Analisis Kualifikasi Guru pada Pendidikan Agama dan Keagamaan

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Analisis Kualifikasi Guru pada Pendidikan Agama dan Keagamaan"

Transkripsi

1 Analisis Kualifikasi Guru pada Pendidikan Agama dan Keagamaan Oleh : Drs Bambang Setiawan, MM 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Pasal 3 UU no 20/2003 menyatakan bahwa Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mewujudkan tujuan mulia di atas dilakukan melalui pendidikan berjenjang dari pendidikan usia dini hingga pendidikan tinggi. Guru merupakan unsur utama dalam keseluruhan proses pendidikan dan di setiap jenjang pendidikan, khususnya di tingkat institusional dan instruksional. Tanpa guru, pendidikan hanya akan menjadi slogan muluk karena segala bentuk kebijakan dan program pada akhirnya akan ditentukan oleh kinerja pihak yang berada di garis terdepan yaitu guru. Guru menjadi titik sentral dan awal dari semua pembangunan pendidikan. Dalam konteks pendidikan formal, Sidi (2000) dalam Mustafa (2005) menunjukkan bahwa berdasarkan hasil studi di negaranegara berkembang, guru memberikan sumbangan dalam prestasi belajar siswa (36%), selanjutnya manajemen (23%), waktu belajar (22%), dan sarana fisik (19%). Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, guru diakui sebagai jabatan profesional. Hal ini sekaligus mengangkat harkat dan martabat guru yang sungguh luar biasa bila dibandingkan dengan profesi lainnya di kalangan pegawai negeri sipil. Namun demikian, untuk menjadi guru mulai dari taman kanak-kanak sampai dengan sekolah menengah (SM) persyaratannya cukup kompleks, yaitu: (a) memiliki Analisis Statistik Kualifikasi Guru 26

2 kualifikasi pendidikan minimal sarjana atau diploma empat, (b) memiliki kompetensi pedagogik, kompetensi sosial, kompetensi kepribadian, dan kompetensi profesional, (c) memiliki sertifikasi pendidik; (d) sehat jasmani dan rokhani, serta (e) memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional (Pasal 8, UU Nomor:14/2005). Dengan demikian, keberadaan UU Guru dan Dosen pada prinsipnya memiliki dua komponen pokok, yaitu: pertama meningkatkan kualitas guru sebagai pendidik profesional dan kedua meningkatkan kesejahteraan guru sebagai konsekuensi logis dari keprofesionalannya. Bagaimana dengan kualitas pendidikan madrasah di Indonesia? Implementasi Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) terjabarkan dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP). PP ini memberikan amanat tentang perlunya disusun dan dilaksanakannya delapan SNP. Yakni standar isi, proses, kompetensi lulusan, pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan standar penilaian pendidikan. Dalam upaya mencapai SNP tersebut, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama dalam Rencana Strategis memfokuskan pada tema pokok kebijakan yang antara lain, pemerataan dan perluasan akses pendidikan, peningkatan mutu, relevansi, dan daya saing, serta peningkatan tata kelola, akuntabilitas, dan pencitraan. Sebagai implementasi peningkatan mutu, relevansi dan daya saing, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam c.q. Direktorat Pendidikan Madrasah melalui Program MEDP ADB Loan No INO (SF) akan melaksanakan programprogram yang mencakup beberapa komponen di antaranya adalah pengembangan kompetensi guru sesuai dengan standar nasional. Hal ini sangat penting sebagai bagian dari upaya peningkatan kualitas sekolah sekolah di bawah kewenangan Departemen Agama yakni Madrasah Ibtidaiyah, Madrasah Tsanawiyah, dan Madrasah Aliyah. Dewasa ini kesadaran masyarakat akan pentingnya pendidikan agama 27 Analisis Statistik Kualifikasi Guru

3 semakin meningkat. Sekolah-sekolah umum yang berlabelkan Islam mengalami peningkatan secara kuantitatif seiring jumlah peminat yang juga makin meningkat. Keadaan ini harus direspons dengan baik oleh Departemen Agama. Pendidikan madrasah diharapkan mempunyai daya saing yang lebih baik untuk dapat memenuhi keinginan masyarakat tersebut. Selain sarana dan prasarana dan kurikulum, kualitas guru madrasah harus menjadi pertimbangan utama. Tentu saja hal ini dapat berpengaruh terhadap peningkatan jumlah murid. Rasio siswa dan guru dapat menjadi faktor penting dalam terpenuhinya kebutuhan pendidikan yang merata dan dapat mempengaruhi kualitas pendidikan. Sistem belajar-mengajar akan lebih efektif bila rasio siswa dan guru tidak terlalu besar. Untuk itu perlu diamati dari tahun per tahun mengenai rasio siswa dan guru di tingkat madrasah. Hal ini sangat penting untuk menentukan arah kebijakan terutama terkait dengan penempatan guru di provinsi-provinsi yang kekurangan guru atau melakukan mutasi dari provinsi-provinsi yang rasio siswa dan gurunya besar. 1.2 Permasalahan Pertanyaan-pertanyaan yang mendasari permasalahan pada penelitian ini adalah mengenai sebaran kualifikasi guru dan rasio siswa - guru pada tingkat madrasah dan keterbandingannya dengan sekolah umum lainnya (SD, SMP dan SMU) 1.3 Tujuan Penulisan Penulisan buku ini bertujuan untuk menganalisis sejauh mana tingkat kualifikasi pendidikan guru pada madrasah sudah terpenuhi atau belum dan tingkat rasio siswa dan guru sudah pada taraf yang ideal. 2. Bahan dan Metodologi 2.1 Bahan dan Data Data merupakan data hasil publikasi Statistik Pendidikan Agama dan Keagamaan yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Departemen Agama serta data Statistik Pendidikan terbitan Badan Pusat Statistik Analisis Statistik Kualifikasi Guru 28

4 dan Statistik Persekolahan terbitan Depdiknas. Data yang digunakan adalah: a. Data persentase kualifikasi pendidikan guru di tingkat MI, MTs dan MA serta sekolah SD, SMP dan SMA. b. Data Rasio Siswa dan Guru di tingkat MI, MTs dan MA dan sekolah SD,SMP dan SMA tahun Metode Analisis Metode analisis kuantitaf yang digunakan adalah analisis deskriptif terhadap kualifikasi pendidikan guru di tingkat madrasah serta rasio siswa dan guru. Baik untuk data Nasional maupun per Provinsi. 3. Hasil dan Pembahasan 3.1 Profesi dan Kualifikasi Guru Secara sederhana profesi dapat diartikan sebagai suatu pekerjaan atau jabatan yang dilakukan seseorang sesuai dengan keahliannya (expertise), dengan kata lain, suatu profesi erat kaitannya dengan pekerjaan yang spesifik, terstandar mutunya dan dapat menjadi sumber penghasilan sesuai dengan penghargaan keprofesionalannya. Lebih jauh Subijanto (2006) menjelaskan bahwa profesi merupakan pengakuan masyarakat terhadap karakteristik pekerjaan yang memiliki sifat-sifat tertentu seperti juga profesi guru, adalah kemampuan intelektual yang diperoleh melalui pendidikan dan memiliki pengetahuan spesialisasi dan pengetahuan praktis untuk menunjang proses belajar mengajar. Berdasarkan data yang tersedia, kualifikasi pendidikan guru selanjutnya dibedakan menjadi lima kategori, yaitu tingkat pendidikan di bawah diploma satu (<D1), tingkat pendidikan diploma satu (D1), tingkat pendidikan diploma dua (D2), tingkat pendidikan diploma tiga (D3), dan tingkat pendidikan di atas diploma tiga (>D3). Tingkat pendidikan di bawah diploma satu termasuk di dalamnya SLTA dan sederajat serta di bawah SLTA. Sedangkan tingkat pendidikan di atas diploma tiga termasuk di dalamnya S1, dan pasca sarjana (S2 dan S3). 29 Analisis Statistik Kualifikasi Guru

