Bupati Bandung. Kata Sambutan. Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Ukuran: px
Mulai penontonan dengan halaman:

Download "Bupati Bandung. Kata Sambutan. Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh"

Transkripsi

1 Bupati Bandung Kata Sambutan Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Dengan mengucapkan puji syukur ke Hadirat Allah SWT, atas rahmat karunianya Publikasi Input Output Kabupaten Bandung Tahun 2008 dapat diselesaikan. Publikasi Input Output memuat keterkaitan antar sektor ekonomi (Inter Industry Relatioship) sehingga sangat diperlukan oleh Pemerintah Daerah / Badan Perencanaan Daerah (BAPEDA) Kabupaten Bandung sebagai bahan acuan untuk evaluasi hasil-hasil pembangunan dan sebagai sumber informasi untuk menyusun strategi kebijakan perekonomian regional dimasa yang akan datang. Akhir kata kepada semua pihak yang telah memberikan data-data dasar maupun pendukung dalam menyusun publikasi ini diucapkan terima kasih. Sebagai penyempurnaan publikasi masukan sangat kami harapkan. Soreang, Desember 2008 Bupati Bandung H. Obar Sobarna, S.Ip i

2 Kata Pengantar Assalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Segala Puji bagi Allah SWT yang dengan Ridho dan ijin-nya sehingga publikasi Tabel Input Output (Tabel I-O) 2008 dapat terwujud sesuai dengan waktu yang diharapkan. Tabel I-O merupakan bentuk matrik setiap transaksi barang dan jasa yang terjadi antar sektor ekonomi dan selanjutnya dapat dijadikan sebagai dasar dalam melakukan analisis keterkaitan antar sektor dalam kegiatan ekonomi. Banyaknya sektor dalam penyususnan Tabel I-O Tahun 2008 sebanyak 67 sektor ekonomi, diharapkan dapat merangkum semua kegiatan antar sektor yang mana dapat digunakan sebagai bahan evaluasi dan perencanaan baik jangka pendek maupun jangka panjang. Publikasi ini merupakan kerjasama antara Badan Perencanaan Daerah (Bapeda) Kabupaten Bandung dengan Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Bandung. Kepada semua pihak yang telah membantu dan berperan dalam mewujudkan buku ini kami ucapkan terima kasih. Wassalamu alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Soreang, Desember 2008 Kepala Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung Soegiri Soetardi, MA Nip. : ii

3 Bab I. Pendahuluan BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keterpaduan pembangunan di segala bidang sudah merupakan hal yang tidak dapat diabaikan karena setiap kebijakan yang dilakukan di satu sektor selalu berkait erat dengan sektor lainnya. Dengan demikian kebutuhan informasi yang terpadu sebagai bahan untuk melihat keterkaitan antar sektor ekonomi (inter-industry relationship) menjadi sangat penting. Informasi keterkaitan ini tersajikan dalam sebuah kerangka tabel yaitu yang disebut dengan Tabel Input Output (Tabel I-O). Dengan Tabel I-O akan dapat dilihat secara gamblang keterkaitan antar satu sektor dengan sektor lainnya. Misalnya output suatu sektor akan terlihat jelas digunakan untuk apa saja di sektor lainnya. Sebagai contoh, output sektor industri makanan sebagian ada yang digunakan sebagai input antara oleh sektor lain sebagian juga digunakan oleh rumah tangga, pemerintah, stok maupun untuk ekspor ke luar daerah atau yang disebut dengan final demand. Hal yang sama juga dari sisi input akan terlihat besaran biaya antara sektor dan besaran nilai tambah yang terbentuk dari sektor tersebut. Di samping itu Tabel I-O juga berguna sebagai petunjuk mengenai sektor-sektor yang mempunyai pengaruh terkuat terhadap pertumbuhan ekonomi serta sektor sektor yang mempunyai tingkat kepekaan terhadap pertumbuhan perekonomian, juga dapat pula dimanfaatkan sebagai analisis tingkat perubahan harga. PDRB Kabupaten Bandung Tahun 2007 mampu mencapai 33,32 trilyun dengan masih tetap ditopang oleh sektor industri yaitu mencapai 60,49 persen kemudian disusul oleh sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 15,34 persen dan pertanian yang masih menyumbang 7,40 persen atau sedikit lebih kecil dari tahun sebelumnya. Salah satu data yang dapat digunakan mendukung kebijakan adalah Tabel Input Output (Tabel I-O) adalah kemajuan suatu sektor tidak akan terlepas dari sektor yang lain. Output dari suatu sektor bisa menjadi input dari sektor yang lain. Tabel Input Output Kabupaten Bandung

4 Bab I. Pendahuluan 1.2 Maksud dan Tujuan Tujuan dari kegiatan penyusunan Tabel I-O Kabupaten Bandung Tahun 2007 akan dapat dipakai sebagai kerangka dasar dalam perencanaan ekonomi makro di Kabupaten Bandung. Penyusunan Tabel I-O Kabupaten Bandung ini terbagi dalam dua tahap, tahap pertama adalah penyusunan klasifikasi dari kegiatan semua sektor yang meliputi 68 sektor termasuk sektor lainnya. Di samping itu dilakukan inventarisasi data untuk mendapatkan rasio input melalui pelaksanaan Survei Khusus Input Output (SKIO) yang diselenggarakan di bulan April-Mei tahun Kegunaan Tabel I-O Tabel I-O merupakan bahan informasi yang lengkap dan menyeluruh tentang struktur penggunaan barang dan jasa di masing-masing sektor serta distribusi produksinya antara lain; 1. Sebagai dasar perencanaan dan analisis ekonomi makro terutama yang berkaitan dengan produksi, konsumsi, investasi dan ekspor-impor; 2. Sebagai kerangka model untuk studi kuantitatif seperti analisis dampak dan keterkaitan antar sektor, proyeksi ekonomi dan ketenagakerjaan; 3. Dapat digunakan untuk pengecekan dan evaluasi terhadap konsistensi data sektoral antar berbagai sumber, sehingga berguna untuk perbaikan dan penyempurnaan sistem penyediaan data statistik, terutama data PDRB. 1.4 Pengertian Dasar Tabel I-O Tabel I-O adalah suatu uraian statistik dalam bentuk matriks yang menggambarkan transaksi penggunaan barang dan jasa antar berbagai kegiatan ekonomi. Sebagai suatu metode kuantitatif, Tabel I-O memberikan gambaran menyeluruh tentang: a. Struktur perekonomian negara / wilayah yang mencakup output dan nilai tambah masing-masing sektor, b. Struktur input antara, yaitu transaksi penggunaan barang dan jasa antar sektor-sektor produksi, c. Struktur penyediaan barang dan jasa baik berupa produksi dalam negeri (produksi Jawa Barat) maupun barang impor atau yang berasal dari propinsi lain, d. Struktur permintaan barang dan jasa, baik permintaan oleh berbagai sektor produksi maupun permintaan untuk konsumsi, investasi dan ekspor. Tabel Input Output Kabupaten Bandung

5 Bab I. Pendahuluan Proses penyusunan Tabel I-O itu sendiri akan memberikan gambaran tentang seberapa jauh konsistensi antar berbagai sumber data yang digunakan sehingga bermanfaat untuk menilai mutu keserasian data statistik dan kemungkinan untuk melakukan perbaikan dan penyempurnaannya di masa yang akan datang. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas tentang Tabel I-O, berikut ini diperlihatkan ilustrasi sederhana dengan mengandaikan kegiatan ekonomi dibagi dalam tiga sektor produksi. ILUSTRASI TABEL I-O Alokasi Permintaan Antara Output Sektor Produksi Permintaan Jumlah Susunan Input Akhir Output Input Antara Sektor Produksi 1 x 11 x 12 x 13 F 1 X 1 2 x 21 x 22 x 23 F 2 X 2 3 x 31 x 32 x 33 F 3 X 3 Jumlah Input Primer V 1 V 2 V 3 Jumlah Input X 1 X 2 X 3 Pada garis horizontal atau baris, isian-isian angka memperlihatkan bagaimana output suatu sektor dialokasikan, sebagian untuk memenuhi permintaan antara (intermediate demand), sebagian lagi dipakai untuk memenuhi permintaan akhir (final demand) yang terdiri dari konsumsi, investasi dan ekspor. Isian angka menurut garis vertikal atau kolom, menunjukan pemakaian input antara dan input primer yang disediakan oleh sektor-sektor lain untuk pelaksanaan kegiatan produksi. Dari setiap angka dalam sistem matriks tersebut dapat dilihat bahwa tiap sel bersifat ganda. Misalnya di kuadran pertama yaitu transaksi antara (permintaan antara dan input antara), tiap angka bila dilihat secara horizontal merupakan alokasi output suatu sektor kepada sektor lainnya, dan pada waktu yang bersamaan dilihat secara vertikal merupakan input suatu sektor yang diperoleh dari sektor lainnya. Gambaran ini menunjukan bahwa susunan angka-angka dalam bentuk matriks memperlihatkan suatu jalinan yang kait mengkait (interdependent) diantara semua sektor. Tabel Input Output Kabupaten Bandung

6 Bab I. Pendahuluan Dengan mengambil contoh dari ilustrasi di atas, dapat diikuti bahwa sektor 1, outputnya berjumlah X 1, dialokasikan secara baris sebanyak x 11, x 12, x 13 berturut-turut kepada sektor 1, 2, dan 3 sebagai permintaan antara, serta sebanyak F 1 untuk memenuhi permintaan akhir. Output X 2 dan X 3 masing-masing dari sektor 2 dan 3, alokasinya dapat diperiksa dengan cara yang sama. Alokasi output itu secara keseluruhan dapat dituliskan dalam bentuk persamaan aljabar sebagai berikut : x 11 + x 12 + x 13 + F 1 = X 1 x 21 + x 22 + x 23 + F 2 = X 2 x 31 + x 32 + x 33 + F 3 = X 3 Secara umum persamaan diatas dapat dirumuskan kembali menjadi 3 j 1 x ij F 1 X 1 ; untuk i = 1, 2, 3. Dimana x ij adalah banyaknya output sektor ke i yang dipergunakan sebagai input oleh sektor j, F i adalah permintaan terhadap sektor ke i. Dalam analisis input-output, sistem persamaan persamaan tersebut diatas memegang peranan penting sebagai kerangka dasar analisis yang akan dibuat. Tabel Input Output Kabupaten Bandung

