SELEKSI PADA TERNAK KERBAU BERDASARKAN NILAI PEMULIAAN

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "SELEKSI PADA TERNAK KERBAU BERDASARKAN NILAI PEMULIAAN"

Transkripsi

1 SELEKSI PADA TERNAK KERBAU BERDASARKAN NILAI PEMULIAAN EKO HANDIWIRAWAN Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Jl. Raya Pajajaran Kav E-59, Bogor e_wirawan@yaoo.com ABSTRAK Seleksi dilaksanakan dengan maksud untuk mendapatkan kemajuan genetik pada generasi selanjutnya dan memperole populasi ternak yang lebi seragam. Sampai saat ini belum perna dilakukan seleksi secara sistematis dan terencana baik pada ternak kerbau di Indonesia. Seleksi pada kerbau Indonesia sebenarnya akan muda dilakukan karena adanya variasi individu yang sangat besar. Penerapan metode seleksi pada ternak kerbau dapat dilakukan dengan cara seperti yang biasa dikerjakan pada sapi potong atau sapi pera. Namun demikian sebagaimana seleksi yang dilakukan pada sapi potong dan sapi pera, sistem rekording data yang akurat dan pengumpulan data yang teratur dengan jumla conto yang mencukupi merupakan al pokok yang perlu dibangun dengan baik agar pengolaan dan analisis data yang dilakukan dapat mengasilkan informasi yang dapat dipercaya. Sifat yang dipili arus dibuat minimal karena tiap sifat yang disertakan dalam seleksi akan mengurangi intensitas seleksi yang dimungkinkan untuk sifat lain. Beberapa kriteria seleksi yang disarankan digunakan untuk kerbau meliputi angka reproduksi, kecepatan pertumbuan atau berat pada umur tertentu, kualitas karkas, kekuatan dan daya taan kerja serta temperamen. True breeding value dari ternak tidak dapat diketaui, yang dapat dilakukan adala mengitung estimated breeding value () berdasarkan petunjuk performans (nilai fenotipik) yang ada pada ternak itu sendiri, saudara, progeni atau tetuanya. Kecermatan pendugaan tersebut dipengarui ole (1) jumla catatan, () eritabilitas, (3) ripitabilitas dan (4) ubungan silsila/kekerabatan. Metode Best Linear Unbiased Prediction (BLUP) dapat mengitung dengan menggunakan data dari kelompok ternak yang berasal dari farm atau ranc yang berbeda atau dari dekade yang berbeda. Kata kunci: Kerbau, seleksi, nilai pemuliaan PENDAHULUAN Sumbangan sangat besar tela diberikan ole Robert Bakewell ( ) sebagai pionir besar dalam penerapan ilmu pemuliaan ternak (JOHANSSON dan RENDEL, 1966), seingga saat ini teori tentang pemuliaan ternak tela mengalami banyak sekali kemajuan. Sifat-sifat produksi beberapa jenis ternak tela mengalami kemajuan yang sangat mengesankan dengan aplikasi ilmu pemuliaan ternak. Pertambaan bobot badan dan efisiensi pakan yang tela dicapai saat ini pada ternak broiler demikian pula produksi telur pada layer merupakan conto kemajuan yang cukup mengesankan dalam bidang pemuliaan ternak. Kapasitas produksi berbagai komoditas ternak yang ada saat ini jelas sangat jau mengalami perbaikan dibandingkan ketika belum tersentu ilmu pemuliaan. Perbaikan mutu genetik ternak pada umumnya dapat dilakukan dengan jalan seleksi dan persilangan. Dengan seleksi generasi berikutnya akan memiliki frekuensi gen yang lebi seragam sesuai dengan ara yang dikeendaki pemulia, sebaliknya persilangan menyebabkan penambaan variasi gen pada generasi selanjutnya. Walaupun nampaknya saling bertolak belakang namun keduanya dapat diarakan untuk membentuk populasi yang memiliki mutu genetik lebi baik dari sebelumnya yang ditunjukkan dengan penampilan sifat-sifat produksi dari sebelumnya. Dalam prakteknya seleksi dan persilangan dapat berjalan bersama-sama secara berkesinambungan tidak dilakukan secara terpisa, seperti dilakukan pada pembentukan bangsa ternak baru misalnya. HARDJOSUBROTO (1994) mengemukakan bawa seleksi adala suatu tindakan untuk memili ternak yang dianggap mempunyai 79

2 mutu genetik baik untuk dikembangbiakkan lebi lanjut serta memili ternak yang dianggap kurang baik untuk disingkirkan dan tidak dikembangbiakkan lebi lanjut. Tindakan pemulia untuk menentukan ternakternak mana yang bole bereproduksi dan mengasilkan generasi selanjutnya dikatakan sebagai seleksi buatan. Di samping seleksi buatan, secara simultan sebenarnya juga bekerja seleksi alam, yaitu seleksi yang bekerja akibat pengaru kekuatan-kekuatan alam untuk menentukan ternak-ternak mana yang akan dapat bereproduksi selanjutnya. Seleksi alam didasarkan kepada daya adaptasi ternak teradap pengaru lingkungan dan pada umumnya mengakibatkan perubaan yang sangat lambat. Seleksi buatan dilakukan pemulia berdasarkan keunggulan yang dimiliki ternak sesuai dengan keinginan dan kebutuan manusia/pasar. Hal ini dilakukan untuk mempercepat perubaan mutu genetik ternak. Ukuran mutu genetik ternak yang dipergunakan sebagai pegangan dalam melakukan seleksi, sala satunya adala Nilai Pemuliaan (Breeding Value) ternak yang bersangkutan. Nilai Pemuliaan adala penilaian dari mutu genetik ternak untuk suatu sifat tertentu, yang diberikan secara relatif atas dasar kedudukannya di dalam populasinya (HARDJOSUBROTO, 1994). Sampai saat ini belum perna dilakukan seleksi secara sistematis dan terencana baik pada ternak kerbau di Indonesia. Seleksi pada kerbau Indonesia sebenarnya akan muda dilakukan karena variasi individu kerbau di Indonesia sangat besar dalam al konformasi bentuk tubu, produksi daging, pertumbuan, temperamen dan produksi susu (HARDJOSUBROTO, 1994). Penerapan metode seleksi pada ternak kerbau dapat dilakukan dengan cara seperti yang biasa dikerjakan pada sapi potong atau sapi pera. Dalam makala ini akan dibaas metode seleksi berdasarkan nilai pemuliaan yang dapat diterapkan pada kerbau seperti yang diterapkan pada sapi potong dan sapi pera. Namun demikian sebagaimana seleksi yang dilakukan pada sapi potong dan sapi pera, rekording data yang akurat dan pengumpulan data yang teratur dengan jumla conto yang mencukupi merupakan al pokok yang perlu dibangun dengan baik agar pengolaan dan analisis data yang dilakukan dapat mengasilkan informasi yang dapat dipercaya. PENGARUH SELEKSI TERHADAP KEMAJUAN GENETIK Fungsi seleksi adala menguba frekuensi gen, di mana frekuensi gen-gen yang diinginkan akan meningkat sedangkan frekuensi gengen yang tidak diinginkan akan menurun. Perubaan frekuensi gen-gen ini tentunya akan mengakibatkan rataan fenotipe dari populasi terseleksi akan lebi baik dibandingkan dari rataan fenotipe populasi sebelumnya. Perbedaan antara rataan performans dari ternak yang terseleksi dengan rataan performans populasi sebelum diadakannya seleksi disebut sebagai diferensial seleksi, yang dinyatakan dengan rumus (BECKER, 1985; HARDJOSUBROTO,1994): S = X S - X S = diferensial seleksi X = rataan fenotipe populasi X S = rataan fenotipe sesuda adanya seleksi Ada beberapa faktor yang mempengarui nilai diferensial seleksi, yaitu (1) pada seleksi untuk satu sifat, semakin sedikit ternak yang dipili semakin besar diferensial seleksinya; () diferensial seleksi dapat lebi besar pada kelompok ternak dengan jumla yang besar, sebab pada populasi yang besar akan semakin besar pula kemungkinan dijumpai ternakternak yang performansnya di atas atau di bawa rataan; (3) diferensial seleksi pada ternak jantan lebi tinggi daripada ternak betina, karena ternak jantan memiliki potensi untuk mengasilkan lebi banyak keturunan dibandingkan ternak betina (NOOR, 1996). Tidak selurunya perbedaan performans diturunkan ke generasi selanjutnya, proporsi dari diferensial seleksi yang dapat diwariskan kepada generasi berikutnya adala anya yang bersifat genetik saja, yaitu sebesar angka pewarisannya (eritabilitas). Dengan demikian besarnya diferensial seleksi yang diwariskan yang merupakan tanggapan seleksi yang akan muncul pada generasi berikutnya adala sebesar (HARDJOSUBROTO, 1994; FALCONER dan MACKAY, 1996): 80

3 R =. S R = tanggapan seleksi atau tanggapan seleksi per generasi = eritabilitas sifat yang diseleksi S = diferensial seleksi Rumus di atas anya dapat digunakan untuk mengitung tanggapan seleksi sebagai akibat dari seleksi yang tela atau sedang dilakukan sekarang dan tidak dapat digunakan untuk keperluan perencanaan, karena sukar untuk mengitung nilai S. Untuk suatu perencanaan maka tanggapan seleksi dapat diitung dengan rumus (HARDJOSUBROTO, 1994; FALCONER dan MACKAY, 1996) : R = i..σ p i = intensitas seleksi = S/σ p σ p = simpangan baku dari fenotipe Untuk mengitung tanggapan seleksi per taun maka rumus di atas arus dibagi dengan interval generasinya (=l). Interval generasi adala rataan umur tetua pada saat anak dilairkan (HARDJOSUBROTO, 1994; FALCONER dan MACKAY, 1996). i..σ p R = l Dari persamaan di atas maka dapat diketaui bawa tanggapan seleksi atau kemajuan genetik akibat seleksi dipengarui ole (1) akurasi/kecermatan seleksi; () intensitas seleksi; (3) variasi genetik; dan (4) interval generasi (BOURDON, 1997). Kecermatan seleksi sangat berkaitan langsung dengan nilai eritabilitas. Menurut WARWICK et al. (1990) beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menaikkan kecermatan seleksi adala (1) membakukan prosedur pengelolaan semaksimal mungkin dan membuat penyesuaian teradap pengelolaan atau lingkungan yang tidak mungkin dikendalikan (mengurangi ragam lingkungan); () jika memungkinkan, melakukan pengukuran berulang teradap suatu sifat; dan (3) penggunaan informasi performans individu dan saudara secara optimal. Intensitas seleksi yang tinggi, populasi yang sangat bervariasi dan interval generasi yang lebi pendek dapat meningkatkan laju kemajuan genetik. Idealnya keempat faktor tersebut dibuat maksimal untuk mempertinggi kemajuan genetik, yaitu kecermatan seleksi, intensitas seleksi dan variasi genetik dimaksimalkan dan interval generasi dibuat minimal. Namun demikian tidak mungkin semua faktor dibuat maksimal karena perubaan pada satu faktor terkadang mempengarui faktor yang lain (BOURDON, 1997). Dengan demikian, yang dapat dilakukan adala menentukan kombinasi terbaik dari keempat faktor tersebut yang dapat memperole kemajuan genetik yang optimal. Saling keterkaitan keempat faktor tersebut dalam menentukan kemajuan genetik tela dijelaskan ole BOURDON (1997). Pengurangan interval generasi biasanya menyebabkan pengurangan/penurunan kecermatan seleksi. Hal ini disebabkan anya sedikit catatan (catatan progeni) tersedia yang dapat dipergunakan dalam membuat prediksi/pendugaan genetik. Intensitas seleksi yang sangat tinggi bagi ternak pengganti akan menyebabkan banyak ternak yang dipertaankan di dalam populasi seingga interval generasi akan menjadi panjang. Seleksi searusnya ditujukan kepada sifatsifat yang betul-betul penting ditinjau dari segi ekonomi. Tabel 1 menunjukkan daftar sejumla sifat dari sapi potong dan sapi pera yang dapat dipertimbangkan dalam program seleksi. Dalam praktek, seleksi sering tidak anya ditujukan kepada satu sifat saja tetapi dilakukan teradap beberapa macam sifat. Beberapa macam sifat tersebut terkadang dianggap sama-sama pentingnya dalam segi ekonomi seingga arus dilakukan semuanya. Walaupun demikian perlu dipaami bawa seleksi secara simultan teradap beberapa sifat dapat menurunkan diferensial seleksinya seingga sifat mana yang dipili arus dipertimbangkan secara seksama. Jumla sifat yang dipili arus dibuat minimal karena tiap sifat yang disertakan dalam seleksi akan mengurangi intensitas seleksi yang dimungkinkan untuk sifat lain. Ada tiga cara untuk melakukan seleksi teradap beberapa macam sifat yang dapat dijalankan secara tunggal atau kombinasi dari cara-cara tersebut. Ketiga cara tersebut adala (1) memili satu sifat sampai pada tingkat perbaikan yang diinginkan, kemudian baru memili sifat yang kedua, demikian seterusnya (Tandem Selection); () memili 81

4 individu-individu yang mencapai tingkat minimal yang ditentukan untuk masingmasing sifat dan semua individu di bawa tingkat yang ditentukan untuk setiap sifat akan disisikan dengan tidak memandang kelebian pada sifat yang lain (Independent Culling Levels); (3) menggabungkan semua informasi dari semua sifat dari suatu individu ke dalam suatu skor atau penilaian keseluruan untuk digunakan sebagai dasar untuk memili atau menyisikan ternak (Index Selection) (WARWICK et al., 1990; HARDJOSUBROTO, 1994). Tabel 1. Daftar sifat-sifat yang mungkin dipertimbangkan dalam program seleksi Jenis ternak Sifat-sifat obyektif Sifat-sifat subyektif Sapi pera Produksi susu per laktasi Bentuk tubu Produksi susu selama idup Ketiadaan cacat % lemak Muda dipera (dengan tangan) % baan kering tanpa lemak Tabiat Lama memera (mesin) Kekuatan (vigor) Bobot lair, dan pada umur-umur berbeda sampai Tidak ada kesulitan beranak dewasa Besar badan (ukuran tubu) Umur saat pubertas Jarak beranak Sapi potong Umur saat pubertas Bentuk tubu Keteraturan beranak Ketiadaan cacat Bobot lair Tidak ada kesulitan beranak Bobot sapi Libido Laju pertumbuan pasca sapi Tabiat Konversi pakan Bentuk karkas Bobot dewasa & besar kerangka Kekuatan (vigor) Kualitas karkas Kemampuan kerja (kekuatan menarik dan kecepatan) Sumber: WARWICK et al. (1990) Untuk kerbau, HARDJOSUBROTO (1994) menyarankan beberapa kriteria seleksi yang dapat digunakan yaitu meliputi angka reproduksi, kecepatan pertumbuan atau berat pada umur tertentu, kualitas karkas, kekuatan dan daya taan kerja serta temperamen. Apabila kriteria pemilian berdasarkan kekuatan dan daya taan kerja sukar dilakukan maka disarankan berdasarkan berat badan pada umur tertentu, karena ada alasan kuat mengatakan bawa kekuatan kerja kerbau dipengarui ole besarnya tubu. NILAI PEMULIAAN Nilai Pemuliaan dari seekor ternak adala sebua gambaran nilai gen-gen ternak yang bersangkutan untuk keturunannya (KINGHORN, 199). Seleksi dilaksanakan biasanya bertujuan untuk memili tetua yang memiliki Nilai Pemuliaan paling tinggi dari semua ternak yang tersedia, supaya keturunan dari tetua yang terseleksi mencapai rataan performans setinggi mungkin. Seandainya dapat diketaui secara pasti Nilai Pemuliaan sebenarnya (true breeding value) dari setiap ternak maka tujuan tersebut dapat dicapai secara efisien dengan meranking ternakternak menurut true breeding value tersebut dan memili dari daftar teratas. Namun demikian, dalam praktek true breeding value dari ternak-ternak tersebut tidak diketaui, yang ada anya satu atau lebi petunjuk untuk true breeding value itu. Petunjuk itu terdiri dari satu atau lebi ukuran performans (nilai fenotipik) yang ada pada 8

5 ternak itu sendiri atau pada saudaranya. Dengan menggunakan petunjuk-petunjuk tersebut dapat diperkirakan true breeding value dari setiap ternak dan kemudian ternakternak tersebut dapat diranking menurut estimated breeding value (). Dengan meranking ternak menurut maka sebenarnya tela cenderung meranking ternakternak tersebut menurut true breeding value. Lebi akurat perkiraan true breeding value tersebut maka lebi akurat ranking yang tela dibuat tersebut (NICHOLAS, 1987). Rumus umum untuk mengitung perkiraan Nilai Pemuliaan dari sumber informasi tunggal menurut BOURDON (1997) adala : I = b.x I = nilai indeks (predicted value) b x = koefisien regresi = (P I - P) = deviasi dari rataan contemporary Nilai indeks (I) adala Nilai Pemuliaan dugaan yang terdiri dari beberapa bentuk, biasanya berupa Estimated Breeding Value (), Expected Progeny Difference (EPD) atau Most Probable Producing Ability (MPPA). Koefisien regresi (b) merupakan regresi dari true value (BV, PD atau PA) atas evidence (fakta) yang mengukur perubaan (expected) true value per unit perubaan evidence. Nilai koefisien regresi tergantung pada sumber informasi catatan produksi dan metode prediksi Nilai Pemuliaan. HARDJOSUBROTO (1994) memberikan pengertian dari istila, EPD dan MPPA. Estimated Breeding Value () atau Nilai Pemuliaan dugaan adala asil pendugaan dari Nilai Pemuliaan yang sesunggunya yang diitung berdasarkan atas performans individu dan keluarga dekatnya dibandingkan dengan performans populasinya. Expected Progeny Difference (EPD) atau Ramalan Beda Produksi adala ramalan perbedaan antara performans di kelak kemudian ari dari anak seekor pejantan bila dibandingkan dengan performans populasinya. Most Probable Producing Ability (MPPA) atau Penduga Kemampuan Berproduksi adala suatu pendugaan dari produksi ternak di masa mendatang yang didasarkan atas produksi sekarang dan di masa yang lalu. Sumber informasi untuk mengitung Nilai Pemuliaan Dalam menduga Nilai Pemuliaan seekor ternak, ada empat macam sumber informasi yang dapat dipergunakan, yaitu (1) fenotipe individu itu sendiri; () fenotipe saudara kolateral; (3) fenotipe anak keturunannya; dan (4) fenotipe tetuanya (HARDJOSUBROTO, 1994). Dengan rumus umum I = b.x, BOURDON (1997) memberikan conto rumus koefisien regresi yang dipakai untuk mengitung Nilai Pemuliaan dari sumber informasi tunggal (catatan individu, catatan saudara kolateral dan catatan progeni) seperti terliat pada Tabel. Berdasarkan Tabel tersebut dapat diambil conto jika akan diitung seekor induk sapi pera dari n catatan dirinya sendiri, maka rumusnya adala : I = b.x n =. (P I - P) 1+ ( n 1) r = eritabilitas r = ripitabilitas P I = rataan catatan produksi ternak yang sedang diduga P = rataan produksi populasi Demikian juga untuk pendugaan yang lain berlaku aturan seperti conto di atas. 83

6 Tabel. Conto rumus koefisien regresi yang dipakai untuk mengitung nilai pemuliaan dari sumber informasi tunggal dan kecermatannya Pendugaan (I) MPPA EPD EPD Sumber informasi (x) Catatan tunggal individu Rataan n catatan dari individu Rataan n catatan dari individu tunggal dari m alf sib tunggal dari m alf sib tunggal dari m full sib tunggal dari p progeni tunggal dari p progeni progeni tunggal dari l litter dari sebanyak k anak Rataan n catatan masing-masing dari p progeni Sumber: BOURDON (1997) Koefisien regresi (b) Kecermatan n 1+ ( n 1) r nr 1+ ( n 1) r m 4+ ( m 1) 1 m 4+ ( m 1) p 4+ ( p 1) p 4 + ( p 1) lk 4+ ( k 1)( + 4c ) + ( l 1) k FS n 1+ ( n 1) r nr 1+ ( n 1) r 1 m 4 4+ ( m 1) 1 m + ( m 1)( + c FS ) p 4 + ( p 1) lk 4+ ( k 1)( + 4c ) + ( l 1) k FS 1 1 p p 4 1+ ( n 1) r 1+ ( n 1) r + ( p 1) + ( p 1) n 4 n 4 Pendugaan Nilai Pemuliaan atas dasar sumber informasi performans dari tetuanya (seleksi silsila) dapat dilakukan dengan rumus berikut (HARDJOSUBROTO, 1994): NP = 1/ (P D - P) + 1/ (P S - P) P S = performans bapaknya = performans induknya P D P = rataan performans populasi Seandainya tidak tersedia informasi dari kedua tetuanya maka informasi dari nenek, kakek, terus ke atas dapat digunakan tetapi dengan meruba koefisien di depan sesuai dengan ubungan individu tersebut dengan moyangnya tersebut. Hubungan individu dengan kedua tetua (parent) adala 1/, 84

7 dengan kakek dan neneknya (grandparent) adala 1/4, dengan buyut (grade grandparent) adala 1/8 demikian seterusnya makin jau makin renda, yang mencerminkan sumbangan dara dari moyangnya tersebut. Dengan demikian conto rumus Nilai Pemuliaan seekor ternak dengan menggunakan informasi dari induk dan neneknya adala (HARDJOSUBROTO, 1994): NP = 1/ (P D - P) + 1/4 (P N - P) P N = performans neneknya Kedua rumus pendugaan Nilai Pemuliaan dari informasi silsila di atas ditulis dalam bentuk yang tela disederanakan. Kecermatan pendugaan nilai pemuliaan (accuracy prediction) menunjukkan keterandalan (reliability) dari pendugaan tersebut, kecermatan tidak dapat dipakai untuk memperbaiki kebenaran pendugaan tersebut (KINGHORN, 199). Sebagai conto, seandainya dua ekor ternak mempunyai yang sama tetapi kecermatan satu ekor ternak lebi tinggi dibandingkan yang lain maka masi dianggap bawa dua ekor ternak tersebut mempunyai genetik yang sama. Walaupun demikian, ada resiko yang lebi besar bawa true breeding value dari ternak dengan kecermatan lebi renda secara signifikan lebi renda daripada yang diarapkan/diperkirakan dibandingkan ternak satunya. Banyak faktor yang mempengarui kecermatan pendugaan seperti terliat pada rumus dalam Tabel. Faktor-faktor tersebut sama dengan faktor yang mempengarui koefisien regresi yaitu (1) jumla catatan, () eritabilitas, (3) ripitabilitas dan (4) ubungan silsila/kekerabatan. Pengaru keempat faktor tersebut teradap kecermatan pendugaan Nilai Pemuliaan dapat diliat dengan jelas pada Tabel 3. Tabel 3. Kecermatan pendugaan nilai pemuliaan dari sumber informasi tunggal Sumber Hubungan Jumla Heritabilitas informasi kekerabatan catatan 0,05 0,30 0,70 Individu 1,00 1 0, 0,55 0,84 Half sib 0,5 1 0,06 0,14 0,1 10 0,17 0,33 0,41 0 0, 0,39 0, ,37 0,47 0, ,48 0,49+ 0,49+ Progeni 0,50 1 0,11 0,7 0,4 10 0,34 0,67 0,8 0 0,45 0,79 0, ,75 0,94 0, ,96 0,99 0,99+ Sumber: BOURDON (1997) Dari Tabel 3 terliat bawa makin tinggi nilai eritabilitas maka kecermatan pendugaan makin meningkat, al ini dikarenakan eritabilitas mengukur kekuatan ubungan di antara Nilai Pemuliaan dengan nilai fenotipe. Kecermatan pendugaan paling tinggi diperole dari penggunaan catatan individu, selanjutnya catatan progeni dan kemudian catatan alf sib. Hal ini berubungan dengan proporsi gen yang dikandung dari sumber informasi untuk pendugaan. Semakin banyak jumla catatan, kecermatan terliat semakin lebi baik. Dapat diliat pula bawa jika eritabilitas tinggi, maka catatan performans individu merupakan petunjuk yang baik dari Nilai Pemuliaannya karena memiliki kecermatan yang tinggi (0,84). Catatan progeni merupakan sumber informasi yang sangat berarga karena dengan jumla catatan yang cukup, kecermatan pendugaan Nilai Pemuliaan mampu melebii kecermatan pendugaan dengan sumber informasi catatan performans 85

8 individu itu sendiri walaupun pada sifat dengan eritabilitas yang renda. Dapat dicatat pula bawa catatan dari saudara anya dapat meningkat kecermatan pendugaan tidak melebii 0,5. Best linear unbiased prediction Pendugaan Nilai Pemuliaan yang dilakukan di atas dilakukan dengan asumsi bawa informasi performans yang dipergunakan berasal dari kelompok ternak kontemporari yang mirip secara genetis. Seandainya ingin melakukan pendugaan menggunakan data dari kelompok ternak kontemporari yang berbeda secara genetis, yaitu misalnya berasal dari farm atau ranc yang berbeda atau dari dekade yang berbeda maka metode yang cocok dengan keadaan tersebut adala dengan menggunakan Best Linear Unbiased Prediction (BLUP) (BOURDON, 1997), suatu metode yang tela dikembangkan ole HENDERSON (NICHOLAS, 1987; SCHNEEBERGER, 199). BLUP merupakan metode analisis uji zuriat yang menggunakan berbagai macam informasi dari anak dan lingkungannya, seingga peramalan mutu pejantan dapat dikatakan tidak mengalami bias (HARDJOSUBROTO, 1994). Metode BLUP tidak lain adala kombinasi dari seleksi indeks dengan teknik least square (HARDJOSUBROTO, 1994). Pengaru lingkungan dan nilai pemuliaan dari ternak diestimasi serentak (simultan) seingga perbedaan genetik di antara erd diperitungkan dengan benar (SCHNEEBERGER, 199). BLUP memerlukan peritungan yang sangat intensif dengan menggunakan multiple sumber informasi dan melibatkan solusi (cara penyelesaian) simultan dari sejumla persamaan. BLUP menggabungkan berkali-kali sejumla persamaan yang akan dipergunakan untuk indeks seleksi yang sesuai, al ini karena sekali analisis, BLUP menyediakan pendugaan untuk keseluruan populasi ternak, tidak anya untuk satu ternak pada suatu waktu (BOURDON, 1997). Untuk sedikit menggambarkan bagaimana dan pengaru apa saja yang digunakan dalam analisisnya, berikut ini adala model statistik yang dipakai dalam mengitung BLUP (HARDJOSUBROTO, 1994) : W = HY + BY + A + G + S + 1/G + 1/S + e di mana: W = nilai BLUP HY = pengaru taun (erd year effect) BY = block calving effect A = pengaru umur saat beranak G = pengaru kelompok pejantan (sire group) S = pengaru pejantan G = maternal grandsire group effect S = maternal grandsire effect e = galat (error) Dari model tersebut di atas dapat diliat bagaimana kompleksnya cara mengitung nilai W. Dimasukkannya bermacam-macam faktor itu dengan maksud untuk meningkatkan kecermatan dalam mengitung nilai W. Ole karena itu, peritungan dengan cara demikian disebut dengan unbiased prediction, yaitu peramalan yang tanpa penyimpangan (HARDJOSUBROTO, 1994). NICHOLAS (1987) tela mengemukakan empat langka dasar metode BLUP di dalam melakukan pendugaan Nilai Pemuliaan, sekaligus memberikan conto peritungan sederana dari keempat langka tersebut, yang meliputi: 1. Menuliskan sebua ekspresi (disebut sebua model) yang menggambarkan performans individu yang berubungan dengan semua faktor yang diperlukan untuk dimasukkan ke dalam peritungan.. Menuliskan persamaan kuadrat terkecil (least squares equations), yang berubungan dengan model. 3. Menambakan σ σ e s ke koefisien diagonal dari sisi kiri setiap persamaan yang menunjukkan pengaru sire, di mana σ s adala ragam pengaru sire (=1/4V A = 1/4 V P ), dan σ e adala residual error variance (=V P -σ s = (1-1/4 )V P ), di mana V P adala ragam fenotipik. Persamaan tersebut sekarang disebut persamaan mixed-model (mixedmodel equations). 4. Mengasilkan sebua estimasi dari setiap pengaru dengan menyelesaikan persamaan mixed-model setela menentukan beberapa pembatas-pembatas yang perlu, seperti μ=0. 86

9 BLUP tela membuktikan sebagai metode yang sangat berguna untuk menduga Nilai Pemuliaan (SCHNEEBERGER, 199), dan lebi andal daripada pendekatan seleksi indeks konvensional (NICHOLAS, 1987), dengan kesalaan pendugaan sangat diminimalkan (tidak bias) dengan korelasi antara yang diduga dengan penduganya maksimal (HARDJOSUBROTO, 1994). Karena kemampuannya untuk mengitung perbedaan genetik di antara kelompok kontemporari dan dapat menyediakan pendugaan genetik untuk banyak ternak pada suatu waktu, maka BLUP adala metode yang disukai untuk evaluasi genetik skala besar yaitu evaluasi genetik dari populasi yang sangat besar, kususnya segala bangsa (BOURDON, 1997). Ada beberapa tipe model BLUP, yaitu sire model, sire-maternal grandsire model, animal model, repeat measure model, direct-maternal model, multiple-trait model. Perbedaan di antara model-model tersebut adala pada ternak yang menerima pendugaan genetik (misalnya anya bapak, semua tetua, atau semua ternak), jumla atau macam pendugaan yang dibuat dan kesukaran peritungan. Pada 1. BLUP animal model X umumnya lebi rumit model, lebi banyak persamaan yang terlibat, dan lebi banyak fasilitas komputer yang diperlukan (BOURDON, 1997). BLUP animal model saat ini dipergunakan pada banyak negara untuk sejumla spesies, termasuk sapi pera, sapi potong, babi, kuda, domba dan ikan (SCHNEEBERGER, 199). BOURDON (1997) tela membuat diagram yang menggambarkan perbedaan pendugaan Nilai Pemuliaan dengan cara BLUP animal model dan Selection index sire model (Gambar 1). Dari diagram tersebut terliat bawa BLUP animal model menggunakan informasi perfor-mans dari seluru ternak yang memiliki ubungan kekerabatan, tidak anya alf sib tetapi juga saudara sepupu karena mereka mempunyai nenek bersama (common granddam). Sementara itu, pendugaan Nilai Pemuliaan dengan menggunakan metode Selection index sire model menggunakan kelompok bapak dengan mengabaikan ubungan maternalnya. Individu X dan Y terliat tidak lebi sebagai alf sib dan Y dan Z terliat tidak mempunyai ubungan. Grandsire 1 Y Z. Selection index sire model X Y Z Sire 1 Dam Sire Sire 1 Sire Granddam Grandsire Grandsire 1 Grandsire Gambar 1. Diagram yang menggambarkan perbedaan pendugaan nilai pemuliaan dengan cara BLUP animal model dan selection index sire model KESIMPULAN Seleksi pada ternak kerbau dapat dikerjakan dengan metode seleksi yang biasa digunakan pada sapi potong dan sapi pera. Seleksi dilaksanakan dengan maksud untuk mendapatkan kemajuan genetik pada generasi selanjutnya, di mana kemajuan yang dicapai tergantung pada (1) akurasi/kecermatan seleksi; () intensitas seleksi; (3) variasi genetik dan (4) interval generasi. Seleksi secara simultan teradap beberapa sifat dapat menurunkan diferensial seleksi seingga jumla sifat yang dipili 87

10 arus dibuat minimal karena tiap sifat yang disertakan dalam seleksi akan mengurangi intensitas seleksi yang dimungkinkan untuk sifat lain. Beberapa kriteria seleksi yang disarankan digunakan untuk kerbau meliputi angka reproduksi, kecepatan pertumbuan atau berat pada umur tertentu, kualitas karkas, kekuatan dan daya taan kerja serta temperamen. True breeding value dari ternak tidak dapat diketaui, yang dapat dilakukan adala mengitung estimated breeding value () berdasarkan petunjuk performans (nilai fenotipik) yang ada pada ternak itu sendiri, saudara, progeni atau tetuanya. Kecermatan pendugaan tersebut dipengarui ole (1) jumla catatan, () eritabilitas, (3) ripitabilitas dan (4) ubungan silsila/kekerabatan. Metode Best Linear Unbiased Prediction (BLUP) dapat mengitung dengan menggunakan data dari kelompok ternak yang berasal dari farm atau ranc yang berbeda atau dari dekade yang berbeda. DAFTAR PUSTAKA BECKER, W. A Manual of Quantitative Genetics. Fourt Edition. Academic Enterprises. Pullman, Wasington. BOURDON, R. M Understanding Animal Breeding. Prentice-Hall, Inc. New Jersey. FALCONER, D. S. and T. F. C. MACKAY Introduction to Quantitative Genetics. Fourt Edition. Longman Group Ltd. England. HARDJOSUBROTO, W Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta. JOHANSSON, I. and J. RENDEL Genetics and Animal Breeding. Translated by M. TAYLOR. W. H. FREEMAN and Company. San Francisco. KINGHORN, B Principles of Estimated Breeding Values. In: Animal Breeding, Te Modern Approac. Post Graduate Foundation in Veterinary Science, University of Sidney. New Sout Wales, Australia. NICHOLAS, F. W Veterinary Genetics. Oxford University Press Inc., New York. NOOR, R. R Genetika Ternak. PT. Penebar Swadaya. Jakarta. SCHEEBERGER, M Te Alternative Evaluation Procedures. In: Animal Breeding, Te Modern Approac. Post Graduate Foundation in Veterinary Science, University of Sidney. New Sout Wales, Australia. WARWICK, E. J., J. M. ASTUTI, dan W. HARDJOSUBROTO Pemuliaan Ternak. Gadja Mada University Press. Yogyakarta. 88

NILAI PEMULIAAN. Bapak. Induk. Anak

NILAI PEMULIAAN. Bapak. Induk. Anak Suhardi, S.Pt.,MP NILAI PEMULIAAN Dalam pemuliaan ternak, pemilihan ternak ternak terbaik berdasarkan keunggulan genetik, karena faktor ini akan diturunkan pada anak anaknya.? Nilai Pemuliaan (NP) merupakan

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang

TINJAUAN PUSTAKA. penting diberbagai agro-ekosistem, karena memiliki kapasitas adaptasi yang TINJAUAN PUSTAKA SistematikaTernak Kambing Ternak kambing merupakan ruminansia kecil yang mempunyai arti besarbagi rakyat kecil yang jumlahnya sangat banyak. Ditinjau dari aspek pengembangannya ternak

Lebih terperinci

Gambar 1. Grafik Populasi Sapi Perah Nasional Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011)

Gambar 1. Grafik Populasi Sapi Perah Nasional Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan (2011) TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Produksi Susu Sapi Perah Nasional Industri persusuan sapi perah nasional mulai berkembang pesat sejak awal tahun 1980. Saat itu, pemerintah mulai melakukan berbagai usaha

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kambing

TINJAUAN PUSTAKA. Kambing TINJAUAN PUSTAKA Kambing Kambing merupakan hewan yang pertama kali didomestikasi dan dipelihara oleh manusia untuk memproduksi daging, susu, kulit, dan serat (Gall, 1981). Kambing telah didomestikasi sejak

Lebih terperinci

KEMAJUAN GENETIK SAPI LOKAL BERDASARKAN SELEKSI DAN PERKAWINAN TERPILIH

KEMAJUAN GENETIK SAPI LOKAL BERDASARKAN SELEKSI DAN PERKAWINAN TERPILIH KEMAJUAN GENETIK SAPI LOKAL BERDASARKAN SELEKSI DAN PERKAWINAN TERPILIH Lusty Istiqomah Balai Pengembangan Proses dan Teknologi Kimia (BPPTK)-LIPI Jln. Jogja Wonosari Km. 31, Gading, Playen, Gunungkidul,

Lebih terperinci

SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT

SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT Media Akuakultur Vol. 10 No. 2 Tahun 2015: 65-70 SELEKSI YANG TEPAT MEMBERIKAN HASIL YANG HEBAT Didik Ariyanto Balai Penelitian Pemuliaan Ikan Jl. Raya 2 Pantura Sukamandi, Patokbeusi, Subang 41263, Jawa

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih

HASIL DAN PEMBAHASAN. Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih Bobot Lahir HASIL DAN PEMBAHASAN Performans Bobot Lahir dan Bobot Sapih Rataan dan standar deviasi bobot lahir kambing PE berdasarkan tipe kelahiran dan jenis kelamin disajikan pada Tabel 4. Tabel 4. Rataan

Lebih terperinci

JURNAL. Oleh: ELVYN LELYANA ROSI MARANTIKA Dibimbing oleh : 1. Dian Devita Yohanie, M. Pd 2. Ika Santia, M. Pd

JURNAL. Oleh: ELVYN LELYANA ROSI MARANTIKA Dibimbing oleh : 1. Dian Devita Yohanie, M. Pd 2. Ika Santia, M. Pd JURNAL PENINGKATAN HASIL BELAJAR DAN RESPON SISWA DENGAN MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN KUMON PADA MATERI PEMBAGIAN BENTUK ALJABAR KELAS VIII SMP NEGERI 8 KOTA KEDIRI PADA TAHUN PELAJARAN 2016/2017 THE

Lebih terperinci

Gambar 1. Produksi Susu Nasional ( ) Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2011)

Gambar 1. Produksi Susu Nasional ( ) Sumber: Direktorat Jenderal Peternakan (2011) TINJAUAN PUSTAKA Perkembangan Sapi Perah di Indonesia Usaha peternakan sapi perah yang diusahakan oleh pribumi diperkirakan berdiri sekitar tahun 1925. Usaha ini berlanjut secara bertahap sampai saat ini.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi termasuk dalam genus Bos yaitu dalam Bos taurus dan Bos indicus. Sapi potong adalah sapi yang dibudidayakan untuk diambil dagingnya atau dikonsumsi. Sapi

Lebih terperinci

LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009

LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009 ANALISIS HERITABILITAS POLA REGRESI LAPORAN PRAKTIKUM Oleh Adi Rinaldi Firman 200110070044 LABORATORIUM PEMULIAAN DAN BIOMETRIKA FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADAJARAN JATINANGOR 2009 BAB I PENDAHULUAN

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang

PENDAHULUAN. pangan hewani. Sapi perah merupakan salah satu penghasil pangan hewani, yang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Peternakan merupakan bagian penting dari sektor pertanian dalam sistem pangan nasional. Industri peternakan memiliki peran sebagai penyedia komoditas pangan hewani. Sapi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg

TINJAUAN PUSTAKA. dunia dengan hidup yang sangat beragam dari yang terkecil antara 9 sampai 13 kg TINJAUAN PUSTAKA Asal dan Klasifikasi Ternak Kambing Kingdom Bangsa Famili Subfamili Ordo Subordo Genus Spesies : Animalia : Caprini : Bovidae :Caprinae : Artiodactyla : Ruminansia : Capra : Capra sp.

Lebih terperinci

SUATU CONTOH INVERSE PROBLEMS YANG BERKAITAN DENGAN HUKUM TORRICELLI

SUATU CONTOH INVERSE PROBLEMS YANG BERKAITAN DENGAN HUKUM TORRICELLI Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta, 16 Mei 009 SUATU CONTOH INVERSE PROBLEMS YANG BERKAITAN DENGAN HUKUM TORRICELLI Suciati

Lebih terperinci

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. laktasi 2 sebanyak 100 ekor, laktasi 3 sebanyak 50 ekor, dan laktasi 4 sebanyak 40

III BAHAN DAN METODE PENELITIAN. laktasi 2 sebanyak 100 ekor, laktasi 3 sebanyak 50 ekor, dan laktasi 4 sebanyak 40 III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Bahan dan Alat Penelitian Bahan penelitian yang digunakan adalah data catatan produksi susu harian pagi, sore, dan total periode laktasi 1, 2, 3, dan 4 dari tahun 2009

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari

I PENDAHULUAN. Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari 1 I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Susu merupakan salah satu hasil ternak yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Ketersediaan susu sebagai salah satu bahan pangan untuk manusia menjadi hal

Lebih terperinci

Estimasi Parameter Genetik Induk Babi Landrace Berdasarkan Sifat Litter Size dan Bobot Lahir Keturunannya

Estimasi Parameter Genetik Induk Babi Landrace Berdasarkan Sifat Litter Size dan Bobot Lahir Keturunannya Tropical Animal Husbandry Vol. (1), Januari 013: 8-33 ISSN 301-991 Estimasi Parameter Genetik Induk Babi Landrace Berdasarkan Sifat Litter Size dan Bobot Lahir Keturunannya K. Satriavi, Y. Wulandari, Y.B.P.

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Kambing Peranakan Etawah Kambing merupakan mamalia yang termasuk Ordo Artiodactyla, Subordo Ruminansia, Famili Bovidae, dan Genus Capra atau Hemitragus (Devendra dan Burns,

Lebih terperinci

BAB III METODE PENELITIAN

BAB III METODE PENELITIAN BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adala penelitian komparasi. Kata komparasi dalam baasa inggris comparation yaitu perbandingan. Makna dari

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Rataan sifat-sifat kuantitatif domba Priangan menurut hasil penelitian Heriyadi et al. (2002) terdapat pada Tabel 1.

TINJAUAN PUSTAKA. Rataan sifat-sifat kuantitatif domba Priangan menurut hasil penelitian Heriyadi et al. (2002) terdapat pada Tabel 1. TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Domba Priangan Domba Priangan atau lebih dikenal dengan nama domba Garut merupakan hasil persilangan dari tiga bangsa yaitu antara domba merino, domba kaapstad dan domba lokal.

Lebih terperinci

Laboratorium Produksi Ternak Perah Fakultas Peternakan UNPAD 71

Laboratorium Produksi Ternak Perah Fakultas Peternakan UNPAD 71 PENDAHULUAN 72 Pengertian dan peranan pemuliaan ternak perah 72 Hubungan keluarga dalam pemuliaan ternak perah 73 Silsilah 73 Collateral relationship 74 Direct relationship 75 Koefisien inbreeding 75 Perbedaan

Lebih terperinci

EVALUASI PEJANTAN FRIES HOLLAND DENGAN METODE CONTEMPORARY COMPARISON DAN BEST LINEAR UNBIASED PREDICTION

EVALUASI PEJANTAN FRIES HOLLAND DENGAN METODE CONTEMPORARY COMPARISON DAN BEST LINEAR UNBIASED PREDICTION EVALUASI PEJANTAN FRIES HOLLAND DENGAN METODE CONTEMPORARY COMPARISON DAN BEST LINEAR UNBIASED PREDICTION Dwi Wahyu Setyaningsih 1) 1) Dosen Fakultas Pertanian Unsoer Ngawi Abstract Progeny test a study

Lebih terperinci

PENGARUH KETINGGIAN TEMPAT DAN SISTEM PEMELIHARAAN TERHADAP KORELASI GENETIK BOBOT LAHIR DENGAN BOBOT DEWASA SAPI BALI

PENGARUH KETINGGIAN TEMPAT DAN SISTEM PEMELIHARAAN TERHADAP KORELASI GENETIK BOBOT LAHIR DENGAN BOBOT DEWASA SAPI BALI PENGARUH KETINGGIAN TEMPAT DAN SISTEM PEMELIHARAAN TERHADAP KORELASI GENETIK BOBOT LAHIR DENGAN BOBOT DEWASA SAPI BALI THE EFFECT OF ALTITUDES AND CARE SYSTEM ON THE GENETIC CORRELATION BETWEEN BIRTH WEIGHT

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. Kelas: Mammalia, Order: Artiodactyla, Genus: Sus,Spesies: Sus scrofa, Sus

TINJAUAN PUSTAKA. Kelas: Mammalia, Order: Artiodactyla, Genus: Sus,Spesies: Sus scrofa, Sus TINJAUAN PUSTAKA Babi Yorkshire Klasifikasi zoologis ternak babi dapat diklasifikasikan sebagai berikut: Kelas: Mammalia, Order: Artiodactyla, Genus: Sus,Spesies: Sus scrofa, Sus vittatus, Sus cristatus,

Lebih terperinci

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan. Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi

KESIMPULAN DAN SARAN. Kesimpulan. Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Hasil estimasi heritabilitas calving interval dengan menggunakan korelasi saudara tiri dan regresi anak-induk berturut turut 0,60±0,54 dan 0,28±0,52. Nilai estimasi heritabilitas

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. mendorong para peternak untuk menghasilkan ternak yang berkualitas. Ternak

PENDAHULUAN. mendorong para peternak untuk menghasilkan ternak yang berkualitas. Ternak I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Kesadaran masyarakat akan pentingnya mengkonsumsi protein hewani seperti daging, telur dan susu, semakin meningkat seiring dengan meningkatnya pengetahuan dan pendapatan.

Lebih terperinci

BAB III METODE STRATIFIED RANDOM SAMPLING

BAB III METODE STRATIFIED RANDOM SAMPLING BAB III METODE STRATIFIED RADOM SAMPIG 3.1 Pengertian Stratified Random Sampling Dalam bukunya Elementary Sampling Teory, Taro Yamane menuliskan Te process of breaking down te population into rata, selecting

Lebih terperinci

BAB III STRATIFIED CLUSTER SAMPLING

BAB III STRATIFIED CLUSTER SAMPLING BAB III STRATIFIED CUSTER SAMPING 3.1 Pengertian Stratified Cluster Sampling Proses memprediksi asil quick count sangat dipengarui ole pemilian sampel yang dilakukan dengan metode sampling tertentu. Sampel

Lebih terperinci

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Penelitian ini menggunakan metode eksperimen kuantitati dengan desain posttest control group design yakni menempatkan subyek penelitian kedalam

Lebih terperinci

ESTIMASI POTENSI GENETIK SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN DI TAURUS DAIRY FARM, CICURUG, SUKABUMI

ESTIMASI POTENSI GENETIK SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN DI TAURUS DAIRY FARM, CICURUG, SUKABUMI Buletin Peternakan Vol. 35(1):1-10, Februari 2011 ISSN 0126-4400 ESTIMASI POTENSI GENETIK SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN DI TAURUS DAIRY FARM, CICURUG, SUKABUMI GENETIC POTENTIAL ESTIMATION OF FRIESIAN HOLSTEIN

Lebih terperinci

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT

Respon Seleksi Domba Garut... Erwin Jatnika Priyadi RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT RESPON SELEKSI BOBOT LAHIR DOMBA GARUT PADA INTENSITAS OPTIMUM DI UPTD BPPTD MARGAWATI GARUT Erwin Jatnika Priyadi*, Sri Bandiati Komar Prajoga, dan Deni Andrian Universitas Padjadjaran *Alumni Fakultas

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI HERITABILITAS BERAT LAHIR, SAPIH, DAN UMUR SATU TAHUN PADA SAPI BALI DI BALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL SAPI BALI

ESTIMASI NILAI HERITABILITAS BERAT LAHIR, SAPIH, DAN UMUR SATU TAHUN PADA SAPI BALI DI BALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL SAPI BALI ESTIMASI NILAI HERITABILITAS BERAT LAHIR, SAPIH, DAN UMUR SATU TAHUN PADA SAPI BALI DI BALAI PEMBIBITAN TERNAK UNGGUL SAPI BALI THE HERITABILITY ESTIMATION FOR BIRTH WEIGHT, WEANING WEIGHT AND YEARLING

Lebih terperinci

SELEKSI PEJANTAN BERDASARKAN NILAI PEMULIAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DI LOKA PENELITIAN SAPI POTONG GRATI PASURUAN

SELEKSI PEJANTAN BERDASARKAN NILAI PEMULIAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DI LOKA PENELITIAN SAPI POTONG GRATI PASURUAN SELEKSI PEJANTAN BERDASARKAN NILAI PEMULIAAN PADA SAPI PERANAKAN ONGOLE (PO) DI LOKA PENELITIAN SAPI POTONG GRATI PASURUAN Prihandini, P.W. *, L. Hakim ** dan V.M.A. Nurgiartiningsih ** * Loka Penelitian

Lebih terperinci

DASAR SELEKSI DAN SISTEM PERKAWINAN

DASAR SELEKSI DAN SISTEM PERKAWINAN DASAR SELEKSI DAN SISTEM PERKAWINAN KETERKAITAN SELEKSI DAN SISTEM PERKAWINAN Seleksi (indv./populasi) (generasi n) Pengaturan Sistem Perkawinan: 1.Inbreeding (berkerabat dekat, moyang bersama) 2.Outbreeding

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah secara umum merupakan penghasil susu yang sangat dominan

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Sapi perah secara umum merupakan penghasil susu yang sangat dominan 8 II KAJIAN KEPUSTAKAAN.1. Sapi Perah Sapi perah secara umum merupakan penghasil susu yang sangat dominan dibanding ternak perah lainnya dan sangat besar kontribusinya dalam memenuhi kebutuhan konsumsi

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban

TINJAUAN PUSTAKA Kurban Ketentuan Hewan Kurban TINJAUAN PUSTAKA Kurban Menurut istilah, kurban adalah segala sesuatu yang digunakan untuk mendekatkan diri kepada Allah baik berupa hewan sembelihan maupun yang lainnya (Anis, 1972). Kurban hukumnya sunnah,

Lebih terperinci

STATISTICS WEEK 8. By : Hanung N. Prasetyo POLTECH TELKOM/HANUNG NP

STATISTICS WEEK 8. By : Hanung N. Prasetyo POLTECH TELKOM/HANUNG NP STATISTICS WEEK 8 By : Hanung N. Prasetyo BAHASAN Pengertian Hypotesisdan Hypotesis Testing Tipe Kesalaan dalam Pengujian Hipotesis Lima Langka Pengujian Hipotesis Pengujian: Dua Sisi dan Satu Sisi Uji

Lebih terperinci

PENETAPAN MODEL BANGKITAN PERGERAKAN UNTUK BEBERAPA TIPE PERUMAHAN DI KOTA PEMATANGSIANTAR

PENETAPAN MODEL BANGKITAN PERGERAKAN UNTUK BEBERAPA TIPE PERUMAHAN DI KOTA PEMATANGSIANTAR PENETAPAN MODEL BANGKITAN PERGERAKAN UNTUK BEBERAPA TIPE PERUMAHAN DI KOTA PEMATANGSIANTAR Muammad Efrizal Lubis 1 (Dosen FT USI / Dinas PU Pengairan Kab. Simalungun) Novdin M Sianturi 2 (Dosen FT USI)

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai

I. PENDAHULUAN. Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pertumbuhan merupakan indikator terpenting dalam meningkatkan nilai ekonomi untuk budidaya sapi pedaging. Sapi Pesisir dan sapi Simmental merupakan salah satu jenis

Lebih terperinci

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini yaitu catatan kadar lemak susu sapi perah FH laktasi 1

III OBJEK DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitian ini yaitu catatan kadar lemak susu sapi perah FH laktasi 1 19 III OBJEK DAN METODE PENELITIAN 3.1 Objek dan Peralatan Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitian ini yaitu catatan kadar lemak susu sapi perah FH laktasi 1 dan laktasi tahun 016 dan 017 di

Lebih terperinci

4 SIFAT-SIFAT STATISTIK DARI REGRESI KONTINUM

4 SIFAT-SIFAT STATISTIK DARI REGRESI KONTINUM 4 SIFA-SIFA SAISIK DAI EGESI KONINUM Abstrak Matriks pembobot W pada egresi Kontinum diperole dengan memaksimumkan fungsi kriteria umum ternata menimbulkan masala dari aspek statistika. Prinsip dari fungsi

Lebih terperinci

PARAMETER GENETIK: Pengantar heritabilitas dan ripitabilitas

PARAMETER GENETIK: Pengantar heritabilitas dan ripitabilitas PARAMETER GENETIK: Pengantar heritabilitas dan ripitabilitas Pendahuluan: Timbulnya keragaman berbagai sifat kuantitatif Derajat keragaman yang dihitung ( Rataan, varians dan SD) BERAPA BAGIAN DARI PERBEDAAN

Lebih terperinci

EVALUASI GENETIK PRODUKSI SUSU SAPI FRIES HOLLAND DI PT CIJANGGEL-LEMBANG

EVALUASI GENETIK PRODUKSI SUSU SAPI FRIES HOLLAND DI PT CIJANGGEL-LEMBANG EVALUASI GENETIK PRODUKSI SUSU SAPI FRIES HOLLAND DI PT CIJANGGEL-LEMBANG NANIK RAIImAm1, PALLAwARuKKA 1, dan A 4NEKE ANGGRAENI2 Fakultas Peternakan JPB, Jalan Rasamala, Darmaga, Bogor a Balai Penelitian

Lebih terperinci

III MATERI DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitan ini menggunakan catatan produksi susu 305 hari dari

III MATERI DAN METODE PENELITIAN. Objek penelitan ini menggunakan catatan produksi susu 305 hari dari III MATERI DAN METODE PENELITIAN 3.1 Materi Penelitian 3.1.1 Objek Penelitian Objek penelitan ini menggunakan catatan produksi susu 305 hari dari ternak sapi perah yang terdapat di BBPTU HPT Baturraden.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII B MTs Al Hikmah Bandar

III. METODE PENELITIAN. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas VII B MTs Al Hikmah Bandar 26 III. METODE PENELITIAN A. Subjek Penelitian Subjek penelitian ini adala siswa kelas VII B MTs Al Hikma Bandar Lampung semester genap taun pelajaran 2010/2011 pada pokok baasan Gerak Lurus. Dengan jumla

Lebih terperinci

Turunan Fungsi. Penggunaan Konsep dan Aturan Turunan ; Penggunaan Turunan untuk Menentukan Karakteristik Suatu Fungsi

Turunan Fungsi. Penggunaan Konsep dan Aturan Turunan ; Penggunaan Turunan untuk Menentukan Karakteristik Suatu Fungsi 8 Penggunaan Konsep dan Aturan Turunan ; Penggunaan Turunan untuk Menentukan Karakteristik Suatu Fungsi ; Model Matematika dari Masala yang Berkaitan dengan ; Ekstrim Fungsi Model Matematika dari Masala

Lebih terperinci

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, penelitian ini

BAB III METODOLOGI PENELITIAN. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, penelitian ini BAB III METODOLOGI PENELITIAN Jenis penelitian ini adala penelitian kuantitati, penelitian ini berlandaskan pada ilsaat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik

Lebih terperinci

PEMULIABIAKAN PADA SAPI PERAH

PEMULIABIAKAN PADA SAPI PERAH PEMULIABIAKAN PADA SAPI PERAH SYARAT UTAMA : HARUS ADA PENCATATAN (RECORDING). RECORDING DALAM HAL :. 1. PRODUKSI SUSU, 2. IDENTITAS SAPI, 3. DATA REPRODUKSI 4. KESEHATAN TERNAK KEGUNAAN RECORDING ADALAH

Lebih terperinci

untuk i = 0, 1, 2,..., n

untuk i = 0, 1, 2,..., n RANGKUMAN KULIAH-2 ANALISIS NUMERIK INTERPOLASI POLINOMIAL DAN TURUNAN NUMERIK 1. Interpolasi linear a. Interpolasi Polinomial Lagrange Suatu fungsi f dapat di interpolasikan ke dalam bentuk interpolasi

Lebih terperinci

INJAUAN PUSTAKA Domba Komposit Sumatera

INJAUAN PUSTAKA Domba Komposit Sumatera INJAUAN PUSTAKA Domba Komposit Sumatera Domba Sumatera merupakan domba asli yang terdapat di daerah Sumetera Utara. Domba ini termasuk jenis domba ekor tipis dan merupakan jenis penghasil daging walaupun

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boerawa merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Boer

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Boerawa merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Boer II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Boerawa Kambing Boerawa merupakan kambing hasil persilangan antara kambing Boer jantan dan PE betina. Kambing Boer berasal dari Afrika Selatan, kambing Boer merupakan satu-satunya

Lebih terperinci

Pengkajian Metode Extended Runge Kutta dan Penerapannya pada Persamaan Diferensial Biasa

Pengkajian Metode Extended Runge Kutta dan Penerapannya pada Persamaan Diferensial Biasa JURNAL SAINS DAN SENI ITS Vol. 4, No.2, (215 2337-352 (231-928X Print A-25 Pengkajian Metode Extended Runge Kutta dan Penerapannya pada Persamaan Diferensial Biasa Singgi Tawin Muammad, Erna Apriliani,

Lebih terperinci

ESTIMASI NILAI PEMULIAAN DAN MOST PROBABLE PRODUCING ABILITY SIFAT PRODUKSI SAPI ACEH DI KECAMATAN INDRAPURI PROVINSI ACEH

ESTIMASI NILAI PEMULIAAN DAN MOST PROBABLE PRODUCING ABILITY SIFAT PRODUKSI SAPI ACEH DI KECAMATAN INDRAPURI PROVINSI ACEH Buletin Peternakan Vol. 38(1): 1-7, Februari 014 ISSN 016-4400 ESTIMASI NILAI PEMULIAAN DAN MOST PROBABLE PRODUCING ABILITY SIFAT PRODUKSI SAPI ACEH DI KECAMATAN INDRAPURI PROVINSI ACEH THE ESTIMATION

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) PANJANG BADAN TERNAK SAPI PO

ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) PANJANG BADAN TERNAK SAPI PO BAB 11 ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) PANJANG BADAN TERNAK SAPI PO Nilai genetik dan rata-rata populasi ditentukan dengan menggunakan data kajian pada ternak sapi PO. Data fenotip yang dimaksud

Lebih terperinci

PEMULIABIAKAN PADA TERNAK BABI Oleh : Setyo Utomo Bahan kuliah ke 13 kampus e learning kampus 1 sore dan kampus 2 1. Seleksi Indeks pada ternak babi

PEMULIABIAKAN PADA TERNAK BABI Oleh : Setyo Utomo Bahan kuliah ke 13 kampus e learning kampus 1 sore dan kampus 2 1. Seleksi Indeks pada ternak babi PEMULIABIAKAN PADA TERNAK BABI Oleh : Setyo Utomo Bahan kuliah ke 13 kampus e learning kampus 1 sore dan kampus 2 1. Seleksi Indeks pada ternak babi Populasi babi di Indonesia pada tahun 1969 adalah 2,9

Lebih terperinci

BAB II LANDASAN TEORI

BAB II LANDASAN TEORI BAB II LANDASAN TEORI Pada landasan teori berikut akan dibaas tentang variabel, skala data, varians kovarians, analisis multivariat, analisis kovarians (ANCOVA), dan gizi untuk menunjang pembaasan MANCOVA

Lebih terperinci

MAKALAH PRODUKSI TERNAK DAN KAMBING. Seleksi dan Manfaat Untuk Meningkatkan Produktivitas Ternak. Disusun Oleh : Kelompok 3.

MAKALAH PRODUKSI TERNAK DAN KAMBING. Seleksi dan Manfaat Untuk Meningkatkan Produktivitas Ternak. Disusun Oleh : Kelompok 3. MAKALAH PRODUKSI TERNAK DAN KAMBING Seleksi dan Manfaat Untuk Meningkatkan Produktivitas Ternak Disusun Oleh : Kelompok 3 Kelas C Arbinissa Mayzura 200110100116 Andrianto 200110100117 Tsaniya Fitriani

Lebih terperinci

Simulasi Uji Zuriat pada Sifat Pertumbuhan Sapi Aceh (Progeny Test Simulation for Growth Traits in Aceh Cattle)

Simulasi Uji Zuriat pada Sifat Pertumbuhan Sapi Aceh (Progeny Test Simulation for Growth Traits in Aceh Cattle) JURNAL ILMU TERNAK, JUNI 014, VOL. 1, NO. 3, 1-16 Simulasi Uji Zuriat pada Sifat Pertumbuhan Sapi Aceh (Progeny Test Simulation for Growth Traits in Aceh Cattle) Widya Pintaka Bayu Putra 1, Sumadi 1, Tety

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Domba merupakan ternak ruminansia kecil dan termasuk komoditas. Kelompok Ternak Palasidin sebagai Villa Breeding Center yang

PENDAHULUAN. Domba merupakan ternak ruminansia kecil dan termasuk komoditas. Kelompok Ternak Palasidin sebagai Villa Breeding Center yang I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Domba merupakan ternak ruminansia kecil dan termasuk komoditas penghasil daging. Domba memiliki keuunggulan diantaranya yaitu memiliki daya adaptasi yang baik terhadap

Lebih terperinci

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Lokasi BBPTU-SP Baturraden, Purwokerto

HASIL DAN PEMBAHASAN. Gambar 4. Lokasi BBPTU-SP Baturraden, Purwokerto HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum Lokasi Penelitian ini dilakukan di Balai Besar Pembibitan Ternak Unggul-Sapi Perah (BBPTU-SP) Baturraden, Purwokerto, lebih tepatnya di Farm Tegalsari. BBPTU-SP Baturraden

Lebih terperinci

ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) LINGKAR DADA TERNAK SAPI PO

ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) LINGKAR DADA TERNAK SAPI PO BAB 10 ANALISIS NILAI PEMULIAAN (BREEDING VALUE) LINGKAR DADA TERNAK SAPI PO Nilai genetik dan rata-rata populasi ditentukan dengan menggunakan data kajian pada ternak sapi PO. Data fenotip yang dimaksud

Lebih terperinci

EFISIENSI RELATIF SELEKSI CATATAN BERULANG TERHADAP CATATAN TUNGGAL BOBOT BADAN PADA DOMBA PRIANGAN (Kasus di SPTD - Trijaya, Kuningan, Jawa Barat)

EFISIENSI RELATIF SELEKSI CATATAN BERULANG TERHADAP CATATAN TUNGGAL BOBOT BADAN PADA DOMBA PRIANGAN (Kasus di SPTD - Trijaya, Kuningan, Jawa Barat) EFISIENSI RELATIF SELEKSI CATATAN BERULANG TERHADAP CATATAN TUNGGAL BOBOT BADAN PADA DOMBA PRIANGAN (Kasus di SPTD - Trijaya, Kuningan, Jawa Barat) THE RELATIVE EFFECIENCY OF SELECTION BETWEEN SINGLE AND

Lebih terperinci

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli Oktober 2016 di Satuan Kerja

BAB III MATERI DAN METODE. Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli Oktober 2016 di Satuan Kerja 9 BAB III MATERI DAN METODE Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli Oktober 2016 di Satuan Kerja Sumberejo, Kendal. Sakter Sumberejo ini merupakan satuan kerja dibawah naungan Balai Pembibitan dan Budidaya

Lebih terperinci

PE DOE SELECTION BASED ON DOE PRODUCTIVITY INDEX ON WEAN WEIGHT IN DADAPAN VILLAGE, SUMBEREJO SUBDISTRICT, TANGGAMUS MUNICIPAL

PE DOE SELECTION BASED ON DOE PRODUCTIVITY INDEX ON WEAN WEIGHT IN DADAPAN VILLAGE, SUMBEREJO SUBDISTRICT, TANGGAMUS MUNICIPAL SELEKSI INDUK KAMBING PERANAKAN ETAWAH BERDASARKAN NILAI INDEKS PRODUKTIVTAS INDUKPADA BOBOT SAPIH DI DESA DADAPAN KECAMATAN SUMBEREJO KABUPATEN TANGGAMUS PE DOE SELECTION BASED ON DOE PRODUCTIVITY INDEX

Lebih terperinci

MAKALAH MANAJEMEN TERNAK POTONG MANAJEMEN PEMILIHAN BIBIT

MAKALAH MANAJEMEN TERNAK POTONG MANAJEMEN PEMILIHAN BIBIT P a g e 1 MAKALAH MANAJEMEN TERNAK POTONG MANAJEMEN PEMILIHAN BIBIT MANAJEMEN PEMILIHAN BIBIT TERNAK DOMBA POTONG EKOR GEMUK (DEG) DAN DOMBA EKOR TIPIS (DET )DI INDONESIA UNTUK SIFAT PRODUKSI DAGING MELALUI

Lebih terperinci

TINJAUAN PUSTAKA. yang cepat, jumlah anak per kelahiran (littersize) yang tinggi dan efisiensi

TINJAUAN PUSTAKA. yang cepat, jumlah anak per kelahiran (littersize) yang tinggi dan efisiensi 3 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ternak Babi Babi merupakan salah satu komoditas ternak penghasil daging yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan. Hal ini dikarenakan ternak babi memiliki sifat dan

Lebih terperinci

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS

EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS JURNAL EFEKTIVITAS MODEL PEMBELAJARAN STUDENT TEAMS ACHIEVEMENT DIVISIONS (STAD) TERHADAP HASIL BELAJAR SISWA KELAS VIIIA PADA MATERI OPERASI BENTUK ALJABAR DI SMP NEGERI 5 KEDIRI THE EFFECTIVENESS OF

Lebih terperinci

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN 64 BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Sejara Singkat Berdirinya Madrasa Tsanawiya Negeri I Candi Laras Utara Madrasa Tsanawiya pada awal didirikan pada taun 1983, ini

Lebih terperinci

Matematika dan Statistika

Matematika dan Statistika ISSN 4-6669 Volume 2, Juni 22 MAJALAH ILMIAH Matematika dan Statistika DITERBITKAN OLEH: JURUSAN MATEMATIKA FMIPA UNIVERSITAS JEMBER Majala Ilmia Matematika dan Statistika Volume 2, Juni 22 PROFIL PENDERITA

Lebih terperinci

PENDUGAAN KEMAMPUAN PRODUKSI SUSU PADA KAMBING SAANEN (KASUS DI PT TAURUS DAIRY FARM) Ine Riswanti*, Sri Bandiati Komar P.

PENDUGAAN KEMAMPUAN PRODUKSI SUSU PADA KAMBING SAANEN (KASUS DI PT TAURUS DAIRY FARM) Ine Riswanti*, Sri Bandiati Komar P. PENDUGAAN KEMAMPUAN PRODUKSI SUSU PADA KAMBING SAANEN (KASUS DI PT TAURUS DAIRY FARM) Ine Riswanti*, Sri Bandiati Komar P., Heni Indrijani *Alumni Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran Tahun 2012

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah FH berasal dari Belanda bagian utara, tepatnya di Provinsi Friesland,

II. TINJAUAN PUSTAKA. Sapi perah FH berasal dari Belanda bagian utara, tepatnya di Provinsi Friesland, 5 II. TINJAUAN PUSTAKA A. Deskripsi Sapi Perah FH Sapi perah FH berasal dari Belanda bagian utara, tepatnya di Provinsi Friesland, Belanda. Sapi tersebut di Amerika Serikat disebut Holstein Friesian atau

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Ketersediaan bibit domba yang berkualitas dalam jumlah yang

BAB I PENDAHULUAN. Latar Belakang. Ketersediaan bibit domba yang berkualitas dalam jumlah yang BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang Ketersediaan bibit domba yang berkualitas dalam jumlah yang memadai, merupakan pilar utama dalam menyokong pengembangan ternak tanah air. Penyediaan domba yang berkualitas

Lebih terperinci

PERBANDINGAN DUA METODE PENDUGAAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH BERDASARKAN CATATAN SEBULAN SEKALI

PERBANDINGAN DUA METODE PENDUGAAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH BERDASARKAN CATATAN SEBULAN SEKALI PERBANDINGAN DUA METODE PENDUGAAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH BERDASARKAN CATATAN SEBULAN SEKALI (Comparison of Two Methods for Estimating Milk Yield in Dairy Cattle Based on Monthly Record) E. Kurnianto

Lebih terperinci

19, 2. didefinisikan sebagai bilangan yang dapat ditulis dengan b

19, 2. didefinisikan sebagai bilangan yang dapat ditulis dengan b PENDAHULUAN. Sistem Bilangan Real Untuk mempelajari kalkulus perlu memaami baasan tentang system bilangan real karena kalkulus didasarkan pada system bilangan real dan sifatsifatnya. Sistem bilangan yang

Lebih terperinci

Pengembangan Sistem Manajemen Breeding Sapi Bali

Pengembangan Sistem Manajemen Breeding Sapi Bali Sains Peternakan Vol. 6 (1), Maret 2008: 9-17 ISSN 1693-8828 Pengembangan Sistem Manajemen Breeding Sapi Bali Luqman Hakim, Suyadi, Nuryadi, Trinil Susilawati dan Ani Nurgiartiningsih Fakultas Peternakan

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (tekstil) khusus untuk domba pengahasil bulu (wol) (Cahyono, 1998).

KAJIAN KEPUSTAKAAN. (tekstil) khusus untuk domba pengahasil bulu (wol) (Cahyono, 1998). II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1. Deskripsi Domba Domba merupakan jenis ternak potong yang tergolong ternak ruminansia kecil, hewan pemamah biak dan merupakan hewan mamalia. Disamping sebagai penghasil daging

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011). Sapi FH memiliki karakteristik sebagai berikut :

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011). Sapi FH memiliki karakteristik sebagai berikut : II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Karakteristik Sapi Perah FH Sapi perah Fries Holland (FH) sering dikenal dengan nama Holstein Friesian. Berasal dari Belanda dan mulai dikembangkan sejak tahun 1625 (Makin, 2011).

Lebih terperinci

OPTIMASI RANCANGAN EKSPERIMEN KOKOH YANG DINAMIS BERDASARKAN FUNGSI KERUGIAN KUALITAS. Abstrak

OPTIMASI RANCANGAN EKSPERIMEN KOKOH YANG DINAMIS BERDASARKAN FUNGSI KERUGIAN KUALITAS. Abstrak OPTIMASI RANCANGAN EKSPERIMEN KOKOH YANG DINAMIS BERDASARKAN FUNGSI KERUGIAN KUALITAS Trianingsi Eni Lestari 1), Haryono ), M. Sjaid Akbar ) 1) Maasiswa Program Magister Jurusan Statistika FMIPA ITS Surabaya

Lebih terperinci

KERAGAMAN KUANTITATIF

KERAGAMAN KUANTITATIF KERAGAMAN KUANTITATIF Mayoritas sifat-sifat yang menarik dalam program pemuliaan hewan bervariasi secara kontinyu dalam arti bahwa hewan tersebut tidak dapat diklasifikasikan menjadi kelas-kelas yang berbeda.

Lebih terperinci

MODEL REGRESI PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) (Studi Kasus : Kinerja Satuan Kerja Sekretariat Daerah Kabupaten Tegal)

MODEL REGRESI PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) (Studi Kasus : Kinerja Satuan Kerja Sekretariat Daerah Kabupaten Tegal) (Studi Kasus : Kinerja Sekretariat Daera Kabupaten Tegal MODEL REGRESI PARTIAL LEAST SQUARES (PLS) (Studi Kasus : Kinerja Satuan Kerja Sekretariat Daera Kabupaten Tegal) Ole Imam Tayudin Dosen STMIK Amikom

Lebih terperinci

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat

penampungan [ilustrasi :1], penilaian, pengenceran, penyimpanan atau pengawetan (pendinginan dan pembekuan) dan pengangkutan semen, inseminasi, pencat Problem utama pada sub sektor peternakan saat ini adalah ketidakmampuan secara optimal menyediakan produk-produk peternakan, seperti daging, telur, dan susu untuk memenuhi kebutuhan gizi masyarakat akan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketenangan dan akan menurunkan produksinya. Sapi Friesien Holstein pertama kali

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. ketenangan dan akan menurunkan produksinya. Sapi Friesien Holstein pertama kali 3 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Friesien Holstein Sapi perah adalah jenis sapi yang dipelihara dengan tujuan untuk menghasilkan susu (Blakely dan Bade, 1992) ditambahkan pula oleh Sindoredjo (1960) bahwa

Lebih terperinci

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan hal-hal tertentu,

KAJIAN KEPUSTAKAAN. Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan hal-hal tertentu, II KAJIAN KEPUSTAKAAN 2.1 Asal Usul dan Klasifikasi Domba Garut Bangsa domba secara umum diklasifikasikan berdasarkan hal-hal tertentu, diantaranya berdasarkan perbandingan banyak daging atau wol, ada

Lebih terperinci

PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tabel.1 Data Populasi Kerbau Nasional dan Provinsi Jawa Barat Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2008

PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Tabel.1 Data Populasi Kerbau Nasional dan Provinsi Jawa Barat Sumber : Direktorat Jendral Peternakan 2008 I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Kerbau merupakan salah satu jenis ternak kerja yang masih digunakan di Indonesia, walaupun saat ini telah muncul alat teknologi pembajak sawah yang modern yaitu traktor,

Lebih terperinci

KORELASI GENETIK DAN FENOTIPIK ANTARA BERAT LAHIR DENGAN BERAT SAPIH PADA SAPI MADURA Karnaen Fakultas peternakan Universitas padjadjaran, Bandung

KORELASI GENETIK DAN FENOTIPIK ANTARA BERAT LAHIR DENGAN BERAT SAPIH PADA SAPI MADURA Karnaen Fakultas peternakan Universitas padjadjaran, Bandung GENETIC AND PHENOTYPIC CORRELATION BETWEEN BIRTH WEIGHT AND WEANING WEIGHT ON MADURA CATTLE Karnaen Fakulty of Animal Husbandry Padjadjaran University, Bandung ABSTRACT A research on estimation of genetic

Lebih terperinci

A. Penggunaan Konsep dan Aturan Turunan

A. Penggunaan Konsep dan Aturan Turunan A. Penggunaan Konsep dan Aturan Turunan. Turunan Fungsi Aljabar a. Mengitung Limit Fungsi yang Mengara ke Konsep Turunan Dari grafik di bawa ini, diketaui fungsi y f() pada interval k < < k +, seingga

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795. 4 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Sapi Potong Sapi yang menyebar di berbagai penjuru dunia terdapat kurang lebih 795. Walaupun demikian semuanya termasuk dalam genus Bos dari famili Bovidae (Murwanto, 2008).

Lebih terperinci

ARTIKEL ILMIAH. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Penyelesaian Program Pendidikan Strata Satu Jurusan Akuntansi. Oleh:

ARTIKEL ILMIAH. Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Penyelesaian Program Pendidikan Strata Satu Jurusan Akuntansi. Oleh: PENGARUH TINGKAT KEMAHALAN HARGA SAHAM, KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN DAN LIKUIDITAS PERDAGANGAN SAHAM TERHADAP KEPUTUSAN PERUSAHAAN MELAKUKAN STOCK SPLIT ARTIKEL ILMIAH Diajukan untuk Memenui Sala Satu

Lebih terperinci

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B

Pembibitan dan Budidaya ternak dapat diartikan ternak yang digunakan sebagai tetua bagi anaknya tanpa atau sedikit memperhatikan potensi genetiknya. B Budidaya Sapi Potong Berbasis Agroekosistem Perkebunan Kelapa Sawit BAB III PEMBIBITAN DAN BUDIDAYA PENGERTIAN UMUM Secara umum pola usahaternak sapi potong dikelompokkan menjadi usaha "pembibitan" yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang penting

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan manusia yang penting BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masala Pendidikan merupakan sala satu kebutuan manusia yang penting untuk mengembangkan diri dalam keidupan bermasyarakat dan bernegara. Pendidikan terbagi atas pendidikan

Lebih terperinci

SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK

SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK SILABUS MATA KULIAH MAYOR TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK PTP101 Dasar Produksi Ternak 3(2-3) Mata kuliah ini memberikan pengetahuan kepada mahasiswa untuk dapat menjelaskan, memahami tentang arti, fungsi jenis

Lebih terperinci

FERTILITAS DAN DAYA TETAS TELUR HASIL PERSILANGAN ANTARA PUYUH ASAL BENGKULU, PADANG DAN YOGYAKARTA

FERTILITAS DAN DAYA TETAS TELUR HASIL PERSILANGAN ANTARA PUYUH ASAL BENGKULU, PADANG DAN YOGYAKARTA ISSN 1411 0067 Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. Volume 8, No. 1, 2006, Hlm. 56-60 56 FERTILITAS DAN DAYA TETAS TELUR HASIL PERSILANGAN ANTARA PUYUH ASAL BENGKULU, PADANG DAN YOGYAKARTA FERTILITY AND

Lebih terperinci

BAB V ALINYEMEN VERTIKAL

BAB V ALINYEMEN VERTIKAL BB V INYEMEN VERTIK linyemen vertikal adala perpotongan bidang vertikal dengan bidang permukaan perkerasan jalan melalui sumbu jalan untuk jalan lajur ara atau melalui tepi dalam masing masing perkerasan

Lebih terperinci

EVALUASI POTENSI PRODUKSI SUSU PADA KAMBING SAANEN DI PT TAURUS DAIRY FARM SKRIPSI RISSA FAYUMA

EVALUASI POTENSI PRODUKSI SUSU PADA KAMBING SAANEN DI PT TAURUS DAIRY FARM SKRIPSI RISSA FAYUMA EVALUASI POTENSI PRODUKSI SUSU PADA KAMBING SAANEN DI PT TAURUS DAIRY FARM SKRIPSI RISSA FAYUMA DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008 i RINGKASAN

Lebih terperinci

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH

ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH ESTIMASI OUTPUT SAPI POTONG DI KABUPATEN SUKOHARJO JAWA TENGAH (The Estimation of Beef Cattle Output in Sukoharjo Central Java) SUMADI, N. NGADIYONO dan E. SULASTRI Fakultas Peternakan Universitas Gadjah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN I.1.

BAB I PENDAHULUAN I.1. BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Dalam dunia peternakan, program seleksi sangat penting sekali fungsinya, yaitu untuk memilih individu mana yang terbaik dan pantas untuk dikawinkan. Selain itu, seleksi

Lebih terperinci

Betty Rahayu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Darul Ulum Jombang

Betty Rahayu Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Darul Ulum Jombang FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KINERJA DOSEN FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS DARUL ULUM JOMBANG Betty Raayu (bettyraayu.se@gmail.com) Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Darul Ulum ABSTRAK Tujuan dalam penelitian

Lebih terperinci

Ripitabilitas dan MPPA Sapi Perah FH di BBPTU HPT Baturraden...Deriany Novienara

Ripitabilitas dan MPPA Sapi Perah FH di BBPTU HPT Baturraden...Deriany Novienara RIPITABILITAS DAN MPPA PRODUKSI SUSU 305 HARI SAPI PERAH FRIESIAN HOLSTEIN (FH) YANG DIHASILKAN DARI KETURUNAN PEJANTAN IMPOR DI BBPTU HPT BATURRADEN REPEATABILITY AND MPPA 305 DAYS MILK YIELD ON CATTLE

Lebih terperinci

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang

II. TINJAUAN PUSTAKA. Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kambing Kacang Kambing Kacang merupakan kambing asli Indonesia dengan populasi yang cukup banyak dan tersebar luas di wilayah pedesaan. Menurut Murtidjo (1993), kambing Kacang memiliki

Lebih terperinci

Jurnal Ilmu Ternak dan Tanaman

Jurnal Ilmu Ternak dan Tanaman ISSN 088-3609 Jurnal Ilmu Ternak dan Tanaman Volume 4, Nomor 1, April 014 KEBERHASILAN KEBUNTINGAN KAMBING PERANAKAN ETTAWA YANG DIINSEMINASI DENGAN SEMEN CAIR Muhamad Rizal, Bambang Irawan, Danang Biyatmoko,

Lebih terperinci