DESKRIPTIF STATISTIK PENDIDIKAN MADRASAH

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "DESKRIPTIF STATISTIK PENDIDIKAN MADRASAH"

Transkripsi

1 DESKRIPTIF STATISTIK PENDIDIKAN MADRASAH

2 Deskriptif Statistik Pendidikan Madrasah Statistik Pendidikan Islam Tahun 2008/2009 A. Lembaga Jenis Lembaga yang didata antara lain RA, MI, MTs, MA dan Pengawas Madrasah. Jumlah lembaga yang terdata sebanyak RA, MI, MTs, dan MA yang tersebar di 33 propinsi di Indonesia. Tahun ini jumlah lembaga negeri mengalami peningkatan diakibatkan adanya beberapa jumlah lembaga swasta yang dinegerikan. Sekarang jumlah MIN menjadi 1.662, MTsN sebanyak 1.384, dan MAN sebanyak 735. Jumlah tersebut belum seluruhnya karena masih menunggu SK Menag, tentang lembaga penegerian baru yang belum terbit sampai tulisan ini diturunkan. RA; Jumlah RA, MI, MTs, MA dan Pengawas MI; MTs; MA; Pengaw as; Grafik 1.1. Jumlah RA, MI, MTs, MA, dan Pengawas Sementara jika dilihat dari status lembaga baik negeri maupun swasta, memang secara rerata diatas 85% merupakan lembaga swasta, apalagi untuk tingkat RA, belum ada lembaga RA yang dinegerikan. MIN; Jumlah MI, MTs, MA Berdasarkan Status MIS; MTsN; 1384 MTsS; MAN; 735 MAS; 4913 Grafik 1.2. Jumlah MI, MTs, dan MA Berdasarkan Status Sementara untuk RA, ternyata sebanyak 102 atau 0,5% berstatus Pembina, atau 13,3% berstatus Inti, atau 36,2% berstatus Reguler. Sementara sebanyak atau 50,0% berstatus lainya. Hanya memang perlu pengkajian lebih lanjut tentang status lainnya tersebut, mengingat keterbatasan formulir yang disebarkan, status tersebut perlu diuraikan lebih terinci. Halaman : 1

3 Lainny a; ; 50,0% Jumlah RA Berdasarkan Status Pembina ; 102; 0,5% Inti; ; 12,3% Reguler; ; 36,2% 39,4%, kemudian jumlah lembaga yang terakreditasi C sebanyak atau 26,6%, sementara yang berakreditasi A hanya sebanyak atau 9,2%. Sementara jumlah lembaga yang belum terakreditasi baik A, B, maupun C sebanyak atau 24,8%. Jumlah MTs Berdasarkan Akreditasi Grafik 1.3. Jumlah RA Berdasarkan Status Jumlah lembaga MI berdasarkan B; ; 39,4% C; ; 26,6% akreditasi ternyata, sebagian besar berakreditasi B yaitu sebanyak atau 43,4%, kemudian disusul lembaga A; ; 9,2% Belum; 3.305; 24,9% dengan akreditasi C sebanyak atau 28,9%, sementara hanya sebanyak atau 8,7% yang terakreditasi A. Sementara hanya atau 18,9% lembaga yang belum terakreditasi. Jumlah MI Berdasarkan Akreditasi B; ; 43,4% C; ; 29,0% Grafik 1.5. Jumlah MTs Berdasarkan Akreditasi Kondisi yang mirip juga nampak pada data akreditasi MA, sebanyak atau 31,8% terakreditasi B, selanjutnya sebanyak atau 27,2% terakreditasi C, sementara yang terakreditasi A hanya sebanyak 429 A; ; 8,7% Belum; 4.072; 18,9% atau 7,6% saja. Sementara yang belum terakreditasi sebanyak atau 33,3%. Grafik 1.4. Jumlah MI Berdasarkan Akreditasi Jumlah MTs Berdasarkan akreditasi, juga nampak demikian seperti MI. Jumlah Lembaga yang terakreditasi B sebanyak atau Berdasarkan paparan diatas ternyata masih banyak pekerjaan yang harus lebih ditingkatkan dari Direktorat madrasah berkaitan dengan akreditasi. Ternyata secara rerata madrasah di Indonesia yang memiliki akreditasi A dibawah 10%. Ini tentunya Halaman : 2

4 membutuhkan manajemen tata kelola yang baik sehingga nantinya akan lebih banyak madrasah yang memiliki akreditasi A, sehingga dengan sendirinya akan membentuk citra madrasah itu sendiri di masyarakat. sebanyak atau 24,3% siswa MTsN, dan sebanyak atau 75,7% merupakan siswa MTsS. Untuk jenjang MA, sebanyak atau 35,6% siswa MAN, sementara sebanyak atau 64,4% siswa Jumlah MA Berdasarkan Akreditasi C; ; 27,3% MAS. Jumlah Siswa MI, MTs, MA B; ; 31,8% MIS; Belum; 1.885; 33,4% MTsS; A; 429 ; 7,6% MIN; MTsN; MAN; MAS; Grafik 1.6. Jumlah MA Berdasarkan Akreditasi B. Peserta Didik (Siswa) B.1. Jumlah Siswa Total Jumlah total Siswa Tahun Pelajaran 2008/2009 sebanyak orang yang tersebar mulai dari RA sampai dengan MA. Dari jumlah tersebut, jumlah siswa RA sebanyak atau 11,6%, kemudian sebanyak atau Grafik 1.7. Jumlah Siswa MI, MTs, MA Dari paparan diatas nampaklah bahwa jumlah siswa madrasah swasta berbanding lurus dengan jumlah lembaga yang berstatus swasta. Hal ini menyatakan bahwa kontribusi lembaga swasta sangat berarti di dunia pendidikan agama dan keagamaan islam. Ini perlu dicermati agar kualitas atau mutu lembaga tersebut dapat terus termonitor. 41,2% siswa MI, atau 34,5% siswa MTs, sementara jumlah siswa MA sebanyak atau 12,7%. Komposisi siswa untuk Madrasah berdasarkan status, sebanyak atau 12,4% merupakan siswa MIN, dan Siswa MIS sebanyak atau 87,6%. Sementara untuk jenjang MTs B.2. Jenis Kelamin Siswa Komposisi siswa berdasarkan jenis kelamin adalah sebagai berikut: untuk jenjang RA sebanyak orang atau 50,4% merupakan siswa laki-laki, dan sebanyak orang Halaman : 3

5 atau 49,6% siswa perempuan. Untuk jenjang MI, sebanyak orang atau 51,5% berjenis kelamin laki-laki, dan sebanyak orang atau 48,5% merupakan siswa perempuan. Jenjang MTs komposisi siswa laki-laki dan perempuan juga hampir berimbang, sebanyak orang atau 49,2% merupakan siswa laki-laki dan sebanyak orang atau 50,8% merupakan siswa perempuan. Sementara untuk jenjang MA, sebanyak orang atau 45,7% merupakan siswa laki-laki, dan sebanyak orang atau 54,3% siswa perempuan. Secara keseluruhan komposisi siswa berdasarkan jenis kelamin untuk jenjang RA sampai dengan MTs hampir berimbang, kondisi yang agak berbeda terdapat pada jenjang MA, dimana jumlah siswa perempuan lebih banyak dibanding jumlah siswa laki-laki. Hal ini diperlukan penelusuran dan analisis lebih lanjut agar didapatkan jawaban yang tepat, mengapa pada jenjang MA, siswa perempuan lebih banyak dibanding siswa laki-laki Jumlah Siswa Berdasarkan Gender LK Pr LK Pr LK Pr LK Pr RA MI MTs MA Grafik 1.8. Jumlah Siswa Berdasarkan Gender B.3. Rombel, dan APK Jumlah rombel untuk jenjang RA adalah sebanyak dengan jumlah siswa sebanyak orang, sehingga diketahui rasio rombel:siswa sebanyak 1:17. Jumlah rombel untuk jenjang MI sebanyak dengan jumlah siswa sebanyak orang, sehingga rasio rombel:siswa sebanyak 1:22. Untuk jenjang MTs, jumlah rombel sebanyak dengan jumlah siswa sebanyak orang, rasio rombel:siswa adalah 1:34. Sementara untuk jenjang MA, jumlah rombel sebanyak dengan jumlah siswa sebanyak orang, sehingga rasio rombel:siswa adalah 1:64. Sementara komposisi rasio rombel:siswa berdasarkan status madrasah negeri maupun swasta adalah sebagai berikut: untuk MIN sebesar 1:28; MIS sebesar 1:21; MTsN sebesar Halaman : 4