7 Bab II. Metodologi BAB II METODOLOGI 2.1. Kerangka Dasar Tabel Input Output (I-O) disajikan dalam bentuk matriks, dengan sistem penyajian data dalam bentuk dua dimensi: baris dan kolom. Isian sepanjang baris menunjukkan pendistribusian output yang dihasilkan oleh suatu sektor dalam memenuhi permintaan antara dan permintaan akhir. Sedangkan isian sepanjang kolom menunjukkan struktur input yang digunakan oleh masing masing sektor dalam kegiatan produksinya dan alokasi nilai tambah. Tabel I-O terdiri dari empat kuadran. Kuadran I adalah informasi tentang transaksi barang dan jasa yang digunakan dalam kegiatan produksi, dan disebut dengan input/permintaan antara. Hal ini untuk menegaskan bahwa kuadran ini hanya merupakan proses antara untuk diproses lebih lanjut dan bukan untuk konsumsi akhir. Kuadran II mencakup dua jenis transaksi yaitu transaksi permintaan akhir dan komponen penyediaan (supply). Adapun kuadran III berisi nilai tambah bruto (NTB) atau disebut dengan input primer. Kuadran ini menggambarkan input atau biaya yang timbul karena pemakaian faktor produksi yang terdiri dari upah gaji, surplus usaha, penyusutan dan pajak tak langsung netto. Sedangkan isian sepanjang baris menunjukkan distribusi penciptaan komponen NTB menurut sektor. Kuadran IV memuat informasi tentang input primer yang langsung didistribusikan ke sektor sektor permintaan akhir. Namun demikian kuadran ini bukan merupakan tabel pokok dan untuk beberapa alasan dalam penyusunan Tabel I-O Indonesia kuadran ini diabaikan. Asumsi-asumsi dasar yang digunakan dalam penyusunan tabel input output adalah: a. Homogenety (homogenitas), yaitu satu sektor hanya menghasilkan satu jenis output dengan stuktur input yang tunggal dan tidak ada substitusi otomatis antar output dari sektor yang berbeda, Tabel Input-Output Kabupaten Bandung

8 Bab II. Metodologi b. Proportionality (proporsionalitas), yaitu asumsi bahwa kenaikan penggunaan input oleh suatu sektor akan sebanding dengan kenaikan output yang dihasilkan oleh sektor tersebut, c. Additivity (aditivitas), yaitu asumsi bahwa jumlah pengaruh dari kegiatan produksi di berbagai sekto merupakan hasil penjumlahan dari setiap setiap pengaruh pada masing-masing sektor tersebut. Asumsi ini sekaligus menegaskan bahwa pengaruh yang timbul dari luar system diabaikan Metode Penyusunan Dengan ketersediaan jenis data maka penyusunan Tabel I-O dapat dilakukan dengan dua pendekatan yaitu pendekatan langsung dan tidak langsung. Pendekatan langsung yaitu dengan melakukan survey. Metode ini dengan cara mengumpulkan data/informasi dari populasi dengan cara mengambil beberapa sample untuk masing-masing sektor. Metode pengambilan sample dengan non-probability sampling, yaitu pengambilan sample yang tidak didasarkan atas peluang namun pemilihan sample dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa indikator tertentu. Dalam hal ini BPS melakukan survey yang disebut dengan Survei Khusus Input Output (SKIO). Adapun pendekatan tidak langsung meliputi metode non-survei dan metode semi survei. Metode non survei adalah metode di mana dalam pengisian sel sel tabel input output, terutama kuadran I dan kuadran II, dengan cara menaksir dan memperbaiki struktur input berdasarkan data sekunder misal data dari pendapatan regional, ekpor, impor yang mana data-data tersebut tiap tahun tersedia. Sedangkan metode semi survei yaitu data/informasi diperoleh dengan penggabungan dua metode survei dan non-survei. Data tersebut kemudian diisikan ke sel sel tertentu di kuadran I. Tabel Input-Output Kabupaten Bandung

9 Bab II. Metodologi 2.3. Tahapan penyusunan Tahapan penyusunan Tabel I-O secara umum terdiri dari tiga tahap yaitu tahap persiapan, estimasi dan proses rekonsiliasi. Pada tahap awal yaitu persiapan meliputi pembentukan tim kerja dan penyusunan klasifikasi sektor. Pembentukan tim kerja diperlukan guna menentukan penanggungjawab sektor dimana dituntut untuk meguasai secara logis susunan input dan mampu menilai kelayakan dari alokasi output yang menjadi tanggung jawabnya. Penyusunan klasifikasi sektor merupakan tahapan yang sangat penting sekali karena akan menentukan langkah-langkah berikutnya. Dalam penyusunan klasifikasi sektor yaitu dengan mengelompokkan seluruh kegiatan ekonomi dikabupaten Bandung ke dalam sektor-sektor yang mempunyai kesamaan dalam produk yang dihasilkan atau kesamaan dalam kegiatan yang dilakukan. Beberapa hal yang dipertimbangkan dalam menyusun klasifikasi sektor antara lain peranan suatu komoditi, ketersediaaan data dan kebijakan komoditi strategis. Pada tahap estimasi atau penaksiran isian sel Tabel I-O dilakukan setelah kegiatan pengumpulan data yang berasal dari hasil survei, hasil konsolidasi data-data sekunder, dan pemanfaatan data input sektoral yang tersedia. Tahap terakhir yaitu rekonsiliasi Tabel I-O, yaitu dengan melakukan kombinasi pengolahan secara manual dan komputer. Secara manual yaitu dengan melihat kelayakan kesesuaian dan kelogisan dari struktur input masing masing sektor, dan secara komputer yaitu dengan menyeimbangkan antara sisi kolom dan sisi baris Sistematika Penyajian Sistem pentabelan Tabel I-O didasarkan atas jenis transaksi yang dilakukan. Jika pentabelan dibedakan atas penilaian traksaksi yang dilakukan maka dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu Tabel Input-Output Kabupaten Bandung

10 Bab II. Metodologi transaksi atas dasar harga pembeli dan transaksi atas dasar harga produsen, sedangkan atas dasar pencatatannya maka dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu transaksi total dan transaksi domestik Transaksi Total dan Transaksi Domestik. Transaksi total mencakup semua transaksi barang dan jasa baik yang berasal dari impor atau produk sektor domestik. Sedangkan transaksi domestik hanya mencakup transaksi barang dan jasa yang dihasilkan di wilayah dalam negeri (domestik) Transaksi Atas Dasar Harga Pembeli. Transaksi atas dasar harga produsen yaitu nilai transaksi hanya mencakup harga barang dan jasa. Sedangkan transaksi atas dasar harga pembeli di samping mencakup harga yang dibayarkan kepada produsen juga mencakup margin perdagangan dan biaya pengangkutan yang timbul dari kegiatan penyaluran barang dan jasa dari produsen ke konsumen. Sehingga perbedaan antara Tabel I-O atas dasar harga produsen dan pembeli yaitu terletak pada kolom margin perdagangan dan biaya pengangkutan Koefisien Input Koefisien input menggambarkan struktur biaya (Cost Structure) dari masing-masing sektor, baik yang tergolong ke dalam biaya antara maupun biaya primer (nilai tambah). Di samping itu juga menggambarkan jumlah unit produk berbagai sektor lain yang digunakan sebagai input dalam memproduksi satu unit output tertentu. Cara baca koefisien dengan cara vertikal. Koefisien input masing-masing dihitung dari tabel transaksi (tabel dasar) dengan cara sebagai berikut: X ij : banyaknya output sektor i yang akan digunakan sebagai input oleh sektor j untuk Tabel Input-Output Kabupaten Bandung

11 Bab II. Metodologi menghasilkan X,, X j : output domestik sektor j, V hj : besarnya nilai tambah sektor ke j, komponen h. Koefisien input adalah: a ij : koefisien input antara yang berasal dari sektor i terhadap output sektor j, v hj : koefisien nilai tambah sektor j komponen h terhadap output sektor j. a ij X ij Xj v hj V hj Xj dimana: i,j : 1,2,,n; n : banyaknya sektor h : 201,202,.,205; h : komponen input primer yang terdiri dari: 201 : upah gaji, 202 : surplus usaha, 203 : penyusutan, 204 : pajak tak langsung, 205 : subsidi oleh pemerintah Matriks Kebalikan (Inverse Matrix) Matriks kebalikan Tabel I-O merupakan kerangka dasar untuk berbagai analisis ekonomi. Pada prinsipnya matrik ini merupakan suatu fungsi yang menghubungkan permintaan akhir dengan tingkat produksi. Oleh karena itu, matriks kebalikan ini dapat dipakai untuk menghitung pengaruh perubahan permintaan akhir terhadap berbagai sektor dalam perekonomian. Misalnya jika ditentukan atau ditargetkan jumlah konsumsi atau ekspor suatu sektor maka dengan menggunakan matriks ini dapat dihitung jumlah output semua sektor lain untuk memenuhi kebutuhan konsumsi atau ekspor Tabel Input-Output Kabupaten Bandung

12 Bab II. Metodologi tersebut. Ada dua jenis matriks kebalikan yang ditampilkan dalam Tabel I-O. Pertama: adalah matriks kebalikan dengan impor diperlakukan sebagai Exogenous Variabel (bebas dari yang lain). Notasi matriks kebalikan dengan Impor diperlakukan sebagai Exogenous Variable adalah (I-A d ) -1 yang diturunkan dari impor secara non-kompetitif. Kedua: adalah impor yang dianggap sebagai Endogenous Variabel, artinya impor setiap sektor dianggap proporsional terhadap tingkat penggunaan dari sektor yang bersangkutan. Notasi matriks kebalikan ini adalah (I-A) -1, yang diturunkan dari tabel transaksi dengan perlakuan impor secara kompetitif. Dua fungsi persamaan yang menggunakan metriks kebalikan tersebut adalah: dimana: X = matriks output; X = (I-A) -1 (F-M) dan X = (I-A d ) -1 F d I = matriks identitas; A = matriks koefisien input total; A d = matriks koefisien input domestik; F = matriks permintaan akhir total; F d = matriks permintaan akhir domestik; M = matriks impor. Dengan demikian maka apabila permintaan akhir seperti konsumsi, investasi ataupun ekspor diketahui atau ditargetkan pada suatu tingkat tertentu, maka output sektor yang diperlukan akan dapat dihitung. Tabel Input-Output Kabupaten Bandung

13 Bab II. Metodologi Lebih lanjut, suatu hubungan antara permintaan akhir (konsumsi, investasi, ekspor) dengan nilai tambah sektoral juga dapat dibuat dengan menggunakan model persamaan matriks: V = B X dimana: V = B = X = matriks nilai tambah; matriks diagonal koefisien nilai tambah; matriks output; V ij NTB X j i Dari X = (I-A d ) -1 F d maka persamaan di atas dapat disubstitusikan menjadi: V = B(I-A d ) -1 F d Dari persamaan di atas, apabila permintaan akhir ditargetkan pada jumlah tertentu, maka pengaruhnya terhadap nilai tambah dapat dihitung Analisis Lainnya Untuk menyusun kebijakan kerangka pembangunan perekonomian makro sektoral, berbagai analisis dapat diturunkan dari Tabel I-O. Birokrasi yang memahami manfaat Tabel I-O selalu mendorong agar tabel tersebut dapat dipublikasikan secara kontinyu dimana manfaat dapat dirasakan oleh pemerintah, termasuk pemerintah daerah. Tabel Input-Output Kabupaten Bandung