5 Tabel 1. Persentase Kualifikasi Pendidikan Guru Madrasah Tahun 2002/2003 dan 2006/2007 Kualifikasi MI MTS MA 02/03 06/07 02/03 06/07 02/03 06/07 < D1 48,8 42,2 21,8 21,5 11,5 10,6 D1 4,6 2,3 2,8 1,9 1,1 1,2 D2 30,0 33,0 10,3 8,4 3,8 3,5 D3 2,9 2,1 13,7 8,3 9,6 7,3 >D3 13,8 20,5 51,4 59,9 73,9 77,5 Jumlah 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 100,0 Sumber : Ditjen Pendidikan Islam, Depag Pada tingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI), kualifikasi guru didominasi dengan tingkat pendidikan di bawah diploma satu (<D1) dengan persentase masingmasing sebesar 48.8%, pada tahun 2002/2003 dan 42.2% pada tahun 2006/2007. Sementara itu, persentase kualifikasi guru tingkat Madrasah Ibtidaiyah yang memenuhi standar pendidikan nasional untuk guru yaitu harus setingkat sarjana strata satu (S1) masih sangat rendah. Guru yang berpendidikan setingkat sarjana dan diatasnya (> D3) persentasenya adalah 13.8% pada tahun 2002/2003 dan pada tahun 2006/2007 baru mencapai 20.5%. Meskipun persentasenya masih rendah tapi menunjukkan tren yang terus meningkat dari tahun ke tahun. Meskipun demikian bila dibandingkan dengan persentase kualifikasi guru secara nasional termasuk di dalamnya guru SD dan MI, ternyata pada tahun 2006/2007 persentase guru MI yang telah memenuhi standar pendidikan nasional lebih besar dari persentase guru SD, yaitu sebesar 20,5% guru MI yang berpendidikan di atas diploma tiga (>D3) dan hanya 17,2% guru SD yang memiliki pendidikan di atas diploma tiga (>D3) (Tabel 2). Dengan demikian dapat dikatakan kualifikasi guru MI masih lebih baik dari kualifikasi guru SD. Pada tingkat Madrasah Tsanawiyah (MTs), persentase kualifikasi guru yang telah memenuhi standar pendidikan di atas diploma tiga (>D3) sudah di atas 50 persen, sebagaimana yang ditampilkan pada tabel 1, guru MTs yang berpendidikan sarjana keatas pada tahun 2002/2003 sebesar 51.4 persen, dan pada tahun 2006/2007 naik menjadi 59.9 persen. Pola tren yang terus menaik juga dapat ditemui di tingkat Madrasah Aliyah (MA) dimana persentase kualifikasi Analisis Statistik Kualifikasi Guru 30

6 guru dengan tingkat pendidikan di atas diploma tiga (> D3) bahkan sudah lebih dari 70 persen. Masing masing sebesar 73.9 persen, pada tahun 2002/2003 kemudian meningkat menjadi 77.5 persen tahun 2006/2007. Walaupun persentase guru yang telah memiliki pendidikan sarjana ke atas pada Madrasah Tabel 2. Perbandingan Kualifikasi Guru Berpendidikan Sarjana antara Sekolah Umum dan Madrasah per provinsi Tahun 2006/2007 No Provinsi SD MI SMP MTs SMA MA 1 NAD 14,6 21,0 64,9 67,9 77,9 82,3 2 Sumatera Utara 13,3 23,3 54,7 60,0 74,5 72,0 3 Sumatera barat 13,8 23,5 62,2 60,5 79,7 76,0 4 Riau 17,2 9,1 60,6 44,2 81,3 66,6 5 Jambi 7,2 10,6 67,3 47,4 82,2 74,7 6 Sumatera Selatan 5,4 13,0 60,2 44,1 77,9 68,6 7 Bengkulu 9,4 14,8 67,0 65,9 80,1 80,3 8 Lampung 10,1 10,3 44,6 38,1 67,7 62,8 9 Bangka Belitung 3,8 6,8 57,9 49,0 73,2 75,2 10 Kepulauan Riau 14,3 23,1 38,2 58,7 55,7 72,1 11 DKI Jakarta 33,4 36,4 68,2 74,6 83,3 83,3 12 Jawa Barat 18,5 20,1 69,0 63,6 78,2 79,7 13 Jawa Tengah 18,3 18,1 69,6 63,3 80,0 78,3 14 DI Yogyakarta 28,1 18,1 68,6 72,0 85,8 85,6 15 Jawa Timur 33,6 24,9 77,8 62,9 87,1 79,2 16 Banten 14,1 21,0 55,8 51,1 80,8 71,4 17 Bali 20,8 35,0 31,3 72,5 70,4 84,3 18 NTB 12,4 14,1 60,5 56,6 84,2 78,4 19 NTT 2,2 9,2 41,5 55,8 71,1 81,4 20 Kalimantan Barat 2,6 9,2 42,9 44,8 71,2 82,2 21 Kalimantan Tengah 4,5 13,3 52,9 54,2 55,2 71,9 22 Kalimantan Selatan 8,8 19,4 66,1 62,9 82,0 77,5 23 Kalimantan Timur 10,3 25,9 72,2 61,5 83,2 80,5 24 Sulawesi Utara 9,6 27,7 57,3 64,9 82,8 82,2 25 Sulawesi Tengah 6,0 15,5 73,2 65,0 82,8 78,6 26 Sulawesi Selatan 21,9 24,3 55,4 72,7 87,1 87,6 27 Sulawesi Tanggara 5,7 14,3 75,0 59,5 82,7 85,8 28 Gorontalo 11,9 24,6 67,6 58,7 87,7 81,2 29 Sulawesi Barat 11,1 15,4 43,8 63,8 60,6 78,6 30 Maluku 1,7 5,5 44,1 41,4 62,5 67,7 31 Maluku Utara 2,3 15,7 43,5 61,0 82,7 76,2 32 Papua 3,9 18,1 54,6 72,2 78,1 84,3 33 Papua Barat 8,9 28,1 44,5 64,7 78,5 87,1 Indonesia 17,2 20,5 63,3 59,9 79,6 77,5 Sumber : Depag dan Depdiknas Tsanawiyah dan Madrasah Aliyah cukup besar, namun persentase guru yang berpendidikan SMA atau di bawah D1 ternyata masih cukup besar. Untuk MTs, guru yang berpendidikan di bawah D1 sebanyak tercatat sebanyak 21,8 persen tahun 2002/2003, kemudian menurun pada tahun 2006/2007 menjadi 21,5 persen. Pola yang sama terjadi pada Madrasah Aliyah, tercatat 11,5 persen guru 31 Analisis Statistik Kualifikasi Guru

7 MA berpendidikan di bawah D1 dan tahun 2006/2007 turun menjadi 10,6 persen. Akan tetapi bila dibandingkan dengan persentase guru SMP dan SMA secara nasional, kualifikasi guru MTs dan MA masih lebih rendah. Pada tahun 2006/2007, kualifikasi guru MTs yang telah memenuhi standar pendidikan nasional adalah sebesar 59,9 persen masih lebih rendah bila dibandingkan dengan persentase guru SMP/MTs yang mencapai standar pendidikan nasional yaitu sebesar 63,3 persen. Sama halnya dengan kualifikasi guru di tingkat Madrasah Aliyah atau SMA (termasuk didalamnya SMA dan SMK) dimana persentase kualifikasi guru SMA yang berpendidikan sarjana masih lebih besar daripada kualifikasi guru MA. Kualifikasi guru SMA yang telah memenuhi standar sebesar 79.6% pada tahun 2006/2007. Sementara kualifikasi guru MA yang telah memenuhi standar hanya sebesar 77.5 % pada tahun 2006/2007. Untuk sebaran di Provinsi, sebagaimana di tingkat nasional hampir di semua provinsi guru Madrasah Ibtidaiyah yang telah memenuhi standar kualifikasi lebih besar dibandingkan guru SD kecuali di Provinsi Riau, dimana persentase guru yang telah memenuhi standar kualifikasi sebesar 9,1 persen sedangkan guru SD+MI yang telah memenuhi standar kualifikasinya adalah sebesar 17,2 persen. Untuk tingkat SMP dan Madrasah Tsanawiyah tercatat ada 15 Provinsi yang mempunyai jumlah guru MTs yang mempunyai kualifikasi sesuai standar national lebih besar dari rata-rata guru SMP. Provinsi tersebut adalah Provinsi NAD, Sumatera Utara, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, DI Yogyakarta, Bali, NTT, Kalbar, Kalteng, Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat. Hal yang serupa terjadi pada tingkat SMA dan MA, tercatat pada 15 Provinsi jumlah guru Madrasah Aliyah yang mempunyai kualifikasi standar melebihi dari rata rata guru SMA. Provinsi-Provinsi tersebut adalah NAD, Bengkulu, Babel, Kepulauan Riau, Jawa Barat, Bali, NTT, Kalbar, Kalteng, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Maluku, Papua dan Papua Barat. Analisis Statistik Kualifikasi Guru 32

