BAB V STUDI KASUS DAN ANALISIS DATA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "BAB V STUDI KASUS DAN ANALISIS DATA"

Transkripsi

1 BAB V STUDI KASUS DAN ANALISIS DATA 5.1 Data Lokasi Studi Untuk mengetahui pelaksanaan KPS di Indonesia, maka penelitian dilakukan terhadap tiga PDAM di Indonesia yaitu PDAM Jakarta, PDAM Kabupaten Tangerang dan PDAM Kabupaten Bandung. Pada PDAM Jakarta dan Kabupaten Tangerang pelaksanaan KPS telah berjalan, sedangkan pada PDAM Kabupaten Bandung pelaksanaan KPS masih dalam proses negosiasi dan perencanaan PDAM DKI Jakarta Pada awalnya Perusahaan Daerah Air Minum DKI Jakarta atau yang lebih dikenal dengan PAM Jaya adalah perusahaan air minum milik pemerintah DKI Jakarta, dan merupakan institusi yang paling bertanggungjawab dalam hal penyediaan air minum di Jakarta. PAM Jaya mengoperasikan pelayanan penyediaan air mulai tahun 1922 hingga Sejak Februari tahun 1998 wilayah yang harus dilayani di Jakarta dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian barat dan timur dalam sebuah skema KPS. KPS yang dilakukan antar pihak PAM Jaya dengan operator swasta dimotivasi oleh keterbatasan dana dan inefisiensi yang dialami oleh PAM Jaya. Proses pemilihan mitra swasta didasarkan pada proses penunjukkan secara langsung karena saat itu belum ada pengalaman dan peraturan mengenai peran serta swasta, serta pertimbangan bahwa peran serta swasta ini merupakan proyek perintisan sektor air minum. Mitra swasta ( PALYJA dan TPJ) mengikat perjanjian kerjawsama dengan PAM Jaya selama 25 tahun pada tahun Mitra swasta akan melaksanakan pengelolaan, operasi, pemeliharaan dan pembangunan sistem penyediaan air bersih untuk Provinsi DKI Jakarta. Konsesi kerjasama dibagi dalam dua wilayah kerja, yaitu PALYJA untuk wilayah barat Jakarta dan TPJ (kini berubah menjadi PT. Aetra Air Jakarta (Aetra)) untuk wilayah timur dengan batas sungai Ciliwung. Proses KPS sektor air bersih di DKI Jakarta dapat diamati pada diagram di bawah ini. 82

2 Petuhjuk Presiden RI Menteri PU Undangan kepada dua operator internasional MENTERI PU REPONS operator Negosiasi antara pihak operator dengan tim negosiasi 15 Juni 1996 sd 6 Juni 1997 Pemda DKI KPTS Menteri PU No 249/KPTS/1995 Tgl 6 Juli 95 Pembentukan tim koordinasi lintas sektor LDE-GDS KPTS Gub DKI No 1327/1995 Tgl 31 Okt 95 Pembentukan tim negosiasi TW-KPA 1. Para operator menyampaikan FS dalam 6 bulan 2. Penandatanganan MoU 6 Oktober 1995 Penandatanga nan KPS Surat-surat Mendagri No 890/2418/PUOD No 890/2417/PUOD menyetujui KPS tgl 25 aguatus 1997 Perpanjangan waktu 6 bulan Perpanjangan waktu 6 bulan FS INTERIM 19 Maret 96 FS INTERIM 31 Mei 1996 MENPU 6 April 96 EVALUASI Laporan Evaluasi Kedua FS diterima 4 Juni 1996 Gambar 5. 1 Proses KPS Air Bersih di DKI Jakarta PDAM Kabupaten Tangerang PDAM Kabupaten Tangerang dibangun tahun 1923 oleh Pemerintah Hindia Belanda dengan nama Water Leideng Bedryf dan dikelola oleh PU Pengairan Propinsi Cabang Tangerang. Pada saat itu, kapasitas alirannya hanya 6 liter per detik. Pada tahun 1943, pengelolaan dilakukan oleh Dinas PU Kabupaten Tangerang, dan tahun 1945 berubah nama menjadi Perusahaan Air Minum (PAM) Kabupaten Tangerang. Berdasarkan Perda no.10/huk/1976, mengenai PDAM Kab. DT II Tangerang, maka sejak tahun 1976 pengelolaan dilakukan sendiri oleh PDAM Kabupaten Tangerang. Kemudian pada tahun 1999 PDAM Kabupaten Tangerang berubah nama menjadi PDAM Tirta Kerta Raharja. Sumber air baku PDAM Tirta Kerta Raharja berasal dari dua sungai, yaitu Sungai Cisadane dan Sungai Cidurian. Air baku ini kemudian diolah di empat IPA (Instalasi Pengolahan Air Minum), kemudian didistribusikan pada konsumen yang terdapat di 83

3 Jakarta, Kabupaten Tangerang, Kota tangerang, daln lainnya. Jalur distribusi dijelaskan pada gambar berikut ini. Sumber Air Baku Instalasi Pengolahan Air Minum Pendistribusian Konsumen IPA Serpong DKI Jakarta (2.600 l/d) SL BSD City (120 l/d) SL Sungai Cisadane IPA Cikokol IPA PERUMNAS PDAM Tirta Kerta Raharja Kabupaten Tangerang Lippo Karawaci (137 l/d) SL Bandara Soekarno Hatta (15 l/d) Total produksi l/d Kabupaten Tangerang SL Sungai Cidurian IPA PDAM TKR Kota Tangerang SL= SL Lain-lain SL Gambar 5. 2 Jalur Distribusi PDAM Kabupaten Tangerang Untuk meningkatkan pelayanan terhadap konsumen dan menambah jumlah produksi, maka sejak tahun 1996 PDAM Tirta Kerta Raharja melaksanakan kerjasama produksi dengan mitra swasta. Perusahaan yang menjadi mitra adalah PT. Tirta Cisadane (PT.TC), PT Tirta Kencana Cahaya Mandiri (PT.TKCM), dan PT. Tangerang Tirta Manunggal (PT.TTM). Kerjasama awal dilakukan dengan PT.TC, dimulai pada bulan April 1996 hingga tahun 2011, kemudian dengan PT.TTM pada bulan April 1997 hingga tahun 2012, dan yang terakhir dengan PT. TKCM pada bulan Juni 2004 hingga tahun Kerjasama dengan pihak swasta ini dilakukan atas dasar Perda 17/2001 dan Perda 13/2003. Data mitra swasta PDAM Tirta Kerta Raharja disajikan pada tabel berikut ini. 84

4 Tabel 5. 1 Mitra Swasta PDAM Tirta Kerta Raharja Diameter Kapasitas Tarif/ Jangka Bentuk No Mitra Pipa Kontrak Terserap Royalti Waktu KPS (mm) (l/d) (l/d) (Rp) (tahun) Produksi/ Pemakaian (l/d) 1 PT.TC MC ,26 2 PT.TC PT.TTM , BOT ,23 4 PT.TTM 150 1, PT.TTM 200 1, PT.TTM 200 1, PT. TKCM , ROT ,16 8 PT. TKCM 900 1, Rata-rata pemakaian (l/d) PDAM Kabupaten Bandung Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Raharja Kabupaten Bandung adalah satu-satunya Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), yang mempunyai tugas memberikan pelayanan air bersih untuk masyarakat Kabupaten Bandung, yang didirikan berdasarkan Peraturan Daerah (PERDA) Nomor: XVII tahun 1977 disahkan dengan keputusan Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Jawa Barat No. 510/HK/011/SK/77. Kabupaten Bandung untuk saat ini merupakan kabupaten dengan luas wilayah terbesar dibandingkan dengan luas wilayah kabupaten lain di sekitarnya, sehingga jumlah penduduk Kabupaten Bandung sangat padat. Secara administratif, wilayah pelayanan PDAM Tirta Raharja meliputi tiga daerah otonom, yaitu Kabupaten Bandung yang memiliki jumlah penduduk sekitar 2,9 juta jiwa, Kota Cimaho yang memiliki jumlah penduduk sekitar 548 ribu jiwa, dan Kabupaten Bandung Barat yang berpenduduk sekitar 1,4 juta jiwa. Dengan begitu jumlah penduduk seluruh Kabupaten Bandung mencapai 4,9 juta jiwa. Namun jumlah penduduk yang dapat terlayani hingga bulan Desember 2008 baru mencapai 409 ribu jiwa dengan jumlah sambungan sambungan rumah. Sehingga masih banyak permintaan penduduk yang belom dapat dipenuhi oleh PDAM Tirta Raharja Kabupaten Bandung dalam memberikan supply air bersih. Sebagai Badan Usaha Milik Pemerintah Daerah yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah No. XVII Tahun 1977, PDAM Tirta Raharja Kabupaten Bandung diharapkan dapat turut serta mensejahterakan masyarakat melalui air bersih dan mampu memberikan 85

5 konstribusi bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Untuk dapat meningkatkan cakupan pelayanan saat ini 13,12% menjadi sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan target yang ditetapkan pemerintah yaitu 80% untuk perkotaan dan 60% untuk pedesaan (target MDG S tahun 2015), maka diperlukan rencana peningkatan kinerja perusahaan dan pengembangan usaha yang dituangkan didalam strategi perusahaan dan program-program kerja secara terpadu. Strategi PDAM Tirta Raharja Kabupaten Bandung tahun adalah : Peningkatan sambungan langganan dan penjualan air Membuka kesempatan investasi dengan pihak ketiga untuk mempercepat peningkatan pelayanan Efisiensi operasional Kerjasama dengan pihak ketiga Optimalisasi pelayanan Peningkatan Efektivitas penagihan dan kualitas SDM Penurunan tingkat kehilangan air Pengamanan dan penguasaan sumber air baku Untuk melaksanakan strategi tersebut, maka PDAM Tirta Raharja Kabupaten Bandung berencana melaksanakan kerjasama dengan pihak swasta dalam penyediaan air bersih. Skema peluang KPS dapat dilihat pada tabel berikut ini. Wilayah Pengembangan Bandung Selatan Peningkatan IPA Cikoneng dengan kapasitas 200 l/d menjadi 400 l/d Tabel 5. 2 Skema Peluang Kerjasama Sektor Swasta dalam Penyediaan Air Bersih Total Biaya ( Rp) 171 M 125 MM Rencana Investasi Sumber Air Rencana Penyerapan Progress FS + DED Tahun 2006 Indikasi proyek Dalam pelaksanaan studi oleh PT.Tirta bangun Nusantara Nama Sungai Cisangkuy Sungai Citarum Kap asita s (l/d) Lokasi Jumlah Sambungan Jumlah Penduduk (jiwa) 500 Pangalengan SR Kapa sitas tamb ahan 200 Pacet SR Daerah Pelayanan 1. Soreang 2. Banjaran 3. Katapang 4. Cangkuang 5. Margaasih 6. Margahayu 7. Arjasari 8. Pameungpeuk 1. Ciparay 2. Bojongsoang 3. Dayeuhkolot 4. Baleendah Bentuk Kerjasama Konsesi/BOT KSO/ ROT 86