14 Bab II. Metodologi Ada dua analisis lainnya yang dianggap cukup penting dalam kaitannya dengan perencanaan ekonomi sektoral yaitu: a. Analisis Keterkaitan Dari Tabel I-O terdapat 2 (dua) jenis keterkaitan, yaitu keterkaitan kebelakang (backward linkage ratio) dan keterkaitan kedepan (foreward linkage ratio). Keterkaitan kebelakang untuk suatu sektor adalah: a ij x X ij j, yang merupakan koefisien input. Sedangkan keterkaitan kedepan untuk suatu sektor adalah: k ij x X ij i, yang merupakan koefisien alokasi output. Keterkaitan ke belakang dan keterkaitan ke depan, sangat diperlukan dalam perencanaan pembangunan, baik di pusat maupun di daerah. Pengaruh peningkatan suatu sektor akan terlihat pada sektor-sektor yang mensuplai atau menyediakan bahan baku sebagai inputnya. Seberapa besar dampaknya terhadap sektor-sektor yang mensuplai tadi disebut sebagai keterkaitan ke belakang. Misalnya, industri pemintalan benang yang dikembangkan di suatu daerah yang mana akan mendorong meningkatnya produksi kapas karena kapas merupakan komponen bahan baku atau input dari industri. Dengan demikian pertanian kapas daerah tersebut sangatlah perlu menjadi Tabel Input-Output Kabupaten Bandung

15 Bab II. Metodologi Tabel Input-Output Kabupaten Bandung perhatian pemerintah. Sebaliknya keterkaitan ke depan, merupakan dorongan oleh suatu sektor terhadap penggunaan outputnya oleh sektor lain. Misalnya industri pemintalan benang yang diprioritas di atas, akan mendorong pertumbuhan sektor/industri tekstil, karena benang merupakan bahan dasar industri tekstil. Bertambahnya permintaan benang oleh industri tekstil tersebut ditunjukkan dalam bentuk rasio. Keterkaitan ke belakang maupun keterkaitan ke depan akan dijelaskan lebih rinci melalui Daya Penyebaran dan Derajat Kepekaan. b. Daya Penyebaran dan Derajat Kepekaan Daya penyebaran (power of dispersion) dan derajat kepekaan (degree of sensitivity), merupakan analisis lanjutan dengan menggunakan matriks kebalikan (I-A d ) -1. Apabila (I-A d ) -1 setiap selnya diilustrasikan dalam bentuk matriks yang dapat dilihat sebagai berikut ini: nn nj n2 n1 in ij i2 i1 2n 2j n 1j b... b... b b b... b... b b b... b... b b b... b... b b maka daya penyebaran sektor j adalah n i ij b, sedangkan derajat kepekaan sektor ke i adalah

16 Bab II. Metodologi n j b ij. Selanjutnya indeks daya penyebaran ( j ) dan indeks derajat kepekaan ( i ) dapat dirumuskan sebagai berikut: n b i ij n j dan 1 n b i j ij n i 1 n n i n b j ij n b j ij Dari rumus di atas dapat diartikan bahwa jika j dari sektor j tersebut relatif tinggi dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya (>1), maka berarti pengaruh permintaan produk sektor j terhadap pertumbuhan sektor-sektor lainnya juga tinggi, dan sebaliknya. Selanjutnya jika i dari sektor i relatif tinggi (>1) dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya, maka berarti permintaan produk sektor lain sangat berpengaruh pada petumbuhan sektor-i Publikasi Tabel I-O Tabel I-OKabupaten Bandung tahun2007 akan memuat tabel tabel pokok diantaranya matriks menurut harga produsen, harga pembeli, koefisien-koefisien, alokasi output, derajat penyebaran dan derajat kepekaan. Selain itu juga di uraian juga prinsip-prinsip pokok Tabel I-O, metodologi dan klasifikasi sektor. Tabel Input-Output Kabupaten Bandung

17 Bab III. Klasifikasi Sektor dan Sumber Data BAB III KLASIFIKASI SEKTOR DAN SUMBER DATA Penyusunan klasifikasi sektor merupakan kerangka dasar dalam penyajian penyusunan Tabel I-O dan sangat berpengaruh dalam menentukan tahap-tahap kegiatan selanjutnya. Klasifikasi sektor bertujuan untuk mengelompokkan kegiatan ekonomi yang sangat beraneka ragam kedalam satuansatuan produksi yang sedapat mungkin menghasilkan output yang homogen. Kriteria yang diperhatikan dalam mengelompokkan kegiatan ekonomi menjadi sektor-sektor adalah: 1. Satuan-satuan kegiatan ekonomi dikelompokkan menurut kesamaan dalam susunan inputnya, sekalipun penggunaan outputnya dapat berbeda. Sebaliknya kegiatan ekonomi yang menghasilkan output dengan penggunaan yang sama, tetapi susunan inputnya berlainan, maka kegiatan-kegiatan tersebut tidak dapat dikelompokkan kedalam satu sektor. Cara pengelompokan ini disebut sebagai Pengelompokan Horizontal (Horizontal Classification), 2. Satuan-satuan kegiatan ekonomi yang menghasilkan beberapa macam barang dan jasa, sekalipun jumlah output masing-masing jenis barang dan jasa dapat berubah-ubah dalam proporsi yang sama, dapat dikelompokkan dalam satu sektor. Hal ini terjadi pada kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukan menurut tahap-tahap yang berurutan dalam proses produksi, seperti pembersihan kapas, pembuatan benang tenun, pertenunan, pencelupan dan pencetakan tekstil. Cara pengelompokan ini disebut Pengelompokan Vertikal (Vertical Classification). Dalam rangka pengelompokan satuan kegiatan ekonomi dalam Tabel I-O, klasifikasi lapangan usaha yang tersusun berdasarkan ISIC (International Standard of Industrial Classification for All Economic Activities) telah dimanfaatkan dalam menyusun klasifikasi sektor untuk Tabel I- OKabupaten Bandung. Klasifikasi tersebut juga dimanfaatkan untuk mengadakan identifikasi jenis barang dan jasa yang merupakan produk utama (characteristic product) dari sektor-sektor. Tabel I-O Kabupaten Bandung 2007, sebagian besar menggunakan dua konsep satuan ekonomi, yaitu atas dasar satuan kelompok komoditi dan atas dasar satuan aktivitas. Oleh karena itu pengukuran output sektoral yang didasarkan pada satuan aktivitas, sebenarnya terdiri dari satu atau sekelompok komoditi atau aktivitas jenis. Tabel Input-Output Kabupaten Bandung

18 Bab III. Klasifikasi Sektor dan Sumber Data Untuk sektor pertanian dan pertambangan, karena pangkal tolak penyusunan klasifikasi lapangan usaha terutama didasarkan pada konsep satuan kelompok komoditi, maka dalam garis besarnya susunan klasifikasi sektor tersebut adalah identik dengan klasifikasi komoditi. Untuk sektorsektor industri pengolahan, pemilihan mengenai jenis barang yang dicakup dalam suatu sektor bersumber pada laporan statistik perusahaan-perusahaan industri, yang mengelompokkan berdasarkan atas konsep satuan aktivitas. Untuk sektor-sektor lainnya, kecuali sektor pemerintahan, dasar pengelompokkan komoditi yang digunakan sesuai dengan kegiatan sektor yang bersangkutan seperti pada sektor-sektor bangunan, perdagangan, pengangkutan dan sebagainya. Sektor pemerintahan dasarnya adalah konsep satuan kelembagaan. Untuk barang-barang ekspor dan impor sekalipun klasifikasi yang tersedia disusun untuk keperluan penyusunan Tabel I-O akan digunakan konversi Harmonise System dengan HS/I-O, sebagai jembatannya. Klasifikasi sektor tidak saja mempermudah proses penyusunan Tabel I-O, tetapi juga berguna untuk tujuan-tujuan analisis, sebab dampak suatu sektor terhadap perkembangan ekonomi regional atau sebaliknya, tidak akan dapat diketahui kalau sektor tersebut tidak berdiri sendiri dalam klasifikasinya. Di samping itu, melalui klasifikasi sektor dapat dipelajari jenis-jenis barang, skala prioritas, peranannya, teknologi pembuatan dan kegunaannya. Bahkan klasifikasi yang lebih rinci akan memungkinkan pengenalan anatomi fisik yang lebih mendalam. Konversi dari suatu sistem ke sistem yang lainnya, kebanyakan juga menggunakan klasifikasi. Dalam Tabel I-O Kabupaten Bandung 2007, beberapa kriteria dasar penyusunan klasifikasi sektor, yaitu lengkap, jelas dan tanggap. Lengkap artinya dapat mencakup seluruh komoditi/kegiatan yang ada di Kabupaten Bandung, baik yang menyangkut produksi regional maupun impor dari luar regional. Jelas artinya; tidak ada penapsiran ganda ataupun keraguan terhadap ruang lingkup dan cakupan komoditi pada masing-masing sektor. Tanggap maksudnya dapat dijadikan alat yang komprehensif bagi para perencana / pembuat keputusan, khususnya untuk komoditi-komoditi yang dianggap kunci / unggulan dikabupaten Bandung. Klasifikasi Tabel I-OKabupaten Bandung 2007 didasarkan atas sektor-sektor usaha yang dominan yang ada di Kabupaten Bandung. Di samping itu, untuk kepentingan pembangunan Kabupaten Bandung maka seluruh kegiatan ekonomi dikelompokkan menjadi 67 sektor kolom dan 67 sektor baris. Bahkan beberapa komoditi atau sektor yang merupakan komoditi atau sektor unggulan Tabel Input-Output Kabupaten Bandung

19 Bab III. Klasifikasi Sektor dan Sumber Data ditampilkan menjadi sektor yang berdiri sendiri. Hal ini bertujuan untuk mengamati kontribusinya serta dapat digunakan untuk menyusun kebijakan dalam pengembangannya di masa datang. 3.1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan Kegiatan pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan terdiri dari sektor 01 sampai dengan sektor 21. Untuk lebih rinci, ruang lingkup dan sumber datanya diuraikan sebagai berikut; Ruang Lingkup dan Definisi Kegiatan yang dilakukan di sektor-sektor ini meliputi pengolahan lahan untuk bercocok tanam, memelihara ternak dan unggas, pemotongan hewan, penebangan kayu, pengambilan hasil hutan lainnya, perburuan serta usaha memelihara dan menangkap berbagai jenis ikan. Termasuk pula dalam sektor ini kegiatan pengolahan yang dilakukan secara sederhana, yang masih menggunakan peralatan-peralatan tradisional. Komoditi-komoditi yang dihasilkan dari usaha-usaha becocok tanam baik yang diusahakan oleh rakyat maupun oleh perkebunan besar antara lain: padi, jagung, ketela pohon, umbi-umbian lainnya, kedelei, buah-buahan, kentang, sayur-sayuran serta bahan makanan lainnya. Adapun untuk usaha perkebunan antara lain: kelapa, teh, cengkeh, tebu, tembakau dan pertanian tanaman perkebunan lainnya. Hasil-hasil dari usaha peternakan antara lain: anak dan pertambahan berat ternak yang dipelihara seperti sapi, kerbau, babi, kuda, kambing, domba, dan hasil-hasil peternakan seperti telur, susu, bulu dan kotoran hewan. Hasil-hasil dari kehutanan antara lain: semua jenis kayu tebangan, tanaman hasil penghijauan dan hasil hutan lainnya seperti damar, rotan dan kemuju, termasuk juga kayu/bambu dari kebun. Hasil dari perburuan seperti: daging, kulit dan sebagainya. Hasil-hasil dari perikanan laut dan darat berupa semua jenis ikan yang ditangkap di laut, sawah, kolam, keramba, tambak dan tempat-tempat perairan umum lainnya. Khusus untuk kegiatan pengolahan sederhana meliputi penumbukan padi, pembuatan gaplek, dan sagu, kopra, minyak nabati rakyat, gula merah, pengupasan dan pembersihan kopi, pengirisan tembakau serta penggaraman dan pengeringan ikan tidak termasuk dalam kegiatan sektor pertanian, melainkan masuk ke dalam sektor industri. Tabel Input-Output Kabupaten Bandung