8 Tabel 3. Persentase Kualifikasi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah per Provinsi Tahun 2006/2007 No Provinsi < D1 D1 D2 D3 > D3 1 Nanggroe AD 20,2 1,1 55,2 2,5 21,0 2 Sumater Utara 44,2 2,4 27,0 3,2 23,3 3 Sumatera Barat 15,6 9,1 44,3 7,5 23,5 4 Riau 64,2 1,7 22,9 2,0 9,1 5 Jambi 60,9 5,3 22,1 1,0 10,6 6 Sumatera Selatan 59,6 1,4 23,7 2,3 13,0 7 Bengkulu 41,0 1,9 38,8 3,5 14,8 8 Lampung 59,4 5,7 22,3 2,3 10,3 9 Bangka Belitung 41,4 6,3 42,9 2,7 6,8 10 Kepulauan Riau 31,4 0,0 42,9 2,6 23,1 11 DKI Jakarta 23,9 4,5 25,5 9,8 36,4 12 Jawa Barat 42,0 2,8 33,1 2,0 20,1 13 Jawa Tengah 32,4 1,3 46,5 1,8 18,1 14 DI Yogyakarta 20,6 2,9 54,8 3,5 18,1 15 Jawa Timur 46,4 1,9 25,2 1,6 24,9 16 Banten 42,8 3,7 29,8 2,6 21,0 17 Bali 25,2 1,0 36,2 2,6 35,0 18 N T B 48,2 1,3 33,6 2,9 14,1 19 N T T 54,1 0,6 34,2 2,0 9,2 20 Kalbar 58,1 0,7 31,2 0,8 9,2 21 Kalteng 40,9 0,3 44,5 1,0 13,3 22 Kalsel 46,3 0,9 32,7 0,7 19,4 23 Kaltim 34,3 3,6 33,6 2,6 25,9 24 Sulut 52,7 0,8 17,4 1,5 27,7 25 Sulteng 24,7 3,1 52,2 4,4 15,5 26 Sulsel 20,2 1,9 51,7 1,9 24,3 27 Sultera 39,8 3,2 39,5 3,2 14,3 28 Gorontalo 36,6 2,9 34,5 1,3 24,6 29 Sulbar 17,1 3,9 62,5 1,1 15,4 30 Maluku 32,6 4,7 55,4 1,8 5,5 31 Maluku Utara 25,2 0,6 57,8 0,6 15,7 32 Papua 28,7 0,9 46,3 6,0 18,1 33 Irian Jaya Barat 30,4 1,2 39,2 1,2 28,1 Indonesia 42,2 2,3 33,0 2,1 20,5 Sumber : Ditjen Pendidikan Islam, Depag Standar kualifikasi guru yang sesuai dengan dengan standar pendidikan nasional memang masih sulit terpenuhi untuk tingkat SD dan MI, hal ini karena menyangkut jumlah sekolah yang cukup banyak, dan tersebar di seluruh pelosok tanah air, sebagaimana bisa dimaklumi bahwa masih sulit merangsang para pemuda yang berpendidikan sarjana untuk mengabdi sebagai guru di pelosok- 33 Analisis Statistik Kualifikasi Guru

9 pelosok desa. Walaupun menurut Undang-Undang Nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen, dinyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya guru memiliki hak, yang salah satunya adalah memperoleh penghasilan di atas kebutuhan minimum dan jaminan kesejahteraan sosial. Dengan kata lain, nantinya profesi guru dan dosen merupakan profesi yang menjanjikan dan bergengsi dikalangan pegawai negeri sipil lainnya. Berdasarkan data tahun 2006/2007 (Tabel 3) tercatat jumlah guru madrasah Ibtidaiyah yang berpendidikan dibawah D1 masih dominan yaitu sebanyak 42,2 persen dan yang berpendidikan diatas D3 hanya ada sebanyak 20,5 persen. Provinsi-provinsi yang mempunyai persentase jumlah guru berpendidikan dibawah D1 dan persentasenya diatas persentase rata-rata Indonesia adalah Provinsi Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Timur, NTB, NTT, Kalbar, Kalsel dan Sulawesi Utara. Provinsi yang mempunyai persentase jumlah guru yang berpendidikan di bawah D1 paling sedikit adalah Provinsi Sumatera Barat sebanyak 15,6 persen, kemudian Sulawesi Barat sebanyak 17,1 persen, sedangkan provinsi yang paling banyak mempunyai persentase jumlah guru MI berpendidikan di bawah D1 adalah Provinsi Riau sebanyak 64,2 persen diikuti pada urutan berikutnya adalah Provinsi Jambi sebanyak 60,9 persen. Di lain pihak provinsi-provinsi yang tercatat mempunyai guru yang sudah berpendidikan di atas D3 dan persentasenya melebihi persentase rata-rata Indonesia adalah Provinsi NAD, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Kepulauan Riau, DKI Jakarta Jawa Timur, Bali,Kaltim, Sulawesi utara, Sulawesi selatan, Gorontalo dan Papua Barat. Provinsi yang terbanyak memiliki persentase jumlah guru berpendidikan di atas D3 adalah Provinsi DKI Jakarta sebanyak 36,4 persen,kemudian diikuti Provinsi Bali sebanyak 35 persen. Tercatat sebagai provinsi yang terendah persentase guru yang berpendidikan di atas D3 adalah Provinsi Maluku sebanyak 5,5 persen dan pada urutan diatasnya adalah Provinsi Bangka Belitung sebanyak 6,8 persen. Kualifikasi pendidikan guru pada Madrasah Tsanawiyah sebagaimana yang terdapat pada Tabel 4, memperlihatkan bahwa persentase jumlah guru Analisis Statistik Kualifikasi Guru 34

10 yang berpendidikan diatas D3 tahun 2006/2007 telah cukup tinggi yaitu mencapai 59,9 persen. Ada 19 provinsi yang jumlah guru berpendidikan di atas D3 telah melebihi jumlah rata-rata nasional dan 14 provinsi dibawah rata-rata nasional. Namun yang memprihatinkan masih terdapat guru MTs yang berpendidikan dibawah D1, untuk tahun 2006/2007 tercatat berjumlah 21,5 persen. Masih terdapat separuh provinsi yang jumlah persentase guru berpendidikan dibawah D1 diatas rata rata Indonesia. Hal ini mengisyaratkan bahwa masih sulit memenuhi jumlah guru sesuai dengan Standar Nasional. Provinsi yang mempunyai persentase jumlah guru pada Madrasah Tsanawiyah berpendidikan di bawah D1, yang terbanyak adalah Provinsi Sumatera Selatan sebanyak 37,8 persen dan yang paling sedikit persentasenya adalah Provinsi DI Yogyakarta sebanyak 2,6 persen. Untuk tingkat Madrasah Aliyah pada tahun 2006/2007 jumlah guru yang mempunyai kualifikasi pendidikan diatas D3 tercatat sudah cukup tinggi yaitu sebanyak 77,5 persen (lihat tabel 5). Akan tetapi masih ada juga guru yang berpendidikan di bawah D1 mengajar di Madrasah Aliyah, yaitu sebanyak 10,6 persen. Provinsi DI Yogyakarta termasuk yang mempunyai persentase terendah dalam hal jumlah guru MA yang berpendidikan di bawah D1 yaitu sebanyak 3,5 persen, demikian juga DKI Jakarta tercatat hanya 3,8 persen jumlah guru MA yang berpendidikan di bawah D1. Sumatera Selatan tercatat sebagai yang terbanyak memiliki jumlah guru yang berpendidikan dibawah D1 yaitu 18,2 persen diikuti Lampung sebanyak 17,6 persen. 35 Analisis Statistik Kualifikasi Guru

11 Tabel 4. Persentase Kualifikasi Pendidikan Guru Madrasah Tsanawiyah per Provinsi Tahun 2006/2007 No Provinsi < D1 D1 D2 D3 > D3 1 Nanggroe AD 14,9 0,5 5,1 11,6 67,9 2 Sumatera Utara 25,1 2,5 5,2 7,3 60,0 3 Sumatera Barat 17,1 0,8 9,7 11,9 60,5 4 Riau 36,6 2,2 8,8 8,1 44,2 5 Jambi 26,8 1,0 10,3 14,5 47,4 6 Sumatera Selatan 37,8 2,2 9,6 6,2 44,1 7 Bengkulu 18,4 0,9 6,5 8,4 65,9 8 Lampung 37,3 3,8 12,8 8,1 38,1 9 Bangka Belitung 30,1 1,3 12,6 7,0 49,0 10 Kepulauan Riau 23,4 1,2 4,8 11,8 58,7 11 DKI Jakarta 4,8 3,2 3,4 14,0 74,6 12 Jawa Barat 18,3 1,5 8,7 7,9 63,6 13 Jawa Tengah 20,5 1,4 6,0 8,8 63,3 14 DI Yogyakarta 2,6 6,3 3,1 16,0 72,0 15 Jawa Timur 19,4 2,0 7,8 8,0 62,9 16 Banten 24,5 2,7 14,6 7,1 51,1 17 Bali 17,9 0,0 4,7 4,9 72,5 18 N T B 23,1 1,1 10,6 8,7 56,6 19 N T T 22,4 0,8 9,5 11,4 55,8 20 Kalbar 29,8 2,6 15,9 6,9 44,8 21 Kalteng 27,2 0,7 11,9 6,0 54,2 22 Kalsel 25,3 0,6 5,8 5,4 62,9 23 Kaltim 23,3 3,0 6,6 5,6 61,5 24 Sulut 8,5 12,1 4,9 9,6 64,9 25 Sulteng 18,9 1,5 8,2 6,3 65,0 26 Sulsel 10,5 1,1 9,3 6,5 72,7 27 Sultera 24,4 0,5 6,5 9,1 59,5 28 Gorontalo 21,5 6,6 5,0 8,3 58,7 29 Sulbar 11,1 1,8 16,0 7,3 63,8 30 Maluku 25,6 1,9 19,5 11,6 41,4 31 Maluku Utara 19,5 1,1 10,3 8,0 61,0 32 Papua 14,7 0,0 5,0 8,0 72,2 33 Irian Jaya Barat 18,5 2,7 5,4 8,7 64,7 Indonesia 21,5 1,9 8,4 8,3 59,9 Sumber : Ditjen Pendidikan Islam. Depag Analisis Statistik Kualifikasi Guru 36