6 SPAM Industri Majalaya Bandung Barat 21 MM Indikasi proyek 127 M FS di BAPPENAS Mata Air Cibulakan Waduk Saguling 150 Pacet 200 Ngamprah Cililin 50 industri SR SR Majalaya 1. Padalarang 2. Batujajar 3. Ngmprah 4. Industri KSO/ Bulk water Konsesi/BOT Cimahi Utara 16,5 M Rencana Anggaran Biaya Curug Bugbrug 100 Cisarua 8000 SR Kp.Sukamarga 2. Bongkok 3. Ciuyah 4. Permana KSO/Bulk Water Total 460,5 M SR 50 industri Untuk program pengembangan tahun , PDAM Tirta Raharja Kabupaten Bandung berencana melaksanakan KPS pada dua wilayah pengembangan yaitu Bandung Selatan dan Bandung Barat. Untuk wilayah Bandung Selatan, pada tahun 2006 hingga sekarang, sedang dilaksanakan proses Feasibility Study (FS) oleh BPPSPAM untuk mengetahui kontrak kerjasama yang sesuai. Saat ini pilihan kontrak kerjasama yang akan digunakanmasih belum diputuskan antara konsesi atau BOT. Lingkup pekerjaan yang akan dijadikan kerjasama dengan pihak swasta adalah: Pembangunan unit produksi (bak prasedimentasi kapasitas l/d, intake kapasitas 600 l/d, jaringan pipa transmisi, IPA kapasitas 500 l/d, dan reservoir m 3 ) Pembangunan unit distribusi yaitu pemasangan pipa dan sambungan rumah Pembebasan tanah seluas m 2 Sedangkan untuk pengembangan wilayah Bandung barat, saat ini baru direncanakan lokasi pelayanan yang akan dijadikan kerjasama dengan swasta, yaitu Padalarang, Ngamprah, Batujajar, dan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan industri. 5.2 Pelaksanaan Survey Proses penyebaran kuesioner dimulai dari tanggal 9 Januari 2009 hingga 10 Februari Pengumpulan data dilakukan dengan cara mendatangi responden secara langsung dengan harapan tingkat pengembalian kuesioner dari responden lebih cepat dan tinggi. Kebanyakan responden dapat langsung ditemui dan dapat mengisi kuisioner. Sebagian responden yang tidak dapat ditemui secara langsung dilakukan penitipan kuisioner dan pengiriman melalui alamat . Jumlah pertanyaan dalam kuisioner cukup banyak, oleh 87

7 sebab itu responden diberikan waktu untuk mengisi, dengan janji beberapa hari kemudian kuisioner tersebut dapat diambil. Dalam rentang waktu tersebut data kuesioner yang telah diisi dan dikembalikan mencapai jumlah tujuh responden dari wilayah Kabupaten Bandung, enam responden dari wilayah Kabupaten Tangerang, dan dua responden dari wilayah Jakarta. Untuk lebih jelasnya jumlah responden dapat dilihat pada Tabel 5.3. Tabel 5. 3 Hasil Perolehan Kuisioner No Wilayah Responden Kuisoner Langsung Titip / Kirim Kembali 1 Kabupaten PDAM Bandung BAPEDA Kabupaten PDAM Tangerang Konsultan Jakarta PDAM Konsultan Jumlah Dari data di atas, pelaksanaan survei untuk responden di wilayah Kabupaten Bandung dan Kabupaten Tangerang dilakukan dengan menemui responden secara langsung. Hal ini dilakukan karena responden bersedia untuk ditemui. Sedangkan untuk responden di wilayah Jakarta dilakukan pengiriman dan penitipan kuisioner. Hal ini dikarenakan responden memiliki banyak kesibukan sehingga susah untuk mengatur jadwal pertemuan. Untuk wilayah Kabupaten Bandung, dari 10 responden, kuisioner yang berhasil kembali sebanyak 7 responden. Pada Kabupaten Tengerang, dari 7 responden, kuisioner yang kembali sebanyak 6 responden. Sedangkan untuk wilayah Jakarta, dari 6 kuisioner yang disebarkan, hanya 2 responden yang kembali. 5.3 Analisis Hasil Survey MPS-KPS Data yang telah diolah menggunakan MPS-KPS dikelompokkan berdasarkan wilayah dibahas pada bagian berikut. 88

8 5.3.1 Wilayah Kabupaten Bandung Hasil survey dari responden yang berada di wilayah Kabupaten Bandung disajikan pada Tabel 5.4 berikut ini. Tabel 5. 4 Hasil MPS-KPS Kabupaten Bandung ELEMEN RESPONDEN BOBOT BDG 1 BDG 2 BDG 3 BDG 4 BDG 5 BDG 6 BDG 7 TOTAL NORMAL IDEAL BOT Concession Lease Management contract Service Contract Komitmen pemberantasan korupsi Kemampuan keuangan pemerintah Kerangka hukum Kondisi makroekonomi Pendapatan perkapita Stabilitas politik Efisiensi investasi Efisiensi operasi dan pemeliharaan Kesehatan keuangan perusahaan Tanggungjawab terhadap pengguna Memperluas jaringan distribusi Meningkatkan efisiensi operasi Meningkatkan kapasitas produksi Meningkatkan kualitas pelayanan Rehabilitasi fasilitas eksisting Ketersediaan perangkat hukum dan regulasi KPS Ketersediaan unit pelaksana kebijakan KPS Kebijakan lingkungan yang berlaku Kesetaraan akses pelayanan Penerimaan masyarakat terhadap peran swasta Keinginan dan kemampuan membayar masyarakat Jumlah Nilai terbesar Hasil yang diperoleh dari responden di Kabupaten Bandung adalah tiga orang memilih konsesi, dua orang memilih BOT, satu orang memilih manajemen kontrak, dan satu orang memilih service kontrak. Untuk memperoleh prioritas secara keseluruhan, maka dicari nilai rata-rata dari ketujuh responden. Nilai rata-rata ini kemudian diberi bobot ideal kembali. Berdasarkan hasil bobot ideal, kemudian dibuat ranking untuk menentukan skema KPS yang paling sesuai untuk wilayah Kabupaten Bandung. Hasil pemilihan skema KPS disajikan pada grafik berikut ini. 89

9 Hasil Skema KPS Kabupaten Bandung Service Contract Management contract Lease Concession BOT Gambar 5. 3 Ranking Pemilihan Skema KPS Kabupaten Bandung Responden di wilayah Kabupaten Bandung berpendapat bahwa skema kerjasama yang paling sesuai adalah konsesi karena dengan menggunakan skema konsesi maka pelayanan secara penuh diberikan kepada pihak swasta sehingga pihak swasta diharapkan memiliki tanggung jawab yang besar dalam pengelolaan PDAM. Dengan menggunakan kontrak konsesi, maka dapat dilakukan kegiatan-kegiatan yang membutuhkan modal besar seperti peningkatan kapasitas produksi, perluasan jaringan distribusi, perbaikan fasilitas eksisting, dan lainnya sehingga pencapaian yang diharapkan dapat tercapai. Selain itu, kontrak konsesi juga sudah banyak digunakan di tingkat kota maupun nasional, sehingga masyarakat tidak asing lagi dengan jenis skema kerjasama ini. Struktur pembiayaan pada kontrak konsesi adalah pihak swasta bertanggung jawab atas semua modal dan biaya operasi, termasuk pembangunan infrastruktur, energi, material, dan perbaikan-perbaikan selama berlakunya kontrak. Pihak swasta memiliki wewenang untuk mengambil langsung tarif dari pengguna. Tarif yang berlaku telah ditetapkan sebelumnya pada penjanjian kontrak konsesi, dimana tarif tersebut memiliki kemungkinan untuk berubah pada waktu-waktu tertentu. Meskipun begitu, pemerintah tetap bertanggung jawab dalam penyesuaian tarif dan penilaian aset yang diserahkan kepada swasta untuk dioperasikan. Selain itu, pemerintah juga memiliki hak untuk memantau, memeriksa dan mengawasi pelaksanaan kinerja swasta, dan memberikan sanksi kepada pihak swasta apabila pihak swasta tidak memenuhi kewajiban sesuai dalam persyaratan perjanjian kerjasama. Pemilihan skema konsesi juga didukung oleh prioritasprioritas lain sebagaimana dihadirkan pada grafik berikut ini. 90

10 PRIORITAS LAIN YANG MENDUKUNG PEMILIHAN SKEMA KPS KABUPATEN BANDUNG Ketersediaan unit pelaksana kebijakan KPS Ketersediaan perangkat hukum dan regulasi KPS Efisiensi operasi dan pemeliharaan Kesehatan keuangan perusahaan Pendapatan perkapita Meningkatkan efisiensi operasi Kemampuan keuangan pemerintah Efisiensi investasi Kerangka hukum Kondisi makroekonomi Tanggungjawab terhadap pengguna Komitmen pemberantasan korupsi Memperluas jaringan distribusi Meningkatkan kualitas pelayanan Rehabilitasi fasilitas eksisting Meningkatkan kapasitas produksi Stabilitas politik Keinginan dan kemampuan membayar masyarakat Kesetaraan akses pelayanan Kebijakan lingkungan yang berlaku Penerimaan masyarakat terhadap peran swasta Gambar 5. 4 Prioritas Lain yang Mendukung Pemilihan Skema KPS di Kabupaten Bandung Pemilihan skema konsesi didukung oleh adanya ketersediaan unit pelaksana KPS. Berdasarkan jaringan MPS-KPS pemilihan skema KPS dapat dilihat bahwa kemampuan institusional dan alternatif skema KPS saling mempengaruhi, oleh sebab itu ketersediaan undang-undang dan peraturan-peraturan yang ada saat ini menunjang untuk dilaksanakannya skema konsesi. Namun pemilihan skema KPS juga harus didukung oleh ketersediaan perangkat hukum dan regulasi KPS. Perangkat hukum ini biasa disebut dengan badan pengawas. Agar pelaksanaan kontrak konsesi dapat berjalan dengan baik, maka kinerja badan pengawas harus dapat menjamin bahwa hukum dan regulasi KPS benar-benar dilaksanakan dengan baik. 91

11 Pemilihan skema KPS juga berhubungan dengan peningkatan efisiensi operasi dan pemeliharaan. Karena pihak swasta tidak terlibat dalam pengoperasian dan pemeliharaan infrastruktur atau unit yang tidak mereka bangun, maka PDAM dan swasta akan memiliki tanggung jawab masing-masing. Selain itu, dengan berkurangnya jumlah infrastruktur yang harus dikelola oleh PDAM, maka diharapkan kinerja PDAM akan semakin meningkat. Kesehatan keuangan perusahaan yang baik serta pendapatan perkapita menarik perhatian investor untuk menanamkan modal dan berinvestasi. Dengan keuangan perusahaan yang baik dan jumlah pendapatan perkapita yang mulai meningkat, maka investor akan percaya bahwa modal yang diberikan akan digunakan dengan baik. Hal ini juga didukung dan berhubungan dengan kemampuan keuangan pemerintah dan komitmen dalam pemberantasan korupsi. Meskipun begitu, pemilihan skema konsesi kurang didukung oleh isu-isu lingkungan dan sosial. Penerimaan masyarakat di Kabupaten Bandung terhadap swasta masih rendah. Begitu pula dengan keinginan dan kemampuan membayar dari masyarakat. Masyarakat masih menganggap bahwa air masih menjadi aset bebas, sehingga semua orang dapat memperolehnya tanpa harus membayar. Selain itu, jumlah masyarakat yang belum memperoleh sambungan atau tidak mampu untuk membayar PAM masih banyak. Selain itu masyarakat menganggap bahwa pelayanan terhadap masyarakat miskin masih kurang dibandingkan dengan masyarakat yang mampu, sehingga kesetaraan akses terhadap pelayanan dianggap masih kurang Wilayah Kabupaten Tangerang Hasil survey di wilayah Kabupaten Tangerang adalah tiga responden memilih konsesi, dua orang memilih service contract, dan satu orang memilih BOT. Dari hasil ini, kemudian dicari nilai rata-rata keseluruhan untuk memperoleh prioritas dari enam responden. Kemudian hasil prioritas keenam responden tersebut dicari bobot idealnya untuk mencari ranking dari setiap prioritas. Hasil prioritas responden Kabupaten Tangerang disajikan pada Tabel 5.5 berikut ini. 92