20 Bab III. Klasifikasi Sektor dan Sumber Data Sumber Data dan Metode Estimasi Data produksi padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah dan kedelei diperoleh dari Badan Pusat Statistik. Data sayur-sayuran dan buah-buahan diperoleh dari Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Bandung. Data produksi beras tumbuk dihitung berdasarkan persentase yang diperoleh dari survei susut pasca panen padi. Survei tersebut selain mengumpulkan data susut padi/gabah sesudah panenan, termasuk juga data penumbukan padi. Tanaman perkebunan dibedakan atas tanaman perkebunan besar dan tanaman perkebunan rakyat. Data produksi tanaman perkebunan besar dan perkebunan rakyat diperoleh dari Dinas Perkebunan Kabupaten Bandung. Produksi peternakan menurut konsep adalah pertambahan hewan dan hasil-hasil peternakan. Pertambahan hewan meliputi anak dan pembesarannya yang diasumsikan sama dengan pemotongan, ditambah selisih populasi (akhir tahun awal tahun) dan ekspor neto hewan hidup. Data pemotongan populasi dan keluar masuk hewan diperoleh dari Dinas Peternakan Kabupaten Bandung, termasuk juga hasil-hasil peternakan berupa telur dan susu murni. Data produksi kehutanan berupa kayu pertukangan, kayu bakar, rotan, damar dan hasil-hasil perburuan diperoleh dari Kanwil Kehutanan Kabupaten Bandung. Kayu dan bambu yang berasal dari perkebunan dihitung dengan menggunakan data hasil studi khusus. Data produksi perikanan darat dan hasilnya diperoleh dari Dinas Perikanan Kabupaten Bandung. Data harga yang digunakan untuk menilai produksi pertanian diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Bandung. Jenis data tersebut antara lain harga perdagangan besar, harga eceran, harga produsen, harga ekspor impor. Yang diperlukan untuk menilai produksi adalah harga produsen, yaitu tingkat harga yang tidak termasuk margin perdagangan dan biaya pengangkutan. Dari survei khusus yang dilakukan BPS, diperoleh besarnya margin perdagangan, biaya transportasi termasuk persentase barang-barang yang diperdagangkan (marketed surplus). Dalam menghitung produksi kegiatan pertanian terdapat 3 jenis produksi; yaitu produksi utama, produksi ikutan dan sampingan. Produksi utama adalah hasil yang paling banyak dalam kuantitas, nilai atau terpenting dibandingkan dengan hasil lainnya. Produksi ikutan adalah hasil yang selalu terbentuk secara otomatis dengan produksi utama, sedangkan produksi sampingan adalah hasil-hasil selain produksi utama dan ikutan. Nilai produksi atau output merupakan perkalian kuantitas Tabel Input-Output Kabupaten Bandung

21 Bab III. Klasifikasi Sektor dan Sumber Data pada produksi dengan harga produsen. Nilai produksi ikutan dan sampingan merupakan bagian dari output suatu sektor dan pada umumnya dihitung berdasarkan persentase tertentu terhadap produksi utama. Sebagai contoh, gabah merupakan produksi utama dan merang produksi ikutannya. Nilai merang dihitung berdasarkan persentase terhadap nilai gabah. Persentase mengenai produksi ikutan dan sampingan diperoleh dari survei khusus. Susunan input yang terdiri dari input antara dan input primer dihitung berdasarkan hasil berbagai survei, antara lain Survei Pertanian dan Survei Khusus Input-Output (SKIO). 3.2 Pertambangan dan Penggalian Kegiatan pertambangan dan penggalian di dalam Tabel I-O terdiri dari sektor 22 sampai dengan sektor Ruang Lingkup dan Definisi Pertambangan dan penggalian, mencakup seluruh kegiatan usaha penambangan dan penggalian. Pada dasarnya kegiatan usaha sektor ini dimaksudkan untuk memperoleh segala macam barang tambang, mineral dan barang galian berbentuk padat, cair dan gas, baik yang terdapat dalam maupun di permukaan bumi. Sifat dan pengusahaan benda-benda tersebut adalah untuk menciptakan nilai guna dari barang tambang dan galian tersebut sehingga memungkinkan untuk dimanfaatkan, diproses lebih lanjut, dijual pada pihak lain, ataupun di ekspor ke luar negeri. Barang tambang yang diperoleh dari dalam bumi antara lain: batu bara, pasir besi, bijih; timah, nikel, tembaga, bauksit, mangan, emas, dan perak, minyak bumi, gas bumi, jodium, belerang dan posfor. Barang-barang galian antara lain; batu, pasir pasir, kapur, tanah liat, kaolin dan garam. Kegiatan ini tidak mencakup usaha pengilangan gas bumi menjadi gas alam cair (Liquid Natural Gas, LNG), karena kegiatan pengolahan tersebut dimasukkan di sektor industri pengolahan. Untuk pengolahan lanjutan seperti pemecahan, peleburan dan pemurnian dari barang tambang dan galian, serta penelitian, penyiapan sarana pertambangan dan pemurnian air minum tidak dimasukkan dalam sektor ini. Tabel Input-Output Kabupaten Bandung

22 Bab III. Klasifikasi Sektor dan Sumber Data Sumber Data dan Metode Estimasi Data produksi sektor pertambangan dan penggalian diperoleh dari Laporan Tahunan Pertambangan dan Energi, sedangkan harga dan susunan input diperoleh dari publikasi BPS dan hasil Survei Khusus yang dilaksanakan oleh BPS. Output masing-masing perkomoditi diperoleh dengan mengalikan produksi dengan harga produsen. Harga yang digunakan untuk menilai komoditi minyak mentah, adalah harga yang berlaku di pasaran dalam negeri, sedangkan yang diekspor dipakai harga ekspor. Susunan input diperoleh dengan mengalikan koefisien input hasil survei khusus dengan output masing-masing komoditi. 3.3 Industri Pengolahan Kegiatan Industri Pengolahan meliputi sektor 25 sampai dengan 44. Klasifikasi industri pengolahan ini ditampilkan lebih rinci; agar dapat terlihat struktur input dan peranannya terhadap sektor lain di Kabupaten Bandung Ruang Lingkup dan Definisi Sektor industri pengolahan meliputi semua kegiatan produksi yang bertujuan meningkatkan mutu barang dan jasa. Proses produksi dapat dilakukan secara mekanis, kimiawi atupun proses lainnya dengan menggunakan alat-alat sederhana dan mesin-mesin. Proses tersebut dapat dilakukan oleh perusahaan industri, perusahaan pertanian, pertambangan atau perusahaan lainnya. Jasa-jasa yang sifatnya menunjang sektor industri seperti jasa maklon, perbaikan dan pemeliharaan mesinmesin, kapal, kereta api, dan pesawat terbang juga termasuk dalam sektor ini. Yang dimaksud dengan perbaikan disini adalah perbaikan barang modal yang dilakukan oleh perusahaan sendiri atau oleh pihak lain. Tetapi perbaikan mesin-mesin milik rumahtangga dan kendaraan bermotor tidak dicakup dalam sektor ini, melainkan dalam sektor jasa-jasa Sumber Data dan Metode Estimasi Data yang digunakan dalam penghitungan output dan penyusunan struktur input sektor industri pengolahan didasarkan pada hasil Survei Tahunan Industri Besar/Sedang dan Survei Industri Kecil dan Kerajinan Rumahtangga. Penghitungan output dan penyusunan struktur input dibedakan atas industri besar/sedang di satu pihak; dan industri kecil dan kerajinan rumahtangga dipihak lain. Tabel Input-Output Kabupaten Bandung

23 Bab III. Klasifikasi Sektor dan Sumber Data Untuk komoditi yang mempunyai klasifikasi industri yang sama, baik output maupun inputnya dikelompokkan menjadi satu sektor sesuai dengan klasifikasi I-O 2007 Kabupaten Bandung. Penyusunan output persektor industri besar dan sedang dilakukan dengan cara mengidentifikasikan jenis-jenis produksi yang kemudian dipindahkan keluar (transfer out) dan dipindahkan kedalam (transfer in) sesuai sektor masing-masing. Jika suatu industri mempunyai produksi yang karakteristiknya berbeda dengan industri itu, maka produksi tersebut dipindahkan ke industri lain yang sama karakteristiknya dengan produksi itu. Dengan demikian bagi industri yang outputnya dipindahkan, maka susunan inputnya pun harus dipindahkan mengikuti outputnya. Data output industri kecil dan kerajinan rumahtangga tahun 2007 diperoleh dari Survei Khusus Input Output di Kabupaten Bandung dan laporan dari Dinas/Kanwil Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Bandung. 3.4 Listrik Gas dan Air Minum Kegiatan Listrik, Gas dan Air Bersih terdiri dari sektor 45 sampai dengan 46. Uraian lebih rinci mengenai kegiatannya adalah sebagai berikut; Ruang Lingkup dan Metode Estimasi Sektor listrik meliputi kegiatan pembangkitan dan distribusi tenaga listrik baik yang diselenggarakan oleh PLN maupun non PLN. Termasuk pula tenaga listrik yang bersumber dari produksi sampingan perusahaan-perusahaan perkebunan, pertambangan, industri dan sektor lain, kecuali yang dibangkitkan untuk digunakan oleh sektor itu sendiri. Yang dimaksud dengan produksi listrik adalah jumlah kwh tenaga listrik yang dibangkitkan dan meliputi tenaga listrik yang terjual, digunakan sendiri, dan susut dalam transmisi/distribusi. Sektor gas mencakup kegiatan produksi dan penyediaan gas kota untuk dijual, baik kepada sektor lain maupun ke rumahtangga. Gas kota diperoleh dari proses pembakaran batu bara dan residu kilang minyak serta proses penyaluran gas alam. Produksi utamanya adalah berupa gas dan produksi ikutannya adalah kokas dan ter. Sektor air bersih mencakup kegiatan pembersihan, pemurnian dan proses kimiawi lainnya untuk menghasilkan air bersih, termasuk penyalurannya melalui pipa baik ke rumahtangga maupun ke sektor lain sebagai konsumen. Tabel Input-Output Kabupaten Bandung

