satu komoditas yang sangat diharapkan peranannya sebagai sumber penghasil devisa di luar sektor minyak dan gas bumi. Disamping sebagai sumber

Lebih terperinci

Bakso ikan SNI 7266:2014

Bakso ikan SNI 7266:2014 Standar Nasional Indonesia Bakso ikan ICS 67.120.30 Badan Standardisasi Nasional BSN 2014 Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh isi dokumen ini

Lebih terperinci

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao

Gambar. Diagram tahapan pengolahan kakao PENDAHULUAN Pengolahan hasil kakao rakyat, sebagai salah satu sub-sistem agribisnis, perlu diarahkan secara kolektif. Keuntungan penerapan pengolahan secara kolektif adalah kuantum biji kakao mutu tinggi

Lebih terperinci

MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN

MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN MODUL 3 PENGOLAHAN IKAN TERI ASIN Standar Unit Kompetensi: Setelah mempelajari materi ini, mahasiswa mampu mengolah ikan teri asin kering yang berkualitas dan higienis. Indikator Keberhasilan: Mutu ikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penanganan maupun pengolahan merupakan suatu cara ataupun tindakan untuk mempertahankan mutu dan kualitas bahan pangan, termasuk di sektor perikanan. Menurut data Dirjen

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN

HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. PENGARUH SUHU DAN LAMA PENGGORENGAN HAMPA TERHADAP MUTU DAN ORGANOLEPTIK KERIPIK IKAN LEMURU Penelitian tahap satu ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh suhu dan lama penggorengan

Lebih terperinci

PERUSAHAAN PEMBEKUAN FILLET IKAN KERAPU DI PT. INTI LUHUR FUJA ABADI BEJI-PASURUAN LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN

PERUSAHAAN PEMBEKUAN FILLET IKAN KERAPU DI PT. INTI LUHUR FUJA ABADI BEJI-PASURUAN LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN PERUSAHAAN PEMBEKUAN FILLET IKAN KERAPU DI PT. INTI LUHUR FUJA ABADI BEJI-PASURUAN LAPORAN PRAKTEK KERJA INDUSTRI PENGOLAHAN PANGAN OLEH : STEPHEN JONG 6103012007 JOHNY SUTANTO 6103012103 SALVATOR DIVINUS

Lebih terperinci

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN

PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN PENGERINGAN PENDAHULUAN PRINSIP DAN TUJUAN PENGOLAHAN SECARA PENGERINGAN FAKTOR-FAKTOR PENGERINGAN PERLAKUAN SEBELUM DAN SETELAH PENGERINGAN EFEK PENGERINGAN TERHADAP PANGAN HASIL TERNAK PERLAKUAN SEBELUM

Lebih terperinci

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan Terhadap Sifat Fisik Buah Pala Di Indonesia buah pala pada umumnya diolah menjadi manisan dan minyak pala. Dalam perkembangannya, penanganan pascapanen diarahkan

Lebih terperinci

melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di

melakukan kegiatan-kegiatan produksinya, mulai dari memenuhi kebutuhan perbekalan untuk menangkap ikan di II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pelabuhan Perikanan Pelabuhan perikanan adalah pelabuhan yang secara khusus menampung kegiatan masyarakat perikanan baik dilihat dari aspek produksi, pengolahan maupun aspek pemasarannya

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. B. Rumusan masalah Bagaimana cara pengendalian kualitas proses statistik pada data variabel.

BAB I PENDAHULUAN. B. Rumusan masalah Bagaimana cara pengendalian kualitas proses statistik pada data variabel. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pengendalian Kualitas Statistik (Statistical Quality Control) secara garis besar digolongkan menjadi dua, yakni pengendalian proses statistik (statistical process control)

Lebih terperinci