12 Tabel 5. Persentase Kualifikasi Pendidikan Guru Madrasah Aliyah per Provinsi Tahun 2006/2007 No Provinsi < D1 D1 D2 D3 > D3 1 Nanggroe AD 9,6 0,2 2,1 5,8 82,3 2 Sumater Utara 14,4 1,0 2,9 9,8 72,0 3 Sumatera Barat 12,0 1,1 2,1 8,8 76,0 4 Riau 13,3 3,1 5,3 11,7 66,6 5 Jambi 13,7 1,5 4,8 5,3 74,7 6 Sumatera Selatan 18,2 1,9 5,4 5,8 68,6 7 Bengkulu 9,4 0,6 1,7 8,0 80,3 8 Lampung 17,6 3,5 6,7 9,4 62,8 9 Bangka Belitung 12,8 0,0 4,8 7,2 75,2 10 Kepulauan Riau 10,3 0,4 1,9 15,3 72,1 11 DKI Jakarta 3,8 0,7 2,6 9,6 83,3 12 Jawa Barat 8,1 1,0 3,3 7,9 79,7 13 Jawa Tengah 11,3 0,6 2,2 7,7 78,3 14 DI Yogyakarta 3,5 2,8 1,0 7,1 85,6 15 Jawa Timur 10,7 0,9 3,0 6,2 79,2 16 Banten 13,7 1,8 5,3 7,8 71,4 17 Bali 11,9 0,9 1,3 1,7 84,3 18 N T B 6,9 1,9 4,7 8,0 78,4 19 N T T 6,6 1,1 2,7 8,2 81,4 20 Kalbar 7,4 0,5 5,6 4,3 82,2 21 Kalteng 15,1 1,0 7,6 4,3 71,9 22 Kalsel 14,1 0,3 3,2 4,9 77,5 23 Kaltim 10,1 2,7 2,3 4,4 80,5 24 Sulut 6,8 1,3 2,5 7,2 82,2 25 Sulteng 4,4 2,3 3,6 11,0 78,6 26 Sulsel 4,9 0,5 3,0 4,0 87,6 27 Sultera 5,9 0,3 3,0 5,0 85,8 28 Gorontalo 8,8 2,0 1,4 6,5 81,2 29 Sulbar 7,5 0,6 6,4 6,9 78,6 30 Maluku 11,5 2,0 7,3 11,5 67,7 31 Maluku Utara 9,7 0,9 6,0 7,1 76,2 32 Papua 8,1 0,0 0,6 7,0 84,3 33 Irian Jaya Barat 5,2 0,0 0,0 7,8 87,1 Indonesia 10,6 1,2 3,5 7,3 77,5 Sumber : Ditjen Pendidikan Islam. Depag Guru madrasah Aliyah yang berpendidikan di atas D3 sudah cukup dominan, bahkan tercatat ada 20 provinsi yang persentase jumlah guru berpendidikan di atas D3 berada di atas rata-rata Indonesia. Hal ini bisa dimaklumi karena memang jumlah MA relatif masih belum sebanyak MTs. Provinsi yang memiliki jumlah guru berpendidikan di atas D3 terbanyak adalah Provinsi Sulawesi Selatan yaitu sebanyak 87,6 persen, dan tercatat sebagai yang terendah adalah Provinsi Lampung sebanyak 62,8 persen. 37 Analisis Statistik Kualifikasi Guru

13 Standar kualifikasi pendidikan saja sebenarnya belum cukup untuk dapat mengangkat kualitas pendidikan, kompetensi sosial guru sangat diharapkan dapat memenuhi semua alat, media dan sumber belajar siswa yang dibutuhkan dalam proses belajar siswa. Guru diharapkan dapat menemukan dan mengembangkan kreativitas dan inovasinya dalam proses pembelajaran siswa. 3.2 Rasio Siswa dan Guru Rasio siswa dan guru madrasah Ibtidaiyah, Tsanawiyah dan Aliyah diamati dari tahun ajaran 1999/2000 sampai dengan tahun 2006/ Dari grafik dapat diamati bahwa rasio siswa dan guru untuk madrasah ibtidaiyah lebih besar daripada rasio siswa dan guru untuk madrasah tsanawiyah dan aliyah. Rata-rata rasio siswa dan guru untuk MI adalah sebesar 16 yang dapat diartikan bahwa 1 guru mengajar 16 siswa. Rasio siswa dan guru terbesar di MI terjadi pada tahun 1999/2000 yaitu sebesar 20. Sementara itu, rasio siswa dan guru pada MTs dan MA relatif hampir sama. Hal ini menandakan bahwa jumlah guru untuk MTs dan MA secara relatif lebih banyak daripada guru untuk MI dalam hal keterbandingannya dengan jumlah siswa. Rasio siswa terhadap guru berdasarkan grafik diatas berkisar antar orang per guru untuk siswa Madrasah Tsanawiyah dan untuk siswa Madrasah aliyah rasio siswa terhadap guru rata-rata berjumlah 9 orang siswa per guru. Sehingga makin tinggi jenjang sekolahnya makin banyak pula jumlah guru yang tersedia dibandingkan jumlah siswanya. Ketersediaan jumlah guru antara madrasah dengan sekolah umum lainnya yang sederajat, masih lebih baik di madrasah, seperti yang terlihat pada tabel 6. Umumnya rata-rata jumlah siswa per guru pada madrasah masih lebih rendah dibandingkan rata-rata jumlah siswa per guru pada sekolah umum dan madrasah. Rata-rata jumlah siswa perguru SD+MI tahun 2004/ /2007 masing-masing sebanyak 19 siswa. Sedangkan Jumlah siswa per guru pada MI pada periode tersebut hanya 15 siswa per tahun. Untuk tingkat SMP, rata-rata jumlah siswa per guru dari sekolah SMP+ MTs adalah 14 siswa tahun 2004/2005, Analisis Statistik Kualifikasi Guru 38

14 kemudian menjadi 13 siswa tahun 2005/2006 dan menjadi 14 siswa tahun 2006/ /00 00/01 01/02 02/03 03/04 04/05 05/06 06/07 MI MTS MA Gambar 1. Grafik Rasio Siswa dan Guru Madrasah Tahun 1999/ /2007 Tabel 6. Rasio Siswa dan Guru Madrasah (MI, MTs dan MA) Tahun 2004/ /2007 Sekolah Tahun 2004/ / / Tingkat SD a. SD + MI b. MI Tingkat SMP a. SMP + MTs b. MTs Tingkat SMA a. SMA + MA b. MA Sumber : Depag dan Depdiknas Jumlah siswa per guru di MTs pada periode tersebut masing-masing sebanyak 10 siswa, 10 siswa dan 11 siswa. Hal yang sama diperlihatkan pada tingkat SMA, jumlah siswa per guru di Madrasah Aliyah lebih sedikit dibandingkan dengan rata-rata tingkat SMA + MA. 39 Analisis Statistik Kualifikasi Guru

15 Secara proses belajar mengajar dari kondisi yang tersirat tentunya dapat menghasilkan proses belajar mengajar yang lebih baik pada madrasah, Namun bila dibandingkan dengan kualitas guru yang mengajar, terutama sekali guru yang telah memiliki standar nasional (segi pendidikan), sekolah-sekolah umum diluar madrasah masih lebih baik kualifikasinya. Sebaran per provinsi rasio siswa per guru periode 2002/2003 dan 2006/2007 seperti yang disajikan pada tabel 7 dapat menggambarkan perkembangan rasio siswa per guru selama 2 periode tersebut. Dengan memperhatikan sebaran per provinsi, kebijakan alokasi guru per provinsi dapat dilakukan untuk memperkecil ketimpangan antar provinsi. Jumlah siswa per guru selama 5 tahun tidak menunjukkan perubahan yang berarti. Perubahan yang terlihat pada tingkat Madrasah Ibtidaiyah menunjukkan bahwa jumlah siswa per guru turun dari 16 siswa tahun 2002/2003 menjadi 15 siswa tahun 2006/2007. Begitu pula pada tingkat Madrasah Aliyah pada tahun 2002/2003 tercatat ada 9 siswa per guru menjadi 8 siswa per guru pada tahun 2006/2007. Kondisi ini mengisyaratkan adanya persentase pertambahan jumlah guru lebih besar dari persentase pertambahan jumlah murid. Bila diperhatikan sebaran per provinsi, ternyata tidak semua provinsi mengalami pertambahan jumlah guru yang lebih besar persentasenya dibandingkan persentase pertambahan jumlah siswa, tercatat beberapa provinsi yang mempunyai jumlah siswa per guru semakin besar selama periode 5 tahun tersebut. Untuk Madrasah Ibtidaiyah jumlah siswa per guru yang semakin besar setelah periode 5 tahun adalah Provinsi Lampung, Jawa Tengah, Banten, Sulut, Sulsel dan Irian Jaya Barat. Sedangkan pada Madrasah Tsanawiyah Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, NTB, Kalbar, Kaltim, Sulut, Sultera dan Irian Jaya Barat jumlah siswa per guru nya bertambah banyak setelah 5 tahun. Pada tingkat Madrasah Aliyah tercatat Provinsi Riau, Bengkulu, Jawa Tengah, NTT, Sulut dan Irian Jaya Barat yang mempunyai jumlah siswa per guru lebih banyak setelah 5 tahun. Analisis Statistik Kualifikasi Guru 40