24 Bab III. Klasifikasi Sektor dan Sumber Data Sumber Data dan Metode Estimasi Data yang digunakan dalam perkiraan output dan susunan input diperoleh dari Survei Khusus Input Output (SKIO) dan survei tahunan yang meliputi listrik PLN, listrik non PLN, gas kota dan perusahaan air minum. 3.5 Bangunan Kegiatan sektor Bangunan/ Konstruksi adalah sektor 47. Ruang lingkup, metode estimasi dan sumber data diuraikan sebagai berikut; Ruang Lingkup dan Metode Estimasi Sektor bangunan mencakup kegiatan konstruksi yang dilakukan baik oleh kontraktor umum, yaitu perusahaan yang melakukan pekerjaan konstruksi untuk pihak lain maupun kontraktor khusus yaitu unit usaha dan individu yang melakukan kegiatan pembangunan untuk dipakai sendiri seperti misalnya kantor pemerintah, kantor swasta, rumahtangga dan unit-unit perusahaan bukan perusahaan bangunan. Konstruksi mencakup kegiatan pembuatan, pembangunan, pemasangan dan perbaikan berat maupun ringan seperti bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal, pekerjaan umum untuk pertanian, jalan, jembatan dan pelabuhan, bangunan dan instalasi listrik, gas, air minum dan komunikasi serta bangunan lainnya. Bangunan tempat tinggal mencakup rumah dan gedung atau bangunan fisik lainnya yang digunakan untuk tempat tinggal oleh rumahtangga. Bangunan bukan tempat tinggal meliputi: hotel, sekolah, rumah sakit, pusat pertokoan, perkantoran dan pusat perdagangan, industri atau pabrik, gudang, bangunan tempat pemeliharaan hewan ternak dan unggas, tempat ibadah, gedung kesenian dan olahraga serta bangunan bukan tempat tinggal lainnya. Pekerjaan umum untuk pertanian meliputi pembuatan kolam pemeliharaan ikan, bagan/pencetakan tanah sawah, pembukaan hutan, irigasi dan sejenisnya. Pekerjaan umum untuk jalan, jembatan dan pelabuhan diantaranya mencakup pembuatan sarana jalan dan jembatan untuk angkutan jalan raya maupun kereta api, pelabuhan laut dan udara, dermaga, landasan pesawat terbang, tempat parkir, trotoar dan sejenisnya. Bangunan dan instalasi listrik, gas, air minum dan komunikasi diantaranya adalah instalasi transmisi dan distribusi listrik, gas, air minum dan jaringan komunikasi. Bangunan yang digolongkan bangunan lainnya beberapa Tabel Input-Output Kabupaten Bandung

25 Bab III. Klasifikasi Sektor dan Sumber Data diantaranya adalah taman kota, terowongan, waduk, banjir kanal, sanitasi, lapangan olahraga, dan tempat rekreasi serta bangunan sipil lainnya termasuk peningkatan mutu tanah melalui pengeringan. Konsep output sektor bangunan adalah nilai pekerjaan yang telah dilakukan selama tahun2007, tanpa melihat apakah bangunan tersebut sudah selesai seluruhnya atau belum pada tahun tersebut. Nilai instalasi listrik, pengatur udara (AC) instalasi air dan barang-barang lain yang telah dipasang sebelum bangunan tersebut ditempati/digunakan, dicakup pula di dalam output bangunan. Akan tetapi nilai tanah tempat berdiri bangunan tidak termasuk ke dalam nilai bangunan Sumber Data dan Metode Estimasi Perkiraan output sektor bangunan didasarkan pada pendekatan arus barang (Commodity Flow Approach) yaitu suatu metode pendugaan output berdasarkan input yang diperoleh dari sektor lain. Seperti diketahui bahwa input dapat dibedakan atas dua macam yaitu input antara dan primer yang jumlahnya sama dengan output. input antara sektor ini berupa bahan bangunan maupun bukan bahan bangunan misalnya biaya pemasangan dan biaya administrasi atau bahan-bahan lainnya. Untuk pendugaan input antara, dapat dibedakan dua sumber yaitu untuk input yang di impor dan input dari produksi dalam negeri. Sumber data yang digunakan adalah Statistik Impor, Statistik Industri Besar dan Sedang, Statistik Pertambangan dan Statistik Pertanian yang diperoleh dari BPS. 3.6 Perdagangan, Restoran, dan Perhotelan Kegiatan perdagangan, restoran dan perhotelan dalam klasifikasi Tabel I-O Kabupaten Bandung terdiri dari sektor 48 sampai dengan Ruang Lingkup dan Definisi Kegiatan perdagangan meliputi pengumpulan barang dari produsen dan mendistribusikannya kepada konsumen tanpa merubah bentuk barang tersebut. Termasuk juga kegiatan pengumpulan barang dari pelabuhan impor dan dipasarkan kepada konsumen. Usaha perdagangan besar, pada umumnya melayani pedagang (besar dan kecil), perusahaan yang akan memproduksi barang serta konsumen bukan rumahtangga lainnya. Perdagangan eceran, pada umumnya melayani konsumen rumahtangga. Barang-barang yang diperdagangkan meliputi produksi dalam negeri maupun impor, kecuali barang tidak bergerak seperti tanah, sumber-sumber alam dan bangunan. kegiatan yang Tabel Input-Output Kabupaten Bandung

26 Bab III. Klasifikasi Sektor dan Sumber Data dilakukan oleh broker, makelar, komisioner, agen dan sejenisnya sepanjang masih bersifat perdagangan termasuk pula disini. Kegiatan restoran pada umumnya menyediakan makanan dan minuman jadi yang dapat dinikmati langsung ditempat penjualan meliputi restoran, bar, warung makan, usaha-usaha jasa boga dan sejenisnya. Penyediaan makanan dan minuman yang bersifat menunjang usaha utama tidak dimasukkan sebagai kegiatan restoran, misalnya kegiatan penyediaan makanan dan minuman pada perhotelan, pada angkutan penumpang dengan kapal laut, dan pesawat udara. Kegiatan perhotelan meliputi usaha penyediaan akomodasi untuk umum berupa tempat penginapan untuk jangka waktu relatif singkat. Pengusahaan bungalow, villa, flat, dan tempat peristirahatan lainnya yang dimiliki oleh perusahaan atau instansi untuk para anggota dan pegawainya, tidak termasuk dalam kegiatan ini Sumber Data dan Metode Estimasi Sumber data untuk penyusunan struktur input perdagangan adalah hasil Survei Khusus Input Output (SKIO) yang dilaksanakan di Kabupaten Bandung. Sedangkan sumber data perhotelan adalah dari Buku Statistik Tingkat Penghunian Kamar Hotel yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik. Data rata-rata tarif per malam-kamar dan struktur inputnya diperoleh dari hasil SKIO Output perdagangan besar dan eceran masing-masing dihitung berdasarkan pendekatan arus barang (comodity flow approach), yaitu dengan menjumlahkan margin perdagangan yang timbul dari seluruh barang yang diperdagangkan di dalam negeri. Barang-barang yang diperdagangkan berasal dari sektor pertanian, industri, pertambangan & penggalian dan yang berasal dari impor. Rasio margin perdagangan besar dan eceran, baik terhadap nilai produksi masing-masing sektor maupun terhadap nilai impor. Output restoran dihitung berdasarkan konsumsi rumahtangga diluar rumah yang diperoleh dari hasil Susenas 2007, sedangkan output perhotelan bersumber dari hasil perkalian antara jumlah malam kamar dengan rata-rata tarif per malam kamar. Struktur input perdagangan, restoran dan perhotelan, masing-masing diperoleh dari perkalian antara koefisien input dari SKIO dengan nilai outputnya. Tabel Input-Output Kabupaten Bandung

27 Bab III. Klasifikasi Sektor dan Sumber Data 3.7 Pengangkutan dan Komunikasi Kegiatan pengangkutan dan komunikasi meliputi kode baris dan kolom 51 sampai dengan 54. Secara rinci ruang lingkup dan definisi adalah sebagai berikut; Ruang Lingkup dan Definisi Usaha ini meliputi kegiatan angkutan, jasa penunjang angkutan dan komunikasi. Kegiatan pengangkutan umumnya mengangkut barang dan penumpang dari satu tempat ke tempat lainnya atas dasar suatu pembayaran. Sektor-sektor ini terdiri dari angkutan kereta api; angkutan jalan raya untuk penumpang seperti bus, taksi, becak, dan dokar maupun angkutan barang seperti truk dan pedati; angkutan laut seperti pelayaran samudera, pelayaran nusantara, pelayaran lokal dan pelayaran rakyat, serta angkutan udara. Semua jenis angkutan tersebut digunakan untuk mengangkut penumpang dan barang. Jasa penunjang angkutan dan pergudangan umumnya bertujuan membantu dan memperlancar kegiatan angkutan, terdiri dari jasa-jasa terminal, pelabuhan bongkar muat, keagenan, ekspedisi, jalan tol, pergudangan dan jasa pergudangan lainnya. Sewa menyewa alat-alat angkutan baik dengan atau tanpa pengemudi termasuk pula dalam kegiatan ini. Angkutan penyeberangan yang dioperasikan oleh Perumka dimasukkan dalam sektor angkutan air. Kegiatan komunikasi meliputi usaha jasa pos dan giro seperti kegiatan pengiriman surat, paket, wesel dan sebagainya, telegram dan sebagainya Sumber Data dan Metode Estimasi Data yang digunakan untuk penyusunan output dan input angkutan kereta api diperoleh dari ikhtisar laporan keuangan Perumka tahun anggaran 2007 yang dialokasikan ke Kabupaten Bandung dengan jumlah kilometer penumpang dan ton barang sebagai alokatornya. Output dan struktur input angkutan jalan raya disusun dengan menggunakan data statistik kendaraan bermotor dari DLLAJ dan hasil SKIO. Output angkutan laut diperkirakan dengan mengalikan jumlah penumpang dan barang yang diangkut dengan rata-rata tarif yang diperoleh dari perusahaan pelayaran, sedangkan struktur inputnya dari hasil SKIO Data yang digunakan untuk penyusunan output dan struktur input komunikasi diperoleh dari laporan tahunan dan ihtisar rugi/laba PT Pos Indonesia dan PT Telkom. Output angkutan kereta api diperoleh dari penjumlahan pendapatan dari angkutan barang dan penumpang, bea stasiun dan pendapatan lainnya. Output angkutan jalan raya diperoleh dari Tabel Input-Output Kabupaten Bandung