6 1:38; MTsS sebesar 1:33; MAN sebesar 1:35; dan MAS sebesar 1:117. Paparan diatas ternyata terdapat hal yang cukup menarik, bahwa rasio rombel:siswa untuk tingkat MAS memiliki perbandingan sebesar 1:117, dan jika dilihat lebih mikro lagi atau sebaran per propinsi, perbandingan yang memiliki nilai diatas 100 antara lain propinsi Aceh, Sumut, Lampung, DKI, Jabar, Jateng, DIY, Jatim, Banten, NTB, Kalbar, dan Kalsel. Hal ini perlu didalami atau cross check ulang terhadap data yang di suplai dari propinsi tersebut. Nilai APK untuk RA sebesar 6,81, sementara untuk MI sebesar 11,00, MTs sebesar 18,70 dan MA sebesar 6,87. Dari nilai APK tersebut nampak bahwa minat masyarakat terhadap madrasah semakin besar dari jenjang RA sampai dengan MTs, akan tetapi pada jenjang MA terlihat turun sangat drastis. Hal ini perlu dicari terobosan-terobosan yang lebih inovatif agar nilai jual MA menjadi semakin baik, sehingga pandangan masyarakat terhadap MA menjadi semakin baik dan masyarakat tertarik menyekolahkan anaknya di tingkat MA. Namun hal ini perlu penelurusan dan pendalaman lebih lanjut. MTs; 18,70 B.4. Pengulang APK MA; 6,87 MI; 11,00 Grafik 1.9. Nilai APK MI, MTs, MA RA; 6,81 Peningkatan kualitas peserta didik secara gender perlu mendapat perhatian khusus, berdasarkan data yang ada dapat dipaparkan bahwa secara ratarata siswa pengulang untuk jenis kelamin perempuan lebih kecil di banding dengan siswa laki-laki. Hal ini terjadi di tingkat MI, MTs maupun MA baik itu di madrasah negeri maupun swasta (lihat tabel sampai dengan tabel ). Secara persentase nilai pengulang siswa perempuan untuk MIN sebesar orang atau 1,6%, sementara untuk pengulang siswa laki-laki sebesar atau 2,0%. Jenjang MIS memiliki siswa pengulang perempuan sebanyak orang atau 1,1%, sementara siswa lakilaki sebanyak orang atau 1,4%. Jumlah siswa pengulang untuk jenjang MTsN sebesar atau 1,0% dari jumlah siswa total sebanyak orang. Jumlah tersebut Halaman : 5

7 sebanyak orang adalah siswa laki-laki, sementara sebanyak orang pengulang adalah siswa perempuan. Untuk tingkat MTsS sebanyak orang atau 1,5% dari total siswa sebanyak merupakan siswa pengulang. Dari sebanyak orang ternyata sebagian besar adalah siswa laki-laki sebagai pengulang dengan volume sebanyak orang. Sisanya dengan jumlah sebanyak orang nerupakan siswa perempuan sebagai pengulang. Untuk jenjang MAN jumlah siswa pengulang sebanyak 759 orang atau 0,2% dari jumlah siswa total sebanyak orang. Dari jumlah tesebut sebanyak 486 orang merupakan siswa pengulang laki-laki, sementara sebanyak 273 orang merupakan siswa pengulang perempuan. Sementara untuk jenjang MAS sebanyak orang atau 0,3% dari total siswa siswa merupakan siswa pengulang. Dari jumlah tersebut sebanyak orang merupakan siswa pengulang laki-laki, sisanya sebanyak 651 orang merupakan siswa pengulang perempuan. Jumlah Siswa Pengulang Berdasarkan Gender LK Pr LK Pr LK Pr MI MTs MA Grafik Siswa Pengulang Berdasarkan Gender Berdasarkan data pengulang yang dipaparkan diatas ternyata sebagian besar siswa pengulang adalah siswa laki-laki. Hal ini menunjukan bahwa kualitas siswa laki-laki perlu mendapat perhatian lebih khusus lagi, sehinga jumlah pengulangnya bisa lebih diperkecil. Secara keseluruhan kualitas siswa madrasah sudah lebih baik mengingat secara rata-rata jumlah siswa pengulang maksimal hanya 3,6% dari jumlah siswa total. Siswa pengulang jenjang MI perlu perhatian ekstra dimana secara persentase jumlah mereka lebih besar dibanding jenjang MTs, maupun MA. Perlu kajian mendalam apakah metode yang digunakan untuk kegiatan belajar mengajar di tingkat MI sudah tepat, atau perlu inovasi baru agar para siswa mampu menyerap apa yang diajarkan oleh para guru. Halaman : 6

8 B.5. Drop Out (DO) Jumlah siswa drop out untuk tingkat MI sebanyak orang. Dari jumlah tersebut sebanyak 983 atau 0,3% dari total siswa orang merupakan siswa drop out di jenjang MIN. Dari jumlah tersebut untuk jenjang MIN ternyata sebanyak 569 orang merupakan siswa drop out lakilaki, sementara sebanyak 414 orang siswa drop out perempuan. Sementara untuk jenjang MIS sebanyak orang atau 0,4% dari jumlah siswa total siswa MIS merupakan siswa drop out. Dari jumlah siswa drop out di tingkat MIS ternyata sebanyak orang merupakan siswa drop out laki-laki, sisanya sebanyak orang merupakan siswa drop out perempuan. Secara umum siswa laki-laki di jenjang MI baik untuk status negeri maupun swasta lebih mendominasi tingkat drop out siswa dibandingkan dengan siswa perempuan. Sementara untuk jenjang MTs total jumlah siswa yang terkena drop out sebanyak orang. Dari jumlah tersebut sebanyak orang atau 0,8% dari jumlah total sebanyak orang merupakan siswa drop out untuk MTsN. Dari jumlah tersebut sebanyak orang merupakan siswa laki-laki, dan sebanyak orang merupakan siswa perempuan. Untuk tingkat MTsS sebanyak orang atau 0,8% dari jumlah total siswa sebanyak orang adalah siswa drop out. Jumlah tersebut di tingkat MTsS sebanyak orang merupakan siswa laki-laki yang terkena drop out, sementara sebanyak orang merupakan siswa perempuan drop out. Data diatas untuk jenjang MTs baik untuk negeri maupun swasta ternyata jumlah siswa drop out lebih didominasi oleh siswa laki-laki dibandingkan dengan siswa perempuan. Untuk jenjang MA total siswa yang terkena putus sekolah atau drop out sebanyak orang. Jumlah siswa putus sekolah di tingkat MAN sebanyak 948 orang atau 0.3% dari total siswa MAN sebanyak orang. Jumlah siswa putus sekolah di tingkat MAN ternyata didominasi oleh siswa laki-laki, yaitu sebanyak 566 orang dan siswa perempuan sebanyak 382 orang. Sementara untuk MAS jumah siswa putus sekolah sebanyak orang atau 0,6% dari jumlah siswa sebanyak orang. Dari jumlah jumlah tersebut ternyata siswa laki-laki lebih banyak terkena drop out yaitu sebanyak orang dan siswa perempuan sebanyak orang. Berdasarkan data drop out yang dipaparkan diatas ternyata sebagian besar siswa drop out adalah siswa lakilaki. Hal ini menunjukan bahwa Halaman : 7

9 kualitas siswa laki-laki perlu mendapat perhatian lebih khusus lagi, sehingga jumlah pengulangnya bisa lebih diperkecil. Kemungkinan yang lain adalah perubahan-perubahan nilai-nilai dan cara pandang masyarakat itu sendiri bahwa anak perempuan juga memerlukan pendidikan sampai dengan jenjang pendidikan yang lebih tinggi sehingga sangat berguna untuk bekal anak tersebut dimasa mendatang yang penuh dengan tantangan-tantangan kehidupan. Jumlah Siswa DO Berdasarkan Gender Grafik Siswa DO Berdasarkan Gender Berdasarkan diagram atau grafik diatas, ternyata terdapat fenomena yang menarik dimana jumlah siswa putus sekolah atau drop out cenderung tinggi di tingkat MTs, terutama MTsN. Hal ini dimungkinkan karena faktor ekonomi orangtua yang sudah tidak dapat mendukung untuk pembiayaan pendidikan siswa yang bersangkutan. Ini baru dugaan penulis, perlu diteliti lebih mendalam lagi, LK Pr LK Pr LK Pr MI MTs MA faktor-faktor pemicu timbulnya siswa putus sekolah di tingkat MTs. B.6. Siswa Tamat Belajar Siswa RA yang telah menyelesaikan masa pendidikannya ternyata sebanyak 51,5% lulusannya melanjutkan ke jenjang SD, sementara yang melanjutkan ke jenjang MI sebanyak 39,8%. Ternyata dari data tersebut orangtua siswa lebih cenderung memilih SD sebagai pendidikan lanjutan dibandingkan dengan MI. Hal ini perlu mendapat perhatian agar kualitas MI lebih ditingkatkan dan perlunya sosialisasi tentang MI di khalayak luas agar masyarakat mendapat informasi yang jelas tentang MI baik dari segi kualitas kurikulum pendidikan maupun SDM Tenaga Pengajarnya. Sosialisasi ini diharapkan dapat menarik minat masyarakat luas untuk menyekolahkan anaknya di jenjang MI. Saat ini Ditjen Pendidikan Islam sedang gencar mengadakan pencitraan terhadap Madrasah di berbagai media, salah satunya di salah satu stasiun televisi swasta nasional. Kegiatan ini bertujuan seperti yang penulis paparkan diatas. Semoga apa yang sudah dilaksanakan oleh Ditjen Pendidikan Islam berdaya dan berhasil guna. Halaman : 8