16 Tabel 7. Rasio Siswa dan Guru Madrasah (MI, MTs dan MA) Tahun 2002/2003 dan 2006/2007 No Provinsi MI MTs MA 02/03 06/07 02/03 06/07 02/03 06/07 1 Nanggroe AD Sumater Utara Sumatera Barat Riau Jambi Sumatera Selatan Bengkulu Lampung Bangka Belitung Kepulauan Riau DKI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten Bali N T B N T T Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sultera Gorontalo Sulbar Maluku Maluku Utara Papua Irian Jaya Barat Indonesia Sumber : Ditjen Pendidikan Islam. Depag Melihat rasio siswa per guru pada madrasah umumnya lebih rendah dibandingkan sekolah umum lainnya yang sederajat, hal ini bisa mengisyaratkan masih kurang minatnya masyarakat untuk mempercayakan pendidikan anaknya ke madrasah, sehingga daya tampung madrasah masih cukup besar, hanya saja 41 Analisis Statistik Kualifikasi Guru

17 perlu dikaji lebih jauh bagaimana cara menaikkan minat masyarakat khususnya muslim agar mau mempercayakan pendidikan anaknya ke madrasah. 4. Kesimpulan dan Saran 4.1 Kesimpulan a. Pada tingkat Madrasah Ibtidaiyah (MI), kualifikasi guru masih di dominasi oleh guru yang berpendidikan di bawah D1, tercatat berjumlah 48,8 persen tahun 2002/2003 dan sedikit menurun di tahun 2006/2007 menjadi 42,2 persen. b. Persentase Guru MI yang memiliki pendidikan di atas D3 tahun 2006/2007 hanya sebesar 20,5 persen, namun ini masih lebih baik dibandingkan dengan rata-rata SD/MI yang persentasenya hanya sebesar 17,2 persen. c. Sebaliknya untuk tingkat SMP dan SMA, persentase guru MTs dan MA yang berpendidikan di atas D3 masih dibawah rata-rata guru SMP/MTs maupun rata-rata guru SMA/MA. d. Walaupun persentase jumlah guru yang memenuhi standar nasional atau berpendidikan di atas D3 sudah cukup tinggi baik tingkat Madrasah Tsanawiyah maupun tingkat Madrasah Aliyah, namun persentase jumlah guru yang berpendidikan di bawah D1 masih cukup besar yaitu sebesar 21,5 persen untuk tingkat MTs dan 10,6 persen untuk tingkat MA. e. Secara umum rasio siswa per guru pada madrasah lebih rendah dari rasio siswa per guru pada sekolah umum lainnya SD, SMP dan SMA. Hal ini bisa mengindikasikan daya tampung madrasah masih cukup besar, atau dengan kata lain minat terhadap sekolah-sekolah umum masih lebih besar dibandingkan madrasah. Analisis Statistik Kualifikasi Guru 42

18 4.2. Saran Berdasarkan pada kesimpulan yang diperoleh dari bahasan diatas maka disarankan agar dilakukan upaya-upaya untuk meningkatkan mutu tenaga pendidik sehingga lebih banyak guru yang bisa memenuhi standar nasional, serta mengupayakan bisa menarik kepercayaan masyarakat khususnya yang muslim untuk dapat lebih mempercayakan pendidikan anaknya ke madrasah. Dengan demikian madrasah ini benar-benar bisa menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem pendidikan. Daftar Bacaan Balitbang Departemen Pendidikan Nasional Rangkuman Statistik Persekolahan 2006/2007. Jakarta. Depdiknas. Badan Pusat Statistik Statistik Pendidikan 2006 (Hasil Susenas). Jakarta Departemen Pendidikan Nasional Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional , Jakarta: Depdiknas. Departemen Pendidikan Nasional Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Depdiknas. Jakarta. Ditjen Pendidikan Islam Departemen Agama. Series 2001/2002 sd 2005/2006. Statistik Pendidikan Agama dan Keagamaan. Jakarta. Depag. Ditjen Pendidikan Islam. Departemen Agama Renstra Depag. Jakarta. Sidi, Indra Jati Masalah Guru lebih rumit diera otonomi. Seminar terbuka tentang pendidikan dasar dan menengah. Subijanto Profesi guru sebagai profesi yang menjanjikan Pasca Undang- Undang guru dan dosen. Balitbang.Depdiknas. Jakarta 43 Analisis Statistik Kualifikasi Guru

DESKRIPTIF STATISTIK RA/BA/TA DAN MADRASAH

DESKRIPTIF STATISTIK RA/BA/TA DAN MADRASAH DESKRIPTIF STATISTIK RA/BA/TA DAN MADRASAH Deskriptif Statistik RA/BA/TA dan Madrasah (MI, MTs, dan MA) A. Lembaga Pendataan RA/BA/TA dan Madrasah (MI, MTs dan MA) Tahun Pelajaran 2007/2008 mencakup 33

Lebih terperinci

Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan Siswa Madrasah

Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan Siswa Madrasah Analisis Tingkat Partisipasi Pendidikan Siswa Madrasah Oleh : Ir Zainal Achmad, M.Si 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Pendidikan merupakan indikator utama pembangunan dan kualitas SDM suatu bangsa. Salah

Lebih terperinci

Analisis Hasil Ujian Nasional Madrasah Tsanawiyah Tahun 2008

Analisis Hasil Ujian Nasional Madrasah Tsanawiyah Tahun 2008 Analisis Hasil Ujian Nasional Madrasah Tsanawiyah Tahun 2008 Oleh : Asep Sjafrudin, M.Si 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Sebagai jenjang terakhir dalam program Wajib Belajar 9 Tahun Pendidikan Dasar

Lebih terperinci

C UN MURNI Tahun

C UN MURNI Tahun C UN MURNI Tahun 2014 1 Nilai UN Murni SMP/MTs Tahun 2014 Nasional 0,23 Prov. Sulbar 1,07 0,84 PETA SEBARAN SEKOLAH HASIL UN MURNI, MENURUT KWADRAN Kwadran 2 Kwadran 3 Kwadran 1 Kwadran 4 PETA SEBARAN

Lebih terperinci

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009

DAFTAR ALAMAT MADRASAH TSANAWIYAH NEGERI TAHUN 2008/2009 ACEH ACEH ACEH SUMATERA UTARA SUMATERA UTARA SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT SUMATERA BARAT RIAU JAMBI JAMBI SUMATERA SELATAN BENGKULU LAMPUNG KEPULAUAN BANGKA BELITUNG KEPULAUAN RIAU DKI JAKARTA JAWA BARAT

Lebih terperinci

Analisis Hasil Ujian Nasional Madrasah Aliyah Negeri Tahun 2008

Analisis Hasil Ujian Nasional Madrasah Aliyah Negeri Tahun 2008 Analisis Hasil Ujian Nasional Madrasah Aliyah Negeri Tahun 2008 Oleh : Asep Sjafrudin, M.Si 1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)

Lebih terperinci

Analisis Deskriptif Pendidikan RA dan Madrasah Tahun Pelajaran

Analisis Deskriptif Pendidikan RA dan Madrasah Tahun Pelajaran Analisis Deskriptif Pendidikan RA dan Madrasah Tahun Pelajaran 2011-2012 A. Pengantar Madrasah (RA, MI, MTs dan MA) disebutkan dalam UU Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Nomor 20 Tahun 2003 merupakan

Lebih terperinci

DRAF APK-APM PENDIDIKAN TAHUN 2017

DRAF APK-APM PENDIDIKAN TAHUN 2017 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan DRAF APK-APM PENDIDIKAN TAHUN 2017 Cutoff data tanggal 30-Nov-2017 PDSPK, Setjen Kemendikbud Jakarta, 11 Desember 2017 DRAF APK-APM PENDIDIKAN TAHUN AJARAN 2017/2018

Lebih terperinci

Pemanfaatan Hasil Ujian Nasional MTs untuk Perbaikan Akses dan Mutu Pendidikan

Pemanfaatan Hasil Ujian Nasional MTs untuk Perbaikan Akses dan Mutu Pendidikan Pemanfaatan Hasil Ujian Nasional MTs untuk Perbaikan Akses dan Mutu Pendidikan Asep Sjafrudin, S.Si, M.Si Jenjang Madrasah Tsanawiyah/Sekolah Menengah Pertama (MTs/SMP) memiliki peranan yang sangat penting

Lebih terperinci

DESKRIPTIF STATISTIK PONDOK PESANTREN DAN MADRASAH DINIYAH

DESKRIPTIF STATISTIK PONDOK PESANTREN DAN MADRASAH DINIYAH DESKRIPTIF STATISTIK PONDOK PESANTREN DAN MADRASAH DINIYAH Deskriptif Statistik Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Pendataan Pondok Pesantren dan Madrasah Diniyah Tahun 2007-2008 mencakup 33 propinsi,

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TENGAH (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/05/18/Th. VI, 4 Mei 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN I-2016 SEBESAR 101,55

Lebih terperinci

DISPARITAS PRASARANA SMA ANTAR PROVINSI DI INDONESIA. Pusat Data dan Statistik Pendidikan Setjen, Kemdikbud 2014

DISPARITAS PRASARANA SMA ANTAR PROVINSI DI INDONESIA. Pusat Data dan Statistik Pendidikan Setjen, Kemdikbud 2014 DISPARITAS PRASARANA SMA ANTAR PROVINSI DI INDONESIA Setjen, Kemdikbud LATAR BELAKANG Tujuan pendidikan nasional adalah Mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa

Lebih terperinci

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN

PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL REPUBLIK INDONESIA NOMOR 7 TAHUN 2007 TENTANG ORGANISASI DAN TATA KERJA LEMBAGA PENJAMINAN MUTU PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI PENDIDIKAN NASIONAL,

Lebih terperinci

Propinsi Kelas 1 Kelas 2 Jumlah Sumut Sumbar Jambi Bengkulu Lampung

Propinsi Kelas 1 Kelas 2 Jumlah Sumut Sumbar Jambi Bengkulu Lampung 2.11.3.1. Santri Berdasarkan Kelas Pada Madrasah Diniyah Takmiliyah (Madin) Tingkat Ulya No Kelas 1 Kelas 2 1 Aceh 19 482 324 806 2 Sumut 3 Sumbar 1 7-7 4 Riau 5 Jambi 6 Sumsel 17 83 1.215 1.298 7 Bengkulu

Lebih terperinci

HASIL Ujian Nasional SMP - Sederajat. Tahun Ajaran 2013/2014

HASIL Ujian Nasional SMP - Sederajat. Tahun Ajaran 2013/2014 HASIL Ujian Nasional SMP - Sederajat Tahun Ajaran 213/21 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta, 13 Juni 21 1 Ringkasan Hasil Akhir UN - SMP Tahun 213/21 Peserta UN 3.773.372 3.771.37 (99,9%) ya

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN BADAN PUSAT STATISTIK No.06/02/81/Th.2017, 6 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO MALUKU PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,344 Pada September 2016,

Lebih terperinci

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK)

WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) WORKSHOP (MOBILITAS PESERTA DIDIK) KONSEP 1 Masyarakat Anak Pendidikan Masyarakat Pendidikan Anak Pendekatan Sektor Multisektoral Multisektoral Peserta Didik Pendidikan Peserta Didik Sektoral Diagram Venn:

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI SULAWESI BARAT (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA. Imam Gunawan

SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA. Imam Gunawan SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL DI INDONESIA Imam Gunawan Tiap tiap negara memiliki peraturan perundang undangan sendiri. Negara Kesatuan Republik Indonesia mempunyai peraturan perundang udangan yang bertingkat,

Lebih terperinci

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi

Tabel Lampiran 1. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Padi Per Propinsi Tabel., dan Padi Per No. Padi.552.078.387.80 370.966 33.549 4,84 4,86 2 Sumatera Utara 3.48.782 3.374.838 826.09 807.302 4,39 4,80 3 Sumatera Barat.875.88.893.598 422.582 423.402 44,37 44,72 4 Riau 454.86

Lebih terperinci

DESKRIPTIF STATISTIK GURU PAIS

DESKRIPTIF STATISTIK GURU PAIS DESKRIPTIF STATISTIK GURU PAIS 148 Statistik Pendidikan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Deskriptif Statistik Guru PAIS A. Tempat Mengajar Pendataan Guru PAIS Tahun 2008 mencakup 33 propinsi. Jumlah

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN IV-2016 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN A. Penjelasan Umum No. 11/02/94/Th. VII, 6 Februari 2017 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan

Lebih terperinci

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA 2012, No.659 6 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG PERUBAHAN KEDUA ATAS PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR PER.07/MEN/IV/2011

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI PAPUA INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2017 A. Penjelasan Umum 1. Indeks Tendensi Konsumen (ITK) I-2017 No. 27/05/94/Th. VII, 5 Mei 2017 Indeks Tendensi

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 No. 11/02/82/Th. XVI, 1 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK MALUKU UTARA SEPTEMBER 2016 GINI RATIO DI MALUKU UTARA KEADAAN SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,309 Pada September 2016, tingkat ketimpangan

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/11/18.Th.V, 5 November 2015 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2015 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2015 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN III-2015 SEBESAR

Lebih terperinci

4.01. Jumlah Lembaga Pada PTAIN dan PTAIS Tahun Akademik 2011/2012

4.01. Jumlah Lembaga Pada PTAIN dan PTAIS Tahun Akademik 2011/2012 4.01. Jumlah Lembaga Pada PTAIN dan PTAIS Jumlah Lembaga No. Provinsi PTAIN PTAIS Jumlah 1. Aceh 3 20 23 2. Sumut 2 40 42 3. Sumbar 3 19 22 4. Riau 1 22 23 5. Jambi 2 15 17 6. sumsel 1 13 14 7. Bengkulu

Lebih terperinci

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor),

Populasi Ternak Menurut Provinsi dan Jenis Ternak (Ribu Ekor), Babi Aceh 0.20 0.20 0.10 0.10 - - - - 0.30 0.30 0.30 3.30 4.19 4.07 4.14 Sumatera Utara 787.20 807.40 828.00 849.20 871.00 809.70 822.80 758.50 733.90 734.00 660.70 749.40 866.21 978.72 989.12 Sumatera

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

Lebih terperinci

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA. No Nama UPT Lokasi Eselon Kedudukan Wilayah Kerja. Bandung II.b DITJEN BINA LATTAS

NAMA, LOKASI, ESELONISASI, KEDUDUKAN, DAN WILAYAH KERJA. No Nama UPT Lokasi Eselon Kedudukan Wilayah Kerja. Bandung II.b DITJEN BINA LATTAS 5 LAMPIRAN I PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 2013 TENTANG PERUBAHAN KETIGA ATAS PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI NOMOR PER.07/MEN/IV/2011

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN I-2016 No. 25/05/94/Th. VI, 4 Mei 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN (ITK) PROVINSI PAPUA TRIWULAN A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi konsumen terkini yang dihasilkan

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/05/18/Th. VII, 5 Mei 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN I-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN II-2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN I-2017 SEBESAR 101,81

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional. Upaya peningkatan kualitas

BAB I PENDAHULUAN. penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional. Upaya peningkatan kualitas BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Peningkatan mutu pendidikan selalu menjadi isu sentral dalam penyelenggaraan Sistem Pendidikan Nasional. Upaya peningkatan kualitas pendidikan ini menjadi salah satu

Lebih terperinci

INDONESIA Percentage below / above median

INDONESIA Percentage below / above median National 1987 4.99 28169 35.9 Converted estimate 00421 National JAN-FEB 1989 5.00 14101 7.2 31.0 02371 5.00 498 8.4 38.0 Aceh 5.00 310 2.9 16.1 Bali 5.00 256 4.7 30.9 Bengkulu 5.00 423 5.9 30.0 DKI Jakarta

Lebih terperinci

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA

MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA MENTERI PEKERJAAN UMUM REPUBLIK INDONESIA Disampaikan pada: SEMINAR NASIONAL FEED THE WORLD JAKARTA, 28 JANUARI 2010 Pendekatan Pengembangan Wilayah PU Pengembanga n Wilayah SDA BM CK Perkim BG AM AL Sampah

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan tujuan pendidikan secara umum. peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan

BAB I PENDAHULUAN. sesuai dengan tujuan pendidikan secara umum. peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan 1.1 Latar Belakang Penelitian BAB I PENDAHULUAN Pendidikan merupakan hal penting untuk mewujudkan kemajuan suatu bangsa. Dengan adanya pendidikan yang bermutu, akan diperoleh Sumber Daya Manusia yang berkualitas.

Lebih terperinci

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan

4 GAMBARAN UMUM. No Jenis Penerimaan 4 GAMBARAN UMUM 4.1 Kinerja Fiskal Daerah Kinerja fiskal yang dibahas dalam penelitian ini adalah tentang penerimaan dan pengeluaran pemerintah daerah, yang digambarkan dalam APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota

Lebih terperinci

Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

Pendidikan Dasar Pendidikan dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. :: Sistem Pendidikan Nasional Pelaksanaan pendidikan nasional berlandaskan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan

Lebih terperinci

INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2017

INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2017 Nomor : 048/08/63/Th.XX, 15 Agustus 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2017 INDEKS KEBAHAGIAAN KALIMANTAN SELATAN TAHUN 2017 SEBESAR 71,99 (SKALA 0-100) Kebahagiaan Kalimantan Selatan tahun

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/08/18/Th. VI, 5 Agustus 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN II-2016 SEBESAR

Lebih terperinci

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT

PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT No. 42 / IX / 14 Agustus 2006 PROFIL PEMANFAATAN TEKNOLOGI INFORMASI OLEH MASYARAKAT Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2005 Dari hasil Susenas 2005, sebanyak 7,7 juta dari 58,8 juta rumahtangga

Lebih terperinci

D S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A

D S A A S R A R & & FU F N U G N S G I S PE P N E D N I D DI D KA K N A N NA N S A I S ON O A N L A UNDANG UNDANG NO. 20 TH.2003 Tentang SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL Sosialisasi KTSP DASAR & FUNGSI PENDIDIKAN NASIONAL Pendidikan Nasional berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Lebih terperinci

PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012

PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012 No Kode PAGU SATUAN KERJA DITJEN BINA MARGA 2012 Nama Satuan Kerja Pagu Dipa 1 4497035 DIREKTORAT BINA PROGRAM 68,891,505.00 2 4498620 PELAKSANAAN JALAN NASIONAL WILAYAH I PROVINSI JATENG 422,599,333.00

Lebih terperinci

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN

BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN BADAN PUSAT STATISTIK BPS PROVINSI SUMATERA SELATAN No.53/09/16 Th. XVIII, 01 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA SELATAN MARET 2016 GINI RATIO SUMSEL PADA MARET 2016 SEBESAR

Lebih terperinci

PENYELENGGARAAN TK-SD SATU ATAP

PENYELENGGARAAN TK-SD SATU ATAP PENYELENGGARAAN TK-SD SATU ATAP LATAR BELAKANG Taman Kanak-kanak (TK) merupakan bentuk pendidikan anak usia dini jalur formal yang menyelenggarakan pendidikan bagi anak usia empat tahun sampai masuk pendidikan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN Latar Belakang 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Undang Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa pemerintah mempunyai tanggung jawab dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Melalui Kewajiban itu kemudian di rumuskan dalam

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1.