28 Bab III. Klasifikasi Sektor dan Sumber Data perkalian antara jumlah kendaraan menurut jenisnya dengan masing-masing rata-rata output per kendaraan. Output angkutan laut merupakan penjumlahan pendapatan dari angkutan barang dan penumpang. Output angkutan udara dari penjumlahan output seluruh perusahaan penerbangan nasional yang dialokasikan ke Kabupaten Bandung dengan jumlah penumpang yang naik di Kabupaten Bandung sebagai alokator. Output jasa penunjang angkutan bersumber dari perkalian antara masing-masing indikator produksi seperti: jumlah kendaraan, kapal, pesawat yang dilayani dengan tarif atau rata-rata biaya yang dikeluarkan masing-masing angkutan. Sedangkan output jalan tol adalah total pendapatan dari karcis jalan tol dan jembatan tol. Struktur input untuk angkutan kereta api dan komunikasi diolah dari data laporan tahunan masing-masing perusahaan. Angkutan jalan raya serta jasa penunjang angkutan didasarkan atas koefisien input SKIO2007 dan laporan tahunan perusahaan-perusahaan yang beroperasi dalam bidang yang bersangkutan. 3.8 Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Kegiatan bank dan lembaga keuangan lainnya meliputi sektor 55 dan 57, sedangkan ruang lingkupnya diuraikan sebagai berikut; Ruang Lingkup dan Definisi Kegiatan bank dan lembaga keuangan lainnya meliputi: 1. Usaha jasa perbankan dan moneter seperti bank sentral, bank umum, bank pembangunan, bank devisa, bank tabungan, dan Badan Perkreditan Rakyat (BPR) baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta. Kegiatan ini mencakup antara lain penerimaan dan pemberian pinjaman, penyertaan modal usaha pemberian jaminan bank, pembelian dan penjualan surat-surat berharga, jasa penyimpanan barang berharga dan sebagainya. 2. Usaha jasa keuangan lainnya seperti lumbung desa, koperasi simpan pinjam, pedagang valuta asing serta jasa pasar modal. 3. Usaha jasa asuransi, baik asuransi jiwa maupun asuransi bukan jiwa; termasuk asuransi sosial yang dikelola oleh Perum TASPEN, Perum ASABRI, Perum ASTEK, dan sejenisnya. 4. Usaha persewaan bangunan dan tanah, baik yang menyangkut bangunan tempat tinggal maupun bukan tempat tinggal seperti perkantoran, pertokoan serta usaha persewaan tanah persil. Tabel Input-Output Kabupaten Bandung

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 38 III. METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan memilih lokasi Kota Cirebon. Hal tersebut karena Kota Cirebon merupakan salah satu kota tujuan wisata di Jawa

Lebih terperinci

BAB II URAIAN SEKTORAL. definisi dari masing-masing sektor dan sub sektor, sumber data, dan cara

BAB II URAIAN SEKTORAL. definisi dari masing-masing sektor dan sub sektor, sumber data, dan cara BAB II URAIAN SEKTORAL Uraian sektoral yang disajikan pada bab ini mencakup ruang lingkup dan definisi dari masing-masing sektor dan sub sektor, sumber data, dan cara penghitungan nilai tambah bruto atas

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN

III. METODE PENELITIAN 29 III. METODE PENELITIAN 3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian adalah data sekunder berupa Tabel Input-Output Indonesia tahun 2008 yang diklasifikasikan menjadi 10 sektor dan

Lebih terperinci

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu

METODE PENELITIAN. 3.1 Jenis dan Sumber Data. Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yaitu data Tabel Input-Output Propinsi Kalimantan Timur tahun 2009 klasifikasi lima puluh

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN YAHUKIMO, TAHUN 2013 Nomor Katalog : 9302001.9416 Ukuran Buku : 14,80 cm x 21,00 cm Jumlah Halaman

Lebih terperinci

BAB III URAIAN SEKTORAL

BAB III URAIAN SEKTORAL BAB III URAIAN SEKTORAL alah satu kendala dalam memahami publikasi Produk Domestik Regional Bruto adalah masalah konsep dan definisi serta ruang lingkupnya yang memuat data dan informasi statistik. Disamping

Lebih terperinci

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah K a b u p a t e n K u t a i K a r t a n e g a r a

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah K a b u p a t e n K u t a i K a r t a n e g a r a No. Katalog : 9208.6403 Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah K a b u p a t e n K u t a i K a r t a n e g a r a B a d a n P u s a t S t a t i s t i k Kabupaten Kutai Kartanegara KATA PENGANTAR

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

III. KERANGKA PEMIKIRAN. sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi. III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Teoritis Input-Output Integrasi ekonomi yang menyeluruh dan berkesinambungan di antar semua sektor produksi merupakan salah satu kunci keberhasilan pembangunan ekonomi.

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN WILAYAH KEPULAUAN PROVINSI MALUKU 6.1. Sektor-Sektor Ekonomi Unggulan Provinsi Maluku Aktivitas atau kegiatan ekonomi suatu wilayah dikatakan mengalami kemajuan,

Lebih terperinci

BAB. III. URAIAN SEKTORAL

BAB. III. URAIAN SEKTORAL BAB. III. URAIAN SEKTORAL Salah satu cara untuk memahami publikasi Produk Domestik Regional Bruto adalah mengetahui masalah konsep dan definisi serta ruang lingkupnya yang memuat data dan informasi statistik.

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder periode tahun dari

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data sekunder periode tahun dari 38 III. METODE PENELITIAN A. Data dan sumber data Penelitian ini menggunakan data sekunder periode tahun 2009 2013 dari instansi- instansi terkait yaitubadan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung, Badan

Lebih terperinci

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik

M E T A D A T A. INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) 2 Penyelenggara Statistik : Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No.

Lebih terperinci

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik

M E T A D A T A INFORMASI DASAR. 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara. Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik M E T A D A T A INFORMASI DASAR 1 Nama Data : Produk Domestik Bruto (PDB) 2 Penyelenggara Departemen Statistik Ekonomi dan Moneter, : Statistik Bank Indonesia 3 Alamat : Jl. M.H. Thamrin No. 2 Jakarta

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS

III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 27 III. KERANGKA PEMIKIRAN TEORITIS 3.1. Kerangka Pemikiran Kebutuhan untuk menggunakan I-O Regional dalam Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi NTT semakin terasa penting jika dikaitkan dengan pelaksanaan

Lebih terperinci

KAJIAN STRUKTUR EKONOMI KABUPATEN BEKASI

KAJIAN STRUKTUR EKONOMI KABUPATEN BEKASI KAJIAN STRUKTUR EKONOMI KABUPATEN BEKASI 1 YUHKA SUNDAYA, 2 INA HELENA AGUSTINA 1 Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik, Universitas Islam Bandung Jl. Tamansari No. 1 Bandung, 40116

Lebih terperinci

SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI INDONESIA TAHUN 2008 ISSN : 0216.6070 Nomor Publikasi : 07240.0904 Katalog BPS : 9503003 Ukuran Buku : 28 x 21 cm Jumlah Halaman : 94 halaman Naskah : Subdirektorat Konsolidasi

Lebih terperinci

SAMBUTAN. Assalamu alaikum Wr. Wb.

SAMBUTAN. Assalamu alaikum Wr. Wb. SAMBUTAN Assalamu alaikum Wr. Wb. Dengan Rahmat Allah SWT, kita bersyukur bahwa Publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Semarang Tahun 2010 bisa terbit. Produk Domestik Regional Bruto adalah merupakan

Lebih terperinci

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR

GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR GAMBARAN UMUM SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI (SNSE) KABUPATEN INDRAGIRI HILIR Pada bab ini dijelaskan mengenai gambaran umum SNSE Kabupaten Indragiri Hilir yang meliputi klasifikasi SNSE Kabupaten Indragiri

Lebih terperinci

SAMBUTAN. Assalamu alaikum Wr. Wb.

SAMBUTAN. Assalamu alaikum Wr. Wb. SAMBUTAN Assalamu alaikum Wr. Wb. Dengan Rahmat Allah SWT, kita bersyukur atas penerbitan Publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Semarang Tahun 2012. Produk Domestik Regional Bruto merupakan salah

Lebih terperinci

D a f t a r I s i. iii DAFTAR ISI. 2.8 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.9 Sektor Jasa-Jasa 85

D a f t a r I s i. iii DAFTAR ISI. 2.8 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan 2.9 Sektor Jasa-Jasa 85 D a f t a r I s i Kata Pengantar Daftar Isi Daftar Grafik Daftar Tabel DAFTAR ISI Daftar Tabel Pokok Produk Domestik Regional Bruto Kota Samarinda Tahun 2009-2011 BAB I PENDAHULUAN 1 1.1. Umum 1 1.2. Konsep

Lebih terperinci

BAB II URAIAN SEKTORAL

BAB II URAIAN SEKTORAL BAB II URAIAN SEKTORAL Uraian sektoral yang disajikan dalam Bab II ini mencakup ruang lingkup dan definisi dari masing-masing sektor dan subsektor, cara-cara penghitungan nilai tambah, baik atas dasar

Lebih terperinci

SAMBUTAN KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA SEMARANG. Drs.HADI PURWONO Pembina Utama Muda NIP

SAMBUTAN KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA SEMARANG. Drs.HADI PURWONO Pembina Utama Muda NIP SAMBUTAN Assalamualaikum Wr. Wb. Dengan Rahmat Allah SWT, kita bersyukur bahwa Publikasi Produk Domestik Regional Bruto Kota Semarang Tahun 2009 bisa terbit. Produk Domestik Regional Bruto adalah merupakan

Lebih terperinci

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007

Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 Boks 1. TABEL INPUT OUTPUT PROVINSI JAMBI TAHUN 2007 TABEL INPUT OUTPUT Tabel Input-Output (Tabel I-O) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang

Lebih terperinci

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010

V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 65 V. HASIL ANALISIS SISTEM NERACA SOSIAL EKONOMI DI KABUPATEN MUSI RAWAS TAHUN 2010 5.1. Gambaran Umum dan Hasil dari Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Kabupaten Musi Rawas Tahun 2010 Pada bab ini dijelaskan

Lebih terperinci

DAFTAR ISI... SAMBUTAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR TABEL POKOK...

DAFTAR ISI... SAMBUTAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR TABEL... DAFTAR TABEL POKOK... DAFTAR ISI SAMBUTAN... KATA PENGANTAR... DAFTAR ISI... DAFTAR TABEL... DAFTAR TABEL POKOK... i ii iii v vi I. PENDAHULUAN 1.1. Umum... 1 1.2. Pengertian Pendapatan Regional... 1 1.2.1. Produk Domestik

Lebih terperinci

Analisis Input-Output (I-O)

Analisis Input-Output (I-O) Analisis Input-Output (I-O) Di Susun Oleh: 1. Wa Ode Mellyawanty (20100430042) 2. Opissen Yudisyus (20100430019) 3. Murdiono (20100430033) 4. Muhammad Samsul (20100430008) 5. Kurniawan Yuda (20100430004)

Lebih terperinci

II.1. SEKTOR PERTANIAN

II.1. SEKTOR PERTANIAN PDRB Menurut Lapangan Usaha Tahun 2012 II. URAIAN SEKTORAL Uraian sektoral yang disajikan dalam bab ini mencakup ruang lingkup, definisi, cara panghitungan nilai tambah atas dasar harga berlaku dan konstan

Lebih terperinci

PENDAHULUAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tahun 2010

PENDAHULUAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tahun 2010 BAB 1 PENDAHULUAN Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Tahun 2010 1.1. Latar Belakang Latar Belakang Pembangunan pada dasarnya ditujukan agar tercipta kondisi sosial ekonomi masyarakat yang lebih baik.