12 Tabel 5. 5 Hasil MPS-KPS Kabupaten Tangerang ELEMEN RESPONDEN BOBOT TGR 1 TGR 2 TGR 3 TGR 4 TGR 5 TGR 6 TOTAL NORMAL IDEAL BOT Concession Lease Management contract Service Contract Komitmen pemberantasan korupsi Kemampuan keuangan pemerintah Kerangka hukum Kondisi makroekonomi Pendapatan perkapita Stabilitas politik Efisiensi investasi Efisiensi operasi dan pemeliharaan Kesehatan keuangan perusahaan Tanggungjawab terhadap pengguna Memperluas jaringan distribusi Meningkatkan efisiensi operasi Meningkatkan kapasitas produksi Meningkatkan kualitas pelayanan Rehabilitasi fasilitas eksisting Ketersediaan perangkat hukum dan regulasi KPS Ketersediaan unit pelaksana kebijakan KPS Kebijakan lingkungan yang berlaku Kesetaraan akses pelayanan Penerimaan masyarakat terhadap peran swasta Keinginan dan kemampuan membayar masyarakat Jumlah Nilai Terbesar Ranking skema KPS yang diperoleh berdasarkan bobot ideal disajikan pada Gambar 5.5 berikut ini. Hasil Skema KPS Kabupaten Tangerang Service Contract Management contract Lease Concession BOT Gambar 5. 5 Ranking Pemilihan Skema KPS Kabupaten Tangerang Dari hasil survey responden di wilayah Kabupaten Tangerang diperoleh bahwa kontrak konsesi sebagai skema yang paling sesuai, karena dengan adanya kontrak konsesi, maka pihak swasta dapat mengelola dan bertanggung jawab atas keseluruhan operasi dalam program investasi pembangunan dan pengelolaan prasarana dan sarana dari pemerintah namun tetap memperoleh pengawasan dari pemerintah. 93

13 Saat ini pelaksanaan KPS di Kabupaten Tangerang menggunakan skema BOT, ROT, dan management contract. Namun, pelaksanaan KPS di Kabupaten Tangerang dianggap masih belum optimal karena tingkat kebocoran dan kehilangan air masih tinggi dan masih banyak jumlah penduduk yang belum terlayani. Menurut para responden, kurang berhasilnya pelaksanaan KPS saat ini dikarenakan oleh masih belum jelasnya regulasiregulasi yang terkait dengan KPS, sehingga menyebabkan kurangnya pemahaman pemerintah dan swasta mengenai tugas dan kewajiban yang diperoleh melalui KPS. Oleh sebab itu, menurut para responden, perlu dilakukan identifikasi dan pendeskripsikan kriteria-kriteria kinerja berkelanjutan untuk investasi KPS air minum berikut indikatorindikator kinerjanya, sehingga terdapat peraturan yang jelas mengenai unit kerja pemerintah dan swasta dalam KPS. Selain itu, perangkat hukum dan regulasi-regulasi yang terkait dengan KPS juga diperlukan untuk mengetahui peraturan yang jelas mengenai tipe KPS dan mengetahui kesesuian proyek dengan dana dan rencana yang dimiliki oleh pemerintah saat itu. Kriteria-kriteria lain yang mendukung dilaksanakannya kontrak konsesi disajikan pada Gambar

14 PRIORITAS LAIN YANG MENDUKUNG PEMILIHAN SKEMA KPS KABUPATEN TANGGERANG Ketersediaan perangkat hukum dan regulasi KPS Ketersediaan unit pelaksana kebijakan KPS Efisiensi operasi dan pemeliharaan Efisiensi investasi Komitmen pemberantasan korupsi Kesehatan keuangan perusahaan Pendapatan perkapita Meningkatkan efisiensi operasi Tanggungjawab terhadap pengguna Kemampuan keuangan pemerintah Kerangka hukum Meningkatkan kualitas pelayanan Memperluas jaringan distribusi Rehabilitasi fasilitas eksisting Kondisi makroekonomi Stabilitas politik Meningkatkan kapasitas produksi Kebijakan lingkungan yang berlaku Keinginan dan kemampuan membayar masyarakat Kesetaraan akses pelayanan Penerimaan masyarakat terhadap peran swasta Gambar 5. 6 Prioritas Lain yang Mendukung Pemilihan Skema KPS di Kabupaten Pemilihan skema konsesi dianggap sesuai untuk wilayah Kabupaten Tengerang. Dengan pemilihan skema konsesi, akan menunjang dibentuknya badan pengawas, sehingga pelaksanaan KPS dapat dilakukan dengan baik dan terawasi. Pemilihan skema konsesi juga didukung oleh efisiensi operasi dan pemeliharaan. Operasi dan pemeliharaan yang ada di PDAM saat ini sudah cukup baik, namun masih perlu dilakukan penghematan. Dengan pemilihan skema konsesi, diharapkan biaya-biaya yang digunakan untuk operasi dan pemeliharaan dapat ditekan tanpa mempengaruhi hasil layanan. Kesehatan keuangan 95

15 pada perusahaan PDAM saat ini juga menunjang untuk dilaksanakannya kontrak konsesi, karena kesehatan keuangan perusahaan akan menarik investor untuk menanamkan modal. Hal lain yang masih menjadi masalah adalah kurangnya penegakan hukum dalam memberantas korupsi dan pendapatan perkapita. Pemilihan skema konsesi akan mempengaruhi komitmen dalam pemberantasan korupsi, karena kontrak konsesi membutuhkan investasi yang besar. Investasi ini tidak akan terjadi apabila tidak ada kepercayaan dari investor bahwa uang mereka akan aman. Selain itu, hasil investasi dari kontrak konsesi juga diharapkan dapat menambah pendapatan perkapita dan keuangan negara. Selain beberapa hal diatas, tingkat kehilangan air yang masih tinggi dan sulit diprediksi dimana terjadinya kebocoran tersebut. Oleh sebab itu, maka responden menyarankan kontrak konsesi karena dengan kontrak konsesi maka dapat meningkatkan kualitas dan kinerja konstruksi, tenaga kerja, dan pengelolaan. Selain itu, walaupun modal investasi seluruhnya diperoleh dari pihak swasta, namun kepemilikan aset tetap di tangan pemerintah, sehingga apabila terjadi penyusutan nilai aset maka pihak swasta berkewajiban membayar peyusutan nilai aset tersebut Wilayah Jakarta Pada wilayah Jakarta, responden yang dapat mengisi kuisioner hanya dua orang. Kedua responden memilih konsesi sebagai skema yang paling sesuai. Jumlah responden yang hanya dua orang ini mungkin dapat dianggap kurang. Namun meskipun responden di DKI Jakarta hanya dua orang, konsitensinya telah diuji. Nilai rasio konsistensi kedua responden lebih kecil dari 0,1 sehingga hasil penilaian dapat diterima. Dari hasil kedua survey tersebut, dicari prioritas dari masing-masing responden, kemudian diberi bobot untuk mngetahui raking dari setiap prioritas. Hasil survey responden wilayah Jakarta disajikan pada Tabel 5.6 berikut ini. 96

16 Tabel 5. 6 Hasil MPS-KPS DKI Jakarta ELEMEN RESPONDEN BOBOT JKT 1 JKT 2 TOTAL NORMAL IDEAL BOT Concession Lease Management contract Service Contract Komitmen pemberantasan korupsi Kemampuan keuangan pemerintah Kerangka hukum Kondisi makroekonomi Pendapatan perkapita Stabilitas politik Efisiensi investasi Efisiensi operasi dan pemeliharaan Kesehatan keuangan perusahaan Tanggungjawab terhadap pengguna Memperluas jaringan distribusi Meningkatkan efisiensi operasi Meningkatkan kapasitas produksi Meningkatkan kualitas pelayanan Rehabilitasi fasilitas eksisting Ketersediaan perangkat hukum dan regulasi KPS Ketersediaan unit pelaksana kebijakan KPS Kebijakan lingkungan yang berlaku Kesetaraan akses pelayanan Penerimaan masyarakat terhadap peran swasta Keinginan dan kemampuan membayar masyarakat Jumlah Nilai Terbasar Ranking yang diperoleh dari alternatif skema KPS yang ada disajikan pada Gambar 5.7 berikut ini. Hasil Skema KPS Jakarta Service Contract Management contract Lease Concession BOT Gambar 5. 7 Ranking Pemilihan Skema KPS DKI Jakarta 97

17 Responden yang menyarankan konsesi dalam pelaksanaan kerjasama ini dikarenakan dengan konsesi maka dapat meningkatkan kualitas pengelolaan, tenaga kerja, dan pengelolaaan. Hal ini sesuai dengan keadaan PDAM Jakarta saat ini yang menerapkan skema konsesi dalam KPS. Dengan kontrak konsesi, maka semua kegiatan PDAM akan dilaksanakan oleh pihak swasta, dan pemerintah serta PDAM bertugas sebagai pengawas. Selain itu, dengan adanya kontrak konsesi, maka pihak swasta harus dapat memenuhi target-target teknis yang harus dilakukan sesuai dengan perjanjian kerjasama. PRIORITAS LAIN YANG MENDUKUNG PEMILIHAN SKEMA KPS JAKARTA Ketersediaan unit pelaksana kebijakan KPS Ketersediaan perangkat hukum dan regulasi KPS Efisiensi operasi dan pemeliharaan Kesehatan keuangan perusahaan Komitmen pemberantasan korupsi Rehabilitasi fasilitas eksisting Kerangka hukum Stabilitas politik Efisiensi investasi Tanggungjawab terhadap pengguna Pendapatan perkapita Meningkatkan kapasitas produksi Meningkatkan efisiensi operasi Meningkatkan kualitas pelayanan Kemampuan keuangan pemerintah Kondisi makroekonomi Kebijakan lingkungan yang berlaku Memperluas jaringan distribusi Penerimaan masyarakat terhadap peran swasta Keinginan dan kemampuan membayar masyarakat Kesetaraan akses pelayanan Gambar 5. 8 Prioritas Lain yang Mendukung Pemilihan Skema KPS di DKI Jakarta 98

18 Selain itu, pemilihan kontrak konsesi juga didukung oleh beberapa prioritas lain. Kotrak konsesi saling mempengaruhi dengan kapasitas institusional. Pemilihan kontrak konsesi harus didukung oleh kapasitas institusional yang baik, dan kapasitas institusional yang baik akan menunjang dilaksanakannya konsesi pada KPS. Ketersediaan unit pelaksana kebijakan KPS atau yang biasa disebut dengan badan pengawas di Jakarta saat ini sudah memadai untuk dilakukannya kontrak konsesi. Ketersediaan perangkat hukum dan regulasi teramat penting untuk membuat iklim berbasis kinerja. Diperlukan regulasi yang bisa membuat suasana kerja seoleh-oleh terjadi kompetensi sehingga dapat mencegah keuntungan berlebih dari para pihak. Dengan adanya regulasi juga diharapkan dapat memperkuat upaya dalam kesetaraan akses pada msyarakat. Regulasi yang ada diharapkan dapat memperkuatupaya penambahan akses air bersih kepada kelompok ekonomi lemah dan rumah tangga berpenghasilan rendah. Kesehatan keuangan pada PDAM Jakarta dan komitmen dalam pemberantasan korupsi juga menunjang dilakukannya kontrak konsesi, karena kesehatan keuangan dan komitmen dalam pemberantasan korupsi akan menambah tingkat kepercayaan investor sehingga investor akan mau mananamkan modalnya. Prioritas PDAM saat ini, yaitu efisiensi investasi, efisiensi operasi dan pemeliharaan, penambahan jaringan distribusi, peningkatan kapasitas produksi, tanggung jawab terhadap konsumen, dan peningkatan / rehabilitasi fasilitas. Selain itu, masih banyak terjadi kebocoran atau kehilangan air (non-revenue water, NRW) masih menjadi persoalan besar bagi pelaksanaan KPS. KPS seharusnya dapat mengurangi kehilangan air, memperbaiki dan meningkatkan kinerja infrastruktur melalui peningkatan efisiensi operasi. Pemilihan skema konsesi juga berhubungan dengan kondisi lingkungan negara saat ini. Kondisi negara saat ini dianggap dapat menjanjikan investor untuk melakukan penanaman modal yang besar. Hal ini disebabkan karena stabilitas politik dan pendapatan perkapita sudah cukup menunjang. 99

19 5.4 Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan terhadap lima kriteria teratas yang paling berpengaruh dalam pemilihan skema KPS. Masing-masing wilayah memiliki kriteria-kriteria yang berbeda. Oleh sebab itu, analisis sensitivitas dilakukan pada setiap wilayah kajian Kabupaten Bandung Pada wilayah Kabupaten Bandung, lima kriteria yang paling berpengaruh dalam penentuan skema KPS yang sesuai disajikan pada tabel berikut ini. Tabel 5. 7 Lima Kriteria yang Paling Berpengaruh di Kabupaten Bandung No Lima Kriteria yang Paling Berpengaruh Singkatan 1 Ketersediaan unit pelaksana kebijakan KPS UP 2 Ketersediaan perangkat hukum dan regulasi KPS PH 3 Efisiensi operasi dan pemeliharaan OP 4 Kesehatan keuangan perusahaan KP 5 Pendapatan perkapita PP Untuk mengetahui kecenderungan pemilihan masing-masing kriteria berdasarkan perubahan setiap faktornya maka dibuatlah rumus analisis sensitivitas. Rumus ini diperoleh berdasarkan nilai supermatriks setiap responden yang telah diberi bobot. Kemudian hasil matriks tersebut dirata-ratakan dan hasilnya dibuat menjadi koefisien pada rumus analisis sensitivitas. Rumus ini digunakan untuk mengetahui persentase perubahan dari setiap alternatif skema KPS. Rumus ini disajikan sebagai berikut : Y BOT Y KONSESI Y LC Y MC Y SC = 0,256UP + 0,196PH + 0,330OP + 0,099KP + 0,051PP = 0,357UP + 0,155PH + 0,301OP + 0,109KP + 0,085PP = 0,342UP + 0,158PH + 0,294OP + 0,123KP + 0,080PP = 0,369UP + 0,143PH + 0,315OP + 0,100KP + 0,080PP = 0,358UP + 0,149PH + 0,322OP + 0,124KP + 0,080PP Untuk mengetahui bagaimana pengaruh setiap kriteria terhadap skema yang ada, maka dilakukan percobaan trial eror untuk setiap kriteria. Untuk setiap kriteria dilakukan 100

20 pengurangan bobot sebanyak tiga kali sebesar 10 %. Hasil dari analisis sensitivitas tersebut disajikan pada table-tabel berikut ini. Tabel 5. 8 Perubahan faktor UP terhadap pemilihan skema KPS Saat ini Penurunan UP Perubahan UP % Faktor PH OP KP PP Skema BOT % 4% 5% Konsesi % 5% 7% LC % 5% 6% MC % 6% 7% SC % 5% 7% Tabel 5. 9 Perubahan faktor PH terhadap pemilihan skema KPS Saat ini Penurunan PH Perubahan PH % Faktor UP OP KP PP Skema BOT % 3% 4% Konsesi % 4% 5% LC % 4% 5% MC % 5% 6% SC % 4% 5% Tabel Perubahan faktor OP terhadap pemilihan skema KPS Saat ini Penurunan OP Perubahan OP % Faktor UP PH KP PP

21 Skema BOT % 3% 3% Konsesi % 4% 5% LC % 4% 4% MC % 4% 5% SC % 4% 5% Tabel Perubahan faktor KP terhadap pemilihan skema KPS Saat ini Penurunan KP Perubahan KP % Faktor UP PH OP PP Skema BOT % 2% 2% Konsesi % 3% 3% LC % 3% 3% MC % 3% 3% SC % 3% 3% Tabel Perubahan faktor PP terhadap pemilihan skema KPS Saat ini Penurunan PP Perubahan PP % Faktor UP PH KP KP Skema BOT % 2% 2% Konsesi % 2% 3% LC % 2% 3% MC % 3% 3% SC % 2% 3% Pada Tabel 5.8 dapat diketahui hasil analisis sensitivitas terhadap faktor UP jika dilakukan pengurangan bobot nilai faktor UP. Pada pengurangan pertama, terdapat peningkatan sebanyak 2% pada BOT dan 3% pada skema lainnya. Sedangkan untuk 102

22 percobaan kedua dan ketiga peningkatan yang terlihat jelas adalah pada skema konsesi, management contract dan service contract. Ketiga skema ini terus mengalami peningkatan hingga 7%. Peningkatan ini menunjukkan bahwa responden akan lebih memilih ketiga skema tersebut apabila faktor Ketersediaan Unit Pelaksana Kebijakan KPS diturunkan. Responden menganggap bahwa unit pelaksana kebijakan untuk mengatur pelaksanaan KPS masih sangat penting. Pengaturan bagi pelayanan air minum mutlak diperlukan mengingat sifat pelayanan air minum yang bersifat monopoli karena berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku maupun secara ekonomis, tidak dimungkinkan ada lebih dari satu pipa penyedia pelayanan dalam suatu daerah yang sama. Melihat kenyataan ini unit pelaksana kebijakan KPS harus semakin benar-benar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik dan ditingkatkan kinerjanya. Hasil analisis sensitivitas terhadap faktor PH dinyatakan pada Tabel 5.9. Pada tabel ini dapat diketahui bahwa pada skema Management Contract terjadi peningkatan hingga 6%. Hal ini menunjukkan bahwa jika Ketersediaan perangkat hukum dan regulasi KPS dianggap tidak memadai oleh responden, maka responden akan cenderung memilih skema Management Contract. Untuk perubahan efisiensi operasi dan pemeliharaan, skema yang paling terpengaruh adalah konsesi, management contract dan service contract. Dari hasil ini, dapat diketahui bahwa pendapat responden mengenai ketiga skema KPS ini cukup memadai apabila efisiensi operasi dan pemeliharaan dikurangi bobotnya. Sedangkan untuk kesehatan keuangan perusahaan dan pendapatan perkapita, perubahan yang terjadi tidak terlalu besar. Perubahan ini dapat dilihat pada Tabel 5.11 dan Perubahan yang terjadi hanya berkisar antara 1% hingga 3 %. Hal ini menujukkan bahwa faktor keuangan perusahaan dan pendapatan perkapita dianggap cukup baik dan aman oleh responden sehingga tidak memerlukan terlalu banyak perbaikan. 103

23 5.4.2 Kabupaten Tangerang Pada wilayah Kabupaten Tanggerang, lima kriteria yang paling berpengaruh dalam penentuan skema KPS yang sesuai disajikan pada tabel berikut ini. Tabel Kriteria yang Paling Berpengaruh di Kabupaten Tangerang No Lima Kriteria yang Paling Berpengaruh Singkatan 1 Ketersediaan perangkat hukum dan regulasi KPS PH 2 Ketersediaan unit pelaksana kebijakan KPS UP 3 Efisiensi operasi dan pemeliharaan OP 4 Efisiensi investasi EI 5 Komitmen pemberantasan korupsi PK Rumus analisis sensitivitas untuk wilayah Kabupaten Tangerang adalah sebagai berikut: Y BOT Y KONSESI Y LC Y MC Y SC = 0,16U7P + 0,108PH + 0,088OP + 0,066KP + 0,081PP = 0,195UP + 0,081PH + 0,092OP + 0,083KP + 0,051PP = 0,184UP + 0,092PH + 0,101OP + 0,073KP + 0,056PP = 0,188 UP + 0,087PH + 0,092OP + 0,068KP + 0,049PP = 0,190UP + 0,085PH + 0,114OP + 0,042KP + 0,063PP Untuk mengetahui bagaimana pengaruh setiap kriteria terhadap skema yang ada, maka dilakukan percobaan trial eror untuk setiap kriteria. Untuk setiap kriteria dilakukan pengurangan bobot sebanyak tiga kali sebesar 10 %. Hasil dari analisis sensitivitas tersebut disajikan pada tabel-tabel berikut ini. Tabel Perubahan faktor PH terhadap pemilihan skema KPS Saat ini Penurunan PH Perubahan PH % Faktor UP OP EI PK Skema 104

24 BOT % 2% 2% Konsesi % 0% 0% LC % 0% 0% MC % 0% 0% SC % 0% 0% Tabel Perubahan faktor UP terhadap pemilihan skema KPS Saat ini Penurunan UP Perubahan UP % Faktor PH OP EI PK Skema BOT % 1% 2% Konsesi % 0% 0% LC % 0% 0% MC % 0% 0% SC % 0% 0% Tabel Perubahan faktor OP terhadap pemilihan skema KPS Saat ini Penurunan OP Perubahan OP % Faktor PH UP EI PK Skema BOT % 1% 1% Konsesi % 0% 0% LC % 0% 0% MC % 0% 0% SC % 0% 0% Tabel Perubahan faktor EI terhadap pemilihan skema KPS Saat ini Penurunan EI Perubahan EI % Faktor PH

25 UP OP PK Skema BOT % 1% 1% Konsesi % 0% 0% LC % 0% 0% MC % 0% 0% SC % 0% 0% Tabel Perubahan faktor PK terhadap pemilihan skema KPS Saat ini Penurunan PK Perubahan PK % Faktor PH UP OP EI Skema BOT % 1% 1% Konsesi % 0% 0% LC % 0% 0% MC % 0% 0% SC % 0% 0% Hasil analisis sensitivitas untuk wilayah Kabupaten Tangerang yang terdapat pada Tabel hingga 5.16, dan Tabel menunjukkan bahwa perubahan terhadap faktor PH, UP, OP, dan PK tidak terlalu mempengaruhi perubahan skema. Hal ini menunjukkan bahwa keempat faktor tersebut dianggap telah memadai dan kinerjanya cukup baik. Pada Tabel 5.17, dapat dilihat bahwa pada penurunan 10 % faktor efisiensi investasi yang pertama, terjadi peningkatan pada semua skema. Skema yang paling tinggi peningkatannya adalah BOT dan Lease Contract sebesar 4%. Maka, dapat diketahui bahwa jika bobot pada faktor efisiensi investasi diturunkan, maka pilihan skema kemungkinan akan berubah menjadi BOT atau Lease Contract. BOT atau Lease Contract dianggapa sebagai skema yang paling stabil jika ada perubahan atau masalah dalam investasi. Setelah penurunan 10% kedua dan ketiga, perubahan yang terjadi tidak terlalu 106

26 signifikan atau tidak berubah sama sekali. Skema yang tetap berubah adalah BOT, dengan perubahan sebesar 1%. Hal ini menunjukkan bahwa apabila terjadi perubahan pada faktor efisiensi investasi, responden akan cenderung lebih memilih BOT meskipun skema lainnya juga dapat dianggap sudah aman DKI Jakarta Pada wilayah DKI Jakarta, lima kriteria yang paling berpengaruh dalam penentuan skema KPS yang sesuai disajikan pada tabel berikut ini. Tabel Kriteria yang Paling Berpengaruh di DKI Jakarta No Lima Kriteria yang Paling Berpengaruh Singkatan 1 Ketersediaan unit pelaksana kebijakan KPS UP 2 Ketersediaan perangkat hukum dan regulasi KPS PH 3 Efisiensi operasi dan pemeliharaan OP 4 Kesehatan keuangan perusahaan KP 5 Komitmen pemberantasan korupsi PK Untuk mengetahui kecenderungan pemilihan masing-masing kriteria berdasarkan perubahan setiap faktornya maka dibuatlah rumus analisis sensitivitas. Rumus ini diperoleh berdasarkan nilai supermatriks setiap responden yang telah diberi bobot. Kemudian hasil matriks tersebut dirata-ratakan dan hasilnya dibuat menjadi koefisien pada rumus analisis sensitivitas. Rumus ini digunakan untuk mengetahui persentase perubahan dari setiap alternatif skema KPS. Rumus ini disajikan sebagai berikut : Y BOT Y KONSESI Y LC Y MC Y SC = 0,251UP + 0,195PH + 0,070OP + 0,057KP + 0,069PP = 0,051UP + 0,195PH + 0,070OP + 0,059KP + 0,057PP = 0,051UP + 0,195PH + 0,070OP + 0,068KP + 0,047PP = 0,065UP + 0,181PH + 0,059OP + 0,057KP + 0,055PP = 0,065UP + 0,181PH + 0,071OP + 0,069KP + 0,053PP Untuk mengetahui bagaimana pengaruh setiap kriteria terhadap skema yang ada, maka dilakukan percobaan trial eror untuk setiap kriteria. Untuk setiap kriteria dilakukan 107

27 pengurangan bobot sebanyak tiga kali sebesar 10 %. Hasil dari analisis sensitivitas tersebut disajikan pada table-tabel berikut ini. Tabel Perubahan faktor UP terhadap pemilihan skema KPS Saat ini Penurunan UP Perubahan UP % Faktor PH OP KP PK Skema BOT % 0% -17% Konsesi % 0% 0% LC % 0% 0% MC % 0% 0% SC % 0% 0% Tabel Perubahan faktor UP terhadap pemilihan skema KPS Saat ini Penurunan UP Perubahan PH % Faktor UP OP KP PK Skema BOT % 0% -22% Konsesi % 0% 0% LC % 0% 0% MC % 0% 1% SC % 0% 1% Tabel Perubahan faktor OP terhadap pemilihan skema KPS Saat ini Penurunan OP Perubahan OP % Faktor PH UP KP

28 PK Skema BOT % 0% -17% Konsesi % 0% 0% LC % 0% 0% MC % 0% 0% SC % 0% 0% Tabel Perubahan faktor KP terhadap pemilihan skema KPS Saat ini Penurunan KP Perubahan KP % Faktor PH UP OP PK Skema BOT % 0% -19% Konsesi % 0% 0% LC % 0% 0% MC % 0% 0% SC % 0% 0% Tabel Perubahan faktor PK terhadap pemilihan skema KPS Saat ini Penurunan PK Perubahan PK % Faktor PH UP OP KP Skema BOT % 0% -20% Konsesi % 0% 0% LC % 0% 0% MC % 0% 0% SC % 0% 0% Untuk daerah DKI Jakarta perubahan yang paling signifikan terjadi setelah pengurangan 10% yang ketiga. Pada pengurangan 10% yang pertama dan yang kedua, semua skema 109

29 relative stabil terhadap perubahan yang terjadi. Sedangkan pada penurunan yang ketiga, skema yang paling terpengaruh adalah BOT. Pengurangan terhadap semua faktor sebanyak 30% mengakibatkan penurunan terhadap skema BOT. Dari hasil ini dapat diketahui bahwa untuk wilayah DKI Jakarta, jika terjadi pengurangan terhadap semua faktor maka respon terhadap pemilihan skema BOT juga akan berkurang. BOT dianggap kurang memadai dan relatif tidak stabil terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada kelima faktor. Kebijakan yang dapat diambil sehubungan dengan analisa diatas adalah agar tetap menjaga kinerja unit pelaksana kebijakan KPS dan perangkat hukumnya, lebih meningkatkan efisiensi operasi dan pemeliharaan, menjaga kesehatan keuangan perusahaan, dan menjaga komitmen dalam memberantas korupsi. 5.5 Diskusi Hasil Penggunaan MPS-KPS MPS-KPS ini telah diujicobakan pada tiga wilayah. Dari hasil pengujian tersebut, dapat disimpulkan bahwa penerapan MPS-KPS di tiga wilayah yang dipilih tersebut memiliki kelebihan dan kekurangan. Berikut ini akan disajikan diskusi hasil penggunaan metoda Pemilihan Skema KPS Perbandingan Hasil Analisis dengan Kondisi Lapangan Dari hasil pembahasan sebelumnya, terlihat bahwa pada ketiga wilayah penelitian, responden memiliki persepsi yang sama bahwa skema yang paling sesuai adalah konsesi. Hasil penelitian ini sesuai dengan skema KPS yang digunakan pada wilayah DKI Jakarta saat ini. Pelaksanaan skema konsesi yang digunakan pada wilayah DKI Jakarta menunjukkan hasil yang positif. Jumlah pelanggan Jakarta meningkat dari pada awal Januari 2006 menjadi pada akhir tahun Pencapaian kapasitas produksi air di Jakarta pada tahun 2007 sebesar m 3 /tahun. Pencapaian ini melebihi target yang hanya sebesar m 3 /tahun. Untuk cakupan pelayanan juga mengalami peningkatan pada tahun 2006 dari 60,39 % menjadi 60,68 %. Peningkatan-peningkatan tersebut menunjukkan bahwa pemilihan skema konsesi dalam investasi air minum di wilayah DKI Jakarta merupakan pilihan yang sesuai. Hal ini 110

BAB IV PENGEMBANGAN METODA PEMILIHAN SKEMA KPS

BAB IV PENGEMBANGAN METODA PEMILIHAN SKEMA KPS BAB IV PENGEMBANGAN METODA PEMILIHAN SKEMA KPS Pengelolaan air minum pada beberapa daerah di Indonesia saat ini dilaksanakan secara kerjasama antara PDAM dan pihak swasta. Meskipun begitu, PDAM dan swasta

Lebih terperinci

BAB II DISKRIPSI PERUSAHAAN

BAB II DISKRIPSI PERUSAHAAN BAB II DISKRIPSI PERUSAHAAN 2.1. Sejarah Perusahaan. Pada tahun 1923 Pemerintah Hindia Belanda mendirikan sebuah pengolahan air bersih yang diberi nama WATER LEIDENG BEDRYF. Pengolahan air bersih ini didirikan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang meningkat menyebabkan kebutuhan

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang meningkat menyebabkan kebutuhan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pertumbuhan ekonomi Indonesia yang meningkat menyebabkan kebutuhan infrastruktur juga meningkat. Perkiraan pemerintah pada 5 (lima) tahun yaitu pada tahun 2010-2014

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Jumlah penduduk dunia yang tidak memiliki akses pada air minum secara aman (safe) dan berkesinambungan (sustainable), ditargetkan akan dikurangi jumlahnya dengan program

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG Nomor 01 Tahun 2013 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 1 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 10 TAHUN 2008 TENTANG PERUSAHAAN

Lebih terperinci

Luas Wilayah Provinsi DKI Jakarta

Luas Wilayah Provinsi DKI Jakarta Luas Wilayah Provinsi DKI Jakarta Luas Wilayah Menurut Kabupaten / Kota Provinsi DKI Jakarta Kabupaten/Kota Luas (Km2) % Kepulauan Seribu 8,70 1,31 Jakarta Selatan 141,27 21,33 Jakarta Timur 188,03 28,39

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam yang dapat memajukan kesejahteraan umum yang. kebutuhan hidup manusia sehari hari terhadap air berbeda beda untuk

BAB I PENDAHULUAN. sumber daya alam yang dapat memajukan kesejahteraan umum yang. kebutuhan hidup manusia sehari hari terhadap air berbeda beda untuk BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Air bersih dan sehat merupakan kebutuhan mutlak bagi manusia. Karena tidak ada satu mahluk yang dapat hidup tanpa air. Air merupakan sumber daya alam yang dapat

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Volume Air Minum yang Dialirkan dari IPA Cikokol. Sumber: Hasil olahan penulis (2015)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1. Volume Air Minum yang Dialirkan dari IPA Cikokol. Sumber: Hasil olahan penulis (2015) BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Instalasi Pengolahan Air Minum (IPA) Cikokol yang dimiliki oleh Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Kerta Raharja (PDAM TKR) Kabupaten Tangerang, memproduksi

Lebih terperinci

BAB 3 OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN

BAB 3 OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN BAB 3 OBJEK DAN DESAIN PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian 3.1.1 Sejarah Singkat Perusahaan Dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 3 Ayat (3) disebutkan bahwa Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air minum merupakan kebutuhan pokok yang sangat dibutuhkan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Untuk itu, sejalan dengan

Lebih terperinci

Kerjasama Pemerintah Dengan Swasta Dalam Infrastruktur SPAM (Perspektif Swasta )

Kerjasama Pemerintah Dengan Swasta Dalam Infrastruktur SPAM (Perspektif Swasta ) Kerjasama Pemerintah Dengan Swasta Dalam Infrastruktur SPAM (Perspektif Swasta ) Sekilas Latar Belakang Kejadian Luar Biasa Diare di Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang pada Tahun 2005-2006 Latar Belakang

Lebih terperinci

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG

BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG BUPATI TANGERANG PROVINSI BANTEN PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 3 TAHUN 2015 TENTANG PENYERTAAN MODAL DAERAH PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTA KERTA RAHARJA KABUPATEN TANGERANG DENGAN

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Sejarah Perusahaan

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Sejarah Perusahaan BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Sejarah Perusahaan Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Cirebon pada awalnya bernama Badan Pengelola Air Minum (BPAM) yang merupakan badan usaha dengan berdasarkan Surat Keputusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. banyak PDAM Tirta Kerta Raharja mempunyai beberapa Instalasi Pengolahan Air bersih (

BAB I PENDAHULUAN. banyak PDAM Tirta Kerta Raharja mempunyai beberapa Instalasi Pengolahan Air bersih ( BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Kebutuhan air bersih merupakan salah satu kebutuhan pokok dari manusia, Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia dapat mengusahakannya dengan berbagai cara yaitu

Lebih terperinci

KERANGKA KEBIJAKAN SEKTOR AIR MINUM PERKOTAAN RINGKASAN EKSEKUTIF

KERANGKA KEBIJAKAN SEKTOR AIR MINUM PERKOTAAN RINGKASAN EKSEKUTIF KERANGKA KEBIJAKAN SEKTOR AIR MINUM PERKOTAAN a. Pada akhir Repelita V tahun 1994, 36% dari penduduk perkotaan Indonesia yang berjumlah 67 juta, jiwa atau 24 juta jiwa, telah mendapatkan sambungan air

Lebih terperinci

PAM JAYA SEBAGAI PENYEDIA AIR BERSIH DALAM RENCANA PENGEMBANGAN RUMAH SUSUN DI DKI JAKARTA

PAM JAYA SEBAGAI PENYEDIA AIR BERSIH DALAM RENCANA PENGEMBANGAN RUMAH SUSUN DI DKI JAKARTA PAM JAYA SEBAGAI PENYEDIA AIR BERSIH DALAM RENCANA PENGEMBANGAN RUMAH SUSUN DI DKI JAKARTA Oleh Ir. H. Sriwidayanto Kaderi Kongres Penghuni Rusun Indonesia 18 Desember 2013 Auditorium Cawang Kencana TUJUAN

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. LEIDING BEDRIJF yang dikelola oleh pemerintah Hindia Belanda, dengan

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. LEIDING BEDRIJF yang dikelola oleh pemerintah Hindia Belanda, dengan BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1. Sejarah singkat perusahaan Pada tahun 1926 Perusahaan air minum dikenal dengan nama WATER LEIDING BEDRIJF yang dikelola oleh pemerintah Hindia Belanda, dengan cakupan

Lebih terperinci

BAB III ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTA MELAWI

BAB III ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTA MELAWI BAB III ANALISIS KINERJA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM TIRTA MELAWI A. Kinerja Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Melawi Bagaimana Kinerja Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Melawi? Berikut ini analisa yang

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah Singkat PDAM Tirta Raharja Kabupaten Bandung

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. 2.1 Sejarah Singkat PDAM Tirta Raharja Kabupaten Bandung BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Singkat PDAM Tirta Raharja Kabupaten Bandung Pada tahun 1976 Pemerintah memberikan bantuan sarana dan prasarana penyediaan air bersih untuk kota Cimahi dan Lembang.

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA PELAYANAN PENYEDIA AIR BERSIH SISTEM PERPIPAAN DI KOTA KECIL (STUDI KASUS: KOTA SOREANG DAN BANJARAN) TUGAS AKHIR

EVALUASI KINERJA PELAYANAN PENYEDIA AIR BERSIH SISTEM PERPIPAAN DI KOTA KECIL (STUDI KASUS: KOTA SOREANG DAN BANJARAN) TUGAS AKHIR EVALUASI KINERJA PELAYANAN PENYEDIA AIR BERSIH SISTEM PERPIPAAN DI KOTA KECIL (STUDI KASUS: KOTA SOREANG DAN BANJARAN) TUGAS AKHIR DYAH NASTITI PROBORINI 15402049 PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN

Lebih terperinci

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 SERI E.6 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG

BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 SERI E.6 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG BERITA DAERAH KABUPATEN CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 SERI E.6 PERATURAN BUPATI CIREBON NOMOR 8 TAHUN 2016 TENTANG RENCANA INDUK SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM (RI SPAM) KABUPATEN CIREBON TAHUN 2015-2030 DENGAN

Lebih terperinci

Kajian Pengenaan PPN atas Penyediaan Air Bersih dan Biaya Jasa Penggelolaan SDA (BPSDA)

Kajian Pengenaan PPN atas Penyediaan Air Bersih dan Biaya Jasa Penggelolaan SDA (BPSDA) Kajian Pengenaan PPN atas Penyediaan Air Bersih dan Biaya Jasa Penggelolaan SDA (BPSDA) Oleh : Benny Gunawan Ardiansyah, Peneliti Badan Kebijakan Fiskal 1. Pendahuluan Pasal 33 Undang- undang Dasar 1945

Lebih terperinci

Forum Air Jakarta Dorong Peta Jalan Penyelamatan Air Baku

Forum Air Jakarta Dorong Peta Jalan Penyelamatan Air Baku Siaran Pers : Untuk Segera Disiarkan Forum Air Jakarta Dorong Peta Jalan Penyelamatan Air Baku Jakarta, 26 Maret 2012 Masih dalam semangat perayaan Hari Air Dunia 2013, wadah pemangku kepentingan sektor

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M / 2010 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M / 2010 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM MENTERI PEKERJAAN UMUM PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR : 12 / PRT / M / 2010 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PENGUSAHAAN PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Logo PDAM Tirtawening Kota Bandung Sumber :Pambdg.co.id (di akses pada tanggal 21 Agustus 2015)

BAB I PENDAHULUAN. Gambar 1.1 Logo PDAM Tirtawening Kota Bandung Sumber :Pambdg.co.id (di akses pada tanggal 21 Agustus 2015) BAB I PENDAHULUAN 1.1Gambaran Umum Objek Penelitian Gambar 1.1 Logo PDAM Tirtawening Kota Bandung Sumber :Pambdg.co.id (di akses pada tanggal 21 Agustus 2015) PDAM atau disebut juga Perusahaan Daerah Air

Lebih terperinci

BAB V. kelembagaan bersih

BAB V. kelembagaan bersih 150 BAB V ANALISIS KEBERLANJUTAN 5.1 Analisis Dimensional Analisis keberlanjutan pengelolaan air baku lintas wilayah untuk pemenuhan kebutuhan air bersih DKI Jakarta mencakup empat dimensi yaitu dimensi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Air adalah kebutuhan dasar manusia yang keberadaannya dilindungi oleh Undang undang Dasar 1945 yang dinyatakan bahwa Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di

Lebih terperinci

KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM disampaikan oleh Direktur Pengembangan SPAM pada: Sosialisasi Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Air Minum TA 2019 Direktorat Pengembangan Sistem Penyediaan

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG TAHUN 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG SALINAN NOMOR : 3 TAHUN 2006 SERI : D PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 3 TAHUN 2006 TENTANG PEDOMAN KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN BANDUNG DENGAN RAHMAT

Lebih terperinci

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN 4.1 KELAYAKAN PROYEK BERDASARKAN KAJIAN BADAN REGULATOR PELAYANAN AIR MINUM 4.1.1 Asumsi Proyeksi Keuangan Proyeksi Keuangan Rencana Jangka Panjang PAM JAYA tahun 2009-2013

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DAN KONDISI EKSISTING PELAYANAN PDAM TIRTA DARMA AYU

BAB II GAMBARAN UMUM DAN KONDISI EKSISTING PELAYANAN PDAM TIRTA DARMA AYU BAB II II.1 Profil PDAM Tirta Darma Ayu II.1.1 Sejarah PDAM Tirta Darma Ayu Bermula pada tahun 1932 dibangunlah sebuah instalasi pengolahan air di Kabupaten Indramayu dengan kapasitas 20 liter/detik dan

Lebih terperinci

EVALUASI KINERJA TEKNIS PDAM TIRTA KEPRI PROVINSI KEPULAUAN RIAU

EVALUASI KINERJA TEKNIS PDAM TIRTA KEPRI PROVINSI KEPULAUAN RIAU ISSN : 2460-8815 EVALUASI KINERJA TEKNIS PDAM TIRTA KEPRI Ida Munfarida Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Sunan Ampel Surabaya Email: munfarida@uinsby.ac.id ABSTRAK Penilaian

Lebih terperinci

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG TERKAIT

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG TERKAIT PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG TERKAIT 1. UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah 2. PP 121/2015 tentnag Pengusahaan Sumber Daya Air 3. PP 122/2015 tentang Sistem Penyediaan Air Minum 4. Perpres 38/2015

Lebih terperinci

PERENCANAAN PROGRAM DAN PEMBIAYAAN PEMERINTAH MENUJU 100% AIR MINUM. Direktur Permukiman dan Perumahan, Bappenas Jakarta, Januari 2015

PERENCANAAN PROGRAM DAN PEMBIAYAAN PEMERINTAH MENUJU 100% AIR MINUM. Direktur Permukiman dan Perumahan, Bappenas Jakarta, Januari 2015 PERENCANAAN PROGRAM DAN PEMBIAYAAN PEMERINTAH MENUJU 100% AIR MINUM Direktur Permukiman dan Perumahan, Bappenas Jakarta, Januari 2015 UNIVERSAL AKSES AIR MINUM 15% Akses Dasar Akses tambahan untuk 100

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Gambar 4.1: Gedung Operasional PDAM Tirta Indragiri

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Gambar 4.1: Gedung Operasional PDAM Tirta Indragiri 51 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Tinjauan Umum Perusahaan Gambar 4.1: Gedung Operasional PDAM Tirta Indragiri Sumber: PDAM Tirta Indragiri Awalnya prasarana air bersih di Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

Mengalirkan Air Umbulan, Sejahterakan Masyarakat

Mengalirkan Air Umbulan, Sejahterakan Masyarakat Pemerintah Provinsi Jawa Timur Mengalirkan Air Umbulan, Sejahterakan Masyarakat Profil Proyek Kerjasama Pemerintah Swasta Sistem Penyediaan Air Minum Umbulan Provinsi Jatim Profil Proyek Kerjasama Pemerintah

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN UMUM PDAM TIRTA KAMUNING

BAB II TINJAUAN UMUM PDAM TIRTA KAMUNING BAB II TINJAUAN UMUM PDAM TIRTA KAMUNING 2.1 Sejarah Berdirinya PDAM TIRTA KAMUNING Perusahaan Daerah Air Minum Tirta Kamuning Kabupaten Kuningan adalah satusatunya Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), yang

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 21/PRT/M/2009 TENTANG

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 21/PRT/M/2009 TENTANG PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM NOMOR: 21/PRT/M/2009 TENTANG PEDOMAN TEKNIS KELAYAKAN INVESTASI PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM OLEH PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) DIREKTORAT JENDERAL CIPTA

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Di era otonomi daerah ini, pembangunan daerah berperan sebagai bagian. bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

I. PENDAHULUAN. Di era otonomi daerah ini, pembangunan daerah berperan sebagai bagian. bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme. I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Di era otonomi daerah ini, pembangunan daerah berperan sebagai bagian integral dari pembangunan nasional dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi daerah dan pengaturan

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis Kota Bekasi berada posisi 106º55 BT dan 6º7-6º15

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Secara geografis Kota Bekasi berada posisi 106º55 BT dan 6º7-6º15 V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Kondisi Objektif Kota Bekasi 5.1.1 Keadaan Geografis Kota Bekasi Secara geografis Kota Bekasi berada posisi 106º55 BT dan 6º7-6º15 LS dengan ketinggian 19 meter diatas

Lebih terperinci

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh:

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh: KEBIJAKAN DAN PENANGANAN PENYELENGGARAAN AIR MINUM PROVINSI BANTEN Oleh: R.D Ambarwati, ST.MT. Definisi Air Minum menurut MDG s adalah air minum perpipaan dan air minum non perpipaan terlindung yang berasal

Lebih terperinci

STUDI PENYUSUNAN PROGRAM PENYEHATAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) KABUPATEN LAMONGAN

STUDI PENYUSUNAN PROGRAM PENYEHATAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) KABUPATEN LAMONGAN STUDI PENYUSUNAN PROGRAM PENYEHATAN PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM (PDAM) KABUPATEN LAMONGAN Edy Wiyono Jurusan Teknik Lingkungan Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya Jl. Arief Rahman Hakim 100 Surabaya

Lebih terperinci

BADAN PENINGKATAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M D A N P E R U M A H A N R A K YAT

BADAN PENINGKATAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M D A N P E R U M A H A N R A K YAT BADAN PENINGKATAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM K E M E N T E R I A N P E K E R J A A N U M U M D A N P E R U M A H A N R A K YAT OUTLINE 1 2 3 PENDAHULUAN PENJELASAN MENGENAI PENILAIAN KINERJA

Lebih terperinci

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 30 TAHUN 2014

PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 30 TAHUN 2014 PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN BUPATI KARAWANG NOMOR : 30 TAHUN 2014 TENTANG RENCANA INDUK PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM KABUPATEN KARAWANG TAHUN 2014-2031 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan adalah proses yang dilakukan secara sadar dan berkelanjutan mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat. Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. kelangsungan hidup manusia. Untuk itu diperlukan suatu instalasi pengolahan air

BAB 1 PENDAHULUAN. kelangsungan hidup manusia. Untuk itu diperlukan suatu instalasi pengolahan air BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Salah satu sumber energi yang terpenting di dunia ini adalah air. Ketersediaan air yang cukup secara kuantitas, kualitas, dan kontinuitas sangat penting untuk

Lebih terperinci

- Laporan dan Analisa Berita Media Cetak dan Online Bidang Cipta Karya. Edisi: April 2014

- Laporan dan Analisa Berita Media Cetak dan Online Bidang Cipta Karya. Edisi: April 2014 - Laporan dan Analisa Berita Media Cetak dan Online Bidang Cipta Karya Edisi: April 2014 Isu Berita Media Cetak Pada bulan April 2014, berita media cetak yang terkait Direktorat Jenderal Cipta Karya (DJCK)

Lebih terperinci

BAB 2 EKSPLORASI ISU BISNIS

BAB 2 EKSPLORASI ISU BISNIS BAB 2 EKSPLORASI ISU BISNIS 2.1 Conceptual Framework Melalui wawancara dengan Ir. HM. Nasija Warnadi, MM. selaku Direktur PDAM Kabupaten Cirebon dan studi literatur dari buku (majalah) Air Minum terbitan

Lebih terperinci

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS

BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS BAB II EKSPLORASI ISU BISNIS 2.1 Conceptual Framework Berdasarkan hasil wawancara dan literatur, isu utama yang dihadapi PDAM Kota Bandung adalah nya kualitas pelayanan. Hal ini disebabkan oleh beberapa

Lebih terperinci

BAB III OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN

BAB III OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN BAB III OBJEK DAN METODOLOGI PENELITIAN III.1. Objek Penelitian III.1.1. Gambaran Umum Kota Tangerang III.1.1.1. Proses Terbentuknya Kota Tangerang Pembangunan kota administratif Tangerang secara makro

Lebih terperinci

MEKANISME PELAKSANAAN PROGRAM HIBAH AIR MINUM TA 2016

MEKANISME PELAKSANAAN PROGRAM HIBAH AIR MINUM TA 2016 MEKANISME PELAKSANAAN PROGRAM HIBAH AIR MINUM TA 2016 Ir. Mochammad Natsir, MSc. Direktur Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Lokakarya Penyiapan Pelaksanaan Program Hibah Air Minum APBN 2016 Jakarta,

Lebih terperinci

BAB 2 DASAR KEBIJAKAN BAGI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. 2.1 Rencana Pembangunan Nasional dan Regional

BAB 2 DASAR KEBIJAKAN BAGI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI. 2.1 Rencana Pembangunan Nasional dan Regional BAB 2 DASAR KEBIJAKAN BAGI PENGELOLAAN DAERAH ALIRAN SUNGAI 2.1 Rencana Pembangunan Nasional dan Regional Rencana pembangunan nasional baru-baru ini merupakan refleksi Kebijaksanaan pemerintahan baru.

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Muhammad Fauzi, FE UI, 2010.

BAB 1 PENDAHULUAN. Faktor-faktor yang..., Muhammad Fauzi, FE UI, 2010. BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pasal 33 Ayat 3 Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar

Lebih terperinci

KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN BADAN USAHA SWASTA

KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN BADAN USAHA SWASTA LEMBARAN DAERAH KOTA TANGERANG Nomor 5 Tahun 2000 Seri D PERATURAN DAERAH KOTA TANGERANG NOMOR 17 TAHUN 2000 T E N T A N G KERJASAMA PEMERINTAH DAERAH DENGAN BADAN USAHA SWASTA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki luas wilayah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki luas wilayah Jumlah Air (m 3 ) BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara kepulauan yang memiliki luas wilayah kurang lebih 5.180.053 km 2 yang terdiri dari 1.922.570 km 2 daratan dan 3.257.483

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Yogi S, dan M. Ikhsan. Standar Pelayanan Publik di Daerah

BAB 1 PENDAHULUAN. 1 Yogi S, dan M. Ikhsan. Standar Pelayanan Publik di Daerah BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air bersih merupakan salah satu infrastruktur perkotaan yang paling penting. Air bersih termasuk prasarana kota yang sangat berpengaruh bagi perkembangan kota, disamping

Lebih terperinci

KERANGKA ACUAN KERJA PENDAMPINGAN PENYUSUNAN RENCANA INDUK PENGEMBANGAN SPAM KABUPATEN TELUK WONDAMA

KERANGKA ACUAN KERJA PENDAMPINGAN PENYUSUNAN RENCANA INDUK PENGEMBANGAN SPAM KABUPATEN TELUK WONDAMA KERANGKA ACUAN KERJA PENDAMPINGAN PENYUSUNAN RENCANA INDUK PENGEMBANGAN SPAM KABUPATEN TELUK WONDAMA. Latar Belakang a. Dasar Hukum Sejalan dengan peran Pemerintah Pusat sebagai fasilitator dalam era otonomi

Lebih terperinci

CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR AIR MINUM

CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR AIR MINUM CHECKLIST DOKUMEN PRASTUDI KELAYAKAN KPBU SEKTOR AIR MINUM Checklist Dokumen Prastudi Kelayakan KPBU (Dokumen) ini bukan merupakan template yang bersifat WAJIB melainkan lebih kepada arahan mengenai hal-hal

Lebih terperinci

Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Ali Masduqi

Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum. Ali Masduqi Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum Ali Masduqi Penyediaan Air Minum Aspek Teknis Unit Air Baku Unit Produksi Unit Distribusi Unit Pelayanan Unit Pengelolaan Aspek Keuangan Aspek Sosial Tanggap Kebutuhan

Lebih terperinci

5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53 Tambahan Lembaran Negara No

5. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Tahun 2004 Nomor 53 Tambahan Lembaran Negara No PEMERINTAH KOTA PADANG PERATURAN DAERAH KOTA PADANG NOMOR 6 TAHUN 2011 TENTANG TAMBAHAN PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH KOTA PADANG PADA PERUSAHAAN DAERAH AIR MINUM KOTA PADANG DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

MODEL PEMILIHAN SKEMA KERJASAMA PEMERINTAH DAN SWASTA DALAM INVESTASI AIR MINUM MENGGUNAKAN PROSES JARINGAN ANALITIS (ANP) THESIS

MODEL PEMILIHAN SKEMA KERJASAMA PEMERINTAH DAN SWASTA DALAM INVESTASI AIR MINUM MENGGUNAKAN PROSES JARINGAN ANALITIS (ANP) THESIS MODEL PEMILIHAN SKEMA KERJASAMA PEMERINTAH DAN SWASTA DALAM INVESTASI AIR MINUM MENGGUNAKAN PROSES JARINGAN ANALITIS (ANP) THESIS Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Master dari Institut

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kebutuhan manusia akan air bersih untuk kehidupan dan menunjang berbagai kegiatannya harus ditunjang dengan ketersediaan air yang cukup secara kualitas, kuantitas dan

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM PERATURAN MENTERI PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA NOMOR 27/PRT/M/2016 TENTANG PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PEKERJAAN UMUM

Lebih terperinci

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI BAB 5 KESIMPULAN DAN REKOMENDASI Dalam bab ini akan dipaparkan temuan studi, kesimpulan, dan rekomendasi dari studi yang telah dilakukan. Di bagian akhir bab ini, juga akan dipaparkan mengenai kelemahan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang: bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 122 TAHUN 2015 TENTANG SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan

Lebih terperinci

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya

BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya BANGKITNYA INDONESIA. Prioritas Kebijakan untuk Tahun 2010 dan Selanjutnya Menyelesaikan Desentralisasi Pesan Pokok Pemerintah daerah (Pemda) di Indonesia kurang memiliki pengalaman teknis untuk meningkatkan

Lebih terperinci

SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM BERBASIS MASYARAKAT REGIONAL PASIGALA SEBAGAI ANTISIPASI DEGRADASI KETERSEDIAAN AIR PERMUKAAN DI KOTA PALU

SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM BERBASIS MASYARAKAT REGIONAL PASIGALA SEBAGAI ANTISIPASI DEGRADASI KETERSEDIAAN AIR PERMUKAAN DI KOTA PALU JURNAL GEOGRAFI Geografi dan Pengajarannya ISSN 1412-6982 e-issn : 2443-3977 Volume 15 Nomor 1 Juni 2017 SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM BERBASIS MASYARAKAT REGIONAL PASIGALA SEBAGAI ANTISIPASI DEGRADASI KETERSEDIAAN

Lebih terperinci

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL

BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL BAB 4 STRATEGI SEKTOR SANITASI KABUPATEN GUNUNGKIDUL 4.1 SASARAN DAN ARAHAN PENAHAPAN PENCAPAIAN Sasaran Sektor Sanitasi yang hendak dicapai oleh Kabupaten Gunungkidul adalah sebagai berikut : - Meningkatkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I-1

BAB I PENDAHULUAN I-1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan pokok bagi makhluk hidup termasuk manusia. Keberadaan air baik kualitas maupun kuantitas akan berpengaruh pada kehidupan manusia. Sistem penyediaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. alih pengetahuan, pengalaman dan teknologi dari awal kerjasama tahun hingga berakhir masa konsesi tahun 2022.

BAB I PENDAHULUAN. alih pengetahuan, pengalaman dan teknologi dari awal kerjasama tahun hingga berakhir masa konsesi tahun 2022. 1 BAB I PENDAHULUAN A. LatarBelakang Pelayanan air minum DKI Jakarta dikelola melalui kerjasama pemerintah swasta yaitu pemberian konsesi selama 25 tahun oleh pemerintah dalam hal ini PAM Jaya kepada operator

Lebih terperinci

Intisari Air Bersih Kabupaten Lamongan

Intisari Air Bersih Kabupaten Lamongan Intisari Air Bersih Kabupaten Lamongan 2 Intisari Air Bersih Kabupaten Lamongan 3 12 10 5 9 6 8 1 7 2 3 4 13 11 1. Wisata Bahari Lamongan (WBL) 2. LIS (Lamongan Intergrated Shorebase) 3. PT. Dok Pantai

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Visi, Misi, Strategi dan Tujuan

BAB I PENDAHULUAN. 1.2 Visi, Misi, Strategi dan Tujuan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Sejarah Perusahaan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kota Bandung pada mulanya milik Belanda didirikan tahun 1916 dengan nama Water Leiding Bednif (Perusahaan Air). Seiring dengan

Lebih terperinci

Kementerian PUPR Mendorong Peran Aktif Pemda Mencapai Target 100% Akses Aman Air Minum

Kementerian PUPR Mendorong Peran Aktif Pemda Mencapai Target 100% Akses Aman Air Minum Rilis PUPR #1 23 Oktober 2017 SP.BIRKOM/X/2017/518 Kementerian PUPR Mendorong Peran Aktif Pemda Mencapai Target 100% Akses Aman Air Minum Jakarta - Tidak hanya membangun konektivitas dan bendungan, Kementerian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Air merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, tanpa air tidak akan ada kehidupan di bumi. Karena pentingnya kebutuhan akan air bersih,

Lebih terperinci

TATA CARA KERJASAMA PENYELENGGARAAN SPAM

TATA CARA KERJASAMA PENYELENGGARAAN SPAM TATA CARA KERJASAMA PENYELENGGARAAN SPAM PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN YANG TERKAIT DENGAN KERJASAMA SPAM 1. UU 23/2014 2. PP 50/2007 3. PP 121/2015 4. PP 122/2015 5. PP 54/2017 6. Perpres 38/2015 7. Permen

Lebih terperinci

Konsep Program Hibah Air Minum Perdesaan Sumber Dana APBN Murni TA 2016

Konsep Program Hibah Air Minum Perdesaan Sumber Dana APBN Murni TA 2016 KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA Konsep Program Hibah Air Minum Perdesaan Sumber Dana APBN Murni TA 2016 Bali, 1 September 2015 Latar Belakang Tujuan Lingkup

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Objek Penelitian Kecamatan Baleendah merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kabupaten Bandung. Berdasarkan letak astronomisnya Kecamatan Baleendah terletak pada 107.46.35,5

Lebih terperinci

yang namanya Otonomi Daerah. Otonomi daerah di Indonesia sangat memegang peranan penting dalam

yang namanya Otonomi Daerah. Otonomi daerah di Indonesia sangat memegang peranan penting dalam BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Indonesia merupakan sebuah negara besar yang terdiri dari beribu-ribu pulau dan beraneka ragam suku bangsa dan budaya. Menjaga persatuan dan keutuhan bangsa sangatlah

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

BAB III METODOLOGI PENELITIAN BAB III METODOLOGI PENELITIAN Penelitian Model Pemilihan Skema Kerjasama Pemerintah dan Swasta dalam Investasi Air Minum Menggunakan Proses Jaringan Analitis (ANP) ini merupakan penelitian yang bersifat

Lebih terperinci

INFRASTRUKTUR AIR MINUM BERKELANJUTAN

INFRASTRUKTUR AIR MINUM BERKELANJUTAN DIREKTORAT PENGEMBANGAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM DIREKTORAT JENDERAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Temu Ilmiah Lingkungan, HCD 35 TH PSIL Universitas Indonesia INFRASTRUKTUR

Lebih terperinci

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA

LAPORAN KUNJUNGAN KERJA BADAN REGULATOR PELAYANAN AIR MINUM DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA LAPORAN KUNJUNGAN KERJA PDAM TIRTA KHATULISTIWA KOTA PONTIANAK Oleh : Ir. Tano Baya Ir. Tatit Palgunadi Camelia Indah Murniwati, ST Bidang

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG

PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG PEMERINTAH KABUPATEN BREBES LEMBARAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR : 12 TAHUN : 2006 SERI : E NO. :5 PERATURAN DAERAH KABUPATEN BREBES NOMOR 5 TAHUN 2006 TENTANG KEMITRAAN DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG

Lebih terperinci

ANALISA KEMAMPUAN DAN KEMAUAN MASYARAKAT BERLANGGANAN AIR BERSIH (Studi Kasus: SPAM Brondong-Paciran Kabupaten Lamongan )

ANALISA KEMAMPUAN DAN KEMAUAN MASYARAKAT BERLANGGANAN AIR BERSIH (Studi Kasus: SPAM Brondong-Paciran Kabupaten Lamongan ) ANALISA KEMAMPUAN DAN KEMAUAN MASYARAKAT BERLANGGANAN AIR BERSIH (Studi Kasus: SPAM Brondong-Paciran Kabupaten Lamongan ) Ayu Metalia 1) dan Nadjaji Anwar 2) 1) Manajemen Proyek, Magister Manajemen Teknologi

Lebih terperinci

ANALISIS LUAS LAHAN GARAPAN PER RUMAH TANGGA PETANI DI SELURUH KECAMATAN DAS CITARUM HULU

ANALISIS LUAS LAHAN GARAPAN PER RUMAH TANGGA PETANI DI SELURUH KECAMATAN DAS CITARUM HULU Analisis Luas Garapan Petani di DAS Citarum Hulu May 15, 2011 1. Pendahuluan ANALISIS LUAS LAHAN GARAPAN PER RUMAH TANGGA PETANI DI SELURUH KECAMATAN DAS CITARUM HULU Oleh: D.K. Kalsim 1 dan M. Farid Rahman

Lebih terperinci

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH

BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH BUPATI BANDUNG PROVINSI JAWA BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANDUNG NOMOR 12 TAHUN 2016 TENTANG PEMBENTUKAN DAN SUSUNAN PERANGKAT DAERAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BANDUNG, Menimbang :

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN

BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 1 BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN A. Sejarah Perusahaan Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Kabupaten didirikan berdasar kan Peraturan Daerah Kabupaten Daerah Tingkat II Bengkalis Nomor 4 Tahun 1994 Tanggal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagai sumber daya yang tersebar secara luas di bumi ini walaupun dalam jumlah yang berbeda, air terdapat dimana saja dan memegang peranan penting dalam kehidupan

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik

I. PENDAHULUAN. Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Daerah Irigasi Jatiluhur terletak di Daerah Aliran Sungai Citarum Provinsi Jawa Barat. Daerah Irigasi Jatiluhur dibangun oleh Pemerintah Republik Indonesia pada tahun

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. (Perusahaan Daerah Air Minum) Kabupaten Cilacap. Dengan perkembangan yang

BAB I PENDAHULUAN. (Perusahaan Daerah Air Minum) Kabupaten Cilacap. Dengan perkembangan yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Cilacap adalah salah satu Kabupaten terluas di Jawa Tengah dengan luas wilayah ± 225.360.480 Ha. jika dibanding dengan luas wilayah kabupaten-kabupaten

Lebih terperinci

PENENTUAN TARIF AIR MINUM PDAM KOTA KUALA KAPUAS

PENENTUAN TARIF AIR MINUM PDAM KOTA KUALA KAPUAS PENENTUAN TARIF AIR MINUM PDAM KOTA KUALA KAPUAS Imannuah, Retno Indryani Laboratorium Manajemen Konstruksi Jurusan Teknik Sipil FTSP ITS Telp 31-5939925, fax 31-593951 email: labmk_its@yahoo.com ABSTRAK

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan pembangunan pada suatu daerah sering membawa dampak, baik dari nilai positif maupun nilai negatif. Semakin berkembangnya suatu daerah tersebut akan meningkatkan

Lebih terperinci

WALI KOTA PALU PROVINSI SULAWESI TENGAH

WALI KOTA PALU PROVINSI SULAWESI TENGAH SALINAN WALI KOTA PALU PROVINSI SULAWESI TENGAH PERATURAN DAERAH KOTA PALU NOMOR 4 TAHUN 2016 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 8 TAHUN 2010 TENTANG PENYERTAAN MODAL PEMERINTAH DAERAH

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha Bentuk Usaha. PAM JAYA adalah Badan Usaha Milik Daerah yang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha Bentuk Usaha. PAM JAYA adalah Badan Usaha Milik Daerah yang 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Bentuk, Bidang, dan Perkembangan Usaha 1.1.1. Bentuk Usaha PAM JAYA adalah Badan Usaha Milik Daerah yang berkedudukan di Propinsi DKI Jakarta. PAM JAYA dipimpin oleh seorang Direktur

Lebih terperinci

BAB VI PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH

BAB VI PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH -100- BAB VI PENDANAAN PEMBANGUNAN DAERAH 6.1. Arah Kebijakan Pendanaan Pembangunan Daerah Arah kebijakan pembangunan daerah diarahkan dengan memanfaatkan kemampuan keuangan daerah secara efektif, efesien,

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Perusahan Umum yang bergerak di bidang penyediaan air baku dan listrik bagi

BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN. Perusahan Umum yang bergerak di bidang penyediaan air baku dan listrik bagi BAB II GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN 2.1 Sejarah Singkat Perusahaan Perum Jasa Tirta II adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbentuk Perusahan Umum yang bergerak di bidang penyediaan air baku dan listrik

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. adanya perubahan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang

BAB I PENDAHULUAN. adanya perubahan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Otonomi daerah di Indonesia banyak mengalami perkembangan dengan adanya perubahan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang pemerintah daerah. Melalui

Lebih terperinci

CONTOH BENTUK/MODEL KERJA SAMA DAERAH

CONTOH BENTUK/MODEL KERJA SAMA DAERAH LAMPIRAN II PERATURAN MENTERI DALAM NEGERI NOMOR : 22 TAHUN 2009 TANGGAL : 22 Mei 2009 CONTOH BENTUK/MODEL KERJA SAMA DAERAH Bentuk /model kerja sama daerah dapat dilaksanakan sebagai berikut : A. Bentuk/Model

Lebih terperinci

KAJIAN PENINGKATAN LAYANAN SISTEM PERPIPAAN AIR MINUM PERKOTAAN MOJOSARI KABUPATEN MOJOKERTO

KAJIAN PENINGKATAN LAYANAN SISTEM PERPIPAAN AIR MINUM PERKOTAAN MOJOSARI KABUPATEN MOJOKERTO KAJIAN PENINGKATAN LAYANAN SISTEM PERPIPAAN AIR MINUM PERKOTAAN MOJOSARI KABUPATEN MOJOKERTO Sutanto Kusumo 1*), Nieke Karnaningroem 2) 1) Program Magister Teknik Prasarana Lingkungan Permukiman Jurusan

Lebih terperinci

BADAN PENINGKATAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM

BADAN PENINGKATAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM BADAN PENINGKATAN PENYELENGGARAAN SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM 1 OUTLINE 1 2 3 4 5 OVERVIEW BPPSPAM PENILAIAN KINERJA PDAM LANDASAN HUKUM DAN TAHAPAN PROSES KERJASAMA PEMERINTAH DAN BADAN USAHA (KPBU) PROYEK

Lebih terperinci