Lebih terperinci

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG

BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG BUPATI BANGKA TENGAH PROVINSI KEPULAUAN BANGKA BELITUNG SALINAN PERATURAN DAERAH KABUPATEN BANGKA TENGAH NOMOR 5 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/02/18 TAHUN VII, 6 Februari 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN I-2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN IV-2016 SEBESAR

Lebih terperinci

INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014)

INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014) F INDEK KOMPETENSI SEKOLAH SMA/MA (Daya Serap UN Murni 2014) Kemampuan Siswa dalam Menyerap Mata Pelajaran, dan dapat sebagai pendekatan melihat kompetensi Pendidik dalam menyampaikan mata pelajaran 1

Lebih terperinci

UPT-BPSPL Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut DAN. UPT-BKKPN Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional

UPT-BPSPL Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut DAN. UPT-BKKPN Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional UNIT PELAKSANA TEKNIS DITJEN KP3K UPT-BPSPL Balai Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Laut DAN UPT-BKKPN Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional Sekretariat Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan

Lebih terperinci

Pemanfaatan Hasil Ujian Nasional MA untuk Perbaikan Akses dan Mutu Pendidikan

Pemanfaatan Hasil Ujian Nasional MA untuk Perbaikan Akses dan Mutu Pendidikan Pemanfaatan Hasil Ujian Nasional MA untuk Perbaikan Akses dan Mutu Pendidikan Asep Sjafrudin, S.Si, M.Si Madrasah Aliyah sebagai bagian dari jenjang pendidikan tingkat menengah memerlukan upaya pengendalian,

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/09/17/I, 1 September 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK PROVINSI BENGKULU MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,357 Daerah Perkotaan 0,385 dan Perdesaan 0,302 Pada

Lebih terperinci

DATA INSPEKTORAT JENDERAL

DATA INSPEKTORAT JENDERAL DATA INSPEKTORAT JENDERAL 1. REALISASI AUDIT BERDASARKAN PKPT TAHUN 2003-2008 No. Tahun Target Realisasi % 1 2 3 4 5 1 2003 174 123 70,69 2 2004 174 137 78,74 3 2005 187 175 93,58 4 2006 215 285 132,55

Lebih terperinci

Assalamu alaikum Wr. Wb.

Assalamu alaikum Wr. Wb. Sambutan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Assalamu alaikum Wr. Wb. Sebuah kebijakan akan lebih menyentuh pada persoalan yang ada apabila dalam proses penyusunannya

Lebih terperinci

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT

BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT BUPATI MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT PERATURAN DAERAH KABUPATEN MAJENE NOMOR 2 TAHUN 2014 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI MAJENE, Menimbang:

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN

INDEKS TENDENSI KONSUMEN No. 10/02/91 Th. VI, 6 Februari 2012 INDEKS TENDENSI KONSUMEN A. Penjelasan Umum Indeks Tendensi Konsumen (ITK) adalah indikator perkembangan ekonomi terkini yang dihasilkan Badan Pusat Statistik melalui

Lebih terperinci

PEMETAAN DAN KAJIAN CEPAT

PEMETAAN DAN KAJIAN CEPAT Tujuan dari pemetaan dan kajian cepat pemetaan dan kajian cepat prosentase keterwakilan perempuan dan peluang keterpilihan calon perempuan dalam Daftar Caleg Tetap (DCT) Pemilu 2014 adalah: untuk memberikan

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2017

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2017 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/08/18/Th.VII, 7 Agustus 2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN II-2017 DAN PERKIRAAN TRIWULAN III-2017 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN II-2017 SEBESAR

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015 BADAN PUSAT STATISTIK No. 46/05/Th. XVIII, 5 Mei 2015 INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2015 KONDISI BISNIS MENURUN NAMUN KONDISI EKONOMI KONSUMEN SEDIKIT MENINGKAT A. INDEKS

Lebih terperinci

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *)

Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Evaluasi Kegiatan TA 2016 dan Rancangan Kegiatan TA 2017 Ditjen Prasarana dan Sarana Pertanian *) Oleh : Dr. Ir. Sumarjo Gatot Irianto, MS, DAA Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian *) Disampaikan

Lebih terperinci

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode. 1 010022 Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154

Fungsi, Sub Fungsi, Program, Satuan Kerja, dan Kegiatan Anggaran Tahun 2012 Kode. 1 010022 Provinsi : DKI Jakarta 484,909,154 ALOKASI ANGGARAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN YANG DILIMPAHKAN KEPADA GUBERNUR (Alokasi Anggaran Dekonsentrasi Per Menurut Program dan Kegiatan) (ribuan rupiah) 1 010022 : DKI Jakarta 484,909,154

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR : 722 TAHUN : 2006 PERATURAN DAERAH KABUPATEN SERANG NOMOR 1 TAHUN 2006 TENTANG KETENTUAN PENYELENGGARAAN WAJIB BELAJAR MADRASAH DINIYAH AWALIYAH DI KABUPATEN SERANG

Lebih terperinci

KESEHATAN ANAK. Website:

KESEHATAN ANAK. Website: KESEHATAN ANAK Jumlah Sampel dan Indikator Kesehatan Anak Status Kesehatan Anak Proporsi Berat Badan Lahir, 2010 dan 2013 *) *) Berdasarkan 52,6% sampel balita yang punya catatan Proporsi BBLR Menurut

Lebih terperinci

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan.

. Keberhasilan manajemen data dan informasi kependudukan yang memadai, akurat, lengkap, dan selalu termutakhirkan. S ensus Penduduk, merupakan bagian terpadu dari upaya kita bersama untuk mewujudkan visi besar pembangunan 2010-2014 yakni, Terwujudnya Indonesia yang Sejahtera, Demokratis dan Berkeadilan. Keberhasilan

Lebih terperinci

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 17 TAHUN 2010 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : bahwa untuk melaksanakan

Lebih terperinci

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro)

POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro) POTRET PENDIDIKAN PROVINSI JAWA TIMUR (Indikator Makro) Pusat Data dan Statistik Pendidikan - Kebudayaan Setjen, Kemendikbud Jakarta, 2015 DAFTAR ISI A. Dua Konsep Pembahasan B. Potret IPM 2013 1. Nasional

Lebih terperinci

PENDATAAN RUMAH TANGGA MISKIN DI WILAYAH PESISIR/NELAYAN

PENDATAAN RUMAH TANGGA MISKIN DI WILAYAH PESISIR/NELAYAN SEKRETARIAT WAKIL PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA PENDATAAN RUMAH TANGGA MISKIN DI WILAYAH PESISIR/NELAYAN DISAMPAIKAN OLEH : DEPUTI SESWAPRES BIDANG KESEJAHTERAAN RAKYAT DAN PENANGGULANGAN KEMISKINAN, SELAKU

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK No.39/07/Th.XX, 17 Juli 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SULAWESI TENGGARA MARET 2017 MENURUN TERHADAP MARET 2016 GINI RATIO PADA MARET 2017 SEBESAR

Lebih terperinci

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan

PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan PANDUAN PENGGUNAAN Aplikasi SIM Persampahan Subdit Pengelolaan Persampahan Direktorat Pengembangan PLP DIREKTORAT JENDRAL CIPTA KARYA KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT Aplikasi SIM PERSAMPAHAN...(1)

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN BPS PROVINSI SUMATERA UTARA No. 13/02/12/Th. XX, 06 Februari 2017 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA UTARA SEPTEMBER 2016 MENURUN GINI RATIO PADA SEPTEMBER 2016 SEBESAR 0,312 Pada ember

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. kehidupan lainnya seperti keluarga, sosial kemasyarakatan, pemerintahan,

I. PENDAHULUAN. kehidupan lainnya seperti keluarga, sosial kemasyarakatan, pemerintahan, I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan suatu sistem yang tidak bisa dipisah antara unsur yang satu dengan yang lainnya dan juga tidak bisa dipisahkan dengan sistem-sistem kehidupan

Lebih terperinci

I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan bangsa, pendidikan merupakan salah satu aspek penting

I PENDAHULUAN. Dalam pembangunan bangsa, pendidikan merupakan salah satu aspek penting I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dalam pembangunan bangsa, pendidikan merupakan salah satu aspek penting karena pendidikan merupakan pondasi pembangunan suatu bangsa. Jika pendidikan tidak berjalan dengan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. dengan pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea ke-4 serta ingin