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE

KATA PENGANTAR. Lubuklinggau, September 2014 WALIKOTA LUBUKLINGGAU H. SN. PRANA PUTRA SOHE KATA PENGANTAR Buku Indikator Ekonomi Kota Lubuklinggau ini dirancang khusus bagi para pelajar, mahasiswa, akademisi, birokrat, dan masyarakat luas yang memerlukan data dan informasi dibidang perekonomian

Lebih terperinci

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah

Sumber : Tabel I-O Kota Tarakan Updating 2007, Data diolah 48 V. DUKUNGAN ANGGARAN DALAM OPTIMALISASI KINERJA PEMBANGUNAN BERBASIS SEKTOR UNGGULAN 5.1. Unggulan Kota Tarakan 5.1.1. Struktur Total Output Output merupakan nilai produksi barang maupun jasa yang dihasilkan

Lebih terperinci

B U P A T I T E M A N G G U N G S A M B U T A N

B U P A T I T E M A N G G U N G S A M B U T A N B U P A T I T E M A N G G U N G S A M B U T A N Assalamu alaikum Wr. Wb. Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, saya menyambut gembira atas terbitnya buku Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

B U P A T I T E M A N G G U N G S A M B U T A N

B U P A T I T E M A N G G U N G S A M B U T A N B U P A T I T E M A N G G U N G S A M B U T A N Assalamu alaikum Wr. Wb. Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, saya menyambut gembira atas terbitnya buku Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kabupaten Banyuwangi memiliki peran strategis dalam pembangunan daerah di Jawa Timur baik dari sisi ekonomi maupun letak geografis. Dari sisi geografis, Kabupaten Banyuwangi

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan

III. METODE PENELITIAN. deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan III. METODE PENELITIAN Metode dasar yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif analitik. Penelitian ini tidak menguji hipotesis atau tidak menggunakan hipotesis, melainkan hanya mendeskripsikan

Lebih terperinci

B U P A T I T E M A N G G U N G S A M B U T A N

B U P A T I T E M A N G G U N G S A M B U T A N B U P A T I T E M A N G G U N G S A M B U T A N Assalamu alaikum Wr. Wb. Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, saya menyambut gembira atas terbitnya buku Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data

3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 3.2 Bahan dan Alat 3.3 Metode Penelitian 3.4 Metode Pengumpulan Data 3 METODOLOGI 3.1 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian lapangan dilaksanakan pada bulan Februari 2010 sampai April 2010 di PPS Nizam Zachman Jakarta. 3.2 Bahan dan Alat Bahan yang digunakan dalam penelitian

Lebih terperinci

ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT

ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT PELATIHAN UNTUK STAF PENELITI Puslitbang Penyelenggaraan Pos dan Telekomunikasi ANALISIS MODEL INPUT-OUTPUT Oleh Dr. Uka Wikarya Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi Universtas

Lebih terperinci

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor

VI. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Peranan Sektor Agroindustri Terhadap Perekonomian Kota Bogor Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang secara komprehensif dapat digunakan untuk

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA JAYAPURA 2010/2011. Gross Regional Domestic Product Of Jayapura Municipality

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA JAYAPURA 2010/2011. Gross Regional Domestic Product Of Jayapura Municipality PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA JAYAPURA Gross Regional Domestic Product Of Jayapura Municipality 2010/2011 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KOTA JAYAPURA Gross Regional Domestic Product of Jayapura

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Peran Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Kabupaten Banjarnegara Pada sub bab ini akan dijelaskan mengenai peranan ekonomi sektoral ditinjau dari struktur permintaan, penerimaan

Lebih terperinci

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 /

Analisis Pertumbuhan Ekonomi Kab. Lamandau Tahun 2013 / BAB. III URAIAN SEKTORAL Uraian Sektoral yang disajikan dalam Bab III ini mencakup ruang lingkup dan definisi dari masing-masing sektor dan sub sektor, cara perhitungan nilai tambah baik atas dasar harga

Lebih terperinci

SAMBUTAN. Assalamu alaikum Wr. Wb.

SAMBUTAN. Assalamu alaikum Wr. Wb. SAMBUTAN Assalamu alaikum Wr. Wb. Dengan Rahmat Allah SWT, kita bersyukur atas penerbitan Publikasi Produk Analisis Ekonomi Regional Kota Semarang Tahun 2013. Produk Analisis Ekonomi Regional Kota Semarang

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Semarang 1

BAB I PENDAHULUAN. Tinjauan Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Semarang 1 BAB I PENDAHULUAN Pada Publikasi sebelumnya Pendapatan Regional Kabupaten Semarang dihitung berdasarkan pada pendekatan produksi. Lebih jauh dalam publikasi ini, Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. 2.1 Produk Domestik regional Bruto Kota Medan. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah Daerah Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN TEORITIS. 2.1 Produk Domestik regional Bruto Kota Medan. Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah Daerah Sumatera Utara BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Produk Domestik regional Bruto Kota Medan Pembangunan ekonomi yang dilakukan oleh pemerintah Daerah Sumatera Utara adalah serangkaian usaha kebijaksanaan yang bertujuan untuk

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TAHUN

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TAHUN PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO (PDRB) KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW TAHUN 2002-2010 Katalog BPS : 9302008.7101 ISSN 0215 6432 Ukuran Buku : 16,5 Cm X 21,5 Cm Jumlah Halaman : ix + 115 Halaman Naskah : Badan

Lebih terperinci

Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Trenggalek Menurut Lapangan Usaha

Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Trenggalek Menurut Lapangan Usaha KATALOG BPS: 9202.3503 KABUPATEN TRENGGALEK Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Trenggalek Menurut Lapangan Usaha 2006-2010 Gross Regional Domestic Product Of Trenggalek Regency By Industrial Origin

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan indikator ekonomi makro yang dapat digunakan untuk melihat tingkat keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah. Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Majalengka

Lebih terperinci

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif.

gula (31) dan industri rokok (34) memiliki tren pangsa output maupun tren permintaan antara yang negatif. 5. RANGKUMAN HASIL Dari hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, dapat dirangkum beberapa poin penting sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu: 1. Deviasi hasil estimasi total output dengan data aktual

Lebih terperinci

BAB III URAIAN SEKTORAL

BAB III URAIAN SEKTORAL 3.1. SEKTOR PERTANIAN BAB III URAIAN SEKTORAL 3.1.1 Sub Sektor Tanaman Bahan Makanan Sub Sektor tanaman bahan makanan meliputi kegiatan bercocok tanam untuk menghasilkan segala jenis tanaman yang digunakan

Lebih terperinci

KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR

KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR KETERKAITAN ANTARSEKTOR PADA PEREKONOMIAN JAWA TIMUR Keterkaitan Sektor Hulu dan Sektor Hilir Hasil dari analisis dengan menggunakan PCA menunjukkan sektor-sektor perekonomian pada bagian hulu dan sektor-sektor

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal

III. METODE PENELITIAN. Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal 39 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan adalah data sekunder yang sebagian besar berasal dari Tabel Input-Output Kota Bontang Tahun 2010 klasifikasi 46 sektor yang diagregasikan

Lebih terperinci

DRB menurut penggunaan menggambarkan penggunaan barang. dan jasa yang diproduksi oleh berbagai sektor dalam masyarakat.

DRB menurut penggunaan menggambarkan penggunaan barang. dan jasa yang diproduksi oleh berbagai sektor dalam masyarakat. BAB II METODOLOGI P DRB menurut penggunaan menggambarkan penggunaan barang dan jasa yang diproduksi oleh berbagai sektor dalam masyarakat. Penggunaan PDRB tersebut secara garis besar ada dua macam yaitu

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan

V. HASIL DAN PEMBAHASAN Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan 60 V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Peranan Sektor Hotel dan Restoran Terhadap Perekonomian Kota Cirebon Berdasarkan Struktur Permintaan Alat analisis Input-Output (I-O) merupakan salah satu instrumen yang

Lebih terperinci

KLASIFIKASI BAKU LAPANGAN USAHA INDONESIA 1997

KLASIFIKASI BAKU LAPANGAN USAHA INDONESIA 1997 KLASIFIKASI BAKU LAPANGAN USAHA INDONESIA 1997 KODE KETERANGAN 000 KEGIATAN YANG BELUM JELAS BATASANNYA 011 PERTANIAN TANAMAN PANGAN, TANAMAN PERKEBUNAN, DAN HORTIKULTURA 012 PETERNAKAN 013 KOMBINASI PERTANIAN

Lebih terperinci

8.1. Keuangan Daerah APBD

8.1. Keuangan Daerah APBD S alah satu aspek pembangunan yang mendasar dan strategis adalah pembangunan aspek ekonomi, baik pembangunan ekonomi pada tatanan mikro maupun makro. Secara mikro, pembangunan ekonomi lebih menekankan

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN MINAHASA UTARA MENURUT LAPANGAN USAHA

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN MINAHASA UTARA MENURUT LAPANGAN USAHA PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN MINAHASA UTARA MENURUT LAPANGAN USAHA 2000-2008 ISSN : - No Publikasi : 71060.0802 Katalog BPS : 1403.7106 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 21 cm X 28 cm : vi + 40

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Bandung, November 2013 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat. K e p a l a,

KATA PENGANTAR. Bandung, November 2013 Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Barat. K e p a l a, KATA PENGANTAR Kondisi perekonomian makro memberikan gambaran mengenai daya saing dan tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu daerah. Gambaran ekonomi makro dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Regional

Lebih terperinci

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan

I. PENDAHULUAN. nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan. dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang diarahkan untuk mengembangkan daerah tersebut. Tujuan dari pembangunan daerah adalah untuk meningkatkan

Lebih terperinci

Sebagai suatu model kuantitatif, Tabel IO akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai: mencakup struktur output dan nilai tambah masingmasing

Sebagai suatu model kuantitatif, Tabel IO akan memberikan gambaran menyeluruh mengenai: mencakup struktur output dan nilai tambah masingmasing Model Tabel Input-Output (I-O) Regional Tabel Input-Output (Tabel IO) merupakan uraian statistik dalam bentuk matriks yang menyajikan informasi tentang transaksi barang dan jasa serta saling keterkaitan

Lebih terperinci

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA

VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA VI. SEKTOR UNGGULAN DALAM STRUKTUR PEREKONOMIAN MALUKU UTARA 6.1. Perkembangan Peranan dan Pertumbuhan Ekonomi Sektoral Maluku Utara Kemajuan perekonomian daerah antara lain diukur dengan: pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. 2.1 Definisi dan Ruang Lingkup Sektor Pertanian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN. 2.1 Definisi dan Ruang Lingkup Sektor Pertanian 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Definisi dan Ruang Lingkup Sektor Pertanian Dalam penelitian ini, sektor-sektor perekonomian diklasifikasikan ke dalam 9 sektor perekonomian. Sembilan

Lebih terperinci

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan ekonomi yang terpadu merupakan segala bentuk upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara ekonomi yang ditunjang oleh kegiatan non ekonomi.

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

BAB II TINJAUAN PUSTAKA BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pembangunan dan Pertumbuhan Ekonomi Suryana (2000 : 3), mengungkapkan pembangunan ekonomi adalah suatu proses yang menyebabkan pendapatan per kapita penduduk suatu masyarakat

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku tahun 2013 ruang lingkup penghitungan meliputi 9 sektor ekonomi, meliputi: 1. Sektor Pertanian

Lebih terperinci

ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT

ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT ANALISA KETERKAITAN SEKTOR EKONOMI DENGAN MENGGUNAKAN TABEL INPUT - OUTPUT Pertumbuhan ekonomi NTT yang tercermin dari angka PDRB cenderung menunjukkan tren melambat. Memasuki awal tahun 2008 ekspansi

Lebih terperinci

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2)

Kata Pengantar KATA PENGANTAR Nesparnas 2014 (Buku 2) Kata Pengantar KATA PENGANTAR Buku 2 Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) ini disusun untuk melengkapi buku 1 Nesparnas, terutama dalam hal penyajian data yang lebih lengkap dan terperinci. Tersedianya

Lebih terperinci

Kerjasama : KATALOG :

Kerjasama : KATALOG : Kerjasama : KATALOG : 9302008.6205 KATALOG : 9302008.6205 PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN BARITO UTARA TAHUN 2006 2010 Edisi 2011 ISSN. 0216.4796 No.Publikasi : 6205.11.01 Katalog BPS : 9302008.6205

Lebih terperinci

Tinjauan Ekonomi Berdasarkan :

Tinjauan Ekonomi Berdasarkan : Tinjauan Ekonomi Berdasarkan : Tinjauan Ekonomi Berdasarkan : SAMBUTAN KEPALA BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH KOTA BOGOR Assalamu alaikum Wr Wb Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, karena

Lebih terperinci

Statistik KATA PENGANTAR

Statistik KATA PENGANTAR KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan sumber

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi

BAB II TINJAUAN PUSTAKA Distribusi Input dan Output Produksi BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Dasar 2.1.1 Distribusi Input dan Output Produksi Proses produksi adalah suatu proses yang dilakukan oleh dunia usaha untuk mengubah input menjadi output. Dunia usaha

Lebih terperinci

PENDAHULUAN. Latar Belakang

PENDAHULUAN. Latar Belakang PENDAHULUAN Latar Belakang Pembangunan yang dititikberatkan pada pertumbuhan ekonomi berimplikasi pada pemusatan perhatian pembangunan pada sektor-sektor pembangunan yang dapat memberikan kontribusi pertumbuhan

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada 9 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definsi Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. Katalog BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR Katalog BPS : 9302008.53 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 Anggota Tim Penyusun : Pengarah :

Lebih terperinci

Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto (PDB) Produk Domestik Bruto (PDB) Gross Domestic Product (GDP) Jumlah nilai produk berupa barang dan jasa yang dihasilkan oleh unitunit produksi di dalam batas wilayah suatu negara (domestik) selama satu tahun.

Lebih terperinci

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA. pendapatan rata-rata masyarakat pada wilayah tersebut. Dalam menghitung BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep dan Definsi Pendapatan regional adalah tingkat (besarnya) pendapatan masyarakat pada wilayah analisis. Tingkat pendapatan dapat diukur dari total pendapatan wilayah maupun

Lebih terperinci

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar

KATA PENGANTAR. Kata Pengantar Kata Pengantar KATA PENGANTAR Buku 2 Neraca Satelit Pariwisata Nasional (Nesparnas) ini disusun untuk melengkapi buku 1 Nesparnas, terutama dalam hal penyajian data yang lebih lengkap dan terperinci. Tersedianya

Lebih terperinci

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun

Statistik Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) Tahun KATA PENGANTAR Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (U MKM) menjadi sangat strategis, karena potensinya yang besar dalam menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat, dan sekaligus menjadi tumpuan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN MINAHASA UTARA MENURUT LAPANGAN USAHA

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN MINAHASA UTARA MENURUT LAPANGAN USAHA PDRB PDRB PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO KABUPATEN MINAHASA UTARA MENURUT LAPANGAN USAHA 2000-2006 ISSN : - No Publikasi : 71020.0702 Katalog BPS : 9203.7102 Ukuran Buku Jumlah Halaman : 21 cm X 28 cm

Lebih terperinci

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD) Pengertian Pendapatan Asli Daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah pasal 1 angka

Lebih terperinci

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN. Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Sektor unggulan di Kota Dumai diidentifikasi dengan menggunakan beberapa alat analisis, yaitu analisis Location Quetiont (LQ), analisis MRP serta Indeks Komposit. Kemudian untuk

Lebih terperinci

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO)

BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) BOKS II : TELAAH KETERKAITAN EKONOMI PROPINSI DKI JAKARTA DAN BANTEN DENGAN PROPINSI LAIN PENDEKATAN INTERREGIONAL INPUT OUTPUT (IRIO) IRIO memiliki kemampuan untuk melakukan beberapa analisa. Kemampuan

Lebih terperinci

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

V. HASIL DAN PEMBAHASAN V. HASIL DAN PEMBAHASAN Hal-hal yang akan diuraikan dalam pembahasan dibagi dalam tiga bagian yakni bagian (1) penelaahan terhadap perekonomian Kabupaten Karo secara makro, yang dibahas adalah mengenai

Lebih terperinci

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN Uraian dalam Bab ini menjelaskan hasil pengolahan data dan pembahasan terhadap 4 (empat) hal penting yang menjadi fokus dari penelitian ini, yaitu: (1) peranan sektor kehutanan

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO ACEH TAMIANG 2008 2011 NOMOR KATALOG : 9302008.1114 UKURAN BUKU JUMLAH HALAMAN : 21,00 X 28,50 CM : 78 HALAMAN + XIII NASKAH : - SUB BAGIAN TATA USAHA - SEKSI STATISTIK SOSIAL

Lebih terperinci

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO

PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PRODUK DOMESTIK REGIONAL BRUTO PDRB KABUPATEN NGAWI TAHUN 2006-2010 KATA PENGANTAR Pertumbuhan ekonomi Kabupaten Ngawi naik dari 5,21 persen pada tahun 2006 setelah sempat turun pada tahun 2007 sebesar

Lebih terperinci

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT)

DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) DAMPAK RESTRUKTURISASI INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) TERHADAP KINERJA PEREKONOMIAN JAWA BARAT (ANALISIS INPUT-OUTPUT) OLEH SRI MULYANI H14103087 DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN

Lebih terperinci

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS :

BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR. KATALOG BPS : Katalog BPS : 9302008.53 BADAN PUSAT STATISTIK PROVINSI NUSA TENGGARA TIMUR KINERJA PEREKONOMIAN NUSA TENGGARA TIMUR 2013 KINERJA PEREKONOMIAN

Lebih terperinci

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun Jenis data

III. METODE PENELITIAN. Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun Jenis data 38 III. METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data tabel FSNSE pada tahun 2005. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari

Lebih terperinci

IV. METODE PENELITIAN

IV. METODE PENELITIAN IV. METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Pasuruan Provinsi Jawa Timur pada bulan Mei sampai dengan Juli 2004. 4.2. Jenis dan Sumber Data Data yang

Lebih terperinci

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian Penelitian ini mencakup perekonomian nasional dengan obyek yang diteliti adalah peranan sektor kehutanan dalam perekonomian nasional dan perubahan struktur

Lebih terperinci

III. KERANGKA PEMIKIRAN

III. KERANGKA PEMIKIRAN 21 III KERANGKA PEMIKIRAN 31 Kerangka Operasional Berdasarkan perumusan masalah, pembangunan daerah Provinsi Riau masih menghadapi beberapa masalah Permasalahan itu berupa masih tingginya angka kemiskinan,

Lebih terperinci

MENGARTIKULASIKAN TABEL INPUT-OUTPUT DAN KERANGKA ANALISISNYA

MENGARTIKULASIKAN TABEL INPUT-OUTPUT DAN KERANGKA ANALISISNYA MENGARTIULASIAN TABEL INPUT-OUTPUT DAN ERANGA ANALISISNYA Budi Cahyono 1 ; Bagus Sumargo2 ABSTRACT Input -Output (I-O) table can be used to analyse economic projection and present some service and good

Lebih terperinci

BAB II KAJIAN PUSTAKA

BAB II KAJIAN PUSTAKA BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Investasi Investasi atau penanaman modal merupakan salah satu komponen penting dalam pengeluaran agregat. Dalam perekonomian pengeluaran investasi

Lebih terperinci

IV. METODOLOGI PENELITIAN

IV. METODOLOGI PENELITIAN IV. METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder seperti tabel I-O Indonesia klasifikasi 175 sektor tahun 2005 dan 2008, Survey Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)

Lebih terperinci

Lampiran 1. Kode Sektor Sektor Eknonomi

Lampiran 1. Kode Sektor Sektor Eknonomi 263 Lampiran 1. Kode Sektor Sektor Eknonomi Kode Nama Sektor 1 Padi 2 Jagung 3 Ubi Kayu 4 Ubi-Ubian Lainnya 5 Kacang-kacangan 6 Sayuran dataran ttinggi 7 Sayuran dataran rendah 8 Jeruk 9 Pisang 10 Buah-buahan

Lebih terperinci

Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Trenggalek Menurut Lapangan Usaha

Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Trenggalek Menurut Lapangan Usaha KATALOG BPS: 9202.3503 ht tp :// tre ng ga le kk ab.b ps.g o. id Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Trenggalek Menurut Lapangan Usaha 2008-2012 Badan Pusat Statistik Kabupaten Trenggalek Statistics

Lebih terperinci

BENTUK LAPORAN PENERIMAAN PAJAK (LPP) KODE FORMULIR

BENTUK LAPORAN PENERIMAAN PAJAK (LPP) KODE FORMULIR Lampiran Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-54/PJ/1998 Tanggal : 25 Maret 1998 BENTUK LAPORAN PENERIMAAN PAJAK (LPP) No JENIS FORMULIR KODE FORMULIR UKURAN DIKIRIM KE MASA LAPORAN 1 2 3 4 5

Lebih terperinci

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional

II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN. 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional II. RUANG LINGKUP DAN METODE PENGHITUNGAN 2.1 Ruang Lingkup Penghitungan Pendapatan Regional Dalam penerbitan buku Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Tegal Tahun 2012 ruang lingkup penghitungan meliputi

Lebih terperinci

DATA BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK MENCERDASKAN BANGSA

DATA BADAN PUSAT STATISTIK BADAN PUSAT STATISTIK MENCERDASKAN BANGSA DATA MENCERDASKAN BANGSA BADAN PUSAT STATISTIK Jl. Dr. Sutomo No. 6-8 Jakarta 171, Kotak Pos 13 Jakarta 11 Telepon : (21) 3841195, 384258, 381291-4, Fax. : (21) 385746 BADAN PUSAT STATISTIK TEKNIK PENYUSUNAN

Lebih terperinci