ANALISIS SITUASI PEMBANGUNAN MANUSIA

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "ANALISIS SITUASI PEMBANGUNAN MANUSIA"

Transkripsi

1

2

3 ANALISIS SITUASI PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA BATU 2013

4 KOTA BATU ISSN : No. Publikasi : Katalog BPS : Ukuran Buku : 21 cm x 28 cm Jumlah Halaman : vi + 79 Halaman Naskah : Badan Pusat Statistik Kota Batu Diterbitkan Oleh : Badan Perencana Pembangunan Daerah Kota Batu "Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya"

5 KATA PENGANTAR Assalamu alaikum Warokhmatullohi Wabarokatuh Kinerja pembangunan suatu daerah dapat dinyatakan dengan berbagai indikator seperti Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Indeks Mutu Hidup dan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Publikasi Analisa Pembangunan Manusia menggunakan IPM sebagai dasar penilaian kinerja tersebut. Kelebihan IPM dibandingkan dengan indikator lainnya adalah selain mengukur sisi sosial, IPM juga mengukur dari sisi ekonomi. IPM dapat pula digunakan sebagai dasar penyusunan kerangka kerja dalam perencanaan pembangunan. Data-data yang ditampilkan dalam publikasi Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Batu Tahun 2013 ini sebisa mungkin mengacu pada indikatorindikator yang tertuang dalam Renstra Kota Batu Tahun Adapun data-data yang disajikan meliputi gambaran umum wilayah, kualitas penduduk, kondisi kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, dan perekonomian daerah. Karena beberapa keterbatasan yang ada memungkinkan masih banyak kekurangan yang terdapat dalam publikasi ini sehingga untuk hal tersebut kritik dan saran bersifat membangun guna penyempurnaan publikasi ini di masa mendatang sangat kami harapkan. Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan publikasi ini kami sampaikan terima kasih. Wassalamu'alaikum Warokhmatullohi Wabarokatuh Batu, Desember 2014 Kepala Sri Kadarwati, S.Si, MT NIP i

6 DAFTAR ISI KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... iv DAFTAR GRAFIK...v DAFTAR GAMBAR... vi BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang Maksud dan Tujuan Ruang Lingkup Sistematika Penyajian... 3 BAB II. METODOLOGI Konsep dan Definisi Metode Penghitungan Sumber Data Metode Analisis BAB III. GAMBARAN UMUM Gambaran Wilayah Pemerintahan Penduduk Potensi Wilayah Sarana dan Prasarana BAB IV. ANALISIS PEMBANGUNAN MANUSIA Indikator Pendidikan Indikator Kesehatan Indikator Perumahan Indikator Ketenagakerjaan Komponen-komponen Pembentuk IPM ii

7 BAB V. PENUTUP Kesimpulan Saran-Saran LAMPIRAN iii

8 DAFTAR TABEL Tabel Teks Halaman 2.1 Dimensi IPM Penduduk Kota Batu berdasarkan Hasil Susenas Tahun Persentase Penduduk menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Kota Batu, Tahun Laju Pertumbuhan Ekonomi berdasarkan PDRB Tahun Angka Melek Huruf dan Buta Huruf Kota Batu Tahun Persentase Penduduk usia 15 tahun keatas Menurut Pendidikan Yang Ditamatkan di Kota Batu Tahun Persentase Angka Partisipasi Sekolah (APS) Kota Batu Tahun Angka Harapan Hidup dan Angka Kematian Bayi Kota Batu Tahun Banyaknya fasilitas dan tenaga Kesehatan di Kota Batu Tahun Beberapa Indikator Kesehatan Kota Batu Tahun Persentase Rumah Tangga Menurut Kualitas Perumahan Kota Batu Tahun Persentase Rumah Tangga Menurut Fasilitas Perumahan Kota Batu Tahun Kondisi Ketenagakerjaan di Kota Batu Tahun Angka Harapan Hidup & Indeks Harapan Hidup Kota Batu Tahun Angka Melek Huruf, Rata-rata Lama Sekolah & Indeks Pendidikan Kota Batu Tahun Indeks PPP Kota Batu tahun Besarnya Nilai IPM dan Komponen-komponennya Kota Batu selama tahun iv

9 DAFTAR GRAFIK Grafik Teks Halaman 3.1. Piramida Penduduk Kota Batu Tahun Rata-rata Lamanya Sekolah Penduduk Kota Batu Tahun Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Harapan Hidup (AHH) Kota Batu Tahun Proporsi Balita Yang Persalinannya Ditolong Oleh Tenaga Medis Tahun Indikator dan Komponen IPM Kota Batu Tahun v

10 DAFTAR GAMBAR Grafik Teks Halaman 3.1. Peta Kota Batu vi

11 I. PENDAHULUAN

12 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Beberapa kalimat pembuka pada Human Development Report (HDR) pertama yang dipublikasikan oleh United Nations Development Programme (UNDP) pada tahun 1990 secara jelas menekankan pesan utama yang dikandung oleh setiap laporan pembangunan manusia baik ditingkat global, tingkat nasional maupun tingkat daerah, yaitu pembangunan yang berpusat pada manusia yang menempatkan manusia sebagai tujuan akhir dari pembangunan, dan bukan sebagai alat bagi pembangunan. Berbeda dengan konsep pembangunan yang memberikan perhatian utama pada pertumbuhan ekonomi, dengan asumsi bahwa pertumbuhan ekonomi pada akhirnya akan menguntungkan manusia. Pembangunan manusia memperkenalkan konsep yang lebih luas dan lebih komprehensip yang mencakup semua pilihan yang dimiliki oleh manusia di semua golongan masyarakat pada semua tahap pembangunan. Pembangunan manusia memperluas pembahasan tentang konsep pembangunan dari diskusi tentang cara-cara (pertumbuhan Produk Domestik Bruto) ke diskusi tentang tujuan akhir dari pembangunan. Pembangunan manusia juga merupakan perwujudan tujuan jangka panjang dari suatu masyarakat, dan meletakkan pembangunan di sekeliling manusia, bukan manusia di sekeliling pembangunan. Pembangunan manusia mencakup dimensi yang sangat luas. Upaya membuat pengukuran pencapaian pembangunan manusia yang telah dilakukan di suatu wilayah harus dapat memberikan gambaran tentang dampak dari pembangunan manusia bagi penduduk dan sekaligus dapat memberikan gambaran tentang persentase pencapaian terhadap sasaran ideal. Salah satu indikator penting yang dapat digunakan dalam perencanaan dan evaluasi pembangunan baik pada tingkat regional dan nasional dikenal dengan istilah Indeks Pembangunan Manusia (IPM). IPM mencakup tiga bidang pembangunan yang dianggap paling mendasar, yaitu : usia hidup, pengetahuan dan hidup layak. Berdasarkan pengalaman pembangunan di berbagai daerah diperoleh 1

13 1 pembelajaran bahwa untuk mempercepat pembangunan manusia dapat dilakukan antara lain melalui 2 bidang yaitu distribusi pendapatan yang merata dan alokasi belanja publik yang memadai untuk pendidikan dan kesehatan. Pembangunan yang telah dilaksanakan selama ini ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata, baik dibidang pendidikan, ekonomi maupun sosial. Pada tahun 2013 IPM Kota Batu sudah mencapai 76,09 dan menempati urutan ke 9 dari 38 Kabupaten/Kota se-jawa Timur. Capaian IPM di Kota Batu tidak lepas dari strategi pembangunan yang dijalankan oleh Pemerintah Kota Batu selama tahun Maksud dan Tujuan Penulisan laporan ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran umum mengenai keadaan wilayah Kota Batu serta kinerja dan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai sampai tahun Adapun tujuan dari penyusunan Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Batu Tahun 2013 adalah: a) Menyediakan kebutuhan informasi mengenai potensi suatu wilayah, status sosial ekonomi penduduk, dan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai, untuk mendukung kajian kebijakan dan evalusi program pembangunan di Kota Batu. b) Memenuhi kebutuhan tuntutan Otonomi Daerah. Dengan adanya otonomi daerah sekarang ini, setiap daerah harus mampu melakukan perencanaan pembangunan sendiri yang otomatis memerlukan informasi data-data penunjang perencanaan pembangunan. c) Informasi yang tertuang dalam Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Batu Tahun 2013 dapat menjadi masukan bagi pejabat di daerah dalam mengambil keputusan. d) Sebagai pedoman bagi instansi pemerintah dalam rangka memenuhi tuntutan transparansi masyarakat. Artinya bahwa masyarakat sekarang ini menuntut kepada aparat pemerintah termasuk pemerintah daerah untuk melaksanakan pemerintahan yang baik (good governance). 2

14 1 e) Meningkatkan pelayanan kepada masyarakat konsumen data baik dari segi jenis data maupun kelengkapan data, sehingga masyarakat bisa memperoleh informasi yang obyektif terhadap dampak kebijaksanaan publik Ruang Lingkup Penentuan ruang lingkup bertujuan agar penulisan yang dilakukan dapat lebih fokus dan tidak tumpang tindih antara bahasan yang satu dengan yang lain. Ruang lingkup penulisan pada dasarnya dibagi dua bagian, yaitu ruang lingkup studi dan ruang lingkup wilayah. Ruang lingkup studi menggambarkan bidang apa saja yang akan diteliti dan dianalisis. Pada penulisan ini ruang lingkup studinya adalah bidang kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan dan kondisi perekonomian. Sedangkan ruang lingkup wilayah menggambarkan wilayah yang akan diteliti dan dianalisis adalah Kota Batu keadaan sampai tahun Sistematika Penyajian Sistematika penyajian Analisis Situasi Pembangunan Manusia (ASPM) di Kota Batu Tahun 2013 ini mencakup 7 bab dengan perincian sebagai berikut : Bab I merupakan bab pendahuluan yang mencakup latar belakang, maksud dan tujuan, ruang lingkup dan sistematika penyajian. Bab II merupakan bab metodologi yang membahas tentang konsep dan definisi, metode penghitungan IPM, serta sumber data dan metode analisisnya Bab III membahas mengenai gambaran umum keadaan di Kota Batu yang mencakup gambaran wilayah, pemerintahan, kependudukan, potensi ekonomi dan sarana prasarana. Bab IV membahas mengenai analisis pembangunan manusia dari komponen IPM seperti pendidikan, kesehatan, perumahan dan ketenagakerjaan. Bab V merupakan kesimpulan dan saran-saran yang selanjutnya bisa diaplikasikan dalam pertimbangan penyusunan berbagai kepentingan. Selanjutnya, penulisan ini dilengkapi dengan lampiran beberapa tabel-tabel yang dianggap relevan. 3

15 II. METODOLOGI

16 2 BAB II METODOLOGI Indeks pembangunan manusia (IPM) adalah indeks komposit yang dibuat lebih dari satu indeks yang digabung menjadi indeks tunggal. Indeks ini penting untuk melihat sampai seberapa jauh pertumbuhan dan pemerataan hasil pembangunan mampu secara nyata memberikan output berupa peningkatan kebutuhan fisik dasar manusia dan perluasan kemampuan manusia untuk melakukan pilihan-pilihan. Agak berbeda dengan Indeks Mutu Hidup (IMH) yang berfungsi sebagai indikator fisik (mengukur tingkat kemajuan), maka IPM cenderung berfungsi sebagai indikator posisi (membandingkan keberhasilan pembangunan antar waktu atau wilayah). Sebagai ukuran kemajuan pembangunan manusia, IPM dapat digunakan untuk mengkaji kemajuan pembangunan manusia dalam dua aspek. Pertama, untuk perbandingan antar wilayah yang memperlihatkan posisi suatu wilayah relatif terhadap wilayah yang lain berdasarkan besaran IPM yang disusun dalam suatu peringkat dari kemajuan pembangunan manusia di berbagai wilayah dalam kawasan yang sama. Kedua, untuk mengkaji kemajuan dari pencapaian setelah berbagai program diimplementasikan dalam suatu periode. 2.1 Konsep dan Definisi Supaya lebih mudah memahami isi bahasan di publikasi Analisis Situasi Pembangunan Manusia Kota Batu disini perlu dijelaskan mengenai konsep dan definisi masing-masing sub bahasan. Akses terhadap air bersih : persentase rumahtangga yang menggunakan air minum yang berasal dari air meneral, air leding/pam, pompa air, sumur atau mata air yang terlindung. Akses terhadap sanitasi : persentase rumah tangga yang memiliki kamar mandi sendiri atau dapat menggunakan fasilitas kamar mandi umum. 4

17 2 Angka buta huruf (ABH) : proporsi penduduk berusia 10 tahun keatas yang tidak dapat membaca dan menulis dalam huruf latin atau lainnya. Dihitung dengan cara 100 dikurangi dengan angka melek huruf (dewasa). Angka Harapan Hidup (AHH) pada waktu lahir : perkiraan lama hidup ratarata penduduk dengan asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas menurut umur. Angka Kematian Bayi (IMR) : jumlah bayi yang meninggal sebelum mencapai usia satu tahun per 1000 kelahiran hidup. Angka Melek Huruf (AMH) : proporsi penduduk usia 10 tahun keatas yang dapat membaca dan menulis dalam huruf latin atau lainnya. Angka Morbiditas : proporsi dari keseluruhan penduduk yang menderita akibat masalah kesehatan (keluhan) hingga mengganggu aktifitas sehari-hari selama satu bulan terakhir. Angka Partisipasi Sekolah : proporsi dari keseluruhan penduduk dari berbagai kelompok usia tertentu ( 7-12, 13 15, 16 18, dan ) yang masih duduk dibangku sekolah. Angka Partisipasi Tenaga Kerja: proporsi dari penduduk usia kerja yang termasuk angkatan kerja. Angka Putus Sekolah : proporsi dari penduduk berusia antara 7 hingga 15 tahun yang tidak terdaftar pada berbagai tingkatan pendidikan dan tidak menyelesaikan sekolah dasar atau sekolah menengah tingkat pertama. Angkatan Kerja: jumla penduduk usia kerja yang bekerja atau sedang mencari pekerjaan. Penduduk usia kerja adalah jumlah penduduk yang berusia 15 tahun atau lebih. Bekerja : kegiatan melakukan pekerjaan dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh penghasilan atau keuntungan paling sedikit selama 1 (satu) jam dalam seminggu yang lalu. Bekerja selama satu jam tersebut harus dilakukan berturut-turut dan tidak terputus. 5

18 2 Enrolment, Gross enrolment ratio : adalah jumlah pelajar yang terdaftar di suatu tingkat pendidikan, tanpa memperhatikan umur, sebagai persentase terhadap jumlah populasi usia sekolah resmi untuk pendidikan tersebut. Net enrolment ratio adalah jumlah pelajar pada kisaran usia resmi yang terdaftar di tingkat pendidikan tertentu sebagai persentase dari jumlah penduduk yang berada pada usia resmi untuk tingkat pendidikan tersebut. Usia sekolah resmi di Indonesia adalah 7 hingga 12 untuk sekolah dasar, 13 hingga 15 untuk sekolah menengah pertama, 16 hingga 18 untuk sekolah menengah atas, dan 19 hingga 24 untuk perguruan tinggi Indeks Daya Beli : salah satu dari tiga komponen indeks pembangunan manusia yang didasarkan pada paritas daya beli (PPP) disesuaikan dengan rumus Atkinson. Nilai indeks berkisar Indeks Harapan Hidup : salah satu dari tiga komponen indeks pembangunan manusia. Nilai indeks ini berkisar antara Indeks Harga Konsumen (IHK) : indeks yang menunjukkan perbandingan relatif antara tingkat harga pada saat bulan survei dan tingkat harga pada bulan sebelumnya, yang ditimbang dengan nilai konsumsi pada kedua bulan tersebut. IHK dihitung dengan formula Laspeyres yang dikembangkan. Indeks Pembangunan Manusia (IPM) : indeks komposit yang disusun dari tiga indikator: lamanya hidup yang diukur dengan angka harapan hidup ketika lahir; pendidikan yang diukur berdasarkan rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf penduduk usia 15 tahun ke atas; dan standart hidup yang diukur dengan pengeluaran per kapita (PPP rupiah). Nilai indeks berkisar antara Indeks Pendidikan: salah satu dari tiga komponen indeks pembangunan manusia. Indeks ini didasarkan pada kombinasi antara angka melek huruf dikalangan penduduk dewasa dan rata-rata lamanya sekolah. Nilai indeks tersebut berkisar antara 0 hingga 100. Paritas Daya Beli (Purchasing Power Parity PPP) : PPP memungkinkan dilakukannya perbandingan harga-harga riil antar propinsi dan antar kabupaten, mengingat nilai tukar yang biasa digunakan dapat menurunkan atau menaikkan 6

19 2 nilai daya beli yang terukur dari konsumsi per kapita yang telah disesuaikan. Dalam konteks PPP untuk Indonesia, satu rupiah di suatu propinsi memiliki daya beli yang sama dengan satu rupiah di Jakarta. PPP dihitung berdasarkan pengeluaran riil per kapita setelah disesuaikan dengan indeks harga konsumen dan penurunan utilitas marginal yang dihitung dengan rumus Atkinson. Pengangguran Terbuka : proporsi dari keseluruhan penduduk yang sedang mencari pekerjaan dibandingkan dengan keseluruhan angkatan kerja. Pengobatan sendiri : suatu usaha yang dilakukan oleh anggota-angota rumahtangga untuk melakukan perawatan sendiri dengan menggunakan obatobatan modern maupun tradisional, pemijatan atau bentuk-bentuk perawatan dan pengobatan tradisional lainnya untuk mengatasi masalah kesehatan yang diderita. Persalinan bayi yang ditolong tenaga kesehatan: persentase anak umur 0 hingga 4 tahun yang kelahirannya dibantu oleh petugas kesehatan (dokter, juru rawat, bidan, dan tenaga paramedik lainnya). Pertumbuhan ekonomi: perubahan relatif nilai riil produk domestik bruto dalam suatu periode tertentu. Produk domestik regional bruto: jumlah nilai tambah bruto (total output dari barang dan jasa) yang diproduksi oleh semua sektor ekonomi di suatu negara selama periode tertentu. Produk domestik bruto atas dasar harga berlaku: merujuk pada nilai produk domestik bruto berdasarkan nilai uang yang berlaku pada tahun tersebut. Produk domestik bruto atas dasar harga konstan : merujuk pada nilai produk domestik bruto berdasarkan nilai uang pada tahun yang dipergunakan sebagai tahun dasar. Produk domestik bruto per kapita : nilai dari produk domestik bruto dibagi dengan jumlah penduduk pada tengah tahun. Rata-rata lama sekolah: rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk berusia 15 tahun keatas untuk menempuh semua jenis pendidikan formal yang pernah dijalani. 7

20 2 Rasio Jenis Kelamin : Perbandingan antara jumlah penduduk laki-laki terhadap perempuan dikalikan 100 Tingkat pengangguran terbuka : perbandingan penduduk yang mencari kerja terhadap jumlah angkatan kerja. Tingkat kesempatan kerja : perbandingan penduduk yang bekerja terhadap jumlah angkatan kerja. 2.2 Metode Penghitungan Secara umum, metodologi penghitungan yang digunakan dalam penelitian ini mengikuti metodologi yang telah diterapkan oleh UNDP dalam menyusun Human Development Index (HDI) tahun 1994, yang juga telah diterapkan BPS. Teknik dan perumusan penghitungan dikutip dari publikasi BPS (1994). IPM disusun dari tiga komponen: lamanya hidup, diukur dengan harapan hidup pada saat lahir; tingkat pendidikan, diukur dengan kombinasi antara angka melek huruf pada penduduk dewasa (dengan bobot dua pertiga) dan rata-rata lamanya sekolah (dengan bobot sepertiga); dan tingkat kehidupan yang layak, diukur dengan pengeluaran per kapita yang telah disesuiakan (PPP rupiah). Masing-masing komponen tersebut terlebih dahulu dihitung indeksnya sehingga bernilai 0 (buruk) dan 1 (terbaik) untuk memudahkan analisa biasanya dikalikan 100. Teknik penyusunan indeks tersebut pada dasarnya mengikuti rumus sebagai berikut: 3 1 IPM I dimana 3 i 1 ( i) I ( i) { X ( i) Min. X ( i) } { Max. X Min. X ( i) ( i) } dimana: I (i) : Indeks komponen IPM ke i (i=1,2,3) X (i) : Nilai indikator komponen IPM ke i Max.X (i) Min. X (i) : Nilai maksimum X (i) (lihat tabel di bawah) : Nilai minimum X (i) (lihat tabel di bawah) 8

21 2 Nilai maksimum dan minimum yang digunakan dalam penghitungan IPM menurut BPS, sebagai berikut : Indikator Komponen IPM Nilai Minimum Nilai Maksimum Catatan Angka Harapan Hidup Angka Melek Huruf Rata-rata Lama Sekolah Purchasing Power Parity *) 25, b) 85, a) Standart UNDP Standart UNDP Standart UNDP Disesuaikan Catatan * a) Proyeksi pengeluaran riil/unit/tahun untuk propinsi di Indonesia yang memiliki angka tertinggi (Jakarta) pada 2018 setelah disesuaikan dengan formula Atkinson. Proyeksi mengasumsikan tingkat pertumbuhan daya beli sebesar 6,5 persen pertahun selama b) Setara dengan dua kali garis kemiskinan untuk propinsi yang memiliki tingkat konsumsi per kapita terendah pada tahun 1990 (daerah pedesaan di Sulawesi Selatan). Untuk tahun 1999, nilai minimum disesuaikan menjadi Rp Penyesuaian ini dilakukan karena krisis ekonomi telah menyebabkan penurunan daya beli masyarakat secara drastis sebagimana terlihat dari peningkatan angka kemiskinan dan penurunan upah riil. Penambahan sebesar Rp didasarkan pada perbedaan antara garis kemiskinan lama dengan garis kemiskinan baru yang jumlahnya Rp per bulan (= Rp per tahun). Seperti yang diuraiakan diatas bahwa IPM ( Indeks Pembagunan Manusia) disusun dari tiga dimensi yaitu : Umur panjang dan sehat, pengetahuan dan kualitas hidup yang layak. Uraian dimensi tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini : 9

22 2 Tabel 2.1. Dimensi IPM Dimensi Indikator Indeks Dimensi Umur Panjang Angka harapan Indeks Harapan Hidup Dan sehat hidup pd saat lahir ( e 0 ) X 1 Pengetahuan 1. Angka Melek Huruf Indeks Pendidikan ( AMH ) IPM 2. Rata-rata lama sekolah ( MYS ) X 2 Kehidupan Pengeluaran perkapita riil Indeks Pendapatan yang layak yang disesuaikan ( PPP Rupiah ) X 3 IPM = Indeks X 1 + Indeks X 2 + Indeks X 3 3 dimana : a. Indeks X 1 : Indeks Lamanya Hidup b. Indeks X 2 : Indeks Pendidikan terdiri dari dua komponen : i. AMH : Angka Melek Huruf Diberi bobot 2/3 ii. MYS : Rata-rata Lamanya Sekolah Diberi bobot 1/3 c. Indeks X 3 : Indeks Pendapatan Hasil penghitungan IPM akan memberikan gambaran seberapa jauh suatu wilayah telah mencapai sasaran yang ditentukan yaitu angka harapan hidup 85 tahun, pendidikan dasar bagi semua lapisan masyarakat tanpa terkecuali dan tingkat pengeluaran konsumsi yang telah mencapai standart hidup layak. Semakin dekat IPM suatu wilayah terhadap angka 100 maka semakin dekat dengan sasaran yang dicapai. 10

23 2 Untuk memahami makna nilai IPM, maka PBB melalui UNDP (United Nation Development Programme) memberikan kriteria sebagai berikut: Tingkatan Status Rendah Menengah bawah Menengah Atas Tinggi Kriteria IPM < IPM < IPM < 80 IPM 80 Disamping itu, IPM juga dapat digunakan untuk mengukur tingkat kemajuan pencapaian terhadap sasaran ideal (IPM = 100 ) yang biasanya disebut reduksi shortfall per tahun. Angka tersebut mengukur rasio pencapaian kesenjangan antara jarak yang sudah ditempuh dengan yang harus ditempuh untuk mencapai kondisi yang ideal. Dalam pengertian sehari-hari reduksi shortfall dikatakan sebagai suatu kepekaan terhadap perlakuan yang diberikan berkaitan dengan pembangunan manusia. Semakin tinggi nilai reduksi shortfall disuatu wilayah, maka semakin cepat kenaikan IPM yang dicapai dalam suatu periode. Penghitungan adalah dengan formula sebagai berikut : 1/t R = IPM t1 - IPM to IPM ref IPM to X100 dimana : R : Reduksi shortfall per tahun; IPM t 0 : IPM tahun awal; IPM t1 : IPM tahun terakhir dan IPM ref : IPM acuan atau ideal yang dalam hal ini sama dengan 100. Ada 4 kategori reduksi shortfall pertahun, yaitu sangat lambat jika < 1,3; lambat jika 1,3 1,5; menengah jika 1,5 1,7 dan cepat jika >1,7. Semakin besar 11

24 2 reduksi shortfall pertahun maka semakin besar kemajuan yang dicapai daerah tersebut dalam periode itu. Kemudian untuk penghitungan masing-masing komponen adalah sebagai berikut: (a) Angka Harapan Hidup (e 0 ) Seperti halnya UNDP usia hidup diukur dengan angka harapan hidup waktu lahir (life expectancy at birth ) yang biasa dinotasikan dengan e 0. Karena Indonesia tidak memiliki sistem vital registrasi yang baik maka e 0 dihitung dengan metode tidak langsung. Metode ini menggunakan dua macam data dasar yaitu rata-rata anak yang dilahirkan hidup/alh (live births) dan rata-rata anak yang masih hidup/amh (still living) per wanita usia tahun menurut kelompok umur lima tahunan. Penghitungan e 0 dilakukan dengan menggunakan software Mortpak Lite. Angka e 0 yang diperoleh dengan metode tidak langsung ini merujuk pada keadaan 3-4 tahun dari tahun survei. (b) Angka Melek Huruf (L it ) dan Rata-rata Lama Sekolah (MYS) Kedua, indikator pendidikan ini diharapkan mencerminkan tingkat pengetahuan dan ketrampilan. Karena Lit dianggap tidak terlalu peka menggambarkan variasi propinsi, maka untuk mengurangi kelemahan tersebut maka dimasukkan rata-rata lamanya sekolah (MYS) dalam penghitungan rata-rata indeks pendidikan (IP) dihitung dengan cara sebagai berikut: IP = 2/3 Indeks Lit + 1/3 Indeks MYS Populasi yang digunakan dalam penghitungan MYS dibatasi pada penduduk berumur 25 tahun keatas, dengan alasan penduduk yang berusia kurang dari 25 tahun masih dalam proses sekolah sehingga angka lebih mencerminkan pada kondisi yang sebenarnya. Namun populasi yang digunakan oleh BPS adalah penduduk berumur 15 tahun keatas dengan asumsi bahwa program wajar 9 tahun dianggap sudah tuntas. Langkah penghitungannya adalah dengan memberi bobot variabel pendidikan yang ditamatkan/jenjang pendidikan, selanjutnya menghitung rata-rata 12

25 2 tertimbang dari variabel tersebut sesuai dengan bobotnya yang dirumuskan sebagai berikut: MYS fi fi si di mana : MYS : rata-rata lama sekolah (dalam tahun) fi : frekuensi penduduk yang berumur 15 tahun ke atas untuk jenjang pendidikan ke-i si : skor masing-masing jenjang pendidikan i i : jenjang pendidikan (i=1,2,...), lihat tabel di bawah (MYS) Jenjang pendidikan dan skor untuk menghitung Rata-rata Lama Sekolah Jenjang Pendidikan Skor 1. Tidak/belum pernah sekolah 0 2. Sedang Sekolah SD kelas 1 s/d 6 1 s/d 6 3. Tamat SD 6 4. Sedang Sekolah SMP kelas 1 s/d 3 7 s/d 9 5. Tamat SMP 9 6. Sedang Sekolah SMA kelas 1 s/d 3 10 s/d Tamat SMA 12 13

26 2 8. Sedang Sklh Diploma Tk 1s/d 3 13 s/d Tamat D III Tamat D IV 16 Jenjang Pendidikan Skor 12. Magister (S2) Doktor (S3) 21 Angka melek huruf diolah dari variabel kemampuan membaca dan menulis, sedangkan rata-rata lamanya sekolah dihitung menggunakan tiga variabel secara simultan yaitu partisipasi sekolah, tingkat/kelas yang sedang/pernah dijalani dan jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Rata-rata lamanya sekolah secara sederhana dapat diilustrasikan sebagai berikut: misal di Kota Batu ada 5 orang tamatan SD, 5 orang tamatan SMP, 5 orang tamatan SMA, dan 5 orang tidak sekolah sama sekali, maka rata-rata lamanya sekolah di Kota Batu adalah {5(6) + 5(9) + 5(12) + 5 (0) } : 20 = 6,25 tahun. (c) Kemampuan Daya Beli Dengan dimasukkannya variabel Purchasing Power Parity sebagai ukuran paritas daya beli, IPM secara konseptual jelas lebih lengkap dalam merefleksikan taraf pembangunan manusia, dan dianggap lebih baik dibanding IMH (Indeks Mutu Hidup). Ukuran yang digunakan dalam hal ini adalah konsumsi per kapita riil yang telah disesuaikan. Sumber data yang digunakan adalah angka Susenas Adapun batasan nilai Purchasing Power Parity/konsumsi perkapita yang disesuaikan antara nilai minimal sampai yang maksimal pada kondisi tahun berjalan, 14

27 2 angka ini didapat dari mengalikan PPP minimal dan maksimal tahun tersebut dengan angka laju pertumbuhan ekonomi nasional tahun dasar dan tahun berjalan. Penghitungan konsumsi per kapita riil yang telah disesuaikan dilakukan melalui 5 (lima) tahapan sebagai berikut: 1) Menghitung rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dengan menggunakan data Susenas Hasil penghitungan dikali 12 untuk memperoleh angka tahunan (E) 2) Menghitung nilai pengeluaran riil (E) yaitu dengan membagi rata-rata pengeluaran dengan IHK pada tahun yang bersangkutan. 3) Menghitung PPP (unit) semacam faktor pengali R untuk menghilangkan perbedaan antar daerah. 4) Menghitung nilai PPP dalam rupiah (Y*) dengan rumus: Y* = E R Dimana Y* : PPP (rupiah) E : Pengeluaran per tahun dalam harga konstan R : PPP (unit ) 5) Menghitung penyesuaian PPP (rupiah) atau rata-rata konsumsi riil dengan menggunakan formula Atkinson(Y**) : Y** = Y* jika Y* Z = Z + 2(Y* - Z) (1/2) jika Z < Y * 2Z = Z + 2Z (1/2) + 3 (Y* -2Z) (1/3) jika 2Z < Y* 3Z = Z + 2Z (1/2) + 3 (Y*-2Z) (1/3) + 4 (Y*-3Z) (1/4) jika 3Z < Y* 4Z) dimana : Y* : Nilai PPP dari nilai riil pengeluaran perkapita Z : batas tingkat pengeluaran yang ditetapkan secara arbiter sebesar Rp perkapita per tahun atau Rp perkapita per hari Pengertian paritas daya beli secara sederhana dapat dijelaskan sebagai berikut: misalkan ada 3 orang Kota Batu (X, Y, Z) yang berasal dari 3 kecamatan 15

28 2 berbeda (A, B, C). Tiga orang tersebut mempunyai penghasilan bulanan, yang kalau diukur dengan rupiah, sama persis. Namun, penghasilan X di kecamatan A, apabila seluruh penghasilan sebulan dibelikan beras, memperoleh 5 kwintal, dengan penghasilan yang sama Y di kecamatan B dapat membeli 4 kwintal; dan Z dikecamatan C dapat membeli 10 kwintal. Paritas daya beli masing-masing X, Y, Z menggambarkan daya beli riil yaitu 5, 4 dan 10 kwintal beras. 2.3 Sumber Data Sumber data yang digunakan dalam penulisan ini berasal dari hasil pengolahan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2011, hasil penghitungan IHK Kota Malang tahun 2011 serta data sekunder yang berasal Publikasi Daerah Dalam Angka dan Analisis Indikator Makro Sosial Ekonomi Jawa Timur Tahun Metode Analisis Pada dasarnya metode analisis statistik dibagi menjadi 2 kelompok yaitu statistik diskriptif dan statistik inferensia. Statistik deskriptif adalah metode yang berkaitan dengan pengumpulan dan penyajian data yang memberikan informasi yang berguna. Statistik Inferensia mencakup semua metode analisis data dengan menggunakan berbagai macam prosedur pengujian secara statistik. Dalam penyusunan laporan ini metode yang digunakan adalah metode deskriptif karena tidak ada pengujian secara statistik di dalamnya. 16

29 III. GAMBARAN UMUM

30 3 BAB III GAMBARAN UMUM 3.1 Gambaran Wilayah Letak Geografis dan Administrasi Kota Batu adalah salah satu wilayah pemerintahan kecil di Propinsi Jawa Timur yang mempunyai letak strategis. Kota ini berbeda dengan kota-kota lain di Indonesia, memiliki keunikan tersendiri. Kota yang tergolong relative baru tersebut, sekalipun cukup jelas nuansa perkotaannya, ternyata masih sangat dipengaruhi oleh ciri-ciri [karakteristik] perdesaan. Daerah dengan udara yang sejuk, pemandangan alam yang indah, serta buah apelnya yang terkenal. Kota ini berada pada jalur transit yang dapat menjadi pilihan untuk melanjutkan perjalanan melalui jalur selatan menuju kota-kota di Jawa Tengah dan Yogyakarta. Daerah ini bisa dicapai dengan kendaraan roda empat dalam waktu kurang lebih 2,5 jam ke arah Selatan dari Kota Surabaya. Secara umum, Kota Batu dapat dibagi menjadi 2 bagian utama yaitu daerah lereng/bukit dengan proporsi lebih luas dan daerah dataran. Luas kawasan Kota Batu secara keseluruhan adalah sekitar ,72 ha atau sekitar 0,42 persen dari total luas Jawa Timur. Sebagai daerah yang topografinya sebagian besar wilayah perbukitan, Kota Batu memiliki pemandangan alam yang sangat indah, sehingga banyak dijumpai tempat-tempat wisata yang mengandalkan keindahan alam pegunungan. Kondisi topografi pegunungan dan perbukitan tersebut menjadikan Kota Batu terkenal sebagai daerah dingin. Selama berada di Kota Batu, pengunjung dapat menikmati berbagai fasilitas yang tersedia seperti akomodasi dan tempat wisata alam maupun buatan yang banyak diminati sebagai tujuan wisata utama di Provinsi Jawa Timur. Kota Batu terdiri dari 3 (tiga) kecamatan, yaitu : Wilayah kecamatan Batu, Kecamatan Bumiaji dan Kecamatan Junrejo. Secara geografis Kota Batu terletak pada posisi antara , 55,11 sampai dengan , 35,45 Lintang Selatan dan 17

31 ,10,90 sampai dengan ,00,00 Bujur Timur. Adapun Batas-batas Kota Batu adalah sebagai berikut : Utara : Kecamatan Prigen, Kabupaten Mojokerto Selatan : Kec. Dau & Kec. Wagir, Kabupaten Malang Timur : Kec. Karangploso & Kec. Dau Kabupaten Malang Barat : Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang. Gambar 3.1. Peta Kota Batu Keadaan Topografi dan Klimatologi Secara umum wilayah Kota Batu merupakan daerah perbukitan dan pegunungan. Diantara gunung-gunung yang ada di Kota Batu, ada tiga gunung yang telah diakui secara nasional, yaitu Gunung Panderman (2.010 meter), Gunung Welirang (3.156 meter) dan Gunung Arjuno (3.339 meter). Berdasarkan ketinggiannya, Kota Batu diklasifikasikan kedalam 6 (enam) kelas, yaitu : 18

32 DPL dengan luas 6.019,21 Ha Wilayah yang termasuk dalam ketinggian ini adalah : 1. Kecamatan Batu (terutama Desa Sidomulyo secara keseluruhan, sebagian besar Kelurahan Temas, Kelurahan Sisir, Kelurahan Ngaglik dan Desa Sumberejo serta sebagian kecil Desa Oro-oro Ombo, Desa Pesanggrahan dan Kelurahan Songgokerto. 2. Kecamatan Junrejo (terutama Desa Junrejo, Torongrejo, Pendem, Beji, Mojorejo, Dadaprejo dan sebagian Desa Tlekung) 3. Kecamatan Bumiaji (terutama pada sebagian kecil desa-desa yang ada di wilayah Kecamatan Bumiaji) DPL dengan luas 6.493,64 Ha Wilayah yang termasuk dalam ketinggian ini adalah : sebagian besar desadesa yang ada di Kecamatan Bumiaji dan sebagian dari desa-desa yang ada di Kecamatan Batu (Terutama wilayah Kelurahan Songgokerto, Desa Oro-Oro Ombo dan Desa Pesanggrahan) serta di sebagian kecil Desa Tlekung yang berada di wilayah Kecamatan Junrejo DPL dengan luas 4.820,40 Ha Wilayah yang termasuk dalam ketinggian ini adalah : sebagian kecil Desa Tlekung Kecamatan junrejo. Selain itu juga terdapat di sebagian kecil Desa Oro-oro ombo dan Desa Pesanggrahan terutama di sekitar kawasan gunung Panderman, Gunung Bokong serta Gunung Punuksari. Sedangkan di wilayah Kecamatan Bumiaji seluruh bagian desa mempunyai ketinggian ini, terutama kawasan-kawasan di sekitar Gunung Rawung, Gunung Tunggangan, Gunung Pusungkutuk DPL dengan luas 1.789,81 Ha Wilayah yang termasuk dalam ketinggian ini relatif sedikit, yaitu di sekitar Gunung Srandil serta diujung Desa Oro-oro Ombo Kecamatan Batu yang berbatasan dengan Kecamatan Wagir. Untuk Kecamatan Bumiaji ketinggian 19

33 3 ini berada di sekitar Gunung Anjasmoro dan pada sebagian kecil di wilayah Desa Giripurno, Desa Bumiaji, Desa Sumbergondo dan Desa Torongrejo DPL dengan luas 707,32 Ha Wilayah yang termasuk dalam ketinggian ini adalah sebagian kecil desa-desa yang berada di wilayah Kecamatan Bumiaji, terutama pada wilayah-wilayah yang berbatasan dengan Kecamatan Prigen. > DPL dengan luas 1.789,81 Ha Wilayah yang termasuk dalam ketinggian ini adalah pada beberapa desa di Kecamatan Bumiaji, khususnya di sekitar Gunung Arjuno (Desa Sumbergondo), Gunung Kembar dan Gunung Welirang (Desa Tulungrejo). Sedangkan kemiringan lahan (slope) di Kota Batu berdasarkan data dari peta kontur Bakosurtanal 2001 diketahui bahwa sebagian besar wilayah kota Batu mempunyai kemiringan lain sebesar 25 40% dan kemiringan > 40. Rincian mengenai kemiringan ini adalah : 0-8 % seluas 2.207,21 Ha 8-15 % seluas 2.223,73 Ha % seluas 1.799,37 Ha % seluas 4.529,85 Ha > 40 % seluas 4.493,33 Ha Ditinjau dari keadaan klimatologinya diketahui Kota Batu pada tahun 2012 memiliki suhu minimum 16,7 21,2 0 C dan suhu maksimum antara 24,9 29,5 0 C dengan kelembaban udara sekitar 63 85% dan curah hujan rata-rata 147,37 mm per bulan dengan hari hujan rata-rata 13 hari per bulan, oleh karenanya Kota Batu tidak memiliki perubahan musim yang drastis antara musim kemarau dan musim penghujan. 20

34 Keadaan Geologi dan Hidrologi Keadaan geologi/tanah di Kota Batu secara umum dapat diklasifikasikan menjadi 4 (empat) jenis tanah yaitu : Relogol Kelabu Tanah ini terbentuk dari dua bahan induk abu vulkanik intermedie, fisiografi vulkanij, bentuk wilayah bergunung kedalaman tanah dalam sedang dan drainase agak cepat. Jenis tanah ini terdapat didaerah pegunungan di Kecamatan Batu dan Bumiaji. Andosol Coklat Tanah ini terbentuk dari abu dan tufa vulkanik, intermedie, drainase tanah yang baik, menempati punggung gunung/puncak-puncak gunung serta terdapat di Kecamatan Batu dan Bumiaji. Latosol Coklat Kekuningan Tanah ini hampir mendominasi seluruh Kota Batu, menempati fisiografi dataran Vulkanik dan lereng bawah/tengah tanah terbentuk dari bahan induk abu dan tufa vulkan intermedie, drainase baik agak terhambat. Litosol Tanah ini merupakan asosiasi dengan litosol coklat menempati fisiografi vulkan. Kedalaman tanah dangkal sampai dengan sm, drainase baik agak cepat. Dilihat dari formasi geologi diatas, menunjukkan bahwa Kota Batu merupakan wilayah yang subur untuk pertanian karena jenis tanahnya merupakan endapan dari sederetan gunung yang mengelilingi Kota Batu, sehingga di Kota Batu mata pencaharian penduduk didominasi oleh sektor pertanian. Sedangkan untuk kondisi hidrologi Kota Batu banyak dipengaruhi oleh sungaisungai yang mengalir di bagian pusat Kota, sehingga akan berpengaruh juga terhadap perkembangan Kota. Hidrologi di Kota Batu dibedakan menjadi 3 (tiga) jenis yaitu air permukaan, air tanah dan sumber mata air. Untuk Kota Batu air 21

35 3 permukaan yang ada adalah air Sungai Brantas beserta anak-anak sungainya yang menjadi alternative sumber air permukaan. Untuk air tanah yang cukup berlimpah terutama pada kecamatan Junrejo yang merupakan zona air tanah produktif tinggi sedang Pola penggunaan Lahan Pola penggunaan lahan di wilayah Kota Batu terdiri dari lahan sawah dan bukan sawah, luas untuk lahan sawah sebesar 2.480,00 Ha atau 12,60 persen sedangkan lahan bukan sawah sebesar ,60 Ha atau sekitar 87,4 persen. Kecamatan Junrejo yang paling luas lahan sawahnya yaitu sebesar Ha. Untuk lahan bukan sawah dibedakan menjadi pekarangan, tegal/kebun, Hutan dan lainlain. Penggunaan lahan untuk pekarangan sebesar 809,36 Ha, tegal/kebun sebesar 3.323,27,53 Ha, hutan sebesar ,20 Ha dan lain-lain sebesar 2.001,84 Ha. Luas lahan bukan sawah di Kecamatan Batu dan Kecamatan Bumiaji lebih luas dibandingkan dengan kecamatan Junrejo. Kegiatan hutan di wilayah Kota Batu sebagian besar merupakan kawasan dengan topografi yang cenderung berbukit dan terjal. Luas hutan di Kecamatan Bumiaji paling luas yaitu 8.644,20 Ha. Penggunaan lahan di Kecamatan Batu didominasi untuk pekarangan dan bangunan yaitu seluas 1.816,33 Ha. Hal ini terjadi karena Kecamatan Batu merupakan pusat kegiatan dan aktivitas Kota. 3.2 Pemerintahan Kota Batu yang terbagi menjadi 3 (tiga) wilayah Kecamatan terdiri atas 19 (Sembilan Belas) Desa dan 5 (Lima) Kelurahan. Dari ketiga wilayah Kecamatan yang ada di Kota Batu, Kecamatan Bumiaji memiliki lahan yang paling luas yaitu 127,979 km 2, sedangkan untuk wilayah kecamatan lainnya yaitu Kecamatan Batu dan Kecamatan Junrejo memiliki luas wilayah masing-masing adalah 45,458 km 2 dan 25,650 km 2 Pada tahun 2013, Kota Batu terbagi habis menjadi 3 kecamatan, 24 desa/ kelurahan, 238 RW dan RT. Dilihat komposisi jumlah desa/kelurahan, Kecamatan Batu mempunyai 8 desa/kelurahan, Kecamatan Junrejo mempunyai 7 desa/kelurahan dan Kecamatan Bumiaji memiliki jumlah desa terbanyak yaitu 9 desa. 22

36 3 Banyaknya jumlah desa/ kelurahan yang dimiliki otomatis menjadi daerah dengan jumlah RW dan RT terbanyak pula. Terbukti jumlah RW dan RT terbanyak di Kecamatan Batu yaitu masing-masing 96 RW dan 458 RT. Berikutnya Kecamatan Bumiaji 83 RW dan 429 RT dan sisanya berada di Kecamatan Junrejo. Pembangunan nasional yang telah dilaksanakan selama ini tidak akan berhasil apabila desa/kelurahan sebagai satuan terkecil pemerintahan tidak pernah tersentuh pembangunan. Pada tahun 2013, hasil pembangunan di Kota Batu telah dapat dirasakan. Hal ini dapat ditengarai dari jumlah status desa di Kota Batu yang semuanya sudah mencapai tingkat swasembada. Hal ini menunjukkan bahwa semua desa/kelurahan di Kota Batu memiliki partisipasi yang baik dan kemandirian dalam menyelenggarakan pemerintahan desanya. 3.3 Penduduk Dalam pembangunan manusia, penduduk adalah central dari sasaran pembangunan, sehingga data tentang kependudukan menjadi sangat vital dalam penentuan kebijakan pembangunan yang berorientasikan manusia sebagai sasaran utamanya. Data kependudukan merupakan salah satu data pokok yang sangat diperlukan dalam perencanaan dan evaluasi pembangunan karena penduduk merupakan obyek sekaligus subyek pembangunan. Fungsi obyek bermakna penduduk menjadi target dan sasaran pembangunan yang dilakukan oleh penduduk, dan fungsi subyek bermakna penduduk adalah pelaku tunggal dari sebuah pembangunan. Kedua fungsi tadi diharapkan berjalan seiring dan sejalan secara integral. Jumlah penduduk yang besar memang merupakan potensi yang besar pula, namun demikian peningkatan jumlah penduduk harus diimbangi dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Agar peningkatan kualitas SDM terpenuhi, maka kebutuhan akan sarana maupun prasarana pendidikan, kesehatan, perumahan dan sebagainya perlu diupayakan secara optimal. Jika pertumbuhan penduduk dan kualitas sumber daya manusia tidak mendapat perhatian dari pemerintah Daerah Kota Batu dapat mengakibatkan laju pertumbuhan penduduk yang tidak terkontrol. 23

37 3 Ini dikhawatirkan akan menambah jumlah pengangguran dan penduduk miskin, sehingga mengganggu program-program yang berjalan. Laju pertumbuhan penduduk merupakan suatu indikator yang menunjukkan seberapa banyak rata-rata pertambahan penduduk per tahun di suatu wilayah dalam periode tertentu. Pertumbuhan penduduk di Kota Batu diasumsikan mengikuti deret geometri, oleh karena itu laju pertumbuhan penduduk dihitung secara matematis dengan rumus sebagai berikut : r = ( P t / P 0 ) 1/n - 1 Dengan r P t P 0 n = tingkat laju pertumbuhan penduduk = jumlah penduduk pada akhir periode = jumlah penduduk pada awal periode = jumlah tahun dalam periodetersebut Dari data hasil proyeksi penduduk yang dihitung BPS Provinsi Jawa Timur jumlah penduduk Kota Batu pada tahun 2013 sebesar jiwa. Berdasarkan hasil penghitungan laju pertumbuhan penduduk di Kota Batu untuk tahun sebesar 1,17 persen artinya bahwa selama kurun waktu tersebut penduduk kota Batu bertambah sebesar 1,17 persen. Laju pertumbuhan penduduk Kota Batu ini termasuk tinggi dibandingkan dengan daerah-daerah lain di Jawa Timur, hal ini tidaklah mengherankan karena sebagai wilayah administrasi relative baru, tentunya Kota Batu akan menawarkan berbagai peluang bagi pendatang. Apalagi ditunjang dengan wilayahnya berada di pegunungan yang sejuk dan memiliki berbagai tempat tujuan wisata, telah menjadikannya sebagai daerah yang bagus untuk tempat tinggal maupun membangun usaha. Dari jumlah penduduk sebesar jiwa pada tahun 2013 maka tingkat kepadatan penduduk menjadi 989 orang/km. Komposisi penduduk menurut jenis kelamin menunjukan bahwa 50,2 persen adalah penduduk laki-laki dan 49,8 persen adalah penduduk perempuan dengan angka sex ratio sebesar 100,82 persen. 24

38 3 Tabel 3.1 Penduduk Kota Batu Berdasarkan Hasil Susenas Tahun Tahun Laki-laki Perempuan Jumlah Rasio Jenis Kelamin , , ,82 Sumber : Hasil SP 2010 dan Hasil Proyeksi Penduduk BPS Provinsi Jawa Timur Informasi struktur umur penduduk sangat bermanfaat sebagai estimasi indikator kependudukan lainnya. Bila struktur umur mengarah pada kelompok penduduk berusia muda, maka intervensi pembangunan didominasi oleh pelaksanaan program dibidang kesehatan ibu dan anak, pendidikan, dan pengendalian kelahiran. Sedangkan bila struktur umur mengarah pada kelompok penduduk berusia tua, maka intervensi pembangunan diarahkan pada pelaksanaan program dibidang jaminan hari tua. Dari Piramida Penduduk diketahui bahwa kelompok umur yang dominan adalah kelompok usia produktif. Keadaan piramida yang seperti ini akan sangat mendukung tercapainya sasaran pembangunan, karena sumber daya manusia yang produktif sebagai modal dasar pembangunan banyak tersedia. Dengan demikian angka beban ketergantungan secara keseluruhan mencapai 44,12 persen atau dengan angka absolut dikatakan bahwa setiap seratus penduduk usia produktif akan menanggung sekitar 44 orang bukan usia produktif ( 0 14 tahun dan 64 tahun ke atas) atau dengan ratio 2 : 1. Tabel 3.2 Persentase Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin Kota Batu, Tahun 2012 dan 2013 Kelompok Umur Tahun 2012 Tahun 2013 Laki-laki Perempuan Total Laki-laki Perempuan Total 25,08 24,93 25,00 24,00 24,00 24,00 69,10 67,87 68,48 70,00 69,00 69,00 5,82 7,21 6,51 6,10 7,48 6,78 Total 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 Sumber: (Estimasi Hasil Susenas ) 25

39 3 Bila dilihat dari angka ketergantungan ini sudah baik, namun realita secara ekonomis dilapangan sangat bergantung pada sumber daya manusia penduduk usia produktif, dan optimalisasi pemanfaatan sumber daya alam yang ada. Grafik 3.1 Piramida Penduduk Kota Batu Tahun Laki-lak/Male Perempuan/Female Sumber : (Estimasi Hasil Susenas Tahun 2013) 3.4 Potensi Wilayah Salah satu ukuran keberhasilan pembangunan suatu daerah adalah tingkat pertumbuhan ekonominya. Dengan asumsi bahwa dengan pertumbuhan yang tinggi akan menyerap tenaga kerja yang tinggi pula, yang pada hakekatnya meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat. Sehingga pertumbuhan yang tinggi tersebut diharapkan dapat meningkatkan kemakmuran penduduk. 26

40 3 Tabel 3.3 Laju Pertumbuhan Ekonomi Berdasarkan PDRB Tahun Sektor Pertanian 6,09 5,24 4,89 4,38 5,51 2. Pertambangan & Penggalian 5,64 6,59 6,00 5,12 4,60 3. Industri Pengolahan 5,59 6,22 6,03 6,57 7,64 4. Listrik, Gas & Air Bersih 8,93 8,95 8,88 8,98 8,79 5. Bangunan 12,44 12,62 13,98 13,54 13,79 6.Perdagangan, Hotel & Restoran 7. Pengangkutan & Komunikasi 6,97 8,41 9,24 9,77 9,10 7,19 7,68 9,03 9,26 9,32 8.Keuangan, Persew aan & Jasa Perusahaan 6,78 8,81 8,60 8,59 8,23 9. Jasa jasa 8,43 7,08 6,51 8,37 8,02 PDRB 6,99 7,52 8,04 8,25 8,20 Sumber : PDRB KOTA BATU TAHUN 2011 Sumber : PDRB Kota Batu Tahun 2013 Untuk mengetahui potensi wilayah Kota Batu dapat ditinjau dari data laju pertumbuhan masing-masing sektor ekonomi Kota Batu. Tingkat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan merupakan rata-rata tertimbang dari tingkat pertumbuhan sektoralnya. Jika suatu sektor mempunyai peranan yang dominan, akan tetapi jika perkembangannya lambat, maka akan menghambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Sebaliknya jika sektor tersebut mempunyai tingkat pertumbuhan yang tinggi, maka sektor tersebut secara otomatis akan menyebabkan total tingkat pertumbuhan juga tinggi. Dari data laju pertumbuhan ekonomi Kota Batu berikut ini dapat diketahui sektor mana yang pertumbuhannya paling cepat. 27

41 3 Secara umum pertumbuhan ekonomi di Kota Batu pada tahun 2013 mencapai 8,20 persen. Angka ini menunjukkan perkembangan dari tahun-tahun sebelumnya. Pertumbuhan yang paling tinggi adalah di sektor Bangunan yaitu sebesar 13,79 persen. Menyusul kemudian sektor Angkutan dan Komunikasi sebesar 9,32 persen, sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran sebesar 9,10 persen. Ditinjau dari struktur produksi sektoral, pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan belum mencerminkan fondasi yang kuat padahal sektor industri pengolahan mempunyai keterkaitan hulu-hilir (backward-forward) terbesar. Terlepas dari belum optimalnya angka pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan Kota Batu, kecenderungan laju pertumbuhan yang terus meningkat sejak 2003 sebenarnya memberi momentum yang baik bagi proses peningkatan pertumbuhan ekonomi. Ada beberapa faktor yang menyebabkan peningkatan laju pertumbuhan yang terus menerus ini. Pertama, sebagai daerah otonom baru, Kota Batu banyak melakukan pembangunan. Kedua, sebagai Kota Agro Wisata, Kota Batu selain membangun beberapa objek wisata baru juga membangun hotel dan jasa akomodasi lainnya untuk menunjang kegiatan pariwisata, antara lain Resort Jambu Luwuk, Hotel Singasari dan beberapa yang lain. Momentum pertumbuhan ini juga didukung oleh multiplier effect yang ditimbulkan sektor pariwisata dalam menggerakan roda perekonomian Dengan memperhatikan laju pertumbuhan ekonomi dan kenyataan bahwa Kota Batu berada di lokasi yang strategis dan menjadi tujuan utama wisata di Jawa Timur, sektor Pengangkutan dan Komunikasi dan Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran menjadi sangat potensial untuk dikembangkan karena kedua sektor tersebut sangat berkaitan dengan kegiatan wisata di kota Batu. 3.5 Sarana dan Prasarana Sarana yang penting dalam mendukung laju pembangunan adalah prasarana jalan. Tersedianya jalan untuk menjangkau semua daerah di suatu wilayah pemerintahan sangat besar pengaruhnya terhadap kecepatan pendistribusian hasil pembangunan. Jalan merupakan salah satu prasarana transportasi yang penting guna memperlancar kegiatan perekonomian selain untuk memudahkan mobilitas 28

42 3 penduduk dari satu daerah menuju daerah lainnya. Seiring dengan semakin meningkatnya pembangunan jalan yang terbagi atas jalan nasional, jalan provinsi dan kotamadya harus selalu ditingkatkan, baik panjang maupun kualitasnya, agar pembangunan regional/nasional dapat berjalan lancar. Panjang jalan yang ada di Kota Batu mencapai 511,33 Km, terbagi atas jalan provinsi sepanjang 39,50 km dan jalan Kotamadya 471,83 km. Jika diamati menurut jenis permukaan, jalan aspal merupakan proporsi terbesar dibanding dengan jalan non aspal yaitu dengan komposisi sebesar 66,8 persen dari total panjang jalan. Berikutnya berupa kerikil sebesar 14,02 persen dan tanah sebesar 7,04 persen. Sarana angkutan untuk mobilitas penumpang dan barang di Kota Batu cukup tersedia. Teknologi komunikasi kini semakin dirasakan penting peranannya dalam penyampaian informasi jarak jauh. Aktifitas pemerintahan, swasta maupun masyarakat sangat erat kaitannya dengan pos dan telekomunikasi sebagai sarana untuk pengiriman informasi. Bahkan ketersediaan teknologi informasi berdampak pada intelektualitas penduduk, karena dengan tersedianya teknologi dan kemampuan sumber daya manusia maka akan sangat mudah membaca kemajuan yang mutakhir sehingga dapat memacu perkembangan teknologi di daerah. Jumlah telepon umum koin dan kartu dari tahun ke tahun semakin berkurang, sedangkan jasa telekomunikasi menunjukkan jumlah pelanggan telepon kabel semakin berkurang dari tahun ke tahun, karena pengguna jasa telpon mulai bergeser dari telpon kabel ke telpon seluler. Ini ditandai dengan semakin menjamurnya kios-kios ponsel yang juga melayani pembelian pulsa. Untuk kepentingan pengiriman barang dan surat lewat pos, Kota Batu memiliki 1 kantor Pos dan Giro Besar. Ketersediaan bank sangat mendorong laju pertumbuhan ekonomi di segala bidang, khususnya dalam penyediaan modal dan lalu lintas uang antar daerah. Kepentingan lalu lintas uang di Kota Batu sangat mudah karena telah tersedia bank-bank pemerintah maupun bank swasta. Bank pemerintah yang terdapat di Kota Batu antara lain: Bank Rakyat Indonesia (BRI), BNI 46, Bank Mandiri dan Bank Jatim. Sedangkan bank swasta antara lain: Bank Central Asia (BCA), LIPPO Bank, BTPN, UOB Bank, Bank Bukopin dan beberapa Bank Syariah. Serta BPR-BPR yang berkembang pesat beberapa tahun terakhir ini. 29

43 3 Sekolah adalah sarana pendidikan yang diharapkan mampu mencetak sumber daya manusia yang handal dalam menyukseskan pembangunan. Sekolah TK, SD hingga SMU sudah tersedia memadai di Kota Batu baik itu sekolah negeri,madrasah maupun swasta. Sekolah Dasar dan SLTP tersebar di masing-masing kecamatan secara merata. Jumlah SD Negeri dan Swasta di Kota Batu tersebar masing masing di 3 kecamatan yaitu Kecamatan Batu (34 Sekolah); Kecamatan Junrejo (17 Sekolah) dan Kecamatan Bumiaji (24 Sekolah). Jumlah SMP negeri dan swasta di Kota Batu sebanyak 27 sekolah dimana di Kecamatan Batu (17 Sekolah); Kecamatan Junrejo (4 Sekolah) dan Kecamatan Bumiaji (6 Sekolah). Hanya ada 11 Sekolah SMU Negeri dan Swasta di Kota Batu yang terdapat masing-masing di Kecamatan Batu, Kecamatan Junrejo dan Kecamatan Bumiaji. Selain itu ada Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMK) sebanyak 13 sekolah yang juga tersebar merata di tiga kecamatan. Selain sekolah-sekolah negeri diatas, tersebar sekolah-sekolah swasta lainnya di masing-masing kecamatan, Perguruan Tinggi negeri yang ada di Kota Batu yauti Universitas Islam Negeri Malang namun hanya ada jenjang Pasca Sarjana atau Strata-2, sedangkan Strata-1 hanya ada sekolah tinggi keagamaan yaitu Sekolah Tinggi Agama Budha dan Sekolah Tinggi Pekabaran Injil. Kualitas kesehatan penduduk merupakan indikator yang sangat penting dalam pembangunan yang berorientasi pada manusia. Kesehatan penduduk dapat dicapai dengan ketersediaan fasilitas kesehatan yang memadai dan kesadaran masyarakat untuk memiliki pola hidup yang sehat. Untuk memenuhi kebutuhan kesehatan bagi penduduk Kota Batu telah berdiri tiga buah Rumah Sakit Umum yang terdapat 4 buah di kecamatan Batu, dan 1 buah di kecamatan Junrejo. Selain Rumah Sakit di Kota Batu terdapat 5 puskesmas dan 6 puskesmas pembantu yang tersebar di masing-masing kecamatan. 30

44 IV. ANALISIS PEMBANGUNAN MANUSIA

45 4 BAB IV ANALISIS PEMBANGUNAN MANUSIA Manusia sebagai faktor utama pembangunan mempunyai peran yang sangat berarti, semakin tinggi kualitas penduduk maka dapat dipastikan pembangunan akan berjalan sesuai dengan harapan masyarakat. Hal tersebutlah yang mendasari pentingnya pembangunan manusia seutuhnya. Sumber Daya Manusia yang berkualitas adalah merupakan asset yang paling penting bagi pembangunan di berbagai aspek kehidupan masyarakat. SDM yang berkualitas adalah manusia yang mempunyai kualitas intelektual, watak, moral, ahklak dan fisik yang prima. Pemerataan hasil-hasil pembangunan bukan saja berarti dalam bentuk sarana dan prasarana fisik yang harus dibangun secara merata, namun yang lebih penting dari itu adalah kemudahan warga masyarakat untuk dapat mengakses dan sekaligus dapat terfasilitasi sarana kebutuhannya. Pada gilirannya diharapkan setiap warga masyarakat dapat merubah perilaku untuk berkembang membangun diri meningkatkan kesejahteraannya. Tingkat kesejahteraan dipandang sebuah ukuran yang bercirikan relative dan kompleks. Untuk itu perlu adanya batasan ideal, pembatasan yang paling representative pada bahasan berikut akan diamati seberapa jauh tingkat kemajuan bidang sosial ekonomi. Untuk mengetahui itu kemajuan tersebut dan sejauh mana keadaan sumber daya manusia di Kota Batu, akan dibahas indikator-indikator tunggal seperti keadaan pendidikan, kesehatan, perumahan dan ketenagakerjaan yang selanjutnya akan dikaitkan dengan hasil perhitungan angka IPM. 4.1 Indikator Pendidikan Pendidikan merupakan proses pemberdayaan peserta didik sebagai subyek sekaligus obyek dalam membangun kehidupan yang lebih baik. Mengingat pendidikan sangat berperan sebagai faktor kunci dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia, maka pembangunan di bidang pendidikan meliputi pembangunan pendidikan secara formal maupun non formal. Pembangunan di bidang pendidikan memerlukan peran serta yang aktif tidak hanya dari pemerintah, 31

46 4 tetapi juga dari masyarakat. Sebagai upaya untuk menumbuhkan, meningkatkan dan mengembangkan kepedulian masyarakat dalam pembangunan pendidikan antara lain terlihat dari usaha Gerakan Nasional Orang Tua Asuh (GNOTA), yang menghimpun dana dari masyarakat untuk membantu keluarga miskin agar anak mereka tetap memperoleh sekolah. Selain itu digulirkannya BOS (Bantuan Operasional Sekolah) kepada sekolah formal mulai dari tingkat SD sampai SMP meringankan masyarakat dalam membiayai anak-anak untuk bersekolah. Dengan adanya BOS diharapkan tidak ada lagi anak putus sekolah karena alasan ketidakmampuan orangtua atau kekurangan biaya. Titik berat pendidikan formal adalah peningkatan mutu pendidikan dan perluasan pendidikan dasar. Selain itu, ditingkatkan pula kesempatan belajar pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Untuk mencapai sasaran tersebut, berbagai upaya dilakukan pemerintah, misalnya dengan meningkatkan sarana dan prasarana pendidikan, perbaikan kurikulum, bahkan sudah beberapa tahun ini pemerintah telah melaksanakan program wajib belajar 9 tahun. Dengan semakin tingginya tingkat pendidikan, diharapkan seseorang akan semakin mudah dalam menyerap, memilih, beradaptasi atau mengembangkan segala bentuk informasi dan pengetahuan baru untuk kehidupannya. Selain itu tingkat pendidikan yang tinggi juga dapat menimbulkan kemampuan bersaing yang lebih baik dalam dunia kerja Untuk mengetahui perkembangan pembangunan bidang pendidikan diperlukan adanya indikator yang mampu memberikan gambaran mengenai kemajuan yang telah dicapai. Ada beberapa indikator yang relevan dengan masalah pendidikan, diantaranya adalah rata-rata lamanya sekolah, tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan tingkat partisipasi sekolah. Untuk melihat ketersediaan dan tingkat pelayanan, sarana, prasarana dan tenaga pendidik yang ada digunakan indikator antara lain rasio kelas persekolah, guru per sekolah, guru per kelas, murid per kelas dan murid per guru. Dengan demikian bisa terlihat kualitas pendidikan yang ada di sekolah-sekolah di Kota Batu. 32

47 4 Selain beberapa indikator pendidikan yang akan disajikan dalam sub bab ini, besaran alokasi dana yang disediakan untuk bidang pendidikan juga perlu disajikan dalam sub bab ini Angka Buta Huruf Ukuran yang sangat mendasar dalam tingkat pendidikan adalah kemampuan baca tulis penduduk dewasa. Hal ini tercermin dari data angka melek huruf penduduk usia 15 tahun keatas. Penduduk Kota Batu yang dapat membaca dan menulis pada tahun 2013 sudah mencapai 98,37 persen, sisanya 1,63 persen tidak dapat baca tulis. Tabel 4.1 Angka Melek Huruf & Buta Huruf tahun Tahun Melek Huruf Buta Huruf Kota Batu Jawa Timur Kota Batu Jawa Timur ,27 88,52 1,73 11, ,32 89,28 1,68 10, ,37 90,49 1,63 9,51 Sumber : Hasil Susenas , BPS Prov. Jatim Pada tahun 2013 persentase penduduk Kota Batu yang melek huruf atau bisa baca tulis mengalami kenaikan yaitu dari 98,32 persen pada tahun 2012 menjadi 98,37 persen pada tahun Dengan meningkatnya angka melek huruf berarti penduduk yang buta huruf pada tahun 2013 hanya sebesar 1,63 persen. Dibandingkan angka melek huruf Propinsi Jawa Timur, Kota Batu masih lebih baik, dimana AMH Jawa Timur tahun 2011 sekitar 88,52 persen, tahun 2012 menjadi 89,28 persen dan pada tahun 2013 ini sebesar 90,49 persen. Salah satu parameter keberhasilan pembangunan diukur melalui Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index = HDI), yang salah satu komponennya diantaranya adalah 33

48 4 angka buta huruf ini. Buta huruf selalu identik dengan keterbelakangan serta ketidakberdayaan yang umumnya menjadi ciri masyarakat marginal. Dengan demikian usaha pemerintah Kota Batu untuk mengurangi angka buta huruf sudah menampakan hasil, meskipun demikian upaya pemberantasan buta huruf tetap harus dilakukan supaya masyarakat Kota Batu terbebas dari buta huruf Rata Rata Lama Sekolah Untuk mengetahui perkembangan pembangunan bidang pendidikan diperlukan adanya indikator yang mampu memberikan gambaran mengenai kemajuan yang telah dicapai. Selain Indikator ABH (Angka Buta Huruf) ada indikator lain untuk melihat tingkat pendidikan yaitu rata-rata lamanya sekolah (tahun). Ratarata lama sekolah adalah rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh penduduk berusia 15 tahun keatas untuk menempuh semua jenis pendidikan formal yang pernah dijalani. Dari hasil pengolahan Indikator Makro Sosial Ekonomi Jawa Timur rata-rata lamanya sekolah penduduk Kota Batu selalu mengalami kenaikan. Pada tahun 2013 rata-rata lamanya sekolah sebesar 8,76 tahun atau naik sebesar 0,22 point dibanding tahun 2012 sebesar 8,54 tahun. Rata-rata lamanya sekolah penduduk Kota Batu masih diatas Propinsi Jawa Timur. Rata-rata lamanya sekolah Propinsi Jawa Timur tahun 2001 s/d 2008 masih berkisar angka 6, dan pada tahun sudah mencapai 7,53, sedangkan Kota Batu sudah berada pada kisaran angka 8. Dengan kata lain bahwa semakin lama peluang serta kesempatan dalam bidang pendidikan semakin besar. Merupakan hal yang wajar jika tingkatan pendidikan seorang anak minimal sama atau lebih tinggi dibandingkan dengan orang tuanya. Grafik 4.1. Rata-rata Lamanya Sekolah Penduduk Kota Batu dan Provinsi Jawa Timur Tahun ,52 8,76 7,34 8,54 7,45 7, Ko t a B a t u Ja wa T i mur 34

49 4 Gambaran mengenai peningkatan sumber daya manusia dapat dilihat dari kualitas tingkat pendidikan penduduk usia 15 tahun keatas. Semakin besar persentase penduduk yang menamatkan jenjang pendidikan tinggi, bisa dianggap semakin tinggi tingkat intelektualnya. Sebagian besar penduduk Kota Batu telah menamatkan SMA sederajat, hal tersebut dapat dilihat bahwa penduduk yang tamat SMA sederajat tahun 2013 sebesar 24,3 persen. Penduduk Kota Batu yang menempuh pendidikan sampai jenjang perguruan tinggi pada tahun 2013 mencapai 9,10 persen. Penduduk yang menamatkan Perguruan Tinggi mengalami kenaikan sebesar 2,01 persen. Kondisi ini bisa menggambarkan bahwa selama lima tahun terakhir terjadi penurunan persentase penduduk berpendidikan rendah yang diikuti dengan meningkatnya persentase penduduk berpendidikan yang lebih tinggi. Tabel 4.2 Persentase Penduduk Usia 15 tahun keatas menurut Pendidikan Yang Ditamatkan Kota Batu Tahun Tingkat Pendidikan Tidak belum pernah sekolah 3,09 3,10 3,56 Tidak belum tamat SD 20,87 18,01 13,69 Tamat SD 28,91 29,96 31,40 Tamat SLTP 19,36 18,47 17,94 Tamat SMTA + 21,47 24,13 24,3 Tamat PT 6,29 6,33 9,10 Sumber : Hasil Susenas Tingkat Partisipasi Sekolah Untuk melihat seberapa banyak penduduk usia sekolah yang sudah dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan yang ada dapat dilihat dari penduduk yang masih sekolah pada umur tertentu yang dikenal dengan angka partisipasi sekolah. Angka partisipasi sekolah (APS) adalah perbandingan antara jumlah penduduk usia sekolah tertentu yang sedang bersekolah dengan jumlah penduduk usia tersebut dikalikan seratus. Dalam penghitungan APS tidak memperhatikan jenjang pendidikan yang sedang dijalani, karena perhatian utamanya adalah penduduk usia sekolah yang 35

50 4 pada dasarnya harus sekolah. Angka APS dikatakan baik apabila mendekati atau bahkan mencapai angka seratus, yang berarti setiap anak usia sekolah sedang duduk dibangku sekolah. Meningkatnya angka partisipasi sekolah berarti menunjukkan adanya keberhasilan di bidang pendidikan, utamanya yang berkaitan dengan upaya memperluas jangkauan pelayanan pendidikan. Rumus yang digunakan adalah : APS = APS = Banyaknya penduduk usia sekolah tertentu yang sedang sekolah x 100 Banyaknya penduduk usia sekolah tertentui Pengelompokan usia sekolah adalah berikut : a. SD untuk kelompok umur 7 12 tahun b. SLTP untuk kelompok umur tahun c. SLTA untuk kelompok umur tahun d. Perguruan Tinggi untuk kelompok umur tahun APS Kota Batu untuk kelompok umur sekolah dasar (7 12 tahun) pada tahun 2013 sebesar 99,74 persen yang berarti untuk setiap 100 anak usia sekolah dasar, hampir semuanya sekolah di usia ini yaitu. Selanjutnya APS untuk usia SMP (13-15 tahun) sebesar 97,68 persen pada tahun 2013, APS untuk usia SMA (16 18 tahun) sebesar 66,95 persen. Semua tingkatan usia sekolah APS-nya mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2012 kecuali APS untuk usia SMA (16-18). Apabila diperhatikan semua usia sekolah, tampak bahwa semakin tinggi usia sekolah Angka Partisipasi Sekolahnya semakin kecil. Dari tabel 5.4 dapat dilihat bahwa pada tahun 2013 dibandingkan dengan tahun sebelumnya, persentase APS Kota Batu mengalami penurunan pada kelompok umur SMA (16 18 tahun), sedangkan kelompok umur SD (7-12) dan SMP (13-15) mengalami kenaikan. 36

51 4 Tabel 4.3 Persentase Angka Partisipasi Sekolah (APS) Kota Batu Tahun Usia Sekolah ,69 98,66 99, ,99 96,03 97, ,11 71,96 66,95 Sumber : Hasil Susenas Dengan adanya program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang sasarannya sampai pada jenjang pendidikan tingkat SLTP. Keberadaan program BOS tentunya tidak mampu secara drastis mendongkrak persentase APS pada kelompok Usia SMP (13-15 th ), mengingat program tersebut bukan bersifat menghapuskan biaya pendidikan, namun hanya mengurangi. Jika pada jenjang pendidikan SD di beberapa sumber menyebutkan bahwa sebagian besar murid tidak lagi terbebani biaya SPP/BP3, namun pada jenjang pendidikan SLTP/sederajat, sebagian murid masih membayar selisih SPP/BP3 setelah dikurangi BOS Alokasi Anggaran Bidang Pendidikan Realisasi anggaran untuk bidang pendidikan pada tahun 2011 sebesar 124,6 Milyar, naik menjadi 134,6 Milyar pada tahun Tahun 2013 anggaran untuk bidang pendidikan sudah mencapai 164,5 Milyar. Dari anggaran yang digelontorkan untuk pembangunan di bidang pendidikan nampak bahwa dari tahun ke tahun juga mengalami peningkatan hal ini diimbangi dengan semakin membaiknya indikatorindikator pendidikan yang merupakan komponen penyusun IPM. 4.2 Indikator Kesehatan Pembangunan di bidang kesehatan antara lain bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui meningkatnya derajat kesehatan penduduk. Peningkatan derajat kesehatan penduduk harus diupayakan secara terus menerus dan berkesinambungan, karena masalah kesehatan yang terjadi sekarang dapat 37

52 4 berpengaruh terhadap keturunan berikutnya. Derajat kesehatan masyarakat harus terus menerus ditingkatkan dengan memberikan fasilitas kesehatan yang memadai dan meningkatkan kesadaran pola hidup sehat bagi masyarakat. Kedua faktor tersebut harus sinergis, karena fasilitas kesehatan yang bagus tidak akan menjamin terciptanya masyarakat yang sehat. Untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, pemerintah berupaya melakukan berbagai program baik yang sifatnya promotif, preventif maupun kuratif melalui pendidikan kesehatan, imunisasi, pemberantasan penyakit menular, penyediaan air bersih dan sanitasi dan pelayanan kesehatan. Upaya kesehatan dapat dilakukan sedini mungkin, sejak bayi masih dalam kandungan, saat kelahiran dan masa balita. Perkembangan otak sudah dimulai sejak bayi berada dalam kandungan, dan gizi yang cukup serta perilaku hidup sehat dalam lingkungan yang sehat sangatlah penting bagi kesehatan dan pertumbuhan seorang. Diantara beberapa ukuran kesehatan yang ada, indikator yang digunakan untuk melihat taraf kesehatan penduduk adalah Angka Harapan Hidup (AHH), dan penolong persalinan. Ketiga indikator tersebut sangat peka terhadap setiap perubahan sosial ekonomi masyarakat. Sehingga selain sebagai ukuran kesehatan, ketiganya bisa juga memberikan indikasi kondisi kesejahteraan masyarakat. Seperti halnya pada bidang pendidikan, pada sub bab kesehatan juga akan disajikan data alokasi dana yang disediakan untuk bidang kesehatan Angka Harapan Hidup Angka Harapan Hidup sangat dipengaruhi oleh kualitas kesehatan, diantaranya pola hidup sehat, pola konsumsi makanan, dan kualitas lingkungan perumahan. Angka Harapan Hidup juga digunakan sebagai indikator untuk menilai taraf kesehatan masyarakat. Mencermati AHH juga selalu tidak akan lepas dari pembicaraan mengenai kesehatan, sebab angka-angka inilah yang mempunyai kaitan langsung dengan taraf kesehatan. Disamping fungsinya sebagai indikator pembangunan ekonomi, sering kali juga digunakan sebagi indikator keberhasilan program kesehatan. Pada dasarnya AHH untuk jangka pendek relative stabil, karena program pembangunan apapun termasuk bidang kesehatan yang diterapkan kepada 38

53 4 masyarakat bukanlah merupakan program yang bersifat instant, sehingga memerlukan waktu yang relative lama untuk dapat melihat hasil dari kebijakan penerapan program tersebut. Hubungan antara pembangunan sosial ekonomi dengan AHH berkaitan erat dan positif. Bila pembangunan sosial ekonomi semakin baik, maka AHH juga semakin tinggi, atau sebaliknya bila AHH lebih tinggi, maka mengindikasikan pembangunan sosial ekonomi suatu wilayah semakin maju. Tabel 4.4 AHH dan AKB Kota Batu tahun Tahun Angka Harapan Hidup Angka Kematian Bayi Kota Batu Jawa Timur Kota Batu Jawa Timur ,72 69,86 29,27 29, ,00 70,09 28,87 28, ,32 70,37 27,42 27,23 Sumber : Hasil Susenas , Angka Harapan Hidup Kota Batu pada tahun 2013 menunjukkan nilai 70,32 atau mengalami kenaikan sebesar 0,32 bila dibandingkan data tahun Namun demikian Angka Harapan Hidup yang dicapai Kota Batu masih berada di bawah ratarata Angka Harapan Hidup Jawa Timur Angka Kematian Bayi (AKB) Selain indikator AHH diatas, salah satu indikator keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan dan sekaligus juga sebagai indikator kesejahteraan masyarakat adalah Angka Kematian Bayi (AKB). Jumlah kematian bayi di suatu wilayah dapat disebabkan oleh banyak factor antara lain gizi yang buruk serta rendahnya kualitas lingkungan tempat tinggal. Angka Kematian Bayi mencerminkan kualitas kesehatan ibu dan anak serta penduduk secara luas di wilayah tertentu. Angka ini adalah perbandingan antara jumlah bayi (0-1 tahun) yang meninggal dengan jumlah kelahiran hidup dalam kurun waktu satu tahun. Rumus yang digunakan adalah : 39

54 4 AKB = Jumlah kematian bayi 0-1 tahun t Jumlah kelahiran hidup selama tahun t x 100 Semakin tinggi angka kematian bayi artinya semakin rendah kualitas kesehatan penduduk di wilayah tersebut. Pada tahun 2010 Angka Kematian Bayi di Kota Batu menunjukkan angka 30,52 artinya dari setiap 1000 kelahiran pada tahun 2010 terdapat 30 bayi yang meninggal. Kematian bayi tersebut termasuk yang meninggal langsung maupun tidak langsung. AKB tahun 2013 turun menjadi 27,42 yang artinya setiap 1000 kelahiran hidup pada tahun 2013 terdapat 27 bayi yang meninggal. Angka Kematian Bayi dalam periode tersebut dapat mengindikasikan salah satu keberhasilan pemerintah Kota Batu dalam bidang kesehatan dengan adanya peningkatan penolong persalinan oleh tenaga medis, keberhasilan program KB, peningkatan pelayanan dan penyediaan fasilitas kesehatan yang telah dilakukan oleh pemerintah, serta semakin baiknya pengetahuan masyarakat akan kesehatan. Keadaan ini dapat dijadikan tolok ukur keberhasilan di bidang kesehatan dengan harapan AKB akan dapat semakin ditekan sehingga tercipta kesehatan masyarakat. Grafik 4.2 Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Harapan Hidup (AHH), Tahun , , ,27 28,87 AKB 27, AHH 40

55 Penolong Persalinan dan Kesehatan Balita Masalah kesehatan harus sudah mendapat perhatian sedini mungkin, yaitu sejak bayi dalam kandungan, saat kelahiran dan masa balita. Karena pada masa balita, anak sangat rentan dalam hal kesehatan dan kekurangan gizi. Sementara itu pada masa tersebut merupakan masa pertumbuhan anak, sehingga jika terjadi gangguan kesehatan akan berpengaruh terhadap masa tumbuh kembangnya. Kualitas kesehatan di masa balita sangat berpengaruh pada semua fungsi jaringan tubuh, oleh karena itu menjaga kesehatan harus dilakukan sedini mungkin, bahkan sejak bayi masih di dalam kandungan. Salah satu indikator keberhasilan di bidang kesehatan adalah meningkatnya angka persalinan oleh tenaga kesehatan/medis. Penolong persalinan sangatlah berpengaruh terhadap keselamatan ibu dan bayi pada saat proses persalinan. Penanganan yang tepat pada waktu dan pasca persalinan akan mengurangi resiko kematian ibu dan bayi pada proses persalinan. Penolong persalinan oleh tenaga medis atau tenaga berpengalaman yang sudah dibekali dengan pengetahuan serta kemampuan akan membantu berlangsungnya proses persalinan dengan baik. Persalinan yang ditolong oleh tenaga medis seperti dokter dan bidan dianggap lebih baik dibandingkan yang ditolong oleh dukun, famili atau lainnya. 100 Grafik 4.3. Proporsi Balita yang Persalinannya Ditolong oleh Tenaga Medis Tahun ,6 99,

56 4 Selain balas jasa bidan lebih murah dibanding dokter, bidan merupakan tenaga medis yang terlatih di bidang kelahiran dan jumlahnya sangat banyak dan masing-masing menawarkan fasilitas yang menarik, sehingga banyak masyarakat yang memilih bidan sebagai penolong pertama kelahiran bayi. Selain itu mungkin praktek bidan lebih dekat dengan tempat tinggal sehingga lebih mudah untuk menghubunginya. Penolong kelahiran bayi di Kota Batu oleh tenaga medis tahun 2013 sudah mencapai 100 persen. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat Kota Batu sudah memiliki kesadaran yang cukup tinggi tentang pentingnya kesehatan, sehingga semua proses kelahiran yang terjadi di Kota Batu ditangani oleh tenaga medis. Setelah proses persalinan, upaya selanjutnya untuk menjaga kesehatan bayi dipengaruhi oleh pasokan makanan, yang dalam hal ini utamanya berupa pemberian Air Susu Ibu. ASI adalah makanan pokok terbaik bayi yang tidak dapat tergantikan oleh susu formula apapun. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi mutlak diperlukan, karena ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi yang memenuhi kebutuhan akan gizi, kekebalan terhadap penyakit, serta memberi rasa aman dan nyaman. Selain ASI pemberian imunisasi juga merupakan kebutuhan balita supaya tumbuh sehat. Setelah proses persalinan, upaya selanjutnya untuk menjaga kesehatan bayi dipengaruhi oleh pasokan makanan, yang dalam hal ini utamanya berupa pemberian Air Susu Ibu. ASI adalah makanan pokok terbaik bayi yang tidak dapat tergantikan oleh susu formula apapun. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) pada bayi mutlak diperlukan, karena ASI merupakan makanan terbaik bagi bayi yang memenuhi kebutuhan akan gizi, kekebalan terhadap penyakit, serta memberi rasa aman dan nyaman Fasilitas dan Tenaga Kesehatan Ketersediaan fasilitas kesehatan yang memadai sangat menentukan keberhasilan pembangunan bidang kesehatan. Puskesmas dan Puskesmas Pembantu (Pustu) sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan masyarakat, jumlahnya hingga saat ini sebenarnya masih kurang memadai terutama apabila 42

57 4 dikaitkan dengan standart pelayanan kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah yaitu setiap Puskesmas akan melayani sekitar penduduk. Fasilitas dan Tenaga Kesehatan di Kota Batu selama tiga tahun terakhir ini dapat dilihat pada table 4.5 Rumah Sakit dan Puskesmas di Kota Batu telah cukup memadai bagi penduduk Kota Batu. Jumlah Rumah Sakit Umum di Kota Batu pada tahun 2012 adalah 5 buah. Jumlah puskesmas (5), pustu (6), puskel (9) dan posyandu (189). Tabel 4.5 Banyaknya Fasilitas dan Tenaga Kesehatan di Kota Batu Tahun Fasilitas / Tahun Tenaga Kesehatan Rumah Sakit Umum Puskesmas Puskemas Pembantu Puskemas Keliling Posyandu Tingkat Akses ke Fasilitas Kesehatan Derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti upaya kesehatan, perilaku, lingkungan, status gizi dan juga keturunan. Salah satu indikator yang bisa digunakan untuk mengetahui derajat kesehatan masyarakat adalah angka kesakitan (morbiditas) yaitu melalui pendekatan keluhan kesehatan selama satu bulan yang lalu. Angka kesakitan merupakan rasio antar jumlah orang yang mengalami keluhan kesehatan terhadap jumlah penduduk secara keseluruhan. Kesakitan yang dimaksud bukan merujuk pada jenis penyakit tertentu yang diderita tetapi merujuk 43

58 4 macam keluhan kesehatan yang dialami, karena satu jenis penyakit dapat mengakibatkan beberapa keluhan. Yang perlu dicermati dari angka kesakitan adalah cara pengobatan penduduk, bilamana mereka mengalami keluhan kesehatan. Dengan mencermati tingkat akses penduduk terhadap pelayanan kesehatan, dapat diketahui sejauh mana peran pelayanan kesehatan terhadap penduduk yang mengalami keluhan kesehatan, atau bagaimana pilihan berobat yang dilakukan oleh penduduk yang mengalami keluhan kesehatan. Tabel 4.6 Beberapa Indikator Kesehatan di Kota Batu Tahun Indikator Kesehatan T A HUN Persentase penduduk yang 31,22 22,89 19,73 mengalami keluhan kesehatan (%) 2. Persentase penduduk sakit yang 59,87 56,79 48,99 melakukan pengobatan sendiri (%) 3. Persentase penduduk sakit yang 43,24 43,48 55,85 melakukan rawat jalan (%) 4. Persentase penduduk sakit yang 2,63 1,04 3,93 menjalani rawat inap (%) Sumber : Hasil Susenas , BPS Prov. Jatim Penduduk yang mengalami keluhan kesehatan pada tahun 2013 ini sebesar 19,73 persen. Dimana 48,99 persen penduduk sakit yang melakukan pengobatan sendiri; 55,85 persen diantaranya melakukan berobat jalan ke tempat fasilitas pelayanan kesehatan, baik modern ataupun tradisional. Selanjutnya upaya pengobatan yang terakhir adalah rawat inap yaitu dalam setahun terakhir mengalami kenaikan sekitar 2,73 persen, yaitu mencapai 3,93 persen, upaya ini dilakukan jika keluhan yang diderita menyangkut jenis penyakit yang membutuhkan perawatan intensip. Selama tiga tahun terakhir tampak bahwa penduduk yang mengobati sendiri selalu lebih besar dibandingkan yang berobat jalan dan rawat inap. Hal ini 44

59 4 kemungkinan terjadi karena penduduk menganggap keluhan/sakit yang dialami tidak terlalu berat sehingga dicoba untuk mengobati sendiri terlebih dahulu, dan bila belum sembuh maka dilanjutkan dengan berobat jalan, bahkan bila dalam kondisi yang lebih parah mungkin dilanjutkan dengan rawat inap. Atau juga alasan lain mengatasi keluhan kesehatan melalui pengobatan sendiri menggunakan obat modern adalah karena biaya yang murah, sedangkan yang menggunakan obat tradisional alasan utamanya adalah karena sudah terbiasa. Cara pengobatan dengan berobat jalan, menggunakan prioritas kedua setelah berobat sendiri. Alasan pengobatan dengan cara ini sebagian besar penderita menyatakan karena sudah terbiasa, namun banyak juga yang menyatakan berobat jalan merupakan cara pengobatan lanjutan setelah gagal dengan cara berobat sendiri Alokasi Anggaran Bidang Kesehatan Realisasi anggaran di bidang kesehatan pada tahun 2011 sebesar 16,2 Milyar, kemudian pada tahun 2012 turun menjadi 15,7 Milyar dan pada tahun 2013 naik tinggi menjadi 21,3 Milyar. Dibandingkan dengan bidang pendidikan dan pekerjaan umum alokasi dana untuk kesehatan tahun 2013 relatif lebih kecil. 4.3 Indikator Perumahan Tempat tinggal/perumahan merupakan salah satu kebutuhan yang cukup penting dalam kehidupan manusia disamping kebutuhan makanan, pakaian maupun kesehatan. Tempat tinggal bukan hanya diperlukan sebagai tempat berlindung, tetapi juga sebagai tempat untuk istirahat, beribadah, berkomunikasi dengan keluarga, sosialisasi dengan lingkungan, serta tempat untuk mendidik anak-anak. Untuk itu kondisi rumah yang ideal adalah rumah yang dalam kondisi baik, cukup luas untuk suatu keluarga, dan terbuat dari bahan bangunan yang baik dan memiliki fasilitas tempat tinggal yang memadai, sehingga akan mendukung keadaan rumah yang nyaman, aman, serta berada dalam lingkungan yang bersih dan sehat. Karena keadaan perumahan akan mempengaruhi derajat kesehatan penduduk. Rumah dapat dijadikan sebagai salah satu indikator bagi kesejahteraan pemiliknya. Semakin baik fasilitas yang dimiliki, dapat diasumsikan semakin sejahtera rumahtangga yang menempati rumahtangga tersebut. Berbagai fasilitas yang dapat 45

60 4 mencerminkan tingkat kesejahteraan tersebut antara lain dapat dilihat dari luas lantai rumah, sumber air minum, fasilitas tempat buang air besar rumahtangga dan juga tempat penampungan kotoran akhir. Indikator perumahan adalah salah satu ukuran yang dapat diamati untuk melihat sejauh mana target pembangunan di bidang perumahan tercapai Kualitas Bangunan Tempat Tinggal Rumah yang sehat adalah rumah yang berada dalam lingkungan yang bersih dan sehat, serta mempunyai kualitas bangunan yang baik dengan penataan ventilasi yang baik. Kualitas bangunan tempat tinggal dapat dilihat dari kondisi perumahan tersebut, terutama dari jenis atap, dinding, lantai dan juga fasilitas di dalamnya. Kondisi perumahan yang baik akan memberikan kenyamanan hidup bagi seluruh anggota rumah tangga. Selain itu kualitas tempat tinggal juga dilihat dari luas lantai hunian rumah tangga. Luas lantai dapat digunakan sebagai ukuran seberapa luas ruang gerak anggota rumah tangga, luas lantai harus proporsional antara luas dan jumlah penghuninya. Luas ruangan rumah juga sangat berperan untuk menambah estetika dalam pengaturan ruang. Tabel 4.7 Persentase Rumah tangga Menurut Kualitas Perumahan, Kota Batu Tahun Kualitas Perumahan Luas Lantai Hunian (m 2 ) < ,39 22,84 56,29 13,10 6,38 1,99 20,57 55,78 14,05 7,61 0,87 19,72 49,84 17,68 11,88 Lantai Bukan Tanah 96,80 96,28 Sumber : Hasil Susenas , BPS Prov. Jatim 97,02 46

61 4 Luas lantai rumah tinggal selain digunakan sebagai indikator untuk menilai kemampuan sosial masyarakat, secara tidak langsung juga dikaitkan dengan system kesehatan lingkungan keluarga atau tempat tinggal (perumahan). Luas lantai erat kaitannya dengan tingkat kepadatan hunian atau rata-rata ruang gerak untuk setiap anggota keluarga. Data Susenas menunjukkan bahwa persentase rumah tangga yang mempunyai rumah dengan luas lantai m 2 mempunyai prosentase paling besar yaitu 49,84 persen, sedangkan rumah tangga yang menempati rumah dengan luas lantai < 20 m 2 hanya mencapai 0,87 persen. Jenis lantai juga dapat digunakan sebagai indikator untuk melihat kualitas perumahan, Semakin baik kualitas lantai perumahan dapat diasumsikan semakin membaik tingkat kesejahteraaan penduduknya. Rumahtangga dengan jenis lantai keramik atau marmer mempunyai tingkat kesejahteraan yang lebih baik dari pada rumahtangga yang menggunakan jenis lantai semen, ubin atau tanah. Selain itu, jenis lantai juga dapat mempengaruhi kondisi kesehatan masyarakat. Semakin banyak rumahtangga yang mendiami rumah dengan lantai tanah akan berpengaruh pada rendahnya derajat kesehatan masyarakat. Karena lantai tanah dapat menjadi media yang subur bagi timbulnya kuman penyakit dan media penularan bagi jenis penyakit tertentu. Di Kota Batu, rata-rata presentase jenis lantai bukan tanah sebesar 97,02 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kondisi rumah atau tempat tinggal di Kota Batu semakin baik karena prosentase jenis lantainya sebagian besar bukan tanah Fasilitas Tempat Tinggal Kelengkapan fasilitas pokok suatu rumahtangga akan menentukan nyaman atau tidaknya suatu rumah tinggal, yang juga menentukan kualitas suatu rumah tinggal. Fasilitas pokok yang penting agar suatu rumah menjadi nyaman dan sehat untuk ditinggali adalah tersedianya sarana penerangan listrik, air bersih serta jamban dengan tangki septik. Rumahtangga dengan sumber penerangan listrik PLN maupun non PLN terus mengalami kenaikan persentase. Tahun 2013 jumlah rumahtangga yang sudah menikmati penerangan listrik PLN sudah mencapai 100 persen. Hal tersebut 47

62 4 dikarenakan bahwa kebutuhan penerangan listrik sudah merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat Kota Batu. Tabel 4.8 Persentase Rumahtangga menurut fasilitas Perumahan, Kota Batu Tahun Indikator Fasilitas Perumahan Prosentase Rumah tangga dengan : - Air Minum bersih 98,34 95,02 100,00 - Penampungan kotoran tangki septik 85,07 91,26 91,77 Sumber : Hasil Susenas , BPS Prov. Jatim Air bersih merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi rumahtangga dalam kehidupan sehari-hari. Ketersediaan dalam jumlah yang cukup terutama untuk keperluan minum dan masak merupakan tujuan dari program penyediaan air bersih yang terus menerus diupayakan pemerintah. Pada tahun 2013 rumahtangga di Kota Batu yang menggunakan air bersih mencapai 100,00 persen. Yang termasuk air bersih adalah air leding dan air kemasan. Masalah kondisi lingkungan tempat pembuangan kotoran manusia tidak terlepas dari aspek kepemilikan terhadap sarana yang digunakan terutama dikaitkan dengan tanggung jawab dalam pemeliharaan dan kebersihan sarana. Fasilitas rumah tinggal yang berkaitan dengan hal tersebut adalah ketersediaan jamban sendiri dengan tangki septik. Pada tahun 2013 rumah tangga yang memiliki jamban sendiri dengan tangki septik mencapai 91,77 persen. Pencemaran dari sanitasi rumah juga bisa bersumber dari kondisi rumah yang terlalu padat ataupun kumuh. Dengan tingkat kepadatan rumah yang tinggi, ada kecenderungan sistem pembuangan limbah rumahtangga akan sulit terjaga. Jarak antara tempat penampungan akhir tinja/kotoran terhadap sumber air minum seharusnya minimal 10 meter, batasan ini untuk menghindari terkontaminasinya air dari penyakit yang bersumber dari limbah rumahtangga. 48

63 4 4.4 Indikator Ketenagakerjaan Pembangunan berhasil jika tujuan pembangunan bisa tercapai. Salah satu tujuan pembangunan adalah pemerataan kesempatan kerja bagi seluruh penduduk. Manusia sebagai salah satu faktor pembangunan harus dimaksimalkan potensinya agar bisa lebih berdaya guna dan berhasil guna untuk berperan serta dalam pembangunan di segala bidang. Beberapa indikator yang bisa digunakan untuk memantau perkembangan kondisi ketenagakerjaan di Kota Batu antara lain adalah Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), Tingkat Kesempatan Kerja (TKK), Tingkat Pengangguran Terbuka serta persentase penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) merupakan perbandingan antara penduduk usia kerja yang bekerja dan mencari pekerjaan (angkatan kerja) dengan jumlah penduduk usia kerja seluruhnya. Penduduk usia kerja didefinisikan sebagai penduduk berumur 15 tahun ke atas. Sedang angkatan kerja mencakup penduduk usia 15 tahun ke atas yang kegiatan utamanya sedang dan sementara tidak bekerja serta mereka yang sedang mencari pekerjaaan. Indikator ini memberikan gambaran seberapa besar kemampuan penduduk usia kerja untuk memperoleh penghasilan atau membantu menambah penghasilan keluarga. Dibandingkan tahun 2012 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja tahun 2013 mengalami kenaikan yaitu dari 70,09 menjadi 70,57 artinya bahwa dari penduduk yang berumur 15 tahun ke atas, 70 orang diantaranya termasuk angkatan kerja. Kenaikan TPAK ini disebabkan karena semakin banyak penduduk Kota Batu yang mendapat pekerjaan sejalan dengan semakin berkembangnya kegiatan perekonomian di Kota Batu terutama di bidang Pariwisata. 49

64 4 Tabel 4.9 Kondisi Ketenagakerjaan di Kota Batu Tahun (persen) Uraian Penduduk Angkatan Kerja Jumlah yang bekerja Tingkat Partisipasi Angk. Kerja (TPAK) Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) ,33 95,43 4, ,09 96,56 3, ,57 97,68 2,32 Sumber : Sakernas Tingkat Kesempatan Kerja (TKK) Indikator TKK merupakan salah satu indikator ketenagakerjaan yang memberikan informasi mengenai jumlah tenaga kerja yang terserap dalam lapangan kerja atau sektor yang ada. TKK (Tingkat Kesempatan Kerja) adalah perbandingan antara penduduk usia kerja 15 tahun keatas baik sedang bekerja atau sementara sedang tidak bekerja dibandingkan dengan penduduk angkataan kerja usia 15 tahun keatas. Dari data tabel, terlihat bahwa angka TKK tahun 2013 mengalami kenaikan, terlihat pada table 4.9 pada tahun 2013 TKK Kota Batu sebesar 97,68 persen, sedangkan pada tahun 2012 sebesar 96,59 persen. TKK tahun 2013 sebesar 97,68 persen artinya bahwa setiap 100 penduduk angkatan kerja, 98 diantaranya sudah bekerja. Dari hasil Sakernas 2013, diketahui bahwa jumlah angkatan kerja penduduk Kota Batu yang terserap dalam kegiatan ekonomi (bekerja) sebanyak atau 97,68 persen terhadap jumlah angkatan kerja. Perkembangan jumlah tenaga kerja di Kota Batu selama tahun dapat dilihat pada tabel Tingkat Pengangguran Terbuka Indikator makro yang digunakan untuk melihat perkembangan pengangguran adalah tingkat pengangguran terbuka (TPT). Secara konsepsional TPT adalah perbandingan antara banyaknya penduduk usia kerja (15 tahun keatas) yang 50

65 4 mengganggur dibandingkan dengan jumlah penduduk berusia 15 tahun ke atas yang termasuk angkatan kerja. Selanjutnya penduduk usia 15 tahun keatas yang mencari pekerjaan pada tahun 2012 tercatat sebesar 3,41 persen turun menjadi 2,32 persen pada tahun Kondisi ini menunjukkan bahwa semakin membaiknya kondisi perekonomian di Kota Batu karena dibukanya beberapa tempat pariwisata dan hotel. Sehingga berdampak pada kegiatan perekonomian di sektor perdagangan dan jasa yang berakibat pada penyerapan tenaga kerja. Di masa mendatang diharapkan kondisi penggangguran semakin berkurang karena pemerintah kota Batu masih melakukan pembangunan tempat-tempat wisata,hotel dan mengembangkan kegiatan perekonomian yang diharapkan dapat menyerap tenaga kerja yang ada. 4.5 Komponen-komponen Pembentuk IPM Sebagai pelaku dan sekaligus sasaran pembangunan, penduduk merupakan hal pokok yang harus diperhatikan. Dari satu sisi, jumlah penduduk yang besar merupakan sumberdaya potensial yang akan sangat berguna dalam setiap gerak pembangunan, namun demikian apabila tidak dibarengi dengan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memadai. Jumlah penduduk yang besar tidak akan bisa memberikan manfaat yang optimal bagi kemajuan pelaksanaan program pembangunan. Dari sisi lain, jumlah penduduk yang besar juga memerlukan perhatian ekstra dari pemerintah dalam hal pemenuhan kebutuhan pokok dan fasilitas pendukung yang diperlukan. Seperti yang diuraikan diatas IPM disusun dari tiga komponen yaitu : lamanya hidup, diukur dengan harapan hidup pada saat lahir; tingkat pendidikan, diukur dengan kombinasi antara angka melek huruf pada penduduk 15 tahun ke atas (dengan bobot dua per tiga) dan rata-rata lamanya sekolah (dengan bobot sepertiga); dan tingkat kehidupan yang layak, diukur dengan pengeluaran per kapita yang telah disesuaikan Purchasing Power Parity (PPP rupiah). Sehingga analisis yang dilakukan tidak hanya skor IPM secara total, tetapi perlu juga ditinjau komponenkomponen pendukung dari terjadinya skor IPM tersebut. 51

66 4 Antar ketiga komponen tersebut saling berkaitan satu sama lain. Seseorang yang berpendidikan tinggi cenderung mempunyai pengetahuan dan kepedulian yang tinggi terhadap kesehatan sehingga diharapkan berpeluang hidup lebih lama. Disamping itu seseorang yang berpendidikan tinggi diperkirakan mempunyai pekerjaan dan penghasilan yang lebih mapan dibandingkan dengan mereka yang berpendidikan rendah, sehingga kemampuan daya beli (tingkat kesejahteraan) lebih tinggi. Demikian juga dengan seseorang yang mempunyai penghasilan yang cukup akan mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap kesehatan dan mempunyai peluang yang lebih besar untuk membiayai sekolah anaknya kejenjang yang lebih tinggi. Begitu juga dengan orang yang sehat jasmani, akan mampu melakukan aktivitas ekonomi yang akan menghasilkan pendapatan atau income dengan sejumlah tertentu berupa upah/gaji, sehingga akan menciptakan sirkulasi arus barang/komoditi antar konsumen dan produsen, dan selain itu sebagian pendapatan tersebut akan diinvestasikan kependidikan baik untuk dirinya sendiri maupun anaknya. Hubungan sebaliknya, apabila seseorang berpendidikan rendah, maka seseorang tersebut juga cenderung akan mempunyai tingkat pengetahuan yang rendah dan kepedulian terhadap kesehatan juga rendah. Seseorang yang berpendidikan rendah pada umumnya mempunyai pekerjaan dan penghasilan yang rendah juga dibandingkan dengan seseorang yang berpendidikan tinggi, sehingga kemampuan daya beli (tingkat kesejahteraan) juga rendah. Begitu juga dengan orang yang tidak sehat jasmani, seseorang tersebut tidak akan dapat melakukan aktifitas ekonomi selama seseorang tersebut sakit, sehingga akan mengurangi pendapatan yang diterima selama periode tersebut, dan selanjutnya akan berpengaruh pada penurunan daya beli Indeks Harapan Hidup Komponen harapan hidup diharapkan mencerminkan lama hidup sekaligus hidup sehat suatu masyarakat. Hidup sehat senantiasa menjadi idaman bagi semua orang, bahkan secara preventif telah banyak dilakukan oleh bukan saja mereka yang berpengetahuan dan berkecukupan secara ekonomi, namun ada juga sebagian besar lapisan masyarakat yang melakukan hal serupa. Hidup sehat merupakan salah satu 52

67 4 indikasi hidup berumur panjang, sehingga untuk memperoleh dan sekaligus menikmati umur panjang, kesehatan harus tetap dijaga. Timbulnya berbagai macam penyakit di tahun-tahun terakhir ini, memungkinkan untuk meninggal di usia muda. Untuk meningkatkan usia harapan hidup, selain dengan fasilitas kesehatan, masyarakat sendiri mulai dianjurkan untuk hidup sehat. Seiring usia hidup yang relatif panjang tersebut, walaupun ada penurunan nilai tentunya segala bentuk upaya dalam program pembangunan dibidang kesehatan harus tetap dipertahankan. Hal ini penting untuk dilakukan, karena sub program yang dapat menekan angka kematian bayi maupun layanan kesehatan terhadap ibu hamil harus tetap eksis. Menurut ukuran UNDP, identifikasi hidup panjang diberikan batasan antara umur 25 tahun sampai dengan 85 tahun. Indeks Harapan Hidup diperoleh dari pengolahan angka harapan hidup (e 0 ) yang dihitung melalui metode tidak langsung dengan menggunakan dua macam data dasar yaitu jumlah rata-rata anak yang dilahirkan hidup (live births) dan jumlah ratarata anak yang masih hidup (still live children) perwanita usia tahun menurut kelompok umur lima tahunan. Tabel 4.10 : Angka Harapan Hidup dan Indeks Harapan Hidup Kota Batu Tahun TAHUN ANGKA HARAPAN HIDUP INDEKS HARAPAN HIDUP ,72 74, ,00 75, ,32 75,53 Sumber : Indikator Makro, BPS RI Rumus yang digunakan masing-masing indeks yaitu ; I ( i) { X ( i) Min. X ( i) } { Max. X Min. X ( i) ( i) } 53

68 4 Angka indeks tersebut Menurut ukuran UNDP, identifikasi hidup panjang diberikan batasan antara umur 25 tahun sampai dengan 85 tahun. Jadi nilai minimum 25 tahun dan nilai maksimum 85 tahun. Seperti yang terlihat pada tabel 4.10 diatas hubungan antara angka harapan hidup dan Indeks harapan hidup dapat dijabarkan dengan contoh dibawah ini : Indeks X 1 : Indeks Lamanya Hidup Angka Harapan Hidup pada saat lahir di Kota Batu tahun 2013 sebesar : 70,32 Indeks X 1,7 9 = (70,32-25 ) / ( ) = 45,32/ 60 = 0,75533 = 75,53 % Indeks Harapan Hidup Kota Batu Tahun 2013 = 75,53 % Indeks Harapan Hidup Kota Batu pada tahun 2013 mengalami peningkatan yang signifikan dibandingkan tahun 2012, yaitu dari 75,00 tahun menjadi 75,53 tahun, hal ini secara langsung dipengaruhi oleh angka harapan hidup. Kenaikan angka harapan hidup ini seperti yang dijelaskan sebelumya banyak penyebabnya, antara lain adanya perubahan gaya hidup yang lebih sehat bagi masyarakat, mulai banyaknya posyandu-posyandu dan fasilitas kesehatan yang didatangi oleh masyarakat. Dengan adanya perubahan-perubahan tersebut diatas diharapkan harapan hidup lebih lama akan tercapai Indeks Pedidikan Secara umum untuk melihat seberapa jauh keberhasilan program pembangunan dibidang pendidikan, indikatornya adalah seberapa lama penduduk rata-rata dapat menjalani pendidikan formal serta masih adakah penduduk yang buta huruf. Dari kedua indikator tersebut sebenarnya dapat terwujud apabila ada keterpaduan antara dua pihak yang saling berinteraksi, yaitu para subyek pembangunan serta indikator pendidikan yang menyediakan fasilitas dan pelayanan 54

69 4 pendidikan dengan obyek sasaran dalam hal ini adalah warga masyarakat dengan segala responnya. Pembangunan di dunia pendidikan pada dasarnya identik dengan pembangunan sumber daya manusia. Pembangunan sumberdaya manusia dikatakan berhasil apabila penduduk berkualitas. Seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya, bahwa indikator yang digunakan dalam menghitung Indeks Pendidikan adalah angka melek huruf(lit) dan Rata-rata lama sekolah (MYS) Tabel 4.11 : Angka Melek Huruf, Rata-rata Lama Sekolah dan Indeks Pendidikan Kota Batu Tahun TAHUN ANGKA MELEK HURUF RATA-RATA LAMA SEKOLAH INDEKS PENDIDIKAN ,27 8,52 84, ,37 8,54 84, ,37 8,76 85,04 Sumber : Angka Estimasi BPS RI, Rumus yang digunakan masing-masing indeks yaitu ; I ( i) { X ( i) Min. X ( i) } { Max. X Min. X ( i) ( i) } Nilai maksimum dan minimum yang digunakan sesuai standar UNDP yaitu untuk : Angka Melek Huruf : Nilai Minimum = 0 dan nilai Maksimum = 100 Rata-rata lama sekolah : Nilai Minimum = 0 dan nilai Maksimum = 15 Angka Indeks pendidikan pada tabel 6.2 diatas jika dijabarkan sesuai dengan contoh dibawah ini : Indeks X 2 : Indeks Pendidikan indeks ini terdiri dari dua komponen : i. AMH : Angka Melek Huruf (AMH) Kota Batu tahun 2013= 98,37 Indeks X 2 1,7 9 = (98,37-0) / (100-0) = 0,

70 4 ii. MYS : Rata-rata Lamanya Sekolah Kota Batu tahun 2013 = 8,76 Indeks X 2 2,7 9 = (8,76-0) / (15-0) = 8,76 / 15 = 58,40 Indeks X 2 = 2/3 Indeks X 2 1, /3 Indeks X 2 2,7 9 = 2/3 (0,9837) + 1/3 (0,5840) = 85,04 % Indeks Pendidikan sebagai salah satu komponen Indeks Pembangunan manusia di Kota Batu mengalami sedikit peningkatan dari 84,52 pada tahun 2012 menjadi 85,04 pada tahun Hal ini dapat dilihat pada tabel diatas dua komponen yang mendukungnya yaitu angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah mengalami kenaikan. Hal inilah yang sebenarnya diharapkan dalam program dunia pendidikan di Kota Batu Indeks Pendapatan ( Indeks Daya Beli ) Paritas Daya beli menunjukkan seberapa besar jumlah barang/jasa yang mampu untuk dapat dibeli oleh masyarakat yang disesuaikan dengan jumlah pendapatan (uang) yang ia terima/miliki. Setiap orang mempunyai kemampuan untuk membeli berbeda-beda, tergantung pada pendapatan dan kebutuhannya. Pada intinya, semakin tinggi kemampuan daya beli seseorang berarti semakin banyak ragam barang/jasa yang dapat atau mampu ia beli. Tabel 4.12 : Indeks PPP Kota Batu Tahun TAHUN INDEKS PPP , , ,69 Sumber : Indikator Makro BPS Provinsi Jawa Timur, Dari tabel diatas Indeks PPP Kota Batu dari tahun 2011 sampai tahun 2013 mengalami kenaikan dari 66,73 pada tahun 2012 menjadi 67,69 pada Kenaikan indeks PPP menunjukkan bahwa daya beli masyarakat Kota Batu pada 56

71 4 tahun 2013 mengalami peningkatan sesuai dengan peningkatan pendapatan yang diterima Indeks Komposit IPM Beberapa indikator pembentuk IPM yang disebut komponen IPM, secara komposit diperoleh makna apabila digunakan untuk mengkaji maupun mengevaluasi hasil-hasil program pembangunan dilakukan dengan pola keterbandingan. Dalam bahasan ini akan disajikan menurut keterbandingan antar waktu dan antar kabupaten/kota se- Malang Raya IPM Kota Batu Antar Waktu Secara umum angka IPM di Kota Batu selama periode menunjukkan sedikit kenaikan. Kenaikan angka IPM lebih disebabkan karena adanya sedikit perbaikan/peningkatan pada kesehatan dan pendidikan yang merupakan dampak dari peningkatan program pada kedua bidang tersebut. Sementara untuk komponen daya beli selama tahun juga mengalami kenaikan sebagai dampak dari naiknya pendapatan masyarakat sehingga kemampuan daya beli masyarakat juga ikut meningkat. Dengan angka IPM sebesar 76,09 menunjukkan kondisi status pembangunan manusia Kota Batu termasuk kategori menengah ke atas. Besarnya angka IPM yang dicapai Kota Batu tersebut menunjukkan bahwa pencapaian status pembangunan manusia secara umum selama periode mengalami perubahan yang cukup berarti walaupun masih pada tingkatan menengah ke atas. Yang berarti bahwa pembangunan yang dilakukan selama 3 tahun terakhir telah dapat menunjukkan kinerja yang baik dalam hal pembangunan manusia untuk lebih berkualitas dan berdaya saing tinggi. Perlu diketahui, untuk meningkatkan IPM suatu daerah, tidak hanya menyediakan sarana dan prasarana peningkatan sektor kesehatan, pendidikan, dan ekonomi, tetapi juga harus merubah paradigma masyarakat setempat dalam menyikapi keberadaan sarana dan prasarana tersebut. 57

72 4 Jika dalam suatu masyarakat masih menyukai atau lebih memilih pengobatan tradisional (dukun bayi) untuk pertolongan persalinan, daripada mempercayakan kepada tenaga medis, maka IPM di katagori kesehatan tidak akan mengalami peningkatan yang nyata. Demikian pula, jika suatu wilayah lebih memilih pendidikan informal daripada pendidikan formal, maka katagori pendidikannya tidak begitu menolong kenaikan IPM khususnya pada indikator rata-rata lama sekolah (mean years of schooling). Sementara paritas daya beli sangat bergantung harga-harga barang dan jasa di daerah tersebut. Tabel Besarnya Nilai IPM dan Komponen-Komponennya Selama Tahun Indeks *) Perubahan ( point ) Tahun IPM 74,93 75,42 76,19 0,77 Indeks Harapan Hidup 74,53 75,00 75,53 0,53 Indeks Pendidikan 84,45 84,52 85,04 0,52 Indeks PPP 65,80 66,73 67,69 0,96 Sumber : Indikator Makro BPS Prov. Jatim Dari ketiga komponen indeks pada bab 6.1 diatas didapat : Indeks Harapan Hidup (Indeks X 1 ) = 75,53 % Indeks Tingkat Pendidikan (Indeks X 2 ) = 85,04 % Indeks Pendapatan (Indeks X 3 ) = 67,69 % Dari ketiga indeks tersebut didapat : IPM = Indeks X 1 + Indeks X 2 + Indeks X 3 3 = ( 75, , ,69 ) / 3 = 76,09 Jika dilihat tabel 6.4 diatas dari faktor penyusun angka IPM, terlihat bahwa angka IPM Kota Batu tahun 2013 mengalami kenaikan sebesar 0,77 point bila 58

73 4 dibandingkan dengan tahun Apabila dilihat dari ketiga komponen indeks penentu IPM, maka semua Indeks penentu IPM mengalami kenaikan, Indeks Daya Beli mengalami kenaikan paling besar yaitu sebesar 0,96 poin dari 66,73 menjadi 67,69. Untuk Indeks Harapan Hidup mengalami peningkatan dari tahun 2012 sebesar 75,00 menjadi 75,53 pada tahun Untuk Indeks Pendidikan angka indeksnya mencapai 85,04 pada tahun 2013 atau naik sebesar 0,52 point dibandingkan tahun 2012 yang indeksnya sebesar 84,52. Angka indeks pendidikan mengindikasikan bahwa usaha di bidang pendidikan yang telah dicapai sudah cukup baik, Demikian pula dengan masalah kesehatan dalam masyarakat khususnya masalah lingkungan kesehatan dan perilaku kesehatan masyarakat masih perlu ditingkatkan guna peningkatan umur harapan hidup. Grafik 4.4 : Indikator dan Komponen IPM, Kota BatuTahun ,45 74,93 75,44 74,07 74,53 74,86 84,41 84,45 84,99 64,88 65,8 66, IPM IHH IP IPPP Analisa Pembangunan Manusia IPM adalah indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia/masyarakat/penduduk. Untuk melihat kemajuan atau kemunduran pencapaian pembangunan manusia diukur dengan tiga aspek pembangunan yang paling mendasar, yaitu Longevity (umur panjang dan sehat) yang disebut indeks kesehatan, Knowledge (pengetahuan) yang disebut indeks pendidikan, Decent Living Standard (standart hidup layak) yang disebut indeks PPP. IPM menjelaskan kemampyuan penduduk untuk menikmati pendapatan, kesehatan, dan pendidikan. Dalam konsep pembangunan manusia, manusia merupakan kekayaan bangsa yang sesungguhnya. Menurut UNDP, tujuan utama pembangunan adalah menciptakan lingkungan yang memungkinkan masyarakat menikmati umur panjang, 59

KATA PENGANTAR. Malang, 2012 Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Malang

KATA PENGANTAR. Malang, 2012 Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Malang KATA PENGANTAR Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan rahmat dan ridho-nya sehingga telah tersusun buku Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Malang

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Kondisi Alam 1. Letak dan Batas Wilayah Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi yang ada di pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua provinsi besar

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 -

IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI. Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37 - IV. GAMBARAN UMUM KOTA DUMAI 4.1 Kondisi Geografis Kota Dumai merupakan salah satu dari 12 kabupaten/kota di Provinsi Riau. Ditinjau dari letak geografis, Kota Dumai terletak antara 101 o 23'37-101 o 8'13

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 20 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 3.1. SITUASI GEOGRAFIS Secara geografis, Kota Bogor berada pada posisi diantara 106 derajat 43 30 BT-106 derajat 51 00 BT dan 30 30 LS-6 derajat 41 00 LS, atau kurang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi

BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM A. Gambaran Umum Daerah 1. Kondisi Geografis Daerah 2. Kondisi Demografi BAB I PENDAHULUAN A. DASAR HUKUM Perkembangan Sejarah menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang pertama dibentuk di wilayah Indonesia (staatblad Nomor : 378). Provinsi Jawa Barat dibentuk

Lebih terperinci

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah

BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT. Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan luas wilayah 5.1. Kondisi Geografis BAB V GAMBARAN UMUM PROPINSI JAWA BARAT Propinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 o 50 ' - 7 o 50 ' Lintang Selatan dan 104 o 48 '- 108 o 48 ' Bujur Timur, dengan

Lebih terperinci

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT

BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT BAB II. GAMBARAN UMUM WILAYAH DAN PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN SUMBA BARAT 2.1. Gambaran Umum 2.1.1. Letak Geografis Kabupaten Sumba Barat merupakan salah satu Kabupaten di Pulau Sumba, salah satu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan, yang dilakukan setiap negara ataupun wilayah-wilayah administrasi dibawahnya, sejatinya membutuhkan pertumbuhan, pemerataan dan keberlanjutan. Keberhasilan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 31 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN Gambaran Geografis Wilayah Secara astronomis, wilayah Provinsi Banten terletak pada 507 50-701 1 Lintang Selatan dan 10501 11-10607 12 Bujur Timur, dengan luas wilayah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat

BAB I PENDAHULUAN. produktivitas (Irawan dan Suparmoko 2002: 5). pusat. Pemanfaatan sumber daya sendiri perlu dioptimalkan agar dapat 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan laju dari pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh suatu negara untuk memperkuat proses perekonomian menuju perubahan yang diupayakan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM 51 BAB IV GAMBARAN UMUM A. Keadaan Geografis 1. Keadaan Alam Wilayah Kabupaten Bantul terletak antara 07 o 44 04 08 o 00 27 Lintang Selatan dan 110 o 12 34 110 o 31 08 Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten

Lebih terperinci

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... Halaman BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1 Latar Belakang... I-1 1.2 Dasar Hukum Penyusunan... I-3 1.3 Hubungan Antar Dokumen... I-4

Lebih terperinci

BAB III DESKRIPSI WILAYAH. Kota batu merupakan salah satu kota yang baru terbentuk pada

BAB III DESKRIPSI WILAYAH. Kota batu merupakan salah satu kota yang baru terbentuk pada BAB III DESKRIPSI WILAYAH A. Sejarah Pembentukan Kota Batu Kota batu merupakan salah satu kota yang baru terbentuk pada tahun 2001, Kota Batu adalah daerah otonom baru yang merupakan pemekaran dari Kabupaten

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR

4 GAMBARAN UMUM KOTA BOGOR 44 Keterbatasan Kajian Penelitian PKL di suatu perkotaan sangat kompleks karena melibatkan banyak stakeholder, membutuhkan banyak biaya, waktu dan tenaga. Dengan demikian, penelitian ini memiliki beberapa

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM. Kota Bogor mempunyai luas wilayah km 2 atau 0.27 persen dari

V. GAMBARAN UMUM. Kota Bogor mempunyai luas wilayah km 2 atau 0.27 persen dari V. GAMBARAN UMUM 5.1. Kondisi Geografis Kota Bogor mempunyai luas wilayah 118 50 km 2 atau 0.27 persen dari luas propinsi Jawa barat. Secara geografis, Kota Bogor terletak diantara 106 derajat 43 30 BT-106

Lebih terperinci

Bab I. Pendahuluan. Analisis Pembangunan Sosial Kabupaten Bandung Latar Belakang

Bab I. Pendahuluan. Analisis Pembangunan Sosial Kabupaten Bandung Latar Belakang Bab I. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Informasi statistik merupakan salah satu bahan evaluasi pelaksanaan perencanaan pembangunan daerah, serta sebagai bahan masukan dalam proses perumusan kebijakan perencanaan

Lebih terperinci

Bupati Murung Raya. Kata Pengantar

Bupati Murung Raya. Kata Pengantar Bupati Murung Raya Kata Pengantar Perkembangan daerah yang begitu cepat yang disebabkan oleh semakin meningkatnya kegiatan pambangunan daerah dan perkembangan wilayah serta dinamisasi masyarakat, senantiasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT ATA 2014 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyampaian laporan keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD merupakan amanah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Lebih terperinci

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BATU

BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BATU 46 BAB III GAMBARAN UMUM KOTA BATU A. Geografis Gambar1: Peta Kota Batu. Sumber: http://www.google.com/gambar peta kota batu yang diakses pada tanggal 04 Januari 2013, pukul 13.00 WIB. Secara astronomi,

Lebih terperinci

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar

KAJIAN LINGKUNGAN HIDUP STRATEGIS (KLHS) Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Polewali Mandar BAB II PROFIL WILAYAH KAJIAN Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN Kondisi Wilayah Letak Geografis dan Wilayah Administrasi Wilayah Joglosemar terdiri dari kota Kota Yogyakarta, Kota Surakarta dan Kota Semarang. Secara geografis ketiga

Lebih terperinci

LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG I BAB

LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG I BAB LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG 2009-203 I BAB I LKPJ AKHIR MASA JABATAN BUPATI JOMBANG 2009-203 A. DASAR HUKUM Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Akhir Masa Jabatan Bupati dimaksudkan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah

IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN. Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah 35 IV. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN A. Keadaan Umum Provinsi Lampung Provinsi Lampung terletak di ujung tenggara Pulau Sumatera. Luas wilayah Provinsi Lampung adalah 3,46 juta km 2 (1,81 persen dari

Lebih terperinci

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI

KONDISI UMUM WILAYAH STUDI 16 KONDISI UMUM WILAYAH STUDI Kondisi Geografis dan Administratif Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 45 10 Bujur Timur, 6 0 49

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014

DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014 DISTRIBUSI PENDAPATAN KOTA PALANGKA RAYA 2014 ISSN : No. Publikasi : Katalog BPS : Ukuran Buku : 17,6 cm x 25 cm Jumlah Halaman : iii + 20 halaman Naskah: Penanggung Jawab Umum : Sindai M.O Sea, SE Penulis

Lebih terperinci

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK

KABUPATEN ACEH UTARA. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK Katalog BPS : 4102004.1111 Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Utara Jl. T. Chik Di Tiro No. 5 Telp/Faks. (0645) 43441 Lhokseumawe 24351 e-mail : bpsacehutara@yahoo.co.id, bps1111@bps.go.id BADAN PUSAT

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum BAB I PENDAHULUAN 1.1. Dasar Hukum Dasar hukum penyusunan Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2016, adalah sebagai berikut: 1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL HALAMAN. iii

DAFTAR TABEL HALAMAN. iii i DAFTAR ISI HALAMAN KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Tujuan dan Sasaran... 3 I.3 Sumber Data... 4 I.4 Sistematika Penulisan... 5 BAB II Metodologi...

Lebih terperinci

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak Geografis dan Batas Administrasi Kabupaten di Wilayah BARLINGMASCAKEB Wilayah BARLINGMASCAKEB terdiri atas Kabupaten Banjarnegara, Kabupaten Purbalingga,

Lebih terperinci

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN

V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN V KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5. 1. Letak Geografis Kota Depok Kota Depok secara geografis terletak diantara 106 0 43 00 BT - 106 0 55 30 BT dan 6 0 19 00-6 0 28 00. Kota Depok berbatasan langsung dengan

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Kondisi Geografis dan Administrasi Kabupaten Majalengka GAMBAR 4.1. Peta Kabupaten Majalengka Kota angin dikenal sebagai julukan dari Kabupaten Majalengka, secara geografis terletak

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Letak Geografis Kabupaten Lombok Timur merupakan salah satu dari delapan Kabupaten/Kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Secara geografis terletak antara 116-117

Lebih terperinci

A. Gambaran Umum Daerah

A. Gambaran Umum Daerah Pemerintah Kota Bandung BAB I PENDAHULUAN A. Gambaran Umum Daerah K ota Bandung terletak di wilayah Jawa Barat dan merupakan Ibukota Propinsi Jawa Barat, terletak di antara 107º Bujur Timur dan 6,55 º

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 1101002.6409010 Statistik Daerah Kecamatan Babulu 2015 Statistik Daerah Kecamatan Babulu No. Publikasi : 6409.550.1511 Katalog BPS : 1101002.6409010 Naskah : Seksi Statistik Neraca Wilayah

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun

DAFTAR ISI. Halaman. X-ii. RPJMD Kabupaten Ciamis Tahun DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR... i DAFTAR ISI... ii DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR GRAFIK... xiii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-5

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi

BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU. Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi BAB IV GAMBARAN UMUM KABUPATEN MALINAU Kabupaten Malinau terletak di bagian utara sebelah barat Provinsi Kalimantan Timur dan berbatasan langsung dengan Negara Bagian Sarawak, Malaysia. Kabupaten Malinau

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2

DAFTAR ISI. BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH... II Aspek Geografi Dan Demografi... II-2 DAFTAR ISI DAFTAR ISI Hal DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... v DAFTAR GAMBAR... xix BAB I. PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen RPJMD

Lebih terperinci

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH

BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH BAB III RANCANGAN KERANGKA EKONOMI DAERAH DAN KEBIJAKAN KEUANGAN DAERAH 3.1 Arah Kebijakan Ekonomi Daerah Kebijakan pembangunan ekonomi Kabupaten Cianjur tahun 2013 tidak terlepas dari arah kebijakan ekonomi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan

BAB I PENDAHULUAN. Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kesejahteraan masyarakat merupakan salah satu tujuan dari pembangunan ekonomi nasional yang dapat dicapai melalui pembenahan taraf hidup masyarakat, perluasan lapangan

Lebih terperinci

Beberapa prinsip dasar dalam penyusunan Indeks Pembanguan Manusia Kabupaten Banyuwangi tahun 2010 yaitu:

Beberapa prinsip dasar dalam penyusunan Indeks Pembanguan Manusia Kabupaten Banyuwangi tahun 2010 yaitu: BAB II METODOLOGI 2. 1 PRINSIP DASAR PENYUSUNAN Prinsip dasar penyusunan publikasi ini masih merupakan kelanjutan dari tahun sebelumnya, yaitu tetap melakukan pengukuran terhadap kinerja pembanguan manusia

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan

I. PENDAHULUAN. Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Kemajuan dan perkembangan ekonomi Kota Bandar Lampung menunjukkan trend ke arah zona ekonomi sebagai kota metropolitan, kondisi ini adalah sebagai wujud dari

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR

BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH KABUPATEN BOGOR 3.7. Kondisi Geografis dan Administratif Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten dalam lingkungan Provinsi Jawa Barat. Luas wilayah Kabupaten Bogor adalah

Lebih terperinci

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007

BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 BAB IV KONDISI PEREKONOMIAN JAWA BARAT TAHUN 2007 4.1. Gambaran Umum awa Barat adalah provinsi dengan wilayah yang sangat luas dengan jumlah penduduk sangat besar yakni sekitar 40 Juta orang. Dengan posisi

Lebih terperinci

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang

BAB 1 PENDAHULUAN. dalam pembangunan adalah IPM (Indeks Pembangunan Manusia). Dalam. mengukur pencapaian pembangunan sosio-ekonomi suatu negara yang BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Kesejahteraan masyarakat merupakan hal yang harus dicapai dalam pembangunan. Adapun salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan dalam pembangunan adalah

Lebih terperinci

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD

2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 143 2.2 EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN RKPD SAMPAI DENGAN TAHUN 2013 DAN REALISASI RPJMD 2.2.1 Evaluasi Indikator Kinerja Utama Pembangunan Daerah Kinerja pembangunan Jawa Timur tahun 2013 diukur

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan

I. PENDAHULUAN. Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang dan Masalah Pembangunan merupakan serangkaian kegiatan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat melalui beberapa proses dan salah satunya adalah dengan

Lebih terperinci

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG

DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG IV. DINAMIKA PEREKONOMIAN LAMPUNG 4.1. Provinsi Lampung 4.1.1. Gambaran Umum Provinsi Lampung meliputi wilayah seluas 35.288,35 kilometer persegi, membentang di ujung selatan pulau Sumatera, termasuk pulau-pulau

Lebih terperinci

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014

INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 12 IndikatorKesejahteraanRakyat,2013 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT NUSA TENGGARA TIMUR 2014 No. ISSN : 0854-9494 No. Publikasi : 53522.1002 No. Katalog : 4102004 Ukuran Buku Jumlah Halaman N a s k a

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN. Administrasi GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 26 Administrasi Kabupaten Sukabumi berada di wilayah Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak diantara 6 o 57`-7 o 25` Lintang Selatan dan 106 o 49` - 107 o 00` Bujur

Lebih terperinci

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH

V. GAMBARAN UMUM WILAYAH V. GAMBARAN UMUM WILAYAH 5.1. Kondisi Geografis Luas wilayah Kota Bogor tercatat 11.850 Ha atau 0,27 persen dari luas Propinsi Jawa Barat. Secara administrasi, Kota Bogor terdiri dari 6 Kecamatan, yaitu

Lebih terperinci

Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah

Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah BADAN PUSAT STATISTIK Kabupaten Bandung Pemanfaatan DATA Statistik Dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Soreang, 1 Oktober 2015 Ir. R. Basworo Wahyu Utomo Kepala BPS Kabupaten Bandung Data adalah informasi

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU

IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU IV. KONDISI UMUM PROVINSI RIAU 4.1 Kondisi Geografis Secara geografis Provinsi Riau membentang dari lereng Bukit Barisan sampai ke Laut China Selatan, berada antara 1 0 15 LS dan 4 0 45 LU atau antara

Lebih terperinci

GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian

GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian GEOGRAFI DAN IKLIM Curah hujan yang cukup, potensial untuk pertanian Curah hujan Kecamatan Babulu rata-rata 242,25 mm pada tahun 2010 Kecamatan Babulu memiliki luas 399,46 km 2. Secara geografis berbatasan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH DAN ISU STRATEGIS... II-1

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH DAN ISU STRATEGIS... II-1 DAFTAR ISI DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1 LATAR BELAKANG... I-1 2.1 MAKSUD DAN TUJUAN... I-2 1.2.1 MAKSUD... I-2 1.2.2 TUJUAN... I-2 1.3 LANDASAN PENYUSUNAN...

Lebih terperinci

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH

BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH BAB IX PENETAPAN INDIKATOR KINERJA DAERAH Untuk mengukur tingkat keberhasilan atau pencapaian visi dan misi walikota dan wakil walikota pada akhir periode masa jabatan, maka ditetapkanlah beberapa indikator

Lebih terperinci

Katalog BPS:

Katalog BPS: Katalog BPS: 4103.1409 INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT (INKESRA) KABUPATEN ROKAN HILIR TAHUN 2013 No. Katalog : 4103.1409 Ukuran Buku Jumlah Halaman Naskah Gambar Kulit dan Setting Diterbitkan Oleh Kerjasama

Lebih terperinci

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Analisis struktur perekonomian kota Depok sebelum dan sesudah otonomi daerah UNIVERSITAS SEBELAS MARET Oleh: HARRY KISWANTO NIM F0104064 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Daerah Penelitian

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembangunan manusia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pada tahun 1990 UNDP (United Nations Development Programme) dalam

BAB II KAJIAN PUSTAKA. pembangunan manusia dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Pada tahun 1990 UNDP (United Nations Development Programme) dalam BAB II KAJIAN PUSTAKA Dalam bab ini diuraikan definisi dan teori pembangunan manusia, pengukuran pembangunan manusia, kajian infrastruktur yang berhubungan dengan pembangunan manusia, dan kajian empiris

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pada akhirnya melakukan perbaikan perbaikan untuk mencapai taraf hidup dan

BAB I PENDAHULUAN. pada akhirnya melakukan perbaikan perbaikan untuk mencapai taraf hidup dan 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Salah satu tujuan bangsa Indonesia yang diamanatkan dalam Pembukaan Undang-undang Dasar Republik Indonesia 1945 yaitu memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan

Lebih terperinci

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDUNG

BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDUNG BAB II GAMBARAN UMUM KOTA BANDUNG A. GEOGRAFI Kota Bandung merupakan Ibu kota Propinsi Jawa Barat yang terletak diantara 107 36 Bujur Timur, 6 55 Lintang Selatan. Ketinggian tanah 791m di atas permukaan

Lebih terperinci

RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4

RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4 RANCANGAN RENCANA PELAKSANAAN RPJMD TAHUN KE-4 RPJMD KOTA LUBUKLINGGAU 2008-2013 VISI Terwujudnya Kota Lubuklinggau Sebagai Pusat Perdagangan, Industri, Jasa dan Pendidikan Melalui Kebersamaan Menuju Masyarakat

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM KOTA SUKABUMI. Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada

BAB IV GAMBARAN UMUM KOTA SUKABUMI. Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada 4.1. Profil Wilayah BAB IV GAMBARAN UMUM KOTA SUKABUMI Kota Sukabumi terletak pada bagian selatan tengah Jawa Barat pada koordinat 106 0 45 50 Bujur Timur dan 106 0 49 29 Lintang Selatan dan 6 0 50 44

Lebih terperinci

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indeks Pembangunan Manusia (IPM) RINGKASAN Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabuputaen Banyuwangi Tahun 2009 mencapai 68,24 atau naik 0,44 dibanding dengan tahun 2008 yang sebesar 67,80. Kenaikan ini disebabkan

Lebih terperinci

PROFIL DESA. Profil Kelurahan Loji. Kondisi Ekologi

PROFIL DESA. Profil Kelurahan Loji. Kondisi Ekologi 23 PROFIL DESA Pada bab ini akan diuraikan mengenai profil lokasi penelitian, yang pertama mengenai profil Kelurahan Loji dan yang kedua mengenai profil Kelurahan Situ Gede. Penjelasan profil masingmasing

Lebih terperinci

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR BUPATI KABUPATEN BANYUASIN... KATA PENGANTAR BAPPEDA KABUPATEN BANYUASIN... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR GAMBAR... i ii iii iv ix BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu

BAB I PENDAHULUAN. suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Dalam memperkuat suatu perekonomian agar dapat berkelanjutan perlu adanya suatu perhatian khusus terhadap pembangunan ekonomi. Perekonomian suatu negara sangat

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM

BAB IV GAMBARAN UMUM BAB IV GAMBARAN UMUM A. Gambaran Umum Lokasi 1. Kondisi Fisik Nusa Tenggara Barat a. Peta wilayah Sumber : Pemda NTB Gambar 4. 1 Peta Provinsi Nusa Tenggara Barat b. Konsisi geografis wilayah Letak dan

Lebih terperinci

DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013

DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 DISTRIBUSI PENDAPATAN PENDUDUK KOTA PALANGKA RAYA TAHUN 2013 KATA PENGANTAR Buku Distribusi Pendapatan Penduduk Kota Palangka Raya Tahun 2013

Lebih terperinci

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN V GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5.1 Geografis dan Administratif Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5 0 50 7 0 50 Lintang Selatan dan 104 0 48 108 0 48 Bujur Timur, dengan batas-batas

Lebih terperinci

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 53 IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1 Kondisi Geografis Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka dan secara geografis terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan

Lebih terperinci

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi)

Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Halaman Tulisan Jurnal (Judul dan Abstraksi) Jurnal Paradigma Ekonomika Vol.1, No.7 April 2013 ANALISIS INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN TANJUNG JABUNG BARAT PERIODE 2007-2011 H. Syamsuddin. HM ABSTRACT

Lebih terperinci

Analisis Isu-Isu Strategis

Analisis Isu-Isu Strategis Analisis Isu-Isu Strategis Permasalahan Pembangunan Permasalahan yang ada pada saat ini dan permasalahan yang diperkirakan terjadi 5 (lima) tahun ke depan yang dihadapi Pemerintah Kabupaten Bangkalan perlu

Lebih terperinci

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal

Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal JURNAL TEKNIK POMITS Vol.,, () ISSN: 7-59 (-97 Print) Penilaian Tingkat Keberlanjutan Pembangunan di Kabupaten Bangkalan sebagai Daerah Tertinggal Yennita Hana Ridwan dan Rulli Pratiwi Setiawan Jurusan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi

BAB I PENDAHULUAN. perubahan mendasar atas struktur sosial, sikap-sikap masyarakat dan institusiinstitusi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan ekonomi merupakan suatu proses menuju perubahan yang diupayakan suatu negara secara terus menerus dalam rangka mengembangkan kegiatan ekonomi dan taraf

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN BLITAR 4.1 Kondisi Fisik Wilayah Beberapa gambaran umum dari kondisi fisik Kabupaten Blitar yang merupakan wilayah studi adalah kondisi geografis, kondisi topografi, dan iklim.

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup

I. PENDAHULUAN. perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup 1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang sudah direncanakan dalam melakukan suatu perubahan dengan tujuan utama memperbaiki dan meningkatkan taraf hidup masyarakat, meningkatkan

Lebih terperinci

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan

I.PENDAHULUAN. Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan I.PENDAHULUAN A.Latar Belakang Pembangunan di negara-negara berkembang lebih ditekankan pada pembangunan ekonomi, hal ini disebabkan karena terjadinya keterbelakangan ekonomi. Pembangunan di bidang ekonomi

Lebih terperinci

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan

BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR. Provinsi Jawa Timur membentang antara BT BT dan BAB IV GAMBARAN UMUM PROVINSI JAWA TIMUR 4. 1 Kondisi Geografis Provinsi Jawa Timur membentang antara 111 0 BT - 114 4 BT dan 7 12 LS - 8 48 LS, dengan ibukota yang terletak di Kota Surabaya. Bagian utara

Lebih terperinci

KOMPONEN IPM 5.1 INDIKATOR KESEHATAN. Keadaan kesehatan penduduk merupakan salah satu modal

KOMPONEN IPM 5.1 INDIKATOR KESEHATAN. Keadaan kesehatan penduduk merupakan salah satu modal KOMPONEN IPM Pembangunan manusia adalah suatu proses untuk memperbanyak pilihan-pilihan yang dimiliki manusia (masyarakat). Di antara berbagai pilihan, yang terpenting yaitu berumur panjang dan sehat,

Lebih terperinci

ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014

ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014 ANALISIS HASIL INDIKATOR PEMBANGUNAN MANUSIA KOTA JAKARTA SELATAN 2014 (Oleh Endah Saftarina Khairiyani, S.ST) 1.1 Latar Belakang Dewasa ini, perkembangan era globalisasi menuntut setiap insan untuk menjadi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

Lebih terperinci

IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN

IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN 5 IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN.1. Kondisi Geografi dan Topografi Provinsi Papua Barat awalnya bernama Irian Jaya Barat, berdiri atas dasar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang pembentukan Provinsi

Lebih terperinci

Katalog BPS :

Katalog BPS : Katalog BPS : 9902008.3373 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA SALATIGA TAHUN 2011 KATA PENGANTAR Puji syukur ke hadirat Allah SWT, atas terbitnya publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Salatiga

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertumbuhan ekonomi merupakan salah satu indikator yang penting dalam melakukan analisis tentang pembangunan ekonomi yang terjadi pada suatu negara ataupun daerah. Pertumbuhan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

DAFTAR ISI. Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR i ii v viii I. PENDAHULUAN 1 7 1.1. Latar Belakang 1 1.2. Rasional 4 1.3. Perumusan Masalah 5 1.4. Tujuan dan Manfaat Studi 5 1.4.1.

Lebih terperinci

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang

I-1 BAB I PENDAHULUAN. I. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah (LPPD) kepada Pemerintah, Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ)

Lebih terperinci

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... xii

DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... xii DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI... i DAFTAR TABEL... iii DAFTAR GAMBAR... xii BAB I PENDAHULUAN... I-1 1.1. Latar Belakang... I-1 1.2. Dasar Hukum Penyusunan... I-4 1.3. Hubungan Antar Dokumen... I-7 1.4.

Lebih terperinci

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013

BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 BAB. IV KONDISI PEREKONOMIAN KAB.SUBANG TAHUN 2013 4.1.Gambaran Umum Geliat pembangunan di Kabupaten Subang terus berkembang di semua sektor. Kemudahan investor dalam menanamkan modalnya di Kabupaten Subang

Lebih terperinci

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O15

PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN O15 BADAN PUSAT STATISTIK KABUPATEN NGADA No. 0/07/Th. VIII, 1 Juli 016 PERKEMBANGAN INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA KABUPATEN NGADA, TAHUN 011 - O15 Selama kurun waktu 011-015, IPM Kabupaten Ngada meningkat dari

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini

I. PENDAHULUAN. dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek yang sangat menonjol dalam proses pembangunan, khususnya di negara-negara berkembang. Hal ini disebabkan masalah ketenagakerjaan

Lebih terperinci

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER

BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER BERITA RESMI STATISTIK BPS KABUPATEN PASER IPM (INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA) KABUPATEN PASER TAHUN 2011 Pencapaian pembangunan manusia di Kabupaten Paser pada kurun 2007 2011 terus mengalami peningkatan.

Lebih terperinci

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM

PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM PEREKONOMIAN DAERAH KOTA BATAM Konsentrasi pembangunan perekonomian Kota Batam diarahkan pada bidang industri, perdagangan, alih kapal dan pariwisata. Akibat krisis ekonomi dunia pada awal tahun 1997 pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1

BAB I PENDAHULUAN LKPJ GUBERNUR JAWA BARAT TAHUN 2015 I - 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 69 mengamanatkan Kepala Daerah untuk menyampaikan Laporan Keterangan Pertanggungjawaban

Lebih terperinci

Daftar Tabel. Halaman

Daftar Tabel. Halaman Daftar Tabel Halaman Tabel 3.1 Luas Wilayah Menurut Kecamatan di Kab. Sumedang Tahun 2008... 34 Tabel 3.2 Kelompok Ketinggian Menurut Kecamatan di Kabupaten Sumedang Tahun 2008... 36 Tabel 3.3 Curah Hujan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan pembangunan, khususnya pembangunan manusia dapat dinilai secara parsial dengan melihat seberapa besar permasalahan yang paling mendasar di masyarakat

Lebih terperinci

BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA

BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA BAB I GAMBARAN UMUM PEREKONOMIAN KABUPATEN MAJALENGKA 1.1. Pertumbuhan Ekonomi PDRB Kabupaten Majalengka pada tahun 2010 atas dasar harga berlaku mencapai angka Rp 10,157 triliun, sementara pada tahun

Lebih terperinci

DAFTAR TABEL HALAMAN. iii

DAFTAR TABEL HALAMAN. iii SAMBUTAN i DAFTAR ISI HALAMAN SAMBUTAN... i DAFTAR ISI... ii BAB I PENDAHULUAN... 1 I.1 Latar Belakang... 1 I.2 Tujuan dan Sasaran... 3 I.3 Sumber Data... 4 I.4 Sistematika Penulisan... 5 BAB II Metodologi...

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan

BAB I PENDAHULUAN. maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat di suatu negara maka membutuhkan pembangunan. Manusia ataupun masyarakat adalah kekayaan bangsa dan sekaligus sebagai

Lebih terperinci

Laporan Eksekutif Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2013 Berdasarkan Data Susenas 2013 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI JAWA TIMUR Laporan Eksekutif Pendidikan Provinsi Jawa Timur 2013 Nomor Publikasi : 35522.1402

Lebih terperinci