BAB I PENDAHULUAN. dengan pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea ke-4 serta ingin BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan merupakan cara untuk mencerdaskan bangsa yang sesuai dengan pembukaan Undang Undang Dasar 1945 alinea ke-4 serta ingin mencapai tujuan pendidikan

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG,

PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, PERATURAN DAERAH KABUPATEN SEMARANG NOMOR 6 TAHUN 2009 TENTANG PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA BUPATI SEMARANG, Menimbang : a. bahwa agar dalam penyelenggaraan pendidikan di

Lebih terperinci

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011

TABEL 1 GAMBARAN UMUM TAMAN BACAAN MASYARAKAT (TBM) KURUN WAKTU 1 JANUARI - 31 DESEMBER 2011 TABEL 1 GAMBARAN UMUM No. Provinsi Lembaga Pengelola Pengunjung Judul Buku 1 DKI Jakarta 75 83 7.119 17.178 2 Jawa Barat 1.157 1.281 72.477 160.544 3 Banten 96 88 7.039 14.925 4 Jawa Tengah 927 438 28.529

Lebih terperinci

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA PERATURAN DAERAH KOTA TASIKMALAYA NOMOR 2 TAHUN 2011 TENTANG PENDIDIKAN DINIYAH DI KOTA TASIKMALAYA DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA WALIKOTA TASIKMALAYA, Menimbang : a. bahwa tujuan pendidikan keagamaan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang seiring dengan

BAB I PENDAHULUAN. Ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang seiring dengan BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Ilmu pengetahuan dan teknologi terus berkembang seiring dengan perkembangan zaman. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi sekarang ini secara langsung maupun

Lebih terperinci

POTRET KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH

POTRET KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH POTRET KEMISKINAN DAN PENGANGGURAN DI PROVINSI KALIMANTAN TENGAH Rapat Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Kalimantan Tengah 2015 Palangka Raya, 16Desember 2015 DR. Ir. Sukardi, M.Si Kepala BPS

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal diharapkan mampu. menghasilkan manusia yang berjiwa kreatif, inovatif,mandiri, mempunyai

BAB I PENDAHULUAN. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal diharapkan mampu. menghasilkan manusia yang berjiwa kreatif, inovatif,mandiri, mempunyai 1 BAB I PENDAHULUAN A. Konteks Penelitian Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal diharapkan mampu menghasilkan manusia yang berjiwa kreatif, inovatif,mandiri, mempunyai wawasan kedepan, berjiwa arif

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2016

INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2016 BPS PROVINSI LAMPUNG No. 10/11/18/Th. VI, 7 November 2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN PROVINSI LAMPUNG TRIWULAN III-2016 DAN PERKIRAAN TRIWULAN IV-2016 INDEKS TENDENSI KONSUMEN LAMPUNG TRIWULAN III-2016 SEBESAR

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Esa, berakhlak mulia, sehat Jasmani dan Rohani, berilmu, cakap, kreatif,

BAB I PENDAHULUAN. Esa, berakhlak mulia, sehat Jasmani dan Rohani, berilmu, cakap, kreatif, 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan

Lebih terperinci

ANALISIS DAN EVALUASI PELAYANAN KELUARGA BERENCANA BAGI KELUARGA PRA SEJAHTERA DAN KELUARGA SEJAHTERA I DATA TAHUN 2013

ANALISIS DAN EVALUASI PELAYANAN KELUARGA BERENCANA BAGI KELUARGA PRA SEJAHTERA DAN KELUARGA SEJAHTERA I DATA TAHUN 2013 ANALISIS DAN EVALUASI PELAYANAN KELUARGA BERENCANA BAGI KELUARGA PRA SEJAHTERA DAN KELUARGA SEJAHTERA I DATA TAHUN 2013 BADAN KEPENDUDUKAN DAN KELUARGA BERENCANA NASIONAL DIREKTORAT PELAPORAN DAN STATISTIK

Lebih terperinci

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015

JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN PERIODE 1 JANUARI S.D 31 OKTOBER 2015 JUMLAH PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA ASAL PROVINSI BERDASARKAN JENIS KELAMIN NO PROVINSI LAKI-LAKI PEREMPUAN Total 1 ACEH 197 435 632 2 SUMATERA UTARA 1,257 8,378 9,635 3 SUMATERA BARAT 116 476 592

Lebih terperinci

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014

IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 IPM KABUPATEN BANGKA: CAPAIAN DAN TANTANGAN PAN BUDI MARWOTO BAPPEDA BANGKA 2014 LATAR BELAKANG Sebelum tahun 1970-an, pembangunan semata-mata dipandang sebagai fenomena ekonomi saja. (Todaro dan Smith)

Lebih terperinci

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013

INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013 BADAN PUSAT STATISTIK No. 34/05/Th. XVI, 6 Mei 2013 INDEKS TENDENSI BISNIS DAN INDEKS TENDENSI KONSUMEN TRIWULAN I-2013 KONDISI BISNIS DAN EKONOMI KONSUMEN MENINGKAT A. INDEKS TENDENSI BISNIS A. Penjelasan

Lebih terperinci

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN

RUMAH KHUSUS TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN TARGET ANGGARAN Pembangunan Perumahan Dan Kawasan Permukiman Tahun 2016 PERUMAHAN PERBATASAN LAIN2 00 NASIONAL 685.00 1,859,311.06 46,053.20 4,077,857.49 4,523.00 359,620.52 5,293.00 714,712.50 62,538.00 1,344,725.22

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara,

BAB I PENDAHULUAN. Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara, BAB I PENDAHULUAN 1.1. LATAR BELAKANG Sejak tahun 1970-an telah terjadi perubahan menuju desentralisasi di antara negaranegara, baik negara ekonomi berkembang maupun negara ekonomi maju. Selain pergeseran

Lebih terperinci

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SUMATERA SELATAN

KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SUMATERA SELATAN KINERJA TATA KELOLA PROVINSI SUMATERA SELATAN SEKILAS TENTANG IGI Indonesia Governance Index (IGI) adalah pengukuran kinerja tata kelola pemerintahan (governance) di Indonesia yang sangat komprehensif.

Lebih terperinci

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara.

Nusa Tenggara Timur Luar Negeri Banten Kepulauan Riau Sumatera Selatan Jambi. Nusa Tenggara Barat Jawa Tengah Sumatera Utara. LAMPIRAN I ZONA DAN KOEFISIEN MASING-MASING ZONA Zona 1 Zona 2 Zona 3 Zona 4 Zona 5 Zona 6 Koefisien = 5 Koefisien = 4 Koefisien = 3 Koefisien = 2 Koefisien = 1 Koefisien = 0,5 DKI Jakarta Jawa Barat Kalimantan

Lebih terperinci

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN

TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN No.54/9/13/Th. XIX, 1 ember 2016 TINGKAT KETIMPANGAN PENGELUARAN PENDUDUK SUMATERA BARAT MARET 2016 MULAI MENURUN GINI RATIO PADA MARET 2016 SEBESAR 0,331 Pada 2016, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk

Lebih terperinci

ALOKASI ANGGARAN. No Kode Satuan Kerja/Program/Kegiatan Anggaran (Ribuan Rp) (1) (2) (3) (4) 01 Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta

ALOKASI ANGGARAN. No Kode Satuan Kerja/Program/Kegiatan Anggaran (Ribuan Rp) (1) (2) (3) (4) 01 Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta SALINAN LAMPIRAN PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NOMOR 103 TAHUN 2013 TENTANG PELIMPAHAN SEBAGIAN URUSAN PEMERINTAHAN BIDANG PENDIDIKAN KEPADA GUBERNUR DALAM PENYELENGGARAAN DEKONSENTRASI TAHUN

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu pendidikan di tengah perubahan global agar warga Indonesia

BAB I PENDAHULUAN. peningkatan mutu pendidikan di tengah perubahan global agar warga Indonesia BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pelaksanaan pendidikan nasional harus menjamin pemerataan dan peningkatan mutu pendidikan di tengah perubahan global agar warga Indonesia menjadi manusia yang

Lebih terperinci

DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL

DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL PROGRAM LISTRIK PERDESAAN DI INDONESIA: KEBIJAKAN, RENCANA DAN PENDANAAN Jakarta, 20 Juni 2013 DIREKTORAT JENDERAL KETENAGALISTRIKAN KEMENTERIAN ENERGI DAN SUMBER DAYA MINERAL KONDISI SAAT INI Kondisi

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. kelas, tapi seorang guru juga harus mampu membimbing, mengembangkan

BAB I PENDAHULUAN. kelas, tapi seorang guru juga harus mampu membimbing, mengembangkan 1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG PENELITIAN Guru memiliki peran dan tanggung jawab yang besar dalam proses pendidikan, di mana tugas seorang guru bukan hanya memberikan transfer ilmu dan seperangkat

Lebih terperinci

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG

LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG LEMBARAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 09 TAHUN 2011 PERATURAN DAERAH KABUPATEN TANGERANG NOMOR 9 TAHUN 2011 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN DI KABUPATEN TANGERANG DENGAN RAHMAT TUHAN

Lebih terperinci

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR

BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR BUPATI ALOR PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 7 TAHUN 2017 TENTANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN DAERAH KABUPATEN ALOR NOMOR 3 TAHUN 2013 TENTANG PENGELOLAAN DAN PENYELENGGARAAN

Lebih terperinci