10 Keberadaan Lulusan Siswa RA MI; ; 39,8% Tdk Diketahui; ; 7,7% SD; ; 51,5% Grafik Keberadaan Lulusan Siswa RA Sementara untuk kondisi tamatan belajar tingkat MI, MTs, dan MA dinilai berdasarkan jumlah siswa yang lulus Ujian Nasional (UN). Secara rerata berdasarkan data yang masuk ke Bagian Perencanaan dan Data, jumlah siswa yang lulus UN diatas 95% dari total peserta UN yang ada di semua level, baik MI, MTs, maupun MA. Secara persentase jumlah siswa yang lulus UN/UASBN berdasarkan gender siswa laki-laki sedikit lebih besar di banding siswa perempuan untuk level MI dan MTs. Sementara untuk level MA tingkat kelulusan siswa perempuan sedikit lebih besar di banding siswa lakilaki. Hal ini perlu penelitian lebih mendalam, mengapa untuk level MI, dan MTs siswa laki-laki lebih besar tingkat kelulusannya dibanding siswa perempuan, sementara untuk level MA justru kondisi sebaliknya yang terjadi. Ini mungkin faktor psikis yang menjadi kendala, berdasarkan penelitian yang pernah di lakukan, manakala siswa perempuan semakin tinggi level belajarnya, maka akan semakin tinggi pula minat untuk belajar secara tekun, serta lebih berkonsentrasi dan lebih bertanggungjawab dalam membagi waktu untuk kehidupannya. Mengutip pernyataan Dra Rose Mini AP MPsi, seorang Psikolog dari UI, prestasi itu sebenarnya ditentukan oleh banyak hal, diantaranya nature, nurture, budaya. Jadi faktor prestasi itu ditentukan oleh faktor yang kompleks. Berdasarkan pernyataan diatas maka menjadi suatu penelitian yang menarik berdasarkan paparan data diatas. Persentase Kelulusan Siswa MI, MTs, MA Berdasarkan Hasil UN/UASBN Lk Pr Lk Pr Lk Pr MI MTs MA Persentse Kelulusan 95,4% 95,5% 96,4% 96,8% 97,3% 97,1% Grafik Kelulusan Siswa MI, MTs, MA C. Personal Lembaga Pendidikan. C.1. Kepala Lembaga Pendidikan. Jumlah Kepala RA sebanyak orang memimpin RA sebanyak lembaga. Dari jumlah tersebut bila dilihat dari latar belakang pendidikan atau kualifikasi pendidikan Halaman : 9

11 sebanyak 73,9% atau orang memiliki jenjang pendidikan belum S1, sebanyak 25,6% atau orang berpendidikan S1, dan sisanya sebanyak 84 orang atau 0,4% berpendidikan S2. Latar Belakang Pendidikan Kepala RA dari S1, yaitu sebanyak orang atau 56,7%, sebanyak orang atau 42,1% berpendidikan S1, dan sisanya sebanyak 234 orang atau 1,2% berpendidikan minimal S2. Kualifikasi Kepala MI S1; ; 25,6% S2; 84 ; 0,4% < S1; ; 73,9% Grafik Latar Belakang Pendidikan Kepala RA < S1 S1 < S1 S1 MIN Series Grafik Latar Belakang Pendidikan Kepala MI MIS Dari Grafik diatas terlihat bahwa masih banyak sekali Kepala RA yang berlatar belakang pendidikan belum S1, hal ini perlu perhatian dan dorongan dari pemerintah agar para Kepala RA tersebut minimal memiliki pendidikan minimal S1, dikarenakan hal ini berkaitan dengan skill individu tersebut untuk manajemen tata kelola lembaga agar lebih baik. Latar Belakang Pendidikan Kepala MIN sebanyak 367 orang atau 22,1% berpendidikan kurang dari S1, dan sebanyak 85 orang atau 5,1% berpendidikan S2. Sementara sebagian besar Kepala MIN berpendidikan S1, yaitu sebanyak orang atau 72,8%. Sementara untuk Kepala MIS sebagian besar berpendidikan kurang Dari Grafik diatas ternyata terdapat kondisi atau fenomena yang menarik. Kondisi tersebut adalah bila pada MIN, latar belakang pendidikan Kepala MIN yang belum S1 memiliki jumlah yang jauh lebih kecil dibandingkan dengan yang memiliki latar belakang pendidikan minimal S1. Kondisi sebaliknya terjadi di MIS, bahwa Kepala MIS yang memiliki latar belakang minimal S1 jauh lebih kecil dibandingkan dengan yang berlatar pendidikan kurang dari S1. Ini berarti bahwa pemerintah harus lebih memperhatikan sektor swasta, karena hal ini berkaitan dengan sumber daya di MI sektor swasta jauh lebih besar daripada MIN, dalam kata lain pemerintah tidak boleh Halaman : 10

12 menganaktirikan sektor swasta, karena kontribusinya yang begitu besar di dunia pendidikan islam. Untuk jenjang MTsN, sebanyak 74 orang atau 5,3% Kepala MTsN masih berlatar belakang kurang dari S1, sedangkan sebagian besar sudah berkualifikasi S1 sebanyak orang atau 73,8%, sedangkan sebanyak 289 orang atau 20,9% berkualifikasi S2. Sementara untuk MTsS, sebanyak orang atau 27,4% berkualifikasi kurang dari S1, orang atau 68,3% berkualifikasi S1, dan selebihnya sebanyak 504 orang atau 4,3% berkualifikasi minimal S2. Kualifikasi Kepala MTs < S1 S1 < S1 S1 MTsN MTsS Series dipimpin oleh seorang individu yang mumpuni secara skill. Untuk jenjang MAN, sebanyak 21 orang atau 2,9% Kepala MAN berkualifikasi kurang dari S1, 494 orang atau 67,2% berkualifikasi S1, dan sebanyak 220 orang atau 29,9% berkualifikasi minimal S2. Sementara untuk MAS sebanyak 669 orang atau 13,6% berkualifikasi kurang dari S1, orang atau 77,3% berkualifikasi S1, dan sisanya sebanyak 445 orang atau 9,1% berkualifikasi minimal S2. Terdapat data yang menarik untuk disimak, bahwa untuk MAS ternyata memiliki Kepala Madrasah yang berpendidikan S3, sementara MAN tidak satupun Kepala MAN yang berpendidikan S3. Hal ini perlu perhatian dari pemerintah agar Kualifikasi Kepala MAN tidak kalah dari Kepala MAS. Kualifikasi Kepala MA Grafik Latar Belakang Pendidikan Kepala MTs Berdasarkan Grafik diatas, perlu adanya dorongan dari pemerintah agar para Kepala MTs yang belum berpendidikan minimal S1, agar segera meningkatkan kualifikasinya mengingat tantangan dunia pendidikan ke depan jauh lebih besar, sehingga harus < S1 S1 < S1 S1 MAN MAS Series Grafik Latar Belakang Pendidikan Kepala MA Halaman : 11

13 Berdasarkan Grafik diatas, kondisi ini hampir mirip dengan kondisi di level MTs, jadi sekiranya menurut penulis apa yang mesti dilakukan adalah hal yang sama seperti perlakuan pada para Kepala MTs. C.2. Pendidik (Guru). Jumlah Pendidik di jenjang RA sebanyak orang dengan komposisi berdasarkan kualifikasi pendidikan, sebanyak atau 81,9% berkualifikasi kurang dari S1, dan sisanya orang atau 18,1% berkualifikasi minimal S1. Sementara jika dilihat dari Status Kepegawaian, mayoritas sebanyak atau 93,3% berstatus Non PNS. Sementara hanya sebagain kecil saja yang berpredikat PNS, yakni sebanyak atau 6,7%. Jika ditinjau dari Kategori gender, maka sebanyak atau 92,9% berjenis kelamin perempuan, sementara atau 7,1% berjenis kelamin laki-laki. Hal ini sudah lumrah karena secara psikologis perempuan lebih dekat dengan dunia anak-anak usia dini. Berdasarkan data diatas nampaknya, Pemerintah melalui Ditjen Pendis memiliki banyak pekerjaan antara lain sebisa mungkin mengkondisikan agar para Pendidk (Guru) di RA, paling tidak memliki pendidikan minimal S1. Hal ini berkaitan dengan pemberian tunjangan profesi, dimana syarat untuk mendapatkan tunjangan profesi adalah pendidikan Pendidik (Guru) minimal adalah S1 atau D4 dan mengikuti pendidikan profesi agar mendapatkan sertifikat pendidikan (Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, pasal 9) Data Pendidik RA PNS Non PNS < S1 S1 Lk Pr Status Kepegawaian Pendidikan Formal Gender Series Grafik Data Pendidik RA Untuk Jenjang MI, jumlah Pendidik (Guru) sebanyak orang atau 16,9% berstatus PNS, sementara sebagian besar berstatus Non PNS sebanyak atau 83,1%. Jika dilihat berdasarkan kualifikasi pendidikan, maka sebanyak orang atau 70,4% berkualifikasi kurang dari S1, sisanya sebanyak orang atau 29,6% berkualifikasi minimal S1. Sementara berdasarkan gender, maka sebanyak atau 49,7% berjenis kelamin Laki-laki, selebihnya sebanyak atau 50,3% berjenis kelamin perempuan. Secara gender Halaman : 12

14 untuk level MI, jumlah guru hampir sama, sehingga disini terlihat juga kesetaraan atau tidak ada diskrimnasi gender untuk menjabat sebagai Guru MI. sebanyak atau 54,0% Laki-laki, dan sebanyak atau 46,0% Perempuan. Data Pendidik MTs Data Pendidik MI PNS Non PNS < S1 S1 Lk Pr Status Kepegawaian Pendidikan Formal Gender Series PNS Non PNS < S1 S1 Lk Pr Status Kepegawaian Pendidikan Formal Gender Series Grafik Data Pendidik MTs Grafik Data Pendidik MI Grafik diatas menampakkan bahwa kondisi yang sama persis seperti di level RA terjadi di level MI, maka Ditjen Pendidikan Islam dituntut untuk bekerja lebih keras lagi. Pendidik (Guru) jenjang MTs berjumlah orang dengan orang atau 16,5% berstatus PNS, sementara sebanyak orang atau 83,5% berstatus Non PNS. Jika dilihat dari sisi kualifikasi pendidikan, sebanyak orang atau 39,3% berkualifikasi kurang dari S1, dan sebanyak orang atau 60,7% berkualifikasi pendidikan minimal S1. Secara gender untuk level MTs, jumlah Pendidik berjenis kelamin Laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan Pendidik Perempuan, yakni Grafik diatas melukiskan, bahwa walaupun secara fakta Pendidik (Guru) MTs yang berpendidikan minimal S1 lebih banyak dibanding dengan yang belum S1, namun program untuk peningkatan kualifikasi Pendidik terus ditingkatkan agar apa yang diamanatkan di dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen tercapai dengan baik. Total Jumlah Pendidik (Guru) untuk jenjang MA sebanyak orang dengan orang atau 19,0% berstatus PNS, sementara selebihnya sebanyak orang atau 81,0% berstatus Non PNS. Kualifikasi pendidikan Pendidik (Guru) untuk tingkat MA sebagian besar sudah berpendidikan minimal S1 yakni sebanyak orang atau 74,0%, sementara sisanya berpendidikan kurang dari S1 sebanyak orang Halaman : 13

15 atau 26,0%. Secara gender kondisi Guru di level MA mirip dengan level MTs, bahwa Pendidik Laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan Pendidik Perempuan. Data Pendidik MA Kondisi ini menunjukkan bahwa jumlah tersebut masih jauh dari harapan, mengingat jumlah Pendidik yang berpendidikan minimal S1 sebanyak orang, apalagi jika dibandingkan dengan jumlah Pendidik secara total, meminjam istilah masih jauh panggang dari api. C.3. Pengawas Madrasah PNS Non PNS < S1 S1 Lk Pr Status Kepegawaian Pendidikan Formal Gender Series Grafik Data Pendidik MA Grafik diatas melukiskan, bahwa walaupun secara fakta Pendidik (Guru) MTs yang berpendidikan minimal S1 lebih banyak dibanding dengan yang belum S1, namun program untuk peningkatan kualifikasi Pendidik terus ditingkatkan agar apa yang diamanatkan di dalam Undang-undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen tercapai dengan baik. Secara keseluruhan masih banyak pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh Ditjen Pendidikan Islam, mengingat Program Sertifikasi tersebut seperti yang diamanatkan di dalam Undangundang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Berdasarkan data yang ada, jumlah Pendidik yang sudah lulus sertifikat sebanyak Peningkatan mutu pendidikan telah menjadi komitmen pemerintahan masa sekarang. Komitmen dan profesionalisme para tenaga kependidikan inilah yang akan menentukan terjadinya perubahan dan peningkatan mutu pendidikan nasional. Untuk mendukung kebijakan tersebut maka salah satu posisi Tenaga Kependidikan yang strategis adalah Pengawas Madrasah. Tugas Pengawas Madrasah adalah mengawasi kinerja Madrasah. Berdasarkan data yang masuk ke Bagian Perencanaan dan Data, jumlah Pengawas Madrasah Tahun Pendidikan 2008/2009 adalah sebanyak orang. Komposisi tersebut berdasarkan gender sebanyak atau 76,4% adalah Laki-laki, sementara sisanya sebanyak atau 23,6% Perempuan. Sementara data yang menarik adalah jika dilihat komposisi berdasarkan usia dan pendidikan Halaman : 14

16 formal. Secara usia ternyata sebanyak atau 41,0% berada pada usia diatas 55 Tahun, dimana di usia ini sebenarnya sudah memasuki usia menjelang paripurna tugas sebagai PNS. Jumlah ini ditengarai adalah mantan pejabat struktural yang ingin memperpanjang usia pensiun dengan cara berganti profesi menjadi pengawas madrasah. Barangkali tidak sepenuhnya salah manakala memang sebelumnya menjabat struktural di bidang yang berkompeten, akan tetapi akan lebih baik jika sebaiknya secara profesional, seorang Pengawas Madarasah bukan berasal dari pengalihan status profesi. Sementara jika dilihat berdasarkan jenjang pendidikan ternyata masih ada pengawas yang berpendidikan belum S1, yakni sebanyak atau 18,8%. Hal ini memang menjadi pekerjaan yang tidak boleh termarjinalkan oleh Ditjen Pendidikan Islam. Sementara jika dilihat berdasarkan rasio atau perbandingan jumlah Pengawas Madrasah dengan jumlah lembaga yang dibinanya, maka angka secara nasional memiliki rata-rata sebanyak 11. Ini artinya adalah setiap Pengawas mengampu sebanyak 11 Lembaga Pendidikan Agama Islam. Data cukup menarik berdasarakn propinsi maka secara rata-rata propinsi setiap Pengawas mengampu Lembaga Pendidikan Agama islam berada pada selanga antara 2 sampai dengan 18. Rentang terkecil berada pada Propinsi Bengkulu, yakni sebanyak 290 Lembaga Pendidikan Agama Islam dengan jumlah Pengawas sebanyak 134 orang. Sementara rasio terbesar berada di Propinsi Jawa Tengah dengan jumlah Lembaga Pendidikan Agama Islam yang tercatat sebanyak dengan jumlah Pengawas sebanyak 531 orang. Data Pengawas Madrasah < S1 S1 Lk Pr Usia Pendidikan Formal Gender Series Grafik 1.22 Data Pengawas Madrasah Halaman : 15

Analisis Deskriptif Pendidikan RA dan Madrasah Tahun Akademik

Analisis Deskriptif Pendidikan RA dan Madrasah Tahun Akademik Analisis Deskriptif Pendidikan RA dan Madrasah Tahun Akademik 2009-2010 A. Pengantar Tahun ini terjadi penambahan jumlah madrasah negeri dikarenakan beberapa madrasah penegerian baru yang di-sk-kan per

Lebih terperinci

DESKRIPTIF STATISTIK RA/BA/TA DAN MADRASAH

DESKRIPTIF STATISTIK RA/BA/TA DAN MADRASAH DESKRIPTIF STATISTIK RA/BA/TA DAN MADRASAH Deskriptif Statistik RA/BA/TA dan Madrasah (MI, MTs, dan MA) A. Lembaga Pendataan RA/BA/TA dan Madrasah (MI, MTs dan MA) Tahun Pelajaran 2007/2008 mencakup 33

Lebih terperinci

Analisis Deskriptif Pendidikan RA dan Madrasah Tahun Pelajaran

Analisis Deskriptif Pendidikan RA dan Madrasah Tahun Pelajaran SSt taat ti iisst ti iikk PPeennddi iiddi iikkaann IIssl llaam 22001100//22001111 Analisis Deskriptif Pendidikan RA dan Madrasah Tahun Pelajaran 2010-2011 A. Pengantar Pendidikan RA dan Madrasah merupakan

Lebih terperinci

Analisis Deskriptif Pendidikan RA dan Madrasah Tahun Pelajaran

Analisis Deskriptif Pendidikan RA dan Madrasah Tahun Pelajaran Analisis Deskriptif Pendidikan RA dan Madrasah Tahun Pelajaran 2011-2012 A. Pengantar Madrasah (RA, MI, MTs dan MA) disebutkan dalam UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003 merupakan

Lebih terperinci

DESKRIPTIF STATISTIK GURU DAN PENGAWAS PAIS

DESKRIPTIF STATISTIK GURU DAN PENGAWAS PAIS DESKRIPTIF STATISTIK GURU DAN PENGAWAS PAIS Deskriptif Statistik Guru dan Pengawas PAIS Statistik Pendidikan Islam Tahun 2008/2009 I. Guru PAIS A. Lembaga Secara kelembagaan jumlah Guru PAIS secara total

Lebih terperinci

KEMENTERIAN AGAMA R.I Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Bagian Perencanaan dan Sistem Informasi

KEMENTERIAN AGAMA R.I Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Bagian Perencanaan dan Sistem Informasi KEMENTERIAN AGAMA R.I Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Bagian Perencanaan dan Sistem Informasi Peta Pendidikan Islam Jenis Pendidikan Umum Berciri Khas Islam Pendidikan Keagamaan Islam Diniyah Pondok

Lebih terperinci

DAFTAR ISI. Kata Sambutan... Kata Pengantar... Daftar Isi...

DAFTAR ISI. Kata Sambutan... Kata Pengantar... Daftar Isi... DAFTAR ISI Kata Sambutan... Kata Pengantar... Daftar Isi... i iii v TABEL RA/BA/TA, MI, MTs DAN MA 1.01. Jumlah Lembaga RA/BA/TA, MI, MTs dan MA... 1 1.01.1. Jumlah Lembaga RA/BA/TA, MI, MTs dan MA...

Lebih terperinci

KEMENTERIAN AGAMA R.I. Bagian Perencanaan dan Data

KEMENTERIAN AGAMA R.I. Bagian Perencanaan dan Data KEMENTERIAN AGAMA R.I SETDITJEN PENDIDIKAN ISLAM Bagian Perencanaan dan Data Ringkasan Jumlah Lembaga & Siswa Dikdasmen No Lembaga Jml Lbg Lk Jumlah Siswa Pr Jumlah 1 RA/BA 19.762 415.571 408.476 2 MIN

Lebih terperinci

DESKRIPTIF STATISTIK PENDIDIKAN DINIYAH DAN PONDOK PESANTREN

DESKRIPTIF STATISTIK PENDIDIKAN DINIYAH DAN PONDOK PESANTREN DESKRIPTIF STATISTIK PENDIDIKAN DINIYAH DAN PONDOK PESANTREN Deskriptif Statistik Statistik Pendidikan Islam Tahun 2008/2009 Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren A. Lembaga Jenis Lembaga Pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan ini secara berturut-turut dibahas mengenai: Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bab Pendahuluan ini secara berturut-turut dibahas mengenai: Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN Bab Pendahuluan ini secara berturut-turut dibahas mengenai: Latar Belakang Penelitian, Fokus Penelitian, Pertanyaan Penelitian, Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian dan Definisi Istilah.

Lebih terperinci

DESKRIPTIF STATISTIK PONDOK PESANTREN DAN MADRASAH DINIYAH

DESKRIPTIF STATISTIK PONDOK PESANTREN DAN MADRASAH DINIYAH DESKRIPTIF STATISTIK PONDOK PESANTREN DAN MADRASAH DINIYAH Deskriptif Statistik Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Pendataan Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Tahun 2007-2008 mencakup 33 propinsi,

Lebih terperinci

Pemanfaatan Hasil Ujian Nasional MTs untuk Perbaikan Akses dan Mutu Pendidikan

Pemanfaatan Hasil Ujian Nasional MTs untuk Perbaikan Akses dan Mutu Pendidikan Pemanfaatan Hasil Ujian Nasional MTs untuk Perbaikan Akses dan Mutu Pendidikan Asep Sjafrudin, S.Si, M.Si Jenjang Madrasah Tsanawiyah/Sekolah Menengah Pertama (MTs/SMP) memiliki peranan yang sangat penting

Lebih terperinci

Propinsi Kelas 1 Kelas 2 Jumlah Sumut Sumbar Jambi Bengkulu Lampung

Propinsi Kelas 1 Kelas 2 Jumlah Sumut Sumbar Jambi Bengkulu Lampung 2.11.3.1. Santri Berdasarkan Kelas Pada Madrasah Diniyah Takmiliyah (Madin) Tingkat Ulya No Kelas 1 Kelas 2 1 Aceh 19 482 324 806 2 Sumut 3 Sumbar 1 7-7 4 Riau 5 Jambi 6 Sumsel 17 83 1.215 1.298 7 Bengkulu

Lebih terperinci

Analisis dan Interpretasi Data pada Pondok Pesantren, Madrasah Diniyah (Madin), Taman Pendidikan Qur an(tpq) Tahun Pelajaran

Analisis dan Interpretasi Data pada Pondok Pesantren, Madrasah Diniyah (Madin), Taman Pendidikan Qur an(tpq) Tahun Pelajaran Analisis dan Interpretasi Data pada Pondok Pesantren, Madrasah Diniyah (Madin), Taman Pendidikan Qur an(tpq) Tahun Pelajaran 2011-2012 A. Pondok Pesantren Istilah Pondok Pesantren merupakan dua istilah

Lebih terperinci

Analisis Deskriptif Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren Tahun Akademik

Analisis Deskriptif Pendidikan Keagamaan dan Pondok Pesantren Tahun Akademik SSt taat ti iisst ti iikk PPeennddi iiddi iikkaann IIssl llaamm 220000 99//22 0011 00 Analisis Deskriptif Pendidikan Keagamaan dan Pondok Tahun Akademik 20092010 Jenis lembaga Pendidikan Keagamaan dan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1301, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAG. Pendidikan. Agama. Madrasah. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 29 TAHUN 2014 TENTANG KEPALA MADRASAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

Analisis Hasil Ujian Nasional Madrasah Tsanawiyah Tahun 2008

Analisis Hasil Ujian Nasional Madrasah Tsanawiyah Tahun 2008 Analisis Hasil Ujian Nasional Madrasah Tsanawiyah Tahun 2008 Oleh : Asep Sjafrudin, M.Si 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Sebagai jenjang terakhir dalam program Wajib Belajar 9 Tahun Pendidikan Dasar

Lebih terperinci

Analisis Kualifikasi Guru pada Pendidikan Agama dan Keagamaan

Analisis Kualifikasi Guru pada Pendidikan Agama dan Keagamaan Analisis Kualifikasi Guru pada Pendidikan Agama dan Keagamaan Oleh : Drs Bambang Setiawan, MM 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pasal 3 UU no 20/2003 menyatakan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dalam Bab I Pasal 1 ayat 1 disebutkan Pendidikan adalah usaha sadar dan

BAB I PENDAHULUAN. dalam Bab I Pasal 1 ayat 1 disebutkan Pendidikan adalah usaha sadar dan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakng Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dalam Bab I Pasal 1 ayat 1 disebutkan Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan

Lebih terperinci

2017, No Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembara

2017, No Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 157, Tambahan Lembara No.107, 2017 LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA PENDIDIKAN. Guru. Perubahan. (Penjelasan dalam Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6058) PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN

Lebih terperinci

MATRIKS 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/LEMBAGA TAHUN 2011 KEMENTERIAN/LEMBAGA: KEMENTERIAN AGAMA

MATRIKS 2.3 RENCANA TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/LEMBAGA TAHUN 2011 KEMENTERIAN/LEMBAGA: KEMENTERIAN AGAMA MATRIKS 2.3 TINDAK PEMBANGUNAN KEMENTERIAN/LEMBAGA TAHUN KEMENTERIAN/LEMBAGA: KEMENTERIAN AGAMA I Program Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Agama 1.Menguatnya tatakelola

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. maka dari itu guru harus mempunyai kompetensi di dalam mengajar. Menurut

BAB I PENDAHULUAN. maka dari itu guru harus mempunyai kompetensi di dalam mengajar. Menurut BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Dalam dunia pendidikan guru merupakan profesi yang membanggakan, maka dari itu guru harus mempunyai kompetensi di dalam mengajar. Menurut Peraturan Pemerintah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan lembaga pendidikan madrasah khususnya di Kabupaten Lampung

BAB I PENDAHULUAN. Perkembangan lembaga pendidikan madrasah khususnya di Kabupaten Lampung 1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perkembangan lembaga pendidikan madrasah khususnya di Kabupaten Lampung Selatan sangat penting dan terkait dengan Kementerian Agama. Lembaga Kementerian Agama sangat

Lebih terperinci

dari atau sama dengan S2 ( S2) yaitu 291 orang (0,9%) pengajar (Gambar 4.12). A.2. Program Pendidikan Terpadu Anak Harapan (DIKTERAPAN)

dari atau sama dengan S2 ( S2) yaitu 291 orang (0,9%) pengajar (Gambar 4.12). A.2. Program Pendidikan Terpadu Anak Harapan (DIKTERAPAN) dari atau sama dengan S2 ( S2) yaitu 291 orang (0,9%) pengajar (Gambar 4.12). A.2. Program Pendidikan Terpadu Anak Harapan (DIKTERAPAN) Program Pendidikan Terpadu Anak Harapan (DIKTERAPAN) adalah proses

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang:

Lebih terperinci

HAK GURU. Uraian tentang hak-hak guru selanjutnya dituangkan dalam tabel di bawah ini.

HAK GURU. Uraian tentang hak-hak guru selanjutnya dituangkan dalam tabel di bawah ini. HAK GURU Hak-hak guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalan yang diamanatkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 40 Ayat (1) dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun

Lebih terperinci

Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan Siswa Madrasah

Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan Siswa Madrasah Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan Siswa Madrasah Oleh : Ir Zainal Achmad, M.Si 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan indikator utama pembangunan dan kualitas SDM suatu bangsa. Salah

Lebih terperinci

Analisis Deskriptif Guru PAI dan Pengawas Tahun Pelajaran

Analisis Deskriptif Guru PAI dan Pengawas Tahun Pelajaran AAnnaal lli iissi iiss SSt taat ti iisst ti iikk PPee nnddi iiddi iikkaann IIss llaam l 22001111//22001122 Analisis Deskriptif Guru PAI dan Pengawas Tahun Pelajaran 2011-2012 A. Guru PAI 1. Pengantar Guru

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Guru dalam proses pembelajaran di kelas memainkan peran penting terutama

BAB I PENDAHULUAN. Guru dalam proses pembelajaran di kelas memainkan peran penting terutama BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Guru dalam proses pembelajaran di kelas memainkan peran penting terutama dalam membantu siswa untuk membangun sikap positif dalam belajar, membangkitkan rasa

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penduduk Indonesia semakin bertambah setiap tahunnya. Data Badan Pusat Statistik menyebutkan bahwa penduduk Indonesia hingga tahun 2016 yaitu sebanyak 255.461.700 jiwa.

Lebih terperinci

RENCANA KERJA ANGGARAN SATKER RENCANA KINERJA SATUAN KERJA TAHUN ANGGARAN 2014

RENCANA KERJA ANGGARAN SATKER RENCANA KINERJA SATUAN KERJA TAHUN ANGGARAN 2014 UNIT ORG KERJA RENCANA KINERJA KERJA Halaman 1 25.4.7 Program Pendidikan Islam 1.352.855. 1.352.855. Indikator Kinerja Utama Program 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1 11 12 13 14 15 16 17 18 19 2 21 22 23 24 25 26 27

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat modern yang menuntut spesialisasi dalam masyarakat yang. semakin kompleks. Masalah profesi kependidikan sampai sekarang

BAB I PENDAHULUAN. masyarakat modern yang menuntut spesialisasi dalam masyarakat yang. semakin kompleks. Masalah profesi kependidikan sampai sekarang BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Profesionalisme berkembang sesuai dengan kemajuan masyarakat modern yang menuntut spesialisasi dalam masyarakat yang semakin kompleks. Masalah profesi kependidikan

Lebih terperinci

Pemanfaatan Hasil Ujian Nasional MA untuk Perbaikan Akses dan Mutu Pendidikan

Pemanfaatan Hasil Ujian Nasional MA untuk Perbaikan Akses dan Mutu Pendidikan Pemanfaatan Hasil Ujian Nasional MA untuk Perbaikan Akses dan Mutu Pendidikan Asep Sjafrudin, S.Si, M.Si Madrasah Aliyah sebagai bagian dari jenjang pendidikan tingkat menengah memerlukan upaya pengendalian,

Lebih terperinci

A. LATAR BELAKANG...1 B. LANDASAN HUKUM...1 C. TUJUAN...2 D. KERANGKA PROGRAM...2

A. LATAR BELAKANG...1 B. LANDASAN HUKUM...1 C. TUJUAN...2 D. KERANGKA PROGRAM...2 PEDOMAN PELAKSANAAN PENYALURAN TUNJANGAN PROFESI TAHUN 2009 DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 2009 KATA PENGANTAR Undang-Undang Republik

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN PETIKAN TAHUN ANGGARAN 2014 NOMOR : DIPA /2014 I A. INFORMASI KINERJA

DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN PETIKAN TAHUN ANGGARAN 2014 NOMOR : DIPA /2014 I A. INFORMASI KINERJA 1 Fungsi 10 PENDIDIKAN Sub Fungsi 10.02 PENDIDIKAN DASAR 10.90 PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN LAINNYA 2 Program 025.04.07 Program Pendidikan Islam Hasil (Outcome) 01 Meningkatnya Akses, Mutu, dan Daya Saing

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. elements; materials (and equipment), activities, and people (Cox, 2006:

BAB I PENDAHULUAN. elements; materials (and equipment), activities, and people (Cox, 2006: BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah The quality of an instructional program is comprised of three elements; materials (and equipment), activities, and people (Cox, 2006: 8). Sebagaimana dikatakan

Lebih terperinci

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Kata Pengantar Kata Pengantar Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas perkenan-nya kami dapat menyelesaikan penyusunan Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) Dinas Pendidikan

Lebih terperinci

4.01. Jumlah Lembaga Pada PTAIN dan PTAIS Tahun Akademik 2011/2012

4.01. Jumlah Lembaga Pada PTAIN dan PTAIS Tahun Akademik 2011/2012 4.01. Jumlah Lembaga Pada PTAIN dan PTAIS Jumlah Lembaga No. Provinsi PTAIN PTAIS Jumlah 1. Aceh 3 20 23 2. Sumut 2 40 42 3. Sumbar 3 19 22 4. Riau 1 22 23 5. Jambi 2 15 17 6. sumsel 1 13 14 7. Bengkulu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran yaitu interaksi guru dengan peserta didik tidak berkualitas. Bahkan,

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran yaitu interaksi guru dengan peserta didik tidak berkualitas. Bahkan, BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Guru merupakan salah satu elemen kunci dalam sistem pendidikan, khususnya di sekolah. Semua komponen lain, mulai dari kurikulum, saranaprasarana, biaya, dan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi Bangsa Indonesia adalah

BAB I PENDAHULUAN. Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi Bangsa Indonesia adalah BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi Bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan

Lebih terperinci

berpikir global (think globally), dan mampu bertindak lokal (act loccaly), serta

berpikir global (think globally), dan mampu bertindak lokal (act loccaly), serta BAB I PENDAHULUAN Bab ini akan membahas tentang: 1) latar belakang masalah, 2) identifikasi masalah, 3) pembatasan masalah, 4) rumusan masalah, 5) tujuan dan manfaat penelitian, dan 6) ruang lingkup penelitian.

Lebih terperinci

Pedoman Pelaksanaan Penyaluran Tunjangan Profesi Pendidik Melalui Dana Dekonsentrasi

Pedoman Pelaksanaan Penyaluran Tunjangan Profesi Pendidik Melalui Dana Dekonsentrasi 00 PEDOMAN PELAKSANAAN PENYALURAN TUNJANGAN PROFESI MELALUI DANA DEKONSENTRASI DIREKTORAT PROFESI PENDIDIK DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sesuatu yang harus diikuti oleh semua orang. Dengan

I. PENDAHULUAN. Pendidikan merupakan sesuatu yang harus diikuti oleh semua orang. Dengan 1 I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan merupakan sesuatu yang harus diikuti oleh semua orang. Dengan pendidikan yang memadai seseorang akan mampu menjawab tantangan-tantangan global dalam kehidupan.

Lebih terperinci

Mewujudkan Peningkatan Pendidikan yang berkualitas tanpa meninggalkan kearifan lokal.

Mewujudkan Peningkatan Pendidikan yang berkualitas tanpa meninggalkan kearifan lokal. Mewujudkan Peningkatan Pendidikan yang berkualitas tanpa meninggalkan kearifan lokal. Pada misi IV yaitu Mewujudkan Peningkatan Pendidikan yang berkualitas tanpa meninggalkan kearifan lokal terdapat 11

Lebih terperinci

BAB V PEMBAHASAN. A. Upaya Pimpinan Madrasah dalam Penerapan Disiplin. Melihat data yang disajikan, tampak bahwa kepemimpinan kepala MTsN

BAB V PEMBAHASAN. A. Upaya Pimpinan Madrasah dalam Penerapan Disiplin. Melihat data yang disajikan, tampak bahwa kepemimpinan kepala MTsN BAB V PEMBAHASAN A. Upaya Pimpinan Madrasah dalam Penerapan Disiplin Kedisiplinan adalah kata kunci keberhasilan pendidikan. Kedisiplinan erat kaitannya dengan kepemimpinan, yang dalam organisasi pendidikan

Lebih terperinci

DEPARTEMEN AGAMA R.I DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM. Bagian Perencanaan dan Data

DEPARTEMEN AGAMA R.I DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM. Bagian Perencanaan dan Data DEPARTEMEN AGAMA R.I DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM Bagian Perencanaan dan Data Jumlah Lembaga Statistik Madrasah Madrasah Ibtidaiyah: 22.189 Negeri 1.568-7,1% Swasta 20.621-92,9% Madrasah Tsanawiyah:

Lebih terperinci

Sumber : Satuan Kerja Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Sumatera Barat

Sumber : Satuan Kerja Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Sumatera Barat Tabel A.1.Jumlah dan Persentase SDM Satuan Kerja Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman Sumatera Barat menurut Status Kepegawaian (fungsional satker/staf) dan Jenis Kelamin Tahun 2013 Status Kepegawaian

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan merupakan sebuah. persoalan kompleks, karena untuk mewujudkannya dibutuhkan saling

BAB I PENDAHULUAN. Upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan merupakan sebuah. persoalan kompleks, karena untuk mewujudkannya dibutuhkan saling BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan merupakan sebuah persoalan kompleks, karena untuk mewujudkannya dibutuhkan saling ketergantungan antara semua sub-sistem

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU www.bpkp.go.id PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 19 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 74 TAHUN 2008 TENTANG GURU DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK

Lebih terperinci

C UN MURNI Tahun

C UN MURNI Tahun C UN MURNI Tahun 2014 1 Nilai UN Murni SMP/MTs Tahun 2014 Nasional 0,23 Prov. Sulbar 1,07 0,84 PETA SEBARAN SEKOLAH HASIL UN MURNI, MENURUT KWADRAN Kwadran 2 Kwadran 3 Kwadran 1 Kwadran 4 PETA SEBARAN

Lebih terperinci

Analisis Deskriptif Perguruan Tinggi Agama Islam Tahun Akademik

Analisis Deskriptif Perguruan Tinggi Agama Islam Tahun Akademik Analisis Deskriptif Perguruan Tinggi Agama Islam Tahun Akademik 2011-2012 A. Pengantar Satuan pendidikan tinggi Islam yang diselenggarakan oleh Kementerian Agama, yaitu Perguruan Tinggi Agama Islam atau

Lebih terperinci

SIMPATIKA Periode 2017/2018

SIMPATIKA Periode 2017/2018 SIMPATIKA Periode 2017/2018 Sistem Informasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kemenag PROGRAM SERTIFIKASI GURU MADRASAH KEMENAG 2017 Program GTK Basis Simpatika 2017 Tunjangan UKG PKG Sertifikasi Guru

Lebih terperinci

DESKRIPTIF STATISTIK PTAI

DESKRIPTIF STATISTIK PTAI DESKRIPTIF STATISTIK PTAI Deskriptif Statistik PTAI Statistik Pendidikan Islam Tahun 2008/2009 A. Lembaga Jumlah lembaga yang berhasil didata pada pendataan PTAI Tahun 2007/2008 sebanyak 558 lembaga, yang

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PEMBAYARAN TUNJANGAN PROFESI BAGI GURU PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH MELALUI MEKANISME TRANSFER KE DAERAH

PETUNJUK TEKNIS PEMBAYARAN TUNJANGAN PROFESI BAGI GURU PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH MELALUI MEKANISME TRANSFER KE DAERAH PETUNJUK TEKNIS PEMBAYARAN TUNJANGAN PROFESI BAGI GURU PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH MELALUI MEKANISME TRANSFER KE DAERAH DIREKTORAT JENDERAL PENINGKATAN MUTU PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN KEMENTERIAN

Lebih terperinci

PENETAPAN KINERJA BUPATI TEMANGGUNG TAHUN ANGGARAN 2014 NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET (Usia 0-6 Tahun)

PENETAPAN KINERJA BUPATI TEMANGGUNG TAHUN ANGGARAN 2014 NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET (Usia 0-6 Tahun) URUSAN WAJIB: PENDIDIKAN PENETAPAN KINERJA BUPATI TEMANGGUNG TAHUN ANGGARAN 2014 NO SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA TARGET 1 Meningkatnya Budi Pekerti, 1 Persentase pendidik yang disiplin Tata Krama

Lebih terperinci

2017, No tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indone

2017, No tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 45, Tambahan Lembaran Negara Republik Indone No.1627, 2017 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAG. Kepala Madrasah. Pencabutan. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 58 TAHUN 2017 TENTANG KEPALA MADRASAH DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENINGKATAN KUALIFIKASI SARJANA (S1) BAGI GURU MADRASAH IBTIDAIYAH DAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SEKOLAH (DUAL

PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENINGKATAN KUALIFIKASI SARJANA (S1) BAGI GURU MADRASAH IBTIDAIYAH DAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SEKOLAH (DUAL PEDOMAN PENYELENGGARAAN PROGRAM PENINGKATAN KUALIFIKASI SARJANA (S1) BAGI GURU MADRASAH IBTIDAIYAH DAN GURU PENDIDIKAN AGAMA ISLAM PADA SEKOLAH (DUAL MODE SYSTEM) DIREKTORAT JENDERAL PENDIDIKAN ISLAM DEPARTEMEN

Lebih terperinci

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG PENILAIAN KINERJA KEPALA SEKOLAH DI KABUPATEN BLORA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG PENILAIAN KINERJA KEPALA SEKOLAH DI KABUPATEN BLORA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA PERATURAN BUPATI BLORA NOMOR 14 TAHUN 2015 TENTANG PENILAIAN KINERJA KEPALA SEKOLAH DI KABUPATEN BLORA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI BLORA, Menimbang : a. bahwa dalam rangka meningkatkan

Lebih terperinci

Analisis Deskriptif Guru PAI dan Pengawas Tahun Pelajaran

Analisis Deskriptif Guru PAI dan Pengawas Tahun Pelajaran SSt taat ti iisst ti iikk PPeennddi iiddi iikkaann IIssl llaam 22001100//22001111 Analisis Deskriptif Guru PAI dan Pengawas Tahun Pelajaran 2010-2011 A. Guru PAI 1. Pengantar Guru Pendidikan Agama Islam

Lebih terperinci

1. Kepala madrasah adalah guru yang diberi tugas tambahan memimpin raudhotul athfal (RA), madrasah ibtidaiyah (MI), madrasah tsanawiyah (MTs),

1. Kepala madrasah adalah guru yang diberi tugas tambahan memimpin raudhotul athfal (RA), madrasah ibtidaiyah (MI), madrasah tsanawiyah (MTs), 1. Kepala madrasah adalah guru yang diberi tugas tambahan memimpin raudhotul athfal (RA), madrasah ibtidaiyah (MI), madrasah tsanawiyah (MTs), madrasah aliyah (MA), madrasah aliyah kejuruan (MAK), yang

Lebih terperinci

DRAF APK-APM PENDIDIKAN TAHUN 2017

DRAF APK-APM PENDIDIKAN TAHUN 2017 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan DRAF APK-APM PENDIDIKAN TAHUN 2017 Cutoff data tanggal 30-Nov-2017 PDSPK, Setjen Kemendikbud Jakarta, 11 Desember 2017 DRAF APK-APM PENDIDIKAN TAHUN AJARAN 2017/2018

Lebih terperinci

Desember Sehingga saat ini hanya sekolah-sekolah tertentu saja yang masih menggunakan kurikulum Kurikulum 2013 merupakan kurikulum

Desember Sehingga saat ini hanya sekolah-sekolah tertentu saja yang masih menggunakan kurikulum Kurikulum 2013 merupakan kurikulum BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat berpengaruh dalam kehidupan manusia. Pendidikan mempunyai peran penting dalam terciptanya sumber daya manusia yaitu

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. teknologi canggih yang diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari demi

BAB I PENDAHULUAN. teknologi canggih yang diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari demi 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Globalisasi modern menuntut penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi canggih yang diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari demi peningkatan harkat dan

Lebih terperinci

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA NOMOR 507/P/SK/HT/2010 TENTANG SISTEM REKRUTMEN PEGAWAI SEKOLAH VOKASI UNIVERSITAS GADJAH MADA

PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA NOMOR 507/P/SK/HT/2010 TENTANG SISTEM REKRUTMEN PEGAWAI SEKOLAH VOKASI UNIVERSITAS GADJAH MADA PERATURAN REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA NOMOR 507/P/SK/HT/2010 TENTANG SISTEM REKRUTMEN PEGAWAI SEKOLAH VOKASI UNIVERSITAS GADJAH MADA REKTOR UNIVERSITAS GADJAH MADA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Bab pendahuluan ini secara berturut-turut membahas mengenai latar belakang

BAB I PENDAHULUAN. Bab pendahuluan ini secara berturut-turut membahas mengenai latar belakang BAB I PENDAHULUAN Bab pendahuluan ini secara berturut-turut membahas mengenai latar belakang masalah, fokus penelitian, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, dan definisi istilah. 1.1 Latar Belakang

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. bersama untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan tersebut dapat. dicapai dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki baik

BAB I PENDAHULUAN. bersama untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan tersebut dapat. dicapai dengan memanfaatkan sumber daya yang dimiliki baik BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Masalah Organisasi merupakan sekumpulan manusia yang bekerja bersama untuk mencapai tujuan tertentu. Tujuan tersebut dapat dicapai dengan memanfaatkan sumber daya yang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tidak terlepas dari kualitas pendidikan itu sendiri. Banyak

BAB I PENDAHULUAN. pendidikan tidak terlepas dari kualitas pendidikan itu sendiri. Banyak BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan sangat penting dalam masyarakat, karena pendidikan berpengaruh terhadap kehidupan dalam masyarakat. Pendidikan yang berkualitas akan berpengaruh

Lebih terperinci

ABSTRAK KINERJA PENGAWAS MADRASAH KEMENTERIAN AGAMA KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN Isti Diana Sari 1, Zulkarnain 2, Rosana 3

ABSTRAK KINERJA PENGAWAS MADRASAH KEMENTERIAN AGAMA KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN Isti Diana Sari 1, Zulkarnain 2, Rosana 3 ABSTRAK KINERJA PENGAWAS MADRASAH KEMENTERIAN AGAMA KOTA BANDAR LAMPUNG TAHUN 2015 Isti Diana Sari 1, Zulkarnain 2, Rosana 3 Supervisors in performing their duties had not been implemented to the maximum.

Lebih terperinci

TAMAN KANAK-KANAK Tabel 5 : Jumlah TK, siswa, lulusan, Kelas (rombongan belajar),ruang kelas, Guru dan Fasilitas 6

TAMAN KANAK-KANAK Tabel 5 : Jumlah TK, siswa, lulusan, Kelas (rombongan belajar),ruang kelas, Guru dan Fasilitas 6 DAFTAR TABEL DATA NONPENDIDIKAN Tabel 1 : Keadaan Umum Nonpendidikan 1 Tabel 2 : Luas wilayah, penduduk seluruhnya, dan penduduk usia sekolah 2 Tabel 3 : Jumlah desa, desa terpencil, tingkat kesulitan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kualitas pelaksanaan pendidikan di sekolah ditentukan oleh berbagai unsur,

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Kualitas pelaksanaan pendidikan di sekolah ditentukan oleh berbagai unsur, BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Kualitas pelaksanaan pendidikan di sekolah ditentukan oleh berbagai unsur, seperti guru, sarana pembelajaran, aktivitas siswa, kurikulum dan faktor lain seperti

Lebih terperinci

HASIL PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2016

HASIL PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH PROVINSI DKI JAKARTA TAHUN 2016 HASIL PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH PROVINSI DKI TAHUN 206 BAN SM ACEH HASIL ANALISIS DATA AKREDITASI TAHUN 206 HASIL PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1.

Lebih terperinci

PEMUTAKHIRAN DATA PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN

PEMUTAKHIRAN DATA PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN PETUNJUK PENGGUNAAN APLIKASI EMIS MADRASAH (MI-MTs-MA) TAHUN 2018 PEMUTAKHIRAN DATA PENDIDIK DAN TENAGA KEPENDIDIKAN Login ke aplikasi EMIS Madrasah dengan menggunakan User dan Pasword sesuai yang telah

Lebih terperinci

Capaian Keaksaraan, Gender, dan Pengembangan Budaya Baca

Capaian Keaksaraan, Gender, dan Pengembangan Budaya Baca Capaian Keaksaraan, Gender, dan Pengembangan Budaya Baca Ella Yulaelawati, M.A., Ph.D. Direktorat Pembinaan Pendidikan Masyarakat Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal Kementerian

Lebih terperinci

Statistik Pendidikan Dasar Kabupaten Banjarnegara Tahun Pelajaran 2011/2012

Statistik Pendidikan Dasar Kabupaten Banjarnegara Tahun Pelajaran 2011/2012 Statistik Pendidikan Dasar Kabupaten Banjarnegara Tahun Pelajaran 2011/2012 EUROPEAN UNION LEMBAR PENGESAHAN STATISTIK PENDIDIKAN DASAR TP. 2011/2012 KABUPATEN BANJARNEGARA Mengetahui/Mengesahkan: KEPALA

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan pendidikan pada

BAB I PENDAHULUAN. Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan pendidikan pada 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) merupakan pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan pengembangan kemampuan peserta didik, setelah lulus,

Lebih terperinci

PROFIL PENDIDIKAN TINGGI TAHUN 2013 (BUKU II)

PROFIL PENDIDIKAN TINGGI TAHUN 2013 (BUKU II) 1 PROFIL PENDIDIKAN TINGGI TAHUN 2013 (BUKU II) KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN PUSAT DATA DAN STATISTIK PENDIDIKAN Jakarta, 2013 KATALOG DALAM TERBITAN Indonesia. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelas, tapi seorang guru juga harus mampu membimbing, mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. kelas, tapi seorang guru juga harus mampu membimbing, mengembangkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Guru memiliki peran dan tanggung jawab yang besar dalam proses pendidikan, di mana tugas seorang guru bukan hanya memberikan transfer ilmu dan seperangkat

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN PER-SATUAN KERJA TAHUN ANGGARAN 2012 RINCIAN BELANJA

RENCANA KERJA DAN ANGGARAN PER-SATUAN KERJA TAHUN ANGGARAN 2012 RINCIAN BELANJA PROGRAM (025.04.07) PROGRAM PENDIDIKAN ISLAM SATUAN KERJA (587622) MADRASAH IBTIDAIYAH NEGERI PALOH PADANG TIJI KAB. ACEH PIDIE PROPINSI (06) ACEH (02) Halaman 1 2129 Peningkatan Akses dan Mutu Madrasah

Lebih terperinci

Status Kepegawaian Lk Pr Struktural Gambar 1 Persentase SDM Balai 85,71 Besar 14,29 Pelaksanaan Jalan Nasional III. Kelamin Tahun ,00

Status Kepegawaian Lk Pr Struktural Gambar 1 Persentase SDM Balai 85,71 Besar 14,29 Pelaksanaan Jalan Nasional III. Kelamin Tahun ,00 Tabel A.1.Jumlah dan Persentase SDM Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional III menurut Status Kepegawaian (struktural/fungsional/staf) dan Jenis Kelamin Tahun 2013 Status Kepegawaian 1 Struktural 12 2

Lebih terperinci

REVISI KE-1 DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN TAHUN ANGGARAN 2012 NOMOR : 1490/ /01/2012 TANGGAL : 9 Desember 2011 IA.

REVISI KE-1 DAFTAR ISIAN PELAKSANAAN ANGGARAN TAHUN ANGGARAN 2012 NOMOR : 1490/ /01/2012 TANGGAL : 9 Desember 2011 IA. Kode/Nama Satker : (573631) MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TANAH JAMBU AYE KAB. ACEH UTARA Halaman : IA. 1 1 Fungsi 10 PENDIDIKAN 2.129.335.000 Sub Fungsi 10.02 PENDIDIKAN DASAR 618.498.000 10.90 PENDIDIKAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran, sehingga sasaran untuk supervisi akademik adalah guru.

BAB I PENDAHULUAN. pembelajaran, sehingga sasaran untuk supervisi akademik adalah guru. BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan, pada pasal 39 menyatakan pengawasan pada pendidikan formal dilakukan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah A. Latar Belakang Masalah BAB I PENDAHULUAN Secara umum pendidikan merupakan suatu proses untuk membantu manusia dalam mengembangkan potensi yang ada dalam dirinya. Pendidikan yang baik adalah pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. di SMK masih sangat konvensional, bahkan ada yang membiarkan para

BAB I PENDAHULUAN. di SMK masih sangat konvensional, bahkan ada yang membiarkan para BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Proses Belajar Mengajar (PBM) merupakan upaya yang utama bagi siswa dalam memperoleh keterampilan dan pengetahuannya di sekolah. PBM yang berkualitas dan efektif

Lebih terperinci

RENCANA STRATEGIS DINAS PENDIDIKAN TAHUN

RENCANA STRATEGIS DINAS PENDIDIKAN TAHUN RENCANA STRATEGIS DINAS PENDIDIKAN TAHUN 2016 2021 DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN KENDAL TAHUN 2016 Rencana Strategis Dinas Kab. Kendal Tahun 2016-2021 KATA PENGANTAR Rencana Strategis Dinas Kabupaten Kendal

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian Pendidikan merupakan investasi sumber daya manusia jangka panjang yang mempunyai nilai strategis bagi kelangsungan peradaban manusia di dunia. Hampir semua

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PEMBAYARAN TUNJANGAN PROFESI GURU DAN GURU YANG DIANGKAT JABATAN PENGAWAS SATUAN PENDIDIKAN MELALUI DANA DEKONSENTRASI

PETUNJUK TEKNIS PEMBAYARAN TUNJANGAN PROFESI GURU DAN GURU YANG DIANGKAT JABATAN PENGAWAS SATUAN PENDIDIKAN MELALUI DANA DEKONSENTRASI PETUNJUK TEKNIS PEMBAYARAN TUNJANGAN PROFESI GURU DAN GURU YANG DIANGKAT JABATAN PENGAWAS SATUAN PENDIDIKAN MELALUI DANA DEKONSENTRASI KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2012 KATA PENGANTAR Salah satu

Lebih terperinci

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN

BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN 65 BAB IV LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Setting Penelitian 1. Sejarah Singkat Berdirinya MIN Kebun Bunga Banjarmasin Terbentuknya dan berdirinya Pendidikan Madrasah Negeri Kebun Bunga disebabkan

Lebih terperinci

RENCANA KERJA DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN KARIMUN TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN

RENCANA KERJA DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN KARIMUN TAHUN 2015 BAB I PENDAHULUAN BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan guna meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidupnya. Para pendiri

Lebih terperinci

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011

MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2011 MATRIKS BUKU I RKP TAHUN 2 Tema Prioritas Penanggung Jawab Bekerjasama dengan PROGRAM AKSI BIDANG PENDIDIKAN Peningkatan akses pendidikan yang berkualitas, terjangkau, relevan, dan efisien menuju terangkatnya

Lebih terperinci

PETUNJUK TEKNIS PEMBAYARAN TUNJANGAN PROFESI BAGI GURU PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH MELALUI MEKANISME DANA TRANSFER DAERAH

PETUNJUK TEKNIS PEMBAYARAN TUNJANGAN PROFESI BAGI GURU PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH MELALUI MEKANISME DANA TRANSFER DAERAH PETUNJUK TEKNIS PEMBAYARAN TUNJANGAN PROFESI BAGI GURU PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH MELALUI MEKANISME DANA TRANSFER DAERAH KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN 2012 KATA PENGANTAR Mulai tahun anggaran

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

PENETAPAN KINERJA TAHUN 2013 DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR Manajemen Pendidikan TK / RA 915,000,000

PENETAPAN KINERJA TAHUN 2013 DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR Manajemen Pendidikan TK / RA 915,000,000 PENETAPAN KINERJA TAHUN 2013 DINAS PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR No. SASARAN STRATEGIS INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU) TARGET 1 Meningkatnya aksesbilitas dan kualitas Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Pendidikan

Lebih terperinci

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA No.1738, 2014 BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA KEMENAG. Guru. Tunjangan Profesi. Bukan PNS. Pembayaran. Tata Cara. PERATURAN MENTERI AGAMA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 43 TAHUN 2014 TENTANG TATA CARA PEMBAYARAN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi kedepan adalah globalisasi dengan dominasi teknologi dan informasi

BAB I PENDAHULUAN. dihadapi kedepan adalah globalisasi dengan dominasi teknologi dan informasi BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Memasuki abad-21, tugas guru tidak akan semakin ringan. Tantangan yang dihadapi kedepan adalah globalisasi dengan dominasi teknologi dan informasi yang sangat

Lebih terperinci

PELAKSANAAN SERTIFIKASI GURU DAN KESIAPAN LPTK DALAM MENDUKUNG PROGRAM SERTIFIKASI GURU

PELAKSANAAN SERTIFIKASI GURU DAN KESIAPAN LPTK DALAM MENDUKUNG PROGRAM SERTIFIKASI GURU PELAKSANAAN SERTIFIKASI GURU DAN KESIAPAN LPTK DALAM MENDUKUNG PROGRAM SERTIFIKASI GURU HAND OUT Disampaikan pada kegiatan Forum Wartawan Pendidikan Wisma Depdiknas Argamulya, Bogor, Sabtu, 16 September2006

Lebih terperinci

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Timur. Ringkasan Eksekutif Ringkasan Eksekutif Pendidikan telah menjadi sebuah kekuatan bangsa khususnya dalam proses pembangunan di Jawa Timur. Sesuai taraf keragaman yang begitu tinggi, Jawa Timur memiliki karakter yang kaya dengan

Lebih